Wiro Sableng 077 Kepala Iblis Nyi Gandasuri Bagian 3
diletakkan di atas kepala. Kini si kakek berhadap-hadapan dengan si nenek.
"Kau masih tidur atau bagaimana" Mengapa kedua matamu masih terus
dipicingkan?" si nenek menegur.
Wajah tua di bawah caping tersenyum. "Membuka mata atau tidak apa
bedanya. Tetap saja aku tidak melihat apa-apa......" jawab si kakek. Namun kedua
matanya dibuka juga. Yang kelihatan hanya sepasang mata berwarna putih. Ternyata
kakek ini buta kedua matanya! Sudah bisa kita duga kakek aneh ini bukan lain
adalah orang sakti yang dikenal dengan nama Kakek Segala Tahu.
"Uh.....! Malam-malam buta pakai pamer ilmu segala!" si nenek menceloteh
kembali. "Eh, apa maksudmu Sinto?" tanya Kakek Segala Tahu. Tangan kanannya
hendak digoyangkan kembali. Tapi tidak jadi karena dia kawatir si nenek akan
marah lagi. "Tadi waktu kau turun dari atas pohon. Melompat saja kan bisa. Kenapa pakai
duduk segala di atas caping! Supaya aku tahu bahwa tenaga dalam dan ilmu
meringankan tubuhmu sudah selangit tembus ya"!"
Si kakek tertawa gelak-gelak. "Tua bangka tolol rongsokan sepertiku ini mau
pamer ilmu kepandaian di depan tokoh dunia persilatan sepertimu mana aku berani
Sinto" Tadi itu aku hanya sekedar melampiaskan rasa jengkel karena kau bangunkan
sewaktu aku enak-enak tidur dan bermimpi!"
"Kau bermimpi" Sama, aku justru memanggilmu turun karena aku juga
bermimpi. Apa mimpimu?" tanya Sinto Gendeng.
BASTIAN TITO 41 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Rasanya aku berada di satu puncak gunung yang indah. Ada sebuah rumah
bagus seperti istana kecil. Di depan istana ada seorang cantik jelita.
Berpakaian sangat
tipis yang tersingkap kian kemari karena dihembuskan angin. Dia melambailambaikan tangannya padaku. Aku segera mendatangi. Kupikir rejeki besar nih! Eh,
begitu sampai di hadapannya tiba-tiba saja gadis cantik jelita itu berubah
menjadi seorang nenek-nenek peot. Dan nenek itu adalah kau!"
"Sialan keparat! Jahanam kau!" maki Sinto Gendeng panjang pendek.
Sementara Kakek Segala Tahu tertawa terkekeh-kekeh. Sambil mengusap matanya
yang basah oleh air mata si kakek kemudian berkata. "Nah, malam-malam buta
begini mengapa kau menyuruh aku turun dari pohon. Tadi katamu ada yang hendak kau
bicarakan."
"Betul," jawab Sinto Gendeng walau dengan wajah masih merengut. "Aku
sudah cerita padamu bahwa aku mengutus muridku si sableng bernama Wiro itu guna
menemui Pangeran Sampurno Tjokro Adiningrat! Dia kutugaskan menemui Pangeran
itu untuk memberi peringatan bahwa istrinya sendiri yang bernama Nyi Gandasuri
ingin membunuhnya....."
?"Ya, ya aku sudah dengar kau cerita begitu," kata Kakek Segala Tahu. "Ini
sebagai akibat istrinya memiliki ilmu iblis dan ingin menjadi permaisuri Sri
Baginda." Sinto Gendeng mengangguk. "Ternyata anak setan itu gagal menyelamatkan
Pangeran Sampurno...."
"Dari mana kau tahu dia gagal?" bertanya Kakek Segala Tahu.
"Barusan aku mimpi. Aku melihat anak itu jatuh ke jurang dihantam ekor
buaya jadi-jadian....."
"Mati?"
"Mati sih belum. Cuma babak belur...."
"Lalu mengapa itu jadi persoalan?"
"Sialan kau! Kau tahu bagaimana hubunganku dengan Keraton. Pangeran
Sampurno banyak membantu dan aku banyak berhutang budi padanya! Apa kau
merasa aku tidak punya kewajiban untuk menolongnya dari bahaya maut?"
"Sinto, kalau kau sudah berusaha dan gagal itu bukan kesalahanmu. Itu berarti
sudah takdir! Nah kenapa musti dipikirkan"!"
"Bukan aku memikirkan itu saja. Tapi aku juga kesal mangapa anak setan itu
bisa gagal"!" ujar Sinto Gendeng.
"Tunggu dulu Sinto. Sekarang ini banyak bermunculan tokoh-tokoh aneh
dalam dunia persilatan. Selain aneh tentu saja mereka membekal ilmu kepandaian
tinggi. Setiap ilmu baru, apalagi ilmu hitam yang mengerahkan mahluk-mahluk
halus tidak gampang menghadapinya. Mungkin ini yang terjadi dengan muridmu."
"Hemmmm, kalau begitu tidak salah aku minta bantuanmu saat ini juga."
"Sebagai teman yang sudah kenal puluhan tahun bantu membantu adalah
jamak-jamak saja. Pertolongan apa yang bisa aku berikan?" tanya Kakek Segala
Tahu. "Kau carilah muridku itu. Dia pasti tidak jauh dari Kotaraja. Periksa apa yang
terjadi. Lakukan sesuatu jika kau memang bisa menolongnya. Aku sebenarnya sudah
lama bercuriga. Jangan-jangan ini semua pekerjaan seorang yang sangat membenci
dan mendendam muridku itu."
"Siapa?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Wah, dia punya puluhan bahkan mungkin ratusan orang yang tidak suka
padanya. Jika kau selidiki sendirilah!"
Kakek Segala Tahu geleng-gelengkan kepala. "Jika seorang teman meminta,
maskan aku tega menampik. Apalagi teman secantikmu ini!"
"Kurang ajar kau! Pasti kau bermaksud mengejekku!" damprat si nenek.
BASTIAN TITO 42 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kakek Segala Tahu tertawa lebar.
"Besok pagi aku tinggalkan tempat ini. Sekarang biar kuteruskan dulu
tidurku!" habis berkata begitu si kakek gerakkan kedua kakinya. Wuttt! Tubuhnya
melesat ke atas pohon. Lenyap dalam kegelapan. Tak lama kemudian terdengar suara
orang mendengkur di balik batu besar sebelah sana. Eyang Sinto Gendeng cuma bisa
geleng-geleng kepala lalu beranjak pula dari tempat itu.
BASTIAN TITO 43 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Kematian Pangeran Sampurno tentu saja merupakan satu peristiwa mengerikan
dan menggegerkan. Beberapa hari setelah jenazahnya dimakamkan, seorang utusan
dari Keraton dataang menemui Nyi Gandasuri. Orang ini membawa pesan agar sang
janda menghadap Sri Baginda.
Pada hari yang telah ditentukan maka datanglah Nyi Gandasuri menemui Raja.
Karena ini adalah pertemuan keluarga maka para pengawal diminta pergi dan di
tempat itu hanya ada Sri Baginda bersama permaisuri dan Nyi Gandasuri.
Menurut Raja kematian Pangeran Sampurno yang adalah adik kandungnya
sendiri bukan kematian biasa. Dia dibunuh secara kejam. Tapi dibalik kekejaman
iu ada suatu keanehan.
"Pada saat suami Nyi Ajeng dibunuh, Nyi Ajeng sendiri ada dalam kamar.
Mungkin Nyi Ajeng bisa menceritakan bagaimana kejadiannya atau melihat siapa
pembunuhnya."
"Saya memang berada di dalam kamar, Sri Baginda. Tapi saya sama sekali
tidak melihat manusia keji pembunuh suami saya itu. semua terjadi sangat cepat.
Ketika saya terbangun dari tidur saya dapati Pangeran Sampurno sudah menggeletak
di lantai kamar. Di dekatnya ada dua mayat pengawal." Begitu keterangan Nyi
Ageng Gandasuri yang tentu saja dusta belaka.
"Ada laporan mengatakan bahwa Ki Ageng Bantoro, kepala pengawal gedung
kediaman Dimas Sampurno serta beberapa pengawal lainnya beberapa waktu lalu
juga terbunuh dengan cara sama. Kepalanya berlobang. Semua mayat putih pucat
seolah darahnya sudah dikuras habis dari tubuh masing-masing!"
"Semuanya memang serba mengerikan Sri Baginda. Saya sendiri terus terang
saja merasa takut sepanjang saat. Bukan mustahil saya akan menjadi korban
pembunuhan pula...."
"Sri Baginda memang telah memikirkan hal itu Nyi Ageng Ganda," kata
permaisuri Wiriapujiarti dengan suara ramah tapi jelas wajahnya masam. "Karena
itu Baginda juga telah memutuskan agar Nyi Ageng bisa tinggal di lingkungan
Keraton..... Bukan begitu Sri Baginda?" ujar permaisuri pula seraya melirik penuh
arti pada Sri Baginda.
Raja bukan tidak tahu kalau permaisuri mengidap rasa cemburu. Selain jauh
lebih muda Nyi Gandasuri juga berwajah lebih cantik dan berkulit lebih putih
serta mulus. Setelah batuk-batuk beberapa kali Sri Baginda berkata. "Apa yang dikatakan
permaisuri memang betul. Demi keselamatanmu sebaiknya Nyi Ajeng tinggal di
lingkungan Keraton. Di sini pengawalan lebih sempurna. Sebegitu jauh memang
korban pembunuhan aneh ini adalah orang laki-laki semua. Tapi kami tidak mau
berlaku lengah. Karena itu kami minta Nyi Ajeng tinggal di sini....."
"Saya hanya akan merepotkan keluarga Keraton saja. Rupanya memang sudah
suratan nasib saya begitu. Saya menghaturkan ribuan terima kasih karena Sri
Baginda dan permasiduri begitu memperhatikan saya. Jika itu titah dari Sri Baginda mana
mungkin saya menolak...."
"Nyi Ajeng boleh pindah secepatnya kemari." Kata sang Raja pula.
Keluar dari Keraton Nyi Gandasuri tersenyum-senyum seorang diri. Dia tidak
menyangka bahwa segala rencaanya kelak akan berjalan lebih cepat karena Sri
Baginda sendiri yang membuka peluang. Waktu bicara tadi Nyi Gandasuri bukannya
BASTIAN TITO 44 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tidak melihat beberapa kali Sri Baginda melemparkan senyum serta lirikan
mengandung arti.
Begitu Nyi Gandasuri keluar dari ruangan pertemuan permaisuri cepat berdiri.
Raja memegang lengan istrinya dan berkata "Mengapa cepat-cepat pergi. Kita harus
membicarakan dimana Nyi Gandasuri tadi layak ditempatkan....."
Permaisuri tersenyum. "Semua kamar layak baginya kecuali kamar saya. Saya
ada keperluan lain jadi mohon dimaafkan tidak dapat mendampingi Baginda. Semoga
Sri Baginda puas bisa menolong janda itu. Bukankah dia adik ipar Sri Baginda
sendiri?" Sri Baginda tersenyum "Ucapan nada bicara dan raut wajahmu menyatakan
kau merasa tidak senang pada adik iparku itu. Kau cemburu padanya"'
"Kalau tubuh sekuntum bunga bagus di taman yang telah penuh bunga,
apakah bunga-bunga lainnya tidak akan merasa seperti itu" Sri Baginda tanyakan
saja pada kumbang di taman....." jawab permaisuri Wiriapujiarti. Lalu permaisuri ini
memutar tubuhnya dan tinggalkan ruangan itu. Sri Baginda geleng-gelengkan
kepala. "Memang benar kata orang. Perempuan berhati dan bermata tajam terhadap
perempuan di sekitarnya. Jangan-jangan dia sudah tahu apa yang ada di
batinku....."
Tiga hari kemudian Nyi Gandasuri pindah ke dalam lingkungan Keraton.
Padanya diberikan sebuah ruangan di sayap kanan bangunan utama. Demikian
besarnya ruangan ini hingga hampir merupakan satu rumah tersendiri. Memandang
berkeliling Nyi Gandasuri melihat di ruangan itu ada empat buah pintu. Maka
diapun berkata pada pelayan lelaki yang tegak di sebelahnya. "Itu pintu kita masuk
tadi. Lalu untuk apa ada tiga pintu lainnya?"
"Yang di sebelah kanan ujung pintu menuju serambi bangunan. Yang di
sebelah kiri pintu menuju taman Keraton. Lalu pintu ketiga nanti Nyi Ajeng akan
mengetahui sendiri pintu apa....."
"Pelayan, aku tak mau berteka-teki. Pikiranku sudah cukup kusut karena
kematian Pangeran Sampurno. Aku minta kau mengatakan sekarang juga. Pintu apa
itu!" tanya Nyi Gandasuri.
Karena tahu siapa adanya janda muda itu sang pelayan jadi takut juga. Maka
diapun menerangkan. "Pintu itu khusus Nyi Ajeng. Tidak bisa dibuka dari dalam.
Pada saat-saat tertentu Sri Baginda bisa saja muncul dan masuk ke sini...."
"Oh....." Nyi Gandasuri mengangguk perlahan.
"Semua kamar istri dan gundik Sri Baginda ada pintu seperti itu...."
"Berapa kamar semuanya?" tanya Nyi Gandasuri pula.
"Sembilan, sepuluh dengan ini," jawab si pelayan.
"Berarti selama ini Sri Baginda punya seorang permasuri, istri kedua dan tujuh
selir," membatin Nyi Gandasuri. "Aku tidak mau dijadikan selir yang kedelapan!"
"Saya mohon diri Nyi Ajeng Gandasuri...."
"Ya, ya.... Pergilah. Kau pelayan baik. Nanti akan kusiapkan hadiah
untukmu...."
"Terima kasih Nyi Ganda...." Pelayan itu lalu cepat-cepat keluar dari ruangan
besar tersebut.
Dari ruangan bangunan Keraton yan gbakal jadi tempat kediaman Nyi
Gandasuri pelayan lelaki tadi melangkah cepat memasuki bangunan utama. Di satu
lorong dia membelok ke kanan hingga mencapai satu ruangan besar yang penuh
dengan berbagai barang-barang antik pusaka Keraton. Dari sini dia melangkah
lurus menuju ke kanan, memasuki sebuah ruangan kecil dan melangkah ke arah sebuah
pintu yang tertutup. Dia mengetuk daun pintu tiga kali berturut-turut. Begitu
mendengar suara seseorang di dalam dia segera mendorong pintu dan masuk.
BASTIAN TITO 45 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Yang menunggunya di ruangan itu ternyata adalah permaisuri Wiriapujiarti.
Setelah memberi penghormatan si pelayan memberitahu bahwa Nyi Gandasuri telah
menempati ruangan kediamannya.
"Malam ini harus kau jalankan tugasmu dengan segera. Aku tidak suka
berbuat begini. Tapi Ni Loro Goalidra dukun istana telah memberi tahu dan
memberi ingat bahaya besar yang dibawa janda Pangeran Sampurno itu. Salah satu dari kami
harus tersingkir."
"Saya tahu hal itu karena saya ikut mendengar sendiri dari mulut Nyi Loro
Goalidra. Kesetiaan saya terhadap permasuri membuat saya akan melakukan apa saja
yang permaisuri perintahkan...."
Permaisuri Wiriapujiarti melangkah ke sebuah lemari kayu besar. Dari dalam
lemari ini dikeluarkannya sebuah peti. Tiga dindingnya terbuat dari kayu.
Dinding sebelah depan terbuat dari kawat berbetnuk jaring sehingga isinya bisa terlihat
dengan jelas. Di dalam peti itu melingkar seekor ular sendok berwarna hijau gelap.
Binatang berbisa ini membuka gelungannya dan mengangkat kepalanya begitu peti disentuh.
"Malam ini juga kau pergi ke kamar Nyi Gandasuri. Ambil jalan khusus yang
dipergunakan Sri Baginda. Lepaskan ular ini ke dalam kamarnya. Kau tak usah
kawatir bakal ketahuan. Para pengawal yang bertugas malam ini adalah orangorangku." "Perintah permaisuri akan saya jalankan." Kata si pelayan pula.
Permaisuri anggukkan kepalanya sedikit. Ke dalam saku pakaian pelayang itu
dimasukkannya sebuah kantong kain berisi uang. Lalu dengan cepat permaisuri
tinggalkan tempat itu.
Kamar tidur baru biasanya membuat seseorang tidak dapat memejamkan mata
dengan segera. Begitu yang terjadi dengan Nyi Gandasuri. Namun di samping hal
itu ada pula hal lain yang membuatnya tidak dapat segera memicingkan mata. Tujuannya
untuk meminta pertolongan pada Maharaja dan Maharatu Langit Darah ialah agar
dapat menjadi permaisuri Raja. Kini setelah berada di dalam Keraton dia jadi
bingung sendiri. Menurut rencana yang akan dibunuhnya selanjutnya adalah kakak lelaki
Wiro Sableng 077 Kepala Iblis Nyi Gandasuri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan kakak perempuan Pangeran Sampurno. Setelah itu istri kedua Sri Baginda dan yang
terakhir baru sang permaisuri. Tapi kini dia berada demikian dekat dengan sang
permaisuri. Mengapa tidak mengambil jalan pintas saja langsung membunuh
permaisuri Wiriapujiarti"
Karena memikirkan hal ini lewat tengah malam baru Nyi Gandasuri bisa
memicingkan mata. Itupun setelah dia mengambil keputusan untuk menghadap
Maharaja dan Maharatu Langit Darah lebih dulu sebelum bertindak.
Menjelang dini hari Keraton kelihatan tenggelam dalam kesunyian. Udara
terasa dingin mencucuk. Dari dalam kamar tempat penyimpanan ular sendok, pelayan
suruhan permaisuri keluar membawa peti berisi binatang maut itu. walau sudah
diberi tahu bahwa semua pengawal yang bertugas malam itu adalah orang-orang permaisuri
namun si pelayan tetap saja berlaku hati-hati.
Dia berhasil mencapai pintu khusus tanpa halangan apapun. Dengan hati-hati,
mempergunakan kunci rahasia dia membuka pintu tanpa suara sama sekali. Namun
bagaimanapun juga Nyi Gandasuri yang kini telah berubah menjadi satu mahluk
tajam indera segera terbangun dari tidurnya ketika pintu didorong si pelayan
dari luar. BASTIAN TITO 46 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mula-mula Nyi Gandasuri melihat sebuah peti menyembul dari balik pintu
yang terbuka itu. lalu muncul sosok si pelayan mengendap-endap. Orang ini
memandang berkeliling sejenak lalu memperhatikan tempat tidur di mana Nyi Ageng
terbaring tidur di balik kelambu putih berbunga-bunga. Pintu ditutupnya kembali
lalu dia melangkah mendekati tempat tidur. Setelah membuka penutup peti perlahanlahan peti dinaikkan sejajar tepi tempat tidur. Lalu dengan hati-hati disingkapnya
kelambu putih. Ketika memandang ke dalam terkejutlah pelayan ini. di atas tempat tidur
sama sekali tidak ada sosok tubuh Nyi Gandasuri. Dia jadi bingung dan berpikir-pikir
apakah dia telah masuk ke dalam kamar yang salah. Maka dia berbalik sedikit
sambil memandang berkeliling. Saat itulah dia melihat satu pemandangan yang mengerikan.
Di sudut kamar sebelah kiri tegak sosok tubuh Nyi Gandasuri mengenakan
pakaian tidur yang sangat tipis. Kedua kakinya terkembang. Kepalanya mendongak.
Di lehernya kelihatan ada gurutan luka berdarah. Tiba-tiba dari bawah bibir
sebelah atas mencuat keluar sebuah taring. Bersamaan dengan itu leher Nyi Gandasuri
tersentak putus. Wajahnya yang cantik berubah menjadi putih, berganti dengan
wajah seorang nenek-nenek menyeramkan. Melihat kepala Nyi Gandasuri mencelat ke atas
begitu rupa sementara dari bagian leher yang kutung dan masih menyatu dengan
badan keluar suara seperti air mendidih, takutnya si pelayan tentu saja bukan
alang kepalang. Terlebih ketika dilihatnya kepala iblis Nyi Gandasuri ang melayang di
atas langit-langit kamar tiba-tiba menukik lurus ke arahnya. Di dahului oleh pekik
ketakutan si pelayan lemparkan peti ular ke lantai padahal tadi sudah sempat
membuka kaitan penutup pintu peti.
Ular sendok hijau meluncu keluar. Pelayan lari ke pintu. Dari atas kepala iblis
Nyi Gandasuri melesat ke atas batok kepala si pelayan. Terdengar jeritan pendek.
Tubuh pelayan terbanting ke lantai. Ubun-ubunnya berlobang besar. Nyawanya
putus. Ular sendok yang melihat mangsa segera menyerbu mematuk tubuh si pelayan. Tapi
sadar rupanya bahwa mangsanya itu sudah jadi mayat maka dia membalikkan kepala,
memandang ke jurusan tubuh tanpa kepala Nyi Gandasuri yang ada di sudut kamar
sebelah kiri. Binatang ini tegakkan kepalanya. Masih dengan kepala tegak ular
berbisa ini melesat ke arah tubuh di sudut kamar itu.
Hanya sesaat lagi patukan ular sendok akan menghujam di paha Nyi
Gandasuri tiba-tiba dari atas potongan kepala janda Pangeran Sampurno itu
membeset ke bawah sambil menyemburkan darah dari lidah besinya yang berlobang.
Kepala ular sendok seperti terpuntir. Mata kirinya hancur dan beberapa bagian
kepalanya tampak berlobang. Binatang ini menggeliat beberapa kali. Kesempatan
ini cepat dipergunakan oleh kepala iblis Nyi Gandasuri untuk kembali ke tempat
asalnya yaitu potongan leher yang masih menyatu dengan badan. Begitu kepala dan lehernya
bersatu dan wajahnya kembali ke bentuk semula, maka menjeritlah Nyi Gandasuri
melihat sosok ular yang menggeliat-geliat di lantai kamarnya.
Pintu kamar dari mana si pelayan menyelinap masuk terbuka lebar. Yang
masuk ke dalam ternyata adalah Sri Baginda Raja sendiri. Dengn cepat dia
menyambar peti yang menggeletak dekat kaki tempat tidur. Lalu dengan peti ini
dihantamnya kepala binatang yang sedang menggeliat itu hingga hancur.
"Nyi Ajeng! Tenang.... Tak usah menjerit lagi. Kau aman sekarang. Ceritakan
apa yang terjadi...." Kata Sri Baginda begitu sampai di hadapan Nyi Gandasuri.
Dalam takutnya janda itu langsung menyusupkan kepala ke dada Sri Baginda dan
merangkulnya Raja balas memeluk sambil berkata. "Aku melihat mayat seorang
pelayan. Mengapa dia berada di sini...."
BASTIAN TITO 47 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Dia yang membawa ular berbisa itu. Dia bermaksud membunuh saya dengan
melepas binatang itu di atas tempat tidur. Untung saya terbangun dan menghindar
dengan melompat turun....."
Tanpa berpaling Raja bertanya. "Siapa yang membunuh pelayan itu?"
"Kepalanya berlobang besar. Dia menemui ajal seperti kematian aneh yang
dialami Pangeran Sampurno....." Satu suara menjawab di belakang Sri Baginda yang
saat itu tegak membelakangi pintu dan masih memeluki Nyi Gandasuri yang
ketakutan. Perlahan-lahan Sri Baginda lepaskan pelukannya lalu memutar tubuh.
"Ni Loro Gondria," ujar Sri Baginda ketika dia mengenali perempuan tua
bungkuk yang berdiri dekat mayat si pelayan. Dia adalah dukun istana yang
terkenal dengan berbagai ilmu selain ilmu pengobatan.
Sang dukun tua membunguku. "Maafkan saya karena telah berani masuk ke
kamar ini. Saya mendengar suara jeritan Nyi Ajeng. Bersama beberapa pengawal
langsung mendatangi kamar ini. Saya bersyukur Sri Baginda sudah berada di sini
dan Nyi Ajeng terlepas dari bahaya maut....."
"Panggilkan Patih Kerajaan. Ada persekongkolan orang-orang jahat hendak
membunuh adik iparku dalam Keraton! Siapa pelakunya harus dicari dan
ditangkap....."
Dukun tua itu mengiyakan sambil membungkuk. Lalu cepat-cepat dia
tinggalkan kamar itu.
BASTIAN TITO 48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Di kawasan berbukit-bukit di sebelah timur menjelang memasuki Kotaraja hujan
mulai turun. Walau cuma rintik-rintik tapi lama-lama bisa membuat basah pakaian.
Memikir sampai di sini Pendekar 212 Wiro Sableng akhirnya membawa kudanya
menempuh jalan sepanjang selatan sebuah hutan belantara yang kabarnya sering
dijadikan sarang bagi para penjahat yang hendak melakukan penjarahan di daerah
pinggiran Kotaraja.
Di sebuah tikungan menurun Wiro memperlambat lari kudanya. Jalan yang
ditempuh penuh dengan batu-batu besar. Di sebelah kanan gelap menghitam rimba
belantara. Di sisi kiri ada sungai kecil yang telah mengering sejak musim
kemarau silam. Ketika hampir melewati tikungan menurun itu tiba-tiba dari atas sebatang
pohon besar melayang turun sebuah benda. Menyambar ke arah Pendekar 212. Kuda
yang ditunggangi Wiro meringkik keras. Murid Sinto Gendeng cepat melompat turun
dan membiarkan binatang itu lari sendirian lalu berhenti di kejauhan.
Wuutttt! Benda dari atas pohon kembali melesat. Wiro melompat cari selamat karena
dia sudah bisa menduga apa adanya benda itu. Potongan kepala manusia dengan
rambut riap-riapan yang dulu pernah menyerangnya. Karena sudah tahu kalau
potongan kepala itu tidak mempan dikapak tidak mempan dihantam dengan pukulan
sakti maka Wiro segera mengeluarkan Kapak Naga Geni 212. Bukan untuk
dipergunakan sebagai senjata pembacok atau pembabat melainkan untuk
dipergunakan jarum rahasia yang ada di dalamnya menyerang potongan kepala!
Kali ketiga potongan kepala menyerang, Wiro angkat Kapak Maut Naga Geni
212 sambil menekan salah satu dari dua mata ukiran naga yang menjadi gagang
senjata. Selusin jarum putih halus menyembur dari mulut kepala naga.
Clepp....clep.....clepp! Sembilan dari dua belas senjata rahasia berbentuk
jarum itu menancap di wajah potongan kepala. Sampai di sini baru Wiro melihat
adanya keanehan. Dulu potongan kepala itu begitu takut melihat jarum-jrumnya dan
lari terbirit-birit. Kini jangankan lari, malah enak saja pentang tampang. Dan
semudah itukah kini dia mampu menyarangkan jarum-jarumnya hingga menancap di mukapotongan kepala iblis"
"Ada yang tidak beres!" pikir murid Sinto Gendeng. "Dulu kepala ini selalu
menyerang lurus-lurus, menukik mengincar batok kepala. Kini hanya bergerak mudar
mandir ke depan ke belakang. Tidak pernah menukik! Akan kucoba dengan satu
pukulan sakti!"
Tidak menunggu lebih lamaWiro segera kerahkan tenaga dalam lalu
menghantam potongan kepala yang masih melayang-layang di udara dengan pukulan
"segulung ombak menerpa karang."
Wuurrrr! Angin deras menghampar menghantam potongan kepala.
Prakkk! Byaarrr!
Potongan kepala hancur berantakan. Tambutnya yang riap-riapan melayang
putus dan lenyap entah kemana.
BASTIAN TITO 49 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kayu!" seru Wiro ketika meliaht kenyataan bahwa potongan kepala itu
ternyata hanya sebuah boneka terbuat dari kayu!. "Bangsat sial dangkalan! Siapa
yang berani main-main!" Wiro memaki geram.
Sebagai jawaban terdengar suara orang tertawa gelak-gelak. Lalu ada suara
kaleng berkerontangan.
"Walah! Tua bangka sialan itu rupanya!" Wiro memaki tapi tidak berani
keras-keras. Sesaat kemudian dia berseru. "Kakek Segala Tahu! Buat apa masih
bersembunyi! Ayo tunjukkan tampangmu!"
Sambil tersenyum-senyum dan kerontangkan kaleng rombengnya orang tua
yang disebut dengan julukan Kakek Segala Tahu itu melayang turun dari atas
pohon. "Gerakanmu sudah mulai lamban anak muda! Kalau potongan kepala iblis
sungguhan yang tadi menyerangmu pasti kau sudah celaka! Hemmmm....." Si kakek
ulurkan kepalanya. "Kulihat ada bekas guratan-guratan luka di wajahmu. Siapa
yang punya pekerjaan?"
"Siapa lagi kalau bukan kawanmu itu....!" jawab Wiro.
"Kawanku siapa"!" tanya Kakek Segala Tahu heran.
"Potongan kepala iblis!" menyahut Wiro.
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh.
"Kek, coba kau katakan. Apa juntrunganmu muncul di sini dan berbuat seperti
anak-anak. Perlu-perlunya membuat boneka kayu segala!"
"Gurumu minta aku menemuimu."
"Eyang Sinto Gendeng?"
Si kakek mengangguk.
"Orang tua itu punya firasat kau menghadapi kesulitan."
"Kalau kesulitan siapa yang tidak pernah menemui....."
"Gurumu tahu kau gagal menyelamatkan nyawa Pangeran Sampurno....."
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Lalu apa yang bisa kau bantu Kek?"
"Aku sendiri tidak tahu sebelum aku mendapat keterangan darimu."
"Seperti guru pernah mengatakan yang jdai biang bahalanya adalah
perempuan bernama Nyi Gandasuri, bekas istri Pangeran Sampurno sendiri. Dia yang
membunuh suaminya itu. Tapi sulit diketahui apa alasannya. Lalu beberapa waktu
lalu kakak lealki Pangeran Sampurno, adik Sri Baginda juga menemui ajal dengan
cara sama seperti yang dialami Pangeran Sampurno. Setelah kejadian itu berturutturut terbunuh pula istri kedua Sri Baginda dan adik perempuan Sri Baginda
hampir menjadi korban pula jika tidak tiba-tiba pelakunya dipergoki para tokoh silat
istana. Setelah itu dua tokoh silat istana jadi korban....."
Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Dia mendongak ke
langit. Matanya yang buta berputar-putar. Lalu dia berkata. "Kita tahu Nyi
Gandasuri berniat membunuh suaminya. Tapi kita tidak tahu apa benar dia yang melakukannya.
Jangan-jangan dia hanya kedahuluan oleh seseorang yang punya permusuhan dengan
Pangeran itu....."
"Tapi Kek...."
"Tunggu dulu! Ucapanku belum selesai!" ujar Kakek Segala Tahu. Setelah
menggoyang-gotangkan kalengnya beberapa kali dia melanjutkan. "Baik Pangeran
Sampurno maupun korban-korban lainnya menemui ajal secara mengerikan dalam
cara yang sama. Batok kepala berlobang besar, tepat di ubun-ubun. Darah disedot
habis! Berarti pelakunya siapapun dia adanya adalah satu orang yang sama. Atau
dari satu kelompok manusia-manusia iblis yang memiliki ilmu hitam yang sama!"
"Saya curiga sekali si pembunuh adalah Nyi Gandasuri," ujar Wiro pula.
"Kita bisa menuduh tapi harus membuktikan. Apa kau pernah melihatnya?"
BASTIAN TITO 50 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Potongan kepala itu pernah menyerangku...."
"Kau lihat tampangnya?"
"Sekilas....."
"Wajahnya seperti wajah Nyi Gandasuri?"
Wiro menggeleng. "Yang kulihat justru wajah seorang nenek seram. Mulutnya
ada taringnya. Lidahnya berbentuk corong. Seperti dari besi......"
"Pelesit kudung! Ada yang menamakan begitu berarti kelak dia akan mencari
korban bayi-bayi di bawah umur satu tahun. Gila betul! Kau harus melakukan
sesuatu anak muda!"
"Itu sebabnya sekarang aku tengah dalam perjalanan ke Kotaraja Keraton."
"Untuk apa?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Nyi Gandasuri diketahui kini tinggal dalam lingkungan Keraton."
"Apa"!" si kakek terkejut besar.
"Sri Baginda mempunyai itikad baik untuk melindunginya. Namun ada kabar
bahwa permaisuri sangat tidak berkenan. Lalu ada kabar usil bahwa Sri Baginda
ingin mengambilnya menjadi istri kedua pendamping permaisuri...."
Kakek Segala Tahu mendongak ke langit. Sepasang matanya yang putih
berputar-putar. Lalu dia kerontangkan kaleng bututnya. "Aku melihat sesuatu di
langit. Ada bulan dilingkar awan berbentuk gelang hitam. Kerajaan dalan bahaya! Kalau
sampai Sri Baginda mengambil Nyi Gandasuri menjadi istri kedua aku yakin besok
Wiro Sableng 077 Kepala Iblis Nyi Gandasuri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besok permaisuri akan menemui ajal pula! Penglihatanku mungkin salah. Tapi kalau
begini jalan ceritanya, naga-naganya memang Nyi Gandasuri yang jadi pangkal
bahala biang racun segala racun!"
"Kalau begitu adanya kau ikut aku ke Kotaraja Kek," kata Wiro meminta.
Si kakek menyeringai. "Aku ke Kotaraja?" katanya. "Huh, aku paling benci
tempat-tempat ramai seperti itu. Lagi pula aku tahu kau sanggup mengatasi semua
persoalan....."
"Kau lupa kek! Kalau aku sanggup mana mungkin Eyang Sinto Gendeng
memintamu mencariku!"
Kakek Segala Tahu yang merasa tersudut malah tertawa.
"Siapa yang kau temui nanti di Kotaraja" Apa kau sudah punya penghubung?"
Pendekar 212 mengangguk. "Ni Loro Goalidra," katanya menjawab.
"Hemmm..... Dukun perempuan itu. Ilmu pengobatannya memang boleh. Aku
tak tahu ilmu silat dan kesaktiannya. Tapi siapapun yang akan kau temui berhatihatilah. Dalam keadaan seperti ini kau tidak tahu siapa teman siapa lawan. Siapa
musuh jelas-jelasan siapa musuh dalam selimut!"
"Aku harus pergi sekarang. Aku cuma mau memberikan ini untukmu jika
nanti kau berhadapan dengan musuh yang berupa potongan kepala itu!"
Dari balik pakaian rombengnya Kakek Segala Tahu mengeluarkan sesuatu lalu
disodorkannya pada Wiro. Pendekar 212 segera ulurkan tangan hendak menerima
benda yang diberikan namun tangannya ditarik kembali ketika dilihatnya benda apa
yang hendak diberikan oleh si kakek.
"Kau bergurau atau bagaimana Kek"!" murid Sinto Gendeng jadi marah
dalam jengkelnya.
"Memang kenapa" Kau tak mau menerima senjata sangat berharga ini?"
Wiro hendak memaki lagi tapi akhirnya hanya bisa tertawa gelak-gelak.
"Seikat lidi tusuk satai buat apa! Kapak mustikaku saja tidak mampu
menghadapinya! Pukulan saktiku juga tidak mempan! Apalagi kalau cuma lidi butut tusuk satai!
Maafkan aku Kek, aku harus pergi sekarang."
BASTIAN TITO 51 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kakek Segala Tahu gelengkan kepala. Wajahnya kelihatan sayu. Lalu
terdengar dia berkata. "Terserah padamu. Mau menerima atau tidak. Tapi jika saat
ini kau mau berpikir sedikit saja kelak kau tidak akan menyesal menerima tujuh
batang lidi buruk ini!"
Lalu Kakek Segala Ttahu mencampakkan ikatan tujuh batang lidi itu ke tanah.
Dia goyangkan kalengnya. Begitu suara berkerontangan lenyap sosoknyapun
berkelebat lenyap laksana gaib.
Murid Sinto Gendeng gauk-garuk kepalanya. "Aku tak ada waktu untuk
berpikir. Tapi biarlah kuambil saja tujuh batang lidi itu!" Setelah mengambil
ikatan lidi berjumlah tujuh yang panjangnya cuma sejengkal Wiro lanjutkna perjalanan.
Kudanya ditemuinya tidak berapa jauh di ujung jalan dekat serumpun pohon bambu.
BASTIAN TITO 52 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Hari masih pagi ketika Wiro sampai di pintu gerbang timur Keraton. Di saat
bersamaan Nyi Gandasuri sedang berjalan-jalan di taman. Dari tempat ini dia
dapat melihat bagian timur Keraton termasuk pintu gerbang. Ketika dia memandang ke
jurusan pintu gerbang, tak sengaja pandangannya membentur Wiro yang baru turun
dari kudanya lalu menemui seorang pengawal. Pengawal ini mengatakan sesuatu pada
temannya lalu si teman memberi tanda pada Wiro agar pemuda ini menunggu. Dia
sendiri melangkah masuk menuju bangunan Keraton.
"Pemuda berbahaya itu. ada apa dia datang ke Keraton?" pikir Nyi Gandasuri.
"Aku harus dapat membunuhnya. Kalau tidak semua urusan bisa kapiran!" Lalu
cepat-cepat dia menyelinap di balik jambangan-jambangan besar, memintas jalan
pengawal tadi. Di satu tempat dia memanggil si pengawal. Meliaht siapa yang
memanggil pengawal ini cepat mendatangi dan menjura hormat begitu sampai di
hadapan Nyi Gandasuri.
"Ada apa Den Ayu memanggil saya?"
"Saya lihat ada seorang penunggang kuda di pintu gerbang Keraton. Siapa dia
dan apa keperluannya?"
"Oh, pemuda itu maksud Den Ayu. Dia mengaku bernama Wiro. Ingin
bertemu dengan dukun sakti Ni Loro Goalidra. Katanya dia sudah ada janji dengan
dukun Keraton itu."
"Hemmm....." sambil bergumam Nyi Gandasuri memutar otaknya. "Memang
benar. Ni Loro kemarin berpesan padaku. Jika pemuda itu datang katakan padanya
bahwa Ni Loro akan menemuinya tengah malam nanti di selatan Kotaraja, di
persimpangan tiga dekat Candi Somapalo. Katakan pada pemuda itu agar dia datang
saja ke sana tengah malam nanti."
"Kalau begitu kata Den Ayu akan saya sampaikan tamu muda tadi. Jadi saya
tidak perlu memberi tahu Ni Loro Goalidra?"
"Tidak usah, biar aku saja nanti menemuinya. Memberi tahu tamunya pemuda
bernama Wiro itu telah datang dan menunggu di tempat perjanjian tengah malam
nanti," kata Nyi Gandasuri pula sambil tersenyum manis sekali hingga si pengawal
merasa berbunga-bunga hatinya. Setelah menjura hormat dia cepat-cepat kembali ke
pintu gerbang timur. Pada Pendekar 212 Wiro Sableng disampaikannya apa yang
dikatakan Nyi Gandasuri. Percaya bahwa pesan yang diterimanya berasal langsung
dari Ni Loro Goalidra si dukun sakti maka Pendekar 212 segera tinggalkan pintu
gerbang Keraton.
Candi Somapalo walaupun tidak terawat namun bangunannya msih tampak
kukuh dan lima buah stupanya belum ada yang rusak. Seperti yang dipesankan oleh
dukun Keraton padanya, sebelum tengah malam Pendekar 212 Wiro Sableng sudah
berada di tempat itu. Namun semakin dekat pada saat pertemuan semakin muncul
rasa was-was dalam diri murid Sinto Gendeng itu.
"Jangan-jangan ini jebakan saja. Gila! Bagaimana aku bisa begitu bodoh!
Melihat Ni Loro Goalidra itupun aku belum pernah. Tahu-tahu nanti ada yang
datang BASTIAN TITO 53 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
mengaku Ni Loro padahal maksudnya henak membunuhku! Aku benar-benar harus
waspada....."
Wiro memandang ke langit. Bulan sabit kelihatan bagus menerangi sebagian
langit malam. Angin sesekali bertiup kencang membuat bergoyang-goyang ranting
dan dedaunan beberapa pohon yang tumbuh di sekitar candi. Kemudian lapat-lapat
terdengar suara derap kaki kuda di kejauhan. Tak selang berapa lama kelihatan
kdau dan penunggangnya muncul. Seorang berjubah kuning, berambut putih turun dari
punggung binatang itu. dia melangkah terbungkuk-bungku menuju candi. Murid Sinto
Gendeng tidak segera keluar dari balik stupa besar di mana dia berlindung. Di
tangga candi perempuan tua bungkuk berhenti. Dia memandang berkeliling. Lalu terdengar
dia berucap. "Pendekar 212 Wiro Sableng. Sesuai janji aku sudah datang. Mengapa kau
masih bersembunyi" Aku tidak punya waktu banyak...."
Penuh waspada Wiro keluar dari balik stupa. Dia berhenti lima langkah di
hadapan si nenek lalu berkata.
"Orang tua, sebelumnya kita tidak pernah bertemu. Bagaimana aku tahu
bahwa kau memang Ni Loro Goalidra, dukun istana?"
Si nenek tertawa lepas. Wiro memperhatikan.
"Kepercayaan adalah modal keselamatan. Jika kau tidak percaya bahwa aku
adalah Ni Loro Goalidra mengapa kau masih berdiri di hadapanku" Pergi saja sana!
Ternyata aku kemari hanya membuang waktu percuma saja!"
Wiro diam saja. Kedua matanya memperhatikan nenek dari kepala sampai ke
kaki. "Kalau kau tak pergi biar aku yang pergi!" Ni Loro Goalidra seperti
mengancam. "Nek, tunggu dulu....." ujar Wiro cepat. "Kau betul. Kepercayaan adalah
modal keselamatan. Tapi bisa juga sebaliknya. Kepercayaan bisa jadi sumber
malapetaka!"
"Eh, apa maksudmu anak muda" Kita datang ke sini mau bicara apa
sebenarnya" Bicara mengenai maksudmu hendak menyingkap tabir pembunuhan oleh
mahluk potongan kepala itu atau membicarakan hal yang lain"!"
Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa lebar. Dia maju dua langkah. "Seumur
hidup aku belum pernah melihat nenek-nenenk memiliki deretan gigi rapi bagus dan
berkilat sepertimu! Kau Nyi Loro Goalidra palsu!"
Habis berkata begitu Wiro Sableng langsung menghantam, lepaskan pukulan
tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Namun sebelum serangan maut itu
mencapai sasaran tiba-tiba lima bayangan hitam berkelebat memapasi. Kelimanya
secara serentak sama gerakkan tangan memukul ke arah Wiro. Satu persatu
gelombang pukulan orang-orang ini mungkin tidak ada artinya. Tapi bergabung lima
kekuatannya menjadi sangat dahsyat.
Murid Sinto Gendeng berteriak keras lalu melompat ke atas sebuah stupa.
Lima penyerang memburu. Salah satu di antaranya berteriak. "Kau telah membunuh
beberapa orang teman-teman kami anggota istana Langit Darah! Apa mengira saat
ini bisa lolos dari kematian"!"
Karena berada di tempat yang lebih tinggi, Wiro segera mengenali siapa lima
penyerang. "Mereka lagi.....!" katanya dalam hati.
Lima orang itu mengenakan seragam jubah hitam yang ada angka-angkanya di
punggung dan dada. Mereka mengenakan topi berbntuk kerucut bergambar kelelawar
merentangkan sayap. Mahluk-mahluk sepertiinilah yang dulu hendak membunuhnya.
Wiro masih sempat mengingat salah seorang penyerangnya dulu berangka 15. Kini
BASTIAN TITO 54 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
orang yang sama juga ada di tempat itu. Berarti dialah yang membawa empat
temannya untuk menghadang. Mereka berangka 8, 9, 11 dan 12. Lalu apa hubungan
kelima orang ini dengan dukun Ni Loro Goalidra palsu?". "Mereka menyebut Istana
Langit Darah. Istana apa itu" di mana letaknya?" Namun Wiro tak bisa berpikir
panjang. Saat itu lima manusia berjubah telah menyerbunya kembali. Lima
gelombang tenaga dalam jadi satu menghantam ke arahnya.
Braakkkk! Byaarrrr!! Stupa di bawah Wiro Sableng hancur berkeping-keping. Kalau tidak cepat dia
melompat paling tidak kedua kakinya akan ikut hancur. Keluarkan keringat dingin
Wiro melompat ke balik stupa lima langkah di sebelah kanan dan segera seja
mengeluarkan Kapak Maut Naga Geni 212. Wiro maklum kalau orang berangka 15
pada jubahnya memiliki ilmu demikian tingginya, yang berangka 8, 9, 11 dan 12
tentu memiliki kepandaian lebih tinggi.
Lima manusia berjubah segera mengurung Wiro. Tapi mereka tidak
memperdekat jarak karena rupanya diam-diam mereka jerih melihat senjata yang
memancarkan sinar aneh di tangan lawan. Apalagi sebelumnya si angka 15 sudah
memberi tahu akan kehebatan senjata itu.
Pada saat itu dukun palsu Ni Loro Goalidra yang berdiri di belakang lima
pengurung berjubah berkata. "Anak muda! Jika kau mau serahkan senjatamu itu
padaku, aku akan meminta lima kawanku ini memberi ampunan pada dirimu!"
"Bangsat! Jelas aku memang sudah kena jebak! Mereka satu komplotan
rupanya! Komplotan manusia-manusia dari Istana Langit Darah! Keparat!" maki
Pendekar 212 dalam hati, marah dan jengkel pada kebodohannya sendiri.
Wiro lalu menyeringai dan menjawab ucapan si nenek.
"Aku akan serahkan senjata ini padamu kalau kau mau membuka kedok dan
memberi tahu siapa kau sebenarnya!"
Si nenek tertawa tinggi. Lalu tangan kirinya bergerak ke wajahnya. Sekali
tangan itu bergerak maka tanggallah topeng tipis dan rambut palsu yang menutupi
kepalanya. Sambil tertawa panjang orang ini campakkan topeng itu ke lantai
candi. Lalu tubuhnya diluruskan, tidak bungkuk lagi seperti tadi. Wiro sendiri saat itu
jadi tertegun tak percaya. Si nenek dukun palsu itu ternyata adalah seorang perempuan
muda berwajah luar biasa cantiknya!
"Siapa kau sebenarnya"!" tanya Wiro.
"Akulah Nyi Gandasuri orang yang kau cari-cari!"
"Ah.....!" Wiro hanya bisa keluarkan suara mendesah saking kagetnya.
Nyi Gandasuri ulurkan tanganya. Sesuai ucapanmu, kau akan serahkan senjata
itu jika aku membuka kedok dan mengatakan siapa diriku! Nah tunggu apa lagi"!
Serahkan senjata itu padaku.....!"
Wiro gerak-gerakkan Kapak Naga Geni 212 di tangan kanannya. "Memang
tadi aku berucap seperti itu. Tapi setelah tahu kalau kau adalah Nyi Gandasuri
perempuan bejat pembunuh suami mana mungkin aku memberikan senjata ini
padamu! Enaknya! Aku yakin kau juga pembunuh yang lain-lainnya!"
"Dasar lidah tak bertulang! Manusia curang! Kau memang layak dibunuh saat
ini juga!"
Nyi Gandasuri jentikkan jari-jari tangan kanannya.
Lima manusia berjubah bergerak maju. Mereka tidak menghantam dengan
pukulan tangan kosong. Tapi serentak kelimanya membuka mulut dan
wutt....wutt.....wutt.....wutt! Lima lidah mereka melesat keluar, panjang dan basah
BASTIAN TITO 55 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
bergelimang darah. Sebelumnya Wiro sudah pernah kena gebuk lidah-lidah aneh dan
berbahaya ini. Maka segera saja dia babatkan Kapak Maut Naga Geni 212.
Sinar terang berkiblat. Suara seperti ratusan tawon mengamuk menderu. Lalu
hawa panas membuat kelima penyerang tertegun sesaat. Tiga melompat menjauhi tapi
yang dua berhasil menyusup. Dua lidah basah berdarah menyambar ke arah Wiro.
Satu menghantam ke arah leher, satunya lagi melesat ke arah pergelangan
tangannya, rupanya sengaja hendak merampas kapak.
Wir merunduk cepat untuk hindari serangan lidah yang mengarah leher.
Begitu lehernya terhindar dari jeratan lidah dia segera membabatkan senjatanya
ke arah lidah yang coba menggelung gagang kapak. Namun di saat yang bersamaan tiga
lidah lainnya ikut menyerbu. Dua di antaranya ke arah mata Pendekar 212. Yang
ketiga menusuk laksana tombak ke bagian perutnya.
"Celaka!" seru Wiro. Walau sadar dia tidak mungkin mengelakkan semua
serangan itu murid Sinto Gendeng kiblatkan Kapak Maut Naga Geni 212, lalu tangan
kirinya lepaskan pukulan "sinar matahari". Di saat yang sama dia membuat gerakan
jurus "Silat orang gila". Tubuhnya bergoyang keras, condong menghuyung aneh.
Berturut-turut dia keluarkan jurus "ular gila membelit pohon menarik gendewa",
"dewa topan menggusur gunung" lalu "kilat menyambar puncak gunung". Sungguh
dahsyat perlawanan mati hidup murid Sinto Gendeng kali ini. Seumur hidupnya
belum pernah dia mengeluarkan semua ilmu kepandaiannya seperti itu.
Manusia berjubah dengan angka 12 mencelat terjengkang. Pinggul dan paha
kirinya tampak hangus! Pakaiannya mengepulkan asap. Pukulan sinar matahri
menghantam telak badannya sebelah kiri. Di berteriak keras, bergulingan di
lantai candi lalu tergelimpang tak berkutik. Mati!
Satu lawan roboh. Namun Pendekar 212 harus membayar mahal. Tusukan
lidah yang menghantam perutnya bisa dikelit tapi secara tak terduga lidah yang
sekerras bsei itu menghajar dadanya dengan telak. Wiro merasakan dadanya seperti
meledak. Dari mulutnya keluar teriakan setinggi langit. Bersamaan dengan
teriakan itu ikut menyembur darah. Dalam keadaan terhuyung nanar sambil menahan sakit
yang bukan kepalang, Wiro harus menghidarkan kepalanya pula dari semburan darah
dua orang lawan. Ketika dia berusaha menyelamatkan diri dari serangan ini, lidah
yang lain telah sempat menjerat pergelangan tangannya. Lalu menyusul lidah darah
Wiro Sableng 077 Kepala Iblis Nyi Gandasuri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keempat menempel di badan Kapak Naga Geni 212.
Brettt! Kapak Maut Naga Geni 212 terlepas dari pegangan tangan kanan Pendekar
212. Murid Sinto Gendeng berteriak marah. Dadanya mendenyut sakit. Ditahannya
sebisa mungkin. Kaki kanannya menderu ke arah selangkangan manusia berjubah
berangka 9 yang barusan berhasil merampas senjata itu. orang ini meraung keras
ketika anggota rahasianya hancur dimakan tendangan Wiro. Namun sebelum roboh
menemui ajalnya dia masih sempat melemparkan kapak yang berhasil dirampasnya
pada temannya yaitu si jubah berangka 8, anak buah Istana Langit Darah yang
paling tinggi ilmu kepandaiannya di antara mereka berlima.
"Dapat" teriak si jubah berangka 8
"Lekas tinggalkan tempat ini!" berteriak yang berangka 15 lalu berkelebat
pergi. "Kita bertemu di Istana Langit Darah!" seru orang berjubah dengan angka 11
lalu menyusul kawannya si angka 15.
Pendekar 212 melompat bangkit. Siap mengejar orang berjubah yang
melarikan senjata mustikanya yaitu yang berangka 8. Namun tiba-tiba sekali
seseorang menghadangnya.
BASTIAN TITO 56 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Pendekar 212 jadi tertegun ketika melihat yang tegak di depannya adalah Nyi
Gandasuri, perempuan cantik pembunuh suami itu. Sambil mengusap dadanya yang
sakit sementara darah masih meleleh dari mulutnya pemuda ini berkata. Suaranya
bergetar. "Kecantikanmu setinggi langit. Sayang kejahatanmu sedalam lautan....."
Nyi Gandasuri tertawa tinggi. "Aku juga menyayangkan. Kalau saja kau tadi
mau menyerahkan senjata secara baik-baik kau tak bakal mengalami nasib seperti
ini. Hantaman lidah berdarah itu hanya sanggup kau tahan selama tiga hari. Setelah
itu kau akan menghadap penguasa akhirat. Hik.... hik.....hik!"
"Perempuan iblis!" teriak Wiro. Kedua tangannya kiri kanan segera diangkat
untuk melepaskan pukulan "sinar matahari"
Nyi Gandasuri mengangkat tangannya. "Bagaimana kalau kita membuat
perjanjian?"
"Perempuan jahanam! Siapa sudi membuat janji denganmu!"
"Kau belum tahu apa perjanjian itu, mengapa terlalu cepat menolak?" kata
sang janda jelita pula. "Dengar, dalam waktu tidak berapa lama aku pasti akan
menjadi permaisuri Sri Baginda. Aku akan mintakan jabatan tinggi untukmu di
Keraton. Di samping itu secara diam-diam kita bisa menjalin hubungan sebagai
kekasih. Raja tua itu apa yang bisa dibuatnya untuk menyenangkan batinku!"
"Perempuan bejat!" teriak Wiro. "Jadi itu rupanya rencana busukmu selama
ini! Ingin jadi permaisuri sampai tega membunuh suami sendiri dan menjatuhkan
korban pada orang-orang lain tidak berdosa!"
Nyi Gandasuri cuma tertawa. "Jadi kau menolak?"
"Kau boleh membuat perjanjian dengan setan neraka! Di sana tempatmu
kelak!" Nyi Gandasuri mendengus. Dia goyangkan bahu dan pinggulnya. Pakaian
yang melekat di tubuhnya serta merta merosot ke bawah. Di lain kejap perempuan
muda yang cantik jelita dan memiliki keindahan tubuh tiada duanya ini berdiri di
depan Pendekar 212 dalam keadaan tidak selembar benangpun menutupi auratnya.
Murid Sinto Gendeng merasakan dadanya mendenyut sakit dan nafasnya
menjadi sesak. Kedua matanya terbelalak. Lalu segala sesuatunya terjadi sangat
cepat. Di leher Nyi Gandasuri kelihatan luka melingkar mengucurkan darah. Bersamaan
dengan itu dari sudut-sudut mulutnya mencuat keluar sepasang taring panjang dan
tajam. Desss! Kepala Nyi Gandasuri terlepas dari lehernya lalu mencelat ke udara
mengeluarkan suara menggidikkan. Sementara itu bagian tubuh tanpa kepala yang
telanjang tegak tak bergerak. Darah pada permukaan lehernya tampak bergejolak
seperti mendidih.
Sambil melayang di udara potonga kepala itu umbar tawa menggidikkan. Lalu
wajahnya yang tadi cantik berubah seputih kafan untuk meudian berubah pula
menjadi wajah seram seorang nenek.
"Anak muda, sudah sejak satu bulan ini aku berhasrat menyedot darah dari
ubun-ubun kepalamu! Kau tak bisa lolos lagi kali ini. Tak bisa lari.....!"
Potongan kepala itu membuka mulutnya leba-lebar. Lalu mencuatlah lidah
aneh itu. Berbentuk corong dengan lobang di bagian runcingnya, berkekuatan
sekeras besi! Di dahului suara tawa panjang potongan kepala iblis Nyi Gandasuri melayang
BASTIAN TITO 57 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tinggi-tinggi ke udara lalu menukik menyambar ke arah batok kepala Pendekar 212.
Wiro yang berada dalam keadaan terluka parah di sebelah dalam cepat jatuhkan
diri, berguling ke balik stupa. Potongan kepala agaknya tidak mau mundur. Walaupun
sasaran sudah terlindung di balik stupa batu tetap saja dia meneruskan serangan.
Braakkk!! Stupa batu hancur berantakan dihantam lidah besi kepala iblis Nyi Gandasuri.
Begitu hancur potongan kepala membumbung kembali ke atas lalu dari jurusan lain
menukik lagi ke bawah, kearah kepala Wiro. Ketika Wiro mencoba menghindar untuk
cari selamat saat itulah dua bayangan berkelebat melompat tembok candi Somapalo.
Bersamaan dengan itu terdengar suara berkerontangan.
"Kakek itu! untung dia datang!" ujar Wiro. Dia menoleh ke kiri. Memang
benar. Di situ dilihatnya Kakek Segala Tahu tegak sambil melintangkan tongkat di
depan dada. Di sebelahnya ada seorang nenek bungkuk yang tangan kirinya
memegang sebuah pendupaan yang selalu mengepulkan asap dan menebar harumnya
bau setanggi. Di bahu si nenek ada sebuah buntalan besar.
"Ah, nenek antik ini pasti si dukun Ni Loro Goalidra...." Menduga Wiro
Sableng. Wuuuutt! Kepala iblis Nyi Gandasuri datang menyambar. Wiro tersentak kaget. Kembali
jatuhkan diri seraya lepaskan pukulan sinar matahari.
Buummmm! Potongan kepala mencelat kena hantaman pukulan sakti itu. namun sesaat
kemudian melayang turun kembali tanpa cidera sedikitpun malah terdengar tawanya
mengekeh. Rambutnya berputar seperti baling-baling lalu mulai menukik lagi untuk
menyerang kepala Wiro.
"Anak tolol! Apakah kau masih menyimpan lidi tusuk satai yang kuberikan
tempo hari"!"
Salah satu dari dua orang yang barusan datang bertanya. Itu suara Kakek
Segala Tahu. Wiro meraba ke balik pakaiannya. Benda yang ditanyakan memang masih
disimpannya. Buru-buru dikeluarkan. "Masih ada Kek. Ini!"
"Lekas lemparkan padaku!" teriak Kakek Segala Tahu tidak sabaran dan
sambil menggoyang-goyangkan kaleng rombengnya.
Wiro menurut saja dan lemparkan ikatan tujuh buah lidi ke arah si kakek. Di
atas sana potongan kepala iblis Nyi Gandasuri berteriak keras ketika melihat
ikatan lidi itu. Kalau tadi dia bermaksud hendak menyerang Wiro maka kini kepala itu
berputar lalu melenceng dan menyambar ke arah Kakek Segala Tahu yang tengah
memegang ikatan tujuh lidi. Namun kepala iblis Nyi Gandasuri terpaksa melesat ke
atas ketika tiba-tiba nenek di samping Kakek Segala Tahu meniupkan pendupaannya
ke arah kepala itu. Asap dan butir-butir setanggi yang membara menderu ke arah
sepasang mata kepala iblis!
Selagi potongan kepala melesat ke atas Kakek Segala Tahu melompat ke
hadapan tubuh telanjang tanpa kepala Nyi Gandasuri. Dengan kecepatan kilat tiga
buah lidi ditusukkannya ke kutungan leher. Si kakek menusuk demikian rupa hingga
tiga bagian lancip lidi mencuat di permukaan leher.
Di atas sana kepala iblis Nyi Gandasuri terdengar meraung keras. Si kakek
tusukkan lagi empat lidi yang masih tersisa ke kutungan leher. Raungan kepala
iblis semakin menjadi-jadi. Beberapa lamanya kepal ini melayang berputar-putar lalu
turun mendekati lehernya. Tapi segera naik lagi. Begitu sampai beberapa kali. Merasa
BASTIAN TITO 58 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
kepalanya tak mungkin disambungkan lagi ke leher yang ditancapi tujuh lidi
runcing itu, setelah keluarkan jeritan panjang mengerikan potongan kepala iblis Nyi
Gandasuri melesat terbang ke arah bulan sabit yang mulai redup dan akhirnya
lenyap tak kelihatan lagi di batas titik pandang.
"Hai! Kalian mau ke mana!" tana Wiro ketika melihat Kakek Segala Tahu dan
si nenek sambil bergandengan tangan hendak berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Kawanku ini sudah tidak sabar lagi!" jawab si kakek seraya kerontangkan
kaleng rombengnya.
"Tak sabar mau apa" Hendak bercumbuan"!" tanya Wiro seenknya.
"Huss! Mulutmu usil amat!" semprot Ni Loro Goalindra. "Apa kau kira tua
bangka seperti kami masih pantas bercumbuan" Eh kau tahu apa yang ada dalam
buntalan besar ini?"
Wiro gelengkan kepalanya.
"Bubuk bahan peledak!"
"Dia tak sabaran mau meledakkan Istana Langit Darah, sumber segala
malapetaka itu!"
Wiro hanya bisa tertegak terheran-heran.
"Kau tetap di sini. Jaga tubuh tanpa kepala itu. Aku kawatir kepalanya akan
kembali coba menyatukan diri!"
Si nenek dukun gelengkan kepalanya. "Sampai kiamat kepala itu tak bakal
kembali. Dia tak mampu menyatukan diri dengan tubuhnya lagi karena adanya tujuh
lidi yang menancap di pangkal leher!"
"Kalau begitu buat apa aku menjaganya!" kata Wiro pula.
"Sudah! Ini obat untukmu! Lekas telan supaya kau tidak mati akibat gebukan
lidah darah itu!" Si nenek lemparkan sebuah benda berbentuk bulat hitam. Wiro
cepat menyambuti dan langsung menelannya tanpa ragu. Ketika dia berpaling kembali dua
tua bangka itu sudah lenyap dari tempat tersebut.
Wiro pegangi dadanya yang sakit. Tertatih-tatih dia melangkah mendekati
sosok telanjang tubuh tanpa kepala Nyi Gandasuri.
"Tubuh begini bagus. Mulus tak ada segores cacatpun! Ah, betapa
sayangnya...." Entah sadar entah tidak Wiro pergunakan tangan kanannya menusapi
bagian dada tubuh polos itu. Ketika jari-jarinya hendak meluncur ke bagian perut
tiba- tiba satu ledakan keras menggoncangkan candi. Dua buah stupa roboh . Dinding
candi di sebelah selatan rontok. Wiro sendiri jatuh terlentang. Bersamaan degnan itu
sosok tanpa kepala Nyi Gandasuri ikut jatuh menimpa dirinya.
Bagian dada yang membusung jatuh tepat di wajah Pendekar 212.
"Enak ya menciumi buah dada mayat!"
Wiro tersentak. Tubuh tanpa kepala itu dilemparkannya ke samping lalu dia
cepat berdiri. Di hadapannya tegak Kakek Segala Tahu sambil memegang Kapak
Maut Naga Geni 212. Di samping si kakek berdiri Ni Loro Goalidra. Saking
gembiranya Wiro sampai berteriak dan memeluk si kakek.
"Terima kasih Kek. Kau telah menolong mendapatkan senjata mustika ini
kembali. Aku mendengar suara ledakan seperti gunung meletus. Apa yang terjadi?"
Si kakek tersenyum dan menjawab sambil tudingkan ibu jarinya pada Ni Loro
Goalidra. "Tanyakan saja padanya."
"Ah, aku cuma main-main dengan bubuk peledak. Aku sudah mengira-ngira
di maan letak kawasan Istana Langit Darah. Lalu aku pasang bubuk peledak di
empat penjuru. Sebelum diledakkan kuasapi dan kujampai-jampai dulu. Kutebari dengan
bunga tujuh rupa. Kubacakan satu ayat suci dan aku mohon kepada Gusti Allah.
Karena bagaimanapun hebat dan pandainya manusia kalau tidak ada ridho Yang
BASTIAN TITO 59 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kuasa segala rencana dan perbuatannya bisa saja menemui kegagalan! Gusti Allah
rupanya mendengar doaku. Aku meledakkan di dua sudut. Kakek ini dua sudut
lainnya! Buummmm! Istana Langit Darah yang gaib itu benar-benar hancur
berantakan. Puluhan anak buahnya bertebaran jadi bangkai. Termasuk seorang gadis
yang dijadikan gendak, dipanggil dengan sebutan Maharatu Langit Darah dan
memakai topeng wajah seorang nenek. Cuma sayang, Maharaja Langit Darah berhasil
melarikan diri! Kurang ajar betul...." Setelah menyumpah beitu si nenek keluarkan
sebuah jubah hitam dari buntalannya. Pakaian itu ditebarnya di tanah serarya
bertanya "Kau kenal jubah ini?"
Wiro terbelalak besar ketika melihat pakaian itu. Sehelai jubah hitam
bergambar gunung Merapi berwarna biru dengan latar belakang matahari berwarna
merah. "Pangeran Matahari...." Desis Wiro. "Jadi manusia jahanam itu rupanya di
belakang semua kejadian ini!"
Bretttt! Wiro robek jubah hitam itu saking marahnya.
"Kami berdua harus pergi," kata Ni Loro Goalidra. Lalu enaknya saja
pendupaan dari tanah itu diletakkannya di atas kepalanya. Dia berpaling pada
Kakek Segala Tahu dan tanpa malu-malu memegang tangan si kakek lalu menariknya pergi.
Wiro campakkan jubah hitam ke tanah. Rahangnya menggembung. Tiba-tiba
ada sebuah benda melayang dari langit. Di atas tubuh tanpa kepala Nyi Gandasuri
benda ini melayang. Ternyata potongan kepala perempuan iblis itu!
"Potongan kepala celaka ini kembali lagi!" kata Wiro tercekat sambil bersiapsiap dengan Kapak Maut Naga Geni 212. Dalam gelapnya malam potongan kepala
masih berputar-putar. Tampaknya hendak berusaha menyatukan diri dengan lehernya.
Namun tidak mungkin karena terhalang oleh tujuh buah lidi yang seolah menjadi
tujuh benda sakti penangkal, keramat.
Lalu entah dari mana datangnya mendadak ada ngiangan suara di telinga Wiro.
"Pendekar 212..... Kalau kau mau mencabut tujuh buah lidi itu hingga kepalaku bisa
menyatu dengan badan kembali, seumur hidup aku bersedia menjadi hamba
sahayamu......"
"Eh, siapa yang bicara"!" tanya Wiro sambil memandang berkeliling.
"Aku, roh Nyi Gandasuri....." terdengar ngiangan menjawab.
"Kalau kau bisa hidup lagi memang enak melihat tubuhmu yang telanjang,"
kata Wiro sambil tersenyum. "Hanya sayang mahluk iblis sepertimu mana bisa
dipercaya. Suamimu yang Pangeran saja kau bunuh. Apalagi diriku seorang pemuda
luntang lantung tak karuan juntrungan......!"
Wiro masukkan senjata mustikanya ke balik pakaian lalu tinggalkan tempat
itu. Lapat-lapat di kejauhan terdengar suara perempuan meratap aneh. Wiro
percepat langkahnya. Potongan kepala iblis Nyi Gandasuri berputar tiga kali lagi di atas
sosok tubuhnya lalu melesat lenyap di kegelapan malam.
TAMAT BASTIAN TITO 60 Kemelut Kadipaten Bumiraksa 1 Hamukti Palapa Karya Langit Kresna Hariadi Han Bu Kong 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama