Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur Bagian 3
ke arah kepala Yoga. Tetapi dengan cepat Yoga mengibaskan tangannya yang kanan
bagai sayap rajawali mengibas. Kibasan itu keluarkan angin besar yang membuat
laju sinar hijau itu berbelok arah, akhirnya menghantam dinding candi yang
tinggal separo bagian itu.
Blaaar...! Susunan batu dinding itu menjadi berantakan. Batu-batu tersebut berubah menjadi
serbuk hitam yang lembut akibat terhantam sinar hijau tadi.
Empat orang itu segera menyebar, merenggang jarak.
Tetapi Galuh Ajeng masih tetap berada di samping Yoga, tak jauh dari
jangkauannya. Mereka sama-sama memandang
munculnya dua sosok manusia yang melompat dari balik kerimbunan semak.
"Setan alas!" geram Nini Sambang setelah menge tahui siapa penyerangnya.
"Rupanya kau datang kemari untuk mencari mati, Bidadari Manja!"
Dua orang itu adalah Bidadari Manja dan Tamtama. Mereka lolos dari peristiwa
hancurnya Gua Bidadari. Dan Yoga-lah
yang menghancurkan gua tersebut bersama Kencana Ratih dan Lili (Baca episode:
"Gerombolan Bidadari Sadis"). Tetapi saat itu Yoga tidak kenali siapa kedua
orang itu, sehingga ia segera melangkah maju dan berseru,
"Siapa kalian sebenarnya"! Mau apa kemari"!"
"Kau lupa padaku. Yoga"!" sahut Tamtama dengan senyum sinis.
"Aku tidak mengenal siapa dirimu, Jahanam!" sentak Yoga kasar.
Tamtama makin tertawa sumbang. "Kau berlagak lupa padaku karena kau takut aku
bersama Bidadari Manja! Akalmu sungguh busuk, Yoga!"
Bidadari Manja pun menyahut, "Aku datang untuk menagih nyawa-nyawa anak buahku
yang kau hancurkan bersama gua tempat tinggal kami! Kau sangka aku tak bisa
lolos dari peristiwa
itu, hah"! Sekaranglah saatnya kita bikin perhitungan, Pendekar Tampan!"
Yoga masih diam saja dan merasa bingung dengan
tuduhan itu. la memandang Tamtama dan Bidadari Manja secara bergantian. Sikapnya
tetap tegap dan penuh siaga untuk siap bertarung.
Bidadari Manja yang memandangi Yoga itu akhirnya
berkata, "Kau sungguh tampan dan menggairahkan! Rasa-rasanya aku layak memaafkan
perbuatanmu jika kau mau ikut bersamaku dan menjadi pendamping kesepianku,
Pendekar Tampan!"
Tamtama cemberut memandang Bidadari Manja. Sedangkan Galuh Ajeng mulai panas hatinya mendengar
ucapan tersebut. Kini ia maju beberapa tindak dan berkata dengan penuh
keberanian, "Kau ingin merebut calon mempelai priaku" Langkahi dulu bangkaiku kalau kau
memang punya nyali besar, Perempuan Lacur!"
"Bocah ingusan!" geram Bidadari Manja. "Jangankan kau, gurumu suruh maju
melawanku! Akan kucincang dia di depan muridnya!"
Nini Sambang berteriak, "Bacot lancang! Heaaah...!"
Wuuut...! Tubuh bungkuk itu melesat dengan tongkat siap
dihujamkan ke tubuh Bidadari Manja. Tapi dengan satu sentilan tangan ke udara,
tubuh bungkuk itu menjadi mental dan jatuh menindih bongkahan batu. Sentilan
jari itu mempunyai kekuatan tenaga dalam cukup tinggi. Melihat lawannya
terpental dan jatuh, Bidadari Manja sunggingkan senyum sinis, sebagai senyum
kemenangan. Melihat gurunya jatuh, Galuh Ajeng semakin terbakar
darahnya, la bergegas maju, namun gerakannya tertahan oleh kata-kata Bidadari
Manja yang berseru,
'Tunggu dulu! Kalau kau nekat maju kau akan mati sia-sia!
Kau belum tahu seberapa tinggi ilmuku, Bocah Ingusan!
Kutawarkan perdamalan pada kalian; tinggalkan tempat ini dan kalian akan
selamat, atau biarkan pendekar tampan itu ikut bersamaku, lalu ambil ah Tamtama
sebagai gantinya.
Atau, kalian mati semua di sini secara bersamaan"!"
Tamtama semakin bersungut-sungut dan merasa kurang
suka dengan tawaran kedua itu. Tapi ia tak berani membantah karena ia tahu akan
mati sia-sia jika membantah perkataan Bidadari Manja itu. Sedangkan Nini Sambang
yang telah berdiri kembali Itu menjadi semakin geram mendengar kata-kata
tersebut. Lalu, ia berseru kepada muridnya,
"Galuh Ajeng, bunuh mereka berdua!"
Tetapi sebelum Galuh Ajeng bergerak, Yoga telah lebih dulu gunakan jurus 'Petir
Selaksa', melompat dengan sangat cepatnya dan tahu-tahu kedua kakinya menendang
ke samping kanan-kiri mengenai kepala Tamtama dan Bidadari Manja.
Praaak...! Gubraass...! Keduanya sama-sama terpental terpisah arah dan jatuh berguling-guling di atas
bebatuan candi.
Melihat Bidadari Manja jatuh tunggang langgang, Galuh Ajeng segera melompat
dengan satu serangan tendang
bertenaga dalam.
Wuut...! Plaak...! Kaki Galuh Ajeng berhasil ditendang oleh kaki Bidadari Manja. Tendangan Bidadari
Manja ternyata punya tenaga lebih tinggi, sehingga Galuh Ajeng terpekik karena
rasakan sakit di sekujur tubuhnya yang terpental berguling satu kali di udara
itu. "Alih...!"
Buuhg...! ia jatuh bersimpuh sambil menyeringai. Sedangkan saat itu Tamtama yang hendak menyerang Yoga, segera terpental jauh ke
belakang karena tendangan kaki Yoga yang melepaskan tenaga bergelombang panas
dan berkekuatan besar. Pakaian Tamtama sempat terbakar
sekejap, untung bisa lekas dipadamkan dengan berguling-guling di rerumputan.
Melihat Galuh Ajeng kesakitan, Yoga kian naik pitam, la melompat dan bersalto
dua kali ke arah Bidadari Manja Tapi perempuan
itu cepat kibaskan tangannya bagaikan memercikkan air ke arah Yoga Ternyata kibasan itulah yang
dinamakan jurus 'Karang Jantan', di mana semua anggota tubuhnya dapat
mengeluarkan tenaga dalam walau dengan gerakan selamban apa pun.
Wuuhg...! Buuhg...! Tubuh Yoga jetuh terbanting dalam posisi miring. Tangan buntungnya tertindih
tubuh dan merasakan sakit yang
membuatnya menyeringai. Hanya percikan jari pelari saja bisa timbulkan kekuatan
yang mampu membanting sekeras itu, apalagi jika percikan itu diperkeras, sudah
pasti dapat membuat luka di bagian dalam tubuh Yoga. Tapi agaknya Bidadari Manja
tak mau lukai Yoga terlalu dalam, karena dia merasa sayang jika nantinya pemuda
tampan itu jatuh ke tangannya dan ia akan mengalami kerugian oleh sebab luka
berbahayanya Yoga itu.
"Galuh Ajeng!" sentak Nini Sambang yang sengaja tidak ikut campur dan memberi
kesempatan kepada kedua calon mempelai itu. "Gunakan 'Mahkota Naga'! Sekarang
juga. Galuh Ajeng!"
Mendengar seruan gurunya, melihat Yoga menyeringai
kesakitan, Galuh Ajeng cepat bangkit dan berusaha berdiri dengan tegak. Pada
saat itu, Bidadari Manja bermaksud menyerang Nini Sambang dengan pukulan
berbahayanya Tetapi tiba-tiba kedua jari tangan kanan Galuh Ajeng menjadi tegak dan keras,
lalu jari itu ditempelkan pada dahinya, dan serta-merta disentakkan ke depan
bagai melemparkan pisau.
Wuuut..! Claaap...! Sinar merah panjang terlepas dari ujung jari itu. Sinar tersebut melesat ke arah
Bidadari Manja Perempuan berjubah ungu robek-robek itu berusaha lari menghindar
dengan beberapa kali lompatan, tapi sinar merah itu mengejar ke mana saja arah larinya.
"He, he, he, he, heh...l Lawanlah 'Mahkota Naga' itu, Bidadari Manja! Lawanlah
kalau kau mampui He, he, he...!"
Nini Sambang terkekeh kegirangan.
"Edan! Sinar itu mengejarku terus"!" Bidadari Manja menggerutu sambil berusaha
menghindar, tapi tetap saja dikejar oleh sinar merah sebesar jari telunjuknya
Itu, panjangnya kurang dari sehasta.
Akhirnya Bidadari Manja berhenti dan siap-siap melawannya dengan jurus lain. Tetapi pada saat dia berhenti, sinar merah itu
seakan menjadi semakin cepat mengejar.
Wuuut...! Sinar itu berhasil membentuk lingkaran dan menjerat
kepala Bidadari Manja.
Zraaap...! Jeratan bagaikan diperkencang. Tiba-tiba terdengar suara, praak...!
Tak ada suara yang sempat keluar dari mulut Bidadari Manja karena kepala itu
serta-merta menjadi hancur, remuk seketika. Darahnya memercik ke mana-mana
dengan keadaan sangat mengerikan. Tamtama yang melihat dengan jelas kejadian itu
menjadi tertegun bengong, matanya terbelalak lebar-lebar, la pun tak mampu
lontarkan kata apa pun karena terkesima melihat peristiwa mengerikan tersebut.
"Satu lagi ada di sana!" seru Nini Sambang sambil menuding ke arah Tamtama
Pada saat Galuh Ajeng berpaling ke arah Tamtama,
pemuda itu tak punya pilihan kecuali sentakkan kakinya dan melesat pergi
meninggalkan tempat itu. Galuh Ajeng
bermaksud mengejarnya, tapi Nini Sambang melarang sambi ia lontarkan tawa
terkekeh-kekeh,
"Tak perlu...! Tak perlu dikejar orang itu! Biarkan dia hidup dan menemukan
ajalnya sendiri. Kurasa tendangan Yoga tadi sudah cukup melukai bagian
dalamnya!"
Galuh Ajeng cepat hampiri Yoga dan memandang dengan
cemas. "Kau sakit, Sayang..."! Kau terluka"!"
"Tidak! Hanya terasa nyeri sedikit pada bagian tanganku yang buntung inil Sayang
sekali tangan ini buntung, jika tidak pasti sudah kuhabisi nyawa perempuan itu
sejak tadi, tanpa kau turut campur!"
"Sudahlah, lupakan dia. Dia telah menjadi bangkai. Tapi, apakah benar kau pernah
menyerang Gua Bidadari yang
terkenal berpenghunl ganas-ganas itu"!"
"Entahlah. Rasanya aku belum pernah jumpa mereka berdua, tapi mereka menuduhku
yang bukan-bukan!"
Nini Sambang datang mendekati Galuh Ajeng dan
menepuk-nepuk punggung muridnya dengan perasaan bangga, "Hebat, hebat...! itu baru namanya murid dari Nini Sambang! He, he, he...! Kini
kau tahu sendiri betapa dahsyatnya jurus 'Mahkota Naga' itu, bukan?"
"Ya, Guru! Sungguh dahsyat dan sukar dilawan."
"Bukan sukar dilawan, tapi tak akan ada yang bisa melawannya!" tegas Nini
Sambang sambil tersenyum berkesan congkak.
Cemplon Sari diperintahkan untuk membuang bangkai
Bidadari Manja ke jurang sebelah timur candi, la menyeret-nyeret mayat tanpa
kepala itu dengan menggunakan serat pelepah daun pisang.
'Tugasku tak pernah ada yang enak! Membuang bangkai, mencari bunga tujuh rupa,
mencari damar, kapan aku
ditugaskan menghabiskan makanan"!" gerutu Cemplon Sari setelah selesai membuang
mayat itu. Tiba-tiba tubuh gemuknya itu terjungkal ke depan dan menggelinding bagaikan
gentong kosong. Seseorang telah menendangnya dari belakang dan punggungnya
menjadi sasaran teiak tendangan tersebut. Cemplon Sari yang
mempunyai ilmu tak seberapa tinggi itu menyeringai kesakitan karena tubuhnya
banyak tergores duri-duri semak. Tentu saja ia memaki-maki sendiri sambil
berusaha bangkit dan
memandang ke arah belakangnya.
"Setan kurap! Rupanya kau yang menyerangku dari belakang, hah"!"
Kencana Ratih tersenyum sinis, la merasa senang dapat membuat si gendut
terjungkal beberapa kali. Tapi kepuasan itu hanya sebentar, karena Cemplon Sari
lontarkan tantangan yang memerahkan telinga,
"Pengecut seperti kau jelas tak akan berani berhadapan langsung
denganku! Larilah sekarang juga sebelum kupatahkan tulang-tulangmu!"
"Kurajang tubuh gentongmu sekarang juga. Jahanam!
Hiaaah...!"
Kencana Ratih maju menyerang dengan pukulan bertubitubi. Tapi gadis gendut itu mampu menangkisnya beberapa kali.
Taab...! Bahkan kali ini ia berhasil mencekai lengan Kencana Ratih lalu meremasnya dalam
satu genggaman. Kencana Ratih
menyeringai kesakitan, karena tulang lengannya bagaikan sedang dlre-muk dengan
genggaman keras.
"Tak akan tertolong lagi tulangmu ini, Setan Kurap!
Hi ihh...!"
Dengan cepat kaki Kencana Ratih menjejak telapak kaki Cemplon Sari dalam satu
sentakan keras.
Jraak.,.! "Uaaow...!" Cemplon Sari kesakitan. Seketika itu kakinya dinaikkan dan dipegangi
dengan dua tangan. Kesempatan Itu digunakan oleh Kencana Ratih untuk menghajar
habis wajah Cemplon Sari. Pukulannya datang secara beruntun, membuat wajah lebar
itu dalam waktu singkat menjadi bonyok, penuh luka memar dan berdarah pada
bagian mulutnya.
"Bawa aku ke Candi Langu! Akan kuhabisi nyawa Gusti Ayumu yang tidak ada ayunya
sedikit pun itu!" bentak Kencana Ratih.
Tetapi, tiba-tiba tangan Cemplon Sari menghentak ke
depan keduanya. Rupanya ia lepaskan pukulan tenaga dalam tanpa sinar ke arah
lawannya. Dengan telak dada Kencana Ratih menjadi sasaran pukulan tersebut.
Buuhg...! Dan tubuh sekar Kencana Ratih pun terbuang ke belakang dan terpelanting
berguling-guling. Dadanya menjadi sakit, napasnya sesak, sehingga ia butuh waktu
untuk mengisi udara segar untuk dadanya itu.
Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Cemplon Sari
untuk melarikan diri. Melihat Cemplon Sari melarikan diri, Kencana Ratih pun
bergegas mengejarnya dengan tenaga dipaksakan, la tak mau kehilangan mangsanya,
karena ia tahu gadis bulat itu pasti menuju ke Candi Langu.
"Gusti...! Gusti Ayu...! Saya mau dibunuh orang! Gusti i...!"
Cemplon Sari berteriak-teriak ketakutan setelah ia tahu lawannya mengejar dengan
gerakan lari lebih cepat darinya.
"Cemplon! Ada apa..."!" seru Galuh Ajeng, la berlari ke pintu gerbang candi yang
telah runtuh itu.
Cemplon Sari jatuh tersungkur di depan Galuh Ajeng, la segera ditolong, dan pada
waktu itu Yoga pun melompat dari dalam candi, lalu berdiri di samping Galuh
Ajeng, ia dan Galuh Ajeng sama-sama memandang ke arah depan. Kejap
berikutnya, Kencana Ratih telah berdiri di depan mereka.
Nini Sambang pun muncul kembali dengan membawa bawa
tongkatnya, la menatap ke arah Kencana Ratih dengan mata sedikit menyipit, lalu
terdengar suaranya berseru kepada Kencana Ratih,
"Kalau tak salah kau keponakan dari Leak Parang"!"
"Betul!" jawab Kencana Ratih. "Aku memang keponakan Leak Parang!"
"Mau apa kau datang kemari dengan menyakiti Cemplon"!"
"Yoga adalah kekasihku! Aku harus bisa membawa pulang Yoga"
Dengan lantang Yoga menyahut, "Siapa yang jadi
kekasihmu" Aku tidak merasa punya kekasih macam kau!
Orang yang kucintai hanyalah Galuh Ajeng, calon mempelaiku!"
'Yoga! Kau terkena pengaruh Jarum Jinak Jiwa! Sadarlah, Yo!" bentak Kencana
Ratih dengan jengkel.
Wuuut...! Buuhg...! Dengan gerakan cepat Galuh Ajeng menyerang Kencana
Ratih. Telapak tangannya berhasil menghantam ulu hati lawan, membuat lawan
menjadi pucat seketika dan mulutnya menyemburkan darah segar. Tapi Kencana Ratih
masih berusaha berdiri dan ingin menyerang Galuh Ajeng. Hanya
saja, pukulan tenaga dalam Yoga segera dilepaskan dan menghantam tubuh Kencana
Ratih dengan lebih parah lagi.
Blaab...! Wuuus...! Tubuh Kencana Ratih terpental dan wajahnya menjadi
memar membiru sampai bagian lehernya.
"Cukup" kata Nini Sambang menahan gerakan Yoga dan Galuh Ajeng yang ingin
melenyapkan nyawa Kencana Ratih.
Nini Sambang berkata,
"Jangan bunuh dia! Aku tak enak dengan pamannya karena pernah menyelamatkan
nyawaku! Biar dia pergi dalam
keadaan terluka begitu!"
Nini Sambang dekati Kencana Ratih dan berkata, "Cepat pergi dari sini dan jangan
ganggu Yoga lagi. Esok dia sudah menjadi mempelai yang akan kunikahkan dengan
muridku; Galuh Ajeng! Mengerti!"
Kencana Ratih pun pergi, merasa tak mampu melawan
Yoga. -oo0dw0oo- 8 SILUMAN Ilmu paksa Tabib Perawan melalui bujukan agar Tabib Perawan mau serahkan
kesuciannya kepadanya Siluman Ilmu sudah siap-siap untuk mengatakan di mana
letak kelemahan Jarum Jinak Jiwa. Hal itu membuat Sendang Suci atau
Tabib Perawan dicekam kebimbangan antara membiarkan Yoga dikuasai oleh Galuh Ajeng, atau serahkan kesuciannya demi
menolong Yoga"
"Bagaimana kalau kutukar dengan ilmu andalanku?" tawar Sendang Suci ketika
datang yang kedua kalinya. Waktu itu, ia datang bersama Mahligai, tapi Mahligai
menunggu di bibir tebing.
"Tidak bisa!" kata Siluman Ilmu. "Kelemahan Jarum Jinak Jiwa sangat mahal,
sepantasnya kau membayar dengan
kehangatan tubuhmu. Toh hanya satu kali" Jika kau tidak mau, maka pemuda yang
bernama Yoga itu akan menjadi
suami Galuh Ajeng hari ini juga! Aku melihat rencana perkawinan mereka sudah
disiapkan oleh gurunya. Aku juga melihat rencana hati Galuh Ajeng dan Yoga,
bahwa mereka akan berbulan madu di tempat yang tidak diketahui oleh siapa pun!
Yoga seorang pemuda yang benar-benar gagah perkasa dan mempunyai bibit yang
subur. Dalam waktu singkat, Galuh Ajeng akan hamil dan Yoga tak akan mau
melepaskan perempuan itu jika ia merasa sudah menanamkan keturunannya di rahim Galuh Ajeng! Sekaranglah saatmu untuk menolong dia.
Tapi... he, he, he... bayarannya tinggi.
Satu kali saja kau layani aku, maka pemuda itu akan selamat dari cengkeraman
Galuh Ajeng!"
Hati Sendang Suci berdebar-debar memilih langkahnya, la sangat gei sah saat
menentukan pilihan. Tapi pada akhirnya ia bangkit berdiri, lalu melangkah keluar
dari gua tempat tinggal Sl uman ilmu.
"Sendang Suci, pikiranmu sedikit kacau! Duduklah dulu dengan tenang dan
putuskanlah langkahmu! Mau ke mana kau, Sendang Suci"!"
Tiba-tiba dari luar gua Sendang Suci menggerakkan kedua tangannya dari tengah ke
samping kanan-kiri, bagaikan menaburkan sesuatu dengan gemulainya. Tanpa ada
sentakan keras, namun tiba-tiba mulut gua itu dilapisi cahaya ungu berpijarpijar. Siluman ilmu yang ada di dalam gua itu terperanjat melihat sinar ungu
mengelilingi pintu gua sampai
pada bagian lantainya, bagai seutas tali yang mengelilingi mulut gua itu dengan
memancarkan sinar ungu pijar.
"Hei, apa yang kau lakukan, Sendang Suci!" seru Siluman Ilmu.
"'Racun Surya Lebur'!" ucap Sendang Suci dengan sunggingkan senyum sinis di
bibirnya yang indah itu. "Kalau kau melewati sinar ungu ini, racun sinar ini
akan menyergapmu, dan tubuhmu akan hancur dalam waktu
kurang dari setengah helaan napas! Kau tak akan bisa meneropong kelemahan
'RacunSurya Lebur' ini, karena
kelemahan itu ada pada nyawaku sendiri. Kalau aku mati, maka sinar itu akan
padam!" "Ap... ap... apa maksudmu, Sendang Suci"! He!, tunggu...!
Jangan pergi dulu! Aku tak bisa keluar dari gua ini!"
"Aku tak sanggup membayar Jasamu! Aku tak akan sudi menyerahkan kesucianku
padamu. Dan aku tak akan cabut sinar ini sebelum kau katakan di mana letak
kelemahan Jarum Jinak Jiwa itu!"
"Jahanam! Kau mengurungku di sini! Terimalah pembalasanku, Sendang Suci! Heah...!"
Siluman Ilmu lepaskan pukulan tenaga dalamnya bercahaya merah. Melesat dari
pangkal pergelangan tangannya.
Wuuut...! Arah sasaran ke tubuh Sendang Suci yang berdiri d! depan mulut gua itu. Tetapi
Sendang Suci diam saja dan hanya tersenyum tipis. Sinar merah itu tiba-tiba
padam bagai bara api masuk ke dalam air.
Zruub...! Tiga kali Siluman Ilmu mencoba melepaskan pukulan
tenaga dalamnya yang memancarkan sinar, tapi selalu gagal
jika melewati lingkaran sinar ungu itu. Akhirnya Siluman Hmu merasa kewalahan
sendiri. "Baiklah! Aku menyerah kalahl"
"Kalau begitu aku harus segera pergi!" kata Sendang Suci.
"He!, tunggu dulu! Lepaskan aku dari sinar beracunmu ini!"
"Kau tidak mau menolongku, maka aku pun tidak mau menolongmu!"
"Baik, ba!k...!" teriak Siluman Hmu dengan jengkel, la bersungut-sungut dan
membatin kata, "Daripada aku terkurung selamanya di dalam gua ini, lebih baik
kukatakan saja kelemahan jarum itu!"
Sendang Suci tetap berdiri tegak dengan kaki sedikit merenggang. Di belakangnya
jurang. Kalau dia tersentak sedikit, dia akan jatuh masuk ke jurang. Tapi
agaknya Sendang Suci tak khawatir sedikit pun akan hal itu. la menunggu jawaban
dari Siluman Hmu. Beberapa saat setelah bersungut-sungut, orang tua itu berkata,
"Cari benda hitam dalam tubuh pemuda itu. Cabut benda hitam itu. Karena benda
itulah jarum keparat tersebut. Jika pemuda itu terlepas dari jarum yang tertanam
di tubuhnya, maka pengaruh jarum itu akan sirna dan akan kembali
temukan jati dirinya!"
"DI mana letak jarum itu tertanam?"
"Aku tidak tahu!" jawab Siluman Ilmu sambil cemberut.
"Kalau begitu, aku tak bisa melepaskan sinar ungu ini!"
'Keparat kau! Aku tidak tahu di mana jarum itu tertanam!"
'Baiklah. Aku akan coba mencarinya sendiri!" Sendang Suci bergegas pergi tanpa
memadamkan sinar beracun Itu.
Siluman ilmu berteriak dengan jengkel sekali,
"Setan kau! Baiklah akan kukatakan!"
Sendang Suci tersenyum makin lebar dan tak jadi bergerak pergi, la memandang
geli melihat wajah Siluman Ilmu
bersungut-sungut di dalam guanya sendiri. Kejap berikutnya, terdengar Siluman
Ilmu berkata dengan nada menggeram jengkel,
"Cari jarum itu di belakang telinganya!"
"Yang kiri atau yang kanan"!"
Geram Siluman Ilmu terdengar jelas, "Hhhrr...! Kau benar-benar memuakkan,
Sendang Suci! Kau peras ilmuku dengan ancaman seperti ini! Padahal kau telah
dapatkan semua yang...."
"Yang kiri atau yang kanan!" seru Sendang Suci sengaja mengulang pertanyaannya,
menandakan !a tidak mau bertele-tele.
Siluman Ilmu menghempaskan napas, kesal sekali hatinya.
"Yang kiri!" jawabnya sambi! menghentakkan kaki.
'Terima kasih! Akan kubuktlkan dulu ucapanmu !nl! Baru aku akan kembal!
membebaskanmu!"
Wuuut...! "He!, Sendang Suci...! Curang kau, Setan! Bebaskan aku!"
Sendang Suci hanya tertawa dalam hati mendengar
teriakan Siluman Ilmu. la sengaja tidak melepaskan jeratan Itu, karena ia
khawatir kalau-kalau keterangan Siluman Hmu itu hanya bualan belaka. Tapi dalam
hati Sendang Suci punya rencana, jika ia sudah berhasil membebaskan Yoga dari
pengaruh jarum itu, sesuai dengan keterangan Siluman Ilmu, maka ia akan kembali
ke Tebing Tengkorak dan mencabut
'Racun Surya Lebur" yang mengurung SBuman Ilmu itu.
"Bagaimana, Guru" Sudah berhasil?" tanya Mahligai yang sejak tadi menunggu
dengan cemas di atas tebing.
"Sudah! Kita harus bisa mencabut jarum yang tertanam di tubuh Yoga. Letaknya di
belakang telinga kiri."
Mahligai memandang curiga kepada bibi gurunya. Yang
dipandang jadi tak enak hati karena mengetahui kecurigaan sang keponakan.
"Kenapa kau memandangku begitu, Mahligai?"
"Guru..., mengapa sekarang Siluman Ilmu memberikan keterangan itu. Apakah Guru
telah...."
'Tidak! Aku bukan orang bodoh yang mau menyerahkan
kesucianku kepada lelaki macam dia! Sekarang dia ganti terperangkap oleh 'Racun
Surya Lebur'-ku! Percayalah, Mahligai.... Bibi masih suci!"
Mahligai tersenyum, memeluk bibi gurunya sebentar
dengan hati lega. Kemudian mereka berdua segera melesat pergi ke Candi Langu.
DI sana, segala macam keperluan perkawinan sudah
disiapkan. Galuh Ajeng berseri-seri mengenakan gaun
pengantin yang dulu dikenakan oleh Nini Sambang semasa mudanya. Pakaian
pengantin itu sederhana, namun bentuknya yang bersusun-susun itu menampakkan
betul sebagal pakaian mempelai wanita. Warnanya putih kusam karena lama
tersimpan. "Kau tampak lebih cantik jika mengenakan pakaian itu, Galuh Ajeng!" kata Yoga
yang sejak kemarin sering memuji calon mempelai wanitanya.
"Betulkah begitu?" Galuh Ajeng semakin berdesir indah melihat Yoga anggukkan
kepala. Senyumnya semakin lebar.
"Aku semakin bergairah melihatmu dalam pakaian itu."
"Ah, Yo...! Jangan menggodaku begitu, aku bisa gelisah nanti!"
"Aku sudah gelisah sejak tadi."
Galuh Ajeng mencubit lengan Yoga. Kemudian ia berkata,
"Aku punya tempat yang nyaman dan aman untuk berbulan madu."
"Di mana?"
"DI tepi pantai. Di sana ada relung karang yang menyerupai gua. Tak ada orang
yang tahu tempat itu. Kita bisa puaskan diri bersuka ria di sana nanti."
"Oh, aku semakin tak tahan menunggu kemunculan sang Penghulu kita!" sambi! Yoga
tertawa kedi. Galuh Ajeng semakin ceria lagi dalam tawanya. Kemudian, tawa itu
berhenti karena kemuncuian Nini Sambang yang di ringi oleh Cemplon Sari.
Nini Sambang kenakan jubah putih dan pakaian serba
putih. Cemplon Sari yang wajahnya masih bonyok itu
membawa tempat pedupaan yang mengepulkan asap bau
wangi kemenyan. Mereka berdua menuju altar yang dibuat dari susunan batu candi.
Di sana sudah ada sesaji yang dibutuhkan untuk upacara perkawinan, termasuk
mangkok tanah yang berisi air, di dalamnya berisi bunga tujuh rupa. Air bunga
itu nantinya akan dipakai untuk memandikan kedua mempelai sebagal tanda
berakhirnya upacara perkawinan mereka, dan resmilah Yoga menjadi suami Galuh
Ajeng. "Mendekatlah kemari kalian berdua!" seru Nini Sambang dengan terbungkuk-bungkuk
di balik altar. Maka kedua mempelai itu pun mulai mendekat dengan hati berdebardebar. Mereka berlutut di depan altar, menghadap beberapa sesaji yang disiapkan
di sana. Nini Sambang berkomat-kamit sebentar sambil menlupasap pedupaan yang larinya ke
arah kedua mempelai itu. Lalu; terdengar suaranyadi sela keheningan hutan candi
tersebut, "Hari ini...," Nini Sambang diam sejenak, la berpikir beberapa saat, kemudian
bertanya peian kepada Cemplon Sari, "Hari ini hari apa namanya" Aku lupa!"
"Hari i... hari i...." Cemplon Sari berpikir juga. "Kalau tidak salah hari ini
adalah hari Anggara, Nini Guru!"
Anggara adalah hari selasa. Tapi Nini Sambang agak ragu.
lalu bertanya, "Hari Anggara apa hari Soma?"
Hari Soma adalah hari Senin. Dan kali ini Galuh Ajeng menyanggah,
"Bukan hari Soma. Guru! Hari ini jatuh hari Tumpak!"
Hari Tumpak adalah hari Sabtu, dan Nini Sambang
mengangguk sambil berkata, "Ooo... iya, benar! Hari ini hari Tumpak."
Nini Sambang kembali komat-kamit bagaikan mengulang
mantera yang tadi. Setelah menlupkan asap dari pedupaan, Nini Sambang berkata
dengan penuh wibawa kembali,
"Hari ini, hari Tumpak Pahing, Hyang Jagat Dewa pemayung bumi, mohon restumu
atas...."
Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Blaaar...! Tiba-tiba altar itu pecah berantakan karena datangnya sinar hijau kemilau yang
menyambar bagaikan lidah petir. Sinar itu datang dari arah barat, menghantam
altar, membuat pecah bebatuan altar itu. Pecahannya menghantam mereka,
termasuk melukai Galuh Ajeng hingga kepalanya berdarah.
Yoga sendiri terkena pecahan batu tersebut yang mengakibatkan dagunya tergores robek dan berdarah.
Sedangkan Nini Sambang jatuh terkapar dengan dada legam, pakaian putihnya
membekas hangus pada bagian dadanya.
Seseorang telah menyerang mereka dengan maksud
membatalkan perkawinan tersebut. Cemplon Sari yang
mengucurkan darah dari bibirnya akibat terkena pecahan batu itulah yang pertama
kali melihat sosok orang berdiri di sebelah barat candi. Tetapi ia tidak berani
berteriak karena kaget dan sempat terjengkang tertimbun batu-batu lainnya.
Yoga tampak panik melihat Galuh Ajeng berlumur darah.
Kemarahan Yoga memuncak pada saat la menatap seseorang berdiri di sebelah barat
dengan wajah cantiknya yang menjadi angker. Orang itu tak lain adalah Tabib
Perawan, yang rupanya ingin tampil sendirian mengatasi hal ini, dan menyuruh
Mahligai, keponakannya, untuk bersembunyi. Hal itu ia lakukan karena orang-orang
yang akan dihadap!
mempunyai ilmu cukup tinggi dan tidak sebanding dengan ilmu yang dimiliki
Mahligai. Demi keselamatan gadis itu, Sendang Suci menyuruhnya bersembunyi,
sementara ia tampil untuk menggagalkan upacara perkawinan Yoga dengan Galuh
Ajeng. Dengan sempoyongan dan keadaannya lemah, Nini
Sambang bangkit lalu berjalan mendekati Sendang Suci. la berhenti dalam jarak
tujuh langkah di depan Sendang Suci.
Yoga dan Galuh Ajeng juga mendekat, tapi mereka sudah berhenti dalam jarak
sekitar delapan langkah dari tempat Sendang Suci berdiri. Nini Sambang memberi
isyarat agar mereka jangan mendekat, dan agaknya akan menghadapi
sendiri tamunya yang telah berani menggagalkan upacara perkawinan itu.
"Seingatku, kau yang bernama Sendang Suci, Tabib Perawan itu!"
"Ingatanmu masih tajam, Nini Sambang!" jawab Sendang Suci dengan tegar. "Aku
datang sengaja untuk menggagalkan perkawinan Yoga, karena kau dan muridmu
berlaku curang!"
"Itu urusariku! Apa hakmu ikut campur urusanku. Sendang Suci?"
"Perkawinan itu membuat keponakanku mau bunuh diri!
Kalau memang muridmu itu menawan hati Yoga, cabutlah jarum keparat itu dari
tubuhnya, dan suruh dia memilih dalam kesadarannya; memilih muridmu atau memilih
keponakanku"!"
"Keparat kau, Perempuan Hutan! Heaah...!"
Percakapan belum selesai, tapi Galuh Ajeng merasa
ditantang mendengar kata-kata tersebut, la segera melepaskan pukulan tenaga dalam dari tangannya sambil melompat menyerang Sendang
Suci. Saat itu, Sendang Suci membawa senjata kipasnya. Dengan cepat la cabut kipasnya
dari selipan pinggang dan ia kembangkan dalam satu sentakan tangan.
Jlaab...! Wuuut...!
Kipas itu diayunkan dari kiri ke kanan, lalu datanglah angin kencang bagaikan
badai mengamuk di siang hari.
Pukulan tenaga dalam Galuh Ajeng tersingkirkan. Bahkan tubuh Nini Sambang
sendiri terlempar dihempas angin kipas maut itu. Mempelai wanita jatuh tunggang
langgang menghantam tubuh Cemplon Sari. Sedangkan Yoga juga
terhempas ke belakang, lalu jatuh terjungkal.
Sasaran utama Sendang Suci adalah Galuh Ajeng, sebagai mempelai wanita yang
membahayakan Yoga itu. Maka, serta-merta kaki Sendang Suci menyentak ke tanah
dengan pelan, tapi menghentakkan tubuhnya melayang menuju Galuh Ajeng.
Pada waktu itu ia sampai di sana, Galuh Ajeng baru saja bangkit berdiri dari
atas tubuh Cemplon Sari.
Sraap...! Kipas ditutupkan, kemudian dalam satu sentakan cepat ujung kipas mengeluarkan
mata pisau tajam.
Wuuut...! Kipas itu dikibaskan ke arah leher Galuh Ajeng.
Craas...! Kipas beracun itu berhasil merobek leher Galuh Ajeng.
Racun ganas menyerang Galuh Ajeng dengan sangat cepatnya
"Galuuuh...!" teriak Yoga melihat leher mempelai wanita koyak lebar dan mata
gadis itu terbeliak-beliak dengan suara serak. Kemudian mempelai wanita itu
jatuh ke samping, membuat Cemplon Sari menjerit kaget dengan mata mendelik.
Nini Sambang baru saja sadar. Kepalanya dikibas-kibaskan membuang rasa pusing
dan pandang buram. Ketika ia
memperoleh kesadarannya kembali, matanya pun menjadi terbelalak melihat muridnya
terkapar. Tubuh sang murid menyentak satu kali, kemudian terkulai lemas tak
bernyawa iagi. Sendang Suci yang mengamuk itu segera bersalto ke
belakang satu kali, lalu dengan cepatnya ia lepaskan kipas itu dalam keadaan
terbuka dan ujung-ujungnya bermata pisau tajam. Kipas itu terbang membentuk
gerakan melingkar. Pada waktu itu, Nini Sambang sedang berseru,
"Jahanaaam...! Kau telah bunuh muridku. Sendang Suci!
Kau...." Wuuusss...! Kipas menyambar kepala Nini Sambang. Tapi dengan cepat nenek bungkuk itu
merundukkan kepala sehingga lolos dari ancaman kipas terbang. Kipas itu kembali
ke arah pemiliknya dan ditangkap dengan satu tangan.
Taaab...! "Kau harus menebus kematian itu, Keparat! Heaaah.,." Nini Sambang bagaikan
terbang dengan tongkat terarah ke wajah Sendang Suci. Tongkat itu tiba-tiba
menjadi merah menyala bagaikan logam besi yang terpanggang api.
Sendang Suci tidak menghindar, melainkan segera
menangkis ujung tongkat itu dengan kipas dibentangkan.
Deeb...! Duaar...! Benturan dua benda bertenaga delam tinggi itu timbuikan ledakan. Ledakan itu
mempunyai gelombang panas yang
menyentak kuat, sehingga keduanya sama-sama terjungkal ke belakang. Tapi agaknya
keduanya sama-sama bernafsu untuk saling membunuh, sehingga dalam kejap
selanjutnya mereka sudah sama-sama berdiri.
"Modar kau sekarang juga! Heaaah...!" Nini Sambang melemparkan tongkatnya dengan
kuat. Tongkat itu meluncur cepat dan tiba-tiba berubah menjadi Seekor ular hitam
berkepala merah. Ular itu melesat bagaikan terbang dengan mulut mulai ternganga.
Sendang Suci cepat berkelit dengan satu sentakan kaki menjejak tanah dan
tubuhnya melayang ke atas. la bersalto pada saat ular Itu lewat di bawahnya.
Dalam keadaan berjungkir balik begitu, ujung kipasnya keluarkan mata pisau lagi, lalu
digunakan menebas punggung ular tersebut.
Cras, crass...!
Dua kali tebasan dalam satu kali jungkir balik dapat dilakukan Sendang Suci.
Ular itu jatuh ke tanah dalam keadaan terpotong menjadi tiga bagian. Tentu saja
hal itu membuat Nini Sambang terbelalak kaget. Kemarahannya
semakin bertambah besar.
"Benar-benar iblis kau, Sendang Suci! Hiaaah...l" tubuh tua itu kembali melayang
bagaikan terbang. Tapi Sendang Suci cepat-cepat kibaskan kipasnya dalam keadaan
tertutup. Kibasan itu membuat dua mata pisau meluncur dari ujung kipas tersebut.
Zi ng... zi ing.!
Crap, Jraab...!
"Ahhg...!" Nini Sambang terbelalak. Kedua pisau itu menembus dada dan lehernya.
la jatuh dalam keadaan roboh.
Menggelepar sebentar dengan keluarkan asap pada bagian
yang tertancap pisau itu. Kejap berikutnya, tubuhnya telah diam tanpa nyawa
lagi. Melihat Nini Sambang mati, Sendang Suci tidak mau buang-buang waktu lagi. la
melihat Yoga telah berdiri dari samping jenazah mempelai wanita. Sendang Suci
mulai takut, dan cepat-cepat pergi tinggalkan tempat itu.dalam gerakan yang amat
cepat. Wuuut...! Kini yang terdengar hanyalah suara tangis Cemplon Sari. la menangisi mayat Galuh
Ajeng dengan suara keras meraung-raung. Yoga masih bingung mencari Sendang Suci,
membiarkan semua tangis itu semakin keras, la mulai
memegang gagang pedang pusakanya yang siap dicabut
begitu melihat gerakan lawan. Tapi ditunggu-tunggu, tak ada gerakan yang
terlihat di sekelilingnya. Yoga menjadi merah wajahnya karena menahan murka.
-ooo0dw0ooo- 9 DENGAN dibantu Cemplon Sari, Yoga menggali dua liang kubur untuk dua mayat.
Wajah duka membentang jelas di paras tampan pendekar bertangan buntung itu.
Kadang jika duka itu memuncak, membuat mata menjadi merah dan napas menjadi
sesak. Yoga cepat berhenti dari perbuatan apa pun jika duka datang memuncak, la
tarik napasnya panjang-panjang untuk menekan duka yang ada.
Berbeda dengan Cemplon Sari yang sepanjang penggalian menangis terus tiada
hentinya Kadang di ringi dengan suara ratapan lirih, kadang hanya berupa cucuran
air mata saja. Ketika jenazah Nini Sambang dimasukkan ke liang kubur, tangis Cemplon Sari
bertambah keras didengar. Tangis itu semakin mengiris hati Yoga dan membuat Yoga
akhirnya membentaknya, menyuruh gadis gemuk itu untuk berhenti dari tangisnya.
Cemplon Sari yang punya rasa takut kepada Yoga terpaksa menekan tangisnya hingga
tubuh gemuknya itu terguncang-guncang. Lalu, ia membantu Yoga menimbun
liang kubur milik almarhumah Nini Sambang.
Ketika tiba giliran memasukkan jenazah Galuh Ajeng, tangis Cemplon Sari
bertambah keras kembali. Bahkan ia tidak sanggup membantu Yoga mengangkat mayat
tersebut untuk dimasukkan ke dalam liang kubur.
Hati Yoga terasa semakin tercabik-cabik. Mayat Galuh Ajeng dipeluknya beberapa
saat sebelum diturunkan ke liang kubur. Yoga hampir-hampir tak sanggup
menguburkan Galuh Ajeng, sebab saat itu hati Yoga masih dalam pengaruh Jarum
Jinak Jiwa, sehingga rasa cintanya yang ada masih membara dalam kedukaan yang
besar. Cemplon Sari kian meraung dalam tangisnya ketika melihat Yoga menclum pipi mayat
Galuh Ajeng, kemudian dengan sangat terpaksa membawanya masuk ke liang kubur.
Jerit tangis Cemplon Sari itu diam-diam ada yang menertawakan dari bai k
persembunyian. Namun orang yang bersembunyi itu tetap membiarkan segalanya
berlangsung hingga tuntas.
"Gusti Ayu...! Gusti Ayu saya Ikut, Gusti Ayuuu...!" ratap Cemplon Sari sambil
menggelesot di tanah seperti anak kecil.
Yoga membawa masuk mayat Galuh Ajeng yang masih
berpakaian pengantin itu. Kemudian meninggalkan di dasar liang kubur tersebut
"Saya ikut, Gusti Ayuuu...! Ikuuut..!"
Yoga menahan duka dan kejengkelan, la dekati Cemplon Sari dan menghardiknya,
"Kalau mau ikut, lekas masuk! Akan kutimbun sekalian kau dengannya! Masuk sana!"
'Tidak mauuu..." Cemplon Sari geleng-geleng kepala dan mengurangi raung
tangisnya. Kesedihan yang amat mencekam itu memang menghadirkan kemarahan bagi Yoga. Tetapi kemarahan
tersebut tak mampu terlepas seluruhnya karena tak memiliki sasaran yang pasti.
Sebagal pelampiasan sementara, ia membentak Cemplon Sari seperti tadi. Namun
kini, ketika liang kubur telah ditimbun dengan tanah hingga menggunduk, Yoga tak
mampu melepaskan suara keras ataupun bentakan seperti tadi.
la berlutut di samping makam Galuh Ajeng dengan kepala tertunduk menahan duka
yang hampir-hampir menghadirkan tangis. Sebegitu besar kesedihan itu, sebegitu
lembut kehancuran hati itu, tapi Yoga tetap bertahan untuk tidak menitikkan air
mata. Usaha menahan tangis itulah yang membuat sekujur tubuhnya bergetar dan
napasnya sesak sekali untuk dihela. Tangannya merapikan gundukan tanah makam,
seolah-olah ia mengusap-usap jasad Galuh Ajeng dengan cinta dan kepedihan. Pada
waktu itu, Cemplon Sari bersimpuh di seberang Yoga dengan menahan isakan
tangisnya agar tak meraung seperti tadi. Lalu, terdengar Yoga berkata dengan
suara bergetar yang lirih sekali,
"Cemplon, nikahkan aku dengan Galuh Ajeng...."
Gadis gemuk bermuka lebar itu terkejut mendengar ucapan Yoga. la memandang Yoga
dengan tanpa bicara kecuali isak tangis yang mengguncang badannya. Yoga
mengulang! maksudnya agar Cemplon Sari jelas apa yang dikehendaki Yoga,
"Jadilah penghuluku, nikahkan aku dengan Galuh Ajeng."
Cemplon Sari diam sesaat, kemudian geleng-geleng kepala sambil berkata di sela
isak tangis, "Aku tidak bisa jadi penghulu! Aku tidak mengerti bagaimana caranya. Jangan
paksa aku. Yoga!"
"Ucapkan akad nikah sebisamu! Aku Ingin menjadi suami Galuh Ajeng. Lakukanlah
sekarang juga, Cemplon!"
Beberapa kali Cemplon Sari menelan ludahnya sendiri untuk mengendalikan
tangisnya. !a bingung harus berkata apa pada saat itu. Yoga segera berucap
kembali, "Lekas, Cemplon...! Nikahkan aku dengan kuburanmu"
"Memm... memm... mempelainya?"
"Mempelainya aku dan Galuh Ajeng di dalam kuburan Ini!"
Sambil terguncang-guncang tubuhnya, Cemplon Sari
mengangguk. "Akan... akan kunikahkan kau dengan mempelai di dalam liang kubur ini, tapi...
tapi aku tak tahu apakah akan berlaku atau tidak."
'Ya. lekas ucapkan akad nikah untuk kami!"
"Baik. Dengan... hegh!" Cemplon Sari mendadak tersentak dengan mata mendelik dan
tubuh terdongak. Seseorang telah melemparkan senjata rahasia berupa meta pisau
kecil yang berpita benang merah panjang. Senjata itu tepat mengenai punggung
Cemplon Sari. Yoga sangat terkejut melihat kejadian itu. la cepat-cepat bangkit berdiri sambil
memandang ke semak-semak tempat datangnya benda tajam berpita benang merah itu.
la pun berseru bagal Ingin melepas murkanya,
"Jahanaaamm...!"
Wuuut...! Bruuusss.,.! Yoga melesat dengan cepat menerabas semak-semak
tersebut la mengejar orang yang melemparkan senjata rahasia itu. Orang tersebut
tak lain adalah Mahligai, yang sejak tadi diam dalam persembunyiannya,
memperhatikan apa saja yang
terjadi dan yang dilakukan oleh Yoga menghadapi kematian Galuh Ajeng. Ternyata
Yoga benar-benar bagaikan tidak mengenali jiwanya sendiri. !a masih tetap
terpengaruh oleh Jarum Jinak Jiwa yang membuat hatinya menaruh cinta begitu
besar kepada Galuh Ajeng, sampai-sampai memaksa Cemplon Sari untuk menjadi
penghulunya dan menikahkan dirinya dengan mempelai di elam kubur itu. Jelas
perbuatan gila itu tidak akan dilakukan jika Yoga bardiri sebagai sosok Pendekar
Rajawali Merah yang sejati.
Mahligai iari secepat mungkin, karena ia tahu Yoga kali ini benar-benar mengamuk
dan tidak akan ragu untuk
membunuhnya.
Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jika Mahligai berlari dalam keadaan mengambil jalan lurus, maka ia akan terkejar oleh Yoga, sebab ia tahu Yoga punya
gerakan secepat panah dilepas dari busurnya. Sebab itu, Mahligai berlari dengan
berbelok ke sana-kemari untuk mengacaukan pengejaran Yoga.
Rupanya pada saat itu Sendang Suci yang sudah sejak tadi melarikan diri, kini
berbalik arah lagi sebab ia ingat Mahligai tidak ikut lari dengannya. Hati
Sendang Suci cemas dan sangat mengkhawatirkan tindakan nekat akan dilakukan oleh
Mahligai yang belum bisa mengendalikan jiwa mudanya itu.
Sebab itulah Sendang Suci kembali ke Candi Langu untuk menjemput Mahligai dan
menyuruhnya lari. Menurutnya, melawan Yoga dalam keadaan murka sama saja melawan
seribu El Maut yang siap merajang nyawa mereka. Sendang Suci punya rencana untuk
membiarkan kemarahan Yoga reda dahulu untuk dua-tlga hari, setelah itu baru
berusaha mencabut jarum tersebut dari belakang telinga kirinya.
Pada saat Sendang Suci kembali arah itulah ia berpapasan dengan Mahligai yang
berwajah tegang dan kebingungan.
Melihat sosok bibinya ada di depan jalan, Mahligai segera menghampirinya dengan
hati sedikit lega. Setidaknya jika Yoga berhasil mengejarnya, ia punya perisai
yang dapat diandalkan, yaitu bibi gurunya.
"Mahligai! Mengapa tak segera ikut lari"! Tidakkah kau tahu bahwa kemarahan
Pendekar Rajawali Merah bukan hanya bisa menghancurkan tubuhmu, namun juga bisa
menghancurkan bukit dan gunung sebesar apa pun"! Apa yang kau lakukan di sana"!"
sentak Sendang Suci memarahi murid yang sekaligus keponakannya sendiri itu.
"Guru, Yoga sedang mengejarku dengan amarah yang tinggi!"
"Celaka! Tahukah kau bahwa aku sendiri merasa tidak mampu untuk mengalahkan dia
secara terang-terangan"!
Apalagi jika la mencabut pedang pusakanya, habislah kita berdua dalam satu
gerakan saja!"
"Jadi bagaimana caranya menyadarkan Yoga dari pengaruh Jarum Jinak Jiwa itu.
Bibi Guru"! Aku melihat Yoga sudah tidak waras lagi!"
'Tidak waras bagaimana?"
"Dia memaksa gadis gemuk itu untuk menjadi penghulunya, la minta dinikahkan dengan mempelai di dalam kubur itu! Sungguh tak
waras !ag! apa yang di nginkannya itu, Guru!"
"Memang. Tapi... lalu apa yang kau lakukan di sana hingga la mengejarmu?"
"Aku membunuh gadis gemuk itu saat mau berlagak menjadi penghulu! Yoga marah,
dan mengejarku dengan
menggunakan tenaga peringan tubuhnya yang mampu
bergerak secepat anak panah itu, Guru!"
Sendang Suci kelihatan cemas, sesekali matanya memandang ke arah tempat datangnya Mahligai, la segera menarik tubuh Mahligai
untuk bersembunyi di balik pohon besar berakar pipih bagaikan bilik-bilik
serambi itu. Mereka berlindung di balik akar tersebut sambil membicarakan jalan
keluarnya. Sementara itu, pengejaran Yoga sendiri sudah mendekati tempat tersebut. Namun ia
belum mencabut pedang
pusakanya. Matanya masih memandang liar mencari Mahligai yang ingin dibunuhnya
itu. "Kurasakan dia ada di sekitar sini, Mahligai," bisik Sendang Suci yang membuat
Mahligai bertambah cemas.
"Lalu bagaimana cara menghadapinya, Guru?"
"Barangkali...
barangkali aku terpaksa bertarung dengannya!"
"Guru sanggup mengalahkan dia?"
"Aku tak yakin!" jawab Sendang Suci terang-terangan. 'Tapi akan kucoba untuk
menyerangnya dengan menggunakan
'Racun Mayat Semu'."
"Dia akan mati jika terkena racun itu, Guru. Lantas apa gunanya kita bersusah
payah begini"!"
"Dia tidak mati. 'Racun Mayat Semu' hanya membuat jantungnya berhenti selama
setengah hari. Jika cepat diobati, ia akan pulih kembali. Tapi jika kita
terlambat mengobatinya, dia akan mati seiama-iamanya! Aku masih ingat, kita
masih menyimpan sisa bunga Teratai Hitam yang bekas untuk
mengobatimutempo
hari. Kurasa masih cukup untuk mengobatinya nanti...."
Tiba-tiba percakapan itu terhenti, Mahligai tak jadi bicara.
Di depan mereka telah berdiri sesosok pemuda tampan tanpa lengan kiri. Matanya
garang dan napasnya memburu. Yoga telah siap menyerang mereka berdua dengan
tangan kanan teiah memegangi gagang pedang pusakanya
Mereka berdua sama-sama terkejut bukan kepalang.
Mahligai sempat menggigil melihat Yoga siap mencabut pedangnya. Sendang Suci
segera menguasai jiwanya, lalu ia bisa sedikit tenang dan segera melangkah maju
dengan berkata.
"Kalau kau memang seorang pendekar berjiwa ksatria, kita selesaikan urusan ini
secara ksatria juga! Aku siap bertarung denganmu tanpa senjata! Apakah kau
sanggup mengalahkan aku tanpa senjata pula"l"
"Kau harus mati menebus nyawa calon istriku, Keparat!"
"Kau pun harus mati. Tapi mampukah kau membunuhku tanpa senjata" Aku merasa
mampu membunuhmu tanpa
senjata!" Berani betul Sendang Suci berkata begitu. Mahligai sampai merinding sendiri
mendengar ucapan bibinya, ia tidak tahu, bahwa Sendang Suci sengaja memancing
tantangan demikian, agar Yoga tidak jad! mencabut senjatanya. Sendang Suci masih
merasa punya sedikit peluang jika Yoga tidak
menggunakan Pedang Lidah Guntur-nya.
Pemuda itu sendiri merasa ditantang untuk bersikap lebih ksatria iagi. Maka
dengan melepas gagang pedangnya, ia berkata penuh geram,
"Baik! Kutunjukkan padamu bagaimana mudahnya aku mencabut nyawamu tanpa
senjataku! Bersiaplah, Perempuan Liar...!"
"Bibi...l" bisik Mahligai dengan cemas sekali.
'Tenang, Mahligai! Berdoalah supaya siasatku berhasil.
Mudah-mudahan aku bisa menahan jurus-jurus mautnya!"
'Tapi, Bibi... ada yang ingin kukatakan dulu padamu...."
Sendang Suci sudah telanjur melompat mencari tempat
untuk lakukan pertarungan dengan Pendekar Rajawali Merah itu. Agaknya Yoga
sendiri juga sudah siap betul melepaskan pukulan-pukulan dahsyatnya untuk
membunuh Sendang Suci.
Andai saja Yoga tidakter-pengaruh jarum setan itu, dan dalam keadaan sadar, ia
tidak akan mau melawan Sendang Suci.
sebab hatinya pun menyimpan kasih sayang yang agung
untuk perempuan itu. ia sangat menghormati dan menghargai
si Tabib Perawan itu seperti ia menghargai gurunya sendiri.
Tetapi karena jiwanya terpengaruh jarum tersebut, ia tak ragu-ragu lagi untuk
melepaskan pukulan 'Rajawali Lebur Jagat', yaitu seberkas sinar merah terang
yang melesat dari teiapak tangannya.
Wuuut...! Kelebatan sinar merah terang itu membuat Sendang Suci melompat ke samping dengan
berguling satu kali di tanah, lalu tegak berdiri kembali. Sementara itu, sinar
merah terang menghantam gugusan batu di belakang Sendang Suci dan batu itu
lenyap menjadi serbuk lembut.
Mahligai terbelalak tegang. "Edan! Kalau Guru terkena pukulan itu tadi, habis
sudah riwayatnya; menjadi bubur atau menjadi serbuk seperti batu itu"!" pikir
Mahligai dengan Jantung berdetak cepat sekali, la ingin membantu menyerang, tapi
takut mengacaukan gerakan jurus gurunya, sehingga yang dapat ia lakukan hanya
sebagai penonton yang
berdebar-debar.
"Hiaaat...!" Yoga berkelebat menyerang Sendang Suci dengan tendangan berputar
bagaikan kipas kecepatannya.
Wut, wut, wut, plaak!
Sendang Suci berhasil hindari tendangan itu, namun yang terakhir justru ia
tertipu dengan gerakan kaki Yoga. Wajahnya menjadi sasaran telak tendangan
bertenaga dalam itu, hingga ia terpelanting jatuh dalam keadaan pipinya memar
membiru. Pandangan mata Sendang Suci menjadi gelap, la berusaha bangkit dengan merabaraba. "Celaka! Guru menjadi buta"!" sentak hati Mahligai.
Sendang Suci berusaha mengibas-ngibaskan kepala untuk membuang kegelapan matanya
itu. Yoga memanfaatkan
kesempatan baik untuk melepaskan serangan yang mematikan, yaitu dengan menggunakan jurus 'Tapak
Geledek'-nya. Jurus pukulan dua telapak tangan itu sulit dihindari lawan. Jika
terkena dada, maka dada lawan tersebut akan terbakar dari dalam dan darahnya
tersemhut keluar melalui mulut. Lawan pun akan mati.
Melihat keadaan gurunya berbahaya, Mahligai memberanikan diri melesat dari tempatnya dan menerjang Yoga dari arah samping.
Wuuut...! Bruuus...! Buuhg...! Pada saat itu. Yoga cepat rubah Jurusnya dengan
menyentakkan tangan kanan ke samping, sehingga dada
Mahligai terkena pukulan punggung tangan Yoga yang
bergerak bagai sayap rajawali membentak kuat. Yoga sendiri Jatuh terkena
tendangan Mahligai, sedangkan Mahligai terkapar sambil mengerang dan terbatukbatuk. Ada darah yang keluar dari mulutnya namun tak seberapa banyak, ia masih
bisa bangkit kembali dan segera melangkah mundur ketika Yoga ai hkan serangan ke
arahnya. "Kau mau main curang, hah"!" geram Yoga sambil siap-siap memainkan Jurus mautnya
lagi dengan gunakan satu tangan.
Lalu, dari jari tangannya itu melesatlah selarik sinar merah bening yang tertuju
ke arah Mahligai.
Zlaaap...l Dengan cepat Mahligai sentakkan kedua tangannya yang menghasilkan dua sinar biru
bertemu di pertengahan.
Wuuut...! Sinar biru itu beradu dengan sinar merah Yoga
Blaaar...! Ledakan dahsyat pun terjadi. Dedaunan sekitar tempat itu rontok seketika. Tubuh
Mahligai bukan hanya terlempar jauh, namun juga terbanting-banting bagaikan bola
dilemparkan. Kepalanya sempat terbentur akar runcing dan robek di bagian pelipis. Darah
meleleh dari luka itu. Mahligai tak sadar karena pandangan matanya menjadi
remang-remang, la tak mampu berdiri untuk sementara.
Sedangkan Yoga hanya tersentak mundur tiga tindak saat terhempas gelombang
ledakan tadi. Gerakan mundurnya itu tak sadar telah mendekatkan diri kepada
Sendang Suci. Waktu itu, pandangan mata Sendang Suci sudah kembali terang.
Ternyata ia hanya mengalami kebutaan sejenak tadi. Kini ia dapat melihat keadaan
Yoga yang lengah, sehingga
kesempatan emas itu dipergunakan sebaik mungkin. Kipasnya dicabut, lalu dari
gagang kipas keluar pisau kecil dan pendek setelah kipas itu disentakkan ke
bawah. Dengan cepat Sendang Suci kibaskan gagang kipas itu ke arah pinggang kiri
Yoga. Sreet...! "Auhg...!" Yoga memekik seketika. Badannya terasa panas bagai diguyur dengan air
mendidih, la i mhung dalam berdiri.
Sendang Suci membiarkannya, karena ia sudah berhasil melukai Yoga dengan pisau
yang mengandung 'Racun Mayat Semu'.
"Kau... kau... curang...!" Yoga menuding Sendang Suci dengan sempoyongan, la mau
meraih gagang pedangnya, tapi kekuatannya semakin menipis. Akhirnya Yoga pun
roboh ke tanah, terkapar dengan tubuh ter-sentak-sentak. Berikutnya, tubuh itu
diam tak bergerak lagi. Wajahnya pucat bagai mayat dan tubuhnya menjadi dingin.
'Bibi Guru...!" Mahligai masih bisa berseru walau pelan, la berjalan terhuyunghuyung, lalu memandang cemas ke arah Yoga. Melihat Yoga telah pucat bagaikan
mayat. Mahligai segera mendekat dan memeluknya dalam tangis.
'Tenanglah, Mahligai...' 'Racun Mayat Semu' hanya akan membuatnya mati setengah
hari! Setelah kita obati dengan Teratai Hitam, jantungnya akan bekerja kembali
dan ia akan hidup kembali!" kata Sendang Suci sambil menyingkapkan daun telinga
Yoga yang kiri, lalu ia temukan titik hitam di sana. la mencabutnya.
Plaaas...! Jarum Jinak Jiwa yang berwarna hitam itu telah berhasil dilepas dari belakang
telinga Yoga. Jarum itu segera dibuang dan menancap masuk ke dalam sebatang
pohon. Zrraak...! Pohon itu menjadi hitam seluruhnya sampai pada daunnya pun berwarna hitam.
"Sudah selesai, Mahligai! Ayo, jangan menangis begitu!
Cepat bawa Yoga pulang, kita obati dengan bunga Teratai Hitam yang masih tersisa
itu!" "Bibi Guru...," ucap Mahligai dalam tangisnya. "Sebenarnya tadi ada yang ingin
kukatakan, tapi Bibi sudah telanjur masuk dalam pertarungan...!"
"Apa yang ingin kau katakan?"
"Bukankah Bibi menaruh serbuk bunga Teratai Hitam itu di dalam guci putih itu?"
"Benar! Kenapa?"
"Aku telah memecahkannya saat Bibi pergi ke Tebing Tengkorak! Guci itu tersentuh
tanganku dan jatuh, pecah-Isinya beterbangan ke mana-mana!"
"Celaka!" Sendang Suci terbengong. "Ada dua guci putih, yang berisi bubuk bunga
matahari atau yang berisi bubuk akar Sonokeling?"
"Aku... aku tak tahu yang mana yang kupecahkan itu!"
Sendang Suci memejamkan mata menahan kecemasan.
Benarkah bubuk bunga Teratai Hitam itu sudah hilang" Lalu bagaimana nasib Lili
yang terjebak di dalam Sumur Perut Setan itu" Ikuti kisah selanjutnya.
JODOH RAJAWALI Segera menyusul!!!
SUMUR PERUT SETAN
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & Edit : Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Senopati Pamungkas 1 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Tiga Dara Pendekar 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama