12 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 32
Tetapi dengan serta merta anak muda itu menyahut " Bukan aku.
Tetapi ada orang yang lebih pantas dari aku. Lebih tua dan lebih berpengalaman. Ia mempunyai kesadaran yang tinggi untuk bergabung dengan pasukan Pati. Kembali suasana menjadi hening. Baru anak muda itu berkata "
Kita akan menunjuk, kakang Wirasembada untuk memimpin kita. "
" Setuju " teriak seorang yang disahut oleh orang-orang lain."
bagus, aku setuju. Banjar itu menjadi riuh. Namun laki-laki yang disebut itu yang telah sesorah dengan berapi api, tiba-tiba menjadi pucat. Dengan gagap ia berkata " Jangan aku. Aku sudah terlalu tua untuk ikut berperang.
Aku, aku akan menunjuk seorang yang lebih pantas untuk memimpin
kalian. " " Tidak orang-orang itu berteriak " kakang Wirasembada saja.
Kakang Wirasembada. "
Orang itu menjadi sangat gelisah. Keringatnya mengalir membasahi punggungnya. Teriakan teriakan orang-orang di banjar itu semakin keras sehingga rasa-rasanya akan memecahkan selaput telinganya.
" Kita akan menghadap Ki Bekel. Kita bentuk pasukan kecil yang akan dipimpin oleh kakang Wirasembada. " berkata seorang anak muda sambil mengacukan tinjunya.
" Setuju, setuju. " teriak yang lain semakin keras.
Wirasembada menjadi gemetar. Katanya dengan gagap " Jangan. Jangan aku. Aku tidak dapat meninggalkan isteri dan lima orang anak-anakku yang masih kecil kecil. Kedua orang tuaku sakit sakitan sedangkan mertuaku sudah pikun. "
" Tetapi kakang yang paling berapi-api menganjurkan kami untuk berjuang. Kami memang akan pergi. Kami mengerti apa yang kakang maksudkan dengan perjuangan itu. Nah, karena itu, marilah kita pergi bersama-sama. "
" Sudah aku katakan, jangan ajak aku. "
" Kakang sendiri yang menganjurkan agar kami maju ke medan perang. Kakang harus memberikan contohnya. Kakang harus ikut berperang bersama kami.
" Orang itu menjadi semakin kebingungan. Teriakan-teriakan orang-orang yang ada di banjar itu semakin nyaring terdengar ditelinganya, sehingga ketika ia berteriak karena kehilangan akal, maka suaranya hilang ditelan oleh teriakan-teriakan orang-orang yang berada di banjar itu. Mereka beramai-ramai mengelilingi Wirasembada sambil berteriak-teriak. Beberapa orang justru mengangkat Wirasembada diatas pundak mereka sambil berteriak nyaring " Hidup kakang Wirasembada. Hidup pemimpin kita. "
Seorang yang lain berteriak " pula " Senapati kita yang sakti mandra guna. Yang kebal terhadap segala jenis senjata dan ilmu. Wirasembada itu masih saja berteriak " Tidak. Jangan. Jangan bawa aku kemedan perang. Aku takut. "
Tetapi teriakannya itu tidak terdengar oleh siapapun. orang-orang yang mengangkatnya membawa berputar putar halaman bandar sambil meneriakkan namanya.
Suara Wirasembada melengking semakin tinggi. Suara-suara gaduh itu semakin berputar putar dikepalanya. Bayangan perang tiba-tiba saja mencengkam jantungnya. Ujung senjata yang bergetar mencuat diatas pasukan yang rampak bergerak seperti ujung daun ilalang dipadang bergetar dihembus angin lembut. Teriakan teriakan dan jerit kesakitan. Dentang senjata, Darah. Tangis.
Tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Suaranya yang memekik tinggipun tiba-tiba terdiam.
Orang-orang yang mengusungnya terkejut ketika tiba-tiba saja Wirasembada terdiam dan tidak meronta lagi.
" Apa yang terjadi " " seseorang berbisik.
" Apa yang terjadi " " yang lain bertanya.
Akhirnya seseorang berkata Kita turunkan kakang Wirasembada di pendapa.
Ketika Wirasembada kemudian diletakkan di lantai pendapa, maka ternyata Wirasembada sudah pingsan.
" Ia mati " seorang anak muda menjadi ketakutan.
Tetapi seorang yang lebih tua berkata Tidak. Ia tidak mati. Ia pingsan, la kelelahan menjerit-jerit dan meronta-ronta. "
Namun orang lain berkata Tidak. Bukan karena lelah. Tetapi ia menjadi ketakutan. Ia tidak berani ikut pergi ke Pati menjadi seorang prajurit dan turun kemedan perang melawan Mataram.
" Tetapi ia menganjurkan kita untuk berjuang melawan Mataram sebagai prajurit Pati. "
" Ia menganjurkan orang lain melakukannya. Tetapi bukan ia sendiri. " berkata seorang yang lain.
" Jadi bagaimana " " bertanya seorang anak yang masih terlalu muda.
" Bagaimana apanya " sahut yang lain " jelas. Ia menyuruhkan orang lain. Tetapi bukan dirinya sendiri. "
Sejenak halaman banjar itu menjadi hening. Namun seorang anak muda yang bertubuh tegap berkata Sekarang, kita rawat kakang Wirasembada. Kasihan. Ia memang pingsan karena gelisah, lelah, tetapi juga ketakutan dan malu. "
Seorang anak muda kemudian telah mengambil air. Setitik demi setitik air itu diteteskan ke bibir Wirasembada yang pingsan. Seorang yang lain telah memijit-mijit kakinya, yang dingin.
Baru beberapa saat kemudian, Wirasebada itu mulai sadar. Dibukanya matanya perlahan-lahan.
Beberapa saat ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya dan apa pula yang telah dilakukannya.
Perlahan lahan segala sesuatunya mulai membayang kembali di ingatannya. Bagaimana ia dengan berapi api telah sesorah agar anak-anak muda bersedia untuk pergi ke Pati, ikut berjuang melawan Mataram. Bagaimana ia mendorong agar setiap laki-laki merasa ikut bertanggung jawab atas kekalahan Pati melawan Mataram di Prambanan.
Namun kemudian teringat pula, bagaimana anak-anak muda itu menunjuknya untuk menjadi pemimpin pasukan kecil dari padukuhan
mereka untuk pergi ke Pati. Bagaimana anak-anak muda itu mengangkatnya, berteriak teriak menyebut namanya.
Tiba-tiba Wirasembada itu bangkit. Tanpa mengatakan sesuatu iapun segera berdiri dan melangkah tergesa-gesa meninggalkan banjar, meskipun mula-mula langkahnya tertatih tatih.
Orang-orang yang berdiri di halaman itu termangu mangu. Tetapi tidak ada diantara mereka yang mencoba menahannya. Mereka membiarkan Wirasembada itu menyusup keluar pintu regol halaman dan turun ke jalan. Dengan tergesa-gesa pula ia menghilang didalam kegelapan.
Beberapa orang yang ada dihalaman banjar itu saling berpandangan. Namun tiba-tiba saja seorang anak muda tertawa meledak.
Suaranya menghentak-hentak, sehingga perutnya terguncang guncang.
Ternyata bahwa bukan anak muda itu seorang diri yang menahan tawanya. Demikian anak muda itu tertawa, maka beberapa orang pun telah tertawa pula berkepanjangan.
" Sudah menjadi kebiasaannya " berkata seorang anak muda yang berjambang lebat.
Seorang yang sudah lebih tua, yang berjanggut lebat berkata " Ia ingin menjadi seorang pahlawan. Tetapi ia seorang penakut. Karena itu, maka ia sering berbuat aneh aneh, seolah-olah ia menjadi seorang pemimpin yang disegani dan mempunyai wibawa Yang tinggi. " Sekali-sekali ia seperti itu memang harus mendapat peringatan serba sedikit, " berkata seorang bertubuh gemuk.
Namun orang yang berjanggut lebat itu berkata " Tetapi jangan dihancurkan harga dirinya seperti itu. Ia akan dapat kehilangan segala galanya. Biarlah ia berbangga dengan angan-angannya tentang pahlawan itu. Orang-orang yang berada di banjar itu terdiam. Beberapa orang mengangguk-angguk. Mereka memang merasa iba kepada Wirasembada yang telah dipermalukan oleh anak-anak muda itu.
Namun, akhirnya orang-orang yang dibanjar itu kembali mempersoalkan perintah untuk mengirimkan anak-anak muda serta laki-laki yang masih mampu dan pantas turun ke medan perang.
" Siapa yang akan pergi " " bertanya orang berjanggut lebat itu.
" Kita usulkan kepada Ki Bekel, biarlah mereka yang bersedia pergi dengan suka rela sajalah yang akan berangkat ke Pati.
Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak dapat menahan diri untuk menyaksikan apa yang terjadi. Karena itu, maka keduanya telah keluar dari ruang yang disediakan baginya dan turun ke halaman samping.
Glagah Putih harus bertahan agar tidak ikut tertawa ketika ia menyaksikan Wirasembada yang dengan tergesa-gesa meninggalkan halaman banjar itu.
Tetapi ketika orang-orang di banjar itu duduk kembali di pendapa, maka mereka telah dikejutkan oleh kehadiran beberapa orang memasuki regol halaman.
Agung Sedayu dan Glagah Putih yang berdiri dikegelapan di halaman samping, yang sudah mulai beranjak dari tempatnya untuk kembali ke ruang yang disekat diserambi itu, tertegun. Mereka mengurungkan niatnya dan bahkan mereka duduk dibawah sebatang pohon kemiri yang besar.
Namun keduanya menjadi berdebar-debar ketika orang tua penunggu banjar itu datang mendekatinya.
Tetapi ternyata penunggu banjar itu justru duduk disebelahnya sambil berkata " Yang berbaju lurik coklat bergaris-garis hitam itu adalah Ki Bekel. Yang berbaju hitam ketan ireng itu adalah Ki Jagabaya padukuhan. Dua orang bebahu dan yang dua orang itu aku belum pernah mengenalnya. Agung Sedayu dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Dengar, nada berat Agung Sedayu berdesis " Apakah ada yang penting "
" Entahlah " jawab penunggu banjar itu.
Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak bertanya lagi. Mereka menunggu, apa yang akan dikatakan oleh Ki Bekel kepada orang-orang yang berada di banjar itu.
Tetapi nampaknya Ki Bekel tidak segera memberikan sesorah.
Tetapi Ki Bekel justru memerintahkan untuk memukul kentongan.
Sejenak kemudian kentongan di banjar itu sudah bergema menggelarkan udara dialas padukuhan itu.
Isyarat apakah itu " " bertanya Agung Sedayu.
" Irama dara muluk ganda adalah isyarat agar orang-orang padukuhan ini berkumpul di banjar. " Malam-malam begini " " bertanya Glagah Putih.
" Tentu ada yang penting " jawab penunggu banjar itu.
Sebenarnyalah, beberapa saat kemudian, beberapa orang laki-laki telah berdatangan dan berkumpul di halaman banjar, anak-anak remaja, yang sudah menjadi dewasa, yang sudah berkeluarga namun masih terhitung muda, orang-orang separo baya dan bahkan mereka yang sudah terhitung tua. "
Diluar sadarnya Agung Sedayupun bertanya kepada penunggu banjar itu " Apakah daerah ini sudah termasuk daerah Pati " "
" Ya " jawab penunggu banjar itu " daerah ini sudah diserahkan kepada Pati oleh Panembahan Senapati di Mataram. "
" Bagaimana menurut pendapat Ki Sanak " Lebih baik menjadi daerah yang berkiblat ke Mataram atau Pati " " bertanya Agung Sedayu.
" Sama saja " jawab orang itu " kehidupan kami tidak berubah.
Pengaruhnya tidak terasa sama sekali. Apalagi sejak semula sentuhan kuasa Mataram tidak begitu terasa disini. Mungkin karena jarak yang panjang. Demikian pula kuasa Pati kemudian. Juga tidak terasa.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun bertanya " Bagaimana setelah perang antara Mataram dan Pati terjadi "
" Juga sama saja. Jika kita tidak mengirimkan anak-anak muda dan bahkan laki-laki yang masih mampu bertempur ke Pati juga harus mengirimkannya Ke Mataram. "
" Bukankah ada bedanya " Seandainya daerah ini berada didalam lingkungan kekuatan yang akhirnya menang " " bertanya Agung Sedayu pula.
Tetapi penunggu banjar itu menggeleng. Katanya " Tidak ada bedanya. Jika anak, suami, kakak atau adik kita mati dimedan perang, maka kematian itu akan tetap membuat kita berdua. Kemenangan tidak akan membangkitkan mereka dari kubur. "
" Lalu, apakah artinya satu perjuangan bagi tanah kelahiran serta kampung halaman. " "
Orang itu menarik nafas dalam dalam. Katanya Haruskah kami memikul beban pengorbanan bagi satu pertengkaran keluarga " Kenapa diantara kita harus terjadi perang " Masing masing mengaku berperang bagi masa depan yang lebih baik. Kenapa tidak bekerja bersama sama saja. " Agung Sedayu dan Glagah Putih mengangguk angguk kecil.
Mereka dapat mengerti bahwa Kademangan yang terguncang guncang ini menjadi sangat letih.
Sementara itu, di pendapa banjar, Ki Bekel berdiri menghadap kepada orang-orang yang berkumpul dihalaman. Ki Bekel memberita-hukan bahwa yang datang bersamanya itu adalah prajurit Pati yang bertugas untuk membawa laki-laki dan anak-anak muda ke Pati.
" Kalian dapat mendengar sendiri, apa yang akan dikatakannya.
- berkata Ki Bekel. Apa yang dikatakan oleh prajurit Pati itu sudah dapat diduga sebelumnya. Dengan sedikit tekanan, maka padukuhan itu seperti juga padukuhan-padukuhan yang lain, harus melaksanakan perintah Kangjeng Adipati. Dalam waktu sepekan, maka laki-laki di padukuhan itu yang masih mampu bertempur akan berkumpul di Kademangan. Bersama sama, mereka kemudian akan berangkat ke Pati.
" Kita harus merebut kembali kemenangan atas Mataram yang lepas di Prambanan. Dengan kerut kening, orang-orang yang ada di halaman banjar itu mendengarkan sesorah kedua orang prajurit itu. Yang mereka katakan sama seperti yang dikatakan oleh Wirasembada.
Agung Sedayu dan Glagah Putih ikut mendengarkan sesorah itu.
Dengan demikian, maka Agung Sedayu dan Glagah Putih yang belum sampai menginjakkan kakinya di Pati itu sudah dapat menyusun laporan seandainya mereka langsung kembali ke Mataram.
Tetapi Agung Sedayu dan Glagah Putih bertekad untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Malam itu, setelah Ki Bekel, para bebahu dan prajurit dari Pati itu meninggalkan banjar, maka banjar itu menjadi sepi. Tinggal beberapa
orang anak muda yang bertugas meronda sajalah yang tinggal. Dari mulut mereka, Agung Sedayu dan Glagah Putih mendengar, bahwa padukuhan itu telah mengirimkan anak-anak mereka yang terbaik sebelumnya yang masih belum kembali.
" Padukuhan ini akan menjadi kosong. Hanya laki-laki tua, remaja dan perempuan sajalah yang ada. Mereka tentu tidak akan mampu menggarap sawah padukuhan ini seluruhnya. " Perang selalu menggelisahkan " sahut yang lain " seandainya kita tidak takut mati, namun tatanan kehidupan yang kita tinggalkan akan mengalami kesulitan. Agung Sedayu dan Glagah Putih yang sudah ada di dalam biliknya itu telah berbaring. Mereka berjanji untuk tidur bergantian.
" Kakang tidur sajalah dahulu " berkata Glagah Putih.
Pagi-pagi sekali keduanya telah terbangun. Mereka harus segera mempersiapkan diri agar mereka dapat berangkat sebelum matahari terbit.
Agung Sedayu dan Glagah Putih berharap, bahwa pada hari itu, mereka akan dapat sampai ke Pati.
Perjalanan panjang itu akhirnya berakhir. Kedua orang itu telah berada di Pati sebelum senja.
Mesikpun Agung Sedayu dan Glagah Putih melihat kesiagaan yang tinggi, tetapi kehidupan di Pati nampaknya masih berjalan sewajarnya. Jalan jalan masih nampak ramai meskipun senja mulai turun.
" Dimana kita bermalam " " bertanya Glagah Putih " agaknya kita tidak dapat bermalam di banjar banjar yang terdapat didalam kita.
Kita akan dicurigai. Seribu pertanyaan harus kita jawab. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Iapun sadar, bahwa dalam keadaan siaga seperti Pati saat itu, akan mudah timbul kecurigaan, yang dapat membahayakan keselamatan mereka. Jika terjadi benturan kekerasan, keduanya tidak akan dapat meyakinkan bahwa mereka akan dapat melindungi diri sebagaimana terjadi di padukuhan, mereka di Pati tentu banyak terdapat orang berilmu tinggi yang akan dapat ikut campur. Bukan saja prajurit Pati, tetapi yang bukan prajuritpun tentu ada yang berilmu tinggi.
Karena itu, mereka memutuskan untuk tidur di tempat yang terlindung. Dengan nada rendah Agung Sedayu berkata " Tentu ada tempat bagi kita berdua di kota yang terhitung luas ini. Sebenarnyalah Agung Sedayu dan Glagah Putih dapat
menemukan tempat yang mereka cari. Di tepian sungai yang nampaknya memang jarang di sentuh kaki.
Ternyata Agung Sedayu dan Glagah Putih menganggap bahwa tempat itu akan dapat mereka pergunakan selama mereka berada di Pati dalam tugas itu.
Tidak banyak yang harus dilakukan oleh Agung Sedayu dan Glagah Putih. Mereka telah mendapat bahan yang cukup selama mereka berada di perjalanan. Namun di Pati keduanya mendapat keterangan lebih jauh tentang persiapan Pati menghadapi Mataram.
Pati telah menghimpun kekuatan sebagaimana pernah dilakukan sebelumnya. Para prajurit yang kembali dari Prambanan dalam pasukan yang terluka parah, telah melatih anak anak muda dan laki-laki yang masih mampu turun ke medan perang untuk dipersiapkan sekali lagi menyerang Mataram.
Agung Sedayu dan Glagah Putih yang menyusuri jalan jalan di Pati Harus sangat berhati hati karena kesiagaan Pati yang tinggi. Meskipun kehidupan sehari hari berjalan wajar, seakan akan tidak terjadi apapun juga, namun Agung Sedayu dan Glagah Putih merasa betapa di jalan jalan petugas sandi Pati berkeliaran untuk mengamati keadaan.
Dua hari Agung Sedayu dan Glagah Putih berada di Pati, maka keduanya sudah dapat memperhitungkan apa yang akan dilakukan oleh Kangjeng Adipati Pragola dari Pati.
Meskipun Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak mempunyai jembatan untuk berhubungan langsung dengan orang-orang dan apa lagi prajurit Pati, tetapi apa yang didengarnya, kegelisahan dan kesiapan yang ada di Pati, maka Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak akan ragu ragu lagi, bahwa Pati telah bangkit dari kekalahannya di Prambanan dan siap untuk bertempur lagi dengan Mataram dalam perang gelar yang besar.
Setiap hari Agung Sedayu dan Glagah Putih melihat prajurit berkuda yang pergi dan datang di pintu gerbang kota. Mereka prajurit prajurit yang bertugas sebagai penghubung dengan daerah daerah yang jauh dalam masa persiapan itu.
" Kita tidak boleh terlambat berkata Agung Sedayu kita harus segera kembali dan memberikan laporan tentang persiapan ini. Jika kita terlambat, maka Mataram akan dapat ditembus sebelum bersiap untuk mengadakan perlawanan. "
" Tetapi untuk pergi Ke Mataram diperlukan persiapan yang matang " berkata Glagah Puti " mereka harus mempunyai persediaan pangan yang cukup, perlengkapan dan senjata yang memadai. " Bukankah kita sudah melihat lumbung yang penuh dengan bahan pangan di banyak tempat dalam kota ini " " berkata Agung Sedayu.
" Tetapi bahan pangan itu harus disediakan di sepanjang perjalanan yang akan dilalui pasukan Pati yang pemah dilakukan sebelum terjadi perang besar di Prambanan.
" Tetapi Pati dapat melakukan cara lain, Glagah Putih. Persediaan makanan dan perlengkapan itu dapat bergerak bersama gerak pasukannya. "
" Tetapi tentu diperlukan alat pengangkutan yang sangat besar. "
" Ya. Dan agaknya Pati mampu mempersiapkannya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi kemudian iapun berkata " Baiklah. Kita akan segera kembali ke Mataram. " Apa yang kita lihat, keterangan dua orang prajurit yang kita selamatkan itu, serta peristiwa peristiwa yang terjadi disepanjang jalan, telah memberikan bahan yang cukup bagi kita. " berkata Agung Sedayu kemudian.
Dengan demikian, maka keduanyapun telah memutuskan untuk segera kembali ke Mataram.
Pagi-pagi sebelum matahari naik, keduanya sempat singgah di sebuah kedai dekat pasar untuk makan. Nasi yang hangat dan minuman yang masih mengepul membuat tubuh mereka menjadi segar. Dengan demikian, maka mereka akan dapat menempuh perjalanan dengan lebih cepat.
Namun diluar dugaan Agung Sedayu dan Glagah Putih. Ternyata ada dua orang petugas sandi Pati yang mengamatinya atas petunjuk seorang perwira prajurit Pati.
" Rasa-rasanya aku pernah melihat seorang diantara mereka berkata perwira itu. " Dimana Ki Rangga pernah melihatnya " " bertanya prajurit sandi itu.
Di Prambanan. Ketika perang gelar itu terjadi. Orang itu adalah salah seorang pemimpin kesatuan didalam pasukan Mataram. Rasa rasanya memang lupa lupa ingat. Tetapi amati mereka. Jika perlu ajak mereka berbicara.
Kedua orang prajurit sandi itu mengangguk angguk. Namun mereka tidak dapat bekerja dengan tergesa-gesa. Mereka tidak dengan serta merta menemui dan berbicara dengan keduanya.
Karena itu, maka kedua orang prajurit sandi itu telah mengikuti Agung Sedayu dan Glagah Putih sejak dari kedai itu.
Namun ternyata Agung Sedayu dan Glagah Putih yang mempunyai ketajaman penggraita, dapat mengetahui, bahwa dua orang selalu mengikuti mereka. Bahkan ketika mereka mendekati pintu gerbang kota.
" Kedua orang itu tentu mencurigai kita " berkata Agung Sedayu.
" Apa yang akan kita lakukan, kakang " " bertanya Glagah Putih.
Agung Sedayu termangu mangu sejenak. Namun kemudian ia berkata " Kita berjalan terus. Mudah mudahan setelah kita keluar dari pintu gerbang, mereka tidak mengikuti kita lagi.
Agung Sedayu dan Glagah Putih berjalan terus. Mereka tidak hanya berdua melintasi pintu gerbang. Beberapa orang lain juga berjalan melewati pintu gerbang itu. Ada yang masuk dan ada yang keluar.
Bahkan ada orang berkuda yang lewat tanpa hambatan.
Para prajurit yang bertugas hanya mengamati saja orang-orang yang lewat tanpa menghentikan dan menegur mereka.
Agung Sedayu dan Glagah Putih juga tidak dihentikan. Mereka lewat seperti orang-orang lain yang sedang lewat.
Namun demikian Agung Sedayu keluar dari regol. Dua orang yang mengikutinya menemui pemimpin prajurit yang bertugas. Dengan ragu-ragu ia bertanya " Kau lihat dua orang yang baru saja lewat
" Yang seorang masih sangat muda " " bertanya pemimpin prajurit yang bertugas.
" Ya " jawab prajurit sandi itu.
" Aku mendapat tugas untuk mengamati mereka. " Kenapa " - " Ki Rangga pernah melihat salah seorang dari mereka di Prambanan. Orang itu adalah salah seorang perwira prajurit Mataram yang ikut bertempur di Prambanan. Pemimpin prajurit yang bertugas itu mengangguk angguk. Katanya " Aku juga berada di Prambanan saat itu. Tetapi begitu banyak prajurit yang terlibat, sehingga mungkin sekali aku tidak melihatnya.
Beri aku beberapa orang prajuritmu. Aku akan menghentikan mereka dan bertanya tentang keduanya.
Pemimpin prajurit itu segera memerintahkan ampat orang prajuritnya. Tetapi hanya seorang dari kedua orang prajurit sandi itu yang menyusul Agung Sedayu dan Glagah Putih. Sedangkan yang seorang lagi akan memberikan laporan kepada Ki Rangga yang merasa telah mengenal salah seorang dari keduanya orang itu.
Demikianlah, maka lima orang prajurit berkuda telah menyusul Agung Sedayu dan Glagah Putih yang masih belum terlalu jauh dari pintu gerbang.
Agung Sedayu dan Glagah Putih memang menjadi berdebar debar. Mereka segera mengetahui, bahwa prajurit berkuda itu tentu menyusul mereka berdua.
Tetapi keduanya tidak mempunyai kesempatan untuk menghindar.
Beberapa orang yang juga sedang berjalan lewat jalan itu, ikut menjadi gelisah. Tetapi mereka segera pula mengetahui, bahwa para prajurit berkuda itu telah menyusul kedua orang yang baru saja meninggalkan gerbang kota.
Keempat orang prajurit dan seorang prajurit sandi itu memang berhenti demikian mereka melampaui Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Berlima mereka meloncat turun.
Agung Sedayu dan Glagah Putih terpaksa berhenti pula.
" Maaf Ki Sanak. " prajurit sandi itulah yang melangkah mendekat " barangkali kami terpaksa mengganggu perjalanan Ki Sanak berdua. "
" Apakah ada kepentingan Ki Sanak dengan kami berdua " " bertanya Agung Sedayu.
." Ki Sanak. Kami minta Ki Sanak dapat mengerti. Kami tidak bermaksud apa apa. Kami hanya ingin bertanya, siapakah Ki Sanak berdua ini " "
Agung Sedayu menarik nafas dalam dalam. Namun kemudian iapun menjawab " Namaku Samekta dan ini adikku Sembada. "
" Apakah Ki Sanak berdua juga orang Pati " " bertanya prajurit sandi itu.
" Bukan Ki Sanak. Kami orang Kuwu, sebuah padukuhan ditepi Kali Gandu.
Glagah Putih harus mendengarkan jawaban kakak sepupunya dengan baik, agar ia tidak salah menanggapinya jika orang-orang itu bertanya pula kepadanya.
" Dimanakah letak Kali Gandu " " bertanya prajurit sandi itu.
Namun seorang diantara para prajurit itu berdesis " Disebelah Utara Gunung Kendeng. "
Prajurit sandi itu berpaling. Dipandanginya prajurit itu dengan sorot mata yang tajam. Tetapi prajurit itu justru berkata Ya, benar.
Sebelah Utara Gunung Kendeng. Kali Gandu adalah sebuah sungai yang tidak begitu besar yang bermuara pada Kali Lusi kepanjangan Kali Serang. Karena prajurit itu tidak segera diam, maka seorang prajurit yang lain, yang umurnya lebih tua daripadanya berdesis " Ia tidak bertanya kepadamu.
" O " prajurit itu mengangguk angguk. Katanya " Maaf. Aku berasal dari padukuhan Panjang, sebelah padukuhan yang bernama Kuwu dipinggir Kali Gandu itu. "
" Benar Ki Sanak " sahut Agung Sedayu " kami berdua meninggalkan Kuwu karena kami sedang mencari paman kami yang pergi meninggalkan Kuwu tanpa kami ketahui arahnya. Tetapi beberapa hari sebelumnya, paman kami itu telah mengatakan kepada tetangga tetangga kami, bahwa paman ingin pergi ke Pati. "
" Siapakah nama paman Ki Sanak " " bertanya prajurit itu.
Agung Sedayu dan Glagah Putih menjadi semakin berdebar debar.
Namun Agung Sedayu itupun kemudian menjawab Namanya Wiranata. Ki Lurah Wiranata. "
" Wiranata Prajurit yang sejak semula berbicara itu telah menyahut lagi Ki Lurah Wiranata. AKu pernah mendengar namanya.
Aku tidak yakin apakah aku sudah pernah melihatnya atau belum. Tetapi aku tahu, ia seorang pemimpin sebuah padepokan. Prajurit yang lebih tua itu berkata pula " Apakah kau tidak dapat diam."
" O, maaf Tetapi aku mengetahui tentang Ki Lurah Wiranata. "
" Cukup " bentak orang yang lebih tua.
" O, maaf. " desis prajurit itu.
Dalam pada itu, prajurit sandi itupun telah bertanya pula "
Apakah Ki Sanak yang bernama Ki Lurah Wiranata itu " " Tidak " jawab Agung Sedayu " aku sudah mengelilingi seluruh kota Pati. Aku sudah menyusuri jalan jalan dan bahkan aku sudah menyelinap diantara orang-orang yang berdesakkan dipasar. Tetapi aku tidak menjumpai paman Wiranata. "
Prajurit Sandi itu menarik nafas dalam-dalam. Jawaban Agung Sedayu yang lancar itu nampaknya dapat dipercaya. Meskipun demikian prajurit sandi itu tidak segera melepaskan Agung Sedayu dan Glagah Putih. Ia sengaja memperpanjang waktu sambil menunggu seorang perwira prajurit yang merasa pernah bertemu dengan salah seorang dari kedua orang itu.
Karena itu, maka orang itu masih bertanya lagi " Apakah menurut dugaan kalian, pamanmu ikut bergabung dengan prajurit Pati bertempur dengan prajurit Mataram di Prambanan " "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Memang mungkin sekali. Tetapi paman tentu sudah terlalu tua untuk menjadi seorang prajurit. "
" Secara umum memang demikian. Tetapi ada seorang yang semakin tua justru menjadi semakin berbahaya. Kemampuan dan ilmu-nya menjadi semakin masak. " Tetapi tentu sampai pada satu batas tertentu, wadag seseorang betapapun tinggi ilmunya, tidak akan mampu mendukungnya lagi. "
" Ya, tentu " jawab prajurit sandi itu.
" Baiklah Ki Sanak. Berkata Agung Sedayu kemudian " jika sudah tidak ada pertanyaan lain, kami mohon diri. Kami ingin meneruskan perjalanan kami. "
" Kalian akan kemana " bertanya prajurit sandi itu.
" Kembali ke Kuwu Biarlah pada saatnya paman akan kembali.
Tetapi prajurit sandi itu masih ingin menahan Agung Sedayu lebih lama lagi. Katanya " Apakah Ki Sanak ingin mencari paman Ki Sanak itu diantara para prajurit Pati " Jika Ki Sanak berniat demikian, kami akan berusaha membantu. Mungkin dalam satu dua hari, kita akan dapat menemukannya. "
Agung Sedayu menggeleng sambil menjawab " Tidak Ki Sanak.
Terima kasih. Perkenankanlah kami mohon diri. "
Tetapi Agung Sedayu dan Glagah Putih memang terlambat, perwira yang mengaku pernah melihat salah seorang diantara kedua orang itu di medan perang di Prambanan, Agung Sedayu dan Glagah Putih saling berpandangan sejenak.
Mereka sadar, bahwa ternyata mereka telah terjebak. Mereka baru sadar, bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berkepanjangan itu sadar untuk mengikat agar mereka tidak segera meninggalkan tempat itu.
Tetapi segala sesuatunya telah terjadi.
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian berdesis Apa boleh buat. "
Glagah Putih ternyata tanggap terhadap pernyataan kakak sepupunya itu. Karena itu, maka iapun segera mempersiapkan diri.
Demikianlah, sejenak kemudian, maka prajurit yang pernah melihat Agung Sedayu di medan perang itupun telah meloncat turun.
Demikianlah pula kedua orang yang menyertainya.
Sambil tersenyum perwira itu melangkah mendekati Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Agaknya kita pernah bertemu, Ki Sanak " berkata perwira itu, setidak tidaknya kita pernah saling melihat meskipun hanya sekilas.
Tetapi aku tidak akan pernah melupakan Ki Sanak. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun ia masih berusaha mengelak. Kalanya " Apakah Ki Sanak tidak salah lihat " Selama ini aku tinggal di Kuwu. Aku tidak pernah pergi ke mana-mana.
Tetapi perwira itu tertawa. Katanya Tidak Ki Sanak. Kau adalah seorang prajurit Mataram. Jika kau berada di sini sekarang, maka kau tentu sedang dalam tugas sandi. Karena itu, Ki Sanak tidak usah ingkar. Kalian berdua sekarang harus diadili. Prajurit sandi yang datang lebih dahulu itupun berkata " Menyerahlah Ki Sanak. Kami harus menangkap kalian. " Nanti dulu " berkata Agung Sedayu " apakah kalian tidak keliru " "
" Cukup. Kau membuat aku menjadi muak. Kalau kalian memang bukan prajurit Mataram, kalian tidak akan berada di medan perang di Prambanan. "
Tetapi aku tidak berada di medan " jawab Agung Sedayu.
Baik. Jika kalian memang bukan petugas sandi Mataram, aku beri kesempatan kalian melarikan diri. Cepat. "
" Ki Rangga, jangan " potong prajurit sandi itu.
Tetapi Ki Rangga itu membentak " Jangan ikut campur. Aku adalah orang yang berjiwa besar. Aku memaafkannya. Karena itu, biarlah keduanya melarikan diri. Wajah petugas sandi itu menjadi tegang. Dengan lantang ia ber- kata " Ki Rangga tidak dapat berbuat demikian. Biarlah mereka menyerah dengan cara yang baik. Bukan dengan cara yang Ki Rangga tawarkan. Kitapun memerlukan mereka berdua. "
" Cepat lari. Atau kami akan membunuh kalian berdua. Agung Sedayu dan Glagah Putih termangu mangu sejenak. Dipandanginya prajurit sandi itu dengan tajamnya.
Dengan suara yang bergetar prajurit sandi itu berkata Kalian lebih baik menyerah daripada berusaha untuk melarikan diri. " Diam kau. Jangan ikut campur. Biarlah aku yang mempertanggung jawabkannya " bentak Ki Rangga.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnyalah bahwa Agung Sedayu dan Glagah Putih mengetahui cara licik dari Ki Rangga itu, karena hal seperti itu juga sering dilakukan oleh prajurit Mataram yang kehilangan pegangan. Mungkin karena bahaya maut selalu membayanginya. Mungkin karena kawan baiknya, saudaranya atau bahkan keluarganya ada yang terbunuh didalam perang, sehingga dendamnya membakar ubun-ubunnya. Orang-orang yang kadang- kadang bahkan dipaksa untuk melarikan diri, akan dibunuh kadang-kadang bahkan dipaksa untuk melarikan diri, akan dibunuh dengan lemparan senjata kearah punggung dengan alasan, bahwa orang itu lari dari tangkapan.
Karena itu, maka Agung Sedayu itupun kemudian berkata "
Kami tidak akan lari Ki Sanak. Kami sama sekali tidak berniat untuk melarikan diri.
Ternyata perwira itu benar benar ingin membunuh. Dengan garang ia berkata " Aku akan menghitung sampai lima. Jika kalian masih belum beranjak dari tempat kalian, maka kami akan membunuh kalian seperti membunuh musang. "
Agung Sedayu dan Glagah Putih memang menjadi berdebar debar. Sebenarnya dengan ilmu meringankan tubuh, Agung Sedayu yakin akan dapat lolos dari tangan para prajurit Pati itu. Tetapi Glagah Putih tidak akan mampu mengimbangi kecepatannya melarikan diri.
Karena itu, maka Agung Sedayu menjawab sekali lagi " Kami tidak akan melarikan diri, Ki Sanak.
Wajah perwira itu menjadi tegang. Kemarahan dan dendam telah menghentak hentak dadanya. Karena itu, maka iapun berkata kepada
para prajurit prajurit Beri mereka senjata. Biar mereka berusaha untuk melindungi diri mereka. Karena prajurit prajuritnya menjadi ragu ragu, maka Ki Rangga itu membentak " Cepat. Berikan senjata kepada mereka. Akhirnya Agung Sedayulah yang menjadi tidak telaten melihat sikap itu. Karena itu, maka iapun berkata " Ki Sanak. Apa yang sebenarnya Ki Sanak kehendaki " Ki Sanak ingin menangkap kami, maka kami akan menyerah. "
Tetapi perwira itu menggeram. " Kami akan membunuhmu, lari atau tidak lari. Melawan atau tidak melawan. "
Prajurit sandi yang datang lebih dahulu itu masih mencoba mencegahnya. Katanya " Ki Rangga. Apakah tidak ada kemungkinan yang lebih baik. "
" Aku yang bertanggung jawab. Jika kau melihat bagaimana buasnya orang orang Mataram membunuh saudara-saudara kita, maka kaupun akan bersikap sebagaimana aku.
Tetapi prajurit yang rumahnya dekat padukuhan Kuwu itu berkata Aku juga berada di Prambanan waktu itu. He, orang ini juga dan prajurit berewokan itu juga. Kita semuanya berada di Prambanan waktu itu. "
" Cukup. Kau tidak membuka mata dan telinga waktu itu.
Aku melihat darah mengalir dari luka arang keranjang. Telingaku mendengar jerit dan teriakan kesakitan dari mulut saudara-saudara kita. Karena itu, maka prajurit Mataram ini harus mati. Agung sedayu dan Glagah Putih memang tidak mempunyai pilihan lain. Disekitar mereka ada delapan orang prajurit Pati. Jika terjadi pertempuran, maka tidak mau, petugas sandi yang berusaha mencegah tindakan Ki Rangga itu tentu juga akan bergabung dengan Ki Rangga itu sendiri. "
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian berkata " Ki Sanak. Aku tidak mau diperlakukan seburuk itu. Prajurit atau bukan, tetapi aku mempunyai hak untuk membela diri. "
" Bagus. Itulah yang aku tunggu, agar aku tidak dituduh membunuh orang dengan sewenang-wenang. Nah, tengadahkan wajahmu, berikan perlawanan sejauh dapat kalian lakukan, agar aku dapat membunuh kalian dengan tidak usah menyesal. Agung Sedayu dan Glagah Putih bergeser mundur. Sudah sejak tadi Glagah Putih kehilangan kesabaran. Ia kadang kadang tidak sabar menunggu kakak sepupunya itu mengulur-ulur waktu. Apalagi akhirnya mereka juga harus bertempur.
". Kenapa tidak sejak tadi kakang Agung Sedayu memutuskan untuk bertempur. " geram Glagah Putih didalam hatinya.
Seperti yang diperhitungkan oleh Agung Sedayu, ketika pertempuran itu kemudian benar-benar terjadi, maka para prajurit dan prajurit sandi itu lelah berdiri disatu pihak. Prajurit sandi itu telah berkata " Ki Sanak. Sebaiknya kalian tidak melakukan perlawanan, karena dengan demikian, kami mendapat peluang untuk membunuh kalian ditempat kejadian. Tetapi jika kalian menyerah, maka kalian akan mendapat kesempatan untuk hidup jika kalian memang tidak bersalah. "
**
12 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
JILID 300 TETAPI Glagah Putih yang sudah jemu dengan pembicaraan yang berkepanjangan
itulah yang menyahut - Peluang kita menjadi sama.
Kalian membunuh kami, atau kami membunuh kalian. - Anak iblis - geram Ki Rangga - Kau sadari apa yang kau katakan" - Sadar atau tidak sadar, kami tidak mempunyai pilihan lain. Kami harus
mempertahankan diri dari kesewenang-wenangan. Jangan kalian mengira bahwa kami
tidak mengetahui cara licik kalian. Terutama orang yang disebut Ki Rangga itu. Jika ia
memberi kesempatan kami melarikan diri, itu berarti bahwa ia mempunyai alasan untuk
membunuh kami. Karena itu, daripada punggung kami dipatuk oleh senjata Ki Rangga
yang licik itu, biarlah kami angkat dada kami. - Cukup ~ teriak Ki Rangga. Lalu katanya kepada para prajurit " aku akan membunuh
mereka. Aku perintahkan kalian mengepung keduanya agar keduanya tidak dapat benarbenar
melarikan diri. - Ki Rangga itupun segera mulai bergeser. Yang menjadi sasaran utamanya justru Glagah
Putih. Karena itu, maka sejenak kemudian Ki Rangga itupun mulai menyerang.
Sementara itu, para prajurit yang lain segera mengepung Agung Sedayu dan Glagah
Putih. Serangan Ki Rangga sama sekali tidak menemui sasaran. Glagah Putih dengan cepat
mengelak dengan loncatan panjang.
Namun tidak diduga sama sekali, bahwa Ki Rangga itu sekaligus telah menyerang
Agung Sedayu pula. Nampaknya Ki Rangga itu berniat untuk bertempur sekaligus
melawan Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Sebenarnyalah Ki Rangga yang berilmu tinggi itu merasa terlalu yakin akan dirinya. Ia
merasa bahwa ia akan dapat membunuh kedua orang prajurit Mataram itu. Meskipun
dalam pertempuran di Prambanan ia sempat melihat bagaimana Agung Sedayu itu
bertempur dian-tara prajurit-prajurit Mataram dari Pasukan Khusus.
Agung Sedayupun dengan cepat menghindar pula, sehingga serangan Ki Rangga tidak
menyentuhnya. Berbeda dengan Agung Sedayu, maka Glagah Putih merasa sangat tersinggung bahwa
Ki Rangga itu ingin melawan Glagah Putih dan Agung Sedayu bersama-sama. Karena itu,
maka Glagah Putih itupun telah meningkatkan ilmunya dengan cepat. Ia ingin
memperingatkan Ki Rangga, bahwa jika ia tidak merubah niatnya, maka justru akan
segera mati. Dalam pada itu, ketujuh orang prajurit dan prajurit sandi itu telah mengepung tempat
itu, sehingga memang sulit bagi Agung Sedayu dan Glagah Putih untuk melarikan diri.
Tetapi yang terjadi benar benar mengejutkan mereka. Justru ketika Glagah Putih
menyerang seperti banjir bandang, sehingga Ki Rangga terdesak, maka tiba- tiba saja
Agung Sedayu telah berada di luar kepungan. Seorang prajurit terpelanting dan jatuh
terlentang tanpa menyadari, apa yang telah dilakukan oleh Agung Sedayu.
Para prajurit dan kedua orang prajurit sandi itu terkejut. Sementara itu, Ki Rangga juga
terkejut. Serangan Glagah Putih yang tiba tiba dengan kecepatan yang sangat tinggi itu
ternyata telah menembus pertahanannya. Serangan Glagah Putih dengan ke-empat jari
jari tangan kanannya yang merapat telah mengenai pundak Ki Rangga yang sangat
merendahkan lawannya itu.
Ki Rangga menyeringai menahan sakit. Dari mulutnya terdengar umpatan kasar.
Namun kemudian iapun terkejut pula melihat bahwa Agung Sedayu telah berada diluar
kepungan. Tetapi ia sama sekali tidak berusaha untuk melarikan diri.
Barulah kemudian Ki Rangga itu menyadari, dengan siapa ia berhadapan. Sambil
meyakinkan diri, bahwa kedua orang itu adalah prajurit Mataram, Ki Ranggapun harus
mengakui kenyataan, bahwa kedua orang itu bukannya orang yang tidak berilmu.
Tetapi Ki Rangga tidak mempunyai banyak kesempatan untuk merenung. Glagah Putih
yang merasa terhina itu telah meloncat menyerangnya.
Serangan Glagah Putih yang dilandasi oleh kekuatannya yang besar, kemampuannya
yang tinggi, serta kemarahan yang membakar jantung, dalang bagaikan gemuruhnya
angin prahara. Ki Rangga yang tidak sempat meloncat menghindar berusaha membentur serangan itu.
Dengan kedua tangannya yang bersilang ia telah melindungi dadanya.
Benturan yang keras telah terjadi. Kekuatan dan kemampuan Glagah Putih telah
membentur pertahanan Ki Rangga.
Yang terjadi telah menggetarkan jantung para prajurit yang sempat melihat apa yang terjadi.
Glagah Putih telah tergetar dan terdorong selangkah surut. Sejenak Glagah Putih harus
berlutut dengan sebelah kakinya. Dadanya terasa sesak sesaat. Namun kemudian, anak
muda itu telah bangkit kembali dan berdiri tegak, siap menghadapi segala kemungkinan.
Sementara itu, Ki Rangga justru telah terlempar beberapa langkah surut tanpa dapat
mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Ia terbanting jatuh dan berguling beberapa
kali. Meskipun dengan sigapnya Ki Rangga berdiri, tetapi nampaknya diwajahnya betapa ia
menahan sakit. Dadanya terasa bagaikan terhimpit oleh segumpal batu hitam, sehingga
nafasnya menjadi sesak. Tulang-tulangnya terasa nyeri.
Glagah Putih yang berdiri tegak itu justru mulai bergetar selangkah mendekati
lawannya. Wajah Ki Rangga menjadi sangat tegang. Ternyata kedua orang itu benar-benar
berilmu tinggi. Dengan demikian, maka Ki Rangga tidak lagi merendahkan lawannya.
Dengan lantang ia berteriak ~ Bunuh kedua orang itu. Jangan menunda-nunda waktu lagi.
" Para prajurit itupun menyadari apa yang mereka hadapi. Karena itu, maka serentak
mereka bergerak. Jika mereka tidak bergerak bersama-sama, maka satu demi satu
mereka tidak akan banyak berarti bagi kedua orang yang berilmu tinggi itu.
Delapan orang prajurit, termasuk dua orang prajurit sandi itu telah bersiap untuk
bertempur. Empat orang akan menghadapi Glagah
Putih dan ampat orang yang lain akan menghadapi Agung Sedayu. Ki Rangga sendiri,
yang mendendam Glagah Putih, bersama tiga orang prajurit telah mengelilingi Glagah
Putih yang masih sangat muda itu. Namun yang ternyata telah memiliki ilmu tinggi.
Dalam pada itu, maka orang-orang yang lewat di jalan itupun berlari-larian menjauh.
Beberapa orang perempuan dan anak-anak justru menjerit-jerit ketika mereka melihat
para prajurit telah menggenggam senjata ditangan.
- Memang tidak akan ada pengampunan ~ geram Ki Rangga -dalam keadaan seperti
ini, maka tidak ada penyelesaian lain kecuali membunuh kalian berdua. "
Agung Sedayu dan Glagah Putih benar-benar telah siap menghadapi segala
kemungkinan. Karena keempat orang lawan mereka bersenjata, maka Agung Scdayupun
telah mengurai senjatanya pula.
Keempat orang prajurit yang mengepung Agung Sedayu termangu-mangu sejenak.
Lawan mereka itu ternyata hanya bersenjata cambuk yang juntainya agak panjang.
Dalam pada itu, Agung Sedayu yang menyadari bahwa jarak arena bersama Glagah
Putih, ia harus dengan cepat menyelesaikan pertempuran dan secepatnya pula pergi.
Karena itu, maka Agung Sedayu tidak ingin mengulur ulur waktu agar tidak mengalami
kesulitan yang lebih besar lagi.
Karena itulah, maka sejenak kemudian, cambuk Agung Sedayu itu telah meledak.
Suaranya yang menggelegar telah mengejutkan keempat orang lawannya. Selaput telinga
mereka rasa-rasanya akan menjadi koyak oleh suara cambuk itu.
Cambuk Agung Sedayu itu tidak hanya sekali dua kali menghentak dan menggetarkan
udara. Tetapi beberapa kali, sehingga keempat orang lawannya menjadi semakin
berdebar-debar. Sementara itu. Glagah Putih telah mengurai ikat pinggang kulitnya pula. Senjata yang
tersembunyi itu ternyata menjadi sangat berbahaya ditangan Glagah Putih yang telah
mempelajari dengan sebaik-baiknya sifat dan watak senjatanya itu, sehingga ia dapat
menguasai dan mempergunakannya sebaik-baiknya pula.
Ki Rangga menjadi heran melihat senjata Glagah Putih, sehingga
justru ia telah meloncat mundur.
- Kau jangan terlalu sombong dan menjadi besar kepala dengan keberhasilanmu pada
benturan pertama dari pertempuran ini - berkata Ki Rangga - dengan licik kau menyerang
sebelum lawanmu siap untuk bertempur. "
Glagah Putih memandang orang itu dengan tajamnya. Sambil memutar ikat
pinggangnya Glagah Putih bertanya " Apakah kau sekarang sudah siap" Gigi Ki Rangga gemeretak. Anak itu memang terlalu sombong,sehingga kemarahan Ki
Rangga memuncak sampai ke ubun-ubun.
Karena itu, maka sejenak kemudian, Ki Rangga itu telah meloncat menyerang. Sebilah
keris yang besar tergenggam ditangannya. Keris yang besar dan panjangnya dua kali lipat
dari keris kebanyakan. Tetapi Glagah Putih cukup tangkas. Ia justru mulai dari ketiga orang prajurit yang lain.
Ketiga-tiganya bersenjata pedang keprajuritan.
Dengan tangkasnya Glagah Putih meloncat-loncat. Kecepatan geraknya justru jauh
dialas dugaan ketiga orang prajurit yang bersama-sama dengan Ki Rangga bertempur
melawannya. Namun bagaimanapun juga, Ki Rangga itu harus mendapat perhatian khusus.
Nampaknya Ki Rangga tidak membiarkan Glagah Putih melumpuhkan lebih dahulu ketiga
orang prajuritnya. Tetapi Glagah Putih memiliki kemampuan yang tinggi. Meskipun ia masih terhitung
muda, namun ilmunya sudah cukup masak dengan pengalamannya yang luas.
Tetapi lawan Glagah Putih adalah prajurit-prajurit yang berpengalaman pula. Ki Rangga
bukan pula prajurit kebanyakan. Ia mempunyai kelebihan yang harus diperhitungkan oleh
Glagah Putih. Dengan demikian, maka pertempuran itupun menjadi semakin sengit. Meskipun Glagah
Putih berniat menghentikan perlawanan keempat orang prajurit itu dimulai dari ketiga
orang prajurit yang membantu Ki Rangga itu, tetapi Glagah Putih justru harus
menumpahkan perhatiannya terbanyak kepada Ki Rangga.
Berbeda dengan Glagah Putih, maka Agung Sedayu justru bertempur menghadapi
empat orang prajurit yang memiliki ilmu yang
pada dasarnya tidak bertaut. Karena itu, Agung Sedayu tidak harus memperhatikan
seseorang lebih banyak dari yang lain.
Mengingat kemungkinan yang lebih buruk yang dapat terjadi, seandainya beberapa
orang prajurit di pintu gerbang itu mengetahui bahwa telah terjadi pertempuran, dan
mereka akan berdatangan membantu kawan-kawannya untuk menangkapnya, maka
Agung Sedayu-pun bertempur cukup keras.
Cambuknya berputaran dan meledak-ledak disela-sela ayunan pedang para prajurit
Pati. Dengan cepatnya, Agung Sedayu berloncatan, sementara ujung cambuknya menebas
dengan derasnya. Sekali-sekali ujung cambuk itu mematuk seperti seekor ular. Bahkan
memburu sasarannya seolah-olah mempunyai sepasang mala yang sangat tajam.
Keempat orang lawan Agung Sedayu memang segera mengalami kesulitan. Mereka
sama sekali tidak berhasil menyentuh tubuhnya dengan ujung pedang. Ampat orang yang
menyerang dari jurusan yang berbeda itu, mengalami kesulitan untuk mendekati lawannya
yang bersenjata cambuk itu.
Bahkan sejenak kemudian, seorang diantara mereka telah meloncat mundur mengambil
jarak ketika ujung cambuk Agung Sedayu menyentuh lengannya.
Semula orang itu hanya merasakan sengatan dilengannya itu. Namun kemudian, ketika
ia meraba lengannya itu ia terkejut. Tangannya menjadi merah oleh darah.
Baru kemudian disadarinya, bahwa sentuhan ujung cambuk Agung Sedayu itu telah
mengoyakkan lengannya. Jika semula hanya terasa sebagai sengatan kecil, kemudian
terasa betapa lengannya itu menjadi pedih dan nyeri.
Tetapi prajurit ilu tidak menyingkir dari arena pertempuran. Justru kemarahan yang
membakar jantungnya telah mendorongnya untuk bertempur semakin garang.
Sementara itu, ketiga orang kawannyapun menjadi semakin garang pula. Mereka tidak
mau dihancurkan oleh hanya seorang. Sementara mereka bertempur bersama-sama
sebanyak ampat orang. Tetapi mereka harus menghadapi kenyataan. Lawannya yang hanya seorang itu
memiliki kemampuan yang sangat tinggi.
Disisi lain Glagah Putih harus bekerja keras untuk melindungi dirinya. Ki Rangga yang
marah itu bertempur seperti seekor harimau yang terluka. Sementara ketiga orang
prajuritnya berusaha untuk menyesuaikan diri. Mereka selalu mengisi setiap kesempatan,
sehingga perhatian Glagah Putih memang sering terpecah.
Namun Glagah Putih yang tangkas itu memang tidak begitu mudah untuk dikuasai,
meskipun oleh ampat orang sekalipun.
Dalam pada itu, beberapa orang yang berlari-lari menjauhi pertempuran itu, memang
ada yang tiba-tiba saja berkata kepada seorang yang lain " Kita laporkan saja kepada
para prajurit yang bertugas di pintu gerbang. ~ Ya " sahut yang lain " kita laporkan kepada para prajurit di pintu gerbang. ~
Dengan sekuat-kuatnya kedua orang itu telah berlari ke pintu gerbang yang memang
belum terlalu jauh dari tempat kejadian.
Agung Sedayu yang menyadari akan bahaya yang mungkin bakal datang dari
sekelompok prajurit di pintu gerbang, telah semakin meningkatkan tekanannya.
Cambuknya semakin sering meledak dengan suara yang memekakkan telinga, sehingga
keempat lawannya menjadi semakin bingung menghadapinya.
Dalam pada itu, orang yang telah terluka dilengannya itu menjadi semakin gelisah.
Darahnya masih saja mengalir dari lukanya, sehingga tubuhnya terasa menjadi semakin
lemah. Namun ujung cambuk Agung Sedayu masih saja memburu lawan-lawannya.
Seorang lawannya yang kehilangan kesempatan, berteriak kesakitan ketika ujung
cambuk Agung Sedayu mematuk pundaknya. Orang itu terdorong beberapa langkah surut.
Dengan susah payah ia berusaha mempertahankan keseimbangannya. Namun jantungnya
menjadi berdebaran ketika ia menyadari, darah mengalir dari luka di-pundaknya itu.
Dengan demikian, maka kekuatan lawan Agung Sedayu menjadi
semakin surut. Meskipun demikian, mereka yang terluka itu masih berusaha membantu
kawan-kawannya bertempur terus.
Sementara itu, Agung Sedayu masih sempat memperingatkan " Jika kalian yang
terluka bergerak terlalu banyak, maka darah akan mengalir semakin banyak pula. Itu
sangat berbahaya bagi kalian, karena jika kalian kehabisan darah, maka kalian akan mati.
~ - Persetan " geram prajurii yang masih belum terluka ~ kami akan membunuhmu. "
Baru saja mulutnya terkatup, cambuk Agung Sedayu telah meledak. Ujungnya
menyambar betis orang itu, sehingga dagingnya telah terbuka. Demikian parahnya,
sehingga tulangnya yang keputih-putihan nampak disela-sela lukanya.
Orang itupun berteriak pula. Hentakan cambuk Agung Sedayu telah mendorongnya
surut. Bahkan kemudian orang itu tidak mampu lagi berdiri. Kakinya terasa sakit sekali,
sehingga hampir tidak tertahankan.
Dalam pada itu, di lingkaran pertempuran yang lain, ikat pinggang Glagah Putih telah
bergerak menyambar-nyambar pula. Seorang diantara ketiga orang prajurit yang
bertempur bersama Ki Rangga, terlempar beberapa langkah surut dan jatuh berguling
ditanah. Sisi ikat pinggang Glagah Putih menyambar lambung orang itu, sehingga goresan
lukanya telah mengoyak lambungnya setajam mata pedang.
Kedua orang prajurit yang lain serta Ki Rangga menjadi semakin berhati-hati.
Mereka telah melihat kenyataan dihadapan mata mereka, bahwa kedua orang itu tidak
mudah mereka kalahkan, apalagi mereka bunuh.
Ketika lawannya telah berkurang, maka Glagah Putih semakin mendapat lebih banyak
kesempatan. Karena itu, maka ketiga orang lawannya yang tersisa harus memeras tenaga
mereka. Ki Rangga mulai menjadi gelisah. Karena itu, maka iapun meningkatkan ilmunya
semakin tinggi. Kedua orang prajurit yang bertempur bersamanya tidak lagi dapat
diharapkan. Karena itu, maka Ki Rangga tidak lagi memperhitungkan mereka.
Apalagi seorang diantara mereka mengaduh tertahan ketika pundaknya tergores ikat pinggang Glagah Putih yang seakan-akan menjadi setajam pedang.
- Anak iblis " geram Ki Rangga ~ ternyata bahwa kau memang harus segera dibunuh
dengan caraku. Apapun yang terjadi atas dirimu, itu adalah karena salahmu sendiri. "
Glagah Putih tertegun sejenak. Ia sadar, bahwa Ki Rangga akan sampai pada pencak
kemampuannya. Karena itu, maka Glagah Putih-pun menjadi.
Sementara itu, Agung Sedayu telah menghentikan perlawanan prajurit yang terakhir.
Ketika ujung cambuknya menjilat punggung lawannya, justru saat lawannya akan
melarikan diri. Prajurit itu berniat untuk memberikan laporan kepada para prajurit yang
bertugas dipintu gerbang. Tetapi Agung Sedayu tidak melepaskannya. Ujung cambuknya
yang memburunya, telah menghentikannya. Prajurit itu jatuh tertelungkup. Tetapi
kemudian ia menggeliat menahan sakit.
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian telah mendekati Glagah Putih yang
masih bertempur. Justru pada saat Glagah Putih mengayunkan ikat pinggangnya. Prajurit
yang terakhir yang bertempur bersama Ki Rangga itupun menggeliat. Glagah Putih tidak
menggoreskan sisi ikat pinggangnya untuk mengoyak dada lawannya, tetapi ikat
pinggangnya itu menapak melintang. Dengan demikian, maka warna merah kehitaman
telah membekas di dadanya selebar ikat pinggang Glagah Putih. Bekasnya itu tidak
ubahnya seperti luka oleh ji latan bara api.
Orang itu terlempar jatuh. Beberapa kali ia berguling dan menggeliat. Dadanya terasa
pedih dan panas membakar.
Yang kemudian berhadapan adalah Glagah Putih dan Ki Rangga. Namun agaknya Ki
Rangga benar-benar telah siap.
Karena itu, ketika Glagah Putih bergerak selangkah maju, maka Ki Rangga itupun
segera bergeser menyamping. Demikian ikat pinggang Glagah Putih berputar, maka Ki
Rangga itupun segera meloncat sambil mengayunkan kerisnya yang terhitung besar
melampaui ukuran keris kebanyakan.
Dengan tangkasnya Glagah Putih mengelak, namun dengan cepat pula ikat pinggang
kulitnya berputar. Ki Rangga itu dengan cepat menghindar surut. Tetapi Glagah Putih tidak
melepaskannya. Dengan cepat pula ia memburunya dengan loncatan panjang.
Glagah Putih terkejut ketika orang itu tiba-tiba saja mengayunkan tangan kirinya. Ia
melihat seleret bayangan terbang dari tangan Ki Rangga yang terayun itu.
12 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan cepat Glagah Putih meloncat menghindar.
Tetapi terlambat. Sebuah pisau belati kecil yang meluncur kearah dadanya itu masih
juga tersangkut dilubuhnya, menggores lengannya.
Glagah Putih berdesis menahan pedih. Dengan cepat ia meloncat mengambil jarak
untuk mempersiapkan dirinya menghadapi segala kemungkinan.
Terdengar Ki Rangga itu tertawa. Katanya ~ Nah, anak manis. Jangan menyesal,
bahwa kau sudah memasukkan kepalamu kedalam mulut buaya. "
Tetapi Glagah Putih menjawab - Aku tidak pernah takut melawan buaya kerdil. "
- Setan kau " geram orang itu. Sekali lagi pisau kecilnya meluncur kearah dada Glagah
Putih. Namun Glagah Putih yang sudah bersiaga menghadapi jenis senjata lawannya, mampu
mengelak. Dengan cepat iapun bergeser ke-samping.
Dalam pada itu, Agung Sedayu yang sudah tidak lagi menghadapi lawan berkata - Ki
Rangga. Kau tinggal seorang diri. Bersama dengan tujuh orang prajurit, kau tidak dapat
mengalahkan kami berdua. Apalagi kau seorang diri. - Persetan. Kaupun akan mati. "
Dengan geram orang itu telah menyerang Agung Sedayu pula. Sambil meloncat
menyamping ia melemparkan sebuah pisau kecil ke-dada Agung Sedayu.
Pisau itu meluncur demikian cepatnya. Tepat engenai dada Agung Sedayu diarah
jantung. - Mati kau iblis " geram orang itu " kawan-kawanku yang terluka masih sempat
melihat tubuh terbaring diam. Agung Sedayu tidak menjawab. Namun Ki Rangga itu terbelalak
ketika ia melihat Agung Sedayu melangkah mendekat sambil berkata -- Jangan kau
buang-buang senjatamu dengan sia-sia. ~
Namun tiba-tiba Glagah Putih berkata - Lepaskan orang itu kakang. Biarlah aku
mengakhiri perlawanannya. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya Glagah Putih yang muda itu
benar-benar marah kepada Ki Rangga yang telah menghinanya dan bahkan melukainya.
Karena itu. Agung Sedayu tidak berbuat lebih jauh. Namun ia sempat memperingatkan
- Waktu kita sempit Glagah Putih. Prajurit di pintu gerbang itu akan dapat datang kemari.
" - Aku akan menyelesaikannya dengan cepat kakang. - jawab Glagah Putih.
Jawaban Glagah Putih itu membuat telinga Ki Rangga menjadi merah. Ia sadar, bahwa
keadaannya akan menjadi sangat sulit jika orang yang pernah dilihatnya di Prambanan itu
ikut mencampuri pertempuran itu. Agaknya orang ilu memiliki ilmu kebal. Mungkin Lembu
Sekilan, mungkin Tameng Waja atau jenis yang lain. Namun pisau belatinya tidak mampu
menembus pertahanan ilmu kebalnya itu.
Tetapi agaknya Agung Sedayu memang tidak ingin mencampuri pertempuran itu atas
permintaan Glagah Putih, la justru bergeser menepi ketika Glagah Putih kemudian telah
bersiap. Namun orang yang disebut Ki Rangga itu tidak memberinya kesempatan. Demikian
Glagah Putih siap untuk bertempur, maka KiRangga itu mulai menyerangnya. Kerisnya
sudah tidak ada ditangan nya lagi. Tetapi demikian ia menyimpan kerisnya di wrangkanya,
maka kedua belah tangannya dengan tangkasnya mempermainkan pisau-pisau kecilnya.
Tetapi Glagah Putih dengan tangkasnya berloncatan menghindar. Dengan ikat
pinggangnya ia menangkis pisau-pisau yang berterbangan itu.
Tetapi pisau-pisau itu seakan akan tidak ada habis-habisnya. Pisau yang disimpan
berderet diikat pinggangnya itu seakan-akan jumlah tidak terbatas.
Karena itu, maka Glagah Putih memang mengalami kesulitan. Bahkan ketika ia
terlambat menangkis serangan pisau itu dengan ikat
pinggangnya, maka pisau itu telah mengogres pundaknya.
Kemarahan Glagah Putih tidak terbendung lagi. Apalagi mengingat kemungkinan
hadirnya para prajurit dari pintu gerbang.
Karena itu, maka Glagah Putih yang sangat marah itu tidak menahan diri lagi. Lukanya
yang tersentuh keringatnya yang mengalir menjadi semakin pedih.
Ketika Glagah Putih itu semakin terdesak oleh lontaran-lontaran pisaunya yang tidak
terhitung jumlahnya itu, maka iapun segera mempersiapkan dirinya Demikian ia meloncat
menghindari lontaran pisau dengan loncatan panjang, maka Glagah Putih telah
mengayunkan tangannya, setelah ia mengalungkan ikat pinggangnya dilehernya. Kedua
telapak tangannya menghadap kearah tubuh lawannya dengan satu hentakkan dilambari
ilmunya yang sangat mengejutkan lawannya.
Seleret sinar seakan-akan telah meluncur dari kedua telapak tangan Glagah Putih.
Demikian cepatnya menyambar kearah lawannya yang sedang melontarkan pisau belati
kecilnya. Ki Rangga tidak sempat mengelak. Sinar itu begitu cepat menukik mematuk dadanya.
Terdengar teriakan kesakitan. Benturan yang keras telah terjadi. Ki Rangga itu
terlempar beberapa langkah surut dan kemudian jatuh terlentang.
Agung Sedayulah yang kemudian berlari memburu, la berharap bahwa daya tahan Ki
Rangga itu cukup tinggi, sehingga ilmu Glagah Putih itu tidak membunuhnya.
Tetapi Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ternyata Ki Rangga tidak
mempunyai daya tahan yang mampu menyelamatkan hidupnya.
Glagah Putih Masih berdiri termangu-mangu. Ia menundukkan kepalanya ketika Agung
Sedayu memandanginya dengan tajamnya.
- Kau telah membunuhnya " berkata Agung Sedayu. -Glagah Putih sama sekali tidak
menjawab. Ia harus mengaku bahwa ia telah kehilangan kendali.
Namun dalam pada itu, ketujuh orang prajurit, termasuk dua
orang prajurit sandi itu masih tetap hidup meskipun mereka terluka parah.
Agung Sedayupun kemudian berkata kepada Glagah Putih " Kita serahkan Ki Rangga
ini kepada kawan-kawannya. Kita tidak boleh menunggu kedatangan para prajurit dari
pintu gerbang kota. - Glagah Putih tidak menyahut. Iapun kemudian mengikuti Agung Sedayu yang
meninggalkan tubuh Ki Rangga sambil berkata kepada salah seorang prajurit yang terluka
" Kawan-kawanmu akan segera datang. Jika tidak, kau dapat minta seseorang
memberitahukan kepada para prajurit yang bertugas di pintu gerbang. ~
Dengan cepat Agung Sedayu melangkah meninggalkan tempat itu diikuti oleh Glagah
Putih yang berlari-lari kecil dibelakangnya. Sambil menjauhi tempat itu Agung Sedayu
berkata - Jika kita sempat bertempur dengan prajurit, maka kita akan membunuh lebih
banyak lagi. - Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia mengikuti saja kemana Agung Sedayu pergi.
Dalam pada itu, setelah Agung Sedayu dan Glagah Putih menjauh, maka beberapa
orangpun telah memberanikan diri untuk mendekat. Merekapuun kemudian berusaha
menolong para prajurit yang terluka. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa
terhadap Ki Rangga yang sudah terbunuh.
Beberapa saat kemudian, sekelompok prajurit berlari-larian datang dipimpin langsung
oleh pemimpin kelompok yang bertugas di pintu gerbang. Namun yang mereka jumpai
adalah orang-orang yang terluka. Bahkan Ki Rangga telah terbunuh.
- Kemana kedua orang itu melarikan diri " - bertanya pemimpin sekelompok prajurit itu.
Seorang yang diantara mereka yang datang mendekati para prajurit yang terluka itu
menjawab sambil menunjuk - Kesana. Mereka menuju ke bulak itu. "
Pemimpin prajurit itu termangu-mangu sejenak. Dalam keadaan yang gawat itu, ia
sempat membuat penilaian atas kemampuan kedua orang itu. Ki Rangga dan tujuh orang
prajurit, termasuk dua orang prajurit
dalam tugas sandi yang terlatih dengan baik, tidak dapat menangkap mereka.
Namun pemimpin prajurit itu merasa membawa beban tanggung jawab dalam
tugasnya. Karena itu maka iapun telah memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya untuk
mempergunakan kuda-kuda yang ada.
" Kita kejar mereka " berkata pemimpin kelompok itu " kita akan pergi semuanya. ~
" Jumlah kita lebih banyak dari jumlah kuda yang ada. - Berkata salah seorang
prajuritnya. " Biarlah kuda-kuda yang lebih besar membawa dua orang penumpang
dipunggungnya. Prajurit-prajurit itupun saling berpandangan. Pemimpinnya yang mengetahui gejolak
perasaan para prajuritnya itupun berkata " Kita tidak akan berpacu dan bertaruh siap
yang paling cepat. Kedua orang itu hanya berlari dengan mempergunakan kakinya. Kudakuda
kita akan dapat berlari lebih cepat. Setidak-tidaknya kuda-kuda yang tidak membawa
beban rangkap. Baru kemudian yang lain menyusul. Ingat, kedua orang itu memiliki ilmu
iblis. Tujuh orang prajurit di tambah dengan Ki Rangga tidak dapat menangkap mereka. "
Para prajurit itu tidak bertanya lagi. Mereka tidak ingin kehilangan waktu lebih banyak
lagi. Karena itu, maka mereka segera berloncatan ke atas punggung kuda yang ada.
Hampir semua kuda bermuantan rangkap. Hanya ada dua ekor kuda yang membawa
masing-masing seorang penumpang.
Demikian kuda-kuda itupun berlari. Dua ekor kuda yang hanya membawa masingmasing
seorang penumpang itu telah berlari lebih dahulu. Sedangkan yang lain berderap
menyusulnya. Tetapi beberapa saat kedua orang berkuda dipaling depan itu melarikan kuda mereka,
namun mereka sama sekali tidak menemukan kedua orang yang mereka buru. Merekapun
tidak melihat kedua orang itu berlari diatas pematang atau menyusuri parit
" Kedua sosok iblis itu menghilang " geram pemimpin prajurit yang berusaha
mengejar itu. " Mereka tentu belum terlalu jauh " sahut prajurit yang menyertainya.
Pemimpin prajurit itu termangu-mangu diperlambatnya derap kaki kudanya sambil
mengamati lingkungan disekitarnya.
Tetapi yang nampak hanyalah sawah yang terbentang luas, batang padi yang hijau
sampai ke cakrawala. " Mereka dapat bersembunyi di belakang padi seluas bulak ini ~ desis pemimpin
sekelompok prajurit berusaha mengejar Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Sebenarnyalah bahwa Agung Sedayu dan Glagah Putih sedang merangkak di pematang
sawah. Semakin lama semakin jauh dari jalan yang membujur dari pintu gerbang kota.
Batang padi yang tumbuh subur telah melindungi mereka dari penglihatan para prajurit
yang mengejar mereka. Pemimpin sekelompok prajurit itu memang menjadi bimbang. Ia merasa sangat sulit
untuk menemukan dua orang dibulak seluar itu. Iapun sama sekali tidak dapat melihat
jejak kedua orang ilu, apakah ia berlari kesebelah kiri atau kesebelah kanan jalan.
Pemimpin sekelompok prajurit itu telah bertanya kepada beberapa orang yang
dijumpainya, apakah mereka melihat dua orang yang sedang mereka buru.
Tetapi semua orang menggelengkan kepalanya kepada beberapa orang yang
dijumpainya, apakah mereka melihat dua orang yang sedang mereka buru.
Tetapi semua orang menggelengkan kepalanya sambil menjawab - Aku tidak
melihatnya. " Kalian akan mendapatkan hadiah yang besar jika kalian dapat menunjukkan - berkata
pemimpin sekelompok prajurit itu " bahkan kalian juga sudah menyelamatkan banyak
orang, karena kedua orang itu sangat berbahaya. Mereka akan dapat membunuh
siapapun. Termasuk sanak kadang kalian. Seorang prajurit telah dibunuhnya pula, sedang
beberapa orang yang lain telah dilukai. ~
Tetapi orang-orang itu memang tidak melihat, bagaimana Agung Sedayu dan Glagah
Putih menyelinap dan menghilang di bulak yang luas itu.
Ketika pemimpin sekelompok prajurit itu melihat batang padi yang bergoyang, maka
perhatiannya segera memusat. Tetapi ternyata
bahwa angin semilir telah menggoyang batang padi di bulak yang luas. Seperti
gelombang lembut batang padi itu bergerak-gerak mengalir dengan irama yang manis.
" Apakah mereka anak iblis yang dapat menghilang " - bertanya pemimpin prajurit
yang geram itu. Memang timbul niatnya untuk menyebar para prajuritnya di bulak yang luas itu. Namun
pemimpin sekelompok prajurit itu tidak dapat mengabaikan keselamatan para prajuritnya.
Jika kerja itu akan sia-sia, maka pemimpin prajurit itu memutuskan untuk tidak
melakukannya. " Ki Rangga dan tujuh prajurit gagal menangkap mereka. Jika prajurit-prajurit
menyebar di bulak yang luas ini, maka seorang demi seorang mereka akan dapat dibunuh
oleh kedua orang yang sangat berbahaya ini. " berkata pemimpin sekelompok prajurit
itu. Akhirnya pemimpin sekelompok prajurit itu memutuskan untuk tidak melanjutkan
perburuan mereka. Yang mereka lakukan kemudian adalah kembali untuk menolong
kawan-kawan mereka yang terluka.
Ternyata orang-orang yang berkerumun disekitar para prajurit yang terluka itu telah
berusaha menolong mereka. Orang-orang itu telah menghentikan beberapa buah pedati.
Dengan pedati itu, maka para prajurit yang terluka akan dibawa ke kota.
" Terima kasih - berkata pemimpin sekelompok prajurit itu kepada orang-orang yang
telah berusaha menolong para prajurit yang terluka.
Namun dalam itu, Ki Rangga sudah tidak akan dapat ditolong lagi dengan cara apapun
juga. Sementara itu, Agung Sedayu dan Glagah Putih telah berjalan semakin jauh. Mereka
tidak lagi melangkah disepanjang pematang, disela-sela batang padi yang subur. Ketika
mereka mengetahui bahwa para prajurit telah menghentikan pengejaran mereka, maka
Agung Sedayu dan Glagah Putih menganggap bahwa mereka tidak perlu bersembunyisembunyi
lagi. Apalagi mereka sudah menjadi semakin jauh.
Ketika mereka kemudian naik kesebuah jalan kecil, maka ternyata bahwa jalan itu
adalah jalan yang sepi. Karena itu, maka Agung
Sedayu dan Glagah Putih merasa senang berjalan di jalan itu
Pengalaman mereka sebagai pengembara telah membuat mereka yakin, bahwa mereka
tidak akan tersesat. Mereka akan dapat menemukan jalan yang akan sampai ke Mataram.
Dalam pada itu, ketika matahari melampaui puncak langit, maka udara rasa-rasanya
telah menjadi semakin panas. Dikejauhan nampak ndcg amun-amun yang bergetar seperti
uap air yang mendidih. Matahari dilangit memancarkan panasnya tanpa belas kasihan.
Agung Sedayu dan Glagah Putihpun berjalan terus. Terik matahari membuat leher
mereka terasa kering. - Nampaknya kita sudah bebas - desis Glagah Putih.
- Ya. Agaknya memang demikian - jawab Agung Sedayu.
- Jika demikian, kita akan dapat mencari tempat untuk melawan haus. - Kita akan sampai kesebuah belik. "
- Kenapa harus menunggu sampai kita menemukan seebuah belik " Apakah kita tidak
dapat singgah disebuah kedai " Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun Glagah Putihpun berkata selanjutnya
- Kita sudah cukup jauh berjalan. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Kadang-kadang kau ingin memanjakan diri juga
Glagah Putih. - Glagah Putihpun tertawa, katanya " Tidak setiap kali kakang.
- Tetapi bajumu kotor, koyak dan berbekas darah. Meskipun lukamu sudah pampat. "
Glagah Putih mengerutkan dahinya. Katanya " Bajuku memang sudah sangat kotor
kakang. Bekas darah itu tidak akan terlalu menarik perhatian. Terakhir kita mencuci
pakaian di sungai kecil itu adalah dua hari yang lalu. Kemudian kita tidak sempat
melakukannya lagi, kecuali mandi dengan tergesa-gesa.
Agung Sedayu menarik nafas panjang. Namun kemudian katanya - Baiklah. Kita
usahakan agar tidak menarik perhatian. Keduanya kemudian memang singgah disebuah kedai. Keduanya sengaja duduk disudut
yang tidak mendapat perhatian banyak orang. Meskipun bercak-bercak darah di baju
Glagah Putih sudah mengering
dan tidak nampak terlalu menyolok pada bajunya yang memang berwarna gelap,
namun mereka masih juga harus berhati-hati.
Bersukurlah Agung Sedayu dan Glagah Putih, bahwa tidak ada orang yang
memperhatikan mereka. Demikian mereka selesai, maka Agung Sedayupun segera
membayarnya dan meninggalkan kedai itu.
Diluar kedai keduanya menarik nafas dalam-dalam. Sambil berdesah panjang Glagah
Putih berkata " Ternyata tidak ada orang yang memperhatikan bajuku yang koyak. "
- Memang tidak terlalu nampak menyolok ~ desis Agung Sedayu.
Demikanlah keduanyapuyn kemudian berjalan menjauhi kedai itu. Setelah agak jauh
berjalan, maka keduanyapun berhenti dibawah sepasang pohon raksasa yang tumbuh
beberapa puluh langkah dari jalan yang mereka lalui. Dibawah sepasang pohon raksasa
yang ternyata pohon beringin tua itu, terdapat sebuah mata air yang cukup besar,
sehingga airnya dapat mengaliri sawah disekitarnya.
-- Aku lihat lukamu " berkata Augng Sedayu.
Glagah Putih kemudian telah membuka bajunya sambil berkata ~ Aku telah mengusap
luka-luka itu dengan serbuk obat yang kakang berikan itu. "
Luka itu memang tidak seberapa. Nampaknya sambil menghindar dari kejaran para
prajurit, Glagah Putih masih sempat mengusapkan serbuk yang dibawanya dalam
bumbung kecil. Untuk beberapa saat keduanya beristiriahat ditempat yang teduh itu.
Belik yang terdapat dibawah batang pohon beringin raksasa itu membuat udara
menjadi semakin sejuk. - Jika terlalu lama disini, aku justru akan dapat tertidur " desis Glagah Putih.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya - Marilah. Agar kau tidak tertidur disini.
Meskipun kita sudah berjalan cukup jauh, tetapi masih terlalu dekat dengan pintu
gerbang kota. - Agung Sedayu dan Glagah Putih yang sudah bersiap-siap untuk pergi itu justru
termangu-mangu. Mereka melihat dua orang berjalan mendekati mereka.
- Nah. benar kata orang itu desis seorang diantara mereka tanpa
ragu-ragu tentu kedua orang inilah yang dicurigai oleh para prajurit itu.
Agung Sedayu dan Glagah Putih tertegun melihat keduanya. Dua orang yang menilik
ujud lahiriahnya serupa. - Agaknya keduanya saudara kembar " desis Glagah Putih.
12 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Ya - Agung Sedayu mengangguk-angguk.
Kedua orang itu menjadi semakin dekat. Seorang diantaranya berkata " Kami mencari
kalian berdua. " - Siapakah kalian dan untuk apa kalian mencari kami " ~ bertanya Agung Sedayu.
- Sebagaimana kalian lihat, kami adalah saudara kembar. Kami memang menyusul
kalian. Para prajurit Itu mengatakan, siapa yang dapat menunjukkan dimana kalian
bersembunyi, akan mendapat upah cukup banyak. Apalagi jika dapat menangkap kalian.
" - Jadi kalian berdua akan menangkap kami " "
- Ya. Kebetulan kami sedang membutuhkan uang itu. Karena itu,jika kalian mau berbaik
hati, membantu kesulitan kami, menyerah sajalah. "
- Berapa keping uang yang akan kalian dapatkan, sehingga kalian dengan susah payah
menyusul kami. ~ - Para prajurit itu tidak menyebut, beberapa banyak mereka akan memberikan uang.
Tetapi aku yakin, bahwa uang itu tentu cukup banyak. Kami juga pemah menangkap
seorang yang dibutuhkan oleh para prajurit Pati. Seorang penjahat yang sudah beberapa
tahun luput dari kejaran para prajurit. Ternyata kami juga mendapat upah cukup banyak.
Apalagi jika kami dapat menangkap petugas sandi dari Mataram. Maka upahnya tentu
akan lebih banyak. "
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun Glagah Putihlah yang berkata " Kau
tahu, bahwa delapan orang prajurit tidak berhasil menangkap kami " "
Kedua orang kembar itu tertawa. Seorang diantara mereka berkata - Jangan kau
pamerkan kemenangan kecilmu itu. Aku sudah lama berhubungan dengan para prajurit
Pati. Aku memang sering melakukan tugas seperti ini Menangkap seseorang atau
sekelompok orang untuk mendapatkan upah sebagai mana aku menangkap penjahat yang
mempunyai ilmu yang tinggi dan Aji Welut Putih itu. "
- O - Glagah Putih mengangguk-angguk - kalau begitu, maka kalian berdua tentu orang
yang berilmu sangat tinggi. - Ya. Karena itu menyerah sajalah. Nasib kalian memang buruk. Kebetulan aku lewat di
tempat kalian memamerkan ilmu kalian. Pemimpin sekelompok prajurit yang bertugas di
pintu gerbang itu adalah sahabat kami. Ia telah mengenal kami dengan baik, juga
mengenal tugas-tugas yang sering kami lakukan untuk membantu para prajurit.
- Kemudian pemimpin sekelompok prajurit itu menawarkan kepada kalian berdua,
apakah kalian bersedia menangkap dua orang buruan mereka dengan janji untuk
mendapat upah yang inggi. " sahut Glagah Putih.
Kedua orang itu saling berpandangan sejenak. Tetapi seorang diantara mereka berkata
" Anak ini memang sombong dan keras kepala. Dengar, kami mendapat wewenang untuk
menangkap kalian hidup atau mati. Kami ingin memperingatkan kalian sekali lagi.
Menyerahlah, agar kami tidak terpaksa membunuh kalian, karena upah yang akan kami
terima akan sama saja. Hidup atau mati. - Bagaimana jika kalian yang mati " " bertanya Glagah Putih ~ apakah kalian juga
mendapat upah " Maksudku, beaya penyelenggaraan penguburan kalian akan ditanggung
oleh para prajurit, Kemudian hidup anak istri kalian juga akan mendapat jaminan "
Agung Sedayu justru menggamit Glagah Putih sambil berkata. -Sudahlah. Kami minta
saja mereka membatalkan niat mereka. ~
- Ki Sanak - berkata seorang diantara kedua orang kembar itu ~ sebaiknya kalian tidak
usah berusaha untuk melawan. Tidak ada artinya sama sekali meskipun kalian dapat
mengalahkan delapan orang prajurit. Perlawanan itu hanya akan membuat kalian semakin
menyesal. - - Kalian tentu tahu, bahwa kami tidak akan menyerah-. - berkata Glagah Putih "
karena itu, lakukan yang ingin kalian lakukan. Kami sudah siap. "
Kedua orang kembar itu tersenyum. Sejenak mereka saling ber-.
pandangan. Seorang diantara mereka berkata " Apa boleh buat Kita sudah berusaha
untuk mencegah kematian. Tetapi agaknya mereka tidak mau mengerti. "
- Mereka terlalu sombong " sahut yang lain - sebaiknya kita selesaikan saja mereka.
Kita bawa kepala mereka sebagai bukti. "
- Kalian membuat kami bingung " berkata Agung Sedayu " kami semula menganggap
bahwa kalian adalah sahabat-sahabat prajurit untuk memerangi kejahatan. Tetapi ketika
kalian mengatakan bahwa kalian akan membunuh dan membawa kepala kami, maka
penilaian kami terhadap niat baik kalian membantu para prajurit jadi berbalik.
- Jangan menganggap kami orang baik-baik. Kami berbuat apa saja jika ada orang
yang mengupah kami. Itu saja. - Juga membunuh tanpa segan-segan " - bertanya Glagah Putih.
- Ya. Bukankah kalian juga sudah membunuh " Ki Rangga telah kalian bunuh pula
dengan tanpa berkedip. Nah, apakah tidak sepantasnya kalian juga dibunuh " "
Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak menjawab. Namun mereka menjadi yakin,
siapakah yang mereka hadapi. Dua orang pembunuh upahan yang tidak mempunyai
pertimbangan lain kecuali sekedar untuk mendapatkan upah. Mungkin pada suatu saat ia
menangkap dan membunuh seorang penjahat. Tetapi disaat yang lain membunuh seorang
yang tidak bersalah karena dengki orang lain yang kemudian mengupah mereka berdua.
Ketika kedua orang kembar itu melangkah semakin dekat, maka Agung Sedayu dan
Glagah Putih telah bersiap pula menghadapi keduanya. Kedua orang kembar yang
nampaknya telah terlalu biasa melakukan tindak kekerasan itu, sama sekali tidak
menunjukkan ketegangan di wajahnya. Keduanya masih saja tersenyum. Seorang diantara
mereka bertanya " Tempat ini dikeramatkan oleh orang-orang disekitarnya. Belik yang
terdapat di bawah sepasang pohon beringin itu disebut belik kendil, yang ditunggui oleh
sepasang peri yang dapat menjadi cantik sekali, tetapi dapat pula menjadi sangat
menakutkan. Nah, jika kalian berdua mati disini, maka kalian akan menjadi budak-budak
sepasang peri itu. Mungkin kalian dapat mempunyai kedudukan
yang baik, tetapi mungkin kalian akan menjadi budak yang paling hina. "
Yang seorang lagi tertawa berkepanjangan. Katanya - Janagn menyesal. Kalian telah
memilih jalan kematian kalian. ~
Namun Glagah Putih masih juga menjawab " Bagaimana jika kalian yang mati " Kedua
peri itu tentu akan sangat berterima kasih karena mereka akan mendapat hamba dua
orang yang kembar. Dengan demikian mereka tidak akan berebut yang paling tampan
diantara kalian. - " Setan kau " geram seorang diantara keduanya sambil melangkah maju.
Namun Glagah Putih sudah bersiap.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, kedua orang kembar itu telah bersiap untuk
bertempur, sementara Agung Sedayu dan Glagah Putih bergeser mengambil jarak.
Sejenak kemudian, seorang dari kedua orang kembar itu telah mulai menyerang Agung
Sedayu. Dengan cepat Agung Sedayupun bergeser menghindar.
Namun dalam pada itu, yang seorang lagi telah meloncat menyerang Glagah Putih pula.
Demikianlah maka kedua orang kembar itu telah terlibat dalam pertempuran yang
semakin lama menjadi semakin sengit.
Agung Sedayu dan Glagah Putih bertempur dengan berhati-hati. Mereka sadar, bahwa
lawan mereka adalah orang-orang yang terlalu yakin akan dirinya. Nampaknya keduanya
memang mempunyai pengalaman yang sangat luas. Ketika Agung Sedayu melihat
bagaimana mereka menyerang, maka ia memberi isyarat kepada Glagah Putih, bahwa
lawannya memang orang yang berilmu tinggi.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun menjadi semakin cepat. Keempat orang
yang terlibat dalam pertempuran itu saling berloncatan menyerang dan menghindar.
Kedua orang kembar yang meyakini kemampuan mereka sendiri itu ternyata juga
berhati-hati menghadapi Agung Sedayu dan Glagah Putih. Keduanya mengerti, bahwa
Agung Sedayu dan Glagah Putih telah mengalahkan delapan orang prajurit termasuk Ki
Rangga yang memiliki ilmu yang tinggi, yang justru telah terbunuh.
Namun seorang diantara keduanya yang bertempur melawan Glagah Putih yang
nampak masih terlalu muda, merasa memiliki kesempatan lebih banyak. Orang itu
mengira bahwa Glagah Putih tentu tidak memiliki ilmu setinggi Agung Sedayu.
Karena itu, maka orang itu dengan garangnya telah melihat Glagah Putih dalam
pertempuran yang cepat dan rapat.
Namun orang itu terkejut ketika terjadi benturan kekuatan diantara keduanya. Untuk
menjajagi kekuatan lawannya, maka Glagah Putih memang dengan sengaja telah
membentur serangan lawannya, meskipun ia harus sangat berhati-hati.
Lawan Glagah Putih itu meloncat surut selangkah. Dipandanginya anak yang dianggap
masih terlalu muda itu dengan tajamnya. Ternyata anak itu memiliki tenaga yang cukup
besar. Glagah Putih sendiri juga merasakan, bahwa lawannya juga mempunyai kekuatan yang
besar. Glagah Putih sadar, bahwa lawannya masih belum mengerahkan segenap kekuatan
dan kemampuannya. - Kau mempunyai bekal yang baik, anak muda " berkata lawan Glagah Putih - Sayang,
bahwa kau tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dasar kemampuan itu.
Sebenarnya kau harus menyalahkan Mataram bahwa kau yang masih sangat muda itu
telah mendapat tugas yang sangat berat dan harus mempertaruhkan nyawamu. Langsung
atau tidak langsung, maka Mataram telah memotong tunas yang subur yang dapat
menjadi harapan masa depan. ~
- Kenapa kau menyalahkan Mataram " - bertanya Glagah Putih.
- Seharusnya Mataram tidak menunjuk kau untuk melakukan tugas sandi ke Pati.
Kekalahan Pati di Prambanan telah mengaburkan penglihatan Mataram, bahwa seakanakan
Pati tidak mempunyai orang yang berilmu tinggi. ~
- Aku tidak mempunyai hubungan dengan Mataram. Sudah kami katakan kepada para
prajurit. - jawab Glagah Putih.
Tetapi lawannya tertawa. Katanya " Hanya orang-orang Mataram yang memiliki
petugas sandi seperti kalian, selain Pati. ~
- Jangan mengecilkan arti Demak, Pajang dan Kadipaten kadipaten yang lain. "
Orang itu tertawa semakin keras. Katanya " Kau semakin meyakinkan aku bahwa kau
adalah petugas sandi dari Mataram. Jangan ingkar, agar hasil kerjaku kali ini dianggap
kerja yang cukup berarti sehingga aku akan mendapat upah lebih banyak dari yang
pernah aku terima. "
- Supaya upahmu lebih banyak, bagaimana jika kau menyebut. diriku Pangeran
Singasari dari Mataram " "
Orang itu mengerutkan dahinya. Suara tertawanya berhenti dengan tiba-tiba. Katanya
" Kau memang iblis kecil. Baiklah. Kau memang harus segera menyesali sikapmu itu. "
Glagah Putihlah yang kemudian tertawa. Kalanya - Jangan marah jika kau marah, kau
akan kehilangan perhitungan. Apalagi kau sedang bertempur dengan seorang Pangeran. Lawan Glagah Putih itu menjadi semakin marah, la belum pernah dipermainkan orang
seperti itu. Setiap kali ia menggertak lawannya, maka lawannya tentu menjadi ketakutan.
Setidak-tidaknya menjadi tegang dan cemas. Tetapi anak ini justru sempat membakar
hidungnya. Dengan geram orang itu melangkah mendekat. Tetapi ia sadar, bahwa tenaga dan
kemampuan anak itu memang tinggi.
Glagah Putihpun segera mempersiapkan diri. Iapun menjadi semakin berhati-hati.
Lawannya benar-benar menjadi marah.
Sejenak kemudian, maka salah seorang dari dua orang bersaudara kembar itu telah
meloncat menyerangnya. Tangannya terayun dengan deras. Namun dengan tangkasnya
Glagah Putih meloncat menghindar.
Tetapi Glagah Putih meloncat lagi mengambil jarak. Ia merasakan sesuatu yang agak
lain. Ketika lawannya mengayunkan tangannya menyerangnya, ia memang berhasil
menghindar. Tetapi ia merasakan getaran udara yang menyentuhnya.
- Orang itu mulai dengan mengetrapkan ilmunya - berkata Glagah Putih didalam
hatinya. Karena itu, maka Glagah Putihpun menjadi semakin berhati-hati. Ia sadar, bahwa ilmu
lawannya itu semakin lama akan menjadi semakin meningkat.
Karena kemampuan ilmunya yang tinggi itulah agaknya orang itu memilih pekerjaan
yang gawat, karena setiap kali ia harus mempertaruhkan
nyawanya. Namun selama ini ia telah berhasil memanfaatkan ilmunya untuk
mendapatkan uang yang cukup banyak.
Demikianlah, maka keduanyapun semakin lama semakin terbenam dalam pertempuran
yang sengit. Sekali-sekali Glagah Putih merasakan ilmu lawannya itu menjadi semakin
kuat. Sambaran angin pada ayunan tangan dan kakinya terasa seakan-akan menusuk
sampai ke jantung. Namun kadang-kadang ia merasa bahwa ilmu lawannya itu telah
mengendor. Gelar udara itu tidak terlalu tajam menyentuh kulitnya.
Glagah Putih memang harus menjadi sangat berhati-hati. Ditingkatkannya daya tahan
tubuhnya agar ia tidak kehilangan kemampuan untuk melawan orang kembar itu. Jika
sambaran angin dari setiap serangan itu meningkat tinggi, maka rasa-rasanya Glagah
Putih memang sulit untuk dapat mendekatinya. Ia hanya dapat mengelakkan serangan serangan
lawannya. Namun ketika terjadi benturan, Glagah Putih terkejut. Tenaga dan kekuatan lawannya
seakan-akan menjadi berlipat, sehingga Glagah Putih itu terdorong beberapa langkah
surut. Tetapi ketika lawannya memburunya dan mempergunakan kesempatan untuk
menyerangnya, terasa bahwa tenaganya justru menyusut. Glagah Putih yang tidak sempat
menghindar terpaksa menangkis serangan itu. Ketika benturan, maka tenaga lawannya
tidak lagi mampu menggetarkannya.
- Orang ini mencoba membalas sakit hatinya karena itu menganggap aku sudah
mempermainkannya " berkata Glagah Putih dida-lam hatinya.
Dengan demikian, maka Glagah Putih harus selalu berhati-hati. Kekuatan lawannya
yang terasa berubah-ubah itu memang agak mengganggu perlawanannya. Namun Glagah
Putih menduga, bahwa lawannya memang sedang bermain-main.
Tetapi bagaimanapun juga, Glagah Putih harus mengakui bahwa kemampuan lawannya
memang tinggi. Sekali-sekali serangan lawannya memang dapat mengenai tubuhnya.
Sedangkan serangan yang gagal, masih juga terasa anginnya menampar kulitnya. Jika
getaran itu terasa sangat kuat, maka terasa kulit Glagah Putih menjadi pedih.
Namun Glagah Putihpun memiliki ilmu yang tinggi. Bukan saja serangan lawannya yang
berhasil mengenai tubuhnya. Tetapi serangan-serangan Glagah Putihpun telah mampu
menyusup pertahanan lawannya itu pula. Sekali-sekali orang kembar itu memang
terdorong surut. Namun kemudian serangan balasannyapun datang memba-dai dengan
derasnya. Tetapi bahwa Glagah Putih itu tidak segera dapat ditundukkan, telah membuat orang
itu menjadi gelisah. Apalagi ketika serangan-serangan Glagah Putih juga mampu
menembus pertahanannya. Serangan-serangan yang terasa semakin menyakiti tubuhnya.
Dalam pada itu, Agung Sedayu yang bertempur dengan seorang yang lain, merasakan
hal yang sama dengan Glagah Putih. Agung Sedayu kadang-kadang harus berloncatan
mundur untuk mengambil jarak jika serangan lawannya datang membadai dengan
kecepatan yang sangat tinggi dan dengan kekuatan yang sangat besar. Namun tiba-tiba
kemampuan lawannya itu seakan-akan menyusut.
Mula-mula Agung Sedayu menduga bahwa tenaga lawannya yang dikerahkannya itu
memang mulai menyusut setelah bertempur beberapa lama. Tetapi dugaan itu ternyata
kliru. Tenaga dan kemampuan lawannya itu datang dengan kekuatan dan kemampuan
yang serasa hampir berlipat.
" Jenis ilmu apalagi ini " berkata Agung Sedayu didalam hatinya. Sebagai seorang
yang memiliki berbagai macam ilmu didalam dirinya, maka Agung Sedayu merasa belum
pernah menjumpai dan apalagi mengenal jenis ilmu yang seakan-akan menjadi pasang
dan surut, yang kadang-kadang memang membuatnya ragu.
Pertempuran semakin lama menjadi semakin sengit. Agung Sedayu telah meningkatkan
ilmunya pula. Sekali-sekali Agung Sedayu mendesak lawannya yang berloncatan surut.
Namun kemudian kekuatan dan kemampuan lawannyapun menjadi semakin tinggi,
sehingga ketika terjadi benturan, maka Agung Sedayu harus bergeser surut.
Tetapi kedua orang kembar itu memang mulai menjadi gelisah. Baik anak yang masih
terlalu muda itu, apalagi yang lebih tua, terlalu sulit untuk ditundukkannya. Beberapa kali
ia terlibat dalam tindakan
kekerasan dalam tugas-tugas yang pernah dilakukannya. Bahkan melawan penjahatpenjahat
yang paling disegani sekalipun. Namun mereka dapat dengan cepat menguasai
dan bahkan membunuh mereka. Apalagi jika diupah untuk membunuh orang-orang yang
tidak berilmu tinggi. Maka pekerjaan itu seakan-akan dilakukannya dengan mata tertutup.
Telapi kedua orang yang diduga prajurit Mataram itu ternyata sulit untuk diatasinya.
Dalam pada itu, Glagah Putih masih saja merasa heran akan ilmunya. Tetapi justru
karena ilu, maka ia ingin mengetahui, apakah sebenarnya yang dilakukan oleh lawannya
itu sekedar bermain-main atau karena sesuatu hal yang memang mendasari ilmunya itu.
Karena itu, maka Glagah Putihpun telah mengerahkan kemampuannya untuk mengatasi
perlawanan orang kembar itu.
Jika Glagah Putih berhasil mendesaknya, maka tiba-tiba saja kekuatan dan ilmu orang
itu meningkat dengan tiba-tiba. Tetapi jika Glagah Putih melangkah surut oleh tekanan
lawannya itu, maka ilmu lawannya itu rasa-rasanya telah menyusut.Namun ketika Agung Sedayu dan Glagah Putih bersama-sama berusaha untuk menekan
kedua orang itu, sehingga kedua orang itu seakan-akan dipaksa untuk bertempur dengan
punggung melekat, maka kekuatan dan kemampuan kedua orang itu justru meningkat
semakin tinggi. Mereka sama sekali tidak merasa terkurung oleh serangan-serangan
Agung Sedayu dan Glagah Putih yang sengaja berdiri berseberangan.
Bahkan serangan-serangan kedua orang itu mulai berhasil menembus pertahanan
Glagah Putih dan Agung Sedayu, Glagah Putih yang mencoba untuk mengetahui, apa
yang sebenarnya terjadi pada lawannya itu, terpelanting ketika tangan orang ilu sempat
menghantam dagunya. Glagah Putih memang kehilangan keseimbangan. Kekuatan orang itu bukan main besar.
Untunglah bahwa gigi Glagah Putih tidak rontok karenanya.
Sekali Glagah Putih berguling. Namun kemudian iapun telah melenting berdiri dengan
tangkasnya. Tetapi lawannya dengan cepat
memburunya. Serangan berikutnya datang tanpa dapat dihindari lagi. Kaki orang itu
terayun dengan derasnya kearah dada Glagah Putih.
12 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan tergesa-gesa Glagah Putih menyilangkan tangannya untuk melindungi dadanya,
sehingga serangan kaki orang itu tidak langsung menghantam dada Glagah Putih.
Glagah Putih yang tergesa-gesa itu menyadari, jika lawannya mampu melepaskan
segenap kekuatannya sebagaimana sebelumnya, maka Glagah Putih tentu akan terlempar
lagi. Karena itu, Glagah Putih memang tidak ingin membentur kekuatan orang itu dengan
kekuatan. Glagah Putih ingin meredam kekuatan itu justru dengan membiarkan dirinya terlempar
dan jatuh berguling beberapa kali sebelum ia akan melenting berdiri.
Ketika kaki lawannya itu mengenai tangannya yang menyilang melindungi dadanya,
maka Glagah Putih telah terdorong surut justru karena Glagah Putih sama sekali tidak
melawan kekuatan ilu. Glagah Putih itupun telah menjatuhkan diri dari berguling beberapa
kali untuk mengambil jarak. Dengan cepat, Glagah Putihpun kemudian melenting berdiri.
Tetapi ternyata lawannya tidak memburunya. Ia membiarkan saja Glagah Putih bangkit
berdiri dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi orang itu tetap berdiri ditempatnya.
Glagah Putih memang menjadi heran. Namun selangkah demi selangkah ia bergerak
maju mendekati orang itu dengan jantung yang berdebar-debar. Lawannya itu justru
melangkah surut seperti orang yang merasa sangat cemas menghadapi lawan yang
sangat tangguh. Sikap itu membuat Glagah Putih semakin bertanya-tanya didalam hati. Justru saat ia
mendapatkan kesempatan, maka kesempatan itu sama sekali tidak dipergunakannya.
Yang tidak kalah herannya adalah Agung Sedayu. Namun dengan demikian Agung
Sedayu berusaha dengan sungguh-sungguh mengenali ilmu lawannya yang aneh itu.
Sekali-sekali dengan mengerahkan ilmunya Agung Sedayu mendesak orang itu. Namun
kemudian ia berusaha untuk bergeser mundur. Sambil mengetrapkan ilmunya ia
mendesak maju. Namun pada Suatu saat terasa serangan orang
itu mampu menggoyahkan ilmu kebalnya Bahkan serangan orang itu yang tepat
mengenai keningnya, mampu menembus ilmu kebalnya, sehingga kepala Agung Sedayu
merasa pening. Tetapi sesaat kemudian, maka serangan orang itu sama sekali tidak berarti apa-apa.
Jangankan menembus ilmu kebalnya, meng-goyahkanpun tidak.
Namun semakin lama Agung Sedayu mulai dapat melihat beberapa kemungkinan.
Dengan menyerang lawannya dari arah yang berbeda-beda. Ia berusaha mendesak
lawannya ke beberapa arah.
Telapi lawannya yang memiliki pengalaman yang luas itupun berusaha pula untuk
mengaburkan setiap usaha pengamatan Agung Sedayu atas lawannya itu.
Namun akhirnya, Agung Sedayu itu tiba-tiba berteriak kepada Glagah Putih ~ Glagah
Putih. Kita bertempur berpasangan. Glagah Putih tidak mengetahui maksud kakang sepupunya itu. Tetapi iapun segera
berusaha untuk dapat mendekatinya dan bertempur berpasangan.
Ternyata lawannya sama sekali tidak berusaha menghalanginya. Ketika Agung Sedayu
dan Glagah Putih menjadi semakin dekat, kedua orang kembar itu pun bertempur
berpasangan pula. Dalam pada itu, Agung Sedayu dan Glagah Putih yang bertempur berpasangan itu
merasakan, bahwa ilmu kedua orang kembar itu seakan-akan menjadi semakin
meningkat. Kekuatan dan kemampuan mereka seakan-akan telah menjadi berlipat.
Untuk mengatasi keduanya, Agung Sedayu dan Glagah Putihpun harus meningkatkan
ilmu mereka pula, agar mereka tidak benar-benar dihancurkan oleh kedua orang kembar
yang justru menjadi semakin tegas.
Dalam pada itu, ketika pertempuran menjadi semakin sengit. Agung Sedayu sempat
berbisik ditelinga Glagah Putih ~ Kita usahakan untuk memisahkan mereka. "
Glagah Putih termangu-mangu. Namun ia tidak sempat bertanya. Lawannya telah
meluncur dengan serangan kakinya yang terjulur menyamping kearah dadanya.
Glagah Putih dengan tangkasnya mengelak. Tetapi demikian ia bergeser, maka
lawannya itupun telah berputar. Satu kakinya terayun dengan derasnya mengarah ke
kening. Tetapi Glagah putih cukup tangkas. Dengan .kedua belah tangannya Glagah Putih
membentur serangan itu. Satu benturan keras telah terjadi. Lawan Glagah Putih ternyata telah tergetar selangkah
surut. Namun Glagah Putih terdorong beberapa langkah surut. Dengan susah payah
Glagah Putih berusaha mempertahankan keseimbangannya.
Pada saat itu, lawannya telah memburunya. Satu loncatan panjang dengan tangan
yang terayun mendengar menyambar dada anak muda itu.
Dalam keadaan yang sulit, Glagah Putih berusaha untuk menangkis serangan itu,
sementara Glagah Putih sudah siap untuk menjatuhkan dirinya dan berguling mengambil
jarak. Tetapi ternyata tenaga lawannya tidak lagi sebesar serangan sebelumnya. Meskipun
Glagah Putih terdorong beberapa langkah surut, tetapi ia tidak merasakan hentakan
kekuatan yang memadai. Dalam pada itu, Glagah Putih segera teringat bisikan Agung Sedayu untuk memisahkan
kedua orang lawannya itu.
Tiba-tiba saja Glagah Putih mengerti apa yang harus dikerjakannya. Berdasarkan atas
pengamatannya selama ia bertempur, peringatan kakak sepupunya serta perhitungannya
yang mapan, maka iapun segera berdiri tegak dengan kesiagaan tertinggi.
Sementara itu, ternyata Agung Sedayu juga telah mengerahkan kemampuanya
meskipun ia masih belum melepaskan puncak-puncak ilmunya. Dengan berlindung
dibelakang ilmu kebalnya. Serta ilmu meringankan tubuhnya maka Agung Sedayu berhasil
mendesak lawannya menjauhi saudara kembarnya.
Kedua orang kembar itu ternyata telah terdesak untuk saling menjauhi. Bahkan seorang
diantara mereka berusaha memburu Glagah Putih untuk segera mengakhiri pertempuran.
Namun hal itu ternyata merupakan kesalahan yang besar.
Pada saat itulah Agung Sedayu dan Glagah putih mendapat kesimpulan, bahwa kedua
orang saudara kembar itu memiliki ilmu yang
jarang ditemui. Tenaga, kekuatan dan kemampuan mereka akan meningkat semakin
tinggi, jika keduanya menjadi semakin dekat.
Karena itu, ketika Agung Sedayu dan Glagah Putih berhasil memaksa mereka bergeser
semakin jauh, maka tenaga serta kemampuan merekapun seakan-akan telah menyusut.
Karena, itu, maka perlawanan kedua orang kembar itu menjadi semakin lemah. Agung
Sedayu dan Glagah Putih tidak lagi memberi kesempatan kepada keduanya untuk dapat
saling mendekat. Dengan demikian, maka serangan-serangan Agung Sedayu dan Glagah Putih menjadi
semakin sering menembus pertahanan mereka. Beberapa kali kedua orang kembar itu
terdorong surut dan bahkan terlempar jatuh. Dengan demikian, maka jarak mereka
berdua menjadi semakin jauh pula.
Akhirnya keduanya merasa, bahwa mereka tidak akan mampu lagi bertahan
menghadapi kedua orang yang diduga prajurit sandi dari Mataram itu. Jika semula mereka
meragukan berita bahwa orang-orang Mataram, terutama para prajurit sandinya memiliki
ilmu yang tinggi, ternyata mereka telah mendapat kesempatan untuk membuktikannya.
Karena itu, maka salah seorang dari kedua orang kembar itu telah memberikan isyarat
dengan suitan nyaring. Tetapi baik Agung Sedayu maupun Glagah Putih segera tanggap pula akan isyarat itu.
mereka memang sudah memperhitungkan bahwa kedua orang itu akan berusaha untuk
melarikan diri, atau setidak-tidaknya mencari kesempatan untuk dapat memperpendek
jarak antara keduanya. Karena itu, maka Agung Sedayu dan Glagah Putihpun segera
bersiap pula untuk mencegahnya.
Sebenarnyalah, bahwa kedua orang kembar itu tidak mempunyaikesempatan untuk
melarikan diri. Ketika mereka mulai meloncat meninggalkan lawan-lawan mereka, maka baik Agung
Sedayu maupun Glagah Putih telah dengan cepat menghalangi mereka. Bahkan Glagah
Putih telah menyerang lawannya dengan derasnya, sehingga lawannya itu terpelanting
jatuh. Demikian kerasnya serangan Glagah Putih yang mengenai lambungnya, serta
punggungnya yang menimpa batu-batu padas, maka
orang itupun mengeluh menahan sakit.
Kedua orang kembar itu tidak dapat berbuat sesuatu. Karena itu, maka lawan Agung
Sedayu itupun kemudian berkala " Kami menyerah. Kami mohon ampun. "
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Sementara itu lawan Glagah Putih yang
kesakitan itu berusaha untuk bangkit. Namun iapun berkata pula " Aku juga menyerah.
Ternyata kalian memang memiliki ilmu yang tinggi. ~
- Apa yang kalian lakukan jika lawan-lawan kalian menyerah "~ bertanya Agung
Sedayu. Kedua orang itu termangu-mangu. Namun lawan Agung Sedayu itupun prajurit yang
mengupah kami untuk menangkapnya. Kami tidak tahu apa yang kemudian dilakukan oleh
para prajurit itu. "
- Jika seseorang mengupahmu untuk membunuh, apa yang kalian lakukan jika orang
yang akan kau bunuh tidak mengadakan perlawanan " Melepaskan mereka atau
membunuh mereka " - Kedua orang itu menjadi bingung. Dengan suara yang bergetar maka salah seorang
dari orang itu menjawab " Kami mohon ampun. Kami tidak akan melakukan lagi. - Apakah kalian berkata sebenarnya " - Kami berjanji demi langit dan bumi. - Jika kalian langgar janji itu " - bertanya Agung Sedayu pula.
- Nyawa kami akan dihabisi. ~
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya - Duduk sajalah disitu. Aku akan
berbicara dengan adikku. "
Agung Sedayupun kemudian mendekati Glagah Putih sambil berbisik " Kita akan
mencoba kejujuran mereka. Biarlah mereka saling mendekat. Tetapi berhati-hatilah.
Mereka akan dapat melakukan serangan dengan tiba-tiba jika mereka tidak jujur. ~
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Agung Sedayulah yang kemudian berkata kepada kedua orang yang berdiri agak
berjauhan itu ~ Baiklah. Kami akan mengampuni kalian. Adikku setuju, tetapi kalian harus
jujur terhadap janji kalian itu. ~
- Jadi " " bertanya lawan Agung Sedayu.
-- Pergilah. - jawab Agung Sedayu.
-- Terima kasih. Kami akan selalu mengingat kebaikan hati kalian berdua. "
Agung Sedayu tidak menjawab. Sementara itu kedua orang itupun segera beringsut.
- Berhati-hatilah - sekali lagi Agung Sedayu memperingatkan Glagah Putih " mudahmudahan
mereka bersikap jujur. - Kedua orang itupun kemudian bersama-sama melangkah pergi meninggalkan Agung
Sedayu dan Glagah Putih. Namun ketika Agung Sedayu melihat kedua orang itu saling berpegangan erat-erat,
maka Agung Sedayu berdesis sekali lagi - Bersiap dengan kemampuan puncakmu. "
Glagah Putih tidak menyahut. Tetapi ia segera memusatkan nalar budinya, siap
menghadapi segala kemungkinan.
Sebenarnyalah yang diperhitungkan oleh Agung Sedayu itu terjadi. Kedua orang yang
saling berpegangan dengan erat itu dengan cepat berputar menghadap ke arah Agung
Sedayu dan Glagah Putih. Dengan cepat pula keduanya mengangkat sebelah tangannya.
Yang seorang tangan kanannya yang seorang tangan kirinya.
Segumpal cahaya yang kemerah-merahan meluncur dari telapak tangan mereka.
Seorang menyerang Agung Sedayu dan yang seorang menyerang Glagah Putih.
Tetapi Agung Sedayu dan Glagah Putih telah siap menghadapi kemungkinan itu. Karena
itu, demikian mereka melihat lawannya menyerang, maka Agung Sedayu dan Glagah Putih
telah menyerang pula dengan kemampuan puncak mereka. Seleret sinar telah memancar
dari mata Agung Sedayu, sementara itu, Glagah Putihpun telah meluncurkan serangannya
pula. Dengan cepat ia mengangkat tangannya dengan telapak tangannya yang terbuka
menghadap kearah lawannya itu.
Benturan yang dahsyat telah terjadi. Sorot mata Agung Sedayu ternyata memiliki
kekuatan yang sulit diimbangi. Ketika benturan ilmu itu terjadi, maka lawannya itu
bagaikan di guncang oleh petir yang menyambar dari langit. Lawannya itu telah terlempar
beberapa langkah dan jatuh terbanting ditanah. Sedangkan Agung Sedayu sendiri tergetar
selangkah surut. Namun ilmu kebal dan daya tahan Agung Sedayu melindunginya
sehingga getar dari benturan ilmu itu tidak mempengaruhi bagian dalam tubuhnya.
Sementara itu, benturan yang lain telah terjadi pula. Glagah Putih telah berhasil
melawan serangan orang kembar itu. Dengan kemampuan ilmunya yang tinggi, maka
Glagah Putih mampu membentur ilmu lawannya yang justru getar baliknya telah
menghantam isi dada orang kembar itu sendiri. Terdengar orang itu mengaduh kesakitan,
sementara tubuhnya terpelanting jatuh. Orang itu masih sempat menggeliat dan
mengumpat kasar. Namun kemudian terdiam untuk selamanya.
Namun dalam pada itu, Glagah Putih telah terdorong beberapa langkah surut.
Tubuhnya menjadi gemetar, sedang keringatnya menjadi bagaikan terperas dari
tubuhnya. Pakaiannya menjadi basah kuyup bagaikan tercelup kedalam air.
Untuk beberapa saat Glagah Putih masih berdiri. Namun kemudian iapun jatuh berlutut.
- Glagah Putih - dengan cepat Agung Sedayu meloncat mendekatinya. Sambil
berjongkok disisinya Agung Sedayu membantu Glagah Putih untuk duduk di tanah.
Glagah Putih kemudian menakupkan kedua telapak tangannya dipangkuannya.
Perlahan-lahan ia menarik nafas dalam-dalam berulang-ulang.
Agung Sedayupun membiarkan adik Sepupunya itu mengatur pernafasannya untuk
mengatasi kesulitan didalam tubuhnya. Benturan ilmu yang telah terjadi, ternyata mampu
mengguncang isi dadanya. Dengan mengatur pernafasannya serta pemusatan nalar
budinya, maka perlahan-lahan Glagah Putih memperbaiki keadaannya. Tangannya yang
menakup itupun kemudian terangkat didepan dadanya. Dengan wajah menunduk dan
mata terpejam, Glagah Putih berusaha mengatasi getar yang rasa-rasanya menghimpit
jantung. Agung Sedayu tidak mengganggunya. Dibiarkannya adik sepupunya mengatasi sendiri
kesulitan didalam dirinya akibat dari benturan ilmu yang mendebarkan itu.
Tetapi Agung Sedayu tetap mengamatinya. Sebagai murid Kiai Gringsing, Agung
Sedayu mempunyai pengetahuan tentang pengobatan yang luas dengan berbagai macam
cara. Bukan sekedar reramuan akar-akaran, dedaunan, dan bagian-bagian dari tumbuhtumbuhan
dan berjenis-jenis binatang, tetapi juga mempergunakan getar tenaga yang
tersimpan didalam diri. Dengan demikian, Agung Sedayu dapat mengamati perkembangan keadaan Glagah
Putih. Apakah ia menjadi lebih baik atau justru sebaliknya.
Namun beberapa saat kemudian. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu
bahwa saat-saat yang paling sulit telah dilampaui oleh Glagah Putih. Karena itu, maka
Agung Sedayu itupun justru tersenyum sambil berkata kepada diri sendiri " Anak ini
memang luar biasa. Ia memiliki bekal kewadagan dan kejiwaan yang sangat baik. Dengan demikian, Agung Sedayupun merasa bersukur, bahwa adik sepupunya itu kelak
akan dapat meneruskan pengabdiannya kepada banyak orang jika datang saatnya, Agung
Sedayu sendiri harus sudah beristirahat.
Beberapa saat kemudian, maka Glagah Putih itu mengangkat wajahnya perlahan-lahan.
Ketika matanya terbuka, maka dilihatnya sosok tubuh berdiri beberapa langkah
dihadapannya. Mula-mula nampak kabur. Namun kemudian menjadi semakin jelas.
- Kakang ~ desis Glagah Putih.
- Bagaimana keadaanmu " ~ bertanya Agung Sedayu.
- Baik kakang. Rasa-rasanya sekarang sudah baik. -Agung Sedayu memandang Glagah
Putih yang sudah tidak nampak terlalu pucat. Bahkan kemudian Glagah Putih itu telah
berusaha untuk bangkit berdiri.
Agaknya daya tahannya telah mampu mengatasi rasa sakit didalam dirinya.
Agung Sedayu mendekatinya. Dipegangnya kedua lengan Glagah Putih sambil
mengguncangnya perlahan-lahan.
- Kau sudah merasa benar-benar baik " - Sudah kakang " jawab Glagah Putih.
- Sokurlah. Kita masih berada di tempat yang jauh, sehingga kita
masih harus menempuh perjalanan yang panjang. -- Lalu katanya kemudian -- Aku
akan melihat kedua orang kembar itu. Glagah Putih mengangguk-angguk. Ketika Agung Sedayu melangkah mendekati lawan
Glagah Putih ilu, maka nampaknya tubuhnya terbujur diam. Ditubuhnya nampak saluran
darahnya seakan-akan telah membengkak dan berwarna kebiru-biruan.
Glagah Putihpun telah melangkah mendekati lawannya itu pula. Namun meskipun
sudah teratasi, tetapi dadanya kadang-kadang masih terasa sakit juga. Jika kakinya
melangkah selangkah maju, maka perasaan sakit itu ikut menghentak didalam dadanya.
Tetapi Glagah Putih tidak lagi mengeluh, la berusaha untuk melupakan perasaan sakit
itu. Beberapa saal kemudian, maka berdua mereka melihat apa yang terjadi pada lawan
Agung Sedayu. Tubuh itu terbaring diam membeku. Dibcberapa bagian tubuhnya nampak
luka seolah-olah tersentuh bara api.
Agung Sedayu menarik nafas panjang. Lawannya itu tentu orang yang memiliki daya
tahan yang tinggi. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Dua orang saudara kembar itu telah
terbunuh dibawah sepasang pohon beringin yang sangat besar.
- Kita tidak dapat meninggalkan mereka begitu saja. " berkata Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk. Katanya ~ Kita akan menimbun tubuh itu dengan
bebatuan. Kita tidak mempunyai alat untuk menggali lubang. "
Glagah Putih memandang berkeliling. Disekitarnya memang terdapat banyak bebatuan.
Sementara mereka memang tidak mempunyai alat apapun untuk menggali lubang bagi
kedua orang itu. Tetapi sebelum mereka melakukannya, maka mereka telah melihat dua orang lagi yang
berdiri termangu-mangu di tanggul parit. Ketika kemudian kedua orang itu melompati
parit dan berjalan kearah mereka. Agung Sedayu dan Glagah Putihpun telah
mempersiapkan diri. Namun Agung Sedayu yang berdiri disebelah Glagah Putih itu
12 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sempat bertanya kepada adik sepupunya itu - Bagaimana keadaanmu " -- Aku siap menghadapi segala kemungkinan, kakang " - jawab Glagah Putih.
- Apakah dadamu kadang-kadang masih terasa sakit " "
- Sedikit kakang. Tetapi aku dapat mengatasinya. -Agung Sedayu menarik nafas dalamdalam.
Sementara itu kedua orang itu menjadi semakin dekat.
Tetapi Agung Sedayu dan Glagah Putih kemudian melihat dengan jelas, bahwa kedua
orang itu adalah prajurit sandi dari Pati yang pernah mereka tolong, mereka lepaskan dari
tangan orang-orang padukuhan yang marah dan mengikat mereka di pendapa.
Meskipun demikian, Agung Sedayu dan Glagah Putihpun telah mempersiapkan diri
untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak mereka duga sebelumnya.
Namun Agung Sedayu dan Glagah putih tidak melihat tanda-tanda bahwa kedua orang
itu akan berniat buruk terhadap mereka.
Dalam pada itu, kedua orang itu melangkah semakin dekat. Yang tertua diantara
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 9 Pendekar Rajawali Sakti 185 Geger Di Telaga Warna Pedang Sakti Tongkat Mustika 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama