Balada Padang Pasir 6
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 6 selamanya belum pernah melihatnya memakai tongkat untuk berjalan. Begitu kami keluar dari kamar baca, entah karena alat apa, pintu dengan sendirinya menutup, aku mencoba mendorongnya, namun pintu itu tak bergerak. Sebelumnya aku mengira bahwa ia menyuruh orang untuk memasang segala alat di Pondok Bambu itu untuk mempermudah kehidupannya sehari-hari, sekarang aku baru sadar bahwa semua alat itu dibuat sendiri olehnya. Ia berkata, "Sebentar lagi aku akan pergi keluar". Aku cepat-cepat berkata, "Kalau begitu aku tak akan menganggumu lagi, aku pulang dulu". Ia menahanku, berpikir sejenak, lalu berkata dengan hambar, "Aku hendak pergi ke sebuah pertanian di luar tembok kota untuk menemui beberapa tamu, kalau kau punya waktu kau juga dapat ikut pergi bermain ke desa dan mencicipi buah segar yang baru dipetik dari pohon". Sambil menahan rasa girang dalam hatiku, aku mengangguk-angguk. Sambil mengenggam seutas cambuk hitam yang mengkilat, Paman Shi duduk di kursi kusir kereta sambil terkantuk-kantuk, tapi Qin Li yang biasanya dipakai Jiu Ye tak ada, sebelum Jiu Ye sempat bertanya, Paman Shi sudah menjawab, "Qin Li sedang ada pekerjaan dan tak bisa datang". Jiu Ye mengangguk seraya berkata, "Cari saja kusir lain untuk mengemudikan kereta, anda tak harus mengemudikan kereta ini sendiri". Sambil tersenyum Paman Shi membuka tirai kereta, "Sudah begitu lama kita tak berpergian, boleh dikatakan kita sedang berjalan-jalan". Paman Shi bertanya, "Apa kita akan memulangkan Yu Er ke Luoyu Fang dulu?" Jiu Ye berkata, "Ia akan pergi ke pertanian bersamaku". Untuk sesaat Paman Shi bimbang, seperti sedang memikirkan sesuatu, namun akhirnya ia melecutkan cambuk dan menjalankan kereta. Setelah kereta keluar dari gerbang kota, larinya semakin cepat, aku bersandar pada ambang jendela, memandangi pepohonan hijau dan bunga-bunga liar yang dengan cepat tertinggal di belakang, suasana hatiku lebih cerah dibandingkan hari musim panas ini. Jiu Ye pun tersenyum simpul, dengan sinar mata yang lembut ia memandang keluar jendela, walaupun kami berdua diam seribu bahasa, tapi kuanggap kami berdua sedang menikmati hembusan angin yang menerpa wajah kami, pemandangan indah dan suasana hati kami riang gembira. Dengan suara rendah Paman Shi berkata, "Akan ada belokan tajam, hati-hati, Jiu Ye". Ketika ia masih berbicara, kereta kuda telah masuk ke dalam hutan, kecepatannya segera berkurang, lalu perlahan-lahan berhenti, kemampuan mengendalikan kereta Paman Shi benar-benar kelas satu, selama semua ini berlangsung, kuda-kuda yang menarik kereta sama sekali tak bersuara. Dengan bimbang aku memandang Jiu Ye, namun tanganku tak ragu sedikit pun dan segera meraih ikat pinggang mutiara emas yang melilit pinggangku. Jiu Ye duduk dengan tenang, sambil tersenyum ia menggeleng, memberiku isyarat agar tak bertindak dengan semberono. Kami menunggu dengan diam di tengah hutan, dua ekor kuda pilihan dengan cepat masuk ke dalam hutan dari tepi jalan, para penunggang kuda itu memandang kami, sepertinya sama sekali tak was-was, mereka pun segera lewat di samping kereta kami. "Menyamar tapi sama sekali tak mirip!" Paman Shi mengayunkan cambuknya dengan secepat kilat, "Tar, tar!", ia telah mematahkan kaki kuda, kedua kuda itu ambruk sambil meringkik mengenaskan. Penunggangnya segera melompat, mereka mengayunkan golok untuk menangkis lecutan cambuk yang memenuhi angkasa, namun bagaimanapun juga ilmu mereka kalah lihai, golok kedua orang itu serentak terjatuh ke tanah, lelaki yang bercambang ikal mengerang, cambuk Paman Shi telah menembus telapak tangannya dan memakunya di pohon. Aku terkejut dan segera bereaksi, dalam cambuk Paman Shi tentunya ada suatu alat rahasia, sama sekali bukan cambuk biasa. Lelaki berpakaian hitam lainnya dengan tertegun memandang cambuk dalam genggaman Paman Shi, dengan terkejut ia memandang Paman Shi, lalu tiba-tiba berlutut di hadapannya sambil berbicara dengan terbata-bata, wajah lelaki bercambang ikal yang dipaku Paman Shi di pohon pada mulanya penuh kebencian, namun begitu mendengar perkataan kawannya, rasa benci itu langsung sirna dan berganti dengan rasa heran. Paman Shi menarik kembali cambuknya, lalu menanyai lelaki berpakaian hitam yang berlutut di hadapannya itu, mereka berdua saling bertanya jawab, namun sepatah kata pun aku tak paham. Jiu Ye mendengarkan untuk beberapa saat, lalu senyum di bibirnya menghilang, dengan tercengang ia melirikku, lalu memberi perintah, "Ulangi perkataanmu barusan itu dalam bahasa Han". Si lelaki berbaju hitam segera berkata, "Kami sama sekali tak membuntuti kereta Wisma Shi, dan juga tak bermaksud mencelakai Wisma Shi, melainkan diperintahkan untuk menyelidiki kegiatan sehari-hari fangzhu Luoyu Fang di Chang"an, dan diam-diam membunuhnya kalau ada kesempatan". Sambil berbicara ia berulang kali bersujud ke arah Paman Shi, "Kami benar-benar tak tahu bahwa laoyezi adalah orang Perusahaan Shi, dan tak tahu bahwa nona ini berhubungan baik dengan Perusahaan Shi, seandainya kami tahu, kalaupun kami diberi seluruh emas di gunung Mingsha Shan, kami tak akan menerima tugas ini". Peristiwa itu bagai guntur di siang bolong, sama sekali tak terduga, membuat kepalaku pusing, setelah kebingungan sesaat, aku bertanya, "Siapa yang menyewa kalian?" Mendengar pertanyaanku, si baju hitam bersujud, "Apa yang kami lakukan tak salah, tapi kami tak berani melanggar aturan, kalau nona tak menyalahkan kami, kami hanya dapat mohon maaf". Paman Shi mengayunkan cambuknya untuk mengusir lalat dari tubuh kuda, dengan enteng ia berkata, "Bagaimanapun juga mereka berdua ini tak akan memberitahukan asal-usul orang yang menyewa mereka, kalau mereka bicara pun belum tentu benar, karena mereka disuruh membunuhmu, tentunya ini adalah suatu persekongkolan gelap". Sambil tersenyum getir aku berkata, "Baiklah, kalau begitu biarkan mereka pergi!" Paman Shi memandang mereka berdua tanpa berkata apa-apa, mereka berdua pun segera berkata, "Semua yang kami lihat hari ini tak akan kami bocorkan sedikitpun". Namun Paman Shi nampaknya masih ingin membunuh mereka, namun ketika tangannya yang mengenggam cambuk hendak bergerak, Jiu Ye berkata, "Paman Shi, biarkan mereka pergi". Suaranya lembut, namun berwibawa, sehingga orang tak kuasa menentangnya, Paman Shi pun menahan nafsu membunuhnya. Paman Shi memandang Jiu Ye, menghela napas dengan pelan, lalu dengan wajah dingin melambai-lambaikan tangannya, dengan wajah penuh terima kasih, kedua orang itu bersujud berulang-ulang, "Setelah pulang nanti kami pasti akan mengurus hal ini dengan sepantasnya. Laoyezi, kami bersumpah demi Danau Lop Nur untuk tak membocorkan informasi tentang keberadaan kalian". Aku terkejut, bagi para pengembala yang berkelana di padang pasir, sumpah ini jauh lebih berat dari sumpah disambar geledek. Mereka berdua memungut golok mereka, lalu cepat-cepat pergi. Orang yang tangannya ditembus cambuk Paman Shi itu, lelaki yang sama sekali tak berbicara itu, berlari sambil menoleh memandang kereta kuda, tiba-tiba ia sepertinya tersadar akan sesuatu, lalu berlari kembali, "Bruk!", ia berlutut di depan kereta kami, wajah orang yang barusan ini tak takut mati itu sekarang penuh penyesalan, matanya berlinangan air mata, sambil tersedu sedan ia berkata, "Xiaode tak tahu nona ini adalah orang gongzi, telah membalas air susu dengan air tuba, dan hendak membunuhnya, aku benar-benar lebih rendah dari anjing atau babi". Ia mengayunkan golok ke arah lengannya sendiri, namun sebuah anak panah melesat dari dalam kereta dan mengenai goloknya, kawannya segera memegang tangan orang itu, lalu dengan bingung sekaligus terkejut memandang kami. Jiu Ye menyimpan busur silang kecilnya dalam lengan bajunya, lalu berkata sembari tersenyum, "Kurasa kalian salah mengenali orang, kalian sama sekali tak berhutang budi padaku, kalian cepatlah pulang ke Xiyu!" Aku sama sekali tak memperhatikan golok dan panah yang berterbangan barusan ini, aku hanya diam-diam mengulangi perkataan "nona ini adalah orang gongzi", aku memandang kedua orang di bawah kereta itu dan tiba-tiba merasa bahwa wajah mereka menyenangkan. Sambil menangis si lelaki besar bercambang ikal itu berkata, "Di kolong langit ini, siapa lagi yang membiarkan laoyezi mengemudikan kereta, dan menolong orang dari cambuk laoyezi, kecuali gongzi seorang" Seluruh keluargaku, tua dan muda, dapat hidup karena bantuan gongzi, ibuku siang malam bersujud ke gunung salju untuk berdoa agar gongzi selamat dan sehat walafiat, tapi aku justru melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nurani ini". Begitu mendengar perkataannya, lelaki di sisinya sepertinya baru tahu siapa Jiu Ye sesungguhnya, air mukanya berubah dan ia segera berlutut di sisi kawannya, dan terus menerus bersujud hingga dahinya berdarah. Walaupun Jiu Ye tak tersenyum, wajahnya nampak tak berdaya. Wajah Paman Shi makin lama makin dingin dan bengis, aku pun berseru, "Hei! Perbuatan kalian berdua ini benar-benar tak masuk akal, kalian menyesal dan hendak menebus kesalahan kalian, tapi kenapa kalian malahan ingin mati di sini" Apakah kalian baru puas kalau kami melihat dua mayat di sini" Kami masih ada urusan lain, jangan menghalangi jalan". Mereka berdua bimbang sesaat, lalu bangkit dengan hati-hati dan membuka jalan bagi kami. Aku tersenyum dan berkata, "Bagus, tapi mohon maaf, kalian salah mengenali orang, tuan muda kami adalah seorang pedagang Chang'an, sama sekali tak ada hubungannya dengan Xiyu, sujud kalian tadi itu salah sasaran, selain itu.......", walaupun aku tersenyum, nada suaraku dingin, "Cepatlah pulang ke Xiyu" Mereka berdua tertegun, lalu dengan sikap hormat berkata, "Kami mengaku telah bersalah, sekarang kami akan pulang ke Xiyu". Paman Shi memandangku, memandang Jiu Ye, lalu tanpa berkata apa-apa menjalankan kereta. Kereta masih meluncur dengan ringan di jalan, namun hatiku seakan dibebani sebongkah batu besar, sangat berat. Aku sama sekali tak pernah berhubungan dengan orang-orang dari berbagai negara di Xiyu, bagaimana mereka bisa memusuhiku" Apakah Mudaduo ceroboh dan membocorkan kabar bahwa aku masih hidup" Apakah kehidupanku yang tenang saat ini di Chang'an akan berubah" Dengan lembut Jiu Ye bertanya, "Apakah kau dapat menduga siapa yang menyuruh mereka?" Aku mengangguk-angguk, lalu menggeleng-menggeleng, "Tak tahu, aku selalu hidup di tengah kawanan serigala, tentunya ia seseorang yang dendam padaku, mereka datang dari barat laut, juga cocok dengan dugaanku, saat ini sebagian besar daerah itu berada di bawah pengaruh mereka, tapi kenapa orang itu sengaja menyewa orang untuk membunuhku" Ia bisa langsung memerintahkan jago-jagonya untuk membunuhku. Apakah karena ia enggan bertindak di Chang'an, maka ia menyuruh orang Xiyu melakukannya?" Jiu Ye berkata, "Kau masih belum tahu siapa orang itu, tapi kau jangan mencemaskannya". Aku menaruh kepalaku diantara lututku, memikirkannya. Ia bertanya, "Yu er, apakah kau takut?" Aku menggeleng-geleng, "Kungfu mereka berdua sangat bagus, kalau bertarung, aku belum tentu dapat mengalahkan mereka, tapi mereka pasti tak dapat membunuhku, malahan aku yang dapat membunuh mereka". Di luar kereta, Paman Shi berkata, "Kungfu untuk membunuh dan untuk bertarung berbeda. Jiu Ye, karena orang itu berusaha membunuh dengan sembunyi-sembunyi, tentunya ia khawatir Yu Er tahu siapa dia, asalkan orang Xiyu tak mau membunuh untuknya, ia akan terpaksa mengurungkan niatnya. Serahkan urusan ini padaku, kalian seharusnya menikmati bunga dan pohon-pohon, tak usah khawatir tanpa alasan". Sembari tersenyum Jiu Ye berkata, "Kalau tahu kau berada di sini, monyet dan cucu monyet sewaan dari Xiyu itu tak akan berani berbuat onar". Ia pun berkata padaku, "Walaupun mereka berkata mereka tahu aturan, tapi di kolong langit ini tak ada gading yang tak retak, apakah kau ingin aku membantumu menyelidiki hal ini?" Diriku yang sekarang bukan diriku semasa kecil yang hanya dapat melarikan diri, aku merasa tertantang, sambil tersenyum lebar aku berkata, "Tak usah, kalau ia orang lain, jurus kembangan seperti ini tak kuhiraukan, tapi kalau ia benar-benar orang itu, tak ada gunanya diselidiki. Kalau ia ingin menekanku, aku sama sekali tak takut padanya". Jiu Ye mengangguk dan tersenyum, Paman Shi tertawa terkekeh-kekeh, "Benar sekali, gadis yang dibesarkan kawanan serigala masa penakut?" Tempat peristirahatan Jiu Ye memang sebuah pertanian seperti yang dikatakannya, kebun buah dan sayurnya luas, sedangkan rumah-rumahnya hanya rumah sederhana dari batu bata, bergenting hitam, dan tersebar diantara kebun buah dan sayur, tak bisa dibilang indah, namun dibuat dari tanah hitam yang subur dibawah kaki kami. Di kereta, ekspresi Paman Shi memberitahuku bahwa aku sebaiknya tak bertemu dengan para tamu itu, maka ketika turun dari kereta, aku mengambil inisiatif untuk berkata pada Jiu Ye bahwa aku hendak bermain di kebun bersama wanita-wanita petani di pertanian itu, wajah Jiu Ye nampak hambar, ia hanya menasehati wanita-wanita petani itu, Paman Shi menganggukangguk ke arahku seraya tersenyum. Walaupun di jalan telah terjadi suatu peristiwa yang membuatku khawatir dan jengkel, namun sinar mentari yang gemilang, kebun sayur yang hijau segar serta para petani yang bekerja dengan rajin di ladang membuat hatiku perlahan-lahan menjadi tenang. Kehidupanku berada di tanganku sendiri, aku merasa bahwa siapapun juga tak bisa merengutnya. Ketika pandangan mataku menyapu ke sosok Paman Shi, aku segera berkata pada wanita petani di sisiku, "Bibi, matahari benar-benar terik, bantu aku mencari topi jerami". Wanita petani itu segera tersenyum dan berkata, "Aku lupa, kalian tunggu, aku akan segera pergi mencarinya". Begitu ia pergi, aku segera berlari mengejar Paman Shi, "Paman Shi, kau tak menunggu Jiu Ye?" Paman Shi berpaling dan menatapku tanpa berkata apa-apa, aku pun berkata, "Lepaskan mereka, kau tak akan bisa menyembunyikannya dari Jiu Ye". Dengan dingin Paman Shi berkata, "Aku melakukannya untuk kebaikan Jiu Ye sendiri, Tuan Tua juga pasti menyetujui tindakanku ini". Aku berkata, "Kalau Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tindakanmu ini membuatnya tak senang, kau tak melakukannya demi kebaikannya, tapi hanya karena merasa benar sendiri! Lagipula, majikanmu sekarang adalah Jiu Ye, bukan Tuan Tua". Paman Shi merasa agak kesal, "Kau bukannya besar di tengah kawanan serigala" Kenapa kau begitu lemah hati?" Aku tersenyum dan berkata, "Apa kau ingin mengadu nyawa denganku" Coba lihat siapa yang membunuh siapa" Paman Shi, Jiu Ye tak suka membunuh tanpa alasan, kalau kau benar-benar menyayanginya, jangan membuatnya berlumuran darah. Kau tak perduli, tapi kalau ia tahu, ia akan berduka. Cara yang digunakan setiap orang untuk menyelesaikan masalah berbeda-beda, karena Jiu Ye bersedia melakukan hal ini, ia tentunya sudah memikirkan akibatnya". Wanita petani yang mengambil topi jerami itu sudah kembali. "Aku ingin pergi bermain, Paman Shi sebaiknya kau menunggu kami atau ikut pergi!" Aku menghormat padanya, lalu berlari kembali ke ladang. "Apa ini?" "Kedelai". "Kalau itu?" "Kacang Hijau". "......ini mentimun, aku mengenalinya". Akhirnya ada sesuatu yang kukenali, aku menunjuk ke ruji tempat sebuah sulur merambat dan berbicara dengan penuh semangat. Wanita petani di sisiku tak kuasa menahan tawa, "Itu mentimun, sedang matangmatangnya". Aku melompat ke kebun mentimun dan memetik sebuah mentimun, mengelapnya dengan lengan bajuku, lalu mengigitnya, benar-benar jauh lebih lezat dibandingkan yang ada di rumah! Sambil menenteng keranjang aku keluar-masuk ruji tempat tanaman mentimun merambat, lalu memilih mentimun yang sedikit lebih besar dan memetiknya, ketika menengadah, secara tak sengaja aku melihat Jiu Ye sedang memandangku seraya tersenyum, di balik sulur dan daun mentimun yang berwarna hijau tua, aku tersenyum sambil melambai-lambaikan tanganku, lalu berlari ke arahnya, di sepanjang jalan aku memetik dua buah mentimun lagi, "Kenapa kau datang kemari" Apakah tamumu sudah pergi?" Ia mengangguk-angguk, memandangku dari atas ke bawah, lalu menunjuk topi jerami di kepalaku dan keranjang yang kupanggul di bahuku, "Ganti bajumu, kau benar-benar mirip wanita petani". Aku menunjukkan keranjangku padanya, "Ini mentimun, ini kedelai, dan ini daun bawang". Ia tersenyum dan berkata, "Kita makan malam di sini lalu baru pulang, makan sayur-sayuran yang kau petik ini". Aku kegirangan dan bertepuk tangan sambil meloncat-loncat. Aku dan Jiu Ye berjalan dengan perlahan di samping ladang, mentari sudah condong ke barat, kabut senja melayang-layang di ladang. Asap membubung ke atas, enggan meninggalkan bumi, kadang-kadang terdengar suara anjing menyalak dan ayam berkokok. Saat para petani yang pulang dari ladang lewat di sisi kami, walaupun wajah mereka nampak kelelahan, mereka nampak damai dan puas, dengan ringan melangkah pulang. Di benakku mendadak muncul perkataan 'lelaki membajak dan wanita menenun', belum tentu si lelaki benar-benar harus membajak ladang dan si wanita harus menenun, asalkan dapat seperti mereka saja, saling melindungi, hidup dengan harmonis dan tenang. Aku mencuri pandang ke arah Jiu Ye, tak nyana ia juga sedang memandangku, pandangan mata kami berdua tibatiba bertemu, kami sama-sama tertegun, tak nyana, wajahnya merona merah, dan ia pun segera mengalihkan pandangan matanya. Untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya memerah, mau tak mau aku memikirkan apa yang barusan ini dipikirkannya, aku pun menatapnya dengan tajam, terus menerus memandangnya, kursi roda Jiu Ye meluncur makin cepat, namun ia mendadak berpaling dan bertanya dengan wajah tanpa ekspresi, "Kau sedang lihat apa?" Otakku masih penuh pikiran, sambil tertawa aku berkata, "Melihatmu!" "Kau.......", sepertinya ia tak menyangka bahwa aku akan dapat begitu 'tak tahu malu', ia hendak mengatakan sesuatu, namun perkataan itu tercekat di tenggorokannya dan tak dapat diselesaikan. Melihat wajahnya, aku sadar bahwa aku telah berbicara dengan ceroboh, aku merasa kesal, hari ini aku kenapa" Kenapa terus menerus salah bicara" Aku ingin minta maaf namun tak tahu harus mulai dari mana, maka aku hanya terus berjalan tanpa berkata apa-apa, Jiu Ye mendadak mengeleng-geleng seraya tersenyum, "Kau memang benar-benar besar di Xiyu". Hatiku menjadi lega dan aku berkata sambil tersenyum, "Sekarang sudah jauh lebih mending, dulu aku langsung mengatakan apapun yang ingin kukatakan". ------------------Sejak kembali dari pertanian di luar tembok kota itu, aku selalu berpikir-pikir, namun pikiranku selalu galau, sulit dikendalikan, aku mencari sapu tangan yang telah dipersiapkan sebelumnya, lalu sambil berpikir menulis, 'Pertama, kau sama sekali tak suka pada ajaran Konghucu, hanya kitab Shi Jing lah yang sering kau baca. Oleh karenanya, kau sama sekali tak setuju kekuasaan kekaisaran sedikit demi sedikit terpusat pada satu orang, dan juga tak akan mendukung adanya Putra Langit yang memperoleh mandat dari Langit, dan omong kosong lain yang mengatakan bahwa kita harus setia padanya selain pada rakyat. Kedua, kau jelas amat suka pada Lao Zi dan Zhuang Zi. Mengenai ajaran Huang Lao aku hanya pernah mendengar A Die menjelaskan secara sekilas, aku sama sekali belum pernah membacanya dengan seksama, tapi sedikit banyak tahu tentangnya, kalau kau suka Lao Zi dan Zhuang Zi, bukankah sekarang semuanya bagimu adalah penderitaan" Ketiga, kau paling memuja Mo Zi, seumur hidupnya Mo Zi selalu mengutamakan rakyat jelata, selalu berusaha keras meyakinkan para raja untuk meninggalkan peperangan, dan membantu negara-negara kecil melawan negara-negara besar. Apakah bagimu negara besar itu adalah Dinasti Han" Dan negara-negara kecil itu adalah negara-negara di Xiyu" Apakah kau bersedia menjadi Mo Zi" Tapi bukankah tindakan itu berlawanan dengan ajaran Lao Zi dan Zhuang Zi?" Aku menghela napas dengan pelan, lalu meletakkan kuas tulis di samping batu tinta, apakah kontradiksi itu hanya ada dalam pikiranku, atau kau sendiri yang penuh kontradiksi" Aku tak memperdulikan masa lalumu atau identitasmu sekarang, aku hanya ingin tahu apa isi hatimu. Aku mengetuk pintu, "Mana Jiu Ye?" Xiao Feng sedang mengatur biji-biji catur, tanpa mengangkat kepala ia berkata, "Di kamar baca sedang membereskan buku". Aku melangkah ke kamar baca, Xiao Feng kembali berkata, "Kamar baca tak boleh dimasuki orang, bahkan menyapu lantai pun dikerjakan Jiu Ye sendiri, kau duduklah dulu berjemur sinar matahari, tunggu sebentar! Di sini ada teh, undang dirimu sendiri, aku sedang sibuk, tak bisa mengundangmu". Aku mengetuk kepala Xiao Feng keras-keras, "Kau ini masih kecil, tapi sudah jadi Tuan Besar di sini". Xiao Feng mengeluselus kepalanya, lalu memelototiku dengan kesal. Aku mendengus dan tak memperdulikannya lagi, lalu melangkah ke kamar baca. Walaupun aku pernah tinggal di Pondok Bambu untuk beberapa lama, namun ini adalah untuk pertama kalinya aku masuk ke kamar baca. Ruangan itu luar biasa besar, sama sekali tak ada pembatasnya, begitu luas hingga kereta kuda dapat berjalan di dalamnya. Lebih dari separuh ruangan itu dipenuhi rak-rak buku, Jiu Ye sedang membolak-balik buku di depan salah satunya. Aku sengaja berjalan dengan suara keras, begitu mendengar suara langkah kakiku, ia berpaling dan tersenyum, lalu mempersilahkanku masuk. "Kau duduklah dulu, aku akan segera selesai". Hatiku girang, aku berpaling dan membuat wajah lucu ke arah Shi Feng. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku mengamati rak-rak buku itu, "Apakah kau sudah pernah membaca semua buku ini?" Suara Jiu Ye datang dari beberapa rak buku di depanku, suaranya tak begitu jelas, "Sebagian besar sudah kubaca". Shi Jing, Shang Shu, Yi Li, Zhou Yi, Chun Qiu, Zuo Zhuan, Li Jing ..."rak buku ini berisi kitab-kitab Konghucu, Shi Jing nampaknya sering dibaca olehnya, kitab itu diletakkan di tempat yang paling mudah dijangkau. Empat Kitab Huangdi, Ilmu Tata Negara Huang Ji, Dao De Jing, Lao Lai Zi?"semua buku di rak buku ini tentang ajaran Huang Lao dan Lao Zi. Dao De Jing karya Lao Zi, Xiaoyao You dan Zhi Bei You karya Zhuang Zi, jelas sering dibolak-balik olehnya, benang yang dipakai untuk menjilid bilah-bilah bambu kitab-kitab itu telah kendur. Fa Jia ......Bing Jia .......kitab-kitab ini sebagian besar telah kuhafalkan di luar kepala sejak kecil, dengan tak tertarik aku menyapu mereka sekilas dengan pandangan mataku, lalu beralih ke rak lainnya. Rak ini agak aneh, bagian atasnya hanya berisi sebuah buku, sedangkan rak bagian bawahnya berisi setumpuk gulungan. Dengan ragu aku mengambil sebuah gulungan, gulungan itu adalah kitab Mo Zi , kabarnya kitab ini sangat rumit, bahkan A Die pun sakit kepala membacanya. Aku membolakbaliknya sejenak, ada bagian-bagian yang dapat kupahami, namun ada bagian yang penuh dengan kata-kata yang sulit dimengerti, sepertinya tentang pembuatan alat-alat seperti as roda kereta dan tangga, tentang fenomena matahari, tentang apabila sesuatu dilihat melalui sebuah lubang kecil bayangannya akan menjadi terbalik, cermin datar, bayangan yang ditimbulkan oleh cermin cekung dan cembung, dan hal-hal lain yang aku sama sekali tak tahu namanya, sambil menggeleng-geleng aku meletakkan buku itu, lalu melangkah ke rak dibelakangnya dan mengambil sebuah gulungan. Gulungan itu bertuliskan tulisan tangan Jiu Ye, untuk sesaat aku tertegun, tak kuasa membaca isinya, aku pun mengambil beberapa gulungan lain, semuanya pun bertuliskan tulisan tangan Jiu Ye. Aku menjulurkan kepalaku untuk melihat Jiu Ye, ia masih membereskan buku sambil menunduk, dengan ragu-ragu aku bertanya, "Apakah aku boleh membaca buku-buku di rak ini?" Jiu Ye berpaling untuk memandangku, berpikir sejenak, lalu mengangguk-angguk, "Tak ada bagusnya dibaca, hanya kesukaanku di waktu senggang". Aku memungut gulungan itu, karena amat panjang, aku tak punya waktu untuk membacanya dengan teliti dan hanya membacanya dengan melompat-lompat. Tulisan-tulisan itu membicarakan strategi untuk menaklukkan atau mempertahankan sebuah kota, bagaimana Mo Zi menyesalkan negara kuat menyerang yang lemah, cara membuat senjata dan cara menghangatkan diri di musim dingin. Beberapa gulungan setelah itu berisi gambar-gambar terperinci tentang berbagai macam senjata yang dapat digunakan untuk menyerang dan mempertahankan kota, dan cara untuk menyerang dan mempertahankan sebuah kota. Aku membaca buku-buku itu dengan sekilas, lalu menaruh mereka dan mengambil sebuah gulungan lain, ?""cintailah semua di kolong langit"..bencilah peperangan?"." Secara garis besar ia menganalisa penjelasan Mo Zi tentang kenapa ia membenci peperangan dan menentang negara-negara besar menganiaya negara-negara kecil. Di satu pihak ia berargumentasi bahwa negara besar tak boleh menggunakan kekuatannya untuk menekan negara-negara kecil, sedangkan di lain pihak ia menganjurkan negara-negara kecil secara aktif mempersiapkan diri untuk berperang, memperkuat pertahanan dan bersiap untuk sewaktu-waktu melawan negara besar, sehingga negara besar tak berani dengan sembarangan memerangi mereka. Aku berpikir dengan diam selama beberapa lama, dengan perlahan meletakkan gulungan di tanganku, lalu kembali mengambil beberapa gulungan lain dan membacanya, gulungan itu penuh gambar tentang cara pembuatan berbagai macam alat, setiap langkah pembuatannya dijelaskan dengan amat terperinci, diantaranya tentang busur silang rumit untuk berperang, alat-alat untuk pengobatan patah tulang, dan ketel berlapis dua sederhana untuk menjaga agar air di dalamnya tetap hangat di musim dingin, bahkan ada juga gambar hiasan rambut wanita. Aku menggarukgaruk kepalaku dan mengembalikan gulungan-gulungan itu, aku ingin membacanya sekali lagi, namun aku lebih ingin tahu ada buku apa di rak di belakangku, aku khawatir setelah ini aku tak akan punya kesempatan untuk membacanya lagi. Rak itu penuh berisi buku-buku ilmu pengobatan, aku membolakbalik salah satu diantaranya, yaitu Pianque Neijing. Walaupun Jiu Ye banyak menulis catatan dengan rinci di buku itu, aku tetap tak memahaminya, dan juga tak terlalu tertarik padanya, oleh karenanya aku dengan sembarangan mengambil sebuah buku di ujung rak itu, yaitu Tianxia Zhidao Tan, buku itu juga penuh catatan Jiu Ye, namun wajahku langsung menjadi panas, "Buk!", aku melemparkan buku itu kembali ke raknya. Mendengar suara itu, Jiu Ye melihat ke arahku, karena terkejut aku melompat ke depan sebuah rak buku lain, mengambil sebuah gulungan dan berpura-pura membacanya dengan tenang, namun jantungku masih berdebar-debar tak keruan. Apakah Jiu Ye juga membaca buku semacam ini" Akan tetapi, walaupun buku ini menjelaskan tentang seni berhubungan dengan wanita, buku itu membicarakannya dari segi ilmu pengobatan, dan banyak diantaranya berhubungan dengan urusan ranjang, pembuahan dan kehamilan, aku sibuk memikirkannya dan untuk beberapa lama aku menunduk tanpa bergeming. "Apakah kau paham buku-buku semacam ini?" Jiu Ye mendorong kursi rodanya ke sisiku dan bertanya dengan heran. Aku terkejut dan cepat-cepat menjawab, "Aku hanya sekilas membacanya, lalu kubakar". Dengan kebingungan Jiu Ye menatapku, aku pun bereaksi, ia menunjuk buku yang sekarang berada dalam genggamanku, dan bukan.......saking kesalnya aku hampir pingsan, tak nyana dari begitu banyak orang di kolong langit ini aku justru terpergok olehnya. Aku segera membolak balik beberapa halamannya, dengan tak percaya aku membelalakkan mata lebar-lebar, semuanya penuh bertuliskan huruf-huruf kecil seperti kecebong, aku memutar-mutarnya, namun tak bisa mengenali satu huruf pun, aku tak sudi menyerah dan kembali memandangnya, tapi aku masih tak bisa membacanya. Celaka! Ternyata aku telah berlama-lama membaca buku semacam ini, sekarang aku sudah tak mau pingsan lagi, dan justru ingin bersembunyi dalam sebuah lubang saking malunya. Aku menunduk dan berkata dengan terbata-bata, "Hmm........hmm.......sebenarnya aku tak paham, tapi aku........aku sangat ingin tahu.......oleh karenanya........oleh karenanya aku membacanya dengan seksama, ini.......aku hanya menyelidiki.......menyelidiki kenapa aku tak memahaminya". Mata Jiu Ye berkedip-kedip, dengan penuh rasa ingin tahu ia bertanya, "Kalau begitu, apa kesimpulanmu?" "Kesimpulanku" Eh.......kesimpulanku......eh.......ialah bahwa aku tak bisa membaca huruf-huruf itu". Sudut-sudut bibir Jiu Ye sepertinya nampak bergerak, dalam hati aku menjerit, celaka! Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sebenarnya aku sedang bicara tentang apa" Aku menunduk, menatap ujung kakiku sendiri, makin banyak bicara makin salah, lebih baik tutup mulut! Suasana dalam ruangan itu sunyi senyap penuh rasa jengah, dengan putus asa aku berpikir bahwa aku harus menghilang. Jiu Ye mendadak tertawa terbahak-bahak sambil bersandar pada kursi rodanya, suaranya yang riang gembira itu sayup-sayup bergema dalam ruangan itu, dalam sekejap mata seluruh ruangan dipenuhi rasa gembira. Aku menunduk makin dalam, wajahku merah padam, namun aku merasakan seberkas rasa manis, aku belum pernah mendengar suara tawanya, asalkan ia bisa sering tertawa seperti ini, aku rela mempermalukan diriku setiap hari. Ia mengeluarkan sehelai sapu tangan sutra dan memberikannya padaku, "Aku cuma asal bertanya saja, tapi kau malahan begitu tegang sampai wajahmu merah padam, begitu cemas sampai keringatan, sama sekali tak mirip fangzhu rumah hiburan terkenal di Chang'an". Dengan jengah aku menaruh gulungan itu di rak, lalu menerima sapu tangan itu dan menghapus butiran-butiran keringat di dahi dan ujung hidungku. Pandangan mataku menyapu rak buku itu, "Buku-buku ini semua tak ditulis dalam bahasa Han?" Jiu Ye mengangguk. Aku mengalihkan pandangan mataku dan berkata sembari tersenyum, "Barusan ini aku melihat gambar hiasan rambutmu, cantik sekali!" Jiu Ye mengalihkan pandangan matanya dari rak buku dan bertanya sembari menatapku, "Kenapa kau tak bertanya bukubuku ini buku apa?" Setelah terdiam sesaat, aku menghela napas dengan pelan, "Kau juga belum pernah bertanya kenapa aku bisa hidup bersama serigala. Kenapa aku lahir di Xiyu tapi fasih bahasa Han, dan bahkan sama sekali tak bisa bahasa-bahasa Xiyu. Semua orang mempunyai sesuatu yang sukar dijelaskan, kalau pada suatu hari kau bersedia memberitahuku, aku akan duduk di sisimu dan mendengarkannya, tapi kalau kau tak bersedia, aku tak akan menanyaimu. Ada seseorang yang pernah berkata padaku bahwa ia hanya ingin mengenal diriku yang berada di hadapannya, aku juga ingin seperti itu, hanya ingin mengenal kau yang ada di dalam hatiku". Jiu Ye duduk tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, lalu mendorong kursi rodanya dan keluar dari kamar baca, sambil membelakangiku ia berkata, "Sebenarnya aku sendiri tak bisa memastikan tentang banyak hal, oleh karenanya aku tak bisa membicarakannya". Suaraku pelan namun nadanya sangat tegas, "Tak perduli apa yang kau lakukan, aku akan selalu berdiri di sisimu". Tangannya yang sedang mendorong kursi roda berhenti sejenak, lalu kembali bergerak, "Kenapa kau mencariku?" Aku berkata, "Tak ada hal khusus, aku hanya kebetulan punya waktu luang dan datang untuk menjenguk kakek, Xiao Feng.......dan kau". Setelah keluar dari kamar baca, tiba-tiba aku melihat sebatang tongkat yang bagus buatannya tersandar di sebuah sudut tembok. Apakah tongkat itu dipakai oleh Jiu Ye" Tapi aku selamanya belum pernah melihatnya memakai tongkat untuk berjalan. Begitu kami keluar dari kamar baca, entah karena alat apa, pintu dengan sendirinya menutup, aku mencoba mendorongnya, namun pintu itu tak bergerak. Sebelumnya aku mengira bahwa ia menyuruh orang untuk memasang segala alat di Pondok Bambu itu untuk mempermudah kehidupannya sehari-hari, sekarang aku baru sadar bahwa semua alat itu dibuat sendiri olehnya. Ia berkata, "Sebentar lagi aku akan pergi keluar". Aku cepat-cepat berkata, "Kalau begitu aku tak akan menganggumu lagi, aku pulang dulu". Ia menahanku, berpikir sejenak, lalu berkata dengan hambar, "Aku hendak pergi ke sebuah pertanian di luar tembok kota untuk menemui beberapa tamu, kalau kau punya waktu kau juga dapat ikut pergi bermain ke desa dan mencicipi buah segar yang baru dipetik dari pohon". Sambil menahan rasa girang dalam hatiku, aku mengangguk-angguk. Sambil mengenggam seutas cambuk hitam yang mengkilat, Paman Shi duduk di kursi kusir kereta sambil terkantuk-kantuk, tapi Qin Li yang biasanya dipakai Jiu Ye tak ada, sebelum Jiu Ye sempat bertanya, Paman Shi sudah menjawab, "Qin Li sedang ada pekerjaan dan tak bisa datang". Jiu Ye mengangguk seraya berkata, "Cari saja kusir lain untuk mengemudikan kereta, anda tak harus mengemudikan kereta ini sendiri". Sambil tersenyum Paman Shi membuka tirai kereta, "Sudah begitu lama kita tak berpergian, boleh dikatakan kita sedang berjalan-jalan". Paman Shi bertanya, "Apa kita akan memulangkan Yu Er ke Luoyu Fang dulu?" Jiu Ye berkata, "Ia akan pergi ke pertanian bersamaku". Untuk sesaat Paman Shi bimbang, seperti sedang memikirkan sesuatu, namun akhirnya ia melecutkan cambuk dan menjalankan kereta. Setelah kereta keluar dari gerbang kota, larinya semakin cepat, aku bersandar pada ambang jendela, memandangi pepohonan hijau dan bunga-bunga liar yang dengan cepat tertinggal di belakang, suasana hatiku lebih cerah dibandingkan hari musim panas ini. Jiu Ye pun tersenyum simpul, dengan sinar mata yang lembut ia memandang keluar jendela, walaupun kami berdua diam seribu bahasa, tapi kuanggap kami berdua sedang menikmati hembusan angin yang menerpa wajah kami, pemandangan indah dan suasana hati kami riang gembira. Dengan suara rendah Paman Shi berkata, "Akan ada belokan tajam, hati-hati, Jiu Ye". Ketika ia masih berbicara, kereta kuda telah masuk ke dalam hutan, kecepatannya segera berkurang, lalu perlahan-lahan berhenti, kemampuan mengendalikan kereta Paman Shi benar-benar kelas satu, selama semua ini berlangsung, kuda-kuda yang menarik kereta sama sekali tak bersuara. Dengan bimbang aku memandang Jiu Ye, namun tanganku tak ragu sedikit pun dan segera meraih ikat pinggang mutiara emas yang melilit pinggangku. Jiu Ye duduk dengan tenang, sambil tersenyum ia menggeleng, memberiku isyarat agar tak bertindak dengan semberono. Kami menunggu dengan diam di tengah hutan, dua ekor kuda pilihan dengan cepat masuk ke dalam hutan dari tepi jalan, para penunggang kuda itu memandang kami, sepertinya sama sekali tak was-was, mereka pun segera lewat di samping kereta kami. "Menyamar tapi sama sekali tak mirip!" Paman Shi mengayunkan cambuknya dengan secepat kilat, "Tar, tar!", ia telah mematahkan kaki kuda, kedua kuda itu ambruk sambil meringkik mengenaskan. Penunggangnya segera melompat, mereka mengayunkan golok untuk menangkis lecutan cambuk yang memenuhi angkasa, namun bagaimanapun juga ilmu mereka kalah lihai, golok kedua orang itu serentak terjatuh ke tanah, lelaki yang bercambang ikal mengerang, cambuk Paman Shi telah menembus telapak tangannya dan memakunya di pohon. Aku terkejut dan segera bereaksi, dalam cambuk Paman Shi tentunya ada suatu alat rahasia, sama sekali bukan cambuk biasa. Lelaki berpakaian hitam lainnya dengan tertegun memandang cambuk dalam genggaman Paman Shi, dengan terkejut ia memandang Paman Shi, lalu tiba-tiba berlutut di hadapannya sambil berbicara dengan terbata-bata, wajah lelaki bercambang ikal yang dipaku Paman Shi di pohon pada mulanya penuh kebencian, namun begitu mendengar perkataan kawannya, rasa benci itu langsung sirna dan berganti dengan rasa heran. Paman Shi menarik kembali cambuknya, lalu menanyai lelaki berpakaian hitam yang berlutut di hadapannya itu, mereka berdua saling bertanya jawab, namun sepatah kata pun aku tak paham. Jiu Ye mendengarkan untuk beberapa saat, lalu senyum di bibirnya menghilang, dengan tercengang ia melirikku, lalu memberi perintah, "Ulangi perkataanmu barusan itu dalam bahasa Han". Si lelaki berbaju hitam segera berkata, "Kami sama sekali tak membuntuti kereta Wisma Shi, dan juga tak bermaksud mencelakai Wisma Shi, melainkan diperintahkan untuk menyelidiki kegiatan sehari-hari fangzhu Luoyu Fang di Chang"an, dan diam-diam membunuhnya kalau ada kesempatan". Sambil berbicara ia berulang kali bersujud ke arah Paman Shi, "Kami benar-benar tak tahu bahwa laoyezi adalah orang Perusahaan Shi, dan tak tahu bahwa nona ini berhubungan baik dengan Perusahaan Shi, seandainya kami tahu, kalaupun kami diberi seluruh emas di gunung Mingsha Shan, kami tak akan menerima tugas ini". Peristiwa itu bagai guntur di siang bolong, sama sekali tak terduga, membuat kepalaku pusing, setelah kebingungan sesaat, aku bertanya, "Siapa yang menyewa kalian?" Mendengar pertanyaanku, si baju hitam bersujud, "Apa yang kami lakukan tak salah, tapi kami tak berani melanggar aturan, kalau nona tak menyalahkan kami, kami hanya dapat mohon maaf". Paman Shi mengayunkan cambuknya untuk mengusir lalat dari tubuh kuda, dengan enteng ia berkata, "Bagaimanapun juga mereka berdua ini tak akan memberitahukan asal-usul orang yang menyewa mereka, kalau mereka bicara pun belum tentu benar, karena mereka disuruh membunuhmu, tentunya ini adalah suatu persekongkolan gelap". Sambil tersenyum getir aku berkata, "Baiklah, kalau begitu biarkan mereka pergi!" Paman Shi memandang mereka berdua tanpa berkata apa-apa, mereka berdua pun segera berkata, "Semua yang kami lihat hari ini tak akan kami bocorkan sedikitpun". Namun Paman Shi nampaknya masih ingin membunuh mereka, namun ketika tangannya yang mengenggam cambuk hendak bergerak, Jiu Ye berkata, "Paman Shi, biarkan mereka pergi". Suaranya lembut, namun berwibawa, sehingga orang tak kuasa menentangnya, Paman Shi pun menahan nafsu membunuhnya. Paman Shi memandang Jiu Ye, menghela napas dengan pelan, lalu dengan wajah dingin melambai-lambaikan tangannya, dengan wajah penuh terima kasih, kedua orang itu bersujud berulang-ulang, "Setelah pulang nanti kami pasti akan mengurus hal ini dengan sepantasnya. Laoyezi, kami bersumpah demi Danau Lop Nur untuk tak membocorkan informasi tentang keberadaan kalian". Aku terkejut, bagi para pengembala yang berkelana di padang pasir, sumpah ini jauh lebih berat dari sumpah disambar geledek. Mereka berdua memungut golok mereka, lalu cepat-cepat pergi. Orang yang tangannya ditembus cambuk Paman Shi itu, lelaki yang sama sekali tak berbicara itu, berlari sambil menoleh memandang kereta kuda, tiba-tiba ia sepertinya tersadar akan sesuatu, lalu berlari kembali, "Bruk!", ia berlutut di depan kereta kami, wajah orang yang barusan ini tak takut mati itu sekarang penuh penyesalan, matanya berlinangan air mata, sambil tersedu sedan ia berkata, "Xiaode tak tahu nona ini adalah orang gongzi, telah membalas air susu dengan air tuba, dan hendak membunuhnya, aku benar-benar lebih rendah dari anjing atau babi". Ia mengayunkan golok ke arah lengannya sendiri, namun sebuah anak panah melesat dari dalam kereta dan mengenai goloknya, kawannya segera memegang tangan orang itu, lalu dengan bingung sekaligus terkejut memandang kami. Jiu Ye menyimpan busur silang kecilnya dalam lengan bajunya, lalu berkata sembari tersenyum, "Kurasa kalian salah mengenali orang, kalian sama sekali tak berhutang budi padaku, kalian cepatlah pulang ke Xiyu!" Aku sama sekali tak memperhatikan golok dan panah yang berterbangan barusan ini, aku hanya diam-diam mengulangi perkataan "nona ini adalah orang gongzi", aku memandang kedua orang di bawah kereta itu dan tiba-tiba merasa bahwa wajah mereka menyenangkan. Sambil menangis si lelaki besar bercambang ikal itu berkata, "Di kolong langit ini, siapa lagi yang membiarkan laoyezi mengemudikan kereta, dan menolong orang dari cambuk laoyezi, kecuali gongzi seorang" Seluruh keluargaku, tua dan muda, dapat hidup karena bantuan gongzi, ibuku siang malam bersujud ke gunung salju untuk berdoa agar gongzi selamat dan sehat walafiat, tapi aku justru melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nurani ini". Begitu mendengar perkataannya, lelaki di sisinya sepertinya baru tahu siapa Jiu Ye sesungguhnya, air mukanya berubah dan ia segera berlutut di sisi kawannya, dan terus menerus bersujud hingga dahinya berdarah. Walaupun Jiu Ye tak tersenyum, wajahnya nampak tak berdaya. Wajah Paman Shi makin lama makin dingin dan bengis, aku pun berseru, "Hei! Perbuatan kalian berdua ini benar-benar tak masuk akal, kalian menyesal dan hendak menebus kesalahan kalian, tapi kenapa kalian malahan ingin mati di sini" Apakah kalian baru puas kalau kami melihat dua mayat di sini" Kami masih ada urusan lain, jangan menghalangi jalan". Mereka berdua bimbang sesaat, lalu bangkit dengan hati-hati dan membuka jalan bagi kami. Aku tersenyum dan berkata, "Bagus, tapi mohon maaf, kalian salah mengenali orang, tuan muda kami adalah seorang pedagang Chang'an, sama sekali tak ada hubungannya dengan Xiyu, sujud kalian tadi itu salah sasaran, selain itu.......", walaupun aku tersenyum, nada suaraku dingin, "Cepatlah pulang ke Xiyu" Mereka berdua tertegun, lalu dengan sikap hormat berkata, "Kami mengaku telah bersalah, sekarang kami akan pulang ke Xiyu". Paman Shi memandangku, memandang Jiu Ye, lalu tanpa berkata apa-apa menjalankan kereta. Kereta masih meluncur dengan ringan di jalan, namun hatiku seakan dibebani sebongkah batu besar, sangat berat. Aku sama sekali tak pernah berhubungan dengan orang-orang dari berbagai negara di Xiyu, bagaimana mereka bisa memusuhiku" Apakah Mudaduo ceroboh dan membocorkan kabar bahwa aku masih hidup" Apakah kehidupanku yang tenang saat ini di Chang'an akan berubah" Dengan lembut Jiu Ye bertanya, "Apakah kau dapat menduga siapa yang menyuruh mereka?" Aku mengangguk-angguk, lalu menggeleng-menggeleng, "Tak tahu, aku selalu hidup di tengah kawanan serigala, tentunya ia seseorang yang dendam padaku, mereka datang dari barat laut, juga cocok dengan dugaanku, saat ini sebagian besar daerah itu berada di bawah pengaruh mereka, tapi kenapa orang itu sengaja menyewa orang untuk membunuhku" Ia bisa langsung memerintahkan jago-jagonya untuk membunuhku. Apakah karena ia enggan bertindak di Chang'an, maka ia menyuruh orang Xiyu melakukannya?" Jiu Ye berkata, "Kau masih belum tahu siapa orang itu, tapi kau jangan mencemaskannya". Aku menaruh kepalaku diantara lututku, memikirkannya. Ia bertanya, "Yu er, apakah kau takut?" Aku menggeleng-geleng, "Kungfu mereka berdua sangat bagus, kalau bertarung, aku belum tentu dapat mengalahkan mereka, tapi mereka pasti tak dapat membunuhku, malahan aku yang dapat membunuh mereka". Di luar kereta, Paman Shi berkata, "Kungfu untuk membunuh dan untuk bertarung berbeda. Jiu Ye, karena orang itu berusaha Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membunuh dengan sembunyi-sembunyi, tentunya ia khawatir Yu Er tahu siapa dia, asalkan orang Xiyu tak mau membunuh untuknya, ia akan terpaksa mengurungkan niatnya. Serahkan urusan ini padaku, kalian seharusnya menikmati bunga dan pohon-pohon, tak usah khawatir tanpa alasan". Sembari tersenyum Jiu Ye berkata, "Kalau tahu kau berada di sini, monyet dan cucu monyet sewaan dari Xiyu itu tak akan berani berbuat onar". Ia pun berkata padaku, "Walaupun mereka berkata mereka tahu aturan, tapi di kolong langit ini tak ada gading yang tak retak, apakah kau ingin aku membantumu menyelidiki hal ini?" Diriku yang sekarang bukan diriku semasa kecil yang hanya dapat melarikan diri, aku merasa tertantang, sambil tersenyum lebar aku berkata, "Tak usah, kalau ia orang lain, jurus kembangan seperti ini tak kuhiraukan, tapi kalau ia benar-benar orang itu, tak ada gunanya diselidiki. Kalau ia ingin menekanku, aku sama sekali tak takut padanya". Jiu Ye mengangguk dan tersenyum, Paman Shi tertawa terkekeh-kekeh, "Benar sekali, gadis yang dibesarkan kawanan serigala masa penakut?" Tempat peristirahatan Jiu Ye memang sebuah pertanian seperti yang dikatakannya, kebun buah dan sayurnya luas, sedangkan rumah-rumahnya hanya rumah sederhana dari batu bata, bergenting hitam, dan tersebar diantara kebun buah dan sayur, tak bisa dibilang indah, namun dibuat dari tanah hitam yang subur dibawah kaki kami. Di kereta, ekspresi Paman Shi memberitahuku bahwa aku sebaiknya tak bertemu dengan para tamu itu, maka ketika turun dari kereta, aku mengambil inisiatif untuk berkata pada Jiu Ye bahwa aku hendak bermain di kebun bersama wanita-wanita petani di pertanian itu, wajah Jiu Ye nampak hambar, ia hanya menasehati wanita-wanita petani itu, Paman Shi menganggukangguk ke arahku seraya tersenyum. Walaupun di jalan telah terjadi suatu peristiwa yang membuatku khawatir dan jengkel, namun sinar mentari yang gemilang, kebun sayur yang hijau segar serta para petani yang bekerja dengan rajin di ladang membuat hatiku perlahan-lahan menjadi tenang. Kehidupanku berada di tanganku sendiri, aku merasa bahwa siapapun juga tak bisa merengutnya. Ketika pandangan mataku menyapu ke sosok Paman Shi, aku segera berkata pada wanita petani di sisiku, "Bibi, matahari benar-benar terik, bantu aku mencari topi jerami". Wanita petani itu segera tersenyum dan berkata, "Aku lupa, kalian tunggu, aku akan segera pergi mencarinya". Begitu ia pergi, aku segera berlari mengejar Paman Shi, "Paman Shi, kau tak menunggu Jiu Ye?" Paman Shi berpaling dan menatapku tanpa berkata apa-apa, aku pun berkata, "Lepaskan mereka, kau tak akan bisa menyembunyikannya dari Jiu Ye". Dengan dingin Paman Shi berkata, "Aku melakukannya untuk kebaikan Jiu Ye sendiri, Tuan Tua juga pasti menyetujui tindakanku ini". Aku berkata, "Kalau tindakanmu ini membuatnya tak senang, kau tak melakukannya demi kebaikannya, tapi hanya karena merasa benar sendiri! Lagipula, majikanmu sekarang adalah Jiu Ye, bukan Tuan Tua". Paman Shi merasa agak kesal, "Kau bukannya besar di tengah kawanan serigala" Kenapa kau begitu lemah hati?" Aku tersenyum dan berkata, "Apa kau ingin mengadu nyawa denganku" Coba lihat siapa yang membunuh siapa" Paman Shi, Jiu Ye tak suka membunuh tanpa alasan, kalau kau benar-benar menyayanginya, jangan membuatnya berlumuran darah. Kau tak perduli, tapi kalau ia tahu, ia akan berduka. Cara yang digunakan setiap orang untuk menyelesaikan masalah berbeda-beda, karena Jiu Ye bersedia melakukan hal ini, ia tentunya sudah memikirkan akibatnya". Wanita petani yang mengambil topi jerami itu sudah kembali. "Aku ingin pergi bermain, Paman Shi sebaiknya kau menunggu kami atau ikut pergi!" Aku menghormat padanya, lalu berlari kembali ke ladang. "Apa ini?" "Kedelai". "Kalau itu?" "Kacang Hijau". "......ini mentimun, aku mengenalinya". Akhirnya ada sesuatu yang kukenali, aku menunjuk ke ruji tempat sebuah sulur merambat dan berbicara dengan penuh semangat. Wanita petani di sisiku tak kuasa menahan tawa, "Itu mentimun, sedang matangmatangnya". Aku melompat ke kebun mentimun dan memetik sebuah mentimun, mengelapnya dengan lengan bajuku, lalu mengigitnya, benar-benar jauh lebih lezat dibandingkan yang ada di rumah! Sambil menenteng keranjang aku keluar-masuk ruji tempat tanaman mentimun merambat, lalu memilih mentimun yang sedikit lebih besar dan memetiknya, ketika menengadah, secara tak sengaja aku melihat Jiu Ye sedang memandangku seraya tersenyum, di balik sulur dan daun mentimun yang berwarna hijau tua, aku tersenyum sambil melambai-lambaikan tanganku, lalu berlari ke arahnya, di sepanjang jalan aku memetik dua buah mentimun lagi, "Kenapa kau datang kemari" Apakah tamumu sudah pergi?" Ia mengangguk-angguk, memandangku dari atas ke bawah, lalu menunjuk topi jerami di kepalaku dan keranjang yang kupanggul di bahuku, "Ganti bajumu, kau benar-benar mirip wanita petani". Aku menunjukkan keranjangku padanya, "Ini mentimun, ini kedelai, dan ini daun bawang". Ia tersenyum dan berkata, "Kita makan malam di sini lalu baru pulang, makan sayur-sayuran yang kau petik ini". Aku kegirangan dan bertepuk tangan sambil meloncat-loncat. Aku dan Jiu Ye berjalan dengan perlahan di samping ladang, mentari sudah condong ke barat, kabut senja melayang-layang di ladang. Asap membubung ke atas, enggan meninggalkan bumi, kadang-kadang terdengar suara anjing menyalak dan ayam berkokok. Saat para petani yang pulang dari ladang lewat di sisi kami, walaupun wajah mereka nampak kelelahan, mereka nampak damai dan puas, dengan ringan melangkah pulang. Di benakku mendadak muncul perkataan 'lelaki membajak dan wanita menenun', belum tentu si lelaki benar-benar harus membajak ladang dan si wanita harus menenun, asalkan dapat seperti mereka saja, saling melindungi, hidup dengan harmonis dan tenang. Aku mencuri pandang ke arah Jiu Ye, tak nyana ia juga sedang memandangku, pandangan mata kami berdua tibatiba bertemu, kami sama-sama tertegun, tak nyana, wajahnya merona merah, dan ia pun segera mengalihkan pandangan matanya. Untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya memerah, mau tak mau aku memikirkan apa yang barusan ini dipikirkannya, aku pun menatapnya dengan tajam, terus menerus memandangnya, kursi roda Jiu Ye meluncur makin cepat, namun ia mendadak berpaling dan bertanya dengan wajah tanpa ekspresi, "Kau sedang lihat apa?" Otakku masih penuh pikiran, sambil tertawa aku berkata, "Melihatmu!" "Kau.......", sepertinya ia tak menyangka bahwa aku akan dapat begitu 'tak tahu malu', ia hendak mengatakan sesuatu, namun perkataan itu tercekat di tenggorokannya dan tak dapat diselesaikan. Melihat wajahnya, aku sadar bahwa aku telah berbicara dengan ceroboh, aku merasa kesal, hari ini aku kenapa" Kenapa terus menerus salah bicara" Aku ingin minta maaf namun tak tahu harus mulai dari mana, maka aku hanya terus berjalan tanpa berkata apa-apa, Jiu Ye mendadak mengeleng-geleng seraya tersenyum, "Kau memang benar-benar besar di Xiyu". Hatiku menjadi lega dan aku berkata sambil tersenyum, "Sekarang sudah jauh lebih mending, dulu aku langsung mengatakan apapun yang ingin kukatakan". ------------------Sejak kembali dari pertanian di luar tembok kota itu, aku selalu berpikir-pikir, namun pikiranku selalu galau, sulit dikendalikan, aku mencari sapu tangan yang telah dipersiapkan sebelumnya, lalu sambil berpikir menulis, 'Pertama, kau sama sekali tak suka pada ajaran Konghucu, hanya kitab Shi Jing lah yang sering kau baca. Oleh karenanya, kau sama sekali tak setuju kekuasaan kekaisaran sedikit demi sedikit terpusat pada satu orang, dan juga tak akan mendukung adanya Putra Langit yang memperoleh mandat dari Langit, dan omong kosong lain yang mengatakan bahwa kita harus setia padanya selain pada rakyat. Kedua, kau jelas amat suka pada Lao Zi dan Zhuang Zi. Mengenai ajaran Huang Lao aku hanya pernah mendengar A Die menjelaskan secara sekilas, aku sama sekali belum pernah membacanya dengan seksama, tapi sedikit banyak tahu tentangnya, kalau kau suka Lao Zi dan Zhuang Zi, bukankah sekarang semuanya bagimu adalah penderitaan" Ketiga, kau paling memuja Mo Zi, seumur hidupnya Mo Zi selalu mengutamakan rakyat jelata, selalu berusaha keras meyakinkan para raja untuk meninggalkan peperangan, dan membantu negara-negara kecil melawan negara-negara besar. Apakah bagimu negara besar itu adalah Dinasti Han" Dan negara-negara kecil itu adalah negara-negara di Xiyu" Apakah kau bersedia menjadi Mo Zi" Tapi bukankah tindakan itu berlawanan dengan ajaran Lao Zi dan Zhuang Zi?" Aku menghela napas dengan pelan, lalu meletakkan kuas tulis di samping batu tinta, apakah kontradiksi itu hanya ada dalam pikiranku, atau kau sendiri yang penuh kontradiksi" Aku tak memperdulikan masa lalumu atau identitasmu sekarang, aku hanya ingin tahu apa isi hatimu. Setelah menyimpan sapu tangan itu, aku cepat-cepat mencari Hong Gu, "Bantu aku mengundang guru, ia harus paham ajaran Huang Lao dan Mo Zi, dan paham Seratus Aliran Pemikiran". Hong Gu memandangku dengan kebingungan, "Apakah ada nona-nona di rumah ini yang mempelajarinya" Dapat mengenal huruf dan membaca beberapa puisi dari kitab Shi Jing sudahlah cukup". Aku tersenyum dan berkata, "Bukan untuk mereka, akulah yang ingin mempelajarinya". Hong Gu tersenyum dan menjawab, "Baik! Aku akan menyuruh orang untuk mencari tahu siapa yang dapat kita undang, kalau kau terus belajar seperti ini, kau akan dapat membuka sekolah dan menerima murid". Karena tak perduli dibayar berapa pun guru-guru itu tak sudi mengajar di rumah hiburan, aku terpaksa bertindak seperti peribahasa "kalau gunung tak mau mendatangiku, aku akan mendatangi gunung", dan datang ke tempat para guru mengajar. Hari ini setelah selesai mendengarkan pelajaran tentang kitab Xiaoyao You karya Zhuang Zi, berbagai pikiran muncul dalam benakku, setelah turun dari kereta aku berjalan sambil masih berpikir. Ketika aku baru masuk ke dalam rumah, Hong Gu mendadak memburu keluar dari kamar, lalu dengan bersemangat berkata, "Coba tebak, ada kabar baik apa?" Dengan sengaja berpura-pura terkejut, aku menatap Hong Gu, "Apakah Hong Gu punya pacar dan ingin menikah?" Hong Gu mengangsurkan tangannya untuk menangkapku, "Mulutmu itu memang usil!" Aku berkelit menghindarinya, "Siapa yang menyuruhmu tak boleh langsung mengatakannya?" Ketika Hong Gu melihat bahwa ia tak bisa menangkapku, dengan tak berdaya ia menatapku, "Sang putri mengirim orang ke sini untuk mengantar banyak hadiah, kau tak ada, maka aku mewakilimu menerimanya. Tapi sebaiknya besok kau datang ke tempat sang putri untuk berterima kasih. Kata orang itu, Li?"Li sudah diangkat sebagai nyonya, emas perak dan batu kumala hari ini adalah hadiah dari sang putri, jangan-jangan beberapa hari lagi Nyonya Li akan menyuruh orang mengantarkan hadiah juga". Aku tersenyum namun tak berkata apa-apa, Hong Gu tersenyum dan berkata, "Tak heran semua orang berusaha menjadi kerabat kekaisaran, coba lihat satu persatu benda-benda yang dihadiahkan sang putri padamu, kalaupun punya uang kau belum tentu dapat membelinya". Ia melihat ke halaman, lalu berbisik, "Li Yan benar-benar bekerja keras, musim gugur tahun lalu ia baru masuk istana, tapi sekarang di permulaan musim panas sudah diangkat menjadi nyonya, kedudukan hanya berada di bawah Permaisuri Wei seorang". Sebuah pikiran sepertinya muncul dalam benakku, mau tak mau aku menelengkan kepala dan berpikir, ketika melihat Yuanyang Teng yang merambat di ruji, dan melihat kuncup bunganya yang putih dan mungil, tiba-tiba aku menepuk dahiku sendiri, "Selama ini aku sibuk dengan Lao Zi, Zhuang Zi, Burung Peng, dan kupukupu saja, apakah kaisar akan mengirim pasukan untuk berperang?" Dengan kebingungan Hong Gu bertanya, "Apa?" Hatiku menjadi lega, "Sepertinya belum, sesuai dengan kebiasaan lama, catatlah setiap hadiah dari sang putri dengan teliti, lihatlah mana yang dapat digunakan, simpanlah yang benarbenar kau sukai, yang tak cocok untuk kita pakai, cari cara untuk menjualnya, benda-benda yang tak ada harganya, perlahan-lahan juallah dengan harga yang bagus, kalau tidak, kelak kalau kita perlu uang kita akan terpaksa menjualnya dengan harga murah. Nyonya Li tahu aku suka apa, dia tak akan memberiku hadiah yang merepotkan, ia pasti akan langsung memberiku emas dan perak". Hong Gu berulang kali mengangguk, dengan gembira ia berkata, "Kita semua adalah rakyat jelata, kita menganggap benda-benda ini sangat mewah, tapi tetap bukan emas dan perak sungguhan". Shuo Fang adalah prefektur yang dibuat oleh Qin Shihuang, letaknya di Propinsi Henan, di tepi Sungai Kuning. Setelah Dinasti Qin runtuh, saat terjadi perebutan kekuasaan di Zhongyuan, Bangsa Xiongnu menggunakan kesempatan itu untuk merebutnya. Akhir-akhir ini, pasukan terdepan Xiongnu di Shuo Fang hanya berjarak tujuh ratus li dari Chang'an. Pasukan kavaleri ringan dapat menempuh jarak itu dalam sehari dan semalam. Setiap kali Bangsa Xiongnu menyerang dari Shuo Fang, Chang'an harus bertahan. Setelah Liu Che yang bergelar Han Wudi naik takhta, ia bertekad untuk melenyapkan duri dalam daging bagi Negara Han Agung ini. Pada tahun Yuanshuo kedua, Jenderal Besar Wei Qing keluar dari Tembok Besar melalui Yunzhong, lalu bergerak ke barat, sambil memotong jalan mundur Xiongnu di Henan, ia memutar dan menyerang mereka dari belakang, mengusir pasukan Xiongnu yang dipimpin Raja Baiyang dan Raja Loufan, dan dengan sekali pukul merebut kembali Henan. Liu Che segera memerintahkan seratus ribu orang untuk pindah ke Henan dan membangun Kota Shuo Fang, namun Bangsa Xiongnu tak sudi kehilangan wilayah strategis penting mereka di Henan dan terus menerus menyerang Kota Shuo Fang. Untuk melindungi Henan, Liu Che memperkuat pertahanan Kota Shuo Fang, pada musim panas tahun keenam Yuanshuo, ia mengangkat Wei Qing menjadi Jenderal Besar dan Adipati Gongsun Ao yang memimpin pasukan kavaleri menjadi Jenderal Madya, Menteri Besar Gongsun He menjadi Jenderal Kiri, Adipati Xi, Zhou Xin, menjadi Jenderal Depan, kepala pasukan penjaga istana Su Jian menjadi Jenderal Kanan, Li Guang menjadi Jenderal Belakang, dan Li Ju menjadi jenderal pasukan pemanah. Dengan memimpin enam pasukan, Jenderal Besar Wei Qing berangkat dari Dingxiang untuk menyerang Xiongnu. Huo Qubing yang berusia delapan belas tahun diangkat menjadi Perwira Kavaleri yang memimpin delapan ratus Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pengawal kekaisaran muda yang usianya sepantaran dengannya, ikut berperang bersama kedua pamannya, Wei Qing dan Gongsun He. Aku duduk di pucuk sebatang pohon besar, memandang jalan raya dari jauh. Di bawah sinar mentari yang keemasan, baju zirah dan ketopong berkilau keperakan, menyilaukan mata, hingga mataku harus memicing. Huo Qubing menggenakan baju zirah hitam, ia sedang memacu kudanya. Tanpa jubah dan lengan baju yang melambai-lambai, Huo Qubing yang berbaju zirah tak nampak santai seperti biasanya melainkan nampak gagah perkasa, semangat kepahlawanan benar-benar memancar dari dirinya. Setelah sebulan tak bertemu, warna kulitnya telah berubah menjadi seperti tembaga, rupanya karena sehari-hari terjemur matahari. Kami terpisah jauh, namun aku masih dapat merasakan tekad keras dalam hatinya, mendadak aku merasa bahwa ia sangat mirip dengan kaumku, sangat mirip dengan Lang Xiong ketika ia muncul di tengah kawanan serigala, saat itu, ketika Lang Xiong menghadapi serangan berat, dengan tenang ia terus maju dengan penuh tekad, tanpa sedikitpun berpaling ke belakang. Huo Qubing sering memandang ke samping, aku berdiri dengan tegak, berdiri di sebuah dahan yang menonjol sambil menatapnya. Akhirnya pandangan matanya bertemu dengan pandangan mataku, sambil tersenyum aku melambaikan tangan ke arahnya, lalu menunjuk ke arah Yipin Ju di Chang"an. Ia duduk dengan tegak di punggung kuda tanpa bergeming, kudanya sama sekali tak memperlambat jalannya, roman mukanya yang dingin sama sekali tak berubah, ketika pandangan mata kami berdua beradu, kudanya telah melewati pohon tempatku berada, aku menoleh dan memandang sosoknya dengan cepat menghilang diantara kepulan asap dan debu di kejauhan. Ketika memasuki gerbang kota, aku berpapasan dengan Shi Shenxing dan Shi Feng, Shi Feng menjulurkan kepalanya dari dalam kereta kuda dan berseru memanggilku, "Yu Jiejie", untuk menghentikanku. Aku berkata pada Shenxing, "Shi Erge, muridmu ini kenapa sama sekali tak tenang sepertimu?" Shenxing tersenyum tipis, ia memandang Shi Feng namun belum menjawab pertanyaanku. Shi Feng mendengus, "Jiu Ye berkata bahwa orang harus bersikap sesuai dengan sifatnya, orang yang suka bicara, bicaralah, orang yang tak suka bicara, tak usah bicara, untuk apa suka bicara tapi memaksa diri untuk diam" Aku ingat dahulu bagaimana aku malang melintang dengan mengandalkan mulutku, aku?"" Dengan gembira aku berkata, "Sebenarnya untuk apa kau menghentikanku" Masa karena ingin mengobrol di sini?" Shi Feng memandangku, "Sepertinya Jiu Ye menyuruh orang untuk mencarimu!" Aku mengakhiri pembicaraan itu dan mengucapkan banyak terima kasih, lalu berbalik dan pergi. Di Pondok Bambu sinar mentari bersinar hangat dan angin sepoisepoi bertiup, pohon bambu rimbun menghijau, Jiu Ye yang mengenakan jubah biru air sedang memberi makan burung merpati, begitu aku masuk ke dalam halaman, burung-burung merpati yang hinggap di tanah berterbangan dengan riuh rendah, namun di tengah warna putih itu aku hanya melihat warna biru yang lembut itu. Ia memanggilku untuk duduk, sambil tersenyum aku bertanya, "Untuk apa kau mencariku?" Ia menuangkan secawan teh untukku, untuk beberapa saat ia berpikir tanpa berkata apa-apa, aku menghapus senyumku, lalu berkata dengan pelan, "Tak usah sungkan bicara padaku". Ia memandangku dan berkata, "Hal ini agak sulit dijelaskan, aku ingin pinjam uang darimu, jumlahnya tak sedikit, menurut kebiasaaan, aku harus memberitahumu untuk apa uang itu, dan membiarkanmu memutuskan apa kau bersedia meminjamkan uang itu, tapi aku tak dapat memberitahumu akan dipakai untuk apa uang itu. Kalau urusan dagang berjalan dengan lancar, tahun depan Perusahaan Shi akan dapat mengembalikannya padamu". Aku tersenyum dan berkata, "Bukan masalah, Perusahaan Shi begitu besar, masa aku khawatir" Kau punya berapa banyak uang?" Ia mencelupkan jarinya ke air teh, lalu menulis sebuah angka di meja, aku menarik napas dengan terkejut, lalu menengadah memandangnya, melihat raut wajahku, ia mendadak menggeleng seraya tersenyum, "Jangan takut, aku sudah punya lebih dari separuhnya, sedangkan untuk sisanya, pinjami aku berapapun yang dapat kau pinjamkan padaku, tak usah memaksa dirimu sendiri". Aku mengerenyitkan hidungku, "Siapa takut" Aku hanya perlu sedikit waktu, aku dapat memperoleh sisanya". Jiu Ye tercengang, sambil menggodaku ia berkata, "Janganjangan kau minta nona-nona di rumah hiburanmu meminjamkannya?" Aku setengah kesal setengah tersenyum, "Kenapa kau meremehkanku begini" Sekarang separuh rumah hiburan di Chang'an adalah milikku, kalau bisnis tak bagus masa rumah hiburan lain iri" Walaupun musim semi ini bisnis tak sebaik tahun lalu, tapi karena dari Luoyu Fang muncul seorang pemusik istana dan si cantik yang dapat meruntuhkan negara, kami tak terlalu terpengaruh, orang biasa dalam mimpi pun tak bisa masuk pintu kami, selain kami sekarang hanya tinggal Tianxiang Fang yang bisnisnya masih cukup baik". Jiu Ye tersenyum dan berkata, "Usahamu memang bagus, tapi sebelumnya kau telah mengeluarkan tak sedikit uang, aku sudah tahu hitung-hitungannya secara garis besar, dua tahun lagi, sama sekali tak aneh kalau kau dapat mengumpulkan uang sejumlah itu, tapi agak aneh kalau kau dapat melakukannya sekarang". Aku mendengus, "Sekarang aku tak mau memberitahumu, aku akan segera memberikan uang itu padamu, kau tak usah banyak bicara". Malam itu aku pulang ke Luoyu Fang, setelah makan malam, di bawah cahaya lentera aku dan Hong Gu meneliti pembukuan, dan setelah menelitinya dengan seksama sehingga tak sekeping uang pun terlupa, kami menemukan bahwa kami hanya dapat mengeluarkan sepertiga dari uang kas kami. Dengan murung aku mengetuk bilah-bilah bambu itu, "Ternyata uang yang dapat kita pakai sangat sedikit! Kalau tahu dari dulu aku akan sedikit lebih tamak!" Sambil mengerutkan dahinya, Hong Gu berkata, "Sebanyak ini masih kau bilang sedikit" Sebenarnya berapa yang kau anggap banyak" Kau butuh begitu banyak uang untuk apa?" Aku tertawa terkekeh-kekeh dan berkata, "Untuk modal usaha, sebelum sukses aku tak akan memberitahumu. Hmm........di mana catatan hadiah dari putri itu?" Hong Gu mengambil sebuah gulungan dan memberikannya padaku, "Aku baru tahu tujuanmu membuatnya". Sambil menunduk memeriksanya, aku berbisik, "Katanya Nyonya Li hendak memberiku hadiah, kenapa ia tak kelihatan" Gadis itu sudah memakai begitu banyak mutiara dan menerima bantuan kita, tapi tak cepat-cepat membayar bunga pinjaman, menurutku kita harus bicara dengan empu musik Li". Hong Gu mengulet, lalu menguap sambil menutupi mulutnya, "Dasar mata duitan! Kau hitunglah perlahan-lahan. Besok pagi aku harus berkeliling ke rumah-rumah lain, tak kuat menemanimu mengobrol". Ia lantas hendak pergi, namun aku cepat-cepat menahannya, "Jangan khawatir, aku akan membuatkan surat pernyataan tertulis untukmu, setelah itu pergilah". "Surat pernyataan" Surat pernyataan apa?", tanya Hong Gu selagi aku menunduk mencari-cari gulungan sutra, "Surat pernyataan hutang!", kataku. Hong Gu pura-pura memarahiku, "Apa kau ini sudah jadi linglung karena menghitung uang" Uang ini pada dasarnya adalah milikmu, kalau kau ingin menggunakannya, untuk apa memberiku surat hutang segala?" Aku menariknya hingga ia terduduk, "Uang ini separuh punyaku dan separuh punyamu". Hong Gu memandangku dengan terkejut untuk beberapa saat, lalu akhirnya berkata, "Sehari-hari kau sudah memberiku tak sedikit uang, dan kalau ada sesuatu yang menarik atau dapat dipakai kau selalu menyuruhku memilih dahulu". Sambil menggeleng aku berkata, "Aku mana pernah mengurus urusan sepele di rumah ini" Sehari-hari dari pagi hingga malam, kalau ada nona-nona yang bertingkah, bertengkar atau diamdiam saling menjatuhkan, kaulah yang mengurus semuanya. Aku sangat jarang datang ke rumah hiburan kita yang lain, tapi aku tahu jelas semua yang terjadi di sana, ini berkat siapa" Hadiah yang diberikan oleh sang putri adalah karena Nyonya Li, karena kita berhasil memasukkannya ke istana, dalam hal ini kau berusaha lebih keras dariku, oleh karenanya, uang ini kita bagi sama rata dengan adil". Hong Gu mengumam, "Hal itu sudah bagian dari pekerjaanku, cari saja orang yang cakap dan ia akan dapat melakukannya". Aku tersenyum, "Kapan kau belajar menjadi rendah hati begini" Cari orang cakap dan ia akan dapat melakukannya" Aku sudah begitu lama mencari orang untuk membantumu, tapi tak ada yang cocok. Sekarang aku terpaksa meniru Perusahaan Shi dan membiarkan seorang gadis yang cerdas dan suka belajar mengikutimu, coba lihat apa dalam dua atau tiga tahun ia akan mampu melakukannya". Sambil mulai menulis aku berkata, "Kau jangan menolak lagi, kalau tidak nanti hatiku tak enak, lagipula, diantara kita berdua, kenapa kau harus sungkan?" Hong Gu duduk tanpa berkata apaapa untuk sesaat, lalu tersenyum dan berkata, "Aku sudah begitu mengantuk sampai tak bisa berpikir, hingga uang sudah tiba di depan pintu malahan kutolak. Cepatlah sedikit menulis, setelah selesai, aku akan melihatnya dan tidur dengan nyenyak". Sambil tersenyum aku memberikan gulungan itu pada Hong Gu, dengan enteng Hong Gu melipatnya, memasukkannya ke dalam saku dadanya, lalu segera keluar. Setelah menghitung uang, melihat api lentera akan segera padam, aku mengambil sehelai kain sutra dan menulis diatasnya. 'Hari ini kau minta aku meminjamkan uang, aku sangat senang, Kalau Perusahaan Shi hendak meminjam uang, sebenarnya tak sulit mendapatkan pinjaman di Chang'an, tapi kau justru mencariku, paling tidak kau mempercayaiku. Usaha Perusahaan Shi, kecuali usaha batu kumala dan bahan obat, telah mengalami kemunduran. Walaupun baru-baru ini telah membuka pabrik batu kumala, tak ada alasan bagi Perusahaan Shi untuk memerlukan begitu banyak uang. Walaupun uang itu besar jumlahnya, namun setelah belasan tahun mengelola Perusahaan Shi, masa kau tak bisa mendapatkannya" Uang Perusahaan Shi sebelum ini kemana larinya" Apa yang hendak kalau lakukan dengan uang itu" Kabarnya di Xiyu turun hujan es yang hanya terjadi seratus tahun sekali, hujan es itu merusak enam sampai tujuh bagian ladang serta padang rumput, dan membunuh banyak hewan ternak kecil yang baru lahir, selain itu, Dinasti Han dan Xiongnu sedang berperang, di tengah bencana alam dan peperangan, tak sedikit orang mati kelaparan, apakah kau orang yang bersimpati pada negara-negara Xiyu" Kalau begitu aku akan membantumu dengan sekuat tenaga.......' Aku mengigit tangkai bambu kuas tulisku seraya merenung, semua tanda-tanda menunjukkan bahwa segala asumsiku tentangnya memang benar, tujuan Jiu Ye dan Li Yan sama; Li Yan berusaha menahan ekspansi Dinasti Han ke barat dengan sekuat tenaga, dan Jiu Ye sepertinya hendak melindungi negara-negara Xiyu. Sepertinya bantuan yang kuberikan pada Li Yan sama sekali tak salah. ---------------Tiang berukir dan kasau atap yang dilukis, serambi merah sinabar dan jembatan kumala, kanal merah dan pohon liu hijau, semuanya seindah lukisan. Seorang perempuan muda sedang bersandar di mulut jendela yang dihias dengan indah sambil menggoda seekor burung nuri, namun seluruh ruangan itu sunyi senyap. Ia menggoda sang burung nuri, dan burung nuri menggodanya, mereka berdua berada dalam sangkar, saling menemani. Di istana kekaisaran yang berlapis-lapis ini, di balik tirai mutiara, terkungkung entah berapa banyak air mata, bahkan darah gadisgadis muda" Dibandingkan dengan selir kekaisaran Dinasti Han, permaisuri Xiongnu masih lebih bahagia, setidaknya kalau mereka kesepian, mereka masih dapat menunggang kuda dan memacunya di bawah langit biru dan awan putih, akan tetapi wanita-wanita di sini hanya dapat duduk dengan diam dibalik tembok yang berlapis-lapis ini. Putri Pingyang mengikuti pandangan mataku lalu berkata dengan hambar, "Wanita yang dapat bergurau dengan burung nuri keadaannya termasuk cukup baik, walaupun tindakanmu sebelum ini......tapi kau benar-benar cerdas, kau pun jauh lebih beruntung dibandingkan dengan mereka". Aku segera memusatkan pandangan mataku pada jalan yang sedang kami tempuh, "Hamba tak berani menerima pujian gongzhu". Namun dalam hati aku sibuk menebak-nebak perkataan sang putri yang tak diselesaikan itu. Dalam sekejap mata, ketika kami baru saja hendak masuk, Putri Pingyang berpaling dan melirikku, aku mengangguk, memberi isyarat bahwa aku akan berhati-hati. Li Yan duduk dengan tegak di bangku, begitu melihat sang putri ia tersenyum, setelah saling merendah, mereka berdua duduk. Li Yan memandang ke arah diriku yang masih berdiri di balik tirai, ia melambaikan tangannya ke arah seorang pelayan wanita, pelayan itu lalu membuka tirai dan mempersilahkanku masuk. Sambil menunduk aku melangkah masuk dengan langkahlangkah kecil, lalu dengan hati-hati bersujud, Li Yan menunduk dengan hambar, menyuruhku bangkit, lalu memerintahkan pelayan wanita itu untuk mundur, agar ia dan sang putri dapat berbicara dengan tenang. Sambil tersenyum Li Yan dan sang putri mengobrol, lalu putri berkata pada Li Yan, "Aku masih ingin bertemu dengan permaisuri, setelah aku pergi kirim orang untuk mengantar Jin Yu". Li Yan segera bangkit dan mengantarnya pergi, "Aku telah merepotkan kakak". Setelah sang putri pergi, Li Yan melambaikan tangan dan menyuruhku duduk di sisinya, lalu bertanya sambil berbisik, "Kenapa kau berkeras untuk menemuiku sendirian" Apa kau merasa uang yang kuberikan tak cukup banyak?" Aku membungkuk dan berkata, "Uang banyak berlimpah ruah, tapi tentunya aku tak akan mengeluh kalau diberi lebih banyak uang lagi". Li Yan mengetuk dahiku, lalu menggeleng-geleng tanpa berkata apa-apa. Aku memperhatikannya dengan seksama, walaupun ia tinggal di Istana Belakang, pakaiannya masih sederhana dan anggun, hanya sedikit sulamannya, namun sulaman itu mutunya paling tinggi, kemewahan bercampur dengan kesederhanaan dan menciptakan suatu gaya yang lain dari yang lain. Mungkin ia telah dinikahi, wajahnya yang anggun nampak lebih kenes, namun tubuhnya masih lemah dan rapuh, tapi hal ini justru membuatnya semakin menawan, membuat orang makin jatuh cinta, dan dapat....... ................ Li Yan melihat bahwa aku sedang menatapnya tanpa berkedip, Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tiba-tiba wajahnya memerah, "Apa yang ingin kau lihat?" Aku tersenyum, "Sebenarnya aku tidak ingin melihat apa-apa, tapi kau mengingatkanku akan sesuatu yang ingin kulihat". Li Yan mengelus pipinya sendiri dan berkata, "Kau pasti membaca bukubuku itu, benar-benar tak tahu malu, tak tahu malu!" Pandangan matanya beralih-alih, ia sepertinya girang sekaligus malu, bibirnya yang semerah ceri setengah mencibir, kesal sekaligus kenes, benar-benar mempesona, untuk sesaat aku tertegun memandangnya, lalu mengangguk sambil menghela napas, "Benar-benar seorang wanita cantik yang dapat meruntuhkan negara, kaisar benar-benar telah mendapatkan harta karun, kalau kesal ia akan bisa tersenyum karena kau". Air muka Li Yan berubah seperti sediakala, sambil tersenyum ia berkata, "Kau ada keperluan apa?" Sambil tersenyum aku mengeluarkan sehelai sapu tangan sutra dari saku dadaku dan memberikannya padanya, Li Yan menerimanya, memandanginya, lalu bertanya, "Apa maksudmu" Dulu aku iseng menyulam huruf 'li' ini, tapi lalu sapu tangan ini hilang. Jangan-jangan kau mengambilnya dan sekarang menggunakannya untuk memerasku?" "Sapu tangan lama sudah kubakar, seandainya aku tahu akan seperti ini, sehingga harus menyuruh orang menyulam sapu tangan baru, aku tentunya akan menyimpannya". Li Yan memandangiku tanpa berkata apa-apa, menungguku meneruskan perkataanku, aku merasa agak bimbang, namun segera mengambil keputusan dan berkata dengan lirih, "Sapu tangan lama dipungut Tuan Ketiga Li, ia hendak mencari pemiliknya, untuk menghindari masalah, maka sapu tangan itu kubakar". Li Yan bertanya, "Li Gan?" Aku balas bertanya, "Di Chang'an ini siapa lagi yang berani dipanggil Tuan Ketiga Li?" "Kalau kau sudah membakarnya, untuk apa membawanya kemari sekarang?" Dengan acuh tak acuh aku berkata, "Kau masih dapat membakarnya". Li Yan menatapku dengan tajam, tanpa berkata apa-apa, ia melipat dan menyimpan sapu tangan itu, kami berdua duduk sambil diam seribu bahasa, lalu tiba-tiba ia berkata, "Apa kau tahu musim semi ini turun hujan es di Xiyu?" Ia mengangguk, "Aku sedikit banyak mendengar tentangnya, banyak gadis penari Xiyu tiba-tiba membanjiri Chang'an untuk bertahan hidup, uang untuk menonton sebuah pertunjukan sendratari di Chang'an dapat membeli keperawanan mereka". Li Yan tersenyum menawan, namun suaranya sedingin es, "Harga-harga di rumah-rumah hiburan pasti akan jatuh juga, dan mereka akan saling berperang harga, harga manusia di tengah kekacauan semurah harga anjing! Bencana alam masih dapat dihadapi, namun peperangan lebih buruk dari bencana alam! Walaupun punya 'abudan', mereka terpaksa menjadi 'abudalei'". Aku berkata, "Keadaan sama sekali tak seperti yang kau pikirkan, semua rumah hiburan milikku tak boleh menurunkan harga, rumah-rumah hiburan lain pun tak cukup kuat untuk mempengaruhi harga pasaran". Li Yan memandangku sambil mengangguk-angguk, "Kau memberi mereka jalan untuk bertahan hidup". Aku tersenyum, "Menurunkan harga juga belum tentu untung besar, sekarang mudah menurunkan harga, tapi kelak akan sulit menaikkannya, untuk apa memakai cara itu?" Li Yan tersenyum dan berkata, "Watakmu memang aneh, orang lain ingin memuji dirinya sendiri, tapi kau malah berusaha menyembunyikan perbuatan baikmu karena kau khawatir orang akan menganggapmu orang baik". Dengan acuh tak acuh aku berkata, "Aku dan kau tak sama, walaupun aku tumbuh dewasa di Xiyu tapi aku tak punya perasaan apapun pada Xiyu, dan juga sama sekali tak berniat membantu Xiyu, semua yang kulakukan adalah semata-mata untuk bisnis rumah hiburan". Li Yan menghela napas, "Walaupun aku sangat ingin kau dapat sepertiku tapi aku tak bisa memaksamu. Asalkan kau tak menentangku, aku sudah sangat senang. Bos, akhir-akhir ini bagaimana usahamu?" Sambil tersenyum aku menghormat padanya, "Berkat nyonya, usaha hamba cukup baik". "Kakak pertamaku baik-baik saja?" Senyum di wajah Li Yan meredup. "Seharusnya kadang-kadang kau dapat menjenguk Li Shifu bukan?" "Aku dapat bertemu dengannya, kaisar sering memanggil kakak pertama untuk bermain qin, aku juga kadang-kadang menari dengan iringan qin, tapi aku tak pernah punya kesempatan bicara dengannya, dan aku juga agak takut bicara dengan kakak pertama". Aku mengambil makanan kecil dari meja dan memasukannya ke dalam mulutku sambil berpikir, "Kakak keduamu sekarang sangat akrab dengan gerombolan tuan-tuan muda Chang'an, sebenarnya ia ingin pindah rumah, tapi Li Shifu tak setuju". Wajah Li Yan nampak tak berdaya, "Sejak kecil kakak kedua sangat dimanja ayah ibu, ia sering bersikap gegabah, sekarang setiap hari ia bersama tuan-tuan muda yang suka berfoya-foya itu, selalu dijilat orang, cepat atau lambat akan terjadi masalah. Sifat kakak pertama terlalu lembut, dan juga selalu menuruti kehendak kami, kakak kedua pasti pura-pura mendengarkannya, tapi dalam hati tak takut padanya, kulihat kakak kedua agak segan padamu, setelah pulang bantu aku menasehatinya". Aku mengerutkan keningku, lalu berkata dengan tak berdaya, "Karena niangniang sudah berkata demikian, aku hanya dapat menurutinya". Dengan kesal Li Yan berkata, "Kau jangan berlagak seperti itu di depanku, kalau kakak kedua sampai bermasalah, juga tak baik bagimu". Aku hanya dapat mengangguk-angguk, Li Yan kembali berkata, "Selain itu masih ada kakak pertama dan Fang Ru......" Aku yang sedang duduk di bangku melompat bangkit, "Li Niangniang, apakah kau bermaksud menyewaku sebagai pengasuh kedua kakakmu" Masalah ini harus kuurus, masalah itu juga harus kuurus, kurasa tuan putri harus keluar istana, aku pergi dulu". Setelah selesai bicara aku tak berani membiarkannya bicara panjang lebar lagi dan cepat-cepat berjalan keluar. Dari belakangku Li Yan memaki, "Jin Yu bau! Coba lihat, sudah berapa banyak lagu yang diciptakan kakak pertama untuk rumah hiburanmu, kau seharusnya mengurusnya!" Ketika kepalaku baru menjulur keluar ruangan, aku segera melompat mundur, Li Yan langsung bangkit, aku tersenyum getir, "Bukankah nasibku sangat baik" Ada orang yang sudah bertahun-tahun tinggal di istana tapi tak pernah bertemu muka dengan kaisar, tapi ketika pertama kalinya masuk istana, aku langsung dapat melihat wajah sang Putra Langit". Li Yan bertanya, "Masih seberapa jauh?" Aku berkata, "Masih jauh, aku hanya dapat melihat seorang lelaki bertubuh tinggi berjalan sambil berendeng pundak dengan sang putri, bahkan wajahnya pun tak terlihat dengan jelas. Kalau kaisar datang kemari bersama putri, apakah aku harus bersembunyi?" Sambil tersenyum penuh kemenangan, Li Yan berkata, "Kalau begitu, ikut aku menyambut Yang Mulia! Sang putri pasti akan memujimu habis-habisan". -------------------Xiao Qian mendarat di ambang jendela, sambil mengurai kain sutra yang terikat di kakinya, aku berkata, "Melihat sikapmu yang kikuk, kalian berdua harus mengurangi berat badan, kalau tambah gemuk lagi, kalian akan menjadi ayam kerempeng yang berkeliaran ke sana kemari". Aku pun membaca surat itu di bawah sinar lentera jendela. 'Abudan adalah kata yang dipakai orang Loulan untuk memuji keindahan tanah air mereka, maknanya mirip dengan perkataan 'tanah nan indah dan subur' dalam Bahasa Han, namun lebih banyak mengandung rasa cinta tanah air. Abudalei dalam bahasa Loulan artinya pengemis, orang yang tak punya tempat tinggal. Dari mana kau mendengar ungkapan-ungkapan Loulan itu" Agaknya diantara gadis-gadis penari yang baru kau pekerjakan ada seorang gadis Loulan. Jangan beri Xiao Tao dan Xiao Qian kuning telur ayam lagi, kalau mereka bertambah gendut, mereka tak pantas disebut merpati lagi". Aku mendengus dan tertawa, rupanya orang yang terlalu jelek tak bisa disebut manusia, dan merpati yang terlalu jelek pun tak bisa disebut merpati lagi. Setelah menyimpan potongan kain itu, aku mengambil sehelai sapu tangan sutra, lalu sambil bersandar pada ambang jendela, aku tertegun sesaat dan mengangkat pena dan menulis: 'Sekarang aku sedang bersandar di ambang jendela sambil berbicara denganmu, kau sedang apa" Kutebak kau sedang membaca buku dengan tenang di bawah sinar lentera. Begitu menengadah aku dapat melihat bintang-bintang yang gemerlapan di angkasa, kebetulan Yuanyang Teng di balik jendela sedang mekar bunganya, warna putihnya cerah bagai batu kumala, warna kuningnya cemerlang bagai emas, harumnya semerbak di tengah kesunyian, saat tidur di malam hari aku dapat menciumnya. Aku sudah memetik banyak bunga, menaruhnya di keranjang bambu dan menjemurnya, dengan demikian, setelah musim panas berlalu dan bunga-bunga berguguran, aku masih akan dapat melihat bunga, kalau diberi air panas, aku akan dapat melihat sepasang bebek mandarin menari bersama. Hari ini aku pergi ke istana, mula-mula aku telah mengambil keputusan setelah mempertimbangkannya masak-masak, namun begitu perkataan keluar dari mulut aku masih ragu-ragu. Keluarga Li sejak zaman Han Gaozu telah memegang jabatan penting di istana, sudah memiliki jenderal ternama seperti Li Zuoche, dan sekarang memiliki Adipati Anle Li Cai dan si Jenderal Terbang Li Guang, mereka telah melayani beberapa kaisar dan pengaruh mereka di istana sudah menancap dalamdalam, di angkatan bersenjata pun banyak putra dan cucu keluarga Li, dibandingkan dengan Wei Qing yang dilahirkan di kalangan rakyat jelata dan naik daun berkat hubungannya dengan sang putri, para pejabat sipil di istana jauh lebih mengagumi sikap keluarga Li. Li Yan mana bisa melepaskan kesempatan untuk beraliansi dengan keluarga yang dapat membantunya melawan Keluarga Wei ini" Sepertinya aku telah memberi kekuasaan pada Li Yan, cinta buta Li Gan akhirnya akan hanya menjadi senjata Li Yan dalam pertempuran ini, tapi aku tak terlalu memperdulikannya, aku hanya berharap aku telah membantumu, asalkan kau gembira, dan dapat menghentikan Han Agung menggunakan kekerasan pada negara-negara Xiyu, apakah kerutan di dahimu akan lenyap" Mungkin hatimu akan dapat benar-benar bebas, dan kau dapat melakukan apa yang ingin kau perbuat, tak lagi memaksa dirimu sendiri?"" Sambil mengenggam kuas tulis aku memandang Yuanyang Teng dengan diam, ketika melihat bunga diantara sulur-sulurnya aku tersenyum, berbalik dan menaruh kuas tulis, melipat kain sutra yang telah penuh tulisan itu dengan hati-hati, membuka kotak bambu yang terkunci, lalu dengan hati-hati menaruh kain itu di dalamnya, selain itu aku pun memeriksanya untuk melihat apakah daun-daun kamper masih cukup kuat baunya. ?"?"?". "Hari-hari berlalu dengan begitu cepat, dalam sekejap mata musim panas telah berakhir, bunga-bunga yang memenuhi ruji semakin lama semakin jarang, sekarang sudah tiada warna putih, hanya tersisa beberapa bunga emas yang layu. Hari ini aku tibatiba merasa bahwa Yuanyang Teng sangat mirip dengan sepasang kekasih di dunia yang fana ini, sepasang kekasih yang mula-mula harus menghadapi berbagai gelombang, namun akhirnya memperoleh kebahagiaan. Salah satu bunganya mekar terlebih dahulu, dan ia menunggu bunga yang lainnya mekar, bukankah mereka seperti sepasang kekasih yang belum pernah bertemu" Ketika bunga yang satunya mekar, ia telah berubah menjadi kuning emas, saat itu mereka bertemu, yang satu putih dan yang satunya lagi emas, putih dan emas saling kontras satu sama lain, bersama-sama menari di sebatang ranting. Hari-hari berlalu bagai air, mereka bersama-sama menua, keduanya samasama menguning, persis seperti hidup manusia yang meredup. Akhirnya salah satu bunga itu pergi terlebih dahulu, sedangkan bunga yang satunya tertinggal di ranting, namun bunga yang tertinggal itu masih dengan sekuat tenaga mekar dengan semarak, karena hidup hanya sekali, dia tak dapat mengecewakan orang. Selain itu, mekarnya bunga itu mengingatkan manusia yang melihatnya akan bunga indah lainnya yang telah gugur itu, ketika bunga itu melambai-lambai ditiup angin, aku membayangkan bahwa di tengah hembusan angin, di suatu tempat yang tak terlihat olehku, sekuntum bunga yang lain itu pasti sedang menunggunya dengan tenang?"" ?"?"".... 'Musim gugur telah tiba, gerimis turun tak henti-hentinya, tanpa sebab yang jelas, aku merasa malas dan murung, dan sering melamun. Aku mendengar putri berkata bahwa Li Yan khawatir karena ia belum mengandung juga, kekhawatirannya bukan hanya kekhawatiran seorang wanita yang belum dapat menjadi seorang ibu, kalau ia tak mempunyai anak, rencananya tak akan dapat dilaksanakan. Kedudukan putra mahkota sampai sekarang masih kosong, kalau ia dapat melahirkan seorang putra, ia akan dapat merebut posisi itu dari putra kaisar dari permaisuri. Sepertinya, tak perduli betapa sayangnya sang kaisar kepada seorang wanita, pada akhirnya ia hanya benar-benar dapat mengandalkan anaknya. Saat melihat Li Yan, aku kagum sekaligus jeri pada wanita ini, sebenarnya berapa dalam rasa benci dan cinta yang dapat membuat seorang wanita mempertaruhkan hidupnya sendiri dan hidup anaknya dalam suatu pertarungan hidup dan mati" Aku menanyai diriku sendiri, bagaimanapun juga aku tak dapat melakukan hal semacam itu. Kalau aku mempunyai seorang anak, aku sama sekali tak akan membiarkannya begitu lahir masuk ke dalam pertarungan itu, walaupun aku dapat berbuat seperti A Die dahulu, mengajariku siasat politik, tapi aku ingin ia tumbuh dewasa dengan bahagia dan aman, sedangkan siasat politik hanya untuk melindungi kebahagiaan dirinya sendiri saja. Wajahku terasa agak panas, aku menikah saja belum, tapi sudah memikirkan masalah anak. Aku bertanya pada diriku sendiri, bagaimana kalau seumur hidup ini aku tak bisa punya anak" Setelah berpikir untuk beberapa lama, aku tak dapat menjawabnya, namun saat melihat Yuanyang Teng yang hanya menyisakan warna hijau, kupikir aku paham bahwa hidup ini sering merupakan suatu proses, tak setiap kuntum bunga dapat mekar dengan semarak, namun asalkan dapat hidup, mekar, menyambut sinar mentari, mengantar lembayung senja, serta bermain bersama angin dan hujan, hidup mereka sudah penuh, Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kurasa mereka tak punya penyesalan?".' Ketika musim gugur tiba, perang Dinasti Han melawan Xiongnu telah berakhir, walaupun pasukan yang dipimpin Jenderal Besar Wei Qing berhasil menawan dan membinasakan lebih dari selaksa prajurit Xiongnu, namun ketika pasukan yang dipimpin Jenderal Depan Adipati Xi Zhao Xin dan kepala pengawal istana Su Jian bertemu dengan pasukan Xiongnu yang dipimpin oleh sang Shanyu, setelah bertempur sehari penuh, korban di pasukan Han sangat besar. Walaupun leluhur Zhao Xin adalah orang Hu, namun mereka sudah lama bersumpah setia pada Dinasti Han dan selalu setia dan berani, kalau tidak, ia tak akan diberi jabatan penting oleh Han Wudi. Namun entah apa yang dikatakan Yinzhixie pada Zhao Xin, akhirnya Zhao Xin malahan dapat dibujuk oleh Yinzhixie, dan tanpa memperdulikan nasib anak istrinya yang tinggal di Chang'an, menyerah pada Xiongnu. Begitu kabar tentang peristiwa ini sampai di Chang'an, Han Wudi memerintahkan seluruh keluarga Zhao Xin ditangkap dan dipenggal, namun begitu para prajurit tiba, ternyata kedua putra Zhao Xin sudah menghilang. Wajah sang baginda langsung dipenuhi kemurkaan, namun untung saja berita berikutnya membuat dahinya tak lagi berkerut. Dengan sangat berani, seakan tanpa memperdulikan disiplin militer, Huo Qubing secara pribadi memimpin delapan ratus lelaki dari Pasukan Yulin yang sama-sama berdarah panas seperti dirinya untuk memisahkan diri dari pasukan utama dan menyerang pasukan Xiongnu. Tanpa disangka oleh pasukan Xiongnu, mereka menerobos ke dalam wilayah Xiongnu dan membunuh perdana menteri Xiongnu, He Tanghu, di sebuah markas tentara di garis belakang, membunuh menteri keuangan Jiruo yang seusia dengan kakek sang Shanyu dan menangkap hidup-hidup paman sang Shanyu, Luogubi, serta memenggal dua ribu dua puluh delapan orang. Ketika Huo Qubing menyerang untuk pertama kalinya, ia menggunakan siasat dengan sedikit orang mengalahkan banyak orang, dan ternyata berhasil menangkap hidup-hidup dan membunuh empat orang pejabat tinggi. Diantara kekalahan total dua jenderal, dimana salah seorang diantaranya menyerah pada Xiongnu setelah kalah berperang, kemenangan Huo Qubing semakin menonjol. Han Wudi sangat gembira dan mengangkat Huo Qubing menjadi Adipati Guanjun serta memberinya kekuasaan atas seribu enam ratus keluarga di Kota Shi. Sedangkan kepada Jenderal Besar Wei, yang jasa dan kesalahannya berimbang, ia tak memberi hadiah maupun hukuman. Ketika mendengar tentang semua ini, aku merasa heran, kalau Yinzhixie dapat menyelamatkan kedua putra Zhao Xin dari Chang'an, seharusnya ia dapat secara gelap membunuhku, kenapa ia harus bersusah payah menyewa pembunuh Xiyu" Huo Qubing memandangi Yipin Ju dengan tercengang, di luar dan di dalam ketiga loteng rumah makan itu penuh orang yang sedang duduk, kebanyakan gadis-gadis muda. Mendengar suara mereka yang merdu bagai kicauan burung layang-layang, melihat lengan jubah yang berwarna-warni melambai-lambai, serta mencium wangi berbagai macam gincu dan bedak, ia tertegun tak kuasa berbicara. Di sampingnya aku menunduk seraya tersenyum. Mendadak ia menoleh dan menarik diriku yang sedang hendak melompat naik ke kereta kuda, aku pun berseru, "Hei, hei, Adipati Guanjun, kau harus mengundangku makan di Yipin Ju". Dengan kesal ia berkata, "Yang ingin kuundang itu kau, bukan seisi rumah hiburanmu". Aku tersenyum dan berkata, "Nona-nona di beberapa rumah hiburanku tak punya kesempatan berkumpul untuk mempererat persahabatan, maka aku sengaja mengundang mereka semua makan-makan, kalau makanannya terlalu murah, aku akan ditertawakan orang, sedangkan kalau terlalu mahal, kantongku akan kering. Bukankah waktu itu kau berkata bahwa aku harus mengumpulkan bahan-bahan langka" Maka aku menyuruh Yipin Ju membelinya. Kenapa kau begitu pelit" Dalam satu putaran, kau langsung mendapat gelar adipati, undanglah beberapa ratus orangku ini". "Dalam satu putaran" Kau terlalu meremehkanku. Lain kali ikutlah aku pergi berperang, dan aku akan membagi semuanya sama rata denganmu". Ia menatapku dengan tajam. Aku menghindari pandangan matanya dan memandang ke luar kereta, "Kau mau kemana" Supaya dapat makan agak banyak, aku sengaja makan sangat sedikit siang ini, selain itu tak perduli apakah kita akan pergi ke Yipin Ju atau tidak, kau tetap harus membayar". Sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk seulas senyum, ia memandangku tanpa berkata apa-apa, tak berkata akan membayar atau tidak. Setelah beberapa bulan, ia seperti dahulu, namun juga tak seperti dahulu. Dalam hati aku merasakan suatu kegalauan yang sulit dijelaskan, tanpa terasa aku mundur ke belakang, sehingga punggungku menempel dengan erat di dinding kereta. Kereta pun berhenti, dengan gesit dan cantik ia melompat keluar, begitu menapak tanah ia mengangsurkan tangannya untuk menyokongku. Sambil tersenyum aku mengangkat daguku dan menghindarinya, dalam sekejap mata aku telah menyusup ke dalam kereta dan menginjak kursi, lalu melompat ke angkasa, ujung kakiku menyentuh atap kereta, ketika masih melayang, aku berputar, dengan gaun dan ikat pinggang yang melambai-lambai, serta lengan jubah yang menari-nari, dengan lincah aku mendarat di hadapannya, lalu memandangnya dengan puas diri. Ia tertawa, "Kenapa begitu suka pamer begini" Tapi gerakanmu memang indah". Kusir kereta segera membawa kereta pergi, aku memandang ke sekelilingku, kami berada di sebuah lorong yang sepi, di kiri kanannya terdapat tembok tinggi, dengan heran aku bertanya, "Ini tempat apa" Kau mau apa?" Ia berkata, "Lompat tembok dan masuklah". Aku memelototinya, "Melihat dari temboknya yang megah, ini bukan rumah orang sembarangan, kalau aku tertangkap, apa boleh buat, tapi kau sekarang Adipati Guanjun yang terpandang". Ia berkata, "Sekarang waktunya melihat kepandaianmu yang sebenarnya. Tanpa alat bantu, aku tak bisa menaiki tembok setinggi ini". Aku merasa sangat ingin tahu, asyik, dan juga merasa bersemangat, aku mengumam pada diriku sendiri, "Sialan! Mau makan saja begitu repot". Namun tanganku sudah mengenggam ikat pinggang yang sehari-hari melilit pinggangku, di ujungnya terikat bola-bola bulat dari emas murni, kelihatannya seperti hiasan, namun mempunyai kegunaan lain. Aku mengangkat tanganku, dan bola-bola bulat itu pun meluncur membentuk sebuah lengkungan keemasan yang indah, lalu melilit sebatang pohon Huai yang melintang di atas tembok itu. Dengan menggunakan ikat pinggang itu, Huo Qubing dengan gesit menjejakkan kakinya beberapa kali, berjumpalitan, lalu duduk di pohon Huai itu, aku pun menarik ikat pinggang itu dan melilitkannya di pergelangan tanganku, sambil berpegangan pada cabang pohon Huai, dengan seksama aku memperhatikan halaman rumah itu. Sambil menahan tawa Huo Qubing berkata, "Kulihat kau ini suka sekali jadi maling". Aku berbisik, "Di Chang'an ini, siapa yang berani macam-macam dengan orang-orang penting ini" Karena aku tak sayang pada hidupku yang tak berharga ini, aku akan bermain sesukaku, kalau sampai terjadi apa-apa, aku akan berkata bahwa kaulah yang menyuruhku, kalau kau sampai tertangkap justru lebih lucu lagi". Begitu aku dan Huo Qubing melompat turun dari pohon, beberapa ekor anjing hitam berlari menghampiri kami tanpa bersuara, aku mengayunkan ikat pinggangku, bola-bola emas pun memukul ke kepala mereka. Namun Huo Qubing yang berada di belakangku cepat-cepat menarikku hingga aku jatuh dalam pelukannya, dengan sebuah tangannya ia memeluk pinggangku, sedangkan dengan tangan yang satunya lagi ia menarik lenganku untuk mengurangi kekuatan lemparan bolabola emas itu. Ketika aku masih terkejut, beberapa ekor anjing hitam telah tiba di sampingku, mereka memutari kami sambil mengibaskan ekor mereka kuat-kuat ke arah Huo Qubing. Dengan kesal aku berkata, "Jangan bilang ini rumahmu sendiri". Lengannya yang memelukku sama sekali tak menjadi longgar, ia malahan menempelkan tubuhnya padaku, lalu menaruh dagunya di atas bahuku seraya berbisik, "Sayang sekali, tebakanmu benar". Aku berusaha sekuat tenaga melepaskan diri, namun sebelum berhasil, napasnya yang hangat menerpa kulitku, membuatku gatal sekaligus geli. Tubuhnya memancarkan aroma jantan yang sangat berbeda dengan seorang gadis yang feminin, bagai pohon cemara dan matahari, menyeruak di hidungku, tak nyana, aku merasa agak sulit bernapas. Tubuhku lemas, kepalaku agak pening, aku seakan tak ingat satu jurus pun. Dalam kecemasan dan kebingunganku, aku mengayunkan ikat pinggangku ke arah kepalanya, lebih baik aku memukul pingsan dia, namun aku ragu-ragu, penguasaan tenagaku tak baik, jangan-jangan aku akan memukulnya hingga mati" Ia melepaskan pegangannya, bersikap seakan barusan ini tak terjadi apa-apa, lalu menarik tanganku untuk berjongkok bersamanya, ia berkata pada anjing-anjing besar itu, "Kenalilah dia, lain kali jangan sembarangan melukai orangku". Dengan tak berdaya aku membiarkan beberapa ekor anjing itu mencium-ciumku, "Masa mereka bisa melukaiku" Omong kosong! Kau meremehkan kami bangsa serigala". Dengan lembut, ia menepuk-nepuk kepala anjing-anjing itu, "Kalau aku tak ada di sini, begitu kau mendarat, mereka tak hanya akan menyerangmu, melainkan juga akan memanggil teman-temannya, lalu mengeroyokmu, sepertinya ini keahlian kalian bangsa serigala, selain itu masih ada orang-orang yang mengikuti di belakang mereka". Aku mendengus, mengibaskan tangannya dan bangkit, "Untuk apa aku diam-diam mendatangimu di sini" Aku tak bakal punya kesempatan berkelahi dengan mereka". Ia bersiul, dan anjing-anjing itu segera berpencar. Lalu ia bertepuk tangan, bangkit dan memandangiku, sambil tersenyum ia berkata, entah dengan serius atau tidak, "Kulihat kau ini sangat senang masuk ke rumah dengan melompati tembok, mungkin malam ini kau akan datang menjenggukku, maka aku membawamu kemari agar kau mengenali medannya dahulu, supaya kau tak membuat orang terkejut, kalau kulit wajahmu tipis tak usah datang". Wajahku terasa agak panas, ketika aku kembali mengikatkan ikat pinggangku, dengan wajah acuh tak acuh aku berkata, "Pintu gerbang utama di mana" Aku mau pulang". Ia sama sekali tak menghiraukanku dan terus melangkah ke depan, "Aku membawa pulang beberapa juru masak dari istana raja Ruoqiang, mereka pandai membuat daging panggang. Domba yang berlarian di padang rumput sejak musim semi sampai musim gugur, dagingnya tak tua, terlalu empuk, gemuk atau kurus, rasanya pas kalau ditemani dengan jintan Guizi dan mi pedas Yanqi, dapur sedang membuatnya, paling enak dimakan kalau sedang panas-panas, bagaimana, ya, cara mengambarkan rasanya?" Aku menelan air liurku, wajahku masih tanpa ekspresi, namun kakiku sudah melangkah mengikutinya. Daging panggang tidak populer di kalangan orang Han, di Chang'an daging domba biasanya direbus atau ditumis, ketika aku benar-benar ingin makan daging panggang aku membuatnya, tapi dengan kemampuan memasakku yang seperti ini, hanya bangsa serigala kami yang menyukainya. Aku berjongkok di sisi api, sambil menyangga dagu dengan kedua tanganku, dengan mulut penuh air liur aku memperhatikan setiap gerakan juru masak Ruoqiang itu, usia juru masak Ruoqiang itu tak lebih dari enam atau tujuh belas tahun, entah karena panas api atau pandangan mataku, wajahnya semakin lama semakin merah dan kepalanya semakin lama semakin menunduk. Huo Qubing menarikku hingga berdiri, "Kalau kau terus memelototinya, kita akan makan daging cincang". Dengan sekuat tenaga aku mencium bau daging di udara, lalu dengan enggan aku mengikutinya kembali duduk di tikar. Ketika juru masak menaruh daging panggang yang lezat aromanya di meja kami, aku segera mengambil sepotong daging dan menjejalkannya ke dalam mulutku. Setelah makan beberapa suap, Huo Qubing bertanya, "Waktu aku tak ada di Chang'an, apa yang kau lakukan?" Sambil makan aku menjawab sembarangan, "Tak ada yang menarik, aku cuma menjalankan usaha saja. Oh, ya! Aku masuk ke istana, dan melihat Yang Mulia......" Sebelum aku sempat menyelesaikan perkataanku, sebuah telapak tangan telah memukul kepalaku, dengan marah Huo Qubing berkata, "Kau ini gila, ya" Untuk apa kau buru-buru masuk ke istana?" Aku mengelus-elus kepalaku, lalu berkata dengan geram, "Apa urusanmu" Aku akan melakukan apapun yang aku ingin lakukan!" Ia menatapku dengan penuh kebencian untuk beberapa saat, lalu tiba-tiba berkata, "Pukulanku sakit tidak?" Mataku terbelalak lebar-lebar, aku menatapnya tanpa berkedip, "Kalau ingin mencoba rasanya, biarkan aku memukulmu!" Tak nyana, ia benar-benar menjulurkan kepalanya ke depan, dengan kesal sekaligus geli aku mendorong kepalanya, "Kalau aku memukulmu, tanganku juga akan sakit!" Dengan wajah muram, ia menatapku dan bertanya padaku, "Apa yang dikatakan kaisar?" Aku menelengkan kepalaku, lalu berkata sambil berpikir, "Ia sedikit memujiku, katanya, untung saja aku muncul pada saat yang tepat dan dapat mengusir bandit-bandit padang pasir, lalu ia memberiku beberapa hadiah. Setelah itu ia tersenyum dan berkata bahwa setelah ini aku boleh sering masuk ke istana untuk menemani Nyonya Li mengobrol". "Menurutmu kaisar itu bagaimana?" Setelah berpikir dengan seksama selama beberapa lama, aku menggeleng-geleng. "Apa artinya gelengan kepalamu itu" Apa kau sama sekali tak punya kesan tentang kaisar?" Aku berkata, "Mana bisa" Seseorang seperti itu" Kesanku tentangnya justru rumit hingga sulit dijelaskan. Usia kaisar sebenarnya sudah tiga puluh tujuh tahun, tapi melihat wajahnya ia seperti berumur tiga puluh tahun, melihat matanya seperti berumur empat puluh tahun, dan melihat kegagahannya seperti berumur dua puluh tahun. Ia berbicara kepada kami dengan ramah, cerdik dan humoris, namun aku tahu bahwa itu hanya Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo salah satu dari berbagai caranya berbicara. Ia sepertinya menyimpan berbagai kontradiksi, namun anehnya dapat menyatukannya. Ia memandang rendah kedudukan dan sama sekali tak perduli pada latar belakang keluarga Nyonya Li, ia pun bersikap sangat baik padaku, akan tetapi, di lain pihak ia memandang tinggi dirinya sendiri, ia tak mau siapapun meremehkan kedudukannya, ketika menjawab pertanyaannya aku selalu berlutut". Setelah selesai berbicara, aku mengerutkan dahiku. Huo Qubing mendengus dengan sinis, "Jelas-jelas bisa berdiri di luar, tapi kau malahan buru-buru masuk untuk berlutut, rasakan akibatnya!" Melihat wajahnya menjadi keras, aku tak bisa menahan diri untuk tak berkata, "Tak usah khawatir, Nyonya Li ada di sisiku". Ia menggeleng-geleng, wajahnya masih nampak tak setuju, "Kalau bosan melihat bunga peoni, kadang-kadang orang ingin memetik rumput ekor anjing untuk iseng". Dengan geram aku tertawa, "Rupanya aku ini rumput ekor anjing, kalau begitu kau adalah......" Mendadak, dengan terkejut, aku merasa bahwa perkataanku tak pantas dan cepat-cepat menahannya. Ujung-ujung bibirnya terangkat membentuk seulas senyum, "Aku" Aku ini apa?" Aku mendengus, tak lagi memperdulikannya, lalu makan daging sambil menunduk, namun pikiranku penuh dengan wajah tersenyum Li Yan saat itu. Kaisar dan putri sudah tahu aku dan Huo Qubing adalah teman lama, namun ia baru untuk pertama kalinya mendengar bahwa hubunganku dengan Huo Qubing begitu erat. Karena ada kaisar, aku tak berani memperhatikan Li Yan, namun kadang-kadang aku mencuri pandang ke arahnya dan merasa bahwa wajah cantiknya yang sempurna itu penuh rasa tak berdaya sekaligus perhitungan. Huo Qubing bertanya, "Apa yang kau pikirkan?" "Ah", ujarku, aku mengangkat kepalaku untuk menyambut pandangan matanya yang tajam, lalu menggeleng seraya berkata agar ia tak bertanyatanya lagi, "Aku sedang memikirkan Nyonya Li". Bibirnya terangkat, seakan tersenyum, sambil mencuci tangan di baskom dan mengeringkannya dengan serbet, aku berpikir tentang gosip di kalangan para sastrawan itu. Ning Cheng menyarankan pada Jenderal Wei agar ia memberi lima ratus keping emas pada Nyonya Li sebagai hadiah ulang tahun, ketika mendengar tentang hal ini, tak nyana, kaisar menganugerahkan gelar militer Donghai pada Ning Cheng, dari peristiwa ini dapat dilihat seberapa besar cinta kaisar pada Nyonya Li. Aku menaruh serbet, lalu berkata dengan lembut, "Menyuruh Jenderal Besar Wei menghadiahkan lima ratus keping emas dari seribu keping emas miliknya pada Nyonya Li sama sekali bukan ide Nyonya Li, ia melakukan hal itu untuk mengambil hati bawahan-bawahan kaisar yang usil, Nyonya Li tak dapat melakukan apa-apa". Huo Qubing tertawa sinis, "Memangnya aku perduli pada lima ratus keping emas itu" Ning Cheng berkata, 'Sebenarnya jasa jenderal besar tak besar, ia dihadiahi lima puluh ribu rumah dan ketiga putranya diangkat menjadi adipati, semua hanya karena permaisuri saja'. Kami bertempur di medan perang, tapi di mata orang luar kami hanya membonceng permaisuri. Pada mulanya mungkin memang benar bahwa paman diberi kedudukan penting karena bibi, tapi setelah begitu banyak tahun, ia keluar-masuk Xiyu dan belum pernah sekali pun kalah, apakah juga karena bibi" Tapi pena para sastrawan itu tak pernah berhenti mengecam kami, kata Sima Qian , aku sombong dan kasar, dan tak mau bicara pada orang lain, aku benar-benar tak tahu harus bicara apa tentang sastrawan-sastrawan sok tahu itu, cuma bisa memandang langit saja". Melihat wajahnya yang tak berdaya dan kesal, aku tertawa pelan, "Ternyata ada sesuatu yang membuatmu tak berdaya, tadinya kukira kau tak takut pada siapapun! Seorang lelaki jantan dalam bertindak hanya bertanggung jawab pada hati nuraninya sendiri, untuk apa memperdulikan perkataan orang lain" Kalau Sima Qian berkata bahwa Jenderal Besar Wei membonceng wanita cantik, masa Jenderal Besar Wei lantas harus berdebat dengannya di depan kaisar" Lagipula, bagaimanapun juga Sima Qian adalah seorang sastrawan, kaisar bisa marah padanya, tapi tak akan waspada atau takut padanya, sedangkan Jenderal Besar Wei menguasai kekuatan militer, kaisar akan memperhatikan setiap perkataan dan perbuatannya dengan seksama, kalau lalai sedikit saja, akibatnya sangat mengerikan". Huo Qubing menghela napas dan tak berkata apa-apa. Melihat dahinya berkerut, aku merasa agak sedih, aku menarik-narik lengan bajunya dan berkata dengan bersungguh-sungguh, "Sima Qian adalah seorang budiman yang kaku, sikapmu tak pantas mendapatkan pujiannya". Huo Qubing berkata sembari melirik tanganku, "Kau juga kenapa menarik-narikku seperti ini, sepertinya ini juga bukan sikap yang pantas dipuji orang budiman, tapi.......", ia menarik tanganku, "Tapi aku suka". Dengan kesal aku memukul tangannya, sambil tertawa ia menariknya, tapi wajahnya nampak gembira, aku merasa lega Kitab Serat Biru 3 Mayat Kesurupan Roh Karya Khu Lung Kisah Si Rase Terbang 1