Ceritasilat Novel Online

Asleep Or Dead 4

Asleep Or Dead Karya Bunbun Bagian 4


Ya Alloh, nambah lagi amanat dari orangtua. Gimana ini urusannya, satu, dua, tiga... haduh haduh haduh. Yang satu lagi orangtuanya 'untung' gak demen ama Gua, tapi tetep aja, ada tiga amanat dari orangtua yang harus Gua pikirkan matang-matang, yang mana yang mau Gua jalani. Ckckckck... Ampun asli ampuuun.
"Insha Alloh Budeh, saya jagain Mba Siska..",
"Dan terimakasih, Budeh sudah mengizinkan hubungan kami berdua..", jawab Gua kali ini tanpa canggung lagi.
"Iyo sama-sama Le'",
"Kalau memang jodoh ya alhamdulilah toh..",
"Sekarang kamu selesaikan dulu pendidikan mu, raih cita-citamu yo Le'..", "Jangan sampai pacaran mengganggu kuliah mu Le'..",
"Toh tujuan kuliah mu kelak untuk bisa membahagiakan masa depan keluarga mu kan..", ucap Bu Rw panjang lebar.
Gua tersenyum dan mengangguk, tapi pikiran Gua melayang jauh entah kemana.
Tidak lama kemudian, Mba Siska keluar dari bagian dalam rumah lainnya. Dan dan dan daaaaann... She's so fakin' beautiful today!!!. Emang dasarnya kalau orang cantik ya cantik aja sih, mau gimana juga tetep aja cuantik. Tapi sore ini kok beda bangeeettt. Duh ck ck ck.. Saingan dah bener nih kekasih hati sama tiga perempuan lain buat Gua nikahin. Fix, kudu lebih cermat lagi milih pendamping buat Gua persunting.
"Udah lama Za ?", tanyanya ketika sudah berdiri di samping sofa yang Gua duduki.
"Enggak kok Mba, baru aja..",
"Ditemenin sama Ibu mu ngobrol daritadi, he he he...", jawab Gua.
"Ooh..", "Bu, aku pamit keluar dulu ya sama Eza", ucapnya kepada Ibunya itu. Bu Rw pun mengangguk dan tersenyum menyetujui anak keduanya pergi bersama Gua. ...
"Mba, kita mau kemana ?", tanya Gua bingung sambil berjalan berdampingan dengannya. "Ke rumah kamu", jawabnya tanpa menoleh kearah Gua sedikitpun.
What da faaaakkk "!!! Ah gile, yang bener aja ini Mba "! Oh no no no nooooo... Di rumah... Di rumah itu ada... Ada... Ada... Ada-ada aja emang ini, kuampreeettt!!!.
"Mba sebentar..", ucap Gua seraya memegang lengannya.
Kami pun berhenti di depan rumah Unang.
"Kenapa ?", "Gak boleh aku main ke rumah mu Za ?", tanyanya dengan sorot mata yang tajam.
"Euu..", "Bukan.. Bukan gitu Mba..",
"Maksud aku tuh, kenapa kamu enggak bilang disms aja kalau kamu yang mau main ke rumah ku..", "Kan tadi kamu smsnya nyuruh aku yang ke rumah mu, kenapa sekarang malah balik ke rumah ku ?".
"Salah ya kalau aku minta jemput ke pacar aku sendiri ?", tanyanya masih dengan tatapan yang tajam.
"Bukan gituuu..",
"Rumah kita deket loch, masa minta jemput Mba ?".
"Bisa tanggungjawab gak sih kamu jadi laki "!!", nada suaranya tajam menusuk hati Gua. Gua menghela napas kasar, lalu memejamkan mata sejenak.
"Mba..", "Maafin aku ya, iya aku salah...", "Aku salah tanggap maksud sms kamu..", "Aku paham sekarang, maafin aku ya..".
Gua mengerti sekarang tujuan Mba Siska meminta Gua untuk menyambangi rumahnya dahulu baru pergi ke rumah Gua. Karena maksudnya agar Gua menunjukkan sopan-santun dan juga tanggungjawab di depan orangtuanya. Bukan perkara rumah dekat atau sekedar minta jemput. Tapiiii... Ternyata eh ternyata... Ada udang juga dibalik rempeyek.
"Aku udah cerita ke Ibu soal hubungan kita Za..",
"Beliau gak masalah, dan tadi aku sengaja minta kamu ke rumah dulu, biar Beliau percaya kalo kamu bisa jagain aku, tanggungjawab atas diri aku, walaupun cuma sekedar main ke rumah mu...", jelasnya.
"Iya Mba maaf maaf...",
"Maaf ya Mba..", ucap Gua lagi. "Ya udah ayo jalan lagi..".
Gua pun berjalan lagi menuju rumah Nenek, mengikutinya satu langkah dibelakangnya. Semakin mendekati rumah, kok semakin berat aja ini langkah, feeling Gua gak enak banget ini. Ampun deh ampun beneran.
"Mba..", ucap Gua ketika tinggal 2 rumah lagi sampai di rumah Nenek.
Mba Siska berhenti berjalan lagi, lalu menengok kebelakang dimana Gua berdiri, lalu senyuman itu, ah Mbaaaa... Aku minta ampun Mba.
"Aku mau ketemu Echa..", ucapnya dengan senyuman indah menawan diiringi tatapan mengancam jiwa dan raga Gua.
God please help me... Ini nih rempeyek bertabur udang, krenyes, krekes, kripesss... Bingung Gua, kok bisa tauuuu ada Echa di rumah!
... Kami berdua sudah berada di teras depan kamar sekarang, tentunya dengan Teteh juga disini. Tidak sempat duduk, dengan keadaan berdiri, obrolan pun dimulai...
"Hai Mba apa kabar ?".
"Baik Cha, kamu sehat ?". "Alhamdulilah sehat Mba..".
"Tapi kok kayaknya kurang sehat ya..".
"Masa sih Mba ?",
"Aku sehat ah, apa muka ku kelihatan pucat ?".
"Enggak..", "Sama sekali enggak kelihatan pucat kok..", "Tapi...".
"Tapi kenapa Mba ?".
Mba Siska menghela napas pelan lalu menyunggingkan senyuman tipis.
Gua yang daritadi diam pun semakin penasaran apa yang ingin diutarakan Mba Siska kepada Echa.
"Tapi kalau kamu memang sehat, seharusnya kamu enggak berada disini Cha..", ucap Mba Siska dengan nada dingin.
"Ma.. Maksudnya apa ya Mba ?", tanya Echa lagi semakin bingung.
"Ck..", "Cha.. Kamu pikir aku enggak tau setiap hari kamu ada dimana ?", "Berapa hari kamu nginap disini ?", lanjut Mba Siska.
Degh... Jelas Gua dan Echa terkejut mendengar ucapan kekasih hati Gua itu.
"Maaf Mba..", "Aku bisa jelasin, kayaknya ada kesalah pahaman diantara kita Mba..", jawab Echa. "Cha, Kamu tau Eza pacaran sama aku sekarang ?", tanya Mba Siska.
"Iya Mba aku tau kalian udah pacaran..",
"Tapi aku main kesini gak ada maksud untuk ngerusak hubungan kalian berdua Mba..", jawab Echa. "Kamu udah ngerusak hubungan kami berdua Cha".
"Mba, maafin aku..",
"Aku..", ucapan Echa terpotong.
"Cha denger baik-baik ya..",
"Siapa yang gak akan salah paham kalau pacarnya setiap hari di datengin sama orang lain ?", "Bahkan sampai nginap loch!".
"Iya aku tau, tapi aku sama Eza kan memang dekat dari dulu..",
"Kami sahabatan dari kecil Mba, dan aku yakin Mba juga tau akan hal itu..", ucap Echa lagi. "Dan aku pun tau kalau kamu suka sama Eza selama ini", balas Mba Siska. Echa langsung terdiam dan tidak menjawab lagi.
"Cha, gini deh ya..",
"Kalau posisinya dibalik kamu mau ?", "Mau kamu Cha ?",
"Aku putusin Eza sekarang di depan kamu", "Tapi setelah itu aku ajak dia tinggal di kontrakan ku...", "Rela kamu Cha ?", tanya Mba Siska dengan nada bicara yang sangat sinis. Echa tertunduk tanpa berani menatap wajah Mba Siska. Gua menghela napas pelan.
"Mba, udah cukup ya Mba..", ucap Gua. "Kamu cemburu belebihan..".
"ZA!", teriaknya kepada Gua.
"Kamu itu punya perasaan gak sih "!", "Dimana hati kamu "!",
"Mudah ya kamu ngomong aku cemburu berlebihan!", lanjutnya yang emosi kepada Gua.
"Bukan gitu Mba.." "Aku..".
"Stop Za! Stop kamu berdalih lagi!",
"Jawab yang jujur sekarang Za, kamu juga suka kan sama Echa "!", tanyanya. "Iya aku suka sama dia", jawab Gua langsung.
Mba Siska langsung tersenyum seraya menggelengkan kepala.
"Tapi rasa suka aku ke dia gak lebih dari rasa suka dan sayang seperti adik ke kakaknya..", "Aku udah anggap Echa sebagai kakak aku Mba...", lanjut Gua.
"Ck, mau sampai kapan kamu ngelak sih Za ?", ucap Mba Siska.
"Aku gak ngelak..",
"Ngapain aku macarin kamu sekarang, kalau kesempatan buat macarin Echa dari dulu udah terbuka lebar buat aku ?", jelas Gua,
"Kamu harus tau Mba, aku udah pernah nolak Echa waktu kami masih SMA..", lanjut Gua menjelaskan lagi.
Mba Siska tampak terkejut kali ini mendengar penjelasan Gua.
"Aku milih kamu, karena aku sayang sama kamu Mba..", "Aku cint..", ucapan Gua terhenti.
Ya, Gua tidak bisa lagi melanjutkan kalimat yang tulus dari dalam hati Gua untuk Mba Siska. Karena suara isak tangis dibelakang Gua menyadarkan diri ini. Bahwasannya kini Gua melukai lagi hati seorang perempuan yang istimewa.
Gua tertunduk, lemas rasanya tubuh ini mendengar suara isak tangisnya itu. Tapi ada sebuah pelukkan yang langsung mendekap tubuh Gua dari depan.
"Cha, kamu denger sendiri apa yang dikatakan Eza kan ?", ucap Mba Siska yang masih memeluk Gua.
Gua tidak bisa melihat Echa, entah dia menjawab apa dari belakang Gua. yang jelas, hanya suara tangisnya lah yang bisa Gua dengar.
Lalu Gua pun tertunduk, dan menyandarkan kening ke bahu kanan Mba Siska yang masih memeluk tubuh ini ketika Gua dengar suara langkah kaki yang berlari menjauh dari teras keluar sana. Tidak lama suara mesin mobil hunda civik menyala dan lama-kelamaan suara mobilnya menghilang, menjauh dari pendengaran Gua.
"Enggak usah kamu mikir kenapa aku bisa setega tadi..", "Mancing kamu untuk ngungkapin perasaan ke aku di depan dia",
"Karena aku pun berharap ungkapan kamu tadi itu tulus adanya..", ucap Mba Siska dengan wajahnya yang berada tepat disamping wajah Gua.
Lalu Mba Siska mengendurkan pelukkannya, kedua tangannya kini memegangi sisi pinggang Gua. Wajah kami saling berhadapan, dia menatap lekat-lekat mata Gua.
"Za..", "Dengar baik-baik..", kedua tangannya kini memegangi wajah Gua dengan lembut, "Dari awal aku ngejalanin hubungan ini sama kamu, sama sekali enggak ada niat untuk main-main..", "Jadi enggak ada celah sedikitpun yang aku biarkan untuk perempuan lain singgah di hati kamu..", jelasnya.
"Kecuali...", ucapannya terhenti.
Beberapa detik kami saling terdiam dan hanya saling menatap satu sama lain. "Kecuali kamu memang enggak ada niat serius sama aku", tandasnya.
Gua menelan ludah mendengar ucapannya itu. Gua menghela napas seraya memejamkan mata sebentar.
"Mba, aku cinta sama kamu..", ucap Gua akhirnya.
"Bukan..", "Bukan itu persoalannya..", "Aku tanya ke kamu..",
"Kamu serius atau enggak ngejalanin hubungan ini ?", tanyanya.
"Aku serius sama kamu, aku serius ngejalanin semuanya sama kamu Mba..", jawab Gua. "Kalau gitu batasi hubungan kamu dengan perempuan lain mulai sekarang..", ucapnya dingin. Apa-apaan ini " Kok dia malah membatasi hubungan Gua...
"Mba, kenapa kamu jadi kayak gini ?", tanya Gua heran.
"Karena aku tau kelakuan kamu selama ini Za...",
"Enggak salah memang kalau kamu bersikap baik ke semua orang", "Tapi akan berbeda jika kamu memberikan kebaikkan itu ke setiap perempuan", "Kamu pasti ngerti apa yang aku maksud.." jelasnya.
... Kini Gua sedang makan malam bersama sang kekasih, makan nasi goreng pinggir jalan yang rasanya enak sih, tapi indra pengecap Gua sedang tidak berfungsi dengan baik saat ini, rasa nasi goreng menjadi hambar, karena pikiran Gua jauh memikirkan ucapan sang kekasih tadi. "Kok enggak dimakan lagi ?", tanya Mba Siska dari samping Gua.
"Eh..Euu..", "Enggak apa-apa Mba, udah kenyang..", jawab Gua pelan.
Mba Siska langsung menaruh sendok dan garpunya diatas piring makan. Gua melirik kearahnya, ternyata makanannya pun belum habis.
"Pulang yuk..", ucapnya seraya berdiri dari bangku plastik.
Kami berdua kini sudah berada di dalam si Black menuju arah pulang. Malam yang panjang sepertinya bagi Gua.
"Za..", "Mau kamu sekarang gimana ?", tanyanya memecahkan keheningan diantara kami sejak dari tempat makan.
Gua masih fokus mengemudi, lalu ketika melintasi gedung pemkot, Gua arahkan si Black ke kiri dan menuju kearah tempat tongkrongan warga kota. Kami berdua kini duduk di sisi kolam setelah memesan dua Bansus.
"Mba..", "Aku minta maaf udah enggak jujur soal Echa selama ini..",
"Maksud aku.. Aku gak bilang kalo selama liburan Echa sering kerumah dan nginap..", ucap Gua memulai obrolan.
Mba Siska menatap langit malam diatas sana yang betabur bintang, senyuman kecil tampak terlihat dari wajahnya ketika Gua melirik kearahnya.
"Za, aku enggak akan se-protektif ini kalau kamu gak nakal dari dulu", ucapnya dengan wajah yang masih menengadah ke langit.
Gua hanya terdiam, menunggu penjelasannya lebih jauh.
"Aku udah bilang waktu kita saling jujur kan, kalo aku suka sama kamu sejak lama..", ucapnya lagi, "Kamu tau sejak kapan perasaan aku ini mulai tumbuh untuk kamu Za ?", tanyanya kemudian. Gua hanya menggelengkan kepala dengan wajah menghadap dirinya.
"Sejak kamu ditinggal adik sepupu ku..",
"Sejak dia udah enggak ada lagi di dunia ini", lanjutnya.
Gua cukup terkejut mendengar ucapannya itu, Alm. Dini berpulang tahun 2002. Dan itu artinya Mba Siska sudah menyukai Gua selama 4 tahun lalu.
"Mba, aku juga udah bilangkan kalo aku suka sama kamu udah lama, dan aku gak pernah berani selama itu ngungkapin perasaan aku ke kamu..",
"Jujur aja Mba, bagi aku, mendapatkan kamu tuh salah satu goal ku selama ini Mba..", ucap Gua.
"Makasih..", "Aku cuma minta sama kamu satu hal..",
"Jadilah lebih dewasa menjalani hubungan ini Za..", pintanya.
"Iya Mba, tapi aku juga minta sama kamu, tolong jangan berlebihan menyikapi hubungan aku dengan teman perempuan ku..", balas Gua.
"Eza, mau sampai kapan kamu main-main dengan perempuan ?", tanyanya lagi seraya menengok kearah Gua.
"Aku enggak main-main kok Mba..",
"Aku udah bilang kan, kalo aku mau mainin kamu ataupun Echa, dari dulu aku pacarin Echa, dan aku gak akan ngomong jujur ke Echa soal hubungan kita saat ini..", jelas Gua.
"Kalau kamu enggak main-main, kenapa bisa kamu ciuman dengan Sherlin waktu masih ada Dini ?", tanyanya lagi,
"Lupa kamu siapa yang kamu pacari saat itu " Dini atau Sherlin ?", tanyanya lagi semakin memojokkan Gua.
"Sebentar Mba, kamu kenapa jadi ngungkit kejadian yang udah lama gitu ?", "Maksudnya apa ?", tanya Gua sedikit emosi.
"Apa kamu bisa nunjukkin ke aku kalau kamu udah berubah ?", "Itu awal kamu selingkuhin Dini Za",
"Dan aku enggak tau setelah itu udah berapa banyak perempuan yang kamu pacari..", "Sampai akhirnya sekarang kita pacaran.."
"Dan nyatanya.. Masih ada aja perempuan lain yang dekat dengan kamu".
Oke Gua ngerti sekarang kenapa dirinya mengungkit soal masa lalu Gua. Karena dimatanya, gua belum berubah dari sejak pertama kali pacaran dengan Alm. Dini hingga sekarang dengan dirinya. Tapi kok Gua enggak terima...
"Mba gini aja deh, kalo kamu emang gak mau sama aku, kenapa kamu terima waktu kemarin-kemarin aku nyatain perasaan ke kamu ?", tanya Gua.
Mba Siska tersenyum, lalu menatapa Gua tajam.
"Kamu gak akan bisa berubah sampai kapanpun Za kalau pikiran kamu kayak anak kecil gini..", jawabnya.
"Anak kecil " Kamu yang kayak anak kecil, membatasi hubungan aku dengan teman aku..", balas Gua.
"Gini ya Za, kalau aku gak bahas masa lalu kamu, kamu akan terus nyakitin perempuan!", "Pikir sendiri kalau aku yang seperti kamu!",
"Aku jalan dengan laki-laki lain, aku ajak dia nginap di rumah ku!", "Bisa kamu terima "!", ucapnya menyentak Gua.
Fak! Salah ya salah aja! Anak kecil ya anak kecil ajalah Zaaa...Za! Damn!
"Sekarang terserah kamu ya Za, mau berubah atau enggak..",
"Yang jelas aku gak bisa jalanin hubungan ini kalau kamu gak bisa ngerubah sikap dan perilaku kamu!".
Ucapannya itu diiringi dengan tubuhnya yang bangkit dari duduk dan berjalan kearah sebrang jalan. Otomatis Gua pun mengejar dirinya. Gua mengekor dari belakang.
"Mbaa... Mba tunggu dong..", ucap Gua yang sedikit berteriak memanggilnya.
"Aku mau pulang Za, besok subuh aku harus pergi kerja lagi..", ucapnya ketika tangan Gua meraih lengannya dari belakang.
"Iya iya Mba..",
"Tapi jangan main pergi aja dong..",
"Ayo aku anter pulang..", balas Gua seraya menggenggam tangannya dan mengajaknya berbalik kearah si Black terparkir.
... Di dalam mobil, Gua berusaha mengajaknya bicara baik-baik, tapi sepertinya Mba Siska masih marah sama gua, dirinya hanya menanggapi ucapan Gua dengan menjawab 'Ya' atau 'Enggak'. Cape juga lama-lama, akhirnya Gua diamkan sampai kami tiba di depan rumah Nenek.
"Mba, maafin aku ya...", ucap Gua setelah menarik hand-break. "Ya..", jawabnya singkat tanpa memandang kearah Gua.
"Mba, aku mau berubah",
"Tolong kasih aku kesempatan..", ucap Gua lagi.
"Buktiin aja omongan kamu itu", balasnya dengan nada suara yang dingin.
Gua hanya bisa menatapnya ketika tangannya mulai membuka seatbelt, lalu badannya berbalik ke sisi pintu mobil dan hendak membukanya.
"Buka kuncinya Za..", ucapnya ketika pintu yang dia tarik tidak terbuka.
Gua tidak menjawab permintaannya itu, dan tidak juga membuka auto-lock. Kini Gua membuka seatbelt yang melingkari tubuh ini. Mba Siska menengok kearah Gua, lalu Gua tersenyum kepadanya. Mba Siska mencondongkan tubuh kepada Gua, mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Gua. Tangan kirinya menelusup kearah sisi panel auto-lock...
klik... "Aku pulang dulu..", ucapnya tepat ditelinga Gua.
Kampret! Kirain mau nyium, ah jantung Gua udah berdeguup kencang waktu wajahnya tepat berada didepan wajah Gua. Syit! Dikadalin ini namanya.
"Mba..", ucap Gua lagi seraya menahan tangannya yang hendak membuka pintu di sampingnya.
Gua langsung mendekatinya dan mencium bibirnya... Maunya gitu sih, tapi sial bagi Gua, telapak tangannya lebih cepat menutup bibir ini. Gua terkejut menatapnya, Mba Siska menggeleng pelan tanpa tersenyum.
"Mau berubah ?".
Gua mengangguk cepat karena tangannya masih menahan bibir ini. "Ya udah..", ucapnya lagi lalu melepaskan tangannya.
Kembali dirinya berbalik dan hendak keluar dari mobil. Heeuuuh, tunggu dulu atuh, cipika cipiki kek dikit. Gua tahan lagi dirinya, kali ini sedikit cepat dan sedikit kasar Gua putar tubuhnya. Plak...
Bangkeee... Gua digampar!
"Aku enggak suka dipaksa!", tandasnya dengan sorot mata yang tajam. Mamvus!
PART 19 "Maaf..", ucapnya.
Gua hanya bersandar ke jok mobil sambil memandangi teras depan rumah diluar sana setelah menerima tamparannya tadi. Beberapa menit kami saling terdiam, akhirnya Gua pun mematikan mesin si Black yang memang menyala sejak kami sampai daritadi.
"Aku yang minta maaf",
"Maaf udah enggak jujur sama kamu, maaf udah enggak ngertiin perasaan kamu, dan...", "Maaf untuk sikap memaksa tadi Mba", ucap Gua sambil menatap wajahnya. Gua genggam tangan kananya yang berada diatas pahanya.
"Maafin aku Mba..",
"Aku janji enggak akan bersikap seperti tadi lagi", lanjut Gua. Lalu Mba Siska langsung mengecup bibir Gua sekali... Cup..
"Maafin aku juga udah kasar sama kamu Za..", ucapnya pelan dengan jarak wajah kami yang masih sangat dekat.
Gua hanya terdiam dan menatap matanya, namun Mba Siska tidak balik menatap mata Gua, pandangannya sayu menatap bibir ini, lalu tidak butuh waktu lama untuk bibirnya kembali bersentuhan dengan bibir Gua...
?" ?" ?" Lama kami berciuman di dalam mobil, hingga nafas kami memburu. Tangan kirinya sudah meremas rambut belakang Gua sedari tadi. Tangan kanan Gua melingkar kebelakang pinggangnya. Dan akhirnya kami melepas pagutan bibir ini karena sedikit keringat yang timbul di wajah kami berdua menandakan oksigen dalam mobil sudah menipis.
"Za.. huuftt..", ucapnya seraya menyeuka keringat di keningnya. "Keluar yu Mba..", jawab Gua tersenyum kepadanya.
... Kami berdua berjalan berdampingan seperti yang sudah-sudah ketika Gua mengantarnya pulang. Mba Siska mengaitkan tangannya ke lengan kiri Gua tapi kali ini tidak menyandarkan kepalanya lagi ke sisi bahu Gua, ya wajarlah, rumah para tetangga masih banyak yang pintunya terbuka.
Ketika kami melewati rumahnya Unang, kedua orangtua Unang sedang bersantai di teras rumahnya, otomatis kami berdua menyapa mereka.
"Punteun Budeh-Padeh..", ucap Gua seraya berjalan pelan bersama Mba Siska. "Yoo mari Zaa..", ucap Bapaknya Unang.
"Loch " Le' kamu pacaran toh sama anak'e Pak Rw ?", tanya Ibunya Unang kali ini. Yaelah, mau enggak mau deh Gua dan Mba Siska berhenti berjalan. "Eh, euu.. Kita berdua deket aja Budeh..", jawab Gua malu-malu. "Wah, hebat yo, bisa macari Polw*n kamu tuh..", ucap Ibunya lagi. "Kapan mau dilamar Le' ?", tanya Bapaknya kali ini.
"Duuh, belum juga lulus kuliah ini Padeh.. Hehehe.. Nantilah..", jawab Gua.
"Oh iya ya, yowes biar jodoh ya Le', enak nanti besanan sama tetangga, deket lagi undangannya hehehe...", ucap Bapaknya lagi.
"Aamiin...", ucap Mba Siska yang mengamini ucapan Bapaknya Unang.
Gua menengok kearah Mba Siska di samping, dirinya tersenyum malu-malu. Tidak lama kami pun pamit, bukannya apa-apa, semakin kepo aja itu nanti pertanyaan. Gua yakin besok gosip sudah menyebar ke seluruh RT/RW nih.
Sekarang Gua sudah berada di teras rumahnya, duduk di bangku kayu. Mba Siska keluar dari dalam rumahnya dengan nampan yang diatasnya tersaji segelas kopi hitam.
"Silahkan sayang..", ucapnya dengan nada suara yang manis sekali.
Wah gile, ada apa gerangan ini, tumben-tumbenan Mba Siska manggil Gua sayang. Ini pertama kalinya dia manggil Gua dengan panggilan sayang. Masa sih cuma karena Gua minta kopi, itupun dia yang nawarin, ah gak nyambung banget. Kemudian sang kekasih pun duduk di bangku kayu sebelah Gua, terhalang meja kayu.
"Makasih ya Mba..",
"Mmm.. Mba..", panggil Gua.
"Iya Eza...", jawabnya semakin manis.
Dan Gua semakin heran, Mba Siska semakin aneh tingkahnya, dirinya tadi menjawab panggilan Gua seraya menyelipkan rambut kebelakang telinganya sambil melirik Gua dengan senyuman manissss sekaleeeh.
Kening Gua berkerut lalu, "Mba, kamu kenapa sih ?".
Mba Siska hanya menggeleng pelan tapi tetap dengan tersenyum kearah Gua. Sumpah deh, Gua bingung kenapa berubah gini sikapnya. Jelas-jelas sore tadi dirinya habis-habisan memarahi Echa dan Gua, apalagi ketika pulang sehabis kami makan, Gua kena tamparannya. Kok sekarang malah manis banget sikapnya, berubah 180 derajat ini ma.
"Mba sumpah ya, aku bingung...", "Kamu tuh kenapa sih ?",
"Kok jadi mendadak berubah gini ?", tanya Gua to the point.
"Cium dulu...",
"Baru aku kasih tau.. hi hi hi hi..", jawabnya seraya mengerlingkan mata dan tertawa pelan.
Wah... Wah... Wah... Enggak beres ini. Bener-bener enggak beres. Salah makan apa yak nih pacar Gua. Nasi goreng tadi apa yak. Ada apa ini sebenarnya, kalau Gua mesum pasti udah enggak pikir panjang buat nyium dia, tapi masalahnya bukan itu, masalahnya ada yang dia sembunyiin nih, jangan sampe Gua nyium dia tau-tau dia nodongin beceng ke Gua, siapa tau aja tuh beceng nyumput dibalik pinggangnya kan...
"Mba, cukup tadi aku kena gampar ama kamu, perih Mba sumpah..",
"Enggak mau aku kena gampar kamu untuk kedua kalinya..", jawab Gua sambil menggelengkan kepala cepat.
"Ya ampun masih kerasa perih ?",
"Duuuh sayaang kuu maaf yaaa..", ucapnya kali ini sambil bangun dari kursi dan menghampiri Gua.
Gua melotot kearahnya sambil memundurkan tubuh dan bersandar pada bahu kursi di belakang.
"Mba-Mbaa.. Ampun Mbaaa.", ucap Gua ketakutan ketika kedua tangannya mulai mendekati wajah Gua.
Cupp... dikecupnya kening Gua dengan kedua tangannya yang sudah memegangi wajah ini.
Gua yang tadi sudah memejamkan mata karena deg-deg-an kini kembali menatapnya, kali ini Gua tatap wajahnya dengan tatapan melongo. Mba Siska tersenyum dengan mata yang sudah berkacakaca. Aaarggghh... Kenapa sih dia " Kok aneh banget.
"Mba kamu kenapa ?", tanya Gua pelan.
Mba Siska malah duduk dipangkuan Gua, lalu kedua tangannya melingkar kebelakang leher Gua, kini kening kami sudah bersentuhan, sangat dekatlah jarak wajah kami berdua.
"Za..", ucapnya pelan.
"Ya Mba ?". "Aku sayang kamu..".
"Aku juga sayang kamu Mba..".
"Aku seneng waktu tadi Padeh (menyebutkan nama Bapaknya Unang) mendo'a kan hubungan kita".
Oh ternyata ini toh yang membuatnya jadi berubah manis dan baik banget sama Gua. Pantes aja setelah Bapaknya Unang selesai mengucapkan kalimatnya, Mba Siska langsung mengamini ucapan Beliau dengan cepat.
"Seseneng ini kamu Mba ?".
"Semakin banyak yang mendo'a kan hubungan kita, semakin bagus kan Za ?", "Kamu seneng gak ?", tanyanya.
Gua mengangguk lalu tersenyum, tapi Gua pun menelan ludah, gimana enggak, ini perempuan berarti minta di... di... di Halalin juga! Oh GOD pleaasseee...
"Mba, malu atuh Mba, tar Bapak ama Ibu kamu keluar berabe ini urusannya...", "Ngeliat anaknya duduk diatas pangkuan manusia tertampan se-seantaro jagat raya...", ucap Gua lalu terkekeh.
Kyuuuttt... Pipi Gua dicubit gemas... mas... mas.. maassss.
"Ha ha ha ha...",
"Kamu tuh pede banget siiiihh..", ucapnya lalu mencubit hidung Gua pelan.
"Hehehe... Tapi masa iya kamu mau sama aku kalo akunya gak cakep gini..", "Iya enggak iya enggak ?", tanya Gua menggodanya seraya menaik-turunkan alis. "Iya", ucapnya cepat, lalu...
Cuuppp... Muuaccchh.. Ooolaalaaaaa... She kiss me again... again... again.. again.. and so long and hot... Indahnya ini malam.
"Cape Mba ?", tanya Gua seraya tersenyum ketika pagutan bibirnya sudah terlepas. Mba Siska hanya tersenyum malu-malu dengan nafas yang terengah-engah. Dan..
Cup Cup Cup Tiga kali dia mengecup bibir Gua. Kanmaeeenn... Huahahahaha. Insane! I'm insane! Bodo ah ke gep tetangga atau Bapak Rw sekalian!
Gua kaitkan satu lengan ke tengkuknya, lalu menariknya agar wajahnya kembali mendekati wajah Gua. Dia harus tau, kalau laki-laki yang bernama Agatha ini World Class untuk urusan french-kiss. Gua tidak buru-buru mencium bibirnya, Gua condongkan wajah ke sisi kanan, dan wajahnya condong ke sisi kiri, Gua tiup pelan bibirnya lalu dia tersenyum dan langsung menerjang.. sayang Gua lebih cepat menghindari sergapan bibirnya, Gua pun terkekeh pelan.
"Iiihh.. Ezaa!", ucapnya pura-pura kesal.
"Kenapa ?", tanya Gua dengan nada menggoda. "Tau ah!
"Bete..". Gua dekatkan lagi bibir ini, lalu..
Slrup.. Gua julurkan lidah menjilat pelan bibir bawah dan atasnya lalu memundurkan wajah lagi.
"Aaaaahh Eza!!", "Nyebelin!".
"Ha ha ha ha ha...", "Nyerah ?".
Mba Siska mengangguk dengan wajah cemberut. Gua dekati sisi wajahnya lalu berbisik menggoda tepat di telinganya.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ucapin sekali Mba..", bisik Gua.
"Kiss me.." "Please..". .
. . . . Done. Udah enggak usah dijelasin ya. Cuma kissing aja kok. Apalah cuma bibir yang basah banget, nafas terengah-engah, dan rambut Gua acak-acakan dijambaknya. Huahahahahaha...
*** Kembali ke waktu dua minggu setelah kejadian diatas.
Gua sedang memacu si Black dengan kecepatan sedang di jalan tol siang hari ini. Kacamata hitam yang baru saja dihadiahkan oleh seorang perempuan yang duduk di bangku samping Gua itu sudah Gua kenakan dari mulai kami berangkat saat di rumahnya. Katanya, kata sosok perempuan itu, tingkat ketampanan Gua naik beribu-ribu kali lipat, huahahahah...
Singkat cerita kami sudah berada di salah satu mall ibu kota. Sempat dirinya meminta Gua tetap memakai kacamata, tapi Gua tolak mentah-mentah, kayak orang udik aja Gua pake kacamata hitam di dalam mall, malu kali.
"Za, kita ke lantai 3 ya..", ucapnya ketika kami sedang berjalan.
"Oke..", "Emang udah pernah kesini ?", tanya Gua ketika tangannya terkait ke lengan Gua. Dirinya hanya menggeleng pelan seraya tersenyum kepada Gua.
"Aku cuma direkomendasiin temen kampus aja, katanya salon disini bagus hasil perawatannya...", ucapnya setelah kami berada di dalam lift.
Oh syit! Kejadian juga Gua harus jadi gedebog pisang, gimana enggak coba, Gua bete banget udah satu jam nungguin dirinya nyalon! Derita amat ini hari...
Gua bangun ketika sebuah tepukkan pelan di tangan Gua semakin terasa. Yap, Gua ketiduran di sofa untuk tamu salon.
"Heum ?", ucap Gua seraya mengucek-ucek mata.
"Hi hi hi hi...",
"Maaf ya sayang sampe ketiduran nungguin aku..", ucap seorang perempuan cantik yang semakin cantik aja setelah nyalon. Btw, sebenarnya ke salon bukan untuk potong rambut sih, lebih ke perawatan wajahnya.
"Udah selesai ?".
"Udah, baru aja beres".
"Kirain bakal dibangunin pas ni Mall tutup...", ucap Gua sambil bangun dari sofa.
"Iiih bete yaaa..",
"Maafin yaa hehehehe...", balasnya lalu mengaitkan tangannya ke lengan Gua.
Kami berdua mengelilingi Mall ini, sekarang kami sudah berada di salah satu butik, ya ya yaaa.. Sekarang saatnyalah dirinya belanja busana pakaian untuk menambah koleksi dalam lemari bajunya. Gua hanya menjadi komentator dadakan ketika dirinya menunjukkan beberapa pilihannya kepada Gua.
"Yang ini bagus gak Za ?", tanyanya mengangkat salah satu busana yang berada di tangan kanannya.
"Bagus kok..". "Bagus mana sama yang ini ?", kali ini diangkat busana pada tangan kirinya.
"Eumm...", "Yang kanan deh..",
"Warnanya lebih adem diliat..".
"Masa sih ?", "Kayaknya yang kiri ini lebih cocok deh warnanya sama aku Za..".
"Oh, iya sih, warna yang kiri kamu banget...", "Ya udah yang kiri bagus...".
"Kamu tuh plin-plan deh Za",
"Aku minta saran malah bilang yang ini bagus, yang itu bagus..", "Heran aku!".
Sehat Non " Sehatlah ya... ...
Dua kantung belanjaan sudah ada di genggamannya, kini waktunya kami makan siang di sebuah resto yang masih berada di dalam mall ini. Menu japanese food menjadi pilihannya, beberapa hidangan sudah tersaji diatas meja makan resto di depan kami setelah menunggu selama 10 menit lamanya.
"Nih, cobain deh..", ucapnya seraya menyumpit sebuah udang yang dibalut oleh tepung goreng.
"Apaan ini ?", "Gorengan ?", tanya Gua sambil melirik makanan.
"Hi hi hi hi... Iya bisa disebut gorengan Za..",
"Celupin dulu ke kuah di mangkuk kecil itu Za..", ucapnya menunjuk ke sebuah kuah berwarna gelap seperti kecap cair.
Gua pun mencoba makanan tersebut, dan...Hmmpp.. Enak sih, tapi emang rasanya kayak gorengan.
Kuahnya itu manis-asin, ada rasa kaldu ikannya.
"Nih, masih ada yang ini Za..",
"Sayurannya di goreng tepung juga..", ucapnya lagi seraya mengambil makanan lain. "Ini namanya apa ?".
"Tempura Za", ucapnya lalu tersenyum dan menyuapi Gua. .........
PART 20 Satu minggu lagi Gua akan kembali menjalani dunia perkuliahan, waktu kok cepat berlalu banget ya, baru saja kemarin lebaran, sekarang sudah harus menyiapkan kepindahan ke ibu kota. Ya, Gua memilih untuk kost di dekat kampus, sesuai saran Ayahanda dan juga teman kampus Gua. Setelah kami dua hari lalu telponan, teman kampus Gua itu hari ini mengajak Gua untuk melihat-lihat kost-an milik Orangtuanya.
Kini Gua sedang menuju ke ibu kota, ke kampus lebih tepatnya, bukan karena sudah mulai kuliah lagi, tapi...
"Hai Za..". "Hai, lama ya nunggunya ?".
"Enggak kok, baru aja lima menit disini hehe..", "Eh mobil baru nih " Ciieee.. Keren banget Za..". "Ah ini punya Bokap kok, bukan punya aku.. hehehe..".
"Hmm.. Tapi tetep aja keren", "Eh, mau langsung liat tempatnya ?". "Boleh.. Jauh gak ?".
"Enggak kok, kamu ikutin motorku aja ya, masuk mobil kok tenang aja..".
Kami pun bergegas kembali ke kendaraan kami masing-masing, meninggalkan area depan kampus. ...
Singkat cerita Gua mengikuti perempuan yang membawa motor di depan itu dengan si Black yang Gua kendarai. Ternyata tempat yang ingin dia tunjukkan benar-benar dekat, hanya butuh waktu kurang dari 15 menit kami sudah sampai, malah kalau Gua membawa motor bisa lebih cepat. "Ini Za tempatnya", ucapnya ketika kami berdua sudah berada di depan gerbang sebuah kost-an. "Nanti mobil boleh di parkir di dalam ?", tanya Gua.
"Boleh lah, ayo masukkin mobilnya..", jawabnya, "Tuh, disana area parkirnya Za..", lanjutnya seraya menuju area di dalam kosan.
Gua pun memarkirkan si Black diantara mobil lainnya. Setelah kembali turun dari mobil, Gua menyapu pandangan ke sekitar area parkiran ini. Gile, ini kost-an macam apa ya, kok ada mobil dan motor yang keren-keren, apalagi tempatnya gede banget, bayangin aja kost-kostan 40 pintu dengan 2 lantai, lantai dasar ada 20 kamar, lantai 1 ada 10 kamar sama dengan lantai 2. Nah dibawah ini (di lantai dasar) ada area lapang ditengah-tengah, karena bentuk bangunan kost-an letter 'U', dan area lahan parkir agak ke sisi kanan dari gerbang.
Gua pun kembali ke dekat pintu gerbang kost-an, dimana teman perempuan kampus Gua masih menunggu. Kami berjalan menuju salah satu kamar di lantai dasar ini, Gua mengekor dari belakang dan langkahnya terhenti di depan sebuah pintu kayu dengan nomor yang tertancap di depannya, bertuliskan angka 20.
"Ini Za kamar yang nanti jadi tempat tinggal kamu..", ucapnya setelah membuka pintu di depannya itu. Gua tersenyum lalu melongok ke dalam kamar dari ambang pintu.
"Wah Lis, ini ma mewah banget Lis...", ucap Gua benar-benar terkejut melihat isi dalam kamar ini.
Bukan main ini kamar kost-an, Gua gak bohong, ini ma mirip kamar hotel yang minimal kelasnya bintang 3. Ya kali kost-an ada spring bed plus bed cover, AC, Tv Flat, kulkas kecil, meja+kursi belajar sama kamar mandi di dalam. Gua udah yakin sih bakal 'wah', pertama area kostan yang gede dan ada lahan parkir khusus mobil dan motor, kedua ada air mancur juga kolam ditengah-tengah area kost-an, nah yang ketiga nih, kualitas pintu kamarnya, kayu jati. Asli ini bukan kost-an biasa, apalagi di setiap depan kamar (teras) ada bangku dan meja teras walaupun hanya dari bangku besi.
"Lis, jujur sama aku deh..",
"Berapa biaya perbulannya ini kost-an ?", tanya Gua.
"Udah lah gak usah dipikirin, kan aku udah bilang 250 ribu setengah harga, berarti aslinya 500 ribu...", "Dan 3 bulan pertama kamu gak usah bayar..", jawabnya santai.
"Aku enggak mau kalo gitu..",
"Bohong banget kamu", ucap Gua seraya duduk di kursi besi depan kamar.
"Iih kok marah sih Za..",
"Jangan marah dong...", ucapnya genit sambil memegang kaos lengan Gua. "Jujur dulu sama aku, berapa biaya perbulannya...", jawab Gua lagi.
"Tapi kalau kamu udah tau harga aslinya, kamu harus tetap kost disini ya..", "Janji dulu pokoknya...", ucapnya.
"Ya tergantunglah Lis..",
"Kalo biayanya diluar kemampuan ku yaa aku gak berani kost..", jawab Gua. "Tuh kan! Pokoknya biayanya 250 ribu aja Ezaaaa...", suaranya makin manja. "Udah sebutin dulu harga aslinya..", cecar Gua.
"Iya-iya-iyaaa..", ucapnya cemberut kali ini.
.... .... .... "Yeee malah diem kamu, berapa Lis ?", tanya Gua lagi karena Lisa masih terdiam. "1.750...", jawabnya pelan.
"HAH "!", sontak Gua kaget bukan main mendengarnya.
Kan bener, diatas 1000K. Ah gile si Lisa, yang bener aja Gua cuma bayar 250. Gua pun langsung menolak ngekost disini, tentunya secara halus, Gua mengatakan kalo tabungan Gua bisa habis sebelum waktunya jika sampai selesai kuliah tinggal kost disini. Walaupun Lisa tetap ngotot kalau Gua bayar perbulan hanya 250 ribu.
"Enggak bisa Lis, aku gak enak sama kamu..",
"Apalagi sama Bapak kamu Lis..", ucap Gua setelah kami berdebat cukup lama.
"Kan aku udah bilang daritadi, Bapak tau kok kamu bayar 250 ribu perbulannya, dan Bapak ngijinin, asal kamu enggak bilang ke penghuni kost-an yang lain..", balasnya masih tetap ngotot.
"Gini aja deh Lis, aku mau kost disini tapi cuma sampai semester 2, dan aku bayar full tanpa potongan harga..", ucap Gua akhirnya memberi saran.
"Enggak! Pokoknya enggak full",
"Udah deh Za, kamu tuh dikasih kemudahan kok malah nolak sih "!".
Lah kenapa jadi dia yang marah. Hadeeuhh perempuaaan-perempuan!.
Sedikit alot akhirnya kami sepakat dengan harga 750 ribu/bulan Gua harus bayar sewa kamar. Dan awalnya Gua berniat membayar lunas langsung satu tahun, tapi lagi-lagi Lisa menolaknya, dia minta Gua bayar perbulan saja setiap akhir bulan. Itupun pembayaran pertama di bulan ke empat nanti, karena tetap saja, Lisa memberikan Gua gratis 3 bulan pertama biaya kost. Ya, Gua bersyukur alhamdulilah diberikan kemudahan dan rejeki lewat Lisa dan keluarganya. Tapi bagaimanapun Gua tau, nanti pada akhirnya selalu ada udang dibalik rempeyek! Heuh!.
"Za, bentar ya..",
"Aku ambil remote AC dulu di rumah, lupa kemarin pas beres-beres kamar ini kebawa hi hi hi hi...", ucapnya.
"Oh oke..", "Eh iya, rumah kamu jauh dari sini ?", tanya Gua sebelum dia beranjak pergi.
"Lumayan, dibilang jauh juga enggak, dibilang deket juga enggak..",
"Kamu tunggu aja disini ya, aku cuma sebentar kok..", ucapnya seraya kembali berjalan kearah motornya.
Gua masih duduk di depan kamar dan menghisap sebatang rokok. Sedang asyik-asyik menikmati tiap hisapan racun dan memandangi suasana kost-an yang sepi, ada sebuah mobil mewah masuk dan parkir di sebelah si Black. Seorang pria turun dari mobil tersebut, menenteng kantung plastik yang cukup besar dan sebuah tas ransel di punggungnya.
Pria itu berjalan kearah Gua, sedikit Gua memperhatikan dandanannya, yang cukup modis dan berkelas, tapi karena dia sedang menenteng kantung plastik membuat imej-nya sedikit turun dimata Gua hehehe...
"Siang Mas...", sapa Gua ketika dirinya melintas di depan Gua. "Siang juga Mas", jawabnya sambil tersenyum dan tetap berjalan. Mata Gua mengikuti langkahnya yang masih berjalan dan ternyata...
"Penghuni baru Mas ?", tanyanya lagi seraya menaruh kantung plastik di depan pintu kamar sebelah kamar Gua.
Ternyata, Pria itu penghuni kamar nomor 19, tepat di sebelah kamar Gua.
"Oh iya Mas, saya calon tetangga baru Mas..", ucapan Gua terhenti. "Oh, nama saya Wisnu", ucapnya.
Gua pun berdiri dan menghampirinya yang masih merogoh saku jaketnya.
"Kenalkan saya Reza, panggil saja saya Eza..", ucap Gua seraya mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Lalu Mas Wisnu menjabat tangan Gua, kemudian setelah menemukan kunci kamar, dirinya pun langsung membuka pintu kamar.
"Fuuh.. pengap nih kamar ditinggalin 2 minggu doang..", ucapnya lalu berbalik kearah Gua, "Duduk situ yuk Za..", ucapnya lagi sambil menunjuk kursi besi depan kamar Gua.
Kami pun akhirnya duduk di depan kamar nomor 20. Sambil mengeluarkan sebatang rokok, Mas Wisnu kembali mengajak Gua ngobrol...
"Dari mana asalnya Za ?", tanyanya lalu membakar sebatang rokok.
"Saya dari kota xxx...",
"Mas sendiri asalnya darimana ?", tanya Gua balik.
"Saya dari jawa timur...",
"Disini kerja, oh ya dirimu kerja dimana Za ?", tanyanya kepada Gua.
"Saya masih kuliah semester awal Mas, kuliah di xxx situ...", jawab Gua seraya menghembuskan asap rokok dari mulut.
"Hah "!", dirinya kaget,
"Eh yang bener masih kuliah ?".
"Iya Mas, emang kenapa ya ?", tanya Gua bingung.
"Eh, enggak apa-apa sih..",
"Kalau dilihat-lihat, wajah mu memang masih anak sekolahan..", "Tapi...", ucapannya terhenti.
"Tapi apa Mas ?", tanya Gua penasaran.
"Ah enggak apa-apa Za.. hehehe.."
"Kamu pasti anak orang berada ya...", jawabnya.
"Ah enggak juga Mas, biasa aja..", "Ada apa sih Mas ?",
"Saya bingung...".
"Mohon maaf ya sebelumnya Za..", ucapnya sopan,
"Semua penghuni kost-an sini sudah bekerja semua, dan yaaa.. Kamu tau kan biaya kost-an disini berapa ?",
"Makanya saya kaget mendengar dirimu baru masuk kuliah, dan wajarlah kalau saya asumsikan kamu dari keluarga berada...", jelasnya seraya tersenyum kepada Gua.
Ooh ini toh maksudnya, pantes aja Mas Wisnu kaget tadi. Tapi Gua juga tidak kalah kaget mendengar penjelasannya, gimana enggak, Gua dikadalin si Lisa. Dia emang gak bilang sih kalo kost-an milik Bapaknya itu semuanya orang-orang yang sudah bekerja, tapi kan kalo udah gini, Gua juga yang jadi gak enak dan serba-salah. Kesannya Gua orang mampu banget, anak kuliah masuk kost-an elite. Jujur aja, Gua lebih suka kost-an biasa pada umumnya. Dan karena Lisa memaksa lah Gua memilih kost disini, ditambah ada benarnya juga sih, rejeki kok ditolak.
"Emang, bener-bener gak ada anak kuliah yang kost disini Mas ?", tanya Gua.
"Selama ini belum pernah ada Za", "Makanya saya kaget hehehe...",
"Biaya hidup disini kan mahal Za, apalagi kalau sampai anak kuliah kost disini, kebayang kan tuh biayanya makin gede..", jelasnya.
"Iya juga sih Mas..",
"Ngomong-ngomong, Mas kerja dimana ?", "Maksud saya di perusahaan apa ?".
"Saya kerja di salah satu perusahaan provider Za..", "Ya bukan bermaksud apa-apa nih, alhamdulilah saya manager..",
"Kalo saya bukan manager, enggak mungkin saya juga berani ambil kost disini, melarat saya yang ada hahaha..", jelasnya.
Hmmm.. Iya juga sih, Mas Wisnu kalau diperhatikan dandanannya modis, mobilnya juga berkelas, enggak mungkin kalau jabatannya hanya pegawai biasa. Dan obrolan kami pun berlanjut seputar pekerjaan beberapa penghuni kost lainnya. Dari yang pebisnis jual-beli hp (memiliki toko hp lebih dari tiga), yang tinggal di kamar nomor 18 bersama istrinya, lalu ada lagi penghuni kost lainnya di kamar nomor 2 yang seorang lawyer muda, dan kamar nomor 3 dihuni oleh seseorang yang berprofesi sebagai Female-DJ.
Oh ya, kamar Gua bersebrangan dengan kamar no.1, lalu kamar Mas Wisnu yang no.19 bersebrangan dengan kamar no.2, begitu seterusnya hingga kamar no.10 yang bersebrangan dengan kamar no.11 di lantai dasar ini. Oh ya, diantara kamar no.10 dan no.11 ada sebuah dapur, dimana disitu lengkap peralatan memasak sampai ke bumbu dapurnya, bebas siapa saja yang memakai dan menggunakannya asal jangan lupa diganti.
Setelah mendengar sedikit cerita dan informasi soal suasana juga keakraban sesama penghuni kost, Gua menarik kesimpulan bahwa Mas Wisnu hanya dekat dengan penghuni kost yang dia ceritakan tadi, sisanya solo karir, alias kurang bersosialisasi, ya wajarlah, namanya juga kerja dan mungkin sibuk.
Jadi sampai kost-an hanya istirahat, begitu kata Mas Wisnu.
Gua sempat menanyakan siapa penghuni kost-an kamar no. 1 yang letaknya tepat bersebrangan dengan kamar Gua. Dan jawabannya cukup membuat Gua terkejut...
Mas Wisnu bilang, kamar no.1 dan kamar yang baru Gua tempati, no. 20 ini tidak disewakan, alias kosong. Lalu Mas Wisnu menjelaskan lagi bahwa khusus kedua kamar tersebut sebenarnya diperuntukkan kepada pemilik/keluarga yang memiliki kost-an. Maksudnya kamar no.1 dan no.20 khusus dihuni oleh sang pemilik kost-an jika sedang menginap ke sini.
Lah, padahal kata si Lisa rumahnya kan gak gitu jauh ke kost-an ini, masa sih pakai menginap segala kalau lagi ke sini. Selidik punya selidik, ternyata kata Mas Wisnu lagi, pemilik kost-an ini tinggal di Semarang! What the hell "! Wah kebangetan si Lisa. Gua harus minta penjelasannya nanti.
"Ya sudah Za", "Saya pamit dulu ke kamar ya, mau istirahat dan beres-beres nih, biasa abis mudik...", ucapnya seraya berdiri.
"Oh oke Mas, makasih nih perkenalan dan informasinya hehe...", jawab Gua. "Santai aja, kita kan bakal sering ketemu sebagai tetangga kost..". ...
Tidak lama kemudian Lisa pun datang dan menghentikan motornya tepat di depan teras kamar. Hmm.. Lama juga dia.
"Maaf ya Za lama, tadi aku cari dulu remote-nya..", ucapnya sambil berjalan mendekati Gua.
"Enggak apa-apa Lis, aku juga nyantai kok..", jawab Gua. "Yuk Za masuk..", ajaknya lalu masuk ke dalam kamar.
Gua duduk di kursi belajar. Memperhatikan sekeliling ruangan yang akan Gua tempati untuk beberapa waktu ke depan. Lisa menyalakan AC, lalu duduk diatas spring-bed.
"Gimana Za " Nyaman kan ?", tanyanya tersenyum kepada Gua.
"Nyaman, bakal betah kok...',
"Makasih banyak ya Lis atas bantuannya", jawab Gua.
"Seneng aku kalo kamu suka",
"Sama-sama Ezaa..", semakin merekah saja senyumannya. "Lis..".
"Ya Za ?". "Ada hal yang perlu aku omongin sama kamu soal kost-an ini..".
Gua ceritakan obrolan Gua dengan Mas Wisnu tadi kepada Lisa, cukup sedikit terkejut wajahnya ketika cerita Gua sampai kepersoalan pemilik kost yang tinggal di Semarang. Lisa pun menjelaskan bahwa memang orangtua dan keluarga besarnya tinggal di sana, sedangkan Lisa bersama keluarga kakaknya yang sudah menikah, tinggal di Jakarta ini. Memang kost-kosta-an ini milik orangtuanya. Lisa dan kakaknya itulah yang menjaga dan menjalankan usaha keluarganya ini. Gua hanya menggeleng pelan soal kejujuran Lisa.
"Maafin aku ya Za..",
"Aku cuma mau bantu kamu aja kok", ucapnya setelah menjelaskan.
"Enggak Lis..",
"Enggak perlu kamu minta maaf, karena kamu enggak salah kok",
"Nah, sekarang aku cuma mau ketemu Kakak kamu, aku takut kalo kamu nanti kena marah soal biaya sewa kamar ini untuk aku..", ucap Gua.
"Za soal biaya kost-an itu aku jujur kok, beneran aku udah bilang sama Kakak, dan dia enggak masalahin..", jawab Lisa.
"Soal gratis 3 bulan pertama ?", tanya Gua lagi.
"Hehehe... Kalo itu aku yang talangin dulu..", jawabnya sambil tersenyum malu-malu.
"Ha ha ha... Dasar kamu tuh ya Lis, ada-ada aja, hehehe..",
"Ya udah nanti temuin aku ke kakak mu ya Lis, aku mau bayar langsung tanpa ada gratisan lagi..", "Enggak enaklah aku Lis udah dibantu banyak sama kamu nih", jelas Gua seraya tersenyum.
Akhirnya kami pun sepakat untuk menemui Kakaknya setelah makan dulu. Laper lah udah siang belum diisi ini perut. Singkat cerita Gua dan Lisa berangkat ke rumah makan naik motornya maticnya. Selesai mengisi amunisi tenaga, kami berdua pun langsung berangkat lagi ke daerah rumah kakaknya. Hais... Ini komplek perumahan elite coy. Keluarganya memang orang berada nih si Lisa, Gua jadi sungkan.
Kami berdua sudah sampai di depan gerbang rumah Kakaknya yang berlantai 2, di halaman parkirnya tampak dua buah mobil, salah satunya membuat Gua cukup terkesima. Jenis sport-car pabrikan Mitsu-Lancer Evo IV berwarna putih susu yang benar-benar membuat Gua ingin menjajalnya. "Ayo Za masuk", ucapnya ketika Gua masih berdiri menatap mobil Evo itu. "Eh iya Lis..", jawab Gua mengikutinya berjalan lagi masuk ke dalam rumah.
Gua, Lisa, Kakaknya (laki-laki) dan istrinya kini berada di ruang tamu rumah ini, Gua dan kakaknya itu membicarakan perihal biaya sewa kost-an, lalu disepakatilah harga 500 ribu/bulan tanpa gratis 3 bulan pertama seperti yang ditawarkan Lisa. Dan langsung Gua bayar selama 6 bulan pertama dimuka. Obrolan pun berlanjut ke hal lainnya, tapi Gua rasa ini obrolan kok malah ngecengin Gua ama Lisa, apa yang Gua pikirin selama ini berarti bener, bukan kepede'an.
"Ya pantes aja Lisa ngebet sama Eza, lah Eza nya cakep gini ya Mas..", ucap Kakak iparnya kepada sang Suami.
"Hahaha... Iya ya, Lisa nya selalu cerita soal Eza ke kami berdua, katanya ada teman satu kelasnya di kampus yang dia suka..", timpal Kakak Lisa melirik ke Gua.
"Iiih apaan sih Kak, malu tau buka kartu ku di depan orangnya", jawab Lisa dengan wajah kesal kepada Kakaknya itu.
Ya kurang-lebih begitulah cengan dan obrolan santai diantara kami berempat. Gua cuma bisa menanggapi dengan senyuman seindah mungkin, padahal ma dalam hati ada yang ganjel. Gimana nanti ini urusannya kalo Lisa berharap lebih, dan udah pasti begitu sih.
Selesai membayar uang sewa kost-an selama 6 bulan dan beramah-tamah, Gua dan Lisa pun pamit karena waktu sudah menjelang sore. Niatnya sih mau langsung balik ke kost-an, tapi sepertinya Lisa tau apa yang ada dipikiran Gua ketika melewati si Evo putih syusyu ini.
"Za..". "Eh, iya Lis ?". "Mau test drive ?".
Gua tersenyum lebar, ya kali Gua tolak, gak mungkin Gua menyia-nyiakan menjajal sistem turbocharger dan sistem penggerak all wheel drive, yang ada dibalik mesinnya itu. Dan... rasanya Gua pingin teriak sekencang-kencangnya, mengumpat kesal! Tidak sesuai ekspetasi. Gimana mau nyoba tarikan mesinnya kalo jalanan macet cet cet cet kampeureceeetttt!!!! Syit!. Sekali lagi, Lisa memang perempuan yang mengerti Gua tanpa perlu bertanya. "Lain kali Za, malam hari kalau mau test performanya ya, sabar...", ucapnya dari jok sebelah Gua.
"Eh..", "Ii iya Lis, sorry yak..",
"Keliatan ya aku keselnya, hehehe..", jawab Gua sambil melirik ke tangannya yang membelai lembut lengan kiri Gua.
"Ya udah, kita langsung ke kost-an aja ya..", ucapnya seraya tersenyum teduh kepada Gua.
Gua mengarahkan mobilnya kembali ke kost-an. Selesai memarkirkan mobil, kami pun turun dan berjalan ke kamar no.20.
Sampai di dalam kamar, Gua langsung merebahkan tubuh diatas springbed empuk. Wah adem banget ini kamar ya, untung bangetlah dapet fasilitas kayak gini, harga murah, kamar luas dan lingkungan yang be to the bas...
Gua kembali bangun, duduk diatas kasur ketika Lisa keluar dari kamar mandi.
"Lis, mobil Evo itu punya kakak mu ?", tanya Gua sambil melirik kearahnya di ambang pintu kamar mandi.
"Bukan..", "Itu punya aku Za", jawabnya, lalu mengusap wajahnya yang basah dengan tisu.
Weis, nih perempuan keren juga selera mobilnya. Anak otomotif nih nampaknyoo...
Lisa pun berjalan menghampiri Gua, berdiri tepat di depan Gua. Gua melirik ke wajahnya dengan mendongakkan kepala.
"Za..". "Ya ?". "Mau 'test drive' lagi ?". Brugh..
Tubuh Lisa kini berada dipangkuan Gua. Kedua tangannya melingkar kebelakang tengkuk Gua. Matanya sayu menatap Gua, kening kami bersentuhan, bibirnya menyunggingkan senyuman. .
. . . . . . . . . PART 21 Sabtu Pagi... Gua sedang berada di supermarket bersama sang kekasih, kebetulan hari ini dia sedang libur, jadi Mba Siska bisa menemani Gua belanja. Belanja " Yoi, belanja perlengkapan untuk hidup di kost-an. Sebenarnya tidak banyak yang akan Gua beli sih, hanya perlengkapan mandi, dan beberapa kebutuhan lainnya.
"Za, ada yang kamu perluin lagi gak ?", tanya sang kekasih.
"Udah kayaknya Mba, gak ada lagi...", jawab Gua sambil melirik ke keranjang yang Gua pegang. "Nanti kalau ada yang kurang bilang ya, biar aku aja yang cariin..", ucapnya.
Gua tersenyum mendengar ucapannya seraya mengangguk, lalu kami pun berjalan kearah kasir. Ketika kasir sedang menghitung belanjaan, Mba Siska mengeluarkan dompetnya, sontak Gua langsung menahan tangannya.
"Mba gak usah, aku aja, ini juga kan keperluan aku..", ucap Gua. "Udah gak apa-apa Za, aku lagi ada rejeki..", jawabnya seraya tersenyum.
Gua biarkan dirinya membayar belanjaan, karena percuma berdebat dengannya, selain malu dilihat oleh kasir, antrian dibelakang kami pun semakin bertambah banyak. Beres membayar belanjaan, kami berdua keluar supermarket menuju parkiran mobil. Lalu Gua yang mengemudikan mobil milik sang kekasih itu, Gua arahkan mobil ke pusat kuliner di kota kami sesuai permintaannya. "Mba, baru belum pada buka kayaknya...", ucap Gua sambil memelankan laju mobil. "Udah Za, baru pada buka, tuh liat pegawainya lagi beres-beres...", jawabnya.
Gua pun memarkirkan mobil, lalu kami berdua turun dan masuk ke salah satu cafe. Kami duduk di bangku meja yang mengarah ke sungai. Gua lirik jam tangan, menunjukkan pukul 10.30 a.m.
"Selamat datang Mba, Mas..", ucap seorang pramusaji, "Silahkan ini daftar menunya..", menyodorkan daftar menu,
"Mohon maaf sebelumnya, untuk menu utama seperti nasi, harus menunggu agak lama, karena kami baru buka...", lanjutnya menjelaskan.
"Oh oke...", ucap Mba Siska,
"Kalo gitu saya pesan fried fries dan nugget aja..", "Kamu mau apa Za ?", tanyanya kepada Gua.
"Cheeseburger..", jawab Gua,
"Minumnya air mineral aja sama..", ucapan Gua terhenti.
"Sama kopi hitam plus gula ya Mas..", ucapnya kepada pramusaji, "Dan orange juice nya satu..".
Setelah selesai menulis pesanan, pramusaji meninggalkan meja kami. Mba Siska tersenyum dengan kedua tangannya ditaruh diatas punggung tangan Gua.
"Masih banyak yang aku belum tau kesukaan kamu Za selain kopi hitam..", ucapnya. Gua tersenyum kepadanya, lalu membalikkan tangan agar Gua bisa menggenggam tangannya. "Untuk apa emangnya Mba ?", tanya Gua dengan tetap tersenyum.
"Seenggaknya aku bisa tau kebiasaan kamu, makanan atau minuman kesukaan kamu dan hal lainnya..", jawabnya.
"Bagi aku gak terlalu penting kok Mba, apa yang aku suka dan aku enggak suka bukan hal yang harus kamu ketahui..", ucap Gua lagi.
"Kok gitu ?", tanyanya heran.
"Karena keberadaan kamu lah yang terpenting buat aku..",
"Dan tanpa perlu aku kasih tau ke kamu juga, suatu hari kamu akan tau kok kebiasaan aku dari yang baik dan yang buruk...",
"Dari warna favorit aku sampai makanan kesukaan ku, semuanya pasti akan kamu ketahui kalo kita selalu bersama kan ?", jawab Gua,
"Dan itu semua gak akan ada artinya kalo kamu gak ada di sisi aku Mba..", lanjut Gua mengakhiri penjelasan kepadanya.
Mba Siska tersenyum, lalu menyelipkan helaian rambut sisi wajahnya ke belakang telinga. Matanya menatap tangan kami yang saling menggenggam diatas meja makan sambil tersipu malu. "Kamu tuh jago ngegombal ya Za..", ucapnya kali ini melirik kepada Gua.
"Enggak Mba, aku gak gombal kok..", "Kenyataannya emang gitukan Mba ?", "Coba deh kamu pikirin..",
"Aku kasih tau semua hal yang aku suka dan aku gak suka ke kamu, tapi kamu dan aku gak dalam hubungan seperti sekarang, untuk apa coba semua itu ?",
"Jadi, Biarkan aja semuanya berjalan seperti seharusnya, tanpa bertanya 'kamu suka apa "', toh dengan kita selalu bersama, semuanya akan kita ketahui seiring berjalannya waktu..", jawab Gua. "Intinya lebih mengenal satu sama lain karena selalu bersama ?".
Gua menganggukkan kepala dan tersenyum kepada Mba Siska. Lalu tidak lama kemudian datanglah makanan pesanan kami. Walaupun bukan makan siang, karena menu yang Mba Siska pesan hanyalah sebuah camilan, tapi cukup untuk sekedar mengganjal perut. Berbeda dengan Gua yang memang pasti cukup mengenyangkan dengan satu porsi cheeseburger.
Sambil menyantap makanan, kami mengobrol soal pekerjaannya yang semakin hari kian bertambah. Seolah-olah beban pekerjaannya terpancar dari raut wajahnya. Mba Siska memang akhir-akhir ini terlihat lelah di saat kami bertemu seminggu sekali. Kasihan juga melihatnya seperti itu, tapi mau gimana lagi, namanya juga kerja, pastilah ada masanya terbebani, sekalipun itu bidang yang kita minati dari awal. Lalu obrolan tiba-tiba berbelok ke tikungan tajam.
"Za..". "Heum ?". "Perasaan kamu ke Echa sebenarnya gimana ?".
Gua yang memang sudah selesai menyantap cheeseburger pun mengambil sebungkus rokok dalam saku jaket.
"Aku sambil merokok boleh ?".
Mba Siska mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Gua pun membakar sang racun setelah menadapatkan izinnya.
"Gini Mba... Ada hal-hal yang menjadi pertimbangan buat aku mencintai seseorang..", ucap Gua memulai percakapan setelah mengehmbuskan asap kebawah meja makan.
"Bukankah setiap orang juga mempunyai pertimbangannya sendiri Za untuk mencari pasangan ?", tanyanya.
"Iya maksud aku begitu..",
"Tapi soal Echa ini berbeda...", jawab Gua. "Maksudnya ?".
Gua meneguk sedikit kopi hitam manis yang masih terisi penuh.
"Mba...", "Apa yang dilihat orang lain, termasuk kamu gak seperti apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Echa..",
"Kami dekat dari kecil, kami satu smp, satu sma, sekarang walaupun beda kampus tapi kami masih sering ketemu..",
"Dan dimata kamu juga orang lain pasti kami ada hubungan lebih dari sekedar sahabat kan ?", tanya Gua.
"Iya..". "Nah kenyataannya ?",
"Aku dan dia cuma sebatas sahabat, lebih dari itu aku anggap dia sebagai kakak", "Dia suka sama aku..",
"Aku juga gak bohong, aku suka sama dia Mba..", jelas Gua. Mba Siska tersenyum lalu meneguk sedikit orang juice miliknya.
"Tapi..", "Rasa suka aku ke dia gak lebih dari rasa suka adik ke kakaknya, rasa ingin melindungi keluarga sendiri.. Itu aja kok..", jelas Gua lagi.
"Tapi enggak menutup kemungkinan kalau suatu saat kamu juga bisa menyayangi dan mencintai Echa tanpa ada kata 'kakak-adik' kan ?", tanyanya.
"Yap.. Tapi sejak kami kecil sampai saat ini perasaan aku belum berubah, perasaan aku ke dia hanyalah perasaan kekeluargaan, aku belum pernah jatuh cinta sama Echa...", jawab Gua.
"Selama kalian dekat dari kecil sampai sekarang masa sih gak ada perasaan lebih ke Echa Za ?", tanyanya lagi.
"Sekarang gini, aku bukan tipe orang yang mudah jatuh hati karena mengenal perempuan sejak lama...",
"Malah sebaliknya, kamu lihat sendiri, selama ini aku dekat dengan Echa, tapi aku anggap dia gak lebih dari seorang Kakak bagi aku...",
"Karena alasan itulah aku gak bisa mencintai dia Mba..",
"Ada banyak orang yang memang bisa saling suka dan sayang karena selalu bersama, tapi jangan lupa, diantara orang-orang itu ada juga yang seperti aku..",
"Yang gak bisa menjalin hubungan karena rasa nyaman udah menganggap Echa bagian dari keluarga aku, menjadi kakak aku, bisa aja aku paksakan menjalin hubungan dengan Echa, dan apa mungkin kalau suatu saat kami putus, hubungan kami masih bisa seperti sekarang ?", "Sulit Mba... Karena pasti ada hati yang terluka diantara kami jika tetap dipaksakan...", "Echa akan tersakiti dari awal kalo kami mencoba hubungan itu.., karena aku gak mencintai Echa", jelas Gua.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ulit ya kalau ambil kesimpulan dari obrolan Gua diatas soal brotherzone.
Gini, Gua rasa, menurut pengalaman pribadi Gua, diantara dua orang yang tentunya berlainan jenis kelamin udah lama saling mengenal satu sama lain, pasti tumbuh rasa suka, pasti itu. Tapi kenapa ketika salah satunya mengungkapkan perasaan malah ditolak oleh yang satunya " Dan jawabannya selalu "maaf ya, aku udah anggap kamu kakak/adik", kurang lebih seperti itu lah jawabannya kan " Nah jawaban dia gak salah Gais, memang dia nganggap kalian sekedar kakak/adik. Rasa suka pasti ada, yang jadi masalah sukanya dia ke kalian itu bukan untuk pacaran.
Terus gimana biar bisa diterima "
Gua pingin ketawa dulu ya, hahahahahah.... Sulit. Udah jawabannya cuma itu.
Gini loch, kesalahan kalian terlalu lama memberikan waktu sama mereka. Lu dari awal deketin dia biar dia luluh, dan berharap jadian. Lah berapa lama lu pdkt nya " Sebulan " Dua bulan " Tiga bulan ", Lu pedekate apa kredit hape "! Lama amat. Buktinya kalo enggak kelamaan gak mungkin dia nyaman jadi kakak/adik Lu.
Atau mungkin emang dari awal dia gak suka sama Lu. Dan ketika kalian dekat hanya dianggap Kakak/Adik. Kalau udah gini ya sulit. Masa Lu mau maksain orang untuk jatuh hati sama Lu ", nanti kayak Gua, perih coy maksain perasaan tapi dia nolak terus ngoahahaha.
Intinya gini lah, Lu nyatain perasaan ke target kurang dari sebulan, mending ditolak diawal daripada udah pdkt lama ujungnya ditolak juga. Dan prinsip Gua satu sih kalau pacaran, 'Lebih baik pdkt dalam masa pacaran daripada pdkt dulu sebelum pacaran'.
Ada kalimat/ucapan sakti agar kalian bisa diterima oleh calon pacar, ya Gua rasa tingkat keberhasilannya 80% lah. Tapi lain waktu Gua share ya. Hehehe...
Nah, jangan kelamaan deh kalo gak mau dianggap kakak/adik, kalaupun ditolak dari awal, seenggaknya perasaan suka kalian belum gitu besarkan... Nikmati aja Gais prosesnya, namanya juga hidup, gak asyik kalau gak ada asem manisnya. Jangan terlalu egois pingin bahagia selamanya, Tuhan memberikan rasa pahit agar kita bersyukur dengan nikmatnya rasa manis. Kalau manis terus gak akan ada yang bersyukur karena udah terbiasa.
Pendapat Gua ini dari sudut pandang orang yang menganggap brotherzone is real, bukan dari sudut pandang orang yang berharap melewati batas hubungan brotherzone jadi true love.
*to agan rizky.putera, ane udah tepatin janji bahas soal Brotherzone yak, walaupun gak jelas huahahahha... Pokoknya gitu.
"Jadi sekarang kamu beneran gak cinta sama Echa ?", tanyanya lagi. Gua menggelengkan kepala sambil menghisap sang racun lalu mematikannya ke asbak. "Enggak Mba, tenang aja..", jawab Gua akhirnya.
Mba Siska tersenyum manis kepada Gua, lalu memegang lembut pipi kanan ini. "Love You Za".
"Love You too Mba".
*** Hari ini tiba juga, hari minggu pagi.
Gua bersama Mba Siska, Nenek dan Ayahanda sudah berada di kost-an. Sebelumnya, Gua dan Mba Siska memakai mobil Mba Siska, karena tipe mobilnya yang lebih besar untuk menampung beberapa barang yang Gua bawa dari rumah ke kost-an, kemudian Ayahanda bersama Nenek menggunakan si Black.
"Wah bagus ya kamarnya Za..", ucap Nenek ketika masuk ke dalam kamar kost-an. "Iya Nek, gak salah kan milih tempat ini hehe...", jawab Gua.
Tiba-tiba Ayahanda menarik lengan Gua keluar kamar. Sedangkan Nenek dan Mba Siska merapihkan beberapa perlengkapan pribadi Gua untuk ditempatkan di dalam kamar.
Diteras depan kamar Gua diintrogasi.
"Heh, berapa biayanya nih kost-an ?", tanyanya menyelidik.
Anjir, mampus Gua kalo bilang harga aslinya, tapi kalau jujur soal Lisa gimana, mampus juga. Kalau bohong nyebutin angka sekian ratus ribu pasti gak percaya Beliau.
"Eeu.. Ini.. Ini sebulan cuma..", "Cuma satu juta...", jawab Gua ngawur.
"Muke gile Lu A'!", ucapnya kaget,
"Heh.. Jangan mentang-mentang uang tabungan banyak terus foya-foya kamu A'!", "Kamu tuh dikasih kebebasan ngatur uang bukan berarti bisa seenaknya juga menghamburhamburkannya..",
"Sekarang Ayah tanya, kenapa kamu gak kost di tempat yang biasa aja ?",
"Malu " Atau karena ngerasa jadi orang banyak uang gak mau tinggal ditempat yang biasa aja "!" , ucapnya menghakimi.
Jujur Gua terusik juga dengan ucapannya. Gua milih kost-an ini bukan karena Gua ingin sok-sok'an atau hidup mewah.
"Gini-gini Yah, jujur aja nih..",
"Anak yang punya kost-an temen sekelas aku, dia kasih diskon harga, jadi aku bayar cuma 500 ribu perbulan.. Yang penting jangan ketauan penghuni kost lain..", jawab Gua jujur.
"Enggak mungkin A, bisnis ya bisnis, teman ya teman, bedalah..", "Eh.. Sebentar..",
"Temen kamu itu perempuan ?", ucapnya khawatir.
Gua hanya nyengir kuda sambil menaik turunkan alis. Dan Ayahanda langsung menggelengkan kepalanya seraya menepok jidat. Lalu Beliau bangkit dari kursi besi.
"Ayah cuma enggak mau kamu dapet gelar lebih cepet A'...", ucapnya seraya merogoh saku celananya dan mengeluarkan cerutu.
"Hah " Maksudnya ?",
"Kan aku baru masuk kuliah, masih lama lulusnya..", ucap Gua heran.
"Enggak mungkin kalau kamu gak ada 'main' dengan temanmu itu",
"Dan Ayah takut gelar almarhum diberikan lebih cepat oleh wanita yang sedang beres-beres di dalam sana..", ucapnya seraya melirik ke arah kamar dibelakang kami.
Sembarangan banget ini Bokap kalau ngomong, yang bener aja coy, masa iya Gua bakal di dor. Tapi Bokap tau aja lagi Gua sama Lisa ada affair.
"Mudah-mudahan enggak ketauan deh", ucap Gua pelan sambil membayangkan Mba Siska menoyor pala Gua dengan revolver.
"Ya jangan main api kalau gak mau kebakar A'..", "Ngawur aja kamu...", tandas Ayahanda. ...
Sekitar pukul 14.00 wib Ayahanda dan Nenek sudah kembali pulang memakai si Black. Sedangakan Gua dan sang kekasih tetap berada di ibu kota, karena besok perkuliahan sudah dimulai, sedangkan sang kekasih besok sudah kembali bekerja lagi. Sekitar pukul 15.00 wib, Gua mengantar Mba Siska pergi ke salah satu mall yang ada disini untuk belanja bulanan.
"Kamu mau belanja apa aja Mba ?", tanya Gua ketika kami berdua sudah sampai di dalam Mall. "Keperluan dapur sih banyaknya Za..", jawabnya.
"Ooh, masak sendiri sekarang ?", tanya Gua lagi.
"Iya, kan ada kamu juga biar sekalian aku masakin.. hi hi hi..", jawabnya lalu mengaitkan tangan kanannya ke lengan kiri Gua.
Wow asyik ada yang masakin nih, bukannya apa-apa, selama dia kontrak rumah di ibu kota, Mba Siska selalu beli makan di luar, katanya malas kalau masak untuk sendiri. Eh sekarang malah semangat masak buat Gua. Mantap yo... Ini sih udah kayak suami-istri, belanja kebutuhan pokok berdua. Ugh, indahnyooo...
"Mau aku masakin apa Za ?", tanyanya ketika Mba Siska melihat-lihat ayam dan daging di sebuah freezer.
"Apa aja mba, yang bisa kamu masak, pasti aku makan kok..".
Mba Siska tersenyum lalu mengerlingkan mata sebelah dan memberikan satu jempolnya keatas.
Gua tidak tau dia mau masak apa, yang jelas bahan-bahan sudah masuk trolley belanjaan. Kemudian kami berdua berjalan lagi ke arah perlengkapan perempuan, seperti make-up dsb. Setelah dirasa semua kebutuhannya legkap, kami pun menuju kasir, dan saat tiba giliran kami membayar, gantian kini Gua yang membayar belanjaannya, karena Gua merasa enggak enak kemarin Mba Siska sudah menghabiskan beberapa rupiah untuk kebutuhan kost-an Gua.
Selama perjalanan pulang ke kontrakannya, si kekasih hati Gua itu tidak mau berbicara sedikitpun, wajahnya bete. Sampai juga kami di kontrakannya, dan setelah memarkir mobil di halaman parkir depan teras, kami masuk ke dalam rumah kontrakan.
Gua duduk di sofa ruang tamu setelah menaruh belanjaan diatas meja, sedangkan Mba Siska masuk ke kamarnya. Tidak lama kemudian, Mba Siska keluar lagi dari kamar dengan pakaian yang lebih santai, sangat santai malah karena dirinya mengenakan daster motif batik tanpa lengan. Beeuuhh.. Tingkat keseksian, kefeminiman dan keibuannya melonjak drastis, uyeeaah... Bener-bener deh, lumer hati Abang melihat dirimu Mbaaaa Mba.
Mba Siska membawa kantung belanjaan kearah dapur, selang beberapa menit segelas kopi hitam dan segelas air mineral sudah disajikan di atas meja ruang tamu ini. Aw aw aw... Istriable bangets, biar kata lagi ngambeuk tetap aja Mba Siska menyediakan minum untuk Gua, apalagi sekarang, sedang memasak di dapur untuk makan malam kami berdua.
Gua menikmati kopi hitam di sore hari dengan sang racun yang sudah habis 2 batang sambil menonton acara tv. Masih asyik nonton acara gak jelas, tiba-tiba hp Gua bergetar, Gua ambil hp dari saku celana dan membuka sms yang baru masuk itu.
Quote:Percakapan via sms :
Lisa : Za, udah selesai pindahannya ". Gua : Udah Lis, udah daritadi kok..
Lisa : Oh, kalo gitu aku kesitu ya Za, aku bawain kamu makanan nih, pasti kamu lapar kan ".
Waduh si Lisa, kenapa segala mau bawain Gua makanan, duh gak enak dah ini mau jawab apaan. Lebih baik jujur aja deh.
Gua : Lis, maaf ya, Aku lupa bilang kalau hari ini ada pacarku ikut kesini. Maaf banget ya Lis. Lisa : Mba Siska ikut Za " Hmm... Ya udah deh. Sorry ganggu...
Gua : Maafin ya. Aku beneran lupa ngabarin kalo pacarku ikut.
Gua memang lupa bilang ke Lisa kalau hari ini Mba Siska ikut, bukan hanya Ayah dan Nenek saja yang ingin melihat kost-an. Btw, Lisa memang tau kalau status Gua tidak lagi single, karena... Ehm, selesai 'test-drive' bersama Lisa seminggu lalu di kamar no.20, Gua jujur kepadanya kalau Gua sudah memiliki kekasih, malah Gua tunjukkan foto saat bersama Mba Siska dari hp n-gage classic Gua, soalnya si Lisa nih enggak percaya kalau Gua udah punya pacar. Terus perasaan Lisa setelah mengetahui hubungan Gua dengan Mba Siska gimana " Biasa aja tuh, katanya sih biasa aja, tapi cemburu juga kan akhirnya, biarin deh, mau gimana lagi coba ". Apalagi Lisa udah tau juga profesi kekasih Gua, makin bete aja dia mau deketin Gua. Maaf ya Lis, sing penting kan bisa test drive di lain waktu, ups... huahahahaha. Si Eza brengs3x banget. Iya biarin, masa lalu ini, udah lewat mau diapain lagi. Jangan iri ama kemaksiatan bro...
Selesai berbalas sms dengan Lisa, Gua mencium aroma ayam yang digoreng, wanginya menusuk hidung Gua, mantaps nih kayaknya. Dan sepertinya, sebentar lagi selesai nih sang kekasih memasak. Gua pun bangkit dari duduk dan berjalan melangkah ke arah dapur. Gua lihat sang kekasih masih sibuk di depan kompor dengan tangan kanannya memegang spatula, pelan-pelan Gua dekati dirinya, Gua tengok dari sisi bahunya kedepan untuk melihat masakannya, beberapa potong ayam sedang asyik bermandi minyak dengan irisan bawang bombay diatas penggorengan. "Pinter masaknya ya", bisik Gua tepat ditelinga kanan sang kekasih hati.
"Astagfirulloh!", ucapya berteriak kaget,
"Iih.. Ngagetin aja kamu!", ucapnya lagi sambil membalikan badan kearah Gua, "Kaget eza! Ngeselin!", spatula di tangan kanannya diangkat dan hendak dipukulkan kearah wajah Gua.
Otomatis Gua mundur beberapa langkah sambil tertawa pelan. "Hahaha... Maaf Mba, iseng aja aku.. Hehehe...", ucap Gua masih terkekeh.
"Kelewatan isengnya!",
"Huh!", ucapnya judes dan bete.
Mba Siska kembali dengan aktifitasnya memasak ayam tadi, dan tidak menghiraukan Gua. Duh Gua malah gagal fokus melihat pesonanya karena daster batik tanpa lengan yang dia kenakan membuat pikiran Gua membayangkan tangan kanannya yang dia angkat tadi menunjukkan mulusnya bagian ketiaknya itu, bak iklan roll-on untuk ketiak, mulus bersih dan menggoda. Syit! Fantasi Gua ngawur hahahaha...
"Mba jangan marah lagi dong", ucap Gua seraya berjalan mendekatinya lagi.
Mba Siska masih diam dan asyik dengan masak-masakannya itu. Kini Gua peluk tubuhnya dari belakang, Gua lingkarkan kedua tangan kebagian pinggangnya, dan oh my goodness... Memang sih rambutnya model potong pendek ala Polcan pada umumnya, tapi masih bisa dan cukup untuk diikat, nah Mba Siska memang sedari tadi sudah mengikat rambut bagian belakangnya itu, otomatis dong leher bagian belakangnya yang putih dengan rambut tipisnya terlihat jelas oleh Gua. Beuh memabukkan benar deh aroma parfum yang bercampur bekas keringatnya itu di hidung Gua, sumpah bukan jorok, tapi membangkitkan gairah loch. Ah Gua cipikaw-cipikiw ah.
Cup.. "Eh.. Ezaa..". Cupp.. "Isshh, geli Za..".
Cupp.. "Udah Za, aku lagi masak".
Slurpp.. "Ssshh... Aahh.. Zaa". Brrr.. tubuhnya bergetar.
PART 22 Kecupan Gua yang berubah menjadi lumatan pada tengkuknya, membuat sang kekasih menggelinjang kegelian dan lama-lama mendesah karena kedua tangan Gua sudah mengelus lembut bagian perut dari balik daster yang ia kenakan.
Pak! "Waadaawww...", teriak Gua.
Gua langsung menyudahi segala aktifitas mesra yang berubah menjadi kemesuman tadi, karena eh karena, bagian lengan Gua yang tidak masuk kedalam balik dasternya dipukul dengan spatula yang masih berlumur minyak panas.
"Macem-macem tuh tangan!", semprotnya sambil melotot dengan berkacak pinggang.
Gua masih meniup-niup lengan yang terpukul dan terolesi minyak panas, sumpah saking sakit plus panas rasanya nih mulut pingin berucap kalimat kasar kepada sang kekasih hati. Emosi jiwa Gua!
Gua berlalu meninggalkan Mba Siska tanpa memperdulikan ocehannya, Gua ke kamar mandi dan mengolesi luka panas itu dengan odol. Jiir periiih, kampret bener! Nih tangan pertama kalinya kena slepet gara-gara mau mesum, biasanya lancar aja nih tangan mendaki 'gunung', baru kali ini aja tangan Gua hendak start mendaki langsung tewas duluan, belum juga setengah perjalanan udah kena slepet! Apes bener.
Selesai mengolesi odol, Gua keluar lagi dari kamar mandi, dan Mba Siska sudah tidak ada di dapur, Gua pun berjalan kearah ruang tamu. Gua lihat Mba Siska sedang menata piring berisi masakannya diatas meja tamu.
Gua melewatinya begitu saja menuju pintu rumah, males Gua! "Za, kok keluar ?", ucapnya dari ambang pintu.
"Males..", jawab Gua dingin lalu kembali berjalan menuju pagar.
Mba Siska berlari menghampiri Gua yang sedang mencoba membuka pintu pagar. Tangan kanan Gua ditahan olehnya, lalu Gua berbalik badan dan melihatnya yang berdiri sambil tertunduk, Gua lihat kaki mulusnya tanpa sandal.
"Za..", ucapannya terdengar lirih, "Maafin aku, aku gak sengaja, reflek...", lanjutnya seraya melihat lengan Gua yang terolesi odol.
"Aku minta maaf juga udah kurang ajar Mba",
"Tapi ya yang bener aja Mba, kamu pukul aku pake spatula berlumur minyak goreng mendidih gitu..", jawab Gua menahan kesal.
Wah wah wah kampret! Wajahnya mendongak keatas dan menatap wajah Gua, dan Syit! Kampreettt! Matanya sudah berkaca-kaca, buliran air akhirnya menetes membasahi pipinya yang mulus itu. Ah Mbaaa kenapa pake acara nangis sih!
"Maafin aku Za..", ucapnya dengan nada suara yang semakin bercampur isak tangis.
"Udah udah Mba..",
"Yuk masuk aja, malu diliatin orang yang lewat..".
Gua merangkul bahunya dan mengajaknya kembali masuk ke dalam kontrakan. Kami berdua duduk di sofa ruang tamu, Gua masih merangkul bahunya, lalu satu kecupan Gua daratkan di pipi kanannya.
"Maafin aku Mba kalau udah kurang ajar tadi, maaf banget..", "Jujur aja, gak bisa nahan hasrat tadi..",
"Pakaian kamunya juga ngundang banget... Maaf ya Mba..", ucap Gua sambil memegang wajahnya kini dengan kedua tangan, lalu menyeuka airmatanya.
"Iya", "Maafin aku ya Za, udah lukain tangan kamu", "Maaf aku kaget banget tadi..", jawabnya.
Kurang ajar emang si Eza, udah mesum, ditolak, eh masih sok-sok marah, terus bikin anak orang nangis, Sialan Lu Za! Kurang-lebih begitulah makian Gua kepada diri sendiri.
Tiba saatnya menyantap masakan ala Mba'e Siskah... Yummy yummy, ntaps beut ini rasa ayam goreng mentega dan capcay gorengnya, sumpah kamu jago masak banget nget nget sayangkuuu... Nikmatnyooo. Selesai menyantap habis masakan buatan sang kekasih, kami berdua kembali ke dapur, nyuci piring bareng... Seperti Echa, Gua dilarang mencuci piring kotor bekas makan kami berdua, tapi Gua keukeuh membantunya, hasilnya ya basah-basahan dan saling usil colak-colek meperin busa sabun cuci piring.
"Ha ha ha...", "Tuh idung kamu berbusa, lucu tau Za, ha ha ha...", tawanya puas.
"Hadeuh, sama aja Mba, tuh rambut kamu juga ada busa sabunnya.. he he he...", "Sekalian mandi abis ini Mba, dah bau acem kamu dari siang hehehehe...", balas Gua. "Iiih.. Bau acem tapi masih nyiumin aja huuu...".
"Nikmat sih aromanya ehehehe...".
Beres canda bersama sambil mencuci piring, kini Mba Siska masuk ke dalam kamar mandi, untuk bersih-bersih dan membilas tubuhnya. Gua ikut mandi " Maunya sih ngono rek.. Tapi ya Gua masih pingin hidup di dunia kali, megang perut langsingnya aja kena slepet minyak goreng mendidih, apalagi minta mandi bareng, dor beneran nanti, dan alasannya enteng banget, reflek!
"Za, tuh mandi dulu gih, aku udah selesai..", ucapnya setelah berjalan dari arah dapur, dan berhenti di depan pintu kamarnya.
"Oh oke lah..",
"Pinjam handuk ya Mba..", jawab Gua seraya bangkit dari sofa ruang tamu dan menghampirinya.
Kemudian Mba Siska masuk ke dalam kamarnya, membuka lemari pakaian dan mengambil satu handuk baru untuk Gua. Setelah menerima handuk baru darinya, Gua pun bergegas ke kamar mandi untuk membilas tubuh. Sudah pasti luka di tangan Gua akibat 'jatuh dari gunung sebelum mencapai puncak' tidak Gua bilas. Perih Cooiiiyy!
Gua keluar dari kamar mandi dengan memakai celana long-jeans tanpa atasan, handuk Gua kalungkan ke leher, sedangkan kaos, Gua tenteng di tangan kanan. Kembali Gua ke ruang tamu, dan terlihat sosok kekasih hati sedang memainkan laptopnya duduk di sofa ruang tamu. Handuk yang sedari tadi membalut rambutnya yang basah masih dikenakan diatas kepalanya itu, sedangkan balutan pakaiannya masih juga sama, daster batik tanpa lengan. Aish kok jadi mesum lagi ini otak, gak beres dah. Gua mendekatinya lalu cukup tersenyum ketika melihat diatas meja sudah ada secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap.
"Wah, makasih banyak Mba, kopinya udah disediain aja nih..", "Hehehehe..", ucap Gua lalu duduk disampingnya.
"Eh iya Za sama-sama..",
"Pasti kamu pingin ngerokok sambil ngopi kan hi hi hi hi...", jawabnya.
Gua tersenyum kepadanya seraya mencubit pelan hidungnya, "tauu aja kamuuu.. Hehehehe..", lalu, "Eh, kamu lagi kerja ?", tanya Gua melirik kearah layar laptopnya.
"Iya nih, kerjaan kantor..",
"Dicicil sedikit-sedikit Za, biar enggak numpuk besok, huuftt...".
Duh, kasihan Gua melihatnya yang letih dengan banyaknya kerjaan kantor, belum lagi daribkemarin dia membagi eaktunya untuk menemani Gua belanja, laly hari ini beres-beres kost-an Gua, ditambah masak pula untuk kami berdua. Sedih sih melihatnya kecapean gitu, apalagi sempat Gua buat di menangis juga. Duh...
Gua berinisiatif langsung memijat bahunya pelan. "Eh ?", dia menengok kearah Gua.
Gua tersenyum, "aku pijitan ya, pasti cape kan hari ini...", ucap Gua.
Plek... Tubuhnya langsung memeluk Gua, wajahnya menyamping bersandar ke dada Gua yang masih tanpa pakaian bagian atas.
"Makasih ya Za, kamu ngertiin aku", ucapnya dengan suara yang pelan dan terasa tulus bagi Gua.
"Sama-sama Mba, makasih kamu udah bantuin aku dari kemarin..",
"Maaf tadi udah buat kamu marah di mall, karena aku ngotot bayarin belanjaan kamu, dan maaf juga sampai buat kamu nangis tadi ya...", ucap Gua seraya membelai punggungnya dengan lembut.
Mba Siska mendongakkan kepalanya kearah wajah Gua, dagunya menempel ke dada ini, dan matanya kembali berkaca-kaca.
"Eits, gak boleh nangis lagi ah..", ucap Gua sambil tersenyum.
"Enggak kok..",
"Aku seneng, seneng banget malah..", jawabnya. "Seneng kenapa Mba ?".
"Karena kamu..",
"Karena kamu yang udah mau ngertiin aku juga, makasih ya sayang", jelasnya seraya tersenyum manis kepada Gua.
Lalu Gua kecup keningnya pelan dan kembali memundurkan wajah dan menatapnya lagi. Mba Siska tersenyum lebar.
"Za..". "Ya ?".
"I Love You..".
Gua pun tersenyum... Cupp... Gua kecup bibirnya kali ini. "I Love You too Mba..", balas Gua.
Saling menatap beberapa detik, Gua rasakan tubuhnya merangkak naik, wajah kami pun semakin dekat dan...
Cupp.. Capcipcupcepcop... Lama kami saling memagut bibir. Hingga kejadian di depan rumahnya dulu terulang. Rambut Gua sudah dijambaknya karena pagutan bibir semakin menggila, nafasnya menderu. Antara sadar dan nafsu, Gua menimang-nimang... bergerilya apa enggak ya... Tapi Gua pikir dia sedang tidak memegang benda yang membahayakan nyawa Gua, ya paling refleknya nampar aja atau janganjangan laptop di meja dikeprukkan ke kepala Gua...
Gua sudahi ciuman ini, karena Gua tersadar bahwa terlalu bahaya jika terlalu lama, bisa semakin liar nanti. Dengan nafas kami yang masih terengah-engah, Gua melihat senyuman dari bibirnya itu. Cupp.. kecupnya sekilas.
"Mba..". "Ya ?". "Aku pulang ya..".
Wajahnya lalu menunjukkan kebingungan, lalu Mba Siska memundurkan wajahnya namun tetap berada dipangkuan Gua.
"Kok pulang ?".
"Udah malam nih, enggak enak sama tetangga kamu..". "Mana punya tetangga aku disini Za...".
"Ya tetep aja gak enak Mba, tar ada Rt/Rw urusannya aku disuruj nikahin kamu lebih cepet loch.. hehehe...".
"Yaa gak apa-apa dong",
"Malah lebuhvbagus kalo kamu nikahin aku lebih cepet..", "Biar gak nambah dosa terus akunya hi hi hi hi....". "Idiih.. Nyalahin aku nih ?".
"Ya emang kamunya yang suka nakal sama aku, hayoo ?". "Aku nakal karena kamu goda kali Mbaa..".
"Enak aja, mata dan pikiran kamu tuh yang mesum wuuu...".
Kalimat ledekkannya itu membuat bibirnya manyun kearah Gua, tanpa pikir panjang, serang lagi aaah...
Cupa cup... seluruuppss.. Aahh Minum kali Ah! Huahahaha.
"Mmpphh..", "Muuachh..", bibirnya melepas pagutan Gua.
Gua tersenyum geli kearahnya karena mukanya yang memerah, "huuftt.. Udah ah Mba, aku takut di dor sama kamu kalo kelamaan disini", ucap Gua dengan nafas terengah-engah.
Mba Siska memeluk Gua, seolah-olah tidak membuarkan Gua pulang, tapi yaaa... sayangnya hanya seolah-olah...
"Hati-hati dijalan ya Za, langsung pulang ke kost-an ya, jangan kemana-mana dulu, udah malem soalnya", ucapnya yang masih memeluk Gua.
Jaaah, kirain mau disuruh tinggal lebih lama lagi, ngareplah Gua dikit hehehe...
Pada akhirnya, Gua pamit pulang ke kost-an karena waktu memang semakin larut. Jarak kontrakan Mba Siska dengan kost-an Gua memakan waktu hingga 45 menit lebih, sebenarnya bisa lebih cepat asal tidak macet di jalan raya. Mba Siska menawarkan Gua untuk membawa mobilnya, karena dia tau Gua belum ada kendaraan di Jakarta ini. Si Black masih dipakai Ayahanda, sedangkan si Kiddo menganggur di rumah Nenek, belum sempat Gua membawa salah satunya ke kost-an.
Sekitar pukul 20.45 wib Gua sampai di kost-an, setelah memarkir CieRVi milik sang kekasih, Gua berjalan kearah kamar no.20. Sempat Gua lihat kesebrang kamar, tepat di teras kamar no.3 ada seorang perempuan yang asyik mengobrol dengan seorang lelaki bule. Gua lihat perawakan si perempuan sudah matang, alias dewasa. Mungkin itu yang namanya Bianca, seorang female DJ yang diceritakan Mas Wisnu.
Gua sudah berganti pakaian lebih santai, mengenakan bawahan celana basket dan kaos oblong putih, tapi mata belum juga ingin terpejam, akhirnya Gua memilih untuk duduk di depan kamar, di kursi besi. Suasana kost-an sedikit sepi dari pandangan Gua, tapi beberapa suara alunan musik terdengar bersaut-sautan dimulai dari lantai 1 hingga lantai dasar ini. Entah dari kamar nomor berapa saja lantunan musik yang berbeda aliran itu berkumandang. Perempuan yang kemungkinan besar bernama Bianca sudah tidak ada di depan teras kamarnya, mungkin pergi bersama pria bule tadi, atau jangan-jangan di dalam kamarnya... Ah bodo amatlah. Daripada gak jelas, Gua memilih mengecek hp seraya membakar sebatang racun, ada beberapa sms yang masuk dan belum sempat Gua buka.
Quote:Isi sms : Nona Ukhti : Za, lagi apa " Udah rapih kamar barunya " Hati-hati ya sayang, jangan nakal disana, jangan telat makan ya, kalau malas cuci baju nanti bawa ke laundry aja, jangan kebanyakan ngerokok ya, inget kesehatan kamu.
Mba Siska : Za jangan begadang ya, besokkan pagi-pagi udah harus jemput aku dan berangkat kuliah.. Love You.. :*
Teh Echa : Eza udah makan belum " Ada dispenser gak disitu " Tempat makan di deket kost-an cocok gak sama selera kamu Za " Nanti aku main kesana kalau ada waktu.
Mba Yu : Mas udah di Jakarta " Gimana kamar barunya " Udah selesai dirapihin " Aku mau kesitu tapi belum tau kost-an kamu.
Kinan : Eza kost-an mu dimana " Aku bantu beres-beres kamar ya, kamu udah makan malam belum " Mau aku bawain makanan apa Za "
Dewa : Sob, Lu jadi kost ya kata Bokap Lu " Sms-in alamatnya Sob, lumayan Gua kagak perlu sewa kamar motel lagi nih, ha ha ha ha...
Banyak amat yang sms, mau bales dari yang mana dulu ini. Ah dari si kampret Dewa aja dulu deh, kan somplak nih anak, malah mau jadiin kost-an Gua tempat mesum.
Gua to Dewa : Nih alamatnya : Jln. xxx No. xxx Kota xxx kode pos xxx. Dewa : Woy! itu ma alamat rumah Gua kampret!!!
=== Gua to Kinan : Makasih banyak Kak, tapi aku udah selesai beresin kamar tadi siang dibantu Nenek, aku juga udah makan nih, besok ketemu di kampus aja ya Kak.
Kinan : Oh gitu, yaudah deh oke Za. See you soon Za.. (: ===
Gua to Mba Yu : Alhamdulilah kamarnya nyaman Mba, aku udah di Jakarta dari pagi, maaf enggak ngabarin kamu ya, maaf juga baru balas smsnya. Nanti aku ajak kamu main kesini Mba. ===
Gua to Teh Echa : Iya Teh nanti kalau ada waktu kamu main kesini aja. Alhamdulilah cocok kok makanan disini, aku juga udah makan tadi bareng Mba Siska. Ah dispenser lupa kebeli hehehe.. Nanti aja besok-besok aku beli gampanglah.
Teh Echa : Hmm, kalo gitu nanti aku bawain aja dispensernya, kamu gk usah beli ya. Jangan tidur larut malam ya Za, besokkan kamu udah mulai kuliah lagi.
=== Gua to Mba Siska : Okey Mba, kamu juga istirahat ya. Sip besok dijemput sebelum aku berangkat kuliah, Good night n' Love You too :*
=== Gua to Nona Ukhti : Udah rapih dari siang kok Ve, maaf baru dibales smsnya ya. Gampang soal nyuci ma hehehe.. Duh enggak janji kalo gk nakal Ve, hahaha... Iya ini sebatang terakhir kok, abis ini aku gak ngerokok lagi (malam ini doang hehehe).
Nona Ukhti : Tuh kan, dibilangin suka ngeyel, nanti aku pindah ke Jakarta aja kalo gitu, biar ada
yang jagain kamu! Huh!. ===
Lalu masuklah satu balasan sms lagi dari...
Mba Yu : Aku lagi di daerah xxx, abis dari rumah temenku Mas. Deket kan dari kampus mu " Bi sa kesini "
Gua to Mba Yu : Janjian di depan kampus aku aja ya Mba, aku berangkat sekarang kesitu.
Mba Yu : Okey... Gua pun bergegas berganti celana lagi, mengenakan long-jeans biru, lalu mengambil jaket yang tergantung dibalik pintu kamar, dan memakainya. Setelah mengunci kamar, Gua berjalan kearah gerbang kost-an, mata Gua malah melirik kearah parkiran mobil dan memandangi CieRVi sang kekasih. Pakai mobilnya atau naik ojek ya, pikiran Gua menimang-nimang antara menggunakan kendaraan sang kekasih atau menggunakan jasa ojek. Ah naik ojek ajalah, kan Mba Yu bawa mobil, masa nanti dua mobil jalan-jalannya, gak asyik lah, eh tapi siapa yang mau jalan-jalan juga sih.
Singkat cerita Gua sudah berada di depan kampus setelah membayar 10 ribu rupiah kepada bapak ojek yang mengantar tadi. Tidak lama mobil Mba Yu pun datang, dan berhenti tepat di samping Gua. "Hai cowok, lagi mangkal ya ?", ucap Mba Yu setelah membuka jendela pintu kemudi.
"Hai Tante, mau booking aku ya Tan ?", "Ha ha ha ha...", balas Gua menanggapi.
"Iiih enak aja bilang tante-tante!",
"Masih muda gini, Kakak doong.. hi hi hi hi...", balasnya lagi seraya terkekeh.
Setelah saling lempar ejekkan, Gua pun masuk ke pintu kemudi, tentunya Mba Yu bergeser ke jok sebelah. Malam ini, aduh aduh, nampak cantik ini Mba Yu kuuuu.. Selalu buat Gua kesengsem deh kalo dirinya mengenakan jaket sporty putih favoritnya itu, bawahan celan long-jeans biru muda, dan tidak lupa jam pemberian Gua dia kenakan, oh satu lagi, rambut panjang pirangnya dikuncir kuda. Simple but charming bangetsss.
"Kamu udah makan Mba ?", tanya Gua yang masih belum menjalankan mobil. "Belum, hehehe..", jawabnya tertawa pelan.
"Lah udah malem kok belum makan sih..", "Mau makan apa nih ?", tanya Gua langsung.
"Pizza aja yu Za..",
"Lagi pingin Pizza hehehe..". "Sip, berangkaaattt..".
Gua melajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju sebuah resto ala Italian. Sekitar 15 menit kami berdua pun sampai di resto tersebut. Mba Yu memesan pizza ukuran kecil, karena Gua masih merasa kenyang setelah makan dengan Mba Siska sebelumnya. Gua memesan salad dan ice lemon tea, beberapa menut kemudian menu pesanan pun sudah dihidangkan diatas meja. Sambil menikmati makanan, kami mengobrol santai seputar kuliah Gua.
"Jadi nanti kamu mau fokus di bidang apa Za ?", tanya Mba Yu setelah menghabiskan 2 potong pizza.
"Belum tau sih Mba, kan ini baru awal, belum ada penjurusan yang spesifik, lagian yang aku tau katanya sih penjurusan nanti pas pkl...", jawab Gua.
"Hmm.. Ya yang penting kamu gak asal milih karena ikutan temen kamu aja Mas, kan ini untuk masa depan kamu toh..".
"Iya Mba, mudah-mudahan sih lancar semua..",
"Ngomong-ngomong kamu kapan masuk kuliah Mba ?", tanya Gua kemudian.
"Satu minggu lagi Za, tapi dari kemarin aku udah ke kost-an sih, beres-beres juga, ditinggal liburan debunya ampun Mas...", jawabnya.
"Ooh, iya pasti gak betah ya kotor gitu.. Eh iya, kamu sekarang pulang ke kost-an mu apa langsung pulang ke rumah Mba ?", tanya Gua lagi.
"Mmm..", Mba Yu berpikir sejenak,
"Kayaknya langsung ke rumah aja Mas, lewat tol..", jawabnya kemudian. "Wah jangan deh Mba..".
"Kenapa Mas ?".
"Aku khawatir, udah malem ini Mba, udah diatas jam 9 tuh..", jawab Gua seraya melirik ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri.
"Terus ?", "Aku pulang ke kost-an aku aja gitu ?".
Gua menggeleng pelan lalu tersenyum, "Kamu pulang ke kost-an aku aja ya, besok pagi baru pulang ke rumah..", jawab Gua akhirnya.
Mba Yu pun tersenyum manis sekali, dan mengangguk malu-malu tapi mau... Hell Yeah!!! Tonight, the star is shining bright in the sky...
PART 23 Pukul 22.30 wib lewat Gua dan Mba Yu sudah sampai di kost-an, mobil Mba Yu tepat Gua parkirkan di sebelah CieRVi Mba Siska. Lalu kami berdua pun berjalan kearah kamar no.20. Ceklek.. Pintu terbuka.
"Wah Mas, bagus banget kamar kamu...", ucap Mba Yu yang berdiri di ambang pintu.
"Ya alhamdulilah Mba..",
"Ayo masuk Mba, ngapain berdiri disitu " udah malem..", jawab Gua sambil melepas jaket di samping kasur.
"Eh iya Mas..", Mba Yu berjalan masuk ke dalam lalu menutup pintu kamar dan menguncinya.
Gua kembali berjalan kearahnya yang masih berdiri di dekat pintu, lalu Gua menggantung jaket di hanger belakang pintu. Ketika Gua mengaitkan jaket ke hanger, ternyata Mba Yu melirik kearah lengan Gua yang terluka.
"Mas..", "Itu tangan mu luka kenapa ?", tanyanya.
"Eh..", "Oh ini.. Eumm..",
"Kena minyak Mba, minyak goreng..", jawab Gua sedikit kikuk.
"Kok bisa ?", "Masak apaan emangnya Mas ?", tanyanya semakin kepo.
Mau gak mau Gua pun mengarang sedikit cerita soal luka di lengan ini. Gua bilang saja tadi pagi tes masak ikan asin, nah karena ikan asinnya masih dalam keadaan basah malah percikan minyaknya loncat-loncat mengenai lengan Gua.
"Diih, ada-ada aja sih Mas, bukannya dikeringin dulu airnya baru dimasak..", ucapnya.
"Iya Mba lupa..",
"Mba, udah malam nih, kamu istirahat gih.. Tuh tidur dikasur ku aja..", "Biar aku tidur di matras...", ucap Gua seraya menuju ke kamar mandi.
Selesai berganti celana santai, Gua pun keluar kamar mandi dan menggelar matras pemberian Om Gua, ya matras biasa yang biasa dipakai aparat baju ijo gitu lah. Mba Yu gantian masuk ke kamar mandi, untuk bersih-bersih dan mengganti baju atasnya dengan kaos milik Gua dari lemari pakaian.
Gua sudah rebahan diatas matras dan menyalakan Tv ketika Mba Yu keluar dari kamar mandi. Mba Yu duduk diatas kasur, lalu menyandarkan punggungnya ke bahu kasur, bed-cover sudah ditariknya hingga seperut. Gua pun mengenakan sarung untuk menahan dinginnya AC di kamar ini. "Lampunya mau dimatikan Mba ?", tanya Gua.
"Boleh Mas...", jawabnya.
Gua pun bangkit dan mematikan lampu kamar, kini penerangan hanya dari Tv yang masih menyala dan lampu tidur yang redup diatas lemari kecil samping kasur. Gua kembali rebahan diatas matras dan menarik sarung, Tv sudah Gua timer agar auto-off.
Beberapa menit kemudian hanya suara Tv yang Gua dengar, mata pun kian menutup karena rasa kantuk yang menyerang. Tapi baru saja Gua akan mengarungi alam mimpi, suara merdu nan manis membuat Gua kembali membuka mata.
"Mas". "Ya Mba ?". "Dingin gak ?".
"Aku pakai sarung kok..".
"Diatas sini Mas tidurnya sama aku...". ...
Alarm hp membangunkan Gua karena bunyinya yang cukup cumiakkan telinga. Tangan Gua merabaraba sisi atas matras dan mengambil hp dengan mata yang masih terpejam, perlahan Gua kerjapkan mata lalu melihat jam di hp. Pukul 04.30 wib. Gua mengucek mata sebentar lalu duduk diatas matras, meregangkan otot yang sedikit kaku karena tidur dibawah, Gua rentangkan tangan seraya menguap. Dengan rasa kantuk yang masih menggelayut di kelopak mata, Gua paksakan tubuh berdiri dan bergegas ke kamar mandi, langsung saja Gua mem-bom wc dengan amunisi dari dalam perut, selesai bom alaium gambreng, Gua langsung bersih-bersih membilas tubuh. Dasar ibu kota, subuh gini aja airnya gak terasa dingin, beda sama di kota Gua. Beres mandi Gua mengambil wudhu.
Gua keluar kamar mandi dan melihat Mba Yu yang masih tertidur pulas diatas kasur. Gua tersenyum melihat wajah damainya yang tentram mengarungi alam mimpi. Semalam Gua memilih tetap tidur dilantai beralaskan matras daripada memilih tawarannya yang meminta Gua tidur satu ranjang dengannya.
Lalu Gua pun menggelar sajadah dan melakukan kewajiban 2 raka'at. Selesai shalat, Gua melirik lagi ke arah kasur, Gua terkekeh pelan ketika melihat Mba Yu menggeliat dalam selimut. Tidak lama matanya terbuka perlahan dan menatap Gua yang masih terduduk diatas sajadah. "Mas..".
"Ya Mba..". "Habis shalat subuh ?".
Gua mengangguk pelan dan tersenyum, "Kamu mau shalat Mba ?", tanya Gua sambil berdiri dan melepas baju koko.
"Aku lagi gak shalat Mas ada 'tamu', hihihi...", jawabnya.
"Ooh, yaudah kalo gitu..",
"Eh iya Mba.. Aku mau berangkat..", ucap Gua seraya membuka lemari pakaian dan mengambil kemeja kuliah,
"Kamu kalo masih mau tidur, tidur aja enggak apa-apa.. Nanti kunci kamar taruh diatas ventilasi aja ya Mba kalo mau pulang siang..", lanjut Gua sambil mengenakan kemeja.
"Loch ?", "Ini jam berapa " Kok pagi banget Mas kuliahnya ?", tanyanya seraya bangun dan terduduk diatas kasur.
Selesai mengenakan kemeja, Gua mengambil celana bahan hitam, lalu berjalan kearah kasur dan duduk disisi ranjang, tepat di sebelah Mba Yu yang masih duduk. Gua membelai lembut kepala atasnya.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mau jemput dan antar Mba Siska dulu..", jawab Gua.
"Mba ?", "Mba Siska " Mba Siska nya saudara Almh. Dini ?", tanyanya lagi dengan cukup terkejut. "Iya Mba..".
"Kamu.." "Kamu sama Mba Siska ?".
Gua mengangguk tanpa tersenyum, lalu Gua peluk tubuhnya, menyandarkan kepalanya ke bahu Gua.
"Maafin aku ya Mba..", "Maaf.. Maaf...".
"Kenapa Mas..",
"Kenapa kamu milih dia ?".
"Maafin aku Mba, aku udah lama suka sama dia...". "Kenapa kamu gak balik ke aku Mas.. Kenaapaaaa...".
Suara isak tangisnya pun pecah mengisi ruang kamar nomor 20. Menyambut pagi ini dengan tangis seorang perempuan bukanlah harapan Gua, tapi sebuah kejujuran adalah pilihan tepat bagi Gua daripada membohonginya.
... Gua sudah berada di dalam mobil milik sang kekasih, melintasi jalan raya ibu kota ini bersama kendaraan lainnya yang mulai memadati jalanan. Sekitar pukul 6 lewat, Gua sudah memarkirkan mobil di halaman rumah kontrakan sang kekasih. Gua turun dari mobil dan menuju pintu rumah yang sudah terbuka.
"Assalamualaikum..", Gua mengucapkan salam.
"Walaikumsalam..", jawab sang kekasih hati sambil berjalan keluar dari kamarnya.
Wow.. wow.. wow.. Cuantiiikkknyooo Mba Siska kuuu. Duh duh duuuh, pacar Gua beneran cantik beuts dah, seragam kerjanya itu loch, beeuuuh.. cocok daaah Mba kamu jadi pacar Mas Eza hahahaha...
"Eh udah datang kamu...", "Masuk dulu Za",
"Aku lagi masak air panas buat kopi kamu...", ucapnya yang sudah berada tepat dihadapan Gua. "Makasih banyak Mba hehe..",
"Ah aku tunggu diluar aja Mba", jawab Gua lalu duduk di kursi plastik di teras kontrakannya.
Sambil menunggunya membuatkan segelas kopi hitam, Gua sudah 'ngebul' menghisap sang racun. Gua keluarkan hp lalu mengetik sms.
Quote:isi sms : Gua : Mba, kalo udh bngun, jngn lupa dimakan ya sarapannya, aku beliin nasi uduk tdi, aku taruh diatas meja belajar.
report : Delivered to Mba Yu.
Gua memang sengaja membelikannya sarapan, sekalian Gua makan nasi uduk juga sih. Setelah kejujuran Gua soal hubungan dengan Mba Siska yang membuat Mba Yu menangis, Gua meminta maaf dan menenangkannya, rasa bersalah pasti ada karena Gua tidak memilih untuk kembali ke pelukkannya. Gua masih sayang dengan Mba Yu, tapi apa boleh buat, sekarang sudah ada Mba Siska di hati Gua, gak mungkinlah Gua juga memutus hubungan dengan Mba Siska secepat ini. Toh Gua juga serius menjalin kisah dengan Mba Siska, bukan hanya pelarian semata. Walaupun Mba Siska galak, tetep aja Gua jatuh hati padanya, gak Gua pungkiri rasa suka yang sejak lama terpendam di hati langsung meledak ketika Mba Siska menerima pernyataan rasa suka Gua. Gayung bersambut, Gua pacaran dengannya, tapi ternyata di lain hati, di lain tempat, Mba Yu malah sudah putus dengan pacarnya. Mana Gua tau dia putus sebulan sebelum Gua jadian dengan Mba Siska. Memang belum waktunya mungkin Gua balikkan dengan Mba Yu yang seksehnya gak ketulungan.
Tidak lama, Gua pun harus berangkat untuk menjemput sang kekasih, lalu Mba Yu memilih untuk kembali tidur, mungkin masih lelah, lelah karena hatinya menangis.
Tidak lama kemudian Mba Siska sudah kembali dengan secangkir kopi hitam dan secangkir teh manis. Lalu dirinya duduk di bangku plastik juga, samping meja plastik yang menghalangi kami. "Itu apaan Za ?", tanya Mba Siska melirik kearah kantung plastik hitam diatas meja teras.
"Oh iya, maaf aku lupa hehehe..", "Ini nasi uduk untuk sarapan kamu Mba..", "Kamu belum sarapan kan ?", tanya Gua.
"Ya ampun makasih banyak Zaa..",
"Kamu perhatian banget, tadinya aku mau ajak kamu sarapan disebelah, di warteg situ..", "Iya aku belum sarapan, makasih sekali lagi ya Za..", ucapnya.
"Sama-sama Mba..",
"Ya udah dimakan dulu Mba..".
Mba Siska pun kembali kedalam rumah untuk mengambil piring dan sendok, lalu kembali lagi ke teras dan memindahkan sarapan dari kertas nasi ke piring yang dia ambil tadi.
Perhatian kecil seperti ini cukup membuat hati seorang perempuan berbunga-bunga, bukan soal lebay dia sampai mengucapkan terimakasih 2x. Karena sewajarnya perempuan yang biasanya selalu menyiapkan sarapan ataupun hidangan lainnya, jadi jika kita sebagai lelaki bisa mengganti perannya sekali-kali dalam menyediakan sarapan seperti ini pastilah pasangan atau gebetan kalian senang bukan main. Karena sudah jadi hal biasa jika kita hanya datang dan menawarkannya 'mau sarapan dimana "'.
(Yank.. Iya gak " Hehehe... Kangen yak aku masakin sarapan pagi kayak diawal nikah... ) "Eh kamu udah sarapan ?", tanyanya yang tidak jadi menyendok makanan ke mulutnya.
"Udah kok Mba, maaf ya aku sarapan duluan...",
"Tadi langsung makan di tempat jual nasi uduknya hehe...", jawab Gua seraya mengangkat cangkir kopi.
"Ooh yaudah, aku makan ya Za..", ucapnya lagi dengan senyuman manis sekali.
Gua mengangguk pelan seraya meneguk kopi. Lalu Gua hanya tersenyum melihatnya memakan sarapan yang Gua belikan itu. Mba Siska mengunyah makanan sambil tersipu malu karena gua memperhatikannya terus. Duh manisnya kamu Mba, cantik lagi walaupun lagi makan, ah kapan sih kamu jeleknya.
Beres juga dia menghabiskan sarapannya dan meminum teh manis, bersamaan dengan itu Gua pun sudah menghabiskan kopi buatannya. Mba Siska membereskan cangkir dan piring kotor lalu membawanya ke dapur, kemudian dia kembali ke depan dengan tas kerjanya, selesai menutup pintu dan menguncinya, kami pun masuk kedalam mobil.
Gua sudah mengemudikan kembali mobilnya ke jalan raya, menuju kantor sang kekasih. Dengan arahan darinya Gua pun mengarahkan mobil ke jalan A B dan C, sekitar 20 menit bergelut dengan kemacetan ibu kota, akhirnya kami sampai di depan kantor sang kekasih. Oh ini toh kantornya, ucap Gua seraya melongok kearah kantornya dari dalam mobil.
"Za, makasih ya udah anter aku",
"Nanti aku pulang jam setengah lima sore..",
"Kalo kamu masih ada kuliah gak apa-apa, gak usah jemput aku, biar aku pulang bareng temen ku..", ucapnya.
"Oh oke Mba, tapi tenang aja, aku kuliah cuma sampai jam 3 sore kok..", jawab Gua Mba Siska tersenyum kepada Gua, membuka seatbeltnya dan..
Cupp.. kecupan bibirnya mendarat tepat di bibir Gua.
"Aku kerja dulu ya sayang...",
"Hati-hati di jalan, kabarin kalau udah sampai kampus..", ucapnya.
Gua tarik pelan tengkuknya agar wajahnya mendekat lagi. Lalu Gua kecup keningnya. Cup.. "Oke Mba, semoga hari ini lancar ya kerjanya..", ucap Gua kemudian.
"Sip, makasih Za..",
"Aku masuk dulu ya, udah mau apel tuh..", ucapnya lagi.
"Dih kayak anak sekolah aja masih upacara senin pagi hehehe...", balas Gua. "Yee, kewajiban dan rutinitas kerjaan aku tauuu...", jawabnya lagi seraya mencubit gemas pipi Gua.
Setelah Mba Siska keluar mobil dan hilang dari pandangan mata Gua, tangan kiri Gua menggerakkan persneling ke gigi-1 dan kembali mengemudikan mobil untuk berangkat ke kampus.
Macet lagi macet lagi... Gara-gara si komo lewat... Gua telat ini ma hadeuh! Jam 8 kurang 10 menit masih ditengah kemacetan, membuat harapan Gua pupus mengawali kuliah dengan niat tepat waktu. Ya akhirnya sampai juga di parkiran kampus, beres memarkirkan mobil milik sang kekasih, Gua pun berlari kecil menuju kelas, dan dasarnya teledor dan terburu-buru, Gua lupa Jas kampus tertinggal di dalam mobil, mau enggak mau Gua balik lagi ke parkiran dan mengambil Jas yang Gua gantung di jok kemudi. Gua cek jam tangan sudah menunjukkan pukul 08.25 wib, hadeuh telat 25 menit lagi! Vret kamvret!. Bodo lah, tes aja dulu masuk kelas, siapa tau masih dikasih kelonggaran, toh pasti ada acara halal-bihalal, pikir Gua.
Sampai depan pintu kelas, Gua melihat Pak Dosen sudah memulai perkuliahan, teman-teman Gua pun sudah lengkap di dalam kelas. Gua mengetuk pintu yang memang sudah terbuka. "Pagi Pak..", ucap Gua.
Pak Dosen yang baru Gua lihat selama kuliah ini, menengok kearah Gua lalu tersenyum.
"Pagi juga Mas..",
"Ada yang bisa dibantu ?", tanyanya.
"Maaf Pak, saya terlambat datang karena jalanan ibu kota macet..".
"Oh kamu kelas sini juga..",
"Memangnya kapan Jakarta gak macet Mas ?", tanyanya lagi dengan tetap tersenyum.
"Maaf Pak, saya dari kota xxx..",
"Telat bangun juga tadi pagi Pak..", ucap Gua berbohong.
Pak Dosen hanya menggeleng pelan lalu menyuruh Gua masuk ke dalam kelas. Ah selamat Gua, baik nih Dosen.
"Mas, nama mu siapa ?", tanyanya ketika Gua baru menaruh tas diatas meja.
"Oh, nama saya Reza.."
"Reza Agatha Pak..", jawab Gua dengan posisi berdiri dibelakang meja.
Lalu Pak Dosen memanggil Gua untuk turun dengan gerakan tangannya, Gua pun kembali menuruni tangga dan menghampirinya yang berada di bawah.
"Ya Pak ?", tanya Gua ketika sudah berada di hadapannya.
"Kenalkan nama saya Boy",
"Dosen F&B pengganti Pak Avin..", ucapnya seraya mengulurkan tangannya.
Gua cukup terkejut dengan gaya perkenalannya yang ramah dan terlihat bersahabat ini. Dan Gua akhirnya tau juga kalau dia pengganti Dosen F&B sebelumnya yang pindah kerja ke luar negeri. Gua pun menyambut jabat tangannya, gile kuat banget cengkraman tangannya, lagian apa maksudnya nih dia pake acara menyeringai ke Gua. Rasa takut pun mengusik perasaan Gua, jangan-jangan... Jangan-jangan nih Dosen yang bernama Boy, Homo lagi.. Oh Fak! Apes kalo ketakutan Gua benerbener menjadi kenyataan.
Lalu Dosen baru Gua itu menepuk bahu kanan Gua dengan tangan kirinya. "Ada salam dari Veronica anak kelas B untuk kamu..", ucapnya pelan.
PART 24 Santai dan penuh canda tawa suasana kelas hari ini. Alasannya karena Dosen baru yang mengajar di bawah sana ternyata orangnya asyik juga. Basic ilmunya seputar F&B service, tapi lebih banyak dia memberikan pengetahuan soal sejarah wine, campuran beberapa minuman dan yang terakhir ini... Perasaan Gua gak enak ketika dia mulai bercerita pengalaman pertama kali magang di sebuah bar di Bali, baru hari pertama magang di sana, Pak Boy ternyata sudah berhasil menaklukan pelanggan bar asal Belanda. Jelaslah Gua gak percaya, itu turis cowok apa cewek, jangan-jangankan.. Tapi ya dia bilang sih cewek tulen, ada hole-nya depan-belakang, sial bener tuh omongannya, mesum abis. Karena penjelasan terakhirnya itulah Gua dan Mat Lo sepakat memberikan Pak Boy Gelar Dosum, D*s** Mesum.
Bahas pelajaran tentang cara nyampur minuman dan served sebanyak 40%, dan 60% sisanya jelas sudah membuat mahasiswi di kelas Gua bergidik ketakutan. Apalagi kalo bukan soal girls and girls... ckckck. Tapi baguslah, ketakutan dan pikiran negatif Gua diawal tadi enggak terbukti, doi normal ternyata.
Sorry to say, namanya di dunia perhotelan tuh yang namanya penyuka sesama kaum pasti lebih banyak dibandingkan profesi lainnya. Ngeri coy... Tapi sejauh ini gelagat Pak Boy sih lurus, walau sedikit berkelok ke kiri. Huehehehe...
Pedang Kilat Membasmi Iblis 4 Empat Serangkai - Rahasia Kastil Bulan The Secret Of Moon Castle Cewek Baru 3

Cari Blog Ini