Ceritasilat Novel Online

Betina Penghisap Darah 2

Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah Bagian 2


mengingat nyawa puteraku telah direnggutnya secara keji, aku perintahkan kalian
mencari dan membunuh gadis itu!
Kemudian cari Dewa Tuak dan perintahkan dia menghadapku!"
Atas kehendak Sri baginda tiga kelompok besar dibentuk. Kelompok pertama yang
ditugaskan untuk mengambil mayat Pangeran Panji Kenanga dan kawan-kawannya serta
pengawal hutan Kemikir. Kelompok ini cukup dipimpin oleh seorang Perwira Muda.
Kelompok kedua dipimpin oleh Ki Ageng Timur dan Ki Sambar Tringgali. Mereka
ditugaskan untuk mencari Anggini dan Pendekar 212. Dalam kelompok ini ikut serta
Kepik Kuntolo si penunjuk jalan dan abdi Jalakdiri kawan Pangeran Panji.
Kelompok ke tiga dikepalai oleh seorang Perwira Tinggi dengan tugas mencari Dewa
Tuak. Karena Anggini dan Pendekar 212 sebelumnya diketahui berada di hutan Kemikir
maka Kelompok pertama dan kelompok kedua secara bersamaan segera berangkat
menuju rimba belantara itu.
Setelah mayat-mayat yang ditemukan dalam hutan dimasukkan ke dalam beberapa peti
mati, rombongan yang dipimpin Ki Sambar Tringgali dan Ki Ageng Timur segera
melanjutkan perjalanan menembus lebih jauh ke dalam hutan Kemikir. Kepik
Kuntolo, menunjuk jalan yang sebelumnya menemani Pangeran Panji berburu ikut
dalam rombongan ini ditunjuk sebagai petunjuk jalan karena dia yang mengetahui
seluk beluk hutan tersebut.
Saat itu matahari mulai menggelincir ke titik tenggelamnya. Setelah berunding
beberapa KARYA 35 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id ketika rombongan
memutuskan untuk meneruskan perjalanan dan baru berhenti kalau kegelapan benarbenar tidak memungkinkan untuk ditembus pandangan mata. Tepat ketika matahari
lenyap di ufuk Barat, rombongan mendengar suara gemercik air di kejauhan.
"Kita berada dekat aliran anak sungai Opak Kemikir," menerangkan Kepik Kuntolo.
"Kalau begitu kita berkemah di dekat anak sungai itu," kata Ki Sambar Tringgali.
Kepik Kuntolo mengangguk dan meneruskan bergerak di depan rombongan. Tak berapa
lama kemudian di kegelapan yang temaram kelihatan sebuah jeram pendek. Air
sungai yang jatuh dari bagian atas jeram inilah yang tadi mereka dengar suara
gemericiknya. "Ah, ternyata kita sudah keduluan orang," kata Kepik Kuntolo.
"Betul, memang kelihatan ada seseorang di dekat jeram sana," berkata Ki Ageng
Timur sambil menatap jauh ke arah jeram anak sungai Opak Kemikir yang mulai
gelap. "Astaga!" terdengar Abdi Jalakdiri berucap.
"Ada apa?" tanya Ki Sambar Tringgali cepat.
"Orang di dekat jeram itu! Dia adalah pemuda yang saya terangkan. Yang mengaku
bernama Wiro dan memanggil gadis berpakaian ungu itu sebagai Anggini!"
"Kau tidak salah lihat anak muda?" tanya Ki Ageng Timur.
"Tidak. Itu memang dia. Saya mengenali rambutnya yang gondrong!" jawab Abdi
Jalakdiri. "Kalau begitu lekas kurung daerah sekitar jeram!" perintah Ki Ageng Timur.
Dua puluh orang perajurit yang ikut dalam rombongan itu, dibawah seorang Perwira
Muda segera bergerak dalam kegelapan. Mereka sudah terlatih baik hingga dalam
waktu singkat, tanpa mengeluarkan suara daerah sekitar jeram dimana pemuda
berambut gondrong itu berada sudah dikurung rapat. Masing-masing perajurit
mencekal golok panjang atau pedang berkeluk. Ki Ageng Timur dan Ki Sambar
Tringgali melompat turun dari kuda masing-masing. Kepik Kunolo dan Abdi
Jalakdiri juga turun dari tunggangan mereka. Namun kedua orang ini tetap di
tempat, tidak bergerak mengikuti langkah dua tokoh silat Istana yang berjalan
cepat menuju jeram anak sungai Opak Kemikir.
*** KARYA 36 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 7
PENDEKAR 212 bukan tidak tahu kalau saat itu dia tidak sendiri lagi di sekitar
jeram. Semula dia menyangka gerakan-gerakan yang didengarnya didalam gelap
adalah gerakan Anggini yang tengah dikejarnya dan mungkin kembali menemuinya.
Namun ketika diketahuinya bahwa tidak hanya ada satu orang berada di tempat itu,
melainkan lebih dari dari dua puluh orang, murid Sinto Gendeng segera bersiapsiap penuh waspada. Dia membatalkan membasuh mukanya dengan air sungai.
"Harap berikan jawaban. Apakah kami berhadapan dengan Pendekar 212 murid Sinto
Gendeng dari Gunung Gede"!" Satu suara menegur. Wiro berpaling. Diam-diam dia
terkejut karena ternyata orang yang bertanya itu sudah berada demikian dekat
dengan dia. Hanya terpisah sekitar tujuh langkah dan ternyata seorang tua
berjubah kelabu, berikat pinggang merah. Pada ikat pinggangnya mencantel lima
buah gelang pipih terbuat dari besi. Orang tua ini tidak sendirian.
Disampingnya tegak pula seorang tua lainnya, mengenakan baju hitam. Kedua tangan
dirangkapkan di depan dada sedang dimulutnya terselip sebuah cangklong yang
mengepulkan asap terus-terusan. Wiro melirik. Paling tidak sekitar dua puluh
orang dilihatnya mendekam dalam gelap, mengurung tempat itu.
"Orang tua, harap beri tahu dulu siapa yang bertanya dan ada keperluan apa
mengajukan pertanyaan?"
Semula Ki Ageng Timur hendak marah melihat orang tidak menjawab pertanyaannya
tapi malah balik mengajukan pertanyaan. Namun kawan di sebelahnya cepat
menyahuti. "Kawanku ini bernama Ki Ageng Timur, bergelar Si Gelang Setan. Aku sendiri Ki
Sambar Tringgali berjuluk Si Cangklong Maut. Kami adalah utusan Istana dengan
tugas menangkap dirimu jika kau benar Pendekar 212 Wiro Sableng!"
"Saya memang bernama Wiro. Mengenai gelaran Pendekar 212 itu tidak perlu
dibesar-KARYA 37 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id besarkan. Ada persoalan
apa Istana mengutus kalian orang-orang tua yang gagah menangkap diriku"
Kesalahan apa yang telah saya lakukan terhadap kerajaan?"
"Kawanmu gadis berbaju ungu bernama Anggini itu telah membunuh Pangeran Panji
Kenanga, putera Sri baginda!" Terdengar jawaban dari belakang kedua orang tua
itu. Yang bicara ternyata adalah Abdi Jalakdiri, sahabat Pangeran Panji.
"Hemmmm... Begitu!" Wiro garuk-garuk kepala sambil memandangi dua wajah orang
tua di depannya. "Kalau memang kawanku yang membunuh Pangeran Panji, kenapa aku
yang hendak kalian tangkap?"
"Satu orang berbuat jahat, kawannya patut diamankan!" sahut Ki Ageng Timur.
Wiro menyeringai. "Aturan dari mana yang menogatakan begitu Ki Ageng Timur. Jika
kawanmu Ki Sambar Tringgali berbuat jahat, apakah kau mau juga ikut-ikutan
ditangkap"l"
Paras Ki Ageng Timur menjadi merah dalam gelapnya malam. "Sudah! Kau jangan
banyak mulut. Sebelum kami tangkap katakan dulu di mana teman perempuanmu yang
telah membunuh putera Sri Baginda itu"!"
"Mana saya tahu! Sayapun sedang dalam mengejarnya!"
"Kalau kau mengejarnya, kau pasti tahu kemana dia melarikan diri!" sentak Ki
Ageng Timur. Wiro kembali menyeringai. "Saya seperti bertanya jawab dengan anak kecil. Saya
tahu sahabat saya itu telah melakukan pembunuhan-pembunuhan keji. Sayapun
mendapat tugas untuk menangkapnya. Tapi tidak untuk menghadapkannya pada Sri
baginda, melainkan membawanya ke hadapan gurunyal"
"Kau tidak akan berhasil melakukan hal itu, Pendekar 212. Karena saat ini juga
kau harus menyerahkan diri. Jika kau mau menyerah secara tanpa perlawanan, aku
berjanji tidak akan ada segores lukapun diderita tubuhmu!"
"Kalau saya melawan?" tanya Wiro pada Ki Ageng Timur.
"Tubuhmu akan kami cincang sampai lumat!"
"Ah! Mengerikan sekali!" ujar Wiro sambil sunggingkan senyum dan garuk-garuk
kepalanya. "Kalau kalian minta keterangan tentang sahabat saya itu, saya rasa itu adalah
satu hal yang wajar.
KARYA 38 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Tapi kalau kalian menyuruh
saya menyerah dan mencincang jika melawan..." Wiro hentikan ucapannya lalu
tertawa gelak-gelak. "Hutan ini memang banyak hantu dan setannya. Saya kawatir
kalian semua sudah pada kena kesambat hingga meracau dan hendak melakukan
tindakan yang bukan-bukan!"
"Pendekar bermulut lancangl" bentak Ki Ageng Timur. "Rupanya kau memang minta
dicincang!" Lalu orang tua bergelar Si Gelang Setan ini loloskan lima gelang
besi pipih dari ikat pinggangnya. Tanpa banyak cerita lagi sebuah dari senjata
itu dilemparkannya ke arah Pendekar 212!
Besi hitam pipih berbentuk gelang itu menoeru dalam gelapnya malam, hampir tak
terlihat. Suaranya menderu seperti angin punting beliung dan mengarah ke leher Wiro.
Pendekar 212 jatuhkan diri. Karena dia berada di bagian anak sungai yang dangkal
maka waktu jatuh sekaligus dia memukulkan telapak tangan kanannya ke atas air.
Air sungai muncrat melesat ke arah Ki Ageng Timur. Orang tua ini tak menyangka
akan diberi perlawanan seperti itu tidak sempat menghindar. Akibatnya muka dan
jubah kelabunya basah terkena cipratan air. Ki Ageng Timur memaki habis-habisan.
Dia mengangkat tangan kanannya. Gelang besi yang tadi tidak mengenai sasarannya
secara aneh berputar membalik ke arah Wiro, kini menyerang dari belakang. Inilah
kshebatan senjata gelang besi pipih itu hingga tidak percuma Ki Ageng Timur
dijuluki Si Gelang Setan. Sulit bagi lawan untuk mencari selamat dari senjata
anehnya ini. Selagi gelang besi pertama menderu dari belakang, Ki Ageng Timur lepaskan gelang
kedua. Kini Pendekar 212 diserang dari belakang dan dari depan. Saat itu Wiro tengah
bangkit berdiri.
Gelang besi pertama yaitu yang datang dari belakang melesat ke arah batok
kepalanya. Sedang yang di sebelah depan menyambaf ke arah perutnya.
Satu-satunya jalan bagi Wiro untuk mencari selamat adalah dengan membuang diri
ke samping. Akibataya tubuhnya tercebur masuk ke dalam sungail Tapi adalah lebih
baik basah kuyup dari pada ditambus gelang besi pipih itu dari belakang dan dari
depan. Begitu serangannya lagi-lagi luput, Ki Ageng Timur angkat kedua tangannya.
Seperti tadi secara aneh dua gelang maut itu membalik kembali dan untuk beberapa
lamanya berputar-putar KARYA
39 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id diatas permukaan air. Hal
ini membuat Pendekar 212 tidak bisa mengeluarkan dirinya dari dalam air sungai!
Kecuali kalau dia mau ditabas oleh dua gelang pipih yang luar biasa tajamnya
itu. "Sialan!" maki Wiro. Dia kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan. Lalu dalam
keadaan menelentang di dalam air dia lepaskan pukulan "Segulung ombak menerpa
karang" dengan pengerahan tenaga dalem tinggi!
Byuur! Air sungai muncrat disambar angin pukulan.
Dua buah gelang di atas permukaan air tampak bergetar keras lalu terpental. Wiro
cepat melompat ke luar dari dalam air. Masih dalam keadaan setengah membungkuk
dia lepaskan lagi satu pukulan tangan kosong yaitu pukulan 'kilat menyambar
puncak gunung."
Ki Ageng Timur berseru kaget ketika melihat dua buah gelang besi pipihnya
sanggup dibuat mental. Tapi dia tidak kawatir karena begitu mental, dua buah
gelang maut itu berputar di udara laiu melesat ke arah Wiro kembali! Yang
membuat dia terkejut adalah ketika menerima pukulan kedua yang laksana petir
menyambar panas ke arah dirinya. Oranq tua ini lekas melompat setinggi dua
tombak untuk selamatkan diri.
Wiro sendiri terkejut bukan kepalang ketika dilihatnya dua buah senjata lawan
dengan dahsyat kembali menyerang dirinya.
"Setan!" maki Wro. Terpaksa dia jatuhkan diri dan kembali tercebur ke dalam air.
Tidak menunggu lebih lama murid Sinto Gendeng ini segera cabut Kapak Maut Naga
Geni 212 dari pinggangnya. Begitu senjata mustika sakti ini dibabatkan ke atas,
semua orang yang ada di tempat itu jadi terkejut ketika mendengar suara menderu
seperti ribuan tawon mengamuk. Air sungai kembali muncrat dan kali ini membasahi
hampir semua orang yang ada di tempat itu.
Traang! Traang!
Kapak Maut Naga Geni 212 membentur dua gelang maut. Wiro merasakan tangannya
yang memegang kapak tergetar keras. Gagang senjata itu hampir terlepas dari
tangannya. Sebaliknya dua buah gelang besi milik Ki Ageng Timur patah dua dan
bermentalan di udara!
Ki Ageng Timur sendiri sampai berseru kaget saking tidak percaya melihat apa
yang terjadi KARYA
40 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id dengan kedua senjata yang
sangat diandalkannya itu. Selama ini kalaupun ada lawan yang sanggup menangkis
serangan gelang mautnya maka senjata itu hanya bisa dibuat mental tapi tidak
dapat dibuat patah berantakan seperti yang kini disaksikannya , sendiri. Selain
marah; tokoh silat Istana itu juga merasa malu. Maka sekaligus dia loloskan tiga
gelang maut yang masih mencantel di pinggangnya. Tiga gelang ini kemudian
dilemparkan ke arah Wiro yang saat itu sudah melompat ke tepi anak sungai. Suara
deru tiga buah gelang maut itu laksana topan yang datang menggila dari laut.
Ternyata saat itu Wiro bukan hanya menghadapi serangan tiga buah gelang maut,
tetapi Ki Sambar Tringgali rupanya telah mulai turun tangan membantu kawannya.
Orang tua satu ini berpandangan tajam. Melihat apa yang barusan terjadi dia
cukup sadar kalau Ki Ageng Timur tidak akan begitu mudah untuk mengalahkan
Pendekar 212. Maka dia sedot cangklongnya dalam-dalam. Asap yang terkumpul di
mulut dan leher serta dadanya dihembuskan ke depan, ke arah Wiro. Terjadilah hal
yang luar biasa.
Asap berwarna kelabu itu bergulung membuntal-buntal, menyungkup ke arah
kepalanya hingga pemandangannya tertutup padahal saat itu pula tiga buah gelang
besi pipih yang dilepaskan Ki Ageng Timur melesat ke arah kepala, dada dan
kakinya! Di samping itu asap ini mengeluarkan hawa aneh yang bukan saja
memerihkan mata dan kulit tetapi jika sempat memasuki jalan napas akan menyerbu
masuk ke dalam paru-paru dan membuat tubuh menjadi lemas dengan seketika!
Wiro yang sudah maklum kalau asap caklong orang tua berbaju hitam itu sama
berbahayanya dengan serangan tiga buah gelang besi dengan cepat putar Kapak Maut
Geni 212 di sekeliling tubuhnya.
Ki Ageng Timur yang tadi sudah melihat kedahsyatan senjata di tangan Pendekar
212 tentu saja tidak mau kehilangan gelang besinya yang kini hanya tinggal tiga.
Segera orang tua ini angkat ke dua tangannya. Tiga buah gelang besi yang melesat
di udara bergeser bertebaran hingga selamat dari sapuan Kapak Maut Naga Geni 212
di tangan Wiro. Walau Wiro terhindar dari serangan gelanggelang besi itu namun
asap cangklong yang dihembuskan Ki Sambar Tringgali ternyata KARYA
41 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id berhasil menyusup lolos
dari terpaan senjata saktinya. Matanya terasa perih. Kulit muka dan kulit
tubuhnya laksana dicucuki oleh puluhan jarum-jarum halus.
"Celaka!" keluh murid Eyang Sinto Gendeng. Dia melompat menjauhi serangan asap.
Namun terlambat. Walaupun hanya sedikit dia telah sempat menghirup hawa aneh
asap kelabu itu. Tubuhnya mendadak terasa lemas. Dengan nekad dia kerahkan
tenaga dalamnya sebaryak mungkin ke tangan kiri lalu lepaskan pukulan "sinar
matahari" ke arah Ki Sambar Tringgali.
Orang tua ini berseru kaget. Karena menyangka asap cangklongnya pasti akan
merobohkan lawan maka dia berlaku sedikit ayal dan wuutt! Sinar menyilaukan dan
panas luar biasa menyambar ke arahnya. Ki Sambar Tringgali cabut cangklongnya
dari mulut. Sambil melompat ke belakang dia pukulkan pipanya itu. Angin keras
menggebubu dari mulut cangklong disertai melesatnya ratusan serpihan-serpihan
tembakau bernyala. Benda-benda panas yang sanggup menembus daging tubuh dan
menyusup sampai ke tulang ini musnah berantakan dihantam gelombang putih panas
pukulan sinar matahari. Tangan Ki Sambar Tringgali yang memegang cangklong
tergetar keras. Sambil berteriak marah orang tua itu melompat tinggi-tinggi. Dia
seperti melayang di atas jalur panas pukulan sinar matahari danhantamkan kepala
cangklongnya ke arah kepala Pendekar 212. Saat itu Wiro sendiri pandangannya
masih terhalang oleh kepulan asap kelabu sedang tubuhnya terasa semakin lemas.
Selagi dia berusaha mengatur jalan nafas dan peredaran darah saat itu pula


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hantaman cangklong datang. Di saat yang sama tiga buah gelang besi maut milik Ki
Ageng Timur kembali gentayangan mencari sasaran di tiga bagian tubuhnyal
"Celaka! Mati aku sekarang!" jerit Wiro dalam hati. Dengan sisa tenaganya yang
ada diangkatnya Kapak Naga Geni 212 ke atas lalu disapukannya. Bersamaan dengan
itu dia rundukkan kepala berusaha menghindari hantaman cangklong di tangan ki
Sambar Tringgali.
Trang! Sebuah dari tiga gelang besi berhasil ditangkis, dibuat mental berpatahan. Tapi
yang dua lagi terus melesat ke arah kepala dan kakinya. Pada saat Wiro kehabisan
daya untuk menyelamatkan jiwanya tiba-tiba dari arah belakangnya berkelebat satu
bayangan ungu. Lalu terdengar suara pekik dahsyat seolah membelah gelapnya
langit malam. Bersamaan dengan itu di udara melesat banyak KARYA
42 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id sekali benda-benda panjang
berwarna hitam disertai menebarnya bau amis. Di lain kejap terdengar jeritan Ki
Ageng Timur disusul oleh leritan Ki Sambar Tringgali, menyusul pula jeritanjeritan lainnya hingga tempat itu hiruk pikuk oleh suara jeritan. Ringkikan
kudapun kemudian terdeiiyar tiada henti!
Wiro jatuh terduduk di tanah. Kapak Naga Geni 212 tergeletak di pangkuannya.
Kedua matanya terbuka besar-besar untuk dapat menyaksikan apa gerangan yang
terjadi. Tengkuk murid Sinto Gendeng ini menjadi sedingin es ketika diketahuinya
bahwa benda-benda panjang yang tadi lewat di atas kepala dan di kiri kanannya
adalah ular-ular berwarna hitam sepanjang satu tombak, Binatang-binatang yang
tidak diketahui dari mana datangnya ini melesat menyerang dan mematuk semua
lawan-lawannya. Tak satu orangpun bisa lolos dari patukan berbisa ular-ular itu.
Ki Ageng Timur dan Ki Sambar Tringgali dipagut dan dipatuk oleh lima ekor ular.
Keduanya menjerit-jerit tiada henti sam pai akhirnya roboh ke tanah dan tewas!
Puluhan perajurit yang ikut dalam rombongan itu juga termasuk Kepik Kuntolo
serta Abdi Jalakdiri ikut menjadi korban serangan ular. Tak satupun yang lolos
dari maut yang datang secara mendadak tidak terduga ini.
"Ya Tuhan, apapun yang terjadi seseorang telah menolongku!" kata Wiro. Dia
berpaling ke belakang dan masih sempat melihat berkelebatnya satu sosok tubuh
berpakaian ungu.
"Anggini!" seru Wiro. Namun sosok tubuh itu telah lenyap di kegelapan. Ketika
Wiro memandang ke depan kembali matanya jadi mendelak. Puluhan ular yang tadi
menyerbu lawan-lawannya kini tidak kelihatan iagi sementara dua puluh lima mayat
manusia bergeletak di hadapannya penuh mengerikan! Saking lemasnya Wiro rebahkan
diri menelentang. Kapak Naga Geni 212 diletakkannya di depan hidungnya guna
menyedot hawa jahat atau racun yang sempat masuk ke,dalam tubuhnya.
*** KARYA 43 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 8
SUARA-SUARA jeritan kematian yang terdengar susul menyusul serta suara ringkikan
kuda yang menggetarkan rimba belantara di permulaan malam yang gelap itu membuat
seorang tua berjanggut putih dan membawa dua buah tabung bambu berisi tuak
terkesiap sesaat. Dia berada di pinggiran hutan Kemikir.
"Kalau tidak kuselidiki tidak puas hatiku!" kata orang tua ini dalam hati. Dia
berkelebat masuk ke dalam hutan. Meskipun gelapnya hutan bukan alang kepalang,
ditambah beban dua buah tabung tuak yang dibawanya, namun orang tua ini sanggup
bergerak cepat diantara pepohonan dan semak belukar hingga akhirnya dia sampai
di dekat jeram anak sungai Opak Kemikir.
Dalam kegelapan dilihatnya banyak sekali sosok tubuh berkaparan di tanah. Ketika
dia hendak mendekati, telinganya menangkap suara hembusan angin. Orang tua ini
berpaling. Darahnya tersirap. Dia melihat berkelebat dan lenyapnya cepat sekali satu sosok
tubuh. Namun meskipun hanya sesaat matanya yang tajam masih sempat mengenali
sosok tubuh dan warna pakaian orang itu.
"Anggini!" seru si orang tua yang bukan lain adalah Dewa Tuak. Dia mengejar ke
arah lenyapnya sosok tubuh tadi. Mengejar kira-kira hampir sepeminuman teh di
dalam rimba belantara yang gelap itu akhirnya Dewa Tuak berhasil mengejar orang
di depannya. "Ah! Benar kau rupanya Anggini!" kata Dewa Tuak begitu berdiri menghadang di
depan gadis berbaju ungu dengan nafas terengah-engah.
"Orang tua buruk! Kau bicara dengan siapa?" gadis di depannya membentak, membuat
si orang tua tersirap. Dengan mata mendelik Dewa Tua berkata.
"Muridku, hutan ini memang gelap. Tapi mustahil kau tidak mengenali aku gurumu
sendiri!' KARYA 44 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Anggini tertawa tinggi.
"Di dunia ini memang banyak orang gila. Tapi tidak ada yang segilamu. Muncul dan
mengigau mengatakan aku muridmu!. Hik... hik...hik... Pergilah, jangan membuat
aku marah. Biar kuanggap saja kau sudah pikun dan matamu sudah lamur. Hingga tidak
mengenali dan menganggap aku muridmu!"
Dewa Tuak jadi penasaran. Dia melangkah mendekati muridnya. Si gadis justru
bersurut mundur menjauhi orang tua itu. Dalam jarak terpisah delapan langkah dia
membentak. "Kalau kau berani datang lebih dekat, kuputus nyawamu!'
Dewa Tuak hentikan langkahnya.
"Anggini, apa yang terjadi denganmu muridku" Setan mana yang masuk dan menguasai
dirimu!' "Tua bangka keparat! Kau minta mati roasih belum beranjak dari hadapanku!"
"Anggini! Aku yakin ada sesuatu yang t:dak beres dalam dirimu! Di dekat jeram
aku menemus puluhan manusia berkaparan jadi mayat! Pasti kau yang membunuh
mereka! Kau juga yang membunuhi beberapa tokoh silat dan menghisap darahnya. Kau
juga yang membunuh Tumenggung Purboyo. Di Kotaraja aku menyirap kabar kematian
Pangeran Panji. Pasti kau yang punya pekerjaan!"
"Tua bangka buruk! Kalau kau sudah tahu apa yang hendak kau lakukan"!"
"Kau layak menerima hukuman atas dosa-dosa beratmu itu!"
Anggini kembali perdengarkan suara tertawa panjang.
"Orang tual Aku tidak kenal siapa kau..."
"Setan membalikkan matamu dan iblis mengacaukan otakmu!" sergah Dewa Tuak.
"Dengar tua bangka keparat! Kalau kau segera menyingkir dari hadapanku kuampuni
selembar jiwa busukmu. Tapi kalau kau masih berdiri di depanku sampai hitungan
ketiga, terpaksa akan kuhisap darahmu sampai habis!"
"Ah! Jadi benar rupanya apa yang aku dengar. Kau telah berubah menjadi seorang
gadis iblis penghisap darah!"
KARYA 45 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Satu!" teriak Anggini.
Dewa Tuak tidak bergerak di tempatnya.
"Dua!"
"Dewa Tuak menyeringai, masih tak beranjak.
"Tiga!" Anggini meneriakkan hitungan terakhir.
Orang tua itu mendelik dan menggembor.
Anggini berkelebat ke arah Dewa Tuak. Tangan kanannya dipukulkan. Angin sedingin
es menyapu tubuh orang tua itu dan terkejutlah Dewa Tuak. Sekujur tubuhnya
mendadak menjadi dingin kaku!
Cepat-cepat orang tua ini ambil salah satu bumbung bambunya dan teguk tuak di
dalamnya sampai tubuhnya terasa panas dan dia bisa mengusir hawa dingin yang
membungkus dirinya. Rasa kaku yang menguasai dirinya serta merta lenyap.
"Eh, tua bangka ini ternyata memiliki kepandaian tinggi. Kalau kuhisap darahnya
pasti tenaga dalamku akan berlipat ganda!" Anggini membatin dalam hati. Lalu
didahului teriakan nyaring gadis ini kembali menyerbu.
Dewa Tuak tidak tinggal diam. Tuak yang masih bersisa di dalam mulutnya
disemburkan ke arah muridnya. Anggini terkejut dan cepat menghindar. Salah satu
lengan bajunya masih sempat tersambar beberapa tetes tuak hingga kelihatan
berlubang-lubang.
"Tua bangka kurang ajar! Terima kematianmu!" teriak Anggini marah. Sepuluh jari
tangannya dipentang ke depan dan sepuluh kuku merah panjang mencuat keluar dari
ujung-ujung jarinya. Menyambar ke arah batang leher Dewa Tuak.
Karena keliwat bernafsu untuk membunuh dan menyedot darah orang tua itu, Anggini
tidak sempat melihat bagaimana Dewa Tuak memutar tabung bambunya lalu
menyodokkan benda itu ke perutnya!
Dukkk! Anggini menjerit. Tubuhnya terpental dan jatuh duduk di tanah. Tapi didahului
oleh suara bentakan menggidikkan dia melompat bangkit dan menyerang ke arah
orang tua itu kembali.
KARYA 46 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Dewa Tuak terkejut bukan
main. Hantaman ujung bumbung bambunya tadi seharusnya membuat Anggini luka parah
dan patah tulang serta menjadikannya tidak berdaya. Tapi nyatanya gadis itu
sanggup melompat bangkit dan menyerangnya dengan ganas kembali. Dewa tuak cepat
melompat ketika lima jari tangan Anggini menyambar ke arah lehernya. Tapi
gerakannya agak terlambat.
Brett! Pakaian birunya sempat terenggut dan robek besar di bagian leher. Kulit lehernya
bahkan ikut tergaris luka dan mengucurkan darah. Sepasang mata Anggini berkilatkilat melihat cucuran darah itu. Lidahnya terjulur beberapa kali membasahi
bibir. Tenggorokannya terasa kering.
Hasrat untuk meneguk darah orang tua itu jadi berkobar-kobar. Didahului oleh
suara jeritan keras kembali gadis ini menyerang dengan kedua tangan dipentang ke
depan. "Sepasang tangan anak ini sangat berbahaya!" kata Dewa Tuak dalam hati.
Tangannya bergerak ke pinggang. Ketika tangan itu digerakkan untuk kedua
kalinya, didalam gelap meluncur selarik benda aneh, membuntal dan bergulung
menyambar ke arah ke dua tangan Anggini. Benda ini bukan lain adalah benang
sutera halus yang merupakan salah satu senjata andalan si orang tua.
Benang ini melesat dalam kecepatan luar biasa dan segera menggulung mengikat
kedua pergeiangan tangan Anggini. Dewa Tuak menggerakkan lagi tangannya. Benang
sutera terulur semakin panjang dan terus melibat sampai ke bahu, terus lagi
sampai ke tubuh Angginit Membuat gadis itu terikat tak berdaya!
Dewa Tuak menarik nafas lega. Akhirnya berhasil juga dia meringkus murid yang
telah menebarkan mala petaka besar itu. Dia melangkah maju. Tapi tiba-tiba di
depannya Anggini keluarkan suara tertawa panjang. Di saat yang sama sebuah benda
panjang hitam melesat seolah-olah melayang jatuh dari langit. Anggini tertawa
lagi. Mulutnya dibuka lebar-lebar. Benda yang melayang ke bawah itu masuk ke
dalam mulutnya dan lenyap!
Uewa tuak tidak dapat memastikan benda apa yang masuk ke dalam mulut muridnya
itu. Die juga tidak bisa menduga ilmu apa sebenarnya kini yang dimiliki Anggini.
Lalu dilihatnya sang murid membuka mulutnya lebar-lebar. Dari dalam mulut itu
KARYA 47 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id menyeruak keluar kepala
dan tubuh seekor ular hitam.
"Ya Tuhan! Jadi ular rupanya yang masuk ke dalam mulutnya tadi!" kata Dewa Tuak
dengan mata melotot!
Anggini tertawa. Ketika tawanya lenyap terdengar dia berkata. "Dewi lepaskan
ikatanku!"
Ular hitam didalam mulut meluncur keluar lalu kepalanya bergerak cepat. Mulutnya
mematuk kian kemari. Dalam waktu cepat sekali seluruh ikatan benang sutera sakti
yang membuat Anggini tidak berdaya berputusan. Kedua tangan dan sekujur badannya
kini bebas dari ikatan benang sutera itu.
Dewa Tuak sampai ternganga dan mendelik besar saking tidak percayanya melihat
apa yang terjadi. Kedua kakinya menyurut mundur.
"Saatmu untuk mati tua bangka keparat!" kata Anggini. Dia mengusap tubuh ular
hitam yang sebagian badannya masih berada di dalam mulut dan lehernya. "Dewi!
Bunuh orang tua itu!" perintahnya pada sang ular. Binatang ini menegakkan
kepalanya. Dari mulutnya terdengar suara mendesis. Lidahnya yang berwarna merah
berkelebatan mengerikan. "Dewi! Kau tunggu apa lagi"!" bentak Anggini.
Ular dalam mulutnya meluncur keluar.
"Anggini! Jangan!" tiba-tiba ada satu teriakkan menggeledek.
Mulut si gadis terkancing, menahan gerakan tubuh ular hitam yang hendak melesat
ke arah Dewa Tuak. Gadis ini berpaling ke arah datangnya suara teriakan tadi.,
Dari dalam gelap dilihatnya muncul pemuda berpakaian putih dan berambut gondrong
itu. "Kurang ajar! Dia muncul lagi!" kata Anggini dalam hati. Dia memutar tubuh
menghadapi pemuda itu. Dielusnya tubuh ular yang ada dalam m,ilutnya. "Dewi!
Sasaranmu berubah. Bunuh pemuda itu!"
Ular hitam didalam mulut kembali tegakkan kepalanya. Begitu dia melesat, pemuda
berambut gondrong mendahului menghantam. Dari tangan kanannya berkiblat sinar
putih menyilaukan. Hawa panas seperti hendak membakar tempat itu.
Bummm! KARYA 48 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Rimba berlantara
berguncang keras.
Si pemuda cepat menyambar tubuh Dews tuak dan melarikinnya dalam gelap. Orang
tua ini berusaha melepaskan diri sambil memaki panjang pendek.
"Aku belum mau jadi pengecut! Mengapa kau larikan aku"!"
"Jangan jadi orang tolol Dewa Tuak!"
"Murid sesat itu harus diringkus dan dihukum!" teriak Dews Tuak.
"Saat ini kita belum sanggup melawannya! Dia memiliki senjata ular-ular hitam
yang lebih ganas dari iblis!"
"Sialan! Tuak murniku pasti akan menghancurkan binatang-binatang celaka itu"
"Bagaimana kalau tidak" Tubuhmu yang tua rongsokan ini akan dipatuknya - jadi
saringan!"
"Sialan! Enak saja kau mengatakan aku orang tua rongsokan!" Dewa Tuak memukul
bahu pemuda yang melarikannya itu. "Heh, kau mau melarikan aku sampai sejauh
mana Pendekar 212?"
"Sabar saja. Kita harus mencari tempat yang aman. Jauh dari muridmu yang doyan
darah itu!"
"Aku tidak mengerti bagaimana Anggini bisa jadi begitu!"
"Sama. Sayapun tidak mengerti. Sebelumnya dia juga hendak membunuh saya ... "
"Ya Tuhan..." mengucap Dews Tuak. "Semoga kau mengampuni dosa muridku itu."
"Tuhan pasti mehgampuni dosa muridmu Dewa Tuak. Tapi dunia persilatan dan Raja
tidak akan mengampuninya. Anggini telah membunuh Pangeran Panji, salah seorang
putera Sri baginda yang paling dikasihi!"
"Celaka muridku. Celaka tua bangka ini. Ah, mungkin umpama tadi betul, Wiro. Aku
memang tua bangka rongsokan yang lebih bagus mampus saja saat ini!"
Wiro tertawa bergelak. Dia turunkan tubuh Dewa Tuak dari panggulannya.
"Walau rongsokan tubuhmu ternyata berat juga Dewa Tuak. Berlari jauh memanggulmu
membuat saya haus. Saya minta tuakmu!" Lalu tanpa banyak cerita lagi Wiro ambil
salah satu tabung berisi tuak milik orang tua itu. Cegluk... cegluk... cegluk.
Tuak itu disikatnya sampai KARYA
49 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id mukanya jadi merah.
Tangannya gemetaran ketika mengembalikan bumbung bambu.
Dews Tuak mengekeh. "Anak sok jago! Aku saja tidak berani meneguk tuak sekaligus
sebanyak yang kau lakukan!"
"Aku mabok!" kata Wiro seraya menyandarkan diri ke sebatang pohon.
"Kau bukan cuma mabok! Kau juga sudah ngompol terkencing- kencing!"
"Apa"!" Wiro turunkan tangannya dan meraba ke bawah perutnya. Bagian bawah
celananya ternyata memang terasa hangat dan basah! "Sialan!" makinya.
"Dewa Tuak kembali tertawa mengekeh.
"Dewa Tuak! Jangan tertawa keliwat keras. Kalau muridmu sempat mendengar pasti
dia akan muncul di sini membawa ularnya dan mernbunuh kita berdua!"
Cup! Dewa Tuak tutup mulutnya dengan telapak tangan kanan. Suara tawanya serta


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merta lenyap. Rimba belantara itu kini tenggelam dalam kegelapan dan
kesunyisenyapan.
Sesaat kemudian terdengar suara Dewa Tuak berbisik.
"Pendekar 212, aku tidak betah di tempat gelap begini. Rasanya seperti tikus
dalam tanah saja. Aku harus pergi dari sini. Akan kucari lagi anak itu."
"Jangan tolol. Sebelum tahu kelemahannya kau tak bakal bisa meringkusnya," kata
Wiro. "Jika ditunggu sampai kita tahu kelemahannya dan baru turun tangan, rasanya
sampai kiamat belum tentu diketahui rahasia kelemahannya. Modalku sekarang hanya
nekad saja. Mukaku sudah dicelemongnya dengan lumpur busuk. Aku malu besar menghadapi dunia
persilatan. Aku harus pergi, tapi sebelum pergi ada satu hal yang hendak
kutanyakan padamu."
"Hal apa?" tanya Wiro.
"Kau tahu, hal ini dulu pernah aku bicarakan dengan gurumu Sinto Gendeng. Tapi
nenek konyol itu tidak mau menjawab secara terus terang. Katanya terserah pada
dirimu..."
Wiro merasa dadanya berdebar. Diam-diam dia sudah dapat menduga hal apa yang
hendak dikatakan oleh Dewa Tuak.
"Dengar, ini menyangkut perjodohanmu dengan Anggini. Setelah kejadian ini
rasanya aku tidak terlalu mau mendesak. Bagaimana dengan dirimu" Apakah kau
masih menyukai muridku KARYA
50 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id yang telah sesat itu?"
Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Kalaupun suka atau tidak suka, rasanya hal itu tidak pada tempatnya kita
bicarakan sekarang Dewa Tuak. Usaha kita paling penting adalah menyelamatkan
dunia persilatan. Lalu kalau masih ada kesempatan mungkin kita masih bisa
menolong Anggini. Jika dia selamat ada satu hal yang bakal jadi hukumannya
seumur-umur. Dia harus menyendiri. Dia akan dikucilkan oleh dunia persilatan.
Lalu bahaya balas dendam dari keluarga atau karib kerabat orang-orang yang
pernah dibunuhnya akan membayanginya seumur hidup. Belum terpikirkan apa yang
bakal dilakukan pihak Kerajaan!"
Dewa Tuak menarik nafas dalam. Akhirnya dia berkata. "Aku harus pergi
sekarang..."
Karena tak mungkin mencegah, Pendekar 212 terpaksa diam saja. Dewa Tuak menepuk
bahu Wiro. Sekali dia berkelebat sosok :tbuhnyapun lenyap dalam kegelapan.
Beberapa lamanya Pendekar 212 masih duduk tersandar di batang pohon itu.
Bayangan wajah Anggini menyeruak dipelupuk matanya. Dalam hati dia berkata.
"Memang sulit mencari gadis secantik dirinya. Tapi apa lagi artinya kecantikan
itu kalau dirinya tiba-tiba telah berubah menjadi mahluk ibis penghisap darah!"
Wiro terdiam sesaat. "Heh, kalau mencari kelemahannya tidak mungkin, apakah juga
tidak mungkin mencari penyebab mengapa Anggini berubah menjadi manusia jahat
penghisap darah" Rasanya mungkin penyelidikan bisa dimulai dari situ. Tapi
berapa lama baru bisa diketahui sementara banyak korban lagi yang jatuh
ditangannya!" Wiro garuk-garuk kepala kembali. Dengan Wiro huyung-huyung dia
bangkit berdiri.
*** KARYA 51 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 9
PERTUNJUKAN reog Ponorogo itu selesai. Semua penonton satu demi satu
meninggalkan tanah lapang luas. Saat itu hari telah rembang petang. Sinar sang
surya tidak lagi terik panas seperti sebelumnya. Pendekar 212 masih duduk
dibangku kecil penjual kopi manis pikulan. Dia hendak mengulurkan tangan
mengambil sebuah pisang rebus ketika tiba-tiba pandangannya membentur sosok
tubuh seorang gadis berpakaian ungu yang berada di ujung lapangan sana. Gadis
ini tengah melepaskan ikatan seekor kuda yang ditambatkan pada sebatang pohon.
"Anggini," desis Wiro.
Dia segera berdiri. Meletakkan uang di atas bangku yang tadi didudukinya lalu
lari ke ujung lapangan. Dia sampai di tempat itu sesaat setelah gadis berbaju
ungu itu memacu kudanya. Wiro memandang berkeliling. Seorang pemuda dilihatnya
tengah mengiring seekor kuda. Cepat Wiro mendekati orang ini. Dia langsung
melompat ke atas punggung kuda itu.
"Hai! Apa-apaan ini"!" teriak pemuda pemilik kuda.
"Kupinjam sebentar kudamu! Nanti juga aku kembalikan!" Lalu Wiro menepuk tangan
si pemuda yang memegang tali kekang. Begitu tali kekang terlepas murid Sinto
Gendeng segera memacu binatang ini ke jurusan lenyapnya gadis berbaju ungu tadi.
Di belakangnya pemuda pemilik kuda berteriak tiada henti.
"Pencuri kuda!! Pencuri kuda!"
Di pinggiran kota Pendekar 212 kehilangan jejak orang yang dikejarnya. Terpaksa
dia memacu kudanya ke tempat ketinggian. Di sebuah lereng bukit Wiro memandang
berkeliling. Jauh di sebelah Timur kelihatan seorang penunggang kuda bergerak menyusuri
sebuah kali kecil.
Wiro segera menuruni bukit, mengambil jalan memotong hingga akhirnya dia
berhasil berada di belakang si gadis.
"Anggini!" teriak Wiro.
KARYA 52 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Penunggang kuda berpakaian
ungu di sebelah depan berpaling lalu hentikan kudanya. Wiro sampai di hadapan
gadis itu. "Wiro..." si gadis menyebut nama pemuda itu.
Pendekar 212 tersenyum. Dipandanginya wajah sang dara sesaat. Mata yang selama
ini dilihatnya selalu menyorotkan sinar menggidikkan kini tampak memandang
lembut kepadanya.
"Anggini, kita harus bicara. Turun dari kudamu. Kita cari tempat yang baik untuk
bicara." Anggini gelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau bicara..."
"Kenapa" Kau tahu bahaya yang mengancam dirimu?"
"Bahaya apa?" tanya si gadis.
"Jangan pura-pura. Semua orang sudah tahu siapa dirimu sejak tiga bulan terakhir
ini! Semua orang ingin membunuhmu! Gurumu Dewa Tuak mencarimu ingin menghukummu.
Orangorang Kerajaan juga mencarimu dan mungkin akan menggantungmu!"
Anggini menatap dalam-dalam ke mata Pendekar 212 hingga membuat pemuda itu
sesaat jadi terdiam.
"Lama tidak bertemu, kukira tadinya kau ingin membicarakan urusan perjodohan
itu. Tahu-tahu kini kau membicarakan hal-hal yang tidak kumengerti!"
"Kau ini benar-benar aneh Anggini..."
"Kau yang aneh Wiro!"
"Dengar, kita harus bicara!'
"Tidak!"
Wiro garuk-garuk kepalanya. Ditatapnya wajah gadis itu. Dipandanginya sekujur
tubuh Anggini. Dia tidak melihat selendang ungu tergulung di leher si gadis.
Dulu, pada salah satu ujung selendang cutera ungu itu, Wiro telah menggurat
dengan ujung jarinya angka 212 sebelum mereka berpisah.
"Mana selendang ungumu Anggini?" tanya Wiro.
Si gadis meraba dadanya. "Hilang," jawab si gadis.
KARYA 53 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Hilang" Berarti kau tidak menjaganya baikbaik..."
"Buat apa menjaga selendang itu" Orang yang pernah mengguratkan angka kenangan
tidak pernah memperdulikan aku!"
Wiro jadi ternganga. "Ah, rupanya dia memang ada hati terhadapku. Dan kini
kelihatan marahnya.
"Anggini, dengar. Hal itu bisa kita bicarakan kemudian. Sekarang ketahuilah. Aku
mendapat tugas untuk membawamu pada gurumu Dewa Tuak!"
"Membawaku pada guruku" Memangnya ada apa"!"
"Anggini, jangan berpura-pura terus-terusan. Dirimu dalam bahaya! Kembali pada
gurumu berarti kau masih bisa selamat..."
"Diriku dalam bahaya...?" Anggini bertanya sambil tertawa.
"Ada banyak orang-orang persilatan yang ingin membunuhmu! Pihak Kerajaan juga
mencarimu! Apa kau masih hendak berpura-pura"!"
"Kasihan..." tiba-tiba Anggini berkata.
"Kasihan... Apa yang kasihan." tanya Wiro heran.
"Aku tidak menyangka, lama tidak bertemu begitu bertemu kulihat ada sesuatu yang
tidak beres dengan otakmu! Bicaramu tidak karuan!"
Tampang Pendekar 212 tampak menjadi merah. "Aku..." Dia tidak bisa meneruskan
ucapannya. Dalam hatinya berkata. "Mungkin benar ada ajaran ilmu sesat yang
merasuk dalam tubuh gadis ini. Pada saat dia kumat dia berubah menjadi gadis
iblis penghisap darah. Pada saat dia kembali pada dirinya yang asli, dia akan
jadi seperti ini."
"Aku akan pergi dan jangan coba mengejarku! Kalau kau bertemu dengan guruku,
katakan pada orang tua itu tidak perlu mencariku! Bukankah dulu aku pergi dengan
seizinnya?"
"Betul! Mungkin itu betul! Tetapi sesuatu telah terjadi dengan dirimu. Kau telah
terjerumus... Kau telah melakukan satu perbuatan sesat yang memalukan!"
"Wiro! Kau menuduhku telah berbuat aib"!" bentak Anggini. Dalam marahnya gadis
ini tangsung menampar Wiro hingga pinggiran bibir Pendekar 212 luka dan
berclarah! KARYA 54 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Dari air muka Anggini yang
kelihatan berubah jelas terlihat ada tanda penyesalan atas apa yang telah
dilakukannya. Namun sesaat kemudian gadis ini telah menyentakkan tali kekang
kudanya dan menghambur pergi dari tempat itu. Wiro mana mau tinggal diam. Dia
segera mengejar. Keduanya memacu kuda masing-masing saling bersisian. Di sebuah
jembatan bambu yang melintasi sungai, Wiro terpaksa memberi jalan lebih dulu
pada kuda Anggini, karena jembatan yang kecil itu tidak mungkin dilalui secara
berdampingan. "Aku sudah bilang jangan mengejarku Wiro!" teriak Anggini.
"Aku juga sudah bilang akan membawamu ke pada gurumu Anggini! Aku tidak ingin
sesuatu terjadi atas dirimu!"
"Pemuda keras kepala!" teriak si gadis marah. Tangan kanannya mengeruk ke saku
pakaian ungunya. Dari tangan itu kemudian melesat dua buah senjata rahasia
berupa paku perak sepanjang setengah jengkal. Senjata rahasia ini mendarat tepat
pada lutut depan kiri kanan kuda yang ditunggangi Wiro. Binatang ini meringkik
keras lalu jatuh terjerambab ke depan. Pendekar 212 cepat melompat. Dia jungkir
balik di udara. Ketika kedua kakinya menyentuh tanah kembali Anggini sudah
lenyap! Wiro hanya bisa geleng-geleng kepala. Digaruknya rambutnya dengan kesal berulang
kali. "Masih untung kudaku yang dihantamnya dergan senjata rahasia itu. Kalau dia
sempat mengeluarkan ular-ular peliharaannya itu celakalah diriku!"
*** KARYA 55 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 10
LEBIH dari tiga bulan sebelumnya, suatu peristiwa aneh telah terjadi. Saat itu
hujan turun luar biasa lebatnya. Sesekali kilat menyambar dan guntur
menggelegar. Air sungai menimbulkan arus deras. Bagianbagian tanah yang leguk terendam air.
Beberapa rumah yang terlalu dekat dengan sungai tak ampun lagi roboh dan diseret
arus ke hilir. Dalam derasnya curahan hujan dan gelapnya cuaca malam serta dinginnya udara yang
seperti mencucuk sampai ke tulang sungsum, sebuah benda bulat dan panjang
berwarna hitam berkilat meluncur sepanjang sungai yang tengah banjir. Sulit
untuk memastikan benda apa adanya ini.
Tetapi ketika kilat menyambar sekali lagi dan tanah menjadi terang benderang,
walaupun sekilas telah terlihat apa adanya benda yang meluncur itu. Ternyata
seekor ular besar berwarna hitam.
Namun ada keanehan luar biasa yang membuat orang akan bergidik dan lari
ketakutan setengah mati jika melihat kepala ular ini. Ternyata binatang ini
tidak memiliki kepala sebagai seekor ular melainkan berbentuk kepala manusia!
Kepala seorang nenek tua berwajah cekung keriput dengan rambut putih riapriapan
basah oleh air hujan!
Di sebuah tikungan binatang aneh ini berhenti melata. Kepalanya ditegakkan. Dia
memandang ke tengah sungai seperti menembus pemandangan yang gelap dan tertutup
curahan hujan lebat. Sesaat kemudian binatang ini meluncur ke tepi sungai yang
banjir besar lalu masuk ke dalam sungal dan meluncur menuju ke seberang. Luar
biasa! Tubuhnya yang besar berat itu tidak tenggelam ke dalam air. Kepalanya
tegak dan arus air sungai yang deras tidak mampu menyeretnya ke hilir.
Sampai di seberang sungai ular berkepala manusia ini melata cepat memasuki
sebuah hutan belantara dan menghilang di kegelapan. Di kejauhan lapat-lapat
terdengar suara lolongan srigala hutan. Serombongan srigala hutan yang terdiri
dan tiga srigala jantan dan seekor srigala betina lari dalam kegelapan malam.
Tujuan mereka adalah arah sungai, berlawanan dengan arah yang dilalui KARYA
56 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id oleh ular berkepala
manusia tadi. Di suatu tempat srigala-srigala hutan ini saling bertemu dengan
ular berkepala manusia tadi. Keempat srigala itu segera menyalak terus menerus
dan mengelilingi ular berkepala manusia. Tiba-tiba serentak keempat srigala itu
menerkam ke depan. Kepala ular yang berbentuk kepala nenek angker itu keluarkan
suara berdesis. Lidahnya terjulur. Bersamaan dengan itu ekornya melesat
berputar. Plaak! Plaak! Plaak! Plaak!
Empat ekor srigala hutan meraung panjang. Tubuh mereka terlempar jauh berkaparan
jatuh di tanah yang becek. Tak satupun diantara mereka yang masih bergerak atau
berkutik. Keempat binatang ini mati dengan kepala hancur dihantam ekor ular
berkepala manusia itu.
Seperti tidak ada kejadian apa-apa, ular hitam besar itu kembali melata cepat
memasuki rimba belantara sementara hujan perlahan-lahan mulai mereda. Di sebuah
lobang dekat akar sebatang pohon besar ular berkepala manusia ini meluncur masuk
dan lenyap. Tak lama kemudian dia sudah berada di sebuah goa tanah yang besar
dan ter letak di bagian hutan yang tanahnya agak tinggi. Di lantai goa
bertebaran banyak sekali berbagai macam bunga-bungaan dan ruangan dalam goa itu
berbau harum semerbak.
Ular hitam berkepala nenek berambut putih meluncur ke dinding sebelah kiri lalu
meluncur dengan sebagian tubuhnya tersandar ke dinding goa.
Mulut si nenek tampak komat-kamit entah melafatkan apa. Kemudian perlahan-lahan
kedua matanya dipejamkan. Lalu terdengar mulutnya berkata.
"Maha Ratu, saya sudah siap..."
Di luar goa kilat kembali menyambar dan guntur menggelegar: Dinding-dinding dan
lantai goa bergetar. Beberapa bagian tanah berjatuhan ke bawah. Pada saat itulah
ada cahaya terang datang dari arah mulut goa. Si nenek buka kedua matanya. Dia
mengernyit silau. Dia tidak dapat melihat dengan jelas. Apa yang kemudian muncul
dilihatnya secara samar-samar.
Yang muncul adalah seekor ular yang luar biasa besarnya. Lingkaran tubuhnya
lebih dari sepemelukan tangan. Binatang ini berwarna hitam pekat berbintikbintik kuning. Ada beberapa keanehan pada diri binatang ini. Dia tidak melata
atau meluncur di tanah melainkan berjalan KARYA
57 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id karena dia memiliki
sebentuk anggota seperti sepasang kaki kecil. Di bagian dadanya ada dua anggota
tubuh serupa sepasang tangan. Pada tangan sebelah kanan mahluk ini memegang
sebuah tongkat kaca yang mengeluarkan cahaya. Cahaya inilah yang menerangi goa
dan menyilaukan pandangan mata si nenek ular. Bagian kepala dari ular besar
hitam berbintik kuning ternyata juga berupa kepala seorang perempuan. Kalau ular
hitam yang tersandar ke dinding goa memiliki kepala berupa seorang nenek buruk


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berambut hitam riap-riapan maka ular yang datang membawa tongkat kaca bercahaya
itu memiliki kepala berupa seorang perempuan muda cantik luar biasa.
Kulit wajahnya putih halus. Sepasang alisnya hitam melengkung seperti bulan
sabit. Hidungnya mancung, pipinya kemerah-merahan sedang bibirnya merah seperti
delima merekah. Di atas kepalanya yang berambut hitam, terletak sebuah mahkota
kecil. Pada wajah yang cantik itu juga terlihat bayangan wibawa dan keagungan yang
tinggi. Kalau tidak melihat pada bentuk tubuhnya setiap lelaki yang memandang
pastilah akan terperangah dan bisa jatuh cinta! Inilah mahluk yang dipanggil si
nenek bertubuh ular dengan nama Maha Ratu.
"Gintani Aruranti, benar kau sudah siap?"
Nenek bertubuh ular bungkukkan kepalanya hingga dagunya menempel ke dada
ularnya. "Saya sudah siap Maha Ratu," katanya.
"Aku gembira mendengar hal itu. Tapi aku juga bersedih karena sebentar lagi kita
akan berpisah. Selama empat puluh tahun lebih kau mengabdi padaku tanpa cacat
dan kesalahan. Aku menjanjikan padamu bahwa dihari kemudian kau akan kuberikan
tempat yang baik..."
"Terima kasih Maha Ratu..." kata Gintani Aruranti lalu kembali dia membungkuk.
"Sebelum kita berpisah, sesuai ketentuan dan sumpah yang mengikat dirimu sejak
empat puluh tahun silam, kau harus memberi tahu dan menyebut nama seorang gadis
yang kelak akan meneruskan pengabdianmu. Kau tahu sesuai ketentuan gadis itu
haruslah anak atau orang yang ada pertalian darahnya dengan dirimu."
Di luar kilat menyambar dan geledek menggetarkan goa itu. Tanah di bagian atas
goa kembali berguguran!
"Mengenai hal yang satu ini Maha Ratu, harap maafkan saya. Maha Ratu tahu
sendiri kalau KARYA
58 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id saya tidak pernah
bersuami, tidak mempunyai anak. Maha Ratu juga tahu kalau saya tidak punya sanak
tidak punya kadang dan saudara. Saya hidup sebatang kara..."
Goa itu sunyi sesaat.
"Aku memang tahu semua keadaan diri dan pribadimu Gintani Aruranti. Kalau memang
sudah begitu keadaannya terpaksa aku menurut ketentuan para sesepuh untuk
mencari sendiri seorang gadis yang pantas meneruskan pengabdianmu. Mungkin kau
bisa memberi suatu nama atau mengatakan siapa gadisnya?"
"Maafkan saya Maha Ratu. Saya serahkan bagaimana baiknya saja pada Maha Ratu..."
Maha Ratu bertubuh ular tetapi berwajah cantik selangit itu pejamkan kedua
matanya dan merenung sejenak. Dalam sikap seperti itu wajahnya kelihatan tambah
cantik. Perlahan-lahan kedua mata yang dipejamkan terbuka kembali.
"Kita mendapat petunjuk dari para sesepuh, Gintani. Kau hanya menyebutkan, satu
warna yang sangat kau sukai. Urusan selanjutnya para sesepuh dan aku yang akan
mengatur."
"Sebuah warna, Maha Ratu?"
"Ya, kau katakan sebuah warna yang sangat kau sukai. Mungkin merah, biru, atau
mungkin putih..."
"Saya... Sejak kecil saya suka dengan warna ungu Maha Ratu," kata Gintani
Aruranti, si nenek bertubuh ular.
"Bagus. Itu sudah cukup. Sekarang bersiaplah untuk berpisah. Pejamkan matamu."
Sesuai perintah Maha Ratu nenek bertubuh ular itu pejamkan kedua matanya.
Perlahan-lahan Maha Ratu angkat tangan kanannya yang memegang tongkat kaca.
Bibirnya yang merah bagus bergetar. Sepertinya dia tengah melafatkan sesuatu.
Lalu tangan yang memegang tongkat kaca itu diputar secara tiba-tiba ke kanan.
Saat itu juga satu larik sinar putih dan sangat panas melesat ke arah tubuh
nenek Gintani Aruranti. Dimulai dari kepala terus ke bagian badan dan terus ke
perut lalu terus lagi ke bagian ekor, sosok si nenek perlahan-lahan mencair
leleh. Sesaat kemudian kepala dan tubuh itu berubah menjadi seonggok debu.
Memanjang membujur dilantai goa. Lalu perlahan-lahan onggokan debu kelabu itu
saling bergeser dan menyatu hingga menjadi KARYA
59 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id satu tumpukan di tengah
goa. Setelah bersatu onggokan debu kelabu itu kemudian mengepul menjadi asap
untuk kemudian semuanya lenyap tidak berbekas.
Maha Ratu putar tongkat kacanya ke kiri. Sinar putih panas meredup lalu sirna.
Perlahan-lahan pula Maha Ratu memutar tubuhnya. Sosok tubuhnya kemudian lenyap
tanpa bekas. *** GADIS berwajah cantik itu merasa heran. Menurut perhitungannya sudah cukup lama
dia berjalan tetapi aneh mengapa belum sampai-sampai juga ke rumahnya. Akhirnya
dia berhenti di tepi jalan dan memandang berkeliling.
"Heran, dimana aku berada saat ini. Segaia sesuatunya serba asing..."
Selagi dia kebingungan di tepi jalan seperti itu sementara sebentar lagi hari
akan segera malam di kejauhan terlihat sebuah kereta. Begitu dekat ternyata
saisnya adalah seorang gadis berwajah luar biasa cantiknya dan mengenakan
pakaian warna ungu. Pada lehernya tergelung sehelai selendang yang juga berwarna
ungu. Sais kereta hentikan kudanya di depan gadis yang duduk di tepi jalan.
"Gadis bunga desa yang cantik, kau kelihatan seperti orang bingung. Ada apakah
maka duduk termenung di tepi jalan. Sebentar lagi hari akan malam. Tidakkah kau
takut berada sendirian di tempat yang sepi ini?"
Gadis di tepi jalan berdiri. Sesaat dipandanginya gadis di atas kereta dengan
penuh rasa kagum. "Kau cantik sekali... Pakaianmu sangat bagus. Juga
selendangmu. Siapakah kau ini sahabat?"
Gadis di atas kereta tertawa lebar. "Kau memanggilku sahabat. Aku gembira
mendengarnya. Kau juga seorang gadis cantik. Kau suka pakaianku ini?"
"Tentu saja suka. Tapi orang miskin sepertiku ini entah kapan bakal bisa punya
pakaian sebagusmu itu. Mungkin hanya tinggal mimpi seumur hidup ..."
Sais cantik jelita itu tersenyum.
KARYA 60 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau akan mendapatkan baju seperti ini. Jika kau memang mau naiklah ke alas
kereta. Dudun di sampingku. Aku akan mengantarkan kau pulang ke rumahmu..."
"Terima kasih. Kau baik sokali." Ditawari sebaik itu si gadis di tepi jalan
segera naik ke atas kereta dan duduk di samping sais yang cantik itu. Tanpa
disadarinya gadis ini duduk tersandar dan akhirnya pejamkan mata tertidur. Dia
tidak tahu berapa lama dia telah tertidur. Ketika dia bangun didapatinya dirinya
berada disebuah lembah sunyi, tergeletak diatas lantai reruntuhan sebuah candi
tua. Di sekitarnya bertebaran berbagai macam bunga yang menebar bau harum. Saat
itu sang surya baru saja terbit di sebelah Timur.
"Di mana aku ini...?" tanya si gadis pada dirinya sendiri sambil memandang
berkeliling. Ketika dia mencoba bangkit terkejutlah dia. Kedua tangannya cepat menutupi
auratnya di.bagian dada. Astaga! Ternyata dia dapatkan dirinya berada dalam
keadaan tanpa pakaian sama sekali!
"Ya Tuhan! Apa yang terjadi dengan diriku!" kata si gadis setengah menjerit dan
juga kelabakan. "Bagaimana aku akan pulang ke rumah dalam keadaan seperti ini"!"
Tiba-tiba satu suara terdengar seolah menjawab ucapan gadis itu.
"Tidak, kau tidak akan pernah pulang ke rumah seumur hidupmu Anggini!"
*** KARYA 61 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 11
GADIS di bekas reruntuhan candi itu terkejut dan memandang berkeliling. Tidak
dilihatnya seorang lainpun di tempat itu. Tapi jelas tadi dia mendengar suara.
Suara perempuan!
"Siapa yang bicara..." tanya si gadis ketakutan.
"Aku Maha Ratu. Aku sahabat dan pemimpinmu. Hanya padaku kau harus menurut
perintah. Hanya padaku kau harus mengabdi... Kau mengerti Anggini?"
Si gadis tidak menjawab. Lalu ada satu sambaran angin menyapu wajahnya. Sesaat
pemandangannya berkunang lalu mendadak dia merasakan satu kesegaran luar biasa
dalam dirinya. "Kau sekarang mengerti Anggini?"
"Saya mengerti Maha Ratu," jawab gadis itu.
"Kalau begitu sebagai tanda tunduk dan pengabdian membungkuklah tiga kali!" kata
suara tanpa rupa.
Anggini membungkuk tiga kali. Ketika berdiri lurus-lurus kembali dia ingat
sesuatu. Suara itu!
"Maha Ratu... Saya mengenali suararrtu. Bukankah kau gadis yang mengajakku naik
kereta bersama?"
Terdengar suara tertawa perlahan. "Kau cerdik dan daya ingatmu tajam. Yang kau
lihat sebagai sais kereta itu memang penjelmaan diriku. Sekarang kita
bersahabat. Tapi sebagai pemimpin ada jarak antara kita. Kau harus tunduk pada
diriku. Karena kau hanya bisa hidup sesuai dengan petunjuk dan perintahku!"
Angin di penghujung sore memasuki malam itu bertiup keras. Anggini tampak
gemetaran kedinginan.
"Kau kedinginan Anggini. Sudah saatnya mengenakan pakaian..."
"Tapi saya mengalami hal aneh Maha Ratu. Sebelumnya saya yakin sekali saya
mengenakan KARYA
62 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id pakaian. Tahu-tahu kini
mengapa saya berada dalam keadaan seperti ini!"
"Tak usah kawatir... Melangkahlah ke reruntuhan tangga depan candi. Di undakan
sebelah tengah kau akan menemukan sehelai baju dan celana ungu. Juga sebuah
selendang berwarna ungu..."
"Baju, celana dan selendang. Terima kasih. Tapi Maha Ratu..."
"Tetapi apa Anggini"'?
"Apakah tidak ada pakaian dalamnya...?"
Maha Ratu yang tidak kelihatan terdengar tertawa panjang. "Aku juga perempuan
sepertimu Anggini. Jadi tahu apa kebutuhanmu. Jangan takut. Dalam lipatan
pakaian itu kau akan menemukan pakaian dalam..."
"Terima kasih kalau begitu Maha Ratu."
"Nah sekarang pergilah ke reruntuhan tangga. Kenakan pakaian ungu itu cepat."
Mengendap-endap sambil menutupi auratnya dengan kedua tangan Anggini melangkah
ke tempat yang dikatakan.
Betul saja. Di undakan tangga ke lima dia melihat pakaian ungu terlipat rapi.
Ketika lipatan dibuka memang ditemuinya pula pakaian dalam seperti yang
dikatakan Maha Ratu. Cepat-cepat Anggini mengenakan semuanya itu. Selesai
berpakaian dia tegak sambil memegangi selendang.
"Cantik sekali kau dalam pakaian ungu itu Anggini. Lingkarkan selendang itu di
lehermu. Jangan dipegang saja..."
Anggini melingkarkan selendang ungu dilehernya.
"Dengar baik-baik Anggini. Pakaian ungu itu bukan pakaian biasa. Kau tidak perlu
mencuci atau menggantinya seumur hidup. Pakaian itu akan selalu berbau wangi.
Wewangian itu akan melekat pula pada dirimu. Kau akan mampu hidup tanpa makan
atau minum selama kau kehendaki..."
Anggini terheran-heran mendengar kata-kata itu. "Maha Ratu, setahu saya setiap
yang hidup harus dan butuh makan atau minum."
"Kau benar Anggini. Tapi dirimu sekarang mahluk hidup yang luar biasa. Kau hanya
akan KARYA 63 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id hidup dengan minum darah
manusia lainnya. Kau mampu hidup lebih dari seratus tahun! Tanpa minum darah
manusia kau akan menjadi tua keriputan dan akan menemui kematian!"
"Maha Ratu, mana mungkin says melakukan hal itu. Mana mungkin saya minum darah
manusia!" "Ingat Anggini. Jika kau mau hidup terus hal itu harus kau lakukan. Di samping
itu jangan lupa aku adalah pemimpinmu yang harus kau ikuti tanpa berani
membantah! Kau dengar hal itu Anggini"!"
"Saya dengar Maha Ratu... Tapi bagaimana caranya saya minum darah manusia?"
tanya Anggini dengan suara gemetar.
"Mudah saja sahabatku. Coba kau luruskan sepuluh jari tanganmu!"
Anggini luruskan sepuluh jari tangannya.
''Perhatikan baik-baik ke sepuluh jari tanganmu itu!"
Anggini memperhatikan jari-jarinya sendiri dengan dada berdebar. Tiba-tiba dia
melihat hal yang aneh. Dari ujung-ujung jarinya seperti tumbuh mencuat keluar
kuku yang lancip itu kelihatan sebentuk lobang sebesar lobang jarum.
"Maha Ratu... Apa yang terjadi?" Anggini bertanya ketakutan.
"Aku akan terangkan sahabatku. Setiap kau meluruskan semua jari-jari tanganmu,
maka kukukuku merah panjang itu akan tumbuh keluar. Orang yang akan kau hisap
darahnya tinggal kau cengkeram saja bagian tubuhnya. Yang paling cepat adalah di
bagian leher. Begitu kuku-kukumu menancap, darah orang itu akan terhisap dengan
sendirinya sampai akhirnya dia menggelepar mati!"
"Saya merasa ngeri Maha Ratu. Saya takut!"
"Kau sahabatku! Kau tidak boleh takut..."
"Maha Ratu, bagaimana says melenyapkan kuku-kuku merah ini?"
"Sangat mudah Anggini. Kau cukup menekukkan jari-jari tanganmu sedikit saja.
Sepuluh kuku itu akan menghilang. Kau cobalah!"
Anggini menekukkan jari-jari tangannya. Benar saja. Kesepuluh kuku merah panjang
runcing KARYA 64 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id yang ada di ujung jarinya
serta merta lenyap!
"Ada satu hal yang harus kau ingat Anggini. Korban yang harus kau hisap darahnya
hanya terdiri dari dua jenis manusia, laki atau perempuan. Jenis pertama adalah
orang-orang muda berwajah gagah. Dengan minum darahnya kau akan menjadi kuat dan
awet muda sepanjang usiamu. Jenis kedua ialah orang-orang atau tokoh-tokoh
persilatan. Jika kau berhasil menyedot darah mereka maka kau akan menjadi
seorang berkekuatan luar biasa, memiliki tenaga dalam tinggi yang tidak bisa
dikalahkan oleh siapapun. Selain itu selendang yang ada di lehermu bisa kau
pergunakan sebagai satu senjata yang hebat. Kau bisa menggebuk hancur kepala
seekor kerbau atau membobolkan tembok dengan selendang itu. Selain itu dalam
tubuhmu saat ini sudah ada satu ilmu kesaktian bernama salju pusaka dewa. Dengan
ilmu itu sekali kau memukul lawanmu akan menjadi kaku tegang dan akhirnya mati
kedinginan. Jika kau ingin mengeluarkan ilmu itu, kau cukup hanya mengucapkan
kata-kata "salju pusaka dewa."
"Terima kasih Maha Ratu. Saya berterima kasih kau telah memberi saya ilmu yang
hebat..." "Masih ada ilmu lain yang jauh lebih hebat sahabatku. Dan kau akan memilikinya!"
"Ilmu apakah itu Maha Ratu?" tanya Anggini.
"Kau lihat saja dan jangan merasa takutl" Maha Ratu mengangkat tangannya yang
memegang tongkat kaca lalu meniup ke depan. Terdengar suara berdesir ramai
sekali. Sesaat kemudian Anggini melihat belasan ekor ular hitam gentayangan
laksana terbang berputar-putar disertai bau amis di dalam goa itu. Tubuh gadis
ini mulai menggigil dan wajahnya sepucat kertas.
"Kataku tidak usah takut. Ular-ular itu adalah sahabat-sahabatmu..."
"Sahabat-saha...bat saya Maha Ratu?"
"Betul! Mereka akan muncul jika kau memanggil. Memanggilnya cukup dalam hati
saja dengan berucap. Para Dewi datanglah! Maka mereka akan datang. Sekarang coba
kau ucapkan panggilan itu dalam hati."
Anggini ragu sesaat. Kemudian dalam hati dia berkata juga. "Para Dewi
datanglah!"
Kembali terdengar riuh. Ular-ular yang melayang di dalam goa itu tiba-tiba
melesat dan menempel ke tubuh Anggini. Tak ampun lagi gadis ini menjerit
ketakutan dan berusaha KARYA
65 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id melemparkan binatangbinatang yang bergayut di sekujur tubuhnya mulai di leher, dada, pinggang dan
sampai ke kaki. Malah ada satu yang bertengger dan bergelung di atas kepalanya!
"Jangan lakukan itu Anggini. Tenang saja. Mereka tidak akan menyakitimu!"


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anggini berdiri dengan tubuh gemetaran.
"Sekarang dengar baik-baik," kata Maha Ratu pula. "Jika kau berada dalam bahaya
yang tidak bisa kau hadapi, panggil para Dewi itu. Jika kau menyebut para Dewi
Harpa Iblis Jari Sakti 27 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Pendekar Sadis 22

Cari Blog Ini