Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun Bagian 1
Seri P. Rajawali Sakti 136
Singa Gurun Djvu bu Syauggy_ar
TXT by Raynold www.tagtag.com/ taman bacaan/
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info
1 Seekor kuda hitam dengan tubuh tinggi gagah, berjalan
perlahan-lahan membawa seseorang ber-baju serba hitam
juga. Kepala orang itu diselubungi kain hitam, hingga
menutupi seluruh wajahnya. Dia duduk terangguk-angguk
di punggung kuda hitam-nya, seakan tidak peduli ke mana
arah yang akan dituju. Sedikit pun dia tidak memperhatikan
sekitar-nya. Sementara, siang ini matahari bersinar teramat terik.
Seakan dengan sinarnya seluruh makhluk yang hidup di
atas permukaan bumi ingin dibakar-nya. Begitu terik dan
menyengatnya, hingga pepo-honan tampak mengenng.
Rerumputan terlihat me-ranggas, seperti tak akan pernah
lagi tumbuh di atas tanah yang mulai merengkah karena tak
ter-sentuk air.
"Hieeegkh...!"
Entah kenapa, tiba-tiba saja kuda hitam itu meringkik
keras sambil mengangkat kedua kaki depan-nya tinggitinggi ke atas. Dan pada saat itu juga, tangan kiri orang
berbaju serba hitam yang me-nunggang kuda mengibas,
tepat di saat terlihat sesuatu yang bercahaya kuning
keemasan melesat cepat bagai kilat ke arahnya.
Bet! Lengan baju yang besar dan longgar, mengibas benda
kunjng keamasan itu seperti kipas. Sehingga, benda kuning
keemasan itu terpental ke samping kin, dan langsung
menghantam sebongkah batu yang berada tidak jauh di
sebelah kiri penunggang kuda hitam itu. Lalu....
Glarrr...! Seketika itu juga, terdengar ledakan dahsyat menggelegar. Kontan saja kuda hitam itu terkejut, langsung
meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya
tinggi-tinggi ke atas. Akibatnya orang yang menunggangi
terpaksa harus melompat ke atas, langsung berputaran
beberapa kali di udara. Dan dengan gerakan begitu indah,
kedua kaki-nya menjejak di atas tanah berdebu yang
merekah terbakar. Sedangkan kuda tunggangannya sudah
melesat cepat, meninggalkannya.
"Keparat...!" geram orang berbaju hitam itu kesal.
Orang itu langsung mengedarkan pandangannya ke
sekeliling, mencari orang yang tiba-tiba menyerangnya tadi.
Tapi, tidak seorang pun terlihat di tempat ini, selain dirinya
sendiri. Hanya bebatuan dan pepohonan yang meranggas
saja terlihat di sekitarnya. Tapi ketika wajahnya yang
tertutup kain hitam itu tertuju lurus ke depan, mendadak
saja.... Wusss...! "Hap!"
Cepat orang berselubung kain hitam itu melen-img ke
atas, ketika tiba-tiba saja terlihat sebuah benda bercahaya
kuning keemasan kembali melesat begitu cepat bagai kilat,
menerjang ke arahnya. Dan benda melesat, lewat sedikit di
bawah kedua lelapak kakinya. Beberapa kali tubuhnya
berputaran di udara, kemudian dengan gerakan manis sekali
kedua kakinya kembali menjejak tanah.
Pada saat itu juga, terlihat sebuah bayangan berkelebat
cepat tidak jauh di depannya. Tanpa membuang-buang
waktu lagi, orang besbaju longgar serba hitam itu, cepat
melesat dengan kecepat-an tinggi. Langsung dikejar
bayangan yang terlihat hanya sekilas itu. Cepat sekali
gerakannya, hingga bentuk tubuhnya lenyap seketika. Dan
yang terlihat hanya bayangan hitam berkelebat begitu cepat,
melewati sebongkah batu sebesar kerbau.
"Hap! Yeaaah...!"
Sambil berteriak nyaring, orang itu melesat ke atas
sebongkah batu besar. Lalu hanya dengan menotokkan
sedikit ujung jari kakinya saja di atas per-mukaan batu,
tubuhnya kembali melesat cepat mengejar bayangan hijau
yang berkelebat di depannya.
"Hiyaaa...!"
Kembali orang itu berteriak keras. Kekuatannya
langsung dikempos, hingga melesat ke atas. Cepat sekali
lesatannya, hingga akhirnya mampu melewati bayangan
hijau yang berkelebat cepat pula, melintasi beberapa buah
batu besar menuju sebuah hutan yang meranggas kering.
Tampak orang berbaju hitam longgar itu melakukan
beberapa kali putaran di udara, lalu manis sekali
menjejakkan kedua kakinya di tanah.
"Hap!"
"Oh..."!"
*** "Siapa kau"! Kenapa kau menyerangku tanpa alasan..."!"
Begitu dalam dan dingin nada suara orang berbaju serba
hitam yang tidak terlihat wajahnya. Sedangkan di depannya
berdiri seseorang bertubuh ramping, terbungkus baju ketat
berwarna hijau. Wajahnya sulit dikenali, karena mengenakan sebuah cadar wama hijau yang agak tebal.
Hanya kedua bola matanya saja yang terlihat, karena tidak
tertutup cadar. Tapi dari bentuk tubuhnya, sudah bisa
dipastikan kalau dia seorang wanita yang berkulit putih
halus. Sedangkan orang berpakaian serba hitam yang seluruh
kepalanya ditutupi kain hitam seperti penderita penyakit
kusta, sudah bisa dipastikan adalah laki-laki. Itu bisa
diterka dari suaranya yang besar dan berat.
Untuk beberapa saat, kedua orang itu terdiam saling
berdiri berhadapan berjarak sekitar lima langkah. Tidak ada
seorang pun yang membuka suara. Bahkan pertanyaan dari
orang berbaju hitam itu sama sekali tidak dijawab
penyerangnya. Sorot mata wanita bercadar hijau itu sangat indah,
namun terlihat begitu tajam, seakan hendak menembus
langsung ke balik kain kerundung hitam yang menutupi
seluruh kepala dan wajah orang di depannya. Dan perlahan
wanita bercadar hijau itu menggeser kakinya ke kanan
beberapa langkah. Namun, sorot matanya masih tetap
terlihat begitu tajam menusuk.
"Siapa kau, Nisanak" Kenapa menyerangku tanya lakilaki berbaju serba hitam itu lagi, masih dengan nada
terdengar besar dan berat Seakan-akan dari suaranya
mengandung suatu penderitaan yang teramat berat.
"Hhh! Kau tidak perlu tahu, siapa aku. Serahkan saja
dirimu. Atau, kau akan mati di sini!" ketus sekali jawaban
wanita bercadar itu.
"Hm.... Aku tidak kenal denganmu, Nisanak. Kenapa
kau ingin membunuhku?"
"Banyak omong! Hiyaaat...!"
Tanpa banyak bicara lagi, wanita bercadar hijau itu
langsung saja melompat menyerang. Pedangnya yang sejak
tadi tergantung di pinggang cepat dicabut, dan langsung
dikibaskan tepat mengarah ke batang leher yang tertutup
kain hitam pekat itu.
Bet! "Haiiit...!"
Namun dengan gerakan yang indah sekali, orang berbaju
serba hitam yang tidak kelihatan wajahnya ini, cepat
menarik kakinya ke belakang sambil mengegoskan kepala.
Hingga tebasan pedang lawannya hanya lewat saja di depan
tenggorokannya. Dan pada saat itu juga, tubuhnya cepat
merunduk sambil mengibaskan tangan kanannya ke depan.
Seakan, dia ingin memberi satu sodokan ke perut wanita
ini. "Hih!"
Bet! Untung saja wanita bercadar hijau itu, cepat melompat
ke belakang, sambil mengebutkan pedangnya ke depan
perut Tindakan itu membuat lawannya terpaksa harus cepat
menarik tangannya. Dan tanpa diduga sama sekali, orang
berbaju serba hitam itu memutar tubuhnya sambil
melompat ke depan. Dan saat itu juga, dengan kecepatan
bagai kilat diberikannya satu tendangan berputar yang
begitu cepat, sehingga....
"Ikh..."!"
Wanita itu memekik kaget Dia berusaha menghindar
dengan melompat ke samping, tapi tanpa diduga sama
sekali laki-laki berbaju serba hitam itu sudah lebih cepat
melepaskan satu pukulan lurus dengan tangan kiri yang
begitu cepat Akibatnya, wanita itu tidak dapat lagi berkelit
menghindar. Dan. .
Begkh! "Akh...!"
Wanita itu kontan memekik keras agak tertahan dengan
tubuh terpental ke belakang, begitu pukulan lurus tangan
kiri lawannya bersarang tepat di dada sebelah kanan. Dan
pada saat itu juga, laki-laki berbaju serba hitam ini sudah
melesat cepat mengejar sambil berteriak lantang menggelegar. Bagaikan kilat dilepaskannya satu tendangan
menggeledek yang sangat keras, disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi. Begitu cepat serangannya, membuat wanita
bercadar hijau itu tidak sempat lagi berkelit menghindar.
Terlebih lagi, tubuhnya saat itu tengah melayang di udara.
Dan ini membuatnya tidak mungkin lagi menghindari
serangan. Maka...
Begkh! "Aaakh...!"
Kembali terdengar satu jeritan panjang melengking
tinggi. Dan tubuh ramping berbaju hijau ketat itu seketika
terpental semakin daas, hingga punggungnya menghantam
sebatang pohon kayu kering.
Pohon itu langsung hancur berkeping-keping, sementara
wanita bercadar hijau ini ambruk bergelimpangan di tanah
kering meranggas terbakar matahari. Terdengar lagi pekikan
agak tertahan, saat tubuh yang ramping itu jatuh
menghantam tanah dengan keras.
Sementara, laki-laki berbaju serba hitam itu sudah berdiri
tegak memandangi lawannya yang berusaha bangkit berdiri.
Namun belum juga bisa berdiri, segumpal darah kental
berwarna agak kehitaman sudah terlompat keluar dari
mulutnya yang tertutup cadar kain hijau.
"Hoaaakh...!"
Sambil memegangi dadanya yang terasa sesak, wanita itu
berusaha bangkit berdiri. Dan baru saja bisa berdiri,
lawannya sudah melompat bagai kilat sambil mengibaskan
tangan kiri ke wajah yang tertutup cadar. Begitu cepat
gerakannya, hingga wanita ini tidak sempat lagi
menghindar. Dan....
Bret! "Auwh...!"
Hanya sekali saja mengibaskan tangan, laki-laki berbaju
serba hitam itu sudah berhasil merenggut cadar yang
dikenakan wanita lawannya. Dan saat itu juga, terlihat
seraut wajah cantik bagai seorang dewi yang baru turun dari
kahyangan. Laki-laki berbaju serba hitam itu tampak tertegun,
melihat lawannya ternyata seorang wanita yang berparas
begitu cantik. Hingga untuk beberapa saat dia terdiam,
memandangi dari balik sehi-bung kain hitam yang
menutupi seluruh kepala dan wajahnya.
"Keparat..! Kubunuh kau, Iblis...!" geram wanita itu
berang, karena wajahnya sudah dapat diketa-hui. "Hiyaaat!"
Tanpa banyak bicara lagi, wanita berbaju hijau ketat itu
langsung melompat. Tidak dipedulikan lagi luka yang
diderita dalam dirinya. Cepat sekali tubuhnya melesat,
langsung membabatkan pedangnya ke batang leher laki-laki
berbaju serba hitam longgar yang tidak kelihatan wajahnya.
"Haps!"
Tapi hanya dengan mengegoskan kepala sedikit saja,
laki-laki itu bisa mengelakkannya. Dan cepat sekali tangan
kirinya bergerak menyodok ke a rah perut. Namun sebelum
sodokannya sampai, wanita berbaju hijau ini sudah
memutar pedangnya ke bawah. Sehingga, lawannya
terpaksa harus cepat menarik pulang sodokannya.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring, wanita cantik berbaju hijau itu
melenting ke atas. Dan dengan kecepatan bagai kilat,
dilepaskannya satu tendangan meng-geledek yang disertai
pengerahan tenaga dalam, tepat ke arah dada lawannya.
Meskipun sudah mengerahkan seluruh kemampuan yang
dimilikinya, tapi tendangan wanita cantik berbaju hijau itu
masih juga dapat dielakkan hanya dengan mengegoskan
tubuhnya saja. "Hup! Yeaaah...!"
*** Dan sebelum wanita cantik itu bisa turun, cepat sekali
laki-laki berbaju hitam longgar ini sudah melenting ke atas
mengejarnya.
Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan dengan gerakan cepat sekali, dilepaskannya satu pukulan keras menggeledek yang
mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi.
Begitu cepat serangannya, hingga wanita cantik ini tidak
dapat lagi berkelit menghindar. Dan....
Desss! "Aaakh...!"
Kembali wanita itu menjerit, begitu dadanya terkena
pukulan yang sangat keras dan mengandung pengerahan
tenaga dalam tinggi. Begitu kerasnya, membuat tubuhnya
yang ramping terpental jauh ke belakang, dan keras sekali
menghantam tanah kering dan berdebu ini. Saat itu juga
terdengar kembali pekikan tertahan. Tampak wanita itu
bergelimpangan beberapa kali di tanah. Tubuhnya yang
berkeringat, jadi kotor oleh debu yang menempel.
Sementara laki-laki berbaju serba hitam yang wajahnya
tidak kelihatan itu, sudah kembali meluruk deras mengejar
sambil mengeluarkan teriakan keras menggelegar. Sementara tangan kanannya sudah terkepal naik, hingga
sejajar bahu. "Hiyaaat..!"
Tidak ada lagi kesempatan bagi wanita itu untuk berkelit
menghindari serangan. Dan dia hanya bisa mendelik,
melihat arus serangan yang begitu cepat dahsyat luar biasa.
Begitu dahsyatnya, hingga, kepalan tangan kanan laki-laki
berbaju serba hitam itu terlihat jadi memerah seperti
terselimut api.
Namun di saat pukulan itu sedikit lagi menghantam
tubuh wanita muda ini, mendadak saja terlihat sebuah
bayangan putih melesat dengan kecepatan bagai kilat,
menyambar tubuh wanita muda yang sudah tergolek tidak
berdaya lagi. Dan....
"Keparat..!"
Laki-laki berbaju serba hitam itu jadi mengumpat geram
setengah mati, melihat calon korbannya tiba-tiba saja
lenyap bagai tersambar setan. Akibatnya, pukulan yang
sangat dahsyat itu hanya menghantam tanah kosong,
tempat wanita itu tadi tergeletak tidak berdaya. Begitu
dahsyatnya pukulan itu, membuat tanah yang terhantam
jadi terbongkar hingga membuat lubang cukup besar. Debu
langsung membubung tinggi ke angkasa, bersama gumpalan
tanah yang terbongkar dan rerumputan kering.
"Setan! Ke mana kau, Perempuan Jalang...!" bentak lakilaki itu berang setengah mati.
Tapi wanita itu bagaikan lenyap tertelan bumi saja.
Sedikit pun tidak terlihat, ke mana perginya. Bahkan
bayangannya sekali pun. Yang terlihat tadi hanya sebuah
bayangan putih berkelebat, menyambar wanita itu dengan
cepat. Sulit diketahui, dari arah mana datangnya bayangan
itu. Dan, ke arah mana perginya. Kepala yang terselubung
kain hitam itu bergerak ke kanan dan ke kin, sepertinya
tengah mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia
memang berusaha mencari wanita yang tadi hampir saja
hancur terkena pukulannya yang sangat dahsyat itu.
Tapi, tidak terlihat seorang pun lagi di tempat ini. Hanya
gundukan bebatuan dan pepohonan yang meranggas kering
saja yang terlihat di sekitar-nya. Laki-laki berbaju hitam ini
semakin gusar saja. Sambil mengumpat dan memaki kesal,
kakinya melangkah menghampiri kudanya yang sejak tadi
menunggu agak jauh dari tempat pertarungan itu. Tapi baru
saja berjalan beberapa langkah, mendadak saja....
"Berhenti kau, Singa Gurun...!"
"Heh..."!"
Setengah mati laki-laki berpakaian serba hitam ini
terkejut, ketika tiba-tiba saja terdengar bentakan keras
menggelegar dari belakang. Cepat tubuhnya berbalik. Pada
saat itu juga, terlihat sebuah bayangan hijau berkelebat
cepat ke arah laki-laki berbaju serba hitam yang menutupi
seluruh kepala dan wajahnya dengan kain hitam. Begitu
cepat bayangan itu berkelebat, sehingga orang berpakaian
serba hitam yang tadi dibentak dengan panggilan si Singa
Gurun jadi tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan....
Plak! "Akh...!"
Orang berpakaian serba hitam itu jadi terpekik, ketika
badannya terasa seperti dihantam sebuah palu godam yang
beratnya ribuan kati. Seketika, Singa Gurun terpental ke
belakang deras sekali. Dan punggungnya langsung
menghantam sebongkah batu sebesar kerbau. Begitu
kerasnya, hingga batu itu hancur berkeping. Sedangkan
Singa Gurun terus jatuh bergelimpangan di antara pecahan
batu. Beberapa kali laki-laki berpakaian serba hitam itu
bergulingan di tanah, kemudian cepat melompat bangkit
berdiri. Dan pada saat kedua kakinya baru saja menjejak
tanah, kembali terlihat bayangan hijau melesat bagai kilat
menerjangnya. Tapi, kali ini Singa Gurun tidak ingin lagi
kecolongan untuk kedua kalinya. Cepat tubuhnya indenting
ke kiri dan berputaran dua kali di udara, menghindari
terjangan bayangan hijau itu.
"Hap!"
Manis sekali Singa Gurun menjejakkan kedua kakinya
kembali ke tanah, dan secepat itu pula tubuhnya berbalik
Pada saat itu juga, bayangan hijau yang menyerangnya tadi
juga bergerak berputar. Tapi melihat orang yang diserang
langsung mema-sang sikap menanti serangan, orang yang
berpakaian serba hijau itu jadi mengurungkan niat untuk
kembali menyerang. Dan dia berdiri tegak dengan jarak
sekitar dua batang tombak.
"Rampayak...," desis laki-laki berpakaian serba hitam
dingin dan pelan. Begitu pelannya, hampir tidak terdengar
telinganya sendiri.
Dari balik kain kerudung yang menutupi seluruh kepala
dan wajahnya, Singa Gurun menatap laki-laki berusia
setengah baya bertubuh tegap berotot, tengah berdiri tegak
berjarak sekitar dua batang tombak di depannya. Tampak di
pinggang sebelah kiri, tergantung sebilah pedang berukuran
sangat panjang. Dia juga menatap tajam, seakan hendak
menembus kain kerudung hitam yang menutupi seluruh
wajah orang di depannya.
"Tidak ada gunanya kau menyamar seperti orang kusta,
Singa Gurun. Ke mana pun pergi, aku tetap akan
mencarimu untuk menagih hutang nyawa saudaraku!"
terdengar dingin sekali nada suara laki-laki setengah baya
yang berbaju wama hijau ketat dan dikenal sebagai
Rampayak itu. "Hm.... Aku tidak ada urusan denganmu, Rampayak,"
desis orang berpakaian serba hitam yang disebut sebagai si
Singa Gurun tidak kalah dinginnya.
"Phuah! Apa katamu, heh..."! Apa kau sudah melupakan
perbuatanmu pada saudaraku di Gunung Katung..." Apa
kau sudah melupakan semua perbuatan iblismu itu, hah..."!
Buka kerudung jelekmu itu, Singa Gurun! Agar aku bisa
melihat tampangmu yang jelek!" bentak Rampayak pedas.
Tapi si Singa Gurun tetap saja diam membisu. Sedikit
kepalanya diangkat ke atas, hingga cahaya kedua bola
matanya terlihat di balik kerudung hitam yang menutupi
seluruh kepala dan wajahnya. Begitu tajam, berbentuk bulat
seperti mata seekor singa berwarna kehijauan. Sorotan mata
yang aneh ini terlihat sangat tajam. Seakan, ingin melumat
remuk seluruh tubuh Rampayak bulat-bulat Tapi tatapan
mata yang sangat tajam itu malah dibalas Rampayak
dengan sorot yang tidak kalah tajamnya. Hingga untuk
beberapa saat, mereka saling berdiam diri membisu dan
hanya saling bertatapan tajam.
Seakan, mereka sedang mengukur tingkat kepandaian
yang dimiliki masing-masing.
"Dengar, Rampayak.... Semua yang terjadi di Gunung
Katung bukan keinginan dan kesalahanku. Saudaramu
sendirilah yang memulai. Dia menantang dan ingin
membunuhku. Apakah aku salah kalau berusaha membela
diri...?" datar sekali nada suara si Singa Gurun.
"Aku tidak pandai bersilat lidah sepertimu, Singa Gurun.
Kita tuntaskan saja urusan ini sekarang juga. Dan aku tidak
akan berhenti mengejarmu, kalau belum melihat darahmu
mengalir dan tubuhmu jadi santapan anjing-anjing liar!"
bentak Rampayak kasar, sambil menyemburkan ludahnya
dengan berang. "Hm.... Kau belum pantas untuk berhadapan denganku,
Rampayak Pergilah.... Belajarlah dua puluh tahun lagi,
sebelum benar-benar mampu untuk berhadapan denganku,"
ujar Singa Gurun tetap datar suaranya terdengar.
"Setan...! Rasakan pedangku ini! Hiyaaat..!"
Cring! Kemarahan Rampayak langsung memuncak, saat dirinya
direndahkan begitu rupa. Sambil membentak lantang
diiringi teriakan keras menggelegar, pedangnya langsung
saja dicabut sambil cepat melompat menyerang. Secepat
kilat pula pedangnya dibabatkan langsung ke arah batang
leher orang berpakaian serba hitam ini.
"Hap!"
Namun si Singa Gurun sama sekali tidak berusaha
menghindar serangan. Dan tanpa diduga sama sekali, kedua
telapak tangannya dikatupkan, tepat di saat mata pedang
yang berkilatan tajam itu hampir menebas lehernya. Dan
tepat sekali kedua telapak tangan yang langsung merapat itu
menjepit mata pedang Rampayak.
"Keparat! Hih...!"
Rampayak jadi geram setengah mati, mendapati
pedangnya sudah terkunci di antara kedua telapak tangan
lawannya yang merapat di depan tenggorokannya sendiri.
Dengan pengerahan seluruh kekuatan tenaga dalam,
Rampayak mencoba menarik pedangnya. Tapi, sedikit pun
pedang itu tidak bergeming. Bahkan tanpa diduga sama
sekali, si Singa Gurun menghentakkan kaki kirinya ke
depan, tanpa merubah sikap tubuhnya sedikit pun juga.
Begitu cepat sentakan kaki orang berbaju serba hitam
yang longgar ini, membuat Rampayak jadi terbeliak kaget
setengah mati. Maka cepat tubuhnya melenting ke atas,
tanpa melepaskan genggaman pedang yang masth terjepit di
antara kedua telapak tangan lawannya.
"Yeaaah...!"
Saat tubuhnya berada di atas ini, Rampayak cepat
berputar dengan bertumpu pada pedangnya sendiri. Lalu
cepat sekali dilepaskannya satu pukulan berputar dengan
tangan kiri, yang diarahkan langsung ke kepala lawannya.
"Haiiit..!"
Namun hanya sedikit saja si Singa Gurun mengegoskan
kepala, serangan Rampayak dapat dihindari dengan mudah.
Dan tiba-tiba saja kedua tangannya yang menjepit pedang
dihentakkan ke atas. Begitu kuat tenaga dalamnya yang
dikerahkan, hingga membuat tubuh Rampayak jadi
terlempar tinggi ke angkasa.
Sudah barang tentu Rampayak jadi tersentak kaget
setengah mati. Tapi, dia tidak sempat lagi menguasai
keseimbangan tubuhnya yang melesat tinggi ke angkasa,
bagai hendak menembus gumpalan awan di langit Dan
pada saat itu juga....
"Hup! Hiyaaat..!"
Si Singa Gurun tiba-tiba saja melesat cepat bagai kilat ke
atas, mengejar lawannya yang masih belum bisa menguasai
keseimbangan tubuhnya. Dan sebelum Rampayak bisa
menyadari, tahu-tahu si Singa Gurun sudah melepaskan
satu pukulan keras lurus dengan tangan kanan. Begitu cepat
serangannya, hingga membuat Rampayak tidak sempat lagi
menghindarinya.
Begkh! "Aaakh...!"
*** 2 Bruk! "Akh...!"
Rampayak kembali memekik keras, ketika tubuhnya
mantap sekali terbanting di tanah. Dan tubuhnya
bergulingan beberapa kali di tanah yang merekah pecah dan
berdebu ini, sebelum bisa melompat bangkit berdiri. Tapi
pada saat itu juga, segumpal darah kental berwarna agak
kehitaman menyembur keluar dari mulutnya. Dan
tubuhnya jadi limbung, seakan-akan kedua kakinya tidak
kuat lagr menahan berat tubuhnya yang tegap dan berotot
ini. "Keparat...! Phuih!"
Rampayak menggeram sambil menyemburkan ludahnya
yang bercampur darah. Tangan kirinya memegangi
dadanya. Sungguh keras pukulan yang diterimanya tadi,
membuat tulang dadanya sebelah kiri seakan remuk
Rasanya begitu nyeri, membuat mulutnya meringis
kesakitan. Sementara itu, si Singa Gurun sudah kembali
berdiri tegak di depannya, dengan jarak sekitar dua batang
tombak. Tampak dari balik kerudungnya, sepasang bola
mata yang bulat dan berwarna agak kehijauan menyorot
tajam, menatap lurus ke bola mata Rampayak yang
memerah terbakar nafsu amarah.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Rampayak mengebutkan tangan kanannya
dengan gerakan cepat sekali.
Bet! Swing...! "Hup! Yeaaah...!"
Sedang Singa gurun terpaksa harus berjumpalitan di
udara, ketika Rampayak melepaskan senjata rahasia yang
berbentuk bintang perak dengan beruntun. Cepat sekali
Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lemparannya, hingga seakan-akan senjata bintang itu tidak
ada habisnya. Sekeliling tubuh si Singa Gurun terus
dihujani senjata rahasia berbentuk bintang itu. Entah berapa
puluh senjata bintang perak yang berdesingan di sekitar
tubuh si Singa Gurun. Tapi, tidak satu pun yang bisa
menyentuh ujung bajunya.
Gerakan-gerakan Singa Gurun memang sangat cepat luar
biasa. Sehingga, membuat bentuk tubuhnya lenyap dari
pandangan mata. Dan yang terlihat hanya bayangan hitam
berkelebat di antara puluhan bintang maut yang
berdesingan di sekitarnya.
"Hiyaaat..!"
Tiba-tiba saja, laki-laki berbaju hitam longgar itu melesat
tinggi ke atas. Dan tubuhnya langsung meluruk dengan
kecepatan bagai kilat ke arah Rampayak yang jadi terbeliak
kedua bolat matanya, melihat lawannya bisa melepaskan
diri dari terjangan senjata-senjata bintang mautnya.
"Hup! Yeaaah...!"
Sambil melompat berputar ke belakang, Rampayak
melepaskan sepuluh senjata bintangnya sekaligus untuk
mencoba menghadang serangan lawannya. Tapi manis
sekali si Singa Gurun bisa menghindarinya. Bahkan cepat
bagai kilat, laki-laki berbaju hitam itu terus menerjang
sambil melepaskan satu pukulan dahsyat, dengan tangan
kanan sudah berwarna merah membara seperti terbakar.
"Yeaaah...!"
"Hup!"
Cepat-cepat Rampayak melenting ke belakang sambil
berputaran, menghindari serangan maut dari lawannya.
Dan ini membuat pukulan yang dilepaskan si Singa Gurun
hanya menghantam tanah kosong. Dan seketika itu juga,
terjadi ledakan dahsyat dari tanah yang terhantam pukulan
maut tersebut Tampak debu dan bongkahan tanah
berhamburan, membubung tinggi ke angkasa. Sementara itu
terlihat bayangan hitam berkelebat di antara kepulan debu,
langsung meluruk deras sekali ke a rah Rampayak. Begitu
cepat gerakan si Singa Gurun, membuat Rampayak jadi
terperanjat kaget. Sungguh tidak disangka kalau lawannya
akan terus melan-carkan serangan tanpa henti.
"Hih!"
Bet! Cepat-cepat Rampayak mengebutkan pedangnya ke
depan. Tapi tanpa diduga sama sekali, si Singa Gurun cepat
melenting ke atas, hingga melewati atas kepalanya. Dan
tahu-tahu, dia sudah berada di belakangnya. Maka saat itu
juga, satu pukulan keras menggeledek mengandung
pengerahan tenaga dalam tinggi dilepaskan sambil
mengeluar-kan teriakan keras menggelegar ke arah
punggung laki-laki setengah baya yang bertubuh tegap
berotot dan berbaju wama hijau daun ini. Begitu cepat
serangan si Singa Gurun, membuat Rampayak tidak dapat
lagi menghindarinya..Dan....
Begkh! "Akh...!"
Rampayak jadi terpekik, begitu pukulan keras yang
mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi mendarat
tepat di punggungnya. Seketika itu juga, dia jatuh
tersungkur mencium tanah. Tapi tubuhnya cepat digelimpangkan ke samping, dan langsung melompat
bangkit berdiri. Tampak darah mengucur deras dari
wajahnya yang hancur membentur tanah tadi
Dan pada saat itu juga, si Singa Gurun sudah melompat
cepat sekali sambil melepaskan satu tendangan menggeledek yang begitu cepat Rampayak yang baru saja
bisa berdiri, tentu saja tidak dapat lagi menghindari.
Maka.... Des! "Aaakh...!"
*** Kembali Rampayak menjerit keras, saat tendangan
lawannya tepat menghantam dada. Dan tubuh yang tegap
berotot itu kembali terpental, sejauh dua batang tombak ke
belakang. Keras sekali tubuh Rampayak jatuh menghantam
tanah yang merekah terbakar matahari.
Di saat tubuh Rampayak tengah telentang, Singa Gurun
sudah melesat cepat sekali. Dan tahu-tahu, kaki kanannya
sudah dijejakkan ke dada lawannya. Begitu keras
pijakannya, membuat Rampayak jadi menjerit keras. Dan
seketika itu juga, darah menyembur keluar dari mulutnya.
Hanya se-saat saja tubuhnya berkelojotan, kemudian meregang kaku dan diam tidak bergerak-gerak lagi. Singa Gurun
baru melepaskan pijakan kakinya, setelah lawannya
dipastikan sudah tidak bernyawa lagi. Dan kakinya segera
melangkah beberapa tindak, menjauhi lawannya yang
sudah tergeletak tidak bernyawa lagi.
"Huh...!"
Berat sekali si Singa Gurun mendengus. Kemudian
tubuhnya berbalik, dan melangkah menghampiri kudanya
yang sejak tadi terus seria menunggu. Dengan ayunan kaki
tenang, dia terus berjalan. Sepertinya, tidak pernah terjadi
sesuatu pada dirinya tadi. Laki-laki yang tidak ketahuan
rupa wajahnya ini mengambil tali kekang kudanya, lalu
melompat naik dengan gerakan indah sekali. Sejenak
kepalanya berpaling menatap tubuh Rampayak yang
tergeletak tidak bernyawa lagi, dengan darah membasahi
seluruh tubuhnya.
"Hiyaaa..!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, laki-laki berbaju
serba hitam yang kepala dan wajahnya selalu ditutupi kain
hitam itu langsung saja menggebah kencang kudanya.
Maka kuda hitam itu melesat cepat, seperti anak panah
yang dilepaskan dari busur. Cepat sekali kuda itu berpacu,
hingga dalam waktu sebentar saja sudah jauh meninggalkan
debu yang beterbangan di angkasa. Meninggalkan sosok
mayat laki-laki di tanah merekah yang terpanggang terik
mentari. Saat si Singa Gurun sudah tidak terlihat lagi, dari balik
batu-batu besar dan pepohonan bermunculan beberapa
orang yang langsung menghampiri Rampayak Tidak ada
seorang pun yang mengeluarkan suara. Mereka hanya
memandangi mayat Rampayak dengan sinar mata sukar
diartikan. Kemudian pandangan mereka berabh ke arah
kepulan debu yang semakin bergerak jauh, meninggalkan
tempat gersang itu. Dan di antara mereka, terlihat seorang
gadis cantik berbaju hijau ketat Di sampingnya, tampak
seorang pemuda berwajah tampan berbaju rompi putih,
dengan pedang bergagang kepala burung di punggungnya.
Pemuda itu menuntun seekor kuda hitam yang tinggi dan
gagah. Tapi, tidak lama orang-orang itu merubungi mayat
Rampayak. Dan mereka meninggalkannya begitu saja,
tanpa ada seorang pun yang bersuara dengan arah tujuan
masing-masing Dan kini yang tertinggal hanya gadis cantik
yang tadi sempat bertarung dengan si Singa Gurun itu, dan
pemuda berbaju rompi putih yang berdiri tegak di sebelah
kanannya. "Aku harus membalas kematiannya. Manusia ibhs itu
tidak bisa dibiarkan terus hidup menye-barkan malapetaka...," desis gadis cantik itu dingin, seakan bicara
pada diri sendiri.
"Siapa dia?" tanya pemuda di sebelahnya.
Gadis itu tidak langsung menjawab. Kepalanya berpaling
sedikit, menatap wajah tampan di sebelahnya dengan sinar
mata sukar dilukiskan. Kemudian dihembuskannya napas
panjang, seraya berbalik Perlahan kakinya terayun
meninggalkan mayat Rampayak Dan pemuda itu mengikuti
dari belakang. Sebentar saja ayunan langkah kakinya sudah
disejajarkan di samping kanan gadis ini. Beberapa saat
mereka masih belum ada yang membuka suara.
"Kenapa kau mengikutiku, Kisanak" Aku sudah
berterima kasih, setelah nyawaku kau selamatku. Tapi,
tidak selayaknya kau terus mengikutiku," tegur gadis itu.
Suaranya terdengar agak ketus, merasa tidak senang diikuti.
"Aku tidak mengikutimu, Nisanak. Maaf. Mungkin arah
yang kita tuju sama," sahut pemuda itu sopan.
"Hm...," gadis itu hanya menggumam sedikit
Dan dia tidak lagi bersuara. Tapi, kakinya masih saja
terus terayun periahan-lahan. Sedangkan pemuda berbaju
rompi putih itu tetap benalan di sebelahnya tanpa
mengeluarkan suara sedikit pun.
"Siapa namamu, Nisanak?" tanya pemuda itu membuka
percakapan lebih dulu, setelah cukup lama berdiam diri.
"Untuk apa kau tahu namaku?" gadis itu malah balik
bertanya bemada ketus.
"Aku hanya ingin tahu. saja. Siapa tahu, kita bisa
bertemu lagi," sahut pemuda tampan itu, masih tetap
ramah. "Aku harap, kita tidak perlu bertemu lagi. Dan kau tidak
perlu lagi mencampuri segala urusanku. Terima kasih atas
budi baikmu dalam menyelamatkan nyawaku. Satu saat
nanti, hutang nyawa ini akan kubayar," ujar gadis itu tetap
ketus nada suaranya.
Pemuda berbaju rompi putih ini jadi terdiam mendengar
jawaban yang sangat ketus dan tidak pernah diduganya. Dia
tampak terkejut, hingga ayunan kakinya terhenti. Sedangkan gadis cantik itu terus saja melangkah tanpa
peduli. "Hm.... Gadis yang keras...," gumam pemuda itu dalam
hati. "Siapa dia sebenarnya" Dan, ada urusan apa dia
dengan si Singa Gurun...?"
Berbagai macam pertanyaan langsung berkecamuk
dalam benak pemuda itu. Tapi, semua pertanyaan belum
bisa dijawabnya sekarang ini. Sedangkan gadis cantik itu
sudah jauh meninggalkannya.
Pemuda itu masih saja berdiri mematung memandangi,
sampai gadis itu lenyap ditelan lebatnya pepohonan yang
meranggas kering. Dan dia baru melompat naik ke
punggung kuda, lalu menggebahnya pedahan-lahan. Tapi
entah kenapa, arah yang dituju justru sama dengan yang
ditempuh gadis cantik itu. Apakah gadis itu tetap akan
diikutinya" Hanya dia yang tahu. Sedangkan daerah
gersang yang seperti tidak memiliki napas kehidupan itu
sudah kembali sunyi, tanpa terdengar suara apa-apa lagi.
Hanya desir angin saja yang masih terdengar, menyebarkan
udara kering. Sehingga membuat pepohonan semakin
banyak menggugurkan daun-daunnya.
Sementara pemuda berbaju rompi putih dengan pedang
bergagang kepala burung yang tersandang di punggung itu
sudah lenyap masuk ke dalam hutan. Tidak ada seorang
pun yang terlihat lagi. Hanya satu sosok mayat saja yang
kini tertinggal, tanpa ada yang peduli lagi.
*** Matahari belum lagi menenggelamkan diri di ufuk barat,
ketika terdengar teriakan-teriakan keras, disertai denting
suara senjata beradu dari balik sebuah bukit batu yang
kering, di seberang sebuah sungai yang juga hampir kering
airnya. Suara-suara itu memang jelas dari sebuah
pertarungan. Dan memang, di balik bukit batu itu sedang
terjadi sebuah pertarungan yang sangat tidak seimbang.
Seseorang berbaju longgar serba hitam, dengan seluruh
kepala dan wajahnya terselubung kain hitam, tengah
dikeroyok tidak kurang dari sepuluh orang bersenjatakan
golok. Sedangkan di sekitar pertarungan, sudah menggeletak sekitar lima belas orang tanpa nyawa lagi
dengan tubuh bersimbah darah.
Meskipun dikeroyok sepuluh orang, tapi jelas sekali
kalau orang berpakaian serba hitam yang ternyata Singa
Gurun itu bisa menguasai pertarungan. Bahkan baru saja
sekaligus merobohkan dua orang lawannya yang dipecahkan kepalanya. Dan sebentar kemudian, dua orang
lagi dibuat roboh tidak berdaya dengan dada remuk terkena
pukulan dahsyatnya. Tapi, enam orang lawannya yang
masih tersisa, tidak juga mau menyerah. Walaupun temanteman mereka sudah bergelimpangan jadi mayat, tapi terus
merangsek dengan sabetan golok yang cepat.
"Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, si Singa Gurun
memutar tubuhnya cepat sekali. Da saat itu juga,
dilepaskannya beberapa kali pukulan beruntun yang sangat
cepat luar biasa. Sehingga tiga orang lawan yang paling
Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat tidak dapat lagi menghindari. Dan ketiga orang itu
seketika menjerit, saat pukulan-pukulan dahsyat yang
dilepaskan Singa Gurun menghantam telak di tubuh
mereka. Seketika itu juga, ketiga orang itu berpentalan ke
belakang dan ambruk dengan nyawa melayang. Tampak
kepala dan dada mereka remuk, membuat darah
berhamburan keluar. Saat itu juga tiga orang yang tersisa
beriompatan mundur dengan raut wajah tersirat kegentaran.
Mereka semula menyerang dengan kekuatan dua puluh
lima orang. Dan kini hanya tersisa tiga orang saja.
Sedangkan lawan yang dihadapi hanya seorang diri. Itu saja
sudah menandakan, kalau kepandaian orang berpakaian
serba hitam yang selama ini dikenal berjuluk Singa Gurun
tidak bisa dipandang sebelah mata. Dan sangat sukar diukur
tingkatannya. Tiga orang yang tersisa ini tampak jadi ragu-ragu untuk
meneruskan pertarungan. Sementara di sekitarnya, tubuhtubuh temannya tampak bergelimpangan tidak bernyawa
lagi. Sedangkan si Singa Gurun juga tampaknya sudah tidak
ingin meneruskan pertarungan. Hanya dipandanginya tiga
orang lawan yang masih tersisa, dari balik kain selubung
hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya.
"Kenapa kalian diam..." Ayo, lawan aku!" bentak si
Singa Gurun lantang.
Tapi, ketiga orang itu masih saja tetap diam. Mereka
saling berpandangan beberapa saat, kemudian menggeser
kakinya perlahan secara bersamaan, mendekari laki-laki
berbaju serba hitam yang wajahnya tidak kelihatan. Mereka
berhenti melangkah, setelah jaraknya tinggal sekitar lima
tlndak lagi. Kemudian.... "Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Secara bersamaan, ketiga orang itu berlompatan
menyerang sambil mengibaskan golok. Tapi hanya
meliukkan tubuh sedikit tanpa menggeser kedua kakinya, si
Singa Gurun bisa menghindari semua serangan. Dan
dengan kecepatan bagai kilat, kedua tangannya berkelebat
sambil melompat sedikit. Begitu cepat gerakannya,
membuat tiga orang lawannya tidak bisa lagi menghindar.
Dan mereka kontan menjerit keras dengan tubuh
berpentalan ke belakang.
Hanya sedikit saja mereka menggeliat, kemudlian
mengejang kaku dan diam tidak bergerak-gerak lagi.
Sementara, si Singa Gurun hanya berdiri tegak memandangi lawan-lawannya yang sudah bergelimpangan
tidak bernyawa di sekelilingnya. Tidak ada seorang pun
yang terlihat masih hidup. Sedikit dia mendengus,
menghembuskan napas berat.
"Phuuuh!"
Sambil menghembuskan napas panjang, laki-laki berbaju
serba hitam yang wajahnya tidak kelihatan itu mengayunkan kakinya meninggalkan tempat pertarungan
irii. Begitu ringan ayunannya, seakan-akan berjalan tanpa
menjejak tanah sedikit pun juga. Dan sebentar saja, dia
sudah jauh meninggalkan tempat itu.
*** Malam sudah jauh menyelimuti sebagian permukaan
bumi. Langit tampak gelap, tersaput awan tebal yang hitam.
Sedikit pun tidak terlihat cahaya bulan maupun bintang.
Angin bertiup kencang menyebarkan udara dingin
menggigilkan. Namun di balik gerumbul semak belukar,
terlihat kilatan cahaya api. Dan di depan api unggun yang
menyala kecil itu, terlihat duduk seseorang yang seluruh
tubuh dan kepalanya tertutup kain hitam. Dari balik kain
kerudung hitamnya, terlihat kilatan cahaya sepasang mata
yang tidak lepas memandangi nyala api di depannya.
Sesaat kepala yang tertutup kain hitam itu bergerak ke
samping, ketika terdengar suara bergemirisik seperti ranting
kering yang terinjak. Kepalanya diangkat sedikit, saat
melihat sepasang kaki tahu-tahu sudah ada tidak jauh di
sebelah kirinya. Perlahan kepalanya terangkat naik,
memandangi sosok tubuh seorang pemuda berbaju rompi
putih sudah berdiri di sana. Tapi, tidak lama kembali
matanya memandangi api unggun di depannya, seakan
tidak mempedulikan kehadiran pemuda itu.
"Boleh aku ikut menghangatkan diri denganmu,
Kisanak...?" pinta pemuda tampan berbaju rompi putih itu
sopan. "Hm...."
Laki-laki berbaju hitam yang seluruh kepala dan
wajahnya tertutup kain hitam itu hanya menggumam
sedikit, seakan tidak mempedulikan permintaan pemuda
yang baru datang ini. Tapi duduknya digeser sedikit,
menandakan kalau dia mengizinkan. .
"Terima kasih."
Pemuda berbaju rompi putih dengan pedang berbentuk
kepala burung di punggung itu lantas duduk di seberang
laki-laki berbaju hitam yang selama mi dikenal sebagai si
Singa Gurun. Hanya jilatan api unggun yang menyala kecil
saja sebagai pembatas antara mereka berdua. Dan untuk
beberapa .aat, mereka terdiam membisu. Begitu sunyi,
hingga hembusan angin yang lembut pun terdengar jelas
mengusik gendang telinga.
"Namaku Rangga. Kalau boleh kutahu, siapa namamu,
Kisanak...?" ujar pemuda berbaju rompi putih, memecah
kesunyian dengan memperkenalkan namanya.
Dia memang Rangga yang di kalangan rimba persilatan
lebih dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti. Dan
julukannya memang lebih dikenal daripada namanya yang
asli. Tapi orang yang diajaknya suara hanya menggumam
saja sedikit, seakan sangat enggan membuka suara. Dan
kepalanya terus menunduk memandangi kobaran api di
depannya, dari dua buah lubang tepat di bagian mata pada
kain yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya.
Sepasang cahaya bola matanya yang bulat, berwar-na
kuning kehijauan seperti sepasang mata seekor singa.
"Mungkin aku hanya mengganggu ketenanganmu saja,
Kisanak Maaf... Sebaiknya aku pergi saja," ujar Rangga
seraya bangkit berdiri.
"Mau ke mana kau?" tegur si Singa Gurun, seraya
mengangkat wajahnya yang tertutup selubung kain hitam.
Rangga jadi mengurungkan niatnya untuk pergi dari
tempat ini, walau masih berdiri saja di situ. Terus
dipandanginya kain selubung hitam di depannya, seakan
ingin menembusnya agar dapat melihat wajah orang yang
tetap duduk bersila dekat api unggun ini. Tapi memang sulit
untuk bisa melihat jelas, kecuali sepasang bola mata yang
bercahaya kuning kehijauan saja yang menyorot tajam.
"Duduklah, Anak Muda. Aku perlu teman bicara," ujar
si Singa Gurun meminta.
Rangga kembali duduk bersila di depan si Singa Gurun,
dengan api unggun yang menjadi pemisah di antara mereka
berdua. Dan untuk beberapa saat, mereka kembali terdiam
membisu tanpa ada seorang pun yang membuka suara lebih
dulu. Mereka hanya saling pandang saja, seakan sedang
mempejalari diri masing-masing.
"Siapa tadi namamu, Anak Muda...?" tanya Singa
Gurun, dengan nada suara dalam.
"Rangga."
"Hm.... Kau tahu siapa aku, Anak Muda?" tanya Singa
Gurun lagi. Rangga hanya menggeleng. Walaupun sebenarnya sudah
tahu nama orang yang berada di depannya ini, tapi purapura tidak mengenali. Dan akan, Pendekar Rajawali Sakti
belum pernah mendengar ataupun melihat orang itu.
Tampak si Singa Gurun menarik napas panjang, dan
menghembuskannya kuat-kuat Sepertinya ada sesuatu vang
teramat besar dan berat mengganjal rongga ianya. Dan
untuk beberapa saat, kembali dia terdiam membisu.
Sementara, Rangga sendiri juga tidak membuka suaranya.
Kedatangannya ke sini memang untuk bertemu manusia
yang sering didengarnya ini yang konon sebagai manusia
setengah siluman singa!
Rangga sudah banyak mendengar tentang si Singa
Gurun ini. Bahkan juga mendengar kalau wajah orang itu
bukan wajah manusia, tapi wajah seekor singa. Itu
sebabnya, kenapa wajahnya disembunyikan di balik kain
hitam. Disebut Singa Gurun, karena dia juga datang dari
satu daerah yang gersang dan berpasir di wilayah utara.
Suatu daerah yang jarang dilewati manusia karena hanya
berupa gurun pasir yang sangat luas bagai tidak bertepi.
Tapi tidak ada seorang pun yang tahu, dari mana Singa
Gurun berasal. Mereka hanya mengatakan kalau si Singa
Gurun yang berwajah singa itu berasal dari daerah gurun
pasir di utara.
"Kau membawa pedang yang bagus, Anak Muda. Aku
yakin, kau seorang pendekar. Atau paling tidak,
berkecimpung dalam rimba persilatan. Aku tidak percaya
kalau kau belum tahu siapa aku...," tebak Singa Gurun
langsung. Seketika Rangga jadi tersentak kaget. Tapi keterkejutannya cepat disembunyikan, sebelum lawan
bicaranya ini tahu. Memang sangat tepat tebakan si Singa
Gurun. Rangga memang berpura-pura tidak tahu siapa
lawan bicaranya.
"Aku memang tidak tahu siapa dirimu, Kisanak.
Kedatanganku ke sini hanya kebetulan saja. Aku
kemalaman di hutan ini, dan melihat cahaya api
unggunmu," jelas Rangga, tetap menyembunyikan jati
dirinya. "Hm.... Baiklah, Anak Muda. Kalau memang belum
tahu, sekarang kau akan tahu siapa aku ini. Akulah
orangnya yang selalu dipanggil Singa Gurun. Dan semua
orang selalu membenciku. Semua orang ingin membunuhku. Mereka menganggapku manusia iblis yang
sangat jahat dan harus dilenyapkan dari muka bumi. Nah....
Sekarang kau sudah tahu siapa aku, Anak Muda. Kalau kau
pernah mendengar namaku, sebaiknya menyingkir saja.
Mumpung aku tidak bemafsu melihat darah," kata Singa
Gurun menjelaskan siapa dirinya dengan nada suara begitu
berat dan dalam.
Sedangkan Rangga hanya diam saja. Bisa dirasakan
adanya tekanan yang begitu dalam pada nada suara si Singa
Gurun. Seakan-akan, semua itu dikatakan dengan beban
yang teramat berat untuk ditanggung seorang diri. Dan
Rangga sudah bisa mengetahui, kalau sebenarnya orang
yang selalu dikatakan iblis pembunuh yang haus darah ini
adalah orang yang sangat menderita dan perlu mendapat
bantuan. Dan memang, Singa Gurun sudah begitu banyak
membunuh orang yang ingin membunuhnya. Hdak ada
seorang pun dari mereka yang mencoba menantangnya
dibiarkan tetap hidup. Tapi dari kata-kata dan nada suara
yang terdengar begitu terat penuh tekanan tadi, Rangga bisa
mengambil satu kesimpulan kalau sebenarnya orang ini
tidaklah sejahat yang didengarnya dari orang lain. Dan dia
sebenarnya perlu bantuan untuk membersihkan namanya
yang sudah telanjur rusak.
"Maaf.... Kalau boleh kutahu, kenapa mereka selalu
memburu dan ingin membunuhmu, Kisanak..?" tanya
Rangga. "Mereka takut, Anak Muda. Mereka tidak ingin orang
sepertiku yang tidak lumrah ini hidup bebas di atas bumi
ini. Aku sendiri tidak tahu, kenapa mereka begitu
membenciku. Atau karena...," si Singa Gurun tidak bisa
meneruskan kata-katanya yang tadi tersendat.
"Karena apa, Kisanak?" desak Rangga, ingin tahu.
"Ah, sudahlah...," Singa Gurun langsung mengelak,
tidak ingin meneruskan pembicaraannya yang terputus tadi.
Dan Rangga sendiri tidak ingin terus mendesak Pendekar
Rajawali Sakti jadi diam membisu dengan pandangan mata
terus tertuju pada wajah yang hitam tertutup kain selubung
hitam di depannya. Walaupun cahaya api kini lebih besar,
tapi tidak mampu menembus selubung kain hitam yang
menutupi seluruh kepala dan wajah si Singa Gurun. Dan
kembali mereka berdua terdiam membisu, tanpa ada
seorang pun yang memulai membuka suara. Entah, apa
yang ada dalam benak mereka masing-masing.
*** Malam terus merayap semakin larut. Tapi di antara dua
orang laki-laki yang duduk saling berhadapan dengan
pembatas sebuah api unggun kecil, belum ada yang
membuka suara lebih dulu. Entah sudah berapa lama
mereka saling berdiam diri seperti patung batu. Sehingga
membuat desir angin terasa begitu jelas mengusik telinga.
Saat itu, Rangga bangkit berdiri sambil menggeliatkan
tubuhnya. Dan pada saat yang sama, tiba-tiba saja
Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terdengar suara mendesing yang cukup keras dari arah
belakang. "Hup!"
Tanpa berpaling lagi, Rangga cepat melesat ke atas
sambil memutar tubuhnya dua kali di udara. Saat itu juga,
terlihat sebuah benda bulat berwarna hitam sebesar kepalan
tangan, melesat dengan kecepatan bagai kilat. Dan benda
itu hanya menyambar lewat di bawah tubuh Pendekar
Rajawali Sakti, terus berkelebat ke arah Singa Gurun yang
masih tetap duduk bersila. Tapi kelima benda hitam itu
hampir menghantam tubuhnya, cepat bagai kilat laki-laki
berbaju serba hitam itu melesat tinggi ke atas. Sehingga
benda itu hanya menghantam tanah, tempat tadi Singa
Gurun duduk bersila tadi.
"Hup!"
Tanpa berpaling, Rangga cepat melesat ke atas. Benda
itu pun lewat di bawah tubuh Pendekar Rajawali Sakti, lalu
berkelebat ke arah Singa Gurun yang masih duduk bersila.
Tokoh berkerudung itu pun segera melompat menghindari
benda bulat berwarna hitam yang menerjangnya. Seketika
itu juga... Glarrr...! Terdengar ledakan dahsyat dari tanah yang terbongkar,
terhantam benda hitam sebesar kepalan tangan tadi.
Bongkahan tanah berdebu yang bercampur dedaunan dan
rerumputan berhamburan ke segala arah. Bahkan ledakan
itu membuat api unggun yang berada tidak jauh dari situ
jadi padam seketika.
Sementara itu, Rangga dan si Singa Gurun secara
bersamaan menjejakkan kedua kakinya di tanah dengan
manis sekali. Sedikit pun tidak timbul suara ketika kaki
mereka menjejak tanah. Bisa ditebak ringkat kepandaian
yang dimiliki sudah sangat tinggi.
"Keparat...! Selalu saja ada orang yang mengganggu
ketenanganku!" geram Singa Gurun murka.
Sementara Rangga sendiri hanya diam saja, dengan
pandangan mata beredar ke sekeliling. Tapi tidak ada yang
bisa terlihat, selain pepohonan menghitam dan kegelapan
yang terselimut kabut tebal. Begitu sunyi, hingga detak
jantung terdengar jelas mengusik gendang telinga.
"Siapa kau, Setan! Keluar...!" betak Singa Gurun lantang
menggelegar. "Hikhikhik...!" '
Belum lagi menghilang bentakan Singa Gurun dari
pendengaran, sudah terdengar suara tawa mengikik kering
yang menggema seperti da tang dari segala arah. Dan ini
membuat si Singa Gurun dan Rangga jadi celingukan,
mencari arah sumber datangnya tawa itu. Tapi memang
sulit dipastikan, karena suara itu menggema di sekeliling
mereka. Kini kedua laki-laki itu cepat memasang sikap
waspada. Mereka langsung bisa mengetahui kalau
penyerang gelap itu memiliki kepandaian yang tidak bisa
dipandang sebelah mata.
Dan belum lagi lenyap suara tawa mengikik yang
mengerikan itu, tiba-tiba saja berkelebat sebuah bayangan
merah begitu cepat, menyambar langsung ke arah kepala si
Singa Gurun. Begitu cepat kelebatannya, membuat Singa
Gurun jadi terperangah sesaat Namun dengan gerakan
cepat bagai kilat, tubuhnya langsung melenting berputaran
ke belakang. Sehingga, sambaran bayangan merah seperti
api itu tidak sampai menghantam kepalanya.
"Hap!"
Indah sekali Singa Gurun menjejakkan kakinya kembali
di tanah. Dan pada saat itu juga, bayangan merah yang
menyerang kembali melesat balik, langsung meluruk deras
dengan kecepatan tinggi sekali ke arah laki-laki berbaju
serba hitam yang wajahnya tidak kelihatan mi. Tapi, kali ini
si Singa Gurun sudah siap menanti serangan. Dan begitu
bayangan merah itu dekat, cepat tangan kanannya
dikibaskan ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
"Yeaaah...!"
Bet! " Begitu cepat gerakan itu, hingga benturan pun tidak
dapat lagi dihindari Maka seketika telapak tangan si Singa
Gurun yang terbuka mengebut ke depan membentur
bayangan merah yang menyerangnya, seketika terdengar
ledakan keras menggelegar yang sangat dahsyat.
Glarrr...! Tampak antara si Singa Gurun dan bayangan merah itu
sama-sama terpental ke belakang, sejauh iua batang tombak
Tapi Singa Gurun cepat menguasai keseimbangan
tubuhnya, dan langsung nenjejakkan kedua kakinya mantap
di tanah berumput ini. Saat itu juga, sekitar empat tombak
jauhnya di depannya berdiri seorang perempuan tua berbaju
jubah merah panjang dan longgar. Dan di tangan kanannya
tergantung sebuah rantai hitam ang berbandul bola baja
hitam berduri. "Hik hik hik...! Kau tidak perlu tahu siapa aku, Singa
Gurun. Tapi yang perlu kau tahu, nyawamu sekarang
berada di tanganku!" sahut perempuan itu ketus.
Sementara itu, Rangga yang sejak tadi hanya jadi
penonton diam-diam membisikan sesuatu pada Singa
Gurun menggunakan suara perut. Dan bisikan itu langsung
disalurkan ke telinga laki-laki berjubah hitam yang sampai
saat ini selubung kain hitam di kepalanya belum juga
tersingkap. "Hati-hati, Ki. Dia itu Perempuan Iblis Dari Neriaka.
Kepandaiannya sangat tinggi...."
"Hm...," Singa Gurun hanya menggumam saja sedikit,
mendapat bisikan dari Pendekar Rajawali Sakti yang berada
sekitar dua batang tombak di belakangnya.
Tapi, rupanya bisikan Rangga yang sangat pelan itu
dapat diketahui wanita tua yang dikenali berjuluk si
Perempuan Iblis Dari Neraka. Dan matanya langsung
mendelik pada pemuda berbaju rompi putih ini.
"Kau jangan ikut campur urusan ini, Bocah!" bentak si
Perempuan Iblis Dari Neraka langsung ditujukan pada
Rangga "Hegkh..."!"
Rangga jadi tersentak juga mendengar bentakan
perempuan tua berjubah merah itu. Sungguh tidak disangka
kalau bisikannya yang disalurkan lewat perut bisa juga
diketahui. Sementara, si Singa Gurun hanya diam saja, menatap
Perempuan Iblis Dari Neraka dari balik kain kerudung
hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajahnya.
*** Perempuan tua berbaju jubah merah longgar, dengan
senjata rahasia berbandul bola besi baja berduri itu memang
si Perempuan Iblis Dari Neraka. Dan nama sebenarnya
adalah Nyai Rukini. Tapi julukannya lebih dikenal daripada
nama aslinya sendiri.
"Maaf, Nyai. Bukannya ingin mencampuri urusanmu.
Tapi rasanya tidak pantas kalau menyerang tanpa
memberitahu alasannya. Sedangkan orang yang diserang,
tidak mengenalmu," kata Rangga kalem, namun terdengar
pedas nada suaranya.
"Keparat..! Kau rupanya ingin mencampuri urusan orang
lain,.heh"! Phuih...! Kau akan segera mendapat bagian,
kalau kepala singa jelek ini sudah kupisahkan dari batang
lehernya!" dengus Nyai Rukini kasar.
"Kau terlalu membabibuta, Nyai," desis Rangga, jadi
dingin nada suaranya.
"Hik hik hik...! Apa urusanmu, heh..."! Aku memang
ingin mengirim singa jelek ini ke neraka. Dan lagi tidak
pantas dia hidup di dunia ini!" sambung Nyai Rukini itu,
bernada mengejek
"Dia manusia biasa, seperti yang lainnya, Nyai. Kenapa
dikatakan tidak pantas hidup" Apa kehilupan manusia di
jagad ini ada di tanganmu..." Kau terialu congkak, Nyai.
Aku khawatir, kecongkakanmu itu bisa menjadi senjata
makan tuan bagi dirimu sendiri," kata Pendekar Rajawali
Sakti memperingatkan.
"Tutup mulutmu, Bocah! Aku tidak ada urusan
denganmu!" bentak Nyai Rukini kasar.
Baru saja Rangga akan menyahuti bentakan si
Perempuan Iblis Dari Neraka itu, Singa Gurun sudah
merentangkan tangan kanannya ke samping. Maka terpaksa
Pendekar Rajawali Sakti harus mengatupkan mulutnya
kembali yang sudah terbuka. Dia tahu, si Singa Gurun tidak
ingin perdebatan ini dilanjutkan. Dan memang, tujuan Nyai
Rukini sebenarnya hanya padanya. Bukan pada Pendekar
Rajawali Sakti.
"Nyai! Aku memang dilahirkan tidak seperti manusia
lain pada umumnya. Tapi, aku tidak pernah mengganggu
orang. Apalagi sampai merugikan. Terus terang, aku sendiri
tidak mengerti, kenapa semua orang memusuhiku..." Malah
ingin mem-bunuhku. Juga kau, Nyai. Kenapa...?"
Nada kata-kata Singa Gurun seperti bertanya untuk diri
sendiri. Tapi, Rangga bisa menangkap adanya keluhan pada
nada suara itu. Dan kini sudah bisa diduga, seperti apa rupa
si Singa Gurun sebenarnya. Dan Pendekar Rajawali Sakti
juga sudah bisa mengetahui, apa permasalahan yang
sebenarnya. Rupanya, semua orang ingin membunuh si
Singa Gurun ini karena telah ditakdirkan hidup dengan
rupa tidak wajar, seperti layaknya manusia. Hanya saja sulit
dibayangkan, seperti apa wajah yang selalu tertutup kain
hitam itu. "Kelahiranmu memang sudah tidak disenangi, Singa
Gurun. Kau dilahirkan berwajah singa, dan tubuh manusia.
Keberadaanmu di atas bumi ini hanya akan menghancurkan manusia. Dan kau akan menjadikan semua
orang budak-budakmu belaka. Kau tahu, Singa Gurun...
Siapa saja yang bisa membunuhmu, ditakdirkan akan
menguasai seluruh jadad raya ini!" sahut Nyai Rukin tegas
dan lantang. "Kau salah, Nyai. Kedatanganku justru bukan sebagai
perusak, tapi justru untuk memulihkan kembali dunia yang
sudah hancur oleh orang-orang sepertimu. Orang-orang
yang berhati iblis!" balas si Singa Gurun, tidak kalah
tegasnya. "Phuih! Kalau kedatanganmu membawa kebaikan, lalu
apa namanya tindakanmu selama ini, heh..."! Membunuh
semua orang yang kau jumpai!"
"Aku hanya membela diri saja, Nyai. Dan merekalah
yang menginginkannya begitu. Aku sudah peringatkan, tapi
mereka tetap menyerangku. Apa aku salah kalau berusaha
membela diri..." Tidak, Nyai.... Aku tidak sejahat seperti
yang dikira. Kedatanganmu justru akan menyadarkan
orang-orang sesat yang hatinya selalu dibisiki kata-kata
iblis..." "Cukup...! Kau terlalu banyak bicara, Singa Gurun!
Sekarang tunjukkan kepandaianmu!" bentak Nyai Rukini,
cepat memutuskan kata-kata si Singa Gurun.
Laki-laki berbaju serba hitam itu mengangkat bahunya
sedikit Tanpa dijelaskan lagi, sudah diketahuinya kalau si
Perempuan Iblis Dari Neraka itu sudah membuka
tantangan terbuka padanya. Dan memang, Singa Gurun
pantang menghindari tantangan apa pun juga yang harus
disambut, walaupun nyawa taruhannya.
"Kau sudah memulainya lebih dulu, Nyai. Aku tidak
bisa menghindari tantanganmu. Silakan, Nyai. Serang
aku...," sambut Singa Gurun kalem.
"Phuih!"
Nyai Rukini sengit sekali menyemburkan ludahnya.
Sejenak ditatapnya tajam-tajam Pendekar Rajawali Sakti
yang masih berada tidak jauh di belakang si Singa Gurun.
Dan tampaknya, Rangga tahu arti tatapan mata yang sangat
tajam itu. Perlahan kakinya ditarik ke belakang menjauh.
Sementara, si Singa Gurun sendiri tetap berdiri tegak sambil
menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dan saat
Rangga sudah berada cukup jauh jaraknya dari si Singa
Gurun, Nyai Rukini mulai melangkah mendekati dengan
kaki bergeser menyusur tanah berumput yang basah oleh
embun. Tatapan matanya kini menyorot tajam, bagai
hendak menembus kain selubung hitam yang menutupi
seluruh kepala dan wajah laki-laki di depannya ini.
"Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Nyai Rukini melompat cepat sekali, sambil
berteriak nyaring melengking tinggi. Dan dengan kecepatan
kilat juga, senjata rantainya yang berbandul bola besi
berduri dilontarkan tepat ke bagian kepala Singa Gurun.
"Haiiit...!" .
Tapi, si Singa Gurun yang memang sudah siap
menerima serangan sejak tadi manis sekali bisa menghindarinya, hanya dengan mengegoskan kepala sedikit
saja. Namun pada saat itu juga, Nyai Rukini sudah melepas
satu tendangan menggeledek yang sangat cepat sambil
memutar tubuhnya sedikit.
"Hap!"
Cepat-cepat si Singa Gurun melompat ke belakang dua
langkah, membuat tendangan Nyai Rukini tidak mengenai
sasaran. Tapi, tampaknya Perempuan Iblis Dari Neraka ini
tidak mau berhenti sampai di situ saja. Kembali cepat
diserangnya Singa Gurun dengan mengurung setiap ruang
geraknya. Sementara senjata rantainya yang berbandul bola
berduri itu juga terus mengurung laki-laki berbaju serba
hitam itu. Setiap lontarannya menimbulkan suara menderu
bagai badai, disertai hempasan angin kuat dan berhawa
Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panas membakar. Sehingga, membuat si Singa Gurun
terpaksa harus berjumpalitan, menghindari setiap serangan
datang. Serangan demi serangan terus mengalir cepat. Dan tanpa
terasa, mereka sudah bertarung lebih dari lima jurus. Tapi,
belum ada satu serangan pun yang membuat si Singa Gurun
jadi terdesak. Gerakan-gerakan Singa Gurun memang
sungguh cepat luar biasa. Hingga, Nyai Rukini jadi
kesulitan untuk bisa mendesaknya. Dan serangannya pun
semakin ditingkatkan dengan dahsyat.
"Mampus kau! Hiyaaat..!"
Sambil membentak nyaring, Nyai Rukini cepat
melompat sedikit sambil mengebutkan senjata rahasianya
lurus ke depan. Begitu cepat serangannya, membuat si
Singa Gurun tidak punya kesempatan lagi menghindari,
kecuali menangkap. Maka cepat sekali kedua tangannya
dikebutkan ke depan dada. Hingga.... Tap!
Cring...! "Ikh..."!"
*** 4 Nyai Rukini jadi terpekik kaget setengah mati, ketika
senjatanya bisa ditangkap kedua telapak tangan lawannya
yang merapat tepat di depan dadanya. Dan belum lagi rasa
keterkejutannya lenyap, tiba-tiba saja si Singa Gurun sudah
mejesat cepat bagai kilat sambil melepaskan satu tendangan
menggeledek yang sangat dahsyat.
"Hiyaaat...!"
Begitu cepat serangan balik si Singa Gurun, membuat
Nyai Rukini tidak dapat lagi menghindarinya. Teriebih,
senjatanya masih berada dalam jepitan kedua tangan
lawannya. Dan...
Begkh! "Akh...!"
Nyai Rukini jadi memekik, begitu tendangan Singa
Gurun yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi tepat
menghantam dadanya. Seketika perempuan tua itu jadi
terjungkal ke belakang sejauh dua batang tombak. Lalu
keras sekali tubuhnya menghantam tanah, membuat
pekikan yang agak tertahan kembali terdengar. Sementara si
Singa Gurun sudah kembali berdiri tegak di atas kedua
kakinya yang kokoh. Dari balik kain kerudung Hitam yang
menutupi seluruh kepala dan wajahnya, dipandanginya
wanita tua itu dengan tajam. Sedangkan tidak jauh dari
tempat pertarungan, Rangga masih tetap diam. Seakan
tidak dipedulikan semua yang terjadi di depan matanya.
Memang tidak ada yang bisa diperbuat Pendekar
Rajawali Sakti selain diam dan menyaksikan semua
pertarungan antara dua tokoh persilatan tingkat tinggi itu.
Sementara, Nyai Rukini sudah terlihat mulai bangkit berdiri
kembali. Tampak darah kental menggumpal dalam rongga
mulutnya. Tubuhnya terlihat limbung, seakan kedua
kakinya tidak kuat lagi menopang berat badannya sendiri.
"Hoeeekh! Phuuuh...!"
Segumpal darah kental berwarna agak kehitaman
mendadak tersembur keluar dari mulut Nyai Rukini.
Dengan punggung tangannya, disekanya sisa darah yang
membasahi bibirnya. Sebentar kepalanya digelengkan
Dicobanya mengusir rasa pening yang menyerang kepala,
akibat sesak napas dari dadanya yang terkena tendangan
keras bertenaga dalam tinggi. Kalau saja wanita itu belum
mengenyam seluk beluk rimba persilatan, sudah barang
tentu dadanya hancur terkena tendangan dahsyat tadi. Tapi,
Nyai Rukini bukanlah perempuan tua sembarangan.
Dengan kekuatan tenaga dalamnya yang tinggi, tendangan
itu mampu ditahan walaupun tidak bisa menahan
muntahan darah dari mulutnya.
"Cukup, Nyai. Aku tidak akan menanggung akibatnya,
kalau kau meneruskan pertarungan ini," kata Singa Gurun
mencoba memberi kesempatan pada lawannya.
"Phuih!"
Nyai Rukini hanya menyemburkan ludahnya saja yang
bercampur darah, mendengar peringatan
lawannya. Dirasakannya, kata-kata si Singa Gurun barusan sangat
merendahkan kemampuannya. Pantang baginya untuk
surut dari ajang pertarungan, tanpa harus ada yang tewas.
Setelah bisa menguasai jalan pernapasannya kembali,
perempuan tua itu kembali melangkah, menghampiri
lawannya. Sedangkan si Singa Gurun jadi melenguh,
melihat lawannya masih tetap saja ingin meneruskan
pertarungan yang sama sekali tidak diinginkannya. Tapi,
dia tidak bisa berbuat lain !agi. Apalagi ketika Nyai Rukini
sudah berteriak lan-tang, sambil melontarkan senjata
rahasia yang berbandul bola berduri.
"Yeaaah...!"
Wuttt...! Cring! "Haiiit..!"
Cepat-cepat Singa Gurun merunduk, saat senjata Nyai
Rukini melayang cepat hendak menyambar kepalanya. Dan
bandulan besi berduri itu hanya lewat sedikit saja di atas
kepala si Singa Gurun ini. Angin sambarannya yang begitu
keras, sempat membuat laki-laki berbaju hitam itu jadi
limbung. Tapi dengan gerakan kaki yang indah sekali,
senjata lawannya bisa dijauhi. Bahkan tanpa diduga sama
sekali, tangan kanannya dikebutkan dengan kecepatan bagai
kilat, hingga sukar diikuti pandangan mata biasa. Dan....
"Ikh..."!"
Nyai Rukini jadi terpekik kaget, ketika tangan kanan
lawannya bergerak menyambar senjatanya yang belum
sempat ditarik pulang. Cepat dikebutkannya senjata itu ke
atas, hingga melenting tinggi ke atas kepalanya. Tapi tanpa
diduga sama sekali, si Singa Gurun malah melesat ke atas
untuk mengejar senjata lawannya. Sungguh suatu jurus
pertarungan yang sangat aneh. Bukannya menghindar
senjata lawan, tapi si Singa Gurun justru mengejarnya ke
mana pun bergerak.
"Setan! Hiyaaat...!"
Nyai Rukini jadi memaki berang. Dan ketika si Singa
Gurun sedang berada di udara, cepat sekali senjata
andalannya dikebutkan.
Bet! Cring! "Hap!"
"Heh..."!"
Nyai Rukini jadi terperanjat setengah mati. Sama sekali
tidak disangka kalau si Singa Gurun berani memapak arus
senjatanya, tanpa sedikit pun berusaha menghindar. Bahkan
sebelum senjata rantai berbandul bola besi berduri itu
menghantam dadanya, cepat sekali kedua tangannya
bergerak mengatup. Sehingga, bola besi berduri runcing itu
ter-tangkap kedua telapak tangannya yang cepat mengatup
ini. Dan.... "Hiyaaa...!"
"Akh..."!"
Nyai Rukini sama sekali tidak menduga tindakan
lawannya. Dan ketika tiba-tiba si Singa Gurun menyentakkan kedua tangannya ke atas, dia tidak bisa
bertahan lagi. Akibatnya kedua tangan Nyai Rukini yang
memegangi rantai senjatanya ikut tersentak ke atas tanpa
dapat ditahan sentakan itu.
Bret! "Aaa...!"
Kedua tangan perempuan itu kontan tertarik sampai
buntung dari pangkalnya, hingga menjerit nyaring
melengking tinggi. Darah seketika itu juga muncrat deras
sekali dari kedua pangkal tangan yang buntung. Dan pada
saat itu juga, si Singa Gurun melemparkan senjata
lawannya sambil berteriak disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi. "Hiyaaa...!"
Bet! Begitu cepat lemparan itu, membuat Nyai Rukini sama
sekali tidak punya kesempatan berkelit menghindarinya.
Terlebih lagi, kedua tangannya baru saja dibetot hingga
buntung. Hingga....
Prak! "Aaakh...!"
Langsung saja senjata Nyai Rukini ini menghantam
batok kepalanya sendiri yang tidak terlindungi lagi. Maka
seketika terdengar jeritan panjang melengking tinggi. Begitu
nyaring dan menyayat. Kepala perempuan tua ini kontan
hancur tak berbentuk lagi. Dan darah muncrat berhamburan dari kepala yang pecah. Tubuh perempuan
tua itu seketika ambruk menggelepar di tanah. Namun
hanya sebentar saja bisa menggeliat, kemudian meregang
kaku dan diam tidak bergerak-gerak lagi. Darah masih terus
mengucur keluar dari kedua tangan yang buntung dan
kepalanya yang hancur beran-takan terhantam senjatanya
sendiri. Sementara si Singa Gurun sudah kembali berdiri tegak di
atas tanah berumput yang dibasahi embun ini. Dipandanginya perempuan itu yang tergeletak di tanah dari
balik kain kerudung hitam yang menutupi seluruh kepala
dan wajahnya. Dalam kegelapan kain kerudung itu, terlihat
sepasang bola matanya yang bulat kehijauan memancar
tajam memandangi mayat di depannya. Dan perlahan
tubuhnya berbalik. Tapi baru saja mengayunkan kakinya
beberapa langkah hendak pergi, Rangga sudah cepat
memanggilnya sambil melangkah menghampiri.
*** "Tunggu, Ki...."
Singa Gurun langsung menghentikan ayunan kakinya.
Tapi tubuhnya tak berbalik, menunggu sampai Rangga
berada dekat. Dan Pendekar Rajawali Sakti segera melewati
orang yang tidak pernah memperlihatkan wajahnya ini,
kemudian berdiri sekitar lima langkah di depannya. Dan
beberapa saat mereka terdiam, saling berdiri berhadapan
seperti dua orang yang sedang berhadapan ingin bertarung.
"Mengapa kau mencegahku pergi, Anak Muda?"
terdengar dalam dan datar sekali nada suara si Singa
Gurun. "Maaf, Ki. Bukannya ingin mencampuri urusan
pribadimu. Tapi terus terang saja, aku tidak menyukai
tindakanmu tadi," kata Rangga, langsung berterus terang
mengemukakan isi hatinya.
Si Singa Gurun tampak terkejut mendengar penuturan
Rangga yang begitu polos dan berterus terang. Tapi rasa
keterkejutannya bisa cepat dihilangkan. Ditatapnya pemuda
berbaju rompi putih itu dalam-dalam dari batik kain
kerudung hitam yang menutupi seluruh kepala dan
wajahnya. Sedangkan yang dipandangi malah membela
dengan sinar mata yang cukup tajam juga. Hingga beberapa
saat masing-masing jadi terdiam, dan saling melempar-kan
pandangan dengan tajam.
"Aku lupa siapa tadi namamu, Anak Muda?" tanya
Singa Gurun tiba-tiba. Nada suaranya mendadak saja jadi
berubah lembut. Tapi, tetap terdengar besar dan dalam
sekali. "Rangga," sahut Rangga menyebutkan namanya.
"Kau berasal dari daerah mana?" tanya Singa Gurun lagi.
"Kulon."
'Tepatnya?"
"Karang Setra."
"Kau kenal rajanya?"
Kali ini Rangga tidak langsung bisa menjawab. Tentu
saja dia tahu, siapa Raja Karang Setra. Karena, Raja
Karang Setra adalah dirinya sendiri. Dan di dalam rimba
persilatan, Rangga dikenal sebagai Pendekar Rajawali
Sakti. Pertanyaan si Singa Gurun barusan membuat
Pendekar Rajawali Sakti jadi tertegun diam untuk beberapa
saat. Entah, apa yang ada dalam benaknya saat ini. Tapi
yang jelas, tatapan matanya jadi semakin tajam. Seakan,
hendak menembus kain hitam yang menutupi wajah orang
di depannya. "Jawab pertanyaanku, Anak Muda...!" desak Singa
Gurun agak membentak suaranya.
"Kenal," sahut Rangga, jadi datar nada suaranya.
"Hm, siapa?" tanya Singa Gurun lagi.
"Untuk apa kau tanyakan itu padaku, Ki?" Rangga
malah balik bertanya.
Di dalam hati, Rangga jadi penasaran, kenapa laki-laki
yang selalu dipanggil Singa Gurun ini ingin tahu tentang
Raja Karang Setra. Padahal, Raja Karang Setra sudah ada
di depan matanya. Tapi, tampaknya memang si Singa
Gurun tidak tahu. Bahkan tidak kenal Raja Karang Setra
yang ditanyakannya.
"Jawab saja pertanyaanku, Anak Muda," desis Singa
Gurun mendesak.
"Aku tidak akan menjawab, sebelum kau katakan
alasannya kenapa ingin tahu tentang Raja Karang Setra,"
Pendekar Rajawali Sakti 136 Singa Gurun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sahut Rangga tegas.
"Itu urusanku, Anak Muda!"
"Kalau urusanmu menyangkut Raja Karang Setra, sudah
tentu juga menjadi urusanku. Karena, aku berasal dari
Kerajaan Karang Setra. Dan aku berkewajiban untuk
membela Karang Setra dengan taruhan apa pun juga," tegas
Rangga lagi. Kali ini, si Singa Gurun yang jadi tertegun mendengar
jawaban tegas pemuda di depannya. Dan untuk beberapa
saat, dia jadi terdiam membisu. Sedangkan Rangga juga
tidak mengeluarkan suara lagi. Hingga, suasana jadi terasa
begitu menegangkan.
"Dengar, Anak Muda. Aku datang jauh-jauh dari daerah
gurun yang gersang, hanya untuk satu tujuan. Dan tidak
ada seorang pun yang bisa menghalangiku untuk pergi ke
Karang Setra menemui rajanya. Siapa pun yang mencoba
menghalangi, tidak segan-segan aku menyingkirkannya.
Tidak peduli siapa, dan dari mana asalnya. Kau mengerti,
Anak Muda...?" tegas sekali kata-kata Singa Gurun, yang
begitu dalam penuh arti.
"Kalau kau bermaksud buruk, akan berhadapan dengan
salah satu ksatri Karang Setra, Ki. Dan ksatria pertama
yang harus dihadapi adalah aku," desis Rangga, tidak kalah
tegasnya. Singa Gurun kembali terdiam. Kalau saja wajahnya bisa
terlihat, tentu Rangga bisa membaca apa yang ada di dalam
benak orang ini. Sayangnya, wajahnya selalu tersembunyi
di balik kain kerudung yang menutupi seluruh kepala dan
wajahnya. Dan kembali mereka terdiam untuk waktu yang
cukup lama, membuat suasana semakin menegangkan.
"Kau ingin menantangku, Anak Muda...?" semakin
dingin suara si Singa Gurun.
Rangga hanya diam saja, tidak menjawab sedikit pun
juga. "Kalau kau ingin menghalangiku, akan bernasib sama
seperti yang lain. Sedangkan kulihat kau bukan dari
golongan mereka yang hanya ingin mencoba kepandaianku
saja. Sebaiknya, menyingkir saja. Dan, jangan coba-coba
menghalangi tujuanku,"
ancam Singa Gurun memperingatkan.
"Aku memang bukan termasuk golongan lawanlawanmu, Ki. Kalau aku berusaha mencegahmu datang ke
Karang Setra, itu karena jangan sampai kau mengganggu
ketenteraman Raja Karang Setra," balas Rangga tegas.
"Kuperingatkan sekali lagi, Anak Muda. Kau akan
menyesal nanti. Sebaiknya, cepat menyingkir. Dan, jangan
coba-coba mempermainkan nyawa sendiri," kembali Singa
Gurun memperingatkan dengan tegas.
"Aku tidak akan menyingkir, sebelum kau katakan
tujuanmu ke Karang Setra," sahut Rangga tidak kalah
tegasnya. "Kau keras kepala, Anak Muda...!" desis Singa Gurun
mulai tidak sabar.
Rangga hanya tersenyum tipis saja. Dia memang sengaja
memancing kemarahan laki-laki ini, karena ingin tahu
tujuan si Singa Gurun sebenarnya ke Karang Setra. Semula
Pendekar Rajawali Sakti memang tidak mau peduli. Tapi
setelah tahu kalau tujuannya ke Karang Setra untuk
menemui rajanya, dia jadi tertarik ingin tahu. Maka tidak
ada jalan lain lagi, selain mengadu kepandaian. Di dalam
hatinya, Rangga juga ingin tahu sampai di mana tingkat
kepandaian si Singa Gurun ini yang sudah mengalahkan
begitu banyak lawannya yang tingkat kepandaiannya ratarata sudah tinggi.
"Kau membuat habis kesabaranku, Anak Muda!" dengus
Singa Gurun dingin.
Rangga tetap saja membisu. Bahkan seulas senyum tipis
terkembang menghiasi bibirnya. Dan ini membuat si Singa
Gurun jadi menggereng, merasa dirinya tertantang. Dan
tiba-tiba saja....
Bet! "Hap!"
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik tubuhnya
ke belakang, begitu Singa Gurun mengebutkan cepat tangan
kirinya ke arah dadanya. Sedikit saja ujung jari tangan yang
berkuku runcing tajam dan hitam itu lewat di depan dada
Rangga yang terbuka. Saat itu juga, Rangga merasakan
adanya aliran hawa panas yang cukup menyengat di sekitar
dadanya. Cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang dua
langkah. "Hm...," Rangga menggumam kecil.
Pendekar Rajawali Sakti tahu, kebutan tangan kiri si
Singa Gurun ini mengandung pengerahan tenaga dalam
tinggi dan menebarkan hawa beracun yang membuat
dadanya tadi jadi terasa panas. Pendekar Rajawali Sakti
cepat memindahkan jalan pernapasannya ke perut, setelah
menyadari kalau orang berbaju serba hitam ini mengandung
racun di seluruh tubuhnya. Pantas saja tidak ada seorang
pun yang sanggup menandinginya. Bahkan tokoh persilatan
tingkat tinggi pun tidak tahan lama meng-hadapinya.
"Rupanya kau punya simpanan juga, Anak Muda.
Bagus.... Aku senang mendapat lawan yang masih muda
sepertimu," desis Singa Gurun dingin.
Rangga hanya diam saja. Sementara Singa Gurun sudah
mulai menggeser kakinya perlahan ke kanan. Sementara
kedua tangannya mulai bergerak membuka jurus. Tapi,
Rangga masih tetap diam. Dia ingin tahu, tingkat kematian
racun yang ada dalam tubuh si Singa Gurun ini.
"Tahan seranganku, Anak Muda! Yeaaah...!"
Sambil membentak keras menggelegar, si Singa Gurun
melompat cepat Langsung dilepaskannya satu pukulan
lurus yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi ke arah
dada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap!"
Tapi Rangga sama sekali tidak berusaha menghindar.
Bahkan tanpa diduga sama sekali, justru dipapaknya
pukulan itu dengan menghentakkan tangan kiri ke depan
dengan telapak yang tiba-tiba saja jadi berwarna merah
seperti terbakar. Jelas sekali kalau saat itu juga Rangga
mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat
terakhir. Begitu cepat gerakan mereka berdua, hingga
benturan keras pun tidak dapat dihindari lagi.
Glarrr...! Satu ledakan dahsyat yang menggelegar seketika terjadi,
tepat di saat pukulan Singa Gurun menghantam telapak
tangan kiri Rangga yang me-mapaknya. Nyatanya,
benturan ini membuat si Singa Gurun jadi tersentak kaget
setengah mati. Tidak disangka kalau pemuda yang
dianggapnya lemah ini memiliki kekuatan dahsyat Cepat
tubuhnya melenting ke belakang, seraya berputaran
beberapa kali di udara. Lalu, manis sekali kedua kakinya
kembali menjejak tanah. Sementara, Rangga sedikit pun
tidak bergeser dari tempatnya. Tangan kirinya masih tetap
menjulur lurus ke depan, dengan jari-jari terkembang lebar.
Periahan Rangga menurunkan tangan kirinya kembali.
Tatapan matanya masih tetap menyorot tajam, bagai
hendak menembus kain hitam yang menutupi wajah si
Singa Gurun yang kini berada sekitar satu batang tombak di
depannya. Sementara Singa Gurun sendiri seakan masih
terpana, tidak menyangka kalau Rangga bisa mudah
menahan pukulan mautnya. Bahkan tangan kanannya
terasa jadi bergetar hebat, ketika beradu dengan tangan kiri
Pendekar Rajawali Sakti.
Rasa penasaran pun seketika itu juga tumbuh dalam hati
si Singa Gurun. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi,
kembali tubuhnya melesat cepat, menyerang Pendekar
Rajawali Sakti. Jurus yang dikerahkan kali ini bukan lagi
seperti yang digunakan ketika menghadapi Nyai Rukini.
Gerakan-gerakan-nya pun kelihatan lebih cepat, dengan
pukulan-pukulan dahsyat dan bertenaga dalam tinggi. Tapi,
Pendekar Rajawali Sakti yang langsung mengerah-kan jurus
'Sembilan Langkah Ajaib' mudah sekali bisa menghindari.
Hingga dalam waktu singkat saja, pertarungan sudah
berjalan lima jurus. Tapi sejauh ini si Singa Gurun belum
bisa mendesak lawannya. Bahkan untuk memasukkan
serangannya pun terasa begitu sulit.
"Setan alas...! Hiyaaat...!"
Sambil memaki, Singa Gurun semakin mem-perhebat
serangan-serangannya. Hatinya benar-benar penasaran
menghadapi lawannya kali ini. Walaupun Rangga hanya
menghadapinya dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'
saja, sudah terasa begitu sulit untuk mendesaknya. Dan
ketika pertarungan memasuki jurus yang ke sepuluh, tibatiba saja Singa Gurun menghentikannya dengan melompat
Jago Kelana 3 Walet Emas Perak Karya Khu Lung Putri Ular Putih 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama