Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 3

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung Bagian 3


kekuatan tenaga dalamnya guna meneruskan pertandingan
mengukur tenaga dan kepandaian itu. Namun disebabkan kali ini
kepalanya yang terkena timpukan batu kerikil itu, walaupun tidak
terlalu sakit, Pak-kiang jadi gusar juga, karena menduga ada orang
yang hendak mempermainkannya dan mengganggunya. Dia telah
menarik pulang hawa murninya, dia bermaksud untuk memisahkan
diri. 205 Setelah hawa murni itu berhasil ditariknya pulang ke Tan-tian, Pakkiang melompat berdiri. Kebetulan waktu itu si pelajar tengah
menimpuk lagi. Tadi dia menimpuk agak rendah dan mengenai kepala Pak-kiang.
Karena sekali ini pelajar itu menimpuk agak ke atas. Siapa tahu,
waktu batu itu tengah meluncur, justru Pak-kiang tengah berdiri.
Keruan saja kepalanya telah dihantam batu kerikil itu pula.
Hati Hok An tergoncang juga menyaksikan semua itu, diam-diam
dia jadi menguatirkan keselamatan si pelajar. Walaupun tadi
dilihatnya pelajar baju putih ini seorang yang tidak berbudi, namun
sebagai seorang rimba persilatan yang memiliki kepandaian tinggi,
dia mengetahui siapa adanya Pak-kiang. Sedangkan pelajar itu
tampaknya lemah dan tidak mengerti ilmu silat. Sekali saja Pakkiang menggerakkan tangannya, niscaya pelajar itu akan terluka
hebat atau terbinasa. Pak-kiang waktu merasakan kepalanya disambar batu kerikil itu
lagi, segera memutar tubuhnya, sehingga ia melihat Hok An dan
pelajar baju putih itu tengah berdiri di tepi empang. Dan mata Pakkiang yang tajam dapat melihat di tangan pelajar baju putih itu
masih terdapat sisa beberapa butir batu kerikil.
206 Dengan wajah yang memerah, Pak-kiang menjejakkan kakinya,
tubuhnya telah melesat ke darat ke dekat pelajar itu. Dengan
mendongkol dan sikap sengit, dia menegur di saat dia melompati
salah satu daun teratai yang berada di tepi empang itu:
"Apakah engkau yang menggangguku"!"
Pelajar itu memandang Pak-kiang dengan mulut terpentang lebar,
rupanya dia takjub melihat Pak-kiang dengan beberapa kali
lompatan dan menotol daun-daun teratai cepat sekali telah bisa
berada di dekatnya Melihat pelajar itu tidak menyahuti, Pak-kiang tambah mendongkol.
Dia menoleh kepada Hok An: "Dia atau engkau yang telah
menimpukkan batu pada kepalaku, heh"!"
Hok An jadi serba salah, cepat-cepat dia merangkapkan ke dua
tangannya, katanya: "Maafkan, pelajar itu, tampaknya agak tolol
dan tidak mengerti ilmu silat, tadi dia tanpa sengaja telah
menimpukkan batu mengenai kepala Lojinke.....!"
Pak-kiang memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Agak tolol dan tidak mengerti ilmu silat"!" katanya. "Hemmm,
kentut kosong, saja kau! Jika memang dia tidak memiliki
207 kepandaian ilmu silat, mana mungkin dia bisa menimpukkan batu
itu mengenai kepalaku"!"
Hok An tertegun mendengar perkataan Pak-kiang, kemudian
menoleh kepada pelajar itu, baru kemudian memandang Pak-kiang
lagi. "Mungkin hanya kebetulan saja.....!" katanya.
"Kebetulan" Dia kawanmu" Kau hendak membelanya, bukan?"
kata Pak-kiang jadi gusar. "Terus terang saja kukatakan, walaupun
bagaimana, aku tidak bisa mempercayai perkataanmu! Walaupun
ini akan memalukan dan meruntuhkan namaku, tetapi memang
sebenarnya terjadi! Timpukan batu kerikilnya tidak bersuara, dan
menyambar tahu-tahu menghantam kepalaku!
"Jika memang dia tidak mengerti ilmu silat dan tidak memiliki
lweekang, tidak mungkin dia bisa menimpukkan batu tanpa
menimbulkan suara..... Lagi pula, aku pun memiliki pendengaran
yang tajam, tentu aku bisa merasakan berkesiuran angin serangan
atau mendengar suara mendesir menyambarnya batu itu.....
"Akan tetapi tadi, batu itu, dua kali pula aku tidak mendengar suara
menyambarnya batu tersebut..... Jika memang bukannya pemuda
208 pelajar itu memiliki lweekang, mana mungkin dia bisa menimpukkan batu kerikil tersebut dengan cara seperti itu"!"
Setelah berkata begitu, tampak Pak-kiang mengawasi pelajar baju
putih itu dengan sorot mata yang tajam sekali, dan sikap
menyelidiki. Sedangkan pelajar baju putih itu sama sekali tidak memperlihatkan
sikap gentar, dia malah tertawa-tawa dengan sikap yang tenang.
Diapun malah menghampiri Pak-kiang, katanya:
"Maaf! Sungguh-sungguh tadi Siauwte tidak bermaksud untuk
menimpuk kepala Lojinke..... Siauwte hanya bermaksud menimpuk
air empang itu belaka..... akan tetapi tanpa disengaja tetah
mengenai kepala Lojinke! Maaf! Maaf!"
Setelah berkata begitu, pelajar tersebut merangkapkan ke dua
tangannya, dia menjura memberi hormat.
Setelah mengawasi sekian lama, akhirnya Pak-kiang berkata:
"Baik! Aku memaafkan mu!" Sambil berkata begitu berbareng
tangan kanannya telah mengibas. Gerakannya perlahan sekali,
akan tetapi dia telah mempergunakan lima bagian tenaga
dalamnya. 209 Hok An yang menyaksikan itu jadi menguatirkan sekali keselamatan jiwa pelajar tersebut.
Namun pelajar tesebut telah berdiri tegak waktu Pak-kiang
menggerakkan tangannya. Diapun tengah tersenyum, tangan
kanannya dimajukan memperlihatkan dua butir batu kerikil yang
masih berada di telapak tangannya.
"Masih ada dua butir lagi.....!" katanya sambil melangkah maju
menghampiri Pak- kiang. Dia menghampiri ke arah sebelah kanan
Pak-kiang. Gerakan langkahnya dilakukannya tepat dan berbareng dengan
gerakan tangan Pak- kiang, sehingga angin kibasan tangan Pakkiang jatuh di tempat kosong, sebab pemuda pelajar itu telah
berada di sebelah kanannya.
Semua itu terjadi seperti juga tidak disengaja oleh pelajar tersebut,
malah waktu itu dia telah menyambungi perkataannya:
"Sesungguhnya Siauwte masih ingin menimpuk air empang itu
dengan sisa ke dua butir batu kerikil ini. Tapi dengan adanya
kejadian ini hati Siauwte jadi tidak enak.....!" dan pelajar baju putih
itu telah membuang batu kerikilnya ke tepi empang.
210 Bukan main mendongkolnya Pak-kiang, dia merasa dipermainkan
pemuda pelajar itu. Akan tetapi di samping mendongkol, hati Pakkiang pun tercekat, karena gesitnya pemuda itu menghindarkan diri
dari kibasannya, walaupun gerakan si pemuda pelajar dilakukannya seperti tidak disengaja.
Sedangkan pelajar berbaju putih itu membawa sikap tetap tenang,
seperti juga dia tidak jeri menghadapi Pak-kiang, seorang tokoh
rimba persilatan yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan
ditakuti oleh orang-orang rimba persilatan, karena pemuda pelajar
itu masih juga tertawa-tawa, lalu katanya,
"Jangan marah-marah seperti itu, karena aku tidak sengaja
menimpuk kepalamu, Lojinke..... Bukankah akupun telah meminta
maaf"! Hu Hu! Ada ajaran Locu, jika seseorang meminta maaf
kepadamu, berikan maafmu itu. Dan sekarang mengapa Lojinke
seperti juga tidak hendak memaafkan Siauwte?"
Jelas dengan berkata seperti itu, pelajar berbaju putih tersebut
hendak mengejek Pak-kiang. Akan tetapi Pak-kiang tidak
memperdulikan ejekan tersebut, malah disertai suara mengerang
perlahan, dia maju lagi buat mencengkeram pemuda baju putih itu.
211 Waktu pemuda serangannya, pelajar berbaju Pak-kiang tidak putih itu mengelakkan meneruskan meluncurnya tangannya, dia telah menotok dengan jari telunjuk tangan kirinya.
Dari ujung jari telunjuk itu meluncur angin serangan yang kuat
sekali, menuju ke arah dada pemuda pelajar berbaju putih itu.
Serangan Pak-kiang yang pertama tadi ternyata hanya merupakan
gertakan belaka, waktu pelajar itu berusaha berkelit, justeru dia
membarengi dengan serangan yang sesungguhnya
Pelajar itu memang agak terkejut menerima serangan seperti itu,
karena Pak-kiang bukan lawan biasa. Namun pelajar ini masih
dapat bergerak cepat sekali, dia bisa menghindarkan diri.
Cuma saja, karena Pak-kiang pun bukan lawan sembarangan,
walaupun pelajar itu telah berkelit cepat luar biasa, tokh tetap saja
dia masih kena terdorong oleh tenaga totokan tangan Pak-kiang.
Beruntung, pelajar itu masih sempat mengempos semangat dan
tenaganya buat memperkuat kuda-kuda ke dua kakinya, sehingga
dia tidak perlu sampai kejengkang ke belakang dan hanya
terdorong mundur dua tindak.
Itu telah cukup buat Pak-kiang, karena dia membarengi buat
menyerang lagi dengan caranya yang luar biasa.
212 Pelajar berbaju putih itu menyadari, bahwa dia tidak boleh mainmain dan berayal menghadapi Pak-kiang, karena Pak-kiang
bukanlah sebangsa lawan yang dapat dihadapi dengan mudah.
Cepat sekali pelajar itu membuka kipasnya, mempergunakan
kipasnya itu yang telah disalurkan hawa murninya untuk
menyampok tangan kanan Pak-kiang yang tengah meluncur ke
arahnya. "Oho, oho..... rupanya hebat juga kepandaianmu!" kata Pak-kiang
sambil menarik pulang tangannya sebelum kipas itu membentur
tangannya. Hanya saja, begitu dia menarik pulang tangan kanannya, segera
juga kakinya digeser, dia menghantam dengan sikut tangan
kanannya ke arah iga pemuda pelajar berbaju putih itu.
Gerakannya begitu cepat, dia hendak "makan" pemuda pelajar itu
dengan cara yang tidak diduga oleh siapapun juga, karena gerakan
yang dilakukan oleh Pak-kiang merupakan serangan yang sulit
sekali dilakukan oleh orang sembarangan.
Karenanya, dalam keadaan seperti ini, tampak pemuda pelajar itu
sendiri agak kaget. Namun dasarnya nakal, dia cepat sekali dapat
menghindarkan diri dan melompat sejauh dua tombak. Cuma saja
buat kagetnya, belum lagi sepasang kakinya hinggap di atas tanah,
213 Pak-kiang telah menyerang dengan ke dua telapak tangannya,
yang didorongkan ke arah pemuda pelajar itu.
Kali ini benar-benar hati pemuda pelajar tersebut terkesiap, karena
di saat itu tubuhnya segera juga terjengkang ke belakang, akibat
dorongan ke dua telapak tangan Pak-kiang.
Baru saja Pak-kiang hendak menyusul lagi dengan dorongan
berikutnya, karena dia tidak mau membuang-buang kesempatan,
di waktu itulah terlihat betapa ke tiga orang tokoh persilatan
lainnya, yaitu See-bun, Tong-ling dan Lam-siong telah melompat
naik ke daratan juga. Mereka bertiga hampir berbareng berkata:
"Sungguh tidak tahu malu! Sungguh tidak tahu malu! Mengapa kau
harus melayani seorang anak masih hijau seperti dia"!"
Pak-kiang kaget diejek seperti itu, rupanya dia tersadar cepat
sekali. Dia nyengir pahit, kemudian katanya: "Benar! Benar.....!
Mengapa aku harus melayani setan cilik ini" Tetapi kegembiraan
kita telah terganggu! Kali ini belum lagi kita bisa puas mengadu
ilmu telah diganggu setan cilik ini! Tentunya kita harus bersabar
selama lima tahun pula, sampai nanti kita saling bertemu lagi.....?"
See-bun mengangguk. 214 "Ya, hitung-hitung kita sekarang seri dan tidak ada yang menang,
tidak ada yang kalah!" katanya.
"Hitung-hitung bagaimana"!" tanya Tong-ling sambil memperlihatkan sinis. "Apakah kau ingin mengartikan bahwa jika
tidak ada setan cilik itu kau yang akan muncul sebagai pemenang
dan sekarang engkau hanya mengalah, maka engkau mempergunakan kata hitung-hitung"!"
See-bun tertawa terbahak-bahak.
"Ya, kukira begitulah kira-kira!" katanya.
"Tidak bisa!" kata Tong-ling dengan suara yang nyaring. "Jika
memang engkau beranggapan seperti itu, lebih baik kita lanjutkan
terus pertempuran kita kali ini, sampai kita memperoleh kepastian,
siapakah di antara kita sebenarnya yang akan memperoleh
kemenangan dan siapa yang akan jatuh sebagai pecundang"!"
See-bun tertawa tawar. "Dengan disaksikan setan cilik itu dan juga....." berkata sampai di
situ, dia menoleh ke pada Hok An, katanya lagi: "Juga disaksikan
oleh setan melarat itu" Hu! Hu! Bagaimana mungkin kita bisa
215 bermain-main dengan gembira, karena tentu mereka berdua akan
mengganggu kesenangan kita.....!"
Ke empat tokoh itu berdiam diri sejenak, sampai akhirnya See-bun
berkata: "Ya, kita seri..... nanti lima tahun lagi barulah kita


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menentukan siapa yang menang, dan siapa yang kalah."
Setelah berkata begitu, tiba-tiba tangan See-bun bergerak, dia
telah melontarkan tiga batang jarum yang berukuran cukup besar
kepada Tong-ling, Pak-kiang dan Lam-siong.
Ke tiga orang itu tidak berkelit, mereka hanya menantikan sampai
jarum yang menyambar ke arah mereka itu hampir tiba, barulah ke
tiga orang tersebut mengibaskan tangannya.
Kembali Hok An menyaksikan pemandangan aneh luar biasa!
jarum-jarum yang dikebut oleh ke tiga orang itu, mendadak menjadi
cair..... luluh, seperti juga jarum itu terkena hawa yang panas bukan
main! Itu menunjukkan bahwa lweekang ke empat orang itu memang
telah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Sambaran jarum yang
cepat dan kuat itu mereka tidak elakkan saja, melainkan telah
disampok dan membuat jarum itu yang terbuat dari baja jadi luluh!
Bagaimana jika seoraag manusia yang dikibaskan seperti itu oleh
216 mereka" Tentu tubuh manusia itu akan hangus dan hancur
karenanya. Lam-siong pun tidak tinggal diam, dia telah menggerakkan
tangannya melontarkan tiga butir pelor yang meluncur kepada ke
tiga orang lawannya. Sama seperti tadi, See-bun bersama dua tokoh lainnya itu telah
mengibaskan tangan mereka, pelor besi itu menjadi luluh juga.
Bergantian Pak-kiang dan Tong-ling pun telah melemparkan paku
baja dan panah besi. Akan tetapi telah luluh pula.
Rupanya dengan cara bergantian melemparkan senjata rahasia
itu, mereka ingin memperlihatkan lweekang mereka masingmasing memang telah mencapai tingkat yang tinggi sekali!
Hok An hanya memandang terpaku di tempatnya, demikian juga
dengan pelajar berbaju putih itu, dia telah berdiri dengan hati
terkesiap. Jika sebelumnya, walaupun menyaksikan ke empat orang tokoh
rimba persilatan itu, Lam-siong, Pak-kiang, Tong-ling dan See-bun
dapat bergerak lincah sekali di atas daun teratai yang
mengambang di permukaan air empang, dia hanya menduga
mungkin ginkang ke empat orang itu sudah tinggi dan terlatih baik!
217 Akan tetapi setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, di
depan puncak hidungnya, barulah pemuda pelajar berbaju putih itu
menyadarinya, bahwa kepandaian ke empat orang itu sudah sulit
dijajakinya. Sehingga tidak mudah baginya untuk dapat menandingi ke empat orang itu. Walaupun pelajar berbaju putih itu
yakin bahwa dirinya pun memiliki kepandaian yang tinggi tokh
belum sampai pada tingkat yang dapat meluluhkan jarum atau
pelor baja, yang tengah menyambar kepadanya dengan hanya
mengibaskan tangannya!"
Dengan begitu, pemuda pelajar berbaju putih itu merasa kagum
dan takjub, dia jadi berdiam diri saja. Sedangkan ke empat tokoh
rimba persilatan itu yang masing-masing memiliki sifat yang aneh
sekali, telah melompat dengan ringan, tahu-tahu lenyap.
Memang selamanya Pak-kiang, See-bun, Tong-ling dan Lam-siong
hanya ingin mengerahkan seluruh perhatian mereka pada
kepandaian mereka berempat saja, dan tidak pernah mau diusili
orang lain dan juga tidak mau mengusili orang lain! Karena itu,
mereka berempat dengan segera meninggalkan tempat tersebut
setelah melihat pemuda pelajar itu dan Hok An mengganggunya.
Lama juga Hok An berdiri di tempatnya, sampai pemuda pelajar
berbaju putih itu telah menghampirinya, dia menjurah dan katanya:
218 "Siauwte Lie Ko Tie mengunjuk hormat buat Locianpwee. Bolehkah
Siauwte mengetahui siapa adanya Locianpwe" Tadi Locianpwe
bermaksud baik pada Siauwte, sungguh membuat Siauwte merasa
berterima kasih, karena Locianpwe memikiri keselamatan Siauwte.....!" Dan tampak pemuda pelajar itu, yang tidak lain dari Lie Ko Tie,
telah menjurah tiga kali, memberi hormat kepada Hok An dengan
bungkukkan tubuh yang dalam.
Hok An cepat-cepat membalas hormat pemuda itu, katanya sambil
tertawa. "Tadinya kukira engkau tidak memiliki kepandaian apaapa..... Sungguh pandai sekali engkau berpura-pura tidak mengerti
ilmu silat. Akan tetapi sesungguhnya, engkau sebenarnya seorang
yang memiliki kepandaian tinggi! Jika saja tadi aku yang diserang
seperti itu oleh orang yang tampaknya galak itu, tentu aku tidak
bisa mengelakkan diri. Sungguh membuatku jadi kagum sekali
padamu, kongcu......!"
Lie Ko Tie segera mengeluarkan kata-kata merendahkan diri,
kemudian baru berkata lagi: "Ke empat orang itu benar-benar aneh
sekali, di samping kepandaian mereka yang tinggi luar biasa.
Apakah Locianpwe mengetahui siapa adanya mereka"!"
219 Hok An mengangguk, kemudian katanya: "Ya, aku hanya
mengetahui sedikit saja. Mereka itu terdiri dari See-bun, Pak-kiang,
Tong-ling dan Lam-siong. Ke empat orang itu memang merupakan
orang yang memiliki perangai sangat aneh sekali, karena mereka
tidak pernah mau mencampuri urusan di dalam rimba persilatan.
"Mereka hanya saling mengadu kepandaian dengan sesama
mereka berempat. Maka walaupun mereka merupakan tokoh
rimba persilatan yang sebenarnya memiliki kepandaian sangat
tinggi sekali, tokh mereka tidak banyak dikenal orang.....!"
Pemuda pelajar itu Lie Ko Tie, mengangguk dengan meleletkan
lidahnya. "Sungguh beruntung aku tidak sampai dihajar mereka!" katanya.
"Jika saja mereka berempat menyerangku dengan cara mengeroyok, jangan harap aku masih bisa hidup sampai sekarang
ini!!" Hok An tersenyum. "Kongcu ingin pergi ke mana"!" tanyanya
"Hanya mengikuti ke mana saja sepasang kakiku ini mengajak.....!"
kata Ko Tie. "Dan Locianpwe.....?"
220 "Akupun tidak mengetahui harus pergi ke mana, karena aku
sedang bingung....."
"Sedang bingung?" tanya Ko Tie heran dan memandang tajam
pada Hok An. "Locianpwe memiliki kepandaian yang tinggi, dan
juga tampaknya seorang yang memiliki perangai dan adat yang
bebas. Mengapa harus bingung, bukankah di delapan penjuru di
dunia ini adalah tempat kita"!"
Hok An menghela napas. "Ya, jika memang aku seorang diri, aku tidak bingung......!" katanya.
"Bukankah Locianpwee hanya seorang diri,.....?" tanya Ko Tie.
"Ya..... memang sekarang seorang diri, akan tetapi bersamaku ikut
seorang gadis cilik!" kata Hok An.
"Ikut dengan Locianpwee seorang gadis cilik"!" tanya Ko Tie
mengulangi pertanyaannya dengan heran.
"Ya.........!" "Di mana gadis cilik itu"!"
221 "Disana..... mari kita ke sana....., aku telah meninggalkannya cukup
lama.....!" kata Hok An yang segera teringat kepada si Giok yang
tengah tertidur dan ditinggalkannya cukup lama.
Segera juga Hok An tanpa menantikan jawaban pemuda she Lie
itu, telah memutar tubuhnya, dia berlari cepat sekali untuk kembali
ke tempat di mana dia meninggalkan si Giok.
Sedangkan pemuda pelajar itupun telah mengikutinya, dia tertarik
dan ingin mengetahui sesungguhnya apa yang membingungkan
Hok An. Setelah berlari beberapa saat, sampailah Hok An di tempat si Giok
berada, sedangkan Ko Tie juga telah melihat seorang gadis cilik
yang masih tertidur di bawah sebatang pohon. Wajahnya manis,
akan tetapi pada wajahnya itu memancar sinar kedukaan yang
mendalam. "Gadis cilik inikah yang Locianpwe maksudkan"!" tanya Ko Tie.
Hok An mengangguk "Nasibnya sangat buruk, kasihan sekali si Giok ini!" kata Hok An.
"Kenapa"!" tanya Ko Tie.
222 Setelah memandang ragu kepada pemuda she Lie tersebut,
akhirnya Hok An menceritakan apa yang telah menimpah keluarga
Bin Wan-gwee. Lie Ko Tie menghela napas.
"Di dunia ini ternyata masih bisa terdapat manusia sekejam itu......!"
menggumam Lie Ko Tie dengan suara yang serak, kemudian dia
telah bilang lagi kepada Hok An: "Locianpwe, sekarang di mana
pemuda she Bin yang kejam dan bertangan telengas itu"!"
"Aku sendiri tengah mencari jejaknya, hanya saja sampai sekarang
belum berhasil menemukan jejaknya.....!" menjelaskan Hok An
dengan wajah yang murung.
Ko Tie menghela napas. "Baiklah Locianpwe..... aku akan bantu menyelidikinya, jika dalam
perjalananku nanti aku bisa bertemu dengan pemuda she Bin itu,
aku akan segera menghajarnya, karena orang seperti pemuda she
Bin tersebut sangat membahayakan keselamatan umum dan
orang banyak." Hok An girang hatinya agak terhibur, segera dia mengucapkan
terima kasih. 223 Begitulah, setelah bercakap-cakap beberapa saat lagi, Ko Tie
minta diri dan melanjutkan perjalanannya. Hanya saja, waktu dia
ingin berlalu, sekali lagi dia menoleh kepada si Giok, hatinya
tergerak dan merasa kasihan sekali terhadap diri gadis cilik
tersebut. Hok An kemudian duduk di samping si Giok, setelah Ko Tie berlalu.
Dia bersenandung perlahan-lahan, dan sikapnya itu seperti juga
sikap seorang ayah yang tengah menina bobokan anaknya, penuh
kasih sayang. Lama juga si Giok tertidur, sampai akhirnya dia terbangun dan
melihat Hok An tengah duduk di sampingnya. Gadis cilik tersebut
telah duduk, sambil tanyanya: "Paman..... kau tidak beristirahat"!"
Hok An tersenyum sambil menggeleng.
"Cepat sekali kau terbangun, apakah masih letih"!" tanya Hok An.
Si Giok telah mesem, katanya: "Sudah tidak letih lagi paman.....!"
"Jika begitu, mari kita melanjutkan perjalanan, apakah engkau
masih lapar"!" tanya Hok An pula.
Si Giok menggeleng, dia menepuk perutnya.
224 "Masih kenyang.....!" katanya.
Mereka berdua segera melanjutkan perjalanan pula. Dan diwaktu
itu terlihat betapa Hok An sangat menyayangi dan mengasihi si
Giok, yang sangat diperhatikan segala kebutuhannya. Karena
perasaan duka yang mendalam, di mana wanita yang sangat
dicintainya telah tiada, seluruh kasih sayangaya dicurahkan untuk
si Giok, hanya saja kasih sayangnya kali ini merupakan kasih
sayang seorang ayah terhadap puterinya.....
Hok An mengajak si Giok untuk berkelana di dalam rimba
persilatan, menyelidiki jejak Bin Lung Hie. Sejauh itu Bin Lung Hie
seperti telah lenyap masuk ke dalam bumi, sehingga sama sekali
tidak terdengar kabar berita mengenai diri pemuda she Bin
tersebut. Hok An sebagai seorang yang berpengalaman dalam rimba
persilatan sesungguhnya mengetahui alasan yang tepat tidak
berhasilnya dia menyelidiki jejak Bin Lung Hie, karena pemuda itu
merupakan seorang yang tidak ternama di dalam rimba persilatan.
Dengan demikian tidak banyak orang-orang kalangan Kangouw
yang mengetahui perihal dirinya. Itulah sebabnya mengapa Hok An
225 memperoleh kesulitan buat menemui jejak pemuda she Bin
tersebut. Hok An berduka sekali dan bersakit hati karena kematian Un Kim
Hoa, wanita yang sangat dicintainya itu dan telah binasa gara-gara
Bin Lung Hie, karenanya walaupun sulit mencari jejak Bin Lung
Hie, tetap juga Hok An berkelana di dalam rimba persilatan buat
mencari jejaknya. Si Giok yang memperoleh perlakuan penuh kasih sayang dan
dimanjakan oleh Hok An semakin lama jadi semakin menurut dan
menyadari bahwa Hok An tidak bermaksud jahat padanya,
karenanya rasa takutnya juga telah mulai lenyap tidak menguasai
diri gadis cilik ini pula.
Malah dalam berbagai kesempatan, Hok An seringkali menceritakan betapa ia mempunyai hubungan yang intim dengan
Un Kim Hoa. Hanya saja disebabkan usia si Giok terlalu kecil, dia
hanya mengerti bahwa Hok An memang sangat baik pada ibunya,
mereka seperti merupakan kawan baik belaka!
Akhirnya Hok An mengajak si Giok sampai di gunung Hoa-san,
sebuah gunung yang memiliki sejarah dalam rimba persilatan,
karena di gunung inilah seringkali orang-orang gagah ternama
226 dalam rimba persilatan, yaitu Lima Jago Luar Biasa telah
mengadakan pertemuan dan mengadu ilmu.
Dan riwayat dari ke Lima Jago Luar Biasa itu yaitu See-tok, Oey
Yok Su dan juga Ong Tiong Yang, Ang Cit Kong maupun It Teng
Taysu, telah dua kali mengadakan pertemuan di Hoa-san ini,
terkenal dengan sebutan Hoa-san-lun-kiam.
Akan tetapi waktu Hok An dan si Giok sampai di gunung Hoa-san
tampak sepi dan sunyi sekali, mereka juga tidak bertemu dengan
seorang manusia pun juga. Keadaan yang begitu tenang, dengan
pohon-pohon yang tumbuh subur sekali, dan udara yang nyaman,
benar-benar merupakan tempat yang sangat menyenangkan
sekali.

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si Giok itupun sangat senang sekali, dia berlari-lari di gunung
tersebut sambil tertawa-tawa, karena dia berhasil mengejar
beberapa ekor kupu-kupu, yang ditangkapnya kemudian dilepaskannya kembali. Juga dia memetik beberapa kuntum bunga
hutan yang terdapat di situ yang diciumnya dan tampaknya gadis
cilik ini jadi terbuka hatinya dia gembira sekali.
Dalam keadaan seperti itu, hati Hok An terharu bukan main. Dia
berpikir, jika saja ibu gadis tersebut tidak terbunuh oleh Bin Lung
227 Hie, niscaya gadis cilik ini lebih bahagia lagi, betapa dia akan
memperoleh kasih sayang dari ibunya sehingga gadis cilik
tersebut, si Giok, memperoleh pertumbuhan yang wajar. Akan
tetapi sekarang justeru puteri hartawan kaya yang sekarang jadi
berkelana bersamanya, hanya dapat bergembira seorang diri
dengan ditemani oleh dirinya.
Begitulah, Hok An membiarkan si Giok berlari-lari naik ke puncak
gunung Hoa-san, ssmakin lama semakin tinggi. Hanya sekali-kali
saja Hok An berseru: "Giok hati-hati..... jangan terlalu kencang
larimu, nanti engkau tergelincir.....!"
Namun si Giok tetap lincah dan tertawa-tawa dengan riang berlarilari mendaki terus. Tampaknya berada di gunung Hoa-san ini
benar-benar menyenangkan hati gadis cilik tersebut, yang terhibur
karena alamnya yang indah dan nyaman, penuh dengan
bermacam-macam pohon bunga. Dengan demikian, telah membuat Hok An pun ikut terhibur melihat gadis cilik itu yang
bergembira ria. Tengah si Giok berlari-lari kencang tiba-tiba ada bayangan hitam
yang besar berkelebat, kemudian bayangan hitam itu bergeser ke
arah barat dari gunung tersebut. Segera juga si Giok mengangkat
kepalanya, dan gadis cilik itu jadi berseru girang.
228 "Paman Hok! Paman Hok! Lihatlah! Lihatlah!" serunya dengan
gembira. Hok An segera melesat ke samping si gadis, karena dia kuatir
kalau-kalau ada ancaman sesuatu pada diri gadis cilik ini.
"Kenapa Giok?" tanya Hok An dengan suara berkuatir sekali.
Si Giok menunjuk ke atas, di mana tampak terbang seekor burung
rajawali putih, dengan bentuk tubuhnya yang sangat besar sekali.
"Lihatlah paman Hok..... betapa indahnya burung rajawali putih
itu.....!" kata si Giok dengan gembira. "Jika saja aku, bisa berkawan
dengannya dan bisa naik di punggungnya sehingga bisa diajak
terbang bersamanya, oohh, betapa menggembirakan sekali!"
"Kau mau naik di punggung burung rajawali itu"!" tanya Hok An
"Ya paman, untuk terbang bersamanya!" kata si Giok dengan suara
mengandung pengharapan dan juga kegembiraan.
"Jika begitu, biarlah akan kutangkap dan kuperintahkan nanti agar
burung rajawali itu membawamu terbang di tengah udara!" kata
Hok An. "Ohh....., jangan paman..... jangan.....!" mencegah si Giok.
229 "Kenapa"!" tanya Hok An heran dan mengawasi si gadis cilik
tersebut. Si Giok tidak tertawa, dia memperlihatkan sikap sungguh-sungguh.
"Jika paman Hok menangkapnya, nanti burung itu bersedih, dia
tentu membenciku..... Jika memang dia membenci paman dan aku,
niscaya diapun tidak bersedia membawaku terbang! Terlebih lagi,
jika sampai burung itu dipaksa tidak berdaya. Bukankah harus
dikasihani......"!"
Hok An tersenyum. "Dia hanya seekor burung belaka....., jika kita tidak menjinakkannya, tidak mungkin dia akan menurut!" kata Hok An
berusaha menjelaskan kepada si Giok.
Si Giok menggeleng. "Jangan Paman..... nanti burung itu bersedih!" katanya, tetap
mencegah. "Atau jika nanti paman berusaha menjinakkannya dan
dia melawan, niscaya paman akan mempersakiti dia! Jangan
paman..... biarlah burung itu pergi, aku tidak mau naik di
punggungnya lagi...... biarlah burung itu pergi!"
230 Hok An menghela napas. "Giok! Giok!" pikir Hok An di dalam hatinya. "Betapa mulia dan
luhurnya jiwamu sama seperti ibumu waktu berpacaran denganku..... Betapa lembut dan penuh kasih sayang terhadap
makluk manapun juga! Hanya saja aku heran, mengapa setelah
menikah dengan Bin Wan-gwe, ibumu itu jadi tidak acuh sama
sekali padaku, seperti juga dihatinya tidak berbekas sisa cinta
kasih kami di masa lalu"!"
Sesungguhnya, apa yang dirasakan oleh Hok An merupakan hal
yang biasa saja. Hanya saja, disebabkan Hok An lebih menitik
beratkan kepada soal perasaan, maka dia lebih cenderung ingin
melihat sambutan yang hangat dari Un Kim Hoa.
Mengingat dia telah memperjuangkan sekian tahun mencari-cari
Un Kim Hoa, dan akhirnya waktu bertemu, setelah bersengsara
sekian tahun, dia memperoleh sambutan yang tawar dari Un Kim
Hoa, sehingga menyebabkan dia kecewa. Sebenarnya, memang
demikianlah kewajaran yang ada.
Walaupun bagaimana mesranya pasangan muda-mudi yang
berkasih-kasihan, akan tetapi jika hubungan terputus dan si gadis
menikah dengan orang lain, tentu saja dia harus menghargai
231 suaminya. Tidak bisa pertemuannya dengan bekas kekasihnya itu
membuat dia menyambut dengan hangat.
Walaupun dihatinya timbul pergolakan melihat bekas pacarnya,
kekasih yang dulu sangat dicintainya, gadis yang telah menjadi
isteri orang lain tersebut akan menindih dalam-dalam perasaannya
itu. Semua itu faktor yang terpenting adalah rasa tanggung jawab
bahwa ia telah menjadi milik orang lain.
Maka jika saja Hok An menyadari hal itu, niscaya dia tidak akan
kecewa seperti itu. Memang dimasa berpacaran dapat memperoleh sambutan yang hangat panas, dan sambutan yang
dingin belakangan ini diterimanya adalah merupakan hal yang
wajar. Waktu itu burung rajawali putih, yang seluruh bulunya berwarna
putih mulus bagaikan gumpalan salju tersebut, telah berputar-putar
beterbangan di sekitar tempat itu. Si Giok mengawasinya dengan
hati yang ingin sekali berkawan dengan burung rajawali tersebut.
Hanya saja disebabkan dia kuatir kalau-kalau nanti Hok An
mempersakiti burung itu buat memaksanya agar menjadi jinak, si
Giok akhirnya menekan keinginannya sendiri dan lebih rela jika
burung rajawali itu dilepaskan pergi.
232 Burung rajawali itu telah terbang seputaran lagi, kemudian
mengeluarkan suara pekikan dan terbang menjauh ke arah barat,
ke arah dari mana tadi dia mendatangi.
Hok An menghela napas. "Seekor burung rajawali yang bagus dan menarik sekali dengan
bulunya yang putih bagaikan salju.....!" menggumam Hok An.
Si Giok mengawasi burung rajawali putih itu terbang menjauh dan
akhirnya lenyap di balik awan. Dia berlari-lari lagi dengan sikap
tidak gembira seperti tadi.
Hok An yang selalu memperhatikan gerak gerik si Giok, jadi
merasa kasihan padanya. Dia mengetahui bahwa si Giok ingin
sekali untuk dapat terbang di punggung burung rajawali putih itu.
Maka diam-diam Hok An bertekad, ia akan menangkap burung
rajawali putih itu dan menjinakkannya, agar kelak dapat membawa
si Giok terbang di tengah udara.
Begitulah, mereka telah berada di dekat sebuah hutan kecil di
dekat puncak gunung Hoa-san tersebut. Karena di sekitar tempat
itu terdapat banyak sekali jurang-jurang yang cukup dalam, maka
Hok An melarang si Giok berlari-lari lebih jauh. Dia kuatir kalaukalau si Giok tergelincir dan akhirnya terjerumus ke dalam jurang.
233 Mereka mengaso di bawah sebungkah batu besar yang di
sampingnya tumbuh subur sekali pohon-pohon bambu. Hawa
udara di tempat itu nyaman dan sejuk sekali.
Sejak bertemu dengan burung rajawali putih si Giok lebih banyak
duduk berdiam diri. Dia berobah jadi seorang gadis pemurung, dan
jarang sekali bicara. Perobahan yang terjadi pada diri gadis cilik ini membuat Hok An
pun berkurang kegembiraannya.
"Giok.....!" panggil Hok An ketika melihat si Giok tengah duduk
termenung. Si Giok menoleh dan coba memaksakan diri tersenyum, tanyanya:
"Ada apa paman Hok"!"
"Kau tengah memikiri burung rajawali putih itu, bukan"!" tanya Hok
An. Si gadis memandang tertegun kepada Hok An, tampaknya dia
ragu-ragu, sampai akhirnya dia mengangguk.
234 "Ya.....!" dia mengakui juga. "Burung rajawali itu indah sekali, jika
saja Giok bisa berteman dan bermain dengannya, tentu aku
merasa gembira sekali!"
Hok An terharu. Itulah perasaan yang biasa terdapat pada diri
setiap anak kecil, Memang anak-anak umumnya senang bermainmain.
Namun dalam usia sekecil itu justeru si Giok telah mengembara
berkelana bersama Hok An, sehingga dia tidak memiliki
kesempatan buat bermain-main dengan anak-anak sebayanya.
Dia selalu bermain seorang diri, dan hanya ditemani oleh Hok An.
Karena dari itu, terhadap burung rajawali berbulu putih itu, jelas
keinginan si Giok untuk dapat berteman dan bermain dengan
rajawali putih tersebut, mengganggu perasaannya.
Si Giok telah berdiri dari duduknya, katanya: "Paman Hok, Giok
ingin pergi ke tempat itu dulu.....!" Dia mennnjuk ke arah
bungkahan batu yang cukup tinggi.
Hok An mengangguk. "Hati-hati..... kau jangan sampai tergelincir.....!" kata Hok An yang
berpesan begitu, karena di tempat tersebut cukup bahaya buat si
Giok yang tidak memiliki ginkang sama sekali, sekali saja
235 tergelincir tentu dia akan terjerumus ke dalam jurang atau jatuh dari
tempat yang tinggi. Si gadis mengangguk, dengan berlari-lari kecil, gadis cilik tersebut
telah pergi kebungkahan batu itu. Dia menaiki dengan cukup
bersusah payah ke atas batu yang cukup tinggi itu.
Setelah berhasil berada di atas bungkahan batu yang cukup tinggi
tersebut, si Giok memandang sekitarnya, dilihatnya pemandangan
di sekitar tempat itu memang menarik dan indah sekali.
Tengah si gadis memandang kiri dan kanan seperti ingin
menghibur diri dan melupakan burung rajawali putih yang selalu
menggoda hatinya, tiba-tiba gadis cilik itu melihat sesuatu di
tengah udara. Dua titik yang tampak terbang pesat sekali
menghampiri ke arah tempatnya berada. Titik yang satu
merupakan titik hitam, sedangkan titik yang satunya lagi
merupakan titik putih, yang setelah dekat baru terlihat jelas.
"Paman Hok! Paman Hok!" tiba-tiba si Giok berteriak-teriak.
"Lihatlah paman Hok..... Cepat! Cepat!"
Bagaikan terbang Hok An telah melesat ke arah bungkahan batu
itu. Dengan sekali menjejak kakinya, tubuhnya telah melambung
236 naik ke puncak batu tersebut. "Dia kuatir kalau-kalau ada sesuatu
yang mengancam keselamatan si Giok.
"Ada apa Giok"!" tanya Hok An berkuatir bukan main sambil
mengawasi sekelilingnya. "Lihatlah paman Hok.....!" menyahuti si gadis sambil mununjuk ke
arah dua titik itu. "Burung rajawali putih itu yang tadi..... di
belakangnya mengejar burung rajawali lainnya, yang berbulu
hitam.....!" Hok An mengikuti arah yang ditunjuk si Giok. Dilihatnya memang
di angkasa tengah terbang burung rajawali putih itu, yang dikejar
cepat sekali oleh burung rajawali hitam, yang tubuhnya lebih besar
dari burung rajawali putih.
Bahkan burung rajawali hitam itu tampaknya ganas sekali, burung
itu terbang cepat sekali seperti juga hendak mencengkeram
dengan ke dua kakinya, atau juga mematok.
Burung rajawali putih itu sambil terbang beberapa kali mengelakkan diri dari patukan burung rajawali hitam tersebut, akan
tetapi tampaknya burung rajawali putih itu sudah letih sekali.
237 Cuma saja disebabkan burung rajawali hitam itu selalu

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejarnya dan juga terbang cepat sekali, ke mana saja burung
rajawali putih tersebut terbang, tentu dia terkejar dan sampai
akhirnya setelah terbang lagi sekian lama dia berada di dekat
tempat di mana si Giok dan Hok An berada. Burung rajawali hitam
itu tidak bisa membiarkan burung rajawali putih terbang lebih lanjut.
Dia telah menghadang, terpaksa burung rajawali putih itu
memberikan perlawanan. Pertempuran yang terjadi di antara kedua ekor burung rajawali itu,
burung rajawali putih dengan burung rajawali hitam, berlangsung
seru sekali. Mereka mempergunakan sepasang kaki buat
mencakar atau juga mencengkeram, mempergunakan patok
mereka buat mematok lawannya, juga mereka mempergunakan
kibasan sayap mereka yang kuat sekali.
Cuma saja rupanya burung rajawali putih itu sudah letih bukan
main, walaupun mati-matian dia memberikan perlawanan, tokh dia
terdesak sekali, di mana berulang kali dia telah kena dicakar dan
dipatok oleh burung rajawali hitam tersebut.
Dengan begitu, pertempuran ke dua ekor burung rajawali itu telah
barlangsung pincang. Burung rajawali putih lebih sering terkena,
238 serangan dari burung rajawali hitam, dan terdengan suara
pekikannya yang berulang kali.
Akan tetapi, disebabkan burung rajawali putih itu sudah tidak
berdaya menyingkir, jalan satu-satunya dia hanya mati-matian
mengadakan perlawanan terus. Tubuhnya juga telah banyak yang
terluka, karena di antara bulu-bulunya yang putih itu, tampak warna
merah darah. Di antara pertempuran ke dua burung rajawali itu juga tampak bulubulu ke dua burung tersebut yang telah bercopotan, terbang di
tengah udara, dibawa oleh hembusan angin beterbangan ke sana
kemari. Yang paling banyak bulu-bulu putih, dari burung rajawali
putih yang bulunya rontok cukup banyak.
Menyaksikan lagi sekian lama, si Giok rupanya sudah tak bisa
menahan kekuatiran hatinya, segera dia berkata kepada Hok An:
"Paman Hok..... cepat kau tolongi burung itu..... burung rajawali
hitam itu sangat jahat sekali....., lihatlah, burung rajawali putih itu
tidak berdaya..... Jika dia terus juga memaksakan diri buat
melakukan pertempuran dan perlawanan kepada burung rajawali
hitam itu, niscaya akhirnya dia akan terbinasa dipatoki burung
rajawali hitam itu.....!"
239 Hok An mengiyakan beberapa kali, namun diapun bingung karena
tidak tahu apa yang harus dilakukannya buat menolongi burung
rajawali putih itu. Walaupun bagaimana tingginya ginkang Hok An,
tidak mungkin dia bisa melompat ke udara dalam ketinggian di
mana sepasang burung rajawali itu, rajawali hitam dan putih tengah
bertarung. Namun, diapun memang tidak bisa membiarkan begitu saja burung
rajawali putih yang sudah tidak berdaya tersebut dianiaya terus
oleh burung rajawali hitam itu. Akhirnya, setelah si Giok
memaksanya beberapa kali buat menolongi burung rajawali putih
itu, Hok An teringat sesuatu. Dia segera bersiul nyaring sekali.
Suara siulan tersebut melengking nyaring seperti bergema di
sekitar tempat itu. Burung rajawali putih yang mendengar suara siulan Hok An, seperti
juga tertarik perhatiannya, dia mengeluarkan suara pekikan, tahutahu dia meninggalkan lawannya, yaitu burung rajawali hitam,
tubuhnya telah terbang menukik dengan pesat sekali menghampiri
Hok An. Sedangkan Hok An yang melihat usahanya memanggil burung
rajawali putih itu berhasil, jadi girang. Tampaknya burung rajawali
putih ini cerdik sekali, di mana dia seperti mengerti bahwa Hok An
240 bermaksud menolongnya, hanya saja disebabkan Hok An tidak
bisa terbang seperti dia, maka burung rajawali putih itu sengaja
terbang menukik ke tempat Hok An. dengan harapan rajawali hitam
itu tentu akan mengejarnya.
Benar saja, burung rajawali hitam tersebut tidak membiarkan
burung rajawali putih tersebut melepaskan diri darinya, karena
sama cepatnya burung rajawali hitam tersebut telah menukik juga,
dia mengejarnya. Hok An segera mengerahkan tenaga lweekangnya, dia menantikan sampai burung raja wali putih itu hinggap di sebuah
batu di dekatnya, dan burung rajawali hitam itu telah menukik turun
akan terbang menyambar burung rajawali putih, di saat itulah Hok
An telah membarengi dengan sampokan ke dua tangannya
sekaligus. Sampokan tangan Hok An sesungguhnya mengandung tenaga
yang dahsyat. Akan tetapi menghantam burung rajawali hitam
tersebut, dia hanya berhasil menahan meluncurnya burung
rajawali itu dan mendorongnya sedikit saja. Kemudian tanpa
kurang suatu apapun juga dengan memekik marah, burung
rajawali hitam itu menyambar kepada Hok An, menggerakkan
sayap kanannya menyampok kepala Hok An.
241 Kibasan sayap burung rajawali hitam tersebut kuat sekali, karena
kibasan itu membuat tubuh Hok An seperti diterjang oleh suatu
kekuatan yang sangat hebat, sampai Hok An hampir saja
terpelanting, jika dia tidak keburu mengerahkan tenaganya pada
ke dua kakinya dengan tipu "Memberatkan Tubuh Selaksa Kati".
Sedangkan burung rajawali hitam itu telah terbang menukik lagi
ketika melihat Hok An tidak terpelanting oleh kibasan sayapnya.
Dia telah menyambar akan mematok pula, hebat cara dia
menyerang. Burung rajawali hitam tersebut pun penuh perhitungan
dia tidak berani datang terlalu dekat, dia memisahkan diri dalam
jarak tertentu karena dia rupanya kuatir juga akan sampokan
tangan Hok An. Hok An melihat cara burung rajawali hitam itu menyerang dirinya,
diam-diam terkejut, karena cara menyerang burung rajawali hitam
tersebut seperti juga memiliki perhitungan. Diam-diam Hok An jadi
kagum sekali, karena seekor burung rajawali ternyata bisa
menyerang dengan taktik dan penuh perhitungan, pula tenaga
sampokan dari sepasang sayap burung rajawali tersebut sangat
kuat sekali. "Aku tidak bisa melayaninya dengan kekerasan, karena akan siasia belaka merubuhkannya! Jika dia kesakitan dapat kuserang,
242 diapun akan dapat terbang pergi..... aku harus mempergunakan
taktik lainnya.....!"
Karena berpikir begitu, maka Hok An tidak berusaha menangkis
sampokan sayap dari burung rajawali hitam tersebut. Dia
menantikan sampai rajawali hitam itu terbang menukik lebih dekat
lagi, dan ketika burung rajawali hitam tersebut bermaksud akan
terbang naik pula. Kesempatan ini dipergunakan Hok An menjejakkan sepasang
kakinya, dengan cepat sekali dia telah melesat ke tengah udara,
dan tubuhnya berjumpalitan. Kemudian hinggap di punggung
burung rajawali hitam itu, dengan sepasang tangan memeluk leher
burung rajawali itu. Bukan main kagetnya burung rajawali tersebut, sampai memekikmekik dan membawa Hok An terbang tinggi. Burung rajawali ini
juga sebentar terbang menukik, lalu terbang naik ke atas pula,
miring ke kiri dan ke kanan, mengipas-ngipaskan sepasang
sayapnya, seakan juga dia tengah berusaha buat menjatuhkan
Hok An dari atas punggungnya.
Akan tetapi usaha burung rajawali hitam tersebut tidak berhasil,
karena Hok An tetap saja memeluk kuat-kuat leher burung rajawali
243 hitam itu, demikian juga sepasang kakinya telah melingkari perut
burung rajawali itu. Walaupun burung rajawali hitam itu melakukan
gerakan-gerakan menukik yang tajam, tokh tetap saja dia tidak
berhasil menjatuhkan Hok An dari atas punggungnya.
Hok An mengerahkan tenaganya, dia memeluk lebih keras, di
samping sepasang kakinya menjepit lebih kuat juga.
Burung rajawali hitam itu memekik-mekik karena merasakan
lehernya seperti tercekik kuat sekali, sulit buat bernapas. Dan
semakin lama cekikan di lehernya semakin kuat juga, membuat dia
jadi lemas sendirinya. Tubuhnya akhirnya terbang meluncur ke
bawah sebuah jurang, terus juga meluncur dengan gerakan seperti
sudah tidak bisa mengendalikan tubuhnya, sayapnya itu telah
mengibas-ngibas kacau sekali.....
Hok An girang, yakin bahwa tidak lama lagi dia akan berhasil buat
merubuhkan lawannya ini, maka semangatnya terbangun dan dia
juga terus merangkul semakin kuat, dia tidak mau mengendorkan
lingkaran tangan dan jepitan kakinya.
Benar-benar burung rajawali hitam itu sulit bernapas, sehingga dia
jadi begitu panik dan telah terbang turun ke dasar jurang, kemudian
bergulingan di dasar jurang itu.
244 Hok An terkejut, dia tidak menyangka. bahwa burung rajawali hitam
ini memiliki akal seperti itu, dia jadi bingung juga. Batu-batu yang
tersampok sepasang sayap burung rajawali hitam tersebut
beterbangan, demikian juga debu beterbangan menghalangi
pandangan matanya. Akhirnya terpaksa Hok An melepaskan rangkulan pada leher
burung rajawali itu, demikian juga jepitan ke dua kakinya.
Tubuhnya dengan ringan melesat menjauhi burung rajawali hitam
tersebut. Sedangkan burung rajawali hitam itu merasakan lingkaran dan
cekikan di lehernya telah mengendor, dan kemudian terlepas, juga
jepitan ke dua kaki Hok An telah terlepas tanpa membuang-buang
waktu lagi, dia terbang naik pula dengan cepat, sambil memekik
nyaring marah sekali. Namun pelajaran pahit yang tadi dialaminya benar-benar membuat
burung rajawali hitam itu tidak berani terlalu lama berada di tempat
itu. Begitu dia terbang keluar dari dasar jurang, dia terbang ke arah
barat, sambil memekik tidak hentinya, sampai akhirnya dia telah
terbang pergi jauh, lenyap di dalam gumpalan awan.
245 Hok An tersenyum, dilihatnya tebing jurang itu sangat tinggi sekali.
Dia bersiul nyaring. Burung rajawali putih itu seperti mengerti apa maksud siulan Hok
An, karena cepat sekali dia terbang menukik turun ke dalam jurang.
Kemudian Hok An dengan duduk di- punggung burung rajawali
putih, telah dibawa terbang naik ke atas jurang itu.
Setelah Hok An melompat turun, burung rajawali putih itu berdiri di
hadapan Hok An dan si Giok kepala ditundukkan tiga kali seperti
juga menyatakan terima kasihnya.
"Kau terluka cukup berat, mari kuobati.....!" kata Hok An.
Tetapi burung rajawali putih itu tidak mengerti apa yang dikatakan
Hok An. Dia telah memekik nyaring, kemudian mementang
sepasang sayapnya dan terbang meninggalkan tempat tersebut,
akhirnya lenyap dari pandangan mata Hok An dan si Giok.
Hok An menghela napas dalam-dalam, tampaknya dia menyesal
tidak bisa mengobati burung rajawali putih itu, yang terluka cukup
berat. Jika memang burung rajawali putih itu tidak segera diobati,
dikuatirkan dia akan mengalami hal yang tidak diinginkan.
246 Sedangkan si Giok jadi termenung, dia murung sekali. Rupanya
gadis cilik ini memikirkan benar keselamatan burung rajawali putih
itu, sampai dia tidak banyak bicara. Walaupun Hok An berusaha
menghiburnya, akan tetapi selanjutnya si Giok jadi pemurung dan
pendiam. Akhirnya Hok An mengambil suatu keputusan katanya kepada si
Giok: "Mari kita lihat keadaan burung rajawali putih itu! Dia terbang
ke arah puncak di sebelah barat, kita pergi ke sana mencari
sarangnya..... Siapa tahu kita berhasil menemui tempat kediamannya, sehingga kita bisa mengobatinya!"
Mendengar perkataan Hok An itu, barulah wajah si Giok berseriseri, dia jadi girang dan bersemangat.
"Bisakah kita menemui tempat kediaman burung rajawali putih itu,
paman Hok"!" tanya si gadis cilik.
"Ya, mudah-mudahan kita berhasil!" kata Hok An.
Begitulah dengan si gadis digendong di belakangnya, Hok An telah
berlari-lari menuju ke arah puncak sebelah barat di gunung itu.
Namun perjalanan di puncak gunung itu sulit sekali dan berbahaya,
karenanya Hok An tidak bisa melakukan perjalanan dengan cepat,
247 di mana akhirnya dia memerlukan waktu satu harian buat dapat
tiba di sebelah barat puncak gunung itu.
Keadaan di sebelah barat puncak gunung itu ternyata sama
indahnya dengan keadaan di sebelah selatan. Hanya saja keadaan
di sana lebih banyak terdapat batu-batu gunung yang tertutup salju,
dan pohon-pohon yang tumbuh di sekitar tempat itu sedikit sekali.
Hok An mengajak si Giok mencari sarang burung rajawali putih itu.
Dia berusaha mencari di berbagai goa-goa yang terdapat di dinding
jurang yang terdapat di tempat tersebut. Akan tetapi sejauh itu
mereka tidak juga berhasil untuk memperoleh tempat kediaman
burung rajawali putih itu.
Tiba-tiba si Giok melihat sesuatu di kejauhan, dia menunjuk sambil
berseru: "Paman Hok lihat!"
Hok An melihat ke arah tempat yang ditunjuk si Giok, di atas
tumpukan salju terlihat seekor burung menggeletak diam. Karena
bulunya yang berwarna putih, maka tidak mudah dilihat begitu saja.
Ternyata burung yang menggeletak di atas tumpukan salju
tersebut tidak lain dari burung rajawali berbulu putih itu.
248 Bagaikan terbang Hok An mengajak si Giok menghampiri burung
rajawali putih tersebut. Dan setelah berada di dekatnya, ternyata
burung rajawali tersebut dalam keadaan terluka yang parah sekali.
Diam-diam Hok An jadi terheran-heran. Waktu tadi terluka oleh
serangan burung rajawali hitam, luka burung rajawali putih ini tidak
demikian hebat. Sekarang tampaknya benar-benar dia tertuka
parah sekali. Segera Hok An memeriksanya.
Burung rajawali putih itu belum mati, sayapnya masih bergerak
perlahan-lahan. Waktu melihat Hok An dan si Giok, tampaknya
burung rajawali putih tersebut terbangun semangatnya dan girang,
dia mengeluarkan suara memekik yang perlahan dan lemah.
Hok An segera bertanya: "Siapakah yang telah melukaimu lagi"!"
Burung rajawali itu hanya memekik dan menggerakkan sayapnya
menunjuk ke arah tebing jurang di sebelah kanannya, dia seperti
menunjuk ke arah sana. Hok An memandang ke arah jurusan yang ditunjuk oleh burung


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rajawali itu. Dia melihat sebuah goa yang sangat besar sekali.
"Disana" Yang melukaimu berada di sana......"!" tanya Hok An.
249 Burung rajawali putih itu memekik perlahan dan lemah sekali,
seperti juga dia membenarkan perkataan Hok An.
Cepat-cepat Hok An menoleh kepada si Giok, katanya: "Kau
tunggu disini Giok..... Temanilah burung rajawali itu, agar dia tidak
beku kedinginan.....!"
Si Giok mengiyakan dan duduk di sebuah batu yang saljunya telah
disingkirkannya, kemudian Hok An menggendong burung rajawali
tersebut yang diletakkan di dekat si Giok, agar memperoleh hawa
hangat. Si gadis dengan penuh kasih sayang merangkul burung rajawali
tersebut. Hok An juga telah mengeluarkan obat bubuk yang
kemudian ditaburkan ke seluruh luka-luka di tubuh burung rajawali
tersebut. Burung rajawali putih itu seperti juga mengerti bahwa ke dua
manusia ini tidak bermaksud jahat padanya, dia rebah diam saja.
Selesai mengobati luka burung rajawali itu Hok An berkata kepada
Si Giok: "Aku ingin pergi ke sana buat memeriksa keadaan di
dalam goa itu..... Aku akan segera kembali, kau tunggu saja di
sini....." 250 Si gadis cilik mengiyakan.
Hok An segera mempergunakan ginkangnya buat pergi ke goa itu.
Dia memang memperoleh banyak kesulitan, sebab dinding dari
tebing yang terselubung oleh salju itu licin dan sulit sekali didaki,
hanya dengan mengandalkan ginkangnya yang cukup tinggi, Hok
An berhasil juga mencapai pintu goa tersebut, setelah mendaki
memakan waktu yang cukup lama.
Ternyata goa tersebut sangat lebar dan besar sekali, liangnya
sampai sebesar rumah. Dengan hati berdebar-debar Hok An memasuki goa tersebut,
karena hatinya menduga mungkin goa tersebut merupakan goa
atau sarangnya burung rajawali hitam.
Ketika melihat keadaan, di dalam goa, dia bertambah heran. Di goa
itu tidak terdapat binatang apapun juga, malah di atas tanah
tampak legokan yang cukup dalam, seperti juga di tempat itu telah
dilalui oleh sesuatu yang berat.
Dengan hati masih bertanya-tanya Hok An memasuki terus goa
tersebut, sampai akhirnya dia tiba di sebuah ruangan, yang luas
dan lebar sekali. 251 Yang membuat Hok An bertambah heran, sebelum dia sampai di
ruangan dalam goa itu, dia telah melihat sinar yang bercahaya
terang dari dalam ruangan itu.
"Apakah di dalam goa ini ada seseorang manusia sakti yang hidup
menyendiri?" pikir Hok An yang melihat api penerangan di dalam
ruangan itu. Akan tetapi waktu Hok An telah tiba di depan ruangan dalam itu,
dia jadi berdiri menjublek.
Apa yang dilihatnya" Ternyata cahaya terang yang berada di
dalam ruangan tersebut bukan berasal dari sinar api lilin,
melainkan cahaya sinar yang kemilau dari kepala seekor ular yang
berukuran besar sekali. Ular itu memiliki lingkaran tubuhnya dua kali paha manusia,
dengan panjangnya mungkin duapuluh meter, tengah melingkar di
dalam ruangan tersebut dan mengawasi ke arah mulut ruangan itu
menatap tajam sekali kepada Hok An.
Cepat-cepat Hok An mundur, karena dia kuatir ular itu akan
menyerangnya. 252 Ular raksasa tersebut berdiam diri saja. Sama sekali dia tidak
bergerak dari tempatnya itu. Dia hanya mendesis perlahan.
Hok An mengintai dan melihat dengan teliti, dia ingin mengetahui
apa yang ingin dilakukan ular itu. Namun melihat ular itu berdiam
diri saja Hok An tambah heran.
Biasanya makhluk berbisa seperti ular ini, terlebih lagi ular raksasa,
jika melihat mangsanya niscaya akan segera menyerang buat
dijadikan santapannya. Tetapi mengapa ular raksasa tersebut
malah berdiam diri saja, dan cuma mengeluarkan suara
mendesisnya belaka" Setelah mengawasi sekian lama, akhirnya Hok An memberanikan
diri buat muncul di ambang pintu ruangan itu lagi. Dan ular itu
mendesis pula, namun tetap tidak menyerang, hanya matanya
mengawasi tajam. Di atas kepalanya seperti juga ada mahkota yang di tengahtengahnya terdapat batu permata yang bersinar terang sekali!
Ternyata, setelah Hok An memperhatikan sekian lama, mahkota
yang berada di atas tumpukan kepala ular itu merupakan salju
yang telah mengeras dan menjadi semacam batu! Mungkin terlalu
253 lamanya es itu berada di kepala ular raksasa itu, sampai menjadi
batu! Hok An segera dapat menduganya, mungkin juga ular raksasa ini
telah bertapa lama sekali, dengan tidak bergerak-gerak, sampai
salju yang menutupi kepalanya itu berobah menjadi batu, dan
mungkin juga, batu permata yang bersinar kemilau di atas
kepalanya itu, merupakan inti es yang telah berobah menjadi batu,
sehingga memancarkan sinarnya yang begitu terang kemilau.
Diam-diam Hok An jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, apa yang
dilihatnya seperti juga berada dalam dongeng-dongeng belaka,
seoker ular yang bertapa, dengan batu permata yang kemilau.
"Jika demikian, di dalam dunia ternyata benar-benar terdapat ular
naga.....?" berpikir Hok An di dalam hatinya. "Jika ular raksasa ini
tidak bisa disebut seekor naga, karena dia tidak bertanduk..... dia
hanya seekor ular belaka.....!"
Ular raksasa itu mendesis lagi dengan suara perlahan, tubuhnya
bergerak, bukan buat menyerang Hok An, hanya memperbaiki
lingkaran tubuhnya itu. Hok An sendiri yang melihat ular raksasa itu menggerakkan
tubuhnya bagian atasnya cepat-cepat bersiap hendak 254 mengelakkan diri dari pintu ruangan tersebut, karena dia kuatir ular
raksasa itu mendadak sekali menyerangnya
Waktu itu tampak ular tersebut telah memejamkan matanya
seakan-akan tidak mau memperdulikan Hok An pula.
Hok An juga merasa ngeri jika harus berada lama-lama di dalam
goa tersebut. Setelah menguasai dirinya beberapa saat segera dia
keluar dari goa itu, dan kembali ke tempat si Giok berada.
Dilihatnya burung rajawali putih yang tengah dipangku oleh si Giok
dalam keadaan sekarat. "Apakah ular itu yang telah melukaimu"!" tanya Hok An kepada
burung rajawali tersebut dengan memperlihatkan gerakan tangannya. Burung rajawali putih itu mengeluarkan suara pekikan perlahan
dan menggerakkan sayapnya, seperti juga membenarkan.
Baru saja Hok An ingin bertanya lagi, ternyata burung rajawali itu
sudah tidak bisa bertahan lebih lama pula, sebab dia telah diam
kaku tidak bergerak, telah mati.
255 "Hai! Sungguh menakjubkan sekali bisa menemui peristiwa seaneh
ini.....!" menggumam Hok An.
Si Giok segera menanyakan kepadanya, apa yang telah terjadi.
Hok An segera menceritakannya apa yang telah dilihatnya.
"Seekor ular naga....."!" tanya si Giok sambil mementang
sepasang matanya lebar-lebar, tampaknya dia merasa ngeri bukan
main. Hok An mengangguk. "Akan tetapi kau tidak perlu kuatir, itu bukan naga sungguhan,
karena dia tidak memiliki tanduk. Hanya saja seekor ular yang
memiliki ukuran tubuh sangat panjang dan besar!"
"Aku sering mendengar cerita naga dari ibu..... ibu memang selalu
menceritakan kepadaku, bahwa di kerajaan langit terdapat naga
dengan tubuhnya yang panjang dan besar! Jika naga itu marahmarah, maka dia mengamuk dan dunia kita ini akan tergetar,
sampai terjadi getaran-getaran yang bisa menumbangkan gunung
dan merubuhkan rumah..... benarkah itu paman Hok"!"
Hok An mengangguk. 256 "Ya..... itulah yang dinamakan gempa bumi. Akan tetapi itu hanya
terdapat di dalam dongeng belaka, karena itu, aku sendiri belum
mengetahui dengan pasti, apakah di dunia ini memang benarbenar terdapat seekor naga.
"Namun yang membuat aku heran ular itu, walaupun sangat besar,
dia tidak ganas. Ular besar itu telah melihatku, tapi dia tidak
menyerang. Dengan demikian, dia memang bukan merupakan
seekor ular ganas! Namun mengapa burung rajawali putih itu
dilukainya juga, sehingga luka disebabkan serangan burung
rajawali hitam yang diderita burung rajawali putih itu bertambah
parah"!" Sesungguhnya apa yang terjadi pada diri burung rajawali putih itu
sebagai berikut: Waktu burung rajawali itu terbang berputaran di puncak gunung
Hoa-san dan bertemu dengan si Giok dan Hok An, sesungguhnya
burung rajawali putih itu tengah mencari tempat buat bertelur. Akan
tetapi dia tidak menemukan tempat yang cocok. Setelah berputarputar ke sana ke mari, akhirnya dia berpapasan dengan burung
rajawali hitam. 257 Burung rajawali hitam memang terkenal ganas, dan seperti juga
terdapat permusuhan yang hebat antara burung rajawali hitam
dengan burung rajawali putih. Jika memang burung rajawali putih
dan burung rajawali hitam saling bertemu, maka mereka akan
saling serang. Cuma saja, kali ini disebabkan burung rajawali putih itu ingin
bertelur, dia tidak bisa bergerak leluasa, dengan begitu dia telah
dilukai oleh burung rajawali hitam, dan jatuh di bawah angin.
Sampai akhirnya burung rajawali putih itu telah berhasil ditolong
oleh Hok An. Sesungguhnya burung rajawali putih itu pun menyadari akan
maksud Hok An yang hendak mengobati luka-lukanya, namun dia
sudah hampir bertelur, karenanya dia terbang cepat-cepat
meninggalkan Hok An dan si Giok.
Setelah terbang ke sana ke mari, dia melihat goa yang besar dan
luas itu, yang tampaknya cukup hangat. Maka segera juga burung
rajawali putih itu memutuskan bahwa dia ingin bertelur di dalam
goa itu. Begitulah, dia segera masuk ke dalam goa tersebut, dan
bertelur. Telur tunggal. 258 Setelah bertelur, burung itupun mengeraminya, untuk menghangati
telurnya. Siapa tahu, belum lama dia mengeram seperti itu, didengarnya
suara mendesis di belakangnya. Waktu burung rajawali putih itu
menoleh dilihatnya kepala seekor ular yang sangat besar sekali.
Burung rajawali itu yang kuatir telurnya diganggu ular tersebut,
segera juga menerjang ular itu buat mematuk dan mencengkeram
dengan ke dua kakinya. Dia ingin mencegah ular itu mengganggu
telurnya. Seperti diketahui bahwa seekor ular paling senang memakan telur.
Dan sekarang burung rajawali putih itu bermaksud melindungi
telurnya itu. Namun ular itu tidak melakukan perlawanan,dia hanya berkelit ke
sana ke mari. Cuma saja disebabkan ukuran tubuh ular itu sangat besar,
gerakannya kurang leluasa dan kurang cepat, kepalanya beberapa
kali kena dicakar dan juga dipatok oleh paruh burung rajawali putih
itu. 259 Karena kesakitan, akhirnya ular besar tersebut jadi marah juga.
Dengan mengeluarkan suara mendesis nyaring, dia menyampok
burung rajawali itu dengan kepalanya.
Burung rajawali putih itu setiap kali kena disampok terpental oleh
kepala ular itu, tubuhnya membentur ke batu dinding goa tersebut,
membuat luka-luka di tubuhnya semakin parah di samping bulubulunya banyak rontok.
Akan tetapi, burung rajawali itu tetap saja tidak terbang pergi, dia
telah menerjang lagi buat melindungi terus telurnya.
Dalam keadaan demikian, di mana burung rajawali putih itu tengah
kalap, membuat dia mencakar dan mematuk sekenanya, membuat
ular itu jadi tambah gusar karena kesakitan, dan herulang kali dia
menyampok burung rajawali putih itu, yang tubuhnya jadi
terhempas ke dinding goa dan akhirnya burung rajawali putih
tersebut kehabisan tenaga juga.
Suatu kali, dengan sisa tenaganya dia menyerang ular itu. Kepala
ular tersebut menyampoknya dengan kuat sekali, membuat tubuh
burung rajawali itu terlempar keluar dari goanya, bahkan sampai
meluncur melewati jurang.
260 Ular besar itu telah mendesis dengan menjulurkan kepalanya
mendekati telur burung tersebut, dia mencium-ciumnya sesaat
lamanya. Namun ular itu tidak memakan telur tersebut dia
mengawasi itu seperti juga ular ini bimbang bukan main.
Akhirnya Ular itu membuka mulutnya, dimakannya telur tersebut,
kepala ular itu masuk ke ruangan dalam goa itu lagi.
Ternyata ular tersebut memang memiliki ukuran tubuh yang sangat
besar dan panjang sekali, di mana sisa tubuhnya melingkar di
ruangan dalam goa tersebut.
Setelah kembali di ruangan dalam, ular tersebut mengeluarkan
telur yang tadi dimakannya. Ternyata telur itu tidak pecah, malah
masih utuh, diletakan di dekat perutnya yang melingkar-lingkar itu.
Kemudian ular tersebut memejamkan matanya, dalam keadaan
tetap melingkar seperti itu, seakan-akan ular tersebut hendak
menghangati telur tersebut, seperti akan "mengerami" nya.
Sampai akhirnya Hok An masuk ke dalam goa tersebut. Karena
adanya telur itu, ular tersebut tidak bergerak dari tempatnya
berada. Hok An mengajak si Giok untuk mencari tempat di sekitar puncak
tersebut, karena Hok An ingin mengetahui apa yang dilakukan ular
261 besar tersebut. Di samping itu juga, diapun menginginkan sekali
inti es yang berada di kepala ular besar itu untuk diberikan dan
dihadiahkan kepada si Giok.
Begitulah, setelah memperoleh sebuah goa yang cukup hangat
dan mereka bisa berdiam di dalam goa terhindar dari hawa dingin


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan juga bisa tidur dengan aman, Hok An dan Giok berdiam di sana
selama lima hari. Setiap hari Hok An pergi ke goanya ular besar itu. Dia ingin melihatlihat apakah dia memiliki kesempatan buat mengambil permata
yang merupakan inti es yang berada di atas kepala ular itu.
Akhirnya pada hari ke enamnya, Hok An bisa melihat telur yang
tengah dierami ular tersebut, karena ular itu telah menggerakkan
tubuhnya untuk memperbaiki tempat melingkarnya.
Hok An jadi heran melihat telur burung tersebut, sampai akhirnya
dia menduga-duga peristiwa yang terjadi pada diri burung rajawali
putih itu. "Apakah burung rajawali putih itu telah bertelur di goa ini dan
telurnya direbut ular ini, sehingga burung itu nekad bertempur
dengan ular ini sampai akhirnya menemui kematian?" berpikir Hok
An. 262 Dan lebih jauh Hok An pun berpikir, burung rajawali putih itu
setelah terluka parah tentu telurnya direbut ular ini.
Cuma saja yang membuat Hok An tetap tidak mengerti, mengapa
ular itu tidak segera memakan telur burung rajawali tersebut, malah
diletakkan di perutnya, untuk dihangati!
Ular raksasa itu sendiripun bukannya tidak mengetahui bahwa
setiap hari Hok An datang menyelinap ke dalam goanya, cuma saja
ular raksasa tersebut tidak berani menggerakkan tubuhnya. Dia
seperti juga kuatir kalau dia menggerakkan tubuhnya akan
membuat telur yang tengah "dieraminya" itu akan pecah.
Karena dari itu, selama beberapa hari itu, walaupun Hok An selalu
datang ke goanya dan ular tersebut dapat mencium bau manusia
ini, tokh tetap saja dia tidak menggerakkan tubuhnya, dia
membiarkan saja Hok An ngintip-ngintip kepadanya.
Dengan diperbaiki letak telur itu di bawah perutnya, ular raksasa
tersebut bermaksud agar Hok An tidak bisa mencurinya. Jika
memang Hok An menyerang nekad hendak mencuri telur tersebut,
barulah ular raksasa itu akan menyerangnya.
263 Pada hari ketujuh, Hok An datang ke goa tersebut dengan
mengajak si Giok, karena gadis cilik itu memaksa terus menerus
agar dia diajak ikut ke goa itu.
"Aku ingin sekali melihat ular raksasa itu, paman Hok!" kata Si Giok
merengek. Maka pada hari ketujuh itulah Hok An mengajak si Giok ke goa ular
raksasa itu, karena setelah enam hari mendatangi goa itu dan ular
raksasa itu tidak pernah menyerangnya Hok An beranggapan tidak
membahayakan jika dia mengajak si Giok buat melihat-lihat
sejenak. Dan memang, apa yang dilihat Si Giok membuatnya jadi sangat
takjub sekali. "Aneh sekali..... luar biasa!" menggumam Si Giok dengan suara
yang serak, karena di samping merasa takjub melihat ular raksasa
itu, diapun merasa takut dan ngeri.
Setelah melihat sekian lama, akhirnya si Giok mengajak Hok An
buat kembali ke goa mereka.
264 Waktu mereka baru saja hendak meninggalkan goa ular raksasa
tersebut, tiba-tiba di luar goa terdengar suara memekik burungburung rajawali yang ramai sekali.
Hok An dan si Giok mengangkat kepala mereka, dan ke duanya
jadi terkejut, di angkasa tampak terbang belasan ekor burung
rajawali hitam sambil terbang menukik tidak hentinya.
Hati Hok An tergetar juga. Jika hanya menghadapi seekor burung
rajawali hitam, seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu, di saat
dia menolongi burung rajawali putih, memang dia tidak perlu jeri.
Akan tetapi sekarang belasan ekor burung rajawali hitam, yang
semuanya memiliki tubuh yang besar-besar dengan sayap mereka
yang lebar sekali, selebar dua tombak lebih!
Bergidik juga Hok An menyaksikan belasan ekor burung rajawali
hitam tersebut, yang semuanya tampak ganas-ganas. Segera juga
Hok An menarik tangan si Giok, diajaknya kembali masuk ke dalam
goa untuk bersembunyi di balik sebungkah batu besar di pinggir
dinding goa tersebut. Suara pekik burung rajawali hitam masih terdengar ramai, sampai
akhirnya terlihat bayangan hitam di mulut goa itu, seekor burung
rajawali hitam telah terbang menerobos masuk ke dalam goa itu.
265 Ular di dalam goa tersebut mengeluarkan suara desiran. Namun
ular itu tidak bergerak dari tempatnya berada.
Burung rajawali hitam itu telah memasuki goa itu ke sebelah
ruangan dalam, di mana dia melihat ular raksasa itu.
Seketika burung rajawali hitam tersebut mengeluarkan suara
pekiknya berulang kali, dan kawan-kawannya beterbangan masuk.
Mereka semuanya memperlihatkan sikap yang ganas sekali, dan
sayap mereka yang dikibas-kibaskan seperti itu, menyebabkan
debu beterbangan memenuhi seluruh goa tersebut.
Ular raksasa itupun sudah tidak bisa berdiam diri, karena salah
seekor burung rajawali hitam itu telah terbang menyerang ke
arahnya. Cepat-cepat ular itu menyampok burung rajawali hitam itu dengan
kepalanya, namun dia gagal, sedangkan kawan-kawan burung
rajawali hitam itu telah beterbangan untuk menyerangnya.
Terjadilah pertempuran yang mengerikan antara seekor ular
raksasa dengan belasan ekor burung rajawali. Itulah pertempuran
yang benar-benar jarang sekali bisa disaksikan di dalam rimba
persilatan. 266 Pertempuran di antara dua jenis binatang yang sama-sama
tangguh! Yang seekor ular itu sangat beracun, sedangkan belasan
ekor burung rajawali itupun merupakan binatang yang ganas
bukan main. Tubuh ular itupun telah kena dicakar dan dipatuki berulang kali,
membuat ular itu kesakitan dan mengeluarkan desis marah,
sehingga akhirnya ular itu telah mulai menyerang burung-burung
rajawali hitam itu dengan ganas.
Karena gencarnya serangan belasan ekor burung rajawali itu,
akhirnya ular itu sudah tidak dapat memikirkan telur yang tengah
dieraminya. Dia melingkar dan menggeleser ke luar goa,
meninggalkan telur burung rajawali putih yang tengah dieraminya
itu. Kemudian mengamuk, di mana beberapa ekor burung rajawali
hitam telah dapat disampok dan juga digigitnya, sehingga burung
rajawali hitam itu terluka dan keracunan.
Walaupun pertama-tama memang burung-burung rajawali itu tidak
merasakan akibat racun yang mulai menjalar di tubuh mereka,
namun akhirnya burung-burung rajawali hitam yang keracunan itu
memekik nyaring dan terbang keluar dari goa. Hanya tinggal tujuh
atau delapan burung rajawali hitam yang masih menyerang ular itu
bertubi-tubi dengan ganas sekali.
267 Ular itu sendiri telah terluka di beberapa bagian tubuhnya, akan
tetapi semakin terluka ular itu telah memberikan perlawanan yang
kian gigih. Malah dalam suatu kesempatan, ular tersebut berhasil melibat
seekor burung rajawali dengan tubuhnya, begitu kencang
libatannya, sampai terdengar suara "Kreeekkk!" dari patah dan
hancurnya tulang-tulang burung rajawali tersebut. Waktu libatannya dilepaskan, maka rajawali tersebut telah terbunuh
menjadi bangkai! Sedangkan rajawali-rajawali hitam lainnya semakin ganas, tubuh
ular itu telah dipatukinya sampai terluka cukup parah.
Demikian juga dengan tenaga ular itu rupanya semakin berkurang,
darah yang keluar dari tubuh ular itu tampak semakin deras dan
banyak, menyebabkan darah itu bepercik di sekitar lantai goa
tersebut. Burung-burung rajawali hitam itu menyerang semakin ganas juga,
rupanya rajawali-rajawali hitam itu menyadari keadaan ular
raksasa tersebut semakin parah dan lemah, maka mereka tidak
membiarkan ular tersebut berdiam diri, dia telah menyerang terus.
268 Disaat mana ular itu juga semakin kalap, justru tubuhnya yang
membentur-bentur dinding goa jadi terluka lebih hebat.
Menyaksikan perkelahian antara ular dengan burung-burung
rajawali tersebut, Si Giok merasa ngeri bukan main. Hok An sendiri
jadi bergidik. Dia segera berpikir, walaupun bagaimana dia harus menolongi ular
itu. Setelah melihat keadaan ular itu yang semakin lemah, gerakan
tubuhnya yang semakin perlahan, menyebabkan burung-burung
rajawali hitam itu menyerang semakin gencar dan ganas, maka
Hok An jadi nekad. Dia telah melompat keluar dari tempat
persembunyiannya. Dengan mengandalkan ginkangnya yang
tinggi, tubuhnya mencelat keluar dari goa tersebut. Kemudian
diambilnya sebatang kayu yang cukup besar.
Seekor burung rajawali hitam yang melihat gerakan Hok An,
segera terbang keluar goa dan mengejar Hok An, kemudian
menyerangnya. Hok An menyadari, percuma saja dia melayani serangan burung
rajawali itu dengan mengadu kekuatan. Dia hanya mengandalkan
269 melompat ke sana ke mari dengan lincah dan akhirnya berlari
masuk kembali ke dalam goa itu.
Setelah herada di tempat persembunyiannya di dekat Si Giok, dia
bilang: "Aku akan membantu ular itu.....!"
Si Giok memandang heran. "Apakah paman Hok bisa menghadapi burung-burung rajawali
hitam itu?" tanyanya ragu-ragu dan merasa ngeri.
"Aku akan mempergunakan ini!" kata Hok An sambil memperlihatkan kayu yang baru saja diambilnya.
Si Giok tambah heran. "Apa gunanya kayu itu....." Apakah paman Hok hendak
mempergunakan kayu tersebut buat memukuli rajawali-rajawali
hitam itu"!" Hok An menggeleng. "Aku akan menyalakan api pada ujungnya, dengan api ini aku bisa
melawan burung-burung rajawali hitam itu......!" menjelaskan Hok
An. 270 Sedangkan burung rajawali yang tadi mengejar Hok An, begitu
masuk ke dalam goa telah kehilangan jejak buronannya, dia tidak
melihat Hok An lagi, maka dia mengeluarkan pekik nyaring dan ikut
menyerang ular besar tersebut pula.
Hok An waktu itu bekerja cepat sekali, dia mempergunakan ke dua
telapak tangannya, yang disaluri kekuatan lwekangnya, menggosok-gosok ujung kayu tersebut. Semakin lama semakin
panas. Hal itu dilakukan Hok An buat menghilangkan kelembaban
pada kayu itu, agar mudah nanti dinyalakan api pada ujungnya.
Setelah menggosok-gosok sekian lama pada ujung kayu itu dan
Hok An yakin kayu di bagian dalam dari batang pohon itu telah
kering, segera dikeluarkannya bibit api. Dia berusaha menyalakan
api dan membakar ujung kayu itu.
Cahaya dari percikan api itu sementara membingungkan burungburung rajawali itu, yang jadi sering bimbang dan ragu-ragu
menyerang ular itu. Mereka memandang sekitarnya, seperti juga
tengah menyelidiki cahaya api yang berkilat-kilat itu.
Hok An sendiri jadi tegang sendirinya. Dia tidak mudah
menyalakan api pada ujung kayu tersebut. Jika sampai burungburung rajawali hitam itu mengetahui tempat persembunyiannya,
271 niscaya dirinya dan juga Si Giok, menghadapi ancaman yang tidak
kecil. Karenanya dia berusaha terus secepatnya agar api dapat
menyala di ujung kayu tersebut.
Keringat dinginpun telah mengucur deras di kening Hok An, walau
keadaan di dalam goa itu cukup dingin, sampai akhirnya ujung
kayu itu telah dapat menyala, api itu kecil dan semakin lama
semakin besar. Hok An menghela napas dalam-dalam dan lega. Jika saja api itu
dapat menyala dengan baik-baik dan cukup besar, niscaya akan
membuat dia memperoleh "senjata" yang ampuh menghadapi
burung rajawali hitam itu.
Sedangkan burung-burung rajawali itu telah melihat dan mengetahui dari mana sumber cahaya api. Mereka segera meluruk
terbang ke tempat persembunyian Hok An.
Waktu itu api menyala belum begitu besar. Jika Hok An
menggerakkan kayunya itu buat menyerang burung-burung
rajawali tersebut, niscaya akan menyebabkan api padam. Dia
selanjutnya akan menghadapi bahaya yang tidak kecil tanpa
senjata istimewanya tersebut.
272 Sedangkan dua ekor burung rajawali hitam itu telah melompat maju
meluncur ke dekatnya, membuat si Giok menjerit ketakutan.
Hok An segera mengempos semangat dan tenaganya di tangan
kiri, mati-matian dia menyampok dengan tangannya ke arah salah
seekor burung rajawali yang di dekat si Giok.
Pukulan Hok An berhasil membuat burung itu terpental cukup jauh,
rupanya burung itu pun kesakitan, dia sampai tidak berani
menyerang pula. Waktu itu burung rajawali yang seekornya lagi, mempergunakan
kesempatan waktu Hok An tengah menyerang pada kawannya dia
telah mematuk pundak Hok An.
Patukannya mengenai tepat, sedikit daging di pundak Hok An
copot terbawa patuknya. Hok An menjerit kesakitan, akan tetapi waktu itu api di ujung kayu
telah menyala cukup besar. Tidak berayal lagi, dengan menahan
sakit, Hok An telah mengibaskan api itu ke arah burung rajawali


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang seekor tersebut. Bulu-bulu burung rajawali itu seketika terbakar termakan api, dan
burung rajawali itupun merasa kepanasan, terluka kebakar.
273 Dengan memekik kesakitan, burung rajawali itu segera terbang
menjauhi, malah telah terbang keluar dari dalam goa itu.
Melihat hasil yang telah diperolehnya, walaupun pundaknya sakit
sekali, Hok An girang bukan main, dia yakin pasti berhasil
menolongi ular raksasa itu dari ancaman maut di bawah patukan
dan cengkeraman rajawali-rajawali hitam tersebut.
Segera juga Hok An keluar dari tempat persembunyiannya,
sebelum melompat keluar dia berpesan kepada Si Giok agar diam
saja di situ, jangan melakukan gerakan apa-apa.
Si Giok sangat ketakutan, hampir saja gadis cilik ini menangis,
karena dia merasa ngeri sekali. Sedangkan Hok An dengan kayu
yang ujungnya menyala api cukup besar telah melompat keluar
dan menggerakkan kayu itu kepada salah seekor burung rajawali
yang tengah terbang menyerangnya.
Karena adanya api di ujung kayu tersebut, keadaan di ruangan itu
bertambah terang, terangnya inti es yang seperti batu permata di
atas kepala ular itu, dan juga api yang bersinar terang. Hok An bisa
melihat jelas keadaan di dalam goa itu.
274 Burung rajawali yang diserangnya itu seketika memekik, karena
bulu-bulunya termakan api dan tubuhnya juga terjilat oleh lidah api.
Dengan segera burung rajawali itu kabur terbang keluar goa.
Burung-burung rajawali lainnya juga telah memekik kesakitan
waktu api di ujung kayu Hok An menyambar ke arah mereka.
Tanpa membuang waktu pula, segera juga sisa beberapa ekor
burung rajawali hitam itu telah terbang meninggalkan tempat
tersebut, mereka serabutan terbang keluar goa itu.
Hok An menghela napas lega, karena dia berhasil dengan
usahanya. Senjatanya yang istimewa itu telah berhasil memukul
mundur burung-burung rajawali tersebut. Namun Hok An tidak
segera mematikan api di ujung kayunya itu, dia berdiam beberapa
saat menantikan kalau-kalau burung-burung rajawali itu akan
menerjang masuk kembali ke dalam goa.
Sedangkan ular raksasa itu rebah di tanah goa tersebut dengan
kepala yang tertunduk, karena rupanya diapun gentar melihat api
yang berkobar-kobar di ujung kayu di tangan Hok An.
Setelah keluar melihat rajawali-rajawali hitam itu terbang pergi jauh
dan lenyap di balik awan serta beberapa ekor menggeletak di mulut
275 goa tersebut tidak bergerak, telah mati, maka segera juga Hok An
mematikan api itu. Dia kembali masuk ke dalam goa itu.
Ular itu mendesis perlahan, namun dia tidak menyerang Hok An,
karena rupanya ular tersebut seperti mengerti bahwa Hok An telah
menolongnya. Sedangkan si Giok yang melihat rajawali-rajawali hitam itu telah
dapat diusir oleh Hok An, diam-diam menghela napas lega, dia
tidak begitu takut lagi. Dengan segera Hok An mengumpulkan bangkai burung rajawali
hitam itu. Ada lima ekor. Segera ditumpuk dihadapan ular tersebut.
"Untuk santapanmu......!" katanya.
Ular itu seperti mengerti, dia telah menggerak-gerakkan kepalanya
turun naik, seperti juga dia tengah mengangguk-angguk ingin
menyatakan rasa terima kasihnya.
Hok An menghela napas, dia memanggil si Giok keluar dari tempat
persembunyiannya. "Kau lihatlah Giok. Ular raksasa ini tidak ganas.....!" kata Hok An.
"Dan rupanya dia ingin mengerami telur itu pula. Jika terlalu lama
276 tidak dierami, mungkin telur itu akan gagal ditetasinya, karena
hawa udara di goa ini sangat dingin sekali......"
Setelah berkata begitu, Hok An menoleh kepada ular tersebut, dia
memperlihatkan gerakan sepasang tangannya seperti juga
memerintahkan ular itu untuk pergi mengerami telur itu lagi.
Ular tersebut mendesis perlahan, kemudian beringsut kembali
masuk ke ruangan dalam goa itu, diapun telah melingkarkan
tubuhnya jadi bersusun, di mana dia telah mengerami telur itu lagi.
Hok An menghela napas, dia merasakan di dalam goa itu pengap
dan juga asap dari api yang tadi dinyalakannya membuatnya sulit
bernapas. Karenanya dia mengajak si Giok buat meninggalkan goa
tersebut dan kembali ke goa mereka.
Di saat itu terlihat betapa ular itu telah mendesis lagi dan
mengangguk-anggukkan kepalanya bagaikan dia hendak mengucapkan terima kasih kepada tuan penolongnya yang waktu
itu ingin meninggalkan goa tersebut.
Sekembali ke goa mereka, Hok An segera menceritakan kepada si
Giok, bahwa ular raksasa itu ternyata seekor ular yang tidak
berbahaya, karena ular itu tampak tidak ganas, disamping itu juga
jinak sekali. 277 Karena menduga telur yang tengah dierami oleh ular itu adalah
telur dari burung rajawali putih, maka Hok An jadi ingin mengetahui
jika telur itu telah menetas, maka yang muncul apakah seekor ular
atau seekor burung rajawali putih.....
Itulah sebabnya Hok An tidak mengajak si Giok berlalu dari tempat
tersebut, dengan sabar Hok An dan si Giok berdiam di dalam goa
mereka...... Rombongan Rajawali hitam tidak pernah muncul, rupanya setelah
mengalami kerusakan di dalam goa ular itu, mereka sudah jera dan
tidak pernah ada seekor burung rajawali hitam pun yang terbang
berkeliaran di sekitar puncak gunung Hoa-san sebelah barat.
Hok An pada keesokan harinya setelah pertempuran luar biasa
istimewanya, di dalam goa ular itu, menengok keadaan ular
raksasa tersebut. Rupanya luka ular itu mulai sembuh, karena
binatang melata ini memang dapat menyembuhkan dirinya sendiri
dengan cara menjilati atau juga dengan cara menggulingkan
tubuhnya di tanah goa. Bangkai rajawali hanya tinggal dua ekor, karena yang tiga ekor
telah dimakannya. Senang juga Hok An melihat ular raksasa itu
berangsur-angsur sembuh. 278 Dia telah kembali ke goanya dan menceritakan keadaan ular
raksasa itu kepada si Giok lalu meminta si Giok buat menanti di
goa itu, karena Hok An bermaksud turun gunung guna pergi ke
kampung yang dekat di kaki gunung tersebut, membeli makanan
buat mereka. Selama berhari-hari berada di goa, mereka hanya
makan binatang hutan buruan Hok An.
Sedangkan si Giok walaupun merasa takut ditinggal sendirian di
goa tersebut, namun telah menyetujui juga, sebab diapun ingin
sekali mencicipi makanan lainnya selain daging-daging kelinci
bakar atau burung bakar. Memang Hok An pergi tidak lama, dia segera telah kembali dengan
membawa banyak sekali barang makanan, di mana si Giok segera
melahapnya dengan asyik. Hok An juga menghabisi cukup banyak santapan tersebut, karena
diapun telah menahan selera yang cukup lama memakan barang
makanan yang lezat. Lima hari mereka berdiam lagi di goa tersebut, dan telur yang
dierami oleh ular raksasa itu ternyata telah menetas! Hok An
mengetahui hal itu dihari ke lima menjelang sore hari, waktu dia
memasuki goa ular tersebut dengan berindap-indap dan melihat
279 makhluk kecil yang kemerah-merahan tengah bergerak-gerak
perlahan di bawah perut ular raksasa itu. Sedangkan ular raksasa
itu tetap melingkar dengan mata dipejamkan.
Yang membuat Hok An jadi girang, dia melihat telur yang telah
ditetasi itu menghasilkan seekor anak burung rajawali, jadi bukan
seekor ular. Akan tetapi yang lebih aneh dan luar biasa walaupun telur yang
ditetasi itu bukan seekor ular, ular raksasa tersebut tidak memakan
anak burung itu, malah tampaknya dengan keadaan tubuhnya
yang melingkar bersusun itu, ular tersebut hendak melindungi anak
burung itu dari serangan hawa dingin, melindunginya dengan
hangat tubuhnya. Cepat-cepat Hok An kembali ke goanya, memberitahukan hal itu
kepada si Giok. Gadis cilik ini merengek minta agar diajak ke goa
ular raksasa tersebut, untuk melihat anak burung itu. Hok An tidak
keberatan dan mengajaknya.
Anak burung itu mungil sekali dan belum ada bulu yang tumbuh
ditubuhnya. Si Giok bukan main girang hatinya, dia telah bilang
kepada Hok An: 280 "Apakah ular raksasa itu akan membiarkan aku nanti bermain-main
dengan anak burung itu, paman Hok"!"
Hok An mengangguk. "Tentu! Tentu! Jika memang anak burung itu telah tumbuh sayap,
niscaya dia bisa terbang, dan akan keluar dari dalam goa itu. Di
waktu itulah aku akan berusaha menjinakkannya, agar anak
burung itu dapat diajak bermain oleh kau!" katanya.
Gembira sekali si Giok, sampai malam harinya waktu tertidur, dia
mengigau dan seriagkali mengoceh menyebut-nyebut perihal anak
burung rajawali itu. Hok An sendiri satu malaman lamanya berdiam di goa itu, dia kuatir
kalau-kalau ular raksasa itu setelah mengetahui yang ditetasi dari
telur itu bukan seekor ular, melainkan seekor anak burung, akan
segera memakannya. Maka jika memang terlihat tanda-tanda ular
raksasa itu ingin memakan anak burung tersebut, Hok An akan
segera mengusahakan untuk mencuri anak burung itu.
Namun selama satu malaman berdiam di goa ular itu, Hok An
justeru menyaksikan pemandangan yang mengharukan sekali, di
mana ular raksasa itu tampaknya sayang sekali pada anak burung
itu yang telah dijilatinya, dan kemudian dilindungi dengan perutnya
281 yang berlapis-lapis itu, agar anak burung tersebut tidak kedinginan
Sedangkan anak burung tersebut telah tertidur rebah diam
nyenyak sekali di perut ular itu.
Pada hari ke duanya Hok An tidak menunggui di goa ular itu lagi,
karena yakin ular raksasa tersebut tidak akan mencelakai anak
burung tersebut Cuma saja, di hari-hari berikutnya Hok An selalu mengajak si Giok
ke goa ular tersebut, agar Si Giok dapat melihat betapa anak
burung itu mulai berkembang menjadi besar.
Hok An juga sibuk sekali mencarikan makanan untuk anak burung
tersebut. Yang ajaib sekali, ular tersebut bisa memberikan makan
pada anak burung tersebut, makanan dari dalam perutnya
dikeluarkan dan ditumpahkan di hadapan anak burung itu,
sehingga anak burung itu dapat memakan makanan yang telah
menjadi bubur itu, yang terdiri dari daging.
Mungkin disebabkan anak burung itu setiap hari memakan "bubur
daging". maka pertumbuhan burung tersebut pesat sekali. Dalam
waktu dua membesar. minggu Sebulan saja, perkembangan kemudian, bulu-bulu tubuhnya sudah mulai tampak bertumbuhan di sekujur tubuh burung tersebut, berwarna putih!
282 Jelas, anak burung ini adalah anak burung rajawali putih yang telah
menemui kematiannya beberapa waktu yang lalu, dan Hok An
semakin yakin, bahwa burung rajawali putih tentunya telah bertelur
dan akhirnya telurnya direbut oleh ular itu.
Si Giok pun semakin girang, karena melihat perkembangan burung
anak rajawali yang begitu pesat, berbeda sekali dari perkembangan anak-anak rajawali biasanya, maka si Giok
seringkali berdiam di goa ular itu. Dia lebih sering bermain di goa
ular itu dengan perasaan tidak takut lagi, karena menyadari bahwa
ular raksasa tersebut sudah tidak membahayakan.
Sedangkan Hok An pun seringkali meninggalkan si Giok seorang
diri di goa, tanpa berkuatir pula. Rupanya ular raksasa itu,
walaupun tampaknya mengerikan, tokh sesungguhnya tidak
membahayakan. Juga si Giok malah belakangan ini telah berani menghampiri lebih
dekat lagi ke tempat ular raksasa itu berada, di mana ular tersebut
tidak memperlihatkan sikap hendak menyerang. Dengan demikian
si Giok bisa mengajak anak burung rajawali itu bermain-main.
283 Anak burung rajawali tersebut, yang menerima didikan langsung
dari seekor ular raksasa memiliki kelainan yang benar-benar
menakjubkan. Jika biasanya seekor anak burung rajawali yang telah berusia satu
bulan lebih, pasti akan dapat berjalan dengan ke dua kakinya,
namun anak burung rajawali ini malah berlainan sekali. Bila hendak
berjalan, dia menekuk ke dua kakinya, kemudian melata dengan
mempergunakan perutnya, merayap dengan cepat!
Itulah suatu keistimewaan yang benar-benar menakjubkan sekali,
yang tidak mungkin dapat dimiliki oleh anak-anak burung rajawali
lainnya. Hok An sendiri yang memperhatikan perkembangan burung
rajawali tersebut, ikut merasa terheran-heran dan takjub.
"Inilah suatu keajaiban dunia!" kata Hok An. "Sebenarnya dengan
terjadinya seekor ular yang menetasi telur burung sudah
merupakan keanehan yang tidak pernah ada..... Terlebih lagi
sekarang setelah telur itu berhasil ditetasi, masih anak burung itu
terpengaruh dan memiliki keakhlian buat

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merayap tanpa mempergunakan sepasang kakinya, di mana dia mengambil sikap
284 seperti sikapnya seekor ular. Benar-benar merupakan kejadian
yang sungguh mengherankan sekali....."
Si Giok yang tidak mengerti akan sifat-sifat burung, hanya
menduga bahwa semua anak burung pertama-tama akan berjalan
dengan cara merayap dan melata seperti itu. Namun setelah
dijelaskan oleh Hok An, dia jadi terkejut, tanyanya:
"Lalu jika dia telah besar, apakah anak burung ini akan dapat
terbang?" "Tentu dapat, bukankah walaupun bagaimana dia memiliki
sepasang sayap yang bisa dipergunakan buat terbang!?"
Waktu itu anak burung tersebut. yang bulu-bulunya telah tumbuh
semakin banyak dan berwarna putih bagaikan salju merayap dekat
si Giok kemudian tidur di pangkuan gadis cilik itu.
"Lihatlah anak burung ini, sejak lahirnya selalu kau dampingi,
sehingga dia jadi demikian jinak padamu.....!" kata Hok An
tersenyum. "Jadi jika burung ini telah besar dia akan menuruti perintahku,
paman Hok?" tanya si Giok
285 Hok An mengganggukkan kepalanya.
"Akan tetapi engkau harus mendidiknya, nanti aku akan mengajari
padamu, bagaimana caranya buat mendidik burung tersebut!"
Si Giok mengiyakan dan mengucapkan terima kasih.
Memang anak burung ini jinak sekali pada si Giok. Dan yang
satunya seekor anak burung, sedangkan yang lainnya seorang
anak manusia, mereka bergaul intim sekali, dengan perkembangan anak rajawali itu pesat sekali.
Satu keanehan lagi buat anak burung rajawali itu, karena jika anak
burung rajawali lainmya hanya memakan sari makanan yang
dimakan induknya, kemudian baru diberikan kepadanya, yang
umumnya terdiri dari ulat-ulat kecil atau binatang-binatang kecil
lainnya. Justeru anak burung rajawali yang berada dalam asuhan ular
raksasa tersebut, memiliki keistimewaan sejak baru ditetaskan. Dia
telah makan sari daging yang banyak jumlahnya, sehingga tenaga
anak burung rajawali itu sangat kuat, pertumbuhan tulang-tulang
tubuhnya juga kokoh sekali, dan cepat tumbuh menjadi besar.
286 Untuk mengisi waktu senggangnya, Hok An menganjurkan pada si
Giok agar mau melatih ginkang dan sekedar ilmu silat, agar gadis
cilik ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang bisa dipergunakannya buat berlari di pegunungan tersebut, juga
disamping itu ilmu silat yang dilatih gadis kecil itu hanya buat
menjaga diri dari makhluk-makhluk liar di dalam hutan yang
terdapat banyak sekali di pegunungan itu.
Karena memang tidak memiliki pekerjaan lainnya, si Giok telah
melatih diri dengan tekun, cepat sekali dia memperoleh kemajuan.
Dengan demikian, jika sekarang si Giok pergi ke tempat bagian lain
dari puncak gunung tersebut, tidak mendatangkan kekuatiran buat
Hok An. Tanpa terasa telah lima bulan berlalu, di mana Hok An bersama si
Giok berada di puncak gunung Hoa-san sebelah barat.
Anak burung rajawali tersebut juga telah tumbuh semakin besar,
bulu-bulu di sekujur tubuhnya tumbuh lebat sekali dan tebal,
disamping itu juga bulunya itu putih seperti salju, indah sekali,
sehingga tampak burung rajawali itu gagah bukan main. Terlebih
lagi memang tubuhnya memiliki pertumbuhan yang kokoh sekali.
287 Anak burung rajawali itu memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan anak burung rajawali biasa. Dia bisa menggerakkan
tubuhnya segesit seekor ular yang melata di atas tanah, dia bisa
bergerak bagaikan tengah bertempur dengan cepat sekali, di
samping itu, diapun bisa terbang di tengah udara.
Waktu pertama kali anak burung rajawali ini belajar terbang
sikapnya agak kaku dan belum bisa terbang tinggi. Namun setelah
lewat satu bulan, dia bisa terbang dengan gesit sekali, tubuhnya itu
bagaikan meteor yang terbang melesat ke sana ke mari dengan
lincah. Si Giok yang sering mengajak bermain anak burung rajawali itu di
luar goa, jadi sangat girang. Malah tanpa disadarinya, dia jadi ikut
mempelajari gerakan-gerakan dari anak burung rajawali itu, karena
dia seringkali berlari-lari di antara jurang-jurang di puncak gunung
itu bersama anak burung rajawali tersebut.
Dengan demikian tampak kemajuan yang diperoleh si Giok pun
pesat sekali, dia bisa berlari lincah, hanya bedanya si Giok tidak
bisa terbang seperti anak burung rajawali itu.
Hok An yang melihat kemajuan yang dicapai si Giok dan melihat
gerakan tubuh gadis itu jika tengah berlari seperti gerakan seekor
288 ular, karena tanpa sesadarnya si Giok ikut mempelajari gerak-gerik
anak burung rajawali itu yang sering melata dengan perutnya
seperti gerakan seekor ular.
Hubungan anak burung rajawali itu dengan ular raksasa tersebut
juga intim sekali, di mana setiap kali berada dalam goa, selalu anak
burung rajawali itu berada dalam lindungan perut ular itu.
Hok An jadi memiliki pekerjaan tetap, di mana dialah yang bertugas
mencarikan makanan buat ular raksasa dan anak burung rajawali
itu. Setiap harinya sedikitnya dia harus memperoleh seekor
kambing hutan atau lima ekor kelinci hutan. Dan anak burung
rajawali itu memakan "bubur daging" hasil olahan perut ular
raksasa itu, yang selalu memuntahkan sebagian buat "anak"nya
itu. Memang menakjubkan sekali pertumbuhan anak rajawali itu.
Dalam waktu yang hampir satu tahun, tubuh anak rajawali itu
setinggi satu meter setengah, dengan lebar sayap hampir empat
meter. Dia sudah dapat terbang tinggi sekali, tenaganya sangat
kuat. Tidak jarang anak rajawali tersebut telah membawa si Giok terbang
mengelilingi sekitar puncak Hoa-san. Bahkan tidak jarang, Hok An
289 pun ikut duduk bersama si Giok di punggungnya, anak rajawali itu
tetap saja dapat membawa terbang dengan mudah.
Hanya satu yang merupakan hasil yang diperoleh Hok An buat jerih
payahnya selama ini, yaitu anak burung rajawali yang mulai
membesar itu, telah menurut dan jinak sekali terhadap semua
perintah si Giok. Terlebih lagi memang sejak baru ditetasi anak
burung rajawali itu telah bergaul dan bermain-main dengan si Giok,
sehingga dia bisa mengerti semua keinginan si Giok.
Sedangkan si Giok juga menganggap anak burung rajawali itu
sebagai kawan terdekatnya. Hidup di puncak gunung tanpa kawan
dan manusia lainnya, hanya didampingi Hok An benar-benar
membuat si Giok memperoleh kegembiraan karena memperoleh
kawan bermain seperti anak burung rajawali itu.
Dan juga di samping itu anak rajawali yang bisa mengajaki terbang
berkeliling itu membuatnya jadi girang bukan main, karena dia bisa
mengajaknya buat pergi ke tempat yang indah-indah, yang
mungkin sulit sekali buat dicapai oleh manusia biasa.
Boleh dibilang seluruh keadaan di puncak gunung Hoa-san telah
didatangi si Giok bersama burung rajawali putih itu.
290 Si Giok juga telah memberikan sebuah nama kepada anak burung
rajawali itu, Tiauw-jie (Anak Rajawali), sehingga jika setiap kali dia
memanggil: "Tiauw-jie!" maka anak burung rajawali itu akan segera
datang dan hinggap di sampingnya.
Anak burung rajawali itupun tidak boleh tertinggalan si Giok. Jika
di pagi hari dia tidak melihat si Giok, segera dia yang menjemput si
Giok ke goanya. Terlebih lagi waktu suatu kali si Giok tengah sakit demam dan tidak
keluar dari goanya, anak burung rajawali itu menunggui di mulut
goa si Giok. Karena mulut goa itu tidak terlalu besar, maka anak
burung rajawali yang memiliki pertumbuhan tubuh tinggi besar itu,
tidak bisa masuk. Tiauw-jie hanya menangis saja, dengan air mata
berlinang di matanya. Hok An yang menyaksikan tingkah laku burung rajawali ini jadi
terharu. Segera dia memberitahukan kepada si Giok agar si gadis
pergi keluar menemui Tiauw-jie, untuk memberitahukan padanya
bahwa dia hanya sakit saja dan tidak akan mengalami hal yang
tidak-tidak. Akan tetapi anak burung rajawali itu tetap saja tidak mau kembali
ke goa ular, dia tetap di depan goa si Giok dan menunggui di situ,
291 sampai keesokan paginya, malam itu dia berdiam di muka goa
tanpa bergeming sedikit juga. Bukan main terharunya si Giok, dia
pun semakin mencintai "sahabatnya" ini.
Begitulah, jalinan kasih sayang antara seorang anak manusia
dengan seekor burung rajawali, telah terjadi jalinan kasih sayang
sebagai sahabat-sahabat sejati di antara ke dua makluk itu.
Hok An yang menyaksikan tingkah laku Tiauw-jie dan si Giok, pun
jadi ikut terharu, Dia melihat antara manusia dengan binatang bisa
timbul kasih sayang sebagai sahabat-sahabat sejati, akan tetapi
justeru di dalam lingkungan manusia khususnya, antara manusia
dengan manusia disebabkan harta dan benda permata, bisa saling
bunuh! Di tempat inilah, di puncak gunung Hoa-san sebelah barat dalam
usianya yang mulai tua itu, Hok An berhasil menyaksikan
pemandangan dari sucinya hubungan persahabatan sejati!
Pagi itu, si Giok tengah bermain-main dengan Tiauw-jie di mulut
goa ular raksasa tersebut. Waktu itulah si Giok mendengar ular
raksasa itu mendesis-desis. Karena sudah terlalu lama berdiam di
goa itu, maka si Giok mengerti apa maksud dari sikap ular itu, yaitu
memanggilnya bersama dengan Tiauw-jie.
292 Tiauw-jie pun yang mengerti apa maksud panggilan "ibu" nya
tersebut, segera masuk ke dalam ruangan goa itu, di mana ular
raksasa itu berada. Si Giok juga ikut masuk.
Ular raksasa itu mengulurkan kepalanya, dia menyelusupnyelusup ke tubuh Tiauw-jie, dengan penuh kasih sayang, seperti
juga seorang ibu yang tengah membelai mesra dan penuh kasih
sayang pada anaknya. Sedangkan Tiauw-jie juga menyelusupkan kepalanya di antara
tubuh "ibu"nya tersebut.
Setelah membelai-belai Tiauw-jie beberapa saat, di mana si Giok
hanya mengawasi dengan perasaan mengiri, karena dia segera
teringat kepada keadaan dirinya, yang yatim piatu, tidak memiliki
ayah dan ibu lagi, yang telah meninggal semuanya. Hal ini
membuat si Giok jadi memandang tertegun saja, dan diapun haus
akan belaian kasih sayang seorang ibu.
Tiba-tiba kepala ular itu terjulurkan, melesat dan melilit tubuh si
Giok. Bukan main kagetnya si Giok. Belum lagi dia mengetahui apa yang
terjadi, tubuhnya telah tertarik maju diseret oleh ular itu. Tetap saja
293 lilitan ular tersebut tidak terlepas, walaupun si gadis meronta cukup
kuat. Dalam keadaan demikian si Giok jadi merasa ngeri dan takut
melihat kepala ular itu berada di depan matanya, di mana dia
melihat kulit yang bersisik dan berlendir.
Belum pernah ular itu memperlihatkan sikap sedemikian luar biasa,
melilit tubuh si Giok. Disamping itu juga keadaan ular itu benarbenar lain dari biasanya. Matanya begitu tajam mengawasi si Giok,
yang berada dekat sekali dengannya, dalam lilitannya.
Seketika si Giok sebagai manusia, dapat berpikir, mungkin juga
ular ini tengah lapar dan hendak memakannya. Rasa takutnya jadi
semakin menjadi-jadi, dia segera berteriak sekuat suaranya
memanggil Hok An, yang waktu itu tengah berada di goa mereka.
Tiauw-jie pun kaget melihat sikap ibunya seperti itu, dia sampai
maju dan memandang dengan sikap terheran-heran. Akhirnya dia
telah menundukkan kepalanya, dari matanya menitik butir-butir air
mata yang bening. Melihat Tiauw-jie menangis, ular raksasa tersebut segera
mendesis-desis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. 294 Rupanya dia tengah berusaha menjelaskan kepada Tiauw-jie,
bahwa dia tidak bermaksud jahat kepada si Giok.
Sebagai makhluk yang sejak ditetasi selalu menerima limpahan
kasih sayang ular itu, Tiauw-jie seperti mengerti apa yang
dimaksudkan ular itu, dia segera mengibaskan sepasang
sayapnya. Lenyap sikap dukanya kemudian keluar dan terbang
mengeluarkan suara pekiknya yang nyaring, seperti seorang anak
yang tengah kegirangan. Si Giok yang mendengar suara pekik anak burung rajawali tersebut
justeru jadi tambah ketakutan, karena dia menduga bahwa ular
raksasa itu benar-benar bermaksud hendak mencelakainya.
Hok An sendiri yang tengah terlelap tidur di dalam goanya,
terbangun kaget mendengar suara pekik Tiauw-jie yang begitu
berisik. Segera Hok An keluar dari goanya, sehingga ia melihat
Tiauw-jie tengah terbang sambil mengibas-ngibaskan sayapnya itu
kuat-kuat, dan terus memekik tidak hentinya.
Hok An seketika tercekat hatinya, dia menduga Tiauw-jie tengah
memberitahukan padanya bahwa si Giok tengah menghadapi
bahaya. "Apa yang terjadi, Tiauw-jie"!" teriak Hok An. "Di mana si Giok?"
295 Burung itu mendengar dipanggil Hok An, segera terbang
mendekati, dengan tetap memekik, sayap kanannya telah
menunjuk ke arah goa ular.
Cepat-cepat Hok An berlari ke arah goa ular itu, dia diliputi
kekuatiran yang luar biasa.
Ketika sampai di goa itu, Hok An segera menerobos masuk ke
dalam. Untuk kagetnya ia segera menyaksikan pemandangan
yang membuat hatinya seperti copot terlepas dan jantungnya
seakan-akan berhenti berdetak.


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Giok.....!" serunya dengan suara yang serak
Ternyata si Giok masih berada dalam lilitan ular itu, dan tengah
menangis. Hok An segera dapat menguasai goncangan hatinya, dia bersiapsiap hendak menolongi si gadis. Tetapi tentu saja Hok An tidak bisa
bergerak sembarangan, si Giok tengah berada dalam lilitan ular itu.
Sekali saja ular raksasa itu mengencangkan lilitannya, niscaya
seluruh tubuh dan tulang-tulang di badan si gadis akan remuk dan
menemui kematiannya. 296 Bingung sekali Hok An sampai dia tidak tahu apa yang harus
dilakukannya, dia hanya bilang: "Jangan kau lukai Giok......
bukankah kami telah banyak membantu kalian....."!"
Ular itu mendesis, kepalanya digerak-gerakkan seperti menggeleng. Dia bagaikan ingin mengatakan bahwa dia tidak
bermaksud jahat pada si Giok. Malah kemudian kepalanya
ditundukkannya menempel pada tanah di dalam goa itu.
Hok An yang tidak mengerti apa yang di maksudkan ular itu,
memandang dengan hati berdebar. Dia telah nekad, walaupun
bagaimana dan harus menempuh bahaya, dia akan menolongi si
Giok dari lilitan ular raksasa itu. Yang terpenting sekarang
bagaimana meloloskan si gadis dari lilitan ular tersebut.
Sedangkan ular raksasa itu setelah menundukkan kepalanya
sampai menempel pada tanah di dasar goa tersebut, segera
menjulurkan lidahnya dia seperti tengah mengeluarkan tenaganya,
dan terdengar suara "krookkk, krookk!" dari lehernya. Kemudian di
lidahnya itu tampak meluncur sebuah benda merah, yang
berkilauan, sinarnya terang benderang. Benda merah itu sebesar
buah tho, berwarna merah darah, dan jatuh di ujung lidah ular
raksasa itu. 297 Ular itu mendesis lagi, kemudian melepaskan lilitannya pada si
Giok, kepalanya telah menjulur berulang kali kepada benda merah
itu seperti juga ingin mengatakan bahwa benda merah itu diberikan
kepada si gadis dan agar si Giok memakannya!
Hok An yang melihat benda bulat merah yang berkilauan itu,
segera tersadar. Rupanya ular raksasa itu memang tidak bermaksud hendak
meneelakai si Giok, dia ingin menghadiahkan si Giok sebuah
mustika ular yang langka sekali, sebuah benda mustika yang selalu
terdapat pada langit-langit ular raksasa. Dan benda mustika itu jika
bisa diperoleh seorang manusia dan memakannya, maka hebatlah
daya tahan tubuh manusia itu, di samping dia akan memiliki hawa
murni yang hebat tanpa latihan lagi!
Hok An cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya, seperti
juga ingin menyatakan penyesalannya dengan memberi hormat
kepada ular itu. Si Giok yang telah dilepas dari lilitan ular tersebut, menangis dan
menubruk memeluk Hok An. "Jangan menangis Giok..... Ular raksasa itu tidak bermaksud jahat
padamu, dia ingin menghadiahkan benda mustika itu padamu!"
298 Setelah berkata begitu, Hok An membawa gerakan tangannya
menunjuk kepada si Giok dan kemudian kepada benda mustika
bulat merah itu. Ular itu mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali.
Segera juga Hok An yakin bahwa ular itu memang benar-benar
hendak menghadiahkan benda mustika tersebut kepada si Giok.
Segera juga Hok An maju ke depan untuk mengulurkan tangannya
mengambil benda bulat merah kemilau itu.
Namun, tiba-tiba kepala ular itu menyambar ke arah tangan Hok
An. Gerakannya begitu cepat, telah menyampok lengan Hok An.
Hok An yang tidak menyangka tangannya akan dibentur seperti itu,
disamping kesakitan juga kaget bukan main, sampai dia melompat
mundur. Di saat itulah timbul prasangka buruk lagi pada ular raksasa
tersebut. Sedangkan ular raksasa itu telah menggerak-gerakan kepalanya
seperti menunjuk pada si Giok.
299 Seketika Hok An baru tersadar bahwa ular raksasa itu tidak
mengijinkan dia mengambil benda mustika tersebut. Siapapun
tidak diijinkannya mengambil benda mustika itu dan dia hanya
mengijinkan si Giok yang mengambil sendiri benda mustika itu.
Hok An juga menyadari akan hal itu, karena dia tersadar dengan
cepat. Kalau dia mengulangi lagi perbuatannya yang coba-coba
mewakili Si Giok mengambil mustika tersebut tentu ular raksasa itu
akan menyerangnya, maka Hok An menoleh kepada si gadis,
katanya: "Giok pergilah kau mengambil benda mustika itu...... ular itu
memberikan dan menghadiahkan kepadamu, maka engkau yang
harus mengambilnya..... Benda mustika itu besar faedahnya
buatmu..... pergilah kau mengambilnya!"
Si Giok masih takut-takut, dia tidak segera melaksanakan perintah
paman Hok nya tersebut. Malah gadis cilik ini kemudian menangis
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan takut, dia tidak akan melibat kau lagi!" kata Hok An yang
segera menghiburnya. Gadis cilik itu karena mengalami kekagetan yang hebat tadi di
mana tubuhnya dililit ular itu, sekarang jadi takut dekat-dekat
300 dengan ular raksasa tersebut. Dia kuatir dirinya dililit lagi dan tidak
akan dilepaskan pula oleh ular raksasa tersebut.
Waktu itu Tiauw-jie telah terbang kembali masuk ke dalam goa.
Ular raksasa itu mendesis-desis, dan Tiauw-jie seperti mengerti
keinginan ular itu, dia mendekati si Giok, dan mendorong-dorong
tubuh si gadis dengan tubuhnya.
Akhirnya setelah Hok An memaksa agar dia mengambil lagi benda
mustika itu, barulah si Giok menghampiri benda mustika itu dan
mengambilnya. Ular raksasa itu telah mengangguk-anggukkan kepalanya,
tampaknya dia puas, sampai akhirnya dia juga telah menundukkan
kepalanya sampai berada di dasar tanah goa tersebut, dan tidak
bergerak lagi. Hok An melihat kelakuan ular tersebut, segera menghampiri lebih
dekat buat melihat apa yang akan dilakukan oleh alar raksasa itu.
Tiauw-jie juga terbang menghampiri, melihat keadaan "ibunya"
seperti itu, mendadak Tiauw-jie mengeluarkan pekikkan berulang
kali. Suara pekikkannya itu mengandung nada kedukaan yang
bukan main. 301 Hok An yang telah memeriksa keadaan ular raksasa tersebut, pun
jadi kaget tidak terkira, karena segera dia memperoleh kenyataan
ular itu telah mati! Si Giok yang diberitahukan hal itu oleh Hok An, jadi menitikkan air
mata juga. Rupanya tadi ular itu melilit dirinya memang sama sekali
tidak bermaksud mencelakainya, justeru ular itu menyayanginya
dan telah menghadiahkan mustika di dalam mulutnya itu!
Hok An sendiri sampai menitikkan air mata, dan akhirnya bilang
kepada si Giok, "Benda mustika itu tidak satu juta orang dalam
seribu tahun bisa memperolehnya, maka engkau merupakan satusatunya orang di dunia ini yang sangat beruntung! Kau telanlah!
Tetapi ingat, kau tidak boleh menggigitnya, jangan sampai benda
mustika itu pecah! Kau harus menelannya bulat-bulat!"
Si Giok membuka matanya lebar-lebar kemudian katanya:
"Mana..... mana bisa!" tampaknya dia jijik sekali.
"Kau sesungguhnya beruntung sekali Giok, karena itu janganlah
kau sia-siakan keberuntungan ini! Telanlah!" menganjurkan Hok
An. Dengan terpaksa dan sambil memejamkan matanya si Giok
akhirnya memasukkan benda mustika itu. Sejak dipegangnya tadi,
302 benda mustika itu hangat sekali, dan demikian juga waktu dia
memasukkan ke dalam mulutnya, hawa hangat itu masih dapat
dirasakannya. Malah yang membuat si Giok terheran-heran, jika sebelumnya dia
menduga benda mustika itu berbau amis dan memuakkan, justru
dugaannya itu meleset, karena begitu benda itu masuk ke dalam
mulutnya, dia merasa hangat nyaman dan benda tersebut harum
sekali. Dia sendiri tidak mengetahui entah harumnya benda itu
harum sejenis buah apa. Dia berusaha menelannya benda mustika
tersebut. Gagal! Karena bentuknya yang cukup besar, maka si Giok tidak bisa
menelannya. Dia telah menggelengkan kepalanya sambil memandang kepada Hok An, kemudian dengan memejamkan
matanya, dia berusaha menelannya lagi benda mustika itu.
Waktu itu Hok An mengawasinya dengan hati berdebar-debar.
Sebagai seorang yang berpengalaman, memang Hok An pernah
mendengar cerita perihal benda mustika ular raksasa, yang biasa
disebut mustika ular naga. Jika menelan benda tersebut, maka
mustika itu tidak boleh sampai pecah, harus ditelan bulat-bulat
303 sehingga mustika itu akan memberikan kemujijatan tenaga yang
luar biasa pada orang yang bersangkutan.
Sedangkan mati atau hidupnya seekor ular, tergantung pada
mustika itu. Jika memang mustika itu masih berada di dalam
mulutnya, maka ular itu akan tetap hidup, walaupun usianya telah
tua benar. Dan sekali saja benda mustika itu dikeluarkan atau hilang dari
dalam mulutnya, maka selanjutnya ular itu akan kehilangan
kekuatannya dan akan mati! Karena itu, ular raksasa itu sendiri,
setelah mengeluarkan benda mustika tersebut, dia hanya bisa
bertahan tidak lama, di mana dia hanya dapat menantikan sampai
si Giok yang mengambil sendiri benda mustika itu, kemudian
diapun mati! Jika saja benda mustika itu ditelan dalam keadaan pecah,
Golok Halilintar 9 Pendekar Wanita Buta Serial Tujuh Manusia Harimau (7) Karya Motinggo Busye Dendam Empu Bharada 9

Cari Blog Ini