Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 14

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 14


-Hamba, Panembahan - jawaban Untara.
-- Nah, pelaksanaannya akan diatur oleh paman Patih Mandaraka. Mudah-mudahan dapat berlangsung seperti yang kita harapkan. Jika getarnya harus timbul dipermukaan, hendaknya jangan terlalu besar sehingga dapat menimbulkan gejolak. Rakyat Mataram memang sedang lebih setelah mengalami berbagai macam benturan yang menggoreskan luka di dinding jantung kita. -Aku akan mencobanya, ngger - Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk.
Demikianlah, maka pertemuan kecil itupun segera berakhir. Panembahan Senapati masih sempat bertanya tentang keadaan Tanah Perdikan Menoreh dan sekitarnya. Perkembangannya dan persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Beberapa saat kemudian, maka Untara, Agung Sedayu dan Sekar Mirah itupun diperkenankan meninggalkan paseban dalam. Mereka masih akan kembali ke Kepatihan, karena kuda-kuda mereka masih berada disana. Sementara itu, Sabungsari dan para pengawalnya masih menunggu di Kepatihan.
Demikian Untara, Agung Sedayu dan Sekar Mirah sampai di. Kepatihan, maka merekapun segera bersiap-siap untuk kembali ketempat tinggal mereka masing-masing. Sekar Mirahpun telah mengenakan pakaian khususnya.
Meskipun demikian, mereka masih menunggu Ki Patih Mandaraka kembali ke Kepatihan.
Demikian Ki Patih datang, maka merekapun segera minta diri.
Untara akan kembali ke Jati Anom, sementara Agung Sedayu dan Sekar Mirah akan kembali ke Tanah Perdikan Menoreh.
Ki Patih Mandaraka tidak menahan mereka. Pembicaraan mereka sudah selesai. Mereka akan langsung dapat mulai dengan tugas mereka masing-masing.
"Jika kau haurs meninggalkan barakmu,. Ki Lurah. Kau harus menyerahkannya kepada orang yang benar-benar dapat dipercaya. Kaupun harus melapor kepada Panglima Pasukan Khusus di Mataram untuk mendapatkan persetujuan. "Apakah aku dapat berterus-terang tentang tuggas ini kepada Panglima " -- Ya " Kau dapat melaporkan tugas yang langsung diperintahkan oleh Panembahan Senapati kepadamu. ~ Baik, Ki Patih - jawab Agung Sedayu. Sementara itu kepada Untara Ki Patihpun berpesan -- Kau siapkan kelompok-kelompok kecil yang dapat bergerak setiap saat dan benar-benar dapat dipercaya. -Ya, Ki Patih - jawab Untara.
Demikianlah, sejenak kemudian Untara dan Sabungsaripun telah siap untuk meninggalkan Kepatihan. Agung Sedayu ternyata masih sempat berbisik di telinga Sabungsari - Kapan kau lengkapi hidupmu dengan sebuah keluarga yang utuh " Jangan menunggu kau menjadi tua. Sabungsari tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab.
Namun sepeninggal Untara dan Sabungsari, pertanyaan Agung Sedayu itu justru telah tertuju kepada dirinya sendiri. Keluarganyapun masih belum merupakan keluarga yang utuh. Didalam rumahnya belum pernah terdengar tangis seorang- bayi. Belum pernah terdengar rengek manja kanak-kanak dan isterinya belum pernah mencuci popok, grita dan pakaian bayi yang lain.
Tetapi Agung Sedayu mendekap pertanyaan itu didalam dadanya. Ia tidak sampai hati mengucapkannya dihadapan isterinya. Sekar Mirah akan dapat menjadi bersedih, karena Sekar Mirah sudah sejak lama merindukan seorang anak. Tetapi agaknya mereka berdua masih, belum dikaruniai keturunan.
Agung Sedayu tidak dapat merenung terlalu lama. Iapun segera mengajak Sekar Mirah serta para pengawalnya kembali ke Tanah Perdikan Menorah.
Selama Agung Sedayu dan Sekar Mirah berada di Mataram, tidak terjadi sesuatu yang menarik di Tanah Perdikan. Orang-orang yang pernah dilihat berkeliaran di malam hari, justru tidak pernah nampak lagi.
Dirumah, Sukra dengan sungguh-sungguh berlatih olah kanuraan. Glagah Putih lebih banyak menyediakan waktu bagi anak itu disore dan malam hari. Demikian besar hasrat yang menyala didada anak itu, sehingga Glagah Putihpun tidak menyia-nyiakannya.
Seperti yang diduga oleh Glagah Putih sejak semula, Sukra adalah anak yang cerdas. Ia cepat menangkap unsur-unsur gerak yang baru yang diajarkan oleh Glagah Putih. Ditambah oleh ketekunannya dan niat yang membara didalam dadanya.
Ketika Agung Sedayu kemudian kembali, Sukra justru menjadi cemas. Jika Agung Sedayu membawa tugas bagi Glagah Putih, maka latihan-latihan yang diberikan oleh Glagah Putih akan terhambat.
Tetapi ternyata Glagah Putih tidak mendapat tugas untuk meninggalkan Tanah Perdikan. Dengan demikian, Sukrapun berharap, bahwa latihan-latihannya tidak akan terganggu. Setidak-tidaknya untuk beberapa hari mendatang.
Namun dihari-hari mendatang, yang tekun berlatih, bukan hanya Sukra saja. Rara Wulan semakin banyak berada di dalam sanggar bersama Sekar Mirah, sementara itu Sekar Mirah sendiri setiap hari telah menyisihkan waktu bagi dirinya sendiri. Ia masih harus bekerja keras untuk semakin mematangkan ilmunya.
Dengan demikian, maka rumah Agung Sedayu itu telah diwarnai dengan kerja keras untuk meningkatkan ilmu para penghuninya.
Meskipun demikian, tugas mereka sehari-hari tidak terganggu karenanya.
Apalagi Ki Jayaraga. Ia tidak pernah melalaikan tugasnya untuk pergi ke sawah.
Beberapa hari-telah berlalu. Agung Sedayu dan Sekar Mirah masih belum mulai dengan langkah-langkah mereka untuk membantu para petugas sandi Mataram mengamati gerakan orang-orang yang berusaha untuk menyusun kembali sebuah perguruan yang telah pecah bersamaan dengan pecahnya kekuasaan Harya Penangsang di Jipang.
Hari-hari yang nampaknya tidak diwarnai dengan kegiatan apapun itu, telah dipergunakan sebaik-baiknya oleh Sekar Mirah untuk semakin membajakan diri sambil menunggu, apakah masih akan ada orang yang datang menghubunginya setelah perang tanding yang dilakukannya melawan seorang perempuan yang disebut bernama Nyi Dwani.
Sebenarnyalah, Sekar Mirah tidak sia-sia menunggu. Seorang laki-laki yang berjanggut dan berkumis putih telah datang kepadanya menjelang tengah hari.
-Apakah aku berhadapan dengan Nyi Lurah Agung Sedayu " bertanya orang itu setelah duduk dipendapa ditemui oleh Sekar Mirah.
-Ya. Ki Sanak. Tetapi siapakah Ki Sanak ini. .
"Orang memanggilku Ki Sawung Semedi."Sawung Semedi - Sekar Mirah mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian bertanya - Apakah keperluan Ki Sawung Semedi datang menemui aku " "Aku datang untuk mohon maaf, Nyi Lurah " jawab Ki Sawung Semedi.
"Minta maaf tentang apa " Apakah Ki Sanak pernah merasa bersalah kepadaku " "Bukan aku. Tetapi seorang yang semula kita harapkan datang menjadi suh pengikat keluarga yang telah berserakan. -Maksud Ki Sawung Semedi " -Bukankah Saba Lintang penah datang menemui Nyi Lurah " Sekar Mirah mengerutkan dahinya. Namun iapun menjawab "Ya, Ki Sawung Semedi Ki Saba Lintang memang penah datang kemari. -Tetapi ia sudah menimbulkan onar. Ia membawa seorang perempuan yang akan diperisterikannya. Namanya Nyi Dwani. Itu tidak menjadi soal bagi keluarga perguruan Kedung Jati yang sudah berserakan itu jika saja Saba Lintang tidak terlalu bernafsu untuk merebut tongkat yang ada pada Nyi Lurah agar dimiliki oleh perempuan yang bernama Nyi Dwani itu. la berharap jika tongkat itu ada ditangan Nyi Dwani dan Nyi Dwani kelak menjadi isterinya, maka Saba Lintang dan Nyi Dwani akan menjadi sepasang suami isteri yang akan memegang kepemimpinan perguruan Kedung Jati yang akan bangkit itu.
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Tetapi ia tetap menyadari, bahwa ia harus berhati-hati menghadapi orang-orang yang tidak dikenalnya sebelumnya. Orang-orang yang tidak diketahui sifat dan wataknya.
Sementara itu, Ki Sawung Semedi itupun berkata - Nyi Lurah, kami sudah mengambil keputusan, bahwa kepemimpinan perguruan kita harus tetap berada di tangan Nyi Lurah. -Siapakah yang kau maksud dengan kami " - bertanya Sekar Mirah.
Ki Sawung Semedi itu tertegun sejenak. Dahinya berkerut dalam. Namun kemudian iapun berkata - Maaf Nyi Lurah. Yang aku maksud dengan kami adalah beberapa orang yang sudah menyatakan dirinya untuk ikut membangun perguruan Kedung Jati. Kami tetap menakuti Ki Saba Lintang sebagai salah seorang pemimpin kami. Tetapi yang seorang lagi bukan orang yang dipilih oleh Ki Saba Lintang. Apalagi seorang perempuan yang ingin diperisterinya. Tetapi hak itu harus tetap berada di tangan Nyi Lurah. -Apakah aku harus bekerja bersama dengan Ki Saba Lintang dan Empu Wisanata " ~
-- Kita memang tidak dapat mengingkari kepemimpinan Ki Saba Lintang. Sedangkan Empu Wisanata terseret dalam perjuangan ini karena ia ayah Nyi Dwani."Jadi Empu Wisanata bukan murid perguruan Kedung Jati ?"
"Bukan Nyi Lurah. Empu Wisanata memang menyatakan kesediaan untuk membantu Ki Saba Lintang untuk membangun perguruan Kedung Jati. Tetapi itu merupakan kerja suka-rela. Tetapi kita tahu, bahwa Empu Wisanata mengharapkan anaknya akan dapat menjadi pasangan Ki Saba Lintang memimpin sebuah perguruan yang pernah besar dan akan menjadi besar kembali.
~ Lalu, apakah rencana Ki Saba Lintang pada waktu dekat " --"Sebuah pertemuan. Kami tetap menginginkan sebuah pertemuan pendahuluan. -Jadi, apakah tugas Ki Sawung Semedi ini sebenarnya " Sekedar minta maaf, atau ada tugas yang lain " -Baiklah aku menyampaikannya sama sekali Nyi. Sebenarnya aku juga bertugas untuk minta keterangan Nyi Lurah, tentang kesediaan Nyi Lurah untuk hadir dalam sebuah pertemuan. -Aku pernah mengatakan kepada Ki Saba Lintang, bahwa pertemuan itu sebaiknya diselengarakan di Tanah Perdikan. -Kami mohon, Nyi. Kami mohon Nyi Lurah bersedia bertemu dengan beberapa orang murid perguruan Kedung Jati di Ujung Kali Geduwang.
-Di rumah Empu Wisanata " "
-Ya, Nyi. ~ Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Katanya -.Aku sudah mengatakan berpuluh kali. Aku bersedia datang jika pertemuan itu diselenggarakan di Tanah Perdikan. Apalagi setelah Nyi Dwani menantang perang tanding. Bahkan akupun yakin, bahwa Nyi Dwani tentu juga bukan murid perguruan Kedung Jati. Mungkin ia sering berlatih bersama Ki Saba Lintang sehingga Ki Saba Lintang dapat memberikan beberapa petunjuk tentang unsur-unsur gerak yang merupakan ciri dari perguruan Kedung Jati. Aku memang melihat unsur-unsur itu. Tetapi terlalu kecil jika dibandingkan dengan keseluruhan ilmu Nyi Dwani. -Akupun harus berterus-terang, Nyi. Nyi Dwani memang bukan murid perguruan Kedung Jati. Dugaan Nyi Lurah memang tepat Nyi Dwani adalah murid dari perguruan lain yang oleh Ki Saba Lintang diberikan beberapa petunjuk mengenai ciri-ciri pergugruan Kedung Jati. -Mereka memang kurang berhati-hati. Justru mereka menantang untuk menyelenggarakan perang tanding antara aku dan Nyi Dwani. Bukankah dengan demikian mereka menunjukkan diri, bahwa mereka telah berbohong. -Nyi Lurah benar. Hal itu dilakukan dengan alasan sebagaimana aku katakan. Ki Saba Lintang ingin memegang pimpinan perguruan Kedung Jati bersama Nyi Dwani. Sepasang tongkat itu akan berada di tangan suami isteri. "
-Itu pertanda bahwa niat mereka membangun kembali perguruan Kedung Jati tidak disertai kejujuran. ~Itulah yang kami sesalkan. Beberapa orang yang kemudian sempat mengadakan pembicaraan telah minta Ki Saba Lintang untuk neluruskan sikapnya. Kami tidak akan mengganggu-gugat niat Ki Saba Lintang menikah Untuk yang ketiga kalinya dengan Nyi Dwani yang juga akan menikah untuk ketiga kalinya Itu-hak mereka jika mereka memang sudah sepakat Tetapi hal itu tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan pada perguruan ini ~ Tetapi Ki Saba Lintang itu mendendam kami. Aku, suamiku dan seluruh keluargaku, - berkata Nyi Lurah.
Orang yang mengaku bernama Ki Sawung Semedi itu berkata - Semuanya sudah diluruskan. Termasuk dendam yang membakar jantung Ki Saba Lintang. -Bagaimana dengan Ki Welat Wulung "--Kami harus mengikhlaskannya Sebenarnya Ki Welat Wulung justru seorang murid perguruan Kedung Jati" yang setia. Kesediaannya itu tercermin pada kesetiaannya kepada Ki Saba Lintang. Tetapi cacat jiwa Ki Welat Wulung telah menyeretnya ke dalam malapetaka - Sekar Mirah mengangguk-angguk. Ia melihat sikap yang agak berbeda pada Ki Sawung Semedi. Agaknya dada Ki Sawung Semedi itu lebih lapang dari dada Ki Saba Lintang, apalagi Ki Welat Wulung.
Meskipun demikian, Sekar Mirah itupun masih juga tetap pada pendiriannya. Karena itu, maka iapun berkata " Ki Sawung Semedi. Aku hargai pengakuan beberapa orang yang bersedia membantu usaha membangunkan kembali perguruan Kedung Jati terhadap kepemimpinanku, karena aku memiliki tongkat ciri dari perguruan. Tetapi aku minta pengakuan itu diujudkan dalam satu sikap yang nyata. Aku minta pertemuan itu diselenggarakan di Tanah Perdikan Menoreh. Tidak ditempat lain. Ki Sawung Semedi menarik nafas dalam-dalam. Katanya dengan nada rendah. - Kami mengaku kepemimpinan Nyi Lurah sebagaimana kami mengakui kepemimpinan Ki Saba Lintang. Selebihnya, kami juga mendengar pendapat saudara-saudara kami. Katakan, bahwa pilihan Ki Saba Lintang mempunyai nilai yang sama dengan pilihan Nyi Lurah. Namun pilihan Ki Saba Lintang itu masih didukung beberapa suara lagi sehingga dengan demikian, jika dimisalkan timbangan, maka pilihan Ki Saba Lintang lebih berada dari pilihan Nyi Lurah. -Jika demikian, tinggalkan aku. Aku tidak dapat ikut mendukung gerakan kebangkitan perguruan Kedung jati. -Nyi Lurah " berkata Ki Sawung Semedi selanjutnya. " Kami memang tidak akan dapat memaksa Nyi Lurah untuk memenuhi keinginan kami. Tetapi kami mohon Nyi-Lurah mempertimbangkan nama baik Nyi Lurah yang bertanggungjawab atas pemilikan tongkat ciri perguruan itu.Sekar Mirah termangu-mangu sejenak. Sebuah pertanyaan telah mecuat di hatinya - Apakah benar pemilihan tongkat itu berarti tanggung jawab terhadap perguruan Kedung Jati " Dalam pada itu, Ki Sawung Semedi itupun berkata - Nyi Lurah. Kami mengakui hak Nyi Lurah atas tongkat itu. Tetapi kamipun ingin mempertanyakan, apakah sudah ada imbangan antara hak dan kewajiban bagi Nyi Lurah. Sekar Mirah memang menjadi agak bimbang. Ia menyadari bahwa setiap hak harus diimbangi dengan kewajiban.
-Sebenarnyalah semuanya sudah siap, Nyi Lurah. Kami tinggal menungu kehadiran Nyi Lurah di ujung Kali Geduwang. Untuk beberapa saat Sekar Mirah terdiam. Namun kemudian iapun berkata - Ki Sawung Semedi. Kehadiranku didalam linkungan perguruan Kedung Jati berbeda dengan kalian. Aku adalah murid tunggal Ki Sumangkar. Aku tidak dibebani tanggung-jawab terhadap guruku. Kewajibanku adalah menjalankan segala perintah, petunjuk dan mengikuti nasihat-nasihatnya. Aku tidak diwajibkan untuk tunduk kepada kehendak kalian. Karena itu, maka biarlah Ki Saba Lintang memegang pimpinan tunggal pada perguruan yang akan bangkit itu. Aku akan meneruskan jalur pewarisan ilmu yang ditempuh guruku. Wajah Ki Sawung Semedi itu memegang sejenak. Namun kemudian Ki Sawun Semedi itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah ia berkata - Aku dapat mengerti, Nyi Lurah. Sekar Mirah justru menjadi termangu-mangu mendengar jawaban Ki Sawung Semedi Bahkan Ki Sawung Semedi itupun berkata - Baiklah aku akan mencoba meyakinkan saudara-sudara kita akan sikap Nyi Lurah. Pewarisan ilmu yan terjadi pada Nyi Lurah memang berada dengan yang kami alami. Nyi Lurah memang tidak pernah tinggal di padepokan. Tetapi Nyi Lurah langsung ditangani oleh Ki Sumangkar. Namun dengan demikian adalah tidak aneh, jika ilmu Nyi Lurah justru berada diatas rata-rata tingkat ilmu kami. Justru karena itu, maka kami harus mempunyai perhatian khusus kepada Nyi Lurah. "
-Aku tidak menginginkan perhatian khusus itu. Aku hanya ingin kalian mengerti tentang aku. -Ya, ya, Nyi Lurah. Aku akan menyampaikannya kepada saudara-saudara kita. -Terima-kasih, Ki Sawung Semedi. Ki Sawung Semedi itupun mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun berkata -- Aku akan mohon diri. Selanjutnya, akulah yang diutus untuk menemui Nyi Lurah. Ki Saba Lintang tidak lagi bersedia datang menemui Nyi Lurah. Nampaknya ia masih belum dapat menjinakkan perasaan dendamnya. Jika ia datang kemari maka akan mungkin terjadi salah paham karena Ki Saba Lintang tidak dapat mengendalikan dirinya. Sementara itu ia harus mengakui, bahwa ilmunya tidak lebih tinggi dari ilmu Ki Lurah Agung Sedayu.
"Silahkan, Ki Sawung Semedi. Katakan kepada saudara-saudara kita, bahwa kau tetap pada pendirianku. Tetapi aku sama sekali tidak berkeberatan jika kalian menyelenggarakan pertemuan tanpa aku, Aku tidak berkeberatan jika Ki Saba Lintang memegang kendali sepenuhnya terhadap perguruan Kedung Jati itu.
"Baik, baik, Nyi Lurah. Perkenankan aku meninggalkan Tanah Perdikan. "Kemana Ki Sawung Semedi akan pergi sekarang " "
-Ke ujung Kali Geduwang. Saudara-saudara kita sudah berkumpul disana. -Kenapa kalian memutuskan pertemuan itu akan dilakukan di ujung Kali Geduwang " Padahal menurut keterangan Ki Saba Lintang, diujung Kali Geduwang itu justru merupakan pilihan terakhir.Ki Sawung Semedi tersenyum. Katanya - Nyi Lurah tentu tahu, kenapa akhirnya justru ujung Kali Geduwang itu menjadi pilihan. Terutama bagi Ki Saba Lintang.Sekar Mirah mengangguk-angguk.
Demikianlah, maka Ki Sawung Semedi itupun minta diri. Sampai saat terakhir, wajah Ki Sawung Semedi tetap nampak jernih.
Sekar Mirah mengantarnya sampai ke regol halaman. Sementara itu Rara Wulan sempat melihat orang berjanggut putih itu dari pintu seketheng yang sedikit terbuka.
- Demikian orang itu melangkah menjauh, Sekar Mirahpun segera melangkah kembali naik kependapa dan masuk keruang dalam.
-Siapakah orang itu, mbokayu " - bertanya Rara Wulan.
-Salah seorang murid dari perguruan Kedung Jati. -Kawan Ki Saba Lintang " -Ya. - -Untuk apa ia datang kemari " -Nampaknya orang itu mengambil alih tugas Ki Saba Lintang. Orang itu mencoba membujuk agar aku bersedia, datang dipertemuan yang diselenggarakan diujung Kaki Geduwang. -Masih lagu lama - desis Rara Wulan.
-Ya. Meskipun di dendangkan oleh orang lain. Namun nampaknya orang yang bernama Sawung Semedi ini berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang pernah dibuat oleh Ki Saba Lintang. Jika Ki Sawung Semedi mencoba membujuk dengan cara yang lain.
-Apa yang dilakukan " - bertanya Rara Wulan.
-Nampaknya ia berusaha mengekang perasaannya. Ia berusaha untuk tetap berwajah jernih, tersenyum dan mengangguk-angguk.
Rara Wulan mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun bertanya - Bukankah orang itu berjanggut dan berkumis putih " ~
-Ya, kenapa " "
Rara Wulan tertawa. Katanya - Jika saja orang itu masih muda.Sekar Mirahpun tertawa pula Katanya - Jika saja ia masih muda, mungkin ia akan membujukku dengan cara lain. Keduanya berhenti tertawa ketika Glagah Putih melangkah masuk. Sambil mengerutkan dahinya ia bertanya - Apa yang kalian tertawakan"
Rara Wulanlah yang menjawab - Tidak apa-apa. Hanya Sebuah Dongeng lucu yang diceriterakan oleh mbokayu Sekar Mirah. -Apakah Aku juga boleh mendengar " -Nanti saja. Sekarang sudah terlambat. -Aku juga punya ceritera lucu-berkata Glagah Putih.
-Tentang itik beranak ayam. Aku sudah mendengar. -Glagah Putih mengerutkan dahinya. Namun Sekar Mirahlah yang kemudian berkata. Baiklah. Kau boleh mendengar dongeng lucu ini. Nanti aku juga akan menceriterakan kepada kakakmu. Glagah Putih termangu-mangu. Namun Sekar Mirahpun kemudian berkata-Duduklah.-Glagah Putih nampak ragu-ragu. Tetapi Sekar Mirah dan Rara Wulanpun kemudian telah duduk pula bersamanya diruang dalam.
Dengan sungguh-sungguh Glagah Putih mendengarkan ceritera Sekar Mirah tentang Ki Sawung Semadi yang membujuknya untuk pergi ke ujung Kali Geduwang sebagaimana pernah dilakukan oleh Ki Saba Lintang. Tetapi nampaknya cara yang dilakukan oleh Ki Sawung Semedi agak berbeda dengan cara yang dipergunakan oleh Ki Saba Litang.
Tetapi sampai ceritera Sekar Mirah itu berakhir, Glagah Putih tidak mendengar peristiwa yang lucu dan pantas ditertawakan. Bahkan Glagah Putih itu justru berkata - Mbokayu harus lebih berhati-hati menghadapi orang-orang seperti Ki Sawung Semedi. Justru karena ia mampu menguasai dirinya, maka ia dapat berbuat lebih licik dari Ki Saba Lintang.
-Ya. Aku memang menanggapinya dengan berhati-hati. -Jawab Sekar Mirah.
-Tetapi apakah yang lucu dari peristiwa itu " Sekar Mirah mengerutkan dahinya. Namun Rara Wulanlah yang tertawa berkepanjangan. .
-Kenapa Rara Tertawa "~ bertanya Glagah Putih.
-Bukankah ceritera itu lucu " - Sekar Mirah justru bertanya.
-Apa yang lucu " "
Rara Wulan justru tertawa semakin keras. Bahkan Sekar Mirahpun telah tertawa pula.
Glagah Putih menjadi semakin bingung. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya ditertawakan oleh Rara Wulan dan Sekar Mirah.
Namun Sekar Mirahpun akhirnya berkata - Ceritera itu sendiri tidak lucu. Tetapi Rara Wulanlah yang membuat ceritera itu lucu. Rara Wulan membayangkan bahwa orang yang datang itu adalah seorang yang masih muda dan tampan. Yang membujukku untuk pergi ke ujung Kali Gadung. -Ah - Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun mulai tersenyum pula.
-Yang lucu adalah Rara Wulan - berata Sekar Mirah kemudian.
Glagah Putih yang tersenyum itupun berkata ~ Jika yang datang masih muda dan tampan, tentu yang dibujuknya bukan hanya mbokayu Sekar Mirah. Rara Wulan yang masih tertawa, itupun tiba-tiba terdiam. Dengan kerut di kening ia bertanya - Jadi siapa " "
Glagah Putihlah yang kemudian tertawa. Katanya - Meskipun bukan murid perguruan Kedung Jati. --Jadi siapa "Glagah Putihpun kemudian bangkit berdiri. Sambil berjalan kearah pintu ia tertawa sambil menjawab. - Barangkali Sukra atau yang lain. Rara Wulanpun tiba-tiba bangkit Namun Glagah. Putih telah melangkahi pintu samping dan turun ke longkangan.
-Sudahlah. Glagah Putih juga telah membuat ceritera lucu sendiri. Rara Wulan termangu-mangu. Namun kemudian terdengar Sekar Mirah itu tertawa sambil berkata " Marilah kita pergi ke dapur. Rara Wulan tidak menjawab. Ketika kemudian Sekar Mirah melangkah ke dapur, maka Rara Wulanpun mengikutinya pula. Namun masih juga terdengar Sekar Mirah itu tertawa.
Disore hari, ketika seisi rumah itu duduk di pringgitan sambil menghirup minuman hangat, Sekar Mirah telah menceriterakan kehadiran Sawung Semedi kepada Agung Sedayu dan Ki Jayaraga. Keduanya mendengarkan ceritera Sekar Mirah itu dengan bersungguh-sungguh.
Namun seperti Glagah Putih, Ki Jayaragapun berkata - Nyi Lurah harus menjadi lebih berhati-hati menghadapi orang seperti Ki Sawung Semedi Nampaknya ia lebih dapat mengendalikan dirinya, sehingga iapun lebih pandai berpura-pura. Ia dapat menyembunyikan kemarahannya.-Iapun dapat menahan gejolak perasaannya ia dapat menunggu dengan sabar kesempatan terbaik untuk menjebak sasarannya
Sekar Mirah Mengangguk-angguk sambil berkata " Aku akan semakin berhati-hati, Ki Jayaraga. -Apakah orang itu akan datang lagi " - bertanya Agung Sedayu.
.-- Mungkin orang itu akan datang lagi, kakang - jawab Sekar Mirah.
-Mungkin kau dapat menyadap beberapa keterangan tentang rencana pertemuan itu.--Jadi ia datang kembali, aku akan berusaha kakang. Tetapi tadi pagi aku masih menunjukkan sikapku sebelumnya. Aku tidak bersedia datang jika pertemuan itu tidak diadakan di Tanah Perdikan ini. -Ya. Kau memang tidak dapat menunjukkan perubahan sikap dengan tiba-tiba, karena hal itu justru akan dapat menimbulkan kecuriggaan. -Menurut keterangan Ki Sawung Semedi, saat ini beberapa orang telah berkumpul di ujung Kali Geduwang. Mereka tinggal menunggu kesediaanku untuk datang. -Kami mengharap orang itu akan datang lagi.Namun tiba-tiba saja Glagah Putih berkata - Apakah sebaiknya aku pergi ke ujung Kali Geduwang " Agung Sedayu menggeleng sambil berkata - Tidak banyak gunanya Glagah Putih. Yang dapat kau lihat hanyalah suasana pertemuan itu. Tetapi sulit bagimu untuk mengetahui, apa yang mereka bicarakan dalam pertemuan itu, karena kau tidak akan mendapat kesempatan untuk memasuki ruangan pertemuan. Bahkan kemungkinan yang buruk akan dapat terjadi pada dirimu. Apalagi jika Ki Saba Lintang dapat mengetahui kehadiranmu di ujung Kali Geduwang.
Kematian Welat Wulung tidak akan pernah dilupakannya.--Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Ya, aku mengerti. Tetapi setidak-tidaknya aku dapat mengetahui dimana pertemuan itu diselenggarakan.
" Tetapi dibandingkan dengan bahaya yang kau hadapi, maka hasilnya tidak akan seimbang. Glagah Putihpun terdiam. Rara Wulan yang sudah menjadi cemas bahwa Glagah Putih akan pergi ke ujung Kali Geduwang, menarik nafas dalam-dalam.
-Kita akan merencanakan kemudian, apa yang akan kita lakukan - berkata Agung Sedayu - tetapi Sekar Mirah akan berusaha agar orang itu tetap menghubunginya. Tetapi Nyi Lurah harus tetap berhati-hati. Orang itu tentu akan dapat mengatakan yang putih menjadi hitam dan yang hitam menjadi putih. - berkata Ki Jayaraga kemudian.
-Aku akan selalu mengingatnya, Ki Jayaraga - sahut Sekar Mirah.
" Baiklah. Kita akan menunggu perkembangannya. Jika orang itu tidak kembali lagi, maka kita harus mengambil langkah-langkah yang dapat membantu para petugas sandi mengamati para murid dari Kedung Jati itu. Tetapi malam itu mereka belum tahu, langkah-langkah apa yang akan dapat mereka ambil. Namun Glagah Putih masih menyatakan pendapatnya - Ada baiknya kita tahu, dimana mereka menyelenggarakan pertemuan itu.
" Aku sependapat. Tetapi untuk mengambil langkah itu, kita harus mempunyai perhitungan yang cermat - sahut Agung Sedayu - kita jangan terjebak pada satu keadaan yang justru akan dapat menyulitkan langkah-langkah kita selanjutnya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk, sementara Ki Jayaraga berkata -- Kita memang tidak boleh tergesa-gesa menentukan apa yang akan kita lakukan. Yang sebaiknya kita lakukan adalah menunggu meskipun sudah tentu ada batasnya. Jika saja Ki Sawung Semedi itu kembali. Menunggu memang terasa menjemukan. Rasa-rasanya hari-haripun berjalan sanggat lamban. Namun seisi rumah Agung Sedayu itu dapat mengisi waktu-waktu luang mereka dengan kesibukan disanggar. Bahkan Sukrapun ikut menyibukkan dirinya pula, meskipun ia lebih banyak mempergunakan sanggar terbuka disudut kebun belakang bersama Glagah Putih. Tetapi sanggar itu ternyata cukup memadai.
Sementara itu, para petugas sandipun belum menunjukkan langkah-langkah berarti. Masih belum nampak gejolak yang menarik perhatian. Yang dilakukkan oleh para petugas sandi barulah mengamati keadaan. Beberapa orang sumber dari para petugas sandi itu seakan-akan justru telah kehilangan jejak.
*** (bersambung ke Jilid 311)
Api di Bukit Menoreh Karya SH Mintardja Jilid : 311 - 320 ________________________________________
Jilid 311 NAMUN yang diperhitungkan oleh Sekar Mirah adalah benar. Orang yang menyebut dirinya Ki Sawung Semedi itu memang datang menemuinya lagi.
Sekar Mirah yang sudah membawa bekal pesan-pesan dari Agung Sedayu dan Ki Jayaraga memang menjadi semakin berhati-hati. Tetapi Sekar Mirah berusaha untuk tidak menunjukkan kecurigaannya kepada Ki Sawung Semedi.
Dengan ramah Sekar Mirah menerima Ki Sawung Semedi di pringgitan. Bahkan kemudian Rara Wulanpun telah menghidangkan minuman dan makanan. Namun Rara Wulan tidak ikut menemui Ki Sawung Semedi di pringgitan.
- Aku terpaksa datang lagi menemui Nyi Lurah - berkata Ki Sawung Semedi.
- Aku tidak pernah merasa berkeberatan atas kedatangan Ki Sawung Semedi - sahut Sekar Mirah.
- Terima-kasih, Nyi Lurah - berkata Ki Sawung Semedi selanjutnya -- ternyata aku masih tetap menjadi utusan saudara-saudara kami untuk menemui Nyi Lurah. - Apalagi yang ingin Ki Sawung Semedi katakan " - Permohonan kami masih tetap, Nyi Lurah - berkata Ki Sawung Semedi -- kami masih tetap ingin melihat sepasang tongkat kepemimpinan perguruan Kedung Jati itu hadir bersama-sama. - Sebenarnya itu tidak perlu. Mungkin hanya sekedar kepuasan hati.Tidak ada artinya sama sekali. " Kehadiran sepasang tongkat baja putih itu memberikan kekuatan jiwani kepada kami. Terus terang, Nyi Lurah. Beberapa orang memang menuntut untuk menghadirkan sepasang tongkat baja putih itu untuk menunjukkan kebulatan tekad kita membangun kembali perguruan yang sudah compang-camping ini. Beberapa orang tidak bersedia ikut bersama kami, jika sepasang tongkat kepemimpinan itu tidak dapat ditunjukkan dalam pertemuan itu. Nyi Lurah Termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata - Ki Sawung Semedi. Terus-terang, aku tidak begitu tertarik pada usaha untuk menghimpun kembali murid-murid perguruan Kedung Jati. Selain aku tidak pernah akrab dengan mereka, akupun tidak melihat gunanya. Untuk apa sebenarnya kita bersusah-payah berusaha untuk membangkitkan kembali perguruan yang sudah terkoyak-koyak itu. Selama ini murid-murid perguruan Kedung Jati sudah berpencar. Kenapa kita tidak membiarkan saja mereka berpencar "-" Kebangkitan kembali perguruan Kedung Jati itu mempunyai alasan yang sangat mendasar bagi perguruan. - Tetapi aku tidak mengerti. Bahkan tersentuhpun tidak.
" Aku mengerti, Nyi Lurah. Nyi Lurah menjadi sangat kecewa kepada Ki Saba Lintang dan kepada Nyi Dwani, sehingga Nyi Lurahpun menjadi kecewa pula kepada perguruan kita. Sebaiknya Nyi Lurah membedakan antara perguruan kita yang ining kita junjung tinggi itu dengan orang-orang yang terlalu bernafsu untuk memiliki kekuasaan. - Dan ternyata orang-orang yang terlalu bernafsu itu masih tetap kalian junjung diatas kepala kalian sahut Sekar Mirah dengan serta-merta.
Ki Sawung Semedi terdiam sejenak: Baru kemudian iapun berkata - Kami harus kembali pada kenyataan, bahwa Ki Saba Lintanglah yang memiliki satu diantara sepasang tongkat itu. - Tetapi seperti yang sudah aku katakan, aku tidak melihat manfaat dari kebangkitan kembali perguruan itu, Ki Sawung Semedi. Baik bagi bekas para cantrik perguruan kedung Jati, maupun bagi kebesaran nama perguruan itu sendiri. Bahkan jika kita salah langkah, maka nama perguruan Kedung Jati akan menjadi semakin tercemar. Ki Sawung Semedi menjadi bimbang. Sementara Sekar Mirahpun berkata " Kita bukan kanak-kanak lagi, Ki Sawung Semedi. Kita tidak sekedar memenuhi keinginan yang sedang melonjak-lonjak didalam hati. Tetapi pada setiap langkah kita harus memperhitunggkan untung ruginya. Seandainya aku harus bersusah payah ikut berusaha membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati dengan mengorbankan waktu yang seharusnya dapat aku berikan kepada keluargaku, apakah itu seimbang " Sementara kebangkitan perguruan Kedung Jati tidak lebih sekedar keinginan para cantrik dan keluarga perguruan yang telah terpecah itu untuk dapat bertemu, mengenang masa kejayaan, bergurau dan bertukar pengalaman. Kemudian setelah bersusah payah, sebulan dua bulan, perguruan yang sudah tercerai-berai itu akan bercerai-berai lagi - Tidak. Jangan seperti itu, Nyi Lurah. - Jika kita berkumpul beramai-ramai tanpa tujuan apapun, bukankah itu hanya sekedar membuang-buang waktu, sementara waktuku akan lebih berharga jika aku berikan kepada keluargaku. - Tentu bukannya tanpa tujuan. - Tujuannya apa " Sampai sekarang tidak pernah ada orang yang mengatakan kepadaku, apakah tujuan dari kebangkitan kembali peniruan ini " Jika aku diakui setiap salah seorang pemimpin, kenapa justru aku tidak tahu apa-apa "
- Tetapi dalam pertemuan itu, kita akan dapat menetapkan satu tujuan yang tentu saja akan berarti bagi kita semuanya - Setiap orang akan dapat mengemukakan keinginan-keinginan mereka, sehingga menjadi simpang siur. Akhirnya kita tidak akan menemukan apa-apa. Ki Sawung Semedi menjadi bingung. Bahkan gelisah Ada sesuatu yang menyumbat didadanya, tetapi ia tidak dapat mengatakannya.
Sekar Mirah terdiam pula. Ia memang menunggu jawaban Ki Sawung Semedi. Tetapi nampaknya Ki Sawung Semedi itu masih merenungi jawaban yang akan dikatakannya.
Baru beberapa saat kemudian, Ki Sawung Semedi itu berkata " Nyi Lurah. Sebenarnyalah bahwa kami bukannya tidak menyiapkan rencana yang terbaik yang dapat kami lakukan. Ki Saba Lintang telah menyusun rencana lengkap bagi perguruan kita sesudah perguruan itu bangkit. Bukan saja susunannya, kepemimpinannya dan orang-orang terpenting yang akan ikut serta memimpin perguruan itu, tetapi juga dasar dan landasan dari perguruan yang telah dibangun kembali itu. Landasannya serta tujuannya. "
" Dan kalian berharap bahwa aku, salah seorang diantara dua orang pemimpin perguruan itu datang tanpa bahan apa-apa untuk dibicarakan " Kalian membayangkan bahwa aku akan duduk saja seperti golek kayu didepan sentong tengah. " "
Ki Sawung Semedi menjadi semakin gelisah. Keringatnya . mulai mengembun di keningnya.
" Nyi Lurah. Aku tidak mendapat wewenang untuk menyampaikan rencana itu kepada Nyi Lurah. Termasuk tujuan dari kebangkitan kembali dari perguruan ini. "
" Jangan katakan apa-apa jika kau memang tidak mempunyai wewenang. "
" Tetapi bagaimana dengan sikap Nyi Lurah. "
" Lalu apa yang kalian kehendaki dari aku " Apakah jika aku hadir dalam pertemuan itu, aku harus menyumbat telingaku dengan kapuk atau bahkan dengan sabut kelapa agar aku tidak dapat mendengarnya " "
" Pertanyaan itu memang masuk akal. Tetapi justru karena suami Nyi Lurah adalah seorang Lurah Prajurit, bahkan dari Pasukan Khusus. "
- Kalian menjadi curiga bahwa aku akan menyampaikannya kepada suami dan suamiku sebagai seorang prajurit akan mengambil tindakan. Ki Sawung Semedi mengangguk kecil.
" Sudahlah. Jangan mempersulit diri sendiri. Tinggalkan saja aku. Kalian tidak akan merasa terganggu. " Sudah aku katakan. Sebagian dari saudara-saudara kita menghendaki kedua orang yang memiliki tongkat kepemimpinan dari perguruan kita untuk hadir dan memimpin pertemuan itu. " Kau membuat kepalaku pusing, Ki Sawung Semedi. Pertentangan yang timbul dalam keterangan-keterangan yang kau berikan membuat aku semakin tidak yakin akan keberhasilan usaha ini. " Maaf Nyi Lurah. Aku mohon maaf. Tetapi jika Nyi Lurah bersedia hadir, maka segala sesuatunya akan jelas. Sekar Mirah tertawa. Katanya - Aku tidak mau kau dorong untuk meloncat ketempat yang gelap yang tidak aku ketahui, apa yang ada didalamnya. Apalagi setelah timbul kecurigaan-kecurigaan sebelumnya. Karena itu, untuk kesekian kalinya aku berkata, tinggalkan aku. Jangan bimbang. " Nyi Lurah, untuk kesekian kalinya aku mohon, karena sebagian dari saudara-saudara kita memerlukan kehadiran Nyi Lurah. - sahut Ki Sawung Semedi.
- Kembalilah kepada Ki Saba Lintang, Ki Sawung Semedi. Bertanyalah apa maunya yang sebenarnya. Jika keinginannya masuk di akalku, aku akan membuat pertimbangan-pertimbangan baru. - Baiklah - jawab Ki Sawung Semedi - aku sudah sanggup menjadi penghubung. Meskipun aku harus berjalan hilir mudik pada jarak yang jauh, aku akan menjalaninya. "
- Aku juga mengucapkan terima kasih atas kesediaan Ki Sawung Semedi. Demikianlah, maka Ki Sawung Semedi itupun minta diri. Seperti pada kedatangannya yang terdahulu, wajah Ki Sawung Semedi nampak tetap terang. Ia sama sekali tidak menunjukkan gejolak seandainya itu terjadi didalam hatinya.
Sambil tersenyum orang tua itu mengangguk hormat ketika ia turun kejalan. -Aku mohon diri. ~
Sekar Mirah yang mengantarkannya sambil ke pintu regol mengangguk pula sambil berdesis " Selamat jalan Ki Sawung Semedi. "
- Terima-kasih - jawab Ki Sawung Semedi.
Sejenak kemudian orang itu sudah menjadi semakin jauh. Ia sama sekali tidak berpaling. Sementara itu, Sekar Mirah telah melangkah kembali ke pendapa
Ketika Sekar Mirah ke pendapa, Rara Wulan sedang sibuk membenahi mangkuk minuman dan makanan. Dengan nada datar ia berkata - Apalagi yang dikatakannya " - Aku jemu mendengarnya. Masih seperti ketika ia datang. Tetapi aku sengaja memancing agar ia berbicara tentang rencana orang-orang yang dikatakannya telah berkumpul itu. "
- Ia mau mengatakannya " "
- Ternyata Ki Sawung Semedi cukup berhati-hati. Agaknya memang ada yang ingin dikatakannya. Tetapi ia tidak mendapat wewenang untuk itu. "
- Apakah orang itu dapat dipercaya " - Bagaimanapun juga kita harus berhati-hati. Rara Wulan mengangguk-angguk. Sementara itu Sekar Mirahpun berkata " Aku memang memancingnya untuk datang kembali. Aku berharap bahwa semakin banyak yang dikatakannya, sehingga ketika akan dapat mengintip serba sedikit, apa yang dikehendakinya.
Rara Wulan mengangguk-angguk pula. Dengan nada datar ia berkata " Mudah-mudahan ia akan membawa keterangan yang mbokayu kehendaki. "
- Aku ingin tahu, untuk apa sebenarnya perguruan yang sudah lama tertidur nyenyak itu harus dibangunkan kembali. Dengan Nada datar Rara Wulan itupun bertanya " Bukankah itu yang ingin diketahui oleh Mataram sebagai landasan sikap mereka terhadap perguruan yang akan dibangkitkan kembali itu"- Ya. - Sekar Mirah mengangguk-angguk.
Rara Wulan tidak bertanya lagi. Iapun kemudian melang kah masuk sambil membawa mangkuk-mangkuk minuman dan makanan.
Disore hari, Sekar Mirahpun telah menyampaikan pembicaraannya dengan Ki Sawung Semedi kepada Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih ketika mereka duduk diserambi kanan sambil menghirup minuman hangat.
" Ternyata kita memang harus bersabar - berkata Agung Sedayu " mudah-mudahan mereka kembali sambil membawa keterangan itu. Namun kitapun harus bersiap menghadapi kemungkinan, bahwa apa yang dikatakan itu tidak benar. "
" Kakang - tiba-tiba Sekar Mirah itupun berkata dengan nada berat " setelah aku mempertimbangkan beberapa kemungkinan, maka aku mempunyai.pendapat yang jika kakang setujui, mungkin akan dapat membantu memperjelas persoalannya. "
Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Ia sudah merasa bahwa Sekar Mirah tentu ingin menempuh jalan yang cukup berbahaya.
Meskipun demikian Agung Sedayu itupun bertanya " Apa yang akan kau lakukan " "
" Bagaimana pendapat kakang jika aku bersedia datang kepertemuan yang akan diselenggarakan diujung Kali Geduwang itu " Yang dengan serta-merta menyahut adalah Glagah Putih - Itu akan dapat membahayakan keselamatan mbokayu. "
Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Tetapi nampaknya ia sudah memikirkannya masak-masak. Katanya " Tanpa masuk ke dalam lingkungan itu, sulit bagi kita untuk dapat mengetahuinya. Mungkin Ki Sawung Semedi akan mengatakannya. Tetapi seperti yang dikatakan oleh kakang Agung Sedayu, yang dikatakan oleh Ki Sawung Semedi itu mungkin tidak benar. "
" Tetapi bahayanya akan besar sekali, Nyi Lurah - desis Ki Jayaraga.
" Kita tidak mempunyai cara lain - sahut Sekar Mirah.
" Kita akan dapat mengambil cara yang sedikit kasar " berkata Ki Jayaraga
" Cara apa " - bertanya Sekar Mirah.
" Kita berusaha untuk dapat menangkap salah seorang diri mereka yang ikut dalam pertemuan di ujung Kali Geduwang itu. " jawab Ki Jayaraga.
" Tetapi dengan demikian, maka mereka akan menjadi lebih berhati-hati. Jika mereka sadar, bahwa salah seorang dari mereka hialng, maka gerakan mereka selanjutnya akan lebih sulit untuk dilacak. - sahut Sekar Mirah.
Ki Jayaraga mengangguk kecil. Namun kemudian ia berkata " Nyi Lurah. Kita akan bekerja keras untuk dapat mengungkap niat mereka yang sebenarnya. Tetapi tidak dengan cara yang sangat berbahaya. Jika Nyi Lurah masuk kedalamnya, maka akan sulit bagi Nyi Lurah untuk dapat keluar lagi. Mereka tahu bahwa suami Nyi Lurah adalah pemimpin prajurit dari Pasukan Khusus yang ada di Tanah Perdikan. -" Tetapi apakah mereka akan melakukan kekerasan terhadapku
- Jika demikian, maka mereka telah membuka permusuhan terbuka dengan kakang Agung Sedayu yang mereka ketahui dapat mengarahkan prajurit dari pasukan Khusus untuk menindak mereka.
" Nampaknya maksud mereka mengharap kehadiran Sekar Mirah sekarang sudah kabur - berkata Agung Sedayu - semula niat mereka tentu hanya untuk memiliki tongkat baja putih itu. mereka yakin bahwa Nyi Dwani akan dapan mengalahkan Sekar Mirah. Tetapi mereka mempergunakan cara yang licik. Mereka dengan sengaja menimbulkan suasana yang keruh sehingga bermuara pada satu perang tanding. Tetapi usaha mereka gagal. Nyi Dwani tidak dapat mengalahkan Sekar Mirah. Sekarang, mereka agaknya telah menyusun rencana baru yang masih belum dapat kita tebak. "
" Karena itu, maka biarlah aku memasuki lingkungan mereka, kakang - berkata Sekar Mirah kemudian.
" Itu tentu sangat berbahaya. Jika mereka tidak mempunyai niat tertentu dengan kedatanganmu, mereka tidak dapat mengundangmu, karena mereka tahu, bahwa suamimu adalah seorang prajurit. "


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kakang. Setiap langkah mengandung kemungkinan untuk terantuk batu. Sebaiknya kita harus berani mengambil langkah meskipun kemungkinan buruk itu dapat terjadi. Agung Sedayu menjadi tegang. Sebagai seorang prajurit ia dapat melihat langkah-langkah yang memungkinkan dapat menyadap tujuan orang-orang yang berusaha membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati, meskipun tidak mustahil bahwa undanganitu tidak lebih dari satu jebakan saja. Tetapi sebagai seorang suami. Agung Sedayu memang merasak berkeberatan untuk melepaskan isterinya menempuh jalan yang sangat berbahaya itu. "
Ki Jayaragapun menggeleng sambil berdesis " Sebaiknya kita memilih jalan lain. "
Tetapi Sekar Mirahpun berkata - Ki Jayaraga Setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mengabdi. Sekarang aku mendapat kesempatan itu. Aku akan melakukannya. Tetapi tentu saja aku mohon perlindungan kakang Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih sejauh dapat mereka lakukan. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Beri aku waktu, Sekar Mirah. Aku akan mempertimbangkan. Bahkan jika saja diketemukan cara lain yang tidak terlalu berbahaya. " Pada satu hari, Ki Sawung Semedi itu akan datang. Pada saat itulah aku harus memberikan jawaban yang pasti kepadanya. " Tetapi tentu tidak besok. Mungkin sepekan dua pekan lagi." Agaknya tidak terlalu lama kakang. Menurut Ki Sawung Semedi, beberapa orang sudah berkumpul di ujung Kali Geduwang. Karena itu, maka ia tentu akan segera kembali. "
" Tetapi bukankah kita dapat memperhitungkan perjalanan orang itu, Mirah. Kita tahu bahwa ujung Kali Geduwang itu berada disisi Selatan kaki Gunung Kukusan. Sementara itu, agaknya Ki -Sawung Semedi itu hanya berjalan kaki. Bukankah ia tidak membawa seekor kuda ketika ia datang kemari." Ketika ia datang kemari, ia memang tidak membawa seekor kuda. Tetapi kita tidak tahu apakah ia membawa seekor kuda tetapi ditinggalkan disatu tempat ditunggui oleh seseorang. -- Memang mungkin sekali " Agung Sedayu mengangguk-angguk - bahkan mungkin sekali Ki Sawung Semedi tidak harus kembali lebih dahulu ke kaki Gunung Kukusan, tetapi ia sekedar menemui kawannya yang dapat diajak membuat pertimbangan-pertimbangan. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya ~ Memang mungkin sekali. Karena itu, maka kita harus membuat pertimbangan yang masak sebelum kita mengambil langkah.
" Tetapi aku minta pendapatku dipertimbangkan. " berkata Sekar Mirah kemudian " Aku tidak mau mensia-siakan kesempatan ini. Aku berharap jika Ki Sawung Semedi datang lagi, maka aku berharap akan dapat menyanggupinya, datang ke ujung Kali Geduwang di kaki Gunung Kukusan.
" Tetapi mbokayu pernah mengatakan, bahwa mbokayu tidak akan pernah merubah keputusan mbokayu. "
" Dengan pertimbangan terakhir, maka aku kira aku memang harus merubah keputusan itu. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Besok aku akan mengambil keputusan. Malam ini aku ingin berbicara dengan Ki Jayaraga dan Glagah Putih. Kemudian besok aku akan berbicara dengan beberapa orang prajurit dari Pasukan Khusus di barak untuk dapat menentukan sikap. Besok sore aku akan mengatakan kepadamu, keputusanku itu. Sekar Mirah mengangguk sambil berdesis - Terima kasih kakang. Aku berharap bahwa kakang dapat mendukung sikapku ini. Jika dengan demikian aku dapat memberikan sedikit keterangan untuk melengkapi keterangan yang diperoleh para prajurit sandi, maka aku akan mendapat keputusan tersendiri.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi memang sangat berat baginya untuk menyetujui keinginan Sekar Mirah untuk mengabdikan diri dengan caranya itu.
Dengan demikian, maka pembicaraan merekapun terhenti. Sekar Mirah telah mengajak Rara Wulan untuk pergi ke dapur. Sementara itu, malampun mulai turun. Lampu minyak segera dinyalakan dimana-mana.
Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih masih duduk di pringgitan. Ketika Sukra memasang lampu di pringgitan, ia sempat menggamit Glagah Putih sambil berbisik - Lampu di gandok masih belum di nyalakan. Glagah Putih tersenyum. Katanya " Tolong, nyalakan sama sekali. Aku masih akan berbicara dengan kakang Agung Sedayu. -Sukra tidak menjawab. Ia sempat memandang Agung Sedayu sekilas. Tetapi Agung Sedayu itu tidak sedang memperhatikannya.
Sukrapun kemudian telah meninggalkan serambi setelah lampu di serambi itu menyala. Sementara itu, Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih masih berbicara tentang maksud Sekar Mirah memasuki lingkungan perguruannya yang sebenarnya belum pernah dihayatinya sebagai satu lingkungan yang pernah membesarkannya dalam olah kanuragan.
Namun ternyata sebagai juga Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih merasa berkeberatan untuk melepaskan Sekar Mirah, meskipun seandainya dengan diam-diam mereka mengikutinya. Tetapi karena mereka belum mengetahui lingkungan yang akan dipergunakan untuk menyelenggarakan pertemuan itu, maka sulit bagi mereka untuk menggambarkan perlindungan yang bagaimanakah yang dapat mereka berikan kepada Sekar Mirah itu.
Meskipun Agung Sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih tidak menyangsikan lagi kemampuan Sekar Mirah, namun ia akan berhadapan dengan beberapa orang berilmu tinggi.
- Sebaiknya Ki Lurah tidak mengijinkannya - berkata Ki Jayaraga.
- Sekar Mirah adalah seorang yang keras hati - desis Agung Sedayu - mudah-mudahan ia dapat mengerti. Glagah Putih yang juga mengenal sifat-sifat Sekar Mirah, termangu-mangu sejenak. Bahkan hampir diluar sadarnya ia berdesis - Mbokayu Sekar Mirah ingin memberikan arti dari hidupnya bagi Mataram.
- Ya - Ki Jayaraga mengangguk-angguk.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sebagai seorang prajurit, ia mengerti arti pengorbanan bagi satu pengabdian. Tetapi apakah pengorbanan yang siap diberikan oleh Sekar Mirah itu dalam keadaan yang paling buruk, akan memberikan arti yang seimbang.
Namun akhirnya sesuai dengan pendapat Ki Jayaraga dan Glagah Putih, Agung Sedayu ingin mencegah agar Sekar Mirah tidak datang ke pertemuan yang akan dapat menyulitkan keadaannya
itu. Agung Sedayu berharap agar Sekar Mirah membuat pertimbangan-pertimbangan yang lebih mendalam tentang niatnya untuk pergi ke ujung Kali Geduwang.
Sebenarnya Agung Sedayupun pernah memikirkan kemungkinan seperti yang dimaksud oleh Sekar Mirah itu. Namun Sekar Mirah harus mendapat perlindungan yang cukup dari beberapa orang berilmu serta sekelompok prajurit yang dengan diam-diam mendekati tempat pertemuan itu. Namun dengan demikian, kehadiran orang-orang berilmu yang menyertai Sekar Mirah akan mengekang setiap pembicaraan didalam pertemuan itu, sehingga tujuan mereka yang sebenarnya juga tidak akan terungkap.
" Seandainya aku berpura-pura menyatakan diri mendukung kesediaan Sekar Mirah untuk menjadi salah seorang pemimpin dari perguruan Kedung Jati yang akan dibangkitkan lagi itu, apakah mereka dapat mempercayaiku " - bertanya Agung Sedayu kepada diri sendiri.
Namun akhirnya Agung Sedayu berpendapat, bahwa sebaiknya Sekar Mirah tidak pergi ke ujung Kali Geduwang.
" Tidak akan banyak keterangan yang akan dapat disadap dari sana " berkata Ki Jayaraga kemudian - bagaimanapun juga Sekar Mirah adalah isteri seorang Lurah Prajurit Mataram. "
" Baiklah " berkata Agung Sedayu " besok setelah aku pulang dari barak, aku akan menyampaikannya kepada Sekar Mirah. Aku kira orang yang menyebut dirinya Sawung Semedi itu masih belum akan datang esok pagi. "
Seperti yang dikatakan oleh Agung Sedayu, maka dipagi hari berikutnya, Agung Sedayu masih belum menyinggung persoalan pertemuan antara orang-orang yang ingin membangkitkan kembali perguruan yang sudah pecah itu. Sekar Mirahpun tidak mendesak suaminya. Ia mengerti, bahwa Agung Sedayu harus segera pergi ke barak. Jika ia membuka pembicaraan tentang niatnya pergi ke Kali Geduwang, maka pembicaraan itu akan dapat menjadi panjang.
Karena itu, maka Sekar Mirah harus bersabar, menunggu suaminya itu pulang.
Di baraknya, Agung Sedayu lebih banyak merenung. Ia masih dicengkam oleh persoalan yang menyangkut niat Sekar Mirah untuk menghadiri pertemuan itu agar ia dapat mengetahui, niat dan tujuan dari mereka yang dengan sungguh-sungguh ingin berusaha untuk membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati itu.
- Tidak " Agung Sedayu itupun berkata kepada diri sendiri " sebaiknya Sekar Mirah memang tidak pergi. "
Namun yang terjadi adalah diluar kehendak Agung Sedayu. Bahkan diluar kehendak Sekar Mirah, Ki Jayaraga, apalagi Glagah Putih.
Ketika Sekar Mirah sedang sibuk di dapur, tiba-tiba saja seorang gadis datang berlari-lari menemuinya.
- Nyi Lurah - berkata gadis itu gagap.
- Apa " Ada apa " - bertanya Sekar Mirah " tenanglah. Katakan apa yang terjadi. ~ Wulan. " suaranya bagaikan tercekik di kerongkongan.
- Kenapa dengan Rara Wulan " - Tadi, tadi kami berbelanja ke pasar bersama-sama. - Lalu " -- hati Sekar Mirah mulai berdebar.
- Dua orang telah menangkapnya ketika kami berjalan di bulak sebelah. - Ditangkap " - wajah Sekar Mirah menjadi tegang.
- Rara Wulan membiarkan dirinya ditangkap " - Wulan mencoba melawan. Tetapi kedua orang itu lebih kuat dan membuat Rara Wulan tidak berdaya. - Apakah jalan itu sepi " Apakah tidak ada orang laki-laki yang lewat yang dapat membantu Rara Wulan " - Orang-orang itu membawa pedang. Seorang membawa sepotong besi. Seorang laki-laki yang mecoba menolong telah dilukai dengan pedang itu sehingga luka parah. Yang lain di pukul dengan tongkat besi itu sehingga tulang kakinya retak. - Dimana Rara Wulan sekarang " ~ Rara Wulan telah dibuatnya pingsan. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi rara Wulanpun kemudian telah dibawa pergi. Ternyata kedua orang itu membawa dua ekor kuda. - Rara Wulan dilarikan dengan kuda itu " - Ya. - Jantung Sekar Mirah bagaikan membara. Tetapi ia tidak kehilangan akal. Ia tahu bahwa tidak mungkin baginya untuk berusaha mengejar Rara Wulan yang dibawa oleh dua orang berkuda. Jaraknya tentu sudah terlalu jauh. Tetapi Sekar Mirahpun harus berbuat sesuatu yang cepat,
- Terima kasih - berkata Sekar Mirah kepada gadis itu --kami akan mencarinya. Demikian gadis itu minta diri, maka Sekar Mirahpun segera memanggil Sukra. Katanya ~ Pergilan ke sawah. Minta Ki Jayaraga pulang segera. Kemudian kau cari Glagah Putih.
Jika ia udak ada dibanjar, maka ia berada dirumah Ki Gede. Jika ia pergi kepadukuhan lain, kau minta tolong salah seorang pengawal untuk memanggilnya segera. Ada satu hal yang penting. "
Sukra bertanya lagi. Ia mendengar bahwa gadis yang baru saja datang itu memberitahukan, bahwa Rara Wulan telah diculik orang.
Karena itu, maka Sukrapun ingin cepat memberitahukannya kepada Ki Jayaraga yang sudah pergi ke sawah.
Dengan kencangnya Sukra berlari menyusuri jalan padukuhan. Kemudian mengambil jalan pintas, meniti pematang dan tanggul-tanggul parit.
Sukra sama sekali tidak menghiraukan ketika seorang kawannya bertanya - Sukra. Kau mau kemana " Sukra justru berlari semakin kencang.
Ketika ia melihat Ki Jayaraga yang sedang menyiangi tanaman, meskipun masih agak jauh, Sukra itu sudah berteriak - Ki Jayaraga. Ki Jayaraga. Ki Jayaraga mengangkat wajahnya. Dilihatnya Sukra berlari-lari menyusuri pematang. Bahkan demikian tergesa-gesa anak itu telah tergelincir dan jatuh kedalam lumpur.
Namun dengan cepat anak itu bangkit dan berlari lagi mendekati Ki Jayaraga yang termangu-mangu.
- Ada apa " ~ bertanya Ki Jayaraga yang menjadi berdebar-debar. Ingatannya langsung tertuju kepada Ki Sawung Semedi. Karena itu, maka Ki Jayaraga itupun segera menepi.
" Ada apa " - bertanya Ki Jayaraga pula.
-- Rara Wulan " nafas Sukra menjadi kembang-kempis.
" Kenapa dengan Rara Wulan " Sukra mencoba mengatur pernafasannya. Serba sedikit ia sudah berlatih, sehingga karena itu, maka sejenak kemudian nafasnyapun telah menjadi lebih teratur ~ Ki Jayaraga. Rara Wulan telah diculik orang. " He - jantung Ki Jayaraga bagaikan telah tersentuh api -bagaimana hal itu dapat terjadi " ~
" Silahkan pulang. Nyi Lurah kebingungan sendiri di rumah.
" Baik. Aku akan segera pulang. ~
" Aku akan mencari Glagah Putih. Sukra tidak menunggu jawaban Ki Jayaraga. Iapun segera berlari kembali ke padukuhan untuk mencari Glagah Putih di banjar atau di rumah Ki Gede atau dimana saja.
Sepeninggal Sukra, Ki Jayaragapun segera memakai bajunya. Ia tidak sempat membersihkan kakinya di pancuran. Sambil memanggul cangkulnya, iapun berjalan tergesa-gesa pulang.
Demikian ia sampai dirumah, ia melihat Sekar Mirah sudah memakai pakaian khususnya. Ditangannya tergenggam tongkat baja putihnya. Namun Sekar Mirah belum tahu, apa yang akan dilakukannya. Meskipun Sekar Mirah seorang perempuan yang memiliki banyak kelebihan dari perempuan-perempuan yang lain, bahkan kemampuannya tidak akan kalah dari kemampuan seorang laki-laki yang berilmu sekalipun, namun di ujung matanya nampak titik-titik air yang kemudian melelah dipipinya yang menjadi kemerah merahan.
-- Ki Jayaraga - Sekar Mirahpun melangkah menyongsong Ki Jayaraga yang naik kependapa " Rara Wulan diculik orang. "
" Tenanglah, Nyi Lurah. Duduklah. ~
" Kita tidak dapat membiarkannya. "
" Aku sependapat. Tetapi bukankah kita harus memperhitungkan banyak kemungkinan yang terjadi. - Aku pasti, bahwa Rara Wulan tentu diambil Ki Sawung Semedi atau Ki Saba Lintang. Salah seorang dari dua orang yang mengambil Rara Wulan itu bersenjata sepotong besi. Mungkin yang dimaksud oleh gadis yang pergi bersama Rara Wulan itu adalah tongkat baja putih. Sedangkan yang mempunyai tongkat baja putih.....
" Nyi Lurah jangan mengambil langkah-langkah lebih dahulu. Biarlah aku pergi ke barak. " Sekar Mirah mengangguk.
Tetapi sebelum Ki Jayaraga pergi ke kandang kuda, Glagah Putih dan dua orang pengawal dengan tergesa-gesa memasuki regol halaman. Bahkan Glagah Putihpun kemudian berlari-lari kecil langsung naik ke pendapa.
- Apa yang terjadi mbokayu ~ bertanya Glagah Putih. Sekar Mirah yang berdiri di pringgitan segera menyongsongnya - Sukra sudah mengatakannya " - Aku belum bertemu dengan Sukra. "
-Jadi"- - Ada beberapa orang terluka. Para pengawal sedang mengurus mereka. Mereka mengatakan, bahwa Rara Wulan telah diculik orang. Tetapi beberapa orang laki-laki yang berusaha menolongnya tidak berhasil. "
- Ya. Aku mendengar dari seorang gadis yang pergi ke pasar bersama Rara Wulan.
- Jadi berita itu benar " - Menurut pendapatku, mereka tidak berbohong. "
~ Jika demikian kita harus menyusulnya. - Kemana " Kita harus memperhitungkan langkah-langkah kita. - Ke ujung Kali Geduwang. - Sebaiknya kita menunggu Ki Lurah, Glagah Putih - desis Ki Jayaraga - aku baru saja akan melangkah ke kandang ketika kau datang. " Jika demikian, biarlah aku saja yang pergi ke barak prajurit itu menyusul kakang Agung Sedayu. " Pergilah. Tetapi hati-hati. Jangan terlalu kencang. Mungkin kau sendiri tidak apa-apa. Tetapi justru berbahaya bagi orang lain.
Glagah Putih mengangguk sambil menjawab " Baik, Ki Jayaraga. Aku akan berhati-hati. ~
Demikianlah, maka Glagah Putihpun segera pergi ke kandang. Kepada para pengawal yang datang bersamanya, iapun minta agar mereka tetap berada di rumah itu. Mungkin Sekar Mirah perlu bantuan mereka. Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun telah melarikan kudanya menuju ke barak Pasukan Khusus.
Sukra yang melihat Glagah Pulih memacu kudanya itupun tanggap, bahwa Glagah Putih tentu pergi ke barak Ki Lurah Agung Sedayu.
Kedatangan Glagah Putih yang nampak tergesa-gesa itu mengejutkan Agung Sedayu. Semula ia mengira bahwa Sekar Mirah telah berangkat tanpa menunggunya, karena Sekar Mirah tentu mengira bahwa Agung Sedayu akan melarangnya.
Namun ternyata dugaan Agung Sedayu keliru. Tetapi Agung Sedayu tidak kalah terkejut ketika ia mendengar Rara Wulan telah diculik orang.
Karena itu, maka Agung Sedayupun segera bersiap untuk pulang. Diserahkannya pimpinan barak itu kepada seorang prajurit yang dipercayanya.
" Jika besok kau tidak datang, perintahkan salah seorang pergi kerumahku. Mungkin aku perlu menyampaikan pesan. "
" Baik, Ki Lurah - jawab prajurit itu.
Sejenak kemudian, maka Agung Sedayu dan Glagah Putihpun telah berpacu menyusuri jalan pulang.
Sekar Mirah tidak dapat menahan tangisnya ketika Agung Sedayu datang. Meskipun ia masih juga menggenggam tongkat baja putihnya. Tetapi air matanya mengalir semakin deras dari kedua belah matanya.
" Seharusnya aku tidak membiarkannya pergi ke pasar. - Sudahlah Mirah. Kita tidak memperhitungkan, bahwa mereka ternyata sangat licik. - Lalu apa yang dapat kita lakukan sekarang, kakang" - Kita akan pergi ke ujung Kali Geduwang. Kita tidak tahu, apakah Rara Wulan dibawa ke sana. Tetapi satu-satunya tempat yang kita kenal adalah ujung Kali Geduwang itu. Kita akan mencari rumah Empu Wisanata. Mungkin kita akan mempergunakan kekerasan untuk memaksa mereka menunjukkan, dimana Rara Wulan disembunyikan. "
- Kita akan berangkat sekarang " berkata Rara Wulan kemudian.
- Kita akan singgah di Mataram. Kita akan memberikan laporan apa yang telah terjadi dengan Rara Wulan. Sekar Mirahpun mengangguk-angguk.
~ Glagah Putih " berkata Agung Sedayu - siapakah kuda-kuda kita. Kita tidak boleh membuang-buang waktu. Kita akan pergi ke ujung Kali Geduwang. Tetapi kita akan singgah di Mataram sebentar. Mungkin ada sesuatu yang dapat kita jadikan petunjuk. Tetapi sebelum mereka berangkai, maka mereka terkejut ketika mereka melihat seseorang penunggang kuda memasuki regol halaman rumah Agung Sedayu tanpa turun dari kudanya. Bahkan orang berkuda itu masih tetap duduk dipunggung kudanya ketika kudanya sudah berdiri dedepan tangga pendapa.
Agung Sedayu melangkah menuruni tangga diikuti oleh Glagah Putih. Dipandanginya orang yang duduk di punggung kuda di punggung kuda dengan wajah tengadah itu.
" Siapa kau dan apa maksudmu datang kemari " - bertanya Agung Sedayu. ,"
Orang itu tersenyum. Katanya - Kau kehilangan anggauta keluargamu " Glagah Putih melangkah maju. Namun Agung Sedayu menahannya.
- Kau telah salah seorang dari mereka - geram Glagah Putih.
Orang itu tertawa. Katanya " Ya. Aku salah seorang dari mereka. - Dimana Rara Wulan sekarang " ~ geram Glagah Putih. -- Gadis itu dalam keadaan baik. Kau tidak usah cemas. -- Aku bunuh kau - hampir saja Glagah Putih meloncat. Tetapi sekali lagi Agung Sedayu menahannya.
- Kalian dapat saja membunuh aku sekarang. Tetapi jika aku tidak kembali kepada pemimpinku, maka Rara Wulanpu akan mengalami nasib buruk. ~
- Kalian ternyata sangat licik. - Ya. Kami memang licik. Tetapi hanya dengan cara seperti ini kami akan dapat mencapai cita-cita kami. "
- Apakah yang kalian kehendaki sehingga kalian telah menculik Rara Wulan " bertanya Agung Sedayu.
Orang itu memandang Agung Sedayu dengan tatapan mata yang membayangkan kemenangan. Katanya " Kaukah Ki Lurah Agung Sedayu " - Ya Aku Agung Sedayu. ~ - Bagus. Ki Lurah. Ki Saba Lintang bersedia mengembalikan Rara Wulan segera. Tetapi Rara Wulan harus ditukar dengan tongkat baja putih Nyi Lurah Agung Sedayu. - Iblis yang licik ~ gerak Sekar Mirah sambil melangkah maju.
- Terserah kepada Nyi Lurah. Apakah Nyi Lurah berkenan atau tidak. Jika Nyi Lurah berkeberatan menyerahkan tongkat baja putih itu, maka Rara Wulan untuk selamanya tidak akan pernah kembali kemari. Ayah dan ibunya tentu akan menyalahkan Ki Lurah dan Nyi Lurah. -Suasana yang tegang telah mencengkam orang-orang yang berada di pendapa itu. Sedangkan orang yang masih duduk dipunggung kudanya itu memandang mereka seorang demi seorang sambil tersenyum. Katanya kemudian - Ingat. Rara Wulan ada ditangan kami. Banyak hal yang dapat terjadi atasnya. Ia dapat saja mendapat perlakuan yang baik. Tetapi dapat pula sebaliknya. Semuanya itu tergantung kepada kebijaksanaan kalian.
Terdengar gigi Glagah Putih gemeretak. Namun ia sadar, jika ia terdorong untuk mengambil tindakan terhadap orang itu, maka nasib Rara Wulan tentu akan menjadi semakin buruk. Satu-satunya jalan termudah untuk melepaskan Rara Wulan adalah menyerahkan tongkat baja putih milik Sekar Mirah.
" Tetapi apakah mbokayu Sekar Mirah mengijinkan "
Sementara mereka dicengkam ketegangan, orang berkuda itupun berkata - Aku tidak minta keputusan kalian sekarang. Ki Saba Lintang memberikan waktu sepekan. Sepekan lagi aku akan datang untuk mengambil tongkat baja putih itu. Jika sepekan lagi Nyi Lurah masih merasa keberatan, maka kami dapat berbuat apa saja atas Rara Wulan. Sebenarnya aku sendiri berharap agar Nyi Lurah tidak bersedia menyerahkan tongkat itu, agar kami tidak usah menyerahkan kembali Rara Wulan.
- Gila -- geram Glagah Putih - aku tantang siapapun diantara kalian untuk berperang tanding. Tetapi orang itu tertawa berkepanjangan sehingga hampir saja Glagah Putih kehilangan kendali. Sambil tertawa orang itu berkata -Perang tanding bukan menyelesaian yang adil menurut kami. Bagi kami yang adil adalah kesempatan untuk mempergunakan otak kami. Kami tidak berkeberatan disebut licik, curang, tidak mempunyai harga diri atau kata apapun yang paling buruk yang dapat kalian lontarkan kepada kami. Jantung Glagah Putih bagaikan membara melihat sikap dan mendengar kata-kata orang itu. Namun Glagah Putih masih harus tetap mengendalikan dirinya.
Beberapa saat kemudian, maka orang itupun berkata lantang -Aku akan pergi. Ingat. Sepekan lagi aku akan datang lagi ketempat ini untuk mengambil tongkat baja putih itu atau jika tidak, kami akan membawa Rara Wulan ketempat yang tidak akan pernah kalian bayangkan.Ternyata orang itu tidak menunggujawaban. Dengan cepat ia mengggerakkan kendali kudanya. Kudanyapun seakan-akan tanggap sehingga kuda itupun segera meloncat dan berlari keluar dari halaman rumah Agung Sedayu itu.
Yang Jerdengar kemudian adalah gemeretak gigi Glagah Putih. Namun merekapufl dikejutkan oleh sikap Sekar Mirah. Sekar Mirah itupun kemudian terduduk.di tangga pendapa itu. Kedua telapak tangannya menutupi wajahnya. Agaknya Sekar Mirah tidak dapat membendung lagi gejolak yang mengguncang dadanya, sehingga tangisnyapun seakan-akan telah meledak.
- Mirah " Agung Sedayupun kemudian duduk disampingnya. Ia tahu betapa ketegangan telah mencengkamnya. Tongkat baja putihnya adalah semacam pertanda keberadaannya didalam dunia oleh kanuragan. Namun Sekar Mirah tentu tidak akan dapat membeiarkan Rara Wulan mengalami nasib yang sangat buruk. Sekar Mirahpun harus memikirkan perasaan Glagah Putih. Anak muda itu tentu merasa berdiri di persimpangan jalan. Ia tidak akan dapat memaksa Sekar Mirah menyerahkan tongkat baja putihnya. Tetapi anak muda itu tentu tidak mau membiarkan Rara Wulan mengalami nasib yang lebih buruk daripada mati.
Namun adalah diluar dugaan, bahwa Glagah Putih melangkah mendekatinya sambil berdesis " Mbokayu tidak usah menyerahkan tongkat baja putih itu. Kami akan menemukan Rara Wulan dengan cara yang lain. Setidak-tidaknya kami mempunyai waktu lima hari.
~ Aku tidak akan sampai hati membiarkan Rara Wulan ditangan mereka. "
~ Kita akan mencarinya, mbokayu. Sekar Mirah masih terisak. Sementara itu Agung Sedayupun berkata - Kita akan pergi ke ujung Kali Geduwang. Mungkin Rara Wulan masih belum sampai kesana. Tetapi jika benar kami menemukan rumah Empu Wisanata, maka kami akan menunggu disekitar rumah itu. Sekar Mirah mengangguk-angguk.
Dalam pada itu. Agung Sedayupun berkata " Marilah. Kita segera bersiap. Kita masih akan singgah di Mataram. Semetara itu lain bersiap, ternyata Agung Sedayu sempat menemui Ki Gede untuk minta diri. Namun Agung Sedayu minta Ki Gede merahasiakan rencananya. Demikian pula Glagah Putih yang berbicara dengan Prastawa.
Demikianlah, sejenak kemudian maka segala sesuatunya sudah bersiap. Glagah Putih minta kepada dua orang pengawal untuk sekali-sekali melihat rumah itu serta menitipkan Sukra yang akan kesepian dirumah sendiri.
- Kami akan pergi - berkata Glagah Putih - kalian tidak usah menceriterakan rencana-rencana kami yang sempat kalian dengar untuk membantu kelancaran usaha kami. Aku yakin kalian mengerti maksudku itu. Pengawal itu mengangguk. Mereka memang menyadari bahwa rencana kepergian serta arahnya sebaiknya tidak diketahui oleh banyak orang.
Sukra yang menyadari, bahwa dirinya akan ditinggal sendiri memang menjadi gelisah. Tetapi ia tidak dapat mengelak. Ia tahu, bahwa seisi rumah itu memang harus pergi jika mereka tidak mau kehilangan Rara Wulan.
Dalam pada itu, maka kuda-kudapun telah dipersiapkan. Namun mereka sepakat bahwa di Mataram nanti, mereka masih akan minta hilangnya Rara Wulan untuk dirahasiakan. Mereka berharap menjadi semakin tua itu untuk tidak mendengarnya lebih dahulu. Agung Sedayu ingin membebaskan Rara Wulan sebelum keluarga Rara Wulan mengetahui, bahwa Rara Wulan pernah diculik orang.
Di Mataram, mereka langsung menghadap Ki Patih Mandaraka untuk menyampaikan rencana mereka langsung pergi ke ujung Kali Geduwang.
Adalah kebetulan, bahwa Ki Patih tidak sedang pergi. Karena itu, maka Agung Sedayupun segera dapat menghadap. Bahkan bukan hanya Agung Sedayu sajalah kang diterima oleh Ki Patih, tetapi juga Glagah Putih, Sekar Mirah dan Ki Jayaraga.
Ki Patih mendengarkan laporan Agung Sedayu dengan saksama. Sambil mengangguk-angguk Ki Patih itupun kemudian berkata - Apakah kalian memerlukan bantuan " "
Biarlah kami mencoba mengatasi Ki Patih. Namun jika perlu kami akan mohon diperkenankan menghubungi kakang Untara. "
- Baik. Untara tentu akan bersedia membantumu. - Apakah kami diperkenankan berhubungan dengan Ki Tumenggung Wirayuda. -- Tentu. Supaya tidak terjadi salah paham dengan pera prajurit
sandi. - bahkan Ki Patihpun kemudian berkata ~ Biarlah Ki Tumenggung Wirayuda dipanggil kemari. " Terima kasih, Ki Patih " Agung Sedayu mengangguk dalam-dalam.
Namun dalam pada itu, sambil menunggu Ki Tumenggung Wirayuda, Agung Sedayu mohon, agar orang tua Rara Wulan termasuk Ki Lurah Branjangan untuk tidak diberitahu lebih dahulu.
" Kami akan berusaha secepatnya mengambil Rara Wulan. -Ki Patih mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Jika mereka mendengar, mereka tentu akan menjadi sangat gelisah. "
" Jika mereka mengambil langkah-langkah sendiri, maka persoalannya akan menjadi semakin rumit - berkata Agung Sedayu kemudian.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Wirayudapun telah datang pula ke Kepatihan. Sebagaimana dilaporkan kepada Ki Patih, maka Agung Sedayupun telah memberitahukan rencananya untuk mencari Rara Wulan.
" Aku mohon agar tidak terjadi salah paham dengan para prajurit sandi. "
" Maksudmu " " bertanya Ki Wirayuda.
" Aku mohon untuk sementara para prajurit sandi untuk tidak menurunkan orang-orangnya dalam persoalan ini. " jawab Agung Sedayu.
Ki Tumenggung Wirayuda menarik nafas panjang. Ketika ia memandang wajah Ki Patih Mandaraka, maka Ki Patih itu justru tersenyum - Sebaiknya memang demikian. Ki Tumenggung. "
Ki Tumenggung Wirayuda mengangguk hormat sembil menjawab " Baiklah. Ki Patih. Untuk sementara prajurit sandi tidak akan turun dalam persoalan ini. Untuk sementara para prajurit sandi hanya akan mengamati keadaan, apakah ada gerakan-gerakan yang mencurigakan dari orang-orang yang berniat membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati itu. " Terima kasih, Ki Tumenggung " desis Agung Sedayu.
~ Tetapi kami memerlukan laporan lengkap, hasil dari usaha kalian, Ki Lurah " Berkata Ki Tumenggung Wirayuda.
- Baik, Ki Tumenggung. Berhasil atau tidak berhasil, kami akan memberikan laporan.
- Hari ini. - jawab Agung Sedayu.
- Kenapa tidak besok " - Kami tidak mau kehilangan waktu. Demikianlah, maka Agung Sedayupun segera minta diri. Kepada Ki Tumenggung Wirayuda, Agung Sedayu juga berpesan, agar orang tua Rara Wulan tidak mengetahui bahwa anaknya telah diculik orang.
- Aku tidak ingin keluar Rara Wulan menjadi sangat gelisah. - berkata Agung Sedayu.
- Baiklah - Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian " tetapi jika kalian tidak berhasil, orang tuanya justru harus segera mengetahuinya. - Kami minta waktu sekitar sepekan - jawab Agung Sedayu. Namun dalam pada itu, Sebelum Agung Sdayu meninggalkan
Kepatihan, Ki Patih Mandarakapun berkata - Jika kau memang akan pergi ke ujung Kali Geduwang, maka sebaiknya kalian tinggalkan kuda kalian sebelum kalian memanjat kaki Gunung Kukusan. Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Sementara itu, Ki Patih berkata selanjurnya ~ Kau tidak akan dapat membawa kuda kalian. Bahkan kuda kalian hanya akan menjadi beban. "
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk. Kegelisahan dan ketergesa-gesaan membuatnya tidak sempat memikirkan kemungkinan itu.
- Tetapi kepada siapa kuda-kuda itu harus kami titipkan. Sedangkan tanpa kuda kami akan banyak kehilangan waktu. "
- Sebaiknya kau lewati sebuah padukuhan yang bernama Jatisrana. Dengan nada rendah Agung Sedayu berdesis ~ Jatisrana. "
- Ya. Jatisrana. Kau dapat menitipkan kudamu dipadukuhan itu. Jika kalian bawa kuda kalian, maka kalian tidak akan dapat menyusup ke celah-celah yang rumit. Sedangkan agaknya kau perlu melakukannya, justru karena kalian mencari seseorang yang tersembunyi. "
" Ya, Ki Patih. Tetapi aku belum mengenal orang-orang Jatisrana. Apakah orang-orang Jatisrana dapat dipercaya dan tidak akan menyulitkan pekerjaan kami. Ki Patih tersenyum. Katanya ~ Pergilah ke padukuhan Jatisrana. Temui orang yang bernama Wijil. Seorang petani biasa. Hidupnyapun sederhana. " Wijil - Agung Sedayu mengangguk-angguk.
" Ya. Namanya Wijil. Meskipun ia seorang yang sederhana, tetapi ia memiliki cakrawala yang luas. Katakan, bahwa kau dapat kepadanya atas petunjukku. " Apakah Ki Wijil mempercayaiku " - Bertanya Agung Sedayu Ki Patih merenung sejenak. Namun kemudian katanya sambil menepuk bahu Agung Sedayu - Katakan, bahwa kau datang dari celah-celah bukit berpasir. "
" Celah-celah bukit berpasir - ulang Agung Sedayu. " Ke Wijil mengenal nama panggilanku, Podang Mas. Jika menyebutnya, maka ia akan percaya bahwa kau memang datang atas petunjukku. " Podang Mas dari bukit berpasir. " Bagus " desis Ki Patih Mandaraka, yang kemudian memberi ancar-ancar letak padukuhan itu.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Agung Sedayu bersama Ki Jayaraga, Glagah Putih dan Sekar Mirah telah meninggalkan Kepatihan. Ki Patih Mandaraka yang berdiri di tangga pendapa Kepatihan berdesis. - Kasihan. Ki Lurah itu tentu menjadi sangat cemas. Rara Wulan itu memang menjadi tangung-jawabnya. ~
" Ki Lurah adalah seorang yang berilmu sangat tinggi. Mudah-mudahan ia berhasil menemukan anak itu. " Mudah-mudahan. Aku berharap Ki Wijil akan membantunya setelah ia tahu, bahwa Agung Sedayu datang karena petunjukku. Ki Tumenggung Wirayuda mengangguk-angguk. Namun ia menjadi semakin yakin, bahwa Nyi Lurah Agung Sedayu tidak terlibat langsung dengan rencana kebangkitan kembali perguruan Kedung Jati.
Dalam pada itu , Agung Sedayu berempat telah memacu kudanya. Agung Sedayu ingin singgah di Jati Anom untuk memberitahukan kepada Untara, bahwa bersama beberapa orang, ia sedang mencari Rara Wulan.
Ketika mereka berempat sampai di Jati Anom, maka langitpun telah menjadi suram. Lampu minyak sudah dinyalakan di barak prajurit Mataram di Jati Anom yang mempergunakan rumah Untara sebagai bangunan utama dari barak itu.
Untara memang terkejut ketika seseorang memberitahukan, bahwa Agung Sedayu dan isterinya, bahkan bersama Glagah Putih dan Ki Jayaraga, telah datang berkunjung.
- Tentu tidak sekedar berkunjung " berkata Untara yang kemudian bergegas menemuinya. Bahkan kepada isterinya Untara itupun berkata " Marilah, kita temui Agung Sedayu dan Sekar Mirah. "
Berdua merekapun kemudian menemui Agung Sedayu, Sekar Mirah, Glagah Putih dan Ki Jayaraga di pringgitan rumahnya, yang menjadi bagian dari bangunan utama barak pasukan Mataram di Jati Anom.
Setelah mempertanyakan keselamatan masing-masing, maka Untarapun kemudian berkata - kedatangan kalian memang agak mengejutkan. Aku harap kalian hanya sekedar menengok keluarga kami.di Jati Anom dan barangkali juga keluarga Sangkal Putung. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia memang wajah kakaknya maka dilihatnya kerut di keningnya. Agaknya Untara memang sudah menduga, bahwa tentu ada sesuatu yang penting, meskipun ia tidak mengucapkannya.
~ Kakang - berkata Agung Sedayu kemudian - kami datang untuk menyampaikan keluhan. "
- Kenapa " Bukankah bukan kebiasaanmu untuk mengeluh " Apalagi ada Ki Jayaraga di rumahmu. Agung Sedayupun kemudian telah menceriterakan apa yang telah terjadi di Tanah Perdikan. "
- Jadi Rara Wulan hilang " - Ya, Kakang. - Untara termangu-mangu sejenak. Berita itu telah mengejutkannya. Apalagi Untara mengetahui, bahwa serba sedikit Rara Wulan memiliki kemampuan untuk membela diri.
Tetapi orang yang mengambilnya tentu orang yang berilmu tinggi. Bahkan mungkin justru orang yang memiliki tongkat baja putih itulah yang telah melakukannya sendiri.
" Jadi kalian akan pergi ke kaki Gunung Kukusan " -" Ya, kakang. Kami akan pergi ke ujung Kali Geduwang. Satu-satunya tempat yang kami kenal diantara beberapa tempat yang pernah disebut oleh Ki Saba Lintang, meskipun kami juga belum pernah pergi ke ujung Kali Geduwang sebelumnya.
" Apakah kau tidak membayangkan, bahwa di ujung Kali Geduwang telah menunggu sekelompok orang berilmu tinggi atau sebaliknya mereka sama sekali tidak membawa Rara Wulan kesana "
" Kami sudah memperhitungkannya, kakang. Jika ternyata menurut pengamatan kami di kaki Gunung Kukusan itu terdapat kekuatan yang besar, maka kami akan mohon bantuan kakang untuk mengirimkan pasukan berkuda ke tempat itu. Untara itupun mengangguk-angguk. Ia mengerti betapa gawatnya keadaan Rara Wulan.
Jika gadis itu tidak dapat dibebaskan dalam waktu yang singkat, maka ia akan dapat terjurumus kedalam satu keadaan yang sangat parah.
Karena itu, maka Untarapun kemudian berkata ~ Baiklah, Agung Sedayu. Aku akan mempersiapkan sekelompok pasukan berkuda yang dapat bergerak setiap saat. Tetapi jarak dari Jati Anom ke Gunung Kukusan itu masih terlalu jauh. "
" Aku tentu tidak akan dapat minta bantuan prajurit Pajang yang lebih dekat dari Gunung Kukusan untuk kepentingan seperti ini. " berkata Agung Sedayu.
" Sebaiknya kau memang tidak menghubungi prajurit Pajang.
" Seandainya yang menjadi Panglima disini bukan kakang Untara, aku kira aku juga tidak dapat minta bantuan untuk kepentingan yang sebenarnya sangat pribadi ini. - Untungnya aku akan dapat mempertanggungjawabkan, karena persoalannya menyangkut usaha untuk membangunkan kembali perguruan Kedung Jati yang pada dasarnya memang menjadi perhatian para pemimpin di Mataram. -- Aku mengucapkan terima-kasih kakang. -- Selanjutnya jika kau sudah sampai di medan, kau harus segera memberitahukan kepadaku, apabila kau memang memerlukan bantuan. Dengan demikian, maka setidak-tidaknya pasukan berkuda itu akan dapat mendekati sasaran, sehingga setiap saat diperlukan, pasukan itu akan dapat bergerak dengan cepat. - Baik, kakang. Demikian kami dapat melihat keadaan, maka kami akan segera memberitahukan kepada kakang, apabila kami menghadapi kekuatan yang besar yang tidak akan dapat kami atasi sendiri. - Terima kasih kakang. Kami akan segera meneruskan perjalanan. Tetapi jika kakang tidak berkeberatan, apakah aku dapat mengajak Sabungsari bersama kami " - Jadi kalian akan berangkat malam ini " - Waktu kami sangal sempit, kakang. Untara menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu betapa gelisahnya hati Agung Sedayu dan Sekar Mirah, terlebih-lebih lagi Glagah Putih.
Namun isteri Untaralah yang kemudian mencegahnya -"tunggu sebentar. Hanya sebentar. Kalian harus minum dan makan lebih dahulu. Betapapun kalian ingin memanfaatkan waktu, tetapi kalian harus juga makan.
- Agung Sedayu tidak dapat menolak, sementara Untara telah memerintahkan prajurit yang bertugas untuk memanggil Sambungsari.
Ternyata mereka memang tidak perlu menunggu terlalu lama. Isteri Untara telah menghidangkan makan dan minum bagi tamu-tamunya. Meskipun bukan nasi hangat, tetapi karena sayurnya telah dipanasi, sementara mereka memang muali merasa lapar, maka merekapun telah rnericoba untuk dapat makan secukupnya.
Tetapi kegelisahan yang bergejolak dihati mereka, membuat mereka nampak tergesa-gesa. Nasipun mengalir dengan sendat ditenggorokan.
Sementara itu, Sabungsaripun telah datang pula. Ketika ia mendengar permintaan Agung Sedayu, maka dengan serta-merta Sabungsari menyatakan kesediaannya. Namun iapun kemudian berkata - Tetapi segala sesuatunya terserah kepada Ki Tumenggung.
" Aku tidak berkeberatan - berkata Untara kemudian. Demikian, setelah makan dan berbenah diri, maka Sabungsaripun telah bersiap untuk pergi ke Gunung Kukusan.
Sejenak kemudian, maka Agung Sedayu, Sekar Mirah, Ki Jayaraga dan Glagah Putihpun telah minta diri. Sementara itu Sabungsaripun telah siap dengan kudanya pula.
-- Hati-hatilah " pesan Untara kepada mereka yang berangkat keujung kali Geduwang itu.


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lima ekor kudapun kemudian telah berderap meninggalkan rumah Untara yang menjadi bagian dari bangunan utama barak prajurit Mataram di Jati Anom.
Namun ternyata Agung Sedayu masih mengajak mereka yang. pergi bersamanya itu singgah di padepokan kecil yang dipimpin oleh Ki Widura. Mereka mohon restu agar mereka berhasil mendapatkan Rara Wulan kembali.
- Kalian juga akan singgah di Sangkal Pulung " ~ bertanya Widura.
-- Tidak paman - jawab Agung Sedayu " Adi Swandaru kadang-kadang sulit mengendalikan diri. Ia cepat mengambil sikap sebelum dipikir masak-masak. Bahkan kadang-kadang tidak menghiraukan pendapat orang lain. Widura mengangguk kecil. Seperti Untara maka iapun berpesan - Berhati-hatilah. Jika kau perlukan, beberapa orang cantrik dapat kau panggil. " Terima kasih, paman " jawab Agung Sedayu.
Ketika iring-iringan kuda itu berlari meninggalkan padepokan kecil di Jati Anom itu, malam sudah menjadi semakin gelap. Tetapii kelima orang yang memiliki ketajaman penglihatan itu mampu mengendalikan kuda mereka dengan baik.
Malam itu mereka langsung menuju ke Jatisrana di kaki Gunung Kukusan. Jarak itu memang panjang. Beberapa kali mereka harus berhenti. Kuda-kuda mereka memerlukan istirahat. Minum dan makan rerumputan di tanggul-tanggul parit.
Kegelisahan telah membuat orang-orang itu tidak mengenal lelah. Jika kuda-kuda mereka sudah cukup beristirahat, maka merekapun telah melanjutkan perjalanan mereka.
Meskipun demikian, didini hari, mereka merasa perlu untuk beristirahat lebih lama untuk memulihkan icesegaran tubuh mereka.
Namun pada saat fajar menyingsing mereka telah mendekati padukuhan Jatisrana. Meskipun mereka belum pernah pergi ke Jatisrana, tetapi mereka yang telah mempunyai pengalaman pengembaraan itu tidak banyak kesulitan untuk menemukannya berdasarkan atas petunjuk dan ancar-ancar dari Ki Patih Mandaraka.
Pada saat matahari naik, maka kelima orang berkuda itu telah memasuki padukuhan. Seperti yang dikatakan oleh Ki Patih Mandaraka, merekapun segera menemukan sebuah simpang tiga didalam padukuhan itu. Disudut simpang tiga itulah letak rumah Ki Wijil. Dihalamannya terdapat sebatang pohon gayam tua yang merimbun.
- Kita akan menemuinya - desis Agung Sedayu.
Berlima merekapun kemudian turun dari kuda mereka dan menuntunnya memasuki halaman rumah yang terhitung luas meskipun seperti yang dikatakan oleh Ki Patih, rumahnya sebagaimana rumah kebanyakan petani yang hidup sederhana Kedatangan mereka berlima memang mengejutkan isi rumah itu. Seorang perempuan yang sudah ubanan menyongsong mereka dengan kerut di dahi.
- Siapakah kalian ngger. Apakah ada yang kalian cari " " bertanya perempuan itu.
- Ya, bibi - jawab Agung Sedayu.
- Barangkah aku dapat membantu, ngger " - Bibi. Kami sedang mencari rumah Ki Wijil. - O. Rumah ini memang rumah Ki Wijil. - Apakah Ki Wijil ada"- Ada ngger. Marilah. Biarlah aku memanggilnya. Kelima orang itupun kemudian telah dipersilahkan naik. Pendapa rumah Ki Wijilpun sederhana dan tidak telalu luas.
Setelah mengikat kuda-kuda mereka di halaman, maka kelima orang itupun segera naik dan duduk diatas sehelai tikar pandan yang berputih bergaris-garis hijau lumut
Beberapa saat kemudian, maka seorang laki-laki tua telah keluar dari ruang dalam. Umurnya sebaya dengan umur Ki Patih Mandaraka. Dibelakangnya, seorang anak muda mengikutinya Merekapun kemudian telah duduk pula bersama kelima orang tamu itu.
- Maaf ngger - orang tua itu berkala - Kami belum pernah mengenal kalian sebelumnya. Karena itu jika berkenan dihati angger, kami ingin mengetahui, siapakah angger semuanya ini. Agaknya angger telah mengetahui namaku. Sedangkah anak ini adalah anakku. Namanya Sayo-ga. Tetapi sebagaimana anak-anak pedesan, ia dalah anak yang bodoh dan tidak mengenal unggah-ungguh.- Aku datang dari Mataram. - Mataram "- - Ya Kami datang dari celah-celah bukit berpasir. "
-O- - Kami datang atas pesan Ki Podang Mas. - O - Ki Wijil mengangguk-angguk. Katanya - Aku mohon maaf ngger. Aku tidak tahu, bahwa angger adalah utusan Ki Patih Mandaraka. Tetapi siapakah angger ini " - Namaku Agung Sedayu, Ki Wijil. Aku seorang Lurah Prajurit Mataram. Perempuan ini adalah isteriku, namanya Sekar Mirah. Sedangkan yang lain adalah Ki Jayaraga, seorang sesepuh di Tanah Perdikan Menoreh,-Glagah Putih, salah seorang pengawal Tanah Perdikan dan Sabungsari. Seorang prajurit yang berada dibawahi pimpinan Ki Tumenggung Untara di Jati Anom.- Selamat datang di rumah ini, Ki Jayaraga dan angger sekalian. -berkata Ki Wijil - selanjutnya aku ingin mengetahui, tugas apakah yang kalian emban dari Ki Patih Mandaraka - Kami tidak sedang mengemban tugas yang dibebankan oleh Ki Patih Mandaraka. Tetapi Ki Patih Mandaraka telah bekenan menunjukkan jalan bagi kami yang sedang mengalami kesulitan. Ki Wijil mengangguk-angguk. Dengan nada dalam iapun bertanya - Apakah yang dapat aku lakukan ngger. Agung sedayupun kemudian telah menceriterakan kesulitannya sehingga ia datang ke pedukuhan Jatisrana untuk kemudian melanjutkan perjalan memanjat kaki Gunung Kukusan.
Ki Wijil itupun kemudian berdesis - Bagi kami, apakah perintah itu datang dari Ki Patih atau sekedar atas petunjuk Ki Patih Mandaraka, tidak ada bedanya ngger. Jika Ki Patih menunjuk agar angger datang kemari, maka sudah tentu Ki Patih menganggap bahwa seharusnya aku ikut campur. - Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Ki Wijil. - Aku tentu akan bersedia. Ki Patih Mandaraka adalah kawan bermain waktu kami masih remaja. Itulah sebabnya ia masih sering menyebut dirinya Podang Mas. Aku dan beberapa orang kawan memang memanggilnya Podang Mas. Ia pandai melantunkan kidung. Suaranya bagus. Namun bukan itu saja. Ia adalah seorang yang pantas dianut. Suaranya tidak sekedar seperti burung oceh-ocehan. Merdu dan memancarkan keriangan. Tetapi setiap katanya mengandung makna.
- Ki Wijil - berkata Agung Sedayu kemudian - Ki Patih berpesan agar kami menitipkan kuda-kuda kami disini. Dalam tugas kami, maka kuda-kuda kami tidak akan menguntungkan, karena justru hanya akan menjadi beban di perjalanan yang rumit - Ki Patih benar ngger. Sebaiknya angger menitipkan kuda-kuda angger disini. - Tetapi lebih dari itu, Ki Wijil. Kami mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan. Ki Wijil menarik nafas dalam-dalam. Katanya - seandainya bukan atas petunjuk Ki Putih, ngger, aku tidak akan melibatkan diri. Tetapi jika Ki Patih sudah mengisyaratkan, maka aku tentu akan berusaha untuk membantu sejauh dapat aku lakukan. KI Jayaragapun kemudian berkata - Ki Wijil. Aku adalah orang-tua yang sangat sempit penglihatanku. Itulah sebabnya, aku tidak dapat memberikan petunjuk apapun kepada Ki Lurah Agung Sedaya. Bahkan akupun ikut berpengharapan, bahwa Ki Wijil dapat menuntun perjalanan kami.- Ki Jayaraga agaknya telah merendahkan diri. Tetapi baiklah. Aku akan berusaha membantu kalian. - Kami ingin menemui Empu Wisanata dan Nyi Dwani yang tinggal diujung kali Geduwang. - Biarlah kami menjadi penunjuk jalan. Kami akan membawa kalian ke ujung Kali Geduwang. Tetapi rumah orang yang bernama Empu Wisanata itu tentu tidak tepat disekitar ujung Kali Geduwang, karena disana tidak ada rumah tempat tinggal. Mungkin yang dimaksud adalah sebuah padepokan kecil yang tidak terlalu jauh dari padukuhan yang kami anggap tertinggi di kaki Gunung Kukusan.
- Apakah perjalanan akan sangat sulit untuk mencapai tempat itu " - bertanya Agung Sedayu.
- Tidak ngger - jawab Ki Wijil - memang ada jalan yang menuju kesana Ke padukuhan yang tertinggi itu. Namun juga ke padepokan kecil yang letaknya tidak terlalu jauh dari padukuhan itu. Namun jalan yang akan ditempuh memang jalan yang berliku, naik dan turun, berbatu-batu padas dan beberapa kali melewati pinggir hutan. Tetapi sepanjang perjalanan kita akan melalui beberapa padukuhan yang lain. - Apakah Ki Wijil sudah pernah pergi ke padepokan itu " Ki Wijil tersenyum. Katanya - Aku memang sering mendaki kaki Gunugn Kukusan sampai ketempat yang mungkin dapat aku capai. Karena itu, akupun pernah melewati padukuhan yang tertinggi dan padepokan yang terpencil itu. Tetapi seperti yang aku katakan, tidak benar-benar berada diujung Kali Geduwang, karena tidak ada orang yang tinggal disana.
- Baiklah, Ki Wijil. Jika Ki Wijil berkenan memberikan ancar-ancar kemana kami harus pergi. Ki Wijil termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya -Sebaiknya bukan sekedar ancar-ancar. Seperti yang sudah aku katakan, kami, maksudku aku dan anakku, akan menjadi penunjuk jalan. Kami memang sudah beberapa pekan tidak memanjat naik. - Kami sebenarnya tidak ingin merepotkan Ki Wijil. Ki Wijil tertawa Katanya - Kami sudah terbiasa menempuh perjalanan naik, ngger. Apalagi kami tahu, angger mendapat pesan dari Ki Juru Mertani yang sekarang menjabat sebagai Pepatih di Mataram itu. - Terima kasih, Ki Wijil - berkata Agung Sedayu kemudian.
- Kapan angger bennaksud berangkat ke padepokan itu " - Jika Ki Wijil berkenan, kami ingin berangkat secepatnya, karena waktu kami sangat sempit Sepekan sejak kemarin orang yang datang ke Tanah Perdikan itu akan kembali untuk mengambil tongkat baja puiih itu Jika mereka tidak menjumpai kami dirumah, maka mereka akan dapat mengambil langkah yang sangat menyakitkan bagi Rara.Wulan - jawab Agung Sedayu.
Ki Wijil mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah. Kami akan bersiap. - Siapakah yang kemudian akan tinggal dirumah " - Ibunya anak ini, ngger. Isteriku " - Bibi yang tadi menerima kami " - Ya. - Ki Wijil mengangguk-angguk.
- Sendiri "- - Tidak ngger. Ada orang lain yang tinggal bersama kami. Orang itu akan dapat merawat kuda-kuda kalian selama kalian pergi mendaki kaki Gunung Kukusan. Demikianlah, sejenak kemudian maka Ki Wijil dan anaknyapun sudah bersiap. Nyi Wijil melepas mereka di halaman. Namun Nyi Wijil itu sempat berbisik diteliga Sekar Mirah. - Berhati-hatilah ngger. Yang tidak terduga dapat terjadi. - Baiklah bibi. Kami akan berhati-hati. Demikianlah, maka merekapun segera meninggalkan rumah Ki Wijil. Ki Wijil minta agar mereka membiarkan kuda-kuda mereka di halaman.
- Biarlah orangku itu nanti mengaturnya - berkata Ki Wijil. Sejenak kemudian, maka merekapun telah menempuh sebuah perjalan yang lebih berat Jaraknya memang tidak terlalu jauh. Tetapi mereka mulai memanjat kaki Gunung Kukusan.
Sayoga berjalan dipaling depan bersama Glagah Putih. Nampaknya mereka sebaya. Diperjalanan merekapun mulai menjadi akrab. Sayoga dapat menceriterakan keadaan disekitarnya. Beberapa padukuhan yang mereka lewati. Hutan-hutan pegunungan yang lebat. Sawah yang selalu basah. Serta parit yang mengalir tanpa henti.
- Ada sendang dibawah pohon cangkring raksasa itu - berkata Sayoga
Glagah Putih memandang kearah telunjuk Sayoga. Yang dilihatnya bukan hanya sebatang pohon cangkring raksasa. Tetapi disebelahnya juga terdapat beberapa pohon besar yang lain.
- Yang berdiri tegak disebelahnya dengan batang yang lurus itu adalah pohon nyamplung. - Jika saja aku mempunyai banyak waktu - bekata Glagah Putih.
- Dibawah pohon-pohon raksasa itu terdapat sebuah mata air yang terhitung besar. Airnya bening, sebening mata seorang gadis yang cantik. Glagah Putih tiba-tiba berpaling. Dipandanginya wajah Sayoga sejenak. Lalu terdengar Glagah Putih itu berdesis - Apakah mata seorang gadis cantik itu selalu bening " Sayoga tertawa Katanya - Pantasnya, mata seorang gadis cantik itu sebening air yang memancar dari mata air dibawah pohon-pohon raksasa itu. -Ya.-Glagah Putih mengangguk-angguk - mata yang keruh memang akan dapat mengurangi kecantikan seorang gadis. Sayoga masih tertawa. Katanya - Karena itu, maka kita harus berusaha agar pepohonan di kaki bukit ini tetap berdiri.
- Apakah ada petugas khusus yang menjaga agar pepohonan dikaki Gunung ini tetap utuh " - Tidak. Tetapi kami mempunyai cara tersendiri untuk menjaga agar pepohonan tidak ditebangi.- Ayah mempunyai cara yang lucu. - Ya. Tetapi bagaimana " - desak Glagah Putih yang tidak sabar menunggu.
- Kadang-kadang ayah memasang semacam sesaji dibawah pohon-pohon raksasa sehingga menimbulkan kesan bahwa pohon raksasa itu bukan pohon kebanyakan. Ada penunggunya yang tinggal di dalamnya. Dengan demikian, maka orang-orang disekitranya tidak akan menebangi pohon-pohon itu tanpa pertimbangan yang masak. - Satu cara yang bagus sekali - Glagah Putih mengangguk-angguk - agaknya cara itu dapat berhasil. - Ya. Setidak-tidaknya mengurangi jumlah pepohonan raksasa yang ditebangi. Hanya jika ada kepentingan yang sangat mendesak sajalah seseorang menebang pohon raksasa. Itupun harus disertai dengan laku yang panjang agar mereka tidak mendapat kutukan dari penunggu pohon-pohon raksasa itu. Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Salah satu cara yang baik. Sayoga hanya tersenyum saja. Sementara kakinya masih melangkah memanjat kaki Gunung Kukusan.
Glagah Putih masih memandangi pepohonan lereng pegunungan itu. Jika pepohonan itu tidak ada, maka jika hujan turun dilereng Gunung, maka air akan langsung mengalir menyusuri jalur-jalur diantara batu-batu padas dengan derasnya menuruni lereng.
- Banjir - berkata Glagah Putih di dalam hatinya.
Tetapi Glagah Putih tidak sempat untuk merenungi hutan lereng pegunungan itu Ketika satu dua padukuhan sudah dilewati, maka hatinya menjdai semakin berdebar-debar. Ia tidak tahu apa yang akan ditemuinya di padepokan kecil yang disebut Ki Wijil. Namun Ki Wijil sendiri tidak mengenal orang yang bernama Empu Wisanata
Ki Jayaraga yang berjalan bersama Ki Wijil sempat bertanya -Menurut pengenalan Ki Wijil, siapakah yang memimpin padepokan kecil disebelah padukuhan itu " - Aku mengenal orang itu, Ki Jayaraga. Tetapi namanya bukan Empu Wisanata. para cantrik memanggilnya Ki Ajar Trikaya. Seorang kepercayaannya bernama Putut Majuga. Kemudian beberapa murid utama yang tidak aku kenal seorang demi seorang. Sedangkan yang lain adalah para cantrik dengan tataran yang berbeda-beda. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Ketika Ki Jayaraga bertanya tentang ujud dan ciri-ciri orang yang bernama Ki Ajar Trikaya, maka Ki Wijil tidak dapat menyebutnya.
- Nampaknya tidak ada yang terlalu khusus padanya - berkata Ki Wijil - rambutnya yang ubanan seperti juga kita. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, seperti juga kita. Sikapnya, kata-katanya dan tingkah-lakunya tidak ada yang aneh. Ia seorang yang ramah dan lembut. Namun ia termasuk seorang yang berilmu tinggi. Salah seorang murid utamanya seorang anak muda yang tampan berilmu tinggi, namun cacat. -Cacat"- - Ya. Ia seorang yang bisu. - jawab Ki Wijil - Meskipun ia terhitung murid yang baru, tetapi ia adalah murid yang sangat dekat dengan Ki Ajar Trikaya. Bahkan lebih dekat dari Putut Majuga. Ki Jayaraga manganguk-angguk. Namun iapun kemudian berdesis - Ki Wijil banyak mengetahui keadaan padepokan itu " - Jika aku naik, aku sering singgah di padepokan itu. Mudah-mudahan Ki Ajar Trikaya dapat memberikan beberapa petunjuk tentang dua orang ayah dan anak perempuannya yang bernama Empu Wisanata dan Nyi Dwani itu.Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Sementara itu Agung Sedayu dan Sekar Mirah yang berjalan dibelakangnya, menjadi cemas. Jika mereka tidak dapat menemukan orang yang bernama Empu Wisanata dan Nyi Dwani, maka mereka akan menjadi sulit untuk merintis jalan. Bahkan rasa-rasanya waktu yang tersedia tidak akan cukup panjang. Tetapi kemungkinan lain adalah, mereka terjebak kedaiam satu lingkaran kekuatan yang akan mengurungnya dan tidak memberi jalan untuk keluar lagi.
Tetapi kemungkinan-kemungkinan itu harus ditempuh. Jika mereka silau dengan kemungkinan-kemungkinan buruk, maka mereka tidak akan pernah menemukan Rara Wulan.
Dalam pada itu, merekapun memanjat terus. Jalan semakin lama terasa menjadi semakin menanjak. Hutan pegunungan menjadi semakin lebat. Tetapi diantaranya masih digelar sawah yang selalu basah yang dibatasi dengan padang perdu yang memisahkan dengan hutan-hutan lebat.
Bagaimanapun juga, Sekar Mirah tetap yakin, bahwa di tempat itu akan dapat dicari jalur untuk menemukan sarang yang sebenarnya dari orang yang menyebut dirinya Ki Saba Lintang. Jika Ki Saba Lintang menyebut tempat yang berada diujung Kali Geduwang, maka meskipun tidak banyak berarti, tetapi tentu ada hubungan antara Ki Saba Lintang dengan tempat yang disebutnya itu. Jika tidak ada hubungan apapun, maka Ki Saba Lintang tentu akan menyebut tempat yang lain.
Semakin tinggi mereka bergerak di kaki Gunung Kukusan, maka padukuhanpun menjadi semakin jarang mereka temui.
Dalam pada itu, maka mataharipun bergeser semakin jauh melewati puncak langit. Keringatpun telah membasahi seluruh tubuh mereka yang memanjat kaki Gunung itu. Namun karena mereka adalah orang-orang yang cukup terlatih, maka daya tahan merekapun dapat meyakinkah mereka, bahwa mereka akan sampai kelujuan.
Udarapun terasa menjadi semakin sejuk. Meskipun matahari terasa semakin menyengat kulit, namun panasnya bagaikan diserap oleh dedaunan yang hijau segar. Angin yang berhembus terasa menyentuh kulit, menyusup panasnya sinar matahari.
Ketika kemudian mereka berdiri dialas sebuah gumuk kecil dika-ki gunung, itu, maka Ki Wijilpun menunjuk segerumbul pepohonan yang rimbun yang mencuat diantara tanaman padi di sawah.
- Itulah padepokan yang dipimpin oleh Ki Ajar TrikayaKi Jayaraga menarik nafas panjang. Dipandanginya sekelompok pepohonan yang nampak hijau. Padepokan itu cukup luas, hampir seluas padukuhan yang disebut sebagai padukuhan yang tertinggi itu.
Sawah disekitamya adalah sawah yang digarap oleh para cantrik dari padepokan itu. Sebelah padepokan itu terdapat sebuah pategalan dan ara-ara yang ditumbuhi rerumputan yang subur unmk memelihara ternak.
- Jadi padepokan itu mampu mencukupi semua kebutuhannya sendiri "- Ya. Bahkan mereka sempat menjual kelebihan hasil sawah mereka. Sebuah padepokan yang menarik - desis Ki Jayaraga - agaknya penghuninya dapat hidup tenang dan tenteram. Mereka juga tidak kekurangan sandang, pangan dan papan. - Ya. Meskipun tidak belebihan, tetapi mereka memang tidak merasa kekurangan. - Jadi menurut Ki Wijil, apakah kita akan bersama-sama memasuki padepokan itu " - Apa salahnya " - jawab Ki Wijil - padepokan itu tentu tidak akan berkeberatan menerima kita semuanya. Bukankah kita hanya ingin sekedar mendapat keterangan " Agaknya Ki Ajar Trikaya tidak akan berkeberatan untuk memberikan keterangan sepanjang tidak merugikan padepokannya. Ki Jayaraga merigangguk-angguk. namun iapun berkata " Meskipun demikian, kedatangan kita akan dapat mengejutkan mereka. - Mungkin. Tetapi kita akan dapat memberikan penjelasan -berkata Ki Wijil.
Namun Sabungsari yang berjalan dibelakang Agung Sedayu, yang juga mendengar pembicaraan Ki Jayaraga dan Ki Wijil itu berdesis
- Apakah kita semuanya akan memasuki padepokan itu " - Menurut Ki Wijil, tidak ada salahnya. -Sabungsari menggamit Agung Sedayu yang memperlambat langkahnya - Sebaiknya sebagian dari ktia berada diluar saja. - Kenapa " - - Bukan maksudku mencurigai isi padepokan itu. Tetapi bukankah tidak ada salahnya kita berhati-hati. - Jadi siapakah yang akan memasuki padepokan itu " - Kau dan Nyi Lurah bersama Ki Wijil. Aku, Glagah Putih dan Ki Jayaraga serta anak Ki Wijil itu akan menunggu saja di luar padepokan. Agung Sedayu mengangguk kecil. Katanya - Baiklah. Aku akan membicarakannya Agung Sedayupun kemudian melangkah menyusul Ki Wijil dan berjalan disebelahnya. Sementara Sabungsari berjalan dibelakang bersama Sekar Mirah.
Ketika hal itu dikemukakan kepada Ki Wijil, maka Ki Wijil itupun menarik nafas panjang sambil berdesis - Baiklah, jika Ki Lurah akan sangat berhati-hati. Biarlah aku bersama-sama Ki Lurah dan Nyi Lurah sajalah yang masuk kedalam padepokan. - Kami mohon maaf, Ki Wijil. Mungkin Kami terlalu curiga kepada orang lain. Tetapi justru karena keadaan kami, maka kami merasa harus berhati-hati.Ki Wijil mengangguk-angguk sambil menjawab - Aku mengerti, Ki Lurah. - Tetapi sama sekali bukan berarti bahwa kami tidak percaya kepada Ki Wijil. Jika kami tidak percaya kepada Ki Wijil, akan sama artinya dengan kami tidak percaya kepada Ki Patih Mandaraka yang memberikan petunjuk agar kami berhubungan dengan Ki Wijil di Padukuhan Jatisrana. - Aku mengerti, Ki Lurah. Aku sama sekali tidak merasa tersinggung dengan sikap hati-hati Ki Lurah. -Terima kasih, Ki Wijil Demikianlah , maka Ki Wijilpun kemudian bersama Agung Sedayu dan Sekar Mirah berjalan mendahului yang lain. Sementara itu, Ki Jayaraga Glagah Putih, Sabungsari dan Sayoga memperlambat jalan mereka. Namun kemudian mereka tidak lagi berjalan dijalan setapak yang menuju ke padepokan. Tetapi merekapun kemudian berjalan di-antara gumuk-gumuk kecil pohon perdu dan batu-batu padas, mendekati gerbang padepokan.
Tetapi mereka harus berhati-hati. Jalan terasa licin. Batu-batu padas di bawah kaki mereka ternyata basah meskipun hujan tidak turun beberapa lama
Jalan setapak yang dilalui Ki Wijil, Agung Sedayu dan Sekar mirahpun sekali-sekali menurun, namun kemudian memanjat naik. Kemudian untuk beberapa saat mereka berjalan di tanah yang datar.
Disebelah-menyebelah, sawah disusun dengan rapi seperti tangga raksasa didepan istana raksasa yang menjulang tinggi.
Beberapa saat kemudian, maka mereka bertiga telah melangkah mendekati gerbang padepokan. Sebuah padepokan yang menyerupai sebuah pedukuhan yang tidak begitu besar. Dinding batu yang ditata berkeliling padukuhan. Sebuah gerbang yang terbuat dari kayu dan bambu yang rapi, terdapat pada dinding depan padepokan itu.
Demikian mereka berdiri di pintu gerbang yang terbuka, maka mereka sudah melihat kegiatan di padepokan itu. Para cantrik sibuk dengan tugas mereka masing-masing.
Beberapa orang cantrik nampak sedang sibuk menjemur padi. Sedang yang lain sibuk membelah kayu bakar.
- Dibelakang bangunan utama padepokan itu terdapat barak yang memanjang yang dihuni oleh para cantrik. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok yang tataran kemampuannya setingkat.
- Apakah mereka juga dituntun dalam berbagai bidang kerja selain olah kanuragan. - Ya. Mereka pandai bertani, memelihara ternak memelihara ikan dan beberapa orang memiliki ketrampilan sebagai pandai besi, sebagai undhagi dan ketrampilan yang lain.
Tetapi Agung Sedayu tidak sempat bertanya lebih lanjut. Dua orang cantrik yang melihat kehadiran mereka segera mendekat.
- Maaf, Ki Sanak. Apakah Ki Sanak sedang mencari seseorang atau mempunyai keperluan lain"
Ki Wijil tersenyum. Katanya - Kau baru disini " - Memang belum lama Ki Sanak. - Itulah sebabnya kau belum mengenal aku. Orang itu mengerutkan dahinya. Dengan ragu orang itu bertanya -Siapakah Ki Sanak itu "
Ki Wijil tertawa Katanya Apakah Ki Ajar Trikaya ada " Cantrik itu memandang wajah Ki Wijil dengan kerut di kening. Namun kemudian iapun menjawab - Ki Ajar sedang sakit - O. Sejak kapan Ki Ajar itu sakit " - bertanya Ki Wijil.
- Sudah agak lama. Tetapi sakit Ki Ajar tidak begitu nampak pada ujud lahiriahnya. Ia masih berjalan-jalan di pagi hari, pergi ke pakiwan sendiri dan bahkan sering menimba air untuk mengisi pakiwan. Tetapi murid utama Ki Ajar yang selalu mendampinginya itu selalu berusaha untuk mencegah agar Ki Ajar tidak mengerjakan sesuatu yang apalagi terhitung pekerjaan yang berat. - Putut Majuga, maksudmu " - Kakang Majuga sedang pergi. Ia mendapat tugas khusus dari Ki Ajar. Tetapi sampai sekarang masih belum kembali. Tujuh Pedang Tiga Ruyung 9 Badai Salju Karya Karl May Pedang Dewa Naga Sastra 2

Cari Blog Ini