Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas Bagian 2
raksasa akhirnya meninggalkan tempat itu. Sementara itu dinginnya udara bukan
kepalang. Tanah basah ikut mengepulkan hawa dingin, kabut menggantung di
beberapa tempat. Semua bangunan basah seperti habis disapu hujan. Juga pepohonan
yang ada di sekitar tempat itu.
" Sahabat dari negeri jauh, jangan berlama-lama di luar sana. Cepatlah masuk ke
dalam Puri Kesatu."Terdengar suara Ken Parantili dari dalam bangunan berdinding
hitam beratap kuning. Kali ini tidak dalam bentuk nyanyian.
181 Selir Pamungkas
31/58 Memandang ke arah bangunan besar Wiro tidak melihat pintu ataupun jendela.
Sang pendekar menggaruk kepala. Mau masuk lewat mana"
Di dalam bangunan terdengar suara tertawa,
" Sahabat, maafkan diriku. Aku lupa memberi tahu kalau setiap bangunan di Negeri
Atap Langit tidak memiliki pintu tidak punya jendela. Satu satunya jalan masuk
adalah lewat atap. Melompatlah ke atas atap. Kau pasti akan menemukan jalan
masuk." " Hemmm ..."
Wiro menggumam. "
Dia bisa tahu gerak-gerikku. Berarti selir
itu bisa melihat diriku dari dalam bangunan. Mengapa dia tidak keluar
menampakkan diri?"Rasa curiga kembali muncul dalam diri Pendekar 212.
Wiro tidak menunggu lama. Dia segera melompat ke atas atap bangunan.
Sebelum kakinya menginjak atap, salah satu bagian atap tiba-tiba terkuak ke atas
membentuk pintu. Di bagian bawah pintu ada tangga kayu berukir terdiri dari
delapan anak tangga. Wiro cepat menyelinap masuk dan menuruni tangga. Atap yang
terbuka menutup kembali.
Setelah menuruni tangga delapan undakan Pendekar 212 sampai di satu ruangan
terbuka. Ruang ini luas sekali tapi tidak ada satu perabotanpun. Juga tak
kelihatan pintu atau jendela. Hanya ada permadani besar berwarna kuning berhias
delapan garis merah terhampar di lantai. Di dua sudut ruangan menancap sepotong
ranting pohon berwarna hitam yang ujung membersitkan sinar terang tapi tidak
cukup terang untuk ruangan seluas itu hingga suasana di tempat itu redup
temaram. " Ken Parantili ... " Kau berada di mana" Mengapa tidak menampakkan diri?"
Wiro keluarkan ucapan. Dia jadi kaget sendiri ketika suaranya menggetarkan
dinding dan lantai permadani yang dipijak.
Setelah getaran lenyap terdengar suara perempuan jawaban.
" Pendekar Dua Satu Dua, melangkahlah ke tengah hamparan permadani. Tetap di
tempatmu berdiri, jangan bergerak sampai kau melihat ada kepulan asap putih
berbentuk lingkaran mengelilingi kedua kakimu."
" Waktu di luar sana, kau mudah saja datang menampakkan diri. Mengapa di tempat
kediamanmu justru harus melewati cara susah untuk menemui dirimu?"
" Sahabat, lakukan saja apa yang aku katakan. Jika kau menaruh kawatir atau curiga
maka buang hal itu jauh-jauh. Satu hal aku beritahukan padamu, malam di Negeri
Atap Langit hanya setengah dari panjangnya malam di luar sana. Jadi kita harus
bertindak cepat."
Wiro menggaruk kepala. Mau tak mau dia, melangkah juga ke tengah ruangan yang
tertutup permadani. Seperti yang dikatakan Ken Parantili tiba. tiba lantai
mengepul. Memandang ke bawah Wiro melihat lingkaran putih di sekeliling kakinya
berubah merah lalu wuss! Satu lingkaran api menjulang ke atas setinggi kepala
Wiro! 181 Selir Pamungkas
32/58 SEMBILAN WIRO sekarang benar-benar sadar kalau dirinya telah masuk dalam jebakan Ken
Parantili. Nyala kobaran api yang hanya satu jengkal mengitari tubuhnya membuat
Wiro seperti dipanggang. Dalam kesakitan yang amat sangat Wiro masih bisa
menahan diri untuk tidak berteriak. Rahang menggembung, geraham bergemeletakan.
" Selir jahanam! Jangan harap kau bisa lolos dari tanganku!"Rutuk Wiro. Dia cepat
menjejakkan dua kaki ke lantai, siap melompat keluar dari lingkar kobaran api.
Tapi astaga! Dua kaki tak mampu bergerak! Dua telapak kaki laksana dipantek ke
lantai permadani merah sementara api semakin mendekat dan kinj berjarak kurang
satu jengkal di sekitar tubuh dan kepalanya.
" Edan!"Wiro memaki. Dalam keadaan seperti itu dia tidak kehilangan akal.
Dia segera merapal ilmu kesaktian Angin Es pemberian Eyang Sinto Gendeng.
Dua tangan diangkat di depan dada, telapak dikembang. Desiran angin menderu
keluar dari dua telapak tangan. Wiro jadi terkejut. Hawa yang keluar dari dua
telapak tangan yang seharusnya dingin laksana es dan bisa membuat beku seantero
ruangan serta melindungi dirinya dari kobaran api, justru hawa itu malah panas!
" Celaka! Mengapa bisa jadi begini"!"Wiro masih berusaha tenang walau kecemasan
mulai menghantui dirinya. Kobaran api memang belum membakar ataupun rambutnya
namun saat itu dia sudah merasa seperti digarang bara panas!
Keringat membasahi tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki! Dalam keadaan
seperti itu Wiro segera hendak melepas pukulan sakti Tangan Dewa Menghantam
Matahari, dibarangi dengan pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang.
Lagi-lagi sang pendekar dibuat kaget dan kecut karena sekarang ternyata dia
tidak bisa pula menggerakkan kedua tangan!
" Ken Parantili! Aku mengadu jiwa denganmu!"
Kertak Wiro lalu sepasang mata dibuka lebar-lebar, mulut berteriak. "
Sepasang Pedang Dewa! " Kepala diarahkan ke jurusan dimana dia memperkirakan
beradanya selir sang Penguasa Negeri Atap Langit itu. Ilmu Sepasang Pedang Dewa
adalah salah satu dari beberapa kesaktian yang diberikan Datuk Rao Basaluang
Ameh. Sekali ilmu diucapkan maka dari sepasang mata Pendekar 212
akan melesat keluar dua larik sinar hijau laksana dua bilah pedang berkiblat ke
arah sasaran. Konon karena ilmu kesaktian ini luar biasa dahsyat maka hanya
boleh dikeluarkan dua kali dalam 360 hari dan dalam keadaan sangat terdesak.
Namun sekali ini lagi-lagi Wiro dibuat terkejut.
Teriak rapalan yang menggeledek sama sekali tidak mengeluarkan sepasang cahaya
hijau dari kedua matanya!
" Celaka! Mati aku sekarang!"Dua lutut sang pendekar mulai goyah, Keringat
mengucur laksana mata air. Tubuhnya terasa panas kering kerontang. Tulang
belulang seolah mulai leleh!
" Datuk Rao Bamato Hijau! Tolong saya..."Itu ucapan yang masih bisa
dikeluarkan oleh Pendekar 212 memanggil harimau sakti putih yang selama ini 181
Selir Pamungkas
33/58 menjadi tuan penolongnya pada saat-saat menghadapi bahaya besar dan dia tidak
berdaya menghadapi. Di kejauhan sayup-sayup terdengar suara auman harimau.
Namun binatang sakti peliharaan Datuk Rao Basaluang Ameh dari Pulau Andalas itu
tidak muncul memperlihatkan diri memberi pertolongan!
" Tamat riwayatku! Gusti Allah saya rela menemui ajal. Tapi bagaimana para sahabat
yang lain. Guru saya, Ni Gatri ... Mohon mereka diselamatkan semua!"
" Braakk!" Dalam keadaan basah oleh keringat sekujur tubuh dan pakaian, Wiro terkapar di
atas permadani merah sementara api terus berkobar!
* * * ENTAH oleh bau harum mewangi ruangan, entah karena suara gamelan yang
mengalun lembut di kejauhan Pendekar 212 perlahan lahan nyalangkan mata.
Pertama sekali yang dilihatnya adalah langit-langit ruangan dimana dia berada.
Langit-langit ruangan berwarna merah muda bergaris delapan warna kuning.
Di pertengahan langit-langit ada satu benda putih bulat aneh memancarkan cahaya
menerangi kamar. Empat dinding ruangan juga berwarna sama, merah muda bergaris
kuning. Lagi-lagi tak ada pintu tak tampak jendela. Wiro gerakkan dua tangan.
Kaki digeser. " Aku bisa bergerak..."Wiro heran sendiri. Sebelumnya dia tidak mampu menggerakkan
sepasang tangan dan kedua kaki. Wiro cepat bangkit dan duduk.
Saat itu baru dia menyadari kalau dirinya berada di atas satu tempat tidur
sangat bagus dan empuk dalam sebuah ruangan harum semerbak. Menoleh ke belakang
dan ke bawah dia melihat sebagian kain alas tempat tidur di atas mana tadi dia
terbaring dalam keadaan basah bekas keringat yang melekat ditubuh dan
pakaiannya. " Apa yang terjadi?"Wiro bertanya tanya dalam hati. "
Aku tidak mati! Malah
berada di atas ranjang dalam ruangan bagus harum. Ada suara alunan gamelan.
Dimana selir itu" Apa tadi memang dia tidak menjebakku atau tengah menyiapkan
siasat lain yang lebih menyengsarakan sebelum aku benar-benar dihabisi..."
Selagi Wiro berpikir pikir begitu tiba-tiba satu sosok berpakaian serba putih
menyeruak keluar dari dinding ruangan di arah ujung kaki tempat tidur. Di atas
kepalanya ada sebuah mahkota sederhana berbentuk atap rumah, terbuat dari emas.
Di tangan kanannya ada sebuah seloki kecil terbuat dari kaca, berisi cairan
putih bening. Ken Parantili!
" Sahabat, aku gembira kau mau datang. Berarti kau punya niat baik untuk
menolongku,"sang selir menegur.
" Kau..."Ucap Wiro.
" Memang aku. Tadinya kau mengira siapa?"
" Selir jahat! Kurang ajar ..."
" Ssshh! Jangan bicara kotor di ruang ketiduranku."Ken Parantili tersurut dua
langkah. Walau wajahnya berubah tapi perempuan muda ini kemudian tersenyum.
181 Selir Pamungkas
34/58 " Bicara kotor tidak boleh. Tapi berbuat kotor di tempat ini boleh!"Wiro menukas.
" Apa maksudmu, sahabat?"Tanya Ken Parantili.
" Jangan kau berpura pura. Sudah berapa puluh kali kau melayani nafsu kotor
Penguasa Atap Langit di atas tempat tidur ini
" . " Oh.... " Ken Parantili terpana. Sepasang mata bagus membesar. Jari-jari
tangan kiri ditutupkan ke mulut. "
Aku seorang selir! Kau tidak bisa mengatakan
apa yang aku lakukan dengan Penguasa Atap Langit adalah sesuatu yang kotor
! " " Aku mau keluar dari tempat ini! Tunjukkan jalan!
"Wiro turun dari atas
ranjang. " Sahabat, dengar. Aku menduga mungkin kau tiba-tiba saja menjadi cemburu pada
Penguasa Atap Langit ..."
" Aku cemburu"!" Wiro garuk kepala, mulut dipencongkan lalu tertawa
terbahak bahak.
" Atau kau mengira aku hendak mencelakaimu waktu di ruangan berpermadani merah
tadi?" " Bukan hendak, tapi kau memang sudah mencelakai! Kau membakar diriku!
Untung tidak mati! Tapi siapa tahu sebentar lagi kau akan benar-benar
membunuhku!"Kata Wiro pula.
" Begitu?"Ken Parantili tersenyum. "
Aku meminta tolong padamu. Bagaimana
mungkin aku akan berlaku jahat?"
" Kau mampu keluar dari Negeri Atap Langit. Mengapa tidak langsung
melarikan diri" Meminta pertolongan padaku bukankah hanya satu kepura-puraan?"
" Tidak ada seorang manusia atau mahluk arwah penghuni Negeri Atap Langit bisa
melarikan diri. Aku bisa keluar tapi jantungku ada di tangan Penguasa Atap
Langit! Percuma melarikan diri!"
Walau terkejut mendengar ucapan selir Penguasa Atap Langit itu Wiro kembali
membuka mulut. " Seumur hidup aku baru mendengar ada manusia yang jantungnya di tangan mahluk
lain!" " Kalau tidak percaya silahkan lihat sendiri
! " Ken Parantili membuka bagian kiri dada baju putihnya. Lalu dengan ujung jari
telunjuk yang berkuku merah dia menggurat dadanya.
" Seett ! " Dada yang digurat terbelah tanpa ada darah mengucur. Wiro yang tadi hanya
memperhatikan keindahan payudara Ken Parantili kini tersurut kaget dan memandang
mendelik. Di dalam dada yang terkuak dia tidak melihat gumpalan daging merah
yang bernama jantung!
" Kalau jantungmu memang ada pada Penguasa Atap Langit, berarti dia bisa
membunuhmu dengan sangat mudah! Sekali meremas dia bisa menghancurkan
jantungmu!"
181 Selir Pamungkas
35/58 " Untuk membunuhku melalui jantung, dia harus menunggu satu purnama lagi.
Padahal malam ini, sebelum fajar menyingsing aku harus mati dan besok dia
mengambil selir baru. Sekarang apakah kau percaya padaku?"
Ken Parantili usap dada kirinya dengan tangan kanan. Dada yang terbelah menutup
kembali tanpa bekas. Sang selir lalu rapikan pakaiannya.
Wiro menggaruk kepala. Dalam hati dia membatin. Ilmu kesaktian gadis ini luar
biasa. Padahal dia hanya seorang selir. Berarti kesaktian sang Penguasa past!
jauh lebih tinggi. Aneh, bagaimana mungkin ada manusia bisa hidup tanpa jantung!
Setan saja kurasa tidak bisa!"Wiro menatap wajah Ken Parantili sejurus lalu
berkata. " Aku memang tidak melihat jantung di dalam dadamu. Tapi kau masih punya hati. Nah
siapa tahu isi hatimu! Di Bhumi Mataram sangat banyak manusia dan mahluk culas
Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serta jahat!"
" Pendekar Dua Satu Dua, coba kau perhatikan keadaan dirimu. Jika aku berhati
culas dan bermaksud mencelakai dirimu apakah pakaianmu ada yang hangus terbakar"
Apakah kulit tubuhmu ada yang terkelupas luka bakar akibat kobaran api?"
Wiro perhatikan pakaiannya, usap kedua tangan serta wajah.
" Memang tidak ada pakaianku yang terbakar. Kulit juga tidak ada yang terluka.
Tapi aku merasa lemas..."
" Sebenarnya ada satu hal yang terlupa aku beritahu padamu. Hanya itu saja
kealpaan yang aku buat, bukan niat jahat!"Berkata Ken Parantili sambil menatap
ke dalam seloki. Dia melihat cairan putih bening di dalam seloki mulai
mengeluarkan kepulan asap tipis berwarna kebiruan. Wajah sang selir berubah.
" Ken Parantili, apa maksud ucapanmu t
a di ! "Tanya Wiro.
" Kobaran api yang seolah menggarang dirimu adalah untuk menguras keluar sebanyak
mungkin air atau keringat yang ada dalam tubuhmu. Itu sebabnya saat ini tubuhmu
terasa lemas ......
"Lalu"!"
" Ketika kau jatuh pingsan, aku membawamu ke dalam ruangan ini,
membaringkanmu di atas tempat tidur. Cairan tubuhmu atau keringatmu membasahi
dan menempel diatas pembaringan. Bekas keringat itu sangat diperlukan untuk
membuat Penguasa Atap Langit mengetahui bahwa ada orang lain yang telah tidur di
atas ranjangnya. Begitu dia mengetahui hal ini maka dia tida
k punya daya me mbunuhku . . . " Wiro terdiam. Setelah menggaruk kepala dia berkata. "
Jadi hanya begitu saja
caraku menolongmu. Mudah sekali, rasa rasanya sulit dipercaya."
Ken Parantili menggeleng. "
Itu baru sebagian. Seperti kau lihat, aku membawa
satu seloki berisi air yang berasal dari embun murni. Cairan ini akan
mengembalikan seluruh cairan yang ada di dalam tubuhmu hingga kekuatanmu pulih
kembali. Minumlah ..."
Sang selir angsurkan seloki kaca ke hadapan Wiro.
Wiro perhatikan sebentar cairan di dalam seloki. Dia tidak mengambil seloki,
malahan bertanya.
181 Selir Pamungkas
36/58 " Jika cairan dalam seloki aku minum, apakah ususku tidak akan hancur, dadaku
tidak akan leleh atau darahku tidak akan mengalir menyungsang" Atau tubuhku
tidak serta merta menjadi lebam biru karena racun jahat. Menggelepar dua tiga
kali lalu mampus"!"Walau bicara keras namun saat itu Wiro merasa tubuhnya
semakin lemas. Selir pertama sang Penguasa Atap Langit geleng-geleng kepala. Masih dengan
tersenyum dia berkata.
" Pendekar Dua Satu Dua, jalan pikiranmu sungguh sangat jauh dan luar biasa
sekali! Kalau aku meracunimu, lalu siapa yang kelak bisa menolongku dari
kematian di tangan Penguasa Atap Langit"
" " Bagaimana kalau minuman dalam seloki kita bagi dua. Kau minum setengah.
Aku minum sisanya. Kau minum duluan!"Kata Wiro pula.
" Sahabat, begitu maumu rupanya. Baik. Akan aku turuti
! " Ken Parantili angkat seloki kaca yang dipegang di tangan kanan, didekatkan ke
bibir. Mulut dibuka. Gluk ... gluk! Dalam dua teguk setengah isi seloki telah
berpindah ke dalam perutnya melalui tenggorokan yang putih jenjang. Selesai
minum sang selir kembangkan jari-jari tangan yang memegang seloki dan masih
berisi setengah cairan putih. Pegangan dilepas. Seloki tidak jatuh ke lantai
melainkan melayang ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng!
" Sahabat, giliranmu meneguk air embun murni."
Wiro cepat mengangkat tangan kanan untuk memegang seloki kaca. Tapi astaga,
tangannya tak bisa diangkat. Di saat bersamaan kedua lututnya goyah.
Tulang belulang di sekujur tubuhnya laksana rontok. Dia merasa lemas luar biasa.
Cepat-cepat Wiro kerahkan tenaga dalam dan hawa sakti. Namun tubuhnya keburu
terhuyung. Seloki yang mengambang dalam ruangan bergerak miring lalu jatuh ke
bawah! 181 Selir Pamungkas
37/58 SEPULUH KEN PARANTILI cepat menyambar seloki kaca dengan tangan kanan hingga air embun
murni di dalamnya tidak tumpah dan seloki tidak jatuh pecah ke lantai.
Sementara tangan kiri dilingkarkan ke pinggang Wiro agar sang pendekar tidak
tersungkur. Perlahan-lahan Wiro direbahkan ke atas tempat tidur.
" Kehati-hatian adalah pangkal keselamatan. Kehati-hatian yang berlebihan justru
bisa mendatangkan celaka."Sang selir berucap.
" Aku .... ugh..."Wiro batuk-batuk beberapa kali. Mukanya tampak pucat.
Tubuh dingin. Tidak menunggu lebih lama Ken Parantili dekatkan seloki ke bibir Wiro.
Perlahan lahan air embun murni dituangkan ke dalam mulut sang pendekar seraya
berkata. "
Minumlah. Kalau cairan di dalam seloki mengandung racun, kita samasama mati di tempat ini."
" Giuk ... gluk."Wiro meneguk. Lalu kembali batuk-batuk. Ken Parantili cepat
menekap mulut Wiro agar air yang sudah masuk ke tenggorokan tidak tersembur
keluar. Untuk beberapa saat Wiro terbaring tertelentang di atas tempat tidur.
Dia merasa seperti ada hawa yang mengalir dalam tubuhnya. Tak selang berapa lama
rasa lemas yang tadi membuat dirinya setengah tak berdaya lenyap. Kekuatannya
pulih kembali. Tubuh yang dingin menjadi hangat lagi dan wajah yang tadi pucat
tampak berdarah.
Dengan cepat Wiro melompat bangun, berdiri di tepi tempat tidur, menatap ke arah
Ken Parantili. " Sahabat Wiro, apakah kau masih menaruh curiga padaku?"
Wiro memandang berkeliling. "
Mungkin aku menduga salah. Tapi ada
beberapa hal yang aku ingin tanyakan. Pertama, ketika aku memasuki Kawasan Atap
Langit, aku mendengar suara Penguasa Atap Langit. Tapi tidak kelihatan ujudnya.
Lalu aku melihat tiga kelelawar raksasa dan dua ratus jin berwajah hitam putih.
Semua mahluk itu agaknya tidak melihat diriku. Bagaimana hal ini bisa terjadi?"
" Ketika masih berada di kawasan Candi Plaosan, tanpa kau ketahui aku menyusupkan
sehelai rambut ke balik pakaianmu. Coba kau buka bajumu sampai seperut. Kau akan
menemukan sehelai
rambut menempel di tubuhmu,
membelintang dari bahu kiri sampai ke dada."
Wiro buka baju putihnya yang telah lusuh, kotor dan robek. Ketika dia
memperhatikan tubuhnya, dia memang melihat ada sehelai rambut panjang hitam
menjulai panjang dari bahu sampai ke dada. Wiro gerakkan tangan hendak mengambil
rambut. " Biarkan terus rambut itu menempel di tubuhmu. Kau baru boleh mengambil dan
membuangnya setelah kau meninggalkan Negeri Atap Langit. Sekarang kau harus
mandi dulu di Telaga Bersuci dan Bersegar Diri."
" Telaga Bersuci dan Bersegar Diri" Telaga apa itu" Dimana letaknya"
Mengapa harus mandi segala" Hemm..."
Wiro menarik dan mencium dada
bajunya, mencium lengan. Lalu tertawa sendiri. "
Memang aku sudah patut mandi.
181 Selir Pamungkas
38/58 Tapi setelah mandi lalu masih memakai pakaian ini juga tubuhku tetap saja bau.
Berarti sama saja bohong..."
Ken Parantili tersenyum. Di menunjuk dengan ibu jari tangan kirinya ke dinding
ruangan sebelah kanan. "
Melangkahlah ke arah dinding itu. Tubuhmu
akan menembus melewati dinding. Di balik dinding kau akan melihat sebuah telaga.
Ada delapan buah pancuran terbuat dari bambu kuning. Mandilah dibawah pancuran
itu. Pastikan setiap air pancuran membasahi kepala dan tubuhmu, Di salah satu
batu di tepi telaga ada sehelai kain pengering tubuh. Juga ada seperangkat
pakaian berwarna merah bergaris kuning. Setelah mengeringkan tubuhmu dan
mengenakan pakaian kau kembali ke dalam ruangan ini. Caranya sama, dengan
menembus dinding ruangan. Satu hal harus kau ingat. Selama mandi dan mengenakan
pakaian jangan sampai rambutku yang menempel di dadamu terlepas jatuh atau
hilang. Karena hanya selembar itu rambutku yang mengandung kesaktian."
" Aku sulit percaya akan semua ini!
"Kata Wiro sambil menggaruk kepala.
" Negeri Atap Langit adalah negeri dimana kepercayaan sama tipisnya dengan
hembusan angin,"menjawab Ken Parantili. Lalu dia menganggukkan kepala memberi
isyarat agar Wiro segera melangkah ke dinding ruangan sebelah kanan.
" Tunggu, aku masih ada satu pertanyaan lagi," berkata Wiro. "
Dalam perjalanan ke sini, empat orang sahabatku ikut bersamaku. Kau sudah melihat
mereka waktu di Candi Plaosan. Kami sama-sama berada di atas belahan batang
pohon Beringin. Namun kemudian keempatnya mental dan jatuh di atas puncak sebuah
gunung. Aku ingin tahu mengapa hal itu bisa terjadi. Ada yang berbuat jahat!
Apakah mereka berada dalam keadaan selamat?"
" Tak ada yang berniat apa lagi berbuat jahat. Sudah ditetapkan bahwa tidak ada
seorang lainpun bisa masuk ke dalam Negeri Atap Langit kecuali dirimu. Siapa
yang nekad akan mendapat celaka! Mungkin tidak akan mampu lagi keluar dari
Negeri Arwah ini untuk selama lamanya. Empat temanmu sudah diselamatkan.
Mereka berada dalam keadaan baik. Mereka tidak mengalami cidera apapun."
" Siapa yang menolong mereka" Kau?"Tanya Wiro pula.
" Uluran Tangan Yang Maha Kuasa dalam memberi keselamatan lebih ampuh dari mahluk
apapun, termasuk kita manusia."Jawab Ken Parantili.
" Nah, sekarang melangkahlah ke dinding. Malam di Negeri Atap Langit lebih singkat
dan lebih cepat berlalu. Kau dengar suara alunan gamelan?"
Wiro mengangguk. "
Aku mendengar sejak pertama kali memasuki Negeri Atap
Langit." " Bila suara gamelan berhenti itu pertanda Penguasa Atap Langit telah meninggalkan
Puri Agung tempat kediamannya, datang ke sini untuk membunuhku. Sebelum membunuh untuk terakhir kali dia akan mencumbuku.
Dan kau harus tetap berada di ruangan ini untuk menyaksikan kejadian itu..."
" Apa"!"Wiro terbetalak kaget.
" Kau bukan anak kecil. Bocah dua belas tahun bernama Dirga Purana saja mampu
bercumbu. Kau hanya melihat saja. Apa sulitnya?"
Wiro garuk-garuk kepala. "
Aneh, juga edan!"Kata sang pendekar dalam hati.
181 Selir Pamungkas
39/58 Ken Parantili menggoyangkan kepala ke arah dinding di sebelah kanan. Wiro
akhirnya langkahkan kaki ke arah dinding itu. Seperti angin berhembus di udara
kosong, begitu bersentuhan dengan dinding tubuhnya langsung menembus masuk.
Di lain saat Wiro dapatkan diri telah berada di tepi sebuah telaga kecil yang
sebagian tepinya ditumbuhi berbagai macam bunga menebar bau harum.
Keseluruhan telaga berada dalam lingkungan satu tembok batu luar biasa tinggi
hingga dia tidak bisa melihat bagian atasnya, apakah merupakan sebuah atap atau
tembus ke langit.
Walaupun terkungkung namun keadaan di telaga cukup terang seolah berada di alam
terbuka. Di kejauhan sayup-sayup masih terdengar suara alunan gamelan.
" Jadi ini yang namanya Telaga Bersuci dan Bersegar Diri..."Wiro berucap dalam
hati. Seperti yang dikatakan Ken Parantili, di atas sebuah batu datar di tepi telaga
sebelah kiri terlipat sehelai kain biru dan seperangkat baju serta celana luar
berwarna merah bergaris kuning. Ketika Wiro memeriksa lipatan pakaian dia juga
menemukan sehelai pakaian dalam.
"Lengkap juga..."Ucap Wiro sambil senyum-senyum. Pada dinding telaga
sebelah kanan berderet delapan pancuran bambu kuning. Air yang memancur bening
kebiruan. Begitu juga air yang ada di dalam telaga. Wiro mengusap sekuntum bunga
mekar berwarna putih di sampingnya, lalu mulai membuka pakaian. Delapan bunga
Matahari kecil diletakkan hati-hati di atas lipatan pakaian. Tanpa diketahui
sang pendekar, dari balik sebuah lubang kecil yang ada di salah satu bagian
dinding telaga mengintip sebuah mata. Tubuh si pengintip bergetar, darah
mengalir cepat dan panas. Dia berucap dalam hati.
" Ken Parantili, aku tahu giliranku akan tiba. Aku juga ingin keselamatan.
Maafkan kalau aku mempergunakan kesempatan mendahuluimu."
Orang yang mengintip kemudian cabut selembar rambutnya. Rambut yang panjang
disusupkan ke dalam lobang lalu ditiup perlahan. Rambut melayang di atas telaga,
masuk ke dalam air bersamaan dengan saat Pendekar 212 telah masuk ke dalam
telaga. Tubuhnya tenggelam sebatas pinggang. Sambil menekankan telapak tangan
kiri di atas rambut Ken Parantili yang melintang di bahu dan dadanya, Wiro
bergerak ke bawah delapan pancuran bambu kuning. Tanpa diketahuinya rambut sang
pengintip meluncur di atas permukaan air, telaga, mendekatinya.
181 Selir Pamungkas
40/58 SEBELAS
Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
DI DALAM ruangan Ken Parantili mulai merasa gelisah. Sekian lama
menunggu Wiro masih belum kembali dari dalam telaga. Selir pertama Penguasa Atap
Langit ini melangkah mundar-mandir. Setelah tidak sabar lagi akhirnya dia
melangkah menembus dinding. Begitu keluar dari dinding dan berada di depan
telaga, kejut Ken Parantili bukan alang kepalang.
Wiro berada di dalam telaga. Tapi tidak sendirian. Ada seorang perempuan
berambut panjang ikut berada di dalam telaga, mengenakan pakaian putih berenda
seperti yang dikenakannya. Perempuan ini membelakanginya dan tengah membersihkan
punggung Wiro dengan beberapa helai daun yang mengeluarkan minyak serta bau
harum. " Manusia penyusup! Siapa kau! Apa yang kau lakukan di sini"!"Bentakan Ken
Parantili menggeledek membuat seantero telaga dan dinding yang
mengelilingi bergetar. Wiro berpaling kaget. Perempuan mengenakan pakaian putih
berenda juga terkejut dan memutar kepala. Ketika Ken Parantili melihat wajah
perempuan itu astaga! Kejutnya selangit tembus! Wajah orang yang ada di dalam
telaga sama dengan wajahnya. Begitu juga bentuk sosok tubuh serta pakaiannya!
" Kurang ajar! Kalau kau tidak segera memberi tahu siapa dirimu, kau akan jadi
mayat kejap ini juga!"
" Kau! Kau siapa"!"Wiro yang terheran-heran bertanya pada Ken Parantili lalu
berpaling pada perempuan yang wajahnya serupa dan berada di dalam telaga
bersamanya. " Aku Ken Parantili! Tempat ini telah kesusupan mahluk jahat!"Jawab Ken Parantili.
Perempuan di dalam telaga cepat menjawabi ucapan selir pertama Penguasa Atap
Langit itu. "
Wiro, jangan kau sampai tertipu! Perempuan itu adalah Ken
Parantili palsu! Dia sejak lama punya niat jahat padamu! Aku Ken Parantili yang
asli! Wiro, lekas pegang tanganku! Kita harus meninggalkan tempat ini sekarang
juga! Aku akan menyelamatkan dirimu keluar dari Negeri Atap Langit sebelum
dibantai oleh sang Penguasa dan perempuan penipu jejadian ini!
" Perempuan di dalam telaga lalu ulurkan tangan kirinya. Wiro jadi bingung.
Mana sebenarnya Ken Parantili yang asli dan mana yang palsu!
" Wiro! Jangan sampai tanganmu dipegangnya!"teriak Ken Parantili asli. Lalu dia
membentak. Perempuan kurang ajar! Perlihatkan siapa dirimu sebenarnya!
" Dari pinggiran telaga Ken Parantili asli pentang lima jari tangan kanan. Begitu
kuku lima jari memancarkan cahaya kuning langsung dihantamkan ke arah perempuan
di dalam telaga.
Lima cahaya kuning berkiblat.
Perempuan di dalam telaga sunggingkan seringai seolah tidak takut mendapat
serangan yang bisa meruntuhkan tembok batu itu! Kepala digoyang. Wuuttt!
Rambutnya yang panjang melesat berputar menebar sinar hitam!
" Blaarr! Blaarr!
" 181 Selir Pamungkas
41/58 Perempuan di dalam telaga menjerit. Tubuhnya terpental ke pinggiran telaga.
Wiro bergerak hendak menolong tapi diteriaki oleh Ken Parantili asli.
" Wiro! Jangan sentuh tubuhnya!"
Perempuan di dalam telaga melompat keluar dari dalam air. Berdiri di tepi
telaga. Pakaiannya yang basah mencetak lekuk bagus tubuhnya. Wajah yang cantik
berubah luar biasa garang. Sepuluh jari tangan dipentang, jari tengah dilipat ke
belakang. Saat itu juga delapan jari tangan berubah menjadi cakar besar merah
dan mengepulkan asap.
" Delapan Cakar Sukma Merah!
"Teriak Ken Parantili kaget tapi tidak merasa
jerih. " Dari siapa kau mendapatkan ilmu hantu itu"! Pasti kau telah berselingkuh dengan
salah satu dari dua Sinuhun atau bocah bernama Dirga Purana!"
" Selir setan! Perduli apa kau mau tahu dari mana aku mendapatkan ilmu Delapan
Cakar Sukma Merah! Umurmu hanya tinggal beberapa kejap saja!
" Perempuan di tepi telaga berpaling pada Wiro. "
Lekas melompat ke sampingku!"
" Jangan! "Teriak Ken Parantili.
Perempuan di tepi telaga keluarkan suara menggereng. Dua tangan didorong ke
depan. Delapan sinar merah menderu ke arah Ken Parantili. Janda pertama Penguasa
Negeri Atap Langit ini cepat membungkuk. Jari tengah tangan kiri kanan dilipat.
Craasss! Delapan jari lainnya ditancapkan ke sebuah batu besar di tepi telaga.
Rupanya inilah penangkal serangan hebat lawan!
Ken Parantili palsu menjerit keras. Sekujur tubuh bergetar. Delapan sinar merah
yang keluar dari delapan jari tangannya menekuk ke atas lalu musnah mengeluarkan
suara meletus keras. Delapan jari berkuku merah kemudian mencekik lehernya
sendiri hingga menguak luka dan mengucurkan darah!
" Perlihatkan siapa dirimu sebenarnya!"Ken Parantili berteriak. Delapan jari
ditusukkan ke batu semakin dalam, Di seberang sana perempuan yang sosok dan
wajah serta pakaiannya menyerupai sang selir kembali menjerit.
" Ampun! Jangan!"Sambil berteriak dia berusaha menjangkau delapan bunga Matahari
kecil di atas lipatan pakaian yang terletak di atas batu di tepi telaga.
Ken Parantili lipat gandakan tenaga dalam, terus tancapkan delapan jari semakin
dalam ke batu hitam. Sekujur tubuh perempuan yang menyerupai Ken Parantili
terhuyung kepulkan asap hitam, mengeluarkan suara berkeretekan lalu jatuh
tersandar ke dinding telaga. Ketika asap hitam lenyap kelihatan sosok, wajah dan
pakaiannya telah berubah. Wajah tetap merupakan wajah seorang perempuan muda
cantik, tubuh putih sintal dan pakaian sebentuk jubah dalam berwarna hijau polos
yang bagian atasnya dipotong rendah hingga menyingkap dadanya yang putih besar.
" Windu Resmi! Selir Ketiga!
"Teriak Ken Parantili begitu mengenali siapa
adanya perempuan muda yang tersandar di tembok telaga. Perempuan ini pelototkan
mata menatap ke arah Ken Parantili, lalu sepasang mata itu meredup dan
terkancing. Dari tenggorokannya terdengar suara tercekik. Lalu leher dan kepala
terkulai ke kiri.
" Mati! Celaka! "Teriak Ken Parantili. "
Di Negeri Atap Langit tidak boleh ada
mayat di udara terbuka! Tiga pengawal dan puluhan Arwah Hitam Putih pasti 181
Selir Pamungkas
42/58 akan mengendus dan datang ke sini! Mayat ini harus dikubur sebelum para pengawal
datang. Mana ada waktu! Bagaimana ini"!"Ken Parantili tampak bingung dan takut.
Wajahnya yang cantik kelihatan pudar.
" Kita sembunyikan saja mayat itu,"Berkata Wiro.
" Mau disembunyikan kemana" Mahluk-mahluk pengawal Penguasa Atap
Langit tetap saja bisa mengendus sekalipun dari jarak puluhan tombak! Sebentar
lagi mereka pasti akan datang ke sini! Celaka besar! Rencanaku mencari selamat
agaknya tidak akan kesampaian gara-gara selir pengkhianat itu!"
" Ken Parantili, tenang saja. Mudah-mudahan aku bisa menolong menyembunyikan mayat itu."Kata Wiro. Lalu dia keluar dari dalam telaga.
Berdiri di tanah berumput di tepi telaga. "
Tolong seret perempuan itu ke
depanku. Baringkan di atas rumput. Jangan terlalu dekat."
Walau tidak tahu apa yang akan dilakukan Wiro, dalam bingungnya Ken Parantili
segera melakukan apa yang dikatakan pendekar itu. Sosok Windu Resmi digendongnya
lalu dibaringkan di atas tanah berumput sejarak sepuluh langkah dari Wiro. Wiro
bersurut mundur beberapa langkah lagi. Kaki kanan
dikedepankan. " Kau mau melakukan apa?"Bertanya Ken Parantili.
Wiro tidak menjawab. Jari-jari kaki kanan diguratkan ke tanah.
" Rerrttt!" Tiba-tiba tanah terbelah. Dari dalam belahan terdengar deru angin, Bukan
berhembus keluar tapi justru menyedot dahsyat! Sekejap saja sosok mayat Windu
Resmi selir ketiga Penguasa Atap Langit masuk ke dalam belahan tanah. Tanah yang
terbelah menutup kembali. Mayat perempuan muda itu lenyap tidak berbekas!
" Hebat! "Seru Ken Parantili memuji. Dia hendak memeluk Wiro sebagai tanda
suka cita. Namun saat itu Wiro baru menyadari kalau dirinya dalam keadaan bugil
segera menghambur masuk ke dalam telaga!
181 Selir Pamungkas
43/58 DUA BELAS SELESAI mandi dan berpakaian Wiro merasa sangat enteng, segar dan wangi.
Delapan bunga Matahari diselipkan di balik pinggang, Setelah memastikan rambut
panjang hitam milik Ken Parantili masih melekat membelintang di dadanya Wiro
sematkan kancing baju lalu melangkah ke arah dinding dari mana sebelumnya dia
secara aneh menembus masuk. Sebelum meninggalkan telaga dia melirik dulu ke arah
tanah berumput di dalam mana mayat Windu Resmi terkubur.
" Selir itu berkhianat agar bisa menyelamatkan diri keluar dari Negeri Atap
Langit. Masih ada belasan selir lainnya. Apa tidak ada lagi yang ingin melakukan hal
yang sama?"Pikir Wiro lalu dia ingat ucapan Ken Parantili. "
Negeri Atap Langit
adalah negeri dimana kepercayaan sama tipisnya dengan hembusan angin."Ketika
Wiro masuk kembali ke dalam ruangan besar yang ada ranjangnya Ken Parantili
dilihatnya berdiri bersandar ke dinding. Dua tangan disilang di depan dada.
" Wiro, aku bersyukur kau selamat dari tipu daya Selir Ketiga. Sekarang ikuti
aku."Berkata Ken Parantili.
Perempuan ini balikkan tubuh, melangkah ke arah dinding dari mana tadi dia
menembus masuk.
" Tunggu dulu,"kata Wiro.
" Ada apa " "tanya Ken Parantili.
" Aku tidak tahu. Apakah kau ini Ken Parantili benaran atau selir ke dua, ke
empat.... Aku tidak ingin peristiwa seperti tadi terulang kembali."
" Bagus kau mau berlaku hati-hati."Ken Parantili singkap bajunya di bagian dada
kiri. Lalu dengan ujung jari telunjuk dia menggurat dada.
" Settt ! " Seperti terjadi sebelumnya dada itu terbelah.
" Apakah kau melihat ada jantung di dalam dada kiriku "
"Bertanya Ken
Parantili. Wiro menggeleng. Dia memang tidak melihat jantung di dalam dada yang terbelah
itu. " Kau telah menyaksikan keadaan dadaku sebelumnya. Berarti aku adalah Ken
Parantili yang asli."
" Aku percaya padamu. Sekarang ada satu hal lain. Selir Ketiga bernama Windu Resmi
itu. Bagaimana dia bisa menguasai Ilmu Delapan Cakar Sukma Merah"
Setahuku ilmu itu hanya dimiliki dua Sinuhun dan bocah sakti bernama Dirga
Purana." " Kemungkinan dia mendapatkan dari Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
Karena Sinuhun tua itu yang selalu datang ke sini setiap melaksanakan Sesajen
Atap Langit."
Wiro menggaruk kepala sambil bergumam. "
Hemmm .... Berarti sang selir
berselingkuh dengan Sinuhun Merah lalu Sinuhun memberikan ilmu kesaktian itu
padanya ..."
181 Selir Pamungkas
44/58 Ken Parantili tersenyum. Dipegangnya lengan Wiro seraya berkata. "
Jalan pikiranmu selancar semua sungai yang mengalir dari puncak Semeru. Sekarang ikuti
aku." " Tunggu, sekarang kau hendak mengajakku berselingkuh!"Kata Wiro pula yang membuat
Ken Parantill berpaling, cepat tutup mulut dengan telapak tangan kiri menahan
tawa. " Jangan hanya tertawa. Apa jawabmu?"
Sang selir turunkan tangan kiri yang menutup mulut lalu menjawab. "
Untuk pertanyaanmu itu, aku tidak punya jawaban!"Lalu Ken Parantili tarik tangan sang
pendekar. Keduanya melangkah ke arah dinding dan seperti angin di udara terbuka
sosoknya menembus masuk ke dalam dinding. Wiro segera pula
melakukan hal yang sama. Tubuhnya seperti tidak terhalang, ikut menembus
dinding. Di balik dinding ada sebuah ruangan yang lebih kecil dibanding ruangan
sebelumnya. Bau harum semerbak bunga mawar terhirup segar ke dalam rongga dada
Wiro. Di dalam ruangan terdapat sebuah tempat tidur berkasur tebal. Pada bagian
kepala ada dua bantal besar sementara di arah kaki terletak bantalan kasur kecil
empat persegi panjang. Di sisi kanan tempat tidur, merapat ke dinding ada sebuah
meja panjang terbuat dari kayu jati hitam dengan empat kaki diukir berbentuk
Ular Naga. Di atas meja ada tiga jambangan kaca. Pada setiap jambangan terdapat
sekuntum Bunga Mawar merah. Bunga inilah yang menebar bau harum di dalam
ruangan. Selain tiga jambangan bunga, di atas meja ada satu nampan perak. Di
atas nampan terletak beberapa macam buah buahan segar. Lalu ada sebuah gelas
kaca berisi cairan kuning kental.
"Ini ruang ketiduranku,"menerangkan Ken Parantili. "
Ruang tidur di sebelah
adalah ruangan tidur kalau aku menerima Penguasa Atap Langit."
"Lagi-lagi tidak ada pintu tidak ada jendela."Kata Wiro.
"Di Negeri Atap Langit hanya ada dua pintu. Satu di pinggir kawasan paling ujung
sebelah timur, satu lagi tergantung di awang-awang. Pintu Pertama di sebut Pintu
Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gerbang Atap Langit. Melalui pintu ini semua orang yang mendapat izin
diperkenankan masuk dan keluar. Siapa yang tidak mendapat izin tapi nekad
mencoba masuk akan menemui ajal secara mengerikan. Siapa yang berbuat tidak
disenangi Penguasa Atap Langit, dia tidak akan mampu keluar dari dalam Kawasan
Atap Langit kecuali memiliki penangkal atau menerima pengampunan.
Pintu kedua disebut Pintu Akhirat. Adanya di arah langit tinggi. Hanya
dipergunakan untuk jalan keluar masuk mahluk-mahluk tertentu."
" Waktu datang aku tidak melewati Gerbang Atap Langit. Apakah waktu keluar dari
Negeri ini aku juga tidak akan melewati Pintu Akhirat ?"
" Kita lihat saja nanti,"jawab Ken Parantili. Lalu dia menerangkan. "
Semua bangunan di Negeri Atap Langit memang tidak satupun memiliki jendela atau pintu.
Pertama kali aku datang ke sini enam bulan lalu, aku juga merasa heran.
Kemudian aku ketahui bahwa pintu dan jendela adalah satu pantangan besar bag!
Penguasa Atap Langit."
" Pantangan " Pantangan bagaimana ?"Wiro bertanya ingin tahu.
181 Selir Pamungkas
45/58 " Kau cerdik. Kau orang pertama yang menanyakan hal itu."Jawab Ken
Parantili. Lalu selir cantik ini menjelaskan. "
Konon Penguasa Atap Langit tidak
boleh berada di dalam ruangan atau rumah, atau bangunan apa saja yang ada pintu
dan jendela. Hal itu merupakan pantangan besar karena menurut kepercayaannya
ilmu kesaktian yang dimilikinya satu persatu bisa keluar meninggalkan tubuhnya
lewat jendela atau pintu, sekalipun dalam keadaan tertutup. Itu sebabnya kami
semua para selir dan penghuni Negeri Atap Langit diberi ilmu kesaktian untuk
bisa menembus atap bangunan, tembok dan dinding...."
"Luar biasa aneh."Kata Wiro pula. "
Sekarang apa yang akan aku lakukan
untuk dapat menolongmu agar tidak sampai dibunuh oleh Penguasa Atap Langit."
" Aku mohon saat ini kau memelukku. Sambil memeluk kau harus menghitung dalam hati
sampai dua puluh tujuh. Setelah itu baru kau melepaskan pelukan."
" Setelah aku memelukmu, apa berarti kau bakal terlepas dari maksud jahat Penquasa
Atap Langit"
" " Masih belum. Seperti yang aku katakan waktu di Plaosan, kau harus tidur
bersamaku malam ini."
Wiro menggaruk kepala. Ken Parantili melangkah ke hadapan Wiro. Begitu dekatnya
hingga pakaian mereka saling bersentuhan dan hembusan nafas menghangati wajah
masing-masing. Ken Parantili pejamkan sepasang mata sambil kembangkan dua tangan
merangkul Wiro. Teluk diriku dan mulai menghitung,"
bisik selir pertama Penguasa Atap Langit itu. Kepala disandarkan ke dada Wiro,
dua tangan memagut punggung sang pendekar.
Untuk beberapa lama Wiro hanya tegak berdiam diri. Bau harum rambut, wajah dan
tubuh Ken Parantili masuk ke jalan pernafasannya. Sekujur tubuh sang pendekar
mulai bergetar.
" Kalau kau memang berniat untuk menolongku, lakukanlah dengan segala keikhlasan.
Cepat peluk diriku."Kembali Ken Parantili berbisik.
Wiro akhirnya gerakan dua tangan memeluk perempuan muda itu dan dalam hati mulai
menghitung. Tak selang berapa lama Wiro angkat kepala, bertanya.
" Aku lupa. Aku harus menghitung sampai berapa?"
Tua puluh tujuh."
" Walah, aku kebablasan. Aku sudah menghitung sampai empat puluh tujuh!"
Wiro cepat lepaskan pelukannya.
Ken Parantili tertawa. Lepas rangkulannya.
" Tidak apa. Berarti kau memang sungguh-sungguh ingin menolongku."
" Sekarang apa lagi.... ?"Wiro bertanya.
" Saatnya kita tidur."
Wiro melirik ke arah tempat tidur berkasur tebal di sampingnya. Lalu berkata.
" Kalau masih ada cara lain untuk menolongmu selain tidur, aku lebih suka..."
" Cara lain bagaimana"
"Bertanya Ken Parantili.
" Aku bisa membuat pintu di setiap bangunan yang ada di Negeri ini. Termasuk di
Puri Agung tempat kediaman Penguasa Atap Langit."
181 Selir Pamungkas
46/58 Ken Parantili letakkan dua telapak tangan di dada Pendekar 212. Sepasang mata
dikedipkan. Mulut berbibir bagus tersenyum, lalu perempuan muda ini berucap.
" Perjanjian kita tidak menyebut soal membuat pintu."Ken Parantili dorongkan dua
tangan hingga Wiro tersurut dan akhirnya terduduk di tepi tempat tidur.
Perempuan itu kembali menekan dua tangan. Kali ini Wiro terdorong begitu rupa
hingga terbaring menelentang di atas tempat tidur. Kepala berada di atas salah
satu bantal empuk.
" Setelah ini pasti dia menyuruh aku membuka pakaian. Kalau tidak mau dia yang
akan melakukan."Wiro menduga-duga. Dia memandang berkeliling seputar ruangan.
Dalam hati Wiro mengucap. "
Gusti Allah, berikan kemampuan pada
saya untuk bisa kabur dari tempat ini."
Ken Parantili menatap tersenyum. Wajahnya didekatkan ke wajah Wiro. Mulut
berbisik, "
Apapun yang ada dalam pikiranmu, jangan sekali-kali berani
melakukan..."
Wiro terkejut. "
Selir ini, apa dia memang bisa membaca jalan pikiranku!"
Ucap Wiro dalam hati. Baru saja dia membatin begitu, di tepi tempat tidur Ken
Parantili bertanya.
" Wiro, apakah kau tidak hendak membuka Pakaiamu"
" Murid Sinto Gendeng terperangah.
" Kalau ti ... tidur aku sel .... selalu mengenakan pakaian."Kata Wiro gagap
sambil letakkan dua tangan di atas dada macam orang kedinginan.
" Begitu?"Ken Parantili kembali tersenyum. "
Kalau begitu biar aku saja yang
menanggalkan pakaian."Katanya.
Wiro merasa darahnya panas berdesir !
181 Selir Pamungkas
47/58 TIGA BELAS TUBUH Ken Parantili melayang ke atas, berdiri di atas tempat tidur. Kaki kiri
kanan berada di samping sosok Wiro. Tiba-tiba suasana terang dalam ruangan
berubah redup. Ken Parantili kembali melayang ke atas, bergerak merebah sejajar
tubuh Pendekar 212 lalu meluncur ke arah kaki tempat tidur dimana terdapat
bantalan kasur empat persegi. Di kejauhan masih terus terdengar gema alunan
gamelan. Di atas bangunan mendadak ada suara gaduh kibasan sayap serta jerit
pekik mahluk alam arwah. Atap bangunan serasa hendak runtuh.
Wiro tersentak, cepat bergerak bangun. Duduk di atas tempat tidur, menatap ke
langit-langit ruangan.
" Tenang saja."Kata Ken Parantili. "
Yang barusan lewat adalah tiga Kelelawar
Raksasa dan puluhan Arwah Hitam Putih. Selama rambutku masih melekat di tubuhmu,
mereka tidak akan pernah berhasil menemukan dirimu. Tidurlah kembali."
Wiro baringkan tubuhnya kembali. Saat itu dilihatnya Ken Parantili telah duduk
di atas bantalan kasur di kaki tempat tidur. Sosok tubuhnya perlahan-lahan
mengeluarkan cahaya putih kebiruan hingga walau dia sama sekali tidak
menanggalkan baju namun dalam keredupan ruangan dia tampak seolah tidak
mengenakan sehelai benangpun. Wiro merasa dadanya sesak dan tenggorokan turun
naik. Beberapa kali dia menelan ludah. Dalam keadaan kejantanannya teruji rasa
takut melebihi segala-galanya.
" Aku tidak akan berkhianat pada orang-orang yang aku kasihi. Aku tidak akan
melanggar perintah Gusti Allah. Gusti Yang Maha Kuasa jangan biarkan setan
memasuki darah saya, jangan biarkan iblis merasuk hati dan pikiran saya, Gusti
Allah saya mohon pertolongan-Mu ..."
Ucapan dalam hati sang pendekar terputus ketika tiba-tiba sosok Ken Parantili
menggeliat lalu terdengar suaranya bernyanyi perlahan.
Ada ujar-ujar Ada ubi ada talas, ada budi ada balas
Biasanya budi datang lebih dahulu
Balas menyusul kemudian
Tetapi jika balas datang lebih dulu
Budi menyusul kemudian
Maka itulah berkat Para Dewa yang paling indah
Suara nyanyian berabir. Ruangan diselimuti kesunyian. Ken Parantili menggeliat
sekali lagi. Wiro menatap ke langit langit ruangan di atasnya sambil bertanya
tanya dalam hati apa maksud dan arti nyanyian sang selir.
" Wiro, saatnya kita mulai tidur."
Pendekar 212 merasa ada tiupan angin hangat di wajahnya, membuat sepasang mata
menjadi berat. 181 Selir Pamungkas
48/58 Sadar sesuatu akan segera terjadi atas dirinya Wiro cepat kerahkan tenaga dalam
dan hawa sakti. Namun dia tidak kuasa mencegah kedua matanya yang perlahan lahan
mengecil terpejam. Di ujung tempat tidur Ken Parantili bangkit dari duduknya
lalu perlahan lahan baringkan tubuh menelungkup melayang di atas sosok Wiro,
hanya terpisah sejarak satu jengkal. Wiro mengangkat dua tangannya, berusaha
mendorong tubuh Ken Parantili supaya lebih menjauh ke atas. Ketika dua tangannya
tinggal seujung rambut lagi akan menyentuh aurat Ken Parantili tiba-tiba blaarr!
Satu cahaya benderang. berkiblat dalam ruangan disertai letusan dahsyat. Wiro
merasa telinganya tuli tak bisa mendengar apa-apa, sepasang mata mendelik tapi
segala sesuatunya berubah menjadi gelap. Lalu murid Sinto Gendeng ini tidak
ingat apa-apa lagi!
* * * WIRO dapatkan diri terbaring di atas batu besar. Di sekitarnya terdapat banyak
batu besar. Dalam gelapnya malam batu-batu itu terlihat berbentuk mahluk-mahluk
aneh menyeramkan. Di langit tampak bulan sabit yang cahayanya terlalu redup
untuk dapat menerangi seantero tempat. Wiro bergerak bangun, duduk di atas batu,
memandang berkeliling. Dia mendengar suara air bergemericik. Ketika
memperhatikan ke bawah ternyata di antara sela-sela bebatuan mengalir air bening
mengepul hawa luar biasa dingin. Di arah kiri ada satu pohon besar dikobari api
namun tidak terbakar hangus, berubah gosong atau musnah dan tumbang. Di
sekeliling pohon ada delapan batu besar merah membara. Anehnya, sedemikian besar
kobaran api yang membakar pohon serta ada delapan batu merah membara, tetap saja
keadaan di tempat itu gelap temaram dan dingin!
" Tempat aneh, bagaimana aku bisa di sini" Apakah aku masih berada di Negeri Atap
Langit" "Pikir Wiro. Dia pasang telinga. Sayup-sayup di kejauhan terdengar
suara alunan gamelan. Bebunyian itu menandakan dia memang masih berada di
Kawasan Atap Langit. Lalu dimana Ken Parantili, Selir Pertama sang Penguasa"
Tiba-tiba pada bagian depan batu besar yang didudukinya dia melihat gerak
bayangan hitam. Wiro berpaling ke belakang.
" Wuttt!" Delapan cahaya merah menderu. Hawa panas menggidikkan menyambar.
Pendekar 212 kaget bukan main. Dua tumit cepat dihunjamkan ke atas batu yang
didudukinya. Saat itu juga tubuh Wiro melesat ke belakang, melompat ke atas batu
yang lain. Memandang ke depan dia melihat Selir Penguasa Atap Langit berdiri di
atas batu yang tadi didudukinya. Wajah cantik menyeringai seram. Dua tangan
dipentang kedepan. Dua kaki yang menginjak batu kepulkan asap kelabu.
Delapan jari mengeluarkan cahaya merah, membentuk cakar angker.
" Ken Parantili ! "Dalam kagetnya Wiro membatin. "
Kecurigaanku selama ini
tidak meleset. Dia hendak membunuhku dengan Delapan Cakar Sukma Merah!"
Tiba-tiba dari mulut Ken Parantili melengking keluar suara garang. Suara kucing
mengeong! Di saat bersamaan tubuh perempuan itu melesat ke arahnya.
Delapan cakar merah kembali berkelebat. Wiro cepat menghindari serangan 181
Selir Pamungkas
49/58 dengan cara melompat lagi ke batu besar yang lain. Tapi Ken Parantili terus
mengejar. " Ken Parantili! Semua ucapanmu ternyata tipuan belaka! Buktinya sekarang kau
hendak membunuhku! Kau pasti kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap Arwah!"Wiro
berteriak. " Ngeoong!" Sosok Ken Parantili kembali berkelebat. Sekilas Wiro melihat wajah
perempuan cantik itu telah berubah menjadi muka seekor kucing buas!
" Ken Parantili ! "Kalau kau tidak berhenti menyerangku, aku akan habisi
dirimu sekarang juga!"Wiro mengancann sambil siapkan Pukulan Harimau Dewa.
Sebelumnya dengan pukulan sakti itu dia telah menciderai tiga anak kucing merah.
Ken Parantili sunggingkan seringai mengejek.
" Pukulan Harimau Dewa memang sakti. Tapi tidak cukup sakti untuk
membunuh delapan anak kucing merah! Bukankah kau hanya mampu menciderai tiga
saja dari mereka" Kalau tidak percaya silahkan buktikan sendiri! Cepat serang
diriku!" " Edan, bagaimana dia tahu kejadian itu!"Maki Wiro dalam hati. Merasa ditantang,
penasaran Pendekar 212 lipat gandakan tenaga dalamnya ketika melihat di seberang
sana Ken Parantili Kembali melancarkan serangan. Delapan larik sinar merah
menggebubu. Wiro balas menghantam dengan Pukulan Harimau Dewa yang sudah
disiapkan. Satu gelombang sinar putih dan dua larik cahaya hijau menggelegar.
" Bieepp! Bleepp! Bleepp!
" Seperti pelita ditiup angin, cahaya putjh dan dua larik sinar hijau luruh ke
tanah. Sebaliknya deJapan cahaya merah Pukulan Cakar Sukma Merah terus menderu
ke arah sang pendekar. Wiro serta merta melompat ke udara selamatkan diri.
Delapan cahaya merah menghantam batu besar dimana dia tadi berada. Batu besar
menyala terang lalu blaaarr! Pecah berkeping keping.
Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di udara Wiro merasa getaran hebat menyungkup udara, membuat tubuhnya bergoyang.
Dia tidak dapat mengimbangi diri. Walau mampu mencapai salah satu batu besar,
namun dia jatuh tertelungkup, Untuk beberapa ketika dia merasa sekujur tubuh
kesemutan. Dalam keadaan seperti itu di depannya Ken Parantili tertawa bergelak
berkacak pinggang. Tawa lenyap, dua tangan dipentang, delapan jari berbentuk
cakar dijentikkan. Delapan cahaya merah berkiblat luar biasa ganas dan cepat!
Kali ini Wiro benar-benar tidak punya kesempatan untuk selamatkan diri atau
menangkis serangan.
Dalam keadaan maut hanya tinggal sekejapan mata lagi, Wiro ingat pada apa yang
dilakukan Ken Parantili sewaktu diserang dengan Pukulan Delapan Cakar Sukma
Merah oleh Selir Ketiga Windu Resmi! Tenaga dalam dialirkan ke tangan kiri
kanan. Sepuluh jari berubah laksana sepuluh batangan besi. Lalu crasss! Wiro
hunjamkan sepuluh jari tangan ke batu hitam di atas mana dia tertelungkup! Asap
hitam mengepul! Batu besar yang berlobang delapan kemudian hancur berkeping
keping! Di seberang sana terdengar jeritan Ken Parantili!
181 Selir Pamungkas
50/58 EMPAT BELAS TUBH Selir Pertama Penguasa Atap Langit itu mencelat ke udara setinggi tujuh
tombak. Pakaian putihnya mengepulkan asap kelabu. Rambut, sepasang mata
memancarkan cahaya merah. Sebaliknya delapan jari tangan yang
sebelumnya berwarna merah kini tampak hitam gosong. Sambil melayang turun, Ken
Parantili membuat gerakan-gerakan silat, memukul dan menendang, menimbulkan
suara angin berkesiuran. Mulut meniup tiada henti. Dari mulut itu membersit
keluar kepulan asap merah.
Terhuyung-huyung Ken Parantili jejakkan dua kaki di atas sebuah batu besar.
Warna merah di rambut dan mata serta warna hitam di delapan jari tangan lenyap.
Wajah masih agak pucat namun mulut melayangkan senyum. Lalu terdengar suaranya
menyanyi! Manusia diberi akal
Mengapa tidak mau berpikir"
Di dalam setiap kejadian
Selalu ada pelajaran
" Benar-benar edan! Masih bisa bernyanyi dia!"Rutuk Pendekar 212.
" Wiro, aku bersyukur kau masih mengingat kejadian di Telaga Bersuci dan Bersegar
Diri. Kalau kau terlambat menancapkan sepuluh jari ke dalam batu, mungkin kau
tak bakal lolos dari kematian."
Wajah Wiro berubah. Ada kemarahan dalam hatinya. "
Jadi begini caranya kau
memohon budi dengan membahayakan nyawa orang"!"
" Wiro, apa kau tidak sadar kalau barusan kau telah menguasai ilmu menangkal
serangan Delapan Cakar Sukma Merah
" " Apa"! "Wiro terkejut.
" Setiap kau diserang dua Sinuhun atau kaki tangannya dengan ilmu jahat yang
memancarkan delapan cahaya merah, apapun nama ilmunya, jika kau menancapkan sepuluh jari ke batu maka semua serangan akan musnah dan balik
menciderai si penyerang."
" Bagaimana kalau tidak ada batu?"Tanya Wiro pula.
" Kau bisa menancapkan sepuluh jari tanganmu ke tanah atau ke pohon atau dinding
bangunan, bahkan ke dalam air seandainya saat itu kau berada di tengah sungai,
di dalam danau atau di laut."
Wiro menggaruk kepala dan bertanya lagi. "
Bagaimana kalau tidak ada tanah,
tidak ada pohon, tidak ada bangunan, juga tidak ada air?"
" Mana mungkin" Seseorang selalu akan menginjak tanah atau berada di dalam atau
dekat bangunan, di dekat pohon, di dalam sungai atau laut atau telaga .... "
Ujar Ken Parantili pula.
Wiro goyangkan tangan. "
Semisal aku diserang lalu melompat ke udara. Selagi
melayang di udara datang serangan delapan cahaya merah! Nah, aku mau menusuk
apa" Mau menusuk langit?"
181 Selir Pamungkas
51/58 Mendengar ucapan Wiro, Ken Parantili tertawa lalu menjawab. "
Kalau di sekitarmu memang tidak ada apa-apa selain dirimu, maka tusukkan sepuluh jari
tanganmu ke dada sendiri."
" Batu saja bolong dan hancur apa lagi tubuh butut sepertiku!"
Ken Parantili tersenyum.
" Kalau tidak percaya mari kita coba. Kau melompatlah ke udara sampai lima tombak.
Lalu aku akan menyerangmu dengan Delapan Cakar Sukma Merah."
Wiro gelengkan kepala.
" Tidak, tidak usah. Aku percaya padamu."Kata sang pendekar lalu dia
melompat ke batu besar di samping batu dimana Ken Parantili berdiri.
" Kau tidak apa-apa?"
" Tadi dadaku mendenyut sakit sedikit. Sekarang sudah tidak lagi."
" Aku salah menduga. Aku minta maaf. Aku juga berterima kasih kau
memberikan ilmu hebat padaku. Apakah setiap orang yang diserang dengan delapan
cahaya merah bisa mempergunakan cara itu untuk menangkal serangan?"
Ken Parantili mengangguk. "
Syaratnya cuma satu. Dia punya tenaga dalam
untuk mampu menusuk benda keras."
" Aku sangat berterima kasih padamu. Yang kau lakukan apakah itu yang kau sebut
balas datang lebih dulu, budi menyusul kemudian?"
Ken Parantili tersipu. "
Ternyata kau masih ingat nyanyian itu."
" Tusukan sepuluh jari. Berarti itu jurus pamungkas untuk menghancurkan serangan
delapan cahaya merah ..."
" Kira-kira begitu,"sahut Ken Parantili.
Wiro menggaruk kepala. "
Lain kali kalau mau memberikan ilmu, jangan
memakai cara berbahaya seperti itu. Celanaku bisa kedodoran saking kaget!"
" Kenapa tidak dibuka sekalian"!"Ujar sang selir.
" Hah! Apa"!"Wiro mendelik tapi senyum-senyum.
" Wiro, kalau ilmu kesaktian bisa didapat secara mudah, dunia ini bisa kacau
balau! Orang-orang tolol dan jahat bisa mempergunakan sekehendak hatinya."
" Kau betul juga,"kata Wiro pula. "
Aku ingin bertanya lagi. Pada waktu kau
diserang Selir Ketiga dan kau pergunakan jurus menancap sepuluh jari ke batu,
selir yang memalsukan diri itu berganti rupa dan akhirnya menemui ajal. Tadi aku
melakukan hal yang sama, Tapi mengapa kau hanya mengalami cidera sedikit, tidak
sampai menemui kematian" Apa karena kau memiliki kesaktian luar biasa?"
" Aku tidak punya ilmu apa-a
pa . . . " J a wa b Ke n Parantili. " Jangan merendah."
" Rambutku masih melekat di tubuhmu. Itu yang melindungi diriku"
, menjelaskan Ken Parantili. "
I l mu Pamungkas penangkal serangan delapan cahaya
merah tidak akan memiliki kekuatan menghancurkan atau membunuh jika orang Yang
diserang memiliki bagian tubuh atau pakaiannya pada diri si penyerang."
Wiro goleng-goleng kepala, "
Benar-benar aneh. Sekarang kita mau melakukan
apa" Ada beberapa pertanyaan lagi. Waktu datang di Plaosan kau berlanji akan
memberi tahu ... "
181 Selir Pamungkas
52/58 " Apapun yang akan kau tanya akan aku jawab setelah kita kembali ke tempat tidur
di dalam Puri Kesatu."Jawab Ken Parantili,
" Jadi ...."
Wiro tidak bisa lanjutkan ucapan. Ken Parantili meniup ke arah wajahnya, Saat
itu juga Wiro merasa dua matanya menjadi berat dan perlahan-lahan tertutup.
Di kejauhan masih terdengar sayup-sayup suara alunan gamelan.
* * * KETIKA mata dibuka, Wiro dapatkan dirinya kembali terbaring di atas ranjang
dalam kamar ketiduran Ken Parantili. Dia berpikir-pikir.
" Heran, aku berpindah tempat dan waktu diluar kekuasaanku. Apakah selir itu yang
melakukan"
Kalau ilmu kesaktiannya begitu tinggi, tidak dapat kubayangkan, bagaimana tingginya ilmu kesaktian Penguasa Atap Langit."
Seperti sebelumnya, suasana di dalam ruangan itu redup. Selir Pertama sang
penguasa dilihatnya berada di ujung tempat tidur, duduk di atas bantalan kasur
empat persegi. Cahaya putih kebiruan yang membalut membuat tubuhnya seolah sama
sekali tidak mengenakan selembar benangpun. Wiro raba sekujur badan.
Ternyata dia masih mengenakan pakaian lengkap. Walau demikian sang pendekar
diam-diam merasa tegang.
" Kali ini pasti dia akan melaksanakan apa yang dikatakannya waktu di Plaosan.
Minta aku menidurinya ..."
Namun apa yang diduga Wiro tidak menjadi kenyataan. Di ujung kaki tempat tidur
Ken Parantili berkata.
" Sekarang silahkan kau mau menanyakan apa."
" Apakah aku boleh bicara sambil duduk menyandarkan punggung dan kepala ke dinding
di belakang tempat tidur?"Tanya Wiro.
" Tidak, kau harus tetap berbaring sampai saat kemunculan Penguasa Atap
Langit."Jawab Ken Parantili. "
Apa yang ingin kau tanyakan?"
" Anak perempuan yang menurutmu berada di angan bocah lelaki bernama
Dirga Purana. Dimana aku bisa menemukannya?"
" Tidakkah kau akan lebih dulu mencari dan menyelamatkan gurumu?"Tanya Ken
Parantili. " Menurutmu anak perempuan itu yang perlu diselamatkan lebih dulu. Karena
kehormatannya terancam. Kalau guruku siapa yang mau memperkosa nenek peot, kurus
kering dan bau pesing itu"
" Ken Parantili tertawa cekikikan. "
Berdosa kau mengatakan gurumu seperti itu.
Aku belum pernah melihat tapi dari kabar yang aku dengar gurumu adalah seorang
gadis cantik bertubuh elok."
Kini Wiro yang ganti tertawa. "
Kau mau memberi tahu?"
" Anak perempuan itu disekap dalam sebuah goa di belakang air terjun di satu rimba
belantara. Orang biasa termasuk dirimu dan juga aku tidak akan sanggup menemukan
tempat itu. Karena air terjun dan goa tidak bisa terlihat oleh mata 181 Selir
Pamungkas 53/58 biasa. Selain itu jarang ada orang yang mampu menerobos melewati curahan air
terjun" "Lalu apa yang harus aku lakukan" Jika kau selamat dari kematian, apakah kau mau
menolong menunjukkan tempat itu."
" Satu satunya orang luar yang bisa menemukan air terjun dan goa itu adalah nenek
cantik bernama Ratu Randang...."
" Kalau begitu aku akan minta tolong padanya."
" Memang bisa. Tapi dia tidak mampu membendung atau melewati air terjun.
Di Bhumi Mataram hanya ada empat mahluk yang mampu menahan curahan air terjun.
Sinuhun Muda Ghama Karadipa dan Sinuhun Merah Penghisap Arwah lalu bocah sakti
Dirga Purana dan Penguasa Atap Langit. Konon ada mahluk ke lima.
Namun aku tidak tahu siapa dia adanya."
" Kau tidak memiliki ilmu penangkal untuk mampu menembus melewati air terjun" Atau
mungkin kau tahu jalan rahasia di belakang goa?"
Ken Parantili menggeleng. "
Mohon dimaafkan. Kau terpaksa mencari akal dan
berusaha sendiri untuk melakukan hal itu."
Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Menurutmu Penguasa Atap Langit akan mengambil anak perempuan itu
sebagai selir pengganti dirimu. Lalu apa perlunya susah-susah mencari goa di
balik air terjun segala"! Aku bisa mencegatnya di sini."
" Maksud Penguasa Atap Langit mengambil anak perempuan itu jadi selir baru tidak
akan kesampaian. Karena kalau dia tidak bisa membunuhku semua ilmunya akan
amblas bahkan dia bisa-bisa menemui ajal!"
"Lalu bagaimana dengan guruku. Kau tahu dia berada dimana?"
" Menurut yang aku dengar, setelah merampas kapak sakti milikmu dan
menyerahkannya pada Sinuhun Merah Penghisap Arwah gurumu diberikan sedikit
kebebasan, tidak disekap lagi. Meskipun demikian dia tidak bisa pergi kemana
mana karena tetap berada dibawah kendali dua Sinuhun. Dibantu pula oleh Dirga
Purana. Dia dipersiapkan untuk membunuhmu kalau kau berani muncul
menyelamatkannya."
" Aku s uda h t a hu ha l i t u ka r e na Si nuhun Mer a h Pe nghi s a p Ar wa h t e l a h mencuci otaknya dengan Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak."Wiro tiba-tiba terdiam,
menggaruk kepala lalu berkata. "
Ada yang aneh. Mengapa kebanyakan
hampir semua ilmu yang hebat-hebat dari Dua Sinuhun dan bocah bernama Dirga
Purana itu selalu memakai angka delapan. Sepertinya ada rahasia dibalik angka
delapan itu."
Ken Parantili menggeliat lalu berdiri dari duduknya. Dua kaki terkembang, kepala
mendongak. Ketika dia menarik nafas dalam-dalam dadanya tampak membusung. Namun
semua gerakan itu tidak dilihat Wiro karena dia tidak mau memandang ke arah kaki
tempat tidur. Sang pendekar menahan nafas ketika Ken Parantili melangkah di atas
tempat tidur, mendekati dirinya. Wiro pura-pura memejamkan mata. Dia tahu kalau
sang selir tengah memandangi dirinya. Terasa tempat tidur goyang. Wiro tak
berani bergerak. Bernafaspun ditahan-tahan! Dalam hati dia berulang kali
menyebut "
Gusti Allah. ...Gusti Allah ..."
181 Selir Pamungkas
54/58 LIMA BELAS DI ATAS atap Puri Kesatu kembali terdengar suara ,tiga Kelelawar Raksasa lewat.
Kepakan sayap menggetarkan bangunan, Lalu menyusul suara hiruk puluhan mahluk
Arwah Hitam Putih. Rupanya atas perintah Penguasa Atap Langit mereka terus
melakukan pengawasan.
Wiro beranikan membuka mata. Bau harum sosok Ken Parantili tidak terLalu santar
lagi. Wiro melirik ke samping. Ternyata selir itu tidak ada lagi di sebelahnya.
Lalu Wiro mendengar suara kibasan lengan baju, angin pukulan dan tendangan
disertai suara hembusan nafas. Ruangan bergetar hebat. Tempat tidur berderak.
Tiga jambangan bunga Mawar di atas meja bergoyang-goyang. Begitu juga seloki
besar berisi cairan kuning. Udara terasa panas. Ketika dia menatap ke tengah
ruangan Wiro melihat Ken Parantili mengambang di udara, bergerak cepat kian
kemari, memainkan jurus-jurus silat aneh.
" Ken Parantili, apa yang kau lakukan?"Wiro bertanya sambil bergerak duduk.
Yang ditanya tidak menjawab. Setelah dua puluh jurus berlalu baru Ken Parantili
berhenti. Perlahan-lahan dia kembali duduk diatas bantalan kasur di kaki tempat
tidur. Wajah cantik berkeringat. Setelah merasa tenang dan menarik nafas panjang
selir Pertama Penguasa Atap Langit itu berkata.
" Beban batinku terlalu berat. Aku harus mengeluarkannya dari dalam tubuhku.
Aku bukan saja berperang menghadapi batinku sendiri tapi juga melawan kehebatan
batinmu ...."
Wiro terdiam sesaat. "
Sahabat, kau berhasil melewati saat-saat sangat sulit.
Bersyukurlah Gusti Allah menolong kita berdua dari perbuatan ..."
" Siapa Gusti Allah"
"Ken Parantili memotong.
" Dia Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih dan Maha Pelindung. Yang
menjadikan langit serta bumi. Yang menciptakan kita semua...."
" Aku tidak mengerti. Bukankah ..."
" Kita hidup di kurun waktu yang berbeda sangat jauh. Nanti kalau ada kesempatan
aku akan menjelaskan."Kata Wiro pula.
Setelah termenung berdiam diri beberapa ketika, Ken Parantili berkata.
" Wiro, apa kita akan melanjutkan pembicaraan. Atau sudah cukup dan tinggal
menunggu kedatangan Penguasa Atap Langit"
" Saat itu Wiro masih mendengar suara alunan gamelan di kejauhan.
" Kau belum menjawab pertanyaanku tentang angka delapan."Menjawab Wiro.
" Angka delapan adalah tingkat kesaktian paling tinggi yang ada dalam ilmu yang
dimiliki dua Sinuhun dan Dirga Purana ..."
" Bagaimana dengan Penguasa Atap Langit" Berapa tingkatan ilmu
kesaktiannya?"
" Sama, delapan juga. Hanya kadarnya lebih tinggi. Sebagian ilmu yang dimiliki dua
Sinuhun dan Dirga Purana berasal dari Penguasa Atap Langit.
Namun setahuku selama ini Penguasa Atap Langit tidak pernah meninggalkan Negeri
Atap Langit dan mempergunakan ilmu kesaktiannya. Terus terang dia mahluk hitam
putih. Maksudku terkadang baik terkadang jahat. Kejahatan 181 Selir Pamungkas
55/58 utamanya sampai saat ini adalah selalu membunuh Selir Pertama setiap enam bulan
sekali." " Aku punya dugaan. Penguasa Atap Langit membunuh Selir Pertama setiap enam bulan
serta mencari selir baru yang lebih muda bukan karena nafsu semata..."
" Kau betul, Wiro. Dia melakukan itu juga untuk melanggengkan semua ilmu kesaktian
yang dimilikinya, Agaknya itu merupakan tuntutan atau syarat ilmunya."
" Sekarang, apakah kau mengetahui dimana Guruku berada?"
" Cerita yang aku dengar dari Penguasa Atap Langit gurumu dipasung dengan rantai
panjang di sebuah rawa buaya. Rantai itu bernama Rantai Kepala Arwah Kaki Roh.
Dijaga oleh delapan mahluk alam arwah bernama Tabir Delapan Mayat Kadang-kadang
satu mahluk alam roh yang datang dari negeri asalmu ikut menjaga. Mahluk ini
disebut sebagai Kesatria Roh Jemputan ..."
" Di negeri delapan ratus tahun mendatang dia disebut Pangeran Matahari. Dosa
kesalahannya selangit tembus. Dia menemui ajal di tangan sekian banyak musuh
besarnya. Termasuk aku dan guruku."
" Kesatria Roh Jemputan selalu mencari kesempatan untuk membunuh gurumu.
Tapi takut melangkahi dua Sinuhun karena belum dapat perintah. Dua Sinuhun akan
memanfaatkan gurumu habis-habisan sebelum membantainya."
" Ken Parantili, sebelumnya kau mengatakan mudah saja bagiku untuk
mengetahui dimana guruku berada. Kau mau mengatakan bagaimana caranya?"
" Sahabat, lagi-lagi kau harus minta bantuan nenek cantik Ratu Randang.
Ketika gurumu membelah dada dan mengambil kapak dari dalam dadamu ..."
" Tunggu, aku tidak melihat sendiri kejadian itu karena dalam keadaan pingsan.
Yang menyaksikan justru empat sahabat. Apa guruku juga mengambil batu hitam
sakti yang ada dalam tubuhku?"
Ken Parantili merenung sejenak baru menjawab. "
Sesuai cerita Penguasa Atap
Langit yang mengetahui kejadian itu lewat salah satu mahluk Arwah Putih, yang
keluar dari dalam tubuhmu hanya kapak sakti. Tunggu, coba aku jajagi lagi..."
Selir Pertama Penguasa Atap Langit pejamkan mata. Kepala didongakkan dan dada
dibusung sambil menarik nafas. Wiro merasa mata seolah silau dan dada bergetar
melihat sosok Ken Parantili dalam keadaan seperti itu, Cepat-cepat dia tundukkan
kepala. Lalu didengarnya suara perempuan muda itu berkata.
" Aku hanya melihat samar. Peristiwanya cukup lama. Ketika seorang kakek
memasukkan kapak sakti ke dalam tubuhmu, sebelumnya dia telah lebih dulu
memasukkan sebuah batu hitam ke dalam kapak. Batu dan kapak telah menyatu.
Hanya itu yang bisa aku jelaskan padamu ..."
Wiro tercengang. "
Kiai Gede Tapa Pamungkas yang memasukkan kapak sakti
ke dalam tubuhku. Eyang Sinto ikut menyaksikan. Tapi mereka tidak memberi tahu
kalau batu hitam sakti sudah lebih dulu disatukan ke dalam kapak. Berarti untuk
mengeluarkan semburan api, kapak dan batu tidak perlu digosokkan lagi satu sama
lain. Ken Parantili, aku sangat berterima kasih padamu. Kau telah memberi balas,
aku belum menanam budi."
181 Selir Pamungkas
56/58 " Saatnya akan tiba. Ada lagi yang ingin kau tanyakan?"Jawab Ken Parantili.
" Tadi kau mengatakan bahwa untuk menemukan dimana guruku berada lagi-lagi aku
harus minta pertolongan Ratu Randang. Kau bisa menjelaskan?"
" Ketika gurumu mengambil kapak sakti dari dalam dadamu, dua tangannya
meninggalkan bekas di tubuhmu. Ratu Randang memiliki ilmu yang disebut Tanpa
Mata Mengandalkan Penciuman. Dengan ilmu itu kau bisa menjajagi dimana beradanya
gurumu." "Luar biasa! Ken Parantili kau sungguh luar biasa ... Aku tidak memikir sampai
ke situ!" " Wiro, kau bisa mudah menemukan tempat gurumu dipasung. Tapi tidak
mudah untuk menyelamatkannya. Karena nenek itu telah dicekoki Ilmu Delapan Jalur
Arwah Pencuci Otak. Ilmu hitam itu yang harus dimusnahkan lebih dulu."
Wiro menggaruk kepala. Mau bertanya lagi agak sungkan karena dari tadi terus
terusan bertanya. Namun Ken Parantili malah keluarkan ucapan.
" Bukankah kau memiliki delapan bunga Matahari"
" Wiro mengangguk..
" Jika gurumu bisa menelan satu saja dari delapan bunga maka dia akan sembuh. Tapi hal itu
mungkin sulit dilakukan. Ada cara lain. Rendam delapan bunga itu dalam air. Satu
kendi kecil saja sudah cukup. Jika kau dapat mengguyurkan air ke kepala gurumu,
maka ilmu jahat yang menguasai dirinya akan lenyap. Aku menyarankan agar kau
melakukan cara kedua. Delapan bunga Matahari utuh kelak akan kau pergunakan
untuk menghadapi Delapan Tabir Mayat.
Kau harus menjaga delapan bunga itu baik-baik. Karena delapan bunga sesungguhnya
adalah delapan pocong gadis cantik. Jika kau melantunkan sepenggal nyanyian maka
mereka akan keluar dari dalam bunga. Dengan kehendak Yang Maha Masa mereka akan
melakukan apa saja yang kau inginkan.
Terutama menolong dan menjaga keselamatan dirimu. Tetapi ingat, dia hanya bisa
dipanggil dan dimintai pertolongan sebanyak satu kali."
Wiro keluarkan delapan bunga Matahari kecil dari balik pakaian. Bunga diusap,
diciumi lalu sang pendekar berkata. "
Aku tidak pernah tahu kalau di
dalam delapan bunga ini sesungguhnya ada mahluk hidup. Ken Parantili, apa
nyanyian yang harus aku lantunkan agar delapan pocong keluar dari dalam bunga?"
" Nyanyiannya mudah dan sederhana saja. Kau tinggal mengucapkan kata tapi dalam
nada nyanyian. Misalnya : Delapan Pocong gadis cantik. Keluarlah dari dalam
bunga Matahari. Aku sahabatmu perlu pertolongan kalian."
" Jika mereka sudah menolong, apa yang harus aku lakukan untuk mereka?"
Bertanya Wiro. " Tidak ada. Mereka memberikan pertolongan tanpa pamrih. Habis menolong mereka
akan masuk kembali ke dalam bunga Matahari."Jawab Ken Parantili.
" Apakah aku bisa mencobanya sekarang"
" 181 Selir Pamungkas
57/58 " Bisa saja. Tapi ingat, kau tidak bisa meminta mereka keluar untuk kedua
kali."Jawab Ken Parantili. Baru saja selir ini selesai berucap tiba-tiba dia
tampak tersentak. Paras berubah.
" Ada apa?"Tanya Wiro.
" Tidakkah kau dengar suara alunan gamelan mulai terdengar mengeras?"
" Aku mendengar"Jawab Wiro.
Itu pertanda Penguasa Atap Langit sudah bersiap siap meninggalkan Puri Agung.
Jika suara gamelan kemudian berubah perlahan itu tanda dia tengah menuju ke
sini. Kalau suara gamelan lenyap, pertanda dia sudah ada di dekat Puri Kesatu.
Siap masuk. Wiro, waktuku tak lama lagi ..."
" Apa yang harus aku lakukan untuk menolongmu?"Wiro melompat turun dari tempat
tidur. " Peluk aku sekali lagi. Sebentar saja. Agar batinku lebih kuat menghadapi ujian
besar ini. Setelah itu ..."
Belum sempat Ken Parantili menyelesaikan ucapan, tiba-tiba di luar sana
terdengar suara teriakan lantang.
Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Penguasa Atap Langit! Ada penyusup masuk ke dalam Kawasan Atap Langit!
Berhati-hatilah!"
Ken Parantili terlonjak kaget. Selir ini cepat turun dari bantalan kasur,
berdiri di hadapan Wiro dengan wajah tampak mendadak pucat.
"Siapa yang berteriak?"tanya Wiro.
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Ada yang tidak beres. Bagaimana dia bisa tahu ..."
Ucap Ken Parantili dengan suara gemetar.
" Boleh aku memelukmu sekarang"
"Tanya Wiro.
Ken Parantili maju lebih mendekat. Wiro cepat rangkul perempuan ini. Sambil
memeluk dia mencium kepala Ken Parantili. "
Kau banyak memberi tahu hal yang
sangat menolong. Aku berterima kasih. Katakan apa yang harus aku lakukan."
Ken Parantili benamkan wajah ke dada Pendekar 212 lalu angkat kepalanya.
" Kita harus segera masuk ke dalam kamar di sebelah. Aku harus sudah ada di atas
tempat tidur ketika Penguasa Atap Langit datang. Apa yang harus kau lakukan
nanti akan aku beri tahu ..."
Di luar sana kembali terdengar suara teriakan.
" Pe ngua s aAtap Langit! Ada penyusup masuk ke Kawasan Atap Langit! Kau
menghadapi bahaya besar!"
T A M A T Sanggupkah Wiro menolong Ken Parantili dari pembunuhan yang akan dilakukan oleh
Penguasa Atap Langit"
Mampukah sang pendekar menyelamatkan Ni Gatri dan Eyang Sinto Gendeng"
Ikuti serial selanjutnya : DELAPAN POCONG MENARI
181 Selir Pamungkas
58/58 Pendekar Remaja 8 Dewi Ular 46 Misteri Bocah Jelmaan Golok Sakti 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama