Ceritasilat Novel Online

Nagari Batas Ajal 2

Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal Bagian 2


manusia mana di rimba persilatan ini yang pernah
memiliki" Sedangkan namanya saja mungkin jarang sekali orang yang mendengarnya!"
"Aku melihat kesamaan antara akar-akar
yang membalut tubuhku dengan yang berada di
atas itu!"
"Ya... barusan tadi secara aneh kau telah
mendapatkan tambahan tenaga sakti. Apakah itu
namanya bukan suatu peruntungan?"
"Sekarang apa yang harus kulakukan, wahai Manusia Topeng?" tanya Wayan Tandira.
"Coba kau tabrak dinding batu itu! Kita harus sampai ke ruangan sebelah secepatnya!!" perintah Manusia Topeng terkesan
seenaknya. Mata Wayan Tandira membelalak lebar. Laki-laki pendek bertopeng yang selalu membawa
kompeng dan ketapel ini terkadang tingkahnya seperti anak kecil berumur tujuh tahun. Jika ia harus menabrak dinding batu itu apakah mungkin ia
tidak akan babak belur"
"Ayo tunggu apa lagi?" desak Manusia Topeng kurang senang melihat keragu-raguan
si gondrong. "Bagaimana jika akibatnya fatal bagiku?"
"Kutanggung kesembuhanmu, tetapi jika
Malaikat sudah menghendaki nyawamu siapa yang
berani tanggung! Apalagi yang kau tunggu" Manusia mati hanya sekali, tidak lebih dan tidak kurang!" "Orang berkedok ini apa bisa dipercaya"
Hmm... aku ingin membuktikan ucapannya, benarkah di balik batu ini terletak bagian liang lahat seperti yang
dikatakannya?"" batin Wayan Tandira. "Baik! Akibat buruk dan baiknya kau yang
tanggung, biarkan aku jadi pelaksananya!" dengus Wayan Tandira. Seraya kemudian
melompat mundur mengambil ancang-ancang. Setelah itu dengan
disertai teriakan keras mengguntur tubuh Wayan
Tandira melesat ke depan. Dan....
Diegkh...! Greeeekhh! Dinding batu tampak retak disana sini. Kepala Wayan sempat benjut-benjut. Namun sungguh aneh ia tidak merasakan sakit sedikit pun.
Sementara bagian tubuh yang lainnya tidak cedera
sedikit pun. Terhuyung-huyung Wayan bangkit
berdiri. Ia gelengkan kepala, lalu memandang ke
arah Manusia Topeng seakan minta pendapat.
"Apa yang terjadi sudah kau lihat! Kau
hanya tinggal menabraknya sekali lagi. Ayolah,
tunggu apa lagi" Menunggu lebih lama yang ada di
dalam sana keburu mampus!" teriak Setan Topeng.
Sungguh pun Wayan Tandira tidak paham betul
semua ucapan laki-laki pendek bertelanjang dada
ini. Ia cepat mengambil ancang-ancang lagi.
"Hiyaa,..!"
Sosok gondrong terbungkus akar itupun
melesat laksana kilat. Sedangkan dua tangan dan
kaki menghantam.
Buum! Buuumm! Terjadi ledakan keras menggelegar. Langitlangit lorong runtuh, dinding batu runtuh. Terlihatlah sebuah lubang besar. Benar seperti apa
yang dikatakan oleh Manusia Topeng, ternyata di
balik dinding batu itu terdapat ruangan luas yang masih merupakan bagian dari
Liang Lahat Bakutuk. "Itukah yang kau maksudkan, Manusia Topeng"!" tanya Wayan
Tandira. Manusia Topeng tiba-tiba mendongak ke
langit sambil tertawa-tawa, begitu suara tawanya
lenyap, maka ia bicara seperti orang yang bersair.
Batu telah terkuak
Sebagian neraka ciptaan manusia terkutuk
telah tersingkap
Apa lagi yang dicari manusia dalam hidup
ini" Uuuh...!
Angkara murka berada di ambang mata
Cepatlah ke sana!
Sebelum jasad yang mengambang menjadi
busuk Jangan salahkan aku Manusia Topeng
Wayan sempat tertegun sekejap disaat melihat ruangan luas yang membentang di balik rongga dinding batu itu. Tidak ada kenyamanan atau
keindahan di sekitar ruangan yang seakan tidak
berpembatas ini terkecuali keangkeran yang nyata.
"Masuk kataku!" perintah Manusia Topeng, Keraguan di hati Wayan Tandira sirna
sudah. Ia pun melangkah masuk melalui dinding batu yang hancur. Sampai di sana mereka tidak melihat sesuatu apapun terkecuali ceceran darah
membusuk dan suara jeritan-jeritan di sana sini.
"Mereka tidak ada di sini!" seru Wayan.
"Memang! Tapi aku merasa pasti mereka tidak jauh dari sini!" sahut Manusia Topeng.
"Di mana kita harus mencari, ruangan ini
sangat luas sekali." kata Wayan Tandira bingung."Mari ikuti aku!" seru Manusia Topeng. Sekejap kedua orang ini sudah
berjalan ke bagian timur ruangan tersebut.
*** Sementara itu Pendekar Blo'on sudah sampai di sebuah tempat yang sungguh mengerikan.
Tempat itu tidak ubahnya seperti sebuah neraka
penyiksaan yang sungguh sulit dilukiskan dengan
kata-kata. Berbagai bentuk penyiksaan ada di sana. Tempat itu kebanyakan dihuni oleh kaum perempuan. Berbagai-bagai penderitaan terdapat disana.
"Apakah yang terjadi dengan mereka?"
tanya Suro ditujukan pada sosok yang menyerupai
dirinya. "Apa yang terjadi atas diri manusia di sini
sesuai dengan ulah dan perbuatan manusia itu
sendiri ketika di dunia! Di dunia manusia bisa saja luput dari tuntutan hukum
karena punya kuasa
dan harta, tapi di sini manusia tidak lebih hanyalah seonggok sampah yang tidak
dapat menghin- dari ketentuan! Ha ha ha! Tunggu apa lagi, ayolah tunggu apa lagi! Kau ikut
aku...?" "Ikut kemana?" tanya Suro. "Ikut terjun ke dalam gejolak api yang menyala-nyala
itu aku ti- dak sudi!" bantah Suro.
"Di sini kau tidak bisa membantah, ayo!!"
Sosok yang mirip dengan Suro namun berwajah
seram itu menyambar tangan si pemuda. Sekali
saja ia bergerak. Maka tangan pendekar Blo'on sudah berada dalam cekalan sosok Suro yang angker
tersebut. Pemuda ini berusaha membebaskan diri
dengan cara meronta, namun apa yang dilakukannya tidak membawa hasil sedikit pun. Sosok yang
menyerupai dirinya itu terus menyeretnya untuk
sama-sama masuk ke dalam gejolak api.
"Ini alam yang membingungkan, mengapa
diriku hendak dijerumuskan dalam kebinasaan
oleh hantu jelek yang menyaru-nyaru seperti aku"
Apakah aku sudah gila atau mati sungguhan?" batin Suro bingung.
Walau pun demikian ia tetap bertahan, tetapi ia terus terseret mendekati gejolak api yang menyala-nyala. Suro memang
sedang terancam
bahaya besar, Akan tetapi pada saat-saat yang
menegangkan itu, tiba-tiba terlihat bayangan putih menyambar tangannya yang
lain. Suro sempat
meneliti siapa yang hendak menolongnya. Dan
pemuda jadi kaget....
"Apa-apaan ini" Mengapa ada lagi orang
yang menyerupai diriku" Siapakah dia" Mana
mungkin Suro bisa mengembar tiga" Mana yang
asli"!" desisnya.
Suro menjerit-jerit, dua tangannya dibetot
kanan kiri, rasanya mau tanggal dan Pendekar
Blo'on untuk pertama kali mengalami penderitaan
yang bukan main-main.
"Dia belum saatnya mati, mengapa kau
hendak menyeretnya ke neraka?" dengus sosok
Suro yang baru saja datang. Ujud orang ini lebih
tampan, lebih bersih dan wajahnya berseri-seri.
Lalu menyahuti sosok Suro yang bengis.
"Aku akan membawanya ke neraka. Dia sudah
sampai di Negeri Batas Ajal!"
"Kau busuk, kau ngawur. Dia harus dikembalikan ke jasadnya yang sudah mulai membeku.
Aku melihat langit, aku melihat cacatan riwayatnya. Sekarang belum saatnya bagi saudara kita ini meninggalkan dunia fana! Dia
harus kembali ke
jasad kasarnya." tegas sosok Suro berwajah bersih.
"Kau tahu apa?" bentak sosok Suro yang
buruk. "Aku tahu, saudara kita ini kencingnya saja
belum lempang, masih bengkok sedikit dan kadang muncrat ke mana-mana. Di kepalanya banyak kutu, mungkin ketombe. Buktinya dia gorak
garuk kepala terus. Kau lihatlah si buruk rupa,
saudara kita ini mukanya saja belum betul, masih
goblok! Ayo kita kembalikan dia! Lagipula musuh
besar orang tuanya belum becus dia membunuhnya!" Suro Blondo ingin rasanya memaki atau tertawa, tapi bagaimana ia bisa
tertawa" Lengah saja dia sedikit ia bisa terseret dalam gejolak api yang
menyala-nyala. Sementara tarik menarik pun terus terjadi.
Hingga beberapa saat setelahnya sosok Suro berwajah bersih sedikit bercahaya pukulkan tangannya ke arah sosok Suro berwajah jelek. Pegangan
sosok bengis itu terlepas, Suro Blondo merasa dirinya seakan dibawa terbang. Melewati tempattempat yang sangat mengerikan itu. Hingga akhirnya tibalah mereka di sebuah tempat yang gelap
gulita. Pendekar Mandau Jantan megap-megap.
LIMA "Di mana kita sekarang?" tanya Pendekar Blo'on. Yang ditanya hanya diam sejenak.
Kemudian memperhatikan kegelapan di depannya dengan perasaan cemas. "Kau sekarang berada di Alam Ambang Ajal dan alam dunia. Aku
adalah sisi baik dalam dirimu, sedangkan orang yang hendak
menyeretmu ke dalam api tadi adalah sisi buruk
dirimu pula. apa yang terjadi pada dirimu adalah
akibat ulah Ratu Leak. Kau harus kembali ke dalam jasad kasarmu, karena sekarang belum lagi
saatnya bagimu meninggalkan dunia fana. Aku
hanya dapat mengantarkan sampai ke sini, untuk
mencari selamat. Untuk sementara sebaiknya kau
ikuti saja perintah Ratu Leak!"
"Apa, aku harus mengikuti perintah manusia terkutuk itu" Tidakkah kau tahu dia manusia
sesat?" tanya Suro pada sosok yang menyerupai dirinya.
"Tidak selamanya, nanti jika Batu Lahat
Bakutuk sudah tidak berada di tangannya lagi,
mudah-mudahan kau menemukan jalan keluar.
Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu adalah
kemudahan. Begitu pula setiap persoalan pasti ke
jalan keluarnya."
"Aku telah kehilangan ilmu kehilangan
daya. Aku tidak dapat melakukan sesuatu apapun.
Dalam keadaan seperti itu aku tidak dapat melindungi diriku!" ujar Pendekar Blo'on.
"Tuhan adalah tempat yang baik untuk
mencari perlindungan. Kukatakan sekali lagi aku
hanya dapat mengantarmu di sini! Cepatlah kau
kembali ke jasad kasarmu!" perintah sosok Suro.
Si konyol diam membisu. Kemudian ia meninggalkan alam batas ajal tanpa menoleh-noleh
lagi. Sementara itu pada waktu yang sama di depan tubuh Pendekar Blo'on kelihatan sosok tubuh
berupa kabut biru tengah menggerak-gerakan tangannya di atas kepala murid Penghulu Siluman
Kera Putih. Setiap tangan itu bergerak maka melesat sinar warna warni ke bagian ubun-ubun si
pemuda. Itulah inti kekuatan baru yang dimasukkan oleh Ratu Leak ke dalam tubuh Pendekar
Blo'on. Kejadian seperti ini berlangsung cukup la-ma juga. Sampai kemudian
terdengar suara sosok
cantik berujud kabut tersebut.
"Hi hi hi! Kau sudah sempat melanglang
buana rupanya! Selamat kembali ke rumahmu.
Kau telah mendapatkan kekuatan yang baru, kekuatan lain yang datang berkat Batu Lahat Bakutuk. Mulai saat ini kau menjadi budakku!"
Pendekar Blo'on mengerang, secara perlahan ia sadarkan diri. Namun sekarang ia merasa
asing pada dirinya sendiri. Pemuda ini gerakkan
tangan dan kakinya. Celaka, kaki dan tangannya
tidak bertenaga sama sekali. Sekujur tubuhnya terasa lumpuh. "Apakah yang kurasakan ini akibat pengaruh Cangkir Tengkorak Pelumpuh Akal Pelemah
Jiwa?" batin si pemuda. Suro ingin mengucapkan sesuatu pada sosok cantik yang
tidak ubahnya seperti bayangan tersebut. Tetapi sekarang untuk
menggerakkan mulutnya saja ia sudah tidak sanggup. Lebih aneh lagi secara perlahan akal dan fiki-rannya melemah. Seakan
mengerti apa yang ada
dalam pikiran Pendekar Blo'on. Sosok Ratu Leak
berucap. "Esok atau lusa kau tidak akan lagi sanggup mengingat masa lalu. Bahkan mengingat siapa


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirimu saja kau tidak sanggup. Hi hi hi!" Sosok Ra-tu Leak tertawa terkekehkekeh. "Bangsat betul, perempuan ini benar-benar
keparat luar dalam!" maki Pendekar Blo'on. Sepanjang itu ia memang hanya dapat
memaki meski- pun hanya di dalam hati. Ratu Leak terus berputar-putar. Tampaknya ia hendak mengatakan sesuatu. Namun pada waktu yang bersamaan terdengar suara seseorang.
"Manusia Topeng! Lihatlah! Ketua adat, gadis baju putih dan Pendekar bodoh mengapung di
udara...! Eeh... apa itu?" teriak Wayan Tandira.
Laki-laki pendek bercelana hitam yang selalu membawa kompeng dan ketapel sakti itu melompat ke hadapan Wayan Tandira.
"Jangan dekati, sosok kabut yang mengelilingi pemuda baju biru itu adalah manusianya
yang telah mengutuk seluruh penduduk Sange!"
kata Manusia Topeng mengisiki.
Wayan Tandira tampak berusaha menahan
kemarahannya. Namun keadaan Ketua adat dan
pendekar Blo'on terlalu meresahkan hatinya.
"Apa yang terjadi dengan mereka?" tanya si gondrong.
"Yang tua buta dan gadis yang memakai kerudung itu dalam keadaan kelenger berat. Sedangkan pemuda baju biru yang bego tampangnya kelihatannya sudah hampir mati, tapi sekarang sadar lagi. Sayang ia sudah berada dalam pengaruh
Ratu Leak. Kita datang terlambat, eeh... menurut
pendapatku sebaiknya kita selamatkan pemuda
baju biru itu. Sebab dialah yang paling diinginkan oleh Ratu Leak untuk
melaksanakan ambisinya."
"Aku ingin merampas Batu Lahat Bakutuk
yang jadi sumber malapetaka itu!" dengus Wayan Tandira.
"Hi hi hik...! Selamat datang, sekarang kalian menjadi tamuku. Setiap tamu harus disambut
dengan baik! Nah... karena cuma pemuda ini yang
kuanggap punya guna. Maka sekarang aku harus
membawanya pergi ke tempat yang aman dari
jangkauan tangan-tangan usil!"
"Cegah!" teriak Wayan. Tanpa menunggu lebih lama laki-laki gondrong ini
melompat. Pada saat itulah sebuah pintu membuka, dari balik pintu muncul sosok bayangan serba hijau. Sambil
menyambar Pendekar Blo'on dan Dewi Kerudung
Putih, Ratu Leak yang sesungguhnya menjentikkan jari tangannya.
Wuuut! Selarik sinar biru menyambar Wayan Tandira. Manusia akar mencoba lepaskan pukulan untuk menghalau sinar panas berbau busuk tersebut. Tapi gerakannya kalah cepat. Tahu-tahu sinar biru tersebut sudah menghantam
tubuhnya. Dalam keadaan seperti ini terjadi keanehan. Dari
akar-akar yang membalut tubuh si laki-laki memancar dengan sendirinya sinar hitam. Sinar aneh
yang keluar dari akar-akar sakti itulah yang akhirnya menahan sinar biru yang melesat dari tangan lawannya. Terjadi benturan keras, Wayan Tandira
sempat terlempar. Ketika Manusia Topeng hendak
turun membantu. Ternyata Ratu Leak telah membawa lari Pendekar Blo'on dan Dewi Kerudung Putih. "Hik hik hik! Hadapilah bayanganku dan
pembantu-pembantuku yang masih berada di dalam Liang Lahat Bakutuk ini! Selamat tinggal...!!"
terdengar suara Ratu Leak di kejauhan disertai
tawa panjang menggema.
Wayan Tandira cepat bangkit berdiri, lalu
terdengar suara makian menggeledek. "Bajingan betul, dendam dan rasa sakit hati
yang lama saja belum terbalaskan. Kini ia melarikan diri secara
pengecut!" maki Wayan Tandira dengan perasaan kesal. Terlintas dalam ingatannya
tentang siksaan yang dialaminya selama hampir tiga puluh tahun.
Ia pun sekarang menjadi geram, kini sosok bayangan Ratu Leak yang terbentuk dari kabut itulah
yang menjadi sasaran.
"Kau manusia pengecut jahanam, meskipun
hanya tinggal bayangannya saja aku harus memusnahkanmu biar puas hatiku!" teriak Wayan.
Tiba-tiba tubuhnya berkelebat ke arah bayangan
Ratu Leak. Lalu tinjunya kanan kiri menghantam
ke depan. Rupanya Wayan sudah melepaskan pukulan 'Belenggu'. Detik itu juga terlihat sinar putih melesat menghantam sosok
Ratu Leak. Ketika pukulan itu menghantam lawannya. Ternyata sinar
putih terus menembus tubuh lawan dan kemudian
menghantam dinding di belakangnya.
Buuum! Ledakan keras sempat membuat lantai yang
mereka pijak bergetar. Manusia Topeng kerutkan
wajah di balik topengnya. Sedangkan sosok Ratu
Leak tertawa terbahak-bahak. Wayan Tandira katupkan bibirnya, untuk kedua kalinya ia menerjang. Kali ini kakinya menyapu, lalu tangan lakukan gerakan seperti memeluk. Tampak jelas terjadi keanehan. Dari akar-akaran
yang membalut tubuh
si gondrong memijar sinar hitam. Sinar-sinar itu
melesat ke segala arah. Sosok bayangan keluarkan
jeritan kaget lalu menghindar. Akan tetapi sinar
yang tampak terpisah-pisah itu sekarang malah
saling menyatu di udara. Lalu dengan hebatnya
memburu bayangan Ratu Leak seakan ada kekuatan gaib yang menggerakkannya.
"Hiiiikk...!"
Wuut! Wuuesss! "Sialan! Perempuan keparat! Dia telah menipu kita mentah-mentah, Manusia Topeng!" teriak Wayan Tandira. Karena Manusia
Topeng hanya di-am saja. Maka melanjutkan. "Yang aku herankan,
kau cuma jadi penonton! Manusia macam apa
kau...?"" dengus si gondrong lagi.
Manusia Topeng gelengkan kepala. Kemudian ia bicara seperti orang yang sedang bersair.
Pikir dalam diam itu adalah seribu kali lebih baik daripada harus bicara sia-sia
tidak berguna Apa guna melayani bayangan"
Sedang jasad kasarnya telah pergi.
Banyak orang menjadi marah bila dikatakan
dirinya bodoh Tapi kulihat kau melakukan sesuatu dalam
kebodohanmu! Jika bayangan Ratu Leak lenyap, mengapa
kau merisaukannya
Kelicikan hanya bisa dilawan dengan akal
sehat dan kepala dingin
Seribu akal hanya dapat dikalahkan dengan
seribu cara Diamku karena memikirkan asal muasal kejadian ini Mengapa manusia dengan manusia jadi marah" Mengapa umat dengan umat menjadi benci"
Bukankah semua ini menarik"
Wayan Tandira langsung terdiam mendengar ucapan Manusia Topeng. Ia berusaha memahami kata-kata yang diucapkan oleh laki-laki bertopeng bocah itu. Tiba-tiba ia merasa seperti ada makna yang tersembunyi dalam
setiap ucapan si
pendek. "Orang tua, engkau berbahasa tinggi denganku. Aku tidak tahu bagaimana rupamu, sekarang aku hanya berpegang pada petunjukmu untuk menyelamatkan semuanya. Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya si gondrong sedemikian seriusnya.
"Berpegang pada kata-kata manusia bisa celaka! Orang berisi adalah orang yang berbudi.
Mengapa harus tergesa-gesa, sementara naluriku
mengatakan ada dua maut sedang mengintai!" jawab Manusia Topeng.
Wayan Tandira cepat menoleh dan memperhatikan sekelilingnya dengan cermat. Namun
sejauh itu tidak mendengar suara atau gerakan
mencurigakan. Dalam pada itulah Manusia Topeng
berseru. "Tinggal lama di dalam Liang Lahat Bakutuk
hanya menghabiskan sisa umur dengan percuma.
Ratumu sudah melangkah menuju ke alam kebebasan, mengapa kalian masih tetap bertahan disini?"" "Hik hik hik...!" terdengar suara tawa sayup-sayup di kejauhan. "Orang
tua bertopeng memakai kompeng, kuakui matamu awas sekali. Apa perlu-mu masuk ke
sini, apakah ingin mencari mampus
seperti para pendahulumu"!"
"Siapa?" tanya Wayan melalui ilmu mengirimkan suara.
"Menurut pengalamanku dan pengakuan
batinku orang tadi masih punya hubungan dekat
dengan Ratu Leak. Kurasa ia tidak akan betah
ngumpet dan berlama-lama dalam persembunyiannya! Tunggu saja!" jawab Manusia Topeng melalui ilmu mengirimkan suara
pula. Sejenak lamanya kedua laki-laki ini saling
berpandangan. Tidak lama menunggu, Wayan melihat sebuah bayangan merah berkelebat. Tahutahu di depan mereka sekarang telah berdiri seorang gadis berpakaian tipis merangsang. Wajah
gadis itu cantik menggiurkan. Senyumannya
membuat setiap laki-laki yang memandangnya
langsung kelepek-kelepek (karena sedemikian cantiknya dan menawan sekali). Gadis itu memperhatikan Manusia Topeng dan Wayan Tandira dengan
tatapan memikat tapi meremehkan.
"Atas perintah siapa kalian berani masuk ke
sini?" tanya si gadis yang tidak lain adalah Mustika Jajar.
Wayan tidak menyahut, sebaliknya malah
berpaling ke arah Manusia Topeng. Seakan ia berharap manusia aneh dan yang tahu berbagai hal
agar bicara. "Wayan Tandira manusia akar! Makhluk
cantik yang berdiri di hadapan kita ini bukan lawanku. Kurasa ia sepadan berhadapan denganmu." ujar Manusia Topeng.
"Mengapa harus aku, orang tua?"
"Ya, orang muda berhadapan dengan orang
muda. Sedangkan aku sebentar lagi tentu ada tugas baru yang harus kukerjakan!" jawab Manusia Topeng disertai tawa mengikik.
"Mengapa harus satu menghadapi aku. Padahal aku punya keinginan untuk mengirim kalian
ke neraka! Hik hik hik...!" dengus si gadis.
Jika Wayan Tandira menjadi gusar mendengar ucapan Iblis Betina Dari Neraka, sebaliknya
Manusia Topeng tertawa tergelak-gelak. "Kau terlalu serakah, gadis cantik.
Wajahmu memang lumayan bagus, kurasa bagian-bagian lain sama bagusnya. Sangat disayangkan, jalan pikiranmu sejahat iblis dan hati nuranimu seburuk wajah setan. Jangan kau terlalu serakah dalam menghadapi musuh! Aku yang hidup dua abad ingin melihat
bagaimana kehebatan Manusia Akar setelah mendapat tambahan kesaktian baru!" kata Manusia Topeng, lalu ia menoleh dan berkata
ditujukan pa-da Wayan Tandira. "Hayo tunggu apa lagi anak negeri! Silakan kalian
saling berbetot-betotan! Ha ha ha...!" "Tua bangka keparat!" maki Mustika Jajar
sengit. Seraya dengan cepat sekali lepaskan pukulan 'Tusukan Jari Penghantar
Maut'. Wuut! Sekali gadis itu kibaskan jari tangannya ke
arah Manusia Topeng. Sinar hitam membakar melesat ke depan. Manusia Topeng tertawa ganda.
Sekejap saja tubuhnya lenyap dari pandangan mata. Maka serangan yang dilancarkan oleh Iblis Betina Dari Neraka tidak mengenai sasarannya. Si
gadis terkesiap, ketika memandang ke samping
maka terlihatlah olehnya Manusia Topeng telah
berdiri bertolak pinggang.
"Jahanam...!" maki Mustika. Ia hendak melepaskan pukulan lagi. Namun niatnya itu
urung karena dari arah samping melesat sinar hitam.
Ternyata Wayan Tandira melepaskan pukulan Belenggu ke arahnya. Jika saja Iblis Betina Dari Neraka tidak cepat melompat
mundur sambil berjumplitan, niscaya tubuhnya sudah hangus terhantam pukulan yang dilepaskan oleh lawannya.
"Sudah kukatakan yang muda harus berhadapan dengan yang muda! Mengapa masih serakah juga?" celetuk Manusia Topeng.
"Benar seperti apa yang dikatakan oleh
orang tua bertopeng bocah itu. Jika kau memang
masih punya hubungan tertentu dengan Ratu
Leak. Maka kau termasuk pantas jika mati duluan
menggantikannya!"
"Huuup!"
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun
Mustika Jajar tiba-tiba saja melakukan gerakan
berputar. Tubuhnya melesat ke udara, lalu meluncur
ke bawah dengan tinju terkepal menghantam kepala dan dada Wayan Tandira. Terdengar suara
angin bersiut disertai menebarnya hawa panas
menyengat. Wayan mengguman tidak jelas dan cepat
lindungi kepalanya. Sementara bagian tubuh lainnya dibiarkan terbuka. Dengan demikian tentu saja benturan pun tidak dapat dihindari lagi. Wayan sempat terhuyung-huyung, saat
itu juga tanpa pernah diduga-duga oleh lawannya dari akar

Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akaran yang membalut tubuh Wayan begitu terbentur tangan Mustika langsung memancarkan
sinar hitam dengan sendirinya.
Chaar...! "Aih...!" Iblis Betina Dari Neraka langsung
memekik ketika melihat sambaran sinar secepat
kilat. Beruntung ia masih sempat membanting tubuhnya dengan gerakan yang sulit diikuti kasat
mata. Walau pun begitu bagian bahunya masih
sempat tersambar sinar berhawa panas itu sehingga selain bajunya robek, kulitnya yang mulus pun
melepuh. "Puih, bangsaaat!!" maki si gadis sambil meludah. Manusia Topeng bertepuk tangan
sambil berjingkrak-jingkrak. Wayan Tandira sudah tidak
lagi menghiraukan tingkah aneh laki-laki berumur
dua ratus tahun ini. Kakinya bergeser, tangan kanan diangkat ke udara, sedangkan tangan kiri
berputar dua kali. Sadar akar-akar itu menjadi pelindung sekaligus kesaktian
bagi dirinya, maka selain melakukan serangan baru sekarang Wayan
khusus melindungi bagian leher sampai kepala
yang tidak terlindung akar-akar sakti itu.
Sayang serangan kedua yang hendak dilakukan oleh kepala negeri Sange ini juga didahului oleh Mustika Jajar. Gadis itu
lepaskan pukulan
'Neraka Perut Bumi'. Suasana di dalam ruangan
luas terasa panas luar biasa. Wayan tidak tinggal diam. Tetapi dengan tenaga
sakti yang tersimpan
dalam akar-akar yang menyelimuti dirinya itu begitu terasa adanya perubahan udara di sekelilingnya langsung memijarkan cahaya. Bukan hanya
pada bagian-bagian tertentu di tubuh Wayan Tandira. Melainkan di seluruh tubuh si gondrong yang terbalut akar-akaran
memancarkan cahaya hitam.
Hingga sosok Wayan tidak terlihat lagi terselubung sinar hitam tersebut.
Tum! Tuum! Tuuum!
Terdengar suara ledakan di sana sini. Duaduanya sama menjerit ketika kedua serangan yang
mereka lancarkan bertubrukan di udara. Wayan
sempat terjajar, sedangkan Iblis Betina Dari Nera-ka terguling-guling dengan
mulut menyemburkan
darah. "Hmm...!" Manusia Topeng mengguman sambil gelengkan kepala. "Hebat
sungguh hebat. 'Neraka Perut Bumi' pastilah pukulan warisan Ratu Leak, tapi akar-akar sakti itu juga sebuah pelindung yang cukup baik! Lho... siapa itu yang datang?"" seru si pendek
bersenjata Ketapel Sakti dan tidak pernah meninggalkan kompengnya ini
sambil pentang mata lebar-lebar. Kedua orang
yang sedang terlibat pertempuran ini sama sekali
tidak menghiraukannya. Malah kini mereka sudah
berdiri kembali dengan posisi siap bertempur matimatian.
ENAM Kita tinggalkan dulu mereka yang terlibat
pertempuran sengit itu. Sementara di depan Manusia Topeng sekarang telah berdiri sesosok tubuh berkulit hitam legam berwajah
seperti monyet besar. Di atas kepala makhluk mengerikan ini tumbuh sebuah tanduk dengan panjang kurang lebih
dua jengkal dan berwarna merah menyala.
"Ggrrrkh...!"
"Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya"!"
desis Manusia Topeng. "Tidak ada satu kekuatan pun yang mampu memusnahkannya!
Kalau pun aku mengerahkan segala kesaktian yang aku miliki, tanpa pernah kuketahui di mana titik kelemahannya rasanya apa yang kulakukan hanya sia-sia
saja. Satu-satunya cara hanyalah dengan menemui Malaikat Pencatat Asal Usul. Artinya aku dan
pemuda itu harus meninggalkan Liang Lahat Bakutuk ini secepatnya!"
"Grook! Grooouukh!"
Makhluk hitam bertaring ini kembali mengeluarkan suara aneh menyeramkan. Dalam pada
itulah di tengah-tengah pertempuran yang sengit
terdengar suara teriakan Mustika Jajar ditujukan
pada Pelucut Segala Ilmu Segala Daya. "Jangan kau biarkan Manusia Topeng itu
meloloskan diri
begitu saja. Dia musuh Ratu Leak, oleh karenanya
kau dan aku punya kewajiban untuk membunuhnya! Kau dengar... membunuhnya...!"
'Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya' yang
bang-kit dari perut bumi akibat pengaruh kekuatan Batu Lahat Bakutuk menggeram panjang. Tiba-tiba saja ia menerkam Manusia Topeng. Lakilaki itu sama sekali tidak mencoba menangkis melainkan menghindar dengan salto panjang ke belakang. Serangan makhluk hitam tinggi ini luput.
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya semakin
bertambah murka. Dalam kemarahannya itu terlihat dengan jelas tanduk yang tumbuh di atas kepalanya semakin bertambah merah membara dan
memancarkan cahaya berpedar-pedar.
"Hraa...!"
Makhluk hitam itu menerjang kembali. Tangannya menghantam ke bagian pinggang. Manusia
Topeng dengan cepat sekali berkelit menghindar.
Seraya kemudian lepaskan pukulan menggeledek
ke arah lawan. Karena serangan ini sangat cepat
maka makhluk hitam tersebut tidak sempat lagi
menghindar. Terjadi dentuman keras, sosok mengerikan itu pun jatuh terpelanting. Ia menggeram, secepat kilat bangkit lagi
tanpa mengalami cedera apa-apa Manusia Topeng kerutkan keningnya. La-lu ia
lepaskan pukulan 'Bintang Terbelah' untuk
mengakhiri perlawanan Sang Pelucut Segala Ilmu
Segala Daya. Namun pada kesempatan itu pula
sebuah keanehan terjadi. Dari tanduk di atas kepala makhluk itu menderu sinar merah yang langsung melesat ke arah Manusia Topeng. Sinar itulah yang kemudian melabrak musnah pukulan
'Bintang Terbelah' yang dilepaskan oleh Manusia
Topeng bahkan kelihatannya sinar merah terus
menderu menerjang lawan dengan kekuatan berlipat-lipat. Sadarlah orang tua sakti ini bahwa makhluk hitam tersebut bermaksud
merampas ji- wanya. Orang ini memekik panjang, tubuhnya melesat ke langit-langit ruangan.
"Ketapel Sakti Pembelah Bumi!" desis Manusia Topeng. Tiba-tiba saja ia merenggut
lepas ketapel yang bergelantungan di dadanya. Ketapel
itu dikibaskan ke belakang sekali, ke samping kanan dan kiri sekali baru kemudian dihantamkannya ke depan dengan tenaga dalam penuh.
Untuk pertama kalinya Sang Pelucut Segala
Ilmu Segala Daya dibuat kaget bukan kepalang
disaat dari dua cabang ketapel tersebut memancar
sinar putih laksana mutiara bertaburan. Dua sinar itu menghantam sinar merah
yang keluar tiada
putus-putusnya dari tanduk makhluk ini.
Buuuuummm! "Selamatkan dirimu, Wayan Tandira!" teriak Manusia Topeng ketika melihat dari
bagian tanduk Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya sinar merah
terus menghantam secara ngawur apa saja yang
terdapat di sekelilingnya. Langit-langit ruangan
runtuh. Liang Lahat Bakutuk amblas sejauh dan
seluas seratus tombak ke kiri, ke samping kanan
dan seratus tombak ke bagian-bagian lainnya.
Wayan dan Manusia Topeng tanpa menghiraukan lawan-lawannya terus menerobos longsoran tanah yang menimbun mereka. Apa yang dilakukan oleh Wayan Tandira tidak mungkin mendatangkan hasil karena tanah yang menimbun mereka berlapis-lapis. Jika tidak Manusia Topeng pergunakan Ketapel Sakti Pembelah Bumi untuk menerobos gumpalan-gumpalan tanah yang menghimpit mereka. Dalam pada itu Manusia Topeng
tetap mencekal tangan kiri Wayan, sedangkan tangan kanan memegang erat Ketapel itu sambil berputar-putar. Terbentuklah sebuah lubang sebesar
badan orang dewasa akibat hantaman teratur ketapel di tangan Manusia Topeng. Begitu mereka
sampai di atas Liang Lahat Bakutuk yang runtuh
itu, kira-kira sejauh seratus tombak tampak pemandangan lain yang sangat mengagumkan.
Wayan Tandira terperangah, sedangkan wajah di
balik topeng melongo.
Mereka melihat seekor kuda berbulu putih,
kuda raksasa yang tingginya menjulang ke langit.
Di atas kuda raksasa itu duduk sosok tubuh yang
kelihatan sangat kecil. Perbandingan kuda dengan
penunggangnya tidak beda dengan seekor lalat
yang menempel di atas punggung kerbau. Rasanya
seumur hidup Manusia Topeng takkan pernah dan
belum pernah melihat kuda sebesar dan setinggi
itu. "Aku Datuk Nan Gadang Paluih! Kalian berdua cepatlah kemari! Putih Kaki
Langit kuda gaibku ini siap membawa kalian menjauhi Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya! Kita harus mengejar
Ratu Leak!" Ternyata yang duduk di atas kuda yang dapat berubah meninggi sesuai
dengan namanya itu tidak lain adalah Datuk Nan Gadang Paluih. "Mereka tertimbun longsoran tanah! Mustahil dapat keluar!" sahut Wayan
Tandira penuh rasa percaya diri.
Manusia Topeng yang berada di sebelahnya
bicara lugas. "Jangan bodoh! Gadis yang menye-rangmu itu bisa saja mampus,
tetapi Sang Pelucut
Segala Ilmu Segala Daya mana mungkin binasa, ia
bangkit dari dalam perut bumi, tentu membebaskan diri dari timbunan tanah merupakan pekerjaan yang sangat mudah sekali!"
Wayan kelihatan ragu-ragu, dalam pada itu
pula terdengar suara menggemuruh tidak jauh di
belakang mereka. Serentak mereka menoleh.
"Heh... benar kataku! Lihat dia keluar dari
tanah dengan membawa gadis mesum itu! Lari...
lari kataku...!!" teriak Manusia Topeng. Jika laki-laki pendek berumur dua abad
dan punya berbagai macam kesaktian dan punya penglihatan batin
yang tajam ini saja tidak mau menghadapi sosok
hitam itu, apalagi dirinya. Tanpa menunggu lebih
lama lagi, Wayan ikut berlari mendapatkan kuda
yang menunggu mereka di tepi Liang Lahat Bakutuk yang telah runtuh.
"Kita kejar mereka, sahabatku!" teriak Mustika Jajar ketika melihat kedua
lawannya berusaha melarikan diri. Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya dengan langkah lebar-lebar ikut melakukan
pengejaran. Jarak mereka tidak bertaut jauh. Datuk Nan Gadang Paluih segera mengibaskan Angkin Pelebur Petaka. Angkin berubah memanjang.
"Naik kalian melalui angkin ini!" teriak laki-laki berpakaian putih selempang
putih ini. Tidak
lama setelah Wayan dan Manusia Topeng bergelantungan di atas angkin, Datuk Nan Gadang Paluih segera menyentakkan angkin tersebut ke atas.
Dua sosok tubuh tampak melayang di udara, dari
arah bawah terdengar suara menggeram disertai
meluncurnya dua larik sinar merah ke arah Wayan
dan Manusia Topeng. Kuda Putih Kaki Langit meringkik keras sambil melompat menghindar. Sekali
kuda gaib ini mengayunkan langkahnya, maka ratusan batang tombak jarak terlewati.
Dengan demikian praktis serangan yang dilakukan oleh Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya tidak mengenai sasaran. Datuk Nan Gadang
Paluih mengarahkan kudanya ke arah selatan. Lalu bagaimana tokoh dari Andalas ini tiba-tiba saja
sudah berada di atas kuda tunggangannya kembali" Untuk diketahui, ketika berada di dalam Liang Lahat Bakutuk, Datuk Nan
Gadang Paluih tidak
berhasil menemukan Suro maupun Dewi Kerudung Putih dan Si Buta Mata Kejora. Ia malah tersesat ke tempat-tempat penyiksaan. Setelah cukup
lama melewati ruangan-ruangan yang tidak ubahnya seperti neraka buatan itu. Tiba-tiba Datuk
Nan Gadang Paluih mendengar suara Putih Kaki
Langit sebagai isyarat bahwa binatang tunggangan
yang berasal dari alam gaib itu melihat sesuatu.
Maka laki-laki berambut putih ini pun keluar
kembali dari Liang Lahat Bakutuk. Saat itu ia melihat sosok bayangan berlari kencang dengan memanggul seorang pemuda berbaju biru. Datuk
Nan Gadang Paluih memerintahkan kudanya untuk memperbesar ujudnya agar mudah melakukan
pengejaran. Datuk ini rupanya menduga orang
yang melarikan diri itu tidak lain adalah Ratu
Leak. Sayang sebelum ia sempat berbuat sesuatu,
tiba-tiba saja ia mendengar suara bergemuruh disertai dentuman-dentuman. Tanah di sekitar mulut
Liang Lahat tiba-tiba runtuh. Sadarlah orang ini
kemungkinan apa yang terjadi di bawah sana. Sehingga ia pun menunggu untuk memastikan apa
yang terjadi di bawah sana. Sehingga ia pun menunggu untuk memastikan apa yang terjadi. Ternyata yang muncul pertama adalah Manusia Topeng dan Wayan Tandira.
Pada waktu itu kuda terus berlari menjauhi
Liang Lahat Bakutuk yang sudah porak peranda.
Wayan Tandira yang takut pada ketinggian tidak
pernah melepaskan pegangannya dari bulu-bulu
kuda yang dicengkeramnya. Dalam kesempatan itu
pula Manusia Topeng yang duduk di samping Datuk Nan Gadang Paluih bertanya.


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tinggi kudamu menjulang ke langit. Bagaimana kau bisa memiliki kuda seaneh ini?"
Datuk Nan Gadang Paluih memandang ke
depan dengan tatapan mata liar mencari-cari.
"Bertanya tentang asal usul kuda tidaklah penting untuk saat ini. Yang
merisaukan aku Ratu Leak
pergi meninggalkan Liang Lahat Bakutuk dengan
membawa Batu sakti dan juga Pendekar dari tanah Jawa. Aku juga melihat ia membawa Dewi Kerudung Putih. Aku risau, dengan batu di tangannya, ia akan berbuat sesuatu yang sangat keji pada Pendekar Bodoh dan gadis itu!"
"Oh, celaka! Kalau begitu ketua adat, Si Buta Mata Kejora yang tidak sadarkan diri itu sekarang tertimbun tanah Liang Lahat Bakutuk yang
runtuh. Mengapa aku sampai tidak ingat dengan
nasibnya?" keluh Wayan Tandira seakan menyesalkan. "Kau sendiri hampir mampus! Bagaimana aku bisa menolong dua orang
sekaligus?"" gerutu Manusia Topeng.
"Hmm, sekarang yang menjadi persoalan
bukan hanya nasib Pendekar Bodoh dan gadis
berkerudung itu. Ratu Leak kurasa memiliki ambisi tertentu, selain itu mengingat Batu Lahat Bakutuk masih berada di tangannya.
Kita tidak mungkin mampu mengusiknya. Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya juga merupakan ancaman tersendiri bagi kita. Semua kesaktian yang kita miliki bi-sa terkuras habis bila ia
sudah turun tangan. Kita harus tahu bagaimana caranya memusnahkan
makhluk hitam itu!" Datuk Nan Gadang Paluih
menimpali. Manusia Topeng tengadahkan wajahnya ke
langit. Lalu terdengar suara tawa cekikikan di balik topengnya. Begitu suara
tawa lenyap. Ia bicara dalam kalimat-kalimat panjang seperti orang yang
melantunkan tembang di padang duka yang sunyi.
Waktu terus bergulir
Ada muara pasti karena malu
Adakah kehidupan pernah terputus?"
Aku adalah aku, bukan kau, kamu atau nenekku Sekarang ada simpang dua jalan
Aku bingung tentukan arah
Duhai sahabat....
Masihkah jantungmu berdenyut"
Masihkah dadamu menyegarkan durahmu"
Malaikat Pencatat yang berada di antara angin-angin Dalam lubang angin, dalam botol, dalam perut dalam nafas dan dalam segala yang hidup dan mati Datanglah, jangan kau
tahan-tahan daripada panas dingin
Nanti jika kau tidak suka akan kupulangin!
Malaikat Pencatat,....
Segala sejarah masa lalu
Aku memerlukanmu!
Datang...! Datang bersama angin!
Aku Manusia Topeng memanggilmu!
Wayan Tandira memandang Manusia Topeng dengan perasaan tidak mengerti dan benak
dipenuhi tanda tanya.
"Orang gila ini sesungguhnya bicara dengan
siapa?" batinnya. Sebaliknya Datuk Nan Gadang Paluih merasakan adanya sesuatu
yang aneh, sehingga secara tiba-tiba ia menarik kekang kendali kuda. Gerakan
mendadak ini membuat Wayan dan
Manusia Topeng hampir terpelanting.
"Ha ha ha! Kuda gaib ini tingginya seperti
hendak menggapai langit. Jika kita sampai jatuh,
paling tidak mampus dan jadi arwah gentayangan
sungguh.,.!" celetuknya.
Wayan tidak lagi sempat menanggapi, karena detik itu juga terdengar suara angin menderuderu. Pohon-pohon batu di sekeliling mereka bertumbangan bahkan ada yang tercabut sampai ke
akar-akarnya. "Ada apakah ini?" tanya Wayan Tandira
sambil berpegangan erat pada bagian bulu Si Putih Kaki Langit. Sementara deru
angin semakin lama
semakin bertambah keras.
"Kau lihatlah ke arah depan sana!" seru Datuk Nan Gadang Paluih sambil menunjuk
ke arah depan dengan tatapan terkagum-kagum. Saat
Wayan Tandira melihat ke arah yang dimaksud, ia
menyaksikan bayangan kuning berputar-putar seperti gasing. Bayangan itu datang bersama pusaran angin yang memporak perondakan apa saja
yang dilaluinya.
"Dia datang...! Ha ha-ha! Ternyata ia masih
ada, padahal sudah hampir tujuh puluh tahun
kami tidak bertemu!" desis Manusia Topeng. Selanjutnya ia berteriak dengan suara
keras dituju- kan pada sosok serba kuning yang datang bersama pusaran angin tersebut.. "Selamat datang sahabat lama! Tapi hentikanlah
kegilaanmu itu! Lama kita tidak berjumpa, ternyata kau semakin bertambah gila! Ha ha ha...!"
Pusaran angin yang menderu-deru bahkan
sempat membuat goyah Si Putih Kaki Langit mulai
mereda berangsur-angsur. Bukan hanya Wayan
Tandira saja yang kagum melihat kehebatan yang
dimiliki oleh Manusia Topeng. Tetapi tokoh Andalas yang juga pernah mendengar tentang siapa
adanya Malaikat Pencatat sampai terperangah.
Dulu sekali ia memang pernah mendengar adanya
seorang tokoh aneh yang hidup di antara angin
yang punya kebiasaan mencatat segala sesuatu
yang terjadi di rimba persilatan. Ia terkadang
muncul tanpa sepengetahuan orang lain di tengahtengah badai yang menggila atau pun diantara topan yang sedang mengamuk melanda suatu daerah. Ia dapat datang dan pergi tanpa disangkasangka gerakannya secepat angin. Itu sebabnya ia
dijuluki Malaikat Pencatat oleh kalangan persilatan dimasa itu. Meskipun ilmunya tinggi sulit dijajaki, konon tokoh yang satu
ini tidak pernah berkelahi. Kemana pun ia pergi selalu membawa kulit
untuk mencatat. Kabarnya pula sepuluh orang
kuat sekalipun tidak mungkin sanggup memikul
kitab-kitab catatannya yang ia buat selama adanya rimba persilatan.
Kini angin benar-benar mereda, di depan
ketiga orang yang berada di atas punggung Si Putih Kaki Langit telah berdiri seorang laki-laki berpakaian kuning keemasan dan
gemerlap. Melihat
raut wajahnya paling ia baru berumur sekitar tiga puluh tahunan. Padahal umur
yang sebenarnya
tidak kurang dari tiga ratus lima puluh tahun atau bahkan lebih.
"Sahabatku kecil! Kau memanggilku" Adakah sesuatu yang merisaukan hatimu?" tanya laki-laki berpakaian kuning gemerlap
ini tanpa senyum
"Bingung... aku bingung, orang-orang bingung. Tidakkah kau lihat apa yang ada di dalam
hati dari kepalaku?" tanya Manusia Topeng. Laki-laki ini lalu menjura hormat.
Wayan dan Datuk
Nan Gadang Paluih mengikuti. Malaikat Pencatat
anggukkan kepala atas penghormatan mereka.
"Kalian duduk di atas punggung binatang
kehormatan alam gaib. Yang aku tahu wahai sahabat kecil! Dalam kepalamu terdapat akal, di dalam hatimu terdapat nafsu dan nurani yang suci.
Lalu catatan yang mana yang ingin kau lihat dan
tanyakan wahai sahabat kecil?" tanya Malaikat Pencatat.
"Aku sudah tua, pikiranku mulai luntur
mendekati pikun. Gigiku berpamitan satu-satu,
apa yang aku miliki mulai permisi, penglihatan
berkurang, mata lamur. Tidak ada yang bertambah
terkecuali uban di kepala, orang tua sepertiku rata-rata besar merajuknya (ambeknya). Malaikat
Pencatat, kurasa dalam catatannya ada tertulis
tentang Sange tanah kutukan. Sudah tiga puluh
tahun yang lalu. Apakah kau tahu sebab apa manusia seperti Ratu Leak menjadi marah dan mengumbar angkara murka membabi buta?" tanya
Manusia Topeng.
Malaikat Pencatat terdiam. Ia turunkan
buntalan besar yang selalu dibawanya dimana pun
dia pergi. Buntalan itu berukuran sangat besar, ti-ga kali lebih besar dari
ukuran dan besar badan
pemiliknya. "Sebelum aku bicara dan membacakan apa
yang ada dalam catatanku, aku meminta pada
orang yang bergelar Datuk Nan Gadang Paluih sudi kiranya membuat Putih Kaki Langit sebesar dan
setinggi kuda biasa!!" ujar Malaikat Pencatat setengah memerintah.
Datuk Nan Gadang Paluih sempat kaget juga karena tidak menyangka bahwa Malaikat Pencatat mengetahui siapa dirinya dan tahu pula siapa Si Putih Kaki Langit.
Kalau pun begitu ia cepat mengusap tengkuk dan telinga Putih Kaki Langit, sehingga hanya dalam waktu sekedipan mata
saja kuda alam gaib
itu berubah memendek dan mengecil sehingga besarnya seukuran kuda biasa pada umumnya.
TUJUH Manusia Topeng melompat turun dari atas
punggung kuda. Ia memandang ke arah Malaikat
Pencatat dengan perasaan tidak sabar.
"Sebelum aku mengatakan apa yang aku tulis dalam kitab kulit ini. Harap kalian semua pusatkan perhatian dan pasang telinga baik-baik!"
pinta laki-laki berpakaian kuning keemasan itu
tanpa senyum. Ketiga laki-laki di sekelilingnya
anggukan kepala tanpa kata. Malaikat Pencatat
kemudian membolak balik halaman kulit yang
sangat tebal dan tentu saja sangat berat tersebut.
Laki-laki itu kemudian memulai. "Menurut catatanku, yang namanya Ratu Leak itu
adalah gelar setelah dua puluh tahun belakangan. Aku akan
membuka catatan lain setelah halaman ini!" ujar Malaikat Pencatat. Kitab catatan
pertama ditutup-nya. Kemudian ia mengambil sebuah kitab lain
yang sudah butut dan sedikit ada jamurnya. "Ratu Leak menurut catatan yang benar
mempunyai sepuluh nama dan julukan samaran. Ia terlahir dengan nama Pamungkur Walikandi sekitar enam puluh tahun yang silam. Ayahnya bernama Menggolo
Tirto Joyo Negoro Caplok Nogo Ora Opo! Hilang dalam badai laut Utara. Ibunya Srikanti Waratiri,
meninggal terserang penyakit kotor. Ia adalah murid seorang tokoh sesat di daerah Muara Randu
Condong. Ilmu serta jurus-jurus silatnya cukup
hebat. Sayang hatinya culas dan sangat kejam. Di
waktu muda ia pernah jatuh cinta dengan seorang
laki-laki dari gunung Mahameru bernama Barata
Surya. Ia begitu tergila-gila sampai-sampai ia bersedia meninggalkan kesesatan dan berani durhaka
pada gurunya sendiri. Persoalannya kemudian
menjadi tidak jelas. Ketika Pamungkur Walikan ini siap menjadi isteri tokoh dari
gunung Mahameru
itu. Pihak laki-laki yaitu Barata Surya membatalkan perkawinan, hingga terjadilah pertempuran
sengit. Dalam pertempuran itu ternyata Pamungkur Walikandi kalah. Ia melarikan diri dengan
membawa rasa putus asa dan malu yang mendalam. Dalam keputusasaannya itu ia tidak berani
kembali pada gurunya. Pamungkur Walikandi bertemu dengan seorang pemuda lain bernama Dewana. Pemuda baik hati ini menasehatinya agar
jangan mengambil jalan pintas. Nasehat-nasehat
yang diberikan oleh Dewana diartikan oleh Pamungkur Walikandi sebagai isyarat bahwa pemuda
itu menyukainya. Lebih kurang enam purnama
tinggal berdampingan dengan Dewana, suatu hari
Pamungkur Walikandi berterus terang pada Dewana bahwa dirinya jatuh cinta pada pemuda itu.
Malangnya ternyata secara halus Dewana menolak
pernyataan Pamungkur Walikandi. Gadis ini semakin bertambah sakit hati" Ingin melawan atau
mengajak Dewana bertarung, jelas kepandaiannya
kalah jauh. Ia kembali melarikan diri ke tanah Andalas setelah gagal meracuni
Dewana. Ia melanglang buana di tanah Andalas mencari ilmu kesaktian untuk membalas dendam. Sampai kemudian
ia mendengarkan tentang sebuah batu mukjizat
yang diberi nama Batu Lahat Bakutuk. Ia mencaricari ke sana ke mari siapa gerangan pemilik batu
sakti tersebut. Hingga kemudian ia merasa pasti
pemilik batu itu tinggal di Ngarai Sianok. Pada suatu kesempatan ketika
pemiliknya lengah ia pun
mencurinya. Dari sana ia melarikan diri ke Sange
ini, hingga terjadilah apa yang telah kalian saksikan!" jelas Malaikat Pencatat.
Datuk Nan Gadang Paluih maju selangkah.
"Akulah pemilik Batu Lahat Bakutuk, batu tersebut warisan dari kakekku Engku
Raja Alam Nan Bana.!" kata laki-laki berbaju putih selempang putih mengakui.
"Jika pernyataanmu benar, berarti kedatanganmu ke sini adalah untuk mengambil kembali
Batu Lahat Bakutuk itu." Malaikat Pencatat menanggapi. "Sayang menurut catatanku
persoalannya tidak semudah itu. Batu Lahat Bakutuk bukan saja hanya sekedar batu sakti yang mengandung berbagai kegaiban. Ia juga hanya dengan
ucapan-ucapan tertentu dapat membangkitkan
beberapa benda hidup dan membuat benda-benda
yang hidup menjadi patung. Jadi kekuatan yang
membuat penduduk Sange ini menjadi patung batu bukan semata-mata karena Ratu Leak, melain

Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kan Batu Lahat Bakutuk ikut berperan"
"Sahabatku! Kukira catatanmu tidak meleset, satu hal yang perlu aku ketahui. Apakah Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya tidak dapat dibunuh" Kalau pun dapat di manakah terletak titik
kelemahannya?" tanya Manusia Topeng.
Untuk pertama kalinya Malaikat Pencatat
tersenyum. Senyum samar jika mata yang tidak
awas bisa menafsirkan bahwa laki-laki berpakaian
serba kuning ini sedang menderita sakit mejan.
"Sahabat kecil! Kau memiliki ilmu serta kesaktian segudang, terkadang aku sesalkan jalan
pikiranmu terlalu tumpul mendekati bodoh. Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya tidak mungkin
dapat dibunuh oleh siapapun. Makhluk itu berasal
dari dalam perut bumi. Kebangkitannya karena
Batu Lahat Bakutuk itu juga...!" jelas Malaikat Pencatat. Sayang Manusia Topeng
merasa kurang puas mendengar penjelasan sahabatnya.
"Kurasa apa yang kau katakan barusan terlalu ngawur dan melenceng dari catatanmu. Menurutku sesakti apa pun manusia di jagat ini pasti
punya kelemahan. Adalah sesuatu yang mustahil
jika Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya sang
makhluk jelek itu tidak punya kelemahan. Hayo
buka lagi catatanmu atau kau hanya mencatat asal usul makhluk itu tanpa mengetahui kesaktian
dan kelemahannya!" ejek Manusia Topeng seperti anak kecil yang sedang meledek
temannya. Malaikat Pencatat sama sekali tidak menanggapi, ia
membolak balik halaman kulit setebal dua jengkal
di tangannya. "Hmm, disini, sesuai dengan catatanku.
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya selalu memusnahkan kesaktian dan tenaga dalam orang
lain itu punya titik kelemahan pada tanduk di kepalanya. Tanduk yang memancarkan sinar merah
itulah yang merupakan kehidupan baginya dan
tanduk itu pula yang menjadi kehancuran orang
lain!" jelas Malaikat Pencatat.
Datuk Nan Gadang Paluih dan Wayan Tandira tercengang mendengar penjelasan laki-laki
berpakaian kuning keemasan tersebut. Sebaliknya
Manusia Topeng tertawa terpingkal-pingkal sambil
pegangi perutnya.
"Sahabat kecil, adakah yang kau anggap lucu dengan apa yang aku baca ini?" Pertanyaan Malaikat Pencatat membuat Manusia
Topeng henti- kan tawa dan tutup mulut topengnya.
"Aku tertawa karena gembira, aku seperti
baru habis mimpi kejatuhan bintang kejatuhan
bulan, kemudian kejatuhan durian!"
"Dan engkau langsung mampus, Manusia
Topeng!" celetuk laki-laki berpakaian serba kuning.
"Bukan itu maksudku! Aku senang karena
biar bagaimana pun sebelum main-main dengan
Ratu Leak, Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya
harus kumati'in dulu! Aku benci melihat makhluk
itu. Tatapan matanya sama sekali tidak bersahabat!" dengus Manusia Topeng.
"Satu hal jangan kau lupa, jika kau patahkan tanduk di kepala makhluk itu jangan kau
buang, karena sahabatmu seperti Pendekar Blo'on,
Dewi Kerudung Putih dan Si Buta Mata Kejora jika
masih hidup memerlukan benda itu!"
"Apakah Pendekar Bodoh itu ingin punya
tanduk juga" Ha ha ha...! Padahal tanduknya yang
di bawah pun belum pernah digunakan!" sahut
Manusia Topeng seenaknya. Wayan dan Datuk
Nan Gadang Paluih terpaksa menahan senyum.
"Bukan itu maksudku, nanti kalian semua
yang berada di sini akan tahu juga. Sekarang tidak usah membuang-buang waktu!
Jika boleh aku memberi saran, Datuk Nan Gadang Paluih dan
Wayan Tandira cepat kejar Ratu Leak! Sedangkan
Manusia Topeng tunggulah di sini, kurasa tidak
lama lagi Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya
sudah menyusul...!"
"Engkau sendiri hendak ke mana" Bukankah lebih baik bersama-sama denganku disini"
Kau bisa melihat tontonan gratis, lagipula rasa
rinduku padamu belum hilang!" berkata Manusia Topeng disertai tawa.
Malaikat Pencatat gelengkan kepala.
"Tidak! Aku harus pergi, tugasku di dunia
ini masih sangat banyak sekali! Selamat tinggal."
jawab laki-laki berpakaian serba kuning itu. Seraya tengadahkan wajahnya ke langit, bibir orang
ini berkemik-kemik. Tiba-tiba tubuhnya melesat ke depan, angin seketika itu juga
menderu-deru. Malaikat Pencatat hanya dalam waktu sekejap saja telah lenyap dari
pandangan mereka yang berada di
tempat itu. "Sekarang segalanya sudah menjadi jelas.
Kepada saudara Datuk Nan Gadang Paluih dan
Wayan Tandira, sebaiknya lakukanlah apa yang
disarankan oleh Malaikat Pencatat." ujar Manusia Topeng lirih.
"Ratu Leak menjadi urusanku, aku merasa
pasti Batu Lahat Bakutuk segera kembali ke tangan pemiliknya!" dengus Datuk Nan Gadang Paluih. "Wayan Tandira kalau kau mau ikut denganku, sebaiknya naik ke punggung Si
Putih Kaki Langit! Kita harus melakukan pengejaran sebelum
Ratu Leak jauh dari sini!"
"Merupakan suatu kehormatan jika Datuk
memperkenankan aku ikut serta. Terima kasih
atas segala perhatianmu!" kata Wayan Tandira.
Kepala negeri Sange itu selanjutnya membonceng
di belakang Datuk Nan Gadang Paluih. Sekejap
terdengar suara ringkik Putih Kaki Langit yang begitu panjang. Selanjutnya kuda
itu berlari kencang meninggalkan Manusia Topeng.
"Kuda bagus! Ada-ada saja keanehan di dunia ini!" celetuk Manusia Topeng sambil tertawa tergelak-gelak.
*** Ratu Leak saat itu sudah sampai di ujung
Sange. Ia tidak langsung memasuki Pura di depannya, melainkan jalan berkeliling di sekitar tempat itu. Sementara dua sosok
tubuh yang dipanggul di atas bahunya masih juga belum diturunkan.
"Disinilah sejarah akan dimulai. Aku pernah
mendengar kelahiran bocah ajaib ini. Siapa yang
tidak senang jika ternyata gurunya adalah para
musuh besarku! Sekarang akan kulihat apa yang
dapat dilakukan oleh Barata Surya dan Dewana jika harus berhadapan dengan murid sendiri." Ratu Leak menoleh ke arah Dewi
Kerudung Putih yang
di pondong di bahu kiri. "Sedangkan gadis cantik ini! Rasanya sangat mubazir
jika aku tidak me-manfaatkannya!"
Perempuan cantik berpakaian serba hijau
ini kemudian memasuki Pura. Ternyata di dalam
Pura tersebut jauh sebelumnya Ratu Leak sudah
mempersiapkan sebuah altar besar. Di sanalah
dua sosok tubuh yang dalam keadaan pingsan dibaringkan. Ratu Leak berputar-putar mengelilingi
pemuda baju biru. Tiba-tiba saja ia memijit beberapa bagian di tubuh Pendekar Blo'on. Pemuda berambut kemerahan mengeluh. Matanya yang mulai
terbuka berkedap-kedip. Tatapan mata itu begitu
hampanya seakan tidak memiliki semangat dan
gairah hidup sama sekali.
"Wahai bodoh! Dapatkah kau ingat siapa dirimu?" tanya Ratu Leak ditujukan pada pemuda yang tengah terbaring di atas batu
putih di depannya. Pendekar Blo'on menggeleng.
"Tahukah kau siapa namamu?"
Suro kembali gelengkan kepala.
"Lalu apakah kau tahu siapa aku?" tanya Ratu Leak. Dalam kesempatan itu pula
pada bagian tompel yang terdapat di punggung Pendekar
Mandau Jantan ini terasa panas. Seakan ada sebuah kekuatan gaib yang tengah berusaha memberi kesadaran pada si pemuda. Namun pada bagian lain tubuh pemuda ini seperti ada kekuatan
yang menekannya.
"Kau adalah orang dimana aku harus bersikap patuh!" jawab Suro.
"Hik hik hik! Bagus sekali. Dirimu telah
kuisi dengan kekuatan baru dariku. Bahkan batu
ini ikut memberi kesaktian padamu. Senjatamu
sengaja tidak kuambil, karena aku berharap dengan senjata itu pula kau membunuh kedua gurumu! Apakah kau sudah mengerti?"
"Aku sudah mengerti!"
"Tahukah kau siapa Barata Surya dan Dewana itu?" tanya Ratu Leak seakan ingin memastikan. "Aku tidak tahu!" sahut
Pendekar Blo'on.
Bibir perempuan berumur enam puluhan namun
tetap awet muda itu tersenyum.
"Merekalah musuh besarku! Kau harus
membunuhnya, kau harus mem-bu-nuh-nya! Sudahkah kau tahu apa yang menjadi tugasmu sekarang?" "Aku sudah tahu!" jawab Suro Blondo lagi.
"Sekarang berdirilah, kau harus melaksanakan tugasmu!" perintah Ratu Leak. Setiap kata yang diucapkannya mengandung
pengaruh gaib hingga membuat Suro Blondo berubah seperti
orang linglung berat. Ratu Leak kemudian mengeluarkan sebuah kantung berwarna hitam, perempuan itu mengusap-usap kantung tersebut tiga
kali. Dari dalam kantung memancar sinar putih
yang langsung memancar ke bagian kening Suro.
Si pemuda kedip-kedipkan matanya. Ratu Leak
melanjutkan. "Nah sekarang kesaktian yang kau miliki semakin bertambah-tambah! Kewajibanmu
adalah membunuh Barata Surya dan Dewana!
Bunuh mereka, bunuh, bunuh...!"
Lagi-lagi Suro anggukkan kepala. Dengan
gerakan yang kaku ia memutar langkah. Sampai di
pintu Pura, tanpa menoleh-noleh lagi Pendekar
Blo'on berlari kencang meninggalkan Sange.
Sepeninggal Suro, Ratu Leak tersenyum
puas melihat apa yang telah dicapainya. Ia merasa yakin kedua musuh besar yang
sangat dibencinya
itu tidak mungkin dapat meloloskan diri dari kematian. Sementara menunggu kabar kembalinya
Suro, Pendekar yang telah berhasil diperalatnya. Ia berpikir mengapa tidak
memanfaatkan waktu
luang untuk bersenang-senang" Maka tanpa menunggu lebih lama lagi ia memanggul Dewi Kerudung Putih. Sebentar saja ia sudah memasuki
bangunan lain di bagian dalam Pura. Tidak tahu
apa yang hendak dilakukan oleh Ratu Leak terhadap gadis yang selalu hilir mudik di pantai Laut
Selatan tersebut.
*** Gunung Mahameru selayang pandang terasa sunyi seakan tidak berpenghuni. Padahal bagian puncak bukit itu di sebelah selatan tinggal
seorang tokoh sakti mempunyai watak anginanginan dan konyol sekali. Di situ pula kera-kera siluman berdiam selama
berpuluh-puluh tahun
tanpa ada tangan usil yang mengusiknya. Di sana
pada bagian puncak yang datar terdapat sebuah
bangunan kecil mungil yang bagian dindingnya
terbuat dari kayu jati tua. Dalam keadaan Hong Lui Bun 8 Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Pendekar Binal 9

Cari Blog Ini