Ceritasilat Novel Online

Sumpah Palapa 18

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana Bagian 18


berjalan lancar. Dalam hal ini gusti ratu, apabila paduka berkenan
meluluskan hamba untuk mempersembahkan pendapat maka
hamba memberanikan diri untuk mengusulkan orang yang layak
dan tepat untuk menduduki jabatan itu"
"Baik ki patih" titah sang ratu "telah kukatakan, engkau boleh
menghaturkan saran atau pendapat tetapi pertimbangan
mengenai keputusannya adalah pada kami, tepatnya pada seri
baginda yang akan duduk diatas tahta kekuasaan Majapahit"
"Terima kasih pasti ratu" kembali patih Dipa berdatang
sembah. Memang ia telah bertekad untuk mempersembahkan
beberapa usul yang penting dalam pemerintahan ratu
Teribuanatunggadewi yang akan datang. Diterima atau tidak,
terserah kepada ratu yang baru nanti tetapi ia merasa bahwa ia
telah mempersembahkan apa yang menurut pandangannya
sangat berguna dalam menegakkan pemerintahan raja puteri
yang baru nanti. "Rakryan patih gusti Arya Tadah yang kini menjabat sebagai
patih pura Majapahit, adalah seorang mentri yang jujur, cakap
dan setia. Apalagi gusti patih Arya Tadah oleh seri baginda yang
baru nanti dilimpahi kepercayaan untuk menjabat sebagai patih
mangkubumi, hamba rasa kewibawaan pemerintahan gusti prabu
puteri nanti tentu akan lebih semarak dan para kawula tentu
akan berbahagia karenanya"
Ratu Gayatri mengangguk "Usul itu akan kusampaikan kepada
seri ratu Majapahit yang baru. Apakah masih ada yang lain lagi,
ki patih?" 1066 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebuah hal lagi gusti" seru patih Dipa seraya menghaturkan
sembah "bahwa dalam wawasan hamba masih terdapat suatu
kekurangan lagi dalam bentuk susunan pemerintahan kerajaan
Majapahit yang sekarang ini yalah tentang seorang yang
dipandang berdarah keturunan raja dan telah mengunjukkan
pengabdian yang setia kepada kerajaan Majapahit. Apabila
disamping susunan pemerintahan yang sekarang ini ditambah
lagi dengan sebuah jabatan yang hamba istilahkan sebagai
wredha-mentri atau mentri praudhatara maka kiranya akan
makin lengkap dan sempurnalah pemerintahan Majapahit nanti.
Ratu Gayatri terkesiap. Benar-benar ia terkejut mendengar
persembahan kata patih Dipa. Tak pernah terlintas dalam
pemikiran sang ratu, bahwa dalam pemerintahan kerajaan
Majapahit, masih perlu ditambah dengan sebuah jabatan seperti
yang dihaturkan patih Dipa. Namun masih belum tampak dalam
pandangan ratu, dimana dan bagaimana letak kepentingan
jabatan itu. Maka bertitahlah sang ratu "Ki patih Dipa,
pandanganmu mengetuk hati dan membukakan suatu suasana
baru dalam tubuh pemerintahan kerajaan Majapahit. Namun agar
lebih mantap bahan itu dipertimbangkan oleh baginda yang baru
nanti cobalah ki patih menghaturkan saran yang lebih nyata, kirakira siapakah yang layak menjadi mentri praudhatara itu, ki
patih" "Jika hamba sebutkan nama gusti, bukanlah berarti hamba
lancang mendahului keputusan seri baginda ataupun hamba
memiliki maksud-maksud tertentu. Tetapi tujuan hamba tak lain
agar pemerintahan kerajaan Majapahit itu akan lebih kuat,
sentausa dan jaya" Berhenti sejenak, rakryan patih Dipa melanjutkan lagi "Gusti
ratu, para gusti mentri, gusti rakryan dan para priagung sekalian
yang hadir disini, tentu takkan asing lagi bahwa dalam kerajaan
Majapahit terdapat seorang ksatrya berdarah keturunan luhur
yang telah membuktikan pengabdian kepada Majapahit dengan
1067 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penuh kesetyaan dan kejujuran, jauh dari rasa pamrih peribadi
maupun golongan. Ksatrya itu telah bersemi tumbuh menjadi
buah hati setiap kawula Majapahit, dihormati dan disayangi"
Terkejutlah segenap hadirin. T anpa merasa mereka mencurah
pandang kearah patih Dipa. Diantaranya terdapat sepasang mata
yang memandang patih itu dengan rasa kejut yang tajam.
"Ksatrya yang hamba maksudkan itu, gusti ratu" kata Dipa
"tak lain dan tak bukan adalah gusti pangeran Adityawarman"
"Ah ...." terdengar desah napas yang berhamburan lepas dari
mulut para mentri. "Hamba rasa tak ada suatu cara untuk membalas jasa dan
pengabdian gusti pangeran Adityawarman kepada kerajaan
Majapahit daripada meluhurkan beliau sebagai mentri praudhatara, gusti ratu"
Ratu Gayatri tertegun. Dalam menelusuri apa latar belakang
maksud patih Dipa menghaturkan usul itu, bersualah sang ratu
pada suatu penemuan "Ah, patih Dipa sungguh bijak sekali"
diam2 ia memuji dalam hati "dua langkah kebijaksanaan telah
ditempuhnya untuk menyelamatkan pengangkatan raja baru ini.
Dengan mengusulkan puteri Mahadewi supaya memegang
tampuk pimpinan kerajaan bersama dengan puteri Teribuanatunggadewi, selain memanjakan keinginan para
kawula, pun melenyapkan suatu kelemahan akan kemungkinan
timbulnya rasa tak puas yang akan dimanfaatkan oleh golongan
yang hendak menggerogoti kewibawaan Majapahit. Kemudian
untuk menghibur hati Adityawarman maka patih Dipa telah
mengusulkan kedudukan yang paling terhormat untuk pangeran
itu. Kelungguhan mentri praudhatara itu lebih tinggi dari
mahapatih dan hanya dibawah raja"
"Baik, ki patih. Semua saranmu akan kusampaikan kepada raja
yang baru. Apakah engkau masih ada usul lagi?" titah ratu
Gayatri. 1068 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, gusti" patih Dipa mengakhiri pernyataannya dengan
menghaturkan sembah. Setelah semua mentri dan rakryan menghaturkan pendapat
maka ratu Gayatripun segera bertitah kepada, kedua puteri
"Ananda puteri Teribuanatunggadewi dan Mahadewi, seperti
ananda berdua telah mendengar sendiri, bahwa segenap mentri,
rakryan dan yang hadir dalam sidang ini, telah secara bulat
menghendaki agar ananda berdualah vang naik di tahta kerajaan
sebagai pimpinan kerajaan Majapahit menggantikan anak prabu
Jayanagara. Ananda berdua dapat mempertimbangkan keputusan itu. Tetapi bunda perlu mengingatkan bahwa pada
saat inilah ananda berdua dituntut untuk memenuhi kewajiban
sebagai puteri utama"
Serta merta puteri Teribuanatunggadewi menghaturkan
sembah "Duh bunda ratu yang hamba hormati. Tak-ada bhakti
yang lebih utama bagi seorang puteri daripada harus meluhurkan
nama ramanda dan patuh akan amanatbunda. Sebagai seorang
kawula kiranya tiada bhakti yang lebih mulia daripaia
menyerahkan segenap jiwa dan raga kepada negara"
"Baik, ananda puteri. Bunda percaya akan kesetyaanmu dan
keutamaanmu. Dengan demikian ananda berdua telah menerima
keputusan sidang ini"
Puteri T eribuanatunggadewi segera berdatang sembah "bunda
ratu yang hamba hormati. Dalam soal itu, hamba telah
menyerahkan pernyataan hamba kepada ki patih Dipa"
"O" ratu Gayatri terkejut. Namun mengingat betapa
kepercayaan kedua puteri itu terhadap patih Dipa, ratu
Gayatripun dapat memaklumi "baiklah jika ananda telah
memutuskan hal itu" "Bunda ratu" kembali puteri Teribuanatunggadewi menghaturkan kata "perkenankanlah hamba berdua 1069 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengundurkan diri dari sidang ini agar bunda ratu lebih leluasa
untuk mendengarkan persembahan kata ki patih Dipa"
Ratu Gayatri terkesiap. Mengapa kedua puteri itu bersikap
demikian " Adakah sesuatu yang tak leluasa pada pembicaraan
patih Dipa itu bagi kedua puteri" Apakah kedua puteri itu
menolak untuk diangkat sebagai raja puteri" Atau apakah kedua
puteri itu hendak mengajukan syarat terlebih dulu sebelum
menerima pengangkatan itu"
"Ah, rasanya mereka tak menolak pengangkatan itu.
Kemungkinan besar mereka hendak mengajukan permintaan"
ratu Gayatri merenungkan persembahan kata puteri Teribuanatunggadewi. "Baiklah, ananda puteri" akhirnya dengan penuh kebijaksanaan ratu Gayatri meluluskan permohonan kedua puteri
yang akan meninggalkan sidang.
Setelah puteri Teribuanatunggadewi dan puteri Mahadewi
meninggalkan balairung, maka ratu Gayatripun meminta
keterangan kepada patih Dipa supaya menghaturkan apa yang
dikehendaki kedua puteri itu.
"Gusti ratu" sembah patih Dipa "memang berat nian rasa
seorang kawula seperti hamba ini mendapat kepercayaan dari
gusti puteri Teribuanatunggadewi dan gusti puteri Mahadewi.
Tetapi berat atau ringan karena hamba sudah menyatakan
kesanggupan hamba maka hambapun harus melaksanakannya"
"Benar, ki patih. Haturkanlah apa sebenarnya maksud dari
kedua puteri" "Gusti ratu" kata patih Dipa memulai pembicaraan "jauh
beberapa tahun yang lampau, ketika rahyan ramuhun prabu
Jayanagara melimpahkan kepercayaan kepada diri hamba
sebagai patih di Kahuripan maka gusti Rani Kahuripan telah
memberikan kepercayaan besar kepada diri hamba. Sedemikian
besar kepercayaan yang dilimpahkan gusti Rani kepada hamba
1070 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga hambapun menerima pula beban yang terkandung
dalam hati gusti Rani"
"Hal itu tak lain, gusti ratu, bahwa menurut wawasan hamba
maka dia adalah seorang ksatrya muda dari Tumapel, seorang
raden keturunan dari akuwu Tumapel, yang berkenan mendapat
perhatian dalam hati gusti Rani. Hal itu makin jelas bagi hamba
ketika dalam melaksanakan titah para gusti Saptaprabu untuk
mengundang gusti Rani Kahuripan supaya berkunjung ke pura
Majapahit pada waktu yang belum lama ini"
"Kebetulan saat itu Kahuripan sedang menderita musibah
dilanda wabah penyakit sehingga menimbulkan keperihatinaa
yang sangat pada gusti Rani. Sedemikian besar kasih sayang dan
pengorbanan gusti Rani terhadap kawula Kahuripan sehingga
gusti Rani berkenan menitahkan hamba untuk membuka
sayembara. Bahwa ba-rangsiapa yang dapat membasmi sumber
daripada wabah penyakit itu, apabila dia seorang wanita maka
akan diambil sebagai saudara angkat. Dan apabila seorang pria
maka gusti Rani berkenan akan mengangkatnya sebagai ksatrya
narpati yang akan mendampingi gusti Rani"
Ratu Gayatri mengangguk-angguk,
Sebenarnya rakryan patih Dipa sudah tahu bahwa ratu Gayatri
telah memaklumi hal itu bahkan menghadiri peristiwa keputusan
sayembara di Kahuripan. Namun dihadapan sidang, path Dipa
perlu menguraikan lagi peristiwa itu.
"Akhirnya setelah melalui peristiwa dan saat2 yang
mendebarkan, selesailah sayembara itu. Seorang ksatrya muda
dari Tuinapel telah berhasil menemukan lencana pusaka Garudamukha dari prabu Airlangga"
Beberapa rakryan dan gusti yang belum sempat mendengar
peristiwa itu, terkesiap. Bertanyalah mereka dalam hati siapa
gerangan ksatrya yang telah dapat mengatasi karya itu.
1071 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maka atas kepercayaan gusti Rani Kahuripan hamba telah
dilimpahi suatu pesan agar apabila dalam sidang Dewan Keraton
ini ternyata gusti Rani Kahuripan yang diangkat sebagai raja
puteri, maka gusti Rani bersedia menerima pengangkatan itu
apabila Dewan Keraton merestui gusti Rani untuk melaksanakan
janji yang telah diamanatkan dalam sayembara itu. Gusti ratu
yang hamba hormati, tidaklah berarti bahwa pernyataan gusti
Rani itu sebagai suatu syarat dalam kaitan dengan keputusan
sidang ini, melainkan sebagai seorang puteri utama, gusti Rani
wajib menetapi sabda janjinya"
Ratu Gayatri mengangguk "Kehendak gustimu puteri
Teribuanatunggadewi, kurestui, ki patih. Karena memang sudah
menjadi suratan takdir yang telah digariskan Hyang Batara
Agung, bahwa ksatrya dari Tumapel itu akan menjadi ksatrya


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

narpati yang akan mendampingi raja puteri untuk mengemudikan
pusara kerajaan Majapahit. Karena hanya ksatrya yang telah
direstui oleh dewatalah yang mampu memperoleh lencana
pusaka seorang iaahadiraja seperti prabu Airlangga"
"Titah paduka hamba junjung sekhidmat-khidmatnya" sembah
patih. Dipa. "Lalu bagaimana dengan gustimu Rani Daha itu?"
"Gusti ratu" sembah patih Dipa "dalam hal ini walaupun
hamba mengetahui tetapi karena hal itu belum menjadi suatu
kenyataan sebagaimana gusti Rani Kahuripan dalam sayembara
itu, hamba rasa seyogyanya diputuskan saja dalam lingkungan
para gusti ratu, terutama paduka gusti ratu sendiri serta gusti
puteri Teribuanatunggadewi"
Ratu Gayatri menganggap pendapat patih Dipa itu memang
layak. Maka setelah tercapai keputusan keputusan penting
terutama tentang pemilihan raja yang baru, ratu Gayatripun
berkenan membubarkan sidang itu.
1072 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seusai sidang tatkala patih Dipa keluar dari balairung maka dia
disongsong oleh tumenggung Menur, senopati pasukan Daha
"Rakryan patih, hamba menerima kedatangan seorang utusan
dari rakryan demung Adhikara yang melaporkan bahwa di Daha
telah timbul peristiwa kerusuhan"
"O" patih Dipa terkejut "bagaimana peristiwa itu?"
"Secara singkat rakryan demung melaporkan bahwa keraton
Daha telah diserbu beberapa orang yang tak dikenal. Untung
pengacauan itu dapat digagalkan oleh seorang muda. Namun
rakryan demang masih menguatirkan keselamatan keraton maka
minta kepada hamba agar cepat pulang"
Patih Dipa terkejut. Serentak pikirannya melayang pada apa
yang disebut anak-anak muda yang menamakan diri sebagai
pejuang Daha dan tergabung dalam sebuah himpunan Topeng
Kaiapa. Apakah mereka yang melakukan pengacauan itu "
Mungkin. "Ki tumenggung" kata patih Dipa setelah merenung peristiwa
itu "baiklah kita atur begini. K i tumenggung tetap berada di pura
kerajaan menjaga keselamatan gusti Rani. Dan akulah yang akan
menyelesaikan peristiwa di Daha itu. Apabila keadaannya sudah
aman maka akan kusirim pengatasan untuk memberitahu kepada
ki tumenggung dapat mengiring gusti Rani pulang ke Daha"
(Oo-dwkz-oO) II Gua di bawah bukit yang tampak sunyi itu sebenarnya
sedang menampung rapat dari sebuah gerombolan. Tak kurang
dari duapuluh orang sedang menghadap seorang lelaki yang
masih muda. Belum mencapai tigapuluh tahun rasanya lelaki itu
1073 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun ia memiliki kewibawaan untuk menguasai duapuluh orang
anakbuah. "Raden" seru salah seorang dari kelompok anakbuah yang
duduk di deret muka "rupanya saat inilah yang terbaik bagi kita
untuk bertindak" Yang disebut raden itu tak lain dari lelaki muda yang duduk di
atas segunduk batu, berhadapan dengan keduapuluh orang itu.
"Apa yang engkau anggap saat terbaik untuk kita bertindak
itu, kakang Sampar" kata lelaki muda itu.
"Pura Daha kosong, raden"
"Kosong ?" "Ya. Rani Daha dengan patih dan tumenggung Menur berada
di pura Majapahit" Raden itu terkesiap "Mengapa mereka ke Majapahit?"
"Di pura Majapahit sedang berlangsung sidang yang penting.
Sidang dari Saptaprabu yang hendak memilih calon raja baru
pengganti raja Jayanagara"
"O" desuh raden "tetapi bagaimana hasil kepergianmu ke
Daha untuk mengadakan hubungan dengan himpunan Topeng
Kalapa?" "Sukar menemui mereka, raden" kata Sampar "tetapi aku
telah mendapat berita bahwa belum lama berselang, waktu patih
Dipa berada di Daha, di Daha te lah terjadi peristiwa antara patih
Dipa dengan himpunan Topeng Kalapa"
"Maksudmu peristiwa bentrokan atau perdamaian ?"
"Bentrokan" sahut Sampar "adalah karena gara-gara putera
mendiang patih Arya Tilam yang bernama Mahendra yang telah
diketahui oleh warga Topeng Kalapa kalau ternyata telah
menghianati himpunan para pejuang dalam Wukir Polaman,
1074 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka putera patih itu diculik dan hendak dibunuh. Tetapi patih
Dipa dapat menyelamatkannya. Dia berhadapan dengan orangorang Topeng Kahpa. Ternyata orang Topeng Kalapa ciut
nyalinya dan mundur"
"Hm" desuh raden itu pula "memang pejuang-pejuang
keturunan dari para senopati kerajaan Daha yang lalu, kurang
tegas dan tak berani melakukan pemberontakan dengan terangterangan. Masakan berhadapan dengan seorang patih Dipa saja,
baik himpunan Wukir Polaman maupun Topeng Kalapa, sudah
melarikan diri" "Benar, raden" sahut Sampar "bahkan semenjak himpunan
Wukir Polaman diperingatkan keras oleh patih Dipa dahulu,
mereka telah bubar. Pimpinan mereka yang hanya dikenal
dengan sebutan sang Manggala, pun tak tampak muncul lagi"
"Siapakah sang Manggala dari Wukir Polaman itu?"
"Konon menurut keterangan yang dapat kukumpulkan sang
Manggala itu digdaya dan sakti mandraguna. Berwibawa dan
sangat ditaati anakbuahnya. Ada orang mengatakan bahwa dia
putera dari pangeran Ardaraja tetapi ada pula yang mengatakan
bahwa sesungguhnya dia adalah pangeran Ardaraja sendiri"
"Ah" dengus raden itu dengan geram "tetapi menurut kata
orang, pangeran itu telah tewas ketika mengamuk dan melarikan
diri dari penjara" "Memang demikian kata bapa hamba, raden" kata Sampar
"bapa bercerita, waktu Daha runtuh, raja Jayakatwang ditangkap
dan ditawan di Ujung Galuh. Sedang pangeran Ardarajapun telah
dapat ditangkap oleh Sora dan Nambi, kadehan dari raden
Wijaya. Pangeran itupun dipenjarakan di Majapahit. Ketika
mendengar berita bahwa ayahandanya raja Jayakatwang
meninggal karena diracun, pangeran itu marah dan mengamuk.
Penjaga penjara dapat dibunuh dan dia terus melarikan diri.
1075 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi akhirnya dalam pengejaran, dia terbunuh oleh panah
prajurit raden Wijaya"
Raden itu mengangguk sarat.
"Adakah kemungkinan sang Manggala itu putera si Ardaraja?"
"Hal itu tiada orang yang dapat memberi keterangan yang
pasti, raden. Karena menurut kata orang, Manggala itu selalu
mengenakan topeng sehingga bagaimana wajahnya sukar
diketahui. Bahkan anakbuahnya-pun juga tak pernah mengenal
bagaimana wajah pimpinannya itu"
"Sejak Wukir Polaman bubar, sang Manggala juga tak
menampakkan diri lagi katamu ?"
"Benar raden" "Hm, sayang" gumam raden itu "sejak kecil aku telah
menyiksa diri untuk berguru pada begawan Smara di gunung
Pandan dengan cita-cita akan menuntut balas atas kematian
ramaku yang telah dibunuh oleh Ardaraja. Setelah aku
diperkenankan turun gunung oleh guru, akupun menghimpun
kekuatan dan mengundang kakang sekalian. Tetapi kini ternyata
musuh besarku itu telah menghilang, ah ...."
Sampar mengangguk. Ia teringat akan cerita yang pernah
dikatakan raden itu kepadanya. Bahwa rama raden itu tak lain
adalah laksamana Rudraloka senopati yang memimpin angkatan
laut kerajaan Daha. Waktu mendengar laporan bahwa Kubilai
Khan mengirim patukan ke Singasari untuk menghukum raja
Kertanagara yang telah menghina Meng K i, utusan dari T artar itu
maka senopati laut Rudraloka ditugaskan Ardaraja untuk
menghadang mereka. Setelah berhasil menghancurkan kerajaan Singasari maka
pangeran Ardaraja yang telah banyak membantu pada
ayahandanya raja Jayakatwang menjadi musuh dalam selimut
dan akhirnyapun secara terus terang ketika pasukan Daha
1076 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang Singasari lalu menyeberang ke fihak Daha, raja
Jayakatwang teramat sukacita dan menyerahkan kekuasaan
balatentara Daha kepada pute-ranya, pangeran Ardaraja.
Angkatan laut yang dipimpin laksamana Ike Mese, telah tiba di
laut utara. Ike Mese membagi pasukannya menjadi dua, sayap
kanan dan sayap kiri. Sayap kanan dipimpinnya sendiri dan
mendarat di Tuban. Sedang sayap kiri diperintahkan untuk
mendarat di Sidayu. Dengan perahu-perahu wangkang, pasukan
Tartar itu akan menyusur sepanjang bengawan Brautas untuk
mengepung Daha dan Singasari.
Setiba angkatan laut Kubilai Khan itu di Pacekan maka
bertemulah mereka dengan angkatan laut dari laksamana
Rudraloka. Pacekan merupakan pangkalan angkatan laut Singasari
kemudian Dahapun makin memperkokoh pangkalan itu. Lebih
dari seratus lima puluh kapal perang Daha menjaga p;ntu
gerbang daratan bumi kerajaan Daha itu. Pertempuran segera
pecah dengan dahsyat. Demi melihat pasukan Daha sangat kuat pertahanannya
sehingga sukar bagi pasukan Tartar untuk mencapai daratan
maka panglima mereka, Ike Mese, mengatur siasat yang cerdik.
Mereka melepaskan beberapa sampan kecil yang berisi bahan
peledak. Memang pada masa itu bahan peledak telah dikenal di
negeri Cina. Bahan peledak itu ditaruh dalam peti dan diberi
sumbu yang panjang. Setelah sumbu disulut, sampan lalu
dikayuh dan diluncurkan menuju kearah kapal perang Daha.
Terjadi ledakan dan kcbakaian besar. Berpuluh-puluh kapal Daha
musnah di makan api sehingga fihak Daha menderita kerugian
besar. Senopati Rudraloka terpaksa memerintahkan s isa pasukan
mundur dan bertahan di pesisir.
Berulang kali senopati itu mengirim pengalasan untuk
meminta bantuan kepada pangeran Ardaraja tetapi bala bantuan
belum kunjung datang sedang pasukan musuh makin
1077 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperhebat serangannya. Hampir lima puluh kapal Daha telah
hancur dan tiga ribu acak pasukannya binasa.
Geram dan putus asa mencengkam dalam hati senopati
Rudraloka. Geram menyaksikan keganassn prajurit Tartar yang
tak kenal ampun kepada prajurit Daha. Putus asa karena
pangeran Ardaraja tak juga mengirim bala bantuan. Akhirnya
karena tak tahan, senopati itupun meninggalkan anakpasukan
dan lari ke Daha menghadap pangeran Ardataja.
Ditinggal oleh senopatinya, pasukan laut Daha makin kacau
dan akhirnya sisa pasukan laut yang masih berjumlah lebih
kurang seratus buah itu menyerah pada musuh. Anakpasukan
kacau balau. Ada yang terluka dan ditawan, ada yang terpaksa
mcnyciah dan ada yang dapat melarikan diri.
Pangeran Ardaraja terkejut menerima berita kekalahan besar
itu. Ia amat murka. Ketika laksamana Rudraloka menghadap,
segera diperintahkan untuk memenggal kepalanya. Sebagai
seorang laksamana, Rudraloka dipersalahkan telah melarikan diri
meninggalkan kewajibannya.
"Sebagai seorang putera, memang raden Rudra layak
menuntut balai terhadap pangeran Ardaraja. Tetapi sudah
terlambat" diam-diam Sampar menghela napas dalam hati
"pangeran Ardaraja sudah ditawan dan akhirnya mati terpanah
prajurit Majapahit. Mengapa raden Rudra masih tetap hendak
melanjutkan cita-citanya menuntut balas ?"
Rupanya pada waktu itu putera dari laksamana Rudraloka itu
tahu apa yang terkandung dalam hati Sampar orang
kepercayaannya itu maka diapun memberi penjelasan lebih lanjut
"Pada waktu rama tewas, aku masih kecil baru berumur dua
tahun. Ibu mempunyai seorang adik laki. Paman itulah yang
gopoh menemui ibu dan menceritakan tentang musibah yang
diderita rama. Kemudian paman membawa ibu dan aku untuk
melarikan diri ke hutan. Paman mengatakan bahwa laz imnya
hukuman yang dijatuhkan kerajaan Daha terhadap senopati atau
1078 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
prajurit yang bersalah meninggalkan pasukannya adalah penggal
kepala. Dan hukuman itu juga dikenakan terhadap keluarganya"
"Kakang Sampar" kata raden Rudra "dua-puluh tahun lamanya
kami hidup menderita. Betapa sengsara ibu mengasuh aku
sehingga aku dewasa. Sebagai suatu amanat yang tak boleh
kulupakan maka ibu memberi nama Rudra kepadaku. Dengan
nama warisan itu, aku harus melaksanakan amanat mendiang
rama untuk menuntut balas kepada pangeran Ardaraja"
"Tetapi pangeran itu sudah mati, raden" kata Sampar.
"Hutang orangtua, anaknya yang harus membayar. Jika dia
sudah mati maka aku hendak mencari anak-anaknya" kata raden
Rudra dengan mata berkilat-kilat "akan kupenggal juga kepala
mereka sebagai dahulu rama mereka telah melakukan kepada
bapaku" "Tetapi raden, ah ... ." Sampar tak berani melanjutkan katakatanya. Sebenarnya dia hendak mengatakan bahwa tindakan
pangeran Ardaraja itu memang tepat sebagaimana yang berlaku
dalam hukum prajurit. "Rupanya Rudra dapat menangkap isi hati Sampar"
Sebenarnya kepergian rama ke Daha menghadap pangeran
Ardaraja itu hendak memohon bala bantuan. Dengan bala
bantuan itu rama akan kembali pula untuk menggempur musuh
di Pacekan. Sedang pimpinan pasukan telah diserahkan kepada
seorang perwira kepercayaan rama dengan perintah supaya
mempertahankan dulu pasukannya sampai nanti rama kembali
dengan membawa bala bantuan"
"Tetapi raden, rama raden itu senopati pimpinan pasukan.


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengapa tidak mengirim pengalasan saja dan harus rama raden
sendiri yang datang ke Daha?"
"Ah, kakang Sampar" kata Rudra "bukan sekali tetapi sudah
berkali-kali rama mengirim oang untuk memberi laporan daa
minta bantuan kepada Ardaraja tetapi selalu tak dihiraukan.
1079 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena geram, rama lalu menuju ke Daha sendiri menghadap
Ardaraja. Pun sebelumnya rama sudah memperhitungkan bahwa
pasukannya yang ditinggalkan tentu mampu bertahan beberapa
hari-sehingga dia datang lagi dengan membawa bala bantuan.
Tetapi bukan memaklumi kesukaran rama, Ardaraja malah
menitahkan algojo untuk memenggal kepala rama"
Sampar mengangguk-angguk. Apabila menurut keterangan
raden Rudra, memang laksamana Rudraloka itu tak bersalah.
Tetapi entah bagaimana keadaan yang sebenarnya.
"Engkau tahu kakang Sampar, mengapa Ardaraja sampai
berbuat sekejam itu?" tanya raden Rudra pula.
"Entah raden. Mohon raden memberitahu"
"Begini kakang Sampar" kata Rudra "sebenarnya antara
Ardaraja dengan rama telah terjalin suatu dendam, kakang"
Sampar terkejut "O, dendam " Dendam apakah itu, raden ?"
"Dendam peribadi"
"Dendam peribadi ?" Sampar makin terkejut dan makin
besarlah keinginannya untuk mengetahui latar belakang pristiwa
itu. Ia minta agar raden Rudra menceritakannya.
"Yang kumaksudkan dengan dendam peribadi itu tak lain
dendam yang acapkali lazim terjadi di kalangan para muda"
"O, dendam karena soal adu kedigdayaan ?"
"Bukan" raden Rudra menggeleng.
"Lalu dendam apa saja, raden?"
"Dendam anak muda yani soal wanita, kakang"
"Ah" Sampar mendesah panjang "ya, benar. Memang di
kalangan para muda sering terjadi hal itu. Tentu suatu kisah yang
menarik dendam antara rama raden dengan pangeran Ardaraja
itu" 1080 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Atai permintaan Sampar maka raden Rudrapun tak keberatan
untuk menceritakan kisah yang terjadi antara rama dan pangeran
Ardaraja yang lalu. Raja Jayakatwang mengandung cita-cita untuk membangun
kerajaan Daha supaya kuat dan makmur. Sebagaimana rama dan
para eyangnya yang telah tiada, juga dalam sanubari
Jayakatwang tertanam bibit keperihatinan terhadap nasib Daha
yang masih berada dalam kekuasasn Singasari. Bibit itu bersemi
menumbuhkan dendam. Hanya apabila rama dan para eyangnya
yang lalu dendam itu tak pernah terlaksana karena gugur
sebelum berkembang, tidaklah demikian dengan Jayakatwang.
"Aku takkan membiarkan bibit itu layu sebelum berkembang
sebagaimana yang terjadi pada rama dan eyang-eyang. Takkan
kubiarkan keraguan dan kecemasan itu menghancurkan bibit itu.
Aku harus menjadi pelaksana daripada cita-cita yang tak pernah
berhasil dilakukan oleh mendiang leluhurku" demikian suara hati
Jayakatwang yang menggema dalam sanubarinya.
Jayakatwang ingin membentuk pasukan yang kuat. Para muda
dianjurkan untuk belajar ilmu kanuragan, gladi baris dan
permainan permainan yang bersifat kejantanan dititahkan untuk
dikembangkan pada setiap daerah. Pun terhadap puteranya,
raden Ardaraja, sang prabu menaruh harapan besar bahwa kelak
puteranya akan menjadi seorang senopati yang gagah perkasa di
medan perang. Saat itu pangeran Ardaraja telah tumbuh sebagai seorang
perjaka yang bertubuh tegap, kuat dan mahir dalam beberapa
ketangkasan bermain senjata. Prabu Jayakatwang mendengar
bahwa di pegunungan Watulima terdapat seorang begawan yang
sakti. Maka dititahkan Ardaraja untuk berguru pada begawan
Kusala di pertapaan gunung Watulima itu.
Begawan Kusala mempunyai seorang puteri dan seorang
murid. Andini demikian nama puteri sang begawan, tumbuh
menjadi seorang dara yang cantik
1081 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rudraloka, demikian murid sang begawan yang hanya seorang
itu, juga seorang perjaka yang gagah dan setya. Siapa ayah
Rudraloka itu, tak diketahui karena pada suatu hari datanglah di
pertapaan itu seorang wanita muda yang membawa seorang
anak lelaki berumur tiga tahun. Wanita itu dalam keadaan sakit
parah. Sebelum bertemu sang begawan, dia sudah rubuh di
muka pintu. Anak laki itu menangis sehingga sang begawan yang
sedang bersemedhi sampai tergugah dan ke luar. Ternyata
wanita itu hanya sempat mengucapkan beberapa patah kata
"Sang begawan hamba titip anak hamba ini . . ." lalu
menghembuskan napas yang terakhir.
Begawin Kosala merentangkan kedua tangan menengadah ke
cakrawala dan mempersembahkan rasa nalangsa kepada Hyang
Batara Agung "Duh, Hyang Jagadkarana, rasanya masih belum
habislah paduka hendak mencoba diri hamba. Hamba akan
melaksanakan apapun yang paduka titahkan ...."
Keluhan sang begawan itu, bukan karena dia tak mau
menerima permohonan wanita itu. Tetapi ia mengeluh karena
heran akan peristiwa yang menimpanya secara berturut turut
kepada dirinya. Sebulan yang lalu, baru saja ia menderita
musibah yang mengoyak hatinya. Sudah lama ia dan isterinya
mengidamkan seorang anak. Tetapi hampir limabelas tahun
belum juga keinginannya itu terwujut. Hingga pada suatu hari,
di-mana harapan itu sudah hampir terhapus, tiba-tiba ia
mendengar berita yang menggembirakan dari isterinya bahwa
isterinya mengandung. Sebulan yang lalu, setelah genap
waktunya maka isterinya yang sudah setengah tua itupun
melahirkan seorang anak perempuan. Tetapi kegembiraan itu
harus ditebus dengan kedukaan. Karena sehabis melahirkan
isterinyapun meninggal. Dan kini ketika puterinya itu baru genap berusia sebulan,
muncullah seorang wanita muda yang membawa seorang anak
1082 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lelaki. Dengan rasa kepaseraban atas kekuasaan Hyang Widdhi,
ia mengambil anak laki kecil itu dan dirawat bersama puterinya.
Begawan memberi nama Rara Diyani kepada puterinya. Diyan
artinya lampu. Diyani berarti memberi lampu atau penerangan
pada kegelapan hati sang begawan. Sedangkan anak laki kecil itu
ternyata dapat mengatakan sendiri namanya yalah Rudraloka.
Tetapi rupanya kepaserahan sang begawan kepada Hyang
Batara Agung telah diterima. Dan rupanya pula dewata masih
ingin menguji lagi kepaserahan sang begawan itu. Sang begawan
mempunyai seorang adik perempuan yang menikah dengan
seorang bekel prajurit Daha. Karena kesalahan membunuh dua
jiwa maka bekel itu dihukum mati oleh atasannya. Peristiwa itu
terjadi ketika bekel mendapat undangan untuk menghadiri
perjamuan pernikahan puteri kepala desa itu. Sudah menjadi
adat naluri bahwa setiap perjamuan semacam itu, tentu
diramaikan dengan tuak dan tandak. Dalam keadaan mabuk,
bekel itu bertengkar dengan a-nak laki dari kepala desa untuk
berebut siapa yang berhak menemani sang tandak menari. Bekel
prajurit itu mencabut keris dan menusuk putera kepala desa itu
sehingga mati. Melihat itu kepala desa marah dan menyerang
bekel. Tetapi bekel itupun dapat membunuhnya.
Demi menertipkan peraturan prajurit dan untuk mengambil
hati rakyat, maka raja Jayakatwang telah mengadakan peraturan
keras kepada para prajurit Daha. Mabuk tuak apalagi sekali gus
membunuh dua o -rang, kepala desa dan puteranya, merupakan
kesalahan yang tak berampun lagi. Bekel itu dihukum mati.
Karena malu kepada tetangga dan masyarakat didaerah-nya
maka isteri bekel itu dengan membawa puteranya yang masih
kecil datang pada kakaknya, sang begawan Kosala. Dan sejak itu
wanita itupun tinggal di pertapaan situ untuk mengasuh Rara
Diyani, Rudraloka dan puteranya sendiri yang bernama Pugar.
Nyi Pala, demikian nama janda bekel prajurit yang menjadi
adik sang begawan Kusala, memperlakukan ketiga anak itu tidak
1083 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama melainkan pilih kasih. Pertama, dia lebih memanjakan rara
Diyani sebagai puteri kakangnya, sang begawan. Lalu
mendahulukan puteranya sendiri si Pugar daripada Rudraloka.
Memang Rudraloka paling besar, kemudian Diyani baru yang
terakhir Pugar. Tetapi alasan itu digunakan nyi Pala untuk
membeda bedakan pelayanan dan perlakuannya terhadap
mereka bertiga "Ah, Rudra paling besar, tentu harus mengalah
kepada adik-adiknya yang kecil"
Rudra tahu diri. Dia selalu mengalah dan nge-snong kepada
kedua anak yang dianggapnya sebagai adik sendiri. Walaupun
tak jarang, pada malam hari dia hanya diberi makan nasi tanpa
lauk pauk, namun dia diam saja. Adalah Diyani yang selalu
memperhatikan Rudra. Perawan kecil itu suka kepada Rudra. Dia
kasihan kalau me lihat Rudra makan tanpa lauk pauk. Sering ia
memberikan sebagian dari ikannya kepada Rudra.
Juga acapkali terjadi hal-hal yang menurut Diyani tak adil.
Misalnya apabila Pugar yang nakal itu memecahkan mangkuk
atau barang lain, ada ternak yang hilang, maka Rudra lokalah
yang dilaporkan kepada sang begawan sebagai yang bersalah.
Rudraloka selalu mengakui kesemuanya itu apabila ditanya sang
begawan. Tetapi Diyani yang tak puas. Dia m:nentang perbuatan
yang tak adil itu. Dia sering membela Rudraloka di hadapan
ramanya. Setelah berangkat dewasa, mereka bertigapun diberi pelajaran
ilmu kanuragan dan ketangkasan oleh begawan Kusala. Tetapi
nampaknya Pugar yang paling malas sendiri. Rudraloka selalu
memperhatikan dan mentaati segala perintah dan ajaran sang
begawan. Pada hari itu datanglah rombongan dari raja Jayakatwang
yang dipimpin oleh demang Kajoran. Kedatangan demang itu tak
lain hendak menghaturkan surat dari raja Jayakatwang yang
isinya hendak menyerahkan puteranya, pangeran Ardaraja,
berguru pada begawan Kusala.
1084 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah Ardaraja yang saat itu baru berusia iimabelas
tahun, tinggal di pertapaan Watulima untuk mengaji ilmu
kedigdayan dari sang begawan yang sakti.
Sejak kehadiran pangeran Ardaraja di pertapaan itu, suasana
pun berubah. Rudraloka lebih tua dua tahun dari pangeran
Ardaraja, tetapi Rara Diyani lebih muda dua tahun dari sang
pangeran. Dan yang termuda sendiri adalah Pugar.
Waktu berjalan cepat sekali. Tak terasa sudah hampir dua
tahun pangeran Ardaraja belajar di pertapaan Watulima itu. Kini
dia bertambah besar dan kekar tubuhnya dan bertambah cakap.
Demikian pula Rara Diyani yang kini telah menjadi seorang dara
yang cantik berseri bagaikan bunga yang sedang mekar.
Sebaliknya Rudraloka tetap sederhana dan makin pendiam, Dia
selalu memperhatikan dan giat berlatih apa yang d ajarkan sang
begawan. Kebalikannya, pangeran Ardaraja lebih senang
bermain-main, mandi di telaga yang jernih, berburu binatang.
Kebetulan, memang demikianlah kegemaran Pugar. Maka
hubungan Pugar dengan sang pangeran lebih erat daripada
dengan Rudraloka. Juga pangeran Ardaraja pandai bicara dan bahasanyapun
amat menawan. Tak jarang mereka bertiga bermain-ma in ke tepi
telaga, mencari ikan dan bunga. Hanya Rudraloka yang tak mau
ikut. Dia lebih suka berada di rumah, membersihkan halaman dan
merawat tanam-tanaman. "Diyani, perlu apa engkau membawa batu hitam itu ?" tegur
pangeran Ardaraja sepulang dari bermain di telaga.
"Akan kuberikan kepada kakang Rudra. Dia gemar
mengumpulkan batu-batu yang aneh" sahut Diyani.
"Lagi-lagi kakang Rudra saja. Mengapa engkau begitu
memperhatikannya, Diyani?"
"Ah, aku hanya kasihan kepadanya. Bukanlah dia kakak
seperguruan kita ?" Diyani balas bertanya.
1085 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walappun agak mengkal tetapi Ardaraja terpaksa mengiakan
juga. Namun sejak itu dia memikirkan tentang hubungan Diyani
dengan Rudraloka. Pernah secara samar-samar pangeran
mengutarakan isi hatinya kepada Diyani tetapi dara itu selalu
menghindar. Memang pengaruh asmara itu amat besar. Kuasanya dapat
memungkinkan hal yang tak mungkin. Bahkan kuasanya mampu
menggoncangkan buana. Demikian dengan raden Ardaraja yang
sedang mabuk kepayang Diyani, mawar dari pertapaan Watulima
yang sedang mekar dalam jenjang alam kedewasaan yang
berseri-seri itu, harus dipersunting.
Pada suatu hari Ardaraja mohon idin kepada sang begawan
untuk pulang ke Daha. Iapun minta idin agar Rudraloka
diperkenankan ikut menyertainya agar dapat menambah
pengalaman. Sang begawanpun mengidinkan. Rudraloka diajak
menghadap raja Jayakatwang. Entah karena apa, ketika hendak
mohon diri pulang kepertapaan, raja Jayakatwang telah menahan
Rudraloka karena hendak diangkat sebagai tamtama pasukan
Daha. "Tetapi hamba belum mohon idin kepada bapa guru hamba,
gusti" sanggah Rudraloka.
"Soal itu sudah kubicarakan dengan Ardaraja. Ardarajalah
yang akan menyampaikan permintaanku kepada gurumu.
Gurumu tentu amat gembira apabila mendengar engkau telah
kuangkat sebagai tamtama. Ketahuilah, Rudra, saat ini Daha
sedang memupuk kekuatan, Dan engkau harus merasa bahagia
bahwa engkau termasuk salah seorang dari sedikit pemuda Daha
yang berkenan dalam batiku dan langsung kuangkat sendiri.
Bukankah sebagai putera Daha engkau tentu rela mengabdikan
jiwa ragamu kepada bumi Daha?"
Rudraloka tak pandai bicara. Sudah tentu pertanyaan raja
Jayakatwang yang tajam itu tak dapat dijawabnya apa apa


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecuali menyerahkan diri kepada kehendak raja. Sejak itu
1086 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rudraloka menjadi tamtama prajurit yang di tempatkan di
Dataran atau pesisir Tuban.
Sesungguhnya kesemua itu adalah. atas permohonan Ardaraja
kepada ramandanya. Walaupun agak heran atas peristiwa itu
tetapi Rudraloka yang jujur dan polos, tak pernah msnduga akan
hal itu. Tetapi Diyani yang cerdas dapat mencium bau dari
permainan Ardaraja yang kotor itu. Hal itu dibuktikan betapa
Ardaraja mulai makin bersemangat untuk mendekatinya Namun
Diyani tetap waspada dan berusaha menjauh dari Ardaraja.
Pernah terjadi suatu peristiwa yang tak enak ketika Rudraloka
mendapat kesempatan cuti dan pulang menjenguk sang
begawan. Waktu tiba di tebing karang lereng gunung yang
curam, ia melihat seorang dara sedang berlari-lari ketakutan.
Cepat ia memburu ke tempat dara itu.
"Kang Rudra!" tiba-tiba dara itu berteriak gembira dan terus
lari menghampiri menjatuhkan diri dalam dada pemuda i u.
"Kenapa engkau Diyani" Apa yang terjadi?" tanya Rudra
beriba-iba. Namun sebelum Diyani sempat menjawab, muncul
Ardaraja. Dia terkejut mebhat Rudra muncul dan lebih terkejut
pula ketika melihat Rudra memeluk Diyani.
"O, engkau kakang Rudra" seru Ardaraja sesaat kemudian
"kenapa Diyani itu ?"
"Entah" sahut Rudra "aku juga baru tiba di sini dan tiba-tiba
Diyani muncul berlari-lari menyusur tebing lereng gunung"
Dalam pada itu Diyanipun segera melepaskan diri dari tangan
Rudra "Kenapa engkau Diyani?" Rudra mengulang pertanyaannya. "Tak kena apa-apa, kakang. Aku takut melihat seekor ular
yang hendak, menggigit aku "kata dara itu.
Diam-diam Ardaraja menghela napas longgar. Namun setelah
menghadap sang begawan , dan mendapat kesempatan berdua
1087 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Diyani maka dara Itupun menerangkan apa yang telah te
jadi sebenarnya. Dia mengatakan bahwa raden Ardaraja hendak merayunya
tetapi dia menolak dan lari. Ardaraja mengejarnya "Untung
kakang datang, apabila tidak entah bagaimana jadinya" kata dara
itu. "Ah, Diyani, dia saudara seperguruanmu dan lagi pula dia
adalah putera raja Daha. Jangan engkau sakiti hatinya"
"Tidak kakang Rudra" kata Diyani "aku tak terpikat oleh
ketampanan raden itu dan kekayaannya ...."
"Dia bakal menjadi putera mahkota, Diyani"
"Kakang engkau menghina aku!" Diyani terus lari dan
menangis. Rudra mengejarnya hingga ke pancuran. Disitu Diyani
menangis dan menyatakan bahwa dia tak ingin dipersunting
Ardaraja sekalipun Ardaraja itu seorang pangeran putera
mahkota Daha. Karena hati itu bukan harta, rupa dan pangkat
ukurannya, melainkan dengan hati. Hati yang saling bertaut
dalam kesatuan jiwa dan rasa.
"Lalu siapakah yang engkau cocoki itu, Diyani?" tanya Rudra
dengan pelan. Tiba-tiba Di,ani mencubit lengan Rudra dan terus lagi pulang,
meninggalkan Rudra dalam menung yang kelam. Namun dia
masih sempat memperhatikan betapa merah berseri wajah Diyani
dan betapa ceria cerah bibir dara itu merekah di kala ia mencubit
lengannya tadi. Sejujur-jujurnya dan seboioh-bodohnya Rudra
namun dia seorang perjaka yang sudah dewasa. Tahu juga ia
apa arti jawaban yang terkandung dalam cubitan Diyani itu. Ia
merasa bahagia. Lalu ia menemui Diyani dan mengatakan bahwa
setahun kemudian sete lah ia menyelesaikan tugasnya dalam
1088 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat pangkalan kapal di Tuban, dia tentu akan pulang dan
akan meminang Dyani. Tetapi apa yang telah terjadi di pancuran itu telah diketahui
oleh sepasang mata yang teraling dibalik rumpun ilalang rimbun.
Setelah kedua anak muda itu pergi maka menyembulah orang
yang beraling di balik gerumbul ilalang. Dia tak lain adalah Pugar,
adik sepupu Diyani. Sejak mendengar Rudra diangkat sebagai tamtama bahkan
sekarang sudah naik pangkat menjadi lurah prajurit Daha, diamdiam timbul rasa iri dalam hati Pugar. Ia ingin juga mencari
pangkat. Dan mulailah ia mengambil hati Ardaraja. Pikirnya,
dengan melalui bantuan pangeran itu tentulah mudah masuk di
kalangan narapraja atau pasukan Daha. Dan setelah
menyaksikan adegan antara Rudra dengan Diyani tadi seketika
timbullah rencana "Inilah kesempatan yang baik untuk
mengambil hati raden Ardaraja" pikirnya.
Segera ia menemui raden Ardaraja dan menceritakan apa
yang telah dilihatnya. Sudah tentu Ardaraja makin panas"H m,
Diyani, jangan engkau menganggap bahwa aku akan mundur
karena Rudra tampil dalam hatimu. Lihatlah, apakah engkau
mampu lolos dari tanganku" geram Ardaraja. Sejak saat itu
Ardaraja makin menumpahkan perhatian terhadap begawan
Smara dan keluarga. Ia membangunkan sebuah padepokan yang
indah untuk sang begawan. Segenap anggauta keluarga
begawan kecuali Diyani telah diberinya hadiah. Ia hrndak
menarik hati seisi keluarga sang begawan terutama terhadap
sang begawan sendiri. Ia belajar dengan rajin dan patuh
menjalankan segala perintah sang begawan. Pelahan-lahan
timbullah perhatian besar sang begawan terhadap pangeran
Daha itu. "Hm, apabila sudah tiba waktunya, aku hendak menghadap
sang begawan untuk meminang Diyani. Masakan sang begawan
akan sampai hati untuk menolak" Bibi, adik sepupu dan para
1089 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantrik padepokan ini semua tentu membantu aku" pikir
Ardaraja. Tetapi sebelum rencana itu menjadi kenyataan pada suatu
hari datanglah Rudra yang sekarang sudah berpangkat demang.
Dia membawa titah dari raja Jayakatwang untuk memanggil
pulang Ardaraja. Betapa kejut Ardaraja ketika menghadap di keraton
ramandanya bertitah "Puteraku Ardaraja, rama hendak
menyampaikan suatu berita yang menggembirakan. Rama harap
engkau dapat mematuhi titah rama"
Ternyata berita gembira itu tak lain berasa l dari seri baginda
Kertanagara di Singasari yang maksudnya hendak menjodohkan
Ardaraja dengan salah seorang puteri baginda. Ardaraja terkejut
bagai mendengar halilintar berbunyi di tengah hari. Ia memberi
alasan bahwa dia belum memikirkan soal itu karena massh
senang mengaji ilmu. Tetapi raja Jayakatwang mendesak dengan memberi
keterangan yang mendalam "Kutahu maksud baginda Kertanagara untuk mengambilmu sebagai putera menantu itu,
Ardaraja. Jelas baginda Kertanagara masih mencemaskan
kesetiaan kita terhadap Singasari. Oleh karena itu baginda
hendak mengikat kita dalam hubungan keluarga"
"Tetapi ketahuilah puteraku" ujar raja Jayakatwang pula
"kulihat suatu kesempatan yang baik untuk melaksanakan
rencana kita. Pertama, setelah terikat dalam hubungan keluarga,
tentulah baginda Kertanagara akan memberi kelonggaran kepada
kita. Artinya Singasari tentu sungkan untuk mencurigai langkah
kita membentuk pasukan yang kuat. Kedua kalinya, engkau
dapat memberi laporan kepada rama apa saja yang terjadi dalam
pura Singasari. Ketiga, karena baginda Kertanagara tak berputera
lelaki maka kelak apabila baginda mangkat maka engkaulah yang
berhak duduk di singgasana, memerintah Singasari dan Daha.
Andaikata Daha tak berhasil me laksanakan cita citanya terhadap
1090 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Singasari, pun akhirnya Singasari juga akan jatuh ke dalam
tanganmu" Memang benar apa yang diuraikan oleh ramanda-nya itu
tetapi hati Ardaraja masih tertinggal di padepokan begawan
Smara. Dia berusaha untuk menghindari kehendak ramahdanya.
"Ardaraja" ujar raja Jayakatwang dengan nada keras
"pernikahan ini adalah demi kepentingan Daha. Jika engkau
sebagai puteraku, menolak mengorbankan diri untuk negara dan
rakyat Daha, engkau mencontreng muka rama dengan arang.
Lebih baik rama tak pernah merasa mempunyai seorang putera,
lebih baik Daha tak pernah merasa mempunyai seorang ksatrya
seperti engkau ?" Teramat murka tampaknya raja Jayakatwang sehingga sehabis
melontarkan ucapan yang tajgm, beliau terus masuk ke dalam
mahligai. Akhirnya setelah merenungkan segala yang tersirat
dalam ucapan ramandanya, Ardarajapun menurut. Namun diamdiam dia tetap tak ingin melepaskan Diyani.
Demikian berlangsunglah pernikahan antara putera. raja
Jayakatwang dengan puteri baginda Kertanagara. Ardaraja
diminta untuk tinggal di Singasari. Setahun kemudian ketika
mendapat kesempatan pulang ke Daha, ia mendengar berita
bahwa Diyani, puteri begawan Smara, telah diperisteri
tumenggung Rudraloka. Ardaraja marah tetapi terpaksa ia
menekan amarahnya setelah mengetahui bahwa pernikahan
antara Rudraloka dengan Diyani itu memang atas titah
ramandanya, raja Jayakatwang.
"Hm. rama tentu tahu tentang hubunganku dengan Diyani
sehingga rama bertindak untuk memutuskan hubungan itu
dengan menikahkan Diyani kepada kakang Rudra" setelah
direnungkan dapatlah Ardaraja menarik kesimpulan.
Ardaraja tak dapat berbuat suatu apa. Namun ia tak puas juga
atas tindakan ratnandanya. Rasa tak puas itu dinyatakan dengan
1091 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sikapnya yang makin mendekat kepada baginda Kertanagara.
Ardaraja jarang pulang ke Daha dan tak mau memberi laporan
suatu apa kepada ramanya tentang keadaan Singasari.
Jayakatwang mengetahui hal itu. Tetapi beliau diam saja.
Hanya pada waktu Daha sudah siap untuk menyerang Singasari
barulah beliau memanggil puteranya "Ardaraja, engkau harus
pilih. Mau membantu rencana rama untuk membangun kembali
kejayaan Daha atau tetap setya kepada Singasari, musuh
kerajaan dan rakyat Daha. Jika engkau memilih yang kedua maka
akan kuhapus hakmu sebagai putera mahkota kerajaan Daha dan
silakan engkau kembali ke Singasari dan menetap di sana untuk
selama-lamanya" Betapapun besar kasih sayang baginda Kertanagara
kepadanya, namun Ardaraja tetap cenderung kepada Jayakatwang, ramandanya sendiri. Di kala pecah peperangan
antara Daha dengan Singasari, Ardaraja-pun berbalik haluan
menggabungkan diri kepada pasukan Daha. Akibatnya pura
Singasari hancur dan seri baginda Kertanagarapun tewas.
Adapun Rudra, yang hendak mengadakan serbuan ke pura
Daha tempat sang Rani bersemayam, adalah putera dari
tumenggung Rudraloka yang dihukum mati oleh Ardaraja karena
dipersalahkan telah melalaikan kewajiban sebagai seorang
laksamana yang meninggalkan pasukannya. Padahal sudah
berulang kali tumenggung Rudraloka mengirim orang untuk
meminta bala bantuan ke Daha namun tak diacuhkan oleh
Ardaraja. "Puteraku" demikian ibu Rudra atau Diyani menutup
penuturannya tentang kisah kehidupan mendiang ayah Rudra
dengan dirinya "ibu rasa dalam peristiwa ramamu itu, terselip
sesuatu dari dendam masa lampau. Bukan mustahil bahwa
pangeran Ardaraja memang sengaja tak mau mengirim bala
bantuan agar ramamu hancur binasa dalam pertempuran
melawan pasukan laut raja Kubilai khan. Dan kemudian ketika
1092 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ramamu menghadap ke Daha, pangeran Ardaraja marah dan
terus menjatuhkan hukuman mati"
Rudra mencatat ucapan ibunya itu dalam hati. Tak pernah
sedikitpun ia melupakan peristiwa berdarah yang telah menimpa
diri mendiang ramanya. Setelah mengaji ilmu kanuragan dan
kesaktian, dia turun gunung, menghimpun anakbuah. Tetapi
dalam usahanya untuk menyelidiki di mara pangeran Ardaraja
berada, dia tak berhasil. Ada berita yang mengatakan bahwa
pangeran Ardaraja sudah binasa terpanah prajurit Majapahit
ketika pangeran itu barusaba hendak meloloskan diri dari
tahanan. Rudra. putera almarhum tumenggurg Rudraloka, pun
mendengar bahwa di Daha telah muncul pejuang-pejuang muda
yang berhimpun dalam himpunan Wukir Folaman dan setelah
Wukir Polaman lenyap maka timbul pula sebuah himpunan baru
Topeng Kalapa. Dendam memang merupakan aoi yang menghanguskan hati
sanubari manusia. Rudra hendak menuntut balas atas kematian
ayahnya yang menurut ibunya telah menjadi korban fitnah dan
dendam putera raja Jayakatwang. Dan bara dendam yang telah


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memusnahkan kesadaran pikiran Rudra itu, menghanyutkan pula
segenap akal sehat dan pikiran terang. Ardaraja adalah putera
raja Daha, apabila tak sempat menuntut balas kepada Ardaraja
maka balas itu harus dilaksanakan terhadap Daha. Apalagi
setelah tahu bahwa Daha telah diperintah oleh Rani Mahadewi,
makin berkobarlah hasrat Rudra untuk menghancurkan keraton
Daha, Sekali dayung dua tepian. Keraton Daha yang pernah menjadi
tempat bersemayam raja Jayakatwang dan putera puteranya,
bagi Rudra merupakan tempat terkutuk di mana mendiang
ramanya telah menerima hukuman mati. Tempat itu harus ia
ratakan dengan bumi dan disiram dengan darah keturunan
Jayakatwang. Oleh karena saat itu keraton Daha dihuni Rani
1093 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daha, maka lebih barus merupakan suatu kewajiban baginya
untuk menghancur leburkan. Dengan demikian dia serempak
dapat menunaikan dua tugas luhur. Menghancurkan keraton
Daha sebagai tempat yang pernah menjadi tempat pembunuhan
ramanya. Dan menghancurkan keraton Daha sebagai tempat
yang sekarang dikuasai Rani Mahadewi sebagai lambang
kekuasaan Majapahit yang menjadi musuh Daha.
"Kakang sekalian" kata Rudra dalam rapat rahasia yang
dilangsungkan dalam sebuah gua "aku memutuskan untuk
menyerang keraton Daha. Ku rasa sekaranglah saatnya kita
bergerak. Menurut laporan dari kakang Lumbang, saat ini Rani
Daha sedang menuju ke pura Majapahit untuk menghadiri raput
Dewan Keraton yang akan memilih raja Majapahit yang baru.
Bagaimana pendapat kakang sekalian"
Beberapa anakbuah Rudra menyatakan setuju.
"Adi Rudra" tiba-tiba salah seorang dari mereka berseru
"sebelum mencapai titik setuju atau tak setuju, aku hendak
mengajukan sedikit pandangan yang mungkin dapat menjadi
bahan pertimbangan langkah kita nanti"
"O, baik kakang Galar. Memang kuminta kakang sekalian
dapat mengemukakan pandangan-pandangan yang dapat
membantu kelancaran gerakan kita ini" kata Rudra.
Rudra memang berdarah panas dan keras hati. Walaupun dia
putera seorang tumenggung tetapi dia membuang sebutan
raden. Dia menghapus warisan gelar yang diperoleh dari
mendiang ramanya karena menganggap bahwa gelar tumenggung itu berasal dari kerajaan Daha raja Jayakatwang.
Oleh karena itu ia meminta kepada anakbuahnya supaya
menyebut dirinya adi Rudra, jangan menyebut raden.
"Ada dua hal penting yang hendak kukemukakan" kata Galar
"pertama, dengan serangan itu tentulah kerajaan Majapahit akan
menganggap bahwa Daha hendak memberontak. Sebagai tindak
1094 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lanjut, kerajaan Majapahit tentu akan mengerahkan pasukan
untuk membasmi semua gerakan orang-orang Daha termasuk
Topeng Kalapa ataupun Wukir Polaman kalau masih ada"
"Ya, kemungkinan itu memang dapat terjadi"
"Dengan begitu tidakkah kita akan mencelakakan ksatryaksatrya yang berjuang untuk membangun Daha, adi Rudra?"
"Kakang Galar" kata Rudra "setiap perjuangan tentu
membawa akibat yang berupa pengorbanan harta benda, raga
dan mungkin jiwa. Dalam rangka menuntut balas kepada
keturunan raja Jayakatwang, sukar untuk menghindari hal-hal
yang merugikan lain-lain golongan, terutama mereka para
pejuang kemerdekaan Dara. Tetapi ada suatu hal yang kakang
Galar mungkin lupa. Bahwa apabila kerajaan Majapahit benarbenar menggunakan kekuasaan untuk membasmi gerakangerakan pejuang Daha, tentulah para ksatrya baik yang tergolong
dalam himpunan Wukir Polaman maupun Topeng Kalapa tentu
akan bangkit dengan serempak. Karena setiap penindasan tentu
akan menimbulkan gerak tolak"
"Tetapi adakah mereka sudah siap untuk melakukan
pemberontakan itu, adi Rudra?"
"Kakang Galar" sahut Rudra dengan tandas "perjuangan
membebaskan negara, tak mengenal waktu, tak mengenal
berhenti. Setiap saat, setiap kejab, harus siap. Cobalah kakang
jawab, sudah berapa tahun Daha dikuasai Majapahit, adakah
selama ini mereka, para-pejuang Daha, masih tetap hilir mudik
tanpa suatu persiapan" Jika memang demikian, biarlah gerakan
kerajaan Majapahit untuk mengobrak -abrik mereka itu akan
merupakan cambuk bagi mereka agar cepat-cepat mengemasi
diri. Bahwa sudah terlalu lama orang orang Majapahit makan
beras dan menikmati sinar matahari Daha yang indah, kakang"
"Ya, baiklah adi" kata Galar kemudian "lalu yang kedua,
adalah suatu hal yang perlu dan harus kita pertimbangkan
1095 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semasak-masaknya. Karena hal itu merupakan satu-satunya
penghalang utama bagi tujuan kita. Hal yang kumaksudkan itu
tak lain adalah peribadi seorang manusia baja yang saat ini
menjabat kelungguhan sebagai patih Daha"
"O, kakang maksudkan patih Daha yang bernama Dipa itu,
bukan?" "Benar, adi" sahut Galar "jika aku mengemukakan diri patih itu
bukan berarti aku menyanjungnya sebagai seorang dewa. Bukan,
adi sekalian. Melainkan karena aku melihat suatu kenyataan dan
kenyataan itu harus kita hadapi dan kita atasi. Untuk menghadapi
dan mengatasi itulah maka kita harus berani membicarakan dan
mencari cara cara untuk menyelesaikannya"
Rudra mempersilakan Galar melanjutkan kata-kata dengan
tatapan pandang meminta. "Patih Dipa sudah termasyhur sebagai manusia yang selalu
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Seolah-olah dewata
telah melindunginya sehingga dia makin naik pamornya. Dari
seorang bekel bhayangkara keraton yang berhasil menyelamatkan mendiang raja Jayanagara, kemudian diangkat
sebagai patih Kahuripan lalu patih Daha dan berhasil pula
memimpin angkatan perang Majapahit untuk menundukkan raja
Bedulu yang tak mau tunduk pada kekuasaan Majapahit, sampai
akhirnya dapat membunuh ra Tanca, tabib keraton yang telah
membunuh raja Jayanagara. Bagaikan mentari pagi yang terus
menjulang tinggi ke angkasa, kenaikan pamor patih Dipa itu"
"Dalam menjalankan tugas sebagai patih di Daha, diapun
berhasil membungkam gerakan pejuang Wukir Polaman. Juga
terakhir ini kudengar himpunan Topeng Kalapa pernah
berhadapan muka dengan patih Dipa dan merekapun harus
mundur secara teratur. Sedemikian menggemparkan keberhasilan
manusia yang satu, seolah dia jago para dewa yang diturunkan
ke arcapada untuk menegakkan kejayaan Majapahit"
1096 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekalian anakbuah Rudra terdiam. Diam-diam mereka
mengakui apa yang diuraikan Galar itu memang suatu kenyataan
yang tak dapat dibantah. Hanya Rudra yang membuka mulut
"Apakah sudah selesai kakang Galar menguraikan diri patih
Dipa?" "Adi sekalian" jawab Galar "sekali lagi kutandaskan bahwa
sekali-kali jauh dari maksudku untuk mendewa-dewakan seorang
manusia yang bernama Dipa itu. Melainkan aku mengajak adi
sekalian untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan dalam
menghadapi patih itu"
"Baik, kakang Galar" kata Rudra "memang hal itu sudah
menjadi bahan pemikiranku. Tetapi menurut laporan, saat ini
patih Dipa sedang berada di pura Majapahit untuk menghadiri
rapat Dewan Keraton yang akan memilih raja baru. Dengan
demikian kita dapat bergerak dengan lancar sebelum dia sempat
datang ke Daha. Kedua, laporan yang kuterima pula, menyatakan
bahwa penjagaan keraton Daha saat ini amat lemah.
Tumenggung Menur, senopati pasukan Majapahit di Daha juga
berada di pura Majapahit. Ketiga kali, setelah dapat
menghancurkan keraton Daha, kita harus merebut kekuasaan
dan melumpuhkan pasukan Majapahit di Daha. Keempat, kita
bangkitkan semangat rakyat Daha untuk ikut dalam gerakan kita
melawan kedatangan pasukan dari Majapahit. Dan kelima kali,
kita harus cepat meloloskan diri apabila keadaan sudah tak dapat
tertolong lagi. Untuk itu telah kusediakan beberapa perahu di
pesisir utara. Kemudian yang keenam kali, inilah yang paling
berat sendiri dan perlu kumintakan kesediaan kakang sekalian"
"Kami bersedia adi, silakan mengatakan" seru anakbuah
Rudra. "Kita merelakan jiwa kita, ya kita harus bersedia mati, apabila
rencana-rencana yang kususun ini gagal berantakan. Bersediakah
kakang sekalian mempertaruhkan jiwa?"
1097 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serempak terdengarlah sekalian anakbuah itu berseru
"Bersedia, adi!"
"Terima kasih kakang sekalian" jawab Rudra "memang
beratlah tanggung jawab perjuangan itu. Mumpung sekarang
masih ada waktu, aku bersedia memberi kebebasan. Apabila
diantara kakang ada yang tak setuju dengan gerakan ini, silakan
kakang tinggalkan gua ini. Jangan takut, aku takkan
mengganggu kakang. Karena perjuangan kita ini bukan bersifat
paksaan tetapi merupakan suatu kesadaran. Bahwa Daha harus
.dibebaskan dari kekuasaan Majapahit. Suatu kebanggaan bagi
kita, kakang sekalian, dimana ksatrya-ksatrya yang terhimpun
dalam Wukir Polaman gagal dan pejuang-pejuang yang
tergabung dalam Topeng Kalapa masih untek-untek seperti
cacing kepanasan, kitalah yang berhasil melaksanakan tugas
luhur itu. Semoga Hyang Syiwa merestui perjuangan kita dan
melindungi kakang sekalian!" Rudra menutup rapat itu.
Demikian penyerangan segera dilancarkan pada malam hari
yang gelap. Sesungguhnya tidak banyak jumlah anakbuah Rudra
itu tetapi berkat pimpinan pemuda yang tangkais dan sedang
dilanda dendam kesumat maka berhasillah prajurit-prajurit
penjaga keraton kalang kabut.
Rudra memecah anakbuahnya menjadi empat kelompok.
"Kakang Wirun, bawalah empat kawan. Usahakan membawa
beberapa ekor kuda, makin banyak makin baite. Ikat kuda itu
satu sama lain dan kakang menyerang dari sebelah selatan
keraton. Buatlah kuda-kuda itu lari bertegaran sehingga
menimbulkan suara bergemuruh seolah seperti berpuluh-puluh
pasukan kuda musuh sedang menerjang ke arah keraton"
"Baik, adi" kata yang disebut Wirun.
"Dan engkau kakang Kebo Bingar, bawalah empat kawan,
menyerang dari barat keraton dengan anakpanah berapi.
Timbulkan kebakaran di segala penjuru keraton"
1098 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, adi" sahut Kebo Bingar.
"Kakang Ulih-u!ih, pimpinlah empat kawan. Buatlah beratusratus obor, tancapkan obor-obor itu mengeliling sebelah timur
keraton dan tabuhlah genderang seriuh mungkin serta sorak
sorai. Seakan-akan dari arah timur keraton sedang diserbu oleh
ratusan musuh" "Bagus, adi, tentu akan kulaksanakan perintah adi itu" seru
Ulih-ulih yang dalam hati memuji kecerdikan Rudra "Ah, tak
kecewa kalau dia menjadi putera seorang laksamana angkatan
laut Daha" pikirnya.
"Kakang Galar, Rumpung, Sanca dan Lindu bersama aku
menyerang dari alun-alun terus menyerbu ke dalam keraton.
Yang penting, kita bakar keraton dan bunuh setiap prajurit yang
menghadang" Demikian setelah menetapkan persiapan-persiapan itu harus
selesai dalam tiga hari maka pada hari keempat, tepat pada
malam yang gelap, penyerangan pun di mulai.
Sebelum berangkat, untuk yang terakhir kali, Rudra
mengumpulkan kawan-kawannya dan membagi-bagikan kalung
yang berbentuk naga "Dahulu ketika menyerbu ke pura Singasari
yang telah diduduki pasukan Daha, raden Wijaya telah membagi
bagikan cawat geringsing kepada para kadehannya, sebagai
tanda satunya tekad untuk mengusir musuh. Sekarang akupun
hendak membagikan kalung Nagabanda. Naga adalah ular besar.
Dan banda yalah tali pengikat badan. Nagabanda merupakan
lambang bahwa dalam pertempuran kita akan memiliki kekuatan
seimbang dengan kemurkaan naga dan takkan meninggalkan
gelanggang. Jelasnya, kita tak mengenal kekalahan. Karena
kekalahan bagi kita adalah mati"
Memang pandai sekali Rudra menggugah semangat
anakbuahnya. Dengan pesan dan kalung nagabanda i-tu
anakbuahnya merasa amat gagah perkasa.
1099 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi suatu hal yang tak terduga sama sekali akan timbul
dalam pelaksanaan rencana Rudra itu, telah terjadi. Wirun yang
menuju dari arah selatan keraton dengan membawa berpuluh
ekor kuda, memang dapat mencapai tempat tujuan. Demikian
pula dengan U lih-ulih yang ditugaskan membawa ratusan batang
obor dan menyerang dari arah timur keraton. Tetapi kelompok
Kebo Binar yang ditugaskan menyerang dengan panah api dari
barat keraton telah bertemu dengan seorang penghalang. Pun
Rudra yang akan memasuki alun-alun juga bertemu dengan
seorang penghalang. "Berhenti" tegur sebuah suara tajam kepada Kebo Bingar dan
keempat kawannya ketika tiba di sebuah jalan yang akan
mencapai barat keraton. Kebo Bingar terkejut dan berhenti "Siapa engkau " dia balas


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menegur. "Peronda malam" sahut orang itu. Dia hanya seorang diri.
Kebo Bingar heran. Masakan peronda hanya seorang diri.
Direntangkan matanya lebar-lebar menyimak wajah orang yang
berpakaian serba hitam itu. Seorang lelaki yang berjampang dan
berkumis lebat, bertubuh tegap.
"Hm, kukira engkau bukan peronda, ki sanak" sahut Kebo
Bingar. "Apa katamu?" "Tak ada peronda yang berjalan seorang diri. Apalagi jika
engkau peronda keamanan keraton. Mengapa bukan prajurit dan
mengapa hanya seorang diri"
"Itu bukan urusanmu" seru orang itu "mengapa kalian berlima
pada waktu malam segelap ini menuju ke lingkungan keraton.
Dan mengapa kalian membawa busur dan anakpanah !"
1100 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika soal dirimu engkau katakan bukan urusan-ku. Pun soal
siapa aku dan mengapa aku membawa peralatan memanah, juga
bukan urusanmu!" "Baik" sahut orang itu dengan garang "tetapi aku
berkewajiban untuk melarang kalian melanjutkan perjalanan
menuju ke keraton" "Ho, engkau hendak melarang " Boleh ki sanak" seru Kebo
Bingar"asal engkau mampu melawan aku"
"Memang telah kuduga semula" kata orang berkumis itu
"bahwa kalian tentu bangsa penjahat yang hendak mengacau
keamanan" Karena melihat orang itu hanya seorang diri dan sesuai
dengan pesan Rudra maka Kebo Bingar serentak menghardik
"Jangan banyak cakap! Mungkin engkau dapat melepaskan kami
berlima, tetapi kamilah yang tak dapat melepaskan engkau. Pilih,
menyerah dan kuikat atau melawan dan kubunuh!"
"Jika melarang kalian, sudah tentu aku sudah bersedia untuk
menghadapi kalian. Majulah kalian berlima" seru orang itu
dengan gagah. Agar tidak banyak membuang waktu, Kebo Bingar terus
mencabut pedang dan menyerang orang itu.
Orang itu dengan gerak yang tenang dan mantap menghindar
ke samping lalu menepis lengan Kebo Bingar. Ketika Kebo Bingar
menarik tangannya, orang itupun menyusuli mengirim sebuah
tendangan yang tepat mengenai siku lengan Kebo Bingar.
Seketika Kebo Bingar rasakan lengannya lunglai sehingga tak
kuasa lagi untuk memegang pedang, tring ....
Kebo Bingar tertegun. Dan kesempatan itu dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh orang berkumis untuk loncat menerkamnya.
Tetapi serempak pada saat itu ia mendengar kesiur angin
1101 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerpa dari belakang diserempaki suara hardik orang "Jangan
lancang tangan, keparat!"
Orang berkumis itupun berkisar ke samping seraya berputar
tubuh dan dengan gerak setangkas kucing melompat, diapun
menerkam bahu penyerangnya itu, krak.....
Yang menyerang dari belakang, adalah kawan Kebo Bingar.
Dia terkejut ketika melibat dalam dua gebrak peronda berkumis
itu sudah dapat menendang jatuh pedang Kebo Bingar. Lebih
terkejut pula ketika melihat peronda itu hendak menerkam Kebo
Bingar. Gantar, demikian kawan Kebo Bingar, cepat loncat
menerkam dari belakang. Namun dia tak menyangka bahwa
peronda itu memiliki gerak langkah yang mempeso-nakan
sehingga ketika peronda itu mengayunkan tangan hendak
menerpanya, dia tak sempat menghindar ataupun menangkis
lagi. Akibatnya bahunya seperti terhantam batang besi yang
keras sehingga dia mengaduh dan tubuhnya pun meliuk-liuk.
Melihat ketangkasan peronda itu dalam tatakanuragan, ketiga
kawan Kebo Bingar yang lain pun serempak menyerang. Peronda
berkumis lebat itu terpaksa harus menghadapi dengan hati-hati.
Dalam pada itu rombongan Rudrapun mengalam i peristiwa
yang sama. Ketika menginjakkan kaki di alun-alun, dilihatnya dua
orang lelaki tengah berjalan menyongsong ke arah mereka.
"Siapa kalian berlima ini" seru salah satu dari kedua orang itu
ketika tiba di hadapan Rudra.
Rudra tidak lekas menjawab melainkan menatap tajam-tajam
kepada ktdua pendatang itu. Yang menegur itu seorang lelaki
muda, berwajah cakap berseri seperti layaknya seorang putera
darah priagung. Sedang kawannya seorang lelaki setengah tua,
berwajah polos dan mulut selalu tampak tersenyum.
"Kami sedang berjalan jalan" sahut Rudra ringkas
"Pada waktu malam segelap ini?"
1102 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki sanak, apakah hal itu dilarang oleh undang-undang
pemerintah Daha?" "Tidak" sahut pemuda tampan itu "tetapi rupanya kalian
bukan kawula pura ini"
Rudra terkejut "Bagaimana ergkau dapat mengatakan
demikian?" "Tahukah engkau bahwa saat ini gusti Rani Daha sedang
berkunjung ke pura kerajaan Majapahit?"
"Ya" sahut Rudra "tetapi apa hubungannya ?"
"Ada" jawab pemuda itu "kepergian gusti Rani diiring dengan
pasukan pengawal yang dipimpin tumenggung Menur. Dengan
demikian pasukan penjaga keamanan pura Daha agak berkurang.
Oleh karena itu demi menjaga hal2 yang tak diinginkan maka
keraton Daha telah menurunkan wara-wara bahwa pada malam
hari orang tak boleh berkeliaran di sekeliling keraton"
"O" desuh Rudra "apakah keraton takut akan di kacau orang?"
"Benar" jawab pemuda itu "takut bukanlah suatu hal yang
hina atau memalukan apabila takut itu karena sikap hati-hati
untuk menjaga keamanan"
"Dan karena itulah maka kami dianggap melanggar peraturan
?" "Masih ada lagi" sahut pemuda itu "bahwa dalam rangka
menjaga keamanan maka orangpun dilarang berjalan-jalan pada
malam hari secara bergerombol"
"Dan kami berlima ini dianpgap bergerombol?" Rudra
menegas. "Jika lima orang tak dapat disebut bergerombol lalu harus
berapa orang jumlah yang layak digolongkan bergerombol itu "
Adakah harus berjumlah puluhan orang yang cukup untuk
menyerang keraton ?" balas pemuda itu.
1103 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, ki sanak, rupanya engkau mempunyai kepentingan besar
sekali akan soal keamanan. Adakah engkau seorang ponggavva
keraton atau prajurit Daha?"
"Soal kearakan" sahut pemuda itu "bukan semata tanggung
jawab petugas icamanan tetapi setiap kawula Daha harus ikut
memiliki rasa tanggung jawab tiu"
"Lalu bagaimana kehendakmu terhadap kami?" tanya Rudra.
"Karena jelas kalian bukan rakyat pura ini, maka akupun
takkan bertindak suatu apa melainkan hanya minta kalian pulang
ke rumah kalian masing-masing"
"Kurasa.." jawab Rudra "tiada pernah pemerintah Daha
ataupun Majapahit yang melarang hak orang untuk berjalanjalan, kecuali orang itu memang melakukan tindak pidana"
"Benar" sambut pemuda itu pula "tetapi dalam keadaan
darurat dapat saja peraturan semacam itu dikeluarkan demi
menjaga keamanan" "Ki sanak" seru Rudra dengan agak keras "kiranya sudah
cukup sabar aku bersambut kata de egan engkau. Ersgkau
berhak mencurigai kami berlima, tetapi kamipun berhak
mencurigai kalian berdua. Oleh karena itu, engkaulah yang
seharusnya pulang saja"
"Bahwa aku hanya minta kalian pulang, itu sudah suatu
kelonggaran bagi kalian. Mengapa kaliau malah berbalik
menyuruh aku pulang ?"
"O, Siapa yang percaya bahwa engkau mempunyai wewenang
untuk menjaga keamanan" Bukti apa bahwa engkau ini petugas
keamanan dari Daha" Setiap orang dapat saja mengaku demikiaa
agar dia dapat melakukan perbuatan yang melanggar keamanan"
"Telah kukatakan!" kata pemuda itu "bahwa tugas keamanan
bukan semata pada para petugas keamanan maupun prajuiit
1104 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi setiap kawula mempunyai kewajiban untuk menjaga
keamanan negara" Rudra tertawa "Jika engkau merasa memiliki tanggung jawab
menjaga keamanan pura Daha, tidakkah aku sebagai kawula
Daha juga tak berhak memiliki rasa tanggung jawab itu" Adakah
engkau sendiri yang merasa sebagai kawula yang memiliki rasa
tanggung jawab itu " Ah, jangan menghina orang lain, ki sanak.
Jika engkau berhak mela'ang kami berjalan-jalan, tidakkah kami
juga berhak melarang kalian berjalan di waktu ma lam" Maka
daripada mencari permusuhan lebih baik kita menempuh jalan
kita sendiri2. Silakan engkau melanjutkan perjalanan dan
kamipun juga akan meneruskan langkah kami sendiri"
"Begini saja" tiba-tiba pemuda itu mengemukakan saran "mari
kita sama-sama tinggalkan alun-alun ini dan jangan berjalanjalan di sekeliling keraton"
Rudra terkesiap. Ternyata pemuda itu masih mempunyai dalih
untuk menghalau dia. Mengingat sudah cukup lama membuang
waktu melayani pemuda itu bercakap-cakap dan agar udak
mencemaskan hati anak-buahnya yang diperkirakan tentu sudah
mulai bergerak ke arah keraton maka Rudra segera bersikap
keras "Cukup ki sanak. Kalau engkau memang tak dapat diajak
berdamai, marilah kita selesa ikan persoalan ini secara kekerasan"
"Memang sudah kuduga" sambut pemuda itu
"bahwa kalian tentu berkeras hendak menuju ke keraton. Baik,
ki sanak, aku bersedia mengiringkan kehendakmu. Kita
bertempur secara serempak ataukah satu lawan satu ?"
"Cukup aku dengan engkau saja" sahut Rudra.
"Baik, silakan engkau mulai lebih dulu"
1105 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serangan segera dimulai Rudra dengan sebuah pukulan yang
tepat mengarah ke dada. Tetapi pemuda itu dengan amat cekat
mengisar tubuh dan balas mencengkeram lengan Rudra.
"Bagus, ki sanak" Rudra menyurutkan lengan sambil
menghantamkan tangan kiri ke bahu lawan.
Menarik sekali pertempuran antara kedua pemuda itu.
Keduanya memiliki ilmu kanuragan tataran tinggi, ketangkasan
yang menakjubkan, gerak tipu dan tata siasat yang bermutu
sehingga walaupun sudah hampir sepengunyah sirih lamanya,
belum juga tampak tanda-tanda siapa diantara kedua pemuda itu
yang akan menang dan kalah.
"Dugaanku benar" kata pemuda itu dalam hati "bahwa
gerombolan lima orang itu tentu bukan penduduk biasa.
Kemungkinan mereka memang hendak melakukan rencana buruk
terhadap keraton" "Ah, siapakah gerangan pemuda ini ?" juga dalam hati Rudra
diam-diam terkejut "menilik dandanannya dia bukan ponggawa
keraton, juga bukan seorang prajurit. Besar kemungkinan
menyerupai putera seorang priagung. Tetapi siapakah dia "
Mengapa agaknya dia tahu akan rencanaku dan menghadang
perjalananku ?" Tetapi Rudra tak sempat merangkai penelitian yang cermat
karena dia harus menumpahkan perhatian untuk menghadapi
serangan lawan yang cepat dan dahsyat. Melihat itu Galar dan
kawan-kawannya mulai resah. Mereka berunding dengan bisikbisik "Ah, kalau adi Rudra tak lekas menyelesaikan pemuda itu,
rencana kita tentu terhambat" bisik Galar.
"Benar, kakang" sahut Rumpung "lalu bagaimana kita harus
bertindak ?" "Serbu saja pemuda itu" bisik Sanca.
1106 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Galar gelengkan kepala "Engkau tahu bukan, bagaimana
watak adi Rudra itu" Dia pernah marah kepada salah seorang
kawan kita ketika pada suatu saat dia bertempur dengan lawan,
kawan kita ikut membantu. Saat itu adi Rudra marah sekali
kepada kawan itu. Sejak itu tiada yang berani lagi membantu adi
Rudra apabila dia sedang bertempur dengan lawan"
"Aku ada akal" bisik Lindu "begini. Kita bergerak terus
menyusup ke dalam keraton"
"Tetapi bagaimana dengan adi Rudra?" tanya Galar.
"Kita tinggalkan dua kawan, terserah siapa" bisik Lindu "yang
satu untuk menghadapi kawan dari pemuda itu. Dan yang satu
untuk menjaga kemungkinan apabila adi Rudra sampai terdesak
dalam bahaya. Lalu yang dua orang, melanjutkan masuk ke
dalam keraton" "Setuju" sambut Sanca "hari sudah makin malam. Apabila
masih tertahan di sini semua, rencana itu mungkin gagal"
"Baik" bisik Galar" kita bagi tugas. Adi Rumpung ikut aku
mengobrak-abrik keraton. Adi Sanca dan Lindu tetap di sini
menjaga adi Rudra. Nah, apabila pertempuran di sini selesai,
lekaslah ajak adi Rudra menyusul aku ke dalam keraton"
Galar dan Rumpung cepat bergerak. Tetapi cepat lelaki
setengah tua kawan pemuda itu, menghadang "Berhenti!"
bentaknya terus menerjang.
Sanca loncat menerkam orarg itu sehingga Galar terlepas dari
hadangan. Tetapi saat itu pemuda lawan Rudra, cepat tinggalkan
Rudra dan loiicat menghadang. Melihat itu Lindupun loncat
menerkam pemuda itu. Ia berharap agar pemuda itu mau
melayaninya sehingga Galar dapat bebas. Tetapi ternyata
pemuda itu lebih cerdik dan lebih tangkas dari kawannya. Ia
hanya berkisar langkah tetap menyerang Galar, pun menyambut
serangan Lindu. 1107 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walaupun tidak ikut berunding tetapi Rudra dapat menduga
apa yang hendak dilakukan Galar dan Rumpung. Maka ketika
m?lihat pemuda lawannya sedang dilibat Galar dan Lindu,
Rudrapun segera menyelinap lari dan mengajak Rumpung "Hayo,
cepat" Pemuda itu terkejut. Namun menghadapi dua lawan, Galar
dan Lindu, dia tak dapat dengan mudah melepaskan diri "Ah,
celaka, dia tentu menuju ke keraton" dia makin resah dan
dengan segenap tenaga, diapun mencecar kedua lawan dengan
serangan yang gencar. Namun untuk beberapa saat, dia belum
berhasil mematahkan perlawanan orang.
Sementara di gelanggang pertempuran antara peronda
berkumis dengan rombongan Kebo Bingar telah mengalami
perobahan. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncul
seorang bertubuh kecil dengan wajah bertutup kain hitam. Orang
itu bersenjata pedang dan terus mengamuk menyerang
rombongan Kebo Bingar. "Panah" teriak salah salah seorang dari rombongan Kebo
Bingar. Tetapi orang bertubuh kecil itu tak memberi kesempatan
lawan menggunakan panah. Dia menyerang cepat sekali.
"Hai, kemana" tiba-tiba Kebo Bingarpun berteriak ketika
peronda berkumis loncat ke samping dan ayunkan tangannya ke
arah rombongan Kebo Bingar. Seketika terdengar beberapa
jeritan mengaduh. Kiranya peronda berkumis itu membawa bekal batu kerikil
kecil. Dengan segenggam batu kerikil dia menabur ke arah empat
kawan Kebo Bingar. Hasilnya, dua dari mereka terkena kepala
dan mukanya sehingga menjerit kesakitan. Kesempatan itu tak
disia-siakan o-leh orang bertubuh kecil untuk membabat lengan
dan kaki mereka. Kedua orang itu menjerit dan rubuh ke tanah,
mandi darah. 1108 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada waktu dua orang kawannya menyambut serangan orang
bertubuh kecil, yang dua orang lainnya, segera memisah diri lalu
melepaskan anakpanah berapi ke arah keraton. T ak berapa lama
dari dalam keraton tampak api berkobar dan suara orang hiruk
pikuk memadamkan kebakaran.
Memang anakpanah berapi itu berhasil menimbulkan
kebakaran di beberapa bangunan dalam keraton. Tetapi syukur
tak berarti dan cepat dapat dikuasa i. Serentak pasukan penjaga
keratonpun dikumpulkan dan diperintahkan untuk berpencar ke
luar keraton menangkap musuh yang berani melepaskan
anakpanah berapi itu. Selama mengiring Rani Daha ke pura Majapahit maka
tumenggung Menur menyerahkan pasukan penjaga keamanan
pura dan keraton kepada orang kepercayaannya yani demang
Windu. Demang itu terkejut ketika dari arah timur dan selatan
keraton terdengar derap berpuluh-puluh kuda bergemuruh
menuju ke keraton. Sedang dari arah timur, tampak beratusratus obor menerangi bumi dan sorak sorai yang bergemuruh
riuh rendah. "Ki demang, keraton diserbu musuh dari empat penjuru"
seorang lurah prajurit datang menghadap memberi laporan.
"Jangan gugup" seru demang Windu "pecah pasukan kita
dalam empat kelompok. Tahan mereka jangan sampai dapat
mencapai keraton !" Kemudian demang itupun memimpin anakbuah untuk
memadamkan kebakaran. Juga dia membagi anakbuah untuk
menjaga pintu gapura, setiap lorong dan bangunan dalam
keraton dengan ketat. Kembali kepada kedua anakbuah Kebo Bingar yang berhasil
melepaskan anakpanah berapi ke arah keraton itu, keduanya
amat gembira sekali. Tetapi sebelum sempat menghamburkan
hujan anakpanak berapi, peronda berkumis tadipun segera
1109 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerjang mereka. Laksana harimau mencium darah, peronda
berkumis itu membabat kedua anakbuah Kebo Bingar dengan
serangan yang dahsyat. Kedua anakbuah Kebo Bingar itu terdesak dan melarikan diri
tetapi baru beberapa langkah, keduanya menjerit ngeri dan
roboh. Peronda berkumis itu marah benar-benar kepada kedua
orang yang berani melepaskan anakpanah berapi ke dalam
keraton. Dia tak mau memberi ampun lagi. Ketika kedua orang
itu hendak lari, dia mencabut pisau. Pedang dan pisau ditaburkan
ke punggung ke dua orang itu. Ngeri, seram sekali lengking jerit
kedua anakbuah Kebo Bingar ketika punggungnya tertembus
sampai ke dada .... Kebo Bingar terbeliak. Tetapi saat itu diapun diserang oleh
orang yang bertubuh kecil tadi. Kebo Bingar terpaksa
menyambuti tetapi saat itu hatinya sudah gundah. Empat
anakbuahnya, yang dua orang mati,, yang dua terbabat lengan
dan kakinya. Diam-diam gentar juga hati Kebo Bingar.
"Nagabanda adalah lambang keberanian seperti ular naga.
Tak kenal mundur, tak kenal kalah kecuali mati . . ," demikian
masih terngiang ngiang pesan Rudra dikala memberi kalung
Nagabanda kepada kawan-kawan yang akan bergerak menyerbu
keraton Daha. Kebo Bingar terhenyak. Haruskah dia mati
menyusul bela kepada kedua kawannya itu atau lebih baik dia
meloloskan diri lebih dulu"
Sebelum sempat ia menentukan keputusan, sayup-sayup
terdengar derap langkah yang riuh "Ah, pasukan keraton datang"
Kebo Bingar tak dapat merangkai pertimbangan-pertimbangan
lebih lanjut. Setelah mendesak orang bertubuh kecil yang
memakai kain penutup pada mukanya itu, Kebo Bingar terus
loncat ke belakang dan meloloskan diri.
"Wigati" seru peronda berkumis itu kepada orang bertubuh
kecil "cepat mari kita pergi"
1110 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah tidak kita serahkan dulu penjahat-penjahat ini kepada
pasukan keraton, kakang " "sahut orang bertubuh kecil yang
disebut Wigati itu. "Tak perlu. Mereka tentu dapat mengurusnya sendiri"
"Lalu ke mana kita ini ?"
"Mari kita ke alun-alun. Aku seperti mendengar suara sorak
bergemuruh. Kemungkinan gerombolan penjahat ini juga
mengadakan serangan di berbagai tempat"
Orang bertubuh kecil itu mengiakan. Dia segera menyusul
peronda berkumis yang sudah lari lebih dahulu.
Apa yang diduga peronda berkumis itu memang benar. Ketika
tiba di alun-alun mereka melihat dua orang sedang menyerang
prajurit penjaga pendapa agung.
"Hai, gerombolan penjahat yang bernyali besar, jangan kalian
anggap keraton Daha mudah kalian ganggu" teriak peronda
berkumis seraya menerjang ke dua gerombolan penjahat yang
tak lain adalah Rudra dan Rumpung.
Setelah meninggalkan Galar dan Sanca untuk menghadapi
pemuda tampan di pintu gapura alun-alun, Rudra dan
Rumpungpun terus langsung menyerbu ke pendapa agung.
Tetapi dari dalam keraton telah keluar kelompok prajurit yang
diperintah demang Windu untuk menjaga pendapa agung yang
merupakan bagian depan dari keraton.
Pertempuran segera pecah. Namun Rudra dan Rumpung
dengan gagah dapat mendesak mereka, bahkan ada beberapa
prajurit yang dapat dirubuhkannya. Namun mereka terkejut
ketika mendengar teriakan peronda malam berkumis dan lebih
terkejut pula ketika mereka merasakan betapa kuat dan
berbahaya serangan yang dilancarkan peronda berkumis dengan
kawannya seorang bertubuh kecil yang mukanya ditutup dengan
kain hitam. 1111 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang prajurit sekalian. Tinggalkan kedua pengacau ini
kepada kami" seru peronda berkumis "dan tahanlah kawan
mereka apabila ada yang berani memasuki keraton"
Prajurit-prajurit itu menyaksikan sendiri betapa gagah kedua
psndatang itu menghadapi serangan kedua penjahat. Mereka tak
tahu siapa orang berkumis dan kawannya yang memakai kain
penutup muka. Tetapi mereka membuktikan bahwa kedua orang
itu menyerang kedua penjahat. Jelas peronda berkumis dan
kawannya itu tentu orang yang membela keraton. Untuk
mengetahui lebih jelas siapa mereka, kelak masih ada waktu.
Yang penting sekarang mereka harus menahan serangan dari
gerombolan pengacau yang hendak menyerbu keraton.
Demikianlah kelompok prajurit itupun segera menuju ke lain
tempat. Rudra benar-benar heran. Rasanya orang berkumis dan
kawannya yang memakai penutup kain hitam, bukanlah pemuda
tampan yang menghadangnya ketika ia hendak memasuki alunalun tadi. Aneh, mengapa di keraton Daha bermunculan
beberapa pemuda yang berilmu tinggi " Pikirnya.
"Hm, penjahat yang ini rasanya lebih hebat dari yang tadi"
diam-diam peronda berkumis itu menimang. Tiba-tiba terlintas
sesuatu dalam benaknya. Menyelimpatkan pandang ke muka ia
masih melihat kawanan prajurit keraton tadi belum jauh.
Serentak ia berteriak "Hai, kakang prajurit, berhenti dulu. Aku
perlu bicara" Kawanan prajurit itu berhenti dan menghampiri ke tempat
pertempuran "Silakan kakang sekalian ke sebelah barat keraton
dan meringkus gerombolan pengacau kawan orang ini. Yang dua
mungkin mati dan yang dua luka parah. Sayang yang satu
sempat melarikan diri" teriak peronda berkumis itu dengan nada
yang sengaja diperkeras. Siasat peronda berkumis itu berhasil. Mendengar itu
tergetarlah hati Rudra dan Rumpung "Celaka, rombongan Kebo
1112 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bingar telah dihancurkan. Entah bagaimana dengan rombongan
yang dari selatan dan timur. Dan bagaimana pula dengan kakang
Galar dan Sanca yang menghadapi pemuda itu" terjadilah
pertanyaan dalam hati Rudra.
"Menilik bagaimana prajurit-prajurit keraton telah siap
menyambut, rasanya keraton sudah mengetahui rencanaku ini
dan mengadakan penjagaan yang kuat" makin meningkat
penimangan hati Rudra menghadapi keadaan saat itu.
"Aduhhhhh" sekonyong-konyong terdengar suara Galar
menjerit dan rubuh dibabat pedang peronda itu.
Saat itu Galar telah berhasil menghindari sebuah tusukan dari
orang bertubuh kecil. Tetapi pada saat dia hendak
menghancurkan lawan, tiba-tiba peronda itu menyurut mundur
dari serangan Rudra lalu berputar tubuh dan secepat kilat
membacok Galar. Serangan yang tak terduga-duga dan
dilancarkan secepat kilat menyambar tak menyempatkan lagi
bagi Galar untuk menghindar. Punggungnya terbabat pedang dan
rubuhlah dia. Rudra terkejut. Ia hendak menolong tetapi peronda dan
kawannya itu sudah menyambut dengan pedang.
Rudra kalap. Diserangnya kedua'lawan itu dengan dahsyat.
Namun dengan bertambahnya seorang lawan orang bertubuh
kecil itu, menang makin berat dirasakannya. Dan saat itu pula
dari dalam keraton bermunculan prajurit-prajurit bersenjata
anakpanah "Ah, mati tentu aku kalau nekad melakukan
pertempuran. Aku harus menggabungkan diri dengan rombongan
kakang Ulih-ulih yang menyerang dari timur keraton dan kakang
Wirun yang menyerang dari arah selatan"
Setelah menentukan keputusan, dia mendesak peronda
berkumis dan kawannya itu dengan serangan yang tajam
sehingga kedua lawan itu terpaksa menyurut mundur "Maafkan,
kakang Galar, aku akan menuntut balas kematianmu. Batin
1113 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdoa, langkahpun segera diayun dengan tata loncat yang
tangkas. Dua tiga kali me loncat dia sudah turun ke alun-alun.
Prajurit-prajurititu menghujani anakpanah tetapi gagal.
"Aduhhhhh" tiba-tiba peronda berkumis itu mengaduh dan
terhuyung -huyung sambil mendekap lengan bahunya.
"Kakang" teriak orang bertubuh kecil yang disebut Wigati tadi
seraya maju mendekap tangan peronda "engkau . . . engkau ...."
Peronda itu mencabut sebatang pisau yang terbenam
dilambungnya. Ia mengaduh dan terus pingsan "Kakang ..."
Wigati menjerit menyanggapi tubuh kawannnya yang rubuh.
"Bunuh keparat itu" teriak W igati kepada beberapa prajurit
yang berada di situ. Seorang prajurit menghampiri ke tempat
Galar. Sekali ayunkan pedang, ia menabas kepala Galar.
"Kakang Mahendra, engkau . . . engkau Jangan tinggalkan aku
kakang . . ." Wigati memeluk tubuh peronda itu yang tak lain
adalah Mahendra dik menangis tersedu-sedu. Darah masih
mengalir membasahi lantai pendapa.
"Nini, jangan menangis. Menangis takkan menolong jiwa
kakangmu" tiba tiba terdengar suara orang dari arah belakang.
Tetapi Wigati sudah tak mendengar lagi. Dara itu pingsan.
(Oo-dwkz-oO) Wigati terkejut ketika membuka mata melihat apa yang
berada disekelilingnya. Pertama ia mendapatkan dirinya berada di
atas sebuah pembaringan yang beralas permadani empuk.
Mengapa" Bukankah tadi ia sedang menelungkupi tubuh
Mahendra yang menggeletak di lantai pendapa agurg"
"Kakang Mahendra!" serentak berteriaklah ia manakala
terbayang apa yang dialam i sesaat sebelum ia tak kabarkan diri.
1114 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah, wajah dan wajah yang mengelilinginya telah dijelajahi
dengan tatap mata. Wajah demi wajah telah dititi dengan
pancaran pandang yang meneliti. Wajah yang tampan, yang
berwibawa, yang ramah, yang tersenyum, yang berdamba telah
dikelupas dengan curah pandarg yang tajam, namun tak bersua
juga ia dengan wajah yang dicarinya itu.
"Kakang Mahendra, dimana engkau!" akhirnya bagai seorang
musafir yang terhampar dalam ke-putus-asaan direguk dahaga,
menjeritlah Wigati seraya meloncat turun dari pembaringan.


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sabar nini" wajah yang berwibawa tadi cepat mencekal
lengannya "lihatlah, siapa aku ini ?"
Hanya sepintas mata dara itu menikam pandang ke wajah
orang itu namun pada lain kejab iapun melolong pula "Lepaskan!
Aku hendak mencari kakang Mahendra!"
"Kakang mu Mahendra tak kurang suatu apa"
"Mana dia" Siapa engkau!" dara itu merentang kedua mata,
menumpahkan perhatian pandang ke arah pria yang mencekal
lengannya "ah, paman patih .. ." serentak ia menghempaskan diri
ke dada pria yang tak lain adalah rakryan patih Dipa.
"Nini W igati" setelah memanjakan dara itu berhiba-hiba
menumpahkan airmata, pelahan-lahan patih Dipa mengisar tubuh
dara itu dan menghimbaunya "tenangkanlah hatimu, nini. Raden
Mahendra selamat ..."
"Benarkah paman patih ?" Wigati menegas dengan pandang
cemas-cemas harap. "Apa engkau tak percaya kepadaku, nini ?" balas rakyan patih
Dipa dengan tatapan yang meyakinkan.
"Dimanakah dia sekarang paman patih ?"
"Sebentar akan kubawamu ke sana. Dia sedang tidur dan
memang dia perlu harus banyak beristirahat, nini"
1115 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, paman patih" Wigati mengeluh pelahan.
"Nini" kata patih Dipa pula "engkau belum menghaturkan
terima kasih kepada mereka yang telah menolong engkau dan
raden Mahendra. Cobalah engkau lihat, siapakah raden ini?" patih
Dipa menunjuk pada seorang pria muda berwajah tampan yang
berdiri dengan wajah cerah.
"Apakah raden itu yang telah menolong hamba dan kakang
Mahendra, paman patih ?"
Rakryan patih Dipa mengangguk.
Wigati serta merta menghampiri ke hadapan pria muda itu
dan terus berjongkok. Tetapi sebelum menghaturkan sembah
tiba-tiba dara itu berpaling ke arah patih Dipa "Paman patih,
tetapi aku belum tahu siapa nama raden ini"
Rakryan patih Dipa geleng-geleng kepala tersenyum "Seorang
dara yang nakal tetapi menyenangkan" pikirnya. Sempat pula
kesan itu meletupkan kenangan lama yang telah tertimbun dalam
taman hati "Demikianlah ulah Indu Salupi ketika masih seorang
dara remaja dahulu ...."
"Ah" cepat-cepat ia menimbuni pula rekah kenangan masa
remaja yang lampau dan segera menjawab pertanyaan Wigati
"Tanyakanlah sendiri kepada raden itu, nini"
Wigati mencemberutkan wajah lalu menghadap pria muda itu
dan menghaturkan sembah "Raden, atas nama kakang Mahendra
dan hamba Wigati sendiri, menghaturkan banyak terima kasih
atas pertolongan raden"
"Ah, bangunlah W igati" pria muda itu tertawa seraya
mengangkat Wigati bangun "engkau kira aku ini s iapa, nini?"
"Raden, hamba belum .... mohon raden berkenan
melimpahkan keterangan siapa nama raden ?"
"Aku kawan kakangmu Mahendra"
1116 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi hamba belum tahu nama raden"
"Aku Kuda Amerta, nini"
"O, raden Kuda Amerta putera raja Wengker itu?"
"Ternyata engkau sudah mengenal aku, nini" pria muda yang
bernama raden Kuda Amerta itupun tertawa.
"Kakang Mahendra pernah menceritakan kepada hamba
tentang raden, tetapi baru sekarang hamba dapat berhadapan
muka dengan raden" "Nah, apakah engkau masih perlu harus berterima kasih lagi
kepadaku, nini?" raden Kuda Amerta tertawa.
Wigati tersipu-sipu "Tetapi raden telah memberi pertolongan
kepada kakang Mahendra dan hamba. Tidakkah layak hamba
menghaturkan sembah terima kasih?"
"Sudahlah nini" kata raden Kuda Amerta pula "kelak engkau
dapat bertanya sudah berapa kali kakangmu Mahendra itu
membantu aku. Kurasa sekarang rakryan patih perlu mendengar
keteranganmu lagi, nini"
Rakryan patih Dipa mengangguk "Nini, ingin benar kita
mendengar ceritamu bagaimana asal mula engkau dan raden
Mahendra dapat bertempur dengan kawanan pengacau itu ?"
"Sejak gusti Rani berkunjung ke pura Majapahit, kakang
Mahendra mengatakan kepadaku bahwa dia cemas akan
keamanan pura Daha. Tumenggung Menur, senopati prajurit
Daha ikut mengiringkan gusti Rani ke Majapahit. Oleh karena itu,
kakang Mahendra hendak melakukan ronda keamanan pada
malam hari" "Semalam setelah berkunjung ke rumahku, dia bergegas
pamit. Katanya, malam itu dia merasa tidak enak hati. Hatinya
resah dan berdeba r"Aneh, Wigati, malam ini rasanya hatiku tak
tenang. Entah ada apa ini ?" katanya.
1117 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, itulah puncak dari ketegangan pikiran kakang yang selalu
mencemaskan keadaan pura Daha" sahutku.
"Ya" katanya "tetapi malam ini memang kurasakan lain dari
ma'am-malam yang lalu. Aku mendapat firasat seolah malam ini
akan terjadi sesuatu"
"Ah, kakang selalu mengada ada saja" kataku. Tetapi kakang
Mahendra yang tampak gelisah itu segera minta diri. Katanya
malam itu dia akan me lakukan ronda di sekclil ng keraton.
Beberapa waktu kemudian, entah bagaimana akupun ikut resah.
Hanya terus terang, keresahanku lain dengan keresahan kakang
Mahendra. Kakang Mahendra meresahkan keamanan pura Daha
tetapi aku meresahkan keselamatan diri kakang Mahendra"
"Tentu saja, nini" patih Dipa tertawa. Wigati tersipu sipu. Ia
menyadari kalau kelepasan bicara "Ah, paman patih mengolok
hamba" "Tidak, nini" kata patih Dipa "akupun pernah muda ...."
"Tetapi apakah paman patih sekarang sudah tua?"
"Bukan begitu" kata patih Dipa "tetapi sekarang aku sudah
beristeri. Sudahlah, nini, lalu bagaimana kelanjutannya ?"
"Waktu aku menyusul mencari kakang Mahendra di sekeliling
luar tembok keraton, aku me lihat kakang Mahendra sedang
bertempur dengan seorang lelaki bertubuh kekar, sementara
empat orang kawan lelaki itu menyaksikan di samping. Segera
kuserang mereka dan terjadilah pertempuran. Akhirnya berkat
ketangkasan kakang Mahendra, dapatlah kami membasmi
mereka" Dua orang telah dapat dibunuh kakang Mahendra, yang dua
ciapat kami tabas kaki dan tangannya tetapi yang satu, justeru
yang kami duga kepala rombongan mereka, berhasil kabur"
"Bagus, nini" seru patih Dipa memuji "aku berterima kasih
sekali kepadamu. Jasamu pasti takkan kulupakan"
1118 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman keliru" tiba-tiba Wigati menyanggah "mengapa paman
harus berterima kasih kepada kami" Karena kakang Mahendra
dan aku dapat menggagalkan pengacau itu " Ah, tidak paman
patih. Menjaga keamanan pura Daha, bukanlah semata menjadi
tanggung jawab paman patih sendiri dan pasukan Daha, tetapi
setiap kawula Daha juga mempunyai tanggung jawab dan
kewajiban. Oleh karena itu paman patih tak perlu berterima kasih
dan tak layak menganggap tindakan kami itu sebagai suatu jasa"
"Dhirgahayu Daha - Majapahit !" seru patih Dipa dengan nada
haru "selama bumi Daha dan Majapahit mempunyai putera puteri
seperti raden Mahendra dan engkau, nini Wigati, Majapahit pasti
tegak sampai di akhir jeman"
Kemudian patih Dipa minta kepada raden Kuda Amerta untuk
menuturkan pengalamannya malam itu. Ternyata hampir serupa
perasaan yang terkandung dalam hati raden Kuda Amerta
dengan Mahendra Ia mencemaskan keamanan pura Daha dikala
mendengar berita tentang keberangkatan Rani Daha ke pura
Majapahit. "Aku bergegas menuju ke Daha, rakryan patih Dan pada
malam itu aku telah bertemu dengan rombongan lima orang
yang mencurigakan. Aku bersama paman Gedok bertempur
dengan tiga orang tetapi dua orang yang lain dapat melanjutkan
menuju ke keraton. Waktu ketiga pengacau dapat kami kalahkan,
kamipun segera bergegas menuju ke pendapa keraton. Ternyata
adi Mahendra telah menggeletak berlumuran darah dan Wigati
menelungkupi tubuh adi Mahendra, ikut pingsan. Menurut
keterangan prajurit, salah seorang pengacau yang dapat ditusuk
adi Mahendra, walaupun rubuh tetapi belum mati. Pengacau
itulah yang melontarkan pisau kearah adi Mahendra. Karena tak
menduga-duga lambung adi Mahendra termakan pisau dan
rubuh. Kita segera memberi pertolongan. Ki demang Windu
menitahkan prajurit supaya membawa adi Mahendra ke dalam
keraton" 1119 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian demang Windu melaporkan tentang tindakannya
mengatasi kaum pengacau yang menyerang dari arah selatan
dan timur keraton "Mereka menggunakan siasat yang cerdik,
membawa berpuluh ekor kuda dan beratus-ratus obor"
"Hm, menilik betapa rapi rencana dan betapa pandai siasat
mereka, jelas gerombolan itu tentu mempunyai susunan
kepemimpinan yang hebat" setelah menilai semua laporan yang
didengarnya, patih Dipa merangkai kesimpulan.
"Paman patih, gerombolan manakah kira-kira mereka itu?"
tanya Wigati. Rakryan patih Dipa mengangguk pelahan "Untuk sementara ini
aku belum dapat memastikan. Tetapi aku sudah mempunyai
gambaran tentang mereka. Pasti akan kutindak mereka nanti"
"Nanti" Mengapa tidak sekarang, paman patih?" tegur Wigati.
"Eh, nini, apakah engkau lupa?" patih Dipa tertawa.
"Lupa tentang apa, paman patih?"
Patih Dipa ayunkan langkah seraya berkata "Mari kita jenguk
keadaan raden Mahendra"
Wigati terperangah lalu bergegas menyusul langkah rakryan
patih Dipa. (Oo-dwkz-ismo-oO) 1120 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 15 1121 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SUMPAH PALAPA Dicetak dan diterbitkan oleh:
Penerbit :Margajaya Surakarta Karya : SD DJATILAKSANA Hiasan gambar : Oengki.S Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Pembuat Ebook : Scan DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
PDF Ebook : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Tersentuh kalbu digetar samar ketika sunyi berbisik namamu
membias relung-relung renung menyayup bahana sumpahmu
lamun buwus kalah nusantara isun amukti palapa...
Hasrat membubung, suksma menderu
menuju gunduk dataran ria
Gurun, Seran, Tanjungpura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik untaian ratna harapan tempat citamu bersemi satu
Duhai, ksatrya wira-bhayangkara
Kini kita telah menemuinya ketika sunyi berbisik namamu entah
di arah belah penjuru mana tetapi kita tahu
bahwa bisik itu sebuah amanatmu inilah
daerah Nusantara yang bersatu dialas Pulau Yang Delapan.
Penulis 1122 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I Merenungkan peristiwa yang terjadi di pura Daha, banyaklah
segi segi yang harus ditelusuri patih Dipa. Sejak beberapa tahun
menjabat patih di Daha, tak kurang-kurangnya ia berusaha untuk
memelihara keamanan dan meningkatkan kesejahteraan hidup
rakyat Daba. Berbagai cara telah ditempuhnya. Kedalam ia mendudukkan
beberapa narapraja dari kalangan rakyat Daha dalam
pemerintahan, baik di desa maupun sampai pada tingkat
pemerintahan pusat. Banyak nian kebuyutan di telatah Daha
yang dipimpin oleh orang Daha.
Sedang usaha keluar, pernah ditempuhnya untuk menghadapi
pimpinan Wukir Polaman, yalah wadah yang menghimpun
ksatrya ksatrya pejuang Daha yang bertujuan hendak
membangunkan kembali kerajaan Daha. Dengan pimpinan Wukir
Polaman, ia telah mencapai kata sepakat. Wukir Polaman akan
memberi kesempatan kepada patih Dipa untuk membangun,
meningkatkan kehidupan rakyat Daha dan memberi hak dan
kewajiban sama dengan kawula Majapahit.
Sejak itu maka tenanglah kehidupan di Daha. Roda
pemerintahan berjalan lancar, kcamananpun berangsur baik.
Tetapi akhir-akhir ini, mulai tampak pula gejala-gejala kearah
bangkitnya kembali semangat para pejuang Daha untuk bergerak
lagi. Gejala itu tampak meletus di saat seri baginda Jayanagara
mangkat dan tahta kerajaan Majapahit kosong.
Dari peristiwa yang dialam i di Kahuripan waktu sang Rani
Kahuripan mengadakan sayembara, jelas bahwa kini di Daha
telah timbul sebuah himpunan baru yang menamakan diri dengan
nama Topeng Kalapa. Disamping itu tampak pula beberapa


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

warga Wukir Polaman yang mengunjukkan kegiatannya.
Kemudian yang terakhir adalah peristiwa yang terjadi di keraton
1123 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daha. Gerombolan-gerombolan itu berani menyerang keraton
dan hendak merencanakan untuk membakar keraton.
"Ah, sudah terlampau jauh langkah mereka" tersentak hati
patih itu akan suatu kesan yang melintas dalam renung
penilaiannya "mereka tak mau melihat kenyataan yang telah
kulakukan untuk Daha. Mereka tak mau menggunakan pikiran
sehat untuk membuat pertimbangan melainkan dikuasa i nafsu
perasaan. Perasaan ksatrya yang harus mencintai bumi tanah
tumpah darahnya tetapi dari pandangan yang sempit ...."
"Mereka menganggap bahwa tanah air adalah bumi Daha
sebagai sang katak menganggap bahwa langit itu adalah keropak
tempurung yang menelungkupi dirinya" melanjut pula renungan
patih Dipa "pada hal yang disebut tanah air itu bukanlah hanya
Daha, bukan pula sekedar kerajaan Majapahit, lebih bukan pula
hanya selebar Jawadwipa tetapi yang benar adalah seluruh
wilayah nusantara ini secara keseluruhannya"
"Daha hanya sebuah bagian kecil dari bumi Jaya-dwipa.
Majapahit hanya terdiri dari tiga watek bhumi yang meliputi
Jenggala-Tumapel-Kahuripan. Keduanya bukan bumi tanah air
yang induk, melainkan hanya sebagian dari tanah air. Majapahit
hanyalah pusat pemerintahan. Daha hanya sebuah daerah.
Mereka, pejuang-pejuang Daha itu, tanpa disadari telah
melibatkan alam pikiran mereka pada suatu perjuangan yang
bersifat ke-daerahan. Ini berbahaya" gumam patih Dipa dalam
hati "apabila setiap daerah hendak memperjuangkan rasa
kebanggaan akan kedaerahannya dan mengadakan gerakan
hendak melepaskan diri dari pusat pemerintahan maka gerakan
itu amat membahayakan kesatuan dan persatuan nusantara"
"Mereka harus dibasmi sebelum berkembang lebih lanjut" seru
patih Dipa dalam hati "ibarat lelatu, sebelum meranggas msnjadi
kobar api, harus lekas-lekas dipadamkan. Gerakan mereka harus
diartikan sebagai suatu pemberontakan. Dan setiap pemberontakan wajib ditumpas"
1124 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bulat sudah keputusan patih Dipa untuk menggunakan
kekerasan menghadapi himpuuan-himpunan ksatrya Daha yang
hendak membangkitkan gerakan kraman itu. Serempak dia
berbangkit dari tempat duduk dan terus hendak keluar. Tetapi
pada lain kilas, ia merasa tubuhnya panas dan dada terengah
"Ah, aku telah dikuasai oleh nafsu amarah yang menyala-nyala"
serentak ia menyadari apa yang telah terjadi pada dirinya.
"Kemarahan termasuk salah satu nafsu yang membuat pikiran
gelap dan kesadaran kabur" katanya dalam hati "baiklah. Aku
harus menenangkan diri dahulu agar lebih dapat memiliki
gambaran dan penilaian yang mantap untuk langkah-langkah
yang akan kuambil" Patih Dipa segera duduk kembali. Bahkan dia duduk di lantai
untuk bersila memulai bersemedhi. Jelas sudah selama bertahuntahun, ia telah banyak memperoleh manfaat berharga dari
bersemedhi itu. Selain ketenangan batin, iapun mendapat
kesadaran yang lebih jernih.
Lapis demi lapis kabut kabut merah yang menguap dari nafsu
amarahnya mulai berhamburan lenyap. Kini ia mulai merasakan
kesejukan dan ketenangan. Ia mulai terdampar dalam suatu
kehampaan. Tak berapa lama timbullah percik-percik dari dasar
alam bawah sadar, menggelembung, berkembang dan makin
berkembang membentuk perwujutan peribadinya. Apakah yang
salah padaku . . . . "
Demikian selalu patih Dipa mengadakan wawasan kedalam diri
peribadi. Ia berpendapat bahwa setiap kegagalan harus dicari
pada sumber diri peribadi. Tugas, pekerjaan, lawan dan merekamereka baik manusia maupun benda yang sedang kita hadapi,
hanyalah merupakan benda atau masalah yang harus kita arah
dalam tujuan kita. Jika gagal untuk mencapai tujuan itu, tentulah
ada sesuatu yang tak benar atau tak tepat pada diri kita. Sesuatu
kegagalan bukanlah harus dicari pada benda, manusia atau
masalah yang kita hadapi tetapi kepada yang menghadapi. Entah
1125 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
caranya yang masih belum mengena, entah waktu dan keadaan
yang belum memungkinkan dan atau lain lain bal. Jika kita berani
bersikap jujur terhadap diri kita dengan cara meneliti kembali
langkah dan cara kita menghadapi kesemuanya itu, tentulah kita
akan bersua pada suatu penemuan dari titik-titik kesalahan dan
kelemahan kita. Demikian pendirian patih Dipa. Apabila menghadapi kegagalan
dia selalu berusaha untuk mawas diri. Dan apa yaag dilakukan
saat itu, memang telah menampakkan beberapa titik terang.
Dia berdiri ditempat dirinya sebagai seorang peribadi yang
telah mempersembahkan seluruh hidupnya untuk negara.
Seorang kawula, seorang ksatrya, seorang pejuang, seorang
narapraja dan seorang prajurit. Kesetyaan dan pengabdiannya
kepada negara bagaikan napas dan darah dalam tubuhnya.
Keduanya lengkap. Tiada lengkap berarti mati. Mati hayat mati
pula jiwanya. Kesetyaan, pengabdian dan bhakti negara itu bersumber pada
suatu perasaan, rasa cinta negara dan bangsa. Rasa a Ialah
bagaikan jiwa yang menyatu pada raga. Tanpa jiwa, tak mungkin
hidup. Tanpa rasa hanya sebuah patung yang berjiwa. Bukan
manusia dalam arti yang sebenarnya.
Rasa menimbulkan kepercayaan dan kepercayaan akan
menumbuhkan keyakinan. Keyakinan seseorang a-kan dibawanya
sampai mati. "Ah" diam-diam patih Dipa menghela napas dalam hati
"dapatkah rava cinta kepada bumi tanah tumpah darahnya dari
para pejuang Daha itu dibasmi?"
Patih Dipa tidak segera memberi jawaban melainkan melayang
ke alam pengembaraan di padang sanubarinya. Dan pada padang
hati sanubari yang tiada berpangkal tiada berujung bagai
cakrawala semesta alam jagad raya itu, dia tak bersua dengan
karang-karang yang dapat menahan dan menampung k-amburan
Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara 9 Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja Pendekar Cacad 15

Cari Blog Ini