Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam Bagian 1
LABA-LABA HITAM Oleh T. Hidayat
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting: Puji S.
Gambar sampul oleh Pro's
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
T. Hidayat Serial Pendekar Naga Putih
Dalam episode Laba-Laba Hitam
128 hal; 12 x 18 cm
1 "Desa Kembangan...," sebut seorang lelaki tinggi
kurus, membaca tulisan yang tertera pada sebuah
tiang batu di tepi jalan.
Sejenak lelaki tinggi kurus berusia sekitar tujuh
puluh tahun itu menoleh ke arah sosok di samping
kanannya. Sepasang matanya yang cekung namun
bersinar tajam, menandakan kalau kakek itu bukan
orang sembarangan. Dalam dunia persilatan, ia dikenal sebagai seorang jago
pedang nomor satu di wilayah
Utara. Julukannya, Raja Pedang Angin Puyuh.
Sedangkan lelaki yang berdiri di sebelah kanannya, bertubuh tinggi kekar dan
berwajah brewok. Sikapnya yang nampak gagah menandakan kalau ia jelas
bukan orang sembarangan. Bahkan dalam hal ilmu
pedang dan nama besar pun, tidak kalah oleh kawannya. Raja Pedang Tujuh Bintang.
Itulah julukan yang
dianugerahkan kepadanya. Tak seorang tokoh pun di
wilayah Barat yang tidak mengenalnya, karena dia merupakan jago pedang nomor
satu di daerah itu.
Menilik dari ciri dan julukan kedua orang itu, jelas kalau mereka tak lain
adalah Ki Ageng Semplak
dan Ki Branta Sula (Untuk mengetahui lebih jelas tentang kedua jago pedang ini,
pembaca silakan mengikuti serial Pendekar Naga Putih dalam episode "Sengketa
Jago-jago Pedang").
Ki Ageng Semplak dan Ki Branta Sula kini memang tengah melakukan perjalanan
bersama, setelah
peristiwa adu domba bagi para jago-jago pedang. Untunglah kehadiran Pendekar
Naga Putih waktu itu telah menyelamatkan keempat jago pedang dari pertarungan
adu domba, sehingga nyawa mereka selamat.
Hingga akhirnya, bersatu dan bersepakat hendak
membongkar kelompok orang berpakaian serba hitam
yang membuat mereka hampir saling bunuh di antara
kawan sendiri. Sementara, Pendekar Naga Putih dan
Kenanga bermaksud menyelidiki orang-orang berseragam hitam itu.
Ki Ageng Semplak dan Ki Branta Sula kini tiba di
sebuah desa yang bernama Desa Kembangan. Dan
saat itu, mereka telah tiba di perbatasan desa.
"Bagaimana menurut pendapatmu, Adi Branta"
Apakah kita singgah di desa itu, atau meneruskan perjalanan?" tanya Ki Ageng
Semplak meminta pendapat
sahabatnya. "Hm.... Ada baiknya kita singgah sebentar untuk
melepaskan lelah. Sekalian mencari keterangan di desa
itu. Siapa tahu ada pedagang keliling yang kebetulan
singgah dan saling bertukar pengalaman dengan temannya. Dari orang seperti
merekalah bisa didapatkan
berita-berita mengenai orang-orang berseragam hitam
itu. Siapa tahu salah seorang dari pedagang keliling itu
pernah berjumpa ataupun berurusan dengan mereka.
Bagaimana, Ki Ageng" Setuju?" tanya Ki Branta
Sula menatap tajam meminta persetujuan.
"Ayolah kalau memang menurutmu itu baik...,"
sahut kakek tinggi kurus itu sambil melangkah menelusuri jalan lebar yang
berhubungan dengan Desa
Kembangan. Tanpa banyak cakap lagi, Ki Branta Sula segera
menjajari langkah sahabatnya.
Tidak berapa lama kemudian, kedua orang jago
pedang itu telah tiba di mulut desa. Suasana desa
yang terlihat cukup ramai oleh kesibukan penduduk,
membuat kedua tokoh itu tidak merasa curiga. Mereka
meneruskan langkah memasuki sebuah kedai makan.
Beberapa orang pengunjung yang tengah menikmati
hidangan, sama-sama menolehkan kepala begitu mereka memasuki kedai. Namun orang-orang itu kembali
me-lanjutkan makan, tidak peduli lagi kepada Ki Ageng
Semplak dan Ki Branta Sula yang sudah memilih sebuah meja kosong di sudut kiri
ruangan kedai. Ki Ageng Semplak mengulapkan tangannya memanggil seorang pelayan yang langsung
saja menghampiri. Lalu, kakek tinggi kurus itu menyebutkan
permintaan dan berpesan agar disediakan segera.
"Hm.... Mengapa kita tidak memilih kedai yang
lebih banyak pengunjungnya saja, Adi Branta" Di tempat sesepi ini, mana mungkin
bisa mendapatkan keterangan?" tegur Ki Ageng Semplak menatap tajam wajah
sahabatnya. "He he he.... Kau ini semakin tua semakin tidak
sabar, Ki Ageng. Tunggulah beberapa saat. Aku yakin,
tempat ini akan segera dipenuhi orang yang hendak
mengisi perutnya. Bersabarlah," sahut Ki Branta Sula
sambil tersenyum melihat ketidaksabaran sahabatnya.
"Nah, lebih baik nikmati saja hidangan ini sambil menantikan ramainya
pengunjung."
Saat itu pelayan kedai memang tengah menghampiri meja makan mereka.
Tanpa terburu-buru, kedua jago pedang itu mulai
mencicipi hidangan yang telah tersusun di atas meja.
Ki Ageng Semplak yang tidak sabar, segera menyambar
gelas bambu yang berisi arak. Sekali teguk saja, lenyaplah isi gelas bambu itu
ke dalam perutnya.
Sedangkan Ki Branta Sub tidak ingin mengikuti
perbuatan sahabatnya. Sebelum meneguk arak di dalam gelas bambu, terlebih dahulu
dicicipi hidangan
yang telah tersedia di depannya.
"Fruahhh...!"
Tiba-tiba saja, makanan yang baru dikunyahnya
disemburkan kembali ke lantai. Setelah berbuat demikian, jago pedang wilayah
Barat itu bergegas bangkit
sambil menggebrak meja di depannya.
Brakkk...! "Bangsat! Siapa yang berani main-main dengan
Raja Pedang Tujuh Bintang?" bentak Ki Branta Sula
dengan wajah merah padam.
Kemudian, ia kembali meludah berkali-kali seolah-olah, ingin membuang habis yang
baru saja dimakannya tadi.
Raja Pedang Angin Puyuh tentu saja menjadi terperanjat melihat perbuatan
sahabatnya. Ditatapinya
wajah Ki Branta Sula, lalu beralih ke meja yang telah
hancur berkeping-keping itu. Jelas, kakek tinggi kurus
itu belum mengerti tentang kelakuan sahabatnya. Sehingga, ia hanya dapat menatap
dengan wajah bingung!
"Semua hidangan ini beracun, Ki Ageng.... Apakah kau tidak merasakannya?" tanya
Ki Branta Sula.
Wajah Raja Pedang Tujuh Bintang berubah pucat
ketika teringat Ki Ageng Semplak telah meneguk habis
arak yang dihidangkan untuk mereka itu.
"Ahhh...!"
Terkejut bukan main hati kakek tinggi kurus itu
mendengar keterangan sahabatnya. Kepalanya yang
semula memang agak pening, membuat wajahnya berubah pucat. Rasa pening yang kini
semakin kuat men-cengkeram kepalanya, membuat sadar akan apa
yang telah terjadi terhadap dirinya.
"Celaka! Aku... aku telah keracunan, Adi Branta!
Perutku... mulai terasa mual! Dan... dan tubuhku terasa lemas tak bertenaga,"
erang Raja Pedang Angin
Puyuh. Ki Ageng Semplak memijat-mijat kepalanya yang
bagaikan ditindih batu besar dan berat. Peluh dingin
pun tampak mulai membasahi wajah dan tubuh kakek
itu. Jelas, racun yang terdapat pada minumannya telah mulai bekerja.
"Tenang, Ki Ageng. Kuasai dirimu. Pusatkan pikiranmu, dan atur hawa murni untuk
mendorong keluar
racun yang mengeram dalam tubuh itu. Cepat laksanakan!" perintah Ki Branta Sula.
Rupanya Raja Pedang Tujuh Bintang lebih mengetahui perihal racun ketimbang Raja
Pedang Angin Puyuh. Maka, ia pun mulai memberikan petunjuk kepadanya.
Ki Ageng Semplak yang dikenal berjuluk Raja Pedang Angin Puyuh, sama sekali
memang tidak mengetahui perihal jenis-jenis atau rasa racun. Sehingga, jago
pedang yang sangat ditakuti dan terkenal dalam
rimba persilatan itu tidak berdaya dalam menghadapi
keadaan ini. Berbeda dengan Ki Branta Sula. Meskipun tidak
mengetahui secara mendalam tentang racun, tapi jago
pedang wilayah Barat itu masih lebih berpengalaman
daripada sahabatnya. Maka, ia pun segera memberi
petunjuk cara mengusir hawa beracun yang merasuk
ke dalam tubuh Ki Ageng Semplak.
Sebagai tokoh sakti yang memiliki tenaga dalam
tingkat tinggi, tentu saja Ki Ageng Semplak tidak terlalu sulit mengikuti
petunjuk Ki Branta Sula. Cepat pikirannya dipusatkan dan hawa murninya mulai
dihimpun di bawah pusat. Lalu, disorongnya perlahan-lahan
ke atas tubuhnya.
Sayang perbuatan Ki Ageng Semplak tidak bisa
dilanjutkan. Karena pada saat itu juga, belasan sosok
tubuh berseragam serba hitam telah berlompatan
mengurung mereka. Bahkan para pengunjung kedai
yang semula tengah menikmati hidangan, bangkit berdiri seraya menghunus senjata.
Jelas, kedua orang jago pedang itu telah terjebak dalam perangkap musuh!
"Keparat! Rupanya bangsat-bangsat itu telah
mengetahui dan mengikuti perjalanan kita! Hm.... Kalau begitu, Desa Kembangan
ini telah berada dalam
kekuasaan manusia-manusia keji itu!" dengus Ki Branta Sula.
Maka, Raja Pedang Tujuh Bintang segera menghunus senjatanya. Wajahnya tampak
merah padam dibakar api kemarahan yang terasa bagaikan hendak
meledakkan isi dada.
"Bunuh dua tua bangka itu...!" perintah seorang
lelaki kurus berwajah kuning pucat. Pakaian serba hitam yang dikenakannya tampak
semakin membuat
pucat wajahnya. Sehingga orang tinggi kurus itu tak
ubahnya sesosok mayat berjalan.
Mendengar seruan perintah tadi, Ki Branta Sula
menoleh ke arah lelaki berwajah pucat yang saat itu
juga tengah memandang kepadanya. Sekilas terlihat
sinar berkilat di mata jago pedang wilayah Barat itu.
Sepertinya, lelaki tinggi besar berwajah brewok ini ingin menelan tubuh orang
itu hidup-hidup!
"Keparat! Rupanya kaulah yang menjadi pimpinan gerombolan pengacau itu, Iblis
Mayat Hidup! Tapi,
jangan harap akan dapat membunuh kami di tempat
ini. Sebaliknya, malah kaulah yang akan kukirim ke
neraka bersama begundal-begundalmu!" ancam Raja
Pedang Tujuh Bintang dengan suara bergetar menahan
kegeraman hati.
"Ha ha ha...! Hebat sekali kau, Raja Pedang Tujuh
Bintang! Dalam keadaan tidak berdaya pun, rupanya
masih juga mengeluarkan ancaman! Tapi sayang, kali
ini kau tidak akan dapat menyelamatkan diri dari kematian! Lihatlah kakek tua
renta sahabatmu itu. Dalam waktu kurang dari semalam, ia akan mati dengan
tubuh beku. Dan kau pun mungkin akan lebih cepat
menemukan jalan kematian. Kau tahu, aku sudah tidak sabar ingin segera menebas
batang lehermu untuk
ku pajang di pintu kedai ini! Ha ha ha...!"
Lelaki berwajah pucat seperti mayat yang ternyata berjuluk Iblis Mayat Hidup,
sama sekali tidak merasa gentar terhadap ancaman Ki Branta Sula. Jelas, ia
telah merasa yakin akan dapat menundukkan jago pedang wilayah Barat itu. Hal itu
memang tidak berlebihan. Memang, di segala penjuru kedai itu telah dipenuhi
puluhan orang berseragam serba hitam. Melihat
banyaknya pihak lawan, jelas tidak mungkin bagi kedua orang jago pedang itu
dapat menyelamatkan diri.
Apalagi, saat itu Ki Ageng Semplak sama sekali hampir
tidak berdaya. Pemusatan pikiran yang tengah dilakukan Raja
Pedang Angin Puyuh tentu saja menjadi terganggu oleh
kehadiran orang-orang berseragam hitam itu. Sehingga, pengerahan hawa murni yang
dilakukannya terputus di tengah jalan Wajah kakek tua itu pun kembali
berubah pucat, dan sepasang matanya mulai redup.
Sepertinya pengerahan hawa murni yang semula dimaksudkan untuk mengusir hawa
beracun di dalam
tubuhnya, justru telah membuat racun itu semakin
cepat menyebar. Hal ini karena pengerahan tenaga
yang dilakukannya terhenti secara tiba-tiba. Tidak heran kalau keadaannya
semakin bertambah lemas!
"Bertahanlah sekuat mu, Ki Ageng. Biar ku coba
membuka jalan agar kita bisa terbebas dari kepungan
ini," bisik Ki Branta Sula yang merasa cemas melihat
keadaan sahabatnya.
Sambil mengeluarkan geraman marah, Ki Branta
Sula memutar pedang di tangannya hingga membentuk gulungan sinar yang berpendar
menyilaukan mata.
Bahkan, gulungan sinar pedang itu masih diwarnai
bulatan-bulatan cahaya kebiruan, bagaikan gemerlap
bintang di malam hari. Itulah ilmu 'Pedang Tujuh Bintang' yang telah membuat
namanya melambung dan
dikenal kaum rimba persilatan.
"Hujani mereka dengan senjata rahasia...!"
Lelaki kurus berwajah pucat berjuluk Iblis Mayat
Hidup itu kembali memerintahkan puluhan orang pengikutnya. Sedangkan ia sendiri
telah bergerak mundur
dan merapatkan tubuh di dinding kayu, sehingga terlindung di belakang para
pengikutnya. Melihat dari caranya saja, sudah dapat ditebak kalau Iblis Mayat
Hidup merupakan seorang berjiwa licik.
Namun, Raja Pedang Tujuh Bintang sama sekali
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak merasa gentar dengan apa yang dilakukan para
pengepungnya. Bahkan jago pedang itu semakin menambah putaran senjatanya,
sehingga semakin cepat!
Akibatnya, beberapa pengepung yang berdiri dalam jarak dua tombak harus
berlompatan mundur. Memang,
sambaran angin pedang yang ditimbulkan tokoh sakti
itu demikian kuatnya, hingga mampu menggoyahkan
kedudukan kuda-kuda para pengepung.
"Heaaa...!"
Werrr...! Werrr...!
Terdengar suara berdesir halus ketika beberapa
orang pengepung mengeluarkan bentakan nyaring secara berbarengan. Dan bersamaan
bentakan itu, tangan mereka yang tergenggam serentak mengibas ke
arah kedua jago pedang itu.
Sadar kalau senjata rahasia yang berupa jarumjarum halus dan paku-paku sepanjang
setengah jari kelingking itu pasti mengandung racun jahat, maka Ki
Branta Sula pun melompat disertai teriakan yang
menggetarkan isi dada.
"Heaaat..!"
Suara mengaung dahsyat mengiringi putaran pedang yang membentuk gulungan sinar
berpendar sehingga menyilaukan mata. Serangkum angin keras
bertiup bagaikan amukan angin puting beliung, hingga
membuat senjata-senjata beracun orang-orang berseragam hitam itu terpental
balik, dan beterbangan ke
segala penjuru ruangan kedai.
"Gila!" maki Iblis Mayat Hidup.
Laki-laki berwajah pucat itu menjadi terkejut melihat kedahsyatan ilmu pedang
lawannya. "Terus hujani manusia sombong itu dengan senjata rahasia! Jangan biarkan lolos
dari kepungan!"
Sambil bersuara memberi perintah, lelaki berwajah pucat itu melolos senjatanya
berupa tulang tangan
manusia yang telah dikeringkan.
Senjata aneh yang tergenggam di tangan Iblis
Mayat Hidup itu berputar perlahan menimbulkan bau
amis menyesakkan dada. Anehnya, para pengepung
yang merupakan pengikut lelaki kurus berwajah pucat
itu sama sekali tidak terpengaruh oleh angin berbau
amis yang ditimbulkan putaran senjata berupa tangan
manusia sebatas siku, lengkap dengan jemarinya. Jelas, mereka telah memiliki
obat penawar yang mungkin
telah disiapkan sebelumnya. Sehingga, meskipun
ruangan kedai itu telah dipenuhi hawa beracun, para
pengepung itu sama sekali tidak bergerak dari tempatnya.
Melihat kenyataan itu, Raja Pedang Tujuh Bintang semakin bertambah murka.
Kecemasan pun mulai tergambar jelas di wajahnya. Dan, apabila ia dan Ki
Ageng Semplak masih tetap berada di dalam ruangan
kedai, sudah pasti tidak akan sanggup bertahan lebih
lama. Dan besar kemungkinan, mereka berdua akan
mati keracunan.
Sadar akan bahaya maut yang setiap saat dapat
merenggut nyawa, Ki Branta Sula pun menjadi nekat!
Ketika beberapa belas orang pengepung berlompatan
menerjang, jago pedang wilayah Barat itu pun berseru
nyaring sambil memutar senjatanya sekuat tenaga.
"Heaaat..!"
Hebat sekali akibat amukan yang ditimbulkan
Raja Pedang Tujuh Bintang itu! Sekali bergerak saja,
empat orang terdepan yang menerjangnya langsung
terpental tewas mandi darah!
Tentu saja hal ini membuat pengepung lainnya
terkejut! Tanpa sadar, mereka bergerak mundur dan
merenggang. Jelas sekali kalau orang-orang berseragam hitam itu merasa gentar
menghadapi amukan jago
pedang wilayah Barat itu.
Melihat betapa kepungan yang berada di samping
kirinya merenggang, cepat Ki Branta Sula menyambar
tubuh Ki Ageng Semplak. Lalu sambil tetap memutar
senjatanya, tubuhnya cepat melompat menerobos kepungan.
"Heaaat..!"
Wuuut..! Brettt! Brettt!
Terdengar teriakan-teriakan ngeri ketika tubuh
beberapa pengepung terkena sambaran mata pedang
Ki Branta Sula. Tanpa menunggu lama lagi, korbankorban sambaran pedang tokoh
sakti itu pun langsung
tewas dengan luka mengalirkan darah segar.
Iblis Mayat Hidup tentu saja marah bukan main
melihat kenyataan itu. Cepat tubuhnya melesat disertai seruannya yang melengking
panjang dan menggetarkan!
"Haiiit..!"
Wuuut..! Wuuut..!
Sekali bergerak saja, lelaki berwajah pucat itu
langsung melancarkan dua kali serangan maut ke arah
kepala dan dada lawan. Serangkum angin berbau amis
berhembus menyertai serangan itu.
Raja Pedang Tujuh Bintang yang saat itu tengah
mengamuk dikeroyok puluhan orang berseragam serba
hitam, tercekat ketika mencium bau amis yang tersedot tanpa sengaja olehnya.
Cepat Ki Branta Sula
menggoyangkan kepalanya kuat-kuat untuk mengusir
rasa pening yang menyerang kepala. Sadarlah tokoh
itu kalau hawa beracun telah merasuk ke dalam tubuhnya.
Meskipun kepalanya terasa mulai pening, namun
Ki Branta Sula masih mampu menghindari sambaran
senjata aneh lawan. Bahkan ia masih dapat melancarkan serangan balasan yang
mengejutkan! Pedang di
tangan tokoh sakti itu berkeredep bagai sambaran kilat
menuju lambung Iblis Mayat Hidup yang tidak terlindung.
Syuuut..! "Uts!"
Terdengar seruan tertahan Iblis Mayat Hidup
yang merasa terkejut melihat kecepatan gerakan lawan. Cepat ia melompat ke
belakang untuk menghindari serangan maut itu. Sehingga, tusukan pedang Ki
Branta Sula lewat di bawah tubuhnya.
Meskipun rasa pening di kepala terasa berdenyut-denyut namun kecepatan dan
kegesitan Raja Pedang Tujuh Bintang ternyata masih sangat membahayakan lawan.
Terbukti, ketika tusukan pedangnya
luput senjata itu berputar dengan perubahan cepat
dan mengejutkan!
Wueeet..! Sambaran pedang Ki Branta Sula yang berputar,
langsung menyambar tubuh lawan yang saat itu masih
berada di udara! Suara mengaung tajam mengiringi
sambarannya. Namun, Iblis Mayat Hidup memang bukanlah tokoh sembarangan! Walaupun saat itu
tubuhnya tengah
melayang di udara, ternyata tidak menjadi gugup. Cepat senjata berbentuk tulang
lengan manusia itu bergerak memapak sambaran pedang lawan.
Wuuut..! Trakkk...! Terdengar suara keras ketika kedua senjata itu
saling berbenturan di udara.
Sesaat setelah benturan itu terjadi, terdengar seruan Iblis Mayat Hidup yang
nyaring. Bersamaan dengan itu, tubuhnya langsung melambung dan berputaran
beberapa kali di udara.
"Haiiit..!"
Tubuh tinggi kurus yang hanya tulang berlapiskan kulit itu melenting menjauhi Ki
Branta Sula yang tak bergeming dari tempatnya. Hal ini jelas menandakan kalau kekuatan yang
dimiliki jago pedang
dari wilayah Barat itu masih jauh lebih kuat dari lawannya.
Ki Branta Sula yang melihat tubuh lawan berjumpalitan menjauh, tentu saja tidak
ingin menyianyiakan kesempatan baik itu. Dibarengi pekikan nyaring yang
menggetarkan, tubuh jago pedang itu langsung melesat mengejar musuhnya. Pedang
di tangannya berputaran membentuk gulungan sinar yang menimbulkan angin menderu
tajam. Tapi, perbuatan Ki Branta Sula itu tidak didiamkan para pengepungnya. Melihat
pimpinannya tengah
terancam, orang-orang berseragam hitam itu langsung
bergerak, memotong jalan serangan Raja Pedang Tujuh
Bintang. Bahkan beberapa dari mereka mengibaskan
tangan, melepaskan senjata rahasia berupa jarumjarum beracun. Sehingga, keadaan
Ki Branta Sula malah berbalik terancam!
Melihat bahaya mengancam, Ki Branta Sula terpaksa menunda serangannya terhadap
Iblis Mayat Hidup. Senjata yang sedianya digunakan untuk menyerang lelaki tinggi
kurus itu, langsung digerakkan mendatar dan menyilang.
Wuuut..! Wuuut..!
Dua kali sambaran pedang yang sangat cepat dan
tak terduga itu kontan saja membuat para pengeroyok
kalang kabut! Beberapa orang dari mereka yang tidak
mungkin menarik pulang senjatanya, terpaksa menambah kekuatan tenaga untuk
menyambut sambaran
jago pedang wilayah Barat itu.
Sayang gerakan memapak yang dilakukan beberapa orang lelaki berpakaian hitam itu
masih jauh kalah cepat. Sehingga, ujung senjata Ki Branta Sula telah
tiba lebih dahulu.
Brettt..! Crasss...!
Terdengar jeritan-jeritan kematian ketika pedang
di tangan Ki Branta Sula membeset tubuh empat orang
lawannya. Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh empat
orang sial itu pun terjungkal roboh mandi darah! Sesaat kemudian napas mereka
pun putus, melepas
nyawa akibat luka menganga di perut dan dada.
Sementara itu jarum-jarum beracun yang meluruk ke arah tubuh jago pedang wilayah
Barat, langsung berbalik dan mengancam tuannya masingmasing!
Jerit kematian pun kembali bergema memenuhi
ruangan kedai makan itu! Lima orang berseragam hitam lain, kembali terjungkal
dengan tubuh hangus bagaikan terbakar. Jelas, kelima orang itu tewas akibat
jarum beracun yang dilepaskan tadi.
Sedangkan Ki Branta Sula sendiri, telah mendaratkan kakinya di tempat aman.
Meskipun demikian,
ternyata kepungan orang berseragam hitam itu tetap
saja tidak mengendur. Sehingga, Raja Pedang Tujuh
Bintang menjadi bertambah geram.
*** 2 "Ha ha ha.... Biarpun kau memiliki delapan lengan dan delapan kaki, jangan harap
kali ini akan luput
dari kematian, Raja Pedang Tujuh Bintang! Jangankan
menyelamatkan tua bangka itu, untuk menyelamatkan
nyawamu sendiri pun rasanya mustahil. Sekarang kau
boleh pilih. Mati bunuh diri tanpa harus menderita,
atau kami siksa perlahan-lahan sampai tewas. Bagaimana?" kata Iblis Mayat Hidup.
Lagaknya jumawa, dan
bernada meremehkan.
Seketika merah selebar wajah Ki Branta Sula
mendengar tawaran yang diajukan lawannya. Gigigiginya bergemeletuk menandakan
kegeraman hatinya.
Memang, ucapan Iblis Mayat Hidup jelas dimaksudkan
untuk menjatuhkan harga dirinya sebagai tokoh kelas
atas. Tentu saja hal itu amat menyakitkan!
"Bangsat!" maki Ki Branta Sula menggeram gusar. "Jangan mimpi kau, Iblis Mayat
Hidup! Meskipun
kau membawa pengikut sepuluh kali lebih banyak,
jangan harap aku akan menyerah begitu saja! Kalaupun harus mati di tempat ini,
akan kubawa pengikut
mu ke liang kubur sebanyak-banyaknya!"
Sementara mulutnya menyahuti ucapan Iblis
Mayat Hidup, sepasang mata lelaki kekar itu bergerak
liar mencari jalan meloloskan diri dari kepungan. Namun, meskipun hawa marah
terasa hendak meledakkan dadanya, namun jago pedang wilayah Barat itu
masih pula menggunakan akalnya. Jelas, Ki Branta
Sula bukanlah orang kasar yang menghadapi segala
sesuatu hanya mengandalkan ketajaman pedang saja.
Terbukti, perhatian lawan dipancing dengan ucapanucapannya. Sedangkan akalnya
terus bekerja mencari
jalan menyelamatkan diri.
Apa yang dicari Raja Pedang Tujuh Bintang rupanya telah didapat. Tampak sinar
matanya berkilat
cerah sekilas. Maka, dibarengi sebuah bentakan yang
mengejutkan, tubuh lelaki tinggi besar itu meluncur ke
arah para pengepungnya sambil memutar senjata dengan dahsyatnya!
Serangan Ki Branta Sula yang secara mendadak
itu, tentu saja membuat para pengepung tersentak kaget! Sehingga tanpa sadar
mereka melangkah mundur
beberapa tindak.
Iblis Mayat Hidup bertindak cepat memberi perintah kepada para pengikutnya untuk
menerjang. Sementara, ia sendiri sudah menggeser tubuhnya ke
samping kanan sambil mengirim serangan dengan
sambaran senjatanya.
Meskipun para pengepung bergerak menyambut
serangannya, namun Ki Branta Sula tidak gugup. Pedang di tangannya berputar
beberapa kali dengan gerakan menyilang dan mendatar. Kecepatan dan kekuatan yang
dipergunakan pun tidak kepalang tanggung.
Wuuut..! Trangngng...! Trakkk!
Terdengar seruan-seruan kaget ketika pedang di
tangan lelaki tinggi besar itu membentur keras senjatasenjata lawan. Sehingga,
tubuh belasan orang yang
senjatanya terpapak putus, langsung bertumbangan ke
belakang! Tanpa menghiraukan lawan-lawannya yang berjatuhan, pedang di tangan Ki Branta
Sula masih terus
berkelebat menyambut serangan Iblis Mayat Hidup.
Wueeet..! Karena telah merasakan betapa hebatnya kekuatan yang dimiliki lawan, Iblis Mayat
Hidup tidak sudi
menderita kerugian untuk yang kedua kalinya. Maka
serangannya pun cepat ditarik pulang, lalu secepat itu
pula tubuhnya berputar. Langsung dikirimkannya serangan kembali.
Wukkk...! Senjata yang berupa lengan manusia kering itu
menyambar cepat mengancam leher sebelah kiri Ki
Branta Sula! Sehingga, mau tidak mau lelaki brewok
itu berseru memuji ketangkasan lawan.
"Bagus...!" puji Ki Branta Sula tanpa bermaksud
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghina. Sambil berseru demikian, tubuhnya bergerak
doyong ke depan dengan posisi kuda-kuda miring ke
kanan. Sehingga, serangan itu lewat di depan wajahnya.
Wuukkk...! Senjata yang berupa lengan manusia
kering itu menyambar cepat, mengancam leher Ki Branta Sula.
"Bagus...!" puji Ki Branta Sula tanpa bermaksud
menghina. Laki-laki itu segera mendoyongkan tubuhnya, menghindari sabetan Iblis
Mayat Hidup! Gerakan yang dilakukan Raja Pedang Tujuh Bintang ternyata tidak berhenti sampai
di situ saja. Buktinya begitu serangan lawan luput, secepat itu pula tubuhnya
bergerak bangkit dan langsung mengirimkan
tendangan kilat mengejutkan!
Hebat sekali tendangan yang dilancarkan Ki
Branta Sula. Suara berdecit tajam mengiringi luncuran
ujung kaki mengincar perut lawan.
Diesss...! Iblis Mayat Hidup tak sempat lagi menghindari
tendangan kilat itu. Sehingga, perutnya harus direlakan jadi sasaran. Kontan
saja tubuh kurus itu terjengkang ke belakang dan menabrak beberapa pengikutnya
yang berada di belakang.
Meskipun di bahu kirinya membawa tubuh Raja
Pedang Angin Puyuh, namun hal itu sama sekali tidak
mengganggu gerakan Ki Branta Sula. Sesaat setelah
lawannya terjatuh, tubuh lelaki tinggi besar itu langsung melambung menerobos
atap! Brolll...! Atap kedai yang terbuat dari rumbia, langsung
jebol menimbulkan suara ribut. Sedangkan tubuh Ki
Branta Sula terus melambung hingga satu tombak dari
atas atap. Namun, alangkah terkejutnya hati Raja Pedang
Tujuh Bintang. Ternyata di atas atap telah menunggu
beberapa orang berseragam hitam dengan senjata terhunus! Maka begitu tubuhnya muncul, langsung saja
senjata-senjata tajam menyambutnya!
Hal yang sama sekali di luar perhitungan itu,
sempat membuat hati Ki Branta Sula terkejut. Tapi sebagai ahli silat kawakan,
tentu saja ancaman itu membuatnya harus bergerak sigap. Pedang di tangan
kanannya menyambar cepat dengan gerakan mendatar!
Wuuut..! Trangngng! Brettt! Brettt!
Hebat sekali akibat sambaran pedang tokoh sakti
itu! Meskipun serangan lawan tidak terduga, namun Ki
Branta Sula masih dapat mematahkannya. Bahkan
sambaran pedang itu masih sempat juga merobohkan
empat orang penyerang di sebelah kirinya. Kontan saja
orang-orang itu menggelinding jatuh ke tanah dalam
keadaan tak bernyawa.
Tapi, kali ini nasib jago pedang wilayah Barat itu
kurang beruntung. Buktinya, sebuah bacokan yang
datang dari belakangnya tak sempat dihindari. Sehingga, tubuh lelaki tinggi
besar itu kontan limbung. Dan
pada saat itu juga, kembali dua buah senjata lawan
bersarang di punggungnya!
Crakkk! Brettt..!
"Aaakh...!"
Raja Pedang Tujuh Bintang memekik kesakitan
ketika dua batang pedang terakhir merobek kulit
punggungnya. Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh Ki
Branta Sula pun menggelinding jatuh di atas atap!
Meskipun tubuhnya meluncur ke tanah dalam
keadaan luka-luka, ternyata lelaki tinggi besar itu masih bisa menyelamatkan
diri agar tak terbanting di tanah.
"Heaaah...!"
Sambil berseru nyaring, tubuh Ki Branta Sula
berputar dan berjumpalitan beberapa kali di udara.
Kemudian kedua kakinya mendarat di atas tanah. Walaupun ketika mendarat kudakudanya terlihat agak
goyah, namun tubuhnya berhasil diselamatkan agar
tidak sampai terbanting di atas tanah.
Sayangnya, pada saat Ki Branta Sula jatuh
menggelinding dari atap kedai, tubuh Ki Ageng Semplak terlepas dari
pondongannya. Sehingga tanpa dapat dicegah lagi, tubuh kakek itu pun terbanting
jatuh dibarengi suara berdebuk nyaring.
Meski dalam keadaan setengah sadar, ternyata Ki
Ageng Semplak merasakan juga akibat itu. Terdengar
erangan lirih dari mulutnya. Tubuhnya mengejang menahan sakit
Apa yang kemudian menimpa diri Ki Ageng Semplak benar-benar sangat mengerikan!
Memang, saat tubuhnya terbanting di atas tanah, belasan batang
tombak langsung meluncur merejam tubuhnya.
Crabbb! Blesss! Blesss!
Darah segar kontan berhamburan ketika ujungujung tombak dan belasan mata pedang
menghunjam tubuh kakek itu.
"Aaargh...!" terdengar raungan kematian yang
menggema mendirikan bulu roma!
Naas sekali nasib yang menimpa Raja Pedang
Angin Puyuh. Belum lagi sempat tersadar dari pingsan
akibat pengaruh racun. Nyawanya telah melayang meninggalkan raga yang hampir tak
dapat dikenali lagi.
Meskipun kakek tua itu telah tewas, namun belasan orang berseragam hitam itu
bagaikan tak puaspuasnya menghunjamkan senjata. Sehingga, tubuh
Raja Pedang Angin Puyuh tercabik-cabik hancur, tak
ubahnya diamuk binatang buas.
"Ki Ageng Semplak...!"
Ki Branta Sula yang mendengar raung kematian
menggetarkan itu, berseru dengan wajah pucat seputih
kapas. Betapa terkejutnya hati jago pedang wilayah
Barat itu melihat apa yang menimpa sahabatnya.
Tubuh lelaki tinggi besar berwajah brewok itu
gemetar hebat! Ia tidak tahu lagi, apa yang saat itu dirasakannya. Perasaan
sedih dan marah bercampur
menjadi satu. Ki Branta Sula tidak tahu, apakah harus
menangis atau marah menyaksikan keadaan tubuh
sahabatnya yang bagaikan seonggok daging tak berbentuk.
Walaupun hati Ki Branta Sula ingin mengamuk
dan membantai habis seluruh orang-orang berpakaian
hitam itu, tapi pikirannya masih dapat dipergunakan
dengan baik. Disadari sepenuhnya kalau ia tidak
mungkin dapat menandingi puluhan lelaki berseragam
hitam itu. Apalagi di antara mereka masih terdapat
pemimpin-pemimpin yang kepandaiannya hanya beberapa tingkat di bawahnya. Maka,
ditekannya keinginan gila itu.
"Maafkan aku, Ki Ageng. Walaupun aku ingin
membalas perbuatan keji yang mereka lakukan terhadapmu, tapi kali ini rasanya
tidak mungkin. Selain
jumlah mereka terlalu banyak, keadaan tubuhku pun
sudah semakin lelah dan tidak memungkinkan. Satusatunya jalan, aku harus dapat
meloloskan diri dari
tempat ini. Kelak akan kucari mereka walaupun sampai ke ujung langit sekali
pun!" tekad Ki Branta Sula,
bergumam lirih menggeletar. Jelas kalau jago pedang
wilayah Barat itu sangat terpukul atas kematian sahabatnya yang sangat
menyedihkan itu.
"Ha ha ha...! Bagus, Anak-anak. Sekarang tinggal
tubuh lelaki brewok itu yang harus dicincang. Ingat!
Jangan biarkan dia lolos! Kalau hal itu sampai terjadi,
ketua akan marah besar kepada kita semua!"
Terdengar seruan lantang yang keluar dari mulut
seorang lelaki berkepala botak dan memakai antinganting pada telinga kirinya. Pipi sebelah kirinya yang
codet, membuat wajahnya semakin bertambah menyeramkan.
Mendengar suara berat dan lantang itu, Ki Branta Sula sadar dari lamunannya.
Sepasang matanya
melirik ke arah lelaki botak yang jelas merupakan salah satu pimpinan orangorang berseragam hitam itu.
"Heaaat..!"
Dibarengi sebuah pekikan dahsyat Ki Branta Sula yang bertekad untuk meloloskan
diri dari kepungan
itu segera melompat menerjang!
Wuuut...! Wuuut...!
Meskipun keadaan tubuhnya sudah mulai melemah, namun sambaran pedang di tangan
Ki Branta Sula ternyata masih sangat berbahaya. Gulungan sinar
berpendar yang menimbulkan deruan angin keras
mengiringi putaran senjatanya. Jelas, jago pedang itu
telah mengeluarkan seluruh tenaga saktinya dalam
usaha meloloskan diri dari kepungan.
Sasaran serangan Raja Pedang Tujuh Bintang
adalah kepungan sebelah kiri yang terlihat agak lemah.
Trangngng! Brettt! Brettt!
"Aaakh...!"
"Aaakh...!"
Terdengar jeritan kematian saling susul ketika
pedang di tangan Ki Branta Sula merobek tubuh beberapa orang lawan. Darah segar
kembali membasahi
bumi bersamaan dengan robohnya empat orang berseragam hitam yang tewas seketika
itu juga. Lelaki berkepala botak yang menjadi pimpinan di
depan kedai, tentu saja menjadi marah bukan main!
Saat itu juga, tubuhnya langsung melesat disertai teriakannya yang parau dan
menggetarkan! "Yeaaat..!"
Wueeet..! Raja Pedang Tujuh Bintang sempat menangkap
sambaran angin dari belakang cepat berbalik mundur
sejauh tiga langkah. Berbarengan dengan itu, pedangnya berkeredep melancarkan
serangan balasan!
Namun, lelaki botak berwajah codet yang terkenal
berjuluk Raksasa Sungai Padas ternyata cukup jeli.
Apalagi, saat itu kecepatan gerak Ki Branta Sula memang sudah berkurang. Maka,
tubuhnya bergegas digeser ke samping. Begitu sambaran pedang lawannya
luput, langsung disusuli dengan tusukan kilat yang
mengancam ulu hati lawan.
Pada saat yang bersamaan, delapan orang berseragam hitam mengayunkan senjatanya
ke tubuh jago pedang wilayah Barat itu. Sehingga, menyulitkan keadaan Ki Branta Sula.
Belum lagi semua serangan itu tiba, terdengar
suara aneh, disusul meluncurnya benda kehitaman
seperti asap tipis.
Mendengar suara itu, Ki Branta Sula mendongakkan kepala ke atas. Tercekat hati
jago pedang itu
begitu mengetahui benda apa yang tengah meluruk dari atasnya. Memang, benda itu
tak lain adalah sebuah
jala halus yang sudah pasti tahan terhadap segala jenis senjata tajam. Tentu
saja kenyataan itu membuatnya sempat gugup!
Sadar kalau keadaannya saat ini benar-benar
berbahaya, Ki Branta Sula segera mengambil keputusan nekat!
"Haiit...!"
Dibarengi teriakan sekuat tenaga, tubuh jago pedang itu melambung dan
berjumpalitan beberapa kali
di udara. Gerakan itu masih dibarengi putaran pedangnya yang mengiriskan!
Raksasa Sungai Padas tentu saja tidak sudi
membiarkan lawan dapat lolos. Cepat disusulinya dengan sebuah lompatan panjang yang disertai sambaran
pedang ke punggung lawan.
"Yeaaat..!"
Trangngng.! Brettt! Brettt!
Terdengar suara berdentang nyaring yang disusul
bunyi mata pedang merobek tubuh!
"Aaakh...!"
Dua orang berseragam hitam yang juga ikut melompat menyambut tubuh Ki Branta
Sula, terbanting
jatuh bersama semburan darah segar dari luka di tubuhnya. Mereka tewas seketika
dengan luka menganga
yang cukup dalam dan panjang.
Sedangkan Ki Branta Sula sendiri tidak luput dari sambaran pedang Raksasa Sungai
Padas. Jago pedang wilayah Barat itu menggigit bibirnya menahan
rasa sakit pada punggungnya yang terobek pedang lawan Rasa sakit pada luka-luka
di beberapa bagian tubuhnya, sama sekali tidak dihiraukan Ki Branta Sula.
Tekadnya hanya satu, meloloskan diri, apa pun yang
terjadi! Maka, begitu kakinya mendarat meski dengan
kuda-kuda limbung, tubuh lelaki tinggi besar itu langsung melesat kembali
disertai putaran pedangnya.
Belasan orang berseragam hitam yang bergerak
menyambut terjangan, sama sekali tidak dipedulikan.
Maka.... Trakkk! Trakkk! Brettt! Brettt!
Jeritan kematian pun kembali menggema ketika
pedang di tangan Ki Branta Sula kembali merenggut
beberapa nyawa lawan. Meskipun demikian, Ki Branta
Sula pun tidak terlepas dari sambaran senjata dua
orang lawannya. Luka di lambung dan bahu kanannya
membuat jago pedang itu kembali menggigit bibir kuatkuat. Lalu, kembali
senjatanya diputar sambil melompat ke depan. Kepungan lawan yang telah mengendur itu membuat usaha Ki Branta Sula menjadi
lebih mudah. Setelah merobohkan empat orang lawan yang berusaha
mencegah, tubuh jago pedang wilayah Barat itu terus
melesat dan melarikan diri
"Bangsat! Kejar manusia sombong itu! Jangan biarkan lolos!"
Raksasa Sungai Padas berteriak-teriak marah.
Sambil mengeluarkan perintah, tubuhnya langsung
melesat mengejar! Tanpa membuang-buang waktu lagi,
para pengikutnya pun serentak berlompatan mengikuti.
Iblis Mayat Hidup dan belasan orang pengikutnya
yang baru saja keluar dari dalam kedai, tentu saja
menjadi terkejut mendengar calon korbannya meloloskan diri.
"Ayo kita kejar keparat itu...!" teriaknya sambil
melesat mendahului pengikutnya.
Tanpa diperintah dua kali, belasan orang berseragam hitam itu pun bergegas
mengikuti pimpinannya.
*** 3 Senja sudah mulai turun menyelimuti bumi, ketika sesosok tubuh berperawakan
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinggi besar berlari
terseok-seok memasuki mulut hutan. Melihat dari
langkah kakinya yang tidak tetap, jelas kalau keadaannya tidak sehat
"Uhhh...!"
Terdengar keluhan lirih keluar dari bibirnya. Bersamaan dengan itu, tangan
kirinya menekap lambung
yang tampak mengalirkan darah segar.
Ternyata bukan hanya lambung sosok tubuh itu
saja yang tampak luka. Bahkan pada beberapa bagian
tubuhnya yang lain pun, terlihat luka bekas bacokan
dan tusukan senjata tajam. Jelas sudah, sosok tinggi
besar itu memang tengah terluka pa rah!
Teriakan-teriakan ramai dari belakang, membuat
sosok tubuh itu semakin mempercepat langkahnya.
Sehingga, beberapa saat kemudian tubuhnya pun lenyap di balik keremangan suasana
hutan lebat ini.
Sesekali sosok tinggi besar itu menolehkan kepala ke belakang. Teriakan lapatlapat yang masih terdengar di telinganya, membuat sosok tubuh itu menerus-kan
larinya semakin jauh ke dalam hutan.
Meskipun cuaca di dalam hutan saat itu sudah
semakin terselimut kegelapan, namun sosok tubuh
tinggi besar itu sama sekali tidak menemui kesukaran.
Pandangan matanya yang meski terlihat redup, ternyata memiliki pancaran tajam.
Sehingga, jalan yang akan
dilaluinya dapat dikenali. Melihat kenyataan itu, jelas
sosok tinggi besar itu bukanlah orang sembarangan.
Terbukti jalan yang dilalui dapat dikenali dengan baik
meski dalam cuaca agak gelap.
Ketika tiba pada sebuah aliran sungai yang
membelah hutan, sosok tinggi besar itu bergegas turun
ke tepian sungai. Kemudian disusurinya tepian sungai,
tanpa menyeberanginya.
Cukup lama sosok tinggi besar itu berlari-lari kecil menyusuri tepian sungai. Ia
sama sekali tidak peduli, meskipun beberapa kali terpeleset karena menginjak
bebatuan licin.
"Aaah...!"
Byurrr...! Entah untuk yang keberapa kali sosok tinggi besar itu terjatuh ke dalam sungai.
Dan untuk kesekian
kalinya pula ia bangkit, lalu melanjutkan larinya meski
tertatih-tatih.
Ketika tiba pada sebuah tempat yang dirasakan
cukup untuk bersembunyi, sosok tinggi besar yang tak
lain Ki Branta Sula pun bergerak menaiki tepian sungai.
Kaki-kakinya yang agak gemetar karena rasa lelah yang amat sangat, dipaksakan
untuk melangkah di
atas batu besar yang memenuhi tempat itu. Wajah pucat yang jelas menahan derita,
berseri ketika menemukan sebuah lubang menganga di depannya.
Lubang kecil yang sebesar dua kali tubuh orang
dewasa itu, dimasukinya tanpa ragu-ragu. Yang ada
dalam pikirannya saat itu hanyalah terbebas dari para
pengejar yang masih membuntutinya.
"Ohhh...!"
Ruangan dalam gua kecil itu ternyata cukup
luas. Sehingga, Ki Branta Sula tidak perlu lagi terbungkuk-bungkuk memasukinya.
Dengan helaan napas berat, tubuhnya dijatuhkan di atas tanah lembab
dalam gua itu. Ki Branta Sula atau si Raja Pedang Tujuh Bintang yang hampir sekujur tubuhnya
penuh luka, langsung jatuh pingsan di atas tanah lembab ruangan gua
itu. Rupanya, rasa lelah dan sakit yang dideritanya baru terasa setelah terbebas
dari kejaran musuhmusuhnya. Sehingga, jago pedang wilayah Barat itu
tergeletak tak ubahnya bagai orang mati.
Sementara itu, gerombolan orang berseragam hitam yang dipimpin Iblis Mayat Hidup
dan Raksasa Sungai Padas, masih terus melakukan pencarian
menggunakan obor.
"Bangsat! Ke mana perginya manusia keparat
itu" Aku yakin, ia tidak akan dapat pergi jauh dari hutan ini. Sebab, ia
menderita luka-luka yang cukup parah," dengus lelaki tinggi kurus berwajah pucat. Orang
itu tak lain adalah Iblis Mayat Hidup yang merupakan
salah satu pimpinan orang-orang berseragam hitam.
"Benar, Adi. Kalau begitu, mari kita lanjutkan
pencarian!" ujar lelaki bertubuh raksasa, dan berkepala botak. Siapa lagi orang
itu kalau bukan Raksasa
Sungai Padas. Tidak berapa lama kemudian, tibalah rombongan
yang jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang itu
di tepi sungai. Tepian sungai pun terang seketika, karena cahaya-cahaya obor
yang berpendaran.
Iblis Mayat Hidup dan Raksasa Sungai Padas segera memerintahkan beberapa orang
pengikutnya untuk memeriksa daerah tepian sungai.
"Periksa tepi sungai ini secara teliti! Siapa tahu,
jago pedang yang telah kita cundangi itu tidak menyeberangi sungai!"
Terdengar perintah lantang Raksasa Sungai Padas. Perintah itu jelas menandakan
kalau lelaki bertubuh raksasa itu merupakan seorang yang cerdik dan
sangat teliti. Setelah memeriksa hingga belasan tombak, namun ternyata mereka tidak menemukan
jejak. Maka, belasan orang-orang berseragam hitam itu pun kembali, lalu melaporkan kepada
Raksasa Sungai Padas.
Berkerut kening kedua orang pimpinan itu mendengar laporan anak buahnya. Jelas,
mereka tidak yakin kalau Raja Pedang Tujuh Bintang telah menyeberangi sungai.
"Hm.... Mungkinkah manusia keparat itu nekat
menyeberangi sungai yang airnya mengalir deras ini.."
Bagaimana pendapatmu, Adi?" tanya Raksasa Sungai
Padas menolehkan kepala ke arah Iblis Mayat Hidup.
Pada sepasang matanya jelas memancarkan keraguan.
"Bisa saja, Kakang. Orang yang sudah nekat, biasanya akan melakukan apa saja
demi menyelamatkan
selembar nyawanya. Dan hal itu bisa saja terjadi pada
diri Ki Branta Sula," sahut Iblis Mayat Hidup sambil
melepaskan pandangan ke seberang sungai yang tampak gelap.
"Hm, apakah menurutmu sebaiknya kita kembali
saja ke Desa Kembangan" Lalu, apa kata ketua kita
nanti?" desah Raksasa Sungai Padas. Dari nada suaranya yang lirih, jelas kalau
harinya merasa gentar ketika menyebut kata 'ketua'.
"Yah.... Kita laporkan saja apa adanya. Kurasa,
ketua tidak akan marah kepada kita. Biar bagaimanapun, usaha kita tidak gagal
seluruhnya. Kita bawa saja
mayat Ki Ageng Semplak sebagai bukti," sahut Iblis
Mayat Hidup, mantap.
Setelah menimbang-nimbang sejenak, akhirnya
lelaki berkepala botak itu menyetujui usul kawannya.
Tak lama kemudian, rombongan itu bergerak meninggalkan tepian sungai. Sehingga,
kegelapan pun kembali menyelimuti daerah sungai itu.
Kegagalan orang-orang itu bukan karena disebabkan kebodohan dalam melacak jejak.
Tapi, semua itu karena kecerdikan Raja Pedang Tujuh Bintang. Caranya menyusuri tepian
sungai, tentu saja tidak diduga rombongan itu. Batu-batu yang bertonjolan di
permukaan sungai itulah yang menjadi tumpuan telapak
kaki Ki Branta Sula ketika menyusuri tepian sungai.
Maka, wajar saja kalau orang-orang tadi tidak dapat
menemukan jejak jago pedang itu. Sehingga, selamatlah Ki Branta Sula dari
ancaman maut yang membayanginya.
*** Saat itu, semburat cahaya kemerahan sudah
nampak di kaki langit sebelah Timur. Kokok ayam jantan masih terdengar saling
bersahutan menyemarakkan datangnya sang pagi. Kicau burung yang bersenda-gurau,
membuat suasana pagi di kaki Gunung Gagaran terasa menyenangkan.
Sapuan angin pagi yang sejuk dan menyegarkan,
membelai lembut wajah tiga orang lelaki gagah yang
tengah bersembunyi di balik rimbunan semak belukar.
Yang seorang bertubuh tinggi kurus, berusia sekitar enam puluh tahun. Wajahnya
nampak angker, karena dihiasi garis-garis ketuaan. Meskipun demikian, tubuhnya yang kurus
tampak tegap dan sehat.
Kulitnya yang kuning langsat, nampak sangat pas
dengan warna pakaiannya. Pada pakaiannya yang
berwarna merah darah, terdapat garis hitam melingkari leher. Siapa lagi orang
tua itu kalau bukan Ki Giri
Tantra, atau berjuluk si Raja Pedang Sinar Pelangi.
Sedangkan kedua orang lelaki gagah yang menyertainya, sudah pasti Darpa dan
Sudira. Kedua orang itu adalah murid utama Perguruan Pedang Sinar
Pelangi yang masih setia terhadap guru besarnya (Untuk mengetahui lebih jelas
tentang ketiga tokoh itu, silakan mengikuti serial Pendekar Naga Putih dalam
episode "Sengketa Jago-jago Pedang").
Setelah berpisah dengan Pendekar Naga Putih
dan jago-jago pedang lain, Ki Giri Tantra mengajak kedua orang muridnya untuk
menyelidiki perguruan mereka. Maksud itulah yang telah membawa mereka sepagi ini
telah tiba di kaki Gunung Gagaran. Memang,
bangunan Perguruan Pedang Sinar Pelangi terdapat di
kaki gunung ini.
"Guru. Apa tidak sebaiknya kita menyelinap masuk saja ke dalam bangunan
perguruan. Bukankah
menurut Guru, masih ada beberapa orang murid yang
tidak terpengaruh oleh pengkhianat Kinaya dan Wiradesa" Kita hubungi saja mereka
untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki kedua murid murtad itu. Setelah
itu, baru kita dapat bergerak, dan langsung meringkus
mereka," usul Darpa, murid ketiga setelah Kinaya dan
Wiradesa. Ki Giri Tantra tidak segera menyetujui usul yang
diajukan salah seorang murid. Sepasang matanya yang
tajam dan berwibawa, masih tetap tertuju ke arah sebuah bangunan yang
dikelilingi pagar-pagar kayu bulat
Darpa pun tidak terburu-buru menuntut jawaban usulnya itu. Diikutinya pandangan
Ki Giri Tantra yang masih tertuju ke arah bangunan sejauh dua puluh tombak lebih dari tempat
mereka bersembunyi.
Sedangkan Sudira masih duduk termenung di
atas sebuah batu di samping Ki Giri Tantra. Lelaki gagah berusia sekitar tiga
puluh tahun itu seperti tengah
berpikir keras, mencari cara terbaik agar dapat memasuki bangunan perguruan
mereka sendiri yang kini dikuasai bekas murid-muridnya. Tengah ketiganya
termenung mengikuti arus pikiran masing-masing, tibatiba saja Sudira berseru
tertahan sambil menjentikkan
jemarinya. Menilik dari pancaran wajahnya yang berseri, jelas ia telah menemukan
suatu cara untuk dapat
memasuki perguruan itu.
Ki Giri Tantra dan Darpa serentak menolehkan
kepala dengan kening berkerut. Tampaknya, mereka
merasa heran melihat tingkah laku Sudira.
"Hm.... Apa yang membuatmu begitu gembira,
Sudira" Kau menemukan suatu cara yang baik?" tegur
Ki Giri Tantra.
Suara laki-laki itu lirih, namun mengandung wibawa. kuat Dipandanginya wajah
Sudira dengan sorot
mata menuntut jawaban.
"Kalau memang menemukan suatu pemikiran
yang baik, cepatlah kemukakan, Adi Sudira. Jangan
membuat kami penasaran," tegur Darpa yang menjadi
tak sabar melihat tingkah laku adik seperguruannya.
"Hm.... Begini, Guru, Kakang. Seperti kita ketahui, setiap tiga hari sekali
murid-murid perguruan ada
yang ditugaskan untuk membeli bahan keperluan sehari-hari ke desa terdekat. Nah!
Menurutku, apakah
tidak sebaiknya kita hadang untuk mengetahui sikap
mereka terhadap kita. Dan kalau saja ternyata mereka
masih mempunyai kesetiaan, tentu akan dapat membantu menyelundupkan kita masuk
ke perguruan. Dengan demikian, kita tidak perlu susah-susah menyelundup masuk. Bagaimana"
Apakah usul itu cukup
baik?" jelas Sudira sambil menatapi wajah guru dan
kakak seperguruannya berganti-ganti.
Baik Ki Giri Tantra maupun Darpa, tentu saja
gembira mendengar usul yang sangat baik itu. Serentak mereka menganggukanggukkan kepala, menyetujui usul yang diajukan Sudira. Maka tanpa banyak cakap
lagi, ketiganya bergerak bangkit menuju jalan yang
biasa dilewati murid-murid perguruan yang akan turun ke desa terdekat untuk
membeli keperluan seharihari.
*** "Heya...! Heyaaa...!"
Matahari sudah mulai naik tinggi ketika dua
buah pedati yang masing-masing ditarik seekor kuda
melintas di jalan lebar. Pada setiap pedati ditunggangi
empat orang laki-laki berpakaian hitam.
Melihat dari warna pakaian dan bangunan besar
tempat mereka keluar, jelas delapan orang yang ada di
dalam pedati itu merupakan murid-murid Perguruan
Pedang Sinar Pelangi. Memang, meskipun perguruan
itu telah dikuasai Kinaya dan Wiradesa, yang telah jadi
pengkhianat, nama perguruan tetap tidak berubah.
Kinaya yang merupakan murid utama Perguruan
Pedang Sinar Pelangi saat ini memang sengaja tidak
merubah nama perguruannya. Hal ini dimaksudkan
agar tidak menarik perhatian tokoh-tokoh persilatan
golongan putih. Dan apabila digantinya dengan nama
lain, bukan tidak mungkin akan mengundang perhatian tokoh-tokoh persilatan yang
bersahabat dengan Ki
Giri Tantra. Dan tentu saja hal itu sama sekali tidak
diinginkannya, karena saat itu kedudukannya masih
belum kuat. Sehingga, sebisa mungkin apa-apa yang
kiranya dapat menimbulkan kesulitan bagi kedudukannya dihindari. Dari cara itu
saja dapat dilihat, betapa cerdiknya orang yang telah mengkhianati gurunya
itu. Sementara itu, delapan orang murid yang ditugasi membeli bahan kebutuhan seharihari Perguruan Pedang Sinar Pelangi, masih melaju pesat di jalan yang
rata dan cukup lebar. Suara derak roda pedati terdengar ribut ketika menggilas
bebatuan kecil yang terdapat di beberapa bagian jalan.
Namun hal itu sama sekali tidak membuat lelaki
berkumis tipis yang mengendarai pedati mengurangi
kecepatannya. Suaranya tetap saja terdengar diiringi
ledakan pecut yang sesekali menghajar bagian belakang tubuh kuda yang menarik
pedatinya. "Heyaaa...! Heyaaa...!"
Cltarrr...! Jtarrr...!
Binatang itu terdengar meringkik nyaring sambil
mempercepat larinya. Sehingga, suara roda pedati semakin berderak-derak ribut,
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggilas apa saja yang
dilalui. Tanpa sepengetahuan delapan orang itu, tiga pasang mata tajam tampak mengawasi dari balik semak
di tepi jalan. Kepulan debu serta suasana jalan yang
sunyi, membuat orang-orang berseragam hitam sama
sekali tidak memperhatikan keadaan sekelilingnya.
Sehingga, ketiga pasang mata itu dapat mengawasi
dengan tenang. Tiga pasang mata yang sudah jelas milik Ki Giri
Tantra, Darpa, dan Sudira, terus bergerak mengikuti
lajunya pedati. Sampai sedemikian jauh, ketiga orang
itu sama sekali belum bergerak. Mereka tetap bersembunyi di balik semak-semak
mengawasi kedua pedati
itu. Berkali-kali Sudira menolehkan kepala ke arah Ki
Giri Tantra dan Darpa. Namun, sepertinya kedua orang
yang diperhatikan itu sama sekali tidak bergeming dari
tempatnya. Sehingga, Sudira pun mengerutkan keningnya disertai tatapan heran.
"Mengapa kita tidak langsung menghadang mereka saja, Guru" Bukankah tempat ini
cukup jauh dari
perguruan" Kurasa, tidak akan ada orang yang memergoki kita?"
Akhirnya karena merasa tidak sabar melihat kedua orang itu masih tetap berdiam
diri, keluar juga
ucapan bernada penasaran itu dari mulut Sudira.
"Hm.... Sabarlah, Sudira. Sebelum bertindak, aku
ingin mengetahui lebih dahulu tentang sikap mereka.
Kita ikuti mereka sampai di tempat tujuan. Lalu kita
perhatikan, bagaimana sikap mereka pada saat berbelanja. Nah, dari situ baru
dapat diambil langkah selanjutnya," sahut Ki Giri Tantra sambil tersenyum
melihat wajah muridnya yang jelas-jelas membayangkan rasa
penasaran itu. Perlahan ditepuknya bahu Sudira beberapa kali untuk menenangkan
hati murid setia itu.
"Apa maksud Guru dengan sikap mereka" Aku...
aku sama sekali belum memahaminya?" tanya Sudira
dengan wajah masih mengandung rasa penasaran.
"Ah! Mengapa sekarang otakmu menjadi bebal,
Adi" Maksud guru sudah jelas hendak melihat, apakah
sikap murid-murid itu sudah berubah menjadi kasar,
atau masih tetap sopan sebagaimana yang sering diajarkan guru. Nah! Setelah itu,
barulah dapat dipastikan, apakah mereka dapat dipercaya atau tidak?" Darpa
terpaksa menerangkan sambil menatap wajah Sudira yang terbengong-bengong bagai
orang tolol. Sehingga, membuat bibir lelaki gagah berusia empat puluh
tahun itu menyunggingkan senyum geli. "Ooo...!"
Sudira hanya dapat membulatkan mulutnya dengan wajah yang semakin nampak tolol.
Pikirannya baru terbuka setelah mendengar penjelasan dari kakak
seperguruannya itu.
"Jadi kita harus menguntit mereka sampai ke
Desa Pandan?" tanya Sudira lagi.
"Tentu saja. Habis, ke mana lagi tujuan mereka
kalau bukan ke desa itu. Bukankah hanya desa itu
yang selama ini menjadi tempat berbelanja?" jelas Darpa yang senyumnya kian
melebar melihat wajah adik
seperguruannya yang tampak lucu.
"Sudahlah. Ayo kita ikuti mereka," ujar Ki Giri
Tantra menengahi.
Tak tega juga hati orang tua itu melihat wajah
Sudira yang sudah menjadi merah karena godaan Darpa. Kemudian, tubuh jago pedang
wilayah Selatan itu
sudah berkelebat mendahului kedua orang murid-nya.
Tanpa banyak cakap lagi, Darpa dan Sudira pun
bergegas menggenjot tubuhnya. Sesaat kemudian, kedua orang itu telah berada
beberapa langkah di belakang Ki Giri Tantra. Hal itu karena Raja Pedang Sinar
Pelangi tidak mengerahkan seluruh ilmu larinya. Kalau
tidak, sulit rasanya bagi kedua orang itu mensejajari
lari gurunya. *** Tepat ketika matahari berada di atas kepala, pedati yang ditumpangi delapan
orang murid Perguruan
Pedang Sinar Pelangi itu mulai memasuki mulut Desa
Pandan. Beberapa orang penduduk desa yang kebetulan
berpapasan dengan kedua pedati bergegas menyingkir
Misteri Dewi Pembalasan 1 Siluman Goa Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Eng Djiauw Ong 25
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama