Ceritasilat Novel Online

Balada Padang Pasir 14

Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 14 makanan sehari-hari di Wisma Huo. Aku sama sekali bukan orang yang sulit makan, semua dapat kumakan, tapi anak yang belum lahir ini telah kami manjakan, setelah hamil, aku yang rakus berubah menjadi tak bisa makan apapun. Kalau melihat ada makanan yang sedikit lebih baik diantara makanannya, Wei Ji memberikannya padaku, aku pun tak sungkan padanya, namun walaupun demikian, aku masih tak punya selera makan. Kalau aku memaksa diriku makan sedikit lebih banyak, aku langsung muntah, Wei Ji begitu cemas hingga air matanya bercucuran. Aku merasa amat cemas dan tak berdaya, namun aku tak mau Wei Ji terlalu menyalahkan dirinya sendiri, maka aku memaksa diriku untuk menertawakan diriku sendiri, "Entah dia mirip siapa, aku dan Qubing sama-sama tak susah makan, tapi punya anak yang begitu pemilih seperti ini, setelah ini aku harus mengajarnya dengan baik". Di seluruh sel itu hanya ada sebuah tempat kecil di depan jendela, ketika matahari bersinar di tengah hari, beberapa berkas sinar mentari menerobos masuk dari jeruji jendela yang amat sempit. Di tengah cahaya itu, debu yang tak terhitung banyaknya berterbangan dan menari-nari, setelah lama memandangnya, aku menjadi terpana, tak tahu apakah debu adalah aku, atau apakah aku adalah debu, atau apakah seluruh semesta ini adalah debu. Sepasang sepatu bot tipis, jubah putih yang pas di badan, sinar mentari bersinar dari balik tubuhnya, sehingga tubuhnya memancarkan cahaya terang yang berkilauan bagai emas, membuatnya bagai sebuah ilusi yang dibawa angin, namun senyum yang sehangat mentari pagi itu benar-benar nyata dan menyentuh hatiku. Di dalam sel yang gelap dan kotor ini, kemunculannya membuat semuanya menjadi terang benderang dan hangat. Dengan tak percaya, aku memejamkan mataku, namun ketika aku kembali membuka mataku, ia masih berdiri di tengah sinar mentari. Dengan seksama, Jiu Ye memperhatikanku, di matanya tersembunyi rasa khawatir dan jeri. Ia mengangsurkan tangannya ke arahku, walaupun ia tak berkata apa-apa, aku tahu bahwa ia ingin memeriksa denyut nadiku, ia ingin segera memastikan bahwa aku baik-baik saja dan baru dapat merasa lega, tanpa berkata apa-apa, aku memberikan pergelangan tanganku padanya. setelah beberapa saat, wajahnya nampak agak lega, aku ingin menarik tanganku, namun ia mencengkeramnya, tenaganya begitu besar hingga pergelangan tanganku nyeri. Ia masih tersenyum, namun matanya nampak kelelahan, nampaknya ia lebih menderita dari diriku yang berdiam di penjara ini. Aku tak tahu apa yang kurasakan, setelah lama, aku baru dapat berkata, "Aku tak menderita". Dengan perlahan ia membuka tanganku, "Nyonya Chen tak memperbolehkan siapapun memberitahu Jenderal Huo, apa kau ingin agar aku berusaha memberitahunya?" Aku menggeleng-geleng, "Di medan perang, pikiran tak boleh terbelah, pertempuran kali ini adalah pertempuran yang menentukan melawan Shanyu Xiongnu, ini adalah impiannya sejak kecil, kalau ia tak dapat berjuang sekuat tenaga dalam pertempuran ini, hal ini akan menjadi penyesalan seumur hidupnya. Lagipula, aku hanya berdiam beberapa hari dalam sel, bukan masalah besar, oh ya, kenapa kau bisa berada di sini?" Ia tersenyum hambar, "Bagaimanapun juga, kaisar adalah pamanku, kemurahan hati ini tak bisa dibilang besar". Ia berbicara dengan enteng, namun bahaya dan kesulitan yang telah ditempuhnya nampak dengan jelas, untuk melakukan hal ini, entah apa yang dikorbankannya, dan entah apa yang dijanjikannya pada Liu Che. Sesuai dengan wataknya, ia memikul semua penderitaan itu sendiri, bagaimanapun juga aku bertanya, ia tak akan menjawabnya, maka aku pura-pura mempercayai perkataannya, agar jerih payahnya tak sia-sia. "Yu er, sebenarnya apa yang terjadi, ceritakanlah padaku dengan terperinci, agar aku dapat memikirkan cara untuk menanggulanginya". Aku berpikir tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, lalu dengan perlahan menceritakan masalahnya, hubunganku dengan Xiongnu, persahabatanku dengan Richan dan bahwa Li Yan telah menduga bahwa hubunganku dengan Richan tak dangkal, dan oleh karenanya menggunakan Wei Ji untuk menjeratku tanpa kelihatan. Setelah selesai mendengar semuanya, ia mengerutkan dahinya, "Masih ada sesuatu yang tak kau beritahukan padaku, semua orang di istana tahu bahwa walaupun Jenderal Huo dan Jenderal Wei berkerabat, hubungan mereka sangat tegang, karena Jenderal Huo disukai kaisar, di dalam pasukan anak buahnya sampai sering menekan anak buah Jenderal Wei. Kalau Nyonya Li hanya berseteru dengan keluarga Wei karena kedudukan putra mahkota, ia seharusnya tak menyinggung Jenderal Huo, dan malahan harus memanfaatkan masalah diantara Jenderal Huo dan Jenderal Wei, serta berusaha sekuat tenaga menarik Jenderal Huo ke pihaknya, kenapa ia mempersulit dirimu" Kali ini, walaupun melibatkan pangeran dan putri, ia jelas lebih ingin kau?"" Jiu Ye sangat tak ingin mengaitkanku dengan perkataan yang membawa sial itu, maka ia tak meneruskan perkataannya. Aku menjura ke arahnya sambil tersenyum, "Aku benar-benar tak bisa menyembunyikan apapun darimu". Nada suaraku enteng, aku berharap dapat sedikit mencairkan suasana yang berat itu, namun tak berhasil, Jiu Ye masih memandangiku sambil mengerutkan keningnya. "Sebenarnya, aku dan Li Yan mempunyai beberapa ganjalan, tapi aku tak dapat mengatakannya, kebenciannya terhadapku yang begitu besar benar-benar diluar dugaanku". Jiu Ye mengangguk dan tak lagi menanyaiku lebih lanjut, setelah berpikir sejenak, ia berkata, "Kuncinya adalah siapa yang mengulirkan manik-manik itu, atau, kuncinya adalah mencari siapa yang menjatuhkan manik-manik itu. Walaupun kejadian ini dimulai dari Nyonya Jiang, tapi dia hanya seorang yang tak tahu apa-apa, ia tak bisa bermuslihat, justru dayang-dayang yang memimpin permainan minum itulah yang harus ditanyai". "Aku juga berpikir seperti itu, saat itu, ketika melihatnya cepatcepat mengembalikan bilah bambu itu ke dalam kotak, aku sudah curiga bahwa ialah yang membuat perintah itu sendiri, tapi kalau Li Yan dapat membuatnya melakukan hal itu, ia tentu sangat percaya padanya, ia pun berlindung di bawah sayap Li Yan dan amat sulit ditanyai". Dengan perlahan, seulas senyum muncul di sudut-sudut bibir Jiu Ye, senyum itu tak seperti senyumnya dahulu, melainkan mengandung sesuatu yang dingin, "Untuk apa menanyai dia, asalkan kita bisa membuat Nyonya Li mengorbankannya sudah cukup". Aku berpikir sejenak, aku paham maksudnya, namun aku tak tahu bagaimana Jiu Ye akan membuat Li Yan mau mengalah seperti itu. Dari luar sayup-sayup terdengar suara benda-benda besi beradu, mata Jiu Ye penuh rasa enggan berpisah, "Aku harus pergi, bersabarlah dua tiga hari lagi". Setelah Jiu Ye masuk, Wei Ji bersembunyi di sebuah sudut, namun ia sering memandang Jiu Ye. Saat ini, ketika mendengar bahwa Jiu Ye hendak pergi, tiba-tiba ia maju ke hadapan Jiu Ye dan bersujud tiga kali, dengan heran Jiu Ye menatapnya, namun ia tak sempat banyak bertanya dan hanya membalas penghormatannya dengan sopan, "Mohon nyonya mengurus Yu er". Wei Ji cepat-cepat menghindari penghormatan Jiu Ye, lalu mengangguk-angguk dengan ketakutan. Kepergian Jiu Ye membawa pergi satu-satunya sinar mentari di sel itu, namun ia telah meninggalkan sinar mentari dalam hatiku. Wei Ji nampak agak tertegun, aku memandangnya dan bertanya, "Kau kenal Jiu Ye?" Ia mengangguk-angguk, lalu menggeleng-geleng, "Aku pernah melihatnya, ternyata kalian orang Han memanggilnya Jiu Ye. Hanya sedikit yang pernah melihatnya, tapi kami semua membayangkan bahwa ia tentunya adalah seseorang yang hatinya seluas langit, oleh karenanya, kami orang Xiyu memberinya panggilan kehormatan "Shi Nantian". Xiyu lebih tandus dibandingkan dengan Dinasti Han, banyak tanaman obat tak bisa tumbuh, orang Han selalu suka menjual tanaman obat itu dengan harga mahal pada kami, akan tetapi Shi Nantian tak hanya membuka toko obat di seluruh Xiyu, harga obatnya pun sama dengan harga di Dinasti Han, selain itu, setiap kali ada wabah penyakit, atau pertempuran diantara Dinasti Han dan Xiongnu, obat-obatannya diberikan secara cuma-cuma pada orang-orang yang tak punya tempat tinggal. Ketika aku belum dipilih menjadi gadis penari, aku pernah melihatnya mengobati seorang pengemis kecil di jalanan, hari itu ia mengenakan pakaian putih, sederhana namun anggun dan bersih, bagai salju di puncak gunung suci Tuomuer, tubuh pengemis kecil itu penuh borok hitam pekat yang bau, namun ia memeluk anak itu, segala tindakannya amat hati-hati agar tak membuat anak itu kesakitan, seakan sedang membopong sebutir permata. Setelah itu, di istana Guizi, aku sekali lagi melihatnya, saat itu, pangeran kecil baru mencoba sebuah busur silang yang amat kuat, ia merasa sangat bersemangat dan hendak memeluknya, suatu kehormatan yang diimpikan banyak orang, namun ia sama sekali tak perduli, walaupun ia tersenyum, namun aku dapat merasakan rasa hambar dan penolakan dalam hatinya. Aku tak sengaja mendengar pembicaraan mereka, dan menduga bahwa ia tentunya adalah Shi Nantian yang sering dibicarakan orang itu. Di kolong langit ini, kecuali dirinya, siapa yang punya hati seperti itu" Walaupun tubuhnya cacat, namun wajah dan suaranya dapat membuatmu merasa bahwa ia lebih mulia dari siapapun. Setiap kali aku melihatnya, ia selalu tersenyum, namun aku selalu merasa bahwa ia menanggung beban yang berat, senyumnya menyembunyikan kelelahan yang amat sangat, maka aku selalu berpikir bahwa penghormatan terbesar adalah dengan tak menganggunya. Ia tinggal selama tiga hari di istana, aku hanya tiga hari melihatnya dari kejauhan, setiap hari aku memohon pada dewa agar pada suatu hari ia dapat menjadi seperti orang biasa. Tak nyana, hari ini aku kembali melihatnya, dan melihatnya di tempat yang paling tak terbayangkan". Bibir Wei Ji sedikit melengkung, seakan sedang tersenyum, namun juga bersedih, "Dapat melihat Shi Nantian yang seperti ini sungguh bagus, ia dapat merasa kesal, dapat marah, dan juga dapat tertawa riang karena merasa lega, ia bukan seorang dewa yang sebatang kara dan kesepian, tapi dia"..sedang"..bersedih". Tanpa berkata apa-apa. aku berpaling, tak memperdulikan pandangan mataku jatuh ke mana, hanya ingin menghindari pertanyaan dan permohonan Wei Ji yang mungkin tak dipahami oleh dirinya sendiri. Shi Nantian, apakah ia meringankan penderitaan orang lain" Tapi siapa yang dapat meringankan penderitaannya" Setelah Jiu Ye datang, kehidupanku dan Wei Ji berubah menjadi jauh lebih baik, makanan sehari-hari jauh lebih enak rasanya, bahkan setelah makan malam, mereka memberi kami seguci besar susu sapi. Karena aku masih sangat pemilih, kalau tak suka bisa tak makan sesuap pun, atau kalau makan langsung muntah, Wei Ji memberikan semua makanan yang kusukai atau dapat kumakan kepada diriku, dengan demikian, dua hari belakangan ini aku dapat makan kenyang. Di tengah kegelapan, Wei Ji berkata dengan suara pelan, "Besok kita dapat keluar". Aku mendengus. Wei Ji sangat percaya pada Jiu Ye, pada dasarnya, ia tak paham bahwa masalah ini sangat rumit, ia hanya mempercayai perkataan Jiu Ye bahwa kami harus bertahan dua atau tiga hari lagi. Di tengah malam, aku bangun karena kesakitan dengan kepala penuh keringat dingin, aku hendak berteriak memanggil Wei Ji, namun tak kuasa bersuara, sekujur tubuhku sebentar panas sebentar dingin, dan tak henti-hentinya gemetar, sama sekali tak berdaya. Untung saja, tidur Wei Ji tak nyenyak, gerakan tubuhku yang gemetar membangunkannya. Begitu melihatku, air matanya bercucuran karena ketakutan, lalu ia menerjang keluar sambil berseru minta tolong. Melihat reaksinya, separuh hatiku menjadi dingin, Wei Ji adalah seseorang yang tenang dan berkepala dingin, kalau ia sampai tak bisa mengendalikan dirinya seperti itu, jangan-jangan saat ini aku seperti sudah separuh melangkah ke ambang pintu neraka. Wei Ji berseru-seru untuk beberapa saat, namun tak ada yang menanggapinya, ia cepat-cepat menanggalkan baju luarnya dan menyelimutiku dengannya, tubuhku begitu sakit hingga seakan hancur berkeping-keping, kalau bisa aku ingin luluh menjadi abu agar dapat menghindari rasa sakit yang bagai siksaan neraka ini, kesadaranku perlahan-lahan hilang dalam kegelapan. Tak bisa, aku tak bisa tertidur, kalau tidur aku mungkin tak merasa sakit lagi, namun ada orang yang akan bersedih, aku telah berjanji pada Qubing bahwa aku akan menjaga diriku".dan anak kami dengan baik, hatiku terkesiap, dengan kesadaran terakhirku, aku mengigit lidahku sendiri kuat-kuat, mulutku penuh darah, namun aku jauh lebih sadar. Rasa sakit itu datang tanpa ujung pangkal, tak seperti sakit karena penyakit, tapi lebih mirip keracunan. Aku tak bisa berbicara, hanya dapat memberi isyarat pada Wei Ji dengan mata, Wei Ji benar-benar amat cerdas, begitu melihatku memandang ke arah guci tanah liat, ia segera mengambilnya, lalu menyokongku dan meminumkan susu sapi padaku. Darah di mulutku bercampur dengan susu dan tertelan olehku, perutku mual luar biasa, namun aku masih memaksa diriku untuk terus minum, karena dengan setiap tegukan, kesempatanku untuk hidup pun bertambah. Sambil memelukku, Wei Ji menangis, "Xiao Yu, kalau ada yang harus mati, seharusnya akulah yang mati dahulu, akulah yang mengkhianati Selir Li dan menghancurkan pagoda kumala, kenapa aku tak apa-apa?"" Tiba-tiba ia mengerti, wajahku penuh rasa takut dan menyesal, "Kita bertukar makanan, kau seorang diri terkena dua porsi racun". Mulutku telah penuh darah, walaupun aku mengigit lidahku lagi, aku tak dapat mempertahankan kesadaranku, di tengah air mata dan suara Wei Ji yang memohon-mohon, kesadaranku sedikit demi sedikit masuk ke dalam dunia yang gelap gulita. Aku seakan tidur di atas awan, merasakan suatu perasaan nyaman yang sulit dilukiskan, aku sangat ingin terus tidur seperti ini, namun sebuah titik terang dalam pikiranku memberitahu diriku bahwa aku harus bangun, bagaimanapun juga harus bangun. Diriku seakan berubah menjadi dua orang, yang seorang tidur di atas awan putih, sedangkan yang seorang lagi sedang memandangi diriku sendiri yang sedang tidur dari angkasa, ia berseru sekuat tenaga ke bawah, "Bangun, cepat bangun". Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Namun diriku yang sedang tertidur tak bereaksi, semakin lama semakin lelah, begitu lelah hingga setiap saat dapat terjatuh dari angkasa, jatuh hingga pecah berkeping-keping, pikiranku pun pelahan-lahan menjadi kabur, namun aku masih berusaha sekuat tenaga untuk bertahan, aku berulangkali berseru, "Jin Yu, kau harus bangun, kau tentu harus bangun, kau dapat melakukannya, asalkan berusaha membuka mata, teruslah berusaha, kau dapat bangun, kau dapat melakukannya?"" Aku dapat melakukannya, aku pasti dapat melakukannya, ada orang yang menungguku! Kelopak mataku seberat gunung, namun akhirnya dengan susah payah aku berhasil membuka mataku. Wajah Jiu Ye kegirangan, air mata samar-samar nampak berlinangan di matanya, tiba-tiba ia memelukku, "Yu er, aku tahu kau pasti akan bangun". Sambil tersenyum, Wei Ji menyeka air matanya, "Untung saja Jiu Ye tak mau menunggu sampai hari terang untuk membawamu keluar. Begitu memecahkan perkara itu, walaupun saat itu tengah malam, ia mohon kaisar melepaskan kita, kalau tidak, walaupun harus mati seratus kali, aku tak akan dapat menebus kesalahanku". Richan memandangku tanpa berkata apa-apa sambil tersenyum, namun matanya masih nampak berair, Xiao Feng yang berada di sisinya menunjukku seraya berkata, "Kalian kaum wanita benarbenar merepotkan, selalu membuat orang khawatir saja!" Sebelum selesai berbicara, suaranya menjadi tersedu sedan, ia pun tiba-tiba berpaling. Rupanya aku benar-benar telah mengelilingi istana raja neraka, sampai bahkan ilmu pengobatan Jiu Ye pun tak dapat menjamin kelangsungan hidupku, dan membuat semua orang sangat cemas. Tanganku dengan lembut mengelus perutku, setelah tahu ia baikbaik saja, aku baru merasa benar-benar lega. Mata Jiu Ye merah darah, ia amat pucat, dirinya yang selalu nampak anggun, ternyata pakaiannya lusuh, nampaknya ia tak pernah mengantinya. Aku hendak berkata "terima kasih", tapi aku tahu bahwa hal itu tak perlu, kedua kata itu terlalu tak berarti, selain itu, aku tak ingin ia tahu perasaan dalam lubuk hati terdalamku, begitu banyak hal hanya dapat selamanya kukubur dalam lubuk hatiku yang terdalam, kalau aku mengatakannya, hal itu hanya akan menambah penderitaannya. Dengan suara parau, aku bertanya, "Semuanya sudah selesai?" Jiu Ye memandangiku tanpa berkedip, tak mendengar perkataanku. Aku tak berani memandangnya dan mengalihkan pandangan mataku ke arah Richan, Shi Feng cepat-cepat berkata, "Kau tidur hampir empat hari empat malam, masalah yang amat berat itu sudah selesai". Dengan tenang Richan berkata, "Manik-manik kumala itu adalah akal busuk seorang gadis pelayan di perjamuan itu, ia adalah pelayan Selir Yin yang baru diangkat oleh kaisar, Selir Yin hendak menggunakan kesempatan itu untuk membunuh dua ekor burung dengan sebatang anak panah, membuat Permaisuri Wei dan Nyonya Li bertengkar, sehingga ia dapat diam-diam mengambil keuntungan darinya. Setelah hal itu terungkap, pelayan istana itu dihukum bunuh diri, sedangkan gelar Selir Yin dicabut dan ia dibuang ke istana dingin". Walaupun Li Yan tak melukai Permaisuri Wei, namun ia berhasil mengalahkan seorang pesaing dengan telak. Selir Yin, wanita yang penuh senyum, riang dan bertubuh sehat itu bak bumi dan langit dengan Li Yan yang pesonanya halus mengundang rasa iba, ia baru saja disayangi oleh Liu Che, namun tanpa tahu apaapa, telah tergilas diantara dua kekuatan besar dan diasingkan ke istana dingin. Hatiku terkesiap, Jin Yu, oh Jin Yu! Kau masih sempat menyesalkan nasib orang lain" Bukankah kau seorang yang cerdas" Kalau tak ada Jiu Ye, jangan-jangan kau sudah dengan bodohnya menjumpai raja neraka. Kau tak bisa meremehkan Li Yan lagi, dan juga tak boleh lemah hati terhadapnya lagi, kalau tidak aku akan mencelakai diriku sendiri, membuat musuh tertawa dan orang-orang terdekatku menangis, "Apakah aku terkena racun?" Jiu Ye tak menjawabku, ketika berpaling aku baru tahu bahwa ketika kami sedang berbicara, ia telah tertidur sambil separuh bersandar pada dipan. Sambil memandangku, Wei Ji berkata, "Selama hampir empat hari empat malam, Jiu Ye berjaga di samping dipanmu tanpa memejamkan mata, walaupun kami menasehatinya, tak ada gunanya". Aku menatap wajah Jiu Ye yang pucat dan kelelahan, perasaan dalam hatiku tak menentu. Dengan cemas Xiao Feng memandang Jiu Ye, aku cepat-cepat berkata, "Jangan ganggu Jiu Ye, biarkan ia tidur! Pindahkan aku ke dipan di luar". Wei Ji dan Xiao Feng meletakkan bantal di bawah kepala Jiu Ye, menanggalkan sepatu dan kaus kakinya, lalu menaruh sebaskom es di kaki dipan untuk mengusir hawa panas. Ketika Wei Ji baru saja berbalik hendak pergi, dalam keadaan setengah sadar, di dalam tidurnya, Jiu Ye menarik gaunnya, lalu mengumam, "Yu er?"" Ketiga orang di kamar itu memandangku, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan mata mereka. Wei Ji hendak menarik gaunnya, namun Jiu Ye tak mau melepaskannya, keningnya berkerut, membuat orang yang melihatnya merasa sedih. Xiao Feng hendak membantunya, namun Wei Ji menggeleng dan menghentikannya, "Biarkan Jiu Ye menariknya! Paling tidak, dalam tidurnya ia akan dapat merasa agak lega". Richan menghela napas dengan pelan, lalu memberikan sebuah gunting pada Wei Ji, Wei Ji mengunting gaunnya, Jiu Ye mengenggam potongan gaun itu, kerutan di keningnya perlahanlahan menghilang. Aku menunduk di atas bantal, hatiku amat pedih. Richan memahamiku, ia duduk di samping dipanku dan menepuk-nepuk bahuku, "Bukankah kau barusan ini bertanya tentang racun?" Aku menarik napas dalam-dalam, memusatkan perhatianku. Karena keadaan sudah seperti ini, aku dan Li Yan sudah tak dapat berbaikan lagi, selain itu aku juga telah kembali melibatkan Jiu Ye yang telah mengundurkan diri dari Chang"an ke dalam pusaran lumpur Chang"an ini, dan menariknya ke dalam pusaran lumpur terbesar ?" perebutan kedudukan putra mahkota, tak perduli untuk siapa, aku harus menguatkan diriku. Richan melihat diriku mendengarkan dengan serius, ia mengangguk dengan perlahan dan berkata, "Beberapa hari belakangan ini Jiu Ye sibuk menyelamatkanmu, banyak masalah yang terabaikan, kami bertanya pada Jiu Ye siapa orang yang meracunimu, Jiu Ye tak menjawab, namun aku menduga bahwa ia tentunya adalah Nyonya Li. Kaisar pasti sudah tahu kau terkena racun, tabib istana dan obat-obatan yang langka dan sukar dicari tak henti-hentinya diantar kemari, walaupun mereka tak mengatakan untuk siapa obat-obatan itu, semua orang berlagak pilon! Melihat tingkah laku kaisar, nampaknya kaisar merasa jeri dan cemas, dan?"", Richan berhenti sejenak, "sangat khawatir". Kalau benar-benar terjadi sesuatu, akan ada satu mayat dan dua nyawa, walaupun kaisar dapat mencegah kabar tentangnya tersiar keluar di sini, Jiu Ye pasti dapat memberitahu Huo Qubing, dengan watak Huo Qubing yang seperti itu, dan sekarang memegang kekuasaan atas pasukan yang amat besar, kaisar benar-benar harus mengkhawatirkannya. Ketika berpikir sampai di sini, tubuhku tiba-tiba terguncang, Li Yan sama sekali tak melakukannya untuk melampiaskan dendam pribadi, tujuan akhirnya adalah seluruh Dinasti Han. Walaupun Huo Qubing dan Wei Qing tak akur, bagaimanapun juga mereka masih berkerabat, kalau satu diantara mereka jatuh, seluruh keluarga mereka pun ikut jatuh, kali ini, kalau semua berjalan sesuai dengan kehendak Li Yan, istana Han pasti akan kacau balau, walaupun Liu Che akhirnya dapat menghentikan kekacauan itu, ia akan kehabisan banyak tenaga dan tak punya waktu untuk memperhatikan Xiyu lagi. Wei Ji cepat-cepat memeras sapu tangan dan menyeka keringatku, "Kita bicarakan hal ini nanti saja! Sekarang pulihkan tubuhmu dahulu". Aku berkata, "Aku berhasil merebut kembali nyawaku, tapi aku semakin mengkhawatirkan diriku sendiri. Tak ada jeleknya membicarakan masalah ini sehingga semuanya menjadi jelas, kalau aku sudah punya rencana, aku akan dapat beristirahat dengan tenang, kalau tidak aku akan khawatir setelah ini akan ada panah gelap dan makin tak bisa beristirahat dengan baik". Richan berkata, "Kuncinya adalah bahwa hubunganmu dengan Nyonya Li selalu baik, banyak orang yang sampai sekarang menganggap kalian sedekat kakak beradik. Selain itu, dalam masalah politik, Jenderal Huo dan Keluarga Wei sama sekali tak dekat, bahkan ia sampai melawan kekuatan Jenderal Wei di markas. Bahkan kalau Nyonya Li hendak merebut kedudukan putra mahkota untuk putranya, ia tak akan memojokkanmu dan membuat Jenderal Huo murka karenanya. Selain itu, sekarang Nyonya Li sedang disayang kaisar, kalau tak ada bukti yang amat kuat, kaisar tak akan percaya, dan malahan curiga bahwa karena takut pada kekuatan keluarga Li di istana, keluarga Wei bermuslihat untuk memfitnahnya, oleh karenanya, walaupun masalah peracunan ini telah diselidiki, kaisar tak akan menyelidikinya sampai tuntas". Aku menghela napas dan berkata, "Walaupun Li Yan telah melakukan kesalahan, ia pasti sudah mengatur agar ada jalan mundur dan orang yang dijadikan kambing hitam, kalau tak hatihati akan ada orang tak berdosa yang menjadi korban. Aku tak ingin mengungkit masalah yang sudah berlalu itu. Dalam perkara pagoda kumala yang pecah dan melukai pangeran itu, bagaimana Jiu Ye dapat memaksa Li Yan mundur?" Richan menggeleng-geleng tanda tak tahu, "Aku hanya tahu bahwa Jiu Ye dan kaisar berbicara secara rahasia. Mengenai apa yang mereka bicarakan, hanya Jiu Ye dan kaisar yang tahu. Setelah pembicaraan itu, kaisar mengeluarkan titah agar Jiu Ye menyelidiki masalah itu. Mungkin Nyonya Li merasa bahwa Permaisuri Wei sudah amat sukar digoyang, selain itu ada Jiu Ye yang kekuatannya belum jelas, daripada terlibat dalam masalah yang tak ada gunanya, ia lebih baik mengorbankan sebuah bidak catur dan menggunakannya untuk memukul musuh yang semakin lama semakin berbahaya". Aku mendengus, "Ia mana mau tak melibatkan diri" Ia pasti masih punya jurus simpanan, dan setiap jurusnya semakin kejam, oleh karenanya ia berlagak mencuci tangan untuk membuat semua orang lengah, dan membuat Permaisuri Wei membantunya menghukum Selir Yin, walaupun setelah ini kaisar sering memikirkan kebaikan Selir Yin dan merasa kesal, ia akan menimpakan semuanya pada Permaisuri Wei". Richan dan Wei Ji nampak jeri, Wei Ji mengumam, "Sejak semula semuanya adalah jebakan dalam jebakan, tipu muslihatnya begitu seksama dan menakutkan". Aku berkata pada Richan, "Benar-benar tak adil bagimu, mulamula kau dapat hidup dengan mapan dan aman di Dinasti Han, namun aku menyeretmu ke tengah perseteruan dalam istana ini". Richan mengenggam tangan Wei Ji dan berkata sembari tersenyum, "Bahaya dan bencana menunjukkan isi hati seseorang, dalam hidup ini kalau dapat mengenal beberapa sahabat sehidup semati dan hidup dengan penuh semangat, semuanya tak sia-sia. Tanpa dirimu, aku tak dapat mengenal tokoh-tokoh seperti Jenderal Huo dan Jiu Ye di Dinasti Han, serta kawan-kawan setia seperti Tianchao dan Xiao Feng. Kalau kau hendak menyeretku ke dalamnya lagi, aku bersedia". Wei Ji pun tersenyum dengan wajah riang, "Aku juga bersedia. Sebelum ini aku mendengar cerita tentang orang yang bersedia mati untuk janjinya, dan selalu tak mempercayainya, tapi setelah mengenal dirimu dan Richan, aku mempercayainya. Sebenarnya tak perlu berjanji, sebuah cincin sudahlah cukup". Xiao Feng mengumam pada dirinya sendiri, "Tapi aku tak bersedia, aku si tuan muda ini hanya ingin berdagang dan mendapatkan keuntungan, setelah ini, jangan membuat repot aku dengan masalahmu lagi". Wei Ji mengerenyitkan hidungnya, wajahnya nampak kebingungan, sambil menelengkan kepalanya, ia bertanya dengan nakal, "Kalau begitu, siapa yang pertama mengabaikan urusan dagang dan berjaga di sini siang malam dan berkata ingin membunuh Nyonya Li untuk membalaskan dendam Yu Jiejie" Dan siapa yang begitu melihat Xiao Yu siuman langsung berbalik untuk menyeka air mata?" Sambil melompat keluar kamar, Xiao Feng berkata, "Aku begitu karena Jiu Ye dan kakekku". Kami bertiga memandangi punggung Xiao Feng, lalu tertawa bersama. Hatiku penuh kehangatan, kabut yang menyelimutinya karena Li Yan menghilang, punya kawan-kawan seperti ini, hidupku tak sia-sia. ?"?"?"?"?"?"Jiu Ye ingin aku tinggal di Wisma Shi, Tianchao, Richan dan Hong Gu pun memohon agar aku tinggal di Wisma Shi, sebenarnya Paman Chen agak keberatan, namun Jiu Ye bertanya padanya, "Apakah kau bisa menjamin bahwa semua orang di Wisma Huo dapat dipercaya?" Wajah Paman Chen nampak rumit, setelah panik sesaat, ia menghela napas panjang, lalu menghormat pada Jiu Ye dan berkata, "Semua ini disebabkan karena kelalaian hamba tua ini, setelah jenderal pulang, ia pasti akan datang secara pribadi untuk banyak berterima kasih atas bantuan Jiu Ye mengurus Nona Yu". Tangan Jiu Ye tiba-tiba mencengkeram kursi rodanya, lalu perlahan-lahan mengendur, sambil tersenyum ia balas menghormat pada Paman Chen. Tianchao mendengus, "Begitu datang ke Chang"an, Xiao Yu tinggal di Wisma Shi, kami kawan lama, Jenderal Huo tak usah berterima kasih pada kami". Tujuan Paman Chen sudah tercapai, ia pura-pura tak mendengar perkataan sinis Tianchao, setelah menasehatiku, ia berbalik dan pergi. Richan merasa geli sekaligus tersenyum kecut, ia memandangku sambil menggeleng-geleng, namun Wei Ji merasa agak kesal, aku pun hanya dapat tersenyum kecut ke arahnya. Tak perduli apakah Jiu Ye atau Qubing, kalau seorang wanita dapat berjumpa dengan mereka dan mendapatkan cinta mereka, hal itu adalah suatu keberuntungan yang amat besar dalam hidup, namun kalau kedua keberuntungan itu ditambah menjadi satu, hasilnya sama sekali bukan satu ditambah satu menjadi dua, kebahagiaan berlipat ganda, namun sekali salah langkah saja, ketiga orang itu akan sama-sama hancur. Aku kembali tinggal di Pondok Bambu, pohon bambu masih hijau bagai zamrud, burung merpati putih masih berterbangan di angkasa, namun semua orang sudah berubah. Aku menyembunyikan semua penyesalanku dalam hati, Jiu Ye pun berusaha sekuat tenaga menyembunyikan perasaannya, di wajahnya hanya nampak senyum yang bagai angin musim semi itu. Kadang-kadang, kalau aku tak sengaja berpaling atau melihat ke belakang, aku melihat matanya yang sedang menatapku tanpa berkedip. Gelombang bergejolak di sepasang biji matanya yang Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hitam legam, namun rasa sedih dan penderitaan di dalamnya segera berubah menjadi senyuman. Makanan dan minumanku diatur dengan ketat oleh Jiu Ye, begitu juga kapan harus beristirahat dan kapan harus melakukan olah raga yang sesuai, setelah sebulan berlalu, tubuhku telah kembali pulih sepenuhnya. Aku kembali menanyainya tentang isi pembicaraannya dengan Liu Che, dan tentang apa yang dijanjikannya pada Liu Che sehingga ia diperbolehkan menyelidiki kasus pagoda kumala itu, namun Jiu Ye selalu hanya tersenyum dan tak menjawab. Setelah aku "jatuh sakit", Liu Che selalu mengirim tabib istana untuk memeriksaku, dan juga sering memberi obat, dari tempat permaisuri pun dayang-dayang datang memeriksaku, dan yang paling menggelikan, Li Yan pun mengirim dayang-dayang untuk dengan sopan menanyakan keadaanku, selain itu ia juga menulis surat yang berisi berbagai cara yang digunakannya untuk merawat janin ketika ia hamil, surat itu penuh rasa khawatir, kurasa kalau membacanya, Liu Che akan benar-benar merasa tersentuh karena Li Yan tak melupakan sahabat lamanya, perasaan diantara kami kakak beradik sungguh mendalam! Setiap kali melihat orang yang dikirim Li Yan, amarah Xiao Feng berkobar-kobar, ia seperti ingin menghunus golok, namun ia selalu duduk kembali di tempatnya semula dengan patuh setelah dilirik oleh Jiu Ye. Setelah orang itu pergi, Xiao Feng memaki-maki sambil melompat-lompat di hadapanku, katanya selama berdagang ia pernah berjumpa dengan orang licik, tapi ia tak pernah melihat orang yang selicik Li Yan, namun kalian benar-benar pandai menahan diri, dan bahkan masih dapat menjawab sambil tersenyum. Tianchao beberapa kali menasehatinya, namun tak berhasil, dan akhirnya hanya dapat membiarkannya. Setelah Jiu Ye mendengar makiannya, ia menatap Xiao Feng dengan tajam selama beberapa saat, dipandang seperti itu, bulu roma di lengan Xiao Feng nampak berdiri, Xiao Feng mengelus bulu roma di lengannya, lalu terdiam. Aku jarang melihat si kepiting itu mengaku kalah, sambil menutupi wajahku dengan kipas sutra, aku diam-diam tertawa. Jiu Ye berkata pada Xiao Feng dengan hambar, "Setelah ini, kau harus menyambut orang yang dikirim Nyonya Li, kalau sampai terjadi sesuatu, kau tak usah tinggal di Chang"an lagi, pergilah ke Xiyu membantu kakak pertama dan kakak kedua". Xiao Feng menunduk, tanpa berkata apa-apa, ia berdiri di tempat selama dua shichen lebih. Aku dan Tianchao berbicara padanya, namun ia sama sekali tak sudi mendengarkannya. Setelah semalam, wajah Xiao Feng nampak berubah. Sambil memandang Xiao Feng, Tianchao berkata pada Jiu Ye, "Setelah ini semua urusan di Chang"an dapat kita serahkan pada Xiao Feng dengan hati lega". "Hatinya lebih besar daripada Xiao Lei dan Xiao Dian, kalau ia ingin berkuasa di Chang"an, ia harus pandai bersikap rendah hati di depan pejabat dan berpura-pura". Walaupun demikian, Jiu Ye tak memujinya, dan malahan agak khawatir. Jiu Ye khawatir bahwa Xiao Feng akan bersikap berlebihan dalam hal ini, namun saat itu Xiao Feng sudah tak bisa diubah lagi, untuk beberapa lama, Jiu Ye tak dapat memikirkan cara yang pantas untuk menyadarkannya. Karena aku sudah sembuh, aku harus pergi ke istana untuk berterima kasih atas perhatian yang mereka berikan padaku, namun begitu aku memberitahukan maksudku pada Jiu Ye, ia segera berkata, "Tak bisa". Aku mengerutkan keningku, dengan menirukan nada bicaranya ketika barusan ini berbicara pada Xiao Feng, dengan perlahan aku berkata, "Orang harus pandai bersikap rendah hati di depan pejabat dan berpura-pura". Aku menirukan nada bicara dan sikapnya dengan sempurna, sambil tersenyum kesal, Jiu Ye menatapku, sinar matanya nampak rumit. Aku jarang mempunyai kesempatan melihat Jiu Ye terpojok hingga tak bisa berkata apa-apa. Tianchao yang sedang minum teh tertawa dan menyemburkan tehnya, ia tersedak air teh dan terbatuk-batuk. Xiao Feng yang mula-mula menonton dari samping dengan wajah tanpa ekspresi melirikku, lalu memandang Jiu Ye yang wajahnya aneh, di wajahnya pun muncul senyum yang dahulu sering kulihat, lalu ia tertawa terbahak-bahak. Jiu Ye melirik Xiao Feng, di bibirnya muncul seulas senyum, "Kau boleh berpura-pura, tapi hatimu harus tulus. Begitu banyak orang kaya di Chang"an tak tahu apa-apa kecuali uang, mereka tak memanfaatkan uang yang mereka dapatkan, melainkan tenggelam dalam uang. Kalau sikapmu berlebihan dalam segala hal, bagaimana kau dapat mempertahankan ketulusan dalam hatimu di tengan kekacauan dunia yang fana ini sepenuhnya tergantung pada dirimu sendiri". Xiao Feng tertegun sesaat, lalu menghormat kepada Jiu Ye untuk berterima kasih sambil tersenyum lebar kepadaku, ia pun berkata dengan nyaring, "Sekarang aku paham". Sekarang Tianchao baru mengerti kenapa aku sengaja menirukan nada suara Jiu Ye untuk mengodanya, ia memandangiku, lalu memandangi Jiu Ye, setelah itu ia menghela napas pelan dengan sikap menyesalkan. "Jiu Ye, aku tahu kau merasa khawatir. Tapi aku harus menghadapi masalah ini sendiri. Menurut peradatan, aku harus datang ke istana untuk berterima kasih pada kedua nyonya itu secara pribadi. Bagaimanapun juga?"bagaimanapun juga aku sudah tak seorang diri lagi, dan sudah mempunyai hubungan yang erat dengan mereka dalam berbagai hal". Tanpa berkata apa-apa, Jiu Ye memandang ke luar jendela, Tianchao dan Xiao Feng diam-diam keluar dari ruangan. Beberapa lama kemudian, suaranya terdengar melayang dengan ringan di dalan ruangan itu, "Jangan makan apapun di istana, tak perduli apakah di kediaman Nyonya Li atau permaisuri, pergilah secepatnya kalau bisa, kalau ada masalah segera cari kaisar, sekarang di seluruh istana hanya kaisar yang dapat dipercaya, karena kaisar telah berjanji padaku?"karena Jenderal Huo, kaisar pasti akan melindungimu". Banyak pertanyaan dalam hatiku, namun saat ini aku tak dapat banyak bertanya dan hanya segera mengiyakan. ?"?"?"?"?"?"?" Setelah masuk isana, aku terlebih dahulu mengucapkan terima kasih pada kaisar. Ketika aku datang, Liu Che sedang membaca laporan di kamar baca, ia tak memanggilku masuk, hanya memerintahku agar berdiri di ambang pintu, setelah dengan asal menanyaiku, ia melambaikan tangannya, menyuruhku pergi. Semua pertanyaannya adalah tentang bagaimana aku memulihkan diri, hanya ada satu pertanyaan yang aneh, ia bertanya, "Masih berapa bulan lagi anakmu lahir?" Aku memikirkannya untuk beberapa saat, namun tak bisa memikirkan kenapa ia ingin tahu, mungkin ia hanya ingin tahu apakah Qubing dapat pulang untuk menyambut kelahiran anaknya atau tidak. Semestinya aku harus menghadap permaisuri dahulu, tapi demi keselamatanku sendiri, aku memutuskan untuk terlebih dahulu menemui Li Yan, dengan demikian, kalau Li Yan hendak berbuat sesuatu ia akan takut pada akibatnya. Wajah tersenyum Li Yan bagai sekuntum bunga, matanya terpaku pada perutku, ia pun berkata, "Hidup anak ini benarbenar penuh marabahaya, dari awal hidupnya sudah begitu tak beruntung, jangan-jangan kelak ia akan semakin kesusahan, mungkin".." Aku tertawa terbahak-bahak, menghentikan perkataan tak enak didengar yang akan diucapkannya, "Mana bisa" Aku dan Qubing tak pernah melakukan perbuatan yang memalukan. Kalau nyonya begitu percaya pada nasib, anda seharusnya mengkhawatirkan diri sendiri, terlalu banyak khawatir memperpendek hidup, kabarnya baru-baru ini nyonya juga sakit, kurasa karena terlalu banyak bermuslihat". Li Yan mengenggam kipas sutranya dengan begitu erat hingga buku-buku jari tangannya perlahan-lahan menjadi putih. "Hamba sengaja datang untuk berterima kasih atas "perhatian dan kasih sayang" yang diberikan oleh nyonya, sekarang aku hendak pergi ke istana permaisuri untuk mengucapkan terima kasih, aku minta diri dahulu". Ketika aku bangkit hendak pergi, sambil tersenyum sinis ia berkata, "Apakah kau benar-benar mengira permaisuri melindungimu" Kalau pikiran Permaisuri Wei begitu sederhana, bagaimana ia dapat menguasai istana belakang selama bertahun-tahun" Dan membuat Permaisuri Chen mati merana di istana dingin" Dibandingkan dengan dirinya, Wei Shaoer adalah seorang dungu. Permaisuri Wei dan Wei Qing adalah dua anggota keluarga Wei yang paling cerdas. Anggota keluarga Wei lain semuanya menentang Huo Qubing menikahimu, hanya mereka berdua yang tak terang-terang menentang, namun juga tak terang-terangan mendukung. Permaisuri Wei malahan tak memperdulikan ganjalan lama diantara kalian berdua, dan sering membantumu, Jin Yu, masa kau cerdas seumur hidupmu, tapi bodoh dalam hal ini?" Sepatah demi sepatah kata, dengan perlahan, ia berkata, "Masa kau percaya bahwa sakitmu disebabkan oleh diriku?" Beberapa pikiran muncul dalam benakku, namun aku hanya menghormat pada Li Yan, lalu berjalan keluar tanpa berhenti. Tiba-tiba, ia bertanya, "Kenapa" Jin Yu, kenapa?" Mendengar pertanyaannya yang tak ada ujung pangkalnya, aku berhenti dan berbalik, lalu bertanya, "Kenapa apa?" Senyumnya sirna, wajahnya nampak agak sedih dan kebingungan, "Mungkin aku harus memanggilmu Yu Jin, kenapa kau melepaskan Shanyu Xiongnu itu" Bukankah kau sepertiku, punya dendam pada orang yang membunuh ayah kita masingmasing?" "Tentunya kau telah mengetahui identitasku dan kau kecewa karena hal itu tak gunanya. Kalaupun aku seorang Xiongnu, aku adalah seorang Xiongnu yang mendendam pada Yizhixie dan tak akan membantunya melawan Han Agung". "Jin Yu, aku hanya ingin tahu kenapa. Sebelum aku masuk ke istana, kau sering menasehatiku untuk melupakan balas dendam dan menjalani hidupku sendiri, saat itu aku merasa bahwa kau tak memahami penderitaanku, sehingga kau dapat memberiku nasehat yang begitu enteng, tapi sekarang aku baru tahu bahwa kau memahamiku, kau memahami dendamku". Suara Li Yan berubah menjadi sedih. Aku mengangkat gaunku dan hendak pergi, suara Li Yan tak henti-hentinya terngiang, "Kenapa" Kenapa?"".Tak adil, Langit tak adil?"seharusnya nasibku dan nasibmu sama, tapi sekarang kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu, dan memiliki cinta sepenuh hati Huo Qubing dan Jiu Yemu, dan teman-teman yang dengan tulus melindungimu. Jin Yu, kenapa kau lebih beruntung dibandingkan dengan diriku" Aku benci padamu, aku benci padamu?"" Sebelum keluar, aku berpaling memandang Li Yan, tirai manikmanik kumala berkilauan, pedupaan berukir burung elang dan burung hong mengepulkan asap dupa cendana naga. Li Yan duduk di atas dipan burung hong, gaunnya yang rumit dan berlapis-lapis terbentang di atas permadani bulu domba, ia nampak begitu rapuh. Pakaian brokat merah tuanya membuat wajahnya semakin nampak pucat pasi, matanya penuh rasa duka. Dari ujung serambi panjang, tirai kumala yang tebal itu tak nyana nampak seperti jeruji penjara. Di luar ruangan, sinar mentari terang benderang dan indah, namun ia tak masuk ke dalam halaman yang gelap ini. Hatiku bergetar ketakutan, aku seakan melihat sebuah versi lain diriku dan segera berpaling, lalu cepat-cepat berlari keluar. Semakin lama menjalani hidup, aku semakin memahami kebijaksanaan dan pandangan jauh A Die, dan semakin menyadari betapa beruntungnya diriku. Di sebuah persimpangan jalan, andaikan aku memilih jalan yang salah, hidupku akan menjadi sama sekali berbeda. LI Yan, sebenarnya kau juga memiliki begitu banyak hal: kau memiliki kakak yang benar-benar menyayangimu dan tak pernah bertengkar denganmu, Li Gan yang hanya berharap kau dapat hidup dengan tenang dan bahagia, dan sekarang seorang anak yang pandai dan lucu, kaisar pun amat sayang padamu. Hanya saja, kau menganggap semua itu bidak-bidak catur, demi sebuah tujuan, kau telah kehilangan dirimu sendiri, pada akhirnya, walaupun kau berhasil mewujudkan cita-citamu, apakah kau akan merasa bahagia" Di istana permaisuri harum bunga tak henti-hentinya tercium, ketika terakhir kali aku datang kemari, bunga seruni emas memenuhi halaman, namun kali ini bumi dan langit penuh bunga ziwei : di langit bunga yang berwarna ungu sedang mekar, sedangkan bumi dipenuhi bunga ungu yang telah berguguran. Di taman yang begitu luas itu tak terlihat seorang pun, dan sama sekali tak terdengar sebuah suara pun, aku hanya mendengar suara desiran bunga ungu di atas kepalaku yang berguguran, diantara ada dan tiada. Suasana yang amat sunyi senyap itu membuatku jeri, mau tak mau aku melangkah dengan makin pelan, berjalan ke depan sambil menyusuri rumpun bunga ziwei. Di beranda, Permaisuri Wei sedang berbaring miring di atas dipan yang terbuat dari bambu Xiangfei, memandangi bunga-bunga berguguran yang menari-nari ditiup angin. Di sudut tiang terdengar suara jernih air mengalir, bergemericik, semakin menonjolkan suasana sunyi senyap di halaman itu. Setelah aku berdiri untuk beberapa saat, ia baru menyadari kehadiranku, namun ia tak bangkit dan hanya menunjuk ke samping dipan sambil tersenyum ke arahku, memberi isyarat agar aku duduk. Tanpa berkata apa-apa, aku menghormat padanya, lalu bersimpuh di tikar yang terletak di bawah dipan, "Mekarnya bunga ini sungguh indah". Permaisuri Wei tersenyum hambar, "Aku punya terlalu banyak waktu, tak tahu harus berbuat apa, maka aku terpaksa mengurus tanaman". Tanpa berkata apa-apa, aku duduk, setelah beberapa saat, Permaisuri Wei bertanya, "Apakah kau sudah benar-benar pulih dari sakitmu?" Karena semua orang menganggap aku hanya masuk angin, aku hanya dapat berpura-pura tak tahu apa-apa, "Sudah sembuh, beberapa hari ini aku telah membuat nyonya khawatir". Sambil berbicara, aku bangkit, hendak bersujud, namun Permaisuri Wei menahanku, "Di sini hanya ada kita berdua, kalau ingin bicara, bicaralah, tak usah berbelit-belit, kau dan aku sama-sama lelah berbuat seperti itu". Di kejauhan, pohon bunga ziwei yang lebat menutupi sang mentari, di luar halaman, sang mentari bersinar dengan cemerlang, sama sekali tak seperti di dalam halaman ini. Setelah lama duduk, tubuhku terasa dingin, sangat tak enak. Air masih mengalir bergemericik, tiba-tiba, dalam benakku muncul Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sebuah puisi: di tengah malam air mengalir, duduk seorang diri di senja hari, bunga ziwei mekar, siapa yang menemaniku" Akhirnya sosokku hanya ditemani bunga yang berguguran. ?"..kali ini kau telah mendapatkan pelajaran, setelah ini kau harus bertindak dengan hati-hati, saat kau harus menahan diri, kau harus menahan diri". Pikiranku melayang-layang, aku hanya mendengar paruh terakhir dari perkataan sang permaisuri dan menyeletuk, "Mau tak mau, akan ada suatu saat dimana seseorang tak bisa menahan diri lagi". Masa aku harus melihat temanku mati di hadapanku tanpa berbuat apa-apa" Harus menahan diri melihat Qubing menikahi wanita lain" Permaisuri Wei memandang kelopak bunga yang menyelimuti tanah, dengan acuh tak acuh, ia berkata dengan perlahan, "Walaupun tak bisa menahan diri, kau harus melakukannya! Dalam hidup ini tak ada yang tak tertahankan". Rasa dingin menyeruak dari hatiku, aku merasa agak kedinginan. Walaupun istana ini amat indah, hatiku penuh rasa muak dan lelah, hanya ingin pergi. Aku bangkit dan menghormat untuk mohon diri pada Permaisuri Wei, ia mengangguk pelan, "Jaga dirimu baik-baik, kalau ada masalah kau dapat datang mencariku". Aku berjalan dengan cepat keluar dari halaman itu dan kembali berdiri di bawah sinar mentari, mau tak mau aku menarik napas dalam-dalam, ketika duduk di dalam, karena cahaya yang suram, suasana seperti senja, ternyata sinar mentari di luar begitu cemerlang. Sebenarnya, walaupun pemandangan dan keadaan di sini sama sekali berbeda dengan di tempat Li Yan, namun ada persamaannya: sinar mentari sama-sama tak bersinar di dalamnya. Aku bukannya tak bisa memahami maksud Permaisuri Wei, akan tetapi, orang seringkali lebih berbahagia kalau berlagak tak tahu apa-apa, kalau kita terlalu paham semua malahan terasa hambar. Lagipula, aku selamanya selalu menganggap diriku milik Huo Qubing, sama sekali tak ada punya hubungan dengan keluarga Wei. Kalau Qubing bersedia membantu keluarga Wei, aku akan mendukungnya dengan sekuat tenaga, namun kalau Qubing tak bersedia membantu keluarga Wei, aku pun akan mendukungnya dengan sekuat tenaga, asalkan hal itu adalah sesuatu yang dilakukan Qubing dengan senang hati. Akan tetapi, dalam pandangan Permaisuri Wei, Qubing adalah seseorang yang harus mendukung dirinya. Ia cukup baik padaku, tentunya agar dilihat Qubing. Walaupun Wei Shaoer adalah ibu Qubing, ia tak memahami Qubing seperti Permaisuri Wei. Dengan wataknya yang keras, ia mana bisa dibujuk dengan beberapa perkataan saja" Liu Che ingin mempererat hubungannya dengan Qubing, bahkan sampai ingin mengantikan tempat keluarga Wei dalam hati Qubing, oleh karenanya ia hendak menikahkan seorang putri padanya. Akan tetapi, Permaisuri Wei pasti tak akan membiarkan hal ini terjadi dengan senang hati, kebetulan Qubing sendiri tak bersedia, dan ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menuruti keinginan Qubing, dengan kebaikan yang luar biasa ini, mungkin Qubing akan tak disukai Liu Che lagi, dengan cara ini, ia akan dapat melawan usaha Liu Che memukul Wei Qing dengan meminjam tangan Qubing. Saat itu aku memahami semuanya, dengan kedudukan Permaisuri Wei di keluarga Wei, kalau ia benar-benar hendak melindungiku, saudara-saudarinya, yang berada di bawah perintahnya, mana bisa melawannya" Aku hanya tak ingin berpikir secara mendalam dan lebih suka berlagak tak tahu apaapa, karena satu-satunya orang yang kuperdulikan hanyalah Qubing. Akan tetapi sekarang, demi anak kami, aku tak bisa tak memikirkannya dan harus bertindak secara hati-hati. Walaupun Qubing dianggap tak cocok dengan Wei Qing dan berulangkali mengikis dukungan terhadap Wei Qing, bahkan sampai melawan jenderal-jenderal Wei Qing, namun Qubing melakukannya untuk membuat Liu Che merasa aman. Dalam masalah putra mahkota, bagaimanapun juga ia pasti akan membantu keluarga Wei, akan tetapi, Permaisuri Wei tak akan mempercayai Qubing, sama seperti ia tak akan mempercayai Liu Che. Sebenarnya, orang yang telah lama berdiam di istana dimana matahari tak pernah bersinar itu, akhirnya akan dapat percaya pada siapa selain pada dirinya sendiri" Kalau sampai terjadi apa-apa padaku karena Li Yan, hal itu tak merugikan bagi Permaisuri Wei, bahkan kalau ia dapat menggunakan kesempatan itu dengan baik, hal itu dapat menjadi suatu keberuntungan besar bagi dirinya. Qubing tak akan melepaskan Li Yan, dan Permaisuri Wei akan dapat menonton dengan santai bagaimana Qubing menumpas musuh terbesar di depan matanya saat ini. Tujuan yang hendak dicapai Li Yan dan Permaisuri Wei sama, namun cara yang mereka pakai berbeda, oleh karenanya, kesempatan yang mereka cari dan cara mereka menggunakan kesempatan tak sama. Di istana ini, orang yang dengan tulus berharap agar diriku dan anak kami baik-baik saja tak nyana hanya kaisar seorang. Tak heran, sebelum masuk istana, Jiu Ye berulangkali menyuruhku untuk mencari kaisar kalau ada masalah, dan malahan tak berkata apapun tentang Permaisuri Wei. Sebenarnya ia telah memahami semuanya, namun mengingat hubunganku dan Qubing, ia tak tega menyakiti hatiku. Aku bersandar di ambang jendela kereta dan menghela napas panjang, Qubing sedang dengan susah payah berperang di luar sana, di sini aku pun sedang berada dalam bahaya besar, akan tetapi, aku tak akan membiarkan diriku celaka, aku pasti akan melindungi anak kami dan diriku sendiri dengan baik. Sebelum kereta kuda sampai di Wisma Shi, aku telah melihat sosok Jiu Ye, ternyata selama ini ia menunggu di ambang pintu gerbang Wisma Shi, aku segera melambai ke arahnya. Begitu turun dari kereta, perkataan pertama yang kuucapkan adalah, ?"Aku tak minum air dan tak makan apapun". Ia mengangguk, lalu memeriksa nadiku, setelah beberapa saat, wajahnya baru nampak lega, "Kau sudah bepergian seharian, setelah makan malam, pergilah tidur!" Aku punya perasaan lain, namun hanya mengangguk dengan hambar. ?"?"?"?"?"?"". "Kapan anakmu akan lahir" Kapan anakmu akan lahir?"?" "Tak adil, tak adil, tak adil?"." "Aku membencimu, aku membencimu, aku membencimu?"" "Walaupun tak bisa menahan diri, kau harus melakukannya. Walaupun tak bisa menahan diri, kau harus melakukannya".." Wajah Liu Che, wajah Permaisuri Wei dan wajah Li Yan, bercampur baur dan berterbangan di depan mataku, sebuah wajah terbelah menjadi dua, dua wajah terbelah menjadi empat, dari segala penjuru mereka mengepungku, tersenyum lebar, kebencian memenuhi mata mereka, dingin bagai es?"sekonyong-konyong, mereka menerjang ke arah diriku, aku melindungi perutku, berusaha sekuat tenaga untuk menghindar, namun tak dapat melakukannya. Kulihat mereka hendak mencengkeram perutku".."Ah!", jeritku, lalu aku duduk di dipan. Di balik jendela sinar rembulan amat indah, menyinari dipan dengan seberkas sinar perak. Aku telah sadar bahwa aku hanya bermimpi buruk, namun tubuhku masih gemetar pelan. Sambil bertumpu pada tongkat, Jiu Ye cepat-cepat masuk, "Yu er?" Sambil memeluk kepalaku, aku berkata, "Tak apa-apa, hanya mimpi buruk". Ia duduk di sisi dipanku, "Tak perduli mimpi buruk apa, ia tak akan menjadi kenyataan". Suaranya bagai angin musim semi, mengusir rasa dingin dalam tubuhku, hatiku pun perlahan-lahan menjadi tenang, "Mungkinkah racun itu diberikan oleh permaisuri?" Jiu Ye tersenyum getir, "Apakah permaisuri memerintahkannya sendiri, tak dapat diketahui. Saat ini, keluarga Wei adalah sebuah faksi politik yang besar, mulai dari Putri Pingyang sampai para pejabat pendukung mereka, semua sama-sama saling tergantung. Kalau Permaisuri Wei melakukannya, mereka akan mempersiapkan bukti yang mengarah ke Nyonya Li, kalau berhasil, mereka akan dapat memaksa kaisar untuk menjelaskan hal ini pada Jenderal Huo. Dengan watak kaisar yang seperti itu, kemungkinan besar ia akan mengorbankan Li Yan, wanita cantik sulit dicari, tapi jenderal hebat lebih sukar dicari lagi, lagipula, dalam pikiran kaisar, seorang wanita bagaimanapun juga tak bisa dibandingkan dengan pencapaian abadi dan wilayah yang luas. Namun, walaupun kaisar mengorbankan Nyonya Li, karena masalah ini ia akan mendendam pada Jenderal Huo, boleh dikatakan bahwa ini adalah siasat membunuh dua ekor burung dengan sebatang anak panah. Kalau Nyonya Li yang memberimu racun, bukti mungkin akan menuju ke arah keluarga Wei, atau mungkin ke arah orang lain, tergantung dari apa yang diinginkannya. Tentunya kau paling mengetahui dengan jelas tujuannya, sehingga tujuannya itu lebih menarik perhatianmu, kalau tidak, dengan kecerdasanmu, kau tak mungkin hanya mencurigainya dan mengabaikan permaisuri". Aku tersenyum getir, "Tak heran kau selalu ingin aku tinggal di Wisma Shi. Barusan ini aku bermimpi, mimpi mereka semua menginginkan anakku. Sampai sekarang, kabar yang datang dari medan perang selalu bagus, walaupun aku khawatir, namun aku makin yakin bahwa Qubing akan dapat menang telak dan pulang, kalau ia menang, kedudukan Qubing di angkatan darat akan melebihi Jenderal Wei. Walaupun kaisar menghargai Qubing, ia curiga pada Qubing, semakin tinggi kedudukannya, rasa curiga kaisar akan makin bertambah". Jiu Ye berkata, "Jenderal Huo nampaknya bertindak dengan angkuh dan sesuka hati, namun sebenarnya pikirannya sulit ditebak. Jenderal Huo tentunya telah membuat rencana untuk menghadapi hal-hal seperti itu, kaisar pun seorang kaisar yang pandai, ia tentu dapat menekan rasa curiganya dalam batasbatas yang wajar, aku percaya Jenderal Huo tak akan membiarkan dirinya melakukan sesuatu yang mengundang bencana". "Aku paham, sebelumnya aku pernah berbicara tentang hal ini dengan Qubing, ia bertindak dengan angkuh dalam pasukan, dan tak mau mengambil hati para prajurit, adalah karena pertimbangan itu, sekarang kelihatannya hasilnya amat bagus, kaisar nampak lebih percaya padanya dibandingkan dengan Jenderal Wei. Namun sekarang aku tak memikirkan hal itu, aku malahan merasa bahwa kaisar menginginkan anak ini, ia ingin membawa anak ini ke istana dan membesarkannya". Ketika berbicara sampai di sini, hatiku sedih, walaupun aku berusaha sebisanya untuk menahan diri, air mata telah muncul di mataku. Di dunia ini, ibu mana yang rela anaknya meninggalkan dirinya, walaupun nampaknya anak itu dapat dibesarkan oleh kaisar, benar-benar disayang dan amat terhormat, namun sebenarnya ia adalah seorang sandera. Jiu Ye merasa iba sekaligus merasa sedih, "Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" Aku menggeleng-geleng, "Tak tahu, aku merasa akan seperti itu, walaupun kaisar tak ingin melakukannya, Li Yan pasti akan berbicara padanya tentang hal itu, kebenciannya terhadapku sangat dalam, asalkan dapat membuatku tak senang, walaupun baginya tak menguntungkan, ia akan melakukannya, apalagi kalau masalah ini sangat menguntungkan baginya". "Ah! Benar!", tiba-tiba aku berseru, "Li Yan telah mengetahui identitasku saat aku kecil di Xiongnu, aku ingat hari itu saat Richan meniup seruling mengiringiku, kaisar melihatku menarikan tarian Xiongnu, kalau begitu kaisar tentunya juga sudah tahu mengenai hubunganku dengan Xiaongnu". Wajah Jiu Ye berubah menjadi muram, matanya penuh rasa sakit, ia cepat-cepat berpaling dan melihat ke arah lain. Aku baru sadar bagaimana perasaannya mengenai peristiwa itu, aku mengigit bibirku, hendak mengatakan sesuatu, namun tak tahu harus berkata apa. Saat kembali berpaling, ia tersenyum, wajahnya sudah seperti biasanya, "Pikirkanlah segi positifnya, karena kau dan Yizhixie bermusuhan, kaisar tentu tak punya rasa curiga padamu, tapi jeleknya, bagaimanapun juga kau masih seorang Xiongnu, apakah kau sama sekali tak bermaksud membantu Xiongnu?" Aku menghela napas dan berkata, "Begitulah sebenarnya, karena kedudukan Qubing luar biasa, kalau aku menggunakan Qubing untuk melakukan sesuatu, atau kalau Qubing menurutiku secara membabi-buta, kaisar harus berjaga-jaga terhadapnya. Kalau Li Yan kembali mempengaruhinya, kemungkinan kaisar membawa anak ini ke istana untuk dibesarkan semakin besar". Jiu Ye berpikir tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, "Jangan khawatir, asalkan kau tak bersedia, tak ada orang yang dapat mengambil anakmu. Masih ada waktu tiga bulan lagi, kita akan mencari cara untuk menghadapinya, sekarang beristirahatlah dulu dengan baik". Aku masih ingin berbicara, namun Jiu Ye menggeleng-geleng, memberi isyarat agar aku tak bersuara lagi, lalu membantuku tidur, "Walaupun kau tak lelah kau harus membiarkan bayimu berisitirahat". Ia menutup kelambu dan menyelimutiku, lalu mengambil sebuah kipas sutra dan mengipasiku. Aku tetap membuka mataku, menatap puncak kelambu, ia tak bertanya padaku, tapi tahu seluruh isi hatiku, dengan lembut ia berkata, "Jangan mimpi buruk lagi, aku berada di sini untuk membantumu mengusir mimpi buruk, cepat pejamkan matamu dan tidurlah". Walaupun ia bergurau, namun nada suaranya lembut dan tegas, membuatku sama sekali tak meragukannya. Aku memandang sinar matanya yang bagai air, tiba-tiba jantungku berdebar-debar, aku pun tak berani berbicara atau memandangnya lagi, dan cepat-cepat memejamkan mata. Bersamaan dengan naik turunnya kipas, angin sejuk bertiup lembut, aku sadar bahwa barusan ini aku begitu mengkhawatirkan anakku sehingga ketika berbicara sama sekali tak memperdulikan perasaannya, hatiku terasa sedih dan pedih, seribu satu perkataan "maaf" terucap dalam benakku. "Yu er, jangan banyak berpikir, tak ada kata maaf, melainkan kesempatan untuk mengurus dirimu, aku rela ikut menanggung kekhawatiranmu".." Suaranya semakin lama semakin pelan, perkataannya setelah itu tak terdengar. Tubuhku tak bergerak, berpura-pura tidur adalah satu-satunya pilihanku. Dalam pertempuran di gurun pasir utara di tahun keempat Yuanshou, Jenderal Besar Wei Qing memimpin lima puluh ribu Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo prajurit dari Dingxiang, sedangkan Huo Qubing memimpin lima puluh ribu prajurit dari Daibu, diikuti empat belas ribu kuda perang dan puluhan ribu pasukan infanteri dan perbekalan. Tanpa memperdulikan ganjalan di masa lalu, Huo Qubing mengangkat Li Gan menjadi kolonel senior dan menjadi wakilnya, dengan berani, ia pun menggunakan jenderal-jenderal Xiongnu yang menyerah yaitu Fuluzhi, Yijixuan dan lain-lain, di bawah panji-panjinya, ia menghimpun jenderal-jenderal yang pandai berperang dan pemberani. Jenderal-jenderal macan dan serigala ini malang melintang di gurun pasir, berbaris dua ribu li lebih dan bertemu dengan pasukan nomor satu dari ketiga pasukan utama Xiongnu, yaitu pasukan Raja Bijak Kiri. Walaupun bertempur melawan Xiongnu di pedalaman wilayah mereka, Huo Qubing sudah sangat mengenal keadaan alam dan cuaca Xiongnu, ia mengambil resiko dengan meninggalkan pasukan perbekalan, lalu menerobos ke belakang garis pertahanan musuh dan merampas makanan musuh untuk memberi makan pasukannya. Pasukan berkudanya lebih gesit, cepat dan berani dibandingkan dengan pasukan berkuda Xiongnu sehingga ia berhasil mengalahkan Raja Bijak Kiri. Ia menangkap para pejabat Xiongnu, membunuh raja muda Picheqi dan jenderal kiri Xiongnu, serta merampas panji-panji dan genderang perang Raja Bijak Kiri, sehingga pasukan Xiongnu pun menjadi kacau balau. Setelah itu, dengan cepat ia mendaki gunung Lihou Shan, menyeberangi Sungai Gonglu, lalu menangkap Raja Tuntou, Raja Han dan seorang raja lain bersama delapan puluh tiga orang berpangkat jenderal, menteri dan penasehat. Secara keseluruhan, ia membunuh lebih dari tujuh puluh ribu prajurit Xiongnu, sebagian besar pasukan Raja Bijak Kiri Xiongnu pun musnah. Wei Qing membawa pasukannya lebih dari seribu li ke utara, menerobos padang pasir dan bertemu dengan pasukan berkuda utama Shanyu Xiongnu. Ia memerintahkan agar kereta perang mengelilingi markas, selain itu ia memerintahkan agar makanan dan barang-barang yang dikumpulkan Xiongnu di Kota Zhaoxin dibakar habis, sehingga pasukan sang Shanyu kehilangan semangat bertempur, pasukan Han lalu menggunakan kesempatan itu untuk membunuh hampir dua puluh ribu orang Xiongnu. Karena pertama, titah Liu Che, kejadian-kejadian yang pernah berulangkali terjadi di masa lalu, serta karena Liu Che percaya bahwa nasib Li Guang dalam berperang tak baik, dan kedua, karena ia ingin memberi lebih banyak kesempatan pada Gongsun Ao untuk berjasa, Wei Qing hanya memperbolehkan Li Guang memimpin pasukan di garis belakang, walaupun ia telah berulangkali mohon agar ditempatkan di garis depan. Li Guang kembali tersesat di padang pasir dan tak dapat berperang dengan pasukan Xiongnu, serta kembali kehilangan kesempatan untuk diangkat menjadi adipati, karena sedih dan marah, jenderal berambut putih itu pun menggorok leher sendiri di hadapan Wei Qing. Walaupun kemenangan pasukan Han diselimuti bayangan gelap akibat peristiwa bunuh diri Li Guang, namun bagaimanapun juga, kemenangan terhadap Xiongnu ini adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sejak Dinasti Han berdiri. Sampai Wei Qing menumpas pasukan Raja Bijak Kanan di tahun kelima Yuanshou, Dinasti Han dan Xiongnu telah berperang lima tahun penuh, tiga pasukan utama Xiongnu, yaitu pasukan sang Shanyu, pasukan Raja Bijak Kiri dan pasukan Raja Bijak Kanan semua telah dihancurkan oleh pasukan Dinasti Han, sejak saat itu, di selatan gurun tak lagi ada kerajaan Xiongnu. Jenderal Wei dan Huo yang menang perang bergabung di gurun pasir. Untuk merayakan kemenangan, Huo Qubing memutuskan untuk mendirikan altar untuk Langit di Gunung Khentii, ia pun membuka pelataran di Gunung Guyan Shan untuk persiapan memuja Langit dan bumi. Kabar kemenangan sampai di Chang'an, walaupun aku tak dapat melihat Qubing sendiri, namun aku dapat membayangkan bahwa di balik wajahnya yang tenang dan dingin, ia merasa sangat bangga, sekarang ia tentu sedang mengamati tanah Xiongnu yang telah ditaklukkannya sambil menunggang kuda dengan gagah perkasa. Sejak kecil ia telah tumbuh besar sambil mendengarkan cerita pamannya berperang melawan Bangsa Xiongnu, sejak ia pertama kali belajar menunggang kuda dan mementang busur dari pamannya, ia telah bermimpi bahwa pada suatu hari ia akan dapat berdiri di tanah Xiongnu dan memandang seluruh wilayah mereka, hari ini, mimpi itu telah menjadi kenyataan. Sebelum Huo Qubing kembali ke Chang'an, lagu yang digubahnya ketika bersembahyang kepada langit dan bumi telah sampai di Chang'an. 'Siyi sudah dikalahkan, Xia berdiri dengan kokoh. Negara damai, sukacita tak berhenti. Menarik senjata, menyimpan busur dan panah. Qilin datang, burung hong berputar-putar di angkasa. Bersama Langit saling menjaga, untuk selamanya. Abadi seratus tahun lamanya. Setelah Xiao Feng selesai menyanyikan nyanyian yang dipelajarinya dari orang di jalan itu, hatiku penuh keraguan. "'Menarik senjata'" 'Menyimpan busur dan panah'?" Bibir Tianchao tersenyum, "Tiga baris pertama lagu ini ditulis dengan benar, tiga baris terakhirnya salah. 'Menarik senjata' berasal dari Kidung Shimai dari Kitab Shi Jing, menarik kembali senjata adalah perlambang berhentinya peperangan, dan sejak saat ini tak akan memakai kekuatan militer lagi, baris ini juga memuji kebijaksanaan dan kebajikan sang Putra Langit, sangat cocok dengan keadaan saat ini. Akan tetapi baris 'menyimpan busur dan panah' ini tak ditulis dengan baik, karena di baris sebelumnya, Jenderal Huo telah mengutip Kidung Shimai, baris selanjutnya seharusnya berubah seperti sebelumnya, dengan demikian, puisi ini akan semakin memperkuat makna karya sastra aslinya yang menghendaki peperangan berhenti di seluruh dunia dan memuji Raja Wu dari Dinasti Zhou, dan cocok dengan tiga baris di bawahnya. Tapi bagi seorang perwira dapat menulis seperti ini sudah cukup baik". Jiu Ye menyapu Tianchao dengan pandangan matanya, Tianchao segera berhenti tersenyum, sambil berpikir keras aku berkata, "Kata ''cang' atau 'menyimpan' itu benar-benar tak dipakai dengan baik, begitu satu kata berubah, keseluruhan maknanya pun sama sekali berubah, bukan mengambarkan kegembiraan karena di seluruh dunia tak ada peperangan yang dipinjam dari Shimai, dan secara tersirat memuji sang Putra Langit, kata 'menyimpan' itu justru lebih mirip kutipan puisi Fan Li, yaitu 'Burung-burung telah pergi, sekarang saatnya kita menyimpan busur'". Wajah Jiu Ye berubah, matanya penuh keraguan, tapi begitu melihat ekspresi wajahku, ia sadar bahwa pikirannya mungkin benar, ia tersenyum dengan tertegun, wajahnya tak dapat menyembunyikan rasa putus asanya, "Jenderal Huo mengagumi Fan Li?" Aku mengangguk pelan, rasa girang muncul di hatiku, namun aku segera merasa khawatir, "Apakah kaisar dapat mengetahui perubahan kata 'menyimpan' ini?" "Di seluruh puisi hanya satu kata yang diubah, lagipula kata 'tuo' dan 'cang' di sini sama maknanya, karena kau tahu Jenderal Huo mengagumi Fan Li, maka kau dapat berpikir sampai ke situ, di seluruh Dinasti Han, ada berapa orang yang memahami Jenderal Huo seperti dirimu" Orang biasa pasti hanya menganggap Jenderal Huo seorang prajurit yang memakai kata yang tak tepat ketika membuat puisi". Begitu mendengar sampai di sini, Tianchao pun secara garis besar memahami maksudku dan Jiu Ye, wajahnya tiba-tiba menjadi merah padam, dengan agak terbata-bata ia bertanya, "Jenderal Huo bukan Sima Xiangru, kenapa ia tiba-tiba mengubah lagu yang dibawa orang kembali ke Chang'an?" Aku berkata, "Tentunya Qubing menggunakan syair lagu ini untuk mencari tahu isi hati kaisar. Raja Wu dari Dinasti Zhou adalah seorang kaisar yang menaklukkan segala penjuru dengan kekuatan militer, namun adalah seorang Putra Langit yang dicintai dan dihormati rakyat jelata. Qubing nampaknya sedang memuji Raja Wu, tapi ia sebenarnya sedang menggunakan Raja Wu untuk mengungkapkan isi hatinya". Jiu Ye memandang ke lantai, "Sekarang kaisar sedang gemar berperang, setelah Xiongnu dikalahkan, jangan-jangan ia masih ingin menyerang Xiyu. Akan tetapi sekarang Jenderal Huo sudah tak memperdulikan kekaisaran Xiongnu yang sedang runtuh, ia mana mungkin ingin menganiaya negara-negara kecil Xiyu yang tak punya kekuasaan untuk melawan" Yang diinginkan olehnya adalah lawan setimpal yang kuat seperti Xiongnu saat sedang jaya". Tianchao tertegun sejenak, lalu berkata, "Jenderal Huo nampaknya bertindak dengan angkuh dan sesuka hati, seakan hanya tahu menyerang saja, akan tetapi melihat syair ini, mulai dari mengubah syair sampai menyebarkannya di Chang'an, pikirannya tak kalah mendalam dan rumit dari Jenderal Wei Qing yang selalu bertindak dengan tenang". Kecerdasan terbesar Qubing adalah membuat orang mengira bahwa selain berperang ia kurang cerdas dalam segala hal lain, aku merasa bangga, namun ketika baru tersenyum, pandangan mataku beradu dengan pandangan mata Jiu Ye, senyumku langsung membeku, tak nyana, bibirku terasa pahit. Jiu Ye berpaling, lalu mendorong kursi rodanya keluar, "Kami tak akan menganggumu, cepatlah beristirahat!" Belasan hari lagi, Qubing akan dapat pulang, separuh hatiku yang selalu terkatung-katung sejak ia berangkat ke medan perang perlahan-lahan kembali ke tempatnya, akan tetapi yang separuh lagi makin terkatung-katung karena kedatangan Wei Shaoer dan Wei Junru. Tak seperti sikap mereka yang dingin dahulu, kakak beradik itu bersikap ramah padaku. Ternyata Liu Che ingin aku melahirkan di istana, begitu lahir, anakku akan disayangi dan dihormati seperti seorang pangeran, mereka datang untuk memberiku selamat. Kehormatan yang amat besar" Aku memandang wajah tersenyum mereka dan ingin memungut sapu untuk menyapu mereka keluar, apakah mereka benar-benar tahu tentang apa yang berada di balik kehormatan besar itu" Tak tahu, atau tak perduli" Demi kehormatan dan kekayaan, bukankah Wei Zifu sang permaisuri pun harus menempuh bahaya" Musim panas sudah hampir berakhir, bunga chamei di sudut tembok sudah rimbun, memenuhi ranting hingga melengkung, bunganya yang merah mekar, amat semarak. Namun ini adalah bunga chamei terakhir yang mekar di musim panas ini. Bukankah hidup manusia juga seperti itu" Kalau air sudah penuh ia akan tumpah, kalau bulan sedang purnama ia akan terbenam, ketika kekuasaan sedang berada pada puncaknya, mau tak mau ia akan menurun. Apakah kaisar mengambil langkah ini sebagai tanggapan atas lagu Qubing" Saat Qubing pulang, aku akan sudah berada di istana, apakah ia akan terang-terangan melawan titah kaisar dan memaksa membawaku pulang ke rumah" Saat kekuasaan berada di puncaknya, semakin tak boleh salah satu langkah pun, kalau tak hati-hati, kematian yang mengerikan dapat terjadi dalam sekejap mata. Dengan enteng aku menyelipkan setangkai bunga chamei di pelipisku, dalam hati aku sudah mengambil keputusan. Di dalam kamar baca, Jiu Ye sedang membolak-balik kitab ilmu pengobatan. Aku langsung masuk, lalu duduk di depannya, "Jiu Ye, aku hendak mohon suatu hal padamu, kau harus menyetujuinya". Tangan Jiu Ye yang mengenggam gulungan bambu mengepal erat, dengan cepat ia berkata, "Aku tak setuju". Aku menatapnya tanpa berkedip, "Beberapa hari ini aku membolak-balik kitab-kitab pengobatan kuno, namun sangat jarang ada tulisan tentang cara bersalin dini menggunakan obatobatan, tentunya hal itu amat berbahaya dan hanya dilakukan kalau tak ada jalan lain, bagaimana aku bisa membuat rencana ini dan membahayakan diriku sendiri dan bayiku?" Mata Jiu Ye penuh rasa pedih, dengan perlahan ia berkata, "Masih ada cara lain, kita dapat segera meninggalkan Chang'an, meninggalkan pertarungan dan kekacauan ini". Aku menatapnya dengan tajam, tak membalas perkataannya, "Kalau kau tak setuju, aku akan mencari tabib lain". Aku tahu bahwa aku sedang memaksanya, tapi saat ini aku tak punya pilihan lain, aku tak bisa meninggalkan Chang'an bersamanya, kalau aku melakukan hal itu, dimana aku menempatkan Huo Qubing" Wajahnya makin lama makin tak enak dilihat, di wajahnya yang pucat pasi muncul rasa putus asa. Hatiku pun terasa sakit hingga seakan kejang. Kami benar-benar sudah melewatkan satu sama lain, aku sudah memilih Huo Qubing, tak perduli apa yang terjadi, tak perduli penderitaan atau bahaya apapun, aku tak akan pergi, tak akan membiarkan Huo Qubing seorang diri menghadapi badai di Chang'an. Tanpa berkata apa-apa, aku bangkit dan berjalan ke luar, suaranya sayup-sayup terdengar di belakangku, "Aku setuju". Aku tahu ia akan menyetujuinya karena ia sama sekali tak dapat menyerahkan nyawaku pada orang lain. Aku tak berbalik dan terus melangkah ke luar, suaraku sama sekali tak berubah, dengan dingin dan tenang, aku berkata, "Banyak terima kasih!" Namun diam-diam air mataku bercucuran, walaupun air mataku jatuh karena dirinya, ia sama sekali tak boleh tahu, lebih baik ia hanya melihat punggungku yang dingin. Badai akhir musim panas baru berlalu, tanah licin, saat aku mengantar tabib istana yang dikirim untuk memeriksaku keluar, aku terpeleset dan terjatuh dari tangga paviliun. Di mata orang luar, perutku membentur tanah, namun sebenarnya sebelumnya aku telah membuyarkan momentum jatuhku dengan tangan dan lututku, akan tetapi, agar nampak sungguhan, aku membuat gerakan lenganku seperti orang yang sama sekali tak kenal ilmu silat dan membiarkan diriku jatuh dengan keras di atas batu, dalam sekejap mata, lengan bajuku pun dipenuhi bercak darah. Aku melumat bunga tumei dalam genggamanku, bau obat yang tersembunyi dalam obat menyeruak ke dalam hidung. Tak lama kemudian, seluruh tubuhku terasa sakit, keringat bercampur darah membasahi pakaianku. Tabib istana segera berteriak memanggil orang, dengan panik Jiu Ye memelukku dan menarikku berdiri, darahku membasahi jubahnya yang putih bagai bunga merah yang sedang mekar dengan semarak. Namun wajahnya pucat pasi, di kedua bola matanya yang hitam legam tak berdasar muncul rasa takut yang amat sangat. Jiu Ye jelas tahu bahwa semuanya ini telah direncanakan, namun ekspresinya benar-benar hebat, kali ini seorang yang cerdik pun Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tak akan dapat melihat kelemahannya. Butir-butir keringat nampak muncul di dahinya, hatinya tergerak, ia mana mungkin sedang bermain sandiwara" Sebaliknya, ini adalah reaksinya yang sesungguhnya, sejak aku minum obat bersalin dini itu, hidupku berada di ujung tanduk. Aku berusaha bertahan dan tersenyum ke arahnya, untuk memberi tanda bahwa aku tak apa-apa, namun ternyata aku tak dapat mengendalikan tubuhku sendiri, tubuhku kesakitan dan tak henti-hentinya gemetar, gigiku bergemeletukan, tanpa sadar aku telah mengigit bibirku hingga berdarah. Dahi Jiu Ye berkerut dalam, ia mengangsurkan telapak tangannya ke sisi bibirku dan membiarkanku mengigitnya, tak mau membiarkan aku kembali melukai diriku sendiri. Aku ingin menghindar, tak mau melukainya, namun gigiku yang bergemeletukan sudah mengigitnya. Butiran keringat di dahinya mengalir ke bawah melalui cuping hidung dan pipinya, seperti air mata, setetes demi setetes jatuh di atas wajahku. Darahku, darahnya, air mataku, air matanya, bercampur menjadi satu, bibirku pun terasa amis sekaligus manis, dan juga pahit. Tenagaku menghilang, pikiranku pun mulai menjadi bingung, rasa sakit di tubuhku seakan meninggalkanku jauh-jauh, namun rasa sakit di hatiku semakin nyata. Perasaanku tak lagi dikendalikan akal sehat, dan nampak dengan jelas di mataku, aku pun tak lagi dapat mengendalikan air mataku yang jatuh berderai-derai di depan matanya. Sebelum kehilangan kesadaran, aku hanya berulangkali mendengar sebuah perkataan, "Yu er, jangan menangis, jangan menangis, jangan menangis......" Saat baru setengah sadar, rasa sakit yang terasa di sekujur tubuhku tiba-tiba memenuhi hatiku, diriku yang selalu dapat menguasai diri tak dapat menahan diri untuk tak mengerang. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, aku hanya merasa seluruh kamar itu temaram. Sehelai tirai ditarik hingga menutupi dadaku, dua orang bidan sibuk bekerja di balik tirai, sedangkan Jiu Ye duduk di luar tirai menemaniku. Walaupun ia nampak kelelahan, ekspresi wajahnya tenang, sambil mengenggam tanganku erat-erat, ia berkata dengan perlahan, "Kau pasti akan baik-baik saja, pasti akan baik-baik saja". Sayang sekali tangannya gemetar pelan, mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya, ia sedang ketakutan. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum, namun karena tubuhku lemah, aku hanya dapat mengangguk-angguk. Shichen demi shichen berlalu, hanya ada rasa sakit yang tak habis-habisnya, namun sang jabang bayi masih tak sudi muncul. Anakku sayang, kenapa kau belum mau muncul juga" Tenaga ibu sudah hampir habis. Bersamaan dengan eranganku, bidan di balik tirai berseru, "Bayi sudah keluar, sudah keluar, seorang anak laki-laki, walaupun lahir terlalu dini dua bulan dan amat kecil, namun benar-benar kuat, begitu melihatnya, nampak bahwa ia bukan anak biasa". Wajah Jiu Ye nampak lega, "Bagus, Yu er". Seorang bidan memondong bayi itu, dengan wajah gembira, ia memperlihatkannya padaku, aku mendengar tangisannya dan merasa amat sedih, dadaku amat sakit hingga hampir pingsan. Nak, kau menangis begitu dilahirkan, dan langsung tak boleh bertemu dengan ibumu" Jiu Ye cepat-cepat mencubit titik renzhongku untuk menyadarkanku. Ia bertukar pandang dengan Tianchao yang berdiri di ambang pintu, lalu memandangku dengan pandangan mata bertanya-tanya. Aku menahan berbagai macam rasa rindu dalam hatiku, lalu mengangguk pelan. Tianchao melangkah masuk dan membopong sang bayi, "Ibu susu sudah lama menunggu, orang yang dikirim istana untuk melihat bayi juga terus menunggu. Aku akan segera membawa bayi ini pergi". Sambil berbicara ia melangkah keluar. Aku tersedu-sedan, tak tahu hendak berkata apa, Tianchao segera berhenti melangkah, aku menatap benda mungil di lengan Tianchao itu, setelah beberapa lama, tiba-tiba aku memejamkan mataku, dengan suara pelan, Jiu Ye berkata, "Pergilah!" Dengan lembut, tangan Jiu Ye menempel di pergelangan tanganku, wajahnya semakin lama semakin muram, jari-jarinya menjadi sedingin es. Aku memaksa diriku untuk tersenyum dan berkata, "Aku sudah tak merasa sakit lagi, hanya lelah dan mengantuk. Tubuhku selalu sangat sehat, kau tak usah khawatir, setelah tidur tubuhku akan pulih". Wajah sang bidan pucat pasi, "Darah tak bisa berhenti, tak bisa berhenti". Setelah berbicara ia tak berani memandang mata Jiu Ye, hanya menunduk dan dengan amat perlahan menggelenggeleng. Tubuh Jiu Ye gemetar, dengan cemas, ia memerintahkan sang bidan untuk melakukan sesuatu dengan suara pelan, dan juga segera memerintahkan untuk merebus obat. Baskom demi baskom air bersih dibawa masuk, baskom demi baskom darah segar pun dibawa keluar, dengan tercengang aku berpikir, darah yang begitu banyak itu benar-benar mengalir keluar dari tubuhku" Rasa sakit yang keluar dari tulang mengalir ke tulang-tulang di seluruh anggota tubuhku, sekujur tubuhku terasa hangat dan malas, aku hanya ingin tidur nyenyak. Namun Jiu Ye tak mengizinkanku tidur dan terus menerus berbicara di telingaku, memaksaku memandang matanya, tak mengizinkanku memejamkan mataku, "Yu er, kau masih ingat saat kita saling mengenal?" Bagaimana aku dapat melupakannya" Pasir kuning tak berbatas, air mata air sehijau zamrud, seorang pemuda berbaju putih yang bagai bulan purnama di Gunung Tianshan. "Apakah kau masih ingat seperangkat pakaian itu" Pakaian itu pemberian seorang kawan baik dari Loulan, katanya ia memberikannya untuk istriku, sambil tertawa ia pun berkata bahwa kalau pakaian pengantin sudah disiapkan, seorang wanita pasti akan muncul. Ia pun muncul, mengenakan pakaian compang-camping, namun kecerdasannya sulit disembunyikan, angkuh dan keras kepala, dalam kedalaman matanya tersembunyi rasa duka, namun di wajahnya hanya nampak senyum yang amat cemerlang, untuk pertama kalinya, aku mendengar seorang wanita tertawa dengan begitu bebasnya, seakan ia dapat malang-melintang di seluruh langit dan bumi. Saat itu aku merasa bahwa kalau kau mengenakan pakaian itu kau akan sangat cantik?"" Air mataku berlinangan, setitik demi setitik jatuh di telapak tangannya. Aku berusaha keras untuk mendengarkan perkataannya, namun perlahan-lahan wajahnya menjadi kabur, mataku tertutup kabut putih, semua menjadi pudar, "Jiu Ye, apakah aku akan mati?" Jiu Ye mengenggam tanganku erat-erat, "Tak akan, tak akan".." Ia tak tahu apakah ia sedang meyakinkan dirinya sendiri atau meyakinkanku. Aku berbaring dalam pelukannya, aku tak merasa takut, justru sangat tenang, akhirnya aku berani mengucapkan perkataan yang selama ini tak dapat kuucapkan, "Jiu Ye, maafkan aku, aku berhutang padamu, di kehidupan ini aku hanya dapat berhutang padamu. Aku selalu berharap kau dapat berbahagia, aku pernah melakukan segala sesuatu yang terpikir olehku agar kerutan di dahimu menghilang, tak mau siapapun melukaimu, namun akhirnya yang melukaimu paling dalam adalah aku sendiri. Jangan bersedih, kalau kau bersedih aku juga ikut bersedih, kalau kau berduka aku juga ikut berduka". Wajahnya menempel di wajahku, wajahnya lembab, siapa yang menitikkan air mata" "Yu er, orang yang seharusnya minta maaf adalah aku. Kalau aku tak salah duga, dendam diantara dirimu dan Li Yan mungkin muncul karena diriku, kalau bukan karena diriku, kau tak mungkin begitu dekat dengan Li Yan, dan tak akan membantunya masuk ke istana. Kau sudah berusaha sebisamu, namun akulah yang selalu dengan keras kepala menutup pintu untukmu. Seandainya aku bersedia berhadapan muka denganmu dan berbicara dengan jujur dan tulus, tak akan ada duka hari ini". Xiao Feng yang membawa obat masuk dengan cepat, Jiu Ye segera meminumkan obat itu padaku, setiap kali menelan aku seakan menggunakan seluruh tenagaku, sambil mengelap keringatku, Jiu Ye berkata, "Aku tahu sulit bagimu untuk bertahan, tapi kau harus bertahan, tak boleh menyerah, kalau tidak akan banyak sekali orang yang berduka". ?"?"aku duduk di tanah kosong di depan pohon kapuk, menerka-nerka isi hati Baya"er?".di balik tanaman kaoliang di utara, aku memandang punggung Baya"er dari samping. Di balik tanaman kaoliang di timur, aku memandang punggung Baya"er dari belakang?"..Aku menanam bibit pohon elm dan ia pun tumbuh tinggi, begitu seorang wanita tumbuh dewasa mak comblang datang. Di balik tanaman kaoliang di barat, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah?"..Di balik tanaman kaoliang di timur, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah dari belakang?".." Suara Jiu Ye yang lembut dan dalam terngiang di telingaku, sambil menyanyi ia menusukkan jarum demi jarum kecil di setiap titik jalan darahku. "Yu er, sekarang aku baru tahu bahwa aku hanya menginginkanmu tetap hidup. Tak perduli ada siapa di hatimu, dan dengan siapa kau bersama, aku hanya ingin kau tetap hidup, hanya ingin tahu bahwa kau dapat hidup dengan bahagia, kalau begitu aku juga dapat berbahagia, bukankah kau tak ingin aku berduka" Asalkan kau tetap hidup, aku tak akan berduka". Mataku perlahan-lahan terpejam, suara Jiu Ye masih terdengar berulang-ulang berkata, "Kau harus tetap hidup, harus tetap hidup, harus tetap hidup". Suara yang begitu penuh tekad, sebuah suara yang bersumpah akan melawan Langit, walaupun kesadaranku sudah menurun, namun kata demi kata itu terukir dalam hatiku, bercampur dengan suara yang bertahun-tahun lalu kudengar, "Kau harus tetap hidup, berjanjilah pada A Die, kau harus tetap hidup". ?"?"?"?" Sebuah lorong gelap yang amat panjang, di depan hanya ada seberkas cahaya redup, aku melayang ke depan mengejar cahaya itu, kulihat sekawanan serigala sedang berlari, diantaranya nampak serigala yang membesarkanku, aku cepatcepat mengejarnya, namun kawanan serigala itu tiba-tiba menghilang, berubah menjadi Yu Dan, sambil tersenyum ia melambaikan tangannya ke arahku, aku pun berteriak dan berlari ke arahnya, namun tiba-tiba A Die muncul di belakang Yu Dan, dengan kegirangan aku berseru, "A Die" seperti saat kanak-kanak dahulu, menerjang ke arahnya, namun ia tak seperti dahulu, mementang lengan untuk memelukku, dan malahan nampak amat marah, seakan tak ingin melihatku. Aku berdiri di tempat, dengan bimbang berpikir, namun tak mampu memikirkan apapun. Ketika aku berpaling semua nampak gelap gulita, namun di depan ada cahaya terang benderang, A Die dan Yu Dan. Mau tak mau, aku kembali berjalan ke depan, wajah A Die nampak sedih, tanpa berkata apa-apa, ia memandang diriku, wajahnya mengingatkanku pada sesuatu, di benakku muncul sebuah wajah yang kabur, dan sebuah wajah yang kabur lagi, mereka pun juga akan merasa begitu sedih" Kau harus tetap hidup, kau harus tetap hidup?". Walaupun aku tak paham maknanya, namun dengan bimbang langkah kakiku berhenti. Aku menahan rasa takutku pada kegelapan, lalu melangkah ke belakang, A Die tersenyum, tubuhku mulai terasa sakit. Kau harus tetap hidup, kau harus tetap hidup?". Aku melangkah ke belakang, selangkah demi selangkah meninggalkan cahaya terang-benderang itu jauh-jauh, tubuhku semakin lama semakin sakit, rupanya setiap langkah ke depan adalah kebahagiaan, setiap langkah ke belakang adalah rasa sakit yang tak tertahankan, namun A Die masih tersenyum, kedua wajah dalam benakku sepertinya juga merasa senang. Aku dapat menahan rasa sakit yang hebat itu, entah kenapa, aku lebih suka tubuhku hancur berkeping-keping daripada membuat mereka berduka, selangkah demi selangkah, dengan perlahan dan amat sukar, aku berjalan ke belakang?" "Yu er!", dua suara serentak berseru dengan terkejut sekaligus girang, dua wajah yang berbeda muncul dalam pandangan mataku, namun sama-sama tirus dan pucat, sama-sama kelelahan. Mereka berdua serentak mengangsurkan tangan mereka untuk menyokongku, namun sebelum mereka berdua menyentuh wajahku, tangan mereka sama-sama berhenti di udara kosong. Huo Qubing melirik Jiu Ye, rasa girang di mata Jiu Ye karena aku telah sadar menghilang, berganti dengan kesedihan dan kepedihan, walaupun wajahnya tersenyum hangat, tangannya mengepal erat, urat-urat biru di tangannya samar-samar nampak berdenyut, satu cun demi satu cun, ia menarik tangannya, lalu tiba-tiba berbalik dan mendorong kursi rodanya keluar, "Aku pergi menyuruh dapur menyiapkan makanan dulu". Tanpa berkata apa-apa, Huo Qubing berbaring miring di atas dipan, dengan amat hati-hati ia memelukku, tangannya saling bertautan dengan erat, namun ia tak berani dengan keras menyentuhku, ini adalah sebuah sikap melindungi dan posesif, namun nampaknya menyembunyikan suatu kekhawatiran dan ketidakpastian. Aku berusaha keras menyandarkan kepalaku di tubuhnya, namun gerakanku lambat, ia membantuku meletakkan kepalaku di bahunya, sekonyong-konyong, seulas senyum muncul di bibirnya dan sepasang lengannya pun benar-benar memelukku. Setelah beberapa saat, ia berkata dengan suara pelan, "Yu er, setelah ini kita tak usah punya anak lagi". Begitu ia menyinggung soal anak, hatiku terasa pedih, aku memaksa diriku untuk tersenyum dan berkata, "Dahulu kan ada yang berkata ingin melahirkan sebuah regu cuju! Bukankah harus ada tim ayah dan anak?" Dengan dagunya, ia mengelus dahiku, "Tiada yang lebih penting dari dirimu. Sekarang aku agak membenci anak itu, saat berjaga di sisi ranjangmu, aku selalu berpikir bahwa kalau karena melahirkannya terjadi sesuatu padamu, aku tak ingin melihatnya". Aku bimbang sesaat, lalu bertanya, "Apakah kau sudah melihat anak itu?" Ia terdiam sesaat, suaranya menjadi jauh lebih berat, "Belum, ketika aku pulang, ia sudah dibawa masuk ke istana. Kaisar memberinya nama Shan, kabarnya permaisuri akan membesarkannya sendiri, ia akan diperlakukan sama seperti putra mahkota, lebih penting dari seorang pangeran biasa, karena lahir dua bulan lebih dini, tubuhnya amat lemah, serombongan tabib istana mengelilinginya, membuat istana terus menerus ramai. Saat itu hidupmu sedang berada di ujung tanduk, aku hanya cepat-cepat menghadap kaisar di istana, melaporkan situasi di medan perang secara garis besar, lalu segera pergi kemari menemanimu". Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Melihat matanya yang merah darah, hatiku terasa hangat sekaligus pedih, "Apakah kau tak tidur beberapa hari ini" Tidurlah dulu!" Ia menggeleng, "Aku akan menjagamu di sini, tak pergi kemanapun". Aku mencium bau tubuhnya yang sudah begitu lama tak kucium dan merasakan suatu rasa tenang yang sulit dilukiskan, "Kalau begitu, tidurlah di sini. Aku amat rindu padamu". Aku belum pernah berinisiatif mengucapkan kata-kata cinta secara terang-terangan padanya, mungkin karena hal ini terjadi untuk pertama kalinya, ia langsung bangkit dan bertanya sambil menatapku, "Apa yang kau katakan?" Aku mencibir, hanya tersenyum dan tak menjawab, sambil menatapku tanpa berkedip, ia berkata, "Ulangi perkataan yang baru kau ucapkan itu sekali lagi". Dengan perlahan aku berkata, "Kata-kata bagus tak diulangi dua kali". Wajahnya nampak kecewa, ia kembali berbaring di atas bantal, aku pun berbisik di telinganya, "Aku sangat rindu padamu, sangat rindu padamu. Setelah ini jangan tinggalkan aku sendirian di Chang"an lagi". Wajahnya yang baru menjadi girang, begitu mendengar perkataan itu menjadi penuh rasa sedih dan tak berdaya, jarijemarinya dengan lembut mengelus bibirku, "Maafkan aku". Ia tentu sudah tahu semua peristiwa yang terjadi setelah ia meninggalkan Chang"an, aku tak tahu apa yang dipikirkannya mengenai semua hal itu. Mungkin permintaan maaf itu mengandung kecurigaan pada Permaisuri Wei dan kekhawatiran tentang nasib anak kami yang dibawa ke istana untuk dibesarkan. Hatiku gundah, bimbang apakah harus memberitahunya sekarang tentang keadaan putranya yang sebenarnya, tiba-tiba ia berkata, "Xiongnu sudah seluruhnya diusir keluar dari selatan padang pasir dan sudah tak punya kekuatan untuk menyerang Dinasti Han lagi, setelah ini hanya akan ada pertempuranpertempuran kecil saja". Hatiku terkesiap, "Bagaimana kaisar memberimu hadiah?" "Bukankah masih dengan kekuasaan dan harta?" Dalam nada suaranya yang hambar terkandung rasa lelah, semangat di wajahnya menghilang. Ia berperang melawan Xiongnu hanya karena impian masa kecilnya, pada mulanya ia tentunya girang karena mendapatkan jabatan tinggi dan harta melimpah yang didambakan semua orang di Chang"an, akan tetapi, bersamaan dengan makin tingginya kedudukannya, dan semakin besarnya kekuasaannya, dunianya tak hanya berperang melawan Xiongnu saja, melainkan perlahan-lahan masuk ke dalam pertarungan perebutan kekuasaan. Sejak saat ini, pertempuran di medan perang akan makin jarang, sedangkan pertarungan merebut kekuasaan akan makin berat dan menyebalkan. Ia tak pernah sudi menghabiskan tenaganya untuk hal-hal itu, dan selalu berkata, seperti dahulu, bahwa ia "bukannya tak tahu, tapi tak perduli", namun akhirnya ia tak dapat menghindari hal ini dan mau tak mau ikut terhisap masuk ke dalamnya. "Yu er, malam ini kita pulang ke rumah, ya?" Ia telah bertempur berbulan-bulan lamanya, berperang di padang pasir laksaan li, lalu bergegas pulang ke Chang"an di bawah cahaya bintang, dan karena diriku tak bisa beristirahat, saat ini ketika berbicara, ia telah memejamkan matanya, sangat mengantuk. Aku segera menumpahkan seluruh isi hatiku, dengan suara lembut aku berkata, "Baik, malam ini kita akan?"pulang ke rumah". Rasa lelahnya menghilang, kerutan di dahinya pun menghilang, sambil tersenyum ia terlelap. Kepalaku menyusup ke dalam pelukannya, aku mendengarkan napasnya yang panjang dan tenang. Sebenarnya sekarang aku sudah berada di rumah! Tempat dimana kau berada adalah rumah, pelukanmu adalah rumah! ?"?"?"?" Huo Qubing berkata akan pulang malam itu, namun ia tertidur sampai keesokan harinya. Ketika kami minta diri dari Wisma Shi untuk pulang ke Wisma Huo, hanya Tianchao yang keluar untuk mengantar kami. Setelah pergi ke dapur, Jiu Ye tak keluar lagi, kami pun berpura-pura telah melupakan peristiwa itu. Tianchao memberikan sehelai resep obat yang amat panjang kepada Huo Qubing, ia berkata bahwa dalam waktu sebulan, tabib istana dapat memeriksaku, tapi aku tak boleh menggunakan resep yang ditulis olehnya, melainkan harus dengan ketat memulihkan diri berdasarkan segala yang ditulis dalam resep Jiu Ye itu, setelah sebulan berlalu, aku dapat menggunakan resep yang ditulis oleh seorang tabib yang dapat dipercaya. Saat Tianchao berbicara, ia menekankan kata "dapat dipercaya" itu. Mata Huo Qubing menjadi gelap, setelah menerima resep obat itu, tak nyana, untuk pertama kalinya ia menjura pada Tianchao, Tianchao pun tak menghindar, sambil tersenyum hambar ia berkata, "Aku akan menyampaikannya pada Jiu Ye". Qubing tak mempercayai orang lain untuk membopongku, ia berkeras membopongku naik kereta sendiri, setelah dengan tanpa hasil mengerutkan dahi, melotot dan membujuknya, aku terpaksa mengikuti kehendaknya. Saat melewati danau Wisma Shi, Yuanyang Teng di tepinya sudah hampir mekar, tak ada warna putih, hanya ada warna emas yang cemerlang, walaupun tak banyak, namun di tengah warna hijau di sekelilingnya, mereka semakin nampak mencolok mata. Setelah memandangnya sekilas, dengan tanpa ekspresi, Huo Qubing membawaku menerobos Yuanyang Teng yang rimbun itu. Aku menyembunyikan kepalaku di lehernya, tak berani melihat apapun. Sebelum kereta benar-benar berhenti, seorang pemuda berusia empat atau lima belas tahun telah berlari menyambut kami sambil berseru, "Dage!", suaranya penuh rasa girang. Ketika melihat Huo Qubing membopongku turun dari kereta, ia cepat-cepat membantu membuka tirai. Ketika memandangnya, di mata Qubing nampak kehangatan yang jarang terlihat, "Yu er, ini Huo Guang, adikku. Ketika pulang menjenguk ayah, Adik Guang ingin datang ke Chang"an, maka aku mengajaknya kemari". Qubing mengucapkan kata "adik" itu dengan amat serius, sepertinya dengan tulus keluar dari hatinya. Wajah Huo Guang nampak puas diri dan bangga, namun juga agak tegang. Ia menghormat padaku, lalu dengan nyaring menyapaku, "Saosao, apakah kau sudah agak baikan?" Walaupun hubunganku dan Huo Qubing sudah diketahui semua orang, namun masih tak ada orang yang berani mengakuinya secara terang-terangan, untuk sesaat, aku tak tahu bagaimana harus menjawab panggilan "kakak ipar" itu, namun Qubing tersenyum dengan amat girang, sambil berjalan, ia berkata pada Huo Guang, "Kakak iparmu merasa jengah. Sekarang tubuhnya lemah, setelah ia pulih dari sakitnya, kalian tentu akan dapat mengobrol sepuas hati. Beberapa hari belakangan ini apa yang kau kerjakan?" Sambil tersenyum, Huo Guang bercerita tentang segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di Chang"an, wajahnya penuh gairah dan semangat. Orang dewasa yang baru datang dari daerah terpencil ke Chang"an, ibukota seluruh kekaisaran, pun akan merasa terkejut dan tercengang, apalagi seorang pemuda" Apalagi apabila begitu tiba di Chang"an, ia langsung masuk kota sebagai adik Huo Qubing, anak emas sang Putra Langit" Di sepanjang jalan Huo Qubing hanya mendengarkannya dengan seksama, namun bibirnya selalu tersenyum. Melihat senyumnya, mau tak mau aku ikut tersenyum. Walaupun Qubing mempunyai banyak sepupu lelaki dari pihak ibu, ia tak pernah benar-benar dekat dengan mereka, keakraban Huo Guang dengannya, tentunya adalah sesuatu yang sudah lama diam-diam didambakannya. Saat kembali memandang ke arah Huo Guang, mau tak mau aku ikut merasa sayang padanya. Huo Guang sangat peka dan cerdas, walaupun aku tak berkata apa-apa, ia sudah mengerti bahwa dalam hati aku telah menganggapnya adikku, kerutan di dahinya pun segera menghilang, walaupun ia tak lagi memanggilku kakak ipar, namun nada suaranya yang ramah semakin mengungkapkan rasa akrab dalam hatinya. Ketika tubuhku telah sepenuhnya pulih, akhir musim panas telah menjadi permulaan musim dingin, ini adalah sakit terlama yang pernah kuderita seumur hidupku, berkat kekuatan tubuhku dan ilmu pengobatan Jiu Ye, nyawaku yang berada di ujung tanduk berhasil diselamatkan, perempuan lain jangan-jangan sudah menemui Raja Neraka. Di tengah malam, kalau aku berpikir tentang kejadian itu, telapakku tiba-tiba berkeringat dingin, aku merasa bahwa diriku benar-benar terlalu gegabah, kalau ada kesalahan sedikitpun, apakah setelah tahu apa yang terjadi Qubing dapat memaafkan Jiu Ye" Namun saat itu demi anakku, tak nyana aku sama sekali tak memikirkan hal ini, hanya bertekad bulat agar anakku tak dibawa masuk ke dalam istana dimana mentari tak pernah bersinar itu, dan tak menjadi bidak catur yang digunakan untuk mengendalikan Qubing. Hadiah yang digambarkan Huo Qubing dengan enteng sebagai 'kekuasaan, kedudukan dan kekayaan' ternyata membuat segenap pejabat sipil dan militer di istana serta seluruh negeri tercengang. Hanya untuk pertempuran kali ini, Han Wudi menghadiahinya lima ribu delapan ratus keluarga. Namun yang penting adalah bahwa semua perwira yang ikut Huo Qubing berperang pun mendapatkan hadiah: gubernur You Beiping, Lu Bode, diangkat menjadi Jenderal Piaoqi, setelah mengikuti sang Jenderal Piaoqi ke Gunung Taoyu, ia dihadiahi seribu enam ratus keluarga dan diberi gelar Adipati Fuli. Xing Shan berhasil menangkap raja muda Xiongnu, ia dihadiahi seribu dua ratus keluarga dan diangkat menjadi Adipati Yiyang. Jenderal Xiongnu yang menyerah pada Dinasti Han, Fuluzhi dan Yijijian, mengikuti sang Jenderal Piaoqi menyerang Xiongnu dengan berani, Fuluzhi dihadiahi seribu tiga ratus keluarga dan diangkat menjadi Adipati Zhuang, sedangkan Yijijian dihadiahi seribu delapan ratus keluarga dan diangkat menjadi Adipati Zhongli. Adipati Piao, Zhao Ponu, yang selalu mengikuti Huo Qubing, dan Adipati Changwu, Zhao Anji, masing-masing diberi hadiah tiga ratus keluarga. Li Gan berhasil merebut panji-panji dan genderang perang Xiongnu, ia diangkat menjadi Adipati Guannei dan dihadiahi dua ratus keluarga. Xuzi dihadiahi jabatan bupati Dashu. Bawahanbawahan sang Jenderal Piaoqi lain juga banyak yang menerima hadiah. Di seluruh istana, hanya beberapa jenderal yang dianugerahi gelar adipati, namun hampir separuh diantara mereka adalah jenderal-jenderal yang bertempur di bawah panji-panji Huo Qubing, kecuali Li Gan yang rumit perasaannya terhadap Huo Qubing, setelah menjalani begitu banyak pertempuran hidup dan mati bersama Huo Qubing, orang-orang lain sangat setia padanya, terutama para jenderal Xiongnu yang menyerah, mereka merasa berhutang budi padanya dan mengagumi semangat kepahlawanannya, semangat kepahlawanan yang timbul diantara para prajurit dalam pertarungan hidup dan mati ini tak dapat dipahami orang biasa, dan tak dapat dipahami oleh para sastrawan istana. Sejak zaman Dinasti Qin hingga Han, jabatan Menteri Perang hanya dipegang oleh satu orang saja, tapi untuk benar-benar memecah kekuasaan Wei Qing, Liu Che sengaja menciptakan seorang Menteri Perang lain, ia menitahkan agar Jenderal Besar dan Jenderal Piaoqi menjadi Menteri Perang, selain itu, ia pun menitahkan agar kedudukan dan gaji Jenderal Piaoqi disamakan dengan Jenderal Besar. Sekarang kekuatan Huo Qubing telah melebihi Wei Qing yang telah bertahun-tahun bekerja di Angkatan Darat. Karena Huo Qubing, kata 'Jenderal Piaoqi' yang dahulu dianggap biasa sekarang menjadi sinonim kehormatan dan keberanian. Sebenarnya, Liu Che sang paman ini lebih memahami Huo Qubing daripada sang bibi, Wei Zifu, walaupun karena kedudukannya, Liu Che tak bisa benar-benar mempercayai siapapun, tapi ia sedikit banyak paham bahwa Huo Qubing adalah seorang prajurit yang tempatnya adalah di medan perang, dan bukan seorang politikus istana. Huo Qubing selamanya tak akan bertindak gegabah demi kekuasaan atau kekayaan. Ia dapat tak tidur berhari-hari demi mengejar bangsa Xiongnu, namun ketika harus berbasa-basi di istana, bahkan tenaga untuk berbicara saja ia sama sekali tak punya dan lebih suka berdiam diri sendirian, selain itu ia pun tak sudi berbasa-basi untuk mengambil hati orang lain. Mungkin inilah perbedaan terbesar diantara Wei Qing dan Huo Qubing, demi kekuasaan dan keselamatan keluarganya, Wei Qing dapat mengendalikan diri, bahkan sampai menghadiahkan uang pada Nyonya Li untuk mengambil hatinya, dengan cara ini ia dapat dengan mulus mengelola kepentingan keluarganya di istana, namun Huo Qubing sama sekali tak dapat melakukan hal seperti itu, oleh karenanya, kalau dibandingkan dengan Wei Qing yang tak dapat ditebak pikirannya, Liu Che tentu saja lebih suka mempercayai Huo Qubing. Akan tetapi, sebenarnya Qubing sangat memahami siasat istana ini, hanya saja, dirinya tak sudi melakukannya, namun karena ia memahami siasat semacam ini, ia punya cara untuk menghadapinya, bahkan seseorang yang sangat licin pun, kalau bertemu dengan Huo Qubing, tak akan dapat menggunakan jurus-jurusnya terhadap dirinya. Li Gan contohnya, seribu satu tipu muslihatnya gagal di hadapan Huo Qubing yang lugas sikapnya, dan malahan sering mengundang masalah bagi dirinya sendiri. Karena Liu Che jelas-jelas menekan Wei Qing, dan jelas-jelas menganak emaskan Huo Qubing, pintu gerbang rumah Jenderal Wei Qing semakin lama semakin sepi, namun pintu gerbang rumah Huo Qubing semakin ramai. Beberapa orang pengikut Wei Qing mendatangi Huo Qubing untuk mengambil hatinya, dan secara tak disangka-sangka mendapatkan hadiah, hal ini menarik orang-orang di sisi Wei Qing dan membuat mereka berubah pikiran, mereka pun secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi berpindah ke kubu Huo Qubing. Ketika Ren An menasehati Wei Qing untuk menghukum orang-orang yang mengkhianati dirinya, sambil tersenyum hambar, Wei Qing berkata, "Orang datang dan pergi sesuka hati, untuk apa harus memaksa mereka?" Sikap Huo Qubing yang membuka pintu rumahnya lebar-lebar dan sikap Wei Qing yang membiarkan pengikutnya datang dan pergi sesuka hati membuat pengikut Wei Qing perlahan-lahan meninggalkannya, akhirnya, ternyata hanya Ren An yang tersisa. Entah apa yang dipikirkan Wei Qing dalam hatinya tentang Huo Qubing, dan ia entah tahu atau tidak bahwa Huo Qubing berada dalam posisi yang sulit dan tak dapat berbuat apa-apa, di hadapan semua orang, ia memperlakukan Huo Qubing seperti sediakala. Akan tetapi, putra tertua Wei Qing, Wei Kang, merasa Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sangat tak senang kepada Huo Qubing, kabarnya ia pernah berdebat dengan Wei Qing mengenai masalah ini. Saat Huo Qubing dan Wei Kang bertemu, asalkan tak ada tetua keluarga, Wei Kang sering berpura-pura tak melihat Huo Qubing, tak menghormat, dan juga tak menjawab pertanyaannya, jawaban Huo Qubing selalu amat sederhana, karena ia tak melihatku, aku juga tak melihatnya, kedua saudara sepupu itu pun mulai menjadi seperti orang asing. ?"?"?"?"?" Ketika permaisuri mendengar tubuhku telah pulih, karena tahu hati seorang ibuku yang merindukan anakku, ia sengaja mengadakan perjamuan dan memanggilku masuk istana untuk melihat putraku. Walaupun aku sudah melahirkan seorang anak bagi Qubing, statusku masih tak jelas. Permaisuri ingin mendudukkanku di tempat yang berbeda, namun tanpa memperdulikan orang banyak, Qubing menarik tanganku, lalu berkata dengan hambar, "Yu er dan aku duduk bersama". Bibi Yun kebingungan tak tahu harus berkata apa, namun sang permaisuri tersenyum, lalu memerintahkan dengan suara lembut, "Tambahkan sebuah tempat duduk di meja Qubing". Pada mulanya aku mengkhawatirkan masalah status ini, namun ketika merasakan kehangatan di telapak tangannya, tiba-tiba aku merasa bahwa masalah muka ini tak penting, yang penting adalah kedua tangan kami yang saling mengenggam, karena Qubing mengkhawatirkan keselamatanku dan hanya dapat merasa lega kalau kami duduk bersama, untuk apa aku menghiraukan pandangan orang lain" Huo Qubing menarik tanganku dan membawaku menerobos pandangan mata semua orang, dengan tenang aku pun menyambut pandangan setiap orang, karena lelaki yang mengandeng tanganku ini, bagaimanapun juga, sikap kalian tak dapat membuat kebahagiaan dalam hatiku berkurang, dan tak dapat membuat aku menunduk untuk menghindari pandangan mata kalian. Setelah Huo Qubing mengajakku duduk, dengan agak heran ia memandangku, diriku yang selalu bersikap amat hati-hati di istana, kali ini tak nyana mematuhinya tanpa berkata apa-apa. Dengan sembunyi-sembunyi, aku meringis ke arahnya, ia menggeleng dan tersenyum, rasa heran di matanya berubah menjadi kemesraan. Ibu susu keluar sambil mengendong anak itu, lalu dengan perlahan berjalan ke arah kami. Walaupun wajah Qubing nampak tenang, namun aku merasakan tangannya gemetar pelan. Perasaanku pun aneh, aku tak merasa rindu, hanya merasa bersalah, bahkan sampai ingin melarikan diri, mataku tak pernah berani memandang anak itu. Ketika memandang diriku dan Huo Qubing, mula-mula mata Li Yan nampak dingin, namun kali ini bibirnya agak mencibir, sambil tersenyum ia memandang kami berdua. Tiba-tiba hatiku terkesiap, berapa banyak mata sedang memandangku, baik secara terang-terangan maupun diam-diam" Karena saat itu, demi anak sendiri, aku telah memilih jalan yang egois ini, maka saat ini bukan saatnya bagiku untuk menunjukkan rasa menyesal. Aku memaksa diriku memandang bayi di pelukan ibu susu itu. Aneh, ketika aku melihat sepasang mata hitam kelamnya yang tak mengerti apa-apa itu, hatiku tiba-tiba terasa pedih, dengan spontan aku hendak mengendong anak itu, berbagai macam perasaan bercampur aduk dalam hatiku, sepasang tanganku gemetar pelan, melihatku, sang ibu susu bimbang, tak berani memberikan anak itu padaku, mata besar sang bayi yang gelap dan bening itu menatapku, tak nyana, ia bersuara, lalu tertawa, Melihat wajah tersenyumnya, aku tak bisa menahan diri lagi, aku merasa rindu, bersalah, galau dan sedih, air mata samar-samar berlinangan di mataku, anakku sayang, apakah kau sekarang sedang tersenyum seperti ini" Huo Qubing mengendong anak itu, tangannya yang biasa mengenggam kekang kuda dan busur bergerak dengan sikap hati-hati yang canggung, sang bayi menangis, ibu susu pun cepat-cepat mengambil anak itu dan menenangkannya, dengan penuh pengertian, permaisuri memandang kami, lalu memberi perintah pada sang ibu susu, "Bawa Shan er pergi dulu". Kepada kami ia berkata, "Setelah kalian sedikit lebih tenang, kalian boleh menjenguk Shan er sendirian. Yang Mulia lebih sayang pada Shan er daripada Ju er, untung saja, Ju er amat sayang pada Shan er, kalau tidak aku benar-benar khawatir Ju er akan iri karena Yang Mulia berat sebelah!" Seluruh aula itu penuh gelak tawa, semua orang merasa amat kagum padanya, ada orang yang memuji kebaikan hati putra mahkota, dan ada yang langsung memberi selamat pada Wei Shaoer, Wei Shao er pun nampak puas diri dan tersenyum bangga. Namun aku dan Huo Qubing hanya duduk sambil diam seribu bahasa. Bibir Li Yan terangkat, memperlihatkan seulas senyum puas. Huo Shan menghisap ibu jarinya sendiri, kadang-kadang ia berdecak, tidurnya amat nyenyak. Huo Qubing duduk di lantai, sambil mengoyang buaian dengan pelan, ia menatap anak itu tanpa berkata apa-apa. Melihat Qubing seperti itu, hatiku sakit, seakan ditindih sebongkah batu besar, aku sulit menahan diriku lagi, aku hendak memberitahukan keadaan yang sebenarnya padanya, namun ketika mataku memandang ke sekelilingku, aku melihat Li Yan sedang memandang kami dari balik jendela, ia mengangkat alisnya, menggeleng-geleng ke arah kami sambil tersenyum, lalu pergi. Kulihat bahwa Qubing masih memandangi anak itu dengan terpana, maka aku mengejar keluar dengan langkah-langkah pelan. Li Yan seakan sudah menduga bahwa aku akan mencarinya dan menunggu di sebuah tempat yang sepi, sebelum aku membuka mulut, ia sudah bertanya sambil tersenyum, "Bagaimana rasanya?" Aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa dalam keadaan seperti ini, maka aku hanya dapat memandangnya dengan wajah tanpa ekspresi. "Jin Yu, sejak saat ini, selama Huo Shan berada di istana, kau tak akan dapat benar-benar tersenyum. Kau akan mencemaskannya setiap hari. Anak ini dan ayahnya sama, sekarang ia adalah Pendekar Pemetik Harpa 33 Tapak Tapak Jejak Gajahmada Karya Arief Sudjana Dewa Tangan Api 1

Cari Blog Ini