Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton Bagian 3
Begitu selesai makan malam ia pergi tidur, membawa jam weker. Dipasangnya jam itu untuk berbunyi jam sebelas lebih seperempat, dibungkusnya dengan syal, dan disembunyikannya di bawah bantalnya. Ia berharap bila nanti jam weker berbunyi, maka dia sendiri yang akan mendengar bunyinya. Mudah-mudahan Roger tidak mendengarnya.
Roger tidur nyenyak, agaknya terlalu lemas karena rasa sakitnya. Snubby tidak berganti pakaian. la naik ketempat tidur dan memejamkan matanya, langsung tertidur. Nyenyak. Sampai saat weker itu berbunyi. Si Sinting yang tidur dekat
kakinya langsung melompat ketakutan, menyalak: nyalak.
"Tutup mulut, Anjing tolol!"bentakSnubby.Dan si Sinting langsung tutup mulut Snubby mendengar-dengarkan. Adakah yang terbangun oleh suara wekernya"
Agaknya tidak. Roger menggumamkan sesuatu tetapi terus saja tidur. Tak ada lagi yang terdengar bergerak. Bagus. Hati-hati Snubby turun dari tempat tidur, meraba-raba mencari pakaiannya baru kemudian ia sadar bahwa ia sudah berpakaian. Diambilnya mantelnya dari lemari Kemarin ia kedinginan, dan kini ia bersiap-siap lebih baik.
"Ayo, Sinting ... dan kalau sampai kau membangunkan Sarden, awas, kubenamkan kau di kolam!" ancamnya pada Sinting.
: Mereka selamat sampai ke lantai bawah dan tak
lama sudah berlari menyeberangi padang. Si Sinting heran, tetapi ia suka sekali. Sekali lagi mereka akan mengadakan perjalanan luar biasa
Mereka sampai ke tembok pagar puri saat jam berdentang pukul dua belas kurang seperempat
"Hampir tengah malam!" kata Snubby gugup mencari-cari tangga tali yang kemarin malam disembunyikan Barney.
"Sialan! Di mana tangga tali itu" Apakah betul di semak-semak ini?"
Ternyata bukan. Si Sinting tahu dengan tepat di mana tangga tali itu. Diseretnya tangga itu keluar ditunjukkannya pada Snubby. Berikutnya, Snubby
harus berkali-kali dan bersusah payah melemparkan tangga tali itu ke atas tembok. Ternyata tidak semudah seperti yang dilakukan Barney.
jeruji itu!" Dan entah bagaimana, setelah ditegur tangga tali tersebut menyangkut. Erat-erat.
Dengan gembira Snubby naik, lebih gembira lagi ternyata tangga tali tersebut menyangkut dekat sekali dengan tumpukan karung yang ditinggalkan Barney. Diangkatnya karung-karung tersebut, dipindahkannya ke dekat tangga talinya menyangkut. Dan ia segera duduk di atas tumpukannya. Diangkatnya tangga tali seperti yang dilakukan Barney, separuh dilemparkannya ke balik tembok. Snubby bangga sekali bisa melakukan itu semua dengan baik.
Ia turun ke bagian dalam halaman puri, tepat pada saat lonceng digereja berbunyi dua belaskali. Dan Snubby tertegun ketika mendengar suara lain: rengekan si Sinting dari bawah!
"Sialan! Aku lupa pada si Sinting! Tapi bagaimana ia bisa kutarik ke atas tanpa bantuan orang lain" Terpaksa ia harus tinggal di luar saja. Akan kusuruh dia berjaga-jaga."
Snubby memanjat lagi ke atas, kemudian turun keluar, dan berbisik pada Sinting,
"Diamlah, Sobat, aku tak akan lama. Kau tunggu di sini.
Berjaga-jaga. Berjaga-jaga, dengar?"
Snubby, meninggalkannya seorang diri di situ. Snubby naik dan masuk lagi ke halaman puri. la merangkak-rangkak dalam kegelapan menuju semak-semak tempat ia bersembunyi kemarin malam. Bulan bersinar terang lagi, tetapi awan hitam terlalu banyak, sehingga kadang-kadang halaman itu terang kadang-kadang gelap. Snubby mencari tempat duduk yang paling enak baginya dan menunggu. - la merasa puas sekali. la satu-satunya yang cukup punya akal waras untuk tidak makan roti susis. la berhasil melewati tembok sendirian. Dan ia sama sekali tidak merasa takut. Sedikitpun tidak la bahkan tidak ditemani oleh si Sinting, tetapi toh masih segagah berani seekor singa. Ya, Snubby merasa puas dan sangat bangga.
Bulan bersembunyi di balik awan. Segalanya gelap. Snubby merasa ia mendengar suara. Tetapi ia tak yakin, apakah suara itu dekat dengan dirinya ataukah jauh. Lemah sekali. Oh, tidak. Pastilah suara itu datang dari balik puri. Ia menunggu dengan sabar sampai rembulan keluar kembali
Sewaktu cahaya rembulan muncul, Snubby sangat terkejut. Suatu bayangan hitam agaknya sedang memanjat dinding puri yang jauh darinya Makin lama makin tinggi, cekatan dan gesit. Siapa itu" Snubby mencoba memusatkan pandangan
nya. Terlalu jauh. Apakah itu Tonnerre" Tak mungkin. Bayangan itu terlalu kecil. Mungkin
cahaya rembulan mempermainkan pandangannya. Agaknya bayangan itu memanjat lewat pipa saluran air hujan, kemudian melompat ke bingkai jendela, melompat lagi ke tanaman yang merambat sepanjang dinding. Merambat terus naik! Ya, tak salah lagi. Pasti itulah pencuri yang ditunggunya. Tetapi bagaimana cara pencuri itu memasuki jende
la yang tertutup dengan terali besi" Snubby menahan napas. Terali besi itu begitu rapat. Oh, sialan! Bulan tertutup lagi oleh awan.
Ketika kemudian bulan muncul lagi, bayangan adi sudah tak tampak. Lenyap. Tiba-tiba Snubby merasa sangat ketakutan. Terasa rambutnya bagaikan berdiri tegak semua. Dan seluruh tubuhnya tiba-tiba gemetar. Betapa senangnya kalau pada saat seperti itu si Sinting ada di mpingnya. Dan matanya agaknya mulai mempermainkan dirinya lagi. Apa itu yang ada didasar tembok puri" Jauh di bawah jendela yang berterali itu" Apakah hanya suatu bayangan, ataukah memang ada seseorang yang sedang naik ke atas" Ah, tidak. Ternyata itu hanya remang-remang sebuah jendela. Dan apakah itu bayangan seseorang juga yang berada di dekat cerobong asap"Tidak, tidak. itu hanya bayangan cerobong asap itu sendiri. Dan apakah itu... Snubby mengeluh, dan menutup matanya rapat-rapat la sangat ketakutan. Mengapa ia
datang kemari" Mengapa ia merasa dirinya cukup berani untuk menghadapi ini semua" la kini tak berani memandang ke mana pun juga, sebab di mana-mana seolah-olah selalu ada bayang bayangan yang tampaknya orang merayap merambat, memanjat, ataupun berlari. Oh! Kalau saja si Sinting ada di dekatnya!
Terdengar sebuah suara di dekatnya. Seseorang sedang terengah-engah, makin lama makin dekat Snubby terpaku ketakutan, sama sekali tak berani bergerak sedikit pun. la tak bisa berbuat apa-apa kecuali berharap semoga siapapun itu akan segera pergi menjauh.
Tetapi suara itu tidak menjauh. Bahkan semakin mendekat. Terdengar suara dahan kering berderak. Sesuatu itu makin mendekat, menyeruak semak-semak.
Darah di tubuh Snubby seakan berhenti, membeku jadi es oleh rasa takut.
Dan lebih menakutkan lagi, tiba-tiba sesuatu menyentuh punggungnya, dan berhenti. Hampir saja Snubby pingsan. APAKAH itu"
Suara rengekan perlahan terdengar. Dan Snubby merasa begitu lega hingga mau rasanya ia menangis. Ternyata si SINTING!
Dengan luapan rasa kelegaan ia memeluk anjing kecil itu, membiarkannya dengan gembira menji lati wajahnya hingga basah semua.
"Sinting" bisiknya.
"Ini betul-betul kau! Oh, bagaimana kau memanjat
tembok itu. Oh, Sinting, tak pernah aku segembira ini melihatmu!" Si Sinting juga sangat gembira atas sambutan tu. Tadinya ia kuatir akan dimarahi karena telah meninggalkan tempatnya berjaga. Tetapi tidak. Snubby ternyata sangat gembira melihatnya. sangat-sangat gembira. Ternyata ia tak keberatan Sinting meninggalkan tempatnya berjaga, menemukan sebuah lubang kecil di tembok yang kemudian diperbesarnya sehingga ia bisa masuk, dan menemukan Snubby yang telah sedemikian lama ketakutan seorang diri. Semuanya beres, pikir Sinting. Majikannya tidak marah, malahan menyambutnya dengan hangat sekali. Hilang semua rasa takut Snubby. Ia duduk tenang kini, memeluk si Sinting erat-erat, berbisik dan bercerita tentang apa saja yang telah dilihatnya. Tapi tiba-tiba ia tertegun. Dirasanya si Sinting juga terkejut serta menggeram perlahan, bulu-bulunya berdiri tegak.
"Ada apa" ada apa" Apakah pencuri itu kembali?"bisik Snubby gugup. Tetapi tak mungkin bisa mengetahui apa-apa saat bulan tertutup mega itu. Sinting menggeram terus. Snubby tak berani bergerak. Seolah-olah ada suara-suara dari arah puri, tetapi semuanya gelap kini. Sesaat bulan muncul dari balik awan. Dan sekilas Snubby melihat seolah-olah ada suatu bayangan menuruni tembok puri. Tapi ia tidak . yakin akan hal itu. Yang jelas, ia takkan
mau bergerak sedikitpun dari persembunyiannya.la tak mau tiba-tiba bertemu muka dengan pencuri itu Dipeluknya Sinting rapat-rapat, dibenamkannya mukanya pada bulu anjing yang tebal itu. Sinting menjilati mukanya.
Dan aneh sekali, Snubby begitu tenang dan nyaman dalam dampingan Sinting hingga tak terasa ia tertidur. Sewaktu ia kemudian terbangun ia tak tahu berada di mana. Namun kemudian ia ingat Ya, ampun! Sudah lamakah ia tertidur Ditunggunya sampai lonceng gereja berdentang dan dengan rasa lega diketahuinya bahwa paling lama ia hanya tidur setengah jam. Bagaimana ia bisa tertidur dalam keadaan seperti itu" Betapapun kini rasanya sudah cukup aman untuk pulang, tak usah takut berpapasan dengan si pencuri. Wah, betapa hebatnya cerita yang bisa diceritakannya nanti pada yang lain!
Merasa jauh lebih berani karena kini ditemani Sinting, Snubby mulai merangkak ke luar dan semak-semak tempatnya bersembunyi. Bulan muncul, menerangi seluruh daerah puri itu dengan sinar cemerlang. Tak ada apa-apa yang terlihat di puri itu,takadabayangan makhluk yang memanjat ataupun merambat. Dengan perasaan lega Snubby berjalan menuju dinding pagar tempat ia akan keluar.
Entah bagaimana, ternyata ia salah jalan tahu-tahu ia berada di dekat pintu gerbang besar Dan sesuatu membuat ia begitu terkejut hingga tak bisa bernapas!Ia keluar dari balik pepohonan, dan masuk ke suatu lingkungan pepohonan lainnya. Dan dari balik pepohonan itu belasan pasang mata bersinar cemerlang memperhatikannya! Samar-samar terihat bahwa mata-mata itu mempunyai tubuh tubuh kecil - tetapi yang membuatnya takut adalah mata-mata itu sendiri. Sinar rembulan yang menembus dedaunan pepohonan itu membuat mata-mata tersebut semakin cemerlang, mengawasi Snubby terus.
Sinting menggeram, kemudian menyalak. Bulu lehernya tetap berdiri tegak. la menggeram-geram dan mundur. Saat itulah Snubby tahu bahwa Sinting merasa ketakutan. Kalau Sinting saja takut, maka hanya satu keputusannya ... lari! Betapa cepatnya ia lari, tunggang-langgang menembus semak-semak dan tak peduli membuat ribut, membuat mantelnya koyak-koyak tak keruan. Pokoknya lari, lari, lari! Menjauh dari mata yang menunggunya di balik semak-semak itu!
Bagaimana akhirnya ia bisa menemukan tangga talinya, ia tak tahu. la cepat memanjat, menariknya ke atas, membuka sangkutannya di jeruji besi dan melemparkannya ke bawah. Kemudian ia melompat turun. Tetapi ia tak sepandai Barney. Jatuhnya terlalu keras, salah satu kakinya keseleo sedang kedua lututnya beset-beset. Sinting berlari mencari lubangnya, menerobos masuk dengan sulit dan ketakutan, kemudian berlari menemui Snubby. Snubby gemetar, hampir menangis. Dipeluknya Sinting erat-erat.
"Tenanglah, Sinting, dekatlah terus dengan Mari kita pulang. Banyak hal yang aneh di sini, dan aku tak suka. Ayo, jangan jauh dariku." Sinting sangat menghargai perintah majikanny Begitu patuh dia, hingga beberapa kali hampir saja Snubby terjatuh karena Sinting berlari terlalu rapat dengan kakinya. Berdua mereka berlari melintasi padang, dan akhirnya sampai juga di rumah. Roger tidur nyenyak. Begitu juga Diana. Ingin sekali Snubby membangunkan mereka dan bercerita tentang pengalamannya. Tetapi ia tak sampai hati. Keduanya telah begitu menderita oleh sakit mereka. Tetapi dibangunkannya mereka pagi-pagi sekali dan langsung diceritakannya apa yang terjadi Diguncangnya Roger hingga terbangun. Kemudian dibangunkannya Diana. Diajaknya Roger ke kamar Diana, dan berkatalah dia,
"Dengar, pengal amanku semalam sungguh hebat. Kalian pasti takkan mempercayainya!"
Bab 23 Dimuat di Surat Kabar! ROGER dan Diana masih lemas. Mereka sesungguhnya tak senang dibangunkan sepagi itu. Tetapi mereka segera juga merasa sangat tertarik
oleh cerita Snubby. Tentu saja Snubby membumbui ceritanya.
Sayang memang, itu suatu kebiasaan yang tak baik. Diceritakannya bagaimana ia mampu menaiki tembok, betapa dengan gagah berani ia menunggu sendirian dalam kegelapan tanpa ditemani Sinting, dan bagaimana ia melihat ki sesosok tubuh memanjat dinding puri.
"la naik dengan cepat, makin lama makin tinggi," katanya.
"Dari jendela kejendela, merambat di tanaman sulur-suluran, lewat pipa ... Wah pokoknya hebat sekali cara dia naik. Kalah semua ahli akrobat!"
"Apakah itu Tonnerre?" tanya Roger tegang.
"Mungkin juga," jawab Snubby
"Terlalu jauh hingga tak jelas bagiku. Dan di tanah, dekat ke
dinding, sudah menunggu lagi sesosok bayangan lainnya. Jadi ada dua, satu di bawah, satu lagi di atap dan ..." S.
Kalau kita mengikuti cerita Snubby, maka seolah-olah puri itu telah diserbu oleh sepasukan pencuri!
"Ada lagi hal yang lain. Aku melihatnya dengan jelas, begitu juga Sinting," kata Snubby setelah cerita pertamanya selesai.
"Dan si Sinting betul-betul ketakutan!"
"Paling-paling kamu juga ketakutan," sela : Diana.
"Takut apa!" kata Snubby sombong, lupa akan ketakutannya semalam.
"Dengarkan. Kami tiba- :
tiba tersesat masuk ke sekelompok pepohonan Dan di situ... sudah menunggu ratusan pasang mata, gemerlap bersinar, memandang kami dengan sangat buas!"
"Dan aku yakin, kau akan mengambil tindakan yang tepat sebagai seorang yang berakal waras ... kau langsung lari, bukan?" sela Roger kini.
"Ya..." Snubby terdesak.
"Setelah beberapa saat aku membalas pandangan mereka...ya, begitulah aku lari. Tetapi kalian pasti takkan berani nunggu sekian lama untuk berpandangan dengan mereka."
"Tentu, tentu." Roger tertawa seolah mengejek. Apa yang mereka lakukan" Menggeram" Menyalak" Meraung?"
"Oh, campuran dari semua suara-suara seram," kata Snubby membual lagi.
"Dan satu-dua di antara mereka maju untuk menyerang aku dan Sinting." Mau tak mau Roger dan Diana terkesan juga
oleh cerita Snubby. "Bisakah kau menunjukkan pada kami di mana semua itu terjadi?"
"Disiang hari pasti bisa, di malam hari lebih baik jangan," kata Snubby segera.
"Kita bisa pergi ke sana pagi ini." Tetapi ternyata mereka tak usah pergi. Sewaktu
snubby turun untuk sarapan-terlambat lagi, tapi dimaafkan karena ia mau membawakan baki
sarapan untuk Roger dan Diana di atas-ternyata semua orang sedang ribut membicarakan sebuah berita di surat kabar.
"Apa yang terjadi?" tanya Snubby, dan tiba-tiba sadar. Tentu pencurian semalam! Sudah pasti muat di surat kabar!
Dan betul juga. Dengan tulisan-tulisan be tertulis:
PENCURIAN ANEH TADI MALAM DI PURI MARLOES
BinATANG-BINATANG YANG DIKERINGKAN DIA
DAN DISEBARKAN DI HALAMAN. ApakAH PELAkunya seORANG YANG TAK wARAS BAGAIMANA ia Masuk KE KAMAR YANG PiNTU DAN
Jendelanya TERkunci"
Dari balik punggung orang-orang dewasa Snubby ikut membaca berita itu. Semuanya ditulis di situ. S
eseorang telah memasuki ruang yang terkunci rapat dan mengambil - aneh sekali hanya binatang-binatang yang dikeringkan dan
yang kecil-kecil saja, lain tidak Snubby merah pipinya karena malu. Ya, ampun nya Mata-mata yang bersinar seram dan mengawasinya dari balik pepohonan itu pastilah mata a binatang-binatang kering ini! Mengapa ia bercerita bahwa mereka bersuara seram serta bahwa melangkah ke arahnya" Wah! Pasti Roger dan Dar
Diana takkan henti-hentinya mengganggunya!
Snubby makan dengan diam-diam. la tak mengatakan sepatah pun tentang apa yang diketahuinya. Biarlah orang-orang dewasa itu merundingkan perkara tersebut la sibuk merencanakan apa yang akan dikatakannya pada Roger dan Diana. la begitu kebingungan. Mengapa si pencuri mengambil barang-barang tak berharga itu" Mengapa tidak mengambil kertas-kertas arga yang ada di ruang itu"Tak masuk diakal. apakah si pencuri memang orang gila" Kalau begitu pastilah dia bukan pencuri yang juga mengambil surat-surat antik sebelumnya! Lagipula, bagaimana orang gila itu bisa masuk kamar tersebut" Snubby melihatnya memanjat dinding - tetapi menurut koran, semua jendela dan teralinya tak ada yang rusak. Kakek Robert tiba-tiba berseru sedemikian keras sehingga semua orang terkejut.
"Hai, dengarini. Ada berita tambahan disini. Ada satu benda yang ditinggalkan oleh si pencuri!" katanya
"Apa?" Pak Lynton, Nyonya Lynton, dan Snubby berseru hampir bersamaan. Kakek Robert menurunkan koran yang dibacanya, dan berkata dengan nada suara yang aneh,
"Benda yang dikira ditinggalkan oleh si pencuri itu adalah ... sebuah sarung tangan hijau!"
Kakek memandang tajam pada Snubby. Snubby jadi pucat seketika. Ya, ampun! Sungguh aneh! Dan mengapa dulu ia mengarang cerita tolol entang Komplotan Tangan Hijau itu" Ternyata bualannya itu akan menghantuinya terus!
"Aku yakin," kata Kakek kemudian, dengan nada berat,
"akuyakin pastilah ini perbuatan Komplotan Tangan Hijau. Bagaimana pendapatmu, Snubby?" Pak Lynton dan isterinya memandang heran pada Kakek dan Snubby. Snubby yang sedang akan menelan rotinya jadi terbatuk-batuk tiba-tiba.
"Aku ... mmm ... tak tahu apa-apa tentang Komplotan Tangan Hijau," katanya.
"Sama sekali tidak tahu. Bibi Susan, biarlah kuantarkan sarapan Roger dan Diana sekarang."
Pak Lynton berpaling pada Kakek setelah Snubby keluar, dan bertanya,
"Ada apa ini" Seperti cerita film saja ... Komplotan Tangan Hijau Sungguh tak masuk akal."
"Kukira tibalah saatnya kuceritakan padamu semua," kata Kakek.
"Sesungguhnya mungkin sekali tak berarti apa-apa. Aku sendiri beberapa hari ini telah menganggapnya sebagai salah satu isapan jempol Snubby saja. Tetapi kini ... dengan munculnya sarung tangan hijau itu ... aku berpendapat lain...."
Kakek langsung bercerita tentang bagaimana ia bertemu Snubby di kereta api, bagaimana Snubby bercerita tentang rahasia Komplotan Tangan Hijau yang kemudian mengejar-ngejarnya selalu, dan juga diceritakannya betapa dengan tepat Snubby memperkirakan bahwa akan terjadi pencurian di Ricklesham.
"Ramalannya itu tepat sekali!" kata Kakek Robert.
"Kemudian terjadi peristiwa ini ... serta munculnya sarung tangan hijau yang ditinggal pencurinya!"
"Itu semua omong kosong Snubby saja. Paman," Nyonya Lynton mencoba membujuk Kakek.
"Aku akan berbicara dengannya nanti"
"Ya ... tetapi sarung tangan hijau itu!"
Kakek ngotot. "Tak mungkin anak itu bisa berkhayal
tentang sarung tangan tersebut. Di Koran disebutkan, betul-betul ada sarung tangan hijau tertinggal!"
"Kebetulan saja ... hanya kebetulan saja!" kata Pak Lynton tak sabar.
"Snubby tak tahu sedikitpun tentang peristiwa ini. Yang diperlukan oleh anak nakal itu adalah hajaran keras! la pasti akan memperolehnya!"
"Tidak, tidak, jangan dipukul anak itu," kata Kakek gugup.
"Aku percaya Snubby mengetahui sesuatu. Berilah dia kesempatan, Richard. Aku takkan mengatakan ini semua padamu kalau aku tahu kau akan menghukumnya...."
"Oh, tidak dengan peristiwa ini pun ia sesungguhnya patut dihukum," kata Pak Lynton, mengumpulkan surat-surat untuknya.
"Paman boleh berkata padanya bahwa aku akan menghukumnya, kecuali kalau ia bisa memberi bukti bahwa apa yang dikatakannya bukan isapan jempol semata. la harus bisa menunjukkan padaku salah satu dari anggota komplotan yang selalu memakai sarung tangan hijau itu!"
Pak Lynton pun keluar dengan kesal. Kakek mengeluh dalam hati. Betapa ia terlibat dalam berbagai perkara! Heran juga, Puri Marloes kemasukan pencuri, tapi tak selembar pun surat antik hilang! Sungguh mengherankan!
Ketika di ruang itu tinggal Kakek, Snubby berjingkat-jingkat masuk.
"Apa yang Kakek katakan pada mereka?" tanyanya.
"Kulihat Paman Richard begitu gusar."
"Anakku, kukatakan pada mereka semua yang telah kau ceritakan padaku. Dan mereka bukan saja tidak percaya, walaupun ada bukti tentang sarung tangan hijau itu, tetapi dengan menyesal kuberitahukan bahwa pamanmu akan menghukummu ... kecuali kalau kau bisa menunjukkan padanya salah satu anggota Komplotan Tangan Hijau seperti yang kauceritakan."
"Mestinya Kakek tak boleh membuka rahasiaku!" keluh Snubby, tiba-tiba merasa sangat kasihan pada dirinya sendiri,
"Kakek lihat... kakiku keseleo, lututku beset-beset, dan kini aku akan mendapat hukuman! Sungguh tidak adil! Apa lagi kalau diingat bahwa aku tak tahu-menahu tentang
pencurian itu!" "Betulkah" Atau apakah kali ini pun kau berdusta?" tanya Kakek hati-hati. "Berterusteranglah padaku."
"Aku tak mau lagi mengatakan apa pun pada Kakek atau pada siapa pun juga," kata Snubby hampir menangis.
"Enak saja Kakek mengadukan aku seperti itu! Hingga akumemperoleh hukuman! Sungguh tidak adil! Kalau saja betul-betul ada Komplotan Tangan Hijau... akan kusuruh mereka menghajar semua orang yang ada di rumah ini!" Snubby berlari ke luar dan membanting pintu. Kakek jadi sangat gelisah dan cemas. Ia juga kebingungan. Ya, ampun! Snubby ternyata seorang anak yang sama sekali tak bisa diandalkan, dan seorang anak yang sangat luar biasa.
Bab 24 Polisi Datang TIBA-TIBA saja, suasana jadi ramai. Mula-mula datang ... polisi!
"Hei, lihat! Itu Inspektur Williams! Dan seorang
berpakaian preman ... pastilah detektif" seru
Roger. "Mengapa mereka datang kemari?"tanya Diana. Snubby merasa kakinya gemetar. Apakah Kakek
telah mengatakan tentang Komplotan Tangan Hijau itu pada polisi" Mudah-mudahan jangan!
Kasihan Snubby! Ia bersembunyi di gudang. Menutup dan mengunci pintunya dari dalam. la begitu yakin bahwa polisi datang untuk menanyainya tentang Komplotan Tangan Hijau.
"Aku takkan lagi membuat cerita
yang bukan bukan!" Snubby berjanji dalam hati.
"Dongenganku ini makin lama makin tak keruan ujung pangkalnya. Dan betapapun aku berkata bahwa itu hanya karanganku belaka, tak seorang pun percaya padaku karena ternyata kini betul-betul muncul sebuah sarung tangan hijau!"
Inspektur Williams minta bertemu dengan
Kakek Robert. Ia beserta rekannya dipersilakan langsung ke ruang kerja.
"Tuan Robert Lynton?" inspektur itu bertanya.
"Kami datang sehubungan dengan peristiwa aneh di Puri Marloes. Lord Marloes minta agar kami berbicara dengan Anda. la berpendapat, kini lebih baik surat-surat antiknya disimpan ditempat yang lebih aman, sebab ternyata ruangan purinya masih bisa dimasuki pencuri. Aneh bukan, hanya hewan-hewan yang dikeringkan itu yang diambil bukannya surat-surat antik tersebut. Pasti pencurinya orang gila."
"Sangat aneh memang," kata Kakek.
"Dan ... mmm ... apa yang dikehendaki Lord Marloes dariku?"
"Beliau ingin agar Anda pergi ke purinya, dan memberi petunjuk pada penjaga surat-surat antik itu bagaimana cara membungkusnya, menyimpannya, dan seterusnya," jawab inspektur polisi itu.
"Dengan senang hati," kata Kakek.
"Ada lagi hal lain," kata Inspektur Williams.
"Waktu Anda mengunjungi puri itu bersama anak-anak beberapa hari yang lalu, apakah Anda memperhatikan tamu yang juga berkunjung saat itu?"
"Ya, kukira aku tahu bahwa ada tamu lain saat itu. Mengapa?" "Begini. Setiap orang yang berkunjung ke puri tersebut harus membawa surat izin dari Lord Marloes. Di surat izin tersebut dituliskan nama dan
alamat pengunjung." Inspektur Williams mengeluarkan tiga lembar surat izin.
"Yang ini milik Anda, di situ tertulis nama Anda dan ketiga anak yang ikut Anda. Dan di surat izin yang ini tertulis nama Profesor Cummings, seorang yang sangat sangat bungkuk. Dan yang ini milik Alfred James Smith, dengan alamat Lengkung Thurlow nomor 38, Leeds. Kami telah memeriksa alamat Anda, tentu, dan juga alamat Profesor Cummings. Kedua alamat tersebut benar. Tetapi alamat yang
ketiga..." "Alamat itu palsu?" tanya Kakek. Tetapi kenapa" Apa hubungannya orang yang memberikan nama dan alamat palsu yang datang untuk melihat-lihat naskah-naskah antik dengan orang yang datang tanpa diundang, mengambil binatang-binatang yang dikeringkan dan membuangnya begitu saja?"
"Memang rasanya tak ada hubungannya sama sekali," kata Inspektur Williams, dan rekannya menganggukkan kepala. Tetapi masih ada kemungkinan bahwa sesungguhnya ada hubungan antara keduanya. Kami ingin tahu, kira-kira bagaimana rupa orang yang memberi alamat palsu itu. Bisakah Anda membantu?"
"Wah, kalau soal itu ... sayang sekali, aku tak begitu memperhatikan mukanya," kata Kakek. Tapi kukira Anda bisa bertanya pada anak-anak yang mengikutiku saat itu. Mereka sangat tajam matanya."
"Bagus. Bolehkah kami bertemu dengan mereka?" Kakek berdiri dan keluar. Ia memanggil keras-keras,
"Roger! Polisi ingin menanyaimu!Ayo turunlah!" - Roger kacau pikirannya. Apa yang terjadi" Ia pergi ke kamar Diana.
"Dimana Snubby"Snubby. SNUBBY! Di mana kau" Polisi ingin bicara denganmu!" Dada Snubby bagaikan hendak pecah. la membuka sedikit pintu gudang. Apa yang akan dilakukannya" Bersembunyi terus atau lari"
"SNUBBY! Di mana kau?" teriak Roger Akhirnya ia sampai di depan pintu gudang Langsung ditariknya terbuka.
"Hal Tepat seperti dugaanku! Mengapa kau disitu" Apakah kautidak mendengar dipanggil" Ayolah! Polisi ingin menanyai kita." Terpaksa Snubby ikut, walaupun dengan kaki terus gemetar. Roger dan Diana merasa mereka akan bisa memberikan keterangan yang amat penting bagi penyelidikan polisi.
"Selamat pagi, Anak-anak," sapa Inspektur Williams dengan senyum yang teramat manis.
"Ada yang ingin kutanyakan. Waktu kalian berkunjung ke Puri Marloes, apakah kalian memperhatikan dua orang tamu yang juga ada di ruang naskah kuno itu" Kalian ingat mereka?" Snubby bisa bernapas lega sedikit. Mungkin polisi tidak datang khusus untuk dirinya. Roger mengangguk
"Ya, aku ingat mereka.
Seorang sangat tua, sangat bungkuk, sehingga kami tak bisa melihat mukanya."
"Dan yang seorang lagi begitu banyak rambutnya sehingga kamijuga takbisa melihat mukanya," kata Diana.
Rekan Inspektur Williams yang memakai
pakaian preman dan dari tadi sibuk mencatat
tiba-tiba mengangkat muka.
"Apa maksudmu dengan begitu banyak rambutnya?" tanyanya.
"Ya ... banyak sekali rambutnya," kata Diana.
"Rambutnya tebal, alisnya gondrong, kumisnya lebat, jenggotnya ... cambangnya ... pokoknya mukanya sampai tak terlihat."
"Apakah tubuhnya besar?" tanya detektif itu.
"Ya," jawab Diana,
"tubuhnya besar. Apakah Anda kenal?" Detektif itu membalik-balik buku catatannya.
"Gambaran yang kauberikan tentang orang itu tepat sekali dengan gambaran orang yang terlihat di beberapa tempat koleksi naskah kuno sebelum terjadi pencurian di tempat itu. Sungguh tepat," katanya kemudian. - Anak-anak saling pandang.
"Lalu... apakah Anda berpendapat bahwa orang yang mencuri naskah-naskah kuno itu juga mencuri binatang-binatang yang dikeringkan dari Puri Marloes?"tanya Rogerakhirnya.
"Untuk apa ia mengambil barang-barang yang sudah lapuk itu?"
"Jangan bertanya yang aku tak tahu jawabnya." Detektif itu tersenyum.
"Seandainya kau bertemu lagi dengan orang itu, apakah kau akan mengenalinya?"
"Ya, asalkan ia masih banyak rambutnya," jawab Roger.
"Kupikir, mungkin saja sebagian besar dari rambut-rambut itu palsu."
"Kau mungkin benar," kata Inspektur Williams.
"Mmm ... apakah kau melihat tangan orang itu?"
Anak-anak itu mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat.
"Aku melihatnya mempergunakan kaca pembesar, menggesarnya naik-turun pada naskah-naskah kuno itu," kata Roger.
"Dan sepanjang yang kuingat, tangannya biasa saja. Tapi
kalau kupikir-pikir lagi ... ya agak aneh juga,
tangannya tidak begitu banyak rambutnya. Memang aneh hal itu. Lihat saja Kakek Robert
Rambutnya banyak, dan tangannya juga banyak rambutnya."
Semua orang berpaling pada Kakek Robert, memperhatikan tangannya. Kakek jadi gugup, dan menyembunyikan tangannya di dalam saku.
"Menurut pendapatmu, apakah orang itu bisa memakai sarung tangan ini?" Inspektur Williams mengeluarkan sebuah sarung tangan hijau.
Anak-anak memandang penuh minat pada sarung tangan tersebut. Tiba-tiba si Sinting maju dan menciumi benda itu dengan penuh semangat malahan ia mencoba mencakarnya sementara terdengar ia merengek-rengek.
"Hei, agaknya ia kenal siapa yang memakai sarung tangan itu!" kata Snubby heran.
"Ia selalu bertingkah begitu bila kita tunjukkan padanya benda-benda milik seseorang yang dikenalinya."
"Aha, kalau begitu penyelidikan kita selangkah lebih maju," kata si detektif gembira.
"Kau yakin anjingmu ini tahu siapa pemilik sarungtangan itu" Sangat yakin" Kalau begitu kecurigaan kita bisa dipersempit. Pemilik sarung tangan itu pastilah seseorang yang kalian kenal."
"Wah!" seru Roger. Pikirannya melayang pada Tonnerre. Diperhatikannya sarung tangan tadi. Terbuat dari kulit yang sangat - sangat lembut. Ukurannya kecil sekali. Tidak... tak mungkin bisa dipakai oleh Tonnerre. Tonnerre besar tangannya. Tapi betulkah" la tak pernah memperhatikan tangan orang itu. Mungkin saja ia mengira Tonnerre bertangan besar karena badannya tinggi besar.
Snubby mengambil sarung tangan tersebut, memperhatikannya. Sinting berdiri di kedua kaki belakangnya, mencium-cium dan merengek rengek. Kalau saja ia bisa bicara..nama siapa yang akan disebutkannya"
"Siapa yang memakai sarung tangan ini, Sinting?" tanya Snubby.
"Guk!" seru Sinting. Detektif tadi segera mengambil sarung tangan itu dan melemparkannya kembali ke Inspektur Williams. la tak ingin si Sinting mengunyah habis satu-satunya bukti yang dipunyai polisi.
"Kalian belum menjawab pertanyaanku," kata
Inspektur Williams, memasukkan sarung tangan tadi ke dalam sakunya.
"Aku bertanya, apakah kira-kira orang yang banyak rambutnya itu bisa memakai sarung tangan ini." Anak-anak itu berpikir keras.
"Ya, mungkin," kata Roger.
"Aku tak ingat," kata Diana.
"Tak mungkin," kata Snubby.
"Hmm, kalian sungguh membantu penyelidikan kami." Inspektur Williams tertawa.
"Tapi, terima kasih, Anak-anak. Hanya itulah yang ingin kutanyakan pada kalian. Pasang matabaik-baik, ya. Mungkin kalian bertemu lagi dengan orang itu. Banyak yang ingin kami tanyakan padanya."
Dengan napas lega Snubby cepat keluar setelah melemparkan pandangan berterima kasih pada Kakek Robert.
Si Sinting ikut berlari ke luar. Roger membela anjing itu dan bertanya,
"Jadi kau tahu siapa pemilik sarung tangan hijau itu" Siapa" Dan di mana sarung tangan satunya" Bisakah kau mencarinya" Oh, Sinting, katakanlah apa yang kauketahui!"
"Guk! Guk!" Sinting sangat gembira karena diajak bicara dengan bersungguh-sungguh. la melompat-lompat mengelilingi Roger.
"Aneh juga orang yang banyak rambutnya itu," kata Diana.
"Kalau dia yang mencuri, apa yang dilakukannya waktu itu?" Mencari-cari apakah ada naskah kuno yang cukup berharga untuk dicuri?"
"Entahlah," kata Roger.
"Semuanya gelap bagiku. Orang berambut banyak. Sarung tangan hijau. Binatang yang dikeringkan. Dan si Sinting sesungguhnya mengenali pencuri itu! Sungguh aneh!" Bab 25 Pembicaraan Ramai ROGER dan Diana merasa sudah sembuh. Mereka minta izin untuk menjenguk Barney, untuk melihat apakah Barney juga sudah sembuh. Dan. alangkah banyaknya yang akan mereka ceritakan pada anak itu!
"Ya, kalian boleh pergi," kata Nyonya Lynton.
"Kurasa jalan-jalan disinar matahari pagi seperti ini akan baik bagi kalian, setelah seharian berbaring
terus. Tapi harap hati-hati membeli apa-apa... lebih baik tidak membeli makanan di sana lagi."
Mereka berangkat, dan Sinting begitu gembira karena bisa ber
jalan-jalan. Ia berlarian di depan, menyelidiki setiap lubang kelinci liar yang didapatinya.
Barney juga sudah sembuh. Sakitnya parah juga, tetapi ia berhasil tidur nyenyak sepanjang malam, dan baru bangun jam sepuluh pagi itu dalam keadaan sehat. la kini sudah bisa sibuk membersihkan tempat lempar gelangnya.
"Hari ini hari Sabtu," katanya.
"Biasanya pengunjung kami lebih banyak dari biasanya. Karenanya semuanya harus tampak bersih dan rapi. Hei, Miranda! Jangan ganggu Sinting. Jika kautarik telinganya, ia akan menggigit ekormu!"
Tetapi dengan cekatan Miranda menarik telinga Sinting kemudian melompat keatas atap kios, jauh di luar jangkauan anjing itu.
"Barney... kau sudah baca koran pagi ini?"tanya Roger.
"Belum." Barney jadi heran.
"Kenapa" Wah! Mungkinkah telah terjadi pencurian dipuri" Sialan! Pada saat kita semua sakit sehingga tak bisa menyaksikannya!"
"Sssh," Diana memperingatkan.
"Banyak hal yang harus kauketahui, Barney. Dapatkah kita bicara kira-kira setengah jam ditempat yang aman, di tempat di mana tak ada orang lain yang bisa mendengarkan pembicaraan kita?"
"Biarlah kuselesaikan membersihkan kios ini. kemudian kita bisa berbicara," jawab Barney.
"Kukira sepuluh menit lagi. Pergilah bercaka pcakap dengan Hurli dan Burli. Pagi ini mereka agaknya sedang bersedih."
Dan memang. Hurli dan Burli saling berdekapan dengan wajah murung.
"Apakah mereka juga makan roti susis yang membuat sakit perut itu?" Snubby bertanya pada Vosta. Tetapi Vosta agaknya juga sedang tak ramah. la menjawab pendek saja.
"Jangan tolol. Tak pernah mereka kuberi makanan seperti itu. Mereka sehat. Hanya baru saja dimarahi Tonnerre. Keduanya tak tahan dibentak bentak."
"Aku juga tak tahan," kata Roger, menutup telinganya. Didengarnya Tonnerre sedang membentak-bentak seseorang. Ternyata si Bocah yang kini jadi korban. Dan terlihat anak itu lari menangis sambil memegang sisi kepalanya.
"la menamparku tanpa alasan apa pun!" Si Bocah menangis, menunjukkan betapa telinganya merah dan membengkak.
"Aku dituduhnya menyembunyikan uang hasil sewa gajah! Aku tidak berbuat itu. Tapi karena aku dituduh begitu, lain kali akan kusembunyikan sebagian uang sewanya."
"Wah, itu tak boleh kaulakukan!" Diana terkejut.
"Mengapa tidak?" bantah si Bocah.
"la menempelengku tanpa alasan! Karenanya, untuk hukuman itu aku harus berbuat kesalahan, bukan" Begitu baru adil!""Adil bagi dia, tetapi dengan begitu kautetap saja berbuat kesalahan," kata Roger.
Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan melakukan hal yang salah, Bocah, kau pasti menyesal nanti."
Si Bocah tak percaya nasihat itu. la harus membalas perbuatan Tonnerre. la pergi sambil terus menggerutu.
Anak-anak itu meninggalkan Vosta yang agaknya sedang tak bersahabat itu, serta kedua simpansenya yang berduka dan saling berdekapan. Mereka kembali ke Barney. Ternyata Barney sudah siap.
Mereka pergi ke karavan yang biasa ditempati Barney.
"Di sini kita takkan terganggu," katanya,
"asal kita bicara pelan-pelan. Nah, apa yang
disebutkan di koran" Apa yang terjadi?" Anak-anak itu menunjukkan koran yang mereka bawa. Muka Barney jelas memperlihatkan perasaan heran.
"Binatang yang dikeringkan!" serunya.
"Apakah ada harganya?"
"Kalau binatang-binatang yang ada d
ipuri itu sih tak ada harganya sama sekali," kata Roger.
"Sudah usang, dan cara mengeringkannya juga tak baik. Sudah kami lihat sebelumnya, waktu kami berkunjung ke puri itu dulu."
"Dan tadi malam benda-benda itu kulihat sendiri," kata Snubby dengan bangga.
"Kulihat sendiri, di tempat pencurinya meletakkannya, belum ditemukan oleh polisi." Mata Barney melotot heran.
"Apa?" katanya.
"Jadi kau pergi ke sana tadi malam" Seorang diri" Wah, kau betul-betul pemberani!" Bagaikan meledak dada Snubby karena bangga. Diceritakannya kisahnya pada Barney yang mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Barney ... tahukah kau seseorang di pasar malam ini yang memakai sarung tangan hijau. - kecil?" tanya Diana.
"Terutama yang pandai main akrobat, yang pandai memanjat tembok serta - melompat dari jendela ke jendela?"
"Apakah Tonnerre punya sarung tangan hijau?" bisik Snubby.
"Tak pernah kulihatia memakai sarung tangan," kata Barney.
"Dan tak seorangpun dipasar malam ini yang memakai sarung tangan. Bisa-bisa ditertawakan semua orang!"
"Apakah ada orang di pasar malam ini yang pandai main akrobat dan punya tangan kecil?" tanya Diana.
Barney berpikir keras. "Mungkin Vosta," katanya setelah beberapa lama.
"Ia pernah menjadi seorang pemain akrobat ulung. Walaupun pekerjaannya kini adalah pelatih simpanse. Dan tangannya kecil. Mirip tangan perempuan." Vosta! Mungkinkah pencuri itu Vosta"
"Apakah bayangan yang kaulihat memanjat tembok itu mirip Vosta?" Barney bertanya pada Snubby. Snubby berpikir sesaat.
"Sulit untuk mengatakannya," katanya.
"Malam gelap sekali. Aku tak bisa melihat dengan jelas.Yang terlihat hanyalah bahwa ia melompat-lompat dengan penuh keyakinan, seolah-olah ia sudah terbiasa memanjat dan melompat."
"Tak mungkin Vosta," kata Barney. Tak mungkin ia setolol itu, sampai keliru mencuri benda yang tak berharga. Orang yang mencuri naskah kuno itu pastilah orang yang mengerti tentang naskah kuno atau orang yang telah diberi tahu dengan baik tentang naskah kuno tersebut. Tak mungkin Vosta membuat kekeliruan begitu
besar." Roger mengeluarkan denah yang telah dibuatnya.
"Kita tak boleh lupa bahwa sekali lagi si pencuri berhasil memasuki kamar yang pintu dan jendelanya terkunci," katanya."Koran mengatakan bahwa si pencuri tidak mungkin lewat pintu, sebab tanda bahaya yang dipasang tidak berbunyi. Tanda bahaya itu akan berbunyi bila pintu dibuka di
malam hari." Mereka semua mempelajari denah itu. Jelas si pencuri ingin masuk lewat jendela saat ia merayap-rayap di dinding. Tetapi bagaimana ia bisa membuka jendela itu dan kemudian masuk" Padahal jendela tersebut dikunci dari dalam! Dan lagi, bagaimana ia bisa menyelinap lewat jeruji terali jendela yang begitu rapat"
"Aku menyerah!" seru Roger.
"Kecuali kalau kebetulan ia Sinterklas yang bisa masuk lewat cerobong asap. Hei, itu suatu hal yang patut :dipikirkan! Snubby, apakah pencuri itu mirip Sinterklas?"
"Jangan tolol," sahut Snubby.
"Namun jelas kulihat seseorang di atap, dekat cerobong asap."
"Menurut ceritamu, kau melihat sosok bayangan di mana-mana," kata Diana.
"Salahnya, kau selalu membesar-besarkan apa saja yang kauceritakan. Kami tak bisa tahu dengan tepat apakah ceritamu betul ataukah khayalan belaka."
"Bagaimana" Mungkinkah pencuri itu masuk lewat cerobong asap?" tanya Roger.
"Aku tidak bercanda. Lihat denah ini. Di sini tempat perapian. Di atap ruang itu hanya ada satu cerobong asap. Kukira setiap cabang gedung itu punya satu cerobong asap yang melayani semua perapian di bagian gedung tersebut."
"Gedung-gedung tua cerobong asapnya selalu sangat besar," kata Diana,
"cukup besar untuk dilewati orang."
"Tapi perapian di tempat itu rasanya tidak terlalu besar", kata Snubby mengingat-ingat
"Kalau yang masuk aku, pasti masih cukup...tetapi orang sebesar Tonnerre..."
"Kalau begitu kita anggap saja si pencuri tak mungkin lewat cerobong asap," kata Roger.
"Sungguh aneh. Sesungguhnya tak mungkin ada orang bisa lolos dari tanda bahaya yang dipasang disana. Takmungkin orang bisa membukajendela yang dikunci dari dalam. Tak mungkin ada orang bisa masuk lewat cerobong asap. Semuanya tak mungkin. Tapi toh pencuri itu berhasil masuk.Kurasa ia pasti masuk berulang kali, sebab untuk mengambil binatang-binatang itu diperlukan waktu yang lama ... jumlahnya lebih dari satu lusin!"
"Ya, terlalu banyak untuk dibawa dalam sekali angkut," kata Snubby.
"Kukira ia memanjat naik-turun dan keluar-masuk puri itu pada saat aku tertidur."
"Kau tertidur!" seru Diana.
"Kau tidak berkata begitu tadi!"
"Tak ada yang menanyaiku, apakah aku tertidur atau tidak," elak Snubby ngawur. Saat itu terdengar suara langkah di tangga karavan. Pintu langsung dibuka lebar, dan tubuh Tonnerre menutupi ambang pintu.
"Oho! Jadi kau di sini, ya?" terdengar suaranya menggelegar.
"Enak ya, omong-omong dengar sobat-sobatmu! Baca surat kabar lagi! Enak betul kau!" Tangannya cepat terjulur, merampas koran dari tangan Barney, langsung merobek-robeknya hingga hancur. Snubby gemetar ketakutan. la betul betul takut pada Tonnerre.
"Ayo! Kerja lagi!"Tonnerre membentak Barney.
"Dan kalian semua... pergi!Jangan dekati padang ini lagi! Aha! Tapi si Tukang intip kecil ini tak usah pergi dulu. Aku harus menghajarnya sedikit! Ayo, Tukang intip!" Sebelum yang lain dapat berbuat apa-apa, Tonnerre telah menyeret Snubby ke luar, dan menyeretnya terus. Roger dan yang lain mengejar, berseru-seru minta agar Snubby dilepaskan. Tapi kali itu agaknya orang bertubuh raksasa itu sedang sangat marah. la tak peduli siapa saja, terus saja menyeret Snubby. Barney berlari ke Mak Tua.
"Mak Tua," katanya,
"Tonnerre akan menyiksa Snubby Tolonglah dia. Ia tak berbuat apa-apa!" Tetapi pada saat Tonnerre marah seperti itu, bahkan Mak Tua tak berani ikut campur.
"Jahat sekali," katanya memperhatikan betapa Tonnerre menyeret Snubby masuk ke dalam karawannya.
"Bila dia marah, aku tak berani mencegahnya." Tetapi si Sinting sama sekali tidak kenal takut kalau ada seseorang atau sesuatu yang menyakiti majikan kecilnya. Tanpa berpikir panjang lagi ia menyerang Tonnerre, menyalaki, menggeram, menerjang, dan menggigit kaki raksasa itu. Terus-menerus ia bergerilya menggigiti mata kaki Tonnerre, merobek celananya, menghunjamkan gigi ke betisnya. Akhirnya suatu gigitan tepat membuat Tonnerre menjerit seram, melepaskan Snubby sehingga terbanting keras, dan berpaling untuk menendang anjing itu. Si Sinting melesat berlari menerobos tempat tidur. Snubby mengambil kesempatan bagus ini, melompat menuruni tangga karavan.
Di belakang nya Tonnerre mengejar dengan mengaum bagaikan singa luka.
Si Sinting agaknya menemukan sesuatu di bawah tempat tidur. Ia berputar-putar sejenak di tempat itu, kemudian melesat ke luar dengan menggigit sesuatu di moncongnya. Begitu sampaidi tanah, ditaruhnya benda yang digonggongnya itu, kembali ia mengejar Tonnerre untuk memban
tu Snubby. Diana yang berdiri dekat kejadian itu sesaat
terpaku melihat benda yang dijatuhkan si Sinting.
Benda itu sebuah sarung tangan hijau - pasangan dari sarung tangan yang ditunjukkan oleh polisi tadi pagi!
Sarung Tangan Hijau yang Kedua
DIANA cepat mengambil sarung tangan tersebut, dimasukkannya ke dalam sakunya. Ia tak tahu mengapa hal itu dilakukannya. la cuma merasa bahwa ia harus melakukannya.
Snubby kini berhasil mencapai bagian terluar batas daerah pasar malam. Dekat ke pintu gerbang. Sinting terus mengganggu lari Tonnerre, menyerang dan melarikan diri bila diserang. Tonnerre menendang, memaki, dan berlari mengejar Snubby. Semua anggota pasar malam yang menyaksikan itu hanya diam saja.
Barney berbisik pada Roger,
"Bawa Diana pergi Keluarlah lewat pintu gerbang yang satunya. Snubby agaknya akan berhasil lolos, dan ia pasti akan langsung berlari pulang. Jangan kembali ke sini. Aku akan meninggalkan pasar malam ini hari ini juga. Tonnerre sudah keterlaluan menekanku, aku tak ingin bekerja lagi padanya. Akan kukunjungi kau nanti, dan kuceritakan apa yang terjadi di sini. Pergilah." "Apakah kau tak akan mengalami kesulitan, Barney?" tanya Diana kuatir, sementara Roger
" .menyeretnya ke arah pintu gerbang yang ditunjuk oleh Barney.
Barney mengangguk. "Aku tahu bagaimana harus menjaga diriku sendiri," katanya.
"Tonnerre membawa sial saja. Kurasa ada sesuatu yang tak beres, dan itu membuatnya menjadi orang yang berbahaya. Kauperhatikan tangannya" Besar besar! Tak mungkin ia memakai sarung tangan hijau itu."
Diana tak punya waktu untuk bercerita tentang sarung tangan yang baru saja ditemukannya. la diseret dengan kecepatan tinggi oleh Roger. Begitu keluar dari daerah pasar malam mereka mencari Snubby.
Mereka mendapatkan Snubby sedang duduk di atas sebuah pagar di tepi jalan, sementara si Sinting menjilati mata kakinya. Snubby tampak sangat pucat, dan dia tersenyum dengan mata agak berair.
"Halo," Snubby menyapa,
"jadi kalian selamat juga, ya" Wuah, aku begitu ketakutan pada Tonnerre. Pasti lama juga ia akan terus muncul dalam mimpi-mimpi burukku kelak."
"Ayo, cepat pulang," kata Diana.
"Ada yang ingin kuperlihatkan pada kalian!"
Mereka pulang, dengan diiringi si Sinting yang sebentar-sebentar melihat ke belakang, takut kalau-kalau Tonnerre mengejar. Tentu saja tidak. Mungkin kini ia sibuk memarahi Barney.
Diana hampir tak bisa menahan rasa tegangnya,
saat ia mengajak mereka kepavilyun. Ingin sekali ia segera memperlihatkan sarung tangan hijau tadi! Mereka masuk kepavilyun sederhana itu. Sarden melangkah perlahan, masuk. Si Sinting begitu bangga karena berhasil membela tuan kecilnya sehingga ia malah menyambut kedatangan Sarden dengan ramah. Diana mengeluarkan sarung tangan hijau tadi dari sakunya. Roger dan Snubby ternganga melihatnya.
"Dari mana kaudapat itu?" tanya Roger.
"Punya polisi tertinggal?"
"Tidak. Ini b ukan sarung tangan yang dibawa polisi tadi," kata Diana.
"Bagaimana pikiranmu?" Roger merebut sarung tangan itu dan berseru,
"Ya, ampun! Dari mana kaudapat sarung tangan ini?"
"Bukan aku yang mendapatkannya," kata Diana.
"Si Sinting. Waktu Tonnerre menyeret Snubby masuk ke dalam karavannya, Sinting ikut, menyerang kaki Tonnerre. Waktu keluar, ia sudah menggondol sarung tangan ini. Mungkin didapatnya di lantai karavan Tonnerre itu."
Roger dan Snubby ternganga memperhatikan sarung tangan itu. Roger meraba-raba dan membolak-balikkannya.
"Lalu apa artinya ini semua" Bagiku ... memang mungkin Tonnerre tidak bisa memakai sarung tangan ini, tetapi mungkin sekali ia meminjamkannya pada orang lain.... Dengan lain perkataan, ia meminjamkannya
pada si pencuri." "Betul," kata Snubby. Ia membungkuk, menyodorkan sarung tangan itu ke moncong Sinting. Segera saja Sinting mencium-cium sarung tangan itu dengan gembira dan penuh semangat.
"Lihat ... dia juga kenal pemilik sarung tangan ini!" kata Snubby,
"Sama dengan sarung tangan yang diciumnya tadi pagi. Jadi pemakainya pasti orang pasar malam."
"Kalau begitu Vosta. Kulihat tadi tangannya sangat kecil," kata Roger. Diana memakai sarung tangan tersebut. Cocok sekali dengan tangannya. la tertawa. Dan dengan suara dibuat-buat ia berkata,
"Aku anggota Komplotan Tangan Hijau... lihatlah sarung tangan
hijauku!" Saat itu Kakek Robert sedang mendekati pavilyun dengan membawa sebuah buku. Mendengar suara Diana yang begitu aneh itu, ia langsung berhenti.
Suara siapa itu" pikir Kakek. Alangkah aneh suaranya. Dan, ya ampun! Bukankah itu sarung tangan hijau, yang melambai-lambai ke luar itu" Kakek bergegas memasuki pavilyun.
Ketiga anak itu dan si Sinting sangat terkejut melihat Kakek muncul begitu tiba-tiba. Diana langsung menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya.
"Apa-apaan ini?" tanya Kakek dengan gusar.
"Diana, dari mana kauperoleh sarung tangan itu" Ayo, katakan segera!"
Hening semua. Diana memandang pada Roger dan Snubby, minta bantuan.
"Bagaimana?" suara Kakek terdengar semakin kesal.
"Kalian bersedia memberi keterangan ataukah aku mesti mengatakan pada orang tua kalian" Diana, aku yakin kalian tahu sesuatu yang sesungguhnya wajib diketahui oleh polisi. Ayo, katakan!"
"Lebih baik katakan saja," kata Roger.
"Lagipula kupikir kini peristiwa ini sudah terlalu besar untuk kita tangani sendiri. Baiklah, Kek, akan kami ceritakan semua yang kami ketahui. Dan percayalah, banyak sekali yang kami ketahui"
"Tapi mula-mula Kakek harus percaya bahwa cerita Snubby tentang Komplotan Tangan Hijau hanyalah khayalannya saja," kata Diana.
"Sebab kalau Kakek masih percaya pada ceritanya itu, maka peristiwa lainnya akan sulit bisa diterima. Terus terang, hanya secara kebetulan saja sarung tangan hijau ini muncul."
"Ayolah, cepatlah bercerita." Kakek tak sabar, dan duduk di antara mereka. Roger mulai bercerita. Diana dan Snubby sekali-sekali ikut menyela, menambahkan apa saja yang kelupaan oleh Roger. Ceritanya panjang, dan banyak hal yang luar biasa, terutama pada bagian saat Snubby bertemu dengan belasan pasang mata berkilauan di malam sunyi. Kakek menggeram.
"Hmm, memang suatu pengalaman yang sangat berbahaya," kata Kakek akhirn
ya. "Aku- harap kalian bisa memetik pelajaran darinya. Wuah, wuah! Hebat sekali! Dan sekarang tentang sarung tangan ini" Rasanya sahabat kalian Tonnerre itu harus segera diserahkan pada polisi saja. Untuk diperiksa." - Snubby berpendapat usul Kakek itu sangat baik. Aha! itu berarti ia bisa membalas perlakuan Tonnerre dengan perlakuan yang setimpal. Ya, menurut Snubby rencana itu sungguh baik sekali.
"Mana sarung tangan itu?" kata Kakek
"Dan dengar baik-baik. Perkara ini sekarang sudah sama sekali di luar tangan kalian....Kalian sama sekali tak boleh iseng-isengikut campur lagi. Bisa-bisa kalian akan terlibat dalam hal-hal yang buruk. Perkara ini hanya bisa diselesaikan oleh orang dewasa, dan bukannya oleh anak-anak."
Tetapi, yah, sayang sekali. Bahkan Kakek, atau Pak Lynton dan Nyonya Lynton, atau bahkan polisi rasanya takkan bisa memecahkan rahasia pencurian di Puri Marloes dan hubungannya dengan pasar malam di Riiloby.
Tonnerre berkata ia tak tahu apa-apa tentang sarung tangan hijau itu. Pasti ada orang lain yang meletakkannya di karavannya. la sama sekali tak pernah melihatnya sebelumnya. Untuk apa ia punya sarung tangan sebegitu kecil" Lihatlah tangannya yang sebesar tangan raksasa! Sarung tangan hijau itu hanya cukup untuk ibujarinya saja!
"Mungkin kau meminjamkannya pada seseorang, agar ia tak meninggalkan sidikjarinya waktu mencuri di puri itu," kata Inspektur Williams
dengan sabar, mungkin untuk yang kedua puluh kalinya. Tetapi Tonnerre hanya menggeleng
gelengkan kepalanya tak sabar.
"Apa hubunganku dengan pencuri-pencuri yang
mencuri binatang-binatang yang dikeringkan"
Aku, yang punya banyak sekali binatang hidup" Sudah kukatakan, aku tak tahu-menahu tentang sarung tangan hijau terkutuk ini!" Polisi terpaksa melepaskannya, sebab memang tak bisa dibuktikan bahwa dia meminjamkan sarung tangan itu pada seseorang, atau bahwa ia mengetahui siapa pencurinya. Dengan marah marah Tonnerre kembali ke karavannya, dan semua orang menyingkir jauh-jauh darinya. Kemudian polisi menanyai Vosta. Apa yang diketahuinya tentang sarung tangan hijau itu" Apakah miliknya" Apakah ia pernah memakainya"
Bisakah ia memanjat dinding" Maukah ia mencoba
memakai sarung tangan itu"
Vosta mencobanya. Tetapi jelas sarung tangan tersebut terlalu kecil walaupun tangannya memang kecil bagi ukuran orang dewasa.
Hurli dan Burli memperhatikan terus sewaktu
polisi mendatangi tenda Vosta. Kedua binatangitu agaknya masih bersedih, terutama Burli. Keduanya
diam-diam saja mengawasi apa yang terjadi,
sambil terus berpelukan. Mereka baru menunjukkan perhatian saat
sarung tangan hijau itu dikeluarkan. Keduanya bangkit mendekat, meraba-raba sarung tangan tersebut.
"Mereka selalu tertarik pada barang baru," kata Vosta, menyuruh simpanse-simpanse itu menyingkir.
"Hurli-Burli, duduk! Maaf, Tuan-tuan, harap hati-hati dengan apa saja yang ada dalam saku Anda. Kedua simpanse ini, terutama Hurii, adalah pasangan tukang copet ulung." Tak ada keterangan yang bisa membantu dari Vosta. Ia hanya berkata bahwa ia tidak tahu. Tidak tahu sarung tangan itu milik siapa, tidak tahu siapa pencurinya, tidak tahu apa-apa. Dengan geram inspektur Williams memasukkan sarung tangan tersebut ke dalam sakunya. la merasa bahwa baik Tonnerre ataupun Vosta sebenarnya menyembunyikan sesuatu. Tetapi
ia tak bisa memaksa mereka memberi keterangan. la tak punya alasan lagi untuk menanyai mereka lebih jauh. Akhirnya ia pergi, diiringi rekan detektifnya. Vosta mencibir pada keduanya. Diperhatikannya terus sampai kedua petugas itu meninggalkan lapangan. Begitu asyik ia memperhatikan keduanya, hingga ia tak melihat Hurli memperlihatkan sesuatu pada Burli. la tak melihat Burli mengulurkan tangannya menyambut benda itu. Ia tak melihat kedua simpanse tersebut menyembunyikan barang temuan mereka di bawah selimut. Hurli berhasil mencopet sesuatu dari saku Inspektur Williams saat Pak Inspektur berpaling untuk pergi. la telah mengambil sepasang sarung tangan yang dijadikan barang bukti tadi! Dan kini
kedua sarung tangan tersebut tersembunyi di bawah selimut di tempat tidurnya. Sarung tangan itu sangat menarik perhatian Burli. la ingin sekali memakainya. Tetapi ia harus menunggu sampai Vosta pergi, sebab ia tahu Vosta pasti akan merampasnya kembali
Bab 27 Minggu dan Senin HARI berikutnya. Hari Minggu. Rasanya begitu tenang dan damai setelah ramainya hari sebelumnya.
Pagi-pagi Barney muncul bersama Miranda. la melihat Roger di jendela, dan melambaikan tangannya. Roger membuka jendela dan berseru,
"Yang lain ada di taman! Aku segera ke sana!"
Di pavilyun di taman, Barney mendapatkan Diana dan Snubby serta si Sinting. Ribut sekali Sinting menyambut keduanya, Barney dan Miranda.
"Wah," kata Barney kagum melihat Diana,
"apakah kau akan pergi ke pesta" Mengapa kau berpakaian begini bagus" Hei ... bahkan Snubby juga tampak bersih sekali! Ada apa?"
"Tidak, kami tidak akan pergi ke pesta." Giliran Diana yang heran menerima sambutan seperti itu tadi.
"Ini kan hari Minggu. Kami baru saja pulang dari gereja. Apakah kau tak pernah pergi ke gereja?"
"Belum pernah, tapi rasanya ingin juga kapan kapan," kata Barney yang selalu ingin melakukan
apa saja yang dilakukan kawan-kawannya itu.
"Halo, Roger!" sambungnya melihat kedatangan Roger.
Roger juga tampak rapi dan bersih.
"Halo, Barney. Kau sudah keluar dari pasar malam itu?"
"Belum. Tonnerre tak mau melepaskan aku sebelum pasar malamnya meninggalkan Riloby. Tetapi kini ia sudah tidak begitu garang. Agaknya takut juga ia karena dikunjungi polisi. Aku datang untuk bertanya, kalau-kalau ada kabar baru .... Kalian sudah berhasil memecahkan rahasia pencurian aneh itu?"
"Rasanya takkan mungkin dipecahkan," kata Roger.
"Semuanya bagaikan rentetan kejadian kejadian yang sesungguhnya tak mungkin terjadi... apalagi dengan munculnya sepasang sarung tangan hijau itu...."
"Dengar," kata Barney.
"Aku takkan bisa mengunjungimu besok. Vosta minta cuti sehari, entah untuk apa. Aku harus menjaga Hurli dan Burli. Si Bocah menjaga kios lempargelang. Kalian lebih baik tak mengunjungi lapangan pasar malam itu lagi. Bisa-bisa Tonnerre mengamuk lagi bila melihat kalian."
"Kalau begitu, lebih baik kau bermain-main dengan kami sehari ini di sini," kata Diana.
"Pasar malam tak dibuka pada hari Minggu, bukan" Bagaimana?"
"Aku sih mau-mau saja," kata Barney, dengan mata birunya berseri.
"Aku senang bermain disini. Tetapi apakah ibumu tak keberatan" Dan
bagaimana dengan ayahmu" Ia ada di rumah kan hari ini?"
"Mereka pasti takkan keberatan a
sal kita tidak mengganggu mereka saja," kata Diana.
"Mereka hanya ingin agar hari Minggu cukup tenang di rumah ini. Kitabisa membaca-baca buku,bukan?"
"Bagus. Pinjami saja aku buku karangan Shakespeare, aku akan cukup puas," kata Barney.
Yang lain tertawa. Sungguh lucu bagi mereka, melihat betapa tekunnya Barney bersusah payah mencoba mendalami hampir setiap drama karya Shakespeare. Menurut Barney, itu dilakukannya agar kelak, siapa tahu, bila ia bisa bertemu dengan ayah yang tak pernah dikenalnya itu, ia cukup bisa melayani sang ayah berbicara tentang karya dramawan terkenal tersebut.
"Boleh. Kau akan kupinjami Hamlet," kata Roger.
"Kau pasti menyukainya. Ceritanya tentang hantu yang jagoan sekali."
Nyonya Lynton tak berkeberatan Barney bermain di situ hari itu. Kakek Robert sedikit kurang senang, melihat rumah yang sudah hiruk-pikuk itu kini ketambahan seorang anak dan seekor monyet lagi.
"Entah bagaimana aku bisa menyelesaikan buku Riwayat Hidup-ku," gerutu Kakek kepada Nyonya Lynton.
"Ke mana pun aku pergi di sini, selalu aku bertemu dengan anak-anak, anjing, kucing, dan monyet!"
"Paman bisa tiduran di kamar kerja. Biarlah
kusuruh anak-anak itu bermain-main di luar," kata Nyonya Lynton.
"Bagaimana aku bisa menulis sambil tiduran?" gumam Kakek dan berangkat menuju ruang kerja. Hati-hati diaturnya letak kertas, pulpen, dan beberapa catatan di meja. Diambilnya selembar kertas, ditulisnya judul
"Bab Lima'. Kemudian langsung terangguk-angguk. Dan tertidur.
"Jangan sampai Kakek terganggu," Nyonya Lynton memperingatkan anak-anak itu.
"Jangan sampai Miranda melompat ke jendelanya, jangan sampai si Sinting menyalak, dan jangan sampai Sarden masuk ke dalam serta melompat ke pangkuan Kakek."
"Baiklah, Ibu," kata Roger.
"Dan akan kukatakan pada burung di taman itu untuk tidak berkicau, akan kuusir kumbang-kumbang di sana itu, sedangkan cengkerik yang kulihat berjalan-jalan di tangga tadi akan kuberi tahu untuk berjalan berjingkat-jingkat...."
"Roger, Roger, jangan kurang ajar." Nyonya Lynton tersenyum.
"Pergilah ke taman. Pokoknya aku tak mau mendengar suara kalian."
Hari Minggu begitu tenang. Agaknya Barney yang bisa menikmatinya lebih dari yang lain. Baru kali ini ia bisa menghabiskan hari Minggunya di tengah sebuah keluarga, di dalam lingkungan sebuah rumah. Walaupun hanya sehari. Walaupun bukan keluarganya sendiri.Tetapi ia merasa bahwa ia adalah anggota lingkungan itu. Lingkungan yang
" menyukainya, yang menganggapnya bagian dari mereka.
"Mereka pasti tak mengerti bagaimana rasanya hidup tanpa sanak keluarga, tanpa ikatan suatu rumah-bahkan Snubby mungkin tak tahu hal itu, walaupun ia tak punya ayah-ibu. Snubby milik lingkungan ini. Aku tidak jadimilik siapapun,"pikir Barney dengan sedih.
"Mungkin bila aku sudah menemukan ayahku, aku bisa punya lingkungan keluarga sendiri."
Anak-anak itu kemudian ramai membicarakan sarung tangan hijau, Tonnerre, Vosta, puri, dan semua yang lain. Mereka mengulangi dan mengulangi lagi semua kejadian. Betapa hebatnya pengalaman mereka kali ini. Misteri Pasar Malam Rilloby!
"Misteri Pasar Malam Rilloby," kata Diana.
"Sungguh asyik! Lebih asyik lagi kalau ternyata kita bisa memecahkannya!"
Dengan rasa segan, malam itu Barney pulang. Miranda juga berat
hati meninggalkan suasana yang begitu menyenangkan itu.
"Selamat tinggal," kata Barney.
"Sampai ketemu hari Selasa, kalau aku bisa berkunjung kemari. Pasar malam kami akan meninggalkan Rilloby hari Rabu, dan aku sudah pasti takkan mengikutinya lagi. Aku tak mau bekerja lagi untuk Tonnerre."
"Lalu apa yang akan kaukerjakan, Barney?" tanya Diana.
"Oh, pasti mudah aku cari pekerjaan," kata barney. Tetapi aku akan selalu menghubungi kalian. Aku akan selalu mengirimi kalian sepucuk kartu pos di mana saja aku berada. Dan mudah-mudahan bila liburan musim panas datang, aku bisa mencari pekerjaan di dekat-dekat sini. Barney berangkat. Yang lain segera pergi tidur dengan badan sangat lelah.
"Padahal hari ini kita tidak melakukan apapun," kata Snubby,
"membawa Sinting jalan-jalan juga tidak."
"Guk!" kata Sinting penuh harap. Tetapi malam itu ia tak punya kesempatan untuk jalan-jalan. Hari berikutnya Kakek Robert mengatakan bahwa ia akan pergi ke Puri Marloes. la harus menyusun serta memberi pengarahan cara menyimpan naskah-naskah kuno di puri itu, untuk kemudian dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
"Aku akan pergi sekitar jam tiga," kata Kakek.
"Dan karena kulihat Diana punya perhatian besar pada naskah-naskah antik, maka kuharap ia boleh ikut. Aku yakin ia bisa membantuku."
Diana jadi ngeri. Wah, ia harus mendengarkan lagi kuliah yang sama sekali membosankan tentang naskah-naskah yang sudah berumur ratusan tahun! Naskah yang bahkan tak bisa dibacanya!Sendirian bersama Kakeksaja! Dengan putus asa ia memandang Roger dan Snubby.
Mereka berdua memandangnya dengan perasaan iba. Kasihan Diana!Tapi tiba-tiba terintas suatu pikiran pada Roger. Akan sangat menarik untuk sekali lagi memasuki ruangan dulu itu. Mungkin ia
bisa menemukan suatu jejak yang terlewatkan oleh pihak kepolisian. Paling tidak,akan menyenangkan untuk melihat-lihat tempat yang dikunjungi pencuri itu.
"Mungkin sekali ada pintu rahasia," pikir Roger.
"Belum pernah kupikirkan hal itu."
Dibayangkannya dirinya mengetuk-ngetuk dinding ruangan tersebut. Ia akan memeriksa perapian juga, mungkin lubangnya cukup besar untuk dimasuki oleh seseorang, yah, katakanlah sebesar Tonnerre.
"Kakek, kalau boleh, aku juga ingin ikut," kata Roger dengan sopan.
"Aku juga," kata Snubby.
"Aku ingin sekali melihat-lihat halamannya. Mungkinkah Lord Marloes tak keberatan?"
"Wah, wah, wah ... jadi kalian semua ingin menemaniku sore nanti?" Kakek heran mengapa tiba-tiba disenangi oleh ketiga anak itu.
"Baiklah. Kalian boleh ikut. Kukira tak apa kau melihat-lihat halamannya, Snubby, asal saja kau tidak nakal." la tak berkata bahwa Sinting tidak boleh ikut. Snubby juga tidak bertanya. Tetapi ketika Snubby mendengar bahwa Kakek akan naik mobil, tahulah ia bahwa tak ada harapan bagi Sinting untuk ikut.
"Aku akan berjalan kaki saja, Kek," katanya.
"Kalau Kakek tak keberatan, aku akan mengambil jalan pintas. Kita bertemu nanti di pintu gerbang puri."
"Boleh, boleh," kata Kakek. Terserah, apa saja boleh. Kita bisa bersenang-senang di sana nanti."
"Tapi kita harus bisa pulang sebelum waktu makan malam," kata Snubby tiba-tiba,
"sebab nanti akan ada kue telur."
"Bagaimana kau tahu?" tanya Diana.
"Juru masak yang bilang. Ia tak mau makan topi terbaiknya, walaupun b
erulang kali aku minta. Karenanya, nanti malam kita akan dapat kue telur."
Nyonya Lynton keheranan. "Kenapa topi juru masak" Oh, Snubby, apakah kau menggoda juru masak lagi sehingga ia tak suka pada topinya?"
"Bukan begitu, Bibi Susan. Topi juru masak sungguh sangat indah, berhias berbagai bunga aneka warna. Aku bisa mengerti mengapa ia tak mau memakannya."
"Seringkali aku berpendapat bahwa kau ini tidak waras, Snubby," kata Nyonya Lynton.
"Akutak tahu apa pendapat guru-gurumu tentang dirimu."
"Oh, rasanya mereka berpendapat sama dengan pendapat Bibi," kata Snubby dengan riang.
"Dan aku tak keberatan. Sama saja bagiku."
Sore itu mobil sewaan datang. Kakek, Roger, dan Diana naik. Snubby telah berangkat lebih dahulu dengan Sinting. Ia akan menemui mereka di pintu gerbang.
"Nah, sore ini pasti akan sangat menyenangkan," kata Kakek dengan perasaan puas.
"Tak ada yang lebih menyenangkan bagiku selain membolak-balik naskah-naskah kuno, mencium aroma abad-abad lampau. Ah, betapa damainya pasti ruang penyimpanan naskah itu!"
Kakek akan heran sekali bahwa harapannya untuk merasakan suatu sore yang tenang dan damai tak terlaksana. Sore itu Puri Marloes
merupakan tempat yang paling ribut di Riiloby Tapi tentu saja Kakek belum tahu akan hal itu.
Bab 28 Mulai Jelas SNUBBY sudah menunggu dekat pintu gerbang. Kakek melirik pada Sinting dengan perasaan tak senang.
"Aku tidak berkata bahwa kau boleh membawa anjing itu!"
"Tetapi Kakek tidak berkata bahwa aku tak boleh membawanya," bantah Snubby dengan nada tak bersalah.
"Jangan menggaruk-garuk, Sinting. Kakek agaknya memberi pengaruh buruk pada Sinting. Setiap melihat Kakek, Sinting langsung garuk-garuk."
"Kau tak boleh membawanya masuk ke dalam puri," kata Kakek dengan menetapkan hati untuk tidak terlibat dalam percakapan tentang kebiasaan anjing menggaruk-garuk.
"Kau harus tetap berada di luar saja."
Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Snubby tak keberatan. Ia memang berniat untuk menyelidiki halaman puri itu dengan teliti, mencari jejak la juga ingin mengunjungi kelompok pepohonan di mana malam itu ia dipelototi oleh sekian banyak binatang yang dikeringkan. Entah mengapa, terasa nikmat untuk memikirkan
saat-saat mengerikan itu. Apakah tumpukan karungnya masih ada di atas tembok pagar" Bagaimana dengan tangga talinya" Masih ada di dalam semak-semak"
"Pasti masih ada di sana, juga karung itu," pikir Snubby.
"Polisi tidak mengatakan sesuatu pun tentang kedua benda itu.Wah, betapa tidak telitinya polisi-polisi itu. Kalau saja aku polisi, dengan cepat pasti kedua benda itu bisa terlihat olehku." Kakek menunjukkan surat izinnya. Ia, Diana, dan Roger dipersilakan masuk ke dalam puri sementara Snubby dengan diiringi Sinting mulai meninjau halaman luas puri tersebut. Sinting sangat kegirangan, mengharapkan banyak memperoleh lubang kelinci liar di daerah baru itu. Roger tak sabar, ingin segera bisa memasuki ruang tempat penyimpanan naskah-naskah kuno itu. Terasa lambat penjaga membuka pintu pertama. Membuka pintu kedua. Dan yang terakhir membuka pintu ketiga yang mempunyai dua kunci. Sampailah mereka di ruang kuno itu, yang penuh rak tempat kertas-kertas kuno yang sudah menguning. Penuh perhatian Roger dan Diana melihat berkeliling. Hampir separuh dari binatang-binatang yang dikeringkan sud
ah tiada. Barang-barang itu masih ditahan oleh pihak kepolisian. Mungkin disimpan di kantor polisi, dan masing-masing menatap polisi yang menjaga mereka dengan pandang mata kosong.
"Semua binatang yang besar ditinggalkan," kata
Roger. "Mungkin pencurinya tak bisa membawanya. Tupai ... anak rubah ... kucing kutub ... dan cerpelai bulai hilang. Semua yang ukuran kecil."
"Diana, kita harus memeriksa dengan teliti lembar demi lembar semua naskah kuno itu," kata Kakek, sudah ingin sekali menerangkan isi setiap lembar naskah pada Diana.
"Mari kita mulai dengan yang ini...."
Diana melemparkan pandang tersiksa pada Roger, dan terpaksa dengan patuh duduk untuk mendengarkan kata-kata Kakek. Roger sendiri mulai melihat berkeliling. Ia memeriksa jendela. Tak mungkin kuncinya bisa dibuka dari luar. Dan hanya orang yang sangat kecil dan sangat kurus saja yang bisa menerobos teralinya yang rapatrapat itu.
la pergi ke pintu yang berkunci ganda. Tak akan ada yang bisa masuk lewat situ tanpa mempunyai kedua kuncinya. Dan walaupun punya kunci, begitu pintu dibuka maka tanda bahaya akan berbunyi. Tidak. Tak mungkin lewat situ.
Ia pergi ke perapian. Perapian model kuno yang bagian depannya terbuka. Tapi karena tidak pernah dipakai, maka di depan perapian itu tidak dipasang terali batas api. Yang ada hanya penyekat api saja.
Roger menunduk masuk ke perapian tersebut, mencoba menengok ke atas, ke arah cerobong asapnya. Terlihat sempit.
"Mungkin aku bisa menerobosnya dengan bersusah payah," pikir
Roger, "tetapi pasti sangat sulit. Tapi... tampaknya di atas sana agak melebar...." Ditelitinya perapian itu sendiri. Penuh dengan potongan-potongan semen dan bata yang jatuh dari cerobong.
"Memang, mungkin saja ini disebabkan oleh seseorang yang turun lewat cerobong ini," pikir Roger.
"Tetapi ini bukan hal luar biasa, bisa saja potongan-potongan ini jatuh dengan sendirinya." Roger semakin berdebar, merasa dirinya bertindak dan berpikir bagaikan seorang detektif. Kembali ia pergi ke jendela, melihat ke luar. la melihat sesuatu yang membuatnya terkejut dan sangat heran. Dipandangnya sekali lagi. Dan didengarnya seseorang berteriak.
"Hei! Lihat itu!" tiba-tiba Roger berteriak, membuat Diana dan Kakek terlompat.
"Apa yang terjadi di bawah itu?" Snubby yang berada di halaman di bawah, juga sama terkejutnya. Ia sedang berkeliaran dihalaman luas itu bersama Sinting. Dan akhirnya ia menemukan kembali kelompok pepohonan tempat ia menemukan benda-benda mengerikan malam itu. Tiba-tiba ia mendengar suatu suara dari balik semak-semak. Snubby berpaling - tepat bertemu pandang dengan suatu makhluk berbulu panjang, berwajah seram, mata bersinar, mulut menyeringai mengerikan. Sesaat Snubby terpaku, tak berani bergerak. Sesaat dikiranya salah satu binatang yang dikeringkan itu tiba-tiba hidup.
"Ya, ampun! Apa itu?" pekiknya tertahan, dan ia melangkah mundur. Tetapi Sinting malahan menyalak gembira dan menyerbu masuk ke dalam semak-semak ke tempat Snubby tadi melihat wajah penuh bulu itu. Untuk kedua kalinya Snubby tercengang. Bukannya ketakutan, si Sinting malahan terdengar begitu gembira, bahkan lenyap di dalam semak-semak bersama si muka seram tadi! Kemudian Snubby mendengar seseorang berteriak. Suara Barney!
"Hei, kembalilah, Binatang sialan! Kaudengar aku" Kembalilah!"
"Itu suara Barney!" pikir Snubby.
"Apa yang dilakukannya di sini?" Dan ia pun berseru,
"Hei, Sinting! Kau kemana" Barney! Kau di mana?" Suara Barney terdengar lagi, agaknya juga keheranan.
"Kau itu, Snubby" Sedang apa kau di situ" Hei, kau tadi lihat Burli" Ia agaknya jadi gila! Hati-hatilah!"
"Burli!" Snubby semakin heran.
"Untuk apa ia kemari" Hei, ya. Aku tadi melihatnya. Melihat mukanya. Tetapi ia telah lenyap. Malah membawa si Sinting." Snubby pergi ke arah dari mana ia mendengar suara Barney. Ternyata Barney berada di luar tembok pagar. la berteriak lagi,
"Aku sedang mencari tali tangga kita, dan juga karung yang di atas tembok. Mungkin belum ditemukan polisi. Aku akan naik dan masuk. Aku harus segera menemukan Burli. Ia benar-benar
sinting! Barney berhasil menemukan tangga talinya, dan segera melemparkannya keatas tembok. Tak lama kemudian ia telah naik, duduk di atas tembok, melihat berkeliling sampai Snubby tampak olehnya.
"Mengapa Burli mengamuk?" tanya Snubby.
"Mengapa ia datang kemari?"
"Jangan tanya aku," sahut Barney.
"Aku sedang berada di karavan Vosta bersama kedua simpanse itu. Tiba-tiba Hurli mengeluarkan sepasang sarung tangan hijau dari bawah selimutnya."
"Apa" Sarung tangan yang pernah kita temukan?" tanya Snubby.
"Aku tak tahu. Toh yang itu sudah kita berikan pada polisi. Tetapi mungkin juga Hurli telah mencopetnya dari kantung Pak Inspektur," kata Barney.
"Aku yakin itulah yang terjadi. Pokoknya begitulah. Hurli mengeluarkan sarung tangan, dan Burli langsung merebutnya, memakainya. Ternyata pas sekali pada tangannya! Dielus-elusnya tangannya yang bersarung tangan itu, kemudian ia mengguncang-guncang lemari tempat ia menyimpan semua binatang mainannya." Sesaat Barney berhenti, untuk menarik napas dan melihat berkeliling dari atas tembok, mencari Burli.
"Aku tak punya kunci lemari mainan itu, Vosta yang bawa. Jadi aku tak bisa mengambilkan mainan untuknya. Nah, karena itulah agaknya ia langsung marah, mengamuk! Ia memukul dirinya sendiri keras-keras, menjerit-jerit memekakkan telinga, dan tiba-tiba melesat ke luar dan lari ke sini."
"Wah! Lalu bagaimana?" Tegang perasaan Snubby.
"Tentu saja dia kuikuti terus," kata Barney.
"Ia langsung kemari. Aku tak bisa mengejarnya. Dan ia langsung memanjat tembok ini, tanpa menggunakan tangga apa pun! Nah, aku yakin ia kini berada di dalam situ. Apa yang membuat ia lari ke sini?"
Sebelum Snubby bisa menjawab, didengarnya sebuah suara pria dewasa berkata dari balik tembok,
"Maaf, kau terpaksa kutangkap dan kutanyai tentang tangga tali ini."
Barney hampir jatuh karena terkejutnya. la berpaling, dan berseru,
"Astagal Polisi! Di mana Anda tadi?"
"Aku telah bersembunyi dari tadi, di balik pohon itu. Kami telah menemukan tangga tali di semak dan karung di atas tembok," kata polisi itu.
"Kami pikir, pastilah mereka yang memiliki kedua benda itu akan datang kemari, kalau kami tidak menyebarkan berita bahwa keduanya kami temukan. Dan agaknya dugaan kami benar. Turunlah, dan ikutlah ke kantor polisi untuk kami tanyai."
"Tidak," sahut Barney, meluncur turun masuk ke dalam halaman puri secepat ia dapat.
"Aku harus segera menemukan Burli," katanya pada Snubby yang terpukau bagai patung.
"Dan Miranda juga. la tadi ikut mengejar Burli memanjat tembok, hingg
a aku tertinggal sendirian diluar.Ayo ... jangan hiraukan polisi itu. Kita bisa meninggalkannya dengan mudah." Barney menyeret Snubby masuk ke dalam semak-semak sementara polisi tadi dengan kesal dan sangat lambat mulai memanjat naik.
"Bawa aku ke tempat terakhir kali kaulihat Burli," kata Barney. Snubby menunjukkan jalan, masuk ke dalam kelompok pepohonan tempat ia tadi melihat Burli. Benarjuga. Di situ langsung tampak Burli, Miranda, dan si Sinting. Burli bergerak aneh. Ia memegang kepalanya sendiri dengan kedua belah tangannya, tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri, sementara mulutnya seakan merengek-rengek.
Miranda membelainya, Sinting menjilatinya. Tapi jelas simpanse itu sudah tidak bisa dihibur lagi. la sungguh kelihatan aneh, bercelana pendek merah, berkemeja garis-garis merah putih, dan memakai sarung tangan hijau. Kenapa dia" Mengapa ia berlaku seaneh itu" Tiba-tiba ia meloncat. Ia meraung keras dan cepat meloncat lagi, menjauh. Sinting mengejarnya. Miranda mengejarnya. Keduanya agaknya tahu bahwa ada yang tak beres pada diri Burli. Burli lari menembus pepohonan ke arah puri. Barney berteriak,
"Hei, Burli! Kembalilah! Ayolah, ini aku, Barney sobatmu." Itulah teriakan yang didengar Roger dari atas. la melihat keluar dan dilihatnya Burli berlari cepat ke arah puri, dengan memakai sarung tangan hijau! Di belakang Burli tampak Sinting dan Miranda. Agak jauh di belakang kedua binatang itu tampak Barney dan Snubby. Dan di belakang kedua anak itu ... ya, ampun! Polisi!
Tak heran Roger tak percaya pada matanya. Tetapi adegan selanjutnya lebih aneh lagi.
Burli mencapai dinding puri. Ia melompat ke ambang jendela. Ia melompat ke pipa talang dan memanjat naik dengan cepat dan mudah. Kemudian dengan meyakinkan ia memanjat tanaman sulur-suluran di kanannya, langsung ke atap.
"Lihat itu!" seru Snubby terpesona.
"Hebatnya ia memanjat! Aku tahu kini. Yang kulihat malam itu adalah Burli! Ya, aku yakin itu!"
Burli kini berada di atas atap. Ia lari ke satu-satunya cerobong asap yang ada di situ. Kemudian ia mengintip ke dalamnya. Melompat. Masuk.
Jauh dibawahnya, di dalam ruangan, tiga orang saling pandang keheranan. Kakek, Diana, dan Roger telah mencoba melihat apa yang terjadi di luar. Begitu Burli memanjat tembok, mereka tak bisa melihatnya lagi. Hanya sekali-sekali tampak ia meloncat dari ambang jendela keambang jendela lainnya. Apa yang sedang dikerjakannya"
Mereka mendengar suara ribut di cerobong asap. Roger berlari ke perapian. Dua kaki berbulu muncul dan Burli melompat turun, sesaat mengerdip-ngerdipkan matanya. Kemudian ia melangkah ke luar dari perapian, tampak aneh dengan pakaiannya yang aneh itu.
Terpaku ia memperhatikan orang-orang yang terpaku juga melihatnya, sampai Diana berkata,
"Burli! Kenapa kau?"
Ah! itu gadis yang begitu baik hati memberinya anjing mainan dulu. Burli hilang rasa takutnya. la melangkah maju.
Kakek melangkah mundur. la belum pernah melihat Burli. Baginya, simpanse tampak buas dan berbahaya. Seram hatinya melihat Diana maju dan memegang tangan bersarung tangan hijau makhluk mengerikan itu. Bagaimana kalau makhluk itu menggigit tangan Diana"
Tetapi Burli tidak menggigit. la membelai tangan Diana, kemudian melihat berkeliling. Diciumnya udara di ruangan itu. Ia berlari ke rak tempat naskah-naskah kuno disimpan.
Kakek, Roger, dan Diana mengawasi terus dengan heran. Apa yang akan dilakukan Burli
kini" Burli berhenti sejenak. Mengambil secarik kertas. Menciumnya. Kemudian ia mengambil lagi. Diciumnya lagi. Kakek sampai ternganga melihat hal itu.
Roger menyentuh lengan Diana.
"Inilah pemecahan misteri itu!" katanya.
"Kini aku tahu.... Wah, kenapa dulu kita begitu tolol. Persoalannya sangat sederhana, ternyata!"
Bab 29 Burli si Cerdik BERTIGA mereka memperhatikan betapa simpanse itu menciumi kertas-kertas kuno tadi. la tampak begitu yakin mana yang harus diambil, mana yang tidak. Sama sekali tidak ragu-ragu.
"Bagaimana ia bisa tahu?"tanya Kakek Robert,
"la mengambil naskah-naskah kuno yang harganya paling mahal! Tapi, bagaimana ia memilih?"
"laselalu mencium lebih dahulu naskah-naskah itu," kata Diana.
"Lihat, setiap kali ia mengambil selembar naskah kuno, ia selalu menciumnya lebih dahulu."
"Ya! Tentu saja! Aku tahu bagaimana ia bisa memilih naskah yang berharga tinggi!" kata Roger tiba-tiba.
"Diana, kauingat orang yang rambutnya banyak itu" Bukankah ia menggeser-geserkan kaca pembesar pada kertas yang sedang diperiksanya?"
"Ya, aku ingat," kata Diana.
"Pasti ia menaruh sesuatu pada bingkai kaca pembesar itu, yang meninggalkan bau yang sangat disukai oleh Burli," kata Roger bersemangat.
"Dengan begitu, saat Burli dikirim kemari untuk mencuri naskah-naskah tadi, ia tinggal memilih kertas yang ada baunya itu! Lihat, dia mencium cium itu!"
"Cerdik sekali. Sungguh cerdik!" seru Kakek yang agaknya sulit menerima kejadian itu."Pastilah simpanse ini sudah dilatih baik-baik untuk tugas itu."
"Tentu," kata Roger, sementara Burli sekali lagi mengambil selembar'naskah. Tetapi sesungguhnya itu hanyalah suatu muslihat sirkus yang biasa saja. Muslihat itu untuk membuat si simpanse memilih sesuatu barang sesuai dengan kehendak pelatihnya. Siapa yang melatihmu, Burli?" Burli mengangkat muka waktu namanya disebut. la seolah-olah mengucapkan sesuatu. Tangannya yang bersarung tangan bekerja cepat meraba-raba naskah-naskah kuno yang ada.
"Tak ada sidik jari...sidik jari simpanse juga tak ada," kata Roger,
"Entah apa yang menyebabkan ia datang kemari untuk melakukan pekerjaan yang semestinya dilakukannya malam hari?"
"Mungkin ia melihat sarung tangan itu, dan - teringat akan tugasnya," Diana berkata.
"Hei... apa yang akan dilakukannya kini?" Burli memandang pada binatang-binatang yang dikeringkan. Semua naskah kuno yang dipegangnya dibuangnya, dan sambil mencereceh ia mendekati seekor rubah, mengangkatnya. Diam-diam Kakek mengambil naskah-naskah kuno tadi, memasukkannya ke dalam laci la ingin memeriksanya nanti, ingin mengetahui apa yang menyiarkan bau yang begitu disukai Burli itu.
Burli duduk di lantai, menimang-nimang rubah tadi. Diana menggamit Roger.
"Aku tahu apa yang terjadi malam itu," bisik Diana.
"Burli datang kemari untuk melakukan tugas yang biasa dilakukannya. Tetapi tiba-tiba di sini ia melihat binatang-binatang yang dikeringkan itu, mata mereka bersinar kena sinar rembulan. Kau tahu, betapa Burli tergila-gila pada mainan binatang. Dikiranya binatang-binatang ini mainan. Mainan ukuran besar yang agaknya ditaruh di sini untuknya!"
"Ya. Dibawanya binatang-binatang itu turun. Satu per satu, yang kecil-kecil, yang bisa dibawanya," kata Roger.
"Kasihan sekali B urli. Semua dikumpulkannya di halaman, di kelompok pepohonan itu. Tetapi ia begitu asyik mengumpulkan mainannya, sehingga ia lupa pada tugasnya, lupa mengambil naskah-naskah kuno itu!"
"Dan karena itulah ia begitu murung," kata Diana.
"la pasti dimarahi seseorang, dimarahi keras sekali sehingga ia sangat takut. Hurlijuga jadi ketakutan. Kau ingat betapa keduanya saling berpelukan dengan wajah murung?"
"Siapa yang memarahi mereka?" tanya Roger.
"Mungkinkah Vosta?"
"Mungkin sekali. Tetapi bisa juga Tonnerre, sebab kata Vosta keduanya dimarahi Tonnerre. Entah bagaimana, Tonnerre pasti terlibat di sini, Roger. Aku yakin itu."
Burli menaruh rubahnya, mengambil seekor anjing. Sudah sangat usang, tetapi ditimangnya juga dengan penuh kasih sayang. Kemudian ia bangkit, menjenguk ke arah bagian atas cerobong asap, agaknya mempertimbangkan apakah ia bisa membawa
"boneka" yang besar itu lewat tempat tersebut.
Tiba-tiba terdengar suara pintu-pintu dibuka. Juga suara orang-orang ribut. Burli ketakutan, lari ke dekat Diana, membungkuk rendah di samping kaki anak itu, mencereceh tak keruan. Diana membelai kepalanya,
"jangan takut, Burli. Akan kulindungi kau dari siapa pun."
Pintu ruangan itu dibuka. Masuklah Barney, Snubby, Miranda, Sinting, polisi, penjaga, dan pelayan, berhamburan tergesa-gesa.
"Burli di sini" Ia masuk ke dalam cerobong asap," seru Snubby.
"Ya, itu dia," kata Barney. Barney berlari mendekati Burli, yang langsung menggenggam tangannya. Burli senang pada Barney. Miranda melompat ke punggung Burli dan mengoceh tak keruan. Polisi yang ikut masuk itu sangat kebingungan. Dengan adanya anak-anak yang kurang ajar itu, monyet itu, anjing itu, dan kini seekor simpanse pula, ia sama sekali tak tahu harus berbuat apa. Dengan penuh harap ia berpaling pada Kakek. Agaknya Tuan Tua itu bisa dimintai bantuan.
"Tuan, apa yang sebenarnya terjadi disini?" Pak Polisi itu bertanya.
"Tolong beri keterangan
padaku." "Pak Polisi, kami telah menemukan si pencuri binatang-binatang yang dikeringkan itu," kata Kakek.
"Dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan ia mencuri kertas-kertas antik berharga itu."
"Kalau begitu aku akan menangkapnya," kata polisi itu dengan lagak orang penting.
"Yang mana pencuri itu?"
"Simpanse itu," jawab Kakek.
"Hati-hati menangkapnya." Hampir Snubby tergelak melihat perubahan di wajah polisi itu. Sinting duduk dan langsung menggaruk dirinya keras-keras. Burli meletakkan anjing yang sedang dibawanya, dan ganti menimang-nimang Miranda.
"Hm, kasihan juga dia," kata Kakek tiba-tiba.
"- "Kurasa kita tak bisa menyalahkannya. Yang bertanggungjawab adalah orang yang melatihnya. Dialah yang harus Anda tangkap, Pak Polisi."
Terdengar suara langkah kaki di gang di luar kamar. Inspektur Williams masuk. Rupanya ia telah ditelepon oleh polisi yang mengejar Barney tadi, dan Pak Inspektur langsung naik mobilnya, datang ke puri itu.
"Wah, wah, wah..." Pak Inspektur melihat berkeliling dengan takjub.
"Sungguh segala macam manusia ada di sini, binatang juga ada ... Astaga! Sarung tangan hijau! Dipakai oleh simpanse itu ... dan cocok sekali!" Ia melotot mengawasi Burli, seolah-olah tak percaya akan apa yang dilihatnya. Burli membalas pandangan Pak Inspektur. la ingat. Dari saku orang inilah
ia telah mengambil sarung tangan hijau itu. Tiba-tiba dibukanya sarung tangan itu, dibantingnya ke lantai.
Agen polisi tadi segera melaporkan apa yang terjadi pada Inspektur Williams, tetapi Barney memotong pembicaraannya,
"Aku bisa menceritakan apa yang terjadi, Pak. Kini aku mengerti. Kini aku tahu mengapa, sarung tangan hijau itu mengingatkan Burli pada tugasnya di sini. Aku mengerti..."
"Jangan bicara sebelum ditanya," tukas Inspektur Williams, yang berpaling pada Kakek dan berkata,
"Tuan Lynton, mungkin Anda sudi memberi keterangan tentang ini semua. Aku benar-benar bingung."
Dengan pertolongan cerita-cerita dari orang orang yang ada di situ, mula-mula yang ini kemudian yang itu, akhirnya Pak Inspektur mendapat gambaran sepenuhnya tentang peristiwa yang telah terjadi. Ia mendengarkan dengan teliti, walaupun juga dengan perasaan tak percaya dan takjub. la memeriksa perapian tempat Burli masuk. Ia memeriksa kertas-kertas yang diambili Burli. Diciumnya.
"Ya, ada bau yang aneh," katanya.
"Suatu siasat yang sangat cerdik. Tentu saja simpanse ini takkan bisa menentukan mana kertas yang berharga mana yang tidak, kecuali dengan menciuminya. Otak dari ini semua pastilah seseorang yang sangat pandai. Siapa dia?"
Semua bergantian mencoba menciumi kertaskertas itu. Memang ada bau yang lembut, tetapi jelas.
"Jadi, seperti ini jugalah agaknya pencurian lainnya dilakukan." Inspektur Williams merenung.
"Mula-mula seseorang memeriksa naskah-naskah yang ada pada suatu koleksi. Kemudian ia mengolesi kertas-kertas yang berharga dengan bau ini. Ia juga memeriksa bagaimana sisimpanse bisa masuk. Mungkin lewat jendela atap, mungkin lewat lubang angin-sesuatu yang sesungguhnya tak memungkinkan seseorang dewasa masuk, betapapun kecilnya. Tetapi simpanse ini pastilah sanggup memanjat apa saja dan masuk lubang apa saja. la bertubuh kecil, licin, dan ahli akrobat alam yang sangat ulung.""Suatu rencana luar biasa dan ternyata berhasil baik," kata Kakek.
"Kalau saja kita bisa menangkap orang yang rambutnya banyak yang dulu kemari itu, rasanya Anda sudah menangkap dalang dari ini semua, Inspektur."
"Ya," kata Barney. Tetapi aku yakin pastilah ada dua atau tiga orang komplotannya. Vosta mungkin salah satu diantaranya. la harus membawa Burlike tempat sasaran yang sudah ditentukan. Ia harus menunjukkan lewat mana Burli harus memanjat dan memasuki rumah. Juga harus ada anggota komplotan yang menyampaikan tugas pada Vosta, misalnya dengan secarik surat yang sobekannya pernah kita temukan dulu itu. Yang penting: siapa yang menerima surat tersebut?"
"Rasanya kini cukup banyak petunjuk yang bisa segera mengakhiri peristiwa ini," kata Pak Inspektur
"Dengan ini semua, mungkin kita bisa segera membongkar rahasianya. Mari bawa simpanse itu kepasar malam, dan kita temui Vosta - mungkin ia sudah datang kini."
Penjaga dan pelayan, yang sampai saat itu begitu terpukau sehingga tak bisa mengeluarkan suara sepatah pun, membukakan pintu agar rombongan kecil itu bisa keluar. Inspektur Williams membawa tumpukan kertas yang telah dipisahkan oleh Burli. Burli turun dengan menggandeng tangan Barney, sibuk berbicara dalam bahasanya sendiri.
Di depan telah menunggu dua buah mobil. Sebuah mobil Inspektur Williams, sebuah lagi mobil sewaan Kakek.
"Cukup tempat untuk semua
orang!" kata Inspektur Williams.
"Masuklah. Ki ta semua akan pergi ke pasar malam. Simpanse, monyet, dan anjing itu masukkan saja di mobil belakang, kalau tak ada yang berkeberatan. Siap" Kita berangkat ke pasar malam!"
Bab 30 Rahasia Terbongkar VOSTA telah kembali ke tendanya. la heran melihat Burli tidak ada di situ. Dan ia jadi sangat ketakutan saat rombongan Inspektur Williams tiba. Burli langsung berlari serta mendekap Vosta.
"Ada apa ini?" Vosta bertanya pada Burli.
"Kau berbuat apa lagi" Kau dari mana?" Dan berpaling pada Barney, ia berkata,
"Sudah kukatakan, jangan tinggalkan mereka ini!"
Juan Vosta, ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu," Pak Inspektur berkata dengan nada tegas dan mengeluarkan buku catatannya.
"Dan harus kuingatkan, bahwa apa saja yang kaukatakan di sini bisa dipergunakan nanti untuk membuktikan kesalahanmu di pengadilan."
Vosta pucat dan gemetar. "Aku tak bersalah apa-apa!"
"Kau telah melatih kedua simpanse ini untuk mencuri, untuk memasuki gedung-gedung dan melakukan pencurian." Inspektur Williams berkata terus dengan nada dingin dan datar,
"Kami mengetahui bahwa beberapa kertas antik berharga
telah diolesi dengan suatu bau yang sangat disukai oleh simpanse, sehingga simpanse tersebut bisa memilihnya, dan mengambilnya. Kami juga tahu bahwa ..."
"Aku tak ikut campur dengan semua itu!"Vosta menjerit, semakin pucat mukanya.
"Sudah kukatakan, sungguh tolol menggunakan simpanse itu! Aku tak tahu apa-apa!"
"Kecuali bahwa kau meminjamkan kedua simpanse itu untuk mencuri, dan melatih keduanya untuk keperluan itu. Kau yang membawa mereka setiap waktu ketempat yang akan mereka masuki," suara Inspektur Williams makin lama makin seram, sehingga berdiri bulu kuduk Snubby.
"Kauakui hal itu, Vosta?"
"Mereka bukan milikku!"seru Vosta.
"Bukan aku yang melatih mereka untuk mencuri. Mereka sudah dilatih sebelum diserahkan padaku!"
"Lalu punya siapa mereka itu?" bentak Pak Inspektur. Vosta sangat ketakutan.
"Milik Tonnerre!" katanya dengan nada lemah.
"Dia yang melatih. Dia melatih Hurli untuk mencopet. Dia melatih Burli untuk berbagai macam muslihat pencurian. Burli sangat cerdik. Apa saja yang diajarkan padanya, ia bisa."
"Mengapa kau mengambil alih simpanse itu dari Tonnerre?" tanya Pak Inspektur.
"Dulunya aku pemain akrobat," Vosta hampir berbisik.
"Kemudian aku terluka, takkan bisa bermain lagi. Tonnerre menawarkan agar aku
bekerja padanya, membuat pertunjukan dengan kedua simpanse itu, asal sekali-sekali aku membantunya mengerjakan sesuatu."
"Begitu" Dan salah satu tugasmu adalah membawa Burli ke gedung yang dijadikan sasaran pencuriannya, mengajari Burli bagaimana masuk ke gedung itu, dan bagaimana memilih kertas kertas yang berharga, dengan mencium tanda tanda yang ditinggalkan Tonnerre?"
"Bukan Tonnerre yang memberi tanda," kata Vosta.
"Ia sama sekali tak tahu tentang kertas antik. Biasanya setelah dicuri Burli, kertas-kertas itu diserahkannya padaku. Aku menyerahkannya pada Tonnerre, dan Tonnerre pada seseorang lainnya. Orang inilah yang biasa menentukan ke mana pasar malam ini akan pergi. Belum pernah kami putuskan sendiri harus pindah ke mana."
"Tepat. Dia pasti memilih tempat di mana ia bisa melakukan pencurian," kata
Pak Inspektur. "Dan kini coba antarkan aku ke dalang yang mengatur semua ini."
"Aku tidak tahu."Vosta berkeras kepala.
"Tanya saja Tonnerre. Untuk apa aku saja yang kalian tanyai" Aku hanyalah kerocok kecil saja."
"Pasti orang yang banyak rambutnya itu," sela Snubby.
"Kami tahu itu. Apakah Anda kenal seseorang yang rambutnya sangat banyak, Pak Vosta?"
"Aku tak sudi menjawab pertanyaan apapun dari kamu," kata Vosta geram.
"Kalau saja kalian, anak-anak usil ini tidak ke mari..."
"Cukup, Vosta," kata Pak Inspektur
"Jaga orang ini," katanya pada polisi yang mengikutinya.
"Aku akan memeriksa si Tonnerre. la pasti juga
"teri" seperti Vosta ini. Tetapi pasti peranannya lebih besar, dan akhirnya ia akan membawa kita ke
"otak" ini semua."
Barney mengantar inspektur itu ke karavan Tonnerre. Orang-orang yang bekerja di pasar malam berdiri diam semua, memperhatikan dari kejauhan ketika Vosta ditanyai oleh polisi. Mereka mundur waktu Pak Inspektur lewat.
"Tonnerre sedang ada tamu. la sedang pemarah hari ini. Kau harus hati-hati, Tuan," seru Mak Tua.
Inspektur Williams tak menghiraukan peringatan itu. Dengan kasar ia mengetuk pintu karavan Tonnerre.
"Pergi!" teriak Tonnerre dari dalam.
"Sudah kubilang, jangan ganggu aku!"
"Buka pintu!" bentak inspektur. Pintu dibuka dengan rasa marah oleh Tonnerre. Begitu melihat Inspektur Williams, Tonnerre cepat melangkah ke luar dan menutup pintu itu rapat-rapat.
"Cepat katakan apa yang ingin kaukatakan, dan pergilah!" geram Tonnerre.
"Siapa tamumu, Tonnerre?"tanya Pak Inspektur dengan tenang.
"Coba, aku ingin lihat."
"Untuk apa" Aku tak mau melibatkannya pada urusan gila ini," kata Tonnerre marah.
"la sahabatku. Sama sekali tak ada hubungannya dengan kau. Dan lagi, untuk apa kau kemari lagi" Menghabiskan waktuku saja!""Coba lihat tamumu, Tonnerre," ulang Pak Inspektur."Untuk apa kau menyembunyikannya?"
Snubby begitu tegang hingga tak bisa menahan dirinya lagi. Tonnerre agaknya kini bertemu dengan lawan yang sebanding! Pak Inspektur begitu tenang, tetapi sama sekali tak mau mengalah. Siapakah tamu Tonnerre"
"Aku yakin tamu itu orang yang penuh rambut itu!" kata Snubby pada dirinya sendiri.
"la pasti datang untuk mengambil kertas-kertas kuno itu. la pasti marah pada Tonnerre karena kali ini simpansenya gagal mencuri kertas-kertas itu." Tonnerre bersikeras tidak mau membuka pintu. Tetapi tiba-tiba pintu itu dibuka dari dalam, dan seseorang melangkah ke luar.
"Ada apa ribut-ribut ini?"tanya orang itu dengan suara dan bahasa yang rapi terpelajar.
"Tonnerre, apakah aku datang pada saat yang kurang tepat" Kalau begitu biarlah aku ke sini lain kali saja." Orang itu melangkah turun, tetapi Pak Inspektur langsung menghadangnya.
"Nama Anda?" tanyanya. Keempat anak yang ada di situ memandang dengan kecewa pada orang tersebut. la bukannya si orang penuh rambut. Wajahnya halus, dicukur rapi. Rambutnya juga rapi, hitam disisir halus, dengan sedikit uban. Tak berkumis. Alisnya tidak gondrong. Tak berjenggot.
"Namaku Thomas Cohville," katanya.
"Keperluanku dengan Tonnerre bersifat pribadi. Kami sahabat lama. Sungguh menyesal aku melihat dia
dalam kesulitan ini. Urusanku dengan dia bisa ku
sambung lain waktu saja."
"Apakah Anda datang kemari bukannya untuk mengambil beberapa lembar surat yang sudah ia janjikan akan mengambilkannya disuatu tempat?" tanya Pak Inspektur.
"Aku tak mengerti apa yang Anda katakan," kata orang tersebut, dengan tak sabar mendorong Pak Inspektur ke samping. Snubby terus memperhatikan orang itu. Tidak. la tak mirip sama sekali dengan orang berambut banyak yang dilihatnya dulu, walaupun tinggi dan besar tubuhnya sama. Snubby berpindah ke samping, terus memperhatikannya dengan teliti, membuat orang tersebut gusar dan hampir membentaknya. Dan tiba-tiba Snubby berteriak keras sehingga Sinting ikut menyalak-nyalak bagaikan gila.
"Ya, betul! Betul! Ini dia orangnya yang waktu itu melihat-lihat naskah kuno!" teriak Snubby.
"Tak salah lagi! Lihat, dari telinganya juga muncul rambut! Kau ingat waktu itu aku menertawakannya, Diana" Benar, ini orangnya. Mungkin ia lupa mencukur rambut di telinganya itu!" Mendadak segalanya ribut. Orang itu tiba-tiba lari Polisi yang menjaga Vosta melihatnya, langsung berlari untuk menghadang. Si Bocah pada saat yang bersamaan juga lari menubruk, membuatnya jatuh jungkir balik. Tonnerre mengamuk, mencoba
memukul Inspektur Williams. Sinting langsung menggigit Tonnerre, dan tiba-tiba semua seakan
akan terlibat dalam pergumulan hebat. Inspektur Williams selama beberapa saat tak bisa bertindak ataupun berkata apa-apa. Sadar akan apa yang terjadi, ia berkata gugup pada Roger,
"Bawalah kedua adikmu pulang." Ia menyangka Snubby adalah adik Roger juga.
"Ayo, cepat! Mungkin di sini akan terjadi keributan yang tak baik bagi kalian. Teleponlah polisi, minta agar mereka mengirimkan lebih banyak orang ke sini." Di depan pintu gerbang pasar malam terdapat dua buah mobil, satu adalah mobil Inspektur Williams dengan Kakek Robert menunggu sabar di dalamnya, walaupun tampak agak ketakutan oleh keributan yang terjadi. Satu lagi adalah mobil yang disewanya, lengkap dengan pengemudinya.
"Bagus," kata Roger.
"Aku lupa ada mobil yang bisa kita pakai. Kakek! Kakek! Bahaya! Kita harus segera menelepon kantor polisi. Bolehkah kami memakai mobil Anda?"
"Masya Allah!" seru Kakek, cepat-cepat keluar dari mobil polisi dan naik ke mobil sewaannya, dan dengan suara gemetar berkata pada pengemudinya,
"Cepat! Kantor polisi!"
Kakek tidak memperkenankan mobilitu berhenti di kantor polisi lebih dari setengah menit. Roger hanya boleh menyampaikan pesan Pak Inspektur dan mereka langsung berangkat pulang.
"Kita harus pulang," orang tua itu berkata berulang-ulang.
"Hal-hal seperti ini tak baik bagi jantungku. Ya, ampun! Bagaimana aku bisa terlibat dalam campur aduk antara penjahat, pencuri,
orang gila, dan simpanseini. Bukan itu yang kucari waktu aku memutuskan tinggal dengan ibumu. Aku harus pergi. Aku harus meninggalkan rumahmu. Sekarang juga!"
"Tetapi, Kek," bantah Snubby,
"peristiwa ini begitu mengasyikkan! Peristiwa petualangan nomor satu! Kukira tak ada yang lebih mengasyikkan dari peristiwa Pasar Malam Rilloby ini!" Tetapi Kakek tak menginginkan peristiwa petualangan, tak menginginkan misteri.
"Aku harus segera membereskan semua barangku," katanya.
"Aku harus segera berangkat. Tonnerre ini betul-betul orang jahat yanggila. Untung aku aman di dalam mobil sewaktu ia menyerbu turun dari karavannya, hebat dan menakutkan seperti..."
"S eperti halilintar," sambung Diana.
"Ia sangat mirip pemimpin komplotan orang orang jahat...," Kakek meneruskan berkata dengan badan gemetar.
"Komplotan Tangan Hijau," kini Snubby yang menyambung, menahan tawa.
Bab 31 Semuanya Berakhir KAKEK memenuhi kata-katanya. Begitu sampai di rumah ia menemui Nyonya Lynton dan mengatakan niatnya untuk meninggalkan rumah itu malam itu juga. Tanpa memberi keterangan apa pun ia kemudian membereskan barang-barangnya.
Nyonya Lynton heran sekali. Ternganga ia memandang anak-anak yang ingin segera bercerita tentang pengalaman mereka.
"Kenapa Kakek kalian" Apa lagi yang kalian lakukan padanya?" tanya Nyonya Lynton.
"Kami tidak berbuat apa-apa," Roger membantah.
"Oh, Ibu, kami mendapat suatu pengalaman yang sangat menegangkan!"
"Katakan saja nanti, di hadapan ayahmu," kata Nyonya Lynton,
"dan bersiaplah untuk makan. Kalian sudah sangat terlambat, padahal jurumasak membuat kue telur khusus untuk kalian!"
"Ya, ampun! Aku baru ingat! Kita belum makan sore!" kata Snubby sangat kecewa.
"Sama sekali lupa! Tak heran perutku tiba-tiba begitu lapar!"
"Begitu banyak yang terjadi, sulit untuk memulai cerita dari mana," kata Roger.
"Paling tepat, cuci tangan dulu sebelum kau mulai bercerita," kata ibunya, melihat betapa kotornya anak-anak itu.
"Ceritamu bisa menunggu nanti. Tak mungkin ceritamu begitu penting sehingga kau bisa meninggalkan waktu makanmu, bukan?"
Tetapi memang cerita anak-anak itu sungguh mengasyikkan. Sewaktu mereka semua sudah duduk di meja makan dan saling mengisi, anak-anak itu bercerita, sehingga baik Pak Lynton maupun isterinya ternganga keheranan.
Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hebat sekali cara simpanse itu memanjat dinding, cepat sekali," kata Snubby melambaikan garpunya.
"Dan sewaktu turun dari cerobong asap ... wah, hampir tak bisa dipercaya!" kata Roger, harus memiringkan tubuh untuk menghindar dari garpu Snubby.
"Dan lucu sekali caranya memilih surat-surat antik yang cukup berharga untuk diambil," kata Diana.
Malam itu mula-mula cukup merisaukan. Kakek akhirnya mau dibujuk untuk makan malam setelah selesai merapikan barang-barang bawaannya. Inspektur Williams datang dan memberi laporan. Lord Marloes menelepon, menanyakan perkembangan terakhir di purinya, dan mengundang Kakek untuk tinggal di rumahnya di kota. Kakeklangsung menerima undangan tersebut dan segera menelepon taksi.
"Sayang sekali Paman tak memperoleh ketenangan dalam kunjungan kali ini," kata Nyonya Lynton.
"Tapi rasanya Paman memang tak bisa menghindar, harus terlibat dalam peristiwa ini. Anak-anak, ucapkan selamat jalan pada Kakek."
Ketiga anak itu berdiri di pintu pagar dan menyerukan selamat jalan. Yang terakhir terlihat oleh Kakek adalah Snubby menggendong si Sinting, membuat kaki anjing itu bergerak-gerak seolah-olah melambai-lambai.
"Anjing kurangajar itu!" gumam Kakek di dalam taksi.
"Syukurlah kini aku tak usah setiap kali melihatnya duduk di depanku dan menggaruk keras-keras."
Kemudian Barney tiba, bersiul di depan jendela kamar anak-anak, berdiri di kegelapan bayang bayang pepohonan.
"Itu Barney!" seru Snubby, hampir terjatuh karena begitu tergesa ia akan lari ke jendela.
"Suruh dia masuk," kata Nyonya Lynton.
"Kita harus mendengarkan ceritanya juga. Belum pernah kukenal satu set anak-anak seperti kalian ini, yang begitu mudah terlibat dalam keributan."
"Masuklah, Barney!" teriak Snubby. Sinting langsung berlari ke luar, ke taman, menyalak nyalak dengan hebatnya. Barney masuk, tampak begitu pucat dan cemas. Miranda duduk di bahunya seperti biasa, dan mencereceh gembira ketika melihat orang-orang
yang dikenalinya. la pun langsung melompat ke bahu Snubby.
"Jangan biarkan dia mendekati aku," kata Nyonya Lynton, sedikit ketakutan.
"Aku senang padanya ... tetapi aku takut juga pada monyet."
"Akan kutaruh dia di dalam kemejaku," kata Snubby. Tampaknya dia kedinginan." Miranda lenyap untuk sesaat. Sinting mencium cium baju majikannya. lri juga ia melihat Miranda begitu dekat pada Snubby yang disayanginya itu.
"Apa yang terjadi setelah kami pergi, Barney?" tanya Roger.
"Ramai, ya?" "Begitulah," kata Barney. Tonnerre ditahan polisi. Begitu pula Vosta. Kudengar mereka takkan pulang. Mungkin akan ditahan di penjara."
"Astaga! Lalu Hurli dan Burli bagaimana" Juga dibawa ke penjara?" tanya Snubby.
"Tentu saja tidak," kata Barney.
"Mereka dirawat oleh Billy Tell. Sebetulnya aku menawarkan diri untuk merawat mereka, tetapi orang-orang pasar malam itu berkata mereka tak ingin aku berada di sana lagi. Mereka berkata, akulah yang melaporkan Tonnerre dan Vosta pada polisi."
"Tetapi kan bukan begitu sebetulnya!" teriak ketiga anak itu.
"Bukan kau yang melaporkan mereka!"
"Tetapi begitulah pikiran orang-orang itu," kata Barney.
"Jadi, aku sudah keluar dari sana. Miranda juga. Besok pasar malam itu bubar. Semua orang cari pekerjaan baru. Ada yang ke sini, ada yang ke sana. Tetapi yang jelas, tak ada yang mau kuikuti.""Juga si Bocah dan ... Mak Tua?"tanya Snubby heran.
"Si Bocah tak membenciku, tetapi dia terpaksa mengikuti perintah yang lain, bukan" Orang-orang pasar malam dan lain-lain pertunjukan memang tak suka pada polisi. Begitu mereka curiga bahwa seseorang terlalu dekat pada polisi, maka orang itu akan mereka jauhi."
"Oh, itu tidak adil," kata Diana, hampir menangis.
"Bukanlah salahmu kalau Tonnerre, Vosta, dan orang yang banyak rambutnya itu ditangkap polisi. Mereka pantas ditangkap, bukan?"
"Ya, apa yang terjadi dengan orang yang banyak rambutnya itu?" tanya Roger.
"Ia juga diambil polisi?"
"Ya. Ternyata dialah dalangnya," kata Barney."la membayar Tonnerre untuk mengatur dengan Vosta bagaimana simpanse-simpanse itu bisa dipergunakan untuk maksud mereka. la selalu menyelidiki lebih dahulu, memberi tanda pada naskah-naskah antik yang dikehendakinya. Aku gembira juga bahwa Tonnerre untuk sementara ditahan polisi. Hatinya sungguh jahat!"
"Ya, memang begitu juga pendapat Mak Tua," Roger ikut berbicara.
"Nah, Barney, apa yang akan kaukerjakan kini" Di mana kau akan tidur malam ini?"
"Malam ini udara cerah," kata Barney.
"Aku akan tidur disebuah gudang jerami milik petani, tak jauh dari sini. Aku sudah minta izin padanya."
"Oh, tidak, kau tak perlu berbuat itu," kata Nyonya Lynton tiba-tiba, mengikuti pembicaraan itu.
Barney berpaling pada Nyonya Lynton dengan heran. Anak-anak yang lain juga membelalakkan mata dengan perasaan tegang.Tadi mereka begitu asyik berbicara sehingga lupa bah
wa Nyonya Lynton juga ada di ruangan itu, menjahit.
"Kakek kalian sudah pergi," kata Nyonya Lynton,
"jadi ruang tidur tamu kosong. Kalau Diana mau membantuku, maka kita bisa mengatur tempat tidur untuk Barney di sana. Ia bisa tinggal bersama kita sampai masa liburan kalian habis. Mungkin sementara itu ia bisa mencari pekerjaan yang layak baginya."
Barney sampai tak bisa berbicara beberapa saat.
"Oh, terima kasih...," katanya akhirnya. Tetapi ia tak bisa meneruskan kalimatnya sebab tiba-tiba Snubby berlari ke arah Nyonya Lynton, begitu cepat sehingga Barney hampir terjatuh ditubruknya. Snubby langsung merangkul leher bibinya, memeluknya erat-erat.
"Oh, Bibi Susan! Aku tahu Bibi akan berkata begitu! Aku tahu pasti Bibi akan berkata Barney boleh tinggal di sini'. Dan ternyata benar" seru Snubby kegirangan.
"Oh, jangan begitu tolol, Nak." Nyonya Lynton menahan senyum.
"Dan lepaskan tanganmu. Bisa-bisa aku lemas karena tak bisa bernapas. Bukan karena kau berpikir seperti itu tadi maka akuberkata begitu. Tadi begitu Kakek berangkat, aku sudah memutuskan agar Barney tinggal di sini."
Wajah Barney berseri-seri
"Wah... kalau begitu aku akan tinggal di sini selama dua minggu!" katanya.
"Dua minggu penuh! Tetapi...bagaimana dengan Miranda" Bibi toh tidak suka pada monyet...."
"Tak apa ia disini juga, asal ia tidak melompat ke bahuku saja," kata Nyonya Lynton memberanikan diri.
"Kurasa aku akan segera terbiasa tinggal bersama monyet. Seperti aku terbiasa dengan si Sinting."
"Guk!" seru si Sinting mendengar namanya disebut..la masih saja memperhatikan gundukan di baju Snubby, yang berarti Miranda masih ada di situ.
"Pasti menyenangkan dengan adanya kau di sini," kata Diana, memikirkan waktu yang dua minggu itu.
"Kini kita berempat ... ditambah Miranda ... dan Sinting...."
"Dan Sarden," kata Roger melihat kucing besar hitam itu perlahan masuk, memandang pada Sinting dengan pandangan yang menunjukkan bahwa ia akan menubruk anjing itu.
"Ya, pasti menyenangkan nanti."
"Oh, tetapi kuharap saja hari-hari mendatang ini lebih tenang." Nyonya Lynton bangkit untuk menyiapkan tempat tidur Barney.
"Kurasa peristiwa ini terlalu ribut bagiku."
"Oh, Ibu, aku sangat menyukai peristiwa Pasar Malam Rilloby ini," kata Roger.
"Setiap detiknya sungguh asyik! Alangkah senangnya bila bisa diulang lagi."
"Tidak... lebih baik bila ada peristiwa lain," kata Snubby, menggelitik Miranda di dalam kemejanya.
"Peristiwa yang lebih hebat Pasti itu akan kita alami. Bukankah begitu, Sinting?"
"Guk!" Sinting melompat untuk mencium Miranda. Miranda mengeluarkan tangannya yang kecil, langsung menarik telinga Sinting.
"Ya, selama kalian berempat serta Miranda dan Sinting masih berkumpul, aku yakin kalian akan terlibat lagi dengan suatu keributan," kata Nyonya Lynton.
"Tetapi untuk sementara jangan dulu. Yang ini saja sudah membuat jantungku hampir copot."
"Baiklah," Snubby serta-merta berjanji.
"Kami akan memberi Bibi cukup waktu untuk beristirahat. Dan kemudian...wussssssh! Kami akan menciptakan lagi suatu peristiwa yang jauh lebih hebat dari ini!"
TAMAT edit teks SAIFUL B http://cerita-silat.mywapblog.com
Prasasti Tonggak Keramat 2 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Sakti 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama