Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Kemala 9

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


peristiwa yang amat mengerikan di perahu semalam, ia telah menjadi dewasa
benar dan telah sadar sepenuhnya akan daya tarik pada tubuhnya, sadar
bahwa kaum pria kagum kepada wajahnya, kepada tubuhnya. Tadi dalam
kagetnya, ingin sekali Ci Kong mengatakan "pantas engkau sejahat ini!", akan
tetapi setelah dia secara tak disengaja mengagumi keindahan tubuh Kiki, ingin
dia berkata, "Pantas engkau begini cantik!", dan kini dia menahan semua
keinginan itu dan berkata.
"Pantas engkau demikian lihai."
Menerima pujian ini, Kiki nampak senang. Ia seorang anak manja, maka
pujian-pujian amat menyenangkan hatinya, apalagi pujian itu keluar dari mulut
pemuda yang baru dikenalnya dan yang ternyata amat menarik hatinya ini.
Tanpa malu-malu kini Kiki memandangi tubuh Ci Kong, tubuh yang nampak
tegap dan kuat, sebagian dada yang nampak karena bajunya terbuka dan robek
di bagian pundak, juga karena pakaian itu basah kuyup, maka pakaian itu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan melekat pada kulit tubuh Ci Kong, membuat tubuhnya nampak jelas lekuk
lekungnya. "Hemm, sama saja. Engkau juga!"
"Tapi aku tidak kehilangan sepatuku dan kau..."
Ci Kong melihat ke arah sepasang kaki yang tidak bersepatu itu, kaki yang
mungil, kecil dan putih kemerahan. Jantungnya tergetar dan kembali dia
memaksa pandang matanya untuk lari dari kaki itu.
Kiki meloncorkan kakinya bergantian.
"Sialan! Dan aku tidak punya sepatu lain, juga semua buntalan pakaianku
lenyap. Gara-gara si keparat jahanam itu! Hemm, siapa dia" Tahukah engkau?"
Ci Kong menggeleng kepala.
"Aku tidak tahu, nona."
"Ci Kong, apa maksudmu dengan nona-nonaan" Kau bukan anak buah
ayahku. Kalau anak buah ayahku harus menyebut Siocia, akan tetapi kau bukan,
maka kau tidak boleh menyebut nona-nona segala, membuat aku merasa
canggung. Namaku Kiki, lupakah kau?"
Ci Kong gelagapan. Belum pernah selamanya dia berdekatan dengan
wanita, dan sekali berdekatan, dia bertemu dengan seorang gadis yang begini
aneh luar biasa. "Baiklah, ki" eh" Tang Ki" eh?"
"Kiki!" "Oya, Kiki." "Kau tidak mengenal orang itu" Bagaimana rupanya" Engkau tadi berkelahi
dengan dia, tentu engkau tahu bagaimana rupa orang itu. Aku hendak
mencarinya dan kalau dapat kutemukan, akan kurobek-robek mulutnya sampai
hancur lebur, akan kucabut hidungnya dan kuberikan kepada burung gagak,
kulumatkan kepalanya... ku..."
"Aku tidak dapat melihat mukanya, non... eh, Kiki. Cuaca amat gelap,"
potong Ci Kong yang merasa ngeri mendengar ancaman-ancaman sadis itu.
"Sayang sekali! Tapi tentu engkau dapat mengenal bagaimana bentuk
tubuhnya, apa pakaiannya dan bagaimana ciri-cirinya!"
Tiba-tiba gadis itu menghentakkan kakinya ke atas pasir.
"Hayaaa, kiranya engkau ini orang bodoh sekali, Ci Kong!"
Ci Kong terkejut lagi, tidak mengerti mengapa gadis itu tiba-tiba
memakinya bodoh. "Aku... bodoh...?"
"Ya, bodoh sekali. Engkau hanya bilang tidak tahu, tidak tahu, kau bodoh
sekali, dan aku paling benci sama orang bodoh!"
Ci Kong menghela napas panjang.
"Apa boleh buat, memang aku bodoh. Akan tetapi kalau engkau merasa
dingin dan perlu mengganti pakaianmu untuk sementara agar engkau dapat
menjahit bagian yang robek dan dapat mencuci bersih lalu menjemurnya, aku
masih mempunyai bekal pakaian untuk sementara kaupakai."
Berkata demikian, Ci Kong lalu mengambil buntalan pakaiannya yang
disimpan tak jauh dari situ. Wajah Kiki nampak berseri gembira.
"Ah, bagus sekali, Ci Kong. Memang pakaianku ini perlu dicuci, dijemur dan
dijahit. Wah, pakaianmu semua begini sederhana, seperti pakaian petani
gunung. Pantasnya engkau dahulu menjadi hwesio Siauw-lim-si saja," kata Kiki
sambil memilih-milih satu stel pakaian.
Ci Kong tersenyum. Dalam keadaan biasa seperti itu, harus diakuinya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bahwa Kiki merupakan seorang gadis yang lincah jenaka dan gembira.
"Memang aku nyaris menjadi hwesio, Kiki. Nah, kauganti pakaianmu, biar
aku bersembunyi dulu?"
Pemuda itu hendak melangkah pergi.
"Jangan pergi!" tiba-tiba Kiki membentak.
"Kaukira aku dapat kautipu" Nah, berdiri saja di situ, akan tetapi engkau
harus membelakangi aku. Awas, jangan berbalik sebelum aku mengatakan
selesai!" Ci Kong tertegun, akan tetapi menahan senyum dan berdiri di tempatnya
dan membalikkan punggung membelakangi gadis aneh itu. Kiki lalu
menanggalkan semua pakaiannya yang basah kuyup, terus mengintai ke arah
Ci Kong tanpa kedip, dan tergesa-gesa mengenakan pakaian Ci Kong yang
sederhana itu. Tentu saja terlalu besar dan kedodoran, akan tetapi
bagaimanapun juga, pakaian itu menutupi seluruh tubuhnya dan ia merasa
hangat oleh pakaian kering itu.
"Sudah selesai, kau boleh berbalik."
Ci Kong berbalik dan sudah menahan diri agar tidak ketawa. Akan tetapi
dia memang tidak perlu tertawa. Gadis itu dalam pakaian yang kebesaran tidak
nampak menggelikan, bahkan nampak makin manis saja!
"Kiki, kenapa tadi kau bilang bahwa aku hendak menipumu?"
Ci Kong yang merasa penasaran menuntut keterangan.
"Semua laki-laki sama saja! Genit dan ceriwis! Pernah ada dua orang anak
buah ayah kuhajar sampai hampir mampus karena mereka itu mengintai ketika
aku mandi. Laki-laki paling suka mengintai wanita mandi atau tukar pakaian,
dan kaupun seorang laki-laki. Kau bilang mau pergi, siapa tahu engkau hanya
sembunyi agar dapat mengintai aku selagi aku bertukar pakaian?"
Hampir saja Ci Kong marah oleh tuduhan ini kalau dia tidak ingat bahwa
gadis ini memang berwatak aneh, kekanak-kanakan dan kolokan sekali. Maka
dia hanya tersenyum. "Aku bukan laki-laki semacam itu, Kiki. Nah, sekarang aku yang mau
berganti pakaian." Tanpa berkata apa-apa lagi, dia lalu pergi ke belakang batu-batu karang
besar dan disana dia berganti pakaian kering. Ketika dia kembali, Kiki nampak
cemberut. "Eh, kau mengapa?" Ci Kong bertanya.
"Kau memang bodoh. Aku bisa mencuci dan menjemur pakaianku ini, akan
tetapi bagaimana dapat menjahit yang robek?"
Ci Kong tersenyum. Disebut bodoh berkali-kali baginya kini tidak terasa
seperti penghinaan, bahkan seperti kelakar saja, seperti kelakar sayang antara
sahabat! "Mungkin aku bodoh, akan tetapi kalau engkau butuh jarum dan benang,
inilah!" Ci Kong mengeluarkan jarum yang sudah ada benangnya cukup panjang
dan menyerahkan benda itu kepada Kiki. Dia memang selalu membawa bekal
jarum dan benang dalam buntalan pakaiannya. Kiki menerima benda itu dan
agaknya lupa bahwa ia sudah mengatakan bodoh kepada Ci Kong, kini ia asyik
mencoba untuk menjahit bagian pakaiannya yang robek. Akan tetapi Kiki
adalah puteri tunggal Hai-tok Tang Kok Bu yang kaya raya. Sejak kecil ia
dimanja dan dikelilingi pelayan-pelayan yang mengerjakan segala pekerjaan,
mana ia pernah berkenalan dan menjamah jarum dan benang" Baru beberapa
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tusukan saja, tiba-tiba ia menjerit dan ibu jari tangan kirinya berdarah karena
tertusuk jarum. Diam-diam Ci Kong merasa geli, akan tetapi dia tidak berani
mentertawakan, hanya mendekati dan berkata.
"Biarkan aku yang menjahitkan bajumu yang robek itu, Kiki. Aku sudah
biasa menjahit." Tanpa berkata apa-apa, Kiki menyerahkan bajunya, dan Ci Kong lalu mulai
menjahit bagian yang terobek dengan rapinya. Kiki menghisap sedikit darah
dari ibu jari yang tertusuk jarum tadi, kemudian nonton pemuda itu menjahit
dengan pandang mata kagum. Akan tetapi ia hanya pandai mencela, tidak
pandai memuji sama sekali.
Setelah bajunya selesai dijahit, gadis itu lalu diajak oleh Ci Kong menuju ke
sebuah sumber air yang berada di lereng bukit kecil dekat pantai untuk
mencuci pakaiannya. Sambil menanti pakaiannya kering, mereka duduk
bercakap-cakap di bawah pohon sambil berteduh dari serangan panas
matahari yang sudah naik tinggi. Kiki tidak menolak ketika Ci Kong
menawarkan roti kering dan dendeng, dimakan sedikit-sedikit sambil didorong
teh cair yang dibuat Ci Kong pagi tadi.
"Engkau tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan kaki telanjang,
Kiki. Kaupakailah sepatuku. Lumayan untuk sementara dapat melindungi
kakimu." "Sepatumu itu terlalu besar, mana bisa kupakai?"
"Mudah saja, dapat diganjal rumput kering. Nih, cobalah, kucarikan
pengganjalnya." Biarpun nampak lucu karena sepatu itu kebesaran, dapat juga dipakai oleh
Kiki, dan tak lama kemudian pakaiannya juga sudah kering. Kini ia berganti
pakaian di belakang batu-batu karang seperti yang dilakukan Ci Kong tadi
tanpa banyak rewel, sehingga diam-diam hati Ci Kong merasa girang. Setelah
gadis itu muncul dari balik batu, memakai pakaiannya sendiri dan
mengembalikan pakaian Ci Kong, gadis itu tersenyum gembira. Hanya
sepatunya yang lucu, akan tetapi ia nampak cantik walaupun mukanya tidak
dirias dan rambutnya masih awut-awutan.
"Sekarang aku akan pergi," kata Kiki.
Diam-diam Ci Kong terkejut dan dia merasa heran bukan main mengapa
hatinya terasa tiba-tiba kosong dan kesepian mendengar betapa gadis ini mau
pergi meninggalkannya. Akan tetapi dia menekan perasaan ini dan
mengangguk. "Harap engkau berhati-hati di dalam perjalanan, Kiki. Banyak orang jahat
berkeliaran." Akan tetapi dia merasa menyesal mengeluarkan ucapan ini tanpa ingat
bahwa yang diberi nasihat itu adalah puteri seorang datuk iblis, seorang tokoh
kaum sesat! Kiki terkekeh.
"Aku sendiri puteri seorang datuk, masa takut terhadap orang jahat" Yang
kutakuti adalah orang-orang yang pura-pura dan yang menyerangku dari dalam
gelap." Ia bergidik teringat penjahat di dalam perahu semalam.
"Kau hendak pergi kemanakah?"
Ci Kong tak dapat menahan hatinya bertanya.
"Aku hendak merantau... eh, baru aku ingat. Engkau begini lihai, tentu
engkau banyak mengenal tokoh kang-ouw, bukan" Ci Kong, apa engkau
mengenal seorang bernama Koan Jit, murid pertama dari Thian-tok?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Ci Kong terkejut, dan baru dia teringat bahwa gadis ini puteri Hai-tok, tentu
saja mengenal Thian-tok dan murid-muridnya. Akan tetapi dia menekan
perasaannya yang menegang dan menjawab.
"Aku pernah mendengar namanya. Apakah engkau mengenal dia, Kiki"
Dan mau apa engkau mencari dia" Kabarnya dia itu lihai dan berbahaya sekali."
Dan kini Ci Kong mendengar jawaban yang membuat dia kembali bengong.
"Aku cari dia karena dia telah melarikan pusaka Giok-liong-kiam. Ayah
menyuruh aku mencarinya dan minta pusaka itu dari tangannya."
"Kalau dia tidak menyerahkan?"
"Hemm, akan kujewer telinganya dan kuhajar dia sampai kapok dan
kurampas pusaka itu."
Hampir saja Ci Kong tertawa. Dia tidak percaya kalau Hai-tok yang
menyuruh gadis ini pergi sendiri saja mencari Koan Jit. Seorang gadis yang
masih begini mentah, yang seolah-olah seekor burung yang baru belajar
terbang, tidak tahu tingginya langit dalamnya lautan luasnya bumi, disuruh
mencari Koan Jit dan merampas Giok-liong-kiam" Akan tetapi tentu saja dia
tidak mau mengejek. "Kiki, hati-hatilah. Seluruh tokoh kang-ouw mencari-cari Koan Jit itu, dan
semua orang pandai siap memperebutkan pusaka Giok-liong-kiam. Engkau
baru berjumpa dengan aku saja sudah berani membicarakan urusan pusaka itu.
Kalau orang lain yang mendengarnya, engkau bisa celaka."
"Aihhh, kaukira aku anak kecil" Kalau aku bicara terus terang denganmu,
itu karena aku percaya padamu, tahu bahwa engkau seorang baik, apalagi
engkau murid Siauw-lim-pai walaupun murid tingkat rendahan saja. Sudahlah,
katakan saja apakah kau tahu dimana dia berada?"
"Hek-eng-mo Koan Jit" Aku tidak tahu, Kiki" sungguh aku sendiri tidak
tahu..." Ci Kong termenung, karena dia sendiripun tidak pernah berhasil mencari
tokoh itu. Dia sendiripun ingin dapat menemukan tokoh itu dan mencoba untuk
merampas kembali pusaka Giok-liong-kiam untuk membersihkan nama Siauwbin-hud.
"Sudahlah, mana kau tahu" Biar aku cari sendiri. Nah, selamat berpisah, Ci
Kong, engkau baik sekali, lain waktu kita bertemu kembali," kata Kiki dan gadis
ini sudah membalikkan tubuhnya lalu berjalan pergi. Akan tetapi baru
beberapa langkah, ia seperti teringat akan sesuatu dan berhenti, lalu berbalik.
"Ci Kong, engkau sudah bersumpah. Jadi benar engkau tidak menciumku,
melainkan hendak meniupkan napas ke dalam paru-paruku yang kaukira
macet?" Tentu saja Ci Kong terheran, akan tetapi dia mengangguk.
"Benar." "Jadi engkau tidak ingin mencium aku, Ci Kong?"
Sepasang mata pemuda itu terbelalak.
"Ah, Kiki... itu... itu... tidak sopan namanya. Kita baru saja bertemu, mana
aku berani melakukan perbuatan yang melanggar tata susila itu?"
Kiki tersenyum, akan tetapi sepasang matanya memandang penuh selidik,
dan Ci Kong merasa seolah-olah sinar mata gadis itu dapat menembus ke
dalam ruang dadanya dan melongok, mengintai isi hatinya.
"Andaikata kita sudah berkenalan lama, kita sudah menjadi sahabat,
apakah engkau tidak ingin mencium aku, Ci Kong?"
Tentu saja pertanyaan ini seolah-olah sebatang pedang yang ditodongkan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan di depan hidung pemuda itu. Dan dia tidak mau menjawab, bahkan masih
bengong saking kaget dan herannya.
"Aku... aku... ah, aku tidak tahu..."
Gadis itu mengerutkan alisnya. Jawaban ini mengesalkan hatinya. Entah
bagaimana, ia merasa bahwa andaikata Ci Kong menciumnya, seperti yang
dilakukan penjahat dalam perahu, mencium dengan lembut bukan paksaan,
agaknya... ia tidak akan menolak dan akan merasa senang sekali. Akan tetapi
tentu saja, Ci Kong tidak tahu!
"Tentu saja engkau tidak tahu, memang kau bodoh! Sudah kuketahui itu
sejak tadi." Dan gadis itu lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, hatinya
kecewa dan mendongkol, kakinya agak terpincang-pincang karena sepatu
yang diganjal itu sungguh tidak enak rasanya, sama tidak enaknya dengan
perasaan hatinya. Sejenak Ci Kong bengong mengikuti tubuh Kiki dengan pandang matanya,
lalu dia menjatuhkan diri duduk di atas rumput, memegangi kepala dengan
kedua tangan. "Memang aku bodoh...!"
Dan ini bukan pura-pura. Dia merasa benar-benar bodoh dan tidak mengerti
sama sekali akan sikap Kiki!
Setelah gadis itu tidak nampak bayangannya lagi, Ci Kong membayangkan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajah Kiki dan juga wajah Kui Eng. Ketika dia berjumpa dengan Kui Eng,
diapun dibikin bingung dan tidak mengerti akan sikap gadis itu. Kini, bertemu
dengan Kiki, dia menjadi semakin bingung. Betapa anehnya dan luar biasanya
mahluk yang disebut wanita itu. Aneh, luar biasa, berbahaya, dan amat
menarik hati! Dulu diapun tertarik sekali kepada Kui Eng, dan sekarang dia
lebih tertarik lagi kepada Kiki, dengan wataknya yang angin-anginan, kekanakkanakan, keminter, dan... mengguncangkan kalbu itu.
-------Sesuai dengan petunjuk yang diterima suhunya, Lian Hong menyelidiki
jejak Koan Jit di selatan, karena perjalanannya itu membawanya ke daerah
Kanton, maka timbul keinginan hatinya untuk menjenguk makam ayah ibunya
di luar kota Tung-kang, di sebuah tanah kuburan umum untuk orang-orang
dusun yang sederhana. Kuburan ini memang berada di tempat sunyi di luar
kota, dimana terdapat daerah perbukitan batu yang tandus dan banyak
terdapat guha-guha di situ, disebut guha kelelawar karena di situ terdapat
banyak kelelawar sehingga tempatnya menjadi kotor menyeramkan. Jarang
ada orang suka mendatangi tempat ini, kecuali mereka yang mengunjungi
kuburan nenek moyang pada waktu-waktu tertentu. Perbukitan tandus itupun
jarang didatangi orang karena tidak ada pohon, tidak ada kayu, yang ada hanya
batu-batu besar. Daerah yang amat tandus dan mati.
Dalam perjalanannya yang lalu ketika ia mencari jejak Koan Jit, ia pernah
datang ke makam orang tuanya dan telah ditemukannya makam itu menurut
petunjuk penduduk Tung-kang. Oleh karena itu, kini ia langsung saja pergi ke
tanah kuburan itu walaupun hari telah menjelang senja. Bahkan ia mengambil
keputusan untuk bermalam di kuburan orang tuanya malam itu.
Akan tetapi, baru saja Lian Hong tiba di luar pagar, ia berhenti melangkah,
bahkan cepat menyelinap di antara nisan-nisan yang ada di tanah kuburan itu,
karena ia melihat ada seorang gadis sendirian sedang berlutut di depan makam
ayah ibunya! Tentu saja ia merasa terkejut dan heran sekali. Setahunya, ayah
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan ibunya tidak mempunyai sanak keluarga kecuali dirinya. Siapakah gadis itu"
Dan mengapa pula gadis itu mem beri penghormatan kepada makam ayah
bundanya" Karena merasa curiga, Lian Hong menyelinap dan segera
menyusup-nyusup mendekat sambil bersembunyi, lalu mengintai dan
mendengarkan dengan penuh perhatian.
Gadis itu cantik sekali dan sebaya dengan ia sendiri. Wajahnya manis
sekali dengan sepasang mata yang tajam dan jeli seperti bintang kejora. Akan
tetapi melihat sikapnya, Lian Hong dapat menduga bahwa agaknya gadis ini
bukan seorang gadis yang lemah. Yang membuat ia keheranan adalah ketika ia
mendengar kata-kata bisikan yang keluar dari mulut gadis itu.
"Ji-wi tentu tidak mengenal aku," demikian gadis cantik itu berbisik,
seolah-olah sedang bicara kepada ayah bunda Lian Hong yang terus mengintai.
"Akan tetapi aku tahu bahwa ji-wi adalah guru silat Siauw Teng dan
isterinya yang dulu tinggal di Tung-kang, dan yang tewas karena perbuatan
jahat mendiang ayahku Ciu Lok Tai. Ayah dan seluruh keluarganya telah
binasa. Oleh karena itu aku, Ciu Kui Eng, sebagai anak tunggalnya, sengaja
mendatangi kuburan para korbannya untuk mintakan ampun bagi ayah agar
arwahnya tidak terlalu tersiksa di alam baka."
Mendengar bisikan ini, hati Lian Hong merasa terharu. Ah, kiranya inilah
puteri Ciu Lok Tai hartawan yang dulu menjadi penyebab kematian ayah
bundanya! Puterinya yang kabarnya memiliki kepandaian tinggi itu. Dan kini,
puteri hartawan itu mintakan ampun untuk dosa-dosa mendiang ayahnya
kepada para korban ayahnya. Melihat ini saja sudah mendatangkan perasaan
suka dan kasihan dalam hati Lian Hong.
Tidak, ia tidak akan memusuhi gadis ini, biarpun tadinya memang ia
mengandung maksud untuk menegur dan meminta pertanggungan jawab
puteri keluarga Ciu atas dosa yang dilakukan Ciu Lok Tai terhadap orang
tuanya. Gadis ini tidak tahu apa-apa dan ketika perbuatan keji ayahnya
berlangsung, tentu gadis ini masih kecil, sama dengan ia. Gadis ini tidak tahu
apa-apa, dan tidak adillah kalau gadis ini harus mempertanggungjawabkan
perbuatan jahat ayahnya. Melihat kini Kui Eng minta ampun untuk ayahnya di
depan kuburan itu, terhapuslah sudah semua ganjalan hati Lian Hong. Ia tidak
lagi menganggap keluarga yang tinggal satu-satunya ini sebagai musuh dan
musuhnya hanya tinggal dua nama lagi, yaitu Gan Ki Bin dan Lok Hun!
Sudah timbul keinginan hatinya untuk keluar dari tempat
persembunyiannya, untuk memperkenalkan diri dan mengikat persahabatan
dengan gadis cantik itu, ketika tiba-tiba ia tertarik melihat berkelebatnya
bayangan orang di seberang. Kemudian terdengar suara ketawa dan tahu-tahu
telah meloncat seorang laki-laki di dekat Ciu Kui Eng yang juga terkejut dan
gadis itu sudah meloncat bangun menghadapi laki-laki itu. Lian Hong tetap
bersembunyi dan menonton dengan hati tegang. Melihat kemunculan laki-laki
itu, Lian Hong dapat menduga bahwa laki-laki itu tentu seorang yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali. Ia tadi hanya melihat bayangan saja berkelebat
dan tahu-tahu laki-laki itu telah berada di dekat Kui Eng.
Laki-laki itu bertubuh tinggi kurus, mukanya yang berkulit kehitaman itu
jelas membayangkan kekejaman, matanya yang mencorong hijau itu dan
senyumnya yang sinis membayangkan kelicikan. Kepalanya mengenakan
sebuah topi batok dan rambutnya yang gemuk hitam dikuncir, keluar dari
belakang topinya dan melilit lehernya. Matanya yang mencorong seperti mata
kucing atau mata burung hantu di waktu malam itu memandang ke arah Kui
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Eng dengan penuh kagum dan senyumnya makin menyeringai sadis.
Melihat munculnya orang yang tak dikenalnya ini, yang memandangnya
seperti itu dengan mulut menyeringai, Kui Eng menjadi marah.
"Bangsat dari manakah berani mengangguku!" bentaknya, siap untuk
menyerang. Akan tetapi laki-laki itu malah terkekeh, suara ketawanya seperti burung
hantu, dan hal ini tentu saja membuat Kui Eng merasa ngeri dan memandang
tajam dan penuh keheranan, menduga-duga apakah yang dihadapinya ini
bukan orang gila! Akan tetapi, tiba-tiba pria itu mengeluarkan suara gerengan
yang menggetarkan tempat itu.
Lian Hong yang berada dalam tempat persembunyiannya, terkejut bukan
main ketika merasa betapa jantungnya terguncang keras. Tahulah ia bahwa
pria itu telah mempergunakan tenaga khikang dalam suaranya, dan suara itu
merupakan serangan yang ganas dan berbahaya sekali. Maka iapun cepat
menahan napas mengerahkan sinkang untuk melindungi jantung dan
telinganya. Kui Eng juga terkejut bukan main karena ia merasa betapa jantungnya
terguncang. Ia yang berdiri dekat pria itu dan yang menjadi sasaran serangan
lengkingan itu, hampir saja roboh. Akan tetapi, sebagai murid Tee-tok yang
sakti, tentu saja ia tahu apa yang harus dilakukannya menghadapi serangan
tiba-tiba itu. Serangan suara itu datangnya terlalu mendadak sehingga ia
kedahuluan atau kecurian, cepat ia mengerahkan sinkang dan memejamkan
mata untuk beberapa detik. Inilah yang mencelakakannya. Dan agaknya ini
pula yang telah diperhitungkan dengan masak oleh pria yang nampaknya amat
cerdik itu. Begitu Kui Eng memejamkan mata, pria itu sudah mengeluarkan sehelai
saputangan merah yang sudah dipersiapkannya, dan sekali mengebutkan sapu
tangan di depan muka Kui Eng, ada bubuk merah yang baunya harum keras
memasuki hidung gadis itu. Kui Eng terkejut, maklum apa artinya itu ketika
hidungnya menyedot bau harum keras. Ia mengeluarkan teriakan dan meloncat
ke belakang, akan tetapi ia terhuyung karena mulai dipengaruhi bubuk racun
pembius. Ia seorang gadis yang lihai dan kuat, maka racun bubuk itu tidak
membuatnya roboh, hanya terhuyung dengan kepala pening.
Dan agaknya inipun sudah diperhitungkan oleh pria itu, karena dengan
langkahnya yang lebar, dia telah mengejar dan menyerang dengan kedua
tangannya yang besar. Dua lengan yang panjang itu bagaikan ular-ular hitam
meluncur. Andaikata ia tidak berada dalam keadaan pening, tentu Kui Eng
tidak akan mudah dirobohkan. Akan tetapi gadis ini telah kecurian, telah
menyedot bubuk racun pembius sehingga menghadapi serangan dua tangan
itu, ia tidak mampu mempertahankan diri. Sebuah totokan pada pundaknya
membuat ia terkulai lemas.
"Heh-heh-heh!" Pria itu lalu menyambar tubuh Kui Eng, dipanggulnya dan dibawanya lari
pergi dari kuburan itu. Lian Hong terkejut bukan main. Ia sendiripun tadi mengerahkan tenaga
melindungi dirinya dari serangan suara maut itu. Dan melihat betapa Kui Eng
ditawan, tentu saja timbul niat hatinya untuk membantu gadis itu. Akan tetapi
ia teringat. Bagaimanapun juga, Kui Eng adalah puteri seorang yang amat
kejam. Ia tidak mengenal Kui Eng dan belum tahu bagaimana watak gadis itu.
Iapun tidak mengenal pria itu dan tidak tahu apa yang telah terjadi di antara
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mereka. Ia tidak tahu siapa yang bersalah di antara keduanya maka kini timbul
perbuatan itu. Siapa tahu kalau-kalau Kui Eng yang telah melakukan kesalahan
dan pria itu datang untuk menangkapnya atau membalas dendam" Ia harus
berhati-hati dan tidak boleh sembrono dalam mencampuri urusan dua orang
yang belum dikenalnya. Maka Lian Hong cepat membayangi tubuh pria yang melarikan Kui Eng.
Orang itu, biarpun memanggul tubuh seorang gadis, dapat bergerak cepat
bukan main, berloncatan di antara batu-batu yang besar seperti seekor kera
saja. Akan tetapi Lian Hong juga seorang gadis yang memiliki ginkang yang
tinggi sehingga tidak terlalu sukar baginya untuk membayangi terus.
Tiba-tiba saja ia kehilangan orang yang dibayanginya. Lian Hong terkejut.
Cepat ia menghampiri tempat dimana bayangan tinggi kurus itu melenyapkan
diri. Ia hanya melihat sekumpulan batu-batu yang besar. Sama sekali tidak ada
tempat untuk menyembunyikan diri, akan tetapi tiba-tiba saja orang itu telah
lenyap. Lian Hong merasa penasaran dan ia mencari-cari, menjenguk ke
belakang setiap batu besar. Namun orang itu bersama tubuh Kui Eng lenyap
seperti pandai menghilang saja!
Lian Hong yang merasa penasaran dan khawatir akan keselamatan Kui
Eng, tidak mau meninggalkan bukit itu, terus berkeliaran mencari-cari. Sampai
lama ia mencari, sampai senja mulai membawa kegelapan menyelimuti bukit,
tetap saja ia tidak berhasil menemukan pria yang melarikan Kui Eng. Ia mulai
putus harapan dan mulai mengira bahwa tentu laki-laki itu memiliki jalan
rahasia, dan kini tentu sudah jauh meninggalkan tempat itu. Ia mulai melihatlihat ke sekeliling bawah bukit, berniat untuk meninggalkan tempat itu,
kembali ke kuburan orang tuanya ketika tiba-tiba ia mendengar jerit suara
wanita yang keluar dari dalam bukit, dari bawah tanah yang dipijaknya!
Lian Hong meloncat dengan kaget. Bayangan itu tadi lenyap seperti ditelan
bumi dan kini ada suara jeritan wanita dari bawah bumi. Ditelan bumi! Ah,
tentu saja! Kenapa ia begitu bodoh" Satu-satunya tempat dimana orang tadi
melenyapkan diri, tentu di dalam bukit di bawah bumi, di bawah batu-batu itu.
Tentu ada jalan rahasia ke situ.
Terdorong oleh jeritan tadi yang ia duga tentu suara Kui Eng, Lian Hong
mulai mencari-cari, mengguncang setiap potong batu, meraba-raba di dalam
cuaca yang mulai gelap. Ia hampir putus asa karena batu-batu itu tidak ada
yang menyembunyikan rahasia ketika tiba-tiba ada sinar mencorong dari celahcelah antara batu. Ia merasa girang sekali dan cepat ia meloncat mendekati
batu-batu itu. Tak salah lagi. Ada sinar terang menyorot keluar melalui celahcelah batu, sinar yang datangnya dari bawah! Dengan hati-hati iapun
mempergunakan tangannya yang dialiri tenaga sinkang untuk menggeser batu
besar dan ia berhasil! Di balik batu besar itu terdapat sebuah lubang
terowongan ke bawah tanah! Dengan hati-hati sekali, Lian Hong lalu menuruni
lubang itu dan ternyata terdapat tangga batu menuju ke bawah dan ia dapat
merayap ke bawah dituntun oleh sinar terang yang menyorot dari bawah.
Akhirnya, tangga batu itu membawanya ke sebuah ruangan yang garis
tengahnya tidak kurang dari enam meter, dan ketika ia mengintai, hampir saja
ia mengeluarkan seruan keras karena kaget, ngeri dan marah. Lian Hong
mengintai dari balik pintu batu, dengan alis berkerutdan mata mencorong
marah memandang ke dalam.
Di tengah ruangan itu nampak Kui Eng berdiri dengan kedua lengan
tergantung. Kedua pergelangan tangannya terikat ke atas dan tergantung,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan demikian pula kedua pergelangan kakinya. Dan pakaian gadis itu sudah robekrobek membuatnya hampir telanjang. Bagian-bagian tubuh gadis itu nampak
jelas di antara robekan-robekan yang membuat pakaian itu cabik-cabik dan
hampir tanggal dari tubuhnya. Wajah gadis itu pucat sekali dan nampak titiktitik air mata membasahi mata dan kedua pipinya. Dan kini gadis itu
memandang dengan mata terbelalak dan mulut menggigil ketika laki-laki
tinggi kurus itu mengeluarkan seekor tikus yang dipegang pada ekornya
sehingga tikus itu menggeliat-geliat ingin lepas.
Pria itu berdiri sambil bersandar dinding batu. Sepasang matanya makin
mencorong mengerikan, seperti mata setan ketika tertimpa sinar obor yang
bernyala di atasnya. Mulutnya tersenyum sinis penuh kekejaman. Lebih
mengerikan lagi, seekor ular besar melingkar di lehernya, dan kepala ular
itupun terjulur kedepan, lidahnya keluar masuk seolah-olah ular itupun
menggoda Kui Eng, hendak menjilati atau mematuk.
"Heh-heh-heh, Ciu Kui Eng, engkau masih berkeras kepala" Menyerahlah
dengan baik-baik, dan aku akan menjadikan engkau isteri atau sekutu yang
akan hidup penuh dengan kesenangan dan kemuliaan. Mari kita bina bersama,
kita kejar kedudukan yang tinggi di dunia ini. Aku murid Thian-tok dan engkau
murid Tee-tok, bukankah kalau kita berjodoh sudah tepat sekali" Untuk apa
engkau ingin merebut Giok-liong-kiam dariku" Engkau takkan menang.
Bukankah lebih baik kalau kita menjaganya bersama" Marilah, sayang, marilah
manis, aku cinta padamu."
"Koan Kit, manusia iblis! Aku tidak sudi! Lebih baik bunuh saja aku. Aku
tidak takut mati. Aku tidak sudi menjadi isterimu, aku tidak sudi kausentuh!"
Pria itu ternyata adalah Koan Jit! Mendengar ini, berdebar rasa jantung
dalam dada Lian Hong. Kenyataan-kenyataan yang amat mengejutkan hatinya.
Kiranya pria ini adalah Koan Jit, orang yang selama ini dicarinya! Dan lebih
mengejutkan lagi, kiranya Kui Eng adalah murid Tee-tok, seorang di antara
Empat Racun Dunia! Akan tetapi iapun melihat sikap Kui Eng yang menolak
ajakan keji dari Koan Jit.
"Heh-heh-heh, nona manis. Aku sudah menyentuhmu sejak tadi, heh-heh.
Kalau aku mau, sejak tadi aku sudah dapat memilikimu secara paksa. Akan
tetapi aku tidak senang memaksa. Aku tidak ingin membunuhmu. Engkau
merupakan pembantu yang amat baik. Kalau aku memperkosamu, tentu
engkau akan kubunuh kemudian. Tiada gunanya. Sayang memperkosa seorang
lihai sepertimu. Kalau aku butuh wanita, dengan mudah sekarang juga aku
akan dapat memilih di antara mereka dimana saja. Akan tetapi aku butuh
pembantu, butuh sekutu dan isteri. Dan kaulah yang tepat menjadi orang itu."
"Aku tidak sudi! Lebih baik mati!"
"Lihat ini! Koan Jit mendekatkan tikus ke leher Kui Eng sehingga gadis itu
mengeluarkan rintihan geli dan takut.
"Kauboleh pilih. Kusiksa dengan tikus dan ular ini sampai engkau hidup
tidak matipun tidak dan pikiranmu akan berobah, membuatmu menjadi gila lalu
kau kubebaskan sebagai orang gila yang telanjang bulat" Ataukah kuperkosa
engkau dengan cara yang paling keji sehingga akhirnya engkaupun akan
menjadi gila" Atau kupergunakan obat racun perangsang sehingga akhirnya
engkaupun akan menyerahkan dirimu dalam keadaan tidak sadar dan terus
setiap hari kujejali obat perangsang yang akhirnya akan meracuni dirimu dan
membuat engkau menjadi gila lelaki" Atau kuserahkan engkau kepada anak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan buahku, orang-orang buas dan kasar, agar engkau dikeroyok oleh puluhan
orang dari mereka dan akhirnya mampus dalam keadaan yang amat terhina"
Nah, kaupilih antara semua itu, ataukah engkau mau menyerahkan diri rela
kepadaku, menjadi isteri dengan suka, sekutu dan pembantuku yang
terhormat" Nah, pilihlah sebelum terlambat."
Setelah berkata demikian, untuk menambah pengaruh ucapannya tadi,
Koan Jit menggeser-geserkan tikus hidup itu di leher, dada dan perut Kui Eng.
Tentu saja Kui Eng merasa jijik bukan main, jijik, geli dan ngeri sampai ia
menggelinjang-gelinjang kegelian.
Melihat gadis ini menggelinjang dan menggeliat, sepasang mata Koan Jit
makin mencorong penuh nafsu yang mendidih. Tadi dia kurang berhasil ketika
menggunakan ular. Ternyata Kui Eng, yang sudah biasa dahulu dilatih oleh
gurunya mempergunakan banyak ular, tidak takut dan tidak ngeri melihat ular.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi begitu dia mempergunakan seekor tikus, gadis yang gagah
perkasa dan tidak takut mati ini menggelinjang-gelinjang penuh kengerian.
"Heh-heh-heh, pilihlah, manis, heh-heh-heh!"
Koan Jit girang sekali melihat usahanya memaksa Kui Eng hampir berhasil
dan makin giat dia menggeser-geserkan tikus hidup itu ke bagian-bagian tubuh
yang paling peka. Sudah cukup bagi Lian Hong menonton semua itu. Ia kini yakin benar
bahwa laki-laki tinggi kurus itu adalah Koan Jit, pencuri Giok-liong-kiam dari
tangan Thian-tok dan orang yang selama ini dicari-carinya. Dan iapun sudah
melihat betapa Kui Eng, walaupun puteri seorang hartawan jahat, walaupun
murid Tee-tok, ternyata merupakan seorang gadis yang cukup baik. Gadis itu
telah menyadari kesalahan-kesalahan yang dilakukan ayahnya dan telah
memperlihatkan kebaikan hatinya dengan mintakan ampun untuk arwah
ayahnya di depan kuburan korban-korban ayahnya.
Dan kini, setelah tertawan oleh Koan Jit, gadis itu menolak semua bujuk
rayu Koan Jit untuk membantunya, bahkan memilih mati dari pada dijamah
oleh penjahat berwatak iblis itu. Dua syarat ini cukup untuk menganggap Kui
Eng seorang gadis yang baik dan patut diselamatkan dari ancaman yang lebih
mengerikan dari pada maut bagi seorang gadis terhormat.
Lian Hong bukan seorang gadis yang sembrono. Tidak, biarpun ia pendiam
dan sederhana, namun ia seorang yang amat cerdik. San-tok, gurunya yang
pernah menjadi datuk iblis itu, telah mendidiknya dengan tekun, bukan hanya
dalam ilmu-ilmu silat tinggi, akan tetapi juga telah memberi tahu tentang
segala kecurangan dan akal busuk di dunia persilatan kaum sesat. Ia sudah
memperhitungkan masak-masak lebih dahulu sebelum bergerak. Ia dapat
melihat tadi cara Koan Jit merobohkan Kui Eng, dan tahulah ia bahwa Koan Jit
adalah seorang yang selain lihai ilmu silatnya, juga amat curang dan penuh
muslihat. Oleh karena itu, kalau ia maju begitu saja menyerang Koan Jit dengan
kekerasan, banyak sekali bahayanya dan mungkin saja ia tidak akan berhasil
menolong Kui Eng, malah ia bisa tertawan pula. Dan ia harus berhasil menolong
Kui Eng. Kalau gadis murid Tee-tok itu dapat ia bebaskan dari belenggu, maka
mereka berdua tentu akan dapat mengalahkan Koan Jit. Maka iapun cepat
menyelinap meninggalkan tempat pengintaiannya.
"Heii, tikus Koan Jit! Kalau memang gagah, jangan hanya mengganggu
wanita, hayo keluar dan terima binasa!"
Tentu saja Koam Jit kaget dan marah mendengar suara pria yang berat ini,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan yang datangnya dari atas dan suaranya menerobos memasuki terowongan.
Dimaki dan ditantang begitu, dia kehilangan nafsu berahinya yang berubah
menjadi nafsu amarah. Dengan geram, dia membanting binatang tikus yang
tadi dipergunakannya untuk menggoda Kui Eng ke atas lantai sehingga tubuh
binatang itu hancur berantakan dan darahnya muncrat kemana-mana,
kemudiandia meloncat keluar dari ruangan itu menerobos jalan terowongan
untuk menghadapi musuh yang berada di atas.
Tentu saja suara tadi keluar dari mulut Lian Hong yang merendahkan
suaranya seperti suara pria, dan dengan kekuatan khikang ia memindahkan
suaranya sehingga seperti terdengar datang dari luar. Sebetulnya ia masih
berada di terowongan itu, di luar ruangan dimana Koan Jit menyiksa Kui Eng
dan ia bersembunyi di balik batu.
Pada saat Koan Jit berkelebat keluar, cepat sekali Lian Hong keluar dari
tempat persembunyiannya, dengan beberapa loncatan saja ia sudah berada di
dekat Kui Eng, dan tanpa banyak cakap ia lalu menggunakan ujung gagang
kipasnya menotok tiga jalan darah di punggung dan kedua pundak Kui Eng
untuk membebaskan totokan yang membuat tubuh Kui Eng lemas. Kemudian,
ia membantu Kui Eng melepaskan belenggu kaki tangannya, hal yang mudah
saja dilakukan Kui Eng setelah ia terbebas dari totokan.
Dapat dibayangkan betapa girang dan lega rasa hati Kui Eng ketika
mendapatkan pertolongan ini. Iapun memandang kagum kepada gadis cantik
yang menolongnya, karena orang yang berani menolongnya berani menentang
Koan Jit dan tidak sembarang orang berani menentang seorang penjahat lihai
seperti Koan Jit. "Terima kasih," bisiknya.
"Siapa engkau?"
Lian Hong tersenyum. "Nanti saja kita bicara. Sekarang mari kita keluar dan kita hajar tikus busuk
tadi." Teringat akan Koan Jit, Kui Eng mengepal tinjunya.
"Baik, mari kita bunuh jahanam Itu!"
Di lubang masuk menuju terowongan, hampir mereka bertumbukan dengan
Koan Jit yang hendak masuk lagi. Tadi Koan Jit cepat keluar untuk mencari
orang yang menantangnya, akan tetapi di luar sunyi saja, bahkan cuaca yang
agak gelap karena malam sudah mulai tiba dan tidak nampak ada bayangan
seorangpun manusia. Dia merasa heran, penasaran dan marah. Lalu dia
teringat akan tawanannya yang ditinggalkan di dalam ruangan bawah tanah.
Timbul kekhawatirannya kalau-kalau tawanan itu akan ditolong orang yang
tadi mengeluarkan suara, maka diapun cepat masuk lagi.
Akan tetapi tiba-tiba ada dua bayangan orang berkelebat dari dalam dan
seorang di antara mereka menyerangnya dengan tendangan berantai yang
amat cepat dan dahsyat. Bukan serangan itu yang mengejutkan karena Koan
Jit mampu meloncat ke belakang dan keluar lagi dari lubang itu untuk
menghindarkan diri, akan tetapi yang membuatnya bengong dan marah sekali
adalah ketika mengenal orang yang menendangnya adalah gadis yang
pakaiannya compang-camping setengah telanjang, bukan lain adalah
tawanannya tadi, Ciu Kui Eng! Dan kini Kui Eng sudah meloncat keluar, diikuti
seorang gadis lain yang memiliki sepasang mata yang lebar, indah dan sinar
matanya tajam sekali. Dengan hati penuh kegeraman, dia dapat menduga
bahwa tentu gadis bermata lebar ini yang telah membebaskan Kui Eng.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Keparat, siapa kau berani menantangku!" bentaknya.
Akan tetapi Kui Eng yang sudah tidak dapat menahan lagi kemarahan
hatinya, tanpa banyak cakap lagi tidak memberi kesempatan kepada Koan Jit
untuk bicara, dan ia sudah menyambar sepotong kayu yang terletak di atas
tanah, dan dengan tongkat ini iapun lalu menyerang dengan ilmu yang paling
diandalkan oleh Tee-tok gurunya, yaitu Cui-beng Hekpang (Tongkat Hitam
Pengejar Nyawa)! Dan Lian Hong memang juga tidak ingin banyak bicara dengan Koan Jit,
maka iapun cepat membantu Kui Eng dengan serangan senjata kipasnya.
Dengan gerakan aneh gagang kipasnya menyambar-nyambar dahsyat
menghujankan totokan-totokan maut ke arah jalan darah di tubuh bagian
depan lawan. Menghadapi serangan dua orang gadis itu, Koan Jit terkejut bukan main.
Melihat betapa tongkat di tangan Kui Eng itu hanya sebatang cabang pohon
akan tetapi dapat berubah menjadi senjata yang luar biasa ampuh dan
berbahayanya, dia tidak merasa heran karena maklum betapa lihainya guru
gadis itu. Akan tetapi melihat betapa kipas di tangan gadis bermata lebar itu
tidak kalah hebatnya dari tongkat Kui Eng, dia benar-benar terkejut dan
terpaksa dia mengerahkan seluruh kecepatan gerakannya untuk
menghindarkan diri dari cengkeraman maut. Dia mengelak dan berloncatan ke
sana-sini, sedikitpun tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang.
Demikian hebatnya dua orang gadis itu menyerang!
Koan Jit mengenal lawan tangguh. Memang ada rasa penasaran di dalam
hatinya bahwa dia kehilangan Kui Eng yang sudah berada dalam
cengkeramannya, dan merasa penasaran pula dia bahwa dia tidak mampu
mengalahkan dua orang gadis muda. Akan tetapi karena dia tahu bahwa kalau
dia terlalu lama menghadapi dua orang gadis ini, mungkin saja dia akan celaka
di tangan mereka, maka diapun mengeluarkan suara gerengan yang
menggetarkan itu. Akan tetapi sekali ini, Kui Eng dan Lian Hong sudah siap. Mereka tahu
bahwa lawan ini memiliki ilmu semacam gerengan harimau yang berbahaya,
maka merekapun cepat mengerahkan sinkang untuk melindungi diri masingmasing sehingga tidak sampai didahului daya serangan suara itu. Sambil
melindungi diri dengan pengerahan sinkang, tongkat dan kipas di tangan dua
orang gadis itu masih terus menyambar-nyambar dahsyat menghujankan
totokan dan pukulan maut ke arah tubuh Koan Jit.
Koan Jit mengeluarkan saputangan merahnya. Akan tetapi juga untuk
menghadapi itu, Lian Hong dan Kui Eng sudah siap siaga. Maka ketika Koan Jit
mengebutkan saputangannya, dua orang gadis itu sudah menahan napas dan
kini tongkat di tangan Kui Eng menyambar ke arah saputangan itu pada saat
kipas Lian Hong menotok pinggang.
"Brettt...!" Saputangan merah itupun terobek oleh ujung tongkat! Koan Jit
mengeluarkan seruan kaget dan sekali meloncat dia telah pergi jauh, dan tanpa
menoleh atau merasa malu-malu lagi, Koan Jit yang merasa betapa dua orang
gadis itu merupakan lawan yang terlalu berat, dan selain itu juga dia khawatir
kalau-kalau Tee-tok, guru Kui Eng muncul, segera melarikan diri.
"Jahanam busuk, hendak lari kemana kau?"
Kui Eng membentak dan mengejar, diikuti Lian Hong. Akan tetapi Koan Jit
memang memiliki ginkang yang luar biasa. Tubuhnya berkelebat cepat dan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan walaupun dua orang gadis itupun memiliki ginkang yang hebat pula, namun
tidak mampu menyusul Koan Jit yang menghilang di antara pohon-pohon yang
gelap. Apalagi Koan Jit mengenakan pakaian serba hitam, maka sukarlah untuk
mengejarnya setelah dia masuk hutan. Dua orang gadis itupun maklum betapa
berbahayanya mengejar seorang licik macam Koan Jit itu di dalam gelap,
apalagi pakaian orang itu hitam. Terpaksa mereka menghentikan pengejaran
mereka di luar hutan. Baru sekarang dua orang gadis itu memperoleh kesempatan untuk saling
berkenalan dan bicara. Mereka berdiri saling pandang. Keduanya sebaya dan
memiliki bentuk tubuh yang hampir sama. Keduanya memang cantik dan
manis, akan tetapi memiliki daya tarik yang berbeda.
Lian Hong adalah seorang gadis yang amat sederhana, baik pakaiannya
maupun gerak-geriknya, dan daya tariknya yang paling kuat terletak pada
sepasang matanya yang lebar. Mukanya berbentuk bundar dan kulitnya halus
putih dengan sepasang alisnya yang hitam nampak menyolok di wajah yang
putih itu. Sedangkan Kui Eng berwajah bulat telur, sepasang matanya tajam
dan mengandung keangkuhan, dan agaknya daya tarik yang paling kuat
terletak pada mulutnya yang amat manis itu, manis menggairahkan.
"Adik yang manis, engkau telah menyelamatkan aku dari cengkeraman
bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut. Aku berterima kasih sekali,"
kata Kui Eng. "Sudahlah, enci. Wanita manapun melihat kekejian Koan Jit itu terhadap
dirimu, tentu akan berusaha untuk menolongmu. Jahanam itu memang pantas
dilenyapkan dari permukaan bumi."
"Siapakah namamu?"
"Aku bernama Lian Hong."
"Adik Hong, namaku Ciu Kui Eng. Mudah-mudahan di lain kesempatan aku
akan dapat membalas budimu..."
"Sudahlah, enci Kui Eng. Sudah kukatakan tadi, hal itu tidak perlu
dibicarakan lagi. Maaf, sekarang aku harus pergi. Sampai jumpa lagi."
"Engkau hendak kemana?"
"Aku... aku mau mengunjungi makam orang tuaku."
"Eh" Malam-malam begini mengunjungi makam?"
Kui Eng bertanya heran. Lian Hong mengangguk, lalu melanjutkan lirih,
"Aku malah mau bermalam disana. Nah, selamat tinggal, enci Kui Eng."
Dan kini iapun meloncat pergi dengan cepat sebelum Kui Eng sempat
mencegahnya. Sejenak Kui Eng termangu, kemudian iapun cepat berkelebat melakukan
pengejaran. Hatinya masih belum puas. Ia ingin mengenal gadis penolongnya
itu lebih dekat lagi, mengetahui segala hal tentang gadis itu, murid siapa dan
bagaimana tadi dapat menolongnya dan datang pada saat yang demikian
tepatnya. Bahkan ia ingin sekali menguji kepandaiannya sendiri dengan gadis
itu, menguji secara persahabatan untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan. Lian Hong tiba di depan makam ayah ibunya. Bulan sepotong sudah mulai
memuntahkan sinarnya yang lembut sehingga cuaca malam itu remangremang kuning kehijauan dan romantis. Gadis itu lalu berlutut di depan makam,
memberi hormat di dalam batin. Sampai lama ia berlutut tanpa bergerak
sampai ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia waspada dan
cepat menengok, tubuhnya siap menghadapi segala kemungkinan.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kiranya Kui Eng yang berdiri di belakangnya. Sepasang mata Kui Eng
terbelalak dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak pucat.
"Ini... ini bukan orang tuamu..." Kau... kau puteri mendiang guru silat Siauw
Teng dari Tung-kang?"
Lian Hong menarik napas panjang. Sebetulnya ia tidak menghendaki Kui
Eng mengenalnya, akan tetapi apa boleh buat. Ia tidak mengira bahwa gadis
itu akan membayanginya dan menyusul ke situ.
"Benar, ini kuburan ayah ibuku."
"Tapi... tapi... kau tahu mengapa mereka tewas?"
"Aku tahu. Mendiang ayahmu yang menyebabkan mereka tewas, dan ayah
tewas di tangan Gan Ki Bin dan Lok Hun."
"Ahhh... engkau tahu bahwa pembunuh orang tuamu adalah ayahku... dan
engkau telah menolongku, menyelamatkan aku. Aih, adik Hong... aku... aku
sungguh menyesal sekali atas perbuatan ayah terhadap orang tuamu..."
"Aku tahu, enci Kui Eng. Aku melihatmu tadi ketika engkau memintakan
ampun kepada orang tuaku atas perbuatan ayahmu, sampai kau ditawan Koan
Jit." "Padahal ayahku dahulu menghancurkan dan membinasakan keluarga
ayahmu" Betapa mulia hatimu, adik Lian Hong."
"Sudahlah, enci Eng, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi," kembali Lian
Hong mencegah. Ia tidak senang kalau dipuji-puji.
Akan tetapi, Kui Eng kini malah duduk di dekatnya, di depan makam.
"Bagaimana tidak akan dibicarakan" Engkau begini baik. Orang tuamu
dahulu juga orang gagah. Tidak seperti aku. Biarpun kami hidup kaya raya,
akan tetapi ayah telah melakukan banyak hal yang buruk. Dan sekarang kami
sekeluarga tertumpas habis. Aku kehilangan ayah ibuku, bahkan kehilangan
segala milik keluargaku. Aku juga menjadi seorang yang tidak mempunyai apaapa lagi. Engkau masih mempunyai nama baik, nama terhormat. Sebaliknya
aku mempunyai apalagi" Nama keluargaku busuk, dan aku bahkan menjadi
murid seorang datuk sesat."
"Aku tahu, engkau murid Tee-tok. Kudengar itu dari kata-kata Koan Jit tadi.
Akan tetapi, gurumu agaknya tidak lebih buruk dari pada guruku, karena
guruku juga seorang di antara Empat Racun Dunia."
Hampir Kui Eng melompat. Dipegangnya pundak Lian Hong dan wajah
yang tadinya sedih itu kini berseri.
"Aih, engkau murid San-tok! Aku tahu. Ilmu silatmu dengan kipas tadi!
Siapalagi gurumu kalau bukan Si Racun Gunung" Pantas engkau begini gagah
perkasa, adik Hong. Wah, kalau begini kita ini segolongan."
Akan tetapi Lian Hong tidak segembira Kui Eng walaupun ia tersenyum
melihat kegembiraan yang mengubah wajah Kui Eng yang tadinya berduka itu.
"Golongan apakah maksudmu, enci Kui Eng?"
"Eh, maksudku" bukankah guru-guru kita segolongan?"
"Golongan sesat" Golongan hitam" Golongan penjahat?"
"Ehh... ohhh... Bukan begitu, tapi... yaah, perlukah kita menutupi kenyataan
bahwa kita adalah murid-murid mereka, lalu kita juga harus menjadi orangorang sesat" Maukah engkau menjadi segolongan dengan orang-orang seperti
Koan Jit tadi" "Tidak sudi!" "Akan tetapi diapun murid seorang di antara Empat Racun Dunia. Dia murid
pertama dari Thian-tok."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan PEDANG NAGA KEMALA ( GIOK LIONG KIAM )

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oleh : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
"Akan tetapi aku tidak sudi menjadi segolongan dengan jahanam itu. Lain
kali, kalau bertemu dengan dia, aku pasti akan mati-matian menyerangnya, dia
atau aku yang akan mati!"
Lian Hong tersenyum dan dalam percakapan ini, ia merasa cocok dengan
Kui Eng. Bagaimanapun, ia sudah membuktikan bahwa murid Tee-tok ini
ternyata tidak menyukai pula kejahatan. Kebaikan pertama dari Kui Eng adalah
ketika gadis itu memintakan ampun atas dosa ayahnya kepada makam ayah
ibunya, dan kedua kalinya ia melihat sendiri betapa Kui Eng mati-matian
mempertahankan kehormatannya, rela mati dari pada harus tunduk atas bujuk
rayu Koan Jit. Dua hal ini saja sudah membuat ia merasa suka kepada Kui Eng.
"Enci Kui Eng, menurut pendengaranku, ketika Koan Jit bicara kepadamu
tadi, engkau hendak merampas pusaka Giok-liong-kiam darinya. Benarkah
itu?" Kui Eng mengerutkan alisnya.
"Aku sendiri tidak ingin memiliki pusaka itu. Sejak kecil aku hidup dalam
keluarga ayah yang kaya raya sehingga aku tidak ingin lagi memperebutkan
segala macam benda-benda berharga walaupun kini aku sudah tidak memiliki
apa-apa lagi. Akan tetapi, keluargaku sudah terbasmi, dan aku teringat akan
pesan suhu tentang Giok-liong-kiam. Suhu yang menghanjurkan agar aku ikut
memperebutkan pusaka itu, karena siapa yang memiliki pusaka itu dapat
dianggap sebagai orang yang paling lihai. Nah, karena itu akupun mulai
melakukan penyelidikan dan mencari jejak Koan Jit. Siapa tahu, kiranya dia
malah yang menawanku lebih dulu secara curang, dan dia tahu bahwa akupun
ingin merampas pusaka itu dari tangannya. Dan bagaimana denganmu, adik
Hong" Sebagai murid San-tok, kiranya engkaupun tentu ada kepentingan
dengan pusaka itu." Lian Hong menarik napas panjang.
"Semua orang di dunia persilatan agaknya memperebutkan pusaka itu dan
terus terang saja, guruku juga menghendakinya. Akupun sedang mencari jejak
Koan Jit, dan sungguh tak kusangka akan dapat bertemu dengannya. Ketika
dia menawan, aku ragu-ragu tidak tahu siapa dia dan apa urusan antara dia
dan engkau maka dia menawanmu. Karena ragu-ragu inilah maka aku tidak
turun tangan di sini, melainkan membayanginya. Baru setelah aku mendengar
ucapannya bahwa dia adalah Koan Jit dan bahwa dia hendak memaksamu, aku
lalu turun tangan." "Caramu menolongku cerdik bukan main, adik Hong. Tentu engkau yang
mengeluarkan suara tantangan mirip suara pria itu, bukan?"
"Benar, aku melihat cara dia merobohkanmu dengan saputangan merah itu
dan tahu bahwa dia berbahaya sekali. Maka aku lalu mempergunakan siasat
memancing harimau keluar dari sarangnya. Begitu dia tertarik oleh suara
tantanganku, dan saking marahnya dia langsung keluar sehingga tidak melihat
aku yang bersembunyi di luar ruangan bawah tanah itu, aku lalu
membebaskanmu. Aku yakin, kalau kau bebas, kita berdua pasti akan mampu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mengalahkannya." "Engkau harus berhati-hati terhadap lawan seperti itu, enci. Enci Kui Eng,
bagaimana engkau tahu bahwa aku lebih muda darimu" Begitu bicara, engkau
menyebut adik kepadaku. Siapa tahu aku lebih tua."
"Berapa usiamu sekarang?"
"Aku sudah delapanbelas tahun."
"Dan aku sudah sembilanbelas. Kaulihat, bukankah aku yang lebih tua?"
"Enci Kui Eng, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu dan mudahmudahan kaudapat membantuku dalam hal ini."
"Ah, aku akan senang sekali kalau dapat membantumu, adik Hong.
Tanyakanlah, apa yang ingin kauketahui itu?"
"Alamat dua orang bekas pembantu ayahmu. Gan Kin Bin dan Lok Hun."
Wajah Kui Eng menyuram karena pertanyaan ini mengingatkan akan semua
perbuatan ayahnya yang jahat dan kotor.
"Hemm, dua ekor anjing penjilat itu sudah lama tidak lagi membantu ayah.
Mereka kini tinggal di Kanton, dan kabarnya menjadi pengawal pembesar di
sana." "Terima kasih, besok aku akan mencari mereka di Kanton."
"Aku ikut, aku akan membantumu menghadapi dua ekor anjing penjilat itu,
adik Hong." Akan tetapi Lian Hong menggeleng kepala.
"Ini adalah urusan pribadi, enci, tidak usah engkau mencampuri."
Ketika Kui Eng hendak membantah, Lian Hong membuka buntalan
pakaiannya. "Sudahlah, kaupakai pakaian ini untuk mengganti pakaianmu yang sudah
hancur itu." Dan ia menyerahkan satu stel pakaian luar dalam kepada Kui Eng, dan ia
sendiri pergi mencari kayu dan daun untuk membuat api unggun karena selain
malam agak dingin, juga di tempat itu terdapat banyak nyamuk.
Mereka duduk menghadapi api unggun, saling pandang di bawah sinar api
unggun yang terang kemerahan. Melihat Kui Eng memakai pakaiannya, ada
perasaan akrab dalam hati Lian Hong terhadap gadis itu, sebaliknya Kui Eng
juga merasa akrab terhadap Lian Hong setelah mengenakan pakaian kawan
baru itu. Mereka saling pandang sejenak, kemudian terdengar Lian Hong
menarik napas panjang. "Betapa anehnya hidup ini. Lihat diri kita berdua ini. Kita datang dari dua
keluarga yang jauh berbeda..."
"Ya, aku dari keluarga kaya raya yang jahat, engkau dari keluarga miskin
yang menjadi korban kejahatan keluargaku," sambung Kui Eng dengan suara
penuh sesal. "Sudahlah, enci Eng. Luka tidak perlu digosok dan digosok lagi sampai
berdarah kembali. Maksudku bukan demikian. Kita datang dari keluarga yang
jauh berlainan, akan tetapi lihat. Kita berdua kehilangan keluarga, kehilangan
segala-galanya, dan kini duduk menghadapi api unggun dalam keadaan yang
sama. Tidak mempunyai apa-apa. Tidak mempunyai masa depan yang cerah.
Belum tahu harus kemana dan bagaimana macamnya jalan hidup kita yang
terbentang di depan."
"Ya... ya, kita berdua ini adalah korban-korban. Siapakah yang bersalah?"
"Kukira tidak demikian. Andaikata orang kulit putih tidak memasukkan
candu, akhirnya para pecandu akan mencari sendiri dengan segala caranya.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Yang salah adalah pemerintah, yang lemah dan para pembesarnya hanya
mementingkan diri sendiri saja, sama sekali tidak memperdulikan keadaan
rakyat." Kui Eng mengangguk-angguk.
"Akupun sudah mengambil keputusan untuk membantu para pendekar
yang hendak mengusir pemerintah penjajah Mancu!"
"Ssttt, ucapan itu kalau terdengar pemerintah sama saja dengan keputusan
mati untuk kita. Akan tetapi akupun diam-diam menaruh rasa kagum terhadap
mereka dan kalau terdapat kesempatan, akupun tentu akan membantu."
Malam itu mereka bercakap-cakap secara akrab dan karena mereka
khawatir kalau-kalau Koan Jit datang lagi, mereka tidak berani tidur berdua.
Mereka berjaga dengan bergilir, akan tetapi malam itu tidak terjadi sesuatu.
Agaknya Koan Jit merasa tidak ada harapan lagi untuk mengalahkan dua orang
gadis perkasa itu. Pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Lian Hong dan Kui Eng saling
berpisah sebagai dua orang sahabat yang baik sekali.
-------Derap kaki dua ekor kuda besar yang berlari congklang itu, diseling suara
ketawa seorang laki-laki dan wanita di atas kuda, memecah kesunyian lembah
Sungai Mutiara itu. Mendengar suara ketawa tanpa melihat rupanya, orang
hanya akan dapat membedakan antara suara pria dan wanita saja.
Suara ketawa tidak memisahkan manusia di seluruh dunia ini, seperti
bahasa. Bangsa apapun juga memiliki suara ketawa yang sama. Seperti juga
tangis. Tawa dan tangis merupakan suara suci yang keluar dari hati, suara aseli
bawaan manusia, tidak seperti bahasa yang muncul sebagai hasil buatan
manusia. Setelah melihat orang-orang yang menunggang kuda itu, barulah kita tahu
bahwa merekaitu adalah dua orang kulit putih. Seorang pria dan seorang
wanita. Dari pakaian mereka, dari warna kulit dan rambut dan mata, kemudian
dari suara percakapan mereka, mudah diketahui bahwa mereka adalah dua
orang Inggeris. Memang suatu hal yang amat mengherankan melihat mereka berada di luar
kota, begitu jauh dari kota. Biasanya, orang-orang kulit putih hanya berani
berkeliaran di dalam kota saja. Kalau mereka terpaksa memiliki urusan dan
keperluan ke luar kota, mereka tentu pergi dengan pengawalan ketat. Akan
tetapi dua orang ini menunggang kuda tanpa pengawal dan kelihatan mereka
itu demikian gembira dan sama sekali tidak takut. Padahal, di waktu itu,
banyak terdapat perkumpulan-perkumpulan ahli silat yang bersikap anti kulit
putih. Akan tetapi mereka berdua ini bukan orang-orang biasa. Perempuan kulit
putih yang usianya sembilan belas tahun itu adalah Diana, seorang keponakan
terkasih dari Kapten Charles Elliot. Sebagai keponakan kapten yang
mengepalai semua orang kulit putih di Kanton, yang dianggap sebagai anak
sendiri, tentu saja Diana dihormati semua orang kulit putih. Dara ini pemberani,
lincah jenaka, dan mengetahui banyak tentang pergolakan di tempat dimana ia
bekerja sebagai sekretaris pamannya sendiri.
Diana sangat cantik jelita, dengan rambut kuning keemasan, ikal mayang
dan lebat sekali, seolah-olah kepalanya dihias benang-benang sutera
kemerahan dan bentuk tubuhnya amatlah indah. Apalagi karena pakaiannya
ketat, bentuk tubuh itu menonjol sekali. Gaunnya panjang sampai ke mata kaki,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dengan lengan gaun sampai di bawah siku. Wajahnya berbentuk bulat telur,
dengan mata biru laut, bulu mata lentik panjang, alis yang agak kehitaman
melengkung panjang, hidungnya mancung dan mulutnya selalu tersenyum
dengan bibir yang selalu merah basah dan kadangkadang nampak kilatan gigi
putih seperti mutiara berjajar. Perhiasan yang menempel di tubuhnya hanyalah
gelang emas di kedua tangan dan sepasang anting-anting. Kedua kakinya
memakai sepatu panjang sampai ke bawah lutut.
Adapun pria yang menunggang kuda di sampingnya, juga bukan orang
sembarangan. Dia adalah seorang berpangkat letnan, namanya Peter Dull dan
di kalangan pasukan Inggeris yang berada di Kanton, Peter Dull ini terkenal
sebagai seorang jagoan dalam perang. Seorang laki-laki berusia tigapuluh
tahun, masih bujangan, dan seorang ahli tinju, ahli tembak dan terkenal tampan
dan dikagumi semua wanita, baik yang sudah bersuami ataupun belum, di
kalangan orang kulit putih di kota itu.
Letnan Peter Dull ini berwajah jagoan, dengan sepasang mata tajam, alis
tebal, hidung mancung dan mulut yang seperti selalu tersenyum sinis. Dagunya
terhias jenggot pendek terpelihara rapi. Rambutnya berwarna coklat, demikian
pula jenggotnya. Dia memakai pakaian pasukan, dengan topi letnan, sepatunya
juga tinggi sampai ke lutut, dan sehelai mantel merah yang lebar berkibar di
belakang tubuhnya. Di pinggangnya tergantung sebuah pistol yang membuat
dia nampak keren dan gagah sekali. Di pinggang kiri tergantung sebatang
pedang. Letnan Peter Dull ini selain mahir menggunakan pistol, juga
merupakan seorang ahli pedang yang kenamaan di dalam pasukannya.
"Heii, Diana! Sudah, sampai di sini saja. Kita harus kembali!" Terdengar
letnan itu berteriak. Diana menoleh dan tertawa.
"Hi-hi, engkau takut berjumpa dengan gerombolan?"
Seruan itu menyinggung harga diri letnan itu.
"Aku" Takut" Aku mengkhawatirkan kamu, Diana!" katanya dan diapun
membalapkan kudanya. Mereka tertawa-tawa sambil membalapkan kuda, dan akhirnya, di sebuah
tikungan, mereka berpisah karena secara tiba-tiba Diana membelokkan
kudanya ke kiri sedangkan kuda yang ditunggangi Peter Dull sudah
mendahuluinya dan terus membalap ke depan. Letnan itu baru tahu kalau
Diana membelokkan kudanya karena tidak lagi mendengar derap kaki kuda
kawannya itu. "Heiii! Diana, kau kemana...?"
"Ha-ha, Peter. Sekarang engkau kalah. Kalau bisa, kejarlah aku!" terdengar
teriakan Diana jauh di depan ketika Peter memutar kembali kudanya.
"Diana...!" teriaknya, akan tetapi Diana dan kudanya sudah lenyap tertutup
debu dan ketika Peter mulai mengejar, gadis itu bahkan sudah jauh sekali dan
tidak nampak lagi karena memasuki hutan kebat.
"Diana, tunggu..."
Hati perwira itu mulai khawatir. Mengapa Diana mengambil jalan liar,
memasuki hutan" Itu berbahaya sekali, dan ia mulai merasa menyesal mengapa
tadi membiarkan saja gadis itu mengajaknya pergi sejauh ini. Dia tergila-gila
kepada Diana, bukan hanya karena gadis itu memang cantik jelita dan
menggairahkan, akan tetapi terutama sekali karena Diana jinak-jinak merpati.
Nampaknya mudah didekati dan mudah ditundukkan, akan tetapi setelah dekat
tinggal mengulur tangan, gadis itu selalu menghindar dan menjauh! Padahal,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan wanita mana saja kalau dia menghendaki, akan menyambutnya dengan hati
dan kedua lengan terbuka, bahkan dengan pakaian terbuka. Dia terkenal
sebagai seorang penakluk wanita yang tidak bandingnya. Akan tetapi,
betapapun dia telah berusaha, dia tidak berhasil menaklukkan Diana. Apa lagi
menaklukkan, mencium satu kalipun dia tidak pernah berhasil!
Dan seorang keponakan Kapten Charles Elliot, tentu saja tidak boleh dibuat
main-main dan sama sekali tidak mungkin didapatkan melalui kekerasan! Pada
pagi hari itu, seperti biasa Diana kelihatan begitu ramah dan baik, begitu akrab
seolah-olah sudah siap untuk menerima cintanya. Karena itulah dia tidak
membantah ketika Diana mengajaknya ke tempat sejauh itu, dengan harapan
di tempat sunyi itu akhirnya Diana akan menyerahkan diri, setidaknya untuk
dibelai dan diciuminya. Sudah terbayang dia tadi betapa akan nikmat dan
senangnya kalau dia berhasil meraih gadis ini sebagai pacar barunya. Seorang
gadis tulen, seorang perawan, ini dia yakin benar karena belum pernah Diana
mempunyai seorang kawan pria yang akrab, seakrab dia.
Akan tetapi, kembali Diana memperlihatkan watak berandalnya. Secara
tiba-tiba saja kudanya dibelokkan ke dalam hutan lebat dan hal ini amat
berbahaya sekali. Akan tetapi, kegagahannya ditantang dan dia tentu saja
bertanggung jawab atas keselamatan gadis itu.
Celakanya, Diana adalah seorang gadis yang mahir sekali menunggang
kuda, dan tadi ketika berangkat, dara itu sengaja meminjam kuda kesayangan
pamannya sendiri. Kuda hitam yang ditunggangi Diana dapat berlari cepat
seperti setan, dan Diana juga seorang penunggang yang mahir, maka kini,
setelah gadis itu membalap, dan sudah jauh lebih dulu meninggalkannya, Peter
tidak dapat menyusul. Dapat dibayangkan betapa besar kegelisahan hati letnan yang gagah ini
ketika dia tidak lagi melihat bayangan Diana dengan kudanya. Apalagi ketika
dia kehilangan jejak kaki kuda yang ditunggangi Diana karena kini tanah
tertutup batu-batu yang tidak meninggalkan bekas jejak kaki yang dapat
dilihat begitu saja. Terpaksa dia harus meloncat turun dari atas kudanya dan
meneliti dari dekat. Setelah bertemu jejak kaki kuda, baru dia melanjutkan
pengejaran dan pencariannya. Tentu saja hal ini memakan waktu.
Ketika ia tiba di tempat terbuka, dimana terdapat batu-batu besar dan
pohon-pohon raksasa, kembali dia bingung dan terpaksa meloncat turun dari
kuda. Pada saat itu, dia merasa seperti dipandang orang dan cepat dia bangkit
memutar tubuhnya. Benar saja, tidak jauh dari tempat dia berdiri, di atas
sebuah batu gunung, berdiri seorang laki-laki berpakaian serba hitam. Laki-laki
itu berusia empatpuluh tahun lebih, pakaiannya serba hitam, badannya tinggi
kurus dan mukanya juga agak kehitaman, dengan sepasang mata mencorong
kehijauan seperti mata kucing. Kepalanya ditutup topi batok, dengan kuncir
rambut yang tebal panjang berjuntai ke depan dadanya. Laki-laki ini
memandang dengan senyum sinis penuh ejekan.
Melihat laki-laki ini, Letnan Peter Dull yang sudah pandai bicara dengan
bahasa daerah, segera bertanya.
"Hei, apa kamu melihat seorang nona menunggang kuda lewat di sini?"
Semenjak kunjungannya pertama kali di negara yang penduduknya bukan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kulit putih, orang kulit putih selalu memandang rendah kepada pribumi yang
dianggap sebagai bangsa yang masih terbelakang, bodoh dan rendah
derajatnya. Oleh karena itu, sikap seorang kulit putih terhadap kulit berwarna
memang selalu angkuh dan tinggi hati. Apalagi seorang perwira seperti Letnan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Peter Dull ini, sikapnya terhadap pribumi memang congkak, terutama semenjak
pecahnya Perang Madat. Laki-laki yang nampaknya hanya seorang petani atau seorang penghuni
gunung biasa itu, masih memandang dengan senyum sinis, dan mata yang
mencorong hijau itu makin berkilat ketika mendengar pertanyaan itu. Akan
tetapi akhirnya dia menjawab juga, menjawab dengan pertanyaan.
"Kalau aku melihatnya bagaimana, kalau tidak bagaimana?"
Peter mengerutkan alisnya dengan marah. Jawaban seperti ini sungguh
sama sekali tak pernah disangkanya. Orang ini terlalu kurang ajar, pikirnya.
Akan tetapi karena dia membutuhkan keterangannya tentang diri Diana, dia
menahan sabar dan maju menghampiri batu gunung itu, meninggalkan
kudanya yang asyik makan rumput.
Tiba-tiba orang itu tertawa dan tubuhnya melompat turun dari atas batu
itu, berdiri di depan Peter dalam jarak hanya dua meter saja. Sepasang matanya
mencorong hijau dan dia menjawab dengan suara lantang.
"Kalau aku melihatnya, aku tidak akan memberi tahu kepadamu, kalau aku
tidak melihatnya, engkaulah yang pergi ke neraka!"
"Bangsat kurang ajar, kamu bosan hidup, ya?"
Dan saking kesal dan marahnya, Peter lalu menerjang ke depan dengan
kedua tangan terkepal. Sudah beberapa lama letnan ini menghimpun pribumi
yang dianggap kuat, untuk bersekutu dengan pasukannya dan terhadap para
pembantunya yang rata-rata ahli ilmu silat itupun dia bersikap tegas dan selalu
dipatuhi. Maka kini, melihat sikap orang yang dipandang rendah begini angkuh
terhadap dirinya, Peter kehilangan kesabaran. Begitu dia menerjang maju,
kedua kepalannya sudah diayun dengan tenaga sepenuhnya, dari kiri kanan
menyambar ke arah dagu dan dada orang berpakaian hitam itu. Pukulan
kombinasi ini amat cepat dan biasanya, jarang ada lawan yang mampu
menghindarkan diri. Kecepatan dan kekuatannya sudah terkenal sehingga di
dalam pasukannya dia dijuluki "The Iron Fist" (Si Kepalan Besi)!
"Wuuutt... wuuuuttt...!"
Peter terkejut. Pukulannya sama sekali tidak mengenai sasaran! Padahal,
orang di depannya itu tidak meloncat terlalu jauh, hanya menggerakkan sedikit
saja tubuhnya dan dua pukulannya yang diayun dari belakang kanan kiri itu
mengenai tempat kosong! Akan tetapi dia menerjang terus, kedua kepalan
tangannya menyambar-nyambar dengan berbagai bentuk serangan, dari
samping, langsung dari depan, dari bawah menghantam dagu. Sampai belasan
kali pukulannya mengenai tempat kosong, dan ketika tangan kanannya
mengirim sebuah pukulan langsung, orang berpakaian hitam itu
menggerakkan lengan kirinya menangkis. Tangkisan pertama sejak Peter
menghujankan pukulan tadi. Dengan tangan kiri yang dimiringkan, orang itu
menangkis dan tepat mengenai pergelangan tangan kanan Peter.
"Dukkk...!" Peter terhoyong ke belakang dan dia harus menggigit bibirnya untuk
menahan teriakannya. Lengan kanannya yang tertangkis itu tergetar hebat dan
tulang lengan yang tertangkis tangan miring itu seperti ditangkis dengan
linggis besi saja rasanya. Kiut-miut rasanya, nyeri bukan main, sampai
menyusup ke tulang sumsum. Dia merasa heran dan penasaran sekali. Semua
pembantunya, orang-orang pribumi yang katanya pandai silat, sudah
dicobanya. Memang di antara mereka ada yang cekatan, akan tetapi tidak
begitu hebat dan belum pernah ada yang mampu menangkis pukulannya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan seperti orang ini, sekali tangkis membuat ia hampir menjerit kesakitan! Dia
tidak tahu bahwa orang-orang yang ditarik menjadi sekutunya itu hanyalah
ahli-ahli silat kampungan saja yang menjual kepandaian yang tidak seberapa
itu untuk mencari uang mudah. Dan dia tidak tahu sama sekali bahwa kini dia
berhadapan dengan seorang ahli dalam arti kata yang paling dalam. Seorang
ahli silat kelas satu! "Keparat kamu!" bentaknya dan diapun menerjang lagi dengan mata
mendelik. Akan tetapi orang itu agaknya memang hendak mempermainkannya.
Tubrukan dengan pukulan-pukulan ganda itu dielakkan secara tiba-tiba setelah
kepalan tangan Peter hampir menyentuh dada. Hal ini membuat tubuh Peter
terdorong ke depan dan tiba-tiba saja, belakang lutut Peter didorong ujung
sepatu orang itu dan tak dapat dipertahankan lagi, tubuh Peter terdorong dan
dia jatuh berlutut! Baru sekarang Peter menduga bahwa orang ini tidak dapat dipersamakan
dengan orang-orang yang telah menjadi sekutunya. Orang ini agaknya memiliki
ilmu silat yang hebat. Pernah dia mendengar akan pendekar-pendekar yang
katanya sedemikian tinggi ilmu silatnya sehingga seperti iblis saja, bahkan ada
kabar desas-desus tentang adanya pendekar-pendekar yang mampu mengelak
dari sambaran peluru pistol atau bedil. Tentu saja dia tidak percaya dan
menganggap semua itu kabar bohong dan nonsens belaka. Kini, melihat betapa
serangan-serangan tangan kosongnya tidak mampu menandingi kegesitan
lawan ini, tiba-tiba dia mencabut pedangnya! Dia melihat reaksi orang itu.
Akan tetapi sungguh luar biasa. Orang itu tidak nampak takut, bahkan berdiri
tegak dan bertolak pinggang, seolah-olah menanti datangnya serangan pedang
dari Peter! Peter berhati-hati. Diapun bukan orang bodoh. Sama sekali bukan. Peter
seorang yang amat cerdik, dan kecerdikkannya itulah yang membuat dia
mengumpulkan ahli-ahli silat untuk membantunya. Kini dia mulai tertarik. Dia
akan menguji orang ini. Siapa tahu orang ini benar-benar pandai dan kalau ada
orang yang dengan tangan kosong mampu mengalahkan dia dan pedangnya,
orang itu berharga dan berguna sekali!
"Kamu berani melawan pedangku" Nah, terimalah ini!" bentaknya dan
Peter mulai menyerang dengan pedangnya.
Gerakannya cepat sekali dan dia memegang pedang dengan tangan
kanannya yang dijulurkan ke depan sehingga pedang itu disambung lengan
menjadi panjang. Tubuhnya membuat gerakan-gerakan cepat ke depan, tangan
kiri diangkat tinggi di atas kepala untuk keseimbangan, dan pedang di
tangannya itu mengeluarkan bunyi berdesing saking cepat dan kuatnya dia
menggerakkan pedang itu. Pedang membuat gerakan menusuk ke arah leher lawan berbaju hitam.
Ketika orang itu mengelak sambil menggeser kaki sehingga tubuhnya miring
dan pedang itu meluncur lewat, tiba-tiba Peter menggerakkan pergelangan
tangannya dan pedang itu menyambar dari samping dengan amat cepat, kini
menyambar ke arah leher juga. Akan tetapi, gerak cepat Peter masih kalah oleh
kecepatan orang itu, karena kembali bacokan kearah leher itu luput! Demikian
cepatnya orang itu bergerak sehingga Peter tidak tahu bagaimana cara orang
itu mengelak, tahu-tahu orang itu sudah tidak lagi berada di tempat sasaran
dan serangannya luput! Tidak kurang dari duapuluh kali serangan dilakukan oleh Peter, namun
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan semua serangan itu dapat dielakkan secara mudah saja oleh orang berpakaian
hitam itu. Kemudian, ketika Peter melanjutkan serangannya, dengan kaget dan
heran dia melihat betapa orang itu tidak mengelak lagi melainkan menangkis
pedangnya dengan kedua tangan yang bergerak cepat.
"Tak-tak-tinggg...!"
Bukan main kagetnya hati Peter, kedua tangan telanjang orang itu mampu
menangkis pedangnya seperti sepasang tangan baja saja! Bukan saja tidak
terluka sama sekali, bahkan ketika kedua tangan menangkis pedang, dia
merasa lengannya tergetar hebat dan hampir saja pedangnya terpental lepas.
Dia merasa semakin penasaran, akan tetapi juga kagum bukan main. Jelas
bahwa dalam hal pukulan tangan kosong, dia kalah jauh oleh orang ini dan
sekarang, mungkinkah pedangnya dikalahkan oleh dua tangan kosong saja"
Dia menyerang lagi dan tiba-tiba saja, entah dengan gerakan bagaimana, tahutahu pergelangan tangannya disentuh jari orang itu dan tanpa dapat
dielakkannya lagi, karena tiba-tiba tangan kanannya menjadi lumpuh, pedang
itu telah berpindah tangan! Orang berpakaian hitam itu mengeluarkan suara
ketawa aneh, lalu kedua tangannya menekuk pedang itu!
"Krekkk!" Pedang itu patah menjadi tiga potong lalu dibuang dengan sikap mengejek
keatas tanah. Melihat ini, wajah Peter berobah. Bukan main orang ini, pikirnya. Selain
kagum, dia juga merasa marah dan terhina. Dengan cekatan, dia lalu lari ke
arah kudanya dan sekali meloncat, dia telah berada di punggung kuda dan
tangan kanannya sudah mencabut pistolnya. Dia adalah seorang ahli tembak
dari atas kuda. Dia merasa lebih yakin dan tenang kalau memainkan pistol dari
atas kuda, dari pada di atas tanah. Kini dia mengambil keputusan untuk
memilih satu antara dua. Membunuh orang ini karena berbahaya, atau
mengujinya dan kalau mungkin menariknya menjadi pembantu. Akan tetapi,
karena pedangnya dipatahkan, dia akan menguji sampai akhir, yaitu kini
hendak mengujinya dengan menggunakan pistol. Ingin dia melihat apakah
orang ini benar-benar mampu menghindarkan diri dari bidikan pistolnya,
seperti yang dikabarkan sebagai dongeng tentang para pendekar sakti.
Dia mengangkat pistol, membidik ke arah orang itu, siap menembakkan
pistolnya. Akan tetapi, begitu pistolnya meledak, orang itu lenyap. Yang
nampak hanya bayangan hitam berkelebat cepat sekali dan tahu-tahu orang itu
telah berdiri di atas sebuah batu besar! Peter cepat memutar kudanya dan
menembak ke arah orang di atas batu itu, akan tetapi kembali tembakannya
luput karena orang itu sudah meloncat ke atas, seperti seekor burung saja
cepatnya, dan telah turun kembali jauh di sebelah belakangnya!
Peter terbelalak. Benar saja orang ini mampu mengelak dari serangan
pistolnya. Sampai dua kali tembakannya, yang dibidikkan dengan cermat tadi,
sama sekali tidak mengenai sasarannya. Orang seperti ini amatlah berguna
baginya, dan sayang kalau dibunuh. Lebih baik ditarik menjadi kawan dari
pada menjadi lawan, dan kalau orang ini menolaknya, masih belum terlambat
baginya untuk membunuhnya dengan peluru-peluru pistolnya yang masih siap
di dalam senjata api itu.
"Tahan...!" Teriaknya dan dari atas kudanya dia menghadapi orang berpakaian serba
hitam itu, pistolnya tidak lagi dibidikkan, melainkan dipegang dengan laras
menunduk. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Peter cepat memutar kudanya dan menembak ke arah orang di atas batu
itu, akan tetapi kembali tembakannya luput karena orang itu sudah meloncat
ke atas, seperti seekor burung saja cepatnya, dan telah turun kembali jauh di
sebelah belakangnya! Orang berpakaian hitam itu tersenyum sinis.
"Hemm, hanya begitu saja lihainya senjata apimu?"
Ejekan ini tidak memarahkan Peter karena dia mempunyai tujuan lain
dengan orang ini. "Nanti dulu, aku ingin berdamai dan bicara denganmu. Aku adalah Letnan
Peter Dull, amat terkenal dalam pasukan kami. Siapakah namamu?"
Dengan suara dingin orang itu menjawab.
"Namaku Koan Jit, akan tetapi orang lebih mengenalku dengan sebutan
Hek-eng-mo!" "Hek-eng-mo (Bayangan Iblis Hitam)" Sungguh sebutan yang hebat dan
cocok sekali. Kami amat membutuhkan orang-orang seperti kamu ini, Koan Jit.
Kalau kamu suka ikut dengan kami, suka membantu kami untuk menghadapi
para perusuh dan penjahat, kamu akan diberi pangkat, memimpin para jagoan
yang membantu kami, dan kamu akan diberi hadiah besar, tempat tinggal yang
mewah, dan kamu akan menjadi kaya raya dan terpandang. Ketahuilah bahwa
aku adalah seorang perwira dari pasukan yang telah mengalahkan pasukanpasukan pemerintah, kami adalah pasukan pemenang, maka tidak keliru kalau
seorang dengan kepandaian seperti kamu ini menjadi pembantu kami."
Koan Jit mendengarkan ucapan ini dan menundukkan muka dengan alis
berkerut. Otaknya bekerja dengan cepat dan cermat. Seperti kita ketahui, Koan
Jit gagal membujuk atau memaksa Kui Eng menjadi sekutunya, bahkan dia
hampir celaka karena dihadapi Kui Eng yang dibantu Lian Hong, dua orang
gadis yang kalau bergabung menjadi satu dapat merupakan lawan yang amat
berbahaya baginya. Koan Jit bukan termasuk orang yang suka dengan orang kulit putih.
Walaupun dia tidak berjiwa patriot, bahkan tidak perduli akan semua urusan
pemerintah atau orang lain, yang dipikirkan hanyalah kepentingan dia sendiri
saja. Kini dia menghadapi penawaran yang dianggapnya menarik dari seorang
Letnan pasukan kulit putih. Dia mempertimbangkan untung ruginya. Tentu
saja dia tidak begitu tertarik tentang harta karena kalau dia mau apa sukarnya
mencari harta" Tinggal memasuki rumah orang-orang kaya dan mengambil
sesuka hatinya! Tidak, dia tidak tertarik oleh harta.
Akan tetapi, kini setelah dia menjadi pemilik Giok-liong-kiam, semua orang
kang-ouw mencarinya dan dia seolah-olah menjadi buruan orang-orang saktidi
dunia kang-ouw. Hal ini amatlah berbahaya. Baru mengingat bahwa gurunya
dan dua orang sutenya yang memiliki ilmu kepandaian tinggi pula itu tentu
mencarinya, sudah membuat dia merasa jerih. Apalagi diingat bahwa tiga
orang dari Empat Racun Dunia, yaitu Tee-tok, San-tok dan Hai-tok bersama
murid-murid merekapun mencarinya, dan mereka amat lihai. Belum lagi orangorang Siauw-lim-pai yang ingin mencuci bersih nama baik Siauw-bin-hud yang
dicemarkan oleh perbuatan Thian-tok. Pendeknya, sebagai pemilik Giok-liongkiam, hidupnya tidak aman lagi.
Dan kini terbukalah kesempatan yang amat baik baginya untuk dapat
hidup aman. Kalau dia menjadi pembantu pasukan kulit putih, tentu saja dia
hidup aman, hidup terhormat dan menduduki pangkat dan yang terpenting
baginya, untuk sementara selagi urusan Giok-liong-kiam masih sedang hangatdikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan hangatnya, dia dapat berlindung pada kekuatan pasukan kulit putih yang
menjadi sekutunya. Koan Jit kini mengangkat mukanya memandang, dan Peter merasa betapa
tengkuknya menjadi dingin. Orang ini memiliki sinar mata yang mencorong
seperti iblis, pikirnya. "Baik, aku suka menerima usulmu. Akan tetapi agar kauketahui
sebelumnya bahwa aku tidak suka menjadi anak buah yang hanya melakukan
perintah, aku ingin menjadi pemimpin!"
Peter Dull tertawa. "Ha-ha-ha, aku mengerti maksudmu. Engkau ingin bebas dan mengepalai
pasukan, bukankah demikian" Jangan khawatir. Engkau menjadi pembantuku
yang utama, Koan Jit. Hanya aku yang akan memberi perintah kepadamu. Akan
tetapi engkau akan kuangkat menjadi komandan pasukan yang terdiri dari
jagoan-jagoan yang sudah berhasil kami kumpulkan. Jumlah mereka hampir
seratus orang. Nah, engkau menjadi pemimpin mereka, menjadi komandan
yang membantu tugas-tugasku menjaga keamanan. Bagaimana?"
Koan Jit mengangguk dan diam-diam Peter Dull merasa girang bukan main.
Tak disangkanya dia menemukan seorang pembantu yang demikian lihai.
Makin kuat sajalah kedudukannya, dengan seorang pembantu seperti Hek-engmo Koan Jit ini! Akan tetapi kegirangannya segera lenyap ketika ia teringat
kembali kepada Diana. Begitu teringat, dia terkejut sekali dan wajahnya
berobah agak pucat. "Celaka! Dimana Diana...?"" Dia memandang wajah Koan Jit.
"Koan Jit, katakan dimana gadis itu?"
"Gadis yang mana?"
"Apakah engkau tidak melihat seorang gadis berambut pirang naik kuda
membalap lewat sini?"
Koan Jit menggeleng kepalanya.
"Aku baru saja datang dan melihatmu, tidak melihat adanya gadis
menunggang kuda. Siapakah gadis itu?"
"Gadis itu adalah Diana, puteri komandanku, komandan kita. Hayo
kaubantu aku mencarinya, Koan Jit!"
Peter lalu membedal kudanya, dan kembali dia kagum bukan main melihat
bayangan hitam berkelebat dan ternyata Koan Jit bukan hanya dapat
mengimbangi kecepatan kudanya, bahkan dapat mendahuluinya! Bahkan
pembantu barunya itu memberi isyarat agar dia mengikutinya. Agaknya sambil
berlari, Koan Jit dapat menemukan dan mengikuti jejak kaki kuda yang


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa Diana. Mereka memasuki sebuah hutan besar dan makin lama hutan itu semakin
lebat sehingga diam-diam Peter merasa khawatir dan juga jerih.
Bagaimanapun juga, dia belum yakin benar akan kesetiaan orang yang baru
saja diangkat menjadi pembantunya itu. Maka, diam-diam diapun selalu
mempersiapkan pistolnya. Tiba-tiba Koan Jit memberi isyarat agar Peter berhenti. Dari depan
terdengar bunyi derap kaki kuda. Hati Peter berdebar tegang dan girang,
mengharapkan bahwa itulah kuda bersama Diana yang datang kembali. Tak
lama kemudian muncullah kuda hitam besar itu... tanpa Diana!
"Itu kudanya! Tapi dimana Diana...?" teriaknya penuh kegelisahan.
Koan Jit sudah menangkap kembali kuda itu yang terseret dan kuda itupun
berhenti, terengah-engah dan mendengus-dengus seperti yang merasa
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan ketakutan. "Celaka... tentu terjadi sesuatu dengan Diana!"
"Kuda ini ketakutan, dan biasanya kuda sebesar ini hanya takut kepada
sebangsa harimau yang berkeliaran di tempat ini.Tentu ia ketakutan bertemu
dengan seekor harimau kumbang."
"Apa..." Dan Diana..." Celaka, ia tentu menjadi mangsa harimau kumbang!"
Koan Jit menggeleng kepalanya.
"Apakah gadis itu pandai menunggang kuda?"
"Ia seorang ahli. Aku sendiri belum tentu menang."
"Kalau begitu, ia tidak akan jatuh dari atas pelana kuda kalau kuda ini
hanya ketakutan saja. Di atas punggung kuda tidak terdapat tanda-tanda
bercak darah, jadi gadis itu tidak diterkam harimau ketika ia menunggang kuda
ini. Mungkin kuda ini meronta dan bisa jadi gadis itu terjatuh dan ditinggalkan
kuda yang ketakutan. Mari kita cari," kata Koan Jit yang meloncat ke atas kuda
hitam yang kini sudah dapat dijinakkan kembali.
Peter Dull merasa kagum dan girang. Kiranya pembantu ini memang orang
yang selain lihai ilmu silatnya, juga cerdik sekali dan memang dapat berdikari,
dapat bekerja sendiri tanpa menanti perintah. Buktinya, dalam hal mencari
jejak Diana, orang ini segera telah mengambil alih pimpinan dan dia sendiri
malah menjadi pengikut! Mereka terus menyusup ke dalam hutan dan kembali Koan Jit berhenti,
bahkan meloncat turun dari kudanya. Peter juga ikut meloncat turun dan
menghampiri Koan Jit yang sudah berlutut di dekat seekor harimau kumbang
besar yang sudah mati. Bangkai itu menggeletak dengan mulut, hidung dan
telinga mengeluarkan darah, dan agaknya belum lama sekali binatang itu mati
karena darah itu belum kering benar.
Akan tetapi kembali Koan Jit menggeleng kepalanya. Dia sudah melakukan
penyelidikan dengan cermat, mengamati keadaan bangkai harimau dan
keadaan sekeliling. "Ia tidak diterkam harimau ini. Lihat, pada taring dan kuku harimau ini tidak
terdapat darah atau robekan kulit daging. Hal ini berarti bahwa harimau ini
tidak sempat menerkam orang, dan darah ini hanya darahnya sendiri yang
keluar dari mulut, hidung, telinga dan matanya. Dan di sekitar tempat inipun
tidak nampak tanda darah. Nona Diana itu tidak diterkam harimau di tempat
ini." "Kalau begitu, kemana ia pergi" Dan harimau ini" bagaimana bisa mati di
tempat ini?" Peter sudah tidak malu-malu lagi untuk menyerahkan penyelidikan tentang
Diana kepada pembantunya yang baru ini, karena dia benar-benar gelisah dan
tidak dapat menduga apa yang telah terjadi.
"Harimau ini tewas karena pukulan tangan kosong. Mati tanpa luka di luar
tubuhnya, berarti bahwa binatang ini tewas di tangan seorang yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi. Dan besar kemungkinan nona Diana dibawa pergi oleh
orang yang membunuh harimau itu."
"Kemana?" tanya Peter terkejut.
"Harus kita selidiki lebih dulu. Jejak seorang berilmu tidak mudah diikuti,
karena langkah-langkahnya tidak menimbulkan bekas. Kita harus teliti dan
sabar mencari dan mengikuti sampai kita dapat menemukan mereka."
Akan tetapi hati Peter sudah terlampau gelisah. Kalau orang yang
membawa pergi Diana itu dapat membunuh seekor harimau kumbang besar
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dengan pukulan tangan, betapa berbahayanya orang itu! Mencari orang itu
hanya berdua dengan Koan Jit, selain amat berbahaya, juga akan sedikit
kemungkinannya berhasil. "Tidak" kita harus kembali ke Kanton. Aku akan mengerahkan pasukan
untuk mencarinya." Koan Jit tersenyum dingin. Tentu saja urusan hilangnya seorang gadis kulit
putih tidak ada hubungannya dengan dia dan dianggap urusan kecil saja.
"Kalau begitu, mereka sudah akan pergi jauh."
"Dengan pasukan, aku akan dapat menyusul dan menemukan Diana,
dimanapun juga ia berada dan aku akan menghukum orang itu!" bantah Peter.
"Sekarang mari kita kembali ke Kanton agar dapat cepat mempersiapkan
pasukan dan melapor kepada Kapten Charles Elliot, paman gadis itu."
-------Kemanakah perginya Diana" Apa yang telah terjadi dengan gadis kulit
putih berambut pirang yang cantik jelita itu" Dugaan-dugaan yang dilakukan
Koan Jit memang tepat sekali.
Ketika Diana diajak melancong oleh Peter Dull pada hari yang cerah itu, ia
tidak dapat menolak. Sudah terlampau sering ia menolak ajakan Peter. Ia tidak
suka berkencan dengan Peter yang terkenal sebagai penggoda dan perayu
wanita itu. Ia tentu saja kenal baik dengan Peter yang menjadi tangan kanan
pamannya, yaitu Kapten Charles Elliot. Dan agaknya pamannya juga condong
menyetujui kalau sampai ia menerima uluran tangan Peter Dull yang masih
bujangan, dan ahli waris keluarga yang kaya raya di India itu. Akan tetapi,
Diana tidak suka melihat sikap Peter yang demikian sombong, yang seolah-olah
memandang rendah dan meremehkan kaum wanita yang dianggap barang
permainan belaka, yang boleh dibuang dan diganti dengan yang baru setiap
waktu dia sudah merasa bosan. Ia sudah mendengar betapa banyaknya wanita
yang bertekuk lutut, kemudian disia-siakan oleh Peter, menderita patah hati
dan aib. Dengan berkuda, Diana merasa aman. Sejak kecil ia suka naik kuda dan apa
yang akan dapat dilakukan Peter terhadap dirinya kalau ia berada di atas kuda"
Bukan berarti bahwa ia takut terhadap Peter. Peter tidak akan mampu
mengganggunya, karena Peter tentu takut kepada pamannya, Kapten Charles
Elliot. Akan tetapi, ia melihat betapa Peter memang amat pandai merayu,
pandai membujuk sehingga kadang-kadang Diana merasa khawatir kalaukalau ia sendiri akan terpeleset. Ia merasa ngeri membayangkan hal ini terjadi
pada dirinya. Ketika mereka memasuki hutan, Diana sebenarnya sudah muak karena di
sepanjang perjalanan, seperti biasa Peter mulai lagi dengan rayuan-rayuan
mautnya, memuji-mujinya setinggi langit, menyatakan betapa ia menderita
penyakit rindu terhadap dirinya yang amat hebat dan yang mungkin akan
mendatangkan maut kepadanya. Lalu membayangkan betapa akan
bahagianya kalau mereka dapat menjadi satu, menggambarkan keadaan yang
indah-indah dan muluk-muluk. Diana merasa muak mendengarkan ini semua,
maka iapun mengajak berlumba untuk menghentikan bujuk rayu itu. Bahkan,
mengandalkan kepandaiannya menunggang kuda, ia sengaja menyimpang
dari perjalanan, membelok dengan tiba-tiba dan meninggalkan Peter.
Akan tetapi, ketika kudanya sudah jauh meninggalkan Peter dan memasuki
hutan, tiba-tiba kuda hitamnya itu meringkik keras, lalu kabur! Ia terkejut dan
berusaha untuk menguasai kuda hitamnya, namun binatang yang nampak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan ketakutan itu membedal terus seperti gila! Terpaksa Diana hanya mendekam
di atas kudanya, menjepit perut kuda sehingga ia tidak sampai terlempar dari
atas pelana. Akan tetapi, kuda itu memasuki bagian yang penuh belukar,
sehingga tubuh Diana dicambuki ranting-ranting dan tumbuh-tumbuhan
menjalar yang malang-melintang ketika kuda itu menerjang tempat itu. Diana
menjerit-jerit kecil ketika gaunnya tersangkut dan terobek, bahkan kulitnya
mulai lecet-lecet terkait duri.
Kuda itu berlari terus, masih ketakutan seperti dikejar setan, keluar dari
hutan lebat itu dan memasuki daerah yang penuh batu-batu sebesar bukit kecil
dan pohon-pohon raksasa. Dan tiba-tiba saja, berkelebat bayangan hitam dan
kuda itu kembali meringkik, tubuhnya gemetar dan Diana juga mengeluarkan
pekik tertahan karena di depan mereka telah berdiri seekor harimau hitam yang
matanya mencorong hijau menyeramkan! Harimau kumbang itu besar sekali
dan mengeluarkan gerengan-gerengan sambil memperlihatkan taringtaringnya yang runcing.
Diana hampir pingsan saking takut dan kagetnya dan pada saat itu, kuda
hitam melakukan gerakan mengangkat kedua kaki depannya ke atas, lalu
meloncat ke samping dan melarikan diri, meninggalkan Diana yang terbanting
jatuh. Kalau saja Diana dalam keadaan biasa, gadis yang ahli menunggang
kuda ini tentu tidak akan terlempar dari pelana. Akan tetapi pada saat itu,
melihat seekor harimau besar menghadang, ia sudah terkejut ketakutan dan
hampir pingsan, dan dalam keadaan lemas itu, kuda hitam mengangkat kaki
depan ke atas lalu meloncat ke samping. Tentu saja Diana tidak lagi mampu
mempertahankan dirinya dan ia terlempar jatuh.
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan takut rasa hati gadis itu melihat
kudanya melarikan diri, dan kini ia terbelalak memandang ke arah harimau
kumbang yang masih berdiri memandang dengan matanya yang hijau
mencorong itu. Anehnya, ketika Diana bangkit berlutut, harimau itu lalu
mendekam pula dan sama sekali tidak bergerak ketika Diana merangkak
menjauhi harimau itu sambil menengok. Kaki tangan yang dipakai merangkak
itu menggigil dan beberapa kali Diana terpeleset jatuh. Kemudian ia bangkit
berdiri dan tiba-tiba harimau itu menggereng. Tadi, ketika Diana merangkak,
harimau itu hanya memandang, agaknya merasa lucu melihat mahluk yang
merangkak demikian lambannya, akan tetapi ketika Diana bangkit, harimau itu
agaknya maklum bahwa calon mangsanya akan melarikan diri. Diapun bangkit
dan mengambil sikap siap menubruk.
Diana merasa seolah-olah kedua kakinya lumpuh. Ia tidak mampu lagi
melangkah, saking takutnya. Bibirnya gemetar tidak mampu mengeluarkan
suara dan sepasang matanya terbelalak, seperti terpesona oleh sihir yang
keluar dari pandang mata harimau itu.
Harimau itu kembali menggereng, kini gerengannya kuat sekali dan tibatiba tubuhnya meloncat tinggi dengan keempat kakinya membentuk cakar siap
mencengkeram mangsanya. Diana masih terbelalak dan ia hanya dapat pasrah
menanti kematian yang mengerikan, maka ia segera memejamkan matanya.
Akan tetapi, ia tidak merasakan tubuhnya diterkam, bahkan mendengar
harimau itu mengeluarkan gerengan lagi. Cepat ia membuka mata dan kembali
matanya terbelalak. Hampir ia tidak dapat percaya akan pandang matanya
sendiri, karena yang terjadi di depannya itu sungguh sukar untuk dapat
dipercaya. Kiranya ketika harimau kumbang itu menubruk, tiba-tiba saja, entah dari
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mana datangnya, tahu-tahu di situ sudah muncul seorang gadis manis
berpakaian sederhana menghadang terkaman harimau. Ketika tubuh harimau
itu datang menerkam dengan dahsyatnya, gadis itu cepat menangkap kaki
depan harimau, lalu menggeser kaki kanan ke belakang, tubuhnya direndahkan
dan dengan meminjam tenaga terkaman itu, ia membanting tubuh harimau itu
ke kanan. "Brukkk...!" Dengan kepala lebih dulu, tubuh harimau itu menghantam batang pohon!
"Hyaaaaattt!! Hyaaaattt!!"
Dua kali sepasang tangan kecil itu menyambar, yang kanan lebih dulu
disusul yang kiri. Dua kali hamtaman dengan telapak tangan yang dilakukan
dengan pengerahan tenaga sinkang sambil mengeluarkan bentakan nyaring itu
tepat mengenai kepala di belakang telinga kiri kanan harimau itu.
"Tukkk! Tukkk!"
Menerima pukulan yang amat dahsyat ini, harimau itu terkulai, keempat
kakinya berkelojotan, dari mulut, hidung, telinga dan matanya mengalir darah,
dan tak lama kemudian binatang itupun mati.
Dengan sepasang mata masih terbelalak, Diana memandang ke arah gadis
itu, kemudian ke arah harimau, lalu ia menggosok-gosok kedua matanya
dengan punggung tangan, memandang lagi. Sukar dipercaya! Memang, ia
sudah mendengar banyak dongeng dari mulut para pelayan tentang para
pendekar yang amat gagah perkasa, bahkan pernah nonton wayang dengan
cerita Bu Siong Phak Houw (Pendekar Bu Siong Membunuh Harimau), dimana
diceritakan betapa pendekar itu membunuh seekor harimau hanya dengan
pukulan tangan saja. Akan tetapi seorang wanita" Seorang gadis yang
kelihatannya begitu muda"
"Ya Tuhan...!" Berkali-kali bibirnya bergerak dan akhirnya terdengar keluhan ini. Gadis
itupun memandang kepadanya dengan takjub. Agaknya gadis itu kagum
melihat matanya kebiruan, warna rambutnya yang kuning emas, tubuhnya
yang tinggi semampai dengan tonjolan-tonjolan yang demikian matang.
Apalagi kini gaun yang menutup tubuh Diana sudah tidak utuh lagi, sudah
cabik-cabik tidak keruan sehingga sebagian paha kanan dan perutnya nampak
kulitnya putih mulus kemerahan.
Gadis itu lalu melangkah maju menghampiri, agaknya bimbang dan tidak
tahu harus bicara apa, karena ia tahu bahwa gadis berambut pirang ini tentu
seorang wanita kulit putih, seorang asing yang belum tentu dapat mengerti
kalau diajaknya bicara. "Terima kasih... terima kasih..." kata Diana mendahului dan ia mengulurkan
tangan kepada gadis itu. Gadis itu menjura dan mengangkat tangannya ke depan dada, sama sekali
tidak menyambut uluran tangan Diana, karena agaknya ia tidak mengerti
bahwa uluran tangan itu mengajak bersalaman. Sambil menjura gadis itu
menjawab. "Tidak perlu sungkan. Siapapun melihat engkau terancam bahaya, tentu
akan turun tangan menolongmu."
"Terima kasih, kau... kau baik sekali... kau kuat" hemm... lihai!"
Gadis itu tersenyum manis. Seorang gadis yang manis, bermata lebar dan
biarpun pakaiannya sederhana seperti pakaian petani, nampak jelas bentuk
tubuhnya yang ramping dan berisi.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Kita harus cepat pergi dari sini, jangan sampai teman-temannya datang,
bisa berbahaya. Kau datang dari mana?"
Ia menggeleng kepalanya. "Aku tidak tahu... kudaku kabur."
Gadis itu maklum bahwa gadis asing ini tak tahu jalan pulang. Paling
penting menyelamatkannya dan pergi dari tempat berbahaya ini, pikirnya.
Kalau sampai ada rombongan harimau kumbang datang, lebih dari dua ekor
saja ia sudah akan payah menghadapi keroyokan mereka.
"Mari, kita pergi. Di sana ada dusun," ajaknya sambil menunjuk ke arah
belakang. Diana mengangguk, lalu ia mengikuti gadis itu. Melihat betapa Diana
nampak kepayahan, juga kulit tubuhnya lecet-lecet, gadis itu memandang dan
merasa kasihan. "Mari, ikut dengan aku!"
Ia lalu menggandeng tangan Diana dan setengah menarik gadis berambut
pirang itu, diajaknya lari menyusup-nyusup dengan cepat.
"Siapa namamu?"
Diana bertanya sambil ikut berlari-lari kecil di samping penolongnya.
Tanpa berhenti berlari, gadis itu menjawab.
"Namamku Siauw Lian Hong, dan kau siapa?"
Tentu saja nama itu tidak ada artinya bagi Diana. Ia tidak tahu bahwa nama
ini adalah nama seorang gadis perkasa, murid seorang sakti, datuk persilatan
terkenal yang lebih mengerikan dengan julukan San-tok, Racun Gunung,
seorang di antara Empat Racun Dunia.
Seperti kita ketahui, Lian Hong telah berpisah dari Kui Eng dan kini ia dalam
perjalanan hendak melaporkan kepada gurunya tentang Koan Jit yang


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dijumpainya. Ketika ia melewati hutan itu dan mendengar suara harimau
kumbang menggereng, ia terkejut. Gadis ini sudah banyak merantau dan
mengenal keadaan binatang buas di hutan-hutan. Gerengan harimau kumbang
itu memberi tahu kepadanya bahwa ada orang yang terancam oleh harimau
yang lapar itu. Dan iapun berlari cepat dan pada waktu yang tepat berhasil
menyelamatkan Diana! "Namaku Diana... Diana Mitchell..."
Nama terakhir itu terlalu sukar bagi lidah Lian Hong. Baru diucapkan saja
sudah tidak mampu menirukan. Yang teringat hanya Diana saja, karena nama
ini mudah diingat, mudah pula diucapkan.
"Diana, kau cantik sekali. Mata dan rambutmu indah, seperti bintang dan
emas!" Lian Hong memuji.
Diana tersenyum gembira. Biarpun ia baru saja terbebas dari bahaya maut
yang mengerikan, namun bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis
seperti Lian Hong ini sungguh menyenangkan hatinya. Ia lalu merangkul
pundak Lian Hong yang tingginya hanya sampai di bawah telinganya.
"Lian Hong, engkaulah yang cantik sekali. Cantik dan menarik, dan engkau
sungguh gagah perkasa."
Ucapannya itu dikeluarkan secara tersendat-sendat dan tidak lancar,
karena ia harus memilih kata-kata dulu. Akan tetapi Lian Hong dapat mengerti
dan ia tersenyum, keduanya tersenyum.
"Engkau yang gagah berani, Diana. Engkau seorang wanita berani
sendirian saja di dalam hutan seperti itu. Dan ketika haimau itu mengancammu,
engkau tidak berteriak minta tolong."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Aku tidak sendirian, tadinya aku bersama seorang teman pria. Dan aku
tidak berteriak karena... aku sudah kehilangan suara saking takutku. Hi-hik, aku
nyaris terkencing di tempat saking takutku."
Mendengar ucapan yang begitu jujur dan tanpa disembunyikan, mau tak
mau Lian Hong tertawa dan Diana juga tertawa. Keduanya tertawa gembira
dan diam-diam Lian Hong kagum. Gadis asing ini ketawa begitu bebas, dan
juga termasuk seorang gadis yang tabah, karena baru saja terlepas dari
bencana yang begitu mengerikan, akan tetapi sekarang sudah dapat tertawatawa! Tiba-tiba ia teringat.
"Teman priamu itu" Suamimukah dia?"
Diana terbelalak. "Suamiku" Ah, sama sekali bukan! Hanya teman biasa. Dia seorang Letnan
pasukan keamanan, namanya Peter Dull. Kami berdua menunggang kuda, dan
ketika tiba di tempat itu, aku tantang dia berlumba. Aku membalap dulu dan
akhirnya kudaku ketakutan, agaknya mencium bau harimau dan diapun kabur.
Ketika bertemu harimau, dia mengangkat kedua kaki depan tiba-tiba dan aku
terlempar! Dan kau sendiri, apakah kau sudah bersuami?"
Ditanya begini saja, Lian Hong sudah merasa malu. Wanita ini bicara
tentang suami seperti orang bicara tentang pakaian saja! Lian Hong
menggeleng kepala. Diana tertawa.
"Wah, menjadi suamimu harus seorang laki-laki yang kuatnya melebihi
harimau kumbang tadi. Kalau tidak, sekali tanpar kalau sedang bergurau bisa
membuat dia mati!" Kembali Lian Hong tertawa geli. Gadis kulit putih ini ternyata seorang yang
berwatak gembira, jenaka dan suka bergurau walaupun kata-katanya terbatas.
Akan tetapi, kata-kata yang sukar keluar dan kadang-kadang terdengar janggal
dan tidak keruan susunannya itu, malah membuat ucapannya semakin lucu.
Sepasang mata yang biru itu demikian hidup, penuh gairah dan senyumnya
demikian cerah, penuh kegembiraan. Seorang gadis yang luar biasa, pikir Lian
Hong kagum. Di lain pihak, Diana merasa semakin kagum terhadap Lian Hong. Seorang
gadis sederhana, dan melihat betapa gadis ini dengan tangan kosong mampu
membunuh seekor harimau kumbang, tadinya ia mengira bahwa tentu gadis ini
seorang yang bertenaga besar, kasar dan kejantanan. Akan tetapi setelah
mereka bercakap-cakap, ia mendapat kenyataan bahwa Lian Hong seorang
gadis yang sederhana namun cerdik, halus budi pekertinya, dan halus pula
gerak-geriknya. Bahkan gadis itupun bersikap ramah dan sopan. Melihat
kelembutan sikapnya, melihat tubuh yang sempurna lekuk lengkungnya, halus
polos kulitnya, yang membayangkan kehalusan dan kehangatan, sungguh
sukar dapat dipercaya bahwa di balik kelembutan itu terdapat kekuatan yang
demikian hebatnya! Timbullah keinginannya untuk dapat menjadi seperti Lian
Hong, atau setidaknya mempelajari dan mengetahui bagaimana caranya gadis
selembut itu dapat memiliki kekuatan sehebat itu.
Setelah mereka tiba di tempat yang aman, keluar dari hutan itu, Lian Hong
yang merasa kasihan melihat betapa Diana nampak kelelahan, mengajaknya
untuk beristirahat di bawah sebatang pohon besar. Ia membuka buntalan
pakaiannya, mengeluarkan bekal roti kering dan daging dendeng, lalu mengisi
tempat airnya yang kosong dengan air sumber yang jernih dari puncak bukit.
"Kita beristirahat dan makan dulu. Makan seadanya saja, Diana."
Akan tetapi, "makan seadanya" ini merupakan makanan paling lezat yang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pernah dirasakan oleh Diana. Roti kering dan daging dendeng itu, dibantu
dengan air jernih yang segar sejuk, benar-benar terasa nikmat.
"Lian Hong" dimana rumahmu?"
Yang ditanya balas memandang dan menggeleng, lalu meneguk air jernih.
"Aku tidak mempunyai rumah. Selama ini numpang di tempat pertapaan
guruku, di Pegunungan Wuyi-san."
"Keluargamu..." Orang tuamu?"
Kembali Lian Hong menggeleng.
"Orang tuaku sudah meninggal dunia, aku tidak mempunyai seorangpun
keluarga, kecuali guruku seorang."
Lian Hong berhenti sebentar, lalu melanjutkan.
"Aku sebatangkara."
Diana merasa demikian terharu mendengar ini, sehingga ia merangkul Lian
Hong, maksudnya untuk menghibur. Akan tetapi dengan halus Lian Hong
melepaskan rangkulan itu, dan berkata.
"Dan engkau sendiri" Dimana rumahmu, Diana?"
"Orang tuaku di Inggris, mereka hidup sebagai petani. Aku ikut dan
mondok di rumah pamanku, Kapten Charles Elliot di Kanton."
Lian Hong mengangguk-angguk.
"Akan kuantar kau kembali ke Kanton?"
Akan tetapi Diana menggeleng kepala keras-keras.
"Tidak, aku tidak mau pulang ke sana!"
"Eh... kenapa, Diana?"
Diana teringat akan kehidupannya di Kanton. Hidup di antara orang-orang
besar, hidup mewah dan serba kecukupan, enak-enakan akan tetapi ia merasa
seperti menjadi burung dalam kurungan. Memang selama ini ia tidak pernah
merasa demikian, akan tetapi begitu bertemu dan berkenalan dengan Lian
Hong, ia melihat diri Lian Hong seperti seekor burung yang beterbangan di
antara pohon-pohon besar dengan bebasnya, sedangkan dirinya sendiri seperti
seekor burung yang berada dalam sebuah sangkar, walaupun sangkar itu
cukup besar dan terbuat dari emas! Dan kini timbul keinginan hatinya untuk
merantau dan hidup bebas seperti Lian Hong! Apalagi kalau ia teringat akan
sikap Peter Dull, dan kecondongan paman dan bibinya untuk menjodohkania
dengan laki-laki itu, hatinya menjadi semakin tawar untuk kembali ke rumah
pamannya di Kanton. Membandingkan kehidupan yang penuh kemunafikan,
penuh kepura-puraan dan sopan santun yang tolol dan dibuat-buat, pakaian
yang gedombrangan menurutkan mode dan yang membatasi gerakangerakannya, dengan kehidupan sederhana tapi bebas seperti Lian Hong,
sungguh membuat ia melihat perbedaan-perbedaan yang amat menyolok.
"Aku... sementara ini tidak ingin pulang."
"Habis kau mau kemana, Diana?"
"Aku mau merantau. Aku mau ikut denganmu."
Tiba-tiba ia merangkul leher Lian Hong dan mencium pipi gadis itu.
Perbuatan Diana ini demikian tiba-tiba dan terbuka, membuat Lian Hong
merasa terkejut dan mukanya berubah merah karena jengah.
"Lian Hong, sahabatku yang baik, tolonglah, perbolehkan aku pergi
bersamamu. Aku ingin hidup seperti engkau, hidup bebas seperti seekor
burung di udara!" "Tapi, mana mungkin itu, Diana" Kehidupan seperti aku adalah kehidupan
penuh kesukaran dan kekerasan, penuh bahaya?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Aku berani menghadapi segala kesukaran itu, Lian Hong!" jawab Diana
tegas. "Tapi... kau biasa hidup mewah. Lihat, pakaianmu yang indah sekali. Kau
dari keluarga mewah dan kaya raya. Mana mungkin hidup seperti aku, tidak
tentu tempat tinggalnya, kadang-kadang satu dua hari tidak makan, kadangkadang harus melakukan perjalanan amat jauh dan sukar serta kepanasan,
kehujanan, kadang-kadang harus tidur di bawah pohon, di dalam kuil-kuil tua."
"Aku tidak takut! Aku ingin mengecap kebebasan, dan untuk kebebasan
itu, walaupun hanya untuk beberapa waktu, aku mau menebusnya dengan
semua kekurangan dan penderitaan itu."
Bagaimanapun ia merasa suka dan kasihan kepada gadis kulit putih itu dan
ingin menyenangkan hatinya, namun Lian Hong tetap mengerutkan alisnya
dan hatinya melarang ia menerima permintaan Diana. Membawa seorang
seperti Diana ini pergi merantau merupakan perbuatan gila. Merantau pada
waktu itu sama sekali bukan perjalanan wanita, apalagi wanita lemah. Dimanamana menghadang bahaya besar. Dimana-mana tidak aman. Hanya para
wanita kang-ouw saja, itupun yang benar-benar telah memiliki kepandaian
tinggi sehingga mampu membela diri dengan baik, yang akan berani
melakukan perjalanan merantau seorang diri. Dan Diana adalah seorang wanita
lemah, sama sekali tidak mampu membela diri, walaupun ia memiliki
ketabahan besar. Apalagi kalau diingat bahwa ia adalah seorang gadis asing
kulit putih. Tentu saja bahaya mengancamnya dimana-mana!
"Diana, dengarlah baik-baik," katanya halus sambil memegang pundak
gadis tinggi semampai itu.
"Sungguh, aku akan senang sekali melakukan perjalanan bersamamu. Akan
tetapi terpaksa aku menolak permintaanmu itu, Diana. Tidak mungkin aku
mengajakmu menempuh bahaya-bahaya besar yang menghadang di tengah
perjalanan. Resikonya terlampau besar, dan kalau sampai aku tidak dapat
melindungimu dan terjadi apa-apa pada dirimu, aku yang akan merasa
menyesal sekali. Maaf, Diana" aku sungguh terpaksa tidak dapat memenuhi
permintaanmu itu. Aku hanya akan mengantarmu pulang ke Kanton agar
engkau dapat kembali dan hidup aman dengan keluarga atau pamanmu di
sana." Mendengar keterangan yang panjang lebar ini, wajah Diana nampak layu
dan kosong. Kekecewaan membuat ia lemas dan tertunduk kembali setelah tadi
dengan penuh semangat ia berdiri, dan kini ia memandang jauh dengan sinar
mata kosong, mulut agak terbuka dan ada butiran air mata tergenang di
pelupuk matanya. Melihat keadaan gadis ini, Lian Hong merasa terharu dan
kasihan sekali. Dengan suara terputus-putus karena ia harus mencari-cari kata-kata yang
belum dihafalnya benar itu, ia berkata lirih.
"Hidup dengan aman?"
"Ya, engkau tentu akan disambut dengan gembira oleh mereka, dan engkau
akan hidup berbahagia lagi di sana, Diana."
Diana menggeleng kepala dan dua butir air mata menetes turun.
"Tidak, aku tidak pernah merasakan apa dan bagaimana yang dinamakan
bahagia itu. Lian Hong, tahukah engkau apakah bahagia itu" Apakah engkau
berbahagia?" Lian Hong tertegun dan iapun lalu duduk di dekat Diana, termenung
sejenak sebelum menjawab. Pertanyaan itu dirasakannya terlalu tiba-tiba
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan datangnya sehingga membuat ia sendiri menjadi bingung.
"Bahagia...?" Akhirnya ia berkata seperti bertanya kepada diri sendiri, matanya
merenung jauh. "Aku hanya pernah mendengar kata itu dibicarakan orang. Aku sendiri
tidak tahu apakah aku berbahagia, atau aku tidak ingat lagi apakah pernah
merasakannya." "Tapi engkau hidup begini menyenangkan, begini bebas dan enak seperti
burung berterbangan di angkasa, sesuka hatinya, tanpa ada yang
menghalangi, tanpa ada ikatan-ikatan munafik, begini dekat dengan alam! Kau
pasti bahagia!" Lian Hong menarik napas panjang.
"Aku tidak tahu, Diana. Akan tetapi agaknya sudah sepatutnya kalau kita
berusaha untuk mencapai kebahagiaan, dengan cara dan jalan masing-masing
tentunya. Kebahagiaan orang tentu berbeda-beda, yang dapat mendatangkan
kebahagiaan kepadaku, belum tentu demikian kepadamu dan sebaliknya. Aku
Misteri Rumah Berdarah 7 Kereta Berdarah Karya Khu Lung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 5

Cari Blog Ini