Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 16
Lim Tiang Hong yang sudah mendapat banyak pengalaman segera mengerti bahwa dalam gusarnya, pasti padri tua itu akan mengeluarkan serangannya yang mematikan, hingga diam2 telah mengeluarkan ilmu Hiankang nya, sedang ilmu Siauw-yang It-ku Sin-kang nya telah terpusat di kedua tangannya. Tangan kiri selanjutnya tertekuk sebatas dada untuk melindungi bagian tubuh sebelah atas depan, sedang tangan kanannya diangsurkan dengan telapak tangan menghadap kemuka! Itu adalah suatu persiapan akan meluncurkan serangan dengan tipunya Lui-thian Huihoan Ciang.
Saat itu hawa udara cerah. Matahari sedang hebat2nya memancarkan sinarnya, diangkasa sedikitpun tiada berawan. Ditanah juga tidak kelihatan angin menghembus. Namun suasana sangat tegang.
Keringat segede kacang kedele mengetel keluar dari kepala Tay-tie Siansu yang botak kelimis. Sebagian badan jubahnya yang gedombrongan sudah basah dengan peluh. Lim Tiang Hong dengan alis berdiri dan mata memancarkan sinar tajam, kala itu bertambah keren. Wajahnya yang cakap saat itu nampak merah seperti kepiting direbus. Baju panjangnya yang berwarna biru, juga dibasahi oleh air keringat. Kedua pihak, waktu itu terang tidak ada yang berani berlaku lengah.
Dibawah teriknya sang surya, cuma kelihatan dua mahluk Tuhan yang ber-gerak2 kesana kemari dengan tindakan lambat2. Itulah Lim Tiang hong dan Tay-tie Siansu!
.Tiba2 terlihat dua bayangan manusia itu, dengan gerakan gesit luar biasa saling gempur....
Kembali terdengar suara gemuruh!
Dua pihak dengan cepat mengambil jarak, masing2 mengambil tempat semula. Lim Tiang Hong masih tetap dengan tangan kanan melindungi dada tangan kiri terangkat ke atas, namun wajahnya yang tadi kelihatan merah membara kini kelihatan pucat pasi. Dadanya juga nampak kembung kempis.
Ternyata kedua orang itu dalam waktu tak lebih dari sedetik, sudah mengadu kekuatan lagi.
Kelihatan sepasang tangan Tay-tie Siansu melurus kebawah tubuhnya agak condong ke depan. Kedua lututnya kelihatan agak tertekuk se-olah2 kerbau tarung tengah mengawasi lawannya.
Mendadak Lim Tiang Hong berkata dengan suaranya yang keras "Siansu, sudah terluka jerohanmu. Pertempuran ini biarlah kita habisi sampai disini!"
Terdengar suara batuk2 kecil, kemudian dari mulut Tay-tie Siansu tersembur darah hidup. Setelah mana, padri tua itu tertawa ber-gelak2 dan berkata: "Tidak perlu berlagak murah hati! Keadaanmu sendiri barangkali tidak akan lebih baik dari padaku!"
"Jikalau rasanya masih kurang puas, boleh coba2 lagi beberapa jurus!"
"Apa kiramu Loceng takut kepadamu?".
"Kalau kehendakmu ingin sampai pada titik darah penghabisan, silakanlah!"
Tepat pada saat itu mendadak muncul dua bayangan orang yang lari ke gelanggang tempur itu laksana kilat. Dari jauh, seorang sudah meng-aok2 nama Tay-tie Siansu sambil rangkap tangan. "Su-couw! Barusan ada perintah dari pusat, Henghay Kouw-loan dan bocah itu sudah tertangkap oleh para saudara kita! Empat Locu dari bagian rangon penyimpan kitab masing2 sudah berangkat menuju ke utara, mohon keputusan Sucouw!"
Tay-tie Siansu tiba2 menghela napas panjang. Sambil ulap-kan tangannya berkata: "Sudah tahu! Kalian boleh jalan dulu!"
Dua padri yang baru datang itu tundukkan kepala, merangkap tangan memberi hormat kemudian membalik tubuh dan buru2 berlalu ke jurusan asalnya mereka datang.
Entah bagaimanalah kiranya perasaan Tay-tie Siansu pada saat itu, sulit dapat dilukiskan. Badannya menggigil seperti orang kedinginan, mukanya pucat pias. Oleh karena tindakannya yang serampangan tanpa mengusut perkara dengan teliti, telah membuatnya sekarang berada di pihak serba salah dan sampai mengalami kekalahan sedemikian rupa. Hal itu, apabila tersiar ke kalangan persilatan, apa masih ada muka buat dia menemui orang lagi"
Kepalanya yang tadi tunduk terangkat, mengawasi wajah Lim Tiang Hong yang sudah bersemu merah, kemudian tundukkan kepala lagi dan menarik napas. Lalu, dengan diam2 tubuhnya bergerak lompat melesat ke dalam rimba dan lantas menghilang tanpa bekas.
Lim Tiang Hong ambil tempo sejenak buat istirahat, darahnya yang tadi bergolak sudah tenang lagi. Telah dilihatnya juga keadaan Tay-tie Siansu yang mengenaskan. Dalam hati merasa kasihan dan tidak enak. Kesulitan yang tak ter-duga2 telah merecoki dirinya, meski betul dengan datangnya dua padri
.1482 belakangan sudah dibikin terang, tapi akibatnya telah membikin nama buruknya Tay-tie siansu sendiri. Namun, siapakah yang mesti disalahkan"
Mendadak teringat oleh Lim Tiang Hong perjalanannya sendiri yang bermaksud ingin memperbaiki martabatnya Im Tay Seng. Karena pada saat itu sedang dikejar oleh orang2 Siauw-lim-pay, jikalau tidak segera mendapat pertolongan niscaya akan tamatlah riwayatnya. Dan bagaimana pula nasibnya Henghay Kouw-loan yang berada ber-sama2 dengan dia" Boleh jadi karena hubungannya dalam kenyataan yang sudah menjadi suami isteri. Jikalau ada terjadi apa2 atas diri Im Tay Seng, ia sendiri juga barangkali tidak akan hidup sendiri. Memikir soal itu, perasaan kuatir timbul dalam hati Lim Tiang Hong. Tanpa berani berayal lagi seketika itu juga diayunnya kakinya mengambil arah utara.
0-0dw-kz0-0 . Bab 37 MALAM telah tiba. Keadaan yang senja yang terang, telah menjadi gelap gulita. Lim Tiang Hong yang menyusul keutara tidak memperdulikan gelapnya cuaca dan dinginnya hawa malam itu. Saat itu sudah tiba di kaki gunung Thay-san.
Dalam perjalanannya itu, sedikitpun tidak di jumpainya tanda2 telah menemui jejak. Tentu sulit mengejar secara membabi buta. Ia yang tidak mendapat petunjuk apa2 dan tidak tahu apa maksudnya Im Tay Seng dari arah mana yang dituju.
Maka ketika melihat tengah malam buta itu sudah berada dikaki gunung, pikirannya sudah lebih cemas.
Dalam keadaan demikian, tiba2 telinganya menangkap suara berkibarnya pakaian. Daya pendengarannya yang sangat tajam segera dapat membedakan bahwa suara tadi bukan dari seorang saja, melainkan dari banyak orang. Maka diam2 lantas pikirannya bekerja, "Apa mereka itu kawanan padri Siauw-lim-pay?"
Ia lalu sembunyikan diri kesebuah batu cadas yang besar.
Tidak antara lama terlihat olehnya sembilan bayangan manusia, bagaikan serombongan burung gagak melayang melalui jalanannya tadi.
.Daya penglihatan tajam Lim Tiang Hong hebat bukan main. Segera dikenalnya rombongan orang2 itu, terdiri dari wakil ketua Thian-cu-kauw Pie-ma Thiankauw, yang memimpin Liauwtong Kim-cie, Hwee-san Koay-khek, Cit-sat-sin, Khong Bun Thian dan beberapa anggota pelindung hukum Thian-cu-kauw lainnya.
Saat itu terdengar suaranya Pie-ma Thian-kauw yang bicara dengan nada rendah sekali: "Kabarnya mereka berdua sudah masuk ke daerah gunung Thay-san ini. Kawanan padri Siauw-lim juga sudah datang mengejar, maka dalam soal ini harus cepat kita turun tangan jangan sampat kedahuluan oleh kepala gundul itu, bisa runyam...."
(0-0dw-kz0-0) Jilid ke 16 Ia angkat kepalanya, seperti memeriksa keadaan sekitarnya Lalu katanya pula: "Sekarang kita harus adakan penyelidikan dengan berpencaran. Aku minta saudara Liauw-tong Kim-cie dan saudara Khong Bun Thian membawa dua kawan adakan penyelidikan dari
.kanan dan kiri. Aku sendiri akan menyelidiki ke bagian tengah dengan Hwee-san Koay-khek. Kalau ada apa2, lekas gunakan tanda api merah buat saling beri kabar".
Sehabis berkata, wakil ketua itu lari lebih dahulu, terus naik ke atas.
Liauw-tong Kim-cie dan Khong Bun Thian juga lantai berpencar ke kanan dan kiri dengan masingmembawa dua pengikut.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan semua kejadian, dalam hati merasa heran sedikit. Dilihat dari kejadian mereka tadi, terang Im Tay Seng sudah lepaskan diri dari Thian-cu-kauw....
Jikalau benar demikian halnya, menjadi lebih mudah lagi usaha Lim Tiang Hong. Barangkali Im Tay Seng telah terkena pengaruh Henghay Kouw-loan dan bisa banting stir menuntut hidup baru dengan jalan baik2.
Berhubung dengan adanya pikiran Lim Tiang Hong ini, girang sekali hatinya, sebab dapat memperbaiki seorang pemuda yang bermoral bejat menjadikan seorang anak muda baik2. Itu sesungguhnya merupakan suatu kejadian langka dan patut digembirakan. Apalagi orang itu dengan dia masih erat hubungannya.
Seberlalunya Pie-ma Thian-kauw dau kawan2nya, Lim Tiang Hong juga lantas keluar dari tempat sembunyinya dan mengikuti rombongan Pie-ma Thiankauw.
Daerah gunung Thay-san demikian luas. Untuk mencari orang satu dua gelintir kesitu, sesungguhnya bukan soal mudah.
Rombongan Pie-ma Thian-kouw di depan, diikuti oleh Lim Tiang Hong dari belakang. Orang2 itu dengan susah payah membuat jalan di pegunungan. Kira2 satu jam lamanya, mendadak dari sebelah timur, kelihatan api warna biru yang meluncur ke tengah udara. Dibawah penerangan api tanda itu, nampak wajah setiap orang dalam rombongan Thian-cu-kauw tegang sekali. Tiba2 terdengar suara Pie-ma Thian-kauw yang keras: "Ada disana! Lekasss!!!"
Perkataannya itu disusul dengan gerakan tubuhnya sendiri yang cepat, lari menuju ke arah dari mana tanda api tadi terlihat.
Karena tujuannya sudah ditunjuk, Lim Tiang Hong merasa tidak perlu mengejar mereka, dengan cepat dikeluarkannya ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, se-akan2 asap terbang sebentar saja sudah melalui Piema Thian-kauw menuju ke arah api pertandaan tadi.
Ilmunya lt-shia Cian-lie Lim Tiang Hong boleh dibilang sukar dapat tandingannya. Dalam waktu sekejapan saja sudah dilihatnya di suatu tempat bergerak satu bayangan manusia, juga berkelebatnya sinar senjata tajam.
Ternyata empat padri Siauw-lim-sie dari bagian rangon penyimpan kitab dengan berpencaran mengambil posisi segi empat mengurung Im Tay Seng dan Honghay Kouw-lan di tengah2. Sedang di belakang mereka itu, ada 36 anak murid Siauw-lim-pay yang membawa senjata ..... dari golongan Buddha.
Dilain sudut, tampak berdiri Liauw-tong Kim-cie dan dua orang kawannya. Mereka nampak bertengkar dengan Im Tay Seng.
Lim Tiang Hong hanya mendengar Hui-bing Siansu yang berkata: "Orang ini tidak perduli murid penghianat perkumpulanmu atau bukan, baik dia Kauwcu muda kalian, tidak boleh bebas sebelum Lolap ambil kitab dari badannya!"
.Liauw-tong Kim-cie meng-urut2 beberapa lembar jenggotnya, menyahut sambil ketawa hambar: "Siauwlim-pay merupakan salah satu partai terbesar dalam kalangan persilatan! Tujuh puluh dua jenis ilmu silat kalian sudah merajai dunia kang-ouw! Bagaimana seperti orang mati tidak bila menjaga peti matinya" Bisa membikin hilang kitab peninggalan sucouw nya sendiri. Ha! ini benar2, membikin orang tidak habis mengerti!"
Hui-kak Siansu tahu bahwa ucapan Liauw-tong Kimcie yang keras itu menyindir mereka, maka lantas membentak dengan suara keras: "Sicu tidak usah berlagak. Seperti apa yang Sicu katakan tadi, Siauw-limpay sebagai salah satu partai terkuat. Itu benar! Meskipun jarang menimbulkan perkara diluaran, jangan itu dianggap kami takut berurusan diluaran. Jikalau mau dikatakan bahwa kitab itu tidak berada di badan Siauw Sicu ini, biarlah Lolap mengadakan penggeledahan dulu, baru nanti kita bicarakan hal2 lainnya belakangan"
Dengan mendadak Hui-kak Siansu maju ke depan dan mencekal pergelangan tangan Im Tay Seng.
.Tiba2 dengan secepat kilat Henghay Kouw-loan menggerakkan pedangnya menghalangi niat Hui-kak Siansu menawan orang.
Henghay Kouw-loan pernah ikut Lim Tiang Hong menerjang Siauw-lim-pay. Itulah sebabnya empat padri Siauw-lim-sie bagian rangon penyimpanan senjata telah mengenal dia sebagai murid Leng-thian It-ouw.
Dan kini mendadak dia memihak pihak Thian-cukauw, membuat Hui-kak Siansu kebingungan sendiri. Sambil menyebut nama Buddha, padri tua ini berkata: "Orang ini dosanya sudah melewati takaran. Dialah Kauwcu mudanya Thian-cu-kauw, bukan Lim Siauwhiapl Apa sebabnya nona menghalangi pinceng?"
Henghay Kouw-loan dengan paras pucat dan suara gemetar berkata "Tidak perduli siapa dia, tidak kuijinkan kalian menghina dia tanpa alasan yang cukup kuat!"
Hui-kak Siaissu yang mendongkol hatinya, mendadak tertawa ber-gelak2 dan terus berkata: "Li Sicu, kau juga terlalu keras kepala! Kitab Tat-mo-keng bagi kami amat penting artinya, yang harus diambil kembali buat Siauw-lim-sie. Siapapun yang berani merintangi, kami anggap dia sebagai musuh kami. Dan tanpa ampun bisa kami bunuh! Harap sebaiknya Li Sicu jangan ikut campur dalam urusan Loceng sekali ini"
Dalam keadaan demikian, Henghay-Kouw-loan sebetulnya sudah tahu bahwa Im Tay Seng berada dalam keadaan terjepit benar2. Tetapi karena dia telah serahkan dirinya kepada anak muda tersebut, sudah dengan sendirinya dia tidak mau tahu bahaya apa yang akan menimpa dirinya. Sekalipun binasa ber-sama2 dengan pemuda itu, dia sudah rela. Perkataan2 Hui-kak Siansu yang bersifat mengancam meski mengejutkan hatinya, masih tetap dia keras kepala. Sambil putarkan pedang panjang ditangannya, berkata: "Urusan malam ini, aku Henghay Kouw-loan pasti akan ikut ambil bagian! Terserah dengan kepandaian apa kalian ingin melayani nonamu!"
Hui-kak Sansu berkata sambil ketawa menyengir: "Kalau begitu, Loceng terpaksa pun akan berlaku kurang ajar"
Dengan cepat tubuhnya maju dua tindak, tetapi ketika bermaksud hendak turun tangan, dari luar kalangan tiba2 terdengar suara bentakan keras: "Tahan dulu! Tunggu sampai aku si orang she Beng membereskan urusan dalam rumah tanggaku kalau masih ingin bertempur terus!"
Bersama dengan itu, Pie-ma Thian-kauw Beng Sie Kiu bagaikan burung terbang sudah melayang ke tengah lapangan. Wakil ketua Thian-cu-kauw ini sebetulnya sudah lama mengincar kitab peninggalan Tat-mo Cauwsu buat dikangkangi sendiri, cuma belum berani secara terang2an. Kali ini, setelah Pek-tok Hui-mo menyerahkan buat selesaikan tugas pembersihan dalam Thian-cukauw, tiba2 Kauwcu itu menghilang, yang dalam dugaan Beng Sie Kiu, atau anggapan sang Kauwcu yang beberapa kali pernah menderita kekalahan itu menutup diri atau pergi ke lain tempat untuk berlatih lagi dengan kitab Siauw-lim-sie hasil curian.
Diluar dugaan, gundik Pek-tok Hui-mo, yakni Lakchiu Sian-nio tiba2 memberitahukan bbahwa Im Tay Seng sudah mencuri kitab peninggalan Tat-mo Couwsu itu dan kabur ber-sama2 Henghay Kouw-loan. Dan Piema Thian-kauw diminta bantuannya buat pergi mengejar. Kejadian ini barang tentu membuat Pie-ma Thian-kauw girang bukan kepalang, maka segera turun tangan sendiri untuk melaksanakan tugas atau lebih tepat untuk dapat mewujudkan cita2nya mengangkangi kitab. Itulah kesempatan satu2nya buat dia untuk mendapatkan kitab tersebut dan jika berhasil berarti telah 90% maksudnya terlaksana.
Sayangnya kitab yang didapatkan oleh Im Tay Seng hanya bagian terakhir dari apa yang didapat oleh Pek-tok Hui-mo. Pelajaran2 dalam kitab itu hanya cocok bagi kaum wanita, maka Pek-tok Hui-mo sengaja meninggalkan perkumpulannya, memberi bagian yang tidak penting itu kepada Lak-chiu Sian-nio.
Gundiknya itu, dalam kebingungan tidak bisa membedakan kitab mana yang dicuri itu, hingga membikin geger seluruh orang2 Thian-cu-kauw.
Mari kita tengok gerak-gerik Pie-ma Thian-kau setelah berada di tengah kalangan. Dengan sombongnya dihampirinya Im Tay Seng seraya katanya: "Tahukah kau dengan menggunakan hukuman apa perkumpulan Thiancu-kauw menghukum muridnya yang berkhianat" Sekarang mengingat kau adalah putra Kauwcu sendiri, cukup dengan kau serahkan Kitab Tat-mo-keng itu dan ikut aku pulang ke pusat perkumpulan serta minta ampun kepada Sian-nio, Aku berani berikan jaminan, urusan akan dibikin habis begitu saja!"
Setelah didengarnya perkataan2 Pie-ma Thian-kauw yang sombong itu, lantas berubah wajahnya Im Tay Seng yang tampan. Setelah ketawa panjang menyeramkan, lalu berkata: "Beng Sie Kiu! Kau toh bukan lain daripada satu pembantu ayahku! Kenapa berani begitu kurang ajar didepanku" Dengan terus terang Thian-cu-kauw telah didirikan oleh ayahku seorang saja, tidak pernah pinjam tenaga orang lain! Apa yang kau katakan Kitab Tat-mo-keng juga benda ayahku! Andai kata benar aku mati dan ambil adalah wajar, tidak ada hak kau mengurusi urusanku! Apalagi kau mengatakan aku pengkhianat, lagi juga Lak-chiu Sian-nio itu orang macam apa?"
Pie-ma Thian-kauw yang mengandung maksud lain sudah tentu tidak mau mendengar segala ocehannya Im Tay Seng. Ia kukuh dengan pengaduan Lak-chiu Siannio. mengatakan bahwa kedatangannya itu dengan membawa titah Kauwcu, maka lantas membentak dengan suara keras: "Sungguh besar nyalimu eh! Berani tidak pandang mata seorang dari tingkatan tua" Hai saudara2 lekas ringkus bocah ini. Jika dia berani melawan bunuh saja habis perkara!"
Dibawah perintah, dengan menggunakan alasan menangkap pengkhianat, sudah tentu Liauw-tong Kim-cie dan lain2nya segera sudah hendak turun tangan.
Im Tay Seng gusar sekali. Lalu dihunus peclangnya dan membentak: "Siapa berani melanggar Siauw Kauwcu akan dianggap sebagai pengkhianat. Lekas mundur!"
Biar bagaimana, Im Tay Seng tetap putera Kauwcu. Maka sebelum mendapat perintah Kauwcu sendiri, Kauwcu muda ini masih tetap merupakan seorang berwibawa yang tidak boleh sembarangan diraba. Liauwtong Kim-cie dan kawan2nya merasa berada dalam keadaan serba salah, semuanya hentikan tindakaanya tidak berani melangkah lagi.
Pie-ma Thian-kauw gusar. Ia lalu mengeluarkan simbol Thian-cu-kauw yang dinamakan Thian-cu Pek-kutleng. Sambil angkat tinggi2 benda itu diatas kepalanya dia keluarkan perintahnya sekali lagi: "Siapa yang tidak dengar perintah kami, akan mendapat hukuman menurut peraturan perkumpulan!"
.1495 Simbol Thian-cu Pek-kut-leng itu adalah benda kepercayaan bagi orang2 terpenting dalam Thian-cukauw yang mewakili perintah Kauwcu, hingga buat orang yang membawa simbol itu dianggap sebagai Kauwcu sendiri. Benda yang berupa tulang putih itu semuanya ada tiga buah. Dan yang dibawa oleh Beng Sie Kiu itu adalah yang didapatnya dari Lak-chiu Sian-nio
Liauw tong Kim-cie dan kawan2nya setelah mendengar perintah kerasnya Pie-ma Thian-kauw, tidak bersangsi lagi. Tiba2 Im Tay Seng ketawa ber-gelak2 seraya katanya. "Kau gunakan simbol Thian-cu Pek-kutleng, apa kiramu bisa menggertak aku Ha, ha, ha...."
Setelah itu pemuda ini masukkan tangannya kedalam sakunya, lantas sebuah Thian-cu Pek-kut-leng berada dalam genggamannya dan diangkat tinggi2 didepan anak buahnya hingga Lauw-tong Kim-cie dan kawan2nya yang sudah sedia akan turun tangan, terpaksa membatalkan tindakan mereka. Sesaat lamanya suasana sunyi.
Pie-ma Thian-kauw putar terus otaknya untuk mencari daya upaya yang sempurna atau alasan2 buruk yang dapat dikemukakan buat dapat membinasakan Im Tay Seng. Dan dalam waktu singkat itu, dia tidak dapat pikirkan daya upaya apapun.
Sebagai orang cerdik ia mengetaiul apa akibat dari tindakannya itu. Jikalau tidak mempunyai alasan tepat untuk menimpakan segala dosa kepada Im Tay Seng dan turun tangan sembarangan tanpa alasan, beberapa anggota pelindung hukum itu pasti akan berbalik melawannya. Sebab mereka ini, biar bagaimana adalah orang2nya Pek-tok Hui-mo dan setia pada sang pemimpin tersebut.
Lama dalam keadaan sunyi, hingga kawanan padri dari golongan Siauw lim-pay sudah merasa tak sabaran lagi. Hui-bing Siansu segera keluarkan suaranya yang nyaring. "Jahanam! Lekas serahkan kitab itu! Apa benar2 kau kehendaki Loceng sekalian turun tangan?".
Oleh karena terdapatnya orang2 Thian-cu-kauw yang begitu banyak, membuat Im Tay Seng merasa dapat tambah angin. Ketika mendengar suara Hui-bing Siansu, dia ketawa ber-gelak2 dan berkata: "Kepala gundul! Jangan mimpi siang2. Kitab itu sekalipun betul berada delam badan tuan mudamu, juga jangan harap bisa kau minta balik! Kau dengar: Jikalau ada kepandaian, boleh lekas keluarkan semua disini! Tuan mudamu sedikitpun tidak akan merasa jeri!"
Bukan kepalang gusarnya Hui-bing Siansu. Lengan jubahnya lantas digulung dan tangannya melancarkan serangan hebat detik itu pula.
Henghay Kouw-loan yang berdiri di samping Im Tay Seng, tiba2 menggeram keras: "Berani!" Pedang panjangnya lalu bergerak, menyerang dari atas.
Dengan adanya rintangan ini, Hui-bing Siansu mau tidak mau manarik kembali serangannya.
Pie-ma Thian-kauw yang menyaksikan keadaan demikian mendadak ketawa ber-gelak2 dan berkata: "Aku sekarang mengerti. Kiranya kau mengkhianati perkumpulanmu sendiri adalah disebabkan karena adanya budak hina ini. Haa.... haa..."
Dia berhenti sejenask, kemudian membentak dengan suara keras: "Liauw-tong Hok-hoat! Tangkap dulu budak hina itu!".
Liauw-tong Kim-cie segera menyahut "Baik" dan meluncurkan badannya cepat sekali, menyerang Henghay Kouw-loan secara mendadak.
.Im Tay Seng merasa cemas dan gusar. Ia keluarkan bentakan yang keras: "Siapa berani bergerak sembarang" Lekas berhenti!"
Tetapi belum lenyap suara bentakannya, Pie-ma Thian-kauw sudah menerjang seperti kerbau gila. Tanpa perdulikan apapun akibatnya terus menyeruduk Im Tay Seng, beruntun dengan tiga kali serangannya.
Kepandaian silat wakil Kauwcu ini jauh diatas Im Tay Seng. Apalagi dia sudah menggunakan waktu lengah ingin membunuh Kauwcu muda itu, ditambah pada setiap serangannya dipergunakan sepenuh tenaganya, tentu saja dalam waktu singkat itu Im Tay Seng merasa keteter dan tidak punya kesempatan untuk muka mulut lagi. Dia terpaksa mundur sampai tujuh delapan kaki dengan perasaan dongkol.
Pertarungan antara orang2 sendiri itu sebetulnya adalah suatu kesempatan baik yang dapat dipergunakan orang2 Siauw-lim-pay buat sementara menonton dulu untuk kemudian menggulingkan yang menang. Akan tetapi Hui-bing Siansu yang sudah banyak pengalaman dan mempunyai perhitungan tajam, sudah dapat lihat bahwa perbuatannya Pie-ma Thian-kauw itu jauh diluar garis2 peraturan manapun. Agaknya dia sudah bertekad bulat ingin membunuh Kauwcu muda Thian-cu-kauw itu. Oleh karenanya, ia yang merasa kuatir nanti akan didahului oleh wakil Kauwcu itu.
Dengan pertimbangan itulah dia merasa perlu segera bertindak, Setelah menyebut nama Buddha, betul2 badanya digerakkan seraya berseru: "Sicu sekalian supaya lekas berhenti! Tunggu nanti sampai loceng bereskan soal kitab milik Siauw-lim-sie kalau masih mau diteruskan!"
Setelah itu, ia lalu menyerbu kedalam medan pertempuran. Tangannya dikibaskan dua kali, maksudnya ingin melerai orang2 yang bertempur itu.
"Duk! Beleduk!"
Tangan Hui-bing Siansu beraduan dengan tangan Pie-ma Thian-kauw, keduanya mundur masing2 setindak.
Pie-ma Thian-kauw terperanjat. Dengan mata melotot lebar berkata menahan geram: "Sungguh tidak nyana partai kenamaan Siauw lim-pay bisa membantu kawanan pengkhianat! Haa, ha. ha.... Apa tidak takut nama partaimu dijadikan buah tertawaan orang2 dunia kang-ouw"!"
.Hui-bing Siansu mendongkol, dengan suara tak kalah kerasnya, ia berkata: "Loceng tidak ada maksud ikut campur tangan dalam urusan rumah tangga kalian! Yang paling perlu kembalikan dulu kitab kami itu".
Oleh karena terjunnya Hui-bing Siansu kegelanggang itu Khong Bun Thian dan lain2 anggota pelindung hukum Thian-cu-kauw semua pada meluruk ketengah. Hui-kak Siansu dan tiga kawannya juga mengurung sekitar Im Tay Seng, mereka terus adakan penjagaan kuat di sekitar pemuda itu, hingga keadaan merupakan yang paling tegang dan sangat rawan sekali, salah2 bisa segera timbul suatu pertempuran kalut.
Lim Tiang Hong semenjak tadi terus sembunyikan diri melihat gelagat, telah merasa bahwa saat untuknya turun tangan akan segera sampai. Dengan gerakan yang tak terduga oleh siapapun juga, badannya sudah melayang turun ke tengah kalangan.
Setelah perdengarkan suara ketawanya sejenak, lalu menyambungi perkataan Hui-bing Siansu tadi dengan suara nyaring: "Kitab Tat-mo-keng sebetulnya adalah barang Siauw-lim-pay yang terhilang. Sudah sepatutnya kalau dikembalikan lekas kepada pemiliknya! Sementara itu tentang urusan saudara Im yang didakwa mengkhianati perkumpulan oleh Pie-ma Thian-kauw aku perlu dapatkan penjelasan se-terang2nya dulu dari Hukauw-cu ini. Perkumpulan Thian-cu-kauw siapa sebetulnya yang mendirikan" Apakah tuan sendiri atau Lak-chiu sian-nio kah yang menegakkan nama Thian-cukauw?"
Munculnya Lim Tiang Hong secara mendadakan itu membuat sekalian orang melongo. Reaksi yang timbul pada setiap manusia di situ ber-lain2an. Kalau pihak Huibing Siansu setelah melihat anak muda itu jadi tenteram pikirannya, adalah pihak Thian-cu-kauw yang gelisah pikirannya. Umumnya orang2 Siauw-lim-sie mengenal pemuda itu, merasa berterima kasih atas kedatangannya kesitu. Tidak demikan halnya dengan Pie-ma Thian-kauw yang secara diam2 berpikir, bahwa rencananya hari itu akan gagal keseluruhan.
Bagi Im Tay Seng, disamping rasa girang yang timbul mendadak, juga merasa ketar-ketir hatinya. Girang karena bahaya pasti dapat dielakkan. Dan dapat pula ia memastikan dengan eratnya hubungan antara dia dengan Henghay Kouw-loan, Lim Tiang Hong tentu akan membantunya dalam menghadapi anak buahnya. Tetapi apa yang menjadikan hatinya ketar ketir, mengetahui watak Lim Tiang Hong yang tegas dalam mengambil tindakan bagi siapa yang salah diantara yang benar. Untuk hal ini, pihaknya akan terdesak, kitab Tat-mo-keng tidak akan dapat dipertahankan lebih lama. Dan kalau benar demikian halnya, bagaimana" Sebab.... tindakannya kali ini, adalah pada kitab pusaka tersebut.
Hanya Henghay Kouw-loan lah yang saat itu merasakan pikirannya bercampur aduk tidak karaun. Setelah ia menyingkirkan serangan, dengan cepat balik kembali dan berdiri disamping Im Tay Seng. Semua perbuatannya itu terang2 memperlihatkan bahwa perhubungan antara dia dan Im Tay Seng baik sekali. Tetapi disamping itu dalam hatinya juga timbul perasaan malu dan jengah sebab Lim Tang Hong adalah satu2nya pemuda yang pertama merebut hatinya, sehingga dia sudah mencintai pemuda itu secara diam2, malah sudah bersedia hendak pasrahkah dirinya kepada si pemuda.
Akan tetapi siapa sangka siapa nyana waktu itu ternyata berbalik berada dalam pelukan musuh. Meskipun dalam hal ini dia merasa amat terpaksa, meskipun ini juga satu2nya jalan yang diharapkan oleh Lim Tiang Hong untuk memperbaiki kesalahan yang telah lampau, tapi biar bagaimana ia masih merasa jengah. Maka saat itu ia hanya menunduk tanpa berani sedikitpun mencuri lihat wajah pemuda pujaannya itu.
Pada saat itu Pie-ma Thian-kauw agaknya sudah dapat pulihkan ketenangan dalam hatinya, sambil menuding Lim Tiang Hong dengan sifat menantang, berkata keras2: "Perkumpulan Thian-cu-kauw diberdirikan oleh siapapun tidak ada urusannya dengan kau. Lain dari itu setiap perkumpulan mempunyai peraturannya masing2. Urusan dalam perkumpulan kami tidak diperbolehkan siapapun dari orang luar mencampuri. Aku lihat sebaiknya kau tahu gelagat!"
Lim Tiang Hong mendongak, tertawa ter-bahak2. Kemudian baru berkata: "Aku si orang she Lim justru mempunyai tabiat yang suka mencampuri urusan orang lain yang tidak benar! Im Tay Seng adalah putera Thiancu-kauw Kauwcu sendiri. Tidak peduli Kitab Tat-mo-keng itu kepunyaan siapapun, tapi pada masa ini, masih terhitung barang kepunyaannya Pek-tok Hui-mo. Anak mengambil barang milik ayahnya tidak boleh dicampuri oleh siapapun juga tidak bisa dikatakan melanggar perkumpulan. Ayah bunda sendiri toh masih tidak menanyakan soal itu, kenapa kalian menggunakan nama perkumpulan untuk kepentingan sendiri ikut2 campur tangan" Apa maksud kalian yang sebenarnya?"
Pie-ma Thian Thian-kauw orangnya cerdik dan cerdas otaknya. Sebetulnya dia tidak suka adu mulut terlalu lama dengan pemuda itu. Tetapi karena pertama2 ada rasa jeri sedikit terhadap pemuda itu, kedua memang dia mengandung maksud jahat, maka ia harus mencari alasan yang tepat untuk dapat mengendalikan orang2 Thian-cu-kauw sebawabannya supaya berani turun tangan terhadap Im Tay Seng. Maka ia pura2 berlagak gusar dan membentak dengan suara keras:
"Urusan dalam perkumpulan Thian-cu-kauw sebetulnya tidak perlu dibicarakan banyak2 dengan kau! Tapi aku perlu menjelaskan dalam soal ini kauwcu masih belum tahu sama sekali. Jikalau tahu barangkali bocah itu siang2 dibunuh mati olehnya sendiri! Aku si orang she Beng meskipun mendapat perintah dari Lak-chiu Sian-nio dan diberikan kebebasan untuk bertindak dengan adanya simbol perkumpulan Thian-cu Pek-kut-leng, tapi aku tidak akan memakai itu untuk mengambil jiwanya. Aku cuma mau supaya dia bisa insyaf dan sadar, bisa serahkan kembali kitab milik ayahnya itu kepadaku!"
"Kau tidak usah berkata begitu melit dan berlagak murah hati. Jika benar Kauwcu tidak ada, toh masih ada ibunya sendiri Lok-hee Hujin yang bisa mengurusi soal anaknya" Tentang Lak-chiu Sian-nio seorang gundik apa artinya?"
"Ternyata kau masih ngaco! Lok-hee Hujin sudah tidak akur lagi dengan Kauwcu! Lama sudah diusir keluar dari perkumpulan. Sekarang adalah Lak-chiu Sian-nio yang menjadi istrinya Kauwcu!"
Mendengar perkataan itu, pening kepala Lim Tiang Hong seperti disambar geledek. Badannya menggigil, menahan rasa gusar yang dapat meluap seketika. Dalam otaknya terbayang, biar bagaimana, se-buruk2nya Lokhee Hujin adalah ibunya juga. Baik buruk perbuatannya, ibu tetap ibu yang pernah mengandungnya. Sekarang ibunya mengalami nasib buruk disebabkan perilaku suami tidak benar, sudah tentu dalam hatinya timbul suatu perasaan gusar.
.1506 Bilamana.... mengenangkan nasib ibunya, tambah benci terhadap Pek-tok Hui-mo yang tidak mempunyai perikemanusiaan.
Jika dilihat keadaan hari itu, memang merupakan suatu kenyataan mereka berani kurang ajar terhadap Im Tay Seng, tentu pula disebabkan karena Lok-hee Hujin sudah tidak mendapat cinta suaminya.
Oleh karena itu, lebih teguh lagi kemauannya herdak membantu Im Tay Seng. Seketika itu alisnya berdiri, dengan suara keras membentak: "Aku si orang she Lim tidak sudi banyak bicara dengan kau. Malam ini jika siapapun jika berani mengganggu Im Tay Seng akan kusuruh dia rasakan tajamnya pedang To-liong-kiam!"
Sehabis bicara, ia berdiri tegak di tangah lapangan dengan sebelah tangan mencekal gagang pedangnya. Sikapnya yang demikian gagah membuat Pie-ma Thiankauw tidak berani membantah lagi, bungkam dalam seribu bahasa!
Pada saat itu Hui-bing Siansu mendadak berkata setelah menyebut nama Buddha: "Sekali lagi Loceng ingin memberi Sicu keterangan. Maksud kedatangan kami sekalian kemari ialah untuk mendapatkan kembali benda kami yang terhilang, lain tidak. Bagaimana baiknya kalau Sicu dalam perkara ini tidak mencampuri". Loceng rasa kurang baik kalau sicu tetap berkukuh ingin membantu dia".
Lim Tiang Hong mengawasi Hui-bing Siansu sejenak dengan sikap acuh tak acuh sambil ulur tangannya: "Keluarkan! Kembalikan barang orang lain itu"
Im Tay Seng yang jika pada waktu biasanya suka ugal2an menuruti kemauannya sendiri, hari itu dihinakan demikian rupa oleh Lim Tiang Hong, sebetulnya dalam hati sudah sangat mendongkol. Perbuatan Lim Tiang Hong yang tegas tanpa ragu2 bertindak, terang2 membuat dia tambah dongkol hingga badannya gemetaran dan wajahnya pucat
Akhirnya ia berkata sambil ketawa ber-gelak2: "Mana bisa begitu gampang" Aku si orang she Im sekalipun harus korbankan nyawapun tidak akan gampang2 kembalikan benda ini kepada mereka! Kau juga tidak perlu ikut campur!"
Lim Tiang Hong tanpa memperlihatkan perubahan sedikitpun pada wajahnya, berkata sungguh2: "Aku si orang she Lim dalam urusan hari ini se-mata2 hanya untuk menyenangkan encie Kouw-loan dan kau. Mau kembalikan atau tidak takkan kupaksa. Tapi harus kau lihat dulu gelagat sekarang ini, kau tidak akan mampu keluar dari kepungan mereka! Aku minta kau pikirkan dulu masak2 setelah itu boleh kau jawab atau tidak...."
Lim Tiang Hong berhenti sejenak, kemudian meneruskan: "Barang, masing" ada yang memiliki, janganlah memperkosa milik orang lain. Jikalau saudara Im mulai saat ini benar2 bisa merubah kelakuanmu yang buruk, aku si orang she Lim suka menjadi sahabatmu sampai akhir jaman. Lain daripada itu, aku juga bisa turunkan pelajaran ilmu dari Hong-hong Pie-kok kepadamu, bukankah jauh lebih baik daripada merampas barang orang?"
Perkataan Lim Tiang Hong itu makin lama diucapkan makin halus, seperti kepada sahabatnya.
Im Tay Seng, meski dibesarkan dalam kalangan orang2 jahat tetapi dasar pribadinya masih tidak begitu buas tidak sebagaimana sifat ayahnya. Jikalau dibandingkan dengan In-san Mo-lie, juga jauh lebih baik. Kali ini, setelah bertemu kembali dengan Henghay Kouwloan, sebetulnya sudah ada maksud ingin merubah kelakuannya. Apapun maksudnya mencari kitab itu, ingin berdua dengan Henghay Kouw-loan, di tempat yang sunyi mempelajari ilmu silat dalam kitab tersebut kemudian mengasingkan diri dan tidak mau mencampuri urusan dunia kang-ouw lagi. Maka setelah mendengar perkataan Lim Tiang Hong demikian baik, hatinya tergerak sekali. Hampir ia berseru: "Betul?" Sebab pikirnya daripada bermusuhan dengan banyak orang2 kuat, lebih baik kembalikan kitab itu dan lebih berharga pula mendapat sahabat yang memiliki pelajaran ilmu kilat yang sudah tiada taranya. Tangannya sudah akan merogoh ke dalam bajunya....
Karena dalam otaknya timbul selisih paham sendiri, lama dalam keadaan demikian. Ia berdiri terpaku, kemudian tanpa sadar tangan itu terus masuk ke sakunya!
Henghay Kouw-loan yang melirik menanti perubahan, hatinya cemas. Ada perhitungan dalam hatinya, kitab tersebut pernah ditelitinya, paling cocok buat kaum wanita. Mengapa akan dikembalikan juga"
Berbareng dengan itu sikapnya terhadap Lim Tiang Hong sekarang juga banyak berlainan, sebab sebagai
.1510 seorang perempuan yang sudah menikah, kekasihnya yang lama per-lahan2 sudah buyar dari otaknya. Selain daripada itu, semenjak munculnya Lim Tiang Hong kesitu, sedikitpun tidak menunjukkan perhatian untuknya. Apa yang dikandung dalam hati pemuda i!u" Bencikah" Atau menghina" Tidak ada pikiran dalam hatinya ingin menjadikan Im Tay Seng sahabat Lim Tiang Hong, sebab apapun yang akan terjadi, hanya melulu akan menjadikan penderitaan batin baginya. Apa yang dibutuhkan dewasa itu, adalah ilmu silat yang tinggi. Sebab dengan ilmu silat yang tinggi barulah akan merupakan jaminan yang dapat mencukupi kebutuhannya sendiri.
Maka ia lantas mencegah dan menarik tangan Im Tay Seng seraya katanya: "Tidak boleh! Jangan keluarkan! Biarlah mereka, mereka sudah berkepandaian tinggi, harus berani minta sendiri kepada Pek-tok Huimo. Jangan beraninya mendesak tingkatan muda seperti kita"
Setelah itu ia tertawa ter-kekeh2 dan selanjutnya berkata pula kepada Lim Tiang Hong, dibarengi dengan suara tertawanya: "Adik Hong! Kau sungguh cerdik dan pandai menarik hati orang supaya bersimpati kepadamu! Dengan cara merugikan orang lain, maksudmu ingin memupuk nama baik sendiri" Perhitungan semacam itu disini sudah usang! Usang bagiku, juga bagi semua"
Lim Tiang Hong kerutkan keningnya. "Apa maksud ucapanmu?" Henghay Kouw-loan tidak menyahut, diteruskan lagi oleh Lim Tiang Hong: "Semua apa yang siauwtee kerjakan boleh dikata semua demi kepentingan kalian. Demi langit dan bumi, tiada maksud lain. Kalau kau tidak dapat menyelami sifat serta watakku, itu terserah apa akan jadinya nanti!"
Sebetulnya kalau Lim Tiang Hong tadi berkata tidak mau perdulikan Henghay Kouw-loan bukanlah karena dengki atau iri hati! Tapi se-mata2 keluar dari hatinya yang suci mumi. Besar harapannya Im Tay Seng akan bisa banting setir menuju kejalan benar. Tinggi juga cita2nya untuk mengakurkan saudaranya itu dengan saudara seperguruannya. Jikalau pada saat itu perasaannya masih hangat seperti dulu2, itu berarti akan mengacaukan pikiran wanita muda itu, bisa2 benih cinta yang baru dipupuknya bersama Im Tay Seng akan buyar kembali semuanya. Itulah sebabnya ia lebih suka Henghay Kouw-loan menyalahkan kata2nya atau membencinya, tetapi sama sekali tidak ada maksudnya uutuk timbulkan perkara yang tidak2.
Sekarang ternyata benar dugaannya itu tidak meleset. Sebab kebalikan dari cinta, reaksi yang timbul dari pihak Henghay Kouw-loan ternyata begitu dingin dan tajam. Ucapannya tadi benar2 terlalu keji sehingga membuat orang sampai tidak bisa bernapas.
Selagi Im Tay Seng sudah akan insyaf atas kata2 Lim Tiang Hong dan tangannya merogoh ke dalam sakunya, Pie-ma Thian-kauw yang berdiri disamping ketika menyaksikan dan mendengar itu semua, bukan main gelisahnya. Sebab apabila kitab tersebut terjatuh kembali ke tangan Lim Tiang Hong, sama artinya tidak ada kesempatan lagi baginya buat mendapatkan kitab tersebut. Maka hampir berbarengan dengan Henghay Kouw-loan dia sudah maju kedepan hendak merintangi.
Tetapi dia telah lupa bahwa di sampingnya masih ada empat padri Siauw-lim-sie yang berkepandaian tinggi. Dalam keadaan demikian, sudah tentu mereka tidak mengijinkannya merintangi maksud Im Tay Seng.
Hui-kak Siansu menyebut nama Buddha, lantas lebih dulu mengebutkan lengan jubahnya. "Mereka sedang berunding, sebaiknya tuan jangan ter-gesa2" demikian katanya.
Perkatannya ini, meski diucapkan dengan sifat merendah, tetapi dari lengan bajunya tadi yang menimbulkan angin hebat, terang melarang keras gerakan Pie-ma Thian-kauw.
Ini membuat berubah wajah si wakil Kauwcu, sambil menggeram menjongkok dan kedua tangannya disodorkan ke depan.
Tak dapat dicegah lagi, suara benturan dari adu tenaga itu terdengar amat nyaring. Hui-kak Siansu yang tidak menduga akan dapat sambutan demikian, lompat mundur dua tindak. Sebab kebasannya dengan lengan jubahnya tadi hanya mengirim enam bagian kekuatannya saja. Mana bisa menandingi tenaga Pie-ma Thian-kauw yang dikeluarkan dengan sepenuh tenaga"
Hui-kak Siansu merupakan salah satu orang kuat dari empat padri bagian rangon penyimpan kitab. Tentu atas kekalahannya sekali itu, tidak mau sudah. Nampak alisnya berjungkit dan lompat maju lagi.
Dengan kedua tangan terpentang dan dua2 didekatkan satu sama lain sakaligus melancarkan serangan sampai sebelas kali.
Pie-ma Thian-kauw ketawa dingin. badannya juga sudah bergerak, menyambuti serangan tersebut. Ia memang ada kandung maksud hendak mengadakan kekacauanl Dari gelagat yang dianggapnya tidak beres, apabila ketenangan diantapi terus sehingga Im Tay Sang tentu akan mandah dibagaimanakan jugapun oleh Lim Tiang Hong. Dan jika kitab itu sudah keluar dari tangannya, mana ada kesempatan pula untuk merebutnya kembali"
Ia begitu bergebrak dengan Hui-kak Siansu, Liauw tong Kim-cie, Kwee-san Koay-khek dan lain2nya juga lantas menyerbu, mengeroyok Hui-bing dan kawan2nya.
Sebagai orang berpengalaman luas Hui-bing Siansu berpemandangan tajam. Ketika melihat keadaan demikian, lalu ulap2kan tangannya dan berkata kepada 36 anak buahnya seraya berkata: "Kalian semua jaga baik2 kawanan penjahat ini! Barang siapa yang belum dapat ijinku tidak boleh bergerak!"
.Sehabis meninggalkan pesannya, tangannya lain bergerak memapaki serangan Khong Bun Thian. Sesaat lamanya dalam kalangan lalu timbul pertarungan sengit. Sambaran angin yang keluar dari telapak tangan orang yang terlebih dulu menyerang, terdengar derunya yang dahsyat.
Lim Tiang Hong dengan sikap dingin menyaksikan pertempuran kemudian melirik kepada semua orang2 Siauw-lim-sie yang mengurung orang2 Thian-cu-kauw, lantas berpaling dan berkata kepada Henghay Kouwloan: "Encie Kow-loan! Perlu apa kau begitu kukuh" Kitab Tat-mo-keng sesungguhnya adalah kepunyaan Siauwlim-pay. Sudah selayaknya dikembalikan kepada mereka. Tentang keinginanmu ingin mendapat pelajaran tinggi, mudah saja...."
Henghay Kouw-loan mendadak menyela dan berkata dengan suara melengking: "Tutup mulut! Tidak perlu perantara dalam soal kami dengan kawanan gundul itu! Aku tidak sudi dengar perkataanmu lagi!"
Dan ia lalu mengulur tangannya. Dari dalam sakunya, dikeluarkan satu kantung jarum terbuat dari sutera, kemudian dilemparkan kepada Lim Tiang Hong seraya katanya: "Nih! Kukembalikan kepadamu! Dan selanjutnya antara kita tidak ada hubungan. Siapapun tidak boleh mengganggu ketenangan orang lain! Juga aku tidak berani minta bantuanmu yang berharga!"
Lim Tiang Hong menyambuti kantong kain sutera itu, ternyata berisikan mutiara Liong-cu yang pernah diberikannya kepada nona tersebut ketika mereka berada di Bu-ceng-hiap. Dalam hatinya seketika itu timbul perasaan tidak senang, juga merasa sedih sekali.
Begitulah manusia itu. Manusia merupakan makhluk dunia yang aneh dan ganjil. Manakala sesuatu banda dirasakan tidak dibutuhkan terlalu, lantas hendak dibuangnya. Tetapi bagaimana kalau sudah hilang" Tentu akan disesali karena sudah terlanjur dibuang.
Demikianlah keadaan Lim Tiang Hong pada saat itu. Pada mulanya Henghay Kouw-loan begitu openan den manis budi kepadanya. Siapa nyana kini diperlakukan begitu kasar.
Sambil memegangi kantong sutera itu pikirannya melayang jauh. Mungkin itu karena mendapat perlakuan yang diluar dugaan.
Tetapi kemudian ia tertawa secara tiba2 "Ha, ha, ha.... Baik! Baiklah! Mengembalikan mutiara sambil menepis air mata.... Dan selanjutnya masing2 terbang sendiri!. Dengan satu sama lain tidak boleh ambil perduli...."
Mendadak ia merasa bahwa perkataannya itu terlalu menyinggung perasaan, maka bungkam sejenak untuk kemudian berkata pula dengan sungguh2: "Tapi janganlah dilupakan bahwa antara kita masih ada hubungan perguruan. Mutiara ini adalah salah satu benda ajaib dalam dunia. Biarlah Siauwtee berikan kepada kalian berdua sebagai kado pernikahan kalian"
Sehabis berkata, diangsurkannya kantong sutera itu kembali ke hadapan Henghay Kouw-loan.
Sikap yang diperlihatkan Lim Tiang Hong barusan, perkataan2nya yang mengandung arti banyak terangkan telah mengutarakan isi hatinya. Kalau baginya mengucapkan kata2nya seperti tidak disengaja, tetapi bagi yang mendengar lantas akan terasa.
Henghay Kouw-loan yang cerdik dan pintar apalagi. Mana dia tidak belum menangkap maksud dibalik perkataan itu" Maka pada saat itu sekujur badannya mendadak tergetar, dimulutnya yang kemak-kamik, terdengar suara: "Ya! Dari sudut ini bisa dapat dilihat bahwa dia masih tetap mencintai aku! Oh Tuhan! Bagaimana bolehnya aku begitu tolol.... Oh, Im Tay Seng! Kaulah iblis perusak kebahagiaan orang lain...."
Hatinya giris pada saat itu, entah sedih, girang atau menyesal. Pendak kata, pikirannya waktu itu pepat. Maka ia hanya berdiri menjublak sambil pejamkan matanya, sementara itu mulutnya terus komak-kamik sendiri seperti orang mengigau.
Begitu lama kedua tangannya diangsurkan ke muka, belum dirasanya. Lim Tiang Hong sendiri juga merasa pilu hatinya. Se-bisa2 dirinya mengendalikan perasaannya yang bergolak hebat. Dengan suara yang lemah lembut ia berkata: "Encie Kouw-loan, kenangan masa lalu takkan kembali lagi. Baiklah kau tengok kemuka. Lihatlah fakta yang ada dan hargailah hari kemudian sendiri, semoga kalian berdua hidup bahagia se-lama2nya...."
Ketika melihat encie Kouw-loan nya masih berdiri menjublak seperti seorang linglung, ia mendorong lagi dengan pelahan seraya berkata: "Tenangkanlah pikiranmu! lekas kita bereskan persoalan ini, aku akan antar kalian berdua, untuk menjaga terjadinya sesuatu diperjalanan. Malam ini ada merupakan permulaan bagi kalian untuk menuntut penghidupan baru dengan jiwa baru, seharusnya kau merasa bangga dan gembira...."
Mendadak terdengar suara riuh dari orang banyak yang berkata: "Bocah itu sudah kabur. Lekas kejar....!"
Sebentar kemudian lalu disusul oleh berkelebatnya bayangan orang banyak serta berkelebatnya sinar senjata tajam. Beberapa paderi dari Siauw-lim-pay dan orang2 dari Thian-cu-kauw dengan senjata di tangan pada lari menuju ke dalam rimba, dalam waktu sekejapan sudah berlalu semuanya.
Lim Tiang Hong tercengang, Henghay Kouw-loan mendadak ulur tangannya. Dari tangannya Lim Tiang Hong ia merebut kembali mutiara Liong-cunya dan dengan cepat menyusul ke dalam rimba
Im Tay Seng memang ada satu pemuda yang cerdik, licik dan banyak akalnya. Ia tahu tenaganya sendiri tak mungkin digunakan melawan Lim Tiang Hong atau siapa saja antara orang2nya. Maka sejak tadi ia terus diam membungkam menanti perkembangan. Selama itu juga otaknya terus diputar untuk cari akal guna meloloskan diri.
Tatkala empat padri Siauw-lim sie bertempur dengan orang2nya Thian-cu-kauw dan Lim Tiang Kong sedang asyik memperingati Henghay Kouw-loan, memikir itulah ketika yang dapat digunakan. Tidak ada yang meraperhatikannya, begitupun 36 orang2nya Siauw-iimpay yang tidak ditaruh dibiji matanya. Maka tanpa membuang2 banyak waktu lagi ia lantas lompat melesat laksana anak panah lepas dari busurnya. Sambil menggubahkan pedangnya menghalau setiap orang yang berusaha mendekati.
Meski betul ada empat orang Siauw-lim-pay telah menghalangi tetapi karena hal itu terjadinya secara sangat mendadak, betul padri2 Siauw-lim-sie itu sudah merupakan orang2 kang-ouw berpengalaman banyak, masih tidak juga berhasil menahan tindakannya Im Tay Seng. Maka Im Tay Seng pun segera kabur dengan mengambil jalan rimba yang lebat.
Karena kaburnya Im Tay Seng pertempuran dari dua pihak dengan sendirinya berhenti dan sama2 mengudak pelarian mereka.
.Pertempuran sengit untuk memperebutkan Kitab Tat-mo-keng sementara itu tertunda. Tetapi sebaliknya, masih akan terulang lagi, entah dimana nanti pada waktu dan tempat yang lain. Hanya bagi Lim Tiang Hong yang sudah tidak tertarik iagi dengan bentrokan antara mereka. Ia hanya diam2 mendoakan untuk Im Tay Seng dan Henghay Kouw-loan berdua supaya mereka bisa memperbaiki perbuatan mereka dengan hidup berbahagia. Dengan demikian tidaklah terlalu mengecewakan juga harapannya Keng-thian It-ouw yang memelihara dan mendidik nona selama dua puluh tahun lebih.
(0-0dw-kz0-0) Bab 38 SOAL yang masih menjadikan pikiran dalam jiwanya Lim Tiang Hong pada akhirnya berkesudahan dengan memuaskan. Jika ia mengingat pada ketika ia memberi nasihat kepada Im Tay Seng dan apa yang dapat dilihat dari sikap anak muda pernah abangnya itu, ia telah menarik kesimpulan bahwa siabang masih dapat
.diperbaiki mentalnya. Mengingat akan itu semua, diwajahnya terlintas satu senyuman puas.
Ia merasa gembira karena encie Kouw-loan nya akan mendapat timpalan yang baik. Dengan berakhirnya semua persoalan pikirnya sedemikian memuaskan. Seperti kata kata sebuah pepatah kuno: "Anak nakal bisa merubah sifatnya tidak bisa dapat dengan benda mas intan apapun juga. Mungkin begitu pula halnya dengan Im Tay Seng. Dari seorang turunan ketua dari suatu perkumpulan berandal dapat merubah menjadi seorang pendekar budiman dalam dunianya.
Saat itu dari puncak gunung Tay-san sudah dapat dilihat sinar kuning d isebelah timur, menandakan hari telah menjelang subuh dan malam sebentar lagi akan berganti pagi.
Lim Tiang Hong berdiri dihujani embun pagi itu, lalu ketawa dan berkata seorang diri: "Aku ini sebetulnya repot2 dan berjerih payah buat siapa....?"
Tiba2 diingatnya perjanjian dengan Hong-gwat Kongcu yang tak lama lagi akan tiba waktunya. Ilmu silat yang dimiliki oleh Kongcu tersebut, yang lain daripada yang ada didaerah Tiong-goan. Memang disitu
.1523 harapannya guna melatih apa sudah matang atau belum latihannya. Ia pun memang merindukan dapat bertemu dengan Tho-hoa Tocu sendiri si pemimpin pulau Thohoat-to yang sudah terkenal lama namanya.
Dengan menyongsong matahari dihari pagi itu tiba2 ia melompat 7-8 tombak dengan gaya yang manis sekali di tengah2 udara membuat salto sampai beberapa kali lalu meluruskan tubuhnya dengan tangan dan kakinya, bagaikan orang berenang di tengah udara lalu meluncur turun gunung.
Itulah suatu pagi yang cerah dimusim semi pada bulan dua tahun itu. Angin sepoi2 muncul di permukaan laut membawa bau asin dan demak.
Di atas permukaan laut dilaut timur terlihat satu perahu yang meluncur ringan di atas air.
Perahu mana ditumpangi oleh seorang yang juga memegang pengayuh, sedang agak tengah duduk seorang anak muda, di pinggangnya terselip sebilah pedang yang indah.
Pemuda di ketengahan perahu itu adalah Lim Tiang Hong. Dia berketetapan ingin menepati janjinya terhadap Hong-gwat Kongcu dan berlayar ke pulau Tho-hoa-to.
Ia yang dilahirkan dan pula dibesarkan di daerah utara, sedikitpun tidak mengetahui cara bermain diair. Yang dikenalnya cuma daerahnya, gurun pasir yang luas dengan gunung2 buatannya yang setiap kali tertampak di antara permukaan samudra pasir disitu. Sama sekali tidak berdekatan dengan laut.
Tetapi kini ia berada di atas sebuah perahu kecil yang meluncur di tengah2 lautan bebas yang luas. Ia merasa dirinya sendiri terlalu dan amat kecil. Pun timbullah perasaannya kesepian ingin berkawan dengan siapapun untuk diajak berbicara, akan tetapi di atas perahu cuma ada seseorang saja, dialah yang memegang kemudi. Kepada sipengemudi perahu ia segan mengajak bicara sebab kelakuannya aneh. Sejak keberangkatan dari tepian, ia selalu tutup rapat mulutnya, tidak sepatahpun keluar kata2nya.
Mungkin disebabkan karena terlalu kesepian, belakangan Lim Tiang Hong membuang waktunya untuk terus memperhatikan gerak gerik si tukang perahu ini. Lama kemudian ia merasa, tukang perahu itu berbeda dengan tukang perahu biasa ditepian tadi...
Badannya kokoh kekar seperti kerbau. Otot2nya yang besar menonjol keluar, dadanya lapang nampak bagai tanah lapang. Terang dia mempunyai juga tenaga yang besar karena sekian lama dia mengerjakan dayungnya tidak terlihat seperti dia telah lelah. Matanya yang lebar terus mengarah ketengah laut, sedangkan kulitnya yang hitam terbakar matahari disoroti pula oleh sang surya pagi itu, nampak lebih hitamnya.
Tiba2 terhadap tukang perahu yang aneh ini timbul perasaan ingin tahu kepada sifat2 orang teresebut. Begitulah tiba2 juga ia bertanya: "Sahabat, kenal baikkah kau dengan perjalanan melalui laut ini?"
"Ng...." Cuma sedemikian saja jawabannya, namun Lim Tiang Hong tidak mau sudah. Bertanya lagi. "Kepulau yang kita tuju, masih berapa jauh lagi jaraknya?"
"Sekitar setengah hari jalan...."
Tiba2 matanya yang bulat itu menatap Lim Tiang Hong, meneruskan: "Tuan! Kau rasanya belum lama muncul didunia kang-ouw. Betul" Jika kau pergi ke pulau Tho-hou-to dan ingin mencari sahabat, tidak mengapalah, tapi sebaliknya kalau kepergianmu kesana niat cari onar atau mengadu silat, aku rasa perlu dengan nasehatku, sekarang ini kita balik lagi sajalah".
"Kenapa bolehnya begitu?"
"Sudah lama penumpang2 yang ingin pergi ke pulau itu aku yang bawa! Tapi tidak ada seorang pun yang balik lagi ke darat masih bernyawa. Penumpang2 yang pernah kubawa kesana termasuk kau sekarang mungkin sudah 98 orang jumlahnya"
Didengar dari perkataan2 si tukang perahu yang akhirnya mau juga bicara panjang, Lim Tiang Kong lantas menduga pulau Tho-hoa-to rupanya benar menyimpan apa2 yang sangat misterius. Tapi justru karena ada yang anehnya itu, tambah membangkitkan semangat si anak muda yang suka mencari apa2 yang serba ganjil. Maka ia malah ketawa ber-gelak2 "Kalau ditambah lagi dua orang, bukankah jumlah akan lengkap 100" Tapi hari ini aku membuat kau akan tertegun. Asal kau suka menunggu dengan sabar. Sukakah?"
Tukang perahu sihitam itu juga tertawa ter-gelak2, kemudian berkata lagi: "Setiap orang yang kubawa kemari hampir serupa berkata begitu, tapi kenyataannya" Tidak pernah aku pulang dengan berdua atau bertiga, selalu sendirian hingga membuatku kesepian. Meskipun damikian, sebaiknya katakanlah dengan terus terang kepadaku, siapa orang yang kau cari?"
"Hong-gwat Kongcu, putera Tho-hoa Kokcu sendiri!"
"Ya Allah! Kenapa kau berbentrok dengan dia?"
"Apa dia harimau" Orang jahat?"
"Bukan harimau, bukan juga jahat. Ilmu silatnya tinggi sekali, tidak pernah ada yang nempil melawan dia. Sampai sekarang juga, aku meragukan kebijaksanaanmu mengambil keputusan tetap terus pergi ke sana"
Lim Tiang Hong menyeringai, lalu berkata dengan suara tenang. "Boleh jadi kau tidak mempercayai kata2ku sekarang, akulah lawan dia yang paling kuat selama ini".
Tukang perahu ini melongo, "besar sungguh mulut orang ini" demikian pikirnya. Ia mengawasi dari atas sampai ke bawah, kembali lagi ke atas dan berkata: "Bukannya tidak percaya, tuan yang gagah! Tapi rasanya kau terlalu sombong sekali! Apa kau yakin?"
Lim Tiang Hong tidak ingin menarik panjang dalam urusan mem-besar2kan kepandaiannya sendiri, maka ia mengalihkah pembicaraannya "Saudara rasanya juga gemar atau pandai bersilat" Bisakah kita berkenalan disini?"
Tukang perahu itu mengawasi tempat jauh di tengah laut, dengan sikap acuh tak acuh menjawab: "Satu orang kecil yang tak bernama, rasanya tidak penting memperkenalkan namaku. Jika kau masih punya kesempatan bertemu dengan aku lagi untuk kedua kalinya, waktu itu bolehlah kau panggil aku Siauw-lie, aku merasa puas sekali"
Lim Tiang Hong tahu si orang hitam itu tidak mau memberi tahukan asal usulnya sendiri didepan orang asing, tetapi ia telah beranggapan pasti bukan macam orang tempo yang dihadapinya itu. Maka kembali ia ketawa ber-gelak2 dan memotong: "Akupun mengira begitu, kesempatan buat kita bertemu kedua kalinya pasti ada. Boleh jadi juga hari ini"
"Perkataan ini, sebaiknya kau ucapkan nanti saja kalau kita bertemu lagi. Biar tinggi sekali keyakinanmu, tapi mana aku berani memikir yang tidak2" Coba sajalah dulu"
.1529 Tiba2 ia berseru: "Lho! Tho-hoa-to kok punya kapal" Dari mana mereka dapatkan kapal buat menyambut tamu itu?"
Lim Tiang Hong yang tajam daya pandangannya juga telah melihat dari jauh mendatangi satu titik putih menerjang pesat membuyarkan gelombang menuju kearahnya. Diam2 ia merasa kagum atas kelihayan mata si tukang perahu itu. Malah ia jadi curiga kepadanya, tentu adalah dia seorang berkepandaian sangat tinggi yang baru keluar dari tempat pengasingannya atau sedang mengasingkan diri sebagai tukang perahu.
Tidak antara lama sudah tertampak jelas perahu yang mendatangi. Di atas perahu mana terlihat seorang pemuda yang cakap dan tampan wajahnya. Tubuhnya tertutup oleh pakaian serba mewah. Jauh2 si anak muda di perahu lain itu sudah menyerukan: "Dua hari dimuka Siauwtee sudah dapat kabar tentang kedatangan Limheng kemari, maka sengaja Siauwtee menyambut. Tidak nyana Lim-heng begini cepat berkunjung ke mari, hampir2 Siauwtee tidak keburu menyambut"
Lim Tiang Hong menjawab: "Sebagai seorang yang tidak berharga seperti Siauwtee mendapat penghormatan begini besar dari Heng-thay, benar2 membikin Siauwtee rnalu sekali".
Pemuda di atas perahu yang baru datang itu adalah Hong-gwat Kongcu sendiri yang namanya merajai lautan. Diapun secepat itu menyambuti kata2 Lim Tiang Hong dengan tersenyum simpul, "Perkataan Heng-thay meskipun dikeluarkan begitu merendah, tapi dalam hati sendiri Siauwtee benar2 ada mempunyai anggapan bahwa di dalam dunia kang-ouw pada masa ini, orang yang mendapat penghargaan dan membuat Siauwtee merasa takluk benar2 hanya Lim-heng seorang saja"
Tukang perahu yang membawa Lim Tiang Hong kesitu ketika melihat kedatangannya Hong-gwat Kongcu bermula kelihatan parasnya yang seperti orang berkuatir. Tetapi setelah didengarnya disebut nama gelar Lim Tiang Hong seketika parasnya berubah kaget, tapi itupun hanya dalam waktu sekejapan saja, kembali sudah pulih seperti biasa.
Selama kedua pemuda itu bicara, kedua perahu itu sudah makin mendekat. Hong-gwat Kongcu lantas menyoja dengan merangkapkan tangannya dan membungkuk sedikit. "Lim-heng" ajaknya, "silahkan kemari sajalah. Pertandingan hari ini kiranya lebih baik kita adakan diatas pulau yang tak ada penghuninya. Dengan begitu supaya Lim-heng tidak usahlah merasa atau terpengaruh oleh peraturan2 dari pihakku sebagai tuan rumah, juga tidak sampai tersiar akhir kesudahan pertandingan diantara kita ke luaran. Tapi entah bagaimana dengan pendapat Lim-heng?"
"Semua terserah keoada Heng-thay bagaimana mengaturnya, Siauwtee akan mufakat saja" Lim Tiang Hong mengatakan demikian, kembali bersenyum.
Lalu dikeluarkannya uang perak sepotong, diberikan kepada tukang perahu yang berkulit hitam itu. Tetapi baru saja ia hendak meninggalkan perahunya, si tukang perahu yang aneh itu mendadak berseru memanggil. "Tuan, uang ini simpan sajalah dulu. Nanti sesudah kau mau pulang lagi, dihitung sekalian bukankah lebih baik" Sekarang tidak perlu bikin perhitungan dulu, lagipun orang kumuat hari ini ternyata bukan lain daripada Toliong Kongcu yang selama ini namanya menggetarkan dunia kang-ouw, juga satu2nya orang yang kukagumi! Kini Kongcu datang mengadu kepandaian dengan Honggwat Kongcu sendiri, benar2 adalah suatu penghormatan bagiku. Sudah sepantasnyalah kalau aku tidak menerima bayaran. Mana aku yang rendah berani menerima uang"
"Apa tidak kuatir nanti kehilangan nafkahmu dengan menantiku disini?" Lim Tiang Hong tertawa perlahan, disambut dengan senyum pula oleh si tukang perahu. "Sekarang adalah sekarang, tadi tidak dihitung sekarang. Karena baru sekarang aku tahu Kongcu sendiri maka soalnya lain lagi"
Hong-gwat Kongcu yang semenjak kecil selalu dimanjakan orang tuanya, sejak kanak2 pula dia merasa didewakan oleh orang2 Tho-hoa-to, hingga setelah dewasa demikian pula kelakuannya, tinggi hati serta sombong sekali. Sewaktu dilihatnya Lim Tiang Hong asyik bicara berduan dengan si tukang perahu, ia jadi mengkal. Dikerutkan alisnya. Dengan sikap menghina menyela pembicaaan mereka selanjutnya. "Orang kasar seperti dia jangan terlalu Lim-heng layani. Marilah! Mari kemari"
Tetapi Lim Tiang Hong malah memikir lebih teliti, memang agak misterius tindak tanduk si tukang perahu, maka ia memutuskan pula untuk tetap duduk diperahunya pergi kepulau yang dituju.
.Oleh karena terbitnya pikiran demikian, ia menjawab sambil geleng2kan kepala dan tersenyum. "Silahkan Heng-thay menunjuk jalan bagi kami, biarkan Siauwtee duduk diperahu ini saja"
Hong-gwat Kongcu sebetulnya sudah tidak sabaran menunggu. Maka mendengar keputusan demikian, Lim Tiang Hong ingin tetap di perahu sewaannya, maka juga tidak mau banyak bicara lalu memutar balik perahunya berjalan lebih dahulu.
Tukang perahu itu agaknya sudah mahir benar dalam dunianya, dunia lautan. Sebentar saja ia mendayung, perahu meluncur lebih dari sepuluh tombak.
Pengayuh perahu Hong-gwat Kongcu, merupakan pula seorang tukang dayung terutama dalam Tho-hoa-to. Usianya muda sekali, tapi tenaganya bukan main besarnya. Ia juga mahir pegang kemudi. Rupanya sengaja dia ingin memamerkan kepandainnya yang dianggap istimewa dihadapan tetamunya, maka setelah mendapat perintah majikannya memutar perahu segera didayung. Dikemudikannya badan perahu begitu rupa hingga dalam waktu sekejapan kembali meluncur sepuluh tombak lebih.
Tukang perahu bawaan Lim Tiang Hong tiba2 mendehem dan tertawa perlahan bagai mengejek. Perahu goncang sedikit tapi kemudian "crat!" Air laut diterjang oleh perahunya jauh kedepan. Perahu itu mendadak meleset seperti anak panah lepas dari busurnya. Dalam waktu sekejapan cuma sudah menyusul dan merendengi perahu Hong-gwat Kongcu.
Tukang perahu dari pulau Tho-hoa-to terkejut sekali agaknya mengetahui perahunya yang disangka sudah paling cepat tadi yang mendahului secepatnya. Dayungnya dikerjakan lagi, maksudnya tidak ingin kehilangan muka di hadapan tamu besar.
Akan tetapi betapapun ia sudah mencoba, sudah dikeluarkan seluruh kemahirannya dalam memainkan dayung menerjang gelombang, tetap si tukang perahu bawaan Lim Tiang Hong dapat merendenginya. Anehnya perahu itu tidak terus mendahului, juga agaknya seperti tidak suka ketinggalan.
Begitulah dua tukang dayung dua perahu kecii itu mengadu kemahiran mereka masing2, membuat Lim Tiang Hong geli dalam hati.
Saat itulah perahu Hong-gwat Kongcu mendadak mumbul ke atas permukaan air beberapa chun saja, membuat muncrat air laut itu tinggi sekali. Dengan demikian pula kecepatan bertambah hebat, sedang perahu tumpangan Lim Tiang Hong lalu ketinggalan lagi beberapa meter.
Lim Tiang Hong yang sejak tadi memperhatikan pertarungan antara dua tukang perahu itu, segera mengetahui bahwa dalam soal mereka pasti ada apa2nya.
Ketika ditengoknya paras Hong-gwat Kongcu, dilihatnya satu roman muka ke-merah2an. Kedua tangannya agak ke bawah seperti menekan sesuatu, terang dia yang membantu mendorong perahunya sendiri ke muka. Dia menggunakan tenaga dalamnya yang paling tinggi.
Lim Tiang Hong tahu benar sifat Hong-gwat Kongcu yang selalu ingin menang sendiri. Dari soal remeh2 dan kecil bisa mengakibatkan panas hatinya, hingga dia merasa perlu berikan bantuannya kepada tukang perahunya untuk merebut kemenangan.
Meskipun tukang perahu yang dibawa oleh si orang berkulit hitam, akan tetapi kalau mendapat hilang muka baginya sampai demikian rupa ia juga merasa tidak enak hati. Maka ia juga segera kerahkan ilmunya Siauw-yang It-ku sin-kang kepada telapak tangannya, menekan pinggiran perahu perlahan sekali.
Akibatnya, perahu yang sudah kebelakangan itu seolah2 terangkat oleh sesuatu kekuatan yang luar biasa mumbul lebih tinggi dari perahu kepunyaan Hong-gwat Kongcu se-akan2 perahu tambah sayap.
Dan.... kembali dua perahu berendeng, nampaknya tenang2 saja. Padahal kedua perahu yang kejar mengejar demikian diam2 penumpangnya sudah mengadu kekuatan juga.
Akhirnya tiba juga mereka kesuatu pulau, itulah pulau yang dipilih oleh Hong-gwat Kongcu untuk digunakan sebagai tempat bertarung. Luasnya cuma kira2 tiga lie persegi, suatu pulau subur, dengan berjenis2 tanaman pohon hidup di situ.
Hong-gwat Kongcu merasa jengah, tetap tidak mampu mendahului perahu Lim Tiang Hong, maka sesampai ditepian ia merapat dulu, "Inilah tempat yang Siauwtee pilih" katanya. "silahkan Lim-heng kemari"
Lim Tiang Hong hanya tersenyum tenang. Lalu dengan sikap tenang pula melompat kedarat pulau kecii itu sampai di samping Kongcu tersebut.
Hong-gwat Kongcu dahulu pernah dikalahkan dalam suatu pertempuran melawan Lim Tiang Hong dengan satu gerak tipu yang dinamakan Pek-lek Kheng-kiong. Sekembalinya dia ke pulaunya, ia mempelajari tipu tersebut dan mencari pemecahannya selama setengah tahun lamanya. Setelah ia yakin benar dapat memecahkan tipu itu maka hari itu ia sudah bertekad ingin merebut kemenangan di atas pulau tersebut.
Lim Tiang Hong sendiri, begitu sampai di samping Hong-gwat Kongcu, lantas menarik tangannya dan berkata: "Disana ada suatu lapangan terbuka, marilah kita main2 disitu. Nanti boleh kita teruskan di pulau Thohoa-to"
"Satu tamu agung baik. Sekali dihormati dan dapat pelajaran se-baik2nya. Marilah, aku suka mengiringi kehendakmu"
.Lim Tiang Hong lalu tidak ber-kata2 lagi. Dalam hatinya memikirkan bagaimana caranya untuk mengakhiri pertandingan dengan kesudahan tidak ada yang menangpun, jangan sampai seorang kalah.
Sebaliknya bagi Hong-gwat Kongcu. Rupanya bernapsu benar ingin mengadu kepandaian, seketika juga teiah menghunus pedangnya dan menantang lagi. "Lim-heng, lain2 tidak usah diadu, marilah kita coba2 melatih ilmu pedang kita, bagaimana?".
Lim Tiang Hong bersenyum. "Tamu mana ada aturan melawan kemauan tuan rumahnya" Heng-thay aturlah se-baik2nya. Siauwtee tetap akan mengiringi"
Dan diapun sudah menaik keluar To-liong-kiam nya. Ketika berbicara selanjutnya Hong-gwat Kongcu memperlihatkan sikap sungguh2. Sambil menatap wajah Lim Tiang Hong, dia mengatakan "Baik" dan memutar dengan tindakan lambat2.
Meskipun dia seorang tinggi hati, tetapi dihadapan seorang lawan kuat rupanya agak segan juga, tidak berani gegabah.
Lim Tiang Hong juga memegang pedang dengan satu tangannya, lengan yang lain dipakai melindungi dada. Sikapnyapun kali ini sungguh2. Matanya yang tajam senantiasa memperhatikan gerakan Hong-gwat Kongcu.
Mendadak terdengar suara siulan. Hong-gwat Kongcu bergerak berikut pedangnya. Dalam waktu sebentaran saja sudah melancarkan serangan sampai 21 kali. Setiap serangannya hebat dan dahsyat luar biasa. Bagi lawan yang lemah barangkali sejurus saja sudah tak bernyawa.
Lim Tiang Hong tetap dengan tangan menjaga dada, pedang To-liong-kiam dipakai untuk menyambuti setiap serangan lawannya dengan terkadang balas mengadakan penyerangan.
Selang beberapa saat. Satu sinar pedang menerobos permainan pedang Hong-gwat Kongcu dan Lim Tiang Hong balas menyerang sampai 18 kali.
Sesaat lamanya diatas pulau sepi yang kecil disitu hanya terdengar suara deru angin dan berkelebatnya sinar putih diseling cahaya kuning yang ber-kibar2 disekitar udara. Dua jago muda yang sedang menguji kekuatan masing2 dengan sengitnya itu sebentar nampak ada di tanah, disaat lain sudah mumbul ke atas.
Kelincahan dan kegesitan mereka sungguh amat luar biasa. Namun demikian tidak sekalipun terdengar suara adu pedang mereka. Kedua pihak bergerak cepat laksana kilat. Masing2 menjaga dan mempertahankan diri sambil menyerang. 200 jurus lebih sudah mereka lewatkan, belum ketahuan siapa bakalan kalah atau menang.
Hong-gwat Kongcu yang selalu ingin menang sendiri, maksudnya mengundang Lim Tiang Kong datang kesitu tentu buat membalaskan kekalahannya setahun yang lalu. Tetapi dalam waktu setengah tahun ia melatih lagi dengan tekun dan ber-sungguh2, semua sudah dikeluarkan, namun tetap tidak berhasil mendesak lawannya. Dalam cemasnya, setiap serangan dikeluarkan dongan bengis, hingga suara deru angin yang keluar dari senjata tajamnya makin nyarjng.
Dipihak tetamu, Lim Tiang Hong menghadapi lawannya dengan sikap hati2 dan sungguh2, tapi tak sedikitpnn pikiran timbul ingin merebut kemenangan. Haraparnyaa hanya ingin mengakhiri pertandingan dengan kesudahan sama tangguh, maka maka selama pertempuran sikapnya tenang sekali tidak terlihat paras cemas di wajahnya.
Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berlainan dengan Hong-gwat Korgcu, semakin keras keinginannya buat memang, hatinya semakin cemas. Ketika pertempuran sampai pada babak ke 300, ia sudah memperlihatkan kecemasannya yang hampir tak dapat dikendalikan lagi. Tenaga murninya saat itupun dia rasakan berkurang banyak.
Lim Tiang Hong merasa saatnya akan tiba untuk menghentikan pertandingan. Mendadak ditariknya pedangnya, lompat mundur sampai lima kaki. Wajahnya tampak ber-seri2 dan katanya: "Pertandingan hari ini baiklah kita hitung seri saja, hitung2 sebagai perhormatan terhadap tamu"
Hong-gwat Kongcu yang sudah kepayahan dengan tenaga hampir habis mendadak mendengar kata2 Lim Tiang Hong. Mulanya menyangka tetamunya itu merendah dan sengaja hendak mengalah, maka lantas berkata dengan suara nyaring. "Lim-heng tak usahlah kau sungkan2 disini. Kerahkanlah semua kepandaianmu! Seandainyapun Siauwtee kesalahan jurus dan mesti tertikam pedang ini, juga mesti sesalkan diri sendiri yang tidak becus bermain pedang. Mana berani Siauwtee terima belas kasihan orang lain. Hayolah"
Dengan sikap yang mulai tenang sedikit kembali ia menerjang Lim Tiang Hong beruntun tiga kali. Rupanya sudah timbul tekatnya, serangannya dilakukan secara ganas sekali.
Lim Tiang Hang terkejut. Serengan Hong-gwat Kongcu yang seperti telah kalap itu diluar perhitungannya. Ia pun merasa harus dan perlu melayani lagi, maka tanpa berayal lagi dikeluarkan ilmunya Samsam Po-hoat. Pedang To-liong-kiam nya mengeluarkan cahaya kuning. Sebentar terdengar bentrokan dua pedang. Itu terpaksa terjadi, sebab Lim Tiang Hong tak dapat menghindarkan pula serangan Hong-gwat Kongcu yang mulai kalap.
Dengan demikian kedua orang muda tersebut kembali bertempur sengit. Tapi berlainan dengan yang terdahulu. Kalau tadi tidak terdengar aduan pedang, kini suara benturan senjata tajam mereka ber-kali2 terdengar dengan suara hebat.
Hong-gwat Kongcu agaknya sudah gusar sekali, wajahnya merah padam. Sudah dikeluarkan seluruh kepandaiannya dengan kadang2 mengeluarkan serangan maut dengan maksud bisa terluka ke-dua2nya karena kenyataan sudah berada didepan matanya, buat merebut kemenangan baginya amat sulit sekali. Jago muda lawannya ini terlalu tangguh buat dia.
Tetapi dasar sifatnya ingin menang sendiri melulu, tentu belum mau sudah sebelum maksudnya kesampaian.
Apalagi disuruh menyerah mentah2, tentu dia tidak sanggup. Lim Tiang Hong sebetulnya sudah berada diatas angin. Tetapi mengingat persahabatan lebih penting dari permusuhan, ia tidak mau menjatuhkan musuhnya. Ia sengaja ingin mengalah tadi. Tapi karena didesak terus dan dia merasa perlu menjaga nama baik perguruannya, maka iapun mengadakan perlawanan terus, menjaga diri se-bisa2nya menghadapi serangan2 maut lawannya.
Disamping gerakan tangannya yang bagai takkan berhenti itu otaknya pun terus dikerjakan, ingin sekali dicarinya kesempatan lain buat mendamaikan suasana supaya dua2 pihak tidak sampai menderita rugi, namun sekian lama belum juga didapat cara2 yang sempurna.
Dengan demikian pertempuran kembali lewat 100 jurus.
Waktu itulah terlihat sesosok tubuh manusia yang melayang turun ke tengah-tengah kalangan.
"Anak goblok!" Demikian suara orang yang baru datang itu berseru, "tidak lekas hentikan pertandingan ini" Cuma dengan andalkan ilmu yang sebegitu mana sanggup kau menandingi lawanmu?"
Hong-gwat Kongcu buru2 tarik kembali serangannya dan lompat mundur sejauh delapan kaki.
Lim Tiang Hong sendiri, tentu mendapat kesempatan serupa itu tidak mau menyia-nyiakan waktunya. Mundur dengan cepat, pedangnya dilintangkan di depan dadanya. Lebih dulu dikenalinya siapa penolongnya.
Ternyata dia adalah seseorang tua berjenggot panjang dengan pakaiannya yang mentereng dari atas hingga kebawah, tetapi sikapnya tenang sekali. Wajahnya, tidak jauh beda dari raut muka Hong-gwat Kangcu, usianya menurut taksiran diatas 40 tahun.
.1545 Lim Tiang Hong coba men-duga2 perkataan orang tua tadi, mengambil kesimpulan. Ooh! Orang tua ini pasti Tho-hoa-tocu sendiri!
Hong-gwat Kongcu dilain tempat, perasaan tegangnya agak mendingan. Dengan cepat ia memburu orang tadi dan katanya: "Ayah, mari kuperkenalkan! Dia inilah Lim-heng To-liong Kongcu yang sering2 dituturkan kepadamu, ayah!"
Tho-hoa Tocu meng-urut2 jenggotnya yang panjang, sambil tersenyum berkata: "Sudah sejak tadi ayahmu dengar kabar tentang kedatangannya kepulau ini, juga aku tahu dia datang kemari se-mata-2 buat penuhi undanganmu, bukan?"
Setelah Lim Tiang Hong mengetahui betul bahwa Orang tua itu adalah Tho-hoa Tocu, buru2 menghampiri dan memberi hormat: "Boanpwee Lim Tiang Hong disini menghadap Tocu"
To-hoa Tocu tiba2 berubah wajahnya, dengan sikapnya yang angkuh ulap2kan tangannya. "Tidak perlu! Tidak usah pakai banyak peradatan. Dengan usia muda sebaya dengan anakku kau sudah mempunyai kepandaian demikian rupa, betul susah dapat tandingan. Cuma kau juga sedikit sombong sifatmu. Kau berani memasuki Tho-hoa-to ini mengajak orang bertanding. Itu sama artinya dengan menghina kami! Kau mengerti?"
Lim Tiang Hong melongo. Ia merasa tak habis pikir mengapa si orang tua bisa mengeluarkan kata2 demikian pedas dihadapannya Hong-gwat Kongcu lebih2 tahu tabiat ayahnya, maka mengajak Lim Tiang Hong adu tenaga, sengaja dicarinya pulau terpencil itu. Siapa tahu orang tua itu masih mendatanginya juga kesitu"
Ketika mengetahui suasana buruk dan gelagat kurang baik, buru2 ia memberi penjelasannya: "Ayah! jangan kau salah mengerti. Lim-heng datang kemari, adalah anak yang suruh dia datang, bukan maunya dia"
Tho-hoa-tocu malah semakin tidak senang nampaknya. Dengan wajah ketus dan sikap tetap angkuh berkata: "Orang yang tidak ada gunanya semacam apa kau ini"! Kau bikin hilang mukaku didepan orang lain! Kau masih ada muka menemui aku" Lekas pergi dari sini!"
Kemudian ia membentak dan menuding Lim Tiang Hong. "Mengingat kau masih terlalu muda, Lohu tidak bisa persulit kedudukanmu. Asal mampu menahan 10 jurus serangan Lohu nanti kau boleh keluar dari pulau ini dengan selamat tanpa gangguan"
"Apa"!" Kata si pemuda jagoan. Karena Lim Tiang Hong pun seorang yang berkepala batu, apalagi selama beberapa tahun belakangan ia sudah mendapat banyak pengalaman didunia persilatan, tentu jauh berbeda dari Lim Tiang Hong yang mula2 keluar dari parguruannya. Mendapat desakan dan kata2 pedas Tho-hoa Tocu demikian rupa ditambah kata2 tantangan yang terakhir, membuat keluar lagi sifat kepala batunya.
Dengan paras berubah merah ia hendak menyahuti perkataan orang tua itu. Tapi waktu"itu dilihatnya Honggwat Kongcu yang kelihatan cemas sekali meng-ulap2kan tangannya kepadanya.
Dengan demikian, terpaksa, Lim Tiang Hong mencoba meredakan amarahnya. Dengan suara agak lunak berkata "Adapun kedatangan boanpwee kepulau ini, melulu ingin memenuhi keinginan puteramu yang mau berkenalan dengan boanpwee, sedikitpun tidak ada maksud2 lain. Haraplah Tocu tidak memikir lain dan salah mengerti"
"Siapapun yang ke Tho-hoa-to sini mem-bawa2 senjata dia kuanggap mengandung maksud ingin bermusuhan. Oleh karena kau minta ber-ulang2, Lohupun suka bikin kecualian buatmu. Tinggalkan pedang itu, habis juga perkaranya! Bagaimana?"
Permintaan orang tua itu tentu keterlaluan. Lim Tiang Kong sudah sejak tadi menahan sabarnya. Dia masih ingin melihat suasana, kalau bisa dengan jalan damai segala persoalan dibereskan tapi mendengar lagi kata2 Tho-hoa Tocu yang menyuruhnya meninggalkan To-liong-kiam, tak ubahnya sebagai suatu penghinaan besar buatnya.
Maka seketika itu juga ia tertawa besar dan sambil ber-gelak2 berkata: "Pedang ini adalah pemberian suhuku bu-ceng Kiam-khek. Kepala Lim Tiang Hong boleh kutung dan darah di tubuhku boleh mengucur. Tapi suruh lepaskan pedang ini dari tubuhku, tidak bisa! Terus terung tidak bisa....!"
Tho-hoa Tocu nampak beringas wajahnya, perlahan2 mendekati Lim Tiang Hong. "Jadi kau tidak mau bereskan perkara secara damai?" Demikian katanya.
Lim Tiang Hong berdiri tegak, acuh tak acuh dia menjawab: "Jika Tocu terus menerus memaksa aku turun tangan, terpaksa aku suka melayani! Buat suruh berbuat sesuatu yang bisa bikin noda nama guruku, se-kali2 tidak bisa!"
Tho-hoa Tocu menyeringai. "Ow, ingin kau tonjolkan pedang karatan si orang tua Bu-ceng Kiamkhek" Sungguh sombong. Hari ini jika tidak mampu Lohu beri ajaran kepadamu barangkali kau tetap menganggap orang2 Tho hoa-to tidak ada guna!"
Saat itu dua orang tersebut, seorang tua yakni thohoa Tocu dan seorang anak muda yung tak lain daripada Lim Tiang Hong sendiri sudah berada pada jarak yang tak berjauhan. Tangan Tho-hoa Tocu sudah terangkat lambat2. Dan....
Lim Tiang Hong maklum, sedang berhadapan dengan musuh tangguh. Maka diam2 juga sudah mengerahkan ilmunya Siauw-yang It-ku Sin-kang.
Tiba2 dikejauhan dari tempat jauh kelihatan satu sinar merah melayang ditengah udara, menyusul terdengar suara ledakan!
Benda merah tadi meledak ditengah udara dan berubah menjadi serupa benda macam bunga Bwee, per lahan2 turun kebawah.
Tho-hoa-tocu terperanjat. Wajahnya berubah seketika. Tapi hanya sekejapan, dilain saat sudah pulih keadaannya seperti biasa.
Mendadak terdengar suara orang tua ini yang sedang menghadapi Hong-gwat Kongcu. "Lekas bawa dia istana Tho-hoa-kiong! Jika kau berani coba2 main gila, hati2! Ingat peraturan rumah tangga!"
Setelah mana tubuhnya meleset tinggi dan melayang ke sebelah selatan pulau tersebut.
Terjadinya semua perubahan membuat Lim Tiang Hong berpikir dalam hatinya. "Heran aku, siapa yang berbuat begitu?" demikian pikirnya.
Baru saja maksudnya ingin menanyakan perkiraannya itu kepada Hong-gwat Kongcu, si kongcu pulau Tho-hoa-to sudah menghampiri dengan wajah cemas. "Tabiat ayah memang begitu, harap Lim-heng tidak kecil hati. Sekarang dipulau Tho-hoa-to kami, kedatangan musuh kuat. Siauwtee pikir ingin mengambil kesempatan baik ini mengantar Lim-heng kembali ke daratanmu. Sementara tentang urusan dengan ayah, biarlah! Siauwte bisa mengatasi segala peraturan rumah tangga yang tadi ayah sebutkan. Jangan kuatirlah!"
Lim Tiang Hong tertawa ber-gelak2 dan berkata: "Mana bisa jadi begitu" Maksudmu memang baik, hanya Siauwtee terima dalam hati saja. Sungguh2 Siauwtee kata. Sekalipun Tho-hoa-to Heng-thay merupakan gunung golok atau rimba pedang, harus kuterjangl Apalagi mengingat ayahmu yang begitu sombong tadi, rasanya tidak mungkin suruh aku menyerah kepadanya dalam 10 jurus. Bukankah begitu?"
Hong-gwat Kongcu tinggi hati dan sombong. Namun demikian, tidak lepas pula dia dari sifat2nya yang selain ingin bersahabat. Berkat adanya rasa setiakawan dalam hati sanubarinya. Dia kini memikir. Satu adalah sahabat karibnya, yang lain ayahnya pribadi. Bentrokan antara sahabat karib dan ayah yang akan terjadi kemudian, dirasakan amat menyesak dadanya. Juga dia merasakan bahwa pemikirannya sangat bertentangan satu sama lain. Ingin sekali dia mempunyai seorang ayah yang dapat membunuh bekas lawan yang tak mampu dikalahkannya. Tapi dipikir dari sudut lain, mengingat kedatangan Lim Tiang Hong adalah atas undangannya, jika sampai anak muda tersebut terluka saja bagaimana perasaannya terhadap pemuda itu"
Lim Tiang Hong yang menengok kearah Hong-gwat Kongcu melihat wajah ragu2 Kongcu perlente tersebut, lantas mendesaknya: "Heng-thay, janganlah ragu2 lebih lama! Jikalau Siauwte tak ada milik, biarlah mati dipulau ini. Itu cuma sebab ilmuku kurang terlatih, bukankah sekarang ini kau kata tadi kedatangan musuh kuat" Marilah kita pergi ber-sama2"
Hong-gwat Kongcu merasa bagai mukanya disaram air dingin, berlompat kaget dan setanjutnya kaburkan langkahnya mengejar dimana perahu mereka tadi ditaruh.
Tatkala kedua anak muda ini tiba ditepian pulau, tukang perahu Lim Tiang Hong sedang rebah2an enak sekali kelihatannya tiduran diatas lantai perahu. Tidak terlihat apa2 yang mencurigakan se-olah2 segala sesuatu yang ada disekitarnya tak ada hubungan dengan dia.
Tetapi manakala Lim Tiang Hong buka suara dan minta dia jalankan perahu, barulah dia bangkit berdiri dan menggerakkan perahunya.
.Apa yang berputaran dalam benak Lim Tiang Hong pada saat itu ialah: Dengan cara bagaimana Tho-hoa Tocu yang aneh adatnya itu harusnya dihadapi, hingga ia tidak begitu taruh parhatian terhadap si tukang perahu tadi.
Pulau kecii itu terpisah dengan pulau Tho hoa-to hanya beberapa lie saja, maka dalam waktu sekejapan saja, sudah tiba di pulau itu.
Hong-gwat Kongcu gelisah dalam hatinya. Begitu merapat segera menarik tangan Lim Tiang Hong dan segera juga lari menuju ke istana Tho hoa-to.
Apa yang menyebabkan Kongcu parlente ini gelisah, bukan karena soalnya Lim Tiang Hong, melainkan karena ingin segera rnengetahui apa gerangan sebetulnya yang telah terjadi dan musuh mana yang berani menyatroni pulau yang selama ini dianggap keramat"
Sebab selama beberapa tahun lamanya belum pernah ada seorangpun juga yang berani mencari setori kepulau Tho-hoa-to itu. Kedua pemuda itu tatkala berjalan menuju ke Tho-hoa-kiong, jauh2 sudah dapat lihat ada seseorang wanita yang berpakaian sangat mewah bersama empat perempuan muda yang masing2 membawa pedang dibelakangnya. Wanita2 mana dengan sikap garang2 semuanya sedang berbicara dengan Thohoa Tocu. Entah apa yang mereka jadikan bahan pembicaraan.
Hong-gwat Kongcu tidak mengenal wanita2 itu, tidak demikian dengan Lim Tiang Hong. Pemuda yang belakangan ini segera mengetahui wanita itu adalah ibunya sendiri, Lok-hee Hujin. Maka seketika itu dalam hati diam2 merasa kaget.
Saat Itu didengarnya suara Lok-hee Hujin berkata demikian: "To-hoa Tocu! Kaupun terhitung salah lalu jago kenamaan dalam rimba persilatan. Mengapa kau membiarkan anakmu bergelandangan diluaran melakukan perbuatan yang tidak patut" Hari ini jika kau tidak memberikan keadilan bagiku, aku akan menyiarkan persoalan ini ke rimba persilatan. Coba aku mau lihat apa kau Tho-hoa Tocu masih punya muka buat menemui para saudara dari kang-ouw tidak!"
Hong-gwat Kongcu hentikan tindakannya. Lim Tiang Hong segera mengetahui apa yang sedang diributi oleh ibunya disitu.
.Saat itu Tho-hoa Tocu memperlihatkan roman gusar sekali. Rambut serta jenggotnya yang sudah putih nampak berdiri. Tiba2 dia berseru kuat2. "Hong-gwat! Kemari kau!"
Hoag-gwat Kongcu pucat pasi wajahnya, gemetaran badannya. Tetapi tidak berani tidak menyahut, telah menyahut "Ada urasan apa, ayah?" Iapun maju menghampiri.
Tho-hoa Tocu masih tetap memperlihatkan roman gusar, menanyakan anaknya sambil menuding seorang dara ayu yang waktu itu kelihatan pucat wajahnya. Dia tidak lain daripada Im-san Mo-iie yang berdiri di samping Lok-hee Hujin.
"Apa kau kenal dia?"
Hong-gwat Kongcu meng-geleng2kan kepalanya. Dengan suara ketus menyahut. "Sama sekali tidak kenal!"
"Kau bilang tidak kenal"...." Im-san Mo-lie berteriak kalap, dan lalu bergerak menerjang Hong-gwat Kongcu, lalu sambil meng-gerung2 berteriak lagi. "Kau berani kata tidak kenal?"
.Hong-gwat Kongcu dongakkan kepalanya menengadah kearah lain dan menyahuti bagai acuh tak acuh. "Memang tidak kenal, mau apa kau ribut2"!"
Im-san Mo-lie kalap benar2. Wajahnya pucat biru berubah jadi merah padam dan pucat lagi. "Manusia biadab! Tidak punya liangsim! Oh! Kau berbalik muka dan tidak mau kenali orang"
Dengan capat tangannyapun bergerak, beruntun beberapa kali menyerang Hong-gwat Kongcu.
Si wanita ayu yang saat itu sudah merasa geram dan gusar itu, dalam serangannya tadi diberikutkan tenaganya yang paling hebat se-akan2 sudah sedia akan adu jiwa.
Biar bagaimana Hong-gwat Kongcu dalam hati diam2 juga merasa bersalah. Maka ketika diserang 7 kali dengan hebat pula ia selalu menyingkir tanpa memberi perlawanan.
Tiba2 terdengar suara Tho-hoa Tocu yang nyaring bagai geledek. "Budak binal Berani kau mengacau pulauku"! Jangan galak2 ya! Disini bukan tempatmu takabur!"
.Dan ia lalu kebutkan lengan jubahnya. Suatu kekuatan yang maha hebat lantas keluar dan meluacar mengarah punggung Im-san Mo-lie.
Im-san Mo-lie yang telah bagai orang kalap, membiarkan telinga dan matanya tidak mendengar dan melihat. Sudah tentu juga sedari tadi tidak ber-jaga2 kalau akan ada suatu serangan dari lain jurusan. Hingga saat itu keadaannya sungguh membahayakan dirinya sendiri.
Tiba2 hembusan angin dingin menyela di tengah menyambar angin serangan Tho-hoa Tocu tadi.
"Blum!!" Begitulah setelah terdengar amat nyaring satu benturan tenaga yang kuat, angin santer timbul dan berpencaran keempat penjuru sebagai gantinya. Walaupun demikian, tidak urung Im-san Mo-lie yang tadi ingin dijadikan sasaran masih terpental dengan badan sempoyongan ngusruk ke depan sampai dua tindak baru berhasil menguasai dirinya lagi.
Setelah mana terdengar suara Lok-hee Hujin yang berkata dengan suara hambar, "Tocu! Sungguh kau tidak pandang mata orang. Namamu cuma nama kosong. Masakan terhadap seorang tingkatan muda begitu sudi mengambil tindakan keras seperti begitu" Hmm!".
Tho-hoa Tocu perdengarkan suara ketawa dingin, berkata selanjutnya, "Tidak perlu kau bentangkan adat dan peraturan kang-ouw buat hinakan aku. Jelas kukatakan: Menurut peraturan pulauku siapapun yang berani menginjak daratan pulau ini dan lantas berani main gila atau pertontonkan kepandaiannya akan ku samaratakan dengan bumi tanpa ampun lagi. Budak ini terang2an melanggar peraturanku! Tidak perduli dia mempunyai kesukaran apa dan besar sekali kesulitannya, semua harus menjadi tanggungannya sendiri! Biar dia mampus jangan se-kali2 menginjak pulau ini Kami tidak perduli"
Kemudian ia berpaling dan mengeluarkan suara keras, memerintah orang2nya. "Lekas tangkap dia!"
Dari belakangnya lalu muncul empat laki2 berbadan tegap dengan pakaiannya yang perlente, berbareng menyahut. "Baik" dan lalu bergerak menuju kemana si wanita muda alias Im-san Mo-lie berdiri.
Bertepatan pada saat itu, tiba2 terdengar satu suara orang membentak "Tunggu dulu!"
.Dan berbareng dengan itu pula tampak Lim Tiang Hong berdiri di depan Im-san Mo-lie dengan sikapnya yang gagah. Setelah itu ia maju lagi dan menghampiri Tho-hoa Tocu, lalu tertawa dan berkata: "Aturan yang kau bikin itu sebetulnya aturan macam apa" Tidak lain cuma kalau membunuh orang dengan menutup rahasia, betul" Ketahui olehmu! Sekalipun lebih tinggi lagi ilmu silatmu dari sekarang, satu tangan tetap tak bisa menutupi mata dan telinga orang2 sekolong langit! Kenapa tidak kau tanyakan keterangannya dulu mengapa mereka atau dia datang kepadamu?"
Tho-hoa Tocu nampak tercengang sejenak kemudian dengan wajah beringas menyahuti "Dipulauku ini mana ada hak buat kau ikut campur mulut! Lekas pergi dari sini!"
Lim Tiang Hong dongakkan kepala dan tertawa bergelak2. "Orang didunia dapat mengurusi setiap perkara dunia. Dalam persoalan yang tidak adil seperti yang kulihat sekarang ini apa kau bisa salahkan orang lain yang campur tangan" Lagipun dalam persoalan ini sedikit banyak ada hubungannya dengan aku si orang she Lim. Mengapa aku tidak boleh keluarkan pendapat. Terus terang kubilang: Soal ini benar2 sudah terjadi. Juga karena gara2 encie perguruanku yang dirusak kehormatannya oleh engkonya Im-san Mo-lie. Tapi sekarang Im Tay Seng sudah hidup rukun dengan Henghay Kouw-loan, maka puteramu juga sudah sepantasnya kalau suka memikul tanggung jawabnya".
Tiba2 Tho-hoa Tocu tertawa ber-gelak2 dan berkata: "Mana pantas" Haa... haa.... bocah! Kau masih bau pupuk bawang! Perempuan galak semacam dia ini mana bisa dijadikan menantu Tho-hoa-tocu" Sekalipun Hong-gwat anakku mau dan suka dia, aku nyatakan tidak setuju! Kau boleh suruh dia jangan pikirkan yang bukan2"
Lim Tiang Hong jadi naik darah. Sengit sekali ketika ia bicara selanjutnya. "Tidak perdull kau setuju atau tidak. Yang kutanya sekarang bagaimana caramu memperbaiki perkara ini?"
Pada saat itu Im-san Mo-lie sudah hentikan serangannya. Ia berdiri melongo dengan wajah pucat pasi.
Lok-hee Hujin yang menyaksikan anak perempuan kesayangannya berdiri menjublak dengan air mata
.bercucuran dan rambut riap2an se-olah2 telah berubah, benar2 menjadi iblis wanita yang serupa benar dengan namanya, hatinya merasa seperti di-iris2. Tiba2 ia menghampiri Tho-hoa Tocu, didepan siapa ia berkata: "Anakmu yang bagus sekali tampangnya itu sudah merusak anakku sampai begitu rupa. Kalau kau tidak berikan keadilan yang cukup buatku, aku akau adu jiwa dengan kau!"
Setelah itu ia lalu menyerang dengan lengan bajunya, sampai 11 kali hingga hembusan angin dingin nampak meniup tanpa berhenti.
Tho-hoa-tocu yang pada hari2 biasanya hidup secara wajar dikepulauannya itu, siapapun tidak ada yang berani membantah ucapannya sepatahpun juga. Sampai langit runtuh tidak pernah disangkanya hari itu, oleh karena urusan yang sangat romantis antara peteranya dengan puteri Lok-hee Hujin, membuat dia hampir tak berdaya memperoleh pemecahannya. Dengan perasaan cemas ia coba mengelakkan setiap serangan Lok-hee Hujin. Selama itu tidak ber-henti2nya berteriakteriak "Hong-gwat! Hong-gwat! kau kemari!"
Siapa tahu Kongcu parlente itu dengan diam2 sudah kabur membuat orang tuanya hampir kalap dan berteriak, "Tahan dulu!"
Ia lalu menyambuti serangan Lok-hee Hujin.
Tho-hoa Tocu yang mempunyai kepandaian dan kekuatan hampir tak ada taranya, begitu turun tangan kekuatan yang meluncur keluar dari tangannya itu dirasakan oleh Lok-hee Hujin seolah2 akan menggempur jerohannya.
Lok-hee Hujin, meskipun ada seorang wanita berkepandaian cukup tinggi, akan tetapi masih belum berani ia menyambuti terang2an serangan orang tua itu. Maka ia lantas mundur sejauh satu tombak lebih.
Tho-hoa Tocu, setelah memukul mundur lawannya, lalu berkata dengan suara keras. "Lohu sedikitpun tidak punya maksud melindungi anakku sendiri! Tapi dalam soal ini harus tunggu Lohu periksa dulu se-dalam2nya. Lain kali baru bisa menjawab apa2 yang kau tanya. Biar bagaimana aku tidak akan membiarkan kau kecewa"
Lok-hee Hujin dengan alis berdiri maju lagi dan berkata "Kapan kau bisa kasih jawaban kepadaku! Dan bagaimana cara kau menjawab nanti?"
.Tho-hoa tocu urut2 jenggotnya kemudian berkata: "Secepat-cepatnya 10 hari dan paling lama sebulan pasti sudah bisa menyeiidiki perkara ini sampai jelas. Sementara bagaimana jawabanku kepadamu sekarang ini masih belum bisa kukatakan!"
"Baik! Baik! kupercayai mulutmu penuh!" berkata Lok-hee Hujin berkata lalu menarik lengan anaknya dan kepada siputri berkata: "Mari kita pulang!"
Dengan tindakan lebar ibu dan anak itu berjalan menuju pantai.
Lim Tiang Hong yang berdiri disamping lantas tercengang "Mana bisa begitu gampang?"
Mendadak ia ingat, ada beberapa hal yang ingin ia minta bukti nyata dari ibunya. Maka ia cepat2 mengikuti rombongan wanita itu.
Tiba2 dibelakangnya terdengar suara nyaring Thohoa-tocu. "Berdiri disitu. Apa kau juga niat merat dari sini"!"
Lim Tiang Hong gusar. Dengan cepat ia balikkan badan dan menegur "Apa kau sendiri mau tahan aku?"
"Rekening di pulau tadi masih belum kita perhitungkan!"
."Timpakan dosa pada orang lain mudah sekali! Huhh! Kukira maksudmu tidak lain cuma mau pamerkan kepintaranmu sendiri Betul begitu?"
"Menurut peraturan Tho-hoa-to memang begitu. Bukan cuma terhadap kau sendiri bocah! Barusan terhadap dua iblis perempuan itu, adalah kebijaksanaan Lohu yang merupakan kecualian dalam peraturan. Juga merupakan suatu hal yang bila dipandang sepintas merupakan kecuali selama beberapa tahun ini!"
"Jangan banyak bacotl Kau mau apa. lekas!"
"Lohu tetap dengan pendirian Lohu. Jika kau punya.kepandaian sambuti 10 jurus serangan Lohu, akan Lohu lepaskan kau dari pulau ini. Tapi kalau tidak, hmm! Hmm! Senjata yang kau bawa itu harus kau tinggalkan disini dan Lohu tidak menyulitkan kau lagi. Mengerti"!"
Lim Tiang Hong tiba2 tertawa geli dan berkata: "Tocu. Baik begitu sajalah! Perlu kuberitahukan dengan terus terang" Di kalangan kang-ouw sudah lama kudengar Tho-hoa Tocu katanya memiliki kepandaian yang tidak ada taranya. Jika bukan disebabkan lebih dulu sudah kenal baik dengan anakmu aku benar2 kepengin menguji kepandaian dengan dikau! Hari ini aku terus mengalah, juga se-mata2 dipengaruhi oleh persahabatan antara aku dengan anakmu. Tapi kalau niatmu tetap menyuruh aku menyambuti 10 jurus seranganmu, itu baik jugalah! Nah, begitu saja, silahkan"
Karena Tho-hoa Tocu belum menyahut, Lim Tiang Hong meneruskan: "Alangkah girang hatiku mendapat kesempatan menjajal Tho-hoa Tocu yang kesohor itu, rasanya tidak percumalah perjalananku kemari!"
Tho-hoa Tocu mendengar perkataan Lim Tiang Hong begitu, hampir saja tidak dapat kendalikan hawa amarahnya. Sambil ketawa dingin ia berkata: "Bocah! Kau sombong sekali! Kalau tidak kuberikan sedikit ajaran kepadamu kau tentu tidak tahu tingginya kepandaian Tho-hoa Tocu!"
Dimulut orang tua tersebut mengucapkan kata2nya yang sombong seperti tidak dipikir, tetapi sebetulnya tindakannya sangat hati2 sekali.
Sebabnya dia pikir begini "Nama To-liong Kongcu sudah menggetarkan jagatnya persilatan. Hampir setiap orang2 kang-ouw menganggap dia sebagai manusia kuat, juga dari tingkatan yang paling muda. Hari itu dengan kedudukannya sendiri sebagai orang tingkatan tua yang mengajak dia bertempur, boleh dikata dia tidak boleh menang tidak boleh kalah. Maka sudah seharusnya kalau dia berlaku sangat hati2.
Selagi kedua orang tua muda itu tarik urat dengan diam2 sudah juga mereka kerahkan tenaga mereka yang paling tinggi. Terutama dengan Lim Tiang Hong. Pemuda ini agak jeri juga terhadap Tho-hoa-Tocu yang sudah kesohor sekali namanya, tambah lebih ber-hati2.
Mendadak terdengar suaranya Tho-hoa Tocu "Inilah jurus pertamaku!"
Lalu lengan bajunya digulung dan kelihatan segar otot2nya. Kulit tangannya yang putih seperti baru giok putih, per-lahan2 mendorong keluar.
Dari gerakannya itu lalu terdengar suara angin meniup kencang dengan cepat menggulung sekitar tempat dimana Lim Tiang Hong berdiri.
Lim Tiang Hong tidak berani mengadu kekerasan. Dengan ilmunya Sam-sam Po-hoat ia memutar badan dan berputar melesat kekiri mengelakkan serangan mana.
Tidak nyana belum lagi ia memperbaiki kedudukan kakinya, tangan Tho-hoa Tocu kembali sudah mengancam, lima jari tangannya terpentang yang mengeluarkan angin keras kembali mengarah belakang dirinya.
Berbareng dengan itu, terdengar juga suara orang tua tersebut berkata: "Inilah jurus keduaku!"
Tetapi Lim Tiang Hong dengan gerakan ringan memutar badannya dan kembali kesudut kanan.
Tho-hoa Tocu tertawa mengejek. Cepat bagai kilat ia bertindak menyusul. Tangannya tiba2 menekan arah dada Lim Tiang Hong sedang tangan kirinya dengan kecepatan yang lebih tinggi dari yang satunya menyambar pergelangan tangan lawannya.
Gerakan itu gesit bukan main. Diikuti tenaga dalam yang terlatih ber-puluh2 tahun, tentu bukan main hebatnya. Setiap gerakan ada mengandung siasat menutup jalan mundur dari kanan kiri depan dan belakang.
Lim Tiang Hong tiba2 keluarkan siulan nyaring, lalu memutar sebelah tangannya. Ditutup setiap serangan yang hampir mengenai dirinya, kemudian juga dengan menggunakan tipu silat yang berbahaya, yakni Khiamliong Pat-jiauw coba mengimbangi kekuatan lawannya.
Gerakan kedua lawanan sama cepat sama gesit dan sama2.... Sebentar hanya terdengar benturan dahsyat, di seputar tempat bertarung terdengar suara gemuruh yang sangat keras.
Tanpa dapat mengusai dirinya sendiri, Lim Tiang Hong mundur dua tindak. Sedangkan Tho-hoa Tocu juga kedengaran merintih perlahan, kedua pumdaknya nampak ber-goyang2, tidak urung akhirnya mundur juga dua langkah.
Disamping itu pergelangan tangannya juga dirasakan sakit sekali, sebab pergelangannja itu sudah kena disambar jari tangan Lim Tiang Hong yang menggunakan tipu Khiam-liong Pat-jiauw.
Jurus yang sangat hebat dan berbahaya itu telah membuat Tho-hoa-tocu diam2 merasa kaget sekail. Dari situ ia dapat mengadakan perbandingan, dalam 10 jurus berikutnya juga masih belum tentu dapat menundukkan lawannya yang muda itu.
Semula Lim Tiang Hong masih ragu2 menghadapi Tho-hoa Tocu yang kenamaan, setiap gerakan yang diperlihatkannya begitu ber-hati2, tetapi, setelah terjadinya peraduan kekuatan tadi, hatinya jadi lega. Sebab sekalipun tidak dapat menarik keuntungan berada di pihak yang menang, tapi dalam 10 jurus ia tidak ragu lagi pasti orang tua lawannya itu tidak bisa mengalahkannya.
Kedua pihak setelah saling mundur kemudian maju merapat pula.
Tho-hoa Tocu ingin sekali mempertahankan nama serta kedudukannya yang selama itu dipupuk dengan baik. Dengan mata mendelik lebar dan jenggot bergoyang2 ia keluarkan bentakan keras dan mengeluarkan serangan susulannya keras laksana angin puyuh. Dalam waktu sekejapan ia sudah mengeluarkan serangan sampai 17 kali, sehingga ditempat sekitar medan pertempuran se-olah2 terkurung oleh suara dan gulungan angin yang amat hebat.
Lim Tiang Hong yang menghadapi musuh tangguh bangkotan itu dengan sangat hati2 melayani, sikapnya juga tenang sekali. Sudah dikerahkan seluruh kepandaiannya guna menghadapi musuh yang kuat itu.
Di bawah tekanan berat pihak pulau Tho-hoa Tocu itu, per-lahan2 nampak Lim Tiang Hong mulai keluar dari lingkungan angin kuat sekitar situ. Tidak ada niatnya ingin merebut kemenangan. Harapannya cuma setelah 10 jurus berlalu pertandingan bakal disudahi dengan baik oleh kedua belah pihak.
Tho-hoa Tocu masih menghendaki dengan 10 jurus dapat menundukkan lawannya hingga kekuatan dan kepandaiannya yang dilatih puluhan tahun semua dikerahkan pada kedua tangannya. Dengan sendirinya, setiap serangannya merupakan serangan2 maut yang menakutkan.
Maka meski hanya dalam 10 jurus dan terhadap lawannya yang masih muda belia, ia sudah menggunakan 9 macam ilmu serangan tangan yang berlain2an dan 120 gerakan tipu silat lebih. Maka juga boleh dikatakan hanya Lim Tiang Hong seorang yang mampu melayani orang yang setingkat dengan dia. Jika lain orang siang2 tentu sudah menggeletak ditanah dengan keadaan tidak berjiwa!
Dalam 10 jurus yang dijanjikan, benar2 sudah membuat Lim Tiang Hong merah padam wajahnya dan hampir susah bernapas serta harus menghadapi bahaya besar maupun tipu2 yang tidak ada taranya.
Baru 10 jurus ia lantas berseru: "Tocu! Sepuluh jurus sudah habis....".
Tho-hoa Tocu saat itu benar2 sudah merasa malu sehingga terasa meluap perasaan gusarnya. Tidak diindahkannya lagi permintaan setop Lim Tiang Hong. Sambil menggeram berkata: "Hmmm! Bocah sambuti sekali lagi serangan Lohu ini!?"
Disusul dengan satu tangan mendorong ke arah dada Lim Tiang Hong!
Kekuatan tenaga dalam yang keluar itu tak dapatlah dibayangkan bagaimana hebatnya. Rupanya Lim Tiang Hong pun akan merasa kewalahan
Tetapi didorong oleh keinginannya buat terus bertahan, menyambuti sambil ketawa dingin. "Apa kiramu aku tidak berani?"
Dan dia mengangkat tangannya menyambut juga serangan yang hebat tadi.
Benturan dari dua tenaga yang amat dahsyat tadi menimbulkan suara menggeleger yang amat keras di sekitar pulau Tho-hoa-to.
Lim Tiang Hong merasakan darah di dadanya bergolak hebat, wajahnya merah padam. Ia mundur 5 tindak.
Dipihak sana, Tho-hoa Tocu sudah pias wajahnya. Rambutnya awut2an, sudah mundur juga 4 langkah.
Tetapi ia tetap tidak mau percaya, seorang angkatan muda mampu menyambuti serangan seorang tingkatan tua sebagai dia yang mempunyai latihan lebih dari 50 tahun maka ia lalu menggeram sengit sekali lagi dan berseru: "Bocah! Sambutlah ini sekali lagi!"
Tiba2 ia balikkan telapak tangannya, mendorong lagi kedepan dada Lim Tiang Hong.
Lim Tiang Hong mengempos semangat. Mendahului maju selangkah dibarengi dengan kata2nya. "Sepuluh kali serangan lagi juga tak halangan!?"
"Blum! Blung!!"
Dua kali ber-turut2 terdengar suara menggelegar hebat. Dua lawanan itu tetap dengan berkeras hati melawan kekerasan.
Disebabkan tidak ingin berhentinya Tho-hoa Tocu setelah lewat dari 10 jurus yang dijanjikan sendiri, maka perbuatan yang tidak ingin menepati janji orang tua itu membikin mendongkol sekali Lim Tiang Hong. Kini berkobarlah semangat laki2nya, semangat jantan atau lebih tepat sifat kepala batunya keluar. Sudah tentu saat itu ia murka sekali. Dengan kecepatan laksana sambaran kilat, melancarkan serangan2nya sampai 18 kali, sedangkan kakinya juga menendang beruntun 9 kali.
Setiap serangan tangan maupun kaki lebih cepat dan sengit serba hebat, membuat Tho-hoa Tocu mau tidak mau merasa mendelu dalam hati.
Telah lenyapkan sudah kesombongannya selama ini. Dia yang biasa tidak pandang mata setiap lawanannya, kini merasa amat berkuatir, bagaimana kalau sampai dikalahkan oleh anak muda itu".
Sebab semua nama baik, kedudukan serta pamornya akan ludes sama sekali jika ia gugup dalam gerakan berikutnya.
Sekarang ia sudah mulai menyesal. Sesal yang sudah kasip.
Mangapa tidak sejak habisnya 10 jurus yang dijanjikan menghentikan serangannya" Mengapa lagi diteruskannya bertempuran itu yang dalam arti kata lain membuat meluapnya kegusaran lawan mudanya.
Ia sesalkan juga dirinya sendiri tidak cukup cerdik, pun sesalkan matanya mengapa tidak dapat melihat bahwa pemuda itu merupakan musuh terkuat selama pengalamannya menghadapi musuh"
Akan tetapi saat itu ia sudah tidak mempunyai banyak waktu berpikir. Serangan2 gencar Lim Tiang Hong sudah sampai dipuncaknya yang terhebat. Serangan2 bagai hujan jatuh menimpa dirinya, maka jalan satu2nya yang dirasakan baik ialah: Adu jiwa!
Dengan timbulnya pikiran nekad ini, kembali ia menggeram hebat dan lantas lompat maju menyambuti serangan Lim Tiang Hong.
Sesaat lamanya di depan istana Tho-hoa-kiong terbit angin men-deru2 hebat yang pun menimbulkan debu tempat seluas lima tombak. Dua orang bayangan orang melompat kesana kemari laksana terbang.
Sekalipun disekitar empat penjuru banyak orang2 kuat Tho-hoa-to berdiri, sekalipun orang2 itu ingin sekali membela pemimpin mereka, tapi mana ada lagi kesempatan buat mereka menerobosi hujan pukulan2 dua jago tingkat tinggi itu" Disamping itu, merekapun mengenal betul akan watak aneh Tocu mereka. Belum didapat ijin darinya dan bergerak, itu berarti cari mati sendiri.
Sebagai orang yang sudah cukup ahli, segera akan mengetahui bahwa malam itu Tho-hoa Tocu sudah menemukan satu2nya lawan terkuat selama hidupnya.
Demikianpun dengan orang2nya Tho-hoa-to, ketika menyaksikan anak muda lawan pemimpin mereka mengeluarkan tipu2 serangan yang aneh2, dengan kelihatan makin menghebatnya serangannya, semua diam2 pada menguatirkan nasib Cukong mereka.
Lima puluh jurus, enam puluh jurus bahkan 100 jurus sudah dilampaui lagi.
Per-lahan2 semua anak buah Tho-hoa-tocu telah tertarik oleh gerak tipu yang keluar dari pihaknya dan pihak lawan pemimpinnya. Sehingga mereka bagaikan lupa bahwa mereka tidak sedang menonton pertandingan persahabatan, melainkan suatu pertandingan maut yang setiap saat bisa mengancam jiwa. Mereka pun merasa sayang, gerakan kedua lawan dalam kalangan itu terlalu amat cepat bagi mereka.
Sebentar lagi pertempuran itu sudah lewat dari 300 jurus dan gerakan mereka ke-dua2nya sudah tampak agak mengendor. Akan tetapi gerak tipu2 yang mereka keluarkan sama2 semakin aneh dan ruwet, terkadang pula ........ menggunakan empat kali gerakan untuk menghindarkan serangan dari lawan pun berarti gerak tipu kedua pihak sudah sama2 kehabisan digunakan dan masing2 pada menggunakan otaknya untuk mencoba dalam sedetik tipu2 lain yang baru.
Sarang Perjudian 3 Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama