Ceritasilat Novel Online

Kelelawar Tanpa Sayap 1

Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying Bagian 1


Bab L. Kelelawar. Musim gugur sudah mulai berakhir.
Jalan raya kuno, sepuluh li diluar kota Lokyang.
Mendekati senja, angin barat berhembus kencang, merontokkan dedaunan kering, mengubah suasana jagad jadi begitu sendu dan mengenaskan.
Saat itulah ditengah jalan raya muncul serombongan manusia berkuda, tiga kereta, empat kuda, dua puluh tujuh orang jagoan.
Disudut ke tiga kereta utama masing masing tertancap sebuah panji kecil berbentuk segi tiga, panji berwarna merah darah dengan sulamanan tulisan yang menyala, "Tin-wan" Itulah kereta kereta pengangkut barang milik perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok.
Perusahaan Tin-wan piaukiok berpusat dikota Lokyang, jangkauan usahanya meliputi seluruh kolong langit, karena pengaruhnya yang cukup besar, selama ini jarang ada sahabat golongan hitam maupun putih yang berani mengganggu perjalanan mereka.
Bila sebuah perusahaan ekspedisi dapat mencapai tingkatan semacam ini, dapat dibuktikan kalau kemampuan serta daya pengaruhnya memang luar biasa.
Congpiautau perusahaan Tin-wan piaukiok beranama Lui Sin, sudah sepuluh tahun malang melintang dalam dunia persilatan, dengan andalkan sebilah golok emas bersisik ikan, ia pernah menghancurkan enam belas benteng bandit dikedua sisi sungai, menghadapi ratusan pertarungan berdarah sebelum akhirnya berhasil membuat nama perusahaan Tin-wan piaukiok berjaya.
Dalam hal ini, peran saudara angkatnya, Han Seng dengan pedang peraknya sangat membantu usahanya selama ini.
Belakangan, golok emas pedang perak sudah teramat jarang turun tangan sendiri mengawal barang kirimannya, hal ini bukan disebabkan mereka sudah tua dan bertambah lemah, melainkan karena hal ini memang sudah tak perlu mereka lakukan.
Apalagi putri kesayangan Lui Sin yaitu Lui Hong sangat hebat, ilmu silatnya sudah melampuai kepandaian golok emas pedang perak, seorang diri ia sudah mampu mengatasi segalanya.
Tahun ini usia Lui Hong belum genap dua puluh tahun, tapi sudah lima tahun dia mengawal barang kiriman.
Pada tahun pertama, Lui Sin dan Han Seng masih ikut mengawal, tahun kedua Lui Sin masih rada kuatir, pada tahun ke tiga bahkan Han Seng pun sudah tidak merasa kuatir.
Sejak saat itu setiap pengawalan barang, terkecuali permintaan khusus dari pemilik barang, kalau tidak selalu dikawal sendiri oleh Lui Hong.
Gadis ini bukan saja berilmu silat tinggi, otak dan pikirannya amat cermat, itulah sebabnya hingga sekarang, tak sekali pun pernah gagal atau mengalami hambatan.
Tapi gadis itu tidak menjadi sombong karena keberhasilannya itu, dia masih tetap teliti, cekatan dan cermat.
Karena itu pula hingga kini Lui Sin maupun Han Seng sangat percaya dan tak merasa kuatir.
Tak dapat disangkal lagi, Manusia berbakat seperti Lui Hong memang merupakan manusia paling berbakat dalam mengawal barang kiriman.
Sayang sepandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Siapa pun orangnya, suatu ketika pasti akan teledor juga, karena memang tak ada manusia yang bisa lolos dari kelemahan ini.
Tidak terkecuali bagi Lui Hong.
CoOoo Angin berhembus kencang, mengibarkan mantel yang dikenakan Lui Hong, mengibarkan pula ikat rambutnya.
Dia mengenakan baju berwarna merah menyala, mantelnya berwarna merah pula, termasuk ikat rambutnya, merah menyala, semerah darah segar.
Sementara kuda tunggangannya berwarna putih, sepu tih salju.
Kuda putih dengan gadis berbaju merah, perpaduan warna yang sangat mencolok, apalagi dia memiliki potongan badan yang ramping tapi padat berisi, berparas cantik jelita bak bidadari.
Perlahan dia menjalankan kudanya, meski pinggangnya masih begitu lurus, kepalanya justru tertunduk lesu, entah terpengaruh oleh suasana sendu disekeliling tempat itu atau karena alasan lain, nona itu tampak begitu sendiri, kesepian.
Disampingnya mengikuti seekor kuda putih, penumpan gnya adalah seorang gadis berbaju hijau, usianya paling banter enam belas tahun, malah masih tampak sifat kekanak-kanakannya.
Nona ini tak lain adalah dayang kepercayaannya, Ciu Kiok.
Biarpun hanya seorang dayang, dia diperlakukan bagaikan saudara kandung sendiri, mereka makan tidur bersama, bahkan belajar silat pun bersama.
Dibelakang mereka adalah dua orang piausu dari Tin-wan piaukiok, To Kiu-shia dan Thio Poan-oh.
Mereka berdua terjun ke dalam dunia persilatan jauh lebih awal daripada Lui Sin maupun Han Sin, bukan saja pengalamannya luas dan matang, ilmu silat pun sangat hebat.
Golok Toa-huan-to dari Thio Poan-oh serta sepasang kaitan Sit-gwee-kou dari To Kiu-shia terhitung cukup tersohor dalam dunia kangow, banyak orang menaruh perasaan segan terhadap mereka.
Bagi orang yang bekerja sebagai pengawal barang, menjadi tenar memang bukan urusan gampang.
Co0oo Sepanjang jalan tumbuh pohon murbei yang rindang, daun murbei yang merah menyala, tampak makin menyala ketika tertimpa sisa cahaya senja, cahaya yang menyusup lewat celah celah dedaunan.
Begitu merahnya membuat suasana sepanjang jalan pun ikut berubah jadi merah, bagaikan beralaskan permadani merah, permadani merah darah.
Pemandangan semacam ini memang tampak indah, cantik, sayang kecantikan yang berbau siluman, cantik yang menakutkan.
Kawanan manusia itu seakan berjalan ditengah genangan darah, khususnya Lui Hong dengan pakaiannya yang serba merah, semerah darah segar.
Tiap kali melewati kumpulan dedaunan murbei yang lebat, seluruh tubuhnya seakan menyatu ke dalam merahnya daun, seolah tubuhnya berubah jadi gumpalan darah segar.
Hal ini membuat penampilannya tampak lebih cantik.
Cantik tapi menakutkan! Diluar hutan murbei terdapat sebuah kedai teh, perabotnya sangat sederhana namun justru menampilkan suasana yang lain daripada yang lain.
Penjual teh adalah seorang kakek yang berusia lanjut, begitu melihat munculnya rombongan kereta barang Tin-wan piaukiok dari tempat kejauhan, ia segera muncul diluar pintu untuk menyambut kedatangan mereka.
Hingga rombongan kereta berhenti didepan warung, ternyata kakek itu tidak mempersilahkan tamunya untuk masuk, sebaliknya malah bertanya kepada Tong-cu-jiu yang berjalan dipaling depan rombongan, "Apakah rombongan ini adalah rombongan perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok?" Walau agak keheranan, Tong-cu-jiu itu mengangguk.
"Ada urusan apa?" "Apakah diantara kalian ada seorang nona yang bernama Lui Hong?" Sekali lagi Tong-cu-jiu itu tertegun.
Lui Hong yang berada dibelakang dan mendengar pertanyaan itu segera menyela: "Empek tua, ada urusan apa mencari aku?" "Tadi ada seorang tuan menitipkan sepucuk surat kepadaku, dia minta aku serahkan surat itu kepada nona Lui Hong dari perusahaan Tin-wan Piaukiok" "Akulah orangnya" kata Lui Hong dengan wajah tercengang.
Dari dalam sakunya si kakek mengeluarkan sepucuk surat, buru buru Tong-cu-jiu itu menyambutnya dan tanpa diperintah Lui Hong lagi, langsung disodorkan ke hadapan nona itu.
Sambil menerima surat itu, tanya Lui Hong kepada kakek itu: "Siapa orang itu?" "Dia adalah seorang kongcu ganteng, konon dari marga Siau" "Siau" Siau apa?" "Soal itu mah tidak ia jelaskan" "Kapan kejadiannya?" "Belum lagi setengah jam berselang" Il "Cooh... Lui Hong mengalihkan pandangan matanya kearah surat itu.
Ternyata sampul surat itu tanpa aksara, Ciu Kiok yang melongok dari samping segera menyela: "Menurut dugaan nona, kongcu dari marga Siau yang mana itu?" "Darimana aku bisa tahu?" "Jangan jangan surat dari Siau Jit kongcu?" tiba tiba Ciu Kiok bertanya lagi.
"Siau Sit?" seru Lui Hong dengan badan bergetar, cepat ia melanjutkan sambil tertawa, "aku hanya sempat bertemu satu kali dengan dia, sebagai seorang pemuda dengan pergaulan begitu luas, aku yakin saat ini dia sudah melupakan diriku, lagipula diantara kami tak ada urusan maupun hubungan, tanpa sebab mau apa dia mencariku?" Sewaktu mengucapkan perkataan itu, mimik mukanya berubah sangat aneh, seolah dia dibuat tak berdaya oleh kejadian ini.
Kesendirian, kesepian semakin pekat menyelimuti wajahnya.
Dia memang masih tertawa, tapi senyuman itu begitu pahit, begitu getir, bibirnya seolah dapat terbuka hanya lantaran ditopang oleh jari telunjuknya.
Didalam sampul surat itu hanya terdapat secarik kertas, secarik kertas yang amat kecil.
Dia menggerakkan jari tangannya, perlahan-lahan mengeluarkan surat itu dari dalam sampul.
Baru tercabut setengah jalan, pandangan matanya tiba tiba membeku, mimik mukanya ikut membeku, dengus napasnya seakan terputus ditengah jalan.
Bersamaan itu, semua gerak geriknya, semua perubahan wajahnya seakan ikut terhenyak, terhenti total.
Ciu Kiok yang sigap segera menyadari akan kejadian itu, dia ikut mengalihkan sorot matanya ke arah surat itu.
Tapi dengan cepat ia tertegun, terperangah, terkesima ditempat, sampai lama kemudian ia baru mendesis:


"Bagaimana mungkin........." Baru sampai tengah jalan, ulapan tangan Lui Hong segera memotong ucapan selanjutnya.
Ciu Kiok terhitung seorang gadis cerdas, seketika ia membungkam dan tidak bersuara lagi.
Saat itulah penampilan Lui Hong pulih kembali jadi normal, menjadi tenang seperti sedia kala.
Tatapan mata yang sudah beralih ke wajah Ciu Kiok karena ucapan sang dayang tadi, dengan cepat diurungkan kembali.
Kemudian sinar matanya kembali membeku. Lambat laun mimik mukanya ikut berubah, berubah jadi sangat aneh, aneh sekali.
Sekilas rasa girang terbesit dibalik perasaan kaget dan terperanjatnya, semacam perasaan girang yang amat kuat.
Diatas surat yang kecil itu hanya tertera sebaris kata, sebaris kalimat yang amat singkat.
Ditunggu kedatanganmu di luar hutan kuil Thian-liong-ku-sat, ada urusan penting akan dirundingkan.
Lalu dibawahnya tercantum tanda tangan.
------- Nama Siau Jit sudah mencuat ketika kertas itu tercabut setengah jalan, Lui hong telah membaca nama itu, karena nama itu pula dia kehilangan kendali, kehilangan ketenangan hatinya. Kalau dibilang gadis ini punya kelemahan, inilah titik kelemahan yang dimiliki. Sejak dilahirkan, hanya orang ini yang bisa membuatnya bersikap begitu. Siau Jit! Ada orang bilang, Siau Jit adalah seorang Hiap-kek, seorang pendekar sejati, ada pula yang bilang dia hanya seorang gelandangan, seorang petualang cinta. Tapi terlepas dia pendekar sejati atau petualang cinta, saat ini sudah tidak banyak anggota persilatan yang tidak mengenal namanya. Nama orang ini kelewat tersohor, kelewat terkenal. Bukan lantaran kegantengannya saja, juga lantaran ilmu silatnya yang tangguh. Bahkan ada orang bilang begini: "Tidak disangkal Siau Jit memang lelaki tertampan di kolong langit." Sebetulnya tiada batasan yang pasti untuk menilai tampan jeleknya wajah seseorang, akan tetapi siapa pun orangnya, asal pernah berjumpa Siau Jit, mau lelaki atau pun wanita, mau punya permusuhan atau tidak, hampir semuanya harus mengakui bahwa dia memang sangat tampan. Hanya ada seorang yang menyangkal akan hal ini, dialah Siau Jit sendiri. Dia tidak pernah bangga atau sombong karena sebutan ini, justru seringkali berkeluh kesah, kesal karena persoalan itu. Sebab ada banyak masalah, ada banyak kesulitan justru timbul karena masalah ini. Dalam hal ilmu silat, diapun memiliki bakat dan kemampuan yang luar biasa. Dia mempunyai seorang guru yang hebat ------ Bu- cing-cu! Manusia tanpa perasaan! Kehebatan Bu-cing-cu menggetarkan langit selatan, pedang Toan-ciang-kiam miliknya tiada tandingan, belum pernah ada korban yang lolos dari ujung pedangnya dalam keadaan hidup.
Begitu pula dengan Siau Jit, keampuhan dan kehebatannya tiada tandingan.
Nama besar Toan-ciang-kiam (pedang pemutus usus) begitu tersohor, begitu terkenal, sama sekali tak dibawah kebesaran nama Bu-cing-cu.
Ia gemar mengenakan baju berwarna putih, pedang andalannya adalah sebilah pedang bertahta mutu manikam, itulah pedang pusaka pemutus usus.
Kuda jempolan, pedang mustika, busana berwarna putih bersih, semuanya ini merupakan simbol yang telah memabokkan banyak gadis muda, membuat begitu banyak orang jatuh cinta, tapi membuat banyak orang patah hati.
Lui Hong adalah satu diantaranya.
Jagad raya masih diselimuti kesenduan dan keheningan, namun kemurungan yang semula menghiasi wajah Lui Hong, entah sejak kapan telah tersapu bersih.
Perasaan kaget, terperangah, lambat laun mulai surut, sementara perasaan girang makin lama semakin mengental dan bertambah pekat Dengus napas pun kedengaran semakin memburu, menandakan hatinya makin tegang, sedemikian memburunya hingga Ciu Kiok pun ikut merasakan.
II "Nona tegurnya tiba tiba, "kenapa kau menjadi tegang?" "Siapa bilang aku jadi tegang?" bantah Lui Hong cepat.
"Jadi nona akan pergi menjumpai Siau kongcu?" lagi lagi dayang itu bertanya.
Tanpa sadar Lui Hong menarik kembali tangannya.
"Jadi kau telah membaca semuanya?" Tak tahan Ciu Kiok tertawa geli, serunya: "Sudah terbukti tegang masih menyangkal, masa sedari tadi aku ikut celingukan disisimu pun tidak kau rasakan" "Dasar budak nakal, hati hati mulutmu!" bentak Lui Hong sambil tertawa.
"Nona tak usah kuatir, aku tak akan mengatakan masalah ini dengan siapa pun" Lalu sambil merendahkan suaranya dia menambahkan: "Hanya tak jelas ada urusan apa Siau kongcu mencarimu?" "Darimana aku tahu" Lui Hong menggeleng.
"Apakah aku diijinkan ikut pergi?" bisik Ciu Kiok.
"Mau apa kau ikut pergi?" "Aku.... aku pun ingin bertemu Siau kongcu" Tiba tiba pipinya berubah semu merah, entah sejak kapan sorot matanya jadi sayu, seolah tertutup oleh selapis kabut tebal.
Menyaksikan hal itu Lui Hong menghela napas panjang, bisiknya: "Benarkah penampilan lelaki itu begitu menyentuh perasaan setiap wanita?" Wajah Ciu Kiok semakin memerah, merah lantaran jengah.
"Akupun belum pernah bertemu dengan dia, tapi.... konon, menurut cerita orang, setiap anak gadis yang pernah bertemu dengannya, tak seorang pun dapat melupakannya lagi" Merah jengah wajah Lui Hong, cepat dia alihkan pokok pembicaraan ke masalah lain, katanya: "Aku pun tak tahu ada urusan apa dia mencariku, tapi kalau dilihat dari sikapnya yang begitu berhati hati, bisa jadi dia tak ingin ada orang ke tiga yang ikut hadir" "Benar" Ciu Kiok tertawa getir.
"Bilamana mungkin" sambung Lui Hong sambil tertawa, "selesai bertemu dia nanti, aku pasti akan mengajakmu untuk pergi menjumpainya" "Janji?" wajah Ciu Kiok semakin merah.
"Ganjil" sambil mengangguk Lui Hong masukkan kembali surat itu ke dalam sampul.
To Kiu-shia dan Thio Poan-oh dua orang piausu yang mengikuti dari belakang segera saling bertukar pandangan setelah menyaksikan kejadian itu, cepat mereka memburu maju.
II "Nona Hong i Mah, tidak apa apa" agak gugup Lui Hong menggeleng, "hanya seorang teman ingin bertemu aku" dengan nada menyelidiki To Kiu-shia bertanya, "sebenarnya apa yang telah terjadi?" "Mengajak bertemu empat mata disuatu tempat?" kembali To Kiu-shia bertanya dengan nada curiga.
Lui Hong mengangguk. \\-I -idak masalah, karena orang itu bukan orang jahat" sahutnya.
"Apakah nona yakin?" "Tentu" sahut Lui Hong tertawa, dia menatap sekejap wajah To Kiu-shia serta Thio Poan-oh, kemudian melanjutkan, "minta tolong paman berdua untuk menghantar kereta barang masuk ke kota, sebentar aku akan menyusul kalian" "Nona, sebenarnya kau hendak ke mana" Paling tidak beritahu tempatnya kepada kami" ujar To Kiu-shia, "jadi waktu ditanya congpiautau, kami pun dapat memberikan pertanggungan jawab" "Tempat itu ada disisi kanan mulut hutan yang telah kita lewati tadi, kuil Thian-liong-ku-sat" "Kuil Thian-liong-ku-sat?" ulang To Kiu-shia agak tertegun.
"Setahuku, kuil itu sudah lama terbengkalai, lama sekali tak pernah dihuni manusia" timbrung Thio Poan-oh pula.
"Betul, bahkan seorang hwesio pun tak ada disitu" Lui Hong tertawa.
"Orang yang mengundang aku memang bukan hwesio, jadi aku yakin diapun tidak tinggal disitu" katanya.
Suara tertawa gadis ini merdu bagai keleningan, membuat orang yang mendengar merasa nyaman.
To Kiu-shia serta Thio Poan-oh hanya bisa tertegun, selain Ciu Kiok, semua orang yang lain tidak terkecuali.
Mereka jarang mendengar Lui Hong tertawa semacam itu, pun teramat jarang melihat Lui Hong tertawa begitu riang, begitu gembira.
Suara tertawa Lui Hong menggaung tiada hentinya, senyuman yang menghiasi wajahnya ibarat bunga yang mekar dimusim semi, semua keheningan dan kesenduan yang membungkus jagad seolah jadi buyar lantaran suara tertawanya itu.
Diiringi suara tertawa yang merdu, ia balik kudanya lalu bergerak menuju ke arah jalanan semula.
Sorot mata semua orang ikut bergeser mengikuti gerakan tubuhnya, namun perasaan tercengang menghiasi wajah hampir semua orang yang hadir.
Hanya Ciu Kiok seorang yang tidak bingung, namun ia tunjukkan perasaan apa boleh buat.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh Lui Hong sudah pergi semakin jauh, tak lama kemudian lenyap dibalik tikungan jalan.
Tanpa terasa Ciu Kiok menghela napas panjang, perasaan apa boleh buat semakin kental menghiasi wajahnya.
To Kiu-shia seolah baru mendusin dari impian, segera serunya kepada Ciu Kiok: "Sebenarnya siapa yang telah mengundang nona Hong?" Ciu Kiok tertawa, senyumannya makin misterius, bisiknya: "Aku tak boleh beritahu kepada kalian, kalau sampai ketahuan nona, aku bisa dihukum" To Kiu-shia sebagai jago kawakan sangat pandai melihat gelagat, setelah menyaksikan tingkah laku Ciu Kiok sewaktu berbicara dengan Lui Hong tadi, dia seperti menyadari akan sesuatu, segera serunya: II "Jangan jangan orang itu adalah orang yang disukai nona Hong......
Il "Siapa bilang! tukas Ciu Kiok.
To Kiu-shia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha..... jangan harap urusan kalian anak gadis dapat mengelabuhi aku si jago kawakan,


"Hahahaha..... jangan harap urusan kalian anak gadis dapat mengelabuhi aku si jago kawakan, bagus, bagus sekali, memang sudah saatnya buat nona Hong" "Hei.... melantur sampai dimana ucapanmu itu" "Baik, baiklah, tidak kulanjutkan, tidak kulanjutkan" ujar To Kiu-shia, setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dia turunkan perintah kepada rombongannya untuk melanjutkan perjalanan.
Saat itulah si kakek pemilik warung teh maju menyongsong sambil menyapa: "Tuan tuan sekalian tentu lelah melakukan perjalanan, apa salahnya kalau masuk dulu untuk minum teh?" "Ehmm, usul bagus" To Kiu-shia manggut manggut, "memang ada baiknya kita mengasoh disini sambil menunggu nona Hong" "Silahkan, silahkan......!" kakek itu segera mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam warung.
Dalam ruang kedai terdapat tiga buah meja kursi yang amat sederhana, kelihatannya sejak awal buka usaha warungnya, ia sudah pergunakan perabot itu.
Usaha dagang semacam ini sesungguhnya memang sebuah usaha kecil yang hanya cukup untuk mencari uang lauk, dengan keadaan serba pas pasan, mana mungkin ia bisa mengganti semua perabotnya dengan perabot yang lebih baru" Tapi To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh tidak ambil peduli, bagi mereka yang bekerja sebagai pengawal barang, menginap diudara terbuka atau makan di kedai sederhana sudah merupakan kejadian yang lumrah, keadaan yang tak perlu diprotes atau dipermasalahkan.
Apalagi dalam pengalaman mereka, keadaan semacam ini masih belum terhitung sebagai warung paling jelek.
Diatas meja tertata poci serta cawan, biarpun sudah banyak yang retak dan gumpil, namun harus diakui sangat bersih.
"Silahkan duduk tuan tuan sekalian" kembali kakek itu mempersuilahkan tamunya untuk duduk.
"Bagaimana cara menghitung tarif air teh ditempat ini?" tanya To Kiu-shia kemudian sambil tertawa.
"Sedikit atau banyak, tergantung kepuasan tuan sekalian" sahut si kakek tertawa.
"Hahaha... bagaimanapun jahe makin tua memang semakin pedas, jawaban kau orang tua justru membuat kami jadi rikuh untuk membayar kelewat sedikit" Kakek itu hanya tertawa, tidak menjawab.
Sambil berpaling ke arah anak buahnya, kembali To Kiu-shia berpesan: "Rekan rekan sekalian, silahkan pesan teh, orang tua ini sudah lanjut usianya, kalau minta dia melayani kami semua, rasanya malah kurang enak" Diiringi gelak tertawa nyaring, semua orang pun mengambil tempat duduk mengelilingi meja meja yang tersedia.
Saat itulah si kakek baru berkata lagi: "Kebetulan air teh baru saja mendidih, kedatangan tuan sekalian memang tepat waktu" Tergerak perasaan To Kiu-shia setelah mendengar ucapan itu, ditatapnya kakek itu dengan keheranan.
"Bukankah dihari biasa, tidak banyak orang yang lewat disini pada saat seperti ini?" "Rasanya memang tidak banyak" sahut si kakek tertegun.
"Kalau memang tidak banyak, aku yakin mereka lebih pentingkan meneruskan perjalanan daripada membuang waktu hanya untuk minum teh disini" "Loya, kenapa kau berkata begitu?" kakek itu balik bertanya.
"Aku hanya merasa sedikit keheranan" jawab To Kiu-shia sambil menatap tajam wajah kakek itu.
Si kakek tetap tidak menjawab, dia hanya tertawa.
Tiba tiba To Kiu-shia merasa senyuman yang menghiasi wajah kakek itu sama sekali berbeda dengan senyumannya tadi.
Kalau tadi senyuman kakek itu tampak begitu ramah dan lembut, kini senyumannya justru tampak begitu licik dan menakutkan.
Kesan ramah dan lembut yang dimilikinya tadi tiba tiba hilang lenyap tak berbekas, bahkan semakin dipandang semakin tidak mengenakkan dihati.
Selama ini Thio Poan-oh hanya mengawasi dan mendengarkan dari samping, tiba tiba dalam hati kecilnya muncul perasaan yang sama seperti yang dirasakan To Kiu-shia, bahkan perasaan tersebut jauh lebih tajam dan jelas.
Tanpa sadar tangannya mulai bergeser ke pinggang, mulai meraba gagang golok Toa-huan-to miliknya.
Pada saat yang bersamaan itulah mendadak terdengar jeritan ngeri bergema dari tengah warung.
Dengan perasaan terkejut serentak To Kiu-shia dan Thio Poan-oh berpaling, mereka saksikan seorang Tong-cu-jiu (pembuka jalan rombongan kereta piaukiok) sedang memegangi tenggorokan sendiri dengan tangan kanan sambil melotot besar, bibirnya bergetar seperti ingin mengatakan sesuatu, sampai lama dia berusaha, akhirnya meluncur juga sepatah kata.
"Dalam air teh ada racun!" Begitu selesai berteriak, tubuhnya roboh terjungkal, terkapar ke atas tanah.
Belum lagi tubuhnya menempel tanah, selembar wajahnya telah berubah jadi hitam kebiru-biruan.
Jenis racun yang betul betul hebat! Daya kerja yang sangat cepat dan mematikan! Tak terlukiskan rasa kaget To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh, tanpa sadar serentak mereka berpaling, menatap kakek penjual teh itu dengan mata melotot.
Si kakek pun sedang menatap mereka berdua, senyuman yang semula ramah, kini berubah sangat menakutkan, bahkan sorot mata pun ikut berubah jadi begitu seram, begitu menakutkan! Tiba tiba mereka merasa sepasang mata kakek itu seolah telah berubah jadi hijau membara, bagaikan dua gumpal api setan yang sedang menggeliat.
Mana mungkin sorot mata seorang manusia dapat berubah jadi begini" Tak kuasa rasa ngeri, bergidik, berkecamuk dalam hati To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh, bulu kuduk serasa bangun berdiri.
"Ciiiit......!" lagi lagi kakek itu memperdengarkan suara tertawa yang mencicit, suara mencicit aneh yang muncul dari balik tenggorokannya.
Suara tertawa semacam ini belum pernah terdengar muncul dari mulut seorang manusia, paling tidak hingga saat ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh belum pernah mendengarnya.
To Kiu-shia mulai bergidik, segera hardiknya: "Teman-teman, kalian harus berhati hati!" Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sepasang senjata kaitan Jit-gwee-kou telah diloloskan dari pinggangnya.
"Criinngg.....!" menyusul kemudian golok Toa Huan-to diloloskan pula dari pinggang Thio Poan-oh.
Mereka berdua bergerak cepat, masing masing memisahkan diri ke kiri dan kanan, mengepung kakek itu ditengah arena.
Dalam waktu yang relatip singkat, lagi lagi ada tiga orang roboh terkapar.
Wajah mereka telah berubah hebat, berubah menjadi hitam pekat, hitam kebiru biruan.
Ada lima orang yang meneguk air teh, dari ke lima orang tersebut, tak seorang pun berhasil lolos dalam keadaan hidup.
Menyaksikan kesemuanya itu, To Kiu-shia merasa terkejut bercampur gusar, ditatapnya kakek itu dengan pandangan tajam, lalu tegurnya gusar: "Sebetulnya siapa kau?" "Hehehehe. Pencabut nyawa" kakek itu menjawab sambil tertawa seram.
"Jadi kau mengincar barang kawalan kami?" Kakek itu tidak menjawab, dia hanya tertawa, tertawa menyeramkan.
"Tahukah kau barang apa yang sedang kami kawal?" kembali To Kiu-shia menegur.
"Barang apa pun bukan masalah" "Cya?" To Kiu-shia tertegun.
"Karena bukan barang kawalanmu yang kuinginkan, aku hanya menginginkan nyawa kalian semua!" "Permusuhan apa yang terjalin antara kau dengan kami?" teriak Thio Poan-oh setengah menjerit.
"Permusuhan apa pun tak ada" "Jangan jangan kau berbuat begini karena nona kami?" tiba tiba satu ingatan melintas dalam benak To Kiu-shia.
"Hmm, rupanya kau pun termasuk seseorang yang cerdas" puji si kakek, setelah menghela napas, terusnya, "sayang orang cerdas biasanya berumur pendek" Habis berkata, lagi lagi dia perdengarkan suara mencicit, suara tertawa yang sangat aneh.
"Sebenarnya siapa kau?" tak tahan lagi To Kiu-shia bertanya.
"Kalau bernyali, sebutkan namamu!" Thio Poan-oh menambahkan.
Perlahan kakek itu menyapu sekejap wajah kedua orang jagoan itu, akhirnya dia menjawab: "Tentu saja akupun punya nama, sayang sekali biar kusebut pun tak ada gunanya, kalian tak bakal punya kesan apa pun, karena sudah kelewat lama namaku itu tak pernah kugunakan" Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Semua yang tahu tentang diriku, selalu memanggilku sebagai Kelelawar!" "Kelelawar?" ulang Thio Poan-oh melengak.
"Betul, kelelawar" ulang si kakek.
Mendadak...... dalam waktu yang teramat singkat, To Kiu-shia seakan teringat akan suatu kejadian yang sangat menakutkan, tanpa sadar dia menjerit: "Jadi kau adalah si kelelawar itu?" "Betul sekali, akulah orangnya" Paras muka To Kiu-shia berubah hebat, \\~I -api........." "Kelelawar adalah sejenis binatang yang sangat aneh, kadangkala dia tampak seolah sudah mampus, padahal sesungguhnya dia masih hidup" To Kiu-shia terbelalak, terkesima, berdiri melongo tanpa mampu berkata kata.
Saat itu, Thio Poan-oh seolah teringat pula akan sesuatu, dengan wajah berubah teriaknya pula, "Lo-To, kau maksudkan si kelelawar itu?" "Dalam dunia persilatan memang hanya ada satu kelelawar!" tegas rekannya.
Kembali paras muka Thio Poan-oh berubah, berubah sangat hebat.
"Lantas.... nona Hong.........." "Manusia kelelawar berada disini!" tukas To Kiu-shia dengan nada berat.
"Betull" Tanpa banyak bicara lagi, To Kiu-shia mengayunkan sepasang senjata kaitan jit-gwee-kou miliknya.
Serentak para piausu lain yang berada dalam warung teh meloloskan senjatanya, II Criiiing.....
Criiiing....... suasana jadi teramat gaduh.
`"Jangan biarkan bangsat ini lolos dari dalam warung dalam keadaan hidup!" perintah To Kiu-shia lagi.
Serentak semua orang mengiakan.
Kematian rekan seperjuangan membuat kawanan jago lainnya jadi sedih, melihat ke lima orang saudaranya tewas keracunan air teh, tak seorangpun diantara jago lainnya yang tak ingin menuntut balas terhadap si kakek yang mengaku bernama Pian-hok atau kelelawar itu.
Biar tahu musuhnya tangguh dan menakutkan, namun mereka tidak merasa jeri, bahkan rasa takutpun tak ada.
Karena sebagian besar diantara kawanan jago itu adalah anak muda, mereka belum tahu siapakah si "kelelawar", tidak tahu keberadaan si kelelawar sebelumnya.
Mereka sama sekali tak tahu sampai dimana menakutkannya si kelelawar, sampai dimana ngeri dan ganasnya manusia itu.
Bahkan To Kiu-shia dan Thio Poan-oh sendiripun hanya mendengar cerita orang.
Tak disangkal memang amat banyak cerita dongeng tentang si kelelawar, namun semuanya tak lebih hanya berita sensari, cerita dongeng, tak seorang manusiapun yang tahu asal usul serta sepak terjang yang sebenarnya dari manusia ganas itu.
Hal ini bisa dimaklumi, sebab belum pernah ada korban dari si kelelawar yang tetap hidup dan bercerita.
Dalam hal inipun tak lebih hanya cerita dongeng.
Terkadang cerita dongeng jauh dari kenyataan aslinya, seringkali jauh lebih besar dan hebat dari kejadian sesungguhnya, karena disana sini telah ditambahi bumbu.
Apalagi manusia ganas yang disebut Pian-hok atau kelelawar ini sudah lama lenyap dari dunia persilatan, malah konon sudah lama tewas.
Dalam hal ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh sangat yakin dan percaya.
Karena orang yang memberitahu kepada mereka tentang kematian si kelelawar bukan orang lain, mereka adalah kedua orang congpiautau dari perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok, Lui Sin serta Han Seng! Lui Sin bertemperamen tinggi bagai bahan peledak, Han Seng tenang banyak bicara.
Semua yang diucapkan kedua orang ini jujur dan sesuai kenyataan, dalam hal ini tak dapat diragukan lagi.
Tapi kenyataannya sekarang, si kelelawar yang konon sudah tewas, kini telah muncul dihadapan mereka, muncul dalam kondisi segar bugar.
Dalam waktu sekejap, muncul satu keraguan dalam hati mereka berdua, satu kecurigaan yang amat besar.
Kelelawar yang berada dihadapan mereka sekarang, apakah kelelawar yang sesungguhnya" Baru saja ingatan itu melintas, si kelelawar telah berkata: "Sebelum kalian semua mampus, aku tak bakal tinggalkan kedai teh ini!" Nada suaranya parau, rendah dan berat, aneh sekali kedengarannya, sama sekali tak mirip suara manusia.
To Kiu-shia menatapnya tajam, tak tahan lagi-lagi dia bertanya: "Kau benar benar si kelelawar?" "Hmm, dalam waktu secepatnya kalian akan tahu sendiri" sahut si kelelawar sambil tertawa dingin.
Begitu selesai bicara, tiba tiba dia bersuit nyaring, suitan yang tajam, melengking dan sangat menusuk pendengaran.
"Brukkk, bruuuk, bruuuk........." serentetan suara aneh segera bermunculan dari balik ruang kedai.
Semua orang berpaling, menoleh kearah berasalnya suara aneh itu, tapi apa yang kemudian terlihat membuat mereka terperangah, terkesima, begitu kaget sampai melongo dan ternganga.
Dari balik tiang kedai, dari balik tempat tempat yang gelap dalam ruangan muncul begitu banyak kelelawar, bergantungan diatas tiang, beterbangan silih berganti.......
Kelelawar itu segera berkata dengan suara berat: "Semua kelelawar itu adalah kelelawar sejati, kelelawar sesungguhnya, sedangkan aku si kelelawar, meski bukan sejenis dengan mereka, meski bukan rekan sebangsa dengan mereka, tapi aku tak lain adalah Mo-ik-pian-hok, kelelawar tanpa sayap. Satu satunya Kelelawar tanpa sayap yang pernah ada!" "Kelelawar tanpa sayap........" Thio Poan-oh mendesis lirih, tanpa sadar tangan kanannya yang menggenggam golok Toa-huan-to mulai gemetar.
Tidak terkecuali To Kiu-shia.
Walaupun mereka masih belum tahu jelas sampai dimana kelihayan dari kelelawar tanpa sayap ini, namun satu perasaan ngeri, perasaan seram yang tak terlukis telah muncul dalam hati mereka, muncul dari dasar telapak kaki dan langsung merambat naik ke ujung kepala.
Kembali si kelelawar bersuit nyaring....
Begitu suitan berbunyi, kawanan kelelawar itu mulai beterbangan, mulai menyambar kian kemari.
"Bruuk..... brukkk......." suara kebasan sayap bersahutan, seluruh kedai jadi kacau.....
Bab 2. Golok Kelelawar   Suasana hutan murbei merah bagai darah, cahaya matahari senja merah bagai darah
  Kawanan kelelawar itu muncul dari balik daun murbei yang merah, menerobos keluar dari balik cahaya senja yang membara, tubuh mereka seolah ikut berubah jadi merah, semerah darah segar
  Jeritan kaget bergema silih berganti, untuk sesaat semua orang berdiri bengong, berdiri tertegun, tak tahu apa yang harus dilakukan
  Sepasang tangan Thio Poan-oh serta To Kiu-shia telah basah oleh keringat dingin, ingin sekali mereka perintahkan semua orang untuk tenang, untuk lebih mengendalikan diri, namun ucapan yang telah meluncur ke sisi tenggorokan, entah mengapa, ternyata jadi beku, tak mampu disampaikan keluar
  Terdengar si kelelawar berkata lagi: "Biarpun aku tak bersayap, namun aku tetap dapat terbang!" Baru selesai berbicara, tubuhnya sudah melambung, sudah mulai terbang di udara
  Tentu saja dia bukan terbang sungguhan, dia hanya melambung ke udara secara tiba-tiba
  Ia mengenakan pakaian serba hitam, sewaktu sepasang ujung bajunya terkulai ke bawah, entah bagaimana, begitu dipentangkan ternyata lebarnya bukan kepalang, pada hakekatnya tak jauh berbeda seperti sepasang sayap dari seekor kelelawar! Begitu sepasang bajunya dibentangkan, ia turut melambung ke tengah udara
  Mula mula Thio Poan-oh agak tertegun, menyusul kemudian jeritnya lengking: "Hati-hati!" Cepat tubuhnya melejit ke samping, golok Toa-huan-to digetarkan kemudian langsung mengejar ke arah mana si kelelawar itu bergerak
  To Kiu-shia tak berani berayal, dengan gerakan tubuh It-hok-ciong-thian (bangau sakti menerobos langit), sepasang kait Jit-gwee-kou nya memainkan jurus Siang-liong-jut-hay (sepasang naga keluar dari samudra) mengejar ke arah si kelelawar
  Gerakan tubuh mereka tidak terhitung lambat, namun bila dibandingkan si kelelawar, ternyata terdapat selisih jarak yang cukup jauh, apalagi si kelelawar bergerak lebih duluan
  Melambung dua kaki ditengah udara, tiba tiba si kelelawar melakukan patahan, dengan satu gerakan cepat dia sambar seorang piausu bersenjatakan sebilah tombak
  Cukup cekatan piausu itu menghadapi datangnya ancaman, sambil membentak nyaring, tombaknya bagaikan seekor ular berbisa balas menusuk dada lawan
  Sang kelelawar tertawa dingin, tubuh yang tampaknya sudah tak mungkin melakukan perubahan itu tiba tiba berbelok ke samping, biarpun gerak menubruknya masih tak berubah, namun dadanya yang terancam tusukan lawan justru sudah menyingkir ke sisi lain
  Bagaimana pun dasar ilmu silat yang dimiliki piausu itu sangat terbatas, untuk sesaat sulit baginya untuk menangkap perubahan itu, menyangka tusukan tombaknya pasti mengenai sasaran, genggamannya makin diperkencang, tusukan yang dilancarkan pun meluncur semakin cepat ke depan
  "Criiiit!" ujung tombak menyambar lewat, tahu tahu tusukan itu sudah melesat lewat dari bawah ketiak lawan, padahal terkaman si kelelawar saat itu sama sekali tak terhenti, dengan kecepatan kilat langsung mengancam tubuh piausu itu
  Dalam keadaan begini piausu itu baru sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, sambil menjerit kaget buru-buru dia melompat mundur
  Belum lagi teriakannya selesai berkumandang, tangan kanan sang kelelawar yang tajam bagaikan cakar burung elang sudah mencekik leher piausu tersebut
  Begitu digenggam lalu diayun, tubuh piausu itu bagaikan layang-layang yang putus benang langsung mencelat ke belakang, menumbuk diatas sebuah tiang kayu
  Lima buah lubang kecil kini muncul dari bekas cekikan pada tenggorokannya, darah segar bagai pancuran air menyembur keluar tiada hentinya
  Dengan ke lima jari tangannya yang berpelepotan darah, kembali si kelelawar mengayun sambil menggapit, lagi lagi dia cengkeram wajah piausu ke dua
  Tergopoh gopoh piausu itu berkelit kesamping, sayang sasaran yang diarah kelelawar itu bukan wajahnya, melainkan tenggorokannya
  Kembali cengkeraman disertai ayunan tangan dia lakukan, disaat darah segar mulai menyembur keluar dari tenggorokan piausu itu, tubuh si kelelawar kembali telah melambung ke tengah udara
  Sepasang ujung bajunya dikebaskan berulang kali, ditengah deruan angin kencang, tubuhnya menukik ke bawah, kembali tangannya digerakkan ke sana kemari, bagaikan sabetan golok dia hajar tenggorokan dari dua orang siang-cu-jiu
  Tak sempat menghindarkan diri, lagi lagi tenggorokan ke dua orang itu terbabat telak, "kreeekl" tubuh mereka mencelat ke tengah udara
  Rekannya yang menyaksikan kejadian itu seketika mengayunkan goloknya membacok ujung baju yang mengancam tiba, "Prakkkk!" diiringi suara keras, golok itu mencelat dari genggamannya, meluncur ke tengah udara bagaikan pusingan roda kereta
  Akibat dari getaran yang amat keras itu, telapak tangan kanannya jadi retak dan pecah, darah meleleh membasahi bajunya, sementara orang itu hanya bisa berdiri mematung tanpa bergerak, mematung karena tertegun, terkesima dan ngeri
  Dengan satu gerakan cepat kelelawar itu meluncur turun persis dihadapannya, telapak tangannya yang tajam bagai cakar burung lagi lagi dihantamkan ke muka
  Ternyata dia tidak tahu menghindar ataupun berkelit, dalam waktu yang relatip singkat dia hanya merasa munculnya rasa sakit yang luar biasa dari bagian wajahnya, lalu terdengar suara tulang yang gemerutuk hancur
  Itulah perasaan yang bisa ia rasakan untuk terakhir kalinya
  Begitu telapak tangan si kelelawar meninggalkan kepalanya, seluruh wajah orang itu hancur lebur tak karuan dan roboh terkapar ke tanah bagai lumpur cair
  Tidak berhenti sampai disitu, si kelelawar menggerakkan tubuhnya berulang kali dengan gerakan cepat dan aneh, cepat tapi ganas, ditengah suara deruan angin pukulan yang memekak telinga, kembali dua orang anggota pengawal barang tersambar ujung bajunya, ujung baju setajam mata pisau yang menggorok tenggorokan mereka
  Menyusul kemudian seorang lagi mati dengan wajah hancur
  Dalam waktu yang relatif singkat, sudah ada tujuh orang roboh terkapar ditangan si kelelawar, bila ditambah lima orang yang tewas duluan karena keracunan, berarti sudah ada dua belas orang yang menemui ajalnya secara percuma
  To Kiu-shia serta Thio Poan-oh menyaksikan semua peristiwa itu dengan mata kepala sendiri, sekuat tenaga mereka menyusul di belakang si kelelawar, sepasang kaitan jit-gwee-kou serta golok toa-huan-to milik mereka diayun berulang kali dengan sepenuh tenaga, dengan harapan bisa membacok mati musuhnya dalam waktu singkat
  Tapi kedua orang itu merasa kecewa sekali
  Hingga akhirnya berhasil mengendalikan diri, mereka b aru menemukan kalau dari ke dua puluh enam orang kelompoknya, kini hanya tersisa empat belas orang yang masih hidup
  Dalam sedih dan gusarnya To Kiu-shia membentak nyaring: "Semua orang berkumpul ditengah warung, lawan musuh dengan sepenuh tenaga!" Begitu selesai berteriak, ia segera memberi kode kepada Thio Poan-oh, sepasang senjata kaitan Sit-gwee-kou miliknya dengan jurus Cu-tiap-cuan-hoa (kupu kupu terbang diantara bunga) diayun ke kiri kanan melindungi Ciu Kiok serta empat orang Tong- cu-jiu lainnya yang berada disisinya
  Thio Poan-oh tak berani berayal, golok Toa-huan-to nya dengan jurus Pat-hong-hong-uh (hujan angin dari delapan penjuru) melancarkan tiga belas bacokan secara beruntun, dia pun berusaha melindungi seorang piausu serta lima orang Tong-cu-jiu lainnya
  Dengan merapatkan diri dalam satu lingkaran, mereka mulai bergeser dari tempat itu
  Masih ada seorang tong-cu-jiu lagi yang berdiri sedikit agak jauh, sementara si kelelawar persis berada diantara mereka, begitu melihat rekan rekannya tewas secara mengerikan, orang itu jadi pecah nyali dan ketakutan setengah mati
  Begitu melihat sang kelelawar menghadang persis dihadapannya, ia semakin tak berani bergabung dengan kelompoknya, diiringi jerit ketakutan, orang itu malah berbalik diri dan kabur ke arah luar
  "Jangan......" teriak Thio Poan-oh, buru buru golok toa-huan-to nya dibabat ke depan, mengancam tubuh si kelelawar
  Belum lagi sabetan golok itu tiba, si kelelawar sudah melesat keluar, sambil bersalto ditengah udara, dia menyusul ke arah mana tong-cu-jiu itu melarikan diri
  Baru saja kabur empat lima langkah, tong-cu-jiu itu sudah merasakan datangnya desingan angin tajam yang menindih badannya, tanpa berpaling lagi, sambil berteriak ketakutan secara beruntun dia lepaskan tiga bacokan berantai
 

Dalam keadaan begini dia sudah tidak berharap untuk melukai musuhnya lagi, yang penting menyelamatkan diri sendiri
  Sayang sekali ilmu silat yang dimilikinya kelewat cetek, apalagi dibawah ancaman maut si kelelawar, mana mungkin ia bisa selamatkan diri" Baru saja bacokan ke tiga sampai diseparuh jalan, suara retakan bergema di udara, tahu tahu tangan kanan si kelelawar telah merobek baju bagian punggungnya dan menggencet tulang belakangnya
  "Kekekekek......" diiringi tertawa aneh, kelelawar itu menggetarkan tangan kanannya, tulang punggung berikut tulang iga tong-cu-jiu itu rontok satu demi satu
  "Kreeek, kreeek, kreeee!" serentetan bunyi keras seperti ledakan rentengan mercon berkumandang sambung menyambung, bagaikan kehilangan tulang penyangga, tak ampun tubuh orang itupun terkapar lemas ke tanah
  Sambil mengendorkan tangannya, kelelawar itu membalikkan tubuh sambil merangsek maju
  Pada saat itulah Thio Poan-oh mengayunkan golok besarnya melancarkan sebuah tebasan, dengan bobot golok yang begitu berat, tebasan itu disertai deruan angin kuat
  "Bagus!" puji kelelawar itu sambil bergeser ke samping menghindarkan diri dari datangnya sabetan itu, bersamaan waktu dia kebaskan ujung bajunya, dengan gerakan bagai menggunting dia ancam tenggorokan lawan
  Cepat Thio Poan-oh memutar goloknya dengan jurus Eun-hoa-hud-liu (memisah bunga mengebas liu), satu jurus dua gerakan, dia babat sepasang ujung baju lawan yang sedang menggunting ke arahnya
  "Praak, praaak......!" dua kali benturan nyaring bergema di udara, ketika golok dan ujung baju saling membentur, bukan saja golok itu tidak tergulung lepas, ujung baju pun sama sekali tak robek, namun sepasang tangan Thio Poan-oh yang menggenggam senjata terasa linu dan kaku oleh bentrokan itu
  Tak urung terkesiap juga perasaan hatinya
  Dengan satu gerak cepat kembali si kelelawar merangsek maju, sepasang lengannya digetarkan sambil menyambar, kali ini dia ancam dada Thio Poan-o h, bukan saja cepat dalam perubahan jurus, serangan pun ganas dan telengas
  Mimpi pun Thio Poan-oh tidak menyangka kalau bacokan goloknya gagal untuk membendung serangan musuh, untung ia sigap, begitu merasa gelagat tidak mengutungkan, cepat dia ambil keputusan untuk melompat mundur
  Bagai bayangan saja, kelelawar itu menempel terus disisi tubuhnya
  Melihat situasi amat kritis, diiringi suara bentakan yang menggelegar bagai suara guntur, To Kiu-shia dengan senjata Jit-gwee-kou nya menerjang masuk dari samping, dia kunci sepasang pergelangan tangan lawan
  Hampir pada saat bersamaan Ciu Kiok dengan pedang mustika nya menusuk tubuh lawan dari sisi lain


Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

  Tidak ketinggalan tiga orang piausu lainnya, dengan senjata sam-ciat-kun serta dua bilah golok besar, ke tiga jenis senjata itu serentak menyerang tubuh lawan dari tiga arah yang berbeda
  Seolah tidak melihat datangnya semua ancaman itu, si Kelelawar mengebaskan sepasang tangannya berulang kali, ternyata ia lepaskan berapa kali sentilan maut untuk mementalkan datangnya ke lima jenis senjata itu
  Perawakan tubuhnya yang tinggi jangkung berputar bagai gangsingan, sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata segera meluncur keluar dari balik tubuhnya
  Jeritan ngeri pun berkumandang membelah keheningan
  Kilatan cahaya tajam itu tidak berhenti sampai disitu, dengan kecepatan tinggi kembali melesat ke semua arah
  "Criiit, criiit, criiit!" jerit kesakitan bergema sahut menyahut, percikan darah bagai bunga api menyembur ke mana mana
  "Hati hati!" hardik To Kiu-shia berulang kali, dengan senjata kaitan Jit-gwee-kou, dia lakukan tangkisan di kiri dan kanan secara berulang, bukan saja harus selamatkan diri, diapun harus melindungi keselamatan anak buahnya
  Sayangnya, selamatkan diri sendiri pun ia tak sanggup apalagi mengurus keselamatan orang lain, suatu ketika karena kurang berhati hati, cahaya tajam itu berhasil menerobos masuk melalui celah diantara sepasang senjata kaitan jit-gwee-kou miliknya
  Darah segar segera menyembur dari bahu kirinya, senjata jit-gwee-kou yang digenggam dalam tangan kirinya terlepas dari cekalan dan.... "Traang!" jatuh ke tanah
  Sementara itu Thio Poan-oh dengan golok besarnya hanya sanggup menyelamatkan diri
  Disisi lain, ciu Kiok dengan wajah pucat pias memaink an pedangnya sepenuh tenaga, dia putar senjatanya sedemikian rupa hingga angin dan hujan pun sulit tembus, setelah bersusah payah akhirnya ia berhasil juga membendung datangnya gempuran cahaya tajam itu
  "Triiing, triiing!" dentingan keras bergema tiada hentinya, mendadak kilatan cahaya tajam itu meluncur naik ke atas
  Begitu melesat naik, seketika lenyap tak berbekas
  Menyusul kemudian bayangan pedang cahaya golok pun secara beruntun terhenti semua
  To Kiu-shia masih berdiri dengan senjata kaitan ditangan kanannya melindungi dada, darah segar yang memancar keluar dari mulut luka dibahu kirinya masih mengalir deras, namun dia seolah sama sekali tidak merasa
  Thio Poan-oh dengan golok besarnya menempel didepan dada kanan berdiri pula dengan sikap tegang, peluh sebesar kacang membasahi sekujur tubuhnya, bahkan dengus napas pun berubah memburu dan tersengkal
  Sebaliknya Ciu Kiok berdiri dengan ujung pedang menghadap ke bawah, wajahnya pucat pasi seperti kertas, mulutnya setengah ternganga, matanya terbelalak lebar penuh diliputi perasaan ngeri dan takut
  Bisa dimaklumi kalau dia ngeri bercampur takut, sebab didalam kedai itu, kecuali si kelelawar, kini hanya tersisa mereka bertiga saja yang masih hidup
  Para piausu dan tong-cu-jiu yang tadi bertarung bersama-sama melawan keganasan si kelelawar, kini hampir semuanya sudah tertumpas, berubah jadi orang mampus
  Diantara mereka, ada yang kepalanya terpisah dengan badan, ada yang pinggangnya terbabat putus jadi dua, ada pula yang dadanya terbelah hingga merekah
  Darah segar telah membasahi seluruh permukaan lantai kedai, hampir semua meja kursi tumbang berantakan tak karuan, ceceran darah membuat tempat itu berbau anyir dan amis
  Ke tiga orang itu merasa amat sedih, dalam keadaan begini mereka tak sempat lagi mengurusi para korban, sebab walaupun pihaknya sudah jatuh begitu banyak korban, namun gagal merobohkan kelelawar ganas itu
  Bagi si kelelawar, tentu saja dia tak akan sudahi persoalan itu sampai disana, kini dia berada diatas belandar rumah
  Ke tiga orang itu tidak tahu mengapa si kelelawar melompat naik ke atas belanda: rumah, tapi satu hal mereka sangat yakin, musuhnya tak bakal melepaskan mereka dengan begitu saja
  Bau anyir darah semakin berat dan pekat menyelimuti ruangan, bersamaan itu pula dengus napas ke tiga orang itu semakin berat dan sesak
  Selapis daya tekanan tak berwujud seolah menindih seluruh kedai teh itu
  Apakah hal ini disebabkan si kelelawar sudah naik keatas belandar" Berdiri diatas tiang penglari" Belandar itu tidak terlalu besar, namun cukup untuk menahan pijakan badan si kelelawar. Ia duduk tenang disitu, sepasang matanya yang hijau bersinar menatap tiga mangsanya tanpa berkedip, seakan mata kucing yang mengawasi tiga ekor tikus
  Diatas pangkuan lututnya tergeletak sebilah senjata, sebilah golok yang panjangnya satu meter
  Gagang golok itu terbuat dari sepotong besi yang berbentuk seekor kelelawar dengan sepasang sayap terpentang lebar, sementara badan golok berbentuk melengkung bagai bulan sabit, cahaya yang terpancar keluar amat menyilaukan mata, tak disangkal kawanan piausu dan tong-cu-jiu telah tewas diujung golok itu
  Meski sudah begitu banyak orang yang mati terbunuh, ternyata tak setetes darah pun yang menodai badan golok
  Membunuh tanpa ternoda darah, sudah jelas senjata itu merupakan sebilah golok mustika
  Dengan ke lima jari tangan kirinya, si kelelawar membesut badan golok lengkungnya, tiba tiba ia menyentil dengan ibu jari dan jari tengahnya
  [II "Nguuuungg suara dengungan bagai pekik naga menggema dari tubuh golok lengkung itu, bahkan senjata tersebut bergetar tiada hentinya
  Kilauan cahaya tajam memancar bagai sambaran halilintar, amat menusuk pandangan
  Mendengar suara dengungan, menyaksikan cahaya yang berkilauan, To Kiu-shia bertiga merasakan hatinya bergetar keras
  "Tahukah kalian, golok apakah ini?" terdengar si kelelawar menegur sambil tertawa aneh
  "Tidak tahu" jawab Thio Poan-oh tanpa sadar
  "Golok Kelelawar!" "Kalau toh golok kelelawar, lantas kenapa?" dengus Thio Poan-oh sambil tertawa dingin
  "Golok ini hanya membunuh orang terkenal, jadi seharusnya merasa bangga dan terhormat bila dapat mampus diujung golok ini" "Kentutl" umpat To Kiu-shia
  Kembali si kelelawar menghela napas
  "Aaai, sebenarnya golok kelelawar terdiri dari tiga belas bilah, tapi sekarang tinggal sebilah ini saja" katanya
  "Lantas kemana perginya sisa golok yang lain?" tanya Thio Poan-oh keheranan
  "Telah kuhadiahkan untuk ke dua belas orang gadis yang kusukai!" sahut si kelelawar
  Sesudah tertawa lebar, kembali lanjutnya: "Golok yang terakhir inipun segera akan kuberikan kepada orang" "Apa..... apakah hendak kau hadiahkan untuk.... untuk nona kami?" tanya Ciu Kiok gemetar
  "Betul" jawab si kelelawar sambil mengangguk, "biarpun mataku tak dapat melihat, tapi hingga kini aku tahu kalau dia adalah seorang gadis yang cantik dan menawan hati" "Kau.... kau maksudkan dirimu.... dirimu seorang buta?" tanya Ciu Kiok lagi tercengang
  Si kelelawar tertawa pedih
 

"Kau.... kau maksudkan dirimu.... dirimu seorang buta?" tanya Ciu Kiok lagi tercengang
  Si kelelawar tertawa pedih
  "Ehm! Biarpun aku tak punya mata, namun memiliki sepasang telinga yang tajam dan sempurna" Setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Telinga kelelawar memang selalu tajam dan sempurna!" Ciu Kiok yang mendengarkan kesemuanya itu hanya bisa berdiri terbelalak dengan mulut melongo, sedangkan To Kiu-shia serta Thio Poan-oh merasa terkesiap, perasaan heran bercampur sangsi terpancar keluar dari balik sorot matanya
  Ternyata si kelelawar adalah seorang buta, bagaimana mungkin mereka dapat percaya" Meskipun tidak bersuara, tampaknya si kelelawar seperti memahami jalan pikiran mereka, kembali ujarnya: "Banyak orang tidak percaya kalau aku adalah seorang manusia buta, tapi kenyataan tetap merupakan kenyataan!" Berbicara sampai disitu, perlahan dia angkat tangan kirinya, menekan kelopak mata kiri lalu mencongkel ke dalam, mencomot keluar biji matanya yang berada dalam kelopak mata itu
  Begitu biji mata tercongkel keluar, maka muncullah sebuah liang gelap dimata kirinya itu
  Dari balik liang hitam itu terpancar sinar fosfor berwarna hijau muda, pancaran sinar api setan yang meliuk liuk di udara
  Walaupun suasana diatas belanda: rumah merupakan bagian sudut ruang tergelap, namun cahaya fosfor itu tampak begitu jelas dan nyata
  Si kelelawar meletakkan biji matanya yang dikorek keluar itu diatas telapak tangannya
  Biji mata yang diletakkan diatas tangan itu masih memancarkan sinar fosfor berwarna hijau, seakan akan mata itupun masih bernyawa, karena tetap memandang ke arah To Kiu-shia dan Thio Poan-oh sekalian dengan melotot
  Menghadapi kejadian seperti ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh merasakan hatinya berdebar keras, berdebar karena tegang bercampur ngeri, apalagi Ciu Kiok seorang gadis muda, nyaris dia jatuh tak sadarkan diri
  Sejak dilahirkan hingga detik sebelum kejadian itu, belum pernah mereka jumpai peristiwa aneh semacam ini, apalagi peristiwa yang begitu horor dan menakutkan
  Kembali si kelelawar tertawa aneh, wajahnya yang tanpa mata membuat senyuman orang itu terlihat makin seram dan menakutkan
  Perlahan-lahan dia masukkan kembali biji matanya ke dalam kelopak mata yang berlubang, kemudian tegurnya: "Sekarang, tentunya kalian sudah percaya bukan?" Tanpa terasa Ciu Kiok mengangguk, sedang To Kiu-shia dan Thio Poan-oh ingin sekali tertawa dingin, tapi sayang mereka tak mampu lagi untuk tertawa dingin
  "Kalau begitu, sekarang kalian sudah boleh berangkat" kata kelelawar lebih lanjut sambil tertawa
  "Berangkat?" apa maksud ucapan tersebut" Tanpa dijelaskan pun ke tiga orang itu memahami dengan sangat jelas
  Berkilat mata To Kiu-shia, tiba tiba ia merendahkan suaranya sembari berbisik: "Ciu Kiok, kami berdua akan menghadang kelelawar itu dengan sepenuh tenaga, gunakan kesempatan itu untuk kabur dari sini, naiklah ke kuda dan larikan kencang kencang!" "Aku........" Ciu Kiok tergagap
  "Bila kami semua mampus disini, siapa yang bakal melaporkan kejadian ini kepada congpiautau" Apa lagi yang masih kau ragukan?" tukas To Kiu-shia cepat
  "Benar" sambung Thio Poan-oh pula, "mati hidup nona sudah berada dalam genggamanmu, tak usah pedulikan kami, cepat tinggalkan tempat ini" Merasa pendapat tersebut ada benarnya juga, akhirnya sambil menggigit bibir Ciu Kiok mengangguk
  Baru saja nona itu akan ngeloyor pergi, mendadak terdengar si kelelawar yang berada diatas tiang penglari berseru lagi sambil tertawa dingin: "Ingin melarikan diri?" Tampaknya pembicaraan mereka bertiga telah terdengar semua olehnya, tiba tiba ia sentil lagi senjatanya, suara dengungan nyaring pun bergema dari balik badan golok lengkung itu
  Tanpa sadar Ciu Kiok menghentikan langkah kakinya, buru buru Thio Poan-oh mendesak: "Ciu Kiok, jangan urusi dia, cepat lari!" "Betul, biar kami yang menghadapinya, cepat kabur!" sambung To Kiu-shia
  Sekali lagi Ciu Kiok mengangguk, ia membalikkan badan dan kabur secepatnya meninggalkan warung
  Pada saat bersamaan To Kiu-shia menghardik: "Maju!" Jit-gwee-kou yang berada ditangan kanannya diputar, tubuhnya segera melambung ke udara, langsung menerkam si kelelawar yang berada diatas belandar
  Thio Poan-oh tak berani berayal, golok besar Toa-huan-to miliknya diputar lalu bersamaan dengan gerakan melambung, dia bacok pinggang musuh
  Melihat datangnya ancaman itu, si kelelawar melotot tanpa berkedip, mendadak ia berpekik nyaring, tubuhnya menerjang ke atas, "Braaak!" ia jebol atap warung lalu meluncur keluar dari ruangan itu
  Dalam waktu singkat seluruh bangunan warung sudah roboh ke tanah dan hancur berantakan
  Baik To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh sama sekali tak menyangka bakal terjadi peristiwa itu, padahal saat itu tubuh mereka sedang melambung ke udara
  Dalam keadaan begini, mana sempat bagi mereka untuk menghindarkan diri" Tak ampun ke dua orang itu segera tertindih dibalik puing warung yang bertumbangan
  Tak seorangpun yang akan menyangka kalau sebuah bangunan warung teh yang begitu kokoh, mendadak bisa ambruk dan hancur berantakan, tentu saja terkecuali si kelelawar
  Rupanya semua tiang penyangga bangunan warung itu sudah dipatahkan sebelumnya, hanya karena sudah diganjal maka bangunan itu tidak sampai roboh
  Tapi kini, begitu si kelelawar bergerak menjebol atap bangunan dengan kekuatan yang maha besar, tiang tiang penyangga yang semula telah diganjal pun ikut bergeser posisinya, tak aneh bila bangunan tersebut segera roboh
  Kelihatannya semua perubahan itu sudah berada dalam dugaan dan perhitungan si kelelawar, ditengah suara hiruk pikuk yang nyaring, tubuhnya yang kurus kering telah meluncur keluar dari balik bangunan, sepasang ujung bajunya dikebaskan, "Braaaak!" tubuhnya bagaikan seekor kelelawar melesat turun dengan kecepatan tinggi
  Waktu itu Ciu Kiok baru saja berlari keluar dari dalam warung, baru selangkah tinggalkan pintu, suara gemuruh yang keras telah menggetarkan hatinya, begitu berpaling, nona ini jadi terbelalak hingga berdiri melongo, ia saksikan bangunan warung teh sudah roboh tak karuan
  Apa yang sebenarnya terjadi" Bagaimana keadaan paman To dan paman Thio" Sementara dia masih keheranan, "Wessss!" dari belakang tubuhnya terdengar suara sambaran, diikuti bergemanya suara tertawa aneh dari si kelelawar yang tinggi tajam
  Dengan perasaan terkejut ia berpaling, saat itulah dia saksikan si kelelawar sedang melesat turun dari tengah udara, meluncur turun hanya setengah tombak di belakang tubuhnya
  "Kelelawar!" belum selesai nona itu menjerit, tusukan golok si kelelawar telah meluncur datang kearah tubuhnya
  Cahaya golok yang tajam bagai sambaran kilat, tusukan golok yang cepat bagai lintasan petir
  Buru buru dia memutar tangan kanannya, menyongsong datangnya tusukan itu dengan ayunan pedang
  Sepintas, ayunan pedang itu seakan berhasil membendung datang nya tusukan golok dari si kelelawar, begitu pula pendapat Ciu Kiok, siapa sangka pedangnya yang dibabat ke muka ibarat sapi tanah liat yang tercebur ke dalam lautan
 

"Celaka!" pekik Ciu Kiok dengan perasaan terperanjat, baru saja dia akan menarik pedangnya untuk melindungi diri, cahaya golok secepat lintasan petir itu sudah menyambar lewat dari sisi tengkuknya
  Rasa sakit yang merasuk hingga ke tulang sumsum terasa menyebar ke seluruh tubuh, diiringi jeritan ngeri Ciu Kiok roboh terkapar ke tanah
  Disisi tengkuknya telah bertambah dengan sebuah mulut luka yang panjang dan dalam sekali, darah segar bagaikan pancuran mata air menyembur keluar dari mulut luka itu, membasahi dan menggenangi seluruh permukaan tanah
  Nona itu roboh ke tanah, roboh terkapar, tampaknya tidak bergerak lagi
  Sambil tertawa dingin si kelelawar tempelkan mata golok didepan bibirnya lalu ditiup pelan, meniup sisa darah yang masih melengket di tubuh goloknya, dari sikap maupun mimik wajahnya, dia kelihatan agak menyesal, agak merasa iba, tapi seperti juga tanpa perubahan, masih tetap dingin, sadis, tak berperasaan
  Pada saat itulah dari sudut warung yang roboh tampak dua sosok bayangan manusia melesat keluar, begitu lolos dari reruntuhan, mereka berdua segera meluncur ke arah tengah arena
  Ke dua orang itu tak lain adalah Thio Poan-oh dan To Kiu-shia, seluruh tubuh mereka kotor oleh debu dan pasir, tampangnya sangat mengenaskan, namun senjata masih tergenggam dalam tangan, sikapnya yang sigap dan cekatan menunjukkan kalau mereka siap melancarkan serangan setiap saat
  Dalam waktu singkat mereka saksikan tubuh Ciu Kiok yang terkapar ditanah, mereka pun saksikan si kelelawar berdiri sinis disisinya
  Menyaksikan kesemuanya itu mereka berdua segera saling bertukar pandangan, kemudian terdengar To Kiu-shia berseru: "Saudaraku, kau cepat kabur, biar kupertaruhkan nyawa untuk menahan gempurannya" Cepat Thio Poan-oh menggeleng
  "Tidak, biar aku saja yang adu jiwa dengannya, kau cepat melarikan diri" "Lengan kiriku sudah terluka, cukup banyak darah yang mengalir keluar, hal ini sangat mempengaruhi kondisi tubuhku, biar bisa kabur pun tak bakal pergi jauh, lebih baik aku saja yang tetap disini!" \\"l -api.......
  II "Sudah, tak usah saling mengalah lagi" tukas To Kiu-shia tak sabar, "kalau diteruskan, kita akan terlambat untuk melarikan diri" Thio Poan-oh tertegun, untuk sesaat dia tak dapat mengambil keputusan
  Il "Ciu Kiok telah mati kembali To Kiu-shia berkata, "satu diantara kita berdua harus tetap hidup untuk memberi laporan kepada congpiautau, agar dia tahu apa yang telah terjadi disini" Lama sekali Thio Poan-oh menatap wajah To Kiu-shia, akhirnya dia berbisik: "Saudaraku, kau harus berhati hati, aku pergi dulu!" "Tak usah berlagak seperti wanita, ayoh cepat pergi!" desak To Kiu-shia
  Sambil menggigit bibir Thio Poan-oh membalik badannya dan kabur dari tempat itu
  Tiba tiba suara tertawa aneh berkumandang dari tengah udara, itulah suara tertawa dari si kelelawar, tinggi, tajam dan menusuk pendengaran
  Begitu suara tertawa mendengung, si kelelawar bersama tusukan goloknya telah meluncur tiba
  Melihat datangnya terkaman itu, To Kiu-shia segera memutar senjata jit-gwee-kou ditangan kanannya dan diiringi bentakan nyaring, menyongsong datangnya ancaman tersebut
  Si kelelawar tertawa dingin, berada ditengah udara dia ayun golok kelelawarnya berulang kali, mengikuti gerak serangan itu, cahaya golok yang tajam bagai lintasan petir berkilat membentuk satu jaring cahaya yang berlapis, keadaannya sungguh mengerikan
  Waktu itu To Kiu-shia sudah sama sekali tak peduli dengan keselamatan jiwanya, dengan jurus Pat-hong-hung-uh (hujan angin dari delapan penjuru) senjata kait ditangan kirinya langsung disodokkan ke tubuh si kelelelawar, dia tak ambil peduli karena gerak serangan tersebut pertahanan tubuh sendiri jadi sama sekali terbuka, baginya, dia hanya tahu menyerang dan beradu nyawa dengan lawan
  Gerak tubuh si kelelawar sama sekali tak berubah karena tindakannya itu
  Thio Poan-oh yang menyaksikan kenekatan rekannya hanya bisa menghela napas, akhirnya dia melesat pergi dari situ dengan kecepatan tinggi
  Disisi sini baru saja dia menggerakkan tubuhnya untuk kabur, disisi lain golok si kelelawar telah saling beradu dengan senjata kait milik To Kiu-shia
  "Criiiing!" ditengah dentingan keras, lapisan bayangan senjata kait buyar tak berbekas, hanya dengan satu bacokan golok, si kelelawar berhasil memunahkan jurus serangan Pat-hong-hung-uh dari To Kiu-shia
  Bacokan golok yang ke dua sama sekali tidak dia lakukan, begitu senjatanya saling beradu dengan senjata kaitan, ia manfaatkan tenaga pantulan itu untuk melejit ke udara, bersalto beberapa kali kemudian menubruk ke arah Thio Poan-oh yang sedang melarikan diri
  Perubahan yang terjadi kali ini sama sekali diluar dugaan To Kiu-shia, buru buru hardiknya: "Mau lari ke mana kau!" cepat tubuhnya meluncur ke depan dan menyusul di belakang lawan
  Sungguh cepat gerakan tubuh si kelelawar, dalam sekali lompatan ia sudah berada sejauh delapan kaki, lalu kakinya kembali menutul ke tanah dan tubuhnya melesat sejauh tiga kaki, sekarang jaraknya dengan punggung Thio Poan-oh tinggal tujuh langkah
  Tubuhnya yang meluncur ke bawah kembali mencelat ke depan, dalam waktu singkat ia sudah berhasil menyusul Thio Poan-oh, diiringi suara pekikan nyaring, golok kelelawarnya langsung dibabatkan ke tubuh lawan
  Mendengar datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, Thio Poan-oh jadi amat terperanjat
  Apakah secepat itu To Kiu-shia akan tewas diujung golok kelelawar" Tanpa terasa ia berpaling, tapi segera To Kiu-shia merasa sedikit lega
  Tentu saja dia pun menyaksikan golok bersama si kelelawar sedang merangsek ke arahnya
  Dengan selisih jarak sedemikian dekat, sulitlah bagi dia untuk membendung datangnya ancaman tersebut, masih untung disaat dia berpaling tadi, golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh sudah siap melancarkan serangan. Tak ayal lagi satu bacokan dilontarkan untuk menyambut datangnya babatan maut lawan
  "Traaangl" bentrokan nyaring bergema di udara, Thio Poan-oh tergetar hingga mundur selangkah, sementara si kelelawar kembali melambung ke udara, dari sana ia bertekuk pinggang lalu golok lengkungnya lagi lagi melancarkan bacokan
  Dalam sekali bacokan dia lancarkan dua puluh delapan buah serangan, semua gerakan membawa desingan angin dan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, hampir semua ancaman itu ditujukan ke tubuh Thio Poan-oh
  Menghadapi ancaman sehebat ini, Thio Poan-oh balas membentak, secara beruntun dia sambut ke dua puluh enam bacokan lawan dengan putaran golok Toa-huan-to miliknya
  Sayang sisanya yang dua bacokan sukar dibendung lagi, bacokan ke dua puluh tujuh membuat pertahanan golok Toa-huan-to nya jebol hingga terbuka, sementara bacokan ke dua puluh delapan merangsek masuk ke arah tubuhnya
  Ditengah kilatan cahaya golok, terdengar suara pakaian tersambar robek, menyusul terbelahnya baju Thio Poan-oh bagian dada, segumpal darah segar pun menyembur keluar membasahi lantai
  Bacokan itu tidak terlampau dalam hingga tidak sampai menimbulkan kematian, namun tak urung cukup membuat Thio Poan-oh seperti kehilangan sukma
  Biar ngeri dan ciut hatinya, orang ini sama sekali tidak mundur, malah kembali teriaknya: "Lo-To, cepat kabur!" Golok toa-huan-to nya dibacok kian kemari secara gencar, saat ini dia hanya punya satu ingatan, menyerang si kelelawar semaksimal mungkin agar To Kiu-shia punya kesempatan untuk melarikan diri
  Waktu itu sebetulnya To Kiu-shia sudah siap berbalik ke arena pertarungan untuk mengerubuti sang kelelawar, tapi setelah mendengar teriakan Thio Poan-oh, lagipula dia pun sadar akan penting dan


dan gawatnya persoalan, maka setelah menghela napas, tanpa sangsi lagi dia putar badan dan berlalu dari situ
  Betapa leganya perasaan Thio Poan-oh setelah menyaksikan rekannya pergi dari situ, tanpa sadar serangan golok yang dilancarkan ikut bertambah gencar dan dahsyat
  Secara beruntun si kelelawar menyambut tujuh belas bacokan lawan, kemudian sambil tertawa dingin jengeknya: "Jangan harap kalian berdua bisa lolos dari tanganku, roboh!" Begitu kata "roboh" bergema, golok kelelawarnya berputar kencang, sekali lagi dia singkirkan golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh ke sisi pertahanan, kemudian dengan gagang golok yang berbentuk sayap kelelawar dia kunci mata golok Thio Poan-oh, sekali tekuk sambil mencongkel, toa-huan-to ditangan Thio Poan-oh pun tergetar hingga lepas dari genggaman dan mencelat ke tengah udara
  Tidak berhenti sampai disitu, kembali Pian-hok-to atau golok kelelawar itu berputar sambil menghujam, ia tusuk perut Thio Poan-oh dalam dalam< br/>     Muncratan darah segar menyembur ke udara, diiringi jeritan ngeri, Thio Poan-oh roboh ke tanah dan merenggang nyawa
  Secepat kilat ia cabut keluar golok kelelawarnya kemudian disambit ke punggung To Kiu-shia kuat kuat
  "Nguuungg . . . . .!" golok kelelawar itu berpusing di udara sambil meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, sedemikian cepat dan dahsyatnya hingga tak terlukiskan dengan kata
  Waktu itu To Kiu-shia telah melompat naik keatas kudanya dan siap mencemplak pergi dari situ
  Sebagaimana diketahui, hampir semua kuda tunggangan para piausu ditambatkan di batang pohon tepi jalan, berhubung tadi si kelelawar menghadang ditempat tersebut, maka mau tak mau terpaksa Thio Poan-oh harus kabur sambil berlarian
  Kini, begitu muncul kesempatan baik, To Kiu-shia pun segera memanfaatkan peluang itu untuk menaiki kudanya
  Siapa tahu baru saja dia naik ke punggung kuda, baru saja dia memutuskan tali pengikat dengan senjata kaitnya, timpukan golok kelelawar telah meluncur tiba dengan kecepatan tinggi
  Yang dibabat oleh Pian-hok-to bukan sang penunggang, melainkan kuda tunggangannya! Dimana cahaya golok menyambar lewat, kaki belakang kuda tunggangan itu terbabat hingga kutung
  Mimpi pun To Kiu-shia tak menduga sampai ke situ, tak ampun ia turut terjerembab bersama robohnya kuda tunggangan itu, lengan kirinya yang terluka kembali merekah, rasa sakit yang merasuk tulang seketika menyelimuti sekujur badannya
  Dalam keadaan begini, ia tak ambil peduli lagi dengan mulut lukanya yang berdarah, begitu berhasil mengendalikan diri, cepat ia melompat bangun lalu melompat ke atas punggang kuda yang lain
  Tampaknya sejak awal sang kelelawar telah menduga sampai ke situ, bersamaan dengan sambitan golok kelelawarnya, dia ikut melesat maju ke depan menghadang jalan pergi To Kiu-shia
  Gerakan tubuh orang itu masih begitu cepat dan cekatan, seakan tenaganya sama sekali tak berkurang gara-gara pertarungan sengit tadi, bagaikan seekor kelelawar yang terbang malam, begitu kakinya menutul permukaan tanah, tubuhnya sudah meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa
  Baru saja To Kiu-shia melompat naik ke punggung kuda ke dua, si kelelawar telah tiba disamping bangkai kuda pertama dan memungut kembali goloknya
  Bukan hanya begitu, sekali lagi tubuhnya merangsek maju, untuk kesekian kalinya ia lancarkan bacokan dengan kecepatan bagai sambaran kilat
  Kali inipun sasaran bacokannya masih bukan manusia, melainkan kuda! "Brukkkl" mata golok dengan telak membacok punggung kuda tunggangan itu
  Semburan darah segar kembali menggenangi tanah, diiringi suara ringkikan panjang, kuda itu roboh terkapar
  Sekali lagi To Kiu-shia terjatuh dari atas punggung kuda, walaupun dia tak sempat berpaling, namun jagoan ini tahu kalau peristiwa tersebut hasil perbuatan si kelelawar, dia pun sadar keselamatan jiwanya sudah berada diujung tanduk
  Maka begitu terjatuh, cepat dia menggelinding ke samping dengan ilmu Tee-thong-sinhoat (ilmu menggelinding), sementara jit-gwee-kou ditangan kanannya berputar kencang menciptakan selapis cahaya tajam untuk melindungi diri
  Tak ada sergapan yang tertuju ke tubuhnya, walau masih menggelinding menjauhi arena, dalam hati To Kiu-shia sangat keheranan, dia tak habis mengerti kenapa tiada sergapan yang tertuju ke tubuhnya
  Secara beruntun dia menggelinding hingga sejauh dua kaki lebih sebelum melompat bangun, ternyata memang tiada serangan yang tertuju ke tubuhnya
  Sang kelelawar betul-betul tidak menyerang lagi, bahkan dia hanya berdiri ditempat semula, mengawasi To Kiu-shia dengan sorot mata dingin, sama sekali tak bergerak
  Tapi begitu To Kiu-shia menghentikan gelindingannya, dia langsung menerkam ke depan, bagaikan seekor kelelawar sungguhan dia bergerak cepat
  Dalam dua kali lompatan ia sudah berhenti didepan To Kiu-shia, hanya selisih tujuh langkah
  Belum lagi membalik badan, To Kiu-shia dengan senjata kaitannya sudah menerkam tiba
  Jit-gwee-kou membacok lurus ke bawah, To Kiu-shia sadar tiada harapan lagi baginya untuk kabur, karena itu dia ambil keputusan untuk menyerang dengan adu nyawa
  Dalam melancarkan bacokannya kali ini, dia telah menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, ia berharap dapat menghabisi nyawa si kelelawar dalam bacokannya tersebut
  Tentu saja dia kecewa! Selama ini si kelelawar hanya berdiri membelakanginya, menanti senjata jit-gwee-kou menyerang tiba, ia baru membalikkan badan
  Berbareng itu, golok kelelawar ikut berputar ke depan, bergerak cepat menangkis datangnya ancaman dari senjata kaitan itu
  "Traaaangl" percikan bunga api memancar ke empat penjuru, tubuh si kelelawar tetap berdiri tak bergerak, sebaliknya To Kiu-shia harus mundur sejauh empat langkah sebelum berhasil berdiri tegak
  Siapa menang siapa kalah dalam pertarungan ini sudah tertera jelas dalam bentrokan barusan
  Begitu senjata kaitannya terbendung oleh tangkisan si kelelawar, sambil menggigit bibir To Kiu-shia memutar lagi senjata andalannya, kali ini dengan menyerempet bahaya mengancam wajah lawan
  Serangannya kali ini benar benar sudah pertaruhkan nyawa, sebab dengan begitu pertahanan tubuh bagian depannya sama sekali terbuka
  Boleh dibilang dia sudah nekad, dia sudah bermain judi dengan setan pencabut nyawa, jagoan ini berharap bisa peroleh secerca harapan hidup dari tindakan nekadnya ini, karena apa yang dilakukan boleh dibilang sudah tak ambil peduli dengan keselamatan sendiri
  Si kelelawar tertawa dingin, menyaksikan kenekatan lawan dia memandang sinis, secepat kilat golok kelelawarnya menangkis datangnya sabetan itu kemudian langsung menghujam dada To Kiu-shia
  "Craaap!" golok kelelawar telah menembusi dada To Kiu-shia yang bidang, darah segar menyembur ke mana-mana, membasahi seluruh tubuh korban, menggenangi permukaan tanah
  Pada saat bersamaan, tebasan senjata kaitan dari To Kiu-shia tiba didepan wajah si kelelawar, namun pada saat itu pula tiba tiba sang kelelawar memutar tangan kirinya, mendahului gerak senjata lawan, menjepit mata kaitan itu dengan jari telunjuk dan jari tengahnya
  Mata kait sama sekali tidak melukai jari tangannya, namun senjata itupun tak sanggup lagi melanjutkan bacokannya, terpantek mati, terjepit kaku dalam japitan ke dua jari tangan si kelelawar
  To Kiu-shia menyangka serangannya telah berhasil, biar nyawanya melayang, tak urung ia sempat tertawa tergelak, tertawa keras menjelang saat ajalnya
  Sayang gelak tertawanya segera terhenti, bersamaan dengan saat ia tertawa tadi, To Kiu-shia telah menyaksikan dengan jelas semua yang telah terjadi, ia melihat dengan pasti kalau bacokan senjatanya gagal membelah tubuh si kelelawar, dia pun dapat melihat kalau senjata kaitannya terjepit dalam japitan kedua jari tangan si kelelawar
  Ia betul betul tak percaya dengan pandangan matanya, namun mau tak mau dia harus mempercayainya juga! Kelelawar menatapnya dingin, perlahan-lahan ia cabut keluar golok kelelawarnya, mencabut dari dada korbannya
  Darah segar menyembur bagaikan mata air, To Kiu-shia telah roboh terkapar, sepasang matanya masih terbelalak lebar, terbelalak penuh keraguan, terbelalak penuh rasa tak percaya, tapi diselipi rasa sakit, siksaan yang luar biasa
  Orang terakhir dari perusahaan Tin-wan-piaukiok telah tewas, siapa yang bakal melaporkan kejadian ini kepada congpiautau" Padahal saat itu, mati hidup Lui Hong boleh dibilang tergantung pada dirinya, tergantung dari laporannya
  Berada dalam keadaan begini, mungkinkah dia bisa mati dengan mata terpejam" Waktu itu matahari senja telah condong ke barat, langit terlihat merah membara, semerah darah segar yang menggenangi permukaan tanah
 

Angin berhembus kencang, langit dan bumi serasa makin sendu, makin pilu...
  Perlahan si kelelawar mengambil keluar sebuah saputangan dari sakunya, dengan lembut dia mulai menyeka mata goloknya yang basah, basah oleh darah
  Tak bisa disangkal, golok berdarah memang merupakan golok terbaik, biarpun selesai membunuh manusia, mata golok masih tetap cemerlang, tetap berkilat, apalagi setelah diseka dengan lembut, cahaya tajam yang membias tampak begitu jeli dan cemerlang
  Dengan sekali ayunan tangan, saputangan putih itu terbang ke udara, menari di angkasa, menari dan melayang bagaikan seekor kelelawar sungguhan
  Kemudian dia pun berpekik nyaring, pekikan tinggi, tajam dan memekak telinga
  II "Saaatt....saaat....saaat..... suara aneh berkumandang dari empat arah delapan penjuru, menyusul kemudian terlihat berpuluh ekor kelelawar munculkan diri dari mana-mana
  Sebetulnya kawanan kelelawar itu bertengger diatas belandar warung teh, mereka mulai beterbangan sewaktu pertarungan berlangsung dalam ruangan, kemudian buyar ke mana mana disaat bangunan warung itu roboh, terbang lenyap dibalik hutan dan pepohonan
  Tapi begitu suitan panjang bergema, gerombolan kelelawar itu terbang kembali dari empat penjuru
  Kini, mereka mulai beterbangan mengelilingi seputar tempat itu, terbang meliuk, menyambar dan membelok dengan ramainya
  Kawanan binatang itu seolah para hulubalang yang setia dengan majikannya, seakan para pengawal yang melayani kaisarnya
  Dengan satu gerakan si kelelawar masukkan kembali goloknya ke balik baju, lalu berjalan meninggalkan tempat itu
  Ia berjalan menuju ke dalam hutan disebelah kanan, sementara kawanan kelelawar yang terbang di angkasa, mengiringi ke mana pun majikannya pergi, mereka ikut terbang masuk ke dalam hutan
  Kelelawar tanpa sayap memang tidak bersayap, dia pun bukan kelelawar sesungguhnya, namun dalam kenyataan ia mampu mengendalikan kelelawar sebenarnya, mampu bekerja sama dengan mereka
  Ditengah hutan terdapat sebuah jalan setapak, kesanalah si kelelawar tanpa sayap berjalan, melangkah dengan cepat menelusuri jalanan sempit yang ada
  CoOoo Cahaya senja menerobos masuk dari celah celah ranting dan dahan pohon, membuat seluruh hutan jadi merah, merah bagaikan terselubung ditengah kabut darah
  Dibawah perlindungan kawanan kelelawar itulah, si kelelawar bagai sukma gentayangan lenyap dibalik kabut darah
  Pemandangan semacam ini sangat aneh, sangat misterius, sangat menyeramkan, bayangkan saja, bila suasana telah berubah menyeramkan, bagaimana dengan manusianya" Angin malam berhembus makin kencang, bayangan senja lambat laun mulai luntur, berganti dengan warna gelap yang tipis
  Noda darah diatas permukaan tanah telah mengering, kering oleh hembusan angin
  Tiba tiba terdengar suara rintihan, suara itu sangat lemah, sangat lirih, bergema terbawa hembusan angin malam
  Lalu terlihat seseorang mulai bergerak, mulai bergeser dari balik genangan darah yang telah mengering, merangkak dan bergeser...
  Dia tak lain adalah Ciu Kiok, nona inilah yang baru saja merintih, mengeluh kesakitan
  Tiada darah lagi yang meleleh dari mulut luka dilehernya, noda darah telah membasahi pakaian yang dikenakan, mengubahnya jadi semu merah kecoklat-coklatan
  Walaupun tebasan golok si kelelawar sangat telak, namun tak sampai memutuskan nadi yang ada di tenggorokannya, itulah sebabnya Ciu Kiok lolos dari elmaut, berhasil mempertahankan hidupnya
  Tak bisa disangkal lagi, kejadian semacam ini jelas merupakan suatu mukjijat, suatu keberuntungan ditengah kesialan
  Siapa pun itu orangnya, suatu saat pasti akan melakukan kesalahan, salah menduga, salah memprediksi, karena bagaimana pun sang kelelawar tetap seorang manusia
  Akan tetapi kejadian mukjijat, kejadian yang sangat luar biasa inipun sangat langka, jarang terjadi, jarang dialami siapa pun
  Paling tidak, dari sekian banyak jago perusahaan ekspedisi Tin-wan-piaukiok, hanya Ciu Kiok seorang yang lolos dari elmaut, lolos dari tebasan maut golok kelelawar
  Mungkin saja Ciu Kiok sendiripun tidak percaya kalau ia masih hidup terus
  Sorot matanya begitu kabur, seakan terselimut lapisan kabut tebal, dia pun terbengong, hakekatnya tak beda dengan orang idiot, orang yang hilang ingatan
  Kalau dilihat dari mimik wajahnya, si nona seperti meragukan pemandangan yang dilihatnya saat itu, sangsi dan tak percaya kalau dia masih hidup, karena gadis itu menyangka dirinya telah berada di alam lain, berada dalam neraka
  Lama, lama kemudian ia baru tersentak sadar, sadar dari lamunan dan kebingungan
  Baru sekarang hawa kehidupan tumbuh kembali dari tubuhnya, dia mulai celingukan kesana kemari, kemudian menutupi wajah sendiri dan menangis tersedu
  Tak seorangpun ambil peduli, tak seorangpun menghampirinya, karena waktu itu si kelelawar sudah pergi jauh
  Dan untung saja ia sudah amat jauh dari sana
  Cukup lama gadis itu menangis, semua kemasgulan dan kepedihan hati dilampiaskan keluar hingga tuntas, kemudian ia baru mulai merasakan kesakitan, rasa sakit yang menyayat dari mulut luka di tenggorokannya, tanpa terasa ia mulai meraba luka luka itu
  Kini, ia sudah teringat kembali akan semua peristiwa yang menimpa dirinya, dari dalam saku dia keluarkan sebuah botol obat, membubuhi lukanya dengan obat itu, lalu merobek ujung bajunya dan mulai membungkus luka di leher
  Darah sudah berhenti meleleh sedari tadi, boleh dibilang apa yang dia lakukan sekarang sama sekali tak berguna, tak banyak manfaatnya
  Tapi gadis itu tetap melakukannya, semua yang dia lakukan merupakan reaksi spontan, reaksi yang dilakukan tanpa sadar
  Pada akhirnya air mata telah berhenti menetes, perlahan ia bangkit berdiri, berjalan terseok-seok, bergerak mendekati kuda kuda tunggangan itu
  Apa yang harus dia lakukan sekarang" Menuju kuil kuno Thian-liong-ku-sat" Ciu Kiok mengalihkan pandangannya ke arah kuil Thian-liong-ku-sat, sejujurnya dia ingin sekali menuju ke sana, ingin tahu bagaimana keadaan Lui Hong, tapi begitu ingatan tersebut melintas, bayangan wajah si kelelawar pun ikut muncul
  Bicara soal kepandaian silat, kemampuan kungfu yang dimilikinya masih jauh dari tandingan si kelelawar, dia tak bakal tahan diserang atau bahkan dibunuh, semua peristiwa yang barusan menimpanya merupakan satu bukti yang jelas
  Bila sekarang dia menyusul ke kuil Thian-liong-ku-sat, berhasil menjumpai Lui Hong, lalu apa yang bisa dia lakukan" Paling hanya berdiri mendelong, berdiri terkesima, karena ia pun tak bisa berbuat apa apa
  Bila dikatakan dia sanggup menolong Lui Hong, menyelamatkan majikannya dari cengkeraman si kelelawar, tak disangkal, hal tersebut merupakan sebuah lelucon besar yang tak lucu
  Pergi hanya menghantar kematian, pergi hanya sia sia, tak akan membuahkan hasil apa apa
  Satu hal yang pasti, jika kelelawar sampai tahu dia masih hidup, manusia ganas itu pasti tak akan membiarkan dia pergi dari situ, meninggalkan tempat itu dalam keadaan hidup
  Tentu saja manusia semacam kelelawar tak ingin melakukan kesalahan yang sama, bila sampai melancarkan serangan lagi, dia pasti baru akan pergi setelah yakin Ciu Kiok .mampus, telah berhenti napasnya
  Tak mungkin seseorang selalu beruntung, selamanya beruntung, mukjijat pun belum pasti akan muncul untuk kedua kalinya
  Teringat sang kelelawar, tanpa sadar Ciu Kiok bergidik, bersin berulang kali, berdiri semua bulu kuduknya
  Akhirnya dia hapus ingatan tersebut, membatalkan niatnya semula, nona itu putuskan untuk segera pulang ke markas, melaporkan semua peristiwa ini kepada congpiautau
  Begitu mengambil keputusan, Ciu Kiok segera melompat naik ke punggung kuda
  Begitu bergerak, rasa sakit yang luar biasa kembali menyerang dari mulut luka di lehernya, begitu sakit hingga membuat Ciu Kiok berkerut dahi, tubuhnya yang lemah tampak gemetar keras, hampir saja ia terjatuh kembali dari kudanya
  Tapi gadis itu menggertak gigi, sekuat tenaga melawan rasa sakit yang luar biasa, kemudian cepat dia lepaskan tali pengikat dipohon dan melarikan kudanya menuju ke arah kota
  Sang kuda pun mulai bergerak, berlari kencang menelusuri jalan setapak, lari secepat anak panah
  Tampaknya kuda itu tergerak sifat liarnya, ia lari sangat kencang mendekati kalap, beberapa kali bahkan nyaris melempar tubuh Ciu Kiok dari atas punggungnya
  Dalam keadaan begini Ciu Kiok mendekam diatas punggung kuda rapat rapat, dia peluk tengkuk kuda itu kencang kencang, sejujurnya gadis ini kuatir sekali kalau tubuhnya sampai terlempar jatuh, terpelanting dari punggung kuda
  Karena saat itu jalan raya amat sepi, tak terlihat seoran g manusia pun yang berlalu lalang, sekalipun ada, belum tentu tersedia kuda kedua ditempat itu
  Ada satu persoalan yang kelihatannya tak sempat dia pertimbang kan, berpikir sampai disitu pun tidak
  Kendatipun dia berhasil balik ke dalam kota, ketika Lui Sin dan Han Seng, dua orang congpiautau dari perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok mendapat laporan darinya dan segera berangkat ke lokasi kejadian, paling tidak mereka butuh waktu hampir satu jam lamanya
  Dalam waktu satu jam tersebut, bila terjadi sesuatu, sudah pasti peristiwa itu telah berlangsung, biar Lui Hong memiliki sepuluh lembar nyawa pun, semuanya tetap melayang ditangan si kelelawar
  Akan tetapi, kecuali cara tersebut, tindakan apa lagi yang bisa dilakukan gadis itu" Tirai malam telah digelar, keheningan dan kegelapan semakin menyelimuti angkasa
  Ringkikan kuda bergema terbawa angin, suaranya menggaung makin lama semakin jauh.
 

Bab 3. Kuil kuno Thian-liong-ku-sat
Masih disaat senja, sisa sang surya belum lagi tenggelam di kaki bukit sebelah barat
Seorang diri Lui Hong bergerak menuju ke luar hutan, kuil kuno Thian-liong-ku-sat
Sebelum meninggalkan rombongannya, tentu saja dia tak pernah menyangka kalau sepeninggal dirinya telah terjadi begitu banyak peristiwa berdarah disitu, tentu saja dia pun tidak tahu kalau surat yang diterimanya bukan benar-benar berasal dari Siau Jit
Terlebih dia tak menyangka kalau kesemuanya itu merupakan rencana busuk si kelelawar
Hanya satu pikiran yang melintas dalam benaknya saat itu, ingin secepatnya bertemu Siau Sit, ingin secepatnya tahu apa maksud dan tujuan Siau Jit mengundangnya kemari
Ternyata Siau Jit tidak menunggunya di depan pintu kuil, Lui Hong mencoba mencarinya disekeliling sana, namun hasilnya nihil, perasaan gundah, mendongkol, tak suka hati berkecamuk jadi satu
Sebagai seorang lelaki, sepantasnya dia menunggu kedatanganku di depan pintu, dasar! Sembari bergumam dia meloncat turun dari punggung kuda, menuntun binatang tunggangannya menuju undak-undakan batu di depan pintu kuil
Thian-liong-ku-sat merupakan sebuah bangunan kuil yang sangat kuno dan sudah banyak tahun terbengkalai, pintu gerbangnya telah roboh, dinding kiri kanan bangunan pun banyak yang retak dan ambruk
Atau jangan-jangan dia menunggu kedatanganku di dalam kuil" Atau sudah pergi dari situ karena lama menunggu kehadiranku" Peduli apa pun yang telah terjadi, paling penting masuk dulu dan periksa keadaan disana
Gadis itu tidak menghentikan langkahnya, langsung menuju ke balik pintu
Suasana dalam ruang kuil lebih parah lagi, robohan dinding, hancuran kayu berserakan dimana mana, rumput ilalang setinggi lutut tumbuh rapat dalam halaman, ketika angin dingin berhembus lewat, rumput rumput liar itu bergoyang menimbulkan suara gemerisik
Aah, ada suara! Tak diragukan lagi, kuil kuno ini sudah terbengkalai, sudah cukup lama tak berpenghuni
Dia pun yakin, jarang ada manusia yang berlalu lalang disitu, sebab kalau tidak, ditengah halaman yang rimbun dengan rumput liar, pasti tertera sebuah jalan setapak, jalan yang sering dilalui manusia
Dihadapan pintu gerbang sebetulnya terdapat sebuah sekat batu yang besar, tapi kini penyekat itu sudah roboh sebagian, hurud "Hud" yang tertera diatas penyekat pun sudah samar dan susah terbaca, namun bila kau memandangnya dengan teliti, lamat lamat masih dapat terbaca kalau huruf tersebut adalah tulisan "Hud" atau Buddha
Bila melongok ke balik penyekat batu, akan terlihat ruang utama bangunan kuil itu
Aah! Ternyata ada cahaya lentera dari tempat itu


Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk memasang lentera, namun suasana dalam ruang utama cukup gelap, tak aneh bila memasang lentera ditempat remang seperti itu
Bila ada cahaya lentera, hal ini membuktikan kalau disa na ada manusia
Menyaksikan hal tersebut, kembali Lui Hong bergumam: "Aah, ternyata dia memang menungguku dalam ruang kuil" Ia lepaskan tali kudanya, kemudian melangkah masuk ke ruang utama dengan cepat
Rumput ilalang amat tinggi, lebih tinggi dari lututnya, sewaktu melewatinya, bergema suara gemerisik yang ramai
Andaikata berganti perempuan lain, jangan lagi menyuruhnya masuk ke ruang dalam, memintanya berdiri diluar pintu pun mungkin harus dipertimbangkan berulang kali
Tapi Lui Hong beda, gadis ini bukan gadis rumahan yang bernyali kecil, ia terbiasa hidup dalam dunia kangau, terbiasa hidup mengawal barang, menginap di udara terbuka bukan masalah besar baginya, malah dia pernah memasuki tempat yang jauh lebih menyeramkan daripada tempat ini, bahkan menginap semalam disitu
Yang berbeda, waktu itu dia didampingi Ciu Kiok, disekitar sana pun hadir para piausu dan tong-cu-jiu perusahaan ekspedisinya, sementara sekarang, dia hanya seorang diri
Dasar Siau Jit sialan, rupanya dia ingin menggunakan tempat semacam ini untuk menguji nyali ku
Siau Jit wahai Siau Jit, bila kau ingin menakuti aku dengan memakai tempat semacam ini, perkiraanmu itu keliru besar, salah besar
Tapi, ada urusan apa dia mengundangku kemari" Merundingkan sesuatu" Sesuatu yang mana" Biarpun langkah kakinya tidak berhenti, rasa ragu dan curiga mulai terlintas diwajah Lui Hong
Baru berjalan tiga tombak, "Bruuk, bruuk, bruuk" suara gemuruh yang kacau bergema membelah keheningan, mendadak dari balik rimbunnya semak terbang keluar berapa gumpal bayangan berwarna hitam pekat
Betapa terperanjatnya Lui Hong, semula dia mengira ada burung gagak atau sebangsanya yang tiba tiba terbang lewat, namun setelah diamati lebih jelas, ia baru tahu kalau bayangan tersebut ternyata adalah berapa ekor kelelawar
Dasar kelelawar sialan! Sambil mengumpat, gadis itu melejit ke udara, dengan gerakan Yan-cu-sam-ciau-sui (burung walet tiga kali menutul air), dalam tiga lompatan ia sudah melayang turun didepan ruang utama kuil
Mengikuti gerakan tubuhnya itu, suara gemuruh bergema dari empat penjuru, berpuluh bahkan beratus ekor kelelawar beterbangan dari balik semak ilalang
Menyaksikan pemandangan tersebut Lui Hong sangat keheranan, kenapa terdapat begitu banyak kelelawar ditempat itu" Tanpa sadar dia menengadah ke atas, hatinya semakin bergidik, bulu romanya mulai berdiri
Diseluruh ruang utama, baik di belandar, di tiang dan lainnya sudah dipenuhi dengan kelelawar kelelawar hitam
Hanya sekejap gadis itu memandang kawanan kelelawar itu, segera teriaknya lantang: "Siau Jit!" Tiada jawaban dari balik ruangan, bahkan tiada reaksi apa pun dari tempat itu
Sambil menggigit bibir Lui Hong menaiki undak-undakan batu, langsung menerobos masuk ke ruang utama kuil
Suasana dalam ruang utama sangat gelap, untuk menerangi suasana yang remang itu, diatas sebuah meja altar yang bobrok terletak sebuah lentera minyak, lentera yang amat kecil
Dibelakang meja altar merupakan tempat patung pemujaan, sarang laba laba nyaris membungkus tempat tersebut, patung pemujaan itu sendiri sudah roboh hancur sehingga sama sekali tak terlihat dewa manakah yang dipuja ditempat itu
Lui Hong tak punya waktu atau lebih tepatnya tidak berminat untuk mempersoalkan hal tersebut, kembali pandangan matanya dialihkan ke meja pemujaan
Dibawah lentera minyak terlihat selembar kertas putih, kertas yang diletakkan tertindih lentera
Diatas kertas putih itu lamat lamat tertulis berapa baris tulisan, apa isinya" Lui Hong berdiri kelewat jauh dari meja pemujaan, tentu saja ia tak dapat melihat jelas tulisan yang tertera disana
Permainan busuk apa yang sebenarnya hendak dilakukan manusia sialan itu" Sambil menggerutu dia melanjutkan langkahnya memasuki ruangan, mengikuti bergesernya kaki, suara gemuruh makin nyaring bergema dari empat penjuru, kawanan kelelawar yang semula berada di belandar, kini mulai beterbangan mengitari ruang utama
Begitu banyak kelelawar bercokol dalam kuil itu, satu kenyataan yang sama sekali diluar dugaan
Tanpa sadar perasaan bergidik muncul dari dasar hati Lui Hong, tapi langkah kakinya sama sekali tak berhenti lantaran perasaan tersebut
Gadis ini memang berilmu tinggi, bernyali baja! Akhirnya tibalah dia didepan meja pemujaan, akhirnya dapat melihat dengan jelas tulisan yang tertera dikertas putih itu, gaya tulisan yang indah dan gagah, seindah burung hong menari, segagah naga terbang
Menyaksikan gaya tulisan seindah itu, tanpa terasa bayangan tampan dan gagah dari Siau Jit pun melintas dalam benaknya, kemudian ia melihat dengan jelas tulisan diatas kertas
"Masuklah ke ruang belakang, aku menunggu disana!" "Minta aku menuju ke ruang belakang" Sialan, akan kulihat obat apa yang sedang kau jual dalam buli bulimu!" Diambilnya lampu lentera itu dari meja lalu berjalan menuju ruang belakang, tentu saja dia tak lupa membawa serta surat yang ditinggalkan Siau Sit untuk dirinya
Bila dari ruang depan akan menuju ke ruang belakang, orang harus melalui sebuah jalan serambi yang sempit, kecil lagi panjang
Serambi itu gelap sekali, bahkan disana sini dilapisi debu dan pasir yang tebal
Cahaya lentera menerangi setiap sudut serambi, "Buuuk, bukk, bukkk" ada begitu banyak kelelawar terbang melintas sepanjang serambi, kalau dilihat dari gerak gerik mereka yang panik, jelas hal ini disebabkan munculnya cahaya lentera, mungkin sudah terlalu lama mereka tak pernah mengalami kejutan seperti ini
Sinar lentera pun menerangi sebaris bekas telapak kaki yang tertinggal di sepanjang lantai
Menyaksikan hal tersebut, akhirnya Lui Hong merasa lega, rasa kuatirnya hilang lenyap
Meski belum tahu apa maksud lawan, paling tidak hal tersebut membuktikan kalau Siau Jit memang berada di belakang sana
Dengan membawa lentera kembali dia melanjutkan perjalanan, keluar dari serambi, sampailah gadis itu didalam sebuah halaman kecil
Sama seperti keadaan diluar sana, halaman kecil ini pun dipenuhi rumput ilalang, ilalang setinggi lutut manusia dewasa, rumput rumput itu bergoyang ditengah hembusan angin malam, mengayun kian kemari bagai gulungan ombak
Bedanya, ditengah halaman terpasang berapa buah lentera panjang, lentera yang memancarkan cahaya terang
Lui Hong semakin lega, kali ini dia tidak lagi berjalan menembusi lautan ilalang, tubuhnya melambung, dengan gerakan It-wi-to-kang (Alang-alang menyeberangi sungai), sambil membawa serta lampu lenteranya dia melewati padang semak tersebut
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya terhitung sangat bagus, gerak geriknya sangat tenang dan mantap, biarpun sedang melambung sambil meluncur, api lentera yang berada ditangannya sama sekali tak padam maupun berkedip
Di belakang halaman kecil itu merupakan sebuah serambi lagi, serambi kecil
Sama seperti serambi sebelumnya, tempat inipun terbengkalai, dekil, kotor dan dipenuhi sarang laba-laba
Dibawah sorotan cahaya lentera, sepanjang lantai serambi itupun terlihat sederet bekas telapak kaki, Lui Hong pun berjalan menelusuri serambi itu dengan mengikuti bekas kaki yang tertinggal
Selesai melewati serambi kecil, akhirnya tibalah gadis itu di ruang belakang kuil
Ruang belakang boleh dibilang merupakan bagian kuil yang paling utuh, paling bersih diantara sekian banyak bagian bangunan lainnya, khusus yang telah dilewati Lui Hong. Kendatipun warna cat sudah mengelupas, namun bagian bangunan yang roboh atau rusak tidak terlalu banyak
Cahaya terang pun tampak menembus keluar dari balik gedung belakang kuil itu
Lui Hong berhenti sejenak diluar bangunan, dia mencoba memeriksa seputar tempat itu, namun tak nampak seorang manusia pun, ingin sekali dia berteriak memanggil Siau Jit, tapi ingatan lain segera melintas, seandainya Siau Sit betul betul berada di dalam gedung, jelas teriakan tersebut akan meninggalkan kesan jelek dan tak sopan, akhirnya perkataan yang sudah berada disisi bibir pun ditelan kembali
Seandainya dia benar-benar berada dalam gedung, sepantasnya sebagai seorang lelaki dia muncul didepan pintu untuk menyambut kedatanganku
Terbayang sampai disitu, timbul perasaan tak puas dalam hati Lui Hong, akhirnya ia berteriak: "Siau Sit!" Tiada jawaban, tiada suara, tiada gerak gerik apa pun dari balik ruang belakang
Disamping mendongkol, jengkel, Lui Hong pun merasa keheranan, kembali dia ayunkan langkah memasuki ruang gedung
Suasana dalam gedung terang benderang bermandikan cahaya, di setiap sudut ruangan tergantung sebuah lentera tiang-beng-teng, semua lentera dalam keadaan menyala dan memancarkan sinar terang
Tiada manusia dalam ruang itu, ditengah gedung hanya terdapat sebuah meja bulat, diatas meja tersedia sepoci arak dengan dua buah cawan porselen
Dibawah poci arak itu lagi lagi terlihat secarik kertas putih, lamat lamat terlihat ada tulisan diatas kertas itu
Kali ini, dia minta aku pergi ke mana lagi! Begitu menjumpai sepucuk surat tergeletak dibawah poci, kontan Lui Hong naik darah, mendongkol sekali meski dia belum lagi membaca isinya
Kali ini dia betul betul amat jengkel, sangat mendongkol
Walau begitu toh si nona maju mendekat juga, menyingkirkan poci arak dan mengambil surat yang berada dibawahnya
"Aku sedang pergi membeli sedikit makanan sebagai teman minum arak, biar kongkou kita nanti enak dan bisa berlama-lama, aku segera balik, harap tunggu sejenak, silahkan duduk
Tertanda: Siau Sit" Kali ini, hanya tulisan tersebut yang tertera disurat itu
Selesai membaca Lui Hong jadi cengengesan sendiri, ia betul betul dibuat salah tingkah oleh tingkah lawannya
"Dasar orang bodoh, mana mungkin bisa membeli hidangan teman arak diseputar sini, mendingan menunggu kedatanganku!" Sambil menghentakkan kakinya berulang kali dia mengomel tiada hentinya, nona itu tidak duduk tapi sambil bergendong tangan berjalan mondar mandir mengelilingi meja itu sampai berapa kali
Kemudian sekali lagi dia baca ulang isi surat itu, haruskah dia duduk" Atau jangan duduk" Sarang laba-laba menyelimuti hampir setiap sudut ruangan, terkecuali meja serta ke dua bangku yang tersedia ditengah ruangan
Api Di Bukit Menoreh 5 Empat Serangkai - Rahasia Pegunungan Killimooin The Secret Of Killimooin Bulan Dan Bintang 1

Cari Blog Ini