Ceritasilat Novel Online

Imam Tanpa Bayangan 11

Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say Bagian 11


"Adik Ciow Sim, lebih baik pulanglah dulu ke rumah, di kemudian hari aku pasti datang menemui dirimu untuk menerangkan persoalan ini." "Baiklah, kami akan berlalu lebih dulu!" Sebelum perempuan-perempuan itu sempat berlalu, mendadak dari arah belakang kembali terdengar seseorang berseru keras : "Toan Hong Ing tiba!" "Aaaah, adiknya Toan Hong ya telah datang," seru In Cioe Sim dengan badan gemetar keras.
Mendengar ucapan itu, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau ini hari dia berani bikin keonaran di sini, terpaksa aku harus turun tangan keji terhadap dirinya." Jauh di kaki bukit muncullah serombongan pria berbaju hitam yang mengiringi seorang pria berusia pertengahan yang memakai pakaian perlente, air muka pria itu dingin dan sinis, napsu membunuh menghiasi wajahnya sedang sorot mata memancarkan cahaya tajam.
"Siapa yang datang?" Pek In Hoei segera menegur sambil tertawa dingin.
"Aku datang untuk mencari Jago Pedang Berdarah Dingin." "Akulah orangnya." Toan Hong In tertawa seram.
"Manusia she Pek serahkan kembali jiwa kakakku, dia adalah seorang kaisar dari suatu wilayah tapi sungguh tak nyana kau berani turun tangan keji untuk membinasakan dirinya.
Sekarang kami dari keluarga Toan bersumpah akan menghancur-lumatkan tubuhmu!" Para jago yang ikut datang saat ini kebanyakan merupakan panglima-panglima yang masih setia terhadap keluarga Toan, melihat sikap Pek In Hoei yang jumawa mereka jadi gusar dan sama-sama meluruk ke depan.
"Bajingan cucu monyet, kalian berani maju ke depan?" hardik Ouw-yang Gong dengan suara keras.
Bentakan ini keras bagaikan guntur yang membelah bumi, seluruh permukaan segera bergetar keras bagaikan ketimpa gempa bumi.
Diam-diam Toan Hong In tercekat juga ketika dilihatnya dari balik batu muncul seorang manusia raksasa, segera tegurnya sambil tertawa dingin : "Siapa kau" Sebut dulu nama!" "Anak kura-kura dengarkan baik-baik, yayamu she Ouw-yang bernama Gong dengan julukan si huncwee gede si ular asap tua.
Dengan sebuah lengan aku pernah membunuh sembilan ekor kerbau, sepuluh ekor harimau dan delapan ekor kumbang, kalau kamu semua anak kura-kura cucu monyet berani maju ke depan...! akan kupersilahkan dia untuk menikmati dahulu sebuah kemplangan huncweeku!" Toan Hong In mendengus dingin.
"Hmmm! Ular asap tua" h gede" makhluk macam apakah itu"..." Ouw-yang Gong tidak menggubris sindiran orang, dengan sikap yang angker bagaikan malaikat ia tetap berdiri tegak di atas batu cadas.
Toan Hong In mengerutkan dahinya, diam-diam ia tertawa dingin, kepada seorang pria kurus kering beralis tebal dan berjenggot lebat yang berada di sisinya ia segera bertanya : "Suya, siapakah orang itu?"" Kakek kurus kering berjenggot hitam itu adalah Kun su dari keluarga Toan, meskipun dahulu ia lama sekali berkelana dalam dunia persilatan namun orang ini tidak kenal juga siapakah Ouw-yang Gong.
Mendapat pertanyaan itu ia jadi gelagapan : "Aku...
aku sendiri pun tidak tahu." Mendengar ucapan itu Ouw-yang Gong segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... anak kura-kura kau tidak tahu siapakah aku si ular asap tua tapi aku tahu kau si anjing kuncu menerobos keluar dari lubang yang mana, kau kira sesudah ganti kulit tukar otot lantas tak ada orang yang bisa kenali dirimu lagi?" Hmmm! Sekalipun kau menciptakan diri jadi telur kura-kura pun aku tetap akan kenali dirimu." "Kau kenal siapakah aku?"" tanya kakek berjenggot hitam itu agak tercengang.
"Haaaah... haaaah... haaaah... dahulu ibumu telah nyeleweng dengan pria lain hingga akhirnya lahir dirimu, tapi kau tetap menggunakan she ibumu, tiap hari tiada pekerjaan yang tetap, kerjanya melulu judi, main pelacur dan mabuk-mabukan, semua orang bilang anak jadah selamanya memang tak ada anak yang genah.
Suatu hari k untuk main judi dan kalah hingga ibumu pun kau jualkan kepada orang lain, karena tak bisa hidup lebih lanjut di desa maka kau melarikan diri.
Heeeeh... heeeeh... heeeeh... siapa nyana sekarang kau telah menjabat sebagai kunsu anjing...
Mimpi pun kakek berjenggot hitam itu tak pernah menyangka kalau ia bakal berjumpa dengan orang semacam ini hingga kejelekan keluarganya pun dibeberkan keluar.
Dari malunya ia jadi gusar, bentaknya : "Tutup mulut, kalau kau berani bicara tak genah lagi jangan salahkan kalau aku tak akan berlaku sungkan- sungkan lagi terhadap dirimu..." Ouw-yang Gong tertawa dingin.
"Huuuh... lagakmu semakin tahun semakin gede...
sesungguhnya menyebalkan..." Rupanya kakek tua ini mengetahui amat jelas seluk beluk keluarga Lauw Seng Han ini, badannya dengan cepat meloncat ke depan menghampiri kuncu itu, bentaknya lagi : "Lauw Seng Han, cepat enyah dari sini!" "Sebetulnya siapakah kau?" tanya Lauw Seng Han tertegun.
Ouw-yang Gong tidak menjawab, huncwee gedenya langsung disodok ke depan menghajar dada kakek itu, serangan ini di luar dugaan orang she Lauw itu, dengan ketakutan buru-buru dia mengigos ke belakang.
Toan Hong In jadi naik pitam ketika dilihatnya Kunsu dari negeri Tayli-nya ini dihajar orang sampai kalang kabut, sambil tertawa seram serunya : "Lebih baik kau beristirahat dulu." Sambil berseru jari tangannya segera dikebaskan ke muka melancarkan satu serangan dengan menggunakan ilmu 'Hwie Yan-ci' yang telah lama punah dari dunia persilatan.
Cahaya merah membara yang menyilaukan mata memancar keluar dari ujung jari, serentetan gelombang hawa panas yang amat menyengat badan seketika meluncur ke arah tubuh Ouw-yang Gong.
Criit...! Si ular asap tua merasakan tubuhnya jadi amat sakit, dadanya bagaikan dipukul dengan sebuah tongkat yang panas membara membuat ia menjerit kesakitan.
"Aduuuh... anak monyet, kau menggunakan ilmu silat apa?" jeritnya keras-keras.
Toan Hong In sendiri pun merasa agak tercengang ketika dilihatnya pihak lawan yang terkena serangan ilmu jari Hwie Yan-Ci sama sekali tidak cedera atau pun terluka, ia terkejut dan segera mendengus.
"Pentang matamu lebar-lebar, inilah ilmu Hwie Yan- Cie yang lihay." "Hwie Yan-Cie?" ulang Ouw-yang Gong dengan mata terbelalak, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, "Apakah ilmu Hwie Yan Kim Cie yang dimiliki Loo Hian dari wilayah See Ih?"
Toan Hong In tertegun, ia tak mengira kalau pengetahuan si kakek tua itu begitu luas, sambil menatap wajahnya tajam-tajam ia mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah, rupanya tidak sedikit yang berhasil kau ketahui." Ouw-yang Gong tarik napas panjang-panjang, setelah menghening sejenak ia berkata kembali : "Ilmu jari Hwie-Yan-Kim-Ci dari Loo Hian hanya diwariskan kepada anak laki-laki dan tidak diwariskan anak perempuan, dalam dunia persilatan hanya Loo Hong serta Loo Hian saja yang sanggup menggunakan ilmu ampuh tersebut, tidak mungkin Loo Hong mewariskan ilmu ampuhnya ini kepada orang lain.
Hmm...! Kau manusia macam apa" Masa ia rela mewariskan ilmunya kepadamu..." "Tentang soal ini, lebih baik kau tak usah ikut campur..." tukas Toan Hong In dengan wajah berubah.
"Kenapa aku tak boleh mengurusi persoalan ini?" seru Ouw-yang Gong lagi dengan wajah serius, "ketika aku angkat saudara dengan Loo Hian tempo dulu, ia pernah bercerita kepadaku katanya ada seorang kurcaci she Si yang telah mencuri belajar ilmu jari Hwie-Yan-Ci-nya, kemudian peristiwa itu ketahuan dan kurcaci she Si itu segera melarikan diri terbirit- birit, sejak itu ia tak pernah muncul kembali di dalam dunia persilatan.
Sekarang terbukti kau dapat menggunakan ilmu jari tersebut....
Hmm! Ayoh jawab, apakah ilmu itu kau peroleh dari kurcaci she Si itu..." ***** Bagian 30 "KAU jangan ngaco belo tak karuan!" bentak Toan Hong In dengan hati terkejut.
"Ilmu jari itu aku dapatkan langsung dari Loo Hian sendiri..." "Hmmm! Aku tidak percaya, selamanya Loo Hian tak pernah terima murid, dari mana ia bisa turunkan ilmu sakti itu kepadamu" Sudah mencuri, sekarang kau berani membantu kurcaci she Si itu untuk merahasiakan kejadian ini...
Huuh! Selama hidup aku si ular asap tua paling benci terhadap orang yang tidak jujur, hari ini aku bersumpah akan bekuk batang lehermu untuk diserahkan kepada Loo Hian untuk dijatuhi hukuman..." Perjalanan Toan Hong In kali ini mengunjungi gunung Thiam cong, kecuali untuk membalas dendam atas kematian dari Toan Hong ya, dia pun ingin menaklukkan semua jago lihay yang sedang berkumpul di gunung Thiam cong itu agar takluk kepada keluarga Toan.
Siapa tahu di tengah perjalanan Ouw-yang Gong telah bikin keonaran, hal ini sangat menggusarkan hatinya, dia ingin menghancurkan kakek konyol itu di tangannya.
Sayang walaupun pihak lawan sudah tua ilmu silatnya sama sekali tidak lemah, suatu ingatan segera berkelebat dalam benaknya.
"Untuk sementara lebih baik kita jangan membicarakan dulu persoalan mengenai Loo Hian serta ilmu jari Hwie-Yan-Ci," katanya kemudian, "menunggu urusan di sini sudah beres, silahkan kau berkunjung ke negeri Tayli, saat itu...
hmmm..." Ia tertawa dingin tiada hentinya, sorot mata yang dingin dialihkan ke atas wajah Pek In Hoei lalu tegurnya : "Kaukah yang bernama si Jago Pedang Berdarah Dingin?" "Hmm, kau masih belum kenal dengan diriku?" Toan Hong In tertegun, lalu menjawab : "Kalau aku kenali dirimu kenapa mesti ajukan pertanyaan lagi kepadamu" Bukankah perbuatanku ini mirip copot celana untuk lepaskan kentut" Hey, orang she Pek, tahukah kau bahwa membunuh pembesar berarti ada maksud hendak memberontak" Dalam wilayah selatan kau berani bunuh kaisar dari negeri Tayli, setiap rakyat yang ada di wilayah sini tak akan melepaskan dirimu dalam keadaan hidup..." Dari sorot mata orang yang bengis dan berkilat tajam, Pek In Hoei menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat sempurna, ia tak berani memandang enteng musuhnya, mendengar tuduhan itu langsung ia membantah : "Apa sangkut pautnya antar kematian Toan Hong ya dengan aku orang she Pek?" "Apakah saudaraku bukan mati di tanganmu?" "Kurang ajar, kalau menuduh orang jangan seenaknya sendiri," maki Pek In Hoei sangat gusar, "kakakmu menemui ajalnya di tangan Liuw Koei hui, mau percaya atau tidak terserah pada dirimu sendiri, kalau kau tidak cepat-cepat enyah dari gunung Thiam cong, Hmmm! terpaksa aku si Jago Pedang Berdarah Dingin harus mengusir dirimu secara paksa..." "Apa" Kau hendak usir diriku..." saking gusarnya Toan Hong In melengak dan tertawa terbahak-bahak, "Haaah...
haaah... baik, akan kupenggal batok kepalamu untuk membalaskan dendam atas kematian dari Toan Hong ya..." Penyerbuannya ke gunung Thiam cong saat ini adalah merupakan keputusan dari hasil rapat para kerabat istana negeri Tayli, Toan Hong In punya ambisi besar untuk menduduki tahta kerajaan negeri Tayli, dia ingin melenyapkan Pek In Hoei terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan jalan ini sebagai perintis untuk mencapai cita-citanya.
Maka setelah timbul niat jahatnya di dalam hati, dia segera ulapkan tangannya, dua orang pria kekar segera meloncat keluar dari barisan dan langsung menubruk ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin.
"kedua orang pria berbaju hitam itu tersohor karena paling kuat dalam negeri Tayli, kekuatan mereka luar bias dan masing-masing memiliki ilmu silat yang sangat lihay, maka dari itu begitu munculkan diri senjata tajam mereka segera menyambar tiba dari arah kanan mau pun kiri.
Pek In Hoei tertawa dingin ketika dilihatnya ada dua orang pria kekar mengayunkan pedangnya menyerang dia, telapak kanan tiba-tiba meluncur keluar, setelah membentuk satu lingkaran busur di tengah udara muncullah segulung angin pukulan yang maha dahsyat menghantam ke muka.
Merasakan datangnya desiran angin pukulan yang menderu-deru, kedua orang pria itu merasakan hatinya tercekat, seketika itu juga mereka terpukul mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan.
"Aaaah...!" sebelum kedua orang pria itu sanggup berdiri tegak, tiba-tiba mereka menjerit kesakitan dan darah segar mengucur keluar dari ujung bibir mereka, ditinjau dari keadaan tersebut jelas membuktikan bahwa mereka berdua telah menderita luka yang amat parah.
Terkesiap hati Toan Hong In menyaksikan kejadian itu, mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sanggup merobohkan dua orang jago lihaynya tidak sampai satu jurus serangan, ilmu silat yang demikian dahsyatnya itu seketika menggidikkan hati para jago lainnya, untuk sesaat tak seorang manusia pun berani maju ke depan untuk menyerang pemuda itu.
Mendadak... dai antara gerombolan manusia terdengar seorang membentak keras : "Kembalikan jiwa guruku!" Bersamaan dengan suara teriakan itu muncullah seorang pemuda yang tinggi kekar, Pek In Hoei yang segera alihkan sinar matanya ke arah mana berasalnya suara itu seketika mengerutkan dahinya, dalam hati ia membatin : "Soen Put Jie adalah seorang pria polos yang jujur, aku tak ingin bertarung melawan orang seperti ini..." Belum habis ingatan tersebut berkelebat di dalam benaknya, Soen Put Jie sambil membentak keras bagaikan geledek telah meloncat ke muka sambil ayunkan kepalannya.
Bagaimana pun juga Soen Put Jie adalah seorang bodoh yang sama sekali tak berotak, tatkala ia berjumpa dengan Pek In Hoei mendadak tubuhnya merandek dan berteriak : "Eeei...
bocah muda berpipi licin, bukankah kau sudah mati dibunuh oleh ilmu angin berpusing dari guruku?" Orang ini benar-benar bodoh, ia anggap Pek In Hoei pasti mati setelah terkena badik Han Giok milik gurunya, melihat pemuda itu masih dapat berdiri di hadapannya dalam keadaan segar bugar, ia jadi tidak percaya dan keheranan.
"Tidak salah," terdengar Ouw-yang Gong menanggapi dengan cepat, "keparat cilik berpipi licin ini memang benar-benar sudah mati terbunuh oleh suhumu si anak kura-kura yang telah modar, yang berdiri di hadapanmu sekarang adalah sukmanya, eei....
bocah muda." "Aaah! Masa sukma bisa berbicara?" teriak Soen Put Jie dengan hati tertegun.
Ouw-yang Gong semakin girang setelah mengetahui bahwa pemuda itu gobloknya tak ketolongan, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya : "Bocah goblok ini luar biasa bodohnya, kebetulan aku si ular asap tua sedang menganggur, biar kugoda dirinya lebih jauh..." Ia tertawa seram, dengan nada menakut-nakuti ancamnya : "Eeei...
bocah, sukma dapat berbicara itu berarti kau si bocah cilik tak akan lama lagi hidup di kolong langit..." "Sungguh?" jerit Soen Put Jie semakin terperanjat.
"Tentu saja sungguh, aku lihat lebih baik kau sedikitlah berhati-hati, mati dalam usia muda benar- benar amat disayangkan..." Ia sengaja geleng kepala sambil termenung seakan- akan sedang mencarikan akal baik baginya.
Hal ini semakin mencemaskan hati Soen Put Jie, ia garuk kepalanya yang tidak gatal sambil menengok ke sana kemari, mulutnya bungkam dalam seribu bahasa karena takut bila ia mengganggu maka pikiran orang jadi buyar...
Lama kelamaan Soen Put Jie tidak sabar untuk menunggu lebih lanjut, segera teriaknya : "Eeei...
cepat pikirkan satu akal bagus bagiku, wah...
kalau sampai mayat hidup itu menganiaya diriku...
Hiiih... aku bisa merinding..." Toan Hong In jadi amat mendongkol ketika dilihatnya pria kekar itu dipermalukan pihak lawan habis- habisan, wajahnya kontan berubah hebat tapi disebabkan Soen Put Jie memang sudah tersohor akan kedunguannya di negeri Tayli maka ia jadi kehabisan akal, akhirnya ia menghardik : "Enyah kau dari sini!" Soen Put Jie kontan naik pitam, dengan mata melotot penuh kegusaran teriaknya : "Kuberitahukan kepada guruku..." Tapi belum habis ia berkata tiba-tiba orang tolol ini teringat bila Toan Hong ya sudah mati, saking gelisahnya ia sampai garuk-garuk kepala sambil tertawa jengah.
"Ooooh... bodoh amat kau ini, suhuku toh sudah mati mana bisa beritahukan kepadanya lagi..." "Aduh celaka..." pada saat itulah mendadak Ouw-yang Gong berteriak keras, teriakan itu kontan membuat sekujur badan Soen Put Jie gemetar keras karena ketakutan.
Sambil menatap wajah kakek konyol itu dengan sorot mata mohon belas kasihan, ia bertanya : "Ada urusan apa?" Sebenarnya aku telah mendapatkan satu cara yang bagus untuk menyelamatkan jiwamu, akhirnya gara- gara bentakan bentakan bajingan itu maka pikiranku jadi buyar dan akal bagus itu lenyap kembali," seru Ouw-yang Gong sambil menuding ke arah Toan Hong In.
"Waaah... waaah... kalau begitu selembar jiwamu sudah tak bisa diselamatkan lagi!" Ucapan itu diutarakan dengan nada yang iba dan mengenaskan, ditambah pula helaan napas yang lebih membuat Soen Put Jie jadi ketakutan setengah mati.
"Aduuuu mak... tolonglah aku... coba carikan lagi satu akal bagus untukku..." teriaknya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... boleh, cuma kau mesti hantam dulu orang itu, nanti kupikirkan lagi satu akal bagus..." Pada dasarnya Soen Put Jie memang seorang pria yang bebal otaknya, mendengar Ouw-yang Gong suruh ia hajar Toan Hong In lebih dahulu tanpa mempedulikan apakah orang itu angkatan yang lebih tua darinya atau bukan ia langsung ayun kepalannya dan ditonjok kepada Toan Hong In.
Pria kekar itu jadi amat gusar sekali, melihat datangnya ancaman ia mengigos ke samping, jari tangannya langsung berkelebat menotok tubuh Soen Put Jie.
"Aduuuh celaka..." jerit pria goblok itu kesakitan, "ujung jarinya memancarkan cahaya api..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... kalau begitu cepat lari ke arah selatan sejauh tiga li, di situ carilah sebuah liang kotoran manusia dan rendamkan seluruh tubuhmu di situ, jangan biarkan api setan itu menyerang hatimu, kalau tidak kau bisa modar...
cepat..." seru Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak.
Setelah termakan oleh totokan jari itu, Soen Put Jie merasakan sekujur tulangnya jadi sakit seperti remuk, ia tidak berpikir panjang lagi setelah mendengar ucapan itu.
"Aduuuh mak..." teriaknya, tanpa banyak bicara orang itu putar badan dan langsung kabur dari situ.
Toan Hong In tak pernah menyangka di tengah jalan bisa terjadi peristiwa semacam ini, ia merasa dirinya kehilangan muka.
Seluruh hawa amarahnya segera dilampiaskan ke tubuh Pek In Hoei, teriaknya dengan nada benci.
"Bajingan she Pek, pahlawan macam apakah dirimu itu?"" "Hmmm, orang itu toh kau yang bawa datang, ia jual kejelekan atau tidak apa sangkut pautnya dengan diriku" Bila kau merasa tidak terima silahkan cabut senjatamu dan mari kita bergebrak, setiap saat aku pasti melayani keinginanmu..." "Aku hendak melepaskan api membakar gunung, akan ku musnahkan gunung Thiam cong rata dengan tanah..." teriak Toan Hong In setengah kalap.
Pek In Hoei segera tertawa dingin.
"Hmmm... ! aku rasa kau belum memiliki kemampuan untuk berbuat begitu!" Ucapan itu segera mengingatkan kembali peristiwa yang terjadi beberapa waktu berselang, di kala perguruan Boo Liang Tiong membasmi partai Thiam cong hingga ludes sama sekali, rasa benci dan dendamnya segera berkecamuk dalam dadanya dengan sorot mata tajam dan napsu membunuh pemuda itu menatap lawannya tajam-tajam.
Bergidik hati Toan Hong In ketika saling bentrok pandangan dengan pemuda itu, ia merasa ketajaman mata lawannya bagaikan pisau belati yang menusuk dadanya.
"Ayoh kita segera mulai bertempur," serunya kemudian.
Tangannya segera diulapkan, lelaki kekar yang berada di belakang tubuhnya sama-sama membentak keras dan cabut keluar senjata mereka, kemudian siap menerjang ke arah kuil Sang-cing-koan.
Para anak murid partai Thiam cong yang bertugas menjaga gunung jadi amat terperanjat menyaksikan kejadian itu, mereka sama-sama mengundurkan diri ke kuil Sang cing koan dan melaporkan kejadian ini kepada ketua mereka Sang Kwan In.
Taaaang....! bunyi lonceng bergema memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh jagad, diiringi seruan memuji keagungan sang Budha tampaklah empat kakek tua Thiam cong Su loo dengan memimpin dua puluh orang murid partai munculkan diri dari balik pintu kuil kemudian menyebarkan diri ke dua belah sisi jalan.
Sang Kwan In diiringi para wakil pelbagai partai besar serta seluruh anak murid partai Thiam cong perlahan- lahan berjalan menuruni bukit, air mukanya dingin tiada senyuman, dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap wajah Toan Hong In kemudian mendengus.
"Sang Kwan Heng," Toan Hong In segera menyapa sambil menjura, "Ketika Jago Pedang Berdarah Dingin mengadakan pertemuan dengan para jago dari wilayah selatan berhubung siaute ada sedikit urusan hingga tak sempat ikut hadir di selat Seng See Kok, entah bagaimana dengan hasil pertemuan itu?" Dalam hati Sang Kwan In dapat menangkap maksud yang sebenarnya dari ucapan itu, segera tertawa dingin dan berpikir : "Adik dari Toan Hong ya ini benar-benar bukan seorang manusia yang gampang, cukup mengandalkan sepatah katanya barusan ia dapat memancing perpecahan di antara tubuh para jago dari wilayah selatan...
Hmmm lebih baik aku tidak menanggapi ucapannya itu..." Berpikir sampai di situ ia lantas menegur dengan suara dingin : "Ada urusan apa kau datang ke gunung Thiam cong ini?" Toan Hong In tertawa seram, pikirnya : "Seng See Kokcu ini sungguh amat lihay, ia hindari pertanyaan yang kuajukan sebaliknya malah menanyai diriku, bukankah itu namanya sudah tahu pura-pura bertanya?"" Air mukanya berubah jadi dingin, dengan gusar jawabnya :
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang bersembunyi di tempat kegelapan jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu ia tidak menyangka kalau di dalam dunia persilatan terdapat seorang manusia yang berani menyaru namanya untuk melakukan pembegalan, hawa amarahnya segera berkobar, sambil tertawa dingin tubuhnya perlahan- lahan munculkan diri dari tempat persembunyian.
Dalam pada itu pria kekar itu sudah ayunkan goloknya siap memenggal tubuh beberapa orang itu, ketika melihat munculnya seorang pemuda sambil bergendong tangan tanpa terasa ia jadi tertegun.
Tapi sejenak kemudian sambil ayunkan goloknya ia membentak kembali : "Hey kau datang dari mana" Ayoh cepat serahkan semua harta kekayaanmu!" "Oooh...
tay ong! Kau datang dari gunung mana?" Pria itu tertawa dingin, lalu menjawab : "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... toa ya mu adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang berasal dari gunung Thiam cong.
Eeeei! Kunyuk muda, setelah berjumpa dengan aku si Jago Pedang Berdarah Dingin, kenapa kau tidak jatuhkan diri berlutut..." Ucapannya yang ngaco belo tak karuan itu semakin menggusarkan hati pemuda kita : Pek In Hoei diam-diam tertawa, pikirnya : "Biar aku lihat dulu obrolan apa saja yang akan dikatakan oleh bocah keparat ini, kemudian baru kubereskan dirinya..." Dengan wajah pura-pura terkejut bercampur tercengang ia berseru : "Oooh...
jadi tay ong adalah Pek In Hoei yang tersohor itu?" "Hmmm! Sedikit pun tidak salah," sahut pria itu dengan bangga.
"Waaah... Tay ong, kalau begitu aku sudah tukar pekerjaan?" "Apa maksudmu?" Sambil pura-pura ketakutan Pek In Hoei mundur dua langkah ke belakang, sahutnya: "Menurut kabar yang tersiar di dalam dunia persilatan, sewaktu Pek In Hoei terjun ke dunia kangouw hingga punya julukan sebagai si Jago Pedang Berdarah Dingin senjata yang dipergunakan adalah sebilah pedang mestika yang disebut pedang mestika penghancur sang surya dan sekarang secara tiba-tiba kau telah tukar dengan sebilah golok bukankah itu berarti bahwa kau sudah tukar pekerjaan..." Pria semakin melengak, ia tak pernah menyangka kalau pemuda tampan di hadapannya mempunyai pengetahuan yang begitu luas mengenai kejadian di dalam Bu lim, sambil ayun goloknya ia segera membentak : "Ayoh keluar...
Oo...! Siapakah kau si bocah cilik?" Kalau ngomong saja ngaco belo tak karuan!" Air muka Pek In Hoei berubah jadi keren, dengan napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya ia tatap wajah pria itu tajam-tajam, katanya : "Jago Pedang Berdarah Dingin adalah sahabat karibku, selama hidup ia tak pernah melakukan perbuatan jahat, bangsat! Mengapa kau berani mencatut namanya untuk melakukan perbuatan terkutuk..." Traaang...! Saking tercekatnya hati pria itu, mendadak sekujur badannya gemetar keras, golok kepala setan dalam genggamannya segera terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai, tanyanya dengan suara tersendat-sendat : "Kau...
kau... kau adalah sahabat karib si Jago Pedang Berdarah Dingin?" Orang ini pun cukup cerdik setelah mengetahui bahwasanya orang itu adalah sahabat karib Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin, sadarlah dia bahwa orang yang berada di hadapannya pasti memiliki ilmu silat yang lihay, mengetahui bahwa kepandaian sendiri tak seberapa tentu saja dia jadi ketakutan setengah mati, setelah mendengar gertakan lawannya, begitu takutnya sampai tanpa sadar ia terkencing-kencing.
Pek In Hoei sama sekali tidak menggubris dirinya lagi, kepada ke-empat orang pelancong yang nyaris dirampok itu serunya : "Kalian boleh segera pergi dari sini, bangsat keparat ini bukan Jago Pedang Berdarah Dingin..." Ke-empat orang pelancong itu jadi kegirangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun mereka sambar barang milik sendiri dan kabur dari hutan tersebut.
Sepeninggalnya pelancong-pelancong tadi, Pek In Hoei baru berpaling dan menatap kembali wajah pria tadi, perlahan-lahan ia cabut keluar pedang mestika penghancur sang surya sambil berkata : "Bangsat cilik, kau berani mencatut nama orang untuk berbuat kejahatan, dosamu tak bisa diampuni lagi, akan kucabut selembar jiwa anjingmu!" "Yaaah...
ampun... ooh! Toa ya, ampunilah jiwaku...
aku tobat... lain kali aku tak berani melakukan perbuatan ini lagi...
oooh Toa ya..." rengek pria itu sambil berteriak-teriak keras.
"Hmmm! Sayang moralmu sudah terlalu bejat, aku tak dapat mengampuni dirimu lagi..." "Oooh Toa ya asal kau mengampuni jiwaku, hamba akan beritahukan satu urusan kepadamu!" "Cepat katakan! Tapi aku akan memperingatkan dirimu lebih dahulu, kalau kau berani bermain curang atau bermain setan di hadapanku, itu sama artinya mempercepat kematianmu sendiri..." "Sekali pun nyali hamba lebih besar pun tak akan berani mencatut nama Jago Pedang Berdarah Dingin untuk melakukan pembegalan," lapor pria itu dengan badan gemetar.
"Kemarin malam aku didatangi seorang pincang yang mengaku she Si, ia suruh hamba melakukan perbuatan ini, katanya selain ia tak akan menerima emas atau perak hasil begalanku, bahkan setiap hari dia akan menggaji dua tahil perak bagiku..." Dari perkataan tersebut Jago Pedang Berdarah Dingin segera menyadari bahwa peristiwa ini bukan suatu kejadian biasa, di belakang pria tersebut pasti ada orang yang jadi dalangnya, tapi siapakah orang itu" Untuk beberapa saat lamanya ia tak berhasil mengetahuinya, seingatnya di antara sederet nama musuh-musuh besarnya, sama sekali tidak tercantum nama seorang she Si yang pincang.
"Siapakah orang itu?" tegur pemuda itu kemudian setelah termenung dan berpikir beberapa saat lamanya.
"Aku!" Jawaban itu muncul secara mendadak dan sama sekali tak terduga.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei terperanjat, laksana kilat dia berputar ke belakang dan siap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Seorang pria berusia pertengahan yang memakai jubah warna abu-abu tampak berdiri bersandar di atas pohon, kaki orang itu pincang sebelah sedang matanya lebih banyak putihnya daripada hitam, sepintas lalu nampak bengis dan mengerikan.
Pek In Hoei bukan terkejut karena wajahnya yang mengerikan, tapi ia kaget akan kelihayan ilmu meringankan tubuhnya.
Dia percaya dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, siapa pun yang mendekati dirinya pasti akan diketahui dengan cepat.
Tapi nyatanya kehadiran orang itu sama sekali tak diketahui olehnya, apalagi orang itu adalah seorang pincang, dari ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu kemungkinan besar jauh melebihi dirinya.
"Siapa kau?" pemuda she Pek itu segera menegur dengan alis berkerut.
"Aku bernama Si Bu Mo, belum pernah berkelana di dalam dunia persilatan, mungkin kau belum pernah mendengar nama itu..." Sementara itu melihat kemunculan Si Bu Mo di tempat itu, bagaikan bertemu dengan bintang penolong pria tadi segera berteriak keras : "Oooh...
Si toa ya, akhirnya kau datang juga..." "Hmmm! Orang yang kutunggu telah datang, di sini sudah tak ada urusanmu lagi," seru Si Bu Mo sambil melemparkan sekeping uang perak ke atas lantai, "pergilah sana, yang dia cari adalah aku, tak mungkin kepergianmu dihalangi.
Nah! Ayoh cepat pergi!" Seolah-olah mendapat pengampunan besar, pria itu cepat-cepat serobot uang perak itu dari atas tanah, kemudian setelah melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, dia kabur dari situ.
Perlahan-lahan Pek In Hoei alihkan pandangannya ke arah orang itu, napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, sambil tertawa gemas ia berseru : "Manusia berhati rendah, mengapa kau gunakan cara yang demikian rendah dan hinanya untuk merusak nama baikku" Apa maksudmu yang sebenarnya..." "Nama besar Jago Pedang Berdarah Dingin dalam dunia persilatan terlalu besar dan tersohor, untuk mengundang dirimu bukanlah satu pekerjaan yang gampang, bila aku tak menggunakan cara ini dari mana kau bisa kutemui..." sahut Si Bu Mo sambil tertawa dingin.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei semakin murka sehabis mendengar ucapan itu, bentaknya : "Hmmm! Kau hanya tahu memenuhi keinginan pribadimu, tapi lupa bahwa perbuatanmu itu justru akan mengorbankan manusia yang tak berdosa, seandainya aku tidak tega untuk turun tangan membinasakan pria itu, bukankah sedari tadi ia sudah mati konyol di tanganku..." "Apa salahku" Bila sampai terjadi pembunuhan maka kejadian ini harus disalahkan dirinya sendiri, siapa suruh dia terlalu kemaruk akan harta..." Nadanya dingin, ketus dan sama sekali tidak disertai emosi, diam-diam Pek In Hoei bergidik juga menghadapi manusia semacam ini, banyak jago Bu lim yang pernah ia jumpai tapi belum pernah menemukan manusia seram macam Si Bu Mo.
Setelah suasana hening beberapa waktu, pemuda itu kembali tertawa dingin, katanya : "Ada urusan apa kau datang mencari diriku?" "Gampang sekali, aku datang untuk membalas dendam." "Membalas dendam...?" Pek In Hoei merasa belum pernah bertemu atau pun berkenalan dengan manusia yang mengaku bernama Si Bu Mo ini, dari mana permusuhan bisa terjadi?" Pemuda itu segera tertawa dingin.
"Hey! Kalau kau belum edan, mari kita bicarakan persoalan ini sebaik-baiknya, sekalipun aku si Jago Pedang Berdarah Dingin selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan telah banyak mengikat permusuhan dengan orang, seingatku belum pernah aku bermusuhan dengan manusia macam kau.
Kita toh tak pernah mengenal satu sama lain, bahkan bertemu pun baru pertama kali ini, dari mana kau bisa mengatakan bahwa kedatanganmu adalah hendak menuntut balas..." "Heeeh...
heeh bagus, bagus sekali, aku orang she Si bisa berkenalan dengan manusia semacam kau, hidupku memang boleh dibilang semakin semarak, kau tak usah mungkir lagi, dalam catatanku sudah tertulis jelas hutangmu setiap sen setiap ketip, kau mesti ingat hutang uang bayar uang, hutang nyawa bayar nyawa, masa begitu cepat kau telah melupakan peristiwa yang terjadi dalam selat Seng See Kok?" "Oooh...
iya" Kenapa aku tidak ingat kalau dalam selat Seng See Kok pernah hutang kepadamu?" "Tiba Si Bu Mo mendengus dingin, tegasnya : "Mau bayar atau tidak, yang penting aku orang she Si sudah penuju dirimu, bagaimana pun juga hutang itu harus dibayar berikut rentenya." Bagaikan segulung angin puyuh ia terjang ke depan secepat kilat, cakar mautnya langsung mencengkeram bahu pemuda itu, ke-lima jarinya yang tajam terasa amat sakit sewaktu menempel di kulit.
Pek In Hoei segera meloncat ke samping sindirnya sambil tertawa dingin.
"Huuuh... ! Cakarmu itu lebih kotor dan bau daripada cakar anjing, lebih baik simpan saja untuk garuk- garuk badanmu sendiri yang banyak kutu...
" Di luar ia mengejek, gerakan tubuhnya tidak mengendor, secara beruntun ia bergeser sebanyak tiga kali, dengan gampangnya pula tiga buah serangan berantai orang she Si itu berhasil dihindari.
"Bangsat cilik, mulutmu terlalu bau, aku harus sikat dulu bacotmu itu agar bisa memperdengarkan suara yang lebih merdu," teriak Si Bu Mo sambil tertawa seram.
Kali ini Jago Pedang Berdarah Dingin betul-betul sudah ketanggor batunya, ilmu silat yang dimiliki pihak lawan bukan saja sangat lihay, gerakan tubuhnya amat gesit bahkan mulutnya pun pandai berbicara.
Untuk beberapa saat lamanya ia merasa hatinya tercekat, tak teringat olehnya jago lihay dari manakah yang sedang dihadapinya saat ini.
Secara beruntun ia lancarkan dua serangan dahsyat, dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga memaksa Si Bu Mo mundur dua langkah ke belakang.
Sungguh lihay orang pincang she Si ini, setelah terdesak mundur ke belakang ia segera unjukkan kehebatannya dengan suatu gerakan tubuh yang aneh, tiba-tiba badannya menerjang ke depan dan merebut posisi baik lima jarinya bagikan kaitan langsung menyambar dada si anak muda itu.
"Sahabat karibku," ejeknya, "kenapa tidak undang keluar sahabat yang telah membantu mempopulerkan dirimu itu?" "Aku rasa tak perlu mencari bala bantuan," jawab Pek In Hoei sambil bacok pergelangan lawan.
"Bukankah sahabatmu juga belum kau undang untuk tinggalkan sarangnya?" Lengan kanannya tiba-tiba membalik mencengkeram senjata lawan yang tersembul di balik bahu, sementara kakinya dengan cepat menghadiahkan sebuah tendangan kilat.
Dalam keadaan begini terpaksa Si Bu Mo harus mundur enam langkah ke belakang, diam-diam ia kagum atas kehebatan lawannya yang masih muda belia itu.
"Tidak aneh kalau muridku masih bukan tandinganmu, rupanya kepandaian silat yang kau miliki hebat juga..." serunya kemudian sambil tertawa seram.
"Hmm... Jago Pedang Berdarah Dingin, ini hari aku orang she Si akan membagi keuntungan bagimu!" "Siapakah muridmu?" tanya Pek In Hoei melengak.
"Hmm.. hmm.. kau betul-betul seorang pelupa yang pikun, masa muridku juga sudah kau lupakan...
" sinar mata bengis berkilat tajam, sambil tunjukkan jari tangannya ia menambahkan : "Sekarang mungkin kau sudah tahu siapakah aku!" Cahaya tajam yang memancarkan sinar membara menyorot keluar dari ujung jarinya, begitu merah membara jarinya itu hingga menyerupai tongkat besi yang membara.
Pek In Hoei seketika berdiri terkesiap, dalam benaknya terbayang kembali olehnya akan wajah Toan Hong In, adik Toan Hong ya yang pernah menggunakan pula ilmu jari semacam itu.
Ia segera berseru : "Oooh...! Rupanya kau adalah tulang punggung Toan Hong In yang disebut sebagai suhu, waah...
kalau begitu maaf yaah kalau aku kurang hormat padamu, Eei...
pincang kenapa dari tadi kau tidak mau bilang bahwa kau bermodal cukong" Tahu begini sedari tadi aku orang she Pek sudah layani permintaanmu, mari..
mari.. mari kita mulai sekarang juga?"
"Kau dengar peristiwa ini dari siapa?" bisik Si Bu Mo dengan wajah pucat pias.
"Hmmm! Kau sendiri yang melakukan seharusnya kau mengerti sendiri benar atau tidak pernah terjadi peristiwa semacam ini, aku orang she Lo tidak akan ambil peduli seandainya kau gunakan ilmu jari itu untuk menghadapi orang lain, tapi kau...
kau betul- betul kejam, orang yang kau bunuh dengan ilmu tersebut justru adalah para penderma yang paling tersohor di kolong langit, si malaikat welas kasih Kong yo san dari See Ih, malaikat berwajah dingin berhati Budha Liok Ing Cu serta Sim Kiauw si nenek susah, bila mereka mengerti ilmu silat itu masih mendingan, tahukah kau bahwa ke-tiga orang penderma yang suka menolong manusia itu sama sekali tidak tahu ilmu silat" Dengan ilmu jari Hwee Gan Ci keluargaku, kau bunuh tiga orang dermawan, karena peristiwa itu hampir saja aku bentrok dengan kawan-kawan Bu lim..." Dengan sedih ia menghela napas panjang, terusnya : "Untung aku masih mempunyai beberapa orang sahabat Bu lim yang masih suka mempercayai diriku, setelah aku memberi penjelasan dan alasan yang kuat akhirnya persoalan ini bisa diselesaikan.
Meskipun demikian aku sudah tak punya muka untuk muncul kembali di dalam dunia persilatan, di hadapan para jago aku pernah bersumpah akan mengorek keluar jantungmu, kemudian kugunakan isi perutmu untuk bersembahyang di depan kuburan ke-tiga orang dermawan itu..." Sepasang matanya melotot besar, teriaknya : "Ayo jawab, mengapa kau bunuh mereka bertiga?" "Aku..." Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup melanjutkan perkataan itu, wajahnya gugup dan matanya terbelalak lebar.
"Si heng!" terdengar In Pat Long berseru keras, "Benarkah ke-tiga orang dermawan itu mati di tanganmu?" Si Bu Mo mengangguk.
"Aku silaf... yaah... aku mengaku salah... aku tak pernah menduga kalau aku telah melakukan perbuatan gila semacam itu." "Si Bu Mo!" In Pat Long berteriak kembali dengan gusar, "Kalau orang lain yang kau bunuh, aku tidak akan ambil peduli, tapi ke-tiga orang dermawan itu tidak seharusnya kau bunuh.
Coba bayangkan sendiri, bila kawan-kawan Bu lim ada yang kesusahan, tanpa buka suara mereka bertiga pasti akan berusaha keras untuk memberi bantuan, mau berapa diberi berapa, bahkan sampai aku pun berhutang budi kepadanya...
Si Bu Mo! Kau bisa membunuh mereka bertiga menandakan kalau otakmu sudah tidak waras...
mungkin kau sudah edan dan tidak beres otaknya...
kau benar-benar bukan seorang manusia..." Si Bu Mo yang dimaki cuma bisa menunduk dengan mulut membungkam, ia tahu sejak detik ini tiada harapan baginya untuk hidup tenang dalam wilayah See Ih lagi, terutama setelah semua orang Bu lim tahu bahwa dialah yang membunuh ke-tiga orang dermawan itu.
In Pat Long adalah seorang pria berdarah panas, setelah mengetahui rekannya sebagai pembunuh ke- tiga orang dermawan tersebut, hawa gusarnya segera berkobar, ia tuding hidung Si Bu Mo sambil makinya kalang kabut : "Kau telur busuk anak jadah...
kau harus mati... dulu aku masih mengira kau sebagai lelaki sejati, karena itu jauh-jauh dari ribuan li aku datang kemari untuk menyampaikan kabar kepadamu, siapa tahu kau adalah bajingan terkutuk di kolong langit, kau adalah manusia rendah berwajah manusia berhati srigala, kau pengecut dan kejam...
manusia she Si... aku benci kepadamu dan mulai detik ini akan membenci dirimu hingga akhir zaman, hubungan kita hanya sampai di sini saja, mulai sekarang kita sudah tak ada hubungan lagi, aku tak sudi bertemu dengan manusia semacam kau..." Jago berhati kasar ini tak bisa menahan emosinya lebih jauh, selesai berkata tanpa menoleh dia lantas putar badan dan lari menuju ke dalam hutan.
Si Bu Mo tertegun, lalu teriaknya keras-keras : "In-heng, tunggu sebentar..." "Hmm!" Lo Hong mendengus dingin, meskipun tabiat orang itu berangasan dan keras, ia belum kehilangan sifat jantannya, kau bisa berhubungan dengan seorang sahabat yang begitu setia kawan hal ini merupakan suatu rejeki bagimu...
kau boleh mati dengan hati lega..." "Kentut busuk makmu..." jerit Si Bu Mo.
"Lo Hong! Kau tiada hubungan dengan urusan ini, peduli amat hubunganku dengan In Pat Long...
lebih baik tutup saja bacot anjingmu yang bau itu, tak usah jual tampang tengik di hadapanku..." Rupanya kebencian telah berkecamuk di seluruh benaknya, segera timbul niat untuk beradu jiwa dalam hati orang ini, dia tarik napas panjang-panjang, segenap kekuatannya dihimpun jadi satu lalu bentaknya keras-keras : "Lo Hian! Ayoh kita mulai bertempur...
selembar jiwa aku orang she Si berada di sini, kalau kau merasa punya kepandaian ayoh maju...
jangan pentang bacot jual suara terus..." "Bangsat! Kejahatan yang kau lakukan udah terlalu banyak," ujar Lo Hian dengan alis berkerut, "sampai sekarang pun sifatmu itu masih menyelimuti jiwamu, baiklah! Kalau memang kau tak kenal bertobat, bukan saja aku orang she Lo akan balaskan dendam kematian ke-tiga orang dermawan itu akan kubasmi pula bibit bencana bagi seluruh umat dunia..." "Kentut busuk nenekmu! Kalian ayah dan anak pun bukan manusia baik-baik..." teriak Si Bu Mo sambil ayun pedangnya.
Lo Hong yang berada di sisi kalangan tak dapat menahan sabar lagi, dengan wajah hijau membesi karena mendongkol serunya : "Ayah, buat apa kita bersilat lidah lebih jauh dengannya" Terhadap manusia yang tak kenal budi seperti dia, lebih baik kita bunuh saja habis perkara..." Lo Hian menggeleng.
"Tunggu sebentar, keluarga Lo kita turun temurun boleh dibilang tak pernah melakukan perbuatan yang memalukan, sekarang ia menuduh kita orang jahat, biarkan kita tunggu dulu apa yang hendak dikatakan olehnya..." Dengan sorot mata yang tajam ia melotot ke arah Si Bu Mo, kemudian tanyanya : "Si Bu Mo, begitu benci kau terhadap keluarga Lo kami, apakah dari keluarga kami pernah melakukan kesalahan terhadap dirimu" Meskipun aku hendak membunuh dirimu, asal kau bisa mengutarakan sebab-sebabnya mungkin aku bisa memberikan keadilan kepadamu..." "Lo Hian, tahukah kau apa sebabnya timbul niatku untuk mencuri belajar ilmu Hwee Gan ci dari keluar kalian?" teriak Si Bu Mo penuh kebencian, "Kesemuanya ini bukan lain adalah hasil karya adikmu yang tersayang itu, ia meminjam nama besar serta kekuasaan keluarga Lo di wilayah See Ih memaksa engkohku Si Seng tak bisa tancapkan kaki lagi di situ, karena kejadian ini engkohku lantas mengadu kepadaku, aku tahu tiada harapan bagiku untuk menuntut balas, karena itu kucuri belajar ilmu silat kalian agar bisa digunakan menghadapi kalian berdua, sayang hasil latihanku belum memadai kehebatan yang berhasil kau capai..." "Oooh...
jadi Si Seng adalah engkohmu?"" "Benar, meskipun engkohku tidak mempunyai nama baik di wilayah See Ih, tidak semestinya kalau kalian buru dirinya terus hingga tiada jalan lain kecuali mati di tengah gurun pasir!" "Oooh...
jadi karena urusan sekecil ini kau lantas merusak nama baikku dengan lakukan pembunuhan- pembunuhan sadis tersebut" Kenapa tidak kau selidiki dulu bagaimanakah perbuatan serta tabiat engkohmu semasa hidupnya" Tahukah kau bahwa engkohmu telah membunuh Sam Si kongcu sekeluarga hanya disebabkan sebutir batu permata" Tahukah kau bahwa dia sudah memperkosa istri Sam Si kongcu serta adik perempuannya" Coba bayangkan! Seandainya adikku mengetahui peristiwa ini, sukakah dia lepaskan dirinya dengan begitu saja" Sebagai seorang Bu lim kau tak boleh mendengar tuduhan dari sepihak saja, sebelum tahu duduk perkara yang sebenarnya tak usahlah menuduh orang lain dengan tuduhan yang bukan-bukan!" Si Bu Mo tertegun mendengar ucapan itu, lama sekali ia baru berkata : "Engkohku tidak pernah mengatakan bahwa dia sudah memperkosa istri Sam Si kongsu serta adik perempuannya!" "Tentu saja ia tak mau mengakui kesalahannya di hadapanmu, tapi mengapa tidak kau selidiki tingkah lakunya selama berada di wilayah See Ih" Bila kau tinjau dari kejahatannya yang sudah tersohor, kau mesti bisa berpikir sampai ke situ..." seru Lo Hong.
"Si Bu Mo," ujar Lo Hian pula, "sekarang duduknya perkara sudah jelas, keadilan apa lagi yang kau inginkan dariku?" "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... " Si Bu Mo tertawa seram, "aku tak mau tahu bagaimana duduk perkara yang sebenarnya, aku hanya tahu membalaskan dendam bagi engkohku.
Lo Hian! Serahkan jiwa anjingmu..." pedang tajamnya disertai kilatan cahaya yang menyilaukan mata segera membacok tubuh Lo Hian setelah membentuk gerakan lingkaran busur di depan dada.
"Manusia yang tak tahu diri, kau benar-benar sudah bosan hidup?" bentak Lo Hian gusar.
Telapaknya berkelebat menembusi bayangan pedangnya yang rapat, segulung daya tekanan yang maha dahsyat segera menggulung keluar menghantam tubuh orang itu.
Bruuuk... Si Bu Mo menjerit kesakitan, tubuhnya mencelat ke tengah udara dan muntah darah segar, senjatanya terlepas dari cekalan.
"Kau... kau..." seru Si Bu Mo gemetar.
"Hmmm! Siapa berdosa dia harus terima hukumannya, jangan salahkan kalau aku berhati keji!" "Lo Hian, jangan terlalu mendesak diriku, aku Si Bu Mo pasti akan membalas dendam sakit hati ini walaupun hal ini baru akan kulakukan setelah dua puluh tahun kemudian...
Hmmm! Saat penitisanku kembali di dunia, berarti bagi kita untuk selesaikan hutang darah ini!" Ia sambar pedang yang menggeletak di atas tanah lalu ditusuk ke atas dada sendiri, darah segar menyembur keluar bagaikan pancuran air, diiringi teriakan nyaring tubuhnya berkelejot dan menemui ajalnya.
"Ehmmm... ternyata kau masih patut disebut seorang pria sejati..." bisik Lo Hian dengan wajah murung.
Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah pin, lalu ujarnya : "Sahabat Pek, mari kita cari tempat untuk baik-baik berbicara!" "Terserah, akan kuiringi kemana pun juga kau pergi..." Derap kaki kuda berkumandang memecahkan kesunyian yang mencekam hutan tersebut, di atas permukaan tanah hanya tertinggal sebercak darah kental serta sesosok mayat yang tak bernapas lagi.
Ia adalah mayat dari Si Bu Mo yang mati sekarat di tangan sendiri.
***** Seekor burung rajawali terbang rendah dan hinggap di atas permukaan, dua sosok bayangan manusia loncat turun dari punggung burung itu.
Lo Hong menyapu sekejap sekeliling tempat itu, lalu bertanya : "Ayah, mungkinkah Jago Pedang Berdarah Dingin datang memenuhi janji?" Lo Hian tertawa dingin.
"Aku rasa bocah keparat itu tak nanti bisa meloloskan diri, kecepatan terbang rajawali kita nomor satu di kolong langit, aku percaya kita masih mampu mengejar dirinya.
Hmm... Hong-jie, bagaimana kesanmu terhadap manusia yang menamakan dirinya Jago Pedang Berdarah Dingin ini?"
LO HONG nampak tertegun, kemudian menjawab : "Orang itu tinggi hati dan berwatak keras, ilmu silat yang dimilikinya luar biasa, kenapa sih ayah menanyakan soal ini?" "Emm betul dia seorang pemuda berbakat baik, aku hanya tidak mengerti apa sebabnya ia dibiarkan berkelana seorang diri dalam dunia persilatan, kenapa ayahnya tidak suruh ia baik-baik mempelajari ajaran nabi..." "Ayah kenapa kau suka urusi orang lain," tegur Lo Hong dengan alis berkerut.
"Jago Pedang Berdarah Dingin adalah putra Pek Tiang Hong, mungkin saja sejenak lagi kita bakal bermusuhan, apa gunanya kita membicarakan tentang orang itu?" "Hong ji, kau tak tahu rumitnya persoalan ini..." "Urusan apa ayah?" tanya Lo Hong tercengang, "biasanya kau selalu terbuka, mengapa sikapmu pada malam ini aneh sekali" Bicara pun ragu-ragu..." "Nak, aku hendak mengatakan sesuatu kepadamu, sebetulnya kau bukan putraku!" Sekujur badan Lo Hong gemetar keras, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya, dengan hati terkejut ia berseru : "Ayah, kau kenapa sih" Makin lama pembicaraanmu semakin melantur" Kalau aku bukan anakmu lantas anak siapa" Jangan bergurau ah, kalau sampai terdengar orang lain kita kan malu!" "Nak, aku tidak melantur...
kejadian sesungguhnya adalah demikian," ujar Lo Hian serius.
"Kau betul-betul bukan keturunan dari keluarga Lo kami..." Seakan-akan si orang tua ini menyadari sesuatu, mendadak perkataannya terhenti sampai di tengah jalan, dengan pandangan sedih ditatapnya pemuda di depan mata yang dididik dan dipelihara dengan susah payah itu, dia merasa dalam waktu yang singkat hubungan mereka berdua seakan-akan telah berpisah oleh suatu jurang yang amat dalam.
"Ayah!" seru Lo Hong kembali.
"Mungkin kau mabuk...
mungkin kau terlalu banyak minum tuak, kenapa sih pembicaraanmu melantur tak ada juntrungnya" Kalau ingin bergurau janganlah bergurau yang bukan- bukan...
Ayah! Sejak masuk ke daratan Tionggoan, aku lihat pikiranmu mulai kabur...
kau seperti kehilangan semangat, apa yang sebenarnya telah terjadi?" "Aaah! Tak ada urusan...
tak apa-apa..." sahut Lo Hian sambil menggeleng.
"Mungkin aku memang mabuk...
mungkin aku sudah terlalu banyak minum arak sehingga omelanku tak karuan.
Nah! Kau jangan marah dengan ucapanku yang tidak karuan tadi.
Aaaai... setiap malam bulan purnama aku selalu ingat akan ibumu, sebab sewaktu dia menghembuskan napas yang terakhir tepat bulan sedang bersinar dengan terangnya...
yaaah! Dalam keadaan sedih aku memang sering mengucapkan kata-kata yang konyol, maafkanlah diriku nak..." "Ayah! Mengapa kau ucapkan kata-kata semacam itu" Masa aku bisa menyalahkan ayah" Cuma perkataanmu malam ini memang rada aneh, hal ini membuat aku jadi bingung dan tak habis mengerti." "Haaaah...
haaaah... haaaah... "Lo Hian tertawa terbahak-bahak, dengan gelak tertawa tersebut ia berusaha menguasai rasa kikuk dan jengah yang menyelimuti dirinya, sambil berpaling memandang rembulan di angkasa ujarnya, "makin tua aku memang semakin konyol, apa yang telah kuucapkan pun tak kumengerti sendiri, mungkin pikiranku sudah sinting karena pengaruh arak..." "Benar!" Lo Hong mengangguk, "Sejak memasuki daerah Tionggoan, baru pertama kali ini ayah minum arak begitu banyaknya, sampai-sampai si pemilik rumah makan pun sepanjang tahun belum pernah ia jumpai orang dengan takaran arak sedemikian besarnya..." "Aaah...! Kalau cuma itu sih masih terlampau sedikit, di kala masih muda aku selalu minum sampai betul- betul mabuk, sebelum mabuk aku tak pernah berhenti minum, sampai-sampai jago minum arak yang begitu banyak terdapat di wilayah See Ih sama-sama kagum dan tunduk kepadaku, tapi sekarang...


Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aaaai! Aku memang sudah tua dan tak berguna lagi..." Plook...
Plooook... Ploook... derap kaki kuda yang ramai berkumandang memecahkan kesunyian, kian lama suara itu kian mendekat.
Air muka Lo Hong berubah hebat, segera serunya : "Ayah, Jago Pedang Berdarah Dingin telah datang!" Di bawah cahaya rembulan terlihatlah jago pedang berdarah dingin dengan jubahnya yang lebar, wajahnya yang tampan dan mata yang tajam bagaikan sepasang belati muncul dari balik kegelapan.
Lo Hian segera mendongak dan tertawa terbahak- bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagua! bagus! Ternyata kau datang untuk memenuhi janji." Pek In Hoei mendengus dingin, sambil melayang turun dari punggung kuda ia menjawab : "Setelah diundang oleh cianpwee, tentu saja aku harus datang memenuhi janji." "Oooh! Kau malah berlaku sungkan terhadap diriku," kata Lo Hian agak tertegun, "walaupun usiaku telah lanjut tetapi aku tak berani membahasai diri sebagai cianpwee, apalagi berada di hadapan jago pedang nomor satu di daratan Tionggoan, aku tak berani berjual lagak." "Kau terlalu merendahkan diri, entah ada urusan apa kalian undang kehadiranku kemari" Apakah kalian bisa segera menjelaskan?" Lo Hong melirik sekejap ke arah ayahnya, lalu berkata : "Ayah, lebih baik kau saja yang mengatakan!" Lo Hian mengangguk, air mukanya berubah membesi dengan suara dalam ia bertanya : "Di antara keluarga Pek yang melakukan perjalanan di daratan Tionggoan, adakah seseorang yang bernama Pek Tiang Hong?" Pek In Hoei terkejut tak mengira kalau orang yang dicari Lo Hian berdua adalah ayah sendiri, rasa curiga segera berkelebat memenuhi benaknya.
"Dia adalah ayahku!" ia menyahut dengan hormat.
Jawaban itu seketika itu juga menyedihkan wajah Lo Hian, sampai Lo Hong yang bersikap dingin pun berubah hebat, pemandangan semacam ini semakin mencengangkan hati Pek In Hoei, pikirnya dalam hati : "Ada urusan apa mereka cari ayahku?" "Sekarang di berada di mana?" terdengar Lo Hian bertanya kembali.
"Katakan dulu sikapmu yang sebetulnya, ada urusan apa kau cari ayahku" Kalau aku merasa penting untuk memberitahukan kepadamu, aku pasti akan mengatakan sebenarnya!" "Persoalan ini tak bisa ditanggulangi olehmu, lebih baik undang keluar bapakmu!" ujar Lo Hong ketus.
Pek In Hoei jadi tak senang hati, ia tertawa dingin.
"Kalau ayahku ada hutang, aku sebagai putranya wajib untuk memikul hutang tersebut, bila ayahku ada persoalan maka sedikitnya aku pun bisa mengatasinya, kau tak usah memanasi hatiku dengan kata-kata, bila ada urusan, aku si Jago Pedang Berdarah Dingin pasti akan memberikan keputusan yang memuaskan hati." "Perkataan anakku sedikit pun tidak salah," kata Lo Hian secara tiba-tiba sambil menghela napas sedih.
"Urusan ini baru akan selesai bila ayahmu muncul sendiri, Pek sau-enghiong, kau tak akan mengerti rumitnya persoalan ini." "Haaaah...
haaaah... haaaah... seandainya ayahku tidak berada di sini, apakah kalian juga akan menemui dirinya?" "Kurang ajar, wilayah See Ih dengan Tionggoan terpisah begitu jauh pun kami ayah dan anak bersusah payah datang kemari, sekalipun dia tak ada di sini, asal masih terbatas di wilayah Tionggoan, kami tentu akan menemukannya hingga dapat," seru Lo Hong dengan sangat gusar.
Pek In Hoei sendiri juga agak naik pitam melihat kekasaran lawannya, ia bergerak satu langkah ke depan lalu menjawab : "Selamanya kau tak bakal temukan ayahku, dengan wataknya yang jelek dan perbuatanmu yang menjemukan, kau masih belum berhak untuk menjumpai ayahku!" "Bangsat cilik, rupanya kekurangajaranmu persis seperti bapakmu tempo dulu," maki Lo Hong sangat marah, "Aku orang She Lo paling benci dengan manusia bangsa kurcaci semacam kau.
Bila malam ini aku tak mampu memberi pelajaran kepadamu, aku bukanlah keturunan dari keluarga lo!" Watak orang ini terlalu berangasan setelah kemarahannya meledak seluruh kesadaran otaknya tak terkondisikan lagi, bersambung dengan selesainya perkataan itu sang badan segera menerjang ke muka, telapak kanannya diayun melancarkan sebuah pukulan geledek.
Segulung hawa pukulan yang sangat kuat memancar keluar dari balik telapak tangannya, inilah ilmu 'Sin Lo Ciang' suatu kepandaian yang paling ampuh di antara ilmu pukulan lain asal wilayah See Ih.
"Huuh! Keturunan keluarga Lo masih belum terhitung seberapa bagi orang-orang Tionggoan," maki Pek In Hoei pula tak kalah gusarnya, "Kalau kau ingin menggunakan nama besar keluarga Lo untuk menakut-nakuti orang Tionggoan, maka lebih baik bawalah semangatmu itu pulang ke negeri asalmu!" Dari gerakan pukulan yang sangat aneh itu, ia menyadari bahwa pemuda she Lo itu pun seorang jago lihai, ia tak berani gegabah, diawasinya seluruh gerakan tersebut dengan seksama.
Menanti ujung telapak lawan sudah tinggal satu depa di depan tubuh, tubuhnya baru bereaksi, telapaknya dengan gerakan yang cepat dan ganas langsung membacok pergelangan musuh.
"Hong ji!" sementara itu terdengar Lo Hian telah menegur dengan suara dalam, "sebelum urusan dibikin jelas, siapa yang suruh kau turun tangan?" Lo Hong jadi kaget, walaupun ia ada maksud menjajal kepandaian yang dimiliki si Jago Pedang Berdarah Dingin, tapi setelah ditegur oleh ayahnya ia tak berani membangkang.
Sambil loncat keluar dari kalangan ditatapnya wajah si anak muda itu dengan mata melotot.
"Tunggu saja nanti, kupuntir batang lehermu sampai patah!" teriaknya dengan geram.
"Hmmm! Kalau kau merasa mampu untuk berbuat begitu, setiap saat akan kulayani keinginanmu!" Air muka Lo Hian berubah semakin seram ketika dilihatnya ke-dua orang itu tak mau saling mengalah, ia mendelik sekejap ke arah putranya lalu tarik napas panjang-panjang.
"Pek kongcu, benarkah ayahmu tak ada di sini?" ia bertanya.
"Sudah kukatakan sedari tadi, ayahku tak ada di sini, ada urusan apa sih kok ayahku harus tampil sendiri?" "Aaai...! Pek Tiang Hong mempunyai hubungan yang sangat dalam dengan keluarga Lo kami, bila ia tidak munculkan diri kembali maka ada kemungkinan besar para jago dari wilayah See Ih akan menyerbu daratan Tionggoan secara besar-besaran; Bila sampai terjadi begini maka ke-dua belah pihak tentu akan jatuh korban, seorang lelaki sejati berani berbuat dia harus berani menanggung, bila ayahmu tahu bahwa aku telah datang maka dia pasti akan munculkan diri untuk menemui diriku." Jago Pedang Berdarah Dingin semakin tertegun, ia tak mengira kalau urusan begitu serius, tidak banyak yang ia ketahui mengenai urusan ayahnya dan ia tak tahu karena urusan apa ayahnya sampai bentrok dengan jago-jago dari See Ih tetapi setelah ayahnya meninggal ia merasa dialah yang harus bertanggung jawab atas semua perbuatan ayahnya, maka dengan wajah serius ujarnya : "Dapatkah kau menerangkan lebih jauh mengenai urusan tersebut?" Lo Hian termenung sejenak, kemudian mengangguk : "Baiklah," katanya, "lima belas tahun berselang, ayahmu Pek Tiang Hong mendapat perintah dari jago pedang sakti Cia Ceng Gak untuk menjumpai manusia sakti Lei Hun Cin Kun, ia mendapat tugas untuk pelajari ilmu 'Lei Hun Sin Kang' yang maha sakti dari jago lihay itu.
Lei Hun Cin Kun sebagai sahabat karib dari Cia Ceng Gak tentu saja bersedia memenuhi keinginannya itu." "Pada malam berikutnya kepandaian tadi siap diwariskan kepada Pek Tiang Hong, tapi kebetulan sekali See Ih Sam Hong sedang berkunjung di rumah kediaman Lei Hun Cin Kun, mereka merasa keberatan bila ilmu silat aliran See Ih diwariskan orang asing bahkan dalam pembicaraan tadi memandang rendah ilmu silat aliran Tionggoan..." Ia berhenti sejenak untuk mengenang kembali kenangan di masa lampau beberapa saat kemudian ia tarik napas panjang dan melanjutkan : "Pek Tiang Hong yang punya ambisi untuk menjagoi wilayah See Ih, tentu saja tak mau mengalah terhadap ucapan dari See Ih Sam Hong tadi, akhirnya ke-dua belah pihak saling bentrok dan bertempur.
"Lei Hun Cin Kun ada maksud membantu Pek Tiang Hong, apa lacur dengan See Ih Sam Hong dia pun punya hubungan erat, dalam keadaan begini ia cuma bisa berpeluk tangan belaka."
"Dalam pertarungan itu ptk unjukkan kelihayannya yang benar-benar hebat, ia tidak gentar menghadapi kerubutan tiga jago dari See Ih itu bahkan berhasil mengimbangi permainan musuh-musuhnya, hal ini bukan saja membuat Lei Hun Cin Kun merasa kagum, See Ih Sam Hong sendiri pun kagum dengan kehebatannya, lama kelamaan dalam malunya Sam Hong jadi gusar, mereka segera keluarkan ilmu Lian Kiam Hoat, suatu kepandaian maha sakti dari wilayah See Ih untuk menggempur musuhnya, dalam jurus ke-seratus lima puluh, Pek Tiang Hong keteter hebat dan terpaksa harus terjang keluar dari kepungan untuk melarikan diri..." "Ayahku lari ke mana?" tanya Pek In Hoei terkejut.
"Ayahmu mengatakan hendak membalas dendam atas sakit hati tersebut, hal ini memancing napsu membunuh bagi tiga jago dari See Ih, walaupun mereka berjanji akan hidup damai di hadapan Lei Hun Cin Kun, tapi secara diam-diam ke-tiga orang itu melakukan pengejaran terus menerus, Pek Tiang Hong jadi terdesak hebat, suatu ketika dia telah lari masuk ke dalam perkampungan keluarga Lo kami." "Aaah...
Ayahku lari ke dalam rumahmu?" Lo Hian mengangguk.
"Saking gugupnya Pek Tiang Hong telah lari masuk ke dalam kamar seorang putri angkatku, ketika itu putriku sedang membaca buku di kamar, sewaktu melihat ada seorang pria yang berlumuran darah lari masuk ke dalam kamarnya, ia sangat terperanjat, Pek Tiang Hong sendiri pun tertegun, setelah menerangkan maksud kedatangannya ia minta tolong putriku untuk membantu dirinya lolos dari bencana..." "Ayah! Kau mengatakan cici bukan anakmu?"" seru Lo Hong.
"Benar!" Lo Hian mengangguk, "Dia juga putri angkatku, jangan lupa bahwa ibumu adalah seorang mandul yang tak bisa punya anak karena setiap hari murung dan tak senang hati, maka...
aaaai!" ia menghela napas panjang sambil memandang wajah Pek In Hoei ujarnya kembali : "Putriku adalah seorang perempuan yang dapat menyelami perasaan orang, dalam keadaan begini ia sembunyikan Pek Tiang Hong di bawah kolong ranjangnya, dengan demikian ayahmu pun berhasil loloskan diri dari pengejaran See Ih Sam Hong.
Siapa tahu... aaaai! Kejadian itu pun muncul karena persoalan ini, ternyata putriku telah jatuh hati kepada ayahmu bahkan mengatakan hendak menyerahkan kesucian kepadanya, dalam keadaan begini Pek Tiang Hong jadi serba salah, akhirnya dia mengatakan bahwa dirinya telah berkeluarga..." "Betul!" Pek In Hoei membenarkan.
"Tindakan ayahku memang tepat sekali." "Aaaai...
sungguh kasihan putriku yang jatuh cinta kepadanya, saat itu dia mengatakan bahwa ia rela jadi istri mudanya, Pek Tiang Hong tak dapat menolak permintaannya dan terpaksa menyanggupi, atas prakarsaku maka mereka berdua kunikahkan bahkan kepada sism pun kukatakan bahwa Pek Tiang Hong adalah menantu keluarga Lo kami, karena memandang wajahku, sejak itu pula mereka tidak mencari balas terhadap diri ptk lagi." "Jadi ayahku telah menerima tawaran itu?" "Benar, di saat hari pernikahannya hampir seluruh orang ternama di wilayah See Ih telah diundang datang, siapa tahu pada detik yang terakhir tiba-tiba Pek Tiang Hong lenyap tak berbekas, kejadian ini membuat aku orang she Lo jadi malu dan ditertawakan oleh semua orang." Pek In Hoei tertegun, ia tak mengira kalau ayahnya bakal kabur di saat hari perkawinannya, dari air mata yang jatuh berlinang membasahi wajah Lo Hian, ia tahu bahwa kejengahan serta kerikuhan yang dihadapi orang she Lo pada waktu itu benar-benar susah diatasi.
Ia menghela napas karena kasihan, tak sepatah kata pun sanggup diucapkan keluar kecuali memandang kakek itu dengan mata mendelong.
Lo Hian menghela napas panjang, ujarnya kembali : "Yang paling merasa sedih bukanlah aku melainkan putriku, setelah mengalami pukulan batin yang demikian berat ia jadi bodoh dan tak sadarkan diri, keesokan harinya ia jadi gila karena tak kuasa menghadapi kenyataan, kejadian ini membuat aku jadi menyesal sepanjang hidup..." "aaah...
apa" Putrimu jadi gila?" jerit Pek In Hoei.
"Lo Hong mendengus. "Hmm! Dalam sedihnya enciku tentu saja jadi gila, huuh...
Pek Tiang Hong itu manusia apa" Dia tak kenal budi, bukan saja keluarga Lo kami kehilangan muka, bahkan seluruh jago See Ih pun merasa pipinya bagaikan ditampar, bila kali ini kami gagal menemukan Pek Tiang Hong, seluruh jago wilayah See Ih akan menyerbu kemari sebelum berhasil membunuh mati bajingan yang lupa budi itu, kami bersumpah tak akan berhenti!" "Tutup mulut!" bentak Pek In Hoei dengan wajah berubah, "meskipun ayahku pernah berbuat salah, tetapi aku larang kau memaki dirinya dengan kata- kata yang tak karuan, lagi pula dalam persoalan ini kesalahan terletak pada ke-dua pihak, kalian tak dapat menyelami kesulitan yang dialami pihak lain, jika kalian adalah orang cerdik, semestinya kalian bisa berpikir mengapa ayahku menolak perkawinan tersebut, jika urusan dipikirkan secara masak-masak, aku percaya tak nanti bakal terjadi peristiwa ini." "Kentut busuk! Kalian manusia dari keluarga Pek adalah orang-orang yang tak kenal budi," jerit Lo Hong penuh kebencian.
"Apa" Kau bilang apa ?" hardik Pek In Hoei amat gusar, "Kalau tidak teringat bahwa keluarga Lo kalian pernah menyelamatkan jiwa ayahku, hmm ! Kupuntir batang lehermu sampai patah dua bagian!" "Bangsat, kau berani menghina orang ?" "Kami orang-orang dari keluarga Pek, belum pernah menghina orang!" "Urusan toh sudah berlangsung, apa gunanya ribut dengan percuma ?" ujar Lo Hian sambil goyangkan tangannya.
"Kita harus mencari akal untuk menyelesaikan persoalan ini.
Sayang putriku jadi gila, semua keluarga Lo telah diutus ke pelbagai daerah untuk mencari tabib pandai, atas pemeriksaan Atoli seorang dukun tersohor di wilayah See Ih dikatakan bahwa penyakit yang diderita putriku adalah sakit rindu, kecuali kedatangan Pek Tiang Hong pribadi tak mungkin penyakitnya dapat diobati lagi.
Oleh sebab itulah maka aku segera datang ke daratan Tionggoan.
Pertama untuk menyelesaikan masalah Si Bu Mo dan kedua untuk mencari Pek Tiang Hong agar bisa diajak menemui putriku....
" Diam-diam Pek In Hoei mengeluh di dalam hati segera pikirnya : "Sungguh tak kusangka urusan berubah jadi begini dan yang lebih parah lagi kejadian ini justru terjadi setelah ayahku mati apa yang harus kulakukan sekarang" Kalau kukatakan tentang kematian ayahku, Lo Hian tentu semakin sedih." Diam-diam ia menghela napas panjang, ujarnya: "Urusan ini memang sulit untuk diselesaikan." "Pek kongcu," kata Lo Hian kemudian setengah memohon, "Sekarang katakanlah kepadaku, di manakah ayahmu berada ?" "Tentang soal ini..." Lo Hong yang pada dasarnya sudah amat gusar, sekarang makin meluap hawa amarahnya setelah menyaksikan keragu-raguan Pek In Hoei, teriaknya setengah menjerit: "Kenapa kau tidak berani menjawab?" "Oooh ! Kau ingin main gertak " Haaa...
haaa... selama berkelana di dalam dunia persilatan belum pernah aku si jago pedang berdarah dingin tunduk kepada orang lain.
Lo Hong! Kemampuanmu masih terpaut jauh kalau dibandingkan dengan diriku." "Ayah!" teriak Lo Hong marah, "Apa gunanya kita mesti berlaku sungkan-sungkan dengan manusia semacam ini" Aku sudah ak dapat menahan diri lagi, walaupun nanti aku bakal kau marahi, sekarang akan kulampiaskan rasa mengkal dan mendongkolku yang sudah tak tertahan lagi." Ia cabut pedangnya yang tersoren di punggung diiringi kilatan cahaya tajam yang membentuk setengah lingkaran di tengah udara, ia tusuk tubuh pemuda itu.
"Hmm! Kau cari penyakit buat diri sendiri, jangan salahkan kalau aku bersikap keji padamu," seru Pek In Hoei dengan wajah berubah hebat.
Laksana kilat tubuhnya bergeser ke samping, pedang sakti penghancur sang surya dikebaskan ke muka menyongsong datangnya senjata lawan, lalu ia kirim satu bacokan dahsyat.
Traaang... percikan bunga api meletup di angkasa, tubuh kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur ke belakang.
Tercekat hati Lo Hong merasakan kelihayan lawannya, ia berpikir: "Sungguh luar biasa pemuda ini, rupanya ilmu pedang yang berhasil ia yakini sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Andaikata aku tidak belajar ilmu pedang sedari kecil mungkin saat ini juga aku sudah jatuh kecundang di tangannya." Seluruh kekuatannya segera dihimpun di dilam senjatanya, sambil meraung keras, selapis kabut bayangan yang tajam segera mengurung tubuh Pek In Hoei.
"Hong ji !" tegur Lo Hian dengan wajah berubah, "Kau telah menggunakan ilmu pedang Lo-kong Kiam- hoat ?" "Tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan terlalu hebat, terpaksa aku harus menggunakan kepandaian ini untuk menghadapinya," Berada di tengah kepungan kilatan cahaya pedang lawan, Pek In Hoei tak sanggup menggeserkan tubuhnya secara leluasa, diam-diam ia terkejut juga menghadapi kelihayan ilmu tersebut.
Walaupun begitu serangan Lo Hong yang bertubi-tubi sama sekali tak mampu menempel seujung rambut pun, hal ini membuat Lo Hong semakin gusar.
Ia tertawa seram, dengan jurus Bong-bong-thay-khek pedangnya langsung membabat jalan darah Ci-Ti di tubuh lawan.
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Huuuh.......... jurus seranganmu itu bagi kami orang Tionggoan merupakan suatu gerakan yang paling rendah."
DENGAN sebat badannya berkelit ke samping, tubuhnya enteng bagaikan segumpal kapas, secara manis dan tepat ia berhasil lolos dari antara bayangan pedang, kejadian ini membuat Lo Hian pun secara diam-diam merasa terkejut.
"Omong kosong !" teriak Lo Hong marah.
"Kalau kau punya kepandaian gunakan dulu jurus seperti itu." Jago Pedang berdarah dingin menyadari akan sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki lawan, ia ada maksud menggusarkan musuhnya itu agar banyak kesempatan baginya untuk pukul roboh orang itu.
Sekarang setelah menyaksikan Lo Hong amat gusar, dalam hati ia merasa sangat geli, ia tahu pada saat inilah merupakan kesempatan yang baik untuk mengacaukan pikiran lawan.
Sambil tertawa tergelak tubuhnya lompat ke tengah udara, lalu serunya : "Apa sih susahnya melakukan serangan dengan gerakan tadi ?" Ujung pedangnya menyambar dari bawah menuju ke atas, dengan gerakan langkah yang persis sama dengan jurus Bong bong bu kek tadi ia tirukan gerakan tersebut.
Lo Hian berdua jadi tercekat hatinya, sekarang mereka baru mau mengakui akan kelihayan musuhnya yang mampu meniru jurus serangan orang hanya dalam sekali pandangan belaka.
"Bagaimana?" ejek Pek In Hoei dingin.
"Huuh! Secara paksa sih boleh dibilang lumayan, tapi siapa pun tahu bahwa ilmu itu hasil curian!" "Bajingan, kuberi muka padamu kau tak mau, sekarang rasakanlah kelihaian ilmu pedang penghancur sang surya ku !" Agaknya ia ada maksud menyusahkan Lo Hian berdua, serangan yang kemudian dilancarkan sama sekali tak kenal ampun, di kala Lo Hong masih terkejut, tahu-tahu ujung pedang lawan sudah mengancam di depan dadanya.
Air muka orang she Lo itu berubah hebat katanya: "Aku akan adu jiwa denganmu !" Timbul tekadnya setelah merasa jiwanya terancam, secara beruntun pedangnya melancarkan tujuh buah serangan berantai dengan harapan dapat melumpuhkan serangan lawan, apa lacur kepandaian musuhnya terlalu lihay, ia rasakan lengannya jadi kaku dan tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari genggaman.
"Kau... kau... mengapa kau tidak bunuh diriku ?" seru Lo Hong dengan suara gemetar.
"Anggaplah perbuatanku ini sebagai pembalasan budi atas pertolongan keluarga Lo terhadap ayahku," jawab Pek In Hoei dingin, "Sekarang di antara kita sudah tiada ikatan budi lagi, bila kau tidak puas pungut kembali pedangmu itu, tapi aku hendak peringatkan lebih dulu, serangan yang bakal kulancarkan nanti adalah serangan mematikan, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi seperti barusan." "Siapa yang sudi menerima kebaikanmu itu ?" teriak Lo Hong sambil pungut kembali pedangnya.
"Hong ji!" cegah Lo Hian sambil maju ke depan, "Ilmu silatmu masih terlampau jauh ketinggalan dari kepandaian lawan, ayo segera mundur ke belakang! Ilmu pedang penghancur sang surya adalah ilmu pedang nomor satu di kolong langit, kau tak nanti bisa menangkan dirinya!" "Ayah! Masa urusan cici akan kita sudahi sampai di sini saja?" teriak Lo Hong marah.
"Ilmu silat kita tak mampu menangkan lawan, apa yang mesti kita katakan lagi ?" sahut Lo Hian sedih, "bila persoalan masih bisa dirundingkan, lebih baik kita bicarakan persoalan ini secara baik baik, seandainya perundingan tak mendatangkan hasil, terpaksa kita harus kembali dulu ke wilayah See-ih untuk mengundang bala bantuan !" Ia memandang sekejap ke arah Pek In Hoei dengan pandangan dingin, titik air mata nampak meleleh dari matanya, hal ini membuat Pek In Hoei ikut merasa terharu.
"Pek kongcu!" kembali Lo Hian berkata dengan nada sedih, "Aku hanya mempunyai dua anak angkat, satu putra dan satu putri, kini putriku sudah hampir lima belas tahun lamanya mengidap penyakit gila, setiap hari ia meneriakkan nama ayahmu terus menerus, siksaan badan dan batinnya sukar kubayangkan dengan kata-kata.
Aku berharap kau jangan terlalu kukuh pada pendirianmu, katakanlah kepadaku di mana ayahmu berada aku pasti akan bertindak seadil-adilnya." Jago pedang berdarah dingin menghela napas sedih dan menggeleng jawabnya: "Locianpwee, aku pun tak tahu bagaimana harus membuka mulutku untuk menjawab pertanyaanmu itu." "Apakah Pek Kongcu mempunyai kesulitan yang tak dapat mengatakannya keluar?" "Aku takut setelah cianpwe mengetahui kejadian ini, maka kesedihanmu akan semakin bertambah..." "Apa yang berharga bagi kita untuk sedihkan?" jengek Lo Hong sambil tertawa dingin, "Asal Pek Tiang Hong bisa ditemukan, itu berarti penyakit yang diderita ciciku ada harapan untuk sembuh........." "Hm! jangan terlalu percaya pada keyakinanmu sendiri, aku tak mau mengatakannya adalah demi kebaikan ke-dua belah pihak, mungkin kau bisa menahan diri tetapi ayahmu tak mungkin bisa tahan...." "Kongcu kau tak usah pedulikan terhadap diriku, beritahulah kepadaku..." "Yah...
kalau memang begitu apa boleh buat" ayahku telah meninggal dunia..." "Apa?" hampir pada saat yang bersamaan Lo Hian serta Lo Hong berteriak kaget, mereka berdiri menjublak dan tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun...
"Ia benar-benar sudah mati....
oooh dia benar-benar sudah mati...
jerit Lo Hian dengan penuh kesedihan...
Putriku... ooh putriku... Pek Tiang Hong telah mati...
itu berarti penyakitmu tak bakal sembuh lagi...
ooh jelek benar nasibmu...
kau hanya bisa menantikan ajalmu saja...
Sambil berseru penuh kepedihan orang tua itu putar badan dan berlalu dengan sempoyongan.
"Ayah! kenapa kau?" jerit Lo Hong dengan suara gemetar.
"Mari kita kembali ke See Ih, di sini tak ada urusan yang perlu kita selesaikan lagi..." Kegelapan menelan bayangan tubuh mereka berdua...
yang tertinggal hanya kesedihan yang tak terhingga....
Fajar baru saja menyingsing, kabut yang tebal menyelimuti seluruh permukaan hingga susah bagi manusia untuk memandang benda yang berada di hadapannya.
Dengan termangu-mangu Pek In Hoei berdiri seorang diri di tengah gumpalan kabut, ia termenung dan memikirkan nasib sendiri...
ia merasa lelah untuk melakukan perjalanan terus menerus dalam dunia persilatan...
suatu ketika ia ingin mencari tempat yang sunyi dan tenang untuk melanjutkan sisa hidupnya dengan aman dan bahagia.
Suara langkah kaki yang lirih berkumandang dari kejauhan, begitu lirih suara itu seolah-olah hembusan angin Barat yang kencang, seandainya bukan seorang jago dengan pendengarannya yang tajam, niscaya suara langkah kaki itu tak akan kedengaran.
Pek Ia HoeI tersentak bangun dari lamunannya.
ia perhatikan sejenak suara lirih tadi kemudian berpikir : "Siapakah orang itu" sepagi ini sudah ada orang datang kemari, sungguh aneh!" Dari balik gumpalan kabut yang tebal secara lapat- lapat bergerak mendekat sesosok bayangan tubuh yang langsing dan kecil, Jago pedang berdarah dingin semakin tercengang, segera tegurnya : "Siapa di situ?" "Aku!" jawab bayangan manusia itu sambil menghentikan langkah kakinya, "Pek In Hoei, aku minta kau segera tinggalkan tempat ini, bila kau tak mau pergi dari sini sebelum kabut yaug tebal buyar, maka keadaan itu tidak akan mendatangkan keberuntungan bagimu!" Suara itu sangat dingin dan seakan-akan sedang menekan suatu perasaan kaget dan takut yang tak terhingga, Pek In Hoei tertegun, ia merasa suara itu seakan-akan pernah dikenal olehnya, hanya ia lupa di manakah ia pernah mendengar suara tersebut.
"Siapa kau?" kembali ia menegur, "Mengapa aku harus tinggalkan tempat ini?" "Aku hanya seorang perempuan yang tak perlu kau ingat, mungkin bayanganku telah lenyap dari benakmu dan aku harap kau pun tak usah memikirkan lagi siapakah daku.
Pek In Hoei! kehadiranmu di sini hanya akan menimbulkan ketidaktenangan bagi banyak orang, dengarlah nssehatku dan segera tinggalkanlah tempat ini daripada kau ketimpa bencana yang akan mencelakai dirimu sendiri..." "Aaah...
haah... nona perkataanmu itu sangat membingungkan hati orang, kehadiranku di tempat ini toh tidak mengganggu sama sekali, aku toh sedang mencari angin di sini...
Tapi, kalau kau memang inginkan kepergianku bolehlah, asal kau jelaskan dulu alasan yang sebenarnya!" Gadis itu mendengus dingin.
"Janganlah kau anggap setelah mencapai sukses besar di wilayah selatan maka kau berani pandang rendah setiap orang, terus terang kukatakan kepadamu tempat ini sangat berbahaya sekali bagi keselamatanmu..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... masa iya ?" di tengah gelak tertawanya yang amat nyaring, mendadak ia loncat ke tengah udara kemudian bagaikan seekor burung elang ia meluncur ke arah bayangan manusia tadi.
"Nona, aku ingin tahu siapakah sebenarnya dirimu ?" "Jangan kemari!" bentak gadis itu.
Telapak tangannya yang putih berputar di tengah udara, sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilancarkan menghantam tubuh jago pedang berdarah dingin.
Dengan tangkas si anak muda itu berkelit ke samping, ke-lima jari tangannya bagaikan cakar setan mencengkeram pergelangan dara itu.
Terdengar ia menjerit kaget lalu berteriak: "Eei...
lepaskan aku !" Pek In Hoei tertegun, kemudian berseru: "Hee Siok Peng, kiranya kau!" "Sekarang aku bernama Kong-yo Siok Peng," sela gadis itu dengan gelisah, "Apa sih gunanya kau berbuat demikian" Sekarang aku jadi kehabisan akal untuk menolong dirimu!" Dengan gugup dan penuh ketakutan matanya berkeliaran memandang sekeliling sana lalu bisiknya lirih : "Aku sudah bukan orang yang bebas, Hoa Pek Tuo telah menangkap diriku, ia suruh aku mengusir dirimu karena pada saat ini dia sedang melatih suatu kepandaian beracun.
Ayah angkatku Hee Giong Lam sudah ditangkap oleh Hoa Pek Tuo, ia dipaksa untuk menemukan beberapa macam obat beracun." Dalam waktu singkat ia mengutarakan begitu banyak perkataan, hal ini membuat Pek In Hoei melengak, ia tak menyangka kalau banyak perubahan yang telah terjadi, segera bisiknya: "Hoa Pek Tuo sekarang berada di mana?" Di sekitar sini, cuma aku tak tahu ia menyembunyikan diri di mana.
Cepatlah pergi dari sini, ia telah mengundang beberapa orang jago lihay khusus untuk menghadapi dirimu!" "Aku tidak takut," sahut Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "bawalah aku pergi temui ayah angkatmu!" "Tidak...
tidak boleh... tidak boleh... " seru Kong Yo Siok Peng dengan wajah berubah hebat.
"Mengapa" Apakah kau tidak ingin menolong ayah angkatmu" Meskipun ia sangat kejam dan hidupnya agak condong ke arah sesat, bagaimana pun ia pernah memelihara dirimu selama banyak tahun, asal kau berhasil menyelamatkan jiwanya itu berarti bahwa kau telah menunjukkan baktimu sebagai seorang anak!" "Bukan...
bukan... bukan begitu maksudku, aku bukannya tak mau menolong ayah angkatku, tapi aku merasa bahwa tiada kemampuan bagiku untuk melakukan tindakan semacam itu, selama ini ayah angkatku dijaga oleh empat orang jago lihay, siapa pun dilarang mengunjungi dirinya.
Bila kita lakukan pergerakan maka ada kemungkinan ayah angkatku bakal menemui bencana, lebih baik cepatlah kau pergi dari sini!" "Meskipun hubunganku dengan Hee Giong Lam tdak baik, namun aku pun tidak ingin menyaksikan tokoh beracun itu jatuh ke tangan Hoa Pek Tuo dan dipergunakan tenaganya, apalagi tujuan yang terutama dari Hoa Pek Tuo adalah menghadapi diriku, bila kita biarkan ilmu beracunnya berhasil dilatih, maka di kolong langit tiada orang lain yang bisa menaklukkan dirinya lagi..." "Kabut sudah hampir buyar, cepatlah pergi...
kalau tidak maka kau akan kehilangan kesempatan!" seru Kong Yo Siok Peng kembali dengan wajah pucat pasi.
"Siok Peng!" kata Pek In Hoei kemudian dengan wajah sungguh", "sebelum kabut membuyar, kita harus pergi menyelamatkan jiwa Hee Giong Lam, inilah kesempatan baik yang diberikan Thian kepada kita kalau kabut telah byar maka sulitlah bagi kita untuk turun tangan." "Kau tidak takut dengan Hoa Pek Tuo?" Jago Pedang Berdarah Dingin terasa naik pitam setiap kali teringat penghinaan yang pernah diterima olehnya dari Hoa Pek Tuo sewaktu berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu, dalam hati ia telah bersumpah akan membalas penghinaan tadi.
Maka mendengar pertanyaan itu, ia segera tertawa dingin sahutnya : "Aku takut kepadanya" Hmm! Sungguh menggelikan..." Kong Yo Siok Peng tidak percaya, ia berkata kembali : "Hoa Pek Tuo pernah berkata bahwa kau adalah seorang bocah yang tak tahu tingginya langit tebalnya bumi, seandainya ia tak ada maksud melepaskan dirimu tatkala berada di perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu mungkin kau sudah mati konyol di tangannya..." "Hm! Mungkin saja begitu, tapi itu bukan berarti ia ada maksud melepaskan diriku, sebaliknya akulah yang berhasil melarikan diri dengan cepat, waktu aku membuktikan semuanya ketika itu ilmu silat yang kumiliki memang masih belum mampu untuk menandingi dirinya..." "Jadi kalau begitu kau masih bukan tandingannya..." "Mungkin saja benar, tapi aku bisa mencobanya! Siok Peng, kau harus percaya kepadaku, aku akan mengerahkan segenap tenaga serta kekuatan yang kumiliki untuk membantu dirimu, kali ini aku punya." "Tidak...
tidak... aku tak mau kau menempuh bahaya lantaran urusanku," seru Kong Yo Siok Peng ketakutan.
"Sekalipun sekarang aku telah kehilangan kebebasanku, tapi Hoa Pek Tuo tak berani membunuh diriku, dan beberapa macam resep ramuan racun yang dia butuhkan akan diberikan kepadanya oleh ayah angkatku!" "Kalau begitu pandanganmu, maka kau keliru besar," ujar Pek In Hoei dengan nada dingin, "Ayah angkatmu berbuat demikian karena ia tahu bahwa kau tertawan oleh Hoa Pek Tuo, seandainya kau biarkan ilmu beracunnya berhasil dilatih maka bukan saja dia akan bunuh dirimu, Hee Giong Lam pun tak akan dilepaskan dengan begitu saja, dia pasti tak ingin orang kangouw mengetahui bahwa ia telah berhasil melatih suatu ilmu pukulan beracun terutama sekali diriku!" Ia tepuk paha gadis Siok Peng dan menambahkan : "Tak usah kuatir, aku tak bak l mengalami bencana!" Dengan pandangan sangsi dan penuh keragu-raguan Kong Yo Siok Peng memandang sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, dalam pandangannya itu ia menunjukkan rasa sedih dan murungnya yang amat tebal, dari balik biji matanya yang bening secara lapat-lapat ia pun menemukan titik air mata yang mulai mengembang.
Lama sekali gadis itu berdiri tertegun, akhirnya ia berbisik, "Hati-hatilah mengikuti di belakangku, lebih baik janganlah biarkan Hoa Pek Tuo mengetahui akan kehadiranmu..." Di tengah gumpalan kabut putih yang tebal Kong Yo Siok Peng menggerakkan tubuhnya tinggalkan tempat itu disusul Pek In Hoei di belakang tubuhnya.
Beberapa saat kemudian tampaklah di tempat kejauhan muncul sebuah bangunan besar yang amat gelap, suasana sepi dan tak nampak sesosok bayangan manusia pun...
Kong Yo Siok Peng mengetuk pintu tiga kali, serunya : "Hey buka pintu!" "Siapa" Apakah budak sialan?" Kong Yo Siok Peng mengerling sekejap ke arah Pek In Hoei, pemuda itu mengangguk dan segera menyembunyikan diri di balik semak belukar depan pintu.
Menanti pintu sudah terbuka, gadis itu kembali bertanya : "Di manakah ayahku?" Dari balik pintu muncul seorang pria berbaju serba hitam, sambil tertawa seram sahutnya : Di dalam, mau apa kau datang kemari?" "Aku ingin mengunjungi ayahku!" "Tidak boleh, di tempat ini tak boleh dikunjungi orang lain, lagi pula ayahmu belum bangun dari tidurnya, kalau kau ingin bertemu mintalah ijin khusus dari Hoa Lo sianseng, kalau tidak...
tak usah yah!..." "Sst...
kemarilah!" bisik Kong Yo Siok Peng kemudian sambil menggape pria itu, "Cepatlah kemari, ada satu urusan aku hendak memberitahukan kepadamu!" "Urusan apa?" tanya pria itu tertegun, ia tak menyangka gadis secantik itu bisa main mata dengan dirinya, melihat sekeliling situ tak ada orang dia segera lari keluar dari balik pintu.
"Eei... bocah perempuan, kau ada urusan apa?" tanyanya.
"Aku inginkan jiwamu!" jawab Kong Yo Siok Peng sambil unjukkan muka setan.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mati di bawah bunga Botan, jadi setan pun setan romantis..." Siapa tahu bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak wajahnya berkerut menahan rasa sakit yang tak tertahankan, senyuman yang menghiasi bibirnya lenyap tak berbekas, tanpa mengeluarkan sedikit suara pun ia roboh binasa di atas tanah.
Pek In Hoei cengkeram tubuh mayat itu dan dilempar ke dalam semak, lalu serunya : "Ayoh kita cepat pergi!" "Kau harus berhati-hati..." kembali Kong Yo Siok Peng memperingatkan, "yang kau bunuh barusan tidak lebih cuma seorang penjaga pintu, keadaan di dalam jauh berbeda, di situ kita mesti ditanyai sandi-sandi rahasia, padahal aku tak tahu apa sandinya, kau mesti bertindak menurut keadaan!" Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa hambar, dengan enteng ia menyerobot masuk ke dalam bangunan itu.
Suasana di tengah ruangan senyap tak nampak sesosok bayangan manusia pun, hal ini membuat Kong Yo Siok Peng tertegun, segera bisiknya lirik : "Kenapa di sini tak nampak seorang manusia pun?" Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menjawab, ia pasang telinganya baik-baik, dia periksa keadaan di sekeliling tempat itu, dari balik pintu dinding ruangan secara lapat-lapat ia dengar suara napas manusia, segera didekatinya tempat itu dan mengetuk perlahan.
Rupanya orang yang ada di balik pintu terkejut oleh ketukan tadi, ia segera menegur : "Apa Lo Liok di situ" Sepagi ini kau telah pergi kemana?" "Bukalah pintu!" bisik Pek In Hoei lirih.
Kembali orang itu tertegun, ia segera berseru : "Bintang bertaburan di tengah malam yang sunyi, apa kelanjutan dari kata sandi ini?" "Angin kencang membuyarkan awan putih di angkasa." "Siapa kau?" seru orang itu, rupanya tercengang.
"Kata sandi itu sama sekali tidak benar!" "Goblok!" maki Pek In Hoei sambil tertawa, "Barusan Hoa lo sianseng merubah kata-kata sandi tersebut, rupanya dia belum sempat memberitahukan kepadamu!" Sambil berkata hawa murninya disalurkan keluar.
Blaam! Pintu kecil itu terpental dan hancur berantakan, tubuhnya dengan cepat meloncat masuk ke dalam.
Di bawah sorot cahaya lampu, tampak tiga orang pria berbaju hitam berdiri berjejer menghadang jalan perginya, enam buah sorot mata yang tajam menatap wajah Pek In Hoei tanpa berkedip.
"Sahabat!" setelah suasana hening beberapa saat lamanya, pria berjenggot hitam yang berada di ujung kiri maju dua langkah ke depan sambil menegur, "Siapakah sebenarnya kau" Kalau ada urusan cepat katakan, sekarang ini, kau hendak masuk ke pintu akhirnya, hal ini merupakan suatu kejadian yang tak enak bagimu..." "Di manakah Hoa Lo sianseng?" seru Pek In Hoei sambil tertawa terbahak-bahak, "Kenapa ia tidak munculkan diri untuk menyambut kedatangan sahabat karibnya?" "Oooh! Kiranya kau adalah sahabat karibnya Hoa Lo sianseng, kalau begitu aku Goan Toa Hong minta maaf terlebih dahulu, sekarang kebetulan sekali Hoa Lo sianseng sedang berlatih ilmu, bila kau ada urusan harap tunggulah sebentar di sini, biar aku orang she Goan menyampaikan kabar ke dalam!" Habis berkata orang itu siap berlalu dari situ.
"Tak perlu!" tampik Pek In Hoei sambil menghadang jalan pergi orang itu, "Goan lo enghiong lebih enak kita bercakap-cakap lebih dulu di sini..." "Kau..." "Aku adalah raja akhirat yang mencabut jiwa manusia, saat kematian bagi Hoa Lo sianseng telah tiba, maka kalau setan-setan liar yang gentayangan lebih baik berangkat dulu untuk buka jalan baginya.
Nah! Serahkan jiwamu!" Tercekat hati ke-tiga orang jago lihay itu sehabis mendengar perkataan itu, tapi sebagai jago-jago lihay yang khusus diundang Hoa Pek Tuo untuk menjaga keamanan di situ, hanya sebentar saja mereka tercengang kemudian sambil membentak keras mereka segera menyebarkan diri dan mengepung rapat-rapat si anak muda itu.
"Sahabat, siapakah kau?" tegur Goan To Hong sambil tertawa seram.
"Kami adalah See Pak Su Hong empat manusia ganas dari Say Pak, bila kau adalah seorang manusia yang sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, maka kamu pasti tahu manusia macam apakah See Pak Su Hong tersebut!" "Haaaah...
haaaah... haaaah... kalau begitu selamat berjumpa kuucapkan bagi kalian bertiga, tolong tanya kemanakah seorang rekanmu yang lain" Mengapa tidak tampak?" "Karena ada urusan To Liok sedang keluar, bila kedatanganmu ke sini dalam untuk mencari gara-gara dengan kami, jangan kuatir, kami pasti akan melayani keinginanmu itu sehingga kau tak akan merasa kecewa!..." "Bagus, bagus sekali, kalau begitu serahkan Hee Giong Lam kepadaku..." "Tak mungkin," sahut Goan Toa Hong seraya menggeleng, "Hee Giong Lam adalah sahabat karib majikan kami Hoa Lo sianseng, tanpa perintah khusus dari Hoa Lo sianseng siapa pun tak akan berani melepaskan dirinya, aku lihat lebih baik batalkan saja niatmu itu, hati-hati kalau sampai kaki anjingmu dipukul patah oleh Hoa Lo sianseng!" "Huuuh! Hoa Pek Tuo itu manusia macam apa?" maki Pek In Hoei dengan gusar, "Aku sedang kesal karena tak dapat menemukan jejaknya, eeei...
tak tahunya kalian malah mengibul dan membangga-banggakan dirinya setinggi langit.
Haaaah... haaaah... haaaah... sahabat, suruh saja manusia itu menggelinding keluar, kalau tidak maka pertama-tama yang akan mati binasa adalah kalian semua!" "Toako!" pria yang berada di ujung kanan berteriak dengan gusar.
"Selama kita See Pak Sam Hong berkeliaran dalam dunia persilatan, belum pernah ada orang yang berani kurang ajar terhadap kita orang.
Hmmm! Bajingan tengik yang belum hilang bau susu ibunya ini berani betul takabur di hadapan kita, apa yang mesti kita tunggu lagi" Kasih saja peringatan yang pahit kepadanya..." "Criiing...
di tengah udara terpancar cahaya pedang yang amat menyilaukan mata, masih tetap berdiri di tempat semula tahu-tahu Pek In Hoei telah meloloskan pedang saktinya.
"Aaaah... pedang sakti penghancur sang surya..." ucapan itu terlontar keluar dari mulut Goan Toa Hong membuat dua orang rekannya ikut terkesiap dan mundur enam langkah ke belakang dengan badan gemetar keras.
"Kau... kau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin" tegur Goan Toa Hong cemas.
"Sedikit pun tidak salah, nama Jago Pedang Berdarah Dingin rasanya tidak terlalu asing bagi kalian bertiga bukan" Bila kalian suka memandang di atas wajahku dan melepaskan Hee Giong Lam, maka aku tak akan beradu senjata dengan kalian bertiga." "Sahabat, pentang lebar-lebar sepasang matamu," seru Goan Toa Hong dengan suara dingin.
"Kami See Pak Sam Hong bukan bocah yang baru berusia tiga tahun, kau anggap dengan andalkan gertak sambal tersebut kami lantas ketakutan setengah mati" Huuuh! Orang yang kau inginkan berada di sini, kalau kau punya kemampuan ayoh...
serbulah ke dalam dan ambillah sendiri orang itu!" Pek In Hoei tertawa dingin.
"Bagus sekali... kalian bertiga boleh siap-siap menerima seranganku...!" Tubuhnya secara mendadak meloncat ke muka, pedangnya laksana kilat membabat ke muka secara gencar.
Air muka See Pak Sam Hong berubah hebat, cepat- cepat mereka cabut keluar senjatanya dan mundur tujuh delapan langkah ke belakang.
"Maju serentak!" seru Goan Toa Hong.
"Aduuuh..." jeritan kesakitan muncul dari arah belakang, sebutir batok kepala diiringi semburan darah segar muncrat membasahi permukaan,membuat semua orang jadi tertegun.
"Aaaah Lo Liok!" jerit Goan Toa Hong tiba-tiba.
Terdengar Pek In Hoei mendengus lalu berkata : "Inilah akibatnya bagi setiap orang yang suka main bokong dari belakang, sahabat ke-tiga, Lo Liok telah pulang ke rumah neneknya dan mungkin saat ini masih menanti di depan pintu, bagaimana kalau kalian bertiga pun segera ikut berangkat?" Sesosok bayangan manusia berkelebat keluar dari arah kanan, sambil ayunkan pedangnya orang itu langsung membacok tubuh Pek In Hoei.
Dengan tangkas Jago Pedang Berdarah Dingin mengigos ke samping, kemudian putar pedang dan balas membabat.
Orang itu tanpa mengeluarkan sedikit suara pun segera roboh terjengkang di atas tanah, jiwanya putus pada detik itu juga.
Peristiwa itu mengejutkan hati dua orang lainnya, kengerian serta rasa takut menyelimuti wajahnya, membuat mereka hanya bisa berdiri kaku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Lama sekali Goan Toa Hong baru membentak keras : "Pek In Hoei aku akan beradu jiwa denganmu..." "Tahan!" serentetan suara bentakan keras berkumandang datang dari tengah angkasa, Goan Toa Hong segera angkat kepala, ia lihat Hoa Pek Tuo sambil melototkan sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau belati sedang menatap wajah Pek In Hoei dengan penuh kegusaran.
"Pek In Hoei, rupanya kau belum pergi dari sini?" serunya sambil tertawa dingin.
"Hmmm! Setelah aku tahu bahwa seorang sahabat karibku berada di sini, kenapa aku mesti pergi" Bila aku pergi bukankah itu berarti bahwa aku tidak menghormati sahabat sendiri" Betul tidak?" "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... beberapa hari tidak berjumpa dengan dirimu, rupanya kian hari kau kian bertambah hebat," seru Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram, "setelah kau unjuk gigi di wilayah selatan, aku merasa semakin tertarik kepadamu, rupanya di antara kalangan jago muda hanya kau saja yang cocok bersahabat dengan aku, mari...
mari.. ini hari kita harus rayakan pertemuan ini!" "Tentu saja, sulit bagi kita untuk bertemu muka, kau harus ambil sedikit barang sebagai tanda mata bagi pertemuan ini..." "Baik," sahut Hoa Pek Tuo, "kepada Goan Toa Hong segera serunya, "dia adalah sahabat karibku, Goan Toa Hong! Ayoh cepat layani sahabatku ini!" "Hoa...
ini..." "Hmmm! Manusia yang tak berguna, sampai pada waktunya untuk mempergunakan tenagamu, kalian malah bersembunyi bagaikan cucu kura-kura...
huuuuh, sungguh menyebalkan..." Ia tertawa seram dan menambahkan : "Waaah...
maaf, mungkin aku tak dapat melayani keinginanmu itu." "Hoa Pek Tuo, kau tak usah main sandiwara lagi, lebih baik kita bereskan dulu hutang lama kita!" "Hmmm...
benar... ucapanmu memang benar, hutangmu sedari pertemuan di perkampungan Thay Bie San cung hingga kini belum kau bayar, sekarang kau harus selesaikan berikut rentenya, mungkin malam ini kau tak bisa tinggalkan tempat ini lagi dalam keadaan hidup-hidup." Napsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan wajah yang menyeramkan ia tatap wajah Pek In Hoei, sorot matanya memancarkan sinar berapi-api, di mana membuat Kong Yo Siok Peng menjerit kaget dan segera merapat tubuhnya di sisi pemuda itu.
"In Hoei... In Hoei... aku takut..." bisik gadis itu dengan wajah pucat dan badan gemetar.
Dalam pada itu Hoa Pek Tuo telah tertawa seram menyaksikan tingkah laku gadis itu segera serunya sinis : "Bocah perempuan, kemarilah!" "Tidak! Kau lepaskan dulu ayah angkatku..." jerit Kong Yo Siok Peng.
Sinar mata Hoa Pek Tuo berkilat, senyuman yang mengerikan tersungging di ujung bibirnya membuat Kong Yo Siok Peng semakin ketakutan dibuatnya.
Ia pandang sekejap wajah si anak muda itu, kemudian sambil menggoncangkan lengan pemuda itu serunya : "In Hoe, mari kita pergi dari sini!" "Tidak!" jawab Jago Pedang Berdarah Dingin sambil menggeleng.
"Aku akan menyelamatkan ayah angkatmu dari cengkeramannya..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... Pek In Hoei, mampukah kau untuk melakukan rencanamu itu?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram.
"Hmmm! Jadi kau ingin mencoba?" "Saudaraku, aku lihat lebih baik kau batalkan saja rencanamu itu, sepasang kepalanmu belum dapat memadai sebuah jari tanganku, kau ingin mengandalkan apa untuk menolong orang" Hmmm! Hmmm! Janganlah bermimpi di siang hari bolong!" "Tidak aneh kalau orang lain sebut dirimu sebagai rase tua! Rupanya kulitmu memang tebal dan tak tahu malu..." Hoa Pek Tuo sendiri benar-benar amat benci terhadap pemuda tersebut, terutama kehadirannya di tempat yang sangat rahasia ini sehingga mengacau waktu latihannya, ia benci dan ingin sekali menghajar tubuh pemuda itu hingga hancur lebur.
"Manusia she Pek!" ia berseru kembali sambil tertawa seram, "Ketika masih berada dalam perkampungan Thay Bie San cung dahulu au selalu menganggap bahwa sepasang kakimu memang luar biasa, lebih pandai lari daripada kaki anjing, tapi ini hari...
Hmmm! Sekalipun kau ingin lari, belum tentu kesempatan itu kau miliki..." "Sudah, kau tak usah banyak bacot lagi, ini hari aku si Jago Pedang Berdarah Dingin akan suruh kau rasakan betapa enaknya berlari-lari bagaikan anjing, lihatlah!" Cahaya pedang berkilauan di angkasa, bayangan senjata yang tajam dan rapat segera membabat tubuh Hoa Pek Tuo dengan kecepatan luar biasa.
Hoa Pek Tuo terkejut melihat datangnya ancaman yang begitu hebatnya, cepat-cepat ia berkelit ke samping, telapak kanannya berputar membentuk gerakan setengah busur di tengah udara kemudian menghantam tubuh lawannya dengan gencar.
Tercekat hati Pek In Hoei setelah mencium bau amis yang memancar keluar dari angin pukulan itu, segera teringat olehnya bahwa kakek tua she Hoa ini sedang berlatih ilmu pukulan beracun.
Tentu saja ia tak berani menghadapi datangnya serangan itu dengan keras lawan keras, buru-buru badannya bergeser ke samping, pedang saktinya berputar dan langsung menusuk ke arah iga lawan.
Creeet... Hoa Pek Tuo merasa desiran angin tajam menyerang tubuhnya, sebagian baju yang ia kenakan terbabat kutung jadi berkeping-keping, hal ini membuat hatinya tertegun.
Ia tak menyangka kalau kemajuan ilmu silat yang diperoleh Pek In Hoei sedemikian pesatnya, dalam terkejutnya ia membentak keras, secara beruntun empat buah serangan berantai dilancarkan ke muka.
Bayangan telapak berlapis-lapis bagaikan bukit, memaksa Pek In Hoei terpaksa harus mundur tujuh langkah ke belakang.
"Pek In Hoei, lepaskan senjatamu!" teriak Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin.
"Hmmm! Kau anggap gampang bagiku untuk melepaskan senjata" Kau terlalu pandang rendah diriku..." Ia himpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ke dalam ujung pedang, sekilas cahaya tajam seketika menyelubungi sekeliling tubuhnya.
Hoa Pek Tuo bukan orang bodoh, dia adalah seorang jago yang bisa menilai barang, dari pantulan cahaya pedang yang memancar keluar dari senjata musuh, ia tahu bahwa kelihayan musuhnya telah mencapai pada taraf kesempurnaan.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, tiba- tiba ia putar badan dan kabur ke dalam rumah.
"Hoa Pek Tuo, kau hendak lari ke mana?" bentak Pek In Hoei sambil mengejar ke dalam.
"Bangsat she Pek, kita bertemu di dalam saja," sahut Hoa Pek Tuo seram.
"Tapi kau mesti ingat, di dalam cuma ada jalan masuk tiada jalan keluar, kalian bakal menemui ajalnya di situ..." Ia kerling sekejap ke arah Goan Toa Hong sekalian, kemudian mereka bersama-sama kabur ke dalam.
Menanti beberapa orang itu telah lenyap dari pandangan, Kong Yo Siok Peng baru menghembuskan napas lega, katanya : "Aku benar-benar merasa amat kuatir, kalau bukan kau berhasil membuatnya lari, entah bagaimana akibatnya nanti." "Apa yang kau temui hanya suatu permulaan belaka," jawab Pek In Hoei sambil geleng kepala.
"Hoa Pek Tuo tidak mau menghadapi diriku tapi justru lari ke dalam, jelas dia telah mengatur satu rencana busuk.
Siok Peng! Mari kita cari jejak ayah angkatmu, hati- hatilah mungkin Hoa Pek Tuo sudah melakukan sesuatu di atas tubuh ayahmu." Bangunan rumah yang terbentang di hadapan mereka terasa gelap lagi lembab, meskipun sang surya telah muncul tapi keadaan di situ seakan-akan suatu dunia yang lain.
Ia gandeng tangan Kong Yo Siok Peng secara halus, sedang tangan lain dengan pedang terhunus selangkah demi selangkah berjalan masuk ke dalam.
Kong Yo Siok Peng merasa hatinya jadi hangat, bau pria yang tajam melayang masuk ke dalam penciumannya membuat wajah berubah jadi merah, rasa yang menyelimuti wajah yang cantik, sementara jantungnya berdebar keras, ia rebahkan diri dalam pelukan Pek In Hoei dan menikmati kemesraan itu dengan mata terpejam.
Pek In Hoei sendiri pun merasakan sesuatu perasaan yang sangat aneh, dengusan napas yang harum merangsang pikirannya, tanpa sadar dia peluk tubuh Kong Yo Siok Peng erat-erat, napasnya terasa semakin berat seakan-akan ada sesuatu benda yang menindih tubuh mereka.
"In Hoei!" bisik Kong Yo Siok Peng dengan suara lirih, begitu hangat dan mesra panggilan itu membuat mereka lupa akan napsu membunuh yang baru saja menyelimuti sekeliling mereka.
"Ehmmm..." jawab Jago Pedang Berdarah Dingin dengan napas berat.
"Siok Peng, apa yang hendak kau ucapkan?" "Aku..." getaran keras yang terpancar dari mata lawan jenisnya memaksa gadis itu harus menunduk dengan wajah tersipu-sipu.
Apa yang hendak dia katakan tidak dilanjutkan oleh gadis itu, hanya tubuhnya menempel semakin rapat di dada lawan.
"Apa yang hendak kau ucapkan kepadaku" Katakanlah..." bisik Pek In Hoei sambil tertawa ewa.
Hampir saja Kong Yo Siok Peng menyembunyikan diri saking malunya, buru-buru ia berseru : "Jangan kau tanyakan lagi...
jangan kau tanyakan lagi..." Dari sudut ruangan yang gelap mendadak berkelebat seberkas cahaya lampu yang bergoyang, hanya sekilas saja untuk kemudian lenyap tak berbekas...
Pek In Hoei meloncat ke depan, pedangnya berkelebat di tengah udara dan langsung menusuk ke arah dinding kayu yang menghalangi pemandangan luar dengan keadaan di dalam.
"Aduuuh..." jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang keluar dari balik dinding kayu, Pek In Hoei tertawa dingin, dengan ilmu pukulannya yang ampuh dia hantam dinding tebal itu sehingga ambrol dan terwujud sebuah lubang besar.
Dari balik dinding yang ambruk terlihat sesosok mayat terpantek di atas dinding, darah kental mengalir keluar membasahi seluruh lantai, dadanya telah berlubang tertembus ujung pedang penghancur sang surya yang tajam.
Kematian yang mengerikan, wajah yang ketakutan tertera jelas di atas raut muka pria itu membuat Kong Yo Siok Peng yang berada di sisi pemuda itu menjerit keras karena ketakutan.
"Toooong...! tuuuung...!"
Suara gendang yang berat bergeletar dari balik bangunan rumah yang gelap, suara tadi sayup-sayup sampai untuk kemudian lenyap kembali tak berbekas.
Dalam sekejap mata seluruh ruangan telah dipenuhi oleh suara langkah kaki yang berat, tampak dua baris pria bersenjata lengkap perlahan-lahan munculkan diri dari balik dua pintu rahasia di sisi ruangan tersebut, Goan Toa Hong sambil membawa sebuah panji kecil selangkah demi selangkah mendekati ke arah pemuda Pek In Hoei.
"Pek sauhiap, Hoa Lo sianseng mengundang kau masuk ke dalam," ujar orang she Goan itu dengan suara dingin.


Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jago Pedang Berdarah Dingin agak tertegun, ia tidak mengira Hoa Pek Tuo bakal melakukan tindakan tersebut, wajahnya segera berubah jadi amat serius, dengan pandangan berkilat tegurnya : "Sekarang dia berada di mana?" "Hoa Lo sianseng menantikan kedatanganmu di istana bawah tanah, silahkan sauhiap..." Tidak sampai menyelesaikan kata-katanya ia putar badan dan berlalu lebih dahulu, sedangkan dua baris pria berbaju hitam tadi segera mengepit Pek In Hoei serta Kong Yo Siok Peng di tengah kepungan, dalam suatu pertanda yang diberikan Goan Toa Hong berangkatlah mereka menuju ke depan.
Bagian 33 BAU busuk dan hawa lembab berhembus keluar memuakkan dada siapa pun yang mencium, Pek In Hoei berdua di bawah pimpinan Goan Toa Hong telah memasuki sebuah goa bawah tanah yang amat dingin.
Anak tangga dibuat dari batu, dibangun sangat teratur jauh menjorok ke dalam, sekali lagi Goan Toa Hong ulapkan tangannya, pria pelindung yang berjalan di kedua belah sisi secara tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan segera menyumbat pintu masuk lorong tersebut.
'Istana bawah tana'" Tiga buah huruf besar itu terasa amat menyolok mata, di bawah sorot cahaya lampu, Pek In Hoei tertawa dingin, dengan wajah yang tetap tenang ia lanjutkan langkahnya menuju ke arah dalam, sebaliknya Kong Yo Siok Peng telah dibikin ketakutan sehingga air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat.
"Hoa Lo sianseng berada di dalam, silahkan masuk ke situ!" ujar Goan Toa Hong tiba-tiba sambil menuding sebuah pintu batu.
"Temanilah aku masuk ke dalam," kata Pek In Hoei dingin, "Sahabat, masa kau telah melupakan hubungan persahabatan di antara kita berdua" Ayoh jalan!" Diiringi suara tertawa dingin, pedang saktinya segera diayun ke arah dada lawan.
Air muka Goan Toa Hong berubah hebat.
"Ini... ini..." Tapi setelah merasakan bahwa ujung pedang lawan telah menempel di atas punggungnya, dengan perasaaan apa boleh buat ia dorong pintu batu itu dan masuk ke dalam dengan langkah lebar.
"Sreeeet... sekilas cahaya putih meluncur keluar dari balik pintu, Goan Toa Hong menjerit lengking dengan suara yang mengerikan, tahu-tahu badannya sudah termakan oleh timpukan pisau belati dan roboh binasa seketika itu juga.
Dengan penuh kegusaran Pek In Hoei tertawa lantang, ia dorong mayat Goan Toa Hong ke samping lalu dengan gerakan tubuh yang amat cepat ia menyusup masuk ke dalam gua.
Hijaunya Lembah Hijaunya 17 Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama Mata Rantai Yang Hilang 3

Cari Blog Ini