Wiro Sableng 032 Bajingan Dari Susukan Bagian 1
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ebook : Fujidenkikagawa
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Bajingan dari Susukan
SATU Lelaki berpakaian merah itu berlari seperti dikejar setan. Dalam kegelapan malam
tubuhnya beberapa kali membentur pohon, pakaiannya robek-robek terkait duri,
bahkan kulitnya penuh dengan barut luka yang menjadi perih akibat teresap
keringat. Namun semua itu tidak diperdulikannya. Dia lari terus sekencang yang bisa
dilakukannya walau nafasnya mulai menyesak dan lidahnya terjulur-julur seperti
anjing gila. Di tangan kirinya ada kantung kain.
Sambil berlari dia berulang kali berpaling ke arah timur. Saat demi saat langit
di jurusan itu tampak menjadi terang. Hal inilah yang agaknya ditakuti orang
berpakaian merah itu. Sebentar-sebentar dari mulutnya terlontar kata-kata
"Celaka.....! Celaka diriku! Tak mungkin aku mencapai tempat itu sebelum matahari
terbit! Celaka! Mati....! Aku akan mati!" Orang ini berlari terus. Berusaha lebih
kecang. Namun tenaganya hampir punah. Kedua kakinya seperti diberati batu besar.
Beberapa kali dia terserandung jatuh tapi bangkit kembali dan berlari lagi.
Berpaling kembali ke timur, langit di sana tampak semakin terang.
"Celaka! Celaka diriku.....!" Sekali lagi dia tersungkur di tanah. Kantung kain
yang dibawanya terlepas. Cepat-cepat benda ini diambilnya lalu dia bangkit dan
lari lagi. Di pepohonan mulai terdengar kicau burung. Jalan mendaki yang dilaluinya
mulai terang. Seperti ada semangat dan kekuatan baru dalam tubuh orang itu, dia
mampu lari lebih kencang. Pondok kayu di ujung jalan yang mendaki itu, yang
kelihatan di kejauhan, itulah yang seolah memberi kekuatan padanya. Akan tetapi
maksudnya untuk mencapai pondok itu tidak pernah kesampaian. Ketika di timur
matahari memancarkan cahayanya yang kuning kemerahan dan berangsur memutih,
ketika rambasan cahaya sang surya ini menimpa tubuh orang yang berlari itu,
kontan dari mulutnya terdengar suara jeritan. Sekujur tubuhnya seperti ditusuk ribuan
jarum. Lalu seperti ada api yang memanggang. Tubuhnya mengepulkan asap. Dia menjerit
lagi. Tapi masih berusaha lari. Sejarak lima belas langkah dari poneok kayu di
ujung jalan mendaki, orang ini jatuh terguling. Sekali ini dia tak sanggup lagi untuk
bangkit. Matanya membeliak. Kakinya melejang-lejang. Darah tampak mengucur dari telinga,
hidung dan sela bibirnya.
"Pangeran...... Pangeran....tol.....tolong aku....." Orang itu memanggil di
antara suara erangannya. "Pangeran.......!"
Tiba-tiba pintu pondok yang sejak tadi tertutup terpentang lebar. Sesosok
tubuh berpakaian serba hitam dengan gambar matahari serta gunung di bagian dada
dan berikat kepala merah keluar dai dalam pondok. Sesaat dia memandang pada
lelaki yang melingkar di tanah, melejang-lejang sambil tiada hentinya mengerang. Si
baju hitam bertampang angkuh mendengus dingin.
"Manusia tolol!" teriaknya. "Mengapa kau kembali dalam keadaan terlambat!
Melanggar pantang!"
"Pangeran....Aduh....tubuhku! Tubuhku seperti dibakar!"
"Bangsat! Jawab pertanyaanku!" hardik si baju hitam yang jelas-jelas adalah
Pangeran Matahari, pemuda berkepandaian tinggi dan memiliki kesaktian dari
puncak Merapi. Yang sejak beberapa waktu lalu mengacau dan menimbulkan malapetaka
BASTIAN TITO 2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
bukan saja dalam rimba persilatan tetapi juga dalam kalangan Kerajaan bahkan
menembus sampai ke dalam istana! "Katakan mengapa kau datang terlambat!"
"Mo....mohon ampunmu Pangeran. Aku tergoda nafsu....Aku bermain-main
dengan seorang janda muda dan kesiangan!"
"Keparat! Kau memang tidak pantas jadi Bajingan Dari Susukan!" Pangeran
Matahari ulurkan kaki kanannya. Dengan jari-jari kaki dibetotnya kantong kain
yang masih berada di tangan kanan lelaki di hadapannya. Kantong kain ini melayang ke
udara dan cepat ditangkapnya dengan tangan kiri.
"Pangeran......tolong......"
Pangeran Matahari tidak perdulikan erangan orang. Dia membuka kantong
kain dan memeriksa isinya. Tampak beberapa potong perhiasan, beberapa bongkah
perak lalu kepingan uang logam.
"Setan! Hasilmu tidak seberapa!"
"Pangeran! Tolong.... Tubuhku seperti dipanggang...."
Pangeran Matahari menyeringai. "Nafsu sama dekatnya dengan darah dalam
tubuh manusia! Nafsu menjadi sahabat manusia sejak langit dan bumi diciptakan!
Tetapi dalam hal yang bersifat pantangan bila manusia sampai lupa diri, dia akan
musnah!" "Aku mohon ampunmu Pangeran. Tolong..... Selamatkan selembar
nyawaku....."
"Tak ada yang bisa menyelamatkanmu manusia tolol! Tidak setan tidak juga
malaikat!"
Pangeran Matahari melangkah menuju pintu pondok. Di balakangnya
terdengar lolong lelaki yang tubuhnya tampak mengepulkan asap dan mulai berubah
kehitaman seperti kayu gosong. Dia berguling-guling di tanah.
"Pangeran. Tolong.... Hanya kau yang bisa menolongku! Tolong.....!"
"Tubuhmu telah tersiram sinar matahari! Mati adalah lebih baik bagimu!" ujar
Pangeran Matahari. Di depan pintu pondok dia berhenti lalu berseru.
"Gajah Rimbun! Kemari kau!"
Dari dalam pondok melompat keluar seorang pemuda bermuka bulat, berkulit
hitam legam, berkumis dan berjengot tipis. Sikapnya tangkas, gerakannya gesit.
Dia memberi hormat pada Pangeran Matahari seraya berkata. "Saya sudah di hadapanmu
Pangeran!"
"Kau lihat manusia tolol itu"!"
Si muka bulat bernama Gajah Rimbun berpaling ke arah lelaki yang masih
melejang-lejang di tanah, tapi lejangannya makin lama makin perlahan. Suara
teriakannya minta tolong semakin sember dan hanya tinggal erangan parau.
"Saya melihatnya Pangeran...." Kata Gajah Rimbun.
"Apakah kau mau jadi manusia tolol seperti dia?"
"Tidak Pangeran. Saya tidak ingin...."
"Kalau begitu ingat semua pesan dan pantangan. Selalu kembali kemari
sebelum matahari terbit!"
"Saya akan ingat semua pesan dan pantangan, Pangeran."
"Mulai hari ini kau akan bergelar Bajingan Dari Susukan! Ingat hal itu baikbaik. Kemanapun kau pergi perkenalkan dirimu dengan julukan itu.....!"
"Akan saya lakukan Pangeran."
"Dari semua yang kupesankan untuk dilakukan, yang paling penting adalah
menyelidiki di mana beradanya dua manusia bernama Wiro Sableng bergelar
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 dan seorang lagi entah lelaki entah perempuan,
BASTIAN TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tapi dulu dikenal dengan nama Ni Luh Tua Dari Klungkung, muncul dengan sosok
tubuh seorang nenek!"
"Saya akan menyelidiki Pangeran!"
"Jangan lupa mengeduk harta dan uang sebanyak mungkin!"
"Saya tidak lupa Pangeran."
"Kau tahu di mana harus memusatkan pekerjaan?"
"Pangeran sudah mengatakan sebelumnya. Di Kotaraja dan desa-desa
kaya.....!"
"Bagus! Sekarang mendekatlah padaku!"
Gajah Rimbun melangkah mendekati Pangeran Marahari. Pada jarak satu
langkah Pangeran Matahari angkat kedua tangannya dan letakkan di atas kedua bahu
Gajah Rimbun. Pemuda ini merasakan ada hawa panas dari telapak tangan Pangeran
Matahari, masuk ke dalam tubuhnya lewat bahu.
"Sekarang kau boleh pergi! Ingat perintah, ingat larangan, ingat pantangan!
Dalam tubuhmu ada satu kekuatan yang membuat kau mampu melakukan tugas dan
mampu menghancurkan siapapun yang berani menghalangimu!"
"Saya pergi Pangeran....."
"Pergilah. Bawa mayat manusia tolol itu! Lemparkan ke dalam jurang!"
"Akan saya bawa Pangeran." Lalu Gajah Rimbun memanggul mayat hangus
yang sejak tadi tergeletak di tanah dan tinggalkan tempat itu melalui jalan
tanah menurun. BASTIAN TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Diiringi alunan gamelan pengantin lelaki keluar dari dari pintu sebelah kanan
ruangan besar, melangkah bersama para pengiring lalu duduk di atas kasur
tertutup permadani. Di sebelah kanan penghulu berjubah dan bersorban putih siap memimpin
jalannya upacara akad nikah.
Dari pintu sebelah kiri, diapit oleh para pengiring, keluarlah pengantin
perempuan yang kemudian mengambil tempat duduk berhadap-hadapan dengan
pengantin lelaki.
Melihat pada keadaan kedua mempelai, maka ini adalah satu perkawinan yang
benar-benar tidak serasi. Pengantin lelaki, seorang lelaki tua yang pantas
disebut seorang kakek. Bertubuh kurus, berwajah cekung keriput, berambut putih dan
berkumis jarang yang juga sudah berwarna putih. Sebaliknya sang mempelai
perempuan belum lagi berusia enam belas tahun, berparas cantik jelita tapi jelas
masih kekanak-kanakan. Kepalanya selalu tertunduk, seolah-olah menyembunyikan
sepasang matanya yang balut karena terlalu banyak menangis.
Ketika penghulu mulai membuka upacara, alunan gamelan terdengar menjadi
perlahan lalu berhenti sama sekali.
Di antara para tamu yang hadir pada sore menjelang malam itu tampak dan
terasa adanya sesuatu yang tidak enak. Tidak enak bukan saja karena menyaksikan
upacara pernikahan si kakek dengan si gadis yang pantas menjadi cucunya,
melainkan disebabkan oleh polah tingkah seorang tetamu muda bermuka hitam, berjenggot dan
berkumis tipis. Saat itu tuan rumah masih belum mempersilahkan para tetamu untuk
mencicipi minuman ataupun hidangan. Tapi tamu yang satu ini justru dengan
seenaknya melahap makanan yang ada di depannya, meneguk minuman sepuasnya
dan duduk sambil senyum-senyum cengengesan. Padahal sekian banyak wajah dan
pandangan mata menatapnya dengan asam bahkan ada yang berang.
Seorang lelaki mendekati pemuda itu. dia adalah salah seorang anggota
keluarga pihak pengantin lelaki yang punya hajat. Orang ini menegur dengan
berbisik. "Saudara, harap kau berhenti makan minum. Jika upacara pernikahan sudah selesai
kau boleh makan sekenyangmu dan minum sampai mabuk...."
Pemuda yang ditegur kelihatan bersikap acuh. Tenpa berpaling dia malah
menjawab. "Perutku lapar. Makanan dan minuman dihidangkan untuk disantap
tetamu. Dan aku adalah tetamu di tempat ini. jika kau tuan rumah, mengapa tidak
menghormati tetamu.....?"
Lelaki yang tadi menegur tampak tak enak mendengar kata-kata itu. maka dia
berkata lagi, kini bukan berbisik tapi dengan suara keras hingga terdengar oleh
orang- orang di sekitarnya. "JIka sebagai undangan di situ tidak mau menghormati
upacara ini, saya persilahkan saudara meninggalkan tempat ini. Pesta ini diadakan bukan
untuk orang-orang rakus dan kelaparan!"
"Oooo begitu.....?" Si pemuda kembali menyahuti dan lagi-lagi tanpa
berpaling pada orang yang menegurnya. "Baiklah, aku akan meninggalkan tempat ini
sebentar. Tapi harap kau ikut bersamaku!" Lalu pemuda itu berdiri. Dia menyentuh
bahu orang yang menegurnya. Anehnya orang ini seperti bahu seekor kerbau yang
dicucuk hidung kemudian melangkah mengikuti si pemuda meninggalkan ruangan.
Para tetamu yang hadir menyangka pihak tuan rumah itu sengaja mengantarkan si
pemuda keluar ruangan. Mereka merasa lega karena kini pemuda yang menyebalkan
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
itu sudah keluar. Namun tak seorangpun tahu kalau sesuatu telah terjadi dengan
anggota keluarga tuan rumah itu.
Tak selang berapa lama, pemuda tadi nampak muncul kembali. Seorang diri.
Dan dia kembali duduk di tempatnya semula. Seperti tadi diapun kembali pula
melahap makanan yang ada di hadapannya.
Sementara itu upacara pernikahan sampai pada mempersembahkan dan
mempertunjukkan emas kawin lelaki untuk mempelai perempuan.
Emas kawin itu terletak di atas sebuah nampan perak besar, berupa tiga buah
kotak kayu kecil berisi emas perhiasan dan beberapa di antaranya bertahtakan
batu- batu permata yang sangat mahal. Ketika tiga buah kotak itu dibuka, tiba-tiba
pemuda yang asyik menggerogoti paha ayam bangkit berdiri. Dua kali membuat lompatan dia
telah berada di hadapan penghulu.
"Perkawinan gila ini tidak perlu diteruskan! Kalian harus membayar semua
kegilaan ini dengan tiga kotak berisi perhiasan itu!" Pemuda itu berteriak
lantang. Sekali dia berkelebat maka tiga kotak kayu berisi perhiasan sudah berada dalam
kempitan tangan kirinya.
Serta merta ru 0ang besar itu menjadi geger. Semua orang terkejut. Penghulu terbeliak.
Pengantin lelaki dan para pengiringnya tegak melompat. Beberapa perempuan pengiring
pengantin perempuan terpekik sementara pengantin perempuan sendiri untuk pertama
kali angkat wajahnya dan menyaksikan kejadian itu dengan terheran-heran.
Penghulu berjubah putih setelah lenyap kagetnya kini berganti marah. Namun
sebelum dia membentak, seorang lelaki bertubuh tinggi besar mengenakan jas tutup
coklat gelap sudah lebih dulu menghardik. Dia adalah paman pengantin perempuan.
"Orang gila kesasar! Lekas letakkan kembali tiga kotak kayu itu! Dan cepat
minggat dari sini!"
Si pemuda tertawa lebar. "Aku tahu sampean adalah Sentono Puro, paman
pengantin perempuan! Aku juga tahu sampeanlah yang mengatur secara paksa
perkawinan ini. karena sampean mengharapkan imbalan harta dan uang serta jabatan
dari pengantin lelaki, seekor kambing tua itu!"
Plaak! Tamparan keras melabrak pipi si pemuda. Yang menampar adalah Sentono
Puro, paman pengantin perempuan.
Yang ditampar usap pipinya yang tampak merah. Tak kelihatan bayangan rasa
sakit pada air mukanya, malah pemuda ini menyeringai. Tiba-tiba dia gerakkan
tangan kanannya.
Bukk! Sentono Puro terpental ketika dada kirinya ditumbuk jotosan si pemuda.
Tubuhnya terguling di atas permadani. Dia mencoba bangkit kembali. Tapi matanya
tampak mendelik dan detik itu pula tubuhnya tersungkur kembali. Kali ini tidak
bangkit lagi untuk selama-lamanya. Darah mengucur di sela bibirnya!
Wiro Sableng 032 Bajingan Dari Susukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kurang ajar! Kembalikan perhiasan milikku itu!" Pengantin lelaki tiba-tiba
berteriak. Dua orang perngiringnya tempak mencabut keris.
Si pemuda kembali tertawa lebar. "Masih untung aku hanya mengambil
perhiasan milikmu, bandot tua. Apakah kau mau aku juga mengambil jiwamu seperti
yang kulakukan pada Sentono Puro barusan"! Bandot tua tak bermalu! Memaksa
kawin anak orang yang pantas jadi cucunya!"
Dua orang pengiring pengantin yang sudah tidak sabar, langsung saja
melompati pemuda itu sambil tusukkan keris.
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalian cecunguk-cecunguk pengiring kambing tua memang layak mampus
dahulu!" Si pemuda membentak. Tangan dan kakinya bergerak. Dua penyerang
terlempar ke belakang. Yang satu melolong setinggi langit karena hancur
selangkangannya, satunya lagi remuk dadanya. Keduanya menyusul Sentono Puro.
Jerit pekik terdengar di sana-sini. Pengantin perempuan dilarikan ke ruangan
lain. Para tetamu menjauh ketakutan. Namun seseorang menyeruak ke depan seraya
membentak "Pemuda iblis. Lehermu layak ditabas!"
Pemuda itu berpaling. Di hadapannya tegak seorang pemuda berpakaian ungu,
sikapnya keren dan di tangan kanannya ada sebilah golok panjang.
"Hem..... Lagakmu boleh juga sobat. Siapa kau?" tanya pemuda yang
merampas tiga kotak perhiasan.
"Aku Suto Anget. Perwira Ketiga pada jajaran Pasukan Kotaraja!" Pemuda
yang memegang golok kenalkan diri. "Kau sendiri siapa" Mengapa berani mengacau
perjamuan orang" Malah menggarong emas kawin"!"
"Aku bukan menggarong! Tapi menghukum bandot tua yang pergunakan
kekayaan dan kekuasaan untuk mengawini seorang gadis cilik!"
"Lagakmu seperti pahlawan saja!" dengus Suto Anget. "Kau belum
menerangkan siapa dirimu!"
"Dengan senang hati aku perkenalkan. Aku Bajingan Dari Susukan!"
"Seorang bajingan rupanya! Memang gelar yang tepat sekali!" ujar Suto
Anget. Goloknya diangkat setinggi bahu, siap membabat. "Jika kau tidak segera
mengembalikan tiga kotak perhiasan itu, putus lehermu!"
"Aku mau lihat bagaimana kau memutus leherku!" dengus Bajingan Dari
Susukan. "Bagus kalau kau memang sudah siap untuk mati! Ingat, kau berhadapan
dengan Perwira Kerajaan!"
"Suto Anget! Jangan kau bawa-bawa nama Kerajaan! Ayo bergeraklah!"
Golok di tangan Perwira Ketiga itu berkelebat mengeluarkan suara angin
bersiuran, menabas ke arah batang leher pemuda bermuka hitam. Tapi serangan maut
ini hanya setengah jalan. Dalam satu gerakan cepat jotosan tangan kanan Bajingan
Dari Susukan menghantam dada sang Perwira lebih dulu. Tubuh Suto Anget mencelat
mental, pedangnya terlepas, dia terjengkang di lantai semburkan darah segar lalu
rebah tak berkutik lagi. Sebelum tubuh itu mencium lantai Bajingan Dari Susukan
sudah menyambar kembali tiga kotak kayu yang tadi diletakkannya di atas nampan
perak. Tepat di saat yang sama pengantin tua bangka itu hendak mengambilnya.
Penasaran didahului orang, kakek tua itu serta merta melompati si pemuda. Satu
tangan coba merampas kotak-kotak berisi perhiasan, satunya lagi mencakar kea ah
wajah. Traak! Pengantin tua menjerit. Tubuhnya terhuyung-huyung sambil pegangi tangan
kanannya yang patah akibat dipukul Bajingan Dari Susukan. Pemuda ini
menyeringai. "Masih untung cuma lenganmu yang kupatahkan! Bukan lehermu!"
Habis berkata begitu pemuda ini melangkah ke pintu sebelah kiri. Sesaat
kemudian terdengar pekik jerit orang banyak.
"Pengantin perempuan dilarikan!"
"Pengantin perempuan diculik!"
Kekacauan di tempat perhelatan itu tidak terkirakan lagi. Pengantin lelaki
terduduk di pelaminan, tidak henti-hentinya berteriak seperti orang kurang
waras. "Perhiasanku! Tolong! Emas kawin itu..... Istriku.....Istriku..... Mana
istriku......!"
BASTIAN TITO 7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA Di langit bulan setengah lingkaran tertutup awan. Malam yang gelap jadi tambah
gelap. Udara tambah dingin karena menjelang dini hari. Di dalam pondok kayu di
ujung jalan yang mendaki, Gajah Rimbun alias Bajingan Dari Susukan duduk
menghadap Pangeran Matahari yang duduk bersila tiada hentinya tersenyum dan
memuji. "Kau memang pantas menyandang julukan Bajingan Dari Susukan itu Gajah
Rimbun. Hasilmu yang pertama sangat memuaskan. Bukan saja tiga kotak berisi
barang-barang perhiasan ini, tapi kau malah juga membawakan seorang gadis cantik
untukku...."
"Itu jika Pangeran berkenan padanya. Kalau tidak, sayapun tak akan
menampik...." Menjawab Gajah Rimbun.
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak.
"Ketika saya bawa lari gadis ini tidak melawan atau menejrit. Katika saya
tanyakan, katanya dia pasrah hendak diapakan asal bebas kawin paksa dengan
bandot tua bermuka kambing itu...."
"Hemm.... Beegitu" Siapa namanya Gajah Rimbun?" bertanya Pangeran
Matahari. "Katakan namamu pada Pangeran...." Berkata Gajah Rimbun pada gadis yang
masih berpakaian pengantin dan duduk di sudut ruangan. Tak ada bayangan rasa
takut padanya. Hanya dalam hati dia bertanya-tanya, mengapa pemuda yang menculiknya
itu memanggil pemuda berpakaian hitam dengan sebutan Pangeran. Apakah dia
benar-benar seorang Pangeran"
"Nama saya Sri Andini...." Menerangkan si gadis enam belas tahun.
"Namamu bagus. Apakah kau menyukai si pemuda yang menculikmu
ini.....?"
Ditanya begitu Sri Andini tak bisa menjawab.
"Kau bebas memilih aku atau dia. Tak ada paksaan...." Berkata Pangeran
Matahari, membuat si gadis tambah bingung.
Jika dibandingkan antara dua pemuda itu, tentu saja yang dipanggil dengan
sebutan Pangeran Matahari jauh lebih gagah dan tampan.
"Jika saya memilih salah satu di antara kalian, lantas apakah yang hendak
kalian lakukan....?" Sri Andini yang memang masih kekanak-kanakan itu bertanya
polos, membuat Pangeran Matahari tertawa lebar sedang Gajah Rimbun senyumsenyum kecut. Dia hampir dapat memastikan kalau gadis itu akan memilih Pangeran
Matahari. "Siapa saja yang kau pilih di antara kami, maka kau akan mendapatkan malam
pengantinmu di sini...." Berkata Pangeran Matahari.
"Pengantin...." Pengantin tanpa nikah.....?"
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. "Nikah itu hanya dilakukan oleh
orang-orang tolol! Nah katakan pilihanmu!"
"Saya.....saya memilih kakak ini...." kata Sri Andini sambil berpaling pada
Gajah rimbun membuat pemuda ini terkesiap hampir tak percaya namun diam-diam
merasa takut kalau-kalau Pangeran Matahari menjadi marah.
"Gajah rimbun rezekimu besar!" kata sang Pangeran. Lalu berdiri dan
melangkah ke pintu. Tiba-tiba dia membalikkan tubuh. Tangan kanannya digerakkan
perlahan. Di seberangnya terdengar jeritan Sri Andini. Tubuhnya terpental
BASTIAN TITO 8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
menghantam dinding. Wajah yang tadi putih, tubuh yang tadinya berkulit mulus
kini tampak gosong menghitam.
"Pangeran!" seru Gajah Rimbun tersentak kaget hingga melompat dari
duduknya. "Mengapa kau membunuh gadis itu....?"
"Manusia tak berbudi layak disingkirkan.....!"
"Tak berbudi bagaimana maksudmu Pangeran?"
"Kalau tidak aku yang memerintahkanmu mengadakan perjalanan, tidak
nantinya dia selamat dari kawin paksa itu. Kini setelah selamat dia melupakan
budi orang!" "Tapi mana dia tahu kalau saya menyelamatkannya bertalian dengan tugas
yang Pangeran berikan....?"
"Manusia berbudi selalu berusaha mencari tahu, Gajah Rimbun!" sahut
Pangeran Matahari.
"Tapi, gadis ini masih kanak-kanak....."
Pangeran Matahari menyeringai. "Tubuhnya matang montok. Payudaranya
besar. Kerlingan matanya menikam. Itukah yang kau sebut kanak-kanak..... Atau
inginkan kau berdebat dengan aku, Gajah Rimbun?"
"Tidak.... Saya tidak bermaksud begitu Pangeran. Hanya sayang....."
"Apa yang sayang....."'
"Sebetulnya dia bisa kita manfaatkan...."
"Sebaiknya kau lupakan dia Gajah Rirmbun. Kau telah menyelesaikan tugas
dengan baik. Tapi hanya sebahagian. Berita apa yang kau dapat tentang dua
manusia bernama Wiro Sableng dan Ni Luh Tua Klungkung....?"
"Mohon maafmu Pangeran. Tak satupun saya menyirap kabar tentang orang-orang itu.
tapi saya punya berita lain yang tak kalah pentingnya......"
"Lekas katakan. Jika tidak cukup penting nyawamu imbalannya!"
Pucatlah paras Gajah Rimbun. Tapi orang ini sangat yakin berita yang
didapatnya sangat berguna bagi Pangeran Matahari. Maka diapun menjelaskan.
"Kalangan istana saat ini tengah mengamati bahkan boleh dikatakan
mencurigai istri Sri baginda yang ketiga....."
"Hemmmm....." Pangeran Matahari keluarkan suara bergumam. Sepasang alis
matanya yang tebal mencuat ke atas. Setengah acuh ia bertanya. "Apa yang menjadi
dasar kecurigaan itu. Dan kecurigaan tentang apa?"
"Kecurigaan bahwa Raden Ajeng Siti Hinggil, istri Sri Baginda yang ketiga
itu, mempunyai hubungan tertentu dengan Pangeran....."
Diam-diam Pangeran Matahari semakin tertarik akan cerita Gajah Rimbun.
Namun sikap dan air mukanya di luar tetap seperti tak acuh.
"Mengapa orang-orang itu bersikap demikian" Aneh.....!"
"Menurut penuturan, sewaktu Pangeran menyerbu Istana beberapa bulan yang
silam, mereka mengenali cincin emas bergambar burung rajawali yang Pangeran
pakai itu. Menurut mereka, cincin itu dikenal sebagai milik Raden Ayu Puji
Lestari. Jika ibu dan puterinya itu tidak dapat menerangkan apa hubungan mereka dengan
Pangeran, besar kemungkinan Sri baginda sendiri akan mengambil tindakan hukum.
Memenjarakan istri dan puterinya itu....."
"Raja tolol!" kertak Pangeran Matahari. "Ibu dan anak itu juga tolol! Tidak
bisa memberikan jawaban...."
"Mereka tidak bisa membela diri. Karena tidak bisa memperlihatkan mana
cincin milik puteri pemberian Sri Baginda......"
BASTIAN TITO 9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Pangeran Matahari terdiam. Sesaat kemudian dia berkata. "Kau berangkatlah
ke Kotaraja. Serahkan cincin itu pada Raden Ayu Puji Lestari Ambarwati. Dengan
demikian dia dan ibunya akan dapat mementahkan kecurigaan orang-orang itu....."
"Jadi....jadi benar cincin itu milik Raden Ayu Pauji Lestari?" bertanya Gajah
Rimbun. "Aku tidak menyuruhmu banyak bertanya Gajah Rimbun. Tugasmu adalah
menyerahkan cincin ini pada puteri itu!" sentak Pangeran Matahari dengan mata
mendelik, membuat Gajah Rimbun ketakuran dan buru-buru meminta maaf atas
kelancangannya, lalu cepat mengambil cincin emas yang diangsurkan Pangeran
Matahari. "Kau tahu siapa-siapa saja yang bersikap curiga pada ibu dan puterinya
itu?" "Yang pertama Patih Kerajaan. Lalu Panglima Kotaraja Raden Kertopati.
Kalau saya tidak salah Panglima Balatentara Kerajaanpun bersikap sama. Malah dia
yang mula-mula sekali minta Sri Baginda mangusut istri ketiga dan puterinya
itu....." "Gajah Rimbun, kau pergilah cepat. Ingat baik-baik satu hal. Siapa saja yang
akan mencelakai kedua perempuan itu aku perintahkan kau untuk membunuhnya!"
Tentu saja Gajah Rimbun terkejut mendengar kata-kata itu. "Saya siap
menjalankan perintah Pangeran. Tapi jika harus berhadapan dengan orang-orang
seperti Raden Kertopati Panglima Kotaraja dan Raden Mas Jayengrono Panglima
Kerajaan, mana mungkin saya punya kemampuan?"
"Tak perlu kawatir. Kau akan punya kemampuan. Mendekatlah!"
Gajah Rimbun naju mendekati Pangeran Matahari. Sang Pangeran angkat
kedua tangannya. Telapak kiri kanan ditempelkannya ke dada Gajah Rimbun.
Mulutnya tampak berkomat-kamit. "Sekarang kau sudah punya kemampuan Gajah
Rimbun. Pergilah! Dan ingat, jangan lupa memperkenalkan siapa namamu!"
"Saya ingat Pangeran. Nama saya adalah Bajingan Dari Susukan!" jawab
Gajah Rimbun. BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Ponggawa berkuda hitam itu memasuki halaman rumah besar kediaman R.A. Siti
Hinggil. Sesaat dia bicara dengan perajurit yang tengah bertugas di pintu.
Perajurit ini masuk ke dalam. Tak selang berapa lama dia keluar kembali dan mempersilakan
ponggawa tadi masuk mengikutinya. Kedua orang ini duduk bersila di depan sebuah
kasur tinggi berselimutkan permadani. Duduk menunggu tanpa ada satupun yang
bicara. Tak berapa lama kemudian istri Sri Baginda yang ketiga keluar diiringi
seorang anak lelaki berusia enam tahun, berwajah cakap dan berpakaian bagus.
Inilah Pangeran Sabrang, putera bungsu R.A.Siti Hinggil, adik Puji Lestari Ambarwati
yang juda merupakan adik Pangeran Anom alias Pangeran Matahari. Anak ini duduk
seenaknya di samping ibunya yang duduk di atas kasur tinggi.
"Kau membawa berita atau pesan dari Keraton.....?" R.A. Siti Hinggil
bertanya. Ponggawa itu memberi hormat sebelum menjawab. "Betul sekali Raden
Ajeng..... Bisakah saya sampaikan sekarang?"
"Katakanlah....."
"Raden Ajeng dan Raden Ayu Puji Lestari diminta Patih Haryo Unggul untuk
menghadap siang nanti sehabis Ba'dal Asar."
"Apakah Patih mengatakan mengapa dia memanggil kami?"
"Tidak Raden Ajeng. Rasa rasa tentunya Raden Ajeng lebih tahu....."
"Apakah Sri Baginda mengetahui kalau kami berdua harus menghadap?"
"Sudah tahu Raden Ajeng. Justru dalam pertemuan nanti Sri Baginda akan
ikut hadir," menjelaskan ponggawa itu.
"Kalau begitu ini adalah kehendak Sri Baginda. Patih hanya dipakai sebagai
penyambung lidah. Kau boleh pergi. Katakan kami berdua akan datang menghadap
sehabis sembahyang Asar."
Ponggawa itu memberi hormat lalu dengan terbungkuk-bungkuk
meninggalkan tempat itu, diikuti perajurit yang tadi menemaninya. Ketika dia
melangkah ke tempat kuda hitamnya ditambatkan, ponggawa itu terkejut. Di atas
kuda itu tampak duduk seorang pemuda tak dikenal berkulit hitam bermuka bundar.
Menyangka orang hendak mencuri kudanya, ponggawa itu segera menghunus
pedangnya. "Bangsat pencuri! Besar sekali nyalimu!" Pedang di tangan ponggawa
menderu. Namun sesaat kemudian terdengar pekiknya. Bersamaan dengan pekik dan
terlepasnya pedang, terdengar pula suara kraak! Ternyata tulang siku tangan
kanannya remuk dihantam tendangan pemuda di atas kuda.
Wiro Sableng 032 Bajingan Dari Susukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perajurit di sebelahnya mengangkat tangan, siap untuk menusukkan
tombaknya. Tapi diapun bernasib sama. Tombak yang hendak dihantamkannya ke
perut orang patah dua dan mental ke udara begitu dilabrak tendangan pemuda di
atas kuda. "Ponggawa! Kau kembali ke Keraton! Katakan pada orang-orang di sana
bahwa Raden Ajeng Siti Hinggil dan puterinya tidak akan datang menghadap ke
sana! Juga katakan jika mereka masih berani mengganggu ketentraman ibu dan anak itu,
jika mereka masih menaruh curiga terhadap keduanya, mereka bakal menemui
kesulitan. Bahkan kematian!"
"Kau.....kau siapa......"!" bertanya si ponggawa.
BASTIAN TITO 11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Namaku Bajingan Dari Susukan. Berani malawan kehendakku berarti minta
mampus! Pergi lekas.....!"
"Tapi..... Kudaku....."
"Kudamu tetap di sini! Kau bisa jalan kaki....."
"Tidak bisa. Itu kuda istana. Aku harus kembali bersamanya....."
"Begitu" Baiklah! Kau boleh menungganginya. Berarti kedua kakimu tak ada
gunanya!" Pemuda di atas kuda hitam melompat turun. Begitu menjejakkan tanah dia
melompati si ponggawa. Kaki kanannya menabas. Terdengar dua kali suara kraak.
Ponggawa itu tersungkur ke tanah, menjerit kesakitan. Kedua tulang kakinya kiri
kanan patah. Dalam keadaan menjerit-jerit kesakitan, Bajingan Dari Susukan alias
Gajah Rimbun angkat tubuhnya dan naikkan ke atas punggung kuda hitam. Kuda ini
digebraknya, membuatnya lari kencang membawa ponggawa yang masih terus
berteriak-teriak.
Suara jerit ribut-ribut di halaman membuat Siti Hinggil dan Puji Lestari keluar
dari dalam gedung diikuti Pangeran Sabrang. Mereka masih sempat melihat
ponggawa yang tadi menghadap terbujur melintang di atas punggung kuda yang
berlari meninggalkan halaman rumah besar.
"Apa yang terjadi dengan ponggawa itu.....?" bertanya Siti Hinggil. Perajurit
yang ada di tangga rumah tak berani membuka mulut. Ketika pandangan Siti Hinggil
membentur Gajah Rimbun dia segera menegur "Kau siapa?"
Gajah Rimbun menjura hormat tapi matanya sesaat mengerling pada Puji
Lestari Ambarwati. Hatinya berdesir. Tak pernah dia melihat gadis secantik ini.
Rambutnya yang hitam. Kulitnya yang kuning mulus. Sepasang mata yang berkilatkilat dan tubuh yang begitu besar montok. Apakah sebenarnya hubungan Pangeran
Matahari dengan kedua perempuan ini" Hatinya benar-benar terpikat pada Puji
Lestari. Jika Pangeran Matahari mengizinkan, sangat beruntung kalau dia dapat
memiliki gadis ini. Tapi memiliki puteri raja" Gajah Rimbun mentertawai dirinya
sendiri. Heh, apa salahnya"!
"Orang bertanya kau tak menjawab! Apakah bisu" Atau tuli"!" Yang
membentak adalah Puji Lestari. Membuat Gajah Rimbun gugup.
"Saya..... Ga.....eh, saya Bajingan Dari Susukan....."
"Nama apa itu"!" ujar Puji Lestari. "Apa betul itu namamu?"
"Betul sekali Raden Ayu. Nama saya memang jelek....."
"Mungkin sifatmu lebih jelek!" kata Puji Lestari ketus. Sekali melihat pemuda
bermuka hitam itu dia langsung merasa tidak senang.
Siti Hinggil bersikap lebih wajar. "Ada apa kau di sini. Mengapa ponggawa
itu terbujur dan menjerit-jerit di atas kudanya?"
"Saya di sini menjalankan tugas, Raden Ajeng. Ponggawa itu mendapat celaka
karena ulahnya sendiri!"
"Kau bukan perajurit istana atau perajurit Kerajaan. Tugas apa yang kau
lakukan di sini"!"
"Menjaga keselamatan Raden Ajeng dan puteri sehubungan dengan adanya
niat buruk orang-orang Keraton mencurigai Raden Ajeng berdua....."
Siti Hinggil terkejut. Puji Lestari mengerenyit.
"Maksudmu apa?" bertanya Siti Hinggil.
"Maksud saya sehubungan dengan tuduhan bahwa Raden Ajeng dan Raden
Ayu berdua mempunyai hubungan dengan Pangeran Matahari. Saya diperintahkan
membunuh siapa saja yang berani menyulitkan orang-orang di rumah ini....."
"Siapa yang memerintahkanmu?" tanya Puji Lestari.
BASTIAN TITO 12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Saya tidak berani mengatakannya, Raden Ayu," jawab Bajingan Dari
Susukan alias Gajah Rimbun.
"Siapapun kau adanya dan perintah apapun yang sedang kau jalankan, aku
tidak senang melihatmu di sini. Keselamatan rumah ini adalah dalam tanggung
jawab Raja....."
"Namamu saja Bajingan Dari Susukan! Siapa percaya padamu!" manyambung
Puji Lestari. "Jangan-jangan kau bangsa maling atau garong yang hendak berbuat
jahat terhadap kami!"
Gajah Rimbun tersenyum tawar. Dan menjawab "Jika saya ingin berbuat jahat,
sudah dari tadi dapat saya lakukan. Semudah saya membalikkan telapak tangan!"
berkata pemuda itu. "Lihat apa yang ada dalam tangan saya!" katanya demikian.
Tangan kirinya yang tadi terkepal dibukanya. Siti Hinggil dan Puji Lestar samasama memandang ke arah tangan kiri itu. Dan keduanya sama-sama terkejut. Di atas
telapak tangan si pemuda bermuka hitam mereka melihat sebuah tusuk kundai emas.
"Astaga!" Raden Ajeng Siti Hinggil berseru seraya memegang rambutnya.
Tusuk kundai yang ada di tangan si pemuda adalah tusuk kundai yang sebelumnya
menancap di gelungan kondenya! Bagaimana benda itu tahu-tahu berada dalam
tangan pemuda ini tanpa dia melihat kapan orang mengambilnya bahkan tanpa merasa
sama sekali"
"Kau punya ilmu hitam!" sentak Puji Lestari.
Gajah Rimbun tersenyum.
"Saya tidak punya ilmu apa-apa, Raden Ayu," jawab pemuda itu. Lalu
mengembalikan tusuk kundai emas pada Siti Hinggil.
"Lebih cepat kau pergi dari sini, lebih baik!" kata istri Sri Baginda yang
ketiga itu. "Saya memang akan pergi Raden Ajeng. Tapi tidak terlalu jauh. Satu hal perlu
diketahui. Justru Sri Baginda sendiri sangat menaruh curiga pada kalian ibu dan
anak. Kalangan istana menduga keras kalian punya sangkut paut tertentu dengan Pangeran
Matahari. Berniat menumbangkan tahta Raja. Ini semua gara-gara cincin milik
Raden Ayu yang diberikan dan dipakai oleh Pangeran Matahari waktu menyerbu keraton
tempo hari....."
"Jadi! Kalau begitu Pangeran itulah yang memerintahkanmu!" ujar Sri Puji
Lestari. "Saya tidak berani membenarkan hal itu," jawab Gajah Rimbun.
"Katakan di mana Pangeran itu sekarang?" ujar sang dara.
"Saya tidak tahu dia ada di mana Raden Ayu. Saya ditugaskan untuk
menyerahkan barang ini....." Lalu Gajah Rimbun mengeluarkan cincin emas
bergambar burung rajawali pada Puji Lestari.
Dalam terkejut Puji Lestari mengambil cincin itu, mengamatinya sebentar lalu
memandang pada ibunya.
"Saya yakin, Pangeran Matahari yang menyuruhnya!"
Siti Hinggil mengangguk dan membuka mulut hendak menanyakan sesuatu.
Tapi Bajingan Dari Susukan sudah berkelebat pergi.
BASTIAN TITO 13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Belum lama Gajah Rimbun berlalu, belum lama Raden Ajeng Siti Hinggil dan
puterinya serta Pangeran Sabrang masuk ke dalam rumah besar, serombongan orang
berkuda muncul. Mereka berjumlah lima orang. Dari pakaian dan senjata yang
tersisip di pinggang masing-masing jelas mereka adalah abdi-abdi atau pasukan Kerajaan.
Bertindak sebagai pemimpin seorang perwira muda bertubuh tinggi kurus yang
memiliki sepasang mata sangat merah. Di kalangan pasukan dia dikenal dengan
julukan Si Mata APi. Pandangannya memang angker dan ilmu silatnya cukup tinggi.
Baru saja kelima orang itu turun dari kuda masing-masing, bahkan belum
sempat bicara dengan perajurit pengawal yang datang menyongsong. Gajah Rimbun
tahu-tahu sudah berdiri di tangga rumah besar. Sikapnya jelas menghalangi siapa
saja yang hendak masuk. Sementara itu sebuah kereta kecil kelihatan memasuki pintu
halaman. Perwira muda berjuluk si Mata Api memandang tak berkesip pada Gajah
Rimbun, membuat Bajingan Dari Susukan ini tergetar juga hatinya.
"Tampangmu baru hari ini kulihat! Aku tahu pasti kau bukan perajurit
Kerajaan atau pengawal gedung kediaman istri Sri Baginda! Mengapa kau berani
menjual lagak kurang ajar di hadapan kami pasukan Kerajaan"!"
Gajah Rimbun seperti tak acuh. Sambil memandang ke kiri dia bertanya
"Perwira, apakah kau mencari orang bernama Bajingan Dari Susukan?"
"Bukan saja mencarinya, tapi akan mematahkan batang lehernya!" sahut Si
Mata Api. "Dia telah menganiaya seorang anak buahku!"
"Ah, kalau begitu kau datang tepat pada waktunya." Habis berkata begitu
Gajah Rimbun ulurkan lehernya. "Akulah orang yang kalian cari. Silakan
mematahkan batang leherku!"
"Bangsat! Memang minta mampus!" teriak Si Mata Api marah. Tapi dia tak
mau turun tangan sendiri. Seraya berpaling pada empat orang anak buahnya dia
berikan perintah "Cincang keparat muka hitam ini!"
Empat buah pedang berkeresekan keluar dari sarung masing-masing lalu
serentak diayunkan ke arah Gajah Rimbun. Dua menabas pundak, satu membacok
kepala, satunya lgai membabat leher yang masih diulurkan!
Apa yang terjadi kemudian membuat Si Mata Api yang terkenal buas menjadi
bergidik. Ketika empat buah pedang itu dilihatnya hanya tinggal sejengkal
mencapai sasaran, tiba-tiba pemuda bermuka hitam gerakkan kedua tangannya. Dua buah
pedang mencelat ke udara bersamaan dengan jeritan dua perajurit. Tangan masingmasing patah dan tampak berubah menjadi hitam. Dua perajurit lagi terhempas ke
tanah dan berguling-guling sambil menggerung. Tubuh mereka tampak mengeluarkan
asap. Sesaat kemudian keduanya melingkar tak berkutik lagi dalam keadaan tubuh
gosong seperti dibakar!
Ketika pemuda itu hendak bergerak ke arahnya, Si Mata Api cepat berseru
"Tahan!"
"Eh, kau takut mampus......?" tanya Gajah Rimbun sambil menyeringai.
Membuat Si Mata Api merinding.
"Jika kau menyerah hidup-hidup, hukuman atasmu akan kuperingan!"
"Kalau kau mau pergi dari sini, nyawamu akan kuampunkan!" balas Bajingan
Dari Susukan. BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kurang ajar! Kau kira aku takut padamu!" bentak Si Mata Api. Tinju
kanannya menderu deras ke arah muka Gajah Rimbun. Yang diserang merunduk tapi
buk! Tinju yang tadi mengarah muka tahu-tahu berubah cepat menghantam dada dan
mengenai dada kiri Gajah Rimbun dengan keras hingga pemuda ini terjengkang.
Melihat lawan dapat dipukul rubuh dalam satu jurus saja, Si Mata Api timbul
keberanian dan rasa percaya diri. "Hanya begitu saja kehebatan keparat ini!"
katanya dalam hati. Lalu dia melompat seraya kirimkan tendangan kaki kanan ke muka Gajah
Rimbun. "Hancur kepalamu!" teriak Si Mata Api.
Tapi sekali ini dia kecele. Bukan kepala lawan yang hancur tapi kaki kanannya
yang kena ditangkap. Sebelum dia sempat menarik kaki yang tertangkap sambil
menghujamkan tumit kirinya ke dada lawan, tahu-tahu dia merasakan sekujur
tubuhnya panas seperti dipanggang api. Sesaat kemudian tubuhnya terlempar ke
atas. Karena sakit, terkejut dan bingung, walaupun sudah jungkir balik agar dapat
jatuh di atas kedua kakinya, namun tetap saja perwira muda itu jatuh bergedebuk, jatuh
punggung di tanah. Sekujur tubuhnya tampak merah seperti terseduh. Dari mulutnya
keluar suara mengerang menahan sakit yang luar biasa. Ketika dia mencoba
bangkit, sebuah kaki yang kuat dan berat meninjak dadanya. Memandang ke atas ternyata
pemuda bermuka hitam itu yang menginjaknya!
"Nyawamu kuampunkan! Kembali ke istana dan sampaikan pesanku pada
semua orang di sana! Jangan sekali-kali mengganggu dan membuat kesulitan atas
diri Raden Ajeng Siti Hinggil serta puterinya. Ibu dan anak itu tidak ada hubungan
apa- apa dengan Pangeran Matahari. Siapa berani mengabaikan pesanku ini akan
berhadapan dengan malaikat maut! Katakan namaku adalah Bajingan Dari Susukan!"
Gajah Rimbun angkat kakinya dari atas dada Si Mata Api. Dengan
menanggung sakit amat sangat perwira muda ini bangkit berdiri. Dalam keadaan
seperti itu dia melihat sebilah pedang tergeletak di tanah tiga jengkal dari
tangan kanannya. Secepat kilat perwira ini menyambar senjata itu, lalu sambil
membalikkan tubuh dia ayunkan pedang tepat pada batasan pinggang Bajingan Dari Susukan.
"Diberi ampun malah minta racun!" rutuk Gajah Rimbun. Kaki kanannya
bergerak leih cepat melabrak dada Si Mata Api. Tubuh perwira itu terpental
bersama pedang yang terlepas dari pegangannya. Dia melingkar dekat roda kereta,
mengerang beberapa kali, muntah darah lalu pingsan.
Di atas kereta, kusir tua berkumis putih gemetar ketakutan setengah mati ketik
Bajingan Dari Susukan melangkah mendatangi.
"Angkat tubuh perwira itu. Bawa ke istana! Jika dia mampus di perjalanan
maka kau yang harus menyampaikan apa yang kau lihat dan apa yang kau dengar di
tempat ini! mengerti"!"
"Sa....saya mengerti...." Kusir tua cepat turun lalu mengangkat tubuh Si Mata
Api dengan susah payah. Tanpa menunggu lebih lama dia segera membedal kuda
penarik kereta.
Ketika Gajah Ribun melangkah meninggalkan tempat itu, di tangga rumah
tampak tegak Raden Ajeng Siti Hinggil dan Puji Lestari Ambarwati.
"Lagi-lagi kau berani membuat onar di sini!" terdengar ucapan Puji Lesatri
disertai air muka sangat tidak senang.
Gajah Rimbun membungkuk hormat. "Maafkan saya Raden Ayu. Bajingan
Dari Susukan hanya menjalankan perintah...."
"Kau tunggulah! Orang-orang dari istana pasti akan menangkapmu hidup atau
mati!" Gajah Rimbun tersenyum. Dengan ilmu hebat yang diberikan Pangeran
Matahari secara aneh, tak satu orangpun ditakutinya. Dia yakin sekali hal ini.
Yang BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dipikirkannya justru bagaimana kalau nanti setelah Pangeran Matahari mengambil
kembali kepandaiannya itu. sekali lagi pemuda bermuka bundar itu melayangkan
senyumnya pada Puji Lestari, menjura dan meninggalkan tempat itu.
Ketika kusir tua menceritakan apa yang terjadi. Ruang sidang istana menjadi
gempar. "Apakah kejadian ini perlu segera diberitahu pada Sri Baginda?" tanya Raden
Kertopati, Panglima Pasukan Kotaraja.
"Sebaiknya kita periksa dulu keadaan perwira itu. Mungkin dia bisa memberi
keterangan lebih banyak!" menjawab Raden Mas Jayengrono, Kepala Balatentara
Kerajaan. Lalu bersama-sama Patih Haryo Unggul, diiringi belasan perwira tinggi
Wiro Sableng 032 Bajingan Dari Susukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan perwira muda mereka meninggalkan ruangan sidang, menuju halaman istana. Ketika
diperiksa ternyata perwira muda berjuluk Si Mata Api itu sudah tak bernyawa
lagi. "Melihat keadaan tubuhnya yang merah seperti terpanggang, perwira ini
menemui ajal akibat ilmu kesaktian yang bukan sembarangan....." ujar Patih Haryo
Unggul setelah memeriksa dengan teliti.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bertanya Kertopati.
"Siapkan selusin perwira. Bawa seratus perajurit! Kurung rumah kediaman
Raden Ajeng Siti Hinggil dari jarak lima tombak!" Yang berkata adalah Raden Mas
Jayengrono. "Ada baiknya dimas Kertopati ikut berangkat ke sana....." berkata patih
Kerajaan. "Salah satu dari kami akan menyusul. Jangan melakukan apa-apa sebelum
kami datang....."
Maka Raden Kertopati segera jalankan perintah atasannya itu. Setelah
rombongan itu pergi Patih Haryo Unggul berpaling pada Raden Mas Jayengrono dan
bertanya "Apakah Raden Mas pernah mendengar orang berjuluk Bajingan Dari
Susukan itu sebelumnya?"
Yang ditanya menggeleng.
Patih haryo Unggul usap-usap dagunya. "Aneh," desisnya. "Seorang dengan
julukan seperti itu, tak dikenal sebelumnya, tapi memiliki ilmu luar biasa.
Bertindak sebagai pelindung dan pembela Raden Ajeng Siti Hinggil dan puterinya..... Sungguh
aneh!" "Saya rasa ada baiknya paman patih memberi tahukan Sri Baginda. Biar saya
menyusul Raden Kertopati untuk melihat sampai di mana kehebatan orang itu...."
"Saya setuju hal itu," sahut Patih Haryo Unggul. "Yang penting menyelidiki.
Kita harus tahu apa hubungan Bajingan Dari Susukan ini dengan istri Sri Baginda.
Ingat keterangan kusir tua itu....." Dia sempat mendengar ketika Bajingan Dari
Susukan berkata bahwa dia hanya menjalankan tugas. Nah, kita harus tahu siapa di
belakangnya. Siapa yang menugaskannya! Jika tidak dapat dari orangnya langsung,
istri Sri Baginda itu pasti mengetahui....."
"Saya berangkat sekarang Paman patih....."
"Pergilah. Walaupun manusia itu tidak terkenal, tapi jangan Raden Mas
menganggapnya enteng. Saya lebih suka kalau dia dapat ditangkap hidup-hidup....."
"Itu memang keinginan saya paman patih," jawab Raden Mas Jayengrono.
Namun dalam hatinya diapun punya keinginan untuk menyaksikan bahkan hendak
menjajal sampai di mana kehebatan manusia yang memperkenalkan dirinya sebagai
Bajingan Dari Susukan itu.
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM Ketika Kepala Balatentara Kerajaan Raden Mas Jayengrono sampai di tempat
kediaman istri Raja yang ketiga maka dia menyaksikan satu pemandangan luar
biasa. Halaman rumah yang cukup luas itu dikurung rapat oleh puluhan perajurit. Sekitar
enam perajurit, dua perwira muda dan seorang perwira tinggi tampak tergeletak di
tanah. Kebanyakan dari mereka sudah tak berkutik lagi alias mati. Yang masih
diup terdengar mengerang megap-megap tanda umurnyapun tak bakal lama. Rata-rata
mereka menderita patah tulang tangan atau kaki, atau hancur tulang-tulang
iganya. Yang menemui kematian rata-rata kelihatan kehitaman kulit tubuhnya, seperti
hangus dipanggang api.
Raden Ajeng Siti Hinggil, Raden Ayu Lestari dan Pangeran Sabrang tegak di
tangga rumah, menyaksikan Raden Kertopati yang dibantu oleh seorang perwira
tinggi dan tiga orang perwira muda mengeroyok seorang pemuda berkulit hitam,
berwajah bundar. Melihat pada ilmu silat yang dimainkan pemuda tak dikenal ini,
jelas dia tidak memiliki kepandaian yang dapat diandalkan. Bahkan boleh
dikatakan hampir tak ada sama sekali jurus-jurus ilmu silat yang dimainkannya. Akan
tetapi, setiap gerakan yang dibuatnya mengeluarkan deru angin tanda dia memiliki tenaga
dalam yang kuat. Dan setiap dia menggerakkan tangan dan kakinya, para pengeroyok
cepat bertindak mundur atau menyelamatkan diri. Yang terlambat kalau tidak
menemui ajal pastilah cidera berat!
Beberapa kali Jayengrono melihat para pengeroyok berhasil menyarangkan
pukulan atau tendangan ke tubuh pemuda itu. Namun seperti kebal pukulan, si
pemuda seolah-olah tidak merasakannya. Dia terus merangsak menyerang para
pengeroyoknya. Ada satu hal yang sempat diperhatikan Kepala Balatentara Kerajaan itu.
betapapun hebatnya tenaga dalam dan berbahayanya setiap gerakan tangan atau kaki
si pemuda namun dia tidak memiliki nafas yang panjang. Dadanya turun naik,
tenggorokannya bergerak-gerak dan hidungnya mengembang-kempis tanda nafasnya
mulai memburu. "Hentikan pertempuran!" Tiba-tiba Raden Mas Jayengrono berteriak keras.
Pihak Kerajaan yang mengenali suara Kepala Balatentara itu segera berhenti
menyerang. Masing-masing melompat dua langkah ke belakang. Mereka semua
memandang dengan heran pada Raden Mas Jayengrono.
"Ada apakah" Mengapa kangmas menghendaki perkelahian ini
dihentikan.....?" bertanya Kertopati. Tubuhnya tampak mandi keringat tanda
tenaganya terkuras.
"Biarkan aku bicara dulu dengan pemuda berkulit hitam itu," jawab
Jayengrono. Lalu dengan suara lebih perlahan hingga hanya Kertopati yang
mendengar, dia menegur. "Bukankah Patih sudah memberi ingat. Jangan melakukan
apa-apa sebelum salah satu dari kami datang ke tempat ini?"
"Saya ingat sekali pesan itu kangmas. Tapi pemuda itu tiba-tiba muncul dan
mengusir kami dari tempat ini....." menjawab Kertopati.
Jayengrono berdehem beberapa kali lalu palingkan kepalanya ke arah Gajah
Rimbun. "Kau orangnya yang bernama Bajingan Dari Susukan?" tanya Kepala
Balatentara Kerajaan dari atas punggung kuda.
BASTIAN TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Gajah Rimbun alias Bajingan Dari Susukan mengangguk. Dia tegak di tengah
kalangan dengan sikap pongah sambil bertolak pinggang.
Dengan tenang meskipun hatinya mulai jengkel, Jayengrono kembali bertanya
"Mengapa kau membuat keonaran di tempat kediaman istri Sri Baginda?"
"Bukan aku yang membuat keonaran tapi kalian yang datang menimbulkan
kerusuhan" sahut Bajingan Dari Susukan.
"Namamu cocok dengan sifatmu! Kau pandai bersilat lidah! Apa hakmu
melarang abdi Kerajaan yang diperintah Raja untuk memeriksa Raden Ajeng Siti
Hinggil?" bertanya Jayengrono dengan mata melotot.
"Raja menyuruh menyelidik istrinya sendiri! Ini adalah aneh!" tukas bajingan
Dari Susukan. "Jika kalian hendak menyelidik orang lain, mengapa Raden Ajeng dan
puterinya yang kalian curigai"!"
"Karena cincin emas milik Raden Ayu Paji Lestari dipakai oleh seorang
pengacau mengaku bernama Pangeran Matahari! Kalau tak ada sangkut paut dengan
orang itu mana mungkin cincin tersebut ada padanya" Raden Ayu telah
memberikannya karena ada hubungan tertentu! Bukan begitu.....?" Jayengrono
berkata sambil berpaling dan memandang tajam pada Puji Lestari Ambarwati,
membuat gadis ini sesaat gugup dan pucat wajahnya.
Saat itu terdengar suara Bajingan Dari Susukan kembali. "Sungguh kecurigaan
keji! Menuduh tanpa bukti! Raden Ayu perlihatkan bahwa cincin itu tak pernah kau
berikan pada siapapun!"
Puji Lestari ulurkan tangan kirinya. Pada jari manis tangan kiri sang puteri
kelihatan cinicn emas bergambar burung rajawali melingkar di jari manisnya.
Sesaat Raden Jayengrono jadi terpaku. Penuh heran tak mengerti. Bagaimana
cincin yang beberapa waktu lalu jelas dilihatnya berada di tangan Pangeran
Matahari kini tahu-tahu sudah ada lagi di jari Raden Ayu Puji Lestari. Padahal beberapa
hari lalu ketika ditanya, sang puteri tidak dapat memperlihatkan benda itu.
"Ada sesuatu yang tidak beres di sini!" ujar Jayengrono. Dia memandang
berkeliling lalu memerintah "Tangkap pemuda ini!"
Teriakan ini membuat beberapa orang yang ada di sekeliling Bajingan Dari
Susukan segera melompat menyerbu. Mereka adalah Raden Kertopati Kepala
Pasukan Kotaraja, tiga orang perwira muda dan dua orang perwira tinggi. Dalam
waktu sekejapan saja pemuda berkulit hitam itu sudah dilanda hujan serangan.
Bukan serangan biasa tapi serangan mengandung tenaga dalam tinggi. Jangankan manusia,
seekor kerbau besarpun akan babak belur dihantam pukulan dan tendangan orangorang itu. Terdengar suara gedebak-gedebuk ketika tinju dan kaki mendarat di tubuh
Bajingan Dari Susukan. Tubuhnya terbanting kian kemari. Tapi anehnya dia seperti
tidak merasakan apa-apa. Jangankan menjerit, meringispun tidak. Melihat kejadian
ini dengan beringas Raden Kertopati merangsak ke depan, lancarkan serangan-serangan
dalam jurus-jurus ganas. Raden Mas Jayengrono tampak tertegun. Hampir tak pernah
dilihatnya bawahannya itu menggempur lawan seperti itu. Kenyataannya memang
Bajingan Dari Susukan dibuat terpental dan bergulingan di tanah sewaktu kaki
kanan Raden Kertopati tepat menghantam lambungnya.
Belum sempat bangun, dua perwira muda dan dua perwira tinggi berkelebat
berebut cepat mengirimkan serangan. Kalau tidak mati dalam keadaan mengerikan
pastilah pemuda berkulit hitam itu akan menderita luka parah dan cacat seumur
hidupnya. Demikian orang-orang yang ada di tempat itu memastikan. Namun apa
yang terjadi kemudian membuat semua orang terkejut bahkan Jayengrono keluarkan
seruan tertahan.
BASTIAN TITO 18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Didahului bentakan keras tubuh Bajingan Dari Susukan melesat setinggi satu
tombak. Tangan dan kakinya bergerak. Empat perwira Kerajaan yang tadi
menggempurnya mental berpelantingan. Masing-masing keluarkan jeritan mengerikan.
Tubuh keempatnya kemudian jatuh ke tanah tak berkutik kagi daalm keadaan hangus
hitam! "Manusia ini bukan saja memiliki kekebalan tapi kesaktian mematikan...."
Desis Raden Mas Jayengrono sementara Raden Kertopati tegak tak bergerak dengan
muka pucat! "Pembunuh biadab! Siapa kau sebenarnya"!" membentak Jayengrono.
"Sudah diberitahu masih saja bertanya! Bukankah lebih baik kalian pergi
semua dari tempat ini dan jangan ganggu Raden Ajeng Stiti Hinggil serta
puterinya!"
"Kentut busuk!" maki Jayengrono. Memandang pada keadaan mayat yang
hangus hitam itu, Kepala Balatentara Kerajaan ini tiba-tiba saja ingat sesuatu
dan curiga besar. Ketika beberapa waktu lalu Pangeran Matahari menyerbu istana,
lawan- lawan yang mati di tangannyapun mengalami nasib seperti keempat perwira itu.
mati dengan tubuh hangus hitam seperti dipanggang. Ilmu pemuda mengaku Bajingan Dari
Susukan ini serupa dengan yang dimiliki Pangeran Matahari. Maka Jayengronopun
kembali membentak "Apa hubunganmu dengan Pangeran Matahari"!"
"MAsih saja mengajukan pertanyaan! Jika kalian tidak cepat minggat dari sini,
jangan menyesal kalau cuma arwah kalian yang meninggalkan tempat ini!" Berkata
Bajingan Dari Susukan alias Gajah Rimbun sambil menyeringai dan berkacak
pinggang. "Sombong dan menghina sekali!" kertak Jayengrono yang saat itu masih
duduk di atas punggung kudanya. Dia berpaling pada Raden Kertopati dan berkata
memberi perintah "Dimas, tangkap keparat itu hidup atau mati!"
Menerima perintah seperti itu Kepala Pasukan Kotaraja itu menjadi agak
terkesiap. Melihat kehebatan pemuda kulit hitam hatinya jadi meragu apakah
kepandaian silat dan kesaktiannya akan mampu menghadapi orang itu.
Melihat bawahannya itu tidak bergerak dari tempatnya Jayengrono cabut keris
berhulu gading gajah di pinggangnya dan melemparkan senjata ini pada Raden
Kertopati seraya berkata "Pergunakan Kiyai Gajah Putih ini! Masakan tubuhnya
tidak akan tertembus sekalipun dia punya kesaktian seperti malaikat!"
Kiyai Gajah Putih adalah sebilah keris berhulu gading berbadan putih karena
terbuat dari perak yang diramu dengan sejenis racun jahat berwarna putih.
Senjata sakti mandraguna ini didapat Raden Mas Jayengrono dari gurunya almarhum. Untuk
mendapatkan keris itu Jayengrono harus menempuh ujian sangat berat. Yaitu
berpuasa selama 100 hari dengan hanya minum air embun yang ada di dedaunan serta
hanya sekepal nasi putih setiap malam Jum'at. Setelah itu dia harus pula
bersamadi di tujuh tempat selama 7 hari untuk setiap tempat. Ketika sang guru menyerahkan
keris itu kepadanya, disebutkan pula satu larangan yang tidak boleh dilanggar oleh
Jayengrono setelah memiliki senjata itu yakni larangan menggauli perempuan yang
bukan istrinya alias berzina.
Raden Kertopati menyambut Kiyai Gajah Putih yang dilemparkan Jayengrono
kepadanya. Jelas dia tak bisa berbuat lain maka Kepala Pasukan Kotaraja ini
segera mencabut senjata itu. Begitu keris keluar dari sarungnya memancarlah cahaya
putih. Cahaya ini menjadi lebih terang karena saat itu matahari hampir tenggelam dan
udara mulai gelap. Sesaat Bajingan Dari Susukan merasa keder juga melihat cahaya angker keris
di tangan Kertopati. Namuan dia begitu yakin akan kehebatan ilmu titipan yang
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
diberikan Pangeran Matahari padanya. Maka dengan tetap berkacak pinggang,
pemuda berkulit hitam ini sunggingkan seraingai mengejek.
"Kalau kau memang hendak mencoba kehebatan keris butut itu, mengapa
tidak lekas menyerang"!"
Jayengrono panas sekali hatinya mendengar keris saktinya diejek dan
dilecehkan begitu saja oleh Bajingan Dari Susukan. Dia berteriak marah "Dimas!
Lekas bunuh bangsat itu!"
Maka Kertopatipun melompat menyergap lawannya sambil tikamkan Kiyai
Gajah Putih. Sinar putih berkiblat disertai desingan angin. Bajingan Dari
Susukan berkelit sambil menuju ke depan. Gerakannya menjotos terasa seperti tertahan
oleh angin yang datang menyambar dari badan keris. Maka dia ganti pergunakan kaki
untuk menendang kaki musuh. Kertopati melompat sambil tikamkan keris di tangan
kanannya sekali lagi. Kali ini ke arah tenggorokan lawan.
Buk! Tendangan Bajingan Dari Susukan meskipun agak meleset masih sempat
menghajar betis kanan Raden Kertopati hingga orang ini kehilangan keseimbangan,
limbung dan jatuh tersungkur. Walaupun tusukan keris ke arah tenggorokan meleset
namun dalam jatuhnya Raden Kertopati masih berkesempatan membabatkan Kiyai
Gajah Putih ke arah kedua kaki lawan.
Breet! Kaki celana kiri Bajingan Dari Susukan robek besar. Salah satu bagian
pahanya tergurat ujung keris. Untuk pertama kalinya terdengar suara pekik
kesakitan keluar dari mulut Bajingan Dari Susukan. Meskipun pahanya hanya tergurat sedikit
dan sama sekali tidak mengeluarkan darah namun tubuhnya terasa menjadi sangat
dingin hingga gigi-giginya bergemeletakan.
Wiro Sableng 032 Bajingan Dari Susukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Celaka! Apakah kesaktian yang diberikan Pangeran Matahari tidak sanggup
menghadapi keris putih itu....."!" Bajingan Dari Susukan merasa kawatir sekali.
Rasa kecut membayangi hatinya. Apakah dia akan terus berkelahi di situ atau sebaiknya
pergi saja, kembali dan melapor pada Pangeran Matahari"
Sementara itu Raden Kertopati yang tadi terjatuh berusaha bangun. Alangkah
kagetnya Kepala Pasukan Kotaraja ini ketika mendapatkan dirinya tak sanggup lagi
bangkit. Disingsingkannya kaki celananya. Betisnya yang tersingkap kelihatan
menghitam. Pucatlah paras Kertopati. Dia cepat menotok pangkal paha dan bagian
dada di dekat jantung untuk mencegat aliran rasun jahat. Lalu masih dengan
menggenggam keris Kiyai Gajah Putih di tangan Kepala Pasukan Kotaraja ini
gulingkan tubuh menajuhi Bajingan Dari Susukan. Beberapa orang perwira segera
menolongnya dan menggotongnya ke dekat tangga rumah besar.
Menyaksikan kejadian itu Raden Mas Jaengrono melompat urun dari kudanya.
Dia akan turun tangan sendiri untuk menghajar Bajingan Dari Susukan. Namun di
saat yang sama pula pemuda berkulit hitam itu sudah melompat dari kalangan
pertempuran. Berkelebat ke arah pintu halaman.
"Tangkap! Jangan biarkan dia lari!" teriak Jayengrono seraya mengangkat
tangan kanan untuk menghantam dengan pukulan jarak jauh mengandung tenaga
dalam tinggi. Namun serangan ini terpaska di batalkan karena belasan perajurit
dan para perwira saat itu telah berserabutan mengejar Bajingan Dari Susukan hingga
menutup alur pukulan. Kalau diteruskan hanya akan mencelakai orang-orang
sendiri. Jayengrono semakin gemas dalam hati. Terlebih lagi ketika kemudian
dilihatnya di depan sana perajurit-perajurit dan para perwira yang berusaha
menangkap Bajingan Dari Susukan terlempar dan rubuh ke tanah. Empat di antaranya
menemui ajal dengan tubuh menghitam hangus!
BASTIAN TITO 20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Manusia laknat!" kertak Jayengrono. Karena tak bisa berbuat lain akhirnya
Kepala Balatentara Kerajaan ini melangkah cepat ke langkan rumah besar. Saat itu
Raden Ajeng Siti Hinggil, Raden Ayu Puji Lestari dan Pangeran Sabrang masih
berada di sana.
"Raden Ajeng," tegur Jayengrono seraya membungkuk. "Izinkan saya bicara
denganmu di dalam." Lalu tanpa menunggu jawaban orang Jayengrono mendahului
memasuki rumah besar, langsung menuju ke sebuah ruangan berpintu kayu berukirukir di mana biasanya dipakai Sri Baginda beristirahat bilamana sedang
mengunjungi istrinya yang ketiga ini.
Sewaktu Bajingan Dari Susukan melarikan diri dikejar oleh para perajurit dan
perwira Kerajaan, di pinggir jalan, di seberang rumah kediaman Raden Ajeng Siti
Hinggil, terlindung di balik kerapatan pohon-pohon bambu tampak dua orang pemuda
secara diam-diam menyaksikan apa yang terjadi di depan mereka. Pemuda pertama
berpakaian serba putih, berambut gondrong. Sesekali tampak dia menggaruk-garuk
kepala, entah gemas melihat pertempuran yang tengah berlangsung entah memang
kepalanya gatal. Kawan di sebelahnya seorang pemuda bertampan cakap, berbadan
langsing berambut pendek dan mengenakan pakaian warna abu-abu.
"Bagaimana, kita tangkap pemuda bermuka bundar itu?" bertanya si abu-abu
ketika melihat Bajingan Dari Susukan hendak melarikan diri.
"Enggg....." si gondrong garuk-garuk kepalanya sesaat. "Aku punya rencana
lain," katanya kemudian. "Ingat, tadi kita sudah sama menduga, pemuda itu
memiliki ilmu aneh. Keanehan itu dapat dihubungkan dengan ilmu kesaktian Pangeran
Matahari. Setiap lawan yang mereka bunuh, menemui kematian dengan cara sama.
Tubuh hangus hitam. Kalau kita tangkap dia sekarang, berarti kita tidak dapat
Kisah Membunuh Naga 43 Gento Guyon 10 Tangan Rembulan Kuda Besi 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama