Ceritasilat Novel Online

Hijaunya Lembah Hijaunya 22

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 22


mempercayakan dan tidak berusaha untuk membunuhnya,
maka agaknya Pangeran Lembu Sabdatapun akan tetap
pula pada sikapnya. Semua rahasia yang ada di dalam
dirinya, akan dibawanya mati.
Karena itu, maka Pangeran Lembu Sabdata justru tidak
lagi menjadi sangat tegang menghadapi Pangeran Singa
Narpada dan kedua orang yang menyertainya.
"Adimas" berkata Pangeran Singa Narpada kemudian
"bagaimana keadaan adimas sekarang" Bukankah lukamu
memang sudah menjadi baik "
Pangeran Lembu Sabdata baru mengangkat wajahnya.
Jawabnya "Aku sudah sembuh kakangmas. Luka itu tidak
seberapa" "Sukurlah. Jika demikian, maka aku akan dapat muiai
dengan beberapa hal. Seperti yang sudah aku katakan,
maka aku ingin adimas membantu aku, agar pekerjaanku
cepat selesai" berkata Pangeran Singa Narpuda.
"Baiklah" jawab Pangeran Lymbu Sabdata "Apa yang
sebenarnya ingin kakangmas ketahui" Usaha untuk
membunuhku itu membuatku menjadi mendendam. Karena
itu, maka tugas kakangmas memang akan cepat selesai"
Pangeran Singa Narpada mengerutkan keningnya.
Sementara itu Pangeran Lembu Sabdata berkata
"Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin merubah sikapnya
atas Kediri dan Singasari. Tetapi ternyata orang-orang yang
selama ini telah bekerja bersamaku, sama sekali tidak
mempunyai landasan kepercayaan yang satu kepada yang
lain, sehingga justru karena itu, maka aku dengan sengaja
akan mengkhianati mereka"
Pangeran Singa Narpada termangu-mangu sejenak.
Sikap Pangeran Lembu Sabdata memang sudah berubah
meskipun dalam watak yang sama. Tinggi hati dan tetap
garang. Sementara itu Pangeran Lembu Sabdata meneruskan
"Kakangmas, jika aku mengatakan sesuatu tentang usaha
untuk menghancurkan Singasari. sama sekali bukan karena
aku takut mengalami tekanan. Jasmaniah atau rohaniah.
Aku sebenarnya telah siap menghadapi sikap yang
bagaimanapun juga. Tetapi jika aku kemudian mengatakan
satu jalur perlawanan atas Singasari, maka itu adalah
karena kehendakku sendiri, karena aku kecewa atas sikap
saudara-saudaraku yang tidak mempercayai aku"
Pangeran Singa Narpada menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi ia berusaha untuk menyabarkan diri sendiri. Katanya
kemudian "Baiklah adimas. Apapun yang mendorongmu
aku tidak akan mempersoalkannya. Tetapi aku ingin
mengetahui siapakah yang menjadi penggerak utama dari
usaha melawan kekuasaan Singasari itu?"
"Kakangmas Kuda Permati. Nah, jelas" Kakangmas
Kuda Permati telah memerintahkan dua orang pengikutnya
untuk membunuh aku karena agaknya kakangmas Kuda
Permati tidak percaya bahwa tidak seorangpun akan dapat
memeras keterangan dan mulutku. Kakangmas Singa
Narpadapun tidak akan berhasil memaksa aku bicara
dengan cara apapun juga. Tetapi sekarang, akan sengaja
mengatakan" jawab Pangeran Lembu Sabdata.
Pangeran Singa Narpada sekali lagi menarik nafas
dalam-dalam. Meskipun Pangeran Singa Narpada sudah
tidak terlalu terkejut mendengar nama itu. Tetapi bahwa ia
masih berharap untuk berhadapan dengan orang lain.
Tetapi ternyata bahwa nama itulah yang disebut oleh
Pangeran Lembu Sabdata. Dengan demikian, maka Pangeran Singa Narpada tidak
akan dapat mengelak lagi, bahwa ia memang pada satu saat
berhadapan dengan saudaranya yang pendiam itu. Tetapi
yang memiliki keinginan untuk menggulung bintangbintang
dilangit. "Adimas Lembu Sabdata" berkata Pangeran Singa
Narpada "sebenarnya aku memang sudah menyangka.
Tetapi kenapa adimas Lembu Sabdata sampai terjerumus ke
dalam pengaruhnya yang akan dapat mengeruhkan keadaan
bukan saja pada masa hidup kita sekarang ini, tetapi juga
pada masa anak cucu kita. Aku tidak akan merasa prihatin
seperti sekarang ini, seandainya Pangeran Kuda Permati
menghimpun kekuatannya, menyingkir ke hutan dan
membangun kekuatan melawan Singasasari dan Kediri.
Tetapi yang dilakukan oleh Pangeran Kuda Permati
ternyata sangat mencemaskan. Hutan-hutan dijadikan
padang yang gundul dan gersang. Tetapi yang akan menjadi
jalur arus banjir di musim hujan. Lereng-lereng pegunungan
yang ditebangi akan kehilangan warnanya dan tanah akan
hanyut bertimbun di lembah-lembah"
Pangeran Lembu Sabdata termangu-mangu sejenak.
Namun iapun kemudian berkata "Cara itu adalah cara yang
paling baik untuk menghancurkan Singasari. Singasari
terlalu kuat untuk dilawan dengan kekuatan prajurit. Tetapi
dengan memperlemah kedudukannya dan menimbulkan
kegelisahan rakyat dan ketidakpuasan, maka kakangmas
Pangeran Kuda Permati akan dapat mengambil hati rakyat
yang kelaparan karena sawahnya hanyut dilanda banjir dan
lereng lereng gunung yang gundul"
"Cara yang sangat keji" desis Pangeran Singa Narpada.
"Tentu seimbang dengan kekejian orang-orang Singasari
yang telah merampas Kediri. He, apakah kakangmas Singa
Narpada tidak merasa kehilangan" Apakah kakangmas
Singa Narpada tidak ingin Kediri kembali menjadi satu
negara yang besar dan tidak harus tunduk kepada
Singasari?" "Apa bedanya Kediri dan Singasari" Yang penting rakyat
harus mendapatkan haknya sesuai dengan kewajibannya"
jawab Pangeran Singa Narpada "rakyat harus hidup dengan
baik dan memandang hari depan dengan penuh harapan"
Kita tidak dapat memandang keseluruhan isi tanah ini
dengan berpusar pada diri kita sendiri. Kecuali jika
Singasari telah kehilangan kiblat pemerintahannya dan
tidak lagi menghiraukan hak rakyatnya"
Pangeran Lembu Sabdata tersenyum, namun betapa
pahitnya. Katanya "Aku berpendirian lain kakangmas Aku
merasa wajib untuk membangunkan kembali satu
kekuasaan atas keluarga dan keturunan raja-raja di Kediri.
Aku masih berharap bahwa kekuasaan atas tanah ini akan
kembali kepada keluarga Kediri yang sekarang tidak lebih
dari kekuasaan seorang Adipati"
Pangeran Singa Narpada memandang Pangeran Lembu
Sabdata dengan tajamnya. Kemudian dengan suara berat ia
bertanya "Jadi bagaimana dengan adimas sekarang"
Adimas sudah mengatakan, siapakah orang utama dalam
gejolak ini. Apakah sebenarnya yang adimas kehendaki?"
"Aku ingin membalas dendam. Tetapi itu bukan berarti
bahwa aku telah berubah pendirian. Jika kemudian aku
tidak dapat berbuat apa-apa lagi, karena kekuatan kami
menjadi lumpuh sepeninggalan kakangmas Kuda Permati,
namun tidak seorangpun akan dapat merubah sikap di
dalam dadaku menghadapi hubungan antara Kediri dan
Singasari" tiba-tiba saja Pangeran Lembu Sabdata
menggeram. Jantung Pangeran Singa Narpada bagaikan tersentuh api.
Jika ia tidak mengingat bahwa orang yang membuat
hatinya panas itu adalah adiknya yang sudah mengatakan
dengajn terus terang, apapun alasannya, tentang orang yang
berdiri diujung usaha perlawanan atas Singasari itu, serta
menghindari kesan yang buruk atas orang-orang Kediri bagi
orajig-orang Talang Amba, agar mereka tidak menganggap
bahwa para bangsawan di Kediri adalah orang-orang kasar,
majka ia tentu sudah bertindak lain.
Tetapi Betapapun dadanya serasa menjadi mendidih,
namun ia masih berusaha untuk menahan diri. Karena itu,
maka katanya kemudian "Adimas Pangeran. Ternyata
adimas telah terperosok ke dalam satu pertentangan di
dalam diri sendiri. Namun bagaimanapun juga, maka
adimas Pangeran Lembu Sabdata tidak akan dapat bekerja
bersama lagi dengan Pangeran Kuda Permati. Meskipun
demikian, perhatian terbesar kemudian harus ditujukan
kepada Pangeran Kuda Permati"
Pangeran Lembu Sabdata termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian jawabnya "Segalanya terserah kepada
kakangmas. Tetapi kakangmas sudah melihat isi hatiku.
Aku adalah salah seorang yang menentang kekuasaan
Singasari atas sendiri"
"Apapun yang kau katakan, tetapi kau sekarang sudah
tidak berdaya. Aku tahu, bahwa tidak seorangpun yang
akan dapat merubah sikapmu. Merubah isi hatimu. Tetapi
orang lain akan dapat membatasi ungkapan dari kata
hatimu itu dalam ujud kewadagan. Kau sekarang berada di
dalam bilik yang dibatasi oleh dinding yang kuat, dijaga
oleh sekelompok prajurit. sehingga dimanapun tak lebih
dari ruang sempit ini" berkata Pangeran Singa Narpada
yang menahan gejolak di dalam dadanya.
Wajah Pangeran Lembu Sabdata menjadi merah. Tetapi
kemudian iapun menyadari, apapun yang bergejolak di
dalam jiwanya, maka keterbatasan wadagnya telah
mengikatnya dalam ketiadaan kemungkinan untuk berbuat
sesuatu. Karena itu, maka Pangeran Lembu Sabdata itupun tidak
menjawabnya lagi. Kepalanya tertunduk dalam-dalam,
sehingga terasa betapa kekecewaan telah mencengkamnya.
Sebenarnyalah Pangeran Lembu Sabdata telah menyesali
dirinya sendiri. Ia merasa bahwa bekalnya masih jauh dari
mencukupi untuk ikut serta menjadi penggerak dalam usaha
beberapa orang untuk melepaskan diri dari kekuasaan
Singasari yang dianggapnya tidak berhak atas
kekuasaannya itu. Hal yang demikian bukan hanya pernah terjadi saat itu.
Beberapa saat yang lalu, beberapa orang telah melakukan
hal yang serupa meskipun juga gagal. Tetapi menurut
penilaian Pangeran Kuda Permati, yang terjadi beberapa
saat yang lalu, hanyalah sekedar perbuatan beberapa orang
Pangeran muda yang tidak mampu mengekang diri sendiri.
Bahkan condong sebagai satu permainan yang sangat
berbahaya. Pangeran-pangeran muda itu bagaikan anakanak
yang tidak tahu bahwa bara itu ternyata panas dan
dapat membakar tangannya, sehingga karena itu, maka
anak-anak akan dengan beraninya menyentuhnya.
Sedangkan yang dilakukan oleh Pangeran Kuda Permati
agaknya telah dipikirkannya masak-masak. Ia mulai dari
putaran yang paling jauh, sebagaimana seseorang yang
menghadapi semangkuk nasi yang panas. Orang itu harus
dengan telaten mengambilnya dari lingkungan yang paling
luar untuk mendapatkan nasi yang paling dingin.
Tetapi api yang sudah menyala di Talang Amba,
agaknya telah mempercepat segala rencana yang telah
disusun. Dendam dan harga diri yang tidak terkendali,
ternyata telah merugikan perjuangan Pangeran Kuda
Permati, sehingga akhirnya, perintah Pangeran Kuda
Permati kepada dua orang kepercayaannya adalah agar
mereka membebaskan Pangeran Lembu Sabdata yang
tertawan, atau membunuhnya sama sekali.
Pangeran Kuda Permati memang merasa sangat kecewa
terhadap Pangeran Lembu Sabdata. Ternyata bahwa yang
dijanjikan sama sekali tidak dapat diujudkan. Bahwa
dengan kekuatan yang dipercayakan kepadanya untuk
menghancurkan Talang Amba, dengan kesanggupan bahwa
usaha itu tidak akan gagal karena ia sudah mengirimkan
beberapa pengawas mendahului pasukannya, ternyata sama
sekali tidak dapat diujudkannya.
Karena itu, maka Pangeran Kuda Permati memang
cenderung untuk membunuhnya saja. Seandainya Pangeran
Lembu Sabdata dapat dilepaskan oleh dua orang utusan
Pangeran Kuda Permati, maka yang akan diterima oleh
Pangeran Lembu Sabdata tidak lebih dari teguran yang
keras, dan bahkan mungkin hukuman betapapun ujudnya.
Dalam pada itu, laporan atas peristiwa yang terjadi itu
sudah sampai kepada Pangeran Kuda Permati. Dua orang
telah menghadap dan melaporkan, bahwa menurut
pengamatan mereka, dua orang yang mendapat tugas untuk
membebaskan atau membunuh Pangeran Lembu Sabdata
justru telah terbunuh. "Gila" geram Pangeran Kuda Permati "apakah kau
mengigau?" "Ampun Pangeran, Sebenarnyalah yang terjadi memang
demikian. Kami berdua telah berusaha untuk mendengar
kabar itu dari beberapa pihak. Dan akhirnya kabar itulah
yang dapat kami tangkap sebagai satu kesimpulan" jawab
orang yang berwajah pucat.
"Apa benar begitu?" bertanya Pangeran Kuda Permati
kepada orang yang berambut keriting.
"Ya Pangeran. Demikianlah yang kami ketahui atas
kedua utusan Pangeran itu" jawab orang yang berambut
keriting itu dengan kepala tunduk.
"Mustahil" geram Pangeran Kuda Permati "salah
seorang dari mereka memiliki ilmu sirep yang sangat tajam.
Sementara itu keduanya memiliki senjata yang luar biasa.
Keduanya memiliki sejenis ular kecil yang sangat
berbahaya, yang dapat mereka gunakan sebagai senjata"
"Tetapi orang-orang Talang Amba yang bergabung
dengan para prajurit dari Singasari itu dapat mengatasinya"
jawab orang yang berwajah pucat "ada diantara mereka
yang mampu melepaskan diri dari pengaruh sirep, sehingga
dengan demikian maka keduanya harus bertempur
menghadapi lawan yang yang agaknya memiliki ilmu yang
melampaui ilmu kedua orang itu.
Pangeran Kuda Permati menggeretakkan giginya. Yang
terjadi itupun diluar dugaannya. Pangeran Kuda Permati
terlalu percaya akan kemampuan kedua orang yang
ditugaskannya untuk membebaskan Pangeran Lembu
Sabdata atau membunuhnya sama sekali. Adalah sulit
dipercaya, bahwa ada juga orang Talang Amba yang
mampu mengatasi kemampuan sirep dari kedua orang itu.
Namun seandainya demikian, apakah keduanya sama


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali tidak sempat berbuat sesuatu atas Pangeran Lembu
Sabdata. Tetapi kedua orang yang memberikan laporan itu
telah dengan terperinci mengatakan apa yang terjadi.
Bahwa sebenarnya Pangeran Lembu Sabdata sudah
tersentuh bisa ular dari salah seorang diantara dua orang
yang mendapat tugas itu. Tetapi juga oleh orang Talang
Amba bisa itu dapat ditawarkan, sehingga dengan demikian
maka Pangeran Lembu Sabdata masih tetap hidup.
"Gila. Pangecut. Seharusnya ia tidak menyerah. Apapun
yang terjadi, ia harus bertempur terus, meskipun harus
menebus dengan nyawanya, sehingga segala rahasia yang
diketahuinya akan dibawanya mati" geram Pangeran Kuda
Permati. Kedua orang itu hanya dapat menundukkan kepalanya.
Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa Pangeran Lembu
Sabdata masih tetap hidup.
Karena kedua orang itu tidak berkata apapun juga, maka
Pangeran Kuda Permati itupun kemudian berkata "Kita
tidak mempunyai waktu lagi. Jika Pangeran Lembu Sabdata
jatuh ketangan Pangeran Singa Narpada, maka tidak ada
satu rahasiapun yang akan tertinggal. Semuanya tentu akan
dapat diperas keluar"
Kedua orang itu mengangguk-angguk. Sementara itu
Pangeran Kuda Permatipun berkata "Kita harus bersiapsiap.
Tetapi satu hal yang perlu disadari, bahwa usaha
untuk melepaskan diri dari kuasa Singasari tidak akan
padam. Seandainya kita tidak berhasil dalam waktu yang
dekat, namun pada satu saat usaha ini tentu akan terujud"
Kedua orang itupun mengangguk-angguk. Lalu salah
seorang diantara merekapun bertanya "Kemudian, apakah
yang akan kita lakukan Pangeran?"
Untuk sementara kita akan menyingkir" berkata
Pangeran Kuda Permati" Aku yakin, bahwa kakangmas
Pangeran Singa Narpada akan segera kembali bersama
orang-orang Singasari. Kau akan dapat membayangkan apa
yang akan terjadi, jika aku tidak menyingkir. Adimas
Lembu Sabdata tentu sudah mengatakan segala sesuatu
tentang aku. Tetapi untunglah bahwa aku telah meletakkan
diriku menjadi orang pertama, sehingga dengan demikian,
tentu ada orang-orang lain yang masih dapat dilindungi"
Kedua orang itupun mengangguk-angguk pula. Tetapi
keduanya tidak yakin akan keterangan Pangeran Kuda
Permati. Menurut pengamatan mereka, Pangeran Lembu
Sabdata adalah salah seorang diantara mereka yang banyak
mengetahui tentang susunan kepemimpinan dari mereka
yang telah menyatakan diri menentang kuasa Singasari atas
Kediri. Tetapi keduanya tidak mengatakan sesuatu. Bahkan
keduanya berharap bahwa perhitungan Pangeran Kuda
Permati itu benar" Demikianlah, sebelum Pangeran Singa Narpada kembali
ke Kediri bersama orang-orang Singasari, maka Pangeran
Kuda Permati telah bersiap-siap untuk meninggalkan
Kediri. Namun sebenarnyalah bahwa Pangeran Kuda
Permati bukan orang yang tidak berperhitungan.
Sebenarnyalah sebelum terjadi kesulitan itu, Pangeran Kuda
Permati telah menyiapkan tempat yang akan dapat menjadi
landasan perjuangannya kemudian.
Tetapi Pangeran Kuda Permati tidak akan menyingkir
dengan seluruh keluarganya. Ia tahu, bahwa ia akan
menempuh satu cara hidup yang sulit. Karena itu, maka
ketika semua persiapan sudah dilakukan, iapun
membicarakan rencana kepergiannya dengan isterinya.
"Jadi kakangmas akan meninggalkan kami" Aku dan
anak perempuan kakangmas itu?" bertanya isterinya.
"Dengarlah diajeng. Bukan maksudku untuk
memisahkan diri dengan kau dan anak kita. Tetapi
perjuangan masih panjang. Aku harus menyingkir. Dan aku
dapat membayangkan, perjalanan yang akan aku tempuh
adalah perjalanan yang sangat sulit" jawab Pangeran Kuda
Permati. "Tetapi aku tidak berkeberatan kakangmas, seandainya
aku harus ikut menempuh perjalanan yang betapapun
sulitnya itu" desis isterinya yang mulai berkaca-kaca.
Tetapi Pangeran Kuda Permati berkata "Pada satu saat
aku akan kembali menjemputmu jika segalanya sudah
menjadi pasti. Jika aku sudah menemukan satu tempat berteduhyang
baik bersama seluruh pengikutku"
"Apakah kakangmas berkata sebenarnya?" bertanya
isterinya. "Ya. Aku berjanji" jawab Pangeran Kuda Permati
"namun sebenarnyalah kau dapat membantuku meskipun
kau tidak pergi bersamaku. Justru hal itu merupakan salah
satu pertimbangan, kenapa aku minta kau tinggal"
"Apa yang dapat aku lakukan?" bertanya isterinya.
"Kau adalah adik dari isteri kakangmas Singa Narpada.
Lewat kakak perempuanmu itu, maka kau dapat berusaha
untuk menghambat usaha kakangmas Singa Narpada
memburu aku dan pengikutku" berkata Pangeran Kuda
Permati. Isterinya mengerutkan keningnya. Dengan suara sendat
ia berkata "Aku akan berusaha kakangmas. Tetapi kita
tahu, bahwa kakangmas Singa Narpada adalah orang yang
berhati batu" Pangeran Kuda Permati menarik nafas dalam-dalam.
Iapun menyadari bahwa yang dikatakan oleh isterinya itu
memang benar. Pangeran Singa Narpada adalah orang yang
hatinya sekeras batu. Apapun tidak akan mampu
menahannya jika ia sudah mengambil satu keputusan.
Namun demikian Pangeran Kuda Permati masih berkata
"Tetapi kau dapat mencobanya. Mungkin dengan
kelembutan hati, Pangeran Singa Narpada akan dapat
dihambat jika tidak diurungkan"
Isteri Pangeran Kuda Permati itu mengangguk. Tetapi
harapannya untuk dapat merubah sikap Pangeran Singa
Narpada lewat kakak perempuannya yang menjadi isteri
Pangeran Singa Narpada agaknya memang terlalu kecil.
Dalam pada itu, sebelum Pangeran Singa Narpada
kembali dengan membawa Pangeran Lembu Sabdata, maka
Pangeran Kuda Permati telah meninggalkan Kediri. Tidak
seorangpun mengetahui kemana, selain para. pengikutnya.
Namun Pangeran Kuda Permatipun tidak begitu bodoh
untuk membawa semua pengikutnya menghilang dari Kota
Raja. Beberapa orang pengikutnya yang berani masih tetap
berada di Kota Raja. inasih daiam kesatuan mereka.
Mereka bertugas untuk mengamati langkah-langkah yang
akan diambil oleh Pangeran Singa Narpada.
Dengan sandi mereka masih tetap berada di dalam tugas
mereka, seakan-akan mereka sama sekali tidak tahumenahu
dengan langkah-langkah yang diambil oleh
Pangeran Kuda Permati. Kepergian Pangeran Kuda Permati dan para pengikutnya
memang mengejutkan Kediri. Tetapi teka-teki itu tidak
lama. Ketika persoalan itu sedang menjadi pembicaraan
yang ramai, maka Pangeran Singa Narpada telah sampai di
Kediri dengan tergesa-gesa.
Tetapi Pangeran Singa Narpaua itu menjadi kecewa,
karena ternyata bahwa PangeranKuda Permati sudah tidak
ada. "kami sudah mengira" berkata beberapa orang
bangsawan. Tetapi tidak seorangpun sempat bertindak.
Pangeran Kuda Permati tiba-tiba saja sudah hilang dari
Kota Raja bersama para pengikutnya.
Semua telah dilaporkan kepada Sri Baginda di Kediri
bahwa, di dalam tubuh keluarga bangsawan di Kediri telah
terdapat seseorang yang berusaha untuk memecah keluarga
besar Singasari yang meliputi Kediri.
Namun Pangeran Singa Narpada merasa heran, bahwa
tanggapan Sri Baginda di Kediri tidak sebagaimana di
harapkan. Dengan wajah murung Sri Baginda berkata "Itu
adalah satu cobaan yang sedang menimpa keluarga kita.
Sesama saudara telah saling bermusuhan karena sikap batin
yang berbeda" "Tetapi apa perintah Baginda?" bertanya Pangeran Singa
Narpada. "Aku akan memikirkannya?" jawab Sri Baginda.
Wajah Pangeran Singa Narpada menjadi tegang. Dengan
nada tinggi ia bertanya "Apakah kita akan membiarkan
tingkah laku adimas Pangeran Kuda Permati?"
Sri Baginda itupun menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Aku merasa bersedih, bahwa diantara kita telah terjadi
benturan bukan saja sikap hati, tetapi telah terjadi benturan
wadag yang akan dapat meracuni hubungan kita, diantara
saudara sendiri" "Ampun Baginda" berkata Pangeran Singa Narpada
"sebenarnyalah bahwa yang dilakukan oleh adimas
Pangeran Kuda Permati telah terlalu jauh. Adimas
Pangeran dan para pengikutnya sama sekali tidak
memikirkan nasib rakyat Singasari termasuk Kediri. Mereka
berusaha memperlemah kedudukan Singasari, namun
dengan mengorbankan orang-orang yang tidak tahu
menahu persoalannya"
"Aku sudah mendengar" jawab Sri Baginda "mereka
telah membuat hutan-hutan terutama di lereng-lereng bukit
menjadi gundul" "Ya Baginda" jawab Pangeran Singa Narpada
"Bukankah hal itu akan sangat menyulitkan kehidupan
rakyat kecil. Tidak hanya sekarang, tetapi juga untuk
waktu-waktu mendatang?"
Sri Baginda mengangguk-angguk. Namun kemudian
katanya "Baiklah. Semuanya akan aku pikirkan sebaikbaiknya"
Pangeran Singa Narpada menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi kemudian iapun berkata "Segalanya terserah kepada
Baginda, Tetapi tugas yang dibebankan kepada hamba telah
hamba lakukan dengan sebaik-baiknya. Hamba telah
sampai ke Talang Amba dan bertemu dengan adinda
Pangeran Lembu Sabdata yang sekarang masih hamba
titipkan pada orang-orang Talang Amba"
Sri Baginda mengangguk-angguk. Tetapi wajahnyaa
sama sekali tidak memberi kesan apapun atas keberhasilan
tugas Pangeran Singa Narpada.
"Apakah ada perubahan sikap Baginda" bertanya
Pangeran Singa Narpada di dalam hatinya "pada saat
Baginda memerintahkan aku pergi ke Talang Amba,
kesannya agak berbeda"
Tetapi Pangeran Singa Narpada tidak bertanya apapun
juga. Dalam pada itu, maka Sri Bagindapun bertanya "Apakah
kau tidak membawa adindamu bersamamu?"
"Belum Baginda" jawab Pangeran Singa Narpada
"ketika hamba mendengar bahwa sumber dari peristiwa ini
adalah adimas Pangeran Kuda Permati, maka hambapun
dengan tergesa-gesa meninggalkan Talang Amba"
"Sri Baginda mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Usahakan agar adindamu itu cepat berada di Kediri
sebelum ia mengalami kesulitan"
"Adimas Pangeran Lembu Sabdata sedang mendapat
perawatan Baginda, agaknya Pangeran Kuda Permati telah
mengutus dua orang untuk membunuh adimas Pangeran
Lembu Sabdata selagi adimas tertawan di Talang Amba.
Keterangan Pangeran Singa Narpada yang terakhir itu
benar-benar mengejutkan hati Sri Baginda. Karena itu maka
dengan sungguh-sungguh ia bertanya "Apakah benar
pendengaranmu, bahwa Pangeran Kuda Permati telah
berusaha untuk membunuh Pangeran Lembu Sabdata?"
"Ya Baginda" jawab Pangeran Singa Narpada
"Bukankah sudah hamba katakan, orang yang berusaha
untuk membebaskan adimas Pangeran Lembu Sabdata
tetapi gagal itu telah berusaha membunuhnya"
"Tetapi apakah itu atas kehendak orang itu sendiri, atau
memang atas perintah Pangeran Kuda Permati?" desak Sri
Baginda. Pangeran Singa Narpada termangu-mangu. Memang
tidak ada bukti yang dapat menguatkan pendapatnya bahwa
yang memerintahkan untuk membunuh Pangeran Lembu
Sabdata adalah Pangeran Kuda Permati. Tetapi dalam pada
itu Pangeran Singa Narpadapun menjawab "Ampun
Baginda. Bukan hanya hamba sajalah yang. berpendapat
bahwa hal itu memang diperintahkan oleh Pangeran Kuda
Permati. Tetapi adimas Pangeran Lembu Sabdata sendiri
berpendapat demikian. Semula adimas Pangeran Lembu
Sabdata sama sekali tidak mau mengatakan apapun juga
tentang usahanya. Tetapi setelah peristiwa itu terjadi, dan
adimas Pangeran Lembu Sabdata diselamatkan oleh orangorang
Talang Amba yang kebetulan memiliki penangkal
racun, maka adimas Lembu Sabdata kemudian berterus
terang, siapakah sebenarnya orang yang berdiri di belakang
gerakan itu" Sri Baginda termangu-mangu sejenak. Namun
pertanyaannya membuat jantung Pangeran Singa Narpada
berdebaran. Katanya "Tetapi apakah bukan karena
usahamu memeras adindamu sehingga ia terpaksa
mengatakan siapakah orang yang telah menggerakkannya"
Aku mengenal tabiatmu. Seseorang yang berada
ditanganmu tidak akan dapat mengelak lagi. Ia akan
mengatakan apa yang ingin kau dengar daripadanya"
"Baginda" wajah Pangeran Singa Narpada menjadi
tegang. Namun kemudian ia berusaha menahan diri.
Meskipun dengan demikian ia justru terdiam sambil
menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Sejenak suasana menjadi hening. Namun kemudian Sri
Baginda itupun berkata "Sudahlah. Beristirahatlah. Kita
masih mempunyai waktu untuk memikirkannya. Namun
satu hal yang harus segera kita lakukan. Mengambil Lembu
Sabdata dari Talang Amba"
Pangeran Singa Narpada sama sekali tidak menyahut. Ia
sadar tugas itu akan dibebankan kepadanya. Namun ia
justru berharap agar perintah itu segera turun kepadanya. Ia
akan minta kepada orang-orang Talang Amba dan para
prajurit Singasari kerelaan mereka untuk menyerahkan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lembu Sabdata. Biarlah ia menghadap Sri Baginda dan
mengatakan apa yang sebenarnya telah terjadi.
Karena Pangeran Singa Narpada tidak menyahut, maka
Sri Baginda itu berkata lebih lanjut "Karena itu, maka aku
berharap dalam waktu yang secepat-cepatnya, aku dapat
bertemu dengan Lembu Sabdata"
Barulah Pangeran Singa Narpada kemudian bertanya
"Apakah hamba harus kembali ke Talang Amba?"
Aku harap demikian. Semakin cepat Pangeran Lembu
Sabdata kembali, keadaan akan menjadi semakin cepat
jernih. Jika ia sempat memberitahukan kepadaku, apa yang
telah terjadi, maka aku akan dapat mengambil langkahlangkah
tertentu" berkata Sri Baginda.
Jantung Pangeran Singa Narpada serasa berdentang
semakin cepat. Dari kata-kata yang tersirat, agaknya
Pangeran Singa Narpada mendapat penilaian yang kurang
pada tempatnya. "Apakah Baginda menganggap bahwa ada satu
kemungkinan Baginda tidak akan sempat berbicara dengan
adimas Lembu Sabdata karena pokalku?" bahkan Pangeran
Singa Narpada itu beranggapan semakin jauh "apakah
justru Baginda menuduh akulah yang telah mencoba
membunuhnya" Dengan demikian maka Pangeran Singa Narpada berniat
untuk secepatnya kembali ke Talang Amba dan berbicara
dengan Ki Sanggarana dan para Senopati dari Singasari.
Karena itu, maka iapun kemudian berkata "Baiklah
Baginda. Dalam waktu dekat, hamba akan datang bersama
adimas Pangeran Lembu Sabdata. Mudah-mudahan ia
sudah sembuh sama sekali sehingga perjalanan kembali ke
Kediri tidak akan terganggu. Namun hamba mohon ijin
untuk membawa sepasukan prajurit Kediri untuk mengawal
adimas Pangeran. Ada satu kemungkinan bahwa Pangeran
Kuda Permati berusaha untuk merampas adimas Pangeran
diperjalanan" Sri Baginda tiba-tiba menjadi tegang. Namun kemudian
katanya "Baiklah. Pada saatnya kau akan berangkat, maka
aku akan memerintahkan untuk mempersiapkan sepasukan
prajurit" "Hamba mohon, agar hamba yang menentukan,
kesatuan yang manakah yang akan pergi bersama hamba"
mohon Pangeran Singa Narpada.
"Baiklah" Baginda mengangguk-angguk. Tetapi
kesungguhan Pangeran Singa Narpada itu agaknya telah
meyakinkan Sri Baginda, bahwa Pangeran Singa Narpada
benar-benar tidak melakukan sebagaimana disangkanya.
Meskipun demikian, Sri Baginda akan tetap menunggu
kedatangan Pangeran Lembu Sabdata sebelum mengambil
keputusan-keputusan. Pangeran Singa Narpadapun berusaha untuk mengerti,
karena semua pihak yang terlibat masih termasuk kadang
sentana, sehingga Sri Baginda benar-benar disudutkan pada
satu keadaan yang sangat sulit untuk mengambil satu
keputusan. Dalam pada itu, agaknya Pangeran Singa Narpadapun
ingin dengan segera menjernihkan suasana. Ia tidak mau
mendapat tuduhan-tuduhan, dikatakan atau tidak
dikatakan. Mungkin orang mengira bahwa Pangeran
Lembu Sabdata dalam keadaan sakit karena sikap keras
Pangeran Singa Narpada untuk memeras keterangan dari
adiknya itu. "Segalanya akan jelas jika adimas Pangeran Lembu
Sabdata telah menghadap" berkata Pangeran Singa
Narpada di dalam hatinya.
Karena itu, maka Pangeran Singa Narpadapun telah
merencanakan secepatnya untuk kembali ke Talang Amba.
membawa sepasukan prajurit agar Pangeran Lembu
Sabdata tidak hilang dari tangannya. Mungkin Pangeran
Kuda Permati akan membebaskannya dengan kekerasan
atau pembunuhnya untuk menghilangkan jejak.
Namun sementara itu, Pangeran Singa Narpada
menghadapi persoalan lain di dalam istananya. Diluar
perhitungannya, tiba-tiba saja isterinya telah
mempersoalkan Pangeran Kuda Permati.
"Apakah gunanya kakangmas memburu adimas
Pangeran Kuda Permati" desis isterinya.
Wajah Pangeran Singa Narpada menjadi tegang. Dengan
nada tinggi ia bertanya "Kenapa kau mempersoalkannya"
Kau selama ini tidak pernah mempersoalkan tugas-tugas
yang aku lakukan. Bahkan menurut ingatanku, aku belum
pernah dengan sungguh-sungguh memberitahukan
kepadamu, apa yang aku lakukan terhadap adimas
Pangeran Kuda Permati dan adimas Lembu Sabdata"
Isterinya menundukkan kepalanya. Namun kemudian
katanya dengan nada dalam "Diajeng telah menyampaikan
keluhan-keluhannya kepadaku. Kami berdua adalah
saudara kandung. Sementara kakangmas dan adimas Kuda
Permati saling bermusuhan bagaikan minyak dengan air"
Pangeran Singa Narpada menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Persoalannya bukannya antara aku pribadi
dengan adimas Kuda Permati pribadi. Persoalannya adalah,
bahwa adimas Kuda Permati telah mengambil langkahlangkah
yang dapat meretakkan hubungan yang ada antara
Singasari dan Kediri"
"Tetapi bukankah adimas Pangeran Kuda Permati
berusaha untuk keluhuran derajad keturunan Kediri?"
bertanya isterinya. "Setiap trah Kediri akan melakukannya. Tetapi tidak
dengan cara itu" jawab Pangeran Singa Narpada "cara yang
ditempuh adalah cara yang sangat kasar dan akan
menghancurkan anak cucu kita sendiri"
"Namun demikian, apakah kakangmas tidak dapat
berbicara dengan baik agar tidak terjadi pertumpahan
darah?" bertanya isterinya.
"Adimas Pangeraii Kuda Permati telah meninggalkan
Kediri. Kita tidak akan dapat berbicara" jawab Pangeran
Singa Narpada "selebihnya, aku harus kembali ke Talang
Amba. Aku harus membersihkan diriku dari tuduhantuduhan
yang tidak sewajarnya"
"Tuduhan apa?" bertanya isterinya.
Pangeran Singa Narpada menarik nafas dalam-dalam.
Katanya kemudian "Dikatakan atau tidak dikatakan, tetapi
terasa bahwa aku dituduh melakukan kekerasan terhadap
adimas Pangeran Lembu Sabdata. Padahal aku tidak
pernah berbuat apa-apa. Keadaanlah yang telah membuat
adimas lembu Sabdata mengatakan bahwa ia berada
dibawah pengaruh Pangeran Kuda Permati"
Isterinya tidak menyahut. Tetapi kepalanya menunduk
dalam-dalam. Kegelisahan di dalam dadanyalah yang
bagaikan menyala membakar jantungnya.
Dalam pada itu. Pangeran Singa Narpadapun berkata
"Sudahlah diajeng. Jangan pikirkan tugas-tugas yang
dibebankan diatas pundakku. Aku minta kau dapat
mengerti bahwa saat iniaku sedang menghadapi satu
keadaan yang sulit. Perubahan sikap Sri Baginda membuat
kepalaku pening. Aku tidak tahu, apakah yang sudah terjadi
di dalam diri Sri Baginda. Tetapi tanggapannya pada saat
aku berangkat dan pada saat aku kembali sudah jauh
berbeda" Isterinya tidak menyahut. Tetapi kepalanya yang
menunduk itu mengangguk perlahan-lahan.
Demikianlah, mendekati hari yang sudah ditentukan,
Pangeran Singa Narpada telah bersiap-siap untuk pergi ke
Talang Amba. Ia menghubungi pimpinan pemerintahan
Singasari sebagaimana pernah dilakukan, agar pimpinan
pemerintahan di Singasari dapat menyaksikan apa yang
dilakukan di Talang Amba dalam hubungannya dengan
tingkah laku Pangeran Lembu Sabdata.
Pada hari yang ditentukan itu, maka Pangeran Singa
Narpadapun telah pergi ke Talang Amba dengan sepasukan
prajurit yang dipilihnya sendiri. Karena sebenarnyalah,
menurut ketajaman pengamatan hati Pangeran Singa
Narpada, tentu masih ada para pengikut Pangeran Kuda
Permati yang ditinggalkan di Kediri. Iring-iringan itu telah
diikuti oleh dua orang perwira dari Singasari yang akan
menyertai pasukan yang dipimpin langsung oleh Pangeran
Singa Narpada itu ke Talang Amba. Selain menjadi saksi,
maka kedua perwira itu akan dapat berbicara dengan para
Senopati Singasari yang bertugas di Talang Amba.
Sebenarnyalah bahwa keberangkatan Pangeran Singa
Narpada itupun segera didengar oleh Pangeran Kuda
Permati di persembunyiannya. Namun Pangeran Kuda
Permati itu menjadi kecewa bahwa yang ditugaskan untuk
mengikuti Pangeran Singa Narpada adalah pasukan yang
sama sekali terlepas dari pengaruhnya.
"Kenapa orang-orang kita tidak dapat mengusahakan
agar yang bertugas itu adalah orang-orang kita, atau
sebagian adalah orang-orang kita, sehingga memberi
peluang kepada kita untuk berusaha membebaskan atau
membunuh sama sekali adimas Pangeran Lembu Sabdata"
desis Pangeran Kuda Permati.
"Pangeran Singa Narpada cukup cerdik untuk
mencurigakan siapapun juga kecuali orang yang dipilihnya
sendiri" jawab pengikutnya.
Pangeran Kuda Permati hanya dapat menggeretakkan
giginya. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Namun demikaian Pangeran Kuda Permati
memerintahkan orang-orangnya untuk mengamati pasukan
Pangeran Singa Narpada yang pergi ke Talang Amba untuk
mengambil Pangeran Lembu Sabdata.
"Pasukan yang cukup kuat" desis adalah seorang dari
dua orang pengamat yang dari kejauhan melihat iringlringan
menuju ke Talang Amba. "Jika Pangeran Kuda Permati akan berkeras hati
merebut Pangeran Lembu. Sabdata atau membinasakannya,
maka akibatnya akan cukup parah. Akan terjadi satu
pertempuran yang. keras dan bahkan mungkin menjadi
buas. Yang dibawa oleh Pangeran Singa Narpada adalah
sekelompok pasukan terpilih sebagaimana inti kekuatan
Pangeran Kuda Permati" berkata yang lain.
Kawannya mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah
bahwa pasukan yang dibawa oleh Pangeran Singa Narpada
adalah sekelompok pengawal terbaik dari Kediri.
Ketika hal itu dilaporkan oleh para pengamat kepada
Pangeran Kuda Permati, maka Pangeran Kuda Permati
hanya dapat menggeram, ia sadar bahwa ia tidak dapat
merebut atau membunuh sama sekali Pangeran Lembu
Sabdata yang dikawal kuat oleh pasukan yang langsung
dipimpin oleh Pangeran Singa Narpada. Iapun tidak akan
dapat merebut atau menghancurkannya sama sekali dengan
memasuki Talang Amba yang masih dijaga dengan kuat
oleh para prajurit Singasari, disamping para pengawal dari
Kabuyutan Talang Amba. Karena itu, maka Pangeran Kuda Permati harus
menerima satu kenyataan bahwa Kediri maupun Singasari
akan mengetahui dengan pasti lewat mulut Pangeran
Lembu Sabdata, bahwa ia telah memberontak melawan
kekuasaan Kediri dan Singasari.
"Jika demikian apa boleh buat" berkata Pangeran Kuda
Permati "aku memang memberontak. Tetapi sebenarnya
pemberontakan ini aku tujukan kepada Singasari. Jika
orang-orang Kediri yang menjilat kepada orang-orang
Singasari merasa berkewajiban melawan aku juga, apaboleh
buat " Sementara itu maka Pangeran Singa Narpadapun
langsung menuju ke Talang Amba. Sehingga
kedatangannya telah membuat Pangeran Lembu Sabdata
menjadi berdebar-debar. Ia sadar, bahwa kedatangan
Pangeran Singa Narpada itu tentu dalam tugas untuk
mengambilnya dari Talang Amba dan menghadapkannya
kepada Sri Baginda di Kediri.
Tetapi dihadapan Pangeran Singa Narpada, Pangeran
Lembu Sabdata tidak akan dapat terlalu banyak tingkah. Ia
tahu pasti sikap Pangeran Singa Narpada, apalagi setelah
mereka meninggalkan Talang Amba.
Tidak terlalu banyak kesulitan bagi Pangeran Singa
Narpada menghadapi orang-orang Talang Amba dan orangorang
Singasari. Apalagi bersama Pangeran itu telah datang
pula dua orang perwira dari Singasari, sehingga
persoalannya dapat dipertanggung-jawabkan oleh para
Senapati yang ada di Talang Amba.
"Sementara yang lain biarlah berada di Talang Amba"
berkata Pangeran Singa Narpada "pada saatnya, apakah
Kediri atau Singasari tentu memerlukan mereka"
Dengan demikian, maka Ki Sanggarana dan para
Senapati Singasari di Talang Amba telah menyerahkan
dengan resmi Pangeran Lembu Sabdata. Sementara itu.
Pangeran Singa Narpada yang ingin cepat menjernihkan
suasana telah dengan tergesa-gesa menentukan saatnya
untuk kembali. "Kenapa besok?" bertanya Ki Sanggarana "nampaknya
Pangeran sangat tergesa-gesa.
"Ya" jawab Pangeran Singa Narpada "Aku tidak mau
dibayangi oleh kecurigaan-kecurigaan dan dugaan-dugaan
yang tidak sewajarnya. Aku harus segera menghadapkan
adimas Pangeran Lembu Sabdata kepada Sri Baginda, agar
dengan demikian semuanya menjadi jelas"
"Silahkan Pangeran" berkata Ki Sanggarana "lukalukanyapun
telah sembuh sama sekali. Dengan terhisapnya
racun ular oleh penangkal racun yang kuat itu, maka lukaluka
Pangeran Lembu Sabdata menjadi tidak berarti lagi"
"Terima kasih Ki Sanggarana" berkata Pengeran Singa
Narpada "Mudah-mudahan segala sesuatunya cepat kita
selesaikan. Namun sementara ini jangan menjadi lengah.
Pangeran Kuda Permati sudah tidak berada di Kediri lagi.
Dengan pasukan yang setia kepadanya, ia telah menyingkir
untuk mempersiapkan satu pemberontakan yang terbuka.
Menurut perhitunganku, ia akan mendapat banyak pengikut
karena dengan kepandaiannya berbicara, ia akan dapat
memikat beberapa orang untuk mengikuti jejaknya


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melawan Singasari" "Baiklah Pangeran" jawab Ki Sanggarana "kami akan
berjaga-jaga menghadapi segala kemungkinan. Apalagi
prajurit Singasari untuk sementara masih akan tetap berada
disini, meskipun Pangeran Lembu Sabdata sudah tidak ada
di Kabuyutan ini, karena kemungkinan-kemungkinan lain
masih akan dapat terjadi"
Demikianlah, maka Pangeran Singa Narpadapun telah
mempersiapkan diri Pangeran Lembuku Sabdatapun telah
diberi tahu, bahwa esok pagi, mereka akan bersama-sama
meninggalkan Talang Amba untuk kembali ke Kediri.
Pangeran Lembu Sabdata menjadi berdebar-debar. Jika
ia dihadapkan kepada Sri Baginda, maka apakah yang akan
dikatakannya". Meskipun agaknya Sri Baginda sudah tahu,
bahwa sumber dari keributan yang terjadi itu diantaranya
adalah Pangeran Kuda Permati, namun rasa-rasanya
sulitlah baginya untuk mengatakannya langsung kepada Sri
Baginda. Namuni Pangeran Lembu Sabdata tidak dapat menolak.
Jika ia mencobanya juga. maka akibatnya akan terasa
sangat parah. Setelah segalanya dipersiapkan, maka Pangeran Singa
Narpadapun minta diri kepada orang-orang Talang Amba
dan para prajurit Singasari. Dengan pengawalan yang kuat,
maka Pangeran Lembu Sabdatapun dipersilahkan untuk
naik kepunggung kuda yang telah disediakan baginya.
Disebelah menyebelahnya adalah dua orang prajurit
pilihan, sementara di belakangnya adalah Pangeran Singa
Narpada sendiri bersama dua orang perwira dari Singasari.
Beberapa langkah didepan, berturut-turut lima orang
prajurit berkuda, sementara yang lain ada di belakang
Pangeran Singa Narpada. Pangeran Lembu Sabdata tidak dapat berbuat apa-apa. Ia
mengenal pasukan yang dibawa oleh Pangeran Singa
Narpada itu sebagai pasukan terbaik dari pengawal di
Kediri, sebagaimana sekelompok pasukan yang dibawa oleh
Pangeran Kuda Permati. Demikianlah iring-iringan itu meninggalkan Talang
Amba dengan disaksikan oleh hampir semua orang Talang
Amba yang tinggal di sepanjang jalan. Disetiap padukuhan,
orang-orang telah keluar dari rumah-rumah mereka dan
turun ke pinggir jalan untuk melihat sebuah iring-iringan
yang membawa seorang tawanan dari trah bangsawan di
Kediri. Pangeran Lembu Sabdata hanya dapat menundukkan
kepalanya. Namun terasa jantungnya berdentangan
menahan kemarahan yang rasa-rasanya menghentak-hentak
dadanya. Bahkan ternyata tidak di padukuhan-padukuhan dalam
tlatah Kabuyutan Talang Amba saja mereka menjadi
tontonan. Di padukuhan-padukuhan berikutnya, orangorangpun
telah melihat iring-iringan itu, meskipun sebagian
besar dari mereka tidak begitu mengerti artinya. Bahkan
semakin jauh dari Talang Amba, kadang-kadang justru
timbul ketakutah diantara penghuni-penghuni padukuhan
yang dilewatinya melihat iring-iringan yang nampaknya
tegang dan bersungguh-sungguh.
Di Talang Amba, Ki Sanggarana, para bebahu, Ki
Waruju dan kedua anak muda Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat pun telah saling berbincang. Beberapa orang Senopati
yang hadir bersama mereka justru telah mengambil satu
keputusan untuk mempertinggi kesiagaan. Sepeninggal
Pangeran Lembu Sabdata masih akan dapat terjadi
kemungkinan-kemungkinan yang pahit bagi Kabuyutan itu.
"Kita akan dapat memberikan laporan kepada Akuwu di
Gagelang atau yang sedang memangku jabatan Akuwu"
berkata Ki Sanggarana. "Ya. Ada baiknya" berkata Senopati dari Singasari "Kita
semuanya harus bersiaga. Menilik keterangan Pangeran
Singa Narpada, maka Pangeran Kuda Permati telah benarbenar
memberontak tanpa tedeng aling-aling. Karena itu,
kemungkinan-kemungkinan yang pahit itu akan dapat
terjadi setiap saat. Justru karena itu, maka Talang Amba
dan juga Gagelang harus bersiap-siap. Jika Pangeran Kuda
Permati ingin menumpahkan kemarahannya, agaknya
Talang Amba dan Gagelang akan menjadi sasarannya yang
pertama. Di Kabuyutan inilah Pangeran Lembu Sabdata
tertangkap sehingga terungkaplah persiapan-persiapan yang
dilakukannya dengan diam-diam.
Para pemimpin di Talang Amba ternyata sependapat.
Karena itu, maka mereka justru meningkatkan kesiagaan
dan menunjuk beberapa orang untuk pergi ke Gagelang,
melaporkan segala perkembangan yang telah terjadi.
Dalam pada itu, ketika Talang Amba sibuk
mempersiapkan diri, sementara beberapa orang pergi ke
Gagelang, maka di Kediripun telah terjadi satu peristiwa
yang menegangkan. Kehadiran Pangeran Lembu Sabdata di
Kediri telah disambut dengan perasaan yang berbeda-beda.
Beberapa orang merasa benci kepada Pangeran yang masih
muda itu. Namun yang lain menjadi kasihan kepadanya.
Bahkan beberapa orang perwira yang mengenal Pangeran
Singa Narpada dengan baik, menjadi gelisah. Banyak
kemungkinan dapat terjadi atas Pangeran itu selama ia
berada di tangan Pangeran Singa Narpada.
Namun sikap itupun agak berubah. Ketika Pangeran
Lembu Sabdata telah dimasukkan ke dalam ruang tahanan,
maka beberapa orang yang mengikuti setiap perkembangan
keadaan di Talang Ambapun mengatakan, bahwa Pangeran
Singa Narpada telah berhasil menguasai dirinya selama ia
berada di Talang Amba. "Pangeran Singa Narpada tidak melakukan kekerasan"
berkata, salah seorang Senopati yang mengikutinya.
Tetapi beberapa orang telah meragukannya. Apalagi
mereka yang sejak semula telah berprasangka. Ketika
Pangeran Singa Narpada datang melaporkan keadaan
Talang Amba dan menyatakan bahwa Pangeran Lembu
Sabdata terluka karena ada usaha untuk membunuhnya,
orang-orang itu telah menyangka bahwa Pangeran Singa
Narpada telah menyakitinya sehingga Pangeran Lembu
Sabdata terluka parah sebelum mengucapkan
pengakuannya. Dengan demikian maka Pangeran Singa
Narpada itu tidak dapat membawanya bersamanya pada
waktu itu. Ketika salah seorang yang menyertai Pangeran Singa
Narpada menceriterakan keadaan Pangeran Lembu Sabdata
yang sebenarnya, bahwa Pangeran itu telah terluka oleh
gigitan ular, maka beberapa orang kurang mempercayainya.
Demikianlah maka di Kediri telah timbul tanggapan
yang berbeda bahwa kadang:kadang berlawanan atas
keadaan Pangeran Lembu Sabdata.
Namun Pangeran Singa Narpada tidak
menghiraukannya. Yang penting baginya adalah membawa
Pangeran Lembu Sabdata itu menghadap Sri Baginda, di
Kediri. Dengan demikian maka segalanya akan menjadi
jernih dan segala macam prasangkapun akan dapat hilang
dengan sendirinya. Karena itu, maka yang dilakukan oleh Pangeran Singa
Narpada kemudian adalah berusaha untuk membawa
Pangeran Lembu Sabdata menghadap.
Ternyata Sri Bagindapun agaknya ingin segera
mendengar apa yang telah terjadi atas Pangeran Lembu
Sabdata. Karena itu, maka demikian Pangeran Singa
Narpada melaporkan kedatangannya, serta mohon untuk
menghadapkan Pangeran Lembu Sabdata, Sri Bagindapun
telah memberikan kesempatan yang pertama.
Demikianlah, dengan dihadiri oleh beberapa orang saja,
Pangeran Lembu Sabdata telah dibawa menghadap oleh
Pangeran Singa Narpada. Demikianlah Pangeran Lembu Sabdata duduk sambil
menundukkan kepalanya, maka Sri Bagindapun menarik
nafas dalam-dalam sambil berdesis "Kau adimas Lembu
Sabdata" Pangeran Lembu Sabdata tidak berani mengangkat
wajahnya. Kepalanya justru semakin tertunduk dalamdalam.
Baginda itupun kemudian berkata dengan nada dalam
"Adimas. Seharusnya kau merasa, bahwa kau adalah
adikku yang sangat aku kasihi. Tetapi justru itu kau menjadi
manja dan melakukan langkah-langkah yang sama sekali
tidak menguntungkan kedudukanmu sekarang ini"
Pangeran Lembu Sabdata masih menundukkan
kepalanya. Sementara Sri Baginda berkata selanjutnya
"Kenapa kau justru telah mengikuti jejak Pangeran Kuda
Permati" Pangeran Lembu Sabdata masih diam belum menjawab.
Karena Pangeran Lembu Sabdata masih belum
menjawab, maka Sri Baginda itu meneruskan "Tetapi
apakah hasilnya setelah kau dengan susah payah
melakukan tindakan-tindakan yang tercela di bawah
pengaruh Pangeran Kuda Permati" Justru kau telah
diancamnya. Bahkan telah terjadi satu percobaan
pembunuhan atasmu" Namun adalah diluar dugaan bahwa tiba-tiba saja
Pangeran Lembu Sabdata itu mengangkat wajahnya yang
nampak keheranan. Dengan nada tinggi ia bertanya "Siapa
yang akan dibunuh Sri Baginda"
"Bukankah Pangeran Kuda Permati telah
memerintahkan orang-orangnya untuk membunuhmu
setelah mereka gagal untuk melepaskanmu dari tangan
orang-orang Talang Ambaa dan para prajurit Singasari?"
bertanya Sri Baginda. Pangeran Lembu Sabdata justru menjadi semakin
keheranan. Sekilas dipandanginya Pangeran Singa Narpada
yang duduk disebelahnya. Dengan nada keheranan iapun
kemudian bertanya "Ampun Baginda. Siapakah yang telah
memberikan laporan yang demikian"
Pertanyaan itu benar-benar telah mengejutkan Pangeran
Singa Narpada. Apalagi ketika Pangeran Lembu Sabdata
berkata "Tidak ada orang yang akan membunuh hamba"
"Adimas" potong Pangeran Singa Narpada dengan
wajah yang membara "Bukankah ular itu telah mematuk
punggung adimas" Jika adimas tidak diselamatkan oleh
orang-orang Talang Amba, bukankah adimas sudah
terbunuh?" Pangeran Lembu Sabdata menarik nafas dalam-dalam.
Pertanyaan yang kemudian dilontarkannya, benar-benar
telah menghentakkan jantung Pangeran Singa Narpada,
sehingga rasa-rasanya jantungnya itu akan terlepas dari
tangkainya. "Sri Baginda" bertanya Pangeran Lembu Sabdata "apakah
yang sebenarnya sudah dilontarkan kepada Baginda tentang
diri hamba selama hamba berada di Talang Amba?"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Sementara
kegelisahan yang sangat telah membayang di wajah
Pangeran Singa Narpada. Seri Bagindapun telah mengulangi keterangannya sesuai
dengan laporan Pangeran Singa Narpada. Namun benarbenar
tidak masuk dalam akal Pangeran Singa Narpada,
bahwa tiba-tiba saja Pangeran Lembu Sabdata menyahut
"Bohong. Semuanya bohong Baginda. Tidak ada orang
yang ingin membunuh hamba. Jika hamba tidak dapat
segera dibawa menghadap, maka sebenarnyalah bahwa
hamba benar-benar tidak mampu bangkit. Tubuh hamba
bagaikan remuk dan tulang-tulang hamba bagaikan
berpatahan" "Kenapa?" bertanya Sri Baginda.
Pangeran Lembu Sabdata berpaling kepada Pangeran
Singa Narpada sambil menjawab "Kakangmas Singa
Narpada ingin mendengar dari mulut hamba, siapakah yang
berada di belakang hamba atas peristiwa-peristiwa yang
terjadi itu" "Gila" hampir berteriak Pangeran Singa Narpada
bergeser mendekat. Seandainya mereka tidak berada
dihadapan Sri Baginda, maka ia sudah mencekik leher
Pangeran Lembu Sabdata. "Tunggu" cegah Sri Baginda "biarlah ia berbicara.
Pangeran Singa Narpada menggeram "Kau jangan
memutar-balikkan keadaan"
Tetapi Pangeran Lembu Sabdata justru tersenyum.
Katanya "Memang putaran roda pedati itu mengharuskan
jari-jarinya sekali melintang, sekali membujur. Yang diatas
akan berganti dibawah. Dan yang sewenang-wenang
akhirnya akan terbongkar pula"
"Tetapi aku tidak berbuat apa-apa" bentak Pangeran
Singa Narpada. Namun Sri Bagindapun telah membentak "Diam.
Akulah yang akan bertanya kepadanya"
Pangeran Singa Narpada telah terdiam. Kepalanya
tertunduk namun jantungnya bagaikan meledak.
"Sri Baginda" berkata Pangeran Lembu Sabdata
kemudian "hamba benar-benar tidak dapat bertahan untuk
mengatakan bahwa segalanya adalah karena niat hamba
sendiri. Tidak ada orang lain yang menggerakkan hamba.
Tetapi tekanan yang tidak tertahankan telah memaksa
hamba menyebut asal saja mengucapkan sebuah nama"
"Apakah benar begitu?" bertanya Sri Baginda.
"Hamba Sri Baginda. Hamba benar-benar telah
diremukkan oleh kakangmas Singa Narpada. Memang
orang-orang Talang Amba ada juga yang berbaik hati
mengobati hamba. Tetapi itu karena merekapun merasa
perlu untuk mempertahankan hidup hamba, agar mereka
mendapat keterangan seperlunya sebagaimana kakangmas
Singa Narpada" Rasa-rasanya telinga Pangeran Singa Narpada telah
membara mendengar keterangan Pangeran Lembu Sabdata
itu. Benar-benar satu persoalan yang tidak diduganya
sebelumnya. Bagaimanapun tipisnya, ia masih menghargai
kejujuran Pangeran Lembu Sabdata. Tetapi ternyata yang
dijumpai benar-benar satu fitnah yang paling keji.
Dalam pada itu, maka Pangeran Singa Narpada itupun
justru bagaikan terbungkam. Kemarahan yang menghentakhentak


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di dadanya membuatnya menjadi gemetar.
"Baginda" berkata Pangeran Singa Narpada kemudian
terbata-bata justru oleh gejolak batinnya "hamba tidak
menyangka bahwa adimas Pangeran Lembu Sabdata akan
mengatakan demikian"
"Ya Baginda" potong Pangeran Lembu Sabdata "baru
sekarang hamba menyadari. Agaknya itulah sebabnya,
maka kakangmas Singa Narpada telah mengancam hamba
untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya hamba alami.
Hamba kira, bahwa kakangmas Singa Narpada benar-benar
ingin menyembunyikan kenyataan yang telah terjadi di
Talang Amba atas diri hamba. Namun dalam pada itu
Baginda, bahwa hamba mohon keadilan. Hamba memang
sudah bersalah, bahwa hamba merasa wajib untuk berbuat
sesuatu atas Kediri. Tetapi tingkah laku kakangmas Singa
Narpada sudah melampaui wewenang yang ada padanya"
"Bohong" Pangeran Singa Narpada hampir berteriak.
Namun dengan demikian Sri Bagindapun telah
memandanginya dengan tajamnya sambil bertanya "Kau
sadari, bahwa kau duduk dihadapanku?"
Pangeran Singa Narpada menundukkan kepalanya
sambil berdesis lemah "Hamba Baginda. Tetapi maksud
hamba adalah memberikan penjelasan atas apa yang
sebenarnya terjadi" "Pangeran Singa Narpada yang perkasa" berkata Sri
Baginda "setiap orang tahu, apa yang dapat kau lakukan
terhadap orang-orang yang tidak berdaya seperti adimas
Pangeran Lembu Sabdata selama adimas Pangeran ada di
tanganmu. Setiap orang tahu, bahwa beberapa orang telah
kau remukkan untuk sekedar mendapatkan pengakuan dari
mulutnya. Bahkan kadang-kadang pengakuan semu yang
diucapkan karena ia tidak mampu lagi mengelakkan diri
dari kekerasan tanganmu. Dan sekarang hal itu terjadi atas
Pangeran Lembu Sabdata. Atas adikmu sendiri"
Pangeran Singa Narpada menarik nafas dalam-dalam.
Namun dalam pada itu, hatinya justru menjadi tenang.
Bahkan kemudian iapun bertanya dengan suara dalam
"Ampun Sri Baginda. Hamba menyadari, bahwa cacat itu
memang tidak dapat hamba tanggalkan dari diri hamba.
Sekali hamba melakukannya, maka hal itu akan terbawa
sepanjang umur hamba" Pangeran Singa Narpada berhenti
sejenak, kalau "tetapi ampun Sri Baginda. Jika demikian,
kenapa adimas Pangeran Kuda Permati harus pergi
meninggalkan kota seandainya ia tidak mempunyai
hubungan apapun dengan adimas Pangeran Lembu
Sabdata. Seandainya benar kata adimas Pangeran Lembu
Sabdata bahwa pengakuannya itu asal saja menyebut
sebuah nama, maka apakah hubungannya hal ini dengan
kepergian adimas Pangeran Kuda Permati itu"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Agaknya hal itu
memang harus dipertimbangkan.
Namun sebenarnyalah bahwa Pangeran Lembu Sabdata
adalah salah seorang dari saudara Baginda yang paling
dekat. Itulah agaknya maka Sri Baginda menganggap
bahwa Pangeran Lembu Sabdata lebih dapat dipercaya dari
saudara-saudaranya yang lain.
Meskipun demikian Sri Baginda itu masih juga bertanya
"Lembu Sabdata. Apa katamu tentang pertanyaan
kakangmasmu tantang Kuda Permati. Jika ia tidak
tersangkut dalam persoalanmu, kenapa ia harus melarikan
diri dan menghilang dari kota"
"Ada beberapa hal Sri Baginda" jawab Pangeran Lembu
Sabdata "mungkin kakangmas Kuda Permati tidak sedang
melarikan diri. Tetapi sedang melakukan satu tugas
tertentu. Katakanlah bahwa dengan demikian kakangmas
telah melakukan satu kesalahan bahwa ia tidak melaporkan
diri pada saat ia meninggalkan kota. Sedangkan
kemungkinan yang terbesar adalah, bahwa kakangmas
sudah mendengar apa yang terjadi di Talang Amba. Aku
dipaksa mengaku dihadapan banyak orang, bahwa aku
telah melakukan satu pemberontakan. Salah seorang yang
berjuang bersamaku adalah kakangmas Kuda Permati.
Nama itu aku ucapkan asal saja aku menyebutnya. Namun
demikian, kakangmas Singa Narpada memang memancing
aku untuk menyebut nama itu. Karena itulah agaknya
berita tentang terlibatnya kakangmas Kuda Permati
sebagaimana aku ucapkan dihadapan orang banyak itu
telah didengar oleh kakangmas Kuda Permati, sehingga
lebih baik baginya untuk menghindar sampai persoalan ini
dapat dijernihkan" "Bohong. Semuanya bohong" geram Pangeran Singa
Narpada. "Bukankah hal ini dapat ditanyakan kepada beberapa
pihak?" bertanya Sri Baginda.
"Tidak ada gunanya" sahut Pangeran Lembu Sabdata
"para pengikut kakangmas Singa Narpada, baik yang
pertama maupun yang kemudian datang ke Talang Amba
adalah orang-orang yang berada sepenuhnya dibawah
pengaruhnya. Apa yang akan dikatakan adalah apa yang
diinginkan oleh kakangmas Singa Narpada. Bahkan
seandainya Sri Baginda memanggil orang-orang Talang
Amba, maka jawaban mereka atas pertanyaan siapapun
juga, mempunyai pola yang sama meskipun mungkin
dalam ungkapan yang berbeda"
Sri Baginda mengangguk-angguk. Katanya kepada
Pangeran Singa Narpada "Jelas. Bagaimana dengan kau"
Apakah kau masih juga belum mengetahui isi ceriteranya"
"Dan Baginda mempercayainya?" Pangeran Singa
Narpada ganti bertanya. "Apa katamu, seandainya aku menjawab ya?" bertanya
Sri Baginda. "Segala wewenang dan kekuasaan duniawi ada di tangan
Baginda Kediri. Tetapi bersama hamba adalah dua orang
perwira Singasari yang melihat peristiwa yang sebenarnya
terjadi. Sekilas nampak wajah Lembu Sabdata menegang.
Namun kesan itupun segera lenyap. Dengan sikap
sebagaimana sebelumnya ia menunggu apakah yang akan
dikatakan oleh Sri Baginda.
Dalam pada itu, Sri Bagindapun telah mengerutkan
keningnya. Bersama Pangeran Singa Narpada, Baik
perjalanannya yang pertama, maupun perjalanannya yang
kedua, adalah para perwira Singasari yang akan dapat
menjadi saksi. Karena itu, maka Sri Baginda itupun berkata
kepada Pangeran Lembu Sabdata "Apa katamu tentang
kedua orang perwira Singasari itu?"
"Perasaan orang-orang Singasari terhadap hamba sudah
jelas Sri Paduka. Hamba adalah pemberontak yang harus
dihukum mati. Karena itu setiap keterangannya tentu akan
sangat memberatkan hamba" jawab Pangeran Lembu
Sabdata "hamba tidak tahu, seandainya para perwira dari
Singasari itu akan memberikan keterangan. Apakah
keterangan mereka akan sama dengan keterangan
Kakangmas Pangeran Singa Narpada yang memang sudah
dirancangkannya lebih dahulu, atau mereka akan
memberikan keterangan yang lain. Tetapi, adalah mustahil
jika mereka akan memberikan keterangan yang sebenarnya"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian sambil mengangguk-angguk ia berkata "Ternyata
bahwa aku masih harus menccari keteranga-keterangan lain
tentang keadaan yang sebenarnya terjadi di Talang Amba.
Namun dalam pada itu, untuk tidak terjadi kecurangankecurangan
dari segala pihak, maka baik Lembu Sabdata
maupun Singa Narpada terpaksa aku batasi kebebasan
gerak kalian" Pengeran Singa Narpada menggeram. Tetapi Sri Baginda
sudah mengucapkan satu keputusan, sehingga sulit untuk
dapat dirubah lagi. Betapa rasa keadilan Pangeran Singa
Narpa tersinggung, namun ia tidak dapat membantahnya.
Karena itu, maka keduanya kemudian telah ditempatkan
dalam bilik yang khusus dan terpisah.
Sementara itu, Sri Baginda masih berusaha untuk
mendapatkan beberapa keterangan yang akan dapat
menjernihkan keadaan. "Sri Baginda" berkata salah seorang Pangeran yang
mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapatnya "Sri
Baginda telah menunjuk Pangeran Singa Narpada. Namun
agaknya Baginda tidak mempercayainya sepenuhnya.
Bukankah sejak semula kita sudah mengetahui kekerasan
hati Pangeran Singa Narpada"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian "Kita akan melihat, apakah yang dikatakan oleh
Pangeran Singa Narpada itu benar. Ada banyak sumber
yang akan dapat memberikan keterangan. Tetapi seperti
yang dikatakan oleh Pangeran Lembu Sabdata bahwa
orang-orang Talang Amba tentu akan tunduk kepada semua
pesan Pangeran Singa Narpada"
Pangeran itu tidak menjawab. Tatapi ia tetap tidak
mengerti, kenapa Sri Baginda bersikap berat sebelah,
sehingga Pangeran Singa Narpadapun harus ditahan pula.
Dalam pada itu, berita tentang penahanan Pangeran
Singa Narpada itupun segera tersebar. Tuduhan yang
dilontarkan kepadanyapun telah banyak diketahui oleh
orang-orang Kediri. Sebagian dari mereka menganggap
bahwa sikap Sri Baginda adalah sikap yang paling adil.
Mereka menghubungkan langkah-langkah yang keras
Pangeran. Singa Narpada telah menyebabkan Pangeran
Kuda Permati meninggalkan Kediri. Pangeran Kuda
Permati yang tidak melakukan kesalahan itu, merasa perlu
untuk menghindarkan diri dari benturan kekuatan dengan
saudara sendiri, karena Pangeran Singa Narpada memaksa
Pangeran Lembu Sabdata untuk menyebut nama itu sebagai
salah satu, bahkan sabagai penggerak dalam usaha
melawan Singasari. Berita itu bukan saja tersebar di Kediri. Tetapi akhirnya
orang-orang Talang Ambapun mendengarnya juga.
Para perwira yang ikut bersama Pangeran Singa Narpada
ke Talang Amba merasa heran, bahwa Sri Baginda
demikian saja percaya kepada Pangeran Lembu Sabdata,
seakan-akan Pangeran Singa Narpada telah memfitnahnya.
Tetapi seperti beberapa pihak lain tidak dapat dengan serta
merta berusaha merubah keadaan itu. Mereka harus
berhati-hati, sehingga pada satu saat, mereka mendapat
kesempatan sebaik-baiknya untuk membuktikan bahwa
keputusan Sri Baginda itu salah.
Yang tidak kalah terkejutnya mendengar berita itu
adalah Pangeran Kuda Permati sendiri. Seorang
kepercayaannya yang ditinggalkannya di Kediri telah
memberikan laporan sepenuhnya apa yang telah terjadi.
"Jadi adimas Pangeran Lembu Sabdata berhasil
mengingkari keterangannya, bahwa aku telah terlibat"
bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Ya Pangeran" jawab kepercayaannya "sekarang
Pangeran Singa Narpada justru telah ditahan, sedangkan
Pangeran Lembu Sabdatapun untuk sementara masih juga
ditahan, karena Pangeran itu memang sudah mengaku
mengadakan perlawanan terhadap Singasari Tetapi atas
kehendak sendiri dan sama sekali tidak menyangkut nama
Pangeran Kuda Permati"
"Apa katanya tentang aku?" bertanya Pangeran Kuda
Permati. "Jika di Talang Amba Pangeran Lembu Sabdata
menyebut nama Pangeran, itu adalah justru atas kehendak
Pangeran Singa Narpada yang memaksa Pangeran Lembu
Sabdata untuk mengakui kehadiran Pangeran Kuda Permati
dilingkungannya" Pangeran Kuda Permati tertawa. Katanya "Aku tidak
menyangka bahwa adimas Lembu Sabdata ternyata
memiliki kecerdasan dan kesetiaan yang tinggi. Jika
demikian, maka aku harus menghilangkan segala keraguraguan
atas kesetiaannya. Untunglah bahwa Pangeran itu
masih tetap hidup. Ia akan dapat menjadi tenaganya yang
baik sekali diantara kita semuanya"
"Ya Pangeran" jawab kepercayaannya "pada suatu saat,
kita akan mendapat kesempatan untuk bertemu lagi"
Pangeran Kuda Permati mengangguk-angguk. Ia merasa
beruntung, bahwa Pangeran Lembu Sabdata masin tetap
berusaha melindungi namanya, meskipun ia sudah pernah
berusaha untuk membunuhnya.
Dalam pada itu, maka pesannya kepada orang-orangnya
"Ikuti segala perkembangan keadaan adimas Pangeran
Lembu Sabdata. Mungkin ada sesuatu yang perlu kita
perhatikan" Pesan itupun dilakukan oleh para pengikutnya dengan
saksama. Terutama mereka yang ada di kota Kediri.
Sementara Pangeran Kuda Permati berpengharapan atas
kemungkinan yang menguntungkan baginya, maka orangorang
Talang Amba menjadi heran mendengar keputusan
Sri Baginda di Kediri, bahwa Pangeran Singa Narpada telah
ditahan dan dipersalahkan telah melakukan kekerasan
terhadap Pangeran Lembu Sabdata yang dalam keadaan
tidak berdaya. "Aneh" berkata Ki Sanggarana yang mendengar berita
itu dalam suatu pertemuan dengan orang-orang Singasari.
Apakah para perwira yang menyertai Pangeran Singa
Narpada tidak ada yang dapat memberikan keterangan
tentang peristiwa yang sesungguhnya terjadi?" bertanya
Senopati Singasari yang ada di Talang Amba.
"Menurut keterangan yang kami dengar" sahut Ki
Sanggarana "semua pernyataan tentang keadaan yang
sebenarnya telah dianggap sebagai satu pemalsuan karena
perintah Pangeran Singa Narpada. Seakan-akan semua
orang yang menyertainya, baik pada perjalanannya yang
pertama maupun yang kedua, telah mendapat tekanan dari
Pangeran itu untuk mengatakan yang tidak sebenarnya"
Senopati Singasari itu mengangguk-angguk. Katanya
"Jadi yang sebenarnya itulah yang dianggap tidak
sebenarnya. Dan Raja di Kediri itu percaya begitu saja
kepada Lembu Sabdata"
"Pangeran Lembu Sabdata adalah adiknya yang paling


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikasihinya" berkata Ki Sendawa yang pernah mendengar
juga tentang persoalan yang sedang berkembang di Kediri.
Namun dalam pada itu, para Senopati Singasari
mempunyai penilaian tersendiri. Seorang Senopati berdesis
"apakah ini satu pertanda sikap Kediri terhadap Singasari?"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Tetapi seorang
Senopati yang sudah agak lebih tua dari kawan-kawannya
berkata "Kita jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan
apapun juga. Sebagai orang luar, kita akan dapat
mengamati lebih jelas tentang peristiwa yang terjadi di
Kediri itu. Namun dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
yang juga mendengar peristiwa itupun berkata "kami ingin
pergi ke Kediri" Ki Waruju mengerutkan keningnya. Dengan wajah yang
bersungguh-surtgguh ia berkata "Kali ini kaitan jangan
bermain-main" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memandang Ki Waruju
dengan tajamnya. Dengan sungguh-sungguh Mahisa Murti
menjawab "kami tidak sedang bermain-main paman, Kam
tahu, bahwa persoalan ini akan menyangkut hubungan
antara Kediri dan Singasari. Namun karena kami hanyalah
orang-orang kebanyakan, maka mungkin yang akan dapat
kami capaipun tidak lebih dari keterangan-keterangan yang
barangkali berguna" Ki Waruju mengangguk-angguk. Katanya "Asal saja
kalian menyadari, apa yang sedang kalian lakukan itu. Di
Kediri kalian akan berhadapan dengan orang-orang
Pangeran Kuda Permati yang tentu masih tetap
berkeliaran" "Kami tidak akan berbuat apa-apa" jawab Mahisa Murti
"kami hanya akan mendengarkan apa yang terjadi. Karena
itu, maka kami berharap untuk tidak akan berhadapan
dengan orang-orang Pangeran Kuda Permati. Namun
apabila hal itu harus terjadi apa boleh buat"
"Baiklah" berkati salah seorang Senopati Singasari yang
berada di Talang Amba "Kau dapat membawa satu
pertanda dari aku. Kemudian kau akan dapat berhubungan
dengan orang-orang Singasari yang ada di Kediri. Sebab
selain orang-orang yang memang ditempatkan di Kediri dan
orang-orang yang dengan terbuka melaku kan tugastugasnya,
Singasaripun menempatkan beberapa orang
pengawas di Kediri" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sementara itu Mahisa Pukatpun berkata "Kamipun ingin
tahu, apakah dua orang perwira Singasari yang menyertai
Pangeran Singa Narpada sama sekali tidak dapat
memberikan keterangan apapun juga tentang tingkah laku
Pangeran Lembu Sabdata itu?"
"Persoalannya tentu akan sama saja. Kedua perwira dari
Singasari itu dianggap sudah membicarakan rencana untuk
menjebak Pangeran Lembu Sabdata" sahut Senopati dari
Singasari itu. "Tetapi bukankah kesalahan Pangeran Lembu Sabdata
telah terbukti dan diakuinya" sahut Mahisa Pukat.
"Ya. Tetapi ia tidak mau menyangkut nama lain" jawab
Senopati dari Singasari itu.
Mahisa Pukatpun hanya mengangguk-angguk, sementara
itu Senopati dari Singasari itupun berkata "Aku juga
mempunyai wewenang dalam tugas-tugas sandi. Nah,
kalian dapat memakai cincin pertanda khusus dari mereka
yang mendapat tugas sandi. Ingat, hanya orang-orang yang
terpercaya sajalah yang diperkenankan memakai pertanda
itu. Dan kalian telah menempatkan diri dalam lingkungan
orang-orang yang terpercaya itu. Aku berani menganggap
kalian demikian setelah kami tahu apa yang kalian lakukan
disini" "Terima kasih" sahut keduanya hampir berbareng.
"Nah, kalian di Kediri akan dapat menghubungi
beberapa orang dalam tugas yang sama" berkata Senopati
itu. "Namun kalian harus memberikan laporan tentang kerja
kalian" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Namun justru dengan demikian, mereka telah terlibat ke
dalam satu tugas yang penting, bukan saja sebagai satu
petualangan, tetapi satu tugas yang harus dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, maka Senopati itupun berkata "Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Dengan pertanda itu, maka nama
kalian akan tercatat dalam urutan petugas-petugas sandi.
Dengan demikian kalian adalah dua diantara beberapa
petugas sandi yang secara suka rela mengabdikan dirinya
pada kewajiban yang berat itu. Selain daripada itu,
segalanya berani aku lakukan tanpa berhubungan lebih
dahulu dengan Senopati yang lebih tinggi di Singasari,
karena kalian adalah adik-adik Mahisa Bungalan. Dalam
hal ini dengan satu pengertian, bahwa demikian aku
kembali ke Singasari atau salah seorang diantara kami yang
berada di dalam lingkungan petugas-petugas sandi, maka
kami akan memberitahukan hal ini kepada Mahisa
Bungalan" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sementara. itu Ki Warujupun berdesis "Kalian telah
membebani pundak kalian sendiri dengan kewajiban yang
sangat berat, yang mungkin kesulitan-kesulitannya tidak
pernah kalian bayangkan"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat justru mulai menyadari
atas tugas yang mereka terima itu. Namun dalam pada itu
Mahisa Murtipun menjawab "Sudah menjadi kewajiban
kami untuk berbuat sesuatu yang mungkin dapat kami
lakukan bagi kepentingan Singasari. Mungkin kami tidak
ber hasil sebagaimana kami harapkan. Namun dengan
demikian, maka kami telah meletakkan satu tekad untuk
berbuat baik bagi Singasari"
"Baiklah" berkata Ki Waruju "tetapi kalian harus
menyadari, bahwa tugas kalian adalah tugas rahasia.
Pertanda yang kalian kenakan adalah pertanda tugas
rahasia itu, sehingga bukan justru kalian pergunakan untuk
satu pameran dan kebanggaan, sehingga banyak orang yang
mengetahuinya. Dengan demikian maka kerahasiaan kalian
ti-lak akan ada artinya lagi"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Terdengar Mahisa Pukat menyahut "kami mengerti
paman" "Baiklah. Selanjutnya, dengarlah segala pesan baik-baik"
berkata Ki Waruju kemudian.
Dalam pada itu, maka Senopati dari Singasari yang juga
termasuk dalam jajaran petugas sandi itupun mulai
memberikan beberapa keterangan. Namun ternyata ia
masih belum mengatakan seluruhnya. Masih ada yang
memang merupakan satu rahasia yang hanya akan
dikatakannya kepada Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saja
meskipun hal itu tidak dinyatakannya dengan berterus
terang. Karena itulah, maka dalam kesempatan yang terpisah,
tanpa hadirnya orang lain, Senopati itu telah memberikan
beberapa petunjuk tentang petugas-petugas sandi yang
dapat dihubunginya di Kediri.
Dengan sungguh-sungguh Senopati itu berkata "Sekali
lagi aku beritahukan kepada kalian, bahwa yang akan
kalian lakukan adalah tugas rahasia. Tidak banyak orang
yang mengetahui Bahkan prajurit-prajurit Singasari yang
ada di-sinipun tidak mengetahuinya pula. Nama-nama itu
adalah nama-nama yang tabu bagi siapapun juga. Ingat,
kalian mungkin akan mengalami satu keadaan yang sangat
pahit. Tetapi jangan ada nama yang terlepas dari mulutmu.
Taruhan dari tugas kalian bukan saja maut. Tetapi puncak
dari kesakitan mungkin akan kalian alami"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka menyadari sepenuhnya pesan dari Senopati itu. Jika
mereka tertangkap karena tugas mereka, maka mereka tidak
boleh menyebut nama apapun juga, meskipun mereka
diperas dengan segala macam cara.
Namun dalam pada itu, ketika keduanya kembali ke
dalam bilik mereka, sementara lampu-lampu minyak telah
menyala disetiap ruangan, Ki Warujupun telah datang
kepada mereka. "Aku tidak akan mengganggu tugas kalian" berkata Ki
Waruju "Karena itu, aku tidak akan mencoba untuk
mengetahui apa yang telah diberitahukan kepadamu.
Namun justru karena tugas kalian yang berat dan rumit itu,
maka aku tidak akan sampai hati melepaskan kalian berdua
berada di Kediri. Selagi kalian melakukan tugas itu, maka
aku pun akan berada di Kediri"
Wajah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi cerah.
Dengan penuh minat Mahisa Murtipun bertanya "Dimana
paman akan tinggal?"
"Kalian dapat mencari aku diantara belantik-belantik
lembu. Aku akan berada di pasar hewan pada hari-hari
pasaran. Pada kesempatan itu kita akan dapat bertemu.
Mungkin ada persoalan yang perlu aku bantu" berkata Ki
Waruju. Lalu "baru kemudian, setelah aku mendapat
tempat yang jelas, aku akan dapat memberitahukan kepada
kalian" "Terima kasih paman" desis Mahisa Pukat "dengan
demikian, rasa-rasanya tugasku akan menjadi semakin
ringan" "Tetapi kalian harus berkata terus terang dengan
Senopati yang memberikan kepercayaan kepada kalian,
bahwa aku terlibat pula di Kediri"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ternyata memenuhi
permintaan Ki Waruju. Keduanya telah melaporkan,
bahwa Ki Waruju akan berada di Kediri juga.
"Tidak ada salahnya" jawab Senapati itu "Aku juga
mengenalnya selama ini berada di sini. Tetapi ingat, bahwa
nama-nama para petugas sandi itu tidak boleh terucapkan
oleh bibir kalian dengan siapapun kalian berbicara"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun menganggukangguk.
Dengan nada dalam Mahisaa Pukat menjawab
"kami akan berpegang kepada janji kami"
Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah menempatkan dirinya pada satu tugas paling gawat. Ia
akan berada di Kediri dalam hubungannya dengan kegiatan
Pangeran Lembu Sabdata dan keadaan Pangeran Singa
Narpada yang sulit. Pada saat menjelang keberangkatannya, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukatpun telah minta diri kepada para
pemimpin dari Kabuyutan Talang Amba dan para Senapati
Singasari yang berada di Kabuyutan itu. Tidak banyak
orang yang tahu, apa yang akan dilakukannya kemudian.
Namun bagi orang-orang Talang Amba, Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah banyak memberikan arti bagi anak-anak
mudanya dan justru bagi keselamatan Kabuyutan itu
sendiri. Karena itu, pada saat keberangkatannya beberapa orang
pemimpin Kabuyutan Talang Amba, para Senapati prajurit
Singasari dan anak-anak mudanya telah melepaskan dengan
jantung yang berdebaran. Rasa-rasanya mereka ingin
menahan agar kedua anak muda itu tetap berada di Talang
Amba" "Pada saatnya kami akan kembali" berkata Mahisa
Murti kepada anak-anak muda itu.
Dengan demikian, maka mulailah satu perjalanan yang
akan menyongsong tugas yang berat telah dimulai. Namun
dalam pada itu, meskipun tidak bersama-sama, tetapi kedua
anak muda itu mengetahui, bahwa Ki Waruju akan berada
di Kediri sebagaimana dikatakannya. Pada hari pasaran
mereka akan dapat menemui Ki Waruju di pasar hewan.
Sebagaimana perjalanan yang pernah di tempuh, maka
kedua anak muda itu lebih senang berjalan kaki, menyusuri
lereng-lereng bukit yang hijau, yang nyaris menjadi padang
berbatuan padas tanpa selembar daunpun. Jika pepohonan
hutan di lereng gunung itu menjadi gundul, maka
kehidupan akan menjadi gersang untuk waktu yang sangat
panjang, bahkan akhirnya padukuhan-padukuhan di bawah
lereng-lereng pegunungan akan berubah menjadi padangpadang
perdu yang kering dan berwarna kuning.
"Satu cara yang sangat keji" berkata Mahisa Murti
kepada Mahisa Pukat. Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Dalam keadaan yang terpaksa, mungkin mereka akan
mempergunakan cara yang lebih buruk. Mereka akan dapat
membakar hutan sehingga papohonan itupun akan menjadi
abu sebagaimana kehidupan di bawah lereng-lereng
pegunungan itu di hari kemudian"
"Sikap Sri Baginda di Kediri memang merupakan tekateki
berkata Mahisa Murti "Mudah-mudahan tidak ada niat
apapun juga yang akan dapat memecahkan rangkuman
kesatuan Singasari, termasuk Kediri"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Tetapi sikap orangorang
Kediri memang tidak sejalan diantara mereka.
Beberapa orang bangsawan nampaknya berbeda sikap
menghadapi pertumbuhan negerinya.
Meskipun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ingin segera
berada di Kediri, tetapi mereka tidak terlalu tergesa-gesa.
Mereka berjalan sebagaimana dua orang pengembara yang
menyusuri jalan-jalan berbukit dan sekali- sekali menyusup
di padukuhan-padukuhan tanpa menarik perhatian orangorang
yang melihatnya. Namun ada juga satu dua orang
yang memperhatikannya sambil bergumam "Apakah yang
dilakukan oleh kedua anak muda itu" Apakah mereka lebih
suka mengembara tanpa tujuan daripada membantu
ayahnya bekerja di sawah?"
Tetapi jika ada juga orang yang bertanya kepada mereka
di warung-warung, apakah yang mereka cari dalam
pengembaraan, keduanya selalu menjawab, bahwa mereka
sudah tidak berkeluarga dan hidup dalam pengembaraan.
"Apakah yang kalian makan dalam pengembaraan
kalian?" bertanya seseorang "apakah kalian mengharap
belas kasihan orang disepanjang perjalanan?"


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat kadang-kadang
memang, mengalami kesukaran untuk menjawab. Namun
apabila pertanyaan itu mendesaknya, maka biasanya
Mahisa Murtilah yang menjawab "Apa boleh buat. Kami
tidak mempunyai pilihan lain. Tetapi kami tidak
sepenuhnya mengharapkan belas kasihan. Tetapi kami juga
bersedia untuk bekerja apa saja untuk mendapatkan sedikit
bekal di perjalanan"
"O orang yang bertanya itu mengangguk-angguk.
Katanya "Memang lebih baik begitu. Kalian masih muda.
Jika kalian menggantungkan diri pada belas kasihan orang
lain, maka hidup kalian bukanlah satu kehidupan yang
sebenarnya. Tetapi apakah kalian tidak ingin untuk
menetap dan bekerja pada seseorang?"
Pertanyaan itu memang membingungkan. Namun
nampaknya Mahisa Murti tidak ingin berpikir terlalu
banyak, sehingga iapun kemudian menjawab "Seandainya
ada pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan kami, maka
kami tidak akan menolaknya"
"Tetapi apakah kemampuan kalian?" bertanya orang itu.
Mahisa Murti mengerutkan keningnya. Namun dalam
pada itu. Mahisa Pukatlah yang menjawab "kami menyesal
bahwa kami tidak mempunyai ketrampilan untuk
melakukan pekerjaan tertentu. Barangkali kami dapat
bekerja sekedar mempergunakan tenaga kami
Orang itu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun
menarik nafas sambil berkata "Agaknya kalian benar-benar
anak muda yang kurang mempunyai arti dalam hidup
kalian" Mahisa Murti mengangguk kecil. Katanya "Mungkin
sekali. Dan karena itulah maka kami sangat menyesal"
Orang itu tersenyum. Katanya "Sebenarnya aku
memerlukan tenaga anak-anak muda yang memiliki
ketrampilan. Aku mempunyai tanah yang cukup luas yang
dapat dikerjakan sebagai tanah pertanian. Tetapi sudah
tentu bukan tenaga-tenaga yang tidak berkemampuan apaapa.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hanya dapat saling
berpandangan, tetapi mereka tidak menjawab.
Sebenarnya ada juga keinginan di hati kedua orang anak
muda itu untuk mencoba bekerja pada seseorang. Tetapi
mereka sedang mengemban satu tugas, sehingga karena itu,
maka niat mereka untuk menerima pekerjaan yang
mungkin dapat dilakukannya itupun mereka batalkan.
Demikianlah, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
meninggalkan tempat itu dengan satu pengenalan baru atas
sikap orang-orang padukuhah yang baru saja mereka
tinggalkan. Namun sikap itu sebenarnya adalah sikap jjang
dapat dimengerti. Tetapi ternyata bahwa di padukuhan itu
ada seseorang yang memiliki tanah melampaui kemampuan
tenaga kerja yang ada padanya. Apakah dengan demikian
berarti ada orang lain yang hanya memiliki tanah terlalu
sedikit, atau bahkan tidak sama sekati" Atau tanah di
padukuhan itu memang masih terlalu luas dan terbuka,
sehingga seseorang dapat mengusahakan tanah seberapa
saja dikehendaki asal saja ia atau orang-orangnya dapat
mengerjakannya. Namun tiba-tiba Mahisa Murti berkata, hampir kepada
dirinya sendiri "Apakah tanahnya yang luas itu merupakan
bagian dari penebangan hutan yang tidak terkendali atau
justru dengan sengaja merampas hijaunya lereng-lereng
perbukitan?" Mahisa Pukat berpaling kepadanya. Sejenak ia
merenung. Kemudian katanya "Apakah mungkin
demikian?" "Barangkali kita hanya berprasangka. Tetapi baiklah kita
melupakannya. Kita akan pergi ke satu tempat yang gawat
dalam tugas kita. Mungkin jika kita masih berkesempatan
akan dapat melihat arti dari sikap orang itu"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Iapun sadar, bahwa
tugas yang disandangnya adalah tugas yang cukup berat.
Sehingga karena itu, maka tidak sewajarnyalah bagi mereka
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lain sebelum tugas
pokoknya dapat dilakukannya.
Dengan demikian maka keduanya telah melanjutkan
perjalanan, menyusuri jalan-jalan padukuhan menuju ke
Kediri ke satu tempat yang kurang dikenalnya, yang akan
menjadi ajang tugas tugasnya yang berat.
Namun kedua anak muda itu telah meletakkan tekad
mereka untuk melakukannya.
Dengan cermat kedua anak muda itu mengamati jalan
yang harus ditempuhnya, sebagaimana petunjuk dari
Senopati Singasari yang ada di Talang Amba. Mereka
mengenali pertanda-pertanda yang ada pohon-pohon besar,
tikungan dengan ciri-ciri alamnya dan bangunan-bangunan
yang mudah dikenal. "Kita berada di jalan yang agaknya benar" berkata
Mahisa Pukat "tetapi seperti pesan yang kita terima. Tidak
mudah untuk memasuki lingkungan yang ditunjuk itu"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Jawabnya "Kita
harus sangat berhati-hati. Tetapi agaknya kita tidak akan
dapat langsung memasuki daerah itu. Kita harus berhenti
dan bermalam diluar lingkungan yang disebut sambil
mengamati kemungkinan-kemungkinan yang paling baik"
"Ya" Mahisa Pukat mengangguk-angguk "kita harus
mengingat bahwa Pangeran Kuda Permati sudah tidak ada
di dalam kota. Mungkin orang-orangnyapun telah
memencar disegala sudut tlatah Kediri, termasuk daerah
ini" "Sebenarnya kita tidak tergesa-gesa memasuki daerah
yang ditunjuk. Jika kita mendapat kesempatan yang lain
dalam rangka tugas ini, kita akan dapat melakukannya"
berkata Mahisa Murti. "Tetapi segala sesuatunya akan lebih baik, jika kita telah
melaporkan diri atas kedatangan kita dan memasuki
lingkungan mereka" sahut Mahisa Pukat.
Mahisa Murti mengangguk-angguk sambil menjawab
"Ya. Aku sependapat. Tetapi malam ini kita akan
bermalam di padang terbuka"
Namun keduanya memang sudah terbiasa bermalam di
sembarang tempat. Karena itu, maka merekapun sama
sekali tidak merasa terganggu. Mereka m encari padang
perdu yang agaknya tidak sering dijamah orang. Diatas
rerumputan kering, keduanya akan tidur sebagaimana
sering mereka lakukan. Namun mereka tidak agak tidur
berbareng. Mereka akan tidur bergantian. Apalagi mereka
berada di tempat yang tidak mereka kenal dengan baik,
sehingga banyak kemungkinan dapat terjadi.
Demikianlah, mereka ternyata telah mendapatkan
tempat yang baik. Semalaman keduanya sama sekali tidak
terganggu oleh apapun. Menjelang pagi keduanya memang
mendengar raung seekor binatang buas di hutan yang tidak
terlalu jauh. Tetapi suara itupun keriudian lenyap tidak
terdengar lagi. Pagi-pagi benar keduanya telah mencari air untuk
mencuci muka. Baru kemudian mereka melanjutkan
perjalanan menuju ke arah yang ditunjukkan oleh Senopati
Singasari di Talang Amba. Tetapi mereka masih belum
berani dengan serta merta memasuki daerah itu. Satu
daerah yang terletak tidak terlalu jauh dari lingkungan Kota
Raja Kediri. Namun satu lingkungan yang agaknya tidak
begitu ramai. Menilik kehidupan sehari-hari, lingkungan itu tidak
ubahnya dengan lingkungan padukuhan pada umumnya.
Tidak ada tanda-tanda yang menarik perhatian seandainya
mereka belum mendapat petunjuk dari Senopati yang ada di
Talang Amba. Namun merekapun menyadari, bahwa yang
mungkin berkeliaran bukan saja para pengamat dari
Singasari, tetapi mungkin juga orang-orang Pangeran Kuda
Permati, atau bahkan orang lain sama sekali dari kedua
lingkungan itu. Karena tidak mustahil. Kediri sendiri ingin
mengetahui apa yang bergejolak di dalam dirinya.
Dengan sikap pengebara, keduanya melanjutkan
perjalanan, memasuki padukuhan-padukuhan. Keduanya
berhenti pada sebuah simpang empat yang ramai, yang
nampaknya menjadi pemberhentian barang-barang yang
dibawa dari keempat jalur jalan dan kearah keempat jalur
jalan itu pula. Di sebelah simpang empat itu ternyata
memang terdapat semacam pasar untuk saling menukarkan
barang-barang. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu-mangu
sejenak Menilik bangunan yang ada dan kelengkapannya,
maka tempat itu tentu pernah mengalami satu masa yang
jauh lebih ramai dari saat-saat itu.
"Kenapa perdagangan disini nampaknya menjadi
mundur?" bertanya Mahisa Murti hampir kepada diri
sendiri. Mahisa Pukat berpaling kearahnya. Namun iapun tidak
dapat memberikan jawaban, kecuali satu dugaan
"Barangkali perkembangan keadaan yang telah membuat
pasar ini menjadi agak sepi"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Lalu katanya "Kau
lihat warung itu?" "Marilah" ajak Mahisa Pukat.
Keduanya kemudian memasuki sebuah warung yang
tidak terlalu besar. Satu diantara beberapa buah warung
yang terdapat di tempat ini.
Ketika mereka memasuki warung itu, di dalamnya sudah
ada dua orang lain yang sedang sibuk. menyuapi mulut
masing-masing dengan nasi hangat.
"Tiba-tiba saja terasa perutku sangat lapar" desis Mahisa
Pukat. "Aku juga" sahut Mahisa Murti.
Keduanyapun kemudian memesan hangat dan nasi yang
masih hangat pula. Namun dalam pada itu, diluar dugaan, maka merekapun
telah dihadapkan pada satu keadaan yang sulit. Selagi
keduanya sibuk dengan nasi hangat masing-masing, maka
terdengar derap kaki kuda. Demikian tiba-tiba dua ekor
kuda telah berada di hadapan warung itu.
Kedua orang yang sudah lebih dahulu berada diwarung
itupun menjadi tegang. Salah seorang diantara keduanya
itupun berdesis "Bagaimana mereka mengetahui bahwa aku
ada disini" Kawannyapun menjadi pucat. Katanya "Tentu ada
penjilat yang menunjukkannya. Agaknya kita tidak akan
dapat menghindar lagi"
Yang lain tidak menjawab. Kedua orang penunggang
kuda itupun kemudian turun dan menjengukkan kepalanya
ke dalam warung itu. Tiba-tiba saja salah seorang dari
keduanya tersenyum. Namun senumnya rasa-rasanya
menusuk sampai ke pusat jantung.
"Ternyata kalian benar-benar ada disini" berkata orang
yang tersenyum itu. Orang yang berada di dalam warung itu tidak menjawab.
Tetapi wajah mereka nampak menjadi tegang.
"Marilah" berkata orang berkuda itu "jangan membuat
aku marah. Bukankah kuda yang aku kehendaki itu kau
jual?" "Tidak. Tidak aku jual" jawab orang itu dengan suara
patah-patah "Lalu, mana kuda itu?" desak orang berkuda itu.
"Kemenakanku menghendakinya" jawab orang itu.
"Kenapa kau berikan juga kepadanya, sementara kau
mengerti bahwa aku meng hendakinya" berkata orang
berkuda itu. "Kau tidak berani membayar seperti yang aku
kehendaki" jawab orang itu.
Orang berkuda itu membelalak kan matanya. Akhirnya
ia membentak "Aku tidak perlu membayar. Aku dapat
mengambil apa saja yang aku kehendaki. Apalagi seekor
kuda. Bahkan nyawamupun dapat aku ambil tanpa ada
orang mencegahnya" Orang yang berada di dalam warung itu menjadi
gemetar. "Sekarang tunjukkan, dimana rumah kemanakanmu.
Aku akan mengambil kuda itu. Jika kemanakanmu
mencegahnya, maka nyawanya sekaligus akan aku ambil"
berkata orang berkuda itu "dengar, kami memang sedang
memerlukan kuda-kuda yang baik untuk perjuangan kami.
Jika kau menolak memberikan kuda itu, maka berarti kau
telah mengkhianati perjuangan kami"
Kedua orang itu tidak dapat menjawab. Tetapi mereka
benar-benar merasa cemas akan nasib mereka.
Namun akhirnya salah seorang dari keduanya berkata
"Kami tidak dapat mencegah kemanakanku mengambil
kuda itu. Sebenarnya kami memang sangat
memerlukannya. Kemanakanku telah banyak menolong
aku dalam kesulitanku. Bahkan kemanakankulah yang
seakan-akan selama ini membeayai hidupku" _
"Kau dapat berkata apa saja" berkata orang berkuda itu
"tetapi aku telah mengatakan kepadamu, bahwa aku
memerlukan kuda itu"
"Tetapi, apakah kau dupat mengambil kuda itu begitu
saja?" desis orang yang berada di dalam warung itu
"Bukankah seharusnya kau membelinya"
"Jangan banyak bicara" geram orang itu "katakan bahwa
kuda itu suduh kau jual. Sekarang kau harus mengganti.
Kau harus menyiapkan seekor kuda bagi kami. Aku
memberi waktu kepudamu dalam sepekan. Jika kau tidak
dapat menyediakan seekor kuda dalam waktu sepekan,
maka rumahmu akan ku bakar. Anak dan isterimu akan
menderita, karena kau akan ikut sertakan terbakar di dalam
rumahmu itu" "Tetapi kau tlduk berhak mengambil kudaku" desis
orang itu. Wajah orang berkuda itu menjadi merah. Tetapi ia tidak
menjawab. Sejenak kemudian keduanya telah meninggalkan warung
itu. Sementara kedua orang itu masih saja gemetar
ketakutan.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi termangumangu.
Mereka merasakan, bahwa satu ketidak-adilan
tentu telah terjadi didaerah itu. Ada satu pihak yang sedang
berusaha untuk memaksakan kekuasaannya atas pihak yang
lemah. Bahkan agaknya mereka tidak ragu-ragu untuk
mengambil jiwa korbannya pula.
Keadaan itu membuat keduanya menjadi bimbang. Rasarasanya
ada dorongan untuk berbuat sesuatu melihat
ketidak-adilan itu. Tetapi apakah dengan demikian, hal itu
akan mengganggu tugas mereka".
Karena itu, maka keduanya tidak segera mengambil
sikap. Keduanya menunggu apa yang akan terjadi
kemudian. Tetapi waktu yang diberikan oleh kedua orang
berkuda itu cukup lama. Sepekan. Tetapi agaknya bagi
kedua:, orang itu, waktu yang sepekan itu terlalu pendek
untuk dapat menyediakan seekor kuda.
Dalam pada itu, kedua orang itupun agaknya dengan
tergesa-gesa telah menyelesaikan minuman dan makanan
mereka. Setelah membayarnya, maka keduanyapun telah
minta diri meninggalkan warung itu.
Sepeninggal orang itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukatpun kemudian bertanya kepada pemilik warung itu
tentang kedua orang yang sedang berada diwarung itu dan
tentang kedua orang berkuda itu.
"Siapakah kedua orang berkuda itu?" bertanya Mahisa
Murti. "Kami tidak begitu jelas" jawab pemilik warung itu
"tetapi rasa-rasanya mereka belum terlalu lama berada
disini. Mereka adalah termasuk dalam sekelompok orang
yang tinggal di sekitar daerah ini. Tetapi kami tidak tahu
secara pasti" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Namun dalam pada itu, Mahisa Pukatpun bertanya
"Siapakah dua orang yang dipaksa untuk menyerahkan
kudanya itu?" "Penghuni padukuhan sebelah" jawab pemilik warung
itu. Lalu "Orang-orang yang belum banyak kami kenal
telah berkeliaran di daerah ini. Yang menarik perhatian
mereka terutama adalah kuda. Masih belum ada korban
lain. Entah kemudian jika kuda yang ada di padukuhan itu
telah habis" "Bagaimana dengan para pengawal dari Kediri" Apakah
mereka tidak berbuat sesuatu terhadap sikap yang
demikian?" bertanya Mahisa Murti.
"Daerah ini adalah daerah wewenang Panji Sampana
Murti. jawab pemilik warung itu" ada beberapa Kabuyutan
yang termasuk daerah kuasanya. Seharusnya Panji
Sampana Murtilah yang mengambil sikap. Baru kemudian,
jika ia tidak berhasil mengatasi kesulitan itu, barulah
pengawal dari Kediri akan turun. Namun dengan demikian,
penilaian Sri Baginda terhadap Panji Sampana Murti
menjadi turun, karena ia tidak mampu mengatasi kesulitan
di daerah yang dipercayakan kepadanya"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengerutkan keningnya
"Apakah Panji Sampana Murti itu Akuwu di daerah ini?"
bertanya Mahisa Murti. "Apakah kalian bukan orang daerah ini?" pemilik
warung itu ganti bertanya.
"Kami adalah pengembara" jawab Mahisa Murti.
"Daerah di sekeliling Kota Raja ini dipimpin oleh
seorang Senopati untuk setiap kiblat. Berbeda dengan
daerah yang berada jauh dari Kota Raja, yang untuk satu
lingkungan tertentu dipimpin oleh seorang Akuwu. Panji
Sampana Murti adalah seorang Senopati yang berkuasa di
bagian Barat, Selatan dan Timur, ada lagi pemimpinpemimpin
yang setingkat dengan Panji Sampana Murti"
pemilik warung itu menjelaskan.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Ada semacam persoalan yang tumbuh di hati mereka.
Senopati Singasari di Talang Amba tidak menyebutkan
kekuasaan yang demikian. Namun Senopati itu memang
menyebutkan daerah-daerah perbatasan.
"Agaknya kekuasaan semacam inilah yang disebut
daerah perbatasan" berkata keduanya di dalam hatinya.
Namun dalam pada itu, Mahisa Pukatpun bertanya "Jika
terjadi hal seperti yang menimpa kedua orang itu, apakah
yang akan dilakukan oleh Panji Sampana Murti?"
Pemilik warung itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian katanya "Aku adalah penjual makanan dan
minuman disini. Aku tidak dapat menjawab pertanyaanmu
anak muda. Selain aku tidak berani, akupun tidak tahu"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Tetapi ia masih
mencoba untuk mendesak "Jangan kau tebak apa yang
akan terjadi atau kemungkinan-kemungkinan yang dapat
keliru. Tetapi apa yang sudah terjadi. Bukankah yang sudah
terjadi itu bukan rahasia lagi" Bukankah hal itu sudah
diketahui banyak orang?".
Pemilik warung itu termangu-mangu. Namun kemudian
"Belum pernah, terjadi sesuatu"
"Maksudmu pengambilan kuda milik seseorang baru
terjadi kali ini?" bertanya Mahisa Pukat.
"Tidak. Bukan demikian" jawab pemilik warung itu.
"O"Mahisa Murti mengangguk-angguk, aku mengerti
sekarang. Hal yang serupa sudah pernah terjadi. Tetapi
tidak ada tindakan apa-apa yang pernah dilakukan oleh
Panji Sampana Murti. Bukankah begitu?"
Orang itu menjadi tegang. Kemudian katanya "Aku
tidak mengatakan demikian. Kalian sendirilah yang
mengambil kesimpulan itu. Terserah saja kepada kalian"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Tetapi jawaban itu justru telah mengiakannya.
Meskipun demikian Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
tidak mendesaknya lagi. Keduanya menyadari, bahwa
pemilik warung itu tentu ingin mengalami kesulitan dengan
keterangan-keterangan yang diberikannya kepada orang
yang tidak begitu dikenalnya.
Dalam pada itu, maka sejenak kemudian Mahisa Murti
dan Mahisa Pukatpun telah minta diri setelah mereka
membayar makanan dan minuman yang telah mereka
makan dan minum di dalam jurang itu.
Namun demikian ketika keduanya telah berada dipintal,
Mahisa Murti masih bertanya "Siapakah orang yang
memiliki kuda itu he?"
"Sudah aku katakan, orang padukuhan sebelah" jawab
pemilik warung itu. "Namanya?" desak Mahisa Pukat.
"Untuk apa kau tahu namanya?" bertanya pemilik
warung itu. "Tidak untuk apa-apa. Hanya sekedar mengetahui saja"
jawab Mahisa Pukat. "Agaknya kau tidak bersangkut paut. Mungkin hari ini
kau sudah meninggalkan tempat ini, berkata pemilik
warung itu. "Namun aku akan tetap mengingatnya bahwa hal serupa
ini pernah terjadi disini atas seseorang. Nah. barangkali aku
memang ingin mengetahui namanya" Bukankah nama
orang itu bukannya merupakan satu rahasia" Bukankah
setiap orang di daerah ini sudah mengenal namanya?"
Mahisa Pukat masih mendesak.
Pemilik warung itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian katanya "Yang seorang bernama Kudatu"
"Kudatu" ulang Mahisa Pukat.
"Ya. Ialah yang memiliki kuda itu. Nah, aku sudah
cukup memberikan keterangan" berkata pemilik warung itu.
"Terima kasih. Aku akan meneruskan pengembaraanku.
Namun jika aku masih betah tinggal disini, aku kira aku
masih akan singgah di warung ini. Masakan Ki Sanak
sesuai bagiku" berkata Mahisa Pukat kemudian.
Namun pemilik warung itu tiba-tiba saja berkata
"Warungku adalah warung yang terkecil yang ada di
deretan ini. Aku belum lama membuka warungku ini.
Sukurlah jika seleramu sesuai. Aku masih mengharapkan
kau singgah" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tertegun sejenak. Baru
saja mereka mulai melangkah. Tetapi mereka telah berhenti
lagi. "Jadi Ki Sanak belum lama membuka warung ini?"
bertanya Mahisa Pukat. "Belum. Lihatlah dengan warung-warung yang ada
disebelah. Mereka sudah mempunyai jauh lebih banyak
langganan dari warungku ini" jawab orang itu.
"Baiklah. Aku akan menjadi langganan barumu. Tetapi
hanya untuk satu atau dua hari. Setelah itu, maka aku akan
melanjutkan pengembaraanku" berkata Mahisa Pukat.
Pemilik warung itu mengangguk-angguk. Tetapi berbeda
dengan pembeli-pembeli yang lain, maka pemilik warung
itu telah keluar dari pintu warungnya ketika Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat melangkah meninggalkannya.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang
kemudian menyusuri jalan yang masih agak ramai itu,
memang melihat beberapa warung yang lain yang lebih
besar dan lebih banyak dikunjungi orang meskipun
jumlahnya tidak lebih dari tiga dan yang terpisah agak jauh
ada sebuah warung yang agaknya terbesar diantara warungwarung
yang ada. "Daerah perbatasan yang menarik" desis Mahisa Pukat.
Lalu "aku menghubungkan kedua orang berkata itu dengan
menyingkirkan Pangeran Kuda permati dan pasukannya
dari Kota Raja" "Mungkin" jawab Mahisa Murti. sehingga dengan
demikian Panji Sempana Murti tidak dapat dengan tergesagesa
mengambil langkah-langkah tegas karena ia
menghadapi satu kekuatan yang cukup besar"
"Tetapi tentu tidak seperti yang dikatakan oleh pemilik
warung itu, bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa dalam
hubungannya dengan Kediri" berkata Mahisa Pukat "Jika
ia dapat memberikan laporan yang sewajarnya, maka
Kediri tentu akan mengambil langkah-langkah yang paling
pantas" Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian "Kita sedang menghadapi satu daerah yang
bergolak. Kita tidak mengetahui apa yang terkandung di
dalam perut Kediri sekarang ini. Sikap Baginda atas
Pangeran Singa Narpada sudah menimbulkan satu
persoalan tersendiri. Kepercayaan Sri Baginda yang tibatiba
saja berbalik dari Pangeran Singa Narpada kepada
Pangeran Lembu Sabdata. Dan masih banyak lagi
persoalan yang mungkin sedang bergerak di Kediri"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Jawabnya "Kita
memang sedang menghadapi satu pergolakan yang sulit
untuk ditebak" Untuk beberapa saat kemudian, kedua anak muda itu
saling berdiam diri. Mereka meninggalkan tempat yang
menjadi titik pertemuan beberapa orang pedagang itu, dan
kemudian mengamati ciri-ciri yang pernah diberitahukan
oleh Senapati dari Singasari yang berada di Talang Amba,
untuk menempuh perjalanan menuju kepada seseorang
yang akan dapat bekerja bersamanya.
Tetapi rasa-rasanya keduanya masih belum bisa ingin
meninggalkan tempat yang menarik itu. Mereka sudah
berjanji dengan pemilik warung untuk datang kembali.
Rasa-rasanya ada sesuatu yang menarik pada tukang
warung itu. Meskipun keduanya tidak tahu, apakah yang
menarik itu. Mungkin keramahannya. Mungkin usahanya
menarik langganan baru. Atau mungkin keteranganketerangan
yang lebih terperinci tentang peristiwa yang
telah terjadi di warung itu yang menyangkut hadirnya
kekuasaan yang aneh di daerah itu.
Karena itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
memutuskan untuk tetap berada ditempat itu barang satu
dua hari. Namun demikian, untuk kepentingan langkah-langkah
berikutnya, mereka mulai mengenali arah yang harus
mereka tempuh pada sisa perjalanan mereka. Meskipun
sudah tidak terlalu jauh, tetapi justru merupakan bagian
yang paling rumit dari seluruh perjalanannya.
Dalam beberapa puluh langkah mereka mulai mengenali
salah satu pertanda yang diberikan oleh Senopati itu.
Sebuah gumuk kecil berbatu padas dengan sebatang pohon
besar disebelahnya. "Itulah pohon preh itu" berkata Mahisa Murti.
"Ya. Pada saatnya kita harus menempuh perjalanan ini.
Kita menuju ke arah yang benar. Beberapa ratus langkah
lagi tentu akan terdapat sebatang sungai kecil yang airnya
berwarna keputih-putihan. Agaknya air sungai itu
mengandung kapur yang larut ke dalam airnya" berkata
Mahisa Pukat. Mahisa Murti mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Tugas kita sekarang adalah mencarai tempat untuk
bermalam nanti" "He?" Mahisa Pukat menjadi heran "Bukankah hari
masih terlalu pagi untuk mencari tempat bermalam?"
Mahisa Murti tersenyum. Katanya "Lalu, apakah yang
akan kita lakukan sekarang" Jika kita berkeliaran, maka kita
tentu akan menarik perhatian. Kita akan mencari tempat
bersembunyi. Nanti sore kita akan pergi ke warung itu jika
masih buka untuk makan. Kita kemudian kembali
bersembunyi" "Apakah dengan demikian kita akan dapat melihat
sesuatu di tempat ini?" bertanya Mahisa Pukat.
"Tentu. Kita akan dapat melihat lewat penglihatan
pemilik warung itu" jawab Mahisa Murti.
Mahisa Pukat mengerutkan keningnya. Namun akhirnya
iapun mengangguk-angguk pula. Katanya "Benar juga. Jika
kita hilir mudik disini, maka kita akan dapat dicurigai.
Apalagi jika kita bertemu dengan orang-orang yang sengaja
mengamati keadaan darimanapun juga asalnya"
"Kita akan berjalan sampai kesungai itu lebih dahulu"
berkata Mahisa Murti "mungkin kita akan menemukan
belik yang airnya tidak berwarna keputih-putihan karena


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

larutan kapur. Baru kemudian kita akan beristirahat untuk
waktu yang terlalu lama"
"Kita dapat tidur sepuas-puasnya" berkata Mahisa Pukat
"mungkin malam nanti kita akan tidak mendapat
kesempatan untuk tidur sama sekali"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Sementara itu
mereka melanjutkan perjalanan. Sesuai dengan petunjuk
yang mereka dapat dari Senopati di Talang Amba, maka
mereka akan sampai ke sebatang sungai yang tidak begitu
besar alirannya. Sebenarnyalah, mereka, telah berjalan menuju sebatang
sungai seperti yang mereka sebutkan. Jalanpun mulai
menurun berbatu-batu. "Ternyata Senapati di Talang Amba itu cukup teliti"
berkata Mahisa Murti "ia ingat ciri-ciri yang paling kecil
sekalipun" "Ia termasuk salah seorang Senopati dalam tugas sandi"
sahut Mahisa Pukat "ia adalah justru orang terlatih. Agak
berbeda dengan kita. Kita adalah benar-benar petualang
yang agak ceroboh menentukan pilihan atas pekerjaan yang
akan kita lakukan" "Justru dengan demikian kita akan mendapatkan
pengalaman yang berharga" berkata Mahisa Murti.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja pembicaraan
mereka terhenti. Dengan hati yang berdebar-debar mereka
melihat seorang yang bertubuh tinggi besar berdiri ditengahtengah jalan yang semakin menurun tepat dibalik
sebuah tikungan. Seakan-akan orang itu memang sengaja
menunggu kedua orang anak muda itu.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Tanpa berpaling
kearah Mahisa Pukat ia berkata "Ingat. Kita adalah
pengembara. Kita bukan petugas sandi yang memiliki
kemampuan untuk berkelahi"
"Jika orang itu benar-benar mengancam jiwa kita?"
bertanya Mahisa Pukat. "Apa boleh buat. Kita akan menyelematkan diri. Namun
kita harus semakin berhati-hati atas tugas-tugas kita.
Bahkan mungkin kita tidak akan dapat kembali lagi ke
warung itu. Kita justru harus segera sampai ketujuan jika
terjadi satu peristiwa yang memaksa kita berbuat demikian"
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Diluar
sadarnya ia meraba pisau belatinya yang tersembunyi di
bawah kain panjangnya. Dalam keadaan memaksa,
mungkin sekali ia memerlukan senjata itu.
Seakan-akan tidak ada perasaan apapun juga, Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat berjalan terus. Tetapi orang yang
berdiri ditengah jalan itu memandangi keduanya dengan
sorot mata yang tajam. Tetap akhirnya Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
harus berhenti. Jalan yang mereka lalui adalah jalan yang
tidak terlalu luas. Sementara itu, di sebelah menyebelah
adalah tebing yang membatasi jalan yang sudah menurun
ke sungai itu. Sejenak mereka hanya saling berpandangan saja. Namun
kemudian Mahisa Murti berkata "Ki Sanak. Apakah aku
boleh lewat?" Orang yang berdiri ditengah jalan itu justru mengeram.
Dengan suara datar la bertanya "Kalian akan kemana anakanak
muda?" Mahisa Muiti dan Mahisa Pukat menjadi temangumangu.
Namun Mahisa Murtipun kemudian menjawab
"kami akan pergi ke sungai itu Ki Sanak. Kami akan mandi
dan mencuci. "Apakah kalian bukan orang dari daerah ini?" bertanya
orang bertubuh tinggi kekar itu.
"Kami adalah pengembara" jawab Mahisa Pukat "kami
tidak mempunyai tempat tinggal "
"Jadi kalian selulu berkeliaran saja di mana-mana?"
bertanya orang itu pula. "Kami menjelajahi padukuhan demi padukuhan. Selain
untuk melupakan kehidupan kami yang pahit, kami ingin
lebih banyak mengenali isi kehidupan ini jawab Mahisa
Murti. "Jika demikian, kalian termasuk orang-orang yang hanya
memenuhi jagad ini saja tanpa mempunyai arti apa-apa.
Kalian makan dan minum tanpa memberikan jasa apapun
juga bagi kehidupan" tiba-tiba orang itu menjadi garang.
"Aku tiduk mengerti maksud Ki Sanak" desis Mahisa
Pukat. "Kalian memang dungu" geram orang itu "dengar.
Kalian adalah benalu yang harus di lenyapkan. Kalian
hanya dapat makan dan minum. Kalian hanya dapat
mengotori lingkunganmu dan sama sekali melakukan satu
kerja yang berarti" "Bukan maksud kami" jawab Mahisa Pukat "kamipun
telah melakukan kerja yang dapat kami kerjakan. Di
padukuhan-padukuhan yang kami lewati, kadang-kadang
kamipun telah melakukan kerja yang berarti"
"Apa" Apa yang pernah kau lakukan?" bertanya orang
itu. "Kami pernah tingggal untuk beberapa lamanya pada
seseorang yang tengah membuka tanah persawahan. Kami
ikut menebangi pepohonan dan ikut mengerjakan tanahnya
sehingga terjadilah kotak-kotak sawah yang kemudian
dapat ditanami. Tetapi tenaga yang kemudian dibutuhkan
tidak sebanyak saat hutan sedang ditebang, sehingga orangorang
yang bekerja di tempat itu, terbatas pada orang-orang
dari padukuhan itu sendiri" jawab Mahisa Pukat.
"Omong-omong " bentuk orang itu "Kalian tentu
terhitung orang-orang yang malas, yang tidak diperlukan
lagi sehingga kalian telah diusirnya"
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Sementara
itu Mahisa Murtipun berkata dengan nada rendah
"Mungkin memang nasib kami terlalu buruk. Sebenarnya
kamipun sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan,
sehingga hidup kami bukanlah semata-mata hidup yang siasia"
"Tidak ada artinya lagi bagiku" berkata orang itu "Aku
termasuk salah seorang dari sekelompok orang yang telah
berhimpun dan menentukan atau sikap. Kami akan
menghapuskan benalu benalu macam kalian. Aku sudah
menyingkirkan lebih dari sembilan orang. Jika hal semacam
ini aku lakukan terus-menerus bersama dengan kawankawan
sekelompok yang mempunyai keinginan yang sama,
maka dalam waktu beberapa tahun, orang-orang seperti kau
ini akan habis. Dunia akan bersih dari benalu-benalu yang
hanya dapa menghisap tanpa memberikan imbalan apapun
juga bagi lingkungannya"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan.
Sekilas mereka merasa . telah berhadapan dengan seseorang
Petualang Asmara 25 Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 4

Cari Blog Ini