High School Paradise Karya Orizuka Bagian 1
Godzilla vs. Rebels Matahari bersinar cerah dan angin bertiup semilir ketika Lando mematikan rokok. Sid menatapnya. Tangannya mengorek ransel sampai menemukan sebuah kaleng dan menyemprotkan isinya ke sekujur tubuh Lando. Lando segera terbatuk-batuk.
Lo harus berhenti nyemprot gue pake itu, katanya sambil terbatuk-batuk. Emang gue abis dikencingin kucing"
Sid menatap Lando dengan polos, lalu mengangkat bahu. Rama yang sedang mengawasi mereka berdua terkekeh pelan.
Sial. Setengah delapan nih, kata Cokie yang sejak tadi berbaring di atas rumput. Dia bangkit dan membersihkan diri dari rumput kering. Satu alisnya naik menatap ketiga temannya yang tampaknya tak ada yang bereaksi. Jadi" Kita sekolah"
Sid mengerang aneh. Dengan gerakan malas, dia bangkit dan menyambar ranselnya. Rama dan Lando segera mengikuti. Mereka berjalan santai menuju sekolah.
Taruhan, Godzilla pake kemeja putih yang kemarin, kata Sid sambil menendang kaleng yang tergeletak di jalan. Rama memungut dan melemparkannya ke tumpukan daun yang tampak hendak dibakar.
Prakata% 1 %1 2 % %12 % % % 1 % 11 % 12 %10 1 %10 1 %11 1 %12 1 %13 1 %14 1 Big Sacriice%14 1 %15
2 %161 21 %171 Ya pasti lah, kata Cokie sambil mengorek saku celana karena ponselnya berbunyi. Nggak pake taruhan juga, dia selalu pake kemeja putih yang sama. Sial, Putri nelepon.
Kenapa dia" tanya Rama sambil memerhatikan sekeliling pagar sekolah yang berwarna abu-abu.
Biasalah, katanya cemas setiap kali gue telat, kata Cokie sambil terkekeh, lalu memasukkan ponsel ke saku.
Kenapa sih sekolah bisa membosankan begini, kata Sid sambil memasang wajah muram. Matanya pun menerawang ke langit. Nggak pernah ada kejadian seru. Nggak akan selama kita masih sekolah di sini dan Godzilla masih hidup.
Ketiga temannya tertawa melihat kelakuan konyol Sid yang menirukan seekor godzilla yang menginjak-injak tanah dengan kejam. Sekarang, keempatnya sudah sampai di depan gerbang sekolah. Pintu gerbang jelas sudah tertutup rapat.
Hai, Pak Ben, sapa Sid pada satpam yang melihat mereka sambil nyengir. Bukain dong.
Wah, Fantastic Four, kata Ben sambil membukakan gerbang sekolah untuk mereka. Dia tidak menyadari keempat anak cowok itu saling pandang serius.
Mereka masuk ke dalam sekolah. Setelah Ben berada di luar jarak dengar, Sid memutuskan untuk membahasnya. Sejak kapan dia nonton Fantastic Four" tanyanya, yang membuat ketiga temannya segera mengangkat bahu. Atau baca" Duaduanya sama nggak masuk akal.
Mungkin dia dengar dari anak-anak, kata Cokie ringan. Tahu kan, anak-anak sekolah ini nganggep kita apa.
Sid mengangkat bahu. Mereka sudah berada di dalam sekolah dan berjalan menuju kelas melewati lapangan upacara. Sekolah belum terlalu sepi. Masih banyak siswa yang berkeliaran di luar. Mungkin guru mereka belum datang.
Athens or whatever, kata Sid membaca plang besar bertuliskan huruf besar-besar SMA Elite Athens Jakarta . Konon, nama sekolah itu berasal dari kota kelahiran pemilik yayasannya yang kaya-raya.
Eh, ngomong-ngomong, kok si God....
KALIAN BEREMPAT!!! seru seseorang dari mikrofon, membuat omongan Cokie terpotong. Sekarang mereka terbengong-bengong di tengah-tengah lapangan upacara. TETAP DI TEMPAT!!!
Emang nggak berniat pergi ke mana pun, kata Lando disambut anggukan Sid.
Ganti strategi rupanya, gumam Cokie.
Gara-gara teriakan superdahsyat tadi, sekarang semua orang yang masih berada di luar kelas menatap ke arah lapangan upacara. Yang sudah ada di kelas pun melongok ingin tahu. Setelah melihat apa yang ada di sana, mereka semua mengangguk maklum.
Acara penyetrapan keempat anak itu, Rama, Lando, Sid, dan Cokie, memang sudah menjadi tradisi di Athens setiap pagi. Semua orang senang bila bisa menyaksikan acara itu, tapi tidak semuanya beruntung. Ada beberapa guru yang rupanya sudah bosan ikut menyaksikan dan menyuruh mereka masuk ke dalam kelas.
Kalian! seru seorang laki-laki berumur awal tiga puluhan. Dia berjalan dengan sedikit terseok, tapi terlihat emosi ke arah Rama, Sid, Lando, dan Cokie. Coba berbaris!
Keempat anak itu melakukan perintah gurunya dengan malas. Sang guru berdiri angkuh dengan berkacak pinggang. Dia menatap galak keempat anak itu satu per satu, tapi tak ada satu pun yang merasa gentar. Semuanya bersikap kurang ajar, menurut sang guru. Rama menatapnya tanpa ekspresi. Cokie juga. Lando bahkan hanya menatap langit dengan sikap bosan. Yang mengejutkan bagi sang guru, Sid tertunduk.
Gozali, guru itu, menatap Sid ingin tahu. Mungkinkah anak bengal itu akhirnya merasa sedikit hormat padanya" Hampir saja Gozali merasa bahagia, sampai dia melihat kepala Sid sedikit terkulai, lalu menatap Gozali dengan mata merah dan mengerjap-ngerjap. Gozali sebisa mungkin menahan amarahnya.
Terlambat lagi, kata Gozali dengan nada lambat-lambat. Memangnya kenapa sih kalau kalian tidak datang terlambat sekali saja"
Wah, nggak tahu ya. Kiamat mungkin" kata Sid dengan nada bosan.
Gozali memandang benci pada Sid, yang langsung dibalas. Sid merasa Gozali punya pikiran yang sangat kolot untuk seseorang seumurnya.
Gozali tiba-tiba memutuskan untuk tidak tertarik lagi pada Sid dan bergerak ke arah Lando yang masih memandang langit. Gozali mencondongkan badannya pada Lando, lalu mengendusnya. Dia langsung mendapat perhatian Lando.
Sekarang Lando menatapnya heran. Kenapa" Wajahnya hanya beberapa senti dari Gozali.
Kenapa bisa nggak bau" tanya Gozali curiga. Dia tahu dan pernah memergoki Lando sedang merokok di taman belakang sekolah.
Karena mandi" kata Lando, membuat ketiga temannya terkikik. Gozali mendelik pada mereka. Tawa mereka pun segera berhenti.
Gozali akhirnya berjalan pelan dan memerhatikan mereka satu per satu. Ketika sampai di depan Sid, dia berhenti. Satu alisnya terangkat tinggi.
Bagus itu, kata Sid membuat Gozali bingung. Itu, kalo mau niru The Rock. Mirip banget.
Ketiga temannya langsung mendengus, sementara Gozali berjuang mengendalikan emosinya dari dalam. Dia tidak mau kehilangan pekerjaannya hanya karena begundal seperti mereka berempat.
Baik, sekarang taruh ransel kalian di depan, kata Gozali, membuat tawa di wajah Sid seketika lenyap. Gozali merasa menang sekarang.
Keempat anak itu dengan malas meletakkan ranselranselnya. Gozali langsung berniat memeriksa tas Sid karena terlihat paling mencurigakan.
Sid mengawasi Godzilla sambil menoleh cemas ke arah teman-temannya. Akhirnya, Gozali memasang senyum menakutkan. Dengan gemilang, dia mengambil air sanitizer dari ransel Sid.
Menghilangkan bau membandel seperti bau asap rokok& . katanya membaca kemasan kaleng itu, masih dengan senyum yang sama.
Sama bau apek, kata Sid cepat-cepat, membuat Gozali mendelik. Tahu kan, kelas kami baunya suka apek. Ya, dan kamu peduli soal itu, kata Gozali skeptik. Harus peduli, kata Sid sambil menoleh ke kiri dan kanan, berharap teman-temannya akan mendukung. Kalo bukan kita, siapa lagi"
Tapi yang didapatkan hanya Lando yang menatapnya dengan tidak peduli, Cokie yang pura-pura tidak mendengar, dan Rama yang dari ekspresinya seperti mengatakan sudahlah menyerah saja. Sid menatap mereka semua geram.
Oh, thanks semuanya. Benar-benar teman yang solider, kata Sid sambil kembali menatap Gozali yang sudah bahagia.
Sepuluh putaran. Berhenti tambah satu kali. Khusus buat si penyelamat teman dan yang sudah diselamatkan, tambah dua putaran. Sekarang, kata Gozali kejam.
Keempat anak itu mengerang. Ketika Gozali menunjukkan tanda-tanda bakal meledak, mereka semua mulai lari mengitari lapangan upacara.
e e e Primitif, kata Sid saat istirahat di kantin. Dia sudah menghabiskan dua gelas jus avokad.
Mana ada Godzilla beradab" komentar Cokie sambil sibuk menggerakkan jarinya di ujung pad ponsel.
Dia pernah lihat gue ngerokok, kata Lando pelan, membuat ketiga temannya menghentikan aktivitas dan menatapnya heran. Di taman belakang sekolah.
Taman belakang sekolah" seru Sid ngeri. Lan, lo nggak bisa pilih-pilih tempat ya" Lo pikir itu tempat terpencil" Lando hanya mengangkat bahu.
Lo harus bisa nahan diri kalo masih mau sekolah, kata Rama sambil menatap Lando serius. Setidaknya, jangan di sekolah.
Jadi, itu yang bikin dia cium-cium lo tadi pagi, kata Cokie sambil terkekeh. Gue pikir dia suka sama lo.
Lando menatap Cokie dengan tatapan maut, tapi harus melakukannya lagi pada kedua temannya yang lain karena mereka juga ikut tertawa.
Iya, gue pikir karena udah kelamaan membujang makanya ganti haluan, kata Sid. Air matanya mengalir deras, tapi detik berikutnya langsung berubah serius. Yang gue sayangin, kenapa harus milih lo di antara kita berempat. Mungkin dia suka cowok misterius"
Sid langsung kena jitak setelah itu. Rama dan Cokie tertawa lebih keras, sementara Lando menatap mereka masam.
Aw, Lando. Sakit tahu. Kubilangin Godzilla nih, kata Sid genit, membuatnya segera terkena gelas terbang.
e e e Hidung terbaik gue jadi patah, tahu, kata Sid sebal setelah mereka semua mengantarkannya ke rumah sakit. Sid sempat mimisan parah.
Sekarang mereka kembali ke kelas, setelah tadi dengan heboh meminta izin ke ruang piket. Semuanya bahkan sudah membawa ransel, berjaga-jaga kalau mereka bisa kabur setelah mengantar Sid ke rumah sakit. Tapi, itu segera sia-sia saat mereka tahu yang sedang piket adalah Gozali. Gozali bahkan tidak terlalu terkesan pada hidung mimisan Sid. Jadi, dia hanya memberikan izin selama dua jam pelajaran. Setelahnya, mereka semua diharuskan kembali ke sekolah.
Bagus, kan, kata Lando dingin sambil mendahului mereka semua masuk kelas.
Sid cemberut, lalu duduk di sebelahnya. Rama dan Cokie duduk di bangku depan. Sid memegang-megang hidungnya, lalu menghela napas.
Dia bahkan nggak terkesan liat kemeja gue yang berdarah begini, kata Sid seolah sangat terluka. Gimana caranya biar dia bisa menunjukkan sedikit perhatiannya sama gue"
Lando sudah akan melempar barang lagi ketika Rama berdiri, lalu menyeret Lando berganti tempat duduk dengannya. Lando segera menurutinya, tapi sambil menyumpah, sejauh apa pun tempat duduknya, dia pasti akan bisa mencelakakan Sid lebih parah lagi. Rama langsung mengiyakan dan sama sekali tidak menyangsikan. Ia lalu langsung menepuk kepala Sid keras-keras. Sid langsung melongo tak percaya.
Kenapa sih lo" Apa lo juga, Ram" Apa lo juga benci sama gue!" jerit Sid dramatis dan membuat Lando segera mengejarnya sambil menyambitinya dengan barang-barang yang berasal dari ransel Sid.
e e e Sid s Vicious Sid melemparkan ranselnya sembarangan, lalu melempar tubuhnya ke sofa. Ia segera menyumpah-nyumpah ketika kepalanya terbentur keras pinggiran sofa. Sambil mengusapusap bagian belakang kepalanya, Sid berjalan ke arah lemari es dan membuka freezer. Dia mengeluarkan beberapa balok es dan menaruhnya ke dalam plastik. Setelah itu, ia kembali ke sofa.
Sid mengompres kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan yang lain meraih remote control dan menyalakan TV. Setelah mengecek semua channel dan merasa tak ada acara bagus, dia segera mematikannya. Dia kemudian mengganti mengompres hidungnya yang sudah bengkak dan memar.
Lando sialan. Sid tak menyangka dia akan berbuat setega itu padanya. Memang, selama ini Lando liar dan ringan tangan. Tapi, Sid benar-benar tak pernah menyangka Lando akan menghantamnya dengan gelas. Yah, tidak begitu juga sih. Lando tadi mengaku gelas itu terpeleset dari tangannya. Tapi di kelas tadi, begitu banyak barang yang terpeleset dari tangannya sehingga Sid yakin Lando memang sengaja.
Menggoda Lando memang menyenangkan. Temannya yang satu itu tidak pernah punya kehidupan, kecuali berkelahi.
Ekspresinya selalu datar. Dan ini membuat Sid tidak tahan untuk menjahilinya. Tapi, sekarang Sid sudah lebih pintar. Sid tahu bahwa menjahili Lando ternyata sepadan dengan nyawanya.
Baru ketika Sid memikirkan cara membalas Lando tanpa harus membahayakan nyawanya, pintu rumah terbuka. Mama masuk dan berjalan cepat ke lemari es.
Halo, Sayang, katanya sambil melirik sepintas ke arah Sid yang hanya balas melambai. Sedetik berikutnya, Mama terdiam dan menoleh untuk melihat Sid dengan lebih jelas. YA AMPUN!!!
Ya, ya, kata Sid malas ketika Mamanya menghambur ke arahnya dan hampir menginjak kakinya dengan sepatu hak tinggi yang pasti menyakitkan.
Sayang, kamu kenapa" seru Mama. Air matanya sudah menggenang. Sid menatapnya jijik.
Ma, udahlah, kata Sid sinis. Biar aku ingetin, Mama nggak sepeduli itu sama aku.
Sid, kok ngomongnya begitu" Mama cuma pengen jadi ibu yang baik buat kamu.&
Apa itu dialog terbaru dari ilm nggak mutu itu" tanya Sid lagi.
Mama menatap Sid tak percaya. Detik berikutnya, wajahnya berubah jadi gembira dan menyeka air matanya dengan tidak sabar. Dia segera bangkit dan berjalan ke lemari es untuk mengambil air putih.
Apa itu dialog terbaru dari ilm nggak mutu itu" tanya Sid
Hari ini lumayan asyik, kata Mama tampak seperti seorang cewek SMA yang girang karena di sekolahnya ada cowok baru yang keren. Sid menatapnya heran. Itu, syutingnya.
Sid cuma mengangguk menanggapi kata-kata Mamanya. Sementara itu, Mama terus membicarakan tentang syutingnya. Mama memang sudah menjadi aktris semenjak Sid masih kecil. Tepatnya, saat dia bercerai dengan Papa. Sid sih tidak keberatan. Tapi, menjadi anak seorang aktris tidak menyenangkan. Mama hampir tidak pernah ada di rumah. Sekarang adalah suatu keajaiban karena Mamanya sudah di rumah sebelum pukul dua belas malam.
Kenapa hari gini udah pulang" Biasanya nunggu jam Cinderella, kata Sid. Jam Cinderella adalah istilah yang diciptakan Sid. Saat kecil, Sid juga sudah ditinggal sampai jam berdentang di angka dua belas.
Itu karena syutingnya lancar, dan tebak apa" Mama cuma melakukan sedikit kesalahan! Mama dipuji lho sama sutradaranya! Katanya, Mama sudah menunjukkan banyak perkembangan. Dia juga ngajak Mama makan malam untuk merayakannya!
Sid menatap Mamanya tak percaya.
Ma" Apa Mama bener-bener menganggap kalo itu cuma ajakan makan malam biasa" tanya Sid membuat Mama bingung.
Iya, memang kenapa" Dia baik banget kan ngajak Mama makan malam, katanya polos. Merayakan perkembangan Mama.
Yeah, right, dengus Sid. Mungkin akting Mama memang ada perkembangan, tapi otak nggak.
Ngomong apa sih, Sid" tanya Mama sambil cemberut. Ma, kata Sid kesal. Dia manfaatin Mama. Dia cuma mau berduaan sama Mama.
Sid, tegur Mama sambil duduk di meja makan. Kami cuma bakal dinner bareng dan ngobrolin ilm. Itu aja.
Dan kalau itu terjadi tanpa kelanjutan, aku bakal makan semua kaus kakiku, kata Sid sinis. Memangnya kalian anak SMA"
Sid, Nolan nggak seburuk itu kok, kata Mama membuat Sid hampir muntah. Dan yang membuatnya terkejut setengah mati, Sid berani bersumpah bahwa pipi Mamanya baru saja bersemu-semu. Bersemu-semu.
Sid melepaskan es dari hidungnya, lalu berdiri dan menatap Mamanya jijik. Setelah itu, ia bergerak ke kamarnya.
Terserah kalian deh mau ngapain. Tapi inget aja, aku nggak mau adik perempuan. Atau laki-laki. Atau dua-duanya, kata Sid, lalu membanting pintu kamarnya.
Sid menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dengan posisi menelungkup sehingga hidungnya terkena lebih dulu ke ranjang.
Damn it!!! serunya sambil melompat-lompat mengatasi kesakitannya.
Ini seperti kutukan baginya. Mamanya yang cantik, dan kenyataannya masih berstatus janda, selalu saja membuat semua laki-laki normal--dan sayangnya, yang tidak juga--mengingat ilm yang dibesutnya berjudul
Mama bermain sebagai apa. Mengetahui judul ilmnya saja
bareng dan ngobrolin ilm. Itu aja.
jatuh cinta. Kali pertama yang Sid tahu, Mamanya berkencan dengan pengusaha psycho saat Sid masih kecil. Dengardengar, dia suka melakukan pelecehan seksual. Kedua, seorang tukang ledeng yang membetulkan ledeng rumahnya. Setahu Sid, tukang ledeng itu sempat menghilang beberapa saat dan kembali dengan baju berantakan. Sid bersumpah bisa melihat bekas bibir di kausnya. Dan masih banyak pria aneh lain.
Sid lah yang selama ini selalu berusaha melindungi sang Mama. Tapi, ini seperti lingkaran setan yang selalu terjadi berulang. Dan sekarang, tampaknya lingkaran itu belum mau putus. Sutradara, siapa pun itu, pasti orang aneh juga, mengingat ilm yang dibesutnya berjudul Bayang Cinta. Yang lebih ngeri, Mama ikut bermain di dalamnya. Sid tak mau tahu Mama bermain sebagai apa. Mengetahui judul ilmnya saja sudah terlalu mengerikan.
Sid kembali mengompres hidungnya yang sekarang terasa nyut-nyutan. Dia harus memutus lingkaran setan ini. Sid harus menemukan seseorang yang normal untuk Mamanya dan menikahkan mereka. Ya, lingkaran setan ini harus benarbenar terputus.
e e e Kartu Merah Lama amat! seru Lando ketika Sid datang dengan napas terengah-engah. Kita udah main dari tadi!
Sori, sori, kata Sid sambil melemparkan ranselnya sembarangan dan bergabung dengan ketiga temannya di lapangan bola. Dia segera bergerak ke arah gawang.
Selama setengah jam mereka bermain bola. Ini sebuah ritual yang selalu dilakukan mereka sebelum masuk sekolah sejak SMP. Mereka mencintai bola dengan sepenuh hati, dan rela melakukan apa pun deminya. Sejak SMP mereka aktif mengikuti ekskul dan selalu memenangi pertandingan bergengsi.
Tapi, semua itu harus hancur ketika mereka masuk SMA elite Athens. Sekolah itu ternyata tidak memiliki ekskul bola. Hal ini tentu sangat memukul mereka berempat. Sekolah itu bahkan tidak pernah mengizinkan siapa pun bermain bola di halaman sekolah. Dan, satu-satunya yang bertanggung jawab atas keganjilan ini adalah Gozali, guru olahraga mereka.
GOL!!! sahut Lando sambil berlari merayakan kemenangannya dan menunjuk-nunjuk Sid dengan senyum mengejek. Sid mencibir.
Udahan ah, kata Sid sambil berlari-lari kecil ke pinggir lapangan dan menenggak air mineral yang dibawanya.
Ye& mana ada kiper ngambek! sahut Cokie sambil ikut duduk di samping Sid dan merebut air mineralnya. Lando dan Rama sudah berbaring.
Godzilla pake baju putih, gumam Sid tiba-tiba sambil menerawang ke lapangan.
Nggak ada gunanya bikin spekulasi setiap hari, kata Rama, disambut kekehan Sid. Gimana hidung lo"
Oh, kata Sid sambil mengelus hidungnya dengan rasa sayang. Patah.
Rama ganti terkekeh. Dia melirik Lando yang sama sekali tidak menyesal.
Gue mencium bau penyesalan di udara, kata Sid lagi. Lando bangun, lalu menyalakan rokoknya.
Nggak heran lo jago akting, kata Lando tak peduli sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
Gue nggak bawa air sanitizer buat nyelametin bokong lo kali ini, kata Sid sinis. Jadi, selamat menempuh dua keliling ekstra.
Lando tak bereaksi. Rama dan Cokie berpandangan melihat Sid dan Lando yang sekarang saling buang muka. Mendadak ponsel Cokie berbunyi.
Wah, alarm nih, katanya sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Siapa lagi tuh" tanya Sid heran.
Laila. Kelas dua belas dua. Tahu" tanya Cokie sambil bangkit dan mengambil ranselnya. Semuanya melakukan hal yang sama.
Dua belas" tanya Sid kaget. Lo kencan sama anak kelas dua belas"
Yup, kata Cokie sambil berjalan menuju sekolah. Kenapa emang"
Wow. Lo. Keren, kata Sid sambil mengagumi sosok Cokie yang proporsional. Sid tahu Cokie pasti bisa mendapatkan cewek mana pun, yang memang sudah dilakukannya sejauh ini. Putri apa kabar" sindir Rama membuat Cokie terkekeh. Putri" Kemarin nangis-nangis, gara-gara gue bilang udah nggak tertarik lagi sama dia, katanya ringan.
Brengsek lo, kata Sid, tapi pandangannya masih kagum. Yah, begitu juga kata semua orang, kata Cokie sambil nyengir.
Lando memerhatikan mereka semua dari belakang, tanpa ikut ambil bagian. Begitu gerbang sekolah terlihat, dia melemparkan rokoknya ke tumpukan daun.
Hai, Pak Ben, sapa Sid seperti biasa, yang langsung dibalas senyuman dan akses bebas masuk sekolah. Ini dikarenakan Ben lebih senang semuanya diserahkan pada Gozali. Ben sangat senang menonton mereka berempat dihukum macam-macam setiap paginya.
YAK, KALIAN! seru Gozali dari mikrofon begitu keempat anak itu sampai di lapangan upacara. YA, YA, KALIAN YANG BEREMPAT. DIAM DI TEMPAT!
Here we go again, kata Sid sambil berdiri tenang di tengah teman-temannya. Tak lama, Gozali datang dan menatap mereka galak, seperti biasa.
Masukkan kemeja kalian, katanya dingin. Keempat anak itu melakukannya ogah-ogahan. Yang rapi, Lando!
Lando, yang tadinya hanya menyelip-nyelipkan sedikit bagian kemejanya dalam celana, sekarang sudah benar-benar memasukkannya.
Baik. Terlambat lagi. Kali ini terlambat dua puluh menit. Dan Lando berbau rokok, kata Gozali sinis.
Memangnya kenapa kalau saya ngerokok" tanya Lando mengejutkan semua orang, termasuk ketiga temannya. Kenapa" tanya Gozali balik. Kenapa kamu bilang" Ya, kenapa" Apa Bapak peduli sama kesehatan saya" Atau Bapak peduli pada reputasi sekolah" Saya kan tidak merokok di lingkungan sekolah, kata Lando lagi, tapi selanjutnya teringat sesuatu. Yah, kecuali yang hari itu. Tapi, Bapak tenang aja. Saya nggak akan merokok di dalam sekolah lagi.
Ketiga temannya takjub akan jumlah kata-kata yang dikeluarkan Lando. Dan ini bahkan masih pagi.
Bagus kalau kamu nggak akan melakukannya lagi di dalam sekolah. Tapi, saya harap, kamu juga jangan pakai seragam sekolah saat kamu merokok di luar sekolah, kata Gozali sambil tersenyum mengejek. Dan ya, tentunya saya peduli pada reputasi sekolah, bukan kesehatan kamu.
Lando menatap garang Gozali, yang segera diacuhkan. Gozali sekarang menatap Sid.
Kamu pakai jepit-jepit aneh lagi, katanya sambil memperhatikan rambut Sid yang berdiri dan dijepit memakai jepit lidi. Kamu pikir kamu perempuan"
Wah, itu sangat seksis, kata Sid sambil mengelus rambutnya. Jepit kan bukan cuma buat perempuan.
Gozali memilih mengabaikan kata-kata muridnya ini, tapi masih menatap rambut Sid yang tampak aneh baginya.
Dipirang& gondrong& dijepit& . Kalau saya kepala sekolah, saya pasti akan membuat peraturan untuk mengeluarkan murid dengan rambut seperti ini, katanya.
Wah, sayangnya Bapak bukan, kata Sid dengan nada mengejek, membuat mata Gozali menyala-nyala.
Kalian selalu selamat karena kalian pintar, kata Gozali sambil menahan amarah. Saya sampai tidak habis pikir, kenapa murid-murid jenius seperti kalian malah terjerumus dalam hal-hal seperti ini.
Dalam hal apa" Memang kami salah apa" kata Rama membuat pandangan Gozali beralih padanya.
Salah apa" Terlambat setiap hari bukan kesalahan" tanyanya balik. Kalian memberi contoh yang tidak baik buat sekolah ini!
Memangnya ada yang pernah terlambat selain kami" tanya Cokie.
Itu karena, untungnya, tidak semua murid sekolah ini bengal seperti kalian! sahut Gozali. Saya tahu kalian hanya mencari-cari perhatian.& Berlagak mencari jati diri.& Terlambat buat alasan yang tidak jelas& .
Jelas, karena kami semua melakukan hal yang tidak boleh kami lakukan di sekolah, kata Sid panas. Tahu kan, hal yang Bapak larang.
Wajah Gozali memerah karena marah. Gozali tahu anakanak ini pasti membicarakan soal sepakbola. Gozali memang tidak pernah membiarkan mereka bermain bola di dalam sekolah.
Jadi, kalian terlambat hanya karena main bola" sahut Gozali geli.
Bukan hanya, Pak. Kalau hanya, kami nggak akan terlambat untuk melakukan itu. Bola adalah hidup kami, kata Sid berani.
Kenapa kalian tidak main setelah sekolah, ha" sahut Gozali lagi.
Karena sepulang sekolah kami mengejar apa yang Bapak dan semua guru inginkan, kata Cokie, ikut panas. Kami nggak punya cukup waktu karena harus belajar dan sebagainya. Cuma untuk reputasi sekolah ini.
Gozali tak bisa langsung berkata-kata. Memang benar. Empat anak yang ada di depannya ini adalah empat anak terpintar di sekolahnya. Mereka adalah aset. Makanya, kepala sekolah tak bisa mengeluarkan mereka walaupun terlambat setiap harinya. Belum lagi Rama adalah anak dari salah satu pemilik saham yayasan sekolah dan tantenya adalah kepala sekolah itu sendiri.
Coba kalo Bapak membiarkan kami membentuk ekskul bola, kami pasti bisa mengatur waktu.
Tidak ada ekskul bola! sahut Gozali memutus omongan Rama. Memangnya kalau ada, kalian tidak akan terlambat lagi" Kalian tetap tidak bisa berlatih karena belajar!
Oh, Pak, masa Bapak nggak tahu sih" kata Sid putus asa. Emangnya kita bener-bener nggak punya waktu setelah sekolah buat main bola" Masa Bapak nggak sadar kalo selama ini keterlambatan kami cuma wujud demonstrasi kami" Supaya Bapak akhirnya capek menghukum kami dan membolehkan kami membentuk ekskul bola"
Gozali langsung bengong dengan kejujuran anak-anak muridnya. Tapi, darahnya kembali menggelegak.
Oh, jadi begitu" Jadi, ini usaha kalian supaya saya bisa luluh" Jadi, kalian pikir saya akan capek menghukum kalian" tanya Gozali dengan suara bergetar saking marah. Tidak akan. Kalian lah yang akhirnya akan capek dan menyadari kalau kalian cuma sekelompok anak-anak bodoh.
Kami pintar, Pak, ralat Cokie, membuat Gozali semakin emosi.
Ya, secara akademik, tapi ternyata tidak dalam hal bersosialisasi, kata Gozali dingin.
Kalau kami yang bodoh dalam hal bersosialisasi, harusnya ada yang sudah menikah di sini, kata Sid emosi.
Gozali dan Sid saling pandang bengis dalam waktu yang lama.
Kalau begitu, Bapak sepertinya harus menyiapkan energi ekstra, kata Lando, membuat Gozali menatapnya. Sepertinya, kami bakal terus terlambat selama Bapak belum mengizinkan kami membentuk ekskul bola.
Oh, tidak anak-anak, kata Gozali dengan seringai menakutkan. Kalianlah yang butuh energi ekstra karena hukuman yang saya berikan akan bertambah berat.
Bapak pasti bakal kena hukum Kepala Sekolah, kata Rama, membuat Gozali meliriknya. Kalau hukumannya nanti berbentuk tindak kekerasan.
Oh, jadi kamu mau melapor pada Tantemu" Kamu pikir dia bakal terus-terusan melindungi kamu" Saya tahu salah satu alasan kalian belum dikeluarkan adalah dia. Tapi, kalau saya beri tahu alasannya, dia pasti mengerti, kata Gozali sambil terkekeh. Kepala Sekolah pasti membiarkan saya menghukum kalian kalau saya bilang kalian telat setiap hari hanya untuk bermain bola.
Keempat anak itu menatap Godzilla dengan tatapan membunuh. Tangan Sid dan Lando sudah terkepal keras di samping paha mereka.
Jadi, urusan Kepala Sekolah nanti dulu. Sekarang, ayo lari dua puluh keliling, sama seperti waktu keterlambatan kalian. Setelah itu, baris di depan tiang bendera. Lakukan sekarang. Saya sudah tidak punya waktu lagi. Sudah banyak anak yang harus diajar, katanya sambil berlalu.
Rama, Sid, Lando, dan Cokie saling pandang, mengangkat bahu, lalu mulai berlari. Setengah jam kemudian, mereka sudah selesai berlari dan satu kelas yang sedang diajar Gozali memerhatikan mereka. Kelas itu sedang berolahraga basket. Jadi, semuanya dapat dengan mudah melihat keempat anak itu.
Mau ngapain di depan tiang bendera" tanya Cokie sambil berusaha bernapas dengan normal.
Tahu, kata Sid sambil memegangi perutnya. Yak, sekarang berdiri tegak, kata sebuah suara di belakang mereka. Coba, lencang kanan.
Keempat anak itu saling lirik cemas, tapi akhirnya melakukan juga hal yang disuruh Gozali. Lando menganggap hal ini konyol sekali.
Bagus, bagus. Sekarang, kepada sang saka merah putih, hormat gerak! sahut Gozali lagi. Anak-anak yang diajarnya sudah tertawa terbahak-bahak, sementara keempat anak laki-laki yang sedang dihukum itu terbengong-bengong tak percaya.
Lho, kalian kenapa" tanya Gozali tanpa benar-benar bermaksud menanyakannya. Nggak kedengaran ya" Ayo, hormat pada sang saka merah putih.
Sid, Rama, dan Cokie dengan malas-malasan mengangkat tangan mereka dan memberi hormat pada bendera, yang bahkan tidak terpasang di sana. Lando mengumpat pelan, lalu mengikuti mereka.
Lho, lho, kok tangannya turun lagi" Kan belum ada abaaba tegak dari saya, kata Gozali dengan tampang menggoda sekaligus menahan tawa. Ayo, semua hormat lagi. Baru tegak kalau saya sudah beri komando. Ya"
Keempat anak itu memandang benci ke arah Gozali. Siapa pun tahu kalau komando itu pasti akan diberikan setidaknya satu jam lagi.
Waktu tiga puluh menit terasa seperti setahun bagi keempat anak itu. Selama itu, mereka sudah mencoba berbagai posisi. Tapi, baru ketika tangan mereka diregangkan karena lelah, Gozali muncul dari lantai dua dan meneriakkan sesuatu seperti 'Eit, eit, tangannya! atau Coba kalian pikirkan perasaan para pahlawan kalau tahu begitu sikap generasi muda! Sid sudah menjawab yang kedua dengan Bodo amat yang sangat kencang sampai ditertawai guru-guru dan murid-murid.
Sekarang tangan mereka sudah berantai-rantai, dengan satu tangan yang dipakai hormat ditumpangkan ke pundak yang lain. Hanya Cokie yang tidak bisa bersandar karena dia yang paling tinggi. Sid yang paling beruntung karena pundaknya tidak dipakai siapa pun.
Hei! Apa-apaan itu! Ayo hormat yang benar! seru Gozali dari atas dan mereka memisahkan diri sambil mengumpat.
Gozali terkekeh melihat kelakuan keempat anak itu, lalu berbalik dan mendapati Kepala Sekolah sedang menatapnya. Gozali segera menyamarkan kekehannya menjadi batuk-batuk kecil.
Bu Dona, sapa Gozali sopan.
Pak Gozali, balas Dona, lalu melirik empat anak yang sedang dijemur. Jadi, kenapa mereka belum ada di kelas"
Mereka terlambat lagi, Bu, kata Gozali jujur. Saya sedang menghukum mereka karena alasan mereka datang terlambat adalah bermain bola.
Kepala Sekolah mengangguk-angguk paham, lalu kembali melirik empat anak yang sudah berkeringat. Sid sedang menggumamkan sesuatu pada anak yang lain.
Kalau tidak keberatan, suruh mereka ke kantor saya, katanya pada Gozali yang langsung mengangguk.
Kepala Sekolah segera berjalan masuk kantornya tepat setelah Gozali mengangguk. Gozali menghela napas, lalu menatap ke bawah, tempat keempat anak itu sekarang sedang berbicara seru.
Hei! Malah ngobrol! sahut Gozali lagi, dan keempat anak itu terdiam. Gozali menggeleng-geleng menatap mereka.
Gozali lantas teringat pada masa SMA-nya. Dulu sekali, Gozali adalah salah satu dari mereka, seorang pemberontak. Tapi, itu sudah ditinggalkannya lama sekali, setelah sebuah luka menggores hatinya dalam-dalam. Gozali tidak bisa langsung begitu saja membenci mereka, walaupun kenyataannya mereka pasti membenci dirinya dengan sepenuh hati. Gozali tahu, dia ingin kembali ke masa itu.
Tegak, gerak! sahut Gozali, tapi tak ada reaksi spontan dari keempatnya. Mereka terdiam sesaat. Beberapa detik setelahnya baru mendongak, dengan tangan masih di samping jidat masing-masing. Gozali hampir tertawa kalau tidak mengingat statusnya sebagai guru yang galak. Kalian tidak dengar" Saya bilang tegak atau sudah tumbuh jiwa patriot dalam tubuh kalian"
Keempat anak itu dengan segera menurunkan tangannya, lalu meregangkannya. Sid malah bersenam-senam karena pegal. Setelah itu, dikomandoi Lando, mereka mengambil tas dan berjalan lelah menuju kelas.
Hei, hei! Mau ke mana" tanya Gozali membuat mereka berempat berhenti.
Ke kelas" kata Sid sebal.
Wah, maaf ya kalau harus menghalangi keinginan kalian untuk belajar, tapi Kepala Sekolah mau menemui kalian. Jadi, sebaiknya naik sini, kata Gozali, lalu menghilang di balik tembok.
Godzilla busuk, umpat Lando, tapi mau tidak mau dia melangkahkan kakinya juga, berbelok menuju tangga. e e e
Jadi, main bola sebelum masuk sekolah" tanya Kepala Sekolah saat Lando, Sid, Cokie, dan Rama sudah berada di kantornya. Mereka mengangguk. Kepala Sekolah mendesah, lalu menatap mereka berempat putus asa. Boleh-boleh saja kalian main bola, tapi apa harus sampai terlambat" Ini biar Godzilla marah, Bu, kata Sid.
Gozali, Sid. Pak Gozali. Jadi, kenapa kalian mau Pak Gozali marah" tanya Kepala Sekolah lagi.
Soalnya, dia melarang kami bikin ekskul bola, Tante. Kan aku sudah pernah bilang" kata Rama membuat Kepala Sekolah menatapnya.
Apa kalian berhasil sejauh ini" tanyanya tegas. Ada hasilnya kalian terlambat setiap hari selama dua tahun"
Belum dua tahun. Kami baru usaha sekitar satu setengah tahun, kata Cokie.
Yah, satu setengah tahun, kata Kepala Sekolah tak sabar. Jadi" Ada perubahan yang berarti"
Keempat anak itu diam saja. Kepala Sekolah mendesah. Bu, apa susahnya sih bikin satu ekskul saja" tanya Sid. Nggak perlu duit, kan"
Duit bukan masalah utama, Sid. Ada alasan khusus kenapa dia nggak mau bikin ekskul itu, kata Kepala Sekolah lagi. Apa" tanya Lando. Apa alasannya"
Itu pastinya bukan urusan kalian, kata Kepala Sekolah lagi.
Oke, jadi mana transparansi antara guru dan murid" sahut Sid sinis. Bu, kalaupun ada alasan khusus, mungkin itu karena Godzilla punya kelainan! Mungkin dia homo, yang nggak suka cewek atau bola!
Sid! seru Kepala Sekolah kaget. Wanita berumur tengah baya itu jelas-jelas konservatif dan tak pernah mendengar kata homo secara terang-terangan. Setelah beberapa menit, dia berhasil menenangkan diri.
Tante, Tante kan Kepala Sekolah, kenapa nggak bisa bikin ekskul" Kenapa harus seizin Godzilla" Bukannya yang bertanggung jawab dan berhak di sekolah ini adalah Tante" kata Rama disambut anggukan setuju teman-temannya.
Masing-masing sudah punya tugas, Rama, dan Pak Gozali adalah guru olahraga yang mengatur semua ekskul di sekolah kita. Dan ingat, dia juga wakil kepala sekolah bagian kesiswaan. Dia punya hak yang hampir sama dengan Tante, kata Kepala Sekolah.
Tapi semua keputusan kan ada di tangan Ibu! sahut Sid tak percaya.
Benar, tapi kalau Pak Gozali memberikan alasan yang tepat bagi ketidaksetujuannya, saya juga akan memberikan keputusan yang tepat, katanya tenang.
Apa alasannya tepat" tanya Cokie. Alasannya untuk nggak menyetujui ekskul bola"
Percayalah, anak-anak. Alasannya tepat. Yah, walaupun.& Tapi, Pak Gozali adalah aset yang baik untuk sekolah kita, sama seperti kalian. Kalian seharusnya mengkhawatirkan ujian kenaikan kelas yang sebentar lagi dimulai, bukannya malah mau mendirikan ekskul baru, kata Kepala Sekolah panjanglebar.
Keempat anak itu berpandangan, dan tahu bahwa tak ada lagi yang bisa diperjuangkan.
Jadi, kalian harus belajar lebih giat untuk masuk kelas khusus. Kalian harus masuk kelas khusus. Jangan kecewakan kami, kata Kepala Sekolah sebelum keempat anak laki-laki itu keluar dari kantor.
Yeah, jangan mengecewakan mereka, kata Sid begitu mereka keluar dari kantor. Tapi mereka selalu mengecewakan kita.
e e e Hilarious Dengar kan pas Kepsek tadi ngomong walaupun " Itu berarti ada sesuatu! Ini konspirasi! seru Sid berapi-api.
Rama hanya mengangkat bahu, lalu menyorongkan sepiring besar kentang goreng ke tengah meja. Mereka sekarang sedang berada di Hilarious, breakfast dan kafe milik Rama yang terletak tak jauh dari kawasan sekolah. Mereka selalu nongkrong di kafe ini, entah itu ada event tertentu atau tidak. Tapi, biasanya mereka lebih sering belajar bersama dan hal ini rutin dilakukan setiap pulang sekolah dan akhir pekan sejak mereka SMP.
Gue heran kenapa cuma buat ngediriin satu ekskul aja sulitnya bukan main, kata Cokie disambut anggukan setuju Sid. Ini cuma hal kecil kan buat mereka"
Lagian, sekolah mana sih yang nggak punya ekskul bola" kata Rama sambil mengeluarkan buku isika dan kertas untuk menghitung.
Yap, gue sangat-sangat nyesel masuk Athens, kata Sid sambil mencolekkan kentang pada saus sambal dan memakannya. Gue pikir sekolah keren. Tahu gini, gue selidiki dulu latar belakangnya.
kata Rama sambil mengeluarkan buku isika dan kertas untuk
Iya. Tahu nggak ada ekskul bola dan gurunya gila kayak Godzilla, gue nggak bakal masuk. Lagi, idenya siapa sih" cetus Cokie.
Sori deh. Itu ide Bonyok gue, kata Rama dengan perasaan bersalah. Kalian kan nggak bakal masuk Athens kalo Bonyok gue nggak rekomendasiin ke ortu kalian.
Cokie menatap Sid, lalu beralih pada Rama.
Eh, sori, Man, nggak ada maksud kok. Kan Bonyok lo nggak tahu kalo di Athens nggak ada ekskul bola, kata Cokie cepat-cepat.
Aturannya kita yang cari. Kan kita yang mau sekolah, kata Sid sambil menenggak Colanya. Mana peduli Bonyoknya Rama ada ekskul bola atau enggak.
Rama terkekeh pelan. Terdengar suara kelintingan dan pintu terbuka. Lando masuk dengan baju basah kuyup. Ternyata, dia habis kehujanan. Rama segera bangkit dan melesat ke ruang karyawan. Beberapa menit setelahnya, dia keluar membawa handuk. Rama melemparkannya pada Lando yang segera ditangkap.
Man, lo nggak kenal teknologi payung ya" tanya Sid geli begitu Lando bergabung bersama mereka.
Tadi belum hujan, gerutu Lando sambil mengeringkan rambut gondrongnya yang basah.
Kalaupun udah, lo pasti nggak bakal mau bawa payung. Lo kan cowok sejati, kata Sid dan segera berlindung ketika Lando bermaksud melempar botol saus.
Duh, si Dara nelepon lagi, kata Cokie sambil memerhatikan layar ponsel yang berkedip-kedip.
Dara itu anak SMP yang kemarin dulu itu, kan" tanya Sid. Hm... kayaknya sih iya. Kok lo yang ingat" tanya Cokie sambil nyengir nakal.
Pedoil, ejek Sid sambil tertawa penuh kemenangan. Eh, dia udah jadi cantik banget lho. Bentar lagi kan dia masuk SMA, kata Cokie, tanpa memedulikan ponselnya yang masih berkedip. Buat lo aja Sid.
Enak aja. Gue nggak mau barang second, apalagi yang bekas lo, kata Sid sambil cemberut. Emang gue nggak tahu kalo lo pacaran ngapain aja.
Lho" Emang ngapain, Sid" tanya Cokie dengan wajah polos, membuat Sid melotot dan kupingnya memerah. Dasar anak kecil, kata Rama sambil terkekeh. Anak kecil apanya! sahut Sid marah. Lando juga belum pernah punya cewek!
High School Paradise Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lando menatapnya sebal. Apa urusannya sama gue" Yah, kalian nggak bisa bilang gue anak kecil! Itu berarti Lando juga anak kecil! sahut Sid mencari pembelaan diri.
Wah, kalo Lando sih beda, kata Cokie santai, sementara dari air mukanya nomor yang menghubungi ponselnya pasti beda lagi.
Beda gimana" Sama aja kan" sahut Sid lagi. Beda. Dia nggak norak kayak lo. Cewek-cewek banyak yang mau sama Lando, tapi nggak ada yang mau sama lo, kata Cokie sambil mematikan ponselnya.
Sid menatap Cokie garang. Kata siapa nggak ada cewek yang mau sama gue! Eh, Valentine tahun kemarin aja banyak
Pedoil, ejek Sid sambil tertawa penuh kemenangan.
yang ngasih cokelat sama gue! Siapa yang ngasih cokelat sama Lando, coba" Nggak ada! Takut digonggongin!
Itu dia, kata Cokie. Banyak cewek yang ngasih cokelat ke lo karena mereka pikir lo imut. Ngerti nggak" Imut. Jangan bilang gue imut! seru Sid kesal. Ya, lo imut, sedangkan Lando cool, kata Cokie lagi. Gue yang cool! sahut Sid tak mau kalah.
Ini pembicaraan apa sih, gumam Lando yang gerah melihat tingkah laku Sid.
Dia bilang gue imut! sahut Sid emosi, setengah isi kafe menatapnya. Beberapa cewek malah mengangguk-angguk.
Lo emang imut kok, kata Lara, salah satu pelayan kafe itu sambil meletakkan segelas kopi di depan Lando. Tapi, cewek nggak suka yang imut buat jadi pacar mereka. Mereka lebih suka yang misterius. Lebih menantang.
Dia bicara begitu sambil mengedip pada Lando yang menatapnya sinis. Setelah tertawa lepas, Lara kembali ke belakang meja bar. Sid memandangnya kecut.
Lo tahu yang bikin lo jadi imut" tanya Cokie, dan Sid tak perlu repot-repot bertanya. Jepit rambut lo itu. Imut banget.
Rama, Cokie, dan bahkan Lando meledak tertawa saat melihat wajah Sid yang mirip marmut. Sid mengelus rambutnya, merasa tak ada yang salah dengannya. Sid punya rambut yang sangat halus. Dia tak suka ada bagian rambut yang menutupi dahinya. Jadi, dia selalu menyempatkan diri untuk menarik rambutnya, mengaturnya dengan wax, dan menjepit
bagian tengahnya agar tidak turun setiap pagi. Sid melihat tak ada yang salah dengan ini. Toh banyak cowok Jepang yang melakukannya.
Untungnya lo nggak keliatan cantik, kata Cokie lagi. Kalo nggak, Godzilla pasti naksir sama lo.
Mereka sudah tertawa lagi.
Oh, tenang aja, Godzilla suka cowok sejati kok, kata Sid, dan Lando segera bergerak buas ke arahnya.
e e e New Comers Hari ini keempat cowok itu datang telat lagi. Mereka masih melakukan ritual paginya, yaitu bermain bola sampai melewati batas waktu masuk sekolah. Gozali masih dengan setia menunggu mereka di lapangan upacara.
Begitu keempat anak itu bergerak mendekatinya, Gozali melemparkan senyum manis.
Selamat pagi. Sudah siap dengan hukuman kalian pagi ini" tanyanya. Keempat anak itu menggumam tak jelas.
Yak, mari kita SKJ dulu, supaya sehat. Sekarang, rentangkan tangan, kata Gozali dan keempat anak itu berpandangan, lalu melakukan komandonya pasrah. Tangan tetap begitu, direntangkan, dan sekarang, tunggu sampai ada aba-aba selanjutnya dari saya. Saya mau ke belakang dulu.
Gozali lalu ngeloyor begitu saja, meninggalkan empat anak laki-laki yang tangannya masih terentang di tengah-tengah lapangan upacara.
Minta dikutuk itu orang, kata Sid sebal.
Eh, ngomong-ngomong, gue punya feeling bagus nih, kata Cokie tiba-tiba, membuat teman-temannya menoleh padanya. Soal cewek.
No wonder, gerutu Sid menyesal telah capek-capek memberi perhatian padanya.
Sepuluh menit kemudian, setelah tangan mereka terasa kebas dan seperti lumpuh, Gozali muncul. Senyumnya masih tersungging.
Wah, makan apa semalam, Pak" Lama amat ke belakangnya, sindir Sid.
Iya nih, mana nggak tuntas lagi, katanya membuat anakanak mual seketika. Yah, baik, sekarang ayo berkumpul di sini.
Keempat anak itu mengikuti perintah Gozali dan berkumpul di depannya untuk mendapatkan nasihat seperti biasa. Baru ketika keempat anak itu menatap Gozali yang hendak berbicara, mata guru itu melebar ke arah gerbang.
PAK!!! seru seorang gadis yang sedang berlari-lari ke arah mereka. Empat anak laki-laki itu menatap gadis yang sepertinya juga telat karena masih membawa-bawa ransel. Ap.&
PAK! DENGER SAYA DULU! SAYA BISA JELASKAN! seru gadis itu sambil menyeruak di antara Sid dan Lando. Dia terengah-engah sebentar, mengatur napas, dan akhirnya menatap Gozali sungguh-sungguh. Pak, saya punya alasan bagus, Pak. Sumpah, bagus banget.
Gozali menatap gadis itu bingung. Begitu pula keempat anak lain. Gadis ini tampak sangat kacau. Apalagi, rambutnya yang panjang sekarang terjurai ke mana-mana.
Apa itu" tanya Gozali akhirnya.
Pak, begini. Tadi pas saya ke sekolah, saya tepat waktu, Pak! Saya selalu keluar pukul enam! Tapi Pak, Metromini yang saya naiki tiba-tiba nabrak ibu-ibu! Terus sopirnya kabur. Terus Metromininya ditinggal! Terus saya cari Metromini lain. Eh, bannya bocor! Pak, sumpah, saya juga kesal. Terus, pas saya lari ke sini, tahu-tahu ada nenek-nenek yang nggak bisa nyeberang. Jadi, saya seberangin dulu! Pokoknya kacau deh, Pak! Bapak harus percaya! serunya heboh.
Ada jeda beberapa menit di antara cerita cewek itu dan dehaman Gozali. Keempat anak cowok masih menatap si cewek dengan tak percaya. Cewek itu sekarang sedang menatap Gozali dengan tampang sungguh-sungguh, walaupun tak meyakinkan. Gozali menatap gadis itu galak. Tampaknya, gadis itu masih tetap mempertahankan ekspresinya, sampai akhirnya menyerah.
Oh, oke, Pak, saya telat bangun. Tapi Pak, boleh kan saya masuk kelas" Please" Ulangan kimia nih, Pak" kata gadis itu akhirnya.
Kamu tetap di sana sampai saya suruh masuk, kata Gozali tegas. Kepala gadis itu langsung terkulai. Nama kamu Julia kan" Kamu saya ajar, kan"
Julia mengangguk pelan, sambil memberikan pandangan berkaca-kaca tolonglah pada Gozali. Tapi, guru olahraga itu tidak memedulikannya. Dia malah mengobrol sebentar dengan seorang guru yang lewat.
Oh, bagus. Karier perkimiaan gue tamat sudah, kata Julia sambil menghentakkan kakinya sebal. Beberapa detik kemudian, dia sadar kalau ada banyak orang di sebelahnya.
Dia menatap satu per satu keempat anak itu. Mereka balas menatapnya heran. Baru ketika Sid akan bicara, Gozali kembali dan bertepuk tangan.
Yak, jadi, kita..., Dia mendadak diam. Matanya melebar persis saat Julia datang tadi. Kali ini, tanpa aba-aba, semua anak menoleh untuk melihat siapa lagi yang datang.
Seorang gadis mungil yang manis berlari-lari kepayahan menuju mereka. Julia mendekap pipinya tak percaya. Tak mungkin kalau itu....
Aida!" seru Gozali dan Julia bersamaan, tak percaya. Aida sampai juga di kerumunan, lalu mencoba untuk mengatur napasnya. Julia masih memandangnya heran. Begitu pula semua orang. Hanya saja, Julia dan Gozali tahu betul kenapa mereka harus heran.
Kenapa kamu..." tanya Gozali bingung.
Maaf, Pak, tadi mobil saya mogok di jalan. Saya panggil taksi, tapi bannya bocor. Jadi, saya lari ke sini, kata Aida seperti mau menangis.
Gozali memandang murid itu kasihan, lalu menganggukangguk. Setahunya, Aida tak pernah melanggar aturan sekolah apa pun. Jadi, dia bingung saat melihatnya tadi.
Yah, baiklah, kamu masuk kelas saja, kata Gozali membuat Aida tak jadi menangis.
NGGAK ADIL! sahut Julia dan Sid bersamaan sambil menunjuk Gozali.
Gozali memandang mereka galak, sedangkan Aida menyeruak di antara Sid dan Julia.
Pak, nggak apa-apa. Saya ikut dihukum aja. Saya kan telat juga, kata Aida pelan sambil tersenyum manis ke arah Sid dan Julia yang bengong.
Eh, Ai, jangan. Bukan maksud gue gitu. Maksud gue tadi, kalo lo boleh masuk kelas, kenapa gue nggak" kata Julia dengan muka menyesal.
Nggak apa-apa kok, Jules, kata Aida sambil menepuk pundak Julia lembut.
Yah, baik-baik, semua kena hukum, kata Gozali akhirnya. Tapi, khusus untuk hari ini, karena ada pendatang baru, hukuman kalian tidak akan begitu berat. Berterima kasih lah pada mereka.
Julia dan Aida menoleh ke kiri dan ke kanan untuk melihat siapa yang dimaksudkan Gozali. Keempat anak laki-laki itu menggumam malas menyambut kata-kata Gozali.
Jadi, sekarang, kalian ke sana. Ke tengah lapangan, kata Gozali sambil menunjuk sesuatu. Lihat gambar bola basket di lapangan sana" Kalian masuk ke dalam lingkaran itu. Tidak boleh ada yang keluar. Kalian baru boleh keluar kalau jam pelajaran pertama selesai. Ayo!
Bahkan, hukuman itu terdengar sangat konyol bagi Julia. Pak" Kita harus ngapain di sana" tanyanya bingung. Tidak ada. Hanya saja, kalian akan ditonton kelas yang saya ajar selama kalian dijemur di sana, kata Gozali riang, lalu memanggil anak-anak dari kelas sepuluh lima.
Julia dan Aida berpandangan sesaat, lalu berjalan gontai ke lingkaran itu. Lando, Cokie, Sid, dan Rama mengikutinya. Mereka duduk di dalam lingkaran itu.
Hei, hei, kata siapa duduk" sahut Gozali dari kejauhan. Sid langsung melakukan aksi protes dengan merebahkan diri. Tapi, setelah Gozali menatapnya galak, dia ikut semua orang berdiri.
Huh, sia-sia gue ngarang alasan segitu indahnya, gerutu Julia, yang membuat Aida tersenyum.
Lagian bikin alasan keciri banget nggak logisnya. Pak Ben juga bakal tahu lo bohong, kata Sid membuat Julia mendelik.
Tapi, alasan gue nggak jauh beda sama alasan Aida! Kenapa dia nggak percaya sama gue, tapi langsung percaya sama Aida" protesnya sebal.
Sebenarnya nggak jelek-jelek amat sampe bagian lo nolong nenek-nenek, kata Rama ramah, sambil tersenyum simpul.
Yah, sebenernya gue mau ngasih sentuhan sosial. Biar dia agak-agak terharu gitu, tapi gue salah ya" kata Julia lagi.
Lo salah besar kalo mikir Godzilla bisa terharu, kata Sid sambil menatap Gozali yang sedang menunggu anak-anak kelas sepuluh berbaris rapi. Anak-anak itu akhirnya menyadari pemandangan aneh di tengah lapangan dan mulai terkikik. Cok" Gimana kalo lo aja yang di sebelah sini"
Kenapa emang" tanya Cokie heran.
Itu, kata Sid sambil menganggukkan kepala ke arah cewekcewek yang histeris bisa sedekat ini dengan empat cowok itu. Fans lo. Biasanya, lo paling demen diperhatiin.
Oh, mereka bukan fans gue. Mereka fans cowok imut, kata Cokie membuat Sid memandangnya garang.
Kenapa sih rambut lo dijepit gitu" Kayak belum selesai dipotong, kata Julia tiba-tiba.
Hal itu membuat Cokie, Rama, dan Aida terkikik. Sid menatap Julia bengis.
Aida berhenti tertawa dan memerhatikan Lando yang tidak ikut tertawa. Dia malah memandang langit. Beberapa detik kemudian, setelah Lando merasa ada yang mengawasinya, dia menoleh dan mendapatkan Aida masih menatapnya. Aida tersentak, lalu mengalihkan pandangannya. Lando menatapnya heran.
Jadi, nama lo Julia" tanya Cokie yang ternyata terkesan pada Julia. Gue Cokie. Ini Rama, ini Sid, dan si cowok pendiam yang di sana itu Lando.
Hai, kata Julia singkat sambil melambai ringan pada semua orang. Ini teman sekelas gue, Aida.
Hai, kata Aida pelan, tampak imut bagi siapa pun yang bertitel cowok di lingkaran bola basket itu.
Ini sebenernya nggak adil, kata Julia sambil mendesah. Harusnya gue sama Aida nggak dihukum bareng kalian. Kami kan baru telat sekali.
Yah, selamat datang aja di dunia Godzilla, kata Cokie sambil terkekeh.
Ya ampun& konyol banget nggak sih kita di sini, kata Julia lagi sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Ternyata, cukup banyak yang heran melihat mereka ada di sana.
Ya, Godzilla emang paling jago bikin orang ngerasa konyol, kata Sid penuh dendam.
Padahal, Pak Gozali baik lho, kata Aida tiba-tiba, membuat semua orang menatapnya.
Ai, kata Julia sambil menepuk pundak Aida dengan gaya kebapakan. Orang yang baik nggak akan bikin orang ngerasa malu kayak begini. Dan orang yang baik nggak akan cuma ngasih tujuh di rapor anak yang selalu bagus di olahraga apa pun!
Emang lo bagus ngapain" tanya Sid ingin tahu. Gue bagus basket, renang, lari, dan senam, kata Julia, berusaha tidak tampak menyombongkan diri, tapi gagal total. Sepakbola" tanya Sid lagi.
Belum pernah main, tapi bisa dicoba. Tapi, apa itu relevan" Nggak pernah ada olahraga sepakbola sama Godzilla! Dan nilai gue tetap tujuh! sahut Julia marah.
Keempat anak laki-laki saling pandang. Mereka tahu tak pernah ada sepakbola dalam pelajaran olahraga Gozali.
Padahal, gue butuh banget nilai di atas rata-rata delapan buat masuk kelas khusus& , kata Julia mendadak murung.
Kenapa" tanya Rama. Kenapa lo mau masuk kelas khusus"
Julia seperti terperanjat, lalu menggeleng. Nggak apaapa, katanya cepat.
Aneh, kata Sid sambil memandang Julia meremehkan. Kayaknya, selama ini orang-orang menghindari kelas khusus. Kenapa lo malah mau"
Kalian sendiri calon-calon kelas khusus kan" Kalian kan kaki tangannya Kepsek! seru Julia, membuat keempat cowok itu saling pandang. Gue sekarang inget kalo kalian tuh orang yang sama dengan empat orang yang selalu menguasai ranking paralel di atas Aida.
Pandangan keempat anak itu sekarang beralih ke Aida yang menatap mereka malu-malu.
Lo Annisa Nuraida" tanya Rama tak percaya. Yang Rama tahu, nama cewek itu selalu nangkring di bawah mereka berempat semenjak kelas sepuluh di urutan ranking paralel. Di Athens, nilai ujian akhir tiap semester selalu diurutkan. Nama sepuluh orang dengan nilai terbaik akan terpajang di papan pengumuman.
Aida mengangguk pelan. Sid berdecak.
Kami selalu pengen tahu lo yang mana, katanya. Habisnya, udah tiga kali lo ada di bawah nama gue.
Aida hanya tersenyum simpul, membuat Julia mengerlingkan bola matanya.
Yak, oke, cuma gue sendiri orang bego di lingkaran ini, kata Julia sebal.
Iya, gue juga heran kenapa lo masih di sini. Harusnya lo udah kelempar dari tadi. Soalnya, ini lingkaran orang jenius, kata Sid lagi, yang tampak masih sakit hati dengan masalah jepit rambut.
Apa lo bilang" sahut Julia tidak terima. Kenapa" Sid balas menyahut.
Hei yang di sana! Ada apa ribut-ribut"! sahut Gozali yang sedang memerhatikan anak muridnya pemanasan. Sid dan Julia langsung diam.
Cowok imut, desis Julia membuat Sid melotot. Cewek bego, balas Sid membuat Julia menginjak kakinya keras-keras. Sid dengan segera menjerit kesakitan. Rama, Cokie, dan Lando tertawa melihatnya.
Aida melirik Lando yang sedang tertawa. Tapi, begitu Lando sadar, dia kembali buang muka dan pura-pura tertarik pada pohon di ujung sana. Lando berhenti tertawa, sementara teman-temannya masih, lalu memerhatikan Aida.
Tapi, Aida tak pernah melihatnya lagi sampai hukuman disudahi.
e e e Jadi, menurut lo dia gimana" tanya Cokie saat mereka berempat sedang berada di rumah Sid untuk bermain PS.
Siapa" tanya Rama yang sedang mengambil sepotong piza.
Aida, cewek yang selama ini kita cari, kata Cokie lagi membuat Sid menekan tombol pause pada stik PS dan menoleh untuk bergabung dalam forum baru itu. Lando mendelik marah karena Sid melakukannya. Padahal, menurutnya, dia sedang unggul.
Dia manis, kata Rama, lalu memandang Cokie curiga. Kenapa" Lo naksir"
Cokie hanya tersenyum simpul dan Sid melotot karenanya. Jangan! seru Sid heboh. Siapa aja, asal bukan dia! Kenapa" tanya Cokie heran. Detik berikutnya, dia mengangkat alis. Oh, lo naksir sama dia, Sid"
Yah, eh, bukan gitu. Tapi, dia emang beda kan" Lo bisa pacaran sama siapa aja asal bukan dia! Dia terlalu polos buat lo! sahut Sid.
Selama ini, lo nggak peduli kalo ada cewek polos yang gue kencanin, kata Cokie lagi. Kenapa sekarang lo sewot"
Cok, kali ini gue setuju sama Sid, kata Rama angkat bicara. Cewek ini terlalu, yah, polos dan manis buat lo. Jangan rusak cewek yang satu ini. Dia kan rival utama kita.
Oke, oke, kata Cokie sambil mengangkat tangannya. Ini cuma cewek, dan kalian panas banget. Lo nggak ikutan, Lan"
Apa" tanya Lando tak peduli sambil meneruskan permainannya tanpa Sid.
Itu, naksir sama cewek idola baru yang manis dan polos, kata Cokie.
Lewat, kata Lando tak acuh.
Udah gue sangka, kata Cokie maklum, lalu beralih ke Sid. Tapi Sid, bukannya lo lebih cocok sama Julia" Kalian klop banget lho. Cowok imut sama cewek bego.
Diem lo, sahut Sid sementara Rama terkekeh. Gue" Sama cewek itu" Lo bercanda ya"
Kenapa cewek itu" Dia asyik, nggak kayak cewek kebanyakan, kata Cokie.
Dan dia ganas, nggak kayak cewek kebanyakan, balas Sid sebal. Emangnya lo pikir gue udah nggak suka sama ras manusia"
Cokie dan Rama terkekeh geli, sedangkan Sid protes pada Lando yang sudah meninggalkannya. Tak lama kemudian, Mama Sid muncul dari balik kamarnya dengan mengenakan gaun malam yang sangat indah dan terbuka. Setidaknya, itu yang dipikirkan Sid. Dia menatap Mamanya ngeri.
Wow, Renata. Cantik sekali, kata Cokie membuat Sid jijik.
Jangan manggil tante-tante ini pake namanya! sahutnya sebal.
Mamanya menatap Sid heran. Kok kamu gitu sih, Sayang" tanyanya manis, lalu kembali beralih ke Cokie. Dia berputar sekali, bak foto model. Gimana, Cok"
Sid mengeluarkan suara seperti muntah, tapi Ibunya tak peduli. Ketiga temannya juga tidak. Mereka menatap wanita itu seakan Aphrodite.
Cakep banget, Renata, kata Cokie lagi. Jangan panggil dia....
Sid, nggak apa-apa kan" Umur Mama juga belum terlalu jauh sama kalian, kata Mama membuat Sid bergidik. Apanya yang nggak jauh" Umur Mama kan udah.... AH! sahut Mama membuat omongan Sid terputus. Bel bunyi! Yuk semua, Tante pergi dulu ya.&
Cokie, Rama, dan Lando membuat gumaman ya , sementara wanita itu mengambil tas mungilnya.
Ma, Mama nggak lupa bawa Kau-Tahu-Apa, kan" tanya Sid membuat ibunya tersentak. Dia lalu menoleh dan tertawa kaku pada Sid yang menyeringai.
Apa" tanyanya polos.
Itu, lho, kata Sid lagi. Kau-Tahu-Apa, buat jaga-jaga siapa tahu Kau-Mau-Apa.
Wajah Mama langsung memerah, sementara Lando, Rama, dan Cokie menatap Sid heran. Mama nyengir gugup, lalu bergegas ke pintu.
Sakit lo, Sid, kata Cokie sambil geleng-geleng kepala. Kenapa" Gue nggak mau punya adik, kata Sid tak acuh. Nyokap lo tuh contoh wanita yang sempurna, kata Cokie, matanya menerawang. Harusnya, lo bahagia punya Nyokap kayak gitu.
Gue emang bahagia. Tapi, bukan bahagia jenis mother complex kayak begitu, kata Sid sebal. Cukup soal Tante itu. Sekarang, gue pengen tahu apa rencana kita soal ekskul bola selanjutnya.
Kayaknya nggak akan ada usaha apa pun untuk sementara waktu ini, kata Rama membuat Sid melongo.
Kenapa" sahutnya kaget.
Sid, mikir. Sebentar lagi kenaikan kelas. Kita harus naik kelas dulu sebelum bisa bikin ekskul bola, kata Rama lagi.
Gue nggak peduli, kata Sid cemberut. Malah enak kan, ada dua tahun lagi buat bikin ekskul bola.
Man, inget Nyokap lo. Dia bisa sedih kalo tahu lo nggak naik kelas. Lagian, kita udah pernah janji itu, kan"
Sid memikirkan kata-kata Cokie. Dia benar. Mereka pernah membuat suatu janji karena suatu hal. Sid menghela napas, lalu menatap Lando yang juga menatapnya.
Sorry, Man, kata Lando sambil mengangkat bahu. If you don t want to, then you don t have to.
Ngomong apa lo, sergah Sid sambil kembali meneruskan permainannya. Tentu aja gue nggak akan ngelanggar janji. Lagian, gue lumayan seneng jadi cowok jenius.
Lando tersenyum, sangat simpul menurut anak-anak, lalu kembali bermain bersama Sid. Sid berteriak kesal ketika Jin
yang dimainkannya ditendang sampai KO oleh Ogre yang dimainkan Lando.
Oke, berhenti mainnya. Sekarang belajar. Kelas khusus nih, kata Rama membuat Sid mengerang seketika. e e e
Rough Night For Lando Lando melangkahkan kakinya dengan berat menuju halaman rumahnya. Lando melirik seonggok motor tua di teras, kemudian menghela napas. Laki-laki itu pasti sudah pulang.
Lando mendengus miris. Laki-laki itu bahkan tak pernah pergi. Lando memasuki rumah dengan gontai. Ia mendapati isinya sudah berantakan. Dengan dahi berdenyut saking marahnya, Lando berderap menuju ruang tamu.
Ada apa ini" tanya Lando gusar sambil tak sengaja menendang sebuah botol hingga menggelinding ke dapur.
Lando menatap marah pada seorang laki-laki paruh baya yang tergeletak sembarangan di sofa, yang tidak juga bereaksi. Lando memandang berkeliling. Segala barang pecah-belah tampak sudah hancur tak bersisa.
Laki-laki kurang ajar ini..., desis Lando sambil bersiap menggulingkan laki-laki itu dari tempatnya.
Cem& paka& , gumam laki-laki itu membuat Lando berhenti menarik bajunya. Ja& lang.&
Lando melepas kaus Ayahnya dan menatapnya benci. Kepala Lando sekarang sudah mau pecah.
Heh! Bangun! sahut Lando sambil menunduk. Seketika dia dapat mencium aroma minuman keras menguar dari tubuh Ayahnya.
Hmhh& , kata Ayahnya tanpa membuka mata. Jelas, dia masih bermimpi.
Lando terduduk pasrah di sebelahnya, lalu menatap putus asa. Ayahnya semakin menggila saja. Sebentar lagi, Lando pasti bisa menemukannya mati karena keracunan obat nyamuk. Dan Lando tak peduli pada hal itu.
Lando bangkit dan berjalan ke dapur untuk mencari minum. Tapi sepertinya sia-sia. Tak ada satu botol pun yang terisi. Kesal, Lando mengambil gelas dari rak, mengisinya dengan air ledeng, lalu menenggaknya sampai habis. Setelah itu, dia melempar gelas itu ke seberang ruangan sampai pecah berkeping-keping. Ayahnya tetap bergeming. Lando malah sangsi gempa macam apa pun akan bisa membangunkannya.
Sebenarnya, apa yang terjadi sampai dia mengamuk begini" Lando benar-benar tidak habis pikir. Setahunya, tak ada lagi yang bisa membuat Ayahnya kalap, kecuali saat Ibunya kabur bersama seorang bule. Tapi, itu sudah lama. Ayahnya juga tidak bekerja. Jadi, apa yang bisa membuatnya begitu kesal"
Baru ketika Lando akan masuk ke kamar, terdengar suara dering telepon, entah dari mana. Telepon itu sekarang sudah tidak ada lagi di tempatnya. Lando mencarinya ke bawah meja, tumpukan buku, dan ruang tamu. Tapi, dia tak bisa menemukannya.
Dia melihat Ayahnya bergerak, lalu segera menghampiri.
Woi! Telepon mana" seru Lando ketika teleponnya sudah berdering lima kali. TELEPON!!
Ayahnya bergeming. Lando emosi. Ia lalu menyadari kalau suara itu teredam di balik tubuh Ayahnya. Lando segera menggulingkannya sampai merosot ke lantai, lalu mengangkat telepon itu. Pasti dari salah satu temannya.
Ya" jawab Lando setelah berhasil menyingkirkan tangan Ayahnya yang terlempar di pahanya.
Orlando" kata seorang wanita di ujung sana. Lando mengernyit heran. Tidak pernah ada yang memanggilnya seperti itu, kecuali.&
Lando aja, kata Lando dingin.
Sayang! seru Ibunya, membuat Lando bergidik. Bulu romanya meremang seketika. Sayang, apa kabar kamu" Ini Mama!
Hah, dengus Lando geli. Mama. Nggak kenal. Yah, Ibu. Ini Ibu, kata Ibunya lagi. Kali ini nadanya sedikit malu. Apa kabar kamu, Nak"
Lando menelan ludah sebelum sempat menjawab lagi. Sudah sekian tahun dia tak mendapat kontak apa pun dari ibunya. Sekarang, mendengar suaranya membangkitkan suatu perasaan dalam hati Lando. Entah itu benci, atau malah senang.
Biasa aja, jawab Lando singkat.
Sayang, tadi Ibu sempat bicara sama Ayah, kata Ibu, membuat Lando menatap Ayahnya maklum. Ternyata, memang cuma Ibu yang bisa membuat rumah kacau-balau seperti ini.
Oh, ya, aku udah lihat, kata Lando masih sedingin yang awal. Jadi, ada perlu apa"
Tak terdengar apa pun selama beberapa detik. Kemudian, Ibunya berkata, Lando, Ibu cuma kangen banget sama kamu.
Oya" Bisa juga kangen" Kupikir udah lupa, kata Lando datar.
Lando Sayang, jangan hukum Ibu kayak begini, kata Ibu, terdengar bergetar.
Lalu Ibu pikir, apa yang membuat aku pantes ngedapetin hukuman kayak begini! seru Lando, sekarang yang ada di pikirannya hanyalah setumpuk pertanyaan yang belum sempat dia tanyakan saat Ibunya pergi lima tahun lalu.
Lando, kamu harus tahu. Ibu melakukan ini untuk kita semua, kata Ibu, sudah terisak.
Oya" Apa" Memangnya kita kenapa" sahut Lando lagi. Kita... Ibu tidak bahagia sama Ayah, Lando, kata Ibu, membuat Lando muak.
Bu, aku nggak bego, aku tahu gimana kalian nggak bahagia. Tapi, kenapa Ibu harus ninggalin aku sama sapi tua kayak dia! sahut Lando lagi. Darahnya sudah berkumpul di kepala.
Ka... karena Ibu pikir, kamu nggak suka sama Ibu& lagi pula, Jack....
Ini tentang dia, kan! seru Lando memotong kata-kata Ibunya. Ini bukan tentang kita! Ini semua tentang dia! Ibu naksir sama dia, terus kabur sama dia, dan ninggalin aku karena Ibu tahu dia nggak bakal suka sama aku!
Ibu sudah menangis sesenggukan di ujung sana, tapi Lando tidak peduli.
Dan, kita bahkan ngomong di telepon, kata Lando, suaranya melunak. Ada di mana Ibu sekarang, Hawaii" Florida, kata Ibu, masih terisak.
Florida, ulang Lando dingin. Dan aku" Tebak, Bu, aku di mana" Ya, di rumah kita yang mungil, tapi ditinggali sapi gila. Ibu tahu" Ibu sudah melakukan hal yang bener, ninggalin dia.
Lando.& Tapi, Ibu melakukan satu kesalahan. Satu kesalahan besar. Seharusnya, setelah Ibu meninggalkan dia beserta anak yang nggak diinginkan, Ibu jangan pernah memulai hubungan lagi, walaupun hanya telepon basa-basi. Karena apa, Bu" Karena kami nggak mau tahu. Aku sudah muak bertanya-tanya Ibu di mana. Aku juga muak tinggal menderita sama sapi gila ini, kata Lando panjang-lebar.
Lando.& Memangnya ada bedanya" Kalau bilang aku nggak baik, terus Ibu mau apa" Terus, apa ada pengaruhnya kalau aku baikbaik aja buat Ibu" Ibu gembira" Ibu lega" Aku nggak melihat fungsi dari telepon yang Ibu lakukan ini selain mengingatkan aku tentang alasan aku benci sama Ibu! Dengar itu, Bu" Aku benci sama Ibu! sahut Lando sambil membanting teleponnya ke tembok sampai kapnya terbuka.
Lando menjambaki rambutnya frustrasi. Dia benar-benar tak menyangka Ibunya akan menelepon. Dia benar-benar
tak menyangka hari ini akan datang. Hari saat Lando akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya selama ini. Tapi, Lando tidak mempergunakan kesempatan itu. Lando tidak bertanya. Dia malah mengacaukan dan memaki Ibunya. Namun, Lando menganggap Ibunya pantas mendapatkannya.
Lando, kata seseorang di bawah sofa, mengagetkan Lando. Ayahnya ternyata terbangun. Coba tolong, kaki kamu.
Lando mengangkat satu kakinya dari perut Ayahnya. Ayahnya bangun dan terduduk kepayahan ke sofa. Tampaknya, dia habis mabuk berat.
Itu tadi ibumu" tanya Ayah, dan Lando mengangguk. Apa katanya"
Nggak peduli apa katanya, kata Lando sambil bangkit dan berderap menuju kamarnya. Kita nggak akan pernah berhubungan dengan dia lagi.
Lando membanting pintu kamar keras-keras, lalu merebahkan tubuhnya di ranjang. Lando benar-benar pusing. Tak lama kemudian, dia bisa mendengar suara sesuatu yang pecah. Ayahnya mengamuk lagi. Lando tidak bisa menyalahkannya karena dia sudah gila total begitu Ibu meninggalkannya. Tak ada yang lebih mencintai Ibu, selain Ayah. Tak ada juga yang lebih membenci Ibu, selain Ayah.
Lando bergerak ke meja belajarnya, membuka bungkusan pil pereda nyeri, lalu menenggaknya tanpa menggunakan air. Setelah itu, dia terduduk di lantai.
Sudah lima tahun kehidupannya yang menyedihkan berjalan. Ayah tidak pernah becus bekerja sehingga kadang
mereka tidak makan sehari. Kalaupun bisa mendapatkan uang, dia gunakan untuk membeli rokok dan minuman keras. Lando lah yang selalu bekerja keras menghidupi mereka dengan cara memberikan les pada anak SMP setiap pulang sekolah.
Lando sebenarnya sudah muak dengan hidupnya. Pernah suatu saat, setelah Ibunya pergi, dia berniat bunuh diri. Tapi, beberapa teman menolongnya sehingga dia terhindar dari niat bodohnya. Setelah itu, hidup menjadi lebih buruk bagi Lando kecil karena Ayahnya menjadi kasar dan ringan tangan. Lando menjadi sasaran setiap kali Ayahnya dipecat dari pekerjaan. Lando akhirnya berubah menjadi pemuda yang kasar dan tidak pernah pulang ke rumah untuk menghindari Ayahnya. Dia selalu bermain di jalan bersama preman-preman pada saat usianya baru empat belas. Dunia jalanan adalah dunia pertamanya. Dia beberapa kali terancam dikeluarkan dari sekolah karena ketahuan memukuli orang.
Bagi Lando, saat itu adalah saat yang lucu. Dia tidak pernah dikeluarkan dari sekolah. Padahal, dia sangat ingin keluar. Dia sudah tidak berani menanggung malu karena sudah tiga bulan menunggak SPP.
Rama adalah orang yang selalu mencegah guru-guru agar tidak mengeluarkan Lando. Dia adalah siswa paling pintar di sekolahnya saat itu. Dia juga putra pemilik yayasan tempatnya bersekolah. Lando selalu iri padanya. Dia memiliki semua yang Lando tidak punya. Dia punya orang tua, kekayaan, dan teman. Lando juga tidak suka padanya karena dia selalu saja mengajaknya untuk kembali ke sekolah saat Lando membolos.
Tampangnya yang seperti malaikat membuat Lando pernah menghajarnya.
Yang mengherankan, bukannya marah dan kapok, Rama masih saja membujuknya kembali. Bersama Sid dan Cokie, teman-temannya yang juga kaya, dia mengajak Lando bermain bola bersama saat Lando membolos. Singkatnya, mereka malah menemani Lando membolos. Lando baru tahu kalau ketiga anak itu setidaknya memiliki satu kesamaan dengannya, sepakbola.
Setelah sekian lama bermain bola bersama, Lando menyadari kalau dia tidak bisa lagi meneruskan bersekolah. Rama berusaha membantunya, tapi Lando menolak terang-terangan. Lando tidak pernah mengemis pada siapa pun. Saat itu, Cokie mengusulkan agar Lando mengikuti program beasiswa. Lando hanya menanggapinya dengan tawa dan mengatakan kalau dirinya lebih bodoh daripada keledai sehingga tidak mungkin mendapatkan beasiswa. Rama mengusulkan belajar bersama agar mereka semua bisa menemani Lando untuk mendapat beasiswa. Lando masih ingat, saat itu Sid menolak mati-matian karena dia alergi pada buku pelajaran, tapi akhirnya ikut juga. Dia bilang, ini demi solidaritas antarteman. Lando mau tidak mau terharu. Mereka berjanji akan bisa mendapatkan beasiswa itu demi Lando.
Jadi, setelah perjanjian itu, tak ada hal lain yang Lando lakukan selain memegang buku. Ayahnya sempat kaget dan malah memarahi Lando yang mengharapkan beasiswa sekolah ternama daripada pindah ke sekolah lain yang bayarannya
lebih murah. Tapi, Lando tidak mau pindah. Dia tidak mau kehilangan teman-teman barunya.
Lando akhirnya mendapatkan beasiswa itu dan mendadak melesat menjadi siswa paling pintar di sekolahnya. Dia mendapat tawaran beasiswa dari banyak SMA, bahkan lebih banyak daripada yang didapatkan Rama. Athens juga menawarkan beasiswa, tapi hanya sampai kelas sebelas karena Athens membuka kelas khusus yang memberikan beasiswa lanjut di kelas dua belas. Oleh karena itu, Lando memutuskan masuk Athens bersama Rama dan yang lain. Lando tahu dia seharusnya tidak mengalahkan Rama dan yang lain dalam urutan ranking paralel. Mereka sudah banyak menghabiskan waktunya untuk mengajari Lando. Tapi, mereka malah menepuk pundak Lando dengan wajah bangga sekaligus bahagia.
Lando juga masih ingat saat ketiga temannya datang membantu Lando yang dikeroyok preman-preman yang tidak terima karena ditinggalkan. Lando ingat bagaimana payahnya Sid berkelahi, bagaimana hidung Rama patah, dan Cokie masuk rumah sakit selama sebulan karena patah kaki. Sejak itu, Lando bersumpah akan terus menjadi sahabat mereka dalam keadaan apa pun.
Sebenarnya, kalau mau jujur, ketiga anak inilah yang membuat Lando masih bertahan hidup sampai sekarang. Walau dibilang Rama terlalu baik, Sid bodoh, atau Cokie mesum, Lando tetap merasakan hal yang sama ketika mereka masih di SMP dulu.
Lando merasa migrainnya hilang, lalu bergerak lemah ke ranjang. Mendadak dia ingat sesuatu, yang membuat lambungnya serasa dipenuhi batu dingin.
Aida. Gadis manis yang ditemuinya tadi pagi di sekolah. Sekarang senyumnya memenuhi otak Lando. Lando dengan segera merasakan migrainnya kambuh lagi.
Terlalu banyak yang dipikirkan dalam satu malam. e e e
Jules' Rules JULIA!!! Julia tersentak bangun. Matanya mengerjap-ngerjap karena belum terbiasa pada sinar matahari yang menerobos melalui celah-celah gorden. Dia lalu menggaruk-garuk kepalanya, menguap, dan bertanya-tanya siapa yang sudah berteriak sebegitu heboh.
Baru ketika Julia akan merebahkan diri lagi, dia terkesiap. Dengan segera dia menyambar weker yang ada di meja sebelahnya. Matanya melebar.
AAAAAAAARRGGGGHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!!! e e e
Gawat, gawat, kata Julia sambil berlari sekuat tenaga ke arah gerbang. Ben sudah menunggunya di sana dengan tampang heran.
Lho" Terlambat lagi" tanyanya sambil membukakan pintu.
Berisik ah, kata Julia acuh tak acuh, lalu segera melesat ke lapangan upacara yang, seperti biasa, sudah ditempati lima makhluk. Satu di antara mereka menatapnya ganas.
PAK! sahut Julia sebelum Gozali sempat berkata-kata. Hari ini saya bener, Pak! Metromini yang saya naikin benerbener mogok. Terus begitu naik yang lain, eh bannya bocor! Kali ini nggak pake nolong nenek-nenek, Pak! Saya, oh, oke, saya telat bangun lagi.
Julia memandang masam wajah Gozali yang tersenyum puas. Gozali tidak bisa dengan mudah memercayai alasan Julia. Itu pasti. Julia mencibir begitu Gozali tidak melihat ke arahnya.
Yak, sepertinya ada yang mulai biasa telat di sini, kata Gozali, membuat empat anak laki-laki di sekeliling Julia mengerling padanya. Kalau begitu, hukuman kalian disamakan saja.
Pak, saya kan baru telat dua kali! protes Julia. Besok pasti kamu bilang baru tiga kali, kata Gozali sambil menatap Julia sebal. Kalo tidak begini, nanti kebiasaan. Kayak empat teman kamu ini.
Ih, temannya siapa, cetus Sid membuat Julia langsung memandangnya benci.
Baik-baik, sebelum kalian mulai lari, ada yang mau saya sampaikan. Kalau kalian tidak keberatan-khusus buat kalian berempat, apa kalian bersedia tidak datang terlambat pada saat ujian nanti" tanya Gozali pada Lando, Sid, Cokie, dan Rama.
Kayak mau kawin aja, kata Sid membuat Gozali menatapnya galak.
inish Kami selalu datang terlambat waktu ujian dan nggak pernah ada masalah, kata Cokie tenang. Kami tetap ranking paralel.
Jadi, tidak. Kami tidak bersedia, kata Sid menyambung Cokie.
Baik, baik, saya juga tidak mengharapkan apa pun dari kalian, kata Gozali. Saya cuma menyampaikan apa yang ingin disampaikan Kepala Sekolah. Asal tahu saja, saya bukan tidak mencegahnya. Jadi, sekarang, ayo lari sepuluh keliling. Pak, Bapak nggak kasihan sama saya" jerit Julia syok. Gozali memandang Julia seperti menilai sesaat, lalu melangkah pergi tanpa mengatakan apa pun. Julia langsung tertunduk lesu.
Kalo dia kasihan sama lo, gue berani gantiin lo lari, kata Sid Julia lantas menatap Sid sebal. Sid terkekeh, lalu mulai lari mengikuti Lando. Julia menatap keempat cowok itu dan akhirnya ikut lari sambil menyumpah.
Baik, sekarang kalian lakukan hal yang sama seperti kemarin, kata Gozali setelah semua anak berhasil menyelesaikan putaran ke sepuluhnya. Sid dan Julia terkapar karena tadi mereka saling berlomba untuk inish di urutan pertama.
Apa" sahut Sid terkejut. Bukan lingkaran bola basket bodoh itu lagi kan"
Ya, lingkaran bola basket bodoh itu lagi. Sekarang, ayo semua ke sana sampai pelajaran pertama berakhir, kata Gozali sambil meniup peluit tanda anak-anak ajarannya harus memasuki lapangan.
Ya ampun, keluh Sid sambil beranjak ke tengah lapangan sambil memegangi perutnya yang kram.
Mereka semua akhirnya berjatuhan di lingkaran. Gozali tidak meneriakkan mereka untuk berdiri sehingga tak ada satu pun dari mereka yang susah-susah melakukannya. Julia memeluk lututnya, lalu meletakkan dahinya di sana. Dia merasa sangat lelah setelah berlomba penuh semangat tadi.
Lo sih, kata Sid yang perutnya masih sakit. Pake lari kenceng-kenceng segala.
Suruh siapa lo ngebalap gue" sahut Julia kesal. Sid meliriknya sinis.
Walaupun lo nggak nyuruh, gue nggak bisa kalah sama cewek!
Nyatanya, lo kalah juga, kata Julia sambil tertawa mengejek. Dasar cowok imut.
Rama, Cokie, dan Lando terkekeh saat melihat wajah Sid yang kecut.
Eh, itu kan karena gue belum sarapan! Perut gue kram! sahutnya membela diri.
Alah, alesan lo. Udah deh, cowok imut bisanya cuma difoto doang, kata Julia, lalu membuat berbagai ekspresi seakan dia sedang difoto. Ekspresinya macam-macam, ada yang meringis, mengedip, senyum tiga jari. Pokoknya, kesemuanya berhasil membuat Rama, Cokie, dan Lando tertawa terbahak-bahak.
Lo... lo& , kata Sid menahan amarah ketika Julia membuat ekspresi sok seksi dengan bibir sedikit dimanyunkan.
L-l-l-l-lo apa" Dasar gagu, kata Julia lagi. Sekarang Cokie malah sudah berguling-guling saking gelinya.
Baru ketika Sid akan membalas Julia, Gozali berteriak agar tidak berisik. Sid lantas menahan amarahnya. Wajahnya bahkan sudah merah, sangat kontras dengan rambut pirangnya.
Julia tak banyak memerhatikan. Dia merasa sangat lelah dan ngantuk. Detik berikutnya, dia sudah tertidur pulas. Julia tak tahu sudah berapa lama tidur sampai akhirnya dia merasakan sakit di rusuknya. Julia membuka mata, lalu menatap garang Sid yang ternyata dari tadi menyikutnya. Setelah melihat tampang Sid yang tak biasa, Julia paham.
Ada Godzilla, ya" tanyanya takut-takut. Sid, Cokie, dan Rama mengangguk cemas. Julia menarik napas, berdiri, lalu berbalik sangat pelan. Gozali sudah memelototinya. Julia menggigit bibirnya sebentar, lalu mengeluarkan senyum termanis sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Sid mengerang jijik di belakang Gozali. Gozali tampak tidak peduli. Selamat siang, Julia, kata Gozali datar. Siang, Pak, kata Julia serbasalah.
Gozali menghela napas. Kali ini kamu saya bebaskan, tapi saya tidak mau bertemu kamu di sini lagi besok. Mengerti"
Julia menganggukkan kepalanya secepat dan sekeras yang dia bisa, sampai dia bisa mendengar suara berkeletak dari tulang lehernya. Julia meringis kesakitan sambil memijat lehernya.
Ngerti, Pak, kata Julia sambil mengangguk. Kali ini lebih wajar.
Baiklah. Kamu silakan masuk ke kelas. Yang saya maksud, Julia, kata Gozali begitu melihat keempat anak laki-laki bergerak mengikuti Julia. Keempat anak itu terhenti, lalu
High School Paradise Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menatap Gozali kesal. Kalian tunggu di sini. Saya belum selesai.
Yuk, semua, duluan ya" kata Julia ceria, membuat Sid mengepalkan tangan padanya.
e e e Julia merasakan tubuhnya seperti baru dihantam godam. Seluruh ototnya terasa pegal. Dia bahkan hampir-hampir tidak bisa menyeret kakinya pulang ke rumah. Sekarang dia bersyukur. Entah dengan kekuatan apa, dia berhasil mencapai pintu rumahnya.
Bagaimana dengan sekolah Julia, Pa" jerit Mama begitu satu kaki Julia masuk ke rumahnya. Julia terkesiap, lalu segera berlindung untuk mendengar pembicaraan itu. Dia harus tetap sekolah!
Kita pindahkan dia ke sekolah yang tidak terlalu mahal, kata Papa, membuat hati Julia memberontak. Dipindahkan"
Dia pasti sedih, kata Mama, sekarang terdengar lebih tenang. Semua temannya ada di sana.
Dia harus pindah, Ma. Kita tidak bisa membiayai lagi. Uang Papa sudah mulai menipis, kata Papa. Suaranya terdengar murung.
Julia memutuskan menyudahi persembunyiannya, lalu menghampiri kedua orangtuanya yang sedang duduk di sofa. Mata Mama melebar saat melihat Julia.
Ju" Nak, kamu dengar" tanya Mama, membuat Papa ikut menoleh dan air mukanya berubah cemas.
Ma, Pa, kasih aku kesempatan, kata Julia bersungguhsungguh. Dan Julia bersumpah baru kali ini dalam hidupnya dia seserius itu. Aku pasti bisa dapet beasiswa dan terus sekolah di Athens.
Tapi, untuk dapat beasiswa, kamu harus masuk kelas khusus tahun depan! sahut Mama histeris.
Julia pasti bisa, Ma, kata Julia yakin, lalu menatap Papanya. Papa sama Mama cuma harus percaya sama Julia. Kasih Julia waktu sampai kenaikan kelas.
Papa terdiam sejenak, seolah menimbang-nimbang. Mama menatapnya cemas. Tak lama kemudian, Papa mengangguk.
Papa percaya sama kamu, Julia. Kamu pasti bisa, katanya membuat Julia bersorak girang dan menghambur ke arah orangtuanya.
Thanks, Pa, Ma! Julia nggak akan ngecewain kalian! seru Julia, lalu naik ke kamarnya sambil melompat-lompat girang.
Begitu masuk ke kamarnya, Tasha, adiknya, sudah menunggu sambil membaca Bobo. Julia segera memeluknya erat-erat.
Kak! Kak Juju! Nggak bisa napas nih! seru Tasha membuat Julia tersadar dan melepasnya. Tapi, Tasha tidak luput dari serangan cubitan Julia.
Tasha! Kakak pasti bisa! Huahahaha! seru Julia sambil berdiri dan membuat gerakan seperti Sailormoon yang hendak berubah. Tasha menatapnya heran.
Ih, Kakak bodoh, katanya spontan, lalu sambil membawa majalahnya meninggalkan kamar Julia.
Julia terduduk putus asa. Bahkan, anak berumur tujuh tahun sudah mengetahui kemungkinannya masuk kelas khusus yang sama dengan nol. Julia menghela napas, lalu membanting tubuhnya ke atas ranjang. Matanya terpejam.
Terlalu banyak yang ditanggungnya sebagai remaja berumur enam belas. Seharusnya, cewek seusianya sedang jalan-jalan ke mal, nonton, pacaran, dan bukan belajar sampai otaknya kram dan bekerja paruh waktu seperti dirinya.
Tapi, Julia bukan cewek biasa. Sebenarnya, dulu Julia cewek biasa yang melakukan ritual-ritual cewek seusianya biasa lakukan. Semuanya berubah saat Papanya yang pengusaha terkenal ditipu rekan bisnisnya dan mengalami kebangkrutan. Kehidupan Julia berbalik seratus delapan puluh derajat. Tak ada lagi mobil, rumah mewah, dan uang saku yang bisa membeli puluhan CD sekaligus.
Awalnya, memang sempat frutrasi. Untungnya, Julia bukan cewek kaya yang manja dan bergantung pada orang lain. Dari kecil, Papa telah mengajarkan untuk tetap rendah hati dan tegar dalam keadaan apa pun. Sekarang Julia telah melakukannya dengan menjadi cewek yang tegar dan tak kenal putus asa.
Walaupun tak ada lagi temannya di Athens karena semuanya menghindar begitu mengetahui kabar kebangkrutan usaha orangtuanya, Julia tak mau pindah dari sana. Menurutnya, Athens adalah hidupnya, tempat dia sudah menghabiskan dua tahun hidupnya. Tadinya Julia mau-mau saja meninggalkan Athens, sampai dia bertemu dengan Aida yang baik dan mau berteman dengannya tanpa memandang status sosial.
lima pagi untuk menyelesaikan satu soal isika yang menurut
Sekarang, untuk tetap tinggal di Athens, Julia harus masuk ke dalam sebuah kelas yang merupakan kelas all-star, tempat berkumpulnya para makhluk paling pintar di Athens. Di Athens tidak ada kelas akselerasi. Sebagai gantinya, anak-anak kelas dua belas yang berpotensi dikumpulkan di dalam kelas khusus. Dalam kelas itu disediakan program beasiswa bagi para siswa yang membutuhkan.
Julia menghela napas dan bangkit mengambil buku pelajaran. Dia bermaksud belajar lagi, yang sudah rutin dilakukannya selama dua minggu terakhir ini. Walaupun tak ada satu soal yang dimengerti, dia selalu berusaha menemukan pemecahannya. Tak jarang Julia baru tidur pukul setengah lima pagi untuk menyelesaikan satu soal isika yang menurut Aida sangat mudah dan dikerjakannya dalam hitungan detik.
Julia harus mengeluarkan baju kerjanya untuk menemukan buku latihannya. Julia menatap baju kerja itu hampa. Baju kerja itu adalah sepasang blus dan rok pendek berwarna ungu tua yang menurutnya sangat norak. Kalau tidak terpaksa, Julia tidak akan mau mengenakannya. Julia hanya mengenakannya saat melayani para pelanggan di restoran tempatnya bekerja.
Soal restoran ini, tak ada satu pun dari orang tuanya yang tahu. Julia selalu pulang malam karena berkilah sedang belajar di tempat Aida. Julia tak ingin mereka tahu. Mereka pasti akan segera melarang, dan Julia tidak punya pemasukan untuk menambah tabungan. Julia bertekad mau menyekolahkan Tasha dengan uang itu supaya Papa tidak perlu memikirkan hal-hal lain selain menafkahi keluarganya.
Julia melempar baju itu ke pojokan, lalu duduk di meja belajarnya. Begitu mulai membuka lembar pertama, dia segera menguap lebar.
Pasti ada kutukan di setiap buku pelajaran, kata Julia lelah, bercampur kesal. Peri goblok mana sih yang ngasih, katanya lagi, dan kemudian mengambil pensil dan mulai mengerjakan soal.
e e e Caught Up! Sudah lima hari ini Julia selalu terlambat datang ke sekolah. Lupakan perjanjian dengan Gozali yang tak akan mengulanginya lagi. Julia selalu mengulanginya sampai Gozali heran.
Apa kamu bermaksud memecahkan rekor empat anak ini" tanya Gozali di hari kelima keterlambatan Julia.
Wah, itu sih nggak mungkin, Pak, kata Julia, sudah tak tahu harus menghadapi kemarahan Gozali dengan cara apa. Tapi, Pak, saya nggak bermaksud terlambat.
Jadi, maksud kamu apa" tanya Gozali, menahan amarahnya.
Maksud saya& em... apa ya, Pak" Saya kok jadi bingung, kata Julia membuat Cokie, Rama, Sid, dan Lando mendengus. Kayaknya sih nggak ada maksud apa-apa.
Gozali menatap gadis itu geram. Sudah lima hari dia datang terlambat. Selama itu juga dia tertidur di sela-sela hukumannya. Lima hari ini menjadi hari yang ekstraberat bagi Gozali.
Baik, kata Gozali, berusaha sabar. Rupanya, kamu tidak menghargai kebaikan saya yang dulu itu. Kalau begitu, ucapkan halo pada teman-teman seperjuangan kamu mulai sekarang.
Halo, kata Julia lirih, disambut kekehan Cokie dan Rama.
Yak, mulai saat ini, hukuman yang saya berikan kepada kalian sama. Tidak ada keringanan lagi, kata Gozali sambil melirik Julia yang tertunduk lesu. Sekarang hukumannya agak berbeda. Kalian berjemur dulu di lapangan bola basket. Tidak boleh duduk atau tiarap. Setelah itu, lari keliling lapangan. Biar ada variasi sedikit.
Sebenarnya Gozali sedang ada urusan mendesak soal seorang muridnya sehingga tak bisa memikirkan hukuman yang lebih kreatif. Tapi, dia menolak untuk membaginya dengan kelima anak bengal ini.
Kelima anak itu berjalan gontai menuju tengah lapangan dan berdiri di sana. Gozali bergegas pergi ke ruang guru. Julia mengeluarkan desahan berat. Rama menatapnya ingin tahu.
Jules, sebenernya ada apaan sih" Udah lima hari lo telat, kata Rama menarik perhatian ketiga cowok yang lain. Julia menatap Rama ragu.
Nggak ada apa-apa. Akhir-akhir ini gue agak& ng& sibuk, dalih Julia.
Sibuk belajar buat masuk kelas khusus" kata Sid seperti menohok jantung Julia. Ya ampun... sebegitu pengennya lo mau masuk kelas khusus"
Julia diam saja. Dia memilih memelototi Sid.
Kenapa sih Jules" tanya Cokie. Lo kok ngebet banget masuk kelas khusus" Susah, lho. Masuk ke sana harus siap bakal diikutin sejibun lomba. Belum lagi olimpiade. Dan kalo nilainya turun, lo bisa masuk ke kelas reguler.
baru mendapatkan nilai isika merah. Jelas-jelas Julia tidak
Bukannya Julia tidak tahu soal hal itu. Tapi, Julia sudah bertekad mendapatkan beasiswanya, apa pun risikonya.
Nggak kenapa-napa, kata Julia sambil memijat dahinya. Kepalanya sudah terasa pusing ketika dia bangun tidur tadi. Kalian nggak usah cerewet.
Heh, jarang-jarang kita peduli sama orang! sahut Sid mengamuk. Bukannya berterima kasih, dasar cewek bego.
Julia menelan bulat-bulat kekesalannya. Kemarin, dia baru mendapatkan nilai isika merah. Jelas-jelas Julia tidak bisa mengejar ketertinggalannya dalam waktu dua pekan saja. Pekerjaannya kemarin hampir membunuhnya. Semalam, usaha Julia untuk belajar sama sekali nihil. Dia masih mengalami kebuntuan.
Rasanya Julia mau menangis. Tapi, itu ditahannya. Julia tidak bisa menangis di depan empat anak yang hampir-hampir tidak dikenalnya, kecuali memori-memori menyedihkan semasa dihukum selama lima hari ini. Dia juga tidak mau menyusahkan orang lain.
Heh" Kok tumben diam aja" tanya Sid bingung ketika Julia bergeming. Dia lantas mengetuk-ngetuk kepala Julia. Woi. Halo" Apa masih ada penunggunya"
Julia melirik Sid sebal, tapi tak melakukan apa pun. Alis Sid terangkat karena lagi-lagi Julia tidak membalas perlakuannya. Dia menatap ketiga temannya, tapi semuanya mengangkat bahu. Sid kemudian mencubit kedua pipi Julia.
WADAW! seru Julia kesakitan. Lo kira-kira ya! sahutnya lagi, lalu memukul kepala Sid. Sid malah mengelus dadanya dengan penuh rasa syukur.
Duh, masih kayak dulu. Gue pikir lo akhirnya berubah jadi cewek normal, katanya, dan Julia kembali memukulnya.
Tak terasa tiga puluh menit sudah berlalu. Julia merasa kepalanya akan meledak dalam hitungan detik. Gozali belum muncul juga. Julia bertanya-tanya, apakah Gozali mau memberinya kelonggaran kalau dia bilang semalam dia belajar sampai pendarahan otak. Memikirkan kecilnya kemungkinan itu, Julia tidak jadi melakukannya.
Kepala Julia semakin berat dan rasanya mau pingsan. Julia menatap keempat anak yang sedang dihukum bersamanya. Keempat cowok itu tampaknya sudah sangat terbiasa dihukum. Jadi, sekarang mereka malah mengobrol dengan santai tentang sesuatu yang tidak dimengerti Julia.
Eh, kata Julia sambil menarik kemeja Sid. Sid menoleh dan menatap Julia.
Apa" tanyanya, merasa sebal obrolannya tentang bola dengan Cokie diputus.
Gue pinjem punggung lo bentar ya, kata Julia sambil menyandarkan dahinya ke punggung Sid. Sid menatap Cokie yang sama bingung, lalu mengangkat bahu.
Jangan ngiler ya, kata Sid, lalu meneruskan obrolannya. Julia menggumam tak jelas, lalu dengan cepat terbawa ke alam mimpi. Tak lama kemudian, terdengar suara Gozali dan Julia tersentak. Badannya terhuyung ke belakang.
Eh! seru Rama dan menangkap badan Julia. Lo nggak apa-apa, Jules"
Julia dengan segera melayangkan pandangan terima kasih pada Rama, lalu menepuk-nepuk pipinya sendiri.
Yak, sekarang waktunya lari! seru Gozali ceria. Julia menarik napas panjang, mengembuskannya, lalu berlari dengan segenap sisa kekuatannya. Sid, Cokie, Lando, dan Rama menatapnya heran. Mereka sama-sama merasa hari ini ada yang salah dengan Julia. Cewek itu terlihat pucat dan tidak bersemangat seperti biasanya. Tapi, melihat keadaannya yang sekarang sudah lari satu putaran, mereka yakin dia baikbaik saja, lalu menyusulnya berlari.
Julia sebisa mungkin mengatur napasnya. Dia bisa melihat Aida yang memberinya semangat dari lantai dua. Julia nyengir sambil melambai. Tapi, Gozali berdeham sehingga Julia meneruskan berlari. Pagi ini terasa sangat terik. Tidak biasanya Julia merasa kepayahan saat berlari. Dia sekarang sudah tersusul oleh Cokie, Rama, dan Lando. Mereka semua, kecuali Lando, kalau mengangkat bibir sedikit bisa dibilang senyuman, nyengir saat mendahuluinya.
Mendadak Julia merasakan sesuatu mengalir dalam hidungnya dan tercium bau amis. Julia berhenti berlari, lalu menyeka hidungnya. Julia menatap tangannya yang dibasahi darah dan hanya bisa melongo. Dia bisa mendengar jeritan histeris Aida.
Keempat cowok itu, dan semua orang yang ada di sana, kaget mendengar jeritan Aida. Sid yang pertama sadar Aida sedang menatap ngeri Julia, lalu segera berlari ke arahnya. Sid sampai tepat di belakang Julia untuk menangkap tubuhnya yang roboh.
Sid! seru Rama sambil berlari ke arah Sid yang sekarang sudah menggendong Julia yang pingsan. Bawa ke UKS!
Sid mengangguk dan berlari sekuat tenaga ke UKS tanpa mengindahkan Gozali yang menatap mereka bingung.
e e e Goblok, goblok, gumam Julia sambil memukuli dahinya sendiri. Sekarang dia ada di UKS, menatap langit-langitnya dengan hidung tersumbat gumpalan tisu. Kepala Julia sudah terasa baikan sekarang. Mungkin karena akhirnya bisa tertidur.
Terdengar suara pintu terbuka. Julia menengok, berharap itu Aida. Tapi yang terlihat adalah Sid, dengan kemeja berlumuran darah. Setelah itu, Rama, Cokie, dan Lando ikut masuk.
Sialan, si Godzilla nggak ngebolehin gue pulang ganti baj.... Huahaha! sahut Sid begitu melihat Julia. Julia menatapnya heran.
Kenapa lo" tanya Julia dengan suara seperti orang pilek akibat sumpalan pada hidungnya.
Bentuk lo... aduh! Sid menghentikan kata-katanya karena Rama memukul kepalanya.
Hai Jules, gimana, udah baikan" tanya Rama sambil berdiri di samping Julia.
Yah& lumayan, kata Julia, masih memerhatikan Sid yang tampak malas memandangnya. Kunyuk itu kenapa sih"
Udah, lo jangan ngomong dulu. Gue nggak tahan liat lo, kata Sid sambil menahan tawa.
Jago Dari Seberang 2 Dara Getting Married Karya Citra Rizcha Maya Kilau Bintang Menerangi Bumi 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama