Pendekar Rajawali Sakti 151 Pendekar Pedang Bayangan Bagian 2
"Kapan pertarungan dimulai?"
"Saat aku berangkat ke sini, guruku telah berangkat pula..."
"Apakah beliau tidak menjelaskan, di mana pertarungan itu berlangsung?"
"Ya. Di tepi Sungai Ular, namun jauh di hulu."
"Kalau begitu, mari kita berangkat ke sana!" ajak Ki Arga Wampu seraya bangkit berdiri.
"Eh! Untuk apa" Guru melarang kami menyer-tainya. Ini pertarungan jujur. Dan beliau tidak ingin dianggap pengecut dengan membawa murid-muridnya!"
"Percayalah. Kita tidak bermaksud mengeroyek!"
Bangun Wisesa ragu-ragu mengikuti langkah orang itu. Tampak Ki Arga Wampu bicara sebentar dengan dua muridnya, kemudian langsung meninggalkan tempat ini.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 151. Pendekar Pedang Bayangan Bag. 5 dan 6
21. Dezember 2014 um 07:51
5 ? Kediaman Ki Sukma Agung memang tidak terlalu jauh, sehingga bisa ditempuh hanya dalam waktu sepenanakan nasi dari tempat Pendekar Rajawali Sakri berada. Dibanding para tokoh lain, tempat kediaman tokoh itu memang terhitung dekat dari Lembah Darah. Sehingga tidak heran kalau segala kegiatan yang terjadi di lembah itu diketahuinya. Termasuk kegiatan anak buah lblis Rambut Merah yang sering mengganggunya.
Kalangan persilatan mengenal Ki Sukma Agung sebagai Pendekar Tongkat Malaikat. Dan dia memang salah seorang tokoh tua yang disegani pada saat ini. Kepandaiannya cukup hebat. Permainan tongkatnya pun dikenal di mana-mana. Namun sejauh ini, Iblis Rambut Merah tidak begitu saja akan berhenti mengganggu, sampai keinginannya terpenuhi. Maka sebelum ancaman itu tiba, secara besar-besaran, orang tua ini menyuruh beberapa muridnya untuk memberitahukannya pada beberapa orang sahabatnya.
Salah seorang sahabat Pendekar Tongkat Malaikat adalah Lesmana, yang saat ini bersama Rangga tengah menuju ke tempatnya, ditemani dua orang kawannya.
Di tengah perjalanan, Lesmana bercerita kalau sebenarnya tengah melakukan perjalanan menuju tempat kediaman Ki Sukma Agung. Namun orang-orang Lembah Darah mencegat, lalu berhasil me-ringkusnya.
"Jadi, sebenarnya kalian bertiga tidak jalan bersama ketika itu?" tanya Rangga yang terus menyimak.
"Tidak. Kami kenal di sana. Mereka kuajak kabur. Dan sebelumnya, mereka memang telah berniat kabur.
Rangga mengangguk.
"Rangga, aku yakin kau adalah seorang pendekar berilmu tinggi. Kalau boleh kutahu, siapakah julukanmu" tanya Baruna.
Rangga tersenyum.
"Aku hanya seorang pengembara biasa. Lagi pula, julukan itu tak berarti sama sekali," kilah Pendekar Rajawali Sakti merendah.
"Hm. Kau terlalu merendah. Tapi biasanya, seorang yang berilmu tinggi senantiasa merendahkan diri sepertimu. Bukankah begitu, Lesmana?" kata Baruna, langsung menoleh pada Lesmana.
Lesmana mengangguk setuju. Sedang Rangga hanya tersenyum.
"Hei, coba lihat! Apa yang tengah terjadi si sana!" tunjuk Palaga yang sejak tadi lebih banyak membisu.
Mereka segera menoleh pada sebuah rumah yang tidak jauh di depan. Agaknya, di Sana tengah terjadi pertarungan hebat antara para penghuni rumah itu dengan orang-orang berseragam merah.
"Celaka! Mereka rupanya telah lebih dulu ke sini!" seru Lesmana.
"Apa maksudmu?" tanya Rangga.
"Itulah rumah Ki Sukma Agung! Kita harus cepat membantu!" sahut Lesmana, segera berlari.
Baruna dan Palaga ikut menyusul. Demikian pula Rangga. Dan begitu tiba, mereka segera membaur dalam pertarungan. Kedatangan mereka jelas membuat orang-orang berseragam merah itu terkejut. Namun keterkejutan itu tidak lama, sebab beberapa orang berseragam merah langsung menghadapinya.
"Yeaaa...!"
"Hup! Uts...!"
Rangga bergerak cepat. Seorang laki-laki berseragam merah tersungkur dihajar tendangannya. Namun seketika itu juga, dua lainnya menyerang bersamaan. Pemuda itu bergerak gesit menghindari serangan.
"Uts! Hiiih...!"
Plak! Begkh! "Aaakh" !"
Salah seorang terhajar pukulan telak Pendekar Rajawali Sakti pada dada kiri, dan langsung tersungkur. Ketika kawannya mencoba membalas dengan satu tendangan dari arah belakang. Namun Rangga langsung membungkuk, lalu melompat sedikit ke samping. Kemudian dia balas menyerang lewat sapuan kakinya.
?Duk! "Uhhh"!"
Ujung kaki Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam keras ke tengkuk lawan. Orang berbaju merah itu terjungkal ke depan. Sementara Pendekar Rajawali Sakti tak mau menunggu lama. Langsung dilabraknya lawan yang lain. Sehingga, membuat mereka jatuh bangun tak berdaya.
Kehadiran keempat orang itu memang mem-bawa angin segar dan cukup merepotkan. Sehingga dalam waktu singkat, orang-orang berseragam merah merasa terpojok.
"Awaaas...!"
Lesmana berteriak mengingatkan ketika seorang lawan melempar sesuatu ke tanah.
Busss...! Asap hitam segera mengepul ke udara, langsung mengaburkan pandangan. Perbuatan itu segera diikuti beberapa orang lainnya. Sehingga dalam waktu singkat, tercipta kabut hitam yang cukup tebal.
"Heaaa" !"
Rangga membentak keras sambil menghan-tamkan telapak tangan kanannya ke depan Seketika serangkum angin kencang dari aji 'Bayu Bajra berputar-putar membuyarkan asap hitam itu, sampai lenyap tak bersisa. Namun ketika asap hitam itu sirna, orang-orang berseragam merah itu telah lenyap dari tempat ini.
? *** ? "Kurang ajar...!" dengus Rangga kesal dengan wajah geram.
Lesmana dan kedua kawannya menghampiri Pendekar Rajawali Sakti dengan napas terengah-engah.
"Gila! Apa yang kau lakukan, Rangga" Apakah kau hendak menerbangkan semua orang yang ada di sini" Untung saja aku berpegangan erat pada sebatang pohon. Kalau tidak, aku pasti celaka!" desis Lesmana kaget.
Rangga tersenyum mendengarnya.
"Maafkan aku, Ki Lesmana "
"Hm, sungguh beruntung hari ini. Sebab, aku kedatangan seorang tokoh besar Pendekar Raja-wali Sakti, selamat datang di tempatku ini!"
Tiba-tiba terdengar sebuah suara dari seorang laki-laki berbaju kuning dengan kumis tebal yang sebagian telah memutih.
Rangga dan kawan-kawannya menoleh. Di belakang orang tua berbaju kuning itu, berdiri be-berapa orang laki-laki.
"Terima kasih. Kalau tidak salah, bukankah saat ini aku tengah berhadapan dengan Pendekar Tongkat Malaikat yang amat kesohor?" sahut Rangga seraya balas memberi salam penghormatan.
"Ha ha ha...! Kau terlalu berlebihan memuji, Pendekar Rajawali Sakti. Sesungguhnya, namaku tak ada artinya dibanding namamu. Angin apakah gerangan yang membawamu berkunjung ke sini?"
"Ki Sukma Agung, Rangga telah membantuku dari cengkeraman anak buah Iblis Rambut Merah. Kemudian, dia kuajak ke sini," ujar Lesmana me-nyahut lebih dulu.
"Oh, sungguh kebetulan!" seru Ki Sukma Agung.
"Kukira kalian belum saling mengenal. Ter-nyata" hei" Benarkah kau Pendekar Rajawali Sakti"!"
Rangga hanya tersenyum tanpa menyahut.
"Hei"! Jadi kau sama sekali tidak tahu kawan seperjalananmu ini"!" tanya Ki Sukma Agung.
'Tidak," sahut Lesmana, singkat.
Ki Sukma Agung menepuk-nepuk pundak Lesmana seraya terkekeh-kekeh.
"Sungguh keterlaluan kau, Lesmana! Mana mungkin kau tidak mengenalnya. Kawanmu ini pendekar besar. Dan semestinya, semua orang pernah mengenalnya. Aku sendiri belum mengenalnya secara langsung, tapi tahu betul siapa dia..."
"Ah! Sungguh bodoh sekali aku ini!" seru Lesmana, langsung memukul kepalanya pelan.
"Sudahlah. Tidak perlu dibesar-besarkan. Se-bab hanya akan membuatku malu saja. Lagi pula, masih banyak yang harus dibicarakan," ujar Rangga menengahi.
"Benar. Kalau begitu, silakan masuk. Kami merasa senang hati, karena mendapat kehormatan dengan kehadiran kisanak semua."
Sambutan yang diberikan Ki Sukma Agung cukup bersahabat sebagaimana layaknya kepada sahabat-sahabat dekat saja. Padahal dia baru mengenal Pendekar Rajawali Sakti.
"Ini gangguan mereka yang ketujuh kali. Dan aku yakin, mereka tidak akan berhenti sampai di sini!" jelas Ki Sukma Agng gemas, ketika mereka membicarakan kawanan berseragam serba merah tadi.
"Mereka harus ditindak, Ki!" desis Lesmana geram.
"Hm. Saat ini, Iblis Rambut Merah cukup kuat. Beberapa tokoh silat ternama berhasil dipengaruhinya. Akan semakin sulit bagi kita untuk meruntuhkan mereka."
"Aku yakin, para pendekar tentu mau mem-bantu memerangi mereka," ujar Rangga.
"Begitulah memang yang kuharapkan. Sebab tanpa bantuan para sahabat, tidak mungkin berhasil berjuang sendiri."
"Jangan khawatir, Ki! Aku dan kedua kawanku ini telah bertekad membantumu. Dan kurasa demikian pula halnya Pendekar Rajawali Sakti. Bukan demikian, Rangga?" tanya Lesmana.
"Tindakan lblis Rambut Merah sudah jelas. Dan orang sepertinya tidak boleh dibiarkan. Aku pun bersedia membantumu, Ki Sukma Agung!"
"Terima kasih, Kisanak semua. Saat ini aku te-ngah menanti tiga orang sahabatku lagi. Mereka adalah Ki Arga Wampu, Ketua Padepokan Mega Dahana, Ki Sarpa Ilir, Ketua Padepokan Sungai Ular. Dan, Nyai Galih Rukmi," jelas Ki Sukma Agung.
"Hm... Mereka adalah tokoh silat ternama!" seru Lesmana.
"Lawan yang akan kita hadapi cukup kuat. Terlebih lagi, dia telah banyak mengumpulkan tokoh sakti yang kini menjadi pengikut setianya," sahut Ki Sukma Agung.
"Ki Sukma Agung! Apakah selama ini Iblis Rambut Merah tidak turun tangan sendiri?" tanya Rangga.
"Selama ini, Iblis Rambut Merah hanya turun tangan bila dianggap perlu. Aku tidak mengerti, karena dia tidak langsung menyerangku bila ingin melenyapkan. Sebab, hanya anak buahnya saja yang senantiasa mengganggu."
"Mungkin masih dianggap belum perlu...."
"Entahlah. Mungkin juga..."
Pada saat itu, salah seorang murid Ki Sukma Agung yang berada di luar masuk ke dalam. Dia melaporkan bahwa di luar ada dua orang tamu yang hendak bertemu.
"Dari mana mereka?"
"Dari Padepokan Mega Dahana, Guru."
"Baiklah. Suruh mereka masuk!"
Sang murid menjura hormat, kemudian segera berlalu.
? *** ? "Hm... Apa gerangan yang terjadi, sehingga guru kalian tidak bisa datang ke tempatku ini?" tanya Ki Sukma Agung, setelah mempersilakan tamunya duduk.
"Maaf, Ki Sukma Agung. Guru akan ke sini, setelah urusan dengan Ki Sarpa Ilir selesai...," sahut salah seorang murid Padepokan Mega Dahana.
"Urusan apakah gerangan?"
"Entahlah. Kami tidak tahu pasti. Hanya saja, sepertinya Ki Sarpa Ilir berhalangan untuk meme-nuhi undangan Ki Sukma Agung."
"Apakah Ki Sarpa Ilir sakit?"
"Tidak...."
"Hm ... Mungkin ada urusan penting di antara mereka berdua Ki Sukma Agung menduga.
"Kelihatannya begitu, Ki. Ki Sarpa Ilir mengu-tus seorang muridnya. Dan tidak lama kemudian, guru kami pergi bersama urusan itu. Namun beliau mengatakan, akan ke sini hari ini atau esok hari."
"Baiklah. Oh, kalian pasti lelah setelah melakukan perjalanan. Silakan dinikmati hidangan-nya!" Ki Sukma Agung mempersilakan.
"Terima kasih, Ki...!"
"Kisanak.... Maafkan bila aku terlalu menyam-puri uruusan. Namun bila guru kalian tergesa-gesa pergi bersama utusan dari Padepokan Sungai Ular, pastilah ada sesuatu yang amat penting. Seperti soal hidup dan mati, misalnya. Apakah kalian tidak tahu?" tanya Rangga.
"Hm" Kami tidak tahu pasti. Tapi dari salah seorang murid yang ikut mendengar pembicaraan guru, konon Ki Sarpa Ilir akan menghadapi sebuah pertarungan."
"Pertarungan" Dengan siapa" Dan, karena apa?" tanya Ki Sukma Agung mendahului Pendekar Rajawali Sakti.
Orang tua itu benar-benar kaget, sehingga wajahnya terlihat berkerut dan sedikit tegang.
"Katanya, dari seorang pendekar negeri sebe-rang... "
"Hm ... Pendekar dari negeri seberang...?" gu-mam Ki Sukma Agung dengan wajah seperti ber-pikir.
"Kenapa, Ki Sukma Agung" Apakah kau me-ngenali orang itu?" tanya Rangga.
"Entahlah, aku sendiri tidak yakin...."
"Tidak yakin tentang apa?"
"Belakangan ini, hanya dalam waktu singkat, beberapa tokoh kenamaan tewas di tangan seorang pendekar dari negeri Matahari Terbit. Dia menjuluki dirinya sebagai Pendekar Pedang Bayangan..."
"Apa maksudnya membunuh tokoh-tokoh silat di negeri kita ini?"
"Aku tidak mengerti, Rangga."
Mereka terdiam beberapa saat.
"Siapa saja dari para pendekar yang tewas di tangannya?" tanya Pendekar Rajawali Sakti, me-mecah kesunyian.
"Di antaranya, Ketua Padepokan Merak Mas dan Ki Tadang Alang... " sahut Ki Sukma Agung.
"Mereka tokoh ternama dan dari golongan lu-rus. Kedua tokoh itu memiliki kepandaian hebat. Pendekar Pedang Bayangan pastilah bukan orang sembarangan! Apa mungkin dia salah seorangkaki tangan Iblis Rambut Merah?" duga Pendekar Rajawali Sakti.
"Bisa jadi begitu"' sahut Ki Sukma Agung lirih.
"Apakah tidak sebaiknya kita ke sana, Ki"
"Hm... Sebaiknya memang begitu!" sahut Ki Sukma Agung, seperti tersadar dari kebingungannya.
Orang tua itu langsung bangkit berdiri dan bergegas keluar seraya mengajak tamu-tamunya.
"Eh! Kisanak, tunggu dulu!" seru utusan itu.
"Apa lagi?" tanya Ki Sukma Agung.
"Ki Sarpa Ilir tidak ingin orang lain hadir dalam pertarungannya.
"Bagaimana dengan gurumu" Bukankah dia termasuk orang lain?" kilah orang tua ini.
Sang utusan tidak mampu menjawab, dan hanya mampu menggeleng.
"Nah! Kalau begitu, tidak ada salahnya bila kami ke sana pula seperti yang dilakukan gurumu."
Utusan dari Padepokan Mega Dahana itu tidak bisa berkata apa-apa. Setelah mereka berada di luar, Ki Sukma Agung memberi beberapa perintah pada murid-muridnya untuk berjaga-jaga. Sementara kedua urusan itu segera mohon pamit.
"Ki Sukma Agung, kami juga akan ikut denganmu!" seru Lesmana.
"Ya. Kalian boleh ikut. Muridku tengah menyi-apkan kuda."
? *** Jarak antara tempat kediaman Ki Sukma Agung dengan Padepokan Sungai Ular cukup jauh juga. Bila ditempuh melewati jalan biasa, maka bisa memakan waktu dua kali penanakan nasi. Itu pun bila kuda-kuda mereka digebah kencang. Untung saja Ki Sukma Agung mengambil jalan memotong.
Dari situ, lebih dekat dan sedikit lebih aman. Sebab, menjauhi Lembah Darah. Karena bila mereka menggunakan jalan biasa, harus melewati lembah itu.
Melewati sebuah hutan kecil, Rangga memberi isyarat agar mereka berhenti.
"Ada apa, Rangga?" tanya Ki Sukma Agung.
"Ada seseorang yang mendekat ke sini!"
"Satu orang" Dari mana kau tahu...?" tanya Ki Sukma Agung kembali.
Wajah orang tua ini tampak bingung. Namun kemudian tersenyum sendiri, menyadari kekeliruannya. Jelas dia tadi mengajukan pertanyaan bodoh. Pendekar Rajawali Sakti mungkin memiliki pendengaran tajam. Dan berarti, memiliki kemampuan di atasnya. Buktinya dia sendiri tidak tahu kehadiran seseorang yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti.
"Apakah tidak sebaiknya kita bersembunyi?" tanya Lesmana.
"Tidak perlu," ujar Rangga.
"Mungkin anak buah si Iblis Rambut Merah! Sebaiknya, kita bersembunyi saja, Rangga. Mereka tidak pernah datang seorang diri," timpal Ki Sukma Agung.
Rangga tersenyum.
"Aku yakin, orang ini hanya sendiri. Sebaiknya, kita tunggu saja di sini."
"Yaaah, terserahmu sajalah...," sahut Ki Suk-ma Agung.
Apa yang dikatakan Rangga terbukti. Tidak be-rapa lama, muncul seorang penunggang kuda me-lewati tempat itu. Orang itu segera menghentikan laju kudanya, begitu melihat di depan banyak orang menghadang.
"Ki Arga Wampu...! Ah! Kukira siapa...," seru Ki Sukma Agung, sedikit lega.
"Kiranya Ki Sukma Agung. Hm... Akan kemana tujuan kalian" Apakah ada sesuatu yang perlu dikerjakan?" balas Ki Arga Wampu.
Ki Sukma Agung segera turun dari punggung kudanya. Demikian pula yang lainnya. Dia mem-perkenalkan kawan-kawannya pada Ki Arga Wampu, kemudian menceritakan tujuan perjalanan.
"Ah! Sungguh terlambat, Sobat...!" keluh Ki Arga Wampu.
"Apa maksudmu, Ki Arga Wampu"!"
"Ketika aku dan murid Ki Sarpa Ilir tiba di Sana hanya menemukan tubuh Ki Sarpa Ilir yang telah menjadi mayat. Muridnya membawa pulang. Dan aku langsung ke sini," jelas Ki Arga Wampu, singkat.
"Ki Sarpa Ilir tewas"!" desis Ki Sukma Agung, seperti tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.
"Ya... Begitulah yang kulihat. Keduanya terdiam dengan wajah berduka. Demikian pula yang lainnya. Namun tiba-tiba.....
"Awaaas...!"
Keheningan itu dipecahkan teriakan Pendekar Rajawali Sakti. Dan....
Dum! Dum...! Pssst...! ? *** ? 6 ? Langsung terdengar ledakan, begitu beberapa buah benda sebesar kepalan tangan melesat ke arah Ki Sukma Agung dan yang lainnya. Asap hitam tebal keluar dari benda-berida itu menyelimuti keadaan di sekitarnya, sehingga menghalangi pandangan.
Wuuut! Set! "Awas, serangan gelap!" teriak Rangga, kembali memperingatkan.
Pendekar Rajawali Sakti sendiri melompat ke atas. Dan seketika kedua tangannya menghentak, mengerahkan seperempat tenaga dalam untuk menghalau asap hitam tebal itu lewat aji 'Bayu Bajra'.
"Heaaa...!"
Wuuus...! Begitu angin bagai topan dari aji 'Bayu Bajra' bertiup, asap hitam itu bergerak cepat ke satu arah. Dan sebagian besar buyar disapu angin kencang ciptaan Pendekar Rajawali Sakti. Namun bersamaan dengan itu pula, berlompatan beberapa sosok tubuh berseragam merah langsung menyerang.
"Yeaaa...!"
"Kurang ajar...!" maki Ki Sukma Agung, langsung balas menghajar.
Trang! Tring! Bet! Ki Sukma Agung adalah seorang tokoh ahli memainkan senjata tongkat. Dan sejauh ini, belum seorang pun yang mampu mengimbanginya. Dengan senjatanya, dia berusaha menghalau serangan orang-orang berseragam merah yang bukan main gencarnya.
"Mereka yang kau katakan orang-orang Lembah Darah"!" teriak Ki Arga Wampu di sela-sela pertarungan.
"Ya! Merekalah orangnya...!"
"Kalau begitu, jangan dikasih hati!" sahut Ki Arga Wampu.
Setelah berkata demikian, orang tua ini bergerak cepat menghantam lawan-lawannya. Dua orang langsung memekik kesakitan ketika pukulannya tepat menghantam dada.
"Heaaat...!"
Tiga orang berbaju merah yang lain langsung berkelebat ke arahnya!
Jumlah para pengeroyok sekitar dua puluh orang lebih. Dan rata-rata memiliki kepandaian hebat. Namun begitu, orang-orang yang dihadapi pun tidak bisa dianggap sembarangan. Dalam waktu singkat, mereka jatuh bangun dihajar Ki Sukma Agung dan kawan-kawannya.
"Mundur...!"
Mendadak terdengar bentakan keras. Dan ber-samaan dengan itu, muncul beberapa tokoh lain yang mengurung Ki Sukma Agung beserta yang lain. Jumlah mereka sebelas. Dan melihat gerak-geriknya, kesebelas orang ini memiliki kemampuan lebih hebat ketimbang yang tadi mengurung.
Seorang yang bertubuh besar berkumis tebal, maju mendekati seraya berkacak pinggang.
"Sebaiknya, kau serta kawan-kawanmu me-nyerah!" desis laki-laki itu dengan pandangan menganggap rendah.
"Huh! Segala budak iblis hendak mengaturku! Heh! Lebih baik kalian saja yang menyerah!" sahut Ki Sukma Agung, sengit.
"Kurang ajar! Serang mereka...!" bentak orang itu.
"Yeaaa...!"
Bersamaan dengan itu, mereka berlompatan menyerang dengan senjata terhunus. Beberapa orang melemparkan benda-benda yang tadi bisa meletup, menimbulkan asap hitam tebal.
Plak! Wut! Trang! Ki Sukma Agung mengayunkan tongkat. Dan salah satu benda itu terhajar tongkatnya, dan me-layang ke tempat lain. Namun beberapa buah lagi sempat jatuh di dekat mereka, langsung menimbulkan asap tebal.
"Brengsek...!" maki Rangga kesal.
Pendekar Rajawali Sakti tidak sempat meng-gunakan aji 'Bayu Bajra' untuk menghalau asap tebal itu, karena lawan-lawannya telah lebih dulu menyerang dari jarak dekat. Sehingga mau tidak mau terpaksa harus diladeni.
"Huh! Uts...!"
Bret! "Aaa...!' Rangga bisa merasakan serangan orang-orang berbaju merah itu cepat, dan tidak terduga dalam keadaan tertutup asap tebal dan hitam begini. Kalau saja tidak mengandalkan pendengarannya tajam, bukan tidak mungkin lawan akan mampu mencelakainya.
Bret...! "Aaakh...! Tolooong...!"
Terdengar teriakan yang membuat pemuda itu terkejut. Sebab disadari kalau teriakan itu berasal dari salah seorang kawan Lesmana.
"Kurang ajar...!" Pendekar Rajawali Sakti men-dengus geram.
Seorang lagi di pihak para pendekar terluka. Entah siapa. Karena, tak ada seorang pun menge-tahui. Namun para penyerang itu seperti menge-tahui sasaran dengan jelas. Dan mereka sama sekali tidak terpengaruh oleh asap hitam ini. Padahal, Rangga dan kawan-kawannya merasakan kerongkongan seperti tercekat. Bahkan kepala mereka mulai pusing disertai pandangan mata berkunang-kunang.
"Heaaa.!"
Wur...! ? *** ? Pemuda itu membentak. Dan bersamaan dengan itu, dilepaskannya aji 'Bayu Bajra'. Seketika angin kencang laksana badai topan menderu-deru di sekitar tempat ini. Bukan saja asap hitam yang menyelimuti mereka lenyap. Tapi beberapa lawan yang berada di depannya, melompat tinggi sambil menghindari dari terpaan ajian itu.
"Yeaaa...!"
Plak! Begkh! Tiga orang lawan terjungkal roboh ketika Pendekar Rajawali Sakti mengejar dan melakukan serangan kilat. Pemuda itu menoleh sekilas, dan melihat dua orang kawan Lesmana tewas berlumuran darah. Sementara, Ki Sukma Agung dan Lesmana mulai kerepotan. Hanya, Ki Arga Wampu dan dirinya saja yang mampu bertahan. Rangga sempat terkejut ketika orang tua itu mengeluarkan aji saktinya yang mampu membuat dirinya berjumlah banyak. Sehingga, orang-orang berbaju merah itu terkecoh.
"Gila! Hebat juga ilmu orang tua itu!" desis Rangga memuji.
Pendekar Rajawali Sakti sendiri sambil meng-hajar lawan-lawannya, bergerak mendekati Les-mana dan Ki Sukma Agung yang mulai terluka dan terdesak hebat. Agaknya, hal itu pula yang dilakukan Ki Arga Wampu.
"Ki Arga Wampu! Apakah tidak sebaiknya kita mundur dulu" Ki Sukma Agung dan Lesmana mulai terdesak!" bisik Rangga dengan suara sedikit keras.
"Hm... Sebenarnya aku masih kesal terhadap mereka. Tapi apa yang kau katakan benar. Bawa mereka menjauh. Biar kutahan yang lainnya. Ayo cepat!" ujar Ki Arga Wampu.
"Baiklah...!"
Rangga segera mencengkeram, menarik lengan kanan Lesmana dan mengambil alih pedang yang berada di tangan kanannya. Kemudian, diberinya isyarat pada Ki Sukma Agung untuk segera lari dari tempat ini.
"Ayo, cepaaat!"
"Yeaaa...!"
Baru saja kedua orang itu hendak melompat ke punggung kuda, lima orang berseragam merah langsung menghunuskan senjata langsung menerjang. Namun dengan gesit Rangga memapak serangan. Pedang Lesmana yang berada di tangannya, berkelebat cepat.
Dua orang kontan terjungkal roboh dengan perut robek. Seorang lagi tangannya putus. Rangga cepat menyambar pedang dalam genggaman tangan lawan, lalu pedang Lesmana dilemparkan pada pemiliknya.
"Lekas kalian pergi lebih dulu! Aku akan me-nyusul...!" teriak Rangga, seraya memapaki dua orang lawan yang berada di dekatnya.
Trang! Bret! "Wuaaa...!"
Pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti berkelebat menyambar. Seketika dua lawannya terjungkal roboh sambil memekik kesakitan. Perut mereka robek, mengucurkan darah segar.
Suiiit! Pendekar Rajawali Sakti langsung bersuit nya-ring. Dan pada saat itu juga, kudanya berlari kencang mendekati.
"Hup!"
Rangga segera melompat ke punggung Dewa Bayu dan menggebahnya mendekati Ki Arga Wampu.
"Ki Arga Wampu! Cepat naik! Tinggalkan tempat ini...!"
"Heup"!"
Pendekar Rajawali Sakti 151 Pendekar Pedang Bayangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang tua itu memunahkan ajiannya. Dan bentuknya yang nyata kembali terlihat. Setelah itu, dia melompat ke belakang Pendekar Rajawali Sakti.
Seketika kuda berbulu hitam itu berlari kencang meninggalkan tempat ini. Namun, para pengeroyok agaknya tidak sudi membiarkan begitu saja dua orang yang berada paling depan langsung melompat sambil menghunus senjata.
"Yeaaa..!"
"Huh!"
Rangga mendengus geram, langsung menoleh sekilas. Seketika itu pula, pedang di tangannya melesat menyambar salah seorang.
Bres! "Aaa !"
Orang itu terjungkal roboh disertai pekikan nyaring. Pedang yang dilempar Pendekar Rajawali Sakti tepat menembus jantungnya. Hal yang sama juga dilakukan Ki Arga Wampu. Orang tua itu melepaskan pukulan jarak jauh ke arah lawan yang seorang lagi.
Kini Rangga tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dan langsung ditinggalkannya tempat itu dengan menggebah kudanya sekencang mungkin, sehingga lawan-lawannya tidak mampu menyusul.
Dalam waktu singkat, mereka berhasil menyusul Ki Sukma Agung dan Lesmana. Kini ketiga kuda itu terus berlari kencang, ketika penunggangnya menggebah tak henti-hentinya.
? *** ? Rangga dan tiga orang kawannya tiba di tempat kediaman Ki Sukma Agung dalam waktu tidak terlalu lama. Kedua kuda yang ditunggangi Lesmana dan Ki Sukma Agung terlihat letih. Dua orang murid Ki Sukma Agung langsung menyambut dan menggiring kuda-kuda itu ke kandang untuk diberi makan.
"Maaf, Ki. Ada seseorang yang tengah menunggu...," ujar salah seorang muridnya memberitahu.
"Siapa?" tanya Ki Sukma Agung.
"Dia tidak menyebutkan namanya. Orang itu pendiam. Dan katanya, datang ke sini untuk menanyakan sesuatu. Itu dia orangnya!" tunjuk murid Ki Sukma Agung.
Orang tua itu menoleh, langsung melihat seorang pemuda berbaju serba hitam dengan rambut agak panjang dikuncir ke atas. Kedua tangannya bersedekap di dada. Dan tangan sebelah kanan, menggenggam sebilah pedang panjang.
Bersama dengan yang lain, Ki Sukma Agung menghampiri pemuda itu yang berdiri tidak jauh di beranda depan.
"Kisanak.... Aku Ki Sukma Agung. Adakah sesuatu yang bisa kubantu untukmu?"
Pemuda itu menoleh Sehingga, kini wajahnya terlihat jelas. Kedua alisnya tebal dan sepasang matanya sipit. Kulitnya agak kekuning-kuningan.
"Namaku Akira Yamamoto. Aku mencari Ki Arga Wampu. Menurut keterangan murid-murid-nya, beliau berada di sini."
"Kisanak... Akulah orang yang kau cari!" sahut Ki Arga Wampu seraya melangkah maju mendekati pemuda itu.
"Hm... Jadi kaukah Ki Arga Wampu?" gumam pemuda yang temyata Akira Yamamoto.
'Tidak salah. Adakah sesuatu yang bisa kubantu untukmu?"
"Ki Arga Wampu! Aku menantangmu berta-rung!" ujar Akira Yamamoto tanpa tedeng aling-aling,
"Hm, jadi kaukah pendekar dari negeri Mata-hari Terbit itu?"
"Benar!"
"Kisanak! Kudengar tentang kehebatanmu. Namun, hal itu sama sekali tidak membuatku senang. Seorang kawanku tewas di tanganmu. Dan jika menuruti kata hati, mestinya kuterima tantanganmu tanpa berpikir jauh lagi...."
"Apakah kau hendak menolak tantanganku?"
"Bukan begitu. Kurasa, kau bukan orang jahat. Dan kepandaianmu pun hebat. Sungguh sayang bila jalan yang kau tempuh tidak berguna."
"Kisanak! Aku tidak peduli apa yang kau katakan. Sebab orang punya jalan hidup masing-masing untuk mengabdikan diri. Dan jalan hidup yang kuabdikan, adalah menurut cara padepok-anku!" sahut pemuda bermata sipit itu tegas.
"Apakah tidak pernah terlintas dalam benakmu untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain" Seperti melenyapkan kejahatan yang mengganggu banyak orang?" sindir Ki Arga Wampu. Pemuda itu terdiam.
"Apa yang dikatakan Ki Arga Wampu memang benar, Kisanak. Masih banyak yang harus kita kerjakan. Dan lebih berguna ketimbang persoalan yang sifatnya pribadi. ," timpal Rangga
"Siapa kau?" tanya pemuda itu seraya menoleh ke arah Rangga.
"Namaku Rangga....
"Kukenal orang bernama Rangga yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti. Kaukah orangnya?"
"Betul..."
"Sungguh kebetulan! Kisanak! Kau salah seorang dari daftar tokoh-tokoh yang akan menerima tantangan bertarung denganku," sambut Akira Yamamoto tanpa sungkan-sungkan.
Kisanak! Aku tidak suka bertarung tanpa alasan."
"Tidak perlu! Sebab, yang kuinginkan adalah, bahwa kau harus menerima tantanganku. Kalau tidak..., barangkali kau memang pengecut!"
Rangga menarik napas agak panjang. Kata-ka-ta pemuda bermata sipit itu tidak enak didengar. Dan nadanya membuat hati sesak. Pendekar Rajawali Sakti berusaha menahan sabar.
"Bagaimana" Apakah kau terima tantanganku" Pendekar Rajawali Sakti kudengar tokoh hebat di negeri ini. Dan dari sekian banyak daftar tokoh silat di negeri ini, maka namamu kumasukkan dalam urutan terakhir. Yaitu, orang yang kuanggap tinggi. Aku akan penasaran bila kau menolak tantanganku!"
Rangga terdiam seraya mendesah pelan. Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak ingin bertarung dengan pemuda ini, karena tidak ada alasan kuat. Lagi pula, sudah jelas kalau pemuda inilah yang telah menewaskan tokoh-tokoh lain meski dalam pertarungan jujur. Berarti pula, hanya ada dua pilihan bila menyambut tantangannya. Menerima sampai salah seorang tewas, atau mendapat malu karena dianggap pengecut. Dua-duanya memang bukan pilihan enak.
"Kisanak! Orang orang ini akan menjadi saksi, apakah kau akan menjadi pengecut atau tidak!' ujar Akira Yamamoto menegaskan.
Rangga baru saja akan menjawab, ketika terdengar derap langkah kuda menuju ke sini. Mereka semua berpaling, melihat di sekeliling tempat ini telah dikepung orang-orang berseragam merah.
"Celaka! Anak buah lblis Rambut Merah, desis Lesmana.
"Mereka telah mengurung tempat ini!" ujar Ki Sukma Agung, seraya menghitung jumlah para pengepung.
Apa yang diduga memang tidak salah. Tempat ini telah dikepung anak buah lblis Rambut Merah. Jumlah mereka cukup banyak. Dan, tidak kurang dari lima puluh orang.
"Kisanak! Kalau kau hendak berbuat sesuatu bagi orang banyak, inilah saatnya! Mereka seka-wanan boneka yang patuh pada majikannya. Seorang yang sesat berjuluk Iblis Rambut Merah. Meski di antara mereka semua orang-orang baik, namun kini apa bedanya" Dalam keadaan seperti ini, jiwa mereka terisi iblis. Mereka hanya patuh pada perintah majikannya yang sesat. Bahkan tidak segan-segan melenyapkan nyawa manusia demi mencapai tujuannya!" ujar Ki Sukma Agung, kepada Akira Yamamoto.
Akira Yamamoto tetap diam membisu. Namun sepasang matanya mengawasi orang-orang berseragam merah itu dengan tajam.
"Sukma Agung keparat! Apakah kau masih tidak mau menyerah juga"! Masih ada kesempatan bagimu untuk ikut dengan kami!" teriak seorang laki-laki bertubuh besar bercambang bauk tebal.
Orang ini bernama Ki Sampurno. Dengan sen-jatanya berupa kapak besar dan agak lebar, dia dikenal di seantero rimba persilatan sebagai Kapak Gila Pembawa Maut. Julukan itu amat disegani kalangan persilatan. Baik dari golongan lurus, maupun dari golongan sesat. Padahal, Ki Sampurno selama ini dikenal sebagai pendekar yang selalu membela kebenaran. Namun, Iblis Rambut Merah telah memperalatnya. Sehingga, kini dia menjadi abdi penguasa Lembah Darah itu. Bahkan dianggap sebagai salah satu abdi yang bisa diandalkan.
"Ki Sampurno! Bila saja otakmu masih waras, kau tidak akan berkata begitu padaku. Kita bersahabat sejak kecil. Dan sekalipun, tidak pernah kau mengeluarkan kata-kata seperti itu padaku. Tidakkah hati kecilmu menyadari bahwa iblis telah merasukimu?" sahut Ki Sukma Agung, coba menyadarkan sahabatnya dengan kata-kata lembut penuh bujukan.
"Setan alas! Phuih! Siapa yang mengatakan kau sahabatku" Kau adalah musuhku. Musuh besarku! Jangan memancing kesabaranku. Ayo, ikut denganku sekarang juga. Dan, bawa kawan-kawanmu ikut serta!" bentak Ki Sampurno, garang.
"Hm... Sungguh sayang, Sobat. Agaknya sia-sia saja menyadarkanmu. Iblis keparat itu telah menghujamkan pengaruhnya begitu dalam. Sehingga, kau sama sekali tidak mengenalku..."
"Keparat! Masih juga kau bayak mulut..!" desis Ki Sampurno geram dengan mata melotot lebar.
Kapak Gila Pembawa Maut memberi isyarat. Maka bersamaan dengan itu, seluruh anak buahnya langsung berlompatan menerjang.
"Heaaa...!"
Melihat itu, Ki Sukma Agung tidak tinggal diam. Segera diperintahkannya pada murid-muridnya yang berjumlah sekitar dua puluh orang, untuk membalas serangan. Sementara, dia sendiri dan yang lain ikut membantu Termasuk, Akira Yamamoto!
"Yeaaa...!"
Bres! Bret! "Aaa...! Pendekar dari negeri Matahari Terbit itu mem-bentak keras seraya bergerak cepat menyambut serangan anak buah lblis Rambut Merah. Gerakannya cepat sekali, dan sulit diikuti pandangan mata biasa. Begitu pedangnya tercabut, maka tiga orang langsung melolong kesakitan dengan perut robek. Kemudian ketika kembali bergerak, dua lawan berikutnya memekik tertahan. Mereka ambruk, dan tewas seketika dengan leher nyaris putus.
Tindakan Akira Yamamoto yang keras dan ke-jam, terlihat menyolok. Dan ini membuat lawan-lawan yang lain lebih banyak mengerubutinya. Namun semakin banyak yang mendekat, maka makin banyak pula korban yang ditimbulkannya.
Sampai, ketika pedang pemuda bermata sipit itu membentur sesuatu.
Tring! "Yeaaa...!"
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 151. Pendekar Pedang Bayangan Bag. 7 dan 8 (Selesai)
21. Dezember 2014 um 07:54
7 ? Mendadak sebuah bayangan berkelebat, langsung memapaki. Sehingga terdengarlah bunyi berdenting nyaring, mengiringi percikan bunga api kecil akibat beradunya dua buah senjata yang sama kuatnya. Akira Yamamoto mendengus penasaran. Dia langsung melompat ke belakang untuk mengatur jarak.
Dari sini, pemuda itu bisa mengamati dengan seksama, ketika bayangan tadi tidak melanjutkan serangan. Kini tampaklah sosok tubuh berdiri tegak tengah mengawasinya.
Orang itu bertubuh tinggi besar. Pakaiannya seperti pendeta. Kepalanya botak, dengan sebuah tasbih yang terdiri dari rangkaian benda-benda bulat sebesar kelereng ukuran besar bergantung di leher. Tangan kanannya menggenggam sebalang tongkat yang pada ujungnya berukir bunga teratai yang hendak mekar. Di bawah bunga teratai, terdapat empat buah lengkungan sepanjang satu jengkal yang saling berhadapan. Agaknya, tongkat inilah yang tadi membentur pedang Akira Yamamoto.
"Kau seorang pendeta agama! Di pihak mana kau berada"!" tanya pemuda dari negeri Matahari Terbit seraya mendengus sinis.
"Kau tidak perlu tahu. Yang jelas, aku hendak membunuhmu!" dengus pendeta itu.
"Huh! Aku enggan berhadapan dengan orang sepertimu! Menyingkirlah. Dan, jangan ikut campur urusan ini."
"Kaulah yang ikut campur dalam urusan ini. Sebaiknya, menyingkir saja. Dan, pulanglah ke negerimu."
"Kau tidak berhak memerintahku!"
"Demikian pula kau!" balas pendeta itu, tidak kilah sengit.
"Orang tua! Agaknya kau memang sengaja mencari gara-gara!"
"He he he ..! Kaulah yang sengaja mencari gara-gara dengan Wiku Satya Nugraha ..!"
"Huh! Kalau begitu, lebih baik kita tentukan di ujung senjata masing-masing!" dengus Akira Yamamoto, geram.
Akira Yamamoto terbakar hatinya mendengar kata-kata pendeta bernama Wiku Satya Nugraha yang selalu membalik-balikkan ucapannya.
"He he he...! Sesukamu sajalah...!"
Akira Yamamoto menghunus pedangnya dengan sepasang mata nyaris seperti dua buah garis saja. Dahinya berkerut. Tangan kirinya terpentang. Lalu dengan satu bentakan nyaring, dia melompat menerjang Wiku Satya Nugraha.
'Yeaaa...!"
Wut! Bet! Trang!
Akira Yamamoto alias Pendekar Pedang Bayangan menyerang dengan ganas. Dan agaknya, waktunya tidak ingin disia-siakan sedikit pun untuk bermain-main dengan Wiku Satya Nugraha. Pedangnya berkelebat cepat, dan sesekali menghindar dari serangan balasan yang dilakukan pendeta berusia setengah baya itu. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Sebab sedikit demi sedikit Akira Yamamoto mulai mendesak pendeta ini.
Wiku Satya Nugraha mungkin memiliki tenaga dalam hebat. Terbukti, setiap kali senjatanya beradu menimbulkan bunga api. Namun dalam hal adu kecepatan, agaknya dia kalah dua tingkat di bawah pemuda itu. Sehingga tidak heran bila memasuki jurus ketujuh dari pertarungan, orang tua itu sudah tidak mampu lagi balas menyerang. Dia jatuh bangun menghindari serangan-serangan gencar. Namun begitu masih juga terdengar tawa mengejek yang keluar dari mulutnya.
"He he he...! Inikah pendekar dari negeri Matahari Terbit yang kesohor itu" Ternyata, tidak lebih pintar dari seekor keledai dungu."
"Yeaaat!"
Akira Yamamoto tidak meladeninya. Dia membentak, lalu tubuhnya melayang dengan pedang siap terhunus.
Wuk! "Uts!"
Ujung pedang pemuda sipit itu menyambar ke perut pendekar ini. Wiku Satya Nugraha melompat ke belakang seraya mengibaskan tongkat untuk memapak serangan. Tiba-tiba, tubuh Akira Yamamoto mencelat ke samping, melakukan satu tendangan ke arah pinggang. Kembali orang tua itu harus melompat ke belakang. Namun sebelum hal itu dilakukan, pedang Akira Yamamoto telah berkelebat secepat kilat. Sehingga.
Cras! "Aaa"!"
Wiku Satya Nugraha kontan memekik nyaring, begitu pedang pemuda itu menemui sasaran. Tubuhnya langsung terjungkal ke belakang, dan tewas seketika setelah menggelepar sesaat. Di dahi hingga ke bibir, terlihat luka sayatan dalam yang panjang akibat sambaran pedang milik Pendekar Pedang Bayangan.
"Kau telah memaksaku berbuat begini, meski aku enggan melakukannya!" dengus pemuda itu lirih.
Setelah itu, Akira Yamamoto berdiri tegak memperhatikan. Namun tidak berlangsung lama, sebab beberapa orang berseragam merah sudah langsung mengurung dan menyerangnya dengan ganas. Sehingga dengan terpaksa, dia meladeninya.
? *** ? Sementara itu, Rangga tengah berhadapan dengan seorang tokoh berbadan kekar dan bertelanjang dada. Orang itu memakai celana pangsi warna hijau dengan kain sarung merah berbunga-bunga melilit pinggangnya. Sepasang matanya melotot lebar dan merah. Rambut di kepalanya, yang pendek, berdiri tegak seperti bulu kuduk. Hidungnya besar. Kedua lobangnya pun lebar. Demikian pula bibirnya yang tebal, sedikit menghitam.
Orang bersenjata keris yang berlekuk sembilan ini bernama Manik Angkeran. Dan dia dikenal sebagai Hantu Rawa Bangkai. Selama ini, Hantu Rawa Bangkai termasuk tokoh sesat yang penuh teka-teki. Dia jarang menampakkan diri. Namun bila telah keluar dari sarangnya, maka beberapa korban akan jatuh karena perbuatannya. Dan di antara korban-korbannya, tidak hanya terdiri dari orang biasa. Juga, tokoh-tokoh silat yang ternama dan berkepandaian tinggi.
Biasanya, Hantu Rawa Bangkai tidak begitu sulit menaklukkan lawan-lawannya. Namun menghadapi Pendekar Rajawali Sakti, ternyata membuatnya amat geram. Beberapa kali serangannya dapat dihindari. Bahkan ketika melipatgandakan serangan, Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak bergeming. Malah tidak kelihatan kalau Pendekar Rajawali Sakti terdesak.
"Bocah kampret! Kupatahkan batang lehermu!" desis Hantu Rawa Bangkai garang.
"Silakan bila mampu!"
"Keparat!"
Mata Hantu Rawa Bangkai melotot lebar. Dan setelah mendengus sinis, dia melompat menerjang.
"Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke sana kemari, memainkan jurus 'Sembilan Langkah Aja-ib'. Hantu Rawa Bangkai menyadari, pemuda itu tidak bisa diserang dengan jurus biasa. Sehingga mau tidak mau, dia langsung menggunakan jurus pamungkas, 'Hantu Rawa Mandi Di Kali'.
"Heaaa...!"
"Uts, hiya!"
Rangga melompat ke samping, dan terus men-celat ke belakang ketika ujung keris Hantu Rawa Bangkai berkelebat-kelebat menyambarnya dengan gerakan tak terduga.
Rangga melompat ke belakang. Dan ketika Manik Angkeran alias Hantu Rawa Bangkai terus mengejarnya penuh nafsu, Pendekar Rajawali Sakti mendengus dingin seraya melompat memapak serangan menggunakan jurus 'Seribu Rajawali'.
"Yeaaat!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat. Dan sesaat, Hantu Rawa Bangkai terkejut ka-rena gerakan yang dibuat Pendekar Rajawali Sakti sangat membingungkan. Seolah-olah, pemuda itu kini berjumlah banyak. Sehingga, dia tidak mengetahui ke mana harus menyerang. Beberapa kali dicobanya, namun serangannya hanya mengenai tempat kosong. Bahkan tiba-tiba...
Begkh! Duk! "Aaakh"!"
Hantu Rawa Bangkai baru sadar setelah dua tendangan berturut-turut menghantam dada dan perut. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah ke belakang. Namun, Rangga sepertinya tidak mau memberi kesempatan. Sebelum Hantu Rawa Bangkai menyentuh tanah, tubuhnya melompat dan mengirim tendangan geledek ke dada.
Begkh! Krak! "Aaa...!"
Hantu Rawa Bangkai kontan memekik nyaring. Tulang dadanya terasa remuk. Dan dari mulutnya, menyembur darah kental. Orang itu menggelepar sesaat, kemudian diam tidak berkutik.
"Heaaat...!"
"Heh"!"
Rangga tidak sempat beristirahat sejenak. Sebab saat itu juga, beberapa orang berseragam merah langsung menerjangnya dengan senjata terhunus. Pemuda itu menggeram, lalu melompat ke bawah. Langsung disambarnya senjata salah seorang lawan yang tergeletak tidak berdaya, dan segera memapaki.
Trang! Bruet! "Aaa...!"
Tiga bilah pedang terpental dihantam pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan ujung pedang di tangan Rangga bergerak cepat menyambar ke perut mereka. Sesaat terdengar pekik kematian. Tiga orang kontan ambruk berlumuran darah.
Dalam waktu singkat, anak buah Iblis Rambut Merah berkurang banyak. Sehingga yang tersisa saat ini hanya sekitar tujuh orang saja.
Ki Sukma Agung berhadapan dengan Ki Sampurno. Bahkan kini tengah mendesak dengan he-bat. Demikian juga halnya Ki Arga Wampu. Lawannya adalah seorang laki-laki kurus dan bertubuh agak kecil, namun gerakannya cukup lincah.
Tokoh ini bernama Bagong Kusuma. Dia adalah seorang tokoh silat kenamaan di wilayah barat. Pengaruhnya cukup disegani oleh kawan maupun lawan. Namun kali ini, dia tidak berkutik melawan Ki Arga Wampu. Sehingga dalam waktu singkat, menemui ajalnya!"
? *** ? Beberapa saat kemudian Ki Sukma Agung menyudahi pertarungan. Ki Sampurno telah tewas di tangannya lewat pertarungan sengit. Orang tua itu tertunduk lesu, tidak berusaha mengejar ketika beberapa anak buah Iblis Rambut Merah kabur dari tempat ini.
"Sudahlah, Sobat. Hidup dan mati dalam seti-ap pertarungan adalah persoalan biasa...," bujuk Ki Arga Wampu, seraya mendekat dan menepuk punggungnya.
"Benar, Ki Sukma Agung. Kita tidak perlu merasa bersalah. Apalagi tak ada cara lain untuk menolongnya. Bila kau tidak membunuhnya, maka dia pasti akan membunuhmu timpal Rangga.
Ki Sukma Agung menghela napas panjang. Sama sekali tubuhnya tidak beranjak dari tempatnya. Orang tua ini malah duduk, dan mengusap wajah Ki Sampurno pelan.
"Dia sahabatku. Sahabat baikku sejak kecil. Kami pernah berjanji untuk saling melindungi. Dan ketika Iblis Rambut Merah mempengaruhinya, aku tidak mampu menolong. Lalu..., kini dia malah binasa di tanganku..." ujar Ki Sukma Agung lirih.
"Beberapa orang pernah mengalami hal serupa, Sobat. Dan mereka mampu tabah. Kesedihan tak akan ada habisnya. Demikian pula rasa penyesalan. Namun semua kejadian berada di luar ke kuasaan kita. Tugas utama kita adalah, berusaha berbuat hal yang sebaik mungkin," lanjut Ki Arga Wampu.
Ki Sukma Agung mengangguk pelan.
"Sudahlah. Relakan kepergiannya. Dan, jangan sesalkan dirimu. Dia hanya alat. Yang kita pikirkan saat ini adalah, bagaimana membereskan Iblis Rambut Merah yang menjadi biang keladi semua ini," bujuk Ketua Padepokan Mega Dahana itu.
"Kau benar, Sobat. Aku mengerti... Hanya saja mungkin sedikit sulit menerima kenyataan ini. Tapi, aku berusaha bisa menerimanya dengan hati lapang...," sahut Ki Sukma Agung seraya bangkit berdiri.
Mereka melangkah pelan ke rumah Ki Sukma Agung. Namun baru saja hendak melangkah ke beranda depan"
"Ki Arga Wampu dan Pendekar Rajawali Sakti! Persoalan kita belum selesai! Apakah kalian hendak melupakannya begitu saja?"
Terdengar kata-kata Akira Yamamoto alias si Pendekar Pedang Bayangan yang cukup lantang.
Mereka menghentikan langkah. Ki Arga Wampu dan Rangga melangkah lima tindak, mendekati pemuda itu.
"Tidakkah kau punya perasaan" Kami tengah berduka. Dan yang kau bicarakan hanya soal pribadi!" ujar Ki Arga Wampu, dingin.
"Aku tidak peduli! Yang kuinginkan adalah jawaban. Pertarungan tidak musti hari ini. Tapi, boleh kau tentukan waktunya," sahut Pendekar Pedang Bayangan tegas.
Rangga mendekati Akira Yamamoto. Ketika jarak mereka terpaut lima langkah, pemuda itu berhenti dan berdiri tegak saling memandang.
"Kisanak! Kuterima tantanganmu dengan satu syarat!" ujar Pendekar Rajawali Sakti pendek.
"Syarat apa yang hendak kau ajukan?"
"Kami tengah bertikai dengan lblis Rambut Merah, seperti yang tadi kau lihat. Bila persoalan ini selesai, kita tentukan pertarungan. Kau tidak perlu menantang Ki Arga Wampu. Biar aku yang mewakilinya!"
"Rangga! Mana bisa begitu..."!" seru Ki Arga Wampu berusaha mencegah.
Namun Rangga telah memberi isyarat.
"Ki Arga Wampu, tidak apa-apa. Kalau ternya-ta dia mampu mengalahkanku, kau boleh menen-tukan sikap."
"Hm.... Baiklah kalau memang begitu keingin-anmu. Kuanggap saja kau yang lebih dulu maju menghadapiku... "
"Baiklah.... Kuterima syaratmu itu!" sahut Akira Yamamoto.
"Aku hendak menambahkan!" sambung Ki Arga Wampu.
"Apa gerangan?" tanya Akira Yamamoto.
"Kisanak! Tadi kau telah membantu kami. Dan kami sangat berterima kasih. Tapi, tidakkah kau hendak berbuat baik barang sedikit" Umpamanya, ikut menumpas Iblis Rambut Merah beserta anak buahnya" Sayang sekali bila kepandaianmu tidak dipergunakan untuk hal-hal yang berguna"
Pendekar Pedang Bayangan terdiam sejurus dengan kedua tangan terlipat di dada.
"Kami tidak memaksa. Namun bila kau setuju, tentu saja budimu tidak akan terlupakan begitu saja. Dan yang terpenting, kurasa Pendekar Rajawali Sakti akan lebih menghargai keinginanmu untuk bertarung dengannya. Demikian pula aku," tambah Ki Arga Wampu.
"Betul! Bila kau setuju membantu kami, maka begitu selesai menumpas Iblis Rambut Merah, maka saat itu pula aku siap bertarung denganmu," timpal Rangga.
"Hm, benarkah?"
"Kau boleh pegang janjiku. Dan mereka yang berada di sini, akan menjadi saksi!"
Pendekar Pedang Bayangan terdiam lagi barang sesaat, sebelum mengangguk pelan memberi jawaban.
"Baiklah. Aku bersedia membantu kalian!"
Mereka yang berada di tempat ini tersenyum lega mendengar jawabannya.
"Kami merasa gembira mendengar jawabanmu!" seru Ki Arga Wampu.
"Kapan kalian mempunyai rencana menumpas Iblis Rambut Merah?"
"Kukira, nanti malam adalah waktu yang te-pat!'" sahut Ki Arga Wampu.
"Sobat! Apakah kita tidak terlalu terburu-buru?" Ki Sukma Agung tampak terkejut mendengar jawaban itu.
Ki Arga Wampu tersenyum kecil.
"Mereka baru saja mengerahkan anak buahnya dalam jumlah banyak. Dan kini, kekuatan mereka berkurang. Iblis Rambut Merah tentu marah besar. Dan pasti, dia akan mengadakan pembalasan besar-besaran. Maka sebelum mereka melakukannya, kita yang harus menyerang lebih dulu. Kita kagetkan mereka, dan kacaukan semua anak buahnya yang tersisa!"
"Aku mendukung apa yang dikatakan Ki Arga Wampu. Saat ini mereka tengah lemah, karena kehilangan banyak anak buah. Dan semangat mereka pun jatuh. Inilah kesempatan kita untuk menghancurkannya!" ujar Rangga mendukung.
"Tapi... apakah dengan jumlah kita seperti saat ini mampu menghancurkan mereka?" tanya Ki Sukma Agung, bernada khawatir.
"Ki Sukma Agung, jangan merasa khawatir. Jumlah semua anak buah Iblis Rambut Merah tidak sampai seratus orang. Dan sampai hari ini, dia telah kehilangan banyak. Sehingga, kurasa kita akan mampu menghancurkan mereka. Lagi pula, bukankah kau mengatakan kalau kita akan mendapat bantuan seorang tokoh lagi?" sahut Lesmana.
"Maksudmu, Nyai Galih Rukmi?"
"Ya! Siapa lagi kalau bukan dia"!"
'Tapi sampai saat ini, dia belum juga datang...," sahut Ki Sukma Agung dengan nada masghul.
"Hi hi hi...! Apakah ada yang membicarakan namaku..."!" teriak satu suara yang menimpali.
Bersamaan dengan itu, sesosok tubuh ber-kelebat cepat dengan gerakan ringan sebagaimana layaknya sehelai daun kering tertiup angin.
Sesosok tubuh itu berdiri tegak, persis di depan Ki Sukma Agung. Dia adalah seorang wanita berambut panjang yang disanggul ke atas, memakai baju merah muda. Di pinggang sebelah kiri terdapat sebuah buntalan kain lusuh. Wajah wanita tua ini cerah. Bibirnya selalu tersenyum, menandakan hatinya selalu gembira. Sehingga dari wajahnya terlihat kalau wanita yang berjuluk? Tabib Sakti Kuncir Emas ini lebih muda dan usia yang sebenarnya.
"Nyai Galih Rukmi"! Kukira siapa. Syukurlah kau datang tepat pada waktunya...!' seru Ki Sukma Agung, cerah.
"Hi hi hi...! Ada apa gerangan" Apakah pesta telah berakhir, dan kalian hdak mengajak-ajakku?" sahut wanita itu enteng dengan mata jelalatan memandang mayat-mayat bergeletakan.
"Sayang! Kau memang datang terlambat, So-bat!" sahut Ki Arga Wampu.
Orang tua itu lalu menceritakan rencana mereka. Dan Nyai Galih Rukmi agaknya menyetujuinya. Mereka segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk serangan ke sarang lblis Rambut Merah.
? *** ? ? 8 ? Senja baru saja berlalu, dan sebentar lagi ma-lam tiba. Suasana di tempat ini terasa gelap dan sedikit menyeramkan. Lembah Darah terlihat laksana sebuah lubang gelap, membuat setiap orang bergidik ngeri bila berada di dekatnya. Apalagi mereka yang menuju ke sana, akan berpikir seribu kali. Jangankan di malam hari. Bahkan di siang hari sekalipun, mereka akan menghindar jauh-jauh.
Namun tidak demikian halnya bagi Ki Sukma Agung dan kawan-kawannya. Dengan mengendap-endap dan kewaspadaan tinggi, mereka bergerak mendekati lembah itu. Tujuannya sudah jelas. Ke sarang penguasa lembah ini, Iblis Rambut Merah!
"Masih jauh tempat mereka?" tanya Rangga, pelan di telinga Lesmana yang berada di dekatnya.
"Sebentar lagi. Kita harus melewati jembatan kecil di depan sana. Dan setiba di seberang, maka kewaspadaan harus tinggi. Sebab, anak buah lblis Rambut Merah selalu berkeliaran di sana' jelas Lesmana.
Mereka tiba di dekat sebuah sungai kecil yang lebarnya kurang dari dua tombak. Di situ, ada se-buah jembatan bambu yang menghubungkan ke-dua tepinya.
Lesmana memberi isyarat agar mereka berhenti sejenak. Dalam hal ini, dia bertindak sebagai penunjuk jalan. Sebab di antara yang lain, hanya dia yang paling mengetahui seluk-beluk daerah ini.
"Sebaiknya berhati-hati dan tingkatkan ke-waspadaan!" ujar Lesmana berbisik.
Jumlah mereka hanya berenam. Namun begitu, tekad yang dimiliki sangat kuat. Ki Sukma Agung sendiri sengaja tidak membawa serta murid-muridnya. Sehingga bila terjadi pertarungan, tidak akan begitu banyak korban.
Baru saja mereka berada di seberang sungai, mendadak dua sosok tubuh berkelebat menyambar dari depan. Sedangkan beberapa orang lagi menyambar dari samping kanan dan kiri.
"Awaaas!" Rangga memperingatkan, seraya menundukkan kepala.
"Yeaaa"!"
Bila yang lainnya langsung menghindar dari serangan gelap, maka Akira Yamamoto tidak mempedulikannya. Pemuda itu mendengus geram. Ketika dua sosok tubuh menyambar dengan senjata terhunus, pedangnya tercabut menyambut serangan.
Trang! Bret! "Aaakh...!"
Dua penyerang gelap itu kontan memekik, dan ambruk seketika tidak jauh darinya. Pendekar Pedang Bayangan mendengus sinis. Lalu serangannya dilanjutkan kepada beberapa orang lagi yang mencelat ke arahnya.
"Yeaaa!"
Akira Yamamoto membentak. Pedangnya langsung berkelebat. Beberapa orang lagi tewas di tangannya. Kini pemuda itu melompat, mengikuti yang lain. Mereka kini terus menerobos ke sebuah bangunan cukup besar yang terlihat dari sini.
"Itu Istana Iblis Rambut Merah!" tunjuk Lesmana.
"Huh! Percuma kita sembunyi-sembunyi. Dia pasti telah mengetahuinya sejak tadi. Lebih baik, kita hadapi saja apa yang terjadi sambil menerobos ke dalam!" dengus Ki Sukma Agung.
Apa yang dikatakan orang tua itu tidak salah. Buktinya dalam waktu singkat, anak buah Iblis Rambut Merah keluar dari sarang dan langsung menyerang. Kali ini siasat yang digunakan lebih licik lagi. Mereka mengurung, lalu beberapa orang menyerang. Sementara yang lainnya mengambil kesempatan untuk menjerat dengan jala atau tali. Bukan hanya itu saja. Mereka juga melemparkan asap pembius ke tengah tengah Ki Sukma Agung beserta kawan-kawannya.
"Kurang ajar..!" Rangga menggeram.
Pendekar Rajawali Sakti sudah bisa menduga rencana mereka. Karena, beberapa kali pernah bentrok. Dan ini tidak membuatnya kaget. Demikian pula dengan yang lainnya. Mereka lompat menghindar sambil balas menyerang. Pendekar Rajawali Sakti menghantam dengan aji 'Bayu Bajra'. Sehingga dalam sekejap, terasa angin kencang bersiur laksana badai topan, memporak-porandakan para pengeroyok.
Di tempat lain, pedang Akira Yamamoto berke-lebat mencari korban. Demikian halnya tongkat di tangan Ki Sukma Agung. Sedang Ki Arga Wampu dan Nyai Galih Rukmi tidak kalah hebatnya menghantam lawan.
Sebenarnya, Ki Arga Wampu memiliki sebilah pedang pendek yang terselip di pinggang. Namun menghadapi lawan seperti mereka, agaknya dirasa belum perlu untuk menggunakannya. Lain halnya si Tabib Sakti Kuncir Emas yang memang sedikit ugal ugalan. Dengan senjata sebuah kebutan yang ujungnya terbuat dari serat berwarna keemasan, dia menghantam lawan tanpa kenal ampun. Orang yang terkena kebutannya pasti tewas dengan dada remuk atau batok kepala pecah.
Para jumlah pengeroyok memang tidak se-banyak siang tadi ketika mengepung tempat Ki Sukma Agung. Namun tingkat kepandaian mereka lebih hebat. Namun begitu, sama sekali tidak membuat Ki Sukma Agung dan kawan-kawannya menjadi repot. Mereka mampu menumpas, bahkan dalam waktu yang tidak lama.
Jumlah para pengeroyok tinggal sedikit lagi ketika sesosok tubuh berkelebat dari dalam ba-ngunan di depan.
"Ha ha ha...! Ternyata kalian begitu nekat mendatangi tempatku ini, meski harus menjemput maut.. !"
Wusss...!"
? *** Suara ketawa yang berkumandang agaknya bukan sembarangan, karena diiringi pengerahan tenaga dalam hebat. Ki Sukma Agung dan kawan-kawannya sempat bergetar. Tubuh mereka terhu-yung-huyung ke belakang oleh terpaan angin kencang yang dilepaskan sesosok bayangan itu. Bahkan anak buah Iblis Rambut Merah yang tersisa terpelanting, dan tewas dengan tubuh mengucurkan darah segar dari setiap lubang yang ada di tubuhnya.
"Bangsaaat...!" Rangga menggeram.
Pendekar Rajawali Sakti balas menyerang, mengerahkan aji Bayu Bajra'. Sehingga daerah di sekitarnya seperti dilanda angin topan, ketika dua pukulan itu beradu.
"Ha ha ha...! Hebat! Hebat! Pantas saja kalian berani menyatrorti tempatku ini. Kiranya ada seseorang yang bisa diandalkan untuk menghadapiku!" kata sosok bayangan itu, setelah menghentikan tawanya.
Sesosok bayangan ini kemudian melompat kebelakang, lalu berdiri tegak mengawasi mereka dengan seksama. Sehingga kini yang lain bisa melihat jelas, siapa sesosok tubuh tinggi dan berbadan besar memakai jubah merah. Demikian pula warna baju dan rambutnya.
"Dialah si Iblis Rambut Merah!" desis Lesmana memberitahu.
"Hm. Begini rupanya tampang bajingan itu!" sahut Nyai Galih Rukmi mendengus sinis.
Pendekar Rajawali Sakti 151 Pendekar Pedang Bayangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Iblis Rambut Merah! Kau salah menduga. Di sini tidak hanya seorang yang bisa diandalkan untuk menghancurkan kezalimanmu. Tapi, kami semua mampu melakukannya!" seru Ki Sukma Agung.
"Begitukah" Ingin kulihat, apakah ucapanmu itu benar. Sebab, kalau tidak akan mampus! Ha ha ha...!"
Iblis Rambut Merah mendadak menghantam tangan kanannya ke depan. Dan tahu-tahu, di belakang Ki Arga Wampu dan kawan-kawannya ter cipta kobaran api besar yang mengurung dengan cepat. Mereka mulai panik. Namun, Ki Arga Wampu cepat berteriak.
"Jangan terkecoh! Ini hanya tipuannya saja. Api ini tidak ada!"
"Huh. Keparat!" dengus Akira Yamamoto geram.
Pendekar Pedang Bayangan gesit menyerang lawan. Namun Iblis Rambut Merah telah siap menghadapinya dengan melemparkan sebuah benda.
Bum! "Heh"!"
Rangga dan yang lain terkejut. Karena tiba-tiba terjadi ledakan keras, persis ke arah Akira Yamamoto.
Sementara Iblis Rambut Merah terkekeh keras, karena mengira lawannya sudah tewas. Namun dugaannya meleset. Dan tiba-tiba saja si Pendekar Pedang Bayangan yang sempat menyelamatkan diri dengan membuang tubuh ke bawah, telah menyerang dengan jerit kemarahan.
Bersamaan dengan itu Pendekar Rajawali Sakti yang mengira pemuda dan negeri Matahari Terbit tewas, langsung melompat menyerang.
"Yeaaa..!"
Plas! "Heh"!"
Rangga dan Akira Yamamoto terkejut. Karena, serangan mereka hanya mengenai angin belaka. Iblis Rambut Merah telah lenyap dari pandangan, dan tahu-tahu telah berdiri tidak jauh dari situ sambil tertawa. Kemudian, tercipta lagi Iblis Rambut Merah di tempat yang lain. Begitu seterusnya sehingga jumlahnya demikian banyak memenuhi tempat ini.
"Celaka! Dia telah menggunakan ilmu sihirnya. Apa yang akan kita lakukan sekarang" keluh Lesmana, bingung.
"Tidak usah bingung. Coba lihat! Ki ArgaWampu akan menghadapi dengan ajian ampuh-nya!" desis Ki Sukma Agung, memberitahu dengan suara berbisik.
Lesmana memperhatikan seksama. Dilihatnya Ki Arga Wampu tengah memusatkan pikiran. Bibirnya tampak berkomat-kamit, kemudian..
Jleg! Jleg...! "Heh! Ajian apa yang dimilikinya!" tanya Lesmana dengan wajah takjub.
Betapa tidak" Dia melihat Ki Arga Wampu kini berjumlah banyak dan hampir menyamai jumlah lawannya.
"Beliau memiliki aji 'Pecah Raga' yang mampu melipatgandakan jumlah dirinya," jelas Ki Sukma Agung.
Iblis Rambut Merah terkejut, tidak menyangka lawan mampu berbuat demikian. Dia mendengus geram. Lalu diciptakannya sesuatu yang membuat lawan-lawannya kembali terkejut. Kali ini, mereka terkepung lautan luas dengan air meluap-luap seperti hendak menelan apa saja yang berada di tempat ini.
"Biar kuhadapi bangsat ini!" desis Akira Yamamoto.
Pemuda bermata sipit ini agaknya tidak mampu lagi menahan diri. Dan setelah mengamati dengan seksama, dia langsung melompat menenang seraya menghunus pedang.
"Yeaaa...!"
Rangga melihat, lblis Rambut Merah cukup tangguh. Selain itu, banyak tipu muslihatnya. Se-hingga dengan serta-merta, dikerahkannya aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Dengan mengerahkan ajian itu, Pendekar Rajawali Sakti menghadapi lawan dengan mata terpejam. Sehingga, Iblis Rambut Merah tidak akan mampu mengecohnya dengan ilmu sihir. Lagi pula, dalam keadaan begini, Pendekar Rajawali Sakti lebih mampu memusatkan pikiran dalam menyerang lawan. Juga, mampu pula membedakan serangan kawan-kawannya yang saat itu tengah berlompatan mengejar lblis Rambut Merah.
"Heaaa...!"
Bet! Bet! Iblis Rambut Merah masih mampu mengecoh serangan Lesmana dan Ki Sukma Agung. Bahkan tidak kelihatan repot saat meladeni serangan Ki Arga Wampu dan Nyai Galih Rukmi. Namun menghadapi serangan Pendekar Rajawali Sakti, sungguh membuatnya kesal. Ditambah lagi dengan pendekar dari negeri seberang itu. Rangga seperti tahu, ke mana saja dia bergerak menghindar. Sehingga hal ini membuatnya kerepotan.
Iblis Rambut Merah sebenarnya mengetahui kelemahan ilmu Pendekar Rajawali Sakti. Apalagi karena saat ini, Rangga menghadapinya dengan mata terpejam. Dengan bunyi-bunyian yang sangat ribut, tentu Rangga akan kalang-kabut. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan, karena Akira Yamamoto selalu mengganggu. Akibatnya, serangannya pun tidak bisa dianggap enteng.
Pendekar Pedang Bayangan memiliki kemampuan seperti yang dilakukan Rangga. Hanya saja dia tidak sehebat Pendekar Rajawali Sakti. Dan dengan bantuan Rangga, pemuda bermata sipit ini mengetahui lebih jelas, mana lawan yang sebenarnya dan mana yang hanya bayangan maya. Kemanapun Pendekar Rajawali Sakti mendesak, maka ke situlah dia selalu ikut menyerang.
"Heaaa" !"
Pendekar Rajawali Sakti mulai mendesak iblis Rambut Merah dengan mengerahkan jurus 'Ra-jawali Menukik Menyambar Mangsa'. Jurus yang mengandalkan kelincahan kedua kakinya ini, membuat tokoh sesat itu kerepotan. Sehingga dengan terpaksa, Iblis Rambut Merah mengeluarkan sepasang pedang perak yang terbuat dari baja yang berwarna keperakan.
Srang! "Uhhh...!"
Rangga terkejut. Sama sekali tidak dikira kalau Iblis Rambut Merah mencabut sepasang pedangnya. Sebab, sejak tadi dia tidak melihat lawan bersenjata. Namun begitu Rangga masih mampu menghindar meski pahanya sempat tergores.
Dengan bergulingan Pendekar Rajawali Sakti terhindar dari serangan Iblis Rambut Merah berikutnya. Tapi. pedang itu menggores cukup dalam, sehingga membuat wajah Pendekar Rajawali Sakti berkerut menahan sakit. Cepat Pendekar Rajawali Sakti menotok ke bagian lukanya untuk menghentikan aliran darah terus mengucur deras. Sehingga, dengan demikian, dia terpaksa membiarkan Akira Yamamoto melawan Iblis Rambut Merah mati-matian. Bantuan yang diberikan Ki Sukma Agung dan kawan-kawannya, tidak banyak membantu. Karena, si Iblis Rambut Merah menganggap sepi. Bahkan mampu menghindar seperti mengerjapkan mata saja.
Trang! Trang! Bret! "Akh!"
Si Pendekar Pedang Bayangan terkejut, karena tiba-tiba ujung pedang Iblis Rambut Merah me-nyambar dadanya. Dia bermaksud membalas. Namun pedang Iblis Rambut Merah yang berupa bayangan maya menyambar pinggang kiri. Pada saat yang sama, Akira Yamamoto berhasil membabatkan pedangnya.
Cras! Bret! "Akh ..!"
Terdengar dua jeritan tertahan. Meski pinggangnya terluka, namun pedang pemuda itu mampu merobek perut Iblis Rambut Merah meski sedikit.
Hanya saja nasib Akira Yamamoto lebih parah. Sebab, senjata Iblis Rambut Merah berupa bayangan maya menggores lebih dalam.
"Heaaa...!"
Iblis Rambut Merah melompat dengan sepa-sang pedang siap menghabisi Akira Yamamoto. Ki Sukma Agung terkejut, berusaha mencegah. Namun serangkum angin kencang membuat tubuhnya terpental. Demikian pula halnya Ki Arga Wampu dan dua orang lainnya. Mereka sama-sama terpental dihantam pukulan lblis Rambut Merah. Bahkan, Lesmana dan Ki Sukma Agung sempat terserempet dua bilah pisau yang dilemparkan Iblis Rambut Merah dengan tangan kirinya.
Demikian hebat kecepatan bergerak yang di-tunjukkan Iblis Rambut Merah. Sehingga, membuat mereka terhenyak. Dan demikian hebat pula tenaga dalamnya, sehingga mampu membuat tokoh seperti Ki Arga Wampu dan kawan-kawannya terhuyung-huyung akibat pukulan jarak jauh yang dilepaskannya.
Dan kini Iblis Rambut Merah mengancam ke selamatan si Pendekar Pedang Bayangan yang te-ngah berjuang menahan rasa sakit.
Tring! "Uhhh...!"
Akira Yamamoto mengeluh tertahan ketika berusaha menangkis senjata Iblis Rambut Merah. Tenaganya seperti terkuras. Dan tubuhnya lemah sekali, akibat terlalu banyak darah yang mengucur keluar. Bahkan ketika Iblis Rambut Merah melakukan hantaman kedua, pedang di tangan Akira Yamamoto terpental. Pemuda itu menjatuhkan diri, dan bergulingan untuk menyelamatkan diri dari kejaran senjata Iblis Rambut Merah. Namun Iblis Rambut Merah terus mengejarnya dengan amat cepat.
"Mampus kau, Bocah Sial!" desis Iblis Rambut Merah geram seraya menghunuskan kedua senja-tanya.
Pemuda bermata sipit itu terkejut. Dia tidak akan mampu menghindar. Dan, tak ada seorang pun yang bisa menolongnya saat ini. Pendekar Rajawali Sakti, tengah duduk bersila memulihkan keadaan dirinya, segera bangkit berdiri. Lalu"
Iblis Rambut Merah, sambut seranganku...!"
"Heh"!"
Dalam saat yang gawat itu, Rangga membentak dengan suara menggeledek. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat menyerang seraya mencabut pedang yang bersinat biru berkilauan.
Wuuung! Trang"! Kedua senjata beradu. Namun sepasang pedang di tangan Iblis Rambut Merah terbabat putus. Iblis Rambut Merah terkejut. Bahkan pedang Pendekar Rajawali Sakti yang bercahaya biru menyambar tak kenal ampun ke arah pinggang dan lehernya. Iblis Rambut Merah berusaha menghindar dengan melompat ke atas, seraya bersalto ke belakang. Namun senjata Pendekar Rajawali Sakti sempat menyambar putus paha kanannya.
Cras! "Aaakh. ..!"
Iblis Rambut Merah memekik tertahan. Perhatiannya kontan hilang dan sihirnya lenyap. Dengan demikian, bayangan maya yang menyerupai dirinya lenyap begitu saja. Alam kembali seperti semula. Namun, Rangga tidak menyia-nyiakan ke sempatan. Pedangnya kembali berkelebat, langsung memenggal leher Iblis Rambut Merah sampai putus!
Crasss"! 'Hokh...!"
Iblis Rambut Merah mengeluh tertahan.
Rangga mendengus kecil. Tepat ketika Pedang Pusaka Rajawali Sakti masuk ke dalam warang-kanya, tubuh lblis Rambut Merah ambruk dengan darah mengucur deras dari lehernya yang buntung.
Setelah memandangi mayat lblis Rambut Merah, Pendekar Rajawali Sakti segera menghampiri Akira Yamamoto.
"Maaf sobat. Aku terlambat menolongmu. Mari kubantu menghentikan darah yang mengalir dari tubuhmu!"
Tanpa banyak bicara lagi Rangga membuat to-tokan di sekitar luka pemuda itu. Kemudian disalurkannya hawa murni untuk membantu memulihkan kekuatan si Pendekar Pedang Bayangan.
"Seharusnya kau biarkan saja aku mati di tangannya...," ujar Akira Yamamoto lirih.
Rangga menatapnya sekilas. Pemuda bermata sipit ini pucat dan tubuhnya lemah. Namun, dia memaksakan diri untuk bangkit berdiri seraya memungut pedangnya.
"Kau adalah calon lawanku. Dan tidak akan kubiarkan kau tewas di tangannya. Tapi kini, kita sama-sama kehilangan banyak tenaga. Apakah akan kita teruskan niat untuk bertarung?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Pendekar Rajawali Sakti, aku menjunjung jiwa ksatria. Mestinya, seorang ksatria akan menepati janji. Tapi kali ini, akal sehatku yang bekerja. Rasanya tidak adil bila kita bertarung dalam keadaan seperti ini. Maka waktunya akan kutangguhkan. Suatu saat, aku akan datang mencarimu...," ujar Akira Yamamoto.
Setelah berkata demikian, Akira Yamamoto berjalan meninggalkan Rangga. Namun baru saja dua langkah, dia kembali berbalik.
Terima kasih..., atas bantuanmu!" lanjut pemuda dari negeri Matahari Terbit itu, kemudian berlalu meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga memandang sampai pemuda itu lenyap dari penglihatan. Lalu kepalanya menoleh ke arah kawan-kawannya. Ki Arga Wampu tengah membantu Ki Sukma memulihkan kesehatannya, akibat luka yang diderita. Sedang Nyi Galih Rukmi membantu Lesmana.
? ? SELESAI ? ? Scan by Clickers
Edited by Lovely Peace
Pdf by Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Pedang Ular Emas 2 Pendekar Bloon 16 Rahasia Pedang Berdarah Harimau Mendekam Naga Sembunyi 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama