Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 6

14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 6


Dengan daun pisang liar yang tumbuh didekat pancuran, Glagah Putih mengambil air dari pancuran. Setitik demi setitik air itupun diteteskan dibibir Swandaru.
Sementara itu, Sekar Mirah telah berusaha menaburkan obat pada luka-luka di tubuh Agung Sedayu. Tetapi luka-luka di tubuh Agung Sedayu itu tidak separah luka-luka di tubuh Swandaru.
Beberapa saat kemudian, maka Swandaru telah menjadi sadar kembali. Terdengar ia berdesah tertahan-tahan.
" Kakang Swandaru - desis Pandan Wangi. Sementara itu Sekar Mirah telah berjongkok disebelahnya.
" Kau akan segera menjadi baik, kakang."
Swandaru yang membuka matanya perlahan-lahan itu melihat dua orang perempuan yang paling dekat dihatinya. Pandan Wangi, isterinya dan Sekar Mirah, adiknya.
Ketika Swandaru akan bangkit, maka Agung Sedayupun berdesis -Jangan bergerak-gerak dahulu, adi Swandaru."
Swandaru memandang Agung Sedayu yang juga berjongkok disebelah Sekar Mirah. Menurut penglihatannya yang masih agak kabur, Agung Sedayu adalah seorang yang perkasa sebagaimana gurunya.
" Kakang. Aku mohon ampun, kakang."
" Sudahlah, lupakan. Kau harus beristirahat sebaik-baiknya. Bukan saja wadagmu, tetapi juga nalar budimu."
Swandaru mengangguk. " Jika keadaanmu berangsur baik, kau akan dapat duduk dialas punggung kuda dengan baik pula. Kita akan pulang bersama-sama "
Demikianlah, untuk beberapa saat lamanya mereka berada di Pancuran Watu Item. Glagah Putih telah diminta untuk pulang mengambil pakaian bagi Agung Sedayu dan Swandaru. Jika mereka masih mengenakan pakaian yang koyak-koyak dan berdarah, maka mereka akan dapat menarik perhatian banyak orang.
"Cepat sedikit, Glagah Putih."
"Baik, kakang - jawab Glagah Putih.
Ternyata obat yang diberikan oleh Agung Sedayu dapat bekerja dengan baik. Darah yang mengalir dari luka-luka ditubuh Swandaru dan juga di tubuh Agung Sedayu sendiri menjadi pampat.
Meskipun demikian, keadaan Swandaru masih mencemaskan. Tubuhnya menjadi lemah. Sedangkan jika ia terlalu banyak bergerak, maka luka-lukanya itu akan dapat berdarah kembali.
Karena itu, maka Swandaru itupun dijaga agar tidak bergerak-gerak. Dibiarkannya ia berbaring di atas tanah berdebu.
Baru kemudian, setelah Glagah Putih datang kembali dengan membawa pakaian bagi Agung Sedayu dan Swandaru, maka Swandaru itupun dibantu untuk dapat duduk dan berganti baju.
Setelah beristirahat sejenak, maka Swandarupun telah dinaikkan keatas punggung kudanya. Dengan hati-hati kuda itupun kemudian berjalan menuruni lambung perbukitan menuju ke padukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh.
Swandaru itu langsung dibawa kerumah Ki Gede Menoreh. Bahkan Agung Sedayupun ikut pula mengantarnya sampai ke rumah Ki Gede.
Beberapa orang yang melihat iring-iringan itu memang bertanya-tanya, darimana sajakah mereka.
" Kami hanya melihat-lihat keadaan "jawab Prastawa.
Jawab itu tidak memuaskan orang-orang yang bertanya. Tetapi mereka tidak mendesak.
Ketika Swandaru telah diletakkan di pembaringan, maka Agung Sedayu dan yang lainpun telah dipersilahkan untuk duduk di pringgitan. Namun ternyata Ki Jayaraga, Empu Wisanata dan Nyi Dwani tidak singgah di rumah Ki Gede. Mereka langsung pergi ke rumah Agung Sedayu.
Agung Sedayu juga tidak terlalu lama berada di rumah Ki Gede. Ketika keadaan Swandaru sudah nampak tenang, maka Agung Sedayupun telah minta diri.
" Silahkan, Ki Lurah " Ki Gede mempersilahkan " Ki Lurah juga harus beristirahat."
" Aku akan mengantar kakang Agung Sedayu, Ki Gede " Sekar Mirahpun minta diri.
" Silahkan, silahkan Nyi Lurah."
Agung Sedayu dan Sekar Mirah telah minta diri pula kepada Swandaru dan Pandan Wangi.
Demikianlah pula Glagah Putih dan Rara Wulan.
" Aku minta maaf, Glagah Putih"desis Swandaru.
" Akulah yang minta maaf, kakang."
Swandaru mencoba tersenyum. Katanya " Ternyata selama ini mata hatiku telah buta. Aku tidak dapat melihat tataran kemampuan kakang Agung Sedayu yang sebenarnya."
" Sudahlah " sahut Agung Sedayu " beristirahatlah. Tugas kita masih banyak. Karena itu, keadaanmu harus segera menjadi baik."
Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Baiklah, kakang."
Di halaman Agung Sedayu berdesis kepada Prastawa " Jaga adi Swandaru baik-baik, Prastawa. Ia tidak boleh terlalu banyak bergerak." Prastawa mengangguk sambil menyahut " Baik, Ki Lurah."
" Jaga agar darahnya tidak mengalir lagi dari lukanya. Ki Gedepun harus segera memanggil seorang tabib yang baik. Jika nanti sore tabib itu belum datang, beritahukan kepadaku. Biarlah aku sendiri merawatnya"
" Baik, Ki Lurah."
Demikianlah, maka sejenak kemudian Agung Sedayu, Sekar Mirah. Glagah Putih dan Rara Wulanpun telah meninggalkan rumah Ki Gede.
Ketika mereka sampai di rumah, Agung Sedayu terkejut melihat Ki Jayaraga, Empu Wisanata dan Nyi Dwani telah bersiap untuk menempuh perjalanan.
" Kalian akan pergi kemana ?" bertanya Agung Sedayu.
" Kami harus segera pergi ke Kajoran. Mudah-mudahan kami dapat menangkap Ki Ambara dan perempuan cantik itu. Bahkan mungkin masih ada orang lain lagi diantara mereka."
" Hanya bertiga " Mungkin di tempat itu terdapat kekuatan yang besar. Ki Ambara tentu bukan orang kebanyakan. Demikian pula perempuan itu. Pembantu di rumah itu, pekatiknya, dan beberapa orang lagi."
" Jika kakang mengijinkan, aku akan pergi bersama mereka " berkata Glagah Putih pula.
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Jika benar apa yang dikatakan oleh Empu Wisanata tentang Ki Ambara, maka dibelakangnya tentu terdapat kekuatan yang cukup besar. Karena itu, maka kalian tidak dapat dengan begitu saja pergi ke Kajoran."
" Jadi bagaimana ?" bertanya Glagah Putih.
" Kita akan membicarakannya " sahut Agung Sedayu.
" Kita akan kehilangan waktu " berkata Empu Wisanata.
" Aku mengerti, tetapi jangan terjebak karenanya " berkata Agung Sedayu kemudian.
" Baiklah " berkata Ki Jayaraga " bagaimana menurut pendapat Ki Lurah ?"
Merekapun kemudian duduk di pringgitan untuk merundingkan langkah yang sebaiknya akan mereka ambil. Seperti biasanya, maka Agung Sedayu cukup berhati-hati untuk mengambil sikap.
Dengan nada suara yang dalam. Agung Sedayupun berkata " Ki Jayaraga. Kami sangat berterima kasih atas kesediaan Ki Jayaraga untuk membantu kami memecahkan persoalan ini. Tetapi kami tidak ingin terjadi sesuatu atas Ki Jayaraga. Empu Wisanata dan Nyi Dwani."
" Kita tidak boleh membiarkan kesempatan ini lewat, Ki Lurah."
" Aku mengerti. Tetapi aku mohon Ki Jayaraga, Empu Wisanata dan Nyi Dwani bersabar sampai esok pagi. Esok pagi aku akan berbicara dengan Swandaru. Keadaannya tentu sudah berangsur baik. Gejolak di-dadanya juga sudah mereda. Ia akan dapat berpikir lebih bening."
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Kami menunggu sampai esok pagi."
" Terima kasih atas kesediaan Ki Jayaraga. Jika besok Ki Jayaraga benar-benar akan berangkat, aku tidak berkeberatan jika Glagah Putih ikut bersama kalian."
" Terima kasih, kakang"desis Glagah Putih.
" Akupun berterima kasih atas kesediaan Ki Jayaraga, Empu Wisanata dan Nyi Dwani untuk menunda kepergiannya."
Karena penundaan itu. maka Empu Wisanata dan Nyi Dwanipun telah minta diri. Dengan sungguh-sungguh Empu Wisanata itupun berkata " Besok pagi-pagi, aku sudah akan berada disini lagi."
Agung Sedayupun tersenyum. Katanya " Baiklah Ki Wisanata. Pagi-pagi sekali aku akan pergi ke rumah Ki Gede. Tetapi sudah tentu aku harus menunggu Swandaru bangun. Jika masih tidur, aku tidak akan membangunkannya."
Empu Wisanata tersenyum. Katanya " Aku mengerti, Ki Lurah."
Sepeninggal Empu Wisanata dan Nyi Dwani, Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Ki Jayaraga masih berbincang-bincang di pringgitan.
Menurut Agung Sedayu. ia ingin berbicara dengan Swandaru tanpa ditunggui oleh Pandan Wangi.
" Aku akan berbicara tentang Ki Ambara dan perempuan cantik yang ada di rumahnya."
Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Ternyata orang-orang itu telah memanfaatkan kelemahan kakang Swandaru. Aku yakin, bahwa keinginannya untuk menjadikan Sangkal Putung sebuah Tanah Perdikan. bersumber dari rumah itu."
" Tetapi apakah keuntungan mereka jika Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan ?" bertanya Ki Jayaraga.
Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Dengan ragu-ragu iapun berkata " Yang penting tentu bukan Tanah Perdikan itu, Ki Jayaraga."
" Jadi, apa yang menguntungkan bagi mereka ?"
Agung Sedayu mencoba mengurai persoalan yang sedang dihadapi oleh Swandaru itu. Ia mencoba menghubungkan dengan keterangan Empu Wisanata, bahwa Ki Ambara adalah seorang diantara para pemimpin yang berpengaruh dari gerakan yang menyatakan dirinya ingin membangun kembali perguruan Kedung Jati. Mereka sudah mencoba menyeret Sekar Mirah karena Sekar Mirah memiliki satu dari sepasang tongkat kepemimpinan dari perguruan Kedung Jati. Tetapi mereka telah gagal. Mereka telah gagal pula mencoba menguasai Tanah Perdikan dengan kekerasan. Agung Sedayupun sudah mendapat keterangan tentang gerakan yang sudah merembes mendekati Sangkal Putung.
" Ki Jayaraga " berkata Agung Sedayu kemudian " yang penting bagi Ki Ambara bukanlah Tanah Perdikan itu. Yang penting adalah bahwa Swandaru telah mengajukan permohonan yang menurut perhitungan Ki Ambara justru akan ditolak."
Ki Jayaraga termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk sambil berkata " Aku mengerti, Ki Lurah. Jika permohonan itu ditolak, maka hati angger Swandaru akan terbakar. Dengan demikian, maka Sangkal Putung akan dapat ditiup untuk bangkit melawan Mataram. Karena isteri angger Swandaru berasal dari Tanah Perdikan Menoreh, maka diharapkan Tanah Perdikan Menoreh akan membantunya. Bahkan Ki Lurah juga akan dilibatkan pula. Karena itu, bunyi tantangan angger Swandaru sangat mencurigakan."
" Begitulah agaknya yang terjadi, Ki Jayaraga. Tetapi itu baru dugaan kita. Apakah dugaan itu benar atau tidak, masih harus dicocokkan dengan kenyataan yang terjadi."
" Aku setuju dan sependapat kakang " berkata Sekar Mirah " tentu perempuan cantik itu yang telah meniupkan gagasan gila itu ditelinga kakang Swandaru. Ternyata nalar kakang Swandaru sendiri terlalu dangkal sehingga dapat diperalat yang bahkan harus melibatkan Tanah Perdikan Menoreh."
" Perempuan itu muda dan cantik " desis Ki Jayaraga " sehingga karena itu, maka angger Swandaru tidak sempat mempergunakan penalarannya."
" Mereka telah mempelajari kelemahan kakang Swandaru " desis Sekar Mirah.
" Baiklah. Ki Lurah " berkata Ki Jayaraga kemudian " mudah-mudahan angger Swandaru besok bersedia memberikan banyak keterangan yang kita perlukan."
- Aku masih menganggap bahwa ada beberapa hal yang masih harus disembunyikan dari Pandan Wangi. Entahlan nanti, jika persoalannya sudah menjadi semakin jelas.Sekar Mirahlah yang menyahut " Aku sependapat, kakang."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara Sekar Mirah berkata selanjutnya " Pandan Wangi sudah cukup mengalami tekanan hatin. Bebannya jangan diperberat lagi dengan ceritera buram tentang kakang Swandaru dan perempuan cantik itu. Setidak-tidaknya untuk sementara."
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, merekapun telah pergi ke bilik masing-masing. Esok pagi Agung Sedayu akan bangun pagi-pagi. Kemudian pergi menemui Swandaru untuk mendapatkan beberapa keterangan tentang orang yang bernama Ki Ambara.
Malam itu Agung Sedayu tidak dapat tidur terlalu lama. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Setelah selesai berbenah diri dan minum minuman hangat yang sudah disediakan oleh Sekar Mirah, maka Agung Sedayupun segera pergi ke rumah Ki Gede untuk menemui Swandaru.
Ternyata Swandaru yang masih sangat lemah itu sudah bangun. Pandan Wangi sudah duduk pula dibibir pembaringan setelah menyediakan minuman hangat bagi suaminya.
Sekali-sekali terdengar Swandaru berdesah. Tubuhnya masih terasa nyeri dimana-mana.
Ki Gede yang juga sudah bangun, mempersilahkan Agung Sedayu langsung pergi ke bilik Swandaru.
" Marilah kakang " Pandan Wangi mempersilahkan Agung Sedayu duduk di bibir pembaringan.
" Maaf Pandan Wangi " berkata Agung Sedayu " aku akan berbicara sedikit dengan adi Swandaru tentang surat yang telah dikirimnya ke Mataram."
"Silahkan, kakang"desis Pandan Wangi iapun mengerti, bahwa tidak sepantasnya ia ikut mendengarkannya. Karena itu, maka Pandan Wangi itupun berkata " Maaf kakang. Aku akan pergi ke dapur sebentar.
" Silahkan. Silahkan Pandan Wangi."
Pandan Wangipun kemudian telah meninggalkan bilik itu. Ia benar-benar pergi ke dapur untuk membuat minuman bagi Agung Sedayu.
Demikian Pandan Wangi meninggalkan bilik itu, maka Agung Sedayupun berkata " Adi Swandaru. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Mungkin keadaanmu masih terlalu lemah. Tetapi kita harus mengambil langkah-langkah yang cepat."
" Apakah kita akan ke Mataram hari ini, kakang ?" bertanya Swandaru.
" Tidak. Ada persoalan lain yang ingin aku tanyakan kepadamu."
" Persoalan apa, kakang ?"
" Aku minta kau siap mendengarkan pertanyaanku. Mungkin pertanyaanku tidak menyenangkan bagimu. Apalagi selagi kau dalam keadaan seperti ini. Tetapi kita dikejar waktu, adi."
" Tentang apa, kakang. Meskipun aku masih dalam keadaan seperti ini, tetapi aku siap mendengarkan. Betapapun pahitnya persoalan yang akan kau tanyakan, aku akan memberikan keterangan dengan jujur, apa yang aku ketahui."
" Kau kenal dengan Ki Ambara ?"
" Ya, kakang, Aku kenal. Bukankah aku pernah menceriterakan, bahwa aku telah membeli beberapa ekor kuda dari Ki Ambara. Ia adalah seorang pedagang kuda yang tahu benar tentang watak dan sifat seekor kuda."
" Apakah hubunganmu dengan Ki Ambara sekedar dalam persoalan beli kuda ?"
" Maksud kakang ?"
" Maaf, adi Swandaru. Aku terpaksa menanyakan kepadamu, justru saat Pandan Wangi tidak ikut mendengarkannya. Siapakah perempuan muda yang cantik yang tinggal di rumah Ki Ambara ?"
" Kakang." " Semua itu tentu ada hubungannya dengan niatmu yang membakar jantungmu untuk menjadikan Sangkal Putung Tanah Perdikan."
Wajah Swandaru menjadi tegang, namun Agung Sedayu segera berkata " Kau harus membuka hatimu Swandaru, agar kau tidak terhimpit oleh beban perasaanmu. Jika kau tidak menyembunyikan sesuatu, maka dadamu justru akan terasa lapang."
" Darimana kakang mengetahuinya ?"
" Kita harus mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan persoalan ini. Siapa yang telah memberikan keterangan kepadaku itu sama sekali tidak penting."
Swandaru mengangguk kecil. Hampir tidak terdengar iapun berdesis " Kau benar kakang."
" Ketahuilah, adi. Ki Ambara adalah salah seorang pemimpin yang terpercaya dari mereka yang telah mengikat diri dalam satu gerombolan, yang semula menyatakan diri untuk membangun kembali perguruan Kedung Jati."
" Kakang ?" Swandaru terkejut.
" Ki Ambara adalah kepercayaan Ki Saba Lintang."
"Jadi?" " Kau telah dijebaknya. Tetapi yang aku belum tahu hubungannya adalah perempuan cantik yang ada di rumah Ki Ambara. Tentu perempuan itulah yang telah diumpankan kepadamu. Mulutnya yang tersenyum manis itu pulalah yang telah menghembuskan racun ditelingamu. Nampaknya Ki Ambara dan Ki Saba Lintang telah mempelajari dengan baik pribadimu, antara lain kelemahanmu."
Terasa debar jantung Swandaru itu menjadi semakin keras menghentak-hentak didadanya.
Sekilas dikenangnya kembali apa yang pernah dilakukannya di rumah Ki Ambara. Seakan-akan telah berdesing ditelinganya bisikan-bisikan lembut yang diucapkan oleh Wiyati. Kemudian Ki Ambara telah menghunjamkannya lebih dalam kepusat jantungnya. Sangkal Putung harus menjadi Tanah Perdikan,
Swandaru memandang langit-langit biliknya. Nafasnyapun terasa semakin memburu oleh kegelisahan yang menghimpit.
Terasa hangatnya nafas Wiyati di telinganya. Mantapnya dukungan Ki Ambara yang menyatakan kesiagaan beberapa padepokan untuk mendukung cita-citanya, menjadikan Sangkal Putung Tanah Perdikan atau justru merebut Mataram dari tangan Panembahan Senapati yang sedang sakit.
Tiba-tiba saja Swandaru itupun berdesis"Tolong aku kakang. Tolong, lepaskan aku dari belenggu ini. "
" Swandaru " Agung Sedayu bergeser " ada apa?"
Adalah diluar dugaan Agung Sedayu. Swandaru yang perkasa di medan pertempuran itu melelehkan air mata. Tanpa dapat menahan perasaannya Swandaru itu menangis.
" Tolong aku kakang. "
" Apa yang kau rasakan" "
" Jebakan itu. Aku telah terjebak kedalam pusaran lumpur yang ganas. "
" Belum terlambat untuk meloncat keluar dari dalam jebakan itu, adi. "
" Apa yang sebenarnya terjadi menurut penglihatanmu, kakang. "
" Seperti yang telah aku katakan dan seperti yang kau katakan sendiri, kau telah dijebaknya. Saba Lintang yang mengetahui kegemaranmu dan sekaligus kelemahanmu telah menugaskan Ki Ambara untuk menyentuh hatimu lewat kegemaranmu terhadap kuda yang baik, namun sekaligus menjeratmu pada kelemahanmu terhadap seorang perempuan cantik, muda dan barangkali manja. "
" Kakang benar " Swandaru mengusap matanya " apakah Pandan Wangi mengetahuinya" "
" Mudah-mudahan belum"desis Agung Sedayu.
" Tolong aku kakang. -"
" Adi Swandaru. Katakan, apa saja yang pernah dijanjikan oleh perempuan itu atau oleh Ki Ambara kepadamu. "
Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Ia mencoba menghentikan air matanya yang masih saja meleleh dari pelupuknya. Kemudian dicobanya pula untuk menenangkan hatinya yang sedang bergejolak.
Baru kemudian Swandaru menceritakan pembicaraan-pem-bicaraannya dengan Ki Ambara dan gadis yang bernama Wiyati. Kesediaan Ki Ambara untuk mendukung sikapnya. Bahkan Ki Ambara sudah menjanjikan kekuatan yang besar untuk membantu Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh, menghimpit Mataram dari Timur dan Barat.
Ternyata Swandaru berusaha untuk bersikap jujur. Semuanya diceritakannya kepada Agung Sedayu sepanjang ingatannya.
Agung Sedayu mendengarkannya dengan saksama. Dihubungkannya peristiwa-peristiwa sebelumnya, yang sedang berlaku dan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.
Ketika Swandaru selesai dengan ceritanya, maka Agung Sedayupun mengangguk-angguk sambil berdesis " Agaknya tidak jauh menyimpang dari dugaanku. "
" Mata hatiku telah menjadi kabur kakang. "
" Yang penting bagi Ki Ambara bukan pengakuan bagi Sangkal Putung sebagai Tanah Perdikan. "
" Aku baru dapat melihatnya kemudian. "
" Ki Ambara justru memperhitungkan bahwa permohonanmu akan ditolak. Dan itulah yang diharapkannya. "
" Alangkah dungunya aku " desis Swandaru " semalam baru aku dapat melihat dengan jelas bahwa aku telah terjebak. "
" Tetapi belum terlambat, adi. "
" Surat permohonanku telah berada di Mataram. "
" Kita akan datang untuk mencabutnya. "
" Tetapi aku sempat menyinggung perasaan Ki Tumenggung Wirayuda dan barangkali Ki Patih Mandaraka. "
" Jika keadaanmu sudah baik. Kita akan menghadap. Namun jika kau sependapat, sebelum kau sendiri sempat bertemu dengan Ki Tumenggung, aku akan pergi mendahuluinya, agar persoalanmu dibekukan dan suratmu tidak sampai jatuh ketangan orang lain lagi." Silahkan, kakang. Aku pasrah. Apa yang baik menurut kakang, tentu akan baik pula akibatnya. "
" Selain itu, adi Swandaru. Bagaimana menurut pendapatmu, jika aku mengirimkan orang untuk menangkapnya. Siapa saja yang berada di rumah Ki Ambara" "
" Selain Ki Ambara dan Wiyati, ada beberapa orang pembantunya yang terutama mengurusi kuda-kudanya serta kebunnya yang terhitung luas. Mungkin juga sawah dari ladangnya.
" Mereka tentu orang-orang pilihan yang ditempatkan oleh Ki Saba Lintang dirumah itu. "
Namun kemudian dengan serta-merta Swandarupun berkata " Kakang, aku mohon kakang memperhatikan kesediaan Ki Ambara untuk membantuku dengan mengerahkan kekuatan kewadagan. Agaknya janji itu bukan sekedar pernyataan Ki Ambara untuk mendorongku agar aku pergi ke Mataram segera, tetapi aku yakin bahwa Ki Ambara benar-benar mempersiapkan sebuah pasukan yang kuat. Jika ia tahu, bahwa aku menyadari jebakan yang dibuatnya, mungkin mereka akan dapat mengambil sikap diluar dugaan kita. "
" Dendam" ", bertanya Agung Sedayu.
Swandaru mengangguk. Katanya " Mungkin Sangkal Putung akan dapat menjadi sasaran dendam itu."
Agung Sedayu mengangguk-angguk pula. Katanya " Jika demikian, sebaiknya bukan sekedar menangkap Ki Ambara dan perempuan cantik serta orang-orang yang ada di rumah Ki Ambara"
" Ya." Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam Tugas itu tidak dapat sekedar dibebankan kepada Ki Jayaraga dan Empu Wisanata. Tetapi jika Ki Ambara sudah menyiapkan sebuah pasukan, mereka harus dihadapi dengan pasukan pula.
Karena itu, maka Ki Jayaraga dan Empu Wisanata harus bersabar. Diperlukan dua tiga hari untuk mengatur perlawanan menghadapi Ki Ambara yang kuat.
" Jika demikian, aku harus pergi sendiri " berkata Agung Sedayu.
" Kakang akan pergi kemana ?"
" Sangkal Putung."
" Tunggu besok pagi. kakang. Aku tentu sudah dapat ikut bersama kakang pergi ke Sangkal Putung."
" Keadaanmu masih terlalu lemah, Swandaru. Besokpun kau belum siap untuk pergi ke Sangkal Putung." Bukankah aku hanya akan duduk diatas punggung kuda."
" Tetapi luka-lukamu parah."
" Bukankah kita tidak tergesa-gesa di perjalanan."
" Ya. Tetapi kita akan melihat keadaanmu esok "
" Selain obat yang dioleskan pada luka-lukaku, aku mendapat obat yang harus aku minum dari seorang tabib yang sangat baik."
" Sebaiknya kita lihat saja esok. Kau jangan mempertaruhkan dirimu, karena tugas ini dapat diemban oleh orang lain."
Swandaru tidak menjawab. Namun Agung Sedayupun berkata " Sudahlah Swandaru. Cukup untuk kali ini. Aku harus memberi keterangan kepada Ki Jayaraga dan Empu Wisanata, agar mereka sedikit menahan diri.".
Namun ketika kemudian Agung Sedayu keluar dari bilik Swandaru, Pandan Wangi telah menunggunya diluar dengan minuman hangat. Katanya " Minum dahulu, kakang."
Agung Sedayu terpaksa duduk diruang dalam bersama Ki Gede dan Pandan Wangi sejenak. Baru setelah meneguk minuman hangatnya. Agung Sedayupun minta diri.
Seperti yang dikatakan. Empu Wisanata pagi-pagi telah berada di rumah Agung Sedayu. Beberapa saat setelah Agung Sedayu berangkat ke rumah Ki Gede, maka Empu Wisanata dan Nyi Dwani telah datang.
Namun Agung Sedayupun segera menjelaskan sesuai dengan keterangan Swandaru. Yang akan mereka hadapi bukan hanya Ki Ambara, seorang perempuan muda yang bernama Wiyati serta beberapa di rumah Ki Ambara, tetapi mereka akan berhadapan dengan sebuah pasukan yang kuat.
"Tetapi pasukan itu tidak berada di Kajoran " berkata Ki Jayaraga.
" Mungkin Ki Jayaraga, Empu Wisanata, Nyi Dwani dan Glagah Putih dapat menangkap mereka. Tetapi pasukan yang besar itu akan luput dari tangan pasukan Mataram. Mereka akan menjadi api di dalam sekam yang setiap saat akan dapat membakar seisi lumbung yang ada."
" Jadi?" " Kita harus menjebak seluruh pasukan itu."
" Bagaimana kita akan dapat menjebak mereka ?"
" Kita pergunakan adi Swandaru."
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada kecewa iapun berkata " Apaboleh buat. Untuk kepentingan yang lebih besar, kami harus melepaskan kesempatan ini."
" Mudah-mudahan kita akan mendapatkan ikan yang lebih besar. Bukan hanya Ki Ambara, perempuan cantik yang bernama Wiyati itu serta satu dua orang yang berada di Kajoran."
" Mudah-mudahan."
" Namun untuk itu, akupun akan pergi ke Sangkal Putung."
Ki Jayaraga dan Empu Wisanata mengangguk-angguk. Dengan nada dalam Empu Wisanatapun berkata " Jadi kami masih harus menunggu lagi ?"
" Ya, Empu. Pada saatnya aku akan memberitahu Jika benar Adi Swandaru besok dapat pergi ke Sangkal Putung, mungkin persoalan akan lebih cepat kita selesaikan."
" Jika demikian, sebaiknya aku minta diri."
" Kenapa tergesa-gesa Empu. Bukankah Empu dapat berada disini
sampai siang nanti atau bahkan sampai sore nanti."
" Jika aku tidak pergi keman-mana, aku harus pergi kesawah. Aku akan mengairi tanamanku yang baru tumbuh "
" Jika Empu pergi ?"
" Tanahnya masih sedikit basah. Aku sudah berpesan kepada anak muda yang tinggal disebelah. Jika aku tidak pulang esok, aku minta ia bersedia mengairi sawah itu."
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Nah, tinggalan Empu disini. Aku pergi ke barak dan langsung ke Mataram."
" Ke Mataram ?"
" Membekukan surat adi Swandaru agar tidak menjalar ke mana-mana."
Ki Jayaraga dan Empu Wisanata itupun mengangguk-angguk kecil.
Agung Sedayu kemudian telah memberitahukan pula kepada Sekar Mirah. Nyi Dwani dan Rara Wulan, bahwa Agung Sedayu akan pergi ke Mataram.
" Aku akan pergi ke barak lebih dahulu " berkata Agung Sedayu.
" Hati-hatilah, kakang " pesan Sekar Mirah.
Agung Sedayu mengangguk. Katanya " Aku akan membawa dua orang prajurit untuk kawan berbincang dijalan. "
" Kakang tidak mengajak Glagah Putih " "
" Glagah Putih" "
" Biarlah ia belajar bergaul dengan orang-orang Mataram. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Biarlah aku mengajak Glagah Putih bersamaku. "
Sebenarnyalah bahwa Glagah Putih telah bersiap. Jika ia harus pergi bersama Ki Jayaraga, Empu Wisanata dan Nyi Dwani, ia tinggal berangkat saja.
Namun ternyata bahwa ia justru akan pergi bersama Agung Sedayu ke Mataram.
Sejenak kemudian, maka Agung Sedayu dan Glagah Putih itupun telah melarikan kuda mereka menuju ke barak Pasukan Khusus. Namun mereka tidak lama berada di barak. Bersama dua orang prajurit pilihan, maka mereka segera menempuh perjalanan ke Mataram.
Sebenarnyalah bahwa Glagah Putih bukan orang asing di Mataram. Anak Muda itu sudah dikenal dengan baik oleh Ki Tumenggung Wirayuda dan Ki Patih Mandaraka.
Karena itu. maka ketika mereka sampai di rumah Ki Tumenggung Wirayuda, maka Glagah Putih sama sekali tidak merasa canggung.
Agung Sedayu dan Glagah Putihpun kemudian diterima oleh Ki Tumenggung di pringgitan.
" Baru saja aku pulang " berkata Ki Tumenggung.
Dalam pada itu Agung Sedayupun kemudian telah berbicara langsung pada persoalannya. Ia mempertanyakan surat Swandaru, apakah surat itu sudah sampai ketangan orang lain lagi selain Ki Patih Mandaraka.
Ki Tumenggung menggelengkan kepalanya. Katanya"Tidak, Ki Lurah. Ki Patih memang yakin, bahwa Ki Lurah akan mengambil jalan terbaik. "
Agung Sedayupun kemudian menceriterakan apa yang telah terjadi di Tanah Perdikan. Namun bagi Agung Sedayu, sikap Swandaru itu justru dapat memaksa Swandaru untuk mengurungkan niatnya dan apalagi memaksakan kehendaknya.
Ki Tumenggung Wirayuda itupun tersenyum. Katanya kemudian " Kita akan menghadap Ki Patih Mandaraka. "
Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung Wirayuda. Agung Sedayu dan Glagah Putihpun telah pergi ke kepatihan, sementara dua orang prajurit yang menyertai Ki Lurah tinggal di rumah Ki Tumenggung Wirayuda.
Kedatangan mereka di rumah Ki Patih disambut dengan baik. Nampaknya Ki Patih memang baru akan beristirahat. Namun Ki Patih dengan senang hati menerima kedatangan mereka.
" Aku mendahului adi Swandaru menghadap Ki Patih " berkata Agung Sedayu.
" Kenapa dengan Swandaru " " bertanya Ki Patih sambil tersenyum
Seperti yang diceritarakan kepada Ki Tumenggung, maka Agung
Sedayupun telah menyampaikannya pula kepada Ki Patih Mandaraka, apa yang kemarin terjadi di Tanah Perdikan Menoreh.
" Namun dengan demikian, aku dapat memaksa adi Swandaru menarik kembali permohonannya" berkata Agung Sedayu.
" Memang sudah saatnya Ki Lurah. Bahkan menurut pendapatku sudah agak terlambat. Ki Lurah terlalu memanjakan anggapan Swandaru tentang tingkat ilmu Ki Lurah. Jika saja Ki Lurah tidak terlambat, aku kira Swandaru tidak akan sampai pada langkah yang membingungkan itu.
Agung Sedayu mengangguk-angguk sambil berdesis " Ya, Ki Patih. Aku merasa. Tetapi aku kira langkah adi Swandaru dibawah pengaruh seorang yang sangat licik. "
" Ki Lurah memang tidak akan dapat tinggal diam. Aku yakin, bahwa pasukan sebagaimana dikatakan oleh orang yang disebut Ki Ambara itu memang ada. Kekuatan itu tentu akan membayangi kekuatan yang akan disiapkan oleh Swandaru di Sangkal Putung. "
" Aku juga berpendapat demikian, Ki Patih. Karena itu, maka kami sedang mencari jalan terbaik untuk memancing kekuatan itu keluar dari sarang mereka. Atau setidak-tidaknya kami dapat mengetahui sarang mereka. "
" Ya. Apakah Ki Lurah sudah menemukan jalan itu ?"
" Kami akan coba memanfaatkan adi Swandaru. "
"Apakah Swandaru dapat dipercaya " "
" Menurut pendapatku, Swandaru mulai melihat kenyataan tentang Ki Ambara dan seorang perempuan cantik yang diumpankannya kepadanya. "
" Sokurlah. Tetapi kau harus tetap sangat berhati-hati, Ki Lurah." Ya, Ki Patih. Kami mohon restu. "
" Jika kau memerlukan bantuan kami, apapun yang kau perlukan, katakan saja kepadaku. Aku akan berusaha memenuhinya "
" Terima kasih, Ki Patih"Agung Sedayu membungkuk hormat Ki Patih Mandarakapun mengangguk-angguk pula. Katanya " Ki Lurah, persoalan permohonan Swandaru untuk menjadikan Sangkal Putung sebuah Tanah Perdikan aku anggap sudah selesai. Meskipun Swandaru sendiri belum menyatakannya, tetapi aku percaya kepada Ki Lurah, bahwa pada saatnya akan datang kemari untuk menyatakan sendiri."
" Aku harap dalam dua tiga hari ini, Ki Patih. Akupun berharap bahwa Swandaru akan segera dapat kembali ke Sangkal Putung untuk menuntaskan persoalannya dengan Ki Ambara dan pasukannya. Jika hal itu tertunda terlalu lama. mungkin Ki Ambara sudah dapat mencium kegagalannya sehingga mengambil langkah lain. Setidak-tidaknya kami akan dapat kehilangan jejak pasukan yang disebut-sebut oleh Ki Ambara itu. Sementara kekuatan itu nyata ada, namun tersimpan sehingga pada suatu saat akan dapat meledak."
" Baiklah. Aku percaya, bahwa Ki Lurah akan dapat mengatasinya."
Demikianlah, maka Agung Sedayupun kemudian minta diri. Hatinya sudah menjadi lapang, bahwa persoalan yang ditimbulkan oleh Swandaru di Mataram sudah dapat dibekukan sebelum menjalar kemana-mana. Jika beberapa orang pemimpin yang lain terlanjur mengetahuinya, maka persoalannya akan menjadi lain. Apalagi jika Pangeran Adipati Anom yang mendengarnya.
Sebelum mereka meninggalkan kepatihan, maka Ki Patih itupun bertanya kepada Glagah Putih " Apakah kau akan ikut bersama kakakmu ke Sangkal Putung ?"
" Jika kakang Agung Sedayu mengijinkan "jawab Glagah Putih. Ki Patih itupun menepuk pundak Glagah Putih sambil berkata "
-Pergilah. Kau dapat membantu kakakmu. Pada saatnya kau harus tumbuh lebih besar dari kakakmu, dari guru-gurumu yang lain, sehingga ilmu yang kau warisi semakin lama akan tumbuh dan berkembang. Bukan sebaliknya menjadi semakin kerdil."
" Mohon restu Ki Patih."
" Aku berdoa untukmu."
" Terima kasih, Ki Patih."
Kepada Agung Sedayu, Ki Patih itupun berkata " Jangan sia-siakan benih yang baik ini. Kau semakin lama menjadi semakin tua. Sedangkan Glagah Putih masih akan berkembang dan akhirnya menjadi masak sebelum akhirnya juga akan menjadi tua sebagaimana aku, kau dan setiap orang."
" Ya, Ki Patih. Aku berusaha."
Ki Patih mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Sejenak kemudian, bertiga mereka meninggalkan regol halaman kepatihan. Mereka langsung menuju ke rumah Ki Tumenggung Wirayuda. Para prajurit yang menyertai Agung Sedayu masih berada di rumah Ki Tumenggung.
Hari itu juga Agung Sedayu dan Glagah Putih kembali ke Tanah Perdikan Menoreh setelah mereka menjelaskan semua persoalan yang terjadi sehingga Swandaru telah datang ke Mataram dengan surat permohonan agar Sangkal Putung dapat menjadi sebuah Tanah Perdikan.
Ketika malam turun. Agung Sedayu dan Glagah Putih memasuki regol halaman rumah mereka. Sekar Mirah dan Rara Wulanpun menyambut mereka di tangga pendapa. Sementara Sukra berada di halaman.
Sambil menerima kendali kuda Glagah Putih, Sukra itu berdesis " Aku lebih senang pulang dari bepergian daripada sekedar menerima kuda-kuda yang letih."
Glagah Putih mengerutkan dahi. Katanya " Baik. Aku akan mengatakannya kepada kakang Agung Sedayu, agar sekali-sekali kau mendapat kesempatan untuk pergi, sementara kakang Agung Sedayu menunggu kau pulang untuk menerima kudamu yang letih."
" Maksudku bukan Ki Lurah."


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Tentu kakang Agung Sedayu."
" Tidak. Bukan. Tetapi kau."
" Bohong. Kau tentu ingin menyindir kakang Agung Sedayu."
" Tidak, sungguh tidak."
Ketika Glagah Putih melangkah menyusul Agung Sedayu yang sudah naik tangga pendapa, Sukra menarik baju Glagah Putih " Jangan katakan. Aku tidak bermaksud menyindir Ki Lurah."
" Baik. Tetapi janji."
" Janji apa ?" " Kau pijit kakiku nanti malam."
" Kau sudah janji lebih dahulu."
Maaf terpotong , Halaman 28 -29 tidak ada di file djvu sumber adbmcadangan.
sekali. Swandaru dan Pandan Wangi akan kembali ke Sangkal Putung. Agung Sedayu dan Sekar Mirah menyertai mereka sampai di Mataram. Tetapi selanjutnya mereka akan menempuh perjalanan mereka masing-masing."
Dirumah Agung Sedayu masih berbicara dengan Ki Jayaraga, Sekar Mirah dan Glagah Putih. Ternyata Rara Wulan tidak mau tinggal di rumah sendiri. Gadis itu telah memaksa untuk ikut bersama mereka ke Sangkal Putung.
" Tetapi kau harus menurut semua perintahku, Rara " berkata Sekar Mirah.
" Baik mbokayu."
" Janji ?" " Janji." Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Baiklah. Tetapi kita harus bersiap lahir dan hatin. Tugas ini termasuk tugas yang rumit."
" Ya. kakang." Malam itu. Agung Sedayu dan mereka yang terlibat dalam kesepakatan itu, berusaha untuk beristirahat sebaik-baiknya. Namun ternyata ada semacam ketegangan di dalam jantung mereka, sehingga mereka tidak dapat langsung tidur dengan nyenyak.
Pagi-pagi sekali Swandaru dan Pandan Wangipun telah bersiap. Demikian pula Agung Sedayu dan Sekar Mirah. Mereka akan bersama-sama pergi ke Mataram untuk dengan resmi membatalkan permohonan Swandaru agar Sangkal Putung ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan.
Meskipun masih lemah, tetapi Swandaru sudah nampak segar. Dari tabib yang merawatnya, Swandaru masih dibekali obat-obatan yang harus diminum serta dioleskan pada luka-lukanya.
" Kita akan menempuh perjalanan perlahan-lahan saja " berkata Swandaru " aku masih belum dapat berpacu."
Agung Sedayu tersenyum. Katanya"Bukankah kita tidak dibatasi waktu ?"
Sebelum matahari terbit, maka mereka berempat telah berangkat meninggalkan Tanah Perdikan Menoreh. Dua orang yang menyertai Pandan Wangi ikut kembali ke Sangkal Putung pula bersama mereka.
Tetapi kedua orang itu sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi meskipun keduanya berada di Sangkal Putung. Hari-hari mereka jalani dengan kejemuan yang semakin memuncak, karena mereka tidak berbuat apa-apa di rumah Ki Gede.
Perjalanan mereka ke Mataram mereka tempuh dalam waktu yang jauh lebih panjang dari perjalanan-perjalanan yang pernah mereka lakukan. Kuda-kuda itu seakan-akan hanya berlari-lari kecil.
Ketika mereka sampai di tepian, maka rakit yang sudah siap menunggu, tidak telaten menanti mereka yang berjalan dengan lamban. Dua orang berkuda dan beberapa ekor kuda beban yang datang kemudian, ternyata justru naik lebih dahulu keatas rakit.
Namun Swandaru tidak berkeberatan. Dibiarkan orang-orang itu naik dan meninggalkannya di tepian menunggu rakit berikutnya.
Karena perjalanan mereka tidak secepat biasanya, maka mereka sampai di Mataram setelah matahari memanjat semakin tinggi di langit. Berempat mereka singgah di rumah Ki Tumenggung. Sementara mereka naik ke pringgitan. dua orang yang menyertai mereka menunggu di halaman.
Dari rumah Ki Tumenggung mereka berempat pergi ke kepatihan untuk menemui Ki Patih Mandaraka. Sementara kedua orang yang menyertai mereka menunggu di rumah Ki Tumenggung.
Dengan penuh penyesalan, Swandaru telah mencabut surat permohonan yang pernah diserahkannya agar Sangkal Putung ditetapkan menjadi Tanah Perdikan.
" Jika aku harus mencabut dengan surat pula, maka aku akan segera mengirimkannya " berkata Swandaru.
Ki Patih Mandarakapun tersenyum. Katanya " Seharusnya memang begitu Swandaru. Tetapi dihadapan kakakmu, Ki Lurah Agung Sedayu dan isterinya, dihadapan isterimu serta Ki Tumenggung Wirayuda, maka persoalan permohonan aku anggap selesai. Aku akan menganggap tidak pernah terjadi apa-apa. Tidak pernah ada surat yang kau serahkan kepada para pemimpin di Mataram.
" Terima kasih, Ki Patih " suara Swandaru bergetar"aku mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekhilafan itu. Untunglah bahwa ada kakang Agung Sedayu yang dapat menghentikan kegilaanku itu. Aku tidak tahu. apa jadinya seandainya tidak ada kakang Agung Sedayu. Atau seandainya kakang Agung Sedayu tidak mempedulikan apa yang aku lakukan. "
" Sejak semula aku memang yakin, bahwa Ki Lurah tidak akan membiarkan kau tersuruk kedalam satu sikap yang akan dapat menyulitkanmu dikemudian hari. Ternyata keyakinanku itu kemudian terbukti. "
Swandaru hanya dapat menundukkan kepalanya.
" Nah. pesanku kepadamu Swandaru " berkata Ki Patih " selanjutnya kau harus berhati-hati. Bicarakan langkah-langkahmu dengan kakakmu. Ki Lurah Agung Sedayu.
" Ya, Ki Patih. Aku akan selalu mengingatnya "
Beberapa lama mereka berada di kepatihan. Ki Patih sempat memberikan beberapa pesan yang sangat berarti bagi Swandaru.
Ketika kemudian Swandaru suami isteri dan Agung Sedayu bersama isterinya minta diri, maka Ki Patih itupun berkata " Swandaru. Aku tahu apa yang telah terjadi atas dirimu. Kemarin kakakmu, Ki Lurah sudah menceritakannya. Jika kau mau. disamping obat-obatan yang kau dapat sangat baik. Cobalah, mudah-mudahan akan dapat menambah kekuatan dan daya tahan tubuhmu untuk mengatasi saat-saat yang sulit sebagaimana kau alami sekarang ini. "
" Tentu saja Ki Patih. Aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. "
Ki Patih Mandaraka itupun kemudian telah memberikan beberapa butir obat reramuan sebesar kacang tanah kepada Swandaru.
" Sekarang, makanlah sebutir. Nanti setelah kau sampai di rumah sebutir lagi. Besok kau makan pagi sebutir dan sore sebutir. Mudah-mudahan keadaanmu menjadi semakin cepat membaik. "
" Terima kasih Ki Patih. "
Seperti yang dikatakan Ki Patih Mandaraka maka Swandarupun telah menelan reramuan obat-obatan itu sebutir. Kemudian diteguknya minuman hangat yang disuguhkan oleh seorang pembantu di rumah Ki Patih Mandaraka.
Demikianlah. setelah yang lainpun meneguk minuman mereka, maka merekapun meninggalkan rumah Ki Patih Mandaraka bersama Ki Tumenggung Wirayuda.
Sejenak mereka singgah di rumah Ki Tumenggung untuk selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju keSangkal Putung.
Tetapi seperti yang sudah mereka sepakati, maka Swandaru dan Pandan wangi akan mengambil jalan yang biasanya mereka tempuh. Sedangkan Agung Sedayu dan Sekar Mirah akan mengambil jalan lain. Mereka tidak langsung pergi ke Sangkal Putung. tetapi mereka akan pergi ke Jati Ariom.
" Hati-hatilah di jalan " pesan Agung Sedayu.
" Ya. kakang. Tetapi perjalanan kami tentu akan lebih tenang karena kami berempat. Sedangkan kakang hanya berdua.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya"Tidak akan ada hambatan di perjalanan. "
Dengan demikian maka merekapun segera berpisah. Mereka mengambil jalan mereka masing-masing. Agung Sedayu dan Sekar Milah mengambil jalan sidatan yang lebih kecil.
Dalam pada itu, Swandaru, Pandan Wangi dan dua orang yang menyertai mereka, telah menempuh perjalanan melalui jalan yang terbiasa mereka lalui. Jalan yang termasuk banyak dilalui orang yang melintas dari Timur ke Barat atau sebaliknya.
Diperjalanan, Swandaru mulai merasakan pengaruh obat yang diberikan oleh Ki Patih Mandraka. Terasa tubuh Swandaru menjadi semakin segar. Meskipun kekuatannya tidak tumbuh dengan serta merta, namun darahnya serasa menjadi semakin lancar beredar di dalam tubuhnya,
" Reramuan apakah yang terdapat di dalam butiran obat yang diberikan oleh Ki Patih Mandaraka " desis Swandaru.
" Kenapa kakang ?" bertanya Pandan Wangi.
" Tubuhku merasa semakin segar. Nyeri yang kadang-kadang masih terasa seakan-akan telah hilang. Meskipun aku masih merasa lemah, tetapi aku tidak merasa letih sama sekali."
" Meskipun demikian, kakang tidak boleh memaksa diri. Kita tidak perlu berpacu terlalu cepat."
" Ya. Aku memang tidak melarikan kudaku seperti dalam pacuan. Tetapi nampaknya kita dapat menempuh perjalanan ini sedikit lebih cepat."
Pandan Wangi mengangguk kecil. Katanya " Tetapi kakang masih harus menjaga diri."
Swandaru tersenyum. Ia merasakan betapa Pandan Wangi mencemaskan keadaannya.
Dengan demikian, maka Swandaru menjadi semakin merasa bersalah, bahwa ia seakan-akan telah berpaling dari isterinya itu. Ia telah membiarkan dirinya tersuruk ke dalam pengaruh seorang perempuan cantik yang bernama Wiyati.Namun tiba-tiba saja ia bertanya " Siapakah diantara keduanya yang lebih cantik " Pandan Wangi atau Wiyati ?"
Jantung Swandaru menjadi berdebar-debar. Wiyati memang lebih muda. Tetapi setelah ia menyadari, bahwa kemudaannya itu justru telah menjadi racun baginya, maka bagi Swandaru kecantikan Wiyati tidak lebih dari sebuah kedok belaka. Seperti seorang penari topeng yang memerankan watak yang dikehendaki oleh dalangnya, maka Wiyatipun tidak lebih dari seorang pemeran dalam rangkaian ceritera yang panjang dan rumit yang disusun oleh Ki Saba Lintang dan Ki Ambara.
Tiba-tiba saja Pandan Wangi itu terkejut ketika ia mendengar Swandaru menggeram.
" Ada apa, kakang ?" bertanya Pandan Wangi.
Pertanyaan itupun telah mengejutkan Swandaru. Namun kemudian iapun menjawab " Bagaimana mungkin aku dapat menjadi sedemikian bodohnya."
" Sudahlah, kakang. Bukankah sebagaimana dikatakan oleh kakang Agung Sedayu, bahwa kita belum terlambat " Dan itupun telah ternyata setelah kita menghadap Ki Patih Mandaraka. Ki Patih itu mengatakan, bahwa persoalan ini dianggap sudah selesai sehingga kakang tidak perlu memikirkannya lebih jauh. Yang kemudian harus kakang pikirkan adalah kesepakatan yang harus kita lakukan "
Swandaru mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Aku mengerti, Pandan Wangi-"
Keduanyapun kemudian terdiam. Sementara itu matahari menjadi semakin terasa panasnya memanggang kulit.
Empat orang berkuda itu menempuh jalan bulak yang panjang dengan kecepatan yang sedang-sedang saja. Dua orang penunggang kuda yang melarikan kuda mereka dengan kencang, telah melampaui mereka. Debu yang kelabu berhamburan dibelakang kaki kuda yang berlari kencang itu. Penunggangnya yang berpakaian rapi sama sekali tidak berpaling. Pendok wrangka keris mereka yang agaknya dibuat dari emas, nampak berkilat-kilat ditimpa cahaya matahari. Namun disamping keris dipunggung, mereka juga membawa pedang dilambung.
Swandaru dan Pandan Wangi tidak menghiraukan mereka, sebagaimana kedua orang itu tidak menghiraukan Swandaru dan Pandan Wangi.
Namun seorang pengawal yang menyertainya terdengar bertanya kepada kawannya " Apakah ada yang mereka kejar ?"
" Entahlah " jawab kawannya " tetapi nampaknya keduanya tergesa-gesa."
Tetapi keduanyapun tidak membicarakannya lebih panjang lagi.
Sementara itu, dijalan yang lebih kecil dan sedikit melingkar, Agung Sedayu dan Sekar Mirah melarikan kuda mereka dikaki Gunung Merapi. Mereka akan langsung menuju ke Jati Anom. Mereka dapat menyertai Swandaru dan Pandan Wangi, agar rencana mereka dapat dilaksanakan dengan baik.
Perjalanan yang agak panjang itu memang agak melelahkan. Sekali-sekali kuda-kuda mereka harus memanjat jalan yang mendaki. Namun kemudian mereka menuruni jalan yang agak terjal berbatu-batu padas. Jalan yang mereka tempuh memang tidak semulus jalan yang dilalui oleh Swandaru dan Pandan Wangi. Tetapi karena mereka tidak mengalami kesulitan pada tubuh mereka sebagaimana Swandaru, maka perjalanan itu tidak terasa terlampau sulit.
Tetapi justru karena Agung Sedayu dan Sekar Mirah menempuh jalan yang tidak terlalu banyak dilalui orang, maka perjalanan mereka ternyata diawasi oleh sekelompok orang yang berwajah garang.
" Kita hentikan mereka " berkata orang yang tertua di antara mereka. Orang yang rambutnya sudah ubanan. Tetapi tubuhnya yang tinggi besar itu masih nampak kuat dan tegar.
" Nampaknya keduanya adalah sepasang saudagar yang sombong sehingga berani memilih jalan ini. " sahut kawannya.
" Setidak-tidaknya kita akan mendapatkan sepasang kuda yang bagus. "
" Marilah. Kita cegat mereka disebelah gumuk kecil itu " berkata orang yang ubanan itu.
Lima orang itupun segera berloncatan diantara batu-batu padas. Merekapun kemudian menuruni tebing yang terjal dan berdiri ditengah jalan yang tidak begitu lebar itu. Orang yang tertua diantara mereka itu berdiri sambil bertolak pinggang dipaling depan. Kemudian ampat orang kawannya berdiri berjajar di belakangnya.
Agung Sedayu dan Sekar Mirah yang muncul dari balik tikungan terkejut ketika mereka melihat didepan mereka berdiri lima orang yang dengan sengaja menghadang di tengah jalan.
" Hati-hatilah Sekar Mirah. Mudah-mudahan mereka bukan bagian dari para pengikut Ki Saba Lintang. Jika mereka bagian dari mereka dan dapat mengenali kita, maka rencana kita akan dapat terganggu. "
Sekar Mirah mengangguk-angguk, ditariknya kendali kudanya, sehingga kudanya berlari semakin lambat.
Beberapa langkah dari mereka yang berdiri di tengah jalan itu Agung Sedayu dan Sekar Mirah menghentikan kuda mereka.
" Kenapa kalian menghentikan kami, Ki Sanak " " bertanya Agung Sedayu.
" Kalian lewat didaerah kuasaku "jawab orang berambut putih
itu. " Maaf Ki Sanak. Kami tidak mengetahuinya. Tetapi bukankah kami tidak berbuat apa-apa kecuali lewat " "
" Kau harus tahu. bahwa setiap orang yang lewat didaerah kuasaku harus membayar pajak. "
" Pajak " "
" Ya. Kalian berdua harus membayar pajak. "
" Berapa kami harus membayar pajak " "
" Kuda kuda kalian harus kalian tinggalkan. "
" Uwa " berkata seorang dari kelima orang itu. Seorang yang masih muda meskipun wajahnya nampak kotor dan tidak terpelihara sama sekali " tidak hanya kuda-kuda mereka,"
" Ya. Tidak hanya kuda-kuda mereka. Tetapi semua harta yang kalian milik. Perhiasan dan uang. "
" Yang seorang diantara mereka berdua ternyata perempuan, uwa. "
Laki-laki yang rambutnya ubanan itu menggeram " Kau selalu berbicara tentang perempuan. "
"Aku membutuhkan perempuan itu. Ia harus tinggal ditempat kita setidak-tidaknya semalam. Baru besok mereka boleh melanjutkan perjalanan. "
" Pikiran gila. le - sahut seorang yang perutnya besar.
" Aku tidak merugikan kau paman. "
" Tidak hanya semalam, le " berkata orang yang perutnya besar " perempuan itu harus diserahkan sebagai pajak yang khusus. Jika tidak, laki-laki itu akan kami bunuh. Kami miliki semuanya termasuk perempuan itu. "
Telinga Sekar Mirah terasa tersentuh api. Tetapi ia masih menahan diri. Dibiarkannya orang-orang itu berbicara sesuka hati.
" Nah, turunlah dari kuda kalian. "
Agung Sedayu tidak menyahut. Tetapi iapun segera turun dari kudanya. Demikian pula Sekar Mirah.
" Nah, jika kalian menurut perintah kami, maka kalian tidak akan kami sakiti. "
" Ki Sanak " berkata Agung Sedayu kemudian " minggirlah. Biarlah kami lewat. Jangan ganggu kami karena kamipun tidak mengganggu kalian. "
Orang-orang itu terkejut. Mereka mengira bahwa kedua orang itu menjadi ketakutan dan tidak melawan sama sekali. Tetapi ternyata
dugaannya salah. Orang yang rambutnya ubanan itu mengerutkan dahinya. Suaranya menjadi semakin keras " Jangan membuat persoalan. Ki Sanak. Tinggalkan kuda-kuda itu disini. Demikian pula semua harta benda dan uang yang kalian bawa. "
" Termasuk perempuan itu " anak muda yang wajahnya kotor itu menyambung.
" Ya " sahut orang yang perutnya besar " aku juga membutuhkannya. bahkan kita semua membutuhkannya. "
" Jangan memaksa " berkata Agung Sedayu " nanti akan dapat timbul salah paham. "
" Kau tidak perlu menjawab " orang berambut ubanan itu berteriak " pergi. Tinggalkan semuanya. Kau hanya boleh pergi sendiri. Tinggalkan semuanya, termasuk pakaianmu itu. "
" Aku tidak mempunyai banyak waktu " berkata Agung Sedayu " minggirlah.
Orang berambut ubanan itu memandang Agung Sedayu dengan tajamnya. Dengan keras iapun membentak " Jangan main-main Ki Sanak. Jika kau tidak mau mendengar kata-kataku, kau akan dapat menjadi lumat disini. "
"Aku ulangi lagi, minggirlah. Waktuku tidak banyak. " "Jika waktumu sempit, pergilah. Pergilah, kau dengar. "
" Aku akan pergi. Tidak ada sehelaipun bulu kudaku yang akan aku tinggalkan. Apalagi dua ekor kuda. "
"Persetan. Kau harus tahu akibatnya jika kau keras kepala. " Dengan tenang Agung Sedayupun kemudian menambatkan kudanya pada sebatang kayu randu yang tumbuh dipinggir jalan. Demikian pula Sekar Mirah. Keduanyapun kemudian telah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sekali lagi Agung Sedayu berkata"Jika kalian tidak mau minggir, maka aku akan memaksa kalian. "
"He, apakah kau sudah gila " Kau melihat kami berlima yang sudah siap untuk melumatkanmu. "
" Kalianpun telah melihat kami berdua bersiap untuk menyingkirkan kalian."
" Apa yang dapat kau lakukan, he " kau hanya berdua dengan seorang perempuan. Apa yang dapat dilakukan oleh seorang perempuan " Apa pula yang dapat kau lakukan dihadapan kami " "
" Baiklah. Agaknya kami harus memaksa kalian untuk minggir. Bersiaplah. "
Orang yang berambut ubanan itu menggeram. Ia benar-benar merasa terhina oleh sikap Agung Sedayu. Sebagai seorang pemimpin perampok yang ditakuti, maka iapun menggeram"Agaknya kalian pernah mendengar nama Ajag Telagawana. Akulah yang disebut Ajag Telagawana bersama para pengikutku. Jika kami sudah mulai bertindak, maka tidak akan ada yang tersisa dari korban yang bakal jatuh. "
"Kami belum pernah mendengar nama itu. Tetapi jika benar nama itu dapat menakuti anak-anak di sekitar tempat ini, maka nama itu harus dihapuskan dari lingkungan ini. "
"Gila Orang ini memang orang gila. Cepat, lumatkan laki-laki yang tidak tahu diri itu. Aku setuju, biarkan perempuan itu hidup. Biarkan ia tinggal bersama kita sehingga kita menjadi jemu. "
Keempat orang pengikut yang menyebut dirinya Ajag Telagawana -itupun segera mulai bergerak. Mereka segera mengayun-ayunkan senjata-senjata mereka.
Agung Sedayu dan Sekar Mirahpun segera mempersiapkan diri. Karena orang-orang yang mencegat mereka itu sudah menggenggam senjatanya, maka sekar Mirahpun telah mengambil senjatanya pula yang terselip di pelana kudanya. Sebatang tongkat baja putih, yang pada pangkalnya terdapat hiasan berujud tengkorak yang berwarna kekuning-kuningan.
Orang-orang yang dipimpin oleh orang yang menyebut dirinya Ajag Telagawana itu memang tertarik melihat tongkat baja putih ditangan Sekar Mirah. Tongkat itu tentu bukan tongkat kebanyakan yang tidak mempunyai arti apa-apa.
Dengan demikian, maka orang-orang itupun segera menduga, bahwa perempuan yang memegang tongkat itupun tentu bukan orang kebanyakan. Apalagi menilik sikapnya yang tetap saja tidak menjadi gentar menghadapi kelima orang yang ujudnya garang-garang itu.
Sementara itu Agung Sedayu sendiri tidak mempergunakan senjata apapun juga. Namun diterapkannya ilmu kebalnya untuk mengatasi sentuhan senjata lawan-lawannya.
Sejenak kemudian justru Sekar Mirahlah yang telah meloncat mendekat sambil memutar tongkat baja putihnya Terdengar pada ayunan tongkat itu, suara angin yang berdesir.
Suara itu telah membuat jantung orang-orang yang mencegatnya itu tergetar. Namun orang berambut ubanan itu berteriak " Bunuh saja mereka berdua jika mereka melawan."
Kawan-kawannyapun segera berloncatan sambil menebas dan menusuk dengan senjata-senjata mereka Ada yang bersenjata golok, parang, kapak dan ada pula yang bersenjata bindi.
Namun benturan-benturan yang terjadi dengan tongkat baja putih Sekar Mirah,telah mengejutkan mereka.
Namun mereka tidak mempunyai waktu. Sekar Mirahpun segera menyerang mereka dengan tangkasnya. Sementara Agung Sedayupun telah mulai bertempur pula.
Dua orang diantara mereka telah bertempur melawan Sekar Mirah. Dua yang lain melawan Agung Sedayu, sementara orang yang berambut ubanan itu masih saja mengamati pertempuran itu dengan dahi yang berkerut.
Meskipun Agung Sedayu tidak bersenjata, tetapi kedua lawannya yang bersenjata golok dan kapak tidak mampu berbuat apa-apa Agung Sedayu menangkis serangan-serangan senjata mereka hanya dengan tangannya yang dilamhatinya dengan ilmu kebalnya
Ternyata kedua orang lawan. Agung Sedayu itu tidak berdaya berbuat apa-apa. Dalam waktu yang sangat singkat keduanya sudah terdesak. Senjata mereka seakan-akan tidak berarti sama sekali.
"Ternyata keduanya adalah sepasang iblis"geram orang yang rambutnya ubanan itu.
Karena itu, maka ia tidak dapat membiarkan orang-orangnya bertempur dalam kesulitan. Karena itu maka orang berambut ubanan itu sendiri langsung terjun kedalam arena pertempuran melawan Agung Sedayu.
Selama ini ia merasa menjadi orang yang sangat ditakuti. Karena itu maka ia merasa bahwa tidak ada orang yang memiliki kemampuan seimbang dengan kemampuannya.
Karena itu. maka dengan garangnya ia melibat Agung Sedayu bersama kedua orang pengikutnya.
Tetapi orang yang menyebut dirinya Ajag Telagawana itu terkejut. Ketika senjatanya membentur lengan Agung Sedayu, maka hampir saja senjatanya itu terlepas. Sementara itu, lengan Agung Sedayu sama sekali tidak teriuka karenanya.
Belum lagi Ajag Telagawana itu menyadari sepenuhnya apa yang terjadi, kaki Agung Sedayu terjulur dengan kerasnya menghantam dadanya.
Ajag Telagawana itu terlempar dan terbanting menimpa tebing yang berbatu padas. Terdengar orang itu mengaduh tertahan. Tulang belakangnya terasa bagaikan patah.
Ketika ia berusaha untuk bangkit, maka kedua orang pengikutnya telah terlempar pula menimpanya.
Ajag Telagawana yang ubanan itu mengumpat dengan kasar. Kepada pengikutnya ia berteriak - Dimana matamu he" Kalian tidak melihat, bahwa aku sedang berusaha untuk bangkit?"
Kedua orang pengikutnya sama sekali tidak menjawab. Tetapi hampir diluar sadar, mereka memandang kearah Agung Sedayu.
" Bunuh iblis itu - geram Ajag Telagawana.
Tetapi belum lagi kedua orang pengikut Ajag Telagawana itu beranjak dari tempatnya, tongkat baja putih Sekar Mirah telah menghantam lambung salah seorang lawannya. Anak muda yang wajahnya kotor, yang menginginkan agar Sekar Mirah itu tinggal.
Anak muda itu berteriak nyaring sambil berusaha meloncat mengambil jarak. Seorang kawannya yang dengan cepat berusaha menyerang telah terlempar beberapa langkah. Namun akhirnya ia tidak dapat mempertahankan keseimbangannya sehingga jatuh berguling ditanah.
Ketika keduanya berusaha bangkit, maka mereka melihat Sekar Mirah itu berdiri bertolak pinggang dengan tongkat baja putihnya digenggam tangan kanannya.
" Nah. bukankah kalian ingin aku tinggal bersama kalian - berkata Sekar Mirah.
Anak muda yang berwajah kasar itu tidak menjawab. Terhuyung-huyung ia bangkit berdiri. Namun Sekar Mirah tiba-tiba saja bergeser maju sambil menjulurkan tongkatnya yang berbentuk tengkorak yang berwarna kekuning-kuningan itu telah menyentuh dada anak muda yang berwajah kasar itu.
Sekali lagi anak muda itu terdorong beberapa langkah mundur. Sekali lagi ia jatuh terlentang diatas tanah yang keras berbatu padas itu.
Kawannya yang juga berusaha bangkit berteriak kesakitan ketika kaki Sekar Mirah menyambar dagunya. Wajah orang itu terangkat. Namun kemudian ia terlempar menimpa tebing.
Ketika ia berusaha untuk bangkit, ternyata bahwa tulang-tulangnya terasa betapa sakitnya, sehingga iapun sekali lagi terjatuh dan terbaring ditanah.
Jantung Ajag Telagawana itu tergetar melihat kedua orang pengikutnya tidak lagi mampu bangkit. Perempuan yang bersenjata tongkat baja putih itu masih berdiri bertolak pinggang.
Kemarahannyapun telah membakar ubun-ubunnya. Namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa kedua orang pengikutnya itu sudah tidak berdaya lagi.
Meskipun demikian . Ajag Telagawana itu masih mencoba menghentakkan ilmunya sambil berteriak nyaring - Bunuh orang itu. Kemudian bunuh perempuan itu."
Kedua pengikut Ajag Telagawana bersama Ajag Telagawana sendiri telah meloncat menyerang Agung Sedayu. Namun tanpa mereka sadari apa yang terjadi, ketika orang itu hampir bersamaan telah terlempar pula. Mereka terbanting jatuh dan berguling diatas tanah yang keras. Bahkan Ajag Telagawana sendiri telah terlempar demikian kerasnya, sehingga ia tidak dapat menghindar ketika kepalanya membentur sebongkah batu hitam yang keras.
Ajag Telagawana itu berteriak keras sekali. Kepalanya yang membentur batu itupun telah terluka dan mengalirkan darah.
Ketika Ajag Telagawana itu berusaha untuk bangkit, maka iapun segera terhuyung-huyung dan kembali jatuh terbaring di tanah. Matanya menjadi berkurang-kunang sedangkan nafasnya bagaikan bekejaran di lubang hidungnya.
Kedua orang pengikutnya yang juga menjadi sangat kesakitan tidak lagi berusaha untuk bangkit. Ketika ia melihat Ajag Telagawana tidak mampu untuk melanjutkan perlawanan, maka mereka memilih untuk tetap terbaring ditanah seperti kedua orang kawannya yang bertempur melawan perempuan yang bertongkat baja putih itu.
Agung Sedayu melangkah mendekati Ajag Telagawana. Ternyata Ajag Telagawana itu menjadi semakin parah karena darahnya yang banyak mengalir dari lukanya.
Bahkan kemudian Ajag Telagawana itupun merintih menahan sakit bukan saja dikepalanya, tetapi diseluruh tubuhnya. Bahkan tangan dan kakinya yang sebelah kanan seakan-akan menjadi sulit untuk digerakkan.
" Apa yang telah terjadi" - suaranya hanya dapat didengarnya sendiri.
Pandangan matanya yang menjadi kabur melihat lawannya itu berdiri selangkah disisinya.
Agung Sedayu yang berdiri tegak disebelahnyapun berkata dengan nada datar - Aku sudah berkata bahwa waktuku tidak banyak. Tetapi kau tidak mau mendengarkan."
" Siapakah kau yang telah mampu mengalahkan Ajag Telagawana - desis orang ubanan itu.
" Itu tidak penting bagimu. Besok, kalau aku kembali lagi melalui jalan ini, aku akan mencarimu sampai ketemu. Jika kau masih menyamun di jalanan ini atau dimanapun juga, aku akan membunuhmu."
Ajag Telagawana itu mengerang. Namun kemudian iapun menjadi pingsan.
" Rawat lurahmu itu - berkata Agung Sedayu kepada para pengikut Ajag Telagawana. - Jika kalian cepat mengohatinya, ia tentu masih akan dapat tertolong. Tetapi ingat, kapan-kapan aku akan kembali lagi mencari kalian."
Para pengikut Ajag Telagawana tidak menyahut. Mereka hanya memandangi saja ketika kemudian Agung Sedayu dan Sekar Mirah melangkah ke kuda mereka. Melepas ikatannya dan kemudian meloncat naik.
" Kalian sudah menyamun waktuku - berkata Agung Sedayu geram.
Sejenak kemudian keduanya telah melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Jati Anom.
Mudah-mudahan Swandaru tidak terhambat oleh apapun di perjalanan - berkata Agung Sedayu.
Sekar Mirah mengangguk. Katanya kemudian - Tetapi bersama kakang Swandaru. selain Pandan Wangi masih ada para pengawal.-Namun sebenarnyalah bahwa perjalanan Swandaru tidak terhambat. Namun Swandaru memang tidak dapat melarikan kudanya cepat-cepat. Ketika dua orang penunggang kuda yang tergesa-gesa melewatinya, seorang diantara mereka sempat berteriak - Jika tidak berani naik kuda. jangan berada di jalan. Jalan ini bukan milikmu atau milik kakekmu.Telinga Swandaru menjadi panas. Hampir saja ia menyentuh perut kudanya dengan tumitnya. Tetapi Pandan Wangi yang tanggap segera mendekati sambil berdesis - Biarlah. Mereka tentu sangat tergesa-gesa. Mungkin hatinya sudah kisruh sejak berangkat."
" Aku ingin menyumbat mulutnya."- Kau sedang dalam keadaan terluka. kakang." Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya - Kaulah yang akan menyumbat mulut mereka."
Pandan Wangi tersenyum . Katanya - Sudahlah. Lupakan saja."
Swandaru mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya - Kenapa semua orang nampak tergesa-gesa?"
Pandan Wangi tersenyum. Katanya - Bukan semua orang tergesa-gesa. Kitalah yang lambat. Tetapi tidak apa-apa. Semuanya mempunyai kepentingan masing-masing.
Swandaru mengangguk-angguk.
Ketika Swandaru merasa haus. maka merekapun berhenti disebuah kedai. Kuda-kuda merekapun perlu istirahat pula meskipun kuda-kuda itu tidak berlari kencang.
Beberapa saat mereka berhenti di kedai itu. Setelah minum dan makan, serta kuda-kuda merekapun telah mendapat makan dan minum pula, merekapun melanjutkan perjalanan mereka.
Ternyata perjalanan ke Sangkal Putung itu mereka tempuh dalam waktu yang hampir lipat dibanding dengan perjalanan yang biasa mereka lakukan sebelumnya.
Ketika mereka memasuki regol halaman rumah Ki Demang Sangkal Putung, maka seorang pembantu di rumah itu dengan tergesa-gesa menyambut mereka. Orang itu langsung menerima kuda Swandaru dan Pandan Wangi, kemudian membawanya ke belakang.
Ki Demangpun segera menerima mereka pula. Ki Demang langsung mengajak mereka duduk di ruang dalam.
Ki Demang yang semula merasa cemas tentang Swandaru yang pergi ke Mataram, ketika melihat Pandan Wangi tersenyum serta wajah Swandaru yang terang, menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya tidak ada masalah yang sulit.
Merekapun tidak mendapat kesulitan di pejalanan.
" Ayah - berkata Swandaru - sebaiknya ayah jangan bertanya dahulu apa yang aku dapatkan dari perjalananku. Nanti malam aku akan berbicara secara khusus bersama Pandan Wangi."
" Katakan yang pokok-pokok saja - agaknya Ki Demang ingin segera tahu.
" Jangan cemas ayah - sahut Pandan Wangi - kakang Swandaru telah mendapat jalan terang oleh kuasa-Nya. Tidak ada yang mencemaskan meskipun mungkin kita akan menghadapi kerja keras.
" Apakah permohonan diterima ?"
" Sabarlah, ayah - Pandan Wangi masih saja tersenyum
Sikap Pandan Wangi itu agaknya dapat menenangkan hati Ki Demang. Karena itu. maka ia tidak memaksanya.
Setelah keringat mereka yang baru datang itu kering, maka Swandaru itupun berkata kepada Pandan Wangi - Mandilah. Aku akan segera mandi pula kemudian."
Demikianlah, bergantian mereka mandi. Ketika Swandaru setelah mandi masuk kedalam biliknya, maka ia minta Pandan Wangi mengohati luka-lukanya dengan obat yang dibawanya dari Tanah Perdikan Menoreh.
" Bukankah kakang harus minum obat yang diberikan oleh Ki Patih Mandaraka?"
Swandaru mengangguk. Katanya " Ya. Aku akan minum obat itu setelah makan nanti."
Menjelang makan malam, maka Swandaru dan Pandan Wangi telah duduk di ruang dalam bersama Ki Demang. Agaknya Ki Demang ingin segera mendengar hasil perjalanan Swandaru dan Pandan Wangi. Karena itu, maka Ki Demangpun segera mengajak mereka makan malam.
Sebenarnyalah, demikian mereka selesai makan, maka Ki Demang itupun berkata " Nah, sekarang tentu sudah waktunya aku mendengar, apa hasil perjalanan kalian ke Mataram dan Tanah Perdikan Menoreh."
Swandaru tidak menangguhkan lagi pembicaraan mereka. Nampaknya Ki Demang benar-benar sudah tidak sabar lagi.
Karena itu. maka Swandarupun kemudian telah menceritakan apa yang telah terjadi di Tanah Perdikan Menoreh tanpa ada yang disembunyikan. Kemudian Swandaru itupun berkata " Ayah. Ayah tidak usah menjadi cemas. Semuanya telah diselesaikan dengan tuntas. Dari Tanah Perdikan Menoreh, kami singgah di Mataram untuk mencabut kembali surat permohonanku, yang untungnya masih berada di tangan Ki Patih Mandaraka. Bahkan Ki Patih itupun kemudian berkata, bahwa ia mengangagap bahwa persoalan tentang Tanah Perdikan itu sudah selesai."
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-angguk iapun berdesis " Sokurlah. Yang Maha Agung masih melindungi kademangan Sangkal Putung. Mudah-mudahan untuk selanjutnya tidak akan terjadi sesuatu."
Namun Swandarupun berkata " Ayah. Persoalan kita dengan Mataram memang sudah selesai. Tetapi kita masih mempunyai persoalan yang lain."
" Persoalan apa lagi, Swandaru."
" Persoalan dengan Ki Ambara."
" Kau mempunyai persoalan apa dengan Ki Ambara ?" Tanpa menyebut nama Wiyati, Swandaru menceritakan bahwa ia telah berada di bawah pengaruh Ki Ambara, sehingga ia berkeras untuk mengusulkan agar kademangan Sangkal Putung ditetapkan menjadi Tanah Perdikan."
Wajah Ki Demang menjadi tegang. Dengan suara yang datar iapun bertanya " Jadi. apa yang akan kita lakukan ?"
Swandarupun kemudian menguraikan rencananya yang sudah disusun bersama Agung Sedayu dan Sekar Mirah di Tanah Perdikan Menoreh.
" Baiklah " berkata Ki Demang sambil mengangguk-angguk " jika demikian, kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya."
" Jangan sampai bocor, ayah. Rencana ini hanya kita sajalah yang mengetahui, setidak-tidaknya untuk sementara. Baru kemudian rencana ini kita sampaikan kepada para penghuni Sangkal Putung."
" Aku mengerti Swandaru " berkata ayahnya " namun kita harus menyadari, bahwa kita akan menghadapi keadaan yang gawat. Mudah-mudahan kita akan dapat menyelesaikan rencana ini dengan baik."
" Kita akan menunggu saat yang terbaik untuk melaksanakannya, ayah " berkata Swandaru kemudian. ___
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Dibayangkannya apa yang harus dilakukannya untuk dapat melaksanakan rencana itu dengan baik.
" Kita harus berpura-pura"berkata Ki Demang.
" Ya. Kita harus berpura-pura."
" Satu permainan yang sulit."
"Tetapi itu harus kita lakukan."
-Baiklah- Tetapi bagaimana kau akan menghubungi Ki Ambara
" Kita akan menunggu, ayah."
Ki Demang mengangguk-angguk pula.
Namun dengan demikian, Ki Demang tidak lagi dicengkam oleh kegelisahan. Jika kemudian ia nampak gelisah, maka kegelisahan itu adalah bagian dari permainan yang harus dilakukannya dalam rangka satu rencana yang lebih besar. Dihari berikutnya, Swandaru sudah nampak berjalan-jalan di jalan padukuhan induk meskipun hanya sampai ke pintu gerbang. Sebenarnyalah bahwa Swandaru masih sangat lemah. Namun obat yang dibawanya dari Tanah Perdikan, serta obat yang diberikan oleh Ki Patih Mandaraka, telah banyak sekali membantu perkembangan keadaan Swandaru. Perlahan-lahan kekuatannya telah tumbuh kembali. Luka-lukanya mulai menjadi kering.
Hari itu Swandaru memang nampak gelisah. Meskipun rencana sudah disusun dengan baik, tetapi ada satu yang masih tersembunyi, khususnya bagi Pandan Wangi. Jika pada suatu saat, Ki Ambara dan Wiyati dengan sengaja muncul dihadapan Pandan Wangi, maka Swandaru akan kebingungan.
" Tetapi Ki Ambara masih memerlukan aku"berkata Swandaru di dalam hatinya.
Hari itu, Ki Ambara tidak muncul di Sangkal Putung. Namun Swandaru yakin, bahwa satu dua orang pengikut Ki Ambara sudah mengetahui, bahwa ia sudah pulang dari Tanah Perdikan Menoreh.
" Besok atau lusa Ki Ambara tentu akan datang."
Orang Sangkal Putung sendiri tidak ada yang bertanya, apa yang telah terjadi dengan Swandaru yang nampaknya menjadi sangat letih dan kesakitan.
Dihari berikutnya, perhitungan Swandaru itupun terbukti. Ki Ambara telah datang mengunjunginya di Sangkal Putung.
Kedatangannya disambut oleh Swandaru dengan hangat. Namun wajah Swandaru menampakkan kesan tentang hatinya yang buram.
Keduanyapun kemudian duduk di pringgitan. Pandan Wangi sendirilah yang kemudian menyuguhkan minuman hangat dan beberapa potong makanan.
"Lama tidak bertemu, Ki Ambara " sapa Pandan Wangi.
" Ya. Nyi " jawab Ki Ambara " Nyi Pandan Wangi juga sudah lama tidak berkunjung ke Kajoran."
" Sibuk sekali, Ki Ambara. Ki Ambara juga sudah lama tidak berkunjung kemari."
Ki Ambara tertawa. Katanya " Ternyata kita masing-masing mempunyai kesibukan sendiri-sendiri. Nyi."
Pandan Wangi tersenyum meskipun wajahnya nampak resah.
Demikian Pandan Wangi masuk ke ruang dalam, Ki Ambara berkata " Demikian aku mendengar bahwa angger Swandaru kembali, aku segera datang kemari. Kenapa angger Swandaru tidak pergi ke Kajoran ?"
" Rasa-rasanya tulang-tulang di tubuhku berpatahan, Ki Ambara."
" Kenapa ?" " Orang-orang Mataram memang gila. Mereka menolak permohonanku."
" Jadi ?" nampak kerut didahi Ki Ambara.
" Bukan saja menolak. Tetapi mereka telah menghina aku dan kademangan Sangkal Putung. Mereka sama sekali tidak menganggap bahwa Sangkal Putung telah berjasa dan pantas untuk ditetapkan menjadi Tanah Perdikan. Menurut orang-orang Mataram, sampai sekarang, Sangkal Putung justru masih memerlukan perlindungan."


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Gila orang-orang Mataram. Apakah Ki Swandaru disakiti oleh orang-orang Mataram ?"
" Memang tidak."
" Jadi kenapa tubuh Ki Swandaru terasa bagaikan berpatahan dan kesakitan "
" Seperti yang aku rencanakan. Aku langsung pergi ke Tanah Perdikan. Mula-mula Agung Sedayu memang menolak untuk membantuku, sementara Ki Gede tidak mempunyai sikap. Ia menurut saja apa yang akan dilakukan oleh Agung Sedayu. Jika Agung Sedayu bersedia membantu, maka Ki Gedepun akan membantu. Jika Agung Sedayu menolak. Ki Gedepun akan menolak."
" Apakah Agung Sedayu bersedia membantu ?"
" Seperti aku katakan. Semula Agung Sedayu menolak. Maka akupun membuat sayembara. Aku tantang Agung Sedayu mengadu kemampuan dan ilmu. Siapa yang kalah, harus tunduk."
" Agung Sedayu bersedia ?"
" Kami mengucapkan janji laki-laki. Disaksikan oleh beberapa orang saja. keluarga kami terdekat, maka kamipun berkelahi. Aku tundukkan Agung Sedayu. Ia menangis dan mohon ampun. Akupun menetapkan bahwa akulah yang pantas menjadi-saudara tua dan seperti janji sebelumnya, yang kalah harus tunduk kepada yang menang. Segala perintahnya harus dijalankan."
" Akhirnya Agung Sedayu bersedia ?"
" Ya. Tetapi ia minta waktu beberapa hari. Ia tidak dapat dengan serta merta memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya. Sebagian dari mereka terdiri dari orang-orang yang setia kepada Mataram."
" Apakah Agung Sedayu tidak akan ingkar ?"
"Tidak. Sementara itu, Ki Gedepun tidak dapat menolak. Apalagi ketika aku mengancam akan menyerahkan kembali Pandan Wangi jika Ki Gede tidak menepati janjinya."
Ki Ambara mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian bertanya " Tetapi kenapa tulang-tulang Ki Swandaru bagaikan berpatahan ?"
" Aku salah menilai Agung Sedayu, Ki Ambara. Aku kira perbedaan tataran ilmu kami jauh. Tetapi ternyata tidak. Kelebihanku dari Agung Sedayu hanya beberapa lapis tipis, sehingga ketika kami bertanding, hampir saja aku tidak berhasil mengalahkannya. Namun dengan kelebihanku yang tidak terlalu banyak serta pengalamanku yang luas, aku akhirnya dapat menundukkannya."
" -Untunglah, angger Swandaru akhirnya menang."
Sambil menunjukkan sebagian dari luka-lukanya Swandarupun berkata " Inilah hasilnya."
Ki Ambara menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat iapun bertanya " Bagaimana keadaan Agung Sedayu ?"
" Keadaannya lebih parah. Aku hampir kehilangan kendali diri. Justru karena itu. ia minta waktu. Aku tidak berkeberatan. Aku beri waktu tiga pekan, la harus menyiapkan pasukannya. Demikian pula Tanah Perdikan Menoreh. Sementara itu, aku dapat mempersiapkan pasukanku disini."
" Ki Swandaru benar-benar ingin menghancurkan Mataram ?"
" Ya. Aku mulai dari pasukan Untara di Jati Anom."
" Bagus " Ki Ambara mengangguk-angguk " aku akan membantu angger Swandaru."
" Siapkan pasukan Ki Ambara."
" Apakah aku dapat menyiapkan pasukanku di Sangkal Putung "" Tidak apa-apa, Ki Ambara. Ki Ambara dapat menempatkan pasukan yang berhasil Ki Ambara himpun itu disini. Tetapi apakah petugas sandi Untara tidak akan melihatnya ?"
" Ya. Memang kurang menguntungkan " berkata Ki Ambara kemudian " Mataram tentu akan menghubungi Untara tentang permohonan Ki Swandaru yang ditolak. Mataram tentu akan mengawasi kade-mangan ini lewat para petugas sandinya di Jati Anom. Jika ada pasukan asing disini, akan dapat menimbulkan kecurigaan bagi para petugas sandi itu."
Swandaru mengangguk-angguk. Katanya " Jadi bagaimana menurut pertimbangan Ki Ambara"
" Mungkin aku dapat mempergunakan tempat lain yang lebih terlindung. Pada saatnya aku akan menghubungi angger Swandaru. "
" Jangan terlalu lama Ki Ambara. Aku akan sembuh dan pulih kembali selambat-lambatnya sepekan. Aku akan segera menyusun kekuatan. Sementara itu, di Tanah Perdikan Menoreh, Agung Sedayu dan Ki Gede juga mempersiapkan pasukannya. Namun sebelum kita bergerak, aku ingin tahu. apakah pasukan itu benar-benar mampu menggoyahkan kekuasaan Mataram setelah sebelumnya menghancurkan pasukan Untara. "
Ki Ambara tersenyum. Katanya" Kekuatan Mataram tidak berada di Mataram. Ketika Mataram memerangi kekuatan di Timur, maka yang dikerahkan sebagian adalah para prajurit dari beberapa Kadipaten. Demikian pula ketika Mataram mengalahkan Pati. Jika Ki Swandaru dapat merunduk Mataram sebelum sempat mengumpulkan kekuatan dari luar Mataram sendiri, maka Mataram tentu akan pecah. Kemudian, tugas angger Swandaru adalah mempertahankan apa yang sudah angger kuasai. "
Swandaru mengangguk-angguk. Namun iapun berkata " Meskipun demikian, kita tidak dapat meremehkan Mataram. Di Mataram ada orang-orang berilmu tinggi. Bukan saja yang telah menjadi semakin tua. Tetapi yang muda-muda, yang baru tumbuh itupun memiliki kekuatan yang besar. "
" Jangan cemas. Kita mempunyai angger Swandaru, angger Agung Sedayu, beberapa orang berilmu tinggi lainnya yang berada di Tanah Perdikan Menoreh. Kemudian didalam pasukankupun ada beberapa orang berilmu tinggi pula. Beberapa orang pemimpin padepokan yang dapat diyakini memiliki kemampuan yang tinggi. "
Swandaru mengangguk-angguk. Sementara Ki Ambara berkata selanjutnya " Jangan ragu-ragu, Ki Swandaru. "
" Aku percaya Ki Ambara. "
" Nah, marilah kita melakukan tugas kita masing-masing. Dalam dua tiga hari aku dapat menentukan tempat untuk menghimpun kekuatan yang akan bergabung dengan kekuatan Ki Swandaru. "
"Terima kasih, Ki Ambara. "
" Dalam dua tiga hari ini, angger Swandaru dapat pergi ke Kajoran."
Swandaru mengerutkan dahinya. Katanya " Dalam keadaanku sekarang ini. aku tidak dapat pergi, Ki Ambara. Pandan Wangi akan bertanya-tanya, kenapa aku memaksa untuk pergi sebelum keadaanku pulih kembali. "
Ki Ambara menarik nafas dalam-dalam. Katanya " baiklah. Dalam dua tiga hari ini, aku akan datang kembali. Aku akan memberitahukan kepada Ki Swandaru, persiapan-persiapan yang dapat aku lakukan untuk mendukung niat angger Swandaru. "
Swandaru mengangguk-angguk. Katanya"Terima kasih, Ki Am bara. Jika aku dapat menghancurkan Mataram, aku tidak akan melupakan Ki Ambara dan mereka yang telah membantuku. "
Ki Ambara tersenyum. Katanya " Kami melakukannya tanpa pamrih. Ki Swandaru. Tetapi ayah Panembahan Senapati itu telah terlalu banyak berbuat dosa, sehingga terlalu banyak orang yang mendendamnya. Sekarang, kita tinggal mengungkit saja dendam yang terpendam itu. Anak-anak, saudara-saudara dan sahabat-sahabat serta saudara-saudara seperguruan mereka yang pernah disakiti hatinya dan bahkan disakiti tubuhnya, apalagi yang dibunuh dengan sewenang-wenang, akan dengan senang hati berjuang bersama-sama dengan kita. Anak Pemanahan itulah yang kini menjadi sasaran. Justru pada saat ia sedang sakit. Tetapi orang-orang yang hatinya pernah disakiti oleh Pemanahan itu ingin dendamnya dilepaskan sebelum Panembahan Senapati dibunuh oleh penyakitnya itu. "
" Panembahan Senapati tidak akan meninggal karena penyakitnya. Ada berpuluh tabib yang merawatnya. Meskipun demikian, hidup mati seseorang memang tidak ditentukan oleh orang itu sendiri atau oleh para tabib yang merawatnya. "
" Baiklah"berkata Ki Ambara"sebaiknya kita memang cepat-cepat saja bergerak. Jika mungkin sebelum waktu yang tiga pekan itu. "
" Secepatnya kita akan bergerak. Jika semuanya sudah siap, kita akan segera melakukannya. "
" Ki Ambara masih beberapa lama berbincang dengan Swandaru. Mereka sepakat, bahwa mereka harus bergerak secepatnya, sebelum gerakan mereka tercium oleh petugas sandi dari Mataram.
" Sasaran kita yang pertama adalah pasukan Untara di Jati Amon " berkata Swandaru.
Namun Ki Ambarapun bertanya " Bukankah Agung Sedayu itu adik Ki Untara" "
" Ya." " Apakah jika kita menghancurkan Untara, Agung Sedayu tidak akan tersinggung" "
" Aku sudah mengatakannya, bahwa aku akan menghancurkan pasukan Untara. Hal itu terpaksa aku lakukan, karena Untara tidak akan dapat diajak bekerja bersama. "
" Agung Sedayu tidak berkeberatan" "
" Ia terikat oleh janjinya sendiri. Namun untuk menjaga perasaannya, aku memang tidak mengharapkan bantuannya Pasukan pengawal Sangkal Putung serta pasukan yang terhimpun oleh Ki Ambara akan dapat menghancurkannya namun kemungkinan juga tergantung kepada kekuatan pasukan Ki Ambara.
Ki Ambara tertawa. Katanya " Jangan cemas Ki Swandaru. Bahkan mungkin Ki Swandaru akan terkejut melihat pasukan yang akan mendukung kademangan Sangkal Putung. Beberapa padepokan dan perguruan akan ikut ambil bagian. Mereka adalah orang-orang yang terlatih, baik di dalam kelompok masing-masing, maupun seorang-seorang. "
Swandaru mengangguk-angguk. Katanya " Terima kasih, Ki Ambara. Seperti yang aku katakan, untuk mendapatkan satu keyakinan, aku ingin melihat pasukan itu. "
" Tentu Ki Swandaru. "
" Jangan menganggap bahwa aku tidak percaya kepada Ki Ambara dan pasukannya. "
" Tidak. Tentu tidak, Ki Swandaru. Aku justru menghargai sikap kepemimpinan Ki Swandaru yang berhati-hati menghadapi satu kerja besar. Sudah seharusnya Ki Swandaru melakukannya. "
" Terima kasih atas pengertian Ki Ambara. "
Sejenak kemudian, maka Ki Ambarapun segera meninggalkan rumah Swandaru setelah minta diri pula kepada Pandan Wangi. "
" Begitu tergesa-gesa, Ki Ambara?"
" Sudah cukup Nyi. Aku hanya ingin menengok Ki Swandaru yang sudah agak lama tidak bertemu. "
" Terima kasih, atas kunjungan ini, Ki Ambara " berkata Pandan Wangi kemudian sambil tersenyum.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Ki Ambarapun telah meninggalkan Sangkal Putung.
Demikian ia sampai di Kajoran, maka iapun segera berbincang dengan Ki Saba Lintang. Ki Ambarapun telah menceriterakan apa yang telah dilakukan oleh Swandaru di Tanah Perdikan Menoreh.
Wiyati yang ikut mendengarkan ceritera Ki Ambara itu berkata " Aku yakin, bahwa kita akan berhasil. Kakang Swandaru tentu akan dapat memaksakan kehendaknya. Baik lewat isterinya Pandan Wangi, maupun lewat saudara seperguruannya, yang juga adik iparnya itu. "
" Tetapi nampaknya Ki Swandaru masih belum begitu yakin akan kekuatan kita. "
" Setiap saat pasukan kita dapat digerakkan "
" Dimana kita akan menempatkan pasukan kita" Jika kita tempatkan pasukan itu di Sangkal Putung, tentu akan segera menimbulkan kecurigaan. Setelah Mataram menolak permohonannya, maka Swandaru pun akan selalu diawasi. "
" Kita tidak akan menempatkan pasukan itu di Sangkal Putung. Kita akan menempatkan pasukan kita di sisi Utara hutan Lemah Cengkar. "
Ki Ambara mengangguk-angguk. Katanya"Pasukan itu akan terlindung di sana. Tetapi kita harus membangun perkemahan dan mempunyai persediaan makanan yang cukup. "
" Apakah itu sulit" "
" Tidak. Sama sekali tidak. Dalam waktu yang pendek, semuanya sudah akan tersedia. Dalam sepekan ini segala-galanya telah siap. "
" Aku akan kembali ke Sangkal Putung dalam dua atau tiga hari. Tetapi Swandaru baru akan bergerak sekitar dua atau tiga pekan lagi. Ternyata luka-luka ditubuh Swandaru cukup parah. Sementara itu, Agung Sedayu terluka lebih parah lagi. Swandaru memberi waktu tiga pekan kepada Agung Sedayu untuk menyiapkan pasukannya dan pasukari Tanah Perdikan Menoreh. "
" Jika demikian, setelah dua pekan kita mempersiapkan diri, baru kita akan menyerang pasukan Untara, agar Mataram tidak sempat mengadakan persiapan-persiapan. Kita harus mematangkan pembicaraan dengan Tanah Perdikan Menoreh, kapan kita akan mulai. Tidak boleh ada tenggang waktu antara serangan kita untuk menghancurkan pasukan Untara dengan serangan besar-besaran ke Mataram dari dua arah. Dari
Tanah Perdikan Menoreh dan dari Sangkal Putung. Kita tidak boleh memberi kesempatan pasukan dari Ganjur dan dari Gejayan untuk berada di Kotaraja. Jika kemudian mereka datang setelah kita menguasai kota, maka kita akan menghancurkannya. "
" Kita akan membicarakannya dengan matang. Dua hari lagi aku akan bertemu dengan Swandaru. Aku akan minta Swandaru memanggil Agung Sedayu sebelum sampai pada batas waktu yang ditentukan. "
" Ya. Semua pembicaraan harus matang. Kita tidak boleh gagal lagi setelah sekian lama kita menunggu. "
" Yang kemudian harus kita pikirkan, bagaimana setelah Mataram jatuh."
" Swandaru bukan apa-apa. Kita dapat mengancamnya untuk menghadirkan Wiyati ditengah-tengah keluarganya jika Swandaru tidak mau tunduk kepada kehendak kita. "
" Seandainya ia tidak menghiraukannya" "
"Biarlah Wiyati membunuhnya. "
Pembicaraan itu masih berlangsung beberapa lama. Hari itu juga Ki Saba Lintang akan meninggalkan Kajoran untuk menghubungi kawan-kawannya. Kekuatan Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh akan memberikan banyak arti bagi perjuangan mereka. Namun yang kemudian harus disingkirkannya.
-"Aku yakin, Ki Ambara. Pada dasarnya para pengawal Sangkal Putung adalah para pengawal yang baik. Yang mempunyai dasar kemampuan yang tinggi serta pengalaman yang luas. Mereka tidak berada dibawah tataran para prajurit Mataram. Karena itu, aku berani membenturkan para pengawal kademangan Sangkal Putung dengan prajurit apa yang harus mereka lakukan segera. Yang ditekankannya adalah, bahwa waktunya sudah terlalu sempit, sehingga dengan demikian, maka para pengawal kademangan Sangkal Putung harus bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan mereka. Baik kemampuan perang gelar, maupun kemampuan mereka seorang-seorang.Dalam keadaan yang demikian, Swandaru semakin merasa bahwa Sangkal Putung memang terlalu kecil untuk menepuk dada, apalagi menantang Mataram. Tidak ada orang lain yang dapat dibanggakan di Sangkal Putung selain dirinya sendiri dan isterinya Pandan Wangi.
Dalam keadaan yang gawat itu, Swandaru menyadari betapa rapuh penalarannya, sehingga ia begitu mudahnya di pengaruhi oleh Ki Ambara.
Swandarupun kemudian dapat membaca dengan jelas, bahwa ia sudah masuk kedalam perangkap.
Namun Swandaru itu merasa bersyukur bahwa segala sesuatunya masih belum terlanjur dimanfaatkan oleh Ki Saba Lintang. Bahkan seandainya ia berhasil, maka Sangkal Putung dan tanah Perdikan Menoreh akan menjadi landasan perjuangan Ki Saba Lintang selanjutnya. Bahkan Swandarupun mulai yakin, bahwa dirinya dan para pemimpin Tanah perdikan Menoreh akan disingkirkan untuk selama-lamanya.
" Alangkah bodohnya aku- berkata Swandaru kepada diri sendiri. Namun ia merasa lebih bodoh lagi. bahwa ia mengira betapa rendahnya ilmu Agung Sedayu.
"Mataku telah buta dan telingaku tuli. Kenapa akau tidak tahu bahwa kemampuan kakang Agung Sedayu itu sudah menggapai langit" Seandainya aku menjadi kakang Agung Sedayu, tentu adik seperguruannya itu sudah terkapar mati di arena itu."
sudah akan..... maka kekagumannya kepada Agung Sedayu
" Aku akan kembali ke Sangkal Putung......... Tetapi Swandaru baru akan bergerak sekitar dua atau tiga pekan lagi. Ternyata luka-luka ditubuh Swandaru cukup parah. Sementara itu, Agung Sedayu terluka lebih parah lagi. Swandaru memberi waktu tiga pekan kepada Agung Sedayu untuk menyiapkan pasukannya dan paKetika seorang pemimpin pengawal bertanya kepadanya, apakah yang akan terjadi sehingga sangkal Putung harus melakukan latihan lebih berat dari biasanya. Namun diisyaratkan bahwa dalam waktu dekat, Sangkal Putung akan berguncang.
" Kita adalah anak-anak yang lahir dan dibesarkan di Sangkal Putung. Kita adalah orang-orang yang paling berkepentingan dengan kelangsungan segenap kehidupan yang ada didalamnya. Bukan saja kesejahteraannya, tetapi juga kehormatan dan harga dirinya. Karena itu, maka kita harus bersiap menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi dalam waktu yang dekat ini."
Pemimpin pengawal itu tidak mendesaknya. Tetapi ia merasakan tekanan kata-kata Swandaru itu.
Karena itu. maka para pengawalpun telah berlatih dengan bersungguh-sungguh. Bahkan seakan-akan mereka tidak melakukan pekerjaan lain kecuali berlatih dan berlatih.
Seperti yang dijanjikan, maka setelah dua hari sejak kunjungannya, maka Ki Ambara telah datang lagi di Sangkal Putung.
Kedatangannya diterima oleh Swandaru dengan akrab dan segera dipersi lahkannya naik kependapa dan duduk di pringgitan.
"Bagaimana keadaan angger Swandaru?"bertanya Ki Ambara demikian ia duduk.
"Sudah menjadi semakin baik, Ki Ambara."
"Sokurlah. Tetapi angger Swandaru masih belum berkunjung ke Kajoran."
Setiap hari Pandan Wangi masih mengohati luka-lukaku, Ki Ambara. Pandan Wangi minta agar aku tidak pergi kemanapun. Selama ini aku hanya dapat pergi ke tempat-tempat latihan. Itupun hanya sebentar-sebentar. Namun aku dapat langsung memberikan petunjuk-petunjuk kepada para pemimpin pengawal.
"Sokurlah. Mudah-mudahan persiapan Ki Swandaru benar-benar mencapai tataran yang diinginkan."
" Aku yakin, Ki Ambara. Pada dasarnya para pengawal Sangkal Putung adalah para pengawal yang baik. Yang mempunyai dasar kemampuan yang tinggi serta pengalaman yang luas. Mereka tidak berada dibawah tataran para prajurit Mataram. Karena itu, aku berani membenturkan para pengawal kademangan Sangkal Putung dengan prajurit
Mataram. Bahkan para prajurit dari Pasukan Khusus sekalipun."
Ki Ambara mengangguk-angguk. Katanya "Sokurlah. Mudah-mudahan orang-orang yang telah menyatakan kesediaan membantuku, akan dapat mengimbangi kemampuan para pengawal kademangan Sangkal Putung."
"Aku berharap demikian, Ki Ambara."
"Dalam sepekan ini mereka sudah akan bersiap."
"Dalam, pekan ini?"
"Kami akan berada dalam kesiagaan tertinggi setelah dua pekan. Kita akan segera merencanakan serangan terhadap pasukan Untara, kemudian kita akan langsung pergi ke Mataram, sebelum Mataram sempat mendatangkan para prajuritnya yang berada diluar Kotaraja.-"
Swandaru mengangguk-angguk. Katanya " Menghancurkan Mataram akhirnya bukan sekedar mimpi. Aku akan segera berada di Mataram. Jika anak Pemanahan itu dapat duduk diatas tahta, maka apa salahnya jika anak Demang Sangkal Pulung akan disebut Panembahan."
" Tentu, ngger, Tentu. Bukan hanya seorang Kepala Tanah Perdikan. Tetapi seorang Panembahan yang berkuasa di Mataram."
Swandaru itupun tertawa berkepanjangan.
Ki Ambara menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya Swandaru sudah mulai mabuk membayangkan kemungkinan yang bakal diraihnya.
Ketika kemudian Ki Ambara kembali ke Kajoran, maka bukan saja Ki Ambara yang tertawa berkepanjangan. Tetapi Wiyati yang merasa telah berhasil tertawa pula.
" Ki Saba Lintang akan merasa sangat bergembira pula jika ia tahu, bahwa Swandaru seakan-akan telah kehilangan kesadarannya, siapa dirinya. Ia sudah merasa seakan-akan duduk diatas tahta diistana Mataram, disembah oleh seorang Pepatih, para Tumenggung dan Nayaka Praja."
" Kasihan kakang Swandaru " desis Wiyati. Namun ia tertawa dengan suara yang lepas.
Dalam pada itu, maka Swandaru telah mempersiapkan para pengawal sebaik-baiknya. Tetapi Swandaru masih belum mengatakan, apa yang akan terjadi kemudian. Swandaru belum mengatakan, siapakah
yang akan dihadapi oleh para pengawal Sangkal Putung itu.
Dalam sepekan, maka pasukan yang kuat benar-benar telah siap berada di hutan Lemah Cengkar di sisi Utara.
Ki Ambara telah datang lagi ke Sangkal Putung untuk memberitahukan kepada Swandaru, bahwa pasukannya telah berada di sisi Utara hutan Lemah Cengkar.
" Apakah kita sudah siap untuk bertempur ?"
" Dalam dua pekan ini kita akan sudah siap untuk bertempur. Aku minta angger Swandaru memanggil Agung Sedayu dan Ki Gede Menoreh, Kita harus mematangkan semua rencana."
" Baiklah, Ki Ambara, Aku akan memanggil Agung Sedayu untuk datang sepekan lagi. Aku tidak peduli apakah ia sudah pulih kembali atau belum."
" Tetapi tenaganya sangat kita butuhkan Ki Swandaru."
" Setelah ia datang, maka kita akan dapat melihat keadaannya, Agung Sedayu mempunyai berbagai macam obat terbaik. Guru adalah seorang tabib pilihan. Agaknya di dalam ilmu pengobatan Agung Sedayu memiliki minat yang tinggi, lebih tinggi dari olah kanuragan sehingga ia dapat mewarisi sebagian dari ilmu pengobatan yang dikuasai oleh guru."
Ki Ambara mengangguk-angguk.
Merekapun kemudian telah sepakat untuk menentukan sebuah pertemuan yang lebih lengkap sehingga mereka dapat menyusun rencana yang lebih meyakinkan.
Tetapi Swandaru sendiri tidak pergi menemui Agung Sedayu di Jati Anom.Ia telah memerintahkah seorang kepercayaannya untuk menemui Agung Sedayu, memanggilnya untuk datang di Sangkal Putung pada hari yang sudah ditentukan.
Tetapi kepercayaan Swandaru itu sudah dipesan mewanti-wanti, bahwa ia tidak boleh membocorkan rahasia itu.
"Kau harus mengatakan bahwa kau telah pergi ke Tanah Perdikan Menoreh memanggil kakang Agung Sedayu."
" Baik, Ki Swandaru."
" Jika kau tidak dapat menyimpan rahasia ini, taruhannya adalah hancurnya kademangan Sangkal Putung, leherku dan leher kakang
Agung Sedayu, termasuk lehermu juga."
" Baik, Ki Swandaru."
Demikianlah, maka kepercayaan Swandaru itu telah pergi ke Jati Anom untuk menemui Ki Lurah Agung Sedayu. Tetapi kepada setiap orang, ia mengatakan bahwa ia akan pergi ke Tanah Perdikan Menoreh.
" Baiklah " berkata Agung Sedayu " aku akan hadir dalam pertemuan itu."
" Datanglah sebelumnya Ki Lurah. Ki Swandaru akan membicarakan segala sesuatunya sebelum pertemuan itu berlangsung."
"Baiklah. Aku akan datang sehari sebelum pertemuan itu berlangsung."
Tetapi utusan yang dikirim oleh Swandaru itu tidak segera-kembali ke Sangkal Putung. Untuk memberikan kesan bahwa ia benar-benar pergi ke Tanah Perdikan Menoreh, maka kepercayaan Swandaru itu bermalam satu malam di Jali Anom.
Dalam pada itu, setiap perkembangan keadaan, selalu disampaikan oleh Agung Sedayu kepada Untara, sehingga Untarapun dapat mengikutinya.
Sebenarnyalah bahwa Untarapun telah menyiapkan pasukannya untuk menghadapi segala kemungkinan. Ia akan menunggu serangan yang akan dilancarkan atas kesatuannya yang berada di Jati Anom. Namun Untara harus menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan di Sangkal Putung.
Sehari sebelum pertemuan itu diselenggarakan, Agung Sedayu dan Sekar Mirah telah berada di Sangkal Putung. Mereka telah menyusun rencana, apa yang harus mereka lakukan menghadapi pertemuannya dengan Ki Ambara dan beberapa orang yang akan membantu Swandaru menghancurkan Mataram. Namun lebih dahulu mereka akan menghancurkan pasukan Untara di Jati Anom.
Dalam pertemuan itu, segala sesuatunya telah disusun dengan rapi. Bahkan hari-harinyapun telah ditentukan.
" Aku tidak tahu menahu tentang serangan Swandaru atas Jati Anom." berkata Agung Sedayu.
Swandaru tertawa. Katanya " Sudah aku katakan, Untara adalah urusanku. Aku akan menyelesaikannya sendiri. Aku tahu bahwa Untara adalah kakak kandungmu."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Perlahan-lahan ia berdesis " Terima kasih, kakang."
Ki Ambara dan yang hadir di pertemuan itu tersenyum. Meskipun sebagian besar dari mereka belum pernah mengenal Agung Sedayu secara pribadi, namun mereka tahu bahwa sebelumnya Agung Sedayu adalah saudara tua seperguruan Swandaru. Setelah Agung Sedayu dikalahkan dalam perang tanding di Tanah Perdikan Menoreh, maka Agung Sedayulah yang kemudian memanggilnya kakang. Adalah kebetulan pula bahwa Agung Sedayu telah menikah dengan adik perempuan Swandaru.
Demikianlah, maka merekapun telah mematangkan pembicaraan diantara beberapa orang itu. Disampaikan Ki Ambara, hadir dua orang yang wajahnya nampak sangat garang. Bahkan wajah seorang diantaranya nampak cacat bekas goresan senjata.
" Besok aku akan melihat keadaan pasukan di sisi Utara hutan Lemah Cengkar itu"berkata Swandaru.
Orang yang wajahnya cacat itupun berkata " Silahkan. Agaknya kau tidak percaya kepada kekuatan kami. Besok kau akan mengetahui, bahwa kami tidak sedang bermain-main. Kami sadar, bahwa kami akan menyerang Mataram."
" Baiklah. Tetapi bagaimana kami besok dapat sampai ke perkemahanmu ?"
Orang yang wajahnya cacat itu berkata " Ki Ambara akan membawamu."
" Baik. Terima kasih " Swandarupun mengangguk-angguk. Sebenarnyalah dikeesokan harinya, Ki Ambara telah singgah di rumah Swandaru. Agung Sedayu yang masih berada di rumah Swandaru telah ikut bersama mereka pergi ke sisi Utara hutan Lemah Cengkar. Swandaru dan Agung Sedayu memang terkejut melihat pasukan yang berkemah di hutan itu. Bukan saja jumlahnya cukup besar, tetapi nampaknya mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki pengalaman yang luas. Beberapa orang pemimpinnya nampaknya orang berilmu tinggi.
"Luar biasa"berkata-Swandaru di dalam hatinya. Ia telah membandingkan kekuatan itu dengan kekuatan yang ada di Sangkal Putung.
Agung Sedayupun menyadari, bahwa kekuatan itu cukup besar untuk dihadapi. Seandainya pasukan itu menyerang Sangkal Putung, maka Sangkal Putung tentu akan pecah. Kekuatan para pengawal di Sangkal Putung saja tidak akan dapat mengimbangi kekuatan itu.
Swandaru dan Agung Sedayupun kemudian telah diperkenalkan dengan para pemimpin dari pasukan yang sedang berkemah itu. Mereka adalah orang-orang yang nampak sangat meyakinkan.
Namun, Ki Ambara sebelumnya sudah memberitahukan, bahwa Agung Sedayu dari Tanah Perdikan Menoreh akan datang bersama Swandaru, sehingga orang-orang yang telah terlibat langsung dalam pertempuran di Tanah Perdikan Menoreh, tidak menampakkan dirinya.
" Agung Sedayu mempunyai ingatan yang sangat kuat " berkata Ki Ambara.
Beberapa saat setelah Swandaru dan Agung Sedayu menyaksikan kekuatan yang tersimpan di perkemahan itu, maka merekapun segera minta diri. Mereka telah melihat jumlah orang yang cukup besar. Persenjataan yang baik. Perbekalan yang mencukupi dan agaknya juga kesetiaan yang tinggi.
Ketika mereka akan meninggalkan tempat itu, orang yang wajahnya cacat oleh goresan senjata itu sempat bertanya " Ki Lurah Agung Sedayu. Bukankah kata-katamu benar-benar dapat dipegang ?"
Agung Sedayu memandang Swandaru sekilas. Kemudian iapun menjawab " Janjiku terutama aku ucapkan kepada kakang Swandaru. Kami sudah membuat janji seorang laki-laki"
" Aku tahu. Tetapi maksudku adalah kekuatan di belakangmu. Apakah kau benar-benar dapat menggerakkan pasukanmu serta seluruh kekuatan Tanah Perdikan Menoreh, karena Ki Gede Menoreh tidak dapat datang dalam pertemuan ini."
" Aku sudah mengatakannya kepada kakang Swandaru. Meskipun aku harus mengorbankan beberapa orang di dalam pasukanku."
" Apa maksudmu ?"
" Aku harus menyingkirkan beberapa orang yang nampaknya akan menghalangi usahaku, menyeret orang-orangku ke dalam rencana ini. Tetapi semuanya sudah aku rencanakan dengan baik. Aku sudah mempersiapkan orang-orangku yang setia, untuk pada saatnya menyingkirkan mereka."
Orang berwajah cacat itupun kemudian telah memperkenalkan seorang yang umurnya kira-kira sebaya dengan Agung Sedayu. Katanya " Ia juga seorang Lurah Prajurit dari Demak. Ia juga pernah memimpin prajurit dari Pasukan Khusus yang tangguh."
Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Nampaknya orang itu masih terlalu muda jika pada saat Demak masih berdiri, ia sudah menjadi seorang Lurah Prajurit.
Orang yang wajahnya cacat itu tiba-tiba tertawa. Katanya"Jangan terkejut Orang ini memiliki ilmu yang jarang dimiliki orang lain. Ia dapat menghambat kekuatan yang mencengkamnya. Sebenarnyalah bahwa umurnya jauh lebih tua dari ujudnya.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Jika orang itu dapat menghambat gerak ketuanya, maka ia tentu orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Selagi Agung Sedayu memperhatikan orang itu, maka orang itupun berkata " Aku juga sudah mendengar tentang kebesaran namamu, Ki Lurah. Semoga namamu menjadi semakin besar, meskipun mungkin sekali kebesaran namamu bukan karena kelebihan ilmumu, tetapi semata-mata karena orang lain dengan sengaja ingin mencuatkan namamu untuk kepentingan tertentu."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Mungkin Ki Lurah. Eh, siapakah nama Ki Sanak."
"Namaku Wira Sambada."
Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Sementara Ki Lurah Wira Sembada itu bertanya"Kau pernah mendengar namaku?"
Agung Sedayu menggelengkan kepalanya. Katanya " Belum Ki Lurah "
" Bagus. Sekarang kau sudah mendengar, bahwa di Demak pernah ada seorang Lurah prajurit dari Pasukan Khusus berkuda yang bernama Wira Sembada."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Ya, Ki Lurah."
" Sekarang, kita dari angkatan yang berbeda akan bekerja bersama. Bukan maksudku untuk bersaing. Tetapi aku hanya ingin menguji, siapakah yang lebih baik diantara para Lurah terpilih pada masa kejayaan Demak dan pada masa Mataram sekarang ini."
" Tetapi aku bukan orang terbaik diantara para Lurah prajurit di Mataram, Ki Lurah Wira Sembada."
Ki Lurah Wira Sembada itu tertawa. Katanya " Namamu adalah nama yang paling dikenal diantaranya para Lurah di Mataram. Memang mungkin kau bukan yang terbaik. Tetapi kau dapat dipakai untuk melihat tataran rata-rata Lurah prajurit dari Pasukan Khusus di Mataram."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sementara itu Swandaru tertawa sambil berkata"Jika Agung Sedayu pantas menjadi seorang Lurah prajurit, maka aku sepantasnya menjadi seorang Tumenggung. Setidak-tidaknya seorang Rangga dalam tatanan keprajuritan Mataram."
Ki Ambara tiba-tiba saja menyela " Kedudukan seseorang tidak selalu ditentukan oleh tingkat kemampuan dan kelebihannya. Tetapi Ki Lurah Agung Sedayu telah mengenal dan dikenal oleh Panembahan Senapati dimasa mudanya."
Swandaru tiba-tiba saja menyahut " Ya. Kawan, kenalan dan hubungan-hubungan lain akan sangat menentukan."
Ki Lurah Wira Sembada tertawa. Katanya"Kita akan dapat membuktikan di dalam perang yang bakal datang."
Suara tertawa Swandarupun menjadi semakin keras dan berkepanjangan. Sementara itu Agung Sedayu hanya berdiam diri saja, bahkan seperti seorang yang kebingungan.
" Baiklah " berkata Swandaru kemudian " aku minta diri. Kita sudah menyusun rencana dengan baik. Kita semuanya harus menepati waktu jika kita tidak ingin gagal."
-Sehari sebelum saatnya kita bergerak, aku akan menemui Ki Swandaru lagi"berkata Ki Ambara.
" Bagus. Aku berharap bahwa Agung Sedayu sudah pulih sepenuhnya. Tenggang waktu kita kelak hanya sehari."
-agaknya aku sudan baik, Kakang."
" Bukan hanya sudah baik, tetapi pulih kembali."
" Ya. Pulih kembali. Sekarangpun telah hampir pulih."
" Bagus. Kita tidak boleh gagal. Jika kita gagal, maka kita tentu akan dilumatkan. Terutama Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh."
" Ya " sahut Ki Ambara " dan kalian tidak akan pernah dapat bangkit kembali untuk selama-lamanya."
Demikianlah, maka sejenak kemudian, Swandaru, Agung Sedayu dan Ki Ambarapun bersiap untuk meninggalkan perkemahan itu. Sambil melangkah ke kuda mereka, Agung Sedayu dan Swandaru sempat melihat kekuatan yang tersimpan di dalam perkemahan itu. Apalagi Ki Ambara dengan sengaja menunjukkan kekuatan itu kepada Swandaru.
Dalam perjalanan pulang, Ki Ambara tidak singgah di Sangkal Putung. Tetapi ia langsung pulang ke Kajoran.
Namun Ki Ambara itu sempat bertanya " Kapan Ki Lurah kembali ke Tanah Perdikan."
" Segera Ki Ambara. Mungkin hari ini."
" Hari ini" " bertanya Ki Ambara.
" Jangan mengigau. Lihat, dimana matahari sekarang " sahut Swandaru.
Mereka bertiga menengadahkan wajah mereka. Matahari ternyata sudah melampaui puncaknya dan bahkan sudah mulai tergelincir ke Barat.
Agung Sedayu mengangguk. Katanya " Besok, pagi-pagi sekali "
" Apakah Nyi Lurah juga akan kembali ke Tanah Perdikan besok pagi bersama Ki Lurah."
" Ya." Tetapi Swandaru menyahut " Kau belum bertanya kepadanya, apakah Sekar Mirah akan ikut ke Tanah Perdikan atau tidak."
" Aku memerlukannya. Aku membutuhkan dorongan kekuatan jiwani untuk melakukan tugas ini."
"Jangan mementingkan diri sendiri " geram Swandaru. Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Sementara Swandaru berkata selanjutnya " Segala sesuatunya terserah kepada Sekar Mirah.
Tetapi jika Sekar Mirah akan tetap berada di sini, kau jangan memaksanya untuk kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. Mungkin ia ingin mulai dari kampung halamannya, sementara kau akan datang dari Tanah Perdikan langsung ke Mataram."
. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Baiklah. Segala sesuatunya terserah kepada Sekar Mirah. Tetapi aku menginginkannya ikut kembali ke Tanah Perdikan. Mungkin aku memerlukan bantuannya, bukan saja dorongan jiwani. Tetapi juga kemampuan dan ilmunya.Swandaru mengerutkan dahinya. Katanya " Kita akan berbicara dengan Sekar Mirah."
Agung Sedayupun terdiam. Dipandanginya jalan yang panjang yang terbentang dihadapannya.
Ketika mereka sampai di sebuah jalan simpang, maka Ki Ambarapun berkata " Kita akan berpisah disini. Aku akan langsung pulang ke Kajoran."
Demikian mereka berpisah, maka masing-masing telah melarikan kuda mereka lebih cepat. Sementara itu, Agung Sedayupun berkata " Aku akan kembali ke Jati Anom segera.-"
Swandaru nampaknya tanggap. Karena itu, maka iapun menyahut " Baiklah, kakang. Mungkin Ki Ambara besok akan mengirimkan orangnya untuk mengamatinya kemana kakang pergi."
Seperti yang dikatakan diperjalanan pulang dari hutan di sisi Utara Lemah Cengkar, maka Agung Sedayupun segera berbenah diri. Bersama Sekar Mirah iapun meninggalkan Sangkal Putung dan kembali ke Jati Anom. Mereka tidak mau diamati oleh petugas sandi yang mungkin akan dikirim oleh Ki Ambara esok pagi."
Demikianlah, maka segala persiapan telah berjalan lancar. Latihan-latihan di Sangkal Putungpun berlangsung terus. Para pengawal masih tetap tidak mengetahui, apa yang harus mereka lakukan kembali. Namun mereka justru berlatih bersungguh-sungguh untuk menghadapi teka-teki yang semakin lama menjadi semakin mencengkam.
Para pengawal yang masih belum tahu, siapakah yang akan mereka hadapi itu tidak ingin menyesal di medan. Jika tiba-tiba saja mereka harus berhadapan dengan pasukan yang memiliki kekuatan yang besar, mereka tidak boleh membiarkan diri mereka digilas tanpa dapat memberikan perlawanan yang berani.
Dari hari ke hari, Sangkal Putung rasa-rasanya semakin dicengkam oleh ketegangan. Mereka masih harus menduga-duga, apa yang akan terjadi beberapa hari lagi. Rasa-rasanya mereka harus siap untuk meloncat kedalam kegelapan.
Ki Ambara dan Ki Saba Lintang tidak tinggal diam. Mereka mengirimkan beberapa orang petugas sandi untuk mengamati perkembangan Sangkal Putung. Mereka memang melihat kesibukan yang semakin meningkat. Latihan-latihan yang semakin keras.
Namun orang yang dikirim untuk mengamati perjalanan Agung Sedayu tidak berhasil melihat kepergian Agung Sedayu dari Sangkal Putung.
Ketika Ki Ambara menemui Swandaru, Swandaru itu berkata " Sekar Mirah akhirnya ikut suaminya ke Tanah Perdikan."
" Bukankah itu wajar sekali " sahut Ki Ambara " bahkan sudah seharusnya Nyi Lurah mengikuti suaminya."
" Ya. Karena itu, aku tidak mencegahnya. Segala sesuatunya terserah kepada Sekar Mirah."
Kedatangan Ki Ambara itu terutama untuk mematangkan segala rencana. Waktu yang telah ditetapkan harus dipegang segala pihak dengan sebaik-baiknya. Jika terjadi kelambatan salah satu pihak, maka akibatnya akan dapat menjadi buruk sekali.
Ki Ambara dan Swandaru bahkan telah merencanakan arah serangan mereka. Pada saat fajar menyingsing dihari yang ditentukan, maka pasukan Sangkal Putung akan menyusup dari arah Selatan langsung menuju ke barak pasukan Mataram yang dipimpin Utara. Sementara itu, pasukan yang dipimpin Ki Ambara akan memasuki Jati Anom dari sisi Utara. Kedua pasukan itu akan mengepung barak dan memecahkan pertahanan pasukan Untara hari itu juga.
" Jangan diberi kesempatan untuk menunda kekalahan. Hari itu juga pasukan itu harus dihancurkan. Kita tidak mempunyai waktu untuk beristirahat. Pasukan kita akan langsung menuju ke Mataram, -belum fajar Mataram harus sudah dikepung, meskipun baru setelah matahari terbit kita menyerang. Mungkin pasukan kita sangat letih. Tetapi jika ada tenggang waktu, penghubung dari Jati Anom akan sempat memberi laporan kepada Mataram. Sehingga Mataram akan dapat mendatangkan pasukan yang berada di Ganjur dan barangkali dari barak yang lain untuk memperkuat pertahanan mereka."
" Ya " Swandaru mengangguk-angguk " pasukan kita memang akan menjadi sangat letih. Tetapi pasukan dari Tanah Perdikan Menoreh adalah pasukan yang masih segar."
Pendekar Muka Buruk 1 Pendekar Mata Keranjang 6 Pewaris Pusaka Hitam Bergaya Sebelum Mati 2

Cari Blog Ini