Ceritasilat Novel Online

Topan Di Gurun Tengger 3

Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger Bagian 3


berkelebat harimau putih besar dan dua penunggangnya telah
berada jauh di arah terbitnya sang surya di sebelah timur.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
64 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Ratu Duyung berpaling pada Naga Kuning dan Gondoruwo
Patah Hati. "Bagaimana menurut kalian" Apakah kita akan
menyusul mereka ke Gunung Bromo?"
"Kita sudah mengejar Wiro jauh-jauh sampai ke sini. Kita
punya kemampuan mengikutinya. Mengapa tidak menyusul ke
Gunung Bromo" Menurut perhitungan ku beberapa hari dimuka
akan ada perayaan hari suci Kasada di gunung itu. Bilamana
memang ada urusan yang harus diselesaikan ditempat itu maka
harus dilakukan sebelum perayaan itu berlangsung agar tidak
mengganggu kesucian upacara."
Ratu Duyung terdiam seolah merenung. Sesaat kemudian
mulutnya berucap perlahan.
"Aku punya firasat akan terjadi satu hal luar biasa di
kawasan Gunung Bromo ...."
"Yang lebih penting ...." kata Gondoruwo Patah Hati
setengah berbisik hingga tidak terdengar Naga Kuning. "Kita tidak
boleh membiarkan Wiro dan Purnama berdua-dua terus-terusan."
Gadis jelita bermata biru ini menatap wajah buruk
Gondoruwo Patah Hati. Diam-diam dia membatin.
"Sahabat yang satu ini apa tadi dia berkata untuk membela
diri dan perasaanku atau lebih mengungkapkan perasaan hatinya
sendiri?" Setelah menarik nafas dalam Ratu Duyung pegang lengan
Naga Kuning dan Gondoruwo Patah Hati. Sekali kaki kanan
dihentakkan di tanah, dengan mengandalkan kesaktian Batu
Mustika Angin Laut Kencana Biru yang didapat dari Nyai Roro
Kidul ketiga orang itu melesat laksana terbang dan lenyap dari
pemandangan. *** Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
65 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito S E M B I L A N
MALAM hari menjelang pagi. Lereng sebelah timur puncak
Gunung Bromo. Dalam sebuah kuil yang diterangi lentera kecil
dan diselimuti udara dingin serta kesunyian, dua orang Resi duduk
berhadap-hadapan. Resi di sebelah kiri bernama Resi Sumabarang
berusia tujuh puluh tahun menatap sahabatnya Resi Jantika
Lamantara yang berusia hampir sepuluh tahun lebih tua. Kedua
resi ini baru saja sama-sama menyelesaikan samadi.
"Resi Sumabarang, apakah ada petunjuk yang kau dapat
dalam samadimu?" bertanya Resi Jantika Lamantara.
"Resi Lamantara, terus terang saya merasa khawatir. Saya
melihat langit hitam. Beberapa kali petir menyambar. Lalu ada
hembusan angin dari arah selatan. Dalam kegelepan saya melihat
pasir berterbangan ke udara. Berputar-putar tujuh kali dan baru
lenyap setelah ada satu cahaya putih datang dari arah barat. Saya
berusaha mengartikan petunjuk itu namun belum mampu.
Mungkin saya perlu melakukan samadi susulan sampai menjelang
pagi nanti."
"Resi Sumabarang, kau tak perlu melakukan samadi susulan.
Ada petunjuk lain yang aku dapat dalam samadiku. Aku melihat
langit di atas Gurun Tengger berwarna merah membara. Lalu
hembusan angin kencang datang dari empat jurus arah mata
angin mengeluarkan suara menggidikkan. Gurun Tengger seperti
di angkat ke udara. Di saat yang sama aku melihat tiga larik
cahaya berwarna merah, biru dan hijau. Lalu ada cahaya kuning
besar seperti hendak melabrak kelap-kelip satu cahaya kuning
kecil. Aku juga melihat puluhan bahkan ratusan benda aneh kecil
berwarna putih kekuningan. Kemudian ada suara mendidih
dahsyat dari dalam kawah Gunung Bromo. Dalam samadi aku
juga mencium bau harumnya bunga ...." Resi Jantika Lamantara
berpikir sejenak.
Resi Aji Sumabarang mendahului bertanya.
"Resi Lamantara ingat" Bau harum bunga apa?"
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
66 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Sepertinya bau harum bunga tanjung ...." jawab Resi
Jantika Lamantara. Resi berusia delapan puluh tahun ini
merenung sejenak lalu berkata. "Aku jadi ingat pada kisah lama
tentang pohon tanjung yang lenyap dari alun-alun Kerajaan ...."
"Kita sama-sama menaruh rasa khawatir. Kalau boleh saya
mendahului membuat kesimpulan agaknya akan terjadi sesuatu di
kawasan ini. Lima puluh tahun silam pernah terjadi topan besar di
Gurun Tengger. Saya khawatir kejadian ini akan berulang lagi."
Resi Jantika Lamantara menatap wajah sahabatnya lalu
berkata. "Kalau hal itu terjadi pasti ada sebab-musababnya. Kita
harus menyelidik. Tapi tak cukup waktu. Dua hari lagi kita akan
melaksanakan hari suci Nyadnya Kasada. Penduduk disekitar ini
telah bersiap-siap menyambut hari besar itu. Aku sudah melihat
banyak sekali Ongkek yang sudah dibuat. Aku berharap kalau
memang terjadi sesuatu, kiranya tidak pada hari itu. Kita harus
melakukan sesuatu untuk menolak bala." Dari balik pakaiannya
Resi Jantika Lamantara mengeluarkan sebuah kalung berbentuk
tasbih besar terbuat dari untaian butir-butir batu alam aneka
warna sebesar ujung ibu jari tangan. Kalung diletakkan di atas
pangkuan lalu Resi ini pejamkan mata. Resi Sumabarang ikut
picingkan mata dan menunggu. (Ongkek = persembahan yang
diarak ke dasar Gunung Bromo dalam berbagai bentuk. Antara
lain berupa binatang dan terbuat kebanyakan dari sayur-sayur
serta bebuahan).
Tak lama kemudian Resi Jantika Lamantara buka kedua
mata dan berkata. "Resi Sumabarang, agaknya kita perlu meminta
bantuan saudara di Gunung Bromo ini dan juga di Gunung
Widodaren. Minta mereka menampung tetesan air suci serta air
embun murni sebanyak mungkin. Berdoa mohon keselamatan lalu
meneguk air itu. Mudah-mudahan dengan kuasa para Dewa dapat
dipergunakan untuk menghindari bala bencana malapetaka ...."
"Kalau begitu saya mohon diri untuk melakukan permintaan
Resi Lamantara sekarang juga ...."
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
67 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Kedua Resi itu sama-sama berdiri lalu saling membungkuk
memberi hormat dan salam. Resi Jantika Lamantara letakkan
untaian kalung batu di atas kening lalu menciumnya dalam-dalam.
Resi tua ini menarik nafas panjang. "Aku memang mencium akan
datang topan di Gurun Tengger. Tetapi apa yang menjadi
penyebabnya"! Ini bukan perbuatan Yang Kuasa. Ini karena ulah
manusia. Semoga Para Dewa memberi perlindungan." Lalu Resi ini
kembali duduk bersila dan mulai bersamadi lagi. Namun entah
mengapa dia tidak dapat memusatkan hati dan jalan pikiran. Ada
kegelisahan muncul didalam dirinya. Setelah mencoba berulang
kali dan tetap tidak berhasil akhirnya Resi ini bangkit berdiri dan
melangkah keluar kuil. Malam gelap dan dingin. Di langit tak ada
bulan tak tampak bintang. Tiupan angin seperti mengikis daun
telinga. Belum lama berdiri di tempat terbuka, gelap dan dingin,
tiba-tiba di langit Resi Jantika Lamantara melihat satu benda putih
melesat dari arah barat disertai berkelipnya dua cahaya hijau.
Benda ini kemudian menukik masuk ke dalam kawah Gunung
Bromo. "Para Dewa Penguasa dan Penjaga Alam! Tidak salahkah
mataku melihat?" ucap Resi Jantika Lamantara dalam kejutnya.
"Seekor binatang putih besar melesat di udara. Masuk ke dalam
kawah. Ada dua makhluk menungganginya. Ah ...."
Baru saja makhluk-makhluk tadi lenyap dari pandangan
mata sang Resi mendadak ada lagi benda lain melayang cepat,
datang dari jurusan yang sama.
"Para Dewa, apa artinya semua ini" Aku melihat tiga orang
melayang di langit." Resi Jantika Lamantara jatuhkan diri berlutut
dan mengucap menyebut nama Dewa berulang kali namun
matanya tidak lepas dari tiga makhluk yang melesat di udara itu.
Seperti binatang putih besar bersama dua penunggangnya tadi
tiga orang yang melesat di langit melayang turun masuk ke dalam
kawah Gunung Bromo.
Saat itu langit di arah timur sudah mulai terang pertanda
sebentar lagi sang surya akan segera mengubah malam menjadi
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
68 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito siang. Setelah berdoa dan menetapkan hatinya Resi Jantika
Lamantara lari menuju tepi kawah Gunung Bromo. Dalam usia
yang sudah delapan puluh tahun itu ternyata sang Resi memiliki
gerakan enteng dan gesit pertanda menguasai ilmu kesaktian
tinggi. Namun dia hanya mampu memasuki dua pertiga
kedalaman kawah. Hawa luar biasa dingin menjadi penghalang.
Dia terpaksa menunggu di satu bagian lereng kawah sampai
matahari muncul membawa hawa panas. Dari tempatnya berada
Resi ini memandang ke dasar kawah. Matanya masih mampu
melihat cukup jelas di balik kepulan asap yang perlahan-lahan
mulai sirna. Di dasar kawah tampak sosok seekor harimau putih
besar serta lima orang, salah satu diantaranya seorang anak kecil
berambut jabrik.
"Dewa Jagatnata. Lima orang ditemani harimau besar di
dasar kawah Gunung Bromo. Salah seorang dari mereka duduk
bersila di atas batu, mengambil sikap bersamadi. Apa artinya
semua ini ..." Wahai Para Dewa. Apapun yang mereka lakukan
jangan sampai mengganggu hari suci perayaan Kasada ..."
*** WALAU kepulan asap tebal yang keluar dari kawah di dasar
Gunung Bromo menutupi pemandangan namun dengan
menerapkan ilmu Menembus Pandang Wiro bisa melihat cukup
jelas. Selain itu harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau
berjalan di sebelah depan sebagai pemandu. Di belakang Wiro
melangkah Purnama diikuti Ratu Duyung bersama Gondoruwo
Patah Hati dan Naga Kuning. Sang Ratu juga telah mengerahkan
ilmu Menembus Pandang sehingga sehingga dapat melihat
keadaan sekitarnya dengan jelas. Kalau orang-orang itu tidak
mengandalkan harimau putih sakti tidak mudah bagi mereka
bergerak di dasar kawah Gunung Bromo.
Hawa luar biasa dingin menjadi kendala yang tidak
diperhitungkan sebelumnya. Dada terasa sesak. Sebab hembusan
nafas menimbulkan kepulan asap. Untuk menghindari tubuh
menjadi kaku membatu semua orang segera menerapkan
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
69 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito kesaktian, mengerahkan lalu mengalirkan hawa panas di dalam
tubuh masing-masing. Wiro menyalurkan hawa panas Kapak Naga
Geni 212 yang ada di dalam tubuhnya.
Di satu tempat harimau putih hentikan langkah. Binatang
bermata hijau ini berbalik ke arah Wiro, membuat gerakan berdiri
di atas dua kaki belakangnya lalu membungkuk dan menjilat
tangan kanan Wiro sambil keluarkan gerengan halus.
Wiro mengerti apa arti sikap yang dibuat sang harimau
segera merangkul binatang itu, menyusup tengkuknya dan
berkata. "Datuk sahabatku. Aku tahu kau memiliki keterbatasan.
Tidak mungkin berada bersamaku dan teman-teman. Kau sudah
banyak memberi bantuan. Membawa kami sampai ke tempat ini.
Aku dan semua sahabat mengucapkan terima kasih." Wiro peluk
harimau besar itu sekali lagi. Datuk Rao Bamato Hijau
menggereng halus. Sebelum melesat ke atas puncak Gunung
Bromo, Datuk Rao Bamatao Hijau jilati tangan semua orang yang
ada disitu satu per satu.
"Ueh! Tanganku yang dijilat kenapa jadi putih"!" Naga
Kuning keluarkan ucapan. Semua orang memperhatikan lalu
melihat ke tangan sendiri. Ternyata telapak tangan merekapun
juga berwarna putih.
"Apa yang dilakukan harimau itu?" tanya Gondoruwo Patah
Hati sambil usap-usap tangan kanannya.
"Ya apa artinya ini" Aku merasa tubuhku jadi hangat."
berkata Ratu Duyung.
"Mungkin datuk meninggalkan sesuatu untuk kita semua.
Semacam bekal." kata Pendekar 212 Wiro Sableng pula.
Sementara itu cahaya matahari yang datang dari atas
membuat udara jadi hangat dan membantu melenyapkan hawa
dingin serta mengurangi asap.
Purnama dekati Wiro. "Saatnya kau mencari tempat yang
baik untuk mulai samadi sesuai petunjuk dalam kitab."
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
70 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Wiro memandang sekeliling dinding dasar kawah. Pandangannya membentur potongan batang pohon kayu besi
yang menancap di lereng kawah sebelah bawah. Mata menatap
dada langsung berdebar. Seperti diceritakan dalam serial "Misteri
Bunga Noda" batang pohon kayu besi berwarna hitam ini
ditancapkan oleh Darmasewara untuk dijadikan petunjuk
keberadaan sebuah goa.
"Batang pohon di dasar kawah. Satu hal yang tidak mungkin
terjadi kalau tidak ada manusia atau makhluk gaib yang
meletakkannya disitu ..." Wiro berucap lalu merenung sejenak.
Dia kemudian melangkah ke arah lereng kawah. Sejarak dua


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tombak dari batang kayu hitam ada satu gundukan batu berwarna
kelabu yang bagian atasnya agak rata. Wiro naik ke atas
gundukan batu lalu duduk bersila. Purnama dan Ratu Duyung
serta Gondoruwo Patah Hati dan Naga Kuning berdiri di sebelah
belakang batu. Saat itu sang surya telah naik cukup tinggi. Asap
di dasar kawah banyak berkurang, udara terasa hangat dan
seluruh dasar kawah kini dalam keadaan terang benderang.
Wiro merapal sebagian tulisan terputus-putus yang pernah
dibacanya di Kitab Jagat Pusaka Dewa yang hangus terbakar.
Dengan susah payah semalam suntuk bersama Purnama dia
berhasil menyambung-nyambung tulisan yang nyaris sulit di baca
itu. "Bilamana ilmu kesaktian. Dipergunakan untuk kebaikan.
Akan didapat berkah serta sanjungan. Bilamana ilmu kesaktian.
Dipergunakan untuk kejahatan. Akan didapat bala dan kutuk.
Pohon tanjung di Gurun Tengger. Akan lenyap. Kembali ke
tempat... Jauh di dasar kawah Gunung Bromo. Kesaktian akan
lenyap. Berkah akan musnah. Dari dasar kawah itulah. Jika cipta
diheningkan. Petunjuk akan datang ..."
Wiro letakkan dua tangan di atas dada, mata dipejam.
Perlahan-lahan pikiran dikosongkan. Hanya beberapa saat setelah
Wiro masuk ke dalam alam samadi tiba-tiba di kejauhan terdengar
suara aneh seperti puluhan seruling ditiup. Bersamaan dengan itu
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
71 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito terasa getaran pada dinding dan dasar kawah. Di sebelah atas
gunung tampak debu kelabu beterbangan. Lalu ada tiupan angin
turun ke dasar kawah. Kecuali Wiro, semua orang mendongak ke
puncak gunung memperhatikan apa yang terjadi.
Ketika suara seperti tiupan seruling akhirnya lenyap, deru
angin sirna, getaran di dasar serta dinding kawah hilang, dan
gebubu debu di atas gunung tak tampak lagi, Pendekar 212 telah
tenggelam dalam samadi khusuk. Lubuk hatinya tiada henti
berkata. "Tuhanku Yang Maha Kuasa. Jika memang di tempat ini aku
akan mendapat petunjuk, berikanlah. Engkau Maha Mengetahui
malapetaka apa yang akan terjadi tanpa pertolonganMu."
"Ada orang datang." tiba-tiba Naga Kuning memberi tahu.
Semua orang berpaling. Saat itu seorang tua berpakaian serba
putih, berwajah tirus tahu-tahu telah berdiri di tempat itu. Setelah
menatap orang-orang didepannya dia lalu berkata.
"Namaku Jantika Lamantara. Aku resi penjaga kawasan
Gunung Bromo. Kalian semua datang dari mana. Ada keperluan
apa berada di dasar kawah" Satu hari lagi akan ada perayaan hari
suci Kasada di tempat ini. Aku tidak mau ada tindak perbuatan
kalian yang mengganggu ketentraman kawasan ini. Apalagi
sampai mengganggu kesucian jalannya Kasada. Aku mohon kalian
segera meninggalkan tempat ini. Dari pakaian kalian aku bisa
menduga kalian adalah orang-orang rimba persilatan." Sambil
bicara Sang Resi melirik ke arah Wiro yang tengah duduk
bersamadi. Ada getaran aneh di dalam dadanya ketika dia melihat
wajah sang pendekar. Dia kerahkan hawa sakti untuk meneliti
sosok Wiro. Namun mendadak lututnya terasa goyah. Mulutnya
bergumam. Gondoruwo Patah Hati yang punya sifat berangasan
langsung saja hendak membuka mulut. Namun Purnama cepat
mendekati Resi Jantika Lamantara membungkuk memberi hormat
dan berkata dengan suara sopan.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
72 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Resi Jantika, kau benar. Kami memang orang-orang rimba
hijau persilatan. Kami datang membawa niat baik. Untuk
mendapat petunjuk dari satu kekuatan gaib. Mungkin yang datang
dari Para Dewa. Petunjuk itu sangat berguna untuk menghancurkan kekuatan jahat yang kini tengah merajalela. Kami
tidak membekal niat merusak kawasan, juga mengganggu
ketentraman, apalagi merusak kesucian hari Kasada. Kami mohon
maaf kalau kami datang tanpa memberi tahu. Resi lihat sendiri.
Salah seorang dari kami tengah melakukan samadi. Berusaha
berhubungan dengan kekuatan gaib yang akan memberi
petunjuk."
Resi Jantika Lamantara perhatikan satu persatu orang yang
berdiri dihadapannya lalu berkata. "Aku masih belum percaya
kebenaran ucapan kalian. Tadi aku mendengar suara angin seperti
tiupan seruling. Ada debu yang mengapung di udara. Lima puluh
tahun silam hal serupa pernah terjadi. Semua merupakan tandatanda akan munculnya topan prahara di kawasan Gurun Tengger.
Kalian bisa saja menjadi pangkal penyebab terjadinya bencana itu
karena alam tidak menerima kehadiran kalian."
"Resi Jantika, kami memang tengah menghadapi satu
kekuatan gaib dari golongan hitam. Kekuatan itu mungkin saja
menimbulkan petaka berupa topan prahara. Bahkan bisa juga
meledakkan gunung besar keramat ini. Itu sebabnya kami
berusaha untuk mencegah ..."
Kecurigaan Resi Jantika Lamantara berkurang sedikit setelah
mendengar kata-kata yang barusan diucapkan Ratu Duyung. Dia
kembali pandangi keempat orang dihadapannya itu. Dua gadis
sangat cantik, seorang bocah dan seorang nenek berwajah seram
seperti setan. Tiba-tiba untuk pertama kalinya sang Resi melihat
telapak tangan kanan keempat orang itu yang berwarna putih.
Wajahnya berubah. Dia cepat mendekati Naga Kuning. Memegang
tangan kanan bocah ini lalu mendekatkan ke hidungnya. Berusaha
membaui sesuatu.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
73 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Eh Kek, ada apa kau mencium tanganku?" tanya Naga
Kuning heran. "Aku mencium sesuatu. Sesuatu yang pernah aku cium lima
puluh tahun lalu. Angin Putih Tangan Dewa ... " ucap sang Resi
perlahan dengan suara bergetar. Lalu dia balik bertanya.
"Bagaimana tangan kalian bisa bertanda putih seperti ini?"
Dari keempat orang itu tak ada yang mau memberi tahu.
Malah Gondoruwo Patah Hati ajukan pertanyaan. "Memangnya
kenapa?" "Lima puluh tahun lalu ..." jawab Resi Jantika. "Sewaktu
terjadi malapetaka topan besar di Gurun Tengger. Satu hari
sebelum topan muncul ayahku Resi Mojong Lamantara
kedatangan seorang ..."
Ucapan Resi Jantika Lamantara terputus oleh munculnya
getaran keras di dasar kawah. Lalu dinding kawah dihadapan
mana Wiro duduk bersamadi berderak. Pada dinding itu tampak
retakan dalam, berbentuk setengah lingkaran dengan ketinggian
hampir satu setengah tombak. Perlahan dan sedikit demi sedikit
retakan di sebelah atas dinding kawah gugus jatuh ke bawah. Tak
selang berapa lama pada dinding kawah itu muncul satu lobang
besar menyerupai mulut goa.
Hampir tiada beda dengan peristiwa yang pernah terjadi
ratusan tahun silam, dari dalam goa melangkah keluar seorang
pemuda gagah mengenakan baju dan celana hitam. Wajah segar
bersih dilengkapi kumis, cambang bawuk serta jenggot rapi tipis.
Ratu Duyung dan Purnama sama-sama terpana. Bukan
karena tertarik akan ketampanan wajah sang pemuda. Namun
kedua gadis cantik ini samar-samar ingat sesuatu. Pakaian serba
hitam dengan sulaman bunga tanjung terbuat dari benang perak
dan emas! Mereka berdua memang belum pernah melihat
orangnya. Namun telah sering mendengar cerita.
Resi Jantika Lamantara ketika melihat pemuda yang keluar
dari dalam goa di dinding dasar kawah itu langsung tampungkan
dua tangan ke langit sambil mulutnya berucap.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
74 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Dewa sungguh besar. Puluhan tahun hidup di Gunung
Bromo baru sekali ini aku mengetahui dan melihat kalau gunung
ini memang memiliki seorang penunggu sakti."
Dengan sikap tenang pemuda yang barusan keluar dari
dalam dinding kawah perhatikan orang-orang didepannya. Ketika
dia berpaling pada Resi Jantika, Resi ini cepat membungkuk dan
bentangkan kedua tangan. Dia maklum kalau pemuda itu bukan
manusia biasa. Kalau tidak dengan kuasa Dewa tidak mungkin dia
ada dan muncul seperti itu.
Pemuda berpakaian hitam sesaat perhatikan Pendekar 212
Wiro Sableng yang duduk bersamadi di atas batu kelabu. Dia
melangkah mendekati dan letakkan tangan kanan di bahu Wiro.
Dari mulutnya keluar ucapan dengan suara lembut.
"Sahabat tak dikenal, ratusan tahun tidak ada yang sanggup
memanggil diriku dari alam roh kecuali dengan kehendak Para
Dewa. Dan kau sanggup melakukan! Aku sudah berada
dihadapanmu. Beritahu apa yang kau dan para pengantarmu
inginkan."
Hawa dingin yang keluar dari tangan kanan pemuda
berpakaian hitam mengalir ke dalam tubuh Pendekar 212
membuat sang pendekar sadar, hentikan samadi. Ketika dia
membuka mata dan melihat orang yang berdiri dihadapannya
serta merta Wiro terbelalak. Pemuda di candi yang mengobatinya
tapi sekaligus mencelakainya! Pemuda bejat yang memperkosa
dan membunuh sekian banyak gadis! Manusia terkutuk yang telah
merampas kehormatan dan menghabisi Raden Ayu Ambarsari lalu
menimpakan fitnah kesalahan pada dirinya! Dengan cepat Wiro
melompat turun dari atas batu sambil mulutnya berseru.
"Jahanam terkutuk! Cakra Mentari! Kau!"
*** Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
75 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito S E P U L U H PEMUDA berpakaian hitam mundur selangkah ketika melihat
Pendekar 212 Wiro Sableng angkat tangan kanannya. Tangan itu
serta merta berubah warna seperti perak berkilau dan
menghampar hawa panas pertanda siap melepas pukulan sakti
mematikan. Pemuda di depan Wiro mengangkat kedua tangan
lalu dengan cepat berkata.
"Sahabat, tahan seranganmu. Tidak heran kau salah
mengira. Wajahku dan wajah orang yang barusan kau sebutkan
namanya itu memang sangat sama. Karena aku sempat menitis
ke dalam dirinya ketika dia masih bayi. Katakan apakah ada
permusuhan besar antara dirimu dengan Cakra Mentari ..."
Wiro balas menatap, pandangi pemuda didepannya mulai
dari rambut sampai ke kaki. Bedanya pemuda ini dengan Cakra
Mentari hanya dia tidak mengenakan secarik kain merah pengikat
kening. Perlahan-lahan Wiro turunkan tangan kanannya yang tadi
sudah siap menghantamkan pukulan sakti Sinar Matahari.
"Kami dalam usaha menumpas manusia terkutuk itu. Dia
telah berbuat kejahatan keji dimana-mana. Memperkosa dan
membunuh banyak gadis. Namun usaha kami tidak mudah
dilakukan. Selain dia memiliki ilmu kepandaian tinggi ada makhluk
gaib yang menjadi pelindung. Keras dugaan makhluk gaib itu
sekaligus menjadi otak dari semua kejahatan bejat yang
dilakukannya. Wiro hentikan ucapan, memandang lagi Suma
Mahendra penuh selidik lalu ganti bertanya. "Sekarang giliranmu
menerangkan. Siapa dirimu dan apa hubunganmu dengan Cakra
Mentari." "Namaku Suma Mahendra. Aku berasal dari Kerajaan
Singosari ratusan tahun lalu ..."
"Tunggu, kalau kau memang berusia ratusan tahun,
bagaimana kau bisa tampil sebagai seorang pemuda seperti ini ..."
Suma Mahendra tertawa. Dia menunjuk pada Naga Kuning.
"Anak itu." katanya. "Bagaimana dia mungkin hadir sebagai
seorang bocah. Padahal sebenarnya bukankah dia seorang kakek
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
76 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito berusia lebih dari seratus tahun" Kita semua mendapat berkah
dari Para Dewa sesuai dengan keadaan diri masing-masing."
Wiro menggaruk kepala. Suma Mahendra lanjutkan
keterangannya. "Suatu ketika guna mendapatkan ilmu kesaktian mandraguna aku masuk ke dasar kawah Gunung Bromo ini untuk
bertapa dan mendapatkan sebuah kitab sakti bernama Kitab Jagat
Pusaka Dewa. Permohonanku ternyata tidak dikabulkan Para
Dewa. Seperti kataku tadi Dewa hanya mengizinkan aku menitis
ke dalam tubuh seorang bayi yang kemudian dikenal dengan
nama Cakra Mentari. Kepadanya kelak Kitab Pusaka Jagat Dewa
akan diberikan. Namun ada satu makhluk jahat bertindak culas.
Mencuri kitab dan menggantikannya dengan kitab palsu yang
mengandung sari kemesuman dan kejahatan. Cakra Mentari
mempelajari kitab sesat itu tanpa dia sadar apa yang
dilakukannya ...."
"Dia memperkosa dan membunuh sekian banyak gadis.
Mustahil hal itu dilakukan diluar kesadaran ..." kata Ratu Duyung
yang sejak tadi berdiam diri.
"Betul." jawab Suma Mahendra. "Disitulah letak kesesatan
yang bersumber dari kitab palsu dan jahat. Pemuda bernama


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cakra Mentari itu berada di bawah satu kekuatan dahsyat yang
tak bisa dilawannya. Dia tidak sadar, dia bahkan lupa akan masa
silamnya. Dia hanya menjadi alat seseorang yang luar biasa keji
untuk menjadi perantara mendapatkan ilmu kesaktian yang tiada
taranya di dunia ini ..."
"Siapa adanya manusia itu?" tanya Purnama.
Suma Mahendra menggeleng. "Sayang sekali, aku tidak
mengetahui siapa adanya orang itu ...."
"Aku sangat menduga manusianya adalah makhluk tanpa
wajah yang tiba-tiba saja muncul di tanah Jawa ini. Sering sekali
dia muncul untuk mencelakai kami." ucap Ratu Duyung.
"Kau menyebut makhluk itu. Aku jadi ingat dan ucapanmu
benar." kata Suma Mahendra pula. "Dia muncul di puncak Gunung
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
77 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Mahameru ketika aku berusaha menyelamatkan Cakra Mentari
sebelum terjebak dan tersesat oleh kitab palsu. Dia menghantamku dengan tongkat sakti berlapis emas. Berarti
makhluk itu yang telah menukar lalu memberikan kitab jahat pada
Cakra Mentari."
Dari balik pakaian putihnya Wiro mengeluarkan dua buah
kitab, satu masih utuh satu dalam keadaan hangus. Dua kitab
diperlihatakan pada Suma Mahendra. Lalu Wiro menerangkan.
"Sahabatku Purnama menerima dua kitab ini dari seorang
bernama Deewana Khan. Apakah kau mengenal orang itu?"
Suma Mahendra menggeleng.
"Yang bekas terbakar ini adalah Kitab Jagat Pusaka Dewa
yang asli. Yang masih utuh merupakan salinan tapi tidak bisa
dibaca oleh mata biasa. Orang yang memberikan kitab
mengatakan bahwa ada petunjuk di dalam kitab yang terbakar.
Aku dan sahabatku ini mempelajari semalam suntuk. Kami
berhasil mengungkapkan tulisan hangus dan rusak di dalam kitab.
Yang mengatakan aku harus datang ke dasar kawah Gunung
Bromo ini dan bersamadi untuk mendapatkan petunjuk. Ternyata
aku bertemu dengan dirimu. Berarti kaulah sumber petunjuk
bagiku dan kawan-kawan untuk dapat menumpas manusia keji
bernama Cakra Mentari itu serta siapapun yang menjadi otak di
belakangnya."
Wiro menyerahkan kitab yang masih utuh pada Suma
Mahendra. "Deewana Khan memberi petunjuk, jika seseorang bertapa
seratus hari, dia akan sanggup membaca seluruh isi kitab dan
menguasai semua ilmu kesaktian yang ada didalamnya. Aku ingin
menyerahkan kitab itu padamu. Ambillah."
Suma Mahendra tersenyum. Dia tepuk-tepuk bahu Pendekar
212. "Kau orang baik. Aku senang bisa bertemu denganmu.
Hanya saja harus kau ketahui. Masaku telah lewat. Sejak semula
aku memang tidak berjodoh dengan kitab ini. Di dalam alam roh,
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
78 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito aku tidak membutuhkan lagi segala macam ilmu kesaktian.
Simpan baik-baik. Kelak pasti ada seorang lain yang lebih pantas
mendapatkannya."
Wiro masukkan dua kitab ke balik pakaiannya kembali.
"Sebelum kami pergi, mohon petunjuk apa yang bisa kami
lakukan untuk menumpas Cakra Mentari dan makhluk jahat itu."
Suma Mahendra picingkan sepasang mata. Dua tangan
dirapatkan lalu diangkat ke atas.
"Des ... des ... des!"
Tiga larik asap putih mengepul keluar dari batok kepala
pemuda ini. Setelah asap hilang dia buka matanya kembali.
"Kau dan teman-temanmu tidak akan mampu mengalahkan
Cakra Mentari sebelum terlebih dahulu menghabisi manusia atau
makhluk pelindungnya ..."
"Maksudmu makhluk tanpa wajah itu?" tanya Purnama.
Suma Mahendra mengangguk.
"Makhluk tanpa wajah itu siapapun adanya, dia memiliki ilmu
kesaktian dahsyat yang bersumber pada sebuah tongkat emas.
Untuk mengalahkannya kau harus menghancurkan atau
merampas tongkat itu." selesai bicara Suma Mahendra berpaling
pada Purnama. Matanya memandang seperti hendak menelanjangi hingga Purnama merasa tidak enak.
"Ada apa" Mengapa kau melihat diriku seperti itu?" tanya
Purnama. Suma Mahendra tersenyum.
"Kau dan diriku sama. Kita sama-sama mahkluk dari alam
roh. Namun tingkatanmu jauh lebih tinggi karena kau berasal dari
alam lebih dari seribu tahun lalu."
"Lalu?" tanya Purnama lagi.
"Aku melihat sebuah benda kecil bercahaya kuning di balik
pakaianmu. Maukah kau mengeluarkan dan memperlihatkan
padaku?" Dalam herannya melihat kemampuan orang mengetahui
benda kuning yang memang ada dibalik pakaian birunya,
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
79 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Purnama mengeluarkan benda itu dan menyerahkannya pada
Suma Mahendra. Setelah memperhatikan cukup lama Suma
Mahendra bertanya.
"Kepingan emas ini berasal dari tongkat emas makhluk
tanpa wajah itu. Bagaimana bisa sampai berada padamu?"
Purnama menerangkan peristiwa perkelahiannya dengan
makhluk tanpa wajah. Ketika lawan menghantam dan membuat
dia terkunci terpendam di dalam tanah, dia berhasil membuat
gompal tongkat emas senjata manusia tanpa wajah itu.
"Gompalan tongkat emas ini bukan benda sembarangan.
Bisa dipergunakan untuk menjajagi dimana keberadaan makhluk
itu. Sebaliknya memegang kepingan tombak ini bisa berbahaya.
Karena makhluk tanpa wajah dapat mengetahui keberadaanmu
dan kawan-kawan ..." Suma Mahendra hentikan ucapan.
Wajahnya agak berubah.
Dia genggam gompalan tongkat emas di tangan kanan lalu
pejamkan mata dan hirup udara dalam-dalam. "Aku merasakan
datangnya bahaya. Mungkin makhluk ..."
Belum selesai pemuda berpakaian serba hitam itu berucap
tiba-tiba entah darimana datangnya selarik sinar kuning berkiblat,
membuat Suma Mahendra terpental dan jatuh duduk di dasar
kawah. Mukanya pucat.
Wiro cepat melompat menolong Suma Mahendra berdiri.
Ratu Duyung dan Purnama sama-sama tempelkan tangan ke
punggung pemuda ini untuk mengalirkan hawa sakti untuk
mencegah cidera tubuh di bagian dalam.
"Terima kasih, aku tak kurang suatu apa." kata Suma
Mahendra lalu buka genggaman tangan kanan.
"Kepingan emas ini, ketika aku mengerahkan tenaga dalam
untuk menjajagi, makhluk pemilik tongkat merasa ada kontak. Dia
langsung mengirimkan serangan. Daya serangannya luar biasa
hebat. Padahal jarak makhluk itu dari sini sangat jauh. Namun
dalam waktu cepat, sebelum matahari naik dia akan segera
berada di tempat ini. Dia membekal niat dahsyat. Membuat topan
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
80 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito di Gurun Tengger untuk menggulung dan melumat kalian. Tadi
sewaktu kalian pertama kali sampai di dasar kawah ini, aku rasa
dia telah menjajal mengirim angin dan debu ...."
"Betul sekali." yang berucap adalah Resi Jantika Lamantara.
"Tadi memang ada angin dan debu. Jadi makhluk itu rupanya
yang akan menimbulkan bencana di kawasan ini. Semoga Dewa di
kahyangan turun tangan untuk menghukum dirinya. Tidak satu
orang atau makhluk pun boleh merusak kesucian hari besar
Kasada." "Sahabat semua, sebaiknya kalian segera meningglkan
tempat ini. Cepat naik ke atas ..."
Purnama membisikkan sesuatu ke telingan Wiro.
Wiro lalu berkata pada Suma Mahendra. "Dalam semua
kejadian yang menimbulkan semua malapetaka keji ini kami
melihat bunga tanjung muncul dimana-mana. Bahkan pakaian
yang kau kenakan di sulam dengan gambar bunga itu. Kami
mohon petunjukmu apa arti dan hubungan bunga tanjung dengan
semua kejadian keji itu."
"Sebelum aku menitis masuk ke dalam tubuh Cakra Mentari,
aku terlebih dahulu mengirimkan ratusan bunga tanjung ke dalam
tubuhnya sebagai pagar penjaga keselamatan. Namun sewaktu
pemuda itu terperangkap dalam tangan makhluk jahat, mahkluk
jahat menyusupkan lebih dari tiga ratus bunga tanjung ke dalam
tubuh Cakra Mentari, merusak dan menghancurkan bunga tanjung
milikku. Bunga tanjung berubah menjadi bunga noda. Jika kau
ingin mengalahkan Cakra Mentari, kau harus menguras habis
semua bunga tanjung yang ada dalam tubuhnya ...."
"Caranya?" tanya Gondoruwo Patah Hati yang bicara untuk
pertama kalinya.
"Konon ada satu pantangan yang tak boleh dilanggar oleh
Cakra Mentari. Sayangnya aku tidak tahu apa pantangan itu."
Purnama belum puas. Dia berkata lagi. "Wiro sahabatku ini
dicelakai oleh Cakra Mentari hingga hilang kejantanannya sebagai
laki-laki. Apakah kau punya petunjuk untuk mengobatinya?"
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
81 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Suma Mahendra menatap ke bagian bawah pusar Wiro.
Kelopak matanya bergetar.
"Ada satu tanda putih di bawah pusar. Seseorang, mungkin
saja Cakra Mentari sengaja menyusupkan bunga tanjung untuk
melumpuhkan kejantananmu. Bunga tanjung itu harus dicari dan
ditanam di bawah pohon tanjung, diantara dua akar yang sejajar
...." "Kejadiannya sudah cukup lama. Bagaimana mungkin
mencari dan menemukan bunga tanjung yang satu itu ...."
Suma Mahendra merenung lalu pejamkan kedua matanya.
Saat mata dibuka kembali pemuda ini berkata.
"Ada petunjuk dari alam gaib. Berasal dari pohon tanjung
besar yang pernah tumbuh di alun-alun Kerajaan Singosari. Pohon
itu kemudian masuk ke dalam kawah ini lalu satu kekuatan
dahsyat memindahkannya ke Gurun Tengger, di pakai untuk
tempat Cakra Mentari melakukan tapa sesat. Menurut petunjuk
seorang perempuan berusaha menolong Wiro. Dia mengambil
bunga tanjung yang disusupkan di bawah pusar lalu
menghancurkannya. Tanpa diketahui perempuan penolong pada
saat itu terjadi satu hal aneh. Hancuran bunga tanjung menguap
di udara lalu dihembus angin gaib, menyatu kembali namun
masuk ke dalam kemaluan perempuan itu ..."
"Oala!" ucap Naga Kuning.
"Untuk menyembuhkan Wiro, bunga tanjung itu harus
didapatkan, diambil dan seperti kataku tadi disusupkan diantara
akar sejajar sebuah pohon tanjung. Pohon sanjung dimana saja
yang bisa kalian temukan."
"Apakah ... apakah ..." Naga Kuning kembali membuka
mulut. Kali ini sambil mesem-mesem geli. "Apakah diketahui siapa
adanya perempuan yang menolong Wiro itu" Kalau tidak diketahui
apakah mungkin kita semua memeriksai sekian banyak kemaluan
perempuan untuk mencari bunga tanjung itu" Untung-untung
masih utuh. Kalau sudah leleh dan bau-bau pesing!! Oala! Hik ...
hik ... hik!" si bocah berambut jabrik ini lalu tertawa cekikikan.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
82 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Wiro, Purnama dan Ratu Duyung terkesiap mendengar
ucapan lucu tapi kurang ajar itu. Resi Jantika tundukkan kepala
mengucap berulang kali. Semua orang merasa khawatir kalau
Suma Mahendra marah.
Gondoruwo Patah Hati pencet tengkuk Naga Kuning seraya
membentak. "Bocah edan! Ini bukan saatnya bicara ngelantur
seenak udelmu!"
Sebaliknya tidak disangka Suma Mahendra malah tertawa
gelak-gelak sampai wajahnya menjadi merah.
"Ratusan tahun dalam alamku, aku tidak pernah mendengar
senda gurau yang menyegarkan seperti itu." kata Suma Mahendra
pula. "Ucapan sahabat kecil itu benar adanya. Mungkin satu
petunjuk lagi bisa aku beritahu. Perempuan yang menolong Wiro
adalah seorang yang berasal dari alam gaib ..."
"Nah ... nah!" kembali Naga Kuning bersuara. Kali ini sambil
melirik ke arah Purnama.
Merasa tidak enak dirinya seperti dicurigai Purnama cepatcepat berkata. "Sahabat Suma Mahendra. Tidak sia-sia kami
datang kesini. Kami sangat berterima kasih atas semua petunjuk
yang kau berikan."
"Ada satu hal yang menjadi pertanyaan dalam pikiran dan
hatiku. Apakah Cakra Mentari pantas bertanggung jawab dan
dibunuh" Karena semua kejahatan yang dilakukannya berpangkal
pada tipu daya makhluk tanpa wajah. Ketika dia berusia dua belas
tahun dia anak yang cerdas. Tanpa setahu kedua orang tuanya


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

secara gaib aku mengajarkan ilmu silat dan kesaktian padanya.
Dia memiliki ilmu kesaktian yang disebut Raja Demit berupa satu
makhluk raksasa berkulit merah yang bisa keluar dari gosokan
kedua tangannya. Dia juga memiliki ilmu pukulan sangat
berbahaya yang didapat setelah bersamadi di Gurun Tengger.
Pukulan itu bernama Tiga Cahaya Alam Gaib, memancarkan
cahaya merah, biru dan hijau. Setahuku pemuda itu mempunyai
teman seekor elang putih berjambul hitam. Hanya itu yang bisa
aku sampaikan pada kalian ..."
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
83 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Kami sangat berterima kasih. Setelah tahu siapa dan
bagaimana keadaan Cakra Mentari tentunya kami ..."
Ucapan Purnama terputus. Tiba-tiba ada getaran keras di
dasar kawah. Air yang tergenang di beberapa bagian kawah
tampak bergejolak seperti mendidih. Di langit tampak tebaran
debu coklat kehitaman disertai suara angin menyerupai tiupan
seribu seruling.
"Topan ..." desis Resi Jantika Lamantara.
"Sahabat semua! Lekas tinggalkan tempat ini. Naik ke atas
gunung! Cepat!" teriak Suma Mahendra. Lalu pemuda ini balikkan
tubuh, melangkah masuk ke dalam lobang di dinding kawah.
Secara aneh dinding yang berlobang membentuk mulut goa itu
menutup kembali!
Didahului oleh Gondoruwo Patah Hati dan Naga Kuning,
disusul oleh Resi Jantika Lamantara, Wiro, Ratu Duyung dan
Purnama, semua orang itu melesat ke atas gunung. Namun dari
atas gunung menggebubu angin luar biasa dahsyat, menghantam
ke bawah membawa debu dan pasir gurun hampir selebar mulut
gunung dengan ketebalan mencapai tiga tombak! Daya dorong
yang luar biasa hebat membuat semua orang tertekan ke bawah.
Apapun yang mereka lakukan tidak mampu menembus ke atas,
tidak dapat menyelamatkan diri. Naga Kuning yang pertama sekali
kelihatan limbung lalu terlempar ke bawah. Gondoruwo Patah Hati
berusaha mencekal tangan anak ini tapi diapun ikut terseret dan
terhempas jatuh. Sementara Wiro, Purnama dan Ratu Duyung
tampak menggapai-gapai sia-sia.
"Celaka!" teriak Resi Jantika. Tubuhnya melayang paling
cepat ke bawah. "Kita semua akan terkubur hidup-hidup di dasar
kawah!" dalam keadaan menegangkan begitu rupa tiba-tiba sang
Resi ingat sesuatu. Dia berteriak sekeras yang bisa dilakukan.
"Angin Putih Tangan Dewa! Kalian semua! Lekas pukulkan
tangan kanan kalian ke atas!" habis berteriak begitu sang Resi
terhempas ke bawah, terpelanting ke dinding kawah dan
tergeletak satu cegukan batu dengan kepala benjut berdarah.
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
84 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Setengah sadar dia kemudian menyaksikan apa yang terjadi dan
berulang kali menyebut nama Dewa.
*** Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
85 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito S E B E L A S INTAN! Naga Kuning berteriak memanggil Gondoruwo Patah
Hati dengan nama aslinya. "Aku tidak takut, aku tidak penasaran
kalau kita harus mati berdua di dasar kawah Gunung Bromo ini!"
"Gila! Aku belum mau mati!" balas berteriak si nenek. "Kau
dengar apa yang diteriakkan Resi itu" Dia tahu sesuatu! Ayo
hantamkan tangan kananmu ke atas!"
Sementara tubuh melayang ke bawah Gondoruwo Patah
Hati pukulkan tangan kanannya ke atas. Naga Kuning lakukan hal
yang sama. Keduanya sama-sama mengerahkan tenaga dalam
penuh. "Tar! Tar!"
Dari tangan kanan kedua orang itu muncul kilatan terang
disertai suara seperti petir menyambar. Lalu dua cahaya putih
melesat ke atas mengandung kekuatan angin dahsyat, menderu
menggelegar, menghantam pasir gurun tebal yang tengah
menggemuruh jatuh ke bawah laksana atap raksasa menimpa
roboh! Melihat apa yang terjadi, Wiro, Purnama dan Ratu Duyung
segera pula pukulkan tangan kanan masing-masing. Dari telapak
tangan yang putih setelah dijilat harimau sakti Datuk Rao Bamato
Hijau, menggelegar tiga kilatan cahaya terang, melesat ke atas,
bergabung dengan dua pukulan yang telah terlebih dahulu
dihantamkan Naga Kuning dan Gondoruwo Patah Hati.
Terjadilah satu hal yang hebat. Begitu lima cahaya putih
bertabrakan dengan pasir gurun yang jatuh siap menutup dasar
kawah dan mengubur hidup-hidup kelima orang itu termasuk juga
Resi Jantika Lamantara, lima ledakan luar biasa dahsyat
menggelegar. Gunung Bromo seolah hendak meletus. Pasir gurun
yang tebalnya sampai dua tombak dan bergerak turun tercabik
buyar, melesat muncrat ke atas. Lalu di udara muncul satu
kekuatan aneh, menyedot pasir serta semua orang yang ada di
dalam kawah! Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
86 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito Laksana daun kering Wiro, Resi Jantika dan empat orang
lainnya melayang di udara, dibawa angin kencang berputar-putar
ke arah selatan dimana terletak Gurun Tengger. Angin dahsyat
kemudian mencampakkan mereka ditempat yang terpisah satu
sama lain. Ketinggian ilmu yang dimiliki orang-orang itu membuat
mereka masih bisa jatuh di gurun pasir dengan hanya mengalami
cidera ringan. Walaupun begitu mereka terpaksa harus berbaring
menelungkup serata mungkin di tanah gurun dan melindungi
mata dengan lengan. Sambaran ribuan bahkan mungkin jutaan
pasir gurun laksana senjata rahasia bisa membutakan mata dan
membuat tubuh mereka berubah jadi saringan!
Ditempatnya menelungkup sesekali dan sangat hati-hati
Wiro coba mengintai dari balik lengan. Gila! Dia hanya melihat
kegelapan saking tebalnya pasir gurun yang beterbangan. Dia
terapkan ilmu Menembus Pandang. Tidak mempan!
"Apa yang harus aku lakukan?" pikir murid Sinto Gendeng.
Dia mengusap wajahnya yang penuh pasir dengan tangan kanan.
Saat itu samar-samar dia melihat kalau warna putih di telapak
tangan kanannya tak ada lagi. "Datuk Rao Bamato Hijau. Dia yang
membuat warna putih dengan jilatan lidah. Ternyata warna putih
itu adalah satu kekuatan ilmu dahsyat yang mampu melabrak
hembusan angin topan, merobek tumpukan pasir gurun hingga
menguak celah untuk menyelamatkan diri. Resi Jantika
menyebutnya Angin Putih Tangan Dewa. Bagaimana sang Resi
tahu nama ilmu kesaktian tersebut. Apakah dia punya hubungan
dengan Datuk Rao Basaluang Ameh di tanah seberang pemilik
harimau putih sakti" Datuk Rao Bamato Hijau, aku harap kau
mendengar suaraku. Kalau tidak berkat pertolonganmu, aku dan
teman-teman saat ini mungkin sudah terkubur jadi bangkai di
dasar kawah Gunung Bromo. Kami sangat berterima kasih ..."
Sementara itu ditempat lain Ratu Duyung tutupi wajahnya
dengan cermin sakti. Setiap ada kesempatan dia berusaha melihat
ke dalam cermin. Gelap kelam. Hanya itu yang terlihat. Gadis ini
maklum bukan hanya tebalnya topan pasir yang jadi kendala, tapi
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
87 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito ada suatu kekuatan sangat dahsyat ikut menahan daya sakti
cermin. "Makhluk jahanam tak punya wajah itu. Pasti dia ada di
gurun ini." pikir Ratu Duyung. "Berapa lama aku bisa bertahan
dari topan gila ini" Dimana Wiro. Dimana yang lain-lainnya?"
dalam keadaan menelungkup dia berteriak. "Wiro"! Kau dimana"!
Tak ada jawaban. Begitu juga setiap Ratu Duyung berteriak nama
yang lain. Sama sekali tidak ada jawaban. Suara teriakannya
lenyap ditelan gaung panjang tak berkeputusan suara angin topan
yang menderu ganas. Ratu Duyung kerahkan ilmu Menyerap
Detak Jantung untuk mengetahui keberadaan Wiro dan yang lainlainnya. Tapi gagal.
"Ini bukan topan kehendak alam. Seperti yang dikatakan
Suma Mahendra ini adalah topan buatan makhluk tanpa wajah!
Untuk mencelakai Wiro dan para sahabat termasuk diriku.
Agaknya makhluk itu sudah tahu pertemuan dengan Suma
Mahendra." Ratu Duyung membatin dalam hati. "Berarti makhluk
itu ada di gurun ini juga! Kalau aku bisa mengetahui dimana dia
berada ..." Ratu Duyung berusaha memandang ke berbagai
penjuru namun tetap saja dia hanya bisa melihat kegelapan
menghitam akibat tebaran pasir gurun yang luar biasa tebal.
Resi Jantika Lamantara beruntung jatuh di Gurun Pasir
Tengger tak jauh dari satu gundukan batu. Dengan
menggulingkan diri dia berlindung di balik batu ini. Namun
pikirannya diselimuti rasa khawatir amat sangat. Hatinya tiada
henti berkata. "Aku harus menyelamatkan kuil. Aku harus
menyelamatkan semua benda persembahan untuk hari suci
Kasada besok. Aku tak bisa hanya tinggal diam di tempat ini.
Topan belum tentu berhenti sampai malam nanti. Dewa Penguasa
Alam, lindungi diriku. Aku harus melakukan sesuatu."
Dengan nekad Resi usia delapan puluh tahun ini bangkit
berdiri. Terbungkuk-bungkuk dia melangkah ke arah di mana dia
menduga terletaknya kuil. Namun baru dua langkah berjalan
terpaan topan membuat tubuh sang Resi terpental dan jatuh
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
88 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito terguling di pasir. Masih nekad dia kembali berdiri. Sekali ini
hantaman pasir melabrak tubuhnya. Pakaian putihnya berlubanglubang. Ratusan pasir menusuk kulit, masuk menembus ke
daging. Resi Jantika mengeluh kesakitan. Ketika sekali lagi angin
deras menghantam, orang tua ini terpental, terkapar di tanah
gurun tak mampu bergerak lagi. Dari mulutnya terdengar suara
merapal doa diselingi erang menahan sakit.
Di satu tempat di arah timur Gurun Tengger Purnama
merapal satu aji kesaktian. Dari tubuhnya memancar cahaya biru
yang diharapkan bisa melindungi diri dari kemungkinan tersambar
pasir gurun. Celakanya setiap pasir gurun berbenturan dengan
lapisan cahaya biru terjadi letupan keras disertai pancaran bunga
api yang berbalik membakar pakaian birunya. Purnama akhirnya
berhenti merapal. Seperti Ratu Duyung dia kemudian teringat
keterangan Suma Mahendra kalau topan yang terjadi saat itu
adalah perbuatan gila makhluk tanpa wajah.
"Kalau topan gila ini memang hasil perbuatan makhluk itu,
mungkin aku bisa mengetahui dimana dia berada lalu
memancingnya keluar dari persembunyian! Tapi dimana temanteman. Apa sanggup menghadapi mahkluk jahat itu sendirian?"
Gadis dari alam gaib ini coba menyelidik keberadaan Wiro dan
kawan-kawan dengan ilmu Nafas Sepanjang Badan. Namun
seperti yang terjadi dengan Ratu Duyung, ilmu tersebut tidak
mampu diterapkan. Purnama berpikir sejenak lalu masukkan
tangan kanannya ke saku celana biru. Dari saku ini dia keluarkan
gompalan tongkat emas milik makhluk tanpa wajah. Gompalan
tongkat ini diikatnya dengan benang sepanjang sepuluh langkah
yang dicabut dan dibuat dengan cepat dari benang baju biru
pakaiannya. Gadis ini pegang ujung benang kemudian bersurut
menjauh. Di dalam gelapnya topan pasir Gurun Tengger,
gompalan tongkat emas mengeluarkan cahaya kuning terang.
Purnama menunggu dengan dada berdebar dan dia tidak
menunggu lama. Selagi masih bersurut tiba-tiba dari arah timur
tampak cahaya kuning luar biasa terang, melesat ke arah
Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
89 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito tempatnya tengkurap. Purnama tarik ujung benang yang
mengikat gompalan tongkat emas sambil berguling menjauh.
Cahaya kuning berkiblat, melabrak tanah didepannya. Pasir gurun
muncrat sampai dua tombak. Di tanah tampak satu lobang besar
dan dalam mengepulkan asap. Purnama berbaring tak bergerak.
Mata menatap lurus ke depan. Makhluk yang ditunggu tidak
muncul. Namun Purnama yakin makhluk itu masih berada di
gurun. Karenanya dia siapkan ilmu kesaktian bernama Menahan
Raga Menyerap Tenaga yang mampu membuat lawan kaku lemas
seluruh anggota tubuhnya. Namun sang makhluk tetap tidak
menampakkan diri.
Mendadak Purnama merasa merinding. Jangan-jangan
makhluk jahat tanpa wajah itu sudah berada didekatnya, melihat
dirinya tapi dia sendiri tidak melihat makhluk itu! Memikir seperti
itu Purnama segera saja melenyapkan diri, masuk ke dalam alam
roh tapi sosok tubuh kasarnya masih tetap berbaring di tanah.
Apa yang terjadi dengan Naga Kuning dan Gondoruwo Patah
Hati" Ketika tubuh mereka melesat ke udara dan tersedot ke atas
puncak Gunung Bromo kedua orang yang sebenarnya adalah
sepasang kekasih ini sempat saling berpegangan. Sewaktu jatuh
di tanah gurun keduanya jatuh saling tindih dan beruntung masuk
ke satu cegukan tanah hingga agak terlindung dari sambaran
pasir gurun. Namun setelah ditunggu beberapa lama Naga Kuning
yang menindih di sebelah atas masih tidak turun-turun dari atas
tubuh si nenek bahkan sama sekali tidak bergerak. Ketika
diperhatikan kedua matanya terpejam.
"Gunung, kau kenapa?" tanya Gondoruwo Patah Hati
khawatir. Gunung adalah nama asli Naga Kuning. Si nenek
merangkak mendekati bocah itu. Tubuh Naga Kuning diguncang.
Anak ini masih saja diam tak bergerak. "Heh..?" Gondoruwo Patah
Hati semakin khawatir. Pipi Naga Kuning ditepuk-tepuk. Sewaktu
mau diangkat diturunkan ke samping tubuh si bocah terasa berat.
Sementara di sebelah bawah ada sesuatu yang menekan dan
terasa panas dan sesekali bergerak-gerak.


Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
90 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Gunung! Kau jangan macam-macam!" teriak Gondoruwo
Patah Hati. Dia merasa ada yang tidak beres. Terlebih sewaktu
sosok Naga Kuning yang menindihnya tiba-tiba berubah menjadi
sosok seorang kakek gagah mengenakan jubah kelabu! Ini adalah
ujud Naga Kuning yang sebenarnya dan dikenal dengan nama Kiai
Paus Samudera Biru. "Kurang ajar! Kau mau berbuat apa"!"
bentak si nenek. Dia berusaha menurunkan tubuh yang
menindihnya tapi tubuh itu semakin berat. Malah dua tangan si
kakek kini bergerak merangkulnya. Lalu ditelinganya terdengar
suara bisikan. "Intan, lama sekali aku menginginkan kita berdua-dua
seperti ini. Baru sekarang ada kesempatan..."
"Ihhh!" Gondoruwo Patah Hati terpekik. "Tua bangka kurang
ajar! Lekas turun! Kalau tidak ..."
"Nek, tidakkah kau ingin merubah dirimu menjadi Intan Ning
Lestari agar kita bisa bermesraan lebih mantap" Apa kau tega
membiarkan diriku seperti ini?" bisik Naga Kuning alias Kiai Paus
Samudera Biru. "Kiai edan! Jangan-jangan kau sudah kemasukan roh
jahatnya Cakra Mentari!" si nenek susupkan tangan kirinya ke
balik jubah si kakek. Kiai Paus Samudera Biru mesem-mesem
merasakan sentuhan tangan yang menjalar itu. Dia menunggu
datangnya usapan terakhir ditempat yang tak bisa dibayangkan.
Namun tiba-tiba sang kiai menjerit keras. Kantong menyan
perabotannya kena dipencet si nenek! Tanpa disuruh lagi
langsung saja tubuh si kakek melintir turun ke tanah. Dua kaki
melejang-lejang, mulut mengerang dan muka meringis menahan
sakit. "Rasakan! Makan pencarianmu!" maki Gondoruwo Patah
Hati lalu cekikikan. Namun nenek ini kemudian hentikan tawa dan
unjukkan muka khawatir. Sebabnya sosok Kiai Paus Samudera
Biru kini tergeletak di tanah tidak bergerak tidak bersuara! Ketika
dia menatap muka si kakek kelihatan sepasang matanya terbuka
mendelik. Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
91 TOPAN DI GURUN TENGGER
Bastian Tito "Astaga! Jangan-jangan ..." si nenek ketakutan lalu jatuhkan
diri dan peluk tubuh si kakek. Dia usap kepala sambil ciumi Kiai
Paus. "Gunung, apakah tadi aku terlalu keras memencet anumu?"
Si kakek tidak dapat menahan tawanya lagi. Sosoknya
berubah menjadi Naga Kuning kembali. Sambil merangkul
punggung dengan kedua tangan serta menggelungkan dua kaki
dipinggul si nenek bocah ini tertawa terpingkal-pingkal.
"Anak kurang ajar!" Gondoruwo Patah Hati mendamprat lalu
berguling menjauh sambil terus memaki panjang pendek.
T A M A T Ikuti episode berikutnya berjudul
NY N AWA A TITIPA P N A Bharata Yudho Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
92 Misteri Kapal Layar Pancawarna 21 Pendekar Rajawali Sakti 187 Penghuni Kuil Emas Patung Dewi Ratih 1

Cari Blog Ini