Ceritasilat Novel Online

Peri Angsa Putih 3

Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih Bagian 3


untuk menyaksikan pelaksanaan permohonan kalian. Peri Bunda juga tidak keberatan
walau tidak bisa menghadiri." Peri Angsa Putih memberi tahu pada Wiro dan kawankawannya sambil membungkuk. Lalu pada Hantu Tangan Empat dia berkata. "Kek, Peri
Sesepuh meminta kita me-nyiapkan segala sesuatunya. Dia memilih batu datar ini
sebagai tempat pelaksanaan permohonan."
Hantu Tangan Empatanggukkan kepala. Perlahan-lahan tubuhnya yang masih dalam
sikap bersila dan mengapung di udara bergerak melayang lalu duduk di belakang
batu datar, menghadap ke arah barat. Peri Angsa Putih angkat Wiro, Naga Kuning
dan Setan Ngompol ke atas batu datar. Lalu dia sendiri duduk di rumput, di
samping kanan si kakek. Hampir sang surya mencapai titik tertingginya tiba-tiba
di langit sebelah timur kelihatan ada satu titik terang berwarna merah.
Titik ini makin lama makin besar dan jelas melayang turun ke arah puncak bukit
di mana orang-orang itu berada.
"Peri Sesepuh datang..." kata Peri Angsa Putih.
Lalu Peri cantik ini angkat tangannya, telapak dirapatkan satu sama lain dan
diletakkan di atas kening.
Hantu Tangan Empat lakukan hal yang sama. Melihat Wiro dan dua kawannya tenangtenang saja di atas batu, Peri Angsa Putih segera berkata. "Wahai! Lekas tirukan
perbuatan kami. Letakkan tangan kalian di atas kening sebagai penghormatan pada
Peri Sesepuh yang telah berkenan datang...."
Naga Kuning dan Setan Ngompol saling berpan-104 Peri Angsa Putih
78 dangan. Wiro berkata. "Ikuti saja apa maunya. Apa susahnya meletakkan kepala di
atas kening dengan dua telapak dirapatkan...."
"Betul," sahut Naga Kuning. "Yang susah kalau diletakkan di belakang pantat!"
Bocah konyol ini tertawa cekikikan.
"Anak sialan! Jangan kau berani bergurau dalam keadaan seperti ini!" hardik
Setan Ngompol dengan mata mendelik marah. Tapi lalu tertawa cekikikan dan
terkencing-kencing.
104 Peri Angsa Putih
79 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
10 TONGGAK batu berbentuk tempat tidur itu bergerak naik di dalam sebuah rongga
batu di bagian atas Goa Pualam Lamerah. Ketika batu itu berhenti bergerak di
sebuah ruangan yang bagus, dihias berbagai bunga hidup menebar bau harum
semerbak, Lakasipo masih tergeletak tak bergerak seolah tertidur pulas.
Luhjelita pandangi wajah lelaki itu beberapa lamanya.
Begitu dia alihkan pandangan pada dua kaki Lakasipo gadis ini geleng-geleng
kepala sambil beberapa kali menarik nafas dalam. Ada rasa sedih dan kasihan di
hatinya. "Hantu Santet Laknat..." kata si gadis perlahan.
"Kejam nian perbuatanmu! Orang yang membayarmu sudah menemui ajal. Tapi bekas
kejahatanmu tidak akan hilang. Sampai kapan" Sepuluh tahun" Lima puluh tahun....
Seratus tahun" Lelaki malang. Kasihan kau Lakasipo. Aku akan mencari jalan agar
kau terlepas dari dua batu yang membuatmu sengsara. Jika saja aku bisa meminta
pertolongan Hantu Muka Dua.... Tapi, mungkin dia akan menjatuhkan hukuman berat
atas diriku jika tahu aku menyukaimu. Apa lagi menolongmu. Padahal dia sudah
memerintahkan diriku untuk membunuhmu...."
Pandangan Luhjelita naik ke atas. Lalu kembali terdengar suaranya. "Maafkan
diriku wahai Lakasipo.
Aku tidak ingin melakukan hal ini atas dirimu. Namun ada satu tugas berat yang
harus kulakukan. Aku...."
104 Peri Angsa Putih
80 Sayup-sayup Luhjelita mendengar suara kuda meringkik disusul suara seperti batubatu menggelinding dan hancur. "Sesuatu terjadi di luar goa. Aku harus bertindak
cepat...."
Dengan tangan gemetar Luhjelita menyibakkan kulit kayu pakaian Lakasipo di
bagian pinggang. Dengan hati-hati sambil matanya mengawasi wajah orang karena
khawatir lelaki itu tiba-tiba sadar Luhjelita terus menyingkapkan pakaian
Lakasipo sampai ke bawah.
Ketika matanya kemudian memandang ke bagian bawah pusar Lakasipo berubahlah
paras gadis ini.
Di situ, tepat di bawah pusar Lakasipo, dia melihat tiga buah tahi lalat
menebar. Dua di samping kiri, satu di sebelah kanan.
"Tiga tahi lalat..." desis Luhjelita. Tubuhnya mendadak bergetar hebat. Lima
jari tangan kanannya dikembangkan. Telapak tangan dibuka lebar-lebar. Tangan itu
bergoncang keras. Luhjelita kuatkan hati.
Perlahan-lahan dia kerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangan kanan. Lalu
perlahan-lahan pula - masih dalam keadaan bergetar keras - dia ulurkan tangan
itu ke bawah pusar Lakasipo. Demikian rupa hingga telapaknya menutupi tiga buah
tahi lalat yang ada di bawah pusar. Dari mulut Luhjelita kemudian keluar suara
berkepanjangan yang tidak jelas. Entah dia tengah meracau entah sedang merapal
mantera. Keringat membasahi wajah dan sekujur tubuh Luhjelita. Telapak tangannya yang
menempel di tubuh Lakasipo terasa panas. Dia seolah-olah memegang bara api. Dari
sela-sela jarinya keluar tiga larik asap hitam, meliuk-liuk ke atas lalu lenyap
di salah satu sudut ruangan. Gadis ini tersentak kaget ketika mendadak sosok
Lakasipo menggeliat Dari mulutnya keluar suara seperti binatang menggereng. Dua
kakinya 104 Peri Angsa Putih
81 bergerak ke atas.
"Duukkk... duukkkk! Byaaaarr!"
Ujung tonggak batu hancur berantakan ketika dua kaki Lakasipo yang berbentuk
batu jatuh menghantam.
Luhjelita tiba-tiba menjerit. Bukan karena hancurnya tonggak batu yang jadi
ketiduran, tapi karena melihat ada darah mengucur keluar dari hidung, mulut dan
telinga, bahkan pinggiran mata Lakasipo!
"Wahai! Apa yang terjadi! Matikah dia"! Aku tak bermaksud membunuhnya! Lakasipo!
Aku tidak bermaksud membunuhmu!" teriak Luhjelita. Diguncang-nya tubuh lelaki
itu. Dia seperti hendak menangis. Lalu kepalanya diletakkan di dada Lakasipo.
Telinganya ditempelkan di arah jantung.
"Masih ada suara detakan. Dia masih hidup "
Luhjelita sesaat menjadi lega. Dia tanggalkan serang-kaian bunga-bunga yang
melingkar di pinggangnya.
Lalu dia pergunakan bunga-bunga itu untuk membersihkan darah di muka Lakasipo.
Ketika dia mencam-pakkan bunga-bunga itu ke lantai ruangan dan meng-arahkan
pandangannya ke bawah pusar Lakasipo ter-kejutlah gadis itu.
"Tiga tahi lalat di bawah pusarnya. Lenyap! Hilang kemana"! Wahai!" Setengah tak
percaya Luhjelita dekatkan matanya ke tubuh Lakasipo. "Lenyap! Benar-benar tak
ada lagi!"
Perlahan-lahan Luhjelita angkat tangan kanannya.
Telapak tangan dikembangkan. Gadis ini keluarkan seruan tertahan. Telapak
tangannya yang sebelumnya putih bersih dan mulus kini di situ tahu-tahu terdapat
tiga buah tahi lalat hitam!
"Tiga tahi lalat itu.... Berpindah ke telapak tanganku!" ujar Luhjelita dengan
suara bergetar. "Apakah ini satu pertanda baik bahwa para Dewa dan Peri telah
104 Peri Angsa Putih
82 memberi jalan padaku untuk mendapatkan ilmu yang kucari itu"' Sepasang mata
Luhjelita berkilat-kilat. Senyum menyeruak di bibirnya yang bagus. Berulang kali
tangan kirinya mengusapi telapak tangan yang kini ada tiga tahi lalat Ku. "Tiga
tahi lalat..." desis si gadis.
"Aku masih harus mencari delapan belas lagi. Wahai!
Berarti aku harus mendapatkan enam lelaki lagi...."
Luhjelita alihkan pandangannya pada Lakasipo.
"Luhjelita! Di mana kau"! Luhjelita!"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan orang di bawah sana. Luhjelita tercekat
kaget. "Wahai.... Itu suara Hantu Muka Dua! Bagaimana dia bisa sampai kemari secepat
Ku!" Wajah Luhjelita berubah. "Dia pasti marah besar jika dia tahu...."
Terdengar suara benda hancur.
Luhjelita pegang dada Lakasipo dengan tangan kiri sementara tangan kanan
mengusap kening dan rambut lelaki ini. "Wahai Lakasipo, sebenarnya aku tidak
ingin meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. "Tapi aku harus pergi. Di lain
hari aku akan mencarimu lagi. Orang gagah, biar kutinggalkan separoh hatiku di
dalam hatimu...." Luhjelita usap dadanya dengan tangan kanan. Lalu tangan Ku
diusapkannya ke dada Lakasipo. "Aku pergi Lakasipo. Kau akan aman di tempat ini.
Tak ada satu kekuatan pun sanggup menerobos masuk ke tempat ini. Hantu Muka Dua
sekalipun tidak punya kemampuan...." Sesaat si gadis pegangi wajah Lakasipo
dengan kedua tangannya.
Lalu dia bangkit berdiri dan berkelebat ke sudut ruangan sebelah kiri. Sebuah
celah membuka di dinding batu.
Luhjelita cepat menyelina p masuk ke da lam celah.
Begitu dia menghilang celah Ku menutup kembali.
Tak lama setelah Luhjelita pergi, sosok Lakasipo di atas batu tampak bergerak.
Matanya terbuka. "Wahai, 104 Peri Angsa Putih
83 di mana aku. Apa yang terjadi dengan diriku...?" Lakasipo memandang berkeliling.
Lalu matanya perhatikan dirinya sendiri. Memandang ke bawah hatinya bertanyatanya. Dia melihat sesuatu kelainan namun sulit menduga apa yang telah terjadi.
"Wahai.... Mengapa pakaianku di sebelah bawah berkeadaan seperti ini. Apa yang
telah terjadi...?" Lakasipo usap perutnya.
"Ada satu kelainan. Tapi aku tidak tahu pasti kelainan apa...." Saat itu
Lakasipo tidak menyadari bahwa tiga buah tahi lalat yang sebelumnya ada di bawah
pusarnya kini telah lenyap. Yang diingatnya kemudian justru adalah gadis itu.
"Luhjelita..." ucapnya perlahan. "Luhjelita! Di mana kau"!" Lakasipo bangkit dan
duduk di atas batu. Kaki kanannya jatuh ke lantai.
"Dukkkk!" Lantai ruangan bergetar dan remuk ter-timpa kaki batu Lakasipo. Tidak
sengaja kaki batu itu menggeser bagian tengah sebelah bawah tonggak batu di mana
justru terletak alat rahasia untuk menurunkan batu itu. Terdengar suara
berdesir. Batu di atas mana Lakasipo terduduk perlahan-lahan turun ke ruangan
bawah. Di ruangan bawah ini telah menunggu Hantu Muka Dua!
* * * Kita kembali dulu pada beberapa saat sebelum Luhjelita dan Lakasipo masuk ke
dalam goa dan naik ke ruangan yang penuh dengan bunga-bunga....
Hujan telah lama reda. Luhtinti masih duduk di punggung kuda kaki enam menahan
dingin. Setelah 104 Peri Angsa Putih
84 sekian lama menunggu dan Lakasipo tidak juga muncul, timbul rasa was-was dalam
hati gadis cantik berkulit hitam manis ini.
"Jangan-jangan terjadi apa-apa dengan lelaki itu.
Sifat Luhjelita tidak bisa diduga. Waktu di tepi telaga jelas kulihat pada wajah
dan sikapnya bayangan rasa cemburu terhadap Peri Angsa Putih. Pertanda dia
menyukai lelaki itu. Kalau sampai terjadi sesuatu, bagaimana dengan diriku...?"
Luhtinti usap-usap kuduk basah Laekakienam lalu berkata. "Kuda hitam berkaki
enam, kau tunggulah di sini. Aku akan melihat ke dalam goa...."
Laekakienam putar lehernya dan julurkan lidahnya seraya mengedipkan mata seolah
mengerti ucapan si gadis. Luhtinti segera bergerak turun. Namun baru saja
kakinya menyentuh tanah tiba-tiba ada sambaran angin dan tahu-tahu sesosok tubuh
yang memiliki kepala bermuka dua telah tegak menyeringai di hadapannya.
"Hantu Muka Dua! Wahai...." Paras Luhtinti berubah pucat pertanda takut.
"Luhtinti.... Luhtinti..." kata Hantu Muka Dua berulang kali seraya gelenggelengkan kepala. Saat itu dua wajahnya adalah wajah lelaki separuh baya, putih
di sebelah depan dan hitam pekat di sebelah belakang.
"Jauh sekali perjalananmu sampai ke sini. Dan agaknya barusan kau menunggangi
kuda hitam berkaki enam.
Wahai! Tidak aku sangka kau punya hubungan dengan pemilik kuda ini. Wahai matamataku. Kau mengkhianati diriku! Kau tahu Lakasipo adalah salah seorang yang
masuk dalam daftar kematian yang telah kutentukan!"
Tangan kanan Hantu Muka Dua menjambak rambut basah Luhtinti. Demikian kerasnya
jambakan itu hingga banyak rambut yang tercabut. Luhtinti terpekik kesakitan.
"Wahai Hantu Muka Dua.... Tidak ada niat meng-104 Peri Angsa Putih
85 khianatimu. Sewaktu terjadi bencana di Telaga Lasituhitam saya sempat jatuh
pingsan. Ketika siuman ternyata saya dan empat gadismu telah diselamatkan oleh
Lakasipo. Kalau lelaki itu tidak menolong niscaya kami semua bakal menemui
kematian. Kami tidak tahu di mana kau berada. Karena Lakasipo menjadi tuan
penolong maka kami hanya bisa 'menyerahkan diri padanya...."
"Bagus betul perbuatanmu Luhtinti!" kata Hantu Muka Dua dengan suara keras
menghardik. "Kemana perginya empat gadis itu! Wahai.' Aku tidak melihat mereka
seorangpun di tempat ini!"
"Mereka kembali ke kampung masing-masing setelah Lakasipo menolak membawa
mereka..." menerangkan Luhtinti.
Hantu Muka Dua menyeringai. "Nasibmu rupanya beruntung! Lakasipo mau membawamu!
Ha... ha... ha...! Pasti kau sudah ditidurinya! Mengaku!"
Masih dijambak, Luhtinti gelengkan kepalanya.
"Wahai Hantu Muka Dua, kami tidak berbuat apa-apa.
Lakasipo tidak...."
"Perempuan laknat! Siapa percaya pada ucapanmu! Aku tahu lelaki macam apa adanya
Lakasipo! Kau pantas menerima hukuman dariku wahai Luhtinti!"
Saat bicara penuh amarah itu muka Hantu Muka Dua depan belakang berubah menjadi
muka raksasa angker menggidikkan. Tangannya yang menjambak Luhtinti bergerak.
"Kreeeekkkk!"
Luhtinti menjerit. Keras dan panjang.
Rambut hitam bagus di kepala gadis itu hampir tercabut keseluruhannya dari kulit
kepalanya. Kepala Luhtinti nyaris botak dan darah mengucur dari kulit kepala
yang luka. Gadis malang ini terhantar di tanah, 104 Peri Angsa Putih
86 mengerang berkepanjangan.
Masih beringas Hantu Muka Dua jongkok di samping Luhtinti seraya cekal lengan
gadis itu. "Dengar Luhtinti! Aku tidak akan membunuhmu! Tapi aku tidak segansegan menanggalkan tanganmu ini...."
"Ampun! Jangan! Jangan lakukan itu wahai Hantu Muka Dua!" jerit Luhtinti
ketakutan setengah mati.
Hantu Muka Dua tertawa mengekeh. "Kalau begitu lekas berrtahu. Apakah Lakasipo
datang ke goa ini mencari Luhjelita"!"
"Betul sekali wahai Hantu Muka Dua..." jawab Luhtinti lalu suaranya putus
berganti erangan. Sesaat kemudian baru dia menyambung. "Menurut Lakasipo,
Luhjelita yang memintanya datang ke goa ini...."
Muka seram depan belakang Hantu Muka Dua mengerenyit. Taring-taringnya mencuat.
Empat bola matanya yang berbentuk segi tiga memancarkan sinar hijau. "Kekasihku!
Wahai! Apa kau juga telah jadi pengkhianat"! Luhjelita! Di mana kau! Luhjelita!"
Hantu Muka Dua mendongak ke langit lalu berteriak keras.
Gaung suaranya menggetarkan kawasan bukit batu.
Rambut hitam panjang Luhtinti yang sejak tadi di-genggamnya dicampakkannya ke
tanah. Dengan kaki kanannya ditendangnya pinggul gadis ini hingga terpental
bergulingan. "Wahai! Kalau saja aku tidak punya pantangan membunuh, sudah kuhabisi nyawamu!"
Masih belum puas, kembali dia hendak menendang gadis yang sudah tidak berdaya
dan cidera berat itu. Namun tiba-tiba terdengar ringkik keras Laekakienam. Kuda
raksasa milik Lakasipo ini menerjang. Dua kaki depannya menderu ke kepala dan
perut Hantu Muka Dua!
"Binatang keparat! Kau minta kugebuk mampus!"
bentak Hantu Muka Dua marah. Sambil melompat 104 Peri Angsa Putih
87 setinggi dua tombak dia hantamkan tangan kanannya ke kepala Laekakienam. Sesaat
lagi pukulan itu akan menghancurkan kepala sebelah kiri kuda berkaki enam Ku
mendadak dua mata sebelah depan Hantu Muka Dua sempat melihat bagian bawah di
antara dua kaki belakang binatang tersebut.
"Wahai!" Hantu Muka Dua berseru kaget. Dia cepat tarik pulang pukulan mautnya.
"Binatang celaka ini ternyata seekor kuda betina! Walau cuma binatang dia tetap
adalah perempuan! Aku tak berani kesalahan melanggar pantangan!"
Tendangan dua kaki enam Laekakienam meng

Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hantam dinding batu dekat mulut goa hingga hancur bergemuruh. Dengan cepat
binatang ini berbalik, siap mencari dan menyerang Hantu Muka Dua kembali.
Namun saat itu dari samping Hantu Muka Dua bertindak lebih cepat. Dua tangannya
dengan telapak terkembang didorongkan ke arah Laekakienam. Binatang Ini
meringkik keras ketika tubuhnya yang besar laksana dilanda topan prahara
terlempar keras lalu terbanting ke mulut goa. Sebagian mulut goa dan dinding
batu hancur berantakan. Laekakienam meringkik keras sekali lagi lalu jatuh
melosoh. Untuk beberapa lamanya binatang ini tak mampu bergerak tak mampu
keluarkan suara.
Mulut Hantu Muka Dua depan belakang meludah berulang kali. Lalu dia berkelebat
memasuki Goa Pualam Lamerah.
"Luhjelita! Di mana kau! Luhjelita!" Hantu Muka Dua berteriak memanggil.
Suaranya menggema dahsyat di seantero lorong batu. Di satu ruangan Hantu Muka
Dua hentikan langkahnya. Telinganya menang-kap suara berdesir di atas kepalanya.
Ketika dia mendongak, wajahnya yang saat itu masih berujud muka 104 Peri Angsa
Putih 88 dua raksasa berkerenyit. Empat buah matanya membersitkan sinar hijau. Di
atasnya, langit-langit ruangan membuka lalu muncul sebuah tonggak batu yang
perlahan-lahan bergerak turun. Lalu dia melihat bola-bola batu itu. Tampang
Hantu-Muka Dua depan belakang mendadak sontak jadi beringas. Dia melangkah
mundur. Tepat pada saat punggungnya menyentuh dinding, batu empat persegi
panjang mencapai lantai ruangan dan berhenti. Lakasipo yang berada di atas batu
itu terkejut ketika mengetahui dia tidak seorang diri ditempat itu. Luhjelita
yang dicarinya tetapi makhluk bermuka dua itu yang ditemuinya.
"Manusia memiliki dua muka. Satu di depan satu di belakang. Dia pasti Hantu Muka
Dua yang punya niat hendak membunuhku!" ujar Lakasipo dalam hati.
"Sebelum aku membunuhmu wahai manusia bernama Lakasipo bergelar Hantu Kaki Batu!
Beri tahu di mana beradanya kekasihku Luhjelita!" Sambil bicara dua mata Hantu
Muka Dua sebelah depan memandang ke arah pusar Lakasipo yang terbuka.
"Sebelum aku menjawab ingin aku tahu! Sebab lantaran apa kau yang dinamai Hantu
Muka Dua inginkan nyawaku!" menukas Lakasipo.
* * 104 Peri Angsa Putih
89 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
11 DUA mulut Hantu Muka Dua tertawa bergelak. Lalu dengan garang dia membentak.
"Hantu Kaki Batu Jika tubuh kasarmu tidak mau memberitahu biar nanti rohmu yang
akan kutanyai di mana beradanya Luhjelital Sekarang bersiaplah menerima
kematian!"
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua keluarkan suara meringkik seperti kuda
melihat setani Bersamaan dengan Ku tangan kanannya dipukulkan ke depan.
Tak ada kiblatan sinar. Tak ada sambaran sinar atau cahaya. Namun tahu-tahu
Lakasipo merasa ada satu kekuatan dahsyat melabrak dirinya.
"Tangan Hantu Tanpa Suara!" teriak Lakasipo yang pernah mendengar ilmu kesaktian
yang dimiliki lawan tapi baru sekali ini melihat dan merasakannya. Cepat-cepat
lelaki ini singkirkan diri sampai dua tombak ke samping.
"Braaakkkl Byaaarr!"
Sebagian batu empat persegi panjang dan dinding di belakang Lakasipo hancur
berantakan. Asap aneh bercampur dengan kepingan serta hancuran batu berbentuk
bubuk memenuhi ruangan dalam Goa Pualam Lamerah itu, menutupi pemandangan.
Lakasipo cepat tutup jalan pernafasannya. Sesaat dia menunggu. Begitu melihat
bayangan Hantu Muka Dua di depan sana dia segera menghantam dengan pukulan sakti
bernama Lima Kutuk Dari Langit\
Lima larik sinar hitam menyambar ke arah Hantu 104 Peri Angsa Putih
90 Muka Dua. Ini adalah satu pukulan sakti yang bukan saja membuat lawan menjadi
gosong sekujur tubuhnya tapi tubuh yang terkena hantaman pukulan ini akan
menjadi ciut atau mengkerut! Siapa di Negeri Latanahsilam yang tidak mengenal
kehebatan dan keganasan ilmu ini. Namun Hantu Muka Dua ganda tertawa ketika
melihat lima larik sinar maut yang datang ke arahnya itu.
Setengah tombak lagi lima sinar itu akan menghantam tubuhnya tiba-tiba Hantu
Muka Dua membuat gerakan aneh. Tubuhnya berputar laksana gasing. Bersamaan
dengan itu mulutnya depan belakang meniup keras.
"Wusssss!"
Suara letupan keras dan berkepanjangan menggetarkan ruangan batu. Bersamaan
dengan itu muncul asap merah bergulung-gulung berbentuk kerucut, kecil di bawah
melebar di sebelah atas. Gulungan asap merah ini bukan saja membentengi dirinya
dari Pukulan Lima Kutuk Dari Langit tetapi sekaligus secara aneh menyedot lima
larik sinar hitam pukulan sakti yang dilepaskan Lakasipo!
Lakasipo berseru kaget ketika merasakan tubuhnya tertarik dan hampir tersedot
masuk ke dalam gulungan sinar merah berbentuk kerucut. Dengan cepat dia kerahkan
seluruh tenaga dalam lalu kaki kanannya yang terbungkus batu berbentuk bola
ditendangkan ke depan, melepas tendangan yang disebut Kaki Roh Pengantar Mautl
"Wusssss!"
Sinar hitam menderu.
"Reeekkkk!"
"Bummmmm!"
Ruang batu dalam Goa Pualam Lamerah itu bergetar hebat. Beberapa bagian langitlangit batu runtuh dan dinding ada yang retak pecah! Lantai mencuat 104 Peri
Angsa Putih 91 ambrol! Untuk kedua kalinya tempat itu tertutup oleh asap dan hancuran batubatu. Ketika keadaan kembali terang kelihatan Lakasipo terduduk di salah satu
sudut ruangan. Kaki kanannya yang tadi dipakai menendang kini berada dalam
keadaan kaku dan berat tak bisa digerakkan. Dadanya sesak membuat dia sulit
bernafas sementara kepalanya berdenyut sakit dan peman-dangannya berkunangkunang. Dati sela bibirnya mengucur darah kental! Tubuhnya sebelah kanan mulai
dari pipi sampai ke paha kelihatan kemerah-merahan.
Salah satu bagian dari bola batu yang membungkus kakinya hancur!
Beberapa langkah di depan Lakasipo, Hantu Muka Dua kelihatan tegak dengan tubuh
bergeletar bergoyang-goyang. Makhluk bermuka dua ini keluarkan suara menggereng
dan cepat kuasai dirinya. Dua mulutnya menyeringai lalu dia mengerenyit seperti
menahan sakit. Ketika dia memandang ke dada kirinya kagetlah Hantu Muka Dua. Serta merta dua
muka raksasa di kepalanya berubah menjadi wajah dua kakek yang pucat pasi! Di
dada kirinya menancap pecahan runcing batu yang berasal dari bola batu di kaki
kanan Lakasipo.
"Lakasipo jahanam!" teriak Hantu Muka Dua marah sekali. Dua wajahnya kembali
berubah membentuk tampang raksasa. Sinar hijau membersit dari empat bola matanya
yang berbentuk segi tiga. Dengan tangan kirinya dia cabut pecahan batu yang
menancap di dada kirinya lalu dilemparkan ke arah Lakasipo.
Dalam keadaan tak mampu menggerakkan kaki kanan, Lakasipo pergunakan kaki kiri
untuk menangkis serangan batu runcing yang mengarah ke kepalanya.
'Traaakkkk!"
Batu runcing hancur berantakan begitu beradu dengan bola batu yang membungkus
kaki kiri Lakasipo.
104 Peri Angsa Putih
92 Walau selamat namun seperti yang terjadi dengan kaki kanannya, kembali Lakasipo
merasakan kaki itu menjadi berat dan kaku hingga tak bisa digerakkan. Kini
Lakasipo benar-benar jadi tidak berdaya. Ketika Hantu Muka Dua melangkah
mendekatinya, dia tidak mampu berdiri! Dengan cepat dia kerahkan tenaga dalam ke
tangan kiri kanan, menjaga segala kemungkinan, mem-persiapkan pukulan Lima Kutuk
Dari Langit. Akan tetapi, Hantu Muka Dua bertindak lebih cepat. Dari dua matanya
di sebelah depan melesat dua larik sinar hijau berbentuk segitiga panjang!
Inilah serangan maut yang disebut Hantu Hijau Penjungkir Rohl Konon ilmu
kesaktian ini dulunya dimiliki oleh seorang dedengkot hantu di Negeri
Latanahsilam yang disebut Hantu Lumpur Hijau. Dengan segala kekejian dan tipu
daya busuk Hantu Muka Dua berhasil merampas ilmu itu dari Hantu Lumpur Hijau.
Hantu Lumpur Hijau sendiri kemudian terpaksa menyelamatkan diri ke dalam rimba
belantara yang penuh dengan lumpur dan disebut Kubangan Lalumpur. Jangankan
sosok manusia, pohon besar atau batu sekalipun jika terkena hantaman sinar hijau
ini akan hancur mengerikan seperti lumpur dan berwarna hijau!
Lakasipo masih berusaha menangkis dan menghantam dengan pukulan Lima Kutuk Dari
Langit seraya miringkan tubuh ke samping. Namun tak ada gunanya.
Hantu Muka Dua tertawa mengekeh. Hanya sesaat lagi dua larik sinar hijau yang
keluar dari mata Hantu Muka Dua akan menamatkan riwayat Lakasipo tiba-tiba
berkelebat satu bayangan putih. Hantu Muka Dua merasakan tubuhnya bergetar oleh
sambaran angin. Dua kakinya tersurut satu langkah. Meski demikian dua larik
sinar hijau yang dilepaskannya menghantam tidak bisa ditahan.
104 Peri Angsa Putih
93 "Braaakkk!"
"Braaaaakk!"
Dinding batu dalam Goa Pualam Lamerah untuk kesekian kalinya hancur berantakan.
Namun kali ini lebih dahsyat dan lebih mengerikan. Pada dinding terlihat dua
buah lobang besar berwarna kehijauan.
Pinggiran lobang laksana leleh. Di lantaigoa bertaburan pecahan-pecahan batu
yang telah berubah menjadi hijau dan lunak seperti lumpurl
Hantu Muka Dua berseru kaget dan juga marah.
Karena ketika dia memandang ke depan dan me-mastikan sosok Lakasipo alias Hantu
Kaki Batu telah lumat menjadi lumpur hijau ternyata Lakasipo tidak ada lagi di
tempat itu! "Jahanam!" teriak Hantu Muka Dua marah. Muka raksasanya menjadi semerah bara.
Taring-taring mencuat keluar dari dua mulutnya dan dua pasang matanya seperti
mau melompat dari rongganya. "Siapa minta mampus berani mencampuri urusan Hantu
Muka Dua!"
Hantu Muka Dua bantingkan kaki kanannya hingga lantai goa yang sudah hancur di
sana sini itu kini melesak sedalam satu jengkal!
Kemarahan Hantu Muka Dua mendadak sontak
berubah menjadi rasa kaget ketika dia palingkan mata sebelah belakangnya dia
melihat satu sosok tegak sejarak enam langkah di seberang sana. Sosok aneh ini
berupa seorang perempuan muda berparas cantik, mengenakan pakaian terbuat dari
bahan menyerupai sutera tipis putih. Sekujur sosoknya bergoyang-goyang seolah
dirinya terbuat dari asap atau hanya berupa bayang-bayang samar. Namun saat demi
saat sosok dan wajah perempuan ini semakin nyata. Dia berdiri sambil mendukung
Lakasipo yang berada dalam keadaan setengah sadar setengah lupa diri. Sepasang
104 Peri Angsa Putih
94 matanya menatap dingin tak berkesip ke arah Hantu Muka Dua.
"Sulit aku percayai" kata Hantu Muka Dua. "Wahai! Apa betul aku melihat
Luhrinjani, pengantin muda, istri yang dikabarkan telah tewas bunuh diri di
jurang Bukit Batu Kawin puluhan tahun silam!"
Mulut perempuan cantik yang mendukung Lakasipo terbuka. Dia memang adalah
penjelmaan Luhrinjani istri Lakasipo yang telah meninggal bunuh diri puluhan
tahun silam dan bisa muncul seperti itu berkat kekuatan sakti yang diberikan
para Dewa dan para Peri.
"Kau melihat diriku! Kau tidak buta! Wahai! Apa yang kau lihat itulah kenyataan
yang ada! Kau mendengar suarakul Wahai! Apa yang kau dengar itulah kenyataan
yang ada!"
"Luhrinjani.... Kau muncul secara tidak wajar. Aku...."
"Di negeri ini sudah lama terjadi ketidakwajaran!"
menukas sosok Luhrinjani. "Dan kau adalah biang racun segala ketidak wajaran
itu! Kau menebar kekejian, tipu dan mengumbar nafsu. Kau merasa berbangga diri
dengan julukan Hantu Segala Keji, Segala Tipu dan Segala Nafsu!"
"Ha... ha...! Kau tahu jelas siapa diriku! Perempuan dari alam roh! Kalau
kemunculanmu hanya sekedar menolong suamimu, aku mungkin bisa memaafkan. Tapi
kalau kau sengaja mencari perkara lebih lanjut, aku akan membuat kau tidak bisa
kembali ke alammu! Kau akan kugantung antara bumi dan langitl"
"Wahai! Mulutmu berucap keji dan sombong! Apakah ilmu kepandaianmu melebihi
kesaktian para Dewa dan para Peri di langit ke tujuh"l"
"Untuk memberi pelajaran padamu, ilmu kepandaian yang sudah kumiliki rasarasanya bisa membuatmu kapok seumur jaman!" Hantu Muka Dua sentakkan 104 Peri
Angsa Putih 95 kepalanya hingga rambutnya yang gondrong acak-acakan tersibak dan kini dua
wajahnya yang seram kelihatan jelas.
"Kutuk dan hukum para Dewa dan para Peri akan jatuh atas dirimu! Sekarang
menyingkir dari hadapanku!"
Luhrinjani melangkah ke pintu lorong yang menuju mulut goa. Tapi Hantu Muka Dua
segera menghadang.
"Kau boleh pergi. Tapi tinggalkan laki-laki itu disinil"
"Heh.... Begitu?" Luhrinjani tersenyum lalu tertawa perlahan. "Baik, kupenuhi
permintaanmu wahai Hantu Muka Dua. Lakasipo akan kutinggalkan di dalam goa ini.
Aku akan pergi. Tapi sebelum pergi aku minta nyawamu lebih dulu!"
"Makhluk jejadian jahanam!" teriak Hantu Muka Dua.
Dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga yang ujungnya runcing menyambar ke
arah sosok Luhrinjani.
Luhrinjani berseru kerasi Tubuh Lakasipo yang berada dalam dukungannya
dilemparkan ke atas ruangan lalu dia sendiri cepat berkelebat
"Braaakkk.... Byaaaar!"
Dinding ruangan di belakang Luhrinjani hancur dan berubah menjadi lelehan
lumpurl "Bukkk!"
Hantu Muka Dua mengeluh tinggi. Satu pukulan keras melanda dadanya hingga dia
terjengkang di lantai goa. Sambil menahan sakit dia cepat melompat berdiri lalu
menerjang ke arah Luhrinjani. Namun yang di-serang seolah ditelan bumi lenyap
dari hadapannya.
Di lain saat kembali terdengar suara "bukkk!" Kali ini punggung Hantu Muka Dua
yang jadi sasaran hingga dia terbanting ke dinding goa. Di saat yang sama tubuh
Lakasipo yang tadi dilemparkan ke atas, begitu jatuh dengan cepat disambut oleh
Luhrinjani. "Apa yang terjadi"!" Lakasipo bersuara. Rupanya 104 Peri Angsa Putih
96 lelaki ini sudah sadarkan diri. Dia terkejut sekali ketika dapatkan dirinya
berada dalam dukungan seseorang.
Dan ketika dia memandang ke atas memperhatikan wajah si pendukung tambah
kagetlah Lakasipo.
"Luhrinjanil Wahail Apa yang terjadi"!"
Lakasipo cepat melompat turun dari dukungan Luhrinjani. Goa Pualam Lamerah
bergelegar keras begitu dua kaki batunya menginjak lantai goa. Pada saat
pandangannya membentur sosok Hantu Muka Dua lelaki ini segera sadar apa yang
telah terjadi sebelumnya.
"Hantu Muka Dua makhluk keparat! Saatnya riwayatmu ditamatkan!" Lakasipo
menggereng keras. Tubuhnya melesat ke depan. Kaki kanannya menderu ke arah
kepala Hantu Muka Dua. Walau dengan mudah Hantu Muka Dua bisa mengelakkan
serangan itu namun hatinya mulai dilanda rasa kecut. Lakasipo tidak mudah
mengalahkannya. Sebaliknya dia merasa mampu membunuh lelaki itu. Namun kehadiran
Luhrinjani membuat keadaan bisa berubah. Bagaimanapun amarah kebenciannya
terhadap Luhrinjani namun pantangan yang harus dijalaninya tidak memungkinkannya
membunuh perempuan itu! Menyadari keadaan ini Hantu Muka Dua gunakan siasat
licik. Serangannya bertubi-tubi diarahkan pada Lakasipo. Pada saat-saat tertentu
dia keluarkan ilmu Hantu Hijau Penjungkir Roh.
Bagaimanapun cepatnya gerakan Lakasipo untuk mengelakkan serangan lawan serta
dahsyatnya dua kaki batu yang dimilikinya setelah beberapa jurus berlalu
Lakasipo mulai terdesak.
Melihat kejadian ini Luhrinjani tidak menunggu lebih lama. Dia melompat ke dalam
kalangan perkelahian lalu lancarkan serangan berantai dari samping dan belakang.
Repotnya bagi Hantu Muka Dua, walau dia bisa melayani 104 Peri Angsa Putih
97 semua serangan Luhrinjani namun dia selalu merasa ragu membalas serangan itu
secara keras. Khawatir Luhrinjani cidera berat dan menemui ajal. Sebaliknya
begitu melihat lawan mulai bingung Luhrinjani pergunakan kesempatan.
Dia memberi isyarat pada Lakasipo. Pada saat yang tepat kedua orang ini melompat
ke arah lorong yang menuju mulut goa.
"Kalian mau lap ke mana!" teriak Hantu Muka Dua mengejar. Namun sebelum dia
sempat masuk ke dalam lorong batu, Lakasipo dan Luhrinjani telah lebih dulu


Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membobol langit-langit dan dinding terowongan hingga runtuh menggemuruh dan
menutup jalan menuju mulut goa!
"Jahanam! Apa kalian mengira aku tidak bisa menembus runtuhan batu-batu ini!"
teriak Hantu Muka Dua marah. Dua tangannya didorongkan ke depan.
Mulutnya meniup. Buntalan gelombang angin dahsyat menderu. Batu-batu yang
menutupi lorong goa men-celat bermentalan. Hantu Muka Dua cepat melesat di
sepanjang reruntuhan lorong. Namun ketika dia sampai di luar Goa Pualam La
merah, Lakasipo dan Luhrinjani tidak kelihatan. Kuda hitam berkaki enam dan
Luhtinti juga tidak ada lagi di tempat itu.
Hantu Muka Dua menggeram marah. "Luhjelita!
Luhtinti! Perempuan-perempuan pengkhianatl Aku memang tidak bisa 'membunuh
kalian! Tapi awas!
Pembalasanku lebih sakit dari pada kematian! Kalian berdua akan kusiksa
sepanjang jaman! Tempat pe-nyiksaaan seperti Ruang Obor Tunggal kelak akan
menjadi bagian kalian!"
* * * 104 Peri Angsa Putih
98 BASTIAN TITO Peri Angsa Putih
12 KEMBALI ke puncak bukit berumput biru. Pendekar 212
Wiro Sableng, Naga Kuning dan Setan Ngompol menunggu dengan hati berdebar.
Mereka memandang ke langit tinggi di mana mereka melihat ada satu titik merah
bergerak turun dari langit di arah timur.
"Aku ingin sekali cepat-cepat melihat bagaimana rupanya Peri Sesepuh yang mau
menolong kita itu..."
bisik Naga Kuning.
"Pasti sangat cantik dan paling cantik di antara semua Peri yang pernah kita lihat.
Kita sudah menyaksikan cantiknya Peri Angsa Putih, sudah melihat wajah Peri
Bunda. Peri Sesepuh yang jadi pimpinan segala Peri pasti cantiknya selangit
tembus!" kata Setan Ngompol pula.
Titik merah yang turun dari langit makin lama semakin besar. Hantu Tangan Empat
menatap dengan mata dibesarkan dan tak pernah berkesip. Ketika titik Ku
membentuk besarnya telur ayam, Hantu Tangan Empat pergunakan dua tangannya
mengusap mukanya. Saat Ku juga mukanya yang tadi rata berubah menjadi satu wajah
amat mengerikan. Rambutnya yang sebelumnya putih kini menjadi merah darah, tegak
kaku. Dari sela-sela rambut kelihatan asap merah mengepul.
Lalu dua matanya yang besar mencuat dan kini seolah tergantung di luar rongga.
Hidungnya yang semula rata kini tinggi panjang dan bengkok. Bibirnya berwarna
biru pekat Gigi-giginya berubah panjang dan lancip 104 Peri Angsa Putih
99 Perubahan lain yang membuat keadaan tambah angker ialah jumlah tangannya yang
kini menjadi empati
"Kalian lihat, Hantu Tangan Empat telah merubah tampangnya..." memberi tahu Wiro
pada Naga Kuning dan Setan Ngompol. Kalau Naga Kuning hanya melirik dengan rasa
ngeri, sebaliknya Setan Ngompol langsung terkencing karena kaget
Di langit, benda merah berkilauan tadi semakin membesar. Hantu Tangan Empat
kembangkan dua tangan di depan dada dengan telapak tangan terbuka menghadap ke
langit. Dua tangan lainnya diluruskan ke samping telinga kiri kanan. Lalu dari
mulutnya keluar suara seperti orang membaca jampai-jampai terus menerus tidak
henti-hentinya. Mukanya yang mengerikan kelihatan bertambah angker. Seperti tadi
dua matanya memandang ke langit, tidak pernah berkedip.
Kira-kira lima puluh tombak benda merah tadi berada di atas bukti rumput biru
bentuknya mulai jelas.
Ternyata benda itu adalah sosok seorang perempuan berpakaian merah yang duduk di
atas sebuah batu pualam berwarna merah. Ujung pakaiannya melambai-lambai panjang
dan perlahan-lahan turun ke tanah.
Bau harum semerbak memenuhi puncak bukit
"Heh.... Baunya saja sewangi ini, pasti Peri Sesepuh ini cantik sekali..." bisik
Setan Ngompol sambil me-nyikut Naga Kuning. Tubuhnya pasti tinggi semampai,
langsing dan dadanya heh...." Setan Ngompol senyum-senyum sendiri.
Semakin dekat sosok merah yang turun di langit itu semakin jelas bentuknya.
Ketika sosok ini akhirnya sampai di puncak bukit dan menggantung di udara
setinggi dua tombak, Setan Ngompol terperangah dan cepat-cepat tekap bagian
bawah perutnya. Apa yang 104 Peri Angsa Putih
100 diduga dan diucapkannya ternyata meleset sangat jauh. Yang bernama Peri Sesepuh
itu ternyata seorang perempuan bertubuh luar biasa gemuknya. Wajahnya bulat dan
selalu keringatan. Hidungnya lebar pesek.
Selain dandanannya sangat mencolok, pada pipi kirinya ada sebuah tahi lalat
selebar telur burung merpati.
Dagu dan lehernya tidak kelihatan lagi karena gemuk berlemak jadi satu. Rambut
di kepalanya disanggul aneh diikat dengan sebuah pita merah. Lalu pada telinga
kirinya melingkar sebuah giwang besar berbentuk bulat berwarna merah.
Tubuhnya yang berbobot lebih dari dua ratus lima puluh kati itu duduk di atas
sebuah kursi batu pualam merah. Dia mengenakan lilitan kain sutera merah. Di
bagian atas kain merah ini tidak menutupi seluruh dadanya yang gembrot hingga
ketiaknya tersingkap lebar. Di sebelah bawah kain sutera itu hanya melingkar
sampai pertengahan paha sedang ujungnya bergulung di bagian belakang dan terus
menjela ke bawah ke rumput di atas bukit. Ketika sang Peri tersenyum
kelihatanlah giginya yang besar-besar.
"Kukira yang datang ini bukan Peri Sesepuh. Tapi Peri Raksesi...!" kata Setan
Ngompol yang kecewa besar karena apa yang dia harapkan berbeda dengan kenyataan.
Naga Kuning tertawa cekikikan sedang murid Eyang Sinto Gendeng garuk-garuk
kepala pulang balik.
Lalu dia cepat berbisik. "Hussssl Bagaimanapun keadaannya kita harus bersyukur
dan berterima kasih dia mau menolong kita. Jangan bicara yang bukan-bukan dan
jangan bicara keras-keras. Kalau sampai terdengar Peri gembrot itu bisa urung
kita jadi orang I"
"Kalau saja kawanmu si Dewa Ketawa atau si Bujang Gila Tapak Sakti yang gendutgendut itu ada 104 Peri Angsa Putih
101 di sini, pasti mereka senang sekali melihat Peri gemuk itu..." menyahuti Naga
Kuning. Setelah mengapung diam di udara beberapa ke tika, Peri Sesepuh dan kursinya
bergerak merendah.
Pada ketinggian hanya tinggal satu tombak dari atas bukit sang Peri melayang
berputar-putar mengelilingi orang-orang yang ada di atas bukit itu. Pada putaran
ke tujuh baru dia berhenti. Tepat di hadapan Peri Angsa Putih dan Hantu Tangan
Empat lalu perlahan-lahan kursi yang didudukinya turun ke bawah menjejak
permukaan bukit yang ditumbuhi rumput biru.
"Astaga!" seru Naga Kuning dengan mata melotot seraya menggamit Wiro dan Setan
Ngompol. "Wiro, Setan Ngompol, apa yang aku lihat sudah kalian lihat juga"!"
Wiro mengulum senyum. Walau merasa jengah tapi matanya tidak dialihkan dari apa
yang dilihatnya seperti barusan dikatakan Naga Kuning. Setan Ngompol sendiri
tertegun dengan mata mendelik, menatap ke arah Peri Sesepuh, tak bisa keluarkan
suara, hanya tenggorokannya saja yang naik turun seperti orang ketulangan.
"Peri edan...!" terdengar kembali suara Naga Kuning. "Duduknya ngongkongl Aku
bisa melihat jelas sekali dari sini...."
"Aku juga! Benar-benar gilai Dia tidak pakai celanal Mungkin dia tidak punya
celana dalam!" kata Setan Ngompol sambil matanya terus mengawasi dan dua
tangannya dipakai menekap bagian bawah perut.
"Mungkin di negeri ini memang tidak ada perempuan pakai celanal Celana dalam
tidak dikenal di sini!
Ha... ha... ha...!" Wiro tertawa bergelak.
"Dari mana kau tahu"!" ujar Setan Ngompol. "Me-mangnya kau pernah mengintip
perempuan di sini 104 Peri Angsa Putih
102 mandi..."!"
Naga Kuning terus menimpali. "Wiro, tadi waktu kita menunggu lama kau bilang
mungkin Peri itu sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai kencing
celananya ketinggalan di sungai! Hik... hik...
hik!" Wiro usap matanya yang basah karena tertawa terus-terusan kemudian melirik pada
Peri Angsa Putih.
Lalu berbisik pada teman-temannya. "Lihat Peri Angsa Putih.... dia tidak berani
memandang ke depan. Mukanya bersemu merah. Berarti dia sudah melihat dan tahu
kalau Peri gembrot itu tidak pakai celana!"
"Sssstttt.... Coba kalian lihat Hantu Tangan Empat,"
bisik Naga Kuning pula. Wiro dan Setan Ngompol berpaling.
Saat itu Hantu Tangan Empat sudah tak kedengaran lagi suara racauannya.
Tenggorokannya seperti tercekik. Beberapa kali dia batuk-batuk. Sedang dua
matanya yang memberojol keluar tampak bertambah besar dan seperti mau melompat.
Memandang lurus-lurus ke arah Peri Sesepuh yang duduk di kursi batu hanya empat
langkah di hadapannya!
"Dia pasti sudah melihat..." bisik Setan Ngompol.
"Pasti!" bisik Wiro. "Matanya tidak berkedip, tenggorokan dan dadanya turun
naik. Di pinggiran mulutnya ada air liur mengalir!"
"Peri Angsa Putih!" Tiba-tiba Peri Sesepuh membuka mulut.
"Orangnya seperti raksesi gendut. Suaranya seperti tikus nyingnying!" celetuk
Naga Kuning yang tak bisa diam.
"Apakah persiapan pelaksanaan permohonan sudah rampung?"
Peri Angsa Putih yang sampai saat itu masih 104 Peri Angsa Putih
103 meletakkan dua tangannya di atas kepala membungkuk sedikit lalu menjawab. "Wahai
Peri Sesepuh, pimpinan dan junjungan dari segala Peri. Pertama sekali kami
mengucapkan terima kasih atas kesudian Peri turun ke bukit ini untuk menyaksikan
permohonan dan tentunya tidak akan terlaksana tanpa berkah dari Peri.
Persiapan memang sudah dirampungkan. Kami segera akan melaksanakan...."
Peri Sesepuh melirik ke arah Hantu Tangan Empat.
"Wahai Hantu Tangan Empat, kau sudah siap"'
Hantu Tangan Empat manggut-manggut. "Siap Wahai Peri Sesepuh," katanya kemudian
dengan suara tercekik lalu batuk-batuk.
"Kalau begitu segera laksanakan!" kata Peri Sesepuh pula sambil angkat tangan
kanannya lalu menunjuk ke depan.
"Ssttt...." Naga Kuning kembali berbisik. "Waktu Peri itu mengangkat tangannya
aku melihat ada ijuk berjubalan di bawah ketiaknya.... Hik... hik... hik!"
"Kau ini! Ada saja yang kau lihat..." kata Setan Ngompol tapi segera mementang
mata melihat ke arah ketiak Peri Sesepuh.
'Tunggu dulu!" Tiba-tiba Peri Sesepuh berseru.
Tangan kirinya diangkat. Tapi tidak menunjuk seperti tadi melainkan dimasukkan
ke salah satu lobang hidungnya lalu enak saja dia mengupil sampai matanya m era
m mefek! "Celaka! Jangan-jangan Peri itu mendengar apa yang barusan kau katakan Naga
Kuning! Dia pasti marah!" ujar Wiro.
Setan Ngompol langsung terkencing.
"Sebelum permohonan dilakukan, aku ingin melihat dulu mana tiga makhluk cebol
yang ingin minta dibesarkan itu"!"
104 Peri Angsa Putih
104 Peri Angsa Putih berpaling pada Wiro dan dua temannya yang berada di atas batu.
Lalu berkata. "Berteriaklah: Kami ada di sini wahai Peri Sesepuh!"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol segera melakukan apa yang dikatakan Peri
Angsa Putih. "Kami ada di sini wahai Peri Sesepuh...."
Peri gembrot itu keluarkan tangan kirinya dari lobang hidung dan berpaling ke
arah batu. Sesaat memandangi dia lalu menyeringai. "Aku mau melihat salah satu
dari kalian lebih dekat. Bagaimana bentuk kalian sebenarnya...." Sang Peri
gembrot ulurkan tangan kirinya.
Peri Angsa Putih gerakkan tangannya. Wiro cepat menyelinap ke belakang seraya
berkata. "Kau saja Naga Kuning!"
"Tidak! Aku melihat sendiri Peri itu tadi mengupil dengan tangan kiri. Kini
dengan tangan itu dia hendak memegangku!"
"Kalau begitu kau saja Kek!" kata Wiro seraya mendorong tubuh Setan Ngompol.
Dorongan itu membuat Setan Ngompol terjatuh di depan jari-jari tangan Peri Angsa
Putih. Peri itu segera saja mengambil si kakek lalu meletakkannya di telapak
tangan Peri Sesepuh. Peri gemuk ini dekatkan tangan kirinya ke depan wajahnya.
Sesaat kemudian dia bergumam. "Heh.... Makhluk jelek begini saja maunya macammacam. Matanya saja juling.
Badannya bau pesing... Kalau tidak memandang pada dirimu dan kakekmu wahai Peri
Angsa Putih, tidak sudi aku turun dari langit menyaksikan permohonan ini!" Lalu
enak saja dia lemparkan Setan Ngompol pada Peri Angsa Putih. Kalau tidak lekas
disambuti Peri Angsa Putih, niscaya si kakek terbanting jatuh di atas batu
datar! Sampai di atas batu Setan Ngompol memaki panjang pendek.
"Enak saja aku dibilangnya bau. Padahal upilnya yang 104 Peri Angsa Putih
105 sebesar tetampah dan masih menempel di jarinya membuat aku mau muntah!"
"Peri Sesepuh, bolehkah kami memulai upacara permohonan ini"' tanya Peri Angsa
Putih setelah meletakkan kembali Setan Ngompol di atas batu.
Peri Sesepuh anggukkan kepalanya lalu
membersihkan tangannya yang tadi bekas memegang Setan Ngompol dengan ujung
pakaian merahnya.
"Kakek Hantu Tangan Empat, silahkan kau membaca rapalan..." kata Peri Angsa
Putih pula. Ditunggu-tunggu tak ada suara Hantu Tangan Empat terdengar.
"Kek..."!" ujar Peri Angsa Putih.
Karena masih belum ada jawaban Peri Angsa Putih berpaling. Ternyata Hantu Tangan
Empat tengah menatap tak berkedip ke arah Peri Sesepuh. Dengan wajah bersemu
merah Peri Angsa Putih julurkan kakinya menendang paha si kakek. Hantu Tangan
Empat baru tersadar lalu cepat-cepat bertanya. "Ya, apa...?"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol tertawa cekikikan. "Hantu itu rupanya
terpesona melihat pemandangan ajaib yang dibuat Peri Sesepuh!" kata Wiro.
"Hantu Tangan Empat!" Peri Sesepuh tiba-tiba berkata karena menunggu tidak
sabaran. "Sebentar lagi matahari akan sampai di titik tertingginya. Aku tidak
punya waktu banyak menunggu. Kau akan mulai dengan upacara permohonan ini atau
bagaimana"!"
Mendapat teguran itu Hantu Tangan Empat memohon maaf berulang kali. "Maafkan
saya wahai Peri Sesepuh. Saya sudah siap...."
"Kalau begitu segera mulai!" ujar Peri Sesepuh seraya menggeser duduknya.
Celakanya gerakan ini membuat keadaannya tambah tersingkap. Dua mata Hantu
Tangan Empat jadi tambah mendelik.
104 Peri Angsa Putih
106 "Kek! Mulailah! Kau tunggu apa lagi"!" Peri Angsa Putih mulai jengkel dan tidak
sabaran. Dia khawatir Peri Sesepuh jadi marah dan meninggalkan tempat itu
kembali ke langit.
Hantu Tangan Empat berkomat kamit. Suaranya terdengar seperti tercekik dan
sebentar-sebentar dia batuk-batuk sementara dua matanya saja melotot ke arah
Peri Sesepuh. "Hantu Tangan Empati" kembali Peri gemuk Ku menegur. "Suaramu terdengar aneh.
Tak jelas mantera yang kau ucapkan. Sebentar-sebentar kau batuk. Ada apa dengan
dirimu"!"
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh.... Saya memang sedang kurang sehat. Masuk
angin...."
"Kalau kau masuk angin harusnya keluar angin.
Bukan melantur membaca mantera!" tukas Peri Sesepuh yang membuat Wiro, Naga
Kuning dan Setan Ngompol sama-sama menyengir.
"Kurasa Hantu Tangan Empat terpengaruh melihat Peri Sesepuh yang duduknya tak
karuan seperti itu..."
kata Wiro. "Dia seperti lupa mau berbuat apa. Lupa membaca mantera. Kalau salah kita bisa
celaka.... Bukannya tubuh kita jadi besar, malah tambah kecil!" ujar Naga
Kuning. "Maafkan saya wahai Peri Sesepuh. Saya segera mulai..." kata Hantu Tangan Empat.
Dia menunduk sesaat dan mulai melafalkan kata-kata dalam bahasa aneh yang tidak


Wiro Sableng 104 Peri Angsa Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dimengerti Wiro dan dua kawannya.
Namun kakek ini hanya sesaat saja tundukkan kepala.
Di lain saat dia kembali mengangkat kepala dan memandang ke arah Peri Sesepuh.
Akibatnya mantera apa yang harus dibacanya di luar kepala jadi kacau.
Sementara itu setelah beberapa saat dibacai man-104 Peri Angsa Putih
107 tera, tubuh Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol sedikit demi sedikK menjadi
besar. Ketiga orang Ku hendak berteriak gembira saking girangnya. Tapi Peri
Angsa Putih cepat memberi tanda agar mereka berdiam diri.
Hantu Tangan Empat kembali meneruskan membaca mantera. Sosok Wiro dan dua
kawannya semakin besar. Saat Ku telah mencapai setinggi lutut orang orang di
negeri Latanahsilam.
"Selamat kita I Sebentar lagi kita akan jadi sebesar mereka!" kata Wiro pada dua
temannya. Ketiga orang itu saling berangkulan saking girangnya.
"Kalau tubuhku sudah besar, akan kucari anak perempuan bernama Luhkimkim itu..."
kata Naga Kuning.
"Aku akan mencari nenek berdandan medok yang katanya sudah kawin beberapa kali
itu tapi lakinya mati semual Ingin tahu aku apa kehebatan perempuan satu itu!
Hik... hik... hik!" kata Setan Ngompol menimpali.
Di atas kursi batu pualam merah Peri Sesepuh menguap lebar. Dua kakinya
dijulurkan di atas rumput sedang tubuhnya enak saja digeser ke depan. Dua mata
Hantu Tangan Empat berkedap-kedip lalu nyalang besar. Tenggorokannya turun naik.
Suaranya merapal kini hilang-hilang timbul. Lalu berhenti sama sekali.
Wiro dan kawan-kawan melepas rangkulan masing-masing. "Apa Hantu Tangan Empat
sudah selesai merapal manteranya" Tapi tubuh kita masih setinggi lutut begini!"
ujar Wiro. Peri Angsa Putih berpaling.
"Kek..."!"
"Hantu Tangan Empat"!" Di atas kursi merah Peri Sesepuh bertanya. "Sudah selesai
kau membaca mantera membesarkan tiga makhluk cebol Ku"l"
104 Peri Angsa Putih
108 "Be... belum wahai Peri Sesepuh..." jawab Hantu Tangan Empat tersendat
"Kalau begitu lekas kau lanjutkan!" Peri Sesepuh memandang ke langit
"Cepat Kek!" bisik Peri Angsa Putih. Kembali gadis ini tendang paha kakeknya
dengan ujung kaki.
Hantu Tangan Empat kembali merapal. Tapi matanya masih terus nyalang besar.
'Tutup kedua matamu!" kata Peri Angsa Putih yang dengan muka merah maklum apa
yang terus-terusan dilihat kakeknya sejak tadi.
"Percuma.... Aku tak bisa meneruskan merapal mantera itu di luar kepala...."
"Heh, kenapa tak bisa...?" tanya Peri Angsa Putih.
"Maafkan saya. Saya lupa terusan manteranya.
Walau dicoba dan dipaksa tetap saja tidak bisa!" jawab Hantu Tangan Empat.
"Celaka! Hantu Tangan Empat tak bisa meneruskan membaca mantera. Sementara kita
masih sebesar ini!" Setan Ngompol berkata setengah menjerit lalu terkencingkencing. "Pasti ini gara-gara dia melihat Peri Sesepuh duduk mengongkong!" teriak Naga
Kuning banting-banting kaki. "Wiro! Katakan sesuatu! Lakukan apa saja!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Nasib kita jelek kawan-kawan. Hantu Tangan Empat
terpengaruh oleh apa yang dilihatnya. Dia tak bisa meneruskan membaca mantera!
Berarti keadaan kita hanya sebesar ini! Setinggi lutut!"
"Celaka!" seru Naga Kuning.
"Sial nasib kita!" ujar Setan Ngompol.
"Bukan kita yang sial! Tapi Hantu keparat itu yang sialan!" maki Naga Kuning
pula. "Kalau kupikir-pikir bukan si Hantu Tangan Empat 104 Peri Angsa Putih
109 yang sial! Penyebab kesialan ini justru adalah Peri Sesepuh! Coba kalau dia
tidak duduk seenaknya seperti itu pasti bacaan mantera Hantu Tangan Empat lancar
dan kita akan jadi sebesar mereka!" kata Wiro pula.
"Waktuku habis!" Tiba-tiba Peri Sesepuh berkata.
Dia menggeliat lalu mengangkat dua tangan. Perlahan-lahan kursi batu pualam
merah yang didudukinya bergerak naik ke atas.
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh..." kata Hantu Tangan Empat sambil membungkuk.
Ketika Peri Sesepuh mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara Hantu Tangan
Empat segera berdiri.
"Keki Apa yang terjadi dengan dirimu"! Sekarang kau mau kemana"!" tanya Peri
Angsa Putih lalu cepat berdiri.
'Tak ada yang bisa aku lakukan lagi, wahai cucuku.
Aku akan pergi ke air terjun. Bersepi diri di sana barang beberapa lama...."
"Saat ini mungkin kau sudah ingat lanjutan mantera itu. Bagaimana kalau kau
mengulangi agar tiga orang itu bisa mencapai besar seperti kita?"
Hantu Tangan Empat menggeleng. 'Tidak mungkin untuk saat ini wahai Peri Angsa
Putih. Selama Peri Sesepuh tidak hadir menyaksikan hal itu tidak mungkin
dilakukan...."
"Kalau begitu panggil Peri itu kembali. Ulangi lagi besok sebelum tengah hari!"
teriak Wiro. "Aku khawatir!" berkata Naga Kuning. "Kalau Hantu Tangan Empat membaca mantera
yang salah atau terbalik-balik, kita bukannya tambah besar tapi bisa-bisa tubuh
dan muka kita jadi morat marit!"
"Benar!" kata Setan Ngompol pula. "Malah mungkin hanya bagian tubuh tertentu
saja yang besar. Kalau 104 Peri Angsa Putih
110 anuku atau anumu saja yang membesar apa tidak lebih celaka"!"
Wiro terdiam sesaat lalu tertawa gelak-gelak. Naga Kuning dan Setan Ngompol ikut
tertawa hingga tempat itu menjadi riuh.
Hantu Tangan Empat berpaling menatap pada ketiga orang yang kini telah berubah
menjadi sebesar dan setinggi lutut itu. Perlahan-lahan dia usapkan dua tangannya
di depan wajahnya. Serta merta mukanya kembali seperti semula, wajah seorang
kakek tua bermuka rata. Tangannya yang empat kini menjadi dua kembali. Lalu
tanpa berkata apa-apa lagi dia tinggalkan puncak bukit berumput biru itu.
"Kakek Hantu Tangan Empati" Wiro berteriak memanggil.
Hantu Tangan Empat hentikan langkahnya dan berpaling. "Ada apa...?" tanyanya
datar. "Terima kasih! Bagaimanapun juga kami harus mengucapkan terima kasih padamu. Kau
sudah membuat kaki kami, tangan, muka, badan.... Apa lagi?" Wiro berpaling pada
Naga Kuning. "Anu kita!" Jawab si bocah enak saja mungkin karena masih kecewa dengan keadaan
tubuh yang tidak seperti diharapkan.
"Ya, kau telah membuat tangan, muka, kaki, tubuh dan anu kami menjadi lebih
besar! Kami benar-benar berterima kasih...!"
Hantu Tangan Empat mengangguk. Lalu untuk pertama kalinya menyeruak senyum di
wajahnya yang rata itu. "Terima kasih kembali. Mudah-mudahan kalian bisa
mempergunakan anu kalian sebagaimana mesti-nya..." katanya.
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi saling pandang lalu tertawa gelakgelak. 104 Peri Angsa Putih
111 'Tidak disangka hantu tua itu bisa bercanda juga!"
kata Wiro. "Hai, apa yang kalian tertawakan"r tiba-tiba Peri Angsa Putih bertanya sambil
duduk di rumput di depan
"Kami barusan bicara soal anu..." jawab Wiro sambil senyum-senyum
"Soal anu" Anu apa?" tanya Peri Angsa Putih.
Ditanya seperti itu kembali ketiga orang itu tertawa gelak-gelak.
"Hai! Kalian Ini bicara apa" Apanya yang anu"'
tanya Peri Angsa Putih kembali.
"Ya, anunya si anu yang sekarang sudah jadi sebesar anu!" sahut Setan Ngompol
lalu tertawa gelak-gelak dan tentu saja disertai dengan terkencing-kencing!
TAMAT BASTIAN TITO Segera terbit: HANTU JATILANDAK
104 Peri Angsa Putih
112 Istana Gerbang Merah 2 Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana Memanah Burung Rajawali 14

Cari Blog Ini