Ceritasilat Novel Online

Melati Tujuh Racun 2

Wiro Sableng 131 Melati Tujuh Racun Bagian 2


berangkat menuju Maguwo, ada satu ha1 yang ingin aku tanyakan padamu. lngat
pertemuan kita terakhir kali di dekat air terjun Jurangmungkung?"
Si nenek anggukkan kepala.
"Waktu itu aku berjanji pada Wiro akan mencari tahu dimana beradanya bunga
melati hitam yang bisa dipergunakan untuk menyembuhkan penyakit Patih Kerajaan."
"Bunga melati hitam. Bunga Melati Tujuh Racun," kata Gondoruwo Patah Hati.
"Betul," sahut Setan Ngompol. "Waktu itu kau sendiri berkata pernah mengetahui
keberadaan bunga langka itu. Kau juga berjanji akan menyelidik."
"Tiga puluh tahun lalu dari seorang sahabat yang kini sudah meninggal, aku
pernah mendengar cerita tentang bunga itu. Katanya bunga melati tersebut tumbuh di satu
tempat sejuk. Dia menyebutkan nama satu kawasan, aku lupa. Sampai saat ini tak
berhasil mengingatnya."
"Apa yang akan aku ceritakan mungkin bisa menolong ingatanmu kembali," kata
Setan Ngompol. Lalu kakek ini ceritakan pertemuannya dengan gadis kecil bernama
Sulantri pagi tadi sampai akhirnya anak itu mati dibunuh Rana Suwarte.
"Rana Suwarte" Dia yang membunuh anak ini"!" ujar Gondoruwo Patah Hati terkejut
sekali. "Aku yakin kematian Sulantri ada sangkut pautnya dengan Melati Tujuh Racun. Anak
itu dibunuh sewaktu hendak menyebutkan dari mana berasalnya bunga melati itu.
Aku punya dugaan ...."
"Kek, aku potong bicaramu," kata Naga Kuning yang sejak tadi diam saja. "Menurut
ceritamu Rana Suwarte merampas sisa
satusatunya bunga melati hitam yang ditancapkan
Sulantri di lidi. Bunga i n i kemudian dimusnahkannya. Lalu ketika anak itu
hendak mengatakan sumber berasalnya bunga tersebut, si jahanam Rana Suwarte
membunuhnya dengan pisau terbang. Berarti manusia itu tidak ingin kau mengetahui asal-usul
bunga tersebut.
dia tidak ingin kau mendapatkan bunga itu.
mengapa" Kalian bisa menjawab?"
"Aku tak bisa menduga," jawab si nenek.
Setan Ngompol gelengkan kepala. "Aku tidak tahu," katanya.
"Aku juga tidak bisa menduga. Tidak tahu!"
kata Naga Kuning pula. "Hal ini merupakan satu rahasia yang harus kita ketahui
apa adanya."
"Mengenai asal usul bunga melati hitam itu." kata Gondoruwo Patah Hati. "Kalau
anak itu menunjuk ke arah timur, itu adalah keadaan gunung Merapi. Sesuai cerita
sahabatku, bunga itu tumbuh disatu tempat sejuk. Pedataran tinggi di kawasan
Gunung Merapi adalah daerah sejuk. Besar kemungkinan bunga itu tumbuh di sana.
Tapi kawasan itu cukup luas. Tidak mudah mencarinya. Lalu ada satu ha1 lagi.
Menurut Sulantri, bunga itu muncul sekali seminggu.
Setiap muiicul selalu berjumlah tiga. Anak itu setiap minggu selalu berada di
tepi kali sini.
berarti bunga itu datangnya dihanyutkan air kali dari sebelah timur sana sampai
ke sini, tempat si anak selalu menunggu. Berarti bunga itu memang berasal dari
kawasan gunung Merapi. Tumbuh di tepi kali. Gugur ke dalam sungai lalu
dihanyutkan air sungai dan satu minggu kemudian sampai ke sini. Kali kecil ini
hanya satu dari belasan anak Kali Opak yang berhulu di Gunung Merapi. Tidak
mudah untuk menyelusurinya ...."
"Aku sudah berjanji pada Wiro akan menolongnya. Walau tidak mudah, aku akan
menyusuri kali ini ke arah timur sampai akhirnya menemui tempat bunga itu
tumbuh." "Pekerjaan itu biar aku yang melakukan.
Karena semua sumber bencana ini terjadi pada keusilanku memasukkan ular ke dalam
celana Patih Kerajaan sewaktu terjadi pertempuran hebat tempo hari." (Baca
serial Wiro Sableng Episode "Makam ke Tiga")
"Kau tak bisa disalahkan Intan," kata Naga Kuning. "Pada saat pertempuran
berkecamuk, segala sesuatu bisa s,aja terjadi. Lagi pula orang-orang Kerajaan
dibawah patih Selo
Kaliangan waktu itu bertindak ceroboh.
Menekan habis-habisan Wiro dan kita-kita semua."
"Kawan-kawan, jika kalian setuju aku akan berangkat ke timur mencari Melati
Tujuh Racun. Kalian berdua tolong antarkan jenazah Sulantri ke rumah orang tuanya di Maguwo."
"Ah ...." Naga Kuning . tertawa lebar.
"Sobatku tua, kau memang paling pandai membuat aturan. Aku dan intan tidak
keberatan menerima usulmu ...."
"Tentu saja kau tidak bakal keberatan.
Yarena ini memberi kesempatan pada kalian untuk berdua-duaan. Bukan begitu"
Ha ...- ha ... ha!"
"Kek, kalau kau sudah tahu mengapa tidak segera pergi saja?" ujar Naga Kuning.
"Ya ...y a, aku pergi!" kata Setan Ngompol sambil pegangi bagian bawah perutnya
dan ~ l a n g k a hte rtawa-tawa.
"Kek!" Tiba-tiba Naga Kuning berteriak.
"Walah! Anak konyol! Ada apa lagi kau
~emanggilku!" Setan Ngompol hentikan
'angkah, menoleh ke arah Naga Kuning.
"Jangan lupa Kek!" teriak si bocah.
"Jangan lupa apa?"
"Mencukur rambut dibawah perutmu! Biar kaulanmu sempurna dan tidak ketiban apes
sialan lagi!"
"Setan kau!" rutuk Setan Ngompol. Lalu sambil melangkah pergi kakek ini tertawatawa sendiri. Dua tangannya yang memegangi bagian bawah perut jadi basah-basah
hangat oleh air kencing yang mengucur.
---------------0000000000--------------------BUKIT perjanjian yang dituju Rana Suwarte adalah sebuah bukit kecil di selatan
Imogiri. Ketika dia sampai di puncak bukit ini, orang yang dicarinya telah berada di
tempat itu. Orang ini seorang kakek berjubah tebal, berambut biru berminyak. Lengan kirinya
buntung. Sengaja dibuntunginya sendiri guna menghindarkan racun senjata maut
yang melukai tangannya. Di kening orang ini terlihat cacat melingkar bekas goresan
luka yang cukup dalam. Di tangan kanan dia memegang sebilah keris memancarkan
cahaya kuning, memantul menyilaukan tertimpa sinar mentari terik. Di tanah
bukit, dekat kakinya ada sebuah peti kayu.
Kakek ini bukan lain adalah Sarontang.
Seorang Pangeran Kerajaan Pakuwon yang tengah berusaha untuk mendapatkan tahta
Kerajaan. Untuk itulah dia sengaja mengembara ke tanah Bugis guna mendapatkan
sebilah badik sakti bernama Badik Sumpah Darah.
Namun sebagaimana telah diceritakan
sebelumnya badik sakti itu dibawa lari oleh Adipati Jatiiegowo yang tergila-gila
pada janda Cantik Nyi Larasati dan punya dendam setinggi gunung sedalam lautan
terhadap pendekar 212
wiro sableng serta bujang gila tapak sakti.
"rana suwarte, kalau aku tidak segera
muncul, kelalaianmu terpaksa kau bayar mahal.
Mungking denga jiwamu sendiri! Bagaimana kejadiannya sampai kau terlibat
perkelahian dengan kakek berjuluk setan ngompol serta bocah yang bisa berubah
ujud menjadi kakekberkepandaian tinggi itu?"berucap sarontang begitu rana suwarte sampai di
hadapannya. "Pangeran aryo probo" kata rana suwarte menyebut nama asli sarontang. Satu
perkara besar tak terduga terjadi di anak akli opak.
Seorang gadis cilik hampir saja menyerahkan melati tujuh racun pada setang
ngompol. Malah anak gadis itu nyaris memeberitahu dari mana bunga itu berasalnya
terus terang hati kecilku tidak tega membunuhnya. Tapi terpaksa
kulakukan agar rahasia bunga melati langka itu tidak terbuka"
"seorang tua bangkasepertimu membunuh
seorang gadis cilik tak berdosa. Itu perbuatan biadab tiada taranya, rana
suwarte" Tampang rana suwarte berubah merah
mengalami mendengar kata2 sarontang alias pangeran aryo probo. Salah satu
sifatnya yang dianggap bejat adalah rasa sukanya yang hanya bisa timbul terhadap
sesama jenis, terutama para pemuda gagah.
Sarontang teruskan ucapannya.
"Tapi apapun yang kau lakukan aku tidak perduli. yang penting aku telah
mendapatkan Keris Naga Kopek. Senjata sakti ini merupakan satu-satunya senjata
yang aku harap bisa menghadapi Badik Sumpah Darah, membuat aku mampu merampas
badik sakti yang kini berada di tangan Adipati Jatilegowo keparat itu. Rana
Suwarte, mana sarung keris"
Serahkan padaku."
"Pangeran Aryo," kata Rana Suwarte. "Tidak mudah bagiku untuk mendapatkan Keris
Naga Kopek. Penjagaan di lstana sangat ketat. Apa lagi senjata sakti tersebut
belum lama ini pernah hilang. Aku terpaksa membujuk juru kunci ruang penyimpanan
senjata pusaka. Sebagian dari hadiah yang kau janjikan sebagai upayaku untuk
mendapatkan keris pusaka itu untukmu, akan kuberikan pada juru kunci itu. Aku
berharap kau tidak lupa mengembalikan Keris Naga Kopek begitu tujuanmu menguasai
tahta Kerajaan Pakuwon berhasil."
Sarontang tertawa lebar.
"Kau menolong aku mendapatkan keris sakti mandraguna ini. Aku memberitahu padamu
dimana tempat tumbuhnya bunga melati hitam.
Tidak ada yang rugi diantara kita. Mana sarung Keris Naga Kopek" Lekas serahkan
padaku." Dari balik pinggang pakaian birunya Rana Suwarte mengeluarkan sarung asli Keris
Naga qopek yang terbuat dari emas lalu diserahkan 3ada Sarontang alias Pangeran
Aryo Probo. Sarontang kepit sarung senjata itu di ketiak kiri Ialu dengan tangan kanan dia
masukkan Keris Yaga Kopek yang telanjang ke dalam sarung.
"Kita berpisah di sini, Rana Suwarte. Kalau aku boleh bertanya, dari sini kau
mau menuju ke mana dan mau melakukan apa?"
"Aku akan segera berangkat ke tempat tumbuhnya bunga melati hitam. Memusnahkan
seluruh tanaman bunga itu dengan cara
membakarnya."
"Bagus! Memang itu yang seharusnya segera kau lakukan. Makin cepat makin baik.
Sebelum Pendekar 212 atau orang-orangnya yang ingin mengobati Patih Kerajaan
menemukara bunga itu. Kalau itu sampai terjadi sia-sialah semua usahamu. Jika
mereka berhasil menemukan sekuntum saja dari bunga Melati Tujuh Racun itu, lalu dipakai
untuk rnengobati dan menyembuhkan Patih Selo Kaliangan, maka sampai mati jangan
harap kau bakal bisa mendapatkan jabatan Patih Kerajaan.
Selamat tinggal Rana Suwarte."
"Pangeran Aryo, jangan lupa. Kita telah berjanji. Seratus hari dari sekarang
kita akan bertemu lagi di bukit ini dan kau akan mengembalikan
Keris Naga Kopek padaku untuk
disimpan kembali di Istana."
"Sahabatku Rana Suwarte, jangan takut.
Aku akan datang menepati janji. Malah aku punya rencana. Seandainya kau tidak
bisa menjadi Patih di sini, aku akan menawarkan jabatan itu di Kerajaan
Pakuwon." Habis berkata begitu dengan tumit kirinya Sarontang dorong peti kayu
jati yang ada di tanah. Peti berat ini meluncur ke arah Rana Suwarte. Tokoh
silat lstana ini tahan luncuran peti dengan kaki kirinya.
"ltu hadiah yang aku janjikan sebagai imbalan kau mendapatkan Keris Naga Kopek
untukku. Uang dan harta perhiasan. Semua dari emas!"
Begitu Sarontang tinggalkan bukit, Rana Suwarte membuka penutup peti. Kakinya
tersurut. Mata membeliak dan mulut keluarkan seruan tertahan. Di dalam peai itu
yang dilihatnya bukan uang emas dan harta
perhiasan emas seperti yang dikatakan
Sarontang. Melainkan batu kerikil!
"Jahanam kurang ajar! Penipu busuk!"
Sekali tendang saja peti kayu itu hancur berantakan. Batu kerikil yang ada di
dafamnya mental beterbangan ke udara. Rana Suwarte berkelebat mengejar ke arah
lenyapnya kakek bertangan buntung itu. 'I'api Sarontang telah lama lenyap. Rana
Suwarte terperangah, dan terduduk di tanah.
"Kalau jahanam itu menipuku seperti ini, alamat Keris Naga Kopek tidak bakal
dikembalikannya.
Dia tidak aksn muncul di bukit ini!
Aku harus mencari mengejar keparat penipu itu!"
Rana Suwarte segera bangkit berdiri.
Namun begitu dia ingat pada bunga Melati Tujuh Racun, maksudnya hendak mengejar
jadi bimbang. Saat itu yang jauh lebih penting baginya adalah memusnahkan
tanaman bunga melati hitam itu. Agar tidak satupun dari bunga itu sampai jatuh
ke tangan orang yang berusaha menyernbuhkan sakit berat yang tengah dialami
Patih Kerajaan. Tanpa menunggu lebih lama Rana Suwarte segera lari ke arah
timur. Dia membutuhkan waktu satu hari satu malam untuk sampai ke tempat dimana
tumbuhnya bunga tersebut.
--------00000000000------PAGl itu udara masih terasa dingin. Di pinggir satu kali kecil yang merupakan
anak Kali Opak, Setan Ngompol asyik menikmati singkong yang dibakarnya sendiri.
Tiba-tba dia mencium sesuatu. Bau kekayuan atau tanaman terbakar. Bau itu bukan
berasal dari kayu pembakar singkong. Setan Ngompol berdiri.
Berjalan beberapa langkah. Memandang
berkeliling. Ketika matanya menatap ke arah utara dia melihat kepulan asap hitam
di udara. "Kebakaran. Hutan terbakar?" Setan Ngompol pegangi bagian bawah perutnya.
"Aneh, sekarang bukan musim panas. Kawasan ini selalu diselimuti hawa sejuk. Dan
sepagi ini. Mana mungkin rimba belantara bisa terbakar."
Si kakek geleng-gelengkan kepalanya. Dia kembali ke tempat membakar singkong.
Kembali menikmati makanan itu. Sambil makan dia memandang ke arah kepulan asap.
"Kelihatannya tidak berapa jauh dari sini.
Mungkin dilurusan aliran kali kecil ini. Di tempat yang lebih tinggi." Di
kejauhan, di balik kepulan asap Setan Ngompol melihat Gunung merapi menjulang.
Tiba-tiba kakek ini lemparkan potongan singkong bakar yang tengah
disantapnya. "Hatiku merasa tidak enak. Aku ingat pada bangsat bernama Rana Suwarte itu. Dia
menghancurkan bunga di lidi. Tidak ingin aku memiliki bunga itu. Dia membunuh
Sulantri. Tidak ingin aku mengetahui dimana bunga itu tumbuh!" Si kakek pandangi aliran
air jernih di kali kecil di depannya. Kepala diusap-usap dengan tangannya yang
basah. "Ada sesuatu yang tidak beres. Aku harus menyelidik ke atas sana! Aku
harus tahu apa yang terbakar.
Gubuk .... rumah. Pepohonan .... Atau ..."
Setan Ngompol tarik celana basahnya
tinggi-tinggi ke atas. Lalu tidak menunggu lebih lama lagi dia lari ke arah
utara. Karena makin ke 'atas kawasan itu semakin tinggi dan si kakek berlari
sambil salah satu tangan tetap pegangi bagian bawah perutnya maka dia tidak bisa
berlari cepat. Sebentar saja nafasnya sudah mengengah-engah. Kepalanya yang
botak basah oleh keringat. Di sebelah bawah kencingnya mengucur tidak
ketolongan. Walau dada sudah sesak dan nafas satu-satu tapi semangat si kakek
tidak leleh. Dia terus lari ke arah kawasan tinggi di depannya. Sesekali kakinya
terpeleset dan dia jatuh bergedebukan di tanah. Mengomel sendiri terkencingkencing. Ketika untuk kesekian kalinya Setan
Ngompol jatuh tertelungkup di tanah, tempat terjadinya kebakaran itu hanya tiga
tombak saja di sebelah depannya. Si kakek terduduk di tanah, mata belok
memandang memperhatikan.
Dia berada di tebing sebuah kali. Di banding dengan kali di sebelah bawah kali
lebih besar dan arus airnya lebih deras. Kecuali di tepi kali, maka di sekitar
tempat itu tumbuh pohon-pohon besar berderet demikian rupa membentuk setengah
lingkaran. Kebakaran justru terjadi di pedataran miring yang dilingkungi oleh
deretan pohon besar berbentuk setengah lingkaran. Dari sisa tanaman yang
terbakar Setan Ngompol hanya melihat pohon-pohon rendah bercampur semak belukar.
"Kembang melati .... Seumur hidup aku belum pernah melihat pohonnya! Tapi pasti
tidak setinggi pohon keiapa! Tidak serendah rerumputan!" Setan Ngompol terus


Wiro Sableng 131 Melati Tujuh Racun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperhatikan tanah yang menghitam. Sebagian
tertutup bekas pohon-pohon kecil yang
terbakar. Dia melangkah ke tepi kali. Dari sini dia berbalik, memperhatikan
pedataran yang hangus dalam deretan pohon-pohon besar setengah lingkaran.
"Serrr!" Setan Ngompol pancurkan air kencing.
Kakek ini melihat sesuatu. Tadi sewaktu dekat pohon-pohon besar dia tidak
melihat. Tapi lr!ni berdiri di tebing kali dia bisa melihat walaupun agak samar. Di tanah
yang menghitarn dan sebagian tertutup pohon-pohon kecil yang telah hangus
terbakar, kakek ini melihat jejak-jejak kaki.
"lni bukan kebakaran alam ... Ada orang membakar pohon-pohon di sini. Tapi hanya
pohonpohon kecil. Sengaja dibakar" Mengapa?"
Setan Ngompol usap-usap kepaia gundulnya.
Dia melangkah sepanjang tebing kali.
Lalu menyusuri deretan pohon-pohon besar.
Kakek matabelok ini tidak menyadari kalau sejak tadi di baiik sebatang pohon
besar ada orang memperhatikan gerak geriknya.
" Kraaak! "
Mendadak kaki kanan Setan Ngompol
mengijak sesuatu. Ketika dia memandang ke bawah mulutnya menjadi pencong, kening
berkerenyit dan mata tambah belok. Kakek ini
membungkuk. Mngambil benda yang barusan dipilaknya. Benda Itu adalah sebatang
bambu hijau yang bagian ujungnya ada sisa-sisa kain berwarna hitam. Setan
Ngompol dekatkan bagian bambu yang patah terpijak ke
hidungnya. Dia juga mencium ujung bambu iang ada kain hangus hitam. Kakek ini
menzium bau minyak.
"Seseorang membakar tempat ini dengan obor. Mungkin lebih dulu mengguyur minyak
atau cairan tertentu yang mudah terbakar. Lalu rnenyuiut dengan api obor."
Dari deretan poho-pohon besar Setan
Ngompol kembali melangkah ke tebing kali.
Saat inilah tiba-tiba telinga kanannya yang berdaun terbalik menangkap jelas dua
suara berdesing di belakangnya. Setan Ngompol jatuhkan diri ke depan sambil
tangan kanannya yang memegang bambu dibabatkan ke
belakang. Sebuah benda putih melesat di atas ubunubun Setan Ngompol, membuat si kakek
'angsung terkencing. Benda kedua menancap di batangan bambu. Ketika diteliti
ternyata benda itu adalah sebilah pisau kecil berwarna putih. Melihat bentuk dan
warna pisau Setan Ngompol segera tahu siapa pemiliknya. Dengan senjata rahasia
inilah dua hari sebelumnya Sulantri dihabisj riwayatnya.
"Rana Suwarte jahanam!" kertak Setan Ngompol. Dia bantingkan batangan bambu ke
tanah lalu melompat ke arah deretan pohonpohon besar. Namun dia tidak menemukan
siapa-siapa di tempat itu. "Jahanam keparat itu pasti sudah kabur! Aku
bersumpshkan membunuhnya! Aku bersumpah!"
"Serrr! Serrr!" Setan Ngomnol pancarkan air kencing.
Kembali ke tebing kali, lama kakek ini duduk menjelepok di tanah. Matanya
menatapi air kali yang bening dan deras arusnya.
"Melati Tujuh Racun .... Sulantri ... Rana Suwarte. Tempat yang terbakar
ini .... Aku yakin ada hubungannya satu dengan yang lain. Aku yakin di tempat
inilah tumbuhnya bunga melati hitam itu. Dari tempat ini pula bunga melati itu
dihanyutkan air sungai ke hilir. Dari sini ke tempat anak itu biasa menunggu dan
bermain memakan waktu tujuh hari. Itu sebabnya Sulantri menyuruh aku datang lagi
satu minggu kemudian .... Melati Tujuh Racun ...." Setan Ngompol memandang
berkeiiling. "Tidak ada sekuntumpun kulihat. Pasti sudah dibakar semua oleh
jahanam Rana Suwarte itu. Tapi kenapa" Apa alasannya membakar" Mungkin dia tahu
kalau bunga langka itu bisa menjadi obat penyembuh sakitnya Patih Kerajaan" Dia
berusaha mencegah agar sang patih tidak bisa disembuhkan" Gila! Bukankah dia
tokoh silat Istana" Seharusnya dia membantu untuk dapat menyembuhkan Patih Selo
Kaliangan. Tapi dia justru jadi biang racun penghalang ..."
Setan Ngompol geleng-geleng kepala. Sambil berpikir-pikir matanya terus juga
memandang air kali yang jernih yang mengalir deras ke arah hilir. Tiba-tiba
kakek ini ingat sesuatu.
"Kalau anak perempuan itu bilang sekali seminggu dia menunggu kedatangan bunga
melati, berarti bunga itu dihanyutkan air kali dari tempat ini. Apakah sudah ada
bunga yang gugur dan dihanyutkan air?"
"Serrr!" Setan Ngompol bangkit berdiri Sambil terkencing. "Aku harus segera
kembali ke tempat anak itu biasa menunggu tiga kuntum bunga melati hitam setiap
minggu ditepi kali.
Atau lebih baik kalau aku menyusuri kali kecil ini terus ke arah hilir. Mungkin
aku bisa menemui bunga-bunga itu selagi dihanyutkan air kali. Tapi .... kali
kecil itu tidak selau melewati kawasan yang gampang ditelusuri. Ada jurang,
lembah, rimba belantara berbahaya. Ah, perduli setan! Aku harus melakukan apa
yang bisa aku lakukan! Mudah-mudahan memang ada bunga melati hitam yang gugur
dan dihanyutkan air kali ke hilir!"
Tidak menunggu lebih lama kakek mata
iereng kepala botak ini segera menghambur veninggalkan tempat itu.
----------0000000--------S EPERTI telah diduga Setan Ngompol, tidak mudah mengikutii aliran kali kecil
cabang Kali Opak. Di beberapa tempat dia terhalang oleh lembah dalam, kawasan
berbatu-batu, jurang dan hutan lebat. Selain itu Kali Opak memiliki banyak
sekali cabang atau anak kali.
Setelah beberapa kali terhalang dan terpaksa mencari jalan lain, ketika dia
menemui kembali anak kali, Setan Ngompol tidak dapat
memastikan apakah itu masih anak kali yang sejak mula pertama diikutinya. Selain
itu si kakek juga merasa heran. Kawasan yang
dilewatinya ke arah hilir tidak sama dengan yang dilaluinya sebelumnya sewaktu
menuju ke hulu.
Sambil berlari di sisi kali kecil Setan Ngompol selalu memperhatikan air kali.
Banyak benda mengapung dihanyutkan air, namun dia tIdak melihat benda yang
dicarinya yakni bunga melati hitam.
Dua hari kemudian kakek itu akhirnya
sampai kembali ke kali kecil di tempat mana gadis cilik bernama Sulantri sekali
seminggu selalu duduk menunggu kemunculan bunga melati hitam yang dihanyutkan
air kali. Si kakek sengaja duduk ditepi kali, tepat di tempat sulantri biasa
duduk. Dia ingat akan lagu yang dinyanyikan gadis cilik yang mati dibunuh Rana
Suwarte itu. Sesaat dia merasa sedih. Lalu kakek ini menghitung-hitung. Dia
telah menghabiskan hampir empat hari untuk pergi ke arah utara lalu kembali lagi
ke tempat itu. "Kalau bunga melati hitam itu memang muncul sekali seminggu, berarti aku haurus
menunggu selama tiga hari di tempat ini," kata Setan Ngornpol dalam hati. "Tapi
setelah terjadi kebakaran di utara sana: apakah masih ada bunga melati hitam
yang jatuh ke kali lalu dihanyutkan air ke sini" Jangan-jangan Rana Suwarte
telah membakar habis seluruh bunga melati hitam yang tumbuh di tepi kali itu.
Apa masih perlu aku menghabiskan waktu sampai tiga hari, menunggu di tempat ini"
Sialan! Agaknya tak ada yang bisa aku lakukan. Aku terpaksa menunggu! Edan!"
Memang menunggu sesuatu bukan
pekerjaan menyenangkan. Apalagi menunggu di tepi kali seperti itu. Hari demi
hari terasa berlalu sangat lama. Keadaan Setan Ngompol kacau balau tak karuan.
Di sebelah bawah pakaiannya basah kuyup oleh air kencing membuat sedapnya bau
yang keluar dari
badannya tidak usah ditanya lagi. Mukanya tampak tambah cekung. Sepasang matanya
yang belok merah karena tidak tidur-tidur dan setiap saat selalu menatap
memperhatikan ke arah air kali di hadapannya. Yang sangat mengkhawatirkan si
kakek jika malam tiba dan kali itu diselimuti kegelapan. Walau kali cuma kecil
dan dangkal tapi dia tidak bisa melihat jelas benda apa saja yang lewat
dihanyutkan aliran air.
Hari itu hari ketiga Setan Ngompol duduk di tepi kali mengawasi setiap benda
yang hanyut. Fajar menyingsing disusul munculnya sang surya. Bunga melati hitam
yang ditunggutunggu tak kunjung muncul.
Semakin tinggi matahari naik, semakin
gelisah Setan Ngompol dan semakin sering kencingnya mengucur. Tepat tengah hari,
ketika sang surya mencapai titik tertingginya Setan Ngompol habis sabarnya. Dia
menghela nafas panjang dan kesal.
"Nasib buruk Patih Kerajaan. Melati Tujuh Racun tidak bakal aku dapat. Berarti
tidak ada obat penyembuh. Seumur hidup Patih Selo Kaliangan akan terbaring
lumpuh di atas tempat tidur."
Habis berkata begitu Setan Ngompol
bangkit dari duduknya. Sambil berdiri matanya masih terus saja menatap memandang
ke arah aliran air kali. Sebuah sabut kelapa disusul potongan
daun pisang dihanyutkan air sepanjang
tepi kali sebelah kanan di arah mana Setan Ngompol berdiri.
"Hanya sampah sialan!" maki si kakek. Dia tarik celananya yang basah kuyup
tinggi-tinggi ke atas. Tiba-tiba!
"Serrr!"
Setan Ngompol pancarkan air kencing. Di belakang potongan daun pisang sebuah
benda berwarna hitam kelihatan dipermukaan air.
Hanyut ke arah Setan Ngompol berdiri. Sekali tenggelam, sekali muncul di atas
air. Setan Ngompol delikkan matanya yang
belok. Dua tangan menekap bagian bawah perut kencang-kencang. Di belakang benda
hitam itu, ada satu benda hitam lagi, lalu satu lagi. Tiga semuanya.
"Melati Tujuh Racun!" seru Setan Ngompol.
"Serrr!" Air kencing si kakek mengucur.
Saking girangnya Setan Ngompol hendak
mencebur masuk ke dalam kali dangkal itu.
Namun belum sempat bergerak tiba-tiba satu bayangan berkelebat dari sebkrang
kali kecil. Bersamaan dengan itu satu tendangan dahsyat menderu ke arah kepala Setan
Ngompol. "Kurang ajar! Siapa be'rani main gila menyerangku tengah hari bolong begini!"
teriak Setan Ngompol marah. Dia mengira yang
menyerang adalah Rana Suwarte. Dengan cepat kakek ini jatuhkan diri, berguling
di tepi kali, begitu berbalik dia lepaskan pukulan "Setan Ngompol Mengencingi
Langit." Yang dia arah la'ngsung selangkangan orang.
Walau kaget mendapat serangan baiasan
secepat dan sehebat itu namun si penyerang masih mampu menghindar selamatkan
diri. Berdiri di tepi kali, sambil bertolak pinggang dia keluarkan ucapan lantang.
"Tua bangka bau! Aku tahu siapa kau! Kau dikenal dengan panggilan Setan Ngompol,
sahabat dari seorang bocah kurang ajar bernama Naga Kuning. Lekas kau beritahu
dimana anak jahanam itu berada! Atau akan kuhabisi kau duluan saat ni juga!'
Orang itu ternyata bukan Rana Suwarte
seperti semula diduga Setan Ngompol. Orang ini bertubuh tinggi besar. Tidak
mengenakan pakaian biru ringkas melainkan sehelai jubah tebal terusan berwarna
putih, menjela tanah. Di atas kepalanya ada sebuah songkok atau tudung tinggi
dilapisi kain hitam. Kain ini menjulai demikian rupa hjngga baik kepala maupun
sebagian wajahnya tidak terlihat.
"Serrr!" Setan Ngompol pancarkan air kencing. "Manusia ini ....." si kakek
membatin. "Aku jadi ingat pada cerita Naga Kuning. Dia pernah diserang orang ini. Hendak
dibunuh. Untung ditolong seorang nenek muka setan yang kemudian dikenal dengan julukan
Gondoruwo Patah Hati yang bukan lain adalah kekasih Naga Kuning dimasa muda,
bernama lntan Ning Lestari." (Baca Episode berjudul
"Gondoruwo Patah Hati")
"Mahluk bersongkok, tidak kelihatan jidat tidak kelihatan tampang! Aku tidak
kenal siapa dirimu! Perlu apa mencari Naga Kuning bocah sahabatku! Dari nada
suaramu agaknya kau punya silang sengketa dengan anak itu. Jika punya urusan
dengan Naga Kuning mengapa kalap menyerang diriku"! Malah mengancam hendak
membunuhku! Aneh, mahluk sepertimu punya urusan nyawa dengan anak kecil dan aku
tua bangka yang tidak tahu apa-apa!"
Dari balik songkok hitam, orang berjubah putih keluarkan suara mendengus.
"Manusia bau! Apa kau masih bisa berkata tidak tahu apa-apa! Apa kau masih bisa
berkata aku gila mencari urusan dengan seorang anak kecil! Lihat! Buka matamu
besar-besar! Lihat siapa diriku!"
Habis berkata begitu orang tinggi besar berjubah putih tanggalkan songkok hitam
yang menutup kepala dan mukanya.
"Serrr!' Air kencing Setan Ngompol langsung
muncrat begitu dia melihat dia mengenali siapa adanya orang itu.
0 RANG berjubah putih ternyata memiliki kepala dahsyat. Otaknya tidak terletak
dalam batok kepala tapi berada di luar kepala, terbungkus sejenis lapisan atau
selubung bening atos. Angker sekali. Apa lagi dalam keadaaan marah otak itu
terlihat jelas bergerak-gerak hidup!
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" ucap Setan Ngompol dengan suara tercekat.
Wajah berubah dan kencing mengucur.
Si tinggi besar berjubah putih menyeringai buruk. Dia kenakan kembali songkok
hitam ke atas kepalanya.
"Kau tahu siapa aku. Berarti kau tahu apa urusanku dengan sobatmu anak bernama
Naga Kuning! Aku akan menggantung nyawamu di awang-awang sampai kau menunjukkan
dimana anak itu berada!"
"Serrr!" Kencing Setan Ngompol kembali mengucur.
Dalam hati dia mengeluh. "Rambut dibawah perutku sudah kucukur habis! Mengapa
aku masih saja ditimpa sial begini rupa" Berarti bukan rambut ini yang membawa
sial!' Setan Ngompol tahu riwayat mengapa
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, mahluk dari Negeri Latanahsilam itu mencari
Naga Kuning. Seperti diceritakan dalam Episode terakhir petualangan Wiro di Negeri
Latanasilam berjudul "lstana Kebahagiaan", sebelum lstana meledak terjadi
kekacuan hebat. Hantu Sejuta Tanya Sejuta ,Jawab pergunakan kesempatan untuk
membalaskan sakit hatinya yang sudah lama terhadap Naga Kuning. Tapi dia kalah
cepat. Naga Kuning berhasil lebih dulu mengerjai dedengkot Negeri Latanahsilam
itu. Dengan ilmu "Menahan Darah Memindah Jazad"
yang dipelajarinya secara mencuri dari Hantu Selaksa Angin (Luhkentut) dia
mengambil barang paling berharga yang terletak di bawah perut Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Tidak heran selain dendam ingin membunuh Naga Kuning, Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab ingin mendapatkan kembali barangnya itu.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melangkah dekati Setan Ngompol. Kakek ini mundur
satu langkah seraya berkata.
"Tunggu! Apa urusanmu dengan Naga Kuning aku tidak ada sangkut pautnya. Aku
tidak tahu dimana anak itu berada!"
"Dua kalimat kau berucap. Dua kali kau berdusta!" tukas Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. "Jangan berpura-pura tidak tahu apa yang telah dilakukan anak
jahanam itu terhadapmu!"
Setan Ngompol delikkan matanya.
"Perlu apa aku berpura-pura! Memangnya anak itu telah berbuat apa terhadapmu"!"
Setan Ngompol pura-pura bertanya dan unjukkan wajah prihatin.
"Anak jahanam itu telah mengambil bararrgku!"
Menjawab Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab. "Mengambil barangmu" Barang apa"!"
tanya Setan Ngompol lagi-lagi berpura-pura.
Rahang Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggembung. Dibawah songkok otaknya
bergerak-gerak.
"Tua bangka jahanam! Kurobek mulutmu yang selalu bicara dusta itu!"
"Dengar ..." kata Setan Ngompol pula sambil pegang bagian bawah perutnya. "Kalau
kau mau memberi tahu apa barangmu yang diambil anak itu, mungkin aku bisa tolong
mencarikan ..." Saking marahnya mendengar ucapan Setan Ngompol, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
menjawab setengah berteriak.
"Anak jahanam itu telah mengambil kemaluanku! Dan mempergunakan ilmu Menahan


Wiro Sableng 131 Melati Tujuh Racun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Darah Memindah Jazad. Setahuku ilmu
itu hanya dimiliki Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin. Aku tidak tahu bagaimana
anak keparat itu bisa memilikinya!"
Setan Ngompol kelihatan terkejut padahal sudah tahu kejadiannya. Kakek ini
dongakkan kepala ialu tertawa gelak-gelak. Di sebelah bawah air kencingnya
mancur lagi. "Tua bangka botak bau pesing! Apa yang lucu! Mengapa kau tertawa!" Membentak
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Aku tidak habis pikir! Kalau Naga Kuning bocah sahabatku itu memang punya ilmu
Menahan Darah Memindah Jazad, buat apa dia mengambil barangmu" Buat dijadikan
mainan"! Kurang kerjaan saja! Ha ... ha ... ha!" Si kakek hentikan tawanya sesaat. Dua
matanya yang belok menatap wajah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu Setan
Ngompol membuka mulut kembali. "Aku tetap tidak percaya kalau Naga Kuning telah
mengambil barangmu itu. Coba kau buktikan. Coba angkat tinggi-tinggi jubah
putihmu! Aku mau lihat sendiri, apa benar tidak ada lagi burung gagak hitam yang
nangkring di bawah perutmu itu. Ha ... ha ... ha!"
"Tua bangka bau kurang ajar!" Amarah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meledak.
Dia maju dua langkah.
Setan Ngompol mundur tiga langkah. Dia angkat tangan kirinya lalu berkata.
"Kalaupun kau bertemu bocah sahabatku itu, apa kau kira dia masih nienyimpan
barang butut milikmu itu" Mungkin saja barang itu sudah dibuangnya ke comberan.
Atau diberi makan pada anjing!
Ha ... ha ... ha!"
Sambil tertawa Setan Ngompol palingkan kepala ke arah kali kecil. Sabut kelapa
dan daun pisang yang dihanyutkan aii kali sesaat lagi akan sampai di dekatnya.
Di belakang sabut kelapa dan daun pisang menyusul tiga
kuntum bunga melati hitam. Tiga bunga beracun itu jauh lebih penting dari pada
melayani mahluk yang otaknya menggelembung di luar kepala itu.
Tidak menunggu lebih lama Setan Ngompol putar tubuh, melompat ke dalam kali.
Selagi sosok Setan Ngompol melayang di udara terjadi dua ha1 hebat.
Pertama, ketika melihat Setan Ngompol
memutar tubuh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mengira kakek itu hendak melarikan
diri. Dedengkot dari Negeri Latanahsilam ini segera lancarkan serangan "Memeluk Bumi
Menghantam Matahari". Dua tangannya mendadak berubah panjang. Yang kiri
menelikung menyambar pinggang Setan Ngompol sedang
tangan kanan mengemplang ke arah batok kepala si kakek botak!
Setan Ngompol merasa ada angin deras
menyambar pinggang dan kepalanya. Kekek ini segera maklum kalau ada orang
membokong dari belakang. Dia tengah menghadapi bahaya besar. Sambil berteriak
keras dan pancarkan air kencing Setan Ngompol liukkan pinggang lalu menendang ke
belakang dalam jurus "Setan Ngompol Meroboh Gunung."
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tersentak kaget ketika ada muncratan air kencing
bau menyambar deras ke arahnya disusul satu tendangan dahsyat ke kepala!
Dengan cepat tokoh dari negeri 1200 tahun silam ini sentakkan kepalanya ke
belakang lalu melompat kesamping. Tendangan maut berhasil dielakkan namun
muncratan air kencing sempat mengenai bahu kiri jubah puti hnya.
"Tesss! Tesss! Tesss!"
Jubah putih Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab bolong di tiga tempat. Dia sendiri merasa perih sakit seperti ditusuk
jarum di bahu kiri.
" Jahanam minta mampus!'
Amarah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meledak sudah! Didahului suara seperti
binatang buas mengaum kakek ini tekuk
sepasang lutut. Dari perut tenaga dalamnya dialirkan penuh ke tangan kanan.
Ketika tangan kanan itu dihantamkan ke arah Setan Ngompol yang tengah menukik
turun ke kali, siap untuk menyambar tiga bunga melati hitam, dari tangan itu
menderu selarik sinar putih sebesar batang kelapa. lnilah pukulan sakti yang
disebut "Menara Mayat Meminta Nyawa" yang paling ditakuti semua orang di negeri
Latanahsilam! Sekitar satu jangkauan dari sasaran tibatiba sinar putih itu memecah menjadi
tiga. Satu menghantam ke arah kepala, satu menyambar ke jurusan pinggang yang
terakhir membabat ke arah sepasang kaki Setan Ngompol!
Tak ada kemungkinan bagi Setan Ngompol untuk selamatkan diri dari tiga serangan
yang datang dari belakang itu. ltulah ha1 atau kejadian hebat yang pertama.
Hal hebat kedua terjadi dalam waktu hampir bersamaan. Seperti diceritakan
sebelumnya, Rana Suwarte berusaha membunuh Setan
Ngompol dengan cara membokong kakek
tukang kencing itu dengan lemparan dua pisau terbang, namun menemui kegagalan.
Rana Suwarte yang kini tidak lagi memiliki Keris Naga Kopek sakti mandraguna itu tidak punya
nyali menghadapi Setan Ngompol secara terbuka satu lawan satu. Dia sengaja
menghindar menjauhkan diri. Namun kemudian diam-diam dia
memata-matai Setan Ngompol. Ketika Setan Ngompol kembali ke cabang Kali Kopek di
kawasan selatan, dia segera melakukan penguntitan.
Dia menaruh curiga Setan Ngompol tengah menyelidiki sesuatu.
Siang itu ketika Setan Ngompol melihat tiga kuntum bunga melati hitam
dihanyutkan air kali, Rana Suwarte yang bersembunyi diatas satu pohon besar di
tepi kali segera bersiapsiap memusnahkan bunga-bunga itu. Maksudnya tertunda
ketika Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab muncul. Namun sewaktu dia melihat Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab jus-tru menggempur
Setan Ngompol dengan pukulan yang
memancarkan cahaya putih sebesar batangan pohon kelapa, Rana Suwarte pergunakan
kesempatan. Dia melesat turun dari atas pohon
-t'u lepaskan pukulan tangan kosong jarak jauh
~qgandung tenaga dalam tinggi. Pukulan
;mas ini dilakukan hampir berbarengan dengan z~kulany ang dilancarkan Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Hanya saja yang diarah Rana Swarte bukan Setan
Ngompol, tapi tiga bunga wlati hitam yang hanyut terapung di permukaan air kali.
Pada saat luar biasa tegangnya itu, tiba!iba dari seberang kali berkelebat cepat satu sosok yang dengan gerakan kilat
melepas dua pukulan dahsyat memancar cahaya terang berwarna kuning pekat.
"Bummm!"
"Bummm!"
Dua letusan keras menggelepar menggetarkan seantero tempat, menenggelamkan
jeritan Setan Ngompol. Air kali muncrat sampai dua tombak. Pasir dan bebatuan
yang ada di dasar kali dangkal itu terbongkar, berhamburan ke udara. Di dasar
kali sebelum air menutup kelihatan menganga sebuah lobang besar.
Ketika air kali muncrat ke atas semua
sampah yang dihanyutkan termasuk tiga kuntum bunga melati hitam ikut mencelat
mental ke udara.
Tebing kali di tempat mana tadi Setan
Ngompol berada sebelum melompat, hancur berantakan. Sosok Setan Ngompol sendiri
selamat dari serangan yang diiancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Namun
letusan dahsyat dan terpaan cahaya kuning membuat kakek ini terlempar ke udara
setinggi lebih dari dua tombak, lalu tergelimpang jatuh di seberany kali, tak
berkutik lagi. Sekujur tubuhnya mulai dari kepala yang botak sampai ke ujung
kaki kelihatan berwarna kuning!
Di tepi kali Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ja!uh berlutut. Tubuhnya bergetar
hebat. Scngkok di kepalanya terlepas tanggal, terguling di tanah, hampir jatuh
ke dalam kali. Untuk beberapa lamanya dia hanya bisa Zertegun berlutut begitu
rupa dengan muka pucat, dua tangan terkulai lemas. Otak di iuar kepalanya
berdenyut cepat, dadanya terasa sakit, nafas menyengal. Rasa sesak turun ke
perut. Ketika perutnya mendadak menjadi mual, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
tak bisa menahan muntah.
Begitu muntah menyembur, yang keluar adalah cairan kuning. Dia beruntung karena
seandainya tidak muntah maka racun kuning akan
mendekam dalam tubuhnya.
Diiain tempat Rana Suwarte yang tadi
melayang turun dari atas pohon sambil lepaskan dua pukulan sakti ke arah kali
berhasil membuat mental tiga bunga melati hitam.
Namun sambaran cahaya kuning rnembuat
tubuhnya sesaat tertahan. menggantung di udara lalu terbanting jatuh ke tanah.
rvluntah darah tapi tak sampai pingsan.
Di seberang kali, seorang pemuda berpakaian ringkas warna coklat berdiri
terheran-heran. Dia seperti tidak percaya melihat apa yang terjadi. Dia mash
tegak terrnangu ketika Rana Suwarte bangkit berdiri. Rana Suwarte yang merasa
Pelah berhasil rnemusnahkan tiga kuntum bunga melati hitam dan saat itu berada
daiam keadaan cidera, merasa tidak ada gunanya, malah bisa berbahaya jika dia
berlama-lama di tempat itu. Maka dengan lari terhuyung-huyung dia segera
tinggalkan tempai itu.
pemuda di seberang kali masih berdiri di tempatnya sewaktu Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab merangkak mengambil songkoknya. Lalu cepat-cepat tinggalkan tempat
itu. Sesekali dia rnenoleh ke belakang, ke arah pemuda di tepi kali. dia coba
mengingat-ingat.
"Aku seperti pernah melihat orang itu.
Mungkinkah dia .... ?" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab usap-usap dagunya. Lalu
kembaii dia membatin. "Pukulan cahaya kuning yang diiepaskannya tadi aku yakin
adaIah PukuIan-Mega Kuning Liang Batu. Tapi kalau memang dia meragapa wajahnya
berubah" Alisnya tidak setebal dulu. Kumisnya tidak ada. Dia kelihatan jauh
lebih muda. Dia menyelamatkan nyawa kakek bau pesing itu. Apa hubungannya dengan
Setan Ngompol?"
DI TEPl kali pemuda berpakaian coklat
untuk beberapa saat lamanya masih tegak berdiri. Dia seperti tidak acuh dengan
kepergian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan
Rana Suwarte. Ada keanehan pada diri orang ini. Wajahnya yang cukup gagah itu
memiliki kulit muka berwarna kuning. Begitu juga auratnya yang tersembul di
balik pakaian yakni dua tangan dan sepasang kaki, semua berwarna kuning. Malah
bagian putih pada kedua matanya juga berwarna kuning.
Perlahan-lahan pemuda ini palingkan kepala ke arah sosok Setan Ngompol yang
tergeletak di tanah.
"Kasihan ...." si pemuda berucap perlahan.
"Aku bermaksud menolongnya, tapi mengapa malah jadi celaka begini rupa" Kalau
dia sampai menemui ajal, bagaimana aku harus
mempertanggung jawabkan?" Pemuda ini melangkah
mendekati sosok Setan Ngompol. Hidungnya bergerak-gerak ketika dia mencium bau
pesing yang santer. Sambil menekap hidung dia berjongkok di samping tubuh Setan
Ngompol lalu letakkan telinga kirinya di atas dada si kakek
Wajah kuning si pernuda kelihatan meman- . . . , carkan perasaan Iega ketika .
dia mendengar . - .
suara detakan jantung.
"Syukur, tidak mati. Cuma pingsan," ... . .
Baru saja pemuda muka kuning ini berucap . .
dalarn hati tiba-tiba dua bayangan biru dan . . . - , ungu berkelebat di
hadapanriya. "Manusia muka kuning! Bersiaplah menerima kematian!" Seseorarig berteriak,
Suara.. . . . ... . .
perempuan! . . .
"Kau membunuh sahabat kami!",satu suara . ' '
la-gi berseru. Juga.suara perempuan.
Begitu ,dua bentakan sirap, dua 'orang telah berdiri di hadapan si pemuda. Bau
harum semerbak memasuki rongga pernafasannya.. Di
wajahnya jelas ada bayangan rasa kaget. Bukan .
. . kaget oleh dua bentakan tadi, tapi kaget ketika . . .
melihat siapa adanya dua .orang yang berdiri di . .
hadapannya. Mereka adalah dua gadis berwajah cantik je!ita. Satu berpakaian ungu
berambutt't. . hitam pekat, satunya berpakaian biru berambut .pirang. Seumur hidup belum pernah dia melihat . .
~ .. . dua -gadis begini cantik. .,
. . . . . . "Ah, 'aku ...." Si pemuda muka kunihg jadi . , ' sa!ah tingkah. . . . .. .
"Jangan cengengesan!" bentak gadis ,'
berambut. pirang berpakaiaa biru yang bukan lain ada!ah Bidadari Angin. Timur. .
. . !'.Apa maumu"!"..AngginI Ikut mendamprat. , . . .
"Setan alas" Apa.itu" Aku bukan setan ...." . . . .
Si pemuda-ucap muka kuningnya. "Ah, mungkin wajahku seram seperti setan" Buruk
sekali nasibku ..."
Dua gadis kembali terkesiap mendengar
ucapan si pemuda.
"Dua gadis, aku tidak kenal padamu. Tapi aku tahu kalian berhati baik. Dengar,
aku tidak membunuh kakek botak itu. Dia tidak mati.
Cuma pingsan. Tadi aku sudah memeriksa ..."
"Siapa percaya ucapan manusia sepertimu!
Kulit kepala, muka, tangan serta kaki sahabat kami itu kuning. Pertanda dia
terkena racun pukulan."
"Kakek itu sahabatmu" Dia juga sahabatku."
Ucap si pemuda.
" Jangan berani mengaku-aku!" benfak Bidadari AngIn Timur.
Merasa dipermainkan Bidadari Angin Timur memberi isyarat pada Anggini. Tanpa
banyak bicara lagi dua gadis ini segera menyerang pemuda muka kuning.
"Celaka! Aku sudah katakan aku sahabat kakek itu. Mau menolongnya. Malah dituduh
membunuh. Bagaimana ini" Atau mungkin dia bukan Setan Ngompol yang di
batanahsifam dulu" Eh, dulu dia punya rambut panjang.
Sekarang botak. Ah, siapapun kakek ini adanya yang jelas aku tidak membunuhnya.
Dla tjdak mati."
Karena tenggelam dalam jalan pikirannya sendiri pemuda Serkulit kuning itu
seperti tidak menyadari kalau dua gadis di depannya telah melancarkan serangan.
Atau karena merasa dirinya tidak bersalah dia mengira dua gadis cantik itu tidak
berniat menurtinkan tangan keras terhadapnya.
"Bukkk!"
"Bukkk!"
Dtfa jotosan keaas melanda dada dan pcrut gemuda muka kgning . Dua gadis sama
ter- - pekik. Ketika memperhatikan ta~gan
masingmasing, keduanya terkejut. Sari-jari tangan
mereka kelihatan lecet dan merah. Sementara itu orang yang diperkul terpental
satu tombak. Tapi Gegitu jatuh di tanah-tetap berdiri tegak, mata iierbeliak karena kaget tak
percaya, mulu't mengerenyit tanda menahan sakit dan dua tangan pegangi dada
serta perutnya yang terkena jotosan.
Suara si pemuda perlahan !irih ketika dia berucap.
"Aku tidak bersaiah. Mengapa dipuku!i ... ?"
Aneh, habis digebuk orang suara bertanya pemuda
muka kuning ini terdengar lembut. Matanya membeliak besar tapi tidak
rnemancarkan rasa dendarn, hanya rnenyatakan perasan heran bertanya-tanya.
kemudian mata itu mengecil. me-mandang sayu! pada dua gadis.
Dibalik pandangan sayu itu jelas terbayang rasa kesedihar" yang mengganjal.
Membuat Bidadari Angin Timur dan Anggini terkesima dan diam-dlam merasa menyesal
atas tindakan mereka barusan.
I1 t siapa pemuda ini sebenarnya?" bisik Bidadari Angin Timur bertanya pada
Anggini. "Aku tak pernah melihatnya sebelumnya.
Juga tak pernah tersirap kabar tentang seorang pemuda rimba persilatan
berpenampilan -seperti dia." Menjawab Anggini.
"Bia punya kekuatan luar biasa," bisik Bidadari Angin Timur lagi. "Orang lain
jika kita pukui seperti tadi paling tldak akan muntah darah!"
Anggini memandang ke arah kakek botak
yang tergeletak di tanah. "Jangan-jangan kita salah menduga. Kakek itu bukan


Wiro Sableng 131 Melati Tujuh Racun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setan Ngompol. Kita tahu betul Setan Ngompol kepalanya tidak botak."
"Aku tidak sependapat denganmu. lihat celana si kakek yang basah dan menebar bau
pesing. Lalu, tadi pemuda muka kuning itu menyebut nama Setan Ngompol."
"Kaiau begitu mar! kita tanyai dia," kata Anggini pula.
Dua gadis dekati pemuda berpakaian coklat berwajah kuning. Yang dIdekati masih
tegak tak bergerak. Matanya juga mash memandang sayu pada dua gadis.
"Biar aku yang menanyai," kata Bidadari Angin Timur.
Namun sebeium si gadis sempat rnernbuka mulut, pemuda muka kuning sudah
mendahului. "Dulu para sahabat dari negeri serlbu dua ratus tahun mendatang pernah bilang.
Gadis gadis dI tanah jawa cantik-cantik. Ramah dan murah senyum. Tapi rnereka tidak pernah
bilang kalau senyum dan keramahan itu berupa
jotosan pukulan."
Bidadari Angin timur dan Anggini kelihatan merah wajah masing-masing. Namum
mereka tidak menjadi Kesal atau marah karena si pemuda mengucapkan kata-katanya
sambil tersenyum.
"Kau siapa- sebenarnya?" tanya Anggini.
"Siapa para sahabat yang kau sebutkan dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang itu?" Bidadari Angin Timur menyambungi pertanyaan Anggini.
"Mereka ada tIga orang. Perama seorang anak bernama naga Kuning. lalu seorang
pemuda berambut panjang bernama Wiro
sableng Yang ketiga kakek itu. dulu rambutnya panjang heran, mengapa-sekarang
jadi botak. Mungking dimakan rayap."
Dalam keadaan iain Anggini dan bidadari Angin timur mungkin akan tertawa
cekikikan mendengar ucapan si pemuda muka kunIng itu.
"Kau belum-menjawab pertanyaanku,"kata Anggini. "Terangkan siapa kau
sebenarnya."
"Namaku hantu jatilandak..."
"Apa"i" ujar Anggini. - "Kau hantu" hik ...hik,.hik!" Bidadari Angin timur.
Tertawa geli Tidak pedulikan ucapan dan sikap dua
gadis, pemuda itu meneruskan memberi
keterangan. "Aku berasal dari negeri Latanahsilam. Satu negeri seribu dua ratus tahun
silam." Anggini memegang lengan Bidadari Angin Timur lalu berbisik.
"Wiro pernah menerangkan tentang negeri itu. lngat ketika dia rnenghilang dua
tahun lalu tanpa rimba tanpa berita?"
Bidadari Angin Timur anggukkan kepala.
Dia pandangi sesaat pemuda djhadapannya itu.
"Kalau kau benar dari negeri seaibu dua ratus tahun silam, lalu bagaimana kau
bisa berada di tanah Jawa ini?"
"Panjang ceritanya. Tapi singkatnya begini.
Ada satu kejadian besar di sana. Saat itu semua orang berkumpul di lstana
Kebakagiaan, termasuk tiga sahabatku dari tanah Jawa.
Terjadilah kekacauan lafu tiba-tiba istana meledak. Semua orang yang ada di
dalamnya laksana dilontarkan kekuatan dahsyai ke angkasa. Aku terlempar dan
Berpesat ke sini.
Mungkin juga yang lain-fainnya. Yang jeias aku telah menemu~an saiah seorang
dari mereka. Kakek botak itu ..."
"Ceritamu sulit dipercaya," ucap Bidadari Angin Timur.
"Ya, seperti dongeng saja," menyambungi Anggini.
"Kalian tadi bertanya. Aku menerangkan apa adanya. Kalaw kalian tidak percaya,
aku tidak memaksa. Tapi akr; jauh dari dusta. Kaiau kakek sahabatku ini siuman ,
nanti kalian bisa bertanya padanya. Lalu kalian akan tahu apa aku berdusta atau
tidak." Habis berkata begitu Hantu Jatilandak
melangkah mendekari sosok Setan ngompol.
Dua gadis mengikuti. ingin tahu apa yang hendak diperbuatnya.
"walau kami tidak melihat, tapi kami yakin kakek ini celaka karena pukulah yang
kau lancarkan. Buktinya muka dan anggota badannya
kuning semua. Pasti keracunan hawa jahat pukulanmu." berkata Bidadari Angin
Timur. "Aku memang melepaskan pukulan tapi bukan untuk mencelakai kakek ini, Ada-dua
orang bermaksud membunuhnya. Aku melepas pukulan untuk menangkis serangan orangorang itu."
"Siapa mereka?" tanya Anggini.
"Yang pertama orang berjubah putih. tinggi besar, memakai- penutup kepala hitam.
Dia adalah Hantu .Sejuta Tanya Sejuta jawab.
Seorang tokoh dari Negeri latanah silam. Orang kedua seorang kakeik berpakaian ringkas
warna biru yang aku tidak kenal."
"mungkin itu rana Suwarte," kata Bidadari Angin timur sambil berpaling pada
Anggini. Hantu Jatiladak duduk ditanah, lurus-lurus di belakang kepala Setan Ngompol. Dua
tangannya diletakkan di atas kepala si kakek.
"kau mau melakukan apa"!" bentak Bidadari Angin timur curiga.
A KU MAU memusnahkan racun kuning dari dalam tubuhnya," jawab Jatilandak. Lalu
pemuda muka kuning ini mulai kerahkan
tenaga dalam. Yang kemudian dilakukannya bukan mengalirkan hawa sakti ke dalam
tubuh si kakek, tapi sebaliknya menyedot hawa jahat beracun yang ada dalam tubuh
orang tua itu. Bidadari Angin Timur dan Anggini memperhatikan dengan pandangan mata tak
berkesip penuh tegang. Mereka melihat bagaimana dua tangan Jatilandak yang memegang
kepala Setan Ngompol bergetar. Butiran-butiran keringat memercik di kening si
pemuda. Tibatiba dari ubun-ubun Setan Ngompol mengepul
asap kuning menebar bau amis. Sesaat kemudian begitu asap sirna, perlahan-lahan
warna kuning pada kulit kaki Setan Ngompol lenyap.
Menyusul warna kuning di kulit tangan juga hilang. Setelah itu wajah dan kepala
si kakek yang tadi berwarna kuning kini kembali ke bentuk wajarnya.
"Luar biasa," bisik Angglni. "Dia punya ilmu menyedot racun. Biasanyn hanya
senjata sakti yang bisa melakukan penyedotan. Paling tidak harus ada benda sakti
perantara yang dipergunakan untuk me!akukan hal seperti ini;. Salah salah bisa membahayakan jiwa si penyedot
sendiri!" jatilandak terduduk di tanah, mandi keringat.
Berulang kali dia menghembus melepaskan nafas lega
"Selamat ..... selamat," katanya sambil mengusap mukanya yang kuning keringatan.
Tiba-tiba sosok Setan Ngompoi yang sejak tadi diam tak berkutik keluarkan suara
mengerang pendek. tubuh menggeliat, pinggul terangkat ke atas. Lalu
"Serrr!"
Air kencingnya mancur, mencuat dari sela sela celana.
Bidadari Angin Timur dan Anggini sama
terpekik, cepat melompat menghindar dari cipratan air kencing. Dalam keadaan
seperti itu sosok Setan ngompol kemudian duduk di
tanah. Seperti orang baru bangun tidur dan habis bermimpi dia gosok-gosok mata
be- . loknya, memandang Sekeliling. Sesaat dia pandangi dua gadis cantik di
hadapannya. Kakek ini kedip-kedipkan mata, menyeringai lalu berpaling pada Jatilandak.
Pemuda muka kuning monyongkan mulutnya. Setan Ngompel tertawa lebar. Saat itulah
dia ingat sesulatu. Dia palingkan kepala ke arah kali.
"Melati Fujuk Racun, ... Bunga itu ..." Setan Ngompol keluarkan ucapan.
"Kek, kau bicara apa?" tanya Bidadari Angin Timur terkejut.
"Kek, kau barusan menyebut apa"!" Anggini ikut betanya.
Si kakek usap-usap telinga kirinya.
"Anehnya, mengapa pendengaranku jadi kurang jelas?"
"Setan Ngompol," ujar Bidadari Angin Timur. "Tadi kau menyebut Melati Tujuh
Racun. Itu bunga sakti yang disuruh cari Pendekar 212
untuk mengobati Patih Kerajaan. Agaknya kau melihat atau mengetahui sesuatu?"
Setan Ngompol usap lagi telinga kirinya.
"Kek! Bicaralah! kami yakin kau tahu sesuatu!" kata Bidadari Angin Timur
setengah berteriak.
Si kakek menunjuk lagi ke arah kali.
"Tadi aku melihat tiga kuntum bunga Melati Tujuh Racun dihanyutkan air di kali
itu. Aku melompat ke dalam kali, mau mengambil. Tapi mendadak ada orang
menyerangku dari
belakang. Lalu dari samping ada sambaran angin deras sekali seperti mau memutus
pinggangku. Kemudian dari sebelah depan ada dua cahaya kuning menyilaukan datang
menyambar. Selanjutnya menggelegar dua ledakan dahsyat. Aku tidak ingat apa-apa
lagi ..." " A i r k a l i muncrat tinggi. Dasar kali berlobang besar. pasir, bebatuan dan
semua benda yang ada di dalam kali mencelat mental ke udara."
hantu Jatilandak ikut memberi keterangan.
Setan Ngompol unjukkan wajah kaget,
menatap pemuda muka kuning lekat-iekat.
"berarti ... Walah! Berarti tiga bunga melati hitam itu lkut amblas! Celakai" Si
kakek lalu pukul jidatnya sendiri berulang kali. Air kencingnya tidak
terbendung, langsung ngocor.
"Kasihan .... kasikan ..." kata Setan Ngompoi berulang kali.
"Siapa yang kasihan kek?" bertanya Jatilandak.
Setan Ngompol menoleh ke arah- si pemuda.
Seolah baru sadar kalau ada orang berkulit aneh itu dihadapannya, si kakek
bertanya. "Eh, pemuda muka kuning, kau ini siapa"'
Jatilandak tertawa lebar. "Apa kau lupa Kek" Aku Hantu Jatilandak. Sahabatmu
waktu di Negeri Latanahsilam."
"Serrri"
Air kencing Setan Ngompo! terpancar.
!'Hantu Jatilandak" Ya ...y a...ya! Aku ingat.
Waktu kesasar di Negeri Latanahsilam aku memang punya sahabat sorang anak muda
bernama H antu Jatilandak. Kulitnya kuning seperti kulitmu.
Tapi kepala, wajah dan sekujur
Tubuhnya dipenuhi duri-duri kaku panjang seperti bulu landak. Tampangmu kulihat
kuning mulus. Aku meragukan. Apa kau benar SiHantu Jatilandak-sahabatku dulu,
atau cuma mahluk jadi-jadian yang kesasar ke tempat in!!"
Jatilandak tertawa mendengar kata-kata Setan Ngompol itu. "Sesuatu terjadi atas
diriku, Kek," katanya. "Sewaktu istana Kebahagiaan milik Hantu Muka dua meledak
dan kita semua terlontar ke angkasa, gesekan udara yang keras dan panas membuat
rontok habis semua duri landak yang ada dl kepala, muka, dua tangan dan dua
kakiku. TapI duri landak yang terlindung di balik pakaianku hanya terkikis
sebagian. Kalau kau tidak percaya lihat sendiri ..." Si pemuda ialu singkapkan
bajunya di bagian dada. Kulit tubuhnya di bagian dada dan perut ternyata
menyerupai kulit durian, atos berwarna kuning.
Bidadari Angin Timur dan Anggini unjukkan wajah ngeri tapi juga ada rasa
kasihan. Anggini berbisik. "Pantas waktu tadi dia kita jotos, tangan kita sakit dan
lecet." "Seumur hidup baru sekali ini atu melihat ada manusia macam begini," balas
berbisik Bidadari Angin Timur.
"Sepertinya .... sepertinya dia ..."
"Sepertinya dia apa?" tanya Bidadari Angin Timur.
Anggini gelengkan kepala.
"Kek, tadi kau berucap kasihan berutang kali. Apa maksud ucapanmu itu, Siapa
yang dikasihani?" Bertanya Jatilandak.
"Selo Kaliangan. Patih Kerajaan. Harapannya untuk sembuh pupus sudah. Seumur
hidup dia akan tergeletak lumpuh di atas tempat tidur." Jawab Setan Ngqmpol.
"Kenapa.begitu?" tanya Jatilandak lagi.
"karena satu-satunya obat mujarab-yang bisa menyembuhkan penyakitnya adalah
bunga melati hitam berkelopak tujuh yang disebut Melati Tujuh Racun," Yang
menjawab Bidadari Angin Timur.
Anggini menyambung "hanya sayang, tIga bunga melati sakti itu telah mental entah
kemana, mungkin juga telah hancur musnah"
"Ah, aku merasa bersaIah. kalau aku tadi Tidak lepaskan pukulan sakti yang
menebar cahaya kuning itu, mungkin kakek ini masih bisa mendapatkan bunga
itu ..." Jatllandak bicara menyesali diri.
"Kau tidak usah bicara begitu," ujar anggini.
"kalau kau tak turun tangan, kakek-sahabat kami ini mungkin sudah menemui ajal
dikeroyok Rana Suwarte dan Hantu Sejuta tanya sejuta jawab."
Bidadari angin Timur pandangi sahabatnya yang barusan bicara itu ; Hatinya
membatin. "Sahabatku Ini seperti punya pandangan dan perasaan baru terhadap pemuda muka
kuning. itu. Hemm ..." "Sekarang mau bikin apa lagi" Mau dicari kemana lagi bunga sakti itu" Rana
Suwarte telah membakar seluruh tanaman melati hitam di kawasan utara." Setan
Ngompol usap-usap kepala botaknya.
"Mungkin tiga kuntum bunga melati itu hancur. Tapi hancurannya mungkin saja
bertebaran di sekitar sini. Bagaimana kalau kita
berempat mencarinya?" Mengusulkan Anggini.
Jatilandak menanggapi.
"Kalau air kali muncrat ke udara, berarti tiga kuntum bunga melati hitam itu
ikut mencelat ke udara. Berarti bunga-bunga itu kemudian jatuh kembali ke tanah,
atau terkait di antara daun pepohonan. Bisa juga terselip dalam semak belukar.
Kita harus memeriksa tempat sekitar sini. Dan sebaiknya segera kita lakukan
sekarang juga! Tunggu, kita! Maksudku bukan kita. Aku yang bersalah biar aku
yang melakukan sendiri. Ini hukuman bagi orang tolol seperti aku. Aku manusia
tolol tidak tahu diri. Berada di negeri orang malah membuat kekacauan dan
membuat susah orang lain!"
Setan Ngompol melongo. Bidadari Angin
Timur dan Anggini saling pandang. Selagi ketiga orang ini masih diselimuti rasa
heran dan tidak mengerti apa sebenarnya maksud si pemuda, tiba-tiba pemuda itu
telah lenyap dari hadapan mereka.
"Serrr!"
Setan Ngompol kucurkan air kencing.
"Kemana lenyapnya anak itu" Jangan-jangan dia mahluk jejadian yang pura-pura
berbuat baik karena terpikat pada kalian berdua!
Ha ... ha..ha!"
"Kek! Dalam keadaan seperti ini kau masih sempat-sempatnya bergurau!" kata
Bidadari angin Timur sementara anggini kelihatan . .
senyum-senyum..
Di udara . tiba- tiba kelihatan berkelebat bayangan kuning. Bergerakdari satu
pohon ke . . pohon lain, lalu menukik turun, mengelilingi ' . beberapa semak belukar yang ada di tempat itu. Di lain ~ saat bayangan ini ini
berkelebat sepanjang dua tepi kali lalu lenyap. Tak lama kemudian sosok pemuda
muka kuningtelah berdiri di samping kanan setan Ngompol, di hadapan dua gadis
cantik. Warna kuning pada wajahnya kelihatan memucat. Kepalanya digelengkan
perlahan. "Aku sudah mencari, tidak satupun dari Tiga bunga-melati hitam itu ada di
pepohonan semak belukar dan sepanjang tepian kali..
"Pasti sudah harcur semua ,.." kata Setan Ngompol sambil pegangi Perut~
Anggini pegangi lengan . Bidadari Angin Timur.
"Sahabatku, - - aku .tahu. kau memiliki.
kemampuan bergerak laksana kilat yarng tidak tertandingi, Tapi kau saksikan
sendiri Gerakan.
pemuda itu sunggus luar biasa.. Selain. Itu sambil bergerak dia mampu melihat
segala sesuatu dengan cepat. ..Buktinya dia bisa mengatakan tidak menemukan


Wiro Sableng 131 Melati Tujuh Racun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bungamelati hitam itu.
"Menurut cerita Wiro, orang orang di negeri latanah silam memang memiliki ilmu
langka yang terkadang sulit. dipercaya,'' jawab Bidadari angin timur.
Jatilandak pandangi si kakek yang tingginya hanya sepundaknya. Sesaat dia
perhatiitan telinga kanan Setan Ngompoi yang lebar terbalik. Dla melihat sesuatu
dalam teiintga kakek ini.
"Kek, sesuatu menyumpal lobang telingamu.
Mungkin kotoran, mungkin kau tak pernah ngorek kuping." Berkata Jatilandak.
"Apa" Ada kotoran rnenyumpal lobang telingaku"
Pantas sejak tadi pendengaranku rada rada budek,.." Setan Ngompol korek lobang
telinganya sebelah kiri." bukan yang-kiri Kek.
Yang sebelah kanan. Kotorannya besar sekali Kek. Sampai hitam ..." Kata
Jatilandak memberitahu.
"Ah ..." Si kakek rniringkan kepalanya ke kanan. Lalu jari kelingkingnya
dimasukkan ke lobang telinga. DIa menyentuh satu benda lembut, membuat dia
kegelian dan kucurkan air kencing.
"Sudah, biar sini aku yang mengeluarkan kotoran itu," kata Jatilandak. Dia
membungkuk mencabu! sebatang rumput liar. Dengan
batangan rumput ini dia mengeluarkan kotoran hitam yang rnenyumpal di telinga
Setan Ngompol. Si kakek tersentak-sentak kegelian dan kucurkan air kencing.
"Eh, apa ini?" ujar Jatilandak sambil memperhatikan benda hitam di ujung
batangan rumput. Anggini dan Bidadari Angin timur melangkah lebih dekat, ingin
melihat benda apa adanya yang barusan dlkeluarkan dari kuping si kakek. Setan
ngompol sendiri delikkan mata, memperhatikan benda di tangan pemuda muka kuning.
"astaga !"Setan Ngompol berseru.
"Serrr!"
Kencingnya langsung muncrat.
" itu Melati Tujuh Racun!" Dengan cepat kakek ini mengambil benda yang ada di
ujung batangan rumput.
Memperhatikan sekaIi lagi dengan mata belok .
dibesarkan. "Benar! Tidak salah lagi memang .
Melati Tujuh Racun ? aku sudah melihatnya sebelumnya!"
Bidadari Angin Timur dan Anggini maju
lebih dekat , memperhatikan bunga hitam di tangan si kakek lekat2.
"Kalau-memang Melati Tujuh Racun, tunggu apa lagi. Kita harus segera
mengantarkan ke gedung Kadipaten kata Bidadari angin Timur pula.
"Benar, tapi kita harus mencari wiro. Kita tidak tahu bagaimana cara mengobati
patih Kerajaan dengan Bungan ini" kata Anggini pula.
Saat itu setan ngompol tiba2 berkata:
"Hai! Kemana perginya pemuda muka kuning Itu?"
semua mata memandang berkeliling.
Mencari~cari. Tapi Jatilandak tidak kelihatan. Si pemuda memang telah
meninggalkan tempat itu.
Bidadari Angin Timur keluarkan sehelai sapu tangan lalu berkata pada Setan
Ngompol. "Kek, berikan bunga itu padaku. Baru aku simpan dalam lipatan sapu tangan."
"Ya, simpan saja. Memang harus hati-hati.
Bunga ini mengandung racun jahat." Si kakek lalu berikan bunga melati hitam pada
Bidadari Angin Timur yang oleh si gadis dimasukkannya ke dalam lipatan sapu
tangan, lalu disimpan di balik baju birunya.
"Kita harus segera ke Kotaraja sambil menyirap kabar dimana beradanya Pendekar
212." kata Anggini.
"Setahuku dia dalam perjalanan menuju Lembah Welirang bersama Ratu Duyung.
Mendatangi sarangnya lblis Kepala Batu Alis Empat. Mungkin kita harus
menyusulnya ke sana ..."
"Kek, bagaimana menurutmu?" tanya Anggini.
"Kita harus bertindak cepat. Aku setuju pada ucapan gadis berambut pirang
sahabatmu ini. Kita harus segera mencari Pendekar 212 di Lenbah Welirang. Aku
tahu jalan ke sana ..."
"Para sahabatku!" Tiba-tiba satu suara menggema di seberang kali. "Kalian tidak
perlu susah-susah mencariku! Aku telah berada di sini!"
Satu bayangan putih berkelebat melompat kali kecil. Di lain saat seorang pernuda
gondrong berpakaian putih telah berdiri di hadapan Setan Ngompol, Bidadari Angin
Timur dan Anggini.
"Kau!" seru Setan Ngompol lalu serr! Ken cingnya kumat, kembali.
"Wiro!" pekik Bidadari Angin dan Anggini berbarengan penuh gembira.
PENDEKAR Wiro Sableng tertawa lebar,
garuk-garuk kepala lalu berkata.
"Aku gembira bertemu dengan kalian semua.
Apakah kalian baik-baik saja"'
"Kami baik-baik saja. Cuma penyakit ngompolku makin parah!" kata Setan Ngompol
pula lalu tertawa mengekeh dan tentu saja sambil terkencing.
"Setahu kami kau dalam perjalanan menuju Lembah Welirang. Apa kau telah berhasil
menemukan lblis Kepala Batu Alis Empat?"
bertanya Bidadari Angin Timur.
"Ya ...y a, aku telah menemuinya." Wiro diam sesaat. Lalu menyambung ucapannya.
"Aku berhasil membunuhnya."
"Berarti kau berhasil rnembebaskan Bunga"
ujar Anggini. "Bunga?" Wiro garuk kepala lalu tertawa.
"Oh ya .... Aku telah membebaskan gadis itu.
Kami berpisah di Kotaraja."
Bidadari Angin Timur melirik pada Anggini.
Saat itu Anggini juga berpaling ke arahnya.
Dua gadis ini merasa ada yang tidak seperti biasanya dengan sikap dan cara
bicara Wiro. "Jangan-jangan sesuatu terjadi antara Wiro dengan Bunga. mungkin setelah
dibebaskan Bunga menaruh cemburu pada Ratu Duyung.
Terjadi perasaan saling tidak enak. Dua orang itu mungkin meninggalkan Wiro
begitu saja,"
berbisik bidadari angin timur.
"Dugaanmu mungkin saja-benar. tapi aku tidak yakin setelah ditolong bunga akan
berlaku sepertl itu. Biar aku tanyakan perihal Ratu Duyung padanya," kata
Anggini pula. Lalu pada Wiro murid Dewa Tuak ini berkata.
"Setahu kami kau ke Lembah Welirang bersama Ratu Duyung. Kau muncul seorang
diri.. Mana gadis sahabatmu itu?"
"Ratu Duyung pergi bersama Bunga, Aku tidak tahu mereka pergi ke mana ...."
"Aneh, membatin Anggini. "Tadi dia bilang berpisah dengan dua orang itu di kota
raja. Kini dia berkata tidak tahu kemana perginya Bunga dan Ratu Duyung."
"Lalu bagaimana kau bisa sampai ke tempat ini?" Bertanya Bidadari angin timur.
"Hai, kalian seperti tengah menyelidiki diriku." Kata Wiro garuk-garuk kepala
tapi sambil tersenyum. "masih untung aku bisa sampai ke sini. Waktu aku
membebaaskan bunga iblis kepala batu alis empat hampir membunuhku. kalian
sendiri bagaimana bisa berkumpuil ditempat ini ?" Wiro balik bertanya.
"Panjang ceritanya " yang menjawab setan ngompol.
"tapi jelas berkat pertolongan
sahabat kita Hantu Jatilandak, kami berhasil mendapatkan bunga Melati Tujuh
Racun walau cuma sekuntum."
Wiro tampak terkejut tapi juga gembira.
"Tuhan memang Maha Besar Maha Kuasa!
Tuhan memberi berkah pada kalian yang telah susah payah mencari bunga itu. Patih
Kerajaan pasti bisa disembuhkan. Kek, mana bunga Melati Tujuh Racun itu" Aku
harus segera membawanya
ke Kotaraja untuk dipakai mengobati
Patih Selo Kaliangan."
Setan Ngompol berpaling pada Bidadari
Angin Timur. "Berikan bunga itu p ~ d aW iro."
, Gadis cantik berambut pirang itu diam sejenak. Seperti ada sesuatu yang
terlintas dalam benaknya.
"Sahabatku Bidadari Angin Timur," kata Wiro. "Kau tahu kita tak bisa berlaku
ayal. Makin cepat bunga keramat itu dibawa ke Kotaraja. makin cepat kita bisa menolong
Patih Kerajaan."
Mendengar kata-kata Wiro akhirnya Bidadari Angin Timur keluarkan sehelai sapu
tangan yang terlipat rapi.
"Bunga itu ada dalam lipatan sapu tangan,"
menjelaskan Bidadari Angin Timur. Lalu sapu tangan diserahkannya pada Wiro.
"Kek, kau telah berjasa besar karena berhasil mendapatkan bunga melati ini,
"kata Wiro pada Setan Ngompol.
"Semua berkat bantuaan Hantu Jatilandak,"
kata Setan ngompol.
"Kawan-kawan," kata Pendekar 212. "Aku terpaksa mendahului kalian berangkat ke
Kotaraja. Temui aku nanti di pintu gerbang se belah timur" habis berkata begitu
murid Sinto Gendeng segera berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Aku merasa aneh!" kata Setan Ngompol sarnbil pegangi perut, sesaat setelah Wiro
pergi. "Kami juga merasa anek!" jawab Bidadari Angin Timur. "Kek, harap kau jelaskan
apa I keanehan yang kau rasakan"."
"Anak sableng itu. Dua kali aku menyebut. Hantu Jatilandak. Kali terakhir malah aku .
Jelaskan. Kalau pemuda muka kuning itulah yang menolong menemukan melati Tujuh
Racun. Tapi si gondrong itu .tidak acuh seperti Tidak mendengar apa yang aku
katakan." "Dia mandengar Kek, tapi sepertinya dia tidak kenal pada Hantu Jatilandak," ujar
anggini pula. "DisituIah telak-keanehannya .Seharusnya Dia terkejut mendengar hantu jatilandak
ada ditanah jawa ini. Waktu di negeri Latanahsiiam,dia pernah menolong hantu
jatilandak. Masakan dia lupa pada pemuda itu?"
"Keanehan yang kami lihat lain lagi kek,"
ucap Bidadari Angin Timur.
"Pertama dia pergi bersama ratu duyung. Muncul seorang diri. Kedua jika memang
dia telah membebaskan
Bunga, masakan mereka berpisah begitu saja di Kotaraja. Ketiga mengapa dia
memaksa diri pergi lebih dulu, meninggalkan kita ke Kotaraja membawa Melati
Tujuh Racun. Apa salahnya kita pergi sama-sama. Keanehan ke empat, seingatku
Wiro tak pernah memanggil kami dengan kata kawan-kawan."
"Sesuatu telah terjadi dengan anak sableng '
itu. Mungkin ini akibat ilmu baru yang dimilikinya.
llmu Meraga Sukma. Ah, aku menyesal
menyuruh kau memberikan bunga sakti itu padanya," kata Setan Ngompol pula sambil
menahan kencing. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Aku ingin sekali kita mengikutinya' ke Kotaraja," jawab Bidadari Angin Timur.
"Aku setuju." Kata Setan Ngompol. "blah, kita tunggu apa lagi"!"
Sambil pegangi perutnya kakek ini berkelebat ke arah lenyapnya Pendekar 212.
Bidadari Angin Timur dan Anggini segera mengikuti.
Belum lama mereka menempuh jalan menuju Kotaraja, disatu pedataran tinggi yang
banyak ditumbuhi pohon jati serta tebaran batubatu
besar bekas tembok sebuah candi yang
telah rusak, terdengar suara orang saling bentak.
"Serrr!"
Setan Ngompol kucurkan air kencing lalu hentikan larinya. Dia menunjuk ke arah
pedataran tinggi yang dirapati deretan pohon2 jati.
" ada orang berkelahi diatas pedataran sana, aku ingin menyelidik"
"perlu apa menyelidiki membuang waktu kek?"
Kata bidadari angin timur.
"kita punya urusan lebih penting"
"aku tahu" jawab setan ngompol.
"kita sudah tahu kemana perginya wiro, ke kota raja berarti kita sudah tahu arah
yang dituju. Soal menyelidiki siapa yang berkelahi itu hanya urusan sesaat saja.
Aku punya firasat apa yang terjadi di pedataran tinggi itu ada sangkut pautnya
dengan semua keanehan yang tadi kita bicarakan"
Begitu setan ngompol berkelebat kearah pedataran tinggi. Dua gadis tak bisa
berbuat lain selain berlari mengikuti.
Ketika mereka melewati deretan pohon2 jati dan sampai di puncak pedataran.
Mereka semua keluarkan seruan tertahan. Di puncak pedataran mereka menyaksikan
ada dua sosok pendekar 212 wiro sableng saling bertempur satu sama lain. Tak
jauh dari situ ratu duyung kelihatan berkelahi dikeroyok dua kakek . kakek
pertama yang berpakaian ringkas biru bukan lain Rana Suwarte,kawannya seorang
kakek berwajah pucat seperti mayat yang sekali lihat saja segera diketahui ialah
si muka bangkai adanya.
Setan ngompol gosok-gosok matanya.
"gila! " bagaimana anak sableng itu bisa jadi ada dua" Berkelahi satu sama
lain!" Bidadari Angin Timur dan Anggini tak kalah herannya.
"Ada yang tidak beres," kata Bidadari Angin Timur. "Anggini, kits harus segera
mencari tahu yang mana Wiro asli mana yang palsu."
"Yang palsu mungkin sekali yang tadi membawa bunga melati hitam itu. Tapi yang
mana orangnya" Sulit membedakan!" jawab Anggini.
"Jangan kawatir. Kita segera mengetahui.
lkuti aku," kata Bidadari Angin Timur pula.
"Jamgan lupa mengawasi Ratu Duyung. Kalau dia terdesak lekas kau ajak Setan
Ngompol membantunya." Habis berkata begitu gadis cantik berambut pirang itu
bersama Anggini segera melompat ke dalam kalangan
pertempuran. Dua sosok Pendekar 212 Wiro Sableng
yang tengah berkelahi sama-sama terkejut melihat kemunculan dua gadis cantik ke
tengah gelanggang perkelahian.
TAMAT Bagaimana rnungkin ada dua Pendekar 212
Wiro Sableng"
berhasilkah Bunga dibebaskan dari dalarn sekapan Guci Ternbaga" Dapatkah Patih Kerajaan disembuhkan"
Berhasilkah Sarontang alias pangeran Aryo Probo mendapatkan tahta Kerajaan
Pakuwon" Apakah Adipaii Jatilegowo berhasil memaksakan niatnya mendapatkan Nyi Larasati
dan mernbalaskan dendam kesumat pada Bujang GiIa Tapak sakti dan Pendekar 212
Wiro Sableng"
Semua akan terjawab dalam Episode
terakhir yang segera terbit berjudul : Ambo asse:
Taro ada taro gau//
pada idi pada elo//
sipatuo sipatokkong//
Mustika Bernoda Darah 1 Dewi Ular 68 Misteri Penculik Asmara Tangan Berbisa 4

Cari Blog Ini