Dewi Ular Ancaman Iblis Betina Bagian 1
1 GEMURUH ombak di waktu malam seperti pasukan
siluman menghampiri pantai. Tak terlihat bentuknya
namun terdengar aneh suara gaduhnya. Bulu kuduk pun
mulai merinding ketika angin pantai berhembus membawa
getaran Hanya naluri yang dapat merasakan kehadiran
sang gaib saat ini.
"Apa lu yakin dia akan muncul dalam cuaca seburuk
ini?""Ya, gue sangat yakin. Dia nggak akan ingkar janji.
Seperti yang sudah-sudah, dia selalu tepati janjinya."
Hembusan angin di malam pekat semakin hebat.
Kedua pria lajang berusia sebaya itu masih berdiri
menatap ke arah lautan lepas. Mereka berdiri di depan
Escudo hitam yang di parkir agak jauh dari sapuan riak
ombak. Hilmon sengaja berdiridengan sedikit bersandar
kemobil .Ia tak ingin terlalu lelah dalam berdiri hanya untuk
menunggu suatu pembuktian yang menyangsikan. Meski
hatinya diliputi kesangsian, tapi Hilmon juga dibayangbayangi rasa penasaran, yang selalu menggoda.
Malam Jumat yang lalu, Gerry mengaku bertemu
dengan seorang gadis dalam perjalanannya pulang dari
Pelabuhan Ratu. Gadis itu menumpang Mobil Gerry.
menuju Jakarta. Tapi ia tak mau menyebutkan alamat
tempat tinggalnya. Ia hanya menyebutkan namanya: Vania
Mercury. "Dia seorang artis sinetron yang baru selesai pulang dari shooting di. Pelabuhan Ratu," kata Gerry beberapa
waktu yang lalu. Saat itu Hilmon bersikap sebagai
pendengar saja, tanpa banyak komentar. Karena saat itu
Gerry menuturkan kisahnya dengan berapi-api, bangga dan
senang sekali. Tak habis-habisnya Gerry memuji kecantikan dan
keindahan tubuh sexy Vania di depan Hilmon. Meskipun ia
tidak diberitahu alamat tempat tinggalnya, tapi ia
mendapat nomor HP-ny Vania, sehingga kapan saja ia
dapat janjian untuk bertemu dengan gadis itu. Tetapi dua
hari sejak pertemuan tersebut, Gerry selalu gagal
menghubungi HP-nya Vania. Ia mulai kecewa dan
kesal,karena di dalam hatinya mulai tumbuh benih
kerinduan pada gadis berperawakan finggi, sekal dan
montok itu: "Tapi gue ingat, waktu itu dia bilang, bahwa dia akan
datang menemui gue pada hari Senin malam Selasa, di
kantor. que diminta lembur pada malam itu. Maka, gue
coba ikuti saran dia."
"Hmm, ya gue inget hari Senin kemarin lu nggak mau
pulang bareng gue, alasan lu mau lembur. Padahal gue
tahu nggak ada pekerjaan yang harus Lu harus kerjain
sampai lembur."
"Itu karena gue pengen buktiin apa bener dia nemuin
gue sesuai janjinya. Dan, ternyata sekitar pukul sebelas
lewat dikit, Satpam lobby telepon ke ruangan gue, kasih
tahu kalau ada tamu pengen nemuin gue, dan dia adalah...
Vania!" "Lu kasih tahu alamat kantor kita sebelumnya, ya ?"
"Iya. Tapi kalau dia emang mau ngebullshit kan bisa aja
dia nggak datang pada malam itu. Tapi ternyata dia orang
yang tepat janji, Mon! Dia datang dan... dan dia nggak
menolak waktu gue ngajak check-in, hahaha... "
Pukul 4 dini hari, Vania pamit meninggalkan hotel. Dia
melarang keras Gerry yang ingin mengantarnya pulang.
Vania bilang, jika Gerry masah ingin mengulang kencan
indahnya, Gerry harus datang ke Tempat Pemakaman
Umum Tanah Kusir. Vania akan dating menemui Gerry di
sana. Sekali lagi janji itu ingin dibuktikan oleh Gerry. Hari.
Selasa sore, Gerry datang ke Pemakaman Tanah Kusir.
Kebetulan salah satu sanak famili Gerry ada yang
dimakamkan .di Tanah Kusir. Sambil ziarah ke sana, Gerry
menunggu kehadiran Vania. Ternyata gadis-itu benar-benar
muncul di pemakaman tersebut, tepat ketika Gerry ingin
pulang karena hari sudah larut senja.
Gerry menuturkan kisahnya kepada Hilmon esok
harinya. Rabu siang di kantor. Ia katakan bahwa malam itu
Vania tidak mau dibawa check-in di hotel mana pun. Vania
justru minta diantar pulang ke apartemennya.
"Sudahwaktunya kau tahu apartemenku, Gerry"
"Oh, jadi kau tinggal di apartemen?"
"Ya. Keberatankah?"
Gerry tertawa senang menerima tawaran itu, Dan,
agaknya malam itu Vania juga terlihat lebih agresif dari
sebelumnya, Sepanjang perjalanan menuju apartemennya
tak henti-henti tangan Vania bermain nakal di pangkuan
Gerry. Kecupan menantang sering mendarat di pipi, leher
dan pelipis Gerry. Hal itu membuat Gerry merasa
menemukan obsesinya selama ini, yaitu. mendapatkan
teman kencan yang agresif dan liar.
"Hei, hei... sabar dulu, Sayang... "
"Aku horney banget hari ini," ujar Vania sambil
mendesah-desah saat menciumi tubuh Gerry begitu masuk
ke apartemennya.
Gerry tak diberi kesempatan untuk mengomentari
kemewahan apartemen Vania yang nyaris seluruh
perabotnya bernuansa kristal Gerry bahkan tak diberi
kesempatan meletakkan kunci mobilnya, karena begitu
pintu ditutup Vania langsung menciumi wajah Gerry. Pria
berambut ikal rapi itu dibuatnya berdiri bersandar pada
dinding samping pintu, menerima kecupan bertubi-tubi.
Bibirnya dilumat- dengan liar oleh Vania, sampai tak
sempat membalas dengan lumatan yang setara.
Dalam sekejap tahu-tahu tubuhnya sudah bersih dari
pakaian: Tangan Vania sangat trampil dalam melucuti
pakaian Gerry hingga ke bagian yang paling dalam.
Si mata biru berbulu lentik ternyata dapat berubah
menjadi lebih ganas dari singa betina. Gerry hanya bisa
menuruti apa yang menjadi keinginan Vania.
Ia juga mematuhi apa perintah Vania ketika gadis
berdada motok itu berbaring di atas meja kaca tebal. tanpa
sehelai benang pun. Gerry bersikap sebagai budak yang
setia pada ratunya,. sehingga pelayanannya membuat
Vania semakin mengamuk lebih erotis lagi.
Malam itu Gerry mendapatkan kepuasan bercinta yang
lebih indah dari kencan sebelumnya. Vania pun mengaku
mendapat kepuasan yang luar biasa indahnya, sehingga di
saat ia terkulai bermandi peluh, Gerry mendengar suara
paraunya berdada manja.
Memang luar biasa..Gerry tidak menceritakan lebih detil
lagi tentang apa yang dilakukan Vania ketika, malam itu ia
berbaring pasrah. Namun Hilmon dapat. membayangkan
sendiri apa yang diperoleh Gerry pada hari Selasa malam
itu. Keindahan cinta itu membuat Gerry tak sempat tidur. Ia
meninggalkan apartemen sebelum matahari terbit.
"Aku akan datang menjemputmu nanti sore kita makan
malam ...."
"Kamu nggak perlu datang lagi ke sini," kata Vania saat
mengantar Gerry sampai di depan pintu. "0, Vani... please.
Aku ingin... ,"
Mulut Gerry segera ditutupi dengan jari telunjuk Vania
yang membuat kata-kata Gerry berhenti seketika. Tatapan
matanya lembut dan menghadirkan keindahan tersendiri di
hati Gerry. Ia berkata dengan nada berbisik dan sedikit
parau. "Minggu depan kita bertemu, Gerry"
"Minggu depan"! Ooh, tapi itu terlalu lama bagiku
untuk..." "Pergilah ke pantai pada hari Kamis malam, minggu
depan. Aku akan datang menemuimu di sana."
Gerry tak dapat melakukan penawaran waktu lebih
cepat lagi. Janji Vania seakan merupaka.n keputusan yang
sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Gerry dihinggapi
rasa rindu yang amat menyiksa jiwa. lebih-lebih nomor HP
pemberian Vania tetap tidak dapat dihubungi.
Maka, tiga hari setelah pertemuannya dengan Vania di
apartemen, Gerry nekat menemui gadis itu. Ia datang ke
apartemennya sepulang dan kantor. Namun is tertegun
dalam keherananan yang tinggi, karena apartemen
tersebut sudah terbakar. Yang tersisa hanya sosok
bangunan hitam penuh dengan puing dan sisa kebakaran.
Gerry menemui seorang pedagang rokok yang ada di
seberang apartemen tersebut. Ia menanyakan, sejak
kapan apartemen itu terbakar "
"Empat hari yang lalu, Tuan," jawab pedagang rokok itu.
"Nggak mungkin! Tiga hari yang lalu saya masih datang
ke situ dan menemui teman saya yang tinggal di lantai
tujuh. Saya pulang subuh!"
"Wah, aneh sekali kalau begitu. Padahal apartemen itu
terbakar empat hari yang lalu Kan sempat masuk berita TV,
karena musibah itu menelan korban 13 orang."
Gerry selalu menyangkal kenyataan itu. Di depan
Hilmon dia ngotot bahwa informasi yang ia dapatkan dari
pedagang rokok itu tidak benar. Hilmon menyodorkan
beberapa koran yang memuat berita terbakarnya
apartemen tersebut pada hari Senin, tapi Gerry tetap
menyangkal tegas-tegas. Berita itu tidak benar. Hari
Selasanya ia masih bisa kencan hangat dengan Vania di
apartemen itu. Timbul kecurigaan di benak Hilmon.
"Jangan-jangan dia bukan cewek biasa, Ger"!"
"Maksud lu... dia cewek luar biasa" Iya, memang dia
cewek luar biasa. Kehebatannya di atas ranjang.. "
"Maksud gue, dia bukan manusia!" potong Hilmon.
"Siluman, peri atau sejenisnya."
Saat itu Gerry menatap Hilmon dengan mata menyipit.
Suaranya bernada ketus. "Lu, sirik ya"! lu iri gue bisa dapat
cewek secantik dia kan" Karena lu merasa iri maka lu
fitnah dia dengan anggapan naif begitu, supaya gue
ngelepasin dia. Itukan mau lu?"
Hilmon tertawa kalem. Tidak terpancing emosi. Ia coba
menenangkan Gerry agar di antara mereka tidak terjadi
salah paham. ia coba pula untuk memberikan beberapa
analisa tentang kemisteriusan Vania Mercury itu.
Menurutnya, hanya ada dua kemungkinan dalam
analisanya: Gerry mengalami halusinasi, atau Gerry
mengarang Cerita bohong untuk memperdaya dirinya.
"Mon,. semalem gue nggak bisa tidur mikirin Vania.
Kayaknya gue mengalami fenomena gaib yang hanya bisa
dialami oleh orang-orang tertentu, oleh orang-orang yang
punya keistimewaan dalam kodrat hidupnya, seperti halnya
diri gue sendiri. Gue yakin, gue punya keistimeWaan yang
tidak dimiliki oleh cowok mana pun."
Akhirnya Gerry berkeyakinan demikian. Ia cukup serius
bicara begitu di depan Hilmon, sementara Hilmon
menanggapi dengan kalem. Ada senyum dan tawa kecil
yang terkesan seolah-olah ia tak akan terhasut oleh omong
kosong seperti itu. Gerry pun tampak putus asa,tak ingin
meyakinkan Hilmon lagi.
"Persetan lu mau percaya apa nggak, yang jelas hari ini
adalah hari Karnis. Gue pinjem mobil lu. Mobil gue belum
keluar dari bengkel."
"Mau ke mana lu?"
"Gue mau ke pantai."
"Aaalaa... udahlah, lupain soal gituan. Kayak kurang
kerjaan aja. Mending lu pulang bareng gue. Eeh, kita dapat
undangan makan malam bersama Bu Elsye dan
sekretarisnya yang mungil itu lho, Ger." .
"Gue nggak tertarik. Gue harus ke pantai, karena Vania
akan menemui gue di sana sesuai janjitiya. Gue pinjem
mobil lu ya "
Sebegitu kuatnya keyakinan Gerry, sampai- sampai hati
Hilmon pun jadi penasaran. Ia ingin tahu, apa sebenarnya
yang ada di balik semua ini. Kemisteriusan atau
kebohongan" Untuk itulah ia tak keberatan mengantar
Gerry ke pantai. Namun sudah sejak dua jam yang lalu
yang ia temui di pantai hanyalah gemuruh ombak dan
hembusan angin kencang. Hilmon sempat merasa dirinya
seperti orang idiot. Melakukan kebodohan di tengah
kesadaran logikanya.
Deburan ombak pantai menggema. Hilmon tarik napas
dalam-dalam, lalu rnendesis bernada gerutu.
"Ini gila!"
"Gue kan udah bilang elu nggak usah ikut gue ke sini
kalau elu anggap ini sesuatu yang gila!" . "Gue berharap lu
masih sadar, Ger."
"0, iya dong. Gue sadar seratus persen! Gue nggak lagi
paranoid. Tapi gue nggak maksa elu kalau elu merasa...."
Gerry menghentikan kata-katanya. ,Tatapan matanya
tertuju ke tengah lautan. Bayang-bayang ketegangan mulai
membias lewat rona wajahnya yang berkumis tipis dan
sedikit bercambang itu.
"Mon,. apaan itu, Mon ..... " "
Tampak cahaya kecil namun berbinar-binar bagaikan
bola kristal. Cahaya itu berwarna perak. Makin lama makin
bergerak, mendekati garis pantai, dan semakin dekat
semakin seperti bola berserabut bentuknya.
Hilmon terperangah. Matanya tak berkedip. Mulutnya
ternganga. Diam-diam jantungnya mulai berdetak cepat. Ia
mulai merasa cemas, karena saat itu Gerry pun tertegun
bagai seonggok batu tanpa suara.
Hembusan angin datang dari arah depan mereka,
Kencang sekali. Tubuh mereka sempat merasa sedikit
terdorong mundur. Namun karena ada bumper mobil,
maka tubuh mereka masih bisa tetap berdiri di tempat.
Hanya saja, mereka merasakan ada sesuatu yang
menekan dada cukup berat. Pernapasan pun jadi agak
sesak. "Ger... ?"!" bisik Hilmon makin tegang, karena cahaya
silver itu semakin dekat. Semakin besar bentuknya..Bulat
dan berserabut bias cahaya. me-nyilaukan. Ombak di
lautan
Dewi Ular Ancaman Iblis Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaikan mengamuk.Gerakan
dan suara gemuruhnya menim bulkan rasa takut;Cahaya itu seakan
telah rnenghisap keberanian siapapun yang ada di pantai
saat itu Gerry tampak sulit bicara. Kerongkongannya terasa
kering. Hilrnonlah yang masih mampu berusaha untuk
melontarkan kata dengan napas tersengal-sengal.
"La... lari saja, Ger... !!"
Gerry mengangguk. Ia berhasil menggerakkan kepala
untuk menatap Hilmon. Namun ia tak berhasil
menggerakkan kakinya sedikit pun. Kedua kaki Gerry
seperti dihisap oleh pasir pantai yang dipijaknya.
Sementara kedua kaki Hilmon sudah berhasil melangkah
kesamping walau itu pun ia lakukan dengan sangat susah
payah. Hilmon berhasil mendekati pintu mobil pada saat
cahaya putih menakutkan menjadi lebih besar dan lebih
menyilaukan lagi. Jaraknya dengan pantai pun menjadi
lebih dekat lagi.
"Masuk... masuk . ! Buruan.....!!"
Hilmon memang berhasil menguasai kesa-darannya. Ia
segera masuk mobil dan berusaha menghidupkan mesin
mobil. Namun, Gerry bagaikan terpatri di tempatnya.
Bergerak tak bisa, berteriak tak mampu. Sementara itu,
mesin mobil ternyata gagal dihidupkan. Hilmon
menstarternya berkali-kali namun tak ada hasilnya.
"Yaa, Tuhaaan... "!" keluh Hilmon bertambah tegang
dan ketakutan. Kedua bola matanya terbelalak lebar. Ia
memandang dari balik kaca mobil.
Cahaya perak itu bukan saja semakin besar, namun
juga berubah bentuknya menjadi seperti angin topan.
Berputar-putar membentuk cerobong raksasa. Putarannya
menimbulkan hembusan angin lebih hebat lagi sehingga
dua pohon kelapa tak jauh dari mereka patah bersamaan,
sementara di sisi lain ada yang tumbang dan terlempar dan
tempatnya. "Gerrryyy ..!! Buruan masuuuukk !! Masuk., Gerrr_ !
Masuk ... !!! "
Teriakan Hilmon di dalam mobil sama sekali tak sarnpai
di pendengaran Gerry. Teriakan itu terhenti seketika,
karena Hilinon melihat jelas munculnya seraut wajah dari
dalam pusaran cahaya aneh yang makin mendekati pantai
itu. Wajah yang muncul dalam pusaran cahaya itu adalah
wajah cantik berambut hitam meriap-riap dengan mahkota
kecil di atasnya. Ciri-ciri kecantikan itu tak lain adalah
kecantikan Vania Mercury, seperti yang sering disebutsebut Gerry beberapa hari ini. Hanya saja, wanita cantik
dalam pusaran cahaya perak itu tampak jelas bermata
merah menyala, menyeramkan sekali.
Dengan gerakan panik Hilmon menurunkan kaca pintu.
Tujuannya supaya suara teriakannya didengar Gerry.
"Gerrryyy... masuuuk ke mobil ! Masuuuk, Geeerr ......!! "
Tapi gemuruh ombak yang mengamuk dengann liar,
dan deru angin yang menghempas dahsyat, sangatlah tak
sebanding dengan teriakan Atau barangkali telinga Gerry
sudah tertutup oleh sesuatu yang gaib sehingga tak
mendengar teriakan temannya. Sebaliknya, Hilmon justrit
mendengar suara. Gerry berseru rnemanggil-manggil
sepotong nama yang saat itu telah mendominir seluruh
kesadarannya. "Vaniiii ! !"
"Gawat! Gerry semakin nggak. waras!" pikir Almon. "Aku
hams menyeretnya masuk ke sini "
Namun pintu mobil seperti terhalang tebing karang. Tak
bisa dibuka, tak mampu didobrak paksa. Hilmon
mendengar suara perempuan yang bernada aneh,
menyeramkan, dan membuat sekujur tubuhnya semakin
merinding: Suara itu menggema pelan namun sangat jelas.
"Ake datang menjemputmu, Gerryyy. !" "Vaniiiaaa, ini
akuuuu .... !!"
Hilmon semakin panik. Ia berusaha keluar dari mobil
lewat jendela kaca yang sudah diturunkan. Namun
kepanikan membuatnya tak berhasil lobos. Bahkan
gerakkan tubuhnya terhenti seketika akibat ia melihat
jelas-jelas cahaya perak itu melesat ke pantai. Kedua
tangan Vania Mercury seperti terjulur ke depan dan
mengeluarkan cahaya perak lainnya yang segera
menyambar tubuh Gerry. Zzrrrup... !
"Gerrryyyyyyy ....... !!!!! "
Hilmon bukan berteriak lagi, tapi menjerit histeris "
sekuat tenaga. Ia melihat Gerry seperti terhisap seluruh
daging tubuhnya. dan masuk ke dalam pusaran cahaya
perak itu. Dalam sekejap saja Gerry lenyap, yang tersisa
tinggal kerangka tulang-tulangnya berdiri tegak di depan
mobil. Darah, daging, dan yang lainnya telah lenyap dalam
satu gerakan terbang ke arah Vania Mercury, seperti
serpihan sampah yang masuk kedalam mesin penghisap
debu. Tak tersisa sehelai rambut pun.
Sekujur tubuh Hilmon pun menjadi lemas bagai tak
bertulang lagi. Ia tak mampu berteriak atau mengerang
sedikit pun ketika ia sadari yang ada di depan mobilnya
hanya kerangka tulang-tulang Gerry. Kerangka itu sempat
berdiri terayun-ayun sejenak, lalu jatuh terpuruk
berantakan di saat cahaya perak itu padam seketika.
Berganti gelap gulita mencekam bumi.
Kerangka milik Gerry ditemukan seorang pengelola
pantai wisata pada pagi harnya. Polisi segera tiba di tempat
tersebut, dan segera melakukan penyidikan secara
intensif: Hilmon yang ditemukan di TKP dalam keadaann
pingsan dimintai keterangan.
Namun , penjelasan Hilmon dianggap terlalu mengadaada, sehingga Hilmon pun untuk sementara diamankan ke
kantor polisi terdekat. Ia bisa menjadi saksi kunci,
sekaligus bias menjadi tertuduh tunggal dalam kasus
ditemukannya kerangka manusia di depan mobilnya itu.
*** 2 LANGIT senja semakin tua. Rona petang mulai
membentang. Maka, wajah bumi pun menjadi pucat bak
seraut wajah mayat . Kendaraan padat, jalanan terhambat.
Mobil BMW warna hijau giok itu tak mampu laju. Sekali pun
sempat maju hanya beberapa meter sudah harus berhenti
lagi. "Huhh,. kapan daerah sini akan bebas dari
kemacetan"!" Keluhan itu bercampur desah napas penuh
keprihatinan. Keluhan itu meluncur dari mulut sang
pengemudi BMW hijau giok yang sejak menjadi sopir
pribadinya Kumala. Dewi selalu berpakaian rapi Wajahnya
pun bersih. Tidak kucel seperti waktu ia menjadi sopir taxi
dulu. Tiba-tiba terdengar suara handphone-nya berbunyi.
Sandhi segera menyambut karena yang muncul di layar
ponselnya tulisan: Bossku, yang tak lain adalah Kumala
Dewi alias si Dewi Ular .
"Masih lama sampainya, San?"
"Aku kena macet nih. Mungkin 20 menit lagi baru
sampai kantor."
"Hm , ya udah. Aku nunggu di lantai tiga aja, di
ruangarmya Bu Mirne, ya" 0, ya San... nanti sempatkan
mampir ke kantornya Zus Rifa sebentar. Bisa kan?"
"Bisa. Terus, aku ngapain di sana?"
"Dia mau kasih oleh-oleh buatku, berupa liontin dari
kristal kosmik yang tergolong langka di dunia ini" "Kristal kosmik?"
"Ya, liontin dikenal dengan nama 'Liontin Olympus',
karena termasuk benda bersejarah, peninggalan sejarah
mitologi Yunani lama."
"Ooo, dapat darimana dia?"
"Zus Rifa kan baru pulang kemarin dari Athena. Dia
belum ada waktu buat temuin aku. kamu ambit saja nanti.
Barusan dia telepon. Aku udah bilang kal au karnu yang
akan ambil."
"Ya, udah. Ntar aku usahain bisa lewat Menteng, biar
bisa mampir ke kantomya Zus Rifa."
"Tapi sebelum jam enam nanti kamu harus sudah
sampai ke sana. Jangan lebih Soalnya, jam enam tepat Zus
Rifa sudah harus meninggatkan kantor, katanya sih mau
menghadiri pertemuan penting dengan keluarga mantan
suaminya."
"Ya, ya... aku usahakan bisa sampai sana secepatnya."
"Tapi jam tujuh kamu harus sudah sampai sini. Aku
harus sudah ada di Pasific Hotel sebelum pukul delapan.
Jelas?" "Okey, Boss. Apa lagi?"
"Udah, cuma itu. Hati-hati, nggak usah ngebut "
Tutur katanya selalu terasa teduh dan familiar sekali.
Meski pun terhadap sopir pribadinya"Kumala Dewi tidak
pemah lupa berpesan agar hati-hati di perjalanan.
Sikapnya memberikan kesan bahwa ia sangat peduli
terhadap Sandhi, atau orang-orang terdekat lainnya. Bagi
Kumala, sopir pribadinya itu memang sudah bukan seperti
orang lain lagi, tapi seperti saudara sendiri.
Memang begitulah sifat si cantik putri tunggalnya Dewa
Permana dan Dewi Nagadini itu. Selalu ingin bersahabat
dan bersaudara dengan siapa saja. Selalu menghargai dan
menghormati siapa pun yang datang padanya tanpa
pandang bulu. Sandhi sering melihat majikan cantiknya
membagi-bagikan uang pada pengemis atau pengamen
jalanan. Kadang mereka juga disapa dan diajaknya bicara
selayaknya berhadapan dengan orang yang sudah lama
dikenalnya. "Mereka bukan sampah, bukan penyakit menular, .dan
bukan penjahat yang berbahaya. Nggak ada jeleknya kalau
kita memberikan sebagian dari uang kita untuk mereka,
sebab mereka pun butuh makan dan butuh hidup sama
seperti kita."
Begitu ujarnya kepada Sandhi beberapa waktu yang
lalu, ketika tiga pengemis jalanan menghampiri mobilnya di
lampu merah. Sandhi juga masih ingat kata--kata bijak
Kumala yang sederhana namun barangkali tidak semua
orang bisa malakukannya.
"Kalau nggak ada harta, berilah mereka uang. Kalau
nggak ada uang, berilah mereka keramahan, senyuman,
sapaan, tumpangan, atau apa saja yang bisa membuat hati
mereka senang. Orang-orang macam mereka itu, San...
adalah orang-orang yang merindukan kasih dan perhatian
jiwani. Setetes kasih atau sebutir perhatian dari kita bisa
terasa seperti segenggam emas bagi mereka."
Dalam kemacetan lalu lintas sore, disaat mobil-mobil
terjebak langkah hingga tak mampu bergerak, disaat itulah
Sandhi teringat kata-kata Kumala yang bersuara jernih dan
merdu. Ingatan itulah yang membuat Sandhi melayangkan
pandangannya ke arah depan, sebelah kanan mobilnya.
Seketika itu Pula hati Sandhi seperti tersayat sehelai
rambut yang teramat lulus dan tajam. Perih. Namun ia
cepat-cepat menekan rasa itu. Menyembunyikan rapatrapat di batik kalbu ketabahannya.
"Kasihan sekali:..," ucapnya dalam nada keluhan
membisik. Sepasang mata Sandhi yang memiliki alis agak lebat itu
masih memandang ke arah kanan-depan. Di sana ia lihat
dengan jelas seorang gadis cilik berusia sekitar 5 tahun
sedang mengamen dengan kecrekan dan susunan tutup
botol. Mungkin 5 tahun kurang usianya. Gadis cilik itu
mengamen Sendirian dengan pakaiannya yang kumel dan
rambut yang panjang tapi kotor. Sekotor kulit tubuhnya
yang hitam dan kering.
"Mana teman atau orang tuanya" Yaa, ampuun...
rupanya dia ngamen sendirian"! Mestinya anak seusia dia
sedang butuh-butuhnya kasih sayang dan kehangatan
orang tua. Bukannya sibuk cari duit sendiri begitu?"
Kemacetan masih tak bergeming. Sandhi menurunkan
kaca pintunya sedikit. Dia ingin mendengar suara anak itu
menyanyi di samping mobil sedan mewah wama merah.
"Ya, Tuhan ..... " Hati Sandhi kian mengeluh sedih.
Suara anak itu sangat serak. Dia mencoba
menyanyikan lagu dewasa dengan suara keras agar
didengar oleh penumpang dalam mobil yang dihampirinya.
Namun kaca mobil yang tertutup rapat membuat suara
gadis kecil itu tak seberapa jelas didengar dari Dua orang
yang ada di dalam mobil. merah itu sama sekali tidak
mempedulikan keberadaan gadis cilik tanpa alas kaki itu.
"Benar-benar nggak punya otak tuh orang yang di dalam
mobil"!" geram Sandhi jengkel sendiri. "Benar--benar udah
pada mati rasa! Masa' mereka nggak mau peduli sedildt
pun sama anak itu"!"
Dengan hati kecewa si gadis kecil berwajah dekil
meninggalkan sedan merah. la pindah ke mobil yang lain ,
Temyati suara teriakannya yang serak hingga urat lehernya
bertonjolan keluar, juga tidak ada yang menghiraukan
sedikit pun. Akhimya anak itu berjalan lesu menghampiri
mobil lain, yaitu mobil BMW hijau giok. Sorot matanya yang
tadi menjadi redup, kini tampak sedikit cerah kembali,
karena ia tahu mobil BMW hijau giok itu kaca pintunya
tidak ditutup rapat seperti mobil-mobil yang tadi. Begitu
sudah dekat dengan BMW-nya Dewi Ular, gadis kecil itu
langsung menyanyikan lagu dengan urat-urat leher
bertonjolan. Tampak memaksakan diri dan ngotot sekuat
tenaga. "Tiga puluh menit, aku di sini... tanpa suara..."
"Cukup, cukup...," potong Sandhi, tak tega membiarkan
bocah kecil itu melanjutkan Iagunya dengan suara serakserak letih. Gadis kecil bermata bundar keruh itu menatap dengan
sorot pandangan mata kecewa. Barangkali ia sangka tak
akan mendapatkan belas kasihan sedikit pun dari si
pengemudi sedan hijau keren itu. Tapi ketika ia hendak
melangkah pergi, ia mendengar suara si pengemudi mobil
keren itu memanggilnya.
Dewi Ular Ancaman Iblis Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"E, eh... sini, sini... !" panggilan dari Sandhi itu disusul dengan uluran
tangan yang memegangi selembar uang 50
ribu. "Nih, buat kamu !" katanya.
Gadis kecil itu tertegun ragu. Separoh matanya Mulai
tampak berseri-seri, separohnya lagi tak yakin kalau dia
akan diberi uang sebesar itu. Namun setelah Sandhi
memperjelas maksudnya, gadis kecil itu pun mulai
menyunggingkan senyum tipis di sudut bibir keringnya.
Meski demikian masih ada sisa kebimbangan yang
menahan tangannyauntuk menerima pemberian itu.
"Ambillah, ini buat kamu. Ayo, nggak usah malu--malu.
Jangan takut sama Oom. Uang ini buat kamu semua.
Niihh..." Gadis kecil berkulit kusam akhirnya yakin betul bahwa
uang sebesar itu memang diberikan untuknya. Maka, ia
pun segera melangkah lebih dekat lagi ke arah pintu sopir.
Kemudian tangannya yang berjari mungil namun kotor itu
segera menyambar uang pemberian Sandhi.
"Makasih...," ia tertawa memandangi selembar uang 50
ribuan. Sesaat kemudian kembali memandang Sandhi
dengan kegembiraan yang terbungkus bayangan rasa malu
dan kagum. la kagum pada kebaikan si oom pengemudi
sedan keren itu .
"Makasih, Oom...," ulangnya dengan semakin tampak
girang sekali. Sandhi rnenyunggingkan senyum ramah dan sangat
bersahabat. Kepalanya mengangguk kecil.
"Namamu siapa, Adik manis?"
"Oyen," jawabnya singkat. Masih diliputi rasa malu dan
girang. "Oyen sama siapa di sini?"
"Hii, hii, ha...." Gadis kecil kegirangan itu tidak
menjawab. la justru segera berlari meninggalkan BMW
bijau giok.. Sandhi tidak kesal meski pertanyaannya diabaikan
Oyen. la justru tersenyum lebar dan menghembuskan
napas lega. Lega karena bisa memberikan sebagian kecil
dari uang gajinya yang ia terima di kantor tadi siang. Lega
juga karena kendaraan didepannya sudah mulai bergerak.
Agaknya kemacetan mulai memudar. Dan,agaknya juga
penyebab larinya Oyen tadi karena ia mengetahui bahwa
sebentar lagi mobil-mobil akan bergerak, dan iatak ingin
ditabrak oleh mobil mana pun.
"Huuhh, kalau tahu tadi mau ke kantornya Zus Rifa, gue
nggak lewat sini tapi lewat daerah Manggarai aja Lewat sini
sih bakalan kena macet lagi nih." Sandhi mulai
berkecamuk dalam hatinya. Bukan hanya kemacetan saja
yang menjadi thema kecamuk hatinya, namun masalah
pribadirlya dengan seorang gadis juga turut dikecamukkan
oleh sang hati. Toh kecamuk itu tidak dapat berlangsung
lama. Sandhi mulai tarik napas lagi, lantaran jalanan macet
kembali. "Huuuhhh baru jalan.3 menit kena macet lagi kan"! Gue
bilang juga-apa"! Kalau tadi lewat daerah Manggarai nggak
berkali-kali kena macet lampu merah begini!"
Baru saja menginjak pedal rem, dahi Sandhi terpaksa
harus segera berkerut kuat-kuat. Pandangan matanya pun
menatap sangat tajam. la memandang ke arah mobil yang
ada di depannya, sebelah kanan. Suatu keganjilan terlihat
dengan jelas di samping sedan Audi wama coldat susu itu.
Hati Sandhi bertanya-tanya penuh rasa heran.
"Bagaimana mungkin dia bisa berada di sini dalam 3
menit "!" Sandhi rnempertajam pandangan matanya.
" Ah , bukan dia kali"! Cuma mirip dia?"
Apa yang dilihatnya memang sangat aneh. Mengherankan sekali. Perjalanan 3 menit yang dicapai
dengan menggunakah mobil dapat dibayanglan berapa
kilometer jauhnya. Sesuatu yang sangat membingungkan
-Snidhi adalah ketika ia tiba di lampu merah ini, temyata
gadis kecil yang mengaku bemama Oyen itu sudali ada di
depan matanya. Dalam perhitungan logika tidak mungkin si pengamen
cilik itu bisa melakukan perjalanan sejauh itu dalam waktu
hanya 3 menit. "Kalau ia tadi menumpang sebuah mobil, mungkin saja
bisa tiba di sini dalam waktu 3 menit. Tapi gue yakin nggak
ada orang yang mau memberikan tumpangan gadis kotor
yang dekil itu"! Kalau toh dia jalan kaki, atau berlari ,
nggak mungkin dia bisa duluan sampai sini ketimbang
gue"!" Gadis kecil berbadan kurus itu juga menghampiri
mobil Sandhi. Ia mengamen dengan alat musik yang sama,
yaitu tumpukan tutup botol yang dipakukan pada ?
sepotong kayu, digunakan sebagai kecrekan.
Sandhi buru-buru menurunkan kaca pintu untuk
melihat lebih jelas lagi, benarkah gadis kecil itu Oyen.
"Astaga! Memang dia"!" gumam hati Sandhi sambil
menyeringai sangat terheran-heran. Bahkan suaranya pun
sama dengan yang tadi, serak dan kering. Menyedihkan
sekali. Senja mulai menua. Bulu kuduk Sandhi pun mulai
merinding. Ia tak dapat menyangkal kenyataan yang terjadi
pada saat itu, bahwa pengamen cilik yang di sini adalah
sama dengan pengamen cilik yang di sana tadi . Karena;
ketika gadis cilik itu menghampiri mobil BMW hijau giok
dan langsung menyanyikan settuah lagu dengan suara
serak dan urat lehernya tampak bersumbulan, maka saat
itu pula Sandhi langsung menghentikan nyanyian si bocah.
"Kamu yang tadi ngamen di perempatan jalan Ketapang
kan ?" "Iya Oom," jawabnya sangat lugu.
"Kamu bemama.. , Oyen, ya kan ! "
Gadis cilik yang mengenakan rok Merah kumuh itu
mengangguk dengan polosnya. Tanpa beban dusta, tanpa
merasa ada yang aneh pada dirinya. Ia memang tidak
segera pergi walau lagunya dihentikan Sandhi, karena saat
itu ia melihat tangan Sandhi sedan memegangi
selembaruang 10 ribuan, Dan sorot matanya anak itu
tampak sangat berharap uang tersebut diberilcan padanya.
Dan, Sandhi memang ingin memberikannya seandainya
anak itu bukan Oyen. Tapi ketika anak tersebut mengaku
bemama Oyen, mengaku pula tadi habis ngamen di lampu
merah perempatan Jalan Ketapang, maka Sandhi pun
menjadi ragu menyerahkan uang tersebut. Bukan ragu
karena pertimbangan ekonomis, melainkan ragu karena ia
tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap si kecil Oyen.
"Oom tadi lihat kamu di jalan Ketapang, terus... tahutahu kamu sudah sampai sini sebelum Oom tiba di sini.
Kamu naik apa tadi?"
"Jalan...," jawabnya pendek.
Dahi Sandhi berkerut semakin tajam. " Jalan kaki ?"
Oyen mengangguk.
"Secepat itukah kamu jalan kaki dalam jarak sejauh
ini"!".
Gadis kecil itu diam saja. Menundukkan kepata. Seperti
anak yang menyimpan rasa takut karena sedang dimarahi.
Padahal maksud Sandhi bukan,memarahinya. Hanya
sekedar ingin mencari kebenaran dari suatu kasus yang
aneh dan sangat membingungkan itu.
Atas pertimbangan rasa tak teganya, akhimya uang 10
ribu itu diberikannya pada Oyen. Lagi-lagi anak itu
memancarkan keceriaan kembali dari raut wajah
kumelnya. Setelah menerirna uang terstbutt Oyen pun
pergi dengan berlari girang. Ia tak menghiraukan seruan
Sandhi yang mengharapkan agar ia tetap di situ sebentar,
karena ada beberapa pertanyaan yang ingin diketahui
jawabannya. Oyen pergi sebelum Sandhi sempat bertanya:
apakah benar Oyen jalan kaki, siapa yang menjadi orang
tua anak itu sebenamya dan dimanakah fempat tinggal
Oyen bersama keluarganya"
"Aah, masa' bodoh-lah... !" Sandhi membuang rasa
penasarannya dengan desah panjang. Kemudian, bergegas
pergi meninggalkan lampu merah. Menuju kantornya Zus
Rifa. Kali ini ia terpaksa agak ngebut supaya saat tiba di
sana Zus Rifa masih ada di kantomya.
Namun, kesibukan jam pulang kantor membuat jalanan
semakin padat, dan Sandhi tak dapat ngebut sesuai yang
dtharapkan. Bahkan lima menit kemudian ia terjebak
kemacetan lagi di persimpangan pintu kereta. Antrian
mobil berderet panjang. Sementara mobil di belakang
BMW hijau giok itu temyata juga sudah antri panjang.
Sandhi tak bisa bergerak ke arah mana pun. la seperti
tergencet antrian depan-blakang.
"Wah, gawat nih. Bisa lewat jam enam baru sampai
kantornya Zus Rita. Hhmm, sebaiknya aku telepon Kumala
dulu, biar dia..." Kecamuk hati Sandhi terhenti seketika.
Seperti ada yang menyumbat rongga suaranya. Namun,
seketika itu juga mulutnya ternganga melongo, matanya
memandang tak berkedip.
"Astagaaa... ?"!"
Cukup lama mulut Sandhi terperangah, karena ia sama
sekali tak menyangka bahwa di kemacetan ini pun ia
temukan si gadis kecil berbadan kurus dekil sedang
mengamen dengan alat sederhana.
"Oyen .... "! .. Benar itu Oyen lagi"!"
Suaranya mendesah penuh keheranan dan keraguan.
Kaca pintu pun segera diturunkan. Gadis kecil berpakaian
merah lusuh menyerukan suaranya yang serak di samping
mobil sedan warna silver, dua mobil di depan Sandhi.
Dengan menurunkan kaca mobil, kini Sandhi semakin jelas
dan yakin bahwa anak itu adalah Oyen. Lima menit yang
lalu ia temukan di tempat. kemacetan cukup jauh dari
tempat yang sekarang.
"Bagaimana dia bisa sampai ke sini dalam waktu lima
menit " Tempat yang tadi sangat jauh jaraknya dari sini
Nggak mungkin dia bisa menempuhriya dengan jalan kaki
secepat ini. Nggak mungkin!"
Anak itu pindah ke mobil berikutnya setelah di mobil
silver ia tak digubris sama sekali oleh penumpangnya.
Ketika ia pindah ke mobil berikutnya, pandangan matanya
sempat berbenturan dengan tatapan mata, Sandhi. Anak
itu berhenti melangkah, seperti terpana melihat Sandhi
ada di situ. Tangan Sandhi pun melambai kepadanya. Anak
itu segera menghampiri Sandhi dengan sedikit berlari.
"Kamu Oyen?"
"Iya, Oom,"
"Bukankah kamu tadi ngamen di lampu merah sana,
jauh dari tempat ini ..?"
"Iya, Oom."
"Tapi kenapa kamu bisa cepat sampai sini" Naik apa
kamu?" Terbungkam mulut Sandhi Bergumam dalam hati
"Jalan kaki"
"Apa benar ?"
Oyen diam menunduk, tapi matanya sempat melirik
ketangan Sandhi, sepertinya ia sedang berharap mendapat
uang lagi dari Sandhi. Gerak-gerik itu diketahui oleh
Sandhi, sehingga Sandhi merogoh sakunya mengeluarkan
uang yang terdiri dari beberapa lembar ribuan serta lembar
lima ribuan. Namun gerak tangar Sandhi terhenti sesaat
lantaran terpotong oleh munculnya kecurigaan baru.
"Kamu dikoordinir oleh seseorang ya?"
Oyen menatap dengan wajati lugu namun terkesan
bingung, tak paham maksud ucapan Sandhi
"Oyen dipaksa orang lain untuk ngamen" Apakah ada
yang bawa kamu ke sana-sini pakai mobil?"
Oyen menggeleng. Lalu, ia bersuara lirih:
"Belum pernah...
"Belum pemah disuruh orang untuk ngamen?"
"Belum pemah naik mobil."
"O0000..."
Tiba-tiba terlintas gagasan nekat di benak Sandhi.
Entah mengapa ia tiba-tiba punya ide untuk membawa
Oyen jalan-jalan merasakan kenyamanan mobil mewah itu.
Tanpa ragu sedikit pun Sandhi menyuruh Oyen untuk
masuk ke dalam mobil lewat pintu belakangnya.
"Masuklah. Kita jalan-jalan sebentar. Nanti Oom antar
kamu ke sini Yuk, naik... !"
Anak itu pun tanpa keraguan sedikit pun langsung
masuk ke mobil dengan wajah berseri-seri kegirangan.
Sandhi menyuruhnya pindah kejok depan. Anak itu tanpa
ragu juga pindah kejok depan tak peduli kakinya yang kotor
menginjak apapun yang ada di depannya. Setelah duduk di
depan, anak itu tertawa cekikikan. Seolah-olah merasa
bangga bisa duduk di dalam sedan mewah, meski pun saat
itu mobil baru mulai bergerak pelan menuju perlintasan
jalan kereta api.
"Kamu tinggal di mana, Oyen?"
Anak itu tidak menjawab. Agaknya memang ia tak
mendengar suara pertanyaan Sandhi la sibuk , tertawatawa teruss sambil memandang sana-sini dengan perasaan
kagum dan bangga.
"Kamu suka dengan mobil ini?"
Oyen mengangguk malu. Gerak kegirangannya terhenti .
"Kamu tinggal di mana, Sayang?"
Oyen menggeleng, wajahnya mulai melentur duka.
Mungkin itu jawaban bahwa dia tak punya tempat tinggal
yang tetap. Sandhi menarik napas menahan haru.
lbumu...?"
Oyen menggeleng lagi.
"Oh, kamu nggak punya ibu" Bapak ada kan?"
Sekali lagi anak itu menggeleng. Rona wajah dekilnya
kian tampak membendung kedukaan yang amat dalam.
Sandhi makin trenyuh dan tak berani bertanya masalah
pribadi anak itu. Ia tak ingin Oyen makin duka karena tak
tahu harus bicara apa tentang keluarganya. Sementara itu,
Dewi Ular Ancaman Iblis Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mobil berjalan melintasi rel kereta. Keadaan jalanan mulai
lancar. "Kamu mau ikut Oom, menemui majikan oom Sandhi"
Dia orang baik kok. Namanya Kak Kumala.
Eeh , Tante Kumala..." Sandhi tertawa sendiri. "Apa
pantes Kumala dipanggil 'Tante', ya?"
la lupakan kelucuan itu, kini kembali bertanya pada
Oyen. "Bagaimana, kamu ikut Oom menemui Kak Kumala.
Dia pasti sayang sama kamu. Mau?"
Oyen diam seperti bingung menjawab. Tapi wajahnya
diangkat dan kini ia menatap Sandhi dengan pandangan
teduh. "Seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan?" pikir
Sandhi. "Cara memandangnya kok begini sih" Aneh. Tapi..."
Terdengar suara bocah kecil itu dengan pelan tapi jelas.
"Bilang sama dia, Athila sudah siap."
"Athila...?"!"
"Athila Darapura."
Sandhi terbungkam dalam kebingungannya. Pandangan
mata tertuju ke depan. Remang petang makin
mengaburkan pandangan. Tiba-tiba ia menginjak rem kuatkuat karena ada yang menyeberang jalan secara
mendadak. Ciit ..... !! .
"Setaaan !" teriak Sandhi melampiaskan kekagetan dan
kecemasannya. Hampir saja ia menabrak seorang bocah
cilik yang menyeberang jalan dengan berlari cepat..
"Hahh .. "!"
Mata terbelalak lebar, jantung bagaikan berhenti
sesaat. Sandhi clingak-clinguk karena Oyen tidak ada di
sampingnya. Di jok belakang pun tidak ada.
Sementara semua pintu terkunci secara sentral.
"Ya, ampuuunan,..!" sebuah ingatan menyadarkan
Sandhi dan membuatnya semakin tegang.
"Bukankah tadi yang hampir kutabrak adalah gadis
kecil mengenakan rok merah lusuh"! Bukankah tadi yang
hampir kutabrak adalah... si Oyen"!"
Matanya yang melebar itu mencari ke seberang jalan,
namun bocah yang hampir ditabraknya itu tidak ada di
sana. Di mana-mana pun tidak kelihatan. Sementara di jok
samping kirinya yang ada hanya, kecrekan dari tutup botol.
Benda itu adalah sarana mengamen bagi Oyen, namun
Oyen sendiri pergi tanpa diketahui bagaimana caranya
keluar dari mobil.
"Pasti dia bukan bocah biasa! Duduk di sampingku,
tahu-tahu hampir ketabrak mobil ini, 000hh... jelas sudah!
Oyen bukan bocah gelandangan. Lalu, siapa dia "
Darimana asalnya anak itu" Apa maksidnya dia bilang
Athila sudah siap" Apakah dia sendiri yang bernama
Athila" Tadi ngakunya bernama Oyen" Duuh, bulu kudukku
kok jadi merinding, ya?"
Sandhi segera meraih handphone, menghubungi
Kumala yang masih menunggunya di kantor
*** 3 PELITA malam mulai tampak di balik awan putih. Hanya
separoh rupa yang terlihat, namun bisa dipakai untuk
menerangi sebagian bumi. Warna malam pun menjadi
pucat. Mengandung makna romantis dan mistis.
Di sudut jalan pertokoan.
Suasana sepi telah melengang, Mungkin, karena sudah
lewat dari Pukul l 0 malam. Tentu saja sudah tidak ada
toko yang buka. Tidak ada aktivitas bisnis seramai siang
hari. Hanya beberapa warung tenda yang masih buka, dan
yang sebentar lagi pasti akan tutup.
Keramaian lokal memang ada. Letaknya di sudut
trotoar menuju pasar tradisional. Ada pangkalan ojek di
sana. Ada sekelompok orang bermain Judi kartu. Tak jauh
dan kelompokpenjudi katu itu ada warung jamu seduh
,warung minum kecil. yang dijual bukan hanya minuman
kopi atau susu, tapi juga ada minuman semi alkohol;
anggur dan ginseng. Bisa bikin mabuk. Tapi banyak
peminatnya juga, lantaran banyak orang yang ingin mabuk.
Terutama para preman, baik yang punya tato atau yang
cuma punya panu.
Heningnya malam membantu kerasnya suara kartu
gaple dibanting. Kadang tawa dan makian mereka
terdengar jelas pula. Bahkan langkah kaki seorang pemuda
yang berjalan menyusuri trotoar toko juga terdengar sedikit
menggema. Tampaknya pemuda berperawakan sedang itu
memang sedang mencari sesuatu. Gerak-gerik matanya,terkesan sibuk, walau sikapnya tampak tenang.
Tapi tampangnya yang cenderung blo' on dan terkesan udik
itu membuat banyak orang yang suka meremehkan dirinya.
Para pemain kartu yang dihampirinya juga bersikap
cuek ketika ia bertanya tentang tempat nongkrongnya para
pengamen liar Di situ ada empat orang yang bermain kartu,
dua orang lagi hanya melihat dalam posisi berdiri di
belakang para pemain kartu. Enam orang yang ada di situ
rata-rata bertampang kriminal.
"Maaf , ada yang tahu tempat mangkalnya para
pengamen nggak?"
Pertanyaan itulah yang tidak digubris sedikit pun oleh
mereka. Sekali lagi pemuda berambut kucai itu bertanya
dengan pertanyaan yang sama.
"Maaf Bang... saya mau numpang tanya,di sekitar sini
katanya ada tempat mangkalnya para pengamen, di
sebelah mana, ya?".
Salah satu orang yang main kartu mulai merasa
terganggu dengan kehadiran pemuda berjaket hitam itu. ia
menegur dengan nada galak.
"Lu siapa sih"! Ngapain tanya-tanya soal itu sama kitakita orang "!"
Satu lagi menimpali, ?dah jalan sana, jangan ikut
nongkrong di sini !" Orang, yang tepat berseberang arah
dengan pemuda berjaket hitam itu segera berdiri penuh
emosi. "Eh, lu mau pergi nggak dari sini "! Pergi nggak lu"!
Ntar gue timpa baru tahu rasa lu, ya"!"
Pemuda berjaket hitam bertampang culun itu terpaksa
mundur: Tapi ia sempat tersenyum tipis, lalu melangkah
pelan-pelan meninggalkan mereka menuju ke warung
jamu. Ada dua orang tukang ojek sedang minum jamu di
sana. Sedianya si pemuda berjaket hitam ingin bertanya pada
kedua tukang ojek tersebut, namun semua perhatian orang
sudah lebih dulu terpancing ke arah kelompok pemain
gaple. Karena, dari sanalah datangnya. jeritan dan teriakan
keras yang sangat mengejutkan, yang membuat setiap
orang merasa ingin tahu penyebabnya.
"Ada apa"! Kenapa mereka itu"!" kedua tukang ojek
saling bertanya.
"ya, ampuun.... "!" pemilik warung jamu terperangah
setelah ikut memandang ke arah yang sama.
Enam orang yang berada di tempat judi kartu itu saling
berteriak, dan berhamburan, menyebar ke berbagai arah.
Tak jauh dari tempatnya semula. Mereka sangat panik
setelah mengetahui kepala mereka berasap. Dari lubang
hidung, telinga, mulut, bahkan mata, mengeluarkan asap
putih yang makin lama semakin tebal.
Bahkan dari sela-sela rambut mereka juga mengepulkan asap putih, seperti asap rokok yang makin
lama semakin banyak. Mereka menyangka diri mereka
terbakar. Karena mereka merasakan hawa panas yang
cukup menyengat. Hawa panas itu dirasakan-muncul dari
dalam dada mereka, lalu menyebar ke sekujur tubuh.
"Tol000ng, air...!
Keenam orang tersebut memiliki seruan yang hampir
sama, yaitu air. Spontatitas mereka mengatakan, rasa
panas di sekujur tubuh dapat dipadamkan dengan air.
Lelaki gemuk yang tadi mencari plastik buat alas tidur
anaknya, segera datang dengan membawa air dalam
ember plastic ukuran kecil. Ia guyurkan air itu ke tubuh
salah seorang yang mengalami-keanehan tersebut.
Byuuuurrr... Ternyata air tidak membuat asap aneh berhenti
mengepul. Kepala mereka masih tetap mengeluarkan
asap, dan rambut mereka mulai keriting akibat hangus
terbakar pelan-pelan. Semua prang yang ada di sekitar
tempat itu ikut menjadi panik: Semua orang terh?ran-heran.
"Api dari mana sih kok bisa membakar tubuh mereka"!"
"Mana gue tahu. Yang gue lihat tadi mereka teriak
bersamaan dan kepala mereka sudah mengeluarkan
asap." "Kalau toh mereka terbakar kok bisa bersamaan, ya"!"
"Lagi pula nggak ada percikan api sedikit pun, tapi
kenapa kepala mereka masih mengepulkan asap terus?"
"Ya,, ampuuun... ! Lihat si Salman itu"! Kepalanya jadi
perontos karena semua rambutnya hampir habis terbakar!"
"Iya, ya"! Anehnya, kenapa cuma kepala mereka yang
mengeluarkan asap" Kenapa perut, dada, dan tubuh
lainnya nggak ada yang berasap ya"!"
Mereka sibuk mengguyurkan air dari mana saja yang
mereka dapat. Tujuannya untuk menyelamatkan keenam
orang itu agar tidak mati terbakar. Semua orang memang
panik dan kebingungan. Hanya pemuda berjaket hitam
yang tetap tenang. Berdiri di sarnping tenda pedagang
jamu seduh: Ia memandangi kepanikan orang dengan
senyum lebar. Kadang diiringi tawa,kecil tanpa suara yang
membuat badan bergerak.
Tidak jauh dari warung jamu, ada pasir sisa bangunan.
Pemuda berjaket hitam mengambil segenggam pasir, lalu
ia menyebarkan pasir ke udara, ke arah keenam orang
yang mcngalami keanehan itu.
Wuuurfss'... ! Tindakannya itu tidak'ada yang melihat
karena semua perhatian tertuju pada orang-orang yang
mengalami keanehan. Setelah menyebarkan pasir,
pemuda berambut kucai itu meninggalkan tempat tersebut
dengan tenang, sambil tersenyum lega. Tampak 'puas
dengan apa yang dilihatnya.
Detik berikutnya setelah penyebaran pasir ke udara
dilakukan, asap-asap yang menyelimuti keenam korban
berangsur-angsur
pudar. Kepala mereka tidak mengeluarkan asap lagi. Rasa panas di sekujur tubuh juga
hilang dalam tempo singkat.
Tetapi rambut mereka habis terbakar dengan aroma
sangit yang khas. Keenam orang itti terkapar di s. ana-sini,
dengan napas terengah; engah dan sekujur tubuh-basah
kuyup akibat diguyur air oleh rekan-rekannya yang ingin
menyelamatkan mereka dari-ancaman maut, mati bakar.
"Kenapa kalian tiba-tiba bisa terbakar secara
bersamaan sih ?"
"Nggak tahu... gue nggak tahu... sumpah! Tahu-tahu
badan gue terasa panas seperti kesundut rokok,lalu bawa.
panas itu merayap naik memenuhi kepala gue..."
Memang tidak akan ada yang tahu; ,kecuali pemuda
berjaket hitam. Dialah yang membuat keenam orang
penjudi kartu mengalami kebakaran gaib dalam tubuhnya.
Hal. itu ia lakukan karena ingin memberi pelajaran kepada
mereka yang telah bersikap semena-mena dan berani
menyepelekan dirinya. Seandainya tadi salah satu dan
keenam korban itu ada yang peduli dan menjawab
pertanyaan dengan baik, maka peristiwa aneh itu tidak
akan terjadi Pemuda berjaket hitam tidak akan
mengganggu mereka berenam.
"Rasain... Habis, lu-lu orang pada belagu sih!" ujarnya
dalam hati"Gue tanya baik-baik nggak dijawab, eeh...
malah diusir Emang lu pikir gue ini siap'a .... "! Maling "
Copet " Atau apa... "!"
Tentu saja tak satu pun dari mereka ada yang
mengetahui, bahwa pemuda bertampang blo' on yang
mereka usir tadi adalah jelmaan dari bangsa jin . Dia
adalah Jin Layon yang menjelma menjadi manusia dan
mengabdikan hidupnya sebaga?pelayan' setianya Dewi
Ular alias Kumala Dewi. Andai saja mereka tadi tahu bahwa
pemuda berjaket hitam dan berambut kucai itu adalah
Buron, jelmaan Jin Layon, maka nyali mereka tak akan
tumbuh sebutir pasir pun. Tak akan ada yang berani cuek
dan sok galak di depan Buron.
Malam itu adalah malam yang ketiga bagi Buron yang
menjalankan tugas dari Kumala Dewi. Ia ditugaskan
mencari pengamen kecil bertampang dekil sesuai laporan
Sandhi kepada Kumala. Menyimak cerita aneh yang
dialami Sandhi tentang bocah pengamen itu, Buron pun
mempunyai suatu keyakinan yang sama, bahwa gadis kecil
itu bukan bocah cilik biasa. Pasti dia bukan penghuni bumi
ini. Pasti dia berasal dan alam lain.
"Yang jelas," kata Kumala sambil menatap Buron.
"kita harus bisa menemukan dia, untuk mengetahui apa
maksudnya menyampaikan pesan lewat Sandhi."
"Mungkinkah pesan itu berkaitan dengan liontin dari
Zus Rifa?" sahut Sandhi dengan suara pelan tapi jelas.
Dewi Ular Ancaman Iblis Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mungkin saja. Tapi juga ada, kemungkinan berkaitan
dengan kasus lain; seperti kasus kematian Gerry di pantai."
"Ya, 'semuanya memang serba mungkin," ujar Buron
sambil manggut-manggut pelan.
Lalu, Kumala Dewi memberikan tugas kepada Buron.
"Cari pengamen cilik itu dan bawa dia kemari,Ron!"
"Baik."
"Tapi kau hati-hati dan jangan gegabah."
Buron menganggukkan kepala. Sebelum jelmaan Jin
Layon itu pergi, Kumala sempat menambahkan kata di
depan mereka berdua.
"Aku akan menangani kasus sepupunya Tante Gessy
itu. Malam ini juga aku akan menemui Kapolres setempat
untuk minta izin bicara empat mata dengan Hilmon. Sebab,
tadi siang aku menemukan jejak gaib di pantai tempat
peristiwa itu tetjadi."
"Tapi tunggu dulu, kita belum tahu siapa Athila itu"!
Oyen menyebutnya dua kali dan... ,"
"Aku paham," potong Kumala membuat kata-kata
Sandhi terputus. "Kita pecahkan misteri ini satu -persatu,
Sandhi. Setidaknya kalau Oyen bisa ditemukan Buron dan
dibawa kemari, kita bisa bujuk anak itu untuk menjelaskan
siapa yang ia maksud dengan nama Athila itu .."
"Ooo, ya, ya... sorry."
Kumala kembali bicara pada Buron.
"Usahakan jangan terjadi permusuhan dengan anak itu.
Percayalah, naluri gaibku mengatakan, dia punya kesaktian
lebih tinggi darimu."
"Okey, aku ngerti."
"Bagus."
"Aku berangkat sekarang."
"Hati-hati."
Kesaktian Buron sebagai bangsa jin segera digunakan.
Dalam sekejap saja ia sudah berubah menjadi cahaya.
Claap ! Sandhi tidak heran lagi karena ia tahu banyak
tentang kesaktian Buron, dan sudah terlalu sering melihat
perubahan seperti itu. Ia hanya mengikuti dengan
pandangan matanya ketika cahaya kuning seperti meteor
kecil itu melesat menembus atap rumah tanpa suara dan
tanpa getaran sedikit pun.
Itulah awal perjalanan tugas Buron mencari Oyen
menggunakan jalur gaibnya. Sampai tiga hari ternyata Oyen
tidak ditemukan. Buron gagal menangkap gelornbang
energi gaib milik Oyen. Ia jadi penasaran dan tak mau
menyerah begtu saja.
Maka, ia pun bekerja di luar jalur gaib, yaitu menyusuri
sudut kota, sampai akhirnya ia bertemu. dengan para
pemain kartu, dan terjadilah insiden usil yang membuat
para pemain kartu tak berdaya.
Sementara Buron sibuk mencari Oyen, Kumala Dewi
juga sibuk menangani kasus kematian yang misterius.
Rupanya, kasus yang ditangani Kumala menjadi semakin
pelik. Ia sempat tak enak hati kepada salah satu murid
senamnya yang dikenal dengan nama panggilan: Tante
Qessy. Janda beranak dua itu baru sebulan tergabung dalam
club senam yang mempercayakan Kumala sebagai
instruktur senamnya. Praktis ia kenal Kumala belum ada
satu bulan. Tapi ia sangat tertarik dan kagum sekali
terhadap reputasi Kumala yang sering disebut-sebut
sebagai 'paranormal cantik' itu. Ia antusias sekali dengan
fenomena-fenomena alam supranatural, sehingga ia
menjadi cepat akrab dengan Kumala.
Maka, dua hari yang lalu, Tante Gessy tak merasa
sungkan dan tak merasa segan ketika is harus menelepon
Kumala sekitar pukul lima pagi. Ia tak berpikir apakah
Kumala sudah bangun atau masih tidur. Ia juga tak
bertimbang rasa apakah teleponnya mengganggu privacy
atau tidak.. Suasana panik yang dihadapi kala itu membuat Tante
Gessy mengesampingkan dulu etika pergaulan. Kepanikan
itu timbul akibat datangnya kabar buruk tentang Hilmon
yang ditangkap polisi berkaitan dengan kasus piembunuhan sadis di sebuah pantai.
"Hilmon sepupuku. Aku pernah berhutang nyawa pada
mendiang mamanya dia: Dia sudah seperti,adik kandungku
sendiri. Jadi, tolong selamatkan dia dari kasus itu, Kumala.
Aku yakin dia nggak bersalah. Dia bukan tipe orang yang
sadis. Apalagi yang tewas itu teman dekatnya. Nggak
mungkin Hilmon yang membunuhnya! ,Tolong, Kumala:..
Selamatkan dia!"
Kumala segera menjawab dengan tenang dan tetap
sopan. 'Tante' Gessy, mohon maaf. . posisi saya saat ini
masih di Singapore. Bukan di Jakarta."
"O0000h, di Singapore "!"
"Ya. Ada urusan kantor. yang harus saya selesaikan'
Mudah-mudahan nanti siang bisa selesai . Paling lambat
besok. Tante tidak perlu panik. Saya akan bantu Tante
sepulang dari sini."
Janji itu bukan janji murahan. Setiap janji selalu ditepati
oleh Kumala:. Maka, ketika paranormal cantik bertubuh
sexy ltu pulang dari Singapore, ia langsung menghubungi
rekannya yang dinas di kepolisian, yaitu Sersan Burhan. ia
mulai mempelajari kasusnya Hilmon setelah banyak
mendapat inforniasi dari Sersan Burhan. Terutama
mengenai pengakuan Hilmon sehubungan dengan
kematian Gerry di pantai.
Dari hasil penyelidikan awal di TKP, Kumala
menemukan jejak gaib yang tidak bisa ditemukan oleh
setiap orang, bahkan yang sulit dipahami oleh pihak
kepolisian. Jejak gaib itu.berupa lapisan semacam lilin yang
bertebaran menyatu dengan pasir pantai. Lapisan itu
menurutnya adalah energi gaib yang mengkristal. "Bang
Burhan, anak buah Abang menaburkan pasir di sini ke
tempat yang berair. Supaya jelas, kita butuh air seember
kecil." "Air laut apa air tawar?"
"Sama saja."
Anak buah Sersan Burhan berhasil mendapatkan
ember plastik kecil dan diisi dengan air laut yang ada.
Kemudian Sersan Burhan mengambil pasir segenggaman.
Pasir itu.dimasukkan ke dalam air ember sesuai perintah
Kumala. "Ooh, pasirnya ngambang. Nggak mau tenggelam"!"
gumam Sersan Burhan bernada heran.
"Coba-pasir yang ngambang itu diambil lagi. Pakai
sendok aja, Bang. Ada sendok nggak?"
"Ada, Mbak!" seru anak buah Sersan Burhan.
Dengan menggunakan sendok plastik yang diambil .
dari doos nasi Padang, Sersan. Burhan Menyerok
pasir-pasir tersebut. Mereka memperhatikan dari jarak
sangat dekat. "Kok pasirnya kering"! Nggak basah sedikit pun"!'
"Berarti pasir-pasir itu terkena lapisan anti basah.
Lapisan itu adalah energi gaib yang mengkristal. Jadi, saya
yakin, pelakunya pasti memiliki kekuatan gaib yang cukup
besar dan sangat berbahaya. Saya rasa, penghuni bumi ini
nggak ada yang memiliki kekuatan gaib itu,
Bang ... !"
Sersan Burhan manggut-manggut:
Mempercayai keterangan Kumala, karena selama ini Kumala sering
membantu pihak kepolisian untuk menemukan rahasia
suatu kasus yang berkaitan dengan dunia mistik. Dan,
selama ini keterangan Kumala selalu benar serta terbukti.
Tetapi, bagi pihak kepolisian yang belum tahu banyak
tentang siapa Kumala Dewi, dia tidak akan mudah percaya
begitu saja. Salah satu diantaranya adalah Kapolres tempat Hilmon
diamankan. Padahal sersan bertampang ganteng itu sudah
menjelaskan melalui HP saat berada di TKP, tetapi
Kapolres yang bersangkutan menyatakan masih butuh
waktu untuk mempelajari jejak gaib yang dirnaksud.
Artinya, Hilmon tidak bisa dilepaskan dari penahanamiya.
"Maklum, dia Kapolres baru. Pindahan dari Kupang,"
bikin Sersan Burhan menyatakan keprihatinann ya
terhadap keputusan sang Kapolres .
Kumala Dewi tetap tersenyum manis dan berkata,"Yaah, wajar kalau dia belum mempercayai keadaan
seperti ini,- Bang. Mungkin saya perlu menghadap dan
menjelaskan, kondisi yang sebenarnya.. Barangkali beliau
butuh perkenalan din saya..Bagaimana menurut Abang?". .
."Ya, itu bagus! Aku siap dampingi kamu kesana
Kapan?" "Sekarang saja!" desak Tante Gessy yang ikut
menyaksikan olah TKP saat itu. Ia terkesan tak sabar, ingin
cepat selesaikan masalah itu agar sepupunya terselamatkan. Tapi, sayang... handphone Kumala
berdering.Telepon dari kantor.
Rencana, menghadap Kapolres siang itu terpaksa batg.
Kumala hams kembali ke kantor, karena ada dua tamu
asing yang sudah datang dan ingin mengadakan meeting
dean Oftala.dan stathya. Namur, siang itu Kumala sudah
sempat bicara dengan Kapolres sekedar perkenalan
singkat, sekaligus minta waktu untuk bertemu. Kapolres
barn bisa ditemui nanti malam, usai acara syukuran yang
diadakan di kantornya .
Maka, malam harinya, setelah Kumala menugaskan
Buron untuk mencari ia pun pergi menemui Kapolres. Ia
pergi berdua dengan Sandhi. Sementara itu, Tante Gessy
berangkat dari rumabnya langsung ke Polres dan
akanbergabung denan Kumala di sana.
"Bisa lebih cepat lagi, San?"
Pertanyaan yang terlontar dengan suara pelan dan
tenang itu membuat dahi Sandhi berkerut. Ia menangkap
isyarat tak beres pada diri Kumala. Sebab, biasanya Mika
gadis cantik jelda itu menyuruhnya lebih cepat, dengan
sikap tenang dan tidak banyak bicara, maka pasti ada
sesuatu yang tidak beres di tempat tujuan nanti; atau
dalam perjalanan itu sendiri.Tirasat tak beres itu hanya
bisa dirasakan oleh Kumala. Sandhi tak memilikinya. Wajar
saja, karena Kumala anak dewa. Ia bukan hanya memiliki
kepekaan indera keenam saja, tapi juga memiliki kesaktian
setara dewa-dewi asli Kahyangan.
Maka, meski pun Sandhi menambah kecepatan
mobilnya, ia tetap bertanya tanpa harus memandang
Kuniala yang duduk di jok samping kiri..
"Ada apa" Bisa kau jelaskan?"
Kumala diam seperti tak mendengar suara Sandhi.
Duduknya bersandar santai. Pandangan matanya lures
ke depan. "Ada yang nggak beres ya?" desak - Sandhi karenaitati
penasaran. "Ake mendengar suara gemuruh dari tadi. Makin lama
makinjelas seperti bangunan runtuh. Aku khawatir ada... "
Entah kenapa kata-katanya sengaja dihentikan sampai di
situ. Seperti ada keraguan di hati Kumala untuk
menlanjutkannya. Sandhi mendesaknya.
"Apa yang .kamu khawatirkan " "
Mulut berbibir ranum sensual itu masih terkatup rapat.
Sandhi tak sabar menunggu jawaban terlalu lama.
"Suara gemuruh itu suara apa sebenamya?"
"Nggak jelas. Baru saja aku mencoba mengejar suara
itu, tapi nggak berhasil mengenali jenisnya."
Kumala Dewi menarik napas panjang. Lalu,
dihembuskan dengan tetap tenaug seperti tadi. Namun
sebagai orang yang sudah terbiasa mendampingi Kumala,
Sandhi dapat 'mengartikan tarikan napas dan sikap tenang
seperti itu. Ada sesuatu yang meresahkan hati sang putri
tunggal Dewa Permana. Keresahan itu disembunyikan
rapat-rapat agar tak menimbulkan kecemasan bagi pihak
lain. Handphone bordering. Kumala cepat Menyambut,"Ya,
Bang. Aku masih dalam perjalanan. Sebentar lagi sampai."
Sandhi tahu, peneleponnya pasti Sersan Burhan yang
dipanggil Bang oleh Kumala dan yang seglang menunggu
kedatangan Kumala di Polres yang mereka tujti. Munglclit
juga. Sersan Burhan sudah-bersama-sama Kapolres sejak
beberapa menit yang Jalu, sangat mengharapkan
kedatangan Kumala secepat mungkin. Barangkali Pak
Kapolres sudah mau pulang.
Tapi dugaan Sandhi ada benamya, ada tidaknya.
Penelepon itu memang Sersan Burhan. Namun, masalah
yang dibicarakan bukati mengenai Pak Kapolres mau buruburu pulang. Dari pembicaraan tadi, Sandhi dapat
menduga ada kejadian yang cukup menegangkan di sana.
"Tidak ada" Maksudnya tidak ada bagaimana, Bang"
Hilmon; . sejak kapan" Terakhir kali petugas melihatnya,
kapan" Sepuluh menit yang lalu" Ooh... " Sudah dilakukan
pencarian; di sekitar situ, Bang " hmm..... ya, ya..."
Selesai mematikan HP nya, Kumala berkata kepada
Sandhi. "Hilmon hilang dan ruang sel nya."
"Hilang" Maksudnya... dia melarikani diri?"
"Belum jelas. Sepuluh menit yang lalu para petugas
tahanan masih melihat Hilmon duduk melamun di dalam
selnya. Pintu sel juga tetap dalam keadaan terkunci. Tapi,
baru saja petugas memergoki sel itu kosong. Tanpa ada
Dewi Ular Ancaman Iblis Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kerusakan apapun di dalamnya. Pintu jeruji besi tetap
terkunci tanpa ada yang patah. Pokoknya, semua tetap
rapi." "Nah, lu... Misterius sekali nih Bagaimana caranya
Hilmon bisa lenyap dari dalam sel ya?" Sandhi seperti
bicara pada diri sendiri.
"Rupanya suara gemuruh yang kudengar tadi adalah
saat-saat kepergianHilmon," Kumala pun seperti bicara
pada dirinya sendiii.
Baru saja mobil Kumala tiba di kantor Polres, di
belakangnya menyusul mobil Tante Gessy yang segera
parkir bersebelahan dengan BMW-nya Kumala. Rupanya di
petjalanan tadi Tante Gessy sudah mendapat kabar dari
Sersan Burhan melalui HP-nya, sehingga , begitu bertemu
dengan Kumala, ia langsung menanyakan kebenaran
kabar tersebut.
"Apa benar Hilmon kabur dari sel nya"! Dia itu anak
baik-baik. Nggak mungkin dia melakukan kejahatan seperti
itu. Dia bukan pengecut, Kumala. ".
"Tenang, Tante. Tenang." Kumala menenangkan emosi
Tante Gessy yang selalu menyanjung Hilmon dalam setiap
kepanikannya. Pada saat itu, tiba-tiba langkah kaki Kumala terhenti
dan matanya yang indah itu memandang ke sana -sini
dengan gerakan cepat. Sandhi yang ada di belakangnya
mulai curiga. "Ada apa " " tanyanya pelan.
"Aku merasakan getaran aneh di sekitar sini"! Ada
energi hitam yang baru saja kabur meninggalkan daerah
ini" "Energi hitam apa"!" sahut Tante. Gessy dengan dahi
berkerut tajam. Ia mulai dihinggapi rasa takut dan
kecemasan yang semakin besar.
*** 4 ENERGI hitam adalah enegi kematian. Dapat pula
diartikan sebagai energi dari al?m kubur. Tapi bisa juga
diartikan sebagai bentuk kesaktian yang dimiliki penghuni
alam kegelapan. Ilmu hitam atau black magic adalah
kekuatan gaib yang sepenuhny? menggunakan energi
hitam, dan sangat terkenal di kalangan para mistikus.
Penjelasan singkat itu diberikan Kumala di depan
beberapa petugas kepolisian yan sedang memeriksa
Raja Silat 1 Giring Giring Perak Karya Makmur Hendrik Pedang Golok Yang Menggetarkan 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama