Dewa Arak 66 Pembunuh Gelap Bagian 2
Arya yang sudah bersiap-siap untuk memberikan pertolongan apabila pemuda berpakaian biru itu
tidak melihat serangan atau tidak mampu mengelakkan, jadi terkejut. Ternyata kekhawatirannya tidak be-ralasan sama sekali.
Dengan sikap tenang, pemuda
berpakaian biru itu memutar-mutarkan kedua tangan.
Seketika jarum-jarum itu runtuh sebelum mencapai
sasaran. Nenek berhidung melengkung kembali mengeluarkan jeritan melengking sambil melancarkan serangan susulan. Kali ini serangannya lebih ganas, karena menggunakan anak panah.
Pemuda berpakaian biru rupanya tahu kelihaian lawan, sehingga dia tidak berani bertindak gegabah. Begitu nenek berhidung
melengkung mengeluarkan anak-anak panah yang ujungnya beracun, dia
pun mencabut senjatanya. Sebatang golok berwarna
merah membara seperti besi dibakar! Dengan adanya
senjata andalan di masing-masing pihak pertarungan
semakin sengit.
4 Arya yang menyaksikan dari jarak jauh dengan
penuh minat merasa kagum melihat pertarungan itu.
Untuk kesekian kali kembali dijumpai tokoh-tokoh persilatan yang berilmu tinggi. Pengalaman ini membuatnya harus mengakui bahwa banyak tokoh berilmu
tinggi di permukaan bumi ini.
Sementara di kancah pertarungan nenek berhidung melengkung dan pemuda berpakaian biru masih
terlibat dalam pertarungan sengit. Tapi lambat laun
mulai tampak keunggulan si Nenek. Pemuda berpakaian biru ternyata kurang memiliki pengalaman bertempur, sehingga dengan mudah dapat dibaca lawan.
Dengan mengandalkan kelebihan jumlah senjatanya,
nenek berhidung melengkung menekan pemuda berpakaian biru. Golok pemuda berpakaian biru selalu diapit dan ditempel oleh anak panah yang satu, sedangkan anak panah sisanya digunakan untuk melancarkan serangan. Cara ini membuat pemuda berpakaian biru selalu dalam kedudukan terdesak.
Trakkk! Pemuda berpakaian biru mengeluarkan keluhan tertahan ketika golok merahnya tertempel anak
panah di tangan kiri lawan. Dan ketika nenek itu memutarkan anak panahnya, golok di tangan pemuda
berpakaian biru ikut terputar tanpa dapat dicegah. Golok itu seperti telah
melekat dengan anak panah lawan.
Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya
oleh nenek berhidung melengkung. Anak panah di tangan kanannya ditusukkan ke tenggorokan lawan. Serangan ini memaksa pemuda berpakaian biru melemparkan tubuh ke belakang, dan dengan berat hati senjata andalannya dilepaskan.
Nenek berhidung melengkung tidak berhenti
sampai di situ saja dalam bertindak. Dengan dua buah
anak panahnya dia terus memburu lawan dan menghujaninya dengan serangan gencar. Sekali saja terkena, nyawa pemuda berpakaian biru akan terancam
bahaya maut. Trakkk! Di saat ujung anak panah di tangan kanan lawan hampir menembus ulu hati pemuda berpakaian
biru, melesat sesosok bayangan ungu, menyelak di antara mereka dan menangkis dengan gucinya.
"Keparat! Lagi-lagi kau!" seru nenek berhidung melengkung penuh perasaan geram
ketika melihat sosok yang berdiri di depannya dengan tangan kanan
memegang guci. "Benar, aku! Akhirnya kita bertemu lagi, Kencana Wungu," ucap Dewa Arak, sosok berpakaian un-gu itu, tersenyum sinis. "Dan
ini berarti penentuan terakhir di antara kita. Kalau bukan kau, tentu aku yang
akan mati! Bersiaplah, Kencana Wungu!"
"Kaulah yang akan mati, Pemuda Usilan!"
Sambil menjerit nyaring, nenek berhidung melengkung yang ternyata bernama Kencana Wungu menerjang Dewa Arak. Anak panah di tangan kanan disodorkan ke arah leher, sedangkan yang kiri mengarah
ke lambung. Namun hanya dengan menarik tubuh ke
belakang, Arya telah membuat kedua serangan itu
kandas. Bahkan kemudian langsung mengirimkan serangan balasan dengan sebuah tendangan kaki kiri ke
arah ulu hati lawan.
Namun, serangan itu buru-buru ditarik kembali
karena sebelum mencapai sasaran, anak panah di tangan kanan Kencana Wungu digunakan untuk menangkal tendangan itu. Kalau Dewa Arak bersikeras untuk
meneruskan serangan, sebelum berhasil mendarat di
sasaran kakinya akan tertusuk anak panah yang mengandung racun. Sesaat kemudian, baik Dewa Arak
maupun Kencana Wungu telah saling melancarkan serangan dan menggelakkannya.
Tak berapa jauh dari tempat mereka, pemuda
berpakaian biru menghapus keringat yang membasahi
keningnya. Kalau saja Dewa Arak tidak cepat bertindak, nyawanya tentu sudah melayang. Dia memperhatikan jalannya pertarungan sesaat sebelum mengayunkan kaki mengambil golok merahnya yang tadi
dilemparkan Kencana Wungu begitu saja.
Pemuda berpakaian biru menimang-nimang goloknya sambil mengarahkan pandangan ke kancah
pertarungan. Dilihatnya masih berlangsung seimbang.
Meskipun demikian sepasang matanya yang tajam, dapat mengetahui kalau kemungkinan Dewa Arak keluar
sebagai pemenang besar sekali. Pemuda berambut putih keperakan itu ternyata memiliki kepandaian hebat, ilmunya aneh. Setiap
serangan Kencana Wungu, betapapun hebatnya, selalu dapat dielakkan dengan cara
aneh. Sebaliknya, serangan-serangan balasan yang dikirimkan, bertubi-tubi dan penuh mengandung tekanan tak ubahnya gelombang lautan.
Beratnya serangan-serangan Dewa Arak dirasakan sendiri oleh Kencana Wungu. Dia terus didesak
dan dihimpit "Kuhitung sampai tiga, Kencana Wungu. Dan
kau harus melancarkan serangan berantai. Usahakan!
Pada saat yang sama aku pun melancarkan serangan.
Aku yakin Dewa Goblok itu akan berhasil kita binasakan!" Kencana Wungu agak tersentak begitu mendengar suara di telinganya. Bukan karena suara itu
dikeluarkan dengan ilmu mengirim suara dari jauh,
yang menjadi bukti kehebatan pengirimnya, tapi karena mengenal siapa pemilik suara itu, sungguhpun dia
mendengarnya baru sekali. Mendengar adanya kesungguhan dalam suara itu dia memutuskan untuk
menurutinya. Maka begitu suara itu terdengar telah menghitung sampai tiga, tanpa peduli keselamatan, nenek
berhidung melengkung itu melompat menerjang Dewa
Arak. Dua anak panah di tangannya ditusukkan bertubi-tubi ke arah berbagai bagian tubuh lawan.
Bertepatan dengan meluncurnya serangan Kencana Wungu, dari arah sebelah kanan melesat sesosok
bayangan ke arah Dewa Arak. Dalam sekejap tampak
segundukan sinar merah membara berputaran mendekati pemuda berambut putih keperakan itu. Dan kemudian berubah menjadi seleret sinar merah yang meluncur cepat ke arah leher.
Arya yang tidak menyangka akan terjadinya hal
seperti ini kaget bukan kepalang. Serangan Kencana
Wungu saja sudah membuatnya repot, ini masih ditambah dengan serangan tak kalah dahsyat yang meluncur dari arah kanannya. Pemuda berambut putih
keperakan ini pun mengerahkan seluruh kemampuannya dan melemparkan tubuh ke belakang.
Namun, rupanya baik Kencana Wungu maupun
sosok yang mengirim serangan belakangan, sudah
memperhitungkan hal itu. Tubuh mereka pun melayang mengikuti Arya sambil terus menghujani serangan secara gencar.
Wajah Arya berubah tegang, tapi masih berusaha keras untuk menyelamatkan dirinya. Dengan cepat dipalangkan gucinya di depan dada, sedangkan
kepalanya digelengkan ke kanan.
Crat, crattt! Srettt!
Arya tidak tahu apa yang terjadi, hanya dirasakan sakit dan perih menyengat bahu kanan, serta kedua pergelangan tangannya. Seketika itu pula, hawa
yang sangat panas dirasakan menjalar dari bahu kanan, sedangkan dari pergelangan tangan mengalir cepat hawa dingin! Kedua sergapan hawa ini membuat
pemuda berambut putih keperakan ini pusing. Namun,
nalurinya membisikkan adanya bahaya lanjutan yang
masih mengancam. Maka begitu berhasil menjejak tanah, walau dengan agak terhuyung, tubuhnya langsung bergulingan cepat.
Perhitungan Dewa Arak ternyata benar, begitu
melihat serangan tadi tidak membuahkan hasil seperti
yang diharapkan, Kencana Wungu dan penyerang satunya lagi, memburu Dewa Arak yang tengah bergulingan di tanah. Dewa Arak meskipun berada dalam cengkeraman rasa pusing, masih sempat melihat samar-samar
dua sosok yang memburunya. Maka gulingan tubuhnya terus dilanjutkan. Tapi, hanya sebentar saja. Karena sesaat kemudian pandangan berubah gelap pekat
*** "Uhhh...!"
Arya mengeluh dengan mulut menyeringai kesakitan ketika merasakan sakit laksana ditusuk-tusuk
oleh pisau mendera pergelangan tangannya. Sedangkan hawa yang sangat panas seakan tengah membakar
bahu kanannya. "Tenanglah, kau tidak boleh banyak bergerak
dulu. Biarkan obatnya meresap dulu. Memang perih,
tapi tahanlah sebentar."
Terdengar sebuah suara halus dan lembut ketika pemuda berambut putih keperakan itu bermaksud
untuk bangkit. Arya mematuhi ucapan halus itu. Perlahanlahan dia membelalakkan matanya berusaha melihat
orang itu. Namun, usahanya sia-sia. Sepasang matanya belum bisa melihat jelas. Pemandangan yang
tampak hanya sesosok tubuh samar-samar berwarna
hijau. Meskipun demikian, menilik warna pakaian dan
suaranya yang lembut, sosok ini pasti seorang wanita.
Terpaksa Arya menutup mata lagi karena kepalanya dirasakan pusing kembali. Meskipun demikian,
dia berusaha untuk mengingat-ingat mengapa bisa berada bersama sosok berpakaian hijau yang diduganya
seorang wanita dan tentu berwajah cantik molek serta
bertubuh montok menggiurkan. Namun, betapapun
Dewa Arak mengorek ingatannya, yang didapat dan
sempat diingat hanya di saat dia menggulingkan tubuh
dalam usaha terakhir untuk menyelamatkan selembar
nyawanya. Setelah itu tidak ada lagi yang bisa diingatnya. Ataukah sosok hijau
ini yang telah menyelamatkannya dari tangan maut Kencana Wungu dan
penjahat satu lagi yang tidak disangka-sangkanya"
Tapi mungkinkah itu" Benarkah sosok hijau ini memiliki kepandaian melebihi Kencana Wungu dan kawannya" Rasanya tidak mungkin! Kakek kurus kering yang
memiliki kepandaian dan berilmu tinggi saja tidak
sanggup menghadapi pengeroyokan Kencana Wungu
dan kakek berkepala botak. Padahal Arya berani bertaruh kalau penjahat yang membantu Kencana Wungu
memiliki kemampuan tak kalah hebat dengan kakek
berkepala botak
Teringat akan kakek kurus kering, Arya tanpa
sadar bergidik. Mau tidak mau harus diakui dalam hati kalau kepandaiannya tak akan cukup jika dipergunakan untuk menghadapi kakek kurus kering yang
luar biasa itu. Belum lagi kakek kecil yang berwatak
seperti anak kecil! Kalau saja kedua tokoh sakti yang sepertinya saling kenal
itu melakukan tindak kejaha-tan, dia tidak akan mampu menanggulangi.
Mendadak hati Arya tercekat ketika berhasil
mengingat-ingat sesuatu yang membuat hatinya berdebar tegang. Gerakan-gerakan pemuda berpakaian biru itu ternyata memiliki persamaan dengan kakek kurus kering! Dan ini baru terpikirkan olehnya. Mengapa dia begitu pelupa" Apakah
ada hubungan antara kedua orang itu"
Namun hanya sampai di situ Dewa Arak dapat
mengingat-ingat dan berpikir, karena sepasang matanya mendadak berat. Dan tanpa mampu bertahan lagi,
dia tertidur. Begitu terbangun, tubuhnya dirasakan enak
sekali. Tidak ada lagi rasa sakit, baik pada kedua pergelangan tangan maupun
bahu kanan. Bahkan semua
luka itu telah sembuh. Arya tidak merasa heran melihat hal ini, karena dia tahu banyak tokoh memiliki ob-at luka yang amat mujarab,
bahkan dia pun memilikinya. Arya mengedarkan pandangan, tapi tetap tidak
ditemukan sosok hijau yang dilihatnya sewaktu dia
masih belum sadar betul. Hal ini membuat hatinya
merasa penasaran sekali. Apakah sosok hijau itu langsung pergi meninggalkannya begitu dia sembuh, tanpa
menunggunya bangun" Berpikir demikian, Dewa Arak
bergegas bangkit berdiri.
Baru saja Arya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, guna mencari sosok hijau, telinganya
menangkap adanya langkah-langkah halus pertanda
ada tokoh berkepandaian tinggi mendekati tempatnya.
Arya pun bersikap waspada. Barangkali saja pemilik
Dewa Arak 66 Pembunuh Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langkah itu si Nenek Kencana Wungu atau penjahat
yang membantu nenek berhidung melengkung itu menyerangnya. Tapi, urat-urat sarafnya yang telah mengejang
itu mengendur kembali ketika melihat sosok pemilik
langkah. Arya terpesona ketika menatapnya. Sosok
berpakaian hijau ini seperti yang diduga Arya memang
cantik, bahkan melebihi apa yang diperkirakan Arya.
Tidak hanya tubuhnya yang ramping indah dan menggiurkan. Kulit tubuhnya halus dan mulus, serta bersih sekali. "Ah...! Kiranya
kau sudah bangun!"
Ucapan gadis berpakaian hijau itu membuat
Arya sadar dari ketidakpantasan sikapnya, buru-buru
ditundukkan kepala untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Dan ketika diangkat kembali wajah itu telah kembali seperti semula.
"Atas pertolonganmu, Nisanak," ucap Arya.
"Kuucapkan terima kasih, atas segala jerih payahmu."
"Lupakanlah," ujar gadis berpakaian hijau
sambil mengulapkan tangan kanannya, sedangkan
tangan kirinya sibuk menjinjing setandan pisang yang
telah masak. "Hanya sebuah pertolongan kecil. Kalau aku tidak salah kau Arya
bukan?" Arya langsung melongo. Dari mana gadis berpakaian hijau ini tahu namanya kalau bertemu saja baru
kali ini" "Tidak perlu heran, Arya. Nanti kuceritakan.
Sekarang lebih baik kalau kita, terutama sekali kau...
makan dulu. Kau lapar kan" Pasti! Karena sudah sehari semalam kau tidak makan."
"Sehari semalam?" ulang Arya dalam hati. Berarti dirinya pingsan sampai selama
itu. Dan ini benar-benar di luar dugaannya.
Sementara gadis berpakaian hijau langsung
duduk dan mengajak Arya untuk melakukan hal yang
sama. Tanpa banyak membantah, pemuda itu melakukannya. Sesaat kemudian, sepasang muda-mudi ini telah sibuk dengan pisang yang tergenggam di tangan.
"Bagaimana dengan Kencana Wungu dan kawannya, Nisanak..?" tanya Arya berusaha untuk mengorek keterangan sehingga
dirinya ditolong gadis berpakaian hijau. "Aku tidak tahu," jawab gadis berpakaian hijau seraya mengangkat bahu, dan
menelan pisang yang telah dimasukkan ke dalam mulutnya. "Begitu kulemparkan bahan peledak yang membuat mereka kelabakan dan mundur, kusambar tubuhmu dan kubawa
kabur. Sayang sekali, Arya, aku datang terlambat. Kalau tidak, kita berdua akan menghadapi mereka bersama-sama."
Arya hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala dengan perasaan bingung. Gadis berpakaian hijau
ini bercakap-cakap seolah Arya adalah kenalan lamanya. Hal ini membuatnya merasa bingung dan sibuk menduga-duga.
"Aku telah banyak mendengar tentang dirimu,
Arya. Jadi kau tidak perlu merasa heran," ucap gadis berpakaian hijau, yang rupanya mengetahui perasaan
hati Dewa Arak. "Tapi, untuk tidak mengacaukan suasana, baiknya kuperkenalkan
diriku. Aku, Sekardati,
dan..." Sekardati terpaksa menghentikan ucapannya di tengah jalan ketika melihat
Arya terbatuk-batuk karena pisang yang telah berada di tenggorokan tidak sege-ra
ditelannya. Gadis berpakaian hijau ini menjadi heran. Ia tahu, orang seperti Arya tidak mungkin mengalami hal itu sebenarnya kalau tidak mengalami keterkejutan, dan itu pasti karena ucapannya.
"Apakah ada ucapanku yang salah?" tanya Sekardati, hati-hati.
"Sebenarnya tidak," sahut Arya sambil menatap tajam gadis berpakaian hijau di
depannya. "Tapi kalau kau maksudkan dirimu adalah Sekardati saudara
kandung Arum, dan putri sahabatku, Salaban, keadaan menjadi lain."
"Lho"! Memangnya kenapa, Arya?" Sekarang
gadis berpakaian hijau yang mengaku sebagai Sekardati itu yang kebingungan. "Memang aku Sekardati saudara kandung Sekar Arum,
anak dari Salaban."
"Kalau boleh kutahu, sebenarnya Salaban itu
mempunyai berapa orang anak bernama Sekardati"!"
Arya malah balas bertanya.
Sekardati bangkit dengan perasaan berang. Pisang yang baru saja digigit separo, dibantingnya ke tanah dengan perasaan kesal.
"Apa maksudmu, Arya"! Apakah kau hendak
mempermainkan aku"! Tentu saja Sekardati hanya ada
satu, aku! Aku hanya mempunyai satu saudara kandung, yaitu Sekar Arum! Apa maksud ucapanmu!"
Arya menghela napas berat. Melihat sikap Sekardati, dia tahu ada sebuah kesalahpahaman di sini.
Atau lebih tepatnya lagi ada hal-hal unik yang tersembunyi. Menuruti kemarahan
akan menimbulkan permasalahan baru yang tidak akan pernah kunjung selesai. Maka diberinya isyarat pada Sekardati untuk duduk. Untung, gadis itu menurutinya meskipun dengan
mulut masih monyong.
"Dengar baik-baik, Sekardati atau siapa pun
namamu," Arya memulai ucapannya yang membuat
Sekardati tak senang mendengarnya. Tapi pemuda berambut putih keperakan itu berpura-pura tidak tahu.
"Beberapa hari yang lalu, di tempat pemakaman keluargamu, aku bertemu dengan
seorang gadis mengaku bernama Sekardati. Tentu saja aku percaya karena
dia kenal dengan Sekar Arum dan Salaban. Namun
kemudian dia menyerangku dengan kemarahan karena
kesalahpahaman, dan sampai sekarang permasalahan
ini belum selesai!"
"Keparat! Sungguh berani orang itu memalsukan diriku...!" seru Sekardati penuh perasaan geram.
"Yang membuatku merasa heran," sambung
Arya atas ucapannya yang belum tuntas. "Peran yang dibawakannya sebagai
Sekardati sangat pas sekali sehingga aku yakin kebenaran pengakuannya. Di samping dia mengetahui keluargamu, juga dia benar-benar
marah dan berniat membunuhku karena kesalahpahaman.... maksudku salah duga...."
"Apakah yang menyebabkannya salah paham
itu?" tanya Sekardati penasaran. Keningnya berkerut menatap Dewa Arak yang duduk
tenang di depannya.
Arya pun menatap wajah Sekardati lekat-lekat
sebelum mengutarakannya. Dan seperti yang telah diduganya, Sekardati kaget bahkan amat berduka, tapi
rupanya hati gadis itu tetap tegar sehingga tidak menjatuhkan air mata. Dia
hanya terkesima dan mendadak
diam. Sementara sepasang matanya berkaca-kaca.
Arya tahu kalau gadis berpakaian hijau itu tengah berusaha menahan gejolak perasaan, maka dia tidak ingin mengusiknya.
"Aku pun, kalau tidak mendengar tentang dirimu dari Sekar Arum apalagi melihat keberadaanmu di
tempat itu, akan menduga demikian. Kesimpulan yang
diambil orang yang memalsukan aku tidak salah...
maksudku tidak bisa disalahkan...," ucap Sekardati, akhirnya dengan suara
mengambang, tidak berirama.
Sedangkan sepasang matanya menerawang jauh ke
atas. Kelincahannya lenyap.
"Hhh...!" Arya menghela napas berat, dan mengangguk-anggukkan kepala, menyetujui
pendapat ga- dis berpakaian hijau itu. "Kalau boleh kuberikan saran, keluarkan saja
kesedihanmu, Sekardati. Tidak
baik menyimpannya di dalam dada kalau memang berat. Lebih baik kau tumpahkan, keluarkan sampai habis biar dadamu ringan. Dan...."
"Maksudmu... menangis, Arya"!" potong Sekardati dengan suara tetap datar,
sedangkan sepasang
matanya meski melihat pada Arya, tapi tatapannya kosong. "Kau tahu, pantang bagiku untuk meneteskan air mata. Aku tidak ingin
menangis, dan tidak akan
pernah menangis. Jelas"!"
Arya terdiam, tidak memberikan tanggapan sama sekali. "Kalau boleh, aku ingin kau memberikan ciriciri wanita yang telah menyamar sebagai diriku, Arya.
Aku ingin menyelidikinya. Aku ingin tahu maksud
yang terkandung dalam penyalahgunaan nama ini."
"Dia seorang gadis berpakaian serba merah,
cantik, muda, dan berambut dikuncir satu. Pada wajahnya, di bagian pipi atas...."
"Cukup..., Arya," potong Sekardati, cepat suaranya tetap datar.
"Kau mengenalnya, Sekardati?" tanya Arya,
yang dijawab dengan anggukan Sekardati.
"Dia kakak seperguruanku. Baik hati. Tapi
sayang, nasibnya buruk. Aku harap, apabila kau bertemu dengannya lagi, kau tidak menyakitinya, Arya.
Dia baik hati, tidak jahat. Dan sebagai tambahan, kakak seperguruanku itu amat menyayangiku dan ayahku. Semula dia anak yang terlantar, ditemukan oleh
ayahku lalu dipelihara secara baik dan penuh kasih
sayang sampai berusia sepuluh tahun. Jadi keluargaku telah dianggap keluarganya sendiri."
"Akan kuingat, Sekardati," janji Arya, mantap.
"O ya, hampir aku lupa. Sekar Arum menitipkan ini padaku, pesannya untuk
diberikan pada guru atau
saudara seperguruannya, karena mereka sangat menginginkannya. Tapi, ketika aku pergi ke sana, mereka
semua telah menjadi mayat. Yang kujumpai di sana
hanya seorang nenek berpakaian merah yang mengerikan. Dia tengah memakan otak mayat-mayat itu. Semula dia kusangka Sekardati, karena pakaian dan semua ciri-cirinya mirip, tapi itu karena kulihat dari belakang. Nenek itu biadab
sekali. Tidak hanya membunuh dan memakan otak mereka. Keji sekali! Semula
aku merasa ragu untuk bertindak keras karena mengira dia itu..., maaf Sekardati, dirimu. Itulah yang diberikan nama gadis
berpakaian merah. Tapi ketika kutahu bukan... Sekardati.... Maka aku bertindak dengan
maksud melenyapkannya...."
"Lalu..."!" potong Sekardati dengan suara bergetar, dan rasa ingin tahu yang
begitu besar. Melihat hal itu Arya merasa tidak enak. Mengapa Sekardati begitu
tertarik dengan cerita ini"
"Sayang, aku gagal. Dia terlalu lihai, dan lagi
aku kena pengaruh racunnya yang ganas...." Kemudian secara singkat Arya menceritakan tentang dirinya yang jatuh ke dalam
jurang. "Syukurlah kau tidak membunuhnya, Arya,"
ucap Sekardati, penuh perasaan lega, tapi tetap dengan wajah murung.
"Mengapa, Sekardati"! Nenek itu benar-benar
biadab. Dia tidak hanya membunuh, tapi juga memakan otak mereka," bantah Arya seraya menatap wajah Sekardati.
Tapi Sekardati menggeleng-gelengkan kepala.
"Kau tidak tahu, Arya," ucap Sekardati dengan air matanya yang hampir menetes.
"Nenek itu tidak jahat. Aku yakin betul. Dan juga orang-orang perguruan
Sekar Arum yang tewas bukan oleh tangannya. Aku
yakin...!"
"Tapi, Sekardati...," Arya mencoba untuk membantah. Tapi ketika teringat akan
ucapan Sekardati,
jantungnya berdetak lebih cepat. "Sekardati..., apakah nenek itu kakak
seperguruanmu yang telah menyamar
jadi dirimu"!"
Sekardati mengangguk-anggukkan kepala kemudian melesat meninggalkan Arya.
"Sekardati...! Tunggu...!" seru Arya keras.
Sekardati tak mempedulikan teriakan Dewa
Arak. Dia terus berlari. Dan Arya semula bermaksud
mengejar. Tapi, langsung diurungkan. Dia tahu kesedihan Sekardati telah tak mampu ditahannya. Mungkin gadis itu pun akan menangis. Namun karena Sekardati memiliki hati yang keras dan telah berkata di depannya untuk tidak akan
pernah menangis tentu dia
akan berusaha untuk menahannya. Kalau Arya tidak
berada di depan Sekardati, gadis itu tidak mempunyai
alasan untuk tidak menangis. Maka, Arya tidak mengejarnya dan membiarkan saja Sekardati kabur.
5 Tapi, Arya bimbang dengan keputusan itu ketika pandangannya tertumbuk pada suling kecil dari
bambu yang ada di tangan kanannya. Benda ini yang
akan diberikannya pada Sekardati, tapi gadis berpakaian hijau itu rupanya lupa untuk menerimanya.
Akhirnya, setelah mempertimbangkannya sebentar, Arya memutuskan ingin menyusul Sekardati
untuk memberikan suling itu. Dia ingin tidak ada lagi beban yang menghambat
perjalanannya. Setelah dis-ampaikannya amanat dari Sekar Arum, tinggal satu
tugas yang harus diselesaikan, membunuh Kencana
Wungu! Oleh karena itu, Arya melesat mengejar ke
arah perginya Sekardati.
Arya berhasil menyusul Sekardati hanya dengan perkiraan saja. Diakui kalau kemungkinan kecil
sekali untuk dapat menemukan gadis itu. Hutan ini
sangat luas dan dipenuhi pohon besar kecil serta kerimbunan semak-semak. Tidaklah mudah untuk menemukan orang di situ. Mungkin lebih mudah menemukan jarum di dalam tumpukan jerami! Tapi, toh
Arya terus melakukannya. Pemuda berambut putih
keperakan ini mempunyai patokan. Sekardati pasti
akan kembali ke tempat tinggal ayahnya. Dia pasti
menuju ke pekuburan keluarga.
Hampir Arya tertawa gembira ketika mendengar
isak tangis lapat-lapat dari kejauhan. Hal ini menjadi pertanda kalau dia
menempuh arah yang benar. Bergegas ayunan kakinya dipercepat. Dan ketika suara
tangis itu semakin terdengar jelas, Arya bertindak hati-hati. Bahkan dia
melompat ke atas pohon, hinggap di
salah satu cabang dan mengintai dari sana.
"Ayah...! Arum...! Mengapa kalian begitu tega
pergi lebih dulu...! Mengapa kalian tidak mau menungguku...!"
Dewa Arak 66 Pembunuh Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampak oleh Arya, Sekardati duduk bersimpuh
di tanah sambil menangis. Suara tangisannya cukup
keras terdengar karena suasana di hutan itu memang
sunyi. Kedua tangannya yang mungil dipukulkan ke
tanah berkali-kali.
Seketika Arya merasa dadanya sesak karena
terharu. Ada hawa yang membuat tenggorokannya terasa gatal, bahkan sepasang matanya pun berkacakaca. Ratap Sekardati memang terdengar sangat memilukan hati, menyuarakan kesedihan yang telah ditahan-tahan. Tanpa sadar, Arya mengerjap-ngerjapkan sepasang matanya yang tiba-tiba dirasakan gatal.
Kalau tidak mengingat akan kekerasan hati Sekardati yang tidak ingin kelemahan hatinya diketahui
orang, ingin rasanya Arya turun dan menghibur semampunya. Sementara Sekardati yang tidak tahu akan
adanya pengintai gelap itu, terus saja mengeluarkan
tangis yang sejak tadi ditahan-tahan. Dia tidak tahu
kalau di atas pohon, seorang pendekar muda yang julukannya menggemparkan dunia persilatan, telah kenyang melihat penderitaan, hampir tak tahan menahan rasa harunya. Padahal, pendekar muda ini belum
pernah menjatuhkan air matanya.
Arya yang tengah dilibat perasaan haru itu
mendadak kaget ketika melihat dua sosok tengah melesat di kejauhan. Tempat yang tinggi memungkinkan
dirinya dapat melihat suasana di sekitar lebih dulu.
Hatinya terkejut karena sosok itu ternyata orang yang telah membantu Kencana
Wungu mencelakainya secara curang!
Tapi keberadaan sosok ini tidak terlalu dikhawatirkannya. Yang membuat Arya merasa tegang justru ketika melihat sosok yang satu lagi. Sosok itu tak lain kakek kurus kering
yang memiliki kepandaian il-mu mengiriskan. Bahkan mungkin di atas kakek kecil
yang telah menjatuhkannya secara mudah itu!
Dewa Arak semakin merasa khawatir dan waswas ketika melihat arah yang ditempuh kedua sosok
itu bakal melalui tempat Sekardati berada. Mereka
pasti akan menjumpai Sekardati. Arya tahu, apabila
hal itu terjadi, penjahat yang kemarin membantu Kencana Wungu mencelakainya, pasti akan mencelakai
Sekardati! Mungkin tak akan membiarkan Sekardati
begitu saja. Arya bimbang. Di satu pihak dia ingin memberitahu pada Sekardati akan adanya bahaya mengancam,
tapi di lain pihak, merasa khawatir gadis itu akan marah karena malu, kelemahan hatinya diketahui. Arya
bingung bercampur khawatir.
Namun ketika kakek bertubuh kurus kering
dan penjahat kawan tak terduga Kencana Wungu, semakin dekat, Arya mengambil keputusan nekat.
"Sekardati, cepat menyingkir dari situ. Ada dua
tokoh sakti luar biasa yang tengah menuju kemari dan
akan melewati tempatmu. Cepat, menyingkirlah sebelum terlambat!" beritahu Arya dengan penggunaan il-mu mengirim suara dari jauh.
Tepat seperti yang diperhitungkan Arya, Sekardati terkejut bukan main. Tangisnya langsung berhenti. Bahkan bekas-bekas air mata dibersihkan. Bibirnya yang mungil indah
membisikkan satu nama. Terlihat
jelas oleh Arya kalau gadis itu membisikkan namanya.
Namun sayangnya, Sekardati tidak langsung
melaksanakan perintah pemuda berambut putih keperakan. Bahkan dia mendongakkan kepala dan memandang ke sekitarnya.
"Arya, di mana pun kau berada sekarang, kau
pasti mendengar ucapanku ini. Aku tidak suka dikuntit, dan kau telah melakukannya, maka apabila kita
bertemu aku akan membuat perhitungan denganmu!
Kau dengar, Arya"!"
Suara Sekardati terdengar keras dan bergema
ke seluruh penjuru hutan itu karena gadis berpakaian
hijau itu mengerahkan tenaga dalam pada seruannya.
Karuan saja tindakan tak tersangka-sangka itu membuat Arya kaget. Dan sebelum dia sempat memberikan
peringatan lagi, kakek kurus kering dan kawan tak terduga Kencana Wungu telah
keburu tiba di tempat itu.
Mereka langsung melihat keberadaan Sekardati.
Tepat seperti yang diduga Arya, dua sosok itu
menghentikan langkah.
"Aha...! Sungguh tak kusangka akan bertemu di
sini denganmu, Anak Manis. Kau harus bertanggung
jawab atas lepasnya Dewa Arak dari tanganku!"
Setelah berkata demikian, kawan tak terduga
Kencana Wungu itu melompat menerjang dan mengirimkan serangan dengan cengkeraman ke arah dada
Sekardati. Karuan saja gadis berpakaian hijau itu
mendelik, dan buru-buru menggeser tubuh ke samping
untuk mengelakkan serangan kurang ajar itu. Dari sana dikirimkan serangan berupa tendangan ke arah
pinggang. Tapi, secara mudah kawan tak terduga Kencana Wungu itu menangkisnya dengan kaki pula.
Dukkk! Kedua kaki yang sama-sama mengandung tenaga dalam bertemu di udara. Tubuh kedua belah pihak sama-sama terhuyung ke belakang. Hanya saja,
Sekardati terhuyung selangkah lebih jauh.
Sekardati merasa geram bukan main melihat
keunggulan lawan dalam hal tenaga itu. Maka, sambil
mengeluarkan pekikan melengking nyaring, dia melompat dan mengirimkan sebuah tendangan terbang ke
arah kepala. Terdengar pekikan tertahan karena kaget. Tapi
bukan keluar dari mulut Sekardati atau kawan tak terduga Kencana Wungu, melainkan dari mulut kakek
kurus kering. Dan sekali kakinya bergerak melangkah,
tubuhnya telah berada di antara Sekardati dan kawan
tak terduga Kencana Wungu. Kakek ini bergerak mengibas. Seketika tubuh Sekardati terpental kembali ke
belakang. Hanya dengan sebuah salto ke belakang beberapa kali gadis itu berhasil mematahkan kekuatan
yang membuat tubuhnya terlempar dan hinggap di tanah secara tidak tetap.
"Tahan!" seru kakek kurus kering dengan suara
serak. Jari telunjuknya yang kurus kering dan tidak
berdaging, ditudingkan ke arah Sekardati. "Apa hu-bunganmu dengan si Rongga
Pendek"!"
"Mau apa kau tanya-tanya guruku, Manusia
Tulang...?" ejek Sekardati dengan berani. Meskipun dia tahu kalau sekali
gebrakan saja kakek kurus kering itu tak akan mungkin dapat dilawannya.
Tapi, kakek kurus kering sama sekali tidak marah. Dia malah mengalihkan perhatian pada kawan tak
terduga Kencana Wungu yang terpaksa berdiam diri
dan memperhatikan percakapan itu.
"Biarkan dia pergi, Sangkuni! Dia murid Rongga," ujar kakek kurus kering itu, datar.
"Memangnya kenapa kalau dia adalah murid
Rongga pendek itu, Guru"!" tanya kawan tak terduga Kencana Wungu yang ternyata
murid kakek kurus kering itu. "Apakah Guru takut padanya"!"
"Cuhhh!" Kakek kurus kering itu meludah ke
tanah. "Siapa takut padanya! Kalau sekarang si Pendek Jelek itu berada di sini
pun akan kutekan tubuhnya biar tambah pendek!"
"Kalau begitu, mengapa Guru menyuruhku
membiarkan gadis binal murid Rongga pendek itu pergi"! Kalau si Pendek itu mendengar hal ini, disangkanya Guru takut padanya!" ujar kawan tak terduga Kencana Wungu yang bernama
Sangkuni. "Hm.... Kau benar," gumam kakek kurus kering sambil mengangguk-anggukkan kepala.
"Lakukanlah apa yang kau mau! Tunjukkan pada Rongga pendek
kalau aku tidak takut padanya!"
Sangkuni tersenyum simpul. Kemudian, dialing
perhatiannya pada Sekardati yang sejak tadi mendengarkan percakapan itu dengan hati bergolak penuh
kemarahan. Dan saking tak kuatnya menahan amarah
begitu murid kakek kurus kering itu mengalihkan perhatian, langsung saja diserangnya. Sangkuni menyambutnya dengan hangat, dan pertarungan sengit pun
berlangsung. *** Di atas pohon, sudah sejak tadi, Arya hampir
saja turun tangan. Namun diurungkan karena melihat
perkembangan tak terduga, di mana kakek kurus kering hampir membiarkan Sekardati pergi. Dan sekarang
dia hanya bisa menyaksikan jalannya pertarungan
dengan hati berdebar tegang. Pemuda berambut putih
keperakan itu bermaksud menolong Sekardati apabila
keadaan memungkinkan, dan kabur. Karena tak
mungkin dirinya dan Sekardati mampu menghadapi
Barureksa dan Sangkuni itu. Mereka terlalu kuat untuk dilawan. Arya tahu Sangkuni yang pernah membantu
Kencana Wungu, memiliki kepandaian tinggi. Bahkan
tidak kalah dengan nenek berhidung melengkung itu
sendiri kalau saja tidak kalah pengalaman. Kepandaiannya boleh dibilang setingkat dengan Kencana
Wungu. Karena Sangkuni itulah orang yang bermaksud membunuh Kencana Wungu sendiri, tapi gagal
dan hampir tewas kalau tidak ditolong Arya. Sama sekali tidak di sangka oleh Dewa Arak kalau balasan
yang diterima adalah bergabungnya orang yang pernah
ditolong dengan Kencana Wungu. Mereka bersama
mengeroyoknya. Dan kawan tak terduga Kencana
Wungu itu tak lain adalah pemuda berpakaian biru,
yang ternyata bernama Sangkuni.
Jalannya pertarungan semakin menarik karena
kedua belah pihak telah mengeluarkan senjata masing-masing. Sekardati yang memulainya begitu menyadari kalau lawan lebih unggul darinya dalam ilmu tangan kosong. Sangkuni memiliki tenaga dalam lebih
kuat, sehingga begitu terjadi benturan, Sekardati sela-lu tampak kewalahan.
Celakanya lagi, Sangkuni mempergunakan kelebihannya dengan baik untuk menekan
pertahanan lawan.
Namun sekarang pertempuran kembali berjalan
seimbang setelah masing-masing pihak menggunakan
senjata. Sekardati menggunakan sabuk berwarna hijau
sedangkan Sangkuni mengeluarkan golok merahnya
yang beracun. Bagaimanapun Sekardati harus mengakui
keunggulan Sangkuni. Begitu pertarungan menginjak
jurus ketiga puluh, perlahan-lahan pemuda berpakaian biru itu berhasil mendesaknya. Sekardati kembali terhimpit.
Yang lebih membuat Sekardati terdesak adalah
kelicikan Sangkuni. Sepanjang pertarungan pemuda
berpakaian biru itu selalu memecah perhatian lawan
dengan ucapan-ucapan kotornya.
"Kau harus mendapatkan imbalan atas kelancanganmu membebaskan Dewa Arak, Kuda Betina
Liar. Kau akan kuperkosa! Kau akan kutelanjangi...!
Akan kubiarkan semut-semut merah yang besar
menggigiti tubuhmu yang telah telanjang setelah puas
kuperkosa. Ha ha ha...! Nikmat bukan"!"
Sekardati memekik kaget ketika tanpa terduga
kaki Sangkuni telah menyapunya, sehingga dia terjengkang ke belakang. Namun gadis berpakaian hijau
itu memang cerdik. Begitu terjengkang, langsung saja diteruskan dengan
membanting tubuhnya ke tanah,
lalu bergulingan menjauh. Tindakan yang diambilnya
tepat, karena Sangkuni langsung memburunya dan
menghujaninya dengan serangan gencar.
Melihat keadaan gawat Sekardati, Dewa Arak
tak bisa tinggal diam lagi. Tangannya segera menjumpul daun yang ada di dekatnya, tidak tanggungtanggung langsung segenggam. Tapi....
"Pengecut Hina...! Keluar kau...!" Kakek kurus kering memutar-mutarkan tangan
kanannya yang diju-lurkan ke depan. Dan serangkum angin pukulan keras
yang berputar meluruk ke tempat Dewa Arak berada.
Pemuda berambut putih keperakan itu kaget namun
tetap tidak kehilangan akal. Buru-buru dia melompat
turun seraya melemparkan daun-daun yang digenggamnya ke arah Sangkuni.
Brakkk! Pohon tempat Dewa Arak tadi berdiam, langsung hancur berantakan. Dedaunan dan rantingranting yang berpatahan berjatuhan ke tanah. Namun
Dewa Arak telah lebih dulu melesat sebelum serangan
itu menghantamnya. Sehingga terlepaslah dirinya dari
reruntuhan pohon. Sebaliknya dedaunan yang dilepaskannya meluruk cepat ke arah Sangkuni laksana
pisau terbang! Melihat serangan itu pemuda berpakaian biru buru-buru melemparkan tubuh ke samping
untuk menyelamatkan diri dari puluhan dedaunan
yang tak kalah berbahaya dengan serangan senjata tajam lainnya. Cap, cap, cappp!
Puluhan daun itu menancap di tanah tempat
Sangkuni tadi berada. Pada saat yang bersamaan, Dewa Arak mendarat dengan ringannya.
"Cepat lari, Sekardati! Cepat selamatkan dirimu!" Setelah berkata demikian, Dewa Arak segera melompat menerjang Sangkuni yang
baru saja berdiri tegak di tanah. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak langsung mengeluarkan ilmu 'Sepasang Tangan Penakluk Naga' yang menjadi andalan ayahnya.
(Untuk jelasnya silakan baca serial Dewa Arak dalam
episode "Pedang Bintang").
Sangkuni kelabakan begitu mendapat serangan
bertubi-tubi dan dahsyat itu. Memang, ilmu 'Sepasang
Dewa Arak 66 Pembunuh Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangan Penakluk Naga' memiliki kekuatan dahsyat dalam hal penyerangan.
Plak, plak, plak!
Tubuh keduanya sama-sama terhuyunghuyung ke belakang ketika Sangkuni menangkis serangan gencar yang dilancarkan Dewa Arak.
Dewa Arak rupanya sudah memperhitungkan
hal itu. Bahkan sudah merencanakannya meskipun
dalam waktu yang demikian sempit. Tatkala tubuhnya
terhuyung ke belakang dia segera menambahkan tenaga dorong itu untuk melesat. Sehingga tubuh pemuda
berambut putih keperakan itu melesat ke arah kakek
kurus kering yang bermaksud mencegat Sekardati melarikan diri. Kakek kurus kering mengeluarkan keluhan tertahan ketika Dewa Arak membarengi tubuhnya yang
melesat ke arahnya dengan serangan-serangan mematikan. Kedua tangan Arya meluncur ke ulu hati dan
tenggorokan, dua bagian terlemah di tubuh manusia.
Namun kakek kurus kering itu tak mempedulikan serangan Dewa Arak. Tidak menangkis maupun mengelak. Sedangkan Sekardati mempergunakan kesempatan itu untuk melanjutkan larinya. Kekerasan hatinya
lumer ketika teringat akan ancaman yang mengerikan
dari Sangkuni. Dirinya menyadari tidak akan menang
melawan Sangkuni. Apalagi di belakang pemuda berpakaian biru itu masih ada gurunya yang sangat mengiriskan. Sekardati semakin gentar kecut hatinya ketika teringat akan cerita Rongga, gurunya, mengenai kakek kurus kering ini. Semula dia tidak tahu, tapi percakapan Sangkuni dan kakek
yang hanya memakai celana pendek itu, membuatnya teringat.
Kakek kurus kering sebenarnya boleh dibilang
saudara seperguruan dengan guru Sekardati. Keduanya termasuk dari sekian banyak orang-orang buangan yang telah melanggar aturan perguruan, kemudian
dihukum atau lebih tepat lagi menghukum diri sendiri
selama lima puluh tahun lebih di sebuah pulau kosong. Dan kini setelah lima puluh tahun, mereka keluar. Apalagi karena adanya sesuatu yang tengah mereka cari-cari.
Di pulau kosong itu, dua kakek yang sebelumnya sudah memiliki ilmu dan kedigdayaan, saling berlatih keras. Keduanya mampu menciptakan ilmu sendiri melalui caranya masing-masing. Cara-cara aneh
yang tidak lumrah manusia. Terlebih-lebih lagi si Kakek Kurus Kering. Dirinya
melakukan semadi dengan
cara tidur bersama mayat di kuburan-kuburan. Perbuatan aneh itu membuatnya memiliki ilmu-ilmu aneh,
di antaranya ilmu kebal yang tidak lumrah dimiliki
manusia biasa. Sekardati telah mendapat cerita itu dari Rongga. Rongga mengatakan kalau bertemu dengan kakek
kurus kering lebih baik menjauhkan diri. Sebab, dia
memiliki watak tidak bisa ditebak. Kalau timbul keinginan membunuhnya, tanpa sungkan-sungkan akan
membunuh orang. Itulah sebabnya, Sekardati langsung lari begitu tahu kalau kakek kurus kering ini
adalah orang yang diceritakan gurunya.
*** Tuk, tukkk! Arya tercekat kaget ketika kedua tangannya
yang mengenai ulu hati dan tenggorokan lawan, membalik seperti menghantam benda keras yang kenyal.
Dua tempat kematian itu pun tidak sanggup ditembusnya. Hal ini menyadarkan Arya bahwa penglihatannya sewaktu menyaksikan pertarungan kakek kurus kering yang dikeroyok Kencana Wungu dan kakek
berkepala botak, ternyata tidak keliru. Kakek yang diketahuinya bernama
Barureksa memang memiliki ilmu
kebal yang luar biasa.
Sebelum hilang kekagetan Dewa Arak, kakek
kurus kering itu mengibaskan kedua tangannya. Angin
yang amat kuat keluar dari kedua tangan itu dan
membuat tubuh Dewa Arak terpental ke belakang seperti daun kering dihembus angin. Meski dengan agak
terhuyung-huyung pemuda berambut putih keperakan
itu berhasil mendaratkan kaki di tanah.
Dan belum lagi sempat Arya memperbaiki kedudukan, mendadak Sangkuni telah meluruk ke arahnya dengan golok di tangan. Mau tidak mau Arya harus meladeninya.
Di lain pihak, begitu berhasil membuat tubuh
Arya terlempar, kakek kurus kering menjulurkan kedua tangannya ke depan. Seketika itu pula Sekardati
yang tengah berlari, tertahan! Betapapun gadis itu
mengerahkan segenap tenaganya, dan bahkan mengayunkan kaki, dia hanya dapat berlari di tempat.
Namun Sekardati benar-benar gadis yang keras
hati. Meskipun tahu tindakannya tertahan, tetap saja
diteruskan. Dia tahu Barureksa pasti mengerahkan
banyak tenaga dalam untuk menahan larinya. Dia
akan mengajak kakek itu untuk menentukan siapa
yang lebih kuat bertahan.
Kakek kurus kering itu bukan orang bodoh. Dia
tahu, biar bagaimanapun Sekardati berada di pihak
yang lebih menguntungkan. Keberhasilannya menahan
lari gadis itu pun karena harus mengerahkan seluruh
tenaga dalam. Dan itu tidak bisa dilakukannya terusmenerus. Sekardati telah memiliki tenaga dalam cukup
tinggi, tambahan lagi jarak antara mereka cukup jauh.
Ini memegang peranan. Kalau kemauan Sekardati diikuti, dia bisa terluka dalam. Oleh karena itu kakek
kurus kering berlaku cerdik.
"Grrrhhh...!"
Sebuah gerengan keras yang penuh pengerahan
tenaga dalam, dikeluarkannya. Dan akibatnya memang
luar biasa. Tidak hanya Sekardati yang menerima pengaruhnya, Sangkuni dan bahkan Dewa Arak pun mengalaminya. Kaki-kaki mereka menggigil karena mendadak terasa lemas. Bahkan dada mereka pun tergetar
hebat. Untung saja ketiga orang itu telah memiliki tenaga dalam kuat, sehingga
getaran yang berasal dari
gerengan kakek kurus kering itu tidak menghancurkan
isi dada mereka.
Di antara ketiga orang itu, Dewa Arak yang paling ringan terkena pengaruhnya. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya untuk melesat ke arah
Sangkuni dengan sebuah tamparan ke arah pelipis.
Sehingga membuat pemuda berpakaian biru itu terpental dan terhuyung ketika terpaksa menangkis.
Dewa Arak tidak mempedulikan Sangkuni lagi.
Dia melesat ke arah Barureksa dan mengirimkan tendangan bertubi-tubi. Pada saat yang bersamaan, kakek
kurus kering itu mengibaskan tangan kiri. Sehingga
tubuh Sekardati yang karena pengaruh gerengan tadi
tak bisa mengerahkan tenaga dalam, langsung terbawa
tarikan Barureksa dan terlempar ke arah Sangkuni.
Kemudian dengan cepat sekali tangan Barureksa berkelebat. Secepat itu pula kedua kaki Dewa Arak
telah berhasil dicekalnya. Sekali kakek kurus kering
ini bergerak membanting, tubuh Dewa Arak jatuh berdebuk keras di tanah. Untung, pemuda berambut putih keperakan itu sempat mengerahkan tenaga hingga
tubuhnya tidak luluh lantak.
Barureksa tidak memberikan kesempatan pada
Dewa Arak untuk menolong Sekardati lagi. Dia terus
menyerbu dengan ganas. Dewa Arak terpaksa harus
mengerahkan seluruh kemampuan dan memusatkan
perhatian untuk menghadapi kakek kurus kering ini.
Disadari benar kalau serangan-serangan lawan sangat
membahayakan keselamatannya.
Gluk... Gluk... Gluk...!
Arya langsung menenggak araknya hingga menimbulkan bunyi tegukan ketika arak itu melewati
tenggorokan dalam perjalanan menuju perut. Sesaat
kemudian, pemuda itu telah siap dengan ilmu
'Belalang Sakti'nya.
Di lain pihak, Sekardati telah lemah akibat
pengaruh gerengan yang memang ditujukan padanya.
Tambahan lagi, pengaruh teriakan dan juga kibasan
tangan Barureksa sehingga membuat tubuhnya terlempar, mengakibatkan pusing tak karuan. Tanpa menemui kesulitan Sangkuni yang berada di dekatnya segera dapat melumpuhkan Sekardati. Pemuda itu segera menotok tubuh Sekardati hingga roboh dan terkulai
lemas. "Ha ha ha...!"
Sambil memanggul tubuh Sekardati di bahu
kanan, Sangkuni tertawa terbahak-bahak.
"Akan kau lihat dan rasakan sendiri ancaman
yang tadi kukatakan padamu, Gadis Liar!"
Brettt! Sekardati tidak kuasa untuk menahan jeritan
ketika tangan Sangkuni merenggut bajunya di bagian
dada hingga robek lebar. Dan dua bukit kembar pun
mencuat keluar! Indah, mulus, dan menggiurkan! Dengan kasar, Sangkuni langsung meremas-remasnya.
"Keparat! Lepaskan aku! Mari, kita bertarung
sampai mati...!" seru Sekardati yang masih lemah karena pengaruh totokan.
Sangkuni tidak mempedulikannya sama sekali.
Sambil terus meremas-remas payudara Sekardati dengan kasar dia melesat meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan, di samping meremas-remas dan
menjarah sekujur tubuh Sekardati, dikoyaknya pakaian gadis itu sepotong demi sepotong.
Meskipun tidak melihat kejadian itu, Dewa
Arak dapat mendengarnya. Hal itu membuatnya merasa cemas bukan main. Dia tahu, Sangkuni pasti akan
melaksanakan ancamannya. Pemuda itu sudah seperti
orang yang mempunyai kelainan jiwa. Alias gila!
Dewa Arak hanya bisa menggigit bibir menahan
perasaan geram dan kasihan. Geram pada Sangkuni
dan tak sampai hati terhadap Sekardati. Dia bisa merasakan betapa takutnya hati gadis itu menerima
pembuktian ancaman Sangkuni. Suara-suara lemah
yang keluar dari mulut Sekardati terdengar. Dari ucapan bernada tantangan sampai mohon dibunuh saja
daripada dihina seperti itu, telah menjelaskan segalanya pada Dewa Arak yang berada jauh dari gadis itu.
Hati Dewa Arak diiris-iris mendengar semua keluhan Sekardati yang semakin kecil dan pelan tertangkap telinganya karena jarak yang semakin jauh. Dan
kemarahan serta kegeraman terhadap Sangkuni itu dilampiaskan pada kakek kurus kering. Dewa Arak mengerahkan ilmu 'Belalang Sakti' sampai ke puncaknya.
6 Ilmu 'Belalang Sakti' memang merupakan ilmu
mukjizat. Baik bagi pertahanan maupun penyerangan,
sama-sama luar biasa. Dan ini bukan hal aneh karena
guru Dewa Arak, Ki Gering Langit yang memiliki kepandaian tak masuk akal manusia, mengambilnya
sendiri dari alam gaib secara lengkap. Tidak seperti
layaknya ilmu ciptaan manusia pada umumnya.
Namun, betapapun hebatnya ilmu itu, karena
baik dalam hal tenaga maupun ilmu meringankan tubuh Arya berada di bawah Barureksa, keampuhan ilmu itu seakan jadi tertutupi. Memang, sampai sekian
jauh, kakek kurus kering itu belum mampu memasukkan satu pun serangan pada Dewa Arak. Namun
setiap kali serangan Dewa Arak tertangkis, selalu mengakibatkan tubuh pemuda itu
yang terjengkang ke belakang dan terguling-guling.
Terkadang, serangan Dewa Arak mengenai sasaran, baik karena lawan tidak mampu mengelakkan,
atau memang sengaja, tapi tidak menimbulkan akibat
apa pun. Hal itu bukan hanya membuat Dewa Arak
kebingungan dalam menghadapinya, tapi juga mengakibatkan kedudukannya kian terdesak hebat. Lawan
kali ini diakuinya benar-benar tangguh. Memiliki ilmu kebal dan kekuatan yang
luar biasa. Dewa Arak yang tengah dilanda perasaan kalap
karena mengingat nasib Sekardati, mengambil keputusan untuk memanggil belalang raksasa di alam gaib
guna mengalahkan lawan yang luar biasa itu. Dia yakin dengan keberadaan binatang gaib itu di dalam tubuhnya, lawan akan dapat dikalahkan dan bahkan dibinasakan. Plakkk! Untuk kesekian kalinya terjadi benturan antara
Dewa Arak dan kakek kurus kering yang mengakibatkan tubuh pemuda berambut putih keperakan itu
terpental jauh dan terguling. Tangannya dirasakan sakit-sakit dan dadanya sesak untuk menarik napas.
Kakek kurus kering tertawa terkekeh. Kemudian dengan kecepatan yang membuat Arya tercekat
dia menubruk! Arya kaget, tapi dia sudah mantap
mengambil keputusan untuk memanggil belalang raksasa. Namun sebelum kedua tangan Barureksa berhasil mengenai sasaran, dari belakang Arya, meluncur
sesosok bayangan yang langsung memapaki serangan
kakek kurus kering itu.
Glarrr! Benturan keras langsung terdengar. Sekitar
tempat itu langsung tergetar hebat. Bahkan getarannya terasa oleh Arya yang masih tergolek di tanah.
Baik tubuh kakek kurus kering maupun sosok yang
menolong Arya sama-sama terjengkang ke belakang.
"Rongga...!" Kakek kurus kering menggeram
marah. "Mengapa kau menghalangi tindakanku"! Apa kau mengajakku bertarung"!"
"He he he...!" Sosok penolong Arya yang ternyata kakek kecil tertawa terkekeh
Dewa Arak 66 Pembunuh Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sambil mempermainkan ludahnya. "Siapa menantang siapa, Barureksa"!
Aku melihat adanya sobekan-sobekan pakaian muridku di sini. Katakan, apa yang terjadi dengannya"! Dan di mana muridku itu,
Barureksa"! Aku tahu kau ber-samanya belum lama ini. Katakan! Ingat, apabila
terja- di sesuatu atas Sekardati jangan salahkan aku kalau
mukamu itu kukencingi!"
"Keparat!" Barureksa yang selalu berwajah muram, menggeram. "Rupanya kau sudah
ingin mampus Rongga!" Sebelum kakek kecil yang berwatak kekanakkanakan itu menjawab, Dewa Arak lebih dulu menyelak "Sekardati ditawan oleh muridnya, Kek. Dia
akan mengalami penghinaan. Dan..."
"Aku sudah tahu, Anak Muda," potong kakek
kecil dengan muka muram. "Itu memang sudah merupakan garis nasibnya. Tapi, kaulah yang akan mengakhiri petualangan keji Sangkuni. Dia akan tewas di tanganmu. Tapi hatihatilah, kau akan terlibat salah
paham dengan kakak seperguruan Sekardati. Dia pun
akan menjadi korban kebiadaban Sangkuni kalau kau
tidak bertindak cerdik. Pergilah, temui Sekardati. Kalau nasibnya baik kau
mungkin berhasil menyelamatkannya, dari penghinaan itu."
Dewa Arak ingin memberikan tanggapan, tapi
segera menahannya karena kakek kurus kering yang
tampak sangat murka itu telah melancarkan serangan
terhadap Rongga. Dan pemuda berambut putih keperakan ini terbelalak ketika melihat serangan Barureksa. Tubuh kakek kurus itu lurus dan menegang kaku
laksana sebatang tombak, meluncur dengan kepala lebih dulu ke arah Rongga.
Rongga tertawa terkekeh. Kemudian sekali kakinya digerakkan tubuh kecil itu telah menggelinding
laksana bola ke samping kanan, dan serangan Barureksa mengenai tempat kosong. Namun, dengan kecepatan tak kalah dengan semula, tubuh kakek kurus
kering itu membalik dan meluncur seperti semula. Pertarungan sengit dan unik yang membuat Dewa Arak
mengernyitkan alis karena heran dan tertarik pun terjadi. Kalau saja tidak mengingat akan nasib Sekardati, Dewa Arak ingin menyaksikan jalannya pertarungan antara dua tokoh yang memiliki kepandaian hebat
itu. Namun, kali ini tidak ada pilihan lain baginya. Ma-ka, meski dengan
perasaan sayang, dia melesat meninggalkan tempat itu untuk menyelamatkan Sekardati. Tidak sulit bagi Dewa Arak untuk mengikuti jejak
Sangkuni yang membawa kabur Sekardati. Sobekansobekan pakaian gadis berpakaian hijau itu menuntunnya untuk menemukan jalan yang harus ditempuh.
Dan sobekan kain berwarna hijau itu terakhir berada
di dekat sebuah semak-semak yang rimbun.
Dengan hati berdebar-debar dan sikap waspada, Dewa Arak menyibak kerimbunan semak-semak
itu. Seketika sepasang matanya langsung membelalak
kaget. Sesaat kemudian buru-buru dipalingkan, kemudian dengan cepat dibuka pakaiannya sendiri. Namun,
ketika hendak melakukan tindakan lanjutan dirinya
tampak kebingungan.
"Maafkan aku, Sekardati," hanya itu yang dapat diucapkan Dewa Arak dengan suara
penuh penyesalan
seraya melangkah maju.
Di hadapan pemuda berambut putih keperakan
itu, dalam jarak sekitar satu tombak tergolek sesosok tubuh polos yang montok,
molek, dan menggiurkan.
Hanya sayangnya berada dalam keadaan mengenaskan
hati. Sosok itu memang Sekardati. Tubuhnya telanjang
bulat penuh luka, baik gigitan maupun cakaran di
berbagai bagian, terutama dada dan paha. Arya segera
dapat mengetahui kalau Sekardati telah diperkosa secara keji! "A... Arya...," bisik Sekardati lirih dengan bibir bergetar dan sepasang mata
basah "Sekardati.... Ah... betapa malangnya nasibmu,
Sekardati," ucap Arya masih dengan suara menggigil karena cekaman perasaan haru
dan iba melihat keadaan Sekardati. "Akan kuhancurkan seluruh tubuh si Keparat
Sangkuni!"
Dewa Arak kemudian menghentakkan kedua
tangannya secara bergantian. Sehingga semut-semut
merah besar yang merajalela di atas tubuh Sekardati
berpentalan karena dari kedua tangan pemuda itu keluar angin keras yang membuat mereka beterbangan.
Baru setelah itu, Arya menyelimuti tubuh Sekardati
dengan pakaiannya.
"Terima kasih, Arya," ujar Sekardati lemah.
"Kau baik sekali. Tak salah Sekar Arum mencintaimu.
Dia banyak bercerita dan memuji-muji dirimu."
"Dari mana kau mendapat berita itu, Sekardati," tanya Arya sambil membopong tubuh Sekardati untuk dibawa menghadap Rongga.
Arya tahu keadaan
gadis itu sangat parah, bahkan mungkin sekali tak
akan tertolong.
Di hadapan Dewa Arak, dalam jarak sekitar satu tombak, tergolek sosok tubuh Sekardati dalam keadaan mengenaskan. Tubuhnya
telanjang bulat penuh
luka, baik gigitan maupun cakaran di berbagai bagian, terutama dada dan paha.
Semut-semut merah besar
pun merajalela di atas tubuhnya. Melihat ini, Arya segera tahu kalau Sekardati
telah diperkosa secara keji!
"Kami berhubungan dan saling mengirimkan
surat dengan mempergunakan burung merpati. Setiap
kali hendak mengirimkan surat Sekar Arum selalu
meniup suling bambunya untuk memanggil merpatinya. Bukankah suling itu yang akan kau berikan padaku. Suling itu banyak diminati orang, maksudku,
saudara-saudara seperguruan Sekar Arum. Itulah sebabnya, Sekar Arum memintamu memberikannya pada
mereka." "Sudahlah, Sekardati. Lebih baik kau istirahat
dulu. Jangan bicara. Akan kucincang Sangkuni!" ucap Arya memberi nasihat pada
gadis berpakaian hijau itu
yang keadaannya memang amat payah, bahkan berbicara pun tampak kesulitan.
"Tidak, Arya. Aku malah ingin banyak bicara
sebelum meninggalkan dunia ini. Aku mengerti mengapa Sekar Arum berani berkorban nyawa untukmu.
Kau memang pemuda yang hebat. Arya..., aku cinta
padamu." Dewa Arak tersentak kaget. Hampir saja tubuh
Sekardati terjatuh dari bopongannya kalau dia tidak
segera menguatkan perasaan.
"Aku tidak main-main, Arya. Tapi..., apa artinya seorang wanita yang sudah
ternoda sepertiku. Aku tidak berharga lagi, Arya. Aku terlalu hina untuk mendapatkan cintamu."
"Jangan berkata begitu, Sekardati," ucap Arya sambil terus mengayunkan kaki.
"Bagiku kau tetap Sekardati yang kukenal sebelumnya. Sekardati yang
lincah dan suci. Aku justru merasa berharga sekali
mendapatkan cinta dari seorang wanita secantik dan
sehebat dirimu. Aku... aku merasa bangga."
"Benarkah itu, Arya?" tanya Sekardati dengan sepasang mata berbinar-binar penuh
perasaan gembira dan tidak percaya.
"Aku tidak pernah berbohong, Sekardati," ucap Arya, mantap.
Kemudian dengan lembut dan penuh kasih dikecupnya kening Sekardati. Gadis berpakaian hijau itu pun segera melingkarkan
kedua tangannya ke leher
Dewa Arak Tapi, hanya sebentar saja kedua tangan halus
mulus itu melingkari leher Arya. Sebab, begitu pemuda berambut putih keperakan
itu melangkah dua tindak,
kedua tangan Sekardati terlepas dari leher dan jatuh
terkulai. Seketika Arya menghentikan langkah, karena
tahu apa artinya ini. Dan ketika diperhatikannya Sekardati untuk memastikan, nyawa gadis itu telah pergi meninggalkan raga.
Sekardati meninggal dengan mulut
menyunggingkan senyum.
Arya menggertakkan gigi untuk menguatkan
hati melihat kematian Sekardati yang berada dalam
bopongannya. Dadanya terasa sesak oleh isak yang
tertahan di tenggorokan. Sepasang matanya berkacakaca. Kalau saja tidak malu dan lupa akan pantangan,
pemuda berambut putih keperakan ini sudah menangis melolong-lolong mengingat nasib buruk Sekardati.
"Sangkuni...!" Arya berteriak dengan pengerahan seluruh tenaga dalamnya,
menyalurkan keinginan
untuk menangis dalam teriakan keras. "Aku bersumpah untuk meluluhlantakkan
tubuhmu!" Kemudian dengan hati penuh gelora amarah,
Dewa Arak melesat cepat menuju tempat Rongga. Hatinya merasa khawatir kalau kakek kecil itu tidak
mampu menanggulangi Barureksa yang memiliki ilmu
tinggi dan kekebalan tubuh yang luar biasa.
*** Sementara itu pertarungan Rongga melawan
kakek kurus kering masih terus berlangsung sengit.
Baik, Rongga maupun Barureksa tahu kalau lawan
yang dihadapi merupakan tokoh amat tangguh. Maka
masing-masing pihak segera mengeluarkan seluruh
kemampuannya. Beberapa kali kedua tokoh tua itu
saling melakukan gebrakan. Setiap gebrakan selalu
mengakibatkan tubuh keduanya terhuyung-huyung ke
belakang. Namun segera berdiri berhadapan dalam jarak lima tombak. Kini tampak masing-masing pihak
menggerakkan tangan, melakukan pukulan dan tangkisan tapi tanpa bergeser dari tempatnya.
Kelihatannya aneh dan menggelikan, bahkan
mungkin apabila ada orang yang menyaksikan akan
merasa heran. Namun sebenarnya pertarungan dengan
cara ini tidak kalah berbahayanya dengan saling serang dari jarak dekat dan berbenturan satu sama lain.
Bunyi angin menderu dan berdesing mengiringi setiap
gerakan tangan, baik sewaktu melakukan serangan
maupun tangkisan.
Beberapa saat lamanya kedua belah pihak bertarung seperti ini. Kemudian, seperti telah disepakati sebelumnya, masing-masing
saling lompat menerjang
lawan, dengan kedua tangan terbuka dan terjulur ke
depan. Plakkk! Di udara, kedua pasang tangan itu berbenturan
dan saling melekat. Dengan kedua tangan saling menempel, tubuh kedua tokoh tua itu meluncur turun
dan menjejak tanah. Dan di sini pertarungan yang lebih menegangkan kembali berlangsung. Sekarang,
Rongga dan Barureksa mengadu tenaga dalam secara
langsung. Sebuah pertarungan yang diakui oleh kedua
belah pihak sebagai pertarungan sangat berbahaya.
Kemelut Di Majapahit 6 Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan Pengelana Rimba Persilatan 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama