Ceritasilat Novel Online

Mempelai Liang Kubur 1

Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur Bagian 1


MEMPELAI LIANG KUBUR
Serial Silat JODOH RAJAWALI MEMPELAI LIANG KUBUR
Serial Silat JODOH RAJAWALI Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertui s dari penerbit
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & Edit : Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
1 DUA tokoh tua itu sama-sama berdiri di atas sebatang pohon keiapa yang melintang
sebagai jembatan sungai kecil.
Tak jauh dari jembatan tersebut terdapat tonggak-tonggak bambu bagai bermunculan
dari kedalaman sungai. Jumiah tonggak bambu itu lebih dari dua puluh batang.
Letaknya satu dengan yang lain berjarak sekitar satu langkah, ada yang berjarak
dua sampai tiga langkah. Ujung tonggak-tonggak bambu itu tidak berbentuk datar
namun runcing. Seseorang yang jatuh dari jembatan batang kelapa itu bisa jadi
akan tertancap tonggak bambu yang juga terdapat di bagian bawahnya.
Lelaki tua yang badannya berbulu abu-abu itu mengenakan jubah hitam dengan
pakaian putih lusuh. Gerakannya cukup gesit ketika melakukan pukulan beruntun ke
tubuh perempuan tua berambut putih dan mengenakan jubah hijau. Kecepatan pukuian
lelaki itu menimbulkan suara berdesau bagai
hembusan angin kencang, sedangkan gerakan tangan
perempuan tua yang menangkis pukulan beberapa kai itu menimbulkan suara gemuruh,
bagai seribu kipas mengibas bersamaan.
Plak, plak, Plak... deb! Plok...! Dug, dug...!
Dua pasang tangan mereka saling adu, berkelit, menangkis, dan menghantam. Begitu
cepatnya kedua pasang tangan
mereka saling berkelebat, hingga wajah masing-masing tak bisa terlihat jelas
oleh orang lain yang memandang dari tepian sungai. Orang yang memandang itu
berpakaian hitam dengan ikat kepala kuning. Tubuhnya kurus, rambutnya pendek.
Matanya sesekali berkaca-kaca karena genangan air mata.
Orang inilah yang bernama Bujang Lola dan dijuluki sebagai Manusia Cengeng.
"Cepat lagi! Cepat iagi, Guru! Awas, jangan mendekat!
Mundur sedikit!" Bujang Lola berceloteh dengan badan bergerak ke sana-kemari,
bingung sendiri. Antara girang dan tegang Bujang Loia memperhatikan gerakangerakan jurus maut kedua tokoh itu, sambil mencucurkan air mata bagai merasakan
kebanggaan yang tinggi atau terharu melihat kedua tokoh tua itu beradu ilmu sama
kuat. "Awaaas...!" teriak Bujang Lola merasa ngeri dan kian mencucurkan air mata.
Pada saat itu ia mei hat perempuan tua berjubah hijau berhasil menghantam dada
si jubah hitam dengan satu
sentakan tangan kirinya Duug...! Wuuut...i Lelaki berjubah hitam itu terpental
dan jatuh dari pematang kayu yang merupakan jembatan sungai keci itu. Tubuh
lelakl itu segera bergerak memutar dan dalam kejap berikutnya kedua kakinya
sudah berdiri merenggang di atas dua pucuk bambu runcing yang ada di bawah
jembatan tersebut. Tangannya yang kanan merentang ke atas, yang kiri teri pat di
dada. "Hiaaat...!" perempuan tua berjubah hijau segera melompat dan melepaskan
tendangan terbangnya ke arah lelaki tua itu.
Tetapi dengan cepat tubuh lelaki tua itu melenting ke arah samping dan satu
kakinya berpindah pijakan di atas bambu pendek yang ujungnya juga runcing.
Sedangkan perempuan tua yang tendangannya tidak mengenai sasaran itu mendarat
dengan kaki berpijak di atas bambu runcing dalam jarak empat langkah dari lelaki
tua itu. la pun berdiri dengan satu kaki.
Jika keduanya bukan orang berilmu tinggi serta tidak mempunyai i mu peringan
tubuh, sudah pasti ujung-ujung bambu itu akan menembus telapak kaki mereka.
Tetapi kenyataannya mereka bagaikan berdiri di atas tonggak bambu datar, bahkan seolaholah telapak kaki mereka terbuat dari baja, sehingga ujung bambu yang runcing
itu pun sempat patah karena terinjak.
"Pertahananmu masih rapuh, Leak Parangi" kata nenek berjubah hijau sambil
tersenyum sinis. "Kau be-lum bisa merapatkan
seranganmu menjadi benteng pertahanan sekaligusl"
"Heh," Leak Parang tersenyum pula. "Kau anggap aku masih rapuh karena terkena
pukulan 'Jalak Gentar'-mu, Kubang Darah. Tapi i hatiah telapak tangan yang kau
gunakan memukul dadaku tadi!"
Pandangan mata Nyai Kubang Darah sedikit menyipit,
kemudian pelan-pelan ia balikkan telapak tangannya dan matanya pun segera
tersentak lebar seteiah mengetahui, bahwa telapak tangan itu membiru samarsamar. Kejap berikutnya ia merasakan tangan tersebut bagaikan mengalami semutan, disusul
kemudian persendian jari terasa ngilu.
Perempuan tua yang ternyata adalah Nyai Kubang Darah, kekasih Leak Parang itu,
kini menjadi tertawa terkekeh-kekeh sambi manggut-manggut memandangi Leak Parang
yang punya nama asli Sangga Buana.
"Boleh, boleh...," katanya disela tawa. "Rupanya kau telah menguasai i mu
'Perisai Mayat' milik Ki Gebrak Jagat itul Tapi cobalah kau tahan jurus 'Mulut
Seribu Naga' yang kumiliki ini Heaaah...!"
WuuuL..! Tubuh Nyai Kubang Darah melesat cepat ke arah Leak Parang bagaikan
singa hendak menerkam. Tiba-tiba tangannya bergerak dengan kecepatan tinggi
dalam keadaan masing-masing tangan mempunyai dua jari diluruskan. Jari-jari
tersebut menyerang dada Leak Parang dengan beruntun dan sangat cepat. Sekalipun
ditangkis namun masih bisa menerobos tangkisan ia-wan.
Tab, tab, tab, tab, tab...l
Tusukan-tusukan jari Nyai Kubang Darah membuat tubuh Leak Parang terdorong
meiayang dan terdesak terus. Kaki Nyai Kubang Darah menjejak satu kali iagi di
ujung bambu dan serangan tersebut datang kembali, sampai akhirnya tubuh Leak Parang bagaikan
mela-yang-iayang bergerak ke belakang dalam keadaan me-lengkung ke depan.
Bruuuk..! Tubuh Leak Parang akhirnya jatuh di tanah
tanggul sungai, kaki Nyai Kubang Darah pun mendarat di tanah itu pula. Serangan
jurus 'Mulut Seribu Naga' berhenti.
Leak Parang terengah-engah dalam keadaan duduk di tanah dengan kedua tangan
menopang ke belakang. Matanya
dikejap-kejapkan, kepalanya dikibas-kibaskan, karena ia merasakan pusing tujuh
keliling dan pandangannya menjadi buram. Nyai Kubang Darah menertawakannya dari
Jarak tiga langkah. Sedangkan Bujang Lola memandang bengong
dengan air mata mengalir dan mulut bergerak-gerak bagaikan mau menangis keras.
"Jurus edan! Sejak kapan kau dapatkan jurus itu, Punding Ayu"!" tanya Leak
Parang dengan menyebutkan nama asli Nyai Kubang Darah.
"Itu jurus temuanku sendiri! Kau ingin mempelajarinya, Sayang" Bangkitlah,
kuajarkan jurus itu padamul"
"Tunggu dulu!" Leak Parang yang sudah berdiri agak sempoyongan itu merentangkan
satu tangannya. Matanya memandang ke tanah dengan berkerut dahi. Kemudian
wajahnya menjadi tegak dalam keadaan terpejam dan
membisu. Nyai Kubang Darah masih memandang dengan
senyum kemenangan. Kejap berikutnya Leak Parang berkata,
"Tiba-tiba perasaanku jadi tak enak, Punding Ayui"
"Itu karena jurus 'Mulut Seribu Naga'-ku tadi."
"Bukan. Maksudku... aku berfirasat buruk terhadap bunga Teratai Hitam yang
dibawa Yoga!"
Nyai Kubang Darah berkerut dahi sambil mendekati
kekasihnya, lalu bertanya dengan nada mirip orang
menggumam, "Ada apa?"
"Entahiah. Tapi rasa-rasanya aku jadi ingin ke kadipaten untuk melihat apakah
bunga itu telah diberikan kepada sang Adipati atau belum. Aku jadi gelisah
sekali memikirkan nasib Pendekar Rajawali Merah itu. Nyai!"
"Sial! Ternyata jurus 'Mulut Seribu Naga'-ku justru telah membuka selaput indera
keenammu, Leak Parang!
Seharusnya membuat dadamu memar selama berhari-hari, tapi karena kau gunakan
ilmu 'Perisai Mayat' maka santakan jariku tadi justru membuka selaput indera
keenammu!"
"Mungkin... ya, mungkin saja begitu. Aku seperti melihat Yoga sedang digiring ke
penjara kadipaten!" Leak Parang kembai memejamkan matanya dan berkata,
"Agaknya dia dalam kesulitan yang cukup pelik. Aku harus segera menolongnya,
Pundtng Ayu! Dan... dan... oh, aku melihat ada kesalahpahaman antara Pendekar
Rajawali Merah dengan pihak kadipaten! Kalau tidak kucegah bisa terjadi banjir
darah di kadipaten!"
"Aku sudah tidak mau tahu iagi dengan bunga itu. Leak Parang!"
'Kalau begitu, biar aku sendiri yang menyelesaikan masalah di kadipaten. Kau
tetap tinggal di pondok bersama Bujang Lola. Aku tak akan iama di sana, Runding
Ayu!" "Terserah.
Berangkatlah sana, aku tetap akan menunggumu dan tak akan pergi ke mana-mana, kecuai aku punya firasat jelek
tentang dirimu, Sangga Buana!"
Sebenarnya Nyai Kubang Darah tidak ingin ditinggal oleh kekasihnya. Maklum,
mereka pengantin baru. Sejak dulu mereka saling bercinta, tapi terpisah karena
beda aliran, dan sekarang
di masa tua mereka kembali akur dan mempertemukan cinta mereka dalam wujud perkawinan sejati.
Leak Parang sempat panik ketika Nyai Kubang Darah
terluka. Untung ia berbasa menyembuhkannya. Lalu mereka bertekad untuk hidup
bersama sampai a]al tiba. Tapi sebagai pengisi waktu menunggu ajai tiba, mereka
saling berlatih jurus-jurus baru, saling bertukar ilmu, sehingga keduanya hampir
memiliki i mu serupa.
Agaknya indera keenam Leak Parang makin tajam seteiah mendapat serangan jurus
'Mulut Seribu Naga' milik Nyai Kubang Darah, ia bisa melihat bayang Yoga
dimasukkan dalam penjara. Sebab, kenyataannya memang demikian. Terjadi
kesalahpahaman antara Yoga dengan pihak kadipaten. Sesuai sayembara yang
berlaku, siapa pun orangnya yang bisa sembuhkan sakit sang Adipati, jika lelaki
akan dikawinkan dengan Putri Galuh Ajeng, anak sang Adipati itu. Karena Yoga
yang berhasil membawa bunga Teratai Hitam sebagai obat sang Adipati, maka Yoga
akan dikawinkan dengan Putri Galuh Ajeng. Tapi Yoga menolak, dan penolakan itu
dianggap suatu penghinaan terhadap keluarga Adipati. Akibatnya, Pendekar Rajawai
Merah pun ditawan dan siap untuk diadi i menurut undang-undang yang berlaku di
kadipaten itu (Baca episode:
"Bunga Penyebar Maut").
Sebenarnya, bukan hal yang sulit buat Yoga untuk
memberontak menggunakan kekerasan, la masih merasa
mampu membuat orang-orang kadipaten menjadi mayat yang berserakan. Tapi Yoga
tidak ingin iakukan hal itu, karena ia merasa masih bisa menyelesaikan masalah
tersebut melalui jalan damai, la yakin akan bisa mengatasi masalahnya melalui
perundingan, sehingga tidak perlu timbui pertarungan yang harus membuat darah
menggenang di mana-mana.
Di luar dugaan Yoga, pada saat itu Kencana Ratih, yang
]uga keponakan dari Leak Parang, mengetahui saat
penangkapan diri Yoga. la segera mengadukan hal itu kepada Pendekar Rajawali
Putih dalam satu pertemuan di perjalanan.
Sebenarnya Kencana Ratih ingin mengadukan hal itu kepada
Leak Parang, pamannya. Tetapi Lili mengajaknya menyerbu ke kadipaten untuk
membebaskan Pendekar Rajawali Merah.
Pada saat mereka bergerak menuju ke kadipaten, di
perbatasan mereka terpaksa terlibat bentrokan dengan dua orang kadipaten yang
memang ditugaskan di perbatasan.
Mereka adalah Waduk Songo dan Cakar Hantu. Tugas
menjaga perbatasan itu diberikan sejak ditangkapnya Yoga, karena Putri Galuh
Ajeng yang menjadi otak penangkapan tersebut, sempat khawatir jika ada pihak
yang mengetahui penangkapan diri Yoga dan ingin melakukan perlawanan.
Firasat itu dimi iki oleh Galuh Ajeng karena selain ia orang berilmu tinggi,
juga mempunyai otak yang cerdas.
"Pemuda setampan dia tak mungkin tidak mempunyai pengikut. Jika ada yang
mengetahui dirinya kupenjarakan, pasti pengikutnya akan datang menuntut
pembebasan," pikir Galuh Ajeng ketika itu, sehingga dikirimlah prajurit
kadipaten yang termasuk Orang berilmu itu untuk menjaga perbatasan.
Mei hat dua wajah wanita cantik itu menjadi tagang dalam perjalanannya. Waduk
Songo dan Cakar Hantu mulai menaruh curiga. Mereka sengaja menghadang di tengah
jalan setelah Waduk Songo yang berbadan besar itu berbisik kepada Cakar Hantu
yang kurus, "Dua orang asing itu melangkah dengan terburuburu dan tampak tegang. Pasti
mereka menyimpan amarah, dan pasti mereka ingin menuju ke istana."
"Menurut dugaanku juga begitu! Kita harus hadapi mereka.
Usir mereka, bila melawan... bunuh!"
"Tapi keduanya tampak cantik, Cakar Hantu! Mengapa harus dibunuh! Bagaimana
kalau kita perdaya lebih dulu, kita gunakan dia sebagai teman kencan di bai k
pohon rindang sana" Tak akan ada yang mengetahuinya, Cakar Hantu!"
Plaak...! "Kerjakan tugas dengan baik!" hardik Cakar Hantu sambil menampar pipi Waduk
Songo. Orang bertubuh besar dan
berkumis lebat itu menjadi clut nyali. Rupanya ilmunya lebih rendah dibanding
ilmu yang dimiliki Cakar Hantu, sehingga ia tak berani meiawan ataupun membalas
sikap kasar Cakar Hantu yang bermata cekung itu.
Kencana Ratih dan Lili si Pendekar Rajawali Putih itu, mulai memperlambat
langkah mereka. Kencana Ratih yang berjalan di sebelah kiri Lili segera
berbisik, "Agaknya mereka orang kadipaten yang siap menghadang kita!"
Lili tidak berkata apa-apa kecuali menggumam, langkahnya masih tetap tegak dan
penuh keberanian. Kencana Ratih segera berbisik untuk yang kedua kalinya,
"Biar kutangani mereka!"
Tetap saja tak ada jawaban dari Lili, karena ia sibuk memendam murkanya yang
ingin meledak demi mendengar
Yoga ditawan pihak kadipaten. Matanya pun memandang
tajam ketika berhenti di depan kedua penjaga perbatasan tersebut.
"Jangan menghalangi langkah kami!" hardik Kencana Ratih kepada kedua orang
kadipaten itu. Waduk Songo menyahut. "Mau ke mana kalian, Nona-nona cantik?"
"Ke kadipateni" jawab Kencana Ratih dengan ketus.
"Perlunya?"
"Akan membawa puiang Yoga!"
Waduk Songo tertawa sambi mengusap-usap kumisnya
yang lebat. Lalu ia berkata dengan sikap meremehkan,
"Sebaiknya puiang saja. Pemuda yang sombong dan menolak perkawinannya dengan
Putri Galuh Ajeng itu akan


Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diadili karena dianggap menghina kadipateni Pemuda itu tidak akan bisa ditebus
dengan apa pun, bahkan dengan kedua nyawa kalian juga tetap tak akan bisa
sebelum menjalani hukumani"
Lili sejak tadi masih diam. Matanya lebih tajam memandang ke arah Cakar Hantu,
sedangkan Cakar Hantu pun sejak tadi juga hanya diam dengan wajah dingin dan
sorot mata sedikit menyipit ketika menatap Lili.
Kencana Ratih kembali berkata kepada Waduk Songo,
"Kai an belum tahu siapa kami. Wajarlah kalau kai an bicara seenak perut kalian.
Barangkali kai an perlu tahu, bahwa aku adalah Kencana Ratih, keponakan dari
Paman Leak Parang.
Dan yang di sampingku ini Pendekar Rajawai Putih, teman seperguruan Pendekar
Rajawali Merah, pemuda yang kai an tangkap itul"
"Kami tidak butuh mengetahui siapa kalian," kata Waduk Songo. "Kami hanya
inginkan kalian segera pulang dan Jangan Coba-coba melawan kami. Sayangilah
nyawa cantik kalian berdua!"
"Hmm...l Kami tidak mempan dengan gertakan seperti itu, Manusia Gentong!
Jangankan menyentuh nyawa kami,
menyentuh pakaian kami pun kau tak akan mampui"
"0, ya..."!" Waduk Songo tersenyum-senyum. "Apa susahnya hanya menyentuh
pakaianmu, Nona Cantik"!"
Tangan Waduk Songo berkelebat ingin menyambar lengan Kencana Ratih. Sebenarnya
Kencana Ratih ingin bergerak mundur menghindari raihan tangan tersebut. Namun di
luar dugaan, tangan Lili sudah lebih dulu berkelebat dengan cepat.
Begitu cepatnya hingga yang dapat dirasakan oleh Waduk Songo hanya kibasan angin
belaka, la tidak tahu bahwa tangan itu bergerak mematuk seluruh lengannya sampai
terakhir mematuk pertengahan lehernya dengan cepat.
Duub ..! Dua jari tangan Lili menyentak kuat, dan pertengahan leher Waduk Songo pun
menjadi boiong seketika.
"Hggrr...!" Waduk Songo mendelik, mulutnya ternganga.
Darah pun menyembur keluar dari pertengahan leher yang berlubang itu. Kejap
berikutnya, Waduk Songo terhempas rubuh ke belakang dan berkelojotan beberapa
saat. Setelah itu diam tak bergerak untuk selama-iamanya dengan mata masih
mendelik. Pendekar Rajawali Putih kembai dalam posisinya. Kencana Ratih dan Cakar Hantu
sama-sama tertegun bengong lupa berkedip. Mereka sama-sama merasa seperti mimpi
mei hat gerakan secepat itu. Sulit sekali di ngat bagaimana tadi kedua tangan
Lili mematuk-matuk sampai akhirnya melubangi leher Waduk Songo. Bahkan Cakar
Hantu masih tidak percaya kalau temannya itu telah tewas dalam keadaan terkapar.
Cakar Hantu segera memariksa mayat Waduk Songo.
Setelah yakin bahwa Waduk Songo sudah tidak bernapas iagi, barulah Cakar Hantu
timbul kegeraman dan wajahnya menjadi merah karena luapan amarah, la memandang
Lili dalam keadaan masih jongkok di samping mayat temannya,
sedangkan yang dipandang hanya diam saja dengan sorot pandangan mata sedingin
salju. "Jurusnya mirip jurus setan! Berbahaya sekali orang ini!"
pikir Cakar Hantu. 'Tapi belum tentu ia bisa menumbangkan aku semudah
menumbangkan Waduk Songol"
Cakar Hantu berdiri dengan gigi menggelutuk dan tangan mengeras membentuk cakar.
Tangan itu belum terangkat, masih di kanan-kiri.
Kencana Ratih maju ke depan Lili. Sedikit pun Lili tidak bergeser dari tempatnya
berdiri, ia biarkan Kencana Ratih berkata kepada Cakar Hantu,
"Jangan nekat melawan temanku inil Kau bisa menyusul manusia gentong itu ke
akhirat jika kau coba-coba
melawannya!"
"Kalian harus menebus nyawal" geram Cakar Hantu pelan.
Lalu tiba-tiba tangan kanannya berkelebat menyambar wajah Kencana Ratih dengan
cakarannya. Wuuut...! Raak...! Kencana Ratih menangkis. Tapi tubuhnya segera terpental ke samping dan
terpelanting jatuh. Rupanya tenaga cakaran itu sangat besar, sehingga ketika
ditangkis lengan Kencana Ratih terasa mau patah dan tubuhnya bagal didorong oleh
kekuatan yang cukup besar.
Cakar Hantu menggeram sambi
melompat hendak
menerkam Kencana Ratih. Namun dengan gerakan yang sulit di kuti pandangan mata,
Pendekar Rajawali Putih berkelit menendang dengan ujung kakinya.
Duugh...! Krak...! Terdengar seperti suara tulang patah. Tubuh Cakar Hantu terlempar jauh dan
tergui ng-gui ng. Lili bersikap diam kembali dan memandangi iawannya menggeliat
kesakitan sambil
memegangi tulang rusuknya yang patah itu. Bahkan ketika Cakar Hantu berhasil
berdiri dan segera melarikan diri, Pendekar Rajawali Putih tetap diam memandang
tajam tak berkedip. Kencana Ratih sendiri sampai merasa takut untuk menegurnya.
Akhirnya Kencana Ratih juga ikut-ikutan diam dan hanya memandangi pelarian Cakar
Hantu. Kejap berikutnya terdengar suara Lili berkata datar,
"Serang mereka!" Dan ia mendahului bergerak maju, lalu Kencana Ratih
mengikutinya. "Tahan...!" terdengar suara dari belakang. Mereka berdua sama-sama berpaling ke
belakang. Kencana Ratih berseru,
"Paman Leak Parang..."!"
Pendekar Rajawali Putih menatap lelaki tua yang dipanggi oleh Kencana Ratih
sebagai paman. Leak Parang sendiri menatap Lili beberapa saat dengan dahi
berkerut. Lalu, Kancana Ratih ucapkan kata,
"Paman, dia Pendekar Rajawali Putih, teman seperguruan Yoga!"
"Kalian ingin ke kadipaten?"
"Benar, Paman Yoga ditawan oleh mereka karena menolak dikawinkan dengan Putri
Galuh Ajeng!"
"Hhmm... sudah kuduga begitu," gumam Leak Parang.
"Kalau mereka tidak mau lepaskan Yoga, kami berdua akan mengobrak-abrik
kadipaten!" kata Kencana Ratih dengan berapi-api.
"Jangan. Biar aku yang menangani masalah itul Kalian tunggu saja di sini. Tak
iama Paman akan kembali membawa Yoga. ini hanya kesalahpahaman saja."
Kencana Ratih bingung memberi keputusan. la memandang Pendekar Rajawai Putih
yang tetap membisu. Leak Parang memahami kebingungan keponakannya itu, maka ia
segera mendekati Lili dan bicara kepada si gadis cantik berilmu tinggi itu,
"Biar aku yang mengambil Yoga! Tunggulah beberapa saat di sini, atau kau bisa
beristirahat di bawah pohon rindang, di kaki bukit itu! Aku pasti akan datang
membawa Pendekar Rajawali Merah."
"Jika gagal, apa taruhannya?"
"Penggai ah kepalaku!" kata Leak Parang. Keduanya saling pandang beberapa saat
iamanya. Kencana Ratih tak berani mengusik kebisuan mereka berdua, karena
Kancana Ratih tahu, bahwa Lili sedang meyakinkan diri untuk serahkan tugas
mengambil Yoga kepada Leak Parang.
Beberapa saat kemudian, barulah terdengar suara Lili berkata,
"Baik. Aku setujui"
-oo0dw0oo- 2 SEKELEBAT bayangan berpakaian kuning melesat mencapai seberang sungai dengan
satu sentakan kaki di atas batu besar. Sosok berpakaian kuning itu ternyata
sedang dikejar oleh seseorang bertubuh tinggi-besar mirip raksasa, namun
berwajah tampan dan rapi. Orang besar itulah yang bernama Gandaloka, utusan dari
Pulau Kana atau Pulau Keramat yang bertugas membawa Yoga ke pulau itu untuk
dikawinkan dengan ratunya, yaitu Kembang Mayat. Sedangkan orang yang dikejarnya itu tak
lain adalah si Dewa Tampan; Wisnu Patra.
Ksatria dari Pulau Kana itu memang tidak mau banyak
cakap dalam pertarungannya. Wajahnya tetap dingin dan memendam dendam atas
kematian dua sahabatnya yang
dkunuh oleh Wisnu Patra yang bersenjatakan pedang
perunggu. Langkah lebar Gandaloka dan gerakan i ncahnya mampu
mengejar kecepatan gerak Wisnu Patra, sehingga dalam sekejap saja Wisnu Patra
sudah terhadang oleh tubuh tinggi-besar itu.
"Kalau kau seorang ksatria, mengapa harus lari menghadapi iawanmu?" kata Gandalokadengantenang namun tampak membahayakan. Kalau
ia bukan orang berilmu tinggi, pasti ah sudah mati seperti kedua temannya
dimakan jurus apinya Wisnu Patra.
Dengan tetap memegang pedang perunggu, Wisnu Patra
berkata, "Aku iari bukan menghindari perlawananmu! Aku hanya memberi kesempatan padamu
untuk berpikir apakah kau
harus melawanku atau tidak sama sekai . Kalau ternyata kau ingin membela
kematian dua temanmu itu, aku pun terpaksa melayanimu, Gandaloka!"
"Bagus! Aku senang mendengar kesanggupanmu, Buaya Gila!"
Raksasa ganteng itu sunggingkan senyumnya yang tipis, membuat Wisnu Patra sempat
cemas melihat ketenangan
iawannya. ia segera memainkan pedangnya ke kanan-kiri, lalu tiba-tiba tubuhnya
melesat bagaikan anak panah. Lurus dan cepat ke arah perut Gandaloka dengan
pedang siap menghujam. Gandaloka tidak menghindar, melainkan menyentakkan
tangannya ke depan dan keluarlah sinar pelangi berbentuk cakram.
Wuuut...! Sinar itu sebenarnya akan menghantam kepala Wisnu
Patra, tetapi pedang perunggu itu segera dikibaskan dua kali, wess... wess...!
Blaaar.! Ledakan besar terjadi akibat pedang perunggu itu
keluarkan asap Jingga tipis yang segera membungkus sinar warna-warni seperti
pelangi dari Gandaloka. Ledakan itu hadirkan gelombang sentakan yang sangat
kuat, sehingga tubuh Wisnu Patra terlempar ke samping dan membentur pohon. Hidungnyajadi
keluarkan darah segar dan kui t wajahnya terasa panas.'Sedangkan Gandaloka hanya
mundur satu tlndakdan tetaptegak berdiri memandangi iawannya Sebelum Wisnu Patra
berhasil berdiri dengan tegak,
Gandaloka sudah lebih dulu melemparkan logam kuning emas berbentuk bintang segi
enam yang lebarnya satu telapak tangan manusia dewasa. Wuuuss...! Logam Itu
melesat cepat ke arah Wisnu Patra, jika terlambat menangkisnya sudah pasti akan
memotong leher Wisnu Patra.
Traaang...! Pedang perunggu Itu berhasil menebas logam emas itu dan membuat logam tersebut
terpotong menjadi dua bagian. Satu bagian tertancap di batang pohon, bagian yang
satunya lagi melesat entah ke mana. Pohon yang terkena logam tersebut menjadi
kering seketika dan dalam waktu kurang dari tiga helaan napas sudah menjadi
keropos, seperti pohon kering yang usianya sudah ratusan tahun.
"Lidah Neraka!" seru Wisnu Patra, ia segera tancapkan pedangnya ke tanah.
Jruub...! Dari tanah yang tertancap pedang itu keluar kilatan cahaya Jingga yang
menyebar ke arah kepala Gandaloka.
Zlaap...! Gandaloka tidak berkelit menghindar, tapi tangannya
segera berkelebat menangkap kilatan cahaya Jingga itu.
Zuuul..! Jreb...! Sinar Jingga ada dalam genggamannya, kemudian ia
melemparkannya kepada lawan dengan kaki
kanan menghentak ke tanah.
Jleeg...! Wuuut...! Hentakan kaki itu membuat tubuh Wisnu Patra terpental naik dan Gandaloka segera
melemparkan sinar Jingga dalam
genggamannya itu. Wus! Wisnu Patra kela-bakan melihat sinar jlngga yang
disebutnya jurus 'Lidah Neraka' itu telah menjadi gumpalan sebesar bola tangan
dan kini sedang melesat ke arahnya.
Untung saja pedang perunggu masih tetap tergenggam di tangannya. Pedang itu
dikibaskan dengan gerakan cepat beberapa kali, dan salah satu kibasannya ada
yang mengenai bola Jingga berbahaya itu.
Duaaar...! Gusrak...! Wisnu Patra terpental dan jatuh di semak-semak, la
terengah-engah sambil berkata dalam hatinya,
"Kurang ajari Jurus 'Lidah Neraka'-ku dengan mudahnya ditangkap dan dilemparkan
balik ke arahku. Tinggi sekali Ilmu raksasa yang satu Ini! Agaknya aku tak akan
mampu melawannya dalam keadaan beradu muka begini! Aku harus mencari siasat dan kabur
untuk sementara!"
Plaaas...! Wisnu Patra secepatnya melarikan diri dengan menggunakan ilmu peringan tubuh yang tergolong tinggi, sehingga dalam satu
sentakan kaki saja tubuh besarnya sudah bisa melesat pergi dengan cepat,
menerabas semak belukar, dan meninggalkan bekas seperti jalan tembus di antara
semak-semak tersebut Rupanya Gandaloka tidak mau
kehilangan lawannya, sehingga ke mana pun larinya, Wisnu Patra ia selalu
memburunya "Keparat! Orang bertubuh besar itu punya ilmu peringan tubuh juga, hingga bisa
bergerak cepat dalam me-ngejarkul Aku harus lakukan gerakan lari berbelok-belok
biar dia kehilangan jejakku!" pikir Wisnu Patra sambil berlari terus.
Tanpa disengaja pelarian Wisnu Patra menuju ke arah
perbatasan tanah kadipaten. Pada saat itu, di bawah pohon
rindang sedang terjadi percakapan dua gadis yang sebenarnya sama-sama menaruh
hati kepada Pendekar Rajawali Merah.
Mereka adalah Kencana Ratih dan Lili.
"Kudengar yang bernama Galuh Ajeng itu berilmu tinggi.
Aku takut Yoga terpikat kepada kecantikan putri Adipati itu,"
kata kencana Ratih sambil menatap Lili, tapi yang ditatap hanya memandang ke
arah perbatasan, tempat mayat Waduk Songo masih terkapar di sana.
"Apa menurutmu. Yoga mudah terpikat dengan wanita cantik?" tanya Kencana Ratih
lagi. Kali ini Lili menjawab dengan tanpa memandang orang yang diajak bicara,
"Menurutku dia memang mata keranjang! Buktinya dia bisa terpikat padamul"
Jawaban itu ketus, tapi Kencana Ratih justru tertawa pendek dan merasa bangga
mendengarnya, la bahkan
bertanya, "Apakah kau yakin Yoga tartarlk padaku?"
"Mungkin hanya sebatas mengagumi saja. Tapi untuk jatuh cinta padamu, aku belum
yakin batui!"
"Kurasa dia memang menyimpan cinta padaku!"
Kali ini Lili tetap menatap Kencana Ratih dengan wajah masih berkesan ketus.
Matanya pun memandang dengan
dingin. Ia berkata,
"Kalau memang dia menyimpan cinta padamu, akan
kucungkil cinta itu dengan pedangku!"
Kencana Ratih mencibir, "Kau tak akan mampu

Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalahkan dia!"
Hati LILI mulai tersinggung mendengar ucapan itu. la cepat berdiri dan berkata
lebih katus lagi,
"Yoga adalah muridku!"
"Omong kosong! Kalian hanya teman satu perguruan!"
'Tapi ilmuku lebih tinggi darinya, dan dia banyak belajar dariku! Itulah
sebabnya dia memanggilku dengan sebutan: Guru!"
"Dia menyebutmu guru tidak dengan sepenuh hati! Hanya Ingin melegakan hatimu
saja!" "Persetan dengan niatnya itu, tapi yang jelas akulah yang mengajarkan beberapa
jurus pedang tangan satu kepadanya!
Jangan kau bilang aku tak bisa mengalahkan dia! Dalam satu jurus saja aku bisa
membuatnya tak bernyawa!"
"Aku tak percaya kau sanggup membunuhnya," kata Kencana Ratih dengan nada
rendah, bersikap meremehkan kemampuan Lili. Hati gadis berpedang perak itu
semakin panas. Akhirnya ia berkata,
"Kalau aku tak sanggup membunuhnya, itu lantaran aku menyimpan cintanya dan dia
menyimpan clntakul"
Kencana Ratih cepat menatap tajam kepada Lili. Lama la membungkam mulut dalam
beradu pandang. Dadanya tampak naik akibat menghela napas dan menahannya
beberapa kejap.
Dada itu bergemuruh karena Ingin melepaskan amarahnya.
Pendekar Rajawali Putih tersenyum sinis, lalu berjalan memunggungi Kencana Ratih
sambil berucap kata,
"Dia muridku, juga kekasihku!'
Sreet...l Kencana Ratih tiba-tiba mencabut pedangnya. Tapi tiba-tiba kaki Lili berkelebat
memutar dan menendang tepat di pergelangan tangan Kencana Ratih.
Plaak...! Pedang itu terlempar naik, Lili sentakkan kaki dan melesat ke atas menangkap
pedang itu, kemudian dengan cepat
menodongkan ke leher Kencana Ratih.
Wuuut...! Kencana Ratih mundur hingga merapat di pohon. Pedang di tangan LILI makin
merapat pada bagian lehernya Ujungnya siap menghujam leher sewaktu-waktu. Tak
akan mungkin bisa dihindari lagi oleh Kencana Ratih. Gadis berlesung pipit Itu
baru sadar dari rasa kagetnya setelah Lili berkata,
"Jangan coba-coba menyerangku dari belakangi Itu sama saja mempercepat
kematianmu!"
"Bunuhlah aku kalau kau memang berani membunuh
kekasihnya Yoga"
Kata-kata itu mendidihkan darah Pendekar Rajawali Putih.
Hampir saja pedang itu benar-benar dihujamkan ke leher Kencana Ratih. Tapi niat
itu tertunda, karena Lili segera mendengar suara orang berlari menerabas semaksemak dari arah belakang Kencana Ratih. Pedang itu justru dijauhkan dari leher
Kencana Ratih, dan mata LILI segera memandang ke arah datangnya suara geme rusuk
itu. Kencana Ratih pun segera berpaling mengikuti arah pandangan mata Lili.
Kejap berikutnya, muncul Wisnu Patra dari balik semak-semak dan hampir saja
menabrak Kencana Ratih dan Lili karena kecepatan larinya la tak menduga ada
orang di situ, dan dua orang tersebut pernah ditemuinya pada saat la Ingin
mendapatkan bunga Teratai Hitam itu.
"Dewa Tampan...!" sentak LILI terkejut, demikian pula Wisnu Patra.
"Lili..."! Kau berada di sini"!"
"Ya. Mengapa kau lari kemari" Apakah masih dalam pengejaran Gandaloka"!"
"Benar!" jawab Wisnu Patra dengan terengah-engah.
"Rupanya dia berilmu tinggi, melebihi kedua temannya yang sudah berhasil kubunuh
itu, Lili!"
"Sudah kuduga sejak semula!" jawab Uli dengan senyum kaku karena habis marah
kepada Kencana Ratih. "Sekarang di mana dia" Apakah dia tahu kau lari kemari?"
"Entahlah! Tapi ku asa dia akan menemukan diriku walau aku lari ke mana saja!
Dia harian menggunakan naluri. Aku sudah membelok-belokkan arah ke mana saja, ia
masih bisa mengikutiku!"
Kencana Ratih sejak tadi diam saja, tapi matanya tak berkedip memandangi Wisnu
Patra yang punya ketampanan hampir senilai dengan Yoga. Diam-diam Kencana Ratih
menyimpan rasa kagum terhadap wajah Wisnu Patra, juga kagum terhadap bentuk
tubuhnya yang tegap, gagah, dan berbadan kekar. Hanya sayangnya, pemuda tampan
itu melarikan diri dari pertarungan. Kencana Ratih paling benci melihat pemuda gagah
lari dari pertarungan. Itu menandakan jiwa ksatrianya sangat kecil.
Lili melemparkan pedang ke arah Kencana Ratih. Pedang itu segera ditangkap oleh
Kencana Ratih. la tahu. Lili mengembalikan pedang yang berbasil dirampasnya.
Tapi Li l tidak segera bicara kepada Kencana Ratih, melainkan justru bicara
kepada Wisnu Patra,
"Apakah kau masih sanggup menghadapi Gandaloka"l"
"Sepertinya aku harus
menggunakan siasat dalam
melawannya. Jika adu muka dengannya, aku merasa kalah ilmu!"
"Kalau begitu...."
Kata-kata terhenti seketika, karena tiba-tiba seberkas sinar pelangi melesat
dari balik semak-semak.
Wuuurrs...! Sinar pelangi itu menyerang Wisnu Patra dari arah
samping. Sasarannya leher Wisnu Patra. Tapi LILI melihat kelebatan sinar pelangi
yang sangat cepat dalam bergerak Itu.
Maka serta-merta Lili mengangkat kaki kanannya dan
berkelebat menjejak dada Wisnu Patra dengan gerakan amat cepat.
Duugh...! Bruusk...! Wisnu Patra terlempar dan jatuh terkapar di rerumputan.
Tapi sinar merah itu lolos, tak jadi mengenal leher Wisnu Patra. Sinar merah itu
melesat dan menghantam gugusan batu di kejauhan. Batu itu meledak dengan
kuatnya. Bahkan serplhan debunya sampai memercik mengenal tubuh Kencana Ratih
dan Lili. Tangan mereka pun saling menebas-nebas pakaian untuk menghilangkan
debu tersebut "Keluarlah Gandaloka! Jangan barsembunyi terus di sanal"
seru Lili tanpa memandang ke arah persembunyian
Gandaloka. Kejap berikutnya, Gandaloka benar-benar muncul dengan satu lompatan
melewati tinggi semak-semak tersebut.
Jleeg...! Bumi terasa bergetar ketika sepasang kaki besar itu menapak di tanah.
Gandaloka segera memandang Wisnu Patra, dan yang
dipandang cepat-cepat bangkit dengan kembali mencabut pedangnya. Tetapi sebelum
Gandaloka bergerak, UI sudah lebih dulu berkata,
"Dia bukan lawanmu, Gandaloka!"
Orang besar Itu berpaling memandang Pendekar Rajawali Putih. Sikapnya masih
tenang, tidak berkesan sedang
bermusuhan, la berkata,
"Apakah kau ingin memihaknya, Pendekar Rajawali Putih?"
Lili belum sempat menjawab, tahu-tahu Wisnu Patra telah menyerang Gandaloka
dengan kibasan pedangnya dari arah
belakang orang besar itu. Wuuut..! Gandaloka tanpa berpaling sedikit pun segera
menyantak-kan kakinya ke belakang, plaak...! Tepat menendang siku tangan Wisnu
Patra yang memegangi pedang itu. Tendangan tersebut membuat pedang tak jadi
terayun membelah punggung Gandaloka, melainkan justru tersentak ke atas.
Gandaloka cepat memutar badan dan kakinya melayang
dengan cepat Buggh...! Dengan telak tendangan putar itu mengenai dada Wisnu Patra
"Heegh...!"
Wuuus...! Tubuh si Dewa Tampan itu terlempar cukup jauh, dan terbanting
membentur batang pohon. Di sana ia
memuntahkan darah segar dari mulut, hidung, dan telinganya.
Rupanya tendangan yang dilepaskan Gandaloka itu bukan sekadar tendangan
bertenaga kuat saja, melainkan juga dibarengi tenaga dalam yang disalurkan
melalui kakinya.
Wisnu Patra akhirnya terkapar di sana. Gandaloka segera melompat
untuk menyerangnya dengan nafsu ingin membunuh. "Gandalokal" seru Lili. Seluan itu tidak dihiraukan.
Lili segera berjumpalitan di tanah dengan menggunakan kedua tangannya.
Wuuut, wuuut, wuuut..l
Yang terakhir tubuhnya melayang dan melewati kepada
Gandaloka. Weeess...l Jleegg...! Tahu-tahu la sudah berdiri di depan Gandaloka. Seketika Itu kedua tangannya
bergerak cepat melancarkan dua pukulan beruntun.
Beehg, beehg, beehg...l
Gandaloka tersentak mundur beberapa tindak walau tak sampai tumbang. Tubuhnya
sempat limbung dan wajahnya tampak menahan sakit. Lili segera menengok ke
belakang, ia menjadi cemas melihat Wisnu Patra berwajah pucat pasi dan tak bisa
bergerak lagi. Pada saat LILI menengok ke belakang Itulah, Gandaloka melepaskan
pukuian jarak jauhnya. Satu gelombang bertenaga kuat melesat dari tengah telapak
tangannya. Z!aaap...l "Awaaas...!" teriak Kencana Ratih secara tak sadar.
Teriakan 'itu membuat Lili cepat berpaling.
Begitu merasakan satu gelombang melesat ke arahnya,
LILI buru-buru bentangkan telapak tangannya dan digunakan menahan gelombang itu.
Debb...! Kini di antara Gandaloka dan LILI membentang gelombang bagaikan besi lurus yang
membara terang. Mereka saling dorong, saling tahan hingga keduanya sama-sama
bertubuh gemetar.
Tapi tiba-tiba tangan Lili bergerak memutar dan menyentak ke depan, membuat
gelombang itu bagal ber-bal k arah dan melesat masuk ke telapak tangan Gandaloka
kembali. Zlaaap...! Wuuut...! Tubuh besar ituterlem-par bagaikan kapas terhembus
angin, la jatuh berdebum di tanah datar berjarak sepuluh tombak dari tempatnya
berdiri semula.
"Uhhgg...l" terdengar Gandaloka memekik tertahan di sana, lalu ia sontakkan
darah hitam dari mulutnya, la menyeringai kesakitan sambil mendekap dada,
sementara Lili hanya memandanginya dengan bertolak pinggang. Kencana Ratih pun
memandang dengan terbengong, karena diam-diam ia mengagumi kehebatan ilmu yang
dimiliki Lili. "Sekarang aku kalah, Lilil Tapi suatu saat aku pasti kembali lagi untuk
mencarimu!" terdengar suara Gandaloka bagai orang tua menekan napasnya di
tenggorok-an. Setelah
berkata begitu, Gandaloka pun segera larikan diri dengan cepat. Lli
membiarkannya karena ia lebih penting menolong Wisnu Patra yang agaknya semakin
parah itu. "Wisnu...! Kuatkan dirimu, Wisnul Aku akan menolongmu!
Bertahanlah!" Lili segera membawa tubuh Wisnu Patra ke bawah pohon rindang, la
tampak cemas sekali. Kencana Ratih memperhatikan dengan menyunggingkan senyum
sinis. Akhirnya ia berkata,
"Aku akan menyusui Paman Leak Parang! Aku khawatir terjadi apa-apa di sana!"
Lili tidak menyahut sedikit pun. ia sibuk mendong Wisnu Patra yang semakin biru
wajahnya itu. *DW* 3 RUPANYA perintah menangkap Yoga yang datang dari
Galuh Ajeng itu berhasil diambil alih oleh sang Adipati. Dalam perundingannya
dengan Leak Parang, sang Adipati memutuskan bahwa Yoga pantas untuk dibebaskan. Sang
Adipati justru meminta maaf kepada Pendekar Rajawali Merah dan Leak Parang atas
sikap putrinya itu.
Tetapi ketika Leak Parang dan Yoga baru sampai di dekat pintu gerbang, tiba-tiba
Galuh Ajeng melompat dari sisi kiri dan menghadang di depan mereka berdua. Gadis
berusia dua puluh tiga tahun dan gemar mengenakan pakaian ungu itu segera
menegur Leak Parang dengan nada ketus,
"Seharusnya Paman Leak Parang tidak Ikut campur dalam urusan Ini. Saya kecewa
sekali dengan sikap Paman kali Ini!"
"Galuh Ajeng, kedatangan Yoga kemari membawa bunga Teratai Hitam atas suruhanku.
Jadi aku bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada diri Pendekar Rajawali
Merah Ini!"
'Tapi tidak benar jika Paman langsung berunding dengan ayahku.
Semestinya Paman bicara padaku tentang penangkapan pemuda itu!"
"Kurasa yang berkuasa di kadipaten in! adalah ayahmu, Galuh Ajeng. Jadi aku
berunding dengan penguasa setempat, bukan dengan orang yang tidak punya
kekuasaan."
Galuh Ajeng mendengus benci. "Agaknya aku perlu memberi pelajaran kepada Paman!
Heaah...!"
Galuh Ajeng langsung melompat dengan mengibaskan
tangannya ke arah Leak Parang. Kibasan memanjang itu menimbulkan perclkan bunga
api yang menyebar. Leak Parang segera kibaskan jubahnya ke depan dan menimbulkan
hembusan angin kencang.
Wuuuss...l Kalau saja Galuh Ajeng tidak segera melenting ke udara, maka ia akan terkena
balik percikan bunga api warna merah itu. Pada saat Galuh Ajeng melesat di udara
dan berjungkir balik satu kali, tangannya melemparkan sesuatu ke arah Yoga.
Pendekar bertangan buntung sebelah yang mengenakan
selempang dari kulit beruang coklat yang membungkus baju putih lengan panjang di
dalamnya segera berkelit dengan satu lompatan ke samping.
Crab...! Tangan Yoga cepat berkelebat bagal menyambar sesuatu dengan tubuh bergerak
memutar. Siap, slap...l Tahu-tahu di sela-sela jaritangan Yoga telah terselip dua jarum kecil berwarna
hitam. Galuh Ajeng terkesiap melihat Yoga mampu menangkap lemparan jarumnya
menggunakan sela-sela jemarinya. Jika bukan gerakan orang berilmu tinggi, tak mungkin jarum
itu bisa ditangkap dengan selipan jari.
"Galuh Ajeng...!" seru sebuah suara. Rupanya sang Adipati segera mengetahui
perselisihan di depan pintu gerbang bagian dalam itu. Galuh Ajeng menjadi takut,
lalu cepat-cepat pergi tinggalkan Yoga dan Leak Parang. Pada saat itu, Yoga
sempat mengibaskan tangannya, membuang jarum-jarum yang
berbasil ditangkapnya itu. Jarum-jarum tersebut melesat ke atas, dan menancap
pada dahan pohon beringin. Ternyata hanya jarum biasa yang tak mampu membuat
satu daun pun rontok ke bumi.
"Maafkan kelakuan putriku tadi," kata sang Adipati.
"Biasa. Anak muda," jawab Leak Parang sambil tersenyum wibawa
"Selamat jalan, Leak Parang! Selamat jalan, Yoga!"
Leak Parang dan Yoga sedikit bungkukkan badan, setelah itu melangkah keluar
melewati pintu gerbang. Mereka pun bebas meninggalkan kadipaten.
"Jahat sekali Galuh Ajeng itu. Sudah ditolong malah memukul"!" kata Yoga sambil
melangkah seiring dengan Leak Parang.


Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan jahat, cuma nakal!" Leak Parang membetulkan anggapan Yoga "Anak-anak sang
Adipati yang nakal cuma
Galuh Ajeng. Tapi yang tercantik dan berimu lumayan tinggi itu, ya cuma Galuh
Ajeng." "Kalau dia menjadi penguasa, pasti akan semena-mena terhadap rakyatnya."
"Benar," Leak Parang mengangguk. 'Tapi kalau boleh kutahu, mengapa kau menolak
untuk dikawinkan dengan
Galuh Ajeng" Bukankah menjadi menantu sang Adipati lebih terhormat daripada
menjadi menantu rakyat biasa" Galuh Ajeng pun cantik. Apa tidak sesuai dengan
seleramu" Bukankah dia punya bentuk tubuh yang menggairahkan?"
Pendekar Rajawali Merah tertawa peian, lalu menjawab dengan seenaknya, "Saya
sedang patah hati."
Leak Parang tertawa bersama Yoga Leak Parang tahu,
bahwa itu bukan jawaban yang sebenarnya. Tapi agaknya Leak Parang juga tidak
terlalu menuntut untuk mendapat jawaban yang sebenarnya, ia bahkan berkata
kepada Yoga, "Dua gadis cantik-cantik sedang menunggumu di perbatasan."
"O, ya" Siapa maksud Paman?"
"Kencana Ratih dan Pendekar Rajawali Putih."
"Oh..."!" Yoga berhenti melangkah karena terkejut, la memandang Leak Parang yang
juga ikut berhenti melangkah.
"Mulanya mereka berdua mau menyerang kadipaten untuk membebaskan kamu. Aku
yakin, pasti akan terjadi banjir darah di kadipaten jika kedua perempuan itu
menyerang ke sana. Sebab itulah aku segera turun tangan untuk
mengambilmu. Mulanya Pendekar Rajawali Putih ragu-ragu, tapi setelah aku
bertaruh nyawa, jika gagal mengambilmu kepalaku sanggup dipenggal oleh Pendekar
Rajawali Putih, maka ia izinkan aku ke kadipaten menangani masalah Ini!"
Leak Parang geleng-geleng kepala sambil tersenyum. "Luar biasa pembelaan
mereka," tambahnya.
Mereka kembali melangkah. Tiba di perbatasan, langkah mereka berhenti. Mata
mereka memandang ke sana-sini. Leak Parang berkata kepada Yoga,
"Mungkin mereka menunggu di bawah bukit sebelah sana.
Carilah sendiri. Aku akan segera kembali ke pondokku."
"Balkiah, Paman. Terima kasih atas pertolongan Paman!"
"Jaga dirimu baik-baik, Yo!"
Dengan sedikit membungkuk memberi hormat, Yoga
menjawab dengan kalem, "Baik, Paman!"
Setelah hlu, Leak Parang segera melesat pergi, sepertinya terburu-buru ingin
lekas sampai ke pondoknya. Mungkin karena di sana ada sang Kekasih masa lalu,
sehingga ia Ingin capat bertemu.
Sebenarnya Kencana Ratih berpapasan dengan Yoga pada saat bersama Leak Parang.
Tetapi Kencana Ratih sengaja bersembunyi begitu melihat Yoga berjalan dengan
pamannya. Kencana Ratih takut kena marah pamannya karena melanggar perintah untuk menunggu
di luar halaman wilayah kadipaten.
Itulah sebabnya ia buru-buru bersembunyi dan mengikuti langkah mereka dari
kejauhan. Ketika pamannya telah berpisah dari Yoga, Kencana Ratih tersenyum dan merasa
lega. Dalam hatinya ia berkata,
"Syukuriah Yoga selamat! Dia pasti mencari aku dan LILI.
Hmm... sebaiknya aku harus cepat-cepat menemuinya dan mengalihkan perhatiannya
agar tak jadi menemui Lili. Aku harus membelokkan arahnya supaya semakin jauh
dari Lili. Sedikit berbohong padanya tak apalah, yang penting aku akan selalu bersamanya!"
Kencana Ratih tertawa kecil membayangkan rencananya
sendiri, la akan arahkan Yoga ke tempat lain dengan alasan Li l bertarung
melawan Gandaloka dan sekarang sedang dalam pengejaran ke utara Dengan begitu,
maka Yoga pasti berlari
ke utara, sementara Lili sendiri sebenarnya menunggu di selatan.
Tetapi baru saja Kencana Ratih ingin bergerak, tiba-tiba gerakannya tertahan
karena melihat dua sosok tubuh
mengendap- endap di seberang sana. Rupanya ada dua orang yang mengikuti Yoga
dari tempat tersembunyi dan tidak disadari oleh Yoga sendiri.
"Siapa mereka?" pikir Kencana Ratih. "Hmmm... ternyata mereka dua orang
perempuan. Yang satu cantik, berpakaian ungu, yang satunya iagl gemuk seperti
kerbau, wajahnya lebari
Haruskah kuserang sekarang juga" Firasatku mengatakan, mereka bermaksud jahat kepada Yoga. Apakah...
apakah yang berpakaian ungu itu putri sang Adipati" Melihat dandanannya,
perhiasannya, kecantikannya, sepertinya dia memang orang dari dalam istana.
Mungkin masih ada
hubungan keluarga dengan sang Adipati jika ia bukan Galuh Ajeng itu. Sedangkan
perempuan bundar mirip kerbau
bengkak itu lebih layak menjadi pelayannya."
Kencana Ratih tidak jadi menyerang mereka, karena ia ingin tahu lebih dulu apa
rencana mereka dan siapa
sebenarnya mereka itu. Karenanya, Kencana Ratih hanya mengikuti mereka dari
belakang dan berusaha mencuri dengar percakapan kedua gadis itu.
Yang gendut berbisik dengan suara serak, "Dia masih tangguh. Gusti Ayu. Janganjangan usaha Gusti Ayu Galuh Ajeng tidak berhasil"!"
'Tak mungkin, Cemplonl Kita Ikuti saja, sebentar lagi dia pasti mulai lemah."
Dugaan Kencana Ratih memang benar, mereka adalah
Galuh Ajeng dan pelayan setianya yang bernama Cemplon Sari. Tetapi Kencana Ratih
masih belum tahu, perbuatan apa yang mereka lakukan terhadap diri Pendekar
Rajawali Merah itu. Kelihatannya mereka sedang menunggu saat-saat
datangnya kelemahan pada diri Yoga Sadangkan menurut penglihatan Kencana Ratih,
Yoga masih kelihatan tegar, tegap, dan gagah. Hal itu justru membuat Kencana
Ratih menjadi lebih penasaran, la semakin rapat bersembunyi, namun perhatiannya
tak lepas dari Yoga dan kedua gadis itu secara berganti-gantian.
Langkah Yoga terhenti, tangannya memegangi pelipis, la berkata dalam hati, "Hel,
ada apa Ini" Mengapa badanku jadi ringan sekali?" Yoga mencoba melangkah tapi
tubuhnya menjadi limbung. Akhirnya ia jatuh berlutut dengan kepala tertunduk.
Kencana Ratih memandang dengan tegang, tapi rasa Ingin tahunya kian bertambah
kuat, karena la sempat mendengar suara bisikan Galuh Ajeng kepada Cemplon Sari,
"Berhasil...! Lihat, dia sudah mulai lemah, Cemplon Sari!"
"Benar, Gust! Ayu. Oh, syukurlah kalau begitu. Saya pikir dia orang kuat yang
tidak akan mempan terkena senjata andalan Gusti Ayu!"
"Orang kuat mana yang tidak akan mampu kukua-sai jika sudah terkena Jarum Jinak
Jiwa" Tidak ada! Tidak ada satu pun orang yang bisa lolos dari kekuasaanku jika
sudah terkena Jarum Jinak Jiwa!" Galuh Ajeng segera berdiri sambil tersenyum
berseri-seri. Rupanya mereka berdua merasa sudah tidak perlu bersembunyi lagi.
Bahkan dengan terang-terangan mereka segera hamplri Yoga yang masih berlutut
dengan kepala tertunduk lemas.
Rupanya ketika Galuh Ajeng melemparkan jarum ke arah Yoga, bukan hanya dua jarum
yang terlepas, melainkan tiga jarum Dua tertangkap oleh Yoga, satu lagi lolos
dan mengenal kepala Yoga. Jarum itu menancap dengan cepatnya di
belakang telinga kiri Yoga tanpa terasa.
Jarum tersebut adalah Jarum Jinak Jiwa, pemberian dari gurunya Galuh Ajeng yang
bernama Nini Sambang. Jarum itu
mempunyai kadar racun yang mampu menguasai jiwa
seseorang. Jarum 'itu bisa melesat keluar dari ujung jari pemiliknya jika telah
terjadi penyatuan kendali batin dan sukma. Dengan begitu, orang yang terkena
Jarum Jinak Jiwa akan lupa kepada dirinya sendiri, juga lupa kepada orang yang
pernah dikenalnya, dan yang masih bisa di ngat hanya orang yang menjadi pemilik
jarum tersebut.
Orang yang terkena Jarum Jinak Jiwa juga bisa berubah menjadi ganas, galak, dan
kejam. Dalam melakukan tindakan tak banyak pertimbangan. Tetapi ia hanya bisa
tunduk dengan segala perintah si pemilik jarum tersebut, karena jiwa dan
sukmanya telah dikuasai sepenurnya oleh si pemilik Jarum itu.
Lebih parah lagi, jarum itu mempunyai kekuatan asmara yang tinggi. Sebab itu,
biasanya jarum tersebut dilepaskan untuk orang yang berlawanan jenis dengan
pemiliknya. Biasanya juga dilepaskan dengan maksud Ingin mendapatkan cinta lawan jenisnya
itu. Itulah yang dilakukan Galuh Ajeng setelah ia merasa gagal menguasai Yoga karena
kedatangan Leak Parang. Hati Galuh Ajeng menjadi terpikat begitu melihat
kedatangan Yoga yang pertama kali. Hatinya bersorak girang ketika tahu orang
yang berhasil membawa bunga Teratai Hitam adalah seorang
pendekar tampan dan menggairahkan baginya. Tapi hati Galuh Ajeng menjadi kecewa
ketika Yoga menolak hadiah yang sudah disayembarakan itu, yaitu dikawinkan
dengannya. Rasa terpikatnya kepada Yoga tak bisa dihindari, sehingga Galuh Ajeng terpaksa
menggunakan jarum tersebut
Pendekar Rajawali Merah masih tertunduk beberapa saat ketika Galuh Ajeng dan si
gendut Cemplon Sari sudah berada di depannya. Beberapa saat kemudian, barulah
kepala yang tertunduk itu pelan-pelan terangkat naik, mata yang terpejam terbuka
dan berkejap-kejap sebentar. Lalu, Yoga terperanjat memandang kearah depan,
menatap Galuh Ajeng yang sudah berdiri di depannya itu.
"Galuh... Ajeng...," ucap Yoga pelan, hampir tak terdengar.
Galuh Ajeng hanya tersenyum, memandang Cemplon Sari
yang juga tersenyum mengikik girang. Kedua perempuan itu membiarkan Yoga bangkit
berdiri dBngan mata memandang sekeliling. Bahkan memperhatikan tubuhnya sendiri,
menatap ke atas, seolah-olah berusaha mengenali alam sekitarnya.
Yoga tampak bingung pada dirinya sendiri dan merasa asing dengan alam
disekitarnya. Cemplon Sari berkata lirih kepada Galuh Ajeng, "Apakah dia benar-benar sudah
terkuasai oleh kita. Gusti Ayu?"
"Ya. Dia tidak akan ingat siapa dirinya Kalau tak percaya, mari kita coba dengan
beberapa pertanyaan...," kemudian Galuh Ajeng maju satu langkah dan menatap Yoga
dalam senyum yang menggoda.
"Siapa kau, Pemuda Tampan"!" tanya Galuh Ajeng.
"Aku..."!" Yoga berkerut dahi, diam beberapa saat seperti sedang mengingat-ingat
siapa dirinya, la memegang-megang dadanya, memandangi kedua tangannya, dan
barucap kata seperti bicara pada diri sendiri,
"Aku... aku siapa" Ya. siapa aku ini..." Kenapa aku ada di sini" Di mana aku
sekarang" Di tempat apa" Dan... dan...."
Galuh Ajeng ber'agak ketus, "Hei, yang kutanyakan, siapa dirimu"!"
Yoga memandangi Galuh Ajeng beberapa kejap, lalu
menggelengkan kepalanya pelan-pelan. Mulutnya terbengong melompong. Galuh Ajeng
menatap Cemplon Sari sambil
tersenyum bangga, penuh kemenangan.
Terdengar Yoga berkata, "Aku tidak tahu siapa diriku. Aku lupa siapa namaku.
Yang kuingat... yang kuingat hanya kau!
Kau adalah Galuh Ajeng, gadis cantik tiada duanya."
Berdebar bangga hati Galuh Ajeng mendengar ucapan Itu.
Kemudian ia berkata, "Dari mana asalmu, apakah kau juga tidak tahu?"
"Aku... aku lupa. Kalau kau bisa bantu aku mengingatkan, tolong ingatkan aku."
Galuh Ajeng makin mendekat. Kini jaraknya kurang dari satu langkah. Bahkan
tangannya berani menyingkapkan
rambut yang bergerai di kening Yoga sambil berkata,
"Kau adalah calon mempelaiku. Kita akan kawin dan hidup bersama dengan penuh
kebahagiaan."
"O, jadi aku calon suamimu?"
"Ya," Galuh Ajeng meraba bibir Yoga dengan telunjuknya.
"Apakah kau keberatan menjadi suamiku?"
'Tidak," jawab Yoga lirih sambil sunggingkan senyum.
"Hatiku berharap akan dapat memelukmu setiap hari."
"Aku pun merasa senang jika barada di dalam pelukanmu."
Kemudian, tangan kanan Yoga meraih tubuh Galuh Ajeng dan memeluknya. Kepala
Galuh Ajeng bersandar di dada Yoga dengan tangan mengusap-usap lembut pipi
pendekar tampan tersebut. Mata Galuh Ajeng terpejam bagai menikmati
hangatnya pelukan Yoga. Sementara itu, Cemplon Sari hanya tersipu-sipu sendiri,
memeluk tubuhnya sendiri dengan suara cekikikannya.
'Tapi apakah kau tahu siapa namaku" Aku lupa sama sekali.
Galuh Ajeng Sayangku...!"
"Namamu..." Hmm... namamu adalah Yoga, gelarmu
Pangeran Cinta!" jawab Galuh Ajeng sengaja mengacaukan pikiran Yoga.
"O. namaku Yoga" Yoga..." Ya, sepertinya aku pernah dengar nama itu. Tapi...
geiarku Pangeran Cinta" Aku... aku merasa baru ingat kalau punya gelar Pangeran
Cinta." "Kau tadi jatuh, kepalamu membentur batu, sehingga kau lupa siapa dirimu," kata
Galuh Ajeng. "Jatuh"!" Yoga tertegun sejenak, lalu manggut-manggut.
Tapi tangannya masih mendekap Galuh Ajeng, la bertanya lagi, "lantas, mengapa
tangan kiriku buntung" Siapa yang membuntungi?"
Galuh Ajeng bingung menjawab. Tapi ia punya akal untuk menangguhkan jawaban itu
dengan berkata,
"Aku tidak tahu nama orang itu. Tapi kalau kita jumpa dia.
aku bisa kasih tahu padamu orangnya. Sudahlah, lupakan dulu tentang putusnya
tanganmu itu, yang penting biar tanganmu buntung satu aku masih tetap punya
cinta padamu, Yoga!"
"Ya. Tapi aku ingin membalas orang yang membun-tungi tanganku!"
"Nanti jika kita jumpa orang itu, kuberitahukan padamu dan lepaskan
dendammu padanya! Kau memang harus membalasnya jika kau tidak ingin mengecewakan aku. Yogai"
"Aku memang tidak Ingin mengecewakan dirimu, Istriku Sayang!"
Panas sekali hati Kencana Ratih mendengarkan percakapan itu dari atas pohon, la
tak kuat menahan kemarahannya, maka serta-merta ia segera lompat turun dari atas
pohon sambi melepaskan pukulan jarak jauhnya ke arah Galuh Ajeng.
Wuuut...! Zlaaap...! Sinar merah berkelebat lepas dari telapak tangan Kencana Ratih. Sinar merah itu
segera dihantam dengan kelebatan tangan Cemplon Sari yang memancarkan sinar
putih perak. Blaaar...! Benturan kedua sinar tersebut membuat ledakan besar
yang mengguncangkan tanah sekeliling mereka. Rupanya si gendut Cemplon Sari itu
punya Ilmu simpanan yang lumayan hingga bisa mematahkan serangan Kencana Ratih.
Melihat kemunculan Kencana Ratih, Galuh Ajeng segera lepaskan diri dari pelukan
Yoga. Tetapi Cemplon Sari maju dekati Kencana Ratih dengan bertolak pinggang, la
seakan bersikap menjadi benteng bagi keselamatan Galuh Ajeng dan Yoga.
"Minggir kau, Kerbau Gendut!" sentak Kencana Ratih yang sudah tak sanggup
menahan kemarahan. "Kulumat tubuh busukmu kalau tak mau menyingkir dari
hadapanku!"
"Kuntilanak dari mana kau, datang-datang menyerang kami, hah"!" kedua mata
Cemplon Sari membelalak bundar dan besar.
Rupanya Kencana Ratih tak mau banyak bicara dengan
pelayan Galuh Ajeng itu. Maka dengan cepat ia sentakkan kedua tangannya, dan
terlepaslah pukulan tenaga dalam cukup besar tanpa cahaya itu.
Wuuuk...l Cemplon Sari berusaha menangkis dengan pukulan sejenis.
Tapi terlambat, tubuh besarnya sudah lebih dulu terhantam pukulan tenaga dalam
Kencana Ratih. Tubuh besar itu
terlempar jauh ke belakang dan menggelinding bagaikan gentong tertlup badai.
Buuhk...!

Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wuuurrss..! "Biadab kau! Siapa kau, hah"!" bentak Yoga sambil melangkah maju setelah dapat
bisikan dari Galuh Ajeng agar melawan Kencana Ratih.
Kencana Ratih diam sejenak memandangi Yoga. Dalam
hatinya berkata, "Dia benar-benar tidak ingat pada diriku"
Pasti pengaruh dari Jarum Jinak Jiwa itu! Benar-benar keparat si Galuh Ajeng
itu!" Terdengar seruan Galuh Ajeng dari belakang Yoga, "Serang dia! Bunuh! Karena
dialah orangnya yang membuntungi
tanganmu, Yoga!"
Kencana Ratih melihat rnulut Yoga terkatup dengan giginya menggeletuk. Matanya
sedikit menyipit memancarkan dendam dan nafsu untuk membunuh. Maka dengan cepat
Kencana Ratih berseru, "Yoga, aku Kencana Ratih, kekasihmu! Aku...."
Zlaaap.,.! Tiba-tiba dari tangan kanan Yoga keluar selarik sinar merah menghantam dada
Kencana Ratih. Untung sinar merah itu bisa cepat dihindari dengan berguling ke
tanah satu kali dan bangkit kembali dalam satu sentakan tubuh. Sinar merah itu
menghantam pohon, dan pohon itu pun hancur berkeping-keping. Rupanya saat itu
Yoga benar-benar ingin membunuh Kencana Ratih karena dianggap sebagai orang yang
membuat tangan kirinya buntung.
'Yoga! Sadarlah! Kau terkena pengaruh perempuan jalang itu!" Kencana Ratih
mencoba menyadarkan Yoga. "Bukan aku yang memenggal tanganmu, tapi dia sendiri!
Kisah Sepasang Bayangan Dewa 7 Kucing Suruhan Karya S B Chandra Memanah Burung Rajawali 21

Cari Blog Ini