Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci Bagian 1
Tiraikasih Episode ke : 185
Ebook by : Dewi Tiraikasih
Scan Kitab by : Syaugy_ar
mailto:22111122@yahoo.com
185 Jabang Bayi Dalam Guci
Tiraikasih JABANG BAYI DALAM GUCI
Tiba-tiba satu bayangan putih berkelebat. Tahu-tahu
seorang kakek berselempang kain putih, berkumis dan
berjanggut seputih kapas telah berdiri di hadapan Ken
Parantili. Di tangan kanan orang tua Ini memegang
sebuah guci tembus pandang berisi air bening.
"Dengan izin Para Dewa, dengan lindungan kasih
sayang Yang Maha Kuasa, aku mohon masukkan
jabang bayi itu ke dalam guci ini." Berkata si orang tua.
"Resi, aku...." Ken Parantili tidak bisa meneruskan
ucapan. Perlahan-lahan tangan kanan yang memegang
jabang bayi diangkat, didekatkan ke atas guci tembus
pandang. Ketika genggaman dilepas. Jabang bayi
merah langsung masuk ke dalam guci.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
2 Tiraikasih MALAM sunyi dan
dingin di bantaran Kali
Gondang tak Jauh dari desa
Kebonarum. Hampir bersamaan waktunya ketika Raja
Mataram dan rombongan meninggalkan tempat rahasia
di Sumur Api dalam perjalanan menuju Kotaraja. Hujan turun rintik-rintik.
Bulan biru masih menggantung indah di langit Mataram, memancarkan cahaya sejuk.
Di satu tikungan
kali yang aliran airnya bergelombang deras terlihat
sebuah bangunan candi kecil, menghitam di bawah
bayang-bayang sebuah pohon besar yang tumbuh miring. Pohon telah tumbuh lebih dari seratus tahun, hampir sama dengan usia
candi. Konon pohon itu
ditanam ketika candi mulai dibangun.
Karena letaknya yang sangat terpencil dan sulit dicapai, sejak selesai dibangun
candi itu jarang
didatangi orang. Di bagian belakang dan kiri kanan
candi terbentang kawasan berbatu-batu tinggi dan
terjal, ditutup pula oleh rimba belantara lebat. Satu-satunya jalan untuk
mencapai candi adalah melalui Kali Gondang. Tapi karena arus air kali di
tikungan selalu besar dan sangat berbahaya maka tak ada yang berani
mempertaruhkan nyawa. Menurut penduduk desa
Kebonarum beberapa kali orang-orang nekad
berusaha mendatangi candi dengan menaiki perahu
dan getek. Mereka tertarik oleh kabar bahwa di dalam candi terdapat sejumlah
harta karun. Namun semua
mereka menemui ajal ditelan arus. Kabarnya arus air di Kali Gondang mendadak
berubah menjadi lebih besar
dan ganas jika ada orang berada di sekitar kali dan
coba mendekati candi.
Namun malam itu ada satu keanehan. Dari luar
candi terlihat cahaya temaram pertanda ada orang di
dalamnya Memang ternyata begitulah kejadiannya
Saat itu di dalam candi berada seorang Resi yang sejak dua malam lalu melakukan
tapa Di depannya di lantai candi terdapat sebuah lobang berbentuk empat persegi
185 Jabang Bayi Dalam Guci
3 Tiraikasih sedalam satu jengkal. Di dalam lobang terletak empat puluh keping batu berwarna
putih. Dalam tapanya sang resi memancarkan aliran hawa sakti ke dalam lobang.
Setelah dua hari dua malam berlalu, pada malam ketiga kepingan-kepingan batu
putih pancarkan cahaya
merah. Semakin lama cahaya itu semakin terang. Candi yang tadinya gelap gulita
kini menjadi benderang.
Bersamaan dengan itu di dalam candi menebar bau
harum dan hawa sejuk.
Tepat di pertengahan malam ketika empat puluh
kepingan batu memancarkan cahaya yang sangat
terang tiba-tiba dari arah pintu depan candi berkelebat satu cahaya putih. Lalu
terdengar satu suara lembut berucap.
"Resi Kali Jagat Ampusena, kekuatan tapamu mampu menyalakan empat puluh keping
batu putih. Tapamu diterima, berhentilah bersemedi dan dengar
baik-baik apa yang aku katakan."
Resi bernama Kali Jagat Ampusena mengusap
wajah yang ditumbuhi kumis dan janggut putih,
perlahan-lahan buka sepasang mata. Hal pertama yang
dilihatnya setelah mendengar suara tadi adalah cahaya putih di pintu candi.
Serta merta orang tua berusia
hampir seratus tahun ini tundukkan tubuh, kepala
menyentuh lantai candi, mulut berucap.
"Roh Putih pelindung langit dan bumi, saya yang rendah sangat berterima kasih
Roh Putih telah berkenan datang. Saya tahu ketenteraman telah datang di Bhumi
Mataram. Namun rasa aman masih belum mencapai
kesempurnaan. Untuk itu saya mohon petunjuk lebih
lanjut dari Roh Putih."
"Resi Kali Jagat Ampusena, ucapanmu menyatakan betapa hati sanubarimu
menunjukkan bakti yang sangat tinggi terhadap Kerajaan. Tetapi ketahuilah,
urusan Kerajaan sudah ada yang menangani. Mataram masih
memiliki seorang Raja. Kerajaan masih mempunyai
banyak pejabat dan orang sakti berkepandaian tinggi
yang telah dan akan tetap berbakti untuk Bhumi
Mataram. Biar semua mereka itu yang mengatur sesuai
185 Jabang Bayi Dalam Guci
4 Tiraikasih dengan kehendak Yang Maha Kuasa. Bagi dirimu, ada
satu tugas yang sebenarnya sudah tersurat di alam gaib sejak dua puluh purnama
yang lalu..."
Dalam kejutnya mendengar ucapan Roh Putih Resi Kali Jagat Ampusena kembali
rundukkan tubuh dan
kepala. "Roh Putih, saya mohon diberikan petunjuk atas tugas yang menjadi kewajiban saya
itu." Baru saja sang Resi keluarkan ucapan tiba-tiba di lantai di hadapannya muncul
sepasang kasut berwarna putih.
"Resi Kali Jagat pada saat cahaya putih lenyap dari pandangan matamu maka
berdirilah. Kenakan
kasut putih. Kasut putih akan membawamu ke satu
tujuan. Di tempat itu kau akan menemukan seratus butir mutiara putih di dalam
sebuah mangkok perak. Segera
lakukan semedi. Sebelum fajar menyingsing dengan
kehendak Yang Maha Kuasa seratus mutiara akan
meleleh laiu berubah menjadi sebuah guci sangat
indah tembus pandang, lengkap dengan tutup yang
mencantei di bibir guci. Benda apa saja yang masuk ke dalamnya akan terlindung
dan dapat dilihat dengan
mata telanjang seolah guci itu terbuat dari kaca "
"Sungguh besar kuasa Sang Hyang Jagatnatha...." Resi Kali Jagat ucapkan pujian.
"Roh Putih, apa yang selanjutnya harus saya lakukan?"
"Ambil guci itu. Masukkan air embun yang bisa kau dapat dari tetesan yang ada di
dedaunan. Sebelum fajar menyingsing air embun itu sudah harus mencapai dua
pertiga ketinggian guci. Jika hal itu sudah kau lakukan, kau akan menerima
petunjuk lebih lanjut dan kasut putih akan membawamu ke setiap tujuan sesuai
kehendak Yang Maha Kuasa. Satu hal penting kau harus menjaga guci itu baik-baik.
Kau harus menganggap
guci itu pertaruhannya sama saja dengan nyawamu.
Karena kelak guci itu akan menjadi rahim kedua dari
satu jabang bayi...."
"Rahim kedua dari satu jabang bayi?" Resi Kali Jagat Ampusena mengulang ucapan
mahluk gaib 185 Jabang Bayi Dalam Guci
5 Tiraikasih berupa cahaya putih di ambang pintu candi yang
dipanggilnya sebagai Roh Putih.
"Resi Kali Jagat, ucapan sudah kau dengar.
petunjuk sudah kau dapat. Sekarang laksanakan
tugasmu." Resi Kali Jagat Ampusena kembali rundukkan
tubuh dan kepala.
"Roh Putih, saya siap melaksanakan tugas."
"Semoga Yang Maha Kuasa melindungi dan
memberi pertolongan padamu."
"Terima kasih Roh Putih." Resi berusia seratus tahun itu luruskan tubuh. Ketika
memandang ke arah pintu candi, cahaya putih yang tadi ada di tempat itu ternyata
sudah lenyap. Si orang tua mengusap wajah beberapa kali.
Hatinya tiba-tiba saja membatin. "Apakah barusan aku bukannya bermimpi?" Mata
sang Resi kemudian
menatap sepasang kasut putih di lantai candi. "Tidak, aku tidak bermimpi." Ucap
hatinya meyakinkan diri.
Resi Kali Jagat cepat berdiri. Kasut putih dikenakan pada kedua kaki. Saat itu
juga dia merasa tubuhnya
seringan kapas. Belum sempat dia melangkah, sepasang kasut putih telah
menggerakkan dua kakinya.
"Kasut putih sahabatku, bawa aku segera ke tempat beradanya seratus mutiara
putih." Resi Kali Jagat berkata.
Saat itu juga si orang tua merasa tubuhnya
terangkat ke udara lalu ketika dia membuat gerakan
melangkah ternyata dirinya melayang. Sekejapan saja
dia sudah keiuar dari dalam candi dan melayang di
udara malam yang dingin. Menatap ke langit dia
melihat bulan biru memancarkan cahaya bening dan
sejuk. Hujan gerimis telah berhenti.
"Bulan biru di langit Mataram. Aku bisa berjalan melayang seolah terbang.
Seratus mutiara putih.
Jabang bayi di dalam guci. Kebesaran Yang Maha
Kuasa sungguh tidak terjangkau oleh akal semua insan."
Resi Kali Jagat Ampusena berucap dalam hati
185 Jabang Bayi Dalam Guci
6 Tiraikasih ROMBONGAN yang menjemput Raja Mataram di kawasan
rahasia Sumur Api
memasuki Kotaraja setelah lewat tengah malam. Di langit bulan purnama empat
belas hari berwarna biru
memancarkan cahaya lembut dan sejuk. Di depan sekali kelihatan kereta putih yang
ditumpangi Raja Rakai Kayu Wangi Dyah Lokapala bersama permaisuri dan putera
puterinya yang masih kecil-kecil. Seperti telah diceritakan daiam episode
sebelumnya (Bulan Biru Di Mataram)
kereta putih dikusiri oleh anak buah Raja Jin Hutan Roban, satu mahluk berjubah
putih berwajah licin. Di sebelahnya duduk Ratu Randang tampak agak terkantukkantuk. perjalanan jauh yang cukup melelahkan serta bayangi rasa takut akan adanya
serangan mendadak akhimya
sampai juga di tujuan dengan selamat
Ketika rombongan memasuki pintu gerbang halaman istana, mendadak satu ledakan
dahsyat menggelegar di halaman belakang Istana. Cahaya angker membersit ke
udara dalam bentuk lima larik sinar merah yang pada
kedua tepinya ada alur berwarna hitam. Lima sinar
bersibak menebar. Satu melesat ke arah atap Istana, dua lainnya menyambar ke
arah dua sudut tembok halaman
dua lagi menghambur ke arah pohon beringin besar di halaman dalam istana. Semua
kuda penarik kereta dan
gerobak meringkik keras. Agaknya mereka melihat
sesuatu yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa. Lima sinar merah bertepi
hitam kemudian lenyap. Keadaan
serta merta dicekam kesunyian
Sewaktu ledakan menggelegar, Ratu Randang segera melompat turun dari atas kereta
Kakek sakti Kumara
Gandamayana yang berada di bagian belakang
rombongan cepat melesat ke pintu gerbang, terus
memasuki halaman istana Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi berjaga-jaga di kiri kanan kereta putih, mencegah Raja Mataram
agar tidak keluar dan turun
dari kereta. "Apa yang terjadi?" Raja bertanya sambil keluarkan 185 Jabang Bayi Dalam Guci
7 Tiraikasih kepala dari jendela kereta.
"Belum jelas Yang Mulia," jawab Kunti Ambiri.
"Tadi ada lima cahaya merah bertepi hitam menyusul suara ledakan. Lalu lenyap.
Kakek Kumara sedang
melakukan penyelidikan."
"Pasti ini pekerjaan Sinuhun Merah Penghisap Arwah Heran sudah menemui ajal
masih mampu gentayangan."
Ucap Raja sambil memeluk seorang puterinya yang
ketakutan. "Yang Mulia, saya melihat ada keganjilan." Berkata Ratu Randang. Kalau ini
memang serangan datang dari Sinuhun merah mengapa hanya ada lima cahaya merah
Biasanya mahluk jahat itu selalu menggempur dengan delapan serangan cahaya
sekaligus."
Raja tak bisa menjawab. Justru Sakuntaladewi yang menyahuti. "Mungkin ada
sesuatu terjadi. Sebagai sebab akibat kematian mahluk alam roh Sinuhun Merah itu
"Bisa jadi begitu " Kata Raja puia Lalu dia bertanya
"Apakah Kesatria Panggilan sudah ada di sini ?"
Belum sempat Kunti Amblri menjawab tiba-tiba orang Abdi Dalem berteriak
"Ada orang bertarung di atas wuwungan Istana!"
Semua orang segera palingkan kepala, arahkan
pandangan ke atas atap istana. Raja Mataram kembali ulurkan kepala dari jendela
kereta putih untuk
menyaksikan apa yang terjadi.
Di atas atap Istana satu mahluk aneh yang tubuhnya dikobari nyala api tampak
tengah menggempur seorang
pemuda berambut panjang yang bukan lain adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng.
"itu Kesatria Panggilanl" Teriak Raja Mataram
"Dia dalam keadaan terdesak. Lekas dibantul"
Kumara Gandamayana yang telah kembali ke pintu gerbang memberi tahu Ratu
Randang. Kunti Ambiri dan
Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sakuntaladewi untuk menjaga Raja Mataram dan
keluarganya yang masih berada di daiam kereta serta
dua kereta iain di sebelah belakang.
"Kalian tetap di sini. Aku akan membantu Kesatria Panggilan." Kata si kakek.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
8 Tiraikasih Pada saat itu dari atas atap terdengar suara orang berteriak.
"Kuntit Cepat keluarkan Raja dan keluarga dari kereta putih! Keluarkan semua
orang dari kereta dan
gerobak! Cari perlindungan!"
Yang berteriak adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu memang agak
terdesak oleh serangan
mahluk berapi. Beberapa kali dia melompat dan
berjungkir balik di udara untuk mengelakkan serangan ganas. Hawa panas kobaran
api yang keluar dari tubuh dan setiap serangan lawan sungguh luar biasa.
Membuat Wiro sulit mendekat dan terpaksa menghindari bentrokan langsung dua lengan.
Kumara Gandamayana yang hendak melesat ke
atas atap Istana, mendengar teriakan Wiro jadi saling pandang dengan tiga
perempuan di depannya.
"Pasti ada sesuatu! " Ucap Kunti Ambiri. Lalu gadis cantik alam roh yang duiu
dikenai dengan sebutan Dewi Ular ini mendobrak pintu kereta putih. Raja,
Permaisuri dan putera-puterinya segera dikeluarkan. Di belakang kereta putih
Sakuntaiadewi mengeluarkan keluarga Raja lainnya dari dalam dua kereta. Lebih ke
belakang, puluhan orang berserabutan melompat keluar dari
kereta dan gerobak.
Baru saja Raja dan Permaisuri serta putera-puterinya keluar dari kereta dan
berlindung di balik tembok kukuh pintu gerbang sebelah luar tiba-tiba dari arah
pohon beringin besar di depan kanan Istana melesat satu
cahaya merah bertepi hitam menyambar! ke arah kereta putih yang tadi ditumpangi
Raja Mataram dan kini berada dalam keadaan kosong.
"Awas serangan cahaya merahi" Teriak Ratu Randang. Melihat cahaya merah serangan
si nenek mengira yang menyerang adalah Sinuhun Merah
Penghisap Arwah atau kaki tangannya. Maka tidak
tunggu lebih lama Ratu Randang segera keluarkan ilmu penangkal. Dengan cepat dia
tusukkan delapan jari
tangan pada batang pohon besar di sampingnya
"Crasss! Kraakkk!"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
9 Tiraikasih Delapan jari tangan kiri kanan menancap dalam
batang pohon. Namun tidak seperti kejadian yang sudah-sudah
ilmu penangkal ternyata tidak mempengaruhi serangan
cahaya merah bertepi hitam apa lagi mampu menghancurkan atau berbalik menyerang mahluk yang
melepaskan. "Oalal" Ratu Randang terkesiap kaget. "Berarti Ini bukan ilmu bersumber pada
kesaktian Sinuhun
keparat itu. Atau mungkin ada kekuatan baru dalam
sinar merah. Aku melihat bagian tepi berwarna hitam!
Celakai Apa yang harus aku lakukan"!"
"Blaarr!"
Ledakan dahsyat menggelegar ketika cahaya
merah bertepi hitam menghantam hancur kereta putih
dan kuda penariknya. Baik kepingan kereta maupun
cabikan tubuh kuda bermentalan ke berbagai penjuru,
jatuh di tanah dalam keadaan gosong hitam berkobar
api, luar biasa mengerikanl
"Ratu! Kuntl, Dewi Kaki Tunggal. Ada dua mahluk jahat berujud manusia api di
pohon beringin! Juga
pada dua sudut tembok Istanal"
Dari atas wuwungan istana Wiro berteriak
memberitahu. Apakah sebenarnya yang telah terjadi"
Ketika ledakan menggelegar di halaman belakang Istana disusul melesatnya delapan
cahaya merah bertepi hitam Wiro yang berada di bagian depan Istana segera menyuruh tiga beias
perempuan muda yang
ada bersamanya mencari perlindungan di kandang
kuda. Karena kaiau masih berada di dalam Istana bukan mustahil bangunan itu akan
menjadi bulan-bulanan
serangan. Wiro melihat bagaimana lima cahaya merah
menyebar masing-masing satu ke atas atap, dua ke arah pohon beringin besar dan
dua lagi melesat ke atas dua sudut tembok tinggi yang mengelilingi halaman
Istana. "Lima cahaya merah, tidak ada alur kuning tapi justru ada warna hitam di kedua
tepinya." Wiro berkata sambil terus memperhatikan. Kemudian dilihatnya tiba-185
Jabang Bayi Dalam Guci
10 Tiraikasih tiba lima cahaya lenyap. "Lima cahaya tidak melakukan serangan. Ini aneh! Pasti
akan terjadi sesuatu tidak terduga!" Pikir Wiro. Maka dia segera terapkan Ilmu
Menembus Pandang. Ketika sepasang mata diarahkan
ke atas atap Istana kagetlah sang pendekar. Di atas sana dia melihat ada satu
sosok aneh dikobari api. Wiro
memperhatikan ke jurusan dua sudut tembok halaman
Istana, lalu ke arah pohon beringin besar di halaman Istana. Di pohon itu dia
kembali melihat dua sosok
mahluk berkobar api. Mereka membuat gerakangerakan mencurigakan, menatap ke arah pintu gerbang.
Mahluk di atas atap tiba-tiba membuat gerakan tangan kanan siap hendak
melepaskan pukulan sakti jarak
Jauh. Yang jadi sasaran ternyata pintu gerbang istana dfmana berada rombongan
Raja Mataram yang baru
sampai. "Raja dalam bahaya!" Pikir Pendekar 212.
Tidak menunggu lebih lama Wiro segera melesat
ke atas atap Istana. Selagi masih melayang di udara dia sudah lepaskan pukulan
Tangan Dewa Menghantam
Karang. Dalam melancarkan serangan dia harus
berlaku hati-hati agar tidak meleset dan menghancurkan atap Istana.
Ketika gelombang angin dahsyat datang menghantam, mahluk yang dikobari api segera melesat ke
udara. Gerakan luar biasa cepat dan begitu pukulan
sakti Wiro lewat di bawah dua kaki, mahluk ini segera melesat menyerbu. Agaknya
dia sengaja melakukan
pertarungan langsung dengan tangan kosong. Wiro
yang cerdik segera maklum kalau kekuatan lawan
terletak pada dua tangan yang diselubungi api. Maka dia tidak melayani untuk adu
pukul atau bentrokan
tangan. Dua tangan dipentang kedepan. Mata menatap
tak berkesip. Dari dua tangan mengepul keluar asap
putih menebar hawa luar biasa dingin.
Begitu hawa dingin menyentuh sosok berapi,
dess....desssl Terdengar letupan keras. Mahluk api
tampak sempoyongan.
"Pukulan Angin Es!"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
11 Tiraikasih Ucap Kunti Ambiri melihat apa yang terjadi dan
mengetahui ilmu apa yang dikeluarkan Pendekar 212
untuk menyerang lawan.
Mahluk berselubung kobaran api keluarkan
suara seperti raungan srigala gurun di malam buta.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
12 Tiraikasih KOBARAN api yang
menyelimuti mahluk
aneh di atas atap
Istana langsung
padam. Sosoknya kini
terlihat berupa. Mahluk ini tampak menggigil hebat
akibat hantaman hawa dingin luar biasa. Rahang
menggembung geraham bergemeletakan. Dia berusaha
berusaha menggerakkan tangan dan kaki tapi tidak
mampu. Sekujur aurat dan anggota badan membeku.
Rambut dan sepasang alis berjingkrak kaku! Ujud yang serba merah dengan cepat
diselubungi cairan putih
membeku. Sepasang mata walau membeliak besar
namun tak dapat melihat karena tertutup cairan putfh luar biasa dingin! Sekujur
tubuh kepulkan uap aneh!
Selagi mahluk itu terhuyung-huyung Wiro kirim
tendangan kilat ke arah dada. Tendangan ini bukan
tendangan biasa karena dilakukan dengan memakai
jurus Kilat Menyambar Puncak Gunung dan dialiri aji
kesaktian Harimau Dewa.
Tak ampun mahluk api mencelat mental dari atas atap, jatuh ke tanah. Hebatnya
ketika jatuh ke tanah dia masih bisa berdiri di atas dua kaki dan menggembor
garang. Namun hanya sebentar. Begitu darah
menyembur dari mulut , mahluk ini langsung roboh tergelimpang di tanah dengan
mata mencelet dan tak
berkutik lagi. Ketika lapisan putih leleh dari sekujur tubuh maka kelihatanlah
sosok dan tampang asli
sang mahluk. Ternyata mahluk ini adalah seorang lelaki muda berkulit hitam, muka bulat,
hidung besar pesek.
Kumara Gandamayana yang melompat memeriksa
keadaan orang itu mengusap dagu. Dalam hati orang tua ini berkata.
"Ada yang menyusupkan Ilmu jahat pada orang tak berdosa ini lalu mengendalikan
dari jauh. Dia mungkin orang desa yang tidak tahu apa-apa." Si kakek
memandang berkeliling lalu cepat kembali ke dekat
pintu gerbang dlmana Raja dan yang lain-lainnya
185 Jabang Bayi Dalam Guci
13 Tiraikasih berada. Selagi Wiro menendang mental lawan di atas atap, pada dua sudut tembok yang
mengelilingi halaman
Istana dan dua pohon beringin besar dimana tadi
lenyapnya empat dari lima cahaya merah bertepi hitam, tiba-tiba kelihatan
mendekam masing-masing satu
mahluk yang tubuhnya dlkobari api. Didahului
lolongan keras dua mahluk menyerbu ke arah pintu
gerbang halaman Istana. Berkelebat ke balik tembok
tinggi dimana Raja Mataram berada. Dua mahluk
lainnya turun ke bawah pohon beringin, bicara
berbisik-bisik. Yang seorang berkata.
"Jahanam di atas atap dia memiliki Ilmu pelumpuh yang bisa mengeluarkan selubung
cairan sekeras salju membeku! Untung kita dibekali Minyak Cengkih
Penangkal Bala. Lekas lumuri sekujur tubuh mulai dari rambut sampai ke kakil"
Saat itulah kawan mereka yang bertarung di atas atap Istana dihantam roboh oleh
tendangan Wiro hingga mental dan jatuh ke halaman
Istana. Melihat hal ini dua mahluk berselubung kobaran
api di bawah pohon Beringin cepat keluarkan sebuah
tabung terbuat dari bambu. Penutup tabung dibuka. Isi diguyur ke atas kepala.
Benda cair yang bernama
Minyak Cengkih Penangkal Bala dilumuri ke atas
kepala, wajah, sekujur tubuh sampai ke kaki. Anehnya walau dilumuri cairan
minyak kobaran api di tubuh
mereka masih terus menyala!
Didahului suara menggembor keras dua mahluk api Ini kemudian melesat ke atas
wuwungan Istana, tepat ketika Wiro hendak melompat turun guna melindungi Raja
dan keluarganya dari serangan dua mahluk api. Raja
saat itu dikawal ketat oleh Kumara Gandamayana, Ratu Randang, Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi. Sementara itu dua belas orang berjubah putih
bermuka licin anak buah Raja Jin Hutan Roban yang
sebelumnya diperintahkan oleh pimpinan mereka
untuk menjemput dan membawa rombongan Raja
Mataram ke Kotaraja, berkumpul di salah satu sudut
185 Jabang Bayi Dalam Guci
14 Tiraikasih halaman Istana. Salah seorang dari mereka berkata.
"Kita hanya dapat perintah menjemput rombongan Raja Mataram dan membawanya ke
sini. Tugas sebenarnya sudah selesai dan kita boleh pergi.
Tapi saat ini Raja Mataram berada dalam keadaan
bahaya. Sementara kita tidak dapat perintah untuk
melakukan hal lain selain menjemput. Apa yang harus kita lakukan"!"
"Walau tidak ada perintah dari pimpinan, sebaiknya kita membantu mengusir empat
mahluk api Itu!" Seorang Jin menyahuti.
"Kalau begitu kita harus bertindak cepat!" Jin muka licin yang bertubuh paling
tinggi mengambil keputusan.
'Wuttt! Sett. ..settt!"
Enam anak buah Raja Jin Hutan Roban melesat
keatas Istana sementara enam lainnya ke arah dua
mahluk api yang berkelebat ke jurusan pintu gerbang, siap untuk menyerang Raja
dan keluarganya.
"Dua mahluk api! Kembali ke ujud kalian semula!"
"Susul teman kalian yang sudah jadi bangkai!"
Dua Jin muka licin berteriak lalu bersama empat temannya dorongkan dua tangan
sekaligus ke arah dua
mahluk api yang berada di depan mereka. Enam cahaya
putih menderu, menebar bau kemenyan!
Dua mahluk api keluarkan suara meraung keras,
balikkan badan lalu membalas serangan lawan dengan
pukulan tangan kanan yang menebar cahaya merah
menyala bertepi hitam.
"Blaarr! Blaarr! Blaarr!"
Dua cahaya merah bertepi hitam saling bentrokan di udara dengan enam cahaya
putih. Saking hebatnya
bentrokan itu tiang pintu gejbang sebelah kiri roboh, bagian tembok halaman
runtuh! Dua kereta hancur
berantakan, dua kuda penariknya tergelimpang
meringkik keras.
Enam mahluk berjubah putih berseru kaget
ketika dapatkan diri mereka tergontai-gontai. Sepasang kaki seperti mau leleh.
Dan yang membuat mereka
berteriak kaget karena tiba-tiba sekujur jubah mereka 185 Jabang Bayi Dalam Guci
15 Tiraikasih sudah dlkobari api. Bagian dlmana seharusnya mulut
Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berada dari Jin muka licin menggembung ke depan
lalu terdengar suara meniup keras berulang kali.
Kobaran api yang membakar jubah serta merta padam.
Jubah yang tadi putih kini tampak hangus dan robek
di beberapa bagian.
Baru selamat dari serangan di depan sana enam
jin muka putih licin melihat dua mahluk api kembali hendak melancarkan serangan.
Kali Ini tidak tanggung-tanggung karena mereka pergunakan dua tangan
sekaligus! Benar saja, sekejapan kemudian empat jalur cahaya merah bertepi hitam
berkiblat luar biasa ganas!
"Kita berasal dari api neraka! Mengapa takut pada api dunia! Ha...ha...ha!"
Salah seorang Jin berjubah dan berwajah putih berseru. Lalu dia kembali
berteriak. "Jin Langit Meratap Jin Bumi Menangis!"
Itu adalah salah satu ilmu yang dimiliki anak buah Raja Jin Hutan Roban. Walau
hebat namun tingkatannya belum mencapai kesempurnaan. Tiga sosok putih
melesat ke udara sambil keluarkan suara seperti orang meratap. Tiga jin lagi
lagi jatuhkan diri ke tanah seolah-olah hendak amblaskan tubuh. Dari mulut
mereka keluar suara layaknya orang menangis! Yang di atas dorongkan telapak
tangan ke bawah, tiga yang dibawah
mendorong tangan ke atas!
Dua mahluk api tersentak kaget ketika mendadak sontak merasa seperti ada satu
tembok besar menekan
Kepala mereka ke bawah sementara di sebelah bawah
bumi bergetar dan bergerak ke atas! Sosok api mereka laksana digenceti Serangan
empat cahaya merah yang
mereka lancarkan bergoyang tak karuan lalu tiba-tiba amblas. Dua mahluk api
meraung keras. Mereka seolah
mengalami kesakitan hebat Pada hal ini adalah tipuan belaka.
Merasa berhasil menghancurkan serangan tiga
mahluk api, enam Jin Putih menjadi lengah dalam
kegembiraan mereka. Tiba-tiba tidak terduga dua
mahluk api melompat dan mengambang melintang di
185 Jabang Bayi Dalam Guci
16 Tiraikasih udara. Ini adalah satu cara untuk menghindari gencetan dari atas dan tekanan
dari bawah dibanding jika mereka tetap berdiri. Tubuh kembali mulur panjang
seperti semula. Keduanya sentakkan tangan kiri kanan. Empat
larik sinar hitam yang sebelumnya berada di dua sisi cahaya merah tiba-tiba
muncul kembali dan dengan
kecepatan kilat greekk...greekk...greekk!
Delapan larik tali hitam bukan hanya melibat enam Jin muka licin hingga tak
mampu bergerak tapi sekaligus merupakan benda tajam aneh yang memotong putus
tubuh mereka hingga terkutung-kutung di delapan
bagian. Semua orang menyaksikan kejadian yang luar biasa mengerikan itu dengan tengkuk
dingin dan jantung
serasa copot. Permaisuri dan beberapa perempuan
menjerit dan menutup muka. Enam Jin muka licin
keluarkan suara menggerung. Walau tubuh mereka
terkutung-kutung tapi tak ada darah yang menyembur.
Tak ada isi perut yang berbusalan.
Kutungan tubuh berubah menjadi asap merah lalu
lenyap tak berbekas. Enam Jin muka licin yang masih
hidup berteriak marah tapi mereka tidak berani berbuat apa-apa.
Dua mahluk api tertawa bergelak. Tiba-tiba
mereka membalikkan tubuh ke arah tembok Istana di
sisi kiri pintu gerbang yang roboh. Dua pasang mata merah mendelik besar menatap
ke arah tempat Raja
Mataram berada. Rakai Kayuwangl sendiri saat itu
sudah bersiap diri dengan keris Widuri Bulan di tangan kanan. Sementara Kumara
Gandamayana, Kunti Amblri,
Ratu Randang dan Sakuntaladewi yang sejak tadi
berjaga-jaga berjajar berkeliling siap melindungi Raja dan keluarganya.
Tiba-tiba dua mahluk api memekik keras, dua
lutut ditekuk, empat tangan dipukulkan ke depan secara berbarangan!
185 Jabang Bayi Dalam Guci
17 Tiraikasih KETIKA melihat Raja
dalam bahaya Pendekar 212 segera
melompat dari atas
atap Istana sambil melepas Pukulan Angin Es ke arah dua mahluk api yang
menyerang. Namun jarak terlalu jauh.
Selain itu di saat bersamaan dua mahluk api lainnya telah melesat ke udara
langsung menyerang dirinya.
"Wusssl"
Dua lidah api berkiblat
Dua mahluk api runcingkan mulut meniup.
Dua semburan api menderu menyusul dua lidah
api sebelumnya. Kalau dua lidah api pertama melesat
ke arah atas kepala Wiro maka dua semburan api
rnenyambar ke bagian kaki.
"Kurang ajar. Dua bangsat itu tidak memberl Kesempatan. Mereka membuat serangan
mengunci hingga aku tidak bisa melompat ke atas atau terjun ke bawahl Mereka benar-benar
inginkan nyawaku! Mereka
tidak tahu. Di dalam kecerdikan ada akal"
Wiro menjejak dua kaki. Tubuhnya naik ke atas lalu mengambang sama datar dengan
bagian tertinggi
atap Istana. Begitu lidah api lewat dialas dan dibawah tubuhnya secepat kilat
tangan kanan menggebrak
melepas Pukulan Angin Es ke arah tiga mahluk api.
Kepulan asap putih menebar hawa luar biasa dingin
menderu. Dalam jarak yang begitu dekat apa lagi tengah melesat ke udara, dua
mahluk api tidak mampu
mengelak atau menangkis.
"Dess Desss!"
Hawa dingin menyambar dan menggulung tubuh
dua mahluk api. Keduanya tampak sempoyongan
seperti mau terjungkal dari atas atap. Namun dengan cepat mereka mampu
mengimbangi diri. Yang membuat
Wiro terkejut, Pukulan Angin Es kali ini tidak membuat api yang menyelubungi
tubuh dua lawan menjadi
padam, apa lagi melumpuhkan mereka dengan
selubung cairan putih dingin menyerupai salju.
Padahal sebelumnya satu mahluk api telah dibuat tak 185 Jabang Bayi Dalam Guci
18 Tiraikasih berdaya dengan pukulan yang sama. Ini bukan lain
karena kesaktian cairan pelindung berupa Minyak
Cengkih Penangkal Bala.
Dua mahluk api tertawa bergelak seolah mengejek.
Lalu berbarangan mereka berteriak.
"Nyawa! Nyawamu! Kami minta nyawamu
pengganti nyawa sahabat kami yang kau bunuhl" Dua mahluk api lalu memutar tangan
masing-masing dalam
gerakan aneh. Empat lidah api yang tadi gagal
menghantam sasaran kini seperti dibetot tiba-tiba
berbafik, berubah membuntal laksana ombak melabrak
ke arah Pendekar 2121
"Gila!" Rutuk Pendekar 212. "Dua Setan Alas Kalian susul saja keparat sahabat
kalian itu" Teriak Wiro.
Tenaga dalam dikerahkan penuh.Tangan kiri
bergerak melepas Pukulan Benteng Topan Melanda
Samudera yang merupakan serangan sekaligus
membentengi diri. Lalu dalam waktu bersamaan tangan
kanan hantamkan Pukulan Dewa Topan Menggusur
Gunung. Dentuman dahsyat menggelegar di udara. Empat
lidah api tercabik mental ke udara. Terdengar teriakan-teriakan garang
penasaranl Memandang ke depan Wiro
tidak melihat lagi dua mahluk api Itul Mendadak dia merasa ada sambaran angin
disertai suara mendesir. Wiro mendongak ke atas. Astaga!
Empat benda aneh berbentuk tali hitam melesat ke arah Wiro dalam gerak luar
biasa cepat Empat tali yang memiliki kekuatan laksana kawat baja Ini berasal
dari dua cahaya merah serangan pukulan tiga mahluk api.
Walau dua cahaya merah berhasil dibuat musnah
tercabik-cabik namun empat alur hitam yang
mengapitnya tidak mampu dihancurkan. Tali hitam Inilah yang sebelumnya telah
membabat buntung tubuh enam
Jin muka licin! Wiro menyaksikan sendiri kejadian
mengerikan Itu! Dan kini agaknya dia akan mengalami
nasib yang sama!
"Wutttt!"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
19 Tiraikasih "Bettt! Bettt! BetttP
Empat tali hitam dengan cepat melibat sosok Wiro mulai dari leher, tubuh sampai
betis! Dua mahluk api saling memberi isyarat, siap untuk menyentakkan empat tali
maut yang memiliki kekuatan laksana seutas baja serta ketajaman seperti pedang
tipis bermata dual
"Gusti Allah! Kalau memang belum saatnya mati maka selamatkan diri saya! Kalau
memang ajal sudah
di depan mata, saya pasrah datang menghadapMul"
Wiro berseru lalu menyambung ucapan dengan rapalan
aji kesaktian ilmu Belut Menyusup Tanah. Bersamaan
dengan itu, karena dua tangannya sudah dilibat empat tali hitam dan tidak
mungkin dipergunakan untuk
melepas pukulan, dengan cepat Wiro alirkan sebagian tenaga dalam dan hawa sakti
ke kepala sambil
sepasang mata dipentang.
Aji kesaktian Belut Menyusup Tanah membuat
sekujur tubuh Wiro mulai dari kepala sampai ujung
kaki menjadi selicin belut berselubung minyak. Sosok Wiro meluncur kebawah,
lolos dari libatan empat tali hitam. Bersamaan dengan itu dari sepasang matanya
mencuat keluar dua larik cahaya hijau yang saling
bersilang. Laksana sebuah gunting raksasa dua cahaya hijau membabat ke arah tiga
mahluk api. Ilmu Sepasang Pedang Dewal
"Crasssl Crasss!"
Raungan seperti lolongan anjing menggelegar
di atas atap bangunan Istana. Dua sosok mahluk api
terkutung dua, jatuh menggelinding di atas atap lalu jatuh bergedebuk di halaman
samping. Api yang
mengobarl tubuh mereka lenyap. Dua sosok yang
terkutung mengerikan itu berubah ke ujud asli dan
berselubung warna hijau pekat Dari wajah ke dua orang itu, walau sudah berubah
hijau namun masih bisa
disaksikan kalau mereka adalah anak-anak muda
berusia belasan tahuni Sungguh sangat mengenaskan!
Ketika lolos dari libatan empat tali maut, sosok Wiro yang diselimuti aji
kesaktian Belut Menyusup Tanah
meluncur deras ke bawah dan mau tak mau
185 Jabang Bayi Dalam Guci
20 Tiraikasih menghantam atap bangunan Istana tanpa bisa dicegah.
"Braaakkk!"
Atap jebol. Tubuh Pendekar 212 terperosok masuk ke dalam Istana, jatuh setengah
berlutut di lantai batu pualam.
"Gusti Allah! Terima kasih Kau masih memberi umur panjang pada saya!"
Baru saja Pendekar 212 keluarkan ucapan puji syukur seperti itu tiba-tiba dari
sudut ruangan terdengar suara desahan nafas. Sebuah benda meluncur dan berhenti
di hadapannya. Benda itu ternyata sebuah bintang kecil
bersudut lima berwarna merah pekat, terbuat dari
perunggu. Wiro palingkan kepala ke arah sudut ruangan dari mana tadi datangnya benda
berbentuk bintang.
Dlsudut sana dia melihat satu sosok samar
mengenakan jubah berwarna hijau. Di atas kepalanya
ada sebuah benda memancarkan cahaya kuning yang
tidak jelas apakah topi, belangkon atau mahkota.
Wiro cepat berdiri dan membentak sambil tangan siap melepas pukulan jarak jauh.
"Siapa"!" Wiro membentak. Mata menatap tak berkesip, otak berpikir coba
mengenali siapa adanya
mahluk di sudut ruangan.
Suara jawaban yang didengar Wiro hanya berupa
suara mengiang di kedua telinganya.
"Cepat ambil bintang merah bersudut lima.
Simpan baik-baik. Jangan bunuh mahluk api ke lima.
Jika Raja sudah terselamatkan tancapkan bintang
merah ke dalam batok kepala mahluk api ke lima!"
Wiro memandang seputar ruangan lalu kembali
menatap ke arah sosok samar hijau. "Aku tidak mengerti apa maksudmu! Kau siapa!
Punya niat baik atau jahat!"
Kali ini tidak ada suara jawaban. Sosok samar
hijau di sudut ruangan berputar laksana gasing lalu
wuuss! Sosok itu lenyap amblas ke lantai ruangan yang terbuat dari batu pualam.
Wiro ambil benda berbentuk bintang merah lalu melangkah cepat ke sudut ruangan
dimana tadi mahluk samar hijau berada. Di lantai
185 Jabang Bayi Dalam Guci
21 Tiraikasih ruangan dia melihat ada sebuah lobang sangat dalam.
"Terowongan Arwah!" Ucap Pendekar 212.
"Apakah mahluk tadi bukannya Penguasa Atap Langit Bagaimana dia tahu-tahu bisa
berada di sini?"
Wiro tidak dapat berpikir dan menduga-duga lebih lama. Di luar sana terdengar
suara teriakan-teriakan riuh dan ringkikan kuda berulang kali. Benda berbentuk
bintang sudut dimasukkan ke balik pakaian. Tidak
sengaja benda Itu disisipkan di bagian yang sama
dimana sebelumnya Wiro menyimpan delapan bunga
Matahari kecil.
"Ihhhh! Jangan satukan kami dengan mahluk najis bau amis ini!" Tiba-tiba
terdengar jeritan halus.
"Ampun! Hueekkk! Aku mau muntah!"
Wiro terperangah. Delapan bunga Matahari kecil.
Delapan Pocong Menari! Wiro cepat-cepat keluarkan
benda berbentuk bintang lalu dipindah dan
dimasukkan pada sebuah celah di sabuk kulit yang
melilit di pinggang.
Tidak menunggu lebih lama dia kemudian segera keluar dan dalam ruangan. Begitu
keluar dari dalam
Istana Wiro melihat di pintu gerbang yang telah
runtuh melesat empat larik cahaya merah bertepi hitam.
Berarti dua mahluk api sudah melancarkan serangan.
Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Walau dia melihat ada Kumara Gandamayana, Ratu
Kandang, Kunti Ambiri dan Dewi Kaki Tunggal
sakuntaladewi, namun apakah mereka sanggup
nenghadapl serangan lawan dan sekaligus mampu
melindungi Raja"
Cerdiknya dua mahluk api membagi serangan
sedemikian rupa hingga benar-benar membuat terkejut
Wiro dan mereka yang melindungi Raja serta
keluarganya. 185 Jabang Bayi Dalam Guci
22 Tiraikasih EMPAT sambaran lidah api menderu
ke arah Kumara Gandamayana, Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi. Selagi ketiga orang ini berusaha menghindar
sambil balas menghantam
dengan pukulan sakti, delapan larik tali hitam yang
berasal dari dua tepi pada empat sinar merah didahului suara menggelegar menderu
ke arah Raja Mataram dan keluarganya.
Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala cepat babatkan Keris Wlduri Bulan di tangan
kanan. Selarik sinar putih berbentuk kipas raksasa membabat di udara.
"Traangg!"
Keris sakti terlepas dari genggaman Raja, terpental jatuh ke tanah, berubah
menjadi besi melengkung hitam gosong! Dua tali hitam musnah namun sisanya yang
enam terus menggebubu ke arah Raja dan keluarganya
yang saat itu terkapar dan bergeletakan di tanah.
Raja Mataram berteriak keras ketika melihat empat tali hitam menyerang ke
arahnya sementara dua lagi
bergulung ganas menuju permaisuri dan puteraputerinya. Dua orang Abdi Dalem yang hanya memiliki
Ilmu silat luar berusaha melindungi Raja dan
keluarganya dengan cara nekad yaitu hamburkan diri
monyosong serangan tali-tali hitam.
"Bettl Bett! Crasss!"
Tubuh kedua Abdi Dalem itu bertebaran ditanah dalam bentuk kutungan-kutungan
mengerikan dan berwarna hitam gosong!
Di saat yang begitu genting Raja berupaya
mellndungi diri dan keluarganya dengan pukulan sakti Payung Dewa Mengguncang
Badai. Cahaya ungu seperti
payung terkembang muncul di udara. Dua lagi serangan tali hitam dapat
dimusnahkan. Namun tidak terduga
salah seorang mahluk api melesat melewati reruntuhan tombok dan kirimkan satu
tendangan ke tangan Raja
yang tengah melancarkan pukulan sakti.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
23 Tiraikasih "Kraakk!"
Raja Mataram mengeluh tinggi. Tubuh kembali
terbanting ke tanah, lengan kanan patah dihantam
tendangan! Dalam keadaan seperti Itu dua tali hitam masih terus menderu ke
arahnya! "Celaka! Selamatkan Raja!" Teriak Ratu Randang sementara dia dan yang lain-lain
berusaha menahan
hantaman empat ildah api dengan serangan balasan.
Kumara Gandamayana lemparkan sorban kelabunya
berusaha menahan serangan empat tali hitam namun
sorban musnah tercabik-cabik lalu musnah jadi debu!
Dari arah Istana Wiro berniat melepas Pukulan
Sinar Matahari ke arah dua mahluk api. Namun dia
merasa bimbang karena keberadaan dua mahluk api
itu dekat sekali dan dalam satu garis lurus dengan
kedudukan Raja serta para sahabat. Akhirnya Wiro
membuat gerakan berjungkir balik, tubuh melesat ke
kiri lalu dari arah samping ini dia baru dapat melepas Pukulan Sinar Matahari.
Cahaya putih menyilaukan
disertai hamparan hawa luar bias panas berkiblat!
Di saat yang bersamaan dari arah depan Ratu
Rendang Kunti Ambin serta Sakuntaladewi sama-sama
pula melepas pukulan sakti menghantam empat lidah
api. Dengan demikian keberadaan dan keselamatan
Raja Mataram beserta keluarganya telah terlupakan!
Justru hal inilah yang rupanya sengaja diciptakan oleh dua mahluk api walau
maksud jahat mereka itu akhirnya mengalami kesia-siaan!
Udara di tempat itu dilanda gelegar letusan luar biasa dahsyat. Dua mahluk api
terkapar di tanah
Kobaran api yang menyelubungi mereka tak kelihatan
lagi. Kini terlihat sosok mereka berupa dua pemuda
dengan sekujur badan hangus mengelupas. Ternyata
mereka masih hidup. Mengerang panjang dan
menggeliat-geliat
Melihat hal Ini Kunti Amblrl yang tidak sabaran langsung saja melompat dan
tendang kepala salah satu dari dua orang itu hingga pecah dan tubuh mencelat
mental. Ketika Kunti Amblrl hendak menendang kepala
185 Jabang Bayi Dalam Guci
24 Tiraikasih pemuda yang kedua Wiro cepat berteriak.
"Jangan bunuh yang satu itu! Lekas selamatkan Raja"
Kunti Amblrl merasa heran mengapa Wiro melarang dia membunuh mahluk jahat itu.
Namun gadis alam roh
ini Ini mendadak sadar kalau saat Itu Raja Mataram
beserta keluarganya tidak lagi terlindungi
"Edani Kenapa kita semua berlaku tolol melupakan Raja" Teriak Ratu Randang.
Bersama sakuntaladewl nenek ini berkelebat ke arah pintu gerbang.
Dalam keadaan luar biasa genting dimana tidak
ada lagi kesempatan untuk menolong Raja dan
keluarganya dari serangan empat tali hitam, tiba-tiba dari arah tembok Istana
sebelah selatan melesat orang berpakaian hijau, rambut tergerai lepas mengambang
di udara saking luar biasa cepat gerakannya. Di
punggungnya orang ini membekal sebuah buntalan
kain hitam. Sambil melesat di udara dia berseru.
"Petir hitami Mana mungkin ada di dunia inil Tapi aku melihat dengan mata kepala
sendiri! Luar biasa!
Mengapa para sahabat tidak mau memberi tahu
sebelumnya kalau d sini ada petir anehi Hik...hlk...hlkl"
Suara yang berseru adalah suara perempuan. Sosok yang melesat di udara
berjungkir balik satu kali lalu wutttt! Tahu-tahu dia sudah menghadang di depan
empat tali hitam.
"Petir hitam di malam buta! Ada empati Weehhh!
Aku suka" Lalu sulit dipercaya tetapi nyata, orang berpakaian hijau kembangkan dua tangan.
Dengan gerakan aneh
dia berhasil menangkap ujung delapan tali hitam lalu dengan kecepatan luar biasa
dia melesat ke udara
sambil membuntal delapan tali hitam yang
disangkanya petlr.
"Jaka Pesolek!"
Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi sama berseru
berbarengan! Hlk...hikl Ini memang aku! Tapi jangan bicara dulu!
Aku lagi asyik! Ini petir paling aneh yang pernah aku lihat seumur hidup!" Orang
yang membuntal empat tali maut 185 Jabang Bayi Dalam Guci
25 Tiraikasih hitam berteriak menyahuti!
185 Jabang Bayi Dalam Guci
26 Tiraikasih ORANG berambut hitam panjang berpakaian hijau
memang adalah gadis
bernama Jaka Pesolek yang selama Ini dikenal sebagal satu-satunya manusia
memiliki kepandaian aneh luar
biasa. Yaitu mampu menangkap petir.
Dengan gerakan kilat Jaka Pesolek kembangkang dua tangan lalu
sett..sett...sett...sett! empat ujung tali hitam tahu-tahu sudah berada dalam
cekalannya lalu
dengan kecepatan luar biasa dibuntal demikian rupa
malah digulung-gulung ke tubuhnya sendirl seperti
bermain-main!. "Petir jeleki Tidak ada apa-apanya!" Si gadis berteriak lalu dia melesat ke arah
sebuah pohon besar di kiri luar tembok istana.
Tubuh diputar. "Retttt!"
Empat tali hitam yang menggulung tubuh terbuka lalu dengan cepat ganti digulung
ke batang pohon.
sambil tertawa haha-hihi Jaka Pesolek melayang turun ke tanah. Mulutnya lagilagi berucap. "Petir jelek! Tidur saja kalian di batang pohon itu! Sialan! Hanya membuangbuang waktuku sajaP
Baru saja si gadis keluarkan ucapan tiba-tiba
greek...greekk....greekkl Empat tali hitam yang
digulung pada batang pohon bergeletar keras seperti ada yang menyentakkan. Di
lain kejap batang pohon
putus di tiga tempat lalu tumbang dengan suara
bergemuruh. Empat tali hitam melesat ke udara,
membentuk asap lalu lenyap dari pandangan mata di
malam gelap! Wajah cantik Jaka Pesolek berubah pucat
menyaksikan apa yang terjadi dengan batang pohon.
"Kalau aku yang mengalami! Oala!" Si gadis cepat tekap bagian bawah perutnya.
Lalu dia meraba
ke belakang, memegang bungkusan kain hitam yang
dipanggulnya. "Aku harus cepat pergi dari sini Sebagian waktuku sudah lenyap
percuma gara-gara
185 Jabang Bayi Dalam Guci
27 Tiraikasih petir hitam sialan itu!"
Wiro cepat melompat ke arah tembok dekat pintu gerbang yang runtuh. Saat itu
dikelilingi oleh Permaisuri dan anak-anak serta beberapa orang Abdi Dalem, Raja
Mataram berusaha berdiri sambil bersandar ke bagian
tembok yang masih utuh. Tangan kanan terkulai ke
bawah karena patah di bagian lengan akibat tendangan salah satu mahluk api.
"Yang Mulia, izinkan saya mengobati lengan Yang Mulia yang patah." Berkata Wiro
begitu sampai di hadapan Raja Mataram.
"Terima kasih. Aku lebih suka kalau bisa masuk dulu ke dalam Istana bersama
semua orang yang ada
di sini sekarang juga." Jawab Raja Mataram.
"Jangan dulu masuk Istana. Saya kawatlr masih ada mahluk atau orang jahat di
sekitar sini yang secara tak terduga bisa melakukan serangan lagi." Jawab Wiro
pula. Raja Mataram terdiam sejurus. Sepasang mata
menatap ke arah kejauhan. Orang-orang itu, mengapa
mereka mengejar gadis yang tadi telah menolongku."
Berkata Raja sambil menatap ke arah Jaka Pesolek yang berlari meninggalkan
tempat itu tapi dicegah dan
berusaha dikejar oleh Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi. Sebenarnya
dengan kecepatan gerakan
kilat yang dimilikinya Jaka Pesolek tidak mungkin akan terkejar. Namun akhirnya
di satu tempat si gadis
hentikan lari, menunggu kedatangan tiga orang yang mengejarnya.
"Hal! Kalian bertiga, mengapa mengejarku?"
Bertanya Jaka Pesolek.
"Gadis gendeng! Masih bisa bertanya! Waktu di tepi telaga yang ada air
terjunnya, kau tiba-tiba lenyap begitu saja!" Berkata Ratu Randang.
Kunti Ambiri mendekati Jaka Pesolek lalu berkata.
"Waktu itu aku memberikan sehelai pakaian hijau padamu pengganti pakaian merahmu
yang robek amburadul tak karuan. Waktu itu kau pergi ke balik
semak belukar untuk berganti pakaian. Lalu kami
185 Jabang Bayi Dalam Guci
28 Tiraikasih mendengar suara teriakanmu minta tolong. Begitu kami menyelidik ke balik semak
belukar, kau tidak ada lagi di tempat itu. Apa yang terjadi" Nyatanya kau
sekarang mengenakan pakaian yang aku berikan."
"Anu, anu...panjang ceritanya. Waktuku sangat berharga. Apa kalian tidak lebih
mementingkan menolong Raja dan keluarganya lebih dulu" Aku harus
pergi." "Kalau kau berani pergi sebelum memberi
keterangan, aku tarik anumu sampai putus!"
Kunti Ambiri mengancam dan ulurkan tangan ke
bawah perut Jaka Pesolek. Si gadis cepat bersurut
mundur sambil tekap auratnya sebelah bawah. Sambil
senyum-senyum dia berkata.
"Jangan ditarik, apa lagi sampai putus! Nanti aku tidak bisa jantan tidak bisa
betina iagi! Hik...hik...hik!"
"Sahabat Jaka Pesolek, kau membawa bungkusan kain hitam! Apa isinya?" Bertanya
Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal.
"Anu...anu...."
"Anu...anu! Mengapa kau sekarang bicara seperti itu!
Menyebut anu anu terus-terusan"!" Sentak Ratu Randang.
"Anu, eh maksudku Nek, bungkusan ini isinya benda luar biasa berharga. Ada
sangkut paut dengan si anu yang menemuiku di balik semak belukar ketika aku
tengah berganti pakaian."
"Gadis sial! Siapa si anu yang kau maksudkan?"
Tanya Ratu Randang kesal dengan mata mendelik.
"Dia...Itu lelaki gagah yang menemuiku di balik semak belukar.
Kulitnya putih, wajahnya jernih. Dia tampan sekali.
Jubahnya sama warnanya dengan pakaian yang
aku kenakan. Di kepalanya bertengger semacam
mahkota aneh berbentuk atap rumah terbuat dari emas."
Ratu Randang. Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi
saling pandang. "Teruskan ceritamu," kata si nenek pula.
"Lelaki itu apik dan gagah. Tapi sayang ketika 185 Jabang Bayi Dalam Guci
29 Tiraikasih aku diam-diam meraba ke bawah perutnya ternyata di
bagian itu cuma licin-licin saja. Berarti walau
penampilan sebagal seorang lelaki gagah, dia
sebetulnya bukan laki-laki karena tidak punya anul"
"Masakan kau berani melakukan itu?" Ujar Sakuntaladewi.
Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ih, aku ini kan cantik. Mana ada lelaki yang tidak mau aku poles anunya.
Hik...hik...hikl"
"Jaka Pesolekl Jangan berceloteh tak karuan.
Ceritakan apa yang telah terjadi I" Kunti Ambiri berkata setengah membentak.
Jaka Pesolek senyum-senyum lalu menuturkan.
Waktu aku berada di balik semak belukar, dalam
keadaan nyaris bugil karena tengah berganti pakaian
tiba-tiba si anu itu muncul! Tentu saja aku menjerit melihat ada orang gagah
berada di hadapanku. Aku
merinding, tapi merinding senang. Hik...hlk!"
"Kau pasti merayunyal" Tuduh Ratu Randang pula.
"Kalau saja kalian tidak ada di dekat telaga, mungkin hal itu aku lakukan.
Hlk...hik...hik. Belum sempat aku mengenakan pakaian hijau yang diberikan
sahabat Kunti Ambiri, lelaki itu merangkul pinggangku. Aku dipanggul lalu
dilarikan ke satu tempat. Ternyata dia tidak
bermaksud jahat Lebih dulu dia menyuruhku berpakaian.
Kemudian dia mengatakan kalau sangat membutuhkan
pertolongan seseorang yang mampu bertindak cepat
seperti diriku. Dia minta aku mencari seorang bernama Ken Parantili.."
"Astaga! Itu adalah selir pertama dari Penguasa Atap Langit!'' Kata Kunti Ambiri
terkejut. "Betul sekali!" Menyahut Jaka Pesolek. "Dan lelaki gagah itu adalah sang
Penguasa sendiri!"
Kembali tiga orang di hadapan Jaka pesolek saling bertatap pandang.
"Pertolongan apa yang diinginkan Penguasa Atap Langit?" Sakuntaladewi bertanya.
"Dia memberikan bungkusan Ini padaku." Jaka Pesolek turunkan bungkusan kain
hitam di punggung.
Lalu dia melangkah mendekati tiga orang di
185 Jabang Bayi Dalam Guci
30 Tiraikasih hadapannya sambil membuka bungkusan kain hitam.
Sakuntaladewi, Ratu Randang dan Kunti Ambiri
ulurkan kepala, melihat isi bungkusan kain hitam. Di dalam bungkusan terdapat
sebuah keranjang terbuat
dari anyaman daun pisang segar dan hijau. Perlahanlahan Jaka Pesolek membuka penutup keranjang.
Walau keadaan agak gelap tapi jelas terlihat di dalam keranjang daun pisang itu
ada air. Lalu di dalam air ada sebuah benda aneh, lebih besar sedikit dari
kepalan tangan manusia, berwarna merah dan tiada
henti berdenyut
"Benda apa itu?" Tanya Ratu Randang sementara Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri
tentu saja ingin tahu pula.
"Jantung! Jantung manusiai" Jawab Jaka Pesolek.
Tiga orang di hadapan si gadis bersurut mundur.
Wajah berubah. "Edan!" Rutuki Ratu Randang.
"Jangan bicara ngacokl" Hardik Kunti Ambiri.
"Aku tidak edan! Aku tidak bicara ngacokl Ini Jantung manusia! Jantungnya Ken
Parantili Selir pertama
Penguasa Atap Langitl"
Mendengar ucapan Jaka Pesolek, Ratu Randang,
Kunti Ambiri dan Sakuntaladewl meski masih belum
percaya tetap saja mereka merasa tengkuk masingmasing menjadi merinding dingin!
"Aneh, mengapa Penguasa Atap Langit memberikan jantung Ken Parantili padamu?"
Tanya Ratu Randang.
"Apa mau diserahkan pada Kesatria Panggilan atau seseorang yang menjadi
musuhnya?"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
31 Tiraikasih "APA kalian tidak ingat
cerita yang pernah
dituturkan sahabat
Kesatria Panggilan"
Penguasa Atap Langit selalu mencopot jantung setiap
selirnya lalu disimpan di satu tempat rahasia. Alasannya agar para selir tidak
bisa meninggalkan Negeri Atap
Langit. Karena kalau itu mereka lakukan maka dalam
waktu tiga hari mereka akan menemui kematian. Tapi
Ken Parantili berlaku nekad. Dia kabur dan tak perduli dengan jantungnya.
Berarti dia juga tidak takut matil Penguasa Atap Langit rupanya menaruh kasihan
lalu mengambil jantung selirnya dari tempat rahasia. Jantung Ini harus bisa masuk
kembali ke dalam tubuh Ken Parantili dalam waktu tiga hari. Kalau tidak maka
selir itu akan menemui ajal. Penguasa Atap Langit meminta aku
menolong mencari selir itu karena aku bisa bergerak
cepat." "Ada manusia tidak berjantung! Hidup lagi! Tidak bisa kupercaya. Sulit masuk
akali" Ucap Kunti Ambiri sambil geleng-geleng kepala.
"Jangan berkata begitu. Waktu di puncak Gunung Semeru kita semua menyaksikan
bagaimana Ken Parantili membelah dada lalu memperlihatkan bagian
jantungnya yang kosongi" Berkata Jaka Pesolek.
"Itu betul, tapi tetap saja sulit dipercaya. Bagaimana manusia bisa hidup tanpa
jantung." Ujar Kunti Ambiri pula.
"Lalu sekarang kau mau melakukan apa" Mencari selir itu?" Tanya Ratu Randang.
Jaka Pesolek mengangguk.
"Kau bisa berkelebat ke delapan ujung dunia dalam sekejapan mata. Tapi kau tidak
tahu selir itu berada dimana." Kata Kunti Ambiri.
"Betul. Tapi Penguasa Atap Langit memberikan sesuatu padaku untuk dipergunakan
menjajagi dimana beradanya Ken Parantlli." Jaka Pesolek tutup keranjang daun pisang lalu
dengan hati-hati
membungkus kain hitam. Bungkusan lalu dipangggul
185 Jabang Bayi Dalam Guci
32 Tiraikasih di bahu kiri. Dari balik pakaian hijaunya Jaka Pesolek kemudian mengeluarkan
sejumput rambut hitam dalam
keadaan tergulung.
"Itu bulu ketekmu?"! Tanya Ratu Randang dengan mulut dipencongkan.
"Gila kau Nekl Kalaupun aku punya bulu ketek masakan sampai sebanyak dan
sepanjang ini?" Ujar Jaka Pesolek.
"Lalu itu apanya siapa?"!" Bertanya Kunti Ambiri.
"Ini gulungan rambut Ken Parantili. Rambut ini udah dlrapal oleh Penguasa Atap
Langit Katanya jika Ken
Parantili berada dalam jarak dua ratus langkah maka
rambut ini akan memberi tanda. Rambut akan meringkal bergerak ke atas lalu
melesat ke arah dimana beradanya selir itu."
"Kalau semudah itu mencari Ken Parantili mengapa tidak dilakukan sendiri oleh
Penguasa Atap Langit?" Ujar Sakuntaladewi.
"Menurut pengakuan Penguasa Atap Langit dia tidak mungkin melakukan hal itu.
Karena pada jarak tertentu Ken Parantili mampu mencium bau tubuhnya. Begitu
mencium pasti dia akan melarikan diri. Seumur-umur
Penguasa Atap langit tidak akan mampu mencari dan
menemukan selirnya itu. Selain itu sang Penguasa
mempunyai pantangan. Tidak boleh berada di luar
Negeri Atap Langit lebih dari dua kali matahari terbit"
"Mahluk bernama Penguasa Atap Langit itu punya enam belas selir
Kehilangan satu saja mengapa dia sampai kalang kabut mengejar dan membawa
jantungnya!"
"Nek, kau ini seperti tidak tahu saja. Dimana-mana ada orang punya banyak selir.
Tapi pasti ada satu yang paling disayang. Nah bisa saja Ken Parantili memang
kesayangannya Penguasa Atap Langit" Kata Jaka
Pesolek pula. "Tahu dari mana kau"!" Tukas Ratu Randang sambil pencongkan mulut.
"Nek, ada ujar-ujar begini. Seseorang baru tahu betapa sayangnya dia pada sang
kekasih, pada saat
185 Jabang Bayi Dalam Guci
33 Tiraikasih sang kekasih tidak lagi menjadi miliknya. Entah mati, entah minggat entah kabur
sama lelaki lain"
"Hebat juga bicaramu!" Kata Ratu Randang lalu melirik ke arah Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi. "Nek, Kunti, Sakuntaladewi aku pergi sekarang.
Pendekar Bloon 13 Pendekar Gila 50 Prahara Di Gunung Kematian Makam Bunga Mawar 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama