Ceritasilat Novel Online

Dil3ma 1

Dil3ma Karya Mia Arsjad Bagian 1


prolog P EREK lo!!! Aku bengong. Mala bengong. Ini kedua kalinya dalam bulan ini Lura kena damprat orang. Bedanya, yang hari ini cuma teriak doang nggak pake nampar kayak cewek dua minggu yang lalu.
Jeritan marah cewek berambut tebal plus lipstik yang nggak kalah tebal (teroles di bibir yang juga tebal) itu masih kalah menakjubkan dibanding reaksi Lura yang bikin aku dan Mala makin bengong.
Lura cuma menatap dingin ke arah cewek ngamuk itu. Segaris senyum sinis yang bisa bikin orang makin darah tinggi terulas di bibirnya. Lalu dengan nada datar sedingin Kutub Utara, Lura bilang, Oh, ya" Kasian dong lo. Kalah sama perek.
Muka cewek itu langsung kayak kesamber gledek. AAAHHH!!! Brengsek! dia berteriak kencang banget, lalu berbalik pergi.
Lura masih berdiri tenang, menatap lurus ke punggung cewek itu.
Aku bertukar tatapan bingung dengan Mala.
Tahu-tahu, dengan nada masih dingin dan datar, Lura ngo-10
mong lagi, Bukannya bersyukur gue bongkar kedok cowoknya yang brengsek itu, malah ngatain gue perek.
Muka Mala langsung asem. Aku menghela napas. Nggak bisa, apa, kita hidup normal-normal aja" Kayaknya yang kurang cuma satu deh. Sutradara. Suruh ngomong camera, roll, action . Hhh... artis bukan, pejabat bukan, tapi hidup kok penuh drama gini.
Mala menatap Lura dengan muka konyolnya. Untung hari ini kamu nggak ditampar, Lu.
Lura geleng-geleng. Aduuuh, kok jadi pada sentimentil sih"! Ini kan udah biasaaa! Udah ah! Makan, yuk!
Lura berjalan dengan santai ke arah restoran. Aku dan Mala mengikuti dengan muka nggak enak. Halooo!!! Diteriakin perek di tengah mal, gitu lho! Bisa-bisanya dia santai gitu.
Gitu kali, ya, orang kalo udah kelewat dendam" Nggak peduli malu, nggak peduli dihina, yang penting puas.
B ROKEN LADIES itu nama chatting room tempat aku Nania,
Lura, dan Mala kenal, ketemu, dan akhirnya bersahabat kayak sekarang. Biarpun dasar persahabatan kami sebetulnya rada-rada negatif, ternyata long lasting juga sampe sekarang.
Dari namanya aja bisa ditebak kan, bahwa Broken Ladies adalah grup chatting buat perempuan-perempuan yang merasa disakiti, dikhianati, dirugikan, dan sederet di negatif lainnya oleh laki-laki, tapi tetep nggak bisa lepas dari laki-laki itu. Termasuk kami bertiga.
Lura, cewek Indo, 27 tahun, cantik gila. Begitu tenang dan anggunnya Lura, mana ada yang nyangka dia hasil hubungan luar nikah ibunya dan bule Amerika. Siapa sangka si bule kabur begitu tahu ibu Lura hamil" Lalu seumur hidup Lura nggak berhenti mendengar cerita ibunya tentang kebrengsekan laki-laki. Bikin dia memutuskan untuk membalaskan dendam ibunya terhadap laki-laki player di dunia ini.
Sama sekali tak tebersit di benak laki-laki korban Lura bahwa perempuan cantik ini punya dendam terpendam pada laki-laki, broken ladies
terutama yang ganteng dan kaya. Karena menurut cerita ibunya, seperti itulah ayahnya. Ganteng dan kaya. Semua cewek pasti suka. Termasuk ibunya. Begitulah cara Lura memilih korban.
MO alias modus operandinya: Lura menabrak cowok-cowok itu, tapi selalu cowok-cowok itu yang bakal minta maaf, lalu menawarkan bonus permintaan maaf dengan tawaran ngopi. Tentu aja Lura mau. Dengan gaya elegan dan sangat tidak murahan, Lura mau ditraktir ngopi. Menebar pesona sampe akhirnya cowokcowok itu bertekuk lutut dan menyatakan cinta dengan jujur.
Dengan JUJUR" Maksudnya, cowok-cowok itu jujur bilang mereka udah punya pacar bahkan tunangan, tapi nggak bisa mungkir mereka jatuh cinta setengah mati sama Lura, dan pengin Lura jadi pacar mereka. Ditambah janji mereka bakal mutusin pasangannya. Which is Lura tahu nggak mungkin. Dan memang laki-laki kayak gitu target aksi Lura untuk membalaskan dendam ibunya.
Lura udah punya radar khusus untuk mengenali tipe laki-laki yang harus dihancurkan. Dia nggak mungkin salah nilai.
Aku" Aku bisa masuk grup Broken Ladies dan chatting di sana cuma gara-gara satu orang: Reva!
Aku kenalan sama Reva di klub rally mobil yang sudah bikin aku jatuh cinta. Aku pengin banget bisa jadi pe-rally profesional, punya banyak sponsor, dan selalu naik podium juara. Buat aku menggeluti hobi yang masih masuk kategori mahal di Indonesia ini bukan masalah. Tidak bermaksud sombong, tapi aku lahir di keluarga yang secara materi berlebihan. Saking takutnya aku nggak bisa survive kalo kerja sama orang di zaman persaingan bebas kayak sekarang, Papa dan Mama memutuskan mewariskan perusahaan buatku. Gila, ya" Jadi sekarang aku punya satu EO, satu majalah, dan satu butik di kawasan elite. Biar gitu, buat meng-up grade Mazda kesayanganku, aku lebih suka minta sponsor dari Papa hehehe.
Balik lagi ke Reva. Cowok ini berperawakan sedang, cenderung ceking, tapi berwajah manis. Dia bisa kelihatan kinclong karena dandan adalah salah satu hobinya.
Kata orang, nggak ada yang lebih menyenangkan selain punya pasangan yang sehobi. Bener banget! Cowok-cowok lain rada males ngertiin hobiku yang rada aneh buat cewek, dan jelas menyita waktu dan ongkos ini. Tapi Reva bisa ngerti. Karena itu hobinya juga. Reva bukan pe-rally kelas atas, bisa dibilang dia masih selevel sama aku.
Masalahnya, semua orang bilang Reva matre itu, playboy, cemburuan, dan posesif (yang ini aku maklum karena aku juga sama), nggak benar-benar cinta sama aku, dan lain-lain. Sialnya, Reva sering membuktikan semua omongan itu betul. Dan masalah yang lebih besar lagi, aku terlalu cinta sama Reva.
Jadilah aku menutup kuping. Sugesti. Semua aku anggap sugesti karena omongan orang. Kesimpulan itu sukses bikin aku bertahan dan nggak mau putus dari Reva. Kalo Reva nggak benar-benar cinta sama aku, ngapain juga dia bertahan selama tiga tahun ini. Ya, kan"
Reva juga sukses men-sugesti aku! Bikin aku berpikiran nggak bakal ada cowok lain yang mau sama aku selain dia. Nania yang manja, cemburuan, dan rese, katanya. Bener-bener klop!
Aku nggak bisa ngebayangin hidup tanpa Reva yang selalu siap mendampingi aku ke mana aja. Setiap saat. Setiap aku butuh. Dan itu betul. Reva berhasil meyakinkan aku bahwa aku sangat beruntung punya dia, cowok yang menerimaku apa adanya . Aku yang manja dan biasa hidup enak, yang secara fisik biasa aja. Nggak secantik Lura, nggak langsing, apalagi punya rambut seindah rambut Mala. Pokoknya aku bukan tipe cewek yang secara fisik bisa bikin laki-laki mendadak menoleh waktu berpapasan. Aku cukup di level manis , bukan cantik apalagi seksi . Aku harus diet ketat buat jadi seksi.
Oh... anggota kami satu lagi, Mala. Dia ini gadis Jawa tulen.
Berwajah Indonesia asli dengan kulit hitam manis, berbodi sintal yang bikin om-om pada melirik. Umurnya 24 tahun. Sekretaris Direktur perusahaan ekspor-impor swasta yang terkenal di tanah air tercinta ini. Masalahnya" Mala terlibat afair sama Pak Siswoyo. Uhm... Mas Sis . Bosnya. Sang direktur. Mas Sis melempar senjata standar andalan: Sedang bermasalah dengan istri dan bakal cerai. STD HBS. Standar HABIS!
Masalahnya, Mala betulan jatuh cinta sama bosnya yang meski ganteng tetep aja om-om! Oh! Mala juga punya pengalaman traumatis. Dia beberapa kali kecewa berat dan patah hati sama pacarpacar lamanya yang rata-rata seumuran. Katanya mereka semua manja, egois, kasar, dan emosinya terlalu meledak-ledak. Begitu ketemu Mas Sis, rasa-rasanya ketemu pangeran impian. Laki-laki dewasa yang ganteng, lemah lembut, sopan, kaya raya, melindungi, bla... bla... bla.... Apa yang kurang, coba" Tinggal tendang istrinya aja, kan"!
Aku juga nggak bisa nyalahin Mala. Entah memang nasib Mala yang jelek banget atau gimana, pengalaman pacarannya betul-betul buruk. Parah. Hampir semua pacarnya abusive dan posesif. Lima kali pacaran serius, tiga di antara mantannya pernah main fisik, sementara yang dua lagi menyiksa secara batin alias suka ngomong kasar dan melecehkan.
Menurut analisis, sikap abusive cowok-cowok Mala itu dipicu oleh sikap Mala sendiri. Mala yang superfeminin dan pengin semuanya sempurna. Termasuk pasangan yang sempurna. Dia pengin cowoknya bagai pangeran dari negeri dongeng atau cowok-cowok manis dari komedi romantis ala Hollywood. Dan semua itu ada pada Mas Sis.
Kami bertiga memang cewek-cewek ajaib. Biarpun mengaku paling lurus, aku yakin aku nggak kalah ajaib. Pertama, kalo aku bukan salah satu anggota geng cewek serep ini, aku pasti benci setengah mati sama mereka. Karena aku betul-betul anti sama kata penghianatan. Selingkuh. Dan cewek-cewek pengganggu hu-15
bungan orang menurutku adalah cewek-cewek brengsek yang nggak tahu diri. Tapi ternyata sebagai teman, mereka betul-betul ngerti aku.
Kedua, kalo bukan ajaib, apa namanya mempertahankan hubungan sama cowok yang lebih sering bikin aku nangis daripada senyum selama tiga tahun"! Cowok yang lebih sering membuatku merasa jelek daripada cantik"
S ERAGAM baru maskapai penerbangan Lura keren juga. Kalo
melihat Lura dalam pakaian dinas gini, kadang aku juga pengin jadi pramugari. Keren. Kami sedang berada di A&W depan terminal internasional Bandara Cengkareng. Tempat nongkrong favorit kami berdua. Biasa, sambil nunggu Lura berangkat.
Lura menusuk garpunya ke potongan wafel yang mulai lembek gara-gara ditimbun es krim. Lo kenapa sih"
Aku menyeruput rootbeer dari gelas sebesar gentong di depan muka. Gini nih kalo kemakan promosi pelayan restonya. Imingiming cuma nambah seribu bakal dapet ukuran jumbo bikin aku main iya-iya aja nambah seribu buat rootbeer porsi kuda kehausan di musim kemarau. Nggak.
Alis Lura naik sesenti. Bohong. Lura terlalu mengenalku hingga bisa mendeteksi kalau aku bohong. Dan aku memang bohong. Kenapa sih"
Cerita nggak, ya" Aku menggigit curly fries, mengunyah pelanpelan dengan muka pengin cerita tapi ragu. Uhm... gue lagi mikir... kira-kira... mmm... kira-kira apa ya... yang pas buat
kado ultah reva. kado kok request"!
TUING! Telunjuk Lura spontan terangkat. Mukanya aneh banget waktu buru-buru menelan potongan wafelnya gara-gara pengin ngomong. Gue tahu! Gue tahu! Gue baru inget ini bulan apa. Lalu bola matanya berputar bosan. Pantesan...
Saking sudah amat-sangat kenalnya Lura sama aku, dia sampe bisa inget...
Ulang tahun Reva, kan" tebaknya tepat sasaran. GLEK. Aku menelan curly fries-ku lalu dilanjutkan dengan nyengir pasrah. Iya. Gimana dong"
Mata Lura membulat. Gimana apanya" Belum cerita apa-apa kok nanya gimana.
Kadonya. Ngasih apa ya" Mana lo balik terbang masih seminggu lagi. Maunya gue kan nyari kadonya bareng lo.
Tampang Lura kelihatan datar-datar aja menyaksikan aku kebingungan. Dia nggak tau sih rasanya cinta banget sama orang dan pengin ngasih sesuatu yang spesial. Mengingat kadar bencinya sama laki-laki kadang overdosis.
Minta anter Mala aja. Biar umurku sekarang ada di angka 25, aku masih hobi manyun. Dan sekarang aku manyun sambil pasang tampang sedih. Seleranya nggak sebagus elo, Lura darling. Secara Mala cintanya sekarang buat si Mas Sis, seleranya jadi ke-Mas Sis-Mas Sis-an. Tuwir, kataku cepat begitu melihat Lura siap-siap buka mulut. Aku sok meniup napas putus asa.
Lura mengedikkan bahu, mencolek es krim dari float-nya, menyuapnya dengan tampang sok asyik yang nyebelin, lalu menatapku. Cari kado aja repot banget sih"! Eh, Na, yang namanya kado ya kado. Yang dikasih juga namanya dikasih , apa pun ya kudu bersyukur. Yang penting kan niatnya. Ya, nggak" Apa lagi dari pacar tercinta.
Dengan sengaja Lura menekankan kata pacar tercinta. Aku tahu banget Mala, apalagi Lura, sebel sama Reva, tapi sebisa mungkin berusaha biasa-biasa aja. Maksudnya nggak melarang 18
tapi juga sama sekali nggak mendukung. Cuma demi menghargai aku aja.
Kata-kata Lura bikin aku manggut-manggut. Ya memang, namanya kado apa aja kan diliat dari niatnya. Aku aja seneng setengah mati waktu Reva ngasih aku kado ulang tahun selembar kertas surat pink bertuliskan puisi buatannya sendiri. Komentar Lura waktu itu" Ya ampun! Timberland dibales puisi di kertas pink!
Tapi waktu itu gue inget banget Reva lagi naksir berat jam Tag Heuer tali kulit. Kami liatnya pas lagi pulang nonton di Pondok Indah.
Lura meringis. Nggak tahu juga kenapa meringis. Dia ngomong" Minta Tag"
Aku menggeleng cepat. Nggak lah. Tuh, elo pikiran jelek terus sih sama Reva. Dia nggak minta. Dia cuma bilang dia naksir berat jam itu, kalo ada duit pengin beli. Tapi lagi nggak ada duit.
Lura diam. Lu! Jadi gimana dong"
Lura meremas-remas tisu bekas lalu melemparnya ke tong sampah yang kebetulan ada di dekat tempat duduknya. Ya udah. Kasih itu aja. Kok masih mikir"
Keliatan nggak ada usaha banget nggak sih, Lu" Alis Lura berkerut. Maksudnya"
Kayak nggak pake mikir gitu, nyari barang yang spesial. Perasaan yang tahun-tahun lalu gini juga. Tahun pertama gue ngasih sepatu Timberland sampe sengaja gue titip beliin di Singapura sama Risma gara-gara gue inget Reva bilang suka banget sepatunya Eki, sepupu gue yang dia beli pas dinas di Singapura. Tahun lalu gue ngasih kamera, kan" Itu juga gara-gara gue inget dia bilang ngebet banget pengin belajar fotografi. Masa tahun ini gitu lagi"
Lura melongo tolol. Kenapa sih, Lu" Kok muka lo gitu"!
Lura geleng-geleng. Nggak. Ya udah, gitu aja lagi. Berarti kan benda itu bener-bener dia penginin. Dia pasti BAHAGIA BANGET.
Entah aku udah agak-agak mati rasa, atau memang kurang peka. Aku sama sekali nggak bisa menangkap nada sinis Lura. Aku malah langsung serius mikir, Iya juga sih...
Lura memutar bola matanya bosan, memandangku kasihan waktu nggak lihat. Case closed"
Aku nyengir. Totally closed! Iya juga ya, ngapain aku sampe bingung. Kalo ulang tahun dapet hadiah benda yang lagi kita taksir berat pasti senengnya edan-edanan. hanks ya, Lu. Ide lo emang selalu cemerlang. Secemerlang gigi lo yang habis perawatan.
Iya... iya..., jawab Lura sambil bingung. Perasaan dia nggak ngasih ide apa-apa. Tuh, masih mo dihabisin, nggak" Lura menunjuk sisa makananku yang masih banyak.
Aku mendelik. Kenapa emang" Masih laper"
Lura cengengesan. Gue cuma nggak suka buang makanan. Mubazir, tau. Lo lupa kata nyokap-nyokap kita dulu" Kalo makanan disisain pada nangis. Lah kalo nasi sih kecil. Gue nggak kebayang aja tuh paha ayam nangis, kentang goreng nangis" Menakutkan.
Aku mencibir. Emang dasar rakus! Lo nggak memikirkan keselamatan penumpang ya"
Yeee... apa hubungannya gue banyak makan sama keselamatan penumpang"! Justru kalo gue banyak makan, gue sehat. Kalo ada apa-apa amit-amit gue pasti kuat nolongin penumpang. Ya, kan"
Lo lupa ya kalo pesawat nggak boleh overweight" Kalo semua pramugarinya gembul kayak lo, bisa-bisa tiap lo jalan bagi-bagi makanan pesawatnya goyang disko. Ngeri banget. Sialan! Mo dimakan nggak tuh"
Aku mendorong piringku ke arah Lura. Makan deh, makan... nih!
Piringku bersih kinclong setelah isinya dilahap Lura. Begitu kenyang, aku langsung diusir, lalu dia buru-buru masuk ke ruang khusus air crew.
Untung jamnya masih ada. Jam yang diidam-idamkan Reva. Akhirnya aku pergi ke PI sendirian. Toh udah ada tujuan ini. Lagian ulang tahunnya tinggal tiga hari lagi, kalo nunda-nunda lagi takutnya dalam beberapa hari ini aku nggak ada kesempatan beli.
Ke mana-mana kan aku harus lapor Reva. Susah banget mo bohong.
Sama juga sih kebalikannya, ke mana-mana Reva harus laporan lengkap sama aku. Sebetulnya sih aku pengin 24/7 alias 24 jam dalam seminggu selalu sama-sama Reva. Penginnya buru-buru nikah. Biar aku nggak selalu waswas dan stres setiap kali nggak sama-sama. Tapi buat nikah masih ada yang harus ditaklukkan. Orangtuaku.
Sikap Papa sama Mama persis kayak sobat-sobatku. Nggak melarang, tapi juga nggak mendukung. Biasa-biasa aja. Kalo pihak Reva" Wah, ibunya mati-matian pengin kami cepet-cepet SAH!
Udah dicek, Mbak" tanya pelayan toko berkulit bersih dan berwajah mirip Tengku Zaki yang bintang sinteron itu. Aku mengangguk. Udah. Kartu garansinya ada" Cowok itu mengangguk. Ada, Mbak. Sebentar, dicap dulu. Tangannya sibuk meletakkan jam itu kembali ke dalam box-nya.
Nggak kebayang deh gimana reaksi Reva nanti begitu membuka kadonya. Dua ulang tahun sebelumnya Reva kegirangan banget. Aku dipeluk erat-erat, terus dia jadi romantis berat. Saya bayar pake VISA ya, Mas" Aku menyodorkan kartu kredit edisi platinum dengan limit yang terus naik bagaikan pendaki gunung yang pantang menyerah.
SREEET! Dengan sekali gesek aku ngutang lagi beberapa juta. Biarlah, yang penting Reva bahagia.
Makasih, Mbak, kata pelayan itu sopan dengan senyum manis. Padahal kalo dia ikutan casting kayaknya bisa juga jadi bintang sinetron.
Aku melenggang dengan perasaan lega. Tinggal dibungkus di konter bungkus kado. Tapi kayaknya aku pengin belok dulu ke Krispy Kreme. Duduk sebentar. Mendadak pengin telepon Reva. Kok hari ini dia belum ada kabar" Justin Timberlake menjeritjerit histeris setiap kali aku menelepon Reva sejak sebulan yang lalu. Secara lagunya sudah terpilih jadi nada sambung pribadinya Reva. Jadi selain konser, bikin video klip, Justin punya tugas baru: menjerit-jerit tiap kali ada yang menelepon Reva.
Hahaha... Halo" Akhirnya diangkat juga. Tapi kok pake Hahaha dulu sih" Mana rame banget, lagi, kedengarannya.
Lagi di mana sih"! sapaan halo mesra yang udah aku siapin tadi mendadak terbang ke langit-langit mal, tembus tembok, terus mental ke negeri antah berantah. Kemarin malam Reva bilang nggak bakal ke mana-mana hari ini. Halo" VA"!
Krskkk... krsssk... duk... duk... duk... HP-nya kayaknya dibekap, lalu Reva berlari kecil. Halo, Na" Kenapa"
KENAPA"! Kamu lagi di mana sih" Berisik banget! Ada suara cewek memanggil suara Reva, lalu suara rame-rame cekikikan. Ngeselin banget! Eng... di... lagi di Cilandak. Cilandak" Cilandak mana"
Woi... woi... jangan rese dong! Eh, apa, Na"
UGHHH!!! Cilandak mana"! Lagi apa sih"! Kamu bilang hari ini nggak bakal ke mana-mana!! Nada suaraku mulai naik beberapa oktaf. Berbarengan dengan tekanan darah yang ikut naik sampai ke ujung jidat sampai bikin pening.
Kamu kok bentak-bentak sih"! Nada Reva ikutan mulai nyolot.
Gimana nggak kesel"! Aku nanya jawabannya nggak jelas. Udah gitu kamu bohong!
Aku di Cilandak! Ada temen SMA dari Aussie dateng. Ini juga baru dikasih tahu! Cuma ada pesta kecil. Kenapa sih"! Rese banget!
DEG! Sakit banget rasanya mendengar kata-kata itu dari Reva. Biarpun udah sering, sakitnya nggak pernah berkurang, malah menjadi-jadi. Tega banget sih kamu ngomong gitu"! Harusnya tuh aku yang marah. Jelas-jelas kamu bohong! Kalaupun ada acara mendadak, harusnya kamu bilang dulu dong! Telepon kek!!!
Belasan mata pengunjung Krispy Kreme mulai menatapku. Malah ada yang sambil bisik-bisik segala. Belum pernah berantem sama pacar, apa"!
Ya namanya juga lupa! Perginya kan buru-buru, gimana mo inget nelepon!
JLEB! Semakin sakit rasanya. LUPA"!!! Keterlaluan banget sih kamu, Va! Aku nggak pernah lupa. Mo mendadak kek, mo apa kek!
Ya kalo lupa gimana"! Udah deh, nggak usah ribet gitu! Kali ini air mataku mulai menggenang. Aku pengin nangis. Orang yang harusnya bikin aku paling bahagia, lagi-lagi bikin aku paling sakit hati. Kamu
Nangis lagi"! Hiperbolis banget sih! Kamu di mana"! Kamu juga nggak di rumah, kan"
Ya aku kan... aku kan udah bilang sama kamu kalo hari ini... aku mo jalan sama Lura....
Ya udah sama aja, kan"! Kamu juga nggak di rumah. Mulai deh Reva membalikkan situasi. Berusaha bikin aku bersalah. Demi membebaskan diri dari kesalahan.
Ya... tapi... aku kan udah... bi...lang... aku... mo jalan sama... sama Lura... Aku bener-bener nggak tahan.
Nah, nah! Nangis lagi! Bikin malu aku lagi depan Lura! Ya, 23
kan"! Terus aja bikin malu! Biar temen-temen kamu makin bebas menghakimi aku!!!
Aku menarik napas dalam-dalam. Nggak mungkin aku bilang Lura udah nggak ada. Bahwa aku cuma sendirian di Pondok Indah, baru aja dari toko jam untuk beli jam Tag Heuer mahal idamannya buat kado ulang tahun.
KLIK. Aku menutup telepon begitu aja. Sesaat pengin banget aku banting jam sialan ini ke lantai, lalu membuangnya ke tong sampah. Lagi-lagi aku sakit hati.
A KU bener-bener kesel! KESEL! Huruf besar cetak tebal. Sumpah! Oke, jadi ceritanya, ini hari ulang tahun Reva. Nggak tahu ada angin apa yang bikin Reva mendadak punya ide buat mentraktir Mala dan Lura juga.
Seharusnya kalo sesuai rencana, aku dan Reva udah pesen table buat candle light dinner di restoran salah satu hotel bintang lima. Aku udah pesen jauh-jauh hari sebelumnya untuk dinner romantis di ultah Reva ini. Cuma jamnya aja yang agak molor, karena ternyata aku juga udah janji mau datang ke fashion show-nya Hanna, temen SMA Lura yang sekarang sukses jadi model catwalk. Soalnya yang ini istimewa. Hanna bakal meragain bajubaju rancangan desainer top Italia yang lagi pagelaran di Indonesia.
Reva bilang, kalau gitu sekalian aja dia mau nraktir Mala dan Lura, dia juga mau ikut nonton fashion show-nya. Aku nanya, gimana nasib table kita" Dia bilang cancel aja, toh aku belum bayar apa-apa. Lagian dia ini yang nraktir sekarang. Reva malah tumben-tumbenan mau ngejemput Mala yang rumahnya ampunkenapa jadi robi yang bayar, coba"!
ampunan jauhnya dari rumahku. Biasanya" Reva punya kamus tebal jurus-jurus menghindar dan ngeles. Sebenernya usul Reva jadi agak-agak bikin repot Hanna. Karena artinya Hanna harus dapet satu free pass lagi buat Reva. Padahal untuk free pass di row kedua kayak punya kami sekarang ini, Hanna bisa dapet karena Danu, pemilik agensi model tempat Hanna bergabung, naksir berat sama Hanna.
Kalo first row lebih top lagi ya, Na, kata Reva setengah berteriak karena musik di hall disetel dengan volume khusus ratu disko. Ajep ajep dung dung.
Aku melirik sebel. Dan ternyata bukan cuma aku. Mala dan Lura juga melirik Reva tajam. Di sini aja kita udah beruntung banget, tau, Va. Kalo bukan berkat Danu...
Danu siapa" Ekspresi Reva mendadak curiga. Mulai lagi deh.
Danu yang naksir berat sama Hanna. Cuma Hanna seorang. Cowok kaya, punya agensi sama beberapa butik franchise merek dunia, sambar Lura cuek tanpa menatap Reva sedikit pun. Robi yang duduk di samping Lura jadi nggak enak melihat ceweknya nyolot kayak gitu.
Jangankan Robi yang terkenal baik hati, sopan, ramah, setia, lemah lembut, dst, dst, Mala yang sama nggak sukanya sama Reva aja shock mendengar celetukan sadis Lura. Aku" Jangan tanya... nyaris kena serangan jantung!
Muka Reva mengeruh. Pasti dia bete. Antara Mala dan Lura, Reva emang paling sering keki sama Lura yang blakblakannya suka sadis.
Aku memilih bungkam aja. Kalo dilanjut pasti jadi heboh. Dan aku bener-bener nggak pengin ribut sama Reva.
Hanna keren banget, yaaa" Modelnya kan dari berbagai negara nih, yang tampil sekarang. Lura berdecak kagum menatap panggung yang masih kosong tapi sudah gemerlapan dengan siraman sinar lampu dari segala arah.
Opening-nya aja 3 Diva. Keren banget nggak tuh" Kok nggak mulai-mulai ya" Mala ikut komentar.
Aku melirik Reva. Dia kelihatan cemberut, lalu melipat tangan di dada. Berisik banget sih. Kayak nggak pernah nonton fashion show aja, dumelnya. Aku cuma bisa berdoa semoga teman-temanku tercinta nggak dengar.
Akhirnya mulai juga. MC-nya nongol dengan dandanan heboh ala kawin silang burung merak dan beruang salju. Katanya kreasi desainer yang satu ini memang terinspirasi binatang-binatang. Animal print mah udah biasa. Rancangannya lebih daripada itu. Pokoknya banyak banget kawin silang antarbinatang yang menurutku rada-rada nggak nyambung. Kayak yang dipake si MC.
3 Diva juga tampil dengan busana rancangan si desainer yang punya hajat. Sampai akhirnya puncak acara baju-baju koleksi terbarunya bakal dipamerin dengan manekin-manekin berjalan yang bertubuh dan berwajah sempurna. Termasuk Hanna.
Hanna kelihatan cantik banget. Wajah eksotisnya nggak kalah sama model-model bule yang diangkut langsung dari Italia. Kariernya bakal terus nanjak, aku yakin banget. Bukan mustahil sebentar lagi tampangnya mejeng di cover majalah VOGUE. Tapi ada yang bener-bener mengganggu aku.
Mata Reva kelihatan serius menatap satu-satu para model yang lalu-lalang di catwalk. Memang sih, mereka memang harus ditonton. Tapi caranya Reva mandangin mereka kok aneh" Belum lagi dia motret mereka satu per satu pake kamera digital resolusi tinggi terbarunya. Buat apa sih"!
Ngapain sih kamu, Va" Penting ya dipotretin satu-satu" Beli kalender porno aja sekalian. Kampungan kok nanggung. Aku bener-bener nggak tahan buat nggak komentar.
Reva melirik judes. Emang kenapa sih nggak boleh" Ini kan even internasional. Wajar dong. Sayang aja kameraku bukan kamera pro. Jawaban Reva betul-betul bikin naik darah. Tadi 3 Diva nggak kamu foto. MC-nya juga nggak. 27
Reva membuang napas keras. Ngapain juga foto 3 Diva" Mereka kan artis lokal. Di TV juga tiap hari ada, kali. Lagian ibuibu semua. MC-nya aneh gitu ngapain juga difoto" Kamu kenapa sih" Gitu aja rese.
Aku menggigit bibirku keras. Tahan, Nania... tahaaan... inget, ini momen istimewa Reva. Tiga hari lalu kami berantem hebat. Akhirnya baikan lagi dengan kecupan mesra setelah Reva melihat kesungguhanku dateng ke rumahnya tepat jam dua belas malam lengkap dengan tar tiramisu dan kotak kecil berisi Tag Heuer.
Kamu pikirin perasaanku dong, Va. Ngapain kamu foto cewek-cewek seksi itu dengan tampang mupeng sementara aku duduk di samping kamu kayak gini" kataku dengan nada rendah. Kayaknya aku mulai ngeh kenapa Reva sampe mau ikut ke sini.
Reva menoleh lalu menatapku. Oke, sori, katanya pendek, lalu mengantongi kamera digitalnya. Untungnya Reva juga kayaknya lagi malas berdebat lebih jauh.
Sisa show kami tonton sambil diam.
Aku memandangi sekeliling restoran. Kayaknya restoran mahal nih. Memangnya Reva siap nraktir segini banyak orang di sini" Memang bukan Reva sih yang ngajak ke sini. Aku tahu banget Reva awalnya cuma mau ngajak kami semua ke Hanamasa. All you can eat kan hitungannya lebih hemat. Apalagi buat kantong Reva yang baru level marketing usaha bed cover ibunya. Tapi gengsi laki-lakinya kesentil waktu Hanna si model cantik itu mau ikut jalan dan mau nraktir kami semua di resto mahal ini. Hebat! Hanna bikin Reva jadi mendadak bilang kalo dia nggak jadi ngajak kita ke Hanamasa, tapi di sini aja, ngikutin usul Hanna.
Di sini salmon steiknya enak banget. Lobsternya apalagi, kata Hanna sambil membuka buku menu. Tapi terserah lho, aku cuma recommend aja.
Aku melotot melihat angka-angka yang berderet di samping 28
nama menu yang disebut Hanna. Kalo harga segini rasanya nggak enak, kokinya ditampar aja pake wajan. Buat aku yang termasuk sering makan di tempat yang harus merogoh kocek dalam-dalam pun, harga ini sangat pantas dibilang mahal. Yang paling murah di sini... air mineral. Aku juga melihat mata Mala, Lura, dan Robi sama-sama melotot.
Dengan gaya apa-boleh-buat, Reva buka mulut. Ya udah, kalo emang itu yang paling enak di sini, pesen aja. Mo yang laen juga boleh. Bebas aja, katanya santai. Berarti Reva memang siap. Tumben banget.
Karena sudah dapat lampu hijau dari tuan rumah , semua kompak pesan salmon dan lobster sesuai rekomendasi. Aku udah bisa mengira-ngira angka yang bakal mejeng di bill nanti.
Kayaknya gue batal nampar kokinya pake wajan, komentarku pelan setelah menjilat tetesan terakhir lobster pesananku.
Mala melongo. Ngapain lo mo nampar koki pake wajan" Lo kenal kokinya"
Nggak. Tadinya kalo harganya mahal terus nggak enak, mo gue gibas kokinya pake wajan Mak Ijah yang pantatnya item. Hihihi... aku cekikikan.
Robi ngikik geli. Siapa tuh Mak Ijah" tanyanya dengan suaranya yang nge-bass dan seksi.
Yang punya warung deket pos satpam. Wajannya item banget. Sumpah. Kalo ditampar pake itu, yang tadinya putih juga pasti jadi item. Kayak pantat wajan.
Kali ini Robi terkekeh-kekeh geli. Kamu lucu juga ya, Na" Nggak kayak Lura nih, joke-nya suka garing. Robi melirik Lura mesra. Dia selalu melirik dan menatap Lura mesra. Aku pasti meleleh kalo dipandangin kayak gitu sama cowok pujaan. Tapi kayaknya mata Reva belum pernah ikut kursus tatapan maut kayak gitu.
Lura mencibir. Dia emang tetanggaan sama Tukul. Udah sering kursus.
Nah lho, Robi makin geli. Lho, tumben bisa lucu. Padahal nggak sengaja.
Lura manyun. Melelet ke arah Robi. Aku tahu persis Lura sebetulnya cinta banget sama Robi. Tapi doktrin mamanya soal kekejaman laki-laki yang bikin dia jadi kayak sekarang, selalu jadi tembok yang susah banget dirobohkan Robi.
Kadang aku nggak ngerti Lura. Dia punya pacar kayak Robi, masa nggak bisa nyembuhin penyakit -nya sih" Lura terus aja balas dendam sama laki-laki di belakang Robi. Apa dia nggak takut ketahuan terus kehilangan Robi" Apa laki-laki sebaik Robi nggak cukup buat meyakinkan Lura nggak semua laki-laki kayak papanya"
DUK! Aduh! Sakit banget. Kenapa sih Reva tahu-tahu nyikut aku kayak gitu" Aku menatap Reva galak. Apaan sih" desisku pelan.
Reva kelihatan mengetik sesuatu di layar HP-nya, lalu dengan muka garang menyodorkannya ke arahku.
KEGANJENAN BANGET SIH! NGAPAIN FLIRTING GITU SAMA ROBI"
DIA PACAR LURA! NGGAK MUNGKIN NAKSIR KAMU!
JLEB! Aku tahu Reva cemburu. Aku seneng Reva cemburu. Tapi apa maksud kata-katanya itu" Aku pengin nangis. Tapi aku harus berpikir positif. Reva jelas sayang aku, makanya dia cemburu.
Aku jadi diam. Aku nggak berani lagi terlibat obrolan sama Robi. Sekarang aja suasananya udah memanas. Reva cemberut. Aku bener-bener nggak enak. Aku tahu Robi cinta banget sama Lura. Dia pencinta Lura sejati dan nggak bakalan naksir aku. Tapi Robi memang baik dan supel. Tuduhan Reva bener-bener meleset.
Kita cabut yuk... Nggak enak juga nongkrong kelamaan pada-30
hal makanan udah habis, ujar Reva tiba-tiba. Bill! Reva mengangkat tangan memanggil waiter tanpa menunggu jawaban yang lain.
Silakan, Pak... Pelayan dengan sopan meletakkan bill di depan Reva.
Aku yakin banget melihat mata Reva sempat melotot sambil menelan ludah menatap kertas di dalam map kulit kecil yang dia pegang. Tapi kemudian dengan tenang merogoh saku belakang celananya. Bentar, Mas...
Fiuuhhh... aku pikir Reva nggak bawa....
Ya ampun! Na, kamu bawa uang nggak" kata Reva dengan tampang panik.
Aku menatap Reva bingung. Kenapa" Dompet kamu ilang" Reva menggeleng. Aku salah bawa dompet!
Salah bawa dompet" Sa-salah bawa dompet gimana" Reva menepuk dahinya. Kemaren kan aku nganter Ibu, aku ganti dompet. Duit sama kartu kredit aku pindahin ke sana semua. Aduh, aku kok bisa lupa ya"
Kok bisa gitu" kataku bingung. Perasaan Reva nggak pernah ganti-ganti dompet deh. Apalagi dompet Mont Blanc ini, yang aku kasih waktu anniversary kami, kan masih baru dan jadi dompet kesayangannya. Dompet yang mana lagi sih"
Reva menatapku lurus-lurus dengan aneh. Ya mana aku tahu, Na. Ya lupa aja. Kamu bawa duit, nggak" desaknya.
Aku bisa melihat Lura mencibir lalu saling pandang sama Mala. Mereka pasti langsung menuduh Reva bohong.
Berapa" tanyaku akhirnya sambil meraih bill di tangan Reva.
PLUK! Tahu-tahu tangan kekar Robi menutup map bill sebelum aku sempat membacanya. Udah, udah, biar aku aja.
Aku menatap Robi nggak enak. Tapi, Bi... ini kan... anu... ulang tahun....
Robi tersenyum lebar. Anggep aja sekalian kado ulang tahun 31
dari aku buat Reva. Ya nggak, man" Robi menepuk bahu Reva bersahabat.
Reva balas tersenyum. hanks banget, man. Beneran, gue parah banget bisa lupa gini.
Ih! Reva kok santai banget sih"!
Robi mengangkat tangannya tanda no problem. Santai, santai. Lalu menyelipkan kartu kreditnya ke map.
Aduh! Bikin malu banget sih Reva"! Kenapa jadi Robi yang bayar" Tahu begini tadi kita ke Hanamasa aja. Masa Reva yang gaya mo nraktir, Robi yang bayar" Bi, bener nih nggak pa-pa" Aku masih tetep nggak enak sama Robi. Mendingan aku yang bayar.
Robi melempar senyum mautnya lagi. Nggak pa-pa, Na... Tenaaang. Oke"
Aku mengangguk. Beruntung banget Lura punya cowok bertanggung jawab kayak Robi.
Kamu suka sama Robi" Kenapa nggak nyatain aja" Kali aja kalo kamu nekat dia milih kamu daripada Lura, sembur Reva begitu Mala turun.
Aku menatap Reva nggak percaya. Apaan sih, Va" Ya kamu. Apa maksudnya nggak berhenti-berhenti muji Robi di depan aku kayak gitu"
Nggak berhenti-berhenti"! Kapan" Perasaan cuma ngomong sekali. Kamu tuh ngomong apa sih, Va" Siapa yang naksir Robi" Aku kan cuma ngobrol biasa!
Ngobrol biasa kok keliatan banget kamu suka. Aku menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya pelanpelan. Aku nggak ngerasa begitu.
Reva mencibir. Tapi semua yang denger iya. Maksudnya kamu doang, kan"! serangku balik. Udahlah, Na! Jangan kebanyakan ngeles. Percuma. Kamu cemburu, curiga sama aku, padahal kamu yang nggak bisa berhenti lirak-lirik. Musti pake kacamata kuda, tahu nggak! 32
Aku nangis. Nangis sejadi-jadinya. Tega-teganya Reva. Sekali lagi, aku tahu Reva cemburu. Tahu banget. Tapi apa harus dengan kalimat menyakitkan kayak gitu"! Di hari ulang tahunnya gini"
Tag Heuer mahal yang melingkar di lengan Reva seolah nggak ada harganya.
B USYET! cetus Mala. Nggak salah tuh warna dasinya"
Mata Mala mengikuti cowok tegap berjas dan berdasi nggak matching yang melenggang sambil menenteng kantong BOSS.
Lura yang masih rada jet lag cekikikan. Improvisasi, tau. Warna apa sih tuh" Ungu bunga-bunga ya" Apa bunga-bunga ungu"
Hari ini adalah Window Shopping Day. Hari seneng-senengnya Broken Ladies. Nongkrong di Senayan City, segelas minuman dan sepotong cake sambil melotot memandangi cowok-cowok yang lalu lalang, terus memberi nilai plus komentar. What a life!
Tapi tentengannya kok Boss for Women sih" Pasti buat yang di rumah tuh. Ada cincin nggak" celetuk Lura.
Aku mengernyit. Mana keliatan! Ada yang punya mata super" Kalo gue bakso super aja punyanya. Di deket rumah. Hihihi. Eh yang itu A tuh! A! Lura heboh menunjuk-nunjuk. Wah, gaya-gayanya A+ tuh. Mala langsung duduk tegap begitu memandang arah yang ditunjuk Lura.
Pria matang kira-kira 35 tahunan berjalan gagah menuju arah mungkin memang begitu....
mereka. Bajunya kasual. Gayanya modis. Rambutnya keren. Kelihatan simple tapi bikin meleleh.
Weits! Jangan buru-buru kasih nilai plus, sodari-sodari. Jari Lura teracung tinggi. Lihat dulu sepatunya. Modis sih modis. Tapi harus ya, pake sepatu orange"! Ihhh!
Aku dan Mala bergidik. Jangan-jangan kolornya orange juga. Hihihi... komentar Lura nggak penting banget. Komentar ala jet lag. Perasaan nggak nyambung banget deh. Kayak salah satu penumpang gue kemaren. HAAAH"! Semua melongo.
Lo ngintip" selidik Mala dengan muka bodoh. Iya, Lu" sambungku dengan muka nggak kalah penasaran. Gimana caranya lo ngintipin WC pesawat" Bukannya rapet banget"
Tuing! Tuing! Lura menoyor jidatku dan jidat Mala. Giling lo pada! Ya nggak lah. Nggak sengaja ngeliat.
Kolor orang" aku makin penasaran
Lura mendelik. Ya iya lah kolor orang. Masa iya kolor kingkong.
Kok bisa" tanya aku dan Mala kompak.
Pada ngeres sih pikirannya. Tu bule kekurung di kamar mandi. Minta-minta tolong. Ya gue bukain lah. Nggak sengaja kan namanya, kalo dia lupa nyeletingin celana"
Aku ngikik. Yang ngeres kita apa elo" Lho kok gue"
Aku menowel bahu Lura. Terus ngapain lo ngeliat ke situ" Sampe tahu-tahunya ristletingnya kebuka segala.
Lura meringis. Hihihi... insting.
Bo... kalo yang itu A++, ya" Ya nggak, Lu" aku menyikut Lura pelan sambil menunjuk dengan dagu.
Lura memandang ke arah yang kutunjuk. Ngapain Robi di sini"
Ini mal, kaliii... ya belanja kek. Apa kek, kataku sambil nyengir lebar.
Robi cowok manis berbadan sedang dengan senyum simpatik. Bukan cowok yang mengandalkan uang orangtua. Semua yang dia punya adalah hasil kerja kerasnya berkarier di bank swasta yang sekarang sudah mencapai tingkat manajer marketing. Selain pekerja keras yang bertanggung jawab, Robi cowok yang baiiik banget. Kami semua sepakat. Dia sayang banget sama Lura, memaklumi semua yang ada pada diri Lura, menerimanya apa adanya. Termasuk pengalaman traumatis Lura tentang masa lalu ibunya.
Dan catat, Robi terkenal lurus juga di kantor. Nggak pernah tergoda teman-teman kantornya yang beberapa persennya pada kegatelan suka pake rok mini dan stoking lalu cari-cari perhatian Robi.
Kalau bukan cinta, apa lagi namanya" Sudah tiga kali Robi melamar Lura dan mengajaknya menikah, tiga kali pula Lura bilang dia belum siap. Jawaban Robi juga selalu sama, dia bakal terus men-support Lura sampe dia siap. Sampe Lura bisa melihat Robi memang betul-betul sayang dan pengin menikahi Lura. Bahwa Robi nggak bakal menyakiti Lura.
Lura bukannya nggak sayang sama Robi. Dia juga sadar gimana baiknya Robi. Gimana sayangnya Robi sama dia. Tapi nggak tahu kenapa, hati Lura belum juga yakin buat melangkah ke tahap lebih lanjut pernikahan. Lura beralasan, bisa saja Robi baik sekarang..., tapi nanti"!
Lho, Ye, kamu lagi di sini juga" Robi tersenyum lebar menyapa Lura. Ye , kependekan dari Uye yang tadinya berasal dari kata Buye alias Bule yang diucapkan dengan gaya manja. Itu panggilan sayang Lura dari Robi. Hai, semua... senyum manis Robi menyapa kami semua. He s so nice. Udah dari tadi, Ye" jemari Robi membelai rambut Lura.
Lura tersenyum manis menatap mata Robi. Nggak ada yang 36
bisa nyembunyiin fakta Lura juga cinta sama Robi. Duduk di sini paling baru dua puluh menitan, Bi. Kamu"
Robi duduk nyempil di samping Lura, di ujung sofa yang tersisa. Aku ada janji sama Bima. Di atas. Dia baru masuk parkiran. Pantesan aku telepon kamu nggak diangkat-angkat. Iya deeeh... kalo udah sama geng cewek centil ini kamu udah lupa aku. Robi nyengir jail.
WHAT A NICE GUY! Kebayang kalo Reva, atau cowok lain, nggak mungkin reaksinya kayak gini kalau nelepon nggak diangkat angkat. Reva sih aku tahu pasti bakal ngamuk dan menuduh yang nggak-nggak sampai akhirnya kami berantem, dan berakhir dengan aku sakit hati plus divonis bersalah.
Sori ya, Obi sayaaang.... Lura mencubit hidung Robi gemas. Lura nggak sadar betapa beruntungnya dia punya pacar kayak Robi.
Kasihan banget Robi. Dia nggak tahu sepak terjang Lura mengerjai cowok-cowok ganteng nan kaya.
Ya udah deh, Ye, aku jalan dulu. Takut Bima ngamuk. Tahu sendiri dia berotot gitu. Kalah aku kalo diajak berantem. Lura membelalak. Emang Bima garang gitu, Bi"! Robi cekikikan. Lalu mengucek-ucek rambut Lura mesra. Ya nggak lah! Kamu o on deh. Ohhhh... so sweeet!
Lura manyun. Aku pikir beneran.
Ya udah ya, Nona-nona cantik, Pangeran Robi jalan dulu. Hehehe.... Ye, pulangnya mo bareng" Nanti aku tunggu di mana"
Lura menggeleng. Nggak ah, Bi. Aku ikut Nania aja. Nggak pa-pa, ya, Bi"
Robi mengangguk. As you wish. Udah ya. Daaah... Robi pun berlalu. Aku menyikut Lura. Itu baru namanya calon suami idaman.
Lura menoleh malas. Jangan mulai lagi deh, Na. Drop it anything you re going to say next, katanya sambil pasang muka sok galak.
Masih nafsu window shopping nggak neeeh" Anyep lagi jangan-jangan. Lura secepat kilat membelokkan topik. Ada yang beneran A+ mendekat lho! Mata gue nggak mungkin salah.
Cowok usia dua puluh sekian yang miriiip banget sama artis Korea. Itu lho, yang mejeng di iklan sampo, jago nge-dance, yang bilang, My name is Rain. Sumpah mati dikeroyok kelelawar gendut, MIRIP BANGET. Sambil jalan, sebelah tangannya masuk ke saku celana. Sebelah lagi pegang HP karena lagi asyik nelepon. Jalannya melenggang enteng kayak lagi jalan di catwalk. Nggak ada yang salah sama cowok ini. Dia betul-betul A+! pekik semuanya kompak.
Rain versi Indonesia itu semakin dekat. Masih radius beberapa meter rasanya hidung kami semua sudah mendeteksi wangi Kenzo yang seksi berat. Kalau digambar versi kartunnya, lubang hidung kami bertiga sudah menganga lebar sampe bisa dimasukin bola voli, matanya berubah jadi bentuk love, tak lupa mulut melongo dengan iler menggantung nggak nahan.
Dan si Rain tadi itu adalah pemandangan window shopping terbaik edisi ini. Yang lainnya yaaah... mentok-mentok B+. Sepatu orange, cincin sebesar guci tempat nyimpen anak jin, lubang hidung kegedean, poni ketinggian, kumis melinting sebelah....
Lura melirik aku yang lagi nyetir.
Kenapa, Lu" tatapan Lura yang begitu aku hapal banget. Pasti ada yang mau ditanya.
Lura membuang napas pelan.
Aku menepuk lengan Lura. Kenapa sih" Males gue. Ntar lo marah.
Aku mengernyit. Ngomong aja belum, lo udah nuduh gue bakal marah. Lagian kalo gue marah juga bukannya lo udah biasa gue marahin"
Lura mengangkat bahu, lalu melirik lagi. Gue serius, dodol! Gue cendol!
Yeee... dasar cincau! Hihihi! Aku melotot. Elo tuh kolang-kaling!
Lura ngakak. Aku nggak tahan ikut ngakak. Nggak jelas banget.
Gimana sih lo, Lu. Katanya tadi serius. Ini malah ngabsenin nama-nama es. Kacrut, lo! Kacau! aku mendorong bahu Lura pelan.
Lura mengacungkan tangan ke atas gaya orang lupa keingetan sesuatu. Iya, iya, gue serius. Tapi beneran, Na, gue takut lo marah.
Aku menatap Lura dalam. Kalo itu penting buat gue, lo juga tetep takut gue marah, Lu"
Lura menghela napas. Gue aja nggak tahu penting apa nggak.


Dil3ma Karya Mia Arsjad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ya udahlah, Lu. Cerita aja. Daripada mimpi buruk. Lura menghela napas pelan. Tanda siap-siap ngomong. Soal makan bareng habis show-nya Hanna kemaren.
Ohh... itu. Berarti soal Reva. Kenapa emang, Lu" Lo udah cek Reva bener-bener ketinggalan dompet atau nggak"
Aku menoleh cepat. Maksud lo"
Tau deh, Na. Lo kan lebih tahu Reva. Gue cuma nanya aja, lo yakin dia beneran ketinggalan dompet"
Perasaanku mulai kacau. Aku tahu arah omongan Lura. Langsung aja, Lu. Menurut lo Reva cuma pura-pura" Tapi dari awal dia beneran mo nraktir kita semua di Hanamasa kok, Ra, kataku gusar.
Lura mengedikkan bahu. Bisa aja kan biarpun di Hanamasa dia emang udah niat salah bawa dompet "
Kata-kata Lura bikin aku berkeringat dingin. Aku malu. Malu karena ternyata segitu jeleknya imej pacarku di depan temantemanku, termasuk sahabatku yang paling dekat. Aku marah. Aku marah karena tega-teganya Lura ngomong kayak begini ke aku.
Aku stres. Stres mikirin apa jadinya kalo memang ternyata Reva bohong. Aku bingung!
Lura mengusap punggungku pelan. Maaf, ya, Na. Gue nggak ada niat bikin lo stres. Gue cuma... gue cuma... Na, ini kan bukan pertama kalinya Reva mendadak nggak jadi bayar gara-gara dompet.
Aku menatap Lura. Dulu inget, nggak" Waktu kita jalan rame-rame ke Score, terus dia bilang dia mo bayar, tahu-tahu dia ketinggalan dompet. Padahal sebelumnya dia nggak sadar kalo kita lihat dia sempet beli CD. Pernah juga, waktu kita rame-rame jalan ke Bandung makan di he Peak, giliran mo patungan bayar, tahu-tahu dompetnya hilang. Beberapa hari kemudian dia pake lagi dompet yang sama. Katanya nyelip di mobil. Terus
Aku mengangkat tangan, tanda supaya Lura berhenti. Gue inget, Lu, gue inget. Gue inget semuanya.
Sori, Na, gue cuma... Iya, gue ngerti. Nanti gue cek, kataku pelan. Lura menatapku nggak percaya. Beneran lo mo ngecek" Aku mengangguk. Iya, nanti gue cek.
Lalu Lura geleng-geleng. Nania, Nania....
Lura, please... kataku memelas sebelum dia memberi nasihat atau saran-saran yang pasti bikin hatiku tambah nyeri mikirin Reva. Aku tahu mereka nganggep aku bodoh. Mau bertahan sama Reva padahal terang-terangan Reva sering nyakitin aku. Tapi aku juga tahu, aku bukannya bodoh. Aku cuma terlalu cinta. Terlalu cinta sampe kalo aja sedih bisa bikin orang mati, aku rela mati asal sedihku itu cuma karena Reva.
Aku bukan bodoh. Aku cuma terlalu cinta. Reva yang bisa bikin aku merasa ada di surga sekaligus di neraka. Iya, mungkin memang begitu....
M ALA mendorong pintu kayu bergaya minimalis itu. Melangkah masuk dengan langkahnya yang anggun. Mas...
Pria itu menatap Mala mesra sambil duduk nyaman di sofa direkturnya. Apa kabar kamu"
Mala duduk di hadapan Mas Sis, terhalang meja mewah seharga 24 juta dengan berkas-berkas bernilai ratusan juta menumpuk di atasnya. Mala baik, Mas. Mas apa kabar" Sehat-sehat aja selama di sana" Mas Sis baru aja pulang dinas dari London selama dua minggu.
Mas Sis mengangguk. Untungnya lagi musim semi. Udaranya enak banget. Coba kalo kamu bisa ikut, suara bariton Mas Sis mengalun lembut bikin Mala gemetaran. Nggak ada masalah selama aku pergi"
Mata bening Mala menatap lurus Mas Sis. Nggak ada. Semuanya baik-baik aja. Nggak tahu kenapa, suaranya mendadak serak. Tangan Mas Sis merogoh sesuatu dari laci meja mewahnya. Ini
ibarat artis, mas sis itu george clooney
oleh-oleh buat kamu. Kotak beludru hijau berbentuk segi lima didorong Mas Sis pelan ke arah Mala.
Buat Mala, Mas" Mas Sis mengangguk. Cuma buat kamu.
Mala meraih kotak yang kelihatan mahal itu pelan. Makasih ya, Mas. Sampe inget beliin oleh-oleh buat Mala. Padahal Mas pulang sehat dan selamat aja udah bikin Mala seneng kok.
Mas Sis bangkit dari duduknya. Berjalan tegap ke arah Mala. Mengecup kening Mala mesra. Wajar kalo aku inget kamu, Mal. Aku kangen banget sama kamu. Jemari Mas Sis membelai rambut panjang Mala. Menyelipkannya ke balik telinga Mala, lalu membelai pipi Mala, terus ke leher jenjangnya. Kangen banget... suara Mas Sis semakin berat.
Mas! Dengan badan panas-dingin dan perasaan nggak keruan, Mala bangkit dari kursinya.
Kenapa, La" Mas Sis udah janji sama Mala, kita nggak bakalan.... Mas, Mas kan tahu kita berhubungan sebelum Mas cerai aja Mala bener-bener udah merasa bersalah. Jangan bikin Mala tambah merasa berdosa kalo... kalo sampe kita berbuat lebih jauh, Mas.
Mas Sis kelihatan kecewa. Badan tegapnya bersandar di meja. Apa kamu pikir aku bohong rumah tanggaku udah nggak harmonis"
Mala menggeleng. Bukan itu, Mas...
Terus kenapa, La" Istriku itu udah nggak ada fungsinya lagi sebagai istri. Kami cuma tunggu ketuk palu.
Mala mendesah berat. Mas, Mala mohon Mas ngertiin perasaan Mala. Sebagai sesama perempuan sama istri Mas. Apa pun yang terjadi antara Mas dan istri Mas, Mala nggak mau nyakitin istri Mas lebih daripada ini. Ya, Mas"
Mas Sis melipat tangannya di depan dada. Raut mukanya nggak bisa nyembunyiin perasaan kesal.
...atau Mala nggak tahu bisa ngelanjutin hubungan ini apa nggak...
Raut kesal di wajah Mas Sis hilang sekejap. Ia langsung menggenggam tangan Mala. Oke, oke... tapi kamu jangan sekali-kali lagi ngomong gitu ya, La" Jangan sekali-kali lagi. Aku ini sayang banget sama kamu, La...
Mala tersenyum menatap kekasih sekaligus bosnya itu. Lalu memeluknya mesra. Makasih ya, Mas.
Sekarang kamu keluar ya. Nanti ada yang curiga. Mala mengangguk. Biarpun dia sadar, seisi kantor ini mungkin sudah curiga.
Lura mengembuskan asap rokoknya ke arah Mala. Nggak tahan lo, ya"
Mala menekan remote control TV, pindah dari satu infotainment ke infotainment lain. Sofa malas kesayangan Lura ini enak banget. Sejak jadi pramugari, Lura memang sewa apartemen sendiri. Biarpun begitu, mamanya tetep aja suka nelepon dan datang buat inspeksi dadakan.
PUK! Aku menimpuk Mala pakai gumpalan tisu. Kok nggak dijawab" Nggak tahan, yaaa"! Aku nyengir sambil berdiri melenggang ke kulkas. Buka-buka kulkas Lura itu pengalaman seru lho. Kita nggak tahu bakal menemukan apa. Kayak sekarang waktu aku buka kulkas dan nemuin
Luraaa... lo ngapain naro sabun di kulkaaas" aku berteriak histeris.
SABUN"! Iniii... yang kayak puding!
Hah" Itu sabun"! balas Lura dari ruang TV.
Aku mengetuk-ngetukkan sabun yang sudah dingin dan keras kayak batu kali itu. Lo pikir apaaan"
Ya kirain puding. Habis bentuknya kayak puding. Untung aja belum gue makan! Bawa sini dong, biar gue pake mandi. 43
Aku memandangi puding sabun di tangannya. Daripada lo pake mandi, mendingan lo pake buat melumpuhkan bulldog tetangga gue. Sekalian sama sosisnya. Biar tu bulldog gila mati keselek. Yang di ruang TV ngikik semua.
Berapa tahun lo nggak ngecek kulkas" Aku duduk di samping Lura.
Tahu. Sejak Gunung Krakatau meledak, kali, jawab Lura cuek. Eh, La, mendingan lo suruh deh tuh, Mas Sis lo buktiin kalo emang dia beneran mo cerai sama istrinya.
Mala melirik Lura. Mas Sis bilang dia lagi proses kok. Prosesnya sampe kapaaan" Proseees melulu. Kalo dia mo cerai, kok berapa bulan lalu masih liburan keluarga ke Cina" Aneh banget, aku ikut-ikutan.
Mala melotot menatap sesuatu di piring yang aku angkut dari kulkas. Lo udah gila kali, Lu! Itu kan tahu Sumedang yang gue beliin dulu"!
Lura melongok. Hah" Masa sih" Coba lihat" Iya kayaknya. Lupa gue masih punya tahu. Yaah... padahal enak banget tuh! Lura kembali melotot ke arah Mala. Halooo... answer"
Itu liburan formalitas doang. Cuma buat nyenengin anak-anaknya, jawab Mala yakin.
Jangan terlalu yakin, La. Ibarat artis, Mas Sis itu George Clooney. Babe-babe ganteng. Gampang banget menaklukkan hati wanita, termasuk lo. Telunjukku teracung dari balik piring tahu.
Mala mencibir. Gue percaya Mas Sis. Buktinya dia mau nurutin kemauan gue untuk nggak berbuat lebih jauh sebelum statusnya jelas. Artinya dia serius, kan"
Aku menatap Mala. Serius apa umpan" Entah dari mana aku mendapat kata-kata itu. Yang pasti bikin Mala terdiam lalu melamun.
Beberapa detik kemudian Mala balas menatapku. Aku yakin serius.
Aku mengangkat bahu. Lura menyulut rokok lagi.
M AMA lagi kerajinan. Terinspirasi buku resep yang dikasih
Tante Ucha, mendadak Mama heboh masak. FYI, Tante Ucha itu adik bungsu Mama. Nggak kayak Mama yang sukanya beli atau menyuruh-nyuruh si Bibi, Tante Ucha adalah si jago masak. Bahan mentah apa pun yang kepegang tangan Tante Ucha, pasti jadi masakan enak.
Mama tiba-tiba jadi keranjingan masak setelah menyaksikan langsung Tante Ucha masak di dapurnya yang keren beberapa hari lalu. Secara itu masakannya Tante Ucha, hasilnya ya pasti enak. Tante Ucha juga dengan senang hati menurunkan ilmunya ke Mama, yang langsung menodong Papa merenovasi dapur, tentunya.
Ini yakin nih nggak beracun" Besok aku ulangan lho, Ma, Nissa adikku yang masih SMA menatap masakan di piring saji. Apa tuh" Oseng jamur" Pepes jamur" Jamur kecemplung panci" Penampilannya kurang menyakinkan.
Mama melotot. Jangan ngeremehin kemampuan Mama ya, Nissa! Icip dulu, baru komentar.
mama, papa, aku sayang banget sama reva... tapi kenapa lebih banyak alasan untuk nggak sayang"!
Nissa melelet. Ma, kalo udah keburu keracunan gimana mo komentar, ledeknya sambil cekikikan.
Kan ada aku, Sa. Kalo kamu kenapa-kenapa aku, Iman, dan Dimas bisa tolongin. Hehehehe gih, makan duluan. Aku nyengir jail.
Hah" Emang ada penjahat yang mo nangkep Dimas, ya, Kak Nania" Dimas nggak takut! celetuk Dimas, adik laki-lakiku yang paling kecil, nggak nyambung. Umurnya baru tujuh tahun, tapi hobinya mengkhayal adegan-adegan action. Dari tadi aja kita bahas makanan dia bengong. Begitu disebut namanya, baru ada reaksi. Nggak nyambung, lagi.
Iman melirik. Dasar nggak nyambung. Makanya kalo orang ngomong dengerin. Yang ini lain lagi. Iman umurnya sebelas tahun, tapi gayanya berwibawa kayak orang dewasa. Lucu banget.
Aku cinta banget sama keluargaku. Keluarga yang hangat dan akrab. Di kepalaku udah kebayang gimana bahagianya aku kalau Reva bisa jadi salah satu anggota keluarga ini. Dan kalau lagi suasana bahagia ala iklan mentega di TV gini, kayaknya pas nih buat minta sponsor knalpot baru untuk si Mazda.
Bismilahirahmanirahiiim..., kata Nissa dengan gaya dibuatbuat, menusuk ayam goreng cah cabe ijo rada gosong. Doain aku ya, semuanya.
Enak kok. Tiba-tiba Papa nyeletuk. Ternyata sementara kami semua tadi asyik berdiskusi, Papa sudah mencuri start. Mama tersenyum bangga.
Jangan lupa telepon ambulans ya kalo... Mama melotot. Papaaa!
Papa cekikikan geli. Orangtua yang aneh.
Mbak Nania, ada Mas Reva di bawah... Mbak Tum nongol di tangga.
Om, Tante... Ternyata yang diomongin malah udah nguntit Mbak Tum naik. Reva udah merasa kayak di rumah sendiri.
Udah biasa langsung naik tanpa harus dipersilakan. Ada apa ya" Padahal aku bener-bener udah berencana buat minta sponsor knalpot nih. Mana belum sempet ngomong, lagi.
Mama dan Papa tersenyum basa-basi.
Ayo makan, makan. Tante baru belajar masak nih. Papa menarik kursi kosong di sebelahnya.
Reva mengangguk sopan. Engg... anu, Om, makasih. Saya ada perlu sebentar sama Nania, boleh Om"
Mama menatap Reva. Kamu nggak mau makan dulu" Makasih, Tante. Na Reva memberi kode supaya aku menghampiri dia.
Aku mendorong kursiku ke belakang. Kadang aku gateeel banget pengin ngomong sama Reva untuk bisa lebih... lebih... lebih sopan . Aku tahu tradisi tiap keluarga berbeda. Tapi... ah tahu deh.
Reva menarik tanganku menuruni tangga menuju ruang tamu di lantai bawah.
Ada apa, Va" Kamu kok nggak nelepon dulu sih" Emang kamu schedule-nya padet banget, ya, sampe harus nelepon dulu" Ini kan hari Minggu.
Aku diam. Bisa nggak sih kalimat yang keluar dari mulutnya itu nggak selalu kasar"
Aku mo ngajak kamu makan siang. Nih, dapet voucher. Dua lembar voucher restoran Eropa yang terkenal mahal ada di tangan Reva.
Aku menatap voucher itu, menilik-nilik angkanya. Nggak makan malam aja" Aku kan lagi makan siang. Kamu makan sekalian aja di sini.
Ekspresi Reva berubah. Kamu nggak liat aku udah dandan gini" Aku tuh sengaja mo kasih kamu kejutan. Masa diundurundur sih" Lagian kalo masakan Mama kamu kan besok-besok juga bisa makan lagi.
Aduh! Aku seneng banget Reva punya kejutan buat aku. Tapi kalo aku sama Reva pamit pergi makan, apa kata Mama dan 47
Papa" Malem kan lebih romantis, Va. Ya, nggak" Lagian kasian Mama, udah capek-capek masak heboh gitu. Tadi dia juga nawarin kamu, kan"
Aku udah males ganti-ganti baju, Na. Lagian kalo malem kita nggak bisa jalan-jalan dulu pulangnya. Iya, kan" Yuk" rayu Reva. Aku kalah.
Aku menaiki tangga menuju ruang makan. Kayaknya masakan Mama nggak beracun. Buktinya semua pada rakus gitu. Tampilannya emang mengerikan, tapi rasanya enak, kali. Enak lho, Na. Biarpun tampangnya serem, promosi Papa. Nissa mengangguk setuju. Iman dan Dimas asyik makan. Dimas malah buru-buru nyomot ayam, takut kalau aku dan Reva ikut makan, dia nggak bisa nambah.
Pa, Ma, aku mo jalan sama Reva. Mo ganti baju dulu. Alis tebal Papa berkerut. Nggak makan dulu"
Justru itu, Om, aku kebetulan dapet voucher di London Dine, aku pengin banget ngajak Nania ke sana. Tadinya mo surprise.
Muka Papa, Mama, dan Nissa kelihatan aneh. Niat Reva memang baik. Tapi aku tahu Reva bangga banget bisa ngajak aku ke restoran itu. Dia betul-betul berusaha terlihat selevel dengan keluargaku. Biarpun agak salah waktu sih....
Ooo, Nania, dandan yang bagus kamu. Itu kan resto berbintang. Duduk dulu, Va, biar Nania dandan. Mo nyicipin masakan Tante dulu nggak" Daripada nahan lapar kelamaan. Reva menggeleng sambil meringis. Nggak, Om. Makasih. Aku membuka lemari baju. Masa siang-siang pake gaun" Kalo dinner pasti lebih gampang nyari bajunya. Akhirnya aku mencomot babydoll bermotif tartan kombinasi hijau lumut hitam dan merah marun yang nggak terlalu heboh. Tas Tod s hitam hadiah dari Mama, serta sepatu hitam yang dipilihin Nissa waktu kami shopping bareng.
Lain kali coba bilangin Reva, Na. Kasian tuh Mama. Tahutahu Papa ada di pintu.
Aku juga nggak tahu, Pa. Reva nggak bilang-bilang dulu. Lagian Reva kan nggak tahu Mama masak hari ini, belaku sambil menyisir rambut yang sudah ber-foam pake jari.
Papa duduk di ujung ranjang. Ya paling nggak gimana kek cara kamu bikin Reva itu agak sensitif. Ya mungkin dia nggak ngerti, tapi gimana kek kalo dia liat kita lagi makan kayak tadi. Belajar basa-basi gitu lho, Na. Dia kan harus bisa ngehargain orang lain.
Maksud Papa Reva laki-laki nggak sopan" Pa, Reva tuh cuma terlalu cuek aja. Itu kan sifat orang, Pa. Reva juga nggak minta kan dilahirin punya sifat cuek" Aku merepet nggak jelas demi Reva. Tapi memang iya kan, mana bisa sih kita milih sifat yang bakal kita dapat dari Tuhan" Hmm... nggak mungkin nih ngomongin knalpot sekarang kalo suasananya jadi nggak enak gini.
Papa berdiri. Ya, sifat memang bisa bawaan lahir. Tapi kepribadian kan bisa dibentuk. Kamu yakin kamu mau punya pasangan yang kayak gitu"
Aku cemberut. Pa, Papa kenapa sih sentimen banget sama Reva"
Lho, siapa yang sentimen" Itu kan demi kebaikan Reva juga. Gimana dia mo sukses kalo sifat-sifat kayak gitu dipertahankan" Papa sebagai orangtua cuma kasih nasihat. Papa pengin yang terbaik buat kamu kan.
Aku bener-bener nggak ngerti kenapa orangtua nggak bisa paham cinta itu nggak bisa dipaksain. Nggak bisa dipaksa putus. Nggak bisa dipaksa cinta. Apa yang terbaik buat Papa kan belum tentu yang terbaik buat aku, Pa.
Papa mengangkat tangan. Ya, ya, Papa ngerti. Kamu udah dewasa. Bisa bedain mana yang bener mana yang salah. Asal jangan sampe salah nilai ya" Ya udah, jangan kelamaan dandan. Kayak mo ke pesta kawinan aja. Papa melangkah keluar kamar. Meninggalkan aku yang terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Papa.
*** Empuk banget, ya" Gini nih kalo daging dan kokinya kualitas nomor satu. Reva mengunyah potongan daging steik impor yang tadi menancap di garpunya.
Perasaanku masih agak nggak enak teringat Mama. Mama itu tipe ibu-ibu manja sedunia. Aku bisa bayangin gimana repotnya Mama masak di dapur tadi. Aku sempet heboh menilik jari-jari Mama ada yang diplester apa nggak. Mama itu sangat nggak ahli megang pisau. Misalnya Mama ikut perang pake pedang, pisau, samurai, atau benda-benda tajam lainnya, musuhnya masih jauh mungkin Mama udah masuk ambulans duluan gara-gara tertikam senjata sendiri.
Na" Ha" Empuk nggak" tanya Reva lagi.
Aku mengangguk. Resto mahal gini ya pasti empuk sofanya.
Mata Reva menyipit. Sofa" Ngomong apa sih" Bantal sofa, kan" aku mulai ragu-ragu.
Ngelamun sih! Orang ngomongin steik. Mikirin siapa sih"! Robi"!
Nafsu makanku langsung mengambil langkah seribu. Apaan sih"! Orang nggak kedengeran.
Reva tersenyum masam. Ya itu, kok bisa nggak kedengeran" Ni restoran udah hening gini, aku ngomong nggak kedengeran" Apa kamu mau aku anter ke THT"
Aku melongo. Ngapa " aku menelan lanjutan kata-kataku karena mendadak sadar apa maksud kalimat Reva. Reva... kamu kok ngomong gitu"
Ya ngeselin sih. Ngerusak suasana tahu nggak. Kamu nggak nikmatin makan berdua gini sama aku" Aku udah sengaja dandan, dan ngajak kamu ke restoran ini, biar romantis. Kamu ma-50
lah ngelamun nggak tahu ke mana pikirannya. Ngecewain aku aja.
Rupanya Reva tersinggung merasa usahanya nggak dihargain. Aku meraih tangan Reva di seberang meja. Va, nggak gitu, lagi. Aku cuma kepikiran Mama aja. Tadi kayaknya kecewa gitu kamu nggak mo nyicipin masakannya.
Reva membuang napas dan menarik tangannya dari genggamanku. Ah, kamu hiperbolis banget deh. Ribet. Emang segitu cintanya Mama kamu sama aku, sampe pengin banget masakannya dicicipin aku"
Ya nggak gitu juga, Va.... Bukannya kalo kamu mau diterima dengan baik sama keluargaku udah sepantasnya kamu ngambil hati mereka, terutama orangtuaku" Kenapa malah ngomong begitu" lanjutku dalam hati. Getir.
TRANG! Reva membanting pisau dan garpunya kasar. Udahlah, Na! Kamu diajak seneng-seneng malah kayak gini. Padahal aku mo bikin kamu bahagia. Capek! Reva beranjak dari kursi dan berbalik pergi. Di meja depan Reva kelihatan menepuk telapak tangannya keras di meja kasir.
NAH LHO" VA! Reva! Tunggu! Urat maluku kayaknya kena suntik bius sampe kebal kayak gini. Aku membanting serbet putihku dari pangkuan, lalu siap-siap mengejar Reva. MBAK! Tunggu!
Aku menoleh ke arah suara.
Maaf, Mbak... Mbak yang bayar bill-nya" tanya pelayan yang tadi memanggil histeris dengan sopan. Lubang hidungnya kembang-kempis panik, takut aku keburu kabur sebelum bayar.
Aku berdiri bingung. Tadi... bukannya pacar saya udah bayar, Mas" aku lihat betul Reva menepukkan tangannya ke atas meja kasir.
Si Mas menggeleng. Belum, Mbak. Mas-nya cuma ngasih voucher. Voucher-nya cuma seratus ribu, Mbak. Masih kurang... kurang tiga ratus ribu.
Aku melongo. Kurangnya tiga ratus ribu"! Si mas mengangguk.
Dengan lemas aku mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet. Kirain pergi marah-marah sambil bayar. Tahunya benerbener cuma nraktir pake voucher.
Aku membanting tas ke ranjang dengan nafsu angkara murka. Lalu ambruk tengkurap supaya lebih lancar menumpahkan air mata yang dari tadi berebutan pengin terjun bebas.
Bayangin! Reva beneran pergi dan ninggalin aku! Dia pergi pake mobilnya. Aku keliling-keliling parkiran, Reva dan Avanza hitamnya udah nggak ada. Aku bener-bener nggak nyangka Reva bakal ninggalin aku. Dia tahu aku nggak bisa sendirian. Maksudku bener-bener sendirian tanpa temen, apalagi tanpa mobil yang bisa membawaku pulang. Dadaku terasa sakit banget.
Aku siap kalo harus berantem di dalam mobil. Tapi aku benerbener nggak siap ditinggal sendiri tanpa persiapan kayak gini. Mataku mulai berkabut. Orang-orang mulai ngeliatin sambil bisik-bisik. Aku nggak mungkin nelepon Lura, dia lagi stand by nggak bisa ke mana-mana. Lagian Lura pasti bakal makin benci sama Reva. Mala" Mala nggak bisa nyetir. Percuma aja kalo dia jemput aku naik taksi.
Akhirnya aku naik taksi sendiri. Menahan tangis dan sakit hati sepanjang jalan. Masuk rumah tanpa mengucapkan salam. Berlari cepat menuju kamar melewati Mama, Papa, Nissa, Iman, dan Dimas tanpa menoleh. Mereka pasti udah tahu kenapa. Dan seumur hidupku, ini pertama kalinya aku naik taksi sendirian. Teganya Reva, nggak mikirin gimana takutnya aku. Anak manja yang diperlakukan bagai putri oleh keluarga dan teman-teman.
Mana Reva" Nissa yang memang dasarnya tomboy nanya tanpa basa-basi. Kakak pulang naik apa"
Aku bangun dan menyeka air mataku. Kepalaku mulai pusing, sementara mataku mulai bengkak. Naik taksi.
Reva-nya ke mana" desak Nissa.
Aku menghela napas. Mendadak harus pulang. Ibunya sakit, katanya. Aku bener-bener nggak ahli bohong. Kacangan banget.
Nissa memasang tampang ya-ampun-bohong-banget-sih -nya yang khas. DENG-DONG! suara Nissa meniru bel salah di kuis-kuis. Nggak percaya.
Bener kok, Sa. Gumpalan tisu yang mengangkut ingus melayang terbang dan mendarat di tong sampah.
Kalo Reva pulang karena ibunya sakit, Kakak ngapain nangis bombay gini"
Aku menatap Nissa. Kelilipan. Demi gigi Cepot, payah banget alasannya!
Nissa menganga. Kelilipan dongkrak" Kak, nggak usah bohong sama aku. Reva ke mana" Kenapa Kakak naek taksi"
Nyerah. Ampun. Bujukan tepatnya interogasi Nissa memang nomor satu. Akhirnya aku cerita. Semuanya. Dan berhasil mengubah muka simpati Nissa jadi muka dendam penuh amarah. Tapi yang dia bilang cuma...
Kakak ini... Salahku kok, Sa... salahku... Entah apa yang ada di kepalaku, masih juga aku belain Reva. Padahal saat sekarang ini, nggak ada salahnya aku ngadu dan minta dukungan Nissa.
Lagi-lagi Nissa geleng-geleng kepala dengan muka nggak ngerti. Mungkin karena nggak tahu lagi harus ngomong apa, Nissa beranjak keluar kamar.
Aku meneruskan kegiatan paling penting hari ini: nangis bombay yang bisa masuk nominasi tangis termenyayat di Festival Film Bollywood.
Haus. Kelamaan nangis aku jadi haus. Perlu segelas air dingin. Dengan mata bengkak kayak habis gelar tinju profesional, aku berjalan sempoyongan ke dapur. Ternyata Mama sama Papa masih 53
ada di dapur. Aku bisa mendengar suara mereka sayup-sayup. Dan suara itu juga yang akhirnya bikin aku berhenti melangkah, merapat ke tembok, dan nguping.
Mama gemes, Pa. Nania itu masa nggak ngeh sih..." Namanya orang jatuh cinta, Ma. Semuanya keliatan bener. Semuanya keliatan nggak ada masalah. Padahal Papa yakin Nania juga sering kesel sama Reva. Nania kan bukannya cewek polospolos amat.
Mama mendengus kesal. Tapi udah kebangetan si Reva itu. Udah sering keterlaluan sama Nania. Mama sama Nissa aja nggak tahan liatnya. Itu anak emang nggak bener, Pa.... Ada yang salah sama dia. Mama kok ngerasa ada apaaa... gitu yang aneh. Apa kita suruh putus aja, Pa"
DEG! Mama, please... jeritku dalam hati. Cuma Reva yang bisa nerima dan maafin Nania apa adanya. Nania yang manja, yang posesif, yang kalo ke mana-mana harus dianter dan ditungguin. Nania yang tukang ngambek. Nania yang nggak kurus, nggak seksi, nggak putih mulus, Nania yang....
Jangan Ma. Tindakan kita udah bener kok. Kita terima Reva baik-baik. Jadi Nania nggak akan bawa keluar Reva atau mau dibawa keluar sama Reva. Paling nggak mereka lebih sering ketemu di rumah. Nania tetep percaya dan selalu melibatkan kita. Sekarang cukup kita nggak kehilangan Nania karena dia pacaran sama Reva. Bagus Nania nggak jauh dari kita, malah narik Reva ke sini. Kita harus jaga Nania tetap dekat, Ma. Kalaupun ada yang salah, biar Nania yang buka matanya sendiri. Kita cukup menjaga aja. Dia udah dewasa. Kalimat Papa bijak dan bikin aku pengin nangis. Betapa baiknya Papa. Tapi apa dia bakal nerima kalo akhirnya aku betul-betul nikah sama Reva"
Aku nggak haus lagi. Pelan-pelan aku kembali ke kamar. Duduk tegak di atas ranjang sambil memeluk guling dan melamun. Memikirkan kata-kata Papa. Apa memang segitu parahnya Reva" Tapi kenapa buatku semua yang terjadi antara aku dan Reva ma-54
sih bisa dimaafkan" Apa karena Reva berhasil meyakinkan aku kalo cuma dia yang bisa cinta dan nerima aku apa adanya" Meyakinkan aku kalo nggak bakal ada cowok lain yang tahan jadi pacarku kayak Reva" Aku nggak tahu! Aku nggak mungkir, kadang-kadang aku sering berpikir saat sakit hati, aku akan mengingat dan menghitung poin-poin kebaikan Reva untuk alasan bertahan.
Tapi dari beberapa alasan yang aku ingat untuk terus sayang sama Reva, kenapa daftar alasan untuk nggak sayang justru lebih banyak berderet dan panjang"! Nggak tahu... mungkin karena aku emosi, mau inget yang baik-baik, malah yang jelek-jelek pada antre. Nggak tahu. Mungkin.
K AYAKNYA dandananku rada kurang heboh nih buat calon
saksi kejadian heboh di dunia selebritis abad ini.
Lura ngajak aku nemenin dia kencan. Gila, kan" Kencan kok ditemenin. Sebenernya sih dia maunya Mala juga ikut. Tapi katanya ada urusan penting. Tapi aku yakin nggak jauh-jauh dari urusan Mas Sis-nya yang dandy itu. Jadi akulah yang tersisa.
Kata Lura, dia lagi nggak sreg ketemu Dio (gebetan terbarunya) sendirian. Nggak tau kenapa.
Inget ya, Na, lo bilangnya tadi ketemu gue di supermarket. Ya" wanti-wanti Lura tetep jaim. Biar si Dio nggak tersinggung.
Aku melirik Lura kesel. Emangnya aku segitu bolotnya sampe begitu aja lupa" Iya, iya, bawel.
Janjiannya di CITOS. Sekarang aku sama Lura duduk di teras salah satu restoran makanan khas hailand. Makanan kesukaan Dio.
Jam karet nih si Dio ya. Gue udah laper gila. Cacing di perut gue bisa minta pensiun kalo kayak gini, protesku menahan ngiler
karena cowok itu perlu ditampar! jadi biarin aja. syukurin, malah!
berkat aroma-aroma makanan yang dengan nyolotnya lewat lubang hidungku bolak-balik. Rame-rame, lagi.
Lura celingukan. Lalu menekan tombol HP-nya. Halo, Yo, kamu di mana sih" Aku udah di sini dari tadi. Iya, iya, ditunggu. Daaahhh.... KLIK. Bentar lagi. Masih parkir.
Aku manyun. Lama amat. Setelah sekitar lima belas menit, akhirnya Dio nongol juga. Cowok yang namanya Dio ini tingginya bisa dibilang di atas rata-rata cowok Indonesia yang tinggi. Bingung, kan" Maksudnya, di antara cowok-cowok tinggi di Indonesia, Dio ini lebih tinggi lagi. Tampangnya standar Lura. Isi kantongnya juga di atas ratarata tentunya. Dan punya cewek. Pastinya.
Dio mengecup pipi kanan-kiri Lura. Sori ya, telat. Ada urusan kecil sebentar. Sori ya" Eh, ada... Dio kelihatan mengingat-ingat siapa aku.
Nania, potongku sambil nyengir dan menyodorkan tangan ngajak salaman.
Oh iya, Nania. Sori, gue agak-agak sering ketuker antara Nania sama... siapa tuh... Mala"
Lura membuka buku menu. Langsung pesen aja, ya" Laper banget nih. Kamu aja yang pesen, Yo, kamu kan yang paling tau makanan enak di sini. Kamu mo apa, Na" Oh, aku sama Nania tadi kebetulan banget ketemu di supermarket. Dia sendirian, jadi aku ajak bareng aja, repet Lura. Padahal Dio-nya juga nggak nanya.
Aku ikut aja deh. Samain. Belum pernah ke sini. Akhirnya Dio yang pesen buat kita semua.
Kamu sakit" tanya Lura sok perhatian. Tampang Dio yang kusut dengan mata berkantong pastilah bikin orang penasaran pengin nanya. Tapi Lura sih cuma basa-basi. Dia tahu banget tadi malam Dio begadang sampe pagi party di kelab, merayakan ulang tahun ceweknya yang artis itu.
Marissa Salim, pacar Dio, adalah artis muda yang lagi naik 57
daun. Main film layar lebar, iklan-iklan produk kelas atas, pokoknya wajahnya memenuhi tabloid, majalah, billboard, tayangan infotainment... sampe voucher HP. Kembali ke topik, Lura tahu Dio habis party ulang tahun Marissa, makanya Lura ngajak ketemuan hari ini. Pengin tau aja, Dio nolak nggak. Ternyata nggak! Dasar emang cowok tukang ngelaba.
Dio mengusap mukanya dengan telapak tangan. Nggak, cuma kurang tidur doang. Tadi malem ada kerjaan. Bohong banget!
Aku meringis. Dasar cowok bodoh. Memangnya dia pikir Lura manusia gua yang belum mengenal teknologi yang namanya TV dan harus berburu babi sambil bertelanjang kaki menerobos hutan buat makan"! Secara menjelang pesta itu Marissa heboh banget promo di TV-TV. Dan semua orang tahu Dio pacarnya. Secara logika, dia pasti dateng ke pesta itu. Dan secara logika juga, wartawan goblok mana yang nggak ambil kesempatan buat nge-shoot tampangnya" Blo on.
Makanan yang kelihatannya pedas semua akhirnya datang juga. Cacing di perutku langsung pasang aksi berbagai macam demo. Dan ternyata cacing-cacingku harus bersabar karena acara makan kita bakal terinterupsi the most HEBOH moment in Indonesia, karena....
DASAR BUAYA BURIK!!! Nah lo.
Potongan ikan yang tadinya sudah nyaris memberi kebahagiaan pada keluarga cacing perutku, terpaksa balik lagi ke mangkuk kecil berkuah merah manyala dengan cabe-cabe mengapung.
Marissa Salim. Artis muda berkulit mulus turunan Tionghoa itu berdiri sambil memelototkan matanya yang sipit dengan marah. Kulit mukanya yang putih merah padam. Mirip kepiting rebus, udang rebus, dan segala makhluk yang direbus.
Dio pucat pasi. Ia menatap Lura, lalu bergantian menatap Marissa dengan polos. Icha" Ngapain kamu...
BRUAAAKKKK! Meja kena gebrak. KAMU YANG NGA-58
PAIN"! BENER KAN DUGAANKU"! DASAR BUAYA! KO- MODO! KADAL!!!
Cicak, sambungku dalam hati. Saking marahnya, Marissa sampai mengabsen keluarga reptilia.
Dengan gila Lura memperkeruh keadaan. Maaf, Mbak... Mbak ini
Marissa melotot ke arah Lura. Mbak! Mbak! Sejak kapan gue kawin sama mas lo, HAH" Idih! Cantik-cantik kok kalimatnya nggak elite semua"
Aku tahu banget Lura nahan ketawa.
Gue Marissa! CEWEKNYA DIO! lanjut Marissa galak. ACTION! Lura berdiri lalu menatap Dio sangar. Jadi selama ini kamu udah punya pacar, Yo"! HAH"! IYA"!
Keringat Dio mengucur deras. Mimpi apa dia semalam dikeroyok perempuan-perempuan ngamuk. Aku
Bakal makin seru nih. Aku mulai sadar orang-orang ikutan nonton. Dan ternyata... wartawan-wartawan infotainment kok udah pada ngumpul" Kapan datengnya"! Gila nggak enak banget jadi artis! Dari yang jeprat-jepret kamera, sampe yang nyodorin mic ke arah daerah seteru. Giling!
Untung aku buntutin kamu, Yo! Kalo nggak mana aku tahu kelakuan kamu ini! BUAYA BUSUK!!!
Busyet! Histeris edan. PLAK!!! Dengan kecepatan kilat menyambar, tau-tau tangan Lura sudah mendarat di pipi Dio. Bunyinya bener-bener spektakuler. Aku aja bisa merasakan gimana perih dan nyut-nyutannya pipi Dio berkat tamparan maut Lura. Dasar brengsek!
Nggak mau kalah, Marissa ikut mengangkat tangannya siap menghajar pipi Dio yang satunya lagi. Tapi tiba-tiba...
Ehhh... tintring neeekkk... Tintriiing!!! jeritan keras melengking menghentikan tangan Marissa di udara.
Banci nongol dari mana lagi nih"
Si empunya suara dengan tergopoh-gopoh menghampiri 59
Marissa. Busyeeet dandanannya. Heboh markoboh. Rambut warna merah manyala, make-up dengan shading ala kunti pergi ke pesta: lipstik ngejreng, celana ketat, baju ketat.... Ya ampun, neeekkk... Marice sayang darling, jangan neeek, jangaaann... jangan maen tampaaar... sabar neeek, sabaaarrr....
Kalo aku jadi Marissa, yang kutampar si bences. Gila apa, asyik-asyik aja terus-terusan nyebut gue nenek.
Susceee... lo gila nyuruh gue sabar"! pekik Marissa gemas. Manusia setengah cowok yang dipanggil Susce (aku rasa namanya Susi, mungkin aslinya Susilo atau Suseno) itu merangkul Marissa. Lalu berbisik, Say, tahan, Saaay, tahan. Ini di tempat umum. Itu lihaaat... semua pada nonton. Yey nggak lihat, itu laler-laler berkamera udah pada ready" Ini berita besar Marice sayaaang... heboooh... murkaaa.... bisik-bisik kok kenceng amat.
Reaksi Marissa sangat jauh dari harapan Susce. Cewek itu malah berbalik menghadap kerumunan wartawan. Biarin! Biar semua tau gimana brengseknya laki-laki ini!!! Tangannya menunjuk Dio sadis. Liat! Dia tukang mainin perempuan pake bohong, lagi, bilang dia jomblo!
Aduuuhhh, Mariceee, sabarrr... desis Susce.
Liat sendiri, kan" Selingkuhannya aja nampar dia. Liat, kan"! Marissa terus ngoceh menatap lurus kamera di depannya. Denger ya, cewek-cewek se-Indonesia! Hati-hati kalo ketemu buaya ini! DIO DHARMAWANGSA! INGET!
Muka Dio merah padam. Darahnya naik ke ubun-ubun sampe dia berani berdiri dan menghampiri Marissa yang lagi pidato. Cukup, Cha! Bikin malu, tahu nggak! Dio menarik tangan Marissa dengan kasar.
Eh, yey! Laki giling! Masih berani, ya"! Belum pernah kena kepret tangan eike"! Susce ikut panas.
Dio tertawa sinis. Penting ya, pamer masalah pribadi ke seluruh Indonesia"! HAH" Lalu menarik tangan Marissa lagi.
PENTING! Biar semua perempuan tau siapa kamu! TOKEK BUDUK!
Dari belakang Lura mendekat. Eh, mendingan lo pergi deh! Cowok basi!
Dio menatap Lura tak percaya. Kamu....
PERGI NGGAK, LO"! APA PERLU KAMI KEROYOK"! tantang Lura. Dia paling nggak tahan liat laki-laki berbuat kasar pada perempuan. Dia tahu banget tadi Dio menarik tangan Marissa dengan kasar dan niat. Padahal jelas Dio sendiri yang salah.
Dengan muka marah Dio melangkah pergi, sambil sebelumnya menunjuk Marissa nggak sopan. Kayak orang nantang berantem. BRENGSEK!
Marissa tersadar. Lalu matanya tergenang air mata. Dengan cepat ia menarik tangan Susce dan mengajaknya pergi. Ayo Sus! Kita pulang!
Setelah kejadian heboh abad ini, mana mungkin wartawan-wartawan haus berita heboh itu melepaskan Marissa begitu aja" Mereka dengan sigap mengadang jalan Marissa. Dengan berondongan pertanyaan,
Icha, cerita dong, kok kamu bisa curiga" Emang Dio sering selingkuh, ya"
Cha... Icha... konpers dooong, konpers!
Tuh cewek selingkuhannya bule, ya" Apa selingkuh karena dia lebih cantik"!
Icha! Cha... Cha....! Tapi Marissa dan Susce terus berlalu tanpa menoleh lagi dengan pertolongan sekuriti mal.
Aku terduduk nggak percaya. Wah, heboh banget. Tahu-tahu ruangan terang benderang, dan
Mbak... Mbak ini siapa" Kok ada di sini" Temennya selingkuhannya Dio, ya" 61
Cewek itu siapa sih"!
Nah lho... nah lhooo.... Nggak dapet Marissa kenapa jadi aku" Harusnya kan...
Lho, ke mana Lura"! Menghilang begitu aja. Kenapa juga aku nggak sadar Lura udah nggak ada. Dia pasti udah kabur begitu tahu bakal kena ciprat jadi artis dadakan.
Aku berdiri. Maaf ya, maaf... saya sakit perut. Lagi diare! Aku melesat kabur ke WC. Karena ternyata ada SMS dari Lura, laporan dia ada di WC. GILA!
Eh, Marissa Salim tuh mulus banget ya mukanya" Bisa buat ngaca gitu saking beningnya. Gimana ya, ngilangin freckles di muka gue"
Aku melotot. Nggak penting!!! Dasar Lura nyebelin. Aku pasang aksi tutup mulut tanda ngambek begitu ketemu Lura di toilet. Dasar setengah bule setengah badak. Lura nyantai aja tuh. Nggak ngebahas kejadian heboh tadi. Sekarang pun, setelah kami berada di dalam mobil, setelah berjuang ngumpet menuju parkiran, yang keluar dari mulutnya malah seputar kulit muka! Ih, kok lo galak sih" Lura mendelik.
Aku mendengus keki. Ya iyaaalaaah. Lo pikun, amnesia, apa rada goblok sih" Udah lupa kejadian heboh tadi" Halooo... penggerebekan disertai tamparan-tamparan dan teriakan banci"!
Lura memasukkan persneling mundur mobilnya. Yaelah, biasa aja, kali. Emang gitu kan reaksi wanita-wanita yang menangkap basah kekasih hatinya berselingkuh" Lo kayak baru sekali aja jadi saksi sih, Na, katanya lempeng.
PLOK! Aku menepuk jidat Lura yang rada nongnong. Iya, biasanya lo pacaran sama laki yang ceweknya nobody! Yang tadi edisi khusus, dodol! Lo buta ya, nggak lihat semua wartawan infotainment pada jadi penonton VIP"!
Lura melirikku sambil nyengir. Makanya juga gue kabur ke toilet.
Aku melotot. Luraaa!!! Lo emang beneran gila. Gue nggak masalah lo kabur. Tapi lo nggak ngajak gue! Santai aja lo ninggalin gue di situ sendirian. Lo pikir mo ditaro di mana muka gue, pake alasan diare buat kabur" Di mana"!
Lura memandangku bingung. Ya di situ aja. Apa lo mo titipin di laci kolor gue"
NYEBELIIIN! Tau ah! Lura cekikikan. Udahlah. Yang penting sekarang kan udah bebas. Lagian wartawan-wartawan itu mana inget sih lo sebagai temen selingkuhan pacar Marissa Salim yang jalan-jalan di CITOS sambil diare. Right"
Aku manyun ekstrem. Bule gila!
Lalu Lura bergumam, Lagian tu cowok emang perlu ditampar. Jadi biarin aja. Syukurin, malah.
L URA pulang, oleh-oleh datang.
Begitu Lura SMS dia sudah menginjakkan kaki di tanah air, dan menyebar undangan supaya aku dan Mala datang ke apartemennya, kami langsung tahu acara utamanya: pembagian oleh-oleh.
Aku datang paling pertama karena nggak ada kerjaan alias setelah inspeksi ke kantorku, nggak ada yang urgent. Jadi halal buat pulang cepet. Disusul Mala yang diantar Mas Sis. Siapa yang mo protes sekretaris pulang cepat kalau mendampingi Pak Direktur meeting "
Lura kelihatan masih jet lag seperti biasa. Matanya agak-agak sembap kurang tidur. Ditambah sedikit efek melongo.
Apa yang kaubawa dari Negeri Sakura, sahabatku" Dari tadi aku bener-bener udah nggak sabar menunggu Lura membuka kopernya yang nangkring di sudut ruang TV.
Lura melempar tubuhnya ke sofa empuk. Hoaaahhhm... masih ngantuuuk!


Dil3ma Karya Mia Arsjad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jadi kita ke sini buat nemenin lo bobo manis" Aku menjawil betis Lura dengan ujung kaki.
lo nyuruh gue milih"! lo pikir lo sendiri bisa milih"!
Dasaaar, nanya apa kabar dulu kek, apa kek, maen todong buka koper aja, dumel Lura sambil bangkit menuju kopernya. Jari-jari lentiknya memutar angka-angka kombinasi koper. Nih... pilih sendiri deh masing-masing yaaa, Nyonya capek. Plastik bertuliskan huruf Jepang dikeluarkan dari dalam koper. SERBUUU!!!
Oleh-olehnya ternyata syal-syal wol berbagai motif khas Harajuku. Keren abis!
Setelah berebutan penuh nafsu mengeluarkan seluruh tenaga dalam bersama Mala, akhirnya aku berhasil memenangkan syal bermotif bunga-bunga yang lucu berat. Pas banget buat T-shirt abu-abu yang baru aku beli di Top Shop waktu itu.
Tengkyu ya, darliiing, ini gue emang pengin banget nih... aku memeluk Lura yang lagi asyik menguap-nguap.
Eh, Lu, muke lo mantep banget masuk infotainment, celetukku, teringat acara gosip yang aku tonton kemarin sore. Lura mendadak pucat. Apa" Infotainment apa"! Aku menoyor jidat Lura pelan. Yaelaah... nggak usah purapura idiot deh. Se-Indonesia juga tau, kali, insiden Marissa Salim. Kecuali yang nggak punya TV ato buta huruf! Tiap hari beritanya jadi headline. Jangan bilang lo nggak tau.
Lura mengernyit. Gue punya TV, gue juga nggak buta huruf ya. Tapi gue nggak suka nonton infotainment. Kecuali di E! Channel. Dasar sok gaya. Sok Hollywood, padahal dia lagi jadi bahan gosip di negeri sendiri. Tapi serius..."
Aku mengobrak-abrik tas baruku yang segede raja bagong. Lalu setelah ketemu apa yang aku cari, langsung aku lempar ke pangkuan Lura. Tabloid gosip. Tuh, pelototin sendiri deh.
MARISSA SALIM: ...DASAR BUAYA! KADAL!
KOMODO! Teriakan Marissa Salim melabrak Dio yang berselingkuh dengan seorang cewek Indo cantik.
Lura melotot membaca paragraf awal gosip terhangat abad ini.
(JKT) Heboh Marissa Salim melabrak Dio, kekasihnya yang sedang jalan dengan seorang cewek cantik bertampang Indo, masih jadi berita hangat. Belum jelas siapa cewek cantik yang menghilang setelah menampar pipi Dio dan mengusirnya dengan kasar....
Yang bikin Lura tambah melotot, ada fotonya dengan tampang nenek sihir menganga lebar (diduga lagi teriak memaki-maki Dio) bagai singa menguap di siang bolong, mata melotot segede bakso Lapangan Tembak, dan hidung yang lubangnya mengembang heboh. Pokoknya tampangnya horor banget. Dan nggak jelas. Siapa pun kecuali dirinya sendiri pasti nggak bakalan nyangka itu Lura. Lagian ini tabloid nggak salah" Tampang kayak gitu dibilang cantik. Tapi Lura sangat bersyukur tampangnya nggak jelas.
Di tabloid aja udah segila itu hebohnya. Lo kebayang nggak gimana di TV" kataku sambil seperti biasa ngobrak-ngabrik kulkas. Di TV tuh lebih... HIII CEKEEERRR!!! aku histeris lagi menemukan ceker ayam mentah tergeletak mengenaskan di atas rak kulkas bukan freezer yang pasti kerjaan Lura waktu mau bikin ceker goreng.
Kronologisnya: ceker beku di kulkas dikeluarin biar cair sesudah nggak beku mendadak malas masak taruh di lemari bawah biar nggak beku lagi, ntar sore mau dimasak lupa deh sampai hari ini. Menjadi ceker busuk yang bau bagai bagian tubuh ayam korban mutilasi.
Emang di TV bilang apa lagi" tanya Lura polos atau seperti biasa, mungkin goblok. Mungkin juga tolol.
Lama-lama aku gemes juga. Luraaa... lo bolot amat sih" Kalo wartawan foto yang asal jepret itu aja waktu itu bisa dapet foto 66
lo lagi pose Nenek Lampir gini, apalagi wartawan TV. Tampang lo pasti nampang sambil ngamuk durasi panjang tanpa iklan!
Kali ini Lura baru melongo. Iya ya" Waduh... males banget gue jadi artis dadakan.
Heh, ibarat kasus Halimah dan Bambang Tri, lo jadi Mayang Sari-nya. Bukan artis dadakan! Musuh nasional bersama sih iya! sambarku mantap dan yakin. Lo nih kadang-kadang pinpinbo ya, Lu"
Istilah apa pula nih. Mala melongo Pinpinbo" Aku langsung pasang tampang please-deh. Pintar-pintar-bodo! Katanya pinter, katanya pramugari rute internasional, tapi kok bodoh" Masa hukum infotainment aja nggak tau" Mana si Marissa itu kan lagi ngetop-ngetopnya.
Lura cuma cengengesan. Tapi aku tiba-tiba teringat sesuatu. Lo gila ya waktu itu, nggak kepikiran Robi" Gimana jadinya kalo dia nonton TV atau baca gosip"
Lura menatapku datar. Robi" Nonton infotainment" Baca gosip" Kemungkinannya lebih kecil daripada lo bakal ngeliat kuda nil ngupil di Taman Safari. Alias nggak mungkin.
Mala menatap Lura. Iya, Robi nggak mungkin nonton. Tapi ibunya" Adiknya" Temen-temennya" Tetangganya" Satpam di rumahnya"
Lura cuma angkat bahu acuh. Auk ah.
Drrrtt... drrtt... HP-ku bergetar. Buru-buru aku angkat. Reva. Halo"
Kamu di mana, Na" Di rumah Lura.
Reva kedengaran membuang napas nggak suka. Ngapain sih"
Ya biasalah, ngumpul. Ngumpul. Sebenernya pada ngapain sih kalo ngumpul" Kayak nggak ada kerjaan laen aja.
Mulai deh. Ya ngumpul aja, Va, ngobrol. Lagian Lura baru balik terbang. Bawa oleh-oleh.
Kok masih di situ" tanya Reva lagi.
Ya ngobrol aja, Va. Apalagi si Lura kan lagi heboh di infotainment.
Yang lain mulai menatapku aneh. Tapi penuh tebakan tepat lewat matanya yang berkata pasti-Reva .
Nah, itu tuh salah satunya aku agak khawatir kamu ngumpulngumpul nggak jelas kayak gini.
Maksud kamu, Va" Reva kedengaran menarik napas. Mengumpulkan wibawa kayaknya. Pertama, kalo ada waktu luang kenapa nggak milih bareng aku sih" Malah lama-lama di situ. Kedua, aku nggak suka kamu terlalu getol kumpul-kumpul nggak jelas gini. Kasus Lura itu bikin aku khawatir, khawatir banget kamu nanti kepengaruh nggak bener kayak gitu.
DEG! Aku diam. Reva melanjutkan kata-katanya, ...kamu harus mulai bisa milih dong, Na, mana yang penting mana yang nggak. Mana yang baik mana yang nggak. Kalo ada waktu kosong, luang, kamu juga harus bisa milih, aku ato ngumpul-ngumpul nggak jelas kaya gini.
DEG! DEG! DEG! Rasanya ada yang menghunjam bertubitubi ke jantungku. Apaan sih Reva" Apa maksudnya" Gimana mungkin dia bisa nyuruh aku milih antara dia dan teman-temanku di geng ini" Lha dia sendiri" Selama ini dia selalu bikin aku kecewa dan sakit hati dengan memilih teman-temannya daripada aku. Tega berbohong sama aku demi teman-temannya. Tega bentak-bentak aku demi teman-temannya. Tega.... AH! Pokoknya, gimana mungkin Reva nyuruh aku milih antara dia dan mereka"
Kalau saja Reva tahu justru cewek-cewek ajaib inilah yang bikin aku kuat bertahan jalan sama dia sampai saat ini. Yang bisa 68
nerima aku apa adanya, termasuk punya pacar kamu, REVA! Yang bikin aku merasa kuat dan baik-baik aja setelah disakitin sama kamu, REVA!
Aku dateng ke rumah kamu sekarang. Pulang ya. Sekalian aku mo ngajak kamu liat jok sparco baru di tokonya Koh Ipan, model terbaru. Bagus banget kalo kita kembaran, putus Reva sepihak.
Kalau aku nggak mau berantem, nggak mau sakit hati, pilihanku cuma satu. Pulang. Dan siap-siap uang kalau ternyata jok sparco itu betul-betul bagus.
Dan seperti yang bisa ditebak, itulah pilihan yang kuambil.
D ISKON 50%! Hehehe. Harga pertemanan.
Hanna mau dipotret buat cover dan halaman mode majalahku dengan honor cuma lima puluh persen dari honornya yang paling standar. Alias kecil. Alias imut-imut. Berkat rayuan maut Lura.
Karena Hanna yang bakal pemotretan, aku bela-belain ikut datang ke lokasi. Itung-itung sidak (inspeksi dadakan) melihat kinerja orang-orang di majalah. Catat, pemotretannya di tengahtengah jembatan tol yang belum jadi di siang bolong Jakarta nan panas membara ini. Yang bisa bikin jerawat mendadak matang dan meledak! Tentunya dengan peralatan perang lengkap: payung, kacamata hitam, sunblock setebal Tembok Cina, plus saputangan dan lip balm yang mengandung sunscreen.
Aduuuh, jembatan tempat fotonya horor banget ya" Panas, lagi, protes Hanna yang lagi asyik di make-up di bawah tenda kecil di pinggir jalan.
Aku kipas-kipas pakai majalah nggak jelas yang kutemukan di meja rias entah punya siapa. Padahal di tenda udah ada fan rakada udang di balik bakwan, fotografer itu namanya elwan
sasa. Jangan gitu dong, Saaay, namanya juga nolongin temen. Demi gue.
Hanna manyun. Bagi minum dong, Na, muka Hanna tersiksa kekeringan. Kehausan.
Minum" Busyet... jauh banget! Ahhh... jauh, Haaan... ntar aja, ya" Kalo ada yang ke sini gue suruh ambilin ke mobil. Ya"
Nyiksa lo ya. Masa modelnya haus nggak dikasih minum sih" Lura yang ikut nemenin ngedumel sepenuh hati.
Ini, minum ini aja. Tiba-tiba tangan cowok menyodorkan sebotol air mineral. Nggak dingin sih. Tapi masih baru kok. Saya beli pas mau ke sini.
Aku, Hanna, dan Lura melongo. Dalam hati kami bertanya, Siapa dia"!
Cowok tegap berkaus polo berjins belel tapi keren, bersepatu Caterpillar, dengan kalung berbentuk halilintar dari silver. Tampangnya" Buat aku sih... hmmm... bisa delapan kalau saja rambutnya agak rapi dan kacamatanya sedikit lebih modern. Tapi kayaknya buat Lura angkanya... SEMBILAN! Buktinya dia melongo terpesona gitu.
CATAT: aku tahu banget jenis-jenis melongo. Melongo terpesona, melongo nggak percaya, melongo dalam hati menghina, dan melongo goblok alias nggak nyambung sama lingkungan sekitar. Nah, yang ini melongo terpesona. ABSOLUTELY! No doubt! Yakin-seyakin-yakinnya.
Apa mau saya beliin minuman dingin aja" kata cowok itu lagi.
Hah... apa" lamunan Hanna buyar.
Cowok itu sekali lagi menyodorkan botol minumannya. Mau yang ini" Atau mau saya beliin yang dingin" Nggak bagus aja model pucet gara-gara kehausan.
Hanna melongo. Lura sama melongonya. Ini orang menolong kok sambil menghina.
Duh, kebanyakan basa-basi deh. Aku mengambil botol minuman dari tangan cowok itu. hanks ya, kataku pendek. Aku membuka segel plastik, tutup botolnya, lalu menyodorkannya pada Hanna. Nih, minum.
Sambil kebingungan, Hanna minum.
Maaf, mas ini siapa ya" Kok ada di lokasi" Tim majalah juga" tanyaku, merasa perlu tahu kenapa laki-laki itu ada di sini.
Gigi cowok itu yang ternyata rapi dan bersih (kayaknya dia nggak merokok) terlihat jelas waktu mendadak dia nyengir mendengar pertanyaanku. Oh, sori, saya tadi duduk di situ. Dia menunjuk ke belakang tenda. Oh, ternyata dia cowok yang berjongkok munggungin kami tadi. Teknisi kali, ya" Lalu cowok itu menyodorkan tangannya. Elwan. Ini pertama kali saya diminta jadi fotografer majalah POSE.
Fotografer" Hanna... balas Hanna sambil tersipu-sipu yang nggak banget. Model yang bakal lo foto, tambahnya lebih nggak banget lagi.
Lura... Lura mengulurkan tangannya dengan genit. Kalau yang ini nggak banget kuadrat namanya.
Lalu giliranku. Nania...
Elwan kelihatan kaget. Nania... Nania Hendrakusuma" Owner merangkap chief editor majalah POSE ini, kan"
Wuih, canggih juga si Elwan ini. Ternyata dia tahu aku. Iya. hanks ya, Anda mau bekerja sama dengan majalah saya.
Elwan tersenyum lebar. Majalah ini kan lagi naik daun. Saya yang makasih, udah dipercaya buat nanganin pemotretannya. Semoga bukan yang pertama dan terakhir ya.
Aku balas tersenyum. Tak lama Gitta dari tim majalah datang. Mbak Nania..., sapanya sopan, setengah mati memasang ekspresi normal, padahal aku tahu dia nyaris pingsan kepanasan gara-gara berlari dari spot pemotretan ke tenda. Buktinya habis menyapa aku dengan muka 72
normalnya yang maksa itu, hidungnya balik lagi kembang-kempis heboh diiringi bunyi mendengus-dengus yang pasti bisa bikin ilfil setiap cowok. Gimana, Cuy, siap" Hanna siap" Set-nya udah oke tuh, katanya ngos-ngosan.
Cuycuy sang make-up artist kawakan yang kadar kebanciannya udah mencapai maksimal, mengibaskan rambut merah panjang dan mengerikannya dengan centil. Dikit lagi, Say. Dikiiit lagi. Tinggal finishing aja. Dikit koook. Mendingan yey minum dulu deh, Jeung Gitta, daripada yey metong koit di sini. Gue takut ahhh... takuuut... horor wece! Gih, gih! Lagian yey nggak mau kan gentayangan di jembatan tol nggak beken kayak gini" Siapa yang mau yey takut-takutin, coba" Rumput" repetnya heboh sendiri.
Gitta mengatur napas. Lalu matanya menangkap sosok Elwan. Eh! Mas Elwan! Udah kenalan sama Mbak Nania" Ini Mbak Nania yang punya POSE, sekalian chief editor. Hebat, kan" Mbak, ini Elwan Putra, fotografer itu lho, Mbak. Beruntung banget kita bisa kerja sama dengan dia.
Elwan tersenyum sopan. Plus malu. Bisa aja. Kami udah kenalan kok tadi. Lain kali jangan lupa nih, stok minuman di tenda. Hampir aja modelnya dehidrasi.
Hmm... Elwan Putra" kataku setengah sadar setengah nggak. Kayaknya pernah denger....
Elwan mengangguk. Nama panjang saya... kurang panjang, ya"
Bukan, bukan... kok kayaknya pernah denger, gitu, nama Elwan Putra.... aku mengerutkan alis. Mikir.
PLAK! Hanna menepak bahuku.
Apaan sih, Han! semprotku kaget.
Elwan Putra. Dia malah ngulang menyebut nama Elwan si fotografer. Gue juga udah denger, kali!
Aku menatap Hanna dengan tatapan halooo-gue-nggak-budekkaleee.
Ya ampun, Na, ya jelaslah elo pernah denger nama Elwan. Masa nggak ngeh sih"
Elwan kelihatan mengibaskan tangannya pelan dengan salah tingkah. Apa sih"! Bikin bingung aja.
Ini Mas Elwan Putra. Fotografer muda yang lagi naik daun. Pamerannya pernah kita liput, Mbak. Mas Elwan ini dapet julukan Darwis Triadi junior. Makanya buat edisi khusus ini aku berusaha mati-matian biar bisa make Mas Elwan, tahu-tahu Gitta mencerocos semangat.
Ohhh... pantesan. Aku langsung pasang tampang supersopan karena sadar kami berhasil menggaet fotografer berkelas. Wah, pantesan gue eh saya pernah denger nama Anda. Ternyata Kik... kik... kik... kik...
Ih! Aku melotot galak ke arah Lura dan Hanna. Ngapain lo pada ngikik" Kesurupan kunti"!
Habis elo nggak banget sih, udah garang-garang ber-elo-gue, tahu-tahu ber-saya-Anda. Udah ketahuan modalnya lo, Naaa. Telaaat, kaleee, sahut Lura geli.
Sialan! Sori ya, Wan, temen saya emang gila, kataku cuek. Elwan senyam-senyum.
Aku meringis. Elwan tertawa renyah. Bikin Hanna, apalagi Lura, nggak bisa menahan tampang terpesonanya nongol lagi. Bener-bener perpaduan mupeng (muka pengen), rada blo on, dan nafsu pengin nyapluk.
Eh, pandangan Elwan beralih ke Gitta. Udah siap" Gitta mengangguk. Udah stand by semua. Yuk... Hanna jalan dengan dipayungi Cuycuy yang khawatir berat make-up Hanna bakal luntur. Lura ikut-ikutan di samping Hanna, minta ikut dipayungi. Panas, bo! Gitta lari melesat duluan. Sebagai tuan rumah yang baik, aku terpaksa jalan sama Elwan. Mau pake payung" tanya Elwan.
Pedang Darah Bunga Iblis 5 Pendekar Seribu Diri Karya Aone Badai Awan Angin 26

Cari Blog Ini