Ceritasilat Novel Online

Hantu Santet Laknat 2

Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat Bagian 2


bergemuruh seperti ada pohon yang tumbang lalu menyusul jeritan perempuan.
Gerakan si nenek jadi tertahan sementara Hantu Langit Terjungkir begitu
mendengar suara jeritan serta merta berkelebat ke kiri.
Apa yang terjadi"
Sesaat setelah tadi Hantu Langit Terjungkir meninggalkan Luhsantini karena
hendak menolong Lakasipo yang terjerat dalam jaring api biru, tanpa menunggu
lebih lama Latandai alias Hantu Bara Kaliatus menyergap ke arah Luhsantini yang
bekas istrinya itu.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
34 "Perempuan laknat, istri terkutuk! Sebelum kubunuh kau lekas katakan dimana
berada anakku si Lamatahati"!" Mendendar ucapan Hantu Bara Kaliatus itu
Luhsantini langsung mendamprat!
"Jangan kau berani menyebut Lamatahati sebagai anakmu!
Bukankah dulu kau hendak membunuhnya bersama diriku di tepi kawah Gunung
Latinggimeru"! Manusia durjana! Sebelum kau membunuhku biar aku lebih dulu
mencabut nyawamu! Biar kemudian para Dewa menggiring Rohmu ke pusaran neraka
atas langit" Habis berkata begitu Luhsantini berkelebat Tangan kanannya laksana
kilat menyambar ke arah dada Hantu Bara Kaliatus. Dari sambaran angin yang
mendahului datangnya pukulan, Hantu Bara Kaliatus maklum kalau serangan
Luhsantini tidak bisa dianggap remeh. Karena dia tidak bisa bergerak cepat
akibat tubuhnya sebelah bawah yang menggembung besar maka Hantu Bara Kaliatus
langsung jatuhkan diri, jatuh punggung ke tanah.
"Bukkkk!"
Pukulan Luhsantini menghantam lamping batu Di sebelah depan batu itu tidak
kelihatan bergeming sedikitpun, apa lagi retakatau jebol. Tapi luar biasanya,
disebelah belakang lamping batu keluarkan suara berderak lalu retak-retak. Satu
per satu retakan itu kemudian berderai jatuh, mengepulkan asap seperti hangus!
lnilah kehebatan lima pukulan yang selama ini dipelajari dan diyakini
Luhsantini, disebut Di balik Labukit Menghancurkan Lagunung!
Melihat serangannya luput, Luhsantini tak tinggal diam. Selagi Hantu Bara
Kaliatus masih tertelentang di tanah dia cepat mengejar dengan serangan ke dua.
Kalau tadi tenaganya yang bekerja maka kini kaki kanannya membuat gerakan
menghunjam. Tumit Luhsantini menderu ke arah kening Hantu Bara Kaliatus.
"lstri laknat perempuan jahanam!" teriak Hantu Bara Kaliatus seraya gulingkan
diri ke kanan. "Terima kematianmu!" Sambil bangkit, dalam keadaan setengah duduk Hantu Bara
Kaliatus kerahkan tenaga dalam lalu menyambar.
"Wuutt! Wuuuuttt!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
35 Latandai keluarkan ilmu Bara Setan Penghancur jagat. Tiga bara merah menyala
menyambar cepat dan ganas ke arah Luhsantini. Satu mengarah kepala. Yang ke dua
mencari sasaran di dadanya, sedang bara ke tiga menderu ke bagian bawah
perutnya. Melihat tiga serangan dahsyat mengancam dirinya mau tak mau Luhsantini batalkan
gerakannya menghantam kepala lawan.
Dengan cepat perempuan ini berkelebat ke kanan sambil lepaskan satu pukulan
tangan kosong. Luhsantini berhasil menghantam mental bara menyala yang menyerang
ke arah kepalanya. Walau serangan sangat berbahaya itu dapat ditangkis, namun
tak urung tangan kanannya bergetar hebat sedang ujung lengan panjang pakaian
merahnya kepulkan asap. Ujung lengan itu ternyata telah hangus!
Dengan melompat tadi, Luhsantini juga berhasil menghindari batu bara ke dua yang
melesat ke arah dadanya, Namun serangan ke tiga masih sempat menyerempet
pinggulnya. Perempuan ini terpekik kesakitan. Bukan saja pinggul pakaian
merahnya robek hangus tapi daging pinggulnya ikut terserempet luka! Selagi
Luhsantini tertegak menahan sakit, Hantu Bara Kaliatus telah berada di
hadapannya. Menyeringai sambil angkat tangan kirinya yang disambung dengan
logam. "Gendakmu sudah kujebloskan dalam jaring api biru!
Sekarang giliranmu!" Hantu Bara Kaliatus kertakkan rahang. Tangan kirinya
digerakkan. Dari pentolan pentolan runcing di sepanjang lengan palsu yang
terbuat dari logam itu, melesat keluar larikan-larikan sinar biru, bergulung
membentuk jaring. Lalu menyambar ke arah Luhsantini! Perempuan itu cepat
menghindar, melompat dan berlindung ke balik sebatang pohon.
"Wuuusss!"
Jaring api yang disebut Api lblis Penjaring Roh menyambar.
Laksana senjata tajam membelah air begitulah kelihatan jaring api itu melewati
batang pohon. Begitu lewat batang pohon serta merta berubah hangus hitam kebirubiruan lalu tumbang dengan suara Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
36 bergemuruh. Luhsantini cepat menyingkir namun dia terkesiap kaget ketika tibatiba saja, cepat sekali. Di atasnya jaring api biru telah menyambar ke bawah,
siap menjerat tubuhnya! Perempuan ini keluarkan pekik ngeri seraya coba
menghantam dengan pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Namun
sia-sia saja! Sekejapan lagi Luhsantini akan dilibas Api lblis Penjaring Roh tiba-tiba
menyambar satu gelombang kabut memencarkan warna kebiru-biruan dan menebar hawa
dingin luar biasa. Begitu kabut ini bersentuhan dengan jaring api biru terdengar
suara "ceesss.
..cessss" berkepanjangan. Cahaya jaring biru kelihatan menjadi redup. Hawa
panasnya serta merta menjadi lenyap. Tapi gerakan jaring yang hendak menjerat
sosok Luhsantini tetap tidak tertahankan.
Sesaat kemudian perempuan itu sudah terlibat dalam jaring.
Masih untung larikan-larikan api jaring telah berubah menjadi seperti tali-tali
biasa. Kalau tidak niscaya sekujur wajah dan tubuh Luhsantini akan menjadi
terbakar hangus!
"Celaka!" Di sebelah sana Hantu Langit Terjungkir berseru kaget melihat
bagaimana Luhsantini telah masuk dalam libatan jaring. Bagaimana pun dia
berusaha meloloskan diri tetap saja tidak berhasil. Si kakek sendiri saat itu
tengah berusaha mengatur jalan darah dan pernafasannya. Bentrokan antara kabut
saktinya tadi dengan api jaring biru telah membuat tubuhnya tergoncang hebat
luar dalam. Begitu keadaannya pulih kembali, cepat dia berkelebat mendekati
Luhsantini. Tangannya bergerak kian kemari untuk merobek dan memutus jaring.
Sia-sia belaka! Hantu Bara Kaliatus keluarkan suara tawa bergelak.
"Jangan harap dia bisa keluar dari dalam jaring itu! Tidak ada satu makhlukpun
bisa membebaskannya! Aku memang tidak berhasil membunuh mereka. Tapi aku sudah
cukup puas menjebloskan keduanya seumur hidup dalam Api lblis Penjaring Roh
Ha... ha ... ha!" Hantu Bara Kaliatus balikkan badannya lalu tinggalkan tempat
itu. Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
37 "Makhluk keparat!" teriak Hantu Langit Terjungkir.
"Kemana kau lari akan kukejar! Tapi sebelum kau mati di tanganku ada sesuatu
yang perlu kutanyakan!" Melihat si kakek hendak mengejar Hantu Bara Kaliatus
jadi marah tapi juga khawatir.
"Kakek yang tegak menyungsang ini memiliki kepandaian tinggi! Keadaanku membuat
aku tak bisa bergerak cepat. Dia pasti mampu mengejarku! Jahanam! Aku harus
dapat mencegahnya!"
Hantu Bara Kaliatus buka mulutnya lebar-lebar lalu meniup ke arah si kakek. Yang
keluar kali ini bukan lesatan bara api tetapi satu gelombang api. Hantu Langit
Terjungkir berseru kaget ketika dia dapatkan dirinya tiba-tiba terkurung kobaran
api. Cepat-cepat dia kerahkan tenaga dalam yang ada di kening ke kaki kanannya.
Satu larikan besar kabut dingin membeset udara begitu si kakek tendangkan kaki
kanannya. Kabut ini lalu bergulung-gulung menyambar kobaran api.
"Wusss ... wussss!"
Kobaran api !enyap. Namun Hantu Bara Kaliatus tak ada lagi di tempat itu.
"Kurang ajar!" Hantu Langit Terjungkir memaki. Dia memandang berkeliling.
Memperhatikan Lakasipo yang ada dalam jaring.
Melihat pada nenek bermuka dan berpakaian serba kuning. Sesaat dia tampak
bimbang. "Apa yang harus aku lakukan .... Lakasipo sementara dalam keadaan aman walau
masih dilibat jaring. Nenek muka kuning itu nanti saja kuselidiki siapa dirinya.
Biar aku mengejar Hantu Bara Kaliatus. Aku tadi sempat melihat ada tanda bunga
dalam lingkaran di lengan kanannya sebelah belakang. Wahai, bagaimana mungkin
ada darah dagingku sejahat dirinya" Seganas itukah kutuk Dewa terhadap diriku"
Aku harus menyelidiki, harus tahu siapa dia sebenarnya sebelum aku salah
menjatuhkan tangan maut!" Habis berkata begitu Hantu Langit Terjungkir segera
berkelebat ke arah yang diduganya lenyapnya Hantu Bara Kaliatus.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
38 "Kek! Jangan pergi!" teriak Luhsantini ketika melihat Hantu Langit Terjungkir
berkelebat pergi. Saat itu dia masih terus berusaha menjebol jaring agar bisa
lolos. Tapi si kakek keburu lenyap.
Luhsantini alihkan pandangannya pada nenek muka kuning.
"Wahai! Menurut penglihatanku kau adalah seorang berkepandaian tinggi. Mengapa
tidak mencoba membebaskan diriku dan menolong pemuda itu"!"
"Buuttt!" si nenek men jawab dengan terkentut lalu tertawa cekikikan membuat
Luhsantini menjadi merah wajahnya dan menggerutu marah.
"kalau bisamu cuma kentut melulu, harap pergi saja dari sini!"
Nenek Selaksa Angin pencongkan mulutnya.
"Aku memang mau pergi. Aku mau mengejar kakek aneh tadi!
Aku harus harus mencari jawab apa aku kenal padanya atau tidak!"
"Perempuan tua tidak bermalu! Kakek itu jelas tidak sudi berkenalan denganmu,
mengapa kau kejar kejar" Jangan-jangan kau bangsa tua bangka gatal!" Luhsantini
mendamprat saking marahnya. Dimaki seperti itu si nenek jadi marah. Tangan
kanannya bergerak dan
"plaak!" Tamparannya melayang ke pipi kanan Luhsantini.
Tamparan yang cukup keras itu membuat Luhsantini terbanting dan terguling-guling
dalam jaring. Pipi kanannya serasa lebam dan tulangnya seolah pecah. Terhuyunghuyung Luhsantini bangkit dan menggapai-gapai dalam libatan jaring. Dalam sakit
dan juga marahnya tiba-tiba dia melihat salah satu tali jaring di bagian mana
tadi tamparan si nenek mendarat berada dalam keadaan putus!
Berarti nenek muka kuning itu memiliki kesaktian yang mampu memutus jaring!
"Tua bangka gatal! Mengapa kau cuma menamparku satu kali"! Ayo tampar lagi!
Lakukan sepuasmu!" Tiba-tiba Luhsantini berteriak. Si nenek pelototkan matanya.
Dia hendak bergerak maju dan benar-benar hendak menampar Luhsantini. Tapi tibatiba dia Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
39 hentikan gerakannya dan menyeringai. Setelah kentut dua kali dia berkata.
"Jangan kira aku tidak tahu akal busukmu! Kau minta aku menampar agar bisa
memutus tali-tali jaring!"
"Buutt!" Si nenek kentut.
"Perlu apa menolongmu. Lebih baik aku mencari kibul ayam jantan. Tinggal enam
belas ekor lagi! Aku akan segera sembuh! Hik.
.. hik!" Si nenek songgengkan pantatnya ke arah Luhsantini lalu kentut lagi dua
kali berturut-turut. Setelah itu sekali berkelebat perempuan tua itupun lenyap.
Luhsantini memaki habis-habisan.
"Nenek otak miring! Mencari kibul ayam jantan katanya! Apa artinya kibul" Tua
bangka tidak berbudi!" Luhsantini kemudian periksa bagian jaring yang putus. Dia
coba menarik-narik dan memasukkan kepalanya.
Tapi lobang di jaring masih sangat kecil. Jangankan kepalanya, kepalannya saja
tak bisa disusupkan. Dalam bingungnya karena tidak tahu apa yang hendak
dilakukan Luhsantini memandang ke arah sosok Lakasipo yang masih terjerat di
dalam jaring satunya. Dia tak dapat memastikan apakah lelaki itu hanya pingsan
saja atau sudah menemui ajal.
"Lakasipo! Lakasipo!" Luhsantini memanggil berulang-ulang.
Namun sosok Lakasipo tidak bergerak. Hanya ada suara erangan pendek keluardari
mulutnya. Setelah itu keadaan di tempat itu kembali sunyi senyap.
Sementara di langit sang surya semakin mendekati ufuk tenggelamnya. Sebentar
lagi tempat itu akan menjadi gelap. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba semak
belukar di sebelah kiri terkuak.
Tiga sosok muncul dan salah satu diantaranya berucap.
"Seruan yang memanggil-manggil nama Lakasipo tadi pasti datang dari tempat ini!
Tapi tak ada siapa siapa di sini!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
40 "Hei! Lihat di sebelah sana! Ada orang tergeletak di dalam jaring aneh!" Suara
ke dua berseru Menyusul orang ke tiga ikut berteriak.
"Di sebelah situ juga ada jaring satu lagi! Ada orang terjebak di dalamnya!"
"Kawan-kawan! Kau lekas memeriksa orang di dalam jaring sebelah sana! Aku akan
berusaha menolong orang satunya!" Ketika orang yang bicara ini melompat ke
hadapan jaring dimana Luhsantini berada kagetlah dia karena dia masih bisa
mengenali siapa adanya perempuan itu.
"Bukankah .... Bukankah kau orangnya yang bernama Luhsantini?" orang itu
bertanya sambil garuk garuk kepala.
Luhsantini memperhatikan dari dalam jaring. Matanya penuh selidik.
"Kau siapa?"
"Aku Wiro, saudara angkat Lakasipo. Mungkin kau tidak mengenali diriku. Karena
pertama kali bertemu dengan kawan-kawan sosok kami bertiga masih sebesar jari!"
Sepasang mata Luhsantini pandangi Pendekar 212. Dia melirik pada sosok dua orang
di sebelah sana yakni Naga Kuning dan Si Setan Ngompol.
"Wahai! Aku ingat riwayat kalian bertiga!"
"Apa yang terjadi denganmu" Siapa orang yang ada di dalam jaring sebelah
sana ...."
"Dia Lakasipo." Terkejutlah Wiro mendengar jawaban Luhsantini itu. Dia memandang
berkeliling. Lalu bertanya.
"Aku harus menolongmu! Ceritakan bagaimana kejadiannya sampai dirimu terjebak
dalam jaring aneh ini!"
"Jangan perdulikan diriku. Lebih baik kau menolong Lakasipo lebih dulu.
Keadaannya gawat ..." kata Luhsantini.
"Kalau begitu ...." Wiro garuk kepalanya lalu melangkah cepat menghampiri
Lakasipo yang tergeletak di tanah, berada dalam jaring. Naga Kuning dan Si Setan
Ngompol berusaha membebaskan Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
41 lelaki itu. Namun akhirnya mereka bingung sendiri karena apapun yang mereka coba
tidak sanggup memutus jaring api biru.
"Wiro! Keluarkan kapakmu. Mungkin itu bisa dipakai memutus jaring celaka
ini ...." Dari. balik jaring tiba-tiba terdengar suara orang berucap. Suara
Lakasipo. Tanpa banyak cerita murid Sinto Gendeng segera keluarkan KapakMaut
NagaGeni212. Cahaya matahari yang hendak tenggelam memantuk kuning kemerahan di
permukaan dua mata kapak. Ketika Wiro hendak membungkuk mencari bagian yang baik
di sebelah kaki jaring untuk dibacok dengan kapak sakti, tiba-tiba ada satu
bayangan biru berkelebat dan tegak di hadapan Wiro.
Pendekar 212 angkat kepalanya.
"Luhcinta!" ujar murid Eyang Sinto Gendeng ketika melihat siapa yang berdiri di
hadapannya. Tentu saja Pendekar 212 merasa gembira dapat bertemu kembali dengan
gadis cantik jelita itu.
Namun dibalik kecantikan si gadis saat itu Wiro melihat ada satu bayangan rasa
gelisah. "Wiro, ada satu hal sangat penting ingin kubicarakan denganmu. Harap kau sudi
mengikutiku ... !' Suara Luhcinta terdengar lirih pertanda memang ada satu
tekanan batin yang tengah dialaminya saat itu. Si gadis tahu Wiro akan,memenuhi
kehendaknya. Karenanya tanpa menunggu jawaban Wiro dia segera berkelebat pergi.
"Kalian berdua tunggu di sini. Aku tidak akan lama," kata Pendekar 21 2. Lalu
dia segera berkelebat pula ke arah lenyapnya Luhcinta.
"Seharusnya dia tinggalkan kapak saki itu. Agar kita bisa menolong Lakasipo!"
kata Naga Kuning.
"Dia segera kembali. Dia sendiri bilang tak bakal lama!"
menyahut Si Setan Ngompol.
"Kau orang tua yang seperti tidak pernah muda saja Kek!
Seorang pemuda dan seorang pemudi berdua-dua di satu tempat Bastian Tito: Hantu
Santet Laknat [angx2006]
42 sunyi, mana mungkin mau sebentar saja. Apa lagi Luhcinta kelihatannya seperti
punya masalah besar!" Apa yang dikhawatirkan Naga Kuning, bocah aneh yang
sebenarnya adalah kakek berusia 120 tahun itu menjadi kenyataan, Sampai matahari
tenggelam dan kegelapan mencekam di lembah batu itu, Pendekar 212 tak kunjung
muncul.

Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa kataku. Jangan-jangan sesuatu telah terjadi dengan Wiro! Kek, kau tunggu di sini. Aku akan
menyelidik!" Si Setan Ngompol yang takut ditinggal sendirian langsung
terkencing. "Aku ikut bersama!" katanya pada Naga Kuning seraya pegangi celana si bocah.
Berjalan beberapa tindak Naga Kuning hentikan langkahnya.
"Bagaimanadengan Luhsantinidan Lakasipo?" Anak ini bertanya pada Si Setan
Ngompol lalu memandang pada Luhsantini.
Dari balik jaring terdengar perempuan itu berucap.
"Jangan perdulikan diriku! Lekas cari Wiro. Lakasipo perlu lekas ditolong.
Keadaannya gawat!"
"Kami segera mencarinya! Bertahanlah!" berkata Setan Ngompol. Lalu tetap masih
sambil pegangi pantat celana Naga Kuning dia berkata.
"Ayo jalan duluan! Arah sana! Aku lihat si gondrong itu tadi menuju ke sana!" Si
kakek menunjuk ke arah deretan pohon-pohon besar dan semak belukar yang
merupakan bagian luar atau tepi rimba belantara yang disebut Lasesatbuntu.
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
43 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
ENAM PENDEKAR 212 berlari cepat melewati deretan pepohonan dan semak belukar tinggi.
Luhcinta berada di sebelah depannya.
Walau saat itu cahaya sang surya yang hendak tenggelam mulai redup namun karena
Luhcinta tak berapa jauh di depannya dengan mudah Wiro bisa mengikuti lari si
gadis. Sebentar saja kedua orang itu telah masuk jauh ke dalam rimba belantara. Di satu
tempat sosok Luhcinta lenyap. Wiro hentikan larinya, memandang berkeliling.
"Luhcinta! Dimana kau"!" Wiro memanggil. Suaranya bergema dalam rimba belantara
yang mulai gelap itu. Tak ada jawaban. Wiro menunggu. Sesekali terdengar suara
desir dedaunan yang saling gesek oleh tiupan angin.
"Luhcinta"!" Wiro memanggil kembali. Setelah ditunggu tetap tak ada jawaban Wiro
bersiap untuk mengerahkan Ilmu Menembus Pandang yang didapatnya dari Ratu
Duyung. Namun tak jadi karena saat itu lapat-lapat mendadak dia mendengar suara
orang menangis.
"ltu seperti suara Luhcinta! Ada apa dia menangis ...." Wiro sibakkan serumpunan
semak belukar lalu bergerak cepat ke arah datangnya suara orang menangis. Suara
tangisan itu terdengar semakin jelas tanda semakin dekat. Namun sampai sekian
lama Wiro masih belum juga menemukan Luhcinta. Sementara itu tanpa disadarinya
Wiro telah masuk makin jauh ke dalam rimba belantara Lasesatbuntu.
Di satu tempat Wiro akhirnya hentikan langkah. Udara bertambah kelam. Wiro mulai
menyadari keanehan yang dihadapinya.
"Suara tangis gadis itu dekat sekali. Aku seperti bisa meraba-nya jika tanganku
kuulurkan. Tapi sosoknya tetap tidak kelihatan ...."
"Luhcinta! Kau berada di mana"!" Wiro berteriak.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
44 "Wiro .... Aku di sini .... Di balik pohon," ada suara perempuan menjawab. Di
samping kiri Wiro memang ada sebuah pohon besar yang akar gantungnya menjulai
sarat menimbulkan satu pemandangan angker. Pendekar 212 segera mendekati pohon
ini, sibakkan akar-akar gantung di sekitarnya. Begitu dia sampai di balik pohon
besar, memang benar di situ dilihatnya Luhcinta duduk di atas akar besar yang
menonjol di tanah. Gadis ini duduk dengan bahu tersentak-sentak menahan
sesenggukan. Wajahnya ditutup dengan kedua tangan.
"Luhcinta ...." Wiro pegang bahu si gadis.
"Ada apa sampai kau menangis. Kalau memang mau bicara mengapa jauh-jauh masuk ke
dalam hutan. Di sini keadaannya gelap. Hawanya tidak enak. Mari kita 'kembali ke
lembah batu sana.
Kalau memang ada sesuatu, kau bisa mengatakannya parjang lebar di sana. Selain
itu ada dua orang sahabat yang perlu kita tolong."
"Wiro, biar kita berdua-dua dulu di sini barang sesaat.
Memang ada ganjalan hati yang hendak aku keluarkan agar kau tahu," kata Luhcinta
pula. "Kalau begitu maumu baiklah," jawab Wiro. Sang pemuda menduga jangan-jangan
gadis ini hendak membicarakan peristiwa belum lama berselang. Menyangkut
hubungannya dengan Luhjelita, Peri Angsa Putih serta Peri Bunda. Sambil membelai
rambut Luhcinta dia berkata.
"Usap air matamu, turunkan dua tanganmu biar aku bisa melihat wajahmu yang
cantik. Setelah itu katakanlah apa yang hendak kau sampaikan ...." Luhcinta
hentikan suara isaknya.
Perlahan-lahan dia turunkan kedua tangannya. Saat itu seolah datang dari atas
pohon mendadak terdengar suara tawa bergelak.
Demikian hebatnya tawa itu hingga Wiro merasa tanah di sekitar pohon bergetar
sepetai ada lindu. Dalam kejutnya murid Sinto Gendeng serta merta mendongak
memandang ke atas pohon.
Tapi dia tidak melihat siapa-siapa di situ.
"Aneh!" pikir Wiro.
"Luhcinta, kau mendengar suara orang tertawa tadi?"
bertanya Wiro seraya palingkan kepala, memandang kepada Bastian Tito: Hantu
Santet Laknat [angx2006]
45 Luhcinta kembali. Seperti melihat setan kepalatujuh begitulah kagetnya sang
pendekar ketika melihat baik sosok maupun wajah yang duduk dihadapannya saat itu
bukan lagi Luhcinta. Tapi satu sosok seorang nenek berjubah hitam. Wajahnya luar
biasa angker karena hidung dan mulutnya menjadi satu membentuk paruh burung.
Sepasang matanya yang kecil menyembul tanpa allis berputar-putar r6emandangi
Wiro. Sesaat kemudian nenek ini keluarkan suara tawa 'bergelak yang sama dengan
suara bergelak sebelumnya.
"Siapa kau"!" bentak Wiro.
"Luhcinta! Kau tengah bergurau mempermainkanku atau bagaimana?"
"Hik ... hik ... hik! Siapa bemama Luhcinta! Siapa bergurau mempermainkanmu! Hik
... hik ... hik!" Suara si nenek tinggi kecil, mendenging dan menyentak. Wiro
yang mulai mencium adanya bahaya di balik keanehan ini segera kerahkan tenaga
dalamnya untuk sewaktu-waktu bisa menghantam.
"jika kau bukan Luhcinta berarti kau setan rimba belantara!
Makhluk jejadian! Jangan berani mempermainkan, apalagi bermaksud jahat
mencelakaiku!" Si nenek kembali tertawa panjang.
Sambil tertawa dia bangkit berdiri. Wiro mundur beberapa langkah.
Astaga, si nenek kurus hitam dan agak bungkuk ini ternyata satu kepala lebih
tinggi dari dia.
"Pendekar212 Wiro Sableng, saat ini kau memang sudah celaka!"
"Nenek sialan! Apa maksudmu"! Siapa kau sebenarnya"
Mana Luhcinta"!"
"Luhcinta tak pernah ada di tempat ini! Hik ... hik. .. hik! Yang ada hanyalah
aku. Hantu Santet Laknat!"
"Hantu Santet Laknat!" Wiro berseru tegang. Kejapan itu juga dia ingat semua
penuturan Lakasipo. Juga kejadian yang menimpa Lawungu.
"Kau menipuku! Kau memperdayaiku masuk ke dalam rimba belantara ini!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
46 "Kau memang sudah tertipul Sudah terjebak dalam rimba Lasesatbuntu! Seumur hidup
kau tak bakal bisa keluar lagi dari tempat ini! Dewa sekalipun tak bakal bisa
menolongmu! Hik ... hik ...
hik! Nasibmu memang malang anak muda!"
Hantu Santet Laknat tertawa panjang lalu melangkah mundur.
Sebaliknya Wiro cepat bergerak. Sekali lompat saja dia sudah mencekal rambut
putih di kepala si nenek dengan tangan kiri sementara tangan kanan mencengkeram
di leher. "Tua bangka keparat! Aku memang sudah lama mendengar kejahatanmu! Antara kita
tidak ada permusuhan! Mengapa kau hendak mencelakai aku" Siapa menyuruhmu"!" Si
nenek hanya menjawab dengan tawa cekikikan.
Wiro gerakan dua tangannya. Sosok si nenek dibantingkannya ke tanah hingga
mengeluarkan suara bergedebukan. Tapi hebatnya si nenek cepat bangkit dan
kembali tertawa panjang melengking-lengking. Dengan dua tangannya Wiro tangkap
leher si nenek. Namun dia tak mampu meneruskan gerakannya untuk mencekik atau
mematahkan leher kurus itu. Seperti ada satu kekuatan aneh membendung apa yang
hendak dibuatnya. Tiba-tiba si nenek gerakkan kedua tangannya.
"Bukk ... bukkk ... bukkk!" Jotosan keras melanda dada Pendekar 21 2. Berteriak
kesakitan Wiro terpaksa lepaskan cengkeramannya di leher si nenek. Terhuyunghuyung dia cepat imbangi diri lalu tidak menunggu lebih lama Wiro menghantam
tubuh si nenek dengan pukulan sakti Segulung Ombak Menerpa Karang.
Serangkum angin sedahsyat prahara melabrak tubuh si nenek.
Jangankan tubuh manusia, sesuai dengan hebatnya nama pukulan sakti itu, batu
karangpun bisa dihancur leburkannya.
Sosok Hantu Santet Laknat mencelat ke udara. Pukulan Wiro yang terus melabrak
pohon besar di belakang si nenek membuat pohon itu bergoncang keras. Batangnya
berderak, di sebelah bawah akar-akarnya bergeletar lalu "braakk!" Pohon besar
miring bergemuruh dan tumbang setelah batangnya terlebih dulu hancur berkepingkeping. Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
47 Wiro melompat, mencari sosok Hantu Santet Laknat yang dipastikannya sudah ikut
hancur dan berkaparan di sekitar tumbangan pohon. Tapi dia tidak menemukan apaapa. Pendekar 212 memaki panjang pendek. Saat itulah tiba-tiba terdengar suara
tertawa, panjang melengking-lengking di belakangnya. Wiro berbalik.
Hendak menghantam dengan pukulan Sinar Matahari. Tapi dia sama sekali tidak
melihat sosok si nenek. Dalam keadaan seperti itu Wiro merasa ada cairan meleleh
di bibirnya. Ketika dia mengusap dan memperhatikan ternyata darah.
"Aku terluka di dalam. .." kata Wiro dalam hati dan kini baru ingat kalau tadi
dadanya telah dihantam bertubi-tubi oleh Hantu SantetLaknat
"Nenek jahanam itu. Kalau mau dia bisa membunuhku dengan pukulannya. Tapi dia
tidak melakukan! Pasti dia menyembunyikan maksud lebih jahat dan lebih keji
terhadapku!" Murid Sinto Gendeng usap dadanya yang mendenyut sakit.
Perlahan-lahan dia dudukdi tanah. Mengatur jalan darah, pernafasan dan kerahkan
tenaga dalam ke dadanya yang sakit
* * * DALAM gelapnya malam, di atas pohon di pinggir kawasan rimba Lasesatbuntu, Hantu
Santet Laknat mendekam tak bergerak.
Sepasang matanya yang tanpa alis terpejam. Paruh burungnya bergerak-gerak. Saat
itu pikirannya sedang kacau. Hatinya terus menerus membatin.
"Betul apa yang diucapkan Junjungan. Ternyata pemuda itu memiliki wajah cakap
serta perawakan gagah sempurna. Wahai ....
Bersyukur aku masih bisa menahan diri hingga pukulanku tadi tidak sampai
merenggut nyawanya. Wahai, apakah hatiku telah tergoda"
Junjungan, apakah aku benar harus mengikuti ucapanmu"
Mengawini pemuda itu, menjadikannya sebagai suamiku" tapi bagaimana mungkin"
Keadaan rupaku yang seperti ini tidak memberi jalan baginya untuk menyukai
diriku. Apalagi dia sudah mengetahui kejahatan yang aku lakukan terhadapnya. Aku
memang memiliki ilmu kesaktian bernama llmu Bersalin Wajah. Dengan ilmu Bastian
Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
48 itu aku bisa merubah diri setiap saat aku suka. Merubah wajah dengan wajah siapa
saja yang aku suka. Tetapi hal itu tak bisa abadi
.... Apa yang harus aku lakukan ... ?"
Hantu Santet Laknat duduk tak bergerak, mendekam sambil rangkapkan dua tangan di
depan dada. Wajah Pendekar 212 Wiro Sableng selalu terbayang sekalipun dia
memejamkan kedua matanya.
"Pemuda itu .... lakasipo dan Hantu Muka Dua tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan dirinya. Mungkin aku harus mengurangi, menarik sebagian manteraku agar
dia tidak celaka di dalam hutan. Setelah itu apa yang harus kuperbuat"
Menemuinya"
Bercinta dengannya" Aku harus tahu siapa gadis idamannya. Untuk bersalin wajah
menjadi Luhcinta rasanya teralu berbahaya. Aku harus mencari wajah seorang lain
yang disukainya. Mungkin Luhjelita...?".
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
49 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
TUJUH Dalam gelapnya malam Wiro berusaha mencari jalan keluar dari rimba belantara
gelap itu. Bukan saja dia tidak berhasil keluar tanpa disadarinya dia malah
tersesat semakin dalam ke dalam hutan. Di satu tempat Wiro menemukan sebuah
telaga kecil. Dia berhenti di sini dan memutuskan untuk tetap berada di tempat
itu sampai matahari terbit Malam terasa lama.
Udara mencucuk dingin. Kesunyian menimbulkan rasa tidak enak bagi Wiro selain
saat itu dadanya masih mendenyut sakit.
Sesekali terdengar suara aneh dikejauhan. Entah suara binatang buas entah suara
makhluk halus penghuni rimba belantara.
Sepanjang malam Wiro tak bisa tidur karena selalu diganggu oleh puluhan bahkan
mungkin ratusan nyamuk hutan yang seperti berlomba-lomba ingin menghisap
darahnya. Menjelang pagi, serasa matanya, mau terpejam karena tak sanggup menahan kantuk
tiba-tiba Wiro melihat sesuatu bergerak di seberang telaga kecil.
"Manusia, seperti perempuan. Dalam gelap tubuhnya kelihatan putih. Astaga ....
Perempuan itu nyaris tidak berpakaian di sebelah atas ... ." Wiro bangkit
berdiri. Melihat Wiro bergerak orang di seberang telaga serta merta menyelinap
ke balik semak belukar.
"Tunggu! jangan lari! Aku bukan orang jahat!" Berseru Wiro.
Cepat dia memutari telaga Namun ketib sampai di balik semak belukar sosok itu
tak ada di sana.
"Jangan-jangan yang kulihat tadi hantu penghuni rimba belantara ini ..." pikir
Wiro dengan tengkuk merinding. Dia kembali ke tempatnya semula. Menunggu kalaukalau sosok tadi terlihat kembali. Tapi orang itu ternyata tidak muncul lagi.
Wiro memandang Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
50 ke arah timur. Langit masih tampak gelap pertanda sang surya masih lama baru
akan terbit. Tiba-tiba terdengar suara seperti ada satu benda meluncur di dalam air. Wiro
palingkan kepalanya menatap tajam-tajam ke dalam telaga. Kejut pemuda ini bukan
alang kepalang ketika tiba-tiba pandangannya membentur satu sosok panjang, hitam
berkilat melesat keluar dari dalam telaga, langsung menyambar ke arahnya!
"Ular besarl" seru Wiro, Dia jatuhkan diri ke tanah lalu berguling menjauhi tepi
telaga. Namun dari arah kanan tiba-tiba ada yang menyambar.
"Wuuuuttt!"
"Bukkkk!"
Wiro mengeluh tinggi. Tulang pinggulnya serasa hancur.
Binatang panjang yang keluar dari dalam telaga ternyata telah menghantamnya
dengan ujung ekornya. Lalu binatang ini yang memang menyerupai ular tapi
memiliki dua kepala keluarkan desisan keras, kembali melesat ke arah Wiro.
Kali ini Wiro tak tinggal diam. Sambil tekuk lututnya sedikit dan menahan sakit
pada pinggulnya Wiro hantamkan satu jotosan ke pangkal leher ular kepala dua.
"Bukkkk!"
Pukulan yang dilancarkan dengan jurus bernama Kepala Naga menyusup Awan itu
dengan telak mendarat di leher ular kepala dua Jangankan benda hidup, batu
sekalipun pasti akan hancur berantakan dihantam pukulan sakti mengandung tenaga
dalam tinggi itu. Namun justru saat itu Wiro sendiri yang jatuh terkapar dan
mengeluh kesakitan. Tangan kanannya dikibas-kibaskan. Sakit bukan main seolah
jari-jarinya ada yang remuk!
"Ular kepala dua ini pasti binatang jejadian!" pikir Wiro.
"Ular biasa pasti sudah mampus kena hantamanku tadi!" Saat itu Wiro tak bisa
berpikir lebih lama. Dalam gelap ular kepala dua yang tadi hanya sempoyongan
dilanda pukulan Wiro sambil keluarkan suara mendesis kembali menyerang. Tubuhnya
yang hitam berkilat berubah lunrs. Laksana tombak besi yang dilemparkan dengan
sebat, binatang ini melesat ke arah selangkangan Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
51 "Kurang ajar! Mengapa barangku yang diincarnya!" maki Pendekar 212. Dengan cepat
dia melompat. Lalu dari atas kirimkan tendangan ke kepala ular. Hebat sekali
binatang ini bukan saja mampu mengelak dengan cara rundukkan kepala, tapi tibatiba sekali bagian belakang tubuhnya berkelebat demikian rupa.
"Wuuuutttt!"


Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum dia sadar apa yang terjadi tahu-tahu Wiro dapatkan dirinya sudah dilibat
ular hitam besar itu mulai dari pinggang sampai ke dada. Kepalanya dan kepala
ular saling berhadap hadapan.
Binatang berkepala dua ini buka mulutnya lebar-lebar. Dalam gelap Wiro dapat
melihat bagian dalam dua mulut ular, Lidahnya merah bercabang. Gigi-giginya
panjang runcing, memancarkan sinar aneh.
"Wuuuuttt!"
Dua kepala ular menyambar ubun-ubun pendekar 212. Wiro hantamkan dua tangannya
ke atas. Satu memukul, satu lagi berusaha mencekal leher binatang itu.
Celakanya, dua gerakan tangan Wiro itu tidak satupun menemui sasaran!
"Tamat riwayatku!"
Wiro masih berusaha menggerakkan kepalanya ke samping untuk menghindarkan
patukan ular. Namun sia-sia saja! Sesaat lagi ubun-ubun di batok kepala Pendekar
212 akan jebol dihantam patukan dua kepala ular, tiba-tiba dari kegelapan
melesat selarik sinar hitam. Laksana pedang sinar itu membabat pangkal leher
ular kepala dua.
"Crassss"
Leher itu putus. Darah muncrat menyembur kepala dan pakaian Wiro. Tidak tunggu
lebih lama Wiro segera betot tubuh ular yang melingkar menggulung dirinya lalu
dibantingkannya ke sebuah batu di tepi telaga. Lalu dia memandang berkeliling.
Dia tak melihat siapa-siapa.
"Orang pandai yang barusan menolongku!" Wiro berseru.
"Harap sudi perlihatkan diri untuk menerima ucapan terima kasihku!" Tak ada
jawaban. Tak ada gerakan. Wiro seka kepala dan mukanya yang berselomotan darah
ular. Dia hendak membungkuk Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
52 ke telaga, bermaksud mencuci mukanya. Tapi khawatir kalau kalau ada lagi ular
seperti tadi, pendekar ini segera urungkan niatnya.
"Lebih baik aku menjauh dari telaga keparat ini!" Wiro lantas mencari tempat
yang dirasakannya lebih aman. Di atas sebatang pohon yang tidaK terlalu tinggi
dan berdaun jarang akhirnya dia duduk di salah satu cabang. Kantuknya sudah
lenyap sejak tadi-tadi.
"Hantu Santet Laknat! Ini semua gara-gara nenek keparat itu!
Aku tidak ada permusuhan dengan dia. Mengapa dia mencelakai diriku seperti ini.
Janganjangan...!' Wiro garukk kepalanya.
"Mungkin karena aku sahabat atau saudara angkat Lakasipo Mungkin dia tahu aku
pernah menolong lelaki itu. Jadi menganggap aku sebagai musuhnya. Gila betul!"
Sementara itu di tempat lain dalam gelap dan dinginnya malam menjelang pagi
Hantu Santet Laknat mendekam tak bergerak di balik sebuah batu berlumut. Saat
itu dia dibayangi rasa takut
"Kalau Junjungan mengetahui aku tadi telah menyelamatkan pemuda itu, .bukan saja
aku akan kena damprat. Hukuman berat pasti akan dijatuhkannya atas diriku!"
pikir si nenek. Namun hati kecilnya menyahuti.
"Perlu apa takut pada Junjungan. Bukankah dia sendiri menyuruhku agar mengawini
pemuda itu" Menjadikannya sebagai suamiku"! Kalau siang tiba kau harus melakukan
sesuatu! Kau harus dapatkan pemuda itu! Lupakan Hantu Muka Dua! Kau hanya
tergila seorang diri padanya! Bertepuk sebelah tangan! Kau harus mendapatkan
pemuda bernama Wiro itu! Harus!"
* * * "RIMBA belantara aneh ..." kata Wiro yang saat itu masih mendekam di atas pohon
berdaun jarang.
"Suara kicau burungpun terdengar menyeramkan!" Dia memandang ke arah timur.
Langit di ufuk sana mulai kelihatan terang pertanda sang surya sebentar lagi
akan muncul memperlihatkan diri menerangi jagat.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
53 Dari atas pohon Wiro memandang ke arah telaga kecil. Di tepi telaga tampak
bangkai besar ular hitam masih tergeletak. Kicau burung semakin riuh. Di
kejauhan ayam hutan mulai berkotek bersahut-sahutan. Langit di sebelah timur
semakin terang. Wiro melompat turun dari atas pohon melangkah menuju telaga.
Bangkai ular ditendangnya dengan kaki kiri hingga terpental jauh. Dia
memperhatikan keadaan didalam dan sekitar telaga. Setelah memastikan tempat itu
benar-benar aman baru dia masuk ke dalam telaga untuk membersihkan diri.
Ketika dia keluar dari telaga Wiro dapatkan matahari telah muncul di sebelah
timur. "Aku harus keluar dari hutan celaka ini!" kata Wiro dalam hati.
Karena tidak tahu arah mana yang harus ditempuhnya, Wiro lalu memilih berjalan
ke jurusan timur. Menyongsong sang surya yang baru terbit Dia berjalan cepat di
antara pepohonan dan semak belukar lebat. Di satu tempat terbuka berupa
pedataran yang ditumbuhi rumput liar Wiro hentikan langkahnya. Cahaya matahari
yang sedang bergerak naik saat itu baru mencapai ujung pedataran.
Wiro kemudian sengaja melangkah ke ujung pedataran ini agar dirinya bisa
tersiram sinar matahari. Sebagian pakaian dan rambut di kepalanya saat itu masih
basah kuyup sehabis dicuci di telaga. Hatinya merasa lega sedikit karena saat
itu sakit di dadanya telah jauh berkurang. Hanya pikirannya masih dibungkus oleh
teka-teki siapa kira-kira orang yang telah menolongnya dari serangan maut ular
kepala dua tadi malam,
"Mungkinkah Peri Angsa Putih, atau Peri Bunda ... ?" Ketika Wiro mencapai ujung
pedataran, sewaktu sinar matahari menyentuh dirinya terjadilah hal yang tidak
terduga dan benar-benar mengejutkan. Pakaian putih yang dikenakannya mendadak
sontak mengepulkan asap laksana terbakar. Di lain kejap seluruh pakaian itu
lenyap tidak berbekas! Kini dia berdiri dalam keadaan bugil polos.
Kapak Naga Geni 212 dan batu hitam pasangannya jatuh ke tanah.
Wiro jadi kalang kabut. Cepat-cepat dia mengambil dua benda sakti itu lalu
cepat-cepat pula dia menutup auratnya sebelah bawah dengan tangan kiri.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
54 "Gila! Apa yang terjadi" Mana mungkin sinar matahari bisa membuat sirna
pakaianku!" Dia memandang berkeliling.
"Untung tak ada orang lain! Benar-Benar gila! Bagaimana mungkin aku berkeliaran
dalam hutan ini, mencari jalan keluar, bertelanjang bulat seperti ini"! Kalau
sampai bertemu orang lain, orang perempuan matilah aku! Kemana aku sembunyikan
perabotan di bawah perutku!" Wiro hendak menggaruk kepalanya dengan ta ngan kiri
Tapi tak jadi. Karena kalau tangan kirinya diangkat ke atas berarti aurat di
bawah perut yang ditutupinya akan terbuka melompong!
"Gila! Aku harus bagaimana"!" Wiro memaki panjang pendek
"Jangan-jangan ini lagi-lagi pekerjaannya Hantu Santet Laknat! Nenek celaka
jahanam!".
" * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
55 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
DELAPAN SETlAP kali Naga Kuning menepuk lepas tangan si Setan Ngompol yang selalu
memegang celananya, kembali si kakek menjambret pakaian bocah itu.
"Kakek geblek! Bagaimana aku bisa berlari cepat kalau kau selalu memegangi
pantat celanaku!" Naga Kuning mengomel.
"Jangan salahkan diriku!" jawab Setan Ngompol.
"Aku menaruh firasat hutan ini celaka! Kita bakal menghadapi bahaya tak terduga!
Sudah satu malaman kita di dalam hutan! Kita seperti berputar-putar tak karuan.
Wiro tak kunjung ditemukan!"
Jawab Setan Ngompol sambil tangan kirinya ditekapkan ke bawah perut.
"Naga Kuning, baiknya kita kembali saja ke lembah batu ...."
"Tidak bisa! Kita harus mencari Wiro sampai dapat. Aku juga punya firasat kalau
si sableng itu sedang dihadang marabahaya!"
"Malam gelap, dingin. Di dalam rimba seram begini rupa! Aku
...." Serrrr. Si kakek tak sanggup lagi menahan kencingnya. Dia beser sambil
terus lari mengikuti Naga Kuning.
"Sebentar lagi bakal siang. Apa tidak kau lihat langit di sebelah timur sudah
mulai terang"!" Bocah ini pukul lengan orang tua itu hingga lepas. Tapi kembali
si kakek ulurkan tangan pegangi pantat celana Naga Kuning.
"Kek! Lebih baik kau berteriak-teriak memanggil Wiro.
Mungkin bisa menolong menemukannya lebih cepat!"
"Di dalam rimba belantara angker begini rupa aku tak berani berteriak Salahsalah leherku bisa dicekik dedemit penghuni hutan!"
Saking kesalnya Naga Kuning menjawab.
"Kalau di sini memang ada dedemit bukan lehermu sebelah atas yang dicekiknya.
Tapi lehermu sebelah bawah yang peot bau pesing itu!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
56 "Anak samba!! Jangan Kau menakut-nakuti diriku!" kata si kakek pula dan
perkencang pegangannya pada pakaian si bocah.
Tak lama kemudian mentari mulai kelihatan muncul di ufuk timur.
Keadaan yang tadinya gelap kini menjadi terang, membuat lega hati si Setan
Ngompol. "Ada pedataran berumput di sebelah sana!" Naga Kuning berseru sambil menunjuk ke
arah barat "Kita menuju ke sana! Aku perlu istirahat! Dadaku sudah sesak. Nafasku tinggal
satu-satu !" Kedua orang itu berjalan cepat di sela-sela kerapatan pepohonan dan
menyeruak di antara semak belukar. Hanya tinggal beberapa tombak lagi mereka
akan sampai di ujung pedataran rumput liar tiba-tiba ada satu hawa aneh datang
dari depan, mendorong mereka hingga Naga Kuning yang berada di sebelah depan
terhuyung keras ke belakang, mendorong si kakek, membuatnya hampir jatuh!
Menyangka si bocah sengaja hendak bercanda lagi, si Setan Ngompol mengomel
marah. "Anak geblek! Masih berani kau main-main! Jangan kau kira perbuatanmu barusan
lucu! Kalau aku sampai jatuh dan pantatku cidera, kupencet barang bututmu!"
"Siapa main-main" Apa maksudmu"!" Naga Kuning mendamprat tak kalah marahnya
"Mengapa kau barusan pura-pura terhuyung-huyung" kalau bukan sengaja mau
mendorongku sampai jatuh!"
"Siapa pura-pura! Perlu apa mendorong tubuh rongsokan macam kau! Kau tahu, ada
angin aneh menyambar dari depan!"
"Dusta besar! Aku tidak merasa apa-apa!"
"Kalau tidak percaya majulah. Jalan ke arah sana ...." Setan Ngompol
menyeringai. Masih menganggap si bocah bergurau. Dia melangkah ke depan. Baru
berjalan tiga langkah tiba-tiba ada angin menyambar keras, membuatnya terpental
dan jatuh duduk di tanah, langsung terkencing-kencing. Mukanya pucat
"Ada yang tidak beres. Tempat ini pasti tempat angker. Lekas pergi dari
sini ..." kata Setan Ngompol seraya bangkit berdiri. Naga Kuning memandang
berkeliling. Meski hatinya mulai was-was namun dia ingin mencoba sekali lagi.
Kali ini dia tidak berjalan cepat tapi Bastian Tito: Hantu Santet Laknat
[angx2006] 57 melangkah perlahan-lahan. Pada langkah ke empat tubuhnya seperti membentur
sebuah tembok yang tidak kelihatan. Dia tidak bisa meneruskan langkah. Dua
tangannya diacungkan ke depan. Dia menyentuh sesuatu yang keras tapi tidak
berujud. Dia coba mendorong. Daya dorongnya membalik ke arah dirinya sendiri.
Makin keras dia mendorong makin keras daya balik mendera tubuhnya.
"Ada apa ... ?" bertanya Setan Ngompol ketika dilihatnya wajah Naga Kuning bukan
saja keringatan tapi juga memutih pucat.
"Ada kekuatan aneh. Seperti ada tembok kaca yang tak terlihat menghalang di
depan sini ...."
"Coba kau hantam dengan pukulan sakti! Masakan tidak jebol! Mana ada tembok yang
tidak kelihatan! Kau punya bisa-bisa sendiri Naga Kuning!" kata Setan Ngomnpol
sambil menahan kencing karena kakek ini memang sudah ketakutan.
"Kau saja yang memukul!" sahut Naga Kuning. Karena kesal terus-terusan tidak
dipercaya anak ini lantas dorong punggung si kakek hingga Setan Ngompol hampir
tersungkur dan pancarkan air kencing.
"Bocah sialan!" maki Setan Ngompol. Tapi diam diam dia kerahkan juga tenaga
dalam ke tangan kanan lalu memukul ke depan.
"Bukkk!"
Jotosan Setan Ngompol menghantam sesuatu yang tidak kelihatan. Si kakek terpekik
kesakitan. Tangan yang tadi memukul dikibas-kibas sementara tangan kiri bum-buru
menekap bagian bawah perut tapi air kencingnya sudah keduluan mancur.
"Kalau sudah tahu rasa baru percaya!" kata Naga Kuning sambil mencibir. Lalu dia
memandang ke jurusan depan. Tiba-Tiba anak ini berteriak.
"Kek! Lihat!"
"Ada apa lagi"!" sembur Setan Ngompol yang masih kesakitan.
"Lihat si sableng itu! Dia ada di sana! Mengapa dia telanjang begitu rupa" Sudah
benar-benar sableng dia rupanya!" Mendengar Bastian Tito: Hantu Santet Laknat
[angx2006] 58 ucapan Naga Kuning si kakek Setan Ngompol segera palingkan kepala, memandang ke
jurusan yang ditunjuk.
"Astaga!" Kagetlah si Kakek.
"Apa yang terjadi dengan anak itu! Jangan-Jangan dia sudah dipukau setan hingga
jadi gila! Bertelanjang bulat begitu rupa! Lihat, perabotannya gundal-gandil
kemana-mana! Gila betul! Wiro! Hai!
Wiro!" Setan Ngompol berteriak. Suara teriakannya keras dan menggema di seantero
rimba belantara karena dia berteriak disertai pengerahan tenaga dalam. Naga
Kuning juga ikut berteriak memanggil-manggil Wiro. Malah anak ini berlari
kedepan, tapi terhempas kembali seolah ada dinding yang tak kelihatan telah
ditabraknya. "Wiro!" teriak Naga Kuning sambil lambai-lambaikan tangan.
"Wiro! Anak sableng!" Setan Ngompol kembali berteriak. Di ujung sana, dekat
pedataran rumput liar, Pendekar 212 kelihatan berjalan kian kemari seperti orang
bingung. Dia memandang ke langit, berpaling ke kiri atau ke kanan, memandang
berkeliling. Sekali-sekali tangannya menggaruk-garuk kepala. Agaknya dia sama sekali tidak
mendengar teriakan Naga Kuning dan Setan Ngompol! Dan memang aneh luar biasa
bagi Setan Ngompol dan Naga Kuning karena saat itu Wiro sama sekali tidak
mengenakan pakaian. Dia berjalan polos kian kemari sambil memegang kapak sakti
dan batu hitam.
"Aneh! Masakan dia tidak mendengar teriakan kita!" ujar Setan Ngompol. Naga
Kuning juga terheran heran.
"Sepertinya ada sesuatu yang membatasi antara kita dengan dia. Dinding tak
kelihatan itu .... Kita bukan saja tak bisa melintasi tempat ini, malah suara
kita juga tidak bisa tembus ke sebelah sana!" kata Naga Kuning. Otaknya bekerja.
Dia melihat sebuah batu sebesar kepalan. Batu ini diambilnya lalu dilemparkannya
ke arah Wiro di ujung lapangan.
Tapi "blukkk!" Batu sebesar kepalan itu mental kembali. Kalau tidak lekas
merunduk batu itu akan medarat di kening Setan Ngompol. Terkencing-kencing si
kakek memaki panjang pendek.
"Bocah edan! Kau mau membuat somplak kepalaku!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
59 "Wiro! Hai! Kau budek atau tuli" Torek hah"!" Naga Kuning kembali berteriak Tapi
sia-sia saja. Wiro tetap tidak mendengar padahal jarak mereka hanya terpisah
kurang dari tujuh tombak.
"Jangan-jangan anak itu sudah dicium setan congek hingga telinganya jadi tuli!"
kata Naga Kuning
"Aku.khawatir dia bukan cuma tuli, tapi matanya juga ikut-ikutan tidak beres.
Masakan kita berada sedekat ini dia tidak bisa melihat!" ujar Setan Ngompol
pula. "Kita cari jalan berputar. Mungkin bisa tembus! Jalan ke ujung sana baru
membelok ke arah pedataran rumput!" kata Naga Kuning.
Setan Ngompol setuju.
Dua orang itu lari ke ujung timur. Setelah cukup jauh mereka membelok ke kiri.
Tapi "buukk.. bukkk!" Kembali sosok mereka menghantam dinding yang tidak
kelihatan. Selagi terhuyung-huyung tiba-tiba Naga Kuning berseru.
"Dia lenyap! Wiro lenyap!"
Saat itu Pendekar 212 yang tadi berada di dekat lapangan sebelah sana kini
memang lenyap tak kelihatan lagi.
"Kemana kita harus mencari" Apa yang terjadi dengan anak itu"!" Setan Ngompol
tampak bingung sekali dan tak putus-putusnya menekapkan tangan ke bawah perut.
"Aku tidak percaya pada segala macam setan, jin atau dedemit!" berkata Naga
Kuning. "Jangan-jangan ada orang jahat berkepandaian tinggi menguasai kawasan rimba
belantara ini sengaja hendak mencelakai Wiro!" berbisik Naga Kuning.


Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau cuma masih namanya manusia, bagaimana pun tinggi kepandaiannya pasti bisa
kita tembus. Kau boleh saja tidak percaya.
Tapi kurasa kita tengah berhadapan dengan sebarisan jin atau dedemit penguasa
hutan! Kita harus mencari seseorang untuk minta bantuan. Aku punya firasat kalau
tidak ditolong si Wiro itu tak bakal bisa keluar dari hutan ini sampai kiamat
dan kita tak bisa tembus masuk ke dalam!"
"Kalau mau minta tolong pada siapa?" tanya Naga Kuning.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
60 "Nanti kita selidiki. Yang penting kita harus tinggalkan tempat ini sebelum kita
berdua juga ditelanjangi!" Walau dia sendiri yang berkata begitu tapi rasa takut
tak bisa dibendungnya. Begitu Naga Kuning lari meninggalkan tempat itu si kakek
segera mengikuti sambil terkencing-kencing.
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
61 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
SEMBILAN WIRO duduk dengan paha dirapatkan. Kapak Naga geni 212
dan batu hitam diletakkannya di atas pangkuan. Memandang ke langit dilihatnya
matahari mulai menggelincir ke barat Sampai saat itu dia masih bingung karena
tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan dirinya.
Apa lagi setelah hampir setengah harian dia mengelilingi rimba belantara itu
namun tidak kunjung bisa keluar. Tanpa setahunya sepasang mata mengintip dari
balik serumpunan semak belukar lebat Tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah benda
hijau melayang di udaraa lalu jatuh di tanah, beberapa langkah di hadapannya.
Pendekar 212 tidak segera memperhatikan benda apa yang jatuh di tanah itu.
Sebaliknya perhatiannya lebih tertuju pada arah datangnya benda tersebut Saat
itu dia melihat ujung semak belukar di sebelah sana tampak bergerak-gerak. Tanpa
sadar akan keadaan dirinya dan mengira ada orang bermaksud jahat padanya dia
cepat melompat ke arah semak belukar sambil putar Kapak Maut Naga Geni 212 di
atas kepala. Sinar putih berkilauan bergulung di udara, suara seperti tawon
mengamuk menderu.
Begitu Wiro menjejakkan kaki di tanah di balik semak belukar, satu pekikan
perempuan melengking keras di tempat itu. Memandang ke depan Wiro dapat kan
dirinya berhadap-hadapan dengan seorang gadis cantik berkulit hitam manis.
Karena hanya mengenakan pakaian terbuat dari daun-daun hijau yang disambungsambung, maka lekuk-lekuk tubuhnya yang bagur dan kencang terlihat cukup jelas.
Ketika melihat Wiro yang tanpa pakaian tegak di hadapannya, kembali si gadis
terpekik keras dan balikkan badannya lalu lari ke balik semak belukar lain di
sebelah kiri. Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
62 Murid Eyang Sinto Gendeng baru sadar akan keadaan dirinya dan jadi kalang kabut
berusaha menutupi aurat. Dalam bingungnya dia hampir hendak lari, berlindung ke
balik semak belukar yang sama di mana gadis tadi bersembunyi.
"Gila! Apa yang terjadi dengan diriku! Aku takut dan malu bertemu orang. Malah
kini bertemu seorang gadis. Siapa dia"!
Manusia sungguhan atau makhluk halus jejadian" Jangan-jangan dia Hantu Santet
Laknat yang kembali merubah diri hendak mencelakaiku! Mungkin juga dia sosok
orang yang kulihat malam tadi ... ?"
Wiro lalu berlindung ke belakang semak belukar di mana sebelumnya gadis berbaju
daun hijau tadi I pertama kali sembunyi.
Dari sini dia bisa melihat benda hijau yang masih tergeletak di tanah.
Ketika diperhatikannya sekali lagi baru dia menyadari. Benda hijau itu adalah
rangkaian daun-daun hijau yang dibentuk demikian rupa hingga merupakan sehelai
celana pendek walau agak mekar di sebelah bavrlah, menyerupai pakaian perempuan.
"JanganJangan gadis itu hendak berbuat baik. Sengaja melemparkan pakaian dari
daun itu untukku! Ah!" Wiro garuk garuk kepala. Dia memandang ke arah semak
belukar di seberang sana.
Si gadis agaknya masih sembunyi ditempat itu. Wiro perhatikan kembali pakaian
dari daun lalu berjingkat-jingkat sambil dua tangan yang memegang kapak dan batu
hitam ditutupkan ke auratnya sebelah bawah, dia melangkah mendekati pakaian itu.
Ketika dia membungkuk hendak mengambil pakaian dari daun itu tiba-tiba dari
balik sermak belukar terdengar si gadis berseru.
"Tunggu!"
"Sial!" Wiro memaki karena terkejut dan hentikan langkahnya.
Dia cepat tutup auratnya sebelah bawah lalu berpaling ke arah semak belukar.
"Ada apa ini sebenarnya" Kau siapa"! Apa celana dari daun itu bukan untukku"!"
Dari balik semak belukar terdengar jawaban.
"Celana itu memang untukmu! Tetapi kau tidak boleh menyentuh dengan tanganmu!
Ambil celana dengan jalan menjepit dengan jari-jari kaki kananmu! Lalu lemparkan
ke udara. Sebelum Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
63 jatuh sambut dengan kepalamu! Jika celana itu memang ditakdirkan menjadi
pakaianmu, celana itu akan langsung melekat di tubuhmu!"
Wiro tentu saja terheran-heran mendengar penjelasan itu. Sambil garuk-garuk
kepala dia membatin.
"Aneh-aneh saja! Ambil celana musti dengan kaki segala!"
Lalu Wiro berkata ditujukan pada gadis di belakang semak belukar.
"Aku tidak tahu apa kau tengah menolangku, sedang mempermainkan diriku atau
menyembunyikan kejahatan di balik semua ke keanehan ini! Orang gila saja pasti
tahu mana ada orang mengenakan celana dengan cara menjepit dan melemparkannya ke
udara! Gila dan aneh! Aneh dan gila! Mengapa musti begitu"!" Dari baliksemak
belukardi seberang sana kembali terdengar suara orang menjawab.
"Kau berada di dalam rimba Lasesatbuntu...."
"Hutan Lasesatbuntu!" ujar Wiro. Dia ingat, Lakasipo pernah menuturkan
keangkeran hutan ini. Lalu dia ajukan pertanyaaan.
"Apa kau penguasa rimba belantara ini?"
"Bukan! Kita senasib...."
"Apa maksudmu senasib"!" tanya Wiro lagi.
"Jangan banyak bertanya dulu. Dengar, sebagian dari kawasan hutan Lasesatbuntu
ini berada di bawah pengaruh ilmu hitam. Tak tembus pandang, tak tembus suara.
Para Peri dan para Dewa pun tidak sanggup menembus, melihat dan mendengar apa
yang terjadi di sini! Jika celana itu memang layak bagimu maka begitu menyentuh
kepalamu dia akan bergerak turun menutupi tubuhmu dari pinggang ke bawah." Wiro
terdiam sesaat. Pakaian dari daun itu terletak di tanah di tempat terbuka. Jika
dia melakukan apa yang dikatakan si gadis, dari tempatnya bersembunyi gadis itu
akan dapat melihatnya jelas sekali.
"Aku akan lakukan apa yang kau katakan! Tapi harap kau jangan memperhatikan!"
"Siapa sudi memperhatikan! Dari tadipun aku sudah membalikkan diri!" jawab si
gadis dari balik rerumpunan semak belukar.
Wiro ulurkan kaki kanannya.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
64 "Sialan! Mengapa aku jadi keluarkan keringat dingin!" Murid Sinto Gendeng ini
memaki sendiri di dalam hati. Pakaian dari daun itu dijepitnya dengan jari-jari
kaki kanan lalu seperti yang dikatakan gadis berkulit hitam manis itu Wiro
lemparkan benda itu ke udara.
Begitu melayang jatuh dia cepat sambut dengan kepalanya.
"wuuuttt!"
"Seettt!"
Pakaian dari daun itu melewati kepala Wiro, turun ke dada terus ke perut seolah
dia tidak memiliki dua tangan yang menghalangi gerak. Sesaat kemudian pakaian
itu telah melingkar mentutupi auratnya mulai dari pinggang sampai ke paha.
"Aneh! Benar-benar aneh! Seperti sulap saja!" kata Wiro sambil garuk kepala. Dia
ingat pada gadis yang sembunyi di balik semak belukar.
" Aku sudah berpakaian! Terima kasih kau sudah menolongku! Aku akan menemuimu!"
Di belakang semak belukar Wiro kembali berhadap-hadapan dengan gadis berkulit
hitam manis tadi.
"Aku tidak mengenalmu. Kau telah memberikan pakaian dari daun aneh ini padaku!
Siapa kau sebenarnya. Apa maksudmu dengan Ucapan kita senasib tadi?"
"Namaku Luhtinti. Aku sahabat Lakasipo. Laki-laki itu pernah menolongku dari
tangan jahat Hantu Muka Dua!"
"Namaku Wiro. Aku juga sahabat Lakasipo!" Luhtinti mengangguk.
"Aku pernah mendengar riwayat dirimu dan dua sahabatmu dari Laksipo," kata si
gadis pula. Tiba-tiba Wiro ingat.
"Aku harus keluar dari hutan ini. Lakasipo dalam bahaya! Dia masuk dalam sebuah
jaring iblis milik nenek jahat berjuluk Hantu Santet Laknat! Aku harus
menolongnya. "Kau tak bisa berbuat apa-apa .... Kau tak mungkin bisa keluar dari dalam rimba
belantara ini. Kau berada di bawah pengaruh dan kekuasaan ilmu hitam Hantu
Santet Laknat!" Wiro terkejut
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
65 "Apa"! Bagaimana kau bisa tahu"! Jangan-jangan kau adalah kaki tangan nenek
jahat itu!"
"Aku senasib denganmu! Hantu Santet Laknat menjebloskaan aku ke dalam rimba
belantara ini atas perintah Hantu Muka Dua.
Dulu aku adalah budak .Hantu Muka Dua yang dipaksa menjadi kaki tangan
pembantunya bersama empat orang gadis lain. Ketika aku melarikan diri bersama
Lakasipo, dia menuduhaku sebagai pengkhianat Karena dia punya pantangan membunuh
maka dia menyuruh Hantu Santet Laknat untuk menghukumku. Aku dijebloskan ke
dalam rimba belantara ini! Tak mungkin bisa keluar lagi untuk selama-lamanya.
Ketika pertama aku dijebloskan ke dalam rimba ini, hal yang kau alami juga
terjadi atas diriku. Pakaianku musnah secara aneh begitu tersentuh sinar
matahari. Aku membuat dua pakaian dari daun. Satu kupakai sendiri, satu lagi
yang kau kenakan itu ...."
(Mengenai riwayat Luhtinti baca Episode berjudul "Peri Angsa Putih")
"Celaka... celaka,..." Wiro berucap berulang kali. Kapak Maut Naga Geni 212 dan
batu hitam sakti diselipkannya ke pinggang celana yang terbuat dari sambungansambungan daun-daun hijau itu yang ternyata selain tebal juga cukup kuat.
"Kita memang telah dilanda celaka dihantam bala!" menyahuti Luhtinti.
"Apa benar katamu, kita selama-lamanya akan terpendam dalam rimba belantara ini.
Tak bisa keluar dan orang dari luar juga tak bisa menolong kita termasuk para
Peri dan Dewa"!"
"ltulah nasib kita ..." jawab Luhtinti sedih.
"Aku tidak percaya! Pasti ada cara! Pasti ada jalan! Setiap ilmu hitam
bagaimanapun hebatnya pasti ada titik kelemahannya!
Pada titik kelemahan itu kita dapat menghancurkannya!"
"Aku sudah tiga purnama berada dalam rimba celaka ini.
Gerak dan pandanganku terbatas. Setiap aku coba mencari jalan keluar, aku hanya
berputar-putar dan selalu kembali ke tempat semula.
Aku ingin menjerit, ingin menangis! Bahkan kadang-kadang timbul jalan sesat
dalam benak dan hatiku! lngin bunuh diri saja! Tapi ...."
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
66 Murid Eyang Sinto Gendeng pandangi wajah dan sosok Luhtinti. Jika tidak dalam
keadaan seperti itu dia akan menyadari betapa gadis berkulit hitam manis ini
bukan saja memiliki wajah cantik jelita tapi juga tubuh yang sangat bagus dan
tersingkap di sana-sini penuh menggairahkan. Sebaliknya Luhtinti yang berada
dalam keadaan lebih tenang setiap dia menatap paras sang pendekar dadanya terasa
Prahara Di Gunung Kematian 1 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lengan Buntung 5

Cari Blog Ini