Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 7
pikir, orang itu tentu seorang penjahat yang hendak melarikan
diri. Maka kontan saja ia terus loncat menyeruduk dengan
kepalanya. Memang kakek itu memiliki batok kepala yang luar
biasa kerasnya. Karang dan pohonpun dapat diseruduknya
hancur. Prak . . . duk . . terdengar dua buah suara yang berbeda.
Yang satu suara kepala dibantai tongkat dan yang satu kepala
dada diseruduk kepala. Dan dua-duanya, kakek Lo Kun ia dan
Thian Gi taysu terjerembab jatuh ke tanah. Apakah yang telah
terjadi " Ternyata utusan Seng-lian-kau itu menang lihay dan tajam
matanya. Ketika ia tahu dari belakang akan diserang oleh
paderi Thian Gi dan dari muka akan ditanduk dengan kepala
kakek Lo Kun, gesit laksana burung walet, ia melambung
keatas dan diudara ia bergeliatan tubuh seraya taburkan
senjata-rahasia Hek-yan-piau kearah kedua penyerangnya itu.
Karena sedang berhantam sendiri, kakek Lo Kun dan paderi
Thian Gi terkena timpukan lawan Kakek Lo Kun terkena
pantatnya dan Thian Gi taysu terpanggang bahunya,
Kakek Lo Kun tengel-tengel hendak bangun tetapi tiba-tiba
ia menjerit : "Aduh ! Mengapa pantatku kaku begini ?"
Kakek itu mendekap pantatnya dan berusaha untuk
mengusap-usap : "Hai, apakah ini ?" tiba-tiba pula ia berteriak
dan menjemput dua buah benda hitam yang menancap di
pantatnya, "burung walet kecil, kurang ajar, inilah yang
menyebabkan pantatku kaku !"
Habis berkata kakek itu terus hendak membanting benda
itu tetapi tiba-tiba paderi Thian Gi berseru : "Itu senjatarahasia
beracun dari orang tadi, lotiang !"
"Senjata beracun "*'
"Ya, lotiang terkena taburan senjata beracun dari orang itu.
Aku sendiripun terkena juga pada bahuku Rasa bahuku
sekarangpun sudah mulai kaku," kata Thian Gi taysu seraya
menggerak-gerakkan bahunya supaya lemas.
"Lalu kemana orang itu ?" tanya Lo Kun.
"Melarikan diri."
"Celaka, mengapa tak ditangkap," tiba-tiba kakek itu terus
hendak berbangkit dan mengejar. Tetapi seketika itu juga ia
menjerit: "Aduh . . pantatku tak dapat bergerak"
Thian Gi taysu tahu kalau kakek itu memang limbung, la
geli dan kasihan, serunya : "Lotiang harap lotiang
menjalankan pernapasan untuk menutup menjalarnya racun
itu ke tubuh lotiang. Aku pun juga akan berbuat demikian."
Habis berkata paderi Thian Gi terus duduk bersila pejamkan
mata, menyalurkan tenaga dalam untuk mencegah racun
masuk kedalam tubuh. "Huh, tak perlu, masakan racun begini sajaj aku tak dapat
menyembuhkan," gumam kakek Lo Kun yang lalu
mengeluarkan sebuah benda yang merah warnanya. Ia
mencabik sedikit lalu memakannya. Seperempat jam
kemudian, ia sudah dapat berdiri dan terus menghampiri ke
tempat paderi Thian Gi. "Lihatlah, aku sudah sembuh," katanya dengan bangga,
"engkau juga kuberi obat ini. Tentu sembuh seketika."
Thian Gi membuka mata. Dilihatnya memang kakek pendek
itu sudah berdiri dihadapannya dengan paras berseri. Ia
heran. "Obat apakah itu '" tanyanya sambi! memandang benda
merah yang diangsurkan kakek itu.
"Bangkai kelabang," sahut kakek Lo Kun.
"Bangkai kelabang ?" Thian Gi taysu terbeliak heran.
"Percayalah kepadaku, engkau pasti sembuh dari racun itu.
Kalau mati, kuganti jiwamu !"
Karena melihat kakek itu memang sudah sehat dalam
beberapa kejab saja dan mengetahui bahwa walaupun
limbung tetapi kakek pendek itu seorang yang polos, akhirnya
Thian Gi mau juga menelan benda merah itu. Setelah menelan
ia lalu pejamkan mata dan menyalurkan peredaran darah.
Benar juga tak berapa lama, Thian Gi taysu rasakan
lengannya sudah lemas dan dapat digerakkan seperti biasa
lagi. Ia segera bangkit dan menghaturkan terima kasih kepada
kakek Lo Kun Ia tak mau bertanya panjang lebar lagi tentang
benda merah yang luar biasa khasiatnya itu. Tetapi ia tetap
tak percaya kalau itu terbuat dari bangkai kelabang.
"Mana kawan kawanku?"tanya kakek Lo Kun
"Masih di dalam," kata Thian Gi taysu. Ia menerangkan
bahwa kakek bungkuk juga terkena senjata racun dari orang
tadi. "Hai, lekas bawa aku kepadanya," kakek Lo Kun berreriak
kaget dan tanpa tunggu hian Gi berjalan, kakek itu terus lari
mendahului masuk ke dalam halaman belakang.
Ia terkejut menyaksikan keadaan dalam gereja itu.
Berpuluh-puluh paderi masih rubuh ditanah dan sedang
diangkut kedalam oleh kawan-kawannya. Dan yang lebih
mengejutkan lagi ketika ia melihat kakek Kerbau Putih sedang
ditolong Blo'on Buru-Buru ia lari menghampiri.
"Kenapa setan kerbau itu?" tanyanya kepada Bloon.
"Dia terkena senjata-rahasia beracun dari seorang yang
mengaku menjadi utusan Seng-lian-kau' Blo'on memberi
keterangan. "Lalu apakah dia tak dapat bangun ?"
"Ya, kakinya kaku tak dapat digerakkan."
"Potong sajalah!" kakek Lo Kun berkata seenaknya sendiri
lalu mengambil pisau dan terus hendak memotong paha kakek
Kerbau Putih. "Setan Lo Kun, jangan gila-gilaan engkau !' teriak kakek
Kerbau Putih seraya mendupaknya dengan kaki kanan.
"Ya, petlu apa orang setolol engkau diberi kaki ?" ejek
kakek Lo Kun. "Lalu bagaimana, aku memang terkena senjata-rahasia
yang beracun ?" kakek Kerbau Putih menggeram.
"Aku juga terkena pantatku, malah sekaligus terkena dua
buah senjata beracun bangsat itu" kata kakek Lo Kun seraya
berputar tubuh dia unjukkan pantatnya ke muka kakek Kerbau
Putih "nih, lihatlah sendiri !"
"Setan pendek, tutuplah lekas, pantatmu masih bau," teriak
kakek Kerbau Putih demi melihat kakek Lo Kun menyingkap
kain celananya sehingga pantatnya tertampak.
"Kurang ajar," teriak kakek Lo Kun, "sudah hampir'setengah
malam aku mencuci dan membersihkan pantat dan celana
dengan air, masakan masih bau. Kalau tak percaya, ciumlah
pantatku ini! Jika masih bau boleh kau pukul kepalaku"
Kakek Lo Kun terus ajukan pantatnya ke dekat muka kakek
Kerbau Putih. "Enyah !" kakek Kerbau Putih marah dan mendorongnya.
"Tidak bisa," bantah kakek Lo Kun, "engkau harus
mengatakan dulu kalau pantatku sudah tak bau baru aku mau
menutupnya lagi." Memang gila ! Kalau para paderi Siau-lim-si sedang sibuk
menolong kawan-kawannya yang terluka, kakek Lo Kun dan
kakek Kerbau Putih ribut-ribut soal pantat. .
Akhirnya Blo'on tak sabar juga : "Sudahlah, jangan ributkan
soal pantatmu lagi, kakek Lo Kun Kakek Kerbau Putih ini
sedang menderita luka, ia tak dapat berjalan, kita harus lekas
menolongnya" Kakek Lo Kun menurut. Sambil menutup
celananya ia tertawa: "Sebenarnya hal itu mudah saja
buktinya lihatlah aku. Aku juga terkena senjata beracun itu
tetapi dengan cepat saja sudah sembuh."
"Apa obatnya?" kakek Kerbau Putih nyelutuk.
"Kerbau goblok "' bentak kakek Lo Kun, "masakan engkau
lupa " Bukankah engkau masih menyimpan bangkai kelabang.
Itu dia. Obat yang paling mustajab untuk segala racun !"
"Gila !" teriak kakek Kerbau Putih, "mengapa aku tak
ingat?" ia terus mengeluarkan bangkai kelabang yang
disimpan dalam bajunya. Bangkai kelabang yang umurnya
ratusan tabun dan dapat mengeluarkan mustika itu, dibagi
dua. Kakek Lo Kun separoh dan kakek Kerbau Putih separoh.
Kemudian kakek Kerbau Putihpun lalu menelan segempil
bangkai kelabang. Tak berapa lama diapun sembuh dari
lukanya dan dapat berjalan seperti biasa pula, '
Hui Liang taysu heran melihat kakek Kerbau Putih sudah
sembuh dalam waktu yang begitu cepat
"O, lotiang Sudah sembuh ?" serunya namun paderi itu
malu untuk menanyakan obat yang menyembuhkan si kakek.
"Jangan kuatir," sahut kakek Kerbau Putih sambil
busungkan dada, "jangankan hanya racun dari senjata-rahasia
begitu, sekalipun yang lebih hebat dari itu aku tetap dapat
sembuh." "O, syukurlah . . . "
"Dan engkau bagaimana paderi ?" tanya kakek Kerbau Putih
serta melihat wakil ketua Siau-lim si itu masih duduk bersila di
tanah, menjalankan tenaga-dalam untuk menghalau racun.
"Mudah-mudahan akan sembuh," sahut Hui Liang taysu.
"O, mengapa engkau tak minta obat kepada ku ?" seru
kakek Kerbau Putih, "duduk bersila menjalankan pernapasan
untuk menghalau racun, makan waktu lama."
Hui Liang taysu mengkal. Mengapa harus minta " Bukankah
kakek rambut putih itu tahu kalau ia terkena senjata-rahasia
beracun " Kalau memang mau menolong, tanpa diminta tentu
sudah memberi obat sendiri.
Hui Liang taysu tetap mempertahankan gengsi. Ia tak mau
membuka mulut minta obat kepada kakek Kerbau Putih.
Tetapi tiba-tiba ia teringat bahwa banyak sekali anakbuahnya
yang menjadi anggauta barisan Lo-han-tin telah menderita
luka beracun. Bagaimana hendak menolong mereka "
"Apakah lotiang pandai mengobati?" akhirnya wakil ketua
Siau-lim-si itu menggunakan akal.
"Siapa bilang aku tak bisa " Huh, jangankan luka begitu,
orang yang sudah mau mati, pun aku dapat
menyembuhkannya." "Benarkah ?" Hui Liang taysu menegas, "ah, mungkin tidak
..." "Engkau tak percaya?" teriak kakek Kerbau Putih, "cobalah
engkau mengangakan mulut dan telan saja apa yang akan
kumasukkan kedalam mulutmu"
Dan tanpa menunggu orang setuju atau tidak, kakek
Kerbau Putih terus mengambil sebuahbungkusan dari dalam
bajunya. Memutus sedikit bangkai kelabang, terus hendak
diminumkan. "Tetapi mengapa tak mengangakan mulut " melihat mulut
Hui Liang taysu masih mengatup kakek Kerbau Putih terus
ulurkan tangan kiri, menekan kedua pipi paderi itu hingga
mulutnya terbuka. Secepat kilat, cuwilan bangkai kelabangpun
terus disusupkan kedalam mulut : "Telan . . . !"
Hui Liang taysu terkejut, la tak menyangka kalau dirinya
akan diperlakukan seperti anak kecil saja. Tetapi karena kakek
Kerbau Putih bergerak cepat sekali wakil ketua Siau-lim-si itu
tak sempat berbuat apa-apa lagi.
Hui Liang rasakan tubuhnya disaluri oleh arus hawa hangat.
Bermula timbul dari perut lalu menjalar keseluruh tubuh. Dan
tak berapa lama ia rasakan punggung dan bahunya yang
terluka dapat bergerak seperti biasa.
"Terima kasih, lotiang," wakil ketua Siau lim si itu
berbangkit dan serta merta menghaturkan terima kasih
kepada kakek Kerbau Putih.
"Engkau percaya sekarang?" tanya kakek itu.
"Ya, lotiang memang sakti," Hui Liang taysu tertawa. TibaTiba ia teringat akan nasib anakbuah barisan Lo-han-tin.
Segera ia ayunkan langkah hendak meninjau keadaan mereka.
"Kemana ?" tanya kakek Kerbau Putih.
"Menolong anakbuah barisan Lo-han-tin. Mereka juga
terluka," jawab Hui Liang taysu.
Blo'on dan kedua kakek mengikuti langkah Hui Liang
menuju kesebuah paseban. Disitu penuh dengan paderi-paderi
Siau-lim-si yang menggeletak dan merintih-rintih. Tampak
kesibukan yang menonjol pada para paderi yang hendak
melakukan pertolongan. Demi melihat wakil ketuanya
melangkah masuk, para paderi yang sibuk memberi
pengobatan itupun berhenti dan memberi hormat.
"Bagaimana keadaan mereka ?" tegur Hui Liang kepada
paderi Thian Gi "Parah," sahut Thian Gi, "walaupun sudah, diberi Toh-bengkitok-tan, racun tetap bekerja Mereka tak dapat
menggerakkan tubuhnya."
Hui Liang taysu kerutkan dahi lalu berpaling kepada kakek
Kerbau Putih. Tetapi sebelum wakil ketua Siau-lim-si itu
membuka mulut, kakek Kerbau Putih sudah mendahului : "Ai,
sial benar. Kalau engkau minta obat untuk sekian banyak ke
pala gundul, obatku tentu habis!"
Tiba-Tiba kakek Kerbau Putih berpaling pula ke-arah kakek
Lo Kun : "Hai, setan pendek, hayo berikan obatmu kepada
mereka." "Uh, engkau kan juga punya, mengapa harus obatku yang
diminta ?" kakek Lo Kun bersungut
"Obatku hanya tinggal sedikit. Sekarang obat sirnpananmu
itu," seru kakek Kerbau Putih.
Tiba-Tiba kakek Lo Kun menghitung : "Satu, du tiga, empat,
lima, enam, tujuh . . ." ia terus menghitung jumlah paderi
yang terluka. "Enampuluh ekor !" tiba-tiba ia berhenti, "amboi ! Mengapa
begitu banyak yang terluka ?" kemudian ia berpaling kepada
kakek Kerbau Putih dan berteriak : "Tidak, Kerbau Putih !
Obatku tentu habis kalau dipakai untuk mengobati sekian
banyak orang ..." "Ho, benar, benar, setan pendek," seru kakek Kerbau Putih,
"pun kalau obat kita berdua dipakai semua, juga tetap masih
kurang. Lebih baik tak diberikan saja !"
Mendengar itu Blo'on tak senang hati.Di anggap kedua
kakek itu terlalu mementingkan kepentingan diri sendiri saja.
"Kakek berdua, jangan begitu pelit. Menolong jiwa orang itu
penting. Obat habis biarlah besok kita cari lagi ..." ]
"Huh, enak saja engkau omong ' teriak kakek Lo Kun
"dalam gua diperut gunung itu sudah tak ada lagi binatang
yang begitu. Kemana kita harus cari penggantinya" Engkau
juga punya obat. hai, benar, benar, engkau sendiri juga punya
obat yang lebih manjur untuk menyembuhkan racun Hayo,
keluarkanlah !" "Aku ?" Bloon terkejut.
"Ya, bukankah engkau menyimpan mustik kelabang itu "'
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seru kakek Lo Kun. "Maksudmu benda sebesar kacang yang memancar sinar
merah itu T' "Itulah !" seru kakek Lo Kun.
Blo'on cepat mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. Setelah
dibuka, isinya benda merah sebesar kacang : "Lalu bagaimana
cara menggunakannya ?"
Kakek Lo Kun juga bingung. Akhirnya kakek Kerbau Putih
yang buka suara : "Mustika itu harus direndam dalam air lalu
minumkan air itu kepada mereka yang kena racun."
"Hai, kepala gundul, ambilkan segelas air !" segera Lo Kun
berseru kepada seorang paderi.
Walaupun mendongkol karena disebut 'kepala gundul' tetapi
karena Hui Liang taysu memberi isyarat, paderi itupun segera
mengambilkan. Setelah menerima gelas berisi air, Blo'on lalu memasukkan
mustika kelabang ke dalamnya. Aneh air yang berwarna putih
seketika berobah merah darah warnanya. Tetapi apabila
mustika diambil, airpun kembali berwarna putih lagi
"Hayo, kita obati mereka," kata Blo"on lalu menghampiri
kawanan paderi yang terluka itu. Dengan dibantu oleh kedua
kakek, kakek Lo Kun yang mengangakan mulut dan kakek
Kerbau Putih yang memijat hidung, Blo'on lalu meminumkan
air rendaman mustika itu ke mulut setiap paderi.
Demikian setelah minta air sampai berpuluh gelas, akhirnya
Blo'on dapat meminumkan air obat kepada paderi-paderi yang
terluka. Memang hebat benar khasiat mustika kelabang itu.
Beberapa waktu kemudian tampak paderi anakbuah barisan
Lo-han-tin itu dapat bergerak dan bangun.
Melihat itu Hui Liang taysu girang sekali. Segera menjurah
menghaturkan terima kasih kepada Blo'on dan kedua kakek.
Tindakan wakil ketua Siau-lim-si itu diikuti oleh seluruh
anggauta barisan Lo-han-tin yang terdiri dari 108 orang
paderi. Blo'on senang karena dapat menolong orang. Ia
menyimpan lagi mustika itu ke dalam bajunya.
Sebagai pernyataan terima kasih, Blo'on dan kedua kakek
diperlakukan sebagai tetamu agung oleh fihak Siau-lim-si.
Mereka ditahan dan diminta bermalam di gereja situ.
Malamnya diadakan perjamuan untuk menghormat mereka.
Walaupun paderi Siau-lim-si pantang makan daging dan
minum arak tetapi untuk ketiga tetamu itu telah di sediakan
hidangan yang lezat. Keesokan harinya, Blo'on bertiga pamit. Mereka hendak
menuju kegunung Butong-san, meminta keterangan kepada
perguruan Bu-tong-pay. "Ah, rasanya Bu-tong-pay juga serupa dengan Siau-lim-si.
Mereka hanya dapat memberi keterangan seperti yang
kukatakan tadi," kata Hui Liang.
"Tak apa," kata Blo'on, "siapa tahu mereka dapat memberi
keterangan kepadaku."
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kakek Lo Kun menyelutuk :
"Kemanakah sekarang kita ini ?"
"Bu-tong-san" sahut Blo'on.
"Mengapa ?" "Minta keterangan kepada ketua Bu-tohg-pay tentang Bu
Bun lojin dan perkumpulan Teratai-putih." kata Blo'on.
"Engkau sudah tahu dimana letak gunung Bu tong-san itu?"
tanya kakek Lo Kun pula. "Siapa bilang aku sudah tahu ?"
"Gila ! Bagaimana kita dapat mencapai tempat itu ?" Lo Kun
mendelik. "Tolol engkau !" teriak Bloon, "diatas bumikan banyak
gunung. Salah satu tentu gunung Bu-tong-san. Mengapa hal
yang begitu mudah engkau tak tahu ?"
"Tetapi tujuan aku dan Lo Kun keluar dari guha, adalah
hendak mengantar engkau menghadap raja. Bukan mencari
Bu Bun lojin," tiba-tiba kakek Kerbau Putih ikut buka suara.
"Ya, benar, benar, kami berdua hendak mengantar engkau
ke kota raja menghadap raja. Perlu apa ke gunung Bu-tongsan
?" teriak Lo Kun. Blo'on garuk-garuk kepala.
"Tetapi aku sudah berjanji dengan kakek tengkorak dalam
guha. untuk mencarikan muridnya yang bernama Bu Bun.
Kalau aku tak mencarikan, kan namanya aku ini ingkar janji "
bantah Blo'on. "Bukan ingkar janji" kata kakek Kerbau Putih, "kita tetap
mencari Bu Bun lojin itu tetapi tidak harus sekarang. Karena
kita masih mempunyai lain urusan yang penting. Apakah
engkau tak ingin bertemu dengan ayahmu yang jadi raja itu" "
"Entahlah . .," Blo'on garuk-garuk kepala. ]
"Entah " Apa engkau ini gila ?" kakek Kerbau Putih terbeliak
heran, "masakan orang tak mau melihat bapaknya " Sayang
aku sudah tak punya bapak, kalau bapakku masih hidup tentu
aku akan senang sekali menemuinya."
"Bukan aku tak senang," bantah Blo'on, "tetapi aku benarbenar
tak ingat bagaimana bapakku itu. Dan akupun sudah
lupa apakah aku ini mempunyai bapak atau tidak ..."
"Ho, engkau ini anak manusia atau anak setan ?" tiba-tiba
kakek Lo Kun menyelutuk, "Itulah yang hendak kuselidiki. Kalau anak setan, mengapa
aku ini seorang manusia seperti kalian. Tetapi kalau anak
manusia, aku merasa tak tahu siapa bapakku."
"Somali mengatakan bahwa engkau ini anak raja maka
engkau boleh menghadap raja dan tanya kepadanya apakah
engkau ini anaknya atau bukan kata kakek Kerbau Putih.
"Mudah-mudahan begitu," kata Blo'on, "karena aku sendiri
sudah tak ingat." "O, engkau tak dapat mengingat dirimu siapa dan siapa
pula bapakmu itu ?" tanya kakek Kerbau Putih
"Benar," sahut Blo'on, "aku memang menderita semacam
penyakit aneh ialah tak ingat lagi semua peristiwa yang
lampau." "Apakah otakmu masih ?" tiba-tiba pula kakek Lo Kun
berseru. "Entah masih ada entah sudah kosong, mana aku tahu ?"
jawab Blo'on, "O, berbahaya," seru kakek Lo Kun, "harus diperiksa apakah
otakmu masih atau sudah hilang"
"Kalau masih ?"
"Kalau masih, tehtu ada penyakitnya. Dan penyakit itu
harus diobati," kata kakek Lo Kun dengan nada seperti
seorang tabib. "Kalau sudah hilang ?" tanya Blo'on.
"Harus diisi lagi dengan otak baru !"
Blo'on terkesiap, serunya: "Dengan otak apa?"
Dengan sikap seperti seorang tabib yang pandai, berkatalah
kakek Lo Kun : "Dengan otak apapun boleh. Otak anjing, otak
kerbau, otak babi, otak monyet ..."
"Tidak sudi !" teriak Blo'on agak marah, "masakan otak
orang hendak diganti dengan otak binatang. Aku minta diganti
dengan otak manusia juga !"
Kakek Lo Kun mendelik : "Otak manusia " Lalu manusia
siapa yang mau memberikan otaknya kepadamu ?"
"Kifa cari orang itu. Masakan di dunia yang begini luas tak
ada manusia yang mau menyerahkan otaknya untuk menolong
orang yang sakit seperti diriku ini," gumam Blo'on.
"Ada ! Ya, engkau benar. Memang ada manusia yang dapat
kita ambil otaknya !" tiba-tiba kakek Lo Kun menjerit. .
"Siapa ?" Blo'onpun ikut tegang,
"Orang mati " "Tidaaakkk!" Blo'on serentak memekik, "pakai otak orang
mati. kan jadi orang mati nanti !"
Kakek Lo Kun merenung. Sesaat kemudian ia berkata :
"Soal cari otak, nanti kita bicarakan lagi. Sekarang yang
penting, akan kuperiksa dulu isi kepalamu itu. Masih ada
otaknya atau tidak."
"Bagaimana caranya memeriksa "'
Sambil menunjuk ke sebatang pohon besar yang tumbuh
ditepi jalan, kakek Lo Kun berkata: "Mari kita istirahat di sana,
nanti akan kubelah kepalamu dengan pisau."
Mendengar itu kakek Kerbau Putih melongo dan Blo'onpun
mendelik seperti orang dicekik setan .....
---ooo0dw0ooo--- Jilid 10 Teratai - Melati Kakek Lo Kun tak menghiraukan perobahan wajah Bloon
yang menyeringai seperti monyet mencium terasi dan wajah
kakek Kerbau Putih yang menyengir kuda.
"Hayo kita beristirahat dibawah pohon itu," kakek Lo Kun
terus menyeret tangan Blo'on diajak menuju kebawah
sebatang pohon besar. Saat itu matahari sudah mulai condong ke-sebelah barat.
Hari sudah sore. Dan mereka berada di sebuah hutan.
Setiba di bawah pohon, kakek Lo Kun segera mendorong
Blo'on rebah di tanah. Sudah tentu Blo'on terkejut.
"Mau apa engkau ?" serunya.
"Membuka kepalamu." kata kakek Lo Kun seraya
mengeluarkan sebatang pisau dan secepat kilat tangan kirinya
menekan kepala Blo'on dan tangan kanan mengangkat pisau.
"Tulung . . !" Blo'on menjerit sekeras-kerasnya dan
meronta-ronta, Huk, huk . . . jeritan Blo'on itu telah membangkitkan
kemarahan anjing kuning dan kedua kawannya. Bermula
mereka diam saja karena sudah kenal siapa kakek Lo Kun.
Dan merekapun tak berbuat apa-apa karena melihat Bloon
rebah di tanah. Bahkan anjing Kuningpun ikut rebahkan diri,
rajawali dan monyet hinggap di atas pohon.
Tetapi mendengar Blo'on menjerit minta tolong dan
meronta-ronta, anjing Kuning serentak berbangkit. Demi
melihat kakek Lo Kun hendak membelah kepala Blo'on dengan
pisau, anjing Kuning terus loncat menerkam punggung kakek
itu. Dan serempak dengan itu, dari atas burung rajawali serta
monyet hitam berhamburan melayang turun. Rajawali
mencengkeram kepala dengan cakarnya yang tajam. Monyet
mencemplak tengkuk terus menggigit daun telinga..
"Aduh . . aduh . . jahanam . . keparat . !" karena diserang
oleh tiga binatang yang nakal, ka kek Lo Kun menjerit-jerit
seperti babi hendak disembelih.
Ia melonjak-lonjak seperti orang menginjak api dan bingung
untuk menghalau binatang-binatang itu. Kalau menampar
burung rajawali, anjing masih menerkam punggung. Kalau
menghalau anjing, kepalanya masih diterkam rajawali. Kalau
dengan kedua tangannya menampar rajawali dan memukul
anjing, monyet hitam masih hinggap ditengkuknya dan tak
henti-hentinya menggigiti daun telinga.
"Blo'on, lekas suruh mereka berhenti !" teriak kakek itu
sambil melonjak-lonjak dan menampar-nampar ketiga
binatang itu. Rupanya ketiga binatang itupun tak mau sungguh-sungguh
melukai si kakek. Mereka rupanya tahu kalau kakek itu
sahabat dari Blo'on. Mereka hanya menggoda kakek itu.
Blo'on tertawa terpingkal-pingkal. Demikian pula dengan
kakek Kerbau Putih. "Blo'on, kalau engkau tak mau menghentikan anakbuahmu,
aku tak mau mengobati kepalamu " teriak Lo Kun pula.
"Hi, hi," Blo'on tertawa, "aku tak mau dengan cara
pengobatan yang begitu gila. Masa kepala mau engkau belah!"
"Ya, ya, tidak, tidak jadi!" seru kakek Lo Kun, "dengan lain
cara saja." Karena melihat kakek itu sudah tobat. Blo'on kasihan dan
berseru suruh ketiga binatang itu pergi. Rupanya binatang itu
memang taat kepada tuannya. Mereka berhamburan
melepaskan si kakek Lo Kun.
Sambil mengemasi rambutnya yang morat-marit diobrakabrik
rajawali, telinganya yang berdarah karena digigit monyet
dan bajunya yang robek karena diterkam anjing Kuning, kakek
Lo Kun mengomel dan memaki-maki.
"Sudahlah, setan pendek," bentak kakek Kerbau Putih,
"jangan mengomel seperti orang perempuan tua begitu.
Engkau memang gila, masakan kepala anak itu hendak engkau
belah. "Bukankah otaknya sakit ?" sahut kakek Lo Kun, "kalau
kepalanya tak dibuka bagaimana tahu otaknya masih ada atau
tidak ?" "Sudah, jangan gila-gilaan. Engkau bukan tabib, bagaimana
engkau berani membuka kepala orang. Apakah engkau
mampu mengembalikan lagi" Dan kalau kepalanya engkau
belah, dia tentu mati. Kalau tak percaya, boleh coba.
Kepalamu kubelahnya," geram kakek Kerbau Putih.
Lo Kun diam tak menyahut.
"Sekarang sambil beristirahat kita rundingkan bagaimana
kita hendak menuju. Kegunung Bu-tong san atau ke kota raja
atau ke lain tempat lagi," kata kakek Kerbau Putih pula.
"Ke Bu-tongsan !" seru Blo'on.
"Tahu jalannya?" tanya kakek Kerbau Putih.
"Tidak." "Ke kota raja saja!" teriak Lo Kun.
"Tahu jalannya ?" tanya kakek Kerbau Putih Kakek Lo Kun
gelengkan kepala. "Hm, kalian memang hanya menggoyangkan! lidah tetapi
tak tahu apa-apa. Ke Bu-tong-san, kekota raja, tetapi tak tahu
jalannya," gumam Kerbau Putih
"Apakah engkau tahu jalannya ?" kakek Lo Kun bersungut.
Jawab kakek Kerbau Putih : "Aku sendiri juga tidak tahu
maka sebaiknya kita putuskan begini saja. Kita terus jalan
menuju ke muka sana. Entah nanti sampai dimana. Kalau
sampai di Bu-tong-san ya kita terus mencari ketua Bu-tongpay,
kalau sampai di kotaraja ya kita menghadap raja'"
"Setuju !" teriak kakek Lo Kun tetapi pada lain kilas ia
menjerit pula, "cara macam apa itu " Bagaimana kalau kita
ketemu sungai dan gunung"
"Itu bukan halangan ! sahut kakek Kerbau Putih, "ketemu
sungai kita seberangi, ketemu gunung kita lintasi, ketemu
hutan kita terobos !"
"Ya. kalau begitu aku mau", kata kakek Lo Kun. Dan
Blo'onpun menurut. Kakek Kerbau Putih tak tahu arah yang ditunjuk itu sebelah
mana. Pokoknya ia menunjuk kesebelah muka. Dan kebetulan
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
arah yang ditunjuk kakek itu ialah menuju ke utara.
"Lalu bagaimana sekarang ini " Matahari sudah hampir
silam, apakah kita melanjutkan perjalanan atau tidur disini?"
tanya kakek Kerbau Putih "Tidur disini atau melanjutkan perjalanan, bagiku sama
saja." kata kakek Lo Kun, "pokok asal engkau dapat menjamin
perutku yang sudah kosong ini !"
"Huh, kakek pendek, kemana-mana engkau selalu
mementingkan perutmu saja. Ingat, apakah engkau tidak
kapok mengalami kejadian seperti di gereja Siau-lim-si itu "
Karena kekenyangan dan terlalu kekenyangan dan banyak
minum arak, sehing ga perutmu sampai meletus"
"Hi, hi," kakek Lo Kun geli sendiri, "itu bukan salahku.
Masakan perutku sedang mulas, kawanan kepala gundul itu
terus menyerang. Karena kaget, isi perutkupun terus
berhamburan keluar".
Bloon geli-geli mendongkol, serunya: "Ya, enak saja engkau
mengosongi perut, tetapi kita yang celaka aku mau muntah.
Eh, mengapa baunya begitu luar biasa busuknya " Apakah
yang engkau makan selama dalam guha ?"
"Seadanya," sahut kakek Lo Kun, "kalau dapat kijang, ya
makan kijang, Kalau harimau, ya makan harimau. Dan kalau
tak dapat apa-apa, bangsa cecak, kadal, cengkerik, ular,
tenggoret, uh, apa saja perutku mau menerima."
"Uh, kalau begitu perutmu itu merupakan kuburan bangkaibangkai
binatang," Blo'on tertawa, "jangan kualir, kakek. Nanti
akan kusuruh binatangku itu mencarikan makan untukmu."
"Bagus, Blo'on !" tiba-tiba kakek Lo Kun melonjak bangun,
"hayo kita jalan lagi. Mudah-mudahan bertemu dengan desa,"
Demikian ketiga manusia aneh dan binatang luar biasa itu
melanjutkan perjalanan pula. Mereka berjalan menurutkan
jalan yang terbentang dimuka. Entah sampai dimana, mereka
tak mempedulikannya. Haripun makin gelap dan malam mulai tiba.
"Hai, apakah itu ?" tiba-tiba kakek Lo Kun berseru sembari
menunjuk ke balik sebuah gerumbul pohon yang masih
sepemanah jauhnya. Ketika Blo'on dan kakek Kerbau Putih memandang ke muka,
tampaklah segunduk benda hitam di balik gerumbul pohon.
"Rumah," seru kakek Kerbau Putih, "hai . . ia berteriak
kaget ketika kakek Lo Kun sudah lari mendahului.
Rupanya begitu mendengar kata-kata 'rumah' Lo Kun terus
tancap gas, lari kencang. Terpaksa kakek Kerbau Putih dan
Blo'on mengikuti. Setelah melintasi gerumbul pohon yang merentang cukup
panjang ditepi jalan, Blo'on dan kakek Kerbau Putih melihat
kakek Lo Kun sudah menerobos masuk ke dalam sebuah
bangunan rumah. Rumah itu gentingnya dicat merah.
Dan setelah tiba, barulah kakek Kerbau Putih dan Blo'on
tahu kalau rumah itu sebuah kuil gunung yang sudah tak
terurus. Sebuah kuil tua untuk memuja para malaekat gunung
di daerah si tu. "Gila !" begitu kakek Kerbau Putih dan Blo'on melangkah
masuk, kakek Lo Kun sudah menyambut dengan makian keluh
kemarahan, "masakan rumah ini kosong. Tiada orang, tiada
makanannya. Di meja hanya terdapat beberapa patung Saja."
Memang kuil itu kecil, hanya mempunyai sebuah ruangan
depan untuk sembahyangan. Di meja sembahyang terdapat
sebuah patung yang di cat dengan warna kuning emas. Di
kanan kiri meja pun terdapat dua buah patung setinggi orang.
Menilik keadaannya yang kotor dan penuh debu, tentulah kuil
itu jarang dikunjungi orang. Tetapi bangunannya masih cukup
kokoh. Tiba-tiba kakek Lo Kun menghampiri patung yang berdiri di
kanan meja, terus ditaboknya, plak.... "Hai, patung, mana
makanan di meja itu" Engkau seorang penjaga yang rakus,
masakan sedikitpun tiada sisa makanan. Semua engkau
habiskan !" "Sudahlah, kakek." kata Blo'on "jangan kualir, nanti akan
kusuruh binatang itu mencari makan untukmu."
Mendengar itu, kakek Lo Kun baru tak marah. Kakek Kerbau
Putih mengambil korek lalu menyalakan sisa lilin yang masih
terdapat di atas tatakan lilin.
"Kita tidur disini, besok kita lanjutkan perjalanan." kata
kakek Kerbau Putih. Untunglah lantai tak berapa kotor. Setelah agak
dibersihkan, dapat dibuat tidur. Blo'onpun segera suruh anjing
Kuning, burung rajawali dan monyet mencarikan makanan dan
minuman. Tak berapa lama setelah ketiga binatang itu pergi,
mendadak hujan turun. Memang sejak sore langit gelap
dengan awan hitam yang tebal.
Tiba-Tiba mereka mendengar suara derap kuda lari
mendatangi. Menilik riuhnya, tentulah bukan hanya seekor
tetapi tentu beberapa ekor kuda.
"Celaka, ada orang datang," kata kakek Kerbau Putih.
"Peduli apa ?" sahut kakek Lo Kun, "tempat ini sudah lebih
dulu kita tempati. Kalau mereka mau tidur disini, tak bisa.
Harus tidur di luar."
"Tunggu, jangan bicara," kakek Kerbau Putih terus loncat
ke pintu kuil dan melongok keluar. Dilihatnya tiga orang
penunggang kuda tengah lari mendatangi. Mata kakek Kerbau
Putih yung tajam segera dapat melihat bahwa ketiga
penunggang kuda itu terdiri dari seorang pemuda cakap,
seorang lelaki setengah tua yang bermuka brewok dan
seorang imam tua. Kakek Kerbau Putih terkejut melihat ketiga orang itu
membekal senjata tajam. Cepat ia lari masuk lagi.
"Tiga orang penunggang kuda yang membawa senjata
tajam. Tentu bukan orang baik." kata kakek Kerbau Putih
kepada Blo'on dan Lo Kun.
"Hajar saja," seru kakek Lo Kun.
"Jangan." cegah kakek Kerbau Putih, "kita belum tahu pasti
mereka itu orang jahat atau orang baik. Lebih baik kita tunggu
dulu. Mereka tentu akan meneduh di sini karena hujan."
"Tetapi mereka tentu akan mengetahui kita disini ?" kata
Blo'on. Kakek Kerbau Putih merenung lalu berseru: "Kita pura-pura
jadi patung, tak mungkin mereka tahu"
"Jadi patung ?" kakek Lo Kun melongo.
"Sudahlah, jangan banyak mulut," bentak ka kek Kerbau
Putih, "lekas lumuri mukamu dengan debu kotoran dimeja itu.
supaya mereka mengira engkau benar-benar sebuah patung.
Dan berdirilah disisi patung itu." ,
Kakek Kerbau Putih memberi contoh. Ia merangkum debu
yang menebal di atas meja lalu dilumurkan pada mukanya.
Kakek itu segera berobah hitam mukanya. Ia terus melangkah
dan berdiri tegak di samping patung yang berada di sebelah
kanan meja. Kakek Lo Kun terpaksa menurut. Seketika ia berobah
seperti setan hitam. Blo'onpun juga. Dia berobah menjadi
setan gundul. Kakek Lo Kuu dan Blo on berdiri di sebelah
patung yang berada di samping kiri meja.
Kini kuil itu mempunyai enam buah patung. Patung dewa
penunggu hutan berada ditengah meja. Tiga patung berdiri
disamping kiri meja dan dua patung berada disamping kanan
meja. "Huuhhh . . " kakek Kerbau Putih cepat meniup padam lilin.
Seketika ruang kuilpun gelap.
Seiring dengan padamnya lilin, di luar kuil terdengar bunyi
kuda berhenti. Lalu derap kaki orang melangkah masuk.
Seorang pemuda, seorang setengah tua dan seorang imam
tua. "Hujan terkutuk," gumam lelaki setengah tua "menghalang
perjalanan saja. Untung di sini bertemu kuil gunung kalau
tidak, kita tentu basah kuyup."
"Hm, tak apa," kata imam tua itu, "sebentar hujan tentu
berhenti dan rembulan akan bersinar terang malam ini."
"Ah, didalam gelap sekali," kembali lelaki setengah tua itu
berseru. "Ya, memangnya kuil gunung, tentu tak ada yang
mengurusi," kata imam tua pula.
Lelaki setengah tua itu mengambil korek lalu menyulutnya.
Ia maju ke muka meja sembahyang, memandang ke
sekeliling. "Hai, kuil sekecil ini mengapa terdapat banyak patungnya ?"
seru lelaki setengah tua itu agak heran. Tiba-Tiba ia melihat
sisa kutungan lilin yang masih sedikit, "kebetulan masih ada
sisa lilin." Ia terus menyulut lilin, lalu mengajak kedua kawannya
duduk. Tiba-Tiba ia lari keluar lalu masuk pula dengan
membawa guci arak dan buntalan makanan.
"Mari kita makan. Untung ketika lewat di kota tadi, aku
membeli arak dan kuweh bakpau. Kalau tidak, malam ini kita
bisa kelaparan." kata lelaki setengah tua itu dengan tertawa.
"Minum dulu untuk menghangatkan badan." kata lelaki
setengah tua itu. Ia menuang arak ke dalam sebuah cawan
lalu diangsurkan kehadapan si imam tua : "Maaf totiang,
tentulah totiang tak pantang minum arak, bukan ?"
"Aku seorang bebas, tak mau mengikat diriku pada suatu
pantangan. Yang penting hatinya harus bersih," kata imam tua
itu sambil menyambuti cawan arak terus diteguknya, "wah,
enak juga" Ketika arak tertuang di mulut si imam, maka
berhamburanlah hawa arak yang wangi. Demikian pula ketika
lelaki setengah tua itu meneguk cawannya. Seluruh ruang kuil
penuh bertaburan hawa arak yang wangi.
"Saudara Liok, hayo minumlah," kata lelaki setengah tua
seraya mengangsurkan cawan arak.
"Maaf, Bok kausu, aku tak biasa minum." kata pemuda
cakap itu dengan suara yang halus.
"Eh, aneh," seru lelaki yang disebut Bok kausu itu. Kausu
artinya guru silat, la tertawa, "seorang lelaki harus bisa minum
arak. Saudara Liok belum tahu bagaimana rasanya arak itu.
Sekali coba pasti akan ketagihan."
"Terima kasih, Bok kausu," kata pemuda itu tersenyum,
"sudah terlanjur aku tak pernah minum, biarlah tak minum
saja agar jangan ketagihan."
Walaupun ditawari dan didesak berulang kali pemuda itu
tetap menampik, akhirnya Bok kausu pun minum sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara berkerucukan yang aneh
"Hai, suara apakah itu '"' serentak Bok kausu berteriak lalu
berbangkit memandang ke sekeliling ruang. Suara aneh itupun
berhenti. "Aneh, seperti suara perut orang berkerucukan , karena
lapar." kata Bok kamu pula, "tetapi siapa" Patung-patung itu
masih berdiri ditempatnya dan masakan perutnya bisa
berbunyi ?" "Ah, tentu suara tikus," kata imam tua sambil tertawa.
"Tidak, totiang," bantah Bok Kausu. "bukan tikus, karena
kalau tikus tentu lari. Tetapi tadi aku tak mendengar lain suara
lagi." Imam tua tertawa : "Kalau begitu, tentulah patung dewa
penunggu kuil ini. Mungkin karena sudah lama tak mendapat
kunjungan orang, mereka tak pernah disembahyangi. Tak
heran kalau mereka memperdengarkan bunyi aneh untuk
minta minum" "O, mungkin benar begitu," kata Bok kausu lalu menuang
arak ke dalam cawannya dan ditaruh dimeja didekat patung
bercat kuning emas, "maafkan, sin-beng (malaekat), hamba
Bok Kiang kebetulan lalu dan meneduh di kuil ini. Hambu
haturkan arak untuk sin-beng. Mohon sin-beng suka memberi
restu agar tugas hamba untuk mencari putera ti-hu (residen)
yang diculik gerombolan Hu-yong-pang itu dapat hamba
ketemukan ..." Demikian Bok kausu bersembahyang dan berdoa dihadapan
patung. Tak lupa iapun menaruhkan tiga biji bakpau di meja.
Setelah itu maka ia duduk pula. Setelah bersama kedua
kawannya makan bakpau dan minum arak, mereka mulai
bercakap-cakap. Hujan belum berhenti terpaksa mereka harus
menunggu. "Apakah lembah Hu-yong-koh itu masih jauh ?" kedengaran
pemuda cakap itu bertanya.
"Sudah dekat," kata Bok kausu, "lembah itu berada di
gunung Bik nui san Dan saat ini kita sudah masuk daerah
gunung itu." "Apakah paman tahu letak lembah Hu-yong koh itu ?" tanya
sipemuda cakap pula. "Aku belum pernah kesana,"kata Bok kausu " dan lembah
itu memang baru sekarang terkenal. Sejak dahulu belum
pernah kudengar nama lembah yang begitu aneh."
"Benar, Bok kausu," sambut imam tua, "memang sejak
berpuluh tahun berkelana di dunia persilatan, belum pernah
kudengar nama itu. Hu-yong koh, uh. aneh juga nama itu . . ."
Hu-yong-koh artinya Lembah Melati.
"Sesuai dengan namanya, tentulah lembah itu menjadi
markas dari Partai Melati," kata si pemuda cakap
"Benar," sahut Bok kausu, "memang Partai Melati itu baru
saja berdirinya. Murid-muridnya terdiri dari gadis-gadis cantik.
Demikian pula dengan ketuanya,"
"Siapakah nama ketuanya?" tanya si pemuda
"Kabarnya bernama Hu Yong Sian-cu atau Dewi Melati,"
kata Bok kausu lalu menatap imam tua, tanyanya : "Totiang,
apakah totiang pernah mendengar nama itu ?"
Imam tua kerutkan dahi, merenung. Sesaat kemudian
berkata : "Tidak pernah. Sepanjang ingatanku, di dunia
persilatan Tiong-goan ini hanya terdapat dua tokoh wanita
sakti yaitu Hiang Hiang niocu dan Lam-hay Bi Jin atau Ratu
cantik dari Laut Kidul. Tetapi Ratu Laut Kidul itu kabarnya
sudah meninggal. Dan kini hanya tinggal Hiang Hiang niocu
saja. Dewi Melati ini, tentulah seorang tokoh baru."
Bok Kiang mengiakan : "Memang baru lebih kurang dua
tahun ini dunia persilatan gempar dengan kemunculan sebuah
partai baru yang menamakan dirinya Hu-yong-pang atau
Partai Bunga Melati."
"Tentulah kegemparan itu disebabkan karena ketua dan
murid-murid Partai Melati mempunyai ilmu kepandaian yang
sakti," kata si pemuda tampan.
"Mungkin begitulah."
"Ih, mungkin " Adakah mereka belum pernah bertempur
dengan orang-orang persilatan ?" tanya pemuda itu heran.
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bok Kausu menghela napas : "Memang pernah kudengar
kabar-kabar tentang kesaktian partai baru itu. Tetapi yang
menggemparkan bukan ilmu kesaktian mereka ..."
"Lalu ?" pemuda tampan makin heran.
"Begini hiante," kata Bok kausu, "yang menimbulkan
kegemparan dunia persilatan setelah kemunculan Partai
Melati, ialah adanya peristiwa-peristiwa yang aneh."
"Peristiwa aneh bagaimana, kausu, "makin meluaplah
keinginan tahu dari pemuda cakap itu.
"Sejak munculnya Partai Melati, baik dalam kalangan partaipartai
maupun perguruan silat, banyak yang kehilangan muridmuridnya
yang muda. Demikian pula sering terjadi lenyapnya
pemuda-pemuda dari rumah. Tanpa bekas dan tak diketahui
jejaknya sama sekali."
"Lalu apa hubungan Partai Melati dengan hilangnya
pemuda-pemuda itu ?" tanya pemuda tampan.
"Memang bukti belum nyata. Tetapi kecurigaan patut
dilontarkan kepada mereka. Setiap kali disuatu kota atau
tempat muncul seorang atau dua orang bahkan serombongan
nona-nona cantik yang berkendaraan kereta, tentulah
keesokan harinya atau beberapa hari kemudian, beberapa
pemudanya terutama yang cakap-cakap wajahnya, lenyap
tanpa diketahui bekasnya."
"O," desuh pemuda cakap itu.
"Demikian pula yang terjadi pada beberapa kalangan anak
murid perguruan dan partai persilatan. Banyak murid-murid
yang gagah dan berwajah tampan, hilang atau menghilang
dari rumah perguruannya."
"Apakah Kho sute juga mengalami nasib begitu ?" tanya
pemuda tampan. "Benar, hiante," kata Bok kausu, "sudah dua tahun ini aku
diundang Kiio tihu menjadi pengawal gedung karesidenan
Siang yang bu. Dua hari yang lalu penduduk bersuka ria
merayakan hari Pesta Air. Telaga Thay-cu penuh dengan
perahu pesiar yang warna warni. Bermacam-macam hiasan
kertas lentera dan panji-panji membentuk perahu-perahu itu
menjadi berbagai, rupa. Ada yang menyerupai liong, ikan hiu,
ikan paus dan sebagainya.
Lelaki perempuan, tua muda, besar kecil, seolah membanjiri
telaga itu. Kho Pik giam kongcu putera tihu pun tak
ketinggalan. Dengan beberapa pemuda kawannya, dia naik
sebuah perahu berbentuk seekor Naga hijau. Tengah
bercengkerama dengan gembira diantara beratus-ratus buah
perahu yang hilir mudik, tiba-tiba Kho kongcu tertarik akan
sebuah perahu yang berbentuk seperti burung Hong
(cenderawasih). Tetapi yang menarik perhatian putera tihu itu bukanlah
bentuk perahunya karena di telanga pada saat itu tak kurang
berpuluh macam perahu yang bentuknya lebih indah.
Melainkan yang berada dalam perahu itu ... "
Selama ketiga orang itu duduk mendengarkan cerita orang
yang disebut Bok kausu, adalah Blo"on dan kedua kakek itu
yang menderita. Mereka harus berdiri tegak menjadi patung.
Tak boleh bergerak. Lebih celaka adalah waktu Bok kausu
mengeluarkan arak. Baunya yang begitu wangi hampir
membuat kakek Lo Kun yang doyan arak, mengiler. Untung
Bloon yang berdiri dekat, tahu hal itu.
Entah bagaimana kali ini kakek Lo Kun cepat dapat
mengerti maksud orang. Ia menahan nafsu ketagihan arak.
Tetapi celaka ! Mulut berhasil dibendung supaya jangan ngiler
tetapi perutnya berontak. Dan berkerucukan bunyinya.
Jadi yang berbunyi berkerucukan itu bukan lain ialah perut
kakek Lo Kun. Untung ketiga pendatang itu tak mau
menyelidiki lebih lanjut.
Karena menahan napas supaya mulut jangan ngiler dan
perut jangan berbunyi, merah padamlah muka kakek pendek
itu. Hampir saja ia menjerit karena tak kuat harus menahan
napas sampai sekian lama.
Untunglah pada saat itu, Bok kausu menghidangkan arak
dihadapan patung sin-beng dan tiga biji bak-pau. Karena
girangnya, kakek Lo Kun tak jadi memekik. Kini mata kakek
pendek itu tercurahkan kearah cawan arak dan bak-pau.
Tengah ia berpikir keras bagaimana caranya untuk minum
arak dan makan bak-pau itu, tiba-tiba kakek Kerbau Putih
meniup lilin hingga padam. Rupanya kakek Kerbau Putih juga
tergoda oleh wanginya arak dan sedapnya bak-pau.
Habis meniup padam lilin, dengan cepat kakek Kerbau Putih
ulurkan tangan hendak meraih cawan. Uh . . lenyap. Ya,
cawan arak yang jelas berada di atas meja telah lenyap. Apa
boleh buat. ia terus meraih bak-pau. Uh , . . juga lenyap.
"Jahanam, tentu setan pendek itu yang mengambil," kakek
Kerbau Putih memaki dalam hati seraya menarik pulang
tangannya dan tegak seperti patung lagi.
"Hai, lilin padam," seru Bok kausu seraya hendak
berbangkit untuk menyulutnya.
"Biarlah, Bok kausu, "cegah imam tua, "tak perlu disulut
lagi. Tadi lilin itu hanya tinggal sedikit. Percuma saja, sebentar
lagi tentu juga habis."
"Ya, paman, biarlah," kata pemuda tampan, "lebih baik
paman melanjutkan cerita tadi." Bok kausu mengiakan.
"Perahu burung Hong itu berisi empat orang gadis jelita.
Itulah yang mempesonakan hati Kho kongcu Rupanya ia
tersengsam sekali dengan kecantikan keempat jelita itu.
Segera Kho kongcu perintahkan tukang perahu untuk
menyusul perahu empat dara jelita itu. Tukang perahupun
segera memutar haluan dan mulai mendayung untuk
menyusul perahu burung Hong."
"Ai, Kho suko itu memang tak kena melihat paras cantik.
Sudah berulang kali suhu memberi pesan agar dia dapat
menjaga diri jangan mudah terpincut dengan paras cantik,"
kata pemuda tampan setengah menyesali putera tihu. Dengan
menyebut putera tihu sebagai suko (engkoh seperguruan),
jelaslah kalau dia itu saudara seperguruan dengan Kho Pikgiam.
"Ah, memang Liok hiante," kata Bok kausu.
"selama aku menjadi guru silat di gedung karesidenan,
kutahu bagaimana tingkah laku Kho kongcu. Tetapi aku hanya
seorang pengawal, bagaimana aku berani melarangnya ?"
"Lalu bagaimana kelanjutannya ?" tanya pemuda tampan
itu. "Seperti telah kututurkan, di permukaan telaga Thay-ou
saat itu penuh sesak dengan perahu pesiar. Ketika perahu
Naga Hijau hampir berhasil mendekati perahu burung Hong,
tiba-tiba perahu Kho kongcu ditubruk dari belakang oleh
sebuah perahu besar. Rupanya tindakan tukang perahu dari
perahu Naga Hijau yang mernbilukkan haluan perahu dan
mendayung dengan laju itu, telah menimbulkan kemarahan
orang. Banyak perahu kecil yang terbentur dan terlanda
gelombang dari perputaran perahu putera tihu itu. Bahkan ada
yang tenggelam juga. Itulah sebabnya maka ada beberapa
perahu yang dinaiki oleh pemuda-pemuda segera membentur
perahu Naga Hijau itu dari belakang."
Sejenak berhenti, Bok kausu melanjutkan pula : "Karena
ditubruk dari belakang, perahu Naga Hijau terdorong kemuka
dengan cepat sekali dan membentur perahu burung Hong.
Perahu burung Hong bergoncang keras dan condong ke
samping hampir terbalik. Keempat gadis jelita itu menjerit
ketakutan. Melihat itu Kho kongcu terus loncat ke perahu
burung Hong. Dengan gunakan tenaga injakan kaki Cian-kintui
(injakan seribu kati), Kho kongcu dapat menguasai
keseimbangan perahu lagi. Dan diapun segera berkenalan
dengan keempat jelita itu.
Perahu hilir mudik tak henti-hentinya. Kawan-kawan Kho
kongcu sibuk untuk menyusul perahu burung Hong. Tetapi
sukar karena terhalang oleh ratusan perahu. Dan akhirnya
mereka kehilangan jejak perahu burung Hong itu. Sore
harinya, mereka masih mencari perahu burung Hong itu dan
akhir nya berhasil. Tetapi perahu itu sudah kosong. Menurut
tukang perahu, Kho kongcu dan keempat jelita itu telah pergi
entah kemana. Ternyata Kho kongcu tak pulang. Tihu dan ibu Kho kongcu
sibuk bukan kepalang. Sampai dua hari lamanya belum juga
Kho kongcu pulang. Tihu lalu memerintahkan aku supaya
mencari Kho kongcu. Kebetulan engkau datang, Liok hiante.
Dan Soh Hun ki-siupun diminta bantuannya oleh tihu agar
membantu aku. Ternyata bersama dengan hilangnya Kho
kongcu, pun dalam kota Siangyang orang gempar karena
beberapa pemuda telah lenyap. Tentulah kawanan Partai
Melati itu yang membuat gara-gara."
"Apakah kausu tahu, mengapa Partai Melati itu gemar
menculik pemuda-pemuda cakap ?" tanya pemuda tampan
yang disebut Liok hiante itu.
"Menurut keterangan yang kuperoleh." kata Bok kausu,
"rupanya ketua Partai Melati ialah Hu Yang Sian-cu seorang
wanita yang membenci kaum lelaki terutama yang berparas
tampan ..." "Ih ..." pemuda Liok mendesah.
Rupanya Bok kausu teringat kalau keterangannya itu dapat
mengguncangkan perasaan pemuda Liok. Buru-Buru ia
menghibur : "Ah, tetapi tak perlu Liok hiante takut. Untuk
menghadapi kawanan gadis-gadis cantik itu, senjata yang
paling utama ialah keteguhan hati. Jangan sampai terpikat
oleh kecan tikan mereka. Soal adu kepandaian silat, kurasa
Liok hiante tentu dapat mengatasi mereka."
"Terima kasih, kausu." kata pemuda Liok.
"Kabarnya Hu Yong sian cu memang sakti. Dia memilih
murid-murid gadis yang jelita. Murid-Murid itu tak boleh
menikah tetapi diizinkan untuk bermain cinta dan bebas
melakukan hubungan dengan lelaki. Asal jangan sampai
menikah." "Hm, kalau begitu gadis-gadis cantik itu cabul semua," kata
pemuda Liok. "Cabul dan kejam " kata Bok kausu, "karena setelah
pemuda yang diculik itu tak dapat melayani keinginan mereka,
pemuda itu lalu dibunuh..."
"Hai!" teriak pemuda Liok terkejut, "benar-benar tak dapat
dibiarkan saja gerombolan ular-ular cantik itu hidup di dunia.
Mereka harus dibasmi !"
"Ya, tetapi harus hati-hati, hiante," kata Bok kausu
tersenyum, "aku sih orang tua tetapi engkau masih muda dan
tampan. Mereka tentu jatuh hati kepadamu dan berusaha
untuk mendapatkan engkau."
"Ah, mudah-mudahan aku diberi kekuatan batin dan
keteguhan imam untuk menghadapi kawanan ular cantik itu,"
kata pemuda Liok dengan wajah penuh kebulatan tekad.
Saat itu hujanpun sudah berhenti. Dan tiba-tiba imam yang
disebut Soh Hun ki-siu atau imam Pencabut Nyawa, berseru :
"Rupanya hujan sudah berhenti. Mari kita lanjutkan perjalanan
lagi." Bok kausu berbangkit lalu menyulut korek, menyuluhi meja.
Ia hendak mengambil cawan arak
"Hai . . , " tiba-tiba ia berteriak kaget, "mengapa bak-pau
dan arak sudah kosong" Kemanakah"
Soh Hun ki-siu dan pemuda Liok memandang cawan yang
dipegang Bok kausu. Memang isinya sudah kosong. Dan
bakpau yang terletak di meja sembahyangan lenyap.
"Hai, siapakah yang berani bermain-main dengan Bok
Kiang?" seru guru silat itu dengan nada tegang, "kalau benarbenar
seorang jantan, silahkan keluar berhadapan muka.
Jangan main sembunyi seperti kura-kura "
Tetapi tiada jawaban suatu apa. Bahkan suara gerak dari
sesuatu benda atau angin, pun tak terdengar.
Bok kausu penasaran. Ia maju menyuluhi patung-patung
yang berada di kedua samping meja.
"Hai, mengapa patung yang gundul itu tertawa
menyeringai?" tiba-tiba Bok kausu berteriak kaget ketika
pandang matanya melihat wajah patung Blo'on.
Memang saat itu seekor nyamuk telah hinggap di pipi Blo'on
dan menggigit. Karena tak berani gerakkan tangan, terpaksa
Blo'on hanya mengerenyutkan daging pipi dan dahinya agar
nyamuk itu pergi. Tetapi tepat pada saat ia menyeringai, tibatiba
Bok kausu sedang memandangnya. Sudah tentu Blo'on
harus tetap menyeringai seperti kucing tertawa.
"Nyamuk bangsat, aduh . . ." nyamuk tetap menggigit dan
Blo'on benar-benar setengah mati. la hanya dapat menyeringai
dan menyumpahi dalam hati.
"Hai, patung pendek itu ! Mengapa mulutnya
menggelembung seperti mengulum bak-pau ?" tiba-tiba Bok
kausu yang beralih memandang kakek Lo Kun, berteriak
kaget. Memang yang mengambil bak-pau dan arak itu kakek Lo
Kun. Ia dapat bergerak lebih cepat dari kakek Kerbau Putih,
Secepat meneguk habis arak, ia terus menyambar bak-pau.
Dua buah bak-pau cepat pindah kedalam perutnya. Tetapi ketika ia sedang memasukkan bak-pau yang ketiga kedalam mulut. Bok
kausu memandangnya. Apa boleh buat. Daripada diketahui kalau bukan patung sesungguhnya, terpaksa kakek Lo Kun mengatupkan mulut. Dan karena mulut masih berisi
bak-pau maka mulut Lo Kun
mecucu alias menggelembung besar .... Ketika menyulut korek maka menjeritlah Bok kausu : "Hai,
mengapa patung yang gundul itu menyeringai " . . . Hai,
mengapa patung yang pendek mecucu mulutnya" .. . Hai,
mengapa patung yang bungkuk bisa menari. .
"Hai . . . !" terdengar pula Bok kausu menjerit kaget,
"mengapa patung disamping kanan meja itu mengangkat
tangannya seperti orang hendak berjoged ?"
Kiranya karena Bok kausu menyulut korek dan memandang
kepada Bloon dan kakek Lo Kun, kakek Kerbau Putih terkejut
dan siap hendak memukul. Tetapi karena Bok kausu sudah
lebih cepat memandang kepadanya, agar jangan disangka
patung palsu terpaksa kakek Kerbau Putih hentikan gerakan
tangannya ditengah jalan. Dengan begitu ia masih dalam sikap
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seperti menari. Rupanya pemuda cakap itu juga melihat keanehan pada
ketiga patung itu : "Benar, aneh juga ketiga patung itu . . . "
Dan saat itu Bok kausupun maju menghampiri untuk
memeriksa. Melihat itu Blo"on makin tegang. Dan celakanya
kini nyamuk beralih hinggap diujungnya lalu menggigit, aduh .
. . Rasanya tiada siksaan yang lebih hebat seperti yang
diderita Blo"on saat itu Ia harus menyeringai, tertawa seperti
kuda menyengir, ujung hidungnya digigit nyamuk tetapi ia tak
dapat menghalaunya karena takut ketahuan belangnya.
Karena tak tahan siksaan itu, Bloon meniup dengan
mulutnya, untuk menghalau nyamuk celaka itu, hefff ...
Berkat makan rumput Kumis-naga dan darah Ki-lin, Blo'on
telah memiliki tenaga dalam yang kokoh. Tetapi dia tak tahu
bagaimana cara untuk mengerahkan tenaga-dalam itu dan lagi
memang dia tak menyadari kalau mempunyai tenaga-dalam
hebat. Saat itu karena jengkel ujung hidungnya digigit nyamuk,
Blo'on empos semangatnya dan meniup. Maksudnya hendak
mengenyahkan nyamuk tetapi tak dinyana-nyana korek yang
dipegang Bok kausu itupun padam. ,
"Hai, patungnya dapat bernapas . . " Bok kausu terkejut
dan menyurut mundur. Tiba-Tiba terdengar anjing menyalak keras dan kuda
rombongan Bok kausu yang tertambat diluar kuil meringkikringkik
sekuatnya. "Ada orang !" cepat imam Soh Hun berseru seraya melesat
kepintu, "Hai, kuda kita lepas . . !"
Mendengar teriakan itu, pemuda cakappun cepat menyusul
keluar. Bok kausu terkejut. Terpaksa ia batalkan niatnya untuk
menyulut korek lagi lalu lari ke pintu.
"Hai, tunggu dulu totiang . . . !" teriak pemuda cakap dan
Bok kausu. Ternyata imam tua sudah lari mengejar kuda yang
lari. Pemuda Liok dan Bok kuusupun segera cepat-cepat
menyusul. Tak selang berapa lama merekapun sudah lenyap
dari pendengaran. Sebagai gantinya dari ketiga orang itu. muncullah tiga ekor
binatang. Anjing Kuning, burung rajawali dan monyet hitam.
"Ternyata ketiga binatang itulah yang berjasa menolong
Blo'on dan kedua kakek dari kesukaran. Ketika mereka kembali
dengan membawa makanan tiba-tiba mereka melihat tiga ekor
kuda di luar kuil. Rupanya ketiga ekor binatang itu memang
cerdik dan mendapat latihan yang baik sehingga naluri
merekapun amat tajam. Monyet hitam yang paling cerdik dan
nakal, cepat melepaskan tali penambat kuda, sedangkan
burung rajawali menyambar muka dan anjing Kuning
menggigit pantat. Karena terkejut ketiga kuda itu meringkik
keras dan binal dan lari sekencang-kencangnya.
"Bangsat benar engkau, kakek Kerbau !" tiba-tiba kakek Lo
Kun mendamprat ."karena gara garamu suruh jadi patung,
mulutku sampai kaku begini. Masa orang disuruh mengulum
bak-pau terus-terusan"
"Setan pendek, siapa suruh engkau menyambar bak-pau"
Bukankah aku yang meniup padam lilin, mengapa engkau
mendahului aku mengambil arak dan bakpau ?" balas kakek
Kerbau Putih, "masih enak engkau makan dua biji bak-pau dan
secawan arak. tetapi aku " Gila betul . . . masakan aku harus
mengacungkan kedua tangannya seperti orang berjoged " Huh
..." "Hai, mengapa engkau Blo'on ?" tiba-tiba kakek Lo Kun
berseru karena melihat anak itu sedang mengusap-usap kedua
belah pipinya. Dan mulut-nyapun menganga.
"Rahangku kesemutan ..." sahut Blo'on.
"Kenapa ?" "Mulutku tak dapat ditutup ..."
"Kenapa ?" teriak kakek Lo Kun karena pertanyaannya tak
dijawab "Ho, ho . . mulutku ini, aduh . . tak dapat ditutup"
Kakek Lo Kun menghampiri. Setelah mengintai kedalam
mulut Blo'on yang ternganga itu, ia berkata : "Tak apa, biar
terus menganga. Nanti kucarikan penutupnya !"
Kakek Lo Kun terus hendak melangkah keluar tetapi dicekal
tengkuknya oleh kakek Kerbau Putih : "Jangan gila-gilaan
engkau, setan pendek Mau kemana engkau ?"
"Uh, cari bonggol kayu untuk menutup mulut anak itu."
sahut kakek Lo Kun. "Setan," kakek Kerbau Putih mendorongnya dengan geram,
"masakan mulut menganga mau disumpal bonggol kayu !"
Ia terus menghampiri Blo'on, katanya: "Mungkin engkau
tertawa terlalu lama, tulang rahangmu jadi kaku sehingga
mulutmu tak dapat dikatupkan"
"Aku tidak tertawa " Blo'on deliki mata kepada kakek itu.
"Lalu apa yang engkau lakukan selama jadi patung tadi ?"
"Menyeringai ..."
"O, apa itu menyeringai ?"
"Tertawa seperti kucing."
"Ho, kucing itu bisa tertawa ?"
"Jangan banyak mulut, lekas tolong mulutku" Bloon marah.
"Eagkau tahan sakit ?"
"Sudahlah, lekas kerjakan !" teriak Blo'on.
Plak . . plak . . . tiba-tiba kakek Kerbau Putih menampar
kedua belah pipi Blo"on.
Aduh . . . anak itu menjerit kesakitan. Kepalanya serasa
pusing tujuh keliling. Beberapa jenak kemudian setelah
sembuh. Ternyata rahangnya sudah dapat dikatupkan.
"Kakek gila " Bloon menggeram, "engkau memang yang cari
gara-gara. Masakan orang disuruh jadi patung tertawa "
"Siapa suruh engkau tertawa ?" bantah kakek Kerbau Putih.
"Habis, kalau hidung gua digigit nyamuk apa guna bisa
menampar dengan tangan " Kan terpaksa harus menyeringai
supaya nyamuk itu pergi, tetapi nyamuk celaka itu tak mau
pergi malah menggigit sekeras-kerasnya ..."
"Engkau masih mending hanya tertawa, aku" Aku harus
berjoged tadi" kakek Kerbau Putih bersungut.
"Sudah, jangan ribut-ribut, hayo kita makan," seru kakek Lo
Kun seraya menyambut makanan yang dibawa oleh ketiga
binatang piaraan Blo"on.
Demikian ketiga orang Itupun terus makan. Selesai makan,
berkata kakek Kerbau Putih : "Kemana kita sekarang ?"
"Mengejar ketiga orang tadi," seru kakek Lo Kun.
"Buat apa ?" tanya kakek Kerbau Putih.
"Lihat-Lihat lembah Melati yang aneh itu. Bukan kah disitu
ada Dewi Melati dan gadis-gadis cantik ?" kata kakek Lo Kun.
"Tua bangka," damprat kakek Kerbau Putih "tua-tua keladi,
makin tua makin menjadi jadi. Tidak aku tak mau lihat gadis
cantik, nanti bisa terkenang pada kekasihku dulu "
Kakek Lo Kun membelalak, serunya : "Kalau engkau mau
pergi, pergilah. Aku tetap hendak melihat-lihat ke Lembah
Melati itu." "Uh ..." kakek Kerbau Putih garuk-garuk kepala, "sekarang
kita ambil suara. Engkau setuju, aku tidak setuju. Sekarang
tinggal Blo'on. Kalau Blo'on setuju aku kalah suara dan ikut
engkau. Kalau Blo'on tak setuju, engkaupun harus ikut aku."
"Ya." Kakek Kerbau Putih lalu bertanya kepada Blo'on :
"Bagaimana, engkau setuju ke Lembah Melati atau
melanjutkan perjalanan ?"
"Melanjutkan perjalanan." kata Blo'on.
"Benar !" seru kakek Kerbau Putih girang lalu berpaling
kepada kakek Kerbau Putih, "nah, dengar tidak " Sekarang
mari kita lanjutkan perjalanan."
Demikian ketiga orang itu, walaupun hari malam, tetap
melanjutkan perjalanan. Belum berapa lama berjalan tiba-tiba
dari sebelah muka tampak sebuah kereta meluncur datang.
Kereta itu ditarik empat ekor kuda.
"Aneh. mengapa pada malam hari begini, ada kereta
berjalan di tempat pegunungan ini ?" kata kakek Kerbau
Putih. "Ah, kalau menempuh perjalanan dengan naik kereta tentu
kita tak usah berjalan kaki, "kata Bloon.
"Setuju !" teriak kakek Lo Kun, "kita sewa saja kereta itu.
Atau kita beli !" Saat itu keretapun sudah tiba. Kusirnya seorang lelaki
setengah tua. "Hai, minggir, jangan menghadang di tengah jalan !" teriak
kusir kereta seraya lambatkan kudanya karena melihat tiga
orang, menghadang di muka.
"Berhenti dulu, bung kusir," seru kakek Kerbau Putih. Kusir
terpaksa hentikan kudanya.
Kakek Kerbau Putih menghampiri ke tempat kusir, katanya :
"Hendak kemana kereta ini ?"
"Jangan banyak tanya, lekas pergi !" bentak kusir dengan
bengis. "Eh, jangan bengis-bengis begitu," kata kakek Ker bau
Putih, "aku hendak memberi kabar baik kepadamu." kusir itu
memandang lekat-lekat. Ia terkejut ketika melihat seorang
manusia bungkuk yang mukanya berlumuran debu.
"Hai, engkau manusia atau setan ?" seru kusir itu heranheran
kaget. "Edan, masakan begini, bukan manusia ?" damprat kakek
Kerbau Putih. "Astaga . . ' kembali kusir menjerit kaget ketika melihat
Blo'on dan kakek Lo Kun muncul. Malam hari di tengah
pegunungan sepi, mendadak muncul tiga manusia yang aneh,
membuat kusir itu terlongong longong . . .
"Itu juga manusia ?" tanya sesaat kemudian sambil
menunjuk Bloon dan kakek Lo Kun.
Karena dirinya dianggap aneh, kakek Lo Kun marah :
"Kusir, jangan banyak mulut. Kalau engkau berani
mengatakan aku bukan manusia, nanti kurobek mulutmu !"
Mendengar mulutnya hendak dirobek, kusir itupun marah :
"Hm, manusia pendek, apakah kalian hendak membegal ?"
"Tidak !" sahut kakek Kerbau Putih, "kami bertiga ini bukan
bangsa penyamun tetapi orang baik-baik. Jangan salah
faham." "Lalu apa maksudmu menahan kereta ini?"
"Kami bertiga hendak mengadakan perjalanan jauh menuju
ke kotaraja. Aku senang melihat kereta dan kuda yang tegar
ini maka kami akan membeli keretamu ini. Tetapi ingat,
jangan pasang harga tinggi, percuma saja, karena aku tak
punya banyak uang ..."
"Tidak, aku tak mau menjual kereta ini !" teriak kusir.
"Hm, kusir, engkau minta berapa " Jangan takut tentu akan
kubayar !" seru kakek Lo Kun.
"Tidak!" kusir itu menjerit, 'tidak kujual !"
"Kalau tidak boleh dibeli, kami hendak menyewa saja.
Berapa engkau minta untuk pergi ke kotaraja '. tanya kakek
Kerbau Putih. "Ya, bilang saja, tentu kubayar. Tetapi engkau harus
menjalankan dengan baik, jangan main kebut. Kalau engkau
menyenangkan hatiku, nanti kuberi ekstra lagi," kata kakek Lo
Kun. "Ya, benar, kalau engkau menjalankan dengan baik, nanti
pulang dari kotaraja kami tetap menyewa keretamu lagi,"
kakek Kerbau Putih menambahi kata-kata.
"Dan kalau engkau dapat membawa kami ke tempat-tempat
yang indah pemandangannya, eh . . juga rumah makan yang
jual arak wangi dan makanan lezat, engkau akan menerima
hadiah lagi," seru Lo Kun.
Selama mendengar ocehan kedua kakek itu. kusir hanya
melongo saja. Sesaat kemudian baru ia menyadari kalau
sedang berhadapan dengan dua orang kakek limbung. Tibatiba
ia mendapat akal. "Ya, baiklah," katanya, "tatapi aku harus mengantarkan
penumpangku dulu. Kalian tunggu disini, setelah aku kembali
baru nanti kita rundingkan sewanya lagi."
"O, siapakah penumpangmu ?" tanya kakek Kerbau Putih.
"Seorang gadis ..."
"Seorang gadis ?" cepat kakek Lo Kun menanggapi, "siapa
namanya ?" "Gila, mengapa tanyakan nama orang " Kakek pendek,
engkau harus tahu aturan. Jangan sembarangan menanyakan
nama seorang gadis. Dia bisa marah !"
"Kemana tujuannya ?" tanya kakek Kerbau Putih.
Kusir itu gelengkan kepala : "Aku sendiri juga tak diberi
tahu, pokoknya hanya disuruh jalan. Kalau nanti tiba
ditempatnya, nona itu tentu akan memheritahu sendiri."
"Aneh . . aneh . . " kata kakek Lo Kun dan Kerbau Putih
serenpak. "Sudahlah, hayominggir, aku hendak melanjutkan
perjalanan' seru kusir. "Tunggu sebentar lagi," cegah kakek Kerbau Putih, "kereta
ini dari mana ?" "Sudahlah, jangan banyak bicara . . " baru kusir berkata
begitu, tiba-tiba pintu kereta terbuka dan sebuah wajah dari
seorang gadis yang cantik melongok keluar berseru : "Hai,
mengapa kereta berhenti begini lama " Apa ada yang rusak '
Mendengar suara seorang gadis yang merdu,
"Hai, apakah engkau bukan. . bukan Sun Li hea, puteri Sun
tihu yang dinikahkan dengan aku dahulu ?" teriak kakek Lo
Kun. Gadis cantik itu memandang Lo Kun, terkesiap lalu merogoh
baju dan lemparkan sekeping uang perak : "Pengemis jembel.
ambillah uang itu dan lekas pergi, jangan mengganggu kereta
ini " Lo Kun terbelalak. Memandang kepingan perak lalu
memandang si jelita : "Apa katamu" . . . Engkau anggap aku
ini pengemis jembel?"
"Lekas enyah !" teriak nona cantik itu. Tiba-Tiba kakek
Kerbau Putihpun datang. Kakek Lo Kun segera berkata :
"Kerbau tua, coba lihatlah nona itu. Apakah bukan puteri Sun
tihu dulu" Kakek Kerbau Putih maju kemuka pintu kereta,
memandang dengan penuh perhatian kepada sinona lalu
memekik : "Astaga ! Engkau benar setan pendek. Dia memang
puteri tihu kekasihku dulu" Kakek Kerbau Putih terus berlutut
di depan pintu kereta : "Oh, kekasihku yang kucintai matimatian.
Apakah dikau lupa kepadaku ?"
Nona itu tercengang. Sesaat kemudian merah lah selebar
wajahnya : "Pengemis bungkuk, jangan kurang ajar. Kalau
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau minta uang, nih, ambillah" ia lemparkan sekeping uang
perak kehadapan kakek Kerbau Putih.
"Engkau lupa kepadaku, manis " Aduh, masakan sampai
hati engkau menghina kekasihmu sebagai seorang pengemis
..." Merah padam wajah nona cantik itu karena dianggap
kekasihnya si kakek bungkuk. Tetapi belum sempat ia
bertindak, tiba-tiba kakek Lo Kunpun berlutut di sisi kakek
Kerbau Putih. "Oh, Sun Li-hoa isteriku yang kucintai setengah mati," Lo
Kun merintih-rintih, "walaupun pada hari pernikahan engkau
melarikan diri, tetapi aku tak marah, sayang ! Aku tetap
mencintai engkau ..."
Serasa dada gadis cantik itu mau meledak. Sama sekali ia
belum pernah kenal dengan kedua kakek bungkuk dan pendek
itu. Mengapa tahu-tahu mereka muncul dan yang satu bilang
kekasihnya, yang satu mengaku isteri kepadanya.
Serentak nona cantik itu membuka pintu kereta dan turun.
Serangkum hawa wangi berhamburan dari pakaian si jelita.
Sanggulnya berhias serangkai bunga melati. Ditingkah sinar
rembulan, tampaklah kecantikannya yang gilang - gemilang.
"O, kekasihku, betapa rindu aku mengenangkan engkau . .
" kakek Kerbau Putih serentak berseru seraya merentang
kedua tangan seperti hendak menyambut.
"Duhai, isteriku, akhirnya kita bersatu lagi. Memang kalau
jodoh, masakan mau lari kemana ..." seru kakek Lo Kun
dengan songsongkau kedua tangannya ke muka.
"Tutup mulutmu!" bentak gadis itu dengan ma rah.
"Ya, ya, kekasihku. Aku akan menutup mulut. Apapun
perintahmu, tentu kulakukan," seru kakek Kerbau Putih.
Kakek Lo Kun tak mau kalah, serunya : "Oh, isteriku.
jangankan hanya mulut, mata dan telingapun akan kututup
kalau engkau yang suruh"
Gadis itu tiba-tiba mendapat pikiran. Mengapa ia harus
melayani dua kakek limbung " Lebih baik ia menggunakan akal
untuk menghindari mereka "Hayo, kalian tutup mata dan mulut!" serunya
Kedua kakek limbung serentak melakukan apa yang
diperintah si jelita. Setelah melihat kedua kakek
itu menutup mata. si jelita
terus maju menghampiri lalu
mengangkat tangan hendak memukul. "Tunggu dulu " tiba-tiba
Blo'on mencegah seraya menghampiri. Nona itu terkesiap melihat
perwujutan Blo'on Seorang pemuda, kepalanya gundul tetapi
pada ke dua sisi kepalanya tumbuh rambut lebat dan diikatnya
macam kuncir. Dan yang lebih mengejutkan, pemuda itu juga
dengan kedua kakek, muka nya bercontrengan debu kotor.
"Mengapa engkau hendak memukul kedua kakek itu ?"
sebelum si jelita membuka mulut, Blo'on sudah mendahului
bertanya. "Dia kakek kurang ajar, berani mengaku-aku diriku ini
kekasihnya dan isterinya."
"Engkau benar kekasihnya atau bukan " Blo"on menunjuk
kakek Kerbau Putih. "Cis, siapa sudi menjadi kekasih seorang kakek bungkuk
semacam itu !" "Lho, jangan menghina!" bantah Blo'on, "sebelum bungkuk,
dia dulu putera seorang tikoan, seorang pemuda yang bagus.
Engkau tentu tergila-gila melihatnya ..."
"Bangsat, jangan banyak mulut !" bentak jelita itu.
"Lalu engkau benar isteri kakek itu atau bukan ?" Blo'on
menuding kakek Lo Kun. "Cis, isterinya " Menjadi budakku pun dia tak terpakai,
masakan menjadi suamiku !"
"Hus, jangan kemayu ! Jelek-Jelek begitu, dia dahulu
berpangkat jenderal pasukan pengawal istana raja !"
"Jenderal pengawal istana " Hi, hi, hi . ." sebenarnya jelita
itu marah, demi mendengar ocehan Blo"on, hatinya seperti
digelitik sehingga ia tertawa jengkel.
"Budak hina, tutup mulutmu" bentak Blo'on
Jelita itu serentak hentikan tertawa. Dia benar-benar
terkejut karena pemuda itu berani memakinya begitu. Belum
pernah selama ini, ada lelaki yang berani memakinya. Setiap
pemuda yang melihatnya pasti akan berlutut dan merintihrintih
mengemis cinta. Jelita itu memandang Blo'on sejenak
"Hai, bung, engkau benar seorang jantan " seru si jelita,
"Memang," kata Blo'on, "siapa bilang aku ini betina !"
"Engkau berani memaki aku, ya ?"
"Mengapa tidak berani ?" jawab Blo'on.
"Apa engkau tidak melihat aku ini cantik?"
"Ya, memang ayu."
"Lalu ?" tanya si jelita.
"Lalu bagaimana ?" tanya Blo'on.
"Apa engkau tak ingin merebut hatiku ?" tanya jelita itu
pula, "Perlu apa" Aku kan sudah punya hati sendiri".
Jelita itu terbeliak, ujarnya : "Maksudku, apakah engkau tak
ingin mendapat cintaku ?"
"Tidak." "Mengapa ?" si jelita mengerut alis.
"Memberatkan beban saja. Gadis cantik seperti engkau ini
tentu minta pupur yang mahal, gincu, pakaian dan perhiasan
yang mahal-mahal. Bukan kah lebih bebas kalau aku seorang
diri saja ?" "Aneh," gumam jelita itu, "padahal setiap pemuda yang
berjumpa dengan aku pasti berlutut dibawah kakiku dan
merengek-rengek supaya aku mau menerima cintanya."
"Itu pemuda tolol ! Perlu apa harus merengek-rengek
kepada anak perempuan " Coba kalau tidak ada lelaki,
masakan engkau tak kelabakan?"
Gadis itu merah mukanya. "Jangan menghina kaum wanita !" bentak jelita itu "tuh
lihatlah kaummu sendiri. Walaupun sudah kakek-kakek tua
dan jelek, tetapi kalau melihat nona cantik lantas menjadi
seperti orang gila !"
"O, kedua kakek itu ?" tanya Blo'on, "memang keduanya
kakek gila !" Lo Kun deliki mata, kakek Kerbau Putih pun
memberingas. "Hai, Blo'on, jangan memaki sesukamu sendiri," kata Lo
Kun, "aku tidak gila wanita. Tetapi nona itu memang Sun Lihoa
yang dikawinkan dengan aku dulu !"
"Bloon, aku juga tidak gila ! Kalau nona ini bukan Sun Lihoa
kekasihku yang dulu, masakan aku sudi berlutut
dihadapannya ?" teriak kakek Kerbau Putih pula.
"Tetapi Sun Li hoa kan masih didalam guha dijaga Somali ?"
teriak Blo on. "O. benar," teriak kakek Lo Kun, "kalau begitu Somali tentu
ikut serta ..." ia terus bangun dan loncat masuk kedalam
kereta. "Ini dia Somali . . " sesaat kemudian tiba-tiba sesosok tubuh
seorang lelaki dilempar keluar oleh kakek Lo Kun. Dan kakek
itupun terus loncat ke luar menyusul.
Bluk . . . seorang pemuda cakap terbanting di tanah.
Sejenak meringis, pemuda itupun terus bangun.
Gerak gerik kakek Lo Kun itu memang dilakukan cepat
sekali dan tak terduga-duga sehingga si jelita tak keburu
mencegah, Alangkah kejut nya ketika pemuda dalam kereta
itu dilempar ke luar oleh kakek pendek.
"Kakek bangsat ..." jelita itu marah sekali terus hendak naik
ke dalam kereta tetapi saat itu kakek Lo Kunpun sudah loncat
turun. Si jelita tetap menyerang kakek Lo Kun untuk
melampiaskan kemarahannya.
Duk, plak . . sebuah pukulan tendangan jelita itu membuat
kakek Lo Kun jungkir balik.
Ternyata Lo Kun memang tak mau menghindar maupun
menangkis. Terhadap nona cantik yang dikiranya Sun Li-hoa
puteri tihu Hong yang hu, ia memang mandah diapakan saja.
"Bangsat Lo Kun, mengapa engkau berani mengganggu
kekasihku "' tiba-tiba saja kakek Kerbau Putih menghampiri.
Bukan untuk menolong tetapi malah ikut menyepak kakek Lo
Kun. Plak . . . "Aduh, kurang ajar, mengapa engkau ikut menyepak aku "'
teriak Lo Kun lalu loncat bangun dan balas memukul kakek
Kerbau Putih. Demikian kedua kakek linglung itu berkelahi
sendiri. Si jelita segera alihkan perhatian kepada pemuda cakap.
Dipandangnya pemuda itu lekat-lekat sampai beberapa jenak.
Setelah itu dengan suara lembah lembut dan merdu ia
berkata: "Koko, apakah engkau menderita luka ?"
Si jelita menghampiri lalu mengusap-usap pipi pemuda
bagus itu dengan mesra. Entah bagaimana setelah dilempar
oleh kakek Lo Kun keluar kereta. bermula pemuda itu loncat
bangun dan mem beringas seperti orang yang tersadar dari
kelimbungan. Tetapi begitu beradu pandang dengan mata si
jelita, semangatnya hilang dan kesadaran pikirannyapun
lenyap lagi. "Ah, tak apa-apa, manis ..." katanya sambil memeluk jelita
itu, "siapakah kakek pendek yang melempar aku tadi ?"
"O, dia orang gila, koko," kata si jelita dengan penuh rayu,
"mari silahkan naik ke dalam kereta lagi ..."
Dengan saling berpelukan mesra, si jelita dan pemuda
bagus itu terus menghampiri pintu kereta. Pada saat keduanya
hendak naik, tiba-tiba kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih
berteriak : "Hai, Somali. jangan gila-gilaan membawa Sun lihoa
pergi , . . " Berhamburan kedua kakek linglung itu menyerbu hendak
menarik pemuda cakap, Tetapi secepat itu, si jelita sudah
menyambutnya dengan dua buah tendangan yang
menyebabkan Lo Kun dan kakek Kerbau Putih terlempar jatuh
. . , "Budak hina, jangan menganiaya kawanku!" tiba-tiba Blo'on
maju mencekal lengan si jelita.
"Uh, jangan pegang aku, bangsat !" teriak si jelita seraya
meronta. Tetapi alangkah kejutnya ketika ia rasakan tangan
Blo"on itu seperti jepifan besi kokohnya. Diam-diam ia
kerahkan tenaga-dalam untuk meronta tetapi aneh, mengapa
tak juga dapat terlepas. Geram, marah dan kesakitan
membuat wajah si jelita mengerut sengit.
"Hai, anak Blo'on, jangan kurang ajar kepada isteriku,"
serentak memekiklah kakek Lo Kun mendamprat Bloon.
"Ya. lepaskan cekalanmu itu," teriak kakek Kerbau Putih
pula. "Tetapi kalau kulepas, dia tentu akan memukul engkau
berdua." sahut Blo'on.
"Biar !" seru kakek Lo Kun. "dipukul isteri cantik, jauh lebih
nyaman daripada dipijati."
"Ya, biar dia memukul aku tetapi itu urusan kami berdua.
Engkau orang luar tak boleh campur tangan !" kakek Kerbau
Putih tak kalah suara Blo'on terpaksa lepaskan cekalannya.
"Ai, isteriku sayang, apakah engkau kesakitan ?" seru kakek
Lo Kun. Merahlah muka gadis cantik itu dipanggil isteri oleh seorang
kakek pendek. Baru ia hendak mendamprat, tiba-tiba kakek
berambut putih atau kakek Kerbau Putih sudah berseru : "Lihoa.
apakah engkau lupa kepadaku. Akulah kekasihmu dahulu,
pemuda cakap putera tikoan itu. Bukankah kita pernah
merangkai janji sehidup-semati dibawah sinar bulan purnama"
O aku masih ingat sumpah mu kala itu bahwa tiada kekuasaan
manusia di dunia yang dapat memisahkan kita. Sckalipuu
sudah mati, kita tetap akan bersama-sama di akhirat."
Mimpipun tidak jelita itu bahwa hari itu ia bakal berjumpa
dengan dua orang kakek gila basa. Yang satu mengakunya
sebagai isteri yang satu sebagai kekasih. Kedua kakek itu jelas
orang gila, pikirnya. Kalau ia melayani berarti hanya
membuang waktu sia-sia saja.
"Hai. kalian berdua." serunya setelah memperoleh akal.
"siapakah yang sebenarnya berhak mengaku aku sebagai isteri
dan kekasih itu ?" "Aku " teriak kakek Lo Kun serentak.
"Sudah tentu aku, Bi-nio," seru kakek Kerbau Putih.
"Hm baik," kata si jelita, "sekarang begini saja. Aku hanya
seorang, sudah tentu tak bisa menjadi isterimu dan sekaligus
menjadi kekasihmu" kata gadis itu seraya menunjuk pada
kakek Lo Kun lalu beralih menunjuk kakek Kerbau Putih, "aku
akan menentukan begini. Siapa yang lebih sakti ilmu
kepandaiannya, dialah yang berhak mengambil diriku "
'O" seru kakek Lo Kun, "maksudmu suruh aku berkelahi
dengan si Kerbau Putih ini ?"
"Ya" "O." seru kakek Kerbau Putih pula, "apakah tidak ada lain
jalan lagi kecuali berkelahi ?"
"Tidak," sahut si jelita, "seorang cantik harus mendapat
jodoh sebrang ksatrya yang sakti. Kalau kalian tak mau. tak
usah kalian mengharap diriku lagi."
Habis berkata jelita itu teras berputar tubuh melangkah ke
arah kereta. "Tunggu." teriak kakek Lo Kun "Ya. aku akan menuruti
permintaanmu. Lihat saja bagaimana aku nanti mengalahkan
si Kerbau Putih dengan mudah."
Kemudian kakek Lo Kun menantang kakek Kerbau Putih :
"Hayo. kerbau tua. kitu berkelahi. Siapa yang menang boleh
mendapatkan jelita itu."
Kakek Kerbau Putih tak menyahut melainkan malah
berteriak : "Hai, Bi-nio. hendak kemana engkau " Bukankah
engkau suruh kami berkelahi " Mengapa engkau hendak
pergi?" Memang saat itu si jelita sudah naik ke dalam kereta Dari
lubang pintu, ia melongok keluar dan berseru : "Akan
kutunggu di lembah sana .Siapa yang datang lebih dulu, dialah
yang menang."
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si jelita terus perintahkan kusir untuk menjalankan kereta
lagi. Ketika melirik dari pintu, didapatinya kakek Lo Kun
memang sudah berkelahi dengari kakek Kerbau Putih.
"Hm, kedua kakek gila itu tentu akan berkelainan mati
matian sehingga kehabisan tenaga," diam-diam ia tersenyum.
Saat itu Blo'on masih tegak terlongong-longong. Ia tak tahu
bagaimana harus bertindak. Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau
Putih sudah berhantam, saling pukul memukul, tendang
menendang. Kedua kakek itu sudah bertahun-tahun melakukan
pertempuran adu kesaktian. Tetapi selama ini tentu tanpa
kesudahan. Tak ada yang menang dan kalah. Maka kalau
mereka saat itu disuruh berkelahi, berarti suatu latihan saja.
Beberapa saat kemudian Blo'on berteriak : "Hai. kamu
kedua kakek, kapankah kamu akan selesai berkelahi ?"
"Sudah tentu sampai ada yang rubuh," sahut kakek Lo Kun.
'"Berapa lama ?" tanya Blo'on.
"Tidak terbatas." sahut kakek Lo Kun pula, "entah sampai
pagi, entah sampai besok malam, dua hari lagi. tiga empat
sampai lima hari " "Celaka !" Blo'on memekik seraya banting-banting kaki ke
tanah. "Mengapa ?" kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih
melongo. "Kalian goblok !" damprat Blo'on.
'Goblok bagaimana?" kata kakek Lo Kun dengan masih
tetap bergelut dengan kakek Kerbau Putih Sambil menuding
kakek Lo Kun dan Kerbau Putih, Blo'on menjerit : "Kalian
disuruh berkelahi tetapi gadis itu enak-enak naik kereta
bersama Somali. Bukankah kalian seperti ditipu mentahmentah
?" "Hai . . . hai . . !" kakek Lo Kun dan Kerbau Putih serentak
loncat mundur beberapa langkah. Yang satu ke utara, yang
satu ke selatan. "Apa katamu ?" teriak Lo Kun seraya menghampir ke
tempat Blo'on. "Dengarkan," teriak Blo'on dengan keras "engkau disuruh
berkelahi dengan kakek Kerbau Putih tetapi Somali diajak indehoy dengan gadis itu !"
"In-de hoy " Apa itu ?" tanya Lo Kun.
"Kata orang sekarang, in-de-hoy itu artinya berpacaran,"
kata Blo on. "O, macam-macam saja," kakek Lo Kun menggerutu, "Dulu
jaman aku masih muda, tidak pernah ada kata-kata semacam
itu". "Engkau benar, Blo'on!" tiba-tiba kakek Kerbau Putih
berseru, "ya, kupikir-pikir aku dan setan pendek itu memang
goblok. Kita disuruh berkelahi tetapi Somali diajak naik kereta.
Hayo, kita kejar " Demikian kedua kakek itu segera lari menge jar kereta yang
saat itu sudah tak kelihatan lagi. Blo'on terpaksa mengikuti.
Anjing kuning, burung rajawali dan monyet hitarnpun segera
mengikuti. Mereka menyusur jalan yang membentang lurus kearah
lereng gunung. Kemudian menurun kebawah. Saat itu haripun
sudah mulai terang tanah Namun belum juga dapat menyusul
kereta itu. "Aneh. kemanukah gerangan kereta itu ?" akhirnya Blo'on
tak dapat menahan kesabarannya. Ia hentikan larinya, "kalau
terus menerus lari begini, kakiku bisa lemas."
Kedua kakekpun ikut berhenti. Mereka berada di tepi
sebuah hutan yang sunyi. "Hm. bangsat Somali," kakek Lo Kun menggeram, "kalau
ketemu tentu akan kurobek-robek badannya. Disuruh tunggu
di dalam guha masakan malah mengajak Sun Li-hoa pesiar
kemana-mana" "Ho. itu masih ringan," kata kakek Kerbau Putih, "kalau
ketemu aku tentu akan kukorek hatinya dan kubakar. Orang
yang tak punya hati tentu tak dapat main cinta lagi."
Mendengar ocehan kedua kakek itu, rupanya Blo'on muak.
serunya : "Sudahlah, jangan banyak bicara. Yang penting kita
berusaha mencari kereta itu."
"Ya. benar," seru kakek Lo Kun lalu ayunkan langkah, "hayo
kita turun ke bawah sana."
Di sebelah bawah hutan itu terbentang sebuah lembah.
Ketika ketiga orang dan tiga ekor binatang tiba di mulut
lembah, keadaan sekeliling tempat itu sunyi senyap.
Lembah penuh ditumbuhi pohon melati. Dan pohon-pohon
itu tengah rnerekahkan bunga. Sesaat angin berhembus maka
berhamburan bau bunga melati yang harum memenuhi
seluruh lembah. "Harum sekali tempat ini !" teriak kakek Lo Kun.
"Ha, kalau begitu kita tiba di lembah Melati Menurut cerita
Bok kausu tadi, lembah ini menjadi tempat kediaman
gerombolan Partai Melati." kata kakek Kerbau Putih.
"Ho, bagus, bagus !" teriak kakek Lo Kun.
Kakek Kerbau Putih terlongong, tegurnya : "Apa yang
bagus?" "Bukankah Bok kausu itu menceritakan kalau anakmurid
Partai Melati itu terdiri dari gadis-gadis yang cantik ?"
"Setan pendek," damprat kakek Kerbau Putih '"ingat engkau
sudah tua bangka, jangan gila-gilaan seperti anakmuda."
"Kerbau goblok," kakek Lo Kun balas mendamprat, "bukan
salah seorang kakek tua seperti aku kalau bersantai dengan
gadis-gadis cantik. Tetapi bukankah Bok kausu itu mengatakan
bahwa anak buah Partai Melati memang mencari kaum lelaki
untuk diajak bersenang-senang " A-ha ..."
"Kakek edan " seru kakek Kerbau Putih, "memang benar
begitu tetapi yang dicari oleh Anak buah Partai Melati itu
adalah pemuda-pemuda cakap, bukan kakek pendek semacam
engkau " "Mati aku !" kakek Lo Kun mengeluh' "kalau begitu si Blo'on
yang bakal mendapat rejeki besar !"
"Ha ?" Bloon melongo.
"Kalau engkau dikerumuni gadis cantik, jangan lupa. kasih
aku seorang" pesan kakek Lo Kun.
"Mengapa mereka memilih aku ?"
'Gadis-gadis Partai Melati itu mencari pemuda-pemuda
cakap. Bukankah engkau juga . . . ea." Lo Kun berpaling, "hai
kakek Kerbau, apakah wajah seperti Blo-on ini akan diterima
mereka ?" "Tergantung dengan mereka, Kalau mereka menganggap
Blo'on cakap, tentu akan diterima. Kalau tidak, tentu akan
digebuk seperti anjing buduk."
"Wah, celaka," kata k kek Lo Kun. "kalau begitu Blo'on
harus dihias dulu supaya cakap."
Kemudian kakek Lo Kun memandang Blo'on serunya:
"Blo"on engkau harus memelihara rambut seperti aku. Mukamu
harus dicuci yang bersih dan dibedaki . . ."
Selama kedua kakek itu bicara, Blo'on hanya mendengarkan
saja. Ia menyeringai, menyengir dan mendelik ketika
mendengar kata-kata kakek Lo Kui.
"Tidak sudi ! Aku anak lelaki, bukan banci Mengapa harus
pakai pupur segala. Akupun tak mau memelihara rambut.
Lebih enak gundul begini. Ho kakek Lo Kun. engkau memang
gila perempuan. Tetapi kalau aku. huh, sekalipun gadis-gadis
Partai Jelita itu cantik-cantik, aku juga tak mau !"
"Goblok" teriak Lo Kun, "mengapa anak lelaki takut pada
gadis cantik" Itu banci namanya"
"Persetan dengan gadis cantik" teriak Blo'on.
"Sudahlah, jangan ribut-ribut," akhirnya kakek Kerbau Putih
menyelutuk, "hayo kita menyelidiki lembah ini.
Mereka menjelajahi lembah itu. Tetapi tak menemukan
suatu apa. Hanya ketika tiba di ujung lembah, mereka terkejut
karena mendapatkan sekeping papan besi warna hitam
menjulang tinggi. Bentuknya menyerupai sebuah pintu,
Dung. dung . . , kakek Lo Kun menghampiri dan mendebur
pintu itu. Tetapi segera ia menarik pulang tangannya dan
meringis kesakitan karena pintu itu terbuat dari baja yang
keras dan tebal. "Keparat," damprat kakek pendek itu. "terang didalam pintu
ini tentu terdapat rumah manusia. Mungkin tentu markas dari
partai Melati." Dung, dung . . . kembali ia menghantam pintu baja itu,
bahkan kali ini dengan menggunakan batu seraya berteriakteriak:
"Hayo, buka pintu !"
Tetapi tetap tiada penyahutan suatu apa. Kakek Kerbau
Putihpun memeriksa. Pintu itu menjulang tinggi sampai tiga
tombak. Di bagian atas diberi pagar besi runcing. Ia gelengkan
kepala dan menghela napas.
Blo"on juga ikut memeriksa. Untuk suruh burung rajawali
membawanya terbang keatas, tentulah burung itu tak kuat.
"Bagaimana nih?" tanyanya kepada kedua kakek yang
terlongong-longong saling berpandangan.
Kakek Lo Kun mondar-mandir sambil meng gendong kedua
tangannya. Kakek Kerbau Putih duduk pejamkan mata.
Rupanya sedang memeras otak mencari daya.
Blo'onpun terpaksa diam saja.
Sesungguhnya sebelum Blo'on dan kedua kakek datang
kesitu. Bok kausu, imam Soh Hun kausu dan pemuda cakap
she Liok. sudah datang lebih dulu ke lembah itu.
Merekapun berhadapan dengan pintu baja warna hitam itu.
Tetapi mereka tak cepat putus asa seperti kedua kakek dan
Blo'on. Bok kausu segera mengeluarkan tali dan kait. Setelah
mengikat kait dengan ujung tali lalu dilontarkan ke atas pagar
besi. Kait itu tepat menyusup di antara celah besi.
"Hayo, kita naik," kata Bok kausu seraya mendahului naik
keatas pintu dengan menggunakan tali. Setelah tiba diatas, ia
lemparkan tali tali kebawah lagi dan orangnyapun melayang
turun ke dalam. Yang kedua ialah si imam Soh Hun. Diapun mulai merayap
keatas Setelah diatas, ia lemparkan tali kebawah lagi.
Lalu yang terakhir pemuda Liok. Dengan hati-hati pemuda
cakap itu merayapi pintu baja. Setelah tiba diatas. dia tak
melemparkan ujung tali keluar melainkan kebagian dalam
pintu. Maksudnya apabila perlu, tali itu dapat digunakan untuk
keluar dari pintu. Disebelah dalam dari pintu itu merupakan sebuah halaman
yang luas, Sekeliling halaman ber tumbuhan pohon-pohon
melati yang lebat dan tinggi sehingga menyerupai sebuah
hutan. Ada suatu perasaan aneh menghinggap! pikiran pemuda
Liok. Ialah kedua orang tadi. Bok kausu dan imam Soh Hun.
Mengapa kedua orang itu tak tampak sama sekali " Bukankah
baru berselang beberapa kejab saja keduanya itu melayang
turun ke dalam" Pemuda itu memandang kemuka. Tampak pada ujung,
halaman luas itu sebuah jalan yang berakhir pada bangunan
gedung yang besar. Mungkinkah kedua orang itu sudah masuk
ke dalam gedung itu "
"Ah. tak mungkin." ia membantah dugaannya Sendiri,
"pertama, tak mungkin dalam waktu secepat itu mereka sudah
berada digedung yang jaraknya beratus-ratus langkah dari
pintu. Dan kedua, mereka tentu akan menunggu
kedatanganku dulu baru bersama-sama menuju ke gedung
itu." Pemuda itu benar-benar heran. Namun karena ia sudah
terlanjur berada dialas pintu, terpaksa ia harus turun
kebawah. Tetapi begitu tiba di tanah, iapun mengalami nasib
serupa dengan kedua kawannya. Hilang lenyap.
Untung pemuda itu tak melemparkan ujung tali keluar
pintu. Andaikata ia berbuat demikian, tali itu pasti terlihat oleh
kedua kakek dan mereka tentu akan memanjat ke atas pintu
dengan tali itu. Demikian sampai lama sekali Bloon dan kedua kakek itu
belum juga mendapat akal untuk memasuki pintu hitam itu.
Tiba-Tiba mata Blo'on tertumbuk pada gerak gerik anjing
kuning yang tengah mencakar-cakarkan kakinya pada tanah.
"Ada akal !" serentak anak itu berteriak gembira "pokoknya,
bereslah " "Bagaimana "' kakek Lo Kun dan Kerbau Putih serentak
bertanya. "Engkau kakek tua tetapi masih kalah dengan anjing saja "
kata Bloon seraya menunjuk pada anjing kuning, "coba
lihatlah apa yang dilakukan si Kuning itu."
"Hai, benar !" teriak kakek Lo Kan.
"Ya, cara itu memang satu-satunya cara untuk masuk
kedalam," seru kakek Kerbau Putih pula
"Nanti dulu," tiba-tiba Blo'on berkata, "tetapi dengan cara
menggali lubang kedalam pintu itu apakah tidak makan waktu
lama'1" "Goblok!" seru kakek Lo Kun, "masakan menggali lubang
beberapa depa saja, merasa susah. Sudah tentu kita tak perlu
membuat lubang yang panjang. Cukup asal bisa masuk
kedalam pintu." BIo'on terpaksa mengalah. Demikian mereka bertiga mulai
bekerja untuk membuat lubang yang tembus ke dalam pintu.
Walaupun lubang tidak panjang tetapi karena tanahnya batu
padas, mereka harus peras keringat juga. Dan hampir tengah
malam mereka baru berhasil menembus kedalam pintu
Untunglah lubang itu menembus pada gerumbul pohon
melati. Begitu keluar dari lubang, merekapun berada dalam
hutan melati. Beberapa belas langkah dari tempat mereka
bersembunyi, terbentang.sebuah halaman luas.
"Rupanya tempat ini kosong," kata kakek Lo Kun seraya
hendak merangkak keluar. Tetapi cepat kakinya ditarik kakek
Kerbau Putih : "Jangan bergerak dulu. Kita tunggu sampai
beberapa saat lagi."
Memang yang dikatakan kakek Kerbau Putih itu tepat,
Beberapa jenak kemudian tiba-tiba terdengar suitan nyaring
memecah kesunyian malam. Dan susul menyusul dari segenap
penjuru terdengar suitan pula.
Seiring dengan kumandangnya suitan yang membelah
angkasa malam, sesosok tubuh berpakaian putih muncul dan
tegak berdiri di halaman. Kemudian berturut-turut pula dari
segenap penjuru bermunculan tubuh-tubuh langsing dalam
pakaian serba putih. Saat itu bulan bersinar terang. Tubuh-Tubuh berpakaian
putih itu makin jelas. Mereka adalah gadis-gadis cantik.
Jumlahnya tujuhbelas orang. Yang enambelas segera berjajarjajar
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merapat dalam formasi barisan. Sedang yang seorang,
ialah yang muncul pertama kali tadi, tegak berdiri di hadapan
barisan itu. Rupanya dia pemimpin barisan.
Ketujuh belas gadis berpakaian putih itu cantik sekali.
Hampir sukar dibedakan satu dengan lain. Rambutnya
menyanggul untaian bunga melati. Perbedaan yang dapat
diketahui ialah gadis jelita yang menjadi pemimpin itu leher
bajunya berlapis warna merah jambon. Sedang keenambelas
barisan gadis-gadis cantik itu pada tepi leher bajunya berlapis
warna kuning. Umur merekapun hampir merata, di sekitar 17
sampai-sampai 20 tahun. Menyaksikan pemandangan itu, kakek Lo Kun gemetar,
kakek Kerbau Putih terlongong dan Blo"on terbelalak.
"Bidadari ..." bisik kakek Lo Kun. Tetapi ia tak dapat
melanjutkan kata-katanya karena mulutnya segera didekap
oleh kakek Kerbau Putih: "Jangan bicara keras-keras !"
Terdengar si jelita pemimpin barisan berseru nyaring :
"Murid-Murid Partai Melati, dengarkanlah !"
Terdengar sambutan mengiakan dari barisan gadis-gadis
cantik itu. "Pagi tadi suhu telah berangkat ke pulau Lam-hay untuk
suatu urusan penting. Segala urusan markas, diserahkan
kepadaku. Suhupun meninggalkan pesan, supaya selama
beliau pergi kita tak diperbolehkan keluar ..."
"Dalam waktu akhir-akhir ini, suhu mendapat berita bahwa
di dunia persilatan timbul kegemparan besar. Di daerah
selatan dan di daerah utara telah muncul dua orang Kim
Thian-cong. Padahal jelas Kim Thian-cong telah meninggal
dunia beberapa waktu yang lalu. Tetapi mayatnya telah
hilang.!" Suasana hening lelap. Rupanya barisan gadis-gadis
anakmurid Partai Melati itu mencurahkan perhatian
sepenuhnya. "Kim Thian-cong di daerah selatan hendak membentuk
partai baru yang diberi nama Song-lian-kau atau Teratai Suci.
Dia mengundang semua partai-partai persilatan dan tokohtokoh
terkemuka, supaya datang ke gunung Hong-san. PartaiPartai persilatan diharuskan membubarkan diri dan
menggabung pada partai Teratai Suci . . , "
Terdengar desah desuh pelahan dari mulut anakbuah Partai
Melati, "Dan Kim Thian-cong di utara itupun juga sama sepak
terjangnya, Dia hendak membentuk partai Thian-tong-pay
atau partai Nirwana, juga dia telah mengirim utusan untuk
menyampaikan undangan kepada partai-partai dan tokohtokoh
persilatan supaya menghadiri peresmian berdirinya
partai baru itu ke gunung Thay-san. Semua partai harus
menggabungkan diri !"
Terdengar pula desis memberisik dari barisan murid-murid
Partai Melati. "Oleh karena itu. suhu pesan agar kita semua mempertinggi
kewaspadaan, menjaga markas dan menolak utusan-utusan
itu baik dari Teratai Suci maupun dari Partai Nirwana !"
Terdengar suara kesediaan dari gadis-gadis cantik itu.
"Sekarang kuberi kesempatan pada kalian untuk memberi
laporan dan mengajukan pertanyaan," kata jelita pemimpin
barisan pula. "Toa-suci" tiba-tiba salah seorang gadis cantik berseru,
"kemarin aku telah menawan seorang pemuda."
"Baik." sahut nona yang menjadi pemimpin barisan, Dengan
disebut sebagai 'toa suci' atau ta-ci pertama, jelas nona itu
adalah murid pertama dari Hu Yong sian-cu atau Dewi Melati
pemimpin partai Melati. Oleh karena Dewi Melati pergi, maka
urusan markas diserahkan kepada nona i-tu.
"Toa-suci" kata seorang gadis lain. 'bagaimana dengan
tawanan-tawanan yang sudah berada dalam markas kita ?"
"Oleh karena suhu melarang kita keluar, maka tawanan
yang sudah ada dalam markas, tetap berjalan sebagaimana
peraturan yang telah diberikan suhu."
"Tetapi toa-suci." kata seotang nona pula, "oleh karena
diadakan larangan keluar, bagaimana dengan kita yang tak
mempunyai tawanan ?"
Terdengar suara berisik dari beberapa nona lain yang
mendukung pernyataan nona itu.
Nona pemimpin barisan itu cepat menjawab "Oleh karena
ada larangan itu maka lebih baik kita hentikan saja
kesenangan-kesenangan itu. Tawanan-tawanan supaya
ditempatkan di tempat yang aman dan kita harus setiap hari
berlatih ilmu kepandaian, mengadakan ronda setiap malam.
Tunggu setelah suhu pulang, baru nanti kulaporkan tentang
hal itu lagi." Terdengar beberapa keluhan tertahan dari rombongan
anakmurid Partai Melati itu.
"Sumoay sekalian." kata pemimpin barisan itu pula, "kutahu
bagaimana perasaan sumoay sekalian. Tetapi pertimbanganku
untuk mengambil langkah begitu adalah : Kesatu, saat ini
suhu sedang tak ada di markas dan setiap saat kita akan
menerima kunjungan utusan dari kedua Kim Thian-cong itu.
Apabila kita tolak, utusan itu tentu marah. Dan kuyakin utusan
itu tentu tokoh yang sakti. Kedua kalinya, kita harus
memikirkan sumoay-sumoay yang kebetulan tak mempunyai
tawanan. Padahal Suhu melarang kita untuk keluar. Agar
jangan menimbulkan iri hati dan keluhan di antara sumoaysumoay,
maka lebih baik kita untuk sementara waktu ini
meniadakan segala kesenangan."
"Setuju," seru seorang nona dari rombongan barisan.
"Tetapi kapankah kiranya suhu akan pulung'' tiba-tiba
terdengar seorang nona bertanya.
"Ya, toa suci, apabila suhu sampai setengah tahun tak
pulang, lalu bagaimana ?" seru pula seorang nona lain.
"Baik." kata gadis wakil ketua Partai Melati itu "suhu
mengatakan bahwa paling lama dalam waktu sebulan tentu
sudah pulang. Nah, apabila sebulan kemudian beliau tetap
belum datang, kita nanti bicarakan lagi soal itu,"
Sekalian anak murid Partai Melati mengiakan. Walaupun
ada beberapa yang dalam hati mengeluh tak puas tetapi
mereka tak berani menyatakan.
"Akhirnya, dengarkanlah murid-murid Hu-yong-pang."
berseru pula gadis pemimpin barisan, "mulai malam ini kita
mengadakan ronda. Dari jam delapan sampai jam satu. Lalu
diganti orangnya, dari jam satu sampai jam enam pagi, Tiap
peronda terdiri dari dua orang. Nah sekarang dimulai empat
orang. Yang dua orang melakukan ronda pertama. Nanti jam
satu diganti dengan dua orang yang melakukan ronda kedua.
Karena kalian berjumlah enambelas orang, tiap orang akan
mendapat gilir ronda pada tiap lima hari. Dan apabila hari ini
mendapat gilir ronda pertama, besok lima hari kemudian gilir
ronda kedua." Sekalian gadis-gadis itu mengiakan.
"Sekarang kutunjuk saja." kata gadis pemimpin barisan,
"malam ini Swat-hong dan Lian-hoa berdua sumoay yang
meronda pertama. Nanti ronda kedua Giok-yan dan Lin-lin
sumoay." Empat orang nona berseru mengiakan "Siapa yang akan
ronda besok malam, besok sore akan kuberitahu." kata gadis
pemimpin itu, "Sebelum pertemuan ini kububarkan, lebih dulu
aku ingin mengetahui sampai dimana latihan yang kalian
lakukan untuk pelajaran terakhir dari suhu ialah barisan
"Melati menolak kumbang" itu. "Hayo, lekaslah kalian
membentuk diri dalam barisan itu dan akulah yang akan
menyerang sebagai kumbangnya."
Keenam belas gadis jelita itu segera berpencaran dan dalam
sekejab saja mereka sudah berjajar-jajar dalam beberapa lapis
lingkaran. Sepintas pandang barisan itu menyerupai bentuk
sekuntum bunga melati yang terdiri dari empat lingkaran
setiap lingkaran empat orang. Lingkaran tuu dimaksud sebagai
kelopak bunga. "Awas. aku mulai menyerang." seru gadis pemimpin itu
terus bergerak menyerang.
Gerakan gadis itu ternyata gesit sekali. Gerakannya mirip
dengan seekor kumbang yang berlincahan hendak menyusup
kedalam kelopak bunga. Tetapi barisan Melati itu ternyata memiliki gerakan yang
aneh tetapi rapi. Setiap diserang, mereka menyurut mundur
merapat seraya serempak menghantam. Apabila
penyerangnya mundur, merekapun berkembang menduduki
tempatnya semula lagi. Sudah tentu tenaga seorang
penyerang betapapun saktinya, tentu tak kuat melambang
gelombangan pukulan dari enambelas orang. Apalagi
keenambelas murid-murid Partai Melati itu memiliki tenaga
dalam yang hebat, Terpaksa gadis pemimpin itu loncat melambung keudara
dan melayang turun beberapa langkah dari barisan. Secepat
kaki menginjak bumi, iapun terus mencabut pedang lalu loncat
menerjang lagi. Tetapi tiba-tiba keenambelas gadis cantik itu serempak
menaburkan tangannya. Beratus-ratus benda kecil warna
hitam segera mencurah ke tubuh gadis penyerang itu,
Tring. tring. tring, gadis itu memutar pedang untuk
menghalau taburan benda kecil itu.
"Aduh ..." tiba-tiba Blo'on mengaduh.
"Mati aku ..." kakek Lo Kunpun merintih
"Haup ..." kakek Kerbau Putih menguak
---ooo0dw0ooo--- Jilid 11 Pungguk merindukan bulan.
Ternyata pada saat barisan Melati-menolak-kumbang dari
keenam belas gadis-gadis cantik murid Partai Melati
menaburkan benda-benda kecil warna hitam kearah gadis
pemimpin barisan, gadis itupun cepat memutar pedangnya
untuk menghalau. Sebagai murid pertama dari Hu-Yong sian-cu atau Dewi
Melati ketua Partai Melati, ternyata nona itu memiliki
ilmupedang yang hebat. Ratusan benda-benda hitam yang
mencurah bagai hujan itu dapat dihalaunya sehingga tak
sebuahpun yang mengenai tubuhnya.
Tetapi karena jumlahnya sekian banyak,maka ada juga
berpuluh benda kecil yang tak mengenai tubuh si nona,
melainkan terus melayang jauh ke belakangnya. Dan
kebetulan pula tempat persembunyian Blo'on dan kedua kakek
itu terletak di belakang nona itu.
Benda-Benda kecil hitam itu ternyata biji-biji buah
kelengkeng. Tetapi dilontarkan oleh keenam belas muridmurid
Partai Melati, biji-biji kelengkeng itu berobah seperti
batu kerasnya. Derasnyapun seperti anak panah yang
dilepaskan dari busur. Kakek Lo Kun yang sejak tadi memandang barisan gadisgadis
cantik itu dengan gemetar, hidungnya kena tersambit
sebutir biji kelengkeng itu. Semangatnya yang sedang terbang
melayang dibuai kecantikan gadis-gadis itu. serentak masuk
kembali ke dalam dadanya dan karena hidungnya terasa sakit
seperti ditembak peluru, kakek itupun menjerit lalu mendekap
hidungnya. Blo"on yang juga kesima melihat pemandangan aduhai itu.
terkejut mendengar jeritan tertahan dari Kakek Lo Kun. Tetapi
saat itu juga dahinya tertimpah sebutir biji kelengkeng.
Serentak ia menjerit : "Aduh, mak ..." lalu cepat mendekap
dahinya. Kakek Kerbau Putih melihat barisan gadis-gadis jelita itu
dengan mulut melongo atau terbuka. Mendengar kedua orang
itu menjerit tertahan, ia terkejut dan hendak mendamprat
mereka supaya jangan mengeluarkan suara keras. Tetapi
belum sempat ia mengatupkan mulut, sebutir biji kelengkeng
telah nyasar masuk, haup ....
Kakek Lo Kun dan Blo'on masih mending. Kakek Kerbau
Putih yang paling sial. Biji kelengkeng masuk kedalam
mulutnya, menghantam dinding kerongkongan, Haup . . dan
rubuhlah kekek itu ke tanah.
Karena dirinya sendiri sedang sibuk kesakitan maka kakek
Lo Kun dan Blo"on tak sempat mengurus kakek Kerbau Putih
yang sudah menggeletak di tanah itu. Kakek Lo Kun bingung
mengusap-usap hidungnya yang mengucurkan darah. Blo'on
sibuk mengelus-elus dahinya yang membenjul
Karena masih tegang dengan latihan barisan Melatimenolakkumbang. maka gadis-gadis murid Partai Melati itu
tak sempat memperhatikan hiruk pikuk yang timbul dari hutan
pohon melati. Saat itu setelah hujan biji kelengkeng selesai gadis
pemimpin lalu menerjang ke dalam barisan. Tiba-Tiba lapisan
terdepan dari barisan itu berhamburan menurut ke arah dua
samping sehingga gadis itupun menyerang angin dan
meluncur maju. Lapisan kedua dari barisan, juga memecah diri
seolah-olah membuka jalan kepada penyerang itu. Tetapi
setelah penyerang itu berada di tengah barisan, sekonyongkonyong
anggauta barisan itu berhamburan maju dan
membentuk diri sebagai kelopak-kelopak bunga melati.
Dengan demikian maka terkurung gadis penyerang itu di
tengah-tengah barisan ... .
Beberapa saat kemudian, Blo'on sudah lebih cepat hilang
sakitnya. Melihat kakek Kerbau Putih masih menggeletak, ia
memeriksanya. Ternyata kakek Kerbau Putih itu pingsan.
mulutnya mengumur darah ....
"Kakek, engkau bagaimana ?" seru Blo'on seraya
mengguncang guncang tubuh kakek Kerbau Putih, tetapi
kakek itu tetap tak menyahut. Kedua matanya terpejam rapat.
"Mungkin dia mati" seru kakek Lo Kun seraya masih
mendekap batang hidungnya.
"Mati ?" Blo'on mengulang. Sebenarnya kakek Lo Kun hanya
menduga tetapi Blo'on menganggap memang kakek Kerbau
Putih sudah mati sesungguhnya. Serentak anak itu loncat
bangun terus loncat keluar dari dalam tempat
persembunyiannya dan lari kearah rombongan murid-murid
Partai Melati yang tengah berlatih itu.
"Hai. budak-budak perempuan hina ! Gantilah jiwa
sahabatku !" teriaknya seraya kepalkan tinju dan
mengacungkan ke atas. Saat itu barisan sedang melancarkan serangan untuk
menghancurkan gadis penyerang atau toa -suci mereka.
Mendengar munculnya seorang pemuda yang lari berteriakteriak
dan memaki-maki, serempak mereka berhenti.
Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Betapalah kejut ke tujuhbelas gadis-gadis cantik itu ketika
melihat seorang pemuda yang aneh potongan mukanya
berlarian mendatangi dengan diiring oleh seekor anjing,
burung rajawali dan monyet hitam.
Gadis murid pertama dari Partai Melati cepat menyusup
keluar dan maju kemuka, serunya "Hai, siapa engkau !"
Saat itu Blo'onpun sudah tiba dan berhadapan dengan gadis
itu, Ia menudingnya : "Itu tidak penting ! Yang penting
engkau harus bertanggung jawab atas kematian kakekku !"
Gadis itu melongo : "Siapa yang mati ?"
"Kakek Kerbau Putih !" dengus Bloon "hm jangan engkau
pura-pura berlagak pilon !"
"O, kakekmu seekor kerbau putih ?" tanya gadis itu
keheranan. "Gila engkau !" damprat Blo'on. "kerbau pu tih itu bukan
binatang tetapi seorang manusia."
"Seorang manusia ?" gadis itu makin heran.
"Yaaaa !" teriak Blo'on marah, "apakah engkau tuli ?"
"Eh, bung. engkau ini orang gila atau waras ?" bentak
sigadis. "Jangan banyak mulut !" Bloon balas membentak, "lekas
engkau mengganti jiwa kakekku"
"Mengapa aku yang harus mengganti jiwanya"
"Karena dia mati terkena taburan biji-biji hitam dari barisan
anak-anak perempuan itu !"
"O," teriak gadis itu, "seharusnya memang begitu. Bahkan
engkaupun harus ikut mati dengan kakekmu itu."
"Gila !" "Engkau tahu tempat apa ini ?" tanya sigadis mulai marah.
"Tahu. Tempat ini tempat menculik pemuda-pemuda
bagus." sahut Blo"on.
"Jahanam, jangan omong sembarangan !" bentak gadis itu
dengan merah padam mukanya "siapa bilang tempat ini
tempat untuk menculik pemuda-pemuda cakap ?"
"Bok kausu !' "Bok kausu " Siapa Bok kausu itu ?" tanya si gadis makin
keheranan. "Bok kausu itu guru silat pada tihu Hong-yang-hu, Katanya
anak tihu itu juga diculik kemari !"
Gadis itu berkilat-kilat matanya. Wajahnya mulai menampil
hawa pembunuhan : "Engkau tahu apa nama tempat ini ?"
"Tidak tahu jelas. Tetapi kuduga tentu Lembah Melati "
Karena disini banyak tumbuh hutan melati," sahut blo'on.
"Dan siapa yang memiliki lembah ini "'
"Gerombolan anak-anak perempuan yang menamakan
dirinya Partai Melati !"
"Jahanam !" karena tak dapat menahan kemarahannya
gadis itu terus loncat memukul muka Bkon. Tetapi seketika itu
anjing Kuningpun terus loncat menyongsongnya. Begitu pula
rajawali lalu terbang menyambar mukanya.
Gadis itu kaget dan loncat menghindar ke samping.
"Ho, bilang saja terus terang. Engkau mau mengganti jiwa
kakekku atau tidak. Kata orang, hutang uang bayar uang,
hutang jiwapun harus bayar jiwa !" teriak Blo'on.
"Siapa yang hutang jiwa !" bentak gadis itu pula,
"barangsiapa berani masuk ke dalam markas Partai Melati
tanpa izin, tentu akan lenyap jiwanya. Bagaimana engkau
dapat masuk ke dalam sini ?"
"Dari bawah bumi !"
"Ngaco !" gadis itu marah, "engkau harus serahkan
jiwamu!" Blo'on garuk-garuk kepalanya yang gundul : ''Siapa yang
harus menyerahkan jiwanya itu " Kawan-kawanmu telah
membunuh kakekku, mengapa engkau malah hendak minta
jiwaku ' "Karena engkau berani masuk ke dalam markas kami "
"Bukankah engkau malah mencari lelaki-lelaki dari luar ?"
tanya Blo"on. "Buat apa pemuda semacam engkau " Pantasnya engkau
hanya patut menjadi tukang rumput disini".
Bloon berjingkrak marah : "Apa".Engkau berani menghina
aku" Kata Somali, aku ini putera raja Apa engkau ini. hanya
gadis gunung yang cabul "
Gadis itu tak dapat menahan kemarahannya. Serentak ia
mencabut pedang dan terus menyerang Bloon.
Blo'on terpaksa berloncatan menghindar.
Gadis itu diam-diam heran. Kalau melihat orangnya,
pemuda itu seperti orang blo'on. Dan kalau melihat
gerakannya, pemuda itupun seperti tak mengerti ilmusilat.
Tetapi mengapa gerakannya tubuhnya begitu gesit sekali.
Berulang kali ia melancarkan serangan yang berbahaya, selalu
pemuda itu dapat menghindari.
"Hai. berhenti Blo'on !" tiba-tiba kakek LoKun berlari-lari
menghampiri dan berseru kepada Blo' on
"Ya, aku mau berhenti tetapi anak perempuan itu tetap
menyerangku saja" kata si Blo'on.
'Nona cantik, berhentilah, aku hendak bicara." seru kakek
Lo Kun kepada gadis itu. Memang gadis itupun terkejut karena muncul nya kakek Lo
Kun. Ternyata pemuda blo'on itu membawa teman. Ia segera
loncat mundur. "Nona manis, ai. sayang" kata kakek Lo Kun. "mengapa
engkau menyerang cucuku ini ?"
"Siapakah engkau ini !"
"Aku Lo Kun, dahulu menjabat kepala pasukan bhayangkara
istana raja." Nona cantik itu terbeliak. Memandang kakek Lo Kun
beberapa saat lalu berseru: "Mengapa engkau berani
menyelundup masuk ke markas ini?"
"Aku hendak mencari isteriku yang hilang"
"Oh." desuh nona itu. "isterimu hilang " Siapakah isterimu
itu " Mengapa engkau mencarinya kemari "
"Karena anakbuah disini melulu wanita semua. Dia tentu lari
kemari." "Eh. kakek, jangan bicara seenakmu sendiri saja,
Bagaimana engkau bisa mengatakan tentu ke mari ?" nona itu
mulai merah mukanya. "Karena tadi di tengah jalan aku sudah bertemu dengan dia
..." "Bertemu dengan dia ?" nona itu makin kaget, "siapa
namanya ?" "Sun Li-hoa." "Gila !" bentak nona itu, "disini tak ada anak murid yang
bernama begitu ' "Dia tentu ganti nama. Aku sudah tua tetapi mataku masih
awas, tidak kalah dengan engkau nona manis. Jelas aku tadi
bertemu dia naik kereta,"
"Menuju kemari ?"
"Kemungkinan besar karena dia terus melarikan diri
kedalam hutan ini dan hilang," kata kakek Lo Kun terus
melangkah maju. "Hai, hendak kemana engkau ?" nona itu cepat
menghadang, lintangkan pedangnya.
"Tentulah isteriku itu berada dalam rombongan nona-nona
cantik itu karena isteriku juga cantik."
Belum nona itu menyahut, tiba-tiba dari belakang kakek Lo
Kun terdengar langkah kaki orang berlari mendatangi seraya
berseru "Hai, setan pendek, mengapa engkau tinggalkan aku?"
Ketika Lo Kun berpaling ternyata yang berlari mendatangi
itu kakek Kerbau Putih. "Hai, kerbau, mengapa engkau tidak jadi mati ?" seru kakek
Lo Kun, "Siapa bilang aku mati ?"
"Kakek Lo Kun !" seru Blo'on yang juga maju
menyongsongnya, "karena mengira engkau benar sudah mati
Jala Pedang Jaring Sutra 6 Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung Jejak Di Balik Kabut 28
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama