Pendekar Rajawali Sakti 90 Rajawali Murka Bagian 2
Ki Andak tidak menjawab, tapi hanya tersenyum saja penuh arti. Hanya saja,
senyumnya terlalu sulit diartikan. Bahkan untuk membaca jalan pikirannya pun
tidak mudah. Laki-laki berusia lanjut itu kembali duduk bersila di beranda depan
ini. Hanya selembar tikar anyaman daun pandan saja yang menjadi alasnya.
Sementara, Rangga dan Rara Ayu Ningrum masih tetap berdiri memandanginya.
*** 5 Rangga tersentak. Langsung dia melompat bangun dari pembaringan, ketika
telinganya mendengar derap kaki kuda yang dipacu cepat sekali. Bergegas Pendekar
Rajawali Sakti berlari keluar dari dalam kamarnya. Dan begitu sampai di luar
rumah Ki Andak, matanya sempat melihat seekor kuda yang dipacu cepat menembus
kegelapan malam.
"Ki Andak...," desis Rangga langsung mengenali, walaupun hanya melihat sesaat
saja. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti keluar menyeberangi beranda depan. Dan baru
saja kakinya menginjak tanah, dari dalam muncul Rara Ayu Ningrum. Gadis itu
berteriak memanggil, sehingga Rangga terpaksa menghentikan langkahnya.
"Tunggu aku, Kakang. Aku ikut!" ujar Rara Ayu Ningrum, bergegas melangkah
menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Ayolah cepat. Jangan sampai kehilangan jejak,"
kata Rangga tidak mungkin lagi menolak.
"Masih ada kuda di belakang, Kakang," kata Rara Ayu Ningrum. "Aku sudah siapkan
pelananya sejak sore tadi."
Belum juga Rangga menjawab, Rara Ayu Ningrum sudah berlari ke belakang rumah
melalui samping.
Dan tak lama kemudian, gadis itu sudah datang lagi menunggang kuda. Seekor kuda
lain mengikuti dari belakang. Gadis itu menyerahkan tali kekang kuda satunya
lagi. Rangga tidak bisa lagi menolak, dan segera melompat naik ke punggung kuda
ini. "Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Tanpa banyak bicara lagi, mereka segera cepat menggebah kudanya mengejar Ki
Andak yang sudah jauh pergi dengan menunggang kuda. Malam yang teramat pekat,
bukan merupakan halangan bagi mereka untuk memacu cepat kudanya. Terlebih lagi,
Rangga pun sudah terbiasa menunggang kuda Dewa Bayu. Baginya, kuda biasa seperti
ini tidak ada artinya bila dibanding kecepatan lari Dewa Bayu.
"Hiya!"
"Hiyaaa...!"
Kedua anak muda itu terus menggebah kudanya, menembus kegelapan malam. Mereka mengikuti jejak-jejak kaki kuda
yang tertinggal cukup jelas di tanah. Begitu cepatnya kuda itu digebah, hingga
tidak lama saja sudah begitu jauh meninggalkan rumah.
Namun baru saja melewati sebuah tikungan yang cukup tajam, mendadak saja....
"Awas..!" seru Rangga tiba-tiba.
"Hup!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat dari punggung kudanya yang masih
berlari kencang.
Dan dengan kecepatan kilat, tangannya dikibaskan untuk menyampok sebuah benda
yang tiba-tiba saja melayang deras ke arah Rara Ayu Ningrum.
Plak! "Hap!"
Setelah beberapa kali berputaran, manis sekali Pendekar Rajawali Sakti
menjejakkan kakinya di tanah. Sementara, Rara Ayu Ningrum terus memacu kudanya
untuk mengejar kuda Rangga yang terus berlari tanpa penunggangnya lagi.
"Hm...," gumam Rangga perlahan. Sekilas
Pendekar Rajawali Sakti masih sempat melihat Rara Ayu Ningrum yang sudah
berhasil meraih tali kekang kuda yang ditunggangi Rangga tadi. Kakinya langsung
bergerak terayun melangkah. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, muncul dua
orang laki-laki separuh baya. Tubuh mereka tinggi tegap, terbalut baju serba
hitam. Dan di tangan mereka masing-masing terhunus sebilah golok yang berukuran
cukup besar dan berkilatan tajam. Mereka beriompatan keluar dari balik pohon,
dan langsung menghadang langkah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup!"
Tanpa bicara sedikit pun, dua orang laki-laki itu langsung saja berlompatan
menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Golok-golok mereka yang berukuran sangat
besar berkelebat cepat mengincar bagian tubuh Rangga yang mematikan. Tapi,
tangkas sekali Pendekar Rajawali Sakti berkelit menghindari serangan-serangan
cepat yang datang dari dua arah ini.
Bet! "Uts...!"
Manis sekali Rangga mengegoskan kepalanya, menghindari sabetan golok salah
seorang penyerangnya. Dan belum juga bisa menarik kepalanya kembali, satu serangan dari
arah lain sudah datang begitu cepat mengarah ke lambung
"Haiiit..!"
Rangga segera menarik tubuhnya ke belakang, menghindari sambaran golok yang
mengarah ke lambung. Dan tanpa dapat diduga sama sekali, Pendekar Rajawali Sakti
cepat melenting sambil
berputar ke belakang. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, dilepaskannya satu
tendangan keras menggeledek ke arah penyerang di depannya.
Begitu cepat serangan balasan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
orang ini tidak sempat lagi menghindar. Dan...
Diegkh! "Akh...!"
Tendangan yang dilepaskan Rangga, tepat sekali menghantam dada. Begitu kerasnya,
hingga orang itu terpental ke belakang sambil memekik keras agak tertahan.
Rangga cepat berputar, begitu kakinya menjejak tanah lagi. Dan dengan kecepatan
tinggi, dilepaskannya satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
tingkat pertama ke arah satu orang penyerangnya lagi. Maka orang itu cepat-cepat
melompat ke belakang, menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti sambil
mengibaskan goloknya ke depan.
Wuk! "Hap!"
Rangga cepat-cepat menarik pulang pukulannya.
Dan secepat itu pula tubuhnya dimiringkan. Lalu cepat sekali dilepaskannya satu
tendangan menggeledek sambil melesat bagai kilat
"Yeaaah...!"
Begitu dahsyat serangan yang dilancarkan
Pendekar Rajawali Sakti, sehingga lawan yang baru saja bisa menjejakkan kaki di
tanah hanya bisa terlongong. Dan....
Desss! "Akh...!" |
Kembali satu lawan Pendekar Rajawali Sakti terjungkal mencium tanah, setelah
dadanya men- dapat tendangan yang begitu cepat. Begitu keras tendangan Rangga tadi, sampaisampai lawannya terpental sejauh dua batang tombak. Dan begitu jatuh menghantam
tanah dengan keras, orang itu
bergulingan beberapa kali. Sedangkan goloknya seketika terpental entah ke mana.
"Hup!"
Rangga cepat melompat, hendak menghampiri.
Tapi begitu tubuhnya berada di udara, mendadak saja terlihat secercah cahaya
merah bagai bola api meluruk deras ke arahnya.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya di udara, menghindari
serangan gelap yang mengancamnya. Dan tubuhnya kembali melesat ke belakang, lalu
mendarat ringan sekali bagai kapas.
Tapi baru juga kakinya menyentuh tanah, kembali terlihat bulatan cahaya merah
bagai bola api meluncur cepat bagai kilat ke arahnya.
"Hap!"
Sedikit saja, Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan. Dan bulatan bola api itu
lewat di samping tubuhnya, terus meluncur hingga menghantam sebatang pohon.
Glarrr! Sebuah ledakan terjadi begitu dahsyat, saat bulatan bola api itu menghantam
pohon yang langsung hancur berkeping-keping. Sementara, Rangga cepat menarik
tubuhnya tegak kembali. Saat itu, terlihat sebuah bayangan bergerak sedikit dari
balik sebatang pohon yang tidak seberapa jauh darinya. Saat itu juga...
"Hooop...Yeaaah...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga
segera mengerahkan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
tingkat terakhir. Dan begitu kedua tangannya yang sudah berubah merah membara
terhentak ke depan, seketika itu juga melesat cahaya merah bagai lidah api, dan
langsung menghantam pohon yang tadi terlihat ada orang bergerak.
Glarrr! Kembali terdengar ledakan yang begitu dahsyat, hingga bumi yang dipijak jadi
bergetar ba-gaikan diguncang gempa. Tampak pohon yang sangat besar itu hancur
berkeping-keping seketika itu juga, disertai percikan bunga api dan asap
kemerahan yang begitu tebal di antara pecahan pohon. Dan dari reruntuhan pohon,
terlihat sebuah bayangan melesat begitu cepat
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga segera saja melesat mengejar, lalu cepat sekali melepaskan satu pukulan
dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Namun sayang,
pukulannya tidak tepat mengenai sasaran, karena orang itu masih bisa cepat
berkelit menghindar.
Namun di saat yang sama, Rangga juga sudah mendarat di depan orang yang ternyata
seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Dia berbaju hijau tua
yang agak gelap. Wajahnya pun cukup tampan. Hanya bekas luka codet memanjang di
pipi kanannya saja yang membuat ketampanannya hilang.
Dua orang yang menyerang Rangga pertama kali tadi, kini sudah bisa bangun lagi.
Dan memang, Rangga tadi tidak sepenuhnya mengerahkan
kekuatan tenaga dalam, walaupun serangannya tadi terlihat begitu dahsyat. Tapi,
itu sudah cukup membuat mereka harus mengatur pernapasannya.
Dan dari sudut bibir serta hidung mereka tampak
mengeluarkan darah. Mereka segera menghampiri pemuda bermuka codet yang berdiri
sekitar satu batang tombak di depan Rangga.
Saat itu, Rara Ayu Ningrum sudah kembali dari mengejar kuda yang ditunggangi
Rangga tadi. Gadis itu melompat turun dari punggung kuda dengan gerakan indah
dan cukup ringan. Dihampirinya Rangga, dan berdiri di sebelah kanan. Sementara
kuda-kudanya dibiarkan melenggang menjauh. Pada saat ini untuk beberapa saat,
tidak ada seorang pun yang membuka suara lebih dahulu.
"Kau sudah terialu banyak ikut campur dalam persoalan ini, Pendekar Rajawali
Sakti. Maka sudah sepantasnya kau menyusul kekasihmu ke neraka,"
terasa dingin sekali nada suara pemuda bermuka codet itu.
"Apa yang kau lakukan pada Pandan Wangi"!"
sentak Rangga lantang.
"Kami tidak melakukan apa apa terhadap kekasihmu, Pendekar Rajawali Sakti. Dia
memilih jalannya sendiri. Padahal, kami ingin memberinya kesenangan. Tapi
dia ..." "Keparat...!" geram Rangga, langsung mendidih darahnya.
Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa lagi
membayangkan, apa yang telah terjadi terhadap Pandan Wangi. Tapi dari kata-kata
pemuda bermuka codet itu, nasib Pandan Wangi sudah bisa diduga.
Dan itu membuat darah Pendekar Rajawali Sakti mendidih seketika. Seluruh
wajahnya langsung memerah, menahan amarah yang sudah meluap, bagai gunung berapi
yang hampir memuntahkan laharnya. Kedua bola matanya bersinar tajam, bagai
sepasang bola api yang hendak membakar pemuda
berwajah codet ini.
"Dengar, Keparat! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Pandan Wangi, ke mana pun
kalian semua pergi, tidak akan terlepas dari tanganku!" desis Rangga mengancam.
"Ha ha ha...! Sebentar lagi kau juga akan mampus, Pendekar Rajawali Sakti."
Trek! Pemuda bermuka codet itu menjentikkan dua ujung jarinya. Dan seketika itu juga,
dari balik pepohonan dan semak belukar bermunculan orang-orang dengan senjata
golok terhunus. Maka sebentar saja tempat itu sudah terkepung rapat. Melihat
keadaan yang sangat tidak menguntungkan ini, Rangga jadi menggeram. Gerahamnya
terdengar menggeretak menahan marah. Sedikit matanya melirik Rara Ayu Ningrum
yang berada di sebelahnya.
Lalu, perlahan kakinya bergerak mendekati, dan berhenti tepat di depan gadis
itu. "Kau jangan melangkah setindak pun juga, Ningrum," ujar Rangga, agak mendesis
dingin nada suaranya.
"Baik," sahut Rara Ayu Ningrum.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik kedua tangannya yang sudah terkepal
sejak tadi, hingga sejajar pinggang. Sorot matanya begitu tajam, menusuk
langsung ke bola mata pemuda bermuka codet yang berdiri tepat di depannya.
Suasana pun menjadi hening. Dan tiba-tiba saja....
"Aji 'Bayu Bajra'.... Yeaaah...!"
Sambil berteriak lantang menggelegar, cepat sekali Rangga merentangkan kedua
tangannya ke samping. Dan seketika itu juga, tiba-tiba saja terjadi badai topan
yang sangat dahsyat. Angin bertiup amat
keras, disertai suara gemuruh menggetarkan jantung.
Saat itu, Rangga memang mengerahkan ilmu
kesaktiannya yang sangat dahsyat Aji 'Bayu Bajra'
memang sebuah ilmu yang jarang digunakan, karena akibat yang ditimbulkan begitu
dahsyat. Dari kedua tangannya yang terentang, mengeluarkan hembusan angin badai
begitu dahsyat.
Akibatnya, orang-orang yang mengepung rapat jadi berpentalan. Bahkan bebatuan
pun berhamburan diterjang hempasan angin badai yang diciptakan Pendekar Rajawali
Sakti. Sebentar saja, tidak sedikit pepohonan yang bertumbangan, tidak sanggup
menahan gempuran badai dahsyat ini. Sementara itu, pemuda bermuka codet tampak
berusaha mengimbangi kekuatan aji 'Bayu Bajra'. Tampak kedua telapak tangannya
menyatu rapat di depan dada. Tapi sedikit demi sedikit, kakinya mulai tergeser.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja, Rangga berteriak keras menggelegar. Dan seketika itu juga,
tubuhnya melesat begitu cepat. Lalu dengan kecepatan kilat, Pendekar Rajawali
Sakti mencabut pedang pusaka dari warangka di punggung. Dan secepat kilat pula
pedang yang memancarkan cahaya biru terang itu dibabatkan ke leher pemuda
bermuka codet itu.
Begitu cepatnya sabetan pedang bercahaya biru berkilauan milik Pendekar Rajawali
Sakti, sehingga pemuda bermuka codet itu tidak sempat lagi menghindar. Terlebih
lagi, saat itu seluruh kekuatannya tengah dikerahkan untuk menahan gempuran
angin badai ciptaan Pendekar Rajawali Sakti. Dan..
Cras! "Aaa...!"
Jeritan panjang dan melengking tinggi pun
seketika terdengar begitu menyayat. Tampak pemuda bermuka codet itu ambruk
dengan kepala terpisah dari leher. Darah langsung menyembur deras dari leher
yang sudah buntung tak berkepala lagi!
Sementara, sambil melompat ke belakang Rangga mencabut aji kesaktiannya. Dan
pada saat badai topan itu berhenti, sekeliling hutan ini sudah hancur porakporanda bagaikan baru saja dilanda gempa dahsyat sekali. Tampak tubuh-tubuh tak
bernyawa bergebmpangan tertindih batu dan pohon. Bau anyir darah pun seketika
menyebar, menyeruak mengusik hidung.
Cring! Rangga memasukkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di
punggung. Maka cahaya terang yang memancar dari pedang itu pun langsung lenyap
seketika. Kini Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Lalu, pandangannya terus terpaku pada Rara Ayu Ningrum yang juga tengah
memandanginya. Rangga menghampiri gadis itu, dan berhenti melangkah setelah
jaraknya tinggal sekitar tiga langkah lagi.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.
Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri dua
ekor kuda yang tali kekangnya tersangkut pada ranting pohon tumbang. Sementara,
Rara Ayu Ningrum masih tetap berdiri di tempatnya sambil memandangi pemuda
tampan berbaju rompi putih itu tanpa berkedip sedikit pun juga.
"Ayo, Ningrum," ajak Rangga lagi.
Tapi, Rara Ayu Ningrum tidak bergeming sedikit pun juga. Dia hanya memandangi
Pendekar Rajawali Sakti, seakan-akan tengah memandangi orang asing
Pendekar Rajawali Sakti 90 Rajawali Murka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang sama sekali tidak dikenalnya. Entah apa yang ada dalam benak gadis itu.
Tapi, sorot matanya memancarkan segudang pertanyaan yang terasa sulit dijawab.
Rangga menghampiri gadis itu sambil menuntun kuda-kuda mereka. Lalu
diserahkannya satu tali kekang kuda pada Rara Ayu Ningrum. Gadis itu menerima
tali kekang seperti tidak sadar akan diri dan sekelilingnya. Dia seperti masih
terpana oleh ilmu kesaktian yang tadi dilihatnya. Sebuah ilmu kesaktian yang
sangat dahsyat, hingga tidak seorang pun yang masih bisa bernapas lagi.
"Hup!"
Rangga melompat naik ke punggung kudanya, diikuti Rara Ayu Ningrum yang juga
melompat naik ke punggung kudanya sendiri. Tak berapa lama kemudian, mereka
sudah kembali berkuda dengan cepat sekali, menyusul Ki Andak yang kini entah
sudah sampai di mana. Dan malam pun terus merayap semakin larut. Udara kian
bertambah dingin.
Tapi, kedua anak muda itu tidak peduli dan terus memacu cepat kudanya.
Semalaman penuh, Rangga dan Rara Ayu Ningrum berada di punggung kuda tanpa
sedikit pun ber-istirahat. Mereka terus memacu kudanya, mengikuti jejak-jejak
kaki kuda yang ditunggangi Ki Andak.
Sampai matahari menampakkan diri, mereka baru berhenti. Dan kebetulan sekali,
mereka menemukan sebuah sungai kecil yang berair jemih. Sehingga, kuda-kuda yang
ditunggangi semalaman penuh bisa diistirahatkan.
Dan selama dalam perjalanan, Rangga menceritakan dirinya yang sebenarnya. Itu
juga setelah Rara Ayu Ningrum menanyakannya. Gadis itu benar-benar
penasaran pada pemuda tampan ini. Terlebih lagi, setelah kejadian semalam. Dan
Rangga sendiri kini mengatakan apa adanya. Juga diakui kalau Pandan Wangi
sebenarnya bukanlah adiknya, melainkan kekasih yang selalu setia menemaninya ke
mana pun dirinya mengembara. Hanya saja Rangga tetap tidak mengatakan kalau
dirinya sebenarnya adalah Raja Kerajaan Karang Setra. Namun, penjelasan Pendekar
Rajawali Sakti membuat Rara Ayu Ningrum sudah bisa memahami. Maka rasa hormatnya
pun semakin tumbuh tebal dalam hatinya.
"Kenapa kau tidak mengatakan dirimu yang sebenarnya, sejak pertama kali datang,
Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum.
Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja. Kudanya terus dikendalikan
sambil memperhatikan aliran sungai yang sangat besar dan deras.
Sementara Rara Ayu Ningrum sudah melompat dari punggung kudanya, dan mendarat di
samping kanan Pendekar Rajawali Sakti yang sudah melompat lebih dulu.
"Putus...," ujar Rangga agak mendesak, sambil mengangkat sedikit pundaknya.
"Maksudmu...?" tanya Rara Ayu Ningrum meminta penjelasan.
"Aku tidak tahu, apakah Ki Andak menyeberangi sungai ini atau tidak. Tapi yang
jelas, jejaknya berakhir sampai di sini," sahut Rangga.
Rangga berjongkok, meneliti tanah yang lembab di sekitar tepian sungai ini.
Kepalanya bergerak menggeleng beberapa kali. Dan beberapa kali pula terdengar
suara mendecak dari bibirnya. Sambil menghembuskan napas panjang, Pendekar
Rajawali Sakti bangkit berdiri. Dan pandangannya langsung
tertuju ke seberang sungai.
Sungai ini memang sangat besar dan alirannya pun sangat deras. Tidak mungkin
bagi orang biasa menyeberangi sungai ini, walaupun menggunakan perahu, karena
pasti akan terbawa arus yang sangat kuat ini. Tapi bagi orang berkepandaian
tinggi, tak akan terlalu sulit untuk menyeberanginya. Terlebih lagi kalau sudah
memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Rangga kemudian melirik Rara Ayu
Ningrum. Hatinya menyangsikan, apakah gadis ini mampu menyeberangi sungai
itu..." Pendekar Rajawali Sakti belum pemah melihat Rara Ayu Ningrum menggunakan
kepandaiannya. Jadi, dia tidak tahu apakah gadis itu bisa ilmu olah kanuragan
atau tidak. "Kenapa kau memandangiku, Kakang?" tegur Rara Ayu Ningrum merasa jengah,
walaupun Rangga memandangi hanya dengan lirikan saja.
"Kau sanggup menyeberangi sungai ini, Ningrum?"
Rangga malah balik bertanya.
"Kenapa tidak...?" tantang Rara Ayu Ningrum.
"Tidak ada satu perahu pun yang terlihat. Dan kita harus menyeberanginya hanya
dengan sepotong ranting saja. Hm... Kau sanggup?" tanya Rangga lagi.
"Jangan mengecilkan aku, Kakang Lihat saja...,"
ujar Rara Ayu Ningrum.
Gadis itu menjumput sepotong ranting kering sepanjang tiga jengkal. Lalu,
dilemparkannya ranting itu ke sungai. Dan saat itu juga, cepat sekali tubuhnya
melesat "Hup...!"
Tap! Sungguh ringan tubuhnya, saat sebelah kaki kanan gadis itu menjejak ranting
kering yang terapung di
permukaan sungai ini. Hebat..! Ranting itu tidak bergerak sedikit pun juga. Rara
Ayu Ningrum berdiri hanya menggunakan sebelah kaki saja, bagaikan seekor burung
bangau berada di tengah kolam.
Wajahnya berpaling, dan tersenyum melihat Pendekar Rajawali Sakti terlongong
kagum. "Ayo, Kakang. Kau ingin menyeberang atau tidak...?" seru Rara Ayu Ningrum.
Tukkk! Tanpa berkata apa apa lagi, Rangga menjentikkan sepotong ranting kering dengan
ujung jari kakinya.
Bersamaan dengan itu, tubuhnya melesat sangat ringan. Dan begitu ranting kering
itu menyentuh permukaan air sungai, kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti langsung
menjejaknya. Kini, kedua anak muda itu segera meluncur di atas permukaan air, hanya
menggunakan sepotong ranting kering saja. Sedikit pun mereka tidak terpengaruh
oleh derasnya aliran air sungai ini
Tubuh-tubuh mereka bagaikan segumpal kapas yang terapung di permukaan air.
Begitu ringan dan cepat mereka meluncur di atas sepotong ranting. Dan sebentar
saja, mereka sudah sampai di tepi seberang sungai
"Hup!"
"Hap!"
Secara bersamaan, kedua anak muda itu
berlompatan ke tepi. Tapi baru saja menjejakkan kaki di tanah lembab agak
berlumpur ini, mendadak saja dari balik semak belukar dan pepohonan yang tumbuh
subur di sepanjang tepian sungai ini, bermunculan orang-orang berpakaian serba
hitam. Di tangan kanan mereka semua tergenggam sebilah golok yang cukup besar
ukurannya. Mereka langsung
berlompatan, dan mengepung kedua anak muda itu.
"Hm.... Hati-hati, Ningrum," gumam Rangga pelan, memperingati gadis di
sebelahnya. "Baik," sahut Rara Ayu Ningrum.
Ada sekitar dua puluh orang laki-laki bersenjata golok, telah mengepung rapat
kedua anak muda itu.
Mereka bergerak perlahan lahan memutari.
Sementara, Rangga dan Rara Ayu Ningrum belum bertindak apa apa Mereka hanya bisa
memperhatikan setiap gerak para pengepungnya. Kedua anak muda itu memang hanya
bisa menunggu, sampai ada yang menyerang lebih dahulu.
*** 6 "Mau apa kalian"! Mengapa mengepung kami..."!"
tanya Rangga, lantang.
Tak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka
semua menutup mulut, dan terus bergerak memutari dengan golok melintang di depan
dada. Sorot mata mereka begitu tajam, seakan-akan memancarkan hawa nafsu
membunuh. Sementara Rangga sudah bergerak me-munggungi Rara Ayu Ningrum.
Sehingga, mereka saling beradu punggung.
"Kau kenal mereka, Ningrum?" tanya Rangga setengah berbisik.
"Lihat gambar pada dada mereka, Kakang," sahut Rara Ayu Ningrum.
Rangga seperti baru tersadar. Jelas sekali kalau pada baju baglan dada mereka
tergambar seekor kelelawar. Dan itu sudah menandakan kalau mereka adalah para
pengikut Jaka Anabrang. Dan tanpa ditanya lagi, tentu sudah bisa diketahui
maksud mereka menghadang di tepi sungai ini. Dan mereka tentu sudah
diperintahkan menghadang siapa saja yang mengikuti Ki Andak, yang pergi dari
kediaman-nya untuk memenuhi tantangan Jaka Anabrang
"Aku tahu siapa dan apa maksud kalian meng-hadangku di sini. Ayo, serang
aku...!" terdengar lantang sekali nada suara Rangga.
Tapi, tak ada seorang pun yang bergerak
menyerang. Mereka masih tetap mengepung dan bergerak perlahan-lahan memutari
Pendekar Rajawali
Sakti dan Rara Ayu Ningrum. Golok-golok mereka yang berukuran sangat besar
berkilatan tertimpa cahaya matahari. Seakan-akan, mereka sudah tidak sabar lagi
untuk menyerang.
Dan di saat tidak ada seorang pun yang berbicara, terdengar siulan panjang dan
melengking tinggi. Dan begitu siulan itu berhenti, seketika itu juga kedua puluh
orang ini langsung berlompatan menyerang.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Pertahankan dirimu, Ningrum. Hiyaaa...!"
"Baik, Kakang! Hiyaaat..!"
Pertarungan memang tidak dapat dihindari lagi.
Orang-orang berpakaian serba hitam itu begitu ganas menyerang, seperti binatangbinatang liar melihat mangsa. Tapi yang dihadapi kali ini bukan-lah tokoh
sembarangan. Gerakan-gerakan yang dilakukan Rangga dan Rara Ayu Ningrum begitu
cepat dan tidak dapat diduga. Sehingga, para pengikut Jaka Anabrang itu jadi
kaget setengah mati.
Buktinya, baru beberapa gebrakan saja, sudah enam orang yang terjungkal tak
bernyawa lagi. Jeritan-jeritan melengking dan menyayat pun terus terdengar bersahutan, disertai
teriakan-teriakan pertarungan yang sangat keras menggelegar. Satu persatu orangorang berpakaian serba hitam itu jatuh terjungkal tanpa nyawa melekat di
tubuhnya lagi. Tapi, kelihatannya mereka tidak gentar sedikit pun juga. Orang-orang berseragam
hitam itu terus merangsek, tanpa menghiraukan teman-temannya yang terus
berpelantingan, ambruk tak bernyawa lagi.
Seakan-akan tidak dipedulikan lagi jumlah yang semakin berkurang. Mereka terus
saja menyerang ganas sekali.
"Menyingkir kau, Ningrum! Hiyaaa...!"
Melihat kenekatan orang-orang itu, Rangga Jadi gusar. Sambil berteriak keras
menggelegar menyuruh Rara Ayu Ningrum menyingkir, dengan kecepatan kilat
Pendekar Rajawali Sakti melompat sambil mengebutkan kedua tangannya yang
terentang lebar ke samping. Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega' tingkat terakhir.
"Hiya! Hiyaaa...!"
Begitu cepat gerakan kedua tangan Rangga dalam Jurus 'Sayap Rajawali Membelah
Mega'. Akibatnya, tahu-tahu terdengar jeritan-jeritan menyayat melengking tinggi,
disusul ambruknya tubuh-tubuh berlumuran darah.
Memang sungguh dahsyat jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' tingkat terakhir
milik Pendekar Rajawali Sakti. Setiap lawan yang terkena sabetan tangan yang
terentang lebar bagai sayap burung itu, tidak akan mampu lagi bergerak. Mereka
langsung tewas seketika dengan tubuh terbelah. Kedua tangan Rangga bagaikan
sepasang mata pedang saja, sanggup membelah tubuh manusia hanya sekali sabetan.
Hingga dalam waktu sebentar saja, tidak ada seorang pun yang bisa bangkit
berdiri lagi. Rara Ayu Ningrum sampai terlongong bengong melihat akibat dari jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega'. Begitu terpananya, sampai tidak disadari kalau Rangga
sudah berada di sampingnya lagi. Gadis itu baru tersadar saat tangan Pendekar
Rajawali Sakti terasa menepuk pundaknya.
"Ayo, tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.
Tanpa bicara sedikit pun juga, mereka kembali melanjutkan perjalanan, mengikuti
Ki Andak yang kini entah sudah sampai di mana. Tapi sepanjang jalan
yang dilalui, selalu saja ada rintangan yang tidak bisa dianggap enteng. Para
pengikut Jaka Anabrang ternyata memiliki kepandaian lumayan. Mereka cukup
berbahaya, dan tidak mengenal rasa gentar sedikit pun.
Rangga kembali menemukan jejak-jejak Ki Andak.
Terus diikutinya jejak itu. Sementara, Rara Ayu Ningrum mengikuti saja dari
belakang tanpa sedikit pun membuka suara. Bibirnya terkatup rapat, dan sesekali
matanya melirik pemuda tampan yang mengenakan baju rompi putih itu.
*** Pendekar Rajawali Sakti kembali berhenti
melangkah setelah sampai di sebuah lembah, tepat di tengah-tengah hutan. Kening
pemuda itu jadi berkerut Dan kelopak matanya pun terlihat menyipit saat
memandangi daerah sekitarnya. Hampir penglihatannya sendiri tidak dipercayai.
Seakan-akan, sedang bermimpi rasanya. Matanya lalu melirik sedikit pada Rara Ayu
Ningrum yang berdiri di sebelah kanannya. Gadis itu juga menatap wajah Rangga,
sehingga pandangan mata mereka bertemu langsung pada satu titik.
"Aku jadi tidak mengerti, kenapa Ki Andak justru memilih jalan berputar..."
Bukankah ini Lembah Mayat...?" Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.
Tapi Rara Ayu Ningrum hanya diam saja.
Pandangannya diedarkan ke sekeliling. Entah apa yang ada dalam kepala gadis ini.
Sedangkan Rangga mulai merasakan adanya keanehan. Rasanya sulit dipercaya kalau
Ki Andak menuju Lembah Mayat dengan jalan memutar yang tentu saja lebih jauh,
dia juga tidak tahu, untuk apa laki-laki tua itu da tang ke Lembah Mayat ini. Apakah
Jaka Anabrang memang menantangnya dan memilih tempat ini untuk bertarung"
Rasanya di dalam surat yang dikirim Jaka Anabrang, Rangga tidak melihat adanya
tempat pertemuan yang ditentukan.
Belum juga semua pertanyaan yang berkecamuk dalam benak Pendekar Rajawali Sakti
bisa terjawab, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat
di depannya. Dan saat itu juga, terlihat sebuah benda berwarna putih keperakan
berbentuk bulat pipih meluncur deras ke arahnya.
"Awas! Hup...!"
Sambil mendorong tubuh Rara Ayu Ningrum,
Rangga cepat sekah melompat menghindari
sambaran benda bulat pipih berwarna putih keperakan itu. Dua kali tubuhnya
berputaran di udara, lalu manis sekali kembali menjejak tanah, setelah benda
bulat pipih keperakan itu lewat tanpa sedikit pun menyentuh tubuhnya. Sementara
itu, Rara Ayu Ningrum juga sudah bangkit berdiri, setelah terjatuh akibat
dorongan tangan Rangga tadi. Gadis itu segera menghampiri Pendekar Rajawali
Sakti, dan berdiri kembali di sebelah kanan.
Belum juga ada yang membuka suara, tiba-tiba saja....
"Ha ha ha...!"
Terdengar suara tawa yang begitu keras
menggelegar. Jelas terdengar kalau tawa itu dikeluarkan lewat pengerahan tenaga
dalam tinggi. Sehingga bisa menggema, dan sukar ditentukan arahnya. Tapi Rangga hanya sedikit
menggumam kecil. Kepalanya bergerak menggeleng ke kanan dan kiri, mencoba
mencari sumber suara tawa itu.
"Hm...."
Tanpa bicara sedikit pun juga, tahu-tahu Rangga memutar tubuhnya ke kiri. Dan
saat itu juga....
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua
tangannya ke depan. Saat itu juga, dari kedua telapak tangannya memancar cahaya
merah bagai lidah api yang meluncur deras ke arah sebatang pohon besar, sekitar
tiga batang tombak darinya. Cahaya merah itu langsung menghantam pohon, hingga
hancur berkeping-keping. Seketika terdengarlah ledakan sangat dahsyat dan menggelegar
yang memekakkan telinga.
Api langsung membakar pepohonan itu. Dan pada saat itu juga, terlihat sebuah
bayangan berkelebat begitu cepat. Tanpa membuang-buang waktu sedikit pun juga,
Rangga langsung melesat mengejar sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang
sudah mencapai tingkat sempurna. Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti
melepaskan satu pukulan keras menggeledek dari jurus 'Pukulan Maut Paruh
Rajawali'. "Hiyaaa...!"
Glarrr...! Tapi pukulan Pendekar Rajawali Sakti hanya menghantam pohon hingga hancur
berkeping-keping.
Sementara, bayangan itu berputaran indah sekali di udara, lalu meluruk deras ke
bawah. Dan dengan ringan sekali kakinya menjejak tanah, tepat di saat Rangga
Pendekar Rajawali Sakti 90 Rajawali Murka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga menjejakkan kakinya di tanah.
"Setan Perak Lembah Mayat..," desis Rangga langsung mengenali.
Dan memang, orang itu adalah Setan Perak
Lembah Mayat yang pernah bertemu dan sempat bertarung melawan Pendekar Rajawali
Sakti. Setan Perak Lembah Mayat tertawa terkekeh, tapi lebih mirip sebuah
seringai yang mengerikan. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menusuk langsung
bola mata Pendekar Rajawali Sakti.
"Sudah kuduga, kau pasti akan sampai juga ke sini, Pendekar Rajawali Sakti.
Bersiaplah untuk mampus!" terasa dingin dan kering sekali nada suara Setan Perak
Lembah Mayat Rangga melangkah ke belakang beberapa tindak, mendekati Rara Ayu Ningrum.
Matanya melirik sedikit pada gadis itu, namun tetap memperhatikan Setan Perak
Lembah Mayat dengan tajam.
"Kau menyingkir dulu, Ningrum. Dia bukan lawanmu," pinta Rangga.
"Kau tidak apa-apa menghadapinya sendiri, Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum
seperti khawatir.
"Aku memang akan menghadapinya sendiri," sahut Rangga seraya tersenyum kecil.
Rara Ayu Ningrum menatap Setan Perak Lembah Mayat sebentar, kemudian menarik
kakinya ke belakang. Diikutinya permintaan Rangga tadi. Dan gadis itu baru
berhenti setelah jaraknya dirasakan sudah cukup jauh dari Pendekar Rajawali
Sakti. Sementara, Rangga kembali melangkah mendekati Setan Perak Lembah Mayat. Ayunan
kakinya tampak berhenti, setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi di
depan Setan Perak Lembah Mayat
Mereka tidak bicara sedikit pun juga dengan mata saling beradu pandang begitu
tajam. Seakan-akan, satu sama lain sedang mengukur tingkat kepandaian masingmasing. Terlihat Setan Perak Lembah Mayat mengeluarkan senjata berupa lempengan
baja putih berkilat keperakan, seperti sebuah tameng. Senjata yang bergerigi pada sisinya
itu terpasang pada lengan kanan, seperti melindungi dadanya dari serangan.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja melihat senjata lawannya.
"Keluarkan senjatamu, Pendekar Rajawali Sakti!"
dengus Setan Perak Lembah Mayat
"Aku merasa belum perlu menggunakan senjata, Setan Perak," sahut Rangga kalem.
Tapi suaranya terdengar sangat dingin.
"Sombong...!" dengus Setan Perak Lembah Mayat kesal mendengar penolakan Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti hanya tersenyum saja.
Terasa begitu tipis senyumnya. Dan itu membuat Setan Perak Lembah Mayat jadi
semakin bertambah geram. Dia merasakan kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah
meremehkannya. "Jangan menyesal kau mati tanpa senjata di tangan, Pendekar Rajawali Sakti!"
desis Setan Perak Lembah Mayat geram.
"Silakan...," ujar Rangga tenang sekali.
"Keparat! Hiyaaat..!"
*** Sambil menggeram dan berteriak lantang menggelegar, Setan Perak Lembah Mayat
melompat menyerang. Langsung diberikannya satu pukulan keras menggeledek dengan
tangan kiri. Tapi hanya sedikit saja Rangga mengegos, pukulan Setan Perak Lembah
Mayat yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi itu lewat menyambar angin
kosong. "Hih!"
Wuk! Melihat serangannya dapat mudah digagalkan, Setan Perak Lembah Mayat segera
menghantamkan tameng peraknya ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Maka
kembali pemuda berbaju rompi putih itu menggerakkan kepala sediki, membuat
keprukan tameng keperakan yang semua sisiir bergerigi itu tidak mengenai sasaran
lagi. "Keparat! Yeaaah...!"
Setan Perak Lembah Mayat semakin bertambah berang saja. Sambil berteriak keras
menggelegar, serangannya ditingkatkan disertai pengerahan seluruh kekuatan
tenaga dalam. Pertarungannya yang terdahulu dengan Pendekar Rajawali Sakti,
membuat-nya tidak lagi tanggung-tanggung melancarkan serangan. Pukulan-pukulan
serta sambaran tamengnya begitu cepat dan dahsyat, sehingga menimbulkan hempasan
angin menderu yang menyakitkan telinga.
Dan Rangga pun terpaksa harus berjumpalitan, menghindari gempuran Setan Perak
Lembah Mayat yang sangat cepat, dahsyat dan beruntun.
Pertarungan pun berlangsung sengit, dalam kecepatan yang sukar diikuti mata
biasa. Rangga juga tidak hanya bisa berkelit menghindar. Sudah beberapa kali
dilancarkan serangan balasan, tapi Setan Perak Lembah Mayat memang bukan lawan
enteng. Gerakan-gerakan yang dilakukan Setan Perak Lembah Mayat memang sangat
cepat. Bahkan setiap serangannya pun sangat berbahaya. Sedikit saja kelengahan,
akan berakibat parah bagi mereka.
Jurus demi jurus cepat berlalu. Tanpa terasa, Setan Perak Lembah Mayat sudah
mengeluarkan lebih dari sepuluh jurus. Tapi, di pihak Rangga hanya keluar jurusjurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Dan Pendekar Rajawali Sakti
selalu memadukan antara satu jurus dengan jurus lain.
Sehingga setiap kali menyerang, membuat Setan Perak Lembah Mayat jadi kelabakan.
Tapi sampai sejauh ini, setiap serangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti
masih dapat dihindari.
Bahkan masih bisa melakukan serangan gencar dan sangat berbahaya.
"Awas kepala..!" seru Rangga tiba-tiba.
Seketika itu juga, Rangga melepaskan satu pukulan keras yang diarahkan ke
kepala. Tentu saja serangan itu membuat Setan Perak Lembah Mayat jadi tersentak
kaget. Terlebih lagi sebelum melancarkan serangan, Rangga memberi peringatan
terlebih dahulu.
"Haittt..!"
Cepat-cepat Setan Perak Lembah Mayat menarik kepalanya, menghindari sabetan
tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti. Tapi tanpa diduga sama sekali, tepat di
saat kepala Setan Perak Lembah Mayat tertarik ke belakang, Rangga cepat melesat
sedikit ke atas. Dan langsung dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek,
dari jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat serangan
susulannya, sehingga Setan Perak Lembah Mayat tidak sempat lagi menghindar.
Dan... Diegkh...! "Akh...!" Setan Perak Lembah Mayat terpekik agak tertahan.
Tendangan yang dilepaskan Rangga keras sekali, tepat menghantam dadanya.
Akibatnya, tubuh Setan Perak Lembah Mayat terpental ke belakang sejauh dua
batang tombak. Keras sekali tubuhnya menghantam tanah, hingga keluar pekikan
tertahan. Dan pada saat itu juga, Rangga melesat bagai kilat
sambil melepaskan satu pukulan dahsyat dari jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Begitu sempurna jurus itu
dikuasainya, sehingga kedua kepalan tangannya jadi berwarna merah membara bagai
besi terbakar "Yeaaah...!"
"Uts...!"
*** 7 Glarrr...! Begitu dahsyatnya pukulan yang dilepaskan Rangga. Akibatnya tanah yang terkena
langsung bergetar dan terbelah, membuat jurang kecil. Sementara, Setan Perak
Lembah Mayat sudah bergelimpangan beberapa kali menghindarinya. Dan dia cepat
melompat bangkit berdiri, sebelum Rangga bisa melancarkan serangan kembali.
"Hiyaaa...!"
Bet! Wukkk...! Setan Perak Lembah Mayat melemparkan tameng peraknya, disertai pengerahan tenaga
dalam yang sudah mencapai tingkat tinggi. Tameng bergerigi di seluruh sisinya
itu meluncur deras sekali ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap!"
Namun hanya sedikit saja merundukkan kepala, Pendekar Rajawali Sakti berhasil
menghindari terjangan tameng perak itu. Tapi tanpa diduga sama sekali, tameng
itu meluncur balik dan terus berputar ke arahnya. Seperti memiliki mata saja,
tameng itu bisa mengetahui di mana lawan berada.
"Hup!"
Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, menghindari terjangan tameng perak.
Beberapa kali tubuhnya harus berjumpalitan di udara. Dan Pendekar Rajawali Sakti
kini jadi menggeram dalam hati, melihat tameng itu bisa melayang sendiri
menyerang- nya tanpa henti.
"Hih!"
Cring! Tidak ada lagi pilihan bagi Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan cepat sekali
Pedang Rajawali Sakti dicabut dari warangka di punggung. Dan seketika itu juga,
cahaya biru terang menyilaukan mata menyemburat, bagai hendak menyelubungi
seluruh tubuh pemuda itu. Dan tepat di saat tameng Setan Perak Lembah Mayat
meluncur deras ke arahnya, cepat sekali pedangnya dikebutkan untuk menyambut
senjata yang bagaikan memiliki mata itu.
Sehingga ... "Hiyaaa...!"
Bet! Trang! Glarrr...! Ledakan keras menggelegar kembali terdengar, begitu Pedang Rajawali Sakti beradu
dengan tameng bulat Setan Perak Lembah Mayat Tampak tameng itu terpental balik
ke belakang. Sementara, Rangga hanya terdorong sejauh dua langkah saja.
Dan dari ledakan itu, memercik bunga api yang menyebar ke segala arah.
"Hup! Hiyaaa..!"
Setan Perak Lembah Mayat melompat, mengejar senjata tamengnya. Langsung
dijumputnya senjata itu, dan kembali mendarat manis sekali. Tapi begitu kakinya
menjejak tanah "Heh..."!"
Kedua bola mata Setan Perak Lembah Mayat jadi terbeliak lebar dengan mulut
ternganga. Dia s-akan tidak percaya kalau tameng yang tadi kelihatan masih utuh,
kini sudah terbelah menjadi dua bagian! Dan
satu belahan lagi, telah jatuh menggeletak di ujung jari kakinya. Sedangkan
satunya lagi, berada di tangannya.
"Keparat! Kubunuh kau..! Hiyaaat..!" Setan Perak Lembah Mayat benar-benar marah
setengah mati, melihat senjata andalannya terbelah jadi dua bagian oleh pedang
milik Pendekar Rajawali Sakti. Sambll berteriak keras menggelegar, dia melompat.
Langsung potongan senjatanya dikebutkan ke kepala pemuda berbaju rompi putih
itu. "Haiiit..!"
Tapi dengan gerakan manis sekali, Rangga
mengegoskan kepala. Dihindarinya terjangan potongan tameng perak itu. Dan begitu
tameng yang tinggal sepotong itu lewat di atas kepalanya, cepat bagai kilat
pedangnya dikebutkan.
"Yeaaah...!"
Bet! "Uts!"
Setan Perak Lembah Mayat cepat-cepat menarik tubuhnya ke belakang, menghindari
sabetan pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan itu. Dan pada saat
tubuhnya agak terbungkuk, tanpa diduga sama sekali Pendekar Rajawali Sakti
melepaskan satu pukulan keras menggeledek dengan tangan kiri ke arah wajah.
Begitu cepat pukulannya, sehingga Setan Perak Lembah Mayat tidak sempat lagi
menghindar. Desss! "Akh...!"
Untuk kedua kalinya Setan Perak Lembah Mayat terpekik, begitu pukulan tangan
kiri Rangga yang mengandung pengerahan tenaga dalam mendarat telak di wajahnya.
Dan saat kepalanya te-dongak ke
atas, cepat sekali Rangga kembali mengebutkan pedangnya.
"Hiyaaa...!"
Wukkk! Setan Perak Lembah Mayat yang sama sekali tidak menyangka akan mendapat serangan
begitu gencar dan cepat, benar-benar tidak dapat lagi berkutik.
Dan... Bret! "Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi yang sangat menyayat pun terdengar membelah
alam ini. Tampak darah seketika muncrat dari dada Setan Perak Lembah Mayat
"Mampus kau! Yeaaah...!"
Baru saja Rangga mengangkat pedangnya dan hendak menebas leher Setan Perak
Lembah Mayat, tiba-tiba saja....
"Kakang, jangan...!"
Rangga cepat menghentikan gerakan tangannya yang hampir terayun membabatkan
pedang ke leher Setan Perak Lembah Mayat, begitu tiba-tiba terdengar teriakan
mencegah dari Rara Ayu Ningrum. Gadis itu cepat berlari menghampiri Pendekar
Rajawali Sakti, dan berdiri di depannya seperti menghadang.
Sementara itu, Setan Perak Lembah Mayat sudah menggeletak dengan dada terbelah
lebar mengucur-kan darah. Gerakan tarikan napas pada dada dan perutnya,
menandakan kalau dia masih hidup.
"Kita membutuhkannya, Kakang. Jangan cepat-cepat dibunuh," kata Rara Ayu
Ningrum. "Hm...," Rangga menggumam kecil.
Cring! Pendekar Rajawali Sakti memasukkan pedang
pusakanya ke dalam warangka di punggung. Dan seketika itu juga, cahaya biru yang
memancar dari pedangnya lenyap, begitu tenggelam ke dalam warangka. Sementara,
Rara Ayu Ningrum sudah memutar tubuhnya berbalik. Gadis itu menghampiri Setan
Perak Lembah Mayat yang masih terbaring lemah menjelang ajal. Darah terus
mengucur deras dari dadanya yang terbelah sangat dalam dan lebar, akibat
terbabat pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti tadi.
*** "Ugkh...! Kenapa kau tidak jadi membunuhku, Pendekar Rajawali Sakti..."!" dengus
Setan Perak Lembah Mayat, lemah dan terputus-putus suaranya.
"Terlalu enak kalau kau langsung mati, Setan Perak," Rara Ayu Ningrum yang
menyahuti dengan nada suara dingin dan ketus.
Setan Perak Lembah Mayat menatap wajah cantik gadis itu. Tapi, sinar matanya
kini tidak lagi memancar tajam. Darah yang terus mengucur dari dadanya, membuat
sinar matanya meredup. Bahkan tarikan napasnya pun sudah mulai melemah.
"Katakan, di mana Jaka Anabrang tinggal!" tanya Rara Ayu Ningrum masih terdengar
dingin sekali nada suaranya.
"Aku tidak kenal Jaka Anabrang!" sahut Setan Perak Lembah Mayat tidak kalah
ketusnya. "Jangan coba-coba berdusta, Setan Perak. Aku tahu kalau kau dan Jaka Anabrang
sekongkol! Katakan, di mana Jaka Anabrang sekarang
berada..."!" sentak Rara Ayu Ningrum.
Setan Perak Lembah Mayat tidak langsung
menjawab. Ditatapnya gadis itu dengan bola mata terbuka lebar. Bibirnya terkatup
rapat. Dan tiba-tiba saja tangannya bergerak cepat sekali. Lalu...
Crab! "Hegkh...!"
"Heh"!"
Rara Ayu Ningrum terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba Setan Perak Lembah
Mayat menikam dirinya sendiri dengan sebilah pisau yang diambil dari balik ikat
pinggangnya. Begitu cepat gerakan tangannya, sehingga tidak sempat dicegah lagi.
Dan pisau berwarna keperakan itu menancap sangat dalam di dada Setan Perak
Lembah Mayat "Keparat..!" dengus Rara Ayu Ningrum kesal.
Gadis itu berpaling, menatap Rangga yang sejak tadi berada di samping kirinya.
Pendekar Rajawali Sakti hanya diam saja melihat tindakan yang dilakukan Setan
Perak Lembah Mayat
"Huh! Kenapa dia lakukan itu...?" dengus Rara Ayu Ningrum, seperti bertanya pada
diri sendiri Dan Rangga masih saja tetap membisu, tidak membuka suara sedikit
pun. Hanya dipandanginya Setan Perak Lembah Mayat yang tergeletak tak bernyawa
lagi, dengan sebilah pisau tertanam dalam dada.
Rara Ayu Ningrum melangkah mundur beberapa tindak. Tubuhnya lalu dihempaskan di
Pendekar Rajawali Sakti 90 Rajawali Murka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atas akar pohon yang menyembul dari dalam tanah.
Sementara, Pendekar Rajawali Sakti masih tetap berdiri tegak dekat mayat Setan
Perak Lembah Mayat. Kedua anak muda itu saling bertatapan, seakan-akan ada yang
hendak dikatakan. Tapi mereka hanya diam saja, dan hanya saling berpan-dangan
satu sama lain. Sementara, suasana di dalam
lembah itu begitu sunyi. Bahkan sedikit pun tidak terdengar suara binatang.
Angin pun seakan-akan enggan bertiup.
"Ayo, tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.
"Ke mana lagi kita pergi, Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum.
Rangga tidak langsung menjawab. Malah, ditatapnya gadis itu dengan sinar mata
cukup tajam. Pertanyaan Rara Ayu Ningrum barusan seakan-akan menyiratkan
keputusasaan. Seperti tidak punya harapan lagi menemui kakeknya, Ki Andak.
Rangga melangkah menghampiri. Diambilnya tangan gadis itu, lalu digenggamnya
erat-erat. Perlahan Rara Ayu Ningrum bangkit berdiri. Matanya terus memandangi
wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam, seakan-akan ada yang hendak
dikatakan. "Kau seperti putus asa, Ningrum. Kenapa...?" tanya Rangga, mendahului sesuatu
yang ingin dikatakan Rara Ayu Ningrum.
"Kau tahu, Kakang Tidak ada seorang pun yang bisa keluar lagi dalam keadaan
hidup, kalau sudah masuk ke dalam Lembah Mayat ini," kata Rara Ayu Ningrum pelan
"Tapi kakekmu pernah datang ke sini, dan bisa kembali lagi dalam keadaan hidup,
Ningrum," balas Rangga.
Padahal, Rangga juga pernah datang ke sini beberapa hari yang lalu. Bahkan
sempat pula bertarung melawan Setan Perak Lembah Mayat.
Hanya saja, Pendekar Rajawali Sakti tidak menceritakannya pada gadis ini. Dan
diyakini betul kalau tidak ada satu tempat pun di jagat raya ini yang sangat
berbahaya. Rangga yakin, semua ini akan berakhir.
Dan mereka semua akan keluar dari lembah ini
dalam keadaan hidup.
"Kakek tidak pernah masuk ke lembah ini, Kakang.
Kakek hanya berbohong Kakek tidak pernah sampai ke lembah ini. Dia hanya berada
di pinggir saja, menunggu teman-temannya yang masuk ke dalam lembah ini. Dan tak
seorang pun dari mereka yang kembali lagi," kata Rara Ayu Ningrum menjelaskan.
"Aku tahu semua itu, karena waktu itu aku ada."
"Kenapa Ki Andak melakukan hal itu?" tanya Rangga, ingin tahu.
"Agar semua orang memandang dan meng-anggapnya berilmu tinggi. Dan memang, tidak
ada seorang pun yang melecehkannya lagi. Semua orang di desa jadi
menghormatinya. Bahkan kakek me-manfaatkannya untuk mengambil pengaruh, sampai
akhirnya sempat menjadi kepala desa dulu. Tapi sekarang ini tidak ada seorang
pun yang memandangnya lagi. Itu setelah jabatan kepala desa digantikan orang
lain, dan sudah banyak orang yang lupa akan peristiwa itu. Kakek sendiri
terpukul, hingga sering mengurung diri dalam kamar. Bahkan sering bepergian
tanpa diketahui ke mana arahnya.
Dan belakangan ini, kakek seringkali pergi sampai berhari-hari. Aku tidak tahu,
ke mana perginya," kata Rara Ayu Ningrum menceritakan yang sebenarnya.
Sedangkan Rangga terdiam. Dipandanginya gadis itu dengan kelopak mata agak
menyipit. Dan keningnya pun kelihatan berkerut, seperti ada sesuatu yang sedang
dipiklrkannya. Rara Ayu Ningrum juga tidak bertanya lagi. Hanya dipandanginya
wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata bening.
"Ayo...," ajak Rangga.
Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali
Sakti langsung memutar tubuhnya berbalik. Kakinya kini melangkah pergi,
meninggalkan tempat ini.
Sedangkan Rara Ayu Ningrum masih berdiri tegak, memandangi Rangga yang sudah
melangkah menuju kuda yang tertambat agak jauh di pohon. Gadis itu baru
mengayunkan kakinya, setelah Rangga berjalan cukup jauh. Dengan ayu dan kaki
lebar dan cepat, sebentar saja gadis itu sudah menjajarkan dirinya di samping
Pendekar Rajawali Sakti. Belum ada yang membuka suara. Mereka terus berjalan
dengan bibir terkatup rapat
*** Sudah seluruh sudut Lembah Mayat ini dijelajahi.
Tapi, tidak juga bisa ditemukan tempat tinggal Jaka Anabrang yang menyekap
Pandan Wangi. Bahkan Rangga dan Rara Ayu Ningrum juga tidak lagi menemukan jejak
Ki Andak. Sementara, matahari sudah condong ke arah barat. Sinarnya tidak lagi
terasa menyengat
"Rasanya tidak ada lagi tempat tersembunyi di Lembah Mayat ini. Sudah semua
sudut dan pelosok dijelajahi. Aku tidak percaya kalau dia bertempat tinggal di
dalam tanah," ujar Rangga terdengar bergumam, seperti bicara pada dirinya
sendiri "Pasti ada tempat yang sangat rahasia dan tersembunyi di sini, Kakang," balas
Rara Ayu Ningrum.
"Tempat macam apa...?" tanya Rangga seraya menatap gadis itu.
Rara Ayu Ningrum hanya mengangkat bahu saja.
Dia sendiri tidak tahu, apa yang harus dilakukan lagi untuk menemukan tempat
persembunyian Jaka Anabrang. Terlebih lagi, kakeknya saat ini mungkin
sudah berhadapan dengan Jaka Anabrang. Hatinya benar-benar mencemaskan orang tua
itu. Tapi, Rangga sudah benar-benar kehilangan jejak. Dan sejak tadi, mereka
hanya berputar-putar saja tanpa arah dan tujuan pasti. Namun dalam hati, mereka
merasa sangat yakin kalau Ki Andak berada di sekitar Lembah Mayat ini.
"Kau benar, Ningrum. Ada satu tempat yang sangat rahasia di sekitar Lembah Mayat
ini. Hm...," gumam Rangga pelan, seperti bicara pada diri sendiri.
"Kita cari lagi, Kakang," ajak Rara Ayu Ningrum.
Rangga mendongakkan kepala ke atas. Tampak seekor Rajawali berbulu putih
keperakan tengah melayang-layang tepat di atas kepalanya. Kelihatan kecil
sekali, dan beberapa kali menghilang tertutup awan. Dia tahu, Rajawali Putih
masih terus meng-awasinya dari udara.
Diam-diam, Rangga menggunakan tenaga batin untuk berbicara dengan Rajawali
Putih. Pendekar Rajawali Sakti ingin tahu, apakah Rajawali Putih sudah melihat
tanda-tanda tempat persembunyian Jaka Anabrang. Cukup lama juga Rangga menunggu
jawaban dari burung Rajawali raksasa itu.
"Ayo, Ningrum..," ajak Rangga. Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali
Sakti melangkah.
Ayunan kakinya lebar dan cepat, sehingga membuat Rara Ayu Ningrum agak kewalahan
mengikutinya. Dan gadis itu kini telah mensejajarkan ayunan langkahnya di
samping kiri pemuda itu. Mereka terus berjalan tanpa bicara lagi sedikit pun.
Sesaat Rara Ayu Ningrum merasa aneh melihat Rangga seperti sudah yakin akan arah
yang dituju kali ini. Pendekar Rajawali Sakti berjalan dengan ayunan kaki begitu
mantap. Rara Ayu Ningrum memang tidak tahu kalau
Rangga sudah mendapatkan petunjuk dari Rajawali Putih yang terus-menerus
mengikuti dari angkasa.
Rupanya burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu sudah tahu tempat
persembunyian Jaka Anabrang. Dan dengan kekuatan tenaga batin, diberitahunya
kepada Rangga tadi.
Setelah cukup lama mereka berjalan, tiba-tiba saja Rangga menghentikan ayunan
kakinya. Disertai gumaman kecil, Rara Ayu Ningrum ikut berhenti melangkah.
Dipandanginya wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata memancarkan
satu pertanyaan dan keheranan.
"Ada apa, Kakang...?" tanya Rara Ayu Ningrum, tidak dapat lagi menahan rasa
keingintahuannya.
"Kau di sini dulu, Ningrum. Jangan melangkah setindak pun," kata Rangga, agak
dalam nada suaranya.
Rara Ayu Ningrum hanya menganggukkan kepala saja. Memang tidak ada lagi yang
bisa dilakukan, selain mengikuti Pendekar Rajawali Sakti, walaupun dalam
kepalanya penuh segudang pertanyaan.
Sementara, Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kakinya perlahan-lahan. Sorot
matanya terlihat begitu tajam, menatap lurus tak berkedip ke depan.
Telinganya dipasang tajam-tajam, mendengar suara sekecil apa pun yang dapat
ditangkap. Kakinya terus melangkah hati-hati sekali, sambil mengerahkan ilmu
meringankan tubuh yang sudah mencapai
kesempurnaan. Hingga, sedikit pun tak terdengar suara walau kakinya tetap
menjejak tanah.
Dan begitu sudah berjalan sekitar lima batang tombak jauhnya, mendadak...
Wusss! "Haiiit..!"
Cepat Rangga melenting ke udara, ketika tiba-tiba saja dari depan meluncur dua
batang tombak. Dan tombak-tombak yang melesat lewat di bawah telapak kakinya
langsung menancap pada sebatang pohon di belakang Pendekar Rajawali Sakti tadi.
Sementara, Rangga sendiri beberapa kali berputaran di udara, lalu sekali
menjejak kembali di tanah. Tapi pada saat kaki Pendekar Rajawali Sakti
menjejak.... Srak! "Hiyaaa...!"
"Yeaaah..!"
*** 8 Betapa terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti ketika tiba-tiba saja dari dalam
tanah di sekitarnya bersembulan makhluk-makhluk aneh bagai mayat hidup. Tak ada
satu pun dari mereka yang bentuk tubuhnya masih utuh. Mereka benar-benar sosok
mayat yang hidup kembali, setelah terkubur di dalam tanah. Jumlahnya tidak
kurang dari sepuluh orang, dan langsung bergerak mengepung Pendekar
Rajawali Sakti.
Dan belum lagi hilang rasa terkejutnya, kembali Pendekar Rajawali Sakti
dikejutkan oleh terdengarnya tawa yang sangat keras dan menggelegar. Dan belum
lagi hilang suara tawa itu, terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat.
Hingga tahu-tahu, di depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri seorang pemuda
dengan sebilah pedang yang masih tersimpan dalam warangkanya.
"Jaka Anabrang...," dcsis Rangga langsung mengenali.
"Sudah kuduga, kau pasti akan datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti," ujar
Jaka Anabrang dingin.
"Mana Pandan Wangi"!" sentak Rangga langsung.
"Ha ha ha...!" Jaka Anabrang masih tertawa terbahak-bahak, mendengar pertanyaan
Pendekar Rajawali Sakti.
Dan begitu suara tawanya terhenti, Jaka Anabrang bersiul nyaring melengking
tinggi. Begitu siulannya hilang, muncul empat orang laki-laki bersama seorang
perempuan tua sambil menggiring Pandan
Wangi dan Ki Andak yang seluruh tubuhnya terikat rantai.
"Dengar, Pendekar Rajawali Sakti. Kalau pedang pusakamu tidak kau serahkan,
jangan menyesal kalau kepala mereka terpisah," ancam Jaka Anabrang dingin.
"Jangan pedulikan omongannya, Kakang!" seru Pandan Wangi menyentak.
Tapi begitu suaranya menghilang dari pen-dengaran, perempuan tua yang berdiri di
sebelahnya langsung mengebutkan tangannya, menghantam dada gadis itu.
Buk! "Akh...!" Pandan Wangi terpekik agak tertahan.
"Keparat..!" geram Rangga berang, melihat kekejaman itu.
"Serahkan saja pedangmu, Pendekar Rajawali Sakti. Atau memang ingin melihat
kepala mereka pisah dari leher...?" desis Jaka Anabrang semakin dingin terdengar
suaranya. "Phuih...!" Rangga menyemburkan ludahnya dengan sengit.
Di saat ketegangan sudah sampai pada
puncaknya, tiba-tiba saja Rara Ayu Ningrum yang sejak tadi tidak mendapat
perhatian, melesat begitu cepat menerjang Jaka Anabrang.
"Mampus kau, Setan Keparat! Hiyaaat..!"
Teriakan Rara Ayu Ningrum, sempat membuat Jaka Anabrang tersentak kaget. Cepat
tubuhnya diputar sambil mencabut Pedang Halilintar. Dan seketika itu juga,
pedangnya dikebutkan ke arah Rara Ayu Ningrum yang tengah melayang di udara.
Wuk! "Hiyaaa...!"
Melihat keselamatan Rara Ayu Ningrum terancam, Rangga langsung menghentakkan
tangan kanannya dalam pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat
terakhir, disertai tenaga dalam tingkat sempurna .
"Hih!"
Jaka Anabrang jadi tersentak kaget setengah mati.
Cepat-cepat tangannya ditarik pulang, sebelum pedangnya yang berkilatan
memancarkan cahaya menyilaukan itu sempat menyentuh tubuh Rara Ayu Ningrum.
"Hiyaaa...!"
Saat itu juga, Rangga melompat cepat bagai kilat menerjang pemuda yang memegang
Pedang Halilintar. Menyadari akan kedahsyatan pedang di tangan Jaka Anabrang, Rangga
tidak mau tanggung-tanggung lagi. Sambil melompat, pedang pusakanya dicabut dan
langsung dikebutkan ke leher lawan.
Wukkk! "Hih! Yeaaah...!"
Tidak ada lagi kesempatan bagi Jaka Anabrang untuk menghindari serangan Pendekar
Rajawali Sakti. Cepat pedangnya dikebutkan, untuk menangkis sabetan Pedang
Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru terang menyilaukan mata. Hingga tak
pelak lagi, dua pedang yang berpamor sangat dahsyat pun bertemu di udara.
Trang! Glarrr...! Ledakan keras dan menggelegar pun terjadi, begitu dua mata pedang berpamor
dahsyat beradu.
Tampak kilatan bunga api memercik menyebar ke segala arah. Sementara, terlihat
kedua pemuda itu terpental ke belakang sejauh beberapa langkah.
Mereka sama-sama jatuh bergulingan, lalu secara bersamaan pula kembali bangkit
berdiri. "Phuih! Serang dia...!" teriak Jaka Anabrang memberi perintah.
"Biar manusia-manusia busuk ini kuhadapi, Kakang!" seru Rara Ayu Ningrum cepat
"Hiyaaat..!"
Rara Ayu Ningrum langsung saja melompat
menerjang mayat-mayat hidup dengan kebutan pedangnya yang begitu cepat, hingga
sukar diikuti mata biasa. Sengaja mayat-mayat hidup ini dihadapi agar Rangga
bisa leluasa menghadapi Jaka Anabrang.
"Setan keparat! Phuih...!"
Jaka Anabrang jadi geram setengah mati melihat Rara Ayu Ningrum menggempur
mayat-mayat hidup suruhannya. Dan saat itu Rangga sudah melangkah menghampiri,
dengan Pedang Rajawali Sakti tersilang di depan dada.
"Hiyaaat..!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti melompat menyerang,
sambil mengebutkan pedangnya dengan kecepatan bagai kilat Akibatnya, Jaka
Anabrang harus berjumpalitan menghindarinya.
*** Pertarungan antara Rangga dan Jaka Anabrang tidak dapat lagi dihindari.
Pertarungan berjalan dengan jurus-jurus tingkat tinggi yang sangat dahsyat luar
biasa. Kilatan-kilatan cahaya pedang bagaikan kabut yang menyelubungi seluruh
tubuh mereka. Begitu cepat gerakan-gerakan yang dilakukan, sehingga sulit sekali dipandang
mata. Dan bentuk
tubuh mereka pun jadi hilang, tertutup kilatan-kilatan cahaya pedang yang
berkelebatan begitu cepat, mengincar tiap-tiap bagian tubuh yang mematikan.
Suara-suara ledakan keras menggelegar pun seringkali terdengar, setiap dua
pedang itu beradu.
Percikan bunga api terus berhamburan menyebar ke segala arah. Sementara itu,
Rara Ayu Ningrum terus menggempur mayat-mayat hidup tanpa mengenal lelah.
Pedangnya pun berkelebatan ke sana kemari, membabat makhluk -makhluk yang
seharusnya sudah menghuni tanah bersama cacing-cacing. Teriakan-teriakannya
begitu keras, mengikuti setiap gerakannya.
Sementara itu, diam-diam Pandan Wangi mencari kesempatan untuk melepaskan diri,
karena mereka yang menawannya kelihatan begitu terpukau menyaksikan pertarungan
antara Rangga dengan Jaka Anabrang. Dan memang, pertarungan itu sungguh dahsyat,
hingga tidak ada satu mata pun yang berkedip memperhatikannya. Bahkan Ki Andak
juga begitu seksama memperhatikan, hingga sepasang bola matanya tidak berkedip
sedikit pun juga. Dia seperti lupa kalau seluruh tubuhnya terbelenggu rantai
baja. "Hlh!"
Trig! Begkh! "Akh...!"
Pandan Wangi benar-benar memanfaatkan
kesempatan ini. Begitu cepat kedua tangannya yang terikat rantai dikebutkan, dan
langsung menghantam dada perempuan tua yang berdiri dekat sekali di sebelahnya.
Pendekar Rajawali Sakti 90 Rajawali Murka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu keras kebutan kedua tangannya yang disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi. Akibatnya perempuan tua yang berada di sebelahnya terpental sampai sejauh dua
batang tombak. "Hiyaaat...!"
Belum juga ada yang bisa menyadari, Pandan Wangi sudah melesat begitu cepat
menerjang ke arah perempuan tua yang masih sejajar di tanah. Dan bagaikan kilat,
rantai yang membelenggu kedua tangannya menjadi satu dikebutkan. Rantai baja itu
melesat begitu cepat, sehingga perempuan tua itu tidak sempat lagi menghindari.
Dan.... Cring! Prak! "Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar begitu menyayat sekali.
Tampak kepala perempuan tua itu pecah berantakan tersambar rantai baja yang
mengikat kedua tangan Pandan Wangi. Darah pun seketika berhamburan deras.
Hanya sebentar saja perempuan tua itu masih bisa menggeliat, kemudian mengejang
kaku dan diam tak bergerak-gerak lagi. Seketika, nyawanya melayang dari badan
dengan kepala pecah berhamburan!
Jeritan kematian perempuan tua itu mengejutkan yang lain. Dan begitu tersadar,
mereka langsung saja berlompatan hendak menyerang Pandan Wangi. Tapi, Ki Andak
sudah lebih cepat bertindak. Disertai pengerahan tenaga dalam, rantai yang
membelenggu kedua tangannya dikibaskan cepat.
Cring! Plak! "Akh...!"
"Aaa...!"
Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi seketika itu juga terdengar menyayat
saling susul. Pandan
Wangi cepat berpaling, dan tersenyum melihat Ki Andak merobohkan anak buah Jaka
Anabrang. Dan kini mereka tidak lagi dijaga. Pandan Wangi bergegas menghampiri
laki-laki tua itu.
"Bagaimana dengan rantai ini, Ki?" tanya Pandan Wangi sambil mengulurkan kedua
tangannya yang terbelenggu.
"Dengan rantai ini pun, kita masih bisa membantu Rara Ayu Ningrum," sahut Ki
Andak Pandan Wangi cepat menatap Rara Ayu Ningrum yang masih kerepotan menghadapi
makhluk-makhluk mayat hidup suruhan Jaka Anabrang.
"Ayo, Ki. Tampaknya cucumu perlu bantuan juga,"
ajak Pandan Wangi.
"Baiklah. Ayo cepat," sambut Ki Andak.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaat..!"
Mereka segera saja beriompatan menghajar
mayat-mayat hidup yang mengeroyok Rara Ayu Ningrum. Walaupun ada rantai yang
membelenggu kedua tangan, gerakan Pandan Wangi dan Ki Andak masih sangat tangguh
dan gesit. Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, mereka sudah merobohkan
tidak sedikit mayat-mayat hidup itu.
Sementara di tempat yang terpisah, Rangga dan Jaka Anabrang masih bertarung
sengit sekali. Dan tampaknya, mereka sudah mengerahkan jurus-jurus andalan yang
sangat dahsyat dan berbahaya. Bahkan sesekali sama-sama melontarkan aji
kesaktian, hingga beberapa kali pula terdengar ledakan-ledakan keras
menggelegar, menggetarkan bumi.
Dan saat itu, Pandan Wangi, Ki Andak, dan Rara Ayu Ningrum sudah menyelesaikan
pertarungannya.
Tidak ada satu pun lagi mayat-mayat hidup itu yang
bisa bangkit berdiri. Mereka semua menggeletak, menyebarkan aroma busuk yang
memualkan perut.
Hingga, membuat ketiga pendekar itu bergegas menjauh. Dan perhatian mereka
langsung tertumpah pada Pendekar Rajawali Sakti yang masih bertarung ketat
melawan Jaka Anabrang.
*** Saat itu, Rangga sudah mengerahkan jurus
'Pedang Pemecah Sukma'. Satu jurus andalan yang jarang sekali digunakan kalau
tidak menghadapi lawan tangguh. Tapi, tampaknya Jaka Anabrang tidak begitu
terpengaruh oleh jurus ini. Serangan-serangan balasannya pun semakin berbahaya
saja. Sama sekali jiwanya tidak terpengaruh oleh jurus yang dikerahkan Pendekar
Rajawali Sakti.
"Edan...! Dia benar-benar tangguh. Sedikit pun tidak terpengaruh oleh jurus
'Pedang Pemecah Sukma'," dengus Rangga pelan.
Menyadari kalau jurus andalannya tidak akan bisa menyudahi pertarungan, bergegas
Rangga melompat mundur sejauh setengah batang tombak. Sementara pedangnya yang
selalu memancarkan sinar biru, langsung tersilang di depan dada. Sorot matanya
begitu tajam, menembus langsung ke bola mata Jaka Anabrang yang juga segera
menghentikan pertarungan begitu Rangga melompat mundur.
"Hm... Terpaksa aji 'Cakra Buana Sukma' harus kugunakan," gumam Rangga lagi.
Rangga segera menempelkan telapak tangan
kirinya ke mata pedang. Sementara sorot matanya masih terlihat tajam menembus
langsung ke bola mata Jaka Anabrang. Dan perlahan-lahan, tangan kiri
Pendekar Rajawali Sakti bergerak menggosok mata pedangnya. Begitu mencapai
pangkal tangkai, tampak sinar biru yang memancar dari pedang meng-gumpal di
ujung, membentuk bulatan sebesar kepala.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'. Yeaaah...!"
Bettt! "Hiyaaa...!"
Sambil mengebutkan pedang ke depan, Rangga mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'.
Dan pada saat yang bersamaan, Jaka Anabrang juga menghentakkan pedangnya ke
depan. Dan begitu sinar biru dari ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti meluruk,
dari ujung Pedang Halilintar di tangan Jaka Anabrang juga memancar cahaya
keperakan yang menyilaukan mata.
Dan kini dua cahaya dari ujung pedang yang berlawanan itu pun bertemu di tengahtengah. Seketika itu juga, terdengar ledakan dahsyat menggelegar. Tampak Jaka Anabrang
terdorong beberapa langkah ke balakang. Sementara, tubuh Rangga hanya goyah
sedikit saja. Sedangkan, sinar biru yang memancar dari pedang Pendekar Rajawali
Sakti terus meluruk deras ke depan. Sementara cahaya keperakan dari pedang Jaka
Anabrang seketika menyebar, begitu membentur sinar biru dari pedang Rangga.
"Akh...!"
Jaka Anabrang tiba-tiba saja terpekik, begitu tubuhnya tersentuh sinar biru yang
memancar dari pedang Rangga. Sedangkan sinar biru langsung saja menyelubungi
seluruh tubuh Jaka Anabrang. Begitu cepat gerakannya, sehingga dalam waktu
singkat seluruh tubuh Jaka Anabrang sudah terselimut cahaya biru yang begitu
terang menyilaukan mata.
"Ugkh! Akh...!"
Tampak Jaka Anabrang menggeliat-geliat, berusaha melepaskan diri dari selubung
sinar biru itu.
Tapi hatinya jadi terkejut setengah mati. Karena semakin kuat mengerahkan
tenaga, semakin besar pula tenaganya yang terhambur keluar. Sama sekali tidak
disadari kalau aji 'Cakra Buana Sukma' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti
mampu menyedot tenaganya. Akibatnya bisa dipastikan kalau Jaka Anabrang tidak akan
memiliki kekuatan sedikit pun.
Jaka Anabrang semakin kuat berusaha melepaskan diri. Tapi, semakin besar pula
tenaganya terhambur keluar. Dan keringat semakin deras mengucur di seluruh
tubuhnya. Sementara, Rangga perlahan-lahan mulai melangkah mendekati. Dan begitu
jaraknya tinggal sekitar tiga langkah lagi....
"Hiyaaa...!"
Bet! Wuk! Begitu cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya. Sehingga....
Cras! "Aaakh...!"
Jaka Anabrang menjerit keras melengking tinggi, begitu mata pedang Pendekar
Rajawali Sakti membabat lehernya. Tapi hanya itu saja suara yang keluar dari
mulutnya. Sementara, Rangga sudah cepat melompat ke belakang, sambil
menyarungkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung.
Sedangkan Jaka Anabrang terlihat berdiri tegak dengan kedua bola mata terbuka
dan mulut menganga lebar.
Dan tak lama kemudian, tubuh pemuda itu jadi
limbung, lalu langsung ambruk dengan kepala terpisah dari leher. Darah seketika
muncrat berhamburan keluar dari leher yang buntung tak berkepala lagi!
"Kakang...!"
Pandan Wangi bergegas menghampiri Rangga
yang masih berdiri tegak memandangi tubuh Jaka Anabrang yang sudah tergeletak
kaku tak bernyawa lagi. Sementara, Ki Andak mengambil Pedang Halilintar dan
warangkanya dari tangan Jaka Anabrang. Dimasukkannya pedang itu ke dalam
warangkanya, lalu melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Rara Ayu
Ningrum mengikuti ayunan langkah kaki kakeknya ini. Mereka baru berhenti setelah
jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi dari Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tidak tahu, harus bagaimana mengucapkan terima kasih padamu, Rangga. Kau
telah mengembalikan pedang pusaka ini pada tangan yang sah,"
ucap Ki Andak. "Ah! Sudahlah, Ki. Semua ini berkat kerjasama kita semua," sambut Rangga tidak
ingin mendapatkan apa pun juga dari apa yang telah dilakukan.
"Tapi...."
"Sebaiknya kita pergi saja dari sini, Ki. Sudah hampir senja. Mudah-mudahan saja
tidak sampai malam di jalan," serobot Rangga cepat, memutuskan ucapan Ki Andak.
Pendekar Rajawali Sakti terus saja melangkah diikuti Pandan Wangi. Ki Andak dan
Rara Ayu Ningrum memperhatikan beberapa saat, kemudian melangkah mengikuti
ayunan kaki pendekar muda itu dari belakang. Mereka terus berjalan tanpa bicara
lagi sedikit pun.
Dan di tengah perjalanan, dengan kekuatan pedangnya Rangga melepaskan rantai
yang membelenggu Pandan Wangi dan Ki Andak, hingga bisa leluasa berjalan pulang.
SELESAI Created ebook by
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (fujidenkikagawa)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Kasih Diantara Remaja 6 Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Tanah Semenanjung 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama