11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 24
Namun ketika kemudian dengan sengaja Truna Patrap memancing serangan dengan
membuka pertahanannya lagi, tiba-tiba saja Kerta Dangsa itu meloncat begitu-cepatnya
sambil menjulurkan tangannya. Tetapi serangan itu bukannya serangan yang sungguhsungguh.
Dengan jari telunjuknya, Kerta Dangsa telah menyentuh dahi Truna Patrap
sambil berteriak - Satu. "
Truna Patrap benar-benar terkejut. Sentuhan itu sama sekali tidak menyakiti wadagnya.
Tetapi hatinyalah yang terasa sakit sekali. Sentuhan itu benar-benar satu penghinaan
baginya. Apalagi selagi Truna Patrap itu mengumpat-umpat didalan hatinya. Kerta Dangsa sekali
lagi menyentuh tubuhnya. Truna Patrap terkejut ketika ia mendengar Ki Rangga justru tertawa sambil berkata Nah, kau lihat, Kerta Dangsa benar-benar sedang bermain-main. " Licik sekali " geram Truna Patrap.
" Kertapa" ~ bertanya Dipacala yang sebenarnya mengerti bahwa Truna Patrap sangat
merendahkan lawannya yang sudah nampak menjelang hari-hari tuanya.
" Setan kau Dipacala " geram Truna Patrap " orang itu memanfaatkan saat-saat aku
lengah. - " Jika kau lengah, apakah lawanmu yang salah" " bertanya Ki Rangga Ranawandawa.
Truna Patrap tidak menjawab. Namun dengan demikian iapun menjadi semakin benci
kepada orang tua yang menyebut dirinya bernama Kerta Dangsa itu.
Tetapi Truna Patrap tidak lagi berani meremehkan Kerta Dangsa yang telah dua kali
menyentuh tubuhnya. Bahkan sekali jari-jari orang itu telah menyentuh dahinya, yang
dianggapnya benar-benar satu penghinaan. Sedang sentuhan kedua dilakukan oleh Kerta
Dangsa dengan telapak tangannya pada lambung Truna Patrap.
Wirog yang berdiri dekat kedua murid Ki Ajar yang diaku sebagai kemanakannya itu
berdesis " Pamanmu belum mengenal Truna Patrap. Seharusnya kesempatan pertama itu
dipergunakan sebaik-baiknya. Kerta Dangsa seharusnya memukul kepala Truna Patrap itu
dengan sungguh-sungguh, sehingga ia menjadi pening. Setidak-tidaknya akan sedikit
mengurangi kegarangannya kemudian. Tetapi sentuhan itu justru akan menjadi lidah api
yang menyulut kemarahannya dan membuatnya seperti seekor harimau terluka. " Mudah-mudahan paman masih dapat mengatasinya. Pengalaman paman cukup luas
dan panjang. Paman telah mengembara dari ujung pesisir Timur sampai ujung pesisir
Barat menyusuri pesisir Utara dan kemudian pesisir Selatan " berkata murid Ki Ajar "
paman tentu pernah menjumpai orang seperti Truna Patrap itu. "
" Tetapi Truna Patrap ini benar-benar orang tidak berjantung. Jika kemarin dalam
perampokan itu Truna Patrap ikut serta, mungkin saudagar itu tidak akan bertahan hidup
karena ia telah menyembunyikan seluruh keluarganya. Truna Patrap lebih senang
menakut-nakuti perempuan dan keluarga korbannya. Bahkan kadang-kadang Truna
Patrap bertingkah aneh terhadap perempuan-perempuan. Untung ia sering didampingi
Dipacala yang selalu mencegah tingkah lakunya yang sangat tidak pantas yang akan
dapat membakar kemarahan para petugas sandi dan seluruh rakyat Mataram, sehingga
dengan demikian maka mereka akan mempersulit tugas-tugas kita. Apalagi apabila
seluruh rakyat bangkit melawan kami. Sampai saat ini, yang kita lakukan masih terbatas
pada orang-orang yang sangat kaya sehingga tidak langsung menyinggung perasaan
orang-orang kebanyakan di Kotaraja itu. Mereka masih menahan diri untuk melibatkan diri
langsung melawan perampok-perampok yang memiliki kemampuan yang sangat besar
seperti gerombolan kita ini. Kedua murid Ki Ajar itu termangu-mangu. Namun keterangan Wirog itu sangat menarik
perhatian mereka, seakan-akan dalam gerombolan itu terhadap dua warna yang sangat
menyolok perbedaannya. Yang sebagian dibawah pengaruh Dipacala dan yang lain
dibawah pengaruh Truna Patrap.
Dalam pada itu, nampaknya Truna Patrap tidak berani lagi bermain-main menghadapi
Kerta Dangsa yang dianggapnya sudah mendekati masa tuanya. Namun untuk selanjutnya
Truna Patrap masih harus meyakinkan dirinya, bahwa orang tua itu memiliki kemampuan
yang cukup tinggi untuk melawannya.
Serangan-serangan Truna Pairap yang datang, kemudian memang sangat
mendebarkan. Wirog kadang-kadang berdesah melihat Truna Patrap meloncat menyambar
lawannya dengan kakinya yang berputar mendatar. Tetapi kaki itu sama sekali tidak
mampu menyentuh tubuh Kerta Dangsa.
Untuk beberapa saai Kerta Dangsalah yang, justru hanya ber-loncatan menghindar.
Ketika serangan serangan Truna Patrap menjadi demikian gencar, maka Kerta Dangsa
mulai berloncatan surut. Kedua murid Ki Ajar Gurawa yang tahu pasti tataran kemampuan gurunya justru
menarik nafas dalam-dalam. Mereka dapat mengukur seberapa tinggi kemampuan Truna
Patrap. Kemampuannya memang cukup dibanggakan sebagai seorang perampok yang
garang meskipun ujudnya sendiri tidak segarang tingkah lakunya.
- Aku mencemaskan pamanmu " desis Wirog kemudian -jika pada suatu saat
pamanmu tidak mampu lagi melawan, maka datanglah kiamat baginya. Orang seperti
Truna Patrap tidak akan bekerja setengah-setengah, apalagi pamanmu telah dianggap
menghinanya. " ~ Kedua murid Ki Ajar sama sekali tidak menjawab. Sementara itu mereka seakan-akan
tidak berkedip menyaksikan Ki Ajar Gurawa bertempur melawan Truna Patrap yang
semakin lama menjadi semakin keras dan kasar.
Tetapi Kerta Dangsapun tidak kalah karenanya. Jika, Truna Patrap mengumpat, Kerta
Dangsapun mengumpat pula. Namun-satu hal yang masih dilakukan oleh Kerta Dangsa. ia
lebih banyak menghindar daripada menyerang.
Semakin lama pertempuran itupun menjadi semakin sengit. Sekali-sekali saja Kerta
Dangsa menyerang. Namun ia terlalu tangkas untuk dapat dikenai serangan Truna Patrap.
Sekali-sekali serangan Truna Patrap memang dapat menyentuh tubuh Kerta Dangsa.
Tetapi sentuhan yang lidak berarti, sehingga Kerta Dangsa sama sekali tidak merasa
kesakitan. Sedangkan Kerta Dangsa yang tidak banyak menyerang itu, justru telah
berhasil mengenai tubuh Truna Patrap meskipun tidak berbahaya sekali.
Dipacala dan Ki Rangga Ranawandawa memperhatikan pertempuran itu dengan
seksama. Mereka memang ingin melihat ciri-ciri unsur gerak Kerta Dangsa. Barangkali
mereka dapat mengetahui dari aliran yang manakah yang dianutnya.
Namun nampaknya Kerta Dangsa bertempur tanpa landasan ilmu tertentu. Nampaknya
hanya karena pengalamannya yang luas, sajalah maka Kerta Dangsa dapat mencapai
tatarannya yang sekarang. Tetapi justru karena tidak ada landasan ilmu yang mapan itulah,
ilmu Kerta Dangsa menjadi sulit diperhitungkan. Kadang-kadang yang dilakukan Kerta
Dangsa adalah yang tidak diduga sama sekali, yang orang lain tidak akan melakukannya.
Meskipun demikian, Truna Patrap tidak segera dapat menguasainya. Beberapa kali
Truna Patrap justru kehilangan lawannya yang bergerak dengan cepat. Kadang-kadang
Kerta Dangsa itu dengan tiba-tiba saja berada di tempat yang tidak diduga sama sekali.
Namun dengan demikian Truna Patrap menjadi semakin marah. Dikerahkannya
segenap kemampuannya. Ia sudah terlanjur turun ke arena, sehingga ia harus mampu
mengalahkan lawannya. Bahkan lawannya itu harus tidak dapat bangkit lagi. Jika ia
kemudian mati, itu bukan salah Truna Patrap.
Tetapi orang yang sudah mendekati hari tuanya itu ternyata cukup liat. Justru Truna
Patrap mulai menghadapi kesulitan ketika Kerta Dangsa semakin sering menyerangnya.
Pertahanan Truna Patrap yang terlalu percaya kepada dirinya sendiri itu menjadi sering
terbuka dituar sadarnya. Sementara Kerta Dangsa telah memanfaatkannya dengan sebaikbaiknya.
Bahkan Truna Patrap seakan-akan telah terdorong beberapa langkah surut ketika kaki
Kerta Dangsa mengenai lambung. Cukup keras.
Dengan lantang pula Truna Patrap itu mengumpat. Tetapi Kerta Dangsa
mengumpatinya pula lebih panjang lagi.
Ternyata kemudian, bagaimanapun juga Truna Patrap mengerahkan kemampuannya,
namun ia tidak dapat mendesak Kerta Dangsa yang tidak kalah garangnya. Sehingga
dengan demikian maka pertempuran itupun menjadi semakin garang dan semakin kasar.
Sebenarnyalah bahwa Truna Patrap bukan lawan Ki Ajar Gurawa. Jika Ki Ajar
menghendaki, maka ia akan dapat dengan cepat menghentikan perlawanan Truna Patrap.
Namun jika ia berbuat demikian, maka akan dapat timbul kecurigaan atas Ki Ajar Gurawa.
Karena itu, maka Ki Ajar Gurawa sebagai Kerta Dangsa telah membuat perkelahian itu
menjadi seakan-akan seimbang. Meskipun ada juga selisihnya, tetapi tidak akan menarik
banyak perhatian. Demikianlah perkelahian itu masih berlangsung terus. Truna Patrap benar-benar
menjadi sangat marah. Tetapi ia tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa ia tidak
mampu mengalahkan orang yang dianggapnya sudah terlalu tua untuk ikut serta dalam
gerombolan mereka. Tetapi orang yang dianggapnya terlalu tua itu ternyata memiliki
pengalaman yang sangat luas sehingga apapun yang dilakukannya, orang itu seakan-akan
berhasil mengatasinya. Wirog yang berdiri didekat murid-murid Ki Ajar itu berdesis - Pamanmu memang gila. la
sudah tua, tetapi tubuhnya masih juga liat seperti itu. Jika demikian maka agaknya ia akan
mampu bertahan. Setidak-tidaknya ia akan dapat menyelamatkan dirinya sampai pada
akhir perkelahian itu. "
Kedua murid Ki Ajar mengangguk-angguk Yang tertua diantara mereka berkata "
Paman akan dapat memenangkan perkelahian itu. Aku yakin. Pengalamannya tentu lebih
banyak dari Truna Patrap yang lebih muda. ~
- Tetapi tenaga Truna Patrap masih lebih segar daripada pamanmu - desis Wirog.
- Belum tentu. Disamping pengalamannya paman memiliki tenaga lebih segar dari
orang-orang muda " jawab muridnya yang tua itu.
Wirog tertawa. Katanya -- Mudah-mudahan. Jika ia tidak mampu bertahan, maka
habislah segala-galanya. Mungkin kaupun akan dihabisinya. "
Kedua murid Ki Ajar itu mengangguk-angguk. Namun mereka melihat bahwa tenaga
Truna Patrap itu mulai menurun.
Hal itu juga dilihat oleh Dipacala dan Ki Rangga Ranawandawa. Mereka melihat, bahwa
Truna Patrap telah mulai menjadi letih, sementara Kerta Dangsa masih kelihatan segar
sebagaimana ia mulai dengan pertempuran itu.
Hampir berbisik Ki Rangga berkata kepada Dipacala -- Truna Patrap terlalu
merendahkan orang tua itu Ia telah mengerahkan tenaganya saat mereka baru mulai.
Agaknya Truna Patrap akan menunjukkan bahwa dalam saat yang terhitung, pendek ia
sudah dapat melumpuhkan lawannya yang tua itu. Dipacala mengangguk-angguk. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Truna Patrap
yang mulai menjadi letih, harus berhadapan dengan Kerta Dangsa yang masih segar.
Meskipun Kerta Dangsa bertempur dengan cara yang tidak menentu, berkat
pengalamannya, maka iapun lambat laun justru dapat menguasai lawannya yang mulai
letih. Namun Ki Ajar Gurawa tidak mau menanam dendam dihati Truna Patrap. Jika orang itu
mendendamnya, maka ia tentu akan mencari-cari kesalahannya. Bahkan mungkin akan
dapat menjadi hambatan yang menggagalkan usahanya untuk mengetahui rahasia
gerombolan yang besar yang tiba-tiba saja telah berada di Mataram itu.
Karena itu, justru pada saat-saat yang menentukan itu, Kerta Dangsa tidak
mempergunakan kesempatan sebaik-baiknya. Tiba-tiba saja kekuatannyapun ikut menjadi
susut. Beberapa kali Kerta Dangsa menyia-nyiakan kesempatan yang sebenarnya dapat
menghabisi perlawanan Truna Patrap.
Dipacala tersenyum melihat keadaan Kerta Dangsa. Apalagi disaat-saat nafas Kerta
Dangsa mulai tersengal-sengal sebagaimana Truna Patrap.
Tanggapan Ki Rangga Ranawandawa justru menjadi semakin baik buat Kerta Dangsa.
Dengan demikian, meskipun Kerta Dangsa juga menjadi kelelahan, namun
kemampuannya dapat dinilai seimbang dengan Truna Patrap.
Dituar perhitungan Kerta Dangsa, bahwa ia tidak semata-mata mengalahkan Truna
Patrap, ia tidak menyinggung pula harga diri Dipacala. Karena Truna Patrap dianggap
setingkat dengan Dipacala, maka apabila Kerta Dangsa mengalahkannya, berarti ia dapat
mengalahkan Dipacala pula.
Tetapi ternyata Kerta Dangsa tidak mengalahkan Truna Patrap. Disaat-saat terakhir
keduanya seakan-akan telah kehabisan nafas. Saat-saat Truna Patrap terduduk karena
letih, maka Kerta Dangsapun terhuyung-huyung kehilangan keseimbangan.
- Cukup " berkata Ki Rangga Ranawandawa " aku telah mendapat satu tenaga baru
yang akan dapat ikut memimpin tugas kita selanjutnya. ~
- Tugas apa" - bertanya Truna Patrap sambil terengah-engah.
- Kita akan berbicara besok " berkata Ki Rangga kemudian ~ kali ini kita benar-benar
akan mengemban tugas yang sangat besar. Tugas yang tidak dapat dilakukan dengan
begitu saja sebagaimana tugas-tugas kita kemarin. Jika kita melakukannya, maka
sebenarnya selain untuk mengumpulkan dana bagi tugas-tugas besar kita, maka juga
merupakan latihan bagi setiap orang yang akan memegang peranan dalam tugas besar
kita. Terutama orang-orang yang akan dibebani tanggung jawab.
Ki Ajar Gurawa memang menjadi berdebar-debar. Meskipun yang lainpun juga
berdebar-debar, tetapi persoalan yang timbul di-dalam diri mereka adalah berbeda.
Ki Ranggapun kemudian telah memerintahkan orang-orang yang ada di rumahnya itu
berkurnpul justru di sanggar terbuka itu. Dengan singkat Ki Rangga mengatakan kepada
mereka, bahwa mereka belum akan mendapat tugas apapun pada hari itu, selain untuk
mengetahui apakah mereka semuanya telah berada ditempat.
- Tujuh orang Rubah Hitam itu telah ada disarang " berkata Truna Paaatrap yang
masih nampak sangat letih.
Ki Rangga Ranawandawa tertawa. Katanya " Kau telah melakukan satu latihan yang
bagus bersama Kerta Dangsa. Bukankah dengan demikian kau telah mengasah ujung
kemampuanmu" " Truna Patrap mengangguk-angguk. Namun ia mengumpat didalam hati. Ternyata orang
baru itu memiliki ilmu yang dapat mengimbanginya.
Namun perhitungan Kerta Dangsa ternyata tepat. Seandainya ia benar-benar
mengalahkan Truna Patrap, maka orang itu tentu akan sangat mendendamnya. Tetapi
karena Kerta Dangsa kemudian sekedar menyatakan dirinya seimbang, maka kebencian
Truna Patrappun tidak mendendam sampai ketulang sungsumnya.
Bagi Ki Ajar Gurawa, tugas yang disebut sebagai tugas yang besar itu sangat
menggelisahkannya. Tetapi sudah tentu ia tidak akan dapat memaksa Ki Rangga untuk
mengatakannya kepadanya, apa yang akan dilakukannya dengan tugas besar itu.
Namun tiba-tiba saja Ki Dipacalapun berkata kepada Kerta Dangsa " Besok aku akan
datang kerumahmu. Semua perintah akan diberikan kepadamu setelah aku tahu bahwa
kau bukan gelandangan yang dapat lari begitu saja setiap saat. Apalagi berkhianat.
" Baik " jawab Kerta Dangsa yang kemudian memberikan ancar-ancar rumahnya
kepada Dipacala. Namun kemudian Kerta Dangsa itu bertanya " Kapan saatnya kau
datang besok" - " Aku tidak dapat menentukan - jawab Dipacala.
" Jika demikian, aku tidak berkeliaran dibulak-bulak panjang " jawab Kerta Dangsa.
Dipacala mengerutkan keningnya. Katanya - Jika itu masih kau lakukan kau harus
menghentikannya. Kalau kau bergabung bersama kami, kau tidak boleh menyamun lagi.
" Kerta Dangsa menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Satu kerja sambilan yang menarik.
- -- Tidak - jawab Dipacala tegas.
Kerta Dangsa tersenyum. Katanya " Baiklah. Tetapi apa yang aku dapatkan bersama
kalian disini harus dapat aku anggap cukup.
" Sekali kau ikut melakukan perampokan itu, maka hasilnya akan dapat kau makan
seumur hidupmu. " jawab Ki Dipacala.
Kerta Dangsa mengangguk-angguk. Namun ia tidak menjawab.
Sementara itu, Ki Rangga Ranawandawapun berkata " Mulai sekarang persiapkan diri
kalian untuk satu tugas yang teramat berat. Kalian dapat mulai mengasah kemampuan
kalian sebagaimana dilakukan oleh Truna Patrap dengan Kerta Dangsa. Dengan demikian
maka pengalaman kalian akan meningkat. Sebab yang akan kita hadapi adalah tugas yang
sangat berat. Kalian tidak akan dapat mengingkari lagi benturan dengan kekuatan prajurit
Mataram. Namun jika kita tangkas, maka segalanya akan dapat dilakukan dengan cepat.
Untuk tugas itu kita memerlukan orang cukup banyak. Orang-orang yang mendengarkan keterangan itu memang menjadi berdebar-debar.
Namun tidak seorangpun yang bertanya, tugas apakah yang harus mereka lakukan.
Mereka menyadari, pertanyaan yang demikian bukan pertanyaan yang baik bagi anggauta
sebuah gerombolan yang berada dalam satu ikatan kepemimpinan yang kuat.
Namun malam itu orang-orang yang ada disanggar terbuka itu sempat mendapat
suguhan minuman panas dan makan nasi tumpang dengan telor pindang.
Demikian mereka dapat meninggalkan halaman rumah Ki Rangga dengan berhati-hati,
maka Kerta Dangsa dan kedua orang yang disebut kemanakannya itupun dengan segera
kembali ke pondok mereka yang baru mereka beli. Narnun seorang diantara kedua orang
yang diaku kemanakan itu harus segera pergi ke Sumpyuh untuk melaporkan pertemuan
mereka dengan Ki Rangga Ranawandawa.
- Aku harus berada dirumah ini " berkata Ki Ajar " karena itu hanya salah seorang
diantara kedua yang harus pergi. Itupun dengan cepat. Besok kita harus sudah berada
dirumah untuk menunggu kedatangan Dipacala. Kita telah tahu kapan mereka akan
datang. Sebaiknya kita bertiga ada dirumah. Setidak-tidaknya dua diantara kita. Aku akan
mengatakan bahwa seorang diantara kita sedang pergi ke sungai. Karena itu, yang pergi
ke Sumpyuh harus berjalan semalam suntuk untuk menempuh jarak pulang pergi. "
Murid Ki Ajar yang tualah yang langsung pergi ke Sumpyuh untuk memberikan laporan
tentang pertemuan yang diadakan dirumah Ki Rangga Ranawandawa. Mereka tidak sabar
menunggu sampai besok sebagaimana yang mereka sepakati untuk melakukan hubungan
dengan kelompok Gajah Liwung dipasar.
" Jika besok pagi-pagi ada orang dari kelompok Gajah Liwung datang ke pasar, maka
sebaiknya ia sudah mengetahui persoalannya dan sempat langsung berhubungan dengan
Ki Wirayuda dan Ki Patih Mandaraka - pesan Ki Ajar Gurawa.
Demikianlah, maka murid Ki ajar yang tua itu telah menempuh perjalanan malam
seorang diri ke Sumpyuh bahkan menurut rencana akan terus kembali ke rumah yang
dihuni oleh Kerta Dangsa dan kedua orang kemanakannya itu.
Sebagai seorang yang sudah mendapat tempan lahir dan batin, maka murid Ki Ajar
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tua itu melakukan tugasnya dengan penuh kesungguhan. Ia sama sekali tidak
mengeluh. Tetapi itu baginya bukan tugas yang sangat berat.
Kedatangannya di Sumpyuh lewat tengah malam memang mengejutkan. Namun murid
Ki Ajar Gurawa yang tua itu ternyata hanya membaca laporan tentang satu kemungkinan
yang belum dapat ditentukan. Tetapi kemungkinan itu adalah kemungkinan yang akan
sangat penting artinya bagi kelompok Gajah Liwung.
- Kami masih belum tahu apa yang akan terjadi. Tetapi yang akan terjadi itu tentu
begitu penting sehingga ada satu kemungkinan bahwa yang akan terjadi itu dapat
menentukan satu gejolak bagi Mataram. " berkata murid Ki Ajar Gurawa yang tua itu.
- Jadi apakah menurut Ki Ajar kami sebaiknya memberikan laporan kepada Ki
Wirayuda" - bertanya Sabungsari.
- Ya. Agaknya Ki Wirayuda sebaiknya mengetahui rencana ini. Namun kami belum
dapat mengatakan, apakah sebaiknya para petugas sandi dipersiapkan untuk satu tugas
khusus atau tidak. Dengan demikian, maka sebaiknya Ki Wirayuda tidak bergerak terlalu
luas lebih dahulu " jawab murid Ki Ajar itu.
Ki Jayaraga yang ikut menemui murid Ki Ajar itu berkata " Aku mempunyai firasat,
bahwa yang akan terjadi tentu satu peristiwa penting yang akan menentukan
perkembangan kelompok mereka selanjurnya. Namun tentu ada sangkut pautnya dengan
kebijasanaan Mataram sekarang ini. Bahkan aku mempunyai firasat bahwa janji yang aku
buat dengan Podang Abang telah menjadi semakin dekat. "
- Menurut keterangan Ki Rangga, persoalannya memang sangat penting sehingga akan
melibatkan banyak orang"jawab murid Ki Ajar itu.
- Baiklah. Selanjurnya apakah hubungan yang kita rencanakan akan dapat
berlangsung" " bertanya Glagah Putih.
- Untuk sementara kita belum mendapatkan jalur yang lain. Tetapi kami tidak tahu, jika
tugas yang disebut berat itu sudah diberikan, apakah kami dapat melakukan hubungan
sebagaimana kita rencanakan " jawab murid Ki Ajar Gurawa itu.
- Baiklah -- berkata Sabungsari kemudian " jika hubungan kami terputus, maka satusatunya
jalan adalah mengawasi pintu regol rumah Ki Rangga Ranawandawa. "
- Ya. Mungkin kita akan mendapat cara yang lebih baik. Mungkin dengan tulisan atas
secarik kertas atau bahkan kain yang akan dilemparkan diseberang jalan yang berhadapan
dengan regol halaman rumah Ki Rangga atau cara yang lain lagi - berkata murid Ki Ajar
yang tua itu. - Kita harus sangat berhati-hati. Dengan tulisan akan mengundang kesulitan jika tulisan
itu jatuh ketangan orang-orang yang menjadi kepercayaan Ki Rangga. Karena itu yang
terbaik adalah dengan cara yang tidak meninggalkan jejak apapun meskipun belum kita
ketemukan sekarang. " berkata Ki Jayaraga.
- Ya. Aku sependapat " sahut murid Ki Ajar " nanti aku akan berbicara dengan guru.
" Demikianlah, malam itu juga menjelang dini hari, murid Ki Ajar itu minta diri untuk
kembali ke rumah Ki Ajar yang baru dibeli.
- Mereka benar-benar ingin melihat rumah guru. Mungkin mereka ingin satu kepastian
tentang guru - berkata murid Ki Ajar itu.
- Untunglah bahwa rumah itu telah ada " desis Sabungsari.
Namun kemudian ternyata bahwa Sabungsari dan Glagah Putih akan pergi bersamasama
dengan murid Ki Ajar itu kekota. Mereka akan langsung menghadap Ki Wirayuda
sementara murid Ki Ajar itu akan kembali ke rumahnya.
Demikianlah, maka didini hari ketiganya telah meninggqlkan Sumpyuh. Udara yang
dingin bagaikan menusuk sampai keurat-urat darah yang tersembunyi didalam tubuh.
Embunpun mulai membasahi pakaian mereka.
Namun akhirnya merekapun berpisah. Sabungsari dan Glagah Putih melanjutkan
perjalanan mereka ke kota, sedangkan murid Ki Ajar itu langsung menuju ke pondoknya.
Sabungsari dan Glagah Putih memasuki Kotaraja pada saat fajar mulai naik. Jalan-jalan
utama telah banyak dilalui orang yang pergi ke pasar, terutama mereka yang membawa
barang dagangan mereka. Sementara itu, Sabungsari dan Glagah Putih dengan sangat berhati-hati memasuki
regol halaman rumah Ki Wirayuda.
Laporan Sabungsari dan Glagah Putih telah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh
dari Ki Wirayuda. Meskipun masih belum diketahui apa yang akan dilakukan olehgerombolan
itu, namun nampaknya memang akan terjadi sesuatu.
- Kali ini tentu bukan sekedar perampokan - berkata Ki Wirayuda.
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Dengan nada rendah Sabungsari
berkata ~ Nampaknya memang demikian. Murid Ki Ajar yang tua itupun menganggap
bahwa yang akan terjadi tentu satu peristiwa yang penting. ~
- Baiklah ~ berkata Ki Wirayuda " aku akan menghadap Ki Patih. Aku akan
menyampaikan laporan ini. Apakah harus ada tindakan terhadap kedua orang Rangga itu
untuk mencegah peristiwa yang kurang kami mengerti, agar tidak terjadi. "
- Tetapi itu belum akan mencabut persoalannya sampai keakamya ~ desis Glagah Putih
" peristiwa itu mungkin dapat dicegah. Tetapi kita akan kehilangan jejak. Peristiwa itu
pada suatu saat akan benar-benar terjadi. Sehingga jika kedua orang Rangga itu
ditangkap, tentu hanya sekedar menunda peristiwa itu saja. ~
-Bukankah dengan menangkap keduanya, permasalahannya akan dapat ditelusur" "
desis Ki Wirayuda. - Apakah Ki Wirayuda akan dapat membuktikan keterlibatan mereka" " desis
Sabungsari - mungkin dengan menyergap Ki Rangga Ranawandawa. Tetapi Ki Rangga
Resapraja" Menurut pendapat kami, Ki Rangga Ranawandawa tentu akan bertahan untuk
tidak mengkaitkan nama Ki Rangga Resapraja. "
" Jadi, apakah kita akan menunggu sampai mereka mengguncang Mataram" Kita tidak
tahu kapan hal itu terjadi. Dan kita tidak tahu sasaran yang manakah yang akan diambil. berkata Ki Wirayuda. " Kita akan mencabut sampai keakarnya. Bukan sekedar merampas daun-daunnya.
Bukankah Ki Wirayuda sependapat bahwa kedua orang Rangga itu bukan orang yang
utama didalam gerombolan mereka" - bertanya Glagah Putih.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Agaknya aku memang harus
berbicara dengan Ki Patih Mandaraka. "
Seperti biasanya Sabungsari dan Glagah Pujih menunggu di rumah Ki Wirayuda.
Sementara Ki Wirayuda pergi ke rumah Ki Patih Mandaraka.
Ternyata Ki Patih juga sependapat, bahwa mereka tidak akan menangkap kedua orang
Rangga itu lebih dahulu. Namun ia minta Sabungsari dan anggauta-anggautanya semakin
bersungguh-sungguh mencari jejak.
Nampaknya perang sudah harus diumumkan antara kedua kelompok Gajah Liwung itu.
" Tetapi Sabungsari dan kawan-kawannya jangan mempergunakan pertanda
kelompoknya yang sudah dipergunakan oleh kelompok yang lain itu. - berkata Ki Patih
Mandaraka. " Baiklah Ki Patih " desis Ki Wirayuda - aku akan selalu berhubungan dengan mereka.
" ~ Mana yang lebih baik bagimu, apakah kau akan gerakkan para petugas sandi untuk
mengamati perkembangan keadaan, atau justru kau percayakan saja kepada kelompok
Gajah Liwung yang dipimpin Sabungsari, sementara kegiatan petugas sandi tidak perlu
kau tingkatkan" - bertanya Ki Patih Mandaraka.
" Peningkatan kegiatan petugas sandi akan dapat diamati oleh Ki Rangga Resapraja. jawab Ki Wirayuda. ~ Jika demikian, pergunakan kelompok yang dipimpin oleh Sabungsari. Jaga agar
kelompok itu tidak justru berbenturan dengan para petugas sandi. Tetapi keduanya tidak
pula boleh berhubungan, karena jika demikian maka Ki Rangga Resapraja akan
mengetahuinya. " berkata Ki Patih.
Ki Wirayuda mengangguk dalam-dalam. Kemudian iapun minta diri karena dua orang
anak muda dari kelompok Gajah Liwung itu ada dirumah mereka.
Kepada Sabungsari dan Glagah Putih, Ki Wirayuda telah menyampaikan segala perintah
dan pesan Ki Patih Mandaraka. Sehingga dengan demikian, maka Sabungsari dan Glagah
Putihpun menyadari, bahwa mereka benar-benar harus mulai melakukan pengamatan
yang lebih bersungguh-sungguh dengan segala macam petunjuk dari Ki Ajar Gurawa.
Demikianlah, setelah semua pesan disampaikan kepada Sabungsari dan Glagah Putih,
maka kedua orang anak muda itupun segera minta diri. Kelompok mereka yang
dipesankan agar tidak mempergunakan nama dan ciri yang telah mereka tetapkan itu,
harus segera mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Dalam pada itu, Sabungsari dan Glagah Putih mempertimbangkan untuk singgah
dirumah Ki Ajar Gurawa untuk membuat pertimbangan-pertimbangan yang !ebih jauh.
Namun untunglah bahwa niat itu diurungkan. Murid Ki Ajar telah memberikan isyarat,
bahwa kemungkinan akan hadirnya Dipacala dirumah Ki Ajar itu.
Sebenarnyalah Dipacala memang datang kerumah Ki Ajar Gurawa. Sebagai seorang
yang memiliki pengenalan yang tajam, maka Dipacala tidak perlu bertanya kepada
siapapun. Ancar-ancar yang diberikan oleh Ki Ajar cukup jelas.
Rumah Kerta Dangsa memang rumah yang sudah tua. Kurang terpelihara dan segala
sesuatunya pantas untuk dihuni oleh Kerta Dangsa dengan kedua orang kemanakannya.
Ketika Dipacala memasuki halaman rumah itu, Kerta Dangsa sedang tidur mendekur di
serambi rumahnya yang terbuka, tanpa mengenakan baju dan tanpa ikat kepala.
Rambutnya dibiarkan tergerai kusut dibawah kepalanya. Sementara seorang
kemenakannya sedang membelah kayu dan yang lain berada didalam rumahnya.
Ketika Dipacala dengan Wirog memasuki halaman rumah itu, maka kemenakannya
yang sedang membelah kayu itupun telah mempersilahkannya.
Kerta Dangsa yang dibangunkannya dengan tergopoh-gopoh telah turun ke halaman
dan mempersilahkan tamu-tamunya duduk diamben diserambi itu. Ditempat yang baru
saja dipergunakannya untuk tidur.
" Dimana kakakmu" " bertanya Kerta Dangsa kepada kemanakannya.
~ Ada didalam " jawab kemanakannya itu.
" Rebus air " perintah Kerta Dangsa.
Tetapi Dipacala menyahut " Tidak usah. Aku tidak lama. Aku hanya ingin membuktikan
bahwa kau bukan gelandangan yang tidak mempunyai tempat tinggal. "
" Jadi aku masih saja tidak dipercaya" ~ bertanya Kerta Dangsa.
- Bukan tidak dipercaya. Tetapi aku hanya ingin membuktikan " jawab Dipacala.
Untuk beberapa lama Dipacala duduk diserambi rumah itu. Ia berbicara tentang
kebiasaan Kerta Dangsa berada di bulak-bulak panjang. Bahkan iapun mengulangi
perintahnya agar kebiasaan menyamun itu dilepaskannya.
- Aku memang sudah berniat demikian " jawab Kerta Dangsa.
- Bersama kami, kau akan mendapat jauh lebih banyak dari sekedar menyamun orangorang
yang pulang dari pasar " berkata Dipacala.
- Pekerjaan itu aku lakukan sekedar untuk tidak menjadi kelaparan -jawab Kerta
Dangsa. Lalu katanya " Tetapi jika aku sudah mendapat pekerjaan lain yang lebih
menjamin hidupku, maka aku akan menghentikan pekerjaan itu. "
- Nah " berkata Dipacala kemudian - kau dan kedua orang kemanakanmu harus
berada dirumah Ki Rangga Ranawandawa dua hari lagi. Segala perintah akan diberikan
disana . Nampaknya tugas kita memang teramat penting. Tetapi aku sendiri masih belum
tahu, apa yang harus kita lakukan. Kerta Dangsa mengangguk-angguk. Katanya - Baik. Aku akan datang. Dua hari setelah
senja turun. Begitu" - Ya. Kita akan berkumpul dan mendengarkan perinlah yang akan disampaikan oleh Ki
Rangga Ranawandawa - sahut Dipacala.
Kerta Dangsa mengangguka-angguk. la memang tidak mau bertanya jauh. Karena ia
tahu, bahwa hal itu akan dapat menyinggung perasaan Dipacala dan barangkali jika
didengar oleh Ki Rangga Ranawandawa, ia akan dapat dicurigai.
Karena itu, yang dapat dilakukan oleh Kerta Dangsa adalah menyatakan kesediaan
untuk datang pula waktu yang telah ditentukan.
Ternyata Dipacala memang tidak terlalu lama berada dirumah Kerta Dangsa. Iapun
segera minta diri untuk kembali.
- Kembali ke mana" " bertanya Kerta Dangsa. Dipacala tersenyum. Katanya " Besok
kau akan tahu, dimana aku tinggal bersama Truna Patrap.
- Orang itu terlalu sombong " geram Kerta Dangsa.
- Jangan hiraukan " jawab Dipacala " tetapi apa yang terjadi justru telah membuat
namamu lebih dihargai diantara kami. Truna Patrap termasuk seorang yang disegani.
Tetapi kau tidak dapat dikalahkannya meskipun kau juga tidak dapat mengalahkannya. "
- Jika umurku semuda orang itu - desis Kerta Dangsa. Dipacala tertawa. Katanya ~
Ketika kau semuda Truna Patrap,
maka kau tidak akan berkelahi dengannya, karena kau belum pernah bertemu. "
- Misalnya" " sahut Kerta Dangsa " aku berkata misalnya. Dipacala tertawa. Katanya Kau ternyata juga pemarah.
Kerta Dangsa menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak berbicara tentang Truna
Patrap lagi. Sejenak kemudian, Dipacala telah meninggalkan rumah Kerta Dangsa. Kedua
kemanakan Kerta Dangsapun mengantar mereka sampai keregol.
Demikian Dipacala hilang, maka Kerta Dangsa itu berkata -Orang ini tentu bukan
seorang perampok seperti Truna Patrap.
- Maksud Guru" - bertanya muridnya yang tua.
- Aku kira ia seorang prajurit yang ditempatkan didalam gerombolan itu sebagai
pembantu Ki Rangga Ranawandawa. Tetapi tentu bukan prajurit Mataram " Jawab Ki Ajar
Gurawa. - Kenapa guru berpendapat demikian" - bertanya muridnya yang muda.
- Ia memang dapat bertindak tegas dan keras. Tetapi seperti sikap seorang pemimpin
prajurit di medan perang. Keras dan pasti. Sebagaimana ketika kita merampok saudagar
kaya itu. Namun seorang perampok biasa tidak akan mudah memberikan meskipun hanya
sebuah diantara barang-barang rampokannya. Apalagi sebilah keris yang dianggap baik. ~
jawab Ki Ajar. - Jika ia seorang prajurit tetapi bukan prajurit Mataram, apakah guru bermaksud
mengatakan bahwa Dipacala datang dari Pati" " bertanya muridnya yang tua.
- Meskipun ia berusaha menyesuaikan gaya bahasanya, tetapi kadang-kadang terasa
bahwa gaya bahasanya bukan gaya bahasa orang Mataram. - jawab Ki Ajar.
- Bagaimana dengan yang lain" ~ desak muridnya yang muda.
- Kita memang menghadapi beberapa gaya bahasa. Memang sebagian tidak terlalu jauh
" Jawab Ki Ajar. Kedua muridnya mengangguk-angguk. Seseorang memang dapat mempelajari dan
menggunakan bahasa dengan gaya yang sangat baik. Tetapi orang lain tidak
memperdulikannya, sehingga ia berbicara asal saja melontarkan kata-kata.
Namun kedua murid Ki Ajar itu memang condong untuk menduga bahwa Dipacala
adalah seorang prajurit dari Pati. Tetapi apakah kehadirannya diketahui atau tidak oleh
Adipati Pati, itu menjadi persoalan tersendiri.
Tetapi mereka tidak memperbincangkannya lebih jauh. Yang kemudian direncanakan Ki
Ajar adalah menemui Sabungsari, Glagah Putih dan kawan-kawannya.
" Aku akan pergi sendiri " berkata Ki Ajar " jika Dipacala kembali, atau orang lain
untuk meyakinkan bahwa rumah ini adalah rumah kita, katakan, bahwa aku masih
mempunyai janji dengan orang terakhir dibulak panjang. Kemudian aku tidak akan
berkeliaran lagi derigan alasan apapun juga. Kau harus meyakinkan mereka, bahwa aku
merasa sayang untuk melepaskan orang yang satu ini. "
*** JILID 270 " BAIK guru " jawab kedua orang muridnya hampir berbareng.
Demikianlah maka Ki Ajar Gurawa itupun telah pergi ke Sumpyuh selagi masih sempat.
Ternyata ia dapat bertemu dengan hampir semua orang-orang Gajah Liwung. Kecuali
Mandira dan Naratama yang pergi ke pasar di Kotaraja dan belum kembali.
" Jika dua hari lagi aku datang kerumah Ki Rangga Ranawandawa, aku sangsi, apakah
kita masih tetap dapat berhubungan. " berkata Ki Ajar.
~ Nampaknya perintah yang akan datang menjadi sangat penting. - desis Ki Jayaraga.
" Ya. Sementara itu, salah seorang diantara mereka menyebut bahwa tujuh orang
Rubah Hitam sudah ada disarang " berkata Ki Ajar Gurawa.
Yang mendengarkan keterangan Ki Ajar itu mengangguk-angguk. Mereka itu
merasakan bahwa yang akan dilakukan oleh gerombolan yang dipimpin oleh kedua
Rangga itu adalah satu pekerjaan yang besar dan sangat penting, yang dapat ikut
menentukan perkembangan Mataram selanjutnya. Bukan sekedar merampok disana-sini.
Membuka perjudian, dan sabung ayam. Tetapi jauh lebih penting dari itu sehingga
menyangkut tata pemerintahan.
~ Jadi, apa yang dapat kami lakukan Ki Ajar" " bertanya Sabungsari.
" Satu-satunya langkah yang dapat diambil adalah-mengawasi rumah Ki Rangga
Ranawandawa. Tetapi jangan sampai hal itu sempat diketahui oleh Ki Rangga dan orangorangnya.
Jika demikian, maka persoalannya akan menjadi semakin rumit. ~ Sabungsari
mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Kami akan melakukannya. "
" Ya " sahut Ki Ajar ~ meskipun aku belum pernah melihat ia berada diantara para
pemimpin dan gerombolan itu. "
" Baiklah " Sabungsari mengangguk-angguk"kita akan menugaskan dua orang
diantara kita untuk mengawasi rumah itu. Sudah tentu tidak dimuka rumah Ki Rangga.
Tetapi diujung-ujung jalan yang lewat dimuka rumah Ki Rangga. " Jangan terlalu dekat. Kecuali dimalam hari, itupun jika kalian yakin bahwa kalian
mendapat tempat bersembunyi yang sangat baik. Mungkin dihalaman rumah tetangga Ki
Rangga. Agaknya Ki Rangga sama sekali tidak menaruh curiga sama sekali kepada
tetangga-tetangganya bahwa mereka ingin tahu apa yang terjadi dihalaman rumah Ki
Rangga. Tetapi letak rumahnya memang berbeda dengan rumah Ki Rangga Resapraja,
yang berada diantara halaman dan rumah orang-orang terhormat. Tetapi rumah Ki
Rangga Ranawandawa terletak diantara rumah-rumah orang kebanyakan, yang
berhalaman luas, namun masih banyak yang liar. " berkata Ki Ajar Gurawa.
Sabungsari mengangguk-angguk. Ia sendiri sebenarnya ingin melakukannya
sebagaimana Glagah Putih. Tetapi tentu pada satu kesempatan yang khusus, karena
Podang Abang akan dapat hadir disetiap saat. "
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun bagaimanapun juga mereka memang menghadapi kesulitan untuk membuat
hubungan jika pada suatu saat untuk menjaga kerahasiaan rencana mereka Ki Ajar
Gurawa dan kedua murid-muridnya tidak diperKertankan meninggalkan rumah Ki Rangga
Ranawandawa. Ki Ajar dan para anggauta Gajah Liwung itupun kemudian menyusun berbagai
kemungkinan yang dapat mereka lakukan untuk melakukan hubungan. Salah satu cara
adalah dengan kidung macapat.
" Jika terdengar tembang Pocung, maka akan terjadi perampokan biasa. Jika tembang
Dandanggula, yang akan terjadi adalah perampokan atau sergapan kerumah orang-orang
penting. Jika tembang Durma, yang akan terjadi adalah serangan yang akan dapat
mengguncangkan Mataram- berkata Ki Ajar Gurawa ~ selebihnya, kami tidak dapat
berbuat apa-apa. " " Apakah tembang itu dapat terdengar dari luar halaman" " bertanya Sabungsari.
Ki Ajar Gurawa termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata "
Dibelakang sanggar terbuka ada sebuah sumur disebelah pakiwan. Senggotnya akan
dapat dilihat dari luar dinding di-sisi Timur. Tetapi aku tidak tahu, apakah yang ada dibalik
dinding disisi Timur itu. Disetiap tengah malam, selama kami berada di rumah Ki Rangga
Ranawandawa kami akan membuat isyarat dengan tembang. Tentu saja perlahan-lahan
dan tidak menarik perhatian. Jika tidak terdengar apa-apa, maka berarti kami tidak tahu
apa-apa tentang rencana yang bakal dilakukan oleh gerombolan itu. "
Para anggauta kelompok Gajah Liwung hanya dapat mengangguk-angguk saja. Tugas
mereka menjadi semakin berat. Padahal menurut perintah Ki Wirayuda berdasarkan pesan
dari Ki Patih Mandaraka, anggauta Gajah Liwunglah yang diserahi untuk melacak tugas
yang telah dibebankan kepada Ki Ajar Gurawa. Ki Wirayuda sengaja tidak menyerahkan
para petugas sandi, karena jika demikian maka Ki Rangga Resapraja akan dapat
mengetahuinya. Namun kemampuan merekapun terbatas. Demikian pula kemampuan dan kesempatan
Ki Ajar Gurawa. Betapapun tinggi kemampuannya, namun kemampuan itu tetap saja
terbatas. Meskipun demikian, mereka merasa berkewajiban untuk berusaha sebaik-baiknya,
sejauh-jauh dapat dilakukan.
Demikianlah, maka Ki Ajar Gurawapun telah minta diri. Ia tidak ingin terlalu lama
meninggalkan rumahnya, meskipun ia telah memberikan alasan, bahwa ia masih
mempunyai satu sasaran yang masih ingin diselesaikan.
Di hari berikutnya, maka segala sesuatunya telah dipersiapkan sebaik-baiknya. Mereka
memusatkan perhatian mereka pada rumah Ki Rangga Ranawandawa dan sekitarnya.
Sehari kemudian Ki Rangga Ranawandawa telah memanggil beberapa orang terpenting
untuk berkumpul di rumahnya.
Namun seperti biasa, Ki Rangga berpesan, agar mereka berhati-hati memasuki regol
halaman rumah Ki Rangga. Atau sebaiknya mereka masuk lewat regol samping dan
butulan, karena ternyata disebelah Barat rumah Ki Rangga terdapat sebuah lorong kecil
yang memisahkan halaman rumahnya dengan halaman tetangganya, dan tembus
menyusup diantara halaman-halaman yang lain sampai ke jantung padukuhan.
Anggauta-anggauta kelompok Gajah Liwung ternyata juga bekerja cepat. Demikian Ki
Rangga memberikan pesan, maka ia malam harinya, sebelum orang-orang yang dipanggil
Ki Rangga berkumpul, maka orang-orang dari kelompok Gajah Liwung telah melihat-lihat
keadaan. Memang bukan orang-orang yang mungkin dapat diKertali. Tetapi Rumeksa dan
Pranawalah yang harus mendahului mengamati kemungkinan yang dapat dilakukan oleh
kelompok Gajah Liwung. Ketika menjelang fajar keduanya telah berada kembali di sarang mereka, maka
merekapun telah memberikan laporan hasil perjalanan mereka.
" Ada kemungkinam untuk mendekati tempat itu. " berkata Rumeksa.
" Disiang hari" " bertanya Sabungsari.
"Tidak. Hanya dimalam hari. Memanga harus sangat berhati-hati. Kami berdua telah
melakukannya. Kami mencoba memasuki halaman rumah disebelah Timur rumah Ki
Rangga. Kami memang dapat melihat senggot timba itu. Tetapi aku tidak yakin, bahwa
kita akan dapat mendengar tembang yang dilagukan dari pakiwan didekat sumur itu. "
berkata Rumeksa pula. Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti, bahwa orang yang melagukan
tembang dipakiwan tentu tidak akan terlalu keras. Mungkin saat menimba air. Apalagi
ditengah malam Namun dalam pada itu Ki Jayaragapun berkata ~ Aku memang tidak memiliki
pendengaran setajam Agung Sedayu yang mempunyai Aji Sapta Pangrungu. Tetapi aku
mempunyai kebiasaan untuk mendengarkan suara yang palinglemah sekalipun dengan
mempergunakan Aji Pameling yang merupakan landasan dasar yang masih kasar dari Aji
Sapta Pangrungu. Tetapi barangkali serba sedikit akan dapat membantu. Kecuali jika kita
sempat memanggil Agung Sedayu dari Tanah Perdikan. ~
- Kita akan kehilangan waktu"berkata Glagah Putih. - kita-pun tidak tahu apakah
kakang Agung Sedayu akan dapat begitu saja meninggalkan tugasnya yang tentu sudah
lain dari saat kakang Agung Sedayu belum berada di barak Pasukan Khusus.
Jika demikian, kita akan menyerahkan tugas itu kepada Ki Jayaraga. Meskipun Podang
Abang telah mengenal Ki Jayaraga, tetapi di malam hari, kita berharap akan dapat
mencari kesempatan untuk dapat melakukannya. - berkata Sabungsari.
- Meskipun kita yakin, bahwa lingkungan disckitar rumah itu tentu diawasi. Tetapi jika
tidak ada kecurigaan apapun sebelumnya, maka pengawasannya tentu tidak akan terlalu
ketat, karena tempat itu sudah dipergunakan sekian lama, namun tidak pernah disentuh
oleh para petugas sandi " berkata Ki Jayaraga.
Yang lain mengangguk-angguk. Sebenarnyalah yang akan mereka lakukan adalah satu
tugas yang sangat berbahaya.
Namun kelompok Gajah Liwung itu benar-benar telah bersiap lahir dan batinnya.
Mereka akan berbuat apa saja yang dapat mereka lakukan untuk kepentingan tugas yang
sudah mereka rintis itu. Pada hari yang sudah ditentukan, maka beberapa orang telah berkumpul di rumah Ki
Rangga. Tetapi ternyata tidak sebanyak yang diduga oleh Ki Ajar Gurawa. Hampir tidak
ada perubahan sebagaimana beberapa hari yang lewat. Namun di hari itu, hadir yang
disebut tujuh orang Rubah Hitam sebagaimana dikatakan oleh Truna Patrap.
Tujuh orang Rubah Hitam itu adalah tujuh orang yang berpakaian serba hitam dengan
ikat kepala hitam pula. Berbaju hitam dengan lengan yang longgar besar sampai kebawah
siku, bercelana hitam yang juga longgar sampai kebawah lutut, berkain hitam dengan ikat
pinggang kulit yang juga berwarna hitam setebal hampir sejengkal. Semua membawa
belati panjang dilambung kanan dan sebuah kapak kecil terselip pada ikat pinggangnya
dibagian depan perutnya. Ki Ajar Gurawa menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya tujuh orang Rubah Hitam itu
merupakan kekuatan inti dari gerombolan itu.
- Kertapa gerombolan itu tidak menyebut dirinya Rubah Hitam saja daripada Gajah
Liwung " berkata Ki Ajar didalam hatinya.
Ketika kemudian hari menjadi semakin malam, maka pertemuan itupun segera dimulai.
Ternyata malam itu hadir bukan saja Dipacala, Truna Patrap, Ki Rangga Ranawandawa,
tetapi juga Ki Rangga Resapraja dan dua orang yang sebelumnya tidak pernah hadir
ditempat itu. Orang itu adalah orang yang pernah diKertal oleh Ki Ajar Gurawa, namun
belum mengenalnya. Podang Abang. Sedangkan seorang lagi nampaknya memang
seorang prajurit. Tetapi bukan prajurit Mataram.
Ki Ajar Gurawa memang menjadi berdebar-debar. Ternyata gerombolan itu memiliki
kekuatan yang cukup besar, karena Ki Ajar yakin, bahwa yang ada dirumah itu adalah
pemimpin-pemimpinnya saja. Dibelakang mereka masih banyak terdapat orang-orang
yang akan dapat digerakkan setiap saat.
Yang pertama-tama berbicara adalah Ki Rangga Resapraja. Dengan nada berat ia
berkata " Sejak saat ini, kalian tidak boleh meninggalkan tempat ini. Kalian harus selalu
siap melakukan perintah kapanpun perintah itu diberikan. "
Ki ajar Gurawa menarik nafas dalam-dalam. Perintah itu ternyata benar-benar diberikan
sehingga hubungannya dengan gerombolan Gajah Liwung menjadi semakin sulit.
Ki Rangga itupun kemudian berkata pula " Ki Podang Abang dan Ki Wanayasa akan
memimpin langsung gerakan yang akan kita lakukan besok malam. "
Semua orang mendengarkan dengan seksama. Sementara itu Rangga Resaprajapun
berkata selanjutnya " Persoalan yang lebih jelas akan diberikan oleh Ki Wanayasa. "
Orang yang disebut Ki Wanayasa itupun kemudian telah bangkit berdiri. Dipandanginya
orang-orang yang ada di ruang yang agak luas dibagian belakang rumah Ki Rangga
Ranawandawa itu. Seakan-akan ia ingin melihat setiap wajah seorang demi seorang. Sorot
matanya memancar tajam, memancarkan wibawa pribadinya.
" Sanak kadang yang ada disini - berkata orang itu " aku berterima kasih atas
kesediaan kalian bergabung dengan kami untuk satu tujuan yang besar. Aku tidak pernah
menerima perintah dari Kangjeng Adipati di Pati. Tetapi darah pengabdianku telah
memanggilku dan sanak kadang sekalian untuk berbuat lebih banyak sebelum Kangjeng
Adipati sendiri melangkah. Orang itu berhenti sejenak. Lalu katanya " Tetapi aku tidak yakin bahwa kalian
semuanya tidak akan membuka rahasia tentang rencana kita besok. Bukan aku tidak
percaya terhadap kalian, tetapi mungkin rahasia itu akan tersingkap diluar kesadaran
kalian. Ketujuh orang Rubah Hitam akan mengawasi rumah ini. Tidak seorang-pun akan
dapat keluar dan tidak seorangpun akan dapat masuk. Hanya Dipacala yang besok pagipagi
akan keluar dan mengatur barisan agar segala sesuatunya dapat berjalan lancar.
Besok saat kita berangkat, aku akan memberitahukan kepada kalian, kemana kalian akan
pergi. Dipacala tidak akan kembali lagi ke rumah ini bersama seluruh pasukannya. Besok
sore ia akan datang untuk memberikan laporan apakah segala sesuatunya sudah siap. "
" Apakah aku diperKertankan membantu" " bertanya Truna Patrap.
" Selain Dipacala, tidak boleh keluar. Jika seseorang memaksa, maka ia akan dibunuh.
- jawab Ki Wanayasa tegas.
Truna Patrappun terdiam. Yang lain tidak ada pula yang bertanya.
Sementara itu Ki Wanayasa itupun berkata - Salah seorang sesepuh ada diantara kita.
Ki Podang Abang akan menjadi inti kekuatan kita. "
" Tentu saja disamping Ki Wanayasa sendiri " desis Podang Abang.
Ki Wanayasa tersenyum. Katanya " Ada bedanya antara aku dan Ki Podang Abang.
Tetapi kami berdua sama-sama pembunuh di peperangan. "
Pertemuan itupun kemudian diakhiri setelah orang-orang yang ada di tempat itu makan
dan minum minuman panas. Sementara Ki Rangga Resapraja sempat mengancam "
Siapa mabuk akan aku bunuh. "
Orang "orang yang ada di ruang itu saling berpandangan. Bukankah mereka tidak
akan mabuk sekedar minum wedang jae dengan gula kelapa"
Namun ternyata kemudian juga terdapat tuak. Tetapi memang hanya beberapa
bumbung sehingga tidak akan dapat membuat mereka mabuk.
Dalam pada itu, maka disudut ruang itu Ki Ajar Gurawa sempat berbincang dengan
kedua orang muridnya. Salah seorang dari antara mereka harus pergi ke pakiwan. Ia
harus melagukan sebuah tembang macapat sebagaimana disepakati.
Pilihan mereka, tembang yang akan dilagukan adalah Durma. Yang memberikan isyarat
keadaan paling gawat bagi Mataram. Namun mereka tidak dapat memberikan penjelasan,
apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kegawatan itu.
Ternyata Ki Ajar telah menunjuk muridnya yang tua untuk pergi ke pakiwan ditengahi
malam. Ketika orang-orang masih sibuk minum tuak yang memang tidak terlalu banyak.
" Kemana" " bertanya salah seorang dari tujuh orang yang disebut Rubah Hitam itu.
" Aku akan mandi - Jawab murid Ki Ajar itu.
" Tengah malam begini pergi mandi" - orang itu memang curiga.
" Awasi aku jika kau tidak yakin " berkata murid Ki Ajar itu.
" Biarlah ia mandi - Ki Ajar tiba-tiba saja ikut berbicara -Jika ia tidak mandi, ia akan
mabuk. Anak itu tentu tidak ingin dibunuh disini. "
Salah seorang dari ketujuh Rubah Hitam itu membiarkan murid Ki Ajar itu pergi ke
pakiwan. Namun ia benar-benar telah mengawasinya dari kejauhan.
Ternyata bahwa jambangan di pakiwan itu tidak terisi penuh, sehingga karena itu,
maka ia harus menimba lebih dahulu.
Ditengah malam itu terdengar senggol timba berderit. Tidak terlalu keras. Tetapi dalam
kesenyapan malam, suaranya telah menggetarkan udara.
Sambil menimba air, maka murid Ki Ajar itu telah mengalunkan tembang Durma. Tidak
terlalu keras, seakan-akan begitu saja terlontar dari mulutnya dengan ucapan yang tidak
begitu jelas. Bahkan kadang-kadang yang terdengar hanya gumam lagunya saja.
Sebenarnyalah bahwa yang terpenting bagi murid Ki Ajar itu adalah lagunya saja.
Durma. Seorang diantara ketujuh orang Rubah Hitam yang mengawasinya itu sama sekali tidak
menjadi curiga. Ia mengira bahwa murid Ki Ajar itu memang sudah mulai menjadi mabuk.
Tetapi belum sampai kehilangan kesadaran, sehingga masih belum cukup alasan untuk
menghukumnya. Namun dalam pada itu, isyarat yang dilontarkan oleh murid Ki Ajar itu dapat tertangkap
oleh telinga Ki Jayaraga. Agaknya pengamatan di rumah Ki Rangga Ranawandawa itu
memang agak kurang ketat. Ki Podang Abang dan Ki Wanayasa sebagaimana Ki Rangga
Resapraja dan Ki Rangga Ranawandawa terlalu yakin, bahwa pengamatan para petugas
sandi Mataram tidak akan sampai pada rumah yang mereka pergunakan sebagai tempat
berkumpul orang-orang terpenting dari gerombolan yang dikemudikan oleh Ki Rangga
Resapraja itu. Apalagi Ki Rangga Resapraja sendiri menganggap bahwa pasukan sandi
Mataram masih belum mencium kegiatan mereka, karena terbukti sama sekali tidak ada
peningkatan pengamatan yang dilakukan oleh para petugas sandi Ualikan para petugas
sandi seakan-akan justru tidak lagi berusaha untuk memecahkan perampokan yang terjadi
beberapa kali di Mataram.
Dalam pada itu, isyarat yang dilontarkan dari dalam lingkungan dinding halaman rumah
Ki Rangga Ranawandawa itu dengan cepat telah dibawa kepada semua anggota Gajah
Liwung yang memang semuanya telah berada dibeberapa tempat didalam kota.
Sabungsari sendiri danGlagah Putih telah berada di rumah Ki Wirayuda. Sementara itu,
dua orang yang lain berada dirumah Lurah Branjangan. Dua orang yang mengamati jalan
yang melintas didepan rumah Ki Rangga sedangkan yang lain termasuk Ki Jayaraga
berusaha mendekati dinding halaman rumah Ki Rangga diarah senggot timba yang
nampak dari luar halaman.
Sabungsari dan Glagah Putih yang malam itu juga mendapat laporan, segera
memperbincangkannya dengan Ki Wirayuda.
~ Nampaknya hal itu akan segera terjadi " berkata Sabungsari. Lalu katanya pula "
Dengan isyarat itu, maka Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya tidak akan dapat lagi keluar.
Jika mereka masih mungkin keluar, maka besok pagi mereka tentu akan menghubungi
salah seorang diantara kita di pasar. ~ Kita akan meyakinkan besok pagi-pagi. Jika tidak ada diantara kedua murid Ki Ajar
yang menghubungi kita di pasar, maka biarlah aku segera memberikan laporan kepada Ki
Patih berkata Ki Wirayuda.
Sebenarnyalah, ketika menjelang fajar, maka Rumeksa telah berada di pasar. Tetapi
seperti yang telah diduga, tidak seorangpun diantara kedua murid Ki Ajar yang menemui
mereka. Dengan cepat masalah itu telah dibawa menghadap kepada Ki Patih Mandaraka. Ki
Wirayudapun melaporkan satu kemungkinan yang buruk bakal terjadi.
Ki Wirayuda yang menghadap Ki Patih menjadi heran, ketika Ki Patih kemudian berkata
" Aku sudah menduga. "
" Menduga apa Ki Patih" " bertanya Ki Wirayuda.
" Aku telah mendapat laporan tentang satu gerakan sandi " berkata Ki Patih
Mandaraka. " Laporan" Darimana" " bertanya Ki Wirayuda.
" Menurut laporan itu, akan ada gerakan kejahatan besar-besaran disekitar Plered.
Demang Ngemplak atau Saudagar ternak di Ngebel disebut-sebut sebagai sasaran tugas
utamanya. Karena itu diusulkan agar ada gerakan pasukan sandi ke daerah Plered dan
sekitarnya, meliputi daerah Ngemplak dan Ngebel. Bahkan kesiagaan pasukan untuk
meronda daerah yang luas sampai ke Barong, Bapang dan Jodog. " berkata Ki Patih
Mandaraka. " Siapakah yang meberikan laporan itu Ki Patih" - bertanya Ki Wirayuda pula.
" Apakah tidak ada seorangpun petugas sandi yang memberikan laporan semacam itu
kepadamu" " bertanya Ki Wirayuda--bukankah daerah yang memrlukan perlindungan itu
bukan hanya para penghuni di lingkungan dinding kota itu"
" Ya, ya Ki Patih - jawab Ki Wirayuda "tetapi tidak ada laporan seperti itu sampai
kepadaku. - Ki Patih tersenyum. Katanya " Nah. marilah kita urai apa yang telah terjadi itu. "
Ki Wirayuda masih saja belum mengerti maksud Ki Patih Mandaraka. Karena itu, maka
ia masih menunggu. " Apakah kau sependapat dengan laporan tentang kemungkinan yang bakal terjadi di
luar dinding kota itu" " bertanya Ki Patih Mandaraka.
" Seperti yang sudah aku katakan, aku belum mendapat laporan tentang hal itu. "
berkata Ki Wirayuda meskipun terasa ragu.
" Seandainya hal ini kita sesuaikan dengan isyarat dari Ki Ajar Gurawa" " bertanya Ki
Patih. " Ki Patih " jawab Ki Wirayuda ~ ketika mereka akan melakukan perampokan didalam
lingkungan dinding kota, maka mereka tidak menjaga kerahasiaan gerakan seperti
sekarang ini. Apalagi jika hal itu akan mereka lakukan diluar dinding kota. Mereka tentu
tidak akan menjaga rahasia mereka lebih rapat dari rencana mereka merampok didaiam
lingkungan dinding kota. -Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk. Katanya Aku sependapat denganmu. Karena
itu, maka laporan tentang kemungkinan terjadi perampokan besar-besaran di sekitar
Plered itu masih diragukan kebenarannya. Tetapi aku anjurkan, agar digerakkan
sekelompok petugas sandi untuk meronda di daerah itu. Ki Wirayuda mengerutkan keningnya. Dengan nada berat ia bertanya " Jadi laporan itu
kita anggap benar" -- Perintahkan sekelompok pelugas sandi meronda daerah yang luas disekitar Plered
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seperti yang dilaporkan. Kemudian sekelompok lagi di daerah Ganjur, Barong, Bapang dan
Jodog. " berkata Ki Patih Mandaraka " mereka diijinkan untuk membunyikan isyarat jika
memang terjadi sesuatu. Prajurit yang ada di Ganjur akan siap bergerak. "
" Prajurit berkuda" - bertanya Ki Wirayuda.
" Ya. Seorang petugas akan membawa perintahku ke Ganjur agar Senapati pasukan
berkuda yang ada di Ganjur bersiap-siap. -jawab Ki Patih.
~ Jadi kita tidak mengirimkan prajurit keluar" " bertanya Ki Wirayuda.
" Hanya para petugas sandi. " jawab Ki Patih " meskipun jumlah prajurit berkuda di
Ganjur kecil, tetapi untuk menghadapi sekelompok perampok, tentu akan dapat
mengatasinya, karena orang-orang padukuhan tentu akan membantu jika mereka tahu
kehadiran sekelompok prajurit betapapun kecilnya. Karena hati mereka akan menjadi
besar sehingga keberanian mereka tergugah. Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya ~ Baiklah Ki Patih. Hamba akan
memerintahkan dua kelompok petugas sandi untuk bergerak keluar lingkungan dinding
kota. " " Nah, sekarang tentang kemungkinan lain " Berkata Ki Patih Mandaraka kemudian.
~ Aku masih belum begitu jelas tentang persoalan yang kita hadapi dalam keseluruhan.
Tetapi apakah Ki Patih berKertan memberitahukan kepadaku, siapakah yang memberikan
laporam tentang kemungkinan terjadi gerakan kejahatan besar-besaran diluar dinding
kota itu" ~ bertanya Ki Wirayuda.
Ki Patih tertawa kecil. Katanya ~ Ki Rangga Resapraja. " Ki Rangga Resapraja" " Ki Wirayuda terkejut.
" Ya. Kemarin Ki Rangga Resapraja menghubungi aku. Ia tidak pernah, atau jarang
sekali datang menemuiku langsung dirumah ini. Biasanya ia menghubungi aku di paseban.
" jawab Ki Patih. Katanya kemudian " Tetapi kemarin Ki Rangga itu datang kepadaku
dan memberikan laporan itu. Ia agak lama berada dirumah ini. Bahkan kemudian, ia minta
ijin untuk pergi ke pakiwan sebentar. Ternyata dari pakiwan Ki Rangga telah siggah di
gedogan untuk melihat-lihat kuda yang ada di gedogan. Baru kemudian ia kembali ke
serambi. " Ki Wirayuda termangu-mangu sejanak. Sementara Ki Patih berkata selanjutnya - Ia
akan datang pula hari ini mil tik memberikan keterangan terakhir dari kemungkinan seperti
yang dilaporkannya. Ki Rangga mengaku mendapat keterangan dari orang-orangnya yang
khusus. Bahkan ia berkata bahwa ia kurang percaya kepada para petugas sandi yang
mengamati keadaan karena mereka pada umumnya kurang tanggap pada keadaan. ~ Jadi hari ini Ki Rangga akan datang lagi" - bertanya Ki Wirayuda.
- Ya. Pagi ini. - berkata Ki Patih.
- Jika demikian, aku mohon diri Ki Patih. Nanti siang aku akan kembali lagi " berkata Ki
Wirayuda. - Kita tidak mempunyai banyak waktu lagi Wirayuda. Kau jangan pergi. Masuklah
keruang dalam jika Ki Rangga nanti datang. Kita harus segera mengambil satu
kesimpulan. " berkata Ki Patih.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah Ki Patih. Aku akan menunggu. "
~ Bukankah satu hal yang agak aneh bahwa Ki Rangga Resapraja langsung menemui
aku diminati mi. sementara kita sudah tahu dimana ia berdiri. Tetapi sudah tentu Ki
Rangga masih belum menyadari, bahwa hubungannya dengan Ki Rangga Ranawandawa
dan gerombolan yang sedang dalam pengawasan itu sudah kita ketahui " berkata Ki
Patih. Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya - Jadi apa artinya dengan
tugas yang harus aku berikan kepada kelompok-kelompok petugas sandi itu." "
Bukankah dengan demikian Ki Rangga Resapraja yakin bahwa rencananya tidak kita
ketahui sehingga kita sangat percaya kepada laporannya" " jawab Ki Patih.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk pula. Katanya - Aku mengerti Ki Patih. "
Demikianlah setelah menunggu beberapa saat, maka Ki Rangga pun benar-benar
datang menemui Ki Patih Mandaraka, sementara Ki Wirayuda telah berada diruang dalam.
Ki Rangga telah memperkuat laporannya dan memberitahukankan bahwa malam itu,
para petugas sandi harus sudah melakukan tugasnya diluar dinding kota. Katanya " Kita
tidak boleh terlambat Ki Patih. " Ya. Aku akan mempertimbangkannya - jawab Ki Patih.
" Nampaknya para petugas sandi kurang tangkas melakukan tugas mereka, sehingga
dalam lingkungan dinding kotapun telah terjadi perampokan-perampokan yang justru
sampai saat ini masih belum terbongkar " berkata Ki Rangga.
" Baiklah. Aku sangat mempertimbangkan laporanmu. " jawab Ki Patih " bahkan aku
sangat berterima kasih kepadamu. "
Ki Rangga masih memberikan beberapa keterangan untuk memperkuat laporan yang
sudah diberikannya sebelumnya.
Bahkan Ki Rangga Resapraja itu kemudian berkata " Jika para prajurit sandi itu tidak
digerakkan malam ini, agaknya kita tidak akan pernah sempat menangkap para perampok
ini. " Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya " Baik. Aku akan memberikan perintah. "
Janji itu telah membuat Ki Rangga Resapraja menjadi puas. Iapun kemudian minta diri
untuk melakukan tugasnya sehari-hari.
Sepeninggal Ki Rangga, maka Ki Patih telah memanggil Ki Wirayuda. Dengan tegas Ki
Patih berkata " Kau perintahkan dua kelompok prajurit sandi pergi ke tempat yang
ditunjuk oleh Ki Rangga Resapraja. Perintah itu terbuka sehingga akan diketahui oleh Ki
Rangga, Sebelum tengah hari semua anggauta kelompok Gajah Liwung harus sudah
berada disini. Aku akan menempatkan kepercayaanku untuk menerima mereka. Mereka
harus masuk melalui pintu butulan sebelah kiri. Jangan menarik perhatian. Karena itu,
maka jangan lebih dari dua orang setiap kali datang. "
" Sebelum tengah hari" " bertanya Ki Wirayuda.
" Ya. Sesudah tengah hari, rumah ini tentu sudah berada dalam pengawasan Ki
Rangga Resapraja. " berkata Ki Patih.
Ki Wirayuda tidak segera tahu keseluruhan rencana Ki Patih. Namun Ki Patih itu berkata
- Lakukan sekarang. Kita jangan kehilangan waktu. Perintahmu harus segera sampai
kepada kedua kelompok prajurit sandi dan anggauta kelompok Gajah Liwung. Sebelum
tengah hari, maka masih ada jalan yang akan dapat mereka tembus. Ki Wirayudapun segera minta diri. Dengan cepat. Ki Wirayuda telah memberikan
perintah kepada seorang perwira prajurit sandi sebagaimana diperintahkan oleh Ki Patih
Mandaraka. Kemudian iapun dengan cepat telah memberikan perintah kepada Sabungsari
dan Glagah Putih yang masih ada dirumahnya.
" Apa maksud Ki Patih" " bertanya Sabungsari.
" Masih kurang jelas. Tetapi nanti Ki Patih akan menjelaskannya " sahut Ki Wirayuda.
Namun Ki Wirayuda memang tidak memberikan kesan kegiatan apapun didalam
lingkungan Kotaraja. Ia justru telah mengirimkan dua kelompok prajurit sandi untuk pergi
keluar Kotaraja. Perintah Ki Wirayuda itu ternyata memang sampai pula ketelinga Ki Rangga Resapraja.
Sambil tertawa Ki Rangga Resapraja berkata kepada diri sendiri " Alangkah bodohnya
kekuatan sandi di Mataram, sehingga mereka tidak mencium gerakan yang demikian
besarnya, yang akan mengguncang ketahanan jiwani orang-orang Mataram. Demikian
saja mereka percaya dan mengirimkan orang-orang yang sebenarnya diperlukan malam
ini di Kotaraja. " Dengan demikian maka Ki Rangga Resapraja memang merasa bahwa rencananya
masih belum diketahui oleh para petugas sandi di Mataram.
Ketika dua kelompok prajurit sandi dilepas untuk pergi keluar dinding Kotaraja dan akan
berpangkal di Plerd dan Judog, serta membuat hubungan dengan pasukan berkuda yang
kecil di Ganjur, maka Ki Rangga merasa bahwa rencananya akan berhasil.
Lewat senja, maka para pemimpin dari sekelompok orang yang telah menyusun satu
rencana tertentu itu telah berkumpul lagi, sementara orang-orang yang ada dirumah Ki
Rangga Ranawandawa sama sekali tidak boleh keluar dan dinding halaman rumah itu
untuk menjaga agar rencana mereka benar-benar tetap rahasia.
Ki Rangga Resapraja, Ki Podang Abang dan Ki Wanayasa telah hadir diantara mereka
disaniping KI Rangga Ranawandawa dan Ki Dipacala yang akan melaporkan tugas yang
dibebankan kepadanya. Ketika malam menjadi semakin dalam, maka semua orang yang ada dirumah Ki Rangga
Ranawandawa itu telah dikumpulkan. Diantara mreka terdapat ketujuh orang Rubah
Hitam yang telah mengenakan pakaian mereka selengkapnya.
Dua orang diantaranya mereka melaporkan, bahwa mereka telah menjalankan tugas
mereka mengamati rumah Ki Patih Mandaraka sejak lewat tengah hari.
" Tidak ada kegiatan yang nampak selain kegiatan sehari-hari. Tidak ada gerakan
prajurit serta hal-hal lain yang dapat diartikan satu persiapan yang dilakukan secara
khusus " lapor salah seorang dari kedua orang yang mendapat tugas untuk mengamati
rumah Ki Patih itu. Ki Ajar Gurawa menjadi berdebar-debar. Sementara itu Ki Dipacalapun telah
melaporkan pula bahwa semua persiapan sudah mapan.
" Pasukan itu sudah siap untuk bergerak " berkata Ki Dipacala.
" Baik " berkata Ki Wanayasa - jika demikian, maka kita akan melakukannya.
Keseluruhan gerakan ini akan dipimpin oleh Ki Rangga Resapraja yang telah mengetahui
seluk-beluk sasaran lebih baik dari aku. "
Ki Rangga Resapraja itupun kemudian berkata " Malam ini, kita akan merampok
sebuah rumah yang tidak tanggung-tanggung. Bukan saja harta benda yang ada di rumah
itu.Tetapi justru jiwanya sangat kita perlukan. Kita akan memasuki rumah Ki Patih
Mandaraka, dan membunuhnya.
Memang mengejutkan. Ki Ajar yang gelisah, telah terkejut mendengar perintah itu.
Sementara itu Ki Rangga Resapraja berkata selanjutnya - Sebenarnyalah kekuatan
Mataram ada di kepala Ki Patih Mandaraka. Panembahan Senapati memang seorang yang
pilih tanding. Tetapi tanpa Ki Patih, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sejak masa
pemerintahan Kangjeng Sultan Hadiwijaya di Pajang, maka Ki Patih Mandaraka yang
masih bernama Ki Juru Martani telah memegang peranan yang penting. Gugurnya Harya
Penangsang oleh Danang Sutawijaya yang sekarang bergelar Senapati Ing Ngalaga itu
juga karena otak Ki Juru Martani. Karena itu. maka Ki Patih Mandaraka harus kita
musnahkan lebih dahulu. Jika demikian, maka pada saatnya Pati datang ke Mataram,
kekuatan Mataram akan tidak sesulit memijit buah ranti. ~
Orang-orang yang ada di rumah Ki Rangga Ranawandawa itu mengangguk-angguk.
Demikian pula ketujuh orang Rubah Hitam yang telah dipersiapkan menjadi inti kekuatan
dan segerombolan orang yang akan menyerang istana kepatihan itu Ki Ajar Gurawa memang menjadi gelisah, la yang lewat muridnya yang tertua telah
memberikan isyarat kepada .mggaula Gajah Liwung bahwa akan ada gerakan yang dapat
mengguncang Mataram, namun sasarannya tidak dapat disebut Ki Patih Mandaraka.
Namun memang tidak ada kesempatan untuk berbuat begitu. Gerombolan itu tentu
akan berangkat sebelum tengah malam. Mudah-mudahan isyarat yang kemarin malam
diberikan dapat ditangkap oleh orang-orang Gajah Liwung, sehingga Ki Wuayuda telah
membuat persiapan-persiapan yang lebih baik diseluruh kota. Sehingga mereka akan
dapat melihat gerakan yang besar ini. -- berkata Ki Ajar Gurawa kepada kedua orang
muridnya. Tetapi Ki Ajar tidak tahu bahwa dua kelompok prajurit sandi justru telah dikirim keluar
Kotaraja untuk mengamati daerah Plered dan Jodog dan sekitarnya.
Namun dalam pada itu, ketajaman panggraita Ki Patih Mandaraka telah membawanya
kedalam satu keputusan untuk memanggil semua orang anggauta Gajah Liwung.
Kehadiran Ki Rangga Resapraja di Kepatihan. Bahkan Ki Rangga telah pergi ke pakiwan
dan melihat-lihat gedogan serta usaha yang keras dari Ki Rangga untuk memberikan
kesan, seakan akan telah terjadi gerakan diluar Kotaraja, telah membuat Ki Patih
menghubungkannya dengan laporan yang diberikan oleh anggauta Gajah Liwung
berdasarkan atas isyarat dari Ki Ajar Gurawa. Ketajaman kemampuan mengurai
perkembangan keadaan serta unsur-unsur persoalan yang saling bertautan itu, maka Ki
Patih Mandaraka berkesimpulan bahwa sasaran utama malam itu adalah istana Kepatihan
itu sendiri. Meskipun demikian, atas perintah Ki Patih Mandaraka, Ki Wirayuda juga menugaskan
beberapa orang petugas sandi yang tersisa secara khusus mengawasi istana
PanembahanSenapati. Sementara Panembahan Senapati yang sebenarnya telah mendapat
laporan dari Ki Patih telah memberikan perintah-perintah khusus pula yang tidak menarik
perhatian kepada para pemimpin prajurit pengawal serta para pemimpin pelayan dalam
yang bertugas. Namun perintah itupun diberikan setelah malam turun menyelimuti
Mataram, sehingga tidak merambat sampai ke telinga Ki Rangga Resapraja.
Namun dalam pada itu, di istana Kepatihan peningkatan pengawasanpun tidak
dilakukan dengan terbuka. Tetapi sebenarnyalah Ki Wirayuda sendiri telah mengatur para
pengawal yang ada di istana untuk mengawasi setiap jengkal dinding istana Kepatihan.
Bahkan Ki Wirayuda telah memanggil semua orang laki-laki yang ada di lingkungan
dinding halaman istana Kepatihan untuk mempersiapkan senjata. Para juru masak, gamel,
pekatik, juru taman dan para pelayan.
" Kalian harus membantu para prajurit untuk menghadapi segala kemungkinan "
berkata Ki Wirayuda. Orang-orang itupun mengangguk-angguk. Meskipun mereka bukan prajurit, tetapi
kesetiaan mereka untuk mengabdi telah membuat mereka bersedia melakukan perintah Ki
Wirayuda dengan dada tengadah.
Sementara itu, Ki Wirayuda telah memerintahkan pula sepuluh orang terbaik yang telah
dipilihnya, diluar segala perintah yang telah dikeluarkannya hari itu. Sebelum tengah hari
orang-orang itupun telah berada di halaman Kepatihan tanpa mengetahui untuk apa
mereka dipanggil seorang demi seorang sehingga mereka baru tahu bahwa mereka
berjumlah sepuluh orang setelah mereka di halaman istana Kepatihan.
Ketika mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan, maka perintah lainpun telah
jatuh. Mereka tidak boleh keluar dari halaman istana Kepatihan.
Kepada sepuluh orang itu, Ki Wirayuda hdak memperKertalkan kedelapan orang
anggauta kelompok Gajah Liwung sebagai anggauta kelompok itu. Tetapi mereka disebut
sebagai abdi Kepatihan dari berbagai macam pekerjaan. Karena itu, maka delapan orang
anggauta Gajah Liwung berada di antara para juru masak, gamel, pekatik, juru taman dan
para abdi yang lain. Para anggauta kelompok Gajah Liwung sama sekali tidak merasa tersinggung. Mereka
menyadari, bahwa hal itu dilakukan oleh Ki Wirayuda dalam rangka tugasnya. Tugas
sandi. Bahkan Ki Jayaragapun berada pula diantara mereka yang disebut sebagai abdi
Kepatihan itu. Sambil tersenyum Ki Wirayuda justru berkata kepada Ki Jayaraga " Jika
kau merasa terlalu tua untuk terlibat dalam kemungkinan yang keras, maka sebaiknya kau
bersembunyi saja. " Teiapi Ki Jayaragapun menjawab " Ampun Ki Wirayuda. Meskipun sudah tua, aku ingin
menunjukkan setia baktiku. Jika tidak sekarang, kapan hal itu dapat aku lakukan. " Bagus " desis Ki Wirayuda " hati hatilah. Kau akan berada diantara tanaman yang
kau pelihara disetiap hari. Jangan sampai terinjak oleh kaki orang-orang yang tidak
sepantasnya memasuki halaman Kepatihan ini. Sebagai seorang juru taman kau tentu
tidak akan merelakan pohon-pohon bunga itu menjadi rusak dan berpatahan Tentu Ki Wirayuda " jawab Ki Jayaraga sambil mengangguk hormat.
Sabungsari dan anggauta-anggaula Gajah Liwung yang lain sempat tersenyum. Namun
mereka tidak mengatakan sesuatu. Yang justru menjadi agak bingung adalah abdi
kepatihan yang sebenarnya. Namun Ki Wirayuda sempat berbisik -- Mereka adalah abdi
Kepatihan yang baru. Yang justru diterima saat keadaan menjadi gawat. Satu kesempatan
bagi mereka untu mengalami pendadaran. Apakah mereka benar-benar setia dan dapat
diterima mengabdi di Kepatihan. "
Para abdi yang lain hanya mengangguk angguk saj. Tetapi tidak seorangpun yang
sempat bertanya, karena Ki Wuayudapun kemudian telah membagi tugas mereka. "
Tetapi Ki Wirayuda sama sekali tidak menunjukkan kesiagaan itu. Para prajurit justru
berada didalam istana Kepatihan. Hanya beberapa orang saja yang nampak bertugas
dihalaman. Mereka berada di gardu dibelakang regol. Sedangkan hanya dua orang yang
berdiri berjaga-jaga diregol induk halaman istana Kepatihan.
Satu-satunya perubahan yang nampak adalah, bahwa pintu regol induk halaman istana
itu telah ditutup. Sedangkan pintu-pintu yang lain memang sudah menjadi kebiasaannya
telah ditutup pula. Sepuluh orang terpilih yang telah dipersiapkan oleh Ki Wirayuda telah mendapat
petunjuk seluk beluk istana Kepatihan itu. Mereka berada disetiap pintu istana bersama
beberapa orang prajurit yang memang bertugas di istana itu. Mereka harus menahan arus
para penyerang. Jika terjadi pertempuran dipintu-pintu istana, maka para abdi itu akan
terdapat delapan orang anggauta Gajah Liwung, Mereka masih mengharap bantuan Ki
Ajar Gurawa dengan kedua orang muridnya.
Namun Ki Wirayuda yang memimpin langsung pertahanan di istana Kepatihan itu telah
mengatakan kepada setiap orang di halaman istana itu, bahwa lawan jumlahnya tentu
akan lebih banyak. -- Tetapi kita berharap bahwa kita akan dapat menghancurkan mereka " berkata Ki
Wirayuda. Sementara itu, Sabungsari, Glagah Putih dan Ki Jayaraga lelah sepakat untuk dengan
cepat menyusul lawan mereka. Jika tidak demikian, maka pertahanan di Kepatihan itu
akan mengalami kesulitan. Apalagi diantara mereka terdapat para abdi yang tidak terlatih,
meskipun ada diantara mereka yang memang bekas prajurit memilih bekerja di Kepatihan
dihari-hari menjelang usia tuanya.
Delapan orang anggauta Gajah Liwung itu telah menebar. Namun Sabungsari, Glagah
Putih dan Ki Jayaraga masih berkumpul di dekat seketheng. Mereka harus dengan cepat
menemukan orang-orang terpenting dari mereka yang datang rnenyerang. Jika tidak,
maka korban tentu akan dengan cepat berjatuhan diantara para abdi kepatihan.
Malampun semakin lama menjadi semakin dalam. Istana Kepatihan nampak sepi.
Penghuninya seakan-akan telah lelap tertidur kecuali beberapa orang prajurit yang berada
digardu dibelakang regol induk. Dua orang prajurit berdiri disebelah menyebelah regol.
Untuk mengusir perasaan kantuk dan jemu, keduanya sering berjalan menyilang dan
bertukar tempat sampai datang dua orang yang akan menggantikan mereka di giliran
berikutnya. Sementara keduanya dapat beristirahat digardu bersama beberapa orang
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kawannya yang lain. Namun para prajurit itupun telah dibekali dengan kesiagaan sepenuhnya. Kemungkinan
yang buruk dapat mengguncang halaman istana Kepatihan.
Sementara itu, jalan-jalan di Kotaraja telah menjadi sepi. Mataram seakan-akan telah
tertidur pula. Beberapa buah oncor nampak berkeredipan. Namun sinarnya tidak cukup
terang menggapai setiap jengkal jalan-jalan kota.
Diantara rimbunnya pepohonan dan kegelapan, maka nampak bayangan yang
bergerak. Dari beberapa arah menyusup jalan-jalan yang sempit. Ternyata semuanya
menuju ke istana Kepatihan.
Mereka adalah orang-orang yang telah terikat dalam satu rencana yang masak,
memasuki istana Kepatihan. Mereka bukan saja akan merampok, tetapi mereka mendapat
tugas terpenting, membunuh Ki Patih Mandaraka yang dianggap sebagai seorang yang
memiliki otak cemerlang disamping Panembahan Senapati yang ilmunya tidak tertandingi.
Namun tanpa Ki Patih, maka Panembahan Senapati tidak banyak dapat berbuat.
Sejalan dengan malam yang merayap semakin malam, maka orang-orang itupun
menjadi semakin dekat dengan istana Kepatihan. Ki Dipacala telah membagi orang orangnya menjadi beberapa kelompok yang akan mendekati Kepatihan lewat loronglorong yang berbeda. Namun diantara mereka itu, maka beberapa orang yang dianggap orang-orang penting akan datang lewat bagian depan halaman Kepatihan.
Orang-orang terpenting itu antara lain adalah Ki Wanayasa, Ki Podang Abang, Ki
Rangga Resapraja, Ki Rangga Ranawandawa, Ki Dipacala sendiri dan bersama dengan
mereka adalah Ki Truna Patrap, Ki Kerta Dangsa dan kedua kemanakannya, serta ketujuh
orang Rubah Hitam. Ketika dua orang yang mendapat tugas untuk mendahului para pemimpin dari
kelompok yang menyerang istana Kepatihan itu melihat regol halaman Kepatihan ditulup,
maka mereka memang menjadi termangu-mangu sejenak.
" Kita laporkan saja kepada Ki Rangga Ranawandawa atau Ki Rangga Resapraja "
berkata salah seorang dari kedua orang itu.
Ki Rangga Resapraja memang menjadi agak heran. Bahkan iapun berdesis " Apakah
Kepatihan sudah bersiap-siap" Tetapi menurut perhitunganku, serta laporan yang aku
terima, Ki Patih benar-benar telah mengikuti petunjukku. Telah dikirim dua kelompok
petugas sandi keluar Kotaraja. "
" Tetapi bahwa pintu gerbang itu ditutup, memang merupakan satu kelainan dari
kebiasaan - sahut Ki Rangga Ranawandawa.
" Kita akan membuktikan. Seseorang akan memanjat dinding dan melihat, apakah ada
kesiagaan didalam halaman istana. -- desis Ki Rangga Resapraja.
Yang mendapat tugas untuk melihat adalah Ki Dipacala sendiri disertai dua orang
diantara ketujuh orang Rubah Hitam itu.
Sebenarnyalah, dibawah sebatang pohon yang rimbun yang tumbuh dekat dinding
halaman, maka ketiga orang itu, dengan mempergunakan kemampuan mereka telah
meloncat keatas dinding. Namun Ki Dipacala itu menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak melihat kesiagaan apapun
didalam halaman. Bahkan yang dilihat adalah dua orang penjaga pintu gerbang yang
terkantuk kantuk yang sekali-sekali berjalan saling menyilang untuk mencoba mengusir
kantuk. Sementara kawan-kawannya duduk digardu sambil menguap. Dua orang diantara
mereka bermain macanan disebelah gardu dan duduk di atas tikar.
Kepada yang ada di bawah Dipacalapun memberi isyarat bahwa tidak ada kegiatan
apapun di halaman Kepantihan.
Ki Podang Abang sendirilah yang kemudian meyakinkan, apakah di halaman itu benarbenar
tidak ada persiapan apapun. Bahkan bersama Ki Rangga Resapraja.
Sebenarnyalah, bahwa di halaman itu tidak ada persiapan sama sekali untuk
menyongsong kedatangan orang-orang yang telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya
untuk merampok istana Kepatihan itu.
Namun mereka tidak menyadari, bahwa dibelakang setiap pintu istana Kepatihan telah
bersiap orang-orang yang terpilih dan beberapa orang prajurit pengawal istana yang
justru ditarik masuk kedalam. Sementara itu, di rumah-rumah para abdi dibelakang
Kepatihan, telah bersiap para abdi serta kedelapan orang anggauta Gajah Liwung yang
mengaku sebagai abdi Kepatihan itu pula. Sedangkan diregol dan digardu di halaman
depan, terdapat pula beberapa orang prajurit yang nampaknya tidak bersiap-siap
menghadapi serangan yang bakal datang. Namun sebenarnyalah mereka telah
mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan berbagai jenis senjata. Bahkan didalam gardu
itu terdapat beberapa buah busur dan anak panah. Lembing dan senjata-senjata yang
lain, yang siap mereka pergunakan. Sedangkan jumlah prajurit yang ada di gardu
memang tidak terlalu banyak. Namun mereka benar-benar dapat dipercaya.
Dalam pada itu, maka Ki Rangga Resaprajapun telah memberikan isyarat kepada para
pemimpin yang lain bahwa mereka dapat memasuki halaman dengan hati-hati, sementara
Ki Dipacala justru meloncat keluar untuk memberikan aba-aba kepada pasukannya yang
tentu sudah mengepung istana itu dari berbagai penjuru.
Ki Jayaraga yang memiliki pendengaran yang sangat tajam mengetahui bahwa
beberapa orang telah memasuki halaman. Karena itu, maka iapun telah menarik tali yang
memberikan isyarat kedalam istana, sehingga semua orangpun telah bersiap. Bahkan Ki
Patih Mandaraka sendiri telah bersiap pula untuk menghadapi orang-orang yang akan
memasuki istananya. Ki Patih yakin bahwa diantara orang-orang yang memasuki istananya
itu tentu terdapat orang-orang yang berilmu tinggi yang merasa yakin akan dapat
menyelesaikan Ki Patih itu sendiri.
Namun Ki Patihpun adalah seorang yang mumpuni, la bukan saja orang yang berpikir
jernih. Tetapi ia adalah seorang yang memiliki ilmu sangat tinggi sehingga pada suatu saat
Panembahan Senapati telah menyerahkan anaknya yang tidak terkekang serta memiliki
ilmu yang tidak dimengerti kepada Ki Patih Mandaraka. Namun di tangan Ki Patih
Mandaraka, Raden Rangga, putera Panembahan Senapati itu menjadi lebih jinak,
meskipun kadang-kadang masih juga lepas kendali.
Sementara itu, dua orang prajurit lelah mendapat perintah untuk memberitahukan
kehadiran orang-orang yang akan menyerang istana Kepatihan itu kepada para prajurit
yang ada di gardu. Dengan seakan-akan tidak tahu menahu bahaya yang mengancam, maka dua orang
begitu saja turun dari pendapa istana Kepatihan berjalan tanpa ragu-ragu menuju ke
gardu dibelakang pintu gerbang.
Orang-orang yang sudah ada di halaman melihat kedua orang prajurit yang berjalan
menuju ke gardu. Dengan demikian mereka menjadi semakin yakin, bahwa kedatangan
mereka masih belum diketahui oleh para petugas di Kepatihan.
Para prajurit yang ada di gardu setelah mendapat pemberitahuan bahwa orang-orang
yang mereka tunggu lelah benar-benar memasuki halaman, maka merekapun segera
bersiap-siap. Tetapi seperti yang sudah dipesankan, maka semuanya itu dilakukan dengan
tidak memberikan kesan kesiagaan. Kedua orang yang ada di regol masih saja berdiri
terkantuk-kantuk. Mereka berjalan menyilang untuk mengusir kantuk. Seorang dari kedua
orang itu menguap. Namun dalam pada itu, para prajurit yang berada didalam gardu, telah bersiap
sepenuhnya. Mereka telah mengenakan senjata mereka. Bahkan ada diantara mereka
yang lelah mempersiapkan busur dan anak panah.
Dalam pada itu, orang-orang yang telah berada dihalaman telah bergerak dengan
diam-diam. Mereka telah membuka pintu-pintu butulan. Dengan demikian maka orangorang
yang mengepung istana Kepatihan itu telah memasuki halaman dar samping dan
belakang. Ki Rangga Resapraja, Ki Wanayasa dan Podang Abang serta orang-orang yang
menyertainya merasa bahwa rencana mereka dapat berjalan dengan lancar. Semua orang
yang mereka bawa telah berada di halaman Kepatihan. Dengan demikian maka mereka
tidak memerlukan pintu gerbang didepan yang tertutup.
Ketika semuanya sudah dianggap mapan, maka isyaratpun telah diberikan. Dalam
kegelapan malam itu telah terdengar suara burung kedasih ngelangut.
Isyarat pertama, merupakan satu peringatan agar semua orang telah berada ditempat
yang telah ditentukan. Kemudian terdengar isyarat kedua. Semua orang bersiaga. Senjata
dan kelengkapan harus sudah siap.
Para pemimpin dari gerombolan yang memasuki istana Kepatihan itu memang menjadi
berdebar-debar. Mereka sudah membayangkan keberhasilan mereka. Di istana Kepatihan
itu tentu terdapat harta benda yang tidak ternilai harganya. Pusaka-pusaka yang bertuah.
Perhiasan dari emas dan perak. Permata dan batu-batu mulia. Namun lebih dari semua itu
adalah nyawa Ki Patih Mandaraka sendiri.
Sejenak kemudian, maka terdengarlah isyarat ketiga, suara burung kedasih yang
memecahkan kesepian malam itu merupakan perintah bagi setiap orang dalam
gerombolan itu untuk menyerang memasuki istana Kepatihaa
Namun mereka terkejut ketika hampir berbareng dengan suara kedasih yang
merupakan isyarat ketiga itu, terdengar pula suara burung hantu. Tidak hanya dari satu
sumber. Tetapi dari beberapa sumber. Suara burung hantu itu terdengar sahut-menyahut
dari rumah kerumah. Ki Rangga Resapraja memang terkejut. Demikian pula beberapa orang pemimpin yang
lain. Tetapi mereka tidak sempat berbuat sesuatu. Demikian isyarat ketiga itu berbunyi,
maka orang-orangnyapun telah mulai bergerak.
Beberapa orang yang mendapat perintah untuk memasuki istana dari belakangpun
telah berlari-lari menuju kepintu-pintu yang menghadap kebelakang. Demikian pula yang
dari samping kanan dan kiri. Beberapa orang mendapat perintah untuk mengepung dan
membatasi gerak para prajurit yang ada di gardu. Sementara para pemimpin akan
memasuki istana lewat pintu depan.
Beberapa orang yang berusaha mengepung para prajurit yang ada digardu terkejut.
Tiba-tiba dinding disisi gardu itu seakan-akan telah terbuka. Beberapa orang prajurit
berloncatan keluar dari gardu dengan busur dan anak panah.
Prajurit-prajurit itu telah mendapat perintah untuk tidak menjadi ragu-ragu, Karena itu,
maka demikian mereka menarik tali busur, mereka benar-benar telah membidik dada.
Sehingga demikian anak panah mereka terlepas, maka seorang diantara mereka yang
mengepung itu mengaduh tertahan dan kemudian terlempar jatuh.
Serangan itu memang tidak terduga-duga, sehingga dalam waktu singkat, beberapa
orang telah benar-benar menjadi korban.
Namun yang lain segera menyesuaikan diri mereka. Orang-orang itu menjadi semakin
menebar. Namun anak panah itu rasa-rasanya telah memburu kemana mereka bergeser.
Karena itu, maka mereka harus berusaha untuk menghindari anak panah yang
meluncur itu, atau menangkisnya dengan senjata mereka.
Sementara itu, orang-orang dari kelompok Gajah Liwungpun telah keluar dari rumahrumah
para abdi. Mereka segera bergeser justru menyusup dibelakarg gerombolan yang
telah menyerang istana itu. Mereka ternyata terlalu sibuk dengan usaha mereka
memecahkan pintu sehingga tidak melihat kegiatan orang-orang yang telah menunggu
mereka. Dalam pada itu, beberapa orang anggauta Gajah Liwung telah berada di halaman
depan. Mereka sempat melihat pertempuran antara beberapa orang penyerang dengan
para prajurit yang semula berada di gardu. Namun ternyata para prajurit itu tidak sekedar
menunggu. Tetapi mereka justru telah mendekat. Busur mereka masih saja terentang dan
anak panahpun meluncur semakin deras. Bahkan beberapa orang telah melemparkan
lembirng-lembing kayu ber-bedor besi.
Para anggauta Gajah Liwung menganggap bahwa mereka akan dapat menyelesaikan
pertempuran itu jika tidak ada perubahan sikap para penyerangnya.
Dengan demikian maka para anggauta Gajah Liwung itupun telah memecah diri. Yang
tetap berada dibagian depan adalah Ki Jayaraga, Sabungsari dan Glagah Putih. Mereka
yakin bahwa orang-orang terpenting yang datang menyerang itu juga berada di-pintu
depan. Anggauta yang lain telah membaurkan diri dengan para abdi Kepatihan itu. Mereka
memencar disekeliling istana. Mereka telah bersiap untuk menyerang para anggauta
gerombolan itu dari punggung jika para prajurit telah memancing mereka dalam
pertempuran. Di beberapa sisi pintu memang lelah dipecahkan. Pintu samping istana yang
menghadap ke longkangan kiri telah pecah. Namun demikian pintu terbuka, maka yang
menghambur keluar adalah beberapa orang prajurit dengan senjata teracu. Demikian pula
dua pintu yang lain. Sehingga pertempuranpun segera pecah.
Pada saat yang demikian, maka para abdi serta para anggauta kelompok Gajah Liwung
telah menyerang mereka. Yang berada dipaling depan adalah para abdi Kepatihan yang
pernah menjadi prajurit yang dihari tuanya ingin mengabdi di Kepatihan.
Dengan demikian maka halaman Kepatihan itupun seakan-akan telah dibakar oleh
pertempuran dibeberapa penjuru. Namun adalah diluar dugaan orang-orang yang datang
menyerang, bahwa Kepatihan itu telah bersiaga sepenuhnya menerima kedatangan
mereka. Apalagi ketika orang-orang itu telah mendapat serangan dari punggung.
Meskipun yang datang menyerang itu para abdi, tetapi mereka benar-benar terkejut.
Apalagi para abdi yang pernah menjadi prajurit. Meskipun pada umumnya mereka sudah
berangkat menjadi tua, tetapi mereka masih memiliki ketangkasan seorang prajurit
Mataram. Dengan demikian maka perhatian merekapun terpecah. Beberapa orang harus
berpaling dan menghadapi para abdi. Tetapi jantung mereka berdegup keras, ketika
ternyata diantara para abdi itu terdapat orang-orang yang tangkas mempermainkan
senjata. Selain para bekas prajurit, maka ada diantara mereka adalah anggauta Gajah
Liwung yang memang berbaur dengan para abdi.
Dengan demikian maka pertempuran itupun menjadi semakin seru. Orang-orang yang
menyerang istana Kepatihan itu mulai merasa terjebak. Namun dalam sekilas, mereka
masih melihat bahwa jumlah mereka memang lebih banyak.
Namun demikian, jumlah para penyerang itupun dengan cepat telah susut. Selain
karena mereka terkejut, juga karena para prajurit dan para abdi Kepatihan benar-benar
tidak ragu-ragu menjalankan perintah.
Di bagian depan, Ki Rangga Resapraja dan para pemimpin yang lain benar-benar
merasa terjebak. Ternyata Ki Patih Mandaraka benar-benar seorang yang berotak
cemerlang. Ia mampu membaca apa yang akan terjadi di Kepatihan itu meskipun isyarat
yang diterimanya hanya sedikit sekali.
Dalam pada itu Ki Ajar Gurawa yang melihat kesiagaan di istana Kepatihan itu menarik
nafas dalam-dalam. Agaknya isyarat telah sampai meskipun Ki Ajar Gurawa juga tidak
tahu darimana Ki Patih dapat menduga bahwa serangan yang bakal datang tertuju ke
istana Kepatihan. Namun dalam pada itu, maka Ki Ajarpun dengan serta merta telah berlari ke halaman
depan dibawah tangga pendapa. Selagi para pemimpin dari gerombolan yang menyerang
itu berusaha untuk dengan cepat memasuki istana Kepatihan dan menyelesaikan Ki Patih
Mandaraka dengan cepat bersama-sama, maka Ki Ajar itupun telah berteriak - He Podang
Abang. Inilah aku. Ajar Gurawa yang selama ini hanya dapat mendengar namamu. ~
Podang Abang berpaling. Ia melihat Ajar Gurawa dibawah cahaya lampu minyak
sebagai seseorang yang disebut Kerta Dangsa. Namun dengan cepat Podang Abangpun
menyadari bahwa orang itu tentu telah berkhianat.
Namun ia berkata " jangan hiraukan orang itu. Pecahkan pintu. Jika kita bersamasama
menyerang Ki Patih Mandaraka dengan kemampuan ilmu kita masing-masing, maka
Ki Patih tentu akan segera terbunuh. Baru kemudian, maka kita akan membantai semua
orang yang telah mencoba menghalangi kita. "
Ki Rangga Resapraja mengangguk kecil. Namun iapun telah membangunkan ilmunya.
Dengan satu hentakan ilmu yang disalurkan lewat kedua telapak tangannya yang
menghantam pintu, maka pintu itupun telah pecah.
Beberapa orang menghambur masuk. Namun mereka terhenti ketika mereka melihat Ki
Patih Mandaraka berdiri tegak diruang dalam disamping Ki Wirayuda yang telah bersiap
menghadapi segala kemungkinan.
Dengan suara yang agak serak Ki Patih Mandaraka menyapa mereka " Selamat malam
saudara-saudaraku. Aku sudah menunggu agak lama. Aku kira aku salah hitung dan
perampokan itu benar-benar terjadi di sekitar Plered atau Jodog. Wajah Ki Rangga Resapraja menjadi panas. Namun ia berkata " Baiklah Ki Patih. Aku
dan kawan-kawanku harus mengakui betapa cemerlangnya otak Ki Patih. Meskipun
demikian, sekarang aku datang bersama beberapa orang itu untuk membunuh Ki Patih
Mandaraka. Mungkin pasukan Ki Patih yang berhasil menjebak kami akan dapat menahan
kami beberapa lama. Tetapi Ki Patih tidak akan dapat bertahan sepenginang. "
" Aku tidak sendiri Ki Rangga " jawab Ki Patih - kau sudah dengar suara Ki Ajar
Gurawa di halaman" Ia adalah orang yang sangat aku percaya. Ia berhasil hadir didalam
tubuh gerombolanmu sehingga karena itu, maka rencanamu kali ini dapat aku ketahui. "
" Itulah yang aku kagumi Ki Patih " berkata Ki Resapraja " tetapi orang itupun akan
segera mati, karena bagi kami, hukuman yang paling sesuai bagi seorang pengkhianat
adalah hukuman mati. Namun tiba-tiba Ki Patih tertawa. Katanya - Ia dapat dihukum mati jika ia terikat pada
tiang pendapa. Tetapi ia masih tetap bebas. Dan ia memiliki ilmu yang sangat tinggi "
" Persetan. Bersedialah untuk mati Ki Patih " Podang Abang menjadi tidak telaten.
Iapun segera mempersiapkan diri untuk menyerang.
Tetapi Podang Abang itu terkejut. Yang juga masuk melalui pintu yang dirusak itu
berkata dibelakangnya " Apakah kau lupa akan janjimu Podang Abang. Kau tidak dapat
bertempur melawan Ki Patih Mandaraka, karena jika demikian maka kau tentu akan mati
karena ilmu Ki Patih tidak terlawan oleh siapapun di Mataram. Mungkin Panembahan
Senapati. Bukankah dengan demikian janji kita akan batal" Kita akan membuat satu
penyelesaian yang paling manis bagi orang-orang tua. "
Podang Abang berpaling. Dengan kemarahan yang meledak ia menggeram " Setan
kau Jayaraga. " Ki Jayaraga tertawa. Katanya " Apakah kau masih seorang laki-laki seperti dahulu" "
" Ya - jawab Podang Abang singkat.
Sementara itu Ki Wanayasa berkata " Baiklah. Lakukan apa yang akan kau lakukan Ki
Podang Abang. Biarlah aku menyelesaikan Ki Patih Mandaraka. ~
Podang Abang tidak menunggu lebih lama lagi. Katanya -Baiklah. Ternyata bahwa nasib
Ki Patih masih cukup baik sekarang ini. Tetapi sebelum fajar, Ki Patih dan orang-orangnya
tentu sudah disapu bersih dari Kepatihan. Biarlah aku membunuh Jayaraga itu dahulu.
Nampaknya ia ingin memanfaatkan keadaan ini untuk menyelamatkan diri. "
Ki Jayaraga justru tertawa. Katanya " Kertapa aku harus memanfaatkan satu keadaan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk membebaskan diri" Aku hanya mencari kesempatan untuk dapat bertemu
denganmu. Sebenarnya aku sudah melupakanmu. Tetapi kaulah yang mengungkit
persoalan lama, sehingga aku harus menghadapimu lagi. "
" Cukup " geram Podang Abang " kita akan turun kehalaman. Jangan menyesali
nasibmu yang buruk Jayaraga. Podang Abangpun telah bergerak ke pintu. Jayaragapun lelah mendahuluinya turun ke
halaman. Sementara beberapa orang lain justru menyibak, memberikan jalan kepada
kedua orang tua itu untuk membuat perhitungan.
Sementara itu Ki Patih Mandarakapun bertanya kepada Ki Wanayasa - Ki Sanak. Aku
belum pernah melihatmu sebelumnya sebagaimana aku belum pernah bertemu dengan
orang yang disebut Podang Abang itu. "
" Bagus Ki Patih - jawab Ki Wanayasa " aku memang harus mengatakan bahwa
langkah ini akulah yang bertanggung jawab sepenuhnya. Baru kemudian orang-orang lain
yang datang bersamaku. "
" Karena itu, maka aku ingin tahu siapakah Ki Sanak itu. Seandainya aku tidak sempat
melihat matahari terbit esok, maka aku sudah tahu, siapakah Ki Sanak sebenarnya. - desis
Ki Patih Mandaraka. " Baiklah Ki Patih " jawab Ki Wanayasa - jika kau ingin tahu, aku adalah salah
seorang guru Kangjeng Adipati Pati. "
Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya - Jadi kau datang ke Mataram sebagai utusan
Kangjeng Adipati" "
" Tidak. Aku datang atas kehendakku sendiri. Jika Kangjeng Adipati tahu bahwa aku
telah membunuhmu malam ini, maka Kangjeng Adipati tentu akan marah kepadaku "
jawab Ki Wanayasa. Lalu katanya - Mungkin satu keinginan yang ngayawara bahwa
seseorang ingin membunuh Ki Patih Mandaraka yang berilmu sangat tinggi. Tetapi
ketahuilah Ki Patih. Ilmumu memang sangat tinggi dipandang oleh orang-orang Mataram.
Tetapi tidak oleh orang-orang Pati yang bekerjasama dengan orang-orang dari Gunung
Kendeng yang menjadi kecewa atas sikap Senapati di Madiun. Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk. Katanya"jika demikian, apakah Kangjeng
Adipaii Pati benar-benar ingin bermusuhan dengan Mataram" Mudah-mudahan yang
terjadi ini adalah satu langkah karena kebodohanmu saja, sehingga antara Mataram dan
Pati tidak akan terjadi sesuatu. Ki Wanayasa mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Mudah-mudahan hanya karena
kebodohanku. Tetapi aku sudah berterus-terang, bahwa Kangjeng Adipati Pati tidak
memerintahkan aku membunuhmu Ki Patih. Jika aku melakukannya, sebenarnyalah
karena aku ingin tahu, apakah benar orang-orang Mataram yang disebut berilmu tinggi itu
mampu melindungi diri sendiri. Selebihnya, tanpa Ki Patih, maka Panembahan Senapati
tidak akan dapat berbuat banyak. Seandainya Kangjeng Adipati kemudian benar-benar
harus bertempur melawan Mataram, maka Mataram tidak akan mampu bertahan
sepenginang. " Ki Patih Mandaraka tersenyum. Katanya " Sebenarnya hal seperti ini
tidak usah terjadi. Kita yang tua-tua ini harus berusaha untuk jika mungkin mencegah
permusuhan diantara Mataram dan Pati. Kau barangkali mengetahui, siapakah orang tua
Panembahan Senapati dan siapa pula orang tua Kangjeng Adipati Pati. Panembahan
Senapati adalah anak Ki Gede Pemanahan. Sedang Kangjeng Adipati Pati adalah anak Ki
Penjawi. Kedua-duanya adalah adik seperguruanku. "
Tiba-tiba Ki Wanayasa tertawa. Katanya " Dalam ketakutan kau sempat mengenang
orang tua Kangjeng Adipati Pati. Tetapi itu tidak ada artinya lagi, kau akan mati malam ini.
" Ki Patih Mandaraka mengerutkan dahinya. Sementara itu Ki Wanasayapun telah bersiap
pula. Namun dalam pada itu, Ki Rangga Ranawandawa berkata " Biarlah aku selesaikan
dahulu Wirayuda yang sombong ini. Selesaikan Ki Patih. Jika kalian belum berhasil dan
Wirayuda ini sudah mati, aku akan melibatkan diri. Tetapi tikus ini tidak akan mengganggu
lagi. - " Cepat selesaikan orang itu " sahut Ki Rangga Resapraja. Lalu katanya " sementara
ini aku dan Ki Wanayasa akan menyelesaikan Ki Patih Mandaraka. "
Kedua orang itupun segera bersiap. Ki Patih Mandarakapun bergeser surut. Sedangkan
Ki Wirayuda justru telah mengambil jarak.
Dalam pada itu, pertempuran telah berkobar disekitar istana Kepatihan. Para prajurit,
sepuluh orang petugas sandi yang terpilih serta sebagian dari anggauta Gajah Liwung
telah menyebar. Dari luar para abdi bertempur dengan garangnya menghadapi orangorang
yang datang menyerang istana itu. Meskipun jumlah para penyerang itu lebih
banyak, namun mereka tidak segera menguasai medan.
Sementara itu, Ki Ajar Gurawa yang telah menyatakan dirinya itu, tiba-tiba saja telah
dikepung oleh tiga orang dari antara tujuh orang Rubah Hitam. Kemudian dua orang
diantara mereka telah menghadapi kedua orang yang dianggap kemanakan KiAjar Gurawa
yang diKertal bernama Kerta Dangsa.
Namun dalam pada itu, Ki Jayaraga yang telah berhadapan dengan Podang Abang
berkata lantang " Maaf Ki Ajar Gurawa. Aku telah mengambil orang itu untuk aku jadikan
kawan bermain, karena orang ini adalah sahabat lamaku yang telah beberapa lama ingin
membuat penyelesaian. "
Ki Ajar Gurawapun sempat menjawab " Silalikan Ki Jayaraga. Ternyata aku harus
menghadapi rubah-rubah yang nampaknya buas ini. "
" Diam kau pengkhianat " geram salah seorang dari Rubah Hitam itu " kami sudah
curiga sejak kemarin. Tetapi kau berhasil membius Ki Dipacala. Bahkan Ki Rangga berdua.
Sekarang kau tidak akan mampu melepaskan diri dari hukuman yang paling pantas bagi
seorang pengkhianat. Kulitmu akan terkelupas seperti sebuah pisang yang sudah dikuliti.
Jika dalam keadaan demikian kau masih hidup, maka tubuhmu akan disiram dengan air
garam. " Tetapi Ki Ajar Gurawa tertawa. Katanya ~ Darimana kau mendapatkan garam" Apakah
kau sudah sampai ke dapur Kepatihan" Namun Ki Ajar itu terkejut. Tiba-tiba saja salah seorang dari Rubah Hitam itu telah
menebarkan sejumput garam sambil berkata " Kau jangan heran bahwa garam
merupakan kelengkapan senjata kami. "
Ki Ajar termangu-mangu sejenak. Sebelum ia berkata sesuatu, salah seorang Rubah
Hitam itu lebih dahulu menggeram ~ Kau mulai ketakutan. Tetapi tidak ada jalan kembali.
Seandainya kau berlutut dan mohon maaf sekalipun, semuanya sudah terlambat. Namun Ki Rangga justru tertawa lagi. Katanya - Kau memang lucu. Rubah-rubah yang
pernah aku lihat memang lucu. Ketiga orang Rubah Hitam itu menjadi sangat marah. Bagaimanapun jugamereka masih
juga mempunyai perasaan, sehingga kata-kata Ki Ajar itu benar-benar menyinggung
perasaan mereka. Karena itu, maka tiba-tiba ketiganya telah berloncatan menempatkan dirinya diseputar
Ki Ajar Gurawa. Dengan tenang Ki Ajar menghadapi mereka bertiga. Namun Ki Ajar itu merasa bahwa
lawannya bukan lawan yang dapat dianggap ringan.
Sejenak kemudian, Rubah Hitam itupun mulai menyerang, sehingga pertempuran
segera terjadi. Mereka berloncatan dengan tangan yang siap menerkam. Tiba-tiba saja Ki
Ajar melihat kuku-kuku yang panjang dijari-jari ketiga orang lawannya itu.
Ki Ajar tidak sempat mengingat-ingat, apakah sejak ia melihat ketujuh orang Rubah
Hitam itu, ditangannya sudah ada kuku-kukunya yang panjang seperti itu.
Namun kini Ki Ajar itu harus menghindari sentuhan kuku-kuku yang tentu akan dapat
melukai kulitnya. Ternyata Ki Ajar yang dikenal dengan nama Kerta Dangsa itu cukup tangkas. Meskipun
ia harus melawan tiga orang terpilih dari gerombolan yang besar itu, namun Ki Ajar tidak
segera kehabisan akal. Bahkan kecepatannya bergerak, kadang-kadang telah membuat
lawan-lawannya menjadi kebingungan.
Kedua orang murid Ki Ajar itu masing-masing harus menghadapi seorang diantara
Rubah Hitam itu. Sementara itu dua orang dari ketujuh orang Rubah itu telah terhenti langkahnya, ketika
tiba-tiba saja dua orang anak muda berdiri dihadapan mereka. Sabungsari dan Glagah
Putih. " Kita selesaikan dua orang ini lebih dahulu " berkata Sabungsari.
" Iblis kau. Siapa namamu" " geram salah seorang dari kedua orang Rubah Hitam itu.
" Sabungsari " jawab Sabungsari sambil melangkah mendekat " siapa kau dalam
pakaian yang aneh itu" "
" Kau yang dungu. Kami adalah dua diantara tujuh orang Rubah Hitam yang tidak
pernah dapat dikalahkan " jawab seorang diantara keduanya.
Sabungsari tidak menjawab lagi. Namun kemudian katanya kepada Glagah Putih "
Marilah, cepat sedikit. Semakin sombong orang itu, semakin cepat saja kita selesaikan. "
Kedua Rubah Hitam itu menggeram. Tiba-tiba saja keduanya telah meloncat
menerkam. Sabungsari dan Glagah Putih telah siap menunggunya. Karena itu dengan cepat pula
mereka menanggapi serangan kedua orang Rubah itu.
Betapapun garangnya Rubah Hitam itu, ternyata di arena pertempuran itu mereka
semuanya telah tenggelam tanpa dapat menunjukkan kelebihan mereka sama sekali.
Dipacala yang mengatur orang-orangnyapun telah berada di halaman depan istana itu
pula. Demikian pula dengan Truna Patrap. Mereka menjadi gelisah melihat ketujuh orang
kebanggaan mereka sama sekali tidak berarti apa-apa.
Sebenarnyalah ketujuh Rubah Hitam itu tidak mampu berbuat apa-apa dihadapan
orang-orang yang seakan-akan kebetulan saja mereka temui di arena pertempuran itu. "
Truna Patrap yang menjadi kurang sabar berkata kepada Dipacala " Apakah kita akan
berdiam diri saja dan sekedar mengelilingi istana ini. "
" Kita selesaikan kedua orang anak muda itu " berkata Dipacala.
Dipacala dan Truna Patrappun segera mendekati Sabungsari dan Glagah Putih. Tetapi
mereka tidak ingin bertempur bersama-sama dengan Rubah Hitam yang mempunyai gaya
tersendiri itu. Karena itu, maka Dipacalapun berkata kepada Rubah Hitam yang kebetulan
bertempur melawan Glagah Putih " Bergabunglah dengan kawanmu. Kami akan
menyelesaikan anak ini. Nampaknya anak ini memiliki ilmu yang cukup tinggi. Rubah Hitam itu meloncat surut, sementara Glagah Putih memang memberinya
kesempatan. Bahkan sambil berkata " Silahkanlah Rubah. Aku tidak akan
mengganggumu selagi kau ingin berganti permainan. "
Namun yang mengumpat adalah Truna Patrap " Anak iblis kau. Begitu sombongnya
kau dihadapanku. " " Aku sombong dihadapan siapa saja. Nah, katakan, siapa kau" " Truna Patrap
menggeram. Katanya " Aku Truna Patrap. Kau tentu belum pernah mendengar namaku.
Namun sebelum kau mati, ada baiknya kau mengagumi nama Truna Palrap.
Glagah Putih tertawa. Katanya " Apa yang harus aku kagumi padamu" " Cukup - bentak Truna Patrap.
Namun Glagah Putih masih juga bertanya ~ Siapa yang seorang lagi" "
- Dipacala " jawab Dipacala singkat " marilah. Kita berada di pertempuran.
Glagah Putih tidak menjawab lagi. Tetapi ia memang harus berhati-hati menghadapi
kedua orang yang nampaknya juga berilmu sebagaimana Rubah Hitam itu.
Sabungsarilah yang kemudian harus bertempur melawan kedua orang Rubah Hitam
yang garang itu. Dengan cepat, keduanya berloncatan, menyambar, menerkam dan
bahkan berteriak mengejutkan.
Tetapi Sabungsari yang memiliki pengalaman yang luas itu tidak segera dapat dikuasai
oleh sepasang Rubah Hitam itu.
Dalam pada itu, Ki Ajar Gurawa yang bertempur melawan ketiga orang Rubah Hitam itu
sempat melihat Ki Wirayuda dan Ki Rangga Ranawandawa meloncat keluar dari ruang
dalam. Nampaknya Ki Wirayuda memang memancing lawannya untuk bertempur di
halaman. Sementara itu, Ki Patih Mandaraka menghadapi Ki Wanayasa dan Ki Rangga Resapraja
diruang dalam. Namun dalam pada itu, orang-orang yang menyerang istana Kepatihan itu menjadi
heran. Kertapa tiba-tiba saja di Kepatihan telah hadir orang-orang berilmu tinggi. Anakanak
muda sebagaimana yang dihadapi oleh Dipacala dan Truna Patrap itupun tidak
segera dapat mereka selesaikan, disamping kedua Rubah Hitam yang berhadapan dengan
Sabungsari itu justru mulai terdesak.
Yang segera mengalami kesulitan adalah kedua Rubah yang berhadapan dengan kedua
orang murid Ki Ajar Gurawa.
Orang-orang yang bertempur di halaman itu terkejut, ketika mereka mendengar kedua
Rubah yang melawan murid Ki Ajar itu tiba-tiba mengaum tinggi.
Kedua orang murid Ki Ajar itupun dengan cepat mempersiapkan diri. Mereka mengira
bahwa aumam itu merupakan satu isyarat bagi Rubah itu untuk melepaskan ilmu
pamungkas mereka. Namun yang terjadi kemudian tidak lebih dari hentakan-hentakan
ilmu sebagaimana yang sudah diperlihatkan sebelumnya.
Ki Rangga Resapraja yang ada didalam menjadi gelisah. Ia kenal atas isyarat yang
dilontarkan oleh kedua Rubah itu. Demikian pula Ki Wanayasa yang nampaknya masih
belum bersungguh-sungguh.
" Tunggu sebentar Ki Wanayasa " berkata K i Rangga Resapraja "juga Ki Patih
Mandaraka. Aku akan segera kembali. Jangan beri kesempatan melarikan diri. "
Tetapi Ki Wanayasa tertawa. Katanya " Ia akan segera mati. Kau jangan tergesa-gesa.
Selesaikan orang-orang yang ada di halaman. ~
Namun Ki Patih berkata " Ia tidak akan pernah memasuki rumah ini lagi jika ia
melangkahkan kakinya keluar. "
" Kenapa" " bertanya Ki Wanayasa.
" Diluar terdapat orang-orang terbaik dari Mataram selain Panembahan Senapati.
Mereka akan melumatkan orang-orangmu semuanya. Sedangkan kau tidak akan pernah
dapat keluar dari rumah ini karena nampaknya kau lebih senang tinggal didalam. "
Ki Wanayasa mengerutkan keningnya. Namun kemudian katanya " Suaramu seperti
gemuruhnya guntur dilangit. Tetapi setitikpun hujan tidak akan pernah turun. "
Emptiness Soul 1 Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Pedang Kiri 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama