Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis Bagian 3
Sableng dari Datuk Rao Basaluang Ameh makhluk setengah roh setengah manusia.
Ilmu kesaktian ini dalam waktu 360 hari hanya bisa dikeluar dan dipergunakan
sebanyak dua kali.
Satu letupan keras berkumandang begitu gabungan dua sinar hijau menghantam
rantai besi. Tanah di antara dua kaki Lakasipo terbongkar. Rantai besi
mengeluarkan suara berdentrangan dan terangkat ke tanah lalu jatuh kembali ke
tanah. Wiro sendiri terhuyung mundur empat langkah lalu jatuh duduk di tanah..
Dua larik sinar hijau yang keluar dari matanya lenyap. Di depan sana rantai besi
tidak berubah walau tadi sempat terbungkus sinar hijau seolah dilamun api.
Lakasipo menunduk lalu angkat rantai besi dengan tangan kirinya. "Wahai sobatku
Wiro. Paling sedikit kau harus menghantam lima kali dengan ilmu kesaktianmu
tadi. Baru rantai ini bisa putus!"
Wiro tak berkata apa-apa. Sambil garuk-garuk kepala dia bangkit berdiri dan
melangkah mendekati Naga Kuning. "Mungkin dengan ilmu gaib Naga Kuning yang
mendekam di dadamu kau bisa menolong Lakasipo," katanya.
Tapi Naga Kuning gelengkan kepala. "Aku mau mencoba. Kalau gagal kemana kubuang
rasa maluku! Kita berhadapan dengan ilmu kesaktian aneh beberapa tingkat lebih
tinggi dari ilmu yang kita miliki, Wiro. Ingat kata-kata Hantu Tangan Empat
mengenai ilmu memindahkan suara" Ilmu yang dimilikinya empat tingkat lebih
tinggi dari yang diketahui orang di tanah Jawa...."
Murid Sirito Gendeng kembali garuk-garuk kepala. "Aku mau mencoba satu kali
lagi!" katanya kemudian.
Wiro angkat tangan kanannya. Diusapnya beberapa kali. Ketika dia hendak meniup,
niatnya dibatalkan. Dia merenung sejenak. Lalu memusatkan alam pikiran pada satu
titik gaib yang seolah ada di antara kedua matanya. Mulutnya berucap. "Datuk Rao
Bamato Hijau sahabat dan pelindungku! Dengan Kuasa Tuhan Seru Sekalian Alam aku
mohon bantuanmu! Datanglah padaku!"
Baru saja Wiro selesai berucap tiba-tiba terdengar suara menggereng disusul
auman dahsyat. Setan Ngompol langsung terkencing sedang Naga Kuning bersurut dua
langkah. Sesaat kemudian satu sosok harimau berbulu putih dengan sepasang mata
memancarkan sinar hijau muncul di tempat itu.
"Seekor kutu berbentuk harimau, apa yang bisa dilakukannya!" kata Lakasipo dalam
hati sambil geleng-geleng kepala ketika melihat kemunculan harimau yang dikenal
dengan panggilan Datuk Rao Bamato Hijau itu. Namun apa yang terjadi kemudian
membuat Lakasipo tersentak kaget hampir terloncat dari duduknya, didahului auman
dahsyat yang menggelegar sosok harimau yang tadinya kecil itu perlahan-lahan
berubah besar. Makin besar, bertambah besar dan akhirnya sampai sebesar sosok
Lakasipo. Membuat orang ini bergidik ngeri. Wiro sendiri melompat ke balik
sebuah batu. Setan Ngompol sudah lebih dulu lari terkencing-kencing sementara
Naga Kuning sembunyi di balik sebatang pohon besar.
Bola Bola Iblis 47
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Datuk Rao Bamato Hijau merangkah berputar-putar mengelilingi Lakasipo. Mulutnya
tiada henti mengeluarkan auman. Ekornya melesat kian kemari. Tiba-tiba binatang
jejadian ini merunduk. Moncongnya menyambar ke arah rantai besi besar yang
tergeletak di tanah.
"Kraaakkk!"
Rantai besi putus dihantam gigitan Datuk Rao Bamato Hijau. Binatang ini mengaum
keras. Lakasipo berteriak gembira. Namun dia masih belum bebas. Dua kakinya
masih berada dalam batu yang terpendam di tanah.
Datuk Rao Bamato Hijau kembali mengelilingi Lakasipo. Lalu seperti tadi dia
membuat gerakan mendadak. Kalau tadi mulutnya yang bekerja kini dua kaki
depannya dengan cepat menggaruk tanah sekitar dua kaki Lakasipo yang terpendam.
Beberapa "saat kemudian dua lubang besar kelihatan di tanah. Dua batu dimana sepasang kaki
Lakasipo terpendam ternyata berbentuk bulat seperti bola. Sambil mengaum keras
dengan garang Datuk Rao Bamato Hijau mencengkeram dan menggerogot bola batu di
kaki kanan Lakasipo.
"Kraaakkk... kraakkk... kraaakkk!" Terdengar suara berderakan berulang kali.
Namun batu besar itu tidak gugus, retak atau pecah!
Harimau putih mengaum keras lalu mundur beberapa langkah. Makhluk jejadian ini
melompati batu sebelah kiri. Kembali terdengar suara berderak-derak ketika Datuk
Rao Bamato Hijau coba menghancurkan batu dengan gigi dan cakaran kukunya. Namun
seperti batu pertama, batu yang satu ini juga kukuh atos tak mampu diapa-apakan.
Datuk Rao menggereng panjang. Dari sela-sela giginya kelihatan lelehan darah.
"Datuk Rao..." seru Wiro.
Harimau berbulu putih itu gelengkan kepalanya. Seolah mau mengatakan bahwa dia
tidak mampu membebaskan sepasang kaki Lakasipo yang dipendam dalam bola batu
yang oleh sosok jejadian Luhrinjani disebut sebagai Bola-Bola Iblis! Datuk Rao
Bamato Hijau mendongak ke langit lalu mengaum panjang. Perlahan-lahan tubuhnya
mengecil kembali.
Wiro segera melompat mendekati Datuk Rao Bamato Hijau. Tangan kiri mengusap
kuduk binatang itu tangan kanan menyeka lelehan darah.
''Datuk Rao Bamato Hijau sahabatku. Aku tidak berkecil hati dan jangan kau
kecewa. Kau telah berusaha keras hingga mengeluarkan darah dari mulutmu. Walau kau tidak
dapat menghancurkan batu itu tapi kau telah menolong Lakasipo dari pendaman yang
membuatnya menderita selama puluhan hari. Aku berterima kasih. Lakasipo juga
pasti sangat berterima kasih...."
Datuk Rao Bamato Hijau kedip-kedipkan matanya seolah mengerti apa yang diucapkan
Pendekar 212 Wiro Sableng. Tiba-tiba satu tangan besar menyambar sosok Datuk Rao
Bamato Hijau. Lakasipo mengangkat binatang ini ke atas, didekatkan ke mukanya.
"Makhluk kecil berbentuk harimau putih! Aku Lakasipo berterima kasih atas
pertolonganmu! Para Dewa dan Peri akan membalas jasa dan budi baikmu...."
Di atas telapak tangan Lakasipo Datuk Rao Bamato Hijau mengaum keras. Lalu
sosoknya berubah menjadi kabut yang kemudian sirna dari pemandangan mata
Lakasipo. "Makhluk luar biasa..." desis Lakasipo. Dia ingat pada Wiro dan dua temannya.
Dengan cepat Lakasipo membungkuk mengambil ketiganya. "Kalian bertiga, terutama
kau wahai Wiro Sableng telah menolongku! Aku sangat berterima kasih! Hari ini
mulai, aku mengangkat sumpah bahwa kalian bertiga adalah saudara satu darahku!"
Bola Bola Iblis 48
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Terima kasih kau mau berbaik hati mengangkat kami jadi saudara-saudaramu!" kata
Wiro. "Mudah-mudahan saja kau tidak malu punya tiga saudara kutu cebol begini!"
"Ya," menyahuti Naga Kuning. Dia menudingkan ibu jari tangan kanannya pada Setan
Ngompol. "Apalagi saudaramu yang satu ini. Sudah kakek peot, eh tukang ngompol
bau pesing lagi!"
"Bocah sialan! Jaga mulutmu! Rasakan ini!" Setan Ngompol memaki marah lalu
mengerukkan tangannya ke bawah perut. Tangan yang basah dengan air kencing ini
kemudian dipoleskannya ke hidung dan mulut Naga Kuning hingga bocah ini meludahludah dan ganti memaki panjang pendek!
Lakasipo buka mulutnya lebar-lebar hendak tertawa bergelak mendengar ucapan Naga
Kuning itu. Tapi Wiro cepat berteriak. "Jangan tertawa! Kami bertiga bisa mental
ke udara! Jatuh ke tanah!"
Lakasipo segera tekap mulutnya dengan tangan kiri lalu berkata. "Sahabat Wiro,
sebelumnya aku telah berulang kali mengejek dan menghinamu dan dua kawanmuTernyata kau seorang sakti berkepandaian tinggi. Ilmu memelihara dan memanggil
harimau sakti seperti yang kau miliki itu benar-benar luar biasa. Kau dan kawankawanmu ini siapakah sebenarnya...?"
Wiro garuk-garuk kepala. "Soal diriku tidak usah dibicarakan dulu. Yang penting
saat ini adalah urusan dirimu sendiri. Tadi kau saksikan sendiri Lakasipo.
Harimau putih itu tidak sanggup menghancurkan bola-bola batu yang membungkus dua
kakimu. Menurut aku yang tolol, bisa saja dua bola batu itu kini menjadi
sepasang senjata maut yang hebat!
Jangankan manusia. Gunung pun bisa kau hancurkan!"
Lakasipo ternganga mendengar kata-kata Wiro itu. Untuk beberapa saat dia
pandangi wajah Wiro yang besarnya seujung kuku. Perlahan-lahan Lakasipo
memandang ke bawah memperhatikan dua kakinya.
"Kau mungkin benar wahai Wiro saudaraku. Dengan pertolongan para Dewa dan para
Peri, dua kakiku ini bisa menjadi senjata ampuh. Aku teringat pada ucapan
seseorang. Bola-Bola Iblis..." desis Lakasipo begitu dia ingat akan ucapan sosok gaib
Luhrinjani satu malam puluhan hari lalu di kaki Bukit Latinggihijau. Sekujur
tubuhnya bergetar. "Wahai para Dewa dan Peri, aku mohon pertolonganmu! Jadikan
sepasang kakiku benar-benar sebagai Bola-Bola Iblis untuk menghancurkan manusiamanusia yang telah memperlakukan diriku secara jahat dan sewenang-wenang!
Jadikan dua kakiku sebagai dua senjata sakti agar aku dapat membalaskan sakit
hati kesumat dendam atas ke-matian Luhrinjani!" Sekujur tubuh Lakasipo kembali
bergetar. Di atas telapak tangannya Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
terhuyung-huyung kian kemari; Untuk cari selamat agar tidak jatuh ke bawah
ketiganya segera baringkan diri di atas telapak tangan Lakasipo.
Selama 180 hari lebih sepasang kaki Lakasipo telah dipendam dalam batu. Selama
itu pula dia tidak pernah berjalan melangkahkan kaki. Kini kakinya bebas, tapi
masih terpendam dalam dua bola batu. Sanggupkah dia menggerakkan kakinya dan
berjalan. Lakasipo sesaat merasa cemas. Dengan menabahkan hati disertai pengerahan tenaga,
dia angkat kaki kanannya keluar dari lubang di tanah. Terasa sangat berat. Dia
kerahkan lagi tenaga lebih besar. Keringat memercik di muka dan tengkuknya.
Otot-ototnya melembung bergetar. Perlahan-lahan bola-bola batu itu bergerak
sedikit. Lakasipo genggamkan lima jari tangan kanannya lalu berteriak keras.
"Dukkk!"
Bola Bola Iblis 49
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Batu besar yang membungkus kaki kanan Lakasipo keluar dari lubang dan menghunjam
di tanah. Tanah bergetar hebat. Pohon-pohon bergoyangan. Untuk ke dua kalinya
Lakasipo berteriak sambil mengerahkan tenaga.
"Dukkkk!"
Seperti kaki kanan tadi kaki kiri juga mampu dikeluarkannya dari dalam lubang.
"Dukkkk..,, dukkk... dukk... dukkk!"
Setiap langkah yang dibuatnya menimbulkan suara keras serta getaran di tanah.
"Bunyi apa itu"!" seru Setan Ngompol dalam genggaman Lakasipo.
"Rasanya kita seperti melayang-layang!" ujar Naga Kuning pula.
Lakasipo buka genggaman tangan kanannya.
"Wahai kalian bertiga.... Ada tugas besar yang harus aku laksanakan. Aku.akan
mencari manusia-manusia yang telah membuat diriku celaka! Kalian, bertiga tidak
akan kutinggal. Akan kubawa kemana aku pergi!"
Di pinggang Lakasipo ada sebuah ikat pinggang kulit. Pada bagian sebelah kanan
terdapat sebuah kocek terbuat dari jerami kering yang dianyam. Lakasipo membuka
penutup kocek lalu memasukkan Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol kedalam kocek!
"Hai! Kau masukkan kemana kami ini"!"; teriak Naga Kuning. "Gelap sekali di
sini!" "Aku tak bisa bernafas!" seru Setan Ngompol. "Aduh! Mau kencing rasanya!"
"Awas! Jangan kau berani beser di tempat ini!" teriak Wiro.
"Duukkk... duukkkk." dukkk... dukkkk!"
Lakasipo kerahkan tenaga luar dan tenaga dalamnya.
Ketiga orang itu tergoncang-goncang ketika Lakasipo melang kah cepat mendekati
kuda tunggangannya. Dua buah batu berbentuk bola besar yang membungkus sepasang
kaki Lakasipo sampai ke pangkal betis beratnya bukan kepalang. Apalagi ditambah
dengan potongan besi yang masih mencantel. Namun karena memiliki ilmu dan tenaga
dalam tinggi dan didorong oleh dendam kesumat hendak membalaskan sakit hati maka
walau diberati benda-benda itu dia mampu melangkah.
Namun baru berjalan beberapa langkah ke arah kudanya yang menunggu sekonyongkonyong dari tempat gelap muncul tiga sosok yang segera menghadang jalan
Lakasipo. "Lakasipo! Manusia durjana! Di cari-cari akhirnya kau kami temui juga! Telah kau
membunuh Luhrinjani keponakanku! Nyawa busukmu jadi tebusan! Roh jahatmu akan
tergantung antara langit dan bumi!" Orang paling depan membentak.
Kawan di sebelahnya berucap kaget. "Lihat! Bagaimana bangsat jahat ini bisa
lepas dari pendaman batu iblis"!"
"Ada batu berbentuk bola dan rantai putus mengganduli dua kakinya!" Orang ke
tiga ikut bicara.
"Wahai tiga orang penghadang di malam hari! Lantai terjungkal tidak kucari.
Segala fitnah tidak kusenangi! Izinkan aku memberi keterangan terlebih .dulu!".
Di dalam kocek jerami kering, Wiro dan dua kawannya mendengar jelas bentakanbentakan itu. Dengan susah payah mereka menggeser penutup kocek lalu mengintai.
"Celaka, naga-naganya akan terjadi perkelahian hebat!" kata Naga Kuning. "Kalau
sampai tendangan atau senjata lawan mengenai kocek ini, kita bisa medel semua!"
"Kalau begitu biar aku ke luar saja dan merosot lewat kaki celana Lakasipo!"
kata Setan Ngompol.
Bola Bola Iblis 50
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Mati hidup kita tetap dalam kocek ini! Berada di luar mungkin lebih besar
bahayanya!" kata Wiro lalu menarik daun telinga lebar Setan Ngompol.
* * * Bola Bola Iblis 51
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS elaki di sebelah depan yang mengenakan destar tinggi warna hitam terbuat dari
sejenis kulit kayu meludah ke tanah. "Dasar manusia anjing! Setelah membunuh keLponakanku kau masih bisa berkata tidak mencari lantai terjungkat! Menuduh kami
memfitnah! Jahanam!"
"Wahai Lasalut, Pamanda, Luhrinjani istri yang kucintai! Perihnya hati dan jiwa
akibat kematian istri masih terobat belum! Bagaimana tega-teganya kau menuduhku
membunuh Luhrinjani"!" ujar Lakasipo dengan sikap tetap tenang walau telinganya
panas mendengar ucapan orang.
"Iblis jahanam! Jangan kau berani bermanis mulut! Aku punya, saksi yang melihat
kau membunuh Luhrinjani keponakanku! Mayatnya kau lemparkan ke dalam jurang di
sisi Bukit Batu Kawin!"
"Kau boleh punya seribu saksi Lasalut Pamanda, tapi aku punya saksi para Peri
dan Dewa!"
"Kurang ajar! Berani-beraninya kau membawa-bawa nama Dewa dan Peri!" bentak
orang bernama Lasalut.
"Aku berani karena aku tidak membunuh Luhrinjani. -Dia bunuh diri menjatuhkan
badan ke dalam jurang! Itu bukti penyesalan diri karena berlaku khianat. Mau
mengawini Lahopeng yang menjadi pangkal bencana!"
"Pandainya dia memutar balik kenyataan!" kata lelaki di samping kanan Lasalut
yang kira-kira seusia dengan Lakasipo. Dia adalah Laberang, saudara sepupu
Luhrinjani. "Lahopeng sendiri yang menyaksikan kau melempar tubuh saudara sepupuku itu ke
dalam jurang!"
"Laberang, aku tahu sejak lama kau benci padaku! Jangan kesempatan ini kau
pergunakan untuk mengarang cerita membela Lahopeng!"
"Lakasipo! Ketahuilah bahwa Lahopeng kini telah menjadi Kepala Negeri
Latanahsilam! Seorang Kepala Negeri tidak akan berdusta! Karena dia telah
disumpah oleh para Dewa dan para Peri untuk berkata benar!"
Lakasipo menyeringai. "Kebenaran seseorang tidak dinilai dari jabatan yang
dimilikinya! Apalagi Lahopeng menduduki jabatan Kepala Negeri secara curang!
Kuharap bertiga kalian menyingkir dari hadapanku!"
"Laberang dan Lakasat! Mengapa kalian tidak segera berebut pahala menghabisi
manusia jahanam ini"!" seru Lasalut.
Mendengar kata-kata paman Luhrinjani itu, dua orang muda Laberang dan Lakasat
segera menghunus parang besi. Keduanya langsung menyerbu Lakasipo. Di antara
kedua serangan itu secara licik Lasalut hantamkan tangan kanannya. Sebuah benda
bulat berpijar melesat ke arah kepala Lakasipo!
Lakasipo tidak gentar menghadapi sambaran dua parang besi. Yang dikhawatirkannya
justru benda bersinar yang dilemparkan Lasalut ke arahnya. Dengan cepat Lakasipo
jatuhkan diri ke tanah. Dalam keadaan miring, sementara tangan kiri bersitahan
ke tanah, kaki kanan Lakasipo tiba-tiba melesat ke atas. Bola batu dan rantai
besi berputar menderu berkerontangan.
Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Traanggg... traaangg!"
Bola Bola Iblis 52
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dua parang besi terlepas dari tangan para penyerang. Hancur patah menjadi
beberapa bagian dan mental ke udara. Lakasat dan Laberang berseru kaget lalu
cepat melompat mundur dengan muka pucat.
Lasalut menggereng geram ketika benda yang dilemparkannya berhasil dielakkan
Lakasipo. Sekali lagi dia melemparkan benda serupa. Kali ini dua kali sekaligus.
Begitu melempar dia melesat sambil kirimkan satu pukulan tangan kosong yang
ganas. Saat itu Lakasipo baru saja berusaha bangkit. Melihat dua benda bercahaya
kembali .menyambar ke arahnya dengan kertakkan geraham lelaki ini menyongsong serangan
lawan dengan bola batu yang membungkus kaki kanannya:
"Bummm!"
Satu letusan keras menggelegar begitu kaki batu Lakasipo menghantam hancur benda
bercahaya paling depan. Kakinya bergetar hebat dan terasa panas sampai ke
pangkal paha! Di dalam kocek di pinggang Lakasipo Setan Ngompol tak dapat lagi menahan
pancaran kencingnya: Wiro dan Naga Kuning mengomel panjang pendek.
Benda bercahaya ke dua datang menyambar bersamaan dengan angin pukulan tangan
kosong Lasalut. Menyadari bola-bola batu yang membungkus kakinya dapat
diandalkan sebagai senjata ampuh, untuk ke dua kalinya Lakasipo tendangkan
kakinya menyambut serangan. Untuk ke dua kalinya pula benda bercahaya itu hancur
mengeluarkan letusan keras. Lakasipo merasakan anggota tubuhnya sebelah kanan
seperti bertanggalan.
Selagi dia jatuhkan diri menahan sakit datanglah hantaman pukulan tangan kosong
Lasalut. Lakasipo menjerit keras ketika pukulan sakti itu menghantam telak di dadanya.
Lelaki ini terbanting ke tanah sambil muntahkah darah segar! Merasa dia bakalan
dapat mengalahkan lawannya Lasalut segera melompat untuk menghabisi riwayat
orang yang dianggapnya sebagai pembunuh keponakannya itu. Namun malang bagi
dirinya. Selagi tubuhnya masih melayang di udara, Lakasipo telah melompat dan
menyergap dengan tendangan kaki kiri.
"Kraakkk!"
Lasalut menjerit keras. Tulang pinggulnya hancur.
Tubuhnya mencelat sampai tiga tombak. Untuk beberapa lama dia menggeliat-geliat
di tanah lalu merangkak mendekati Lakasipo. Mukanya seperti setan. Dari mulutnya
keluar buih berwarna kehijauan, Mukanya tiba-tiba berubah menjadi muka seekor
ular kepala hijau. Perlahan-lahan tubuhnya ikut berubah menjadi tubuh ular.
"Hantu Ular Siluman!" teriak Lakasipo tegang. Dia memang pernah mendengar kalau
paman Luhrinjani ini memiliki semacam ilmu yang bisa merubah dirinya menjadi
ular besar berwarna hijau. Namun baru sekali ini dia menyaksikan sendiri.
Di hadapan Lakasipo ular hijau bergerak secara aneh. Binatang ini tidak melata
di tanah melainkan, tegak lurus di atas ekornya yang laksana besi dipancang.
Didahului desisan keras dan semburan racun berwarna hijau, sosok Lasalut yang
telah jadi ular itu melesat ke depan. Kepala mematuk ke arah leher sedang bagian
tubuh berusaha menggelung sementara ujung ekor tetap tegak di tanah dan mampu
bergerak cepat kian kemari.
Wiro, Setan, Ngompol dan Naga Kuning yang berada dalam kocek jerami dan
menyaksikan apa yang terjadi menjadi sangat ketakutan. Kalau sampai hantaman
ular jejadian itu mengenai kocek maka tamatlah riwayat mereka bertiga!
Sambil menyingkir hindari serangan Lakasipo berseru.
Bola Bola Iblis 53
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Wahai Pamanda Lasalut! Aku Lakasipo yang muda bersedia menyudahi perkelahian
ini. Asalkan kau mau menghentikan serangan!"
Tapi Lasalut yang telah jadi ular hijau besar itu tidak perduli ucapan orang.
Patukannya menyambar ganas. Untung Lakasipo masih bisa mengelak hingga serangan
Lasalut lewat setengah jengkal dari leher kiri yang diincar! Sebelum lawan
menyerang kembali Lakasipo melompat menjauh seraya berseru.
"Wahai Pamanda Lasalut, aku tidak ingin berkelahi denganmu! Biar semua sengketa
habis sampai di sini. Izinkan aku pergi dengan tenang!" Dengan mengambil sikap
mengalah Lakasipo balikkan tubuh lalu melangkah pergi.
Di atas kepala ular menggeledek teriakan kemarahan. Dari mulut ular itu sendiri
menyembur cahaya hijau. Lalu "wuuuut!" Binatang jejadian itu melesat ke depan,
mematuk Lakasipo yang sedang membelakangi, tepat di punggung kirinya!
Lakasipo menjerit keras. Tubuhnya tersungkur ke tanah.
"Mati kita semua!" jerit Wiro di dalam kocek jerami. Masih untuk pinggang
Lakasipo di bagian mana kocek tergantung tidak menghunjam tanah. Terhuyunghuyung Lakasipo bangkit berdiri.
Di atas kepala ular hijau ada suara tawa bergelak. Suara tawa Lasalut. "Lakasipo
manusia pembunuh istri! Dendamku terbalas sudah! Patukanku mengenai tubuhmu!
Kehidupan hanya tinggal tujuh hari dalam jazad kotormu! Ha... ha... ha...!"
Tubuh Lasalut yang berbentuk. ular besar hijau perlahan-lahan berubah menjadi
sosok manusia kembali.
Mulai dari kepalanya.
"Pamanda Lasalut.... Aku tak ingin menurunkan jahat tangan padamu! Tapi kau
telah berlaku curang dan jahat! Saat ini biaraku memilih mati bersama! Para Dewa
dan para Peri akan menghukummu! Karena aku tahu dimana kelemahan ilmu Hantu Ular
Siluman yang kau miliki!"
Muka Lasalut sampai ke leher yang telah berubah kembali pada bentuk aslinya
menyeringai. Malah orang ini keluarkan tawa bergelak.
Melihat sikap orang seperti itu Lakasipo tidak sungkan-sungkan lagi. Didahului
teriakan keras dia menyergap ke depan- Bola batu kaki kanannya berkelebat ke
arah ekor ular hijau yang tegak lurus di tanah. Ekor! Di sinilah letak kelemahan
ilmu Hantu Ular Siluman yang diandalkan Lasalut.
Lasalut terkejut besar. Dalam keadaan merubah diri seperti itu dia tidak bisa
bergerak cepat.
"Lakasipo! Jangan!" teriak Lasalut.
"Wuuttt!"
"Praakkk!"
Tubuh Lasalut yang masih dalam perubahan hancur di sebelah bawah. Lolongan
Lasalut setinggi langit. Tubuhnya terlempar tiga tombak. Begitu terbanting di
tanah sekujur tubuhnya yang sebelumnya masih berbentuk ular hijau kini telah
berubah menjadi sosok manusia kembali namun sepasang kakinya sebatas lutut ke
bawah kelihatan dalam keadaan hancur. Dagingnya lumat dan tulang-tulangnya hanya
tinggal serpihan-serpihan mengerikan. Sesaat Lasalut masih menggeliat-geliat.
Sepuluh jari tangannya mencakar-cakar tanah. Orang ini meraung keras lalu tak
berkutik lagi. Entah pingsan entah tewas!
Bola Bola Iblis 54
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Laberang dan Lakasat ketakutan setengah mati melihat apa yang terjadi. Tidak
menunggu lebih lama keduanya segera menghambur kabur. Namun Lakasipo lebih dulu
melesat memotong jalan sambil kaki kirinya menendang.
"Praaakkk!"
Korban ke dua jatuh. Laberang terlempar dan melingkar di tanah dengan kepala
pecah! Hancuran kepala dan darahnya muncrat ke arah Lakasat. Pemuda ini menjerit
ngeri setengah mati. Suara jeritannya lenyap begitu sepuluh jari tangan Lakasipo
tahu-tahu telah mencekiknya. Dengan lidah terjulur dan mata mendelik Lakasat
meratap. "Laka.... Lakasipo.... Jangan... jangan bunuh diriku. Aku... aku tidak ada
perselisihan denganmu. Ampuni diriku...."
Lakasipo meludah ke tanah. Mukanya mengerenyit karena tiba-tiba ada rasa sakit
mencucuk di punggungnya yang terkena patukan Hantu Ular Siluman.
"Sekarang meratap kau wahai Lakasat! Tadi bicaramu segarang anjing! Tapi aku
Lakasipo mau saja mengampuni dirimu! Pergi ke Negeri Latanahsilam. Temui
Lahopeng! Katakan padanya besok nyawanya akan melayang! Aku akan membunuhnya!"
Lakasipo bantingkan Lakasat ke tanah. Orang ini merintih kesakitan. Bangkit
berdiri lalu lari sekencang yang bisa dilakukannya.
Di dalam kocek jerami di pinggang Lakasipo Wiro jatuhkan diri di lantai kocek.
Mukanya yang pucat berdarah kembali. Dia memandang pada Naga Kuning dan Setan
Ngompol yang terkapar tak bergerak dengan mata melotot.
"Bagaimana...?" tanya Naga Kuning"tersendat.
"Lakasipo membunuh orang bernama Lasalut dan Laberang...."
"Jadi sudah aman sekarang?" tanya Setan Ngompol sambil pegarigi kolornya yang
basah oleh air kencing.
"Belum.... Lakasipo masih akan mencari musuh besarnya. Dia mau membunuh
Lahopeng!" jawab Wiro menerangkan.
"Lalu bagaimana dengan kita?" tanya Naga Kuning.
"Jangan terlalu mengharap. Kita sendiri akan berada dalam bahaya berkepanjangan.
Mungkin kita harus menunggu sampai Lakasipo menghabisi Lahopeng. Kalau dia
menang! Kita tetap harus mencari jalan kembali ke dunia kita! Tanah Jawa! Sekarang hari
sudah gelap. Malam akan segera tiba. Aku tidak dapat membayangkan ngerinya malam
di negeri aneh ini! Tapi kalau siang datang, aku minta Lakasipo mengantarkan
kita ke kawasan berumput itu. Kita harus dapatkan Batu Pembalik Waktu itu
kembali!" Murid Sinto Gendeng sandarkan badannya ke dinding kocek. "Sialnya
nasib kita ini..." katanya sambil garuk-garuk kepala.
"Kita berdua tidak sial! Yang membawa sial adalah kakek tukang ngompol bau
pesing ini!" kata Naga Kuning pula.
"Jangan kau berani bicara seenaknya! Jaga mulutmu kalau tidak mau kusumpal
dengan kolorku!" bentak Setan Ngompol. Dua matanya yang lebar tampak bertambah
lebar. "Kau yang membuat sialan kita semua! Kita kesasar ke tempat ini tepat pada saat
kau memegang batu tujuh warna itu! Kau yang sialan bocah jelek!"
Naga Kuning berdiri dan hendak balik mendamprat. Tapi saat itu mereka merasakan
seperti melayang di udara. Lalu ada suara menggemuruh.
"Apa yang terjadi"!" seru Setan Ngompol sambil berusaha menahan kencingnya.
Bola Bola Iblis 55
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Naga Kuning coba mengintai. Sesaat kemudian dia memberi tahu. "Lakasipo berada
di atas kuda kaki enamnya!"
"Berarti kita tengah menuju Negeri Latanahsilam!" ujar Wiro pula.
* * * Bola Bola Iblis 56
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS uda berkaki enam itu lari menggemuruh cepat sekali. Menjelang pagi Lakasipo
berharap dia sudah sampai di Latanahsilam. Di dalam kocek jerami Wiro, Naga K
Kuning dan Setan Ngompol bergelung tergoncang-goncang.
Karena keletihan ketiga orang itu akhirnya tertidur pulas. Pagi hari begitu
sinar sang surya menembus dinding kocek yang terbuat dari jerami ketiganya
terbangun. Lakasipo masih terus memacu kudanya. Wiro dan Naga Kuning mendorong
penutup kocek ke atas lalu menjengukkan kepala. Begitu memandang ke luar
keduanya langsung jatuh terduduk.
Bukan saja karena gamang tapi juga ngeri. Mereka melihat pohon-pohon raksasa
seperti terbang bergerak cepat ke arah berlawanan dari lari kuda kaki enam yang
ditunggangi Lakasipo.
Di satu lereng bukit Lakasipo perlambat lari kudanya. Wiro dan Naga Kuning
kembali beranikan diri mengintai. Jauh di bawah sana mereka melihat, sebuah
lembah lalu satu kawasan pemukiman yang cukup luas.
"Mungkin itu Latanahsilam, tujuan Lakasipo..." kata Wiro.
Ketika Lakasipo sampai di kaki bukit, dari kawasan pemukiman terdengar suara
kentongan bertalu-talu. Suara kentongan di kejauhan ini bagi Wiro dan Naga
Kuning serta Setan Ngompol seolah menggema dekat liang telinganya.
"Orang sudah tahu kedatangan Lakasipo. Musuhnya yang bernama Lahopeng itu pasti
sudah mempersiapkan sambutan! Kita bakal diancam bahaya lagi!" berkata Wiro.
"Bagaimana kalau kita beritahu Lakasipo agar menurunkan kita di sini," ujar
Setan Ngompol. Lalu dia memukul-mukul dinding kocek jerami dengan tangan
kanannya. Wiro dan Naga Kuning diam saja karena bagi mereka berada di luar, di
alam yang serba asing belum tentu lebih aman dari pada terus berada dalam kocek
jerami itu. Di satu tempat Lakasipo melihat binatang tunggangannya menggerak-gerakkan kedua
telinganya. Lelaki ini segera elus rambut tebal di kuduk si kuda. Sepasang
telinganya dipasang sedang dua matanya memperhatikan keadaan sekitarnya dengan
tajam. Sebelumnya Lakasipo telah melepaskan Lakasat dan menyuruh pemuda itu memberi
tahu Lahopeng akan kedatangannya. Saat ini Lahopeng pasti sudah menerima berita
itu. Dan tentu saja sudah dapat dipastikan dia tidak akan berdiam diri.
Ada suara bergemerisik. Dari balik rumpun besar deretan pohon-pohon bambu yang
dimata Wiro dan kawan-kawannya seolah tinggi menjulang langit sekonyong-konyong
muncul enam orang lelaki bertelanjang dada, bersenjatakan parang terbuat dari
besi bengkok. Tiga dari samping kiri, tiga lagi dari samping kanan. Yang membuat
kaget dan ngeri Wiro, Naga Kuning serta Setan Ngompol bukan tampang atau keadaan
keenam orang itu, melainkan binatang-binatang yang jadi tunggangan mereka.
Setiap langkah yang dibuat binatang ini menggetarkan tanah.
"Kadal raksasa..." desis Wiro dengan suara bergetar.
"Betul..." menyahuti Naga Kuning. "Benar-benar negeri gila! Bagaimana ada kadal
sebesar ini, jinak dan bisa ditunggangi!"
"Mulut, mata, gigi dan lidahnya mengerikan sekali!" Setan Ngompol masih berusaha
melihat lebih lama.
Tapi tidak tahan. Dia meluncur turun ke dalam kocek sambil terkencing.
Bola Bola Iblis 57
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Enam penunggang kadal raksasa segera bertebar membentuk setengah lingkaran,
mengurung Lakasipo. Lakasipo kenal orang-orang itu. Mereka adalah penduduk
Negeri Latanahsilam dan diketahuinya adalah teman-teman dekat Lahopeng.
Lakasipo sampai di hadapan enam penunggang kadal. Dia segera hentikan kudanya.
"Wahai enam kerabat penunggang kadal coklat! Gerangan apa sengaja maka kalian
menghadang jalanku!" Lakasipo menegur.
"Kami mendapat tugas untuk berjaga-jaga di tempat ini!" jawab salah seorang dari
enam. penunggang kadal besar.
"Pekerjaan mulia! Ada petaka apa yang terjadi maka kalian berjaga-jaga. Lalu
siapa gerangan yang memberi tugas pada kalian, wahai enam kerabat"!" Bertanya
Lakasipo. Yang menjawab penunggang kadal coklat di ujung kanan. "Malapetaka itu bersumber
pada dirimu wahai Lakasipo!" Lalu teman di sampingnya menyambung, "Yang memberi
kami tugas adalah Kepala Negeri Latanahsilam!"
"Hemmm..." Lakasipo bergumam sambil usap dagunya yang ditumbuhi janggut panjang,
kasar dan kotor. "Siapakah gerangan Kepala Negeri Latanahsilam itu"!"
"Yang terjunjung bernama Lahopeng!"
Lakasipo tersenyum walau telinganya mendadak menjadi panas. "Sejak kapan,pemuda
itu menjadi Kepala Negeri. Siapa yang mengangkatnya...?"
"Sejak beberapa bulan lalu. Penduduk yang mengangkatnya. Selain masih muda dan
cakap Lahopeng memiliki ilmu silat dan kepandaian tinggi!"
"Kalian semua wahai kerabat tahu kalau aku adalah Kepala Negeri Latanahsilam.
Kalian melihat aku segar bugar dan masih hidup! Selama Kepala Negeri masih hidup
apakah ada adat dan aturan di negeri Latanahsilam seseorang lain dijadikan
Kepala Negeri?"
"Menurut Lahopeng kau sudah tewas sekitar enam kali bulan purnama lalu."
"Latole.... Latole," kata Lakasipo sambil geleng-geleng kepala. "Apa kau dan
lima kerabat sudah pada buta" Dengan siapa saat ini kalian berhadapan"!"
Latole menjawab. "Yang kami lihat memang sosok kasar Lakasipo, bekas Kepala
Negeri Latanahsilam. Tapi kami tidak tahu apakah ini benar jazad hidupnya atau
rohnya yang gentayangan dari alam kematian!"
Kembali telinga Lakasipo menjadi panas. Malah dadanya kini mulai terasa seolah
dibakar. "Wahai enam kerabat, tidak tahu aku siapa yang buta dan pandir di
antara kita. Aku tidak ingin bicara berlama-lama dengan kalian. Beri aku jalan! Aku akan
Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menuju Latanahsilam!"
"Wahai Lakasipo, harap kau mau bersadar diri. Keadaan sekarang berubah sudah.
Dulu kau Kepala Negeri Latanahsilam yang kami hormati. Tapi sekarang tidak. Saat
ini kami adalah para wakil kepercayaan Lahopeng, Kepala Negeri Latanahsilam yang
baru! Kami diperintahkan untuk mencegatmu. Kau tidak boleh memasuki Latanahsilam!"
"Hemmm.... Begitu rupanya?" ujar Lakasipo. Dia angkat kakinya kiri kanan yang
berbentuk bola-bola besar terbuat dari batu.
"Kalian berenam, lihat baik-baik! Aku menyebut dua batu bulat yang membungkus
kakiku sampai pangkal betis sebagai Bola-Bola Iblis! Dua bola batu ini masih
bernoda darah. Itu adalah darah Lasalut dan Laberang. Mereka menemui ajal karena kebodohan
mereka sendiri. Mereka mati dengan kepala hancur dihantam Bola-Bola Iblis ini!
Apa kalian berenam ingin pula bertindak bodoh"!"
Bola Bola Iblis 58
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Wahai Lakasipo! Perihal kematian Lasalut dan Laberang sudah kami ketahui dari
Lakasat! Kau sekarang adalah orang terhukum. Kami akan menangkapmu hidup atau
mati!" kata orang bernama Latole.
"Kalau begitu di antara kita tidak bisa dihindari bentrokan besar! Kau adalah
para kerabatku. Aku tidak ingin menyakiti apalagi sampai melukai kalian! Tapi
jika kalian mencari mati, mungkin kesabaranku bisa putus!"
"Kalau begitu ucap katamu wahai Lakasipo terpaksa kami mencabut nyawamu,
menanggalkan kepalamu dan menyerahkan pada Lahopeng!"
"Sayang sekali! Sayang sekali! Dulu kita bersahabat. Dulu aku adalah pimpinan
kalian. Tapi kehendak tolol kalian membuat kita saat ini tidak ada kaitan apaapa! Aku hanya ingin berucap sekali lagi. Menyingkirlah. Beri aku jalan!"
"Maafkan kami Lakasipo. Kalaupun kami harus menyabung nyawa, sejengkal pun kami
tidak akan beranjak dari tempat ini!"
"Kalian orang-orang gila dan pandir! Kalian tidak sayang nyawa, akupun tidak
akan banyak perhitungan membunuh kalian semua! Di mataku kalian tidak lebih dari
pada kaki tangan manusia jahat bernama Lahopeng! Pengkhianat busuk!"
Habis berkata begitu Lakasipo gebrak kuda kaki enamnya. Binatang ini meringkik
keras. Suara ringkikan ini disambut suara melengking aneh enam ekor kadal
raksasa. Lakasipo melompat dua tombak ke udara. Enam penunggang kadal sama keluarkan
pekikan nyaring. Ternyata pekik ini adalah satu aba-aba. Karena begitu memekik
keenamnya melompat turun dari tunggangan masing-masing. Serentak dengan itu enam
kadal raksasa coklat menyerbu Laekakienam. Kuda tunggangan Lakasipo meringkik
keras. Matanya menyorotkah sinar merah. Kepalanya membeset ke bawah. Dua tanduk
berkeluk menyambar menyongsong serangan enam ekor kadal. Dua kaki paling depan
menendang ganas!
Saat enam kadal raksasa menyerang kuda kaki enam, Lakasipo telah melesat ke
udara. Melihat hal inf enam orang lelaki suruhan Lahopeng diam-diam merasa
tercekat. "Latole," bisik laki-laki di samping kiri. "Menurut Lahopeng, selama dipendam
Lakasipo telah kehilangan ilmu kesaktiannya! Kau saksikan sendiri! Bagaimana
mungkin dia melesat setinggi Itu sementara kakinya dibungkus dua bola batu
sangat berat"!"
Latole tidak punya kesempatan untuk menjawab. Karena saat itu dari atas dua kaki
Lakasipo menyambar ganas. Dua orang mengangkat parang besi mereka. Yang satu
berusaha menabas paha kiri Lakasipo. Satunya lagi menghantam batu bola di kaki
kanan! "Praaakkk!"
"Traaangg!"
Lelaki yang hendak membacok paha Lakasipo mencelat dengan kepala pecah. Parang
besi yang menghantam bola batu di kaki kanan lawan satu lagi patah berantakan.
Rantai besi yang masih melibat kaki Lakasipo berkelebat menghajar lengannya.
"Traakkk!" Orang itu menjerit keras kesakitan. Dia menjerit sekali lagi ketika
menyaksikan bagaimana kutungan lengan kanannya melayang di udara.
Gebrakan Lakasipo tidak sampai di situ saja. Sambil melayang turun kaki kirinya
ditendangkan ke arah kepala salah seekor kadal raksasa yang tengah menyerang
kudanya. "Praaaakkk!"
Kepala kadal raksasa hancur. Darah dan isi kepalanya bermuncratan. Tapi sosok
tubuhnya masih tegak berdiri. Malah buntutnya tiba-tiba menggelepar ke atas.
Lakasipo Bola Bola Iblis 59
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
berseru kaget tak menyangka. Ujung ekor kadal yang tertutup sirip-sirip tebal
setajam pisau menyambar lambungnya, "Craaasss!"
Darah mengucur dari perut sebelah kanan Lakasipo. Masih untung dia berlaku
cepat, melompat ketika ekor kadal raksasa menghantam hingga lukanya tak cukup
dalam dan tidak berbahaya, Di dalam kocek jerami, Wiro dan dua kawannya
terhenyak dengan muka putih. Kalau sambaran ekor tadi sempat menghantam kocek di
mana mereka berada, tak bisa dibayangkan apa yang terjadi.
"Kerabat Latole, aku masih menganggapmu sebagai sahabat. Bawa tiga temanmu.
Tinggalkan segera tempat ini!"
Di sebelah kiri kuda kaki enam meringkik keras sewaktu salah seekor kadal
raksasa menancapkan gigi-giginya di tengkuk. Kuda ini berlaku cerdik. Dia
jatuhkan diri, berguling di tanah sambil menyorongkan kepalanya. Tanduknya yang
tajam berkeluk menancap di perut kadal coklat yang tadi menyerangnya!
Niat baik Lakasipo ternyata tidak mendapat sambutan Latole. Malah dia melompati
Lakasipo dan memiting lehernya dari belakang. Dari depan dua kawannya menyerbu
dengan parang terhunus!
"Bacok! Lekas kalian bacok dia!" teriak Latole.
Lakasipo kertakkah rahang. Kesabaran dan rasa kasihannya hilang. Dengan bola
batu kaki kirinya dia menginjak kaki kiri Latole hingga berderak hancur. Selagi
Latole menjerit kesakitan dan lepaskan pitingan-nya, Lakasipo tarik sosok orang
ini lalu dilemparkan ke depan. Tepat pada saat dua parang besi datang membacok.
Latole menjerit keras lalu roboh ke tanah mandi darah. Dua orang kawannya yang
barusan secara tak sengaja membunuh Latole, berseru kaget dan melompat mundur
dengan muka pucat. Parang mereka tak sempat dicabut hingga masih menancap di
dada dan perut Latole. Nyali mereka leleh sudah! Diikuti dua teman yang masih
hidup, satu di antaranya yang hancur lengannya, mereka melompat ke atas kadalkadai raksasa lalu menghambur lari.
Lakasipo hampiri Laekakienam, kuda tunggangannya yang cidera cukup parah di
bagian tengkuk. Diusapnya kening binatang ini seraya berkata. "Akan kuobati kau
wahai Laekakienam. Lukamu akan sembuh...."
Lakasipo ingat pada tiga orang yang ada dalam koceknya. Kocek itu
ditanggalkannya dari ikat pinggang lalu didekatkannya ke mukanya. "Wahai
saudaraku tiga manusia cebol.
Apakah kalian baik-baik saja"!"
Tiga orang yang masih diselimuti rasa ngeri itu tak satu pun bisa memberi
jawaban. Pendekar 212 hanya bisa garuk-garuk kepala. Lakasipo masukkan mereka kembali ke
dalam kocek. "Hai! Kami lebih suka diluar saja! Keluarkan kami dari dalam kocek!" Naga Kuning
berteriak. "Tenang wahai sobat-sobatku! Masih ada satu urusan besar yang harus
kuselesaikan!" kata Lakasipo. Lalu naik ke punggung kuda kaki enam.
"Dia pasti akan mencari manusia bernama Lahopeng itu!" kata Wiro.
"Dia akan berkelahi lagi! Ah, nyawa kita bertiga kembali terancam!" ujar Naga
Kuning. Mendengar ucapan rtu Setan Ngompol tersandar ke dinding kocek dan "serrr".
Kencingnya terpancar kembali!
Bola Bola Iblis 60
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
__________________________________________________________________________
EMPAT BELAS etika suara menggemuruh memasuki Latanahsilam, penduduk di kawasan itu segera
tahu siapa yang muncul. Mereka berhamburan keluar dari rumah masing-masing K dan
lari menuju sebuah tanah lapang yang terletak di tengah-tengah kawasan
pemukiman. Banyak di antara mereka termasuk anak-anak lari sambil berteriakteriak. "Lakasipo datang! Lakasipo datang!" "Bakucarok! Bakucaroookkkk!" Di ujung timur
tanah lapang besar, debu mengepul ke udara menutupi pemandangan. Begitu debu
lenyap tertiup angin tampaklah Lakasipo di atas punggung kuda raksasanya. Sesaat
lelaki ini pegangi perutnya yang terluka akibat hantaman ekor kadal. Darah pada
luka itu sudah berhenti mengucur namun masih tertinggal rasa perih. Lakasipo
melompat turun dari tunggangannya. Sepasang matanya memandang tak berkesip keujung lapangan di .sebelah sana. Di sekeliling lapangan ratusan penduduk tegak
berkerumun, menyaksikan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Banyak di antara
mereka yang terus berteriak. "Bakucarok!
Bakucarok!"
Penutup kocek terangkat ke atas. Tiga kepala muncul keluar. "Walah! Banyak
sekali orang! Semua besar-besar! Lihat! Anak-anak saja besarnya sampai setinggi
pohon!" berseru Naga Kuning.
"Apa yang akan terjadi di tempat ini" Tanah lapang itu sebesar lautan di
mataku!" kata Setan Ngompol. "Orang-orang itu, mereka meneriakkan Bakucarok berulang
kali. Apa artinya!"
"Wow! Lihat di sebelah sana! Ada anak perempuan kecil berukuran raksasa!"
Berseru Naga Kuning. Wiro dan Setan Ngompol menoleh ke arah yang ditunjuk si
bocah. Di antara kerumunan orang banyak memang terdapat anak-anak. Seorang
diantaranya anak perempuan berkulit putih berwajah manis. Anak ini hanya
mengenakan pakaian dari sejenis kulit kayu yang tidak terlalu menutupi seluruh
auratnya. Naga Kuning usap-usap matanya, berulang kali. "Lihat pahanya! Putih
amat! Eh, kalian lihat dadanya. Besar menonjol. Pasti kencang! Hik... hik...
hik!" Naga Kuning seka air liurnya.
"Bocah tak tahu diri!" ujar Wiro. "Sekalipun kau naksir padanya, dengan tubuhmu
seperti ini apa yang bisa kau perbuat! Sekali anak perempuan itu mengempitmu di
ketiaknya, kau pasti mejret!"
"Jangan bicara usil Wiro!" sahut Naga Kuning. "Dari wajahnya kulihat dia anak
baik-baik. Kalau aku bisa berteman dengan dia, tidak akan aku dikempit di
ketiaknya. Malah aku mau minta agar diselipkan di celah antara dua dadanya dan
dibawa kemana-mana. Rasa-rasanya seumur-umur aku mau diam di negeri aneh ini!
Hik... hik... hik!" Naga Kuning melirik pada Wiro dan Setan Ngompol. Dia melihat
si kakek memandang ke arah timur lapangan tidak berkedip-kedip. "Eh, apa yang
diperhatikan tua bangka ini?" pikir Naga Kuning. Si bocah menatap ke arah timur.
Lalu "Hemmm.... Aku tahu pasti kakek bau pesing ini tengah memperhatikan nenek
berdandan menor di bawah pohon sana..." Lalu dia berbisik. "Kek, kau suka pada
nenek yang di bawah pohon sana"! Hik... hik...!"
Setan Ngompol tersipu-sipu.
"Sempat kau diciumnya tubuhmu amblas tersedot masuk ke dalam lubang hidungnya!"
Bola Bola Iblis 61
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Senyum Setan Ngompol langsung lenyap mendengar ucapan Naga Kuning itu.
"Bocah brengsek! Aku tidak sepertimu! Aku masih tahu diri dan sadar kita ini
berada di mana! Tidak sama dengan kau! Tapi kalau kau memang mau mencari kawan
anak perempuan kukira yang cocok denganmu yang di sebelah kiri sana.
Kelihatannya dia sudah siap pakai. Cuma mengenakan baju bawah, atasnya polos!"
Mendengar kata-kata Si Setan Ngompol mau tak mau Naga Kuning memandang ke arah
yang ditunjuk. Anak perempuan yang ditunjuk si kakek ternyata adalah seorang
anak kecil yang tubuhnya penuh koreng dan ingusnya mengambang turun naik di atas
bibirnya! Naga Kuning mengomel panjang pendek sedang Wiro tertawa gelak-gelak.
Penutup kocektiba-tiba jatuh ke bawah. Tiga orang jatuh terhempas jatuh. Wiro
cepat berdiri dan berusaha mendorong.penutup kocek ke atas. Dia tahu sesuatu
yang hebat bakal terjadi.
"Bakucarok! Bakucarok!" Kembali orang banyak di seputar tanah lapang berteriakteriak sambil mengacung-acungkan tangan atau benda apa saja yang mereka pegang.
Di ujung tanah lapang besar di hadapan Lakasipo, di atas sebuah kursi batu
duduklah seorang pemuda berwajah kebiru-biruan. Di kepalanya ada sebuah destar
terbuat dari kulit kayu berwarna merah dan berukir-ukir gambar kepala harimau
bersilang tombak.
Destar itu adalah destar kebesaran milik Kepala Negeri Latanahsilam. Dan orang
yang memakainya bukan lain adalah Lahopeng!
"Bakucarok! Bakucarok!"
Di kalangan penduduk Negeri Latanahsilam ada semacam aturan yang disebut
Bakucarok. Artinya dua orang lelaki berkelahi secara jantan satu lawan satu
untuk menyelesaikan urusan mereka. Sudah dapat dipastikan salah seorang dari
mereka akan tewas, Malah tidak jarang kedua-duanya akan menemui ajal! Inilah
yang akan terjadi antara Lakasipo dan Lahopeng.
Lahopeng memang telah menunggu kedatangan Lakasipo. Dia sengaja duduk di kursi
batu di ujung tanah lapang. Di kiri kanannya empat pemuda bertindak sebagai
pengawal, tegak menghunus tombak rotan berkepala batu lancip.
"Dukkk... dukkk... dukk... dukkkkk!"
Tanah lapang bergetar hebat ketika dua kaki batu Lakasipo menjejak dan
melangkah. Suara orang yang berteriak-teriak langsung berhenti. Banyak yang heran tapi
lebih banyak yang unjukkan wajah ngeri. Termasuk Lahopeng dan empat pengawalnya.
Lakasipo berhenti di tengah lapangan. Dia menatap tajam ke arah Lahopeng dengan
mata berkilat-kilat penuh dendam. Tiba-tiba Lahopeng berdiri dari kursi batu,
mengangkat tangan kanannya dan berteriak keras.
"Wahai para kerabat penghuni Negeri Latanahsilam! Kalian sendiri saksikan
Lakasipo telah muncul dengan kutuk di kedua kakinya! Para Dewa dan Peri telah
menyumpah hingga dua kakinya menjadi batu! Lakasipo! Manusia pembunuh istri! Dia
juga yang membunuh Lasalut, paman Luhrinjani, Membunuh Laberang dan juga
beberapa orang pemuda lainnya! Pembunuh!"
"Pembunuh!" Orang banyak di tepi tanah lapang ikut berteriak.
"Bakucarok! Bakucarok!"
Lakasipo masih tetap tegak tak bergerak di tengah lapangan. Hanya sepasang
matanya tidak beralih dari menatap tajam ke arah Lahopeng. Rambut dan janggut
lebatnya melambai-lambai ditiup angin. Wajahnya tampak membesi. Dalam hati dia
membatin. Bola Bola Iblis 62
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Waktu di Bukit Batu Kawin dulu ketika terjadi perkelahian, dia melarikan diri.
Dia tidak memiliki lagi Parang Batu Penjungkir Arwah. Sekarang dia sengaja dan
berani menunggu kedatanganku. Mengatur Bakucarok! Pasti ada ilmu kepandaian baru
yang didapatnya. Mungkin sekali dari Hantu Muka Dua atau si dukun keparat Hantu
Santet Laknat!"
Penutup kocek kembali terangkat. Tiga kepala keluar ingin menyaksikan apa yang
berlangsung. Perlahan-lahan Lakasipo angkat tangan kirinya ke atas. "Aku Lakasipo! Kepala
Negeri Latanahsilam! Semua orang dengar apa yang aku ucapkan....!"
"Kau bukan Kepala Negeri Latanahsilam! Akulah yang sekarang menjadi Kepala
Negeri!" teriak Lahopeng memotong. Lalu dia memandang seputar lapangan dan
berteriak. "Wahai penduduk Latanahsilam! Katakan siapa Kepala Negerimu!"
"Lahopeng Kepala Negeri kami! Lahopeng Kepala Negeri Latanahsilam!" teriak orang
banyak. Rahang Lakasipo menggembung. "Bangsat ini pasti telah mengarang cerita busuk dan
menghasut penduduk Negeri," pikir Lakasipo. Lalu dia angkat tangannya kembali.
"Penduduk Negeri Latanahsilam! Dengar kalian semua! Lahopeng telah merampas
jabatan Kepala Negeri secara licik! Aku tidak membunuh Luhrinjani istriku
sendiri! Perempuan itu tewas menjatuhkan diri di jurang Bukit Batu Kawin karena
dia sadar telah ternoda oleh tipu daya Lahopeng! Lahopeng dan kawan-kawannya
mengarang cerita bahwa aku telah menemui ajal di tangan kaum pemberontak! Itu
sebabnya Luhrinjani sampai bersedia dikawininya!"
"Dusta!" teriak Lahopeng.
"Dusta!" teriak orang banyak.
"Para Dewa dan Peri maha tahu! Aku tidak berdusta!" teriak Lakasipo. "Aku memang
membunuh Lasalut, Laberang dan beberapa pemuda lainnya. itu karena mereka
Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disuruh oleh Lahopeng untuk membunuhku!"
"Dusta!" teriak Lahopeng.
"Dusta!" teriak orang ramai tapi tidak sebanyak dan sekeras tadi lagi.
"Lakasipo! Masih beruntung kau karena aku bersedia memberi kesempatan bagimu
untuk mati secara terhormat! Bakucarok! Seharusnya kau aku suruh cincang saat
ini juga!"
Lakasipo menyeringai. Kaki kanannya dihantamkan ke tanah.
"Dukkkk!"
Tanah lapang bergetar. Hantaman kakinya membuat sebuah lubang besar terkuak di
tanah. Di dalam kocek Wiro berkata pada dua temannya. "Lakasipo siap berkelahi
dengan Lahopeng. Berarti kita bersiap-siap menghadap kematian sendiri!"
"Aku belum mau mati!" ujar Setan Ngompol sambil menahan kencing.
"Duukkk!"
Kembali Lakasipo menghunjamkan kaki ke tanah. Kali ini dengan kaki kiri. Lubang
besar ke dua terkuak di tanah.
"Bakucarok...!" teriak orang banyak.
Lakasipo tepuk dadanya dengan tangan kanan hingga mengeluarkan suara keras dan
membuat Wiro serta dua orang yang ada dalam kocek berjatuhan.
"Lahopeng!" Lakasipo tiba-tiba berteriak. "Lihat baik-baik keadaan dua kakiku!
Dua batu bulat membungkus kakiku! Aku menyebutnya Bola-Bola Iblis! Kaulah yang
punya Bola Bola Iblis 63
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
pekerjaan sampai aku jadi begini! Kau menyantet diriku! Tapi hari ini kau akan
menyesal sampai ke alam roh! Karena dua kakiku ini yang akan mengirimmu ke alam
sesat neraka jahanam! Aku Lakasipo siap melakukan Bakucarok dengan manusia
laknat Kepala Negeri palsu!" Masih menggema teriakan Lakasipo itu tahu-tahu
tubuhnya tampak melayang di udara. Kaki kanannya menyambar menimbulkan suara
laksana sambaran angin puting beliung. Orang banyak di tepi lapang berseru kaget
dan cepat-cepat menjauh.
Lahopeng berteriak keras sambil melompat dari atas kursi batu. Tangan kanannya
menghantam. Tapi luput. Masih untung dia selamatkan diri dari tendangan kaki
batu. "Braaakkk! Byaaarrr!"
Kursi batu yang tadi diduduki Lahopeng hancur berkeping-keping dan bertaburan di
udara. Lakasipo cepat berbalik. Lahopeng saat itu sudah siap menghantamnya
secara licik dari belakang.
Tiba-tiba ada suara mengiang di telinga kiri Lahopeng.
"Lakasipo lawan tangguh. Di dalam kakinya yang dibungkus bola batu masih ada
ilmu kesaktian Kaki Roh Pengantar Maut! Bola-bola batu itu tak bisa kau
hancurkkan! Jangan berlaku ayali Lekas keluarkan ilmu yang aku berikan!"
"Duukkk... duukkkk... dukkkk... dukkkk!"
Lakasipo melangkah mendekati Lahopeng.
"Maju.... Maju lebih dekat Lakasipo!" tantang Lahopeng dengan seringai mengejek.
Mendadak semua orang melihat satu hal aneh terjadi dengan sosok Lahopeng. Secara
cepat tubuhnya lenyapdan kini yang terlihat adalah sebuah benda berbentuk
kepompong besar, bergerak-gerak kian kemari. Selagi semua orang tercekat bagian
atas sosok aneh itu meletup keras. Di antara kepulan asap kelabu, dari bagian
atas yang terbongkar robek muncul keluar sosok ulat raksasa berwarna coklat
berbintik-bintik hitam putih!
"Hantu Kepompong!" teriak Lakasipo sambil melompat mundur. Orang banyak di
seputar tanah lapang berpekikan ngeri dan menghambur menjauh.
"Dessss!"
Sosok ulat raksasa melesat ke luar dari dalam sarangnya, menyambar ke arah
kepala Lakasipo. Yang diserang cepat tundukkan kepala dan menghantam dengan
pukulan sakti bernama Lima Kutuk Dari Langit. Pukulan sakti ini bukan saja
sanggup membunuh lawan tapi juga membuat tubuh korban gosong mengkerut!
"Wussss!"
"Dessss!"
Ulat raksasa terpental ke udara kena hantaman pukulan sakti. Tubuhnya terbakar
lalu leleh meng kerut. Tapi saat itu pula ulat ini seolah tersedot masuk kembali
ke dalam sarangnya. Lakasipo merasa lega. Tapi jadi terkejut bukan kepalang
ketika tiba-tiba sarang kepompong itu mengeluarkan letupan dan dari dalamnya
melesat lagi ulat raksasa coklat tadi! Sekali melesat ulat raksasa itu sudah
menyambar ke arah Lakasipo.
Lakasipo angkat kaki kirinya. Begitu kepala ulat raksasa hanya tinggal beberapa
jengkal lagi dari hadapannya kaki kirinya ditendangkan!
"Praaakkk!"
Kepala Hantu Kepompong hancur sampai ke ruas leher. Bagian badannya yang masih
bersisa mental ke udara. Tapi seperti tadi, laksana disedot sosok ulat itu masuk
kembali ke dalam sarangnya. Lalu di lain kejap didahului letupan keras dan
kepulan asap, ulat raksasa itu kembali muncul dan menyerang Lakasipo lebih
dahsyat dan lebih ganas.
Bola Bola Iblis 64
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Berkali-kali Lakasipo berhasil menghancurkan Hantu Kepompong. Tapi setiap
dihancurkkan makhluk jejadian ini kembali muncul utuh dari dalam sarangnya.
Mati, hidup lagi. Mati hidup lagi. Begitu terus menerus. Lama kelamaan kekuatan
Lakasipo mulai mengendur. Pada kejadian melesatnya Hantu Kepompong yang ke dua
puluh tiga, Lakasipo tak bisa bertahan. Moncong Hantu Kepompong berhasil
menyambar bahu kirinya hingga terkoyak luka. Lakasipo meraung keras. Di dalam
kocek jerami Wiro dan dua kawannya berpelantingan.
"Aku melihat Lakasipo terluka!" memberi tahu Wiro penuh cemas.
"Dia tak bisa membunuh ulat raksasa itu!" kata Naga Kuning pula.
"Jika Lakasipo mati, riwayat kita ikut tamat!" ujar Setan Ngompol sambil
terbungkuk menahan kencing tapi tetap saja dia terbeser.
Dari dalam sarang Kepompong keluar suara tawa bergerak. "Lakasipo! Ajalmu sudah
di depan mata. Roh para kerabat yang kau bunuh telah siap menyambut kedatanganmu
di pintu alam sesat!"
"Wuuttt!" Lakasipo hantam Hantu Kepompong di bagian perut. Tubuh makhluk
berbentuk ulat raksasa ini hancur terputus dua. Tapi seperti tadi sosok ini
masuk ke dalam sarangnya dan keluar lagi, terus menyerang Lakasipo.
Dua luka baru bekas gigitan kelihatan di tubuh Lakasipo yakni di pinggul kanan
dan pada paha kiri. Darah membasahi tubuhnya. Daya kekuatannya semakin menurun
walau dia terus menerus mengerahkan tenaga dalam.
Pada serangan ke tiga puluh satu, Hantu Kepompong berhasil mencengkeramkan gigigiginya di paha kanan Lakasipo. Sesaat lagi paha itu akan hancur putus, Lakasipo
hantam tubuh ular sebelah atas dengan pukulan Lima Kutuk Dari Langit. Bersamaan
dengan itu dia hunjamkkan kaki batunya sebelah kiri ke ekor ulat. Hantu
Kepompong hancur di dua tempat. Untuk kesekian kalinya Lakasipo berhasil
menyelamatkan diri.
Sementara itu dari dalam sarangnya Hantu Kepompong kembali melesat ke luar.
"Ulat raksasa itu pasti akan dapat membunuh Lakasipo!" kata Naga Kuning di dalam
kocek. Setan Ngompol mulai menggigil. Dia melihat sendiri bagaimana sekujur tubuh
Lakasipo bermandi darah.
"Kita harus menolong Lakasipo! Kalau tidak kita bisa ikut celaka!"
"Menolong bagaimana" Keluar dari dalam kocek ini saja kita tidak mampu!" tukas
Naga Kuning. "Kalaupun bisa keluar apa yang bisa kau lakukan"!" Menimpali Setan Ngompol.
"Pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan! Pasti!" kata Wiro. Tangan kiri
dipukul-pukulkan ke kening sedang tangan kanan menggaruk kepala habis-habisan.
Saat itu Hantu Kempompong begitu keluar dari dalam sarangnya kembali melesat
menyerang Lakasipo. Kali ini ekornya ikut menggebuk. Selagi dia berusaha
menghindarkan gebukan ekor ulat raksasa tiba-tiba kepala Hantu Kepompong
menyambar ke lehernya!
"Celaka!" keluh Lakasipo. Dia coba mencekal leher ulat raksasa namun gigi-gigi
Hantu Kepompong sudah menempel di lehernya. Dalam usahanya menyelamatkan diri
Lakasipo jatuh punggung dan terbanting di tanah. Dua kakinya ditendangkan
berusaha menghantam tubuh ulat raksasa sementara dua tangan mencekal leher dan
kepala Ulat, menahan gerakan gigitan yang siap memutus lehernya!
Bola Bola Iblis 65
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pada saat Lakasipo terjatuh ke tanah penutup kocek jerami terpental. Wiro, Naga
Kuning dan Setan Ngompol terlempar ke luar. Setan Ngompol langsung terkencingkencing sedang Naga Kuning menggigil ketakutan karena dia hampir tertindih sosok
Hantu Kepompong yang meliuk-liuk. Walau juga merasa ngeri setengah mati namun
Pendekar 212 masih bisa berlaku tenang. Tubuh Lakasipo yang terlentang di tanah di bawah
tindihan sosok ulat raksasa laksana bentangan bukit besar di mata Wiro. Sesaat
dia bingung tidak tahu mau melakukan apa. Kemudian pandangannya membentur sospk
sarang kepompong di ujung tanah lapang. Saat itu keadaan Lakasipo benar-benar
dalam bahaya besar. Sisa-sisa tenaganya terkuras untuk mempertahankan diri
mencekal kepala dan leher Hantu Kepompong guna menghindari gigitan maut.
"Sarang ulat jahanam itu..,." Wiro membatin. "Aku harus melakukan sesuatu! Ah!"
Wiro pukul-pukul jidatnya berulang kali. Tiba-tiba dia berteriak lalu lari
menembus debu mendekati kepala Lakasipo.
Orang banyak yang berada di tepi tanah lapang menjadi terheran-heran ketika
mereka melihat ada tiga sosok aneh terlempar keluar dari dalam kocek jerami di
pinggang Lakasipo.
"Hai! Makhluk apa yang barusan keluar dari kocek Lakasipo"!" seorang di antara
mereka berseru.
"Kutu berbentuk manusia!" Yang lain berteriak.
"Lihat! Yang satu lari ke sana! Hai Lihat! Dia memanjat telinga Lakasipo!"
Saat itu begitu mencapai kepala Lakasipo Wiro memang segera memanjat daun
telinga orang itu. Lalu berteriak keras-keras.
"Lakasipo! Ini aku! Wiro! Kau bisa mendengar" Lakasipo?"
Lakasipo yang tengah berusaha mati-matian menyelamatkan nyawa walau bisa
mendengar teriakan Wiro mana sempat menjawab.
"Lakasipo! Dengar! Hantu Kepompong pasti punya kelemahan! Aku sempat melihat
berulang kali! Setiap tubuhnya hancur dan mati dia masuk ke dalam sarangnya.
Lalu hidup lagi! Aku yakin kalau kau menghancurkan sarangnya ulat jahanam itu
tak bisa hidup lagi!
Lakukan cepat Lakasipo! Hancurkan sarangnya!"
Dua gigi atas Hantu Kepompong telah menancap di leher Lakasipo. Darah mulai
mengucur. "Lakasipo! Kau dengar ucapanku"! Hancurkan sarangnya! Hantu Kepompong pasti bisa
kau musnahkan!" Wiro kembali berteriak.
Kepala Lakasipo tersentak ketika dia menahan sakit gigitan Hantu Kepompong. Wiro
yang berada di daun telinga Lakasipo terpeleset dan jatuh ke tanah. Sebelum
tubuhnya tergencet kepala atau badan Lakasipo cepat-cepat Wiro melompat
menjauhkan diri.
"Lakasipo! Kau dengar ucapanku tadi"!" teriak Wiro penasaran. . . . . . . .
Tiba-tiba dari mulut Lakasipo keluar suara ge-rengan keras. Wiro terbanting ke
tanah. Dua kaki Lakasipo berusaha menjepit tubuh bagian bawah Hantu Kepompong hingga
gerakan ulat raksasa ini sesaat tertahan. Dengan sisa tenaganya Lakasipo
membetot leher ulat itu lalu dengantangan kanannya dihantamnya mata sebelah
kanan. Hantu Kepompong keluarkan suara mendesis keras dan jauhkan kepalanya dari
leher Lakasipo tapi siap menerkam kembali.
Bola Bola Iblis 66
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Walau hanya sekejapan mata namun Lakasipo bisa mempergunakan tangannya untuk
melepas pukulan Lima Kutuk Dan Langit! Ternyata Lakasipo memang telah mendengar
teriakan-teriakan Pendekar 212 tadi!
Lima larik sinar hitam menggidikkan menyambar ke arah sarang Hantu Kepompong
yang berada di ujung tanah lapang sebelah sana!
"Bummm!"
Satu letusan dahsyat menggelegar di Seantero tanah lapang. Sarang Hantu
Kepompong tenggelam dalam kobaran api, lalu hancur dan bertebaran ke udara dalam
bentuk kepingan-kepingan menyala!
Hantu Kepompong yang masih berada dalam cekalan Lakasipo dan sebagian tubuhnya
masih menindih lelaki itu keluarkan raungan dahsyat. Wiro, Naga Kuning dari
Setan Ngompol mencelat berpelantingan. Lakasipo sendiri seolah tersirap oleh
raungan itu sesaat terbaring tak bergerak seolah menjadi kaku tegang! Dia baru
tersadar ketika Hantu Kepompong berusaha menggelung meremukkan tubuh dan
mematukkan kepala. Lakasipo balikkan badan. Berhasil. Kini dia yarjg menindih
Hantu Kepompong, Tangan kanannya yang masih bebas langsung dihantamkan ke kepala
ulat raksasa itu. yang diarahnya kini adalah mata sebelah kiri.
"Craattt!"
Kalau tadi pukulan Lakasipo seolah tidak mempan maka kini jotosannya membuat
mata kiri Hantu Kepompong hancur! Selagi ulat ini menggeliat-geliat kejutan
Lakasipo cepat bangkit berdiri. Sosok Hantu Kepompong dibantingkannya ke tanah.
Makhluk ini kembali meraung lalu lesatkan diri ke atas. Mulutnya menyambar ke
kepala Lakasipo. Tapi kaki kanan Lakasipo lebih cepat bergerak menginjak
pertengahan tubuh Hantu Kepompong hingga hancur dan putus menjadi dua bagian!
Untuk pertama kalinya ada darah yang menyembur dari kutungan tubuh itu. Bagi
Wiro dan dua kawannya semburan darah ini tidak beda seperti ombak besar yang
hendak menggulung mereka. Ketiganya berlarian pontang panting selamatkan diri.
Sosok bagian atas Hantu Kepompong terbanting ke tanah. Bagian sebelah bawah
menggeliat-geliat beberapa lama lalu diam tak berkutik lagi. Lakasipo tidak
menunggu lebih lama. Dibarengi dengan teriakan garang kaki kanannya dihantamkan
ke kepala Hantu Kepompong.
"Praaakkk!"
Kepala ulat raksasa itu hancur begitu Bola Bola Iblis menghantam telak. Seolah
keluar dari langit, satu teriakan dahsyat terdengar menukik bumi! Sosok ulat
coklat perlahan-lahan berubah. Yang terlihat kini adalah tubuh Lahopeng, hancur
putus di bagian perut dan remuk mengerikan di bagian kepala.
Lakasipo tegak terhuyung-huyung sambil pegang lehernya yang luka. Dia memandang
berkeliling ke arah orang-orang yang tegak di seputar tanah lapang.
"Lakasipo! Kami ingin kau kembali menjadi Kepala Negeri Latanahsilam!" seseorang
berteriak. "Lakasipo Kepala Negeri Latanahsilam!"
"Lakasipo! Lakasipo!"
"Yang jahat Lahopeng! Bukan Lakasipo!"
Bola Bola Iblis 67
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wajah Lakasipo yang tertutup rambut riap-riapan, cambang bawuk dan janggut serta
kumis tebal tidak berubah sedikit pun mendengar teriakan-teriakan penduduk
Negeri Latanahsilam itu.
Dia memandang ke tanah dan melihat tiga sosok kecil itu. Lakasipo membungkuk
mengambil Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol.
"Syukur kalian bertiga tidak apa-apa. Wahai Wiro, kalau bukan karena ucapanmu
aku tidak mungkin membunuh Lahopeng! Kalau tidak karena pertolonganmu saat ini
sudah pasti menjadi mayat diriku! Lagi-lagi aku berhutang budi padamu manusia
kutu cebol!"
"Kalau kau mati, apa kau kira kami masih bisa hidup panjang"!" sahut Pendekar
212 lalu tertawa lebar.
"Hai! Kau mau bawa kemana lagi kami ini"!" tanya Naga Kuning ketika dirasakannya
Lakasipo mulai bergerak melangkah yang membuat tanah lapang kembali bergetar.
"Kita pergi. Tak ada gunanya berlama-lama di tempat ini," jawab Lakasipo.
"Tapi orang-orang itu! Penduduk Negeri Latanahsilam menginginkan kau jadi Kepala
Negeri mereka kembali!" kata Wiro pula.
Lakasipo gelengkan kepala. "Aku kasihan pada orang tolol. Tapi aku sangat benci
pada orang-orang munafik seperti mereka!"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol menjerit keras ketika Lakasipo membawa
mereka melompat dan naik ke punggung Laekakienam, kuda tunggangannya.
* * * Bola Bola Iblis 68
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
HANTU BARA KALIATUS
Wiro Sableng 102 Bola Bola Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress
atau Kaskus thread No. 865522
Bola Bola Iblis 69
Dewi Ular 5 Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja Pendekar Mata Keranjang 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama