Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 21
Su cu tidak berani berlaku sembrono. Ia telah melihat bagaimana ujung baju Su Seng kena dirobek lawan-Dengan sebat ia lompat mundur dua tindak. dengan begitu ia menyelamatkan lengannya sambil berbareng menjaga diri supaya tidak sampai didesak si anak muda.
Melihat musuh mundur, Siauw Pek berbalik menyerang Su Wie pula. Pendeta inipun terpaksa melompat mundur.
Siauw Pek sudah ketetapan melayani kesembilan pendeta kenamaan itu, setelah kedua lawannya mundur, ia tidak merangsak. sebaliknya, sekarang menerjang kebarat. Hanya ketika ia mendekati kedua lawan yang baru, ia menghentikan tindakannya. Karena ia mau menggunakan waktu untuk bernapas guna meluruskan jalan darah pada lengan kirinya yang tadi terhajar Su Wie.
Melihat si anak muda berdiam, kedua pendeta itupun mengawasi saja. Seperti yang lainnya, kedua pendeta ini mengagumi Siauw Pek.
Su Khong dapat melihat pemuda itu lagi memperbaiki jalan darahnya. Ia segera berpikir. "Tadi Su Seng sudah kalah satu jurus, kalau sekarang dia diberi kesempatan menyembuhkan lengannya itu, dapatkah Su Beng dan Su ceng menentangnya" Harapannya tipis." Maka itu ia berseru nyaring. "Siecu, ilmu pedangmu hari ini membuat mata loolap terbuka lebar"
Siauw Pek tengah memperbaiki diri, ia tidak dapat menjawab. Adalah Nona Hoan yang menalanginya. "Taysu sungkan sekali. Taysu cuma memuji"
Dengan begitu, si anak muda mendapatkan waktunya memperbaiki terus jalan darahnya itu Su Khong ingin mengalihkan perhatian si anak muda, mendapatkan percobaannya itu gagal, ia mengulangi pula buat kedua kalinya. Katanya. "Siecu, walaupun kau lihay sekali, tetapi dengan seorang diri dan sebatang pedang kau
melayani kami bersembilan, itu sedikitnya berarti tak tahu akan tenaga sendiri."
Soat Kun tidak melihat, tetapi ia mendengar, Soat Gie pula telah memberi kisikan padanya atas gerak-gerik ketua tiangloo itu, ia dapat menerka maksud orang. Maka itu, kembali mendahului ketuanya, ia menyela. "Benar atau tidak kawanku tidak tahu diri, atau mungkin kepandaian taysu beramai yang sangat mengejutkan orang, nanti akan segera ketahuan. Taysu baiklah menonton saja dengan tenang"
Muka Su Khong menjadi merah. Ia malu sendirinya. Hendak ia bicara tetapi batal. sebagai pendeta beribadat, tak dapat ia melayani si nona adu bicara. Karena itu, ia menjadi bingung sendirinya. Tepat pada waktu itu tampak Siauw Pek mengangkat kepalanya, kedua matanya mengeluarkan sinar mata tajam. Pula jeriji tangan kirinya dipakai menyentil dua kali pada pedangnya. Hingga pedang itu mengalun sekian lama. Itulah pertanda bahwa lengannya sudah sembuh.
Su ceng dan Su Beng yang terus memasang mata, dapat melihat mata lawan bersinar dan wajahnyapun bercahaya, diam-diam mereka mempersiapkan diri. Mereka menerka akan datangnya serangan hebat Siauw Pek mengawasi tajam kepada kedua pendeta itu, ia tidak segera maju menyerang, hanya ia berkata tenang. "Taysu berdua, aku hendak menerjang kalian-Kesudahannya ini mungkinkah aku bakal terluka ditangan kalian-Atau kalau taysu ngotot hendak mempertahan diri mungkin taysu yang bakal terlukakan pedangku"
"Jikalau kedua pihak sama sama terluka, bagaimana siecu hendak anggap itu" " Su Khong menyela.
Siauw Pek mengawasi tajam kemulut jendela. Ia bagaikan tidak mendengar perkataan pendeta kepala itu, baru kemudian dia berkata tenang. "Sekalipun kita akan sama sama runtuh pasti sekali tubuhku bakal roboh di luar ruang ini" Itu artinya, ia toh dapat mencoblos juga kurungan itu. sepasang alis Su Khong berkerut.
"Siecu," katanya kemudian-"Ilmu silat pedangmu begini liehay,
kenapa kau tidak sudi memberikan kesempatan untuk loolap belajar
kenal buat beberapa jurus" Itulah tantangan dari sipendeta tua
Mendengar itu, Soat Kun mendahului menjawab: "Kalau pihakku beruntung menang satu jurus, apakah kami boleh keluar dari ruang ini"
Paras Su Khong berubah menjadi merah. "Nona, lidahmu..."
Pendeta itu mau menyebut lidah orang tajam tetapi ia batal sebab matanya segera melihat Siauw Pek sudah menggerakkan pedangnya. Anak muda itu membawa pedang kedepan dadanya, lalu terus tubuhnya turut bergerak. Walaupun demikian, sinar pedang sudah berkilauan.
Su Khong heran. "Ah, tipu silat apakah ini" " tanya di dalam hati.
Nampaknya gerakan si anak muda ayal tapi tenaganya besar, itu terbukti dari sinar pedangnya itu. Su Khong liehay tapi toh ia tak mengerti, ia tak tahu.
Su ceng dan Su Beng tetap memasang mata cuma hati mereka terus menduga duga bagaimana jadinya dengan serangan lawan itu...
Pada saat itu, suasana amat sunyi tetapi tenang. Itulah ketenangan jelang tibanya sang badai dan hujan lebat...
Tubuh Siauw Pek bergerak terus, berputar, makin lama semakin cepat, tetapi mendadak pedangnya memperdengarkan suara mengaum. Tubuh itu masih berputar pesat. Maka tidaklah heran apabila dilain saat, sinar pedang bagaikan mengurung melibat seluruh tubuh. Sekarang su Khong Taysu mulai melihat tegas. Pikirnya: "Jurus ini bakal hebat luar biasa. Satu pedang akan berarti sepuluh pedang. Bagaimana itu harus dielakkan" "
Soat Kun tidak tahu apa yang terjadi diruang itu, ia hanya merasai kesunyian, ia menerka kepada ketegangan-Tanpa merasa, ia menoleh kepada adiknya untuk menanya.
Soat Gie segera memberikan kisikan pada kakaknya itu. Ia melukiskan suasana yang terang itu, terutama gerak gerik bengcu mereka. Kisikan itu diakhiri dengan keterangan bahwa sianak muda masih belum mulai menyerang...
Su Khong tetap belum mendapatkan pemecahannya, melihat orang berputar makin keras ia bingung. Ia percaya Su ceng dan Su Beng tidak akan dapat bertahan. Saking bingung, ia kemudian berkata. "Siecu ilmu pedangmu benar benar liehay. Marisiecu, loolap yang bodoh ingin menerima pelajaran beberapa jurus dari kamu..." Dan kata kata itu diikuti dengan bertindaknya tubuhnya.
Soat Kun mendengar suara pendeta itu dan Soat Gie telah mengisiki gerak geriknya. Ia bingung juga . Pendeta itu dapat mengganggu pemusatan tenaga, pemikiran dari Siauw Pek. Maka itu, lekas lekas ia berkata: "Taysu, kau seorang pendeta beribadat luhur, mustahilkah kata katamu tak masuk hitungan" " Gusar pendeta itu.
"Apakah yang loolap kata kan" " tegurnya.
"Taysu bilang, asal kami dapat mencoblos kurungan, akan dapat keluar dari sini dengan cara baik dan tak kurang suatu apa. Benar tidak" "
"Tidak salah" Si nonapun mau mengalihkan perhatian sipendeta tua, supaya Siauw Pek dapat memusatkan daya penyerangannya terhadap Su ceng dan Su Beng, maka ia berkata pula, dengan ayal ayalan: "Karena telah dijelaskan yang kami harus mencoblos kurungan, sudah selayaknya sebelum kami lolos, para taysu tidak boleh turun tangan terlebih dahulu."
Su Khong heran-"Siecu, apakah artinya ini" dia bertanya.
"Sederhana, bukan" " sahut sinona hambar. "Jikalau taysu dapat turun tangan terlebih dahulu maka terang taysu dapat maju dengan serentak. sembilan orang bekerja sama, mengepung bengcu kami seorang. Kalau itu sampai terjadi, jangankan bengcu kami bisa lolos, bahkan jiwanya tak akan tertolong"
Kembali Su Khong tercengang. Pikirnya. "Sungguh tajam lidah wanita ini. Dia dapat memaksakan alasan "
Sementara itu Su ceng dan Su Beng bersiap sedia dengan hati yang tegang. Tangan mereka berada didepan dada, mata mereka,
sebaliknya, mengawasi tajam kepada Siauw Pek. Si anak muda
masih saja berputaran, tubuhnya dikurung rapat sinar pedangnya.
Su Khong mengawasi kedua adik seperguruan itu, dari sinar mata orang, dari wajahnya, ia dapat menerka mereka itu rada jeri. Ia jadi berkuatir. Tidak ada jalan untuk membantu kedua sutee itu, tidak bisa ia mencegah si anak muda. Ia pula tidak berani menyerang Siauw Pek, sebab si nona barusan telah menyergapinya.
Siauw Lim Sie cuma menjaga atau mencegah bukan menyerang, kecuali kalau sudah diserang lebih dulu
Maka itu, suasana bagaikan saat anak panah hendak dilepaskan dari busurnya.
Tiba tiba Su Khong ingat sesuatu. Pikirnya: "Jikalau Su Beng menggunakan jurus cu Hud Tiauw Kin dari tipu silat Poan Jiak Sian ciang dan Su ceng menggunakan jurus Hud cay Tong Tiauw dari tipu silat Pou Tee Sian ciang pasti mereka bakal dapat memancing membuat coh Siauw Pek menyerang kearahku."
Hanya sedetik ia berpikir itu, segera ia berseru: "Poan Jiak kiri, cu Hud Tiauw Kin "
"Poan Jiak Sian ciang" ialah tipu silat "Tangan Prayna" dan "cu Hud Tiauw Kin" yaitu jurus "Para Buddha datang menghadap" sedangkan Pou Tee Sian ciang berarti tipu silat "Tangan Bodhi" dan "Hud cay Teng Tiauw" yakni "Sang Buddha dimuka".
Mendengar Su Khong Taysu memperdengarkan suaranya itu, suatu isyarat untuk saudara saudara seperguruannya, Nona Hoan lalu berkata nyaring: "Bagus betul. Kiranya beginilah martabatnya seorang pendekar luhur dari Siauw Lim Sie"
Sementara itu Siauw Pek terdengar berseru keras sekali mengikuti berkelebatnya sinar pedang bulat bundar melesat kearah jendela. Melainkan sinar pedang yang tampak, tidak tubuh orang yang mencekal atau menggunainya Su Beng berdiri dikiri, dia telah mendengar isyarat kakak seperguruannya itu, karena dia telah siap sedia, wajar saja dia dapat segera menyerang dengan kedua belah tangannya dengan jurus cu Hud Tiauw Kin-"Para Buddha datang menghadap" dari tipu silat yang dikisikkan itu, "Poan Jiak Sian ciang" pukulan "Tangan Prayna".
Su ceng belum sempat mendengar suara kakak seperguruannya itu, karena diapun telah bersiaga, walaupun kesusu, dia dapat juga menyerang. Dia menggeser sebelah kakinya, untuk memasang kuda kuda, buat menyerang dengan kedua tangannya.
Ketiga pihak bergerak dengan sangat sebat, walaupun demikian, Siauw Pek terlambat, yaitu sebelum kedua kakinya melintasi jendela, serangan kedua lawan telah mengenai kakinya itu, maka tak ampun lagi, robohlah ia diluar jendela. Daun jendela yang tertembak hebat, peCah rusak dan mental berantakan, suara berisiknya menyusuli seruannya si anak muda.
Tetapi Siauw Pek bukannya roboh terkulai, tangan kirinya dapat mendahului menekan tanah, maka dengan satu gerakan tangan tubuhnya mumbul naik, hingga pada saat berikutnya, ia telah berdiri pula dengan kedua kakinya^
"Hebat peristiwa ini, Siauw Lim Sie pasti kehilangan muka. Beberapa pendeta inipun tidak jahat. Baiklah aku berpura pura, untuk tidak membuat mereka malu..."
Maka dari itu, segera ia berlagak terluka kakinya, tubuhnya roboh pula, untuk duduk mendeprok sedangkan nafasnya sengaja dibuatnya tersengal sengal.
Dengan cepat Soat Gie dan Soat Kun lari keluar ruang, untuk menghampiri ketua mereka itu.
"Apakah bengcu terluka parah" " Soat Kun bertanya, prihatin.
Soat Gie tidak dapat bicara tetapi sinar matanya, wajahnya, menunjukkan perhatiannya yang tak kurang besarnya.
Siauw Pek berlaku cerdik dan cepat. Paling dahulu secara diam diam ia melirik kearah Su Khong Taysu. Pendeta itu dengan roman keren, bertindak keluar dari ruang sucinya itu. Delapan pendeta lainnya mengikuti ketua tiangloo itu.
Melihat mereka itu mendatangi, sianak muda memperlihatkan roman sangat murung, sambil menghela nafas. ia berkata^ "Ah, benarlah Siauw Lim Pay memimpin kaum Rimba Persilatan, ilmu silatnya liehay luar biasa" Karena ini, ia tidak segera menjawab Nona Hoan"Kau terluka apamu, bengcu" " si nona bertanya pula. agaknya dia berduka.
"Kedua belah kakiku nyeri sekali," sahut sianak muda, yang terus bermain komedi. "Aku pun merasa nafasku kacau."
Bagaikan suaranya habis ia lalu berdiam...
Su Khong bersembilan segera tiba di sisi si anak muda.
"Telah aku janjikan," berkata ketua tiangloo itu, "kalau siecu
dapat mencoblos kurungan, dapat kamu merdeka berlalu dari sini."
Tidak menanti orang bicara habis, Soat Kun menyela: "Bengcu kami telah berhasil keluar dari kurungan, maka dalam perjanjian kita ini pihak taysu sudah kalah"
Su Khong tertawa dingin. "Baiklah Sekarang siecu sekalian boleh pergi"
Habis berkata demikian tanpa menanti kata kata apapun dari pihak tamu, pendeta itu segera mengajak saudaranya pergi meninggalkannya.
Siauw Pek mengawasi orang berlalu. Ia melihat tindakan kaki orang yang berat, ia dapat merasai kedukaan atau kemenyesalan sekalian pendeta itu. Karenanya ia berdiam saja. Tengah ketua ini berdiam itu, tiba tiba:
"Segera juga perkara menjadi terang, karena itu siecu harus berdaya buat bisa berdiam lamaan didalam kuil ini. Sekarang ini keadaan masih sulit sekali, pihak Siauw Lim Sie pasti bakal dapat membantu usaha siecu."
Itulah suara halus sekali yang masuk kedalam telinga Siauw Pek. Si anak muda terperanjat. Ia berpikir: "Su Kay benar. Kalau aku berlalu sekarang, Su Khong tidak akan bilang suatu apa, dia telah menepati janjinya. hanya saja pihak Siauw Lim Sie, biar bagaimana, muka terangnya kurang bercahaya. Mereka itu sudah mencurigai It Tie, cuma sebab soal masih suram, dan buat melindungi nama baik partainya, Su Khong beramai masih membawa sikapnya yang berpura pura. Baiklah aku berdiam disini, siapa tahu aku akan memperoleh sesuatu untuk kebaikan pihakku..."
Karena memikir begini, barulah Siauw Pek bicara dengan Soat Kun. Katanya perlahan. "Nona ada sebuah pepatah yang mengatakan kaku itu mudah patah, benarkah" "
soat Kun cerdas sekali, ia dapat menangkap maksud bengcu itu, maka iapun menjawab. "Mengalah berarti memperoleh kesempurnaan."
"Nona sungguh cerdik," kata Siauw Pek perlahan menyusul mana, ia berseru: "Para taysu tunggu"
Su Khong beramai sudah berada dihalaman luar ketika mereka mendengar panggilan itu, kemudian mereka menghentikan tindakan mereka.
"Ada apakah, siecu" " tanya ketua tiangloo.
"Lukaku parah, tak dapat aku berjalan-" sahut si anak muda. "Habis, apakah maksud siecu" " tanya Su Khong pula.
"Aku tahu, buat merawat lukaku ini, aku membutuhkan waktu," sahutnya si anak muda. "karena itu, aku hendak minta supaya aku dapat berdiam didalam kuil ini."
Su Khong mengerutkan alis, tampak dia heran. Kemudian ia berjalan balik, menghampiri untuk berkata "walaupun kau terluka parah, siecu. kau toh telah berhasil keluar dari ruang kuil itu. Loolap telah memberikan janjiku, tak kumenyesal, dari itu siecu bebas merdeka buat berlalu dari sini. Didalam kuilku ini tak nanti ada seorang pendeta juga yang bakal menghalangimu"
"Bagus betul" kata Siauw Pek didalam hati "Didalam kuilmu tak akan ada orang menghalangi kami. Tetapi diluar nanti" Pasti ada banyak pendeta yang tanpa memilih cara bakal merintangi"
Meski didalam hati ia memikir demikian Siauw Pek toh berkata. "Bukannya begitu, taysu. Meski juga aku sudah berhasil keluar dari dalam ruang, tapi sekarang aku terluka luar dalam, lukaku berat, sampai aku tak dapat berjalan."
"AmidaBudha" Su Khong memuji perlahan-"sebenarnya kita belum menjelaskan keputusan apa yang harus diambil kalau terjadi begini rupa. Benar aku lolos tapi aku terluka parah" kata pula si anak muda.
"Itu benar juga . Nah, bagaimana pendapat siecu" " Su Khong tanya.
"Dengan begini, bukankah belum ada keputusan siapa menang siapa kalah" " balik bertanya si anak muda yang cerdik, "Bagaimana pendapat taysu" "
"Demikianlah kiranya."
"Aku sudah tidak dapat berkelahi lagi," kata Siauw Pek. "Sekarang ini, sekalipun seorang ahli silat biasa saja dapat membinasakan aku." Nampak Su Khong bingung. Dia menoleh kepada sekalian saudaranya.
"Maksud siecu" " tanya dia sejenak kemudian
"Menurut pendapatku, dalam perjanjian ini aku menang tiga kalah tujuh," menjawab Siauw Pek. "Karena itu, setelah kupikir-pikir, akulah yang kalah"
Inilah diluar terkaan Su Khong. Dia heran-"Setelah kau mengaku kalah, siecu" " tanyanya.
"Aku bersedia berdiam disini dan terserah kepada keputusan taysu."
Berkata begitu, diam-diam Siauw Pek melirik pada Su Kay. ia
mendapat kenyataan, dari roman mukanya, pendeta itu puas.
"Dalam hal ini loolap tidak dapat sembarang mengambil keputusan," kata Su Khong kemudian-"Baiklah, akan loolap berdamai dahulu."
"Baik, taysu, aku akan menunggu kabar..." kata Siauw Pek, yang menunjukkan roman berlagak kesakitan.
Su Khong lalu masuk pula kedalam ruang tadi, yaitu ruang Hud Kok. Su Kay berdelapan mengikuti ketua tiangloo itu.
soat Kun lalu berbisik pada si anak muda: "Sekarang ini aku merasa, tanpa Siauw Lim Sie yang memulai, pihak Bu Tong, Khong Tong dan Ngo Bie, tak akan dapat melakukan pembersihan didalam..."
"Nona benar. Karena itu, kita harus sabar."
"Tapi jangan lupa, bengcu," si nona memperingatkan, "bengcu harus minta para pendeta itu mengijinkan kau memanggil Han in Taysu dan Nona Thio semua datang kemari. Inilah perlu supaya kita tak mencil sendirian disini. Dilain pihak, selagi kesempatan berdiam
ini, aku ingin mewariskan beberapa dari kepandaian suhu. inilah
penting untuk pertempuran pertempuran yang mendatang . . . "
Ketika itu tampak Su Khong muncul bersama Su ie dan Su Kay. Mereka menghampiri si anak muda Su Khong berkata "loolap telah berbicara dengan sekalian saudaraku. Kami setuju dengan
pendapatmu, siecu. cuma, untuk siecu berdiam didalam kuil kami ini, mesti mentaati aturan kami"
Kata-kata yang belakangan itu diucapkan dengan sungguh sungguh.
"Itulah sudah sepantasnya, taysu."
Su Khong berkata pula. "Didalam ruang Kay Sie Ih dari kuilku ini terdapat sebuah penjara batu yang diperantikan menghukum murid murid yang berbuat pelanggaran, karena siecu mau berdiam disini, kami hendak menempatkan kalian didalam tempat itu."
Siauw Pek berpikir keras. Didalam hati ia berkata. "Kamu terlalu. Aku mau berdiam di sini sebagian untuk melindungi nama kamu, kenapa sekarang kamu mau memberikan tempat didalam penjara" " ia memandang semua pendeta itu, ketika ia melihat roman Su Kay, pendeta itu agaknya ingin ia menerima baik. Maka ia pikir pula, "Su Kay ingin aku berdiam disini, mesti dia telah mempunyai rencana." Karena itu, ia segera menjawab:
"Baiklah. Karena aku sudah kalah, berdiam didalam penjarapun sudah kalah selayaknya, cuma..."
"cuma apa siecu" "
"Didalam rimba masih ada kawan-kawanku yang terkurung," sahut Siauw Pek. "Apakah siecu menghendaki kami mengantar mereka ketempat yang aman" "
"Aku ingin mereka ditempatkan bersama di sini"
"Jikalau mereka tak sudi menurut karena loolap yang memanggil mereka" "
"Itulah mudah. Nona Hoan ini akan mewakili aku menyuruh mereka menyerah."
Su Khong berdiam untuk berpikir, katanya: "Seluruh orang Kim Too Bun kena dipenjara kan pihak Siauw Lim sie, kalau kemudian hal ini tersiar dimuka umum, apakah itu tidak merugikan partai kamu" "
"Akulah ketua Kim Too Bun, aku sudah kalah bertaruh, karena itu sudah sewajarnyalah kalau semua anggota Kim Too Bun turut menderita bersama."
"Jikalau demikian anggapan siecu loolap tidak bisa berkata apa- apa lagi."
"Masih ada satu permintaanku, taysu."
"Sebutkan saja, siecu"
"Aku akan mengutus kedua Nona Hoan ini, harap taysu mengirim orang buat menghantarkan dan melindungi keselamatannya." Su Khong menoleh pada Su Kay dan Su Ie
"Kalian saja yang mengantarkan"
ia menitahkan kedua adik seperguruan itu.
"Baik suheng" jawab kedua sutee itu.
soat Kun bangkit, tangan kirinya diletakkan dibahu adiknya.
"silahkah taysu." katanya yang terus berjalan, perlahan lahan- Selekasnya kedua nona berlalu Siauw Pek tertawa hambar. Katanya: "Lukaku parah, perlu aku beristirahat"
Dan, terus ia duduk bersila sambil memejamkan mata. ia memang harus mengaso, sebab tadi ia telah menghamburkan banyak tenaga dalamnya: Ketika membUka matanya, Soat Kun sudah berkumpul bersama semua kawannya. Su Khong beramai entah telah pergi kemana, disitu cuma ada Su Kay dan Su Ie selaku teman, atau lebih benar, pengawas mereka
"Bagaimana kau rasai lukamu, siecu" " Su Kay bertanya.
JILID 41 "Aku tak bakal mati" sahut si anak muda singkat. "Apakah Siecu perlu bantuan loolap untuk berjalan?"
"Terima kasih, tak usah"
Berkata begitu, Siauw Pek memegang tangan Ban Liang. Ia bangkit dengan perlahan sekali untuk berdiri.
"Dimanakah letak penjara itu?" ia bertanya, "tolong antarkan kami."
Su Kay memutar tubuhnya. "Silahkan Siecu turut kami," katanya, "penjara itu berada didalam ruangan Kay Sie Ih."
Siauw Pek beramai mengikuti kedua pendeta itu.
Su Ie berjalan paling belakang. Mereka melintasi dua buah halaman dalam, baru mereka tiba diruang Kay Sie Ih. Di muka pintu terlihat papan mereknya yang berhuruf besar dan diberi warna air emas. Disini Su Kay mendahului bertindak memasuki pintu, untuk menuju kebagian belakang.
"Itulah dia rumah batu" berkata ia sambil menunjuk sebuah bangunan. "Itulah penjara batu dari kuil kami."
Siauw Pek mengawasi tajam, terus ia memandang Su Kay. "Aku mohon bantuan taysu" katanya.
"Asal yang loolap sanggup, Siecu."
"Selama kami berdiam didalam rumah batu ini, kami minta taysu
tolong menyediakan keperluan bersantap dan minum kami." "Jangan kuatir, Siecu. Akan loolap pesan tukang masak." Siauw Pek memberi hormat.
"Terima kasih" katanya. Lalu terus ia mendahului memasuki rumah batu itu. Han In taysu semua mengikuti ketuanya itu.
Su Kay menutup pintu, lalu ia menekan pesawat dibagian luarnya, maka jatuhlah sebuah batu besar menghadang dimuka pintu itu. Keras suara jatuhnya batu itu.
Didalam kamar, Siauw Pek melihat kesekitarnya. Kecuali daun pintu, semua dinding terdiri dari batu hijau.
"sekarang baik baiklah kita beristirahat" berkata Soat Kun. Semua orang kemudian memilih tempat untuk duduk bersemadhi. Sesudah lelah habis bertempur, inilah kesempatan untuk memelihara diri. cuma Han In seorang yang tak terganggu keletihan, karena tenaga dalamnya telah mencapai puncak kemahiran.
Berselang kira kira satu jam, Siauw Pek yang sadar paling dahulu. Ia memandang keseluruh ruang.
Ban Liang orang yang kedua yang menyusul tersadarnya ketuanya itu.
"Menurut kata nona Hoan"jago tua itu kata pada si anak muda, suaranya sangat perlahan, "bengcu telah bertaruh dengan para tiangloo dan telah kalah, benarkah itu?"
"Benar" Sahut Siauw Pek Selang sedetik.
"Thian Kiam dan Pa Too menjadi ilmu Silat yang luar biasa istimewa, mungkinkah pendeta pendeta dari siau Lim Sie dapat memecahkannya?" tanya pula si jago tua.
Pertanyaan itu menyulitkan Siauw Pek. Ia berdusta untuk menolong mUka Siauw Lim Sie. Kalau ia mengiakan Ban Liang, ia membuka rahasia, percuma ia berpura pura. Kalau ia menyangkal, tak puas ia terhadap dirinya sendiri. Dilain pihak, ia mau menerka, kecuali Su Kay, juga Su Khong tentulah sudah bercuriga atau mencurigai kekalahannya itu. Dan yang terutama, ia malu sekali kalau ia meruntuhkan nama besar Kie Tong dan Siang Go, kedua gurunya itu.
Tengah anak muda ini bersangsi, ia mendengar suara berkelotek
pada pintu. Segera ia mengangkat kepala, disitu ia mendapatkan
lubang kecil persegi. Ia segera mendengar suara Su Kay Taysu
"Siecu sekalian, inilah barang santapan- Loolap sendiri yang memiliki koki memasaknya dan loolap juga sudah mencicipinya. Silahkan makan, jangan kuatir apa apa."
"Terima kasih" berkata Siauw Pek, yang terus ingat Ciu ceng, maka segera ia berkata: "Taysu, ada satu urusan buat mana aku mohon pertolonganmu."
"Apakah itu, Siecu?"
"Diantara kawanku ada seorang bertubuh besar yang telah terkena racun. Dia berjanggut bajunya kuning, romannya gagah, karena terkena racun, dia tak sadarkan diri, tetapi dia belum putus jiwa. Kalau bisa, aku mengharap bantuan taysu melihat dan menolongnya."
"Tentang itu, loolap tidak tahu," sahut Su Kay. "Nanti loolap cari tahu dahulu, baru loolap akan memberi kabar."
"Terima kasih taysu" Siauw Pek mengucap pula. Ia menyambut barang makanan itu, untuk terus bersantap bersama-sama.
Su Kay baru berlalu sesudah orang makan cukup dan ia membawa pergi sisanya. Ia menutup pula liang dipintu itu, yang
berupa seperti jendela. Sebagai seorang berpengalaman, Ban Liang
bisa melihat sikap su Kay itu. Maka ia berkata pada ketuanya.
"Siauw Lim Sie itu memperhatikan keperluan kita, mungkin ada sebabnya."
Mendengar kata kata jago tua itu Siauw Pek berkata didalam hatinya. "Aku mengalah, aku berbuat baik terhadap kesembilan tianglo, mungkin kebanyakan dari mereka itu telah mengerti duduk halnya."
Ban Liang tidak memperoleh jawaban, ia berkata seorang diri: "Pendeta pendeta dari Siauw Lim Sie ini lihay akan tetapi aku sangsi mereka dapat bertahan dari golok Pa Too dari Slang Go, walaupun dalam satu gebrak saja Atau paling sdikitnya mesti ada beberapa
diantaranya yang terbinasa dan terluka....."
Siauw Pek menguasai dirinya, ia tidak menjawab.
Ban Liang batuk batuk perlahan, terus dia berkata pa da Han in Taysu "Taysu, kalau diantara beberapa tiangloo Siauw Lim Sie itu
ada satu saja yang terbinasakan Thian Kiam atau Pa Too, tak nanti
mereka perlakukan kita begini baik...."
Ketua Ngo Bie Pay itu cuma tersenyum, dia tidak menjawab. Han in Taysu bercacat kaki dan muka, roman mUkanya tak sedap untuk dipandang, bahkan suaranya juga tidak "merdu", akan tetapi sesudah orang berkumpul sekian lama dengannya dan mengetahul sifatnya, semua orang menyukai dan menghargainya. Semua orang berkesan baik terhadapnya. Soat Kun mendengarkan pembicaraan itu, atau lebih benar pembicaraan Ban Liang seorang diri, dan Siauw Pek terus tidak menjawab, ia mengerti si anak muda berada didalam kesulitan, maka itu, ia segera memperdengarkan suaranya: "Siauw Lim Sie berlaku baik pada kita mungkin disebabkan mereka menghormati kegagahan kita serta kepandaian bengcu. Didalam pertempuran didalam ruang Hud kok itu walaupun bengcu kalah tetapi dia kalah dengan terhormat."
"Nona, sudikah kau menuturkan kepadaku jalannya pertempuran itu?" tanya Ban Liang, yang hatinya tetap penasaran. "Sungguh aku si orang tua tidak percaya kalau pihak Siauw Lim Sie dapat memecahkan Thian Kiam dan Pa Too, tanpa ada salah satu
orangnya yang terbinasa atau terluka...."
"Sayang aku tidak dapat melihat jalannya pertempuran itu....." sahut Soat Kun. Ia diam sejenak. baru ia menambahkan. "Karena
bengcu mengaku sudah kalah dan kitapun telah masuk kedalam
penjara ini, aku pikir, baiklah perkara itu tak usah dipersoalkan lagi."
Kata kata itu dapat membuka hati Ban Liang, tidak demikian dengan Oey Eng dan Kho Kong, juga Giok Yauw. Mereka ini tetap curiga.
"Kenapa bengcu mengaku kalah?" tanya sinona yang hatinya keras. Dia "nakal" tetapi jujur, dia bisa menguasai dirinya sendiri. Soat Kun tersenyum.
"Sudahlah, kita jangan bicarakan pula soal itu....." katanya. Ia berhenti sebentar, lalu ia melanjutkan. "Pihak Siauw Lim Sie
mengurung kita disini, bagi kita, itu mungkin ada untungnya tidak ada ruginya."
"Bagaimana begitu?" tanya Nona Thio heran. "Apakah nongkrong didalam penjara ada suatu hal yang menggembirakan?"
"Memang bukan hal yang menggembirakan, tetapi kita harus memikir kefaedahannya," Soat Kun menjawab.
Siauw Pek batuk batuk. ia tertawa perlahan. Lalu katanya: "Baiklah kita jangan bicara seenaknya saja. Penjara ini tempat Siauw Lim Sie mengurung murid muridnya yang bersalah. Siapa tahu kalau didalam sini dipasang juga pesawat rahasia, untuk mendengarkan pembicaraan orang2 tahanan" Baiklah kita membatasi diri."
"Itu benar" berkata Giok Yauw keras. "Nah mari kita periksa" Ia pun segera berlompat bangun, untuk lompat kesebuah pojok. Siauw Pek tersenyum.
"Tak usahlah kita periksa" katanya. "Kita membatasi diri saja."
Mendengar kata kata si ketua, Han In Taysu mengawasi muka orang. Ia kagum terhadap anak muda ini, yang hatinya terbuka. sebab didalam kurungan dia tetap gembira.
Dalam heningnya semua orang, Siauw Pek berkata pula: "Nona Hoan, bukankah kau telah mengatakan bahwa menggunai saat ketika beristirahat ini, kau berniat mengajari beberapa rupa ilmu warisan guru nona kepada saudara saudara kita?"
"Memang demikianlah pikiranku," sahut Soat Kun.
"Kesempatan sebagai ini jarang terdapat, kenapa nona tidak mau mengajari kepada kami?" kata pula sianak muda, yang mendesak secara halus.
"Bengcu benar," sahut sinona. Kho Kong terbangun alisnya.
"Benarkah nona hendak mengajarkan ilmu kepada kami?" tanyanya. Dia bagaikan menagih.
Nona Hoan tersenyum, dia mengangguk. Katanya: "Siapa menanyakan ilmu, ada yang datang lebih dahulu, ada yang datang belakangan segalanya terserah kepada ketekunan saja. Dan ilmuku
ini....." Tanpa menanti orang bicara habis, Oey Eng sudah melompat bangun, dia terus memberi hormat kepada sinona seraya berkata: "Nona jangan sungkan, Marilah Oey Eng mohon petunjukmu"
"Tak dapat kau sendiri, saudaraku" seru Kho Kong yang juga
lompat berjingkrak. Dia memang tak sabaran. Nona Hoan tertawa.
"Siapa belakangan, siapa duluan, sama saja" Katanya sabar. Ia tunduk berpikir, kemudian ia berkata pula "Aku mempunyai dua jurus ilmu pedang. Mari aku ajari dahulu Oey Huhoat, Kho Huhoat, silahkan bersabarlah sebentar"
Kho Kong menurut, akan tetapi didalam hatinya ia berkata "Ah, cuma dua jurus terlalu sedikit" Terus ia pergi kepojok untuk duduk bersila. Soat Kun bangkit.
"Oey Huhoat, tolong pinjamkan pedangmu"pintanya. Oey Eng menghunus pedangnya, dengan kedUa belah tangannya, ia mengangsurkan. Ia berlaku hormat walaupUn sinona tak melihatnya. nona Hoan menyambuti pedang sambil terus berkata: "Namanya saja ilmu pedangku dua jurus sebenarnya cuma satu. Bedanya ialah selain dapat maju menyerang dan mundur menjaga, diantaranya terdapat perubahannya."
Mendengar itu perhatian Oey Eng jadi semakin tertarik. Ia berpikir, kalau hanya satu jurus, tentulah perubahannya istimewa. Beda dari Kho Kong yang berpikir pendek. ia tidak menyayangi akan sedikit jurus itu. Soat Kun segera mencekal erat erat pedang dengan tangan kanannya dan tangan kirinya diletakan diatasnya, sesudah itu, ia memasang kuda kuda, untuk mulai bersilat, hanyalah
gerakannya sangat perlahan.Mulanya ia menggerakkan pedangnya
kearah timur selatan. "Ingat, inilah gerakan yang pertama" katanya. "Aku ingat nona," sahut pemuda.
Soat kun menarik kembali pedangnya, untuk mulai lagi.
"Ingat baik baik" katanya. Sekarang dia mulai bersilat, pedangnya dinaikkan dan diturunkan"Aku ingat" si anak muda menjawab pula.
Nona itu lalu bersilat terus, sabar dan tenang. Hanya kemudian, mendadak sinar pedangnya berkeredepan cepat.
"Bagus" Siauw Pek berseru ketika ia melihat perubahan gerakan itu.
SEdangkan tadinya ruang sunyi senyap sebab semua perhatian diarahkan kepada si nona serta gerak geriknya.
Soat Kun berhenti bersilat, sambil tersenyum ia berkata kepada Oey Eng. "Huhoat, inilah perubahan yang kedelapan. Ingatkah kau?"
"Mungkin," sahut si anak muda yang bermandikan peluh pada dahinya. orang lain yang bersilat, ia yang berkeringatan. Itulah sebab ia menaruh perhatian sepenuhnya, dia menggunakan mata dan otaknya.
Ban Liang yang kagum seperti Siauw Pek menanya "Nona,
berapa banyakkah jumlah perubahannya ilmu pedang ini?"
"Menyerangnya enam belas perubahan" sahut nona Hoan, "dan pembelaannya dua puluh satu. Tentang kefaedahannya itu tergantung kepada latihan."
"Jikalau orang telah melatihnya sempurna, inilah ilmu pedang yang istimewa," berkata pula Siauw Pek. "Penyerangannya hebat, pembelaannya kokoh kuat."
Soat Kun tersenyum. "Nona," berkata Oey Eng, "aku hendak mulai berlatih, aku kuatir aku nanti lupa."
Kembali si nona tersenyum. Ia mengangsurkan pedang ditangannya.
"Terima kasih nona" berkata Oey Eng yang menyambut dengan hormat, seperti tadi diwaktu menyerahkannya.
Soat Kun lalu mundur, maka anak muda itu terus menggantikannya.
Oey Eng bergerak dengan perlahan, sebab ia sambil mengingat ingat, meski begitu diwaktu menikam, menabas atau menangkis, ia menggunakan tenaganya, hingga pedangnya itu memperdengarkan hembusan anginnya.
Nona Hoan mengawasi "murid" itu dengan bantuan telinga serta kisikan Soat Gie. Dari hembusan angin ia bisa tahu gerakan keliru atau kurang tepat.
Maka itu, beberapa kali ia memberitahukan si anak muda dimana kekeliruannya.
Dengan banyak susah, dengan meminta waktu, akhirnya Oey Eng bisa juga menjalankan delapan perubahan itu dengan baik, hingga hatinya menjadi lega.
Nona Hoan puas, katanya "Kau belajar cukup cepat. Oey Huhoat. Selanjutnya, itu bergantung kepada latihanmu"
"Banyak terima kasih, nona" si anak muda mengucap pula. "Apakah ilmu pedang ini ada namanya?"
"Ada, nama lengkapnya adalah Hong Lui It Kiam." sahut si nona. "Penyerangannya disebut Lui Tiam Kauw Kee dan pembelaannya Hong In Su Hap."
Sampai disitu, Kho Kong mengajukan diri.
"Nona, sekaranglah giliranku" katanya sambil ia mengunjukkan hormat.
Soat Kun tersenyum. ia berpaling kepada Oey Eng dan berkata: "Hari ini sampai disini dulu. Pergilah kau beristirahat. Baik kalau kau dapat menggunakan pikiranmu memahami pelbagai perubahannya itu."
"Baik nona" kata Oey Eng. "Semoga aku tak menyia nyiakan harapanmu ini."
Habis berkata, anak muda ini mengundurkan diri.
"Nona," berkata Kho Kong, "senjataku ialah sepasang poan koan pit, apakah nona dapat mengajari aku sesuatu yang hebat?"
Ban Liang tersenyum. ia anggap sisembrono jenaka.
"Nona Hoan sudah mengijinkanmu, mustahil ia akan menarik kembali kata katanya?" katanya. "Kenapa kau begini tak sabaran" Biarkanlah nona Hoan beristirahat dahulu"
Kho Kong tertawa. "Locianpwe benar" katanya. Maka ia mundur pula, untuk duduk kembali. Siauw Pek menoleh kepada Oey Eng. ia mendapatkan anak muda itu duduk diam, matanya dipejamkan tetapi mulutnya kemak kemik, sedangkan dahinya penuh peluh. Teranglah pemuda itu tengah mengingat ingat ilmu silatnya yang baru itu.
"Nona...." berkata ketua ini perlahan.
"Ya bengcu, Ada apakah titahmu?" si nona menyahut, perlahan juga.
"Hong Lui It Kiam bagus sekali nona, dan tak kalah dari Tay Pie Kiam hoat," kata ketua itu. "Guru nona lihay luar biasa, sayang ia tak panjang usianya, coba ia masih hidup, mestinya dialah orang gagah yang utama"
"Bengcu memuji terlalu tinggi," kata sinona merendah. "Memang kepandaian guruku tak kecewa, tetapi suhu sendiri pernah mengatakan kepadaku bahwa bakatnya ada batasnya, hingga ia tak dapat maju lebih jauh."
"Tapi nona telah mewarisi dengan baik sekali, nona dapat melanjutkan cita citanya, sehingga tak usahlah guru nona merasa kecewa."
Tapi nona itu menggeleng kepala.
"Sayang kamipun tidak dapat berbuat apa apa," katanya pula.
"Kami mempunyai cacat sendiri sendiri...."
"Tak usah menyesal atau kecewa, nona. Sejak dahulu tak kurang
orang pandai yang bercacat juga...."
"Bengcu benar akan tetapi keadaan kami lain- Memang pernah suhu mengajari kami ilmu silat, tetapi kemudian, ia tukar itu dengan ilmu surat, tentang pengobatan dan siasat perang. Kalau toh kadang kadang kami bersilat juga, suhu tidak mencegah. Inilah sebab ilmu silat kami sangat terbatas. Suhu pernah menghiburi agar kami tidak kecewa. Katanya, langit itu ada waktunya jernih dan suram, dan rembulan ada bundarnya ada sisirnya. Demikian seorang manusia,
tak dapat dia sempurna sepenuhnya...."
"Jikalau demikian nona" turut bicara Ban Liang, yang sejak tadi berdiam saja, "asal nona suka mengingat ingat, kau tentu dapat memahami satu atau lebih ilmu silat lainnya."
"Bicara sejujurnya, locianpwe, benarlah seperti kata loocianpwe itu," Nona Hoan mengakui. "Kelemahanku ialah aku tidak dapat ingat lagi semua ajaran suhu kecuali kalau akupunya waktu untuk memikirkannya."
"Apakah Hong Lui It Kiam itu baru saja teringat?" tanya Siauw Pek.
"Tidak. Aku ingat itu sejak lama."
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nona, sungguh hebat gurumu itu" Han in taysu yang turut bicara juga.
"Dengan demikian, dialah ahli surat yang juga ahli silat yang lihay"
"Memang benar demikian, taysu. suhupun pernah merundingkan
tentang Thian Kiam dan Pa Too...."
"Apakah kata gurumu itu, nona?"
"Suhu berkata dua dua kepandaian itu lihay, hanyalah cacat Tay Pie Kiam hoat terlalu lunak. lemah mirip hati wanita."
"Inilah benar," pikir Siauw Pek. "Thian Kiam dapat melayani lawan sedikit atau banyak tetapi sulit memutuskannya."
"Dan Pa Too," si nona meneruskan. "suhu bilang itu terlalu keras,
andaikata ada orang yang dapat berkelit dari serangannya, mungkin
serangan pembalasannya tak dapat ditangkis lagi atau dielakkan."
"Ah, inilah lain," pikir si anak muda." Belum pernah aku
mengalami kegagalan Pa Too." Lalu ia utarakan kesangsiannya itu. "Bagaimana dengan pandangan bengcu?" tanya si nona.
"Pa Too hebat dan tak memungkinkan orang menentangnya."
"Ada kemungkinannya, Bengcu. Suhu pernah membicarakan kemungkinan itu."
"Benarkah itu nona?"
"Jikalau bengcu tidak percaya, suhu pernah mengajari aku bagaimana harus melawannya."
"Kalau begitu, bagaimana andaikata aku ingin mengetahuinya?"
Siauw Pek jadi tertarik hati, ia bangkit. "Benar nona ingin mencoba?"
Soat Kun bangkit perlahan lahan, iapun tersenyum.
"Kepandaianku sangat terbatas, harap bengcu menaruh belas kasihan," katanya.
Segera setelah ia berlari dan mengucapkan kata katanya itu, Siauw Pek menyesal. Kenapa ia mau melayani sinona, ahli pemikir dan penunjangnya itu. Sekarang sudah terlanjur.
Ban Liang, Oey Eng dan Kho Kongpun tertarik perhatiannya tetapi berbareng khawatir, mereka pernah menyaksikan sendiri keampuhan Pa Too dari Siang Go itu, asal golok dihunus dan dipakai menyerang, pasti lawan terbinasa
"Harap bengcu tak bersungguh sungguh," akhirnya sijago tua bilang. Siauw Pek mengangguk kepada jago tua itu, terus ia mencekal gagang goloknya.
"Nona, berhati hatilah" pesannya.
Soat Kun mengangguk. Kalau tadinya tangan kanannya selalu berada dibahu adiknya, sekarang ia menolak tubuh adiknya, ia berdiri seorang diri. la mengangkat dan merangkap kedua belah tangannya seraya berkata: "Silahkan mulai, bengcu"
Semua mata segera diarahkan kepada tangan ketua mereka. Mata Han in taysu tidak terkecuali. Seingatnya, belum pernah ia mendengar siang Go gagal dengan goloknya. Mau atau tidak, ia khawatir buat nona Hoan-sedetik itu, sunyi senyaplah penjara batu itu.
Sampai sekian lama unutk herannya banyak orang itu Siauw Pek tak menggerakkan tangannya. ia mencekal gagang golok, tetapi tangan itu berdiam, seperti tak bergemingnya tubuhnya.
"Bengcu" tanya Soat Kun "kenapa bengcu belum menghunus golokmu?"
Ketua itu menghela napas perlahan"Jikalau aku berkata nona, mungkin kau tidak percaya..." sahutnya.
" Kenapa kah bengcu?"
"Rasanya aku tak berdaya menghunus golokku ini...." Si nona berpikir.
"Mungkinkah bengcu kuatir melukai aku?"
"Bukan, bukannya begitu pikiranku."
"Nah, cobalah bengcu pikirkan, apakah sebabnya itu. Mungkin disinilah terselip atau terbenam kemurniannya ilmu silat Siang Loocianpwe..."
"sekarang ini nona" Siauw Pek mengakui, "aku bagaikan dianjurkan desakan gelombang untuk menghunus golokku ini, akan tetapi selagi aku memandang nona, tak ada dayaku untuk menghunusnya..."
Soat Kun berdiam, lalu dia mengangguk.
"Baiklah kalau begitu," katanya kemudian. "Sekarang tak usah kita lanjutkan percobaan kita ini."
Maka semua orang lalu pada duduk pula. Setiap orang memikir,
tetapi tak ada yang membuka mulut. PAda pihak pria, semua
mengagumisi nona, yang bagaikan mempunyai pengaruh luar biasa.
Satu hal diingat Siauw Pek, ketika dahulu ia diajari ilmu goloknya itu, Siang Go membuatnya bersemangat dan gusar, gusar seperti ia tengah menhadapi musuh besar atau orang jahat, sedangkan kalau ia tidak berkobar kobar kemurkaannya, tak dapat ia menggunakan senjatanya yang luar biasa itu. Sinona bukan musuh, juga bukan orang jahat, bahkan dialah seorang nona lemah lembut, inilah kemungkinan yang menyebabkan ia tak sanggup, tak mampu untuk turun tangan.
Semua orang duduk mengitari kedua nona Hoan"Nona, dapatkah kita berbicara?" kemudian Siauw Pek bertanya. ia berpikir keras, ia merasa heran, maka akhirnya tak sanggup ia berdiam saja terus terusan.
"Dalam hal apakah, bengcu?" tanya sinona. "Apakah bengcu heran aku yang lemah hendak mencoba Pa Too" Adakah bengcu menerka sesuatu?"
"Benar nona. Ada yang aku tidak mengerti."
"Ketika suhu hendak menutup mata, suhu pernah omeng pula tentang Thian Kiam dan Pa Too" berkata sinona. "Suhu mengatakan, Thian Kiam Lie Tong dengan ilmu pedangnya itu telah mengangkat namanya, sedang Pa Too dengan goloknya yang ampuh telah mengagetkan dan menggetarkan Bu Lim, dunia Rimba Persilatan- Setiap orang Bu Lim mengharap harap Thian Kiam dan
Pa Too bertemu dan bentrok. untuk mengetahui mana yang terlebih lihay, tetapi harapan itu sia sia belaka, Thian Kiam dan Pa Too selalu menghindarkan diri satu dari yang lain, keduanya tak suka melakukan pertempuran-"
"Itulah benar," berkata Ban Liang, "Loohu juga pernah memikir demikian-Bukankah kedua jago sama sama hidup disatu jaman" Kenapa mereka dapat tak bentrok" Maka itu selama puluhan tahun, itulah keanehan dunia Kang ouw"
"Hanya ada satu hal yang kaum Bu lim tak tahu," berkata sinona. "Sebetulnya Kie Tong dan Siang Go itu satu kali pernah bertempur juga..."
Mendengar itu, semua orang heran tak terkecuali Han In Taysu.
"Bagaimana kau ketahui itu nona?" tanya Ban Liang setelah hilang herannya.
"Duduk soalnya begini loocianpwee" sahut Soat Kun. "Pada suatu hari Thian Kiam Kie Tong datang berkunjung dan ia yang bicara sendiri dengan suhu. Kedua orang tua itu berbicara semalam suntuk. Suhu pernah menerima baik permintaan Kie Tong untuk memikirkan ilmu guna memecahkan Pa Too, hanya untuk itu Kie Tong diminta menjelaskan segala perubahan ong Too Kiu Kiam serta kemahiran Toan Hun It Too yang asal dihunus pasti akan membinasakan lawan-"
"Apakah guruku mengatakannya kepada gurumu nona?" tanya Siauw Pek.
"Demikian adanya pastilah nona ketahui jelas rahasia Thian Kiam dan Pa Too itu."
"Garis besarnya susah, hanya bagian bagiannya yang tersembunyi, itu harus dipahamkan dengan seksama dengan ketekunan luar biasa."
"Karena nona telah mengenl baik Thian Kiam dan Pa Too, bersediakah nona menjelaskan sesuatu?"
"PErintahkan saja bengcu"
"Tolong nona terangkan diantara Thian Kiam dan Pa Too, yang mana yang lebih bagus dan yang mana yang lebih buruk?"
Nona itu berpikir. "Sulit untuk menjelaskannya bengcu, karena masing masing memiliki rahasia kemahirannya sendiri sendiri. Suhu kata, Thian Kiam, Pa Too mempunyai kesempurnaannya separuh masing masing. Kekurangan Thian Kiam ialah kelebihan Pa Too, demikian juga sebaliknya. Suhu belum sampai menjelaskan pengaruh Pa Too saat dihunusnya, karena Pa Too dapat bersatu padu dengan hati sanubarinya orang yang memakai untuk menyerangnya."
Siauw Pek belum puas. Ia ingin tahu kepastiannya.
"sebenarnya siapa yang lebih tangguh. Thian Kiam atau Pa Too?" tanyanya pula.
"Sukar untuk mengatakannya bengcu. Ketika Siang Go menyerang, Kie Tong tidak binasa diujung goloknya itu. Tapi ketika Kie Tong menyambut serangan, dia bermandikan keringat, dia terluka didalam. Katanya luka parah sekali. Lalu anehnya, Kie TOng tidak tahu cara bagaimana dia menyambutnya, menangkis serangan golok ampuh itu. Ketika Siang Go melihat ia tidak mampu melukai Kie TOng, iapun tidak tahu Kie Tong telah terluka, ia menganggap ia
sudah kalah, segera ia mengangkat kaki dan berlalu. Nah, dalam
pertandingan itu, siapakah yang menang dan siapakah yang kalah?"
Siauw Pek tercengang, "melihat duduknya kejadian, nona Pa Too adalah yang lebih unggul."
"Jadinya menurut kalian Pa Too lebih lihay daripada Thian Kiam?" tanya si nona.
"Demikianlah juga pendapat loohu" Ban Liang turut bicara.
"Mungkin kalian melupakan satu hal", berkata sinona, "serangan Pa Too biasa dengan satu jurus. Dengan satu jurus, Kie Tong tidak terlukakan, jangan kata terbinasakan- Itu artinya Siang Go sudah menggunakan seluruh tenaganya, toh ia tidak berhasil. Mengenai
ini, aku mempunyai pendapatku. Bukankah kita cuma tahu Kie TOng terluka" Tapi bagaimana dengan Siang GO" Kenapa dia habis menyerang, karena kegagalannya itu lalu kabur pergi" APakah
sebabnya" Aku melihat dua alasan-...."
Siauw Pek semua mengawasi nona itu.
"Aku menerka satu diantara dua: Pertama tama mungkin Siang Go telah mendapat luka dalam tubuh yang melebihi parahnya luka Kie Tong, dan yang
kedua tentunya Siang Go menganggap Kie Tong mempunyai kemampuan mengalahkan goloknya, dari itu dia buru buru mengangkat kaki."
Ban Liang mengangguk. "Pandanganmu luas nona" ia mengakui.
Soat Kun berkata lebih jauh. "Menurut suhu ong Too Kiu Kiam tentu mempunyai salah satu jurus yang dapat memecahkan Toan Hun It Too, atau sedikitnya yang dapat merintanginya. Hanya tentang itu, Kie Tong sendiri tidak mengetahuinya.Apa ang Kie Tong lakukan, selama bertanding itu, ia cuma membela dirinya, lalu tanpa merasa ia telah menggunakan jurusnya yang paling lihay itu memusnahkan serangan maut dari Pa Too."
"Itulah mungkin nona. Memang pada saat kematian, ada kalanya orang mendapatkan pikiran yang murni yang membuatnya diluar kesadarannya memperoleh daya untuk menghindarkan diri dari kematiannya itu."
"Itulah bukan soalnya taysu"
"Nah, bagaimanakah pendapat nona?" tanya Han in.
"Suhu pernah merundingkan soal ini, Kie Tong sangat menghargai suhu, setelah pembicaraan semalaman suntuk itu, kekagumannya terhadap suhu meluap luap. maka dengan jelas ia menuturkan tentang segalanya mengenai ilmu pedangnya itu.
Sayangnya megenai Pa Too, ia tidak bisa memberi penjelasan yang memuaskan-"
"Bagaimana kemudian guru nona ketahui rahasia atau caranya
memecahkan keampuhan Pa Too?" tanya Han in pula.
"Memikirkan soal itu, suhu menggunakan waktu tiga bulan- ia sampai membuat peta dari gerak gerik ong Too Kiu Kiam diatas dinding tembok. Pada akhirnya suhu mendapatkan satu kemungkinan."
"Kemungkinan bukan satu kepastian nona"
"Itulah sebabnya taysu, karena aku masih ingat kemungkinan itu, baru aku minta bengcu mencoba menyerang aku. Maksudku tidak lain, hanya untuk mendapatkan bukti. Kalau aku berhasil itu juga hasilnya suhu, artinya telah kesampaian usaha suhu mencari jurus penakluknya Pa Too. Seumpama kemudian aku bisa bertemu dengan Kie Loocianpwe, dapat aku menyampaikan hasil percobaanku ini."
Siauw Pek berpikir, ia berdiam.
Tengah orang berdiam itu, hingga penjara menjadi sangat sunyi, dari luar terdengar pujian
"Amitabha Budha" Lalu liang jendelanya terbuka, Mulanya orang terkejut, baru kemudian hati mereka lega. Di mulut jendela tampak wajah tenang dari Su Kay Taysu.
"Ada apakah taysu?" Siauw Pek menyapa.
"suheng su Khong ingin bicara dengan Siecu beramai," sahut pendeta itu.
"Apakah bengcu dapat membagi waktu kalian yang berharga?"
"Kami semua sedang terkurung, kami bagaikan daging ditempat gantungannya" berkata si anak muda, "apakah kami bukan tinggal menanti saja untuk dipotong diiris iris?"
Su Kay menghela napas perlahan.
"suhengku itu serta loolap sudah mengerti persoalannya," katanya.
"Bengcu, undanglah mereka datang..." kata Soat Kun perlahan. Siauw Pek menatap Su Kay, tanya dia:
"Taysu berdua yang sudi datang kemari atau kami yang mesti pergi menerima pengajaran?"
Kembali pendeta itu menarik napas.
"Tentu saja suhengku yang akan datang menerima pengajaran disini" sahutnya
"Kalau begitu, tolong taysu mengundangnya"
Su Kay menurunkan penutup jendela, maka putus pula hubungan antara luar dan dalam penjara itu.
Kho Kong gusar atas datangnya sipendeta. ini disebabkan ia justru ingin sangat menerima pelajaran silat dari Soat Kun. ia bagaikan mengira melihat Oey Eng sedang rajin berlatih.
"Hai, pendeta bau" teriaknya. "Pagi tidak muncul, malam tidak datang, sekali nongol kau cuma mengganggu aku"
Siauw Pek semua tahu hati kawan itu, mereka pada tersenyum. Nona Hoan berkata perlahan pada ketuanya:
"Su Khong Taysu menjadi pendeta tua dan beribadat, walaupun demikian tak dapat ia merusak nama baik Siauw Lim Sie, tetapi karena kau telah melindungi mukanya itu, maka sekarang ia mendapat perasaannya ini. ia sadar. Mau ia datang kemari, pasti ia akan membicarakan urusan mengenai rimba persilatan seumumnya. Karena itu bengcu, berhati hatilah kau melayaninya bicara."
Siauw Pek mengangguk. "Kalau ada kata kataku yang kurang tepat, tolong nona ingatkan," pintanya.
"sebenarnya aku ingin mengurangi bicara" berkata si nona. "Kalau bengcu menghadapi soal penting sekali, cobalah berpikir dengan seksama".
Baru habis mereka bocara, pintu penjara batu sudah terpentang. Kedua daun pintu terbuka dengan memperdengarkan suara keras dipintu, Su Khong muncul ditemani Su Kay. Perlahan tindakan kaki mereka itu. Siauw Pek bangkit, menyambut hormat.
"Taysu berdua silahkan duduk" undangnya. Su Khong membalas hormat.
"Maaf untuk perlakuan kami ini," sahutnya. Terus ia duduk bersila.
Su Kay duduk dibelakang kakak seperguruannya itu.
Siauw Pek mengawasi pendeta tua itu, ia mau bicara tapi bataL ia sangsi akan mengucapkan apa. Dengan begitu, kedua belah pihak berdiam saja sekian lama.
Akhirnya Su Khong yang mulai membuka mulut. Langsung ia membicarakan persoalannya. Katanya: "Loolap telah memikir beberapa soal yang mencurigakan, maka itu loolap sengaja datang kemari untuk memohon pengajaran."
"Maaf taysu" sahut Siauw Pek merendah.
"Ada titah apakah dari taysu" Silahkan sebutkan, kami akan mencuci telinga kami untuk mendengarkannya baik baik"
Su Khong memandang kepada Han in Taysu. "Taysu ini...." katanya.
Siauw Pek menyela pendeta ini "inilah Han in Taysu ketua terdahulu dari Ngo Bie pay"
Terperanjat ketua tiangloo dari Siauw Lim Sie itu, hingga dia mementang lebar lebar kedua matanya menatap ketua Ngo Bie Pay itu. Memang dia bermata tajam, maka juga matanya itu bercahaya terang. Sampai lama dia masih mengawasi.
Han in Taysupun berdiam saja. ia duduk tenang sejak tibanya pendeta dari Siauw Lim Sie itu. la tak memperdulikan kata kata Siauw Pek dan tak menghiraukan sikap tiangloo.
Siauw Pek heran, hingga ia habis sabar.
"Taysu" tegurnya, "apakah taysu tak percaya aku?"
Su Khong tidak memperdulikan ketua Kim Too bun itu, orang yang dia datangi untuk diajak bicara, terus dia menatap Han in Taysu mengawasi tajam mukanya. Hanya sejenak kemudian, mendadak ia meluncurkan sebelah tangannya kearah ketua Ngo Bie Pay itu, melakukan pukulan angin ke dada orang. sebagai ketua Siauw Lim Sie, dapat dimengerti betapa lihay pendeta ini, maka itu dapat dimengerti pula hebatnya serangan mendadak itu. Tapi luar biasa juga Han in Taysu, dia duduk bersila tenang tenang saja, membiarkan serangan tak diduga duga itu.
"Pukulan loolap ini ialah yang dinamakan Hui Poat Tong ciong." berkata Su khong. Baru sekarang dia bicara pula.
"Hui Poat Tong ciong" berarti "cecer terbang menghajar genta."
Mendengar keterangan itu, dengan sabar Han in Taysu menjawab, "Loolap ingat beberapa puluh tahun yang lampau pernah loolap menggunakan jurus Hwa Liong Tiam ceng untuk memecahkannya"
Su Khong tetap belum mau percaya. Katanya "Peristiwa itu saja belum cukup untuk membuktikan tentang dirimu"
Dengan sabar Han in menjawab. "Taysu boleh tak percaya.
Loolap tidak berminat memaksa memohon orang mempercayainya"
Su Khong mengangguk. ia berkata pula, "melihat awan putih berubah menjadi anjing abu abu berubah ubah luar biasa" mendadak dia bungkam.
Atas itu, Han in Taysu membaliki, "Rumah sunyi pada pokoknya tak pantangannya, karena Sang Buddha berada didalam hati."
Mendengar itu, Su Khong Taysu merangkap kedua belah tangannya, sambil memberi hormat ia berkata. "Maaf, loolap sudah berlaku kurang hormat."
Han in Taysu menjawab. "inilah urusan yang tak selayaknya diherankan."
Kemudian Su khong Taysu bertanya. "Dahulu hari itu dipuncak Yan in Hong digunung Pek Ma San, ketua keempat partai telah menemui bencana kebinasaanya, mengapa kau sendiri sekarang bagaikan pelita padam hidup pula, bagaikan roh yang menjelma kembali"
Han in menjawab, "meninggalkan si mayat mengganti si mati
melulu untuk mengacaukan telinga dan mata orang, harus disayangi
orang orang Rimba persilatan semua telah kena diperdayakan"
Masih Su Khong Taysu bertanya "keempat ketua partai mempunyai masing masing kepandaian silatnya yang istimewa, kenapakah mereka dapat dianiaya secara serentak?"
Berkata Han in Taysu "Itu dia yang dikatakan, bencana mulai dari tirai dindin, berubah menjadi bencana ketiak dan sikut, atau penjahat didalam rumah sukar dijaganya."
Jelas kata kata Han in itu, penghianatan sukar dihindarkan-sekian lama kedua pendeta tua ini, duduk berhadapan dan berbicara satu dengan lain, sebegitu jauh Su Khong tidak mau mengenal atau mengenali, Han It Taysu, akan tetapi setelah tanya jawab mereka yang terakhir ini mendadak pendeta dari Siauw Lim Sie itu bangkit, kemudian merangkap kedua belah tangannya terhadap pendeta dari Ngo Bie pay itu untuk menanya: "Jadinya Taysu adalah Han in Tooheng?"
Han in tak bangkit untuk membalas hormat, hanya dengan tenang, sabar ia menjawab:
"Dulu loolap dikurung dalam kamar rahasia, sukur loolap dapat ditolong oleh ketua dari Kim Too Bun dan rombongannya akan tetapi sekarang ini, kawanan murid murtad celaka dari Ngo Bie pay
masih belum dapat ditumpas dibersihkan, maka itu seam sebelum itu, tak berani loolap menyebut diriku Han in".
Su Khong mengangkat kepalanya, dia menarik napas panjang.
"Sungguh bencana hebat dan menyedihkan kaum rimba persilatan yang sebelumnya belum pernah terjadi," katanya berduka, "hingga ratusan ribu orang kena dipermainkan, hingga sekarang sisa gelombangnya belum juga reda, sekarang setelah lewat belasan tahun, hingga selama itu, seratus lebih orang mesti terbinasa konyol dan sia sia belaka. Sungguh jahat, sungguh mengharukan. Amitabha Buddha"
Baru sampai waktu itu nona Hoan turut bicara.
"Taysu" tanyanya, "setelah sekarang taysu ketahui peristiwa
yang sebenarnya entah bagaimanakah taysu hendak bertindak?"
"Tidak ada jalan lain daripada perkara harus diurus" menjawab Su Khong Taysu, "awan tebal gelap itu mesti disapu bersih, supaya langit dan matahari dapat dilihat kembali terang benderang"
"Taysu benar", berkata sinona. "Tindakan itu harus tindakan guntur"
"Terima kasih atas petunjukmu Siecu" pendeta Siauw Lim Sie mengucap. Lalu berpaling kepada Su Kay Taysu, adik sepergUruannya itu untuk memesan: "Sutee, kau berdiam disini menemani para Siecu itu, aku hendak pergi lebih dahulu."
Begitu berkata, begitu pendeta tua itu memutar tubuh dan berlalu.
"Silahkan suheng" kata Su Kay sambil bangkit memberi hormat. Lalu selekasnya kakak seperguruannya itu sudah tak nampak bayangannya lagi, ia menolak daun pintu penjara, kemudian
menoleh kepada Coh Siauw Pek seraya berseru "Coh bengcu...."
"Ya taysu Ada perintah apakah?" Siauw Pek tanya.
"sekarang ini kakak seperguruanku sudah mengerti jelas," berkata pendeta itu. "seberlalunya dari sini, ia tentu akan
menghimpunkan Tiang Loo Hwee guna memperbincangkan urusan
ini....." "Soal sudah jelas, apakah yang harus diperbincangkan pula?" Soat Kun bertanya.
"Aturan kami keras, dunia mengetahuinya", Su kay memberi keterangan. "Ketua kami berkedudukan tinggi, walaupun ada Tiang Loo Hwee, tak dapat tiangloo hwee sembarangan mengambil keputusan dan melaksanakannya. Apalagi disamping itu, pendapat para anggota Tiang Loo Hweejuga tak menyeluruh."
"Jikalau demikian adanya taysu, walaupun kakak seperguruan taysu telah mengetahui jelas duduk perkara, itu masih belum ada
faedahnya yang langsung...."
"Bukan begitu bengcu" berkata Su Kay menggeleng kepala. "Suheng Su khong itu bukan saja dihormati Tiang Loo Hwee, juga semua anggota partai kami sangat menghargainya, cuma karena urusan ini besar luar biasa, ia harus bertindak sabar, terutama untuk terlebih dulu membuat para tiangloo sadar dan berpihak kepadanya."
"Menurut taysu, apakah suheng kalian itu akan berhasil dengan usahanya ini?" tanya si nona Hoan"Mudah mudahan nona. Hanya ini bukanlah kerjaan dari setengah hari saja..."
"Jikalau seorang enghlong sejati, putusan getas," berkata pula
nona Hoan-"Dimana sekarang perkara sudah sangat jelas, apa
perlunya akan menggoyang dan menggoyangkan lidah lagi?"
Dengan enghlong, orang gagah disini Soat Kun artikan laki laki sejati.
"Didalam Tiang Loo Hwee nona, ada beberapa tiangloo yang menghargai nama baik Siauw Lim Sie secara luar biasa sekali" Su Kay menjelaskan pula. ia bicara dengan sangat perlahan dan mendadak ia menghentikan kata katanya itu.
Nona Hoan menghela napas.
"Taysu telah tiba saatnya utnuk taysu mengundurkan diri",
katanya. "Perlu taysu pergi membantu kakak seperguruanmu itu."
Mendengar kata kata si nona, tak ada lagi orang Kim Too Bun yang membuka suara, walaupun sebenarnya masih ada beberapa hal yang ingin ditanyakan. Su Kay mengangguk.
"Para Siecu, beristirahatlah dengan tenang", katanya. "Didalam tempo dua hari pasti loolap akan menyampaikan kabar baik kepada Siecu semua"
Habis berkata, ia memberi hormat, terus ia berlalu.
"Hmm" Kho Kong memperdengarkan suara dihidungnya. "Kenapa sih pendeta ini bicara ayalan" orang Bu Lim siapa yang tidak menghargai nama" Apakah cuma Siauw Lim Sie?"
"Dia belum bicara habis, dia berhenti secara tiba tiba", berkata Giok Yauw, "entah apakah maksudnya?"
"Jangan persalahkan dia, dia memang sulit membuka mulutnya" Soat Kun menerangkan.
"Kenapa begitu nona?" Nona Thiopun bertanya.
"Tadi dia menyebut bahwa diantara Tiangloo ada beberapa yang sangat menghargai nama partainya" berkata Soat Kun. "itu artinya
dia tak ingin kita membeberkan rahasia mereka itu. Sebenarnya
Siauw Lim Sie terancam keruntuhan dan itu harus dapat dicegah."
"Katanya Tiang loo hwee terdiri dari pendeta yang berusia lanjut, beribadat dan bijaksana" kata Kho Kong pula. "tetapi kenapa kini sulit mengambil keputusan" Apakah mereka hendak menanti sampai api membakar alis mereka?"
"Sebenarnya mereka sudah insyaf tetapi mereka tak ingin dunia mengetahuinya. Mereka pula tak ingin meminjam tenaga bantuan kita."
"Toh hal telah kita ketahui" Kho Kong masih mendesak. "Sekalipun mereka tak sudi minta bantuan kita, mereka tetap tak dapat membungkam mulut kita..."
"Mungkin masih ada soal lainnya.^.." Soat Kun berkata pula. Tiba tiba ia menghentikan kata katanya itu, ia mengangkat tangannya
untuk merapihkan rambutnya. Habis itu baru ia menyambungi. "Kho
hu hoat apakah kau sudi menerima dua jurus pelajaran dari aku?"
Sebenarnya sisembrono masih penasaran, masih ia mau menanyakan lebih jauh, tetapi mendengar sinona bicara dari hal pelajaran silat, kegirangannya meluap luap hingga sejenak itu ia lupa pada urusan yang membuatnya penasaran itu.
"Pasti nona" sahutnya nyaring. Nona Hoan tersenyum. "Bukankah huhoat menggunakan poan koanpit?" tanyanya. "Benar nona. Tapi kalau perlu, suka aku menukarnya dengan
pedang...." "SEmua delapan belas rupa alat senjata ada masing masing keistimewaannya" berkata nona Hoan. "Hanyalah bakat dan tenaga orang yang berlainan, dari itu berlainan pula hasil yang
diperolehnya..... Aku telah mengajari Oey Huhoat sejurus tipu silat pedang, kau akan mendapatkan tiga jurus poan koan pit".
"Terima kasih nona" kata Kho Kong girang luar biasa. Terus ia menjura.
"Jangan memakai ada peradatan, huhoat."
"Nona mau mengajari ilmu silat padaku, mana dapat aku tidak menjalankan aturan diantara murid dan guru?" kata siorang sembrono yang tahu aturan itu.
Noba Hoan menggoyang goyang kepala.
"Aku cuma mengajari hafalannya saja" katanya "bagaimana hasilnya nanti, itu tergantung kepada huhoat sendiri, kepada ketekunanmu. inilah beda daripada cara guru mengajari
muridnya...." Berkata begitu, sinona bangkit.
"Kho huhoat, dapatkah kau meminjamkan pitmu?" tanyanya.
Kho Kong mengeluarkan poan koanpitnya, dengan hormat ia mengangsurkannya. Soat Gie menyambuti senjata berupa alat tulis itu, untuk diteruskan kepada kakaknya.
Setelah mencekal senjata itu, nona Hoan berkata perlahan- "Kho huhoat, perhatikanlah"
"Akan aku perhatikan nona" sahut sianak muda hormat. Soat Kun mengangkat senjatanya.
"Inilah jurus pertama Ho Gak Tiam ciang" bilangnya.
"Nama jurus yang bagus", kata Siauw Pek yang terus memasang mata.
Dengan perlahan Soat Kun mengangkat tangannya, lalu dengan perlahan juga ia menurunkan lagi, tetapi tiba ditengah jalan, mendadak ia menusuk dan menangkis berulang ulang bagaikan kilat sebatnya.
"Kho huhoat telah kau lihat jurus pertama ini?" tanya sinona. "Aku lihat nona, hanya kurang jelas."
"Siapakah yang lainnya yang telah melihat jelas?" sinona tanya. Semua orang berdiam, tiga kali sinona mengulangi pertanyaan, tidak ada jawabannya. Maka ia tanya Han in,
"apakah taysu melihatnya?"
"Gerakan Siecu cepat luar biasa, loolappun belum melihat tegas" sahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"Sayang kami terbatas bakatnya, tak dapat kami mempelajari silat hingga sempurna" berkata sinona. "Maka itu walaupun suhu lihay tapi kami tidak dapat menuruninya."
"Kenapa Siecu berkata begitu?" tanya Han in- "Bukankah jurus tadi lihay sekali?"
"Itulah sebab tenagaku kurang dan aku tak dapat melukai orang" sinona akui.
"Aku menyesal" berkata Ban Liang, "Aku bersahabat kekal dengan gurumu nona, tetapi aku tidak tahu ia selihay ini, kalau tidak aku pasti sudah minta ia suka mengajari aku barang beberapa jurus."
"Tentang itu, suhupun pernah omong kepadaku loocianpwe" berkata sinona. "Kalau loocianpwee menyetujui dapat aku mewarisi barang satu atau dua jurus."
Jago tua itu menghela napas.
"Dalam usiaku ini, nona" katanya masgul. "loohu adalah umpama lilin yang sisa apinya tinggal padamnya saja, jadi tak usahlah nona mewariskan kepandaian sahabatku itu kepadaku, tidak demikian dengan beberapa pemuda ini. Harap nona mewarisi kepada mereka agar tak sia sialah kepandaiannya sahabatku itu, supaya kepandaiannya itu tak hilang terpendam"
Soat Kun mengangguk. "Loocianpwee" katanya. Jikalau loocianpwee merasakan sesuatu yang kurang sehat, tolonglah beritahukan kepadaku. Mengenai ilmu pengobatan, guruku telah ada keyakinannya yang mendalam. Tak dapat suhu mengatakan ia bisa menghidupkan pula orang yang telah mati, akan tetapi sedikitnya ia dapat mendayakan untuk mencegahnya, buat membantu memperpanjang umur. Berkat warisan suhu itu, aku mengerti juga sedikit."
Mendengar kata kata si nona, Ban Liang tertawa terkekeh.
"Walaupun loohu telah merasakan ketuaanku tetapi aku belum
berkenan akan kematianku" katanya gembira dan jenaka.
"Memelihara diri juga sama dengan belajar silat loocianpwee. Disini perlu juga orang menyediakan payung sebelum hujan turun" Kembali sijago tua tertawa nyaring.
"Kakak Hoanku itu" katanya, "dia pandai melebihi kebanyakan orang, dia cerdas luar biasa, dia toh tak sanggup mencegah
kematiannya sendiri. Karena itu buat apa aku situa jeri akan ajalku" Buatku sekarang ini, yang aku harap ialah kabut tebal dan gelap dunia Bu Lim dapat disapu bersih, supaya langit menjadi terang benderang pula"
Han in menghela napas mendengar kata kata sijago tua.
"Sungguh Ban Sie cu seorang gagah sejati" pujinya kagum.
"Loocianpwee, aku cuma mau menunaikan tugasku, lain tidak." Soat Kun bilang.
Selagi orang berbicara itu, Kho Konh seorang diri tengah berkutat
dengan jurus poan koanpitnya yang pertama itu. ia terus mencoba
mengingat ingat, perhatiannya tak dialih kan kearah mana juga.
Sementara itu sang waktu berjalan terus tanpa menghiraukan urusan manusia. Lekas rasanya, lima hari sudah lewat, selama mana Siauw Pek mendekam didalam penjara batu itu. Selama itu tak terlantar barang santapan mereka, selalu Su Kay Taysu yang meniliknya sendiri. Maka juga, walaupun terkurung, karena mendapat waktu sebaik itu, lenyaplah lelah letih mereka selama setengah bulan melayani musuh musuh terus terusan. Sekarang ini mereka semua sehat walafiat seperti sediakala.
Kho Kongpun girang sekali. Selewatnya lima hari, berhasil juga ia
memahami tiga jurus ilmu silat poan koanpit ajaran nona HoanThio Giok Yauw juga tidak melewatkan hari hari senggang itu dengan begitu saja, ia memperoleh hasil yang menggirangkannya. Karena ia gemar dengan senjata rahasia, tanpa sungkan ia minta Soat Kun suka mengajarinya dan untuk kebahagiaannya nona Hoan menerima baik permintaannya itu. Maka ia dapat mewariskan kepandaian Hoan Tiong Beng almarhum. Sambil beristirahat itu, Siauw Pek juga tidak menganggur. Seandainya ia memahamkan ilmu pedang Tay pie kiam hoat serta Toan hun It Too, ia mencari cari kelebihan dan kekurangan kedua ilmu itu. Sampai sebegitu jauh ia masih belum juga berhasil. Akan tetapi untuk kegembiraannya, latihannya menambah kemahirannya dalam ilmu pedang dan golok yang istimewa itu.
Pada hari keenam, tengah hari muncullah Su Khong taysu dan Su Kay dan Su Ie. Mereka datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, mereka memperlihatkan diri secara mendadak.
Dan pendeta tua itu dengan merangkap kedua belah tangannya itu, dengan cara yang hormat berkata sabar kepada sekalian tamunya. "Siecu maaf, loolap telah membuat kalian menderita selama beberapa hari..."
Siauw Pek lekas lekas membalas hormat.
"Untuk keselamatan sesama kaum Bu Lim" katanya, "bagi kami kaum Kim Too Bun, penderitaan beberapa hari ini tak ada artinya sama sekali. Yang penting ialah taysu percaya akan kata kata kami atau tidak?"
Anak muda ini bicara jujur tanpa tedeng aling aling lagi, dia langsung tiba pada titik soal.
Dengan sikapnya yang agung sabar seperti semula, su Khong berkata "Setelah kami menerima petunjuk Siecu sekalian, timbullah kecurigaan kami, cuma karena urusan sangat besar dan penting, sebelum kami memperoleh bukti yang kuat, kami masih diganggu
oleh keragu raguan, kami baru setengah percaya...."
Soat Kun menghela napas mendengar kata kata jujur pendeta tua itu.
"Taysu, katanya sabar, tahukah taysu mengapa kami beramai sudah melakukan perjalanan melewati gunung dan sungai serta juga menerjang bahaya mendatangi kuil Siau Lim Sie dari taysu beramai ini" untuk apakah itu?"
"PAra Siecu, loolap menghargai usaha dan jerih payah kalian ini" menjawab pendeta itu, "Siecu beramai sudah datang kemari guna menyampaikan kabar untuk kebaikan Siauw Lim Sie, untuk itu kami sangat bersyukur dan berterima kasih."
Aneh pendeta tua ini, pikir Ban Liang. Dia telah ketahui duduk peristiwanya mestinya dia telah mempercayainya penuh, tetapi kenapa dia masih tak sudi mengakuinya terus terang"
Nona Hoan berkata pula: "Sekarang ini separuh dari pengaruh jahat sudah meliputi dunia Bu Lim, maka itu sekarang juga saat atau kesempatannya yang terakhir. Jikalau kita tidak bertindak tegas sekarang ini hanya berayal ayalan hingga mereka itu tumbuh sayap pepak lengkap. pastilah celaka kita semua. Dengan perlengkapannya itu, orang dibelakang layar itu yang menjadi penggerak utama, asal dia memaklumkan perintahnya melakukan penyerangan umum, pasti dunia Bu Lim seluruhnya akan terjatuh dibawah pengaruhnya. Hingga walaupun tiga puluh tahun, tak nanti kita dapat bangun pula. Dan partai kamu yang mulia taysu, yang biasa memegang tampuk pimpinan, kali ini kami harap semoga dapat bertindak pula, supaya dunia Kang ouw disadarkan agar pengaruh iblis dapat ditumpas habis"
Mendengar suara sinona, Su Kay menghela napas panjang. Ngo Kwie Toan Hun Ciu Ban Liang pun turut bicara. Katanya "Sejak sembilan partai besar menggabung pelbagai partai menyerang dan membasmi Pek Ho Bun, aku situa sudah merasa curiga, maka juga telah kuberniat mencari tahu duduk hal yang sebenarnya, syukuriah usaha kami tidak sia sia belaka karena Hong Thian telah memberkahinya"
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengenai urusan ini loolap sudah berunding lama dengan adik seperguruanku," su Khong berkata pula: "Kesulitan kami ialah kami masih belum mempunyai bukti untuk dijadikan pegangan kuat. Sekarang setelah para Siecu tiba disini, untuk mendapat kepastian, sudikah para Siecu datang keruang Tay Jiak Ie kami untuk berunding lebih jauh bersama kami"."
Siauw Pek menerima baik undangan itu
Soat Kun ingat akan Ciu ceng, ia lalu bertanya kalau kalau kawannya itu yang menjadi kurban racun masih hidup atau sudah meninggal dunia.
"Kami telah menempatkan dia di Tat Mo Ie" menjawab Su Kay. "Kami telah memberikan dia obat tetapi hasilnya tidak ada, obat kami bagaikan tenggelam lenyap didalam laut besar."
"Jikalau obatnya tidak tepat, memang tidak dapat dia ditolong", kata nona Hoan.
"Apakah nona dapat menolong dia?" Su Kay tanya.
"Aku tidak dapat menolong dia, tetapi aku ketahui caranya," menyahut sinona. "Dia sebenarnya ada sangkutpaut dengan ketua kalian".
"Nona, apakah nona telah ketahui sipemimpin yang masih menjadi orang rahasia itu?" Su Kay menanya menegasi.
"Aku tidak tahu", menjawab si nona. "Nah, mari kita berangkat"
Dengan berpegangan pada adiknya, nona ini segera membuka langkah kakinya
JILID 42 Su Kay maju satu tindak. untuk mendampingi si nona. "Nona, apakah nona menyangsikan loolap?" ia tanya perlahan.
"Didalam Siau Lim Sie taysu adalah yang paling sadar" sahut Soat
Kun. "Tentang taysu telah aku dengar dari bengcu kami."
"Sebenarnya loolap mencurigai kematian Su Hong Suheng, ketua kami yang terdahulu itu," Su Kay memberitahukan. "Ketika kedelapan belas partai menyerbu Pek Ho Bun, loolap tidak berdaya. Loolap bersendirian saja. Kalau loolap menentang, mungkin loolap mendapat susah..."
"Tapi kemudian" tanya si nona "apakah terus taysu tidak menyelidikinya lagi?"
" Walaupun tatkala itu loolap berdiam saja. Diam diam loolap membuat penyelidikan. Sampai saat ini sudah lewat belasan tahun,
tetap loolap tidak memperoleh hasil apa apa...."
"Apa saja yang taysu pernah dapatkan?" nona Hoan bertanya pula.
"Apa yang loolap dapatkan adalah tidak jelas. Loolap merasai suatu pengaruh rahasia yang lagi meluas menjalar, hanya itu tak tampak wujudnya, jadi sulit untuk memastikannya," pendeta itu menerangkan"Apakah taysu belum pernah berpikir bahwa pengaruh itu dapat menjalar kedalam Siaw Lim Sie kalian?" Soat Kun tanya.
"Bicara sebenarnya Siecu, loolap bercuriga dalam halnya It Tie
sutit berhasil memperoleh kedudukan ketua partai kami. Hanya saja,
sebelum ada bUktinya, loolap tidak berani membUka mulut."
"Didalam para tiangloo kalian, taysu apakah ada orang atau orang orang yang sependapat dengan taysu?"
"Menurut perasaanku, banyak yang berpikiran seperti loolap itu, cuma mereka itu sangat berat terhadap nama baik dari partai kami, tak ingin mereka keburukan itu tersiar dimuka umum, maka juga walaupun hati mereka curiga, dimulut mereka tidak mau
mengeluarkannya .... "
"Bagaimana dengan Su Khong Taysu?"
"Kakak seperguruanku ituselalu menutup diri, ia tidak pernah
memperhatikan urusan itu...."
Selagi mereka bicara itu, mereka sudah memasuki halaman penuh pohon bambu dari pendopo Tay Jiak Ie itu, maka waktu mereka mulai memasuki ruang, Su Kay jalan mendahului kepalanya tunduk. alisnya turun. Siauw Pek memimpin rombongannya mengikuti pendeta pengantar itu. Mereka bertindak naik ditujuh undakan tangga batu sebelum mereka memasuki hudkok, ruang dalam dari pendopo itu.
Didalam ruang, orang paling dulu disambut bau harum dari hio wangi, yang asapnya mengepul bergulung gulung. pada kedua sisi timur dan barat tampak dua baris poutoan, yaitu alas tempat duduk. Disebelah timur, terdapat sembilan buah lainnya, dan didepan itu
berdiri berbaris delapan pendeta dari tingkat huruf "Su". Ketika Su kay tiba disitu, langsung ia menghampiri pou toan yang kesembilan yang masih kosong.
Su Khong Taysu menanti sampai para tamunya sudah memasuki ruang, ia menyambut sambil mengunjuk hormat dan mengundang dengan manis: "Siecu sekalian, silahkan duduk" Lain- lain tiangloo juga menunjukkan sikap ramah mereka.
Siauw Pek mengucapkan terima kasih sambil ia menjura dalam, setelah itu, ia bertindak kepoutuan pertama disebelah barat, dimuka itu ia berdiri diam dengan sikapnya meng hormat. Soat Kun dengan dibantu adiknya menghadapi penonton di dekat ketua itu.
Ban Liang dan yang lainnya segera mengambil tempat masingmasing, semua duduk dengan tenang dan rapih. Sikap sopan santun
dari mereka itu mendatangkan rasa hormat dari para tuan rumah.
Selama itu, Su Kong Taysu tunduk memandangi lantai, ia berdiam saja, sesudah para tamunya mengambil tempat duduk dengan rapi. Baru ia memulai bicara. Suaranya sabar dan tegas. Berkata ia: "Kira-kira dua puluh tahun yang lalu, ketua kami Suhong Suheng, bersama ketua- ketua dari Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay telah berkumpul dipuncak Yan In Hong di gunung Pek Masan untuk berapat. Pada suatu hari tiba-tiba saja mereka telah di serbu musuh hingga semua terbinasa. Tatkala berita itu tiba dikuil kami, semua murid bergusar sekali. Maka juga pantaslahjika mereka mengambil tindakan membuat pembalasan sakit hati."
"Itulah hal yang selayak" kata Siauw Pek. "Sudah umum, kalau ada penasaran, penasaran itu harus dilampiaskan, dan jikalau ada sakit hati, sakit hati itu harus dibalaskan"
Habis mengucap begitu, ketua Kim Too Bun itu tampak sangat berduka, karena kembali dlingatkan saat naas dari ayah bundanya, serta orang-orang desanya. Ia tunduk dan menarik napas.
Su Khong Taysu dapat mengerti keharuan pemuda itu.
"Sebenarnya" katanya lebih jauh. "Kami pihak Siauw Lim Sie, orang-orang beribadat, jika kami menghadapi soal saling bunuh, soal hutang darah bayar darah, harus kamu memikir panjang dan
dengan seksama...." Nona Hoan tidak menanti Siauw Pek membuka mulut, ia mendahului, katanya:
"Dalam peristiwa dahulu itu, semua orang telah kena diperdayakan dan dipermainkan. Tapi didalam hal itu, ketua kami berpenasaran secara kecewa sekali. Bahwa sekarang ketua kami sedang berikhtiar, itulah untuk peri keadilan kaum Bu Lim. ketua kami itu memikir hanya soal melenyapkan ancaman malapetaka besar. pada itu, ketua kami tidak membawa-bawa urusan pribadinya"
"Para Siecu," berkata Su Khong, "Tentang pribadi kalian, loolap telah mengerti baik sekali Urusan kalian tentang sepak terjang kalian disini, telah loolap memakluminya."
"Taysu, taysu sangat mengangkat tinggi kepada" kata Siauw Pek merendah.
Su Khong diam beberapa saat, baru ia berkata pula: "Dipuncak Yan in Hong itu, empat ketua telah menemui ajalnya dengan serentak" demikian katanya. "Peristiwa itu amat menggemparkan dunia Kang ouw. Telah ada bukti dari keempat jenasah, bukti yang kuat sekali. Sekarang timbul kecurigaan, kecurigaan yang
memerlukan bukti yang kuat sekali......"
"Sekarang bukti sudah ada, walaupun mungkin belum cukup," berkata nona Hoan tawar. "Biarpun kuat, bukti pihak sana harus dirobohkan"
"Nona besar. Walaupun demikian, kita harus berhati-hati....."
"Taysu, apakah taysu masih curigai Han in taysu ini?" si nona bertanya.
"Loolap bukannya curiga tetapi menghendaki kenyataan Han in Taysu telah bagaikan hidup kembali, maka menurut loolap.
tugasnya yang utama ialah ia harus lekas-lekas pulang ke Ngo Bie san, untuk membersihkan partainya, agar murid murtadnya itu terhukum, supaya dilain pihak. ia mengambil alih pimpinan atas partainya itu. Selesai itu, yaitu membangun kembali partai sendiri, seharusnya Hak in Taysu mengadakan undangan umum, mengumpulkan semua orang Bu Lim, guna membeberkan duduk kejadian, setelah mana barulah bersama-sama di mulai tindakan menghukum para penjahat lain partai. Untuk akhirnya kita bersama menghadapi sepak terjang Seng Kiong."
"Itulah benar" berkata Han In Taysu nyaring.
"Loolap bicara dari hal yang pantas, mulai dari pribadi baru kepada umum," Su Khong berkata pula. "Han in Taysu tak mati karena kecelakaan itu, mana dapat ia membiarkan musuhnya hidup berkuasa terus" Kenapa dia bukan mengurus pembalasannya sendiri tetapi dia datang kemari untuk membantu Siauw Lim Sie?"
Su Ie menyambungi kakek seperguruannya itu. Katanya: "Jikalau Han in Taysu, setelah lolos dari bencana, kemudian muridnya yang jahat itu, guna mengambil pulang kekuasaannya selaku ketua, maka tindakannya itu pasti akan menggemparkan dunia Kang ouw, maka waktu itu pastilah kami dari kaum Siauw Lim Pay, kami akan mencurigai ketua kami. Dipihak Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay juga pasti bakal terjadi pergolakan didalam, guna membersihkan perkara tak wajar itu yang telah berjalan hampir dua puluh tahun. Dengan begitu para giecu tak usah sampai kalian bergerak hebat sampai kemari, ke kuil Siauw Lim Sie kami yang tua ini, hingga sekarang banyak terjadi salah mengerti"
Kata- kata Su Khong dan Su ie masih bagaikan tak mau mengakui atau tetap menyalahi, tindakan Han in Taysu, akan tetapi kata-kata itu beralasan- Maka itu, sulit untuk menentangnya. Maka Siauw Pek lalu berpikir: "Mereka ini berpiklr tetap tanpa menunjukkan bukti yang lebih kuat, mungkin sulit menyadarkannya." Selagi ia berpikir, Siauw Pek mendengar suara Soat Kun.
"Para taysu, kalian cuma tahu satu, tidak tahu dua." demikian kata si nona.
"Bagaimana, nona?" sahut Su Khong hambar. "Loolap mohon penjelasan?"
"Tempat dimana Han In Taysu dikurung ialah wilayah propinsi Hoolam."
"Maafkan ketololan loolap. Siecu" kata Su Khong. "Loolap mohon penjelasan lebih jauh. Loolap masih belum menangkap maksud Siecu."
"Han In Taysu lolos dari kurungan karena ia mendapatkan bantuan Kim Too Bun hingga sekarang ia merdeka bebas."
"Masih Loolap kurang mengerti, Siecu. Adakah sangkut paut peristiwa dulu itu dengan yang sekarang ini?"
"Seng Kiong Sin Kun bercita-cita besar, dia menguasai kalangan Bu Lim, agar dia itu menjagoi dalam dunia. Untuk itu dia telah bersiap selama dua puluh tahun. Dan sekarang dia telah mulai bergerak. dia maju setindak demi setindak."
"Silahkan bicara lebih lanjut, Siecu."
"Ketika Han In Taysu bebas, yang pertama-tama dipikirnya ialah pulang ke Ngo Bie San untuk membersihkan partainya sendiri guna menghukum murid-muridnya yang mendurhaka itu, buat mengambil pulang kekuasaannya, sesudah itu baru ia memikir untuk menghadapi musuh besarnya, yang membuat partainya bercelaka dan dirinya tersiksa. Apa mau telah ternyata, musuhnya terlalu tangguh dan sudah mulai bekerja pula. GUnung Ngo Bie San betapa jauh di Pak Siok.jauh laksana lie, mana dapat Han In Taysu pulang kesana" Itulah membutuhkan sangat banyak tempo dan berabe sekali, sedangkan sang waktu sudah sangat mendesak. Apa lagi satu kesulitan lain, ialah sejak peristiwa Yan In Hong itu, Ngo Bie Pay kini telah menjadi lemah, maka kalau Han In Taysu pulang kegunungnya, tak dapat ia bekerja seorang diri, tak sanggup ia bekerja besar."
Bicara sampai disitu, Noha Hoan menghela napas, untuk melegakan hati. Selang sejenak baru ia menambahkan, katanya: "Sementara itu kami dari pihak Kim Too Bun, kami mengingat Siauw Lim Pay. Sejak dahulu, Siauw Lim Pay biasa menjadi pemimpin kaum Bu Lim Bay paling maju dan kuat" Terutama para taysu dari huruf "Su" merekalah orang-orang tua yang beribadat dan liehay, yang semua berhati mulia dan bijaksana."
Mendengar kata-kata yang berupa pujian itu merah muka Su Khong.
"Amida Buddha Siecu terlalu memuji, tak sanggup loolap menerimanya." katanya seraya merangkapkan tangannya. Ia jengah sekali. Sebaliknya, dibalik cela, wajah si nona tak nampak. Soat Kun berkata terus, tetap dengan sabar:
"oleh karena itu, maka kami dari pihak Kim Too Bun, kami berpikir untuk mengambil langkah pertama, yaitu kami memikir meminta bantuan Siauw Lim Pay. dalam hal ini, kami mau minta bantuan taysu sekalian kami andalkan kepada Sang Buddha yang murah hati dan penyayang. Kepada tianglo sekali yang termana besar dalam dunia Bu Lim. Kamipercaya ka la u taysu sekalian membuka suara menyerukanpara orang gagah untuk berkumpul dan bekerja sama, pasti mereka a kan datang memenuhipanggilan itu untuk menentang Seng Kiong Sin Kun, Han In meng ins aft bahaya yang mengancam dunia Bu Lim itu, ia merasa malu pula terhadap Kim Too Bun yang pernah menolongnya, maka waktu kami mengajaknya kemari, ia segera menerima baik. I a rela menyampingkan dahulu kepentinganpribadinya. Tapi sekarang taysu sekalian mencurigai kami sungguh kami menyesal."
Mendengar kata- kata si nona, para tianglo itu malu pada dirinya sendiri. Mereka merasa bahwa mereka bercuriga tanpa alasan- Mereka juga malu mengingat mereka memang pendeta-pendeta tua
dan luhur. Sudah selayaknya kalau mereka bekerja sama
menyingkirkan ancamanpetaka untuk dunia Bu Lim seumumnya.
Beberapa kali Su Khong mau bicara, saban-saban ia gagal. Hingga si nona mendahuluinya .
"Taysu" tanya Soat Kun "Ketika dahulu mendiang Su Hong Taysu
berangkat ke Yan In Hong, ia mengajak berapa orang murid?"
Siauw Pek tidak dapat menerka hati si nona, karena itu ia heran mendengar nona itu bertanya demikian-Paras Su Khong nampak terharu.
"Ketika itu hari Su Hong sutee berangkat dia hanya mengajak dua orang pengikut, yaitu It Tie dan It ceng kedua muridnya. It Tie adalah ketua kami yang sekarang."
"Sutee" ialah adik seperguruan, maka itu Su Hong Taysu, mendiang ketua Siauw Lim Pay itu, menjadi adik seperguruan Su Khong.
"Ketika It Tie dan It ceng lari pulang ke Siauw Lim Sie, apakah mereka teriluka parah?" tanya Nona Hoan pula.
Su Khong melengak. "Mereka tak terluka" sahutnya.
Soat Kun berkata pula dingin: "Taysu, pernahkah taysu memikir tentang bagaimana kuatnya kalau keempat ketua partai dari Siauw Lim, Bu Tong, Ngo Bie dan Khong Tong bekerja sama" Musuh yang bagaimanakah tangguhnya yang sanggup dengan sekali pukul membinasakan mereka itu berempat" Mengapakah tidak ada seorang ketua yang membebaskan diri dan juga yang lolos sedangkan mereka masing-masing lihay luar biasa" Mengapa It ceng yang ilmu silatnya masih lebih rendah dapat kabur pulang dengan kaki tak kuntung dan tangan tak kuntung, bahkan tanpa luka sama sekali" Bukankah itu luar biasa?"
Muka Su Khong bersemu merah, lalu ia menghela napas.
"Hal ini memang aneh." bilangnya. "Dahulu pun pernah loolap merasa curiga, selayaknya taysu menyelidikinya."
"Ketika itu loolap lagi sangat berduka, pikiranku suram, sekalipun loolap curiga, loolap hanya memikirkan hal musuh saja. Loolap pikir, musuh tentu mengarah para ketua, jadi mereka membiarkan sekalian murid lawan-lawannya."
Nona Hoan berkata pula. Ia tertawa dingin. Katanya: "Taysu, pernah kah taysu memikirkan ini" Murid-murid keempat partai melihat sendiri guru-guru, atau ketua-ketua mereka dibinasakan orang secara demikian kejam, kenapa tidak ada satu juapun dari mereka yang membela" Kenapakah tidak ada satu muridpun yang berkorban untuk membela guru mereka" Tidakkah inipun mencurigakan?"
Kembali Su Khong melengak. pada akhirnya, ia tersenyum sedih.
"Pikiran Siecu bukannya tak benar." sahutnya, "Hanya saja....."
Soat Kun memotong. Katanya: "Mungkin aku bicara terlalu keras. Tapi akupun tak dapat menguasai ketegangan hatiku sendiri. Murid siapa yang menyaksikan gurunya dibinasakan demikian kejam tetapi masih dapat kabur dengan selamat, bahkan terus dapat menggantikan gurunya menjadi ketua partai" Tidakkah para taysu didalam peristiwa itu, hati taysu terlalu sangat terbuka?"
Para Tionglo itu terdiam. Bukan main kagumnya mereka atas kepandaian bicara sinona. Lebih dahulu daripada itu, mereka sudah mengagumi ilmu silat Siauw Pek. Kiranya Kim Too Bun mempunyai orang-orang yang lihay.
"Siecu, kau membuat kami semua kagum sekali," kata Su Kay Taysu kemudian"Maaf taysu," berkata si nona. "Aku berkata selalu begini buat kebaikan dunia Bu Lim. Kami terpaksa menempuh bahaya untuk menghadap para Tiongloo, untuk mengajukan permohonan kami ini."
Su Kay mendahului suhengnya Su Khong Taysu menjawab sinona. Katanya: "Jikalau Kim Too Bun tak tahu takut menentang Seng Kiong Sin Kun, maka buat dunia Bu Lim, kami dari pihak Siauw Lim Pay, kami bersedia mengikuti Siecu beramai, untuk memberikan
tenaga kami yang tidak berarti. cuma......."
"Jangan bersangsi, taysu" Soat Kun menyela. "Kami tak mempunyai maksud lain lagi. Langit dan bumi menjadi saksinya"
"Jika demikian, Siauw Lim Sie suka bekerja sama......."
"Bekerja sama mudah, asal orang berlaku bersungguh-sungguh dan jujur" si nona kembali memotong.
"Jikalau orang tak dapat mengutarakan itu seCara terbuka, dia dapat berjanji didalam hatinya sendiri."
Mendadak Su Khong menatap tajam nona itu dia bagaikan hendak menembusi Cala dimuka si nona.
Soat Kun tahu sikap sipendeta. Sout Gi telah
memberitahukannya. Ia pula tidak mendengar suara pendeta itu. "Apakah taysu menganggap kata- kata ku tak tepat?" tanyanya. "Kata-kata nona terlalu tajam" jawab pendeta itu.
Soat Kun dapat menerka bahwa orang telah berubah pikiran- Maka ia berkata pula: "Taysu, manakah It Tie" Kita tengah membicarakan urusan dunia Bu Lim dalam mana Siauw Lim Sie pun bersangkutpaut, sudah selayaknya saja kalau dia hadir disini"
Tapi Su Khong berkata tawar: "Urusan Siauw Lim Sie, Tiang Loo Hwee dapat mengurusnya sendiri Kalau nona hendak bicara apa- apa, sampaikan saja pada loolap"
Perkataan sipendeta membuat si nona menduga sesuatu. Mungkin ada apa-apa didalam Siauw Lim Sie. Lekas-lekas ia menoleh pada Su Kay Taysu. Ia tidak bisa melihat tapi adiknya dapat mengisikinya.
Paras Su Kay nampak guram. Segera terdengar dia berkata: "It Tie sudah bertindak sembrono dan lancang. Dia membuat Siauw Lim Sie mendapat malu, dia pula merusak diri sebagai penganut Sang Buddha. Maka itu, Tiang Loo Hwee telah memutuskan menarik pulang tongkat Lek Giok -hung dari tangannya."
Tiba-tiba saja pendeta itu menghentikan kata- katanya. Mungkin dia malu orang luar mengetahui keruwetan didalam Siauw Lim Sie sendiri. "Lek Giok Hung thung," yaitu "tongkat suci kemala hijau", adalah tongkat kebesaran ketua Siauw Lim Sie.
Nona Hoan sangat cerdas. Kata-kata Su Kay membuat ia percaya bahwa Tiang Loo Hwee sudah bertindak. bahwa It Tie sudah dipecat selaku ketua, atau mungkin pendeta busuk itu sudah dipenjarakan, tinggal perkaranya diperiksa dan diputuskan saja.
Tengah kedua belah pihak itu berdiam, sekonyong-konyong mereka mendengar suara genta nyaring dan gencar.
Su Thong terkejut, air mukanya berubah. Segera dia menoleh kepada Su Kay. "Genta itu datangnya dari chong Keng Kok, su Kay
sutee, lekas kau......"
Itulah suara ketua Tiang Loo Hwee itu, yang terputus dengan tiba-tiba disebabkan munculnya seorang pendeta secara tergesa- gesa.
"Ada apakah?" tanya tiangloo itu, kaget dan heran-Napas pendeta itu, yang usianya setengah tua, memburu keras.
"Harap sutee ketahui....." sahutnya susah. Ia pun berkeringat. "Lekas bicara" bentak Su fe.
"ciangbun suheng....." katanya, kembali terputus. Kali ini dia menoleh pada rombongan Siauw Pek.
Su Khong menerka jelek. lekas ia berkata pada Siauw Pek. "Maaf Siecu, silahkan duduk saja. Loolap ingin mengundurkan diri sebentar."
"silahkan taysu," kata Siauw Pek cepat. Pemuda inipun curiga.
"Maaf.." pendeta tua itu berkata pula, terus ia memberi hormat dan segera mengundurkan diri. Su Ie dan Su Kay semua mengikuti ketua Tiong Loo Hwee itu.
Setelah kesembilan Tiongloo tak tampak pula, Ban Liang berkata perlahan- "Meski telah terjadi perubahan besar dalam Siauw Lim Sie."
"Tentulah itu mengenai diri It Tie" kata Giok Yauw.
"Nona Hoan," berkata Kho Kong. "coba terka, kejadian apakah itu?"
Soat Kun tersenyum. Dia balik bertanya: "Kalau Kho Huhoat yang menjadi ketua Siauw Lim Sie itu, didalam keadaan seperti sekarang ini, apakah tindakan huhoat?"
Khu Kong melengak. "Andaikata aku menjadi It Tie Hweeshio, maka..." sahutnya terputus.
Nona Hoan tersenyum lagi. Ia berkata pula: "Rahasia sudah pecah, tongkat kekuasaan sudah diambil pulang, hak sudah ditiadakan. Bahkan diri berada dalam kurungan, tinggal nantikan
putusan saja, tinggal nunggu hukuman-....."
"Kalau begitu, terimalah nasib dan menanti hukuman saja......" kata Kho Kong.
"Benar, diri telah terkurung, tetapi masih ada kesempatan bisa lolos, bahlan masih mempunyai konco-konco, kalau kau bagaimana kau akan berbuat?" tanya si nona pula.
Ciuk Yauw menalangi kawan itu menjawab: "Sampai sebegitu jauh, sederhana saja: Lakukan perlawanan"
Ban Liang tertawa. Ia Campur bicara: "Di sisi sembilan tiangloo juga ada rombongan kita, dengan kita kedua belah pihak bekerja
sama, walaupun nyali It Tie besar, tak nanti dia berani berontak....
"Jikalau berontak tidak berani, ajaklah konco-konco kabur" kata Kho Kong. "Terbang pergi tanpa pamitan lagi"
"Mudahkah untuk kabur beramai-ramai?" tanya nona Hoan-Kho Kong melengak sejenak, terus ia tertawa. "Kalau begitu, gunakanlah api, bakar habis" katanya.
"Menggunakan api dapat merugikan diri sendiri." "Kalau aku bergerak dahulu" kata Giok Yauw.
"Kalau bergebrak dahulu, itu artinya kabur juga . Perbuatan demikian mirip perbuatan seorang istri yang buron yang membawa
kabur barang-barang halus milik suaminya....."
"Siauw Lim Sie tersohor, ada tujuh puluh dua kepandaiannya," berkata pula Kho Kong. "Kabur, sekalian saja bawa kabur kitabkitabnya pelbagai macam ilmu silat itu......"
Pembicaraan mereka ini terputus dengan tibanya Su Kay. Pendeta itu datang sambil berlari-lari, mukanya menunjukkan kegusaran beserta berduka, tangannya mencekal sebatang tongkat besi panjang.
Siauw Pek semua bangkit untuk menyambut. Siakan muda bertanya: "Taysu membawa senjata, apakah ada sesuatu urusan besar?"
Su Kay melirik tongkatnya itu, ia menghela napas panjang.
"Siecu benar," katanya. Siauw Lim Sie telah menemui kenaasannya, kenaasan yang belum pernah terjadi selama beberapa puluh tahun."
Mendengar itu semua orang berdiam, cuma mata mereka mengawasi pendeta itu. Su Kay menatap Siauw Pek.
"Ketika sedang mendatangi kemari, loolap mendengar sebagian pembicaraan Siecu beramai," ia kata pula. Siauw Pek merasa kagum.
"Liehay tenaga dalam pendeta ini," katanya didalam hati. "Selama berjalan, dia telah mendengar pembicaraan kita." Lalu ia berkata: "Maaf, taysu, kami bicara sembarangan saja."
Su Kay menggelengkan kepalanya.
"Walaupun Siecu bicara sembarangan, tetapi itulah hal yang benar," sahutnya, berduka. "Siecu beramai menerka tepat." Siauw Pek terkejut.
"Taysu maksudkan It Tie," katanya terputus.
Diantara musuh- musuh Coh Siauw Pek. It Tie ialah satu diantaranya. Sekarang musuh itu kabur, sianak muda terperanjat, menyesal dan mendongkol, hingga hampir ia melompat untuk lari mengejar.
Su Kay dapat menduga pikiran anak muda ini. Duduk peristiwanya, "begini Siecu," ia memberi keterangan: "It Tie kabur sesudah dia menghajar mati pendeta yang ditugaskan menjaga cong Keng Kok, ranggon perantai menyimpan kitab-kitab kami. Dia telah membawa pergi semua kitab simpanan itu. Inilah bencana baru sekali dialami partai kami. Ini pula satu pukulan sangat hebat. Kami semua menjadi sangat gusar maka kami telah bersumpah, tak puas kami sebelum kami membinasakan manusia jahat itu serta merampas kembali semua kitab"
Ketua Kim Too Bun tercengang.
"Jikalau aku tidak salah artikan, taysu." katanya. "Bukanlah maksud Siauw Lim Pay supaya kami jangan Campurkan urusan kalian itu?"
"Itulah permintaan yang tak selayaknya, harap Siecu sekalian memakluminya." jawab si pendeta memastikanGiok Yauw tidak puas. Ia memperdengarkan suara dihidung.
"Sebenarnya kalian bersiaga terhadap kami." katanya. "Kalian kuatir kami menangkap ikan didalam air keruh kalian takut kami merampas kitab-kitabmu itu"
Muka Su Kay berubah menjadi merah.
"Dapat Siecu menerka begitu, tetapi tidak ada maksud loolap mengatakan demikian," katanya. "Peristiwa ini menjadi satu malu besar bagi partai kami, maka kami hendak mengurusnya hingga beres. Kami mau bekerja dengan sekuat tenaga kami. Jikalau kami minta bantuan orang lain, umpamanya semua kitab berhasil dirampas kembali, kami malu terhadap leluhur partai kami"
"Baiklah" sahut Siauw Pek kemudian, sesudah ia berpikir. "Dengan memandang kepada taysu, kami berjanji tidak akan
mencampuri urusan partai ini. Tetapi, hendak aku jelaskan, kalau kelak dibelakang hari apa mau kami berpapasan dengan It Tie tidak nanti kami lepaskan dia"
Su Kay mengangguk. ia memberi hormat. "Terima kasih, Siecu"
Sampai disitu, mendadak Nona Hoan bertanya: "Taysu, It Tie kabur dengan membawa berapa banyak pengikut?"
Su Kay melengak atas pertanyaan itu. Ia harus mengakui kecerdikan orang-orang Kim Too Bun ini.
"Ia mengajak lebih daripada lima puluh orang. Diantaranya ada tujuh orang dari golongan huruf "It". Yang lainnya dari tingkat ketiga dan keempat."
"Untuk menyusul mereka itu, taysu menggunakan berapa banyak orang?" tanya Nona Hoan pula.
"Tak kurang dari seribu orang," menjawab su Kay, yang terus memutar tubuh, buat berlalu. Ia berjalan dengan perlahanSiauw Pek jalan berendeng dengan pendeta itu. Ban Liang dan lainnya mengikuti disebelah belakang. Baru beberapa tindak. si anak muda, yang telah berpikir. Berkata kepada Su Kay: "Taysu kehilangan barang, pasti taysu ingin lekas-lekas menyusul orang- orang jahat itu, guna menawan mereka. Karena itu, baiklah taysu berangkat lebih dahulu. Kami beramai dapat turun gunung dengan berjalan perlahan-lahan-"
Su Kay mengangguk, tetapi ia berkata: "Beberapa kakak seperguruanku telah melihat bahwa peristiwa ini adalah permulaan dari bencana kaum Kang ouw, bahwa karena kejadian didalam partai kami, pastilah Seng Kiong Sin Kun bakal bergerak guna mewujudkan usahanya mengacau dunia, supaya benar- benar dia berhasil menguasai dunia Bu Lim"
"Itulah taysu, pandangan yang sama dengan pandangan kami," kata Siauw Pek.
"Siecu, loolap dan kakak-kakak seperguruanku mengagumi Siecu buat sepak terjang Siecu sekarang ini," Su Kay berkata pula. "Siecu tak kenal bahaya dan penderitaan, Siecu berusaha keras mencari kawan diantara pelbagai partai, guna sama-sama menghadapi orang jahat. Usaha Siecu ini bukan melulu mengenai kita kaum Bu Lim tetapi juga untuk rakyat jelata. Kami pula berterima kasih yang
Siecu telah membeber rahasia It Tie itu....."
"Kalau kalian berterima kasih, kenapa kalian mengurung kami
didalam penjara batu?" pikir Kho Kong dan Oey Eng mendongkol.
"Siecu, ingin loolap menyampaikan pesan kakak seperguruanku. Su Khong suheng," Su Kay berkata lagi. "Suhengku itu berkata, kalau ganti urusan kita sudah selesai, suka Siauw Lim Pay kami
membawa Siecu, sebab Siecu mau bekerja guna umum....."
"Terima kasaih, taysu," berkata Siauw Pek, memberi hormat. "Harap suheng kalian itu tidak mengatakan begini. Kami harus malu karenanya."
"Siecu merendah saja. Kami tahu Siecu gagah dan si nona cerdas, sedangkan kawan- kawan Siecu semua sama gagahnya. Adalah untungnya dunia Kang ouw dengan munculnya Kim Too Bun Siecu ini?"
Muka si anak muda merah. "Taysu terlalu memuji" ia merendah.
"Tidak Siecu. Nah, harap Siecu memaklumi yang kami hendak mencari dahulu si orang jahat. Untuk menghukumnya, guna dapat merampas pulang kitab-kitab pusaka kami"
"Persilahkan, taysu Tindakan Siauw Lim Pay ini sudah sepantasnya saja"
"Terima kasih, Siecu. Hatiku tenang sekarang. Lalu......" "Apakah lagi, taysu?"
"Hendak aku memberitahukan satu hal."
"Apakah itu?" Pendeta itu menghela napas.
"Benar partai kami tidak dapat membantu sepenuhnya kepada Kim Too Bun akan tetapi itu bukan berarti bahwa kami menaruh diri kami diluar garis."
"Tolong jelaskan, taysu."
"Inilah pesan Su Khong, kakak seperguruanku itu. Loolap diperintah mengikuti Siecu beramai, buat bekerja guna kebaikan Bu Lim. Loolap akan menerima perintah Siecu, walaupun loolap mesti menyerbu api"
Siauw Pek tercengang bahkan heran. "Mana dapat, taysu," katanya.
"Perintah suhengku tak dapat loolap tentang." Su Kay terangkan. "Suheng bahkan menandaskan, selama Seng Kiong Sin Kun belum tertumpas, selama dunia Bu Lim belum bersih dan aman, selama itu juga loolap termasuk orang Kim Too Bun- Walaupun kepalaku kuntung dan darahku berhamburan, tak dapat loolap mundur setengah jalan Suheng juga memberitahukan, setelah beres urusan rumah tangga kami. Ia akan mengepalai semua muridnya akan menyusul Siecu, agar dapat membantu sepenuhnya kepada Kim Too Bun"
"Bersatu hati bersatu tenaga, bersama-sama menentang musuh, itulah sudah selayaknya," berkata Siauw Pek. "Akan tetapi apakah kebijaksanaanku, maka juga aku berani menempatkan diri diatasan kalian, taysu?"
"Itu lain soalnya, Siecu." menjelaskan Su Kay. "Didalam pergerakan, kalau suatu urusan tidak disatu tangan, kalau perintah bukannya satu, itu artinya tak akan berhasil"
Siauw Pek melengak saking herannya.
"Loolap pula hendak memberitahukan satu hal," Su Kay menambahkan. "Sejak sekarang ini diriku sendiri hendak aku serahkan pada Kim Too Bun, guna turut dalam usahanya. Andaikata Siecu tidak menampik, suka aku bekerja buat selama lamanya. Atas
nama Buddha kami, hendak aku memastikan bahwa kata-kata loolap ini bukan kata-kata kosong belaka"
"Taysu......" kata si anak muda, gugup, "Hal ini harus didamaikan dahulu"
Su Kay menjadi Siauw Lim Sie tingkat huruf "Su" itulah tingkat tertinggi buat jamannya itu. Ia pula berkenamaan dalam dunia Kang ouw. Sebab itu sebagai pendeta beribadat dan kenamaan, adalah luar biasa yang di mesti tunduk dibawah kekuasaan Kim Too Bun sebuah partai baru. Siauw Pek pula ada seorang pemuda bijaksana, berat rasanya menerima pendeta itu. Tapi, sebelum sempat ia menampik terlebih jauh, ia sudah mendengar suara Soat Kun.
Kata Nona Hoan: "Kim Too Bun hendak bekerja guna keadilan dan kebenaran. Sekarang Su Kay Taysu hendak masuk kedalamnya, ia tak dapat ditolak. Dengan memasuki partai kita, taysu mau bekerja guna kebaikan dunia Bu Lim, buat kesejahteraan umum, tindakannya itu tepat dan sesuai dengan maksud mulia Sang Buddha"
Mendengar suara si nona, Su Kay menghadapi Siauw Pek, untuk merangkap tangannya.
"Benarlah apa yang dikatakan Nona Hoan" katanya. "Nyata si nona mengetahui baik hati ku Nah, bengcu, terimalah hormat sebawahanmu"
Berkata begitu pendeta itu memberi hormat itu. ia berkata: "Jika aku tetap menolak. mungkin aku akan dikata mengasingkan taysu. Maka itu sekarang, aku minta taysu tetap dalam kedudukan orang
yang tertua. Sukalah taysu menjadi pelindung kami mencapai
keadilan buat menolong dunia Bu Lim dari ancaman mara bahaya"
Sampai disitu, lalu muncul satu soal baru, karena ia diterima dalam Kim Too Bun, berbicara dengan Siauw Pek, sang ketua, bengcu, Su Kay membahasakan diri sebagai "Siok hee," sebawahan. Sebutan ini ditolak Siauw Pek. sebab pendeta itu telah berusia lanjut dan dia pula pendeta kenamaan dari Siauw Lim Sie. Dilain pihak, Su Kay tetap memaksa juga , sebab katanya, itulah sudah sepantasnya.
Ban liang campur bicara, sambil tertawa ia berkata: "Sebenarnya Kim Too Bun bukan berarti parta iseumumnya. Kami baru saja membangun diri, maksudnya cuma untuk menegaskan wajah kami. Tanpa suatu sebutan, susah buat kami bekerja. Siauw Lim Pay lain sifatnya. Taysu menjadi pendeta beribadat dan agung dari Siauw Lim Pay, kurang tepat taysu menjadi sebawahan ketua kami. Apa kata semua murid Siauw Lim Sie lainnya nanti?"
"Sudahlah, hal ini tak usah diperpanjang." Soat Kun campur bicara, suaranya tawar. "Taysu memasukkan diri secara sukarela, taysu benar. Bengcu hendak menolak sebutan, bengcu juga benar. Alasan bengcu terlebih tepat, karena bengcu hendak menjaga nama, supaya kelak dikemudian hari tak nanti ada yang mengatakan ia mau mengangkat diri umpama Seng Kiong Sin Kun."
"Tapi," berkata Su Kay. "Loolap menuruti bukan dimulut saja....."
"Demikian adanya, itulah keberuntungan dunia Bu Lim" berkata pula Nona Hoan, tetap tawar.
Siauw Pek heran akan nada suara si nona. Tak sungkan-sungkan Soat Kun terhadap Su Kay. Itulah bukan kebiasaan nona itu berlaku tawar.
"Mungkinkah sikap nona ini ada sebabnya?" tanyanya didalam hati. "Biarlah lain waktu, bila saatnya telah tiba, aku akan minta
keterangannya...." orang berbicara sambil jalan. Tak lama, keluar sudah mereka dari pintu gereja. Disepanjang jalan itu mereka cuma menemui kacung- kacung serta pendeta-pendeta yang sudah tua-tua. Nampaknya Siauw Lim Sie kosong, suasana sunyi sekali. Siauw Pek melihat kelangit, lalu sekitarnya.
"Bagaimana sekarang?" tanya bengcu itu. "Siapakah yang mempunyai saran?"
"Loolap." menyahut Han in Taysu. "Apakah itu, taysu" Bicaralah" Han in memajukan keretanya hingga kesisi ketua Kim Too Bun.
"Untuk sementara loolap ingin pamitan dari bengcu," berkata ketua Ngo Bie Pay itu. "Loolap pergi paling pama setengah tahun, paling cepat tiga bukan Habis itu loolap akan mengikuti bengcu untuk bekerja guna dunia Kang ouw." Siauw Pek heran.
"Apakah taysu ingin pulang kegunung taysu guna membersihkan
partai taysu, buat mengambil alih kedudukan ketua?" tanyanya.
Han in berdiam, terus dia menghela napas dalam. Nampak dia berduka.
"Sudah lama loolap belum pernah pulang kegunungku," sahutnya, masgul. "Loolap pergi sementara peristiwa di Yan in Hong itu. Entah bagaimana keadaan partai loolap sekarang ini."
Si anak muda mengangguk. Dia mengerti.
"Tak heran kalau taysu kangen dan memikirkannya," katanya.
Wajah ketua Ngo Bie Pay itu suram. Katanya: "Telah loolap menerima warisan dari guruku almarhum, siapa sangka bahwa
loolap telah menyia-nyiakannya, bahkan tubuh loolap malu....inilah sebabnya kenapa selama banyak tahun itu loolap menahan malu,
Pendekar Misterius 6 Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Tujuh Pedang Tiga Ruyung 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama