Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah Bagian 2
berhasil bersarang di tubuhnya. Pada saat itu,
Carika dan dua orang pembantu kepala desa
lainnya sudah berdatangan. Dan begitu melihat
Dirat bertarung dengan seorang berbaju serba
merah yang memang sudah ditunggu-tunggu
langsung saja mereka terjun ke dalam
pertarungan. Menghadapi empat orang, tampaknya orang
berbaju serba merah itu tidak mengalami
kesulitan. Bahkan gerakan-gerakannya semakin
bertambah cepat saja, meskipun diserang dari
empat jurusan. Tak satu pun dari seranganserangan keempat pembantu utama kepala desa
itu yang berhasil menyambar tubuh lawan.
Bahkan untuk menyentuh tubuhnya saja, sampai
beberapa jurus berlalu belum juga bisa
terlaksana. "Keluarkan senjata..." teriak
Dirat tiba-tiba.
Sret! Cring...! Cepat sekali mereka mencabut golok yang
terselip di pinggang. Lalu secepat itu pula, mereka menyerang mempergunakan
golok yang berkelebatan cepat, mengjncar setiap anggota
tubuh orang berbaju serba merah itu. Namun
begitu, masih sulit bagi mereka untuk rnendesak sosok tubuh berbaju merah ini.
Padahal, mereka
sudah menggunakan senjata golok.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja orang berbaju serba merah itu
melentingkan tubuhnya ke udara, lalu manis
sekali melakukan beberapa kali putaran. Begitu
ringan kakinya menjejak tanah, di luar kepungan empat orang laki-laki bertubuh
tegap ini. Kini
mereka baru tahu kalau orang berbaju serba
merah itu tengah memanggul sesosok tubuh yang
tampaknya dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Begitu bernafsunya mereka, sehingga tidak
memperhatikan kalau orang berbaju serba merah
itu sedang memanggul seorang pemuda yang
diambilnya dari sebuah rumah tadi.
"Kepung...! Jangan biarkan lolos...!" seru Dirat memberi perintah.
"Hup...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Empat laki-laki bertubuh tinggi tegap itu
langsung saja berlompatan mengepung orang
berbaju serba merah. Sementara, Dirat mencoba
memperhatikan wajahnya. Tapi malam yang
begitu gelap, ditambah lagi rambut orang itu
teriap lebat, membuat wajah orang itu sukar
dikenali. Rambut yang hitam panjang dan lebat
itu menutupi hampir seluruh wajahnya. Tapi dari bentuk tubuhnya yang ramping
terbalut baju ketat berwarna merah menyala, sudah bisa
dipastikan kalau dia seorang wanita. Dan
kulitnya yang putih halus juga membuat Dirat
yakin kalau orang itu adalah wanita.
"Kau pasti bukan Ratu Gua Setan. Siapa
kau sebenarnya..."!" desis Dirat dengan suara begitu dingin menggetarkan.
"Aku Dewi Asmara Darah," sahut wanita berbaju serba merah itu tidak kalah dingin
suaranya. "Hmmm... jadi kau yang selama ini menculik dan membunuh anak-anak muda Desa
Cendana...?" dengus Dirat semakin dingin nada suaranya.
"Ya. Dan aku akan berhenti kalau semua
lelaki di desa ini lenyap!"
"Iblis...!" geram Dirat langsung memerah wajahnya.
"Hi hi hi...! Kalian semua juga harus
mampus! Sayang sekali, aku sama sekali tidak
ada selera buat kalian. Jadi, terpaksa kalian
harus mati tanpa bisa lagi menikmati kesenangan permainan asmaraku. Hi hi
hi...!" suara wanita yang mengaku bernama Dewi Asmara Darah itu
terasa begitu kering dan mengerikan.
Dewi Asmara Darah menurunkan tubuh
pemuda yang berada di atas pundaknya.
Kemudian, perlahan-lahan tubuhnya diputar,
merayapi empat orang laki-laki yang sudah
mengepung, bersenjatakan golok berkilatan
tersilang di depan dada. Pandangannya yang
hampir terhalang rambut, kini tertuju lurus pada Dirat. Suara tawanya masih
terdengar terkikik
mengerikan. *** "Menyingkir kalian...! Dia bukan lawanmu!"
Tiba-tiba saja terdengar bentakan keras
menggelegar. Empat orang pemuda Desa Cendana
itu semua terkejut sampai berpaling ke arah
datangnya bentakan tadi Dan entah dari mana
datangnya, tahu-tahu tidak jauh dari mereka
sudah berdiri seorang pemuda bertubuh tegap.
Wajahnya tampan. Sedangkan baju-nya dari kulit
harimau. Seekor monyet kecil duduk tenang di
pundak kanannya.
Dengan ayunan kaki tegap, dia melangkah
perlahan mendekafi empat orang laki-laki yang
mengepung wanita berbaju serba merah itu.
Mereka langsung bergerak menyingkir, begitu
mengenali pemuda yang tiba-tiba saja muncul.
Empat pemuda itu segera berdiri berjajar di
belakang pemuda berbaju kulit harimau ini.
"Menjauhlah.... Dia bukan lawan kalian,"
ujar pemuda itu terus menatap wanita berbaju
serba merah itu yang tidak begitu jelas kelihatan wajahnya.
"Baik, Bayu...," sahut Dirat mewakili teman-temannya.
"Ayo..., ayo kita menjauh...."
Dirat segera mengajak yang lain segera
menjauhi tempat itu, mencari tempat yang cukup
aman. Tapi mereka tidak mau meninggalkan
terlalu jauh, agar bisa melihat apa yang akan
dilakukan pemuda berbaju kulit harimau yang
tak lain adalah Bayu, atau lebih dikenal berjuluk Pendekar Pulau Neraka.
"Kau tentu masih mengenaliku, Dewi
Asmara Darah...," desis Bayu terasa begitu dingin nada suaranya.
"Phuih! Kau selalu saja muncul
menggangguku, Pendekar Pulau Neraka!" dengus Dewi Asmara Darah ketus.
"Aku tentu tidak akan mengganggu kalau
kau mau menghehtikan semua perbuatanmu,
Dewi Asmara Darah," ujar Bayu kalem.
"Setan...! Seharusnya kau kubikin mampus
waktu itu, Pendekar Pulau Neraka!" gertak Dewi Asmara Darah berang.
'Tapi kenyataannya, kalau tidak ditolong
nenek nenek tua itu, kau yang sudah menghuni
lubang kubur."
"Keparat! Kau tidak akan bisa lagi
menghalangiku, Pendekar Pulau Neraka! Mampus
kau, hih...!"
Wuk! "Haiiit...!"
Cepat sekali Bayu mengegoskan tubuhnya
ke ka-nan, begitu tiba-tiba Dewi Asmara Darah
mengebutkan tangan kanan ke depan. Dari balik
lipatan lengan bajunya yang longgar, melesat
beberapa buah jarum kecil berwarna merah yang
langsung meluncur deras di samping tubuh
Pendekar Pulau Neraka.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu terlepas dari serangan wanita berbaju
serba merah itu, cepat sekali Bayu melenting ke udara. Lalu setelah melakukan
beberapa kali putaran, dengan kecepatan bagai kilat tubuhnya
meluruk deras sambil melontarkan beberapa
pukulan keras beruntun, yang disertai
pengerahan tenaga dalam tingkat sempurna.
"Uts! Hiyaaa...!"
Dewi Asmara Darah cepat-cepat melompat
ke belakang. Lalu cepat sekali dibalasnya
serangan Pendekar Pulau Neraka itu dengan
lontaran beberapa pukulan keras menggeledek.
Pertarungan tidak dapat dihindarkan lagi. Mereka sama-sama langsung mengeluarkan jurus-jurus
tingkat tinggi yang begitu dahsyat dan berbahaya.
Gerakan-gerakan yang dilakukan juga begitu
cepat, sehingga sukar untuk diikuti pandangan
mata biasa. Begitu cepatnya, sampai bentuk
tubuh mereka benar-benar lenyap. Dan yang
terlihat hanya dua bayangan berkelebat saling
sambar. Entah sudah berapa jurus berganti, tapi pertarungan itu tampaknya masih
akan terus berlangsung lama.
Sementara itu, diam-diam Dirat melangkah
mendekati pemuda yang masih tergolek di tanah
tak sadarkan diri. Dalam pertarungannya, Bayu
bisa melihat tindakan pembantu kepala desa itu.
Maka Dewi Asmara Darah sengaja digiring
menjauhi pemuda itu. Rupanya, wanita berbaju
serba merah itu tidak menyadari. Dan dia baru
sadar setelah Dirat telah mengamankan pemuda
yang diculiknya dari salah satu rumah penduduk, kini sudah berada di tempat
aman. Bahkan kini
terlindung oleh empat orang pembantu Kepala
Desa Cendana ini.
"Setan...! Kalian akan menerima akibatnya!
Hiyaaat...!"
Dewi Asmara Darah benar-benar memuncak
amarahnya, sehingga tiba-tiba saja melenting
cepat ke arah empat orang laki-laki bertubuh
tegap itu. Tapi Bayu sama sekali tidak mau
melepaskan lagi. Maka Pendekar Pulau Neraka
segera saja melesat cepat bagai kilat mengejar
wanita berbaju serba merah itu.
"Hiyaaa...!"
Bet! Wusss...! Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka
mengebutkan tangan kanannya, selagi melayang
di udara mengejar Dewi Asmara Darah. Seketika
itu juga, Cakra Maut yang selalu menempel di
pergelangan tangan kanannya melesat cepat bagai kilat mengejar wanita berbaju
serba merah itu.
"Setan...! Hup! Yeaaah...!" Cepat-cepat Dewi Asmara Darah membanting tubuhnya ke
tanah menghindari terjangan Cakra Maut yang
dilepaskan Pendekar Pulau Neraka itu. Melihat
senjata cakra bersegi enam tidak mengenai
sasaran, Bayu cepat-cepat mengangkat tangannya
ke atas kepala sambil menjejakkan kaki kembali
ke tanah. Cakra Maut itu kembali menempel di
pergelangan tangan Pendekar Pulau Neraka.
"Kau tidak akan bisa lagi terlepas dariku, Perem-puan Iblis! Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Bayu
langsung melenting dan melepaskan beberapa
kali pukulan menggeledek disertai pengerahan
tenaga dalam tingkat tinggi. Padahal pada saat itu Dewi Asmara Darah baru bisa
bangkit berdiri.
Maka, wanita itu karuan saja jadi terperangah,
begitu melihat Bayu sudah kembali melakukan
serangan yang begitu cepat sekali.
"Uts...!"
Dewi Asmara Darah cepat-cepat meliukkan
tubuh menghindari beberapa pukulan keras
bertenaga dalam tinggi dari Pendekar Pulau
Neraka. Tapi ketika Bayu melepaskan satu
tendangan keras menggeledek yang begitu cepat
dan tidak terduga, wanita berbaju serba merah
itu tidak dapat lagi menghindarinya. Sehingga....
Desss! "Akh...!"
Satu jeritan keras tertahan seketika
terdengar begitu tendangan Bayu yang begitu
cepat berhasil mendarat telak di dada Dewi
Asmara Darah. Akibatnya, wanita berbaju serba
merah itu terpental beberapa tombak ke
belakang. Begitu kerasnya tendangan tadi, hingga tubuh Dewi Asmara Darah
terbanting keras di
tanah setelah melayang deras beberapa tombak.
"Ugkh...!"
Darah kental agak kehitaman terpental
keluar dari mulut wanita yang wajahnya hampir
tertutup rambut panjang meriap tak beraturan
itu. Namun, dia segera berusaha bangkit berdiri.
Tubuh Dewi Asmara Darah terhuyung-huyung,
dengan tangan kiri memegangi dada yang tadi
terkena tendangan keras menggeledek Pendekar
Pulau Neraka. *** Sementara itu, Bayu berdiri tegak
memandangi Dewi Asmara Darah yang kini sudah
bisa berdiri, mes-kipun masih sedikit limbung.
Tangan Pendekar Pulau Neraka terangkat ke
pundak, mengelus-elus monyet kecil yang sejak
tadi masih berada di pundaknya. Maka, binatang
itu kontan memeluk leher Bayu erat-erat.
Memang, sejak tadi monyet kecil berbulu hitam
itu tidak ditinggalkan, sehingga masih tetap
berada di pundaknya. Padahal, pertarungannya
tadi begitu sengit melawan Dewi Asmara Darah.
"Nguk!"
"Menyingkir dulu, Tiren," kata Bayu, seraya menurunkan monyet kecil itu dari
Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pundaknya. "Nguk!"
Monyet kecil berbulu hitam itu berjingkakan,
lalu berlari-lari kecil menjauhi Pendekar Pulau Neraka. Sementara Bayu sudah
mulai melangkah
perlahan-lahan menghampiri Dewi Asmara Darah.
Tatapan matanya begitu tajam, memperhatikan
wanita berbaju serba merah yang tidak jelas
wajahnya. Dia baru berhenti setelah jaraknya
tinggal beberapa langkah lagi. Sementara dari
balik rambutnya yang teriap menutup wajah,
Dewi Asmara Darah menatap tajam Pendekar
Pulau Neraka. Memang, rasanya Dewi Asmara Darah tidak
mungkin lagi bisa melanjutkan pertarungan ini.
Dan kalaupun dipaksakan, bukan tidak mustahil
bakalan tewas. Tendangan keras yang bersarang
di dada, membuat napasnya terasa begitu sesak.
Belum lagi dari pertarungan tadi, tenaganya
sudah terkuras begitu banyak. Bahkan mungkin
sekarang ini tidak lagi bisa mengerahkan tenaga
dalam penuh. Untung saja yang diterimanya
sebuah tendangan. Kalau tadi Pendekar Pulau
Neraka memberikan satu totokan yang tepat
bersarang di dada, barangkali sekarang ini dia
sudah tidak bisa lagi berdiri. Dewi Asmara Darah hanya bisa menunggu, dan
mencari kesempatan
untuk kabur dari tempat ini.
"Sebaiknya kau menyerah saja, Nisanak.
Tidak ada gunanya lagi bertahan. Apalagi
mencoba melawan. Aku tahu, siapa kau
sesungguhnya. Kau masih punya kesempatan
merubah dan memperbaiki jalan hidupmu," Bayu mencoba membujuk dengan suara
dibuat lembut. "Jangan terlalu bangga, Pendekar Pulau
Neraka. Aku belum lagi kalah darimu...!" dengus Dewi Asmara Darah dingin.
"Aku tahu, persoalan apa yang sedang kau
hadapi, Nisanak. Dan aku...."
"Jangan banyak omong!" sentak Dewi
Asmara Darah memutus ucapan Pendekar Pulau
Neraka. "Hih...!"
Tiba-tiba saja tangan kanan wanita berbaju
serba merah itu bergerak cepat, mengebut ke
depan. Dan seketika itu juga, dari balik lipatan lengan bajunya yang longgar,
melesat beberapa
buah benda kecil berbentuk seperti jarum
berwarna merah bagai titik api.
"Heh..."! Hup!"
Bayu jadi terkejut setengah mati. Buru-buru
tubuhnya melenting, berputaran ke belakang
menghindari serangan senjata rahasia jarum
merah itu. Dan pada saat yang bersamaan....
"Hup! Yeaaah...!"
Dengan sisa-sisa kekuatannya yang ada,
Dewi Asmara Darah cepat-cepat melesat pergi.
Dan ketika Bayu bisa menjejakkan kaki kembali
di tanah, bayangan tubuh wanita berbaju merah
itu sudah tidak terlihat lagi, tertelan gelapnya malam ini.
"Setan...!" dengus Bayu kesal. Namun
begitu, Bayu memuji dalam hati kecerdikan
wanita berbaju serba merah yang dijuluki Dewi
Asmara Darah. Namun, Bayu juga jadi kesal
sendiri. Masalahnya setiap kali tinggal
meringkusnya, wanita itu selalu saja bisa
meloloskan diri dengan cara yang sama sekali
tidak terduga. Bayu jadi mengumpat sendiri
dalam hati. Memaki dirinya yang selalu saja bisa diperdaya oleh wanita itu.
Sudah beberapa kali mereka bertemu, dan
selalu terjadi bentrokan. Tapi, selalu saja Dewi Asmara Darah berhasil
meloloskan diri dengan
segala daya dan akalnya yang begitu cerdik. Bayu memang sedang memburu wanita
aneh yang dijuluki Dewi Asmara Darah itu. Karena setiap
kemunculannya di sebuah desa, selalu saja
menimbulkan keonaran. Dan sekarang wanita
aneh itu muncul di Desa Cendana ini, dengan
segala tingkah dan perbuatannya yang merugikan
orang banyak. Bahkan sekarang ini tampaknya
lebih brutal lagi, dengan mengambil paksa
pemuda-pemuda desa yang sama sekali tidak
mengerti ilmu olah kanuragan. Pemuda-pemuda
desa yang sehari-harinya selalu bergelut dengan lumpur sawah.
"Bayu...."
Bayu berpaling begitu mendengar namanya
dipanggil. Tampak Dirat, Carika, dan yang lain melangkah cepat menghampiri. Dan
pemuda yang tadi hampir dibawa lari Dewi Asmara Darah kini mengikuti dari belakang. Rupanya,
dia sudah terlepas dari totokan yang membuatnya tadi tidak sadarkan diri. Entah siapa yang
membebaskan totokan itu. Yang pasti, salah seorang dari empat laki-laki pembantu Kepala Desa
Cendana ini. "Tampaknya kau mengenal perempuan setan
pengacau itu, Bayu...," ujar Dirat langsung membuka suara, begitu berada dekat
dengan Pendekar Pulau Neraka.
"Aku memang sedang memburunya, Paman,"
sahut Bayu. "Sudah tiga desa dikacaukannya.
Dan ini desa yang keempat. Tapi memang tidak
mudah meringkusnya. Dia memiliki seribu akal
untuk bisa terlepas, meskipun sudah dalam
keadaan terluka parah."
"Apakah dia akan kembali lagi?" selak Carika bertanya.
"Kalau bukan dia yang kembali, pasti
bibinya atau lima orang pengikut bibinya," sahut Bayu. "Maksudmu, si Ratu Gua
Setan...?" selak Dirat langsung menangkap maksud jawaban
Pendekar Pulau Nereka.
"Ya! Memang dia yang menjadi pangkal dari
semua malapetaka ini," sahut Bayu lagi, agak mendesah suaranya
Pendekar Pulau Neraka membungkukkan
tubuh sedikit, dan menjulurkan tangannya pada
monyet kecil yang sudah berada di dekat kakinya.
Lalu diangkatnya monyet kecil berbulu hitam itu, dan ditaruhnya di atas pundak
sebelah kanan. Monyet kecil yang bernama Tiren itu tampak
senang berada di pundak Pendekar Pulau Neraka.
"Maaf, aku harus pergi
sekarang," kata Bayu.
"Oh, jangan dulu..," cegah Dirat
buru-buru. "Sebaiknya kau tetap berada di sini,
Pendekar...."
"Benar. Kami membutuhkan seorang
pendekar digdaya sepertimu untuk menghadapi
mereka," sambung Carika.
"Akan sangat berbahaya jika aku tetap
berada di sini," ujar Bayu menolak halus, tapi terdengar tegas nada suaranya.
"Maksudmu...?" Dirat jadi tidak mengerti.
"Mereka akan datang dan menghancurkan
desa ini, dengan dalih mencariku. Dan sebaiknya, aku memang tidak berada di desa
ini. Tapi aku pasti tidak jauh. Aku akan datang lagi kalau
mereka muncul di sini," Bayu memberi alasan.
"Lalu, ke mana kau akan pergi?" tanya Carika.
"Aku akan mengejar wanita itu. Aku tahu, ke mana dia pergi," sahut Bayu.
Mereka tidak bisa lagi mencegah Pendekar
Pulau Neraka. Mereka hanya bisa memandangi,
sampai pemuda berbaju kulit harimau itu jauh
meninggalkannya. Sementara malam terus
merayap semakin larut Dan tak ada seorang pun
yang melihat kejadian barusan, selain mereka.
Sedangkan Bayu semakin jauh melangkah pergi.
Dan arahnya jelas menuju ke hutan, tempat Dewi
Asmara Darah tadi kabur.
"Ayo kita pulang...," ajak Dirat setelah Bayu tidak terlihat lagi, tertelan
lebatnya pepohonan di hutan.
Mereka kemudian melangkah meninggalkan
tempat itu. " Aku tidak pernah bermimpi bisa bertemu
Pendekar Pulau Neraka," desah Carika
menggumam, seperti bicara pada diri sendiri.
"Kau mengenalnya, Carika?" tanya Dirat ingin tahu.
"Aku sering mendengar namanya, dari cerita para pendekar kelana yang singgah di
sini Sungguh tidak kusangka kalau orang yang
bernama Pendekar Pulau Neraka masih begitu
muda, gagah, dan tampan sekali," sahut Carika.
Ada nada kebanggaan pada suaranya, karena bisa
bertemu langsung seorang pendekar kosen yang
selalu jadi bahan pembicaraan di kalangan orang-orang persilatan.
Mereka tidak lagi berbicara, dan terus saja
berjalan mengantarkan pemuda yang hampir saja
diculik Dewi Asmara Darah. Tak ada lagi yang
mengeluarkan suara untuk berbicara, mereka
sibuk dengan pikiran masing-masing. Pikiran
mereka begitu berkecamuk, setelah kemunculan
seorang wanita yang dijuluki Dewi Asmara Darah
itu. *** 6 Sementara itu di dalam hutan, Bayu berlarilari kecil sambil mengerahkan ilmu meringankan
tubuh. Gerakan kakinya begitu lincah dan ringan, sehingga tak ada sedikit pun
suara yang ditimbulkannya. Padahal tanah di dalam hutan
ini tertutup dedaunan kering yang sudah banyak
membusuk. Bayu terus berlari sambil sesekali
mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Tak ada seorang pun yang terlihat. Yang ada
hanya kegelapan malam, dengan pepohonan yang
menghitam pekat Keadaan di dalam hutan ini
begitu mengerikan. Suara jangkrik dan binatang
malam lainnya terdengar menyayat, bagai
tembang kematian yang mewarnai malam ini.
Namun Pendekar Pulau Neraka tampaknya tidak
peduli. Dia terus berlari-lari kecil sambil
memperhatikan keadaan sekelilingnya, kalaukalau melihat satu bayangan orang berkelebat
Tapi sampai jauh masuk ke dalam hutan ini,
tidak satu bayangan pun terlihat berkelebat
Terlebih lagi, bayangan merah yang memang
sedang dikejarnya. Hutan ini begitu lebat. Dan malam juga demikian pekat membuat
pandangan Pendekar Pulau Neraka jadi terganggu. Sukar
baginya untuk bisa melihat jauh ke depan. Maka
dia terpaksa harus memasang telinganya tajamtajam. Wusss...! "Heh..."!"
Bayu jadi tersentak setengah mati, begitu
tiba-tiba saja dari arah samping kiri berkelebat sebuah bayangan merah. Kalau
saja tidak segera
melompat ke belakang, sudah pasti tubuhnya
tersambar bayangan merah yang tercampur
kelebatan cahaya keperakan. Dan begitu kakinya
kembali menjejak tanah, tahu-tahu di depannya
sudah berdiri seseorang yang mengenakan jubah
merah panjang. Rambutnya juga merah menyala
seperti api. Sukar mengenali wajahnya, karena hampir seluruhnya tertutup rambut
yang merah panjang meriap tak teratur.
"Ratu Gua Setan...," desis Bayu langsung menge-nali orang berjubah merah itu.
"Hik hik hik...! Apa yang kau lakukan di sini, Bocah?" terasa begitu kering
sekali nada suara wanita berambut merah yang dikenali berjuluk
Ratu Gua Setan itu.
"Aku rasa, sama seperti yang kau lakukan di sini, Ratu Gua Setan. Tapi jelas
tujuan kita berbeda. Kau mencari orang untuk kesenangan
dirimu sendiri, sedangkan aku memburu orang
yang memang patut diburu seperti binatang,"
sahut Bayu langsung ketus nada suaranya.
"Phuih...! Kau berlagak seperti dirimu paling suci, Bocah!"
'Tidak ada seorang pun di dunia ini yang
suci, Nenek Tua."
"Setan...! Kau pikir aku sudah tua, heh..."!
Lihat ini..!"
Ratu Gua Setan langsung menyibakkan
rambut-nya yang berwarna merah menyala bagai
berlumur darah itu Seketjka, Bayu jadi tersentak kaget Kedua bola matanya
terbeliak Iebar.
Sungguh tidak disangka sama sekali kalau wanita berjubah merah yang dikira sudah
lanjut usia itu, ternyata memiliki wajah yang begitu cantik.
Bahkan bagai bidadari baru turun dari
kahyangan. "Kau tahu, Pendekar Pulau Neraka...! Setiap laki-laki yang melihat wajahku,
harus mampus!"
dengus Ratu Gua Setan.
"Hmmm...," Bayu jadi menggumam.
"Dan kau sudah melihat wajahku. Maka,
kau juga harus mati malam ini," sambung Ratu Gua Setan. 'Tapi..."
Wanita berjubah merah itu tidak
meneruskan kalimatnya, kemudian menggelung
rambutnya yang merah bagai api ke atas. Lalu
diikatnya dengan sehelai kain yang juga berwarna merah. Kini wajahnya yang
cantik terlihat begitu
jelas. Kulitnya tampak putih dan halus bagai
patung porselen. Memang sungguh sukar
dibayangkan, kalau wanita yang memiliki suara
kering bagai nenek-nenek itu temyata masih
Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begitu muda dan cantik sekali. Tapi setelah
memperlihatkan wajahnya, suaranya pun
langsung berubah tidak seperti tadi. Sementara Bayu sudah menurunkan Tiren dari
pundaknya. Tanpa diperintah lagi. Monyet kecil berbulu hitam itu berlarian ke pohon yang
agak jauh. Lalu
dinaikinya pohon itu dengan gerakan sangat
lincah. Kemudian, binatang itu duduk di atas
dahan pohon yang cukup tinggi. Monyet kecil
yang biasa dipanggil Tiren itu, duduk diam
memperhatikan dua tokoh kosen rimba persilatan
yang sudah berdiri saling berhadapan.
"Sebenamya..., apa yang telah terjadi di
antara kita, Bayu" Aku rasa, tidak ada satu
pertentangan pun yang membuat kita harus
saling bermusuhan," kali ini suara Ratu Gua Setan terdengar begitu lembut
"Jalan hidup yang kita tempuh, sangat jauh berbeda. Dan itu yang menjadi
pertentangan di
antara kita, Arini," sahut Bayu, ikut memanggil nama asli wanita ini. Karena,
Ratu Gua Setan sendiri tadi telah menyebut nama asli Pendekar
Pulau Neraka itu.
"Hebat..! Ternyata kau sudah tahu tentang
diriku, Bayu."
"Ya..., dan aku juga tahu tentang anak
angkatmu. Juga maksudmu menjarah Desa
Cendana. Dan perlu diketahui, semua yang kau
lakukan tidak luput dari perhatianku. Bahkan
mungkin semua pendekar di dunia ini mengutuk
perbuatanmu. Maka aku mewakili mereka semua
kaum pendekar untuk menghentikanmu!" tegas Bayu. "Ha ha ha...!" Arini jadi
tertawa terbahak-bahak.
Entah kenapa, kata-kata Bayu barusan
membuat tenggorokannya terasa tergelitik,
sehingga membuatnya jadi tertawa terbahakbahak. Tapi Bayu hanya dlam saja memandangi
wanita berambut merah yang cantik bagai
bidadari itu. Meskipun disadari kalau
pandangannya sedang tertipu, tapi sempat juga
ludahnya ditelan saat melihat cara Arini tertawa barusan.
*** "Bayu, aku menawarkan padamu
kesenangan yang tidak pernah dibayangkan
selama hidupmu. Tapi, dengan satu syarat. Kau
tidak lagi mengusik segala apa yang kuperbuat,"
kata Arini menawarkan satu perjanjian.
"Hm.... Siasat apa lagi yang akan kau
lontarkan, Arini?" desis Bayu dingin, setengah menggumam suaranya.
"Apakah begitu sikap seorang pendekar"
Selalu saja menaruh prasangka buruk kepada
seseorang," dengus Arini.
"Tergantung siapa yang dihadapi," sahut
Bayu tetap dingin.
"Sebenarnya, aku tidak ingin di antara kita terjadi permusuhan, Bayu," kata
Arini masih dengan suara dfbuat lembut
"Dunia ini tidak akan ada permusuhan, jika orang-orang sepertimu lenyap dari
muka bumi!"
dengus Bayu masih tetap bersikap dingin.
"Huh...! Jangan membuatku hilang
kesabaran, Bayu," dengus Arini
"Kesabaranku pun ada batasnya, Arini. Dan
sekali lagi kuperingatkan. Jangan coba-coba
membujukku dengan segala rayuan dan
kecantikan wajahmu. Aku tahu, di balik wajahmu
yang cantik sebenarnya kau adalah wanita tua,
Arini." "Bocah sombong! Keras kepala...! Aku akan
menaklukkanmu, Pendekar Pulau Neraka," desis Arini jadi menggeram berang. "Kau
akan menyesal atas keangkuhanmu, Pendekar Pulau Neraka."
Bayu hanya tersenyum sinis. Hatinya
memang sudah muak atas segala sikap dan
perbuatan Ratu Gua Setan itu. Sudah tidak
terhitung lagi, berapa keluarga yang anak lakilakinya dijadikan korban dari kebuasan nafsu
wanita ini. Dan mereka meminta tolong padanya
untuk membalaskan kematian anak-anak
mereka. Bayu sudah berjanji akan membasmi
Ratu Gua Setan dan gadis-gadis pengikutnya.
Dan janjinya harus dilakukan, walau apa pun
yang akan terjadi. Sementara Arini yang dikenal
berjuluk Ratu Gua Setan, menatap tajam
Pendekar Pulau Neraka. Kemudian, perlahanlahan pedang yang tersembunyi di balik jubah
panjangnya dicabut
Sret! Bayu sempat melangkah mundur beberapa
tindak, melihat pedang di tangan Ratu Gua Setan itu mengeluarkan api yang
menyala berkobar.
Begitu dahsyat pamor pedang wanita berjubah
merah ini. Perlahan-lahan Arini mengangkat
pedangnya, hingga tertuju lurus ke dada
Pendekar Pulau Neraka.
"Seharusnya aku membunuhmu, Pendekar
Pulau Neraka. Tapi, aku ingin kau menjadi
budakku sebelum mati," desis Arini begitu dingin sekali nada suaranya.
"Hmmm...," Bayu hanya menggumam
perlahan saja. "Terimalah seranganku, Bayu. Hiyaaat..!"
Bet! "Uts!"
Cepat-cepat Bayu menarik tubuhnya ke
belakang, begitu tiba-tiba Arini mengebutkan
cepat pedangnya. Ujung pedang yang
memancarkan api itu lewat sedikit di depan dada Pendekar Pulau Neraka. Saat itu
juga, Bayu merasakan hawa yang begitu panas menyengat
bagai hendak membakar seluruh kulit tubuhnya.
"Huppp...!"
Cepat-cepat Bayu melompat beberapa
langkah ke belakang, sebelum Arini kembali
melakukan serangan. Tapi pada saat kakinya
baru saja menjejak tanah, Ratu Gua Setan sudah
kembali melompat cepat sambil mengebutkan
pedang beberapa kali, ke arah yang paling
mematikan. Hal ini membuat Pendekar Pulau
Neraka benar-benar jadi kelabakan setengah
mati. Terpaksa tubuhnya berjumpalitan
menghindari setiap serangan yang dilancarkan
Arini begitu cepat
Sebentar saja, hawa di sekitar tempat
pertarungan itu sudah terasa begitu panas
menyengat sehingga napas Bayu jadi terasa
sesak. Tapi sulit bagi Pendekar Pulau Neraka
untuk keluar sedikit saja dari batas serangan
wanita cantik berjubah merah ini. Karena,
serangan-serangan yang dilakukan Ratu Gua
Setan benar-benar cepat dan beruntun. Sedikit
pun Bayu tak diberi kesempatan untuk
menyerang. Namun setelah beberapa jurus berlalu, Ratu
Gua Setan belum juga bisa mendesak. Gerakangerakan berkelit yang dilakukan Pendekar Pulau
Neraka demikian indah dan cepat luar biasa.
Meskipun sudah beberapa kali Arini
membabatkan pedangnya, namun Bayu masih
bisa menghindarinya. Hal ini tentu saja membuat Ratu Gua Setan itu jadi berang.
Maka rasa penasarannya pun timbul di hatinya. Sehingga
serangannya semakin diperhebat, dengan jurusjurus dahsyat luar biasa.
"Lihat kaki...!" seru Arini tiba-tiba.
Bet! "Ufs...!"
Bayu jadi terkejut bukan main, begitu tibatiba Arini mengebutkan pedangnya ke arah dada.
Padahal dia tadi berteriak memperingatkan
kakinya. Untung saja Pendekar Pulau Neraka bisa melihat cepat gerakan tangan
yang menggenggam
pedang berapi itu. Maka, cepat-cepat tubuhnya
ditarik ke belakang menghindari kebutan pedang
berapi itu. Tapi pada saat berada di tengah dada, Arini
cepat menghentikan arus kebutan pedangnya.
Dan secepat itu pula, pedangnya ditusukkan
sambil mendoyongkan tubuhnya ke depan.
Gerakan yang begitu cepat dan tiba-tiba,
membuat Bayu jadi terbeliak kaget setengah mati.
"Happp!"
Memang tak ada jalan lain lagi bagi Bayu
untuk menghindarinya dari tusukan pedang yang
mengeluarkan api itu. Maka dengan cepat sekali
tangan kanannya diangkat, untuk menangkis
tusukan pedang berapi dengan Cakra Maut yang
menempel di pergelangan tangan kanan.
Trang! "Akh...!"
"Ugkh...!"
Tepat di saat dua senjata berpamor dahsyat
itu beradu, baik Bayu maupun Arini sama-sama
terpekik tertahan, dan sama-sama terpental ke
belakang. Tapi mereka cepat melakukan beberapa
putaran di udara untuk menguasai keseimbangan
tubuhnya. Dan secara bersamaan pula, mereka
sama-sama menjejakkan kaki di tanah. Lalu....
"Hiyaaat..!"
"Yeaaah...!"
*** Cepat sekali mereka saling beriompatan ke
udara, begitu kaki-kaki menjejak tanah. Bagai
selembar daun kering yang tertiup angin, mereka meluncur deras ke atas dan
bertemu pada satu
titik di udara. Tepat pada saat itu, Arini
membabatkan pedangnya ke tubuh Pendekar
Pulau Neraka. Tapi, pemuda berbaju kulit
harimau itu cepat sekali mengibaskan tangan
kanannya. Langsung ditangkisnya tebasan
pedang yang memancarkan api itu.
Trang! 'Yeaaah...!"
Arini cepat memutar pedangnya, dan
langsung dikibaskan ke arah kepala Pendekar
Pulau Neraka. Tapi dengan cepat pula Bayu
kembali mengibaskan tangan kanannya, dan
kembali berhasil menangkis tebasan pedang
berapi itu. "Hih! Yeaaah...!"
Arini yang merasa kesal karena serangannya
berhasil dipatahkan begitu saja, cepat
menghentakkan tangan kirinya ke depan sambil
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam.
Tepat pada saat itu, Bayu memiringkan tubuhnya
ke kanan seraya mendorong tangan kirinya ke
depan. Tak pelak lagi, dua telapak tangan yang terbuka beradu tepat di tengahtengah. Glarrr...! Satu ledakan keras menggelegar terdengar
dahsyat begitu dua telapak tangan yang samasama dialiri tenaga dalam tinggi beradu di udara.
Tampak Arini terpental ke belakang sambil
menjerit melengking tinggi. Dan Bayu juga
terpental berputaran di udara. Namun, hanya
sedikit keluhan kecil yang keluar dari mulutnya.
Brukkk! "Akh...!"
Begitu kerasnya Arini jatuh ke tanah,
sehingga menjerit tertahan. Wanita berjubah
merah itu bergulingan beberapa kali di tanah, tapi cepat-cepat melompat bangldt
berdiri Tampak dari sudut bibirnya mengeluarkan darah kental
agak kehitaman. Matanya melirik ke samping, ke
arah tongkatnya yang bagian atasnya berbentuk
kepala singa tadi ditancapkan. Tongkat itu
memang masih tertanam di tanah, tidak jauh dari tempatnya berdiri. Cepat-cepat
pedang berapi itu dimasuk-kan ke dalam warangkanya di pinggang.
Lalu, dihampirinya tongkat berkepala singa itu, dan dicabut dari tanah.
Sementara itu Bayu yang mendarat mulus,
sudah berdiri tegak. Pendekar Pulau Neraka
bersiap menerima serangan lagi dari wanita
cantik berjubah merah ini Tapi tampaknya Ratu
Gua Setan hanya berdiri tegak, dengan ujung
tongkat menyangga tubuhnya. Tongkatnya
tampak digenggam erat-erat. Dan tatapan
matanya begitu tajam, menyorot langsung ke bola mata Pendekar Pulau Neraka yang
juga menyorot begitu tajam. "Kau memang tangguh, Pendekar Pulau
Neraka," puji Arini tulus. "Belum pernah aku mendapat pemuda setangguhmu."
'Terima kasih," ucap Bayu seraya tersenyum tipis. "Aku akan mengakui
kehebatanmu, kalau kau berhasil menandingi tongkat saktiku ini,"
desis Arini dingin.
"Hmmm...," Bayu hanya menggumam
saja. Bettt! Arini mengebutkan tongkat ke depan. Maka
tiba-tiba saja dari mulut kepala singa yang
menganga itu melesat secercah sinar merah yang
langsung meluruk deras ke arah Pendekar Pulau
Neraka. "Huppp!"
Cepat-cepat Bayu melompat berputaran ke
belakang, sehingga sinar merah itu hanya lewat di atas tubuhnya. Tapi, Ratu Gua
Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setan Hu tidak berhenti sampai di situ saja. Kembali tongkatnya dikebutkan beberapa kali.
Akibatnya, Bayu
terpaksa harus berjumpalitan menghindari sinarsinar merah yang meluncur deras bagai kilat ke
arahnya. "Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Pendekar Pulau Neraka
merundukkan tubuh, begitu sinar merah meluruk
deras ke arah kepalanya. Dan begitu sinar merah itu lewat di atas tubuhnya,
cepat sekali tubuhnya dimiringkan ke kiri. Lalu, tangan kanannya
ditarik ke depan dada. Dan seketika itu juga,
tangannya dikibaskan ke depan dengan
kecepatan sukar diikuti pandangan mata biasa.
"Yeaaah...!"
Wusss...! "Heh..."!"
Arini jadi tersentak kaget setengah mati,
begitu tiba-tiba Cakra Maut yang berada di
pergelangan tangan Pendekar Pulau Neraka
melesat cepat bagai kilat. Cepat-cepat tongkatnya ditarik. Memang tak ada lagi
kesempatan baginya untuk berkelit menghindari. Dan dengan cepat
pula ujung tongkatnya yang berbentuk kepala
seekor singa itu menangkis senjata maut
Pendekar Pulau Neraka.
Prakkk! "Akh...!"
"Happp!"
Tepat ketika Arini terhuyung-huyung ke
belakang akibat benturan tongkatnya dengan
Cakra Maut, Bayu cepat sekali melompat ke atas.
Lalu tangan kanannya digerakkan ke depan.
Cakra Maut yang baru saja kembali berputar
balik ke arahnya, kembali melesat cepat ke arah Ratu Gua Setan.
Begitu cepatnya serangan yang dilancarkan
Pendekar Pulau Neraka, sehingga membuat
wanita berjubah merah itu jadi terbeliak setengah mati. Maka tubuhnya terpaksa
harus dibanting
ke tanah dan bergulingan beberapa kali untuk
menghindari terjangan senjata maut berbentuk
bintang bersegi enam itu.
Tepat di saat Bayu kembali mendarat, dan
Cakra Maut kembali menempel di pergelangan
tangan kanannya, Arini melompat bangkit berdiri.
Namun, bola matanya kontan terbeliak lebar
begitu melihat ujung tongkatnya yang berbentuk
kepala singa sudah hancur. Dan dia baru sadar
kalau hal itu akibat benturan dengan Cakra Maut tadi "Setan keparat..!" geram
Arini langsung memerah wajahnya.
"Hih!"
Arini membuang tongkat kebanggaannya
yang sudah tidak berguna itu. Lalu, kembali
mencabut pedangnya yang tergantung di
pinggang, tertutup jubah yang panjang Pedang
yang memancarkan api itu kini sudah kembali
tergenggam di tangan, dan tersilang di depan
dada. Tatapan matanya begitu tajam menusuk
langsung ke bola mata Pendekar Pulau Neraka.
Rasa ingin menaklukkan pemuda tampan
berbaju kulit harimau itu sekarang tidak ada
tersirat di hatinya. Yang ada hanya kemarahan
dan nafsu untuk membunuh Pendekar Pulau
Neraka. Amarahnya benar-benar memuncak
melihat tongkat sakti kebanggaannya kini sudah
hancur tak berguna lagi. Dan sekarang, tinggal
pedang berapi ini yang menjadi andalannya.
Sungguh tidak disangka kalau senjata Pendekar
Pulau Neraka yang kecil dan berbentuk bintang
perak bersegi enam itu sangat dahsyat. Bahkan
memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Baru
kali ini tongkat saktinya bisa dihancurkan lawan.
Dan sudah barang tentu hal ini menjadikan
kemarahannya tak bisa lagi ditahan.
"Kau harus mampus, Bocah Keparat!
Hiyaaat..!"
"Hmmm.... Happp!"
*** 7 Serangan-serangan yang dilakukan Ratu
Gua Setan kali ini benar-benar cepat dan dahsyat luar biasa. Pedangnya yang
mengeluarkan api
berkelebatan cepat di sekitar tubuh Pendekar
Pulau Neraka. Dan seketika itu juga, udara di
sekitar hutan tempat pertarungan jadi terasa
panas dan menyesakkan. Tapi, pemuda berbaju
kulit harimau itu sudah memindahkan jalan
pernapasan ke perut. Sehingga, sama sekali tidak mengalami kesulitan menghadapi
serangan Ratu Gua Setan, meskipun udara di sekitarnya
semakin menipis saja.
"Gila...! Dia benar-benar tidak terpengaruh hawa pedangku...!" dengus Arini
dalam hati. Dia
benar-benar terkejut melihat ketangguhan
Pendekar Pulau Neraka.
"Keluarkan semua yang kau miliki, Arini!"
seru Bayu memanasi.
"Setan...!" geram Arini berang. "Rasakan aji
'Jerat Asmara'ku, Bocah Sombong!"
Gerakan-gerakan yang dilakukan Arini kini
benar-benar berubah cepat. Tangannya yang
menggenggam pedang bergerak lembut, dan
nampak perlahan sekali. Bahkan bibirnya
menyunggingkan senyum yang begitu manis
memikat Bayu jadi tersentak kaget melihat
perubahan yang begitu menyolok dilakukan Ratu
Gua Setan. "Ikh...!"
Bayu jadi terkejut begitu kepalanya tiba-tiba
saja terasa jadi pening. Maka cepat-cepat
Pendekar Pulau Neraka melompat mundur
beberapa langkah, sambil memutar tubuhnya ke
belakang beberapa kali. Sedangkan wanita
berjubah merah itu malah menggeser kakinya
begitu perlahan dan halus sekali, mengejar
Pendekar Pulau Neraka. Seketika Bayu
merasakan kepalanya jadi bertambah pening.
Pandangannya pun mulai berkunang-kunang.
Pendekar Pulau Neraka menggelenggelengkan kepala, berusaha mengusir rasa pening yang tiba-tiba saja
menyerangnya. Pada saat itu tercium satu aroma yang begitu harum semerbak.
Sukar dipercaya, kini Bayu merasakan wanita
yang berada di depannya kelihatan begitu cantik
dan menggairahkan sekali. Entah kenapa tibatiba saja di dalam dirinya terasa sesuatu
rangsangan bergejolak begitu cepat. Dan
rangsangan itu semakin kuat mendesaknya.
Sementara itu, Arini sudah memasukkan
pedangnya kembali ke dalam warangkanya di
pinggang. Dengan ayunan langkah yang begitu gemulai
sekali, dihampirinya Pendekar Pulau Neraka yang kini benar-benar sudah
terpengaruh rangsangan
dari aji 'Jerat Asmara' yang ditebarkan wanita
cantik berjubah merah menyala ini Begitu
dahsyatnya ajian itu, sehingga Bayu benar-benar tidak sempat lagi menyadari.
Bahkan desakan rangsangan dalam dirinya semakin bertambah
kuat saja. Pendekar Pulau Neraka benar-benar
tidak bisa lagi mengendalikan dirinya. Rangsang-an itu benar-benar sudah membuat
dirinya lupa. "Creceeet..!"
Tiba-tiba saja terdengar suara mencerecet
nyaring melengking. Dan sebelum ada yang
sempat menyadari, tahu-tahu dari atas sebuah
pohon meluncur see-kor monyet kecil berbulu
hitam. Monyet yang temyata Tiren itu langsung
meluruk deras ke kepala Ratu Gua Setan.
"Hei..."!"
Wanita berjubah merah itu jadi terkejut
setengah matt. Ratu Gua Setan tidak sempat lagi menghindari, ketika monyet
berbulu hitam itu
sudah menubruk kepalanya. Lalu, tiba-tiba saja
tangannya yang berkuku runcing dan hitam
mencakar wajah Ratu Gua Setan.
"Aaa...!" Arini jadi menjerit melengking.
"Nguk...!"
Tiren cepat-cepat melompat dari atas kepala,
ketika tangan Arini mengibas ke atas kepala.
Lalu, cepat sekali binatang itu kembali melompat begitu kakinya menjejak tanah.
Dan kali ini hinggap di punggung.
"Aaa...!"
Kembali Arini memekik keras, begitu
merasakan gigi-gigi yang tajam menembus kulit
tengkuknya. Wanita itu berputaran cepat. Lalu
tangannya bergerak menyambar ke belakang
punggungnya. Tapi Tiren sudah lebih dahulu
melompat, sehingga sambaran tangan Arini tidak
sampai mengenainya.
"Nguk! Nguk...!"
Tiren berjingkrak sambil mencerecet ribut di
depan wanita berjubah merah yang berjuluk Ratu
Gua Setan itu. Sedangkan Arini merasakan pedih
pada wajah dan tengkuknya yang berdarah.
Sementara itu, Bayu masih belum juga sadar dari pengaruh aji' Jerat Asmara' yang
ditebarkan Ratu Gua Setan tadi
"Nguk! Nguk...!"
Dengan gerakan lincah dan ringan sekali,
Tiren melompat ke pundak kanan Pendekar Pulau
Neraka. Dia berjingkrak dan mencerecet ribut,
berusaha membangunkan kesadaran pemuda
berbaju kulit harimau ini. Sedangkan Bayu hanya berpaling sedikit menatap monyet
kecil itu. Namun, pandangannya masih nanar.
"Crakkk...!"
Tiren menjerit keras sekali, tepat di depan
telinga Pendekar Pulau Neraka. Begitu kerasnya
jeritan monyet kecil itu, sehingga membuat Bayu memekik keras melengking tinggi.
"Aaa...!" "
Tiba-tiba saja tubuh Pendekar Pulau Neraka
ambruk ke tanah. Pada saat yang bersamaan,
Arini sudah melompat hendak menerkam monyet
kecil yang telah melukai wajah dan tengkuknya.
Tapi dengan gerakan cepat dan lincah sekali,
Tiren melompat menghindari terkaman wanita
berjubah merah itu. Dan sebelum Arini sempat
menyadari, tahu-tahu Tiren sudah melam-bung
tinggi dan hinggap di kepalanya.
Crokkk! "Aaa...!"
Lagi-lagi Arini menjerit keras melengking
tinggi, begitu jari tangan Tiren menembus mata
sebelah kirinya. Seketika, darah muncrat keluar begitu jari tangan monyet kecil
itu tercabut dari mata kiri Ratu Gua Setan. Lalu binatang itu
cepat-cepat melompat turun, dan berlari-lari
menghampiri Bayu yang masih tergeletak tak
sadarkan diri di tanah.
Sementara Arini terus menggerung-gerung
sambil menutupi wajahnya yang berlumuran
darah. Tapi sebentar kemudian, Ratu Gua Setan
itu berdiri kaku. Dengan mata yang tinggal
sebelah, ditatapnya Tiren yang berdiri di samping
tubuh Pendekar Pulau Neraka.
"Kubunuh kau, Monyet Keparat...!" geram Arini tidak lagi mempedulikan darah yang
terus bercucuran dari mata kirinya.
"Nguk!"
Tiren seperti menantang wanita berjubah
merah itu. Srettt! "Craiiikh...!"
Tiba-tiba saja monyet kecil berbulu hitam itu
melompat cepat, langsung naik ke atas pohon
begitu Arini mencabut pedangnya.
"Hiyaaat..!"
Dengan kalap sekali, Arini melompat ke
pohon mengejar monyet kecil berbulu hitam itu.
Dan secepat itu pula pedangnya yang
memancarkan api dikebutkan ke pohon yang
dinaiki Tiren. Seketika, pohon itu terbabat
buntung. Suara menggemuruh terdengar begitu
pohon yang sangat besar itu ambruk tertebas
pedang Ratu Gua Setan.
Namun dengan lincah sekali, Tiren
beriompatan ke pohon lain. Sedangkan Arini yang benar-benar sudah kalap, terus
mengejar membabi buta sambil membabatkan pedangnya.
Dan Tiren terus berlompatan dari satu pohon ke
pohon Iain sambil mencerecet ribut. Sementara,
Arini tidak menyadari kalau sudah terpancing
monyet kecil ini. Hingga akhirnya, dia benarbenar melupakan Bayu yang masih tergeletak tak
sadarkan diri. Sementara Tiren terus berlompatan semakin
menjauhi Pendekar Pulau Neraka, Arini terus
mengejamya sambil membabatkan pedangnya
dengan kalap. Hingga tidak berapa lama saja,
sudah banyak pohon yang bertumbangan
terbabat pedang berapi itu. Hutan ini benar-benar seperti diamuk ribuan ekor
gajah. Hancur
Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berantakan, dengan pepohonan yang
bertumbngan saling tumpang tindih.
"Nguk! Khraiiickh...!"
"Kubunuh kau, Monyet Keparat..!"
Arini tidak dapat lagi mengendalikan
kemarahannya. Hatinya benar-benar kalap,
karena sudah kehilangan satu mata akibat ulah
monyet kecil ini. Dia terus mengejar ke mana
Tiren pergi, beriompatan dari satu pohon ke
pohon lain sambil mencerecet ribut. Seakan-akan binatang itu terus mengejek dan
menantang Ratu Gua Setan ini. *** Sementara itu Bayu yang tergeletak tidak
sadarkan diri, sudah mulai siuman. Pendekar
Pulau Neraka merintih dan mengeluh lirih sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dan
hatinya jadi terkejut setengah mati, begitu membuka kelopak
matanya. Cepat-cepat Bayu menggerinjang
bangun, dan pandangannya langsung beredar
berkeliling. "Edan..! Siapa yang melakukan ini...?" desah
Bayu terperanjat melihat hutan di sekelilingnya sudah porak-poranda.
Bayu mencoba mengingat-ingat apa yang
terjadi pada dirinya. Tapi, begitu sukar
mengingatnya. Dan yang diketahuinya, dirinya
tadi bertarung melawan Ratu Gua Setan. Tapi,
kelanjutannya benar-benar tidak tahu lagi,
setelah kepalanya terserang rasa pening yang
amat sangat "Tiren...!" teriak Bayu memanggil monyet kecil sahabatnya.
Tak ada sahutan sedikit pun. Sekelilingnya
begitu sunyi, bagai berada di tengah kuburan.
Hanya desir angin saja yang terdengar, dan gema suara sendiri yang terpantul
pepohonan dan bebatuan yang membukit di sekitar hutan ini.
Bayu kembali mengedarkan pandangan
berkeliling. Benar-benar sunyi dan tak terlihat seorang pun di sini selain
dirinya. Bahkan
binatang kecil pun tidak dijumpai. Perlahan
Pendekar Pulau Neraka melangkah sambil terus
mengedarkan pandangan ke segala arah. Dia
berharap bisa bertemu monyet kecil
kesayangannya itu.
'Tiren...!"
Beberapa kali Bayu berteriak memanggil
monyet kecilnya, tapi tetap saja tidak munculmuncul. Dan kecemasan mulai menjangkiti hati
Pendekar Pulau Neraka. Hatinya cemas, kalaukalau Tiren mendapat celaka oleh Ratu Gua
Setan. "Hmmm.... Pohon-pohon ini seperti kena
tebasan pedang Dan arahnya terus menuju ke
Timur. Mungkinkah Tiren...?"
Tanpa berpikir panjang lagi, Pendekar Pulau
Neraka langsung melompat cepat bagai kilat Bayu berlari bagai angin,
mempergunakan ilmu
meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan. Begitu cepatnya, hingga seluruh
tubuhnya lenyap. Dan yang terlihat kini hanya
bayangan kuning berkelebat menembus pekatnya
malam ini. Bayu terus berlari cepat mempergunakan
ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai
pada tingkat kesempumaan. Dan alur kerusakan
hutan ini terus dfikutinya. Hingga akhimya....
"Heh..."! Itu seperti suara...?"
Bayu tidak meneruskan gumamnya.
Langsung seluruh kekuatan ilmu meringankan
tubuhnya dikemposnya, hingga benar-benar
tinggal bayangan saja yang berkelebat cepat bagai tak menyentuh tanah.
"Arini...!" teriak Bayu kencang, begitu melihat seorang wanita berjubah merah
tengah mengamuk, membabat pepohonan dengan pedang
apinya. Teriakan Bayu yang begitu keras
menggelegar, membuat wanita berjubah merah
itu menghentikan amukannya. Padahal,
pedangnya sudah terangkat dan hendak
diayunkan ke arah monyet kecil yang sudah
terpojok, menempel pada sebongkah batu hitam
yang licin dan berlumut tebal.
"Huppp...!"
Hanya sekali lompat saja, Bayu sudah
berada sekitar satu batang tombak di depan Arini Maka monyet kecil berbulu hitam
itu cepat-cepat berlari menghampiri Pendekar Pulau Neraka.
Kemudian binatang itu melompat naik ke pundak
pemuda berbaju kulit harimau ini
"Nguk...!"
Monyet kecil yang bemama Tiren meluapkan
kegembiraannya, dengan memeluk leher Bayu
erat-erat. Hampir saja dia mati ditebas pedang api itu. Untung saja pada saat
yang tepat Bayu
muncul menyelamatkannya. Sementara itu, Arini
menggeram dahsyat sambil menyilangkan pedang
yang memancarkan api di depan dada. Tatapan
matanya begitu tajam.
"Ohhh..."!" Bayu agak terkejut juga melihat mata kiri Arini sudah bolong
berlumuran darah.
Hampir seluruh wajah Ratu Gua Setan
tertutup darah yang keluar dari bola matanya.
Sama sekali Bayu tidak tahu, apa yang
menyebabkan mata kiri wanita itu pecah
berlubang. Dan Pendekar Pulau Neraka tidak
sempat bertanya, karena Ratu Gua Setan itu
sudah melompat menyerang sambil berteriak
lantang menggelegar.
"Kubunuh kalian, Setan Keparat!
Hiyaaat..!" Bettt!
Begitu kerasnya kebutan Ratu Gua Setan,
sehingga api yang menyemburat pada pedang itu
seketika menyebar seperti sebuah cambuk api
yang meliuk seperti ular.
"Uts...!"
Bayu cepat-cepat melompat berputar ke
belakang, menghindari lidah api yang memancar
panjang dari ujung pedang itu. Suara ledakan
keras menggelegar seketika terdengar dahsyat,
begitu lidah api dari ujung pedang itu menyambar sebongkah batu sebesar ker-bau.
Batu hitam yang keras itu langsung hancur berkeping-keping.
"Hiya! Hiya! Hiyaaat...!"
Ratu Gua Setan kembali menyerang disertai
amarah meluap dalam dada. Pedang apinya
dikebutkan beberapa kali dengan kecepatan luar
biasa sekali. Akibatnya Bayu terpaksa harus
berjumpalitan di udara, menghindari serangan
dari pedang api itu.
"Hap! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Bayu merundukkan tubuh
sedikit, begitu kakinya menjejak tanah. Dan
dengan cepat sekali tangan kanannya ditarik
hingga sejajar melintang di depan dada. Lalu
dengan cepat pula tangannya dikebutkan ke
depan. Pada saat yang sama, Ratu Gua Setan
telah melompat hendak menerjang sambil mengebutkan pedang dengan kekuatan tenaga
dalam yang begitu tinggi.
Wesss...! Seketika dari pergelangan tangan Pendekar
Pulau Neraka meluncur Cakra Maut berbentuk
bintang bersegi enam keperakan. Senjata maut
andalan pendekar berpakaian kulit harimau itu
melesat demikian cepat bagaikan kilat. Akibatnya Ratu Gua Setan jadi terbeliak
terkejut. Cepat-cepat pedangnya dikebutkan untuk menangkis
senjata bintang keperakan bersegi enam itu.
"Hiyaaa...!"
Trang! "Hup! Yeaaah...!"
Pada saat yang bersamaan, Bayu melompat
dari arah kiri wanita berjubah merah itu. Dan
cepat sekali, dilepaskannya satu pukulan keras
bertenaga dalam yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan. Serangan Bayu dari arah kiri ini
tentu saja tidak bisa cepat dihhat Ratu Gua
Setan. Karena, mata kirinya sudah bolong, tak
dapat melihat lagi. Sehingga....
Desss! "Akh...!" Arini yang lebih dikenal berjuluk Ratu Gua Setan itu menjerit keras
melengking begitu pukulan Pendekar Pulau Neraka tepat
menghantam dadanya.
Seketika wanita berjubah merah itu
terpental deras ke belakang. Dan sebelum
tubuhnya menyentuh tanah, Bayu sudah
mengebutkan tangan kanan, tepat ketika Cakra
Maut baru saja menempel di pergelangan tangan
kanan. Bettt! Wusss...! Crabbb! "Aaa...!"
Arini tidak dapat lagi berkelit kali ini. Cakra Maut berbentuk bintang keperakan
bersegi enam itu tepat sekali menghunjam bagian tengah
dadanya. Tak pelak lagi, tubuh wanita berjubah
merah yang berjuluk Ratu Gua Setan itu
terbanting keras di tanah, lalu bergu-lingan
beberapa kali. Sementara, Cakra Maut kembali
melesat balik begitu Bayu mengangkat tangan
kanannya ke atas kepala. Senjata bersegi enam
itu langsung menempel erat di pergelangan
tangan kanan Pendekar Pulau Neraka.
Sementara Arini menggeliat dan menggelepar
sambil mengerang meregang nyawa. Pedangnya
yang menyemburkan api kini terlepas dari
genggaman tangannya. Perlahan Bayu
menghampiri pedang itu, dan memungut dari atas
tanah berumput yang basah oleh embun.
Rerumputan yang tertindih pedang itu tampak
hangus terbakar. Bayu mengangkat pedang itu
tinggi-tinggi ke atas kepala. Tapi begitu terayun hendak menebas leher wanita
berjubah merah itu, tiba-tiba saja gerakan tangannya terhenti.
"Tidak...! Meskipun tindakanmu begitu
kejam, tapi aku tidak akan berlaku kejam
padamu," desis Bayu sambil menurunkan
tangannya perlahan-lahan. Rupanya, Pendekar
Pulau Neraka berusaha menekan kekejamannya
pada setiap lawan yang berhasil ditaklukkannya.
Sementara, Arini benar-benar tidak berdaya
lagi Tubuhnya tergeletak diam dengan dada
bergerak semakin perlahan. Darah terus
mengucur deras dari dadanya yang berlubang,
bekas tertembus Cakra Maut Sebentar kemudian
wanita itu sudah mengejang, lalu terdiam kaku
tak bergerak-gerak lagi. Dia tewas karena terlalu banyak mengeluarkan darah dari
luka-lukanya. Bayu menghembuskan napas panjang melihat
lawan tangguhnya ini sudah tewas.
Pendekar Pulau Neraka melepaskan sarung
pedang dari pinggang wanita itu, kemudian
memasukkannya ke dalam warangka. Cahaya api
yang merah seketika lenyap, begitu pedang
kembali bersarang di warangkanya.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini, Tiren," ajak Bayu. "Nguk!"
Sebentar Bayu memperhatikan Arini yang
sudah tak bemyawa lagi tergeletak di tanah,
kemudian mengayunkan kakinya meninggalkan
hutan yang sudah hancur porak-poranda ini.
Sementara itu di ufuk Timur, cahaya merah
jingga mulai terlihat menyemburat.
Rupanya, fajar akan segera menyingsing.
Bayu terus melangkah perlahan menembus
reruntuhan pepohonan akibat amukan Ratu Gua
Setan tadi. Sementara Tiren masih berada di atas pundak kanan Pendekar Pulau
Neraka. "Kita masih punya tugas yang belum
terselesaikan, Tiren Kita kembali ke Desa
Cendana. Aku khawatir, desa itu akan menjadi
ajang kemarahan mereka," kata Bayu agak
perlahan suaranya.
"Nguk!" Tiren menyahuti dengan suara kecil.
"Kematian Arini tentu akan membuat
mereka marah. Hhh...! Aku harus bisa
menyelamatkan penduduk Desa Cendana dari
amukan mereka, Tiren. Aku rasa, ini merupakan
tugas yang paling berat," kata Bayu lagi agak mendesah suaranya.
Tiren tidak menyahuti sedikit pun. Monyet
kecil itu hanya terdiam saja di pundak kanan
Pendekar Pulau Neraka yang terus melangkah
perlahan menuju ke Desa Cendana.
*** 8 Apa yang dikhawatirkan Bayu, memang
menjadi kenyataan. Sehari setelah berhasil
menewaskan Ratu Gua Setan, lima orang gadis
cantik berbaju serba merah mendatangi Desa
Cendana secara terang-terangan. Dan mereka
datang bersama seorang wanita yang juga
Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengenakan baju berwarna merah menyala.
Hanya saja, sukar bisa melihat wajahnya yang
tertutup rambut hitam yang panjang, teriap tak
teratur. Mereka datang tepat di saat matahari
berada di atas kepala.
Kehadiran mereka tentu saja memang sudah
ditunggu-tunggu. Sehingga sebelum jauh
melewati perbatasan, mereka sudah dihadang
Pendekar Pulau Neraka yang didampingi Ki
Langes dan empat orang pembantunya. Di
belakang Ki Langes, juga ada beberapa orang
penduduk desa dan beberapa orang pemandu
Hutan Bukit Merak. Mereka memang sengaja
datang ke desa ini setelah mendengar Sudana
ditemukan tewas tergeletak di pinggir jalan.
Mereka benar-benar ingin membuat perhitungan
dengan pembunuh dua orang pemandu itu.
"Bagus...! Rupanya kalian sudah tak sabar
menghuni lubang kubur!" dengus wanita berbaju serba merah yang rambutnya teriap
menutupi hampir seluruh wajahnya. Wanita itu dikenal
berjuluk Dewi Asmara Darah.
"Kalian pun datang hanya mengantarkan
nyawa saja!" balas Ki Langes tidak kalah dingin.
"Jangan terlalu pongah hanya
mengandalkan satu orang saja, Ki Langes," desis Dewi Asmara Darah seraya melirik
Pendekar Pulau Neraka. "Ki! Apakah mereka yang membunuh
Anggara dan Sudana?" selak salah seorang
pemandu berbisik pada Ki Langes.
"Benar," sahut Ki Langes mengangguk.
"Kalau begitu, biar kami yang bereskan
mereka, Ki."
Seketika itu juga, lima orang pemandu yang
datang memang untuk membuat perhitungan itu
langsung berlompatan ke depan. Pada saat yang
sama, lima orang gadis berbaju merah juga
melompat cepat menghadang mereka.
Dan tanpa banyak bicara lagi, mereka sudah
langsung terlibat dalam pertempuran sengit. Lima orang pemandu melawan lima
orang gadis cantik
berbaju merah. Memang suatu pertarungan jujur
dan berimbang. Sedangkan diam-diam, Bayu
terus memperhatikan Dewi Asmara Darah yang
tengah seksama memperhatikan jalannya
pertarungan. Namun belum juga pertarungan itu berjalan
lama, tiba-tiba saja terdengar jeritan panjang
melengking tinggi. Tampak salah seorang dari
pemandu Hutan Bukit Merak terpental ke
belakang, dari langsung tewas seketika begitu
tubuhnya menghantam tanah. Tampak kepalanya
pecah berlumuran darah. Pada saat yang sama,
salah seorang gadis berbaju merah sudah
melompat mundur dari kancah pertarungan.
Bibirnya tersenyum Iebar melihat lawannya
sudah tewas dengan kepala hancur akibat
terkena pukulan yang bertenaga dalam tinggi.
Belum juga lama berselang, kembali
terdengar satu jeritan panjang melengking tinggi.
Yang kemudian disusul lagi dua kali pekikan
keras agak tertahan. Tampak tiga orang pemandu
itu berjungkalan dengan tubuh berlumuran
darah. Kemudian, disusul lagi dengan ambruknya
satu orang pemandu yang tadi berbisik pada Ki
Langes. Mereka langsung tergeletak tidak bangun-bangun lagi.
"Ha ha ha...! Ada lagi jago-jagomu yang lain, Ki Langes...?" tantang Dewi Asmara
Darah, jumawa. Suara tawanya begitu keras terdengar
menggelegar. "Sombong sekali dia," desis Ki Langes geram.
Kepala Desa Cendana itu hendak melangkah
maju, tapi Bayu sudah lebih cepat mencegah.
Pendekar Pulau Neraka merentangkan tangannya
di depan perut laki-laki tua yang mengenakan
jubah putih ini. Ki Langes terpaksa menghentikan niatnya yang hendak melabrak
wanita berbaju merah yang dikenal berjuluk Dewi Asmara Darah.
"Biar aku saja yang melayaninya, Ki.
Kuharap yang lain tidak lagi mengorbankan
nyawa sia-sia. Sudah cukup banyak nyawa yang
terbuang percuma," ujar Bayu agak perlahan suaranya. "Sebaiknya kau dan yang
lainnya menyingkir. Dan jangan berbuat kebodohan yang
bisa merugikan. Biar aku yang tangani mereka."
Setelah berkata demikian, Bayu langsung
melangkah ke depan mendekati Dewi Asmara Darah, wanita itu didampingi lima orang gadis yang juga sama-sama berbaju serba
merah dan memiliki kepandaian cukup tinggi. Sehingga, tidak ada seorang pun dari
jago-jago di Desa Cendana yang bisa menandinginya. Bahkan para pemandu di
Hutan Bukit Merak pun tidak sanggup
menandingi kelima gadis cantik ini.
Bayu baru berhenti melangkah setelah
jaraknya tinggal beberapa tombak di depan Dewi
Asmara Darah dan lima orang gadis yang
mendampinginya. Beberapa saat lamanya mereka
saling berdiam diri, seakan-akan tengah
mengukur tingkat kepandaian masing-masing.
Tatapan sinar mata mereka begitu tajam, tanpa
sedikit pun berkedip.
"Aku tahu, apa maksud kalian datang ke
desa ini Dan aku yakin, kalian juga tahu kenapa aku menghadang di perbatasan
desa ini," kata Bayu agak dalam suaranya.
"Hhh...!" Dewi Asmara Darah hanya
mendengus sinis.
"Kalian datang untuk bertarung. Dan aku
akan menyambut keinginan kalian itu. Jadi
kuharap kalian bisa menerima apa pun yang
terjadi. Dan aku tidak ingin kalian
menghancurkan desa ini hanya untuk membalas
kematian ratu kalian. Akulah yang bertanggung
jawab. Dan kalian hanya membutuhkan aku,
bukan mereka...!" tegas Bayu lagi.
"Kau memang harus bertanggung jawab,
Pendekar Pulau Neraka, Mereka juga harus
bertanggung jawab, telah membiarkanmu berada
di sini. Mereka semua harus mati. Juga kau...!"
lantang sekali suara Dewi Asmara Darah.
"Baik! Tapi, langkahilah dulu mayatku!"
tantang Bayu tegas.
"Hhh...!"
Srettt! Dewi Asmara Darah langsung mencabut
pedangnya sambil mendengus berat. Perlahanlahan kakinya melangkah maju mendekati
Pendekar Pulau Neraka. Dari balik rambutnya
yang teriap, terpancar sinar mata yang begitu
tajam penuh nafsu membunuh. Sementara Bayu
masih tetap berdiri tenang mengamati setiap
gerak langkah kaki wanita berbaju serba merah
ini 'Tahan seranganku, Pendekar Pulau Neraka!
Hiyaaat..!"
"Hap! Yeaaah...!"
*** Cepat sekali Dewi Asmara Darah melompat
sambil mengebutkan pedang ke arah leher
Pendekar Pulau Neraka. Namun manis sekali
Bayu berketit menghindar, dan langsung
memberikan satu sodokan cepat ke arah perut
Dewi Asmara Darah cepat-cepat menarik
tubuhnya ke belakang, menghindari sodokan
tangan kiri Pendekar Pulau Neraka. Lalu, cepat
sekali wanita itu kembali melakukan serangan
dengan pedangnya yang berkelebatan cepat, di
sekitar tubuh Pendekar Pulau Neraka.
Pertarungan langsung berjalan begitu sengit Dewi Asmara Darah yang sudah
beberapa kali bertemu
pemuda berbaju kulit harimau ini tidak lagi mau tanggung-tanggung. Dia tahu,
tingkat kepandaiannya masih berada di bawah Pendekar
Pulau Neraka. Maka langsung dikeluarkannya
jurus-jurus dahsyat luar biasa.
Sementara itu, Bayu kelihatan agak
kerepotan juga menghindari serangan-serangan
dari jurus permainan pedang wanita itu, terpaksa
tubuhnya harus berjumpalitan dan meliuk-liuk,
berusaha melepaskan diri dari setiap tebasan dan tusukan pedang Dewi Asmara
Darah. Bettt! "Hup! Yeaaah...!"
Bayu cepat melenting ke udara, lalu
melakukan putaran beberapa kali ketika pedang
Dewi Asmara Darah mengibas ke arah kaki. Dan
begitu kakinya menjejak tanah, dengan cepat
tubuhnya membungkuk agak miring ke kiri. Dan
secepat itu pula tangan kanannya ditarik
menyilang di depan dada. Lalu bagaikan kilat,
Pendekar Pulau Neraka mengebutkan tangan
kanannya ke depan.
"Yeaaah...!"
Wusss...! Bagaikan kilat, Cakra Maut yang selalu
menempel di pergelangan tangan kanan Pendekar
Pulau Neraka melesat cepat ke arah Dewi Asmara
Darah yang pada saat itu sudah melompat
hendak melakukan serangan lagi. Wanita berbaju
serba merah itu jadi terkejut setengah mati,
begitu tiba-tiba Bayu melakukan serangan cepat
dan tidak terduga sama sekali.
"Hih! Yeaaah...!"
Wuk! Trang...! "Ikh...!"
Dewi Asmara Darah jadi terpekik begitu
pedangnya yang dikebutkan membentur Cakra
Maut, senjata andalan Pendekar Pulau Neraka.
Cepat-cepat tubuhnya melenting berputar ke
belakang, lalu mendarat terhuyung-huyung di
tanah. Tangan kanannya yang sempat tergetar
diurut-urut ketika pedangnya beradu dengan
senjata maut Pendekar Pulau Neraka.
"Hap! Hiyaaat..!"
Bayu cepat sekali melompat ke atas. Tangan
kanannya langsung dihentakkan, ketika Cakra
Maut kembali berbalik melesat ke arahnya.
Seketika itu juga, Cakra Maut berbentuk bintang bersegi enam keperakan itu
kembali meluncur ke
arah Dewi Asmara Darah yang kini sedang
berusaha menguasai keseimbangan aliran
darahnya, akibat benturan senjata tadi.
"Setan...! Hih!"
Bettt! Cepat sekali Dewi Asmara Darah
mengebutkan pedangnya, meskipun tahu aliran
darah pada lengan kanannya belum lagi
sempuma. Dan tak pelak lagi, pedangnya kembali
membentur Cakra Maut yang meluncur bagai
kilat ke arahnya.
Trang! "Akh...!"
Dewi Asmara Darah tidak mampu lagi
bertahan, sehingga pedangnya langsung terpental lepas dari genggaman. Pada saat
itu Bayu sudah meluruk deras ke arah wanita berbaju merah ini.
Lalu cepat sekali diberikannya satu pukulan
keras ke arah dada, yang tak bisa dihindari lagi.
Desss! "Aaakh...!"
Lagi-lagi Dewi Asmara Darah memekik
keras. Tubuhnya langsung terpental ke belakang
sejauh dua tombak, begitu dadanya terkena
pukulan keras yang dilepaskan Pendekar Pulau
Neraka barusan. Beberapa kali tubuhnya
bergelimpangan di tanah, lalu berusaha cepat
bangkit Hanya saja, tubuhnya jadi terhuyunghuyung. Dan dari mulutnya menyemburkan
darah agak kental dan berwarna kehitaman.
Sementara, Bayu sudah mengangkat tangan
kanannya ke atas kepala. Maka Cakra Maut
kembali menempel di pergelangan tangan
Pendekar Pulau Neraka.
"Serang...! Bunuh manusia keparat itu!"
teriak Dewi Asmara Darah lantang, memberi
perintah. "Hiyaaat..!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga, Bma orang gadis berbaju
merah yang sejak tadi diam dan menunggu
perintah langsung berlompatan menyerang
Pendekar Pulau Neraka. Mereka langsung
mencabut pedang masing-masing. Pada saat itu,
Bayu sudah bersiap dengan tubuh terbungkuk ke
kiri dan kaki merentang lebar ke samping Lalu,
dengan cepat sekali....
"Yeaaah...!"
Wusss...! Bagaikan kilat Cakra Maut melesat ke udara
begitu Bayu menghentakkan tangan ke depan.
Begitu cepatnya lesatan senjata maut keperakan
Pendekar Pulau Neraka 30 Dewi Asmara Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbentuk bintang bersegi enam itu, sehingga
salah seorang gadis yang berada di depan tidak
dapat lagi menghindari.
Bresss! "Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi
seketika itu juga terdengar keras menyayat Dan
gadis yang malang itu langsung ambruk
menggelepar dengan dada berlubang tertembus
Cakra Maut. Darah mengucur keluar dari dada
yang berlubang Cakra Maut kembali melesat
keluar dari dalam dada gadis itu, tepat ketika
Bayu melompat ke atas untuk menghindari
tebasan pedang salah seorang gadis ke arah
kakinya. "Hiyaaa...!"
Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka itu
mengebutkan tangan kanan, begitu Cakra Maut
kembali menempel di pergelangan tangan
kanannya. Begitu cepat nya Cakra Maut melesat
kembali, lagi-lagi seorang gadis cantik itu tidak bisa menghindarinya. Dan
bersamaan terdengamya jeritan panjang melengking tinggi,
Bayu meluruk desa sambil melepaskan satu
pukulan keras menggeledek yang mengandung
pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Yeaaah...!"
Prakkk! Pukulan yang dilepaskan Bayu begitu cepat
dan keras sekali. Sehingga, satu orang gadis tidak
bisa menghindarinya lagi. Pukulan bertenaga
dalam yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan itu langsung menghantam
kepalanya hingga pecah bagai buah semangka
yang dihantam palu. Gadis berbaju serba merah
itu menjerit keras melengking tinggi, lalu tubuhnya langsung ambruk menggelepar
di tanah. Darah kontan mengucur deras dari kepalanya
yang hancur terkena pukulan Pendekar Pulau
Neraka barusan.
Sementara dua orang gadis lain yang masih
bisa bemapas seketika jadi gentar melihat tiga
temannya tewas dalam waktu sebentar saja.
Bahkan mereka sampai tidak sempat memberi
pedawanan yang berar-ti, dan hanya saling
berpandangan saja. Lalu tiba-tiba saja....
"Hup!"
"Yeaaah...!"
Tanpa bicara lagi, kedua gadis itu langsung
cepat melesat kabur. Sementara Bayu sudah
berdiri tegak tidak jauh di depan Dewi Asmara
Darah yang jadi geram melihat keadaan yang
sama sekali tidak menguntungkan ini.
*** "Hei...! Jangan lari kau! Hiyaaat..!"
Bayu jadi tersentak begitu tiba-tiba saja
Dewi Asmara Darah melompat hendak melarikan
diri dari perbatasan Desa Cendana ini. Cepat
sekali gerakannya, sehingga dalam waktu
sebentar saja sudah berlari begitu jauh. Dan
Bayu tidak mau melepaskan lagi buruannya
begitu saja. Sambil mengempos seluruh kekuatan ilmu
menngankan tubuhnya, Pendekar Pulau Neraka
langsung melesat cepat bagai kilat mengejar
wanita berbaju serba merah itu. Sementara di
belakangnya, tampak seluruh penduduk Desa
Cendana bersorak gembira menyambut
kemenangan ini. Mereka benar-benar gembira,
karena kejadian ini sudah menandakan kalau
desa mereka benar-benar aman. Kini, tak ada lagi pembunuhan-pembunuhan keji
serta penculikan
anak-anak muda mereka.
"Hup! Yeaaah...!"
Sementara itu Bayu terus berlari cepat
memper-gunakan ilmu meringankan tubuh,
mengejar Dewi Asmara Darah. Dan kini, mereka
sudah memasuki hutan yang berbatasan dengan
Desa Cendana. Semua orang menyebut hutan ini
adalah Hutan Cendana. Dengan ilmu
meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkatan kesempurnaan, Bayu berhasil
memperpendek Jarak dengan wanita berbaju
serba merah itu. Lalu....
"Hup! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar,
Pendekar Pulau Neraka melompat cepat bagai
kilat Begitu cepat tompatannya, sehingga monyet kecil yang sejak tadi masih
berada di pundak,
harus memeluk erat-erat leher pemuda itu.
"Berhenti kau...!" sentak Bayu begitu kakinya mendarat di depan Dewi Asmara
Darah, setelah me-lewati atas kepala wanita berbaju
serba merah itu.
"Setan...! Kenapa kau mengikutiku terus,
Bayu..."!" sentak Dewi Asmara Darah geram.
"Urusan kita belum lagi selesai, Wulan," ujar Bayu agak dipelankan suaranya.
"Phuih...! Dari mana kau tahu namaku"!"
dengus Dewi Asmara Darah terkejut
"Aku sudah tahu siapa dirimu, Wulan. Aku
harap, kau tidak lagi membuat kesulitan yang
bisa membuat rugi dirimu sendiri," tegas Bayu.
"Huh...!" Dewi Asmara Darah mendengus berat Dewi Asmara Darah yang bernama Ratna
Wulan menyibakkan rambutnya yang menutupi
wajah. Dan kini terlihat wajahnya yang cantik.
Bayu tersenyum melihat wajah wanita berbaju
serba merah ini. Dan memang, dugaannya tidak
meleset sama sekali. Gadis itu memang Ratna
Wulan, yang selama ini tinggal dan mengaku
keponakan Ki Langes, Kepala Desa Cendana.
"Kenapa kau berpura-pura menjadi
keponakan Ki Langes, Wulan" Apa sebenarnya
yang kau inginkan dari semua ini?" tanya Bayu ingin tahu.
"Kau selalu saja mencampuri urusan orang
Iain, Bayu!" dengus Ratna Wulan, yang selama ini selalu dikenal berjuluk Dewi
Asmara Darah. "Aku tidak akan mencampuri urusanmu,
jika orang tuamu...."
"Persetan dengan mereka...!" sentak Ratna Wulan memutuskan ucapan Pendekar Pulau
Neraka. "Mereka bukan orang tuaku!"
"Aku tahu, mereka memang bukan orang tua
kandungmu. Dan aku juga tahu, apa yang kau
lakukan ini untuk mencari orang tua kandungmu
yang sebenarnya. Tapi apa yang kau lakukan
dengan bergabung menjadi abdi Ratu Gua Setan
itu adalah perbuatan salah. Kau masih beruntung kali ini, Wulan. Ki Langes sama
sekali tidak mencurigaimu. Padahal aku tahu, keponakan
yang sebenarnya sudah meninggal sebulan yang
lalu. Dan kebetulan sekali, namanya sama
denganmu. Apalagi, mereka sudah lama sekali
tidak bertemu, sehingga Ki Langes tidak kenal
wajah keponakan yang sebenarnya. Hmmm...,
siapa perempuan tua yang kau akui pengasuhmu,
Wulan?" "Gelandangan yang kubayar," sahut Ratna Wulan. 'Tapi sekarang dia juga sudah
pergi." "Wulan! Jika kau sudi menuruti katakataku, aku janji akan membantumu mencari
orang tuamu. Kebetulan, masalah yang kau hadapi tidak berbeda jauh denganku. Aku sendiri
masih terus mencari ibuku yang sampai sekarang
tidak jelas keadaannya," kata Bayu lagi.
"Kau jangan coba-coba mengelabui dengan
cerita palsu, Bayu!" dengus Ratna Wulan.
"Tidak. Aku bicara jujur. Kalau kau tidak
percaya bisa ditanyakan pada salah seorang
pekerja di rumah orang tua angkatmu. Namanya,
Ki Darpin. Dulu, dia salah seorang murid di
padepokan ayahku. Dia tahu betul tentang
riwayatku, dan semua yang terjadi pada diri dan keluargaku," jelas Bayu
bersungguh-sungguh.
"Apa janjimu agar aku percaya...?"
"Ini...," sahut Bayu sambil melepaskan tali yang mengikat pedang di pinggangnya.
Ratna Wulan jadi terbeliak melihat pedang
itu. Tentu saja dikenalinya betul Pedang Api milik Ratu Gua Setan yang begitu
dahsyat, karena bisa mengeluarkan api jika tercabut dari
warangkanya. "Pedang ini akan jadi milikmu, jika bersedia berjanji akan meninggalkan semua
perbuatan buruk yang telah kau lakukan selama ini," kata Bayu lagi.
Ratna Wulan ingin mengambil pedang itu,
tapi Bayu cepat menarik kembali.
"Aku akan menyerahkannya nanti di depan
ayah angkatmu. Kau harus minta izin padanya,
untuk mencari orang tua kandungmu. Dan aku
akan selalu mendampingimu, Wulan. Kita punya
tujuan yang sama. Dan kita sama-sama buta,
tidak tahu harus mencari ke mana. Bahkan
mengenal wajahnya pun tidak," kata Bayu lagi.
"Kenapa kau begitu memperhatikan aku,
Bayu?" "Karena apa yang kau alami tidak jauh
berbeda dengan diriku."
Ratna Wulan jadi terdiam. Rambutnya yang
panjang segera diikat dengan saputangan
berwarna merah. Sebentar dipandangmya wajah
tampan pendekar muda itu. Kemudian, perlahanlahan kepalanya terangguk menyetujui usul yang
diberikan Bayu tadi. Dan Pendekar Pulau Neraka
jadi tersenyum, kemudian mengikat kembali tali
Pedang Api ke pinggangnya.
"Ayo kita pulang ke rumah orang tua
angkatmu," ajak Bayu.
"Apa tidak sebaiknya kita ke Desa Cendana
dulu?" "Kau tidak bisa kembali lagi ke sana, Wulan.
Mereka akan mencincangmu, karena sudah tahu
tentang dirimu."
Ratna Wulan hanya mengangkat pundaknya
saja. Mereka kemudian melangkah menuju ke
arah Timur. Sementara, matahari sudah mulai
tergelincir ke arah Barat Mereka berjalan sambil terus berbicara. Tapi,
kelihatan Bayu yang lebih banyak bicara. Sedangkan Ratna Wulan hanya
diam saja. Entah, apa yang ada di kepalanya saat ini "Wulan! Kalau boleh
kusarankan, sebaiknya kau ganti bajumu," ujar Bayu.
"Kenapa" Aku suka warna merah."
"Baju itu tidak cocok untukmu, karena kau
bukan lagi Dewi Asmara Darah. Kau adalah Ratna
Wulan...," tegas Bayu.
"Aku tidak punya ganti."
"Nanti kalau kita menemukan desa, kau bisa membefi pakaian di sana. Pilih saja
yang cocok untukmu." Ratna Wulan hanya mengangguk saja.
"Wulan, boleh kutanyakan sesuatu
padamu...?"
Lagi-Iagi Ratna Wulan hanya mengangguk
saja. "Selama ini, apa kau mengikuti jejak Ratu Gua Setan...?" terdengar raguragu nada suara Bayu. "Tidak. Aku mengikutinya, karena dia berjanji akan
mencarikan orang tuaku. Hanya itu saja. Dan selama ini, aku diberi beberapa ilmu
olah kanuragan dan kesaktian. Tapi imbalannya,
aku harus memberikannya laki-laki muda setiap
tiga hari sekali. Sedangkan abdi-abdinya selalu menyediakan setiap hari."
"Bagus...," Bayu tersenyum senang.
"Kau percaya padaku, Bayu?"
'Tentu saja. Karena dasarnya, kau adalah
gadis baik-baik. Dan justru aku tidak percaya
kalau kau mudah terpengaruh olehnya."
Kali ini Ratna Wulan yang tersenyum
senang. Mereka terus melangkah semakin jauh
menuju ke Timur, tanpa ada lagi yang berbicara.
Tentunya para pembaca bertanya-tanya,
berhasil kah Ratna Wulan menemui orang tua
kandungnya" Dan bagaimana hubungan Ratna
Wulan dengan Pendekar Pulau Neraka yang
tampaknya mulai akrab"
Bagi para pembaca yang mau mengetahui
jawabannya, silakan ikuti serial Pendekar Pulau Neraka dalam episode "Lima Setan
dari Barat".
SELESAI Scan/E-Book: Abu keisel
Juru Edit: molan_150
Seruling Sakti 7 Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung Kemelut Di Majapahit 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama