Dewa Linglung 24 Jeratan Ilmu Iblis Bagian 2
penunggang kuda. Ketiga laki-laki ini adalah tokoh
persilatan yang bergelar si Tiga Harimau Selatan.
"Cukuplah dua orang yang turut mengantar
kami untuk penunjuk jalan. Kalian berdua boleh
kembali!" berkata salah seorang dari ketika tokoh
gagah berperawakan kekar dan rata-rata berpakaian bagus warna-warni itu.
"Kalau begitu baiklah! Kami berdua kembali
sambil membawa kuda ini ke Kadipaten dan kalian
berdua mengantar ketiga raden utusan Gusti Adipati ini ke Baluran!" kata seorang
prajurit. Dua prajurit kawannya mengangguk. Tak lama mereka
berpisah. Dua prajurit meneruskan perjalanan ke
Baluran, dan dua prajurit lagi kembali pulang ke
Kadipaten dengan mengikat kuda hitam dibelakang punggung kuda yang ditunggangi
salah seorang prajurit.
Nanjar tampaknya lebih tertarik untuk
membuntuti si gadis bernama Manisari. Cuma sekilas saja dia mendengarkan percakapan para prajurit Kadipaten yang menemukan kuda milik Raden
Sura Banga. Diam-diam dia merasa bersyukur
telah ada yang mewakilkan mengembalikan kuda
milik putera Adipati Kayoman itu. Mengenai ketiga
pendekar berangasan itu, Nanjar tak begitu ambil
pusing, karena paling tidak mereka cuma ditugaskan Adipati.
Secara diam-diam Nanjar terus membuntuti
gadis berbaju putih kembang-kembang itu. Tampaknya dara ini tak merasa kalau
dirinya sedang dikuntit. Disuatu tempat dia berhenti melangkah.
Lalu memutar tubuh dan menebar pandangan ke
sekelilingnya seperti khawatir ada orang yang telah
melihatnya. Setelah merasa aman, tampak dia
memejamkan mata. Mulutnya berkemak-kemik
seperti membaca mantera-mantera. Selang tak lama terjadilah keanehan. Mendadak
tubuh gadis itu
berubah menjelma menjadi seekor ular... Binatang
itu menggelosor cepat menyusur tanah dan merambas semak belukar.
Tentu saja kejadian aneh itu tak luput dari
mata si Dewa Linglung yang melotot besar melihat
dengan terperangah kaget.
Namun secepat itu pula dia telah berkelebat
lenyap dari tempat itu.
"Sudah kuduga, gadis itu sangat aneh...
ternyata dia memiliki keajaiban luar biasa. Tentu
dia menuju ke pondok disisi sungai itu. Aku akan
mendahului ke sana dan bersembunyi tak jauh
dari pondok itu! Ingin kulihat siapa gerangan
orang yang ditujunya, dan siapa pula adanya gadis
bernama Manisari itu?" Berkata Nanjar dalam hati.
Dia telah berada di atas dahan pohon besar. Tak
lama tubuhnya telah berkelebatan cepat bagai
seekor kera, merambas hutan....
TUJUH Nanjar yang bertujuan mendahului gadis aneh itu ternyata mengambil jalan memutar.
Tak berapa lama dia telah berada di bagian belakang pondok disisi sungai itu.
Gerakannya ringan
tak menimbulkan suara ketika dia jejakkan kaki
ditanah setelah melompat dari atas pohon besar
yang tumbuh dibelakang pondok.
Telinganya dipasang untuk mendengarkan
suara. Lapat-lapat terdengar suara parau seperti
yang bicara seorang kakek tua.
"Hapalkan mantera-mantera itu untuk keperluan kau menguasai dua makhluk ciptaan
ini!" Terdengar suara lain yang terdengar agak besar.
"Aku sudah hapal. Guru...!"
"Bagus...!" terdengar suara si kakek yang
tak lain dari Wiku Ampyang menimpal kata-kata
Balawa. "Nah! Balawa! Dua makhluk ini akan kukembalikan pada alam halus yang tak
kelihatan mata manusia! Kau bisa mempergunakan keduanya untuk kepentinganmu. Merekapun tak
ubahnya seperti Manisari. Dapat merubah ujud seperti
seekor ular biasa tanpa kepala manusia, dan dapat
menjadi makhluk yang bisa membunuh belasan
prajurit Kerajaan, dan dapat melenyapkan diri bila
kau merapal mantera sesuai dengan kehendakmu..." kata Wiku Ampyang.
"Terimakasih, Guru....! Terimakasih...! Tapi,
sampai kapankah syarat aku tak dibolehkan berhubungan dengan perempuan?" kata
Balawa. Tampaknya laki-laki ini merasa syarat itu sangat
berat. Karena sebagai manusia yang normal tentu
sukar untuk meninggalkan hal yang satu itu. Apalagi dia masih cukup muda. Bahkan
gurunya saja yang sudah tua bangka reyot, ternyata setiap bulan minta diantar seorang gadis
cantik ke sumur
Jalatunda. Dia merasa sang guru kurang kebijaksanaan dan tidak adil.
Mendengar pertanyaan itu Wiku Ampyang
tertawa terkekeh-kekeh hingga tubuhnya terguncang-guncang. "Heh...heh...bila kau telah cukup memenuhi
syarat mengantar seorang perawan cantik kesumur Jalatunda setiap satu bulan,
selama empat puluh kali, maka kau bebas berbuat sekehendak
hatimu!" sahut Wiku Ampyang.
"Selama empat puluh kali. Guru?"
"Ya! jelasnya selama empat puluh bulan.
Kalau setahun ada dua belas bulan, berarti kirakira tiga tahun lebih, baru kau
boleh menyentuh
perempuan. Dan hehehe... tentunya kau sudah
menjadi seorang yang menguasai Kerajaan Pajang,
Balawa...!" kata si kakek dengan tertawa mengekeh.
Sesaat lamanya Balawa tercenung. Tapi
kemudian tersenyum. Baginya waktu selama itu
tidaklah terlalu berat. Dan dia menerima kebijaksanaan gurunya.
"Terima kasih. Guru...! Senang sekali hatiku
mendengarnya!" berkata Balawa sambil manggutmanggut puas.
Dari sela dinding berlubang Nanjar melihat
dengan mata membelalak. Tampak seorang kakek
berjubah warna gelap, duduk didekat seorang lakilaki bercambang bauk berhidung
besar dengan kulit muka kasar. Dan yang lebih membuat mata
Nanjar membelalak lebar adalah dua makhluk
aneh berkepala dua gadis cantik, tapi bertubuh
ular... Sejak tadi mendengarkan percakapan ternyata Nanjar penasaran untuk mengetahui.
Dengan sangat hati-hati agar tak menimbulkan suara,
bahkan dengan menahan napas, Nanjar berhasil
mengintip dari sela dinding papan yang berlubang.
"Gila! benar-benar manusia-manusia sesat!"
rutuk Nanjar dalam hati. Akan tetapi dia tak dapat
bertindak sembarangan, karena khawatir akan
membuat dirinya celaka, karena belum mengetahui kekuatan lawan, yang sudah pasti
akan mempergunakan ilmu-ilmu iblis!
Saat itu si kakek berkata dengan suara parau. "Dia sudah datang..!"
Hati Nanjar tercekat. Yang dimaksud tentu
gadis aneh yang menjelma menjadi seekor ular itu.
Akan tetapi Nanjar mulai khawatir kalau kakek
tua itu mengetahui kehadirannya ditempat itu.
Namun ingin tahu untuk melihat perkembangan selanjutnya, membuat si Dewa
Linglung tetap tak beranjak dari tempatnya.
"Balawa! Kau simpanlah dua makhluk yang
aku kuasakan padamu ini!" kata Wiku Ampyang.
Balawa mengangguk, lalu membaca manteramantera. Tak lama terlihat dua makhluk
aneh berkepala manusia bertubuh ular itu lenyap jadi
dua gumpal asap, dan lenyap dari pandangan mata.
Saat itu sesosok tubuh mendadak menjelma
dimuka pintu. Dialah si gadis bernama Manisari.
Wiku Ampyang tertawa mengekeh, seraya menatap
gadis itu. Melihat adanya kakek itu berada didalam
pondok, dara ini segera jatuhkan tubuhnya berlutut.
"Sudahlah, bangun anak manis!" kata Wiku
Ampyang. Gadis ini segera beringsut duduk ditikar
pandan tak jauh dari kakek itu.
"Ada hal apakah Guru menyusul ke tempat
ini?" tanya Manisari mendahului bertanya. Wiku
Ampyang menoleh pada Balawa seraya berkata.
"Balawa, kau bisa menjelaskannya agar dia
mengetahui!" Balawa mengangguk, kemudian menatap pada gadis itu.
"Manisari..! Guru menginginkan kau kembali dulu ke sumur Jalatunda. Mengenai
urusan membunuh Adipati Kayoman serahkan saja padaku! Kelak bila urusan telah beres,
aku akan memanggilmu ke Kadipaten. Dan tentu saja bersama
ibumu! Karena ibumu adalah adik kandungku
sendiri. Kita bisa mengenyam kebahagiaan dan ketentraman setelah aku diangkat
menjadi pengganti
Adipati keparat yang telah membunuh ayahmu
dan mengawini ibumu itu, tapi kemudian menceraikan ibumu karena alasannya aku
telah terlibat perkara perampokan beberapa tahun yang silam!"
Gadis ini diam terpaku tak menjawab. Setitik air bening tersembul disudut
kelopak matanya.
"Tapi, Uwa Balawa...! Izinkahlah aku yang
membunuh manusia penipu itu agar hatiku puas!
Sayang, ketika aku muncul digedung Kadipaten,
aku hanya menjumpai istrinya! Aku hanya merampok perhiasannya dan membunuh dua
pengawal. Perhiasan itu telah kuberikan pada ibuku
untuk menyenangkan hatinya..."
"Sebenarnya kau telah bertindak terlalu cepat, Balawa! Dan kau Manisari tak
seharusnya kau memberikan perhiasan itu pada ibumu... Aku
khawatir justru akan menyulitkan langkah kalian
nanti!" kata Wiku Ampyang dengan mengerutkan
kening. "Tapi, Guru... aku tak dapat melarangnya
untuk menjumpai ibunya. Dan aku kasihan pada
adikku yang telah kehilangan anak gadisnya sejak
Manisari kubawa ke sumur Jalatunda tempat tinggalmu..." sanggah Balawa dengan
tertunduk. "Hal yang sudah terlanjur tak dapat dirubah
lagi. Aku tak mengizinkan kau bertindak sendiri,
Manisari! Benar seperti kata Uwamu. Biarlah dia
menyelesaikan urusan dendammu! Kau harus
kembali ke sumur Jalatunda!" kata Wiku Ampyang
seraya menatap tajam gadis itu.
"Untuk apa. Guru..." Bukankah aku telah
memiliki ilmu yang cukup" Dan bukankah Uwa
Balawa membutuhkan bantuanku?" tanya Manisari.
Gadis ini tampak enggan untuk kembali ke
tempat gurunya. Dia sudah tak betah lagi tinggal
disana. Bahkan dia telah merencanakan untuk
mencari tempat yang baik untuk membawa ibunya
pindah ke lain wilayah.
Wiku Ampyang tertawa terkekeh. Lalu berkata.
"Ilmu yang kau miliki masih belum cukup,
anak cantik! Dan uwamu telah punya dua pembantu penggantimu, mereka kawan
seperguruanmu sendiri, Sariti dan Lelani!" sahut kakek tua ini.
"Benar, Manisari...! Sebaiknya kau turutkan
kata guru...!" Balawa turut berkata, dan sambungnya.
"Kelak pasti aku memanggilmu untuk tinggal bersama-sama digedung Kadipaten. Bahkan,
jangan khawatir, aku punya tujuan lebih dari itu
yang telah kita rencanakan bersama!"
Kali ini Manisari tak dapat berkata apa-apa
selain manggutkan kepala dengan air mata berurai
ke pipi. Dia telah dapat menduga-duga, bahwa
dengan kembalinya dirinya ke sumur Jalatunda,
sama halnya dengan masuk ke dalam neraka, dan
mau tak mau dia harus melayani nafsu bejat kakek tua renta itu...
DELAPAN LENGAN WIKU AMPYANG tiba-tiba terangkat. Dan... Dherrr...!
Dinding papan rumah itu ambrol dan berserpihan. Diiringi bentakan keras kakek
itu berkelebat keluar dari dalam pondok.
"Pengintai licik! Cecurut busuk! Siapa
kau...!" Saat dinding papan pondok itu hancur berserpihan, Nanjar si Dewa Linglung telah
berkelebat melesat ke arah semak belukar dibelakang pondok. Balawa turut melompat dari
dalam pondok. Diam-diam dia terkejut, karena tak mengetahui
kalau ditempat itu ada orang mengintai dan mendengarkan percakapan mereka.
Wiku Ampyang menatap pada Balawa. "Kau
cari manusia yang telah mengintai itu sampai dapat, dan bunuh mati. Jangan
biarkan sampai dia
lolos! Setidak-tidaknya dia telah mendengarkan
percakapan kita!" kata kakek ini. Kemudian berpaling pada Manisari.
"Hayo, bocah cantik muridku, kau harus
ikut aku dan secepatnya pergi dari sini!" Sementara itu gadis ini sesaat
tertegun. Dalam hati diamdiam dia berkata. "Hm, apakah pengintai itu pemuda
penunggang kuda yang bertemu aku di jalan
tadi...?" namun dia tak dapat berpikir lebih jauh,
karena Wiku Ampyang telah melompat mendekati.
Lengan kakek itu terjulur. Dilain kejap dia sudah
berada dalam pondongan kakek itu. Dan saat berikutnya dia sudah dibawa
berkelebat cepat meninggalkan halaman pondok itu...
Balawa membaca mantera-mantera. Seketika itu juga dua makhluk pembantunya
menjelma menyerupai dua ekor ular sepanjang dua depa.
"Cepat cari jejak manusia keparat itu! Dan bunuh
mampus bila kalian menemukannya!"
*** Elang raksasa itu meluncur cepat merambah angkasa, dan lenyap ketika menyusup
masuk ke dalam hutan lebat. Elang itu adalah si Dewa
Linglung yang menggunakan ilmu terbang dengan
menggunakan kedua lengannya.
Sementara itu sebuah bayangan kuning
memburu dari arah barat hutan. Ketika Nanjar jejakkan kakinya dibawah pohon
Dewa Linglung 24 Jeratan Ilmu Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beringin hutan,
bayangan kuning itupun tiba ditempat itu.
"Siapa kau?" benak Nanjar dengan terkejut
melihat tahu-tahu sesosok tubuh berjubah kuning
muncul dihadapannya.
"Sobat pendekar gagah, mari kita bahumembahu membekuk manusia-manusia iblis
itu!" berkata orang berjubah kuning itu. Ternyata dia
seorang laki-laki kurus berkepala gundul bermata
seperti orang mengantuk. "Aku si tua Lo Sam dari
gurun Go Bi! Kaum Kang Ouw menjuluki aku si
Dewa Mengantuk!" kata orang tua itu sambil menjura di hadapan Nanjar. Tentu saja
Nanjar terheran mendengar nama yang aneh, juga nama tempat yang baru pernah
didengarnya. "Namamu aneh..!" Julukanmu juga lucu!
Dimana itu Gurun Go Bi?" tanya Nanjar sambil garuk tengkuknya.
"Hehe... Gurun Go Bi ada didataran Tiongkok! Sangat jauh dari wilayah ini. Harus
mengarungi lautan luas!" sahut orang tua itu sambil tersenyum dan menjawab
ramah. Nanjar jadi tertegun. Bagaimana tokoh asing sejauh itu bisa sampai ke
wilayah ini! Namun diam-diam dia bergirang
hati mendengar niat baik orang tua itu.
"Hm, senang sekali berkenalan dengan anda, orang tua Lo Sam! Namaku Nanjar!
Julukanku tak usah kusebutkan..."
"Hehe... bukankah anda yang bergelar si
pendekar Naga Merah" Dan punya julukan si Dewa Linglung?" potong laki-laki tua
ini. "Ah, dari mana kau bisa mengetahui?"
tanya, Nanjar. "Haiyaaa...! Sudahlah! Tak usah tanyakan
dari mana aku bisa mengetahui. Bukankah kau
pewaris pedang mustika Ang Liong Kiam, atau pedang mustika Naga Merah?" sambar
laki-laki asing
bernama Lo Sam ini dengan tersenyum. Lagi-lagi
Nanjar tertegun, dan menatap laki-laki itu dengan
terheran. Belum lagi Nanjar menjawab, Lo Sam sudah
meneruskan berkata.
"Tak usah risaukan diriku, sobat pendekar
gagah! Tujuanku kemari adalah mencari jejak seorang pencuri kitab sesat yang
harus kumusnahkan. Ternyata kitab sesat itu telah dipelajari oleh
orang yang bernama Wiku Ampyang! Aku telah
mengetahui tempat sembunyi manusia itu. Sayang
aku tak menemukan dia ketika aku ke tempat dia
berdiam selama ini! Secara kebetulan aku mengetahui dirimu adalah pendekar gagah
pewaris pedang mustika Naga Merah. Tentu saja tujuanku
adalah akan turut bekerja sama melenyapkan si
pengacau itu! Bukankah kaupun tak akan membiarkan manusia sesat itu membuat
kerusuhan diwilayah ini?"
Penuturan dan penjelasan serta pertanyaan
si orang tua Lo Sam membuat Nanjar mau tak
mau jadi tersenyum girang.
"Bagus! Melenyapkan kejahatan adalah tugas mulia seorang pendekar. Kalau kau
orang tua Lo Sam mau membantu perjuangan kaum golongan lurus, tentu saja aku tak
menolak...!" sahut
Nanjar. "Hehe... bagus! bagus! Kita sama-sama
punya gelar Dewa! Kau Dewa Linglung dan aku
Dewa Mengantuk! Aku senang bersahabat denganmu sobat gagah! EH, ya panggil saja aku Supek
atau paman Lo Sam!" kata laki-laki ini sambil tertawa.
"Baiklah paman Lo Sam! Kini apa rencanamu untuk membekuk manusia iblis Wiku
Ampyang itu?"
"Mari ikut aku mengejar Wiku Ampyang ke
sumur Jalatunda! Biar manusia itu aku yang
menghadapi, dan kau selamatkan gadis yang telah
terkena jeratan ilmu iblisnya itu...!" kata Lo Sam.
"Aku setuju...! Tapi bagaimana dengan muridnya yang bernama Balawa dan dua gadis
yang telah dijadikan makhluk jahat menyerupai ular
itu" Mereka pasti akan melakukan rencana jahatnya membunuh Adipati dan mengacau
Kota Raja. Paman Lo Sam telah mengetahui rencana mereka
bukan?" "Benar! mereka memang punya rencana jahat! Akan tetapi lebih jahat lagi adalah
manusia bernama Wiku Ampyang. Karena dialah manusia
yang menjadi sumber kejahatan mereka..,!" sahut
Lo Sam. "Apakah sebaiknya kita bersama-sama menumpas si Balawa murid Wiku Ampyang itu
terlebih dulu, kemudian mengejar kakek iblis itu! Bukankah dia pasti pergi
menuju ke lubang sumur
Jalatunda yang telah kau ketahui tempatnya?"
berkata Nanjar memberi pendapat.
"Hehe.. Dewa Linglung! Pendapatmu salah!
Menumpas kejahatan harus biangnya terlebih dulu! Sama seperti membunuh ular atau
binatang berbisa, harus kepala dulu baru ekor!*' laki-laki
asing ini menjelaskan pada Nanjar. Dewa Linglung
jadi tersipu sambil garuk-garuk tengkuk.
"Haha... kau benar, paman Lo Sam! Mari kita kejar iblis tua itu!" kata Nanjar
sambil berkelebat terlebih dulu. Laki-laki tua dari gurun Go Bi
itu berkelebat menyusul. Gerakannya sangat cepat, bagaikan angin yang
melintas... Dalam waktu
beberapa kejap saja kedua sosok tubuh berkepandaian tinggi itu telah lenyap tak
kelihatan lagi...
SEMBILAN WIKU AMPYANG melompat turun ke sumur
Jalatunda. Kakek ini merasa hatinya kurang tenteram dan berpirasat buruk. Dia
tak langsung memasuki goa tempat berdiamnya, akan tetapi menuju kesebelah kiri
goa yang tak berjauhan dengan
empat buah goa didalam sumur raksasa itu.
Setelah menurunkan Manisari, kemudian
merapal mantera dengan mulut berkemak-kemik.
Selang tak lama dinding batu dihadapannya mendadak mengepulkan asap putih tipis.
Dan tahutahu terlihat sebuah lubang goa kecil diantara kepulan asap kabut.
Dia perintahkan gadis itu memasuki lubang
goa rahasia tersebut, kemudian kembali merapal
mantera. Goa tersebut secara aneh kembali lenyap
tak berbekas, seolah-olah cuma dinding batu tanpa lobang... Itulah sebuah
penjara rahasia yang
hanya dipergunakan bila dalam keadaan yang
sangat diperlukan untuk menyembunyikan diri
atau tawanannya.
Kemudian dengan bergegas dia memasuki
goa khusus yang digunakan sebagai kamarnya.
Dalam ruangan ini dia menyiapkan sebuah pedupaan. Lalu membakar kemenyan dan
rempahrempah. Sebentar saja asap berbau kemenyan segera terendus hidung.
Pedupaan itu diletakkan di atas tengkorak
manusia. Dan dia duduk bersila di hadapan pedupaan tersebut.
"Aneh! Naluriku mengatakan bahwa ada
orang yang tengah mengejarku... Siapakah dia?"
berkata Wiku Ampyang dalam hati. Namun segera
mengkonsentrasikan diri untuk mendapat petunjuk lebih jelas.
Lewat sepenanak nasi, tampak keringat
memenuhi dahi laki-laki tua ini. Sesaat dia membuka matanya. Bibirnya mendesis.
"Aneh! Gelap pekat! Aku tak melihat apaapa sedikitpun! Hal ini baru sekali ini
aku rasakan..."
Mendadak telinganya lapat-lapat mendengar
suara kelenengan dikejauhan. Makin lama suara
kelenengan semakin jelas terdengar dan tampaknya semakin mendekati permukaan
sumur Jalatunda.
Saat itu juga tampak wajah Wiku Ampyang
berubah agak pucat. Tiba-tiba dia merobah sikap
duduknya. Kini kedua lengannya terangkat ke
arah pedupaan. Sementara bibirnya tiada henti
merapal mantera.
BHUSSS...! Mendadak asap pedupaan seperti meletup
dan menimbulkan asap hitam bergulung-gulung.
Suara kelenengan semakin jelas ditelinga Wiku
Ampyang, dan semakin cepat pula kakek ini membaca mantera-mantera. Asap hitam
yang bergulung-gulung kian lama kian bergumpalan didalam
kamar. Tiba-tiba terjadilah keanehan. Asap hitam
itu berubah menjadi berates-ratus kelelawar. Dalam waktu tak lama ratusan
kelelawar itupun beterbangan keluar dari kamar dengan suara riuh
mencicit-cicit, dan menebar keluar dari dalam lubang sumur itu.
Pada saat yang sama diluar sumur Jalatunda tampak dua sosok tubuh berjalan cepat
merambah semak belukar. Mereka tiada lain dari si
laki-laki tua Lo Sam dan si Dewa Linglung.
Nanjar merasa aneh melihat Lo Sam membunyikan kelenengan terbuat dari perunggu
yang dibawanya. Dan sambil berjalan cepat mendahului
Nanjar sedikitpun tak pernah mengajak
berbicara, karena mulutnya tiada berhenti membaca entah mantera apa.
Selang sesaat tampak dia menghentikan
langkah. Kepalanya menengadah dengan mata
yang setengah mengantuk itu agak terbuka lebar.
Terkejut Nanjar ketika melihat ratusan kelelawar
diangkasa bagaikan segumpalan awan hitam yang
terlihat olehnya.
"Bersiaplah untuk menghadapi serbuan kelelawar ciptaan Wiku Ampyang, sobat Dewa
Linglung!" berkata Lo Sam.
"Kelelawar ciptaan" Ah, berarti kita telah
hampir tiba dilubang sumur Jalatunda ?" sentak
Nanjar. "Benar! Sumur Jalatunda telah tak jauh di
depan kita! Agaknya iblis tua itu telah mengetahui
kedatanganku..!" tukas Lo Sam.
Laki-laki asal gurun Go Bi itu simpan kelenengannya, lalu keluarkan sebuah
kebutan berwarna kuning dari balik jubah. Kemudian berkelebat ke arah depan.
Nanjar segera mengikuti dengan hati kebat-kebit. Namun diapun telah siap untuk
menghadapi apa yang bakal terjadi.
Suara cicit memekakkan telinga dari ratusan kelelawar itu membuat kelengangan
jadi sirna. Mendadak ratusan kelelawar yang menghitam bagai gumpalan awan itu menukik ke
bawah ke arah mereka... Lo Sam keluarkan bentakan keras. Kebutannya mengibas ke udara. Cahaya kuning
membersit, menyambar ke arah gerombolan kelelawar
yang menyerbu itu.
Bhusss! Bhusss...!
Ketika cahaya kuning itu menerpa, maka
terjadilah letupan-letupan yang menimbulkan suara bagai bara yang dicelupkan ke
dalam air. Puluhan kelelawar lenyap berubah jadi gumpalan asap
hitam. Namun ratusan kelelawar lainnya menyerbu.
Nanjar tak berlaku ayal untuk menghantam
dengan pukulan-pukulan Inti Api. Setiap kali serangannya dilontarkan ke udara,
puluhan kelelawar lenyap berubah jadi gumpalan asap hitam. Sibuklah kedua pendekar itu menghadapi serbuan
binatang-binatang ciptaan itu.
Udara dipenuhi asap hitam, dan entah beberapa ratus kelelawar yang terhembus
hangus dan lenyap jadi gumpalan asap oleh pukulan dan
hantaman kebutan aneh Lo Sam. Nanjar tak sabaran lagi, karena kelelawar ciptaan
seperti tak ada
habisnya. Detik itu juga dia cabut pedang mustika
Naga Merah dari sarungnya.
Cahaya lantas saja menyambar-nyambar
dahsyat diudara bagaikan amukan seekor naga
kecil yang menghalau buyar asap hitam tersebut.
Dalam waktu tak lama semua asap hitam lenyap
tak berbekas. Langit menjadi bersih seperti sedia kala.
"Bagus! Mari kita gempur manusia iblis penyebar bala itu!" teriak Lo Sam dengan
girang. Lalu mendahului berkelebat. Dewa Linglung masukkan lagi pedang mustika
Naga Merah ke dalam serangka, lalu berkelebat menyusul dengan bersemangat.
Pada saat itu Wiku Ampyang telah melompat keluar dari dalam goa. Kepalanya
mendongak menatap ke permukaan sumur. Mendadak wajahnya berubah memucat, karena tak
melihat seekorpun kelelawar berada diudara. Di saat itulah tibatiba terdengar
bentakan nyaring diiringi berkelebatnya dua bayangan.
"Iblis tua Wiku Ampyang! Kau tak dapat lolos dari hukuman karena telah mencuri
kitab sesat, dan menyebar kericuhan!" Tahu-tahu dihadapannya telah berdiri dua
sosok tubuh. Yang satu
adalah seorang pemuda baju gombrong berwarna
putih, dan seorang lagi adalah laki-laki tua bermata seperti orang mengantuk.
Laki-laki tua jubah
kuning yang mencekal kebutan itulah yang membuat dia tersentak kaget.
"Paderi gurun Go Bi, si Dewa Mengantuk, Lo
Sam...! Edan! Angin apa yang telah meniupnya
sampai ke wilayah tanah Jawa ini?" sentak Kakek
ini dalam hati. Diam-diam hatinya mencelos, karena tahulah dia kalau dirinya
dalam bahaya besar.
Namun dengan tertawa terkekeh menutupi kerisauan hatinya, dia berkata.
"Hehe..hehe... bagus! Keledai gundul jauhjauh datang dari gurun Go Bi agaknya
mau minta mampus dinegeri orang!?"
"Hehe..hehe..! Bukan mau minta mampus
dinegeri orang, tapi mau menggebuk pantat setan
tua gundul yang tepos, dan menggantung jerangkongnya di dasar lubang ini untuk
tumbal para iblis!" Nanjar menyahuti kata-kata Wiku Ampyang
sambil menirukan suara tertawa si kakek.
"Hm, apakah bocah sinting ini muridmu, Lo
Sam?" Wiku Ampyang menunjuk pada Nanjar dengar mata melotot karena dirinya
disebut setan tua
pantat tepos. "Haha... matamu ternyata cuma digunakan
untuk melihat perempuan cantik, Wiku Ampyang!
Apakah kau tak mengenali dirinya" Dialah seorang
pendekar muda yang gelarnya telah menggemparkan seantero pulau Jawa dan mendapat
tempat terhormat dimata para pendekar gagah penegak
keadilan!" Nanjar mau membuka mulut untuk
memotong kata-kata Lo Sam. Tapi orang tua dari
gurun Go Bi itu telah meneruskan kata-katanya.
"Dialah seorang tokoh muda yang bergelar
si Pendekar Naga Merah, dan mendapat julukan si
Dewa Linglung 24 Jeratan Ilmu Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dewa Linglung!" Tentu saja penjelasan Lo Sam
membuat Wiku Ampyang diam-diam hatinya tersentak kaget. Gelar dan nama julukan
pendekar aneh itu memang pernah di dengarnya, tapi dia
cuma menganggap sebagai kabar angin yang digembor-gemborkan orang saja. Sudah
tidak aneh, kalau dipihak golongan putih ada nama yang menonjol selalu didewa-dewakan orang.
Bagi dirinya yang tak tahu urusan orang selain urusannya
sendiri, hal itu dianggap angin lalu.
"Heh! Segala nama kosong tak berarti!" berkata dingin Wiku Ampyang. "Kalian
telah datang menyatroni aku disumur Jalatunda jangan harap
bisa keluar lagi dengan keadaan hidup! Dan kau
Lo Sam! Apakah kau mau meminta kitab sesat
yang aku dapatkan dengan susah payah dari tangan BOW SIANG KEK" Hm, kitab itu
telah aku musnahkan, namun isi kitab sesat itu telah pindah ke dalam otakku! Jangan mimpi
untuk kau bisa pulang ke negerimu dengan masih bernyawa!
Dan kau bocah sinting! Nama besarmupun akan
terkubur dilubang Jalatunda!" berkata Wiku Ampyang dengan tertawa terkekeh.
"Bagus! Aku tak perlu memusnahkan kitab
sesat itu lagi, cukup dengan melenyapkan nyawa
iblismu, Wiku Ampyang! Bow Siang Kek ditanah
leluhur kami telah ditumpas. Namun kami tak
akan biarkan pewarisnya hidup untuk menyebar
bala dimanapun dia berada!" bentak Lo Sam dengan tetap bersikap tenang.
Diam-diam Wiku Ampyang terkejut mendengar berita mengenai kematian orang yang
tak lain adalah gurunya, karena ilmu-ilmunya telah
disadap dengan mendapatkan kitab sesatnya. Namun keangkuhan hatinya tetap
membuat dia besar kepala. Karena memikir bahwa selain ilmuilmu sesat itu, dia
juga menguasai ilmu kedigjayaan yang dapat membuat tubuhnya kuat dan
kebal dengan macam senjata tajam.
"Tak perlu banyak bacot, Lo Sam! Kau hadapi ilmuku!" bentak Wiku Ampyang. Sambil
membaca mantera-mantera, kakek ini silangkan
lengan ke depan. Segumpal uap biru tersembul dari ujung lengan. Tahu-tahu
lengannya telah mencekal sebuah tongkat ular hidup berkepala dua.
Ular aneh bersisik biru itu mengangakan mulutnya menampakkan taring-taring yang
runcing tajam. SEPULUH Sementara itu, Manisari yang disekap didalam goa ghaib, tengah berusaha
melepaskan diri.
Mata gadis ini yang berkaca-kaca menatap
ke sekitar ruangan dinding batu dan lembab. Hatinya bergidig dan tersentak kaget
ketika memperhatikan disekitar dinding penuh dengan ratusan
kala, kelabang dan binatang berbisa lainnya.
"Celaka..! Aku tak dapat meloloskan diri.
Tapi... tapi aku harus mencari jalan keluar dari
tempat terkutuk ini..." berkata Manisari dalam hati. Lama dia tertegun dan
berpikir keras mencari
jalan keluar. Tapi sekeliling lubang berdinding batu itu tak ada sebuah
lubangpun yang dapat dimasuki untuk pergi dari ruang celaka itu.
Saat itu lapat-lapat telinganya mendengar
suara kelenengan yang terdengar sangat aneh.
Namun suara itu lenyap ketika terdengar
suara bergemuruhnya kepak sayap dan suara
mencicit seperti suara ratusan kelelawar. Suara
itupun kemudian lenyap. Kini yang didengarnya
adalah bentakan-bentakan keras yang dibarengi
sesekali oleh suara bergoncangnya dinding dalam
lubang, tempat dia disekap.
Manisari terkejut. Tapi hatinya diam-diam
girang, karena dia menduga telah terjadi pertarungan dilubang sumur Jalatunda.
"Tentu yang muncul dilubang ini adalah
orang yang mengintai dinding rumah ditepi sungai
itu. Hei, apakah bukan si pemuda penunggang
kuda itu" Jangan-jangan dia... Tapi tampaknya
seperti ada dua orang yang menyatroni ke tempat
ini... " berkata dalam hati gadis ini.
"Hm, bodoh aku! mengapa tak kugunakan
ilmuku untuk keluar dari tempat celaka ini?" sentaknya. Seketika pikirannya
menjadi jernih. Dan
Manisari tampak merapal mantera-mantera. Sesaat antaranya tubuhnya lenyap, dan
berubah menjadi seekor ular.
Ternyata dengan merubah diri sedemikian
rupa, dengan mudah dia dapat menemukan sebuah lubang kecil diantara sela dinding
batu. Dan tanpa menemukan kesukaran dia berhasil meloloskan diri dari dalam goa tersebut.
Setiba diluar goa, segera tampak olehnya Wiku Ampyang tengah
bertarung seru dengan seorang laki-laki tua berjubah kuning. Sedangkan seorang
lagi cuma berdiri merapatkan punggungnya ke dinding batu tak
turut melibatkan diri dalam pertarungan. Manisari
segera mengenalinya.
"Ternyata benar dugaanku! Dialah pemuda
berkuda yang mau mengantarkan aku akan menemui uwa Balawa..." Manisari memikir
keadaan sangat menguntungkan, selagi Wiku Balawa bertarung, dia berniat melarikan diri
dari dalam sumur
itu. Maka tanpa merubah diri segera dia merayap,
mencari jalan keluar menuju permukaan sumur
Jalatunda. Di saat itulah si Dewa Linglung teringat untuk mencari gadis bernama Manisari
itu. Ternyata disaat itu pula Lo Sam mengirim suara padanya,
mengingatkan agar mencari gadis itu, sementara
dia tengah melayani Wiku Ampyang.
"Cepat kau cari gadis itu, sobat Dewa Linglung! Biar aku menghadapi iblis tua
bangka ini!"
Nanjar segera berkelebat memasuki goa dibelakangnya. Satu persatu diantarnya ke
empat goa yang terdapat dilubang itu diperiksanya. Tapi
dia tak menjumpai Manisari. Kini tinggal lagi goa
tempat Wiku Ampyang yang belum lagi diperiksanya.
Di saat Nanjar tengah putarkan pandangan
mata ke sekeliling lubang, terlihatlah olehnya seekor ular yang meluncur cepat
merayap dinding batu menuju ke permukaan lubang. Hati si Dewa
Linglung tercekat.
"Ular..!" Apakah ular biasa atau penjelmaan
gadis itu..?" sentak Nanjar dalam hati.
Sementara itu pertarungan antara Wiku
Ampyang dengan Lo Sam si pendekar asing dari
gurun Go Bi tengah berlangsung seru. Wiku Ampyang mengerahkan segenap ilmunya
untuk membunuh lawannya. Tongkat ular hidupnya menyambar-nyambar dahsyat! Setiap
sambaran diiringi meletupnya uap hijau berbau amis dari dua
mulut ular yang menganga. Akan tetapi Lo Sam
dengan kebutan anehnya dapat menolak serangan
lawan dan membuat buyar uap hijau beracun itu.
Mendadak Wiku Ampyang membentak keras. Tongkat ular berkepala dua mendadak
lenyap. Manusia berilmu iblis ini perdengarkan suara tertawa terkekeh yang memekakkan
telinga. Suara yang punya pengaruh hebat itu dibarengi dengan
munculnya berpuluh-puluh sosok tubuh kakek
itu, membuat Lo Sam terperanjat kaget. Dan secara serentak puluhan manusia
ciptaannya itu menerjangnya. Repotlah Lo Sam dibuatnya, karena
tak mengetahui lagi mana lawan yang asli dan
mana lawan yang palsu. Disamping dia harus berkelebatan menghindarkan serangan,
juga telinganya dipenuhi suara tertawa yang menyakitkan
anak telinga. Nanjar yang sedianya akan mengejar ular
yang dilihatnya merayap naik ke atas lubang,
mendadak menahan niatnya. Telinganya mau tak
mau mendengar pula suara tertawa Wiku Ampyang yang memukul-mukul gendang
telinganya. Dan yang lebih terkejut adalah melihat sosok tubuh kakek itu telah berubah
menjadi berpuluhpuluh banyaknya. Melihat demikian, Nanjar segera
cabut pedang mustika Naga Merah, karena melihat
Lo Sam tampak terdesak dan sangat memerlukan
bantuan. Cahaya merah membias udara... Belasan
bayangan tubuh Wiku Ampyang yang mengurung
Lo Sam buyar berpentalan ketika Nanjar dengan
keras gunakan pedang mustikanya untuk membuyarkan kepungan pada Lo Sam. Namun
gempuran Nanjar seperti tak berarti, karena sosok
bayangan kakek itu seperti susul menyusul terus
bermunculan. Bahkan suara tertawa terkekeh
yang menyakitkan gendang telinga terus bergema.
Saat itulah Lo Sam melompat menjauh. Dia mengeluarkan kelenengan perunggu dari
balik jubah. Kemudian menerjang maju sambil membunyikan
alat aneh itu. Suara kelenengan semakin nyaring menindih getaran suara tertawa Wiku Ampyang.
Hingga lama-kelamaan suara tertawa kakek itupun lenyap. Tampak Wiku Ampyang melompat
mundur. Tubuhnya yang berpuluh-puluh itu seketika lenyap, dan kembali menjadi seperti
asalnya. Napas Wiku Ampyang tampak tersengalsengal. Wajahnya berubah membesi.
Kemarahannya tak terbendung, karena dua ilmu yang di gunakannya berhasil
dikalahkan lawan. Diam-diam
dia mulai memikirkan untuk melarikan diri. Tapi
tiba-tiba teringatlah dia pada Manisari yang dikurung didalam goa ghaib. Whuuuk!
Lengannya mengibas seraya diiringi membaca mantera. Uap putih tampak mengepul
didinding batu yang terkena hantaman angin kibasan
lengannya. Segera saja tersembul sebuah lubang
didinding batu itu.
"Manisari! Cepat keluar dari situ, dan bantu
aku menghadapi dua manusia tengik ini!" perintah
sikakek dengan mengirim suara ke dalam lubang.
Tapi setelah sekian saat ditunggu, tak ada seekor
ular atau manusia yang muncul dari lubang itu.
Ketika dia menengadah ke atas lubang sumur, tampak olehnya seekor ular
menggelantung dibatu menonjol. Tampaknya ular itu sangat keletihan. Dan ada darah menetes dari
kepalanya. Tersentak hati Wiku Ampyang. Sekejap saja dia telah
mengetahui siapa adanya ular itu.
"Bedebah! Rupanya kau mau meloloskan diri?" bentak kakek ini dengan suara
berdesis marah. Mendadak lengannya bergerak. Dari telapak
tangannya menyambar sinar biru... BHLARRR!
Karena murkanya dia telah menghantamkan pukulan tenaga dalamnya untuk membunuh
ular penjelmaan Manisari itu. Akan tetapi didetik
itu cahaya merah dan kuning membias udara ...
Cahaya kuning menahan serangan maut si
kakek, sedangkan cahaya merah menabas bagaikan kilatan lidah api menyambar
batang leher manusia iblis itu. Terdengarlah suara...
BHLARRR..! DESS...! Darah merah kehitaman memuncrat diudara... Tampak tubuh Wiku Ampyang terhuyung
tanpa kepala, dan roboh terjerembab. Sedangkan
buah kepalanya terlempar membentur ke dinding
batu sumur Jalatunda. Dilain pihak tampak pula
tubuh Lo Sam terhuyung beberapa langkah ke belakang. Kebutannya terbelah menjadi
empat bagian, dan terlepas dari tangannya. Disudut bibir
laki-laki asal gurun Go Bi ini tampak meneteskan
darah. Nanjar tertegun sesaat. Matanya menatap
ke arah Wiku Ampyang yang tak bergerak-gerak
lagi, kemudian beralih menatap pada Lo Sam.
Mendadak dia melihat sesosok tubuh melayang
dari atas lubang sumur... Dewa Linglung tersentak, karena melihat sosok tubuh
seorang wanita.
Itulah sosok tubuh Manisari, gadis yang tengah dicarinya. Detik itu juga dia
telah berkelebat... Dan
nyaris saja terlambat beberapa detik. Dia sempat
menyangga tubuh wanita itu dengan kedua lengannya.
Sesaat lamanya suasana dalam sumur Jalatunda dicekam keheningan. Kedua pendekar
itu saling berpandangan. Nanjar tersenyum dan berkata lirih.
"Kau tak apa-apa, paman Lo Sam..?"
"Syukurlah Thian masih melindungi jiwaku,
dan... kita berhasil menumpas terkutuk itu!" sahut
Lo Sam sambil menyeka bibirnya yang mengalirkan darah rembesan dari mulutnya.
"Tipuannya
sangat hebat dan licik! Dia sengaja menghantamkan pukulan maut ke arah ular padahal tujuannya
adalah menggempur aku, karena dia sudah dapat
menduga kalau aku akan menahan serangan pukulan mautnya. Untunglah, tenaga
dalamnya masih berada setingkat dibawahku..." sambung Lo
Sam dengan napas tersengal dan mulut agak menyeringai karena menahan rasa sakit
pada dadanya. Tampak sebelah lengannya terkulai seperti
tak bertenaga. Nanjar letakkan gadis itu ke tanah, lalu keluarkan bungkusan kain dari balik
baju. Dari dalam kain itu dia menjumput dua butir pel. Lalu
melemparkan pada Lo Sam. Dengan heran Lo Sam
menangkapnya. "Telanlah! Untuk memulihkan tenaga dalammu...!" kata Nanjar.
"Hehe.. terima kasih, Dewa Linglung! Ternyata kau juga seorang tabib yang
hebat!" kata Lo
Sam sambil tertawa.
Lalu menelan kedua butir pel itu. Sebutir
pel juga dijejalkan ke mulut gadis yang tergolek
pingsan tak sadarkan diri itu. Tampak dari sudut
bibir Manisari juga mengalirkan darah berwarna
kehitaman. Juga tampak ada darah yang mengalir
dari kedua lubang telinga, dan sedikit menetes dari
lubang hidung. Ternyata dia terkena akibat dari
suara tertawa Wiku Ampyang yang bertenaga dalam tinggi.
"Tugas kita belum lagi selesai, Lo Sam! Kita
harus cepat ke Kota Raja! Dugaanku si Balawa
murid kakek iblis ini tentu tengah membuat keonaran disana bersama dua makhluk
ciptaan dari dua murid perempuan manusia iblis ini!" berkata
Nanjar. "Benar! Tapi tak seberapa berbahaya... Dan
dugaanku dua makhluk ciptaan Wiku Ampyang telah kembali ujud seperti asalnya!"
"Kalau begitu, kuserahkan gadis ini padamu. Tolong kau rawat dia, sekalian kau
Dewa Linglung 24 Jeratan Ilmu Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beristirahat untuk memulihkan tenaga dalammu...!" Lo
Sam terdiam sejenak. Tapi segera menyahut.
"Baiklah! aku setuju...! Tapi..." katanya
sambil menatap pada Manisari. "Tampaknya gadis
ini tak akan dapat kembali normal lagi!" sambung
Lo Sam dengan menghela napas.
"Mengapa" Maksudmu mengenai keadaan
lukanya?" "Benar! Seandainya dia sembuh dari luka
dalamnya, dia akan menjadi seorang yang tuli dan
bisu. Karena gendang telinganya telah pecah, dan
urat suaranya putus akibat tertawa Wiku Ampyang yang mengandung kekuatan hebat
itu..." Sesaat Nanjar tertegun. Kemudian turut
menghela napas. Lalu berkata. "Gadis malang bernasib buruk..." desis si Dewa
Linglung. "Paman Lo Sam! Aku akan segera ke Kota
Raja! Kau rawatlah dia sebisamu...!" kata Nanjar.
Lalu bangkit berdiri, dan setelah mengangguk pada Lo Sam yang membalasnya dengan
manggutkan kepala, berkelebatlah si Dewa Linglung dari
dasar lubang sumur Jalatunda. Lo Sam menatap
kepergian pemuda itu dengan geleng-geleng kepala.
"Pemuda gagah berhati lurus! Semoga Thian
melindungi dirimu..!" desisnya dengan suara perlahan...
SEBELAS DUGAAN SI DEWA LINGLUNG TERNYATA
TEPAT... Balawa tengah membantai lasykar Kadipaten, dengan dibantu dua makhluk
ular ciptaan itu. Sayang dia datang terlambat. Karena telah banyak korban berjatuhan. Belasan
prajurit kadipaten telah berkaparan dalam keadaan tewas. Terlihat pula tiga
laki-laki berangasan yang bergelar Tiga Harimau dari Selatan telah menemui ajal.
Yang dijumpai Nanjar ketika muncul di Kadipaten adalah tengah terjadinya
pertarungan Balawa dengan Raden Sura Banga.
Dengan pedangnya tampak pemuda putera
Adipati Kayoman itu menerjang laki-laki yang pernah dilihat Nanjar didalam
pondok disisi sungai,
ketika tengah membuntuti Manisari.
Empat orang prajurit kelas satu turut membantu Sura Banga. Ternyata keempat
laki-laki hamba kerajaan ini orang-orang yang berani dan
tak mengenal takut.
"Biarlah kami menghadapi manusia buronan ini, Raden! Sebaiknya Raden menolong
ayahanda Raden dan gusti permaisuri!" kata salah
seorang bersenjatakan klewang.
"Haha.. haha... kalian semua tak akan ada
yang bisa selamat dari pembalasanku! Kedua manusia ularku akan membantai semua
isi gedung Kadipaten!" berkata Balawa dengan tertawa tergelak-gelak. "Manusia iblis keparat! Dosa apakah yang
telah diperbuat keluarga kami dengan perbuatan
terkutukmu?" bentak Sura Banga.
"Dosa apa" Hm, kau anak muda tak perlu
tahu! Yang jelas kau harus segera kukirim ke neraka!" bentak Balawa dengan suara
dingin. Bentakan itu diiringi dengan menyambarnya keris pusaka ditangan Balawa
ke arah lambung Sura Banga.
Akan tetapi detik itu juga keempat perwira
telah menghadang dan menangkis sambaran keris
tersebut. Dua pedang yang digunakan menangkis
terpental dibarengi suara teriakan terkejut dua
perwira itu. Di saat itulah keris Balawa kembali membias udara. Darah menyemburat ke udara...
Dua perwira Kadipaten itu perdengarkan jeritan menyayat hati. Tubuh mereka
berjungkalan roboh,
dengan lambung dan leher terkoyak keris pusaka
lawan. Nanjar baru saja akan bergerak melompat
untuk mencegah pertumpahan darah lebih banyak. Tapi saat itu tampak seorang
wanita berlarilari memasuki pintu gerbang Kadipaten, dan melangkahi mayat-mayat
yang bergeletakan sambil
berteriak-teriak.
"Kakang Balawa...! Hentikan perbuatan terkutukmu! Hentikan pertumpahan darah
ini!" Tentu saja teriakan itu membuat Balawa
membalikkan tubuh. Wajahnya jadi berubah mengelam ketika mengetahui siapa wanita
itu. "Resmini, mau apa kau datang kemari?"
bentaknya dengan marah. Dengan napas tersengal-sengal wanita yang tak lain dari
Resmini, bekas istri kedua Adipati Kayoman ini berhenti didepan
Balawa. "Balawa! Mengapa kau membantai orangorang Kadipaten" Kau... kau sungguh terkutuk
telah mengorbankan anakku, keponakanmu sendiri
untuk kepentinganmu...!" teriak Resmini dengan
suara terisak. "Keparat kau! Adipati Kayomah adalah
orang yang telah membunuh Panjirono! Dia telah
membunuh suamimu karena dia menginginkan
kau!! Kau telah ditipu mentah-mentah olehnya.
Kemudian memfitnah aku berkomplot dengan Barong Alas melakukan perampokan harta
benda Kerajaan. Kalau aku membalas dendam karena hal
itu, juga karena menebus sakit hatimu, apakah
aku dapat disalahkan?" berkata Balawa dengan
suara lantang. "Bohong! Semua tuduhanmu palsu! Aku tak
percaya! Semua kata-katamu dusta! Kau hanya
menurutkan rasa iri dengkimu saja! Sejak lama
kau menginginkan kedudukan sebagai Adipati!
Ternyata kau tak lebih dari manusia busuk penyebar fitnah! Semuanya telah
dijelaskan oleh Barong
Alas...! Kaulah sebenarnya yang telah mengepalai
perampokan itu!"
Saat itulah sesosok tubuh tampak berkelebat dari balik tembok gedung Kadipaten.
"Barong Alas...?" sentak Balawa dengan wajah pucat.
"Benar, Balawa! Aku Barong Alas yang pernah menjadi sahabat dan juga anak buahmu! Cukuplah kejahatanmu sampai disini
saja, sobat! Sebenarnya aku tidak dihukum gantung, dan pula
tak ada siksaan keji hingga membuatku menjadi
seorang tanpa daksa, seperti yang kau katakan
pada adikmu, Resmini! Aku telah dibebaskan oleh
Kanjeng Adipati Kayoman, karena aku tak bersalah. Maafkan aku, kawan... Aku
terpaksa berpurapura menjadi anak buahmu karena aku tak dapat
menghalangi keinginanmu untuk merampok harta
benda Kerajaan! Namun secara diam-diam aku
membelot, dan tak turut serta dalam perampokan
itu. Tadinya aku tak akan mengatakan dimana
tempat persembunyianmu, karena aku memandang kau bekas seorang sahabatku, Aku
berharap kau sadar dan kembali menjadi orang baik-baik.
Tapi, nyatanya kau menjebloskan keponakanmu
sendiri pada seorang tokoh hitam sesat bernama
Wiku Ampyang untuk tujuanmu yang lebih sesat
lagi! Sayang aku terlambat memberi laporan pada
Kanjeng Adipati! Dua makhluk ciptaan itu adalah
bekas dayang-dayang kadipaten yang telah kau
bujuk untuk bekerja sama denganmu, dan kau
umpankan pada Wiku Ampyang hingga terjerat
oleh ilmu iblis kakek cabul itu!" berkata Barong
Alas dengan suara lantang.
Sesaat Balawa tertegun dengan muka berubah merah padam. Pada saat itulah muncul
Adipati Kayoman dari ruang dalam dengan empat orang
prajurit yang menggusur dua orang wanita. Dua
wanita itu adalah Sariti dan Lelani. Ternyata dua
manusia yang telah menjadi makhluk ganas yang
telah membunuhi belasan prajurit itu telah kembali berubah menjadi manusia lagi.
Balawa menggerung keras dengan kemarahan tak berbendung. Kegagalan yang
dialaminya tertumpah pada Barong Alas.
"Manusia keparat! Sahabat palsu! Kau harus mampus ditanganku!" bentak Balawa
dengan menggembor marah.
Keris ditangan Balawa menyambar ganas ke
arah leher Barong Alas. Akan tetapi didetik itu pula sebutir batu kerikil telah
meluncur cepat bagaikan kilat menyambar ke arah keris yang berkelebat itu.
Trang! Keris ditangan laki-laki ini terpental. Dan
sesosok tubuh berkelebat muncul di hadapan Balawa. Sebelum laki-laki yang
tersentak kaget itu
menyadari hal selanjutnya, tahu-tahu dia mengeluh pendek dan terjatuh dengan
berlutut. Balawa
tak mampu mengelakkan gerakan totokan lengan
sosok tubuh yang muncul dihadapannya. Tahutahu dia merasa kedua tulang lututnya
nyeri luar biasa, dan kedua lengannya tak mampu digerakkan lagi hingga dia jatuh dengan
berlutut ditanah.
Ketika dia menengadahkan kepala, tampaklah seorang pemuda berambut gondrong,
berbaju putih gombrong dengan sebuah guratan bergambar seekor Naga melingkar dibagian
dada, tengah menatapnya sambil tersenyum.
"Balawa! Aku percaya Baginda Raja tak
akan menghukum gantung padamu. Paling tidak
kau dihukum seumur hidup! Terpaksa hal ini kulakukan agar kau bisa bertobat pada Tuhan didalam penjara untuk mencuci dosadosa yang telah
kau lakukan...!" berkata si Dewa Linglung. Kemudian beranjak melangkah pergi.
Semua yang berada ditempat itu jadi tertegun, karena tak mengetahui dari mana
munculnya pemuda aneh itu. Sura Banga-lah yang terlebihlebih terkejutnya, karena mengenali
pemuda gondrong itu yang telah pernah bertarung dengannya.
Baru saja Nanjar akan berkelebat meninggalkan tempat itu, terdengar suara...
"Dewa Linglung! Haiyaaa...! Jangan pergi
dulu! Tunggu aku...!"
Suara teriakan itu disusul dengan berkelebatnya sesosok bayangan kuning. Tahutahu didepan si pemuda gondrong telah berdiri seorang lakilaki tua bermata
seperti orang mengantuk. Lakilaki ini memondong seorang wanita di atas
pundaknya. "Paman Lo Sam! Kebetulan kau datang. Serahkan gadis itu pada ibunya. Dan., mari
kita pergi dari tempat ini...!" berkata Nanjar dengan tersenyum melihat
munculnya orang tua itu.
Lo Sam putar pandangan matanya. Lalu tertuju pada Resmini. Tahulah dia kalau
wanita itu adalah ibu anak itu. Karena Resmini dengan hati
tercekat telah melangkah menghampiri. Cepatcepat dia menurunkan Manisari dari
pundaknya. "Anakku...!" teriak Resmini sambil menghambur ke arah dara itu, yang sesaat jadi
terlongong heran melihat dirinya telah berada dihalaman
Kadipaten. Ketika mendengar suara itu dan melihat ibunya, diapun menghambur ke arahnya. Dan,
kedua ibu dan anak ini saling berangkulan dengan
bertangisan. Saat itu Adipati Kayoman melangkah
menghampiri. Manisari lepaskan diri dari dekapan
ibunya. Matanya nyalang menatap Adipati Kayoman.
"Kau... kau telah..." bentak Manjsari dengan
mata penuh air mata. Tapi saat itu Resmini cepat
berkata. "Manisari, anakku! Semua persoalan telah
selesai! Uwamu Balawa telah menebar fitnah keji!
Semua ucapannya dusta! Dia telah di tangkap,
dan akan mendapat hukuman dari segala perbuatannya! Hayo menghormat pada Kanjeng
Adipati...!"
Akan tetapi Manisari hanya terpaku dengan
mata membelalak menatap ibunya, lalu beralih
pada Adipati Kayoman, dan terakhir menatap pada
Balawa yang duduk berlutut dengan mata sayu
menatapnya. "Maafkan aku, Manisari... aku telah menanggung dosa yang amat besar. Kalau tidak
karena kemurahan hati pendekar gagah itu, mungkin
aku tak dapat menyesali segala perbuatanku. Aku
siap menerima hukuman apapun yang akan kujalankan asalkan kalian semua memaafkan
kesalahan, dan mengampuni dosaku..." kata Balawa
dengan suara parau. Tampak sepasang matanya
berkaca-kaca. Tak lama laki- laki itupun menyembunyikan wajahnya dengan
menunduk. "Anakku, dan kau Resmini! Kalian semua
kini boleh tinggal bersama-sama digedung Kadipaten ini, berkumpul lagi bersamaku...!" berkata Adipati Kayoman.
"Bagaimana dengan Kanjeng gusti ayu, istrimu?" tanya Resmini. Adipati Kayoman
menundukkan kepalanya, lalu menjawab lirih.
"Dia telah tewas..."
Ketika itu Dewa Linglung dan si orang tua
dari gurun Go Bi telah berkelebat pergi secara diam-diam, tanpa seorangpun
mengetahui. Namun
seorang pemuda yaitu Sura Banga sempat melihat
kepergian dua orang pendekar gagah itu. Dia tak
sempat untuk mencegah, karena kedua sosok tubuh itu telah lenyap bagaikan
sekilasan angin lewat. Cuma menampakkan bayangan putih dan
kuning saja yang berkelebat, dan tahu-tahu lenyap
dari pandangan matanya. Diam-diam pemuda itu
berkata dalam hati.
"Kiranya dialah si Pendekar Naga Merah,
Dewa Linglung! Pantas kalau aku tak dapat mengalahkannya..."
Diantara deretan pohon Jati, jauh disebelah
barat perbatasan Kota Raja, dua "Dewa" ini berjalan santai sambil bercakapcakap. "Eh, paman Lo Sam...! Katamu gadis itu
akan menjadi tuli dan bisu, akan tetapi..."
"Haha... nasibnya ternyata tak seburuk
yang ku duga. Agaknya Thian masih melindunginya. Karena gendang telinganya tidak
pecah dan urat suaranya tidak putus. Darah itu keluar karena hawa panas, akibat getaran
suara tertawa Wiku
Ampyang! Lagi pula siapa yang akan menceritakan
kematian manusia iblis tua itu, kalau gadis itu tak
bisa bicara...?" potong Lo Sam sambil tertawa berderai. Nanjar hanya tersenyum
sambil menggaruk
tengkuknya. "Betul paman Lo Sam! Dan ternyata tak semua kaum pembesar bertindak
sewenangwenang...!" kata Nanjar.
Dewa Linglung 24 Jeratan Ilmu Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Haiyaaa! betul katamu, Dewa Linglung. Kalau semua pembesar bertindak kejam dan
berhati jahat mementingkan diri sendiri, lalu bagaimana
negeri bisa makmur" Rakyat akan menderita,
dan... wah, wah... sudahlah jangan mengaco bicara. Aku tak tahu segala macam
urusan mengenai
hal itu. Yang penting sekarang kita cari kedai nasi
dulu, perutku dari pagi belum berisi makanan...!"
"Aha, betul paman Lo Sam! Mari kita cari
kedai yang masakannya enak...!" sahut Nanjar
sambil tertawa. Keduanya segera berkelebat dari
tempat itu.... TAMAT https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Hamukti Palapa 11 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Pohon Kramat 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama