Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika Bernoda Darah Bagian 2
"Pergilah secepatnya dari sini!"
"Baik, Gusti Ayu...!" sahut Wisanggeni seraya menghaturkan hormat. Kemudian dia bangkit dan berlalu dari tempat ini. Langsung diajaknya bebe?rapa orang kawannya.
Sementara Bre Bendari mendengus kecil, ke?mudian menepuk tiga kali setelah mereka keluar dari ruangan ini. Seorang gadis belia muncul di tem?pat itu seraya menghaturkan sembah.
"Siapkan pakaian khususku!" perintah wanita itu.
"Baik, Gusti Ayu!" sahut gadis belia itu, seraya beringsut dan beranjak ke ruangan lain. Ketika kem?bali, gadis itu telah membawa seperangkat pakaian beserta sebilah keris dalam sebuah baki.
Bre Bendari menerimanya, lalu masuk ke kamar pribadinya. Beberapa saat kemudian, dia telah keluar. Kini pakaian yang dikenakan sebagaimana layaknya tokoh persilatan. Lengkap dengan senjata keris di pinggangnya. Dalam keadaan begitu, nyata terlihat kecantikannya. Meski, sesungguhnya usianya telah lewat dari kepala tiga.
"Hm Pendekar Rajawali Sakti! Tunggulah pembalasanku. Kau tidak akan mampu membawa mustika itu ke tangan orang-orang kerajaan!" de?ngus wanita itu sambil tersenyum dingin.
"Kanjeng Gusti Ayu, hendak ke mana" Dan, kenapa berpakaian seperti ini?" Tanya abdinya.
"Itu bukan urusanmu. Jagalah tempat ini baik-baik sepeninggalku!"
"Tentu saja, Gusti Ayu!" sahut gadis belia ini, menunduk hormat.
"Katakan pada Ki Somad agar menyiapkan kudaku!"
"Baik, Kanjeng Gust Ayu!" sahut gadis belia itu, segera beranjak dari ruangan setelah menjura hormat.
Bre Bendari kembali tersenyum-senyum sendiri. Lalu dia duduk di kursi, membayangkan apa yang hendak dilakukannya nanti terhadap Pende?kar Rajawali Sakti.
*** ? Rangga duduk bersandar di bawah sebatang pohon, melepaskan rasa lelah dan penat. Tidak jauh dari situ, kudanya tengah merumput tenang. Sesekali matanya melirik ke arah Dewa Bayu, lalu ter?senyum kecil. Sebentar kemudian, dikeluarkannya isi buntalan kain kecoklatan. Sejenak diperhatikannya sebuah kotak berukir di dalamnya.
"Hm... Apa yang harus kuperbuat dengan ko?tak ini" Keadaan tampaknya semakin rumit. Bagai mana bila kuserahkan pada orang yang salah?" gumam Rangga, untuk diri sendiri.
Namun baru saja selesai gumaman Rangga, ter?dengar suara langkah kaki dari depannya.
"Heh"!"
Pendekar Rajawali Sakti tersentak, dan buru-buru menyembunyikan kotak itu ke dalam buntalannya. Segera dia bangkit dan langsung meman?dang ke sekeliling. Rupanya beberapa orang berseragam telah mengurungnya sambil melangkah perlahan menghampiri. Rata-rata wajah mereka bertampang seram, apalagi dengan senjata di tangan.
Jarak mereka semakin lama semakin dekat. Dan manakala telah terpaut sepuluh langkah, orang-orang itu berhenti. Sementara, Pendekar Ra?jawali Sakti berdiri tenang, langsung mengawasi mereka satu persatu. Dengan tatapan matanya, Rangga menghitung. Jumlah mereka tidak kurang dari dua puluh orang. Dan melihat gelagat yang kurang baik ini. Pendekar Rajawali Sakti segera bersiaga penuh.
Salah seorang yang berada paling depan, bertubuh besar. Wajahnya bercambang bawuk tebal. Sepasang matanya garang, dan agak memerah Dua bilah golok besar tampak terselip di pinggang kiri. Orang itu memandang Rangga dengan tajam Lalu kakinya melangkah mendekati. Pada jarak li ma langkah, dan dia berhenti.
"Bocah! Kulihat kotak yang kau bawa indah sekali. Bolehkan kutahu, apa isinya"!" Tanya laki-laki bercambang bawuk itu dengan suara serak.
Rangga tersenyum sambil menggeleng kecil.
"Kisanak, sayang sekali. Benda ini milik keluarga sehingga aku tidak bisa memperlihatkannya padamu," sahut Pendekar Rajawali Sakti tegas.
"Milik keluarga siapa yang kau maksudkan"!" Tanya suara laki-laki itu terdengar mulai agak keras.
"Tentu saja keluarga yang memilikinya." sahut pemuda itu enteng.
"Tidak usah berbelit-belit! Tahukah kau, bahwa sesungguhnya kau tengah berhadapan dengan keluarga pemilik benda itu!" sahut laki-laki bercam?bang bauk itu mulai hilang kesabarannya.
"Begitukah" Bila benda ini berada di tanganku, sudah barang tentu aku tahu siapa yang memilikinya. Dan kau mengaku-aku sebagai pemiliknya. Padahal, aku sama sekali tidak mengenalmu, juga orang-orangmu ini?" sahut Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.
"Wisanggeni! Untuk apa banyak mulut segala"!" teriak salah seorang dengan suara keras pada laki-laki bercambang bauk itu.
"Betul! Langsung rebut saja benda itu! Huh! tanganku sudah gatal mendengar ocehannya!" timpal kawannya yang lain, sambil mendengus geram.
Laki-laki yang dipanggil Wisanggeni tidak lang?sung menyahuti. Kembali ditatapnya, Pendekar Rajawali Sakti tajam-tajam.
"Jadi, kaukah Pendekar Rajawali Sakti?" Tanya Wisanggeni dingin. Nadanya jelas menunjukkan perasaan sinis.
"Begitulah orang memanggilku. Dan, kau pasti menginginkan benda di dalam kotak di tanganku?" sahut Rangga balik bertanya.
"Ha ha ha...! Ternyata kau pintar menebak orang, Pendekar Rajawali Sakti. Namaku Wisang?geni. Dan orang orang menyebutku Kelelawar Setan Bertangan Darah," kata Wisanggeni, bermaksud menakuti-nakuti dengan menyebutkan julukannya.
"Hm... Sebuah nama yang amat menyeramkan, sehingga selalu membuat bulu kuduk berdiri. Tapi maaf, Kisanak. Aku tetap tidak bisa menyerahkan benda di tanganku ini padamu!" sahut Pende?kar Rajawali Sakti mantap.
"Pendekar Rajawali Sakti! Walau julukanmu te?lah tersohor ke delapan penjuru angin, tapi jangan dikira aku takut! Sebaiknya, berhati-hatilah. Karena, saat ini kau telah terkepung. Kami tidak akan segan-segan melenyapkan nama besarmu kalau kau bersikeras!" kata Wisanggeni memperingatkan.
Rangga tersenyum, sambil memperhatikan para pengepungnya satu persatu.
"Kisanak! Aku telah dipesan agar tidak memberikan benda ini pada sembarang orang. Dan amanat itu akan kupegang teguh dengan taruhan nyawa. Maka sebaiknya lupakan saja. Itulah jawabanku!" randas Rangga.
"Banyak mulut!"
Salah seorang dari mereka menggeram. Dan agaknya orang itu sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Segera dia melompat dan menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa...!"
Bersamaan dengan itu, yang lain segera mengikuti. Dengan kemarahan mekiap luap mereka me?nyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti tersenyum sinis. Tu?buhnya langsung bergerak lincah ke sana kemari, menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Beberapa orang dibuatnya kebingungan, karena serangan mereka mudah sekali dihindari. Bahkan serangan balik dari pemuda itu terkadang membuat mereka terkejut, serta tidak mampu meng-hindar. Karena, datangnya tiba-tiba sekali.
"Hiyaaat !"
Wuuut! Duk! Dua orang menyabetkan pedang ke arah Rangga. Namun, pemuda itu cepat bagai kilat berkelebat ke bawah. Dan tiba-tiba, kepalan tangannya menyodok ke atas disertai tendangan kaki kanannya.
"Aaakh!"
Dua orang kontan terjungkal ke tanah sambil memuntahkan darah segar.
"Yeaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti tidak menunggu lagi. Tubuhnya sudah langsung melompat menyerang ti?ga orang yang berada di samping. Dua orang mengayunkan golok ke leher dan pinggang Pendekar Ra?jawali Sakti. Sementara yang seorang lagi menye?rang dengan tombak tepat ke arah jantung. Namun dengan gerakan mengagumkan, Rangga melenting ke atas. Dan pada saat yang bersamaan, kedua ka?kinya menghantam kepala lawan-lawan yang terdekat.
Duk! Duk! "Wuaaa...!"
Dua orang kembali memekik kesakitan, ketika dua tendangan Pendekar Rajawali Sakti yang berturut-turut mendarat di kepala mereka. Kontan mere?ka ambruk di tanah sambil memegangi batok kepala yang retak mengeluarkan darah.
Dan baru saja Pendekar Rajawali Sakti menda?rat mantap di tanah, datang serangan beberapa tusukan tombak ke dadanya. Namun dengan tenangnya, Pendekar Rajawali Sakti menggerakkan ta?ngan kirinya.
Tap! Tangan kiri Rangga berhasil menangkap ujung tombak yang mengarah ke dadanya. Lalu ditariknya tombak itu dengan keras sehingga terlepas dan genggaman penyerangnya. Akibatnya, orang itu nyaris terjungkal ke depan. Dan Rangga tidak menyia-nyiakan kesempatan, Maka tiba-tiba, ujung belakang tombak itu didorongkan ke perut penyerangnya.
Bresss! "Aaakh...!"
Orang itu memekik setinggi langit begitu ujung tumpul bagian belakang tombak itu menembus perutnya hingga ke pinggang. Tubuhnya kontan terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi tombaknya. Lalu, dia ambruk di tanah tak berkutik lagi.
"Haram jadah! Kau rasakan golokku ini. Keparat!" maki Wisanggeni.
Laki-laki bercambang bawuk itu segera mencabut dua goloknya. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan geram.
"Yeaaat...!"
Wuuut! Wut! Pendekar Rajawali Sakti sempat terkesiap keti?ka melihat kelebatan kedua golok laki-laki bercam?bang bawuk itu. Begitu hebatnya, sehingga menge?luarkan bunyi kebutan dahsyat. Untuk sesaat Rang?ga agak kewalahan menyelamatkan diri. Kelebatan dua golok itu memang seperti membungkus sekujur tubuh. Lengah sedikit saja, maka lawan-lawannya yang lain telah siap merencahnya.
"Heaaat!"
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti segera melenting ke belakang sambil berputaran beberapa kali, untuk mengambil jarak. Namun, dua orang anak buah Wisanggeni telah menunggunya.
? *** ? Namun dengan mengerahkan jurus 'Sayap Ra?jawali Membelah Mega' Pendekar Rajawali Sakti kembali melenting ringan, menghindari sabetan dua golok yang mengancam. Sehingga kedua senjata itu hanya menyambar angin. Dan tiba tiba saja, Rangga meluruk cepat sambil melepaskan tendang?an ke arah salah seorang lawannya.
Duk! "Ugkh!"
Orang itu kontan terjajar beberapa langkah. Dan pada saat yang sama sepasang golok Wisang?geni yang semula tertuju ke arah Rangga tak bisa terhindarkan lagi. Orang itu terkejut. Dan"
Cras! Bres! "Aaakh..!"
"Dawang Ampu..."!"
Wisanggeni kaget bukan main melihat kawan?nya menjadi korban goloknya sendiri. Untuk sesaat dia seperti tidak percaya dengan apa yang dilakukannya. Laki-laki bernama Dawang Ampu memekik keras dengan tubuh berlumur darah. Begitu ambruk di tanah, nyawanya melayang beberapa sa?at kemudian. Tapi kemudian, Wisanggeni memalingkan muka ke arah Pendekar Rajawali Sakti dengan mata melotot garang.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau harus mampus di tanganku!" lanjut laki-laki bercambang bawuk itu mendesis garang.
Wisanggeni segera menyelipkan dua goloknya ke pinggang. Langsung kedua kakinya membuat kuda-kuda sambil merangkapkan kedua tangan di dada. Melihat apa yang dilakukannya, kawan-kawannya yang lain tidak meneruskan serangan. Me?reka segera menjaga jarak tertentu. Sepertinya, me?reka mengeri bahwa kali ini Wisanggeni akan me?ngeluarkan ajian pamungkasnya untuk meng-akhiri pertarungan secepatnya.
"Heaaa...!"
Disertai bentakan keras, Wisanggeni segera mencabut sepasang goloknya yang tadi diselipkan ke pinggang untuk beberapa saat. Sementara Pen?dekar Rajawali Sakti menatap tajam ke arah kedua tangan laki-laki bercambang bawuk yang berwarna merah bagai bara sampai sebatas siku. Warna merah itu agaknya menjalar pada se-pasang golok di tangannya Lalu, Wisanggeni mundur dua langkah, siap melenyapkan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aji 'Tangan Darah' tidak pernah gagal kupergunakan pada semua lawan-lawanku. Kau akan mampus, Bedebah!" desis Wisanggeni garang.
Begitu habis kata-katanya, Wisanggeni tiba-tiba melompat menyerang Rangga.
Wuk! Wuk! "Uhhh...!"
Pendekar Rajawali Sakti langsung terkejut bukan main. Hawa panas menyengat terasa membakar kulitnya, ketika merasakan angin sambaran senjata laki-laki bercambang bawuk itu pada jarak dua langkah. Sedangkan pada saat itu Wisanggeni terus mendesaknya dengan mengerahkan seluruh kemampuan.
"Yeaaat..!"
Pemuda berbaju rompi putih itu cepat bagai kilat mencelat ke belakang untuk menjaga jarak Se?mentara Wisanggeni terus mengejarnya. Padahal pada saat yang bersamaan, tiga orang lain telah siap menebas Pendekar Rajawali Sakti dengan senjata masing-masing.
Tidak ada pilihan lain bagi Rangga. Segera Pedang Pusaka Rajawali Sakti dicabut, sehingga terlihat cahaya biru terang dari batang pedangnya.
Sriiing! Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang bersinar biru berkilauan berkelebat dan menyambar ketiga orang yang menunggunya sekaligus. Mereka tersen?tak kaget. Bahkan mereka tidak mampu menghindar, ketika ujung pedang itu memapak semua sen?jata yang tergenggam dan terus menyambar ke arah dada.
Bruesss! "Aaa...!"
Ketiga orang itu kontan memekik tertahan dan ambruk di tanah Mati dengan tubuh hangus!
Begitu mendarat di tanah, pedang si Pendekar Rajawali Sakti teru berkelebat memapak kedua golok di tangan Wisanggeni yang terus mengejar.
Trak! Tras! Lelaki bercambang bawuk itu terkejut melihat kedua senjata andalannya hancur dihantam pedang Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan kalau saja tidak buru-buru melompat ke samping ujung pedang pemuda itu akan menyambar tubuhnya.
"Yeaaat"
Namun Wisanggeni tidak tinggal diam. Langsung kedua tangannya menghentak ke depan, melepaskan pukulan jarak jauh. Seketika dari kedua telapak tangannya melesat dua buah sinar merah ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke atas. Dan akibatnya sungguh parah. Sebab dua orang kawan Wisanggeni langsung tewas tersambar pukulan jarak jauh itu. Keduanya terjungkal dengan tubuh retak bermandikan darah.
"Kurang ajar"!" maki Wisanggeni Namun tiga orang kawannya yang tersisa telah menjadi mata gelap. Dan mereka segera menyerang Pendekar Rajawali Sakti bersamaan.
"Heaaat ..!"
Dan tentu saja Pendekar Rajawali Sakti tidak tinggal diam. Tubuhnya langsung berkelebat, diser?tai sambaran pedangnya. Dan"
Bras! Crat! "Aaakh!"
Ketiga orang itu kontan memekik tertahan dan terjungkal dengan tubuh hangus terkena sambaran pedang Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparaaat..!"
Wisanggeni kembali memaki dengan urat-urat di pelipisnya yang menegang menandakan amarahnya yang tidak terkendali.
Tapi baru saja Wisanggeni hendak melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti, mendadak melesat cepat satu sosok tubuh ke arahnya dari be?lakang. Dan"
Bros! "Aaakh'"
Laki-laki bercambang bauk itu menjerit keras dengan bola mata seperti hendak keluar dari ke lopaknya. Ketika berbalik, dia melihat seorang wa?nita berusia kira-kira tiga puluh lima tahun berwajah cantik tengah tersenyum sinis. Keris di tangannya menancap ke punggung kiri Wisanggeni dan terus menembus ke depan sehingga merobek jantung.
"Nyai"?? Kau... kau..."!"
Nada suara Wisanggeni terputus-putus dengan wajah heran, seperti tidak percaya dengan penglihatannya sendiri.
"Pembunuh keparat! Pergilah ke neraka seka?rang juga!" desis wanita itu.
Begitu selesai kata-katanya, wanita itu menarik kerisnya ke atas membelah tulang dada hingga me?nyambar leher bagian kanan. Kembali Wisanggeni memekik setinggi langit. Tubuhnya kontan terhu?yung-huyung ke depan dalam keadaan berlumuran darah. Begitu ambruk di tanah dia menggelepar gelepar beberapa saat sebelum akhirnya diam tidak bergerak. Sementara, wanita itu segera jongkok melihat keadaan Wisanggeni.
Wanita itu mendengus sinis sambil membersihkan kerisnya di baju lelaki bercambang bawuk itu. Ketika bangkit berdiri, kerisnya langsung disarungkan ke pinggang. Setelah itu, matanya memandang ke arah si Pendekar Rajawali Sakti dan melangkah mendekatinya.
"Kisanak, terima kasih Karena bantuanmu, maka aku telah menemukan pembunuh kedua orangtuaku. Mudah-mudahan, kini mereka bisa te?nang di alam baka sana...," kata wanita itu dengan wajah puas bercampur lega.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 6
16. November 2014 um 07:37
6 ? Pendekar Rajawali Sakti tidak langsung menjawab. Dipandangnya wanita cantik ini seksama. Lalu bibirnya melepaskan senyum kecil. Dan perlahan-lahan pedangnya disarungkan kembali di balik punggung. Tanpa berkata apa-apa lagi, Rangga me?langkah, menghampiri kudanya. Sedangkan wanita itu mengikuti dengan langkah terburu-buru.
"Eh, Kisanak! Hendak ke mana kau" Tidakkah kau punya sopan-santun barang sedikit" Aku bicara padamu. Dan kau meninggalkanku begitu saja"!" dengus wanita itu.
Rangga berhenti. Kembali dipandangnya wanita itu disertai senyum kecil.
"Apakah yang bisa kukatakan" Bukankah kini kau telah lega karena pembunuh kedua orang tuamu binasa di tanganmu sendiri?" Rangga balik bertanya.
"Semua ini karena bantuanmu. Kalau saja berhadapan secara langsung, mana mungkin aku bisa melakukannya. Sudah lama sekali aku menunggu-nunggu saat seperti ini."
"Kulihat, kepandaianmu hebat. Dan rasanya. Tidak kalah dengannya...," kata Rangga.
Wanita itu tertawa kecil. Dipandangnya pe?muda itu dengan wajah lucu.
"Begitu menurutmu" Seorang pengecut yang hanya bisa membopong dari belakang kau katakan hebat?"
"Bukan. Kau berani. Dan..., perbuatan itu bu?kan pengecut. Tapi, cerdik!" sahut Rangga.
"Kau hanya sekadar menyenangkan hatiku sa?ja, bukan?" Tanya wanita itu tak suka.
"Apakah kau anak kecil yang bisa disenangkan hatinya dengan cara seperti itu...?" kembali Rangga balik bertanya.
Wanita itu kembali tertawa.
'Kau pintar. Dan rasanya kepandaianmu pun sangat hebat. Aku suka bila bisa berkenalan denganmu. Namaku Saraswati," kata wanita cantik yang mengaku bernama Saraswati seraya mengulurkan tangan.
"Rangga." Pendekar Rajawali Sakti menyebutkan namanya menyambut uluran tangan itu.
"Rangga. Hei"! Di mana pernah kudengar na?ma itu?" tanya Wanita yang mengaku bernama Saraswati sambil berpikir sesaat.
"Barangkali memang ada orang yang namanya sama denganku sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Bisa jadi. Tapi, ah aku ingat!" seru wanita itu dengan wajah girang.
"Apa yang kau ingat?"
"Bukankah kau si Pendekar Rajawali Sakti yang telah menggemparkan dunia persilatan itu..."!" tebak Saraswati yakin. Wajahnya tampak berseri.
"Apakah itu ada artinya bagimu?"
"Hei"! Telah lama sekali aku ingin melihat dan bertemu langsung denganmu. Kau seorang pende?kar ternama yang amat mengagumkan!" puji Saras?wati cerah.
"Simpan saja pujianmu itu. Kurasa, aku tidak seperti apa yang kau bayangkan...," sahut Rangga, kembali melangkah mendekati kudanya.
Namun, wanita itu mengiringi langkah Pende?kar Rajawali Sakti. Wajahnya tampak bersungguh-sungguh.
"Bahkan aku pernah punya niat untuk meminta bantuanmu untuk menghabisi si Keparat Wisang?geni itu. Dan ternyata impianku terlaksana dengan cara kebetulan yang amat menakjubkan!"
Rangga tersenyum, dan kini telah menuntun kudanya.
"Aku bukan membunuh." kata Rangga pelan.
"Tapi bukankah kau?"
"Aku hanya akan membunuh kalau terpaksa, Saraswati!" potong pemuda itu cepat, ketika mengerti apa yang hendak diucapkan Saraswati.
Rangga langsung melompat ke punggung ku?danya. Lalu dipandangnya wanita beberapa saat.
"Saraswati, maaf. Aku akan melanjutkan perjalanan. Ada sesuatu urusan yang harus kukerjakan secepatnya," ucap Pendekar Rajawali Sakti.
"Akan ke mana tujuanmu, Rangga?"
"Aku akan ke kotaraja."
"Ah, sungguh kebetulan!" sahut Saraswati de?ngan wajah berseri. "Kebetulan aku ada sedikit keperluan di sana. Keberatankah bila kita berjalan bersama?"
Rangga sebenarnya sedikit jengah. Lalu ditepuk-tepuknya leher kudanya.
"Tidak baik rasanya bila kau berkuda berduaan denganku, Saraswati. Apa kata orang nanti?"
"Tentu saja tidak! Aku tidak akan merepotkanmu. Aku punya tunggangan sendiri!" sahut wanita itu cepat.
Kemudian Saraswati bersuit nyaring. Dan tidak berapa lama, terlihat seekor kuda berbulu coklat berlari kencang ke arah mereka dari semak belukar.
"Hieee...!"
Kuda berbulu coklat itu meringkik keras ketika berhenti tepat di dekat Saraswati. Bersamaan de?ngan itu Dewa Bayu terdengar mendengus-dengus agak keras sambil me-nendang kaki-kakinya ke tanah.
"Hm, kuda bagus! Tidak sembarang orang bisa memiliki kuda seperti ini!" puji Rangga.
"Aku merawatnya sejak Tapak Jalak masih bayi. Induknya memang keturunan kuda-kuda unggul," sahut Saraswati seraya melompat ke pung?gung kudanya.
"Kuda-kuda bagus hanya dimiliki oleh orang berpangkat atau hartawan. Sebab selain harganya mahal, juga perawatannya sulit. Kalau tidak salah, kau satu dari dua dugaanku itu."
Saraswati hanya tersenyum lebar.
"Aku hanya rakyat biasa. Kebetulan, almarhum ayahku punya kenalan seorang peternak kuda. Dia memberi Tapak Jalak, ketika masih bayi padaku sebagai hadiah," jelas Saraswati.
"Oh, begitu... "
"Nah, kita siap berangkat, bukan?"
Rangga tersenyum. Lalu Dewa Bayu dihela. Wanita itu mengikuti. Keduanya segera meninggalkan tempat ini dengan cepat.
? *** ? Wajah Saraswati selalu berseri-seri sepanjang perjalanan yang ditempuh. Sebaliknya, Rangga malah jadi jengah. Sikap Saraswati agaknya genit dan menunjukkan kalau dia bukan wanita baik-baik. Hal itu membuat Rangga menjadi kesal sendiri. Namun untuk menghindar, memang tidak mudah. Apalagi mereka memang satu tujuan.
"Hm, memang kenapa" Bukankah tidak ada yang tahu kita bukan suami istri?" Tanya Saraswati meyakinkan, ketika mereka telah berada di sebuah rumah penginapan.
"Orang-orang memang tidak tahu, Saraswati. Tapi kita tahu kalau hal ini tidak baik. Berada satu kamar dengan lawan jenis yang bukan suami istri, adalah perbuatan yang tidak terpuji," sahut Rangga tenang.
"Yah, terserahmu sajalah."
Rangga segera memesan dua kamar. Namun, agaknya Saraswati menambahkan, agar kamar me?reka bersebelahan. Dan pemuda itu hanya terse?nyum.
"Aku takut seorang diri berada di kamar. De?ngan adanya kau di sebelah, maka perasaanku se?dikit aman..," kata Saraswati sebelum memasuki kamar.
Pendekar Rajawali Sakti hanya menggeleng la?lu buru-buru masuk ke kamar dan mengunci pintu. Segera tubuhnya direbahkan disertai helaan napas panjang. Pikirannya menerawang jauh ke belakang, pada apa yang menimpanya belakangan ini. Bahaya apa lagi yang akan meng-intainya" Kembali dia menghela napas. Lalu diperhatikannya buntalan berisikan peti kecil berukir yang selama ini tidak pernah lepas dari sisinya.
Rangga tersenyum kecil mengingat betapa kejadian ini sama sekali tidak diduga. Telah banyak nyawa melayang hanya karena menginginkan isi peti ini. Dan, entah berapa orang lagi akan menyusul. Atau juga nyawanya" Belum habis Rangga berpikir lebih jauh mendadak saja.
Pras! Tiba-tiba sebuah benda bersinar keperakan melesat, melalui jendela kamarnya yang sengaja dibuka. Benda itu terus meluncur. Dan"
Crep! "Heh"!"
Pemuda itu terkejut. Tampak sebilah pisau telah menancap di dinding. Buru-buru Rangga bertiarap untuk menjaga segala kemungkinan adanya penyerang gelap. Namun, tidak ada kelanjutannya. Segera diperhatikannya gagang pisau yang terdapat kulit tipis diikat tali kecil. Dengan hati-hati, dibukanya ikatan itu. Dugaannya benar. Kulit itu berisi tulisan singkat yang ditujukan padanya.
? Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Temui aku di ujung desa di dekat pohon asem yang besar dan tua.
Srikatan. ? "Srikatan?" gumam pemuda itu. "Siapa orang ini...?"
Pendekar Rajawali Sakti melirik ke jendela. Kemudian matanya mengintip keadaan di luar. Ti?dak terlihat suatu apa pun, selain kegelapan malam.
Untuk sesaat hatinya merasa ragu. Namun rasa ingin tahunya begitu menggebu. Maka dengan hati-hati, dia melompat keluar melalui jendela.
Wuuut! 'Yeaaat!" Namun baru saja kedua kaki Rangga menjejak tanah, mendadak sebuah benda berkelebat cepat ke arahnya. Cepat bagai kilat, pemuda itu melompat ke atas.
Tap! Tap! Dengan ekor matanya, Pendekar Rajawali Sakti melirik ke dinding luar penginapan. Tampak bebe?rapa buah senjata rahasia. Dan baru saja Rangga mengarahkan pandangannya ke depan, dua sosok bertopeng hitam berkelebat ke arahnya dengan satu serangan kilat berupa kibasan tajam.
Wuuut! Dengan tangkas Pendekar Rajawali Sakti bergerak menangkis.
Plak! Plakk! Lalu tiba-tiba saja, Rangga balas menyerang. Tubuhnya berputaran, sambil melepaskan tendang?an keras.
Degkh! "Aaakh!"
Salah seorang terjungkal terkena tendangan Rangga. Namun yang seorang lagi berhasil meng?hindar Pendekar Rajawali Sakti tidak memberi kesempatan. Dan kepalan tangannya terus mengejar.
"Hiiih!"
"Uhhh...!"
Orang bertopeng itu melenguh. Tubuhnya cepat melompat ke samping, menghindari terjangan Rangga sambil melepaskan senjata rahasianya.
Get! Ciet! Lima buah senjata rahasia berbentuk bintang menderu kencang ke arah Pendekar Rajawali Sakb. Namun cepat bagai kilat, tubuh pemuda itu berputar bagai gasing. Sementara seorang laki-laki ber?topeng yang tadi terjungkal, telah siap menghadangnya dengan satu pukulan keras. Namun di luar dugaan. Pendekar Rajawali Sakti langsung mele?paskan pukulan yang sertai pengerahan tenaga da?lam, untuk memapak pukulan yang mengancamnya.
Duk! "Aaakh...!"
Orang itu kontan menjerit keras. Tubuhnya langsung terhuyung-huyung ke belakang ketika kepalannya beradu dengan kepalan Pendekar Raja?wali Sakti.
"Yeaaa...!"
"Heup!"
Sementara itu, laki-laki bertopeng yang satu lagi, terus melesat ke arah Rangga dengan satu ten?dangan berisi tenaga dalam tinggi. Cepat bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti menundukkan kepala. Kemudian ditangkisnya serangan itu dengan tangan kiri. Bersamaan dengan itu. kaki kanannya menyodok keras ke arah dada.
Plak! Begkh! "Aaakh...!"
Orang itu kontan menjerit keras. Tubuhnya langsung terjungkal menghantam dinding kamar bagian luar. Namun sebelum Pendekar Rajawali Sakti melepaskan serangan susulan...
"Rangga! Oh, apa yang terjadi" Apa yang telah terjadi...?" Tanya seorang wanita yang tak lain Sa?raswati. Wajah wanita itu tampak khawatir, terjulur lewat jendela.
Rangga berpaling. Dan kesempatan itu digunakan kedua lawannya untuk melarikan diri.
"Kurang ajar...!" geram Rangga, segera melompat mengejar.
"Rangga, tunggu ..!" teriak Saraswati, langsung melompat mengikuti.
Pendekar Rajawali Sakti tidak mempedulikan teriakan Saraswati. Namun kali ini Rangga dibuat bingung, karena kedua lawannya berpencar ke arah yang berlawanan. Untuk sesaat, dia terpaku. Namun segera menentukan pilihan dengan mengejarnya salah seorang, sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh pada saat melesat.
"Yeaaat...!"
Sambil berteriak keras, tubuh Pendekar Raja?wali Sakti mencelat bagai sapuan angin kencang.
"Hup...!"
Sekali melenting dan berputaran di udara, Pen?dekar Rajawali Sakti telah mendarat di hadapan orang bertopeng yang kontan tercekat dan mundur dua langkah dengan sikap ragu.
"Kau kira bisa lolos begitu saja dariku, he..."!" dengus Rangga bernada gusar.
Orang bertopeng itu agaknya hendak berbuat nekat. Dan dia bermaksud menyerang. Namun be?lum lagi berbuat sesuatu. mendadak melesat sebu?ah benda ke arah punggung kirinya.
Crab! "Aaa...!"
Orang bertopeng hitam itu menjerit keras begitu punggung tertancap sebuah keris. Tubuhnya lang?sung tersungkur ke depan dia tewas berlumur da?rah. Setelah menggelepar-gelepar beberapa saat. Sementara, tahu-tahu sesosok tubuh ramping telah berada di dekatnya. Sosok itu segera mencabut ke?ris yang menancap di punggung bertopeng orang ini.
Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika Bernoda Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saraswati! Kenapa kau membunuhnya"!" Ta?nya Rangga dengan perasaan sedikit kesal.
? *** ? Saraswati hanya tersenyum sinis, sambil membersihkan kerisnya. Lalu kerisnya diselipkan ke pinggangnya.
"Orang seperti dia tidak perlu dikasih hati," jawab Saraswati, enteng.
"Aku ingin tahu, apa yang mereka inginkan dariku... "
"Tentu saja isi kotak yang kau bawa!" sahut wanita itu.
Rangga jadi tersentak.
"Dari mana kau tahu kalau aku memiliki kotak kecil" Bukankah aku tidak pernah memberitahukannya padamu?" Tanya Rangga, penuh ta-tapan selidik.
"Eh! Aku sempat mendengarnya ketika kau bertarung dengan Wisanggeni," sahut wanita itu se?dikit kikuk.
Rangga langsung memandang tajam pada wa?nita itu. Wajahnya seketika tersaput curiga.
"Entah kenapa, aku merasa kau tahu lebih banyak tentang kotak yang kubawa...," lanjut Rangga.
"Rangga! Apakah kau mencurigaiku?"" Tanya Saraswati, membalas tatapan Rangga dengan wa?jah tidak percaya.
Rangga menghela napas pendek.
"Belakangan ini, banyak sekali orang yang ingin merampas kotak itu dariku. Bahkan tidak segan-segan ingin melenyapkanku..."
"Apakah isi kotak yang kau bawa itu...?" Tanya Saraswati.
"Sebuah mustika milik kerajaan. Aku harus menyerahkannya pada orang yang berhak..." jawab Rangga.
"Hm... Tentu sebuah benda yang amat berharga. Boleh aku melihatnya?"
Rangga tidak menyahut. Namun kakinya sege?ra melangkah memasuki penginapan kembali. Sedangkan Saraswati mengikuti dari belakang.
Ketika Pendekar Rajawali Sakti telah memasuki kamarnya, Saraswati masih mengikutinya. Dan Rangga segera mencari-cari di kolong tempat tidur. Seketika wajahnya tampak pucat dan terkejut.
"Ada apa..."!" Tanya Saraswati.
Namun pertanyaan itu agaknya bisa terjawab sendiri, ketika melihat Rangga mengeluarkan se?buah kotak kecil yang tutupnya telah terbuka. Sehelai kain hitam tampak tergeletak di dekatnya Ternyata isi kotak itu telah kosong!
"Seseorang telah masuk ke kamar ini dan mengambilnya...," desah Rangga dengan wajah ge?ram.
"Pasti mereka!" seru Saraswati yakin.
"Tidak salah lagi. Pasti mereka tidak hanya berdua. Salah seorang masuk ke dalam dan mencuri mustika itu, sesaat mereka berdua memancingku keluar...," lanjut Rangga menduga.
"Rangga! Kau tidak bisa membiarkan begitu saja!"
"Maksudmu?"
"Kita harus mengejar mereka!" sahut Saraswati bersemangat.
"Kita?"
"Ya. kita! Kau dan aku. Apakah kau tidak suka aku membantumu?"
"Hm, baiklah. Tapi, aku tidak tahu harus mencari ke mana."
"Kira berpencar saja. Kau menuju ke arah salah seorang yang lolos tadi, sementara aku mencari arah lain. Atau... yah" Terserahmu saja!"
"Biar aku yang menuju ke arah orang yang lolos itu. Dan kau, meneruskan ke arah yang dituju orang yang tewas tadi," sahut Rangga.
"Baik Begitu juga bagus. Kita berangkat seka?rang!" sambut Saraswati.
Rangga segera mengangguk. Dan keduanya bergegas keluar dari kamar menuju ke kandang ku?da.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 7
16. November 2014 um 07:39
7? ? Perlahan-lahan Pendekar Rajawali Sakti mengendalikan kuda hitamnya. Dan kini, dia telah tiba di ujung Desa Pasir Putih. Lalu kudanya berbelok ke kiri dan berhenti di bawah sebuah pohon asem besar yang telah berumur puluhan tahun. Ditunggunya beberapa saat.
"Kisanak! Keluarlah dari persembunyianmu ..," kata Rangga, tiba-tiba.
Pada saat itu juga melayang sesosok tubuh dari balik semak-semak di hadapan Rangga. Gerakannya ringan dan gesit. Pemuda itu terpesona melihat orang yang baru muncul itu. Seorang gadis belia berbaju serba hitam me-nyandang pedang di pung?gung. Rambutnya yang panjang dikuncir ke atas. Wajahnya cantik. Bola matanya bening dan tajam menatap ke arahnya.
"Hm" Dugaanku ternyata salah. Kukira seo?rang kakek berwajah buruk. Tapi siapa sangka ternyata seorang gadis cantik yang berkeliaran di ma?lam bulan bersinar terang begini. Nisanak... Kaukah yang bernama Srikatan?"" Tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Berita yang kudengar tentang kehebatanmu, ternyata benar. Aku memang Srikatan, murid Ki Arya Wangku." sahut gadis yang baru muncul itu, memperkenalkan diri sambil menjura hormat.
Rangga segera turun dari kudanya. Dibalasnya salam hormat gadis itu.
"Hm, Ki Arya Wangku?" Pantas bila muridnya demikian hebat, dengan ilmu meringankan tubuhnya. Sampai-sampai aku sedikit kesulitan membedakanmu dengan yang lain. Tapi, ada urusan apa sehingga murid si Malaikat Angin yang kesohor itu ingin bertemu denganku?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Pendekar Rajawali Sakti ketahuilah. Sesungguhnya aku pun adalah abdi Kanjeng Gusti Ayu Diah Kameshwari, permaisuri Kanjeng Gusti Prabu..."
"Benarkah" Lalu, ada urusan apa sehingga abdi Gusti Ayu Diah Kameshwari menemuiku tengah malam begini?" Tanya Pendekar Rajawali Sakti lagi.
Srikatan menghela napas sesak. Dipandangnya pemuda itu dengan wajah sedikit kesal. Kata-kata pemuda ini meski terdengar ramah, namun sesungguhnya seperti merasa tersindir.
"Beliau menginginkan, agar kau menyerahkan mustika yang kau bawa." sahur Srikatan tanpa basa-basi lagi.
"Oh, begitu" Sayang sekali Mustika itu tidak berada di tanganku lagi. Seseorang telah mencurinya tadi...," jawab Pendekar Rajawali Sakti.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kenapa kau seperti mencurigaiku?" Tanya Srikatan bernada kesal.
Rangga tersenyum lebar.
"Begitukah menurutmu...?"
"Aku menyadari setelah apa yang menimpamu belakangan ini. Maka, kau tentu sulit percaya pada setiap orang yang mendekatimu. Tapi, kenapa kau bisa percaya begitu saja dengan wanita tadi?"
"Wanita mana yang kau maksud?"
"Tidakkah kau tahu, siapa sesungguhnya wanita yang bersamamu tadi" Dialah Gusti Ayu Bre Bendari, selir Gusti Prabu Banyuasin yang amat menginginkan menjadi permaisuri dengan menghalalkan segala cara!" jelas gadis itu tandas.
"Oh, sungguhkah"! Jadi, selama ini aku berjalan dengan selir terkasih Gusti Prabu Banyuasin. Itu merupakan suatu kehormatan tiada tara bagiku!" kata Rangga dengan wajah dibuat gembira.
"Apa kau kira dia begitu saja bersamamu, tan?pa maksud tertentu?"
"Mana kutahu" Aku tidak pernah menanyakannya?"
"Hm, tidak kusangka Pendekar Rajawali Sakti yang terkenal hebat, ternyata amat tolol dan mudah tertipu oleh wajah cantik!" sindir Srikatan.
Rangga tertawa mendengar perkataan gadis itu.
"Aku memang tolol, Srikatan. Sehingga, aku tidak bisa menjaga amanat. Mustika itu jelas hilang. Dan aku tidak tahu harus mencari ke mana. Kalau kau menginginkannya, carilah sendiri sesukamu!" jawab Rangga, enteng.
"Jangan berdusta! Mustika itu milik kerajaan. Dan kau tidak berhak menyerakahinya begitu saja!" desis Srikatan, mulai kesal.
"Betul katamu Mustika itu milik kerajaan. Dan hanya berguna bagi kerajaan. Mana mungkin berguna bagi orang sepertimu. Maka hilangnya mustika itu bukanlah satu hal yang musti kupusingkan. Lagi pula, untuk apa menyimpan benda yang membawa malapetaka bagiku?" sahut Pendekar Rajawali Sakti tenang.
Srikatan mendengus kesal pada Rangga, kata-kata dan sikap pemuda itu sama sekali tidak mau ambil pusing.
"Pulanglah, Srikatan Aku tidak mau mengurusi benda celaka itu lagi...," lanjut Rangga, seraya melangkah mendekati kudanya.
"Pendekar Rajawali Sakti! Aku diperintahkan membawa mustika itu dengan cara halus. Tapi kalau kau tidak menyerahkannya, maka terpaksa aku harus menggunakan kekerasan!" teriak Srikatan, langsung mencelat menyerang pemuda itu dengan satu tendangan keras.
"Yeaaat...!"
Seketika itu pula, Rangga menyambutnya dengan tangkisan tangan kanan.
Plak! Kemudian tubuh Pendekar Rajawali Sakti terus bergerak ke kiri, langsung menjatuhkan diri. Maka serangan susulan gadis itu hanya menerpa angin.
Tidak percuma gadis itu sebagai murid si Malaikat Angin. Gerakannya hebat bukan main, ketika mengejar Pendekar Rajawali Sakti. Dan ini membuat Rangga terkejut. Karena baru saja kedua kakinya menjejak tanah, serangan Srikatan telah tiba.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti menangkis sodokan kepalan tangan kanan Srikatan dengan tangan kiri. Namun, tubuh gadis itu terus mencelat ke atas, melepaskan tendangan kaki kanan ke wa?jah. Cepat-cepat Rangga merendahkan tubuhnya, sehingga tendangan itu hanya menyambar angin. Pendekar Rajawali Sakti terus melompat ke bela?kang. Sementara Srikatan segera mengikuti irama gerakannya. Bahkan langsung melepaskan ten?dangan berputar, bermaksud menghajar pinggang.
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke kanan. Kemudian tubuhnya berkelebat cepat, mengerahkan jurus 'Rajawali Seribu'. Untuk sesaat gadis itu dibuat bingung, karena melihat jumlah pemuda itu seolah-olah menjadi banyak.
Srikatan benar-benar bingung, ketika bayangan Pendekar Rajawali Sakti kesemuanya menyerbu bersamaan. Apalagi dia harus menentukan pilihan, mana lawan yang asli. Namun hanya sekali dia mampu menangkis. Karena, selanjutnya terasa ada sesuatu yang keras menghantam perutnya.
Duk! "Aaakh...!"
Gadis itu menjerit tertahan. Tubuhnya terjung?kal beberapa langkah meski mampu menjejakkan kedua kakinya dengan mantap.
"Srikatan! Aku percaya bahwa kau murid si Malaikat Angin. Dan aku sangat menaruh hormat padanya. Oleh sebab itu, aku tidak ingin bertindak keras padamu. Maka jangan terlalu memaksa. Se?bab, aku pun memiliki batas kesabaran!" dengus Pendekar Rajawali Sakti. Seketika, Rangga melom?pat ke punggung kudanya, dan berlalu dari situ secepatnya.
Srikatan mendengus geram. Dia mampu me?ngejar pemuda itu. Namun, entah kenapa gerakan?nya langsung dihentikan" Gadis itu hanya meman?dang kepergian Pendekar Rajawali Sakti dengan sorot mata tajam. Kemudian dengan gerakan cepat, tubuhnya berkelebat ke arah lenyapnya Pendekar Rajawali Sakti.
? *** ? Di dekat sebuah hutan kecil, seorang wanita tengah berdiri, seperti menunggu sesuatu. Dan untuk kemudian terlihat tiga sosok bayangan berto?peng hitam berkelebat ke arahnya. Begitu tiba, ke?tiga sosok tubuh itu menjura hor-mat.
"Hormat kami, Kanjeng Gusti Ayu...!" ucap mereka serentak.
"Hm.... Mana hasil kerja kalian!" sahut wanita berusia tiga puluh lima tahun itu dengan nada girang dan wajah berseri.
"Ampun, Gusti Ayu. Kami tidak menemukan mustika itu di kamarnya," sahut salah seorang.
"Tidak menemukannya"!" dengus wanita itu, mendelik garang. "Apa maksud kalian!"
"Gusti Ayu, mustika itu tidak berada di dalam peti itu."
"Kurang ajar! Jangan main-main denganku, he"! Kalian tahu akibatnya"! Aku tidak akan segan-segan memancung kepala kalian bertiga!" dengus wanita itu garang.
"Ampun, Gusti Ayu. Ketika kami masuk ke da?lam, peti berhasil kami temukan. Namun, isinya te?lah kosong?"
"Betul, Kanjeng Gusti Ayu. Mana berani kami membohongimu," timpal yang lain. "Ketika kami tiba, peti itu tergeletak begitu saja. Dan, isinya telah kosong."
"Hm." Wanita itu berpikir sejurus lamanya "Mungkinkah dia telah mengetahui tipu muslihatku. Sehingga mustika itu diamankan lebih dulu untuk mengecohku?"
"Maksud, Gusti Ayu...?" kata salah seorang bertopeng itu. "Pendekar Rajawali Sakti telah me?ngeluarkan isi peti?"
"Ya. Hm, aku terlalu meremehkannya. Ternyata, dia lebih cerdik dari yang kuduga!" dengus wanita yang tak lain Bre Bendari geram.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya salah seorang bertopeng itu.
"Besok pagi kami janji bertemu. Kalian siapkan penjagaan di setiap jalan keluar. Pemuda itu tidak akan lolos dari tanganku!" desis Bre Bendari sambil mengepalkan tangan menahan geram.
"Apa yang hendak Gusti Ayu lakukan terhadapnya?" Tanya orang itu lagi
Wanita itu memandangnya sesaat, kemudian tersenyum kecil penuh arti.
"Apa yang kulakukan" He he he..! Tentu saja merebut mustika itu dari tangannya!"
"Gusti Ayu akan merebutnya dengan paksa?" Tanya yang lain, dengan wajah cemas.
"Gusti Ayu, pemuda itu bukan orang sembarangan. Dia telah banyak menewaskan orang terbaik yang kita miliki!" timpal yang lain dengan wa?jah cemas.
"Kalian meragukan kemampuanku, he"!" Ketiganya terdiam untuk beberapa saat.
"Gusti Ayu, kami tidak meragukan kemampuanmu. Namun kita semua tahu kalau Pendekar Ra?jawali Sakti bukanlah pendekar sembarangan. Sepanjang pengetahuan kami, selama ini belum ada seorang tokoh pun yang berhasil mengalahkannya. Telah banyak tokoh berkepandaian tinggi yang binasa di tangannya," sahut salah seo-rang ketiga lelaki bertopeng itu
"Apakah seorang tokoh sakti seperti dirinya mampu lari dari kepungan prajurit kerajaan yang terpilih?" Tanya Bre Bendari sambil tersenyum kecil.
"Gusti Ayu hendak menggunakan tangan prajurit-prajurit kerajaan?"
"Kau kira, apa yang hendak kulakukan?"
"Tapi, bukankah amat berbahaya bila sampai diketahui Kanjeng Gusi Prabu" Lagi pula, dengan alasan apa kita bisa menggunakan prajurit kerajaan untuk menangkap pemuda itu?"
"Aku selir terkasih Gusti Prabu. Beliau selalu menuruti, apa yang kuinginkan. Dan itu bukan persoalan sulit. Lagi pula pemuda itu telah mencuri mustika kerajaan. Maka itu sudah cukup alasan baginya untuk ditangkap!" jelas Bre Bendari.
Ketiga orang bertopeng itu terdiam. Kemudian mereka mengangguk sambil tersenyum lebar.
"Hm, Gusti Ayu memang pintar!" puji salah seorang.
"Ha ha ha..! Setelah mustika itu kudapatkan, maka si Keparat Diah Kameshwari itu akan tersing?kir. Dia akan hidup terhina!" kata wanita itu penuh kegirangan.
"Dan kami tentu tidak dilupakan, bukan?"
"Kalian akan kuangkat menjadi panglima kera?jaan!"
"Ah! Terima kasih, Gusti Ayu!" sahut mereka serentak, langsung menghaturkan hormat.
"Nah! Sekarang, kalian kumpulkan yang lainnya. Awasi pemuda itu. Dan bila dia berusaha me?lepaskan diri dari kejaran prajurit kerajaan, maka saat itulah bagi kalian untuk meringkusnya!" ujar Bre Bendari.
"Semua titah Gusti Ayu akan kami kerjakan sebaik-baiknya!" sahut mereka cepat.
"Bagus! Pergilah sekarang. Jangan sampai ada yang melihat sehingga akan menimbulkan curiga pihak kerajaan."
"Apakah Gusti Ayu akan kembali seorang di?ri?"
"Ya..."
"Baiklah. Kami berangkat lebih dulu!" sahut ketiga orang bertopeng itu. Setelah berkata demikian, mereka berkelebat cepat dari tempat itu. Da?lam waktu singkat, mereka telah menghilang dari pandangan mata.
? *** ? Langkah Pendekar Rajawali Sakti tampak ragu memasuki wilayah kotaraja. Suasana kotaraja ter?lihat ramai oleh lalu lalang orang dengan kesibukan masing-masing. Langkah kudanya dipacu perlahan-lahan. Mata kini memperhatikan keadaan sekitarnya dengan pandangan mata tajam. Pagi ini Rangga seharusnya berada di suatu tempat untuk bertemu Saraswati. Namun sengaja dia melewati saja tempat pertemuan yang telah dijanjikan. Dan Rangga sem?pat melihat belum ada tanda-tanda kalau wanita itu berada di sana. Kemudian pemuda itu menghela kudanya agak kencang.
Setelah agak jauh, Rangga kembali memperlambat laju kuda. Begitu berada di muka sebuah kedai, kudanya dihentikan. Segera dia melompat turun dan menambatkan tali kekang kudanya di depan kedai. Dengan langkah perlahan, dimasukinya sebuah kedai yang cukup besar ini. Di dalam hanya terlihat dua orang yang tengah bersantap. Yang seorang, laki-laki bertubuh gemuk. Kepalanya memakai ikat merah berkembang-kembang. Sedangkan di sudut lain, seorang gadis berbaju serba hitam. Wajahnya cantik, menyandang pedang di punggung. Rangga tersenyum, lalu mengambil tem?pat tidak jauh dari gadis itu.
"Hm.... Agaknya kau begitu bersemangat mengikuti, Srikatan..,"' kata Rangga sambil lalu, tanpa menoleh ke arah gadis yang memang telah dikenalnya.
Gadis itu sama sekali tidak menoleh. Diteguknya minuman di depannya. Sementara setelah memesan makanan, Pendekar Rajawali Sakti memutar pandangan keluar melalui jendela-jendela yang terbuka.
"Kalau kau memang tidak percaya padaku, setidaknya aku harus tetap menunjukkan padamu, kepada siapa benda itu berhak diberikan," kata Srikatan, juga tanpa menoleh ke arah Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti tersenyum kecil.
"Hm... Agaknya kau begitu yakin kalau benda itu masih berada di tanganku...."
"Kau terlalu cerdik untuk bisa dikelabui mere?ka!"
Rangga kembali tersenyum.
"Apa kau yakin telah tahu, kepada siapa benda itu harus diserahkan?" lanjut Srikatan berusaha meyakinkan.
"Sudah tentu kepada yang berhak. Itu pun ka?lau benda itu masih ada padaku," sahut Rangga, acuh tak acuh.
"Siapa maksudmu?"
'Tahukah kau, milik siapa benda itu?"
"Sudah tentu milik Kerajaan Banyuasin.
"Hm.... Kalau demikian, aku akan menyerahkannya pada Gusti Prabu... Tapi benda itu telah hilang dicuri orang," lanjut Rangga.
"Kau masih saja terus berpura-pura. Apa kau kira aku mudah ditipu seperti wanita itu?" desak Srikatan.
"Siapa yang hendak menipumu" Aku tidak kenal denganmu. Juga, tidak ada urusan. Tidak ada untungnya menipumu," sahut Rangga, mulai menyantap hidangan yang telah disediakan pemilik kedai.
Gadis itu terdiam. Kemudian ketika pemilik ke?dai itu telah berlalu, dia memandang Rangga.
"Pendekar Rajawali Sakti! Apakah bila aku mampu mengajakmu menghadap Kanjeng Gusti Prabu, maka kau akan percaya padaku?"
"Mungkin. Tapi, apa untungnya bagimu?"
Srikatan tersenyum kecil.
"Aku tidak pernah bicara untung rugi padamu. Kau telah mendengar ceritaku. Dan itulah hal yang sesungguhnya. Aku hanya sekadar mengemban amanat yang harus kujalankan. Selesaikan sarapanmu. Dan setelah itu, ikutlah denganku ke istana ke?rajaan!" sahut Srikatan lirih, namun bernada amat meyakinkan.
Rangga menghentikan suapannya, dan menoleh ke arah Srikatan.
"Apa susahnya ke istana kerajaan Banyuasin" Aku tahu jalan menuju ke sana."
"Semua orang di wilayah kerajaan ini tahu. Namun bisakah mereka membawamu kepada Kanjeng Gusti Prabu?" sindir gadis itu.
"Apakah rajamu sulit dikunjungi?" Rangga ter?senyum kecil, seperti mengejek.
"Pendekar Rajawali Sakti! Aku tidak ada waktu untuk mendengar ejekanmu. Selesaikan makananmu. Dan kau akan kubawa menghadap beliau!" lanjut gadis itu menegaskan.
Rangga tersenyum-senyum.
"Untuk apa kau mengajakmu menghadap be?liau?"
"Bukankah kau ingin menyerahkan mustika itu pada orang yang berhak" Sebentar lagi, keinginanmu akan terpenuhi!" sahut gadis ini mulai gemas.
"Mustika" Mustika apa" Aku tidak memiliki mustika yang kau katakan itu."
"Pendekar Rajawali Sakti, jangan bermain-main!"
Nada bicara gadis itu mulai meninggi, memperlihatkan kekesalan hatinya yang mulai memuncak.
"Siapa yang hendak bermain-main denganmu" Apakah telingamu tuli" Kau ada di situ dan tahu kalau benda itu telah dicuri orang."
"Gila! Seenaknya saja kau bicara begitu."
"Murid si Malaikat Angin tentu mampu mengendap-endap dengan gerakan yang sulit didengar orang lain," sahut Rangga tersenyum penuh arti.
Srikatan menarik napas panjang. Lalu wajah?nya di-palingkan ke arah Rangga.
"Hm, bagus. Kalau begitu, kau tahu kalau aku menyaksikan tindakanmu yang cerdik, bukan" Keti?ka keluar dari rumah penginapan, kau sempat me?ngeluarkan benda itu. Karena, kau menduga bahwa kawan-kawan orang bertopeng yang lain akan menggeledah kamarmu saat kau keluar!"
Rangga hanya tersenyum saja mendengar dakwaan Srikatan. Dia menyelesaikan santapannya, kemudian bangkit berdiri menghampiri pemilik ke?dai. Setelah membayar harga makanannya, Pende?kar Rajawali Sakti berlalu begitu saja tanpa mempedulikan Srikatan.
Namun baru saja mencapai dua langkah dari pintu, mendadak lima orang prajurit berseragam menghadangnya. Pemuda itu merayapi sekitarnya dengan sepasang matanya. Ternyata lebih dari tiga puluh prajurit bersenjata telah mengepung tempat ini.
"Hm" "Kisanak! Kau ditangkap karena mencuri ben?da kerajaan yang amat berharga. Menyerahlah. Dan, jangan mencoba melawan!" kata salah seo?rang prajurit kerajaan dengan wajah garang.
"Siapa kalian'" Tanya Pendekar Rajawali Sakti, tenang.
"Kami prajurit prajurit kerajaan!"
"Atas dasar apa kalian menuduhku mencuri benda kerajaan?"
"Jangan banyak mulut!" teriak prajurit itu. Kemudian diperintahkannya empat orang prajurit lain. "Geledah seluruh tubuhnya!"
"Aku bukan maling!" bentak Rangga, kesal.
"Kisanak! Kau hanya menyulitkan dirimu sendiri. Kuperingatkan sekali lagi, jangan coba melawan. Karena, kau akan susah sendiri!" sahut prajurit kerajaan itu, yang agaknya bertindak sebagai kepala pasukan.
Pemuda itu tersenyum kecil.
"Bila kalian menyebutkan alasannya, kenapa aku dituduh sebagai pencuri, mungkin aku bersedia kalian geledah seperti seorang pencuri. Tapi aku ti?dak mencuri apa-apa. Dan aku tidak sudi digeledah!" sahut Rangga tegas.
"Hm... Kalau begitu, kau mencari kesulitan sendiri!" desis kepala pasukan itu. Langsung dia memberi perintah pada anak buahnya untuk menghajar Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiiih!"
*** ? ? Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 8 (Selesai)
16. November 2014 um 07:41
8? ? Seorang prajurit Kerajaan Banyuasin langsung mengayunkan kepalan tangannya ke wajah Pende?kar Rajawali Sakti. Namun dengan mudah, Rangga menangkapnya. Tapi, prajurit kerajaan itu segera mengayunkan tendangan keras ke arah dada.
Dengan gerakan cepat Pendekar Rajawali Sakti menangkis.
Plak! Dan seketika Rangga mendorong prajurit itu hingga tersungkur ke belakang.
"Kurang ajar! Kau berani melawan prajurit ke?rajaan, he"!" bentak kepala pasukan itu dengan mata melotot lebar.
"Hajar dia!"
"Yeaaat!"
Tiga orang prajurit yang berada paling dekat langsung bergerak menyerang si Pendekar Rajawali Sakti. Salah seorang prajurit membabatkan tombak ke leher Rangga.
Namun, Rangga cepat menundukkan kepala bergerak ke samping. Dan seketika tubuhnya mencelat ke atas dengan lutut kanan bergerak menghantam dada.
Begkh! Satu orang menjadi sasaran lutut Rangga. Dan baru saja Rangga mendarat, datang serangan dari samping kiri. Cepat tubuhnya bergeser ke kanan dan langsung melepaskan sodokan ke arah dada prajurit yang seorang lagi. Dalam waktu yang ham?pir bersamaan, dua orang prajurit menjerit kesakitan dan tersungkur ke belakang.
Baru saja Rangga akan menyerang kembali...
"Kisanak! Menyerahlah. Dan, jangan lagi menyulitkan diri!" Terdengar teriakan kepala pasukan tadi.
Pendekar Rajawali Sakti segera menghentikan gerakannya dan memandang dengan sorot mata tajam.
"Siapakah kau sebenarnya! Dan, apa pangkatmu dalam pasukan ini?" Tanya Rangga datar.
"Aku Sadewa, panglima kelima dari Istana Kerajaan Banyuasin!"
"Kalau aku menyerah, apakah kau bisa lang?sung membawaku pada Kanjeng Gusti Prabu...?"
"Kisanak! Kau telah melukai beberapa prajurit kerajaan. Dan itu merupakan pelanggaran berat. Kau akan dihukum karenanya!" tegas panglima ke?rajaan yang ternyata bernama Sadewa.
"Hm. Kalau begitu, betulkah kebijaksanaan beliau yang terkenal arif itu" Pihak kalian yang menyerangku lebih dulu. Kalian yang membuat gara-gara. Kemudian kesalahan ditimpakan pada rakyat sepertiku. Apakah itu suatu keputusan bijaksana" Aku hanya sekadar membela diri!"
"Kisanak! Kau adalah pencuri! Seorang pencuri tidak berhak membela diri, dan harus dihukum. Bahkan kau telah membangkang!" sahut sang Panglima Sadewa.
"Kau tidak menunjukkan alasan menuduhku pencuri" Apakah pada setiap orang yang baru dikenal langsung dituduh pencuri" Aku tidak mencuri apa pun. Dan untuk itu, jelas aku tidak mau digeledah!" kilah Rangga.
"Cukup! Itu sudah menjadi alasan bagi kami untuk menangkapmu. Kau tidak mau digeledah, karena sebetulnya kau menyembunyikan sesuatu sebagai barang curian!" balas Panglima Sadewa.
"Kalian hanya mendapat laporan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang ingin mencelakakanku, sehingga dengan seenaknya menuduhku pencuri agar mudah menangkapku!"
"Kisanak! Tidak usah banyak mulut! Kuperingatkan sekali lagi, menyerahlah. Atau kami akan membunuhmu di tempat!" teriak sang Panglima mengancam.
"Kisanak! Aku bukan pencuri. Dan aku tidak akan menyerah begitu saja!" tegas Pendekar Ra?jawali Sakti.
"Hm. Kalau begitu, jangan salahkan kalau kami bertindak keras padamu!" desis sang Panglima dengan wajah geram.
"Panglima Sadewa! Kau harus bertanggung ja?wab atas pertumpahan darah ini. Sebab, kaulah yang memulainya!" kata pemuda itu mengingatkan.
Panglima Sadewa sama sekali tidak mengindahkan kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Dan...
"Seraaang...!"
Set! Set! *** Seketika itu pula, puluhan anak buah Panglima Sadewa yang telah mengepung langsung melesat ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Rangga menggeram. Kalau saja dia tidak mengkhawatirkan keselamatan kuda kesayangannya, tentu akan mudah baginya untuk menghindari serbuan anak panah. Namun saat ini, tidak ada pilihan baginya selain mencabut pedang. Dan"
Sring! "Hiyaaat..!"
Seberkas sinar biru langsung berpendar dan batang pedang pusaka di tangannya.
Para prajurit makin terkejut ketika anak-anak panah yang dilepaskan rontok ditebas Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
"Hieee...!"
Dewa Bayu tunggangan Pendekar Rajawali Sakti meringkik keras dengan mengangkat kedua kaki tinggi-tinggi.
"Dewa Bayu! Ayo lari dari sini...!" teriak Rang?ga memberi perintah seraya menunjuk ke satu arah.
"Heh"!"
Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika Bernoda Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Para prajurit kerajaan yang tadi sempat terkesima, tersentak kaget dan segera menyerang pemu?da itu dengan amarah meluap.
"Ayo kita ke sana!" tunjuk Rangga, langsung melompat ke punggung kuda. Seketika kudanya di hela kencang, dan langsung bergerak secepat kilat.
Pendekar Rajawali Sakti terus berkelebat bersama Dewa Bayu. Sementara pedang di tangannya menyambar apa saja yang menghalanginya.
Tras! Bruesss! "Aaakh...!"
Beberapa prajurit kontan menjerit tertahan. Kemudian tubuh mereka terjungkal hangus tersambar Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Tombak-tombak serta pedang-pedang yang mencoba menebas leher kuda dan pinggangnya, putus dipapas pedang Rangga yang bergerak secepat kilat.
"Heaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti menyentak kudanya yang terus bergerak cepat, melompati beberapa orang prajurit kerajaan yang mencoba menghalangi.
"Pendekar Rajawali Sakti, jangan khawatir! Aku membantumu...!"
Terdengar sebuah teriakan yang diikuti berkelebatnya sesosok tubuh. Dan sosok itu langsung menghajar para prajurit kerajaan yang mencoba menghalangi niat si Pendekar Rajawali Sakti.
Bret! Trang! Gras!
"Aaa...!"
Beberapa orang prajurit kerajaan langsung ter?jungkal disertai pekik kesakitan dalam keadaan bermandikan darah. Sesosok tubuh itu bergerak cepat sekali, dan tidak mampu diimbangi para prajurit ke?rajaan. Sehingga untuk sesaat mereka mengalihkan perhatian padanya. Sementara Pendekar Rajawali Sakti akhirnya lolos dari kepungan.
Kuda yang mampu bergerak secepat angin itu terus meninggalkan kotaraja. Bahkan telah jauh dari para prajurit Kerajaan Banyuasin yang tadi mengepungnya. Begitu merasa aman, Rangga menghentikan laju kudanya. Dan dia segera menunggu bebe?rapa saat. Kemudian terlihat sekelebat bayangan hitam mendekat ke arahnya, lalu menjejakkan ke?dua kaki di hadapan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm, sekarang ikuti aku! Kanjeng Gusti Ayu Diah Kameshwari telah menunggu kehadiranmu!" kata sosok bayangan hitam itu.
"Srikatan, aku berterima kasih atas pertolonganmu. Tapi bukan berarti aku mempercayaimu..."
"Pendekar Rajawali Sakti! Aku tidak punya waktu untuk menunggu kepercayaanmu padaku. Bre Bendari akan terus mengejar kita. Dia berhasil mempengaruhi sebagian prajurit kerajaan. Kau tidak akan pernah aman berada di kotaraja!" sahut sosok bayangan hitam yang ternyata Srikatan seraya mencabut pedang, dan menyerahkannya pada Pendekar Rajawali Sakti. "Pegang pedangku ini sebagai jaminan. Kau boleh membunuhku, begitu tahu kalau aku seorang pengkhianat!"
Rangga tertegun sesaat mendengar penegasan Srikatan. Kemudian dia menghela napas pendek.
"Baiklah, aku percaya padamu. Simpan pedangmu. Dia lebih berguna bagi pemiliknya sendiri."
"Terima kasih. Ayo, kita harus bergerak cepat. Kanjeng Gusti Ayu telah menunggumu!" ajak Sri?katan, langsung berlari lebih dulu.
"Heaaa...!"
Rangga segera menghela kudanya, mengikuti Srikatan dan belakang. Mereka menuju kotaraja bagian selatan. Tak lama mereka bergerak, terlihat iring-iringan yang tengah berhenti seperti melepas lelah. Di tengahnya, terdapat sebuah kereta kuda yang amat indah. Dan di sekelilingnya, dijaga pasukan kerajaan bersenjata lengkap. Rangga agak ragu mendekat. Dan dia langsung curiga kalau hal itu hanya pancingan belaka.
"Kenapa berhenti" Bukankah kau telah per?caya padaku...?" Tanya Srikatan.
"Srikatan! Kalau kau menipuku, maka akan kukejar ke mana pun kau menyembunyikan diri!" kata Pendekar Rajawali Sakti mengingatkan.
"Kau mulai tidak percaya?" gadis itu tersenyum. "Aku akan berada di dekatmu, sehingga akan mudah menggorok leherku kalau ternyata aku membohongimu!" lanjut Srikatan menegaskan kembali.
Dengan langkah ragu, Pendekar Rajawali Sakti mengikuti. Belum jauh mereka melangkah, di depan telah menyambut seorang laki-laki berbadan kekar bersenjatakan pedang di pinggang.
"Beliau adalah Panglima Keempat, bernama Ki Bandawasa!" ujar Srikatan, memperkenalkan pada Rangga yang saat ini telah turun dan kudanya.
Laki-laki bernama Ki Bandawasa memberi hormat yang dalam, ketika Srikatan memperkenalkan Pendekar Rajawali Sakti.
Srikatan kemudian membungkuk hormat di samping kereta kuda yang tertutup rapat dengan tirai besi berjeruji, berlapiskan kain sutera berwama kuning.
"Kanjeng Gusti Ayu, hamba membawa Pende?kar Rajawali Sakti kehadapan, Kanjeng?"
"Hm?"
Tirai kain itu terbuka. Dan dari dalam, terlihat seraut wajah cantik yang tersenyum sambil mengangguk kecil.
"Gusti Ayu, terimalah hormat hamba!" ujar Rangga langsung merangkapkan kedua tangan dengan tubuh membungkuk sedikit.
"Kaukah Pendekar Rajawali Sakti...?" Tanya wanita cantik yang tak lain Gusti Ayu Diah Kamesh?wari dengan suara halus.
"Benar.... Hambalah orangnya."
"Kisanak... Kudengar kau telah menyelamatkan mustika kerajaan yang amat berharga. Sudikah kau memperlihatkannya padaku?"
Rangga terdiam sesaat. Kemudian, dikeluarkan sebuah pisau bergagang mahkota dan balik baju di bagian pinggang. Lalu diangsurkannya pada Gusti Ayu Diah Kameshwari yang mengamatinya dengan seksama.
"Benar. Ini adalah benda kerajaan yang amat berharga..." kata Gusti Ayu Diah Kameshwari lirih.
Lalu, wanita itu memandangi Pendekar Raja?wali Sakti.
"Kisanak, apakah yang bisa kuberikan untuk membalas kebaikan hatimu menyelamatkan benda kerajaan ini?" Tanya Gusti Ayu Diah Kameshwari.
Belum juga Pendekar Rajawali Sakti sempat menjawab...
"Diah Kameshwari! Kau tidak berhak atas mus?tika itu! Akulah yang sesungguhnya paling berhak menyerahkannya pada Kanjeng Gusti Prabu!"
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Bre Bendari...?"
Wanita di dalam kereta kuda itu terkejut, me?lihat kehadiran seorang wanita yang tak lain Bre Bendari, tengah berkacak pinggang tidak jauh dari situ.
? *** ? Seluruh prajurit kerajaan yang mengiringi rombongan Gusti Ayu Diah Kameshwari segera bersiaga, ketika melihat kemunculan prajurit-prajurit kera?jaan lain yang mengiringi kehadiran Bre Bendari.
Rangga tersenyum kecil.
"Hm" Ternyata dugaanku tidak salah. Saras?wati sesungguhnya adalah Bre Bendari, selir Kan?jeng Gusti Prabu yang berhati licik!"
Kemudian Pendekar Rajawali Sakti memalingkan wajah pada Gusti Ayu Diah Kameshwari, dan langsung mengangsurkan mustika di tangannya.
"Gusti Ayu terimalah mustika ini. Kau berhak memberikannya langsung pada Kanjeng Gusti Pra?bu. Sampaikan salamku pada beliau...," ucap Pen?dekar Rajawali Sakti.
'Terima kasih, Kisanak..," sahut wanita itu. "Aku akan menyampaikan salammu pada Kanjeng Gusti Prabu."
"Keparat! Berikan mustika itu padaku...!" teriak Bre Bendari.
Seketika wanita selir Kanjeng Gusti Prabu Banyuasin itu, memberi perintah pada prajurit kera?jaan yang datang besertanya, untuk merampas mustika. Namun, para prajurit kerajaan yang dipimpin Ki Bandawasa tidak tinggal diam. Dan mereka segera menghadang.
Maka pertempuran di antara kedua belah pihak tidak dapat dihindari lagi. Denting senjata dan teriak kesakitan segera memenuhi tempat itu, bersama darah segar yang membanjir dari tubuh-tubuh yang naas.
'Yeaaa...!'"
Bre Bendari langsung melompat ke arah kereta kuda yang dihuni Gusti Ayu Diah Kameshwari.
"Kanjeng Gusti Ayu! Biar yang satu ini hamba hadapi!" seru Srikatan, langsung melompat memapak serangan Bre Bendari.
Rangga hanya menggeleng lemah. Diperhatikannya barang sejenak pertempuran hebat itu. Jumlah mereka kelihatan seimbang dan sama kuat. Sadewa yang datang bersama Bre Bendari, dihadapi Ki Bandawasa. Sementara Bre Bendari sendiri rasanya sulit untuk menjatuhkan Sri-katan yang bergerak secepat angin.
Namun, mendadak saat itu juga berkelebat beberapa sosok tubuh berselubung kain hitam yang langsung menghajar pasukan kerajaan yang dipimpin Ki Bandawasa. Gerakan mereka ringan sekali. Dan dengan pedang di tangan, prajurit-prajurit ke?rajaan yang dipimpin Ki Bandawasa banyak yang tewas.
Bret! Cras! "Aaa...!"
"Hm...!"
Rangga menggumam, kemudian meraih sebatang tombak yang tergeletak di tanah. Seketika Pendekar Rajawali Sakti langsung menyerang me?reka.
Trang! Bres! "Aaa...!"
"Heh"!"
Orang-orang berselubung kain hitam itu terkejut. Seorang dari mereka tewas di ujung tombak pemuda berbaju rompi putih itu. Rangga bergerak cepat menghajar dua orang terdekat.
Kedua orang itu bermaksud menangkis. Na?mun, ayunan tombak Pendekar Rajawali Sakti demikian kuatnya.
Trang! Pedang di tangan orang bertopeng itu terpental. Dan seketika itu pula ujung tombak di tangan si Pendekar Rajawali Sakti langsung menghujam ke dada mereka.
Bres! "Wuaaa...!"
Kedua orang itu kontan memekik kesakitan Mereka terjungkal ke tanah dengan tubuh bermandikan darah.
"Yeaaat...!"
Tiga orang laki-laki bertopeng hitam langsung menyerang Pendekar Rajawali Sakti bersamaan. Namun dengan cepat Rangga mengibaskan tombak di tangannya.
Kedua pedang orang-orang bertopeng hitam itu berhasil dipapak Pendekar Rajawali Sakti. Namun seorang lagi dengan cerdik menghindarkan diri dari hantaman tombak Rangga. Dia bermaksud mencuri kesempatan. Namun sebelum bergerak menyerang, satu tendangan menggeledek dari Rangga menghantam dadanya.
Dukh! "Aaakh...!"
Bersamaan dengan itu, si Pemuda berputar. Ujung tombaknya langsung menyambar ke arah leher lawan yang lain.
Bret! "Aaa...!"
Orang itu memekik setinggi langit. Begitu am?bruk di tanah, dia tewas seketika. Sementara seo?rang laki-laki bertopeng hitam yang tersisa melen?ting dengan nekat ke arah si Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaat...!"
"Hiiih!"
Cepat bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti melempar tombaknya ke arah tubuh orang berto?peng hitam itu yang tengah mengapung di udara.
Blesss! "Aaa...!"
Orang itu memekik menyayat. Tombak itu menembus dada kirinya, melesak hingga ke pangkal. Tubuhnya langsung ambruk dan tewas setelah menggelepar-gelepar sesaat. Mati!
Kini Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan pertempuran lainnya. Panglima Sadewa tidak tam?pak. Mungkin sudah tewas. Karena yang terlihat saat ini, Panglima Bandawasa tengah mengamuk hebat menyerang prajurit-prajurit kerajaan yang dibawa Bre Bendari. Sedangkan Srikatan tengah mendesak lawannya dengan hebat. Dan, tinggal menunggu waktu saja untuk menghabisinya, atau menangkap hidup-hidup.
"Mereka akan bisa mengatasi keadaan ini...," gumam Pendekar Rajawali Sakti pelan segera me?lompat ke punggung kudanya dan berlalu dari tem?pat ini.
Semua tindakan Pendekar Rajawali Sakti agak?nya tidak lepas dari perhatian wanita di dalam kereta kuda yang memang Kanjeng Gusti Ayu Diah Kameshwari, permaisuri Kanjeng Gusti Prabu!
"Terima kasih atas bantuanmu. Kisanak. Terima kasih." gumam wanita itu lirih. "Kau telah menyelamatkan Kerajaan Banyuasin ini...."
? SELESAI ? ? Scanned by Clickers
Edited by Adnan Sutekad
PDF: Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Hikmah Pedang Hijau 6 Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya Karya Tak Diketahui Keris Pusaka Sang Megatantra 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama