Ceritasilat Novel Online

Batu Pembalik Waktu 1

Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu Bagian 1


BASTIAN TITO Mempersembahkan :
PENDEKAR KAPAK NAGA GENI 212
Wiro Sableng Episode ke 118 :
Batu Pembalik Waktu
Ebook by : Tiraikasih (Kang Zusi)
Scanning kitab by : Aby Elziefa
mailto:22111122@yahoo.com
118 BATU PEMBALIK WAKTU 1
Sinopsis : PAKAIAN PERI ANGSA PUTIH ROBEK DI BAGIAN
PINGGANG. BATU BERWARNA TUJUH MENYEMBUL
DI ATAS PERUTNYA YANG PUTIH. PERI ANGSA
PUTIH TERPEKIK. BARU SADAR APA YANG TERJADI.
DIA CEPAT MENGHANTAM TAPI TERLAMBAT. BATU
PEMBALIK WAKTU TELAH BERADA DALAM
GENGGAMAN LAMANYALA. BEGITU DAPATKAN
BATU SAKTI TERSEBUT LAMANYALA SIAP
BERKELEBAT KABUR. PADA SAAT ITULAH TIBA-TIBA SUARA PEREMPUAN MENGGERUNG KERAS.
"LASEDAYU SUAMIKU! SIAPA YANG BERANI
MENCELAKAI DIRIMU!"
SATU BAYANGAN KUNING BERKELEBAT. SATU
TENDANGAN KERAS MELABRAK DADA LAMANYALA
HINGGA TUBUHNYA MENCELAT MENTAL SAMPAI
TIGA TOMBAK DAN BATU PEMBALIK WAKTU YANG
ADA DALAM GENGGAMAN TANGAN KANANNYA
TERLEMPAR KE UDARA LALU JATUH KE TANAH.
PERI ANGSA PUTIH CEPAT MEMBURU, GULINGKAN
DIRI DI TANAH DAN MENYAMBAR BATU SAKTI ITU.
118 BATU PEMBALIK WAKTU 2
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
1 SATU pemandangan luar biasa terlihat di dalam rimba belantara Lasesatbuntu. Dua
sosok aneh berlari cepat mengusung sebuah tandu kayu. Sosok di sebelah depan
tinggi kurus hanya mengenakan sehelai cawat. Sekujur tubuhnya mulai dari kepala
sampai ke kaki termasuk sepasang matanya berwarna kuning. Kulitnya ditumbuhi
duri-duri panjang kaku seperti bulu landak. Sambil berlari sesekali makhluk ini
membuang ludah berwarna kuning.
Seperti diketahui, di Negeri Latanahsilam hanya ada dua makhluk yang sekujur
tubuhnya berwarna kuning.
Orang pertama adalah Hantu Selaksa Angin alias Hantu Selaksa Kentut alias
Luhpingitan dan diketahui sebagai istri Hantu Langit Terjungkir alias Lasedayu.
Orang ke dua ialah makhluk yang mengusung tandu di sebelah depan tadi yang bukan
lain adalah Hantu Jatilandak.
Pengusung tandu sebelah belakang tak kalah hebatnya. Seluruh permukaan tubuhnya
tertutup lapisan aneh berbentuk sisik hitam. Sisik ini seolah kepingan-kepingan
baja hitam yang mencuat keluar.
Makhluk satu ini dikenal dengan nama Tringgiling Liang Batu. Menurut riwayat
dialah yang telah memelihara dan membesarkan Hantu Jatilandak, lalu menganggap
Hantu Jatilandak sebagai cucunya sendiri. (Untuk lebih jelas mengenai nwayat
Hantu Jatilandak dan Tringgilng Liang Batu harap baca episode Wiro Sableng di
Negeri Lanahsilam berjudul "Hantu Jatilandak") Di atas tandu kayu yang diusung
Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu, terbujur sosok seorang perempuan
tua renta, berambut putih awut-awutan.
Sepintas mukanya terlihat seolah tengkorak karena kulit wajahnya yang pucat
memulih sangat tipis. Sepasang mata orang ini tertutup Dan mulutnya yang agak
menganga tiada henti keluar suara erangan. Sesekali erangannya tersendat lalu
dari sela bibirnya meleleh darah merah kehitaman. Sebilah pisau menancap di
dadanya sebelah kiri. Gagang pisau maut ini terbuat dari sejenis batu berbentuk
singa berkepala dua!
"Jatilandak!" tiba-tiba Tringgiling Liang Batu berseru.
"Hentikan larimu. Ada yang perlu kita bicarakan!"
"Wahai! Kita tidak ada waktu lagi!" Menjawab Hantu Jatilandak. Lalu dia
menyambung. "Nenek ini siap meregang nyawa! Kalau ajalnya putus sebelum kita
menemui orang yang dicarinya, rahasia besar 118 BATU PEMBALIK WAKTU 3
yang diketahuinya tidak pernah akan terungkap! Dan aku akan merasa berdosa
seumur-umur terhadap gadis bernama Luhcinta itu!"
"Justru karena aku khawatir dia akan menemui ajal maka aku perlu bicara
denganmu! Lekas kau hentikan larimu!" berteriak Tringgiling Liang Batu.
Tapi Hantu Jatilandak tidak pedulikan ucapan kakeknya. Terpaksa makhluk bersisik
itu salurkan tenaga dalamnya ke kaki. Dua kakinya yang tengah berlari cepat itu
tiba-tiba menjadi berat sekali. Hantu Jatilandak terkejut ketika merasakan
bagaimana gerakan dua kakinya terasa sangat berat hingga dia tidak bisa lagi
berlari cepat. "Kakek ini hendak memaksaku berhenti berlari!"
kata Hantu Jatilandak dalam hati. Diam-diam dia kerahkan tenaga dalam. Dua
tenaga sakti tingkat tinggi saling bentrok. Akibatnya Hantu Jatilandak lari
tertahan-tahan.
Duri Landak di sekujur tubuhnya mencuat kaku. Di sebelah belakang dua kaki
Tringgiling Liang Batu laksana dua batu besar, terseret di tanah, mengepulkan
pasir dan debu. Sosok perempuan tua di atas tandu berguncang-guncang. Suara
erangannya mengeras.
Hantu Jatilandak kucurkan keringat di sekujur tubuhnya ketika dia berusaha
berdiri terus. Dua kakinya memang bergerak cepat, tapi gerakannya tetap disitusitu juga! Dia tidak mampu bergerak maju barang satu jengkalpun!
Akhirnya Hantu Jatilandak terpaksa hentikan larinya.
"Kek! Aku mengalah! Apa yang hendak kau bicarakan!"
"Sebelum bicara, kita turunkan dulu tandu ini."
berkata makhluk bersisik kepingan baja hitam.
Tandu kayu di atas terbujur sosok perempuan tua yang dadanya ditancapi pisau
perlahan-lahan diturunkan ke tanah. Hantu Jatilandak memandang pada Tringgiling
Liang Batu. Menunggu apa yang hendak dikatakan kakek itu
"Jatilandak, tahukan kau di mana kita berada saat ini '"
Trenggiling Liang Batu ajukan pertanyaan.
Walau heran mendengar pertanyaan kakeknya itu tapi Hantu Jatilandak memandang
juga berkeliling.
"Heh! Bukankah kila berada dalam rimba belantara Lasesat buntu"!"
"Kau betul! Kita berada di dalam rimba keramat.
Penuh dengan seribu satu macam petakal Kila telah tersesat. Berarti kita harus
segera mencati jalan keluar sebelum mendapat celaka'"
"Aku ingat Kek, di hutan ini konon pernah sahabatku tersesat dan mendapat
malapetaka. Tapi aku tidak takut! Kalau memang harus menembus hutan ini, walau
ada seribu bahaya akan tetap kulewati. Lagi pula bukankah menembus ribuan
belantara ini kita bisa lebih cepat sampai di Lembah Katak Hijau tempat 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 4
kediaman nenek bernama Luhmasigi itu" Atau mungkin kau merasa takut Kek?"
Tringgiling Liang Batu tertawa dicap sebagai penakut
"Sejak lahir sampai kelak aku menemui kematian, aku tidak akan pernah mengenal
rasa takut."
"Kalau begitu mengapa kita tidak meneruskan perjalanan?" tanya Hantu Jatilandak.
"Waktu kita sangat singkat! Lihat keadaan perempuan tua di atas tandu itu!
Ajalnya tak akan lama. Jika kita dihadang marabahaya di tengah hutan berarti
sebagian dari waktu kita akan habis percuma. Aku tidak yakin kita bisa menemui
salah satu dari tiga orang yang dikatakannya. Apa lagi ke tiga-tiganya." Dengan
suara agak perlahan makhluk bersisik ini berkata "Perempuan malang ini akan
menemui Kematiannya sebelum menemui orang-orang itu!"
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan" Ingat Kek, sebelumnya kita telah
berjanji untuk menolongnya!"
kata Jatilandak pula seraya menatap pada pisau bergagang dua kepala singa yang
menancap di dada perempuan tua di atas tandu.
"Aku ingat. Janji adalah satu kebajikan yang harus dipenuhi! Tapi kesia-siaan
adalah satu hal yang harus dihindarkan! Kita harus bisa memaksanya bicara saat
ini juga! Kalau nasibnya buruk, dia meninggal sebelum sempat menemui salah satu
dari tiga orang itu, sebelum sempat mengungkap rahasia besar yang katanya telah
dipendamnya selama puluhan tahun, celakalah kita berdua yang telah berusaha
menolongnya!"
"Aku mengerti maksudmu Kek," menyahuti Hantu Jatilandak. "Tapi apa kau lupa"
Sebelum kita mulai mengusungnya empat hari lewat, bukankah kita sudah meminta
agar dia mengungkapkan saja pada kita rahasia besar yang diketahuinya. Lalu kita
yang akan menyampaikan pada orang-orang itu. Tapi dia tegas-tegas menolak. Dia
tetap meminta kita mengusungnya, mencari orang-orang itu. Karena katanya semua
rahasia besar itu harus terungkap dari mulutnya sendiri. Harus disampaikan
langsung pada salah satu dari orang-orang itu. Kalau hal itu tidak dapat
dilakukannya maka dia akan menanggung satu dosa besar, Rohnya akan dikutuk para
Dewa dan akan tergantung sengsara antara langit dan bumi!"
Tringgiling Liang Batu terdiam sejurus. Dia pandangi sosok perempuan tua di atas
tandu. Lalu dia membungkuk di samping sosok malang yang tengah meregang nyawa
itu. Mulutnya didekatkan ke telinga kiri orang.
"Luhmundinglaya, kau dapat mendengar suaraku?"
Mulut yang mengerang tidak memberikan jawaban.
Mata yang terpejam tidak bergerak.
"Luhmundinglaya, kau belum mati! Kuatkan diri-118 BATU PEMBALIK WAKTU 5
mu, tabahkan hatimu! Jika kau ingin bebas dari beban dosa besar, dengar apa yang
akan kutanyakan!"
Sosok perempuan tua bernama Luhmundinglaya tetap tidak bersuara dan tidak
bergerak. Tringgiling Liang Batu memandang pada cucunya. "Jatilandak, bantu aku
mengalirkan hawa sakti ke dalam tubuh perempuan ini. Kita harus bisa membuatnya
bicara!" Makhluk bersisik ini lalu tempelkan dua telapak tangannya ke dada. Dia memberi
isyarat agar Jatilandak menempelkan tangannya di atas kening orang.
Jatilandak segera melakukan. Begitu ke duanya mengerahkan hawa sakti dan hawa
ini menerobos masuk ke dalam tubuh Luhmundinglaya lewat dada dan kening, tubuh
perempuan tua itu menggeliat keras dan mengepulkan asap putih! Darah meleleh di
sela bibirnya. Setelah mengerang pendek, sepasang matanya kelihatan bergerak lalu mulutnya
terbuka. "Apa yang kalian lakukan terhadapku" Mengapa berbuat jahat menambah
kesengsaraanku"!"
"Luhmundinglaya, jangan kau salah paham!" berkata Tringgiling Liang Batu. "Kami
tidak berbuat jahat menambah deritamu. Kami justru ingin menolongmu lepas dari
azab sengsara ini! Dengar Luhmundinglaya.
Kami khawatir kau tak bisa bertahan dan melepas ajal lebih dulu sebelum menemui
orang-orang yang kau sebutkan empat hari lalu itu! Keadaanmu sangat gawat
Luhmundinglaya...."
"Tringgiling Liang Batu, kau tua bangka buta mata buta pikiran! Ajalku bukan di
tangan kalian, juga bukan dalam diriku sendiri. Ajalku berada di tangan Yang
Maha Kuasa di atas sana. Aku yakin para Dewa masih melindungi diriku...."
"Nek, sebaiknya kau katakan saja rahasia apa yang hendak kau sampaikan pada
orang-orang itu, kakekku tidak bicara dusta. Bukan mustahil kau keburu mati
sebelum sempat menemui Luhcinta atau Luhmasigi atau Luhniknik...."
"Kalau rahasia itu memang ingin kukatakan pada kalian, mengapa tidak sejak empat
hari lalu ketika pertama kali bertemu dengan kalian" Mengapa harus
menyengsarakan diri dalam perjalanan panjang ini?"
"Luhmundinglaya, aku...."
"Tringgiling Liang Batu, aku mengutuk dirimu jika saat ini kau tidak segera
melanjutkan perjalanan mencari orang-orang itu!"
Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu jadi terdiam dan saling pandang.
Makhluk bersisik gelengkan kepala dan berkata. "Baiklah, jika memang itu maumu.
Mengingat hubungan baik kita dimasa lalu aku dan cucuku akan mengusungmu sampai
keujung dunia sekalipun.
Tapi jika nyawamu putu;, di tengah jalan jangan salahkan 118 BATU PEMBALIK WAKTU
6 aku dan cucuku!" Makhluk bersisik ini memberi isyarat pada Jatilandak. Keduanya
segera hendak mengusung tandu. Namun gerakan mereka tertahan ketika tiba-tiba di
tempat itu menyeruak santar sekali bau godokan rempah-rempah. Tidak menunggu
lama, satu sosok besar gemuk muncul di depan Hantu Jatilandak dan Tringgiling
Liang Batu. "Hantu Raja Obat!" seru kakek dan cucu itu hampir bersamaan.
Saat itu juga tempat itu dipenuhi suara gelak tawa keras. Hantu Jatilandak dan
Tringgiling Liang Batu merasa tanah yang mereka pijak bergetar hebat. Cepatcepat keduanya kerahkan tenaga dalam lalu bangkit berdiri. Sambil berdiri
Tringgiling Liang Batu berbisik pada cucunya. "Hati-hati terhadap makhluk satu
ini. Dia bisa baik seperti Dewa. Tapi juga bisa membedol usus, mengorek jantung atau
merengkah batok kepala mengambil otak kita untuk ramuan obat-obatnya!"
118 BATU PEMBALIK WAKTU 7
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
2 ORANG gemuk luar biasa yang tegak tertawa di hadapan Hantu Jatilandak dan
Tringgiling Liang Batu mengenakan jubah putih gombrang. Di atas kepalanya yang
bermuka bulat dan ada tompel (tahi lalat besar berbulu) di pipi kiri, terdapat
sebuah sorban besar. Di atas sorban ini terletak sebuah belanga tanah
mengepulkan asap dan keluarkan suara mendidih. Dari dalam belanga itu menebar
bau rempah-rempah aneh.
"Dua sahabat lama Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu! Tidak disangka
kita bertemu di tempat ini. Apa yang tengah kalian lakukan di sini"!" Si gemuk
Hantu Raja Obat bertanya.
"Hantu Raja Obat sobatku lama! Kau datang disaat yang tepat Kami butuh bantuanmu
untuk menolong orang ini!"
Mendengar ucapan Tringgiling Liang Batu sepasang mata si gemuk bersorban itu
melirik ke arah sosok Luhmundinglaya di atas tandu.
"Hemm.... Apa yang terjadi dengan perempuan ini"
Kalau tidak salah mataku melihat bukankah dia yang bernama Luhmundinglaya" Sejak
muda sampai tua suka bergentayangan dari satu hutan ke hutan lain"!
"Dugaanmu siapa dia memang tepai! Seperti kau lihat sendiri dia tengah meregang
nyawa!" "Wahai! Kalau soal nyawa mana ada obatnya di dunia ini!" ujar Hantu Raja Obat
pula "Kau orang pandai! Kau pasti bisa menolongnya!
Paling tidak mencabut pisau di dadanya lalu mengobati lukanya!" kata Tringgiling
Liang Hatu pula.
Hantu Raja Obat perhatikan pisau bergagang batu berbentuk singa berkepala dua
yang menancap di dada kiri Luhmundinglaya. Lalu gelengkan kepalanya.
"Aku tak bisa menolongnya. Pisau itu bukan pisau biasa. Begitu menembus sasaran,
ujungnya akan terbelah menjadi tiga membentuk cakar terbalik. Jika dicabut
bagian tubuh yang tertancap akan terbongkar. Malah bisa-bisa jantungnya ikut
tertarik keluar!"
"Ganas sekali! Hantu Raja Obat, apa kau tahu siapa yang mencelakai nenek ini
dengan pisau itu"!"
"Tak bisa kuduga. Tak pernah kulihat senjata bergagang dua kepala singa seperti
itu sebelumnya.
Tapi, sejak Istana Kebahagiaan dibangun oleh Hantu Muka Dua, berbagai keanehan
dan angkara murka muncul di Negeri Latanahsilam ini. Bukan mustahil ini 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 8
pekerjaan Hantu Muka Dua atau orang-orangnya. Jika orang-orang Istana
Kebahagiaan berlaku sekejam ini pasti ada sebab musababnya. Apa kalian tahu
permu-suhan apa yang menguak antara Luhmundinglaya dan Hantu Muka Dua?"
"Wahai! Kami tidak tahu menahu. Bahkan Luhmundinglaya tidak tahu siapa makhluk
jahat yang menginginkan nyawanya. Namun saat ini perlu kau ketahui. Ada satu
rahasia besar yang harus disampaikannya pada tiga orang tertentu. Sejak empat
hari lalu kami mengusungnya mencari orang-orang itu. Yang kami khawatirkan dia
akan menemui ajal sebelum sempat menemui salah satu dari ke tiga orang itu."
"Rahasia besar! Rahasia apa?" tanya Hantu Raja Obat.
"Dia tidak mau mengatakan!" menjawab Hantu Jatilandak. "Katanya dia akan
menanggung beban dosa teramat besar jika rahasia itu tidak disampaikannya
langsung pada orang-orang itu!"


Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa tiga orang yang dimaksudkannya itu?"
Kembali Hantu Raja Obat bertanya.
"Yang pertama seorang gadis bernama Luhcinta.
Lalu seorang nenek bernama Luhmasigi dan yang ketiga seorang nenek lagi bernama
Luhniknik!"
"Luhcinta!" kata Hantu Raja Obat setengah berseru.
"Wahai, gadis cantik sahabatku itu. Walau banyak kabar kudengar tentang dirinya
dan dia pernah menolong diriku namun entah dimana dia sekarang berada. Jika
memang Luhmundinglaya punya satu rahasia besar dan harus disampaikannya langsung
pada gadis itu, aku merasa punya kewajiban untuk membantu. Tapi, sayang, saat
ini aku punya satu urusan sangat penting. Ada seorang sahabat yang perlu
ditolong. Soal nenek-nenek bernama Luhmasigi dan Luhniknik itu aku kenal siapa
mereka. Luhniknik bukan lain nenek bobrok yang biasa dipanggil dengan sebutan Hantu
Penjunjung Roh. Dia adalah nenek Luhcinta. Sedang Luhmasigi lebih dikenal dengan
panggilan Hantu Lembah Laekatakhi|au Dia adalah guru Luhcinta. Aku tidak begitu
suka pada dua nenek itu.
Tapi mengingat bi di baik Luhcinta di masa lalu biarlah aku menolongnya dengan
cara lain "
Habis berkata begitu Hantu Ma|a Obat gerakkan tangan kirinya. Dia turunkan
belanga besar panas yang ada di atas sorbannya. Mulut belanga didekatkannya ke
bibir Luhmundinglaya yang agak terbuka. Lalu enak saja cairan panas yang ada
dalam belanga itu diguyur-kannya ke dalam mulut si nenek. Hantu Jatilandak dan
Tringgiling Liang Batu melengak kaget. Mereka tahu cairan yang ada dalam belanga
itu panasnya bukan main. Justru cairan itu diguyurkan ke dalam mulut nenek yang
sedang sekarat!
"Glekk... glekkkk...! Cesss! Cesss! Cesss!"
118 BATU PEMBALIK WAKTU 9
Hantu Raja Obat tertawa gelak-gelak. Sementara Jatilandak dan Tringgiling Liang
Batu sama tercekat.
Dari mulut Luhmundinglaya tiba-tiba menggelegar satu jeritan dahsyat. Cairan
aneh bercampur buku-buku darah menyembur. Bersamaan dengan itu sosok si nenek
bangkit terduduk. Sepasang matanya membeliak kemerahan. Sesaat kemudian tubuh
itu terbanting kembali ke atas tandu.
"Mati!" seru Hantu Jatilandak.
Hantu Raja Obat tertawa. "Jangan khawatir. Dia masih hidup. Mudah-mudahan para
Dewa member-katinya. Kuharap obatku bisa membuatnya bertahan sampai tujuh hari
dimuka. Aku harus pergi sekarang.
Jika kalian bertemu dengan Luhcinta, katakan pada gadis itu. Aku tengah menuju
ke satu tempat untuk menolong seorang pemuda yang dicintainya...." Hantu Raja
Obat putar tubuhnya yang gemuk luar biasa.
"Tunggu dulu!" berkata Tringgiling Liang Batu.
Tubuh gemuk itu berputar kembali.
"Sahabatku Hantu Raja Obat, apakah kau telah mendengar kabar mengenai undangan
dari Istana Kebahagiaan. Ada satu upacara besar di sana pada hari ke lima belas
bulan dua belas. Apakah kau berniat menghadiri undangan itu?"
Hantu Raja Obat tertawa gelak-gelak. "Upacara makan minum aku tidak begitu suka.
Tapi mengingat di sana bakal banyak orang pandai bermunculan, aku akan usahakan
datang. Belanga obatku perlu tambahan isi perut orang-orang berkepandaian
tinggi! Ha...ha...
ha...!" Si gemuk berjubah putih ini berkelebat.
Walau tawanya masih mengumandang di rimba belantara itu namun sosoknya lenyap
tak berbekas! "Makhluk luar biasa..." kata Tringgiling Liang Batu sambil gelengkan kepala.
Lalu dia berpaling pada cucunya. "Jatilandak, tadi Hantu Raja Obat berkata bahwa
dia tengah menuju ke satu tempat untuk menolong seorang pemuda yang dicintai
Luhcinta. Cucuku, apakah kau tahu siapa gerangan pemuda itu?"
Hantu Jatilandak tak segera menjawab. Dia seperti tengah merenung. Tringgiling
Liang Batu pandangi wajah cucunya yang kuning ditumbuhi duri-duri panjang.
Dalam hatinya mendadak muncul satu perasaan.
"Jangan-jangan cucuku ini memendam rasa menyimpan cinta terhadap gadis bernama
Luhcinta itu. Kasihan dia....
Sebaiknya tadi aku tidak bertanya siapa
pemuda yang dicintai gadis itu Aku telah membuat hatinya bersedih... Bukan
mustahil cucuku ini hanya bertepuk sebelah tangan
Hantu Jatilandak tatap wajah kakeknya dengan sayu. Lalu dengan suara perlahan
dia berkala "Wiro Sableng.... Dia sahabatku. Pemuda asing itulah yang 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 10
dicintai Luhcinta. Lalu dalam bati Mandi Jatilandak ada suara lain ikut bicara.
"Wiro memang lebih lantas untuk dicintai gadis itu. Dari pada aku yang buruk
rupa begini...."
Sisik hitam keras di wajah Tringgiling Liang Batu bergerak naik. Sepasang
matanya menatap ke arah Hantu Jatilandak tak berkedip. "Wiro Sableng" Bukankah
pemuda itu yang dulu pernah menolong kita sewaktu Hantu Muka Dua hendak
menghabisi kita di pulau?"
Hantu Jatilandak mengangguk.
Tringgiling Liang Batu menghela nafas dalam.
Hatinya berkata. "Memang tidak mungkin gadis bernama Luhcinta itu mengasihi
cucuku. Dibanding dengan pemuda asing dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang, cucuku ketinggalan segala-galanya. Bukan cuma ketinggalan ilmu
kesaktian dan kepandaian silat, tapi dalam ujud nyata saja tak mungkin menandingi Wiro Sableng. Kasihan cucuku.... Semoga para Dewa menabahkan hatinya.
Semoga rahmat dan berkah akan jatuh atas dirinya dalam cara yang lain."
118 BATU PEMBALIK WAKTU 11
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
3 NENEK berjubah coklat yang di atas kepalanya ada gulungan asap merah berbentuk
kerucut hentikan larinya, berpaling ke belakang, pada nenek yang sekujur
tubuhnya tertutup ratusan katak hijau.
"Luhmasigi! Kita sudah menghabiskan banyak hari secara percuma! Hanya gara-gara
mengikuti kemauanmu.
Menyelidik arti mimpi gilamu itu! Padahal bukankah lebih penting mencari
Luhmundinglaya, orang yang konon hendak menyampaikan sesuatu berita besar pada
kita?" Nenek bernama Luhmasigi yang di Negeri
Latanahsilam dikenal dengan sebutan Hantu Lembah Laekatakhijau pencongkan
mulutnya lalu menjawab ucapan temannya.
"Luhniknik! Kau masih saja mengomel tak karuan!
Mimpiku bukan bunga tidur! Aku yakin apa yang aku lihat dalam mimpi merupakan
satu kenyataan! Apalagi jika dihubungkan dengan firasatku suatu peristiwa besar
akan terjadi di Negeri ini. Ingat undangan pertemuan besar di Istana
Kebahagiaan" Aku yakin dibalik undangan itu ada satu rahasia busuk!"
"Rahasia itu akan kita singkapkan! Bukankah kita sudah sama memutuskan untuk
hadir di Istana itu"
Jika Hantu Muka Dua punya maksud jahat hendak mencelakai kita, aku akan beset
tubuhnya hingga hanya tinggal tulang belulang!" berkata nenek bernama Luhniknik
alias Hantu Penjunjung Roh yang merupakan nenek kandung Luhcinta.
"Sudahlah, jangan bicara saja. Beri aku kesempatan untuk meneliti keadaan. Rasarasanya alam dikawasan ini menyerupai keadaan yang aku lihat di dalam mimpi!"
"Aku melihat sesuatu di sebelah sana!" Hantu Penjunjung Roh berkata lalu membuat
dua kali lompatan. Di satu tempat di bawah sebatang pohon dia membungkuk
mengambil sesuatu.
"Apa yang kau temukan?" tanya Hantu Laekatakhijau yang ikut berkelebat ke tempat
Hantu Penjunjung Roh berada.
Hantu Penjunjung Roh perlihatkan pada sahabatnya benda apa yang barusan
dipungutnya. Ternyata seuntai rantai besi.
"Potongan rantai besi..." kata nenek yang tubuhnya dipenuhi ratusan katak hijau.
"Dari mana asalnya benda ini, bagaimana bisa berada di sini" Coba kau
periksa...." Ketika Luhmasigi memegang rantai besi 118 BATU PEMBALIK WAKTU 12
itu dia merasakan satu hawa dingin aneh menjalar pada dua lengannya terus
hinggap di kuduknya. "Aku merasa ada hawa aneh. Aku yakin rantai besi ini bukan
benda sembarangan. Agaknya datang dari alam gaib...."
Mendengar ucapan sahabatnya itu Hantu Penjunjung Roh pejamkan dua matanya dan
mendongak ke langit
"Mungkin aku bisa menduga..." kata nenek ini dengan suara perlahan. Setelah
merenung beberapa lamanya dia kembali berucap. "Menurut riwayat yang pernah
kudengar menyangkut diri orang bernama Lakasipo bergelar Hantu Kaki Batu, besar
dugaanku rantai besi ini adalah rantai yang dulu pernah mengikat dua kakinya.
Aku...." Belum habis Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh berucap tiba-tiba ratusan katak
hijau yang menempel di kepala, muka dan sekujur tubuh kemudian keluarkan
jeritan-jeritan aneh keras sekali.
"Katak celaka! Kalian mau membuat pecah gendang-gendang telingaku!" teriak Hantu
Penjunjung Roh marah.
Ratusan katak hijau kembali menjerit keras membeset udara. Lalu puluhan binatang
itu melesat belasan tombak ke kiri di mana terdapat satu kawasan berumput
"Tidak biasanya anak-anakku bertingkah aneh seperti ini!" kata Hantu Lembah
Laekatakhijau terheran-heran.
"Aku harus menyelidiki! Agaknya mereka melihat sesuatu yang tak bisa kulihat
dengan mataku!" Lalu Luhmasigi nenek yang adalah guru Luhcinta ini berkelebat
menyusul puluhan kataknya. Luhniknik melompat pula mengikuti.
Di satu pedataran berumput, di samping sebuah batu besar yang tertutup lumut,
tergeletak tak bergerak seekor katak hijau luar biasa besarnya, hampir sebesar
buah kelapa. Dua matanya yang coklat membeliak tak bergeming. Di sekitar sosok
katak besar itu berkeliling puluhan katak hijau yang tadi melompat dari tubuh
Hantu Laekatakhijau. Puluhan katak ini berjongkok di tanah, menatap ke arah
katak besar dengan sikap seolah menghormat. Puluhan katak yang masih menempel di
tubuh Luhmasigi tiba-tiba berlompatan dan bergabung bersama teman-temannya
mengelilingi katak besar.
Kalau sebelumnya binatang-binatang itu berteriak-teriak keras setinggi langit,
kini semuanya mendekam tak bersuara dan juga tak bergerak. Malah pandangan mata
mereka pun tidak berkesip!
"Yang kita temukan hanya seekor katak besar yang sudah jadi bangkai! Apa
anehnya!" kata Luhniknik tak acuh lalu memandang berkeliling.
"Wahai! Justru aku melihat keanehan! Apa matamu buta tidak melihatnya?" kata
Luhmasigi pula.
"Apa maksudmu"!" tanya Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh agak penasaran
mendengar kata-kata Luhmasigi tadi.
"Aku sudah puluhan tahun hidup di tengah katak-katak 118 BATU PEMBALIK WAKTU 13
hijau. Tapi baru sekali ini aku melihat katak sebesar ini.
Katak besar itu memang sudah jadi bangkai. Tapi mengapa sosoknya tidak rusak dan
mengapa tidak membusuk menebar bau busuk"! Lalu kau saksikan sendiri. Ratusan
katak yang selama ini melekat di tubuhku duduk mengelilingi katak hijau besar
itu. Tadinya mereka berteriak-teriak. Kini mereka semua mendekam duduk seperti
menghormat!"
Hantu Penjunjung Roh hendak tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Hantu
Laekatakhijau itu.
Namun niatnya dibatalkan karena khawatir sahabatnya akan tersinggung. Dalam pada
itu dia sendiri diam-diam mengakui memang ada keanehan dengan katak besar yang
telah mati itu seperti yang dikatakan Luhmasigi.
Saat itu Luhmasigi telah melangkah mendekati batu besar. Dia jongkok di hadapan
mayat katak hijau besar. "Tak ada kulihat penyebab keanehan pada kulit tubuh
binatang ini. Mungkin keanehan itu ada di sebelah dalam badannya. Kalau tidak
ada satu kekuatan sakti, tidak mungkin katak ini bisa bertahan seperti ini.
Katak ini menemui ajalnya pasti sudah lama sekali.
Bagaimana aku memeriksa menyingkapkan keanehan ini?" Luhmasigi merenung sejenak.
Dia melirik pada puluhan katak yang berada di sekelilingnya. Lalu dia bangkit
berdiri. "Anak-anak, aku perlu bantuan kalian!" Luhmasigi berucap pada katak-kataknya.
"Beset tubuh katak hijau besar itu. Aku ingin melihat apa yang ada dalam
perutnya!"
Luhmasigi kerenyitkan kening. Setelah ditunggu tak seekorpun dari katak-katak
hijau itu melakukan apa yang tadi dikatakan si nenek. Padahal jangankan seekor
katak besar, seekor kudapun jika diserbu dan dibeset oleh ratusan katak itu
pasti akan berubah menjadi tulang belulang dalam waktu singkat!
"Anak-anak! Apa kalian telah jadi tuli semua hingga tidak melakakan apa yang aku
perintahkan"!" Luhmasigi alias Hantu Laekatakhijau berucap dengan suara keras.
Tetap saja tak ada seekor katakpun yang bergerak.
"Wahai!" Luhmasigi berseru dan delikkan matanya.
"Jangan membuat aku marah! Puluhan tahun aku bersama kalian! Tak pernah ada satu
perintahkupun tidak kalian laksanakan! Mengapa hari ini kalian semua diam
membisu, tak bersuara tak bergerak! Tidak menjalankan apa yang aku
perintahkan"!"
"Luhmasigi, kurasa ada apa-apanya. Antara katakmu dan katak besar itu ada kaitan
hubungan yang tidak kau ketahui..." berkata Hantu Penjunjung Roh.
"Lihat saja gerak gerik mereka. Semuanya mendekam dengan sikap seolah
menghormati katak besar yang sudah jadi bangkai itu."
118 BATU PEMBALIK WAKTU 14
Sepasang mata Luhmasigi masih membeliak besar. Pelipisnya bergerak-gerak.
"Untung saja aku tidak membawa tongkat bambu kuning lagi! Kalau tidak sudah
kugebuk kalian satu persatu!"
"Luhmasigi, biar aku membantumu! Biar aku yang membongkar isi perut katak hijau
itu!" "Luhniknik! Tungggu!" Luhmasigi berkata. "Jika anak-anakku berlaku hormat pada
katak besar itu, kita berdua juga harus perduli. Jangan melakukan sesuatu yang
menyakitkan mata dan hati mereka...."
"Kalau begitu terserah padamu! Bagaimana kau mau melihat apa yang ada dalam
perut binatang itu kalau tidak menjebol badannya"!" ujar Hantu Penjunjung Roh
pula. Hantu Laekatakhijau kembali membungkuk.
Diangkatnya sosok katak hijau besar. Dengan tangan kirinya dipegangnya tinggitinggi dua kaki belakang binatang itu. Lalu dengan jari-jari tangan kanannya
perlahan-lahan dipencetnya tubuh katak di bagian punggung dan perut. Mendadak si
nenek tersentak.
Kakinya tersurut dua langkah dan wajahnya berubah.
"Ada apa?" tanya Hantu Penjunjung Roh ingin tahu.
"Ada hawa aneh dingin mencucuk masuk ke dalam tubuhku," menerangkan Hantu Lembah
Laekatakhijau. "Aku... aku merasakan ada sesuatu dalam perut bangkai katak ini...." Si nenek
merasakan jari-jari tangannya bergetar. Dia kuatkan hati, kerahkan tenaga dalam
dan kembali memencet punggung serta perut katak hijau. Puluhan katak di
sekitarnya keluarkan suara mendesah panjang seolah-olah mereka turut merasakan
sesuatu. Saat itu memang Hantu Lembah Laekatakhijau merasakan ada sesuatu dalam perut
bangkai katak. Dia kerahkan tangan ke ujung-ujung jari. Benda di dalam perut terasa meluncur ke
bawah, ke arah teng-gorokan katak hijau.
Tiba-tiba dari dalam mulut katak hijau keluar suara mendesis panjang. Menyusul
memancarnya cahaya aneh tujuh warna. Lalu menyusul keluar lelehan cairan putih.
Warna putih ini kemudian berubah membentuk tujuh warna. Hantu Laekatakhijau
merasakan tangannya bergetar. Tengkuknya semakin dingin. Jari-jari tangannya
menekan terus. Mulut katak yang sudah jadi bangkai bergerak membuka secara aneh.
Sesaat kemudian dari mulut itu menyembul sebuah benda keras dibalut tujuh macam
warna, makin panjang, makin panjang.
"Dess!"
Benda aneh keluar lepas dari mulut katak hijau, jatuh ke bawah. Sesaat lagi
benda itu akan terhempas jatuh di tanah berumput Hantu Penjunjung Roh me-118
BATU PEMBALIK WAKTU 15
lompat ke depan, cepat menyambutnya. Ternyata benda itu sebuah batu pipih aneh
sebesar batu pengasah pisau.
Memiliki tujuh macam warna. Pada bagian atas berbentuk agak bulat menyerupai
kepala manusia dan pada sisi kiri kanan ada bagian yang menonjol seperti
telinga. Mendadak ratusan kodok yang masih bertebaran di tanah sekeliling batu besar
keluarkan teriakan-teriakan keras. Hantu Laekatakhijau merasa tidak enak.
Dia melangkah mendekati sahabatnya yang tengah memperhatikan terheran-heran
benda yang ada di telapak tangannya yakni yang keluar dari perut katak besar.
Pada saat itulah tiba-tiba di langit ada suara menderu keras. Laksana sambaran


Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kilat satu benda putih melesat rendah di udara. Pedataran berumput seolah
diterpa topan. Dua nenek terjengkang di tanah! Bersamaan dengan itu satu benda
biru berkelebat dahsyat, menyambar ke tangan kanan Hantu Penjunjung Roh yang
memegang benda aneh. Sebelum dua nenek itu mengetahui apa yang terjadi, benda
putih yang melesat sebat dan benda biru yang barusan menyambar membumbung ke
udara lalu lenyap seolah menembus langit.
"Jahanam! Ada yang merampas benda itu!" teriak Hantu Penjunjung Roh. Hantu
Laekatakhijau terkejut besar. Dua nenek ini cepat melompat bangkit dan hantamkan
tangan kanan masing-masing ke udara.
"Wuuuttt!"
"Wuttt!"
Dua gelombang angin melesat ke atas. Yang jadi sasaran ternyata sudah lenyap.
Walau demikian ada sepotong benda putih tiba-tiba melayang jatuh dari atas
langit. Hantu Penjunjung Roh dan Hantu Lembah Laekatakhijau sama-sama melompat,
berebut cepat menangkap benda putih itu.
"Rontokan bulu burung..." kata si nenek seraya memperlihatkannya pada sahabatnya
Hantu Laekatakhijau.
Hantu Laekatakhijau ambil benda itu dan memperhatikan. "Hemmm..." si nenek
bergumam. "Bulu burung tidak ada yang sebesar ini...." Dia memandang ke langit
"Aku sudah bisa menduga siapa adanya makhluk yang berusaha merampas batu aneh
tujuh warna itu...."
"Siapa?" bertanya Hantu Penjunjung Roh.
"Tidak akan kukatakan sekarang. Aku tak ingin pikiranmu ikut bercabang. Makhluk
itu kelak akan muncul sendiri. Yang penting kita harus lebih dulu mencari nenek
bernama Luhmundinglaya itu. Rahasia apa konon yang hendak disampaikannya pada
kita...." "Aku kecewa kau tak mau memberitahu siapa adanya si 118 BATU PEMBALIK WAKTU 16
perampas batu berwarna tujuh itu. Apa boleh buat Aku tak mau memaksa! Tapi apa
kau mau mengatakan benda apa sebenarnya yang tadi keluar dari mulut katak hijau
itu?" tanya Hantu Penjunjung Roh pula.
"Tak dapat kupastikan apa adanya," jawab Hantu Laekatakhijau. Lalu dia
menambahkan. "Tapi jika ada seseorang merampasnya, pasti benda itu sangat
berharga. Jangan-jangan...." Si nenek mendadak hentikan ucapannya. Wajahnya yang
keriput berubah.
"Kau tidak meneruskan ucapanmu. Wajahmu kulihat berubah. Apa yang ada dalam
pikiranmu wahai sahabatku Luhmasigi?"
"Aku ingat pada peristiwa beberapa waktu lalu.
Konon Hantu Tangan Empat pernah diutus Hantu Muka Dua pergi ke negeri seribu dua
ratus tahun mendatang untuk mencari sebuah batu sakti bernama Batu Sakti
Pembalik Waktu. Dengan mempergunakan ilmu itu siapapun bisa menembus perbedaan
waktu dan bisa muncul datang ke negeri asing itu lalu kembali lagi ke sini
setiap saat yang dikehendakinya...."
"Aku memang pernah mendengar riwayat itu,"
kata Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh pula.
"Tetapi setahuku Hantu Tangan Empat tidak berhasil mendapatkan batu sakti itu.
Lalu bagaimana batu itu bisa berada di sini, jika dugaanmu memang benar bahwa
benda yang tadi dirampas orang itu adalah Batu Pembalik Waktu " Bagaimana bisa
berada di dalam perut katak hijau?"
"Memang sulit untuk dipercaya. Namun bukan mustahil batu itu tadinya dibawa oleh
orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu...."
"Jika pendapatmu benar, mengapa mereka tidak mempergunakan untuk kembali ke
kampung halaman mereka di Tanah Jawa" Mengapa menyengsarakan diri dalam bahaya
di negeri ini?"
"Aku tidak tahu mau mengatakan apa lagi," kata Luhmasigi. Si nenek garuk-garuk
kepalanya yang ditumbuhi rambut putih lalu memandang pada ratusan katak hijau
yang bertebaran di tanah. "Anak-anak, kita akan segera tinggalkan tempat ini!"
Mendengar ucapan si nenek ratusan katak hijau segera berlompatan ke kepala, muka
dan tubuh Hantu Laekatakhijau.
Untuk mengingatkan pembaca pada riwayat Batu Pembalik Waktu perlu kita kembali
pada Episode Pertama dari petualangan Wiro di Negeri Latanahsilam berjudul "Bola
Bola Iblis". Dituturkan dalam Episode tersebut secara tak sengaja Naga Kuning
telah menekan bagian menonjol di kiri kanan batu yang berakibat membawa mereka
melesat ke alam seribu dua ratus tahun silam dan muncul di Negeri Latanahsilam.
Secara tidak sengaja Batu Pembalik Waktu yang 118 BATU PEMBALIK WAKTU 17
dibawa oleh Naga Kuning terjatuh di satu tempat dan ditemui oleh katak hijau
besar yang langsung menelannya.
Pada saat menginjakkan kaki pertama kali di Negeri Latanahsilam Wiro dan dua
kawannya bertemu dengan Lakasipo alias Hantu Kaki Batu. Walau tadinya Lakasipo
berniat membunuh ke tiga orang itu namun persahabatan kemudian terjalin. Bahkan
Lakasipo menganggap Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol sebagai saudara-saudara
angkatnya. Lakasipo juga berusaha membantu mereka untuk menemukan kembali Batu
Pembalik Waktu agar ketiganya bisa kembali ke Tanah Jawa. Namun usaha itu siasia belaka karena sang batu tidak dapat ditemukan.
Pada saat bersamaan sampainya Wiro dan dan kawan-kawan di Negeri Latanahsilam,
muncul pula seekor katak hijau besar. Binatang inilah yang menemukan Batu
Pembalik Waktu lalu menelannya. Karena batu itu bukan benda biasa, sehari
setelah menelan batu katak tadi menemui kematiannya. Anehnya walau telah jadi
bangkai sosoknya tidak rusak atau membusuk. Apa yang terjadi selanjutnya adalah
seperti yang dituturkan di atas.
118 BATU PEMBALIK WAKTU 18
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
4 DERU lima air terjun seolah menjadi pengantar kekhusukan samadi yang tengah
dilakukan kakek berambut putih riap-riapan itu. Orang tua ini memiliki kening,
hidung dan dagu sama rata dengan pipinya. Dia duduk bersila mengapung satu
jengkal di atas batu rata di dalam bangunan berbentuk gapura.
Orang tua ini bukan lain adalah Hantu Tangan Empat, salah seorang tokoh rimba
persilatan yang disegani di Negeri Latanahsilam. Di langit matahari mulai
condong ke barat. Peri Angsa Putih sampai saat itu masih saja tetap duduk
bersila di hadapan si orang tua. Sikapnya yang sepanjang hari memperlihatkan
kesabaran kini mulai goyah. Peri ini mulai gelisah, apa lagi setelah melihat
petang mulai merayap siap membawa sang surya ke titik tenggelamnya.
"Cucuku Peri Angsa Putih, sifat manusia luar rupanya mulai mempengaruhi dirimu.
Dimana kau simpan rasa kesabaranmu selama ini?" Tiba-tiba kesunyian dan
keresahan menunggu dipecahkan oleh suara aneh yang seolah datang dari empat
jurusan hingga sulit mengetahui siapa adanya orang yang bicara. Mulut si kakek
tidak tampak bergerak. Matanyapun masih terpejam. Itulah ilmu Empat Penjuru
Angin Menebar Suara. Di Negeri Latanahsilam hanya ada tiga makhluk yang memiliki
ilmu kesaktian ini. Pertama Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Ujud.
Ke dua Hantu Tangan Empat dan ke tiga adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang
beruntung mendapat ilmu tersebut dari Luhpingitan, istri Lasedayu alias Hantu
Langit Terjungkir.
Peri bermata biru itu terkesiap kaget mendengar suara tadi. Dia menatap wajah
Hantu Tangan Empat sesaat lalu jatuhkan diri berlutut.
"Kek, harap maafkan diriku kalau kedatanganku mengganggu semedimu...."
Dua mata Hantu Tangan Empat yang sejak tadi tertutup perlahan-lahan terbuka. Dia
pandangi Peri Angsa Putih sejenak lalu berkata. "Terakhir sekali kau datang ke
tempat kediamanku ini dulu lama sekali.
Kau muncul membawa pemuda asing dan dua kawannya.
Apakah kali ini kedatanganmu juga ada sangkut pautnya dengan diri pemuda itu?"
Peri Angsa Putih berusaha tersenyum untuk menutupi perubahan wajahnya. "Saya
menemuimu karena ada satu mimpi datang berulang kali sejak beberapa hari
ini...." 118 BATU PEMBALIK WAKTU 19
"Begitu?" Alis putih Hantu Tangan Empat naik ke atas. Keningnya mengerenyit.
"Sebelum kau menerangkan mimpi apa yang kau alami, ada satu hal ingin kuketahui.
Di Negeri Latanahsilam sejak belakangan ini tersiar banyak berita. Satu
diantaranya menyangkut dirimu yang dihubungkan dengan pemuda asing bernama Wiro
Sableng itu. Konon kabar itu mengatakan bahwa kau tergila-gila pada pemuda itu
dan melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Aku inginkan kejujuranmu.
Apakah berita itu benar adanya?"
"Kakek Hantu Tangan Empat, berbagai berita bisa saja tersebar dan tersiar
kemana-mana. Namun kebenarannya perlu diteliti dan dikaji. Seingat saya sampai
saat ini saya masih bisa menjaga diri. Masih menyadari bahwa saya adalah bangsa
Peri yang tidak sama dengan manusia biasa...."
"Hemmm.... Aku berharap kau tetap berada dalam keadaan seperti itu," kata Hantu
Tangan Empat pula.
"Namun perlu kau ketahui wahai cucuku. Pengaruh zaman mendatangkan banyak
perubahan di alam kehidupan kita. Perubahan ini berpengaruh pula pada sifat dan
sikap serta tindakan kita, termasuk kalian bangsa Peri. Perbedaaan antara kaum
Peri dan makhluk biasa semakin menipis. Pengaruh dunia luar semakin terasa.
Kuharap kau berlaku hati-hati.... Termasuk berhati-hati dengan pemuda asing
bernama Wiro Sableng itu. Aku mendengar banyak sekali kabar buruk menyangkut
diri pemuda itu...."
"Semua ucapan Kakek akan saya perhatikan,"
kata Peri Angsa Putih pula.
"Bagus, sekarang kau boleh menceritakan padaku perihal mimpimu."
"Saya kedatangan mimpi, tiga malam berturut-turut. Dalam mimpi itu muncul
seorang tua memperlihatkan sebuah benda berbentuk segi empat.
Agaknya merupakan sebuah batu. Setiap dia hendak memberikan batu itu kepada
saya, saya tersentak bangun dan mimpi saya terputus. Saya lalu merenung apa arti
mimpi itu. Tidak bisa saya memecahkannya.
Lalu saya ingat pada peristiwa beberapa waktu lalu.
Ketika Kakek diperintahkan oleh Hantu Muka Dua untuk berangkat menembus waktu,
pergi ke Tanah Jawa. Bukankah saat itu Kakek ditugaskan untuk mencari sebuah
benda bernama Batu Sakti Pembalik Waktu?"
"Kau benar. Hantu Muka Dua memang menugas-kan diriku mencari benda itu sampai ke
Negeri Seribu Dua Ratus Tahun Mendatang yang disebut Tanah Jawa. Aku terpaksa
melakukannya karena dia men-culik dan menyekap istriku Luhbarini...."
"Mengenai Batu Pembalik Waktu itu, Kek. Dapat-kah kau mengatakan bagaimana
bentuknya?" ber-118 BATU PEMBALIK WAKTU 20
tanya Peri Angsa Putih.
"Aku sendiri belum pernah melihatnya. Seperti kau ketahui aku tidak berhasil
mendapatkan batu tersebut Hanya dari Hantu Muka Dua aku pernah diberi tahu
bentuk dan ciri-cirinya."
"Coba kau katakan, mungkin sama dengan batu yang saya lihat dalam mimpi."
"Menurut Hantu Muka Dua, batu itu berbentuk empat persegi. Salah satu ujungnya
agak bulat. Memiliki tujuh warna. Apakah penjelasanku cocok dengan batu yang kau
lihat dalam mimpimu?"
Peri Angsa Putih menggeleng. "Bentuknya mungkin sama. Tapi mengenai warnanya
tidak terlalu jelas...."
Hantu Tangan Empat tatap wajah Peri Angsa Putih sejenak lalu bertanya. "Mengenai
orang tua dalam mimpi itu. Yang katamu hendak menyerahkan batu tersebut padamu,
apakah kau mengenali siapa dia adanya. Atau pernah melihat sebelumnya?"
"Saya tidak mengenali siapa dia. Juga belum pernah melihatnya...."
"Kalau begitu tidak banyak hal lain yang bisa kuberitahu padamu...."
"Penjelasan Kakek sudah lebih dari cukup. Saya sangat berterima kasih. Sekarang
izinkan saya mohon diri berpamit pergi...."
"Sebentar lagi hari akan malam. Mengapa kau tidak menginap saja di sini" Mungkin
banyak hal lain yang bisa kita bicarakan."
"Saya ingin sekali bermalam di sini. Tapi masih ada beberapa urusan penting
lainnya yang harus saya lakukan. Mungkin Kakek sudah mendengar kabar bahwa Peri
Bunda tengah ditimpa musibah...."
"Aku mendengar. Aib besar bagi bangsa Peri!
Lagi-lagi karena perbuatan pemuda bernama Wiro Sableng itu! Peri Bunda sampai
hamil! Jika tiba saatnya pemuda itu perlu dimintai pertanggungan jawabnya.
Dengan darah bahkan kalau perlu dengan nyawanya!
Aku mengerti cucuku. Pergilah. Selalu berlaku hati-hati dimana kau berada,
dengan siapapun kau berhadapan."
Peri Angsa Putih bersujud di hadapan Hantu Tangan Empat lalu tinggalkan bangunan
berbentuk gapura itu.
Sesaat setelah Peri Angsa Putih meninggalkan tempat kediamannya, Hantu Tangan
Empat usap-usap janggut putihnya, menatap ke arah pedataran berumput di seberang
sana. Rumput di pedataran itu tidak berwarna hijau seberapa lazimnya warna
rumput melainkan berwarna biru.
"Batu Sakti Pembalik Waktu..." desis Hantu Tangan Empat. "Batu keramat itu tidak
berhasil aku dapatkan. Tidak ada yang tahu dimana beradanya.
Cucuku datang membawa cerita tentang mimpi me-118 BATU PEMBALIK WAKTU 21
lihat batu sakti itu. Apakah dia berkata benar..." Bukankah sejak beberapa lama
belakangan ini cara berpikir dan gerak geriknya banyak dipengaruhi oleh orangorang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu" Aku curiga. Janganjangan batu itu mungkin sudah ada padanya. Paling tidak dia mengetahui dimana
beradanya. Cuma dia tidak tahu pasti bagaimana bentuknya. Itu sebabnya dia
datang ke sini mencari keterangan untuk memastikan..." Hantu Tangan Empat
menyeringai dan usap-usapjanggut putihnya. "Cucuku Peri Angsa Putih. Kau sudah
pandai bercerdik diri. Tapi kau tidak bisa menipu kakekmu ini!"
Hantu Tangan Empat tepukkan tangannya tiga kali berturut-turut. Saat itu juga
muncullah satu makhluk luar biasa yang sekujur sosoknya mulai dari kepala sampai
ke kaki dikobari api. Selain itu bagian tubuhnya sebelah kanan sangat mengerikan
untuk dipandang.
Karena bagian tubuh ini hanya berbentuk satu lobang besar, menggeroak demikian
rupa hingga tulang-tulang iga, isi dada dan isi perutnya kelihatan dengan nyata!
Siapa gerangan adanya makhluk dahsyat ini"!
Sebelumnya dalam Episode berjudul "Hantu Muka Dua telah diriwayatkan mengenai
seorang Utusan atau Wakil Para Dewa bernama Lamanyala yang bertempur habishabisan melawan Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir. Lamanyala berusaha
mengambil Jimat Hati Dewa yang dilarikan Lasedayu. Tapi Lasedayu keburu menelan
jimat itu hingga kesaktiannya berlipat ganda.
Lamanyala tidak berdaya menghadapi Lasedayu, akhirnya melarikan diri setelah
tubuhnya sebelah kanan dihantam hancur oleh lawan dengan pukulan sakti bernama
Pukulan Tangan Dewa Warna Kuning.
Sejak peristiwa itu dengan sendirinya Lamanyala mendekam dendam kesumat besar
terhadap Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir. Di dalam Episode berjudul
"Hantu Langit Terjungkir" dia muncul kembali pada saat Lasedayu berusaha
mengejar Hantu Kaki Batu (Lakasipo) yang diduganya adalah putera kandungnya
sendiri. Lamanyala berani menghadang Lasedayu karena dia mengetahui bahwa seluruh
kesaktian yang ada pada Lasedayu telah dirampas oleh Hantu Muka Dua lewat Sendok
Pemasung Nasib. Dugaan Lamanyala meleset. Karena selama berada di Lembah Seribu
Kabut diam-diam Lasedayu menciptakan satu ilmu kesaktian yang didasarkan pada
kekuatan alam sekitarnya. Dalam keadaan terdesak Lamanyala bermaksud hendak
melarikan diri. Namun tidak terduga muncullah Hantu Lumpur Hijau membantu.
Dikeroyok dua Lasedayu jadi tak berdaya. Apalagi setelah Lamanyala 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 22
mengeluarkan ilmu kesaktiannya berupa kobaran api raksasa menelikung seputar
Lasedayu. Pada saat-saat dimana Lasedayu akan ditumpas habis dan menemui ajal, tiba-tiba
muncullah Pendekar 212 Wiro Sableng bersama dua kawannya yakni Naga Kuning dan
Setan Ngompol. Untuk menyelamatkan si kakek, Wiro keluarkan ilmu kesaktian
bernama Angin Es.
Kobaran api ganas Lamanyala bukan saja padam tapi kakek jahat ini bersama-sama
Hantu Lumpur Hijau serta merta berubah menjadi patung es!
Penuh kagum akan kehebatan ilmu kesaktian Wiro yang sanggup membuat Lamanyala
dan Hantu Lumpur Hijau berubah menjadi patung es, Hantu Langit Terjungkir
bertanya. "Berapa lama dia akan jadi patung es seperti itu?"
Wiro menjawab. "Jika mereka tetap berada di udara terbuka tapi terkena cahaya
matahari, mereka baru bisa bebas sekitar tujuh hari. Jika tidak terkena matahari
bisa-bisa dua puluh hari. Tapi jka mereka berada dalam air bisa-bisa empat puluh
hari." Sambil menyeringai Naga Kuning lalu menyambung ucapan Wiro itu.
"Kek, waktu kau ke sini, kami melihat ada satu comberan busuk. Dalamnya sekitar
seleher. Di dalamnya ada macam-macam kotoran, ular air, kodok dan lintah.
Mengapa tidak dijebloskan saja dua kakek jahat itu ke sana"!"
Hantu Langit Terjungkir menyeringai geli. "Memang, ada baiknya aku mengikuti
usulmu itu wahai sahabat kecil yang nakal! Ha... ha... ha!"
Apa yang dikatakan Naga Kuning itu kemudian benar-benar dilaksanakan. Diikuti
dari belakang oleh Hantu Langit Terjungkir, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
menyeret sosok Lamanyala dan Hantu Lumpur Hijau ke sebuah kubangan busuk yang
bukan saja penuh berbagai kotoran tapi juga banyak binatangnya. Dua kakek itu


Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka cemplungkan ke dalam kubangan.
Masih untung kepalanya sengaja dibiarkan timbul.
Kalau sampai diceburkan kaki ke atas kepala ke bawah niscaya keduanya akan
menemui kematian secara mengenaskan! Lamanyala dan Hantu Lumpur Hijau memaki
menyumpah habis-habisan!
Seperti yang dikatakan Wiro jika mereka terpendam dalam kubangan atau comberan
busuk itu maka baru empat puluh hari kemudian lapisan es aneh yang membuat tubuh
mereka kaku akan mencair dan mereka bisa bebas kembali. Ternyata nasib keduanya
tidak seburuk itu. Baru tiga hari mendekam dalam kubangan busuk, Hantu Tangan
Empat yang kebetulan lewat di tempat itu menemukan mereka. Keduanya ditarik
keluar dari dalam kubangan. Selama satu hari 118 BATU PEMBALIK WAKTU 23
satu malam Hantu Tangan Empat mengerahkan kesaktiannya baru dia berhasil
melelehkan lapisan es yang membungkus sosok dua kakek itu.
Setelah mengucapkan terima kasih Hantu Lumpur Hijau meninggalkan tempat itu.
Sedang Lamanyala yang merasa berhutang budi dan nyawa terhadap Hantu Tangan
Empat memutuskan untuk mengabdi dan mengikuti Hantu Tangan Empat kemanapun kakek
itu pergi. Tapi diam-diam sebenarnya Lamanyala mempunyai satu maksud rahasia
dalam memperhambakan diri pada tokoh utama Negeri Latanahsilam itu.
* * * BEGITU berhadapan dengan Hantu Tangan
Empat, Lamanyala segera menghormat menjura dalam.
"Hantu Tangan Empat, kau memanggilku. Tentu ada urusan penting. Harap kau
memberi tahu agar aku bisa segera melaksanakan."
"Lamanyala, kau tentu tahu. Barusan saja aku mendapat kunjungan cucuku makhluk
Peri bernama Peri Angsa Putih. Dia datang kemari menanyakan perihal sebuah batu
bernama Batu Pembalik Waktu.
Kurasa kau pernah mendengar tentang batu keramat itu...."
"Sedikit banyaknya aku memang sudah pernah mendengar," jawab Lamanyala. "Apa
yang harus aku lakukan wahai Hantu Tangan Empat?"
"Ikuti Peri Angsa Putih. Selidiki sampai kau mengetahui apakah dia memiliki batu
sakti itu atau tidak.
Jika benda itu memang berada di tangannya kau harus dapat merampasnya...."
"Perintahmu akan segera aku lakukan. Namun sebelum pergi aku ada dua
pertanyaan ..." kata Lamanyala pula.
"Ajukan apa pertanyaanmu!"
"Pertama, apakah cucumu Peri Angsa Putih tahu kalau aku telah menjadi abdimu?"
"Tidak, Peri Angsa Putih tidak mengetahui. Juga tidak ada orang lain yang tahu.
Mungkin Hantu Lumpur Hijau karena dia yang melihat kau dan aku bersama-sama
terakhir sekali. Tapi itupun baru dugaan. Apa pertanyaanmu yang ke dua?"
"Jika Batu Pembalik Waktu itu ternyata memang ada di tangan Peri Angsa Putih,
namun dia menolak menyerahkan padaku, apa yang harus aku lakukan?"
"Wahai, kau tahu apa yang harus kau lakukan Lamanyala! Nyawa manusia dan nyawa
seorang Peri tak ada bedanya. Kuharap kau mengerti maksud ucapanku itu...."
118 BATU PEMBALIK WAKTU 24
"Aku mengerti Hantu Tangan Empat Tapi untuk menghindarkan kesalah pahaman biar
aku bertanya berterus terang. Apakah kau mengizinkan aku mem-bunuhnya"!"
Hantu Tangan Empat menatap tajam ke sepasang mata Lamanyala yang dikobari api.
Lalu kakek ini tertawa gelak-gelak. "Kau sudah tahu apa yang aku inginkan,
Lamanyala! Apakah aku harus bicara sejelas kilat di langit mendung"! Ha... ha...
ha... ha!"
Lamanyala merenung. Lalu setelah anggukkan kepala dan menjura dalam, makhluk
yang sosoknya dikobari api ini berkelebat pergi dari hadapan Hantu Tangan Empat
118 BATU PEMBALIK WAKTU 25
BASTIAN TITO Batu Pembalik Waktu
5 DALAM Episode sebelumnya ("Muka Tanah Liat") diceritakan bagaimana Luhcinta,
mengalami bencana, dikeroyok oleh kaki tangan Hantu Muka Dua yakni Luhjahilio
dan Lajahilio yang dikenal dengan julukan Sepasang Hantu Bercinta. Dalam
pertempuran hebat dua kakek nenek jahat ini menyerang dengan
mempergunakan sejenis bubuk beracun sehingga Luhcinta roboh pingsan tak sadarkan
diri. Sebelum bencana lebih hebat menimpa gadis murid Hantu Lembah Laekatakhijau
ini muncullah Si Penolong Budiman alias Latampi memberikan pertolongan. Orang
yang wajahnya selama ini selalu ditutup tanah liat hitam itu kini menampakkan
diri dengan wajah aslinya.
Hantu Muka Dua yang ada di tempat itu coba menghadang ketika Si Penolong Budiman
menyelamatkan Luhcinta. Tapi gagal. Penguasa Istana Kebahagiaan ini kemudian
melarikan diri menghindari bentrokan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Wiro
sendiri yang merasa khawatir akan keselamatan Luhcinta, bersama Hantu Selaksa
Angin alias Luhpingitan segera melakukan pengejaran sementara Naga Kuning, Setan
Ngompol dan Betina Bercula menyusu! belakangan....
Latampi baru memperlambat larinya ketika sang surya yang condong ke barat mulai
memudar sinarnya.
"Sudah cukup jauh. Pasti aman sekarang. Aku harus mencari tempat yang baik.
Gadis ini harus segera diselamatkan..." Latampi perhatikan wajah Luhcinta yang
pucat pasi sedang bibirnya yang selama ini merah menawan kini kelihatan kebirubiruan pertanda ada racun jahat merasuk dalam aliran darahnya.
Memandang berkeliling lelaki berjubah hitam itu melihat satu bukit kecil di
ujung sana. Tak jauh dari kaki bukit tampak beberapa ekor belibis hutan.
"Jika ada belibis berarti ada mata air tak jauh dari tempat ini," membatin Si
Penolong Budiman. Lalu dia melarikan Luhcinta ke arah bukit Benar saja. Sebelum
dia mencapai kaki bukit di tengah jalan dia menemui satu telaga kecil. Belasan
ekor belibis coklat berenang seputar telaga. Latampi mencari tempat yang kering
dan baik lalu membaringkan Luhcinta. Dirabanya kening gadis itu. Terasa panas.
Lalu ditempelkannya telinganya ke dada. Dia mendengar suara detak jantung yang
tidak teratur. 118 BATU PEMBALIK WAKTU 26
Si Penolong Budiman menarik nafas dalam. "Luhcinta, belasan tahun mengarungi
negeri, akhirnya ku-temui juga dirimu. Sayang pertemuan ini tidak dalam suasana
menggembirakan.... Tidak mungkin akan menggembirakan. Karena..." Si Penolong
Budiman merasakan dadanya sesak. Kemudian dia sadar. "Aku tak boleh hanyut dalam
perasaan. Aku harus segera bertindak! Para Dewa, beri aku petunjuk dan kekuatan
untuk menyelamatkan gadis ini!" Si Penolong Budiman berdoa. Lalu dia memijit
urat besar di atas dua tumit Luhcinta. Hal yang sama dilakukannya pada urat
besar dii lekukan siku serta pangkal leher. Dari balik pakaiannya dia
mengeluarkan sebuah kantong kecil berisi bubuk berwarna biru. Bubuk ini
dituangkannya ke atas daun yang dibentuk menyerupai corong. Lalu ke dalam corong
daun dimasukkannya air telaga.
Kemudian sedikit demi sedikit air bercampur bubuk biru itu dituangkannya sampai
habis ke dalam mulut Luhcinta.
Latampi menunggu. Dia mulai khawatir ketika sosok Luhcinta masih belum bergerak
dan hembusan nafasnya tidak berubah. Dipegangnya kening gadis itu. Diusapnya
beberapa kali. "Masih panas.... Kalau obat itu tidak mampu membuat dia memuntahkan racun jahat
yang ada dalam tubuhnya, terpaksa aku mempergunakan cara lain...."
Si Penolong Budiman menunggu beberapa saat lagi.
Disamping tidak sabar kini dia mulai merasa cemas.
"Tak ada jalan lain. Aku harus mengambil tindakan pertolongan secara langsung.
Aku harus menyedot racun yang ada di dalam tubuhnya...."
Sesaat Latampi tatap wajah Luhcinta yang telah diketahuinya sebagai anak
kandungnya sendiri. Sepasang matanya berkaca-kaca. "Kalau aku tidak dapat
menolong anak ini, aku rela mati bersamanya. Derita sengsaranya selama ini
menjadi beban tambahan di atas derita sengsara diriku sendiri.... Wahai Para
Dewa, tolong kami yang menderita ini...."
Latampi merunduk mencium kening Luhcinta. Air matanya jatuh mengucur di atas
pipi si gadis. Lalu dengan memejamkan mata dia susupkan dua tangannya ke balik
dada pakaian Luhcinta, meraba mencari letak urat besar di arah jantungnya.
Perlahan-lahan dia kerahkan hawa sakti yang ada dalam tubuhnya.
Begitu jari-jarinya dapat menjajagi letak urat besar itu, Latampi membungkuk,
dekatkan wajahnya ke wajah Luhcinta. Bibir mereka saling bertempelan. Lalu
Latampi menyedot. Sekujur tubuh lelaki ini bergetar.
Mukanya merah keringatan. Tiba-tiba sosok Luhcinta menggeliat Dua matanya yang
sejak tadi terpejam mendadak terpentang lebar. Dia melihat satu wajah 118 BATU
PEMBALIK WAKTU 27
dekat sekali di atasnya. Gadis ini menjerit keras. Bersamaan dengan jeritannya
itu menyembur cairan biru berlendir, menyusul muntahan darah kehitam-hitaman,
muncrat membasahi wajah orang yang meneduhi mukanya.
"Manusia kurang ajar! Siapa kau!" Luhcinta gerakkan kaki kanannya.
"Bukkk!"
Latampi mencelat mental sampai dua tombak.
Ketika dia berusaha bangkit berdiri di hadapannya tahu-tahu telah tegak dua
orang yang memandang padanya dengan pandangan penuh amarah!
"Penolong Budiman! Kemesumanmu rupanya tidak berhenti pada hanya mengintip saja!
Sekarang kau berani menggerayangi tubuh gadis yang sedang pingsan! Menciumnya!
Manusia sepertimu tidak ada tempat di Negeri Latanahsilam ini!" Salah seorang
Pendekar Riang 11 Pendekar Rajawali Sakti 94 Pendekar Aneh Misteri Pulau Neraka 10

Cari Blog Ini