Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api Bagian 2
"Tapi kita tidak boleh tinggal diam begitu saja, Eyang. Harus ada yang mencegah
kegilaannya," tegas Pandan Wangi.
"Benar, Eyang. Dia tidak bisa seenaknya saja berbuat begitu. Aku percaya,
melihat tindakannya yang keterlaluan, Dewata tidak akan bisa mengabulkan
keinginannya. Dia harus bisa merubah sikap agar bisa diterima kembali di
Swargaloka," sambung Rangga membenarkan pendapat Pandan Wangi.
"Akan sia-sia saja, Rangga. Biarkanlah dia berbuat semaunya. Nanti juga akan
berhenti sendiri, seperti yang sudah-sudah," cegah Eyang Jambala.
"Setelah membuat kehancuran di mana-mana, Eyang...?" selak Pandan Wangi tidak
puas. "Yaaah.... Mungkin itu memang sudah kehendak Dewata. Kita tidak bisa berbuat
apa-apa. Biarlah semuanya berlalu, seperti apa yang dikehendaki Sang Hyang
Widhi." "Maaf, Eyang. Kalau aku tidak memamtuhi kata-katamu. Aku rasa, kakang Rangga
juga sependapat denganku. Kita harus mencari cara agar putra Dewa Api itu bisa
kembali ke asalnya, sehingga tidak terus-menerus membuat neraka di bumi ini,"
tegas Pandan Wangi lagi.
"Tidak perlu, Nini. Akan sia sia saja..."
Pandan Wangi hanya tersenyum tipis saja. Sementara, Rangga terdiam, tidak
bersuara sedikit pun juga. Sedangkan Eyang Jambala seakan-akan menyesali tekad
si Kipas Maut yang ingin menentang si Raja Api. Sementara, malam terus merambat
semakin larut. Dan kesunyian terus terasa menyelimuti seluruh Desa Batang ini.
Rangga, Pandan Wangi dan Eyang Jambala masih tetap duduk di beranda depan
menunggu fajar menyingsing.
*** Pagi-pagi sekali, di saat matahari baru menampakkan cahayanya, Rangga sudah
berada di atas punggung Dewa Bayu. Diperhatikannya Pandan Wangi yang keluar dari
dalam rumah bersama Eyang Jambala. Dua ekor kuda sudah siap di samping kuda
hitam tunggangan Pendekar Rajawali Sakti ini. Seekor kuda putih yang gagah
tunggangan Pandan Wangi, dan seekor kuda coklat berbelang putih yang akan
menjadi tunggangan Eyang Jambala. Pagi ini, mereka memang sudah sepakat hendak
ke puncak Gunung Garuling.
Walaupun sebenarnya tidak setuju, tapi Eyang Jambala tidak bisa membiarkan kedua
anak muda yang telah menyelamatkan nyawanya ini pergi begitu saja ke puncak
Gunung Garuling. Perasaannya yang halus, tidak bisa melihat kedua pendekar muda
ini mati sia-sia di tangan Raja Api, seperti yang terjadi pada Eyang Baranang.
Dan mungkin, sekarang ini jumlah pengikut si Raja Api sudah bertambah. Entah
berapa orang tokoh persilatan berkepandaian tinggi yang akan menjadi pengikut si
Raja Api, untuk membuat bumi ini menjadi neraka. Dan memang, sampai saat ini
belum ada tindakan apa pun dari si Raja Api pada penduduk di desa-desa yang
tersebar di sekitar kaki Gunung Garuling.
"Kalian sudah siap?" tanya Rangga begitu dekat.
"Ya," sahut Pandan Wangi seraya melompat naik ke punggung kuda putihnya.
Eyang Jambala mengikuti, melompat ke punggung kudanya sendiri dengan gerakan
indah dan ringan sekali. Sebentar mereka saling melemparkan pandangan, kemudian
sama-sama menggebah kudanya tanpa bicara sedikit pun juga. Kini pandangan mereka
tertuju lurus ke arah puncak Gunung Garuling yang mendekam diam membisu, namun
menyimpan begitu banyak teka-teki yang belum terungkapkan.
Mereka terus menjalankan kudanya pelahan-lahan menyusuri jalan tanah berdebu.
Tampak penduduk Desa Batang sudah mulai terlihat keluar dari dalam rumahnya.
Namun sedikit pun pada wajah mereka tidak tersirat ancaman mengerikan yang akan
datang sebentar lagi dari si Raja Api.
Saat ketiga tokoh persilatan itu mencapai perbatasan, kegiatan sehari-hari di
Desa Batang pun sudah mulai tampak. Sementara Rangga yang berkuda paling depan, sudah mulai mempercepat lari kudanya. Pandan Wangi dan Eyang Jambala
terus mengikuti dan belakang. Kini mereka mulai menitii jalan setapak di kaki
Gunung Garuling. Semakin jauh mereka masuk ke dalam hutan, semakin lebat
pepohonan yang tumbuh. Hingga akhirnya, mereka tidak mungkin lagi bisa
melaluinya dengan kuda, setelah sampai di punggung lereng Gunung Garuling ini.
"Kenapa tidak memilih jalan yang lebih mudah saja, Kakang" Aku lihat tadi, di
sebelah sana ada jalan setapak ke puncak," Pandan Wangi mengeluh dengan jalan
yang dipilih Rangga.
"Ini jalan memutari punggung gunung, Pandan Wangi. Si Raja Api pasti menduga
kalau kita akan melalui jalan sebelah sana. Dia pasti tidak akan menduga kalau
kita akan muncul dan belakang," jelas Rangga.
"Tapi tampaknya perhitunganmu salah, Rangga, " selak Eyang Jambala.
Rangga langsung berpaling menatap orang tua itu. Tapi baru saja mulutnya terbuka
hendak bicara, mendadak saja...
"Kakang, awas...!" teriak Pandan Wangi tiba-tiba.
"Heh"! Uts...!"
Cepat-cepat Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan, begitu terlihat sebatang
tombak panjang melesat cepat bagai kilat ke arahnya. Dan tombak itu hanya lewat
sedikit saja di samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Awas panah...!" teriak Eyang Jambala.
"Hap!"
"Hup!"
"Hiyaaat...!"
5 Eyang Jambala dan kedua pendekar muda dari Karang Setra itu terpaksa harus
berjumpalitan menghindari serangan anak panah yang berhamburan bagaikan hujan.
Sementara, Pandan Wangi sendiri sudah menggunakan kipas mautnya untuk menghalau
setiap anak panah yang menghujani tubuhnya. Sedangkan Eyang Jambala cepat
memutar tongkatnya untuk melindungi diri dari serangan anak panah.
Dan Rangga sendiri hanya berjumpalitan di udara, sambil sesekali mengibaskan
tangannya, menghempaskan anak anak panah yang datang menyerbu dari segala
penjuru ini. Memang sungguh dahsyat serangan panah itu. Tapi, mereka memang
tidak bisa dianggap enteng yang mudah ditaklukkan begitu saja. Hingga serangan
panah itu berakhir, tidak satu batang anak panah pun yang berhasil melukai kulit
mereka bertiga. Dan mereka kini sudah berdiri agak merapat saling beradu
punggung dengan sikap bersiaga penuh.
'Tampaknya si Raja Api sudah mengetahui kedatangan kita, Rangga," ujar Eyang
Jambala pelahan, setengah berbisik terdengar suaranya.
"Ya...," jawab Rangga hanya dengan desahan panjang saja.
"Kau melihat ada orang di sekitar sini, Kakang?" tanya Pandan Wangi juga
berbisik pelahan suaranya.
"Tidak," sahut Rangga.
"Mendengar sesuatu?" tanya Eyang Jambala.
Rangga hanya menggelengkan kepala saja. Memang sama sekali tidak terdengar apa
pun yang mencurigakan. Padahal sejak adanya serangan tadi, Pendekar Rajawali
Sakti sudah mengerahkan' Aji Pembeda Gerak dan Suara'. Tapi telinganya yang
semakin bertambah tajam dengan pengerahan ajian itu, sama sekali tidak mendengar
adanya napas kehidupan di sekitar hutan lereng Gunung Garuling ini. Hanya desir
angin saja yang terdengar, mempermainkan daun-daun pohon.
"Aneh.... Kalau tidak ada orang, dari mana panah-panah ini datang...?" desisi
Pandan Wangi seperti bicara pada diri sendiri.
Tidak ada yang menyahut kata-kata si Kipas Maut itu. Sementara, Rangga mulai
melangkah memisahkan diri dari yang lainnya. Ayunan kakinya begitu pelahan dan
hati-hati, disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai
tingkat kesempurnaan. Sehingga, ayunan langkahnya tidak menimbulkan suara
sedikit pun juga. Sementara, Pandan Wangi dan Eyang Jambala hanya memperhatikan
dengan sikap masih berwaspada penuh.
Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti berjalan beberapa langkah, mendadak
saja.... "Kakang, awas...!"
Brul! "Heh..."! Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba
saja tanah yang dipijaknya terbongkar. Cepat tubuhnya melenting ke udara. Dan
saat itu juga, dari dalam tanah yang terbongkar muncul sesosok tubuh manusia
yang langsung melesat ke udara mengejar Pendekar Rajawali Sakti.
"Ikh! Yeaaaah...!"
Cepat Rangga mengibaskan tangan kanannya, mempergunakan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega' yang disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu cepat
kibasan tangan kanannya, sehingga mahkluk berbentuk manusia yang sudah mati dan
rusak itu tidak dapat lagi berkelit menghindarinya. Maka kibasan tangan Rangga
yang bagaikan sebilah mata pedang itu tepat menghantam batang lehernya.
"Aaargkh...!"
Makhluk mayat hidup itu menggerung keras. Tubuhnya kontan terpental deras ke
belakang, dan jatuh keras sekali menghantam tanah. Tampak batang lehernya patah,
membuat kepalanya jadi miring.
"Heh..."!"
Rangga jadi terbeliak setengah mati, begitu melihat mayat hidup itu langsung
melesat masuk ke dalam tanah, setelah tulang lehernya patah terkena kibasan
tangannya tadi. Dan belum lagi lenyap rasa keterkejutan Pendekar Rajawali Sakti,
tiba-tiba saja berkelebat sebuah bayangan biru muda di depannya. Cepat Rangga
melenting dan berputaran dua kali ke belakang. Dan begitu kakinya menjejakkan
tanah, tepat sekitar satu batang tombak di depannya sudah berdiri seorang lakilaki tua berjubah biru muda berwajah sangat pucat, bagaikan tidak pernah lagi
teraliri darah.
"Kakang Baranang...!" seru Eyang Jambala agak tertahan suaranya.
'Hmrnm...."
Sementara, Rangga hanya bergumam sedikit. Dia memang sudah pernah bentrok sekali
melawan orang tua yang bernama Eyang Baranang ini. Pendekar Rajawali Sakti
merentangkan tangan kirinya sedikit, mencegah Eyang Jambala yang sudah melangkah
hendak menghampiri Eyang Baranang. Terpaksa laki-laki tua berjubah putih itu
menghentikan langkahnya. Sedangkan Pandan Wangi masih tetap berdiri di tempatnya
tanpa bergeming sedikit pun. Sementara, matanya lurus memandang Eyang Baranang
yang berdiri tegak berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti.
*** "Ghrrr...!"
Eyang Baranang menggeram kecil, dengan sorot mata begitu tajam menatap langsung
ke bola mata pemuda berbaju rompi putih di depannya. Sedikit pun sikapnya tidak
peduli pada Eyang Jambala dan Pandan Wangi yang berada sekitar dua batang tombak
jauhnya di belakang Pendekar Rajawali Sakti ini. Sorot mata orang tua itu
seakan-akan memancarkan dendam dan nafsu membunuh yang tidak terbendung lagi.
Sementara, Rangga sendiri kelihatan tenang mendapat tantangan dari Eyang
Baranang ini. Saat itu, pelahan-lahan Eyang Jambala melangkah menghampiri Rangga yang tetap
berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Laki-laki tua berjubah
putih itu baru berhenti setelah dekat di belakang Pendekar Rajawali Sakti.
Sedikit kepalanya dijulurkan mendekati telinga pemuda berbaju rompi putih ini.
"Hati-hati, Rangga. Kakang Baranang sudah bukan lagi manusia. Sulit untuk
melenyapkan orang yang sebenarnya sudah mati," bisik Eyang Jambala,
memperingatkan.
"Hm...." Rangga hanya menggumam sedikit saja.
Sedikit pun Pendekar Rajawali Sakti tidak mengalihkan perhatian pada Eyang
Baranang yang kini sudah mengangkat kedua tangannya, hingga menjulur lurus ke
depan. Tampak kuku-kuku jari tangannya yang runcing mengembang kaku, bagaikan
sepuluh pasang mata pisau yang siap mengoyak tubuh pemuda di depannya.
"Menyingkiriah, Eyang...." pinta Rangga tanpa berpaling sedikit pun.
Tanpa diminta lagi, Eyang Jambala bergegas menjauhi Pendekar Rajawali Sakti.
Dan, laki-laki tua berjubah putih itu kini berdiri di samping Pandan Wangi yang
masih tetap memegang kipasnya di depan dada. Sementara itu, Rangga sudah
menggeser kakinya ke kanan dengan kedua tangan sudah terkepal erat. Tampak jelas
kalau kedua kepalan tangannya jadi berwarna merah seperti besi terbakar dalam
tungku. Pandan Wangi yang melihat perubahan pada kedua kepalan tangan itu, sudah
tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah siap mengerahkan jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
"Majulah kau...," desis Rangga dingin menggetarkan.
"Ghrrr....!"
Sebentar Eyang Baranang menatap tajam pemuda berbaju rompi putih di depannya
itu, kemudian mulai menarik kedua tangannya yang menjulur ke belakang. Lalu....
"Ghraaagkh...!"
Slap! Begitu kedua tangannya yang terkembang di-hentakkan ke depan, seketika itu juga
melesat kilatan cahaya api yang meluruk deras bagai kilat ke arah Pendekar
Rajawali Sakti.
"Hap! Yeaaah...!"
Rangga yang memang sudah siap sejak tadi, tidak berusaha menghindar sedikit pun.
Dan bagaikan kilat pula kedua tangannya yang sudah terkepal dan berwarna merah
dihentakkan ke depan. Langsung disambut serangan yang dilancarkan Eyang
Baranang. Dan seketika itu juga, dari kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti
melesat cahaya merah, memapak kilatan cahaya api dari telapak tangan Eyang
Baranang. Glaaar...! Satu ledakan keras dan dahsyat, seketika terdengar menggelegar bagai hendak
memecah seluruh alam ini, tepat ketika dua cahaya merah beradu di tengah-tengah.
"Argkh...!"
Saat itu juga, terdengar raungan keras dari Eyang Baranang. Tampak orang tua itu
terpental cukup keras ke belakang. Dan punggungnya sampai menghantam sebatang
pohon. Akibatnya, pohon yang sangat besar itu hancur berkeping-keping. Sementara
Rangga tetap berdiri tegak, tanpa bergeming sedikit pun juga dengan kedua tangan
sudah kembali terkepal di pinggang.
"Ghrrrr...!"
Eyang Baranang cepat bangkit berdiri sambil menggereng pelahan. Dan begitu bisa
berdiri tegak, langsung saja tubuhnya melesat cepat sambil memperdengarkan
gerungan keras memekakkan telinga. Tapi, Rangga terlihat masih tetap berdiri
tegak, seperti menanti datangnya serangan.
"Hup! Hiyaaa...!"
Dan begitu tangan kanan Eyang Baranang mengibas ke arah kepala, cepat sekali
Rangga menghentakkan tangan kirinya untuk menangkis. Tapi tanpa diduga sama
sekali, Eyang Baranang cepat bisa menarik tangannya setengah berputar. Dan dengan kecepatan bagai kilat, langsung dilepaskan satu pukulan lurus tangan kiri
ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap! Yeaaah....!"
Tapi, lagi-lagi Rangga tidak berusaha menghindarinya. Maka dengan cepat pula
tangan kanannya dihentakkan, menyambut pukulan lurus yang dilepaskan Eyang
Baranang. Begitu cepat kejadian itu berlangsung, sehingga sulit sekali untuk
bisa menghindari benturan. Dan...
Glaaar...! Kembali terdengar ledakan keras menggelegar yang memekakkan telinga, begitu dua
tangan beradu keras. Tampak Eyang Baranang terdorong ke belakang beberapa
langkah. Sementara, Rangga tetap berdiri tegak tidak bergeming sedikit pun juga.
"Ghrrr...!"
"Hup! Hiyaaa...!"
Rangga tahu, orang tua ini bisa sangat berbahaya. Maka dia tak mau lagi
tanggung-tanggung menghadapinya. Dan sebelum Eyang Baranang bisa menguasai
keseimbangan tubuhnya cepat bagai kilat tubuhnya melesat tinggi ke atas kepala
orang tua itu. Dan dengan kecepatan luar biasa, kedua kakinya bergerak hampir
berputar mengarah ke kapala Eyang Baranang.
"Ghragkh!"
Sambil menggerung keras, Eyang Baranang berusaha mengegoskan kepalanya,
menghindari teriangan kaki Rangga yang mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa'. Dan begitu terlepas dari serangan Pendekar Rajawali Sakti,
kembali cepat dilepaskan satu pukulan lurus dengan tangan kanan ke arah dada.
"Hap! Yeaaah...!"
Kembali Rangga mencoba menahan serangan Eyang Baranang. Sedangkan Eyang Baranang
rupanya kali ini tidak mau mengambil bahaya terlalu dini. Cepat pukulannya
ditarik kembali, dan langsung diberikannya satu tendangan keras menggeledek yang
begitu keras luar biasa!
"Upths! Yeaaah...!"
Tapi dengan gerakan begitu manis, Rangga berhasil menghindari tendangan
menggeledek Eyang Baranang. Dan seketika itu juga kakinya bergerak cepat dengan
tubuh agak meliuk ke kiri. Lalu, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti
menghentakkan tangan kanannya ke dada orang tua ini.
Begitu cepat pukulan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Eyang
Baranang tidak dapat lagi menghindarinya. Dan...
Diegkh! "Aaargkh...!"
***
Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Eyang Baranang meraung keras, begitu pukulan yang dilepaskan Rangga menghantam
tepat dadanya. Akibatnya tubuh orang tua berjubah biru muda itu terpental ke
belakang, menabrak beberapa batang pohon hingga tumbang. Tapi, orang tua itu
bisa cepat menguasai keseimbangan tubuhnya, hingga tidak sampai ambruk ke tanah.
Dan tampaknya, pukulan yang diterima tidak sampai membuatnya terluka. Bahkan
cepat sekali siap bertarung lagi.
"Ghraaagkh...!"
"Edan...! Kekuatannya seperti batu karang saja," dengus Rangga dalam hati,
melihat ketangguhan Eyang Baranang.
Bukan hanya Rangga saja yang keheranan melihat kekuatan tubuh Eyang Baranang.
Tapi, Eyang Jambala yang sudah mengenalnya sejak lama pun jadi terheran-heran.
Dia tahu persis, sampai di mana tingkat kepandaian yang dimiliki Eyang Baranang.
Dan tadi juga sudah bisa diduga kalau pukulan yang dilepaskan Rangga mengandung
tenaga dalam yang tinggi sekali. Tapi, ternyata sedikit pun Eyang Baranang tidak
mengalami luka.
Sementara itu, Eyang Baranang sudah melesat cepat melakukan serangan,
memperdengarkan gerungan panjang yang begitu keras menggelegar. Sedangkan
Pendekar Rajawali Sakti kelihatan masih tetap berdiri tegak, dengan kedua tangan
terkepal di samping pinggang. Terlihat jelas kalau kedua kepalan tangannya
berwarna merah membara seperti besi terbakar dalam tungku. Dan Pandan Wangi yang
melihat, sudah bisa menebak kalau Rangga sudah siap mengerahkan jurus 'Pukulan
Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
"Hih! Yeaaah...!"
Dan begitu tubuh Eyang Baranang berada dalam jangkauan, cepat sekali Rangga
menghentakkan kedua tangannya ke depan sambil berteriak keras menggetarkan.
Begitu cepat pukulan kedua tangan yang bersamaan itu dilepaskan, sehingga Eyang
Baranang yang menyerang lewat udara tidak dapat lagi menghindarinya.
Diegkh! "Glaaar...!
Seketika ledakan yang begitu keras memekakkan telinga, saat kedua kepalan tangan
Rangga yang sudah berwarna merah bagai mengeluarkan api itu menghantam tepat
dada Eyang Baranang. Begitu tinggi tingkatan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
sehingga membuat Eyang Baranang jadi terpental jauh ke belakang. Dan dia meraung
keras, membuat jantung siapa saja yang mendengar jadi bergetar.
Bruk! Keras sekali Eyang Baranang jatuh menghantam sebongkah batu yang sebesar kerbau.
Bahkan batu itu seketika hancur berkeping-keping. Tapi hanya sebentar saja
tubuhnya menggeliat. Dan herannya, Eyang Baranang sudah bisa bangkit berdiri
lagi walaupun di dadanya terlihat dua bulatan hitam yang mengepulkan asap.
Sayang, pada saat itu juga Rangga sudah melompat cepat bagai kilat, sambil
berteriak keras melengking tinggi.
"Hiyaaat...!"
Saat itu juga...
Sret! Cring! Cepat sekali Rangga mencabut pedang pusaka Rajawali Sakti dari dalam warangka di
punggung. Dan dengan kecepatan dahsyat, pedangnya dikebutkan disertai pengerahan
jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
"Hih!"
Bet! Eyang Baranang yang baru saja bisa bangkit berdiri, sudah tentu tidak dapat lagi
berkelit. Terlebih lagi, baru saja menerima pukulan dahsyat yang membuat dadanya
jadi terbakar hangus. Maka pedang bercahaya biru terang itu mengibas tepat
memenggal batang lehernya.
Cras! "Aaargkh...!"
Eyang Baranang seketika meraung keras, begitu mata pedang yang memancarkan
cahaya biru terang menyilaukan mata berkelebat cepat menebas lehernya.
Sementara, Rangga cepat melompat mundur beberapa langkah, tepat di saat tangan
kanan Eyang Baranang mengibas ke depan.
"Hih! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga kembali melompat dan langsung
melepaskan satu tendangan menggeledek disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
Diegkh! Kontan tendangan itu tepat menghantam dada Eyang Baranang, hingga membuatnya
terpental ke belakang. Dan saat itu juga, kepalanya terpisah dari leher.
Sementara, Rangga sudah berdiri tegak dengan pedang tersilang di depan dada.
Tampak Eyang Baranang menggelepar dengan darah berwarna kehitaman mengalir deras
dari lehernya yang buntung tidak berkepala lagi.
Hanya sebentar Eyang Baranang menggelepar, kemudian diam tidak bergerak-gerak
lagi. Sementara, Pandan Wangi dan Eyang Jambala sudah melangkah cepat
menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap berdiri tegak, memandangi
tubuh Eyang Baranang yang sudah menggeletak dengan leher buntung.
Trek! Rangga memasukkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di punggung,
begitu Pandan Wangi dan Eyang Jambala sampai di sampingnya. Dan Pendekar
Rajawali Sakti kini diapit dari samping kanan dan kiri.
"Malang benar nasibmu, Kakang...," desah Eyang Baranang.
"Ayo, Eyang. Kita tidak punya waktu banyak," ajak Rangga sambil menepuk lembut
punggung orang tua itu.
Sebentar Eyang Jambala berpaling menatap Pendekar Rajawali Sakti, kemudian
menganggukkan kepalanya sedikit. Dan mereka bertiga sudah kembali bergerak cepat
menuju puncak Gunung Garuling yang masih tetap diam membisu dengan segala
keangkerannya. 6 Tepat di saat matahari berada di atas kepala, Eyang Jambala dan dua orang
pendekar muda dari Karang Setra itu sudah sampai di Puncak Gunung Garuling.
Eyang Jambala langsung membawa mereka ke tempat pertama kali menjumpai Eyang Baranang yang sudah berubah menjadi seperti makhluk liar yang ganas dan haus
darah. Tapi, ternyata tidak ada yang bisa didapatkan di tempat ini, kecuali
kesunyian saja.
Bahkan saat mereka menjelajahi seluruh sudut di puncak Gunung Garuling ini, dan
sampai kembali lagi ke tempat semula, tidak ada yang bisa didapatkan. Sedikit
pun tidak ditemukan petunjuk, di mana adanya si Raja Api yang telah membuat
Eyang Baranang jadi liar seperti itu.
"Kau lihat lingkaran hitam itu, Rangga...?" tunjuk Eyang Jambala pada sebuah
lingkaran hitam yang membakar rerumputan di depannya.
Rangga memandangi lingkaran hitam yang terus mengepulkan asap tipis itu. Pandan
Wangi yang berada di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti juga memandang ke
sana. Dan mereka bersamaan berpaling menatap Eyang Jambala.
"Itu tempat si Raja Api menjalankan hukumannya, menjadi batu yang selalu
mengeluarkan api. Dan api itulah yang kalian lihat," kata Eyang Jambala lagi,
memberi penjelasan.
"Hmmm...," Rangga hanya menggumam sedikit saja.
"Kenapa dia sampai dihukum menjadi batu, Eyang?" tanya Pandan Wangi.
"Karena kekejamannya, menjadikan bumi ini seperti neraka. Dia membunuh orangorang yang tidak berdosa, membantai para pendekar berkepandaian tinggi, dan
kembali menghidupkan mereka untuk dijadikan laskar prajurit. Para dewa menjadi
murka hingga menghukumnya menjadi batu yang terus menerus mengeluarkan api,"
jelas Eyang Jambala.
"Lalu, kenapa dia bisa bebas lagi?" tanya Pandan Wangi lagi semakin ingin tahu.
"Entahlah...," sahut Eyang Jambala agak mendesah. "Mungkin dalam menjalankan
hukumannya, dia terus menerus menambah kekuatan, hingga bisa membebaskan diri
dari belenggu hukumannya."
Pandan Wangi terdiam tidak bertanya lagi. Dan matanya menatap dalam-dalam pada
Pendekar Rajawali Sakti yang sejak tadi membisu saja. Tapi kening pemuda yang
ditatapnya kelihatan agak berkerut, pertanda sedang memikirkan sesuatu yang
begitu dalam. Entah, apa yang menjadi beban pikirannya saat ini, sulit untuk
bisa mengetahuinya.
"Dia bukan manusia, Kakang. Dia putra dewa. Rasanya tidak mungkin bisa
mengalahkannya," kata Pandan Wangi pelan.
"Kita memang tidak mungkin bisa mengalahkan putra dewa. Tapi, kita harus
berusaha untuk menghentikan segala perbuatan kejinya," sahut Rangga mantap.
"Kau akan menantangnya bertarung, Kakang?" Pandan Wangi seperti ingin
menegaskan. "Ya," sahut Rangga tegas.
"Aku memang tidak meragukan kepandaianmu, Kakang. Tapi...," Pandan Wangi tidak
meneruskan. "Serahkan saja segalanya pada Sang Hyang Widhi, Pandan. Aku hanya berharap, bisa
menghentikan sepak terjangnya saja. Aku tahu dia seorang putra dewa. Tapi paling
tidak, dia sedang menjalani hukumannya menjadi manusia. Walaupun, seluruh
tubuhnya terdiri dari api. Dan ingat tidak ada satu manusia pun yang bisa hidup
kekal abadi. Pasti ada hari kematiannya. Mudah-mudahan saja aku bisa mengirimnya
kembali ke Swargaloka," kata Rangga tetap terdengar mantap suaranya.
"Aku percaya padamu, Kakang," ucap Pandan Wangi yakin.
Rangga hanya tersenyum saja sedikit. Lalu, wajahnya berpaling menatap Eyang
Jambala yang sejak tadi diam saja memperhatikan lingkaran hitam di depannya yang
terus-menerus mengeluarkan asap tipis. Pendekar Rajawali Sakti melangkah
mendekat lingkaran hitam itu, kemudian berlutut, hingga menyentuh tanah.
Sedangkan Pandan Wangi sudah berada tidak jauh di sebelah kiri Eyang Jambala.
Diperhatikannya Rangga yang sudah memeriksa lingkaran hitam berasap di tanah
ini. Tidak lama Rangga memeriksa lingkaran hitam itu, lalu kembali bangkit dan
melangkah menghampiri Pandan Wangi yang berada di sebelah Eyang Jambala. Sedikit
ditariknya napas dalam-dalam dan dihembuskannya kuat-kuat.
"Ada yang kau dapatkan, Rangga?" tanya Eyang Jambala.
"Entah kenapa, aku jadi tidak yakin kalau dia putra dewa. Aku lebih condong
berpendapat, kalau dia seorang manusia biasa yang berkepandaian sangat tinggi,
hingga seluruh tubuhnya bisa mengeluarkan api," terdengar pelan dan agak
mendesah suara Rangga.
"Dari mana kau bisa berpendapat begitu, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
Rangga tidak langsung menjawab, tapi malah berpaling ke belakang. Dan matanya
menatap lingkaran hitam yang masih terlihat jelas mengepulkan asap. Kemudian
ditatapnya Pandan Wangi sebentar, lalu beralih pada Eyang Jambala.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini," ajak Rangga tanpa menjawab pertanyaan si Kipas
Maut tadi. *** Matahari sudah condong ke arah barat. Sinarnya yang semula terasa begitu terik
dan membakar, kini terasa begitu lembut membelai kulit. Tampak indah sekali
cahaya memerah jingga yang menyemburat dari balik punggung Gunung Garuling.
Sementara itu, Eyang Jambala dan kedua pendekar muda dari Karang Setra sudah
berada kembali di dekat perbatasan Desa Batang. Mereka tidak menunggang kudanya,
tapi hanya menuntunnya. Entah sudah berapa lama mereka terdiam membisu, tidak
bicara sedikit pun juga.
"Kakang, lihat...!" seru Pandan Wangi tiba-tiba, sambil menunjuk ke arah Desa
Batang yang berada tidak seberapa jauh lagi dari tempat mereka berjalan ini.
Bukan hanya Rangga yang langsung mengarahkan pandangannya ke desa itu, tapi
Eyang Jambala juga cepat memandang ke sana. Tampak Desa Batang seperti memerah
dengan asap hitam berkepul, membumbung tinggi ke angkasa. Sesaat hati mereka
semua jadi terkesiap. Jelas sekali kalau Desa Batang terlanda musibah kebakaran
hebat. "Hup! Hiyaaa..!"
"Yeaaah...!"
"Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, ketiga orang yang berkepandaian tinggi itu
segera berlompatan cepat bagai kilat, meninggalkan kuda-kudanya begitu saja. Dan
mereka berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat
tinggi tingkatannya.
Tapi jelas sekali kalau Rangga terus berada di depan, dan semakin jauh
meninggalkan dua orang yang bersamanya. Memang sungguh sempurna ilmu meringankan
tubuh Pendekar Rajawali Sakti, hingga Pandan Wangi dan Eyang Jambala tidak dapat
lagi mengimbanginya. Padahal, kedua orang itu mengerahkan seluruh kemampuannya,
tapi tetap saja tertinggal jauh di belakang.
"Hup! Hiyaaa...!"
Begitu ringan Rangga melenting, saat memasuki Desa Batang. Dan tubuhnya langsung
melesat tinggi ke udara. Lalu dengan gerakan indah sekali, Pendekar Rajawali
Sakti hinggap di atas sebuah atap rumah yang belum tersentuh api. Sementara,
sudah tidak terhitung lagi rumah yang hancur termakan api. Dan angin yang
bertiup cukup kencang, membantu si jago merah itu melahap rumah-rumah penduduk
Desa Batang ini.
"Hap!"
Begitu sempurna ilmu meringankan tubuh Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tidak
sedikit pun menimbulkan suara saat meluncur turun dan menjejakkan kakinya
kembali ke tanah. Seketika, jantungnya jadi terhenti berdetak melihat keadaan di
Desa Batang ini.
Tampak mayat-mayat bergelimpangan saling tumpang tindih memenuhi jalan. Dan api
terus berkobar semakin besar, melahap rumah-rumah yang berdekatan letaknya.
Pelahan Rangga melangkah melewati mayat-mayat yang tubuhnya hampir menghitam
seperti terbakar. Tanpa banyak berpikir lagi, Rangga sudah bisa menebak kalau
semua ini pasti perbuatan si Raja Api.
"Hmmm.... Rupanya dia sudah melancarkan sepak terjangnya yang keji...," gumam
Rangga bicara sendiri dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti terus berjalan sambil mengamati keadaan sekitarnya.
Tidak ada seorang pun yang dijumpainya masih hidup. Hatinya jadi bergetar,
begitu melihat mayat seorang bayi yang belum berumur satu tahun menggeletak
dalam parit dengan tubuh hangus terbakar. Tampaknya, si Raja Api membantai
seluruh penduduk Desa Batang ini tanpa terkecuali. Dan ini membuat darah
Pendekar Rajawali Sakti jadi bergolak mendidih.
"Hm... tidak ada seorang pun yang hidup," gumam Rangga dalam hati lagi. "Tapi,
heh..."!"
Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba berkelebat
sebuah bayangan yang begitu cepat sekali di depannya. Begitu cepatnya, hingga
yang terlihat hanya kelebatan bayangan hijau saja. Sejenak Rangga jadi
terkesiap, lalu...
"Hup! Hiyaaa...!"
Dengan mengerahkan llmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, dengan kecepatan
mengagumkan Pendekar Rajawali Sakti melesat mengejar bayangan hijau yang tadi
dilihatnya hanya sekejap saja.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu indah Rangga melenting ke atas pohon. Lalu hanya menotokkan sedikit ujung
jari kakinya ke pucuk daun pohon itu, tubuhnya kembali melesat cepat bagai
kilat. Saat berada di udara ini, Pendekar Rajawali Sakti melihat seorang lakilaki berbaju hijau tengah melesat cepat, menyelinap di antara pepohonan yang
banyak tumbuh di sekitar Desa Batang ini.
"Hup!"
Rangga terus berlompatan dari satu pucuk pohon ke pucuk pohon lainya, hingga
bisa melewati orang itu dari atas. Dan langsung tubuhnya meluruk turun dengan
gerakan cepat dan indah sekali. Lalu, manis sekali kakinya mendarat tanpa
menimbulkan suara sedikit pun juga.
"Berhenti...!"
Heh..."!"
Kemunculan Rangga yang begitu tiba-tiba, membuat pemuda berusia sekitar dua
puluh tujuh tahun berbaju warna hijau daun itu jadi tersentak kaget. Dan
wajahnya pun seketika jadi memucat, begitu melihat seorang pemuda berbaju rompi
putih dengan gagang pedang berbentuk kepala burung bertengger di punggung, tahutahu sudah berdiri tegak di depannya.
"Sss... siapa kau?"
Suara anak muda itu terdengar agak bergetar, saat melontarkan pertanyaan sambil
menudingkan jari telunjuk ke depan. Sementara, Rangga hanya tersenyum saja
sambil melangkah mendekati beberapa tindak. Dan langkahnya berhenti setelah
jaraknya tinggal sekitar enam tindak lagi di depan anak muda berbaju warna hijau
daun cukup ketat ini. Tampak tubuhnya tegap berotot, dan wajahnya juga cukup
tampan. Kulitnya yang kuning, agak kecoklatan terbakar cahaya matahari.
"Namaku Rangga. Aku seorang pengembara yang kebetulan lewat di desa ini.
Kisanak! Kau tahu apa yang terjadi di sini...?" terdengar tenang sekali suara
Rangga. "Kau benar-benar pengembara, atau...?" anak muda itu tidak melanjutkan
ucapannya. Pemuda berbaju hijau itu mengamati Rangga dengan sinar mata menyelidik penuh
curiga. Sedangkan Rangga sendiri tetap berdiri tenang, dengan senyum tersungging
Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lembut di bibirnya.
"Kau tidak perlu takut dan curiga padaku, Kisanak. Apa hanya kau yang hidup di
Desa Batang..?" terdengar lembut sekali nada suara Rangga.
"Kau ... kau bukan anak buah si Raja Api?" pemuda itu malah balik bertanya,
dengan nada suara masih terdengar ragu-ragu dan curiga.
"Bukan," sahut Rangga kembali memberi senyum persahabatan.
"Kalau begitu, siapa namamu?"
"Rangga," sahut Rangga menyebutkan namanya. "Dan kau?"
"Kadiman."
"Kadiman... Hm... Kau mau ceritakan, apa yang terjadi di desamu?" pinta Rangga
lembut. "Mengerikan sekali. Dia datang bersama pengikutnya, membunuh semua orang di Desa
Batang. Tidak ada seorang pun yang dibiarkan hidup. Si Raja Api benar-benar
kejam dan mengerikan. Kalau saja aku mampu, sudah kubunuh dia," jelas sekali
kalau nada suara Kadiman begitu gusar, melihat tindakan pembataian yang
dilakukan si Raja Api.
"Berapa orang pengikut si Raja Api?" tanya Rangga.
"Lima belas orang."
"Apa dia mengambil orang-orang dari Desa Batang?"
"Tidak. Dia tidak pernah mengambil orang yang tidak memiliki kepandaian, yang
diambil hanya orang berkepandaian tinggi. Dan kalau aku tidak salah dengar, dia
mencari orang yang bernama Pendekar Rajawali Sakti," sahut Kadiman, menjelaskan
lagi. "Hm.... Mau apa dia mencari Pendekar Rajawali Sakti?" nada suara Rangga
terdengar seperti bergumam, seakan-akan pertanyaan itu ditujukan pada dirinya
sendiri. Walaupun terkejut, tapi Pendekar Rajawali Sakti tidak menampakkannya sama
sekali. Dan dalam hatinya dia terus bertanya-tanya, apa maksudnya si Raja Api
mencari dirinya" Padahal mereka hanya bertemu satu kali saja, ketika Rangga
bermalam di rumah Eyang Jambala. Tapi, tampaknya memang si Raja Api sangat
menginginkan Pendekar Rajawali Sakti untuk jadi pengikutnya. Dan memang, tidak
aneh lagi kalau si Raja Api sudah mengetahui kepandaian Pendekar Rajawali Sakti,
karena julukan itu sudah begitu terkenal. Semua orang yang berkecimpung dalam
rimba persilatan pasti sudah banyak mendengar tentang sepak terjangnya. Walaupun
tidak sedikit yang belum mengenal orangnya.
"Kau tahu, ke arah mana si Raja Api pergi?" tanya Rangga lagi, setelah cukup
lama berdiam diri membisu.
"Ke selatan," sahut Kadiman.
"Hm... Bukankah itu menuju ke Desa Jailing...?"
"Benar."
Sudah berapa lama dia pergi"
"Belum lama "
"Baiklah. Terima kasih, Kadiman. Sebaiknya, kembalilah ke desamu. Cari,
barangkali saja masih ada yang hidup selain dirimu. Aku akan mengejar si Raja
Api, untuk mencoba menghentikannya, sebelum membantai penduduk di Desa Jalung,"
kata Rangga. "Tap... Eh..."!"
Kadiman jadi terlongong, begitu tiba-tiba saja Rangga yang sebenarnya berjuluk
Pendekar Rajawali Sakti melesat dengan kecepatan begitu tinggi. Hingga sebelum
Kadiman bisa membuka suara lebih banyak lagi, bayangan tubuh Pendekar Rajawali
Sakti sudah lenyap tidak berbekas sama sekali.
*** Sementara Rangga terus berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang
sudah mencapai tingkat kesempurnaan, menuju arah Selatan. Dan sepanjang jalan
yang dilalui, jejak-jejak yang ditinggalkan si Raja Api begitu jelas terlihat.
Tanah berumput yang dilaluinya menghitam hangus terbakar. Dan tidak sedikit
ranting pohon yang terbakar jadi arang. Rangga terus berlari dengan kecepatan
tinggi, mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkan si Raja Api itu.
Namun tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti menghentikan larinya tepat di
tikungan jalan setapak yang tengah dilaluinya. Pendekar Rajawali Sakti berhenti
dan berdiri tegak seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata hanya
pepohonan saja yang terlihat di sekelilingnya. Dan tidak jauh di depannya,
terlihat sebuah padang rumput yang tidak begitu luas. Tapi dari jejak yang ada,
Rangga tahu kalau si Raja Api tidak menuju padang rumput yang akan membawanya ke
Desa Jalung. Jejak itu justru berlawanan arahnya dengan jalan yang menuju Desa
Jalung. "Hm... Aku harus mengikutinya dari atas. Baiklah Akan kuminta Rajawali Putih
datang membantuku," gumam Rangga pelahan, bicara sendiri.
Sebentar Pendekar Rajawali Sakti diam memperhatikan sekelilingnya, kemudian
melesat cepat menuju padang rumput yang berada tidak jauh dari tempatnya
berdiri. Kemudian, dia sudah berdiri tegak di tengah-tengah padang rumput yang
menghijau bagai permadani terhampar itu.
Tampak kepala Pendekar Rajawali Sakti terdongak ke atas, memandang langit yang
cerah, tanpa awan sedikit pun. Dan tidak berapa lama kemudian, Pendekar Rajawali
Sakti menarik napas dalam-dalam. Lalu....
"Suiiit..!"
Terdengar siulan panjang melengking tinggi, dengan nada suara terdengar sangat
aneh. Namun bagi siapa saja yang mendengarnya, siulan itu bisa menyakitkan
gendang telinga. Rangga terdiam sesaat dengan kepala tetap terdongak ke atas.
Sebentar kemudian kembali ditariknya napas dalam-dalam, dan kembali bersiul
nyaring melengking tinggi dengan nada suara aneh.
"Suiiit..!"
Siulan yang panjang dan melengking tinggi kali ini, membuat Pendekar Rajawali
Sakti terlihat tersenyum kecil dengan kepala masih menengadah ke atas. Tampak
sebuah titik hitam bercahaya putih keperakan, mengambang di angkasa.
"Khraaagkh...!"
Saat itu juga terdengar, teriakan serak yang begitu keras menyakitkan telinga,
bagai hendak membelah angkasa yang sunyi dan lengang ini. Saat itu, Rangga
melambaikan tangannya ke atas, tepat ketika terlihat sebuah bentuk seekor burung
rajawali berbulu putih keperakan melayang di angkasa dengan kecepatan bagai
kilat. Dan ketika semakin dekat jelas sekali terlihat kalau itu bukan burung
biasa, tapi seekor rajawali raksasa berbulu putih keperakan.
"Cepat ke sini, Rajawali...!" teriak Rangga keras, disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi. "Khraaagkh...!"
Wusss! Rangga sempat juga memalingkan wajah sedikit, begitu burung rajawali putih
raksasa mendarat tepat di depannya. Seketika, debu dan dedaunan kering
berterbangan keangkasa, terhempas kebutan sayap yang begitu besar bagai hendak
menutupi seluruh padang rumput ini. Rangga bergegas menghampiri burung rajawali
raksasa itu. Pendekar Rajawali Sakti memeluk leher yang sebesar batang pohon kelapa, saat
menjulur pada nya. Beberapa saat Rangga memeluk leher burung Raksasa ini,
kemudian melepaskan pelukannya setelah rasa rindunya terhapus. Dan memang, sudah
terlalu lama Rangga tidak berjumpa burung Rajawali raksasa tunggangannya.
"Aku minta tolong padamu, Rajawali," kata Rangga sambil mengelus-elus leher
burung rajawali raksasa ini.
"Khrrr...!"
"Tidak terlalu sulit. Hanya menghadang jalan si Raja Api dan beberapa
pengikutnya saja. Tapi aku juga tidak bisa menjamin, apa yang terjadi nanti. Dia
begitu tangguh dan sangat berbahaya, Rajawali," kata Rangga seperti mengerti apa
yang disuarakan burung raksasa itu tadi.
"Khraaagkh ..!"
"Iya, nanti kuceritakan sambil jalan."
Setelah berkata demikian, tanpa membuang buang waktu lagi Rangga langsung saja
melompat naik ke punggung burung rajawali raksasa tunggangannya ini. Seketika
itu juga, Rajawali Putih melesat cepat bagai kilat sambil memperdengarkan suara
keras dan serak menyakitkan telinga.
"Khraaagkh...!"
"Jangan terlalu tinggi, Rajawali...!" seru Rangga keras, meminta agar rajawali
raksasa tunggangannya tidak terbang terlalu tinggi.
"Khraaagkh...!"
"lya, aku tahu. Aku tidak peduli kalaupun dia melihatmu, Rajawali. Biarkan saja
dia tahu, kalau aku milikmu," kata Rangga, seperti tahu kekhawatiran Rajawali
Putih. "Khraaagkh...!'1
"Bila memang terpaksa, kau boleh turun tangan, Rajawali. Tapi bila aku masih
bisa mengatasi, sebaiknya seperti biasa saja. Kau tetap mengawasi dari atas."
"Khraaagkh...!"
Rangga tersenyum sambil menepuk-nepuk leher tunggangannya beberapa kali. Entah,
apa yang membuatnya tersenyum. Memang hanya dia sendiri yang bisa mengerti
setiap suara yang keluar dari paruh Rajawali Putih itu. Seakan-akan, mereka memang begitu jelas berbicara, walaupun yang terdengar sangat aneh bagi orang yang
tidak mengerti. Tapi bagi Rangga, setiap suara yang dikeluarkan Rajawali Putih
bisa mudah diartikannya.
7 "Itu dia mereka, Rajawali!" seru Rangga lantang, sambil menunjuk beberapa orang
yang bergerak cepat menembus hutan lebat.
Tampak di antara mereka, bergerak paling depan sesosok tubuh yang terus-menerus
memancarkan cahaya merah, bagai terselubung api. Mereka tampak jelas sekali
bergerak cepat. Dan itu sudah bisa ditebak Rangga, kalau mereka bukanlah orangorang sembarangan. Tingkat kepandaian yang mereka miliki sudah barang tentu
sangat tinggi. Terlebih, mereka kini bukan lagi manusia. Tapi, orang-orang yang
sudah mati dan dibangkitkan kembali dengan kekuatan ilmu yang dimiliki si Raja
Api. "Khraaagkh...!"
"Tidak, Rajawali..! Bukan di sini tempatnya. Tunggu sampai mereka tiba di tempat
yang cukup terbuka, tapi jauh dari pemukiman...!" seru Rangga keras-keras, agar
suaranya bisa mengalahkan angin yang menderu kencang di angkasa.
"Khraaagkh...!"
Rajawali Putih berputar-putar di angkasa. Sementara, Rangga yang berada di
punggung burung rajawali raksasa itu terus memperhatikan orang-orang yang
bergerak cepat menembus hutan di bawahnya.
Dan Pendekar Rajawali Sakti yakin, mereka adalah si Raja Api bersama para
pengikutnya. Tidak begitu banyak jumlahnya, hanya sekitar lima belas orang saja.
Itu berarti dalam waktu beberapa hari saja, si Raja Api sudah menaklukkan lima
belas orang berkepandaian tinggi yang dibunuhnya, kemudian dibangkitkan kembali
untuk dijadikan budaknya yang setia.
"Mereka menuju tanah lapang itu, Rajawali...!" seru Rangga sambil menunjuk ke
arah sebuah padang yang cukup luas, dengan rerumputannya yang hijau menghampar
indah bagai permadani.
"Khraaagkh...!"
"Cepat ke sana, Rajawali. Kita hadang mereka di sana," pinta Rangga, masih
dengan suara keras.
Rajawali Putih langsung saja melesat dengan kecepatan dahsyat menuju padang
rumput yang cukup luas itu. Dia terus menukik turun dengan kecepatan yang masih
begitu tinggi. Dan begitu dekat dengan tanah, Rangga langsung berdiri di
punggung raksasa ini. Lalu....
"Hup!"
Dengan gerakan indah dan ringan sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat dari
punggung burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan ini. Sementara Rajawali
Putih kembali melesat tinggi ke angkasa, begitu Rangga menjejakkan kakinya di
tanah. "Khraaagkh...!"
Sebentar Rangga mendongakkan kepala, melihat Rajawali Putih yang kini sudah
berada begitu tinggi di angkasa. Tapi, burung rajawali raksasa berbulu putih
keperakan itu tidak pergi jauh dan hanya berputar-putar di atas padang rumput
ini. "Hup!"
Sementara Rangga sudah melompat cepat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang
sudah sempurna, mendekati sebongkah batu sebesar kerbau yang ada di pinggiran
padang rumput itu. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga dalam
sekali lesatan saja sudah berdiri tegak di atas batu yang sangat besar dan
menghitam, yang tertutup lumut itu.
"Hm... Mereka jelas menuju ke sini," gumam Rangga sambil memandang jauh ke
depan. Dari atas batu yang cukup tinggi ini, Pendekar Rajawali Sakti bisa melihat jelas
ke arah si Raja Api dan para pengikutnya yang bergerak cepat menembus hutan.
Terlebih lagi, Pendekar Rajawali Sakti melihat dengan mempergunakan aji 'Tata
Netra', sehingga makin memperjelas penglihatannya dari jarak jauh.
"Hup!"
Dengan gerakan indah dan ringan sekali, Rangga melompat turun dari atas batu
ini. Dan begitu kakinya menjejak tanah, tubuh Pendekar Rajawali Sakti langsung
membungkuk. Lalu kembali tubuhnya ditegakkan langsung diamatinya keadaan
sekeliling beberapa saat. Kemudian, bergegas dicarinya tempat berlindung yang
cukup baik untuk menanti si Raja Api.
"Hm.... Semak ini cukup melindungi diriku," gumam Rangga setelah berada dalam
semak belukar yang memang cukup melindungi diri dari penglihatan.
*** Tidak lama Rangga menunggu, Si Raja Api sudah terlihat bersama para pengikutnya
yang berjumlah sekitar lima belas orang. Dari pakaian yang dikenakan, sudah bisa
diduga kalau mereka adalah orang-orang persilatan yang berkepandaian tinggi.
Tapi dari raut wajah mereka yang pucat dan pandangan mata yang kosong, juga bisa
dipastikan kalau mereka sebenarnya sudah mati. Tapi kemudian mereka dibangkitkan
kembali dengan ilmu yang dimiliki si Raja Api.
Rangga menanti dengan penuh kesabaran. Pikirannya bisa menebak, si Raja Api
mengambil jalan yang menuju sebuah desa yang berada tidak seberapa jauh lagi
dari padang rumput ini. Dan sudah pasti kedatangannya ke desa-desa hanya untuk
mencari orang-orang berkepandaian tinggi, dan melakukan sepak terjang yang ganas
di seluruh permukaan bumi ini. Hal itulah yang tidak diinginkan Rangga.
"Hup!"
Begitu si Raja Api dekat, cepat sekali Rangga melompat keluar dari tempat
persembunyiannya. Begitu indah dan ringan gerakannya, hingga membuat si Raja Api
tersentak kaget. Cepat langkahnya dihentikan. Dan mereka yang berada di belakang
si Raja Api itu segera bergerak mengepung Pendekar Rajawali Sakti tanpa
diperintah lagi. Sedangkan si Raja Api tetap berada tepat di depan Rangga.
"Ghrrrr...!"
Si Raja Api menggeram pelahan, dengan bola mata berkilatan merah bagai hendak
memancarkan api yang akan menghanguskan tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi,
Rangga sendiri tetap berdiri tenang, membalas tatapan si Raja Api itu dengan
sinar mata yang sangat dingin.
"Sudah kuduga, kau pasti akan mengejarku sampai ke sini, Pendekar Rajawali
Sakti. Aku akan merasa senang sekali kalau kau dengan sukarela sudi bergabung
bersamaku," terdengar begitu dingin dan datar nada suara si Raja Api.
"Kau hanya bermimpi bisa mengajakku bekerjasama dengan iblis sepertimu, Raja
Api," sambut Rangga tegas, tidak kalah dingin nada suaranya.
"Ha ha ha...! Kau akan menyesal berkata begitu, Pendekar Rajawali Sakti. Kau
lihat sendiri, tidak ada seorang pun manusia yang bisa mengalahkan aku. Apa
tidak kau sadari, siapa aku sebenarnya.." Aku putra Dewa Api yang menguasai
seluruh api di jagat ini. Kau tidak akan mampu mengalahkan aku, Pendekar Rajawab
Sakti. Sebaiknya, serahkan saja diri dan nyawamu padaku. Ha ha ha..."
"Kau bisa membunuhku, Raja Api. Tapi jangan harap bisa menguasai jiwaku," tandas
Pendekar Rajawali Sakti.
"Ghrrr ! Kau akan menyesal, Pendekar Rajawali Sakti," desis si Raja Api
menggeram dingin.
Rangga hanya tersenyum tipis dan sinis. Dan memang, Pendekar Rajawali Sakti
tidak akan bisa bekerjasama dengan siapa saja yang bertindak brutal, membunuh
orang sembarangan saja tanpa peduli. Terlebih lagi, Pendekar Rajawali Sakti
sudah melihat sendiri akibat dari pembantaian si Raja Api ini. Dan tentu saja
dia tidak akan mungkin tinggal diam. Walau nyawa sekalipun taruhannya.
"Bunuh manusia keparat ini...!" seru si Raja Api lantang menggelegar memberi
perintah. "Ghraaagkh...!"
"Aaarhkh...!"
Belum lagi menghilang teriakan si Raja Api dari pendengaran, lima belas orang
yang sebenarnya sudah menjadi mayat itu langsung saja bergerak cepat menyerang
Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan gerakan gesit sekali, pemuda berbaju rompi
putih itu melesat berputar sambil melepaskan beberapa kali pukulan keras
disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Namun sungguh tidak diduga, mereka bisa berkelit cepat, menghindari setiap
Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pukulan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan dengan cepat bisa menyerang semakin
dekat, mengepung pemuda berbaju rompi putih ini. Dan mereka langsung memberi
serangan-serangan dahsyat dari segala arah.
"Hup! Hiyaaat...!"
Rangga sudah menyadari kalau lawan-lawannya bukan tandingan yang bisa dipandang
sebelah mata. Maka, dia tidak mau tanggung-tanggung lagi langsung dipadukannya
jurus 'Seribu Rajawali' dengan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga seakan-akan menjadi
banyak jumlahnya. Tubuhnya seperti berada di setiap tempat, yang membuat lawanlawannya jadi kelabakan sendiri. Saat itu juga, Rangga melepaskan pukulanpukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir, yang
membuat kedua kepalan tangannya jadi merah membara. Dan setiap pukulan yang
dilepaskan, menimbulkan lesatan cahaya merah yang begitu dahsyat, bagaikan
kilatan cahaya petir yang menyambar dari angkasa.
"Hiya! Hiya! Yeaaah...!"
*** Jeritan-jeritan panjang disertai raungan keras seketika terdengar, bersamaan
dengan terjadinya ledakan-ledakan yang begitu menggetarkan jantung akibat
pukulan-pukulan dahsyat Pendekar Rajawali Sakti ke arah para pengikut si Raja
Api. Tampak mereka berpelantingan ke udara, dan terbanting keras ke tanah dengan
tubuh hangus seperti terbakar.
Dalam beberapa gebrakan saja, sudah lima orang yang tergeletak tidak bangun
lagi, terkena pukulan dahsyat Pendekar Rajawali Sakti dari jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Begitu dahsyat jurus gabungan yang
dikerahkannya, hingga membuat para pengikut si Raja Api jadi berpencaran
menjauh. Bahkan lima orang dari mereka sudah tidak bisa bangkit lagi, dengan
tubuh hangus seperti terbakar.
"Ghrrr...!"
Si Raja Api jadi menggereng marah, melihat lima orang pengikutnya ambruk hanya
dalam beberapa gebrakan saja. Sungguh tidak disangka kalau Pendekar Rajawali
Sakti yang dianggapnya masih terlalu muda, ternyata memliki kepandaian begitu
dahsyat. Bahkan pukulan yang dilepaskannya bisa menghanguskan tubuh manusia yang
terkena. Sementara, Rangga sendiri berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan
dada. Bibirnya tampak menyunggingkan senyum tipis, tapi sorot matanya begitu
tajam menatap lurus pada si Raja Api yang semakin membara seluruh tubuhnya. Dan
kemarahan yang amat sangat akibat dari tindakan Pendekar Rajawali Sakti itu
barusan pada lima orang pengikutnya, membuat tubuhnya makin membara.
"Kubunuh kau, Pendekar Rajawali Sakti! Ghraaaugkh...!"
Sambil menggerung keras menggetarkan, si Raja Api langsung saja melompat
menyerang. Dan seketika satu pukulan dilepaskan dengan kecepatan bagai kilat
mengarah langsung ke dada pemuda berbaju rompi putih itu. Namun sebelum
pukulannya sampai, melesat satu kilatan merah yang meluruk begitu cepat dari
kepalan tangan si Raja Api yang menjulur ke depan. Sesaat Rangga agak terkesiap.
Namun cepat meliukkan tubuhnya menghindari dengan gerakan manis sekali.
"Haiiit...!"
Serangan yang gagal, malah membuat si Raja Api semakin bertambah berang saja.
Maka serangannya makin meningkat dengan jurus-jurus yang begitu cepat dan
berbahaya. Sehingga Rangga terpaksa harus berjumpalitan, meliuk-liukkan tubuhnya
menghindari setiap serangan yang cepat dari segala arah. Dari gerakan-gerakannya
yang seperti tidak beraturan, jelas kalau Rangga tengah mengerahkan jurus
'Sembilan Langkah Ajaib' Satu jurus andalannya dalam menghindarkan diri dari
serangan lawan. Dan memang, jurus itu sangat ampuh terbukti, tidak ada satu
serangan pun yang berhasil menyentuh tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Ghrrr...! Keparat!"
Si Raja Api semakin bertambah geram melihat tidak satu pun dari seranganserangan yang dilancarkannya mengenai sasaran. Semua serangan yang dilancarkan
dapat dengan mudah dimentahkan Pendekar Rajawali Sakti. Sementara si Raja Api
semakin meningkatkan daya serangannya. Hingga setiap pukulan yang dilepaskan,
selalu menimbulkan sambaran api yang begitu panas menyengat kulit. Bahkan udara
di sekitar pertarungan itu sendiri semakin terasa menipis.
"Hm... Kalau terus begini, aku bisa kehabisan napas...," gumam Rangga dalam
hati. Tampaknya Pendekar Rajawali Sakti sudah bisa menyadari kalau keadaan seperti ini
sangat tidak menguntungkan. Dan lagi serangan-serangan yang dilancarkan lawannya
ini terasa semakin bertambah dahsyat dan berbahaya sekali. Sedikit saja
kelengahan, akan berakibat sangat parah bagi dirinya sendiri.
Menyadari hal ini cepat sekali Rangga merubah jurusnya menjadi jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega" begitu mendapat kesempatan. Begitu kedua tangannya bisa
terentang lebar ke samping, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melesat tinggi
ke udara. Namun pada saat yang bersamaan, si Raja Api sudah menghentakkan tangan
kanannya ke atas.
"Ghraaagkh....!"
Seketika itu juga, dari kepalan tangan si Raja Api melesat secercah cahaya merah
yang meluncur cepat bagai kilat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Hiyaaat...!"
Tapi Rangga tampaknya sudah menyadari serangan seperti itu. Dengan gerakan
berputar yang manis sekali, serangan si Raja Api berhasil dihindarkannya. Bahkan
tanpa diduga sama sekali, Pendekar Rajawali Sakti langsung melanjutkan jurusnya
menjadi jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring, Rangga menukik deras dengan kedua kaki bergerak
berputar cepat mengarah ke kepala si Raja Api. Begitu cepat gerakannya hingga
membuat si Raja Api jadi terhenyak kaget tidak menyangka. Saking terkejutnya,
sampai-sampai tidak sempat lagi berkelit menghindari serangan dahsyat Pendekar
Rajawali Sakti. Dan...
"Des! "Aaargkh...!"
Si Raja Api jadi terpekik keras, begitu kepalanya telak sekali tersambar kaki
kanan Rangga yang berputar begitu cepat, disertai pengerahan jurus 'Rajawali
Menukik Menyambar Mangsa'. Tampak si Raja Api itu terpental ke belakang sambil
memegangi kepalanya. Dan pada saat itu juga, Rangga sudah menjejakkan kakinya
kembali ke tanah.
Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti mendarat, mendadak saja dari arah
belakang, samping, dan depannya, sudah berlompatan para pengikut si Raja Api.
Sesaat Rangga jadi terhenyak kaget. Serangan dari segala arah yang demikian
cepat sekali itu tidak memberi kesempatan bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk
berkelit. Tapi pada saat yang sangat gawat itu, mendadak saja...
"Khraaagkh...!"
Tiba-tiba saja dari angkasa Rajawali Putih yang memang sejak tadi mengawasi,
meluruk deras menyambar orang-orang yang menyerang Rangga dari segala penjuru.
Burung bertubuh raksasa itu mengibaskan kedua sayapnya yang besar dan kokoh, sehingga mampu membuat beberapa orang terpelanting sekaligus menjerit melengking
tinggi mengantar kematian yang kedua.
Kemunculan Rajawali Putih, membuat Raja Api jadi terlongong bengong. Bahkan
mereka yang tadi menyerang Rangga, seketika menghentikan pertarungannya. Dan
mereka segera berlompatan, menjauhi Pendekar Rajawali Sakti. Mungkin mereka
merasa ngeri melihat seekor burung rajawali raksasa yang sebesar bukit itu.
Menyadari lawannya tidak lagi melakukan serangan, Rangga segera melompat
mendekati Rajawali Putih yang kini sudah mendekam diam di tempatnya.
"Hadapi mereka, Rajawali. Tidak perlu sungkan-sungkan. Mereka bukan lagi
manusia," kata Rangga sambil menepuk leher burung rajawali raksasa itu.
"Khraaagkh...!"
"Aku akan mencoba menandingi kesaktian si Raja Api."
"Khrrrr...!"
"Jangan khawatir, Rajawali. Aku akan berhati-hati menghadapinya."
Rangga yang tidak mau lagi membuang-buang waktu, langsung saja melompat ke arah
si Raja Api sambil mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di
punggung. Sementara itu, Rajawali Putih sudah mulai mengangkasa lagi. Lalu
dengan kecepatan dahsyat, burung rajawali itu menukik deras menghajar semua
pengikut si Raja Api.
Sebentar saja, sudah terdengar raungan keras dan pekikan kesakitan yang
mengantarkan maut. Tampak tiga orang terpental ke udara, lalu keras sekali
tubuhnya menghantam tanah. Hanya sebentar saja mereka menggeliat, kemudian diam
tidak bergerak-gerak lagi, mati untuk yang kedua kali.
Sementara di tempat lain. Pedang Pusaka Rajawali Sakti berada di dalam genggaman
tangan Pendekar Rajawali Sakti terus bergerak melancarkan serangan-serangan yang
semakin cepat dan dahsyat. Dan tentu saja hal ini membuat si Raja Api semakin
bertambah geram. Beberapa kali ludahnya disemburkannya sambil menggerutu kesal.
Karena, beberapa kali serangan yang dilancarkan selalu saja mudah dapat
dipatahkan. Bahkan sudah beberapa kali tubuhnya terpaksa harus jungkir balik,
menghindan serangan pedang yang memancarkan cahaya biru menyilaukan mata.
8 Pertarungan yang terjadi antara Pendekar Rajawali Sakti melawan si Raja Api
memang sangat dahsyat. Bahkan tempat sekitar pertarungan sudah hancur tidak
berbentuk lagi. Tidak sedikit pepohonan yang hangus menghitam terbakar, akibat
terkena pukulan-pukulan si Raja Api yang tidak mengenai sasaran. Sementara
dengan menggunakan jurus 'Pedang Pemecah Sukma', Rangga terus mencoba mendesak
lawannya. Sedangkan Rajawali Putih sudah menyelesai kan bagiannya sendiri. Tidak seorang
pun dari lawannya yang bisa bangkit berdiri lagi. Dan burung rajawali raksasa
itu kini langsung membumbung tinggi ke angkasa, bertepatan dengan terdengarnya
hentakan kaki-kaki kuda yang dipacu cepat.
Tidak berapa lama kemudian, setelah Rajawali Putih membumbung tinggi ke angkasa
muncul Pandan Wangi bersama Eyang Jambala yang menunggang kuda dengan kecepatan
tinggi. Tampak di belakang mereka, mengikuti seekor kuda hitam yang menjadi
tunggangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan mereka langsung berlompatan turun,
begitu berada tidak seberapa jauh dari tempat pertarungan Rangga melawan si Raja
Api. "Tampaknya kita terlambat, Eyang...," ujar Pandan Wangi dengan nada suara
seperti menyesali.
"Lihat saja, Pandan. Mudah-mudahan Rangga bisa mengalahkan si Raja Api," sambut
Eyang Jambala mencoba membesarkan hati si Kipas Maut itu.
Pandan Wangi tidak bersuara lagi. Perhatiannya kini tertuju langsung pada
pertarungan sengit antara Pendekar Rajawali Sakti melawan si Raja Api. Dan Eyang
Jambala juga tidak bersuara sedikit pun dan terus memperhatikan pertarungan yang
semakin dahsyat.
"Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Rangga melesat tinggi ke atas, lalu berputaran beberapa kali ke
belakang. Dan seketika tubuhnya meluruk deras ke arah si Raja Api, dengan ujung
pedang terhunus lurus ke depan.
"Ghraaagkh...!"
Si Raja Api menggerung keras sambil menengadahkan kepalanya ke atas. Dan saat
itu juga, tangan kanannya dikebutkan ke atas. Seketika...
Wut! "Haiiit...!"
Rangga jadi tersentak kaget setengah mati, tidak menyangka kalau si Raja Api
akan bertindak seperti itu. Cepat-cepat tubuhnya melenting berputar ke belakang
sambil menarik serangannya.
Dan begitu kakinya kembali menjejak tanah, tampak dalam genggaman si Raja Api
terdapat sebilah pedang yang mengeluarkan api dari seluruh mata pedangnya.
"Hap!"
Rangga cepat-cepat menyilangkan pedangnya ke depan dada. Dan saat itu. Si Raja
Api sudah melompat cepat, sambil mengeluarkan gerungan dahsyat. Lalu seketika
pedang apinya dikebutkan ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Hih! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Rangga menghentakkan pedangnya, menangkis serangan pedang api
lawannya. Maka benturan keras pun tidak dapat dihindari lagi.
Trang! Percikan bunga api terlihat memendar, begitu dua senjata yang berpamor sangat
dahsyat beradu. Tampak mereka sama-sama berlompatan mundur ke belakang beberapa
langkah. Namun saat itu, Rangga sudah melesat cepat sekali. Dan langsung
pedangnya dibabatkan menggunakan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
"Hiyaaa...!"
Begitu cepat serangan Pendekar Rajawali Sakti hingga kebutan pedangnya
menimbulkan deru angin bagai topan. Tapi si Raja Api kelihatannya sama sekali
tidak berusaha menghindar Dan begitu ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti dekat,
cepat sekali pedangnya dikebutkan untuk menangkis serangan itu. Dan....
Trang! Kembali dua pedang berpamor sangat dahsyat itu beradu hingga kali ini
menimbulkan ledakan dahsyat disertai percikan bunga api yang menyebar ke segala
arah. Kembali mereka sama-sama terpental ke belakang, sejauh beberapa langkah.
Sementara, Rangga dua kali berputaran lalu manis sekali menjejakkan kakinya di
tanah. "Hap!"
*** Rangga langsung saja menyilangkan pedangnya ke depan dada. Dan telapak tangannya
langsung ditempelkan pada mata pedang yang memancarkan cahaya biru terang
berkilauan itu. Setelah menghembuskan napas sekali, telapak tangan kirinya mulai
digerakkan menggosok mata Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Dan begitu telapak
tangan kiri kembali berada pada pangkal tangkai pedang, tampak cahaya biru yang
memancar dari mata pedang jadi menggumpal.
Sementara Pandan Wangi yang menyaksikan, sudah bisa mengetahui kalau Pendekar
Rajawali Sakti sudah siap mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma' yang dipadukan
dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang sangat dahsyat. Si Kipas Maut tahu,
kalau Rangga sudah memadukan ilmu yang begitu dahsyat dan sangat diandalkan
berarti sudah menganggap lawannya bukanlah lawan biasa. Pandan Wangi yang
mengetahui akan kedahsyatan ilmu yang akan dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti,
cepat-cepat mengajak Eyang Jambala menyingkir lebih menjauh lagi.
Sementara itu, Rangga sudah siap mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma' yang
dipadukan dengan jurus "Pedang Pemecah Sukma'. Tapi tampaknya si Raja Api
kelihatan tidak bergerak sedikit pun juga, seakan-akan tengah menanti serangan
dari Pendekar Rajawali Sakti. Hingga untuk beberapa saat, mereka hanya diam saja
dengan hati diliputi ketegangan yang amat sangat.
"Ghrrrr...!"
"Hap!"
Rangga langsung mengangkat pedangnya dengan kedua tangan, begitu si Raja Api
mengebutkan pedangnya ke depan. Dan tepat ketika dari ujung mata pedang si Raja
Api mengeluarkan cahaya merah menyala bagai api, seketika itu juga Rangga
menghentakkan pedangnya ke depan dengan kedua tangan menggenggam tangkai. Maka
dari ujung pedangnya, melesat gumpalan cahaya biru yang sangat terang
menyilaukan mata.
Glaaar...! Tepat di saat dua cahaya yang saling berlawanan itu bertemu, terdengar ledakan
keras menggelegar yang menggetarkan seluruh jagat ini. Tampak Rangga sampai
terdorong ke belakang tiga langkah. Tapi si Raja api terlihat terpental sejauh
lima batang tombak ke belakang. Dan punggungnya langsung menghantam sebatang
pohon, hingga seketika hancur berkeping-keping.
"Ghraaagkh...!"
Bet! "Hap! 'Aji Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"
Tepat di saat si Raja Api melompat, Rangga segera menghentakkan pedangnya
dibarengi sentakan tangan kiri ke depan, dengan jari-jari tangan terkembang
lebar. Dan seketika itu juga, cahaya biru yang memancar dari Pedang Pusaka
Rajawali Sakti menghantam tubuh si Raja Api. Dan pada saat itu juga, dari
telapak tangan kiri Rangga memancar cahaya biru terang yang juga menghantam tubuh si Raja Api.
Glaaar...! Kembali terdengar ledakan keras menggelegar yang begitu dahsyat, hingga membuat
tanah yang dipijak jadi bergetar bagai diguncang gempa. Sementara, pertarungan
antara Pendekar Rajawali Sakti melawan Si Raja Api yang mengadu ilmu kedigdayaan
dan kesaktian tinggi terus berlangsung.
Tampak seluruh tubuh si Raja Api sudah terselubung cahaya biru yang memancar
dari pedang Pendekar Rajawali Sakti dan telapak tangan kirinya yang menjulur ke
depan. Sedangkan Rangga sendiri pelahan-lahan mulai melangkah mendekat.
Tampak si Raja Api menggeliat-geliat dalam lingkaran cahaya biru yang
menyelubungi seluruh tubuhnya. Sedangkan saat itu entah dari mana datangnya,
tahu-tahu di sekitar pertarungan sudah dipenuhi orang yang semuanya menyandang
senjata dari berbagai macam bentuk dan ukuran. Tapi dari sorot mata, jelas
sekali mereka memandang benci pada si Raja Api.
Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedikit demi sedikit, jarak antara mereka berdua semakin bertambah dekat saja.
Dan di dalam selubung cahaya biru, si Raja Api terus menggeliat-geliat sambil
menggerung-gerung berusaha melepaskan diri. Tapi semakin kuat berusaha, semakin
banyak tenaga yang keluar.
"Hih! Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras menggelegar, membuat hati siapa saja yang
mendengar jadi bergetar. Dan seketika itu juga, pedangnya dihentakkan ke atas
kepala. Sedangkan tangan kirinya tetap menjulur lurus ke depan, menjaga si Raja
Api yang tetap berada dalam selubung cahaya biru dari aji 'Cakra Buana Sukma.
Bet! Seketika itu juga bagaikan kilat si Raja Api melompat hendak melepaskan diri
dari belenggu. Tapi pada saat yang sama, Rangga sudah membabatkan pedangnya,
tepat mengarah ke leher si Raja Api. Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali
Sakti, sehingga sangat sulit untuk dihindarkan. Dan tidak berapa lama
kemudian.... Cras! "Aaargkh...!"
*** Raungan yang sangat panjang terdengar keras menggetarkan, terdengar bersamaan
dengan terbabatnya leher si Raja Api oleh pedang Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu, Rangga sudah berada sekitar satu batang tombak jauhnya di depan
si Raja Api dengan pedang tetap tergenggam di tangan kanan.
Sementara, si Raja Api masih hidup berdiri dengan tubuh limbung. Namun tidak
berapa lama kemudian, tubuhnya ambruk dengan kepala langsung menggelinding dari
batang lehernya. Dan begitu tubuh si Raja Api menyentuh tanah, tiba-tiba saja...
Slap! Heh...!" "Hah, apa itu..."!"
Semua orang yang ada di tempat itu jadi terbeliak, begitu tiba-tiba saja
secercah cahaya merah bagai api meluncur deras dari angkasa. Dan cahaya merah
itu langsung menyambar tubuh dan kepala yang terpisah agak jauh dari leher Si
Raja Api. Sebentar saja, seluruh tubuh dan kepala si Raja Api sudah tertutup cahaya merah
yang memancar dari langit. Namun tidak berapa lama kemudian, cahaya merah itu
lenyap dari pandangan mata. Dan semua orang yang menyaksikan juga jadi semakin
lebar terbeliak, ketika tubuh dan kepala si Raja Api ikut lenyap bersama cahaya
merah itu. Bahkan tidak meninggalkan bekas sedikit pun juga.
"Rupanya para Dewa jadi juga mengambil si Raja Api," desah Eyang Jambala bernada
lega. "Apakah itu berarti dia tidak akan muncul lagi ke dunia ini, Eyang?" tanya
Pandan Wangi. "Mudah-mudahan saja tidak," sahut Eyang Jambala.
Sementara itu, Rangga sudah memasukkan kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke
dalam warangka di punggung. Lalu kakinya melangkah menghampiri Pandan Wangi dan
Eyang Jambala. Sedikit dia sempat memperhatikan orang-orang yang banyak
berkumpul di sekelilingnya.
"Siapa mereka, Eyang?" tanya Rangga langsung begitu dekat dengan Eyang Jambala.
"Mereka dari desa-desa yang tidak jauh dari sini, Rangga. Tampaknya mereka
mendengar suara pertarunganmu dengan si Raja Api, lalu berdatangan ke sini,"
sahut Eyang Jambala menjelaskan.
"Ayo kita pergi, Pandan," ajak Rangga.
Tanpa banyak bicara lagi kedua pendekar muda dari Karang Setra itu melangkah
pergi sambil menuntun kudanya. Dan Eyang Jambala bergegas mengikuti, saat
mengetahui kalau kedua pendekar muda itu menuju Desa Batang. Sementara orangorang yang berdatangan karena mendengar pertarungan tadi, hanya bisa melongo
dengan segudang pertanyaan terbias pada wajahnya masing-masing.
SELESAI Scan: Clickers Edit : Lovely Peace
Si Tangan Sakti 1 Pendekar Gila 36 Balada Di Karang Sewu Pedang Bunga Bwee 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama