Ceritasilat Novel Online

Makam Bunga Mawar 29

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 29


muka yang tebal, kecuali May-yu Kiesu yang bertugas sebagai
kuasa dalam istana, semuanya sudah berhati teguh, satu
sama lain jarang mengadakan hubungan, bahkan siapa pun
juga tidak boleh tahu mana dan asal usul mereka masingmasing. Siang Biauw Yan datang ke istana kesepian dengan
menggenggam maksud besar. Sebaliknya dengan Liok Giok
Jie yang datang belakangan, tanpa sengaja sudah diketahui
oleh Siang Biauw Yan, siapa yang datang-datang terus
diangkat sebagai puteri kesepian itu, bahkan tahu pula anak
yang terkandung dalam perut Liok Giok Jie wkatu itu adalah
darah daging Hee Thian Siang.
Siang Biauw Yan berusaha dengan susah payah barulah
berhasil mendapatkan kedudukannya sebagai ketua atau
pemimpin yang sudah lama menjadi idam-idamannya, apa
mau kembali telah diganggu oleh kedatangan Hee Thian
Siang, tentu saja dia menjadi benci sekali. Maka sebulan
setelah Liok Giok Jie melahirkan, ia kebetulan mendapat
kesempatan baik buat mencuri bayi putri kesepian tersebut. Ia
pikir bayi mana hendak digunakan sebagai alat pemeras
kepada Hee Thian Siang supaya selama-lamanya menjaga
rahasia partai Kun-lun atau digunakan sebagai pancingan
supaya ia dapat menyingkirkan musuh besarnya itu.
Di luar tahu siapa pun, ketika Siang Biauw Yan turun
tangan mencuri sang bayi, meskipun tidak diketahui oleh Liok
Giok Jie ibunya, tetapi sudah dipergoki oleh Cin Lok Pho yang
di dalam istana itu dipanggil sebagai petani tua kesepian.
Adapun mengenai Cin Lok Pho berada di istana kesepian
ceritanya adalah sebagai berikut :
Hari itu, ketika berada di puncak Bun-thian-hong, Cin Lok
Pho bukan menghilang tanpa sebab melainkan tertarik oleh
perasaan heran dan ingin tahu, separuh terpancing juga, ia
hanya tahu telah memasuki sebuah goa dalam yang sangat
misterius yang kemudian ternyata digunakan sebagai jalanan
istimewa yang menuju ke istana kesepian.
Berada dalam istana kesepian, Cin Lok Pho sebaliknya
malah merasa senang. Ia sudah akan menyampaikan maksud
Hee Thian Siang kepada Liok Giok Jie yang kini sudah
diangkat menjadi puteri kesepian, tapi belum juga mendapat
kesempatan yang baik. Tetapi May-yu Kiesu karena mengetahui Cin Lok Pho ada
hubungan dalam dengan Liok Giok Jie, maka dilakukannya
penjagaan keras dan tidak memberikan kesempatan bagi
mereka untuk mengadakan hubungan. Di tambah lagi tidak
lama setelah Cin Lok Pho berada di dalam istana, Liok Giok
Jie lantas melahirkan seorang anak. Cin Lok Pho merasa
girang, bagi Hee Thian Siang pikirnya di dalam istana
kesepian ini, bagi ia sendiri juga masih bisa melewati hari
tuanya dengan tenang. Maka diam-diam ia melindungi Liok
Giok Jie, untuk menunggu hingga Hee Thian Siang berusaha
datang mencarinya, baru bertindak lagi.
Hari itu, Cin Lok Pho mendadak tampak May-yu Kiesu yang
tampaknya sangat gelisah. Sebab di dalam lembah May-yukok, kembali ada orang yang datang. Ia muncul di dalam
istana itu melalui jalanan dibawah tanah, maka ia buru-buru
pergi ke tempat berdiam Liok Giok Jie, maksudnya hendak
mencari kesempatan untuk menyatakan maksudnya.
Tak disangka-sangkanya, sebelum ia berjumpa dengan
Liok Giok Jie telah mempergoki ketua istana kesepian yang
sedang memondong bayi Liok Giok Jie lari dengan tergesagesa. Cin Lok Pho yang waktu itu juga tidak tahu siapa yang
menjadi ketua istana kesepian itu tetapi karena melihat bayi
Liok Giok Jie dicuri sudah tentu terkejut, kemudian
mengejarnya. Mengejar hingga seratus pal lebih, baru ia berhasil
menyandak. Kedua orang itu lalu bertempur dengan sengit,
Siang Biauw Yan yang terkena serangan ilmunya Pan siang
Ciang, sedang Cin Lok Pho juga terkena serangan ilmu Hek
sat hian im chiu yang baru saja dipelajari oleh Siang Biauw
Yan, di paha kirinya, kembali terkena tiga batang jarum
beracun. Serangan dari ilmu Hek sat hian im chiu itu cukup berat.
tetapi Cin Lok Pho dengan mengandalkan kekuatan tenaga
dalamnya, ia masih memaksakan dirinya untuk bertahan.
Hanya tiga batang jarum yang berbisa, sudah terlalu hebat.
Hingga ia terpaksa mengambil keputusan nekad, memotong
paha kirinya pada batas lutut dan dapat mengawasi berlalunya
Siang Biauw Yan dengan memondong bayi Liok Giok Jie.
Setelah Siang Biauw Yan berlalu, Cin Lok Pho karena
mengeluarkan darah terlalu banyak hingga lukanya yang
ditimbulkan oleh serangan Hek sat hian im chiu, telah bekerja
lagi. Maka ia akhirnya ia jatuh pingsan. Untung ada seorang
penduduk gunung yang baik hati yang membawanya pulang
untuk diobati. Dan dengan demikian tertolonglah jiwanya,
tetapi kalau hendak sembuh benar-benar sedikitnya masih
memerlukan waktu setengah tahun.
Liok Giok Jie sejak masuk kedalam istana kesepian,
tampaknya memang sudah seperti patung saja hatinya sudah
beku. Tetapi setelah melahirkan anak, timbul kembali harapan
untuk hidup. Dan kini karena anaknya itu dengan tiba-tiba telah diculik
orang hingga membuat ia benar-benar seperti orang yang
jatuh ke dalam jurang yang dalam, keadaannya sudah hampir
seperti orang gila. Maka tanpa mengindahkan kedudukannya
dirinya sendiri juga keluar dari istana untuk pergi mengejar
penculik anaknya. Tetapi ia tidak tahu siapa yang menculik anaknya itu,
terpaksa ia berlari kesana kesini seperti orang gila. Bahkan
jikalau ia melihat ada orang menggendong anak kecil lantas
hendak dirampasnya untuk diperiksa dahulu.
Cin Lok Pho yang berdiam di rumah penduduk pegunungan
yang merawat lukanya dan Liok Giok Jie yang sedang kalap
mencari anaknya, semuanya ini kita tinggalkan dulu untuk
sementara dan kita balik menceritakan kepada Siang Biauw
Yan yang membawa kabur bayi Liok Giok Jie dari situ lantas
langsung lari pulang ke gunung Kun-lun-san.
Tiba di gunugn Kun-lun, ia segera mengumumkan bahwa ia
baru saja pulang dari perantauan dan beberapa anak
muridnya yang dipercaya, dikirimkan keluar untuk melatih ilmu
silatnya lagi, hanya beberapa orang yang terdekat disuruhnya
berdiam di istana Kun-lun-kiong.
Sedangkan bayi yang ia peroleh dari culikkannya itu, ia
carikan seorang perempuan tua untuk merawatnya. Lalu anak
bersama pengasuhnya itu, semua ditaruh di puncak gunung
Kun-lun dan disekitarnya dipasang beberapa pesawat rahasia
dan diberi banyak jebakan.
Ketika ia selesai mengatur itu semuanya, orang-orang yang
mengejar padanya itu juga sampai.
Rombongan pengejar pertama yang sampai disitu adalah
rombongan yang dipimpin oleh May-yu Kiesu yang
mengetahui asal usul dirinya dan tiga tokoh persilatan yang
kuat dari istana kesepian.
Rombongan May-yu Kiesu itu setelah berjumpa dengan
Siang Biauw Yan di istana Kun-lun-kiong, dengan tertawa
terbahak-bahak Siang Biauw Yan kemudian berkata :
"May-yu Kiesu, kau sudah tahu siapa aku dan aku juga
sudah tahu asal usulmu yang sebenarnya. Kau adalah Bo Cu
Keng si bangkai terbang yang sudah terlalu banyak
melakukan kejahatan sehingga tidak diterima oleh orangorang baik dari golongan hitam maupun dari golongan putih !"
Bo Cu Keng hanya memperdengarkan suara tertawa
dingin, sebelum menjawab. Siang Biauw Yan kembali berkata
sambil menunjuk kepada tiga tokoh lainnya yang waktu itu
pada mengenakan kerudung muka :
"Jangankan kau, sedangkan mereka bertiga aku juga
sudah tahu semua nama dan asal usulnya !"
Bo Cu Keng agaknya tidak percaya, lalu bertanya sambil
menatap Siang Biauw Yan :
"Mereka itu siapa " Coba kau jelaskan jika kau mengerti !"
"Mereka dahulu adalah sahabat akrabku, si Budha berbisa
Kong kong Hweshio, si naga bongkok kaki pendek Piauw It
Hai dan si hantu malam Gu Long Goan !"
Bo Cu Keng dan tiga orang itu ketika mendengar ucapan
Siang Biauw Yan semuanya menjadi terkejut, diam-diam
mereka berpikir bahwa Siang Biauw Yan ini benar-benar
seorang yang sangat lihai. Sebab ia sudah dapat mengetahui
dengan jelas asal usul mereka.
Selagi mereka dalam keadaan terheran-heran itu, Siang
Biauw Yan sudah berkata lagi :
"Aku bukan saja mengetahui asal usul kalian tetapi juga
maksud kalian yang hendak menggunakan nama istana
kesepian untuk mengumpulkan orang-orang rimba persilatan
yang berkepandaian tinggi tetapi sudah putus asa, supaya
mereka dapat kau gunakan untuk mencapai maksudmu !"
"Kau ini benar-benar seorang yang sangat cerdik. Tetapi
jawablah dulu pertanyaanku. Ialah apa sebabnya kau
membawa kabur bayi dari putri kesepian Liok Giok Jie ?"
bertanya Bo Cu Keng dengan nada suara dingin.
Siang Biauw Yan membelalakkan sepasang matanya serta
memancarkan sinar buas, katanya dengan sikap gemas :
"Aku hendak menuntut balas dendam !"
"Ada permusuhan apa dengan Liok Giok Jie ?" bertanya Bo
Cu Keng kaget. "Aku dengan Liok Giok Jie sebetulnya tidak mempunyai
permusuhan apa-apa. Tetapi dengan Hee Thian Siang ada
dendam yang sangat dalam. Kau mungkin belum tahu bahwa
bayi Liok Giok Jie itu adalah keturunan Hee Thian Siang !"
menjawab Siang Biauw Yan.
Bo Cu Keng dan lain-lainnya semua menggelengkan
kepala mendengar ucapan itu. Siang Biauw Yan karena dalam
hati ada mempunyai rencana lain, maka tanpa tedeng alingaling, ia lalu menceritakan semua perbuatannya dahulu yang
hendak merampas kedudukan ketua Kun-lun-pay. Belum
sampai ceritanya habis, Kong-kong Hweshio sudah berkata
sambil memperdengarkan suara tertawanya yang aneh :
"Kalau demikian halnya, kita ini masih orang sejalan.
Semua pernah ada dendam dengan Hee Thian Siang !"
Setelah mengucap demikian, ia juga menceritakan apa
yang pernah terjadi dilembah kematian di gunugn Cong-lam,
ia juga menceritakan bagaimana ia telah dapat mengambil
senjata peledak Kian-thian-pek-lek yang menggemparkan
rimba persilatan. Tetapi ia telah lupa menanyakan bagaimana
cara menggunakan cara menggunakannya, hingga kini masih
menjadi sebuah benda yang tidak ada gunanya.
Siang Biauw Yan girang sekali ketika mendengar
keterangan itu, katanya pula sambil tertawa besar :
"Kalian sekarang sudah tiba di Kun-lun sini dan aku
bermaksud untuk mengajak kalian bekerja sama dan sekarang
setelah kita mendengar keterangannya, semakin jelas bahwa
kita mau tidak mau harus bekerja sama !"
"Coba kau ceritakan yang lebih jelas !" berkata Bo Cu
Keng. Siang Biauw Yan menunjuk ke puncak gunung Kun-lun
yang menjulang ke langit. Dengan sangat bangga ia berkata :
"Anak Hee Thian Siang itu telah kusembunyikan di puncak
gunugn Kun-lun itu, maksudku hendak digunakan sebagai
pancingan dan disekitar puncak itu kupasang pesawat
jebakan. Asal kita menyiarkan berita, tentu Hee Thian Siang
tidak lama lagi pasti akan datang mencari, lalu kita paksa
supaya ia menerangkan cara-caranya menggunakan senjata
peledak Kian-thian-pek-lek. Setelah itu baru kita bunuh dia
bersama anaknya. Kemudian kita nanti pada malaman Tiongciu ditahun depan, selagi semua tokoh-tokoh rimba persilatan
berkumpul hendak mengadakan pertandingan dipuncak Taypek-hong, diam-diam kita menggunakan senjata peledak Kianthian-pek-lek itu untuk membasmi semua tokoh rimba
persilatan ini. Dengan demikian, maka hanya tinggal kau dan
aku saja yang akan menjagoi dunia Kang-ouw !"
Bo Cu Keng rupanya tertarik oleh ucapan itu. Katanya
sambil menganggukkan kepala :
"Perhitunganmu ini, memang tepat sekali !"
Siang Biauw Yan melanjutkan ucapannya lagi :
"Jikalau saudara-saudara mau bekerja sama dengan aku
disini, maka tidak perlu kalian kembali lagi ke istana kesepian
yang hanya menikmati hari-hari yang sunyi sepi. Baiklah
berdiam di Kun-lun sini saja. Di samping itu kita melatih ilmu
masing-masing sambil menunggu kedatangan Hee Thian
Siang jika akan mengantarkan nyawanya !"
Bo Cu Keng tampak berpikir sejenak, kemudian berkata
sambil menganggukkan kepala :
"Aku setuju usulmu ini. Tetapi kita yang berdiam disini,
alangkah baiknya apabila dibagi dalam kedudukan dan
tingkatan sendiri, jikalau kita tetapkan. . . ."
Tidak menunggu habis bicara Bo Cu Keng, Siauw Biauw
Yan sudah berkata lagi sambil tertawa besar :
"Bagaimana Siang Biauw Yan berani memperlakukan
secara tidak pantas terhadap saudara-saudara " Aku dengan
saudara Bo tidak ada bedanya dalam hal kedudukan. Kita
sama-sama memegang tampuk pimpinan partai Kun-lun,
sedang tiga saudara yang lainnya, kita angkat sebagai
anggota pelindung hukum !"
Terhadap susunan tingkatan seperti yang diusulkan oleh
Siang Biauw Yan itu, Bo Cu Keng dan lain-lainnya tidak
merasa keberatan, maka sejak saat itu, mereka lantas
berdiam di gunung Kun-lun untuk mempelajari dan melatih
ilmnya masing-masing. Kemudian Siang Biauw Yan lalu
mengutus beberapa anak buahnya yang sangat dipercaya
terjun ke dunia Kang-ouw untuk mencari Hee Thian Siang dan
memancingnya kemari, supaya mencari anaknya.
Soal mengenai urusan Kun-lun-pau, sampai disini kita
tinggalkan dulu dan sekarang kita ajak pembaca kembali ke
bawah gunung Liok-tiauw san, dimana Hee Thian Siang dan
Tiong sun Hui Kheng bersama dua binatangnya sedang
terancam bahaya. Waktu itu bila tiga orang katai dari negara timur itu tidak
menggunakan pasir beracunnya lebih dulu untuk menyerang,
maka Hee Thian Siang dan lain-lainnya, sekalipun tidak
sampai mati tertimpa oleh batu besar yang digelindingkan dari


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas tebing oleh sepasang manusia beracun itu, setidaktidaknya mereka juga pasti akan terluka parah.
Oleh karena mereka bertiga menebarkan pasir beracun
lebih dahulu dan kemudian baru disusul dengan serangan
batu besar, maka hal itu malahan telah buat Hee Thian Siang,
Tiong sun Hui Kheng dan kedua binatangnya jadi beroleh
banyak kesempatan buat meloloskan diri dari bahaya maut.
Pada waktu pasir beracun yang ditebar oleh tiga orang
katai itu meluncur turun ke bawah bagaikan kabut gelap, Hee
Thian Siang sudah pikir hendak menggunakan jaring
wasiatnya untuk melindungi dirinya. Akan tetapi Tiong sun Hui
Kheng yang berperasaan halus, tahu benar khasiat jaring
wasiat hee Thian Siang itu. Meskipun sangat dahsyat tetapi
tidaklah sesuai untuk dipakai menahan pasir berbisa yang
sangat halus itu. Apalagi pasir itu sudah seperti kabut yang
menutupi pandangan mata mereka, hingga mereka jadi lebihlebih tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh tiga
orang katai dan sepasang manusia beracun itu. Mungkin
sesudah menebarkan pasir beracun akan disusul lagi oleh
tindakan lainnya yang lebih ganas dan kejam.
Oleh karena itu, maka Tiong sun Hui Kheng selain
mencegah Hee Thian Siang menggunakan jaring wasiatnya
juga sudah menarik tangan pemuda itu dan dengan
menggunakan ilmunya meringankan tubuh yang luar biasa
hebatnya, mereka berdua melayang ditengah udara menuju
ke bawah sebuah batu besar yang menonjol di samping
gunung, dimana diatasnya ada terletak rompi sisik naga
pelindung jalan darah. Dua orang itu baru saja merapatkan dirinya di bawah batu
yang menonjol dilamping gunung itu dari atas tebing sudah
terdengar suara yang dahsyat dan gemuruh, lalu disusul
dengan menggelindingnya turun beberapa buah batu besar
yang menimpa ke tempat mereka tadi.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian
bukan kepalang terkejutnya. Diam-diam ia berpikir, bila
kurang-kurang cerdik Tiong sun Hui Kheng tadi maka saat ini
saat ini pasti keduanya sudah tertimpa oleh batu besar yang
menggelinding dari atas tebing itu sekalipun tidak akan binasa
setidak-tidaknya juga akan patah tulang-tulang mereka.
Tidak demikian dengan Tiong sun Hui Kheng, disamping
merasa bersyukur karena terhindar dari bahaya maut, namun
pikirannya masih teringat keselamatan Taywong dan Siaopek,
maka ia segera melongok ke bawah.
Ketika matanya tertuju ke bawah, bukan kepalang
terkejutnya dia. Sebab di bawah tebing itu, sudah tertutup oleh
kabut hitam dari pasir beracun tadi. Selain suara gemuruh
menggelindingnya batu-batu besar dari atas sudah tidak
terdengar suara lain. Juga tidak tampak lagi bayangan
Taywong dan Siaopek. Tiong sun Hui Kheng terkejut karena kejadian itu sangat
mendadak dan tidak terduga-duga, dikiranya mungkin kedua
binatang kesayangannya itu tidak keburu menyingkir dan
waktu itu tentunya sudah binasa tertimpa batu besar, maka
hatinya merasa sedih dan air matanya turun berlinang-linang.
Hee Thian Siang karena tubuhnya agak miring, matanya
melihat dari sudut yang berlainan. Ia dapat menyaksikan ke
bawah lebih nyata dari pada Tiong sun Hui Kheng. Maka ia
menarik ujung baju Tong sun Hui Kheng dan berkata
kepadanya dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara
ke dalam telinga : "Enci Kheng, jangan bersedih ! Siaopek dan Taywong tidak
terancam bahaya maut. Mereka sama seperti juga kita,
sedang sembunyi dibawah sebuah batu besar yang berada di
tempat yang agak jauh dari gua."
Tiong sun Hui Kheng dengan cepat lalu tujukan
pandangan matanya ke arah yang ditunjuk oleh Hee Thian
Siang. Benar saja, tampak olehnya sesosok bayangan putih
dan bayangan kuning hingga ia tahu bahwa kedua
binatangnya itu berada dalam keadaan selamat, sehingga
saat itu juga ia menjadi kegirangan sekali.
Pada saat itu, hujan batu juga sudah berhenti. Tiga orang
dari negara timur dan sepasang manusia beracun mengira
bahwa rencana jahat mereka itu berhasil, maka kembali
tertawa terbahak-bahak. Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui Kheng melayang turun
dari atas lamping gunung, lalu mendongakkan kepala dan
membentak dengan suara keras :
"Kalian kawanan buas dari negara asing ini, meskipun
perbuatanmu demikian tidak tahu malu, telah membokong
orang secara rendah, tetapi Tuhan maha adil selalu berada
dipihak orang yang benar. . . . . ."
Orang-orang yang berada di atas tebing itu terkejut
mendengar ucapan Hee Thian Siang tadi, mereka sungguh
tidak menduga bahwa dibawah ancaman mau demikian, Hee
Thian Siang dan Tiong sun Hui Kheng ternyata masih dapat
meloloskan diri. Maka dalam takutnya, mereka sudah lari sipat
kuping hingga sebentar kemudian sudah tidak tampak lagi
bayangan mereka. Siaopek dan Taywong yang berada dalam keadaan
selamat, saat itu, kedua-duanya sudah melayang turung dari
lamping gunung. Tiong sun Hui Kheng lalu menanyakan kepada Siaopek
dan Taywong dengan cara bagaimana mereka dapat
menyingkirkan diri. Dari penuturan dua ekor binatang
peliharaannya, Tiong sun Hui Kheng baru tahu bahwa pada
waktu tiga orang katai dan sepasang manusia beracun itu
muncul di atas tebing dan tertawa terbahak-bahak, Siaopek
dan Taywing yang mengkhawatirkan keselamatan majikannya
terancam bahaya, kedua-duanya lantas lompat keatas.
Maksudnya hendak memberi bantuan dan pada saat itu
kembali ari atas tebing menggelinding batu-batu besar yang
banyak sekali jumlahnya. Waktu itulah mereka segera melesat
ke tempat yang lebih aman untuk menyelamatkan diri.
Setelah bahaya maut itu lewat, Hee Thian Siang sambil
menggandeng tangan Tiong sun Hui Kheng perlahan-lahan
berjalan keluar dari dalam lembah, bertanya kepadanya :
"Enci Kheng, ada satu hal, aku mau tanya kepadamu !"
Tiong sun Hui Kheng memandang pemuda disampingnya
sejenak, lalu berkata sambil tersenyum :
"Adik Siang, mengapa kau berlaku demikian merendahkan
diri ?" "Sewaktu Siaopwk berhadapan dengan cecak raksasa
bersisik merah itu, mengapa baru ia menangis tiga kali dan
tertawa sebentar, sudah membuat si cecak raksasa yang
sangat ganas itu ketakutan setengah matai dan lantas lari
balik ke arah majikannya tanpa berani melawan ?"
"Siaopek dahulu pernah menjumpai suatu kejadian aneh. Di
suatu tempat belukar dia pernah melihat seekor cecak bersisik
merah yang jauh lebih besar dari pada cecak bawaan Pan Pek
Giok, sedang disiksa dan dipukuli terus sampai mati oleh
seekor monyet berbulu emas dengan cara menangis dan
tertawa seperti yang dilakukan Siaopek tadi. Anehnya
binatang itu sedikit pun tidak berani melawan ! Hari ini Siaopek
yang kebetulan tahu caranya, lantas meniru suara monyet
berbulu emas itu. Begitu dia berhadapan lalu menangis tiga
kali dan kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang
aneh dan benar saja cecak raksasa itu menjadi ketakutan
setengah mati lantas kembali kepada majikannya !"
"Tuhan menciptakan makhluk-makhluknya memang adil.
Betapa pun galaknya sesuatu binatang, mesti ada yang
menaklukkannya ! Aku hanya tidak tahu siapa yang bakal bisa
menaklukan orang-orang buas dari negara asing ini. Hari ini
rompi sisik naga pelindung jalan darah sudah akan kembali ke
tangan kita dan kini telah hilang lagi hingga membuat aku
semakin gemas !" "Penakluk bangsa-bangsa buas ini adalah keadilan dan
kebenaran ! Hilangnya sebuah rompi belum terhitung satu soal
yang sangat besar. Maka adik Siang tidak perlu jadikan
pikiran. Sekarang yang perlu, kita harus curahkan semua
perhatian, berusaha untuk mencari Liok Giok Jie dan anaknya
supaya kita bisa lekas memberi pertolongan !"
Mendengar Tiong sun Hui Kheng menyebut persoalan yang
menyangkut diri Liok Giok Jie, Hee Thian Siang jadi malu
berbareng sedih, katanya sambil mengerutkan alisnya :
"Enci Kheng kalau sudah menduga bahwa pemimpin istana
kesepian yang membawa kabur anak Liok Giok Jie adalah
Siang Biauw Yan, maka ada baiknya kita berkunjung dulu ke
gunung Kun-lun. Bagaimana ?"
"Dugaanku ini hanya berdasar dari perkataan pemimpin
yang dipakainya itu. Gunung Kun-lun masih jauh dari sini.
Jikalau kita jalan cuma-cuma, barangkali akan menelantarkan
yang lainnya !" Hee Thian Siang juga merasa bahwa ucapan Tiong sun Hui
Kheng ini benar, maka ia lantas berkata sambil menghela
napas : "Sayang kuda Ceng hong kie enci sudah dipinjamkan
kepada enci Hwa Jie Swat, jikalau sekarang ini kita ada kuda
itu, maka untuk melakukan perjalanan ke gunung Kun-lun juga
tidak menjadi soal !"
Tiong sun Hui Kheng menampak Hee Thian Siang sangat
cemat, lalu berpikir. Kemudian berkata sambil tersenyum :
"Adik Siang, menurut pikiranmu, kita sekarang rupanya
terpaksa harus mencari secara berpencaran, supaya bisa
lebih mudah mendapatkan hasilnya. Begitulah ?"
"Enci pikir kita harus berpencar dengan cara bagaimana ?"
"Aku menduga pasti bahwa pemimpin istana kesepian itu
sedang mencuri hatinya Liok Giok Jie. Pasti tidka terus dibawa
pergi ke arah timur laut, daerah yang sangat rapat
penduduknya, ia pasti jalan melalui daerah-daerah
pegunungan seperti propinsi In-lam, Kui ciu, Tibet, Su-coan,
Liong hay, Ceng hay dan lain-lain !"
"Dugaan enci ini bisa jadi benar, tapi daerah-daerah yang
enci sebutkan tadi, jikalau kita harus menjelajahi satu persatu
dengan teliti, cukup memusingkan kepala !"
"Karena Liok Giok Jie dengan kau sudah ada kenyataan
sebagai suami istri, maka bayi yang dilahirkannya juga berarti
darah dagingmu sendiri dan kini setelah hilang, lebih-lebih kau
perlu harus mencarinya. Tetapi karena daerahnya terlalu luas,
untuk mencari sudah tentu membuang banyak waktu. Maka
kurasa hanya bisa dicari degan jalan berpencaran, barulah
hasilnya agak lebih baik ! Kau pergilah mencari ke daerahdaerah In-lam, Kui ciu, Tibet dan lain-lain. Sementara aku
akan mencari ke daeah Su coan, San see, Kam-sian dan Sinkiang." "Mengapa harus dibagi demikian ?"
"Sebab daerah-daerah In-lam, Kui ciu dan Tibet, jalannya
lebih dekat dari sini !"
"Kalau dipikir semua ini adalah gara-gara aku. Sudah tentu
akulah yang harus berjalan lebih jauh !"
Tiong sun Hui Kheng yang mendengar Hee Thian Siang
mau mengakui kesalahannya, hatinya juga merasa pilu.
Setelah dipikir lagi, lalu berkata sambil menganggukkan
kepala. "Adik Siang, kalau kau memang ingin melakukan
perjalanan yang lebih jauh, biarlah kau yang pergi ke daerahdaerah yang kusebutkan belakangan tadi !"
"Enci Kheng, kalau kita sudah mengambil keputusan
hendak mencari dengan cara berpencaran, seharusnya juga
menetapkan waktunya dan tempatnya untuk kita bertemu lagi
!" "Sekarang baru tanggal satu bulan empat. Kita boleh
tetapkan pada nanti malaman Tiong ciu tahun ini, bertemu lagi
diatas puncak gunung Ngo-bie !"
"Dengan begini, berarti pula bahwa sekali lagi aku harus
berpisah denganmu selama seratus hari lebih !"
JILID 31 Tiong sun Hui Kheng melirik ke arah Hee Thian Siang
sejenak. Dari sinar matanya itu mengandung kasih sayang
yang sangat besar, katanya sambil tersenyum :
"Adik Siang, cinta kasih seorang laki dan perempuan harus
dititikberatkan juga kepada hati yang jujur. Jangan terlalu rapat
juga jangan terlalu berlebih-lebihan. Perpisahan 100 hari lebih,
apalah artinya. Apalagi kau juga sudah ada kawan. Jadi tidak
usah terlalu kesepian !"
"Hei ! Enci dengan aku akan berjalan secara berpencaran,
mengapa enci mengatakan aku masih ada kawan ?"
"Aku akan perintahkan Siaopek menjadi kawanmu, sedang
aku akan membawa Taywong. Sebab Siaopek lebih cerdik,
sedikit banyak ia bisa berkata dalam bahasa manusia !"
Hee Thian Siang juga sangat suka kepada Siaopek,
begitulah dua orang itu lalu berpencaran untuk melakukan
tugas masing-masing. Mereka berjanji sekali lagi hendak
bertemu di puncak gunung Ngo-bie pada malaman Tong ciu
tahun ini. Pada waktu itu, Siang Biauw Yan, Bo Cu Keng dan lainlainnya sedang hendak mengutus anak buahnya untuk
memancing Hee Thian Siang pergi ke gunung Kun-lun. Kini
Hee Thian Siang telah datang sendiri. Ini berarti pasti akan
mendapat bencana, karena masuk perangkap Siang Biauw
yan. Tetapi hal ini biarlah kita tinggalkan dahulu, kita ikuti dulu perjalanan
Tiong sun Hui Kheng. Tiong sun Hui Kheng sejak berpisah dengan Hee Thian
Siang dibawah gunung Liok-tiauw san dalam hati juga merasa
kesepian, dengan mengajak binatangnya Taywong, berjalan
menuju ke arah barat. Sebabnya ia menuju ke barat ialah ingin pergi ke lembah
Leng-cui-kok di gunung Ko-lee-kong-san untuk menengok
Hong-tim Ong khek May Ceng Ong, Siang-swat Siangjin leng
Biauw Biauw dan Kiu-thian Mi Lie Tang Siang Siang, tiga
tokoh kenamaan dari angkatan tua. Apakah sudah berhasil
dibujuk oleh It-pun Sin-ceng atau tidak dan mengapa It-pun
Sin-ceng yang pergi sudah lama belum tampak kembali.
Tetapi sebelum tiba di gunung Ko-kong-san, sudah
menemukan kejadian lagi di gunung Bu-liang-san.
Hari itu selagi Tiong sun Hui Kheng berjalan di sebuah
lembah digunung Bu-liang-san, tiba-tiba merasakan ada
hembusan angin kuat, meluncur dari atas.
Taywong yang mempunyai reaksi lebih gesit, sudah
mengeluarkan suara aneh seperti memberi peringatan dan
manakala Tiong sun Hui Kheng mendongak, benar-benar


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuatnya terkejut ! Kiranya burung raksasa aneh yang kepalanya mirip dengan
kucing, seperti burung yang pernah ditumpaki oleh Pan Pek
Giok di gunung Liok-tiauw-san, tiba-tiba muncul diangkasa
dan kemudian meluncur turun bagaikan bintang sipu yang
jatuh. Tiong sun Hui Kheng mengerutkan alisnya, mengerahkan
kekuatan tenaganya Pan-sian-ciang dari golongan Lo-bu,
sudah siap hendak menyambut serangan burung raksasa itu.
Tetapi terpisah kira-kira satu tombak diatas kepalanya,
Tiong sun Hui Kheng sudah melihat baha mata burung
raksasa itu tidak bersinar, kepalanya sudah teklok, tidak
seperti melayang dengan sewajarnya.
Maka itu, ia tidak jadi menggunakan kekuatan tenaganya
Pan-sian-ciang untuk menyambut, sebaliknya menyingkir
beberapa tombak jauhnya sambil menarik tangan Taywong.
Benar seperti apa yang ia duga, burung raksasa berkepala
mirip kucing itu telah jatuh nyungsep di tanah, bulunya
beterbangan, jadi jelaslah sudah bahwa burung itu sudah
sejak tadi binasa di angkasa.
Tiong sun Hui Kheng diam-diam merasa heran sebab
burung yang galak dan cerdik luar biasa ini, siapakah yang
dapat membinasakannya di angkasa.
Selagi memikirkan soal itu, kembali ia dongakkan kepala.
Tampak di angkasa masih ada sepotong kain putih sepanjang
satu tombak yang melayang-layang turun dari atas dan diatas
kain putih itu seperti ada tulisannya.
Tiong sun Hui Kheng menunggu hingga kain itu jatuh ke
bawah. Lalu dipungutnya dan diperiksanya. Tampak diatas
kain itu terdapat beberapa deretan huruf yang berbunyi : HIAN
WAN TANPA TANDINGAN, HEE KOUW SOAN ADA DIMANA
" Setelah membaca tulisan itu, Tiong sun Hui Kheng jadi
teringat kepada cerita Hee Thian Siang, dalam
pembicaraannya dengan Pat-bao Yao-ong di atas puncak
Tay-pek-hong, baru tahu bahwa burung raksasa aneh yang
mirip dengan kucing itu ternyata memang sengaja disuruh
oleh Pat-bao Yao-ong terbang ke pelbagai tempat untuk
mencari Hee Kouw Soan. Tetapi kini burung itu telah mati secara mendadak, pasti
dibinasakan oleh orang pandai luar biasa. Apakah itu ada
dilakukan oleh Hee Kouw Soan " Dan apakah Hee Kouw
Soan berdiam di tempat-tempat berupa gunung ini "
Belum hilang pikirannya, tiba-tiba tampak seorang tua
berbaju kuning, bagaikan kilat cepatnya melayang turun ke
lembah dari atas tebing tinggi.
Tiong sun Hui Kheng memperhatikan orang tua itu. Segera
mengetahui bahwa orang itu bukan lain dari pada Hee Kouw
Soan adanya. Maka buru-buru memerintahkan Taywong
supaya jangan bergerak dan jangan sampai menimbulkan
marah kepada orang tua itu.
Hee Kouw Soan begitu melayang turun ke dalam lembah,
setelah menampak Tiong sun Hui Kheng tampaknya juga
sangat terkejut. Tiong sun Hui Kheng lalu menghampiri dan memberi
hormat seraya berkata sambil tersenyum-senyum :
"Hee kouw locianpwe, apakah selama ini ada baik-baik saja
?" Hee kouw Soan menunjuk burung raksasa yang sudah mati
dan menggeletak di tanah, lalu bertanya kepada Tiong sun Hui
Kheng : "Nona Tiong sun, apa burung ini adalah peliharaanmu ?"
"Boanpwe tidak memelihara burung ini, tetapi tahu siapa
orangnya dan nama serta asal usul orang yang
memeliharanya." berkata Tiong sun Hui Kheng sambil
menggelengkan kepala dan tertawa.
"Lekas kau ceritakan !" kata Hee kouw Soan girang.
Tetapi sehabis berkata demikian, agaknya seperti orang
bingung sendiri. Katanya sambil tersenyum :
"Kau beritahukanlah padaku siapa orangnya yang memelihara burung ini, aku nanti akan memberikan kau sedikit
kebaikan !" "Locianpwe ingin tahu asal usul orang ini " Sudah tentu
bonpwe akan memberitahukan. Tapi urusan cuma sekecil ini,
boanpwe tidak ingin mendapatkan hadiah apa-apa. Tentang
kebaikan yang locianpwe janjikan tadi, boanpwe tidak berani
menerima." Hee kouw Soan menggoyangkan tangan dan berkata :
"Nona TIong sun jangan terlalu merendahkan diri. Harap
kau sebutkan dul siapa orangnya yang memelihara burung
ini." "Orang yang memelihara burung ini namanya ialah Pat-bao
Yao-ong Hian Wan Liat !"
Hee kouw Soan mengangguk-anggukkan kepala sebagai
tanda telah mengingat baik-baik nama itu. Kemudian bertanya
pula : "Bagaimana kepandaian ilmu Pat-bao Yao-ong Hian Wan
Liat itu ?" "Dia telah diangkat sebagai pemimpin besar oleh orangorang jahat dari luar daerah Tionggoan sehingga tokoh-tokoh
kenamaan seperti Pek-kut Ie-su, Pek-kut Sian-cu dan lain-lain
dari Ceng thian pay juga tunduk di bawah perintahnya.
Kepandaian ilmunya boleh dikata tidak ada duanya di dalam
dunia !" Hee kouw Soan mendelikkan sepasang matanya, tanyanya
heran : "Tidak ada keduanya di dalam dunia " Apakah kepandaian
Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat itu masih diatasku ?"
Tiong sun Hui Kheng tahu Hee Thian Siang sedang
mencari Hee kouw Soan dan hendak memancing keluar orang
gaib ini untuk diadu dengan Pat-bao Yao-ong. Dan kini karena
telah diketemukan jejaknya tanpa disengaja, maka ia pikir
tidak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik ini.
Maka sengaja ulur waktu untuk mencari cara yang paling tepat
buat memancing Hee kouw Soan. Maka katanya :
"Kepandaian ilmu locianpwe meskipun sudah sangat tinggi
sekali, tetapi kalau dibandingkan dengan Pat-bao Yao-ong
Hian Wan Liat, barangkali masih. . . . . "
Tidak menunggu sampai habis ucapan Tiong sun Hui
Kheng, wajah Hee kouw Soan sudah berubah. Kemudian
mengebutkan lengan jubahnya. Sebuah batu besar yang
berada tidak jauh disampingnya telah terbang beberapa
tombak jauhnya. Katanya dengan suara tidak senang :
"Nona Tiong sun, jangan bicara lagi. Aku akan segera pergi
untuk membunuh Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat. Aku pasti
dapat memperlihatkan kepalanya padamu !"
Sehabis berkata ia lalu melesat tinggi lima tombak, dan
menghilang ke atas tebing.
Tiong sun Hui Kheng diam-diam merasa geli, katanya
dengan suara nyaring : "Hee kouw Locianpwe tunggu dulu. Tahukah locianpwe
dimana Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat itu berada ?"
Hee kouw Soan cepat melayang balik ke dalam lembah,
katanya sambil tertawa : "Ya, aku bukan saja sudah lupa menanyakan tempat
tinggal Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat itu, juga lupa pada
janjiku ! Benar-benar aku ini seorang tua pelupa !"
Tiong sun Hui Kheng memberi hormat dan berkata sambil
tersenyum : "Boanpwe ada ucapan yang barangkali kurang sopan,
harap Locianpwe jangan marah !"
"Nona Tiong sun kau katakan saja."
"Orang-orang rimba persilatan, selagi melakukan
pertandingan, apabila kekuatan tenaga dan kepandaian
berimbang, yang menang tentulah pihak yang bisa menguasai
diri sendiri dan bersikap tenang. Barang siapa yang tidak
dapat menguasai emosinya, pasti akan kalah ! Kepandaian
ilmu Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat itu, sudah sangat tinggi
sekali. Ia merupakan seorang jago tanpa tandingan pada
dewasa ini. Locianpwe kalau berjumpa dengannya, harap
berlalu tenang dan jangan terburu nafsu. Jangan sekali-kali
pandang rendah musuh !"
Hee kouw Soan merasa telinganya menjadi panas,
wajahnya juga menjadi merah. Katanya sambil
menganggukkan kepala dan tertawa :
"Terima kasih atas pemberitahuanmu ini. Aku masih pikir
hendak minta tolong kepadamu buat melakukan sesuatu hal !"
"Harap locianpwe katakan saja. Tiong sun Hui Kheng
sudah pasti sedia akan menjalankan perintahmu !"
"Dahulu waktu kita berpisah di gunung Ko-lee-kong-san,
akhirnya secara kebetulan aku dapat menemukan seorang
wanita muda yang berbakat sangat bagus. Maka telah
kuturunkan kepandaianku kepadanya !"
"Locianpwe dapat menemukan seorang yang berbakat
baik, disini boanpwe ucapkan selamat kepadamu !"
"Oleh karena adatku ini selalu ingin menang saja, maka
setelah kuturunkan semua pelajaran ilmu bathin, aku lantas
menyekap dia di dalam sebuah goa kuno yang terpisah
dengan dunia luar supaya ia tidak dapat gangguan apa-aoa
dan bisa mempelajarinya dengan tekun !"
"Dimana goa kuno itu letaknya ?"
"Goa jauh dari gunung Bu liang san sini, di daerah gunung
Tay pa san !" "Hei ! Tay pa san tidak dekat dari sini ! Kalau murid
locianpwe itu menurut katamu pisah dari dunia luar, lalu
bagaimana soal makan minumnya ?"
"Pertanyaan nona Tiong sun ini tepat sekali ! Yang hendak
kuminta padamu justru adalah dalam soal ini !"
"Apakah locianpwe hendak minta boanpwe mengantarkan
barang makanan dan minuman kepada muridmu itu setiap
harinya ?" "Di dalam goa itu ada air jernih yang boleh digunakan
olehnya sebagai minuman. Tetapi soal makanan, paling
banyak digunakan untuk makan hingga akhir tahun ini. Maka
aku minta kepadamu sebelum habis tahun ini, sukalah kau
pergi ke goa tua di gunung itu untuk melepaskan muridku !"
"Dan locianpwe sendiri ?" bertanya Tiong sun Hui Kheng
tidak mengerti. Hee kouw Soan unjukkan senyum pahit, katanya :
"Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat menganggap dirinya
sendiri seorang kuat tanpa tandingan dan aku sendiri yng
sudah berkelana beberapa puluh tahun juga tidak menemukan
tandingan yang setimpal. Maka dalam pertandingan ini, sudah
pasti masing-masing akan mengerahkan seluruh
kepandaiannya. Ada kemungkinan besar kami akan jatuh
bersama-sama di daerah luar luar perbatasan itu. Sudah tentu
aku harus menyerahkan urusanku yang belum selesai
kepadamu !" Tiong sun Hui Kheng meskipun sudah melihat sikap sedih
Hee kouw Soan, tetapi ia juga tidak berdaya untuk memberi
hiburan. Terpaksa memberi hormat dan menjawab :
"Boanpwe selalu bersedia buat melakukan perintah
Locianpwe. Tetapi harap locianpwe beri tahukan dimana letak
goa kuno di gunung Tay pa san itu dan siapa muridmu itu."
Hee kouw Soan menjelaskan letak dan keadaan goa kuno
di gunung Tay pa san itu, kemudian berkata sambil tertawa
kecil : "Nona Tiong sun, sebetulnya apa nama muridku itu, aku
sendiri juga tidak tahu !"
Tiong sun Hui Kheng menjadi heran. Adakah seorang guru
yang tidak mengenal muridnya " Maka ia mengawasi
beberapa kali kepada orang tua itu.
Hee kouw Soan berkata sambil tertawa :
"Nona Tiong sun jangan heran. Muridku ini karena
mengalami sesuatu bahaya yaiu mendapat syok hebat.
Meskipun sudah kutolong jiwanya, tetapi segala kejadian
masa lalu sudah dilupakan semua olehnya. Ia malah tidak
tahu namanya sendiri, juga tidak tahu asal usul perguruannya
!" "Locianpwe perintahkan boanpwe melepaskan murid
cianpwe itu. Apakah sudah tidak suruh mempelajari ilmu lagi
?" Hee kouw Soan menarik napas panjang, kemudian berkata
: "Semula oleh karena aku mencari Thian ie Siangjin dengan
susah payah, selama beberapa puluh tahun tidak dapat
menemukannya dan setelah kami bertemu lalu cita-citaku itu
tidak tercapai. Maka baru aku mengadakan perjanjian dengan
Hee Thian Laote, lima tahun kemudian bertemu lagi di gunung
Tay san. Tapi kini karena aku harus menghadapi seorang
lawan seperti Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat, perlu apa
persoalan yang mencari menang saja itu kubebankan kepada
seorang angkatan muda."
"Kalau demikian halnya, jadi locianpwe sudah membatalkan
janji yang hendak mengadakan pertemuan lagi di gunung Tay
san lima tahun kemudian itu ?"
"Harap nona Tiong sun sampaikan kepada Hee Thian
Siang laote, perjanjianku di gunung Ke-lee-kong san dahulu
katakanlah dibatalkan saja !" kata Hee kouw Soan sambil
menganggukkan kepada dan tertawa.
Sehabis mengucap demikian, ia masukkan tangannya ke
dalam sakunya, mengeluarkan tiga batang bulu burung Phiankhim-ngo-sek-ie-mao yang diambilnya dari tangan Hee Thian
Siang dahulu di gunung Ko-lee-kong-san, diberikan kepada
Tiong sun Hui Kheng seraya berkata :
"Tiga batang bulu burung Phia-khim-ngo-sek-ie-mao ini
juga kuharap sukalah nona kembalikan kepada Hee Thian
Siang Laote dan kuminta juga kamu berdua selanjutnya
tolonglah perhatikan baik-baik muridku itu !"
Mendengar ucapan Hee kouw Soan yang selalu
meninggalkan pesan dari hal untuk kemudian hari, tampaknya
ada firasat kurang baik. Maka setelah menyambut bulu burung
itu, lalu berkata sambil tersenyum :
"Harap locianpwe jangan berkata demikian. Boanpwe
sekalian sebenarnya masih mengharap bimbingan locianpwe
!" Hee kouw Soan menggeleng kepala dan tertawa. Sambil


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menatap Tiong sun Hui Kheng, ia bertanya :
"Nona Tiong sun, harap kau beritahukan padaku dimana
adanya pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat itu sekarang !:
"Hian Wan Liat berdiam di suatu tempat yang ia namakan
istana Ciat tian-kiong, yang letaknya digunung Boan-phoa san
di daerah Pat-bo. Orang ini bukan saja memiliki kepandaian
ilmu sangat tinggi, tetapi istrinya Kim-hoa Seng-bo juga bukan
seorang yang lemah. Di samping itu, mereka juga ada
memelihara banyak sekai binatang buas dan ular-ular berbisa.
Locianpwe yang pergi seorang diri, benar-benar harus berlaku
hati-hati !" "Terima kasih atas perhatianmu. Di sini aku ada sebuah
barang mainan kecil, akan kuberikan padamu. Harap jangan
kau anggap sebagai upah atau balas jasa dariku !"
Sehabis berkata demikian, ia lalu memberikan sebutir
mutiara berwarna hijau kebiru-biruan sebesar buah lengkeng
kepada Tiong sun Hui Kheng.
Tiong sun Hui Kheng tahu seorang berkedudukan seperti
Hee kouw Soan ini, barang yang berada dalam tangannya
tentu bukan barang sembarangan. Maka ia menerimanya
sambil memberi hormat dan mengucap terima kasih/
Hee kouw Soan berkata pula sambil tertawa :
"Kegunaan mutiara ini, aku tidak tahu benar. Tetapi aku
tahu barang ini bukanlah barang biasa. Jikalau kau nanti
ketemu dengan seorang ahli yang mengetahui gunanya
mutiara ini, kau boleh tanyakan padanya !"
Tiong sun Hui Kheng menganggukkan kepala sambil
tersenyum. Sementara itu Hee kouw Soan sudah
mengerahkan ilmunya meringankan tubuh yang hebat sekali,
terbang tinggi setelah kakinya menginjak tebing gunung, lalu
menghilang di balik awan.
Tiong sun Hui Kheng mengawasi berlalunya orang gaib ini.
Dalam hati juga merasa tidak enak. Ia pikir sukar kalau
kepergiannya Hee kouw Sian kali ini bisa menyingkirkan Patbao Yao-ong suami istri supaya dalam pertemuan besar di
puncak gunung Tay-pek hong di tahun depan, pihak orangorang golongan kebenaran dana menumpas semua orang dari
golongan penjahat hingga rimba persilaan boleh aman lagi
selama dua - tiga puluh tahun mendatang.
Tetapi apabila tokoh gaib rimba persilatan ini juga tidak
dapat melawan Pat-bao Yao-ong suami istri dan binasa di
dalam istana Cian-thian kiong, maka bencana di kemudian
hari, pasti akan melanda rimba persilatan.
Tiong sun Hui Kheng dengan pikiran penuh rasa khawatir,
membawa binatangnya Taywong melanjutkan perjalanan ke
barat untuk mencari jejak pemimpin istana kesepian, petani
tua kesepian dan puteri kesepian.
Hingga tiba di daerah gunung Ko-lee-kong san, ia masih
tidak dapat menemukan kejadian-kejadian yang mencurigakan. Ketika ia berjalan ke sebelah dalam daerah pegunungan
itu, lalu teringat kepada daerah pegunungan Ko-lee-kong san
ini yang erat sekali hubungannya dengannya.
Hong tim Ong kheng May Ceng Ong, Siang swat Siangjin
Leng Biauw Biauw dan Kiu thian Mo lie Teng Siang Siang,
berdiam di daerah gunung ini. Liong hui Khiam Khek Su to
Wie di tempat ini juga telah memulihkan kekuatan dan
kepandaiannya dan mendapatkan pedan Pek liong kiam.
Tiong sun Hui Kheng sendiri bersama Hee Thian Siang juga
secara kebetulan ketemu dengna Sam ciok Cinjin, Thian ie
Siangjin dan kemudian berhasil mempelajari ilmu luar biasa
dari kedua tokoh luar biasa itu.
Tetapi daerah pegunungan ternama yang pernah memberi
kesan baik kepada Tiong sun Hui Kheng itu, kini tampaknya
seperti asing baginya. May Ceng Ong dan kedua istrinya tidak
tampak keluar, sedangkan Thian ie Siangjin dan Sam ciok
Cinjin hanya meninggalkan kuburannya di puncak bukit Giok
can hong sebagai kenang-kenangan.
Tiong sun Hui Kheng berjalan mundar mandir seorang diri
mengenankan segala kejadian yang sudah lalu. Dengan tibatiba Taywong yang mengikuti di belakangnya,
memperdengarkan suara siulan panjang. Kemudian disusul
oleh suara ringkikan kuda dari tempat yang sangat jauh. Suara
ringkikan kuda itu sudah tidak asing lagi. Maka setelah masuk
ke telingan Tiong sun Hui Kheng, ia segera mengetahui
bahwa suara itu keluar dari mulut kudanya sendiri Ceng hong
kie. Tetapi setelah memperhatikan arah jalannya kuda, agaknya
menuju ke barat laut. Bukan menuju ke arahnya. Maka ia lalu
mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, menggunakan
ilmunya menyampaikan suara ke jarak jauh memanggilmanggil : "Enci Hwa Jie Swat, adikmu Hui Kheng ada disini !"
Sesaat kemudian kuda Ceng hong kie itu memutar balik.
Dari jauh sudah tampak Hwa Jiw Swat yang duduk di atas
kuda. Tiong sun Hui Kheng lari menghampiri dan bertanya sambil
tersenyum : "Apakah enci Swat sudah menemukan It-pun Sin-ceng ?"
Hwa Jie Swat menggelengkan kepala dan bertanya sambil
tertawa : "Aku meminjam kuda Ceng hong kie ini, dengan
mengandalkan empat kakinya yang bisa lari demikian cepat,
hampir menjelajahi seluruh barat laut tetapi belum menemukan jajaknya !"
Mendengar keterangan Hwa Jie Swar bhawa dia belum
menemukan It-pun Sin-ceng dalam hati diam-diam merasa
heran. Tanyanya : "Enci Swat, tadi pedal kuda hendak menuju ke barat laut.
Apakah lantaran itu ?"
"Aku tadi hendak mengejar seorang yang sangat
mencurigakan kelakuannya !"
"Orang bagaimana ?"
"Seorang perempuan muda berpakaian hitam mengenakan
kerudung mata warna hitam. Perempuan itu setiap kali melihat
bayi yang haru lahir dari penduduk pegunungan, lalu hendak
dirampasnya. Tetapi setelah dijenguknya sebentar, lantas
pergi lagi. Setelah aku mendengar cerita itu, aku merasa
bahwa kelakuan gadis itu sangat aneh. Maka tertarik oleh
kelakuannya itu, aku mengejar sampai disini !"
Tiong sun Hui Kheng mengeluarkan suara kaget, tanyanya
pula : "Dia. . . . apakah dia sekarang ini berada di daerah
pegunungan Ko-lee-kong san ini ?"
Hwa Jie Swat menganggukkan kepala dan berkata sambil
tertawa : "Aku dengar orang kata bahwa perempuan muda
berpakaian hitam yang sangat misterius ini, berlari-larian di
daerah Kong-lee-kong san ini. Agaknya ada apa-apa yang
dicari hingga untuk sementara tidak adakn berlalu dari sini !"
Berkata sampai disitu, lalu bertanya sambil menatap Tiong
sun Hui Kheng : "Dari pertanyaanmu tadi, kau seolah-olah kenal dengan
perempuan berbaju hitam itu."
"Aku sangsi perempuan berbaju hitam yang merebut setiap
bayi dan dilihatnya sebentar mungkin adalah puteri kesepian
Liok Giok Jie yang baru saja melahirkan anak yang didapat
dari Hee Thian Siang !"
Kali ini adalah giliran Hwa Jie Swat yang terkejut bukan
main. Setelah mengeluarkan suara "Ouw !" lalu bertanya :
"Kalau Liok Giok Jie sudah melahirkan anak yang didapat
dari Hee Thian Siang, mengapa tidak berada di dalam istana
kesepiannya utnuk merawat anak, sebaliknya lari kesana
kesini seperti orang gila itu ?"
"Justru karena bayi yang dilahirkan olehnya itu sudah
dibawa lari orang !"
Hwa Jie Swat yang mendengar keterangan itu semakin
heran. Selagi hendak bertanya lagi, Tiong sun Hui Kheng
sudah menceritakan semua apa yang terjadi setelah ia
berpisahan dengan Hwa Jie Swat.
Sehabis mendengar penuturan Tiong sun Hui Kheng, Hwa
Jie Swat berkata sambil menganggukkan kepala dan tertawa :
"Menurut ceritamu ini, perempuan muda berbaju hitam itu
pasti Liok Giok Jie !"
"Kalau benar dian, kita harus lekas pergi mencari dan
melindunginya. Tidak boleh membiarkan dia berbuat begitu
lagi !" Hwa Jie Swat memandang Tiong sun Hui Kheng beberapa
kali, katanya sambil tersenyum :
"Adik Kheng, kau ini benar-benar seorang yang berhati baik
sekali. Mungkin dalam dunia ini sudah dicari bandingannya.
Kalau orang lain pasti akan berusaha untuk menyingkirkan
Liok Giok Jie." Dengan muka kemerah-merahan, Tiong sun Hui Kheng
memotong ucapan Hwa Je Swat :
"Enci Swat, tak usahlah kau memuji diriku demikian tinggi.
Liok Giok Jie sejak masih bayi sudah berpisahan dengan ayah
bundanya, ia dibesarkan dengan air susu binatang, diasuh
oleh rusa, alangkah mengenaskan nasibnya itu. . . . "
Baru berkata sampai disitu, dari jauh terdengar suara yang
sangat memilukan diselingi tangisan yang menyedihkan
sekali. Tiong sun Hui Kheng terkejut, katanya :
"Orang yang menangis sedih itu, barangkali adalah Liok
Giok Jie !" Sehabis berkata demikian, ia sudah hendak bergerak
menuju ke arah datangnya suara itu. Tapi Hwa Jie Swat sudah
mencegahkan dan berkata sambil tersenyum :
"Adik Kheng, jangan terburu nafsu ! Orang yang
mengeluarkan suara sedih itu, ada dibelakang puncak gunung
tinggi ini. Jikalau kita bergerak, sedikit banyak tentu akan
mengeluarkan suara hinga malah akan mengejutkan dia.
Kurasa, sebaiknya kita bertindak secara diam-diam saja.
Mungkin ada lebih tepat !"
Tiong sun Hui Kheng anggap bahwa ucapan Hwa Jie Swat
ini memang benar. Maka ia pesan Taywong dan Ceng-hongkie supaya menunggu disitu, sedang ia sendiri menggunakan
ilmu meringankan tubuh bersama-sama degan Hwa Jie Swat
diam-diam menuju ke belakang puncak gunung itu.
Di belakang puncak gunung itu terdapat sebuah jurang
yang dalam dan sepi sekali. Di bawah jurang hanya tampak
diliputi oleh kabut tebal, tidak diketahui berapa dalamnya.
Di leher jurang benar saja tampak seorang perempuan
berpakaian hitam bertubuh langsing berdiri bagaikan patung.
Perempuan itu berdiri membelakangi Hwa Jie Swat dan
Tiong sun Hui Kheng, hingga kedua orang ini jadi tidak dapat
dilihat wajahnya. Tetapi bisa dilihat memang benar
mengenakan kerudung kain sutra warna hitam. Dandanan itu
memang mirip dengan dandanannya orang-orag di dalam
istana kesepian. Hati Tiong sun Hui Kheng berdebaran, secepat kilat ia
lompat ke belakang perempuan berbaju hitam itu sejarak
enam tujuh kaki. Perempuan berbaju hitam itu agaknya merasa ada orang
dibelakangnya, dengan tiba-tiba memutar tubuhnay. Sinar
matanya menembusi lubang kain hitamnya, memancarkan
sinar tajam dan menyapu ke wajah Hwa Jie Swat dan Tiong
sun Hui Kheng. Tiong sun Hui Kheng tahu bahwa pukulan bathin yang
menimpa perempuan berbaju hitam itu terlalu hebat. Mungkin
sekarang ini pikirannya sudah butek, maka sengaja ia
memperlahankan suaranya. Dan dengan senyum ramah
bertanyalah ia : "Nona ini bukankah Liok Giok Jie ?"
Perempuan berbaju hitam itu mendengar pertanyaan
tersebut, rupanya terkejut sekali. Kembali mengawasi Hwa Jie
Swat dan Tiong sun Hui Kheng dengan bergantian, barulah
menjawab sambil menganggukkan kepala.
"Kalian siapa " Bagaimana tahu kalau aku bernama Liok
Giok Jie " Dimana anakku ?"
Jawaban itu malah merupakan pertanyaan, dan pertanyaan
terakhir dimana anakku, suaranya itu kedengarannya sangat
memilukan dan sikapnya tampak makin sedih.
Tiong sun Hui Kheng merasa sangat kasihan, jawabnya
sambil tersenyum : "Aku bernama Tiong sun Hui Khen, dan ini adalah
suciku. . . . " Belum habis ucapannya, tiba-tiba Liok GIok Jie tertawa
sambil menatap Tiong sun Hui Kheng. Suara tertawa itu
kedengarannya sangat memilukan, tetapi juga seperti orang
marah hingga Tiong sun Hui Kheng yang mendengarkan
sampai bergidik sendiri. Hwa Jie Swat bertanya sambil mengerutkan alisnya :
"Nona Liok mengapa tertawa ?"
Liok Giok Jie menjawab sambil menunjuk Tiong sun Hui
Kheng : "Dia begitu cantik bagaikan bidadari dari kayangan. Pantas
saja suamiku tidak suka aku lagi !"
Ucapan itu membuat Tiong sun Hui Kheng yang
mendengarnya menjadi merah wajahnya, ia benar-benar
merasa sangat tidak enak sekali.
Hwa Jie Swat hanya tertawa getir berulang-ulang, ia tidak
tahu bagaimana harus memberi penjelasan.
Dalam keadaan seperti itu, Liok Giok Jie tiba-tiba
memperdengarkan suaranya lagi, kali ini sangat bengis sekali.
"Orang yang merampas suamiku adalah kau ! Sudah tentu
anakku, kau juga yang rampas !"
Sehabis berkata demikian, lengan bajunya dikibaskan. Tiga
butir duri berbisa Thien-keng-cek melesat keluar secepat kilat
menuju ke muka Tiong sun Hui Kheng.
Tiong sun Hui Kheng benar-benar tidak menyangka bahwa
maksuda baiknya mendapat sambutan demikian menyulitkan
bagi dirinya, terpaksa ia menggunakan ilmunya meringankan


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh, geser kakinya ke kanan untuk mengelakkan tiga butir
duri berbisa itu. Di samping itu, ia berkata dengan suara
nyaring kepada Hwa Jie Swat :
"Enci Swat, kau lihat bagaimana aku harus berbuat ?"
Hwa Jie Swat yang masih berpikir dan belum sampai
menjawab, Liok Giok Jie sudah membentak lagi dengan suara
bengis : "Kau harus bagaimana " Harus kubeset kulitmu hiduphidup !" Ucapannya ditutup dengan satu gerakan yagn menyerbu
Tiong sun Hui Kheng dengan sepuluh jari tangannya
dipentang dengan kalap, menerkam wajah Tiong sun Hui
Kheng. Tiong sun Hui Kheng yang menyaksikan sikap Liok Giok Jie
berubah demikian, merasa sangat pilu hatinay. Sebab seorang
gadis baik-baik karena pukulan batihin terlalu berat, hampir
saja berubah seperti iblis. Maka ia buru-buru menyingkir untuk
mengelakkan serbuannya tanpa balas menyerang.
Liok Giok Jie cuma menyerang tempat kosong. Tetapi ia
tidak berhenti sampai disitu saja. Segera ia mengejar dan
menyerbu lagi dengan melancarkan serangannya bertubi-tubi,
setiap serangannya menghembuskan angin sangat hebat,
sehingga membuat Tiong sun Hui Kheng terkurung dalam
bayangan-bayangannya. Tiong sun Hui Kheng masih tetap tak mau membalas. Juga
sulit untuk memberi penjelasan. Terpaksa hanya
mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang luar biasa,
melayang ke sana kemari mengelakkan serangan hebat Liok
Giok Jie. Hwa Jie Swat tahu bahwa kepandaian Liok Giok Jie tidak
lemah. Betul Tiong sun Hui Kheng di waktu-waktu belakangan
ini sudah mendapatkan banyak kemajuan. Tetapi karean ia
hanya terus menjaga diri tanpa mau membalas menyerang,
dengan sendirinya agak merepotkan dirinya dan berulangulang jadi terancam bahaya. Maka lalu berkatalah Hwa Jie
Swat dengan suara nyaring :
"Adik Kheng balaslah, jangan diam saja ! Jatuhkan dulu dia
baru bicara lagi !" Tiong sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu juga
sadar. Hanya dengan berbuat demikianlah baru tidak terlalu
menyulitkan dirinya. Maka setelah ia mengelakkan serangan
hebat dari Liok Giok Jie, lantas melancarkan serangannya ke
depan dada Liok Giok Jie.
Siapa sangka, mungkin karena Liok Giok Jie sudah terlalu
gelap pikiran, ia jadi lebih suka mati daripada harus menyerah.
Serangan Tiong sun Hui Khegn tadi sedikit pun tidak
dihiraukannya, sebaliknya malah balas melancarkan
serangan, menyambuti seranga tadi. Dalam jarak sangat
dekat seperti itu, sudah tentu kalau disambut serangan itu,
sudah tentu kalau disambut serangan tadi sangat berbahaya
bagi pihak yang bertenaga lemah.
Hal ini diluar dugaan Tiong sun Hui Kheng. Oleh
karenanya, maka ia segera mengetahui bahaya apa yang
sedang dihadapi dan hampir saja ia tidak dapat menolong
dirinya. Dalam keadaan terpaksa, ia lalu mengeluarkan ilmunya
yang baru dapat dipelajari dari ayahnya tetapi belum
sempurna betul. Ilmu itu ialah ilmu Tay it thian yan sin kang.
Dengan menggunakan baju tangannya, ia mengebut dengan
perlahan. Ilmu Tay-it-thian yan-in-kang itu ternyata sangat luar biasa.
Latihan Tiong sun Hui Kheng sebenarnya masih belum cukup
sempurna, tetapi seorang seperti Liok Giok Jie mana sanggup
menerimanya " Begitulah Liok Giok Jie lantas mundur
beberapa langkah, hampir jatuh ke jurang yang sangat dalam
itu. Hati Tiong sun Hui Kheng merasa sangat sedih sekali.
Buru-buru menarik kembali tangannya dan berkata sambil
tersenyum : "Nona Liok, jangan kau salah mengerti. Dengarlah dahulu
penjelasanku. . . " Berkata sampai disitu, tiba-tiba bungkam tidak dapat
melanjutkan lagi. Kiranya Liok Giok Jie yang terhuyung-huyung mundur
beberapa langkah itu, kerudung mukanya telah terlepas.
Tampak perempuan muda itu sambil menggertak gigi,
wajahnya menunjukkan sikap buas sekali. Sepasang matanya
memancarkan sinar kebencian. Jelas ia sudah benci sekali
kepada Tiong sun Hui Kheng, mana dapat lagi dijelaskan
dengan kata-kata " Baru saja Tiong sun Hui Kheng berada dalam keadaan
bingung, Liok Giok Jie sudah berkata dengan suaranya yang
keras : "Tiong sun Hui Kheng ! Suamiku telah kau rampas. Anakku
juga kau curi dan aku tidak sanggup melawan kau. Bagaimana
aku dapat menuntut balas buat sakit hati ini ?"
Tiong sun Hui Kheng yang selama ini adalah seorang gadis
yang sangat cerdas dan pandai berbicara, tetapi kini
menghadapi keadaan seperti itu, wajahnya tampak merah.
Tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Liok Giok
Jie tadi. Sinar matanya Liok Giok Jie yang tajam dan buas,
berputaran menyapu wajah Tiong sun Hui Kheng dan Jwa Jie
Swat, kemudian tertawa terbahak-bahak dan berkata :
"Aku selama masih jadi orang tidak bisa menuntut balas,
biarlah kalau sudah jadi setan akan melaksanakan cita-citaku
ini !" Setelah berkata demikian, ia kembali melancarkan
serangannya. Tangan kanan digunakan untuk menyerang
Tiong sun Hui Kheng, tangan kiri digunakan untuk menyerang
Hwa Jie Swat. Tiong sun Hui Kheng dan Hwa Jie Swat semua mendapat
dengar maksud Liok Giok Jie tadi, seolah-olah sudah bosan
hidup. Maka mereka sudah siap hendak melindungi tetapi
tidak menduga sedikitpun juga kalau mendadak akan diserang
demikian hebat. Serangan Liok Giok Jie itu membuat Tiong sun Hui Kheng
dan Hwa Jie Swat semua salah menduga. Dikira mereka
perempuan itu ada maksud hendak mengadu jiwa, sudah
tentu tidak berani menyambut dengan kekerasan. Keduaduanya lantas lompat mundur sehingga tujuh delapan kaki
jauhnya. Sungguh, siapa pun tidak akan menyangka bahwa tindakan
Liok Giok Jie itu semata-mata hanya buat menyesatkan
pandangan Tiong sun Hui Kheng dan Hwa Jie Swat.
Serangannya itu baru saja dilancarkan, secepat kilat sudah
ditariknya kembali dan orangnya lantas lompat ke belakang
sambil mengeluarkan suara yang memilukan hati. Dengan
begitu maka melayanglah tubuhnya ke dalam jurang yang
sangat dalam ! Tiong sun Hui Kheng berseru kaget, ia buru-buru lompat
menyusul. Tanpa menghiraukan keselamatan jiwanya sendiri,
tangannya lantas menyambar pinggang Liok Giok Jie !
Sambaran tangannya ternyata telah membawa hasil, tetapi
sayang sudah agak terlambat. Ia hanya dapat menjambret
bajunya saja. Sedang tubuh Liok Giok Jie masih tetap
meluncur turun dengan lajunya ke dalam jurang !
Oleh karena Tiong sun Hui Kheng hanya berhasil
menyambar pakaiannya, sudah tentu ia sendiri tidak berhasil
menguasai dirinya dan tubuhnya jadi turut melayang turun
bersama-sama. Untunglah pada saat itu, Hwa Jie Swat keburu bertindak.
Sambil melayang menarik tangan Tiong sun Hui Kheng,
melalui jarak empat tombak lebih sampailah mereka di lain
seberang. Tiong sun Hui Kheng sama sekali tidak merasa bahwa ia
sendiri hampir turut terjatuh ke dalam jurang. Dengan matanya
mengawasi jurang yang tertutup kabut tebal itu, sudaa tentu
tak nampak lagi bayangan Liok Giok Jie. Maka ia lalu
membanting-banting kakinya, hingga batu yang diinjaknya
menjadi hancur. Sedang air matanya sudah mengalir
bercucuran. Hwa Jie Swat menghela napas panjang, sambil mengeluselus rambut di kepala Tiong sun Hui Kheng, berkata dengan
suara lemah lembut : "Adik Kheng, jangan terlalu berduka. Kejadian sudah jadi
beginia, sekalipun dewa rasanya juga tidak bisa menolong !"
Air mata Tiong sun Hui Kheng mengalir dengan derasnya,
katanya dengan suara terisak-isak :
"Enci. . Swat. . . nasib Liok Giok Jie. . terlalu
menyedihkan. . anaknya terjatuh ditangan iblis. Kini ia sendiri
mengalami nasib celaka, bagaimana aku. . . . . nanti
menceritakan kepada adik Siang ?"
Hwa Jie Swat berkata sambil menggelengkan kepala dan
menghela napas : "Dalam hal ini bukanlah tenaga manusia yang dapat
menolongnya. Hea Thian Sian pasti bisa memaafkan kau. Aku
nanti coba akan turun ke bawah untuk mencari, apakah masih
ada harapan sedikit untuk menolong jiwa Liok GIok Jie !"
Sehabis berkata demikian, ia benar-benar turun ke jurang
denan menggunakan ilmunya merambat di pinggir jurang,
perlahan-lahan menghilang di balik awan yang menutupi
jurang itu. Dengan penuh pengharapan, Tiong sun Hui Kheng
menantikan di atas. Kira-kira setengah jam kemudian, Hwa Jie Swat muncul
lagi dari bawah jurang. Begitu tiba diatas, lalu unjukkan
senyum getir dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Menyaksikan sikap Hwa Jie Swat, hati Tiong sun Hui
Kheng sangat pilu. Katanya dengan suara terisak-isak :
"Enci Swat, apakah enci dapat menemukan badan Liok
Giok Jie ?" "Aku turun sedalam dua puluh tombak lebih, sudah ketutup
jalan buntu. Maka terpaksa naik kembali, jadi tidak tahu Liok
Giok Jie ada dimana !" menjawab Hwa Jie Swat sambil
menggelengkan kepala. Tiong sun HuiKheng menangis seperti anak kecil, katanya
sambil membanting-banting kaki :
"Dengan tidak terduga-duga kita baru dapat menemukan
Liok GIok Jie. Siapa tahu keudain telah memaksa ia buang diri
ke dalam jurang sehingga badan kasarnya pun tidak dapat
diketemukan !" "Semua sudah terjadi begini. Terpaksa kita harus lekas cari
Hee Thian Siang buat bantu dia menolong anaknya. Supaya
arwah Liok Giok Jie di alam baka sedikit terhibur !" Hwa Jie Swat berkata sambil
mengerutkan alisnya. Tiong sun Kheng menganggukkan kepala dan berkata :
"Benar. Urusan ini sngat penting. Tapi aku pikir sebelum
pergi ke gunung Kun-lun, baiknya menengok dulu ke goa Bociu sek di lembah Leng cui kok !"
"Apakah kau hendak mencari Hong tim Ong kheng May
Ceng Ong Locianpwe dan lain-lainnya ?" tanya Hwa Jie Swat.
Tiong sun Hui Kheng menganggukkan kepala dan Hwa Jie
Swat kembali berkata : "Goa Bo ciu sek sudah aku kunjungi, pintunya sudah
ditutup hingga tidak bisa masuk. Buka saja May locianpwe dan
lain-lainnya sudah tidak ketahuan jejaknya, sedangkan It-pun
Sin-ceng yang mencari mereka juga tidak tahu kemana
perginya !" "Meskipun aku tahun May locianpwe dan lain-lainnya sulit
dicari tetapi Liok Giok Jie adalah puteri mereka. Kita
seharusnya di tempat sekitar mereka berdiam, meninggalkan
ucapan untuk memberitahukan sebab-sebabnya kematian
Liok Giok Jie dan tempatnya ia membuang diri !" berkata
Tiong sun Hui Kheng sambil tertawa getir.
Hwa Jie Swat menganggukkan kepala menyatakan setuju
dan berkata sambil menghela napas :
"Itu memang seharusnya, baiknya lembah Leng cui kok
tidak jauh letaknya dari sini. Setelah memutari puncak tinggi di
sebelah kanan itu sudah sampai. Pergi ke sana sebentar juga
tidak sampai menghambat waktu dalam perjalanan kita ke
Kun-lun !" Setelah mengambil keputusan demikian, keduanya lalu
berjalan menuju lembah Leng cui kok sambil membawa
Taywong dan Ceng hong kie.
Tiba di bawah tebing tinggi dimana terletak goa Bo ciu sek,
Tiong sun Hui Kheng dan Hwa Jie Swat pada terperanjat,
berdiam terlongong-longon di tempatnya.
Apa yang telah terjadi "
Kiranya di atas tebing yang semula licin dan sulit dicari
dimana letaknya goa Bo ciu sek, kini tiba-tiba sudah tampak
sebuah lubang goa yang sangat dalam.
Hwa Jie Swat mengira Hong tim Ong khek May Ceng Ong,
Siang Swat Siangjin Leng Biauw Biauw dan Kiu thian Mo lie
Tang Siang Siang sengaja keluar dari goa dan ia pun tahu
benar bahwa tiga locianpwe itu semuanya memiliki
kepandaian yang luar biasa yang dapat membuat lobang
seperti itu hingga dalam hati merasa girang juga dan segera
melesat ke atas. Di mulut goa mereka memberi hormat seraya
berkata : "Teecu Hwa Jie Swat, Tiong sun Hui Kheng ada urusan
penting ingin minta ketemu muka dengan Hong tim Ong khek,
Siang Swat Sianjin dan Kiut hian Mo lie locianpwe !"
Baru saja menutup mulut, dari dalam goa terdengar suara
tertawa bergelak-gelak. Hwa Jie Swat mendengar suara tertawa, saat itu segera
menegurnya : "Aku mencari kau kemana-mana, kiranya sembunyi disini !"
Tiong sun Hui Kheng yang mendengar perkataan Hwa Jie
Swat, dalam keadaan masih heran mendadak dari dalam goa
tampak berkelebat bayang orang dan muncul It-pun Sin-ceng
dari situ ! It-pun Sin-ceng menatap wajah Hwa Jie Swat, berkata
sambil tersenyum : "Ada apa kau mencari aku " Di dalam goa Bo ciu sek ini
aku pikir lebih tenang !"
"Kau yang mengingat ketenangannya saja. Aku dan adik
Kheng sebaliknya, harus mengalami banyak kesusahan !"
berkata Hwa Jie Swat. Tiong sun Hui Kheng juga berkata sambil tertawa getir :


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Enci Swat, jangan ribut saja dengan It-pun taysu.
Sebaiknya kita minta ketemu dengan May Ceng Ong ketiga
locianpwe !" It-pun Sin-ceng yang mendengar ucapan itu, lalu berkata
sambil tertawa : "Nona Tiong sun, sudah terlambat. May cianpwe dan kedua
istrinya sudah lama tidak berdiam di dalam goa Bo ciu sek ini
!" "Kalau May Leng dan Tang locianpwe sudah lama tidak
berdiam disini, maka perlu apa kau tinggal di goa ini begitu
lama ?" bertanya Hwa Jie Swat heran.
It-pun SIn-ceng yagn menampak sikap cemas Hwa Jie
Swat juga merasa heran. Tanyanya :
"Kau biasanya sangat tenang, mengapa hari ini
kelihatannya begitu cemas " Apakah diluar ada kejadian besar
?" "Urusan terlalu hebat, kau ceritakan dulu pengalamanmu,
baru nanti dengar ceritaku !" Hwa Jie Swat berkata sambil
mengerutkan alisnya. Mendengar Hwa Jie Swat berkata demikian, It-pun Sinceng tahu tentu ada sesuatu urusan yang hebat sekali. Maka
ia lalu menceritakan pengalamannya sendiri degnan singkat.
It-pun Sin-ceng mulai menceritakan pengalamannya sejak
meninggalkan kediamannya di Tiauw in hong, lalu menuju ke
gunung Ko-lee-kong san. Begitu tiba diluar goa Bo ciu sek,
lalu menggunakan ilmunya menyampaikan suara jarak jauh
untuk berbicara dengan May Ceng Ong tetapi dari dalam tidak
mendapat jawaban sama sekali hingga timbul perasaan
curiganya. Ia mengira Hong tim Ong khek, Siang swat Sianjin
dan Kiu thian Mo lie mungkin sudah keluar mengembara atau
sudah naik ke surga. Karena timbulnya perasaan curiga demikian, maka disekitar
dinding goa itu ia mulai memeriksa dengan sangat teliti. Dari
situ ia menampak sedikit gambara adanya sebuat pintu
masuk. Maka dengan menggunakan ilmu kekuatan tenaga
tangannya, terbukalah pintu goa Bo ciu sek olehnya.
Tetapi begitu masuk ke dalam barulah ia tahu bahwa May
Ceng Ong dan kedua istrinya belum pergi mengembara.
Karena mereka sudah tahu masih ada dua tiga tahun lagi baru
berhasil menyelesaikan tuga hidupnya dan tidak mau lagi
terikat perasaannya oleh anak-anaknya, hingga sudah pindah
ke tempat yang lebih sepi. Tapi mereka telah meninggalkan
semacam ilmu yang dinamakan Cu thian kiu kiu tao lo ciu
hoat, ciptaan tiga orang, diukir ditembok dalam goa.
Maksudnya hendak ditinggalkan kepada Liok Giok Jie, Hek sin
In atau Hee Thian Siang yang akan mencari kesitu.
It-pun Sin-ceng begitu mengetahui ketiga tokoh angkatan
tua itu sudah pindah tempat tinggalnya, sebetulnya sudah
ingin segera kembali lagi ke gunung Bu san. Tetapi kemudain
ia telah menemukan tulisan yang tertera di dinding itu
barangkali akrean kata-katanya yang kurang kuat, ada
sebagian sudah mulai rontok, huruf-hurufnya juga sudah pada
papas sehingga dari 81 jurus ilmu Cu thian kiu kiu tao lo ciu
hoat itu sudah ada tiga jurus yang kurang jelas lukisannya.
Ia khawatir bahwa ilmu luar biasa yang diciptakan oleh tiga
tokoh luar biasa dari angkatan tua itu akan rusak seluruhnya
sehingga putus dan hilang dari rimba persilatan, maka ia
terpaksa berdiam dulu di tempat itu. Ilmu Cu thian kiu kiu tao
lo ciu hoat itu sejurus demi sejurus dilukiskan kembali diatas
jubahnya sendiri. Setiap orang rimba persilatan memang mempunyai
kesukaan untuk mempelajari ilmu yang ditemukan. It-pun Sinceng juga tidak terkecuali dari sifat-sifat itu. Maka disamping
menuliskan lukisannya itu, ia juga mempelajarinya sangat baik
dan dari situ ia telah menemukan tiga jurus yang hampir
hilang, lalu dilukisnya kembali.
Hari itu justru sudah tiba saatnya ia berhasil mengalihkan
seluruh pelajaran ilmu itu kedalam jubahnya sendiri, maka ia
membuka pintu goa sudah siap hendak kembali ke gunung Bu
san. Sungguh kebetulan sekali saat itu Hwa Jie Swat dan
Tiong sun Hui Kheng tiba di tempat itu.
Setelah It-pun Sin-ceng menceritakan semua
pengalamannya, Hwa Jie Swat juga menceritakan apa yang
telah terjadi dengan Liok Gok Jie sejak mulai dia melahirkan
anak di istana kesepian, sampai belum lama ini membuang
diri di dalam jurang. It-pun Sin-ceng yang mendengarkan tidak berhentinya
merangkapkan kedua tangannya ke depan dada sambil
memuji nama Budha. Hwa Jie Swat yang menyaksikan sikap It-pun Sin-ceng
demikian, lalu berkata sambil tersenyum getir :
"Kau jangan memuji nama Budha saja. Tugas kita sekrang
tidak boleh menantikan munculnya sang Budha, biar
bagaimana kita toh harus memikirkan caranya untuk bertindak
lebih jauh. It-pun Sin-ceng lalu berkata, sesudah menyebut nama
Budha sekali lagi : "Menurut ceritamu tadi, bayi itu pasti sudah dibawa ke
gunung Kun-lun. Hee Thian Siang juga pasti akan menuju ke
tempat itu lebih dulu. Maka kita harus lekas-lekas pergi
memberi pertolongan kepadanya. Inilah kupikir yang
merupakan tugas utama dari kita semua !"
Hwa Jie Swat menganggukkan kepala dan lantas berkata :
"Pergi menolong orang memang sangat penting tetapi juga
perlu direncanaka lebih dahulu. Sekarang begini saja
bagaimana. Aku bersama adik Kheng menunggang seekor
kuda Ceng hong kie langsung menuju ke gunung Kun-lun.
Sedang kau boleh menyusul belakangan dengan mengajak
Taywong ! Setuju ?" It-pun Sin-ceng mengawasi Taywong sejenak, katanya
sambil tersenyum : "Aku ingat Taywong ini sifatnya berangasan sekali. Ia
berjalan bersama-sama denganku, apakah hanya mau dia
dengar kata ?" Tiong sun Hui Khegn karena urusan Liok Giok Jie itu
merasa sangat tidak enak hatinya, lagi pula ia memikirkan
keselamatan diri Hee Thian Siang. Benar-benar ingin segera
tiba di gunung Kun-lun, maka lalu berkata :
"Taysu jangan khawatir, sifat Taywong kini sudah berubah.
Di banding dengan dahulu sudah jauh lebih jinak. Tidak nanti
ia berani melawan perintah taysu !"
Berkata sampai disitu, ia lalu berpaling dan berkata kepada
Hwa Jie Swat : "Enci Swat, baik juga kita mengatur begitu. Kita berangkat
sekarang ?" Hwa Jie Swat adalah seorang yang pernah mengalami
gagal dalam asmara, tahu benar Tiong sun Hui Kheng sudah
ingin sekali bertemu dengan Hee Thian Siang, sudah tentu
pikirannya menjadi cemas. Maka lalu tersenyum. Sambil
menganggukkan kepala, keduanya lalu lompat ke atas Ceng
hong kie dan dilarikan dengan pesat.
It-pun Sin-ceng menggeleng-gelengkan kepala sambil
menghela napas. Setelah menutup pintu goa Bo ciu sek, juga
segera berangkat sambil membawa Taywong.
Mereka bertiga bisa lari pesat sekai, tapi sebelum tiba di
gunung Kun-lun, Hee Thian Siang sudah masuk jebakan lebih
dulu. Ternyata tidak lama setelah Siang Biauw Yan mengutus
orang kepercayaannya untuk memancing Hee Thian Siang
datang ke gunung Kun-lun, Hee Thian Siang sudah datang
sendiri ke istana Kun-lun-kiong !
Pada waktu itu di dalam partai Kun-lu, hampir semuanya
sudah menjadi orang-orang kepercayaan Siang Biauw Yan.
Maka ketika meliaht ada orang masuk ke istana, lalu seorang
yang menjaga pintu latnas menegurnya :
"Ada urusan apa kau sembarangan masuk ke gunung Kunlun "' Hee Thian Siang saat itu belum lagi tahu benar tidaknya
bayinya disembunyikan di gunung Kun-lun, tapi ia tidak berani
menjawab dengan ucapan kasar. Terpaksa menjawab sambil
memberi hormat : "Aku Hee Thian Siang, murid Pak hin ada sesuatu urusan
sangat ingin ketemu dengan pemimpin Kun-lun !"
"Dalam partai kami kini ada dua pemimpin, kau hendak
menemui yang mana ?" tanya murid yang menjaga pintu itu.
Hee Thian Siang mendengar pertanyaan itu merasa heran,
tanyanya : "Bagaimana partai Kun-lun dengan tiba-tiba ada dua
pemimpinnya " Hee Thian Siang ingin minta keterangan dulu
siapa nama dan julukannya kedua pemimpin itu ?"
"Satu ialah Siang Biauw Yan dan yang lainnya ialah Bo Cu
Keng !" jawab murid Kun-lun itu.
Siagn Biauw Yan masih belum mati memang sudah dalam
dugaan Hee Thian Siang. Tetapi mendengar disebutnya nama
Bo Cu Keng, benar-benar membuatnya terkejut sekali.
Sebab seingat Hee Thian Siang, sewaktu Cin Lok Pho
bertempur dengan May yu Kiesu dalam lembah May yu kok,
pernah anggap bahwa gerakan lawannya itu mirip sekali
dengan gerakan Bo Cu keng ! Dan kini Bo Cu Keng ternyata
ada bersama-sama dengan Siang Biauw Yan, rupanya telah
berserikat menjadi pemimpin partai Kun-lun. Apakah si
bangkai terbang yagn dahulu tidak mendapat nama baik di
rimba persilatan tiu, kemudian merubah dirinya menjadi May
yu Kiesu yang berdiam di lembah May yu kok dan diam-diam
berusaha hendak bangun lagi "
Selagi ia masih berpikir, murid Kun-lun itu sudah bertanya
lagi : "Sahabat Hee, kau sebetulnya ingin ketemu denga Siang
Ciangbunjin ataukah Bo Siangbunjin ?"
"Aku minta bertemu dengan Siang Biauw Yan !'
"Siang Ciangbunjin kini tidak berada didalam istana Kun-lun
kiong. Ia sedang main-main dengan bayinya di puncak
tertinggi gunung Kun-lun ini !"
Ucapan terakhir itu begitu masuk ke telinga Hee Thian
Siang membuat darah anak muda itu bergolak hebat. Ia juga
tidak banyak tanya lagi lantas menuju ke puncak gunung Kunlun bersama Siaopek. Baru saja Hee Thian Siang berangkat, dar dalam istana
Kun-lun-kiong muncul dua orang. Mereka itu adalah Siang
Biauw Yan dan May-yu Kiesu yang kini sudah menjadi
pemimpin Kun-lun pay Bo Cu Keng.
Siang Biauw Yan lalu bertanya kepada murid yang menjaga
pintu tadi : "Apakah Hee Thian Siang datang sendirian ?"
"Ya, Hee Thian Siang datang sendiri tapi bersamanya ada
lagi seekor monyet kecil berbulu emas !" jawab sang murid
dengan sikap menghormat. Bo Cu Keng lalu berkata sambil tertawa dingin :
"Seekor monyet kecil apakah gunanya " Kita segera
bertindak menurut rencana kita semula !"
Siang Biauw Yan menganggukkan kepala sambil tertawa,
kemudian bersama-sama Bo Cu Keng masuk ke istana Kunlun kiong lagi hendak melaksanakan rencana jahat mereka.
Tindakan apa yang hendak mereka lakukan " Untuk
sementara, marilah kita tinggalkan dulu. Kita tengok
bagaimana Hee Thian Siang dan Siaopek kini sudah mulai
berjalana setapak demi setapak masuk ke dalam perangkap
yang dipasang oleh Siang Biauw Yan.
Sewaktu Hee THian Siang tiba dibawah puncak Kun-lun,
tampak keadaan dan pemandangan tempat yang pernah
dikunjunginya ini masih seperti biasa. Hanya hari itu ada
tambahan sebatang rotan yang sangat panjang dari puncak
turun terus sampai ke bawah. Agaknya untuk memudahkan
orang naik turun ke atas puncak itu.
Jangankan Hee Thian Siang yang sangat pintar, sekalipun
orang biasa juga dapat mengerti pemandangan di depan
matanya itu ada mengandung bahaya besar.
Tetapi oleh karena sifat kasih ayah terhadap anaknya ada
demikian besar, ditambah lagi pikirannya yang selalu terpusat
pada keselamatan Liok Giok Jie dan Cin Lok Pho, ia sudah
ingin mencari Siang Biauw Yan untuk memecahkan semua
pertanyaan yang ada dalam otaknya. Maka meskipun tahu
ada bahaya besar, ia tidak mau pikir lebih jauh. Hakekatnya ia
sudah mempunyai moto : Pukul dahulu bicara belakangan !
Begitulah ia lalu lompat melesat sambil memegangi oyot rotan
itu terus naik ke atas ! Siaopek sudah tentu mengikuti saja jejaknya. Tiba
ditengah-tengah Hee Thian Siang baru merasa bahwa
perbuatannya itu sesungguhnya terlalu gegabah. Bila Siang
Biauw Yan benar-benar berada di atas puncak, dengan
mudah saja dia dapat memutuskan rotan itu. Lalu bukankah ia
bersama Siaopek akan terjatuh di dalam jurang yang dalam ini
" Berpikir sampai disitu, diam-diam jadi bergidik sendiri ! Ia
tidak mau balik di tengah jalan, maka terpaksa ia melanjutkan
terus usahanya naik keatas sambil menggertak gigi. Tetapi
seluruh perhatiannya dipusatkan ke atas, siap untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Tak ia sangka bahwa kekuatirannya itu ternyata cuma
merupakan bayangan khayal belaka, ia sedikitpun tidak
mendapatkan bahaya. Terpisah kira-kira setombak lebih
denga puncak, mendadak terdengar suara tangisan bayi !
Suara tangisan bayi itu telah menambah besar hati Hee
Thian Siang. Sambil mengeluarkan suara siulan panjang, ia
bergerak cepat dan sebentar sudah naik ke puncak.
Di atas puncak Kun-lun itu tidak terdapat apa-apa, hanya
ada seorang perempuan dari penduduk pegunungan itu
sedang meneteki seorang bayi di depan goa kecil.
Dalam girangnya Hee Thian Siang sampai melupakan
peraturan, ia segera bergerak, dari tangan perempuan muda
itu merebut bayinya ! Ia mengamati-amati wajah sang bayi,
benar saja mirip dengan dirinya sendiri, juga ada beberapa
bagian yang hampir serupa dengan wajah Liok Giok Jie.
Setelah bayi itu berada dalam gendongannya, Hee THian
Siang lantas berputaran ke pelbagai penjuru. Ia mengawasi
keadaan disekitarnya. Dan timbullah berbagai pertanyaan
dalam otaknya. Ia benar-benar tidak mengerti tindakan apa yang akan


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diambil oleh Siang Biauw Yan karena setelah susah payah ia
membawa kabut bayi itu, mengapa kini dapat diambil kembali
dengan sangat mudahnya tanpa ada penjagaan apa pun "
Pertanyaan itu masih berputaran di dalam otaknya, tiba-tiba
terdegnar suara orang tertawa dari dalam goa kecil itu.
Dahulu Hee Thian Siang bersama Tiong sun Hui Kheng
pernah terkurung lama di atas puncak Kun-lun ini. Maka ia
hapal baik setiap penjuru tempat. Ia tahu bahwa goa kecil itu
tidak seberapa dalam. Goa itu hanya cukup untuk meneduh
dari angin dan hujan saja. Tapi kini dengan tiba-tiba terdengar
suara tertawa orang, suatu bukti bahwa Siang Biauw Yan
pernah merubah goa itu dengan alat-alat yang ia pasang, di
bagian atas atau bawah mungkin ditambah dengan peralatan
untuk menyampaikan suara orang.
Walaupun ia berpikir demikian, namun ia masih tetap
berjalan menuju ke tepi jurang dan melongok ke bawah.
Tampak olehnya oyot rotan yang digunakannya untuk
mendaki ke atas tadi ternyata sudah putus hingga jalan
pulangnya sudah tidak ada lagi. Dibawah tampak dua orang
berdiri berdampingan, mereka bukan lain dari pada Siang
Biauw Yan dan Bo Cue Keng.
Siang Biauw Yan yang menampak Hee Thian Siang
melongokkan kepala dari atas, lalu berkata sambil tersenyum :
"Hee laote, apakah kau sudah menemui dan melihat
anakmu ?" Pertanyaan itu diucapkan dengan suara tidak seberapa
nyaring tetapi kedengarannya sangat nyata seperti keluar dari
dalam goa masuk ke telingan Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang tahu bahwa kini ia sendiri sudah terkurung
lagi di puncak gunung Kun-lun, pasti akan menghadapi
banyak bahaya lagi. Maka ia juga tidak perlu menggunakan
ilmu menyampaikan suara ke jarak jauh, karena itu berarti
akan menghamburkan tenaga secara cuma-cuma. Maka juga
berkata sambil menghadap ke goa kecil itu.
"Terima kasih atas kebaikanmu yang telah mengembalikan
anakku. Tetapi Hee Thian Siang masih ingin tanya sedikit,
Liok Giok Jie dan Cin Lok Pho sekarang berada dimana ?"
Ia berbicara ke arah goa, suaranya itu benar saja bisa
sampai ke bawah gunung. Siang Biauw Yan perdengarkan suaranya sambil tertawa :
"Hee laote, kalau kau mau tahu, Liok Giok Jie dan Cin Lok
Phi belum mencari sampai sini. Cuma baru kau seorang saja
yang menjadi tamu agungku di puncak Kun-lun ini !"
Karena dari ucapan Siang Biauw Yan itu, Hee Thian Siang
masih belum mendengar ada mengandung permusuhan,
maka ia merasa semakin heran. Tanyanya pula :
"Sahabat she Siang. Kau ingin aku menjadi tamumu berapa
lama diatas puncak ini ?"
Siang Biauw Yan perdengarkan suara tertawanya yang
aneh beberapa kali, kemudian berkata dengan nada suaranya
yang menyeramkan : "Dahulu kau berdiam tiga belas hari lamanya di puncak
gunung Kun-lun ini. Kali ini waktunya kau menjadi tamu, boleh
kau putuskan sendiri kau ingin berapa lama. Tinggallah kau
berapa lama pun kau suka disitu !"
Hee Thian Siang lalu menjawab :
"Aku mau segera turun dari sini !"
"Asal kau suka menjawab satu pertanyaan, aku akan
segera naik sendiri ke atas untuk mengajak kau turun !"
Hee Thian Siang waktu itu diliputi oleh perasaan curiga, ia
tidak tahu apa yang dikehendaki oleh pemimpin Kun lun pay
ini, yang mengharuskan ia menjawab sendiri, maka lalu
bertanya ia : "Soal apa " Kau sebutkan dulu, supaya aku bisa
pertimbangkan !" Siang Biauw Yan sedapat mungkin menggunakan nada
suara lemah lembut untuk mennghindarkan jangan samapi
menyinggung perasaan Hee Thian Siang. Katanya lambatlambat sambil tertawa : "Aku ingin tanya, bagaimana caranya menggunakan
senjata peledak Kian-thian-pek-lek ?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, sangat
terkejut, buru-buru tanyanya :
"Senjatakau Kian-thian-pek-lek, apa sudah berada dalam
tanganmu ?" "Khong khong taysu, Pao in Hui dan Gu Liong Goan,
bersama saudara Bo Cu Keng, kini semua sudah menjadi
anggota Kun-lun pay. Sekarang mereka malah telah menjabat
kedudukan sebagai pelindung hukum partai Kun lun !"
"Ouw ! Kalau begitu, Kun lun pay yang sudah hampir pecah
berantakan, kini ternyata sudah mulai hendak pentang sayap
lagi "' Siang Biauw Yan perdengarkan suara tertawanya yang
menunjukkan perasaan bangganya, selanjutnya berkata pula :
"Jikalau kau mau memberitahukan padaku cara
menggunakan senjata Khian-thian-pek-lek itu, aku ada
maksud hendak merebut kedudukan sebagai jago dengan
pemimpin Ceng thian pay Kie Tay Cao !"
"Apa kau yakin aku akan memberitahukan padamu caranya
menggunakan senjata peledak Kian thian pek lek itu ?"
Bo Cu Keng yang sejak tadi diam saja, ketika mendengar
ucapan itu lalu membuka suara :
"Hee Thian Siang, kalau kau seorang cerdik seharusnya
kau mau menerangkan dengan terus terang bagaimana cara
menggunakan senjata Kian thian Pek-lek itu. Sebab barang itu
sudah berada ditanganku. Dan kau juga tentu tidak perlu
mengorbankan dua jiwa untuk memegang terus rahasia
penggunaan senjata itu !"
Hee Thian Siang sambil mengelus-elus bayinya, berkata
sambil tertawa terbahak-bahak :
"Bo Cu Keng, kau anggap aku ini bisa saja kau tipu "
Jikalau aku lantas memberitahukan kepadamu caranya
menggunakan senjata itu, bukankah akan membuat kalian
tenang dan lebih cepat turun tangan kejam terhadapku ?"
Bo Cu Keng juga tahu Hee Thian Siang tidak percaya
kepadanya, maka bersama-sama Siang Biauw Yan berunding
sebentar, baru berkata lagi :
"Hee Thian Siang, kau tidak usah khawatir ! Beritahukanlah
saja caranya menggunakan senjatanya itu, aku akan segera
mengucapkan sumpah yang paling kuat untuk menjamin kau
dan anakmu keluar dari sini dalam keadaan selamat !"
"Kalau kalian adalah seorang pendekar atau ksatria, sudah
tentu janjinya sangat berharga. Tapi sumpah yang diucapkan
oleh orang jahat dan pengecut seperti kalian ini, aku ragu
sumpahnya toh akan bernilai nol besar !" kata Hee Thian
Siang sambil tertawa besar.
"Hee Thian Siang !" seru Bo Cu Keng dalam gusarnya.
"Apa kau tidak mau minum arak yang disediakan secara
hormat dan ingin minum arak dengan secara paksa ?"
"Arak yang dipaksakan orang minum itu, sebenarnya
bagaimana rasanya " Aku justru ingin mencobanya ! Tetapi
aku khawatir kalian tidak bisa berbuat apa-apa terhadaplu !"
Siang Biauw Yan sementara itu membentak dengan suara
keras : "Hee Thian Siang, kau seorang diri di kurung di puncak
gunung Kun-lun. Apakah kira tidak dapat menyulitkan kau ?"
Hee Thian Siang kembali tertawa bergelak-gelak, katanya :
"Siang Biauw Yan, ilmu silatmu yang tidak berarti itu tidak
dapat kau gunakan untuk menggertak aku. Apalagi kau adalah
pecundangku, sekalipun Bo Cu Keng dengan ilmunya Cit khao
chiu, aku juga pernah belajar kenal di dalam lembah May yu
kok. Ternyata hanya begitu saja ! Maka kalau kalian naik ke
atas puncak pasti akan kalah, tidak naik juga tidak bisa
berbuat apa-apa terhadapku !"
Siang Biauw Yan berkata dengan nada suara marah :
"Kita akan mengurung kau dalam waktu yang lama supaya
kau mati kelaparan !"
"Dahulu aku bersama nona Tiong sun sudah pernah
dikurung 13 hari diatas ini, apakah pernah mati kelaparan "
Akhirnya bahkan hampir saja kau sendiri yang akan menjadi
setean kelaparan di puncak Kun lun ini !" berkata Hee Thian
Siang. Wajah Siang Biauw Yan menjadi merah, sementara itu Bo
Cu Keng lantas berkata : "Taruhlah kau dapat menahan lapar, tetapi bayimu juga
akan mati kelaparan !"
Hee Thian Siang mengawasi perempuan muda yang duduk
tidak jauh di depan goa, katanya sambil tertawa :
"Kalian orang-orang bodoh ini, benar-benar sedang
mengoceh sendiri. Kalian juga tidak pikir disini ada babu tetek,
bagaimana bayiku bisa kelaparan ?"
Bo Cu Keng perdengarkan suara tertawanya yang seram
berulang-ulang, lalu mengacukngkan tangannya dan
melancarkan seragnan ke salah satu tempat dibawah puncak
gunung yang terdapat pesawat rahasia.
Hee Thian Saing yang menyaksikan keadaan itu, tidak
dapat menduga apa yang dilakukan Bo Cu Keng itu. Tiba-tiba
dalam goa kecil itu terdengar suara nyaring dan tampak
berkelebatnya senjata tajam.
Kini ia baru menyadari bahwa di dalam goa itu bukan saja
dilengkapi dengan alat untuk menyampaikan suara dari
bawah, tetapi juga telah diperlengkapi dengan pesawat
rahasia. Tetapi sayang ia sudah tidak keburu memberi
pertolongan. Maka bersamaan dengan berkelebatnya senjata
tajam itu lalu disusul oleh suara jeritan yang mengerikan,
perempuan yang mengasuh bayi itu sudah terkena serangan
golok terbang yang ada racunnya hingga saat itu lantas
melayang satu nyawa yang tak bersalah dosa.
Begitu perempuan pengasuh bayi itu mati, Hee Thian Siang
hatinya berdebaran, darahnya bergolak. Dengan sangat
marah ia berkata : "Siang Biauw Yan ! Bo Cu Keng ! Kalian mempunyai
kepandaian apa " Boleh kalian gunakan terhadap aku Hee
Thian Siang dan anaknya, untuk apa membinasakan seorang
perempuan yang tidak bersalah dosa ?"
Bo Cu Keng nampak bangga, kembali perdengarkan suara
tertawanya dan katanya : "Sekarang perempuan itu sudah mati dan untuk bayimu
tidak ada air susu yang bisa diminum. Paling lama tiga hari
pasti dia akan mati kelaparan. Sekarang kami persilahkan kau
pikir baik-baik selama satu malam. Besok kami datang lagi
kemari. Ingat jiwamu dan jiwa anakmu sebagai barang
taruhan. Kalau menurut aku, tidak perlu lagi kau berkukuh
mempertahankan rahasia senjata peledak Kian thian pek lek
itu !" Sehabis berkata demikian, benar-benar saja sudah
menghilang bersama-sama Siang Biauw Yan.
Dua iblis itu begitu berlalu, rasa pilu lalu timbul dalam hati
Hee Thian Siang. ia tidak tahu bagaimana harus berbuat.
Sebab bayi dalam pelukannya itu, kini telah menangis.
Jelas waktu itu sudah ingin menetek lagi.
Sambil mendiamkan bayinya, Hee Thian Siang mengawasi
babu susu yang sudah mati secara mengenaskan, berkata
kepada Siaopek : "Siaopek, dulu sewaktu aku bersama enci Kheng terkurung
ditempat ini adalah kau bersama Taywong yang mencarikan
makanan untuk kami. Tapi keadaan sekarang adalah lain,
sekarang sudah tambah seorang bayi yang memerlukan air
tetek. Bagaimana kita harus berbuat ?"
Siaopek menggaruk-garuk kepalanya, berpikir dahulu
kemudian berkata dengan suaranya yang masih gelagapan :
"Aku. . . aku. . . . . ada. . . . . . akal. . . . "
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, dalam hati
merasa girang. Buru-buru berkata sambil tertawa :
"Siaopek, kalau kau benar ada akal, mengapa tidak lekas
pergi ?" Siaopek lantas bergerak, sebentar sudah menghilang dari
depan mata Hee Thian Siang. Arah yang dituju ialah tebing
tinggi disudut lain puncak gunung Kun-lun itu. Dengan
menggunakan kelincahan yang diwarisi oleh alam, ia telah
turun dari tempat yang tinggi menjulan ke langit itu dengan
kaki dan tangannya. Hee Thian Siang seorang diri berdiam dipuncak gunung
sambil menggendong anaknya. Dalam diamnya memikirkan
bagaimana harus menghadapi Siang Biauw Yan, Bo Cu Keng
dan anak buahnya yang sudah menggunakan bayinya sendiri
untuk memancin ia datang kemari, sebetulnya ada
mengandung maksud apa. Dipikirnya bolak balik, akhirnya dapat menemukan
jawabannya ialah orang-orang jahat itu tentunya hendak
menggunakan senjata peledak Kian-thian pek leknya yang
sangat ampuh, yang kini tidak tahu bagaimana
menggunakannya, henda minta keterangan padanya supaya
dapat digunakan untuk membasmi musuh-musuhnya
kemudian menjagoi rimba persilatan.
Setelah ia dapat menduga maksud dan tujuan Siang Biauw
Yan dan Bo Cu Keng, diam-diam merasa bergidik. Ia telah
mengambil keputusan lebih baik mengorbankan segala apa,
asal jagan membuka rahasia senjata ampuh perguruannya
karena jiga ia berbuat demikian berarti pula ia telah membantu
manusia-manusia jahat itu.
Sementara itu, sang bayi menangis tidak berhenti
sedangkan Siaopek yang sudah pergi belum juga kembali.
Hee Thian Siang terpaksa dengan menggunakan obat pelnya
yang manjur, dihancurkannya, lalu perlahan-lahan dimasukkan
ke dalam mulut bayinya. Pel itu adalah buatan Say-ha-kong yang mendapat julukan
tabib dewa pada dewasa itu. Di dalamnya ada tercampur
getah pohon Leng cie pemberian It-pun Sin-ceng. Sudah tentu
sangat manjur sekali. Bayi itu setelah diberikan makan sedikit,
lantas tidur dengan nyenyaknya.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan itu, dalam
hati merasa agak lega. Tetapi pel manjur itu tidak banyak
jumlahnya, hingga ia masih merasa gelisah. Bila Siaopek tidak
berhasil menemukan air tetek, bagaimana harus melewati
hari-hari yang panjang itu.
Dalam keadaan bingung seperti itu, tampaklah bayangan
putih yang ternyata Siaopek sendiri yang sudah kembali.
Monyet kecil itu ditangan kanannya membawa barang-barang
makanan seperti buah-buahan yang tidak sedikit jumlahnya,


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedangkan di depan dadanya ada menggantung sebuah
kantong kulit. Kantong kulit itu segera diambil dan dibuka oleh Hee Thian
Siang. Tampak di dalam kantong ada susunya. Maka ia
menjadi girang dan sambil menepuk pundak Siaopek, ia
bertanya : "Siaopek, ini air susu dari mana ?"
Siaopek menggunakan tangannya, diulurkan ke kanan dan
ke kiri untuk memberi gambaran. Hee Thian Siang baru tahu
bahwa susu dalam kantongan itu ternyata adalah air susu rusa
sehingga ia teringat kembali kepada Liok Giok Jie yang dahulu
juga hidup dari susu rusa sewaktu dibuang dibawah kaki
gunung Kun-lun ini, kemudian dibawa kembali dan dipelihara
oleh Tei . . Cu. Tak disangka-sangkanya bahwa bayi yang
dilahirkan olehnya itu, juga terpaksa menggunakan air susu
binatang rusa untuk menyambung nyawanya.
Susu untuk si bayi sekarang telah ada.
Ditambah dengan adanya Siaopek yang cerdik, yang dapat
naik turun di tempat setinggi itu dengan leluasa, Hee Thian
Siang jadi merasa agak lega. Tak apalah berdiam lebih lama
juga dipuncak gunung Kun-lun ini, untuk mengulur waktu
seberapa dapat. Malam itu dilewati dengan tenang. Esoknya pagi sekali
Siang Biauw Yan dan Bo Cu Keng berdua sudah muncul di
bawah puncak dan bertanya apakah Hee Thian Siang sudah
bersedia atau belum buat memberitahukan cara
menggunakan senjata peledak Kian-thian pek-lek.
Hee Thian Siang dari atas menjawab sambil tertawa dingin
: "Kalian tidak perlu banyak bicara ! Asal kalian dapat
menghidupkan kembali perempuan pengasuh bayi yang tidak
berdosa itu, aku akan segera menerangkan bagaimana
caranya menggunakan Kian thian pek lek !"
Bo Cu Keng benar-benar tidak percaya bahwa Hee Thian
Siang mempunyai kekerasan hati demikian rupa, maka
berkata dengan suara bengis :
"Hee Thian Siang ! Kalau kau benar-benar tidka mau
menerangkan caranya menggunakan Kian thian pek lek, aku
nanti akan segera turun tangan kejam terhadap bayimu !"
Hee Thian Siang tahu bahwa dua manusia jahat itu sudah
mempersiapkan banyak pesawat-pesawat rahasia yang
sangat lihai. Bila mereka benar-benar menggerakkan salah
satu pesawatnya, meskipun ia sendiri boleh tidak usah takut
tetapi kalau agak lalai salah-salah akan membayakan bayinya
1 Maka cepat dicarinya akal. Ia lalu mengangkat tinggi bayinya
dan berkata kepada Bo Cu Keng sambil tertawa terbahakbahak : "Bo Cu Keng ! Kau jangan kira bahwa dengan akalmu yang
keji dapat mengganggu bayi ini. Heh heh ! Kau tak mungkin
dapat menggertak dan memaksa aku Hee Thian Siang
menceritakan cara menggunakan senjata Kian thian pek-lek !
Kau harus tahu bahwa Hee Thian Siang adalah seorang lakilaki berhati baja. Tidak mungkin mau memberatkan bayinya !"
Sehabis berkata demikian, bayinya itu lantas
dilemparkannya tinggi ke belakang beberapa tombak kemudian berdiri sambil bertolak pinggang, setelah mana ia
tertawa terbahak-bahak ! Bo Cu Keng dan Siang Biauw Yan sama sekali tidak
menyangka Hee Thian Siang akan melemparkan anaknya
sendiri. Siang Biauw Yan lalu berkata sambil menggertak gigi :
"Setan cilik itu sungguh keras kepala ! Biarlah kusundut
sumbu bahan peledaknya supaya ia lekas mati !"
Setelah mana, ia benar-benar telah menyundut sumbu
bahan peledak yagn diletakkan di dalam sebuah goa kecil, tapi
buru-buru dipadamkan lagi oleh Bo Cu Keng.
"Saudara Siang," katanya. "Jikalau kau membinasakan setan kecil ini, siapa lagi
yang bisa memberitahukan kepada
kita caranya menggunakan senjata Kian thian pek lek ini "
Apabila kita tidak memiliki senjata ampuh ini, bagaimana pada
tahun depan kita bisa membasmi semua tokoh rimba
persilatan yang akan bertemu di puncak gunung Tay pek hong
?" "Hee Thian Siang sudah tega membunuh anaknya sendiri.
Kita masih ada akal apa untuk paksa menceritakan cara
menggunakan senjatanya ?" kata Siang Biauw Yan sambil
menggelengkan kepala dan menghela napas.
"Saudara Siang jangan cepat putus asa dulu. Hee Thian
Siang juga adalah manusia biasa seperti kita. Dan setiap
manusia pasti ada mempunyai kelemahannya sendiri-sendiri.
Jikalau kita bisa mencari sifat kelemahannya itu, pasti kita
dapat menundukkan dia !" kata Bo Cu Keng.
Siang Biauw Yan anggap bahwa ucapan Bo Cu Keng itu
cukup masuk diakal, sedangan Hee Thian Siang waktu itu ia
tahu berada di puncak gunung Kun lun, tentunya tidak
melarikan diri. Jadi untuk sementara masih bisa kiranya akal
itu. Maka ia batalkan maksudnya hendak membakar bahan
peledak. Begitu dua manusia jahat itu undurkan diri, Hee Thian
Siang yang seorang diri berada di puncak gunung Kun lun,
dalam hatinya kembali merasa kesepian.
Ia sedikitpun tidak tahu bahwa di bawah kakinya banyak
terdapat bahan peeldak yang setiap waktu bisa saja
menghancurkan tubuhnya. Ia hanya merasa bahwa ia sendiri, anaknya dan monyetnya
Siaopek dikurung di puncak gunung Kun lun yang sepi sunyi
itu selama jangka waktu yang sangat panjang. Rasanya tidak
menyenangkan sekali. Kiranya, Hee Thian Siang sebelum melempar bayinya tadi
lebih dahulu sudah memerintahkan Siaopek menggelar jaring
wasiatnya, disuruh menantikan di belakang dirinya. Maka
begitu bayi itu jatuh ke dalam jaring, sudah tentu tidak
mendapat luaka sedikit pun juga. Dengan demikian untuk
sementara ia dapat membatalkan maksud Siang Biauw Yan
dan Bo Cu Keng yang hendak mencelakakan anaknya untuk
paksa ia menerangkan caranya menggunakan Kian thian pek
lek. Kini dengan mengandalkan SIaopek dengan kepandaiannya yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa,
yang diam-diam bisa naik dan turun dari tempat demikian
tinggi untuk ditugaskan mencari makanan dan minuman bagi
dirinya sendiri dan air susu rusa untuk bayinya, hingga selama
itu dapat bertahan dari kelaparan sambil menantikan
kesempatan baik. Tetapi lama kelamaan, apabila hal itu
diketahui oleh musuh-musuhnya itu lalu menyerang Siaopek
sehingga putus jalannya untuk naik turun, bukankah
semuanya akan mati kelaparan diatas gunung "
Beberapa hari telah berlalu, Bo Cu Keng ternyata masih
belum berhasil menemukan sifat kelemahan Hee Thian Siang.
Sementara itu Hee Thian Siang sendiri juga setiap hari
memikirkan cara-caranya untuk meloloskan diri.
Di bawah puncak gunung Kun-lun, tampak kuda Ceng hong
kie lari laksana terbang. Dari atas kuda itu lompat turun
sepasang gadis cantik yang bukan lain dari pada Tiong sun
Hui Kheng dan Hwa Jie Swat.
Tiong sun Hui Kheng memerintahkan Ceng hong kie
menunggu dibawah gunung, sedang ia sendiri bersama Hwa
Jie Swat mendaki ke gunung, tiba di luar istana kun lun kiong.
Waktu itu, Siang Biauw Yan dan Bo Cu Keng telah
mendapat laporan juga. Bo Cu Keng dapat tahu bahwa Tiong
sun Hui Kheng dan Hee Thian Siang adalah sepasang kekasih
yang sedang mencinta. Maka ia menjadi sangat girang,
katanya : "Mungkin kelemahan Hee Thian Siang itu terletak disini.
Asal kita dapat menguasai Tiong sun Hui Kheng, pasti dapat
memaksa ia menerangkan rahasianya Kian thian pek lek !"
"Kalau begitu, kita lebih dulu harus sambut secara baik dan
persilahkan mereka masuk ke dalam Kun lun kiong. Barulah
kita bertindak dengan melihat gelagat !" kata Siang Biauw Yan sambil tertawa.
"Akan kusambut sendiri kedatangan mereka, hanya anak
murid kita jangan sampai kesalahan dalam melakukan
percakapan dengan mereka !" kata Bo Cu Keng sambil
tertawa. Sehabis berkata, ia berjalan keluar dari dalam istana. Tepat
saat itu, Tiong sun Hui Kheng dan Hwa Jie Swat juga sudah
datang menghampiri. Bo Cu Keng yang sudha berdiam lama didalam istana
kesepian, perempuan-perempuan yang pernah dijumpainya,
sudah satu adalah Liok Giok Jie yang paling cantik dalam
matanya. Tetapi kini setelah berhadapan dengan dua gadis
cantik bagaikan bidadari itu, baik paras mereka, maupun
segala seginya, semua masih lebih cantik kalau dibandingkan
Liok Giok Jie. Bagaimana kalau ia tidak merasa terheranheran. Diam-diam ia juga mengagumi dua gadis yang
kecantikannya jarang ada di dalam dunia ini.
Bo Cu Keng hari itu mengenakan pakaian imam, setelah
memberi hormat secara imam, berkata sambil tersenyum :
"Lie siecu berdua, bagaimana sebutan kalian yang mulia "
Ada keperluan apa Lie siecu berdua berkunjung ke Kun-lun ini
?" Hwa Jie Swat yang memiliki pandangan mata sangat tajam,
begitu melihat segera mengetahui bahwa imam berjubah hijau
yang berada di hadapannya ini sebenarnya ada memiliki
kepandaian ilmu silat sangat tinggi, namun sifatnya sangat
kejam sekali. Oleh karena sudah mengetahui kekejaman imam itu, maka
diam-diam Hwa Jie Swat sudah siap siaga. Jawabnya sambil
tersenyum : "Aku yang rendah Hwa Jie Swat dan ini adalah sumoay ku
Tiong sun Hui Kheng. Bolehkan kami menanyakan nama
Totiang yang mulia ?"
Bo Cu Keng tahu tidak perlu menyembunyikan namanya,
maka lalu menjawab sambil tersenyum :
"Pinto Bo Cu Keng. Dahulu mempunyai nama julukan yang
tidak enak kedengarannya. Julukan itu ialah Ngo-tek-hui-sie !"
Nama Bo Cu Keng benar-benar telah mengejutkan Hwa Jie
Swat dan Tiong sun Hui Kheng sehingga mereka pada
mundur setengah langkah. Tiong sun Hui Kheng mengawasi
Bo Cu Keng dari atas sampai ke bawah, lalu tanyanya :
"Bukankah Bo totian masih mempunyai nama julukan yang
waktu belakangan ini. Kalau tidak salah biasa dipanggil May
yu Kiesu ?" Bo Cu Keng tertawa terkekeh-kekeh, Ia menganggukkan
kepala berulang-ulang dan katanya :
"Benar-benar ! Ngo to kui sie Bo Cu Keng ialah aku. May yu
Kiesu juga aku sendiri. Dan sekarang yang menjadi pimpinan
Kun lun pay juga aku !"
"Jadi kau adalah pemimpin partai Kun lun pay sekarang ?"
bertanya Tiong sun Hui Kheng.
"Nona Tiong sun jangan heran. Partai Kun lun sekarang
ada mempunyai dua pemimpin. Disamping aku masih ada
yang lain. Dia itu adalah kenalanmu yang lama. Tahukah kau
siapakah dia "' Tiong sun Hui Kheng mengerutkan alisnya, sejenak
memikir lalu katanya : "Bukankah pemimpin yang satunya lagi selain totiang Siang
Biauw Yan adanya ?" "Nona Tiong sun ternyata adalah seorang yang pintar.
Dugaanmu ini sedikitpun tidak salah !" Jawab Bo Cu keng
sambil menunjukkan jempolnya dan tertawa.
Hwa Jie Swat yang berdiri disamping lalu bertanya :
"Bo Ciangbunjin, aku masih ingin menanyakan kepadamu
satu hal !" Bo Cu Keng sambil mempersilahkan kedua tamunya itu
masuk kedalam, menjawab sambil tersenyum :
"Hwa siecu, kalau ingin tanya apa-apa silahkan saja !"
"Bayi yang dilahirkan oleh puteri istana kesepian Liok Giok
Jie, apakah dibawa Siang ciangbunjin kemari ?"
Bo Cu Keng ternyata sama sekali tidak menyangkal. Ia
mengakui dengan terus terang, katanya sambil
menganggukkan kepala : "Dugaan Hwa siecu juga tidak salah. Bayi Liok Giok Jie
memang dibawa kemari oleh Siang ciangbunjin untuk dirawat
dan dibesarkan disini !"
Hwa Jie Swat juga Tiong sun Hui Kheng sama-sama tidak
menduga bahwa Bo Cu Keng ternyata mau mengakui secara
terus terang hingga mereka saling berpandangan sejenak.
Lalu mengikuti Bo Cu Keng masuk ke dalam ruangan tamu
istana Kun kun kiong. Tiong sun Hui Kheng yang memikirkan keselamatan Hee
Thian Siang, baru saja imam kecil menyuguhkan teh, ia sudah
bertanya kepada Bo Cu Keng :
"Bo Ciangbunjin, bolehkah aku numpang bertanya. Ayah
dari bayi itu ialah Hee Thian Siang, pernahkah datang kemari
?" Bo Cu Keng masih tetap tidak menyembunyikan sesuatu,
jawabnya sambil menganggukkan kepala dan tertawa :
"Hee siecu sekarang ini justru sedang berada di puncak
Kun lun !" Mendengar jawaban yang terus terang itu, Tiong sun Hui
Kheng diam-diam terkejut, tanyanya pula : "Dia. . . ."
"Nona Tiong sun jangan khawatir, Hee Thian Siang siecu
kini dalam keadaan selamat tidak kurang suatu apa. Hanya
orangnya saja berada di puncak kun lun, untuk sementara
tidak bisa turun ke bawah !" menerangkan Bo Cu Keng.
Sepasang alis Hwa Jie Swat tampak berdiri. Ia bertanya
dengan nada suara dingin sambil menatap wajah Bo Cu Keng
: "Bo Ciangbunjin, kalian sudah mengurung Hee Thian Siang
dan anaknya di puncak Kun lun. Sebetulnya apa maksudmu ?"
Bo Cu Keng memang sudah tahu bahwa dua gadis cantik
jelita ini, semuanya memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Maka itu, meskipun telah melihat Hwa Jie Swat seperti


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maksud menantang, tetapi ia tidak menghiraukan. Masih ia
dengan sikapnya yang ramah tamah, menjawab sambil
tersenyum : "Terhadap Hee Thian Siang dan anaknya, Kun lun
sedikitpun tidak mengandung maksud jaha. Aku hanya
inginkan dari mulut Hee siecu sendiri mendapat keterangan
mengenai suatu rahasia. Kalau Hee Thian Siang mau
membuka rahasia, aku akan segera naik ke puncak Kun lun
untuk menyambut dia dan anaknya kemari !"
Tiong sun Hui Kheng berkata sambil menggelengkan
kepala : "Perbuatan kalian ini keliru ! Hee Thian Siang cuma dapat
diminta secara lemah lembut, tidak boleh dengan cara
kekerasan. Dia adalah seorang yang tidak goyah imannya
sekalipun dalam penderitaan. Juga tidak pernah tertarik oleh
segala kesenangan. Apalagi segala kelakuan dan tindakan
yang keras, tidak akan membuat dia bertekuk lutu. Karena dia
adalah seorang laki-laki yang berjiwa ksatria, berjiwa besar !"
Bo Cu Keng hanya memperlihatkan senyumnya yang
mengandung arti mendengar ucapan Tiong sun Hui Kheng itu.
Katanya : "Ucapan nona Tiong sun ini benar. Kami sudah
menggunakan berbagai cara, Hee siecu masih tetap tidak mau
menyerah. Tapi bila maksud Kun lun pay tidak tercapai dan
sudah hilang kesabaran kami, terpaksa kami akan
menggunakan tindakan terakhir yang paling kejam, supaya
ayah dan anak hancur lebur di puncak gunung. Dan saja nona
Tiong sun juga menderita bathin selamanya !"
Sepasang alis Tiong sun Hui Kheng berdiri. Katanya :
"Aku tidak percaya kalian ada mempunyai senjata yang
dapat membinasakan Hee Thian Siang !"
"Di atas puncak Kun lun sudah dipendam 18 buah bahan
peledak. Sumbunya untuk menyalakan bahan-bahan peledak
itu diletakkan dibawah sini. Asal aku menyulut dengan api,
Hee siecu dan anaknya pasti akan hancur, lebur tulangtulangnya menjadi abu !" kaat Bo Cu Keng sambil tertawa
mengejek. Tiong sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu diamdiam juga bergidik. Bo Cu Keng rupanya begitu bangga sekali, terdengar suara
tertawanya dan katanya : "Kalau Lie siecu berdua tidak percaya, aku bersedia
mengantar kalian berdua pergi ke bawah puncak Kun lun
untuk menyaksikan sendiri keadaan mereka !"
Hwa Jie Swat yang sejak tadi memperhatikan kata-kata dan
menyaksikan sikap Bo Cu Keng, tahu bahwa ucapannya itu
bukan merupakan gertak sambal belaka. Maka ia lalu
bertanya sambil mengerutkan alisnya.
"Rahasia apa sebenarnya yang hendak diketahui oleh
kalian orang-orang Kun lun dari padanya "'
"Rahasia itu sebetulnya audah tidak ada keuntungannya
dengan Hee siecu sendiri. Dia sebenarnya boleh
menerangkan dengan terus terang !" kata Bo Cu Keng sambil
tertawa. "Bo ciangbunjin, kalau bicara jangan setengah-setengah.
Apa sebetulnya yang Ciangbunjin ingin tahu itu ?" tanya Tiong sun Hui Kheng.
"Bukankah Hee siecu pernah kehilangan sebuah benda
wasiat golongan Pak-bin dilembah kematian di gunung COng
lam ?" berkata Bo Cu Keng sambil tertawa.
"Dia memang memiliki sebuah senjata peledak Kian thian
pek lek yang terjatuh di tangan orang jahat dari Cong lam !"
menjawab Tiong sun Hui Kheng sambil menganggukkan
kepala. "Yang kami ingin ketahui ialah cara menggunakan senjata
peledak Kian thian pek lek itu !" Bo Cu Keng lalu tertawa.
Tiong sun Hui Kheng sebagai seorang yang sangat pintar,
setelah dipikirnya sejenak, kembali bertanya :
"Khong khong Hweshio, Pao It Hui dan Gu Long Goan tiga
orang jahat dari Cong lam itu, apakah juga ada di gunung
Kun-lun ini ?" "Mereka bertiga sudah kuangkat sebagai pelindung hukum
partai Kun lun !" jawab Bo Cu Keng sambil menganggukkan
kepala dan tertawa. Hwa Jie Swat memperdengarkan suara tertawa dingin.
Dengan sinar mata tajam menatap Bo Cu Keng, lalu tanyanya
: "Kun lun pay rupanya kini sedang hendak mulai
membentang pengaruhnya lagi. Kalian ingin mengetahu
rahasia cara menggunakan senjata peledak Kian thian pek lek
" Apakah kalian hendak menggunakan senjata sangat ampun
yang dapat digunakan menggempur gunung ini untuk
menyingkir semua musuh kalian dan kemudian menjagoi
rimba persilatan ?" "Jikalau bukan hendak menguasai rimba persilatan, perlu
apa kami berusaha begitu susah payah, mengurung Hee
Thian Siang dan anaknya di puncak Kun lun ?" kata Bo Cu
Keng sambil tertawa terbahak-bahak.
Bo Cu Keng melihat perkembangan. Mereka agaknya akan
masuh perangkap. Dengan bangga lalu mengulurkan
tangannya menunjuk ke kamar sebelah kirinya, sambil tertawa
berkata : "Siang Ciangbunjin sekarang ini sedang berunding dengan
Hee Thian Siang. Siang ciangbunjin minta siecu berdua
tunggu dulu di kamar itu. Bukalah jendela yang menghadap ke
utara. Dari situ kalian nanti dapat melihatnya dengan jelas !"
Hwa Jie Swat baru untuk pertama kali datang ke Kun lun
san. Jadi dia tidak mengenal keadaan disitu. Tidak demikian
dengan Tiong sun Hui Kheng. Gadis yang disebut belakangan
ini dahulu pernah berkunjung sekali ke gunung Kun lun ini.
Tetapi oleh karena terlalu memikirkan keselamatan Hee Thian
Siang, ia sampai lupa bahwa puncak gunung Kun lun itu
sebenarnya masih terpisah jauh dari situ, tidak mungkin dapat
dilihat dari jendela istana Kun lun kiong sehingga ia tidak
memperhatikan bahwa ucapan Bo Cu Keng itu ada bagian
yang tidak benar. Baru saja dua orang itu masuk ke dalam kamar yang
ditunjuk, Bo Cu Keng diam-diam undurkan diri dan
menggerakkan pesawat rahasianya hingga pintu kamar
tersebut mendadak tertutup oleh dinding berlapis besi !
Playboy Dari Nanking 12 Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An Kisah Si Rase Terbang 9

Cari Blog Ini