Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 25
tangan sendiri" Dengan kata2 itu dapatlah Pek I lojin mengendapkan
penasaran ketua Kaypang. Hong Ing se;gera terlibat dalam pertempuran yang seru
dengan pengawal Baju Merah itu, Nona itu menggunakan
pedang sedang lawannya sebatang toya. Beberapa saat
kemudian tampak Hong Ing seperti terbenam dalam lautan
sinar tongkat sehingga nona itu harus memeras keringat
benar. "Nona Sian Li tiba2 Pek I lojin berseru, "Apakah engkau
pernah melihat setan?"
Sudah tentu Sian Li terkejut mendapat pertanyaan yang
sedemikian aneh dari orangtua itu. Ia gelengkan kepala :
"Belum" "Pernah mendengar ceritanya "
"Ya, pernah. Tapi apa maksud lo-cianpwe bertanya begitu
?" tanya Sian Li keheranan.
"Aku hendak bertanya kepadamu, nona," kata Pek I lojin,
"apakah setan itu berani muncul di tempat yang terang ?"
"Tidak, locianpwe" jawab Sian Li, "biasanya setan itu tentu
berada di tempat yang gelap dan keluarnya pada malam hari."
"Benar" kata Pek I lojin pula, "tahukah kau apa sebab setan
takut keluar pada siang hari?"
Sian Li gelengkan kepala.
Tiba2 Pek I lojin berseru agak keras : "Karena setan itu tak
punya bayangan. Maka sering orang mengatakan setan tanpa
bayangan kepada orang yang sukar dicari".
Sian Li tak tahu mengapa kakek tua itu membicarakan soal
setan dan menyebut2 tentang bayangan.
Dalam pada itu tiba2 terjadilah suatu perobahan dalam
pertempuran. Hong Ing saat itu sudah berhasil lolos dari
kepungan sinar tongkat lawan dan kini nona itu ber-lari2
mengelilingi lawannya. Pek I lojin tertawa. Sian Li tercengang. Pertempuran masih
berjalan seru dan dahsyat. Pengawai Baju Merah benar2
seperti iblis gila yang mengamuk. Toya dimainkan laksana
badai yang mengacau samudra, tapi sampai sejauh itu tetap
dia tidak berhasil melukai Hong Ing.
Hong Ing terus ber-putar2, makin lama makin cepat
sehingga sukar dilihat mana Hong Ing yang sesungguhnya,
mana yang hanya bayangannya saja.
Sepeminum teh lamanya tiba2 toya pengawal Baju Merah
itu mencelat kearah bawah panggung, lihat itu Hoa Sin cepat
loncat menyambarnya, ia melayang turun, tiba2 terdengar jerit
teriak ngeri disusul dengan terlempanya tubuh pengawal Baju
Merah itu kelantai. "Bagus, nona Hong Ing !" seru Pek I lojin ketika nona itu
kembali kepada kawan2nya.
"Terima kasih, locianpwe," kata Hong Ing kepada orangtua
itu. "Hah " Mengapa ?" Pek I lojin terkejut.
"Karena ceritamu tentang setan tadi, akupun teringat akan
gerak setan" kata Hong Ing.
"O, apakah engkau menggunakan ilmu setan untuk
mengalahkan pengawal baju merah itu ?" ta mya Pek I lojin.
"Bukan ilmu setan tapi sebuah gerak langkah yang disebut
Setan-tanpa-bayangan" menerangkan Hong Ing.
"O", Pek I lojin hanya mendesuh lalu alihkan perhatian
kearah Hong Hong tojin yang masih bertempur dengan
seorang pengawal Baju Merah yang lain.
Pengawal Baju Merah itu memakai senjata pedang dan
ketua Go-bi pay itu hanya bertangan kosong. Saat itu Hong
Hong tojin sudah pontang panting dikurung oleh sinar pedang.
Bahkan ujung lengan jubahnya telah terpapas kutung.
Entah bagaimana walaupun belum jelas betul siapakah
orangtua baju putih (Pek I lojin) itu tapi timbullah rasa
mengindahkan dalam hal kedua gadis kepadanya. Maka SianLi pun meminta izin : "Lo-cianpwe, bolehkah aku membantu
Hong Hong totiang itu ?"
"Baiklah." kata Pek I lojin, "sebenarnya Hong Hong kaucu
tak kalah tetapi karena dia hanya bertangan kosong dan
musuh memakai pedang maka diapun terdesak."
"Hong Hong totiang," seru Sian Li selekas loncat
menghampiri, "silahkan beristirahat dulu. Biarlah aku yang
menghadapi pengawal ini."
Sebenarnya hal itu suatu pantangan bagi kaum persilatan
bahwa seorang yang bertempur dan belum tentu kalah lalu
ada lain orang yang hendak menggantinya. Apalagi Hong
Hong seorang ketua partai Go-bi-pay. Tetapi karena ia melihat
juga Hoa Sin diganti Hong Ing, diapun tak menaruh suatu
keberatan apa2. Dan ia teringat bahwa Sian Li itu memiliki
pedang Pek-liong-kiam yang luar biasa.
"Baik, hati-hatilah," seru Hong Hong seraya loncat keluar.
Pedang termasuk salah sebuah senjata yang paling sukar
dipelajari. Karena untuk mencapai ilmu permainan pedang
yang sakti, diperlukan juga tenaga-dalam yang tinggi. Dulu
Kim Thian Cong sudah menyadari hal itu. Maka terhadap
murid perempuannya itu, ia khusus memberi pelajaran
ilmupedang yang hebat karena bagi seorang anak perempuan,
pedang itu merupakan senjata yang paling cocok. Walaupun
dalam ilmu tenagadalam Sian Li belum mencapai tataran tinggi
tapi berkat makan buah Hay te cian-lian som, atau buah som
dari dasar laut yang berumur seribu tahun, tenaga-dalam nona
itupun bertambah hebat sekali. Sian Li seorang nona yang
cerdas dan Kim Thian Cong pun makin sayang kepadanya.
Dengan tekun dan keras, ia memilih latihan2 muridnya itu.
Dengan begitu berhasillah Sian Li mewarisi ilmu pedang dari
gurunya. Sian Li melancarkan ilmupedang Giok-li-kiam atau Pedang
bidadari. Sebuah ilmu pedang yang mengutamakan gerak
keluwesan dan kelincahan seorang bidadari.
Tetapi pengawal Baju Merah itu telah melancarkan
serangan yang cepat dan dahsyat sekali.
"Tui-hong-kiam," seru Pek l lojin terkejut.
Hoa Sin, Ceng Siam suthay dan Hong Hong tojin
mengangguk: "Tetapi hebat sekali," seru mereka.
'Kalau sudah tahu hebat, mengapa suruh cucuku
menghadapi," teriak kakek Lo Kun.
Pek I lojin hanya tertawa : "Jangan kuatir kalau cucumu
kalah, cucumu yang satu masih ada."
"Siapa " Blo'on ?" tiba2 kakek Lo Kun berpaling mencari
Blo'on, "Blo'on, mengapa engkau diam saja " Lihatlah
sumoaymu dihajar oleh pengawal Baju Merah itu. Apakah
engkau tak mau menolongnya ?"
"Dia belajar ilmupedang dari suhunya. Kalau tidak
digunakan untuk menghajar musuh lalu apa gunanya dia
belajar?" sahut Blo'on.
Kakek Lo Kun terbeliak. Pada lain saat ia tertawa : "Benar,
benar, memang biar tahu rasa. Perlu apa anak2 perempuan
harus belajar silat, sekarang harus bertempur dengan musuh.
Kalau dia tidak belajar silat dan tinggal dirumah mengurus
rumahtangga, bukankah dia tak sampai rambutnya digundul
seperti engkau !" "Lojin." seru Hoa Sin, "adakah lojin kenal akan pengawal
Baju Merah itu?" "Dahulu semasa masih muda, pernah kudengar seorang
pendekar pedang dari perguruan Kong tong-pay yang
menggemparkan dunia persilatan. Dia memiliki ilmupedang
Tui-hong kiam yang luar biasa hebatnya. Karena banyak
murid2 dari lain partai persilatan yang terluka, maka beberapa
partai persilatan lalu datang ke gunung Kong-tong-san untuk
meminta pertanggungan jawab dari ketua Kong-tong-pay.
"Fihak Kong-tong-pay terkejut karena merasa tak
mempunyai murid itu. Beramai-ramai mereka mencari jago itu
dan akhirnya tertangkap juga. Ternyata pemuda itu telah
mencuri kitab ilmu pedang dari Kong tong pay dan
mempelajarinya dengan tekun. Dia sakit hati kepada Kong
tong-pay karena tak diterima sebagai murid. Akhirnya dalam
pertempuran dengan beberapa tokoh partai persilatan, dia
masih dapat membela diri dengan ilmupedang Tui liongkiamnya.
Tui-liong kiam demikian nama yang diberikan kepada
pemuda yang sebenarnya bernama Bun Siau Hong.
Sebenarnya orang persilatan mengagumi Bun Siau Hong
karena kegagahan dan tindakannya bagai seorang pendekar
yang membela kebenaran Tetapi entah bagaimana lama
kelamaan dia terjerumus dalam kalangan hitam dan gemar
paras cantik. Akhirnya ia mendapat seorang wanita cantik
yang cabul yalah Bu-yong-sian-li atau Dewi Melati. Dan sejak
itu dia menghilang tiada ceritanya lagi.
Tui hong-kiam, sesuai dengan namanya, memang memiliki
perbawa sedahsyat angin praha Tetapi Giok-li-kiam-hwat atau
ilmu pedang bidadari, juga hebat. Apalagi Sian Li memiliki
pedang Pek-liong-kiam yang luar biasa tajamnya. Seharusnya
dia dapat mengimbangi permainan lawan bahkan seharusnya
pula dia harus menang angin, Tetapi sayang masih kurang
pengalaman bertempur dengan tokoh sakti setingkat pengawal
Baju Merah itu. Makin lama mulai timbul rasa cemas akan bahaya2 maut
yang ditebarkan oleh pedang pengawal baju Merah itu.
Sampai pada suatu saat ketika sinar pedang lawan hendak
membelah kepala, tanpa lagu2 lagi Sian Li terus menangkis
untuk melindungi kepalanya. Tetapi rupanya pengawal Baju
Merah itu tahu akan ketajaman pedang Sian-li. Dengan sebuah
gerak yang tak terduga dan teramat cepat, pengawal Baju
Merah itu telah menghentikan tusukan dan menekuk tangkai
pedangnya ke bawah untuk menutuk siku lengan Sian Li. Sian
Li terkejut tapi terlambat sudah. Tangan terasa kesemutan
dan pedang Pek-liong-kiampun mencelat ke udara. Untung
nona itu masih sempat Iompat setombak jauhnya kebelakang
sehingga tak sampai menderita bacokan lawan.
Berhasil memukul pedang lawan ke udara, pengawal Baju
Merah itu tak mau memberi kesempatan lagi. Dengan sebuah
gerak sedahsyat harimau menerkam, ia terus memburu Sian Li
dengan taburan sinar pedang yang menyerupai beribu kilat
memancar. "Setan !" teriak Blo'on seraya loncat menampar. Dia marah
dan terkejut melihat Sian Li terancam bahaya maut. Rasa
marah itulah yang membangkitkan tenaga-dalam sakti Ji-ihsinkang. Tapi Tui-hong-kiam Bun siau Hong itu hebat juga
tenaga-dalamnya. Dia hanya tertahan tapi tak sampai
terdampar mundur. Rupanya kali ini Blo'on benar2 marah. Dia tak ingat kalau
hanya bertangan kosong sedang musuh menggunakan
pedang. Selekas menampar, ia terus loncat maju dan lepaskan
tamparan berulang-ulang. Bun Siau Hong tak sempat lagi untuk mengembangkan
permainan pedangnya, la merasa dirinya seperti dilanda badai
yang mengandung tenaga kuat sekali. Ia berusaha kerahkan
seluruh tenaga dalam untuk bertahan tapi sia2.
Saat itu Blo'on makin mendekat. Melihat itu Bun Siau Hong
nekad. Dengan kerahkan seluruh tenaga, ia membacok
pemuda itu. Tetapi hal itu hanya mengundang kemarahan
Blo'on saja. Melihat lawan hendak membacok, cepat Blo'on
ayunkan kaki menendangnya, plak ... terlemparlah Bun Siau
Hong sampai dua tombak jauhnya dan tak dapat bangun lagi.
Dari lubang hidung, mata, telinga dan mulut, mengalirkan
darah yang kental. "Siapakah dia locianpwe ?" tanya Blo'on kepada Pek I lojin.
"Tui hong-kiam Bun Siau Hong," seru Pek I lojin, "heran
sudah berpuluh tahun dia tak terdengar beritanya, tahu2
sudah menjadi pengawal Thian-tong-kau"
"Dia orang baik atau jahat ?"
"Yang jelas dia telah terjerumus dalam dunia kepelesiran."
Pek I lojin menghela napas, "sayang sesungguhnya dia
seorang berbakat tetapi telah tersesat jalan hidupnya".
"Hoa pangcu" tiba2 Ceng Sian suthay berkata "rencana kita
untuk membekuk ketua Thian tong-kau selalu gagal karena
dirintangi oleh pengawal Baju Putih dan Baju Merah"
"Ya, benar," kara Hoa Sin, "rupanya sebelum pengawal2 itu
terbasmi semua, sukar untuk mendekati kelua mereka."
DaIam pada bicara itu, tampak seorang pengawal Baju
Merah maju pula dan terus menyerang Blo'on.
"Bio on, aku juga ingin melemaskan tulang2ku" seru kakek
Lo Kun. "kalau hanya diam saja disini aku merasa jemu'"
Habis berkata kakek Lo Kun terus berlari menyambut
pengawal Baju Merah itu. "Huh, kurang ajar, engkau membawa rantai", seru kakek Lo
Kun demi melihat pengawal Baju Merah itu melolos seutas
rantai besi yang ujungnya diikat dengan sebuah bola besi yang
berduri. Tiba2 mata kakek itu tertumbuk pada pedang Pek-liongkiam
yang masih menggeletak di lantai, terus menjemputnya
dan berpaling : "Sian Li, pinjam sebentar pedangmu, ya ?"
"Ya ... awas serangan musuh" teriak Sian Li ketika melihat
pengawal Baju Merah sudah ayunkan rantai dan bola besi itu
melayang kearah kepala kakek Lo Kun. Pada hal saat itu kakek
Lo Kun sedang berpaling kebelakang.
"Uh ... " kakek Lo Kun menundukkan kepala dan bola besi
itu melayang hanya seujung rambut dari kulit kepalanya.
Apabila Siau Li, Hong Ing dan lain2 menghela napas
longgar karena melihat kepala Lo Kun hampir saja pecah, tapi
tak demikian dengan kakek itu sendiri. Ia meng-usap2 batok
kepalanya dan ber-sungut2 : "Kepala, sudah ber puluh2 tahun
engkau ikut aku, masakan engkau rela ikut pada setan baju
merah itu." Andaikata saat itu Lo Kun tak mengoceh tetapi terus
menerjang lawan, tentulah ia akan memperoleh hasil yang
bagus. Paling tidak dia tentu dapat memapas putus rantai
lawan. Tetapi kesempatan sebagus itu dibunang dengan
mengoceh semaunya sendiri ,..."
Jilid 38 Melihat tingkah laku kakek Lo Kun. Sian Li menggeram dan
meng-gentak2kan kakinya. "Dia memang manusia yang aneh," Pek I lojin tertawa,
"dunia ini memang penuh dengan orang2 yang begitu".
"Lo-cianpwe" kata Sian Li, "dia sebenarnya seorang kakek
yang berhati baik. Tapi entah bagaimana pikirannya memang
sering limbung tak keruan. Apakah memang begitu kalau
orang sudah keliwat tua itu ?"
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pek I lojin tertawa : "Berapakah umurnya ?"
"Menurut katanya sudah lebih dari seratus tahun dan
katanya dia takkan mati sebelum dia ingin mati sendiri".
Pek I lojin tertawa. Sementara itu pertempuran mulai berlangsung walaupun
memiliki pedang pusaka tetapi Lo Kun terpaksa harus lari2
menghindar serangan rantai bola yang lebih panjang. Berulang
kali hampir ia berusaha untuk memapas rantai itu tapi rantai
bandringan duri itu seolah bermata. Walaupun sedang
melayang deras sekali tapi bila hendak ditabas tiba2 rantai itu
dapat menekuk ke bawah atau ke atas untuk menghindari
pedang. Bahkan yang lebih gila lagi, rantai itu dapat melingkar
untuk menghantam tangan lawan yang memegang pedang.
"Kui-lian-sin-kiu" teriak Hoa Sin ketika mengikuti
pertandingan itu beberapa jenak.
Pek I lojin mengangguk : "Benar, mengapa dia juga berada
disini ?" ''Siapakah Kui han sin kiu itu, Hoa pangcu?" tanya Sian Li.
Rupanya gadis itu memang suka bertanya sesuatu yang tak
diketahuinya. "Lebih kurang sepuluh tahun yang lalu, di daerah Kwan-gwa
(luar perbatasan) telah muncul begal yang menggunakan
senjata rantai-gembo!an-berduri. Dia hanya bekerja seorang
diri. Dengan permainan rantai-gembolannya yang luar biasa
itu dapatlah ia merubuhkan beberapa piausu yang terkenal.
Dengan munculnya orang itu, daerah Kwam-gwa menjadi
daerah rawan. Setiap piau-kiok yang lewat harus membayar
bea kepadanya baru tak diganggu," kata Hoa Sin.
"Lalu tiba2 dia menghilang," kata Hoa Sin pula, "entah apa
sebabnya. Hanya menurut kabar2 dia telah bekerja pada
pemerintah Goan. Tapi bagaimana keadaan yang sebenarnya,
tiada orang yang tahu. Yang jelas sekarang dia berada di
gunung Thaysan menjadi pengawal Thian-tong kau..
Ancaman dari gembolan besi berduri itu makin ber-tubi2
melanda kakek Lo Kun sehingga kakek itu harus berloncatan
menghindar. "Setan ... jahanam ... bangsat ... " tak hentinya mulut kakek
itu mengumpat tapi pengawal Baju Merah itu se-olah2
manusia robot yang tak punya perasaan.
Walaupun membawa pedang pusaka Pek-liong-kiam tapi
kakek Lo Kun tak sempat dapat membacok rantai lawan.
Rantai pengawal Baju Merah itu seolah2 seekor ular yang tahu
untuk menghindar bacokan.
Bahkan dalam sebuah jurus yang disebut Koay-hong-iuttong
atau Ular-naga-keluar-sarang, gembolan besi berduri
hampir saja dapat memagut kepala Lo Kun. Karena kaget,
kakek Lo Kun taburkan Pek liong-kiam lalu buang tubuhnya
ber-guling2 di tanah. Tetapi tiba2 rantai besi melengkung menghindari terjangan
pedang dan pada lain saat ketika hentakkan ke belakang,
gembolan berduripun segera menghantam tangkai pedang itu
hingga jatuh ke tanah. Kakek Lo Kun ber-guling2 tepat berhenti di muka Blo'on.
Karena ber-guling2 itu, ular Thiat-bi-coa yang melilit di
pinggang si kakek menjulur keluar.
"Ih, apakah itu kakek," tanya Blo'on tanpa menolong Lo
Kun yang masih rebah di lantai.
"Ular Thiat-bi-coa" seru Kakek Lo Kun. "Oh, mengapa aku
melupakan binatang ini. Dia memakai rantai besi, aku akan
memakai ular ini, beres".* Habis berkata kakek itu terus
melenting bangun. Melolos ular Thiat bi-coa.
"Kakek Lo Kun,'" tiba2 Blo'on menyambar ujung ekor, ular
yang dipegang Lo Kun," pinjamilah ularmu sebentar".
"Buat apa ... ", seru kakek Lo Kun tetapi tak melanjutkan
kata2nya karena Blo'on sudah langsung melangkah ke
hadapan pengawal Baju Merah.
Pengawal Baju Merah itupun tak berkata apa2 terus maju
menyerang Blo"on. Tiba2 Blo'on menyorong ular ke muka.
Rupanya ular itu seperti didorong oleh tenaga yang kuat
sehingga langsung lurus menjulur ke muka pengawal Baju
Merah dan menyambar hidungnya.
Saat itu pengawal Baju Merah sedang ayunkan rantai
gembolan-berduri untuk menyerang. Tetapi sebelum
gembolan duri tiba di tubuh Blo"aon mukanya sudah disambar
oleh ular. Sudah tentu ia kaget dan loncat mundur.
Tetapi Blo'on tak memberi kesempatan lagi. Ia terus
mendesak maju dan julurkan thiat-bi-coa. Pengawal Baju
Merah berusaha untuk menampar dengan tangan kiri tetapi
ular itu menggeliat ke bawah menyambar perut.
Pengawal Baju Merah makin bingung. Sama sekali ia tak
sempat mengembangkan permainanran gembolannya. Dalam
keadaan yang sangat terdesak ia menyurut mundur lalu
mencelat ke udara. Saat itu ia sudah bebas dari libatan ular
maka cepat ia ayunkan rantai-gembolan untuk menghantam
ular. Memang dengan cara itu dapatlah pengawal Baju Merah
merubah kekalahan, Dari di serang dia balik menyerang. Ular
thiat-bi-coa terhantam rantai. Tapi ular itu memang luar biasa.
Selain ular tidak menderita kesakitan apa2, karena kulitnya
sekeras besi, pun terus melilit rantai.
Melihat tingkah ular itu, Blo'onpun segera menariknya.
Pengawal Baju Merah terkejut. Saat itu ia melayang di udara,
jelas dalam kedudukan yang tidak menguntungkan, tubuhnya
ikut menjorok ke muka. Dengan gugup ia segera
menghantam. Pada saat memainkan ular thiat-bi-coa itu, tenaga dalam Jiihsin-kang Blo"on sudah memancar, maka melihat pengawal
Baju-Merah itu menghantam, ilmu latah Blo"on pun segera
berkembang. Lawan menghantam, diapun menghantam juga.
Buum .... rantai dililit ular dan ditarik ke bawah, tubuh dilanda
angin pukulan Blo'on yang hebat. Hanya satu pilihan bagi
pengawal Baju Merah itu. Tetap mempertahankan rantaigembolan
dan pernapasannya berhenti. Atau lepaskan rantai
dan tubuhnya terdampar. Ia tak ingin menderita kedua-duanya tetapi dia dipaksa
untuk menderita kedua-duanya. Pengawal Baju Merah atau
yang dikenal sebagai Kui-lian-sin-kiu melayang-layang seperti
layang2 putus tali dengan membawa rantai gembolannya.
Ternyata Blo'on kasihan pada ular itu. Kalau dia tetap
mempertahankan dan pengawal Baju Merah itu terlempar ke
belakang tentu akan terjadi suatu tarik menarik yang hebat,
kemungkinan ular itu akan putus badannya. Oleh karena itu ia
lepaskan ular itu. Bumm .... pengawal baju Merah itu jatuh terbanting ke
lantai, rantai gembolannya menghantam papan sehingga
menimbulkan lubang, sedang orangnya setelah meregangregang
beberapa jenak lalu tak berkutik lagi.
Begitu jatuh, ular thiat-bi-coa pun terus meluncur untuk
melilit leher orang. Seketika melayanglah nyawa pengawal
Buju Merah yang diduga sebagai Kui han sin kiu.
Kakek Lo Kun bersuit dan ular thiat-bi-coa itupun segera
meluncur menghampirinya. Ular itu segera melilit pinggang Lo
Kun lagi. "Wah, hebat benar senjatamu, kakek Lo Kun," seru Blo'on.
"Bukankah engkau juga punya binatang peliharaan, kera
dan burung rajawali?" sahut LoKun.
"Hai, benar," teriak Blo'on seperti orang tersadar,
"kemanakah gerangan kedua binatang itu?"
Ia berpaling kian kemari tetapi tak melihat kedua binatang
itu, lalu ia menegur Hong Ing : "kemana bintang itu?"
Ternyata Hong Ing juga tercengang memandang kian
kemari : "Aneh, kemanakah mereka?"
Baru kedua pemuda itu bingung mencari tiba2 orang
pengawal Baju Merah lain sudah menyerangnya. Kali ini tidak
menyerang dengan senjata pedang atau rantai melainkan
dengan piau atau senjata rahasia yang disebut Yan-wi-piau
atau piau ekor seriti. Dua batang yau-wi-piau mendesing-desing menyambar
Blo'on dan Hong Ing. Sambil menghindar, Hong Ing berteriak :
"Awas, senjata gelap!" Blo'on mencondongkan kepala dan piau
itupun meluncur lewat di depan hidungnya.
"Ih." terdengar Hong In mendesis kejut karena piau itu
melayang balik untuk menyambarnya kembali. Ternyata
lontaran piau itu hebat sekali. Begitu luput, dia dapat
melayang balik untuk menyambar Iagi.
"Setan?" teriak Blo'on ketika hidungnya hampir tersambar
piau burung seriti itu. Sehabis pergi pulang menyambar tanpa hasil, piaupun
kembali ke tangan pengawal Baju Merah itu pula.
Blo'on masih terlongong memandang pengawal Baju Merah,
tapi orang itu sudah ayunkan tangan kanannya pula,
kemudian disusul dengan tangan kiri. Dua batang piau burung
seriti segera melayang ke arah Blo'on dan menyusul dua
batang lagi dari tangan kiri.
Melihat itu Hoa Sin dan Hong Hong tojin berhamburan
loncat ke tengah gelanggang, yang satu memutar tongkat dan
yang satu memainkan pedang.
Kedua ketua partai persilatan itu menyadari keadaan Blo'on
anak itu memang memiliki suatu ilmu tenaga dalam yang luar
biasa anehnya tetapi jelas anak itu tak dapat bermain silat.
Jika menghadapi dengan lawan yang menyerang dengan
pukulan tentulah anak itu masih dapat melayani. Tetapi
sekarang berhadapan dengan seorang musuh yang
menggunakan senjata piau, bagaimana mungkin anak ini akan
menghadapinya. Maka keduanya tanpa ajak ajakan lebih dulu
terus loncat untuk menyapu piau seriti.
Wut, siing , ... terdengar aum sabatan pedang Hong Hong
dan tongkat Hoa Sin. Tetapi piau burung setiri yang berwarna
kuning emas itu seperti burung seriti yang hidup. Dengan
bergantian keempat piau itu melambung naik untuk
menghindar lalu tiba2 meluncur ke bawah menyambar kedua
ketua partai persilatan itu lagi.
Hoa Sin dengan menunggu. Setelah kedua batang piau
hampir tiba di atas kepalanya, cepat ia menyapunya dengan
tongkat. Tetapi ia terkejut ketika piau itu tiba2 memencar ke
kanan dan kiri lalu menyerang lagi. Ketika Hoa Sin memutar
tongkatnya, tiba2 piau itupun melambung ke atas lalu menukik
untuk menyambar kepala lawan.
Demikian pula yang dialami Hong Hong tojin Ketua Go-bipay
itu mainkan pedangnya untuk menyapu tetapi setiap kali,
kedua piau burung seriti itu selalu menghindar, entah
memencar diri entah melambung ke atas kemudian
menyerang lagi. Tetapi karena permainan tongkat dari Hoa Sin
dan pedang dari Hong Hong tojin sederas hujan, keempat piau
burung seriti itu tak dapat menyusup masuk.
Tiba2 pengawal Baju Merah itu ayunkan tangan kanan dan
tangan kiri lagi. Dua batang piau segera menyerang Hoa Sin
dan yang dua batang menyerang Hong Hong tojin.
Diserang dua piau sudah sibuk, sekarang ditambah dua lagi.
Baik Hoa Sin maupun Hong Hong tojin saat itu masing2 harus
menghadapi empat batang piau!.
Dan yang istimewa, piau yang melayang belakangan itu
melayang- layang ke bawah mencari sasaran kaki.
Hoa Sin dan Hong Hong terpaksa harus lebih sibuk lagi.
Untung keduanya memiliki kepandaian yang tinggi sehingga
walaupun harus mandi keringat tetapi masih dapat bertahan
diri. "Lo cianpwe," seru Sian Li cemas, "apakah piau yang
digunakan pengawal baju Merah itu". Mengapa begitu lihay
sekali" Siapakah orang itu?"
Sejak semula Pek I lojin memang sudah memperhatikan
permainan piau burung seriti dari pengawal Baju Merah itu.
"Piau itu disebut Kim-yan-wi-piau atau piau ekor burung
seriti mas. Piau semacam itu memang sering dipakai dalam
dunia persilatan. Tetapi yang berwarna emas dan dapat
bermain sedemikian hebatnya hanyalah Kim-yau-wi-piau Gan
Siu seorang," kata Pek I lojin.
"Siapakah tokoh Gan Siu itu ?" tanya Sian Li pula.
"Tokoh itu muncul pada balasan tahun yang lalu ketika
pemerintah Goan sedang giat melakukan pembasmian pada
kaum persilatan. Serombongan kuku garuda telah dicegat oleh
seorang jago yang menggunakan senjata Yau wi-piau. Karena
hebatnya permainan piau itu, banyak kawanan kuku garuda
yang menderita luka dan melarikan diri. Sejak itu terkenallah
Gan Siu sebagai pendekar Kim-yan-wi-piau dan sekali gus
menjadi buronan pemerintah Goan. Juga tokoh itu kemudian
tiada kabar beritanya lagi dan tahu2 berada di gunung sini,"
kata Pek I lojin. "Cianpwe luas pengalaman dan kenal dengan banyak sekali
tokoh2 dalam dunia persilatan?" baru Sian Li berkata begitu,
Pek I lojin cepat menukas : "Ah, aku hanya seorang tua biasa.
Karena gemar berkelana maka banyaklah cerita yang
kudengar dalam dunia peralatan. Jangan engkau anggap aku
ini seorang cianpwe persilatan yang sakti."
Karena Sian Li tak berpengalaman, maka ia menerima
begitu saja alasan yang dikemukakan Pek I lojin.
"Cianpwe," kata Sian Li pula, "menilik jalannya
pertempuran, karena terus menerus dilanda oleh serangan
piau, kemungkinan apabila terlambat sedikit saja kedua kaucu
itu menangkis atau menghindar, tentulah akan tertimpa
bahaya." "Hm, benar," sahut Pek I lojin.
"Dapatkah lo-cianpwe memberi petunjuk bagaimana cara
untuk mengatasi pengawai Baju Merah itu?"
"Sayang "..!" Pek l lojin menghela napas.
"Mengapa lo-cianpwe?" Stian Li terkejut.
"Rasanya hanya sukomu itu yang dapat menandinginya
tetapi sayang dia tak mengerti ilmu silat, apalagi ilmu menabur
senjata rahasia." "Tetapi suko dapat menirukan segala gerakan lawan,"
bantah Sian Li. Pek I lojin gelengkan kepala: "Jika bertempur dengan
pukulan, tentu sukomu berhasil. Tetapi pengawal Baju Merah
itu menggunakan senjata rahasia, bagaimana sukomu dapat
menghadapi dengan tangan kosong" Bukankah berbahaya ?"
Sian Li tak mau membantah. Diam2 ia mengisar langkah
dan ketika perhatian orang sedang mencurah pada
pertempuran, diapun segera loncat turun ke bawah panggung.
Sementara itu pertempuran masih berjalan seru dimana
Hoa Sin dan Hong Hong tetap sibuk mempertahankan
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setangan Kim-yan-wi-piau yang lihay.
Rupanya sambil bertahan, Hoa Sin putar otak mencari akal,
Tiba2 ia teringat akan gigi anjing yang berada di saku
bajunya. Segera ia mengambilnya dengan tangan kiri. Setelah
mendapat kesempatan, ia taburkan gigi anjing itu ke arah
pengawal Baju Merah. Pengawal Baju Merah itu memang lihay. Melihat Hoa Sin
taburkan tangan dan berupa benda kecil putih melayang ke
arahnya, pengawal Baju Merah itu taburkan dua batang Kimyanwi-piau lagi. Gigi2 anjing segera tersambar jatuh
berguguran. Setelah menyelesaikan tugas, kedua batang Kimyanwi-piau itu melayang kembali ke tangan Gan Siu.
Ceng Sian suthay, Hong Ing. Lo Kun dan bahkan Pek I lojin
kagum menyaksikan ilmu permainan dari pengawal Baju
Merah itu. "Kurang ajar", gerutu Lo Kun, "masakan burung seriti itu
mampu mengalahkan ular thiat-bi-coa" Ia terus hendak
melolos ular Thiat-bi-coa yang melilit di pinggangnya.
"Lo-heng, jangan terburu napsu dulu," tiba2 Pek I Lojin
mencegah, "ular lo-heng hanya seekor tapi ia mempunyai
berpuluh burung seriti. Kemungkinan burung2 itu juga
mengandung racun." "Lalu apa kita hanya menonton saja ?" bantah Lo Kun.
"Kita lihat dulu cara permainannya baru nanti kita cari akal
untuk mengalahkan". kata Pek I lojin.
Dalam pada itu jelas tampak kedua ketua persilatan, Hoa
Sin dan Hong Hong tojin, makin payah. Keduanya sudah
mandi keringat. Melihat itu kakek Lo Kun tak sabar lagi : "Uh.
kalau terus menunggu, kedua kawan kita itu sudah mati baru
kita nanti bergerak. Percuma !"
Kakek Lo Kun terus hendak melangkah maju, tapi tiba2
sesosok tubuh melayang ke atas panggung dan langsung
menghampiri Blo"on. "Hai, anak perempuan, dari mana engkau!", tegur kakek Lo
Kun melihat pendatang itu bukan lain adalah Sian Li.
Tetapi Sian Li tak menyahut melainkan menyerahkan
sebuah kantong kepada Blo'on: "Suko lekas engkau tolong
kedua kaucu itu," "Hah ?" Blo'on terbelalak, "bagaimana cara menolongnya ?"
"Dalam kantong ini terisi pasir kasar. Hadapilah pengawal
Baju Merah itu. Jika dia menabur senjata kim-yang-wi-piau,
engkaupun harus menabur pasir ini," kata Sian Li seraya
mengisar ke belakang Blo'on lalu menyorong tubuh sukonya
supaya lekas maju. Blo'on menurut. In berlari-lari menghadapi pengawal Baju
Merah dan berteriak: "Hai, orang baju merah, hentikan
seranganmu. Hayo hadapilah aku !"
Melihat kedatangan Blo'on, pengawal Baju Merah itu
menggerakkan tangannya dan delapan batang Kim yan wipiau
segera melayang balik ke dadanya. Bagaikan burung
seriti menyusup ke dalam sarang, kedelapan batang piau
itupun berturut-turut masuk ke dalam genggam tangan
tuannya. Selekas menarik pulang Kim-yan-wi-piau, pengawal baju
Merah itu segera menabur Blo'on sekali gus empat batang.
Rupanya pengawal Baju Merah tahu bahwa beberapa
kawannya tadi telah dikalahkan oleh Blo"on, maka begitu
menyerang dia terus gunakan jurus ilmu lontaran yang ganas.
Melihat pengawal Baju Merah itu menabur, Blo'on pun
segera, menirukan gayanya.. Hanya kalau lawan menabur
piau, dia merogoh kantong dan menabur pasir.
Pengawal Baju Merah itu menjerit dan terhuyung-huyung ke
belakang sambil mendekap mata dengan lengan bajunya.
Pasir dalam kantong itu merupakan pasir kasar yang terdiri
dari pecahan butir2 batu yang kecil. Tetapi di tangan Blo'on
ternyata pasir2 itu berubah menjadi seperti butir2 besi yang
keras dant tajam sekali. Pengawal Baju Merah berusaha untuk
menampar tetap; karena pasir itu berjumlah ribuan, sudah
tentu masih ada yang lolos dan menabur biji matanya.
Hebat adalah tenaga-dalam Ji-ih-sin-kang Blo'on. Butir2
pasir itu langsung menabur biji mata sehingga mata pengawal
itu terluka mengeluarkan darah. Demikian pula dengan
mukanya. Rasanya seperti ditabur dengan butir2 besi yang
panas. Seketika pengawal Baju Merah itu meraung-raung
kesakitan dan terhuyung-huyung ke belakang.
Blo'on hendak manabur lagi tetapi cepat Pek I lojin berseru
: "Kim kongcu, jangan ! Kasihlah dia hidup!"
Peristiwa itu cukup menggemparkan sekalian orang. Hanya
dengan sekali menabur pasir, dapatIah Blo'on menjatuhkan
seorang pengawal Baju Merah yang lihay. Hal itu disebabkan
karena Kim-yan-wi-piau tak menyangka akan mendapat
serangan senjata semacam itu dan pula karena jaraknya amat
dekat. Sudah tentu dia tak sempat lagi untuk menghindar atau
menangkis. Dua batang kim-yan-wi-piau yang menyerang Blo"on tadi
segera ditabur pasir oleh Blo"on dan terlempar jatuh.
"Gila !" gumam Hoa Sin. "berulang kali kuhantam piau itu
dengan tongkat tapi selalu luput, mengapa hanya sekali tabur
saja Blo'on sudah dapat meruntuhkannya."
Hoa Sin belum menyadari bahwa ha! itu disebabkan karena
pengawal Baju Merah sudah menderita luka sehingga tak
dapat memancarkan tenaga-dalam untuk mengendalikan piau.
Sedang waktu bertempur dengan Hoa Sin dan Hong Hong
tadi, pengawal Baju Merah itu masih dapat mengendalikan
piau dengari tenaga dalam.
Kesemuanya itu berkat akal yang cerdik dari Sian Li. Setelah
mendapat keterangan dari Pek I lojin bahwa hanya Blo'on
yang mampu mengalahkan orang itu maka Sian Li mencari
akal bagaimana dapat memanfaatkan tenaga-sakti yang
terpendam dalam diri Blo"on.
"Kongcu, engkau hebat!" seru Hoa Sin.
"Apanya yang hebat ?" Blo'on balas bertanya, "aku hanya
menurutkan perintah sumoayku. Suruh nabur pasir, maka
kutabur. Soal pengawal Baju Merah itu kelabakan, tentu saja
harus begitu. Karena dulu waktu kecil mataku pernah kelilipan
juga hingga tak dapat melihat apa2. Eh, heran juga,?" ia
bergumam seorang diri, "kena pasir tentunya hanya mata
yang kelilipan, mengapa Pengawal Baju Merah itu sampai
rubuh ?" "Eh. suko" tiba2 Sian Li berseru, "engkau mengatakan
teringat ketika engkau masih keci! pernah kelilipan, kalau
begitu engkau tentu juga ingat bagaimana kehidupanmu
semasa kecil. Engkau tentu juga ingat siapa mamah dan
ayahmu !" "Tidak, tidak !" teriak Blo'on seketika, "aku rasa pernah
kelilipan karena melihat pengawal baju merah itu meraung
kesakitan karena matanya kelilipan ?"
"Dia tak kelilipan tapi biji matanya pecah karena pasir yang
kau taburkan itu tepat mengenai bola matanya,* tukas Sian Li.
"'Ya .. karena itulah aku segera merasakan dulu pernah
kelilipan." "Jadi kalau engkau melihat sesuatu, engkau teringat
sesuatu yang pernah engkau rasakan seperti itu?" tanya Sian
Li. "Ya." "Andaikata engkau melihat orang mempunyai ibu dan ayah,
apakah engkau dapat merasa kalau engkau merasa
mempunyai ayah dan ibu juga ?"
"Eh, mengapa engkau menanyakan soai itu" Orang tentu
mempunyai ayah dan ibu." kata Blo'on.
"Bagus, kalau begitu engkau sudah sembuh, suko,'" teriak
Sian Li gembira. "Aku memang tak sakit, hanya kehilangan ingatan," Blo'on
ber-sungut2, "kelak apabila ingatan itu sudah kutemukan lagi,
aku tentu dapat mengingat segala apa"
Dalam berbicara itu seorang pengawal Baju Merah maju
pula, terus menyerang Blo'on dengan ruyung beruas sembilan.
Ruyung itu panjangnya sampai setombak, warnanya hitam
mengkilap. "Menyingkirlah." teriak Bio'on seraya menarik Sian Li untuk
diajak menyisih ke samping menghindari ruyung.
Tetapi baru Blo'on berdiri, ruyung sudah mengejar dan dan
mengancam punggungnya. Melihat itu Ceng Sian suthay loncat
menangkis dengan kebut hudtimnya. Tring".
Ruyung beruas sembilan itu tertahan tetapi tangan Ceng
Sian suthay pun gemetar. Habis menahan, Ceng Sian terus
lanjutkan pula dengan serangan hudtim, menampar muka
pengawal Baju Merah itu. Tetapi pengawal Baju Merah itu lincah sekali. Secepat
tangan bergerak, ruyung pun segera melenting menyambar
hudtim. Tring, kembali kedua senjata itu saling beradu. Kali ini
yang tertahan adalah gerak hudtim Ceng Sian suthay.
Setelah menahan hudtim, ruyung menjulur Iebih panjang,
ujungnya hendak menusuk muka Ceng Sian suthay. Ketua
Kun-lun-pay terkejut. la tak menyangka bahwa ruyung dapat
menjulur surut seperti ular. Hampir saja mukanya tertusuk.
Untunglah ia masih sempat miringkan kepala lalu Ioncat ke
samping. Pengalaman itu cukup memberi peringatan kepada Ceng
Sian suthay. Ia harus bertempur dengan hati2 agar tak
terjebak dalam perangkap lawan yang memiliki ruyung aneh.
"Lo cianpwe, siapakah pengawal Baju Merah itu", tanya
Sian Li kepada Pek I lojin.
"Kiu-ciat-sin-pian Ban Kim Hong dari Sujwan, seorang tokoh
kalangan hitam yang termasyhur" kata Pek I lojin.
Kiu-ciat-sin-pian artinya Ruyung-sembilan ruas sakti.
Menyebutkan tentang ruyung yang terdiri dari sembilan ruas.
"Adakah Ceng Sian suthay dapat menghadapi orang itu?"
tanya Sian Li pula. Ceng Sian suthay bertempur dengan hati2, mungkin dapat
mengimbangi lawannya. Tapi apabila kurang waspada,
dikuatirkan ia akan terjebak dalam senjata ruyung yang aneh
dan mengandung racun itu." kata Pek I lojin.
"Mengandung racun?" Sian Li terkejut.
"Ya, kiu-ciat-pian itu dilengkapi dengan alat rahasia yang
dapat memuntahkan beberapa macam senjata rahasia,
diantaranya jarum dan asap beracun." kata Pek l lojin pula.
"Jika demikian kita harus berusaha untuk memberi
peringatan kepada suthay atau langsung menghancurkan
ruyung pengawal Baju Merah itu," kata Sian Li makin cemas.
Tanpa menunggu jawaban Pek I lojin, nona itu terus
menghampiri ke samping Ceng Sian suthay lalu menggunakan
ilmu Coan im-jip-bi atau Menyusup suara untuk membisiki :
Lo-suthay, hati2lah, ruyung orang itu mengandung alat
rahasia dapat memuntahkan jarum dan asap beracun."
Ceng Sian suthay terkejut. Ia hendak mendahului
menghancurkan senjata lawan tetapi lawan sudah bergerak
lebih cepat berganti dalam sebuah jurus yang disebut Ok liong
jut-hay atau Naga jahat ke luar laut. Seketika ruyung bergerak
seperti seekor naga yang menggelepar2 menimbulkan
gelombang laut yang dahsyat. Beribu sinar hitam mencurah ke
arah Ceng Sian. Ceng Sian terkejut. Ia tak menyangka bahwa jurus Ohloingjut-hay yang merupakan jurus sederhana, ternyata di
tangan pengawal Baju Merah itu telah berobah menjadi suatu
gerakan yang demikian dahsyat.
Tetapi rahib dari Kun lun-pay itupun juga seorang ketua
partai persilatan yang terkenal. Cepat ia merobah
permainannya dengan iimu pat-sian-hud liu atau Delapandewa
mengebut-pohon liu. Sebuah permainan hudtim yang
menjadi milik partai Kun-lun-pay yang istimewa.
Serentak kebud hudrim berhamburan melingkungi seluruh,
tubuh ketua Kun-lun-pay itu. Empat arah delapan penjuru,
sinar hitam mencurah deras.
Perobahan ilmu permainan itu telah merobah kedudukan.
Ruyung-sembilan-ruas yang me-magut2 seperti ular meluncur
di air selalu terbendung oleh segumpal awan hitam dari sinar
hud-tim. Kedengaran pengawal Baju Merah mendengus, tiba2
tangan kirinya mencekal ujung ruyung dan sekali digentakkan
ruyung itu putus menjadi dua. Dan dia menyerang dengan
sepasang ruyung yang pendek. Diapun berganti dengan jurus
Hong-lui-in-what atau ilmu ruyung Angin dan Halilintar.
Pertandingan antara kedua tokoh itu benar2 satu
pertunjukan yang indah dan mengagumkan. Ceng Sian suthay
memiliki tenaga-dalam yang tinggi. Kebud hudtim di
tangannya dapat berobah menjadi keras semacam kawat2
tajam, pun dapat juga berobah selemas cambuk untuk
menampar. Demikian pula dengan pengawal Baju Merah.
Serangannya yang dahsyat bagaikan air mengalir yang tak
henti2-nya. Diam2 Hoa Sin dan Hong Hong tojin memuji ilmu
kepandaian dari ketua Kun-lun-pay itu.
"Lo-cianpwe" tiba2 Sian Li berkata kepada Pek I lojin,
"siapakah yang akan memenangkan pertempuran itu ?"
"Kepandaian mereka hampir berimbang. Siapa yang
memiliki daya ketahanan, dialah yang menang sahut Pek I
lojin. "Tetapi pengawal Baju Merah itu terlalu bernafsu
menghamburkan tenaga, kemungkinan ia tentu akan
kehabisan napas dulu", kata Sian Li.
"Mudah-mudahan begitu," kata Pek I lojin.
"Ah. locianpwe memiliki pendangan tajam dan penilaian
yang jitu tentang sesuatu pertempuran... "
"Sudahlah, anak perempuan," buru2 Pek I lojin menukas,
"telah kukatakan, aku hanya seorang kakek biasa, tak
mengerti ilmu silat. Hanya selama mengembara aku sering
melihat pertempuran2 diantara jago2 silat dalm dunia
persilatan. Itulah maka aku dapat mengatakan sesuatu
tentang pertempuran itu."
'Hai ?", tiba2 Sian Li memekik, "Ceng Sian suthay". "
Saat itu di gelanggang pertempuran memang terjadi suatu
peristiwa yang tak terduga.
Se-konyong2 pengawal Baju Merah itu memijat ruyung di
tangan kiri, ruang ruyung di bagian atas segera terlepas dan
meluncur menyambar Ceng Sian suthay. Bluk ..... kutungan
ruyung itu tertampar hudtim dan pecah berhamburan
memancarkan asap. Dan tiba2 lagi, ruyung di tangan kanan
pun lepas dan meluncur jarum2 halus menyambar Ceng Sian
suthay dan ..... kutungan ruyung itupun tertampar hudtim.
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah ... * tiba2 Ceng Sian suthay mendesah dan terhuyung2
mundur hendak roboh. Pengawal Baju Merah itu hendak
menerjang lagi tetapi secepat itu Sun Li pun sudah loncat
menyerangnya dengan pedang Pek liong-kiam.
Tring. tring ... ruyung terbabat kutung tapi serempak
dengan itu Sian Li pun menjerit dan ter-huyung2 ke belakang
lalu rubuh. Pengawal Baju Merah itu masih hendak memukul lagi,
kakek Lo Kun segera menerjangnya. Dan ..... pengawal Baju
Merah taburkan kutungan ruyung di tangannya. Kakek Lo Kun
menghadapi tapi seketika itu juga ia menjerit dan
sempoyongan jatuh terduduk.
Masih pengawal Baju Merah itu hendak menyerang tapi kali
ini Blo'on marah. Tiga kawannya rubuh, serentak ia
menyambut pengawal Baju Merah itu dengan sebuah pukulan.
"Auh ?" " pengawal Baju Merah menjerit ngeri ketika
tubuhnya terlempar sampai lima tombak jauhnya dan
terbanting jatuh ke lantai tak dapat bangun lagi untuk selama2nya.
Pengawal Baju Merah, tokoh hitam yang terkenal dengan
gelar Kim-cat-sin pian itu harus menebus dosanya dengan
suatu kematian yang mengenaskan. Pukulan tenaga-dalam Jiih
sin-kang yang dilancarkan dengan penuh kemarahan oleh
Blo'on itu telah menghancurkan jantung dan urat2 dalam
tubuhnya sehingga dari lubang hidung, mulut, mata dun
telinga, mengalirkan darah.
Blo"on tak menghiraukan bagaimana keadaan pengawal
Baju Merah itu la terus menghampiri Sian-Li. Ia mengambil
tiga butir buah dan han-hay te-som hendak diberikan kepada
ketiga orang yang terluka itu tapi Pek I lojin segera
menghampiri. "Mereka tak menderita luka apa2 kecuali hanya terkena
racun" kata kakek itu. "asap dan jarum yang memancar dari
kutungan ruyung, mengandung racun "
Tanpa bicara apa2, Hong Ing terus loncat turun ke bawah
panggung. Tak berapa lama ia kembali dengan membawa
sebuah mangkuk lalu diminumkan kepada Ceng Sian suthay,
Lo Kun dan Sian Li. "Apa itu ?" tanya Blo'on.
"Mangkuk ini berisi mustika merah burung hong milik kakek
Lo Kun. Katanya dapat memunahkan segala jenis racun," kata
Hong Ing, Memang Ceng Sian suthay telah terkena asap dari ruas
ruyung yang ditamparnya dengan hudtim. Begitu pula ruas
ruyung yang dihantamnya dengan hudtim tadi, pun
memancarkan jarum2 beracun. Karena sebelumnya sudah
termakan asap beracun sehingga kepala pening dan mata
pudar maka Ceng Sian tak sempat menghindar sambaran
jarum. Lengannya terkena sebatang jarum beracun. Ketua
Kun-Iun-pay itupun segera terhuyung rubuh.
Sian Li juga menerima penderitaan yang sama. Ia terkena
asap dan jarum beracun. Pun kakek Lo Kun juga demikian.
Tak berapa lama, wajah ketiga orang itu mulai tampak
merah. Kini mereka dipersiiahkan melakukan pernapasan
untuk melancarkan jalan darah dan hawa-murni dalam
tubuhnya. Dalam pada itu seorang pengawal Baju Merah sudah
melangkah maju. Dia membawa senjata yang aneh. Sepasang
cakar burung garuda yang berkuku runcing dan tajam.
"Hui-eng jimu Lamkiong Ti. !" gumam Pek I lojin dengan
nada kejut. "O, tokoh sakti dari gunung Tiang-pek-san"' seru Hoa Sin.
Pek I lojin mengiakan : "Belasan tahun yang lalu setelah
mengangkat nama, sebenarnya dia bermaksud hendak
mendirikan sebuah partai persilatan, tapi entah bagaimana
tiba2 dia menghilang dari dunia persilatan".
"Ya, pernah kudengar nama itu tapi belum pernah bertemu
dengan orangnya," kata Hoa Sin.
"Dia termasyhur karena ilmusilat Hui-eng-jiau yang luar
biasa," kata Pek I lojin pula, gaya permainannya memang luar
biasa. Dan kabarnya kuku dari cakar garuda itu khusus untuk
memecahkan urat dan jalan-darah tubuh lawan.
"Hoa pangcu, tolong pinjam tongkatmu," tiba2 Blo'on
berteriak. Hon Sin terbeliak tapi karena tangan pemuda itu sudah
menjulur, terpaksa ia serahkan juga tongkat Bak-kau-pang
nya. Selekas mendapat tongkat, Blo'on terus maju
menyongsong. Dia sudah mempunyai ingatan untuk
menghajar maka begitu berhadapan ia terus menggebuk
pengawal Baju Merah itu. Sudah tentu pengawal itu terkejut
dan menghindar ke samping tetapi Blo'on tetap mengejarnya
dengan hantaman tongkat. "Uh ... mulut pengawal Baju Merah itu mendesah. Rupanya
ia terkejut melihat perangai Blo"on yang cepat dan dahsyat
sehingga belum sempai ia berdiri tegak, punggungnya sudah
digebuk. Cepat ia ayunkan tubuh melayang ke belakang
sampai tiga langkah. Tetapi baru kakinya menginjak tanah. Blo'on pun sudah tiba
dan ayunkan tongkat menghantam kepalanya, karena geram.
Pengawal Baju Merah itu menangkis dengan senjata cakar
garuda, tring..... Pengawal Baju Merah itu terkejut karena tangannya
tergetar sakit, kebalikannya Blo'on enak2 saja melanjutkan
mengemplang kepala orang.
Pengawal Baju Merah itu tak menyadari mengapa pemuda
gundul itu dapat memancarkan tenaga-dalam yang begitu
hebat sehingga tangkisannya tadi serasa hilang daya
kekuatannya. Ia masih penasaran. Cakar garuda di tangan kini
segera diayun untuk menggempur tongkat lawan, tring ... ia
makin terkejut ketika tongkat pemuda itu serasa
menghamburkan tenaga tolak yang hebat.
Ketika Blo'on menghajar lagi, pengawal Baju Merah itu tak
berani menangkis, la enjot tubuhnya melambung ke udara.
Setelah berjumpalitan ia meluncur ke bawah sembari julurkan
sepasang senjata cakar garuda untuk menerkam kepala
Blo'on. Tapi Blo'on tak gentar. Dia tak mau menghindar
melainkan menghajarkan tongkatnya lagi.
Krak ..... ketika tongkat dan cakar garuda saling berhantam,
tubuh pengawal Baju Merah itu terlempar setombak ke udara.
Di udara dia bergeliatan untuk menguasai dirinya agar jangan
terus melayang. Setelah berjumpalitan dua tiga kali ia menukik
lagi seraya tujukan cakar garuda ke dada Blo'on.
Blo'on mengkal sekali melihat kebandelan orang itu. Segera
ia menghantam lagi tetapi kali ini pengawal itu menarik cakar
garudanya sehingga tongkat Blo'on menghantam angin.
Secepat itu cakar garuda di tangan kiri terus menyambar
tenggorokan Blo'on. Bukan kepalang kejut Blo'on menghadapi serangan itu.
Dengan gugup ia balikkan siku lengan untuk menangkis cakar
garuda dengan pangkal tongkat.
Tetapi kali ini pengawal Baja Merah mengadakan gerak tipu
yang hebat. Serempak menarik pulang cakar garuda di tangan
kiri ia terus menerkamkan cakar guruda di tangan kanan ke
ujung tongkat dan selekas berhasil ia pun segera menarik sekuat2nya. Karena Blo'on sedang menggerakkan pangkal tongkat ke
belakang untuk menangkis cakar garuda di tangan kiri lawan,
maka ia tak menduga kalau ujung tongkatnya dicengkeram
oleh cakar garuda di tangan kanan lawan. Memang gerakan
pengawal Baju Merah itu tak ter-duga2 dan cepat sekali
sehingga Blo"on belum siap dan tongkatnya kena ditarik oleh
cakar garuda lawan. Setelah dapat merebut tongkat, pengawal Baju Merah
itupun menyerempaki pula dengan menerkam cakar garuda ke
leher Blo'on. Blo'on seperti dipagut ular kejutnya. Seketika tubuhnya
melambung sampai dua tombak ke udara. Sebaliknya
Pengawal Baju Merah itu segera melayang turun ke lantai lalu
songsongkan kedua cakar garuda untuk menyambut
meluncurnya Blo'on. Kedudukan mereka sekarang berganti. Jika tadi. Blo'on
berdiri di lantai dan pengawal Baju Merah melambung ke
udara, sekarang pengawal itu yang berada di bawah dan
Blo'on melayang di atas. Hoa Sin, Hong Hong tojin dan Pek I lojin terkejut melihat
adegan itu. Diam2 mereka cemas akan keselamatan jiwa
Blo'on. Pada saat itu ia hendak loncat menyerang Pengawai
Baju Merah tetapi belum sempat bergerak, tiba2 ia melihat
suatu peristiwa yang mengejutkan.
Karena hendak disambut dengan cakar garuda yang
runcing, Blo"on terkejut dan meronta. Tahu2 tubuhnya
bergeliatan melambung keatas lagi. Sesaat kemudian ia
meluncur pula dan masih melihat sepasang senjata cakar
garuda menyongsong keatas.
"Hih ..." ngeri Blo'on melihatnya dan meronta bergeliatan
melambung ke atas lagi. Untuk yang ketiga kalinya, diapun meluncur lagi ke atas,
kemudian selang beberapa saat tubuhnya meluncur ke bawah
pula. Karena sudah dua kali selalu diancam dengan cakar
garuda runcing, Blo'on marah, la menggeliat sehingga
kepalanya menukik ke bawah lalu membabat cakar garuda
lawan. Pengawal Baju Merah itu merasakan betapa hebat tenaga
sakti dari pemuda gundul itu. Maka ia segera menarik senjata
cakarnya ke bawah untuk menghindari babatan tongkat.
Setelah tongkat menyambar lewat, barulah ia songsongkan
lagi senjatanya ke atas untuk menusuk muka pemuda itu.
Hoa Sin, Hong Hong dan Pek I lojin terkejut melihat adegan
itu. Jelas Blo"on tentu termakan senjata lawan. Dia sedang
menukik dari udara, kepala di bawah kaki di atas. Babatan
tongkatnya luput dan saat itu senjata cakar lawan menusuk ke
mukanya. Bagaimana mungkin dia dapat terhindarkan bahaya
". Tetapi Ji-ih-sin-kang itu memang suatu tenaga-sakti yang
luar biasa. Cukup digerakkan dengan pikiran yang
membangkitkan keinginan hatinya saja maka Ji-ih-sin kang itu
akan menggerakkan tubuh sesuai dengan keinginan hatinya.
Demikian dengan Blo"on.
Ia terkejut dan ingin terhindar dari ujung cakar garuda yang
runcing. Ingin ia mengangkat muka dan menjungkir balikkan
tubuhnya ke belakang. Keinginan timbul dan bergeraklah Ji-ihsinkang sesuai dengan keinginan hatinya.
Serentak bergeraklah kepala Blo'on terangkat ke atas terus
melengkung ke belakang sehingga tubuhnya jungkir balik dan
melayang turun ke tanah gerakan itu dilakukan dengan cepat
sekali. Bagi tokoh2 silat yang melihatnya mengira Blo'on telah
lakukan gerak Thiat-pian kio atau Jembatar-besi gantung di
udara. Benar2 mereka terkejut karena selama ini belum
pernah terdapat ilmu silat semacam itu dan tak pernah melihat
tokoh silat yang mampu mainkan gerak Thiat-pian-kio di
udara. Pengawal Baju Merah sendiripun tertegun. Ia menyangka
bahwa cakar garuda yang dipercaya pasti dapat menusuk
muka, ternyata harus menusuk angin lagi.
Krak .... Tiba2 terdengar tulang berderak pecah dan disusul dengan
sosok tubuh yang menggelepar jatuh. Ternyata setelah berdiri,
dengan marah Blo"on segera menyapu kaki orang dengan
tongkatnya. Gerakan yang dilakukan secepat kilat itu tak
munglin dihindari pengawal Baju Merah yang masih terlongong2.
Akibatnya kedua kakinya telah remuk dan
orangnyapun tak mampu berdiri lagi.
Blo'on masih marah karena pengawal Baju Merah itu
menyerang dengan hebat. Ia menyusuli dengan sebuah
pukulan. Krek, punggung Pengawal Baju Merah itu remuk dan
orangnya pun terkapar di tanah se-lama2nya.
"Hebat .." teriak Hoa Sin seraya maju menghampiri,
"engkau benar2 hebat sekali. Dari mana engkau mempelajari
ilmusilat yang sedemikian saktinya itu ?"'
Blo'on kerutkan dahi : "Siapa bilang aku mengerti ilmusilat
?" "Bukankah barusan engkau memainkan jurus thiat-pian-kio
di udara "* "Thiat-piankio" Apa itu Thiat-pian-kio?"
"Thiat-pian-kio yalah jurus ilmusilat yang bergaya menekuk
tubuh ke belakang hingga kedua tangan menjamah tanah.
Jurus itu digunakan apabila menghadapi serangan dari dekat
yang berbahaya. Tetapi orang biasanya hanya mampu
menggunakan jurus itu di tanah, tidak di udara seperti yang
engkau mainkan tadi."
"Huh, siapa bilang aku menggunakan Thiat-pian-kio. Hanya
karena ngeri melihat ujung cakar yang tajam, tiba2 aku ingin
menghindar dan ternyata tubuhku bergerak sendiri
berjumpalitan ke belakang. Bukankah hal itu aneh "*
Hoa Sin melongo. Kalau pemuda itu kurang normal
pikirannya, ia memang sudah tahu. Tetapi kalau pemuda itu
menganggap bahwa dia menggunakan jurus thian-pian-kio,
benar-benar dia tidak percaya karena jelas hal itu dilihatnya
sendiri. "Kim kongcu." kata Hoa Sin sejenak kemudian,"maukah
engkau belajar silat ?"
"Buat apa ?" tanya Blo'on. "apakah untuk berkelahi dan
membunuh orang ?" "Bukan" kata Hoa Sin, "tetapi banyak sekali gunanya,
terutama bagi kongcu. Dunia persilatan macam rimba, yang
kuat menang, yang lemah ditindas. Kita tak mencari
permusuhan, tetapi dengan memiliki ilmusilat, orang tentu tak
berani mengganggu kita."
"Dan kedua kalinya " kata ketua Kay-pang itu lebih lanjut,
"kongcu telah memiliki suatu tenaga-dalam yang aneh. Pada
hal kongcu tak dapat menggerakkan dan menyalurkan tenagadalam
itu. Ini berbahaya. Sewaktu-waktu kongcu marah kongcu
dapat membunuh orang."
"Ah, tidak", bantah Blo'on.
"Memang maksud kongcu tak membunuh, tetapi karena
kongcu tak mengerti bagaimana mengendalikan tenaga-dalam
itu, maka akibatnya sering menghancurkan orang."
"O," desus Blo'on, "jika begitu aku tak mau marah saja".
Ketua Kay-pang tersenyum . "Bukan begitu maksudku.
Jangan memaksa diri untuk tidak marah karena sering kita
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihadapi oleh tindakan dan peristiwa yang menimbulkan
kemarahan. Maka marahlah kalau perlu marah."
Tiba2 seorang pengawal Baju Merah yang lain bergerak
menghampiri. Seorang yang bertubuh lurus dan berjalan
dengan langkah yang gontai. Begitu tiba di muka Blo'on,
dengan tenang dia mengeluarkan sepasang pit atau pena dari
besi, ujungnya amat runcing, terus memain-mainkannya
beberapa saat. "Apakah barang yang dibuat main2 orang itu pangcu "'*
tanya Blo"on heran karena belum pernah melihat senjata
semacam itu. "Itulah yang disebut siang-kong-pit atau sepasang pit baja",
kata Hoa Sin. "Apakah pit itu ?"
"Pit adalah alat untuk menulis. Sebenarnya tangkainya dari
bambu dan kepalanya dari bulu yang diikat. Sedang tintanya
terbuat daripada bak."
"Tetapi pit dari pengawal Baju Merah itu terbuat daripada
baja semua. Apakah dapat dipergunakan untuk menulis ?"
"Ya." sahut Hoa Sin, "jika pit biasa untuk menulis di kertas
tapi kalau pit orang itu untuk menulis di tubuh orang."
"Tubuh orang ?" Blo'on terkejut, "celaka, orang itu tentu
akan dibaca lain orang, dijadikan seperti kitab".
Hoa Sin tertawa. Tapi ia terpaksa menghentikan tawanya
karena tiba2 pengawal Baju Merah itu menutukkan pit ke dada
Blo"on. Tepat Hoa Sin menarik tangan Blo'on ke samping. Tetapi
secepat itu pula pengawal Baju Merah segera menyerangnya
pula dengan jurus son-liong-tham-cu atau sepasang nagaberebutmustika. Kedua pit ber-gerak2 memagut laksana
sepasang naga yang sedang bercanda, mengarah jalandarah
di tubuh lawan. Hoa Sin terkejut sekali ia tak sempat menghindar ataupun
menangkis. Dalam saat2 yang berbahaya, ketua Kay pang itu
masih sempat gunakan jurus thiat-pian-kio, menekuk tubuh ke
belakang hingga kedua tangan menjamah lantai lalu berguling
ke samping. Tetapi pengawal Baju Merah ita tak mau memberi
kelonggaran. Bagaikan bayangan, iapun terus loncat
menyerang lagi dengan jurus song-Iiong-tho-lip atau sepasang
naga-menjulur-lidah. Bagaikan hujan mencurah, sepasang pit
itu menabur tubuh Hoa Sia yang masih berguling2 di tanah.
"Setan, jangan kurang ajar !", teriak Blo'on yang melihat
Hoa Sin tak sempat bangun. Blo'on marah dan ayunkan
tangannya menghantam. Pengawal Baju Merah Itu terkejut ketika dirinya dilanda
angin badai yang mengandung tenaga kuat sekali, ia hendak
mengisar langkah untuk menyongsongkan kedua pitnya,
tetapi, tenaga pukulan itu bukan alang kepalang hebatnya
sehingga pengawal Baju Merah itu terhuyung-huyung
beberapa langkah ke belakang.
Setelah dapat terdiri tegak, ia hendak beralih menyerang
Blo'on tetapi Hong ing yang sejak tadi tak pernah turun
gelanggang, saat itupun segera loncat menerjangnya.
Pengawal Baju Merahpun segera menyerang nona itu. Hong
ing gunakan gerak Setan-tanpa-bayangan untuk berlincahan
memutari lawan. Bermula Pengawal Baju Merah itu masih
dapat mainkan sepasang pitnya untuk menyerang tetapi lama
kelamaan ia terpaksa harus mengikuti gerak perputaran Hong
Ing yang makin lama makin cepat sehingga pengawal itu
bahkan malah harus melindungi diri dari serangan si nona.
Se-konyong2 pengawal itu bersuit nyaring dan tubuhnya
segera melambung ke udara berjumpalitan dan melayang
turun di belakang Hong lng. Tetapi nona itu tak kalah
cepatnyapun segera menerjang lagi.
Pertempuran berjalan seru. Sebenarnya pengawal Baju
Merah itu juga lihay sekali. Sepasang pit Baja, dimainkan
seolah bunga api yang berhamburan di udara. Tetapi karena
Hong Ing menggunakan gerak Setan-tanpa-bayangan untuk
beberapa waktu, pengawal itu tak dapat mendesak si nona.
"Hoa pangcu," tiba2 Blo"on bertanya, "siapakah pengawal
Baju Merah itu ?" "Dia adalah Siang kong pit Wi Thian Cay dari Kanglam,
seorang tokoh aneh."
"Bagaimana?" tanya Blo"on.
"Dia tak mau bergaul dengan orang persilatan, tak mau
masuk partai atau aliran persilatan manapun. Dia tak mau
memusuhi lain tokoh persilatan, tetapi apabila bentrok, dia tak
pernah berhenti untuk membalas dendam".
"Uh" Blo"on mendesuh.
"Kabarnya dia dahulu anak seorang pembesar kerajaan.
Tapi karena kesalahan maka, ayahnya dihukum mati. Sejak itu
ia bersama keluarganya pulang ke desanya dan tak mau
bergaul dengan orang. Orang2 persilatan memberi gelar Hensepit atau Pit pembenci-dunia kepadanya"
"Dia lihay atau tidak ?" Blo'on masih bertanya pula:
"Sepasang pit itu kabarnya, merupakan pusaka warisan dari
ayahnya yang dulu menjabat sebagai ciangkun (jenderal). Dan
ilmu permainan pit itu pun berasal dari ilmu warisan keluarga
Wi. Oleh karena wataknya yang aneh dan ilmunya yang sakti,
banyak orang persilatan yang tak mau mengganggunya."
Sebenarnya jika Hong Ing mau bersabar, ia tentu dapat
menghabiskan tenaga lawan, Tetapi rupanya nona itu tak
sabar lagi. la malu hati apabila tak dapat merubuhkan
Pengawal Baju Merah. Tiba2 ia berhenti berputar dan menyerang dengan pedang
dalam jurus Heng-sau jian kun atau Membabat seribu lasykar.
Pedang segera meluncur dahsyat, membabat kaki, pinggang
dan leher orang. Tring, tring ..... Terdengar dering yang tajam ketika ujung pit baja itu
menutuk pedang. Pada tutukan kedua, pedang Hong li pun
jatuh ke tanah. Saat itu ia merasa pedang mengalirkan
semacam arus tenaga keras sekali sehingga tanpa dikuasai
lagi, ia lepaskan cekalannya.
"Celaka, anak perempuan itu terancam bahaya ... , " belum
sempat Pek l lojin menyelesaikan kata2nya, Hong Ing menjerit
dan ter-huyung2 beberapa langkah ke belakang lalu jatuh
terduduk di lantai. Ternyata bahu nona itu terkena tutukan pit dari pengawal
Baju Merah. Pengawal itu segera maju menghampiri untuk
menyelesaikannya tetapi dia sudah diterjang oleh kakek LoKun
yang sudah pulih tenaganya.
Kakek Lo Kun marah karena melihat Hong Ing rubuh. Ia tak
peduli harus menyerang dengan jurus apa, pokoknya, asal
menyerang keras. Tetapi ia tak tahu bahwa permainan pit dari
Wi Thian Cay itu memang istimewa sekaii. Sambi! menyurut
mundur ia mengisar ke samping dan menutuk pergelangan
tangan kakek itu. "Aduh ... * kakek itu me-lonjak2 dan menjerit2. "dia
membawa ular". " tiba2 kakek Itu berhenti dan terus meraba
pinggangnya. Ternyata ia teringat bahwa diapun memiliki ular
thiat-bi-coa. Terus ular itu dilolosnya.
Tetapi baru hendak diangkat, tiba2 tangannya sudah
dicengkeram orang. Dan kebetulan yang dicengkeram itu
adalah pergelangan tangan kanannya yang tertutuk pit tadi. Ia
menjerit lagi dan lepaskan ular thiat-bi coa.
"Bangsat ... "* ia berpaling dan ketika melibat yang
memegang itu Blo'on, ia tak melanjutkan makiannya.
"Mengapa engkau mencengkeram tanganku jang sakit "'
kakek Lo Kun tetap marah.
"Aku mau pinjam ular thiat-bi-coa," kata Blo'on.
"Buat apa ... ?" belum kakek itu menghabiskan kata2-nya,
pengawal Baju Merah sudah bergerak menyerang. Ular thiatbicoa lalu dijulurkan ke dada orang.
Pengawai Baju Merah cepat menutukkan sebatang pit ke
mata ular itu tapi thiat-bi-coa memang ular yang hebat. Ia
mengerti kalau matanya hendak ditutuk. Bukan menyurut,
kebalikannya ular malah menjulur maju untuk menggigit dada
orang. Pengawal Baju Merah itu terkejut dan terpaksa loncat
mundur. Kemudian ia putar sepasang pit dan maju menyerang
lagi. Hong Ing hendak membabat pit kanan, tapi tiba2 Pengawal
Baju Merah itu membiarkannya saja, tring ..... begitu terjadi
benturan antara pedang dengan pit, secepat kilat pit di tangan
kiri pengawal Baju Merah itu segera menusuk bahu Hong Ing.
"Ih ... " Hong Ing mendesis seraya mundur ke belakang.
Lengan kanannya serasa kesemutan tak bertenaga lagi.
Hampir saja pedangnya terlepas jatuh, la hendak beralih
memegang dengan tangan kiri tapi dengan kecepatan yang
sukar dibayangkan pengawal Baju Merah itupun segera
menusuk bahu kiri si nona,
Kembali Hong Ing mendesis, terhuyung ke belakang, lengan
kirinya kesemutan dan pedangpun jatuh ke tanah.
Melihat itu Hoa Sin segera loncat menerjang pengawal itu.
Sekali gerak ia gunakan jurus Ok-to kau atau Imam-jahatmenggebukanjirg, bum..! Rupanya pengawal Baju Merah itu
tahu akan kedahsyatan serangan tongkat maka cepat ia loncat
mundur sehingga tongkat Hoa Sin menghantam lantai
panggung. Lantai hancur ber-keping2 .....
Setelah mundur, pengawal Baju Merah itupun mainkan
sepasang pit lagi untuk menyerang. Hoa Sin memutar
tongkatnya. Tring, tring ..... setiap tongkat menyambar tentu
disambut dengan ujung pit sehingga Hoa Sin rasakan
tangannya bergetar. Ketua Kay-pang itu terkejut. Cepat ia mengetahui bahwa
lawan memiliki tenaga dalam yang hebat di samping sepasang
pit yang luar biasa. Tetapi sebagai ketua sebuah partai
persilatan sebesar Kay pang. Hoa Sin tak mau unjuk
kelemahan. Ilmu permainan tongkat Bak kau pang yang terdiri
dari dua pu!uh delapan jurus segera dimainkan dengan hebat.
Untuk sementara pertandingan berjalan seru dan sengit.
Sepintas pandang, Hoa Sin dapat mendesak lawan dengan
serangan2 yang gencar dan keras. Pengawal Baju Merah
Siang-kong-pit Wi Thian Gay, hanya dapat bertahan.
Setelah menginjak jurus ke duapuluh, tiba2 Hoa Sin
lancarkan serangan dalam jurus Kau yau-lu-tong-pin atau
Anjing-menggigit-dewi-Lu Tong Pin. Ujung tongkat
berhamburan menusuk kaki lawan.
Sesungguhnya karena lawan mengarah bagian bawah.
Siang-kong-pit Wi Thian-cay dapat menyentuh muka lawan.
Tetapi sayang senjata pit kalah panjang dengan tongkat Bakkaupang. Terpaksa pengawal Baju Merah itu harus
berlincahan kian kemari sambil menghalau dengan sepasang
pit. Setelah jurus Kau yau Lu-tong-pin, Hoa Sin lanjutkan
dengan jurus Kau-niau-cau-jiu atau anjing-kencingmencengkeram
-pohon. Jurus ini memang aneh sesuai dengan sifat Hoa Sin yang
gemar berolok-olok. Dia menciptakannya sendiri sampai
beberapa tahun dan akhirnya mendapatkan sebuah permainan
tongkat yang diberi nama aneh.
Tongkat berhamburan mengarah pinggang lawan sedang
jarinya mengimbangi untuk menusuk mata.
Tetapi pengawal Baju Merah itupun segera ganti jurus
Hong-u-boan thian atau Angin hujan mencurah dari langit.
Sepasang pit diputar menjadi ribuan sinar yang berhamburan
mencurah ke arah lawan. Dalam pada itu Ceng Siang, Hong Hong tojin dan Lo Kun
pun sudah berbangkit. Demikian pula dengan Sian Li. Sedang
Hon Ing saat itu sedang diurut oteh Pek I lojin Tak berapa
lama nona itupun sudah dapat bergerak lagi.
"Lo-cianpwe," kata Hong Ing setelah menghaturkan terima
kasih ?". sepasang pit dari pengawal Baju Merah itu lihai
sekali." "Ah, sebenarnya nona dapat melayani dia." kata Pek I lojin,
"sayang nona terburu nafsu hendak mengalahkan. Eh, ilmu
apa yang nona mainkan untuk mengitari orarg itu tadi?"
"Itulah yang disebut gerak langkah Setan-tanpa-bayangan.
" "O, hebat sekali. Pernah kulihat seorang jago yang dapat
bergerak seperti bayangan sehingga sukar dilihat apalagi
ditangkap." "O, tentulah Bu Ing lojin!' seru Hong Ing.
"Siapa Bu Ing lojin itu?" Pek I lojin menegas.
"Dia seorang tokoh persilatan yang sakti. Tetapi jarang mau
mengunjuk diri." "Adakah ilmu kepandaian nona itu juga sama dengan yang
dimainkan Bu Ing lojin?" tanya Pek I lojin pula.
"Benar," sahut Hong Ing, "beliau adalah guruku yang
terakhir." "O," desuh Peng I lojin, "apakah sebelumnya nona juga
sudah berguru?" "Aku seorang murid dari Hoa-san-pay. Karena hendak
mencari orang yang membunuh suhu, maka aku sampai turun
gunung dan akhirnya bertemu dengan Bu ing lojin. *
"Siapakah yang membunuh suhumu" Tanya Pek I lojin.
"Kemungkinan besar tentu pemuda itu" Hong Ing menunjuk
pada pemuda gundul. " Blo'on?" Pek I lojin mengulang kaget.
"Ya, Blo'on, " kata Wong Ing, "karena hanya dia yang
berada di dalam guha dimana suhu terbunuh"
" Lalu". Bagaimana tindakan nona" *
"Setelah urusan disini selesai, aku tentu akan selesaikan
perhitungan dengan Blo"on, " kata Hong Ing.
"Ah"." Pek I lojin menghela napas, "menilik gerak geriknya,
kemungkinan besar tentu bukan anak itu yang melakukan
pembunuhan...... " Baru berkata, begitu, di gelanggang pertempuran telah
terjadi perobahan. Pengawal Baju Merah dapat penutuk
tongkat Hoa Sin dengan pit di tangan kiri menusuk dada ketua
Kay-pang. Hoa Sin terkejut sekali. Dalam keadaan terdesak, dia buang
tubuh ke belakang dalam gerak Thiat-pian-kio atau Jembatanbesi
gantung. Selekas tangan menjamah tanah, kaki kiri
segera memancat tanah disusul dengan kaki kanan bergerak
menendang tangan lawan, krak.....tendangan sambil
berjungkir balik itu menghasilkan terlemparnya pit di tangan
kiri lawan. Pengwal Baju Merah itu mendesis dan menyurut
mundur untuk mengejar pit yang terlempar ke udara. Tetapi
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekonyong-konyong, seutas tali panjang telah meluncur dan
menyambar pit itu. Tangan pengawal Baju Merah menangkap
angin dan tali serta pit itu pun jatuh ke tanah.
Pengawal Baju Merah terkejut. Cepat ia berputar tubuh
hendak menjemput pit yang menggeletak di lantai tetapi tiba2
tali itu bergerak-gerak menyambar tangannya. Kembali
pengawal Baju Merah itu loncat mundur.
Ternyata tali itu bukan tali biasa melainkan ular thiat bi-coa
yang dilemparkan kakek Lo Kun.
Ular thiat-bi-coa memang seekor ular yang cerdas. Ketika
dilontarkan kakek Lo Kun, ia mengerti apa perintah tuannya.
Disambarnya pit dari Wi thian Cay itu. Dan ketika mendengar
kakek Lo Kun bersuit, ia pun tahu bagaimana harus bertindak.
Suitan dari kakek Lo Kun itu memang beberapa macam,
panjang, pendek, satu kali atau dua kali atau tiga sampai
empat kali, masing2 mempunyai arti sendiri. Karena kakek Lo
Kun bersuit panjang satu kali, maka ular thiat bi-coa lalu
menggerakkan kepala dan menyerang pengawal Baju Mlerah
itu. Dalam pada itu setelah berjungkir balik, Hoa Ing pun berdiri
tegak pula. Ia tak mau menyerang pengawal Baju Merah yang
saat itu sedang menghadapi ular thiat-bi-coa. la menghampiri
kakek Lo Kun dan membisiki. Tiba2 kakek itu bersuit pula.
Pengawal Baju Merah benar2 kewalahan mengusir ular
thiat-bi-coa. Berulang kali pit mengenai tubuh ular, tetapi
binatang itu hanya terdorong jatuh lalu menyerang lagi, Saat
itu pengawal Baju Merah sedang loncat menghindar tetapi
ketika mendengar suitan kakek Lo Kun, ular thiat-bi-coa tak
mau menyerang melainkan menyurut mundur menyambar pit
dan meluncur ke tempat kakek. Lo Kun.
Tengah pengawal Baju Merah tertegun. Hoa San sudah
loncat di hadapannya. "Hayo, kita lanjutkan lagi pertempuran tadi yang belum
selesai," seru ketua Kay-pang seraya terus menyerang.
Rupanya ketua Kaypang itu hendak menebus kekalahannya
tadi. Sebenarnya dia tak kalah karena walaupun tongkatnya
jatuh tetapi diapun dapat menendang jatuh sebatang pit
lawan. Kini dia tak mau menggunakan tongkatnya lagi,
melainkan menyerang dengan tangan kosong.
Demikian segera terjadi pertempuran yang seru. Karena pit
di tangan kiri lepas maka pengawal Baju Merah itu kini
menggunakan jari tangan kirinya untuk menutuk.
Hoa Sin memang tak kecewa digelari orang persilatan
sebagai Pengemis sakti. Karena selain berilmu silat tinggi, pun
dia memiliki kecerdasan otak yang tajam. Dia gemar untuk
merubah beberapa ilmu silat antara lain ilmu tongkat Hak kau
pang. Juga dalam ilmu pukulan, iapun menciptakan atau
tepatnya mengubah sebuah ilmu pukulan.
Setelah mempelajari ilmu pendengaran Thing-hong pian ki
atau Mendengar-angin- membedakan-senjata, ia mendapat
ilham untuk menciptakan sebuah pukulan. Sumber pukulan itu
dari ilmu pukulan Pat-kwa-ciang tetapi dikombinasikan dengan
gerak Thing-bong-pian-ki. Jika dalam dunia persilatan terdapat
ilmu pukulan Co-kut-hun-ki-ciang atau Pukulan-membaliktulangmemisah nadi, diapun menamakan ilmu pukulan
ciptaannya itu dengan nama Kau-ciau put-yau atau Anjing
menggonggong-tanda-tak menggigit.
Dalam memberi nama pukulan ciptaannya, ia senang
memakai kata anjing. Bahkan ada sebuah ilmu pukulan yang
diberi nama Bak-kau-ciang atau ilmu pukulan Menggebukanjing.
Segera ia kembangkan ilmu pukulan ciptaannya itu. Kau
ciau-put yau atau Anjing menggonggong tanda tak menggigit,
cepat mengejutkan pengawal Baju Merah. Karena berulang
kali pengawal Baju Merah itu mendengar deru pukulan
melanda dari arah kanan tetapi tahu2 lambung kirinya yang
diserang. Atau mendengar deru pukulan menimpa kepala
tahu2 bagian perutnya yang disodok. Serangan2 aneh itu
membuat dia bingung sehingga untuk beberapa saat, dia
hanya bertahan tak mampu melakukan serangan balasan.
Hon Sin tak mau memberi kesempatan lagi. Menginjak pada
jurus kelima, ia berhasil menyesatkan perhatian lawan dan
crek". ujung jarinya tepat dapat menutuk jalan-darah pada
pergelangan tangan kanan lawan. Pengawal Baju Merah ini tak
kuasa lagi memegang pitnya. Ia hendak meloncat mundur dan
lepaskan pit yang tinggal satu.
Kini keduanya sama2 bertempur dengan tangan kosong.
Siang-kong-pit Wi Thian Cay hanya lihay jika bermain dengan
sepasang pit. Tetapi setelah senjatanya jatuh, ia tak mampu
berbuat banyak terhadap Hoa Sin.
Dalam sebuah gerak tipu yang tak terduga-duga. Hoa Sin
berhasil mengirim sebuah tendangan yang tepat mengenai
bawah perut lawan. Pengawal Baju Merah itu terhuyung
membungkuk bungkuk dan jatuh terduduk.
Karena gemas, Hong Ing terus lari hendak menabasnya
tetapi dicegah Hoa Sin: "Jangan, nona biarkan dia hidup. Dia
sudah cukup menderita menjadi pengawal Thian tong kau
disini." "Wah. hebat sekali ilmusilat pangcu!" tiba2 Blo'on
menghampiri dan memuji. "Maukah kongcu mempelajarinya?" kesempatan itu
digunakan Hoa Sin untuk menganjurkan supaya Blo'on mau
belajar silat. Tetapi pemuda gundul itu gelengkan kepala : "Buat apa "
Orang belajar silat tentu harus menyiksa diri untuk berlatih
keras. Padahal aku tak dapat mengingat apa2."
Dalam pada itu Ceng Siang suthay, Hong Hong tojin dan
SianLi pun sudah berbangkit.
"Aneh," tiba2 Ceng Sian suthay berkata.
"Mengapa?", Hoa Sin terkejut.
"Sejak pertempuran berlangsung sampai sekian lama
mengapa Pang To Tik tak tampak batang hidungnya"
Kemanakah gerangan dia?"
Hoa Sin dan Hong Hong lojin seperti disadarkan. Memang
sejak loncat ke atas panggung dengan alasan hendak
mengacau bagian dalam Thian tong kau, Pang To Tik sudah
tak muncul lagi. Tetapi belum sempat mereka melanjutkan dugaannya, tiba2
seorang pengawal Baju Merah melangkah maju menghampiri.
Karena yang berada paling depan adalah kakek Lo Kun yang
sedang melilitkan ular thiat-bi-coa ke pinggangnya, pengawal
Baju Merah itupun segera menyerangnya.
W ut ..... tahu2 pengawal Baju Merah yang bertubuh tinggi
besar itu sudah ayunkan sebuah senjata istimewa
menghantam kepala Lo Kun. Senjata itu berbentuk seperti
orang, besarnya sama dengan seorang anak kecil, terbuat dari
bahan besi jang berat. Ketika diayun menimbulkan deru angin
yang keras sekali. Lo Kun masih menundukkan kepala untuk libatkan ular
kepinggang. Tampaknya dia tak, tahu dan tak mengacuhkan
senjata aneh dari pengawal Baju Merah itu.
"Kakek, awas kepalamu!", serentak Sian Li menjerit.
"Uh ... " tiba2 kakek itu mendesuh kaget dan tahu2
tubuhnya terlempar sampai dua tombak, 'Buk ... ia terlempar
jatuh kelantai. Ia melenting bangun dan marah : "Hai, Blo'on.
engkau benar2 kurang ajar sekali ! Mengapa engkau
mendorong aku sampai jatuh ?"
"Jagan salah faham kakek." seru Sian Li, "lihat Pengawal
Baju Merah itu, "kalau tak didorong suko, engkau tentu sudah
terluka." "Ya. kutahu." kata kakek Lo Kun.
Sian Li tertegun. Kalau sudah tahu mengapa kakek itu
marah. Tetapi ia tak mau berbantah karena saat itu Blo'on
sudah diserang oleh pengawal Baju Merah.
Senjata yang berbentuk seperti orang2an dari pengawal
Baju Merah itu disebut Thong-jin pang atau Gada Orangtembaga.
Beratnya tak kurang dari seratus kati.
Rupanya ngeri juga Blo'on melihat kedahsyatan senjata itu.
Ia loncat mundur untuk menghindar.
Berpikir Hoa Sin: "Jika Blo'on yang maju, dikuatirkan anak
itu hanya menirukan saja semua gerak lawan. Pada hal anak
itu tak memiliki senjata yang seberat milik lawan. Dan apabila
sampai salah gerak, berbahaya sekali akibatnya. Tubuh tentu
akan hancur. Begitu pula kalau kakek Lo Kun yang maju. Jika
Ceng Sian suthay atau Hong Hong lojin, kedua tokoh itu juga
tak punya senjata yang berat. Ah, lebih baik dia saja. Akhirnya
Hoa. Sin memutuskan. Tetapi sebelum ia sempat bergerak,
Sian li sudah loncat menyambut pengawal Baju Merah itu.
Hoa Sin hendak mencegah tetapi saat itu pengawal Baju
Merah sudah menyerang Sian li.
Sian Li menghindar lalu menerjang. Ia menggunakan siasat
menghindar dan menerjang karena tahu bahwa adu kekerasan
dengan senjata yang sedemikian berat tentu akan kalah.
"Lojin, siapakah orang itu?" tanya Hoa Sin kepada Pek I
lojin. "Dia adalah Toh-hun-ki jin Uwat Lo Seng yang pernah
menggemparkan dunia persilatan," kata Pek I lojin. "pernah
dia seorang diri mengamuk pasukan Goan dalam kubu
sehingga prajurit2 Goan banyak yang mati, terluka dan
melarikan diri. Dia orang limbung tetapi sebenarnya berhati
jujur. Sayang dia agak tolol sehingga sering diperalat orang2
jahat. Misalnya, pernah dia disuruh masuk ke hutan. Katanya
di dalam sebuah gua terdapat harta karun. Tetapi setelah dia
masuk yang didapat bukan harta melainkan seekor ular besar.
Tetapi berkat tenaganya yang kuat dan senjatanya yang
ampuh, dia berhasil membunuh ular naga itu."
"Murid siapakah dia itu ?" tanya Hoa Sin.
"Tentang gurunya, tiada seorangpun yang tahu.
Kemungkinan dia tentu bertemu dengan seorang sakti yang
memberinya pelajaran silat. Tatapi orang sakti itu tak mau
memberitahu namanya,," menerangkan Pek I lojin.
Hoa Sin merenung. Diam2 ia mencemaskan keselamatan
Sian Li. Ia mencari akal bagaimana hendak membantu nona
itu. Tetapi Sian Li sudah bertekad untuk memenangkan
pertempuran itu. Ia kembangkan ilmu pedang Giok-li-kiam
yang mengutamakan kelincahan , kecepatan dan ketepatan.
Diam2 dia menganggap bahwa kepandaian orang tinggi besar
itu tak berapa tinggi. Dia hanya mengandalkan tenaganya
yang luar biasa kuatnya. Giok li-san-hoa atau Bidadari menabur bunga, merupakan
jurus yang indah dan sulit dihindari lawan mulai dikembangkan
Sian Li. Tetapi karena dia tak berani adu kekerasan, maka
setiap tusukan yang seharusnya dilancarkan penuh terpaksa
setengah jalan harus ditarik pulang.
Tiba2 pengawal Baju Merah itu merobah jurus
permainannya. thong-jin-pang diputar sederas angin puyuh,
hingga anginnya sampai menimbulkan suara menderu dan
tamparan yang menebar ke empat penjuru. Pakaian dari
tokoh2 yang berada di sekeliling tempat itu sampai berkibaran.
"Sumoay, mundur!" seru Blo'on melihat Sian Li mandi
keringat. Tetapi Sian Li sudah bertekad hendak mengalahkan
lawan, la tak memperdulikan seruan sokonya.
"Jika engkau tak mau mundur, aku tak ikut maju," tiba2
Blo"on berseru pula.
Sian Li terkejut. Ia tahu watak sukonya. Sekali bilang tentu
akan dilaksanakan. Padahal sukonya itu tak membekal senjata.
Tiba2 Blo'on menghampiri Hoa Sin dan berkata: "Hoa
pangcu, tolong pinjam tongkatmu"
"Buat apa -!" "Apakah tongkatmu itu tahan beradu dengan senjata orang
baju merah itu ?" Hoa Sin tertawa . "Jangan kuatir. Tongkat itu adalah
lambang jiwa pemiliknya. Tongkat masih utuh, pemiliknyapun
masih hidup. Tongkat putus, putuslah jiwa pemiliknya."
Baru ketua Kay-pang itu berkata begitu, pengawal Baju
Merah bersenjata gada, sudah menghampiri.
"Cepat pangcu," Blo'on segera menyambar tongkat ketua
Kay-pang. Tepat pada saat itu Gwat Lo Seng sudah ayunkan
gadanya. Blo'on marah melihat kekasaran orang itu. Diapun juga ikut
mengayunkan tongkat Bak kau-pang untuk menangkis,
tring".. gada yang beratnya seratusan kati terpental
membawa orangnya ikut tersurut mundur.
Pengawal Baju Merah itu tertegun. Tampak rupanya ia
terkejut. Sesaat kemudian ia maju lagi dan terus menyerang
Blo'on. la segera menirukan semua gerakan lawan. Berderingdering
bunyi kedua benda yang keras itu melengking nyaring.
Rupanya pengawal Baju Merah itu makin penasaran. Ia
pergencar serangannya tetapi tetap sia2. Kemana dan
betapapun gada bergerak tentu selalu disambut oleh tongkat
Blo"on. Karena marah, mulut pengawal Baju Merah itu sampai
mendengus dengus seperti kerbau lari.
Ternyata tadi karena menerima serangan yang berbahaya
Sian li loncat keluar gelanggang, maka pengawal Baju Merah
itu segera berganti mengganyang Blo"on. Tetapi kali ini dia
ketemu batunya. Melihat sukonya sudah menunjukkan ilmu latah yang aneh,
Sian Li timbul pikiran baru. "Jika sukonya menggunakan
pedang Pek liong kiam, bukankah gada lawannya akan
terpapas putus." "Ya, benar,"* pikirnya lebih mantap, "tetapi bagaimana cara
untuk memberikan pedang Pek-liong kiam ini kepadanya ?"
"Suko," akhirnya ia coba untuk memanggil Blo"on, "pakailah
pedang Pek liong-kiam ini untuk memapas senjata orang itu."
Blo'on diam saja. "Suko!" teriak Sian Li pula, "pakaian pedangku ini, biar
senjata lawanmu terbabat."
''Tidak perlu," sahut Blo'on.
"Mengapa, suko ?"
"Aku senang dengan tongkat dari Hoa pangcu ini, walaupun
hanya tongkat penggebuk anjing tetapi dapat menahan gada
yang besar." "Suko "....," baru Sian Ll berseru demikian tiba2 pengawal
Baju Merah itu taburkan gadanya ke arah Blo"on. Melihat itu
Blo"on pun melontarkan tongkatnya. Tring", terdengar
letupan keras ketika kedua senjata itu saling berbentur lalu
jatuh menghantam lantai papan sehingga pecah.
Pengawal itu terus hendak mengambil gadanya tapi
sekoyong-konyong Blo'on loncat menubruk dan memeluknya.
"Uh ... uh ....pengawal Baju Merah itu mendengus dan
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendesuh serta berusaha untuk meronta tetapi bagaimanapun
ia berontak dengan seluruh tenaganya tetap tak mampu
melepaskan diri dari pelukan Blo'on. Pengawal itu merasa
seperti didekap oleh sepasang tangan yang aneh. Makin ia
meronta, makin tangan Blo'on itu mengunci keras, makin
kedua lengan Blo'on mengencang dan memancarkan tenaga
yang besar. Itulah keistimewaan dari tenaga-dalam Ji-ih-sin-kang yang
jarang terdapat di dunia persilatan.
Akhirnya pengawal Baju Merah itu kewalahan dan
kehabisan tenaga. Dia diam saja. Eh tiba2 merasa kedua,
lengan Blo'on itupun lemas seperti tak bertenaga. Diam2 ia
menghimpun tenaga dalam lagi dan huh .... sekali
menggembor ia memberontak sekuat kuatnya.
Karena terkejut Blo'on melonjak dan melambunglah
tubuhnya sampai setombak tingginya dengan masih
mendekap pengawai itu. Sorak gempar terdengar dari mulut tokoh2 ketua partai
persilatan, Sian Li, Hong Ing bahkan Pek I lojin.
"Hai, Blo'on hendak engkau terbangkan kemana orang itu,"
teriak kakek Lo Kun yang ikut terkejut karena melihat Blo'on
terbang membawa pengawal Baju Merah.
Bummmmm .... keduanya meluncur ke bawah lagi. Karena
masih dipeluk Blo'on, Pengawai Baju Merah itu tak dapat
berbuat apa2 kecuali menurut saja pada Blo'on yang meluncur
turun. Dan lebih celaka adalah jatuhnya pengawal itu. Ketika
menginjak lantai, Blo"on tergelincir jatuh ke muka menindih
pengawal itu. Sudah tentu pengawal itu meringis kesakitan
dan karena geram tak dapat melepaskan diri dari dekapan
Blo"on, tiba2 ia nekad dan menggigit tangan Blo'on.
"Aduh .... !" Blo"on menjerit kesakitan. Tanpa disadari ia
layangkan tangan kirinya menabok kepala orang itu, plak".
Seketika orang itupun tak ingat diri.
Baru Blo'on berdiri, seorang pengawal Baju Merah sudah
maju pula dan terus sabitkan sebatang pedang bengkok ke
arah Blo"on. "Awas, suko!" seru Sian Li memberi peringatan.
Blo'on memang sudah tahu. Ia pun segera menundukkan
kepala sehingga pedang bengkok itu pun melayang lewat di
atas kepalanya. Tetapi baru saja Blo'on menegakkan kepala,
dan belakang pedang bengkok itu tiba2 berputar balik dan
menyambar kepalanya lagi. Kembali Sian Li meneriaki sukonya
dan Blo'onpun menundukkan kepalanya pula.
Luput menyambar kepala, pedang bengkok itupun
melayang kembali kepada pengawal Baju Merah yang segera
menyambutnya, lalu melontarkannya lagi. Bahwa setelah
mengirim pedang bengkok itu lagi, tangan kiri pengawal Baju
Merah itu pun melayangkan sebilah pedang bengkok lain.
Kini Blo'on diserang oleh dua batang pedang terbang. Yang
satu mengarah kepala dan yang satu mengarah kaki. jika
Blo'on hanya menundukkan kepala, kakinya tentu termakan
pedang bengkok itu. Untunglah ketika melihat bahaya. timbul pikiran Blo'on
untuk merebahkan diri di lantai sehingga kedua pedang
bengkok itu tak mengenai sasaran. Pun baru saja BIo'on
hendak bangun, kedua pedang bengkok yang satu dari kanan
dan yang satu dari kiri, melayang balik - arahnya pun sama,
menyerang kepala dan kaki. Terpaksa Blo"on rebah lagi.
Kedua pedang bengkok itupun melayang kembali kepada
pengawal Baju Merah tetapi masih tiga empat langkah
jaraknya, pengawal Baju Merah itu tiba2 dorongkan sepasang
tangannya dan kedua pedang itupun segera melayang ke arah
Blo'on lagi. Saat ita baru saja Blo'on hendak bangun atau dia harus
rebah lagi untuk menghindar. Tiba2 pengawal Baju Merah itu
mengambil dua batang pedang bengkok lagi dan terus
disabitkan ke arah leher dan perut Blo'on.
Sesaat kedua pedang itu melayang, kedua pedang yang
menyambar pertama tadipun sudah melayang balik dan
disambuti. Kemudian dilemparkan lagi tepat pada saat kedua
pedang lontaran kedua melayang balik. Dengan demikian
pulang balik pengawal Baju Merah itu bergantian menyambut
dan melontarkan lagi dua pasang pedang bengkok.
Blo'on mati kutu. Dia tak dapat bangun karena di atas
tubuhnya selalu terdapat dua batang pedang yang melalu
lalang. "Siapakah tokoh itu, lo-cianpwe," Sian Li berpaling dan
bertanya kepada Pek I lojin.
"Kalau tak salah," Pek I lojin kerutkan dahi seperti sedang
mengingat-ingat, "dulu di daerah Biau terdapat seorang
pendekar yang sakti. Entah darimana diperolehnya, tetapi dia
memiliki ilmu kepandaian melontar pedang bengkok secara
istimewa sekali. Dikata istimewa karena sekaligus dia dapat
melepaskan tujuh batang pedang. Ketujuh pedang itu dapat
dikuasainya dilontar-Iontarkan seperti anak kecil bermain-main
karena setiap kali dilontarkan pedang itu tentu melayang
kembali kepadanya. "Ah, benar2 aneh sekali dan banyak ragamnya ilmu
kepandaian silat dalam dunia persilatan itu. Apakah dunia
persilatan di Tionggoan tiada tokoh yang mampu melontarkan
pedang seperti itu?" tanya Sian Li.
"Ada," sahut Pek I lojin, "ada seorang paderi dari gereja
Siau-lim-si yang hidup seratus tahun yang lalu. Ketika dia
masih hidup dia dapat melontarkan pedang dan
menguasainya. Tetapi kepandaian itu berdasarkan ilmu
tenaga-dalam yang sempurna sehingga dapat mencapai ilmu
pedang terbang." "Dan saat ini, siapakah yacg dapat melakukan hal itu ?"
tanya Sian Li. "Aku belum mendengar,"' jawab Pek I lojin. tapi seperti
yang kukatakan masih banyak tokoh2 ahIi yang tak mau unjuk
diri melainkan suka mengasingkan diri dari dunia persilatan."
"Lo-cianpwe," kata Sian Li mulai cemas, "lalu bagaimana
dengan suko nanti " Bukankah dia akan celaka nanti?"
"Jika dia mempunyai pedang pusaka, tentu dapat manyapu
pedang bengkok lawannya."
"Jika begitu, biarlah dia memakai pedangku," seru Sian Li,
lalu mencabut pedang Pek liong-kiam. Tetapi ketika berpaling
hendak meneriaki Blo'on, ia terkejut sekali.
Saat itu pengawal Baju Merah telah melepaskan lima
batang pedang bengkok. Karena selalu tak dapat bangun
akhirnya Blo'on jengkel dan melenting.
Dalam keadaan tubuh masih rebah seperti orang tidur,
Blo'onpun melambung ke atas sampai dua tombak tingginya.
Tiba2 pengawal Baju Merah itu lepaskan pula pedang
bengkok yang ketujuh ....
Jilid 39. Melihat Blo'on terancam oleh tujuh batang pedang terbang
yang dilepas oleh pengawal Baju Merah, menjeritlah Sian Li.
"Hai, hati-hati!" tiba2 Pek I lojin ikut menjerit seraya
mengangkat kedua tangannya seperti orang yang bersikap
kaget. Hoa Sin, Ong Sian dan Hong Hong juga terkejut tetapi
mereka tak keburu menolong.
Tiba2 suatu peristiwa aneh terjadi. Pedang bengkok terakhir
yang dilepas pengawal Baju Merah itu entah bagaimana, tahu2
menjadi lambat jalannya. Dan tahu kalau dirinya akan
diganyang dengan pedang, Blo'on bergeliatan sembari
menendang. Plak..... Pedang bengkok yang ketujuh itupun tertendang dan
mencelat ke udara. Dalam pada itu keenam batang pedang
bengkok yang lain pun silih berganti menyambar tubuh Blo'on.
Rasa takut yang membangkitkan rasa kejut kemudian
meningkat menjadi rasa marah atas perbuatan orang yang
telah menghujamnya dengan tujuh batang pedang, membuat
Blo'on ingin untuk menangkis serangan pedang itu. Maka
iapun segera berjumpalitan di udara sembari menyapu setiap
pedang yang menyambarnya.
Tring, tring, tring .....
Enam batang pedang bengkok itu sesungguhnya luar biasa
sekali. Dengan dikendalikan oleh tenaga-dalam dari pengawal
Baju Merah itu, ketujuh pedang bengkok itu dapat menghindar
dan menyambar. Seperti halnya waktu Blo"on masih berada di
tanah tadi. Berulang kali dia hendak mengangkat tubuh untuk
menghindar selalu pedang bengkok itu mengejarnya.
Tetapi anehnya, ketika melayang di udara Blo'on dapat
berjumpalitan dapat pula membabat serangan pedang
bengkok. Dengan pedang Pek-liong-kiam yang luar biasa
tajamnya, keenam pedang bengkok itu terbabat putus semua.
Kemudian dengan gaya mirip burung belibis melayang ke
tanah, Blo'onpun segera meluncur turun.
Tempik sorak yang gegap gempita segera, berhamburan
dari tokoh2 ketua persilatan yang menyaksikan permainan
Blo'on itu. Bahkan kakek Lo Kun segera lari merghampiri dan
ngok .... ia mengecup pipi Blo"on dengan keras.
" Aduh ..... ! " Blo'on menjerit seraya mendorong tubuh
kakek itu, "mengapa engkau menggigit pipiku?"
Kakek itu tercengang, serunya: " Siapa yang menggigit"
Aku mencium pipimu."
"Masakan mencium pakai gigi?" Blo'on bersungut-sungut.
"O, anak goblok," seru kakek Lo Kun, "ciuman itu berbagai
macam. Mencium dengan hidung tanda kasih, mencium
dengan mulut tanda cinta, mencium dengan gigi tanda mesra.
Eh apakah engkau sakit?"
Sambil mengusap pipinya yang membekas gigi kakek Lo
Kun, Blo'on menggeram: "Kalau tidak sakit masakan aku
menjerit" Untung cepat2 kudorong, kalau tidak, mungkin
pipiku tentu terluka!"
"Jika begitu, apakah aku dulu salah " kakek Lo Kun
terlongong-longong. "Apakah muksudmu?" tegur Blo'on.
"Dahulu ketika mencium calon pengantinku, memang
kugigit dengan gigi, diapun menjerit dan menampar pipiku.
Aku tertawa girang karena kalau seorang nona cantik itu
menampar pipi, itu tanda cinta. Karena gadis tak mungkin
mau mencium seperti orang laki."
"Sudah tentu nona itu marah," desuh Blo'on "siapa yang
mau dicium mulutnya dengan digigit pakai gigi. Bisa putus
atau paling tidak berdarah bibirnya."
Mendengar ocehan kakek limbung dan pemuda blo'on itu,
para ketua partai persilatanpun tertawa. Bahkan Hoa Sin,
ketua Kay-pang yang suka bergurau, tertawa geli.
"Kalau dekat dengan kakek itu, umur bisa panjang karena
orang terus tertawa saja," serunya.
Tetapi kakek Lo Kun itu tak menghiraukan mereka. Ia
melanjutkan pertanyaan kepada Blo'on: "Eh. Blo'on, jangan
coba mengajari orang tua. Lalu bagaimana cara engkau
mencium kekasihmu atau pun calon pengantinmu kelak?"
Blo'on terlongong. "Soal itu aku belum tahu karena aku belum pernah
mencium anak perempuan dan belum punya pengantin. Tetapi
yang jelas, kalau mencium ya hanya pakai hidung atau mulut
tidak pakai menggigit segala."
"Kurang mesra !" teriak kakek Lo Kun, "kalau dalam soal
bercinta dengan wanita, kakekmu ini seorang jagoan. Sudah
berapa banyak wanita2 yang sekali kucium tentu ketagihan
dan selalu minta kucium lagi. Karena terlalu mengobral
ciuman, nih, lihatlah gigiku sampai ompong."
Pecah gelak tertawa pula ketika para tokoh2 persilatan
mendengar uraian kakek Lo Kun.
"Kakek, sekarang baru ketahuan mengapa pengantinmu
dulu dilarikan orang. Dia bukan dilarikan tetapi memang ikut
lari dengan orang lain karena dia tentu tak suka kepadamu.
Dia tentu kuatir bibir, hidung dan pipi habis engkau makan, hi,
hi, hi ....." tiba2 Sian Li menyelutuk dan tertawa mengikik.
"Hus, anak perempuan," teriak Lo Kun, "jangan engkau
tertawa-tawa dulu. Kelak kalau suamimu menggigit bibir dan
hidungmu, baru engkau tahu rasa. Kasih tahu kalau engkau
sudah mendapat kekasih, nanti biar kuajarkan dia bagaimana
mencium." Sian Li merah wajahnya tetapi beberapa tokoh persilatan itu
tertawa. Tiba2 pengawal Baju Merah atau pendekar dari Biau itu,
maju menghampiri Blo'on lalu menyerangnya dengan pedang.
Pedang itu tipis sekali dan permainan orang itupun luar biasa
cepatnya. Blo'on terkejut dan loncat mundur. Kakek Lo Kun maju
menyongsong dengan pukulan.
"Gila, mundurlah!" Hoa Sin cepat membertak dan menarik
bahu kakek itu ke belakang. Terlambat sedikit saja, tangan Lo
Kun tentu kutung. Sebenarnya sehabis menarik bahu kakek Lo Kun, Hoa Sin
terus hendak menyerang dengan tongkat Bak-kau-pang tetapi
ternyata kakek Lo Kun itu salah mengerti. Dia marah. Begitu
Hoa Sin hendak maju, dia terus menarik ujung pinggang baju
Hoa Sin: "Mundur serunya.
Saat itu pengawal Baju Merah sedang mengayunkan
pedangnya yang tajam, tetapi karena Hoa Sin ditarik mundur
kakek Lo Kun, tabasan itupun luput.
Setelah menarik mundur Hoa Sin, kakek Lo Kun terus
nyelonong maju dan menghantam, "duk?", kali ini karena
pengawal Baju Merah sedang menjulurkan tangan kanan
mengantarkan pedangnya ke muka, bahunya tak terlindung
dan termakan pukulan kakek Lo Kun. Pengawal Baju Merah itu
terhuyung-huyung beberapa langkah.
"Tuh, lihat, bukankah aku mampu memukulnya ?" kakek Lo
Kun berpaling kepada Hoa Sin dan berkata dengan bangga.
Pada saat itu pengawal Baju Merahpun sudah menerjang
pula dengan ayunkan pedangnya. Melihat kakek Lo Kun masih
berpaling memandang kepadanya, Hoa Sin kuatir. Jelas kakek
itu tentu akan termakan pedang lawan. Cepat ia
mencengkeram baju Lo Kun terus ditariknya kebelakang.
"Uh?" kakek Lo Kun terseret mundur dan tepat pada saat
itu pedang pengawal Baju Merah melayang sehingga tak
mengenai. "Gila !" Lo Kun menjerit, "apakah engkau mengajak tariktarikan
baju ?" Tetapi Hoa Sin tak mengubris. Ia terus maju hendak
menggebuk pengawal Baju Merah. Tetapi kakek Lo Kun tak
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puas. Ia menubruk pinggang Hoa Sin lalu diseretnya mundur.
Tepat pada saat itu sebenarnya pengawal Baju Merah
sedang merobah jurus permainannya dengan membabatkan
pedang ke pinggang Hoa Sin tetapi karena Hoa Sin diseret
mundur oleh kakek Lo Kun, babatan pedang itupun hanya
mengenai angin saja. Dua tiga kali serangan pedang pengawal Baju Merah itu
luput karena terjadinya tarik menarik antara kedua orang itu.
Rupanya pengawal Baju Merah itupun makin marah.
Sekarang dia loncat maju untuk menggunakan kesempatan
pada saat Hoa Sin masih dipeluk kakek Lo Kun. Dengan
beringas, pengawal Baju Merah itu membabatkan pedangnya
ke pinggang kedua orang itu.
"Bluk ...." Hoa Sin terkejut ketika melihat serangan maut
dari pengawal Baju Merah itu. la pun tahu kalau kekek Lo Kun
itu seorang kakek limbung, untuk memberi penjelasan jelas
tak keburu lagi. Maka dengan menggunakan sebuah jurus Lokganbhe atau Kuda-jatuh, ia menyapu kaki kakek Lo Kun
sehingga jatuh dan karena kakek itu masih belum melepaskan
dekapannya, Hoa Sinpun ikut jatuh bergelundungan dilantai.
Tepat pada saat itu pedang pengawal Baju Merahpun
melayang tiba. Karena kedua orang itu jatuh maka sambaran
pedangnya pun kembali hanya membabat angin.
Pengawal itu makin marah. Segera ia memburu dan
ayunkan pedangnya pula. Saat itu kakek Lo Kun dan Hoa Sin
masih bergelundungan di lantai. Melihat itu dengan sekuat
tenaga Hoa Sin meronta dan membawa tubuh Lo Kun
bergelundungan ke tanah. Kembali bacokan pengawal itu
luput. Dia mengejar lagi dan kali ini karena merasa dirinya
dibanting dan diguling-gulingkan, kakek Lo kun pun marah.
Dengan sekuat tenaga diapun balas menggulingkan tubuh Hoa
Sin kekiri sehingga bacokan pengawal itu luput.
Tetapi betapapun mereka bergelundungan akhirnya kalah
tangkas juga dengan pengawal Baju Merah sudah berhasil
mengejar lagi dan membacok.
Kali ini baik Hoa Sin maupun kakek Lo Kun memang tak
dapat berkutik lagi. Kedua tokoh itu terancam dengan tabasan
pedang. Tetapi pada saat bahaya dengan tiba2 pengawal Buju
Merah itu mengaum keras lengannya telah dipeluk dari
belakang oleh seseorang. Karena terkejut dia meronta sekuat-kuatnya tetapi
akibatnya malah runyam. Dia merasa tubuhnya seperti dijepit
papan baja yang luar biasa kuatnya sehingga tulang-tulangnya
terasa akan patah. Sedemikian besar sakit yang dideritanya
sehingga dia sampai meraung-raung dan peluh bercucuran
membasahi dahi. Kembali ia menghimpun tenaga-dalam, sesaat kemudian
dengan sekuat tenaga, dia berontak lagi disertai dengan
gerakkan kaki. Tetapi kembali dia harus meringis kesakitan
karena tangan yang mendekapnya itu terasa makin
mengencang keras sekali sehingga hampir saja ia tak dapat
bernapas. Dalam pada itu Hoa Sin dan kakek Lo Kun pun sudah saling
lepaskan dekapannya dan loncat bangun.
"Hai, pangcu Pengemis," tegur Lo Kun marah2, mengapa
engkau menarik bajuku sampai rompal begini?"
Hoa Sin tahu bahwa kakek itu memang limbung maka
diapun tak marah melainkan tertawa.
"Eh, mengapa tertawa " Apakah engkau memang hendak
menelanjangi aku ?" teriak kakek itu dengan marah.
"Harap jangan salah mengerti, lojin," kata Hoa Sin, "adalah
karena kuatir tanganmu terbacok pedang pengawal Baju
Merah yang tentu luar biasa tajamnya, maka kutarik engkau
kebelakang." "Tidak bisa," teriak Lo Kuu, "engkau tentu hendak merobek
bajuku !" Sebenarnya Hoa Sin tak mau melayani kakek sinting itu. Dia
terus menghampiri ke tempat Blo'on yang masih mendekap
pengawal Baju Merah. "Hai, mau kemana engkau!" teriak kakek Lo Kun seraya
menyambar ujung baju ketua Kay Pang tetapi ketua Kay Pang
itu menghindari ke muka. Lo Kun tetap ngotot hendak
menyambar baju sehingga terjadi kejar mengejar antara
kedua orang itu. Ketika tiba didekat Blo'on, pemuda itu marah. Ia
mendorong tubuh pengawal Baju Merah kearah kakek Lo Kun
seraya membentak: "Jangan gila-gilaan, kau kakek l"
Bukan kepalang kejut Lo Kun ketika tiba2 tubuh pengawal
Baju Merah itu didorong kearahnya. Serentak ia
menghantamnya, duk .... pukulan tepat mendarat di dada
pengawal Baju Merah dan orang itupun segera rubuh ke
lantai. Sebenarnya setelah dia meronta tetapi bukan saja gagal
pun kebalikannya tubuhnya malah seperti dijepit besi,
pengawal Baju Merah lemas lunglai apalagi setelah didorong
Blo'on, disambut dengan pukulan kakek Lo Kun, sudah tentu
dia terkapar tak mampu berkutik lagi.
Tanpa menghiraukan pengawal itu entah mati entah hidup,
Blo'on terus menghampiri kakek Lo Kun dan menegur: "Kakek,
mengapa engkau mengejar Hoa pangcu ?"
"Karena dia hendak membuat aku malu. Masa bajuku
dirobek begini"'' ia menunjukkan punggung bajunya yang
robek karena ditarik Hoa Sin.
"Bukan," seru Blo'on, "kulihat sendiri Hoa pangcu hendak
menolong engkau supaya jangan kena tabasan pedang,
masakan dia hendak merobek bajumu. Yang salah adalah
bajumu sendiri mengapa ditarik saja sudah robek."
"O, ya, ya, benar," kata kakek Lo Kun. Kakek itu memang
aneh. Kalau terhadap lain orang dia tak mau mengalah tetapi
kalau kepada Blo'on dia selalu menurut kata.
"Tak usah kuatir," kata Blo'on, "nanti kalau kita ke kota,
kubelikan baju baru untukmu."
"Benar," teriak kakek Lo Kun tertawa girang.
"Aku tak pernah bohong," sahut Blo'on. "engkau boleh pilih
sendiri nanti, yang sutera atau blaucu atau apa aja."
"Kalau begitu aku tadi salah," kata kakek Lo Kun serta
menghampiri Hoa Sia, "Hoa pang-cu maafkan kelakuanku."
Hoa Sin tertawa: "Aku yang bersalah merobekkan baju lojin.
Biar besok aku yarg mengganti baju baru untukmu."
"Tidak mau," seru kakek Lo Kun.
Hoa Sin terbeliak : "Mengapa ?"
"Semua anggauta Kay pang itu bajunya robek dan
tambalan. Aku tak mau pakai baju tambalan," seru kakek Lu
Kun. Hoa Sin tertawa, Tiba2 dua orang pengawal Baju Merah maju menghampiri.
Kali ini agak aneh perawakan kedua pengawal itu. Keduanya
bertubuh pendek, masing2 membekal golok gergaji, golok
yang matanya tidak tajam tetapi bergigi seperti gergaji.
Begitu tiba, mereka terus menyerang Hoa Sin karena ketua
Kay pang itu berada paling dekat sendiri. Pengawal2 dari
Thian- tong-kau itu memang tak memilih lawan. Siapa yang
dekat, dialah yang diserang.
Hoa Sin loncat menghindar lalu mengirim sebuah pukulan
keras. Pengawal yang berada disebelah kiri cepat loncat ke
udara, berjumpalitan dan meluncur hinggap diatas bahu
kawannya. Kini keduanya segera menyerang lagi.
Karena yang satu hinggap di bahu yang lain, maka
persambungan itu menjadikan mereka seorang yang tinggi,
lebih tinggi dari seorang biasa. Dan jurus permainan golok
merekapun mengejutkan. Kalau yang satu menabas ke kiri,
yang diatas bahu tentu membacok ke kanan. Dengan
demikian lawan tertutup jalannya untuk menangkis maupun
menghindar. Hoa Sin terkejut menghadapi serangan aneh itu. Kalau dia
menghindar ke kiri tentu disambut tabasan, kalau menyingkir
ke kanan tentu disambut bacokan. Cara menghindarnya hanya
loucat mundur. Tetapi kedua orang yang bertumpuk itu loncat
mengejar. Walaupun mendukung kawannya tetapi gerakan
pengawal Baju Merah yang di bawah itu tetap lincah dan gesit
sekali. Ternyata waktu loncat memburu, pengawal yang naik
di atas bahu kawannya itupun ikut membantu gerakan loncat
kawannya dengan mengayunkan tubuh kemuka. Pokoknya,
kedua orang itu dapat bergerak dengan seragam.
Lebih gila lagi, dengan saling bertumpuk itu, tenaga-dalam
mereka saling menyalur. Kalau melihat kawannya yang
dibawah menangkis serangan lawan, pengawal yang diatas
ikut menyalurkan tenaga-dalamnya kepada kawannya.
Demikian kalau yang di atas terancam bahaya, yang di
bawahpun menyalurkan tenaga-dalamnya ke atas.
Berulang kali Hoa Sin harus terkejut ketika menangkis
dengan tongkat Bak-kau-pangnya. Sebagai ketua Kay-pang
sudah tentu dia memiliki tenaga-dalam yang hebat tetapi ia
tetap tergetar tangannya apabila beradu senjata.
Tak berapa lama, ketua partai Kay pang itu mandi keringat
karena harus melayani serangan lawan yang gencar.
Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin, melihat juga
kesibukan ketua Kay-pang, tetapi mereka tak leluasa untuk
membantu. "Lo cianpwe," kata Sian Li kepada Pek I lojin, "siapakah
kedua pengawal yang aneh itu?"
"Hm, kalau tak salah, dulu di Sujwan itu muncul sepasang
saudara kembar yang pandai silat. Tak tahu siapa guru
mereka. Hanya dunia persilatan gempar karena kemunculan
kedua saudara kembar itu. Cara mereka bertempur selalu
begitu, yang satu naik ke bahu yang lain sehingga mereka,
berobah menjadi seorang manusia tinggi. Banyak jago2
persilatan yang tak berani cari perkara dengan kedua saudara
kembar itu. Mereka terkenal dengan sebutan Sujwan-song ay,
sepasang Kembar Pendek dari propinsi Sujwan."
"Adakah Hoa pangcu mampu melayani mereka ?" tanya
gadis itu pula. "Hoa pangcu memiliki kepandaian yang sakti, tak mudah
kedua orang pendek itu untuk mengalahkannya tetapi Hoa
pangcupun sukar untuk merebut kemenangan," kata Pek I
lojin. "Jika begitu, baiklah aku maju," seru Siau Li.
"Jangan," Pek l lojin mencegah. Ia tak melanjutkan katakatanya
karena saat itu, melihat suatu peristiwa yang
menggelikan. Tiba2 Blo'on menghampiri kakek Lo Kun, ia tanya: "Kakek,
mari kita tirukan kedua orang itu. Engkau yang memanggul
aku atau aku yang memanggul engkau ?"
"Maksudmu kita juga saling memanggul seperti mereka?"
seru Lo Kun. "Ya," kata Blo'on, "mereka menggunakan cara selicik itu,
kitapun juga harus mengimbangi permainan mereka."
"Baiklah," kata Lo Kun, "aku saja yang memanggul engkau
dulu, Nanti giliran. Kalau aku lelah, engkau yang harus
memanggul aku." "Huh....." kakek Lo Kun mendesuh tertahan ketika tahu2
Blo'on loncat dan mencempak bahu kakek Lo Kun. Karena tak
siap, Lo Kun terhuyung-huyung dan jatuh.
"Blo'on, engkau gila !" teriak kakek Lo Kun, "kalau mau naik
harus bilang dulu, mengapa tahu2 terus mencemplak saja !"
Memang Blo'on tak menyadari bahwa karena loncat
mencemplak itu ia telah menggunakan tenaga dan
bergeraklah tenaga-dalam Ji-ih-sin kaugnya. Sudah tentu
kakek Lo Kun tak kuat menahan cemplakan itu.
"Maaf", kakek," seru Blo'on," sekarang bersiaplah, aku
hendak naik ke bahumu."
Lo Kun pasang kuda2 dan dengan pelahan Blo'onpun
segera memanjat tubuh kakek itu. Tetapi baru kedua
tangannya mencekal punggung Lo Kun, kakek itu tertawa
keras dan meronta-ronta. Blo'on melongo, serunya: "Mengapa engkau ini?"
"Engkau gila, masakan ketiakku engkau pegang, uh. geli
sekali," kakek Lo Kun tertawa.
" Kalau begitu, engkau saja yang kupanggul," kata Blo'on
seraya bersiap. Lo Kun segera loncat mencekal kedua bahu
Blo'on, lalu dengan meminjam tenaga tekanan itu ia hendak
melayang keatas dan hinggap pada bahu Blo'on.
Tetapi karena gerakan kakek Lo Kun itu dilakukan dengan
keras, Blo'on terkejut. Setiap kali terkejut ia tentu
mengeluarkan reaksi berupa pancaran tenaga-dalam Ji-ih sinkang.
Sekali tenaga-sakti itu memancar maka tubuh kakek Lo
Kunpun segera terlempar sampai dua tombak dan brak .. ia
jatuh terbanting di lantai panggung.
" Aduh, bedebah engkau Blo'on," kakek itu merangkak
bangun seraya memaki, "mengapa engkau lemparkan aku
sedemikian keras?" Bloon melongo. "Melemparkan engkau?" serunya heran, "siapa yang
melemparkan" Aku tak merasa melemparkan engkau."
"Setan!" kakek Lo Kun makin geram. "kalau tak engkau
lemparkan masakan aku terlempar sendiri" Perlu apa aku
harus melempar diriku sendiri sampai jatuh di lantai ?"
Blo'on bingung memikirkan. Ia merasa tak melempar tetapi
mengapa kakek itu terlempar sampai sejauh itu.
"Maafkan, kakek," katanya seraya menghampiri "marilah
engkau naik ke bahuku, tetapi pelahan-lahan saja."
Dengan wajah masih penasaran kakek Lo Kun berseru :
"Jongkoklah, lekas!"
Blo'onpun menurut perintah. Setelah ia jongkok, barulah
kakek Lo Kun naik dan duduk pada kedua bahunya.
"Hayo, berdiri," perintahnya pula.
Kini dapatlah Bloon memanggul kakek Lo Kun diatas
bahunya. Kakek Lo Kun memberi perintah lagi supaya Blo'on
maju menerjang kedua orang pendek itu.
Tetapi. Blo'on membantah : "Nanti dulu, mereka bersenjata
golok dan kita tidak, tentu kalah."
"Jangan kualir, aku punja ular thiat-bi coa" seru Lo Kun
seraya melolos ular itu. "Tetapi aku bagaimana?" tanya Blo'on.
"Kalau engkau tak punya senjata, tak apa. Ular ini dapat
melindungi kita berdua," kata kakek itu seraya melanjutkan
mengorak ular thiat-bi-coa yang melilit pinggangnya.
Hiiiihhhh.....! " tiba2 Blo'on memekik dan melonjak sehingga
melambung sampai setombak tingginya.
"Hai, mengapa engkau ini!" teriak kakek Lo Kun, "awas,
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau aku sampai jatuh, engkau tentu kugebuk dengan ular
ini." Sambil berkata, kakek itu mengacungkan ular thiat bi-coa
keatas, maksudnya hendak memberi gambaran kepada Blo'on
tetapi tanpa disengaja, ekor dari ular itu meluncur, melingkar2
menusuk hidung Blo'on, haaasing ... Blo'on berbangkis.
"Aduh ...!" teriak Blo'on, Karena berbangkis, tubuh bergetar
keras sehingga hampir saja kakek Lo Kun terlempar jatuh ke
belakang. Karena gugup, ia mencengkeram kedua telinga
Blo'on dan menariknya sehingga Blo'on menjerit kesakitan.
"Kakek, mengapa engkau menjiwir telingaku?" teriak Blo'on.
"Mengapa engkau berbangkis sehingga aku sampai hampir
jatuh ?" balas Lo Kun.
"Mengapa kakek menjulur ekor ular itu masuk ke
hidungku?" bantah Blo'on pula.
Kakek Lo Kun tertawa mengekeh, kemudian berseru :
"Sudahlah, mari kita serbu orang itu."
Tepat pada saat itu Hoa Sin sudah payah. Sebenarnya
ketua Kay-pang sudah nekad hendak melancarkan serangan
maut. Melontarkan tongkat lalu menerjang. Tetapi untunglah
sebelum ia bergerak, Blo'on sudah lari menghampiri dan
berseru: "Hoa pangcu, silahkan mundur !"
Melihat Blo'on memanggul kakek Lo Kun dan kakek itu
memegang ular thiat bi-coa. Hoa Sin mengeluh: "Celaka,
kedua orang itu memang limbung benar," Hoa Sin mengeluh
dan diam2 ia menyesal mengapa ia mau menurut permintaan
Blo"on tinggalkan gelanggang.
"Hayo, kamu orang pendek," seru Lo Kun, "sekarang siapa
yang lebih tinggi ?"
Namun kedua pengawal Baju Merah yang bertubuh pendek
itu tak mau menggubris. Mereka terus menyerang.
"Celaka!' teriak kakek Lo Kun, "loncatlah. Blo'on !"
Ternyata kedua pengawal Baju Merah itu, yang satu
menyerang atas dan yang lain menyerang bawah. Serangan
yang atas dapat ditahan oleh ular thiat-bicoa tetapi serangan
yang bawah, harus ditahan Blo"on. Pada hal blo'on tak
membawa senjata apalagi kedua tangannya tengah
memegang sepasang kaki kakek Lo Kun yang menggelantung
pada kedua bahunya. Itulah sebabnya mengapa Lo Kun buru2
meneriaki supaya Blo'on loncat menghindar.
"Bagus!" seru kakek Lo Kun ketika tubuhnya melayang
sampai satu tombak karena dibawa Blo'on yang menurut
perintahnya, loncat menghindari tabasan pedang lawan.
Dan ketika melayang turun, kakek itu segera menjulurkan
ular thiat-bi coa kearah kepala lawan yang berada diatas
punggung saudaranya. Serangan yang tak terduga-duga itu menyebabkan
sepasang orang pendek itu loncat mundur.
"Ha, ha, ha," kakek Lo Kun tertawa gembira, "mengapa
mundur " Takut ?"
Secepat mundur kedua orang pendek itupun segera
menerjang pula. Mereka memainkan pedang gergajinya
Jodoh Rajawali 16 Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Rase Terbang 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama