11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 22
mengikuti jalur paugeran, mereka justru terlambat. " sahut Mandira.
Pranawa mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Setiap kali orang-orang yang di curgai
harus dilepaskan kembali, karena pada mereka tidak terdapat bukti apapun. "
- Kita akan dapat bersikap lain jika kita yakin bahwa orang itu memang bersalah. - desis
Sabungsari. - Aku menangkap maksudmu - sahut Glagah Putih - justru dalam keadaan seperti ini,
kita dapat tampil. - Ternyata semua anggauta Gajah Liwung sependapat. Mereka akan tampil
kegelanggang untuk melawan kejahatan yang semakin meningkat yang dilakukan dengan
cerdik, sehingga sulit untuk dibuktikan. Para prajurit Pajang yang tidak dapat bertindak
tanpa kekuatan bukti dan saksi memang menjadi ragu-ragu. Tetapi orang-orang Mataram
justru telah diliputi oleh perasaan yang aneh menghadapi kelompok yang menyebut
dirinya Gajah Liwung. Banyak orang yang menolak untuk menjadi saksi dalam satu
perkara karena mereka tidak berani menanggung akibatnya. Mereka akan dapat terbunuh
kapanpun dan bahkan mungkin keluarganya sekali.
Ki Ajar Gurawa dan Ki Jayaraga, orang-orang tua dalam kelompok itupun ternyata
sependapat, bahwa harus ada sekelompok orang yang berani melawan kelompok Gajah
Liwung itu dengan cara yang lebih cepat dari cara yang dilakukan para prajurit Mataram.
Dalam pada itu, sejalan dengan kegiatan yang meningkat dari orang-orang Gajah
Liwuung, maka meningkat pulalah kegiatan yang meracuni rakyat Mataram. Anak-anak
muda semakin dekat dengan tuak, judi dan permainan-permainan yang mengarah kepada
perjudian. Sabung ayam, sabung gemak dan bahkan gamparan dan jirak kemiripun
menjadi alat perjudian, karena setiap butir miri dalam permainan jirak itu dinilai dengan
uang. Sementara itu, kemandang dari kebesaran nama Yang Maha Agungpun rasarasanya
menjadi susut. Namun disaat keputusan itu jatuh, dan sebelum orang-orang Gajah Liwung turun, telah
terjadi pula satu kejahatan yang sangat berani di tengah-tengah kota Mataram. Rumah
seorang saudagar yang kaya dan berpengaruh telah dirampok habis-habisan. Empat orang
yang diupah oleh Ki Saudagar untuk ikut menjaga rumahnya selain keluarganya, tidak
dapat berbuat apa-apa. Bahkan ketika mereka mencoba melawan, dan diantara mereka
telah terbunuh. Sedangkan saudagar itu sendiri mengalami luka luka. Seorang anak laki-lakinya yang
meningkat dewasa telah dibawa oleh para perampok dan diketemukan keesokan harinya
dalam keadaan yang mencemaskan karena luka-luka pula ditubuhnya. Namun agaknya
nyawanya masih akan dapat diselamatkan.
" Bukan pekerjaan yang mudah untuk menemukan para perampok itu " berkata
Rumeksa " bahkan jika kita tidak berhati-hati, kita akan dapat berbenturan dengan para
prajurit sandi. - Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya " Yang mereka lakukan telah keterlaluan. "
" Itulah sebabnya, prajurit sandi tentu juga bersedia melacaknya. ~ jawab Rumeksa.
" Kita akan menemui saudagar itu " desis Glagah Putih. Tetapi Rumeksa menyahut "
Kita tidak dapat tergesa-gesa melakukannya. Tentu ada prajurit sandi yang
mengawasinya. Jika mereka menganggap kedatangan kita mencurigakan, maka mungkin
kita akan ditangkap. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Jika kita ingin berbuat sesuatu,
bagaimana kita akan mulai" " Aku akan mulai " desis Ki Jayaraga.
" Darimana Ki Jayaraga berangkat" " bertanya Sabungsari.
" Memancing pertemuan dengan Podang Abang. " jawab Ki Jayaraga.
Sabungsari mengangguk-angguk. Satu-satunya orang yang akan dapat dikenalinya.
" Aku akan pergi ke kota. Menurut pendapatku, Podang Abang dan beberapa orangnya
tentu selalu berkeliaran dikota. Mereka berusaha untuk mendapat keterangan tentang
apapun. Aku akan mengikuti jalur jalan yang kita bicarakan sebelumnya. Kemudian
beberapa orang mengawasi aku dan jalan yang aku lalui. Mudah-mudahan Podang Abang
benar-benar menemui aku dimanapun juga. Tetapi diantara kitapun harus melihat
kemungkinan orang-orangnya ikut berkeliaran disekitamya. " berkata Ki Jayaraga.
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya " Satu usaha. Kita tidak tahu usaha ini akan
berhasil atau tidak. Tetapi kita harus membuat perencanaan yang sebaik-baiknya. "
" Orang itu tentu tidak mengenal aku " berkata Ki Ajar Gurawa " Meskipun kami
pernah bertemu. " Ki Jayaraga mengerutkan keningnya. Tetapi kemudian ia bertanya " Bagaimana jika
orang itu mengenali Ki Ajar" ~
- Tentu tidak. Waktu itu aku berhenti agak jauh. Aku sudah berusaha untuk tidak
menghadap kepada orang yang ternyata Podang Abang itu karena aku memang berniat
untuk tidak dapat diketahui, meskipun aku tidak tahu siapa orang itu. " jawab Ki Ajar
Gurawa"namun tujuanku agak berbeda. Aku hanya tidak ingin dikenal jika aku menjadi
anggauta kelompok ini. Waktu itu aku tidak berpikir lebih jauh. "
" Agaknya waktu itu Podang Abang juga tidak memperhatikan orang-orang lain kecuali
kami berdua " sahut Sabungsari.
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah. Aku kira kita akan dapat membuat
sebuah permainan untuk memancing Podang Abang dan orang-orangnya. Dari sana kita
akan berangkat melihat apa yang selama ini mengganggu kotaraja. Dengan demikian maka orang-orang dari kelompok Gajah Liwung itu telah menyusun,
satu rencana untuk memancing Podang Abang. Di hari yang sudah direncanakan, Ki
Jayaraga akan berjalan-jalan di jalan-jalan kota. Ditempat-tempat tertentu anggauta yang
lain akan mengawasi keadaan. Mungkin mereka akan dapat menemukan satu dua orang
dari kelompok yang juga menyebut dirinya Gajah Liwung yang tentu juga mengawasi
Podang Abang yang nampaknya sendirian.
Namun sebelumnya, Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya telah bersedia untuk melihatlihat
kota. Suasananya dan mungkin ada beberapa hal yang mencurigakan.
- Kalian harus memasuki daerah-daerah yang menjadi pusat perjudian atau sabung
ayam " berkata Ki Jayaraga.
Ki Ajar Gurawa mengangguk. Katanya - Ya. Mungkin ditempat semacam itu akan dapat
ditelusuri juga jalur yang menuju ke kelompok yang sedang dihadapi itu. Menurut prajurit
sandi, tentu ada hubungan antara kelompok itu dengan berkembangnya tempat-tempat
yang dapat disebut gelap. "
" Tetapi berhati-hatilah " pesan Ki Jayaraga"jika kalian justru menjadi mabuk tuak
ditempat-tempat seperti itu dan mengigau sekehendak perutmu, maka justru sarang
kitalah yang akan menjadi sasaran sebagaimana pernah terjadi. "
Ki Ajar Gurawa tertawa. Katanya - Aku tidak dapat mabuk berapapun banyaknya aku
minum tuak. " " Nah " berkata Sabungsari " kita masih mempunyai waktu liga hari untuk
mempersiapkan rencana kita memancing Podang Abang. Jika Ki Ajar Gurawa akan
memanfaatkan waktu yang tiga hari itu kami persilahkan. Beberapa orang diantara kami
juga akan mencoba menghubungi jalur-jalur yang mungkin dapat memberikan petunjuk.
Terutama pasukan sandi Mataram lewat Ki Wirayuda. "
Dengan demikian, maka sebelum para angguta Gajah Liwung itu melakukan
rencananya, memancing Podang abang, maka mereka telah mencari jalan samping yang
mungkin dapat membantu rencana mereka. Beberapa orang diantaranya adalah Ki Ajar
Gurawa akan berada di kotaraja bersama kedua orang muridnya. Demikian pula
Sabungsari dan Glagah Putih. Namun Sabungsari dan Glagah Putih tidak akan
berhubungan dengan Ki Wirayuda karena Podang Abang dan barangkali orang-orangnya
sudah mengenali mereka. Dengan bekal beberapa keterangan tentang orang-orang yang juga menyatakan dirinya
dari kelompok Gajah Liwung, Ki Ajar Gurawa memasuki kota sebagaimana orang
kebanyakan. Dengan pakaian yang sedikit kasar, tingkah laku yang keras dan pembawaan
lain yang membuat mereka menjadi pantas memasuki arena sabung ayam serta tempattempat
perjudian yang tersebar meskipun agak tersembunyi.
Berdasarkan pengalaman yang luas, maka Ki Ajar Gurawa akhirnya mendapat
keterangan kemana ia harus pergi jika ia ingin memasuki arena sabung ayam. Dua orang
yang menjinjing ayam jantan pilihan telah ditemuinya dan sedikit pembicaraan telah
berhasil memancing orang-orang itu untuk berbicara tentang arena sabung ayam itu.
Hari itu, Ki Ajar Gurawa dengan dua orang muridnya telah memasuki lingkungan
sabung ayam dan ikut pula bertaruh meskipun masih belum terlalu besar. Bahkan ternyata
Ki Ajar Gurawa sendiri menang dalam taruhan itu, sementara murid-muridnya menderita
kekalahan. Tetapi beruntung kekalahan mereka bertiga menjadi tidak seberapa.
Namun dalam pada itu, ketika Rumeksa berhasil menghubungi Ki Wirayuda, ternyata ia
mendapat pesan dari Ki Patih Mendaraka agar Glagah Putih datang menghadapnya. Ia
boleh datang bersama dengan Sabungsari atau siapapun juga untuk menemaninya.
Glagah Putih memang menjadi berdebar-debar mendengar pesan itu. Ki Wirayuda tidak
dapat mengatakan soal apakah yang akan dibicarakan oleh Ki Patih Mandaraka.
. - Apakah ada persoalan khusus tentang Ki Ajar Gurawa" -bertanya Glagah Putih
kepada diri sendiri. Namun pertanyaan itu tidak akan dapat dijawabnya jika ia belum
menghadap Ki Patih Mandaraka.
" Sebaiknya kita segera menghadap " berkata Sabungsari -tetapi kita harus berhatihati.
" Seperti dikatakan oleh Sabungsari, maka dihari berikutnya ia dan Glagah Putih
merencanakan untuk menghadap K i Patih. Sementara Ki Ajar Gurawa dan kedua orang
muridnya masih akan pergi ke lingkaran sabung ayam. Sedangkan beberapa orang yang
lain akan melihat-lihat keadaan.
Sabungsari dan Glagah Putih ternyata harus berhati-hati agar tidak ada seorangpun
yang mengawasi mereka saat mereka memasuki Kepatihan.
Ternyata Sabungsari dan Glagah Putih sampai di Kepatihan sebelum Ki Patih Mandaraka
menghadap ke paseban. " Kemarilah " berkata Ki Patih ketika keduanya dibawa oleh seorang pelayan dalam
menghadap diserambi " aku masih mempunyai waktu untuk berbincang sejenak. "
" Ampun Ki Patih, jika Ki Patih akan segera pergi, biarlah kami berdua menunggu
sampai Ki Patih pulang nanti. - berkata Glagah Putih.
" Tidak. Aku masih mempunyai waktu. Yang aku bicarakanpun tidak begitu banyak. jawab Ki Patih. Glagah Putih dan Sabungsari hanya dapat menundukkan kepalanya saja, sementara Ki
Patih kemudian berkata - Persoalan yang akan aku bicarakan kali ini agak lain dengan
persoalan yang pernah kita bicarakan dengan Ki Ajar Gurawa. "
Glagah Putih dan Sabungsari hanya mengangguk-angguk kecil. Tetapi jantung mereka
berdebaran. " Glagah Putih " desis Ki Patih - kau kenal dengan Ki Tumenggung Purbarumeksa" "
Dengan serta mertaGlagah Putih mengangkat wajahnya. Dengan nada ragu ia
menjawab ~ Ya Ki Patih. Aku mengenalnya. "
" Apa hubungannya dengan Ki Tumenggung Purbarumeksa"
- bertanya Ki Patih kemudian.
Glagah Putih termangu-mangu. Sementara Ki Patih berkata -- Glagah Putih. Kau bagiku
adalah seorang anak muda yang menarik. Sejak kau masih selalu berhubungan dengan
Raden Rangga yang telah tidak ada lagi, kau aku anggap sebagai seorang anak yang
memiliki kemungkinan yang baik bagi masa depanmu. Karena itu, aku telah memberikan
ikat pinggang yang akan dapat kau pergunakan sebagai senjata. Apalagi ketika Raden
Rangga untuk sementara berada di Kepatihan. Kau menjadi semakin sering datang
kemari. Karena itu, ketika aku mendengar bahwa kau telah terlibat dalam persoalan
pribadi, maka aku rasa-rasanya menjadi ingin tahu. "
Glagah Putik menundukkan kepalanya. Tetapi ia tidak dapat mengingkari hubungannya
dengan Ki Tumenggung Purbarumeksa, ayah Rara Wulan.
Karena itu, maka Glagah Putihpun berkata " Ampun Ki Patih. Aku memang mempunyai
hubungan dengan Ki Tumenggung Purbarumeksa meskipun belum dapat disebut resmi. Ki
Tumenggung Purbarumeksa telah mengijinkan aku berhubungan dengan anak gadisnya
yang bernama Rara Wulan. "
Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya - Hal seperti itu pulalah yang pernah dikatakan
oleh Ki Tumenggung Purbarumeksa. Tetapi apakah kau menyadari, bahwa justru karena
itu, ada beberapa persoalan yang kemudian berkait" ~ Maksud Ki Patih" - bertanya Glagah Putih.
- Ki Tumenggung Purbarumeksa telah datang menghadap kepadaku untuk
menyampaikan laporan, bahwa rumahnya selalu dibayangi oleh kekuatan yang seakanakan
dengan sengaja menakutinya. Baru ternyata kemudian bahwa orang-orang yang
menakut-nakuti itu adalah orang-orang upahan. Mereka adalah orang-orang yang kecewa
karena hubunganmu dengan Rara Wulan ~ berkata Ki Patih.
Wajah Glagah Putih menjadi tegang. Namun Ki Patih berkata selanjutnya " Karena itu,
maka aku memanggilmu kemari, Ki Tumenggung telah memilih jalur yang baik untuk
memecahkan persoalannya. Ki Tumenggung telah minta aku mencampuri persoalannya
agar tidak terjadi permusuhan yang lebih meluas, justru karena orang-orang yang kecewa
itu telah menyewa beberapa orang upahan, serta memanfaatkan kedudukannya untuk
memberikan tekanan-tekanan kepada Ki Tumenggung Purbarumeksa. - Jadi apa yang harus kami lakukan Ki Patih" - bertanya Glagah Putih.
- Aku memang ingin memberitahukan kepadamu, dalam hal ini jangan kau pergunakan
kekuatan kelompok Gajah Liwungmu. - berkata Ki Patih Mandaraka.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Aku mengerti Ki Patih. "
- Bukan berarti bahwa kau tidak boleh ikut campur untuk mengamankan lingkungan Ki
Tumenggung Purbarumeksa, tetapi Ki Tumenggung ingin persoalannya dapat diselesaikan
dengan baik meskipun aku tahu, Ki Tumenggung termasuk orang yang keras hati. berkata Ki Patih. Lalu katanya pula - Tetapi jika kau pergunakan kekuatan Gajah Liwung,
maka akibatnya akan lain. Glagah Putih mengangguk-angguk hormat. Katanya - Ya Ki Patih. - Ada dua orang yang paling keras memusuhi K i Tumenggung Purbarumeksa. Seorang
anak muda yang kini menjadi Lurah Pelayan dalam sedang yang seorang lagi, juga bekas
Lurah Pelayan dalam, namun kini sudah diangkat menjadi Narpacundaka. - berkata Ki
Patih Mandaraka. Glagah Putih termangu-mangu. Hampir di luar sadarnya ia bertanya " Narpacundaka"
Narpacundaka siapa Ki Patih" - Ia telah diangkat menjadi Narpacundaka Pepatih di Mataram ini. " jawab Ki Patih.
- Maksud Ki Patih" " bertanya Glagah Putih.
- Anak itu menjadi salah seorang Narpacundaka di Kepatihan ini. " jawab Ki Patih.
Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Demikian pula Sabungsari. Jika Ki Patih
bermaksud membantu Narpacundaka di Kepatihan itu, maka Glagah Putih akan
mengalami kesulitan. Apalagi jika Ki Patih memerintahkan kepada Ki Tumenggung
Purbarumeksa agar Rara Wulan diijinkan berhubungan dengan anak muda yang
disebutnya sebagai Narpacundaka di Kepatihan iiu. Namun anak muda itu tentu bukan
Raden Antal atau yang juga disebut Raden Arya Wahyudewa. Tentu seorang anak muda
yang lain. - Dengan demikian - berkata Ki Patih Mandaraka " hampir setiap hari, atau disaat-saat
tertentu, akan selalu berhubungan dengan anak muda itu. Ia melayani aku dalam
hubungannya dengan bangsal kapustakan. -Glagah Putih masih saja mengangguk-angguk. Tetapi debar jantungnya serasa menjadi
semakin cepat. Untuk beberapa saat Glagah Putih dan Sabungsari hanya dapat menundukkan
kepalanya saja. Mereka mencoba untuk mengurai perintah Ki Patih, agar mereka tidak
mempergunakan kekuatan kelompok Gajah Liwung untuk menghadapi orang-orang yang
selalu membayangi dan menakut-nakuti Ki Tumenggung Purbarumeksa dan keluarganya.
Namun dalam pada itu, Ki Patih itupun berkata " Glagah Putih. Tetapi jangan salah
mengartikan keteranganku. Aku sama sekali tidak bermaksud membantu seorang anak
muda yang menjadi pembantuku di Kepatihan, khususnya yang mengurus masalah
kepustakaan itu. Kau masih dapat mempercayai aku, tidak ada seorangpun yang pernah
aku beri senjata sebagaimana aku berikan kepadamu. Karena itu, maka dalam persoalan
hubunganmu dengan Ki Tumenggung Purbarumeksa, aku bersedia untuk membantumu.
Aku akan menghubungi orang tua anak-anak muda yang masih saja marah kepada Ki
Tumenggung Purbarumeksa, apalagi orang tua mereka adalah Tumenggung Wreda.
Kedua-duanya. Mereka mempunyai kedudukan lebih baik dari Ki Tumenggung
Purbarumeksa yang masih baru itu, sehingga mereka dapat mempergunakan jabatannya
untuk memaksakan kehendak mereka. Tetapi kau boleh yakin, bahwa Tumenggung
Purbarumeksa bukan seorang yang berhati rapuh. Apalagi ia sudah menghubungi aku dan
berterus terang kepadaku, meskipun ia tidak tahu, bahwa aku telah mengenalmu lebih
baik dari anak-anak muda itu. "
Jantung Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Sambil membungkuk dalam-dalam ia
berkata " Terima kasih Ki Patih. Aku mengucapkan beribu terima kasih. " Tetapi ingat, bahwa kau jangan tergesa-gesa melibatkan kelompok Gajah Liwungmu.
Sementara ini, para prajurit sandi sedang sibuk berhubungan dengan sekelompok orang
yang justru membuat Mataram menjadi keruh. Anak-anak muda yang nakal dan tidak
bertanggung jawab, tidak mempunyai tempat lagi. Yang ada sekarang memang
segerombolan perampok yang memanfaatkan keadaan. Justru karena itu, maka mereka
adalah orang-orang yang memiliki perhitungan yang cermat. - berkata Ki Patih
Mandaraka. Glagah Putih sekali lagi mengangguk hormat.
" Baiklah " berkata Ki Patih Mandaraka " kepentinganku memanggilmu memang
hanya dalam hubunganmu dengan Ki Tumenggung Purbarumeksa. Aku juga sudah
berpesan kepada Tumenggung Purbarumeksa agar ia mempercayakan persoalan ini
kepadaku. Aku akan berusaha menyelesaikannya tanpa kekerasan. Tetapi jikahal itu
menjadi diluar kuasaku dalam tataran kedudukan mereka, maka kau memang dapat
mengambil langkah-langkah sendiri. Maksudku, jika kedua Tumenggung Wreda itu sudah
berjanji tidak akan menekan dengan cara apapun, tetapi di luar itu, apakah karena anak
muda itu sendiri yang tidak dapat dikendalikan atau alasan apapun juga, masih melakukan
langkah-langkah yang mengarah pada kekerasan, maka terserah kepadamu untuk
mengatasinya. Sudah tentu aku tidak dapat terlibat dalam tindak kekerasan itu kecuali
langsung memanggil-salah seorang diantara mereka yang aku anggap bersalah.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Terima kasih Ki Patih - jawab Glagah Putih berulang kali.
" Aku akan mempertemukan para Tumenggung itu bukan mempersoalkan tata
pemerintahan, tetapi tentang anak-anak mereka yang sedang merajuk. Tetapi anak-anak
mereka itu ternyata juga termasuk orang-orang pemerintahan. " berkata Ki Patih
Mandaraka. Demikianlah, maka Ki Patih yang akan menghadap ke paseban itupun segera
meninggalkan kedua orang anak muda itu. Namun keduanya juga sudah mohon diri untuk
meninggalkan Kepatihan setelah Ki Patih berangkat.
Glagah Putih yang masih ada diserambi itu masih sempat mengenang, saat-saat ia
masih sering berada di Kepatihan bersama Raden Rangga. Anak muda yang memiliki ilmu
tanpa dapat dija-jagi. Namun yang ternyata tidak berumur panjang. Kesetiaannya kepada
ayahandanya Panembahan Senapati, namun yang dilakukan dengan takaran baik dan
buruk menurut seleranya, maka kadang membuat ayahandanya menjadi marah
kepadanya. Betapa baik tujuannya, namun yang dilakukan oleh Raden Rangga kadangkadang
tidak sesuai dengan pikiran orang banyak dan tidak masuk akal.
Beberapa saat kemudian, maka Sabungsari dan Glagah Putih itupun telah keluar dari
regol kepatihan. Mereka berharap tidak ada orang-orang dari kelompok yang juga
menyebut dirinya Gajah Liwung itu melihat mereka.
Namun Glagah Putih dan Sabungsari tidak segera meninggalkan kota. Mereka telah
singgah di pasar untuk melihat-lihat.
Setelah menitipkan kuda mereka, maka Sabungsari dan Glagah Putih itupun segera
masuk ke dalam pasar, yang meskipun sudah tidak sepadat sebelumnya, namun pasar itu
masih cukup ramai. Sabungsari dan Glagah Putih termangu-mangu sejenak melihat kesibukan yang terjadi
disudut pasar. Orang-orang berjejalan mengelilingi seseorang yang duduk disudut pasar,
di bayangi oleh dua orang disebelah menyebelah. Orang-orang bertubuh tinggi kekar dan
nampak kasar. Tetapi orang-orang merasa tidak takut untuk melibatkan diri dalam kegiatan mereka.
Ternyata ketika Sabungsari dan Glagah Putih sempat melihatnya, mereka tengah bermain
dadu. Sabungsari dan Glagah Putih hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Perjudian yang
dilakukan apalagi ditempat terbuka itu dilarang. Tugas untuk melakukan penggerebegan
adalah para prajurit atau para petugas di pasar itu sendiri. Namun nampaknya para
petugas dipasar itu tidak lagi mampu mengatasi mereka.
Namun Sabungsari dan Glagah Putih menjadi semakin tertarik ketika mereka melihat Ki
Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya ternyata ikut berjongkok dan bermain dadu.
Ternyata Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya juga melihat Sabungsari dan Glagah Putih.
Namun mereka tidak saling menegur. Bahkan karena ditempat itu sudah ada Ki Ajar
Gurawa dan murid-muridnya, maka Sabungsari dan Glagah Putih telah mengambil jarak
dan melihat dari kejauhan. Sekilas Sabungsari dan Glagah Putih melihat bahwa Ki Ajar
Gurawa ternyata memiliki keberuntungan yang tinggi. Ia lebih banyak menang dari
kalahnya. Tetapi tidak demikian dengan kedua muridnya.
Sementara itu, para petugas dipasar itu yang merasa tidak mampu mencegahnya telah
menghubungi prajurit Mataram. Dengan serta merta telah dikirim beberapa orang prajurit
untuk mem bubarkan perjudian yang dilakukan disudut pasar itu.
Tujuh orang prajurit sandi telah mendekati pasar. Mereka te lah mendapat keterangan,
dimana perjudian itu dilakukan.
Dengan hati-hati para prajurit sandi itu menyusup diantara orang-orang yang sibuk
berbelanja. Tidak seorangpun diantara mereka yang menduga, bahwa tujuh orang prajurit
sandi telah bersiap diseputar orang-orang yang berkelompok disudut pasar itu.
Ternyata para petugas sandi itu memang tidak melakukan tugasnya dengan serta
merta, karena mereka juga memikirkan orang-orang yang masih ramai dipasar itu. Kepada
para petugas dipasar itu, para prajurit sandi minta agar mereka berusaha untuk mengatur
dan menenangkan mereka jika terjadi keributan karena orang-orang yang sedang berjudi
itu melawan. Atas kesepakatan ketujuh orang itu, maka mereka tidak segera bertindak. Tetapi
mereka sudah berada di tempat mereka masing-masing. Setiap saat mereka sudah siap
untuk menangkap orang yang membuka perjudian itu.
Semakin siang, maka kesibukan pasar itupun menjadi semakin berkurang. Orang-orang
yang berbelanja menjadi semakin sedikit. Sementara beberapa orang yang bcrjualanpun
telah kehabisan barang dagangan.
Ketika seorang diantara ketujuh orang prajurit sandi itu melihat gelagat, bahwa
perjudian sudah akan selesai, maka iapun segera memberikan isyarat.
Dengan cepat ketujuh orang prajurit sandi itu mengepung tempat perjudian itu.
Seorang diantara mereka berteriak nyaring " Menyerah sajalah. Tidak ada gunanya
perlawanan dari siapapun. kalian semua kami tangkap. Yang tidak bersalah akan segera
kami lepaskan. - Orang-orang yang berdiri diseputar tempat perjudian itu terkejut. Dengan serta merta
mereka bangkit dan berdesakan untuk melarikan diri. Tetapi tujuh orang prajurit sandi
telah berdiri di segala arah, sementara diarah yang lain, pagar pasar itu cukup tinggi.
Keributan memang terjadi. Orang-orang yang berada dipasar itu sebagian telah
berlarian. Para petugas pasar berusaha untuk menenangkan mereka dan mengatur, agar
mereka dengan tertib keluar dari pasar itu.
Beberapa saat para penjudi itu seakan-akan sudah dapat dikuasai oleh para petugas
sandi. Namun tiba-tiba beberapa orang telah mendorong orang-orang yang berdiri
termangu mangu itu dari pusat kumpulan para prajurit itu. Demikian mereka berdesakan
dan menjadi ribut, beberapa orang berusaha untuk melarikan diri.
Dengan sigap para petugas sandi mulai bertindak tegas. Beberapa orang telah
terbanting jatuh, sementara memang ada satu dua yang sempat melarikan diri.
Tetapi kekisruhan dipasar itu sendiri, membuat tugas para prajurit menjadi semakin
sulit. Namun ternyata diantara orang-orang yang berusaha melarikan diri itu, memang ada
orang yang dengan sengaja telah melawan. Seorang yang memutar dadu dan dua orang
yang mengawalnya telah berusaha menerobos kepungan. Mereka memang terpaksa harus
berkelahi, ketika para prajurit berusaha mencegah. Orang-orang itu berusaha
mempertahankan uang yang banyak sekali yang didapati dari perjudian itu, karena
mereka seakan-akan telah menghisap uang dari setiap orang yang ikut dalam perjudian
itu. Tetapi mereka bertiga merasa tidak dapat bertahan terlalu lama menghadapi para
prajurit. Apalagi para prajurit sandi yang kemudian mengetahui bahwa ketiga orang itu
adalah orang-orang yang telah membuka kesempatan dadu, telah memusatkan perhatian
mereka kepada ketiga orang itu.
Sebenarnya ketiga orang itu cukup tangkas menghadapi para prajurit itu berjumlah
tujuh orang, maka merekapun menjadi semakin terjepit. Mereka menjadi semakin sulit,
ketika orang-orang yang lain telah melarikan diri menyusup diantara para petugas yang
sedang sibuk berkelahi melawan ketiga orang itu.
Dalam keadaan yang sulit, tiba-tiba saja tiga orang telah membantu para prajurit itu.
Mereka dengan sigap telah menyerang para prajurit dengan tiba-tiba sambil berteriak Cepat. Keluar dari kepungan. "
Para prajurit yang tidak mengira bahwa ada orang-orang yang membantu para penjudi
itu memang terkejut. Mereka kehilangan waktu sekejap. Agaknya yang sekejap itu sempat
dipergunakan oleh ketiga orang yang membuka perjudian itu, sehingga mereka telah
berlari-larian diantara keributan orang sepasar. Demikian pula tiga orang yang telah
membantu mereka. Merekapun berlarian berpencaran.
Sabungsari dan Glagah Putih yang berada beberapa langkah dari keributan itu sama
sekali tidak beranjak dari tempat mereka kecuali sedikit bergeser menepi dan berdiri
didekat seorang penjual telur yang ketakutan, tetapi tidak sempat melarikan diri karena
justru telah dipagari oleh beberapa buah bakul berisi telur. Untuk menginjak telur-telur
dagangannya itu, rasa-rasanya masih juga tidak sampai hati.
" Tenang sajalah - berkata Sabungsari - kita tidak berurusan dengan mereka. ~
Penjual telur itu mengangguk-angguk, meskipun ia masih gemetar.
Sebenarnyalah bahwa keributan itu sama sekali tidak menyentuh penjual telur itu. Para
prajurit memang berusaha menangkap orang-orang yang telah melakukan perlawanan
dan melarikan diri. Tetapi diantara keributan pasar, maka ternyata para petugas sandi itu
kehilangan jejak. Enam orang yang telah melakukan perlawanan itu berlari menyebar dan
menyusup diantara orang banyak.
Para petugas di pasar itupun tidak dapat mengatakan, kemana orang-orang yang telah
membuka permainan dadu serta kawan-kawannya itu melarikan diri.
Kemarahan yang bergejolak didalam dada para petugas sandi itu membuat darahnya
bagaikan mendidih. Tetapi mereka benar-benar telah kehilangan buruan mereka.
" Kita tidak tahu bahwa selain ketiga orang itu masih ada tiga orang lagi kawan
mereka " geram salah seorang petugas sandi itu.
Pemimpin para prajurit sandi itu berkata dengan suara bergetar oleh kemarahannya
yang menggelegak didada " Sebaiknya lain kali kita tidak perlu memberikan peringatan
lagi. Kita dapat langsung menyerang dan menangkap mereka. "
" Ya. Pada kesempatan lain kita akan langsung bertindak ~ desis yang lain " ternyata
peringatan yang kita berikan telah mereka manfaatkan sebaik-baiknya, sehingga mereka
sempat meloloskan diri. "
Beberapa saat kemudian, maka para petugas pasar itu telah berhasil menenangkan isi
pasar itu dibantu oleh para prajurit sandi yang gagal menangkap buruan mereka. Namun
perasaan tidak tenang telah mencengkam para pedagang, apalagi para pembeli, sehingga
mereka tidak lagi melanjutkan pekerjaan mereka untuk hari itu. Para pedagang telah
mengemasi dagangan mereka, sedang orang-orang yang berbelanja telah meninggalkan
pasar itu. Didalam pasar, pedagang telur itupun telah mengemasi telur-telurnya. Sementara
Sabungsari berkata - Bukankah keributan itu tidak menyentuh kita" "
Pedagang telur itu mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Tetapi bagaimanapun juga aku
menjadi ketakutan. Lebih baik pulang. Mudah-mudahan besok aku sudah mempunyai
cukup keberanian untuk berjualan lagi. "
Sabungsari dan Glagah Putih tidak mencegahnya. Bahkan keduanya telah melangkah
pula meninggalkan pasar itu.
Demikian mereka keluar dari regol pasar, Glagah Putih berkata - Jika Ki Ajar Gurawa
dan kedua muridnya ikut campur, bahkan membantu para penjudi itu, tentu ia
mempunyai maksud tertentu. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Namun dengan nada rendah ia berkata - Tetapi untuk
apa hal itu dilakukannya" "
Keduanya terdiam. Mereka sedang mencoba untuk mencari jawab atas pertanyaan
Sabungsari itu. Sabungsari dan Glagah Putih memang terkejut ketika mereka melihat Ki Ajar Gurawa
menyerang para prajurit yang sedang berusaha menangkap para penjudi itu. Bahkan
kedua orang muridnya telah melakukannya pula. Padahal Ki Ajar Gurawa tahu benar.
bahwa Sabungsari dan Glagah Putih ada didekat mereka.
Hampir diluar sadarnya, Sabungsari berdesis " Kita akan mengetahui dengan pasti
setelah kita menanyakan langsung kepada orangnya. "
Kedua orang itupun kemudian telah mengambil keputusan untuk kembali saja ke
Sumpyuh. Mereka telah mendengar persoalan yang dikemukakan oleh Ki Patih Mandaraka.
Glagah Putih telah berniat untuk minta pertimbangan Ki Jayaraga sebagai gurunya karena
untuk menghubungi Agung Sedayu ia memerlukan waktu. Sementara itu, nampaknya
akan ada perkembangan baru pada kelompok Gajah Liwung karena sikap Ki Ajar Gurawa
dan kedua orang muridnya.
Ketika Sabungsari dan Glagah Putih sampai ke rumah tempat tinggal mereka di
Sumpyuh, ternyata Ki Ajar Gurawa memang belum datang. Kedua orang itu sempat
berbincang dengan beberapa orang yang ada dirumah. Juga dengan Ki Jayaraga. Bahkan
sampai menjelang malam. -ketiga orang guru dan murid itu masih juga belum datang.
- Apa yang sebenarnya mereka lakukan " desis Sabungsari.
- Apakah Ki Ajar Gurawa justru tertangkap dan mengatakan hubungannya dengan kita"
" desis Suratama. - Jika ia tidak sengaja melakukannya, maka aku kira mereka mengerti bahwa hal itu
tidak sebaiknya mereka lakukan. " desis Ki Jayaraga.
Namun ketika malam memasuki wayah sepi bocah, maka merekapun mendengar derap
kaki kuda memasuki halaman. Mereka yang ada didalam rumah itu yakin, bahw yang
datang itu adalah Ki Ajar Gurawa bersama kedua orang muridnya.
Sebenarnyalah, beberapa saat kemudian, setelah membenahi kuda mereka dan
menempatkannya di gedogan, maka ketiga orang itupun telah mengetuk pintu butulan.
Naratama yang membuka pintu itu dengan serta merta telah berkata - Kami telah menjadi
berdebar-debar. Kami membicarakan satu kemungkinan Ki Ajar tertangkap oleh para
prajurit sandi di pasar. -Ki Ajar Gurawa tertawa. Katanya - Satu permainan yang mengasikkan. "
Naratamapun kemudian mempersalahkan mereka bertiga. Namun ia masih bertanya "
Permainan apa yang sudah Ki Ajar lakukan" - Sabungsari dan Glagah Putih melihatnya - jawab Ki Ajar.
Sabungsari yang mendengar jawaban itu menyahut " Kami memang melihat. Tetapi
kami tidak mengerti apa yang telah Ki Ajar lakukan. "
Ki Ajarpun kemudian telah duduk pula di ruang dalam bersama hampir semua anggauta
kelompok Gajah Liwung. - Kami telah dikejar-kejar prajurit sandi - berkata Ki Ajar.
- Tetapi Ki Ajar telah dengan sengaja melibatkan diri - sahut Sabungsari.
, ~ Ya. Aku sudah menunggu kesempatan itu. Jika para petugas sandi akan menangkap
orang-orang yang membuka kesempatan untuk berjudi itu, maka aku dan kedua muridku
memang berniat untuk melibatkan diri. Karena itu, maka orang-orang yang membuka
kesempatan untuk berjudi itu berhasil membebaskan dirinya dari para petugas sandi. ~
jawab Ki Ajar Gurawa. - Untuk apa hal itu Ki Ajar lakukan" "bertanya Glagah Putih.
- Dengan demikian kami bertigapun telah ikut dikejar-kejar oleh para petugas sandi
pula. Tetapi seperti orang-orang yang membuka kesempatan untuk berjudi itu, aku tidak
berhasil membebaskan diri. - jawab Ki Ajar.
- Hanya untuk membuktikan bahwa Ki Ajar dapat membebaskan diri dari tangan para
prajurit sandi" ~ bertanya Glagah Putih pula.
--. Tentu tidak " jawab Ki Ajar Gurawa " dengan demikian maka aku dapat mengenal
orang-orang yang membuka perjudian dadu dipasar itu. Ketika kami bertiga kemudian
beristirahat ditengah-tengah bulak, maka kami telah bertemu lagi dengan orang-orang itu.
Mereka telah berpisah yang satu dengan yang lain. Tetapi seorang diantara mereka yang
menjumpai kami telah mengajak kami menemui kawan-kawannya yang akhirnya juga
berkumpul. -- Yang mendengarkan ceritera itu mengangguk-angguk. Mereka mulai mengerti maksud
Ki Ajar Gurawa. Dengan nada rendah Ki Ajar Gurawa meneruskan ceriteranya - Tetapi ternyata mereka
cukup berhati-hati. Mereka bertanya dengan teliti, siapa kami dan untuk apa kami
membantu mereka " Apa jawabmu" - bertanya Ki Jayaraga.
- Aku adalah seorang penjudi. Aku tidak sengaja telah membantu mereka, seakan-akan
ada kewajiban yang mendesak untuk membantu menyelamatkan diri - jawab Ki Ajar
Gurawa. - Mereka percaya" bertanya Ki Jayaraga.
- Mereka percaya. Mereka agaknya melihat tampangku memang tampang seorang
penjudi berat Demikian pula kedua orang muridku. - jawab Ki Ajar- nah, dengan demikian,
maka aku telah merintis jalan menuju ke lingkungan mereka. Meskipun mereka belum
menyebutkan siapa mereka sesungguhnya, tetapi aku mendapat kesempatan untuk ikut
berjudi lagi. Tiga hari lagi, mereka akan berada di pasar Ganjur tepat dihari pasaran.
Meskipun pasarnya jauh lebih kecil dari pasar di kotaraja, tetapi dihari pasaran. Ganjur
memang menjadi pasar perdagangan antara beberapa daerah yang cukup ramai. Jodog,
mBapang, Kepandak dan bahkan orang-orang Mangir banyak yang datang ke Ganjur.
Terutama para pedagang lembu dan kerbau. Nah, perjudian akan mendapat tempat yang
baik, sementara disana tidak akan dijumpai prajurit sandi atau kekuatan apapun yang
dapat memaksa para penjudi itu membubarkan lingkaran perjudiannya. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya - Kau mencari hubungan antara mereka
dengan kelompok yang menyebut dirinya kelompok Gajah Liwung itu" "
- Ya - jawab Ki Ajar Gurawa " meskipun perjudian semacam itu sudah lama ada, tetapi
mereka tidak setangkas dan seberani orang-orang yang membuka perjudian itu dipasar
tadi. Nah, aku menduga, bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki sandaran
kekuatan yang cukup. "
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya - Kita melihat satu jalan lagi untuk
menemukan jejak orang-orang itu. Jika demikian, rencana kita yang pertama, dapat
ditunda barang dua tiga hari. Besok, pada hari pasaran di pasar Ganjur, kita akan pergi ke
Ganjur. - - Pasar Ganjur yang juga disebut pasar Pon. Perjudian itu akan diadakan sejak matahari
terbit, karena para pedagang sapi biasanya menjual dan membeli dagangannya pagi-pagi
sekali. Mereka yang telah menjual lembu atau kerbaunya tentu mempunyai banyak uang.
Demikian pula di Ganjur terkenal dengan jual beli permata. Mataram sisi Selatan,
semuanya berkiblat pada pasar Ganjur. - berkata Ki Ajar Gurawa.
- Ya. Permata dan Wesi Aji " sahut Ki Jayaraga " dengan demikian, maka pasar
Ganjur memang menjadi salah satu sasaran yang berarti dari kelompok Gajah Liwung itu.
" - Kita akan membuat rencana khusus untuk membuka permainan di pasar Ganjur.
Mudah-mudahan dapat merintis jalan menuju ke sarang mereka. Sementara itu, aku juga
berharap bahwa aku dapat menang berjudi pula. " sambung Ki Ajar Gurawa sambil
tertawa. - Ternyata Ki Ajar memiliki kemampuan yang tinggi untuk berjudi. " desis Sabungsari.
Ki Ajar Gurawa tertawa. Katanya " Aku mempunyai pengalaman yang luas dalam dunia
perjudian. Sabung ayam, sabung gemak dan bahkan binten. "
Yang mendengarnyapun tertawa. Ki Jayaraga dengan nada tinggi berkata disela-sela
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
derai tertawanya " Tidak ada orang yang dapat mengalahkan Ki Ajar dalam taruhan
binten, karena Ki Ajar mengetrapkan ilmu kebal.
" Ah, tidak. Aku tidak memiliki ilmu itu " jawab Ki Ajar sambil tersenyum.
" Tetapi siapa yang mampu mengimbangi kekerasan tulang Ki Ajar " Rumeksapun
tertawa berkepanjangan. Ki Ajar Gurawa sendiri tertawa. Demikian pula kedua orang muridnya.
Namun malam itu, mereka sempat menyusun rencana permainan yang akan mereka
lakukan di pasar Ganjur. Tetapi dalam pada itu Sabungsari berkata - Aku, adi Glagah Putih
dan Ki Jayaraga tidak dapat ikut dalam permainan itu. Setidak-tidaknya Podang Abang
akan dapat mengenal kami. Jika ia juga berada di Ganjur maka persoalannya akan
menjadi hambar. " " Ya " jawab Ki Jayaraga " kami tidak dapat ikut. Tetapi yang lain cukup banyak
untuk ikut dalam permainan itu. "
" Kecuali kalian memakai topeng " berkata Ki Ajar Gurawa sambil tersenyum.
Akhirnya orang-orang dan kelompok Gajah Liwung itu menemukan satu cara yang
mungkin akan menarik. Memang tidak pasti berhasil. Namun mereka akan mencobanya di
Pasar Ganjur. Dihari berikutnya, kegiatan orang-orang dari kelompok Gajah Liwung masih saja tidak
berubah. Satu dua diantara mereka melihat-lihat keadaan kota. Sementara itu, prajurit
sandipun telah berusaha keras untuk menentukan jejak perampok yang sangat berarti itu.
Namun mereka masih belum berhasil, meskipun mereka sudah mengarahkan tuduhan
mereka kepada kelompok yang juga menyebut namanya dengan kelompok Gajah Liwung.
Namun mereka masih belum menemukan bukti serta orang-orang yang dapat dituduh
melakukannya. Karena dalam dua hari berikutnya tidak ada perkembangan baru, maka dihari ketiga,
seperti yang direncanakan, maka anak-anak dari kelompok Gajah Liwung itu benar-benar
akan pergi ke pasar Ganjur Ki Jayaraga sebagai anggauta tertua, tidak ikut pergi. Tetapi Ki
Ajar Gurawa, anggauta yang juga termasuk tertua, pergi bersama murid-muridnya.
Seperti direncanakan, pagi-pagi sekali mereka telah berada di pasar Ganjur. Para
pedagang lembu dan kerbau telah berdatangan dari padukuhan-padukuhan disekitarnya.
Bahkan dari tampat yang agak jauh. Dari Jodog, dari Kepandak, dari Sapuangin tempat
yang agak jauh. Dari Jodog, dari Kepandak dan Sapuangin dan bahkan dari Mangir dan
Sanden. Ada juga pedagang dari Kolaraja yang datang membeli lembu atau kerbau untuk
dijual kembali di pasar-pasar Kotaraja dan sekitarnya.
Selain lembu, kerbau dan ternak yang lain, maka di bangsal khusus, beberapa orang
pedagang emas, permata dan wesi ajipun mulai berdatangan. Di bangsal itu, beberapa
orang petugas pasar yang terpilih selalu berjaga-jaga karena dagangan yang diperjual
belikan di bangsal itu adalah barang-barang yang sangat berharga. Tetapi pada umumnya
para pedagang emas itu sendiri adalah orang-orang yang mampu melindungi diri mereka
sendiri. Apalagi bersama-sama dengan beberapa orang kawan mereka apabila mereka
sedang berkumpul di pasar seperti itu.
Ternyata jual beli terutama lembu dan kerbau itupun telah terjadi pagi-pagi sekali.
Ketika matahari nampak mulai terbit di Timur, maka beberapa orang yang menjual lembu
dan kerbau atau ternak yang lain, telah menerima uang pembayaran. Mereka yang
menjual milik sendiri untuk beberapa keperluan, sudah berkemas untuk pulang. Namun
ada di antara mereka yang menyempatkan diri singgah di kedai-kedai kecil di pinggir
pasar. Minum-minuman hangat dan beberapa potong makanan.
Tetapi orang-orang yang berkumpul disudut pasar itu telah menarik perhatian mereka.
Beberapa orang memang tidak dapat menahan diri untuk ikut berjongkok melihat
permainan dadu yang semakin lama menjadi semakin ramai. Hanya sedikit saja orang
yang mampu menguasai dirinya sendiri melawan keinginan yang menyesatkan itu. Bahkan
ada di antara mereka yang lupa sama sekali bahwa uang yang ada dikantong ikat
pinggangnya itu adalah hasil penjualan lembu. Karena dirumah, isterinya telah sibuk
mempersiapkan peralatan kecil untuk menyongsong tujuh bulan saat bayinya yang
pertama bersemayam diperutnya.
Demikian dahsyatnya angin perjudian itu berhembus membius orang-orang yang
hatinya lemah dan tidak mampu berlindung pada perisai ketahanan jiwani. Sehingga
seakan-akan tangan-tangan iblis yang hitam dan dahsyat mencengkam jantungnya dan
meremas meremukkannya sampai lumat.
Jika demikian, maka biasanya kesadaran datangnya selalu terlambat, meskipun kadangkadang
ada juga yang menemukan kekuatan yang teguh bagaikan batu karang yang
dapat dipergunakannya untuk berpegangan dan meronta keluar dari arus banjir bandang
yang akan menghanyutkannya kedalam kegelapan yang pekat.
Pagi itu, yang ikut berjongkok diantara mereka yang terlihat dalam permainan dadu itu
adalah Ki Ajar Gurawa dengan dua orang muridnya.
Ternyata Ki Ajar Gurawa seperti yang dikatakan memiliki pengalaman yang luas dalam
perjudian. Beberapa kali ia memenangkan taruhan dan seakan-akan dadu-dadu itu
mengikuti saja angka-angka yang dipilihnya.
Tetapi kedua muridnya tidak memasang pada angka-angka yang sama dengan
gurunya. Mereka seakan-akan telah mempersiapkan diri untuk bermain dadu dan kalah.
Tetapi taruhan mereka ternyata jauh lebih kecil dari taruhan Ki Ajar Gurawa.
Sementara itu ada beberapa orang yang sempat mengetahui bahwa Ki Ajar Gurawa
sering kali memenangkan taruhan, sehingga satu dua orang mencoba memasang taruhan
pada angka yang sama. Namun Ki Ajar tidak mau mengorbankan orang yang membuka perjudian itu. Jika
sudah ada beberapa orang memasang diangka yang sama, maka taruhannyapun menjadi
kecil dan Ki Ajar itupun kalah.
Ternyata semakin tinggi matahari, perjudian itu tidak menjadi semakin surut. Justru
semakin banyak orang yang berkerumun, sehingga perjudian itu menjadi semakin ramai.
Ki Ajar Gurawa sempat memperhatikan orang-orang yang mengawal permainan dadu
itu. Tidak hanya dua orang, tetapi tiga orang. Dua orang justru berbeda dengan orang
yang pernah ikut di pasar di Kotaraja. Sedangkan yang seorang memang sudah
dikenalnya bersama orang yang membuka perjudian.
Namun beberapa saat kemudian, keasyikan orang-orang yang sedang berjudi itu
terganggu. Tiba-tiba saja muncul beberapa orang yang mengepung tempat itu. Seorang
diantara mereka berteriak " Menyerahlah. Atas nama Senapati prajurit sandi Mataram. ~
Tetapi orang-orang yang sedang berjudi itu justru menjadi ribut. Beberapa orang yang
ada dipusat kerumunan itu telah mendorong orang-orang yang menjadi kebingungan
sehingga orang-orang yang sedang berjudi itupun telah berlari bercerai-berai.
Perkelahian memang terjadi. Orang-orang yang membuka perjudian beserta
pengawalnya tidak begitu saja menyerah. Mereka telah bertempur dengan garangnya.
Tetapi para petugas sandi itupun telah menekan mereka dengan kekuatan penuh.
Mereka sama sekali tidak mengihiraukan orang-orang lain. Tetapi mereka memusatkan
perhatian mereka kepada orang-orang yang telah membuka perjudian itu.
Ternyata beberapa saat kemudian, para petugas sandi seakan-akan telah menguasai
keadaan. Para penjudi tidak lagi mampu bertahan terlalu lama lagi.
Tetapi dalam keadaan seperti itu, Ki Ajar Gurawa dengan kedua orang muridnya telah
turun kembali ke arena sehingga pertempuranpun menjadi semakin seru.
Namun pasar di Ganjur tidak seramai pasar di Kotaraja. Itulah sebabnya, maka orangorang
yang bertempur melawan para petugas sandi itu tidak segera mampu mengelak dan
melarikan diri. Sementara keempat orang yang membuka perjudian itu sempat berpencar
dan lari menyusup diantara orang-orang yang menjadi kacau. Ki Ajar Gurawa dan kedua
muridnya justru masih bertempur. Ternyata keempat orang yang membuka perjudian itu
sama sekali tidak berusaha saling membantu. Mereka telah memanfaatkan keadaan untuk
membebaskan diri mereka dari tangan para prajurit sandi.
Dalam keributan itu, maka dibangsal khusus para pedagang emas, intan berlian dan
wesi aji telah bersiap pula. Mereka telah mengemasi barang-barang mereka. Tetapi
mereka sama sekali tidak melarikan diri. Dua orang petugas khusus di pasar itu justru
telah melihat apa yang terjadi, sementara dua orang yang lain bersiap menghadapi segala
kemungkinan bersama-sama dengan para pedagang itu sendiri.
Tetapi kedua petugas itu segera kembali sambil berkata " Para prajurit sandi
menangkap beberapa orang penjudi. Pemimpin petugas pasar yang ada di tempat itu termangu-mangu sejenak. Katanya ~
Kenapa mereka tidak menghubungi kita" ~
" Entahlah. Mungkin para prajurit sandi itu tergesa-gesa"jawab kawannya.
" Mereka sudah menghina kita. Nampaknya mereka tidak percaya kepada kita.
Mungkin mereka mengira bahwa kita justru telah memberi tempat kepada mereka, para
penjudi itu ~ geram pemimpin petugas itu.
" Sudahlah ~ berkata seorang pedagang " jangan membuat persoalan dengan para
prajurit sandi. Mungkin beberapa kesulitan untuk berbicara dengan kalian, mungkin
mereka memang cemas, bahwa rencananya menjebak para penjudi bocor. Lepas dari
percaya atau tidak percaya kepada kalian. Kemungkinan lain, mereka memang tidak
sempat. Begitu mereka datang, mereka melihat para penjudi itu sudah dikerumuni orang
banyak. -- Pemimpin petugas itu termangu-mangu. Namun akhirnya ia tidak berbuat apa-apa.
Sementara itu Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya harus bertempur dengan
sengitnya melawan para petugas sandi. Sekali-sekali murid Ki Ajar Gurawa itu terlempar
jatuh. Namun mereka segera bangkit kembali.
Ki Ajar Gurawa sendiri telah menunjukkan kelebihannya. Prajurit sandi yang bertempur
melawannya sama sekali tidak mampu mendesaknya. Bahkan beberapa kali prajurit sandi
itu harus berloncatan menjauh. Namun setelah keempat orang penjudi itu melarikan diri,
maka Ki Ajar Gurawa harus bertempur melawan dua orang prajurit sandi.
Pertempuran itu semakin lama memang menjadi semakin sengit. Semua ada lima orang
prajurit sandi. Salah satu sudut pasar Ganjur yang menjadi ajang pertempuran itupun telah menjadi
porak poranda. Beberapa jenis dagangan telah terinjak-injak. Untunglah disekitar tempat
itu kebanyakan hanya terdapat beberapa jenis sayur-sayuran. Kangkung, lembayung,
daun ketela muda, daun so dan sebagainya, sehingga tidak banyak kerugian yang diderita
oleh pertempuran yang semakin lama menjadi sengit.
Namun akhirnya, Ki Ajar Gurawa tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Semakin lama Ki
Ajar dan kedua orang muridnya menjadi semakin terdesak, sehingga merekapun
kemudian telah mengambil keputusan untuk melarikan diri.
Meskipun agak mengalami kesulitan, namun ketiga orang itu akhirnya telah mencapai
gerbang pasar dan dengan serta merta berlari keluar. Demikian pula lima orang prajurit
sandi itupun telah berlari menyusul dan bahkan mengejar mereka.
Demikianlah, sejenak kemudian pasar Ganjur itu menjadi tenang kembali. Orang-orang
yang berlari-larian meninggalkan pasar itu berangsur-angsur telah kembali. Para petugas
di pasar itu dengan cepat menguasai keadaan, sehingga tidak ada orang yang sempat
memanfaatkan keadaan itu untuk mencuri dan apalagi merampok.
- Kita menunggu para prajurit sandi itu - berkata pemimpin petugas di pasar itu.
- Apakah mereka akan kembali" - bertanya seorang kawannya.
- Seharusnya mereka kembali dan memberitahukan kepadaku apa saja yang telah
mereka lakukan dan atas perintah siapa -jawab pemimpin petugas pasar itu.
- Aku tidak yakin " jawab kawannya yang lain " mereka mengejar para penjudi itu.
Jika mereka berhasil menangkapnya mereka akan segera membawa mereka ke Kotaraja.
Tetapi jika tidak, maka mereka tentu segan singgah pula. "
- Mereka harus melaporkan kehadirannya kepadaku " geram pemimpin petugas di
pasar itu " aku mempunyai wewenang disini.
Sementara itu selama ini hampir tidak pernah ada prajurit yang datang ke pasar ini. "
" Sudahlah " berkata salah seorang pedagang ~ Jangan terlalu hiraukan para prajurit
sandi itu. Tugas mereka memang tidak terduga-duga. Sekali ia muncul di satu tempat.
Kemudian menghilang lagi. Mereka memang orang-orang yang harus mampu bergerak
cepat dan lebih dari itu tidak menarik perhatian. Karena itu, maka aku kira mereka tidak
akan kembali dan memberitahukan kepadamu. "
Pemimpin petugas itu mengerutkan dahinya. Namun ia masih bergumam " Aku
merasa dilampauinya. "
- Mungkin mereka tidak sengaja berbuat demikian - berkata pedagang itu " kau justru
harus berterima kasih, bahwa perjudian itu telah dibubarkan. Tertangkap atau tidak
tertangkap. - Akhirnya pemimpin petugas itu mengangguk-angguk. Katanya ~ Baiklah. Kali ini aku
tidak akan mempersoalkan. Sementara itu para petugas yang lain telah berhasil menertibkan kembali para
pedagang. Namun sebagian dari mereka telah membenahi dagangan mereka. Lebih baik
mereka pulang daripada mengalami kesulitan di pasar itu.
Orang-orang yang berjualan di sudut pasar yang menjadi arena pertempuran itu hanya
dapat memandang bekas sayuran yang semula nampak hijau segar. Namun yang
kemudian telah menjadi hancur. Untunglah bahwa sebagian dari sayur-sayuran itu adalah
hasil kebun para penjual itu sendiri, sehingga mereka tidak mengalami kerugian terlalu
banyak. Dalam pada itu, Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya yang berlari berpencaran memang
berhasil melepaskan diri dari kejaran para prajurit sandi. Agak jauh dari pasar Ganjur
mereka telah berkumpul kembali. Mereka berada di sebuah jalan kecil yang menurut
keterangan para penjudi itu sebelumnya menjadi jalan yang sering dilaluinya.
" Kami datang dari arah Gunung Sepikul " berkata orang yang membuka perjudian
itu. - Mudah-mudahan mereka atau salah seorang dari mereka akan melewati jalan ini "
berkata Ki Ajar Gurawa. Mereka memang menunggu beberapa lama. Ternyata seorang dari ketiga orang itu
benar-benar melewati jalan itu, justru dari arah yang lain dari arah Pasar Ganjur.
" Aku mengira kalian ada di sini - berkata orang itu.
" Kau dari mana" " bertanya Ki Ajar Gurawa " bukankah arah yang kau tempuh itu
bukan arah dari pasar Ganjur" "
" Tidak " jawab orang itu " aku sudah sempat singgah sebentar dirumah kawan
untuk menyimpan alat-alat judiku. Baru kemudian aku sengaja melihat-lihat, apakah kau
berada dijalan ini. Bukankah kau tahu bahwa aku dirumah kawanku di Gunung Sepikul.
" Kau sudah sampai ke Gunung Sepikul" " bertanya Ki Ajar Gurawa.
" Belum. Aku baru sampai di Talangtelu. Seorang kawan kami tinggal di Talangtelu "
jawab orang itu. " Di Gunung Sepikul dan di Talangtelu" " bertanya Ki Ajar Gurawa. "
" Aku bekerja sama dengan orang-orang Gunung Sepikul. Orang Talangtelu itu kami
kenal lewat orang-orang Gunung Sepikul " berkata penjudi itu.
Ki Ajar Guwara mengangguk-angguk. Namun nafasnya masih saja terengah-engah.
Bahkan seorang muridnya yang 'diakunya sebagai kemanakannya, masih merasa
kesakitan. Perutnya menjadi sangat mules. Sedangkan yang lain kepalanya menjadi
pening. " Kenapa kalian meninggalkan kami justru saat kami membantu kalian " berkata
kemanakan Ki Ajar yang tua.
. " Maaf. Kami sangat tergesa-gesa. Kami memang ingin menyelamatkan uang kami.
Baru kemudian kami berniat untuk membantu kalian. Tetapi ketika kami kembali kepasar
itu, setelah seorang dari kawan kami berhasil melepaskan diri, maka kalian telah berhasil
lolos. " jawab penjudi itu.
" Tetapi aku hampir mati " desis kemanakan Ki Ajar yang muda.
" Sekarang, marilah. Apakah kalian berminat singgah dirumah kawan kami" "
bertanya orang itu. - Dimana" " bertanya Ki Ajar Gurawa - di Gunung Sepikul." - Di Talangtelu " jawab orang itu.
Ki Ajar Gurawa menarik nafas dalam-dalam. Orang-orang itu memang cerdik. Ia
dengan sengaja menyembunyikan sarang induk mereka sehingga yang dilihat oleh orang
lain adalah justru rumah kawan-kawannya yang tidak terlalu jauh terlibat dalam kelompok
mereka. Namun Ki Ajar Gurawa tidak menolak. Iapun kemudian telah mengikuti orang itu ke
Talangtelu. Namun disepanjang jalan Ki Ajar berkata didalam hati -Nampaknya mereka mempunyai
sarang-sarang kecil seperti ini di Kotaraja disaat-saat mereka membuka perjudian di
Kotaraja. " Tetapi Ki Ajar Gurawa masih berharap bahwa ia akan memasuki satu lingkungan yang
memiliki hubungan dengan orang-orang yang sedang dicari. Meskipun jalan yang
ditempuhnya menjadi agak jauh.
Beberapa saat kemudian, keempat orang itu memasuki padukuhan Talangtelu.
Sebenarnya Ki Ajar ingin langsung menuju ke Gunung Sepikul.
Sejenak kemudian, maka mereka berempatpun telah memasuki padukuhan Talangtelu.
Mereka singgah di rumah yang tidak begitu besar. Halamannyapun tidak terlalu luas.
Sehingga rumah itu tidak secara khusus menarik perhatian.
Ketika Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya masuk ke ruang dalam, maka yang
ditemuinya adalah orang-orang yang telah membuka perjanjian di pasar Ganjur. Bersama
mereka duduk seorang yang belum pernah dilihatnya.
Ternyata orang itu adalah pemilik rumah yang dipergunakan untuk landasan gerak para
penjudi itu didaerah Selatan. Meskipun mereka mempunyai landasan yang lebih baik di
Gunung Sepikul, namun agaknya landasan mereka di Talangtelu itu juga cukup memadai
untuk menjadi rambatan untuk memasuki lingkungan yang lebih besar.
- Kenapa kalian melarikan diri tanpa menghiraukan kami " tiba-tiba murid Ki Ajar yang
diakunya sebagai kemanakannya itu menggeram.
- Bukankah aku sudah memberi penjelasan - jawab orang yang menjemputnya.
- Aku ingin kesaksian kalian semua. Apakah benar kalian kembali lagi ke pasar untuk
membantu kami setelah ada di antara kalian menyembunyikan uang kalian" " bertanya
orang yang diaku kemanakan Ki Ajar itu.
- Ya. Kami memang telah kembali kepasar. Tetapi karena kalian telah berhasil
melarikan diri, maka kami tidak membakar perkelahian lagi dengan para prajurit sandi -jawab penjudi yang lain. - Prajurit sandi yang datang ke Ganjur berbeda dengan prajurit sandi yang memasuki
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasar di Kotaraja. Prajurit sandi di Ganjur memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari
prajurit sandi di Kotaraja itu. Mungkin mereka telah membuat persiapan yang lebih baik
setelah mereka gagal " berkata kemanakan Ki Ajar itu. Lalu katanya pula " Tetapi
dengan demikian, hampir saja kami justru yang tertangkap. Kami hampir kehilangan
kesempatan untuk melarikan diri karena pasar di Ganjur lebih kecil dari pasar di Kotaraja
meskipun di Ganjur hari ini baru hari pasaran. "
- Kami hanya dapat mengucapkan terima kasih. Tetapi yakinlah, bahwa tiga orang
diantara kami telah kembali ke pasar. -jawab salah seorang diantara mereka.
- Sokurlah kami selamat. Tetapi kepalaku serasa akan pecah. " desis murid Ki Ajar.
Sedangkan muridnya yang lain berkata ~ Perutku rasa-rasanya akan tumpah dengan
seluruh isinya. Ususnya, jantungnya, bahkan tulang-tulang iganya. "
- Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih. Tetapi lebih dari itu, maka kalian berhak
sebagian dari kemenangan yang kami peroleh karena kalian telah ikut menyelamatkannya
- berkata penjudi itu. Ki Ajar Gurawa menarik nafas dalam-dalam sambil berkata " Nah, begitu caranya jika
kalian ingin bersahabat. Kami tentu akan mendapat bagian dari kemenangan kalian. Tidak
hanya di Ganjur. Tetapi juga di Kotaraja. "
" Baiklah " berkata penjudi itu " kami akan memberimu uang cukup. "
Penjudi itu ternyata tidak berbohong. Ia telah mengambil sebagian dari
kemenangannya dan memberikannya kepada Ki Ajar Gurawa sambil berkata " Bukankah
kau juga memenangkan perjudian itu" "
" Itu soal lain " berkata Ki Ajar " itu adalah memang hakku.
" Nampaknya kau juga seorang pedagang yang kehilangan daerah jelajah. " berkata
penjudi itu. " Aku berbuat apapun asal mendapatkan uang - berkata Ki Ajar Gurawa.
Para penjudi itu mengerutkan keningnya. Namun yang tertua diantara mereka berkata
" Kau mau bekerja sama dengan kami" " Membuka perjudian seperti yang kalian lakukan" - bertanya Ki Ajar Gurawa. Lalu
katanya kemudian " Sebenarnya aku tidak telaten. Tetapi karena aku sedang tidak
mempunyai pekerjaan yang lain yang lebih mantap, maka aku berkeliling dari satu
lingkaran perjudian kelingkaran perjudian yang lain. Aku mempunyai keahlian untuk
memenangkan perjudian seperti itu. Atau pergi ke lingkaran sabung ayam. "
" Jika kau tidak telaten, apakah kau mempunyai minat pada pekerjaan yang lain" "
bertanya penjudi itu. " Yang lebih jantan daripada melemparkan dadu - jawab Ki Ajar.
" Misalnya" " bertanya penjudi itu.
~ Apa saja yang mengandung nafas petualangan. Menyenangkan sekali. Hasil yang
didapatpun memadai. -- berkata Ki Ajar - tetapi sayang, aku tidak mempunyai kawan
cukup banyak untuk menyaingi yang sudah ada. "
" Kenapa kau tidak bergabung saja" " bertanya penjudi itu.
Ki Ajar mengerutkan keningnya. Namun ia menjawab - Bergabung dengan kalian"
Sudah aku katakan, sebenarnya aku tidak telaten. Tetapi jika tidak ada pekerjaan lain,
apaboleh buat. Aku dapat memperoleh sedikit uang untuk membeli tuak dan makan kami
bertiga. " Para penjudi itu tersenyum. Yang tertua diantara mereka berkata " kau dapat mulai
bersamaku. Jika kau menunjukkan sikap yang meyakinkan, maka kau akan mendapat
tempat yang lebih baik. -- Apakah kalian tidak meyakinkan sehingga kalian sampai sekarang masih saja
mendapat pekerjaan yang menjemukan itu" " bertanya Ki Ajar Gurawa.
- Bukan begitu " jawab orang yang bermain dadu " soalnya aku adalah orang yang
terbaik untuk permainan ini. Karena itu aku tidak akan mendapat pekerjaan lain. Aku
berbeda dengan kau. Jika kau tidak telaten, maka aku menyukai pekerjaan ini. "
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Sekarang aku akan pergi.
Besok aku kembali. Tetapi kemana aku dapat menemui kalian" "
- Aku besok berada di Kotaraja. " jawab orang yang memainkan dadu.
-- Gila kau. Kau ingin ditangkap para prajurit sandi" Dua kali mereka gagal. Mereka
tentu menjadi sangat marah dan jika mereka melihat kau bermain dimanapun juga besok,
maka akan dikerahkan sepasukan prajurit untuk menangkapmu. Apalagi jika kau berani
bermain di Kotaraja. - berkata Ki Ajar.
Tetapi orang itu tersenyum. Katanya " Aku tidak akan membuka perjudian besok.
Tetapi aku akan berada di lingkaran sabung ayam. "
- Ada berapa lingkaran sabung ayam ~ berkata Ki Ajar Gurawa. ,
"Aku berada di Tegalrampet. Nah, temui aku disana. Ada beberapa orang yang dapat
kita ajak berbicara tentang keinginanmu bergabung dengan kami " berkata orang itu.
- Baik " jawab Ki Ajar - besok kami akan pergi ke Tegalrampet. Lingkaran sabung
ayam yang termasuk besar dengan taruhan yang besar pula. Tetapi aku senang datang ke
tempat itu. Besok aku harus membawa uangku semuanya, termasuk uang yang tadi kau
berikan. Mudah-mudahan aku mujur. "
" Kau seorang penjudi yang baik - berkata orang yang membuka permainan dadu itu.
Ki Ajar Gurawa tersenyum. Namun iapun kemudian telah minta diri.
~ Menyusuri jalan-jalan sempit keduanya kembali ke sarang mereka. Namun mereka
harus mencari jalan yang tidak memungkinkan seorangpun mengikuti jejak mereka
sehingga mereka sampai ke Sumpyuh.
Ketika mereka memasuki ruang dalam, maka para anggauta yang lain telah ada di
rumah pula. Ki Ajar Gurawa yang dengan serta merta disambut oleh Mandira, tidak
menolak untuk mengikuti larikan tangannya. Dengan nada tinggi Mandira berkata - Nah,
aku berhasil menangkapnya. "
Yang lainnya tertawa. Sementara kedua murid Ki Ajarpun telah duduk pula diantara
para anggauta kelompok Gajah Liwung itu.
" Satu permainan yang bagus " berkata Ki Ajar Gurawa " tetapi kalian pantas untuk
menjadi prajurit sandi. "
Sabungsari yang ikut tertawa berkata " Ketika aku mendengar permainan kalian, rasarasanya
aku ingin ikut pula. Tetapi jika Podang Abang ada disekitar tempat itu, maka
permainan itu tidak akan menjadi meriah. "
Ki Ajar Gurawapun kemudian menceriterakan bahwa ia dan murid-muridnya telah
dibawa singgah di salah satu tempat persinggahan para penjudi itu di padukuhan
Talangtelu. Merekapun telah mendapat kesempatan besok untuk bertemu dengan
beberapa orang yang lain di lingkungan perjudian Tegalrampet.
" Mudah-mudahan jalan ini dapat kita tempuh ~ berkata Ki Jayaraga " atau keduaduanya.
Aku akan memancing Podang Abang bersama Sabungsari dan Glagah Putih yang
tidak dapat ikut bermain menjadi prajurit sandi. Yang mana nanti yang akan berhasil lebih
dahulu. " Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Katanya ~ Baiklah. Besok kita akan pergi ke
Kotaraja. Tetapi besok kita tidak memerlukan prajurit sandi. Karena itu, anggauta yang
lain akan dapat membantu Ki Jayaraga memancing Podang Abang. - Tetapi aku masih belum yakin bahwa ia akan muncul " berkata Ki Jayaraga " namun
ada baiknya kita mencobanya. "
Dengan demikian maka para anggauta kelompok Gajah Liwung itu telah menyusun satu
rencana. Namun mereka memperhitungkan bahwa usaha Ki Ajar Gurawa akan lebih
berhasil daripada memancing Podang Abang. Podang Abang dapat saja membuat jarak
antara dirinya dengan orang-orangnya yang telah melakukan kejahatan itu.
Namun demikian Ki Jayaraga akan mencobanya.
Malam itu kedua murid Ki Ajar Gurawa sempat berceritera, betapa kepalanya memang
menjadi pening. Ternyata salah seorang yang bermain menjadi prajurit sandi telah benarbenar
mengenai tengkuknya. " Perutku rasa-rasanya akan tumpah ~ berkata murid Ki Ajar Gurawa itu.
Ternyata permainan di pasar Ganjur justru menjadi landasan kelakar yang sedap.
Dalam pada itu dikeesokan harinya, para anggauta kelompok Gajah Liwung itu sudah
siap menjelang matahari terbit. Mereka telah membagi diri dalam tugas mereka masingmasing.
Hanya dua orang sajalah yang akan menunggui sarang mereka. Suratama dan
Naratama. Ki Jayaraga telah bersepakat dengan Sabungsari dan Glagah Putih, jalan-jalan manakah
yang akan dilaluinya. Sabungsari dan Glagah Putih akan mengawasi. Mungkin Ki Podang
Abang sendiri atau orang lain yang diperintahkan oleh Ki Podang Abang akan mengikuti Ki
Jayaraga. Atau mereka justru mengawasi Ki Podang Abang sendiri jika terjadi sesuatu.
Sementara itu, Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya akan pergi ke lingkaran
sabungayam. Mereka yakin, bahwa tidak akan ada kelompok lain yang berani mencampuri
perjudian di Mataram selain orang-orang yang ada hubungannya atau mendapat
perlindungan dari kekuatan terbesar yang ada di Mataram saat itu.
Sedangkan anggauta yang lain akan berjalan-jalan saja di Kotaraja menyilang jalan
yang akan ditempuh oleh Ki Jayaraga.
Mungkin mereka akan bertemu dengan orang-orang yang pantas mereka curigai dalam
hubungannya dengan perjalanan Ki Jayaraga yang masih mempunyai janji untuk
membuat perhitungan dengan Podang Abang.
Demikianlah merekapun berangkat pada saat yang tidak sama. Mereka telah
menempuh jalan mereka masing-masing sehingga sama sekali tidak menarik perhatian.
Sabungsari dan Glagah Putih berjalan beberapa saat setelah Ki Jayaraga berangkat.
Meskipun jalan yang mereka tempuh adalah jalan yang sama, tetapi nampaknya mereka
tidak mempunyai hubungan yang satu dengan yang lain.
Sedangkan Ki Ajar Gurawa telah memilih jalan pintas. Mereka melewati lorong-lorong
sempit menuju ke Kotaraja. Sedangkan Rumeksa, Mandira dan Pranawa telah mengikuti
jalan yang lain lagi. Meskipun agak jauh, tetapi mereka akan berjalan melalui sebuah
sendang yang asri. Di setiap pagi sendang itu menjadi ramai karena banyak orang yang
mencuci pakaian dan mandi. Sedangkan tidak jauh dari sendang itu terdapat sebuah
padang rumput yang meskipun tidak terlalu panas, tetapi menjadi padang penggembalaan
kambing. Para gembala sempat bermain-main diantara mereka. Sedangkan yang lain
menyabit rumput untuk dibawa pulang. Bahkan kadang-kadang di padang rumput itu
sering diselenggarakan gladi tari kuda lumping yang mengasyikkan. Disudut padang
rumput itu terdapat sebuah gerumbul yang rimbun diatas se-gundukan tanah dan sebuah
batu besar terletak dibawah sebatang pohon beringin tua yang tumbuh subur. Batu itu
adalah tempat para penari kuda lumping menempatkan kuda lumping mereka disertai
sedikit sesaji dan asap kemenyan, agar dengan demikian penunggang kuda lumping itu
akan menjadi kerasukan dan mampu melakukan hal-hal diluar penalaran.
Tetapi ketika ketiga orang anggauta Gajah Liwung itu lewat, hari memang masih terlalu
pagi, sehingga baru satu dua orang yang berada di sendang untuk mencuci. Sedangkan
padang rumput masih nampak sepi. Yang terhampar adalah hijaunya rerumputan yang
masih basah oleh titik-titik embun.
Jalan yang terdekat ditempuh adalah jalan yang diambil oleh Ki Ajar Gurawa dan kedua
orang muridnya. Mereka memang lebih dahulu memasuki lingkungan yang ramai
meskipun masih diluar gerbang kota.
Meskipun hari masih pagi, tetapi sudah banyak orang yang keluar dari pintu gerbang
kota. Agaknya mereka masuk pagi-pagi benar sambil membawa barang dagangan yang
mereka jual kekota. Hasil bumi dan ternak.
Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya yang memasuki gerbang kota memang
langsung menuju ke Tegalrampet. Agaknya dilingkaran sabung ayam itu juga sudah
banyak orang yang berdatangan dari berbagai sudut- padukuhan diluar kota.
Namun mereka masih duduk dalam kelompok-kelompok kecil berpencar di halaman
sebuah rumah yang besar dengan dinding halaman yang tinggi. Beberapa batang pohon
gayam tumbuh menjulang melindungi halaman yang luas itu. Disudut-sudut halaman
depan nampak rumpun-rumpun batang pisang yang subur. Beberapa batang diantaranya
telah berbuah bergayutan ada tangkainya yang memanjang.
Ki Ajar Gurawa dengan gaya seorang penyabung ayam berjongkok dibawah sebatang
pohon gayam. Dua orang muridnya duduk disebelah menyebelah. Mereka mengamati
orang-orang yang berkumpul itu. Tetapi mereka masih belum melihat penjudi yang
mereka jumpai beberapa hari yang lalu di pasar dan yang kemudian berada di pasar
Ganjur. Tetapi Ki Ajar Gurawa yakin, mereka akan datang.
Sementara itu ketiga anggauta kelompok Gajah Liwung yang lain memang sudah
memasuki kota. Mereka adalah Rumeksa, Mandira dan Pranawa. Mereka telah berada di
ujung jalan yang direncanakan akan mereka lalui dan menyilang jalan Ki Jayaraga.
Tetapi untuk beberapa saat mereka masih menunggu. Menurut perjanjian yang mereka
buat, mereka masih mempunyai waktu untuk singgah disebuah kedai kecil di pinggir jalan.
Sementara itu Sabungsari dan Glagah Putihpun telah berada di kota itu pula. Mereka
mempunyai jalur perjalanan sendiri meskipun juga berhubungan dengan jalan yang akan
ditempuh oleh Ki Jayaraga.
Di kedai kecil, Rumeksa dan kedua orang kawannya sempat mendengarkan
pembicaraan bebarapa orang yang akan pergi ke lingkaran sabung ayam di Tegalrampet.
Lingkaran sabung ayam yang juga didatangi oleh Ki Ajar Gurawa dengan kedua orang
muridnya. Tetapi pembicaraan mereka tidak memberikan petunjuk apa-apa kecuali sekali-sekali
mengucapkan ancaman-ancaman kepada orang-orang tertentu yang nampaknya memang
sudah saling bermusuhan. Rumeksa dan kedua kawannya sama sekali tidak menunjukkan sikap khusus terhadap
mereka. Tetapi mereka tahu bahwa Ki Ajar Gurawa tentu akan melakukan langkahlangkah
tertentu untuk memancing perhatian.
Sebenarnyalah Ki Ajar Gurawa yang masih saja berjongkok dibawah sebatang pohon
gayam bersama kedua orang muridnya mulai menilai keadaan. Ketika beberapa orang
penyabung ayam yang sebenarnya sudah mulai berdatangan, maka suasanapun menjadi
semakin ramai. Sementara mataharipun sudah menjadi semakin tinggi.
Ketika dua orang yang membawa ayam sabungan lewat dihadapan Ki Ajar, maka tibatiba
saja Ki Ajar berkata " Ayam sakit-sakitan dibawa juga ke kalangan. "
Kata-kata Ki Ajar cukup keras, sehingga kedua orang yang membawa ayam sabungan
itu berhenti. Seorang yang bermata merah melangkah mendekatinya sambil bertanya lantang ~ Kau
berkata apa, he" "
Ki Ajar tiba-tiba saja tersenyum sambil menjawab - Tidak Ki Sanak. Aku tidak apa-apa.
~ " Kau kira aku tuli he" " geram orang bermata merah dengan sebuah golok pendek
dipinggangnya dan sepotong akar yang berwarna kehitaman melilit dipergelangan tangan
kirinya. " Aku tidak bermaksud apa-apa. - berkata Ki Ajar " aku hanya asal saja mengucap.
Aku minta maaf. " " Cukup begitu" " bertanya orang itu.
Kawannya yang juga membawa ayam aduan menggamitnya sambil berkata "
Sudahlah. Ia sudah minta maaf. - Begitu sudah dianggap cukup" --jawabnya " belum cukup.
- Lalu kau mau apa" Sebentar lagi sabung ayam itu akan dimulai ~ berkata kawannya.
- Ia sudah menghina aku. ~ jawab orang itu.
- Sudahlah Ki Sanak " berkata Ki Ajar Gurawa ~ aku benar-benar tidak berniat
demikian. Aku mohon maaf. Tetapi orang yang bermata merah itu agaknya benar-benar tersinggung. Ketika Ki Ajar
sekali lagi minta maaf, maka tiba-tiba saja orang itu telah meludahinya. Untunglah Ki Ajar
sempat mengelak sehingga tidak mengenai wajahnya. Tetapi bahwa pundaknyalah yang
terkena, maka Ki Ajarpun menjadi marah.
Karena itu, maka iapun segera bangkit berdiri sambil memaki " Anak iblis. Kau telah
menghina aku, he" Bukankah aku hanya menyebut ayammu sakit-sakitan" Bukankah aku
sudah minta maaf" Tetapi kau justru menghina aku dengan kasar dan kotor, yang tidak
aku lakukan meskipun hanya terhadap ayammu. "
- Persetan - bentak orang itu " kau mau apa" - Kau belum mengenal aku, he" Aku
yang disebut Sura Kenceng. Alap-alap Gunung Wudun. Jika kau sekali lagi membuka
mulutmu, aku sumbat dengan tumitku. "
Ki Ajar Gurawa yang memang memancing persoalan merasa berhasil. Ternyata orang
itupun agaknya orang yang merasa dirinya mempunyai nama. Karena itu, maka Ki Ajar
memang harus berhati-hati.
Dengan lagak seorang gegedug Ki Ajar bergeser surut sambil berkata lantang - Apa
peduliku dengan Sura Kenceng yang disebut Alap-alap Gunung Wudun" Kau kira aku
menjadi silau he" Buka mulutmu. Lihat aku baik-baik. Buka telingamu. Dengar namaku
baik-baik. Aku adalah Kerta Dangsa Wanda Geni dari Kepandak.
Orang bermata merah itu mengerutkan keningnya. Tetapi ia belum pernah mendengar
nama itu. Ia belum pernah selama petualangannya bertemu atau mendengar nama Kerta
Dangsa Wanda Geni. Tetapi orang itu sudah terlanjur marah. Diberikan ayamnya kepada kawannya sambil
berkata - Tolong. Bawa ayamku. Orang itu harus mendapat sedikit peringatan untuk tidak
dengan seenaknya menghina Sura Kenceng dari Gunung Wudun. Kedua orang itu ternyata telah menarik perhatian. Beberapa orang datang mendekat.
Tetapi hampir tidak ada usaha mereka melerai keduanya yang sudah bersiap untuk
berkelahi itu. Bahkan beberapa orang merasa mendapat tontonan yang tentu akan
menyenangkan sekali sebelum sabung ayam dimulai.
Ketika keduanya sudah bersiap, maka Ki Ajar Gurawa sempat melihat penjudi yang
ditemuinya di pasar Ganjur dan yang telah memberinya bagian keuntungan di padukuhan
Talangtelu itu. Ternyata ia datang bersama beberapa orang kawannya yang diantaranya
belum pernah dilihatnya. Orang-orang yang nampak berwajah garang.
" Mudah-mudahan ada diantara mereka orang-orang yang sedang kami cari - berkata
Ki Ajar didalam haiinya. Tetapi ia tidak mendapat banyak kesempatan untuk merenung. Orang-orang itu datang
dan ikut melingkarinya untuk melihat satu tontonan yang menarik. Mungkin mereka
menganggap perkelahian sebagai satu pengmitar sabung ayam atau bahkan perkelahian
itu akan lebih menarik dari sabung ayam itu sendiri.
Sejenak kemudian, maka orang yang bernama Sura Kenceng itu mulai bergeser.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangannya mulai bergerak, sementara Ki Ajar Gurawa yang menyebut dirinya Kerta
Dangsa Wanda Geni dari Kepandak telah mengimbanginya.
Sejenak kemudian, dengan kasar Sura Kenceng itupun mulai menyerang. Kerta Dangsa
masih sempat mengelak. Namun dengan tidak kalah kasarnya ia meloncat sambil berteriak
menggapai leher lawannya. Tetapi ternyata Sura Kenceng masih juga bergeser surut.
Demikianlah sejenak-kemudian keduanya telah berkelahi dengan keras dan kasar. Sura
Kenceng menyerang dengan tangan dan kakinya. Sementara Kerta Dangsa hampir selalu
membentur setiap serangan dengan serangan, sehingga seakan-akan keduanya tidak
lebih dari beradu kekuatan.
Penjudi di pasar Ganjur itu tersenyum-senyum melihat perkelahian itu. Bahkan tiba-tiba
saja ia berteriak - Ayo Kerta Dangsa. Pilin saja leher lawanmu. "
Kawannya menggamitnya sambil berkata, - Kau tidak boleh berpihak. "
" Ia kawanku. Bukankah aku telah berceritera tentang tiga orang yang membantuku
melepaskan diri dari tangan prajurit sandi" " berkata penjudi itu.
" Jadi orang itukah" - bertanya kawannya.
" Ya. Dan dua orang kemanakannya " jawab penjudi
itu. " Pantas " desis kawannya ~ nampaknya ia memiliki kelebihan. Sura Kenceng tidak
akan mampu mengalahkannya.
" Sudah banyak orang berbicara tentang Sura Kuncung " berkata penjudi itu.
" Ya. Ia memang keras, kasar dan pemarah. Tetapi nampaknya kali ini ia terbentur
pada seorang yang memiliki tabiat serupa dengan dirinya. Bahkan memiliki kelebihan
dalam olah kanuragan. " desis kawannya.
Keduanya terdiam. Perkelahian itu semakin lama memang menjadi semakin keras dan
kasar. Sura Kenceng mulai mengumpat-umpat bahkan sekali dua kali meludahi lawannya.
Beberapa kali kuku-kukunya yang panjang berusaha mencengkam kulit lawannya. Tetapi
tidak berhasil. Bahkan ketika Sura Kenceng itu lengah, maka sikut Kerta Dangsa telah menjamah
keningnya, meskipun nampaknya tidak sengaja, karena ketika Kerta Dangsa memukul
keningnya, Sura Kenceng berusaha mengelak, sehingga yang mengenai tubuh Sura
kenceng justru siku Kerta Dangsa.
Kedua murid Ki Ajar Gurawa sempat tersenyum melihat cara gurunya berkelahi. Sama
sekali tidak nampak unsur-unsur dari ilmu yang dikuasainya. Seakan-akan Ki Ajar yang
mengaku Kerta Dangsa itu berkelahi tanpa lambaran ilmu apapun, meskipun kadangkadang
dengan tatanan gerak yang seakan-akan tidak sengaja berhasil luput dari
serangan lawan. Kecuali kedua orang muridnya yang dapat mengenali unsur-unsur gerak khusus
gurunya, maka orang-orang yang menunggui perkelahian itu tidak ada yang menilai Ki
Ajar Gurawa sebagai seorang yang berilmu tinggi. Ia hanya dianggap seorang yang
memiliki kekuatan dan ketangkasan yang melebihi orang lain.
Sebenarnyalah orang bermata merah yang menyebut dirinya Sura Kendeng itu tidak
banyak mendapat kesempatan. Ketika keringat mereka mulai membasahi punggung, maka
Sura Kenceng telah benar-benar terdesak. Beberapa kali Kerta Dangsa berhasil memukul
tubuh lawannya itu. Bahkan kakinyapun telah berhasil mendorong Sura Kenceng beberapa
langkah surut. Kawan Sura Kenceng yang mambawakan ayam aduanya sama sekali tidak berniat
membantunya. Bahkan ketika Sura Kenceng itu terjatuh sampai dua kali, sebuah
tendangan yang keras berhasil mengenai lambungnya, sehingga Sura Kenceng itu
terdorong surut dan bahkan jatuh terduduk. Namun demikian ia berdiri, maka tangan
Kerta Dangsa menyambar keningnya keras sekali sehingga Sura Kenceng itu sekali lagi
terlempar jatuh. Bahkan bukan saja terduduk. Tetapi ia jatuh terbaring ditanah dan
berguling sampai dua kali.
Sura Kenceng menggeram sambil mengumpat-umpat. Tetapi ketika perkelahian itu
dilanjutkan lagi, tangan Kerta Dangsa telah menyambar hidung Sura Kenceng, sehingga
hidung itu berdarah. Dengan lengah bajunya Sura Kenceng mengusap darah yang keluar dari hidungnya,
sehingga bajunya menjadi merah. Namun Sura Kenceng masih belum merasa kalah.
Bahkan dengan geram Sura Kenceng meloncat menerkam lawannya dengan serta merta
demikian ia melihat lawannya termangu-mangu.
Kerta Dangsa memang terkejut. Selagi ia melihat Sura Kenccng mengusap darah
dihidungnya, tiba-tiba saja orang itu telah mencengkam lehernya dan berusaha
mencekiknya. Kerta Dangsa telah terdorong beberapa langkah surut. Bahkan kemudian ia telah
menjatuhkan dirinya, sehingga justru tangan Sura Kenceng terlepas dari lehernya.
Beberapa kali Kerta Dangsa terguling. Namun kemudian dengan cepat ia bangkit.
Sedikit lebih cepat dari lawannya, Sura Kenceng.
Dengan demikian, maka keduanya telah bersiap. Mereka telah bergeser beberapa
langkah. Sura Kenceng yang marah agaknya tidak lagi dapat mengendalikan diri.
Sementara itu, orang-orang yang akan ikut bertaruh dalam sabung ayampun telah
menjadi semakin banyak. Beberapa orang diantara mereka langsung menonton
perkelahian itu. Tetapi ada diantara mereka yang sudah menjadi jemu dan meninggalkan
perkelahian itu dan mulai menempatkan diri di putaran sabung ayam. Bagi para penjudi
dan orang-orang yang terbiasa datang ke tempat perjudian dan lingkaran sabung ayam,
maka perkelahian bukan lagi sesuatu yang sangat menarik perhatian. Perkelahian
memang sudah sering terjadi diantara orang-orang yang bertaruh. Namun biasanya
disebabkan oleh perbedaan penilaian atas persetujuan yang telah mereka buat. Bukan
sekedar lontaran kata-kata yang menyinggung perasaan seperti yang diucapkan oleh
Kerta Dangsa. Kerta Dangsa yang melihat orang-orang yang mengerumuninya menjadi jemu, maka
iapun menjadi jemu pula. Karena itu, maka beberapa saat kemudian, Ketta Dangsa telah
berhasil mengenai tengkuk orang itu sehingga jatuh tersungkur.
Namun ternyata orang itu mengalami kesulitan ketika ia akan bangkit. Punggungnya
serasa sakit sebagaimana dahinya. Wajahnya penuh dengan debu yang melekat karena
keringat yang membasah di kening.
Kerta Dangsa berdiri termangu mangu. Namun ketika ia melihat Sura Kenceng tidak
segera bangkit berdiri, iapun berkata " Nah. Aku beri kau kesempatan. Jika kau masih
ingin meneruskan, nanti setelah sabung ayam ini selesai. "
Sura Kenceng tidak menjawab. Ia memang tidak dapat meneruskan perkelahian
seandainya lawannya itu menantangnya. Karena itu, ketika ia melihat lawannya bergeser
menjauhinya, maka iapun telah menarik nafas dalam-dalam.
Demikian Kerta Dangsa melangkah menjauhi lawannya, maka penjudi dadu yang
ditemuinya kemarin di Ganjur itu mendekatinya sambil berkata " kau memang kuat
seperti seekor orang hutan. "
- Kau mulai menghinaku" - bertanya Kerta Dangsa.
~ Tidak " jawab orang itu - aku berkata sebenarnya. - Terima kasih - berkata Kerta Dangsa sambil memandang berkeliling. Tiba-tiba saja ia
bertanya ~ Aku melihat kau berdiri bersama beberapa orang kawanmu. Atau barangkali
hanya sekedar berdiri bersama-sama menonton sabung ayam" "
- Mereka memang kawan-kawanku " jawab penjudi dadu itu.
- Dimana mereka sekarang" " bertanya Kerta Dangsa.
- Mereka menyiapkan sabung ayam itu. Marilah, aku ingin memperkenalkan kau kepada
mereka " berkata penjudi dadu itu.
Kerta Dangsa tidak menolak. Iapun mengajak dua orang yang disebutnya sebagai
kemanakannya itu mengikuti penjudi dadu menuju ke pendapa rumah yang cukup besar
dan berhalaman cukup luas itu.
Beberapa orangpun kemudian beringsut untuk memberi tempat kepada Kerta Dangsa
dan kedua orang kemanakannya itu.
Kaukah yang pernah menyelamatkan kawanku dari tangkapan prajurit sandi sampai
dua kali" - bertanya seorang yang bertubuh tinggi tegap, berkumis melintang dengan
tatapan mata yang tajam seperti tatapan mata burung hantu.
- Ya ~ jawab Kerta Dangsa ~ di Kotaraja dan di Ganjur. Hampir saja kawan-kawanmu
itu tertangkap dan sudah tentu uangnya akan dirampas. Untung bahwa aku dan kedua
kemanakanku ini sempat menolong mereka. Tanpa pertolongan kami, kawanmu itu
sekarang tentu tidak akan dapat hadir disini."
- Aku mengucapkan terima kasih - jawab orang berkumis melintang ~ tetapi kau
jangan menyombongkan diri dihadapanku. Aku akan menjadi muak. "
Kerta Dangsa mengerutkan keningnya. Dipandanginya orang-orang yang ada
disekitarnya satu persatu. Dua orang diantara mereka pernah dikenalnya selain penjudi
dadu itu. Keduanya adalah orang-orang yang melindungi penjudi dadu itu dipasar Ganjur.
" Nah ~ berkata orang berkumis melintang itu " aku mendengar dari kawanku ini,
bahwa kau ingin bergabung dengan kami. Tetapi tidak sebagai penjudi dadu. Tetapi lebih
dari itu. Merampok misalnya. Bukankah begitu" " Ya"jawab Kerta Dangsa tegas " aku ingin merampok, menyamun atau pekerjaan
serupa sebagaimana pernah aku lakukan. Tetapi sekarang, aku tidak mempunyai cukup
kawan untuk menyaingi kelompok-kelompok besar sebagaimana yang ada di Mataram ini.
Orang itu mengerutkan keningnya. Hampir diluar sadarnya ia berpaling kepada
seseorang sambil bertanya - Bagaimana pendapat Ki Rangga" Ki Ajar Gurawa yang menyebut dirinya Kerta Dangsa itu menjadi berdebar-debar.
Seorang diantara mereka disebut Ki Rangga. Meskipun ia tidak boleh dengan cepat
mengambil kesimpulan bahwa Rangga yang dimaksudkan adalah salah satu jenjang
kepangkatan. Mungkin memang nama orang itu Rangga sebagaimana pernah ada seorang
Pangeran bernama Rangga di Mataram yang dikenal dengan Raden Rangga.
Orang yang disebut Ki Rangga itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
berkata " Menilik kemampuannya, ia dapat menjadi seorang kawan yang berarti. Ia
memiliki keberanian. Mereka telah berani melawan para prajurit sandi untuk menolong
salah seorang diantara kita. Tetapi kita belum mengenal nama orang itu sepenuhnya. ~
" Baiklah " berkata orang berkumis melintang - jika demikian, maka kita akan melihat
bukan saja kemampuanmu, tetapi juga kesetiaanmu. Kau akan menerima tugas yang
berat. Jika kau berhasil, maka kau akan mendapat tempat yang baik diantara kami.
" Tugas, apa yang harus kami lakukan" " bertanya Kerta Dangsa.
" Kau harus menyingkirkan musuh utama kami " jawab orang berkumis melintang itu.
" Siapa" " bertanya Kerta Dangsa.
-- Ki Rangga Resapraja - jawab orang berkumis melintang itu. Kerta Dangsa termangumangu
sejenak. Katanya -- Aku belum mengenal orang yang bernama Ki Rangga Resapraja. " Kau dapat mencarinya. Kau mempunyai mulut untuk bertanya. Jika kau sudah
menemukannya, maka kau harus memasuki rumahnya dan membunuhnya. Jika kau
berhasil, maka kau akan dengan senang hati kami terima menjadi salah satu diantara
orang terpenting diantara kami - berkata orang berkumis melintang itu.
Kerta Dangsa mengangguk-angguk kecil. Ketika ia sempat memandang orang-orang
yang dipanggil Ki Rangga itu, nampak kerut di dahinya.
Namun Kerta Dangsa itupun kemudian berkala - Baik. Aku akan melakukannya. Berapa
hari waktu yang diberikan kepadaku"
~ Aku ingin membantumu sedikit. Waktu yang paling baik kau lakukan adalah besok
malam Pahing. Di malam Pahing rumahnya biasanya dilakukan upacara kecil-kecilan.
Karena Ki Rangga itu lahir pada hari Kamis Pahing. Pada hari itu, Ki Rangga biasanya ada
dirumah - berkata orang berkumis melintang.
" Apakah Ki Rangga Resapraja sering bepergian" - bertanya Kerta Dangsa.
" Ya. Hampir tidak pernah dirumah " jawab orang berkumis melintang itu. ,
" Baik. Sekarang hari Senin Wage. Besok Selasa Kliwon. Lalu Rabo Legi dan hari
berikutnya tepat hari Kamis Pahing. Ia tentu ada dirumahnya. Lakukan saat itu " berkata
orang berkumis melintang itu selanjutnya.
Kerta Dangsa mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya - Bagaimana jika hal itu
aku lakukan tidak dirumahnya. Di mana saja saat tidak lebih dari besok Kamis Pahing" ~
Wajah orang berkumis melintang itu tiba-tiba menjadi tegang. Namun kemudian
katanya - Aku nasehatkan agar hal itu tidak kau lakukan. Kau tidak akan mampu
melakukannya. Tetapi aku yakin bahwa kaulah yang akan mati terbunuh. Kelemahan Ki
Rangga satu-satunya adalah saat ia tidur. Ia memang tidak cepat tanggap dalam tidurnya.
Kau dapat masuk kebiliknya seperti kau akan mencuri. Kau dapat menusuknya selagi ia
masih tertidur nyenyak. "
- Bagaimana dengan Nyi Rangga" - bertanya Kerta Dangsa.
" Keduanya sering berselisih. Keduanya berada dibilik yang berbeda. Nah, ketahuilah,
bilik Ki Rangga adalah bilik yang khusus. Didinding biliknya tergantung beberapa jenis
senjata. Ada senjata yang sekedar sebagai hiasan, tetapi ada senjata yang benar- benar
dapat dipergunakan. Karena itu, demikian kau masuk, maka kau harus langsung
membunuhnya. Menusuk selagi ia masih terbujur dipembaringannya. - berkata orang
berkumis melintang itu. " Baik. Aku akan melakukannya. Pada malam Kamis Pahing, aku akan membunuh Ki
Rangga Resapraja. - berkata Kerta Dangsa. Namun ia masih bertanya " Tetapi apa salah
orang itu" " -- Kau tidak perlu tahu ~ jawab orang berkumis melintang " itu persoalan kami. Tetapi
barangkali sedikit kejelasan dapat kami berikan. Ia adalah termasuk salah satu diantra
orang-orang yang memburu kami seperti memburu kelinci. "
Kerta Dangsa mengangguk-angguk. Katanya ~ Apakah aku harus membawa
kepalanya" - - Tidak. Jika kau berhasil, maka seluruh kotaraja akan menjadi ribut. Kami akan segera
tahu, apakah kau berhasil atau tidak -berkata orang berkumis melintang itu.
Kerta Dangsa itupun kemudian berkata " Jika demikian, aku minta diri. Waktuku
tinggal sedikit. Aku harus mengenal orang yang harus aku bunuh, agar tidak keliru. Jika
terjadi kekeliruan, maka kerjaku sia-sia sementara korban telah jatuh. ~
- Terserah kepadamu. Tetapi masih ada beberapa hari lagi -berkata orang berkumis
melintang. Tetapi Kerta Dangsa tidak lagi memasuki lingkaran sabung ayam. Ia justru
meninggalkan halaman itu dan berjalan menyusuri jalan kota.
" Satu ujian yang berat " berkata Ki Ajar Gurawa"jika saja tidak membunuh orang.
- Apa yang akan guru lakukan" - bertanya muridnya yang tua.
- Aku harus berbicara dahulu dengan anggauta-anggauta Gajah Liwung - jawab Ki Ajar
Gurawa - mungkin ada diantara mereka yang sudah mengenal Ki Rangga Resapradja. ~
Kedua muridnya mengangguk-angguk. Namun yang mudapun kemudian bertanya "
Kita akan kemana sekarang" ~
- Pulang ke Sumpyuh dan tidur - jawab Ki Ajar - mudah-mudahan aku bermimpi baik.
Kedua muridnya yang sudah mengenal sifat-sifat gurunya itu tahu benar. Jika gurunya
sudah berniat untuk tidur saja itu berarti Ki Ajar Gurawa itu benar-benar bingung.
Karena itu, maka kedua muridnya mengikut saja langkah gurunya. Sedikit berputarputar
namun kemudian meninggalkan kota.-Ki Ajar dengan sengaja telah mencari jalan
lain sehingga tidak akan berpapasan dengan Ki Jayaraga.
- Mudah-mudahan Ki Jayaraga mendapat jalan yang lebih baik untuk menemukan orang yang sedang kita cari " berkata K i Ajar Gurawa.
Ketika Ki Ajar dan kedua orang muridnya sampai disarang mereka, maka rumah itu
masih sepi. Tetapi Suratama dan Naratama yang menunggui rumah itupun kemudian telah
menemui Ki Ajar Gurawa dan menanyakan hasil perjalanannya.
- Ternyata lingkaran yang memagari kelompok mereka sulit ditembus ~ berkata Ki Ajar
Gurawa yang kemudian dengan singkat menceriterakan syarat yang harus dipenuhinya.
- Apakah kalian mengenal Ki Rangga Resapraja" ~ bertanya Ki Ajar.
Tetapi baik Suratama maupun Naratama belum pernah mengenal orang yang bernama
Resapraja itu. - Entahlah Sabungsari dan Glagah Putih - jawab Naratama. Ki Ajar menganggukangguk.
Ia memang harus menunggu semua anggauta Gajah Liwung berkumpul.
Hari itu rasa-rasanya berjalan dengan lamban. Namun akhirnya satu demi satu
anggauta Gajah Liwungpun telah berkumpul. Ternyata tidak seorangpun yang berhasil
memancing hubungan dengan orang-orang yang mereka cari. Hubungan yang lunak
maupun hubungan yang keras.
~ Baru setelah semuanya mandi dan siap untuk makan malam, Ki Ajarpun mulai
menceriterakan hasil usahanya mencari hubungan dengan orang-orang yang mungkin
akan dapat membawa mereka pada orang-orang yang untuk beberapa lama telah
menghantui dan membuat Mataram menjadi resah dan gelisah.
" Nah " berkata Ki Ajar Gurawa " aku mengalami kesulitan justru karena aku harus
membunuh seseorang. ~ Para anggauta Gajah Liwung itupun menjadi termangu-mangu. Termasuk Ki Jayaraga.
Dalam pada itu, selagi para anggauta Gajah Liwung itu kebingungan mencari jalan
keluar, maka Ki Jayaragapun berkata " Sebaiknya kalian berusaha untuk bertemu dengan
Ki Wirayuda. Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya dengan nada dalam " Aku sependapat. Aku
kira dari Ki Wirayuda kita akan mendapat beberapa keterangan dan petunjuk. "
Malam itu juga Sabungsari, Glagah Putih dan Ki Ajar Gurawa telah memutuskan untuk
pergi bertiga menemui Ki Wirayuda. Justru malam hari. Agaknya tidak akan banyak orang
yang melihatnya. Bahkan mereka disaat memasuki halaman rumah Ki Wirayuda berusaha
untuk tidak dilihat oleh seorangpun.
Ketiga orang yang berilmu tinggi itu dengan hati-hati telah menempuh perjalanan ke
Mataram. Perjalanan yang memang agak panjang. Namun mereka sengaja tidak
membawa kuda mereka langsung kerumah Ki Wirayuda. Tetapi mereka telah pergi ke
rumah Ki Lurah Branjangan. Justru karena Ki Lurah tidak ada dirumah, maka agaknya
tidak ada orang yang mengawasi rumahnya itu.
Kepada orang yang menunggui rumah itu, Glagah Putih, yang sudah dikenal oleh
penghuni rumah itu, telah menitipkan kudanya dan kuda yang lain.
" Besok kami akan mengambilnya " berkata Glagah Putih " tetapi hati-hati. Biar
kuda-kuda kami berada di halaman belakang.
Yang menunggu rumah Ki Lurah itupun tanggap. Karena itu, maka sambil
mengangguk-angguk ia menjawab " Baiklah anak muda. Kudamu -akan berada
dibelakang. " Dari rumah Ki Lurah Branjangan, maka ketiga orang itupun langsung menuju ke rumah
Ki Wirayuda dengan satu keyakinan, bahwa tidak seorangpun yang melihat perjalanan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka. Ki Wirayuda memang terkejut. Mereka sampai ke rumah Ki Wirayuda sudah jauh
malam. Namun Ki Wirayuda tidak menolak kedatangan mereka, karena ia sadar, bahwa
tentu ada yang penting yang akan dibicarakan.
Ketika Sabungsari memperkenalkan Ki Ajar Gurawa, ternyata Ki Wirayuda sudah
mengetahuinya langsung dari Ki Patih Mandaraka, bahwa ia merupakan anggauta baru
dari kelompok Gajah Liwung bersama dengan dua orang muridnya.
Dalam pada itu, dengan singkat Ki Ajar Gurawapun telah menceriterakan semua usaha
yang pernah dilakukan untuk merintis jalan memasuki kelompok yang sedang dicari oleh
kelompok Gajah Liwung dan para prajurit sandi Mataram. Sampai pada saat terakhir, Ki
Ajar Gurawa telah diuji, apakah ia mampu membunuh seorang Rangga yang bernama Ki
Rangga Resapraja. Ki Wirayuda mendengarkan keterangan Ki Ajar Gurawa dengan sungguh-sungguh.
Ketika ia mendengar nama Resapraja, maka keningnya telah berkerut.
--Kenapa Resapraja" " bertanya Ki Wirayuda.
Ki Ajarpun kemudian menceriterakan pembicaraannya dengan orang berkumis
melintang dan seorang yang disebut Ki Rangga oleh orang berkumis itu.
" Kita sedang mengawasi orang yang bernama Ki Rangga Resapraja itu " berkata Ki
Wirayuda " orang itu telah melakukan tindakan-tindakan yang kadang-kadang kurang
dimengerti oleh kawan-kawannya terdekat. Hal itu telah sampai ketelinga prajurit sandi.
Namun demikian, karena hal ini penting, maka aku ingin berbicara langsung dengan Ki
Patih Mandaraka. ~ Ketiga orang yang menemuinya itu termangu-mangu. Namun Ki Wirayuda itu berkala Kalian tunggu aku disini. " Malam itu juga Ki Wirayuda telah pergi menghadap Ki Patih Mandaraka untuk
berbicara tentang Ki Rangga Resapraja. Iapun telah menirukan segala keterangan yang
telah diberikan oleh Ki Ajar Gurawa.
Ki Patih Mandaraka yang masih saja mengusap matanya mengangguk-angguk kecil,
sehingga beberapa kali Ki Wirayuda harus mohon maaf, bahwa ia telah mengganggu.
- Tidak. Aku tidak merasa terganggu oleh kedatanganmu. Aku justru merasa terganggu
oleh kantukku. " jawab Ki Patih.
Ki Wirayuda sempat juga tersenyum, betapapun hatinya ditegangkan oleh persoalan
yang dihadapinya. Yang menarik perhatian Ki Patih adalah justru beberapa petunjuk yang diberikan oleh
orang berkumis melintang itu, sehingga waktu seakan-akan telah ditetapkan, besok
malam Kamis Pahing. Apalagi orang itu berkeberatan, langsung atau tidak, pembunuhan
itu dilakukan diluar rumahnya.
Rangga Resapraja memang seorang yang berilmu tinggi menurut penilaian Ki Patih dan
Ki Wirayuda. Tetapi Ki Ajar Gurawa-pun seorang yang memiliki kelebihan.
Namun tiba-tiba Ki Patih berkata " Aku setuju Ki Ajar Gurawa melakukan perintah itu. Ki Wirayuda mengangguk-anggauk. Ia mengerti maksud Ki Patih sehingga karena itu
maka katanya " Baiklah. Aku akan mengatakannya kepada Ki Ajar Gurawa. Iapun tentu
akan tanggap. Apalagi aku mengatakan kepadanya bahwa Ki Rangga Resapraja sedang
dalam pengawasan " " Kau katakan, bahwa ia mempunyai banyak hubungan dengan orang Pati karena ia
memang berasal dari Pati" " bertanya Ki Patih.
Ki Wirayuda menggeleng " Aku ragu untuk mengatakannya.
Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk. Katanya - Sebenarnya persoalannya bukan
karena ia berasal dari mana. Orang-orang Mataram dapat saja melakukan kesalahan
terhadap Mataram. Yang penting adalah pribadi-pribadi itu sendiri. Namun ternyata Ki
Rangga Resapraja mungkin melakukan kesalahan itu. Orang-orang yang ingin
mengganggu ketenangan Mataram itu mempunyai peluang untuk menghubunginya
karena alasan yang tidak kita ketahui. "
Ki Wirayuda yang tanggap akan sikap Ki Patih itupun segera minta diri. Ia ingin dengan
segera memberikan jawaban kepada Sabungsari, Glagah Putih dan Ki Ajar Gurawa
sebelum fajar. Ketika Ki Ajar Gurawa mendengar jawaban Ki Patih lewat Ki Wirayuda, ia masih tetap
ragu-ragu. Dengan bimbang ia bertanya -Tetapi bukankah semuanya itu baru dugaan" ~
" Ya. Pergilah kepada korbanmu itu. Bukankah Ki Ajar memiliki kemampuan untuk
melihat, apakah yang Ki Ajar hadapi di-pembaringan Ki Rangga itu. " berkata Ki
Wirayuda. Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Sementara itu Sabungsari dan Glagah Putihpun
mengerti tugas yang harus dilakukan oleh Ki Ajar Gurawa.
Malam itu, di dinihari ketiganya telah meninggalkan rumah Ki Wirayuda. Mereka
mengambil kuda dirumah Ki Lurah Branjangan dan sebelum matahari terbit, mereka telah
berpacu meninggalkan Kotaraja. Mereka dengan sengaja telah mengambil jalan yang tidak
seharusnya mereka lalui. Sedikit berputar sehingga menjadi lebih jauh.
Tugas Ki Ajar untuk melakukan ujian kesetiaan iiu memang berat. Menjelang
menyelesaikan ujiannya, Ki.Ajar tidak pernah pergi ke mana-mana. Ia tidak ingin dilihat
orang yang mungkin sengaja mengamatinya. Apalagi berada diantara kelompok Gajah
Liwung. Dihari berikutnya Ki Ajar Gurawa telah bersiap-siap. Dari Rumeksa yang mengambil alih
tugas Ki Ajar meneliti rumah Ki Rangga Resapraja, Ki Ajar itu mendapat beberapa
keterangan tentang rumah itu.
- Aku mendapat petunjuk dari Ki Wirayuda - berkata Rumeksa.
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Ia harus memperhatikan petunjuk itu baik-baik,
sehingga ia akan sampai kelongkangan kanan. Bilik Ki Rangga ada disebelah kanan. Dari
longkangan bilik itu hanya dibatasi dinding papan.
- Jalan yang paling baik agaknya memasuki rumah itu lewat bagian yang paling lemah
dari rumah itu. Baru setelah berada didalam kau cari bilik yang harus kau amati lebih
dahulu dari longkangan sebelah kanan itu. - berkata Rumeksa.
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Namun Ki Ajar itupun mengerti bahwa dihari
malam Kamis Pahing, dirumah itu akan diselenggarakan upacara kecil-kecilan
memperingati hari lahir Ki Rangga Resapraja.
Demikianlah, pada hari yang sudah ditentukan, Ki Ajar telah meninggalkan sarang
kelompok Gajah Liwung itu untuk melakukan ujiannya. Ia sengaja tidak membawa kawan
yang lain kecuali kedua orang muridnya, karena kedua orang muridnya itu telah dikenal
oleh orang-orang yang menguji kesetiaannya itu sebagai kemanakannya yang selalu
bersamanya. - Apakah aku boleh mengamati dari kejauhan" bertanya Sabungsari.
- Jangan - berkata Ki Ajar Gurawa " jikia hal ini diketahui, maka persoalannya akan
menjadi berbeda. Seakan-akan aku telah membawa orang lain untuk mencampuri
persoalan ini. Apalagi jika mereka mengira kalian adalah prajurit sandi Mataram. Sabungsari mengangguk-angguk. Meskipun ia menjadi agak cemas, namun ia harus
percaya kepada langkah yang diambil oleh Ki Ajar Gurawa. Apalagi karena Ki Ajar sudah
dikenal dengan baik oleh Ki Patih Mandaraka.
Malam itu, Ki Ajar dan kedua orang muridnya telah menyusup kedalam kota. Yang
mereka lakukan mula-mula adalah menemukan rumah itu. Namun pekerjaan itu sama
sekali bukan pekerjaan yang sulit bagi Ki Ajar. Dengan sangat berhati-hati ia melihat
keadaan rumah itu. Dari dinding halaman dibelakang, ketiganya telah meloncat masuk.
Justru pada saat dirumah itu sedang dilakukan upacara kecil-kecilan seperti yang
dikatakan oleh orang berkumis melintang itu.
Ki Ajar mendekati rumah itu justru dari halaman belakang. Ketika Ki Ajar mendengar
senggot timba berderit, maka mereka tahu bahwa upacara nampaknya sudah selesai.
Beberapa orang pembantu dirumah itu sudah mulai mencuci mangkuk didekat sumur.
Apalagi ketika mereka kemudian melihat cahaya lampu minyak didekat sumur itu.
Seperti petunjuk Rumeksa, maka Ki Ajar berusaha untuk sampai ke longkangan sebelah
kanan. Ternyata longkangan itu memang sudah menjadi sepi. Tetapi masih terdengar dari
longkangan itu suara orang-orang yang tertawa di pringgitan.
Agaknya beberapa orang tamu yang masih mempunyai hubungan dekat telah minta
diri. Tidak terlalu banyak. Hanya beberapa orang saja dengan keluarga masing-masing.
Nampaknya merekapun tinggal tidak terlalu jauh dari rumah, itu, karena diantara mereka
terdengar suara anak-anak. Sementara itu, mereka tidak terasa bergegas meskipun
malam menjadi sumakin dalam.
Seperti dikatakan oleh Rumeksa, maka didinding yang menghadap ke longkangan
sebelah kanan terdapat sebuah lubang memanjang. Lubang yang terjadi karena pengeret
dan suudiik pada bagian atas dinding itu tidak saling melekat. Jarak antara pengeret dan
sunduk itulah yang dapat dipergunakan untuk melihat kebelakang dinding itu meskipun
tidak sepenuhnya nampak. Dengan penalaran dan kemampuannya, maka Ki Ajar Gurawa akhirnya mendapatkan
satu kesimpulan bahwa dibelakang dinding itu adalah bilik yang dipergunakan oleh Ki
Rangga Resapraja, karena didalam bilik itu terdapat beberapa benda khusus yang
merupakan ciri dari bilik Ki Rangga itu. Beberapa jenis senjata melekat didinding bilik itu.
Ternyata Ki Ajar tidak menunggu sampai rumah itu menjadi benar-benar sepi. Ki Ajar
bahkan ingin mempergunakan kesempatan selagi pintu-pintu rumah masih belum tertutup
rapat. Dengan kemampuannya yang tinggi, maka Ki Ajarpun telah menyelinap lewat sebuah
pintu yang masih terbuka, meskipun Ki Ajar ternyata telah masuk ke serambi kanan yang
agak gelap, yang agaknya malam itu tidak dipergunakan.
Dengan cepat Ki Ajar telah berada di kolong sebuah amben bambu yang tidak terlalu
besar. Tikar pandan putih yang dibentangkan diatas amben bambu itu tergerai menutup
sebagian dari kolong itu.
Namun beberapa saat kemudian, ketika segalanya telah selesai, maka pintu-pintupun
telah ditutup dan diselarak. Sebuah lampu kecil justru telah dipasang diserambi yang
semula gelap itu. Beberapa peralatan yang dipergunakan dalam upacara kecil itu telah
dibenahi dan yang telah dicuci bersih telah diletakkan diserambi itu.
Demikianlah, maka Ki Ajar Gurawa yang ada dibawah kolong amben itu menunggu
sehingga keadaan menjadi semakin sepi. Lewat tengah malam, maka seakan-akan seisi
rumah itu telah tertidur nyenyak.
Namun demikian Ki Ajar Gurawa tidak tergesa-gesa. Ia masih. menunggu beberapa
saat. Baru kemudian, ketika ia sudah yakin bahwa seisi rumah itu telah beristirahat, maka
Ki Ajarpun mulai bergerak.
Melihat bentuk dan pembagian ruangan di rumah itu, Ki Ajar segera mengetahui
kemana ia harus pergi. Menurut pengamatannya rumah itu adalah sebagaimana rumah
orang-orang berada pada umumnya, sehingga ruangan-ruangan yang adapun tidak jauh
berbeda dengan rumah-rumah yang pernah dikenalnya.
Dengan demikian, maka Ki Ajarpun tidak terlalu sulit untuk menemukan bilik Ki Rangga
yang telah dilihatnya dari long-kangan.
Ketika Ki Rangga memasuki ruangan dalam, maka lampupun telah menjadi redup.
Tempat yang nampaknya dipergunakan untuk melakukan upacara kecil-kecilan itu sudah
dibersinkan dan dibenahi lagi.
Dengan cepat Ki Ajar tahu, kebilik yang mana ia harus masuk.
Namun, demikian ia berada di dekat-pintu bilik itu, maka ia justru telah tertarik pada
bilik disebelahnya. Dengan sangat berhati-hati ia bergeser dan melekat pada pintu dibilik sebelah.
Ki Ajar tersenyum. Dengan kemampuannya ia dapat menangkap apa yang kira-kira
akan terjadi setelah ia melakukan tugasnya.
Sejenak kemudian Ki Ajar telah kembali kepintu semula. Ketika ia dengan perlahanlahan
sekali menyentuh pintu iiu, maka iapun segera mengetahui bahwa pintu itu tidak
diselarak dari dalam. Ki Ajar termangu-mangu sejenak.
Namun tiba-tiba saja terdengar suara batuk dibilik yang lain lagi. Suara seorang
perempuan. Agaknya bilik itu adalah bilik yang dipergunakan oleh Nyi Rangga yang
dikatakan sering sekali berselisih dengan Ki Rangga sehingga Nyi Rangga itu telah
mempergunakan bilik yang lain dari bilik Ki Rangga.Dengan cepat Ki Ajar telah mencari tempat untuk bersembunyi ketika ia mendengar
desir gesekan kaki. Sejenak kemudian pintu bilik yang lain itu telah terbuka. Seorang
perempuan telah keluar dari bilik itu.
Ki Ajar harus bersembunyi lagi dikolong amben yang terdapat diruangan dalam. Amben
yang agak lebih besar dari amben di serambi.
Rasa-rasanya udara dibawah amben itu sangat pengab. Sarang laba-laba bertebaran
dan nyamukpun berterbangan disekitar telinga Ki Ajar,
Ternyata perempuan itu telah pergi ke sebuah geledeg kayu untuk mengambil
semangkuk air. Agaknya malam memang terasa panas sehingga Nyi Rangga menjadi kehausan.
Baru setelah Nyi Rangga kembali ke biliknya serta pintu telah tertutup kembali dan
diselarak dari dalam, Ki Ajar telah keluar dari kolong amben bambu itu.
Sekali lagi Ki Ajar pergi ke pintu bilik yang diduganya merupakan bilik Ki Rangga
Resapraja. Periahan-lahan sekali ia mendorong pintu sehingga terbuka sedikit.
Dari celah-celah pintu ia melihat Ki Rangga terbujur diam diatas pembaringan kayu. Di
dinding diatas pembaringan itu tergantung sebatang tombak dan sehelai pedang.
Ki Ajar Gurawa adalah seorang yang berilmu sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari yang
diduga oleh orang berkumis melintang, yang telah mengujinya untuk membunuh Ki
Rangga Resapraja. Karena itu, demikian Ki Rangga itu menyadari bahwa pintu tidak
diselarak dari dalam, serta sesosok tubuh yang berselimut rapat dalam keremangan
cahaya lampu minyak itu seakan-akan membelakangi pintu, maka Ki Ajar Gurawa segera
tanggap, apa yang sebenarnya dihadapi.
Karena itu, maka tanpa ragu-ragu lagi Ki Ajarpun segera bergeser masuk, Dengan
sengaja iapun telah meloncat sambil menggeram keras. Sementara tangannya yang
memegang sebilah pisau belati terangkat dan terayun dengan derasnya mengarah ke
lambung sosok yang terbaring itu.
" Mati kau " geram Ki Ajar Gurawa. Beberapa kali ia mengangkat pisaunya dan
menghunjamkannya ke sosok yang terbaring itu.
Namun sosok itu sama sekali tidak bergerak. Yang kemudian terjadi adalah bagian dari
dinding bilik itu telah bergerak. Kemudian sebuah pintu rahasia telah terbuka.
Sambil membawa lampu minyak yang lebih terang, orang berkumis tebal itu melangkah
masuk diiringi oleh orang yang dipanggil Ki Rangga dan yang seorang lagi adalah Ki
Rangga Resapraja sendiri.
Ki Ajar Gurawa sendiri sebenarnya sama sekali tidak terkejut. Namun ia berpura-pura
terkejut. Dengan tangkasnya ia meloncat menggapai pedang yang tersangkut didinding
Pasukan Alis Kuning 2 Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian 3 Kehidupan 3 Dunia 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama