Ceritasilat Novel Online

Lorong Batas Dunia 2

Dewa Arak 82 Lorong Batas Dunia Bagian 2


balingkan pedang.
Jumini tidak tahan untuk tidak menjerit. Angin tajam menyambar. Pakaiannya
tersayat-sayat seperti digu rat-gurat pedang. Padahal, kakek muka kuning tidak
bergerak menghampiri. Jarak antara tangan si kakek dengan tubuhnya tak kurang
dari satu tombak.
Jumini tidak sempat kaget atau kagum dengan kejadian ini. Perasaan yang paling
berperan saat ini adalah rasa takut yang sangat.
Di lain pihak, Raja Racun Sakti tertawa-tawa seraya terus melanjutkan
tindakannya. Sayatan-sayatan pada pakaian Jumini semakin banyak. Anehnya, kulit tubuh gadis
itu sedikit pun tidak terluka!
Raja Racun Sakti tersenyum keji. Gerakan tangannya dihentikan ketika dirasanya
telah cukup. Kakek yang telah puluhan tahun tidak mencicipi tu buh wanita,
apalagi seorang perawan, mulai bangkit gairahnya. Sudah terbayang di benaknya
nikmatnya menggeluti Jumini!
Memang, semula Raja Racun Sakti berniat merenggut keperawanan Jumini bukan
dengan maksud menyalurkan hasrat birahi. Tapi, karena ketidakinginan Mustika
Ular Emas jatuh ke tangan orang lain. Kakek ini bersembunyi di celah-celah batu
karang ketika Raja Sihir Penyebar Maut menemui Dewa Mata Putih. Kakek muka
kuning ini melihat semua kejadian di sana. Itulah sebabnya ia berniat
menghilangkan keperawanan dan keperjakaan setiap pendekar muda! Bila itu
terjadi, Mustika Ular Emas tidak akan berhasil didapatkan siapa pun. Sekarang
gairah Raja Racun Sakti malah bangkit! Nafsu alami yang ada pada setiap manusia
dewasa yang normal mulai menyerangnya.
"Nah, Wanita Liar, sekarang permainan bisa kita mulai!"
Raja Racun Sakti menutup ucapannya dengan kibasan tangan kiri perlahan. Angin
yang cukup keras berhembus. Seketika itu pakaian Jumini yan sudah tersayat-sayat
tapi masih menempel di badan beterbangan.
Jumini menjerit-jerit dan memaki-maki melihat tubuhnya telanjang bulat. Tidak
ada penutup tubuhnya lagi. Rasa takut dan geram bercampur pada wajah dan sorot
matanya. Kalau saja dapat menggerakkan tangan sedikit saja, Jumini akan menggunakannya
untuk menutupi dada dan bagian bawah tubuhnya.
Raja Racun Sakti menatap tanpa berkedip. Ka kek itu menjilati bibirnya. Matanya
yang membelalak lebar menyapu sekujur tubuh Jumini. Tubuh yang putih, halus, dan
mulus. Dengan pandangan melekat erat pada dada Jumini yang indah, Raja Racun Sakti
melangkah menghampiri Jumini. Raja Racun Sakti tiba-tiba menggerakkan tubuhnya
sedemikian rupa, persis seekor ayam membersihkan tubuhnya dari abu. Lu ar biasa!
Pakaian dan celana yang dikenakannya langsung terlepas. Kakek ini telah bugil
sebagaimana layaknya bayi yang ba ru lahir!
Jumini memejamkan mata. Tak kuat menahan rasa ngeri mengingat malapetaka
yang akan menima dirinya. Perasaan ngeri dan jijik melihat tubuh bugil Raja
Racun Sakti membuatnya hampir muntah! Jantung Jumini berdetak cepat, membuat
dadanya bergerak-gerak.
Raja Racun Sakti rupanya tak kuat menahan gairah yang menggelora. Diiringi
lengkingan bagai seekor kucing dilanda birahi, kakek ini menubruk tubuh Jumini.
Dengan nafsu menggelora diselipkan wajahnya di dada Jumini. Tangannya pun tak
tinggal diam. Jumini yang berada dalam puncak rasa takut berteriak-teriak kalap. Makian sampai
permohonan agar Raja Racun Sakti menghentikan tindakan kejinya dilontarkan gadis
itu. Tapi, hal itu justru membuat Raja Racun Sakti semakin liar. Jeritan dan makian
Jumini menjadi semangat baginya.
Raja Racun Sakti seakan kembali muda. Tindakannya tak kalah dengan orang yang
masih muda. Sekujur tubuh Jumini tak luput dari jarahannya. Tidak hanya dengan
jari-jari tangan, tapi juga dengan mulut.
Jumini hanya bisa menangis. Dia jijik bukan main. Perutnya mual dan ingin muntah
melihat tingkah Raja Racun Sakti. Teringatlah gadis itu pada Dirgantara. Pemuda
yang telah menaklukkan hatinya. Karena satu sebab terjadi pertengkaran antara
dirinya dan pemuda berpakaian kulit harimau itu. (Untuk jelasnya, silakan baca
episode: "Mustika Ular Emas").
Jumini akhirnya pasrah. Malapetaka besar akan menimpa dirinya. Dia berjanji
dalam hati untuk membalas perlakuan kakek ini sebelum membunuh diri!
"Dirga...," keluh Jumini lirih dengan hati hancur.
*** "Kakek bejat! Mampuslah kau...!"
Bentakan keras yang diiringi bunyi mengaung membuat Raja Racun Sakti kaget bukan
main. Dia terlalu larut dengan kesibukannya sehingga tidak mengetahui kehadiran
orang lain. Kakek bermuka kuning ini merasakan sambaran angin keras ke arah
ubun-ubunnya. Salah satu bagian terlemah di tubuh manusia. Dia tidak berani
bertindak sembrono. Tubuhnya segera dilempar ke belakang dan bersalto beberapa
kali untuk menjauhkan diri.
Si pemilik bentakan tidak melanjutkan serangannya lagi. Dia berdiri terpaku.
Matanya menatap sosok Jumini yang dalam keadaan polos. Jakunnya tampak bergerak
turun naik. "Apa yang kau lihat"!" bentak Jumini dengan muka merah padam karena malu dan
marah. Memang, ada perasaan lega karena miliknya yang paling berharga tidak
terenggut Raja Racun Sakti. Tapi, rasa malu dan terhina melingkupi hatinya.
Pemuda tampan, sosok yang telah menyelamatkan Jumini, kelabakan mendapat
teguran itu. Wajahnya merah padam. Tampak jelas dia merasa malu dan jengah.
"Maaf. Maafkan aku, Nona. Aku Brawijaya, tidak bermaksud kurang ajar. Tapi...."
"Cepat bebaskan aku!" potong Jumini.
"Iya... ya...." Brawijaya yang bukan lain putra Naga Sakti Berwajah Hitam
kelihatan gugup. Dengan kaki menggigil karena guncangan perasaan melihat tubuh
indah yang selama ini belum pernah dilihatnya, Brawijaya melangkah ke arah
Jumini. Karena tidak ingin melihat tubuh Jumini, bukan karena tidak ingin tapi karena
takut disemprot si gadis, Brawijaya membebaskan totokan Jumini dengan
mengalihkan pandangan ke arah lain. Tanpa melihat Brawijaya menepuk-nepuk dan
mengurut-urut untuk membebaskan totokan. Tapi karena tidak memperhatikan, yang
ditepuk dan diurut adalah dada Jumini! Tentu saja Jumini bertambah kalap.
2010Hey! Rupanya matamu buta ya"!2010
2010Ah... maaf. Maaf, Nona. Tidak sengaja,2010 kilah Brawijaya dengan suara
bergetar karena jantungnya memukul dengan keras. Pemuda ini sampai khawatir
Jumini mendengar bunyi detak jantungnya.
Mau tidak mau Brawijaya terpaksa melihat tubuh Jumini. Baru kemudian
mengurut-urut dan menepuk-nepuknya untuk membebaskan totokan.
Wukkk! 2010Hey!2010 Brawijaya mengeluarkan seruan kaget. Jumini mengirimkan sampokan ke arah
pelipisnya. Itu dilakukan gadis berpakaian kuning begitu pengaruh totokan
hilang. Brawijaya melempar tubuhnya ke belakang lalu bergulingan. Begitu bangkit peluh
membasahi dahinya. Keringat dingin! Brawijaya bergidik. Kalau tadi dia tidak
bertindak cepat, nyawanya telah melayang meninggalkan tubuh.
Sementara Jumini begitu selesai melancarkan serangan langsung berlari mengambil
buntalannya. Gadis itu hendak berpakaian. Brawijaya kembali menelan ludah
melihat tubuh menggiurkan
itu. Apalagi ketika melihat dada yang menggantung indah itu bergoyang-goyang seperti akan jatuh ketika Jumini berlari. Darah kelelakian
Brawijaya bergolak hebat.
Brawijaya menggeleng-gelengkan
kepala. Bahkan menepak dahinya ketika
pikirannya mulai membayangkan ia bermain cinta dengan gadis itu.
"Mengapa aku mempunyai pikiran kotor seperti mi?" Brawijaya bergumam. Perasaan
heran dan bingung melandanya.
Brawijaya tambah kelabakan ketika semakin lama dia membayangkan tentang
permainan cinta itu. Darahnya terasa panas. Ada gairah aneh yang muncul. Gairah
untuk bermesraan dengan wanita!
Putra Naga Sakti Berwajah Hitam ini tidak tahu kalau sebelum Raja Racun Sakti
meninggalkan tempat itu, kakek ini melemparkan sekantung bubuk halus. Bubuk yang
demikian ringannya sehingga terbawa angin. Bubuk itu adalah obat perangsang.
Udara yang dihirup Brawijaya telah terpengaruh bubuk, lalu dengan cepat mengalir
dalam darah pemuda itu.
Brawijaya tidak melihat tindakan Raja Racun Sakti. Yang diketahuinya, kakek itu
melesat kabur sambil menyambar pakaiannya. Semula dia merasa heran melihat
tingkah kakek itu. Brawijaya yakin dirinya bukan tandingan Raja Racun Sakti.
Jantung Brawijaya berdetak jauh lebih kencang ketika melihat Jumini melesat
keluar dari tempat persembunyiannya. Gadis ini telah berpakaian lagi.
2010Mengapa kau hendak membunuhku"2010 tanya Brawijaya dengan suara
hampir berupa keluhan. Ada perasaan heran melanda hatinya. Jumini terlihat
semakin cantik. Brawijaya tidak tahu kalau itu terjadi karena pengaruh bubuk
perangsang. Sepasang mata Jumini mendelik. Dengan ujung pedang ditudingnya wajah
Brawijaya. Ka rena kaget, pemuda itu melompat mundur. Padahal, tanpa bertindak
demikian pun ujung pedang Jumini tidak akan mengenai wajahnya.
6 2010Mengapa" Setelah apa yang kau lakukan terhadapku, kau masih berkata
mengapa"!2010 tanya Jumini dengan suara mengandung kemarahan besar.
Gadis berpakaian kuning itu tidak menerjang atau mengirimkan serangan. Sewaktu
berpakaian tadi Jumini mulai bisa berpikir jernih. Brawijaya tidak bersalah.
Bahkan, pemuda tampan itu telah berjasa. Kalau tidak ada dia tentu Raja Racun
Sakti berhasil melaksanakan niatnya.
Tadi seandainya serangannya berhasil Jumini akan menyesal seumur hidup.
Serangan itu meluncur di luar kesadarannya. Rasa malu yang mendorongnya
bertindak demikian.
"Aku... aku yakin kau tahu hal yang sebenarnya, Nona. Aku tidak bermaksud kurang
ajar," sahut Brawijaya terbata. "Kalau kau merasa itu salahku, biar aku meminta
maaf." "Sudahlah." Jumini mengibaskan tangannya. Terasa oleh Brawijaya nada suara gadis
berpakaian kuning telah melunak. Ini membuatnya gembira.
Brawijaya berharap akan terjalin hubungan antars dirinya dengan Jumini.
Di saat Brawijaya yang telah terpengaruh bubuk perangsang tengah diliputi
kegembiraan, Jumini dihinggapi perasaan aneh. Gadis ini merasa darahnya beredar
cepat. Tubuhnya terasa panas. Ada rangsangan aneh yang membuatnya membayangkan
kenikmatan bermesraan dengan seorang pria!
"Brawijaya," sapa Jumini. "Kuharap kau mau melupakan kejadian ini. Anggap saja
tidak pernah terjadi. Untuk itu, aku Jumini, akan sangat berterima kasih
padamu...."
"Jumini..."!" ulang Brawijaya dengan nada ka get. Pemuda perkasa ini teringat
akan tugas dari ayahnya. Ia diperintahkan mencari tunangannya yang bernama
Jumini. Inikah tunangannya itu"
Melihat ciri-cirinya, Brawijaya yakin sekali gadis ini yang dicalonkan untuk
menjadi istrinya. Menurut berita, Jumini ditangkap oleh Naga Sakti Berwajah
Hitam palsu" Lalu, mengapa bisa berada di sini"
Hati Brawijaya seketika berbunga-bunga. Kalau semula dia tidak setuju, sekarang
pemuda ini diam-diam merasa bersyukur. Hatinya telah terpikat pada gadis
berpakaian kuning yang cantik jelita ini.
"Apa ada yang aneh dengan namaku, Brawijaya"2010 tanya Jumini. Ia melihat pemuda
itu demikian kaget mendengar namanya. Bahkan, pemuda itu tercenung seperti ada
yang dipikirkan.
2010Tidak. Tidak ada apa-apa, Non..., eh, Jumini," jawab Brawijaya.
Ia gugup mendapat pertanyaan penuh selidik itu. Di dalam hati pemuda tampan ini
merasa heran. Apakah Jumini belum tahu dirinya telah dijodohkan" Tapi, ketika
teringat gadis berpakaian kuning itu belum pernah berjumpa dengannya, bahkan
ayahnya sendiri baru bertemu satu kali, Brawijaya jadi mengerti. Brawijaya tidak
berani memberitahukan tentang perjodohan itu. Biarlah nanti Pendekar Jari Maut,
ayah Jumini, yang akan memberitahukannya.
"Kalau memang tidak ada apa-apa, aku akan pergi. Ingat baik-baik, Brawijaya. Aku
tidak mau mendengar kejadian ini tersiar. Kau harus tutup mulut. Kalau tidak,
pedangku akan berbicara...!"
Brawijaya menggeleng-gelengkan kepala. Dia sudah dapat mengenal sedikit watak
Jumini. Gadis itu memiliki watak keras hati. Tapi, Brawijaya malah suka. Cinta
memang buta! Brawijaya tercenung beberapa saat lamanya setelah Jumini melesat pergi. Gairah
aneh yang sukar dilawan semakin kuat menyerangnya. Dia bersyukur Jumini segera
meninggalkannya. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi! Brawijaya tidak yakin
akan dapat mengatasi serangan pengaruh aneh ini.
Perasaan resah meledak-ledak itu membuat Brawijaya bagai cacing dalam abu panas.
Dia menggeliat-geliat. Peluh membasahi sekujur wajah dan tubuhnya.
"Apa yang terjadi pada diriku?" keluh Brawijaya. Suaranya berdesah bagai orang
kepanasan. Kemudian, dengan langkah gontai pemuda ini melesat meninggalkan
tempat itu. Arah yang ditempuhnya berlawanan dengan arah yang dituju Jumini. Sepanjang
perjalanan Brawijaya terus mengeluh.
"Gila...! Apa yang terjadi dengan diriku...?"
*** Keadaan Jumini tidak berbeda dengan Brawijaya. Setelah beberapa puluh tombak
meninggalkan putra Naga Sakti Berwajah Hitam itu, gairah aneh yang melandanya
bergolak semakin dahsyat.
Jumini merasakan sekujur tubuhnya panas. Benaknya yang biasanya tidak pernah
membayangkan bermesraan dengan seorang lelaki, kini mulai melamunkannya. Dia
merasakan betapa nikmatnya belaian seorang pria.
Dorongan perasaan itu membuat Jumini tersiksa. Keadaannya tak ubahnya ikan yang
dilempar ke darat. Beberapa kali gadis ini menghentikan lari dan ingin kembali
menjumpai Brawijaya. Pemuda itu satu-satunya lelaki yang ada. Tapi, setitik
kesadaran yang tersisa membuat Jumini menghentikan keinginannya. Beberapa kali
Jumini menggigit bibirnya kuat-kuat.
Jumini berlari tak mengenal arah. Ketika tiba di suatu daerah yang terdapat
pepohonan dan kerimbunan semak, mata Jumini terlihat nyalang. Pendengarannya
yang tajam mendengar bunyi mencurigakan. Suara lenguh dan desahan seorang
manusia. Kesadaran yang tersisa mendorong Jumini untuk menghampiri asal suara. Gelora
nafsu yang telah memuncak membuat gadis itu berharap semoga suara itu milik
seorang lelaki.
Beberapa tindak mengayunkan kaki Jumini akhirnya mengetahui penyebab bunyi gaduh
itu. Kerimbunan semak-semak memang tidak terlalu rapat. Gadis ini bisa melihat
ke dalamnya. Sepasang mata Jumini langsung berbinar.
Sesosok tubuh tegap terbungkus rompi kulit harimau dengan asyik memeluk
sebatang pohon. Tidak hanya memeluk, tapi juga menciumi dan meraba-rabanya. Dari
mulut sosok itu keluar lengu dan desahan.
Sosok tegap itu ternyata merasakan adanya kehadiran orang di dekatnya.
Tindakannya dihentikan dan tubuhnya dibalikkan. Sepasang mata yang merah membara
itu tampak berbinar.
"Jumini...." Diantara desah napasnya yan memburu, pemuda itu memanggil dengan
suara serak. "Dirgantara... Dirga...," Jumini menyahuti.
Hanya sekejap kedua muda-mudi itu saling berpandangan. Entah siapa yang
memulai lebih dulu mereka saling menghambur dengan kedua tanga terkembang.
Mereka berpelukan erat. Kemudian saling cium dan rangkul. Tidak ada lagi akal
sehat yang bekerja.
Yang ada hanya menyalurkan hasrat yang bergolak.
Bagai orang tak mengenal malu, Jumini dan Dirgantara saling berlomba melucuti
pakaian masing-masing. Sesaat keduanya telah tidak berpakaian dan saling gelut
di semak-semak.
Dirgantara bagai macan lapar mendapatkan kambing muda yang gemuk. Sekujur tubuh
Jumini mulai dari rambut sampai ujung kaki dija rahnya. Jumini mengerang-erang


Dewa Arak 82 Lorong Batas Dunia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh perasaan nikmat. Gadis ini hampir histeris. Dirgantara semakin buas.
Beberapa lama sepasang muda-mudi ini sibuk dengan keasyikannya sebelum
akhirnya dari mulut Jumini keluar pekikan halus. Pekik yang mengandung rasa puas
dan juga kesakitan! Darah memercik membasahi rerumputan!
Pergumulan itu pun berakhir. Mereka memisahkan diri. Di mulut keduanya
tersungging senyum kepuasan. Sesaat kemudian keduanya terlelap. Pingsan!
Entah berapa lama mereka tak sadarkan diri. Yang pertama kali sadar lebih dulu
adalah Jumini. Gadis ini memang memiliki tenaga dalam lebih kuat dari pada
Dirgantara. Jumini membuka sepasang matanya. Dia tidak langsung bangkit. Pusing di kepala,
pegal di sekujur tubuh serta rasa perih pada pangkal paha membuatnya bingung.
Namun, Jumini enggan untuk memeriksa. Baru setelah mendengar bunyi lirih di
dekatnya, Jumini menoleh. Gadis ini memekik tertahan. Dirgantara tergolek di
dekatnya dalam keadaan tanpa pakaian.
Perasaan kaget dan risih mendorong Jumini bertindak cepat. Tubuhnya digulingkan
ke samping menjauhi Dirgantara. Tapi, baru segulingan dirasakan ada yang aneh.
Sekujur tubuh terasa dingin. Jumini meneliti. Dan, dia pun menjerit ketika
mengetahui sekujur tubuhnya tidak tertutup!
Jumini hampir pingsan mendapati kenyataan ini. Benaknya berputar keras mencoba
mengingat-ingat.
Samar-samar gadis ini teringat semua perbuatan yang dilakukannya. Mendadak dia
menjadi seorang gadis tak tahu malu! Berzinah dengan Dirgantara. Pakaiannya yang
berserakan telah menjelaskan semuanya.
Jumini tak kuasa untuk tidak mengeluarkan keluhan ketika melihat bukti paling
mutlak. Pada tanah berumput tampak bercak-bercak darah. Bercak yang sama ada
pada pangkal pahanya.
"Oooh... tidak...! Tidak...!" Jumini mendekapkan kedua tangannya ke wajah.
Goncangan hatinya membuat Jumini tidak segera mengenakan pakaian.
Dirgantara saat itu samar-sa mar mulai teringat kejadian yang dialaminya.
Seperti juga Jumini, pemuda ini pun menyesal. Tapi, hanya sedikit. Yang lebih
besar lagi adalah perasaan puasnya.
Sungguhpun demikian sebagai orang yang punya perasaan, dia bisa mengetahui
betapa hancurnya hati Jumini. Apalagi ketika melihat gadis yang biasanya keras
hati dan pandai bicara itu menangis tersedu-sedu. Hati Dirgantara luluh. Dia
harus bertanggung jawab.
"Sudahlah, Jumini. Hentikan tangismu. Aku juga tidak mengerti mengapa bisa
terjadi seperti ini. Tapi, biar ba gaimanapun aku akan bertanggung ja wab. Aku
akan menikahimu, Jumini. Kita akan menjadi suami-istri. Aku akan meminta Guru
untuk melamar pada ayahmu. Kau bersedia kan menjadi istriku?"
Jumini menurunkan kedua tangan dari wajahnya. Tampak wajah yang manis itu
dibasahi air mata. Sepasang mata Jumini berbinar-binar mendengar ucapan
Dirgantara. "Benarkah itu, Dirga" Bukankah kau membenciku" Katamu, aku seorang pelacur,"
Jumini teringat kembali pada ucapan pemuda berompi kulit harimau itu.
Dirgantara tersenyum lebar.
"Maafkan aku, Jumini. Aku yang salah. Kau adalah bidadari khayangan yang suci.
Aku bersedia menerima hukuman darimu atas kebodohanku waktu itu.2010 Tanpa raguragu lagi Dirgantara bangkit dan mencium ujung kaki Jumini.
Jumini tertawa. Perasaan sedihnya lenyap. Diam-diam dia bersyuku r ka rena saat
tengah dimabuk birahi berhubungan badan dengan Dirgantara, pemuda yang
dicintainya. Kalau bukan, tentu dia terpaksa membunuh diri setelah terlebih dulu membunuh
orang yang merenggut kesuciannya!
"Mengapa kau bisa demikian cepat berubah pendirian, Dirga?" tanya Jumini dengan
bibir mengembangkan senyum. Sikapnya telah kembali seperti semula. Lincah dan
gembira. "Aku bertemu dengan Dewa Arak dan Linggar. Dari Linggar aku tahu kejadian
sebenarnya. Kau tidak bersalah. Tapi, aku masih tidak yakin. Sekarang aku yakin
kau gadis yang suci. Aku telah membuktikannya sendiri!" jawab Dirgantara tanpa
ragu-ragu. "Enak betul! Membuktikan kebenaran seseorang dengan menyetubuhinya!" rungut
Jumini, pura-pura marah.
"Tentu saja enak!" jawab Dirgantara, membuat wajah Jumini merah padam. Ia agak
risih dengan pembicaraan mereka.
Jumini beringsut mengambil pakaiannya. Demikian pula Dirgantara, tapi belum ju
ga maksud mereka terlaksana, terdengar suara bentakan keras. Bentakan yang sarat
dengan kemarahan.
"Dirgantara! Apa yang tengah kau lakukan"!"
"Jumini! Kau sudah gila"!"
"Guru...!" Wajah Dirgantara pucat pasi. Dengan tergesa pemuda ini mengambil
pakaian dan mengenakannya. Sebenarnya mudah saja. Tapi, karena Dirgantara tengah
malu dan takut berkali-kali pemuda ini salah mengenakan.
Hal yang sama pun melanda Jumini. Gadis ini kaget bukan main mendengar teguran
yang dikenal baik pemiliknya. Jumini bagai disengat ular berbisa. Wajahnya
memucat ketika melihat ayahnya berdiri dengan sikap angker.
"Ayah...," sapa Jumini dengan suara bergetar. Jumini segera mengenakan pakaian.
"Jumini! Apa yang telah kau lakukan" Gilakah kau sehingga berzinah dengan begitu
tak mengenal malu"!" tegur Pendekar Jari Maut.
Kakek yang memiliki watak berangasan ini marah bukan main. Jumini yang
diharapkan menjadi jodoh Brawijaya malah berzinah dengan Dirgantara. Siapa yang
tidak menjadi kalap"
"Ayah, aku cinta padanya. Kakak Dirgantara ingin menjadikanku istrinya. Dia akan
melamarku Ayah,2010 beritahu Jumini.
Kalau saja ada halilintar menyambar dekat tempatnya berdiri, Pendekar Jari Maut
tidak sekaget seperti mendengar ucapan putri semata wayangnya itu.
2010Jumini! Kau gila! Kau tidak bisa menjadi istrinya atau istri siapa pun. Kau
telah kutunangkan sejak kecil dengan putra Naga Sakti Berwajah Hitam. Namanya
Brawijaya. Dia seorang pemuda yang hebat. Tampan dan berkepandaian tinggi. Dia
tidak merampas kehormatan perempuan seperti pemuda itu!"
Jumini melongo mendengar berita yang dibawa ayahnya. Berita itu terlampau
mengejutkan. Untuk beberapa saat lamanya gadis ini terpaku dengan mulut terbuka.
"Aku tidak mau!"
Itulah jawaban yang dikeluarkan Jumini begitu sadar dari terkesimanya. Jawaban
yang dikeluarkan dengan suara lantang.
"Aku hanya mau berjodoh dengan Dirgantara. Aku hanya ingin menjadi istrinya. Aku
telah bertemu dengan Brawijaya. Aku tidak cinta padanya, Ayah!"
Wajah Pendekar Jari Maut menegang. Sepasang matanya berkilat tajam ketika
menatap wajah putrinya!
7 2010Anak tak tahu diuntung12 Kau ingin mencoreng mukaku dengan kotoran" Mau
kutaruh di mana mukaku ini, Jumini"12 Aku yang mengusulkan perjodohan antara kau
dengan putra sahabatku Naga Sakti Berwajah Hitam. Sekarang aku juga yang
mengingkarinya. Lebih baik aku kehilanganmu, Jumini, daripada kehormatanku kau
injak-injak!"
Lantang dan keras ucapan Pendekar Jari Maut.
Jumini sejak kecil tinggal dengan ayahnya. Karena itu, dia hafal betul dengan
sifat ayahnya. Pendekar Jari Maut amat sayang padanya. Tapi, lebih sayang lagi
pada kehormatan.
Sungguh pun demikian Jumini tidak menjadi gentar. Gadis ini memang memiliki
watak aneh. Semakin dikerasi semakin besar perlawanan yang diberikan. Terlebih
jika sudah mempunyai keinginan, apa pun yang menghalangi akan diterjangnya.
Mendapat tekanan dari ayahnya, Jumini malah meninggikan leher. Ditentangnya
pandang mata Pendekar Jari Maut.
"Bukan hanya Ayah saja yang mengutamakan kehormatan! Aku pun demikian. Aku telah
berjanji untuk menjadi istri Kak Dirgantara. Aku tak mungkin menjilat ludah yang
telah kukeluarkan! Lebih baik mati daripada menarik kembali ucapanku!"
Sekujur tubuh Pendekar Jari Maut menggigil karena amarah. Bunyi berkerotokan
terdengar. Pa-dahal, kakek ini tidak menggerakkan anggota tubuhnya. Pergolakan
tenaga dalam yang menyebabkan terciptanya bunyi itu.
"Kuberikan kesempatan untuk menarik kembali ucapanmu, Jumini. Atau, aku akan
bertindak!"
"Ayah, aku mempunyai keyakinan hidup yang selama ini kupegang teguh. Sekali aku
berkata hitam, tak akan nanti aku berkata putih!" tegas Jumini.
"Kalau begitu, mampuslah kau, Jumini!"
Kemarahan yang menggelegak membuat Pendekar Jari Maut lupa diri. Tangan
kanannya diayunkan ke arah kepala Jumini. Sekali saja mengenai sasaran, nyawa
Jumini melayang.
Jumini tidak bergeming dari tempatnya. Gadis ini berdiri tenang dengan tatapan
lurus ke depan. Sikapnya kelihatan tenang dan gagah. Memang, Jumini tidak mau
melawan. Rasa hormatnya terhadap sang ayah menyebabkannya berlaku demikian.
Dirgantara yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran ayah dan anak itu terkejut
bukan main. Dia merasa bangga dan terharu melihat keteguhan Jumini. Sekarang,
gadis itu terancam bahaya maut! Ia tidak akan membiarkan kekasih yang
dicintainya dibunuh orang.
Pemuda berompi kulit harimau itu langsung melesat memapaki serangan Pendekar
Jari Maut Prattt!
Benturan dua tangan yang sama-sama mengandung tenaga dalam kuat tidak bisa
dihindarkan lagi. Dirgantara memekik kesakitan. Tubuhnya terpental ke belakang
dan berputar seperti gasing.
Kendati demikian, Dirgantara berhasil mematahkan kekuatan yang melemparkan
tubuhnya dan menjejak tanah walau agak terhuyung. Seringai tampak di wajahnya.
Pemuda kekar ini kelihatan tidak menyesal. Tindakannya berhasil menyelamatkan
nyawa Jumini. "Kau berani campur tangan dalam urusan keluarga, Pemuda kurang ajar!
Mampuslah!"
Pendekar Jari Maut yang tengah kalap mengalihkan serangannya. Tidak lagi pada
Jumini, tapi pada Dirgantara.
"Kau keterlaluan, Jari Maut! Di depan mataku kau hendak mencelakai muridku!
Langkahi dulu mayatku!"
Petani Berambut Putih menjejakkan kaki. Tubuhnya melayang dan berdiri di antara
Dirgantara dan Pendekar Jari Maut. Mau tidak mau ayah Ju mini menghentikan
gerakannya. "Rupanya kau ingin bertarung denganku, Petani"!" Pendekar Jari Maut berkata
dengan menantang. Ditatapnya lekat-lekat wajah Petani Berambut Putih untuk
melihat kesungguhan sikap guru Dirgantara itu.
"Apakah harus kubiarkan saja kau mencelakai muridku" Begitu, Jari Maut?" Petani
Berambut Putih balas mengajukan pertanyaan.
Pendekar Jari Maut terdiam.
"Menurut pendapatku, lupakan dulu masalah anakmu. Yang lebih penting sekarang
adalah kita coba melenyapkan angkara murka yang merajalela di dunia persilatan."
"Kau tahu sendiri, Petani." Pendekar Jari Maut berkata dengan suara berat.
"Jumini telah kujodohkan dengan Brawijaya. Sudah merupakan kewajiban bagiku
untuk memenuhinya. Apalagi setelah Naga Sakti Berwajah Hitam tewas akibat
meletusnya gunung.
Aku jadi lebih berkewajiban lagi.2010
Petani Berambut Putih mengangguk-angguk
2010Kau mau mendengar pendapatku"2010
Pendekar Jari Maut tidak memberikan jawaban. Tapi dari sikap kakek itu, Petani
Berambut Putih tahu pendekar pemarah itu setuju.
2010Menurut pendapatku, perjodohan ini adalah urusan orang-orang yang
bersangkutan. Dalam hal ini Jumini. Lebih baik kita selaku orang tua hanya
berdiri di luar garis. Bia rkan dia memilih. Kita hanya memberikan pendapat
apabila perlu. Bagaimana apabila tidak hanya Jumini yang menentang perjodohan
itu, tapi juga Brawijaya" Apakah kau akan tetap memaksakan kehendakmu?"
Pendekar Jari Maut mengernyitkan dahi. Dia tidak berpikir sampai ke situ.
Pendekar pemarah ini tidak pernah memikirkan kemungkinan pihak-pihak yang
berkepentingan tidak setuju. Dia terlalu asyik bermain dengan rencananya.
"Sebenarnya, aku sudah lama ingin membicarakan masalah ini. Beberapa hari yang
lalu Dirgantara memintaku untuk melamarkan Jumini. Katanya, dia jatuh cinta pada
putrimu. Aku tidak berani mengutarakannya. Aku tahu kau telah menjodohkan Jumini
dengan Brawijaya.2010
2010Aku tidak mau menjodohkan putriku dengan orang yang asal-usulnya tidak
jelas122010 sergah Pendekar Jari Maut dengan nada tidak senang.
"Dirgantara mempunyai asal-usul yang jelas, Ja ri Maut. Ibunya sendiri yang
memintaku untuk mendidiknya. Ayahnya berjuluk Iblis Buta. Sedangkan ibunya...."
"Iblis Buta"!" Alis Pendekar Jari Maut berkerut "Kau harapkan aku berbesan
dengan tokoh sesat itu, Petani"!"
"Iblis Buta hanya samaran saja. Beliau sebenarnya orang yang dikenal dengan nama
Begawan Narasoma," beritahu Dirgantara, buru-buru. Dengan singkat pemuda berompi
kulit harimau ini kemudian menceritakan tentang keluarganya. Berkali-kali
Pendekar Jari Maut dan Petani Berambut Putih berseru kaget. Nama begawan itu
telah lama mereka dengar.
"Kau bilang ibumu bernama Tulini?" tanya Pendekar Jari Maut
"Benar, Kek. Mengapa?" Dirgantara balas bertanya.
"Tidak apa-apa. Sekarang aku mengerti mengapa Guntar yang merupakan salah
seorang dari Sepasang Setan Penghilang Nyawa tidak dibunuh oleh Begawan
Narasoma. Pasti atas permintaan Tulini. Wanita itu saudara seperguruan Guntar. Tulini
bersembunyi di balik selubung dan memakai gelar Tengkorak Darah. Dia membenciku
karena aku telah merobek pakaian bagian atasnya hingga terlihat. Dia marah
sekali. Itu sebabnya dia menyembunyikan wajahnya." Pendekar Jari Maut malah
bercerita. "Pantas Tengkorak Darah sangat membenciku begitu tahu aku putrimu, Ayah."
Jumini mengangguk-angguk.
"Sekarang dia tidak membencimu lagi, Jumini. Bahkan, dia mendukung ketika
kukatakan aku hendak menikahimu. Beliau minta maaf atas perlakuannya padamu."
"Aku telah lama melupakannya, Dirga," sahut Jumini seraya tersenyum.
"Bagaimana, Jari Maut?" tagih Petani Berambut Putih. "Apakah muridku masih tidak
pantas menjadi calon suami putrimu?"
Pendekar Jari Maut tersenyum pahit.
"Bukan hanya pantas, Petani. Tapi lebih dari pantas. Sekarang masalahnya, biar
bagaimanapun putriku masih terikat jodoh dengan Brawijaya. Tidak semudah itu aku
menerima pinanganmu. Aku harus bertemu dulu dengan Brawijaya dan mendengar
langsung dari mulutnya akan ketidakbersediaannya menerima Jumini."
"Kurasa..., kalau kukatakan hal yang sebenarnya Brawijaya tidak akan mau
menerimaku, Ayah." Jumini segera menimpali setelah saling bertukar pandang
dengan Dirgantara. Pemuda itu mengangguk. Jumini lalu menceritakan kejadian yang
menimpa dirinya.Pendekar Jari Maut dan Petani Berambut Putih kelihatan jelas
terperanjat kaget.
Kedua kakek ini langsung bisa mengetahui penyebab gairah aneh yang memaksa
terjadinya hubungan badan antara Jumini dan Dirgantara. Raja Racun Sakti seorang
datuk sesat yang ahli dalam segala macam racun.
"Apakah kau juga bertemu dengan kakek seperti yang diceritakan Jumini,
Dirgantara?" tanya Petani Berambut Putih.
Dirgantara mengangguk. "Aku berpapasan dengan kakek itu di pertengahan jalan,
Guru. Dia lari cepat sekali. Tapi, aku masih sempat melihatnya melemparkan bubuk
ke udara. Bubuk itu mempunyai hubungan dengan pengaruh aneh itu, Guru?"
"Kemungkinan besar demikian," jawab Peta Berambut Putih, tak yakin.
Keadaan menjadi hening ketika Petani Berambut Putih selesai berbicara. Tidak ada
lagi yan membuka percakapan. Mereka tenggelam dalam alun pikiran masing-masing.
"Sekarang ke mana lagi tujuan, Guru?" Dirgatara iseng-iseng bertanya ketika
tidak ada yang berusaha memulai percakapan. Guntar telah tewas akibat meletusnya
gunung. Tidak ada lagi yang akan dilakukan kakek berambut putih itu.
"Kau sendiri hendak ke mana, Dirga" Kalau aku ingin kembali ke tempat tapaku.
Aku suda bosan berkeliaran di dunia persilatan. Kalau kau hendak menikah, jangan
lupa mengundangku."
Pendekar Jari Maut menghela napas berat
"Aku pun demikian, Dirga, Jumini. Aku harap kalian nanti datang ke tempat
pengasinganku dengan membawa Brawijaya. Aku tidak bisa menikahkan kalian kalau
syarat itu tidak dipenuhi!"
"Akan kami coba memenuhi permintaan itu Kek," jawab Dirgantara dengan sopannya.
"Kau sendiri hendak ke mana, Dirga?" tanya Petani Berambut Putih. "Apakah kau


Dewa Arak 82 Lorong Batas Dunia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendapat tugas dari ayahmu?"
Dirgantara jadi bingung. Dia memang hendak mencari Ular Emas, ayahnya berpesan
agar jangan memberitahu siapa pun. Sekarang gurunya sendiri yang bertanya.
Haruskah dirahasiakan pula" Dirgantara bimbang. Apalagi ketika dilihatnya
Pendekar Jari Maut menunggu jawabannya.
"Kalau memang tugas rahasia tidak usah kau katakan, Dirga." Petani Berambut
Putih yang melihat kebingungan muridnya segera mengambil jalan tengah.
"Apakah Guru tidak melihat tanda-tanda aneh di langit?" Akhirnya, Dirgantara tak
kuat menyimpan rahasia itu. Ketika dilihatnya Petani Berambut Putih mengangguk,
kata-katanya langsung dilanjutkan. Tapi, Dirgantara kecewa. Petani Berambut
Putih maupun Pendekar Jari Maut sedikit pun tidak tampak tertarik dengan
ceritanya. "Aku sudah rindu tempatku yang dulu, Dirga. Aku ingin suasana tenang. Bosan
terlibat pertarungan terus-menerus. Kau saja usahakan cari Mustika Ular Emas
itu. Aku tidak berminat sedikit pun. Selamat tinggal, Dirga. Baik-baiklah
menjaga diri!" ujar Petani Berambut Putih ketika Dirgantara menyelesaikan
kisahnya. "Aku juga akan pergi, Jumini. Ingat! Datang lagi bersama Brawijaya122010 pesan
Pendekar Jari Maut.
Dirgantara dan Jumini menatap kepergian ke dua kakek itu hingga lenyap di
kejauhan. Kemudian, dengan hati berbunga-bunga keduanya segera melanjutkan
perjalanan. *** 2010Kau dengar suara itu, Linggar" Sepertinya ada pertarungan122010
Ucapan itu dikeluarkan seorang pemuda berambut putih keperakan dan berpakaian
ungu. Pemuda itu adalah Arya Buana alias Dewa Arak
"Benar, Arya," jawab Linggar setelah mendengarkan sejenak.
Arya tidak menyambuti lagi. Pemuda ini bergegas melesat ke depan. Tubuhnya
meluncur bagai anak panah lepas dari busur. Tidak terlihat bentuk tubuhnya.
Hanya bayangan ungu yang tak jelas.
Linggar tidak mau keringgalan. Ia ikut melesat menyusul Arya. Dalam waktu
sebentar saja sepasang muda-mudi itu telah melihat penyebab bunyi gaduh. Seorang
pemuda berpakaian coklat tengah dikeroyok tiga orang lelaki berpakaian pasukan
kerajaan. Arya yang tiba lebih dulu daripada Linggar tidak bertindak ceroboh. Dia terlebih
dulu memperhatikan jalannya pertarungan. Beberapa saat lamanya pemuda berambut
putih keperakan itu baru bisa menilai.
Pemuda berpakaian coklat sebenarnya memiliki kemampuan di atas lawan-lawannya. Sehingga, dia tidak akan terdesak oleh lawan. Tapi, kenyataannya
pemuda berpakaian coklat yang bersenjatakan keris terdesak hebat. Arya segera
mengetahui penyebabnya. Pemuda berpakaian coklat tidak melawan dengan sungguhsungguh. Serangannya selalu ditujukan pada bagian-bagian yang tidak mematikan. Itu pun
jarang sekali dilakukan. Pemuda ini lebih banyak mengelak atau menangkis.
Di lain pihak, ketiga lawannya menyerang dengan maksud untuk membunuh.
Serangan mereka tertuju pada bagian-bagian mematikan. Kenyataan ini membuat
perasaan tidak suka muncul di hati Arya.
"Tidak melihatkah prajurit-prajurit kerajaan itu kalau lawan yang dihadapi
terlalu banyak mengalah?" tanya Arya dalam hati.
Meskipun demikian, Arya berusaha tidak memihak. Dia belum tahu siapa yang benar
dan salah dalam persoalan ini. Namun, pemuda berpakaian coklat membuat Arya
merasa heran. Pemuda itu berkali-kali meringis dan memegang kepalanya.
2010Percayalah, Kawan-kawan. Bukan Tiang yang melakukan pembunuhan
terhadap Panglima Anggar Bayu dan pengawalnya. Panglima itu merupakan saudara
tua. Ida terhitung kakek sepergurun Tiang,2010 beritahu pemuda berpakaian coklat
sambil mengelakkan sebuah serangan.
2010Tidak usah banyak bicara. Kalau bukan kau siapa lagi" Hanya kau orang luar
yang datang ke tempat itu. Tidak ada gunanya berdusta. Bersiaplah untuk mati
guna menebus dosamu122010
Pasukan kerajaan yang bersenjatakan golok mengirimkan babatan ke arah leher.
Tapi, pemuda yang tidak lain I Made Sangkara berhasil mengelakkannya.
2010Sudah kukatakan pembunuhnya adalah Lanang. Dia memiliki kemampuan
sangat tinggi. Harap kalian menyingkir. Aku tengah memburu waktu. Iblis itu
hendak membunuh guruku. Berilah aku jalan122010 pinta I Made Sangkara berkalikali. 2010Uh122010 Arya terperanjat. Lagi-lagi ia melihat I Made Sangkara menyeringai sambil
mendekap belakang kepalanya. Kali ini tubuhnya sampai limbung. Saat itu tombak
salah seorang lawannya meluncur datang!
Crattt! Tidak terdengar keluhan sedikit pun kendati tombak menembus belakang paha kanan
I Made Sangkara. Darah segar langsung muncrat keluar. Saat itu dua lawannya yang
lain mengirimkan serangan pula. Yang satu ke arah dada dan yang lain menuju
leher. Nyawa I Made Sangkara bagai telur di ujung tanduk.
Kali ini Arya tidak menahan diri lagi. Dari percakapan yang terdengar telah bisa
diketahui penyebab pertarungan itu. Arya yakin I Made Sangkara tidak bersalah.
Pemuda berambut putih keperakan itu bisa mengira Lanang yang telah melakukan
pembunuhan terhadap Panglima Anggar Ba yu dan yang lainnya. Tapi, I Made
Sangkara yang jadi tertuduh.
Arya segera melesat ke dalam kancah pertarungan sebelum nyawa I Made Sangkara
yang terlalu mengalah itu melayang. Begitu tiba Arya langsung mengulurkan
tangan. Dua orang prajurit kerajaan merasakan tangan mereka mendadak lumpuh
tanpa diketahui penyebabnya. Belum sempat mereka berbuat sesuatu, Arya telah
bergerak cepat merampas senjata mereka. Tiga orang prajurit kerajaan itu
terperanjat. Arya segera mengibaskan tangan. Akibatnya sungguh mengejutkan!
Tubuh ketiga orang itu berpentalan ke belakang bagai daun kering diterbangkan
angin. 8 Beruntung bagi ketiga prajurit itu. Arya tidak menurunkan tangan kejam. Pemuda
berambut putih keperakan itu hanya mengerahkan tenaga dalam untuk mementalkan
tubuh mereka tanpa melukainya.
Tiga orang prajurit kerajaan yang telah kehilangan senjata itu bangkit berdiri
dengan wajah pucat. Mereka tahu tengah berhadapan dengan tokoh yang memiliki
kepandaian dahsyat. Kendati demikian, rupanya mereka tergolong orang yang tidak
mudah mengalah.
Mereka adalah anggota pasukan istimewa kerajaan. Pasukan kelas satu.
"Siapa kau" Mengapa mencampuri urusan kami?" bentak prajurit yang tadi
bersenjata golok. Suaranya terdengar lantang.
"Aku tidak bermaksud untuk ikut campur. Ha nya mencegah terjadinya pembunuhan
terhadap orang yang tidak bersalah! Namaku Arya. Dunia persilatan lebih suka
menyebutku Dewa Arak!"
"Dewa Arak..."!"
Hampir berbarengan mereka mengulang julukan Arya. Sesaat kemudian ketiganya
saling berpandangan. Julukan Dewa Arak telah lama mereka dengar. Tapi, baru
sekarang bertemu muka dan merasakan kelihaiannya.
"Apa maksudmu, Dewa Arak" Kami tidak mengerti," ujar prajurit yang tadi
bersenjatakan tombak.
"Orang ini bukan pembunuh Panglima Anggar Bayu. Pembunuhnya adalah Lanang.
Dia seorang pemuda yang jahat!" jawab Arya dengan sikap pasti.
Ketiga prajurit kembali saling bertukar pandang. Mereka belum mau pergi
meninggalkan tempat itu. Arya tahu orang-orang seperti ini perlu digertak. Dewa
Arak mengerahkan tenaga dalamnya ke tangan. Saat itu senjata ketiga orang
prajurit masih berada di kedua tangannya. Terdengar bunyi gemeretak nyaring.
Tiga senjata itu berpatahan kemudian hancur berkeping-keping. Padahal, Arya
tidak meremasnya.
Mata ketiga prajurit kerajaan membelalak lebar. Mereka takjub sekali melihat
pameran tenaga dalam Dewa Arak. Perasaan gentar merayapi hati ketiganya. Baru
pertama kali mereka melihat senjata dari baja pilihan itu dipatah-patahkan tanpa
diremas. Tanpa banyak cakap lagi ketiganya segera membalikkan tubuh dan berlari cepat
meninggalkan tempat itu.
Arya tidak mengejarnya. Bahkan memperhatikannya pun tidak. Arya lebih suka
menujukan perhatiannya pada I Made Sangkara. Pemuda dari Pulau Dewata itu telah
mengobati lukanya dengan bubuk yang dibawanya. Terlebih dulu ditotoknya daerah
sekitar luka untuk menghentikan aliran darah.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Dewa Arak. Kau memang hebat. Persis dengan
berita yang kudengar," ujar I Made Sangkara sambil mengulurkan tangan. "Namaku I
Made Sangkara."
Arya menyambut uluran tangan itu.
"Aku Arya Buana. Dan ini kawanku, Linggar."
I Made Sangkara tersenyum pada Linggar. Ga dis berpakaian hitam itu membalasnya.
"Kudengar tadi kau bicara tentang Lanang. Kau tahu di mana dia sekarang" Dan,
boleh kutahu mengapa kau bisa jadi tertuduh pembunuhan Panglima Anggar Bayu?"
tanya Arya. "Panjang ceritanya, Arya." I Made Sangkara menghela napas berat.
Kemudian, ia menceritakan pertemuannya dengan panglima itu dan Lanang.
Arya serta Linggar mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Tak sekali pun cerita
I Marie Sangkara dipotong sampai pemuda itu mengakhirinya.
2010Lanang bagai malaikat pencabut nyawa saja,2010 desah Arya sambil
menggelengkan kepala. 2010Telur Elang Perak membuatnya bertindak sewenangwenang. Hhh...12 Sukar kubayangkan kekuatan tenaga dalamnya. Rasanya tidak akan ada yang
menyamai. Dia telah dapat mempergunakan tenaga dalam melalui cara apa pun.
Benar-benar berbahaya...122010
2010Apakah kau bermaksud melenyapkannya, Arya?" tanya I Made Sangkara, ingin
tahu. Pemuda ini telah banyak mendengar kalau Dewa Arak selalu menumpas
kebatilan. "Begitulah niatku, Sangkara." Arya mengangguk. "Tapi, aku tidak yakin akan
berhasil. Kepandaiannya telah sukar untuk diukur."
"Tapi, tidak ada salahnya kita berusaha," ujar Linggar.
"Tentu saja!" sahut Arya, cepat
"Kalau begitu..., mari kita bergegas. Tiang khawatir Eyang Brihaspati dan Bapa
telah dibunuhnya!" ajak I Made Sangkara. Pemuda ini kelihatan cemas sekali.
Arya mengangguk. I Made Sangkara pun segera melesat mendahului. Arya serta
Linggar mengikuti di belakang. Pemuda dari Pulau Dewata itu rupanya mempunyai
obat luka yang manjur. Larinya tampak biasa. Tidak terpincang-pincang. Padahal,
luka pada kakinya cukup parah.
*** "Ha ha ha...! Tua bangka bau tanah. Sudah saatnya kalian pergi ke alam baka! Ha
ha ha...!"
Suara lantang penuh dengan nada kesombongan memecah suasana sepi yang
melingkupi dataran cukup luas di puncak gunung itu.
Suara tadi dikeluarkan oleh seorang pemuda berpakaian indah. Dia berdiri
bertolak pinggang di hadapan dua orang kakek. Yang seorang mengenakan selembar
kain putih yang dilibat-libatkan ke sekujur tubuh. Di tangan kanan kakek
berwajah cerah ini tergenggam sebatang tongkat.
Kakek yang satunya lagi tidak kalah aneh dandanannya. Dia mengenakan kain lurik
yang dibelitkan ke tubuh. Kain itu hanya sampai ke dada bagian atas. Bagian
bawah kain mencapai sedikit di bawah lutut. Pada kepalanya terikat kain bercorak
dan berwarna sama.
Tapi pada bagian depan, di dahi, kain itu dibentuk sedemikian rupa sehingga
mirip sehelai daun yang didirikan. Pada pergelangan tangan dan kaki serta
pangkal lengan terlilit gelang putih dari tulang macan. Dan, di selipan kain
pada punggungnya tampak sebilah keris.
"Manusia takabur!" Kakek berikat kepala lurik menggumam. Tapi, gemanya terdengar
sampai jauh. "Asal kau tahu saja, di atas langit masih ada langit. Mungkin kami
berdua akan tewas di tangan mu. Tapi, kau pun nanti akan tewas di tangan orang
lain. Sang Hyang Widhi Wasa Maha Adil. Tidak akan diturunkan sebuah pusaka kalau
tidak ada penangkalnya. Saat kejayaan Cai sudah hampir pudar!"
"Ha ha ha...! Kau boleh bicara sesukamu, I Nyoman Tirta! Puaskanlah berbicara
karena sebentar lagi kau akan meninggalkan dunia ini. Kau dan si peot Eyang
Brihaspati. Kalian tak akan kuberi kesempatan hidup lebih lama. Ha ha ha...!"
Pemuda yang bukan lain Lanang itu tertawa dengan sombongnya. Dia yakin betul
dapat menamatkan riwayat kedua kakek itu yang adalah Eyang Brihaspati dan I
Nyoman Tirta. "Kau keliru, Lanang! Pemuda yang sombong!"
Kali ini Eyang Brihaspati yang berbicara. Tongkat yang tergenggam di tangan
diketukkan sekali.
Kelihatan pelan saja. Tapi, menancap di tanah sampai setengahnya lebih!
"Mungkin kau akan berhasil membunuh kami. Namun, kau tidak akan lolos dari
kematian. Pusaka yang dapat mengirim nyawamu ke alam baka berhasil diperoleh
seorang pendekar. Dia sedang dalam perjalanan kemari. Kau tidak dapat
mengingkari takdir, Lanang."
"Tutup mulutmu, Peot!"
Lanang yang geram bukan main mendengar ucapan Eyang Brihaspati segera
menjulurkan tangan kanannya. Lima jarinya terkembang. Dari tiap-tiap ujung jari
keluar sinar-sinar kemerahan! Semua menuju ke arah Eyang Brihaspati. Menuju
kelima tempat di tubuh kakek itu.
Eyang Brihaspati tahu kedahsyatan sinar kemerahan itu. Dia segera bertindak
cepat menyelamatkan diri. Kakek ini memilliki cara yang luar biasa. Tanpa
menjejakkan kaki atau menekuk lutut, Eyang Brihaspati ma mpu membuat tubuhnya
melayang ke atas dalam keadaan tegak!
Akibat yang menggiriskan menimpa tebing di belakang kakek berpakaian putih itu.
Begitu lima larik sinar kemerahan menyentuh, dinding tebing langsung berlubang
dan hangus. Eyang Brihaspati tidak tinggal diam. Masih dalam keadaan tubuh kaku seperti
tombak dia melenting ke arah Lanang. Tepat di atas tubuh pemuda pesolek itu
tongkatnya dihantamkan ke arah kepala!
Lanang tidak mengelak sedikit pun. Tak pelak lagi, tongkat mendarat telak di
sasaran. Lanang bagai dipantek oleh palu raksasa. Tubuhnya langsung amblas ke
dalam bumi sampai tak tampak kepalanya!
Eyang Brihaspati bertukar pandang dengan I Nyoman Tirta begitu kakinya menjejak
tanah. Jantung mereka berdetak lebih cepat. Apakah Lanang berhasil mereka
tewaskan dan sekarang terkubur di dasar bumi" Kedua kakek itu mempunyai alasan
untuk menduga demikian. Senjata yang mereka gunakan telah dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan untuk melumpuhkan ilmu kebal seseorang. Senjata itu
telah dimanterai.
Tapi, kegembiraan itu hanya berlangsung sekejap. Keduanya mendengar bunyi aneh
dan getaran keras pada tanah. Seperti ada bor di dalam bumi. Tak lama kemudian,
tubuh Lanang melesat keluar dari dalam tanah dalam keadaan berpusing. Bunyi
mengaung keras mengiringi putaran tubuhnya.
I Nyoman Tirta segera bertindak. Kakek ini menghunus kerisnya dan menudingkan ke
arah tubuh Lanang yang masih berpusing di udara.
Wusss! Dari ujung keris I Nyoman Tirta melesat serangkum sinar biru. Bentuknya mirip
kilat. Sinar biru itu meluncur dengan kecepatan menakjubkan ke tubuh Lanang!
Blarrr! Ledakan keras terdengar ketika sinar biru menghantam tubuh Lanang. Asap tebal
membumbung tinggi. I Nyoman Tirta dan Eyang Brihaspati tidak bisa melihat apa
yang terjadi. Hancurkah tubuh Lanang"
Kedua kakek itu menanti dengan harap-harap cemas. Ketika asap buyar tertiup
angin, biasan kecewa tampak pada wajah Eyang Brihaspati dan I Nyoman Tirta.
Lanang berdiri dengan angkuhnya. Tak kurang suatu apa!
Eyang Brihaspati dan I Nyoman Tirta diam-diam bergidik ngeri. Sukar untuk
dibayangkan betapa mengerikan kekuatan yang dimiliki Lanang. Bukit kecil saja
hancur lebur dan menjadi abu ketika terkena sambaran sinar biru!
Saat sinar biru dari keris menyambar dan terjadi ledakan, Dewa Arak, I Made
Sangkara, dan Linggar telah berada di tempat itu. Ketiga orang muda ini melihat
peristiwa yang mampu mendirikan bulu kuduk itu.
Hati Dewa Arak tercekat. Pemuda berambut putih keperakan ini sama sekali tidak
menyangka Lanang akan sedahsyat ini. Benar-benar mengerikan12 Arya tidak mau
berpangku tangan. Sambil memekik keras sebagai isyarat pada Lanang kalau dia


Dewa Arak 82 Lorong Batas Dunia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengirimkan serangan, pemuda berambut putih keperakan ini tidak ragu-ragu lagi
mengirimkan pukulan jarak jauh dengan jurus maut 'Pukulan Belalang'!
Wusss! Begitu angin keras berhawa panas menyengat keluar dari kedua tangan Dewa Arak,
Lanang mendengus. Pemuda pesolek ini melakukan gerakan yang sama. Dari kedua
telapak tangannya berhembus angin keras berhawa panas.
Dewa Arak terperanjat bukan main. Lanang memiliki pukulan jarak jauh yang mirip
dengan 'Pukulan Belalang'. Malah lebih dahsyat!
Blarrr! Pertemuan dua tenaga dalam berhawa panas itu membuat tubuh Dewa Arak
terjengkang ke belakang. Tubuhnya melayang jauh seperti daun kering ditiup
angin. Arya merasa seakan-akan ditabrak seekor gajah liar. Sekujur tubuhnya
terasa lumpuh. Tidak ada yang bisa digerakkan. Arya terbanting di tanah setelah
melayang beberapa tombak. Pemuda perkasa ini tidak mampu bangkit lagi12.
2010Arya...122010 Linggar dan I Made Sangkara berseru kaget. Mereka segera
meluruk ke arah pemuda berambut putih keperakan itu.
2010Ha ha ha...122010 Lanang yang tidak terpengaruh benturan itu tertawa
berkakakan. 2010Bagaimana, Dewa Arak" Sekarang kau tidak berarti apa-apa
bagiku!" Baru saja Lanang mengatupkan mulutnya, Eyang Brihaspati dan I Nyoman Tirta
melompat menerjang. Guru Panglima Anggar Bayu mengayunkan tongkat ke kepala
Lanang. Sedangkan ayah I Made Sangkara menusukkan kerisnya ke jantung lawan.
Tapi, Lanang dengan berani memapaki dua buah senjata pusaka itu dengan tangan
telanjang. Kembali bunyi berdetak keras terdengar. Lanang tetap seperti semula.
Kokoh kuat laksana batu karang. Sebaliknya, kedua penyerangnya terjengkang ke
belakang dan terguling-guling.
Lanang kembali mengumbar tawa kemenangan. Dengan sepasang mata congkak
ditatapnya lawan-lawan yang tidak berdaya itu. Linggar dan I Made Sangkara yang
masih berdiri tegak. Keduanya tidak berbuat apa pun karena tahu tak akan ada
artinya. Lanang benar-benar menggiriskan!
"Sekarang saatnya bagiku untuk mengirim kalian semua ke alam kubur!" seru
Lanang. Ia melangkah meninggalkan tempatnya. Yang pertama kali dihampiri adalah
Dewa Arak. Lanang memang sangat membenci pemuda berambut putih keperakan itu.
"Tahan...!"
Lengkingan nyaring membuat Lanang menghentikan ayunan kakinya. Pemuda
pesolek ini kelihatan tidak senang. Tubuhnya segera dibalikkan. Dilihatnya
seorang gadis cantik berpakaian putih. Gadis itu tidak dikenalnya.
Hanya Arya yang mengenal gadis cantik jelita itu. Gadis yang melangkah mendekati
Lanang dengan sikap tenang.
"Melati.... Pergi jauh-jauh...."
Arya ingin berteriak keras, tapi yang keluar hanya panggilan lirih. Namun,
tertangkap juga oleh telinga Melati. Gadis berpakaian putih itu tersenyum.
"Tenanglah, Kakang. Biar kulenyapkan penjahat ini....2010
Arya melongo. Tidak main-mainkah, Melati" Lawan yang dihadapinya tokoh
berkepandaian tak masuk di akal. Jangankan Melati, Arya sendiri yang memiliki
kepandaian jauh di atas gadis itu tidak ma mpu menanggulangi Lanang. Apakah
Melati hendak mencari penyakit" Jangan-jangan gadis itu tidak melihat peristiwa
yang baru saja terjadi.
Arya keliru kalau berpikir demikian. Semua dugaan pemuda berambut putih
keperakan itu tidak ada yang mengenai sasaran. Melati berani menghadapi Lanang
karena keyakinannya akan kemenangan. Dengan langkah mantap dihampirinya Lanang.
Sungguh aneh sekali. Lanang kehilangan rasa percaya dirinya. Pemuda ini
mundur-mundur ketakutan. Tiap Melati maju selangkah Lanang berjalan mundur
selangkah. Jarak antara mereka menjadi jauh. Karena langkah Lanang lebih besar.
Terngiang-ngiang ucapan di telinga Melati ketika kakinya bergerak mendekati
Lanang. Kata-kata yang terdengar tanpa kelihatan siapa yang berbicara.
Melati teringat kembali pengalamannya beberapa waktu lalu di Gunung Cikuray.
*** "Aaa...!"
Melati tidak kuasa menahan jeritan. Tubuhnya meluncur turun ke dasar lubang.
Gadis yang tengah khawatir akan keadaan Arya ini berlari secepatnya. Bahkan,
beberapa kali melakukan lompatan-lompatan panjang. Terjeblosnya Melati ke dalam
lubang karena secara tiba-tiba tanah tempat kedua kakinya hendak menjejak muncul
lubang besar. Saat itu kedua kakinya hanya tinggal beberapa jengkal dari tanah.
Tak pelak lagi, gadis itu tak mampu berbuat apa pun untuk menyelamatkan diri.
Melati merasa ngeri bukan main. Tubuhnya melayang lama sekali. Sudah terbayang
di benak gadis ini tubuhnya akan hancur di dasar lubang. Kengerian Melati
berganti dengan keheranan ketika luncuran tubuhnya melambat. Semakin lama
semakin lambat. Seakan ada kekuatan tak nampak yang menahan luncuran tubuhnya.
"Wahai, Wanita Muda. Rupanya kau yang terpilih menjadi pencegah angkara murka
yang tengah terjadi di dunia persilatan. Keselamatan orang banyak berada di
tanganmu. Nyawa mereka tergantung dari usahamu ini. Kalau kau berhasil mereka semua akan
selamat." Melati mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tidak terlihat apa pun. Suara itu
seakan muncul begitu saja. Tempat di sekitar Melati tidak terlalu luas. Di
belakangnya dinding batu. Jalan satu-satunya yang ada hanya lorong di depan.
2010Kau tak usah mencari tahu siapa aku, Wanita Muda. Percuma12 Lebih baik
kuperlihatkan padamu angkara murka yang tengah terjadi di dunia persilatan
karena pusaka Telur Elang Perak terjatuh ke tangan orang tak bertanggung jawab."
Kemudian, suara tanpa wujud itu menceritakan tentang Telur Elang Perak sampai
Melati merasa jelas. Begitu penjelasan itu berakhir, di tanah terlihat gambar
seorang pemuda berpakaian indah merajalela membunuhi orang-orang. Melati merasa
ngeri melihatnya. Dia bisa memperkirakan betapa dahsyatnya kemampuan yang
dimiliki pemuda pengacau itu.
"Kejadian ini yang akan menimpa apabila kau gagal dengan tugasmu."
Melati hampir terpekik. Di tanah tampak gambar Dewa Arak bersama dua orang kakek
tengah bertarung mati-matiJan melawan Lanang. Seperti gambar sebelumnya, Melati
melihat Lanang berhasil memporak-porandakan lawan-lawannya. Arya dan dua kakek
itu dibuat tidak berdaya. Lanang menghampiri Dewa Arak, siap untuk membunuh!
"Kejadian itu akan terjadi, Wanita Muda. Dewa Arak mungkin akan tewas. Usahamu
di sini untuk mendapatkan Mustika Ular Emas. Apabila pusaka itu berhasil kau
dapatkan, kau bisa mencegah terjadinya hal itu."
"Bagaimana aku bisa mendapatkan mustika itu?" tanya Melati.
"Ikuti saja Lorong Batas Dunia ini. Di ujung lorong akan kau temukan makhluk
Ular Emas. Ular yang tidak terdapat di dunia. Hanya perlu kau ingat, Wanita
Muda. Perjalanan melalui lorong ini tidak mudah. Banyak halangan menghadang.
Mudah-mudahan kau mampu mengatasinya. Waktu yang kau miliki terbatas. Kau harus
bergegas."
Begitu suara itu lenyap, Melati segera melesat ke depan. Karena Melati tidak
ingin celaka, dia bertindak sangat hati-hati. Baru beberapa tindak Melati
mendengar bunyi mencurigakan di atasnya. Melati masih sempat menoleh sebelum
buru-buru melompat ke depan dan menggulingkan tubuh menjauh. Atap lorong runtuh
membawa batu-batu sebesar kerbau. Melati menghela napas lega. Dia baru saja
selamat dari bahaya.
Sekarang Melati melangkah dengan lebih hati-hati lagi. Sepasang matanya
diedarkan berkeliling. Tidak hanya tanah yang ditelitinya, tapi juga dinding dan
atap. 2010Uh...122010
Melati terkejut ketika kakinya amblas ke dalam tanah. Tanah yang diinjaknya
ternyata tidak keras, melainkan lunak seperti lumpur. Yang lebih mengejutkan,
ada tarikan amat kuat dari dasar tanah. Melati langsung tahu sebelah kakinya
terperangkap dalam lumpur hidup.
Gadis berpakaian putih ini menelan ludah dengan susah payah. Nyawanya hampir
saja tidak bisa terselamatkan. Apabila kedua kakinya terjebak dalam lumpur hidup
tidak mungkin dia dapat menariknya keluar. Beruntung hanya satu kakinya yang
terjeblos hingga dengan mudah ditariknya keluar. Melati berpikir keras mencari
jalan untuk melalui tempat mengerikan ini.
Lorong yang lebarnya tak lebih dari dua tombak ini buntu terhadang hamparan
lumpur hidup. Kendati demikian, hamparan lumpur hidup itu tidak terlalu panjang.
Hanya, Melati belum tahu di mana batasnya.
Sebentar kemudian, Melati mendapatkan sebuah cara. Dia kembali ke tempat di mana
terdapat runtuhan. Diambilnya beberapa belas batu sebesar kepala bayi. Dengan
mempergunakan baru ini Melati berusaha mengetahui akhir hamparan lumpur hidup.
Mula-mula gadis ini melemparkan batu ke depan sejauh lima tombak. Ternyata
begitu menyentuh tanah batu itu langsung amblas Melati mengulanginya beberapa
kali sampai batu yang dilemparkan tidak tenggelam. Itu berarti telah mencapai
tempat yang aman. Tempat yang di bawahnya tidak tersembunyi lumpur hidup.
Karena jarak tempat itu tak kurang dua puluh tombak, jarak yang tidak mungkin
untuk dilompati, Melati menggunakan batu-batu kecil sebagai penolong. Batu itu
dilemparkannya ke depan lalu dia melompat memijak batu sebagai landasan,
melemparkan batu yang lain dan menjadikannya sebagai landasan. Begitu seterusnya
hingga akhirnya berhasil tiba di ujung hamparan lumpur hidup dengan selamat.
Melati melangkah maju lagi. Jantungnya berdetak jauh lebih cepat. Sinar kuning
keemasan tampak di kejauhan. "Itukah Ular Emas?" tanya Melati dalam hati.
Seiring dengan semakin dekatnya jarak Melati, sinar itu terlihat semakin
membesar. Melati mencium aronga wangi yang aneh. Melati terhuyung ketika aroma wangi
semakin menyengat hidung dan membuatnya pusing. Gadis ini berusaha bertahan.
Cukup lama keadaan itu menyiksa Melati. Pengaruhnya semakin menghebat sebelum
akhirnya berkurang dan kemudian lenyap.
Melati meneruskan langkahnya lagi. Kali ini tidak ada hambatan sama sekali
sampai ia berhadapan dengan pemilik sinar keemasan. Seekor ular yang amat besar
dan panjang. Tak kurang dari lima tombak. Sekujur tubuh binatang itu mengeluarkan sinar
kuning keemasan.
"Ular Emas..."!" desis Melati dalam perasaan takjub yang tak terkira.
Dengan pandang mata terpaku pada binatang menakjubkan Melati mengayunkan
kaki mendekat. Ketika tinggal dua tombak la gi terdengar bunyi le tupan kecil.
Asap tebal menyelimuti sekujur tubuh ular. Melati terlompat ke belakang saking
kagetnya. Begitu asap sirna, di tempat ular berada tergeletak sebuah benda bulat sebesar
buah salak. Benda itu berwarna kehijauan. Sinarnya benar-benar luar biasa.
Sekitar tempat itu jadi bersemu kehijauan.
"Kuucapkan selamat atas keberhasilanmu, Wanita Muda. Kaulah yang akan mencegah
angkara murka akibat Telur Elang Perak. Itulah Mustika Ular Emas. Kau berhasil
lolos dari hambatan terakhir kendati tidak terlalu mulus."
"Mengenai lumpur hidup itu...?" duga Mela sekenanya.
"Bukan. Aroma wangi, Wanita Muda. Wangi-wangian itu bukan sembarangan. Tapi,
ujian yang paling penting. Apabila yang menciumnya orang yang berwatak jahat dia
akan tewas seketika. Pendekar yang berhati bersih tidak akan terkena pengaruh
itu. Kau terpengaruh cukup berat. Berarti masa lalumu penuh dengan gelimang
darah orang yang tidak bersalah. Hanya saja kau telah lama sadar hingga tidak
tewas." Tanpa sadar Melati bergidik. Mustika itu tidak bisa didapat oleh tokoh sesat
"Apa yang harus kulakukan dengan benda itu?" tanya Melati kemudian.
"Ambil saja. Begitu kau pegang mustika itu akan lenyap. Dia masuk ke dalam
tubuhmu secara aneh. Kau tidak usah bingung mencari penjahat keji itu. Mustika
di dalam tubuhmu akan menuntun langkahmu menuju ke arahnya. Begitu berhadapan,
mustika itu sendiri yang akan melaksanakan tugas. Dia akan mengejar ke mana pun
penjahat keji itu pergi. Sedikit tambahan bagimu, bukan hanya mustika ini saja
yang seperti hidup, tapi juga Telur Elang Perak. Penjahat keji itu akan tahu
bahaya mengancam begitu kau berada di dekatnya. Telur Elang Perak yang memberi
tahu." Sampai di sini ingatan Melati buyar. Dilihatnya Lanang terus mundur dengan wajah
menampakkan rasa takut.
"Sudah saatnya kau melihat akhirat, Lanang!" ucap Melati dengan suara berwibawa.
Kemudian, mulutnya dibuka lebar-lebar.
Lanang yang sejak tadi takut bukan main semakin pucat pasi wajahnya. Dilihatnya
benda bulat berwarna kehijauan keluar dari mulut Melati. Sambil mengeluarkan
jerit ketakutan yang memilukan hati, Lanang membalikkan tubuh dan berlari
lintang pukang.
Benda bulat kehijauan itu meluncur dan mengejarnya. Kecepatannya tak kalah
dengan kecepatan lari Lanang!
"Aaa...!"
Semua yang berada di situ bergidik ngeri mendengar jeritan yang mendirikan bulu
roma itu. Jeritan orang yang menderita kesakitan hebat. Jeritan itu panjang,
lalu lenyap. "Tamatlah riwayat Lanang," desah Eyang Brihaspati, lega.
Tidak hanya kakek itu yang merasa lega, tapi semuanya. Terutama Arya. Melati
yang dikhawatir kannya celaka justru yang menamatkan riwayat Lanang.
Melati membalikkan tubuh menatap Arya. Kemudian, dia mengayunkan kaki
menghampiri. Melati melihat Arya tersenyum. Gadis itu balas tersenyum dan terus
melangkahkan kaki. Ada kerinduan yang dalam pada sepasang mata bening indah itu.
Di lain tempat nun jauh di sana, Dirgantara dan Jumini tersenyum bahagia, penuh
rasa cinta. Kendati di lubuk hati mereka masih ada ganjalan bila teringat
Brawijaya. Keduanya ingin cepat-cepat bertemu pemuda itu dan menerangkan maksud hati
mereka. SELESAI Tunggu serial Dewa Arak selanjutnya:
GOLOK KILAT Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor Fuji Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusianfo/ http://ebook-dewikz.com/
Serial Dewa Arak
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. PEDANG BINTANG
41. MACAN-MACAN BETINA
2. DEWI PENYEBAR MA UT
42. EMPAT DEDENGKOT PULAU KARANG
3. CINTA SANG PENDEKAR
43. GARUDA MATA SATU
4. RAKSASA RIMBA NERAKA
44. TAWANAN DATUK SESAT
5. BANJIR DARAH DI BOJONG GADING
45. MISTERI RAJA RA CUN
6. PRAHARA HUTAN BANDAN
46. PENDEKAR SADIS
7. RAHASIA SURAT BERDARAH
47. BENCANA PATUNG KERAMAT
8. PENGA NUT ILMU HITAM
48. TENAGA INTI BUMI
9. PENDEKAR TANGAN BAJA
49. GEGER PULAU ES
10. TIGA MACAN LEMBAH NERAKA
50. PERTARUNGAN DI PULAU API
11. MEMBURU PUTRI DATUK
51. RAJA SIHIR BERHATI HITAM
12. JAMUR SISIK NAGA
52. MANUSIA KELELAWAR
13. PENINGGALAN IBLIS HITAM
53. PENJARAH PERAWAN
14. S EPASANG ALAP-ALAP BUKIT GANTAR 54. KABUT DI BUKIT GONDANG
15. TINJU PENGGETAR BUMI
55. PERINTAH MAUT
16. PEWARIS ILMU TOKOH SESAT
56. SUMPAH SEPASANG HARIMA U
17. KERIS PEMINUM DARAH
57. PERGURUAN KERA EMAS
18. KELELAWAR BERACUN
58. MAYAT HIDUP
19. PERJALANA N MENANTANG MAUT
59. TITIPAN BERDARAH
20. PELARIAN ISTANA HANTU


Dewa Arak 82 Lorong Batas Dunia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

60. PERAWAN2 PERS EMBAHAN
21. DENDAM TOKOH BUANGAN
61. RAJA IBLIS TANPA TANDING
22. MA UT DARI HUTAN RANGKONG
62. PEREMPUAN PEMBAWA MAUT
23. S ETAN MABUK
63. ANGKARA SI A NAK NAGA
24. PERTARUNGAN RAJA-RAJA ARAK
64. SATRIA SINTING
25. PENGHUNI LEMBAH MALAIKAT
65. SI LINGLUNG SAKTI
26. RAJA TENGKORAK
66. PEMBUNUH GELAP
27. KEMBALINYA RAJA TENGKORAK
67. MAKHLUK JEJADIAN
28. TEROR MACAN PUTIH
68. BIANG-BIANG IBLIS
29. ILMU HALIMUN
69. PETI BERTUAH
30. DALAM CENGKERAMA N BIANG IBLIS 70. PULAU SETAN
31. PERKAWINAN BERDARAH
71. PETUALANG2 DARI NEPAL
32. ALGOJO-ALGOJO BUKIT LARANGAN
72. BATU KEMATIAN
33. MAKHLUK DARI DUNIA ASING
73. PEMBANTAI DARI MONGOL
34. RUNTUHNYA SEBUAH KERAJAAN
74. PANGGILAN KE ALAM ROH
35. KEMELUT RIMBA HIJA U
75. RACUN KELABANG MERAH
36. TOKOH DARI MASA SILAM
76. PENJARA LANGIT
37. RAHASIA SYAIR LELUHUR
77. S ENGKETA GUCI PUSAKA
38. NERAKA UNTUK SANG PENDEKAR
78. PEMBALASAN DARI LIA NG LAHAT
39. MISTERI DEWA S ERIBU KEPALAN
79. IBLIS BUTA 40. GEROMBOLAN SINGA GURUN
80. MISTERI GADIS GILA
81. MUSTIKA ULAR EMAS
82. LORONG BATAS DUNIA
83. GOLOK KILAT
Pendekar Mata Keranjang 8 Hancurnya Sian Thian San Seri Pengelana Tangan Sakti Seri Ke Iv Karya Lovelydear Walet Emas Perak 12

Cari Blog Ini