Ceritasilat Novel Online

Maut Bermata Satu 1

Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu Bagian 1


WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ebook oleh : Fujidenkikagawa - Kaskus
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Maut Bermata Satu
SATU Hujan lebat menggebrak bumi. Guntur menggelegar berkepanjangan. Kilat sambar
menyambar. Bumi Tuhan seperti hendak kiamat. Saat itu baru lepas tengah hari.
Tapi hujan lebat, gumpalan awan menghitam membuat suasana seperti dicengkram
gulitanya malam.
Karena sulit melihat jalan yang ditempuh, apalagi mulai mendaki dan berbatubatu, penunggang kuda itu tidak berani bergerak cepat. Sesekali binatang
tunggangannya yang sudah letih itu tergelincir dan meringkik. Suara ringkik
kida, deru hujan yang menggila, gelegar guntur dan kiblatan kilat membentuk
suara dahsyat yang menegakkan bulu roma!
Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba beberapa tombak di hadapannya, di jalan yang
mendaki dan berbatu oadas, penunggang kuda itu melihat cahaya, tepatnya nyala
api. Sungguh sulit dipercaya. Dan lebih tak dapat dipercaya lagi, ketika dia
mendekati nyala api itu ternyata adalah nyala sebuah obor.
Obor ini dipegang oleh seorang anak kecil seusia dua belas tahun, berpakaian
hitam, basah kuyup mulai dari rambutnya yang jabrik sampai ke kakinya yang
memakai terompah aneh terbuat dari kayu. Meskipun hanya seorang anak tapi bocah
itu menyorotkan tampang galak. Sepasang matanya melotot tak berkesip ke arah si
penunggang kuda. Obor di tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi. Lalu terdengar
suaranya membentak melengking.
"Berhenti!"
Kaget dan marah si penunggang kuda hentikan tunggangannya.
"Budak kesasar!" bentaknya. "Siapa kau yang berani menyuruh aku
berhenti"!"
Si anak tetap tidak kesipkan mata, malah memandang semakin galak.
"Kau sendiri siapa berani membentak"!" Si anak membalas bentakan orang dengan
suara tandas. Marahlah penunggang kuda itu. Dia menarik tali kekang kudanya. Binatang ini
membuat gerakan miring seolah-olah hendak berbalik menjauhi anak tadi, tapi
tiba-tiba kaki kanannya sebelah belakang menendang deras ke arah dada anak yang
membawa obor. Wuut! Sekali kaki kuda berladam itu mendarat di dada si anak pastilah tubuhnya akan
mental jauh, terjengkang mati dengan dada hancur sampai ke jantung!
Tapi anehnya, mendapat serangan seperti itu si anak sama sekali tidak berusaha
menghindar atau melompat menyelamatkan diri. Dia tetap tegak di tempatnya tidak
bergerak sedikitpun. Bahkan bergemingpun tidak! Malah sepasang matanya seperti
menyala. Tiba-tiba anak ini gerakkan kaki kanannya. Membuat gerakan seperti menendang.
Dan terjadilah satu hal yang luar biasa. Kuda bersama penunggangnya tersungkur
jungkir balik di atas jalan berbatu-batu itu!
Sambil berdiri memegangi kepalanya yang benjut, penunggang kuda tadi memandang
ke arah si bocah memegang obor. Kini rasa marahnya berubah menjadi rasa was-was,
bahkan cemas dan takut menyamaki hatinya.
"Anak! Siapa kau sebenarnya"!"
BASTIAN TITO 2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ditanya begitu si anak tertawa panjang.
"Kenalpun tidak dengan kau. Mengapa menghadang perjalananku"!"
Si anak kembali tertawa. Lalu menjawab.
"Kenalpun tidak. Lalu mengapa membentak dan memanggil aku budak"!
Pernah bekerja apa aku padamu"!"
"Sikapmu tidak pantas untuk ukuran bocah sepertimu!"
"Begitu..... Huh"! Mulutmu lancang! Apakah kau tidak tahu tengah berada di
kawasan terlarang"!"
Penunggang kuda tadi terkesima. "Apa maksudmu, anak"!" tanyanya.
"Kau membuat dua kesalahan!" si anak berkata dengan nada dingin.
"Heh.....!"
"Pertama! Memasuki daerah
terlarang! Kedua tadi kau
sengaja mempergunakan kudamu untuk menyerangku. Satu serangan maut! Hukuman setimpal
harus dijatuhkan atas dirimu!"
"Aku benar-benar tidak mengerti....."
"Kau tidak mengerti karena tidak tahu diri dan memang tolol!"
Dimaki anak kecil seperti itu, penunggang kuda yang berumur sekitar 40
tahun itu ingin sekali menamparnya. Namun diam-diam dia memaklumi kalau
berhadapan dengan seorang bocah aneh yang memiliki kepandaian aneh pula.
Buktinya tadi, hanya dengan menggerakkan kaki kanannya saja, kuda tunggangan dan
dirinya dibuat tersungkur jungkir balik.
"Kau..... kau menyebut ini daerah terlarang. Apakah kau murid atau puteranya
Tubagus Jelantik ?"
"Heh..... Kau menyebut nama itu seolah kenal sekali dengan orangnya...... !
Apakah kau juga tahu siapa gelar orang itu ?" Anak berpakaian hitam memegang
obor bertanya. Sejak tadi tangannya memegang obor tetap diangkat tinggi-tinggi,
seolah-olah kau yang kaku tak bergerak-gerak. Sementara itu hujan terus turun
mendera. "Tubagus Jelantik bergelar Maut Bermata Satu. Bukankah begitu..... ?"
Si anak tertawa. Untuk pertama kalinya tangannya yang memegang obor diturunkan
sedikit tapi tiba-tiba diangsurkan ke arah muka orang itu hingga kalau tidak
lekas-lekas menghindar wajahnya pasti akan dijilat api obor! Si anak tampak
menyeringai melihat orang mundur ketakutan.
"Kau sudah dengar ini daerah terlarang. Kau tahu tentang seorang bergelar Maut
Bermata Satu. Berarti memasuki daerah terlarang harus dibayar dengan maut !
Kau harus serahkan nyawamu untuk membayar kesalahan !"
"Anak....kau dengar baik-baik. Aku mungkin memang telah memasuki daerah
terlarang. Daerah kekuasaan Maut Bermata Satu. Tapi ketahuilah aku datang kemari
justru untuk mencarinya......!"
"Begitu........?" si bocah berambut jabrik mendongak ke langit. Sesaat air hujan
membasahi mukanya yang galak. "Mungkin dosamu bisa diampunkan. Untuk itu kau
harus serahkan keudamu padaku...."
Tanpa pikir panjang orang itu segera menjawab "Kau boleh ambil kuda itu.
Sekarang biarkan aku melanjutkan perjalanan ke puncak bukit batu ini..."
Si anak menyeringai. Dia menganggukkan kepala dan berkata
"Kau boleh lewat!"
Dengan cepat orang yang tadi di hadang itu melangkah mengikuti jalan berbatu
yang mendaki. Sesaat kemudian dia telah berada jauh di sebelah depan. Nyala api
obor di belakangnya, ketika dia menoleh, tak tampak lagi.
"Bocah keparat....!" maki orang itu dalam hati. Selang melangkah sekitar lima
puluhan tombak, mendadak dia melihat nyala api lagi. Kini tepat di hadapannya.
Ketika dia mendekati dan mencapai nyala api itu, serta merta dia berseru kaget.
"Kau"!"
BASTIAN TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Nyala api itu bukan lain adalah nyala obor tadi. Dan yang memegang obor itu
ternyata adalah juga bocah berpakaian hitam berambut jabrik tadi pula!
"Aneh!" membatin orang itu. "Bagaimana anak ini tahu-tahu sudah berada di sini"
Tadi jelas kutinggalkan jauh di belakang. Juga tidak kulihat dia berjalan atau
berlari mendahuluiku......"
Sementara orang tegak keheranan, si anak tegak sambil menyeringai.
"Kembali kau menghadangku, anak...."
"Karena urusan kita belum selesai!"
"Belum selesai bagaimana" Bukankah kau sudah mengambil kudaku untuk syarat
selesainya segala urusan tadi....?"
Anak itu geleng-gelengkan kepalanya.
"Pertama! Kau belum menerangkan namamu dan datang dari mana! Kedua apa
keperluanmu emncari Maut Bermata Satu"!"
"Bocah keparat ini benar-benar menjengkelkan. Dia seperti sengaja hendak
memerasku. Diapa dia sebenarnya...."!"
"Hai! Mengapa kau masih belum mengatakan nama dan asal usul serta menerangkan
keperluanmu"!" si anak bertanya lancang.
Meskipun jengkel bercampur marah tapi akhirnya orang itu menyahut juga, memberi
keterangan. "Aku Joran Kemitir dari desa Punting Biru di pantai utara. Keperluanku menemui
orang tua sakti itu adalah untuk satu urusan yang hanya akan ku beritahu pada
orangnya....."
Si anak tertawa perlahan.
"Jika begitu cakapmu maka kau harus menyerahkan sepotong kecil bagian tubuhmu
padaku.....!"
"Apa.....?" ujar orang yang bernama Joran Kemitir kaget dan terbeliak.
"Aku tidak tuli! Kau harus berikan sepotong kecil salah satu bagian
tubuhmu.....!"
"Gila!" teriak Joran Kemitir.
"Ini tidak gila!" hardik si bocah dengan mata melotot dan tampang beringas
hingga kembali orang di hadapannya menjadi kecut, terlebih lagi ketika bocah ini
mulai gerak-gerakkan tangannya yang memegang obor.
"Jika kau tidak tahu harus menyerahkan potongan tubuh yang mana, aku akan
mengatakan. Dan kau harus memberikan. Ini adalah perintah dari penguasa bikit
batu padas ini!"
"Maksud.....maksudmu Maut Bermata Satu.....?"
"Siapa lagi!" sahut si anak. Lalu dia mengangkat tangan kirinya. Lima jarinya
dikembangkan lurus-lurus. Ketika Joran Kemitir memperhatikan lima jari itu,
ternyata jari kelingking tangan kiri anak itu tidak ada alias buntung.
Berdesirlah darah Joran Kemitir. Terlebih ketika dilihatnya si anak mengeluarkan
sebuah pisau kecil dan melemparkannya ke atas batu di hadapannya.
"Ambil pisau itu!" terdengar si anak memerintah. Potong jari kelingking tangan
kirimu pada batas ruas kedua lalu serahkan padaku! Jariku yang buntung ini perlu
diganti. Hik.....hik.....hik.....!" anak itu cekikikan aneh.
"Aku tidak akan memotong jariku sendiri! Itu perkerjaan gila! Ini, kuganti
dengan ini! Kau ambillah!"
BASTIAN TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dari balik pakaiannya Joran Kemitir mengambil sebuah kantong kain berisi
beberapa potong perak lalu melemparkannya ke hadapan si anak.
Anak itu sama sekali tidak melirik pada kantong kain yang terletak sejengkal
dari ujung kakinya yang berterompah kayu.
"Joran Kemitir.... !" desisnya, enak saja dia menyebut nama orang yang 28
tahun lebih tua darinya. "Aku tidak butuh harga, tidak perlu uang ! Yang
kuperlukan adalah jari kelingking tangan kirimu ! Kalau kau tidak sudi
memberikan maka aku akan minta lebih dari itu. Aku akan mengambil roh busukmu
alias nyawamu ! Ini semua sesuai perintah penguasa daerah ini !"
Bergetar tubuh Joran Kemitir. Selagi dia masih tegak tak tahu apa yang hendak
dilakukan, tiba-tiba anak berpakaian hitam itu mengambil pisau kecil yang
tergeletak di atas batu. Tubuhnya kemudian berkelebat. Joran Kemitir merasakan
angin menyambarnya lalu ada rasa perih di tangan kirinya. Ketika dia mengangkat
tangan itu pucatlah wajahnya. Dan terdengar jeritannya. Ternyata jari
kelingkingnya telah tiada ! Putus tepat di ruas kedua dan mengucurkan darah.
Memandang ke depan dilihatnya si bocah menancapkan obor ke sela batu. Lalu
dengan giginya sendiri digigitnya kelingkingnya yang buntung hingga terpotong
dan mengucurkan darah.
Potongan jari kelingking tangan kiri Joran Kemitir yang tadi disayatnya
dilekatkannya ke jarinya yang putus. Mulutnya berkomat kamit. Dia meniup jari
yang disambung itu beberapa kali. Ketika dia berhenti meniup, potongan jari
Joran Kemitir ternyata benar-benar telah melekat dan menempel ke bekas jarinya
yang buntung ! "Ilmu sihir....." membatin Joran Kemitir. Wajahnya pucat pasi.
"Joran Kemitir..... Kau beruntung. Aku tidak meminta bagian tubuhmu yang lain.
Nah, sekarang kau boleh meneruskan perjalanan..... Kau akan menemui orang yang
kau cari di puncak bikit !"
Habis berkata begitu anak berambut jabrik tadi membalikkan tubuh, mengambil obor
lalu seenaknya melangkah di atas batu-batu padas. Suara terompah kayunya beradu
dengan batu terdengar jelas, lalu makin perlahan, makin jauh akhirnya lenyap.
Joran Kemitir pandangi jari kelingkingnya yang kini putus. Darah masih mengucur,
tapi tidak sebanyak tadi. Masih di bawah hujan deras, dengan menanggung rasa
sakit, tertatih-tatih Joran Kemitir menaiki bukit batu itu. Sesekali dia menoleh
ke belakang. Si bocah tak kelihatan lagi.
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA Ketika Joran Kemitir mencapai puncak bukit batu padas itu udara mendadak
berubah. Hujan berhenti. Angin kencang berhenti bertiup. Langit yang tadi gelap
pekat kini berubah terang sehingga Joran Kemitir dapat melihat setiap sudut
puncak bukit itu dengan jelas.
Ternyata di puncak bukit itu dia sama sekali tidak menemukan sebuah bangunanpun.
Yang dilihatnya hanya gundukan-gundukan batu berbentuk aneh seperti sengaja
disusun tangan manusia. Ada yang berbentuk seperti harimau duduk.
Ada yang serupa sapi dan ada pula seperti buaya besar. Joran Kemitir mencaricari dengan sepasang matanya di mana di puncak bukit itu dia dapat menemui orang
yang ingin ditemuinya. Hatinya mulai cemas ketika dia sama sekali tidak melihat
tanda-tanda adanya orang yang tinggal di tempat itu. Tapi mengapa bocah aneh
tadi mengatakan dia akan dapat menemui Tubagus Jelantik di situ" Matanya terus
memandang ke setiap sudut puncak bukit. Sambil memandang dia melangkah mendekati
tumpukan-tumpukan batu.
Ketika sampai di tumpukan batu berbentuk harimau duduk dan mengitarinya, matanya
menyipit. Ternyata bagian sebelah belakang gundukan batu yang berupa punggung
harimau itu, membentuk sebuah lobang besar seukuran tubuh manusia.
"Ah, pasti goa batu ini tempat kediaman orang yang kucari!" kata Joran Kemitir
dalam hati. Dia ulurkan kepalanya dan menjenguk ke dalam lobang.
Wuutt! Sebuah benda melesat dari dasar lobang. Kalau tidak cepat Joran Kemitir menarik
kepalanya, benda yang melesa itu pastilah akan menancap di kepala atau
tenggorokannya. Menoleh ke atas orang ini melihat sebatang besi kecil berbentuk
paku menancap pada mulut goa batu sebelah atas. Sedangkan batu padas yang begitu
keras dan atos sanggup ditancap paku, bagaimana tubuh atau kepala manusia! Joran
Kemitir merasakan tengkuknya dingin.
"Bapak Tubagus Jelantik!" Joran Kemitir berseru setelah dapat menenangkan
hatinya. "Apakah di sini tempat kediamanmu" Aku datang dari jauh sengaja untuk
menemuimu!"
Seruan Joran Kemitir hanya dijawab oleh keheningan.
Namun sesaat kemudian dari dalam lobang terdengar suara seseorang. Suara itu
seolah-olah keluar dari perut bukit batu padas itu, bergema panjang sebelum
lenyap dengan meninggalkan perasaan bergidik bagi Joran Kemitir yang
mendengarnya. "Kumkum! Apakah itu bangsatnya yang katamu datang menemuiku untuk
menyerahkan nyawa busuknya"!"
"Betul sekali Embah!" terdengar jawaban yang gemanya tak kalah
menggidikkan. Dan Joran Kemitir mengenali suara itu. Suara si bocah yang
menghadangnya dua kali tadi.
"Kalau begitu suruh bangsat itu masuk!" Terdengar kembali suara pertama.
Joran Kemitir mengutuk dalam hati karena disebut dengan kata-kata bangsat.
Tiba-tiba dari dalam lobang goa gundukan batu mencelat keluar sesosok tubuh
berpakaian hitam, berambut jabrik dan berterompah kayu.


Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia lagi!" desis Joran Kemitir dalam hati.
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Memang benar. Yang muncul keluar dari dalam lobang batu itu ternyata adalah anak
lelaki berusia dua belas tahun yang ditemuinya dalam perjalanan mendaki ke
puncak bukit. "Jadi kau muridnya orang bergelar Maut Bermata Satu itu....." menegur Joran
Kemitir. "Aku tidak suruh kau bertanya. Tapi menyuruhmu masuk sesuai perintah penguasa!"
Habis berkata begitu si bocah letakkan kaki kirinya pada sebuah batu.
Tumpukan batu yang di bagian bawah lobang gundukan berbentuk harimau duduk itu
tampak bergeser. Sesaat kemudian lobang itu terbuka lebar dan ada tangga
berlumut menuju ke bawah.
"Masuk!" perintah si bocah.
Ketika Joran Kemitir dilihatnya berdiri bimbang, anak itu dorongkan tangannya ke
punggung Joran Kemitir. Tak ampun lagi lelaki ini terpental masuk ke dalam
lobang, menggelinding jungkir balik sepanjang tangga batu yang menurun.
Ketika akhirnya tubuhnya terhempas di sebuah ruangan redup Joran Kemitir
merasakan sekujur tulang belulangnya seperti hancur luluh. Beberapa bagian
tubuhnya lecet, luka berdarah dan benjat benjut.
Joran Kemitir memejamkan mata, menggigit bibir menahan sakit. Ketika kedua
matanya dibuka, kejut orang ini bukan alang kepalang.
Di hadapannya tegak berdiri sesosok tubuh kurus kering tinggi luar biasa.
Ruangan batu itu tingginya lebih dari dua meter dan kepala orang yang tegak
memperhatikannya hampir menyondak langit-langit ruangan batu! Tetapi bukan
ketinggian manusia itu yang membuat Joran Kemitir kecut. Nyawanya serasa terbang
ketika melihat keangkeran wajah yang memandang tepat-tepat ke arahnya dengan
hanya satu mata yang dimilikinya.
BASTIAN TITO 7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Manusia kurus dan sangat jangkung itu memiliki rambut kelabu sepanjang bahu.
Janggut dan kumisnya yanglebat juga berwarna kelabu. Kedua pipinya sangat
cekung. Mukanya yang sangat pucat itu hanya memiliki satu mata yakni di sebelah kanan,
besar dan merah. Mata sebelah kiri hanya merupakan sebuah rongga dalam
menakutkan. Hidung luar biasa besar tapi penyet pesek, hampir sama rata dengan
pipi yang cekung. Dia memiliki sepasang bibir tebal dengan gigi-gigi besar
tonggos menonjol dan kotor menjijikkan.
Belum pernah Joran Kemitir melihat manusia seseram ini hingga dia merasa bimbang
apakah dia saat ini benar-benar berhadapan dengan manusia atau sebangsa setan
atau jin bukit batu!
"Anak manusia! Jika kau tak lekas bangkit dan enak-enakkan berbaring di situ,
jangan menyesal kalau kuinjak perutmu sampai jebol!" Si jangkung tiba-tiba
keluarkan suara, berat dan parau.
Perlahan-lahan, dengan sekujur tubuh terasa sakit luluh lantak Joran Kemitir
bangkit berdiri diikuti sorot pandang satu-satunya mata merah besar si makhluk
jangkung. Melirik ke kiri Joran Kemitir melihat bocah berambut jabrik berpakaian hitam itu
tegak di sudut ruangan, juga ikut-ikutan memandang ke arahnya dengan tatapan
galak. "Kumkum! Jadi ini manusianya yang kau ceritakan itu?" si jangkung bertanya.
"Betul sekali Embah......" jawab si anak.
Manusia bertampang angker dengan tinggi lebih dari dua meter itu manggutmanggut. Mulutnya yang tak pernah bisa dirapatkan karena giginya yang menjorok
keluar membuat wajahnya selalu seperti menyeringai beringas menakutkan.
"Bapak......" Joran Kemitir beranikan diri membuka mulut. "Apakah Bapak yang
bernama Tubagus Jelantik, orang sakti bergelar Maut Bermata Satu.
"Manusia lancang!" membentak anak di sudut ruangan. "Kau bukan anak dan beliau
bukan ayahmu! Mengapa berani memanggil Bapak"! Lekas minta maaf dan panggil
beliau Embah!"
Joran Kemitir buru-buru membungkuk.
"Maafkan saya Embah. Maafkan saya. Saya Raden Joran Kemitir, Kepala Desa Punting
Biru di pantai utara. Saya menemui Embah karena keperluan sangat penting. Untuk
minta tolong...."
"Begitu.....?" sang Embah manggut-manggut sambil usap janggutnya
yangkelabu. "Kalau kau datang dari tempat begitu jauh, pasti punya urusan
penting. Katakan apa keperluanmu!"
"Saya orang yang sengsara Embah....."
"Manusia tolol! Embahku tidak perduli apakah kau sengsara atau apa!
Katakan saja kepentinganmu! Kau kira kami di sini punya waktu banyak untuk
mendengar celotehmu yang bukan-bukan"!" Anak di sudut ruangan mendamprat.
Joran Kemitir terdiam. Dalam hatinya dia menyerapah. Siapa sebenarnya anak
berambut jabrik itu hingga bicaranya seolah-olah menunjukkan dia seperti
mewakili sang Embah bahkan seperti lebih berkuasa di tempat itu.
"Maafkan saya Embah....." akhirnya Joran Kemitir berkata kembali. "Saya datang
meminta tolongmu. Saya sebenarnya adalah calon tunggal Adipati seluruh kawasan
di pantai utara Jawa Tengah. Tapi saya difitnah dituduh sebagai orang yang
BASTIAN TITO 8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
diselundupkan kaum pemberontak. Keluarga saya ditumpas. Dua orang anak saya mati
terbunuh. Istri saya diculik dan diperkosa. Saya dipenjara, disiksa! Untung saja
masih dapat melarikan diri...."
"Siapa yang melakukan semua itu. Apa kau sudah tahu?" bertanya Embah Tubagus
Jelantik. "Tahu betul Embah. Orangnya Unggul Jonggrang. Yang sekarang menjadi Adipati di
pantai utara."
"Kenapa kau tidak membalas kejahatannya itu?"
"Saya sudah coba Embah. Dengan cara kasar dengan cara halus. Tapi tak berhasil.
Dua tahun saya berusaha. Tetap saja gagal. Unggul Jonggrang memiliki ilmu bela
diri dan kesaktian tinggi. Tanpa bekal yang kuat, tak mungkin saya menuntut
balas. Embah."
"Jadi kau ke sini untuk minta bekal"!"
"Betul sekali Embah. Saya percaya Embah mau menolong....."
Kembali terdengar si anak bernama Kumkum membentak.
"Jangan takabur! Embah tidak begitu mudah memberi pertolongan......!"
"Kumkum....." si Embah lambaikan tangannya. "Anak manusia satu ini mungkin perlu
kita tolong. Tapi aku tidak begitu percaya akan semua keterangannya.
Bisa saja dia berdusta agar diberi tolong...."
"Saya bersumpah Embah, saya tidak berdusta....." kata Joran Kemitir.
Sang Embah menyeringai. "Sumpah anak manusia jaman sekarang....."
katanya, "tidak lebih dari sumpah setan dalam keadaan terdesak. Bila sudah
terlepas dari kesulitan dia akan berubah jadi setan lagi, malah jadi setan
kepala tujuh!"
Joran Kemitir terdiam. Tak berani buka mulut karena takut kesalahan. Kalau
sampai orang aneh ini tidak mau menolongnya celakalah dirinya. Percuma melakukan
perjalanan 14 hari untuk mencapai tempat itu.
"Anak manusia!" terdengar Embah Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu
berkata. "Kau akan kutolong. Aku akan memberikan dua ilmu padamu! Itu sudah
lebih dari cukup! Apa jawabmu"!"
"Terima kasih Embah..... terima kasih. Saya betul-betul berterima kasih....."
jawab Joran Kemitir terbungkuk-bungkuk.
"Mendekat ke mari!" si jangkung bermata satu memerintah.
Joran Kemitir mendekat dan tegak di hadapan orang bermuka mengerikan itu dengan
hati berdebar. "Buka bajumu!"
Sesuai perintah Joran Kemitir buka bajunya.
Tubagus Jelantik kemudian tempelkan dua telapak tangannya di dada Joran Kemitir.
Mulutnya komat kamit. Matanya yang Cuma satu terpejam. Joran Kemitir merasakan
ada hawa panas masuk mengalir ke dalam tubuhnya.
"Apa yang kau rasakan anak manusia"!" tanya si Embah.
"Ada hawa panas masuk. Tubuh saya jadi ringan. Pemandangan mata saya terasa
lebih terang......" jawab Joran Kemitir mengatakan apa-apa yang saat itu
dirasakannya. "Menunduk!" perintah Embah Tubagus Jelantik.
Joran Kemitir menunduk. Orang ini menjerit kesakitan ketika tanpa diduganya sang
Embah menarik tanggal sekelompok rambut di batok kepalanya. Pada bagian kepala
yang kini botak itu Embah Tubagus kemudian meniup tiga kali berturut-turut.
Tiupan itu menghambur bau busuk yang membuat Joran Kemitir seperti mau muntah.
Dia bertahan dengan berusaha menutup penciumannya.
"Sudah! Sekarang ulurkan kedua tanganmu. Kembangkan telapak kiri kanan!"
BASTIAN TITO 9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir berdiri tegak. Ulurkan tangan kiri kanan dan buka kedua telapak
tangan. Maut Bermata Satu tempelkan telapak tangan Joran Kemitir. Lalu kembali
mulutnya komat-kamit. Sekali lagi Joran Kemitir merasa ada hawa panas yang masuk
mengalir tapi hanya sampai sebatas kedua bahunya.
"Apa yang kau rasakan anak manusia?"
"Hawa panas mengalir sampai ke bahu saya Embah....."
"Bagus!" Embah Tubagus Jelantik tarik pulang kedua tangannya. "Kau sudah
memiliki dua macam ilmu sekarang. Pertama ilmu kebal terhadap segala macam
senjata. Termasuk senjata yang beracun. Tapi kau sama sekali tidak kebal
terhadap racun yang masuk lewat tenggorokanmu!"
"Terima kasih Embah..... Apakah ilmu yang kedua yang Embah berikan?"
"Ilmu yang kedua adalah ilmu pukulan. Siapa atau apa saja yang kena hantaman
tanganmu akan menemui kematian atau kehancuran!"
Joran Kemitir gembira sekali. Dia mengucapkan terima kasih berulang kali.
Dengan dua bekal ilmu itu kini dia bisa menuntut balas terhadap Unggul
Jonggrang, musuhbesar yang telah menghancurkan kehidupan dan kehidupan
keluarganya. Embah Tubagus Jelantik dapat meraba apa yang ada dalam benak orang di hadapannya
itu. Dia bertepuk tangan.
"Kumkum! Kau ujilah kekebalan anak manusia ini!" Tubagus Jelantik tiba-tiba
berseru. Dari sudut ruangan bocah bernama Kumkum itu melesat ke arah Joran Kemitir
berdiri. Entah dari mana didapat tahu-tahu di tangannya tergenggam sebilah golok
panjang berkilat.
BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Tentu saja Joran Kemitir kaget bukan main. Sebelum dia sempat menghindar,
dirinya telah terkurung curahan serangan golok yang sangat ganas. Bacokan,
tusukan dan babatan menderu ke arah kepala, bagian tubuh dan kaki. Joran Kmeitir
tak kuasa mengelak ataupun menangkis karena dia memang tidak memiliki kepandaian
silat apa-apa. Menyangka dirinya akan tercincang golok habis-habisan, Joran Kemitir dapatkan
kenyataan bahwa semua bacokan, tusukan maupun babatan golok sama sekali tidak
mencelakai atau melukainya. Terdengar suara bergedebuk ketika senjata tajam itu
mendarat di kapala, tubuh ataupun kakinya.
Dia hanya merasa seperti ditepuk. Tubuhnya sama sekali tak mempan dibacok! Jika
tak mengalami sendiri bagaimana mungkin dia dapat mempercayai kenyataan itu!
"Aku sekarang menjadi manusia hebat! Jadi orang sakti! Tak mempan dibacok! Tak
mempan senjata tajam!" begitu Joran Kemitir berseru gembira dalam hati.
Tubagus Jelantik tepukkan tangannya dua kali.
Kumkum hentikan serangan goloknya. Anak ini kembali menempatkan diri di sudut
ruangan itu. Kakek jangkung bermuka angker itu gerakkan tangan kanannya. Sebuah kelapa kering
menggelinding ke arah Joran Kemitir.
"Ujian kedua!" seri si mata satu ini. "Pergunakan tangan kananmu! Hantam kelapa
itu. Lihat apa yang terjadi!"
Sesaat Joran Kemitir merasa ragu-ragu.
Tapi ketika kelapa kering itu hampir menyentuh kakinya, orang ini cepat
membungkuk dan mengambilnya dengan tangan kiri. Seola-olah yakin behwa dia kini
memang memiliki kehebatan luar biasa maka dengan tangan kanannya dihantamnya
kelapa itu. Byaaar! Kelapa sebesar kepala itu hancur berantakan tanpa Joran Kemitir merasa sakit
pada tangannya yang memukul!
Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.
"Anak manusia!" katanya. "Sekarang kau sudah memiliki dua macam ilmu dan sudah
membuktikannya sendiri! Ketahuilah, kedua ilmu itu hanya bisa kau kuasai selama
empat puluh hari. Jika kau merasa perlu untuk memperpanjangnya kau boleh datang
lagi ke tampat ini. Apakah kau mendengar anak manusia"!"
"Saya mendengar Embah dan saya berterima kasih atas pemberianmu....."
"Tidak cukup dengan hanya ucapan terima kasih!" Tiba-tiba Kumkum berkata lantang
dari sudut di mana dia tegak.
Joran Kemitir melirik ke arah anak itu. Kemudian didengarnya pula suara kakek
bermata satu itu.
"Betul Joran Kemitir. Apa yang telah kuberikan tidak cukup hanya diimbal dengan
ucapan terima kasih....."
Joran Kemitir cepat tanggap.Buru-buru dia berkata.
"Jangan kawatir Embah. Datang dari jauh kemari saya sengaja membawa bekal untuk
diserahkan pada Embah......"
BASTIAN TITO 11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Lalu Joran Kemitir keluarkan sebuah kantong kain berisi sepuluh kaping perak dan
lima keping emas. Dia melangkah ke hadapan manusia jangkung bertampang angker
itu seraya berkata "Ini untuk Embah....."
Sang Embah sama sekali tidak ulurkan tangan untuk menerima pemberian itu.
Di sudut ruangan Kumkum terdengar tertawa panjang lalu berkata "Kami tidak perlu
uang atau harta!"
"Betul! Kami tidak perlu uang dan harta!" mengulang Tubagus Jelantik.
Tersirap darah Joran Kemitir. Dadanya berdebar. Dia ingat kejadian di bawah
hujan lebat sebelumnya. Waktu itu dia dipaksa menyerahkan jari kelingking tangan
kirinya untuk penyambung kelingking si bocah aneh yang buntung. Anak itu sama
sekali tidak mau menerima kepingan perak yang diberikannya. Kini ternyata berdua
dengan kakek bermata satu itu, merekapun tidak mau menerima pemberiannya.
"Kalau Embah tidak berseia menerimanya saya harus bagaimana...."'
"Kau harus menyerahkan mata kirimu pada Embah!" Kumkum berkata.
Joran Kemitir tersentak kaget, mundur beberapa langkah dengan wajah pucat.
"Ha...ha....! Kau terkejut anak manusia! Kau kecut!" kekeh Tubagus jelantik.
"Apa artinya sebuah mata jika dibandingkan dengan nyawa....."
"Tapi Embah......."
"Kau punya dua mata. Apa sulitnya menyerahkan padaku sebuah.
Ha....ha....ha....!"
"Ha..ha....ha!" Kumkum ikut-ikutan tertawa.
"Saya tak mungkin menyerahkan sebelah mataku, Embah. Saya akan lipat gandakan
imbalan perak dan emas ini. Saya akan datang membawanya kemari sebelum bulan
purnama mendatang!"
Tubagus Jelantik menggeleng.
"Sekalipun kau menyerahkan segudang harta atau segudang uang, aku sama sekali
tidak berminat! Jika kau tidak mau menyerahkan mata kirimu, biar aku mengambil
sendiri!" Habis berkata begitu menusia jangkung berwajah setan itu melompat ke hadapan
Joran Kemitir. Begitu cepat gerakannya hingga Joran Kemitir tidak mampu
menghidar. Tahu-tahu tubuhnya sudah kaku tegang tak bisa bergerak tak bisa
bersuara.

Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tubagus Jelantik mendongak ke atas, tertawa panjang. Tiba-tiba sekali tangan
kanannya bergerak ke mata kiri Joran Kemitir. Pluk! Bola mata Joran Kemitir
terkeruk lepas dari rongganya. Cepat sekali Tubagus Jelantik memasukkan bola
mata itu ke dalam rongga mata kirinya yang bolong.
"Ah.....pas betul!" seru Tubagus Jelantik seraya kedip-kedipkan mata kirinya
yang baru! "Hemmm....agak kabur...." katanya. Ditekapnya mata kanannya lalu dia
memandang berkeliling dengan mata kiri milik Joran Kemitir. "Tak apa. Karena
masih baru, belum biasa maka agak kabur. Nantipun pasti baik dan aku bisa
melihat segala sesuatu dengan jelas! Kumkum, bagaimana tampangku kini setelah
punya dua mata?"
"Kau tampak gagah Embah!" jawab si bocah.
Tubagus Jelantik tertawa gembira.
"Urusan kita dengan manusia satu ini sudah selesai. Suruh dia pergi Kumkum!"
Kumkum mengambil kantong yang terletak di lantai lalu memasukkannya ke balik
pakaian Joran Kemitir. Setelah itu dia mendorong tubuh Joran Kemitir ke arah
lobang pintu. Begitu didorong, totokan yang menguasai dirinya terlepas. Saat
itulah BASTIAN TITO
12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
terdengar raungan Joran Kemitir yang mengerikan karena tak tahan oleh rasa sakit
akibat mata kirinya dicungkil!"
"Kau tak layak berada lebih lama di tempat ini!" Kumkum membentak.
"Lemparkan dia keluar Kumkum!" berkata Embah Tubagus Jelantik.
Kumkum melompat ke belakang Joran Kemitir. Dengan tangan kirinya dia mendorong
punggung lelaki yang masih terus meraung-raung itu dengan wajah peuh bercakan
darah. Begitu didorong tubuh Joran Kemitir mencelat masuk ke dalam lobang batu,
terangkat melewati tangga akhirnya terhempas di luar di udara terbuka!
BASTIAN TITO 13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM Lelaki berpakaian penuh debu itu berhenti di depan pintu gerbang Kadipaten. Ada
sesuatu pada wajah orang ini yang membuat dua pengawal pintu gerbang
memperhatikan gerak geriknya dengan rasa curiga.
Orang ini memiliki mata kiri yang ditutup dengan sepotong kulit hitam berbentuk
bundar. Kulit ini melekat ketat karena seutas tali mengikatnya ke belakang
kepala lewat kening dan pipi.
Salah seorang pengawal pintu gerbang melangkah mendekatinya lalu menegur.
"Apa perlumu berdiri di depan pintu gerbang Kadipaten?"
Yang ditegur tidak menjawab ataupun berpaling membuat pengawal tadi seolah-olah
dianggap angin.
"Kalau dia tidak mau pergi, hajar dengan tombak!" berkata pengawal satunya.
"Nah kau dengar apa yang kawanku bilang" Lekas pergi dari sini kalau tak ingin
kepentung dengan batang tombak !"
Seperti tidak mendengar ancaman orang, lelaki bermata satu tadi terus saja
memandang ke bagian dalam pintu gerbang, malah bertanya tanpa menoleh "Ini
gedung kediaman Adipati ?"
"Apa kau kira bapak moyangmu yang tinggal di sini "!" si pengawal membentak
karena jengkel.
"Kalau begitu suruh Adipati keluar ! Katakan aku ingin bertemu dengan dia !"
Pengawal yang satu jadi tak sabar. Sekali lompat dia sudah ayunkan tombaknya ke
batok kepala lelaki bermata satu.
Buk ! Kepala itu memang kena digebuk. Tapi bersamaan dengan itu terdengar pula suara
trang ! Batang tombak yang dipakai memukul patah dua! Yang dipukul tampak
tenang-tenang saja. Seperti tidak merasakan apa-apa!
Kagetlah dua pengawal tadi. Antara percaya dan tidak melihat kenyataan itu,
pengawal kedua tusukkan tombaknya ke perut orang itu.
Duk! Tombak bukan saja tak mampu menembus perut tapi malah terlepas mental dari
genggaman si pengawal. Tangannya terasa pedas panas.
Kedua pengawal itu serta merta jatuhkan diri dengan muka pucat. Yang satu cepat
berkata "Orang gagah! Maafkan kami yang tidak melihat siapa gerangan yang
datang. Kau tentu orang sakti yang tengah ditunggu-tunggu Adipati. Kau pastilah
Munding Tambaksati!"
"Siapa aku kau tak perlu tahu! Lekas panggil Adipatimu! Suruh dia keluar
menemuiku!"
"Mohon maafmu orang gagah. Saat ini Adipati Unggul Jonggrang belum kembali dari
Kotaraja....."
"Kau berani dusta bangsat"!" Si mata satu jambak rambut pengawal yang barusan
bicara hingga pengawal ini mengerenyit kesakitan.
"Dia tidak berudusta," kawannya cepat berkata. "Adipati pergi sejak tiga hari
lalu. Rasanya tiga hari lagi baru kembali!"
Si mata satu dia sejenak. Akhirnya dia berkata "Baik. Aku akan pergi sekarang.
Tiga hari lagi aku kembali kemari. Sebelum pergi aku akan memberikan satu
peringatan untuk Adipatimu itu!"
BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Peringatan apakah itu, orang gagah?" bertanya si pengawal.
Namun dia tak pernah mendengar jawaban pertanyaan itu. Karena tiba-tiba saja
lelaki tak dikenal bermata satu menghantam batok kepalanya dengan pinggiran
tangan kanan. Praak! Kepala itu rengkah. Tubuhnya bergelimpang di tanah tanpa nyawa lagi.
Kawannya menjadi pucat pasi wajahnya, ketakutan setengah mati.
"Katakan pada Adipatimu! Aku akan kembali ke sini. Jika aku datang lagi,
kepalanya akan kupecahkan seperti kepala kawanmu itu! Katakan padanya!
Dengar"!"
"Sa.....saya dengar...." jawab si pengawal sambil membungkuk hampir menyentuh
tanah. Dia tak berani memandang wajah orang.
****** Tiga hari berselang.......................
Rombongan berkuda terdiri dari enam orang itu memasuki halaman gedung Kadipaten.
Empat orang perajurit di sebelah belakang. Dua di depan adalah Adipati Unggul
Jonggrang. Yang satu lagi seorang lelaki berpakaian biru gelap, bermuka tirus
dengan parut bekas luka pada pipi kirinya. Parut ini membuat tampangnya yang
seram jadi tambah angker. Di pinggangnya tersisip sebilah pedang pendek yang
gagangnya digantungi umbai-umbai berwarna biru.
"Sahabatku Munding, akhirnya kita sampai juga! Syukur kita bertemu di
perjalanan. Kalau tidak aku pasti akan menunggumu penuh was-was....." Sambil
berkata begitu Unggul Jonggrang melompat turun dari kudanya.
Lelaki separuh baya bermuka cacat yang dipanggil dengan nama Munding menghela
nafas dalam, tepuk-tepuk debu di pakaiannya lalu dengan gerakan enteng melompat
turun dari kudanya.
"Melihat begini mewahnya gedung kediamanmu, kurasa aku akan betah tinggal
disini....." berkata si muka parut yang dikenal dengan nama Munding Tambaksati.
"Aku gembira mendengar ucapanmu itu, Munding. Mari masuk ke dalam.
Kita mandi dulu, makan minum lalu istirahat."
"Mandi, makan minum, istirahat. Apa hanya itu....?" bertanya Munding Tambaksati.
"Maksudmu......?" tanya Unggul Jonggrang sembari menduga-duga.
Yang ditanya menyeringai lebar. Ternyata Munding Tambaksati memiliki seluruh
gigi berwarna hitam berkilat. Segumpal tembakau yang selalu dihisap-hisapnya
tampak terselip di belakang bibirnya.
"Kulihat udara di sini cukup dingin. Ini menggelisahkanku kalau harus tidur
sendirian......"
Mendengar kata-kata kawannya itu Adipati Unggul Jonggrang tertawa bergelak.
"Sebagai sahabat tentu saja aku tahu kesukaanmu Munding. Bahkan lebih dari itu.
Potongan dan warna kulit yang kau sukaipun aku tahu ! Semua sudah kusuruh
siapkan Munding. Jangan kawatir......
Munding ikut tertawa berderai dan tepuk-tepuk bahu Adipati itu.
Pada saat kedua orang itu menaiki tangga depan gedung Kadipaten, datang
menyambut seorang pengawal. Setelah memberi hormat pengawal itu segera berkata
"Ada laporan sangat penting harus segera saya sampaikan Adipati....."
BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Pengawal gendeng ! Nafasku masih sesak, dudukpun belum. Dan kau berani
mengganggu !"
"Maafkan saya Adipati. Kalau tidak saya laporkan nanti...."
"Nanti ! Nanti saja !" bentak Unggul Jonggrang.
Si pengawal tak berani angkat kepalanya lagi. Sebaliknya Munding Tambaksati
tegak sesaat di hadapan si pengawal. Tampaknya dia seperti memikirkan sesuatu.
Kemudian orang ini bertanya.
"Katakan padaku apa yang tadi hendak kau laporkan pada Adipati. Apakah betulbetul penting......"
"Sangat penting. Seorang tak dikenal datang kemari. Katanya ingin bertemu
Adipati......" Lalu pengawal itu menceritakan apa yang terjadi tiga hari lalu.
Mendengar keterangan itu Unggul Jonggrang tak jadi masuk ke dalam gedung, saling
pandang dengan Munding Tambaksati lalu menanyai pengawal itu tentang ciri-ciri
orang yang datang dan membunuh kawannya. Si pengawal menerangkan ciri-ciri orang
itu. Kembali Unggul Jonggrang dan Munding Tambaksati saling pandang.
"Satu-satunya orang sakti bermata sebelah adalah Tubagus Jelantik, bergelar Maut
Bermata Satu. Tapi tempatnya jauh dari sini. Dengan dia aku tak punya silang
sengketa......"
"Mungkin manusia bernama Joran Kemitir, yang katamu pernah bersumpah hendak
membunuhmu sekeluarga ?"
Unggul Jonggrang gelengkan kepala. "Tak bisa jadi," katanya. "Ciri-ciri orang
itu tidak sama dengan Joran. Lagi pula Joran tidak buta sebelah. Tubagus
Jelantik juga tak mungkin karena dia berambut kelabu, berjanggut dan berkumis
lebat....."
"Lalu siapa yang datang itu" Dan mengapa memberi peringatan dengan cara membunuh
pengawal tak berdosa........?" tanya Munding Tambaksati.
"Kita harus menemukan jawabnya malam ini....." ujar Unggul Jonggrang.
"Kau harus berhati-hati. Lipat gandakan pengawalan. Malam ini terpaksa aku tidak
tidur dan bersenang-senang. Aku akan melakukan pengintaian."
"Belum tentu dia datang malam hari Munding. Kenyataannya dia muncul siang bolong
dan membunuh seenak udelnya. Ganas! Terus terang, aku benar-benar gembira kau
berada di sini."
Munding Tambaksati tersenyum.
"Jangan kawatir sahabat. Malam ini kau boleh istirahat sehabis berjalan jauh.
Serahkan semua kesulitanmu padaku!" Munding Tambaksati usap-usap dadanya.
Kedua orang itu kemudian masuk ke dalam gedung Kadipaten.
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH Lelaki berpakaian dekil bermata satu itu duduk berjuntai di cabang pohon
rambutan. Berulang kali tangannya memetik dan memakan rambutan yang manis,
langsung menelan bersama bijinya. Cabang rambutan hutan itu tak seberapa besar.
Bahwa dia bisa duduk di situ tanpa cabang itu melentur runduk menyatakan bahwa
siapaun dia adanya, orang ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi.
Sambil menyantap rambutan, mata kanannya jelalatan kian kemari. Di sebelah barat
tampak kemerahan tanda sang surya sebentar lagi siap akan tenggelam. Burungburung kelelawat beterbangan liar kian kemari.
"Malam ini...... malam ini dendam berdarah akan kutagih! Malam ini bangsat
keparat itu akan kutanggalkan kepalanya. Akan kukorek jantung dan hatinya ! Akan
kuhirup darahnya ! Anak-anakku, kalian berdua akan tenteram di alam baka kalau
manusia pembunuh itu sudah mampus ! Sudah mampus ! Malam ini !"
Orang di cabang pohon rambutan itu tiada hentinya mengulang kata-katanya itu.
Sikap dan ucapannya seperti orang kurang ingatan. Apa yang diucapkannya itu
seperti mendendangkan nyanyian tak karuan. Terkadang raut wajahnya membersitkan
dendam kemarahan. Terkadang dia tertawa gelak-gelak. Dan selagi dia mengumbar
tawa inilah seorang pemuda tiba-tiba saja muncul dan duduk di cabang sebelah
bawah cabang yang diduduki si mata satu.
"Sahabat ! Hari ini rupanya kau mendapat rezeki besar hingga girang dan tertawa
tiada henti !"
Pemuda yang baru datang menegur.
Lelaki bermata satu hentikan nyanyiannya, berpaling ke arah si pendatang lalu
bertanya perlahan "Siapa kowe "!"
Pemuda itu berpakaian putih, menggaruk kepalanya lebih dulu beberapa kali, baru
menjawab. "Namaku Wiro Sableng. Kau sendiri siapa ?"
"Hemm.... Wiro Sableng. Seorang gendeng rupanya!" ujar si mata satu. Lalu tak
acuh dia kembali bernyanyi dan tertawa. Selesai bernyanyi tiba-tiba dia
bertanya. "Pemuda gondrong! Mengapa kau berada si tempat ini. Kulihat kau bukan orang
sekitar sini...."
"Kau betul sahabat! Aku pengelana tolol dan sableng!"
"Apakah kau sahabatnya Unggul Jonggrang"!"
"Siapa itu Unggul Jonggrang?" pemuda berpakaian serba putih yang ternyata adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng balik bertanya.
"Adipati keparat yang malam ini bakal mampus!"
"Heh..... Malam ini bakal mampus katamu?"
"Betul! Dia pantas dibunuh!"
"Siapa yang akan membunuh.....?" tanya Wiro lagi.
"Aku!" orang itu menepuk dadanya. "Aku Joran Kemitir yang akan
membunuhnya! Aku akan mengirimnya menghadap setan neraka!"
"C....c....cc! Rupanya kau punya silang sengketa dengan Adipati itu?"
"Bukan hanya silang sengketa! Tapi dendam berdarah! Dua anakku menemui ajal
dibunuhnya. Istriku diculik dan diperkosa......Malam ini! Malam ini dai harus
mampus! Aku tahu dia pasti sudah kembali dari Kotaraja!"
"Jika kau membunuh seorang Adipati, pasukan Kadipaten bahkan mungkin pasukan
Kerajaan akan memburu dan menangkapmu! Kau akan dihukum pancung!"
BASTIAN TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir tertawa bergelak.
"Siapa yang akan sanggup memburuku"! Siapa yang sanggup menangkapku!
Siapa yang sanggup memancungku! Lihat!"
Joran Kemitir gerakkan tangan kanannya memukul batang pohon rambutan yang besar
dan keras itu. Braaakkk! Batang itu hancur dan patah!
Wiro tersentak kaget dan buru-buru melompat sebelum pohon rambutan itu tumbang!
"Orang sedeng ini nyatanya memang memiliki ilmu tinggi...." berkata Pendekar 212
dalam hati. "Sahabat! Aku kagum melihat kehebatan ilmumu. Tapi aku yakin Adipati musuhmu itu
juga memiliki kepandaian. Lain dari itu gedung kediamannya pasti dikawal ketat.
Dan bukan mustahil dia dikawal pula oleh ahli-ahli silat tingkat tinggi....."
Joran Kemitir menatap wajah Wiro Sableng dengan matanya yang cuma satu.
Sesaat kemudian dia menyeringai dan tepuk-tepuk keningnya seraya berkata "Semua
itu sudah ada di sini.... sudah ada di benakku! Unggul Jonggrang boleh punya
selusin pengawal berkepandaian tinggi! Semua akan kubabat! Akan kubunuh! Heh,
apakah kau juga akan melindungi Adipati keparat itu"!"
"Uh! Kenalpun aku tidak dengan dia. Mengapa mencapaikan diri membantu orang"
Lagi pula aku punya kepandaian apa untuk menolongnya. Sekali kau pukul kepalaku
pasti remuk!" sahut Wiro. "Tapi sebagai sahabat, apakah aku boleh ikut melihat
segala apa yang bakal kau lakukan...?"
"Tidak, kita tidak bersahabat! Karenanya kau tidak boleh ikut campur.....!"
jawab Joran Kemitir.
"Siapa bilang aku ingin ikut campur urusanmu. Aku hanya ingin melihat
kehebatanmu yang mengagumkan....."


Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetap tidak bisa!" kata si mata satu tandas. "Malam ini.... Malam ini! Pati
mampus....pasti! Tapi......Ah! Jika kubunuh sekaligus, terlalu enak baginya. Dia
tidak akan merasakan bagaimana dicengkam rasa takut. Bagaimana sakitnya
kehilangan dua anak sekaligus! Bagaimana mengetahui istri diculik dan diperkosa!
Tidak.... Dia tidak boleh mati sekaligus. Dia harus sekarat setelah menderita
lahir batin lebih dulu....
Baru mampus! Jadi dia boleh tidak mampus malam ini. Tidak malam ini!"
"Manusia aneh. Kelihatannya agak miring tapi nyatanya otaknya mampu merancang
sesuatu yang ganas....." ujar Wiro dalam hati.
"Sahabat, jika kau tidak menganggap aku sahabat dan aku tidak boleh menyaksikan
kehebatanmu, biar aku pergi saja. Sebentar lagi malam akan turun. Aku harus
melanjutkan perjalanan."
"Pergilah. Tak ada yang melarangmu....." sahut Joran Kemitir tidak acuh. Dia
membungkuk memotesi buah-buah rambutan lalu tinggalkan tempat itu menuju arah
berlawanan dari yang diambil Pendekar 212 Wiro Sableng.
**** Gedung besar Kadipaten tampak suram di sebelah dalam. Tak kelihatan ada lampu
atau pelita menyala. Suasana terasa sepi mencekam walau di luar ada dua lampu
minyak menyala yaitu di langkan depan dan di pintu gerbang. Tidak seperti
biasanya di mana hanya terdapat dua orang pengawal di pintu gerbang, kini
kelihatan BASTIAN TITO
18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
setengah lusin perajurit Kadipaten bersenjata golok dan tombak berada di situ.
Lalu ditambah setengah lusin lagi yang setiap saat bergantian mengelilingi
tembok luar dan tembok dalam yang memegari gedung.
Di mata orang awam yang kebetulan lewat dan menyaksikan keadaan gedung, seperti
yang digambarkan di atas dia akan melihat. Tetapi di mata seoran g berkepandaian
tinggi seperti Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu berada di atas atap
sebuah bangunan yang terletak di seberang gedung Kadipaten, dia melihat satu
pemandangan lain yang tersembunyi dalam gelapnya malam. Yaitu pada wuwungan
dengan Kadipaten tampak mendekam sesosok tubuh.
Malam makin larut. Udara bertambah dingin. Wiro Sableng mulai mengantuk dan
menguap beberapa kali. Di atas wuwungan bangunan Kadipaten sosok tubuh yang
bersembunyi di sana tidak bergerak sedikitpun. Diam seperti sebuah batu. Di
kejauhan terdengan suara anjing menggonggong. Sunyi lalu ada suara derap kaki
kuda. Dari tikungan jalan muncul seoran penunggang kuda berpakaian hitam-hitam.
Meskipun gelap namun wajahnya masih dapat dilihat dan jelas orang ini hanya
memiliki satu mata. Inilah Joran Kemitir!
Tepat di depan pintu gerbang Kadipaten kuda yang berlari kencang itu membelok
tajam, membuat putaran seraya dua kaki belakangnya menerjang.
Enam perajurit pengawal yang berjaga-jaga di pintu gerbang terkejut tidak
menduga. Sebelum mampu berbuat sesuatu dua orang diantara mereka terpental roboh
dihantam tendangan kaki kuda. Satu langsung mati karena jebol dadanya, satu lagi
mengerang sekarat sambil pegangi perut dan sesaat kemudian juga menemui ajal!
Empat perajurit lainnya, setelah sadar dari kaget dan melihat apa yang terjadi,
berteriak marah dan langsung menyerang dengan lemparan tombak. Tiga batang
tombak meluncur ke arah si penunggang kuda, satu lagi melest ke arah leher kuda
tunggangannya. Mendapat serangan berbahaya situ si penunggang kuda hanya sedetik terkesiap. Dia
gerakkan kedua tangannya dan tendangkan kaki kanan. Tombak yang menyerang leher
kuda mental patah dua dihantam kaki kanannya sedang tiga tombak lainnya mencelat
begitu dihantam pukulannya. Satu tombak di antaranya patah dua.
Sreet! Sreet.....!
Empat golok panjang dicabut berbarengan. Empat perajurit pengawal pintu gerbang
menyerbu. Sementara itu enam pengawal yang bertugas mengelilingi tembok bangunan
Kadipaten tampak datang berlarian.
Dari tempatnya bersembunyi Wiro bertanya-tanya mengapa orang yang mendekam di
atas wuwungan gedung Kadipaten masih belum bergerak atau melakukan apa-apa.
Padahal dua pengawal sudah meregang nyawa!
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN Dikurung sepuluh orang perajurit, orang di atas kuda tampak tenang dan tidak
merasa jerih sama sekali. Malah sambil satu tangan berkacak pinggang dia berkata
lantang. "Kalian cecunguk-cecunguk Kadipaten memang pantas mampus di tanganku!
Tangan-tangan kalian ikut berlumuran darah waktu dulu membunuh dua puteraku!
Tapi lebih baik kalian memanggil dulu keparat bernama Unggul Jonggrang! Dia
harus menyaksikan kematian kalian!"
"Kau telah membunuh dua kawan kami! Dan masih berani pidato!
Mampuslah!"
Seorang perajurit yang rupanya adalah kepala pengawal babatkan goloknya ke
pinggang Joran Kemitir. Bersamaan dengan itu sembilan golok ikut pula
berkelebat. Menusuk, membacok dan membabat.
Bak buk! Bak buk!
Sepuluh golok menghantam tubuh Joran Kemitir sampai mengeluarkan suara
bergedebukan. Tapi tak segorespun tubuh lelaki bermata satu itu terluka atau
mengucurkan darah!
"Tidak mempan!" ujar Wiro ikut terkesiap menyaksikan kejadian itu.
Sepuluh perajurit yang menyerang seperti tidak percaya melihat apa yang terjadi.
Mereka menyerbu lagi. Kali ini kepala lawan yang dituju. Hasilnya tetap sama!
Joran Kemitir tak mempan senjata tajam berkat ilmu kebal yang didaptnya dari
Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu!
Mendapatkan serangan ganas mereka tidak membawa hasil karena lawan di atas kuda
itu ternyata tidak mempan dibacok atau ditusuk, sepuluh pengawal Kadipaten
menjadi lumer nyalinya. Terlebih lagi ketika satu tendangan Joran Kemitir
membuat roboh dan mati salah seorang dari mereka.
"Disuruh memanggil Unggul Jonggrang kalian minta mati percuma!" teriak Joran
Kemitir. Sekali lagi kaki kanannya berkelebat dan seorang lagi perajurit
Kadipaten mencelat menemui ajal!
Semua perajurit yang masih hidup menjadi geger dan bersurut mundur, dada
berdebar takut dan wajah memucat ngeri.
"Lekas kalian panggil Adipati keparat itu! Jangan dia sembunyi di bawah
selimut!" Baru saja Joran Kemitir mengucapkan kata-kata itu satu bentakan
menggeledek dan sesosok tubuh laksana seekor burung alap-alap melayang dari
wuwungan gedung Kadipaten.
"Bangsat! Siapa yang berani menyebut nama Adipati secara kurang ajar!"
Braak! Kuda tunggangan Joran Kemitir meringkik keras lalu terhemaps roboh ke tanah.
Kepalanya pecah. Binatang ini berguling beberapa kali, meringkik sambil
melejang-lejangkan keempat kakinya lalu diam tak bergeming lagi!
Ketika tendangan maut itu menghantam kepala kuda, Joran Kemitri cepat lesatkan
tubuh ke atas, membuat gerakan salto di udara lalu turun ke tanah dengan kaki
lebih dahulu. Beigut memandang ke depan bergetarlah hatinya ketika menyaksikan
siapa yang tegak di depannya. Yakni orang yang barusan membunuh kudanya dengan
satu tendangan ganas luar biasa! Orang ini bukan lain yang dikenalnya bernama
Munding Tambaksati, salah seorang dati tiga tokoh silat yang BASTIAN TITO
20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dulu ikut menghancurkan keluarganya dan ikut bertanggung jawab atas penculikan
istrinya. Selama beberapa tahun Munding Tambaksati lenyap entah kemana dan dua
orang tokoh silat lainnya terus menjadi kaki tangan Adipati Unggul Jonggrang
untuk melindunginya. Beberapa kali Joran Kemitir coba menerobos masuk ke dalam
Kadipaten atau mencegat Unggul Jonggrang di tengah jalan. Tapi dua tokoh itu
selalu melindunginya. Kini di mana kedua tokoh silat itu" Mengapa yang muncul
justru Munding Tambaksati yang diketahui salama ini tak pernah kelihatan mata
hidungnya. "Bangsat! Kau masih belum menjawab pertanyaanku!" membentak Munding
Tambaksati. Tangan kiri bersitekan pada hulu pedang lurus yang tersisip di
pinggangnya. Meskipun sudah memiliki ilmu kebal dan ilmu pukulan yang hebat, namun menghadapi
Munding Tambaksati yang dulu memang ditakutinya, mau tak mau hati Joran Kemitir
jadi bergetar juga. Tapi bila kemudian terbayang dua wajah puteranya yang menmui
ajal dan terlebih lagi wajah istrinya yang diculik dan kini entah berada dimana,
maka amarah Joran Kemitir jadi menggelegak. Dendam kesumatnya membara. Sekujur
tubuhnya bergetar oleh hawa amarah. Tanpa tedeng aling-aling dia acungkan
telunjuk tangan kirinya tepat-tepat ke muka orang di hadapannya itu seraya
membentak. "Manusia durjana Munding Tambaksati! Kau tidak mengenali diriku
lagi......"!"
Tentu saja Munding Tambaksati menjadi terkejut ketika dapatkan orang mengetahui
namanya. Sepasang mata manusia bertampang angker ini memandang tak berkesiap
pada orang di mukanya. Tetap saja dia tidak mengenali.
"Aku Joran Kemitir! Dua tahun lalu tanganmu ikut berlumuran darah atas kematian
dua puteraku! Juga atas penculikan istriku!"
Kembali Munding Tambaksati tersentak kaget.
"Joran Kemitir...... Kau rupanya!" desis Munding Tambaksati seraya usap mukanya yang
cacat. "Jika kau mencari Adipati, dia tidak ada di sini! Aku mewakilinya!
Katakan apa maumu! Mengapa kau membunuh perajurit-perajurit tak berdosa itu"!"
"Perajurit-perajurit tak berdosa"!" Joran Kemitir tertawa bergelak.
Dari suara tertawa itu Munding Tambaksati sagera maklum kalau JOran Kemitir dulu
tidak sama dengan yang kini dihadapinya. Suara tawa itu mengandung tenaga dalam.
Dan tadipun dia menyaksikan kehebatan serta keganasan Joran Kemitir.
Lalu ada apa dengan mata kirinya" Mengapa ditutup kulit hitam begitu rupa" Buta
sebelah....."
"Perajurit-perajurit itu tidak berdosa katamu"! Ha ha....! Dosa mereka sama saja
dengan dosamu! Sama saja dengan dosa si keparat Unggul Jonggrang! Malah dosa
kalian lebih biadab lagi! Dan kalian akan menerima balasannya! Malam ini kau
yang pertama Munding!"
"Jangan berani menyebut nama Adipati secara keji!" bentak Munding Tambaksati.
"Karena dia memang manusia keji, Munding! Tidak beda dengan dirimu!"
Pelipis Munding Tambaksati bergerak-gerak. Rahangnya menggembung manahan amarah.
"Dengar manusia bermata satu. Jika kau memang Joran Kemitir, aku bersedia
mengampuni selembar nyawa anjingmu. Asal saja kau lekas angkat kaki dari sini!"
Joran Kemitir tertawa gelak-gelak mendengar kata-kata Munding Tambaksati itu.
Ketika suara tawanya berhenti dia meludah ke tanah!
BASTIAN TITO 21 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Munding keparat! Ketahuilah aku datang kemari salah satu tujuan adalah untuk
mecabut nyawa busukmu! Apakah selama beberapa hari ini kau tidak bermimpi buruk
atau merasakan tanda-tanda aneh bahwa malam ini kau bakal mampus.....?"
"Anjing kurap!" hardik Munding Tambaksati.
"Kau bakal mampus dengan kepala terpisah Munding!"
"Kau yang mampus duluan Joran!" teriak Munding Tambaksati marah sekali lalu
menyerbu dengan satu jotosan ke dada Joran Kemitir.
Sambil tertawa Joran Kemitir bertolak pinggang dan pentang dadanya. Malah dia
ucapkan kata-kata menantang.
"Pilih bagian tubuhku yang empuk Munding!"
"Keparat!" kertak Munding Tambaksati. "Jebol dadamu!"
Tokoh silat tangan kanan Adipati Unggul Jonggrang itu yakin betul akan kehebatan
ilmu pukulan yang dimilikinya. Karena itu dia memastikan dada lawan akan remuk
sampai ke jantung dilanda jotosannya.
Buk! Joran Kemitir terjajar dua langkah ke belakang dan jatuh duduk. Tapi saat itu
pula dia bangkit kembali sambil menyeringai.
"Dadaku tidak jebol Munding. Sekarang giliranku memukul!"
Tinju jkanan Joran Kemitir melesat ke depan. Serangan ini sangat mudah dielakkan
Munding Tambaksati. Tapi tak terduga dari samping kiri, menderu jotosan tangan
kiri Joran Kemitir. Tepat menghantam pelipis kanan Munding Tambaksati.
Lelaki bertampang angker ini menjerit keras. Jatuh terbating ke tanah tak
bergerak lagi. Keningnya rengkah. Munding mati dengan mata melotot! Joran Kemitir usap-usap lengan kanannya. Dia melangkah mendekati mayat Munding
Tambaksati, menginjak dada dekat leher orang ini lalu membungkuk untuk memutir
kepalanya. Kraak!! Terdengar suara patahnya tulang leher Munding Tambaksati.
Perajurit-perajurit Kadipaten yang menyaksikan hal itu tersurut mundur dengan
bulu roma merinding!
Dengan tangan kanannya Joran Kemitir menjambak rambut kepala Munding Tambaksati.
Lalu dia melangkah sampai di tangga langkan Kadipaten. Di sini dia berhenti dan
berteiak keras.
"Unggul Jonggrang! Aku tahu kau ada di gedung! Sembunyilah terus di balik
selimut! Besok pagi jika kau membuka pintu dan keluar, sempatkan melihat kepala
kacungmu ini! Nasibmu akan lebih jelek dari dia!"
Joran Kemitir lemparkan kepala Munding Tambaksati. Kepala itu
menggelinding di atas lantai langkan gedung Kadipaten dan berhenti tepat di
pintu depan! BASTIAN TITO 22 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEMBILAN Joran Kemitir melangkah meninggalkan halaman gedung Kadipaten dengan puas.
Dia telah membuat rasa takut dalam diri Adipati itu. Dia merasa pasti betul akan
hal itu. Belasan perajurit pengawal Kadipaten tak satupun yan gberani bergerak
ketika dia melangkah menuju pintu gerbang. Namun ketika melewati pintu gerbang,
seseorang menepuk bahunya. Mengira ada yang menyerang Joran Kemitir menghantam
ke samping. Dia hanya memukul tempat kosong. Orang yang menepuk ternyata berada
di samping lain. Sekali lagi Joran hendak memukul namun setengah jalan batalkan
niatnya ketika melihat siapa orang di sampingnya itu.
"Apa keperluanmu muncul di sini"! " menghardik Joran Kemitir. Nada bentakannya
lebih menunjukkan rasa heran dari pada marah.
"Aku hanya ingin melihat kehebatanmu, sahabat. Kau benar-benar luar biasa.
Pedang Sinar Emas 5 Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga Pendekar Misterius 3

Cari Blog Ini