Bara Maharani 8
Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 8 cakar Thong-Long Jiauw dari Siang Loo jie mengandung racun keji." Belum habis ia berkata, tiba-tiba dari arah belakang berkumandang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, cepat ia berpaling ke belakang. terlihatlah sambil menyemburkan darah hitam dari mulutnya Siang Hauw roboh terjengkang ke atas tanah, sekujur tubuhnya mengejang beberapa saat lamanya kemudian matanya melotot besar dan mati binasa. Hoa Thian-hong mengerutkan alisnya, ia tetap meneruskan gerakannya lari ke depan. Giok Teng Hujien menyusul dari belakangnya sambil berseru kepada Soatjie makhluk aneh itu, "Soat-jie, cepat kejar kakek tua tadi." Rase putih sangat memahami perkataan manusia, mendengar perintah dari majikannya ia berteriak kegirangan, tubuhnya segera meluncur lebih dahulu ke depan dan membuka jalan bagi kedua orang itu. Sambil berlari Giok Teng Hujien tertawa dan berkata, "Ini hari Cu Goan-khek betul-betul keok di tangan kita!" Hoa Thian-hong menjawab ia menoleh ke belakang ketika dilihatnya tak ada orang yang mengejar. kakinya segera bergerak semakin cepat lagi meluncurkan ke arah depan. Haruslah diketahui disaat racun teratainya sedang kambuh, semakin cepat pemuda itu berlari semakin berkurang penderitaan yang sedang dirasakan olehnya, cuma sayang mereka masih berada di dalam kota yang ramai hingga tenaganya tak bisa digunakan sampai pada puncaknya, sekalipun begitu Giok Teng Hujien yang harus mendampingi disisinya sudah merasa kepayahan. Beberapa waktu kemudian mereka sudah keluar dari kota, tampaklah si kakek cebol gemuk itu sambil memanggul tubuh Chin Giok-liong di atas bahunya sedang berlari mengikuti tembok kota, Soat-jie membuntuti kurang lebih beberapa tombak dibelakangnya, manusia dan binatang itu saling kejar mengejar dengan cepatnya, dalam sekejap mata mereka sudah berada jauh sekali dari pandangan. Hoa Thian-hong segera berpikir di dalam hati, "Si kakek tua ini entah sahabat atau musuhku" Kalau. ditinjau dari ilmu silatnya yang begitu lihay, andaikata dia adalah musuhku maka amatlah sulit bagiku untuk menghadapinya. Sementara otak berputar, sepasang kakinya berlari semakin kencang lagi, tubuhnya meluncur ke muka makin tajam hingga badannya berada sepuluh tombak lebih ke depan dari keadaan semula. Saat ini posisi Hoa Thian-hong sudah maju lebih ke depan dari keadaan semula, dari kejauhan ia dapat saksikan si kakek gemuk cebol itu sedang berlari kencang dipaling depan, Soat-jie si makhluk aneh itu berlari di tengah sedang ia bersama Giok Teng Hujien berada dipaling belakang. Setelah berlarian beberapa saat lamanya, tanpa terasa sampailah mereka dipintu selatan kota. mendadak kakek cebol gemuk itu turunkan Chin Giok-liong ke atas tanah, lalu seorang diri ngeloyor masuk ke dalam kota dan lenyap dari pandangan. Dengan cepat Hoa Thian-hong menyusul sampai disitu, ia cekal pergelangan Chian Giok Liong sambil tegurnya, "Giok Liong heng, masih kenalkah kau dengan diri Siauwte?" Chian Giok Liong tetap berdiri bodoh di tempat semula, wajahnya bingung dan terasa pandangan kosong, walaupun sudah ditegur beberapa kali namun ia tetap bungkam dalam seribu bahasa Akhirnya Hoa Thian-hong menghela napas panjang, ia menoleh ke samping dan berkata, "Cici. pengetahuan serta pengalaman amat luas, apakah kau punya cara untuk menolong sahabat Siauwte ini?" Giok Teng Hujien tersenyum mania, dari sakunya ia ambil keluar sebuah saputangan dan menyahut, "Aku cuma sudi mengurusi dirimu seorang urusan orang lain ogah untuk mencampurinya." Ia merandek sejenak dan memeriksa luka pada ketiaknya, lalu menambahkan, "Darah yang menetes keluar telah berubah jadi merah segar, apakah racun teratai yang sedang kambuh telah tenggelam kembali?" "Kurang lebih begitulah" jawab Hoa Thian-hong sambil menyeka keringat yang membasahi tubuhnya."Setiap hari racun itu kambuh, tentu akan makan waktu setengah jam lamanya agar bisa tenggelam kembali, rasanya waktu yang dibutuhkan hari ini jauh lebih pendek." Dari sakunya Giok Teng Hujien sambil keluar sebuah botol porselen, sambil mengeluarkan sejumlah bubuk putih untuk dipulaskan ke atas bekas cakar yang membekas di atas ketiak Hoa Thian-hong, katanya sambil tertawa. "Bagaimana sih Siang Hauw bisa mati secara mendadak" Agaknya kau tidak mempan terhadap racun macam apapun, racun keji dari ilmu cakar Thon-LongJiauw dari Siang Hauw sama sekali tidak manjur terhadap dirimu.... Hoa Thian-hong termenung dan berpikir sebentar, lalu jawabnya, "Aku menggunakan serangan sikut untuk membentur patah kuku di jari Siang Hauw, mungkin darah beracun dari tubuhku telah bercampur dengan darah segarnya hingga menyebabkan selembar jiwanya melayang." "Ei, makhluk racun cilik!" tegur Giok Teng Hujien sambil tertawa, "Seandainya aku gigit dirimu, bukankah selembar jiwaku juga akan ikut melayang?" Hoa Thian-hong tertawa geli, ia gandeng tangan Chin Giok-liong dan perlahan-lahan masuk ke dalam kota. ujarnya "Cici, kau suruh Soat-jie mengejar kakek tua itu, apakah ia tak akan menimbulkan keonaran?" "Soat-jie amat jinak dan penurut" sahut Giok Teng Hujien sambil tertawa merdu, "Sebelum mendapat perintahku ia tak akan melukai orang secara sembarangan, si kakek tua tadi adalah sisa dari jagoan lihai kalangan lurus yang berhasil lolos dari kematian. aku rasa tindak tanduknya pasti didasarkan oleh rencana yang matang." "Ilmu silat yang dimiliki kakek tua itu sangat lihay, gerak-geriknya lincah dan otaknya cerdas" pikir Hoa Thian-hong dalam hati. "Seandainya ia benar-benar adalah jago lihay dari kalangan lurus, kejadian ini betulbetul merupakan suatu keberuntungan bagi kami, aku harus berusaha untuk menjumpai dirinya dan ajak dia berbicara." Tiba-tiba satu ingatan berkelebat di dalam benaknya. segera ujarnya, "Cici sewaktu berada ditepi sungai Huang-hoo tempo dulu, kau pernah berkata bahwa dirimu memiliki sebuah Jinsom berusia seribu tahun......" Berbicara sampai di tengah jalan mendadak ia teringat bahwa hubungan diantara mereka hanya kenalan biasa, sama sekali tiada ikatan yang mendalam, Jinsom berusia seribu tahun yang merupakan obat majsrab sekalipun dimiliki olehnya belum tentu perempuan itu rela menyerahkan padanya. Karena itu bicara sampai di tengah jalan ia segera membungkam. Sinar mata Giok Teng Hujien berkilat tajam dengan wajah penuh senyum ia menyahut, "Jinsom seribu tahun sih cici memang mempunyai sebatang, cuma obat mujarab itu sukar didapat bila digunakan secara sembarangan amatlah sayang, penyakit yang diderita Chin Giok-liong tidak sampai mempengaruhi keselamatannya, lain hari bila aku bertemu dengan Jien Hian biarlah cici tegur dirinya sekalian mintakan obat pemunah bagi orang ini." Sebenarnya Hoa Thian-hong mengungkap persoalan ini adalah mengingat luka dalam yang diderita ibunya, melihat perempuan itu telah salah artikan perkataannya iapun tersenyum dan tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Mendadak tampaklah Soat-jie si rase putih itu lari kembali, kepalanya celingukan ke kiri ke kanan dengan pandangan tajam, kalau ditinjau dari keadaan itu jelas ia sudah kehilangan jejak dari kakek gemuk cebol itu. Giok Teng Hujien segera ulurkan tangannya membopong rase putih itu ke dalam pelukannya, sambil tertawa ia berkata, "Licin amat si kakek tua itu, lain kali kalau sampai berjumpa lagi dengan diriku, aku harus coba-coba dulu kelihaiannya!" "Apakah cici kenal dengan asal usul orang ini?"Sambil tertawa Giok Teng Hnjiec menggeleng. "Pokoknya yang jelas dia adalah salah seorang peserta dan pertemuan Pek Beng Hwie, waktu itu usia cici masih muda dan tak sempat ikut menyaksikan keramaian tersebut, jadi akupun tak tahu siapakah nama kakek rua itu"...." Ketika pembicaraan berlangsung sampai disitu, mereka berdua telah tiba disebuah perempatan jalan, Hoa Thian-hong segera memberi hormat sambil berkata, "Sungguh beruntung dalam peristiwa yang terjadi pada hari ini aku telah mendapat bantuan dari cici, budi ini pasti akan siauwte ingat terus di dalam hati, dilain waktu aku pasti akan membalasnya." "Siapa sih yang mengharapkan balas budi darimu?" omel Giok Teng Hujien sambil tertawa. Ia merandek sejenak lalu tambahnya, "Permusuhanmu dengan pihak perkumpulan Hong-im-hwie kian lama kian bertambah dalam, pihak mereka pasti tak akan mengampuni dirimu, menurut nasehatku lebih baik menyingkirlah dahulu ke daerah tenggara. berpesiarlah dahulu di sekitar situ sambil menunggu hingga suasana jadi reda kembali. Hoa Thian-hong segera menggeleng. "Siauwte masih ada urusan pribadi lain yang belum selesai, bagaimanapun juga aku tetap harus tinggal di kota Cho Chiu!" "Apakah kau telah mengadakan janji dengan Chin Wan-hong untuk saling bertemu muka di kota Cho Chiu?" Merah jengah selembar wajah si anak muda itu, dengan cepat ia menggeleng. "Nona Chin telah mendapat guru baru, dalam dua tiga tahun tak mungkin ia lakukan perjalanan diluar. Siauwte sedang menanti seorang angkatan tuaku" "Serangan secara terang-terangan gampang dihindari, serangan bokongan susah diduga, untuk sementara waktu pindahlah dulu ke dalam kuil It-goan-koan dan tinggal bersama cici." "Terima kasih atas perhatianmu, siauwte paling takut segala macam peraturan yang membelenggu kebebasan orang, lagipula masih ada saudara Chin ini. Aku harus berusaha keras untuk menyelamatkan dirinya!" "Hiih..... hiih.... hiih.... sungguh tak nyana kau suka jual tenaga bagi seorang sahabat." Hoa Thian-hong mengerti bahwa dibalik ucapan Giok Teng Hujien mengartikan lain, diam-diam ia menyindir pemuda itu sebagai penolong Chin Giok-liong karena memandang di atas hubungannya dengan Chin Wanhong adiknya, segera ia tertawa hambar, sambil berpurapura tidak mengarti perkataan itu ia berpamitan dan mohon diri, Giok Teng Hujien tertawa cekikikan, setelah termenung sejenak ia putar badan dan berlalu. tetapi baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba ia putar badan sambil bertanya, "Saudara Hoa tahukah kau cici she apa?" "Cici tidak bilang siauwte tak berani banyak bertanya," kata Hoa Thian-hong dengan wajah berubah jadi merah padam. Giok Teng Hujien tertawa cekikikan. "Cici tidak punya she dan tidak bernama aku tak pernah angkat guru dan ilmu silatku adalah hasil latihan sendiri. percayakah kau?" Diam-diam Hoa Thian-hong berpikir dalam hati, "Lie Hoa Siancu serta Ci-wi siancu dari Biauw-Nia-Sam-Sian adalah anak buangan yang ditemukan gurunya, merekapun tak bernama. cuma ia bilang tak ada orang yang menurunkan ilmu silat kepadanya, kepandaian itu adalah hasil latihan sendiri, perkataan ini benar-benar sulit membuat orang untuk mempercayainya." Dalam hati berpikir demikian, diluar ia menjawab, "Siauwte tentu saja akan mempercayainya, tolong tanya siapakah nama Ciehu atau kakak iparku itu?" "Hiiih.... Hiiih.... Hiiih.... siapa bilang kau sudah punya kakak ipar" Sebutan Nyonya (Hujien) adalah pemberianku sendiri, sampai sekarang cicimu belum pernah kawin!" "Kurang ajar...." batin Hoa Thian-hong dalam hati, ia segera memberi hormat dan sambil menggandeng tangan Chin Giok-liong berlalu dari situ. Giok Teng Hujien tertawa cekikikan iapun kembali ke tempat tinggalnya di kuil It-goan-koan. Dalam pada itu Hoa Thian-hong setelah kembali ke dalam rumah penginapan, tiba-tiba ia temukan Ciong Lian-khek berjalan menghampiri dirinya, si anak muda itu merasa kedatangannya diluar dugaan, dengan cepat ia persilahkan tamunya masuk ke dalam. "Cianpwee, ada urusan apa secara tiba-tiba kau berkunjung kemari?" sapanya. "Aku telah pindah ke rumah penginapan ini dan sekarang berdiam di kamar sebelahmu!" Mendengar ucapan itu Hoa Thian-hong jadi kegirangan, iapun lantas menerangkan asal usul dari Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Chin Giok-liong serta pertarungannya melawan Cu Goankhek serta dua bersaudara she-Siang di rumah makan CiEng Loo. Dengan tenang Ciong Lian-khek mendengarkan kisah itu, kemudian katanya, "Dewasa ini situasimu amat kacau tak karuan, banyak penjahat yang ada maksud mencelakai jiwamu, biarlah untuk sementara waktu Chin Giok-liong berdiam bersama aku sehingga bila terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan kau tak usah cabangkan pikiran untuk memperhatikan dirinya." Hoa Thian-hong jadi amat terharu, pikirnya, "Bergaul dengan para ksatria sejati memang sepantasnya terus terang dan bicara blak-blakan, kalau sikapku ragu-ragu dan sangsi malahan rasanya kurang hormat." Berpikir demikian iapun mengacapkan rasa terima kasihnya dan serahkan Chin Giok-liong ke tangan pendekar itu, sedang ia sendiri sehabis mandi dan tukar pakaian bersama mereka berdua makan siang dalam kamar. Tiba-tiba Ciong Lian-khek bertanya, "Ilmu pukulan tangan kirimu itu kau dapatkan dari siapa?" "Orang itu bernama Cioe It Bong, sekarang terperangkap dalam kurungan perkumpulan Sin-kiepang." "Lalu kepandaian silat tangan kananmu"' "Mendiang ayahku telah meninggalkan sebilah pedang baja serta enam belas jurus ilmu pedang sederhana kepadaku, sayang aku tak becus dan kehilangan pedang baja itu sewaktu masih ada di dalam markas besar perkumpulan Sin-kie-pang "Sungguh aneh," bisik Ciong Lian-khek dengan alis berkerut. "Hoa tayhiap adalah seorang jago kosen, tidak mungkin ia cuma tinggalkan enam belas jurus ilmu pedang yang amat sederhana, menurut penilaianku ilmu pedang itu pasti tak akan sesederhana itu cuma kau belum sampai berhasil menemukan inti sari dari ilmu itu." Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong sehabis mendengar perkataan itu katanya, "Sayang pedang baja itu tidak berada disisiku kalau tidak aku pasti akan mainkan jurus-jurus pedang itu sambil memohon petunjuk dari cianpwee, aku percaya banyak manfaat yang bakal kutarik dari diri cianpwee." Ciong Lian-khek adalah seorang ahli pedang yang setiap saat menggembol sebilah pedang baja di atas punggungnya, saat itu sambil bersantap katanya, "Coba gunakanlah sumpit itu sebagai ganti pedang dan mainkan salah satu jurus serangan itu!" Hoa Thian-hong mengangguk, ia gunakan sumpit ditangannya mainkan beberapa gerakan, kemudian sambil gelengkan kepala dan tertawa sahutnya, "Pedang baja milikku itu besar lagi berat, sedang sumpit ini terlalu kecil. Sulit bagiku untuk memperlihatkan gerakan jurus serangan itu." Ciong Lian-khek termenung tidak bicara, beberapa saat kemudian katanya, "Selesai bersantap nanti gunakanlah pedangku untuk bermain beberapa jurus serangan itu." Tapi Hoa Thian-hong segera menggeleng. "Pedang macam apapun yang berada dalam genggamanku segera akan patah jadi dua bagian bila kugunakan, dahulu sudah begini aku rasa setelah tenaga dalamku memperoleh kemajuan pesat keadaan itu semakin bertambah payah." Mendengar perkataan itu kembali Ciong Lian-khek termenung pikirnya sejenak, lalu katanya, "Menurut dugaanku enam belas jurus ilmu pedang yang diwariskan Hoa tayhiap kepadamu itu. Pastilah serangkaian ilmu silat yang maha sakti dan maha dahsyat, mungkin usiamu masih terlalu muda dan pengalamanmu masih amat cetek hingga inti sari dibalik kepandaian itu belum berhasil kau pahami ..." Mula2 Hoa Thian-hong melengak, kemudian pikirnya, "Perkataan ini sedikitpun tidak salah, sewaktu ayah mewariskan kepandaian tersebut kepadaku, beliau pernah berpesan pedang ada manusia hidup, pedang musnah orang mati!" Berpikir sampai disini ia merasa amat murung dan kesal, dalam hati pemuda inipun mengambil keputusan untuk berangkat ke markas besar perkumpulan Sin-kiepang guna minta kembali pedang bajanya bila saatnya telah tiba Selesai bersantap karena terlalu lelah maka sesudah bercakap2 sebentar Hoa Thian-hong naik ke atas pembaringan dan beristirahat sedangkan Ciong Lian-khek sambil membawa Chin Giok-liong kembali ke kamar sebelah, selama bercakap2 tadi meski ia tidak tunjukkan sikap yang hangat tapi jelas terlihat bahwa la amat menyayangi si anak muda itu, Tidur Hoa Thian-hong kali ini benar-benar amat nyenyak, ketika ia mendusin, hari sudah gelap. tampaklah suasana dalam kamarnya sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, ia segera bangun dan berpakaian lalu menuju ke kamar sebelah, Di bawah sorot lampu tampaklah dalam kamar Ciong Lian-khek terdapat tiga orang tamu, kecuali Chin Giokliong dua orang tamu yang lain adalah Si utusan pencabut nyawa Ma Ching-san serta si pelindung hukum dan perkumpulan Sin-kie-pang, Tang Hiong-sim. Ketika melihat Hoa Thian-hong melangkah masuk ke dalam kamar. Ma Ching-san serta Tang Hiong-sim segera bangkit berdiri dan maju memberi hormat, sapa mereka sambil tertawa, "Oooh! Kongcu telah mendusin, aku...." Mendengar sebutan mereka berdua terhadap dirinya telah berubah. diam-diam Hoa Thian-hong menaruh curiga, cepat tukasnya, "Aaah, aku tak tahu kalau kalian berdua akan berkunjung kemari. bilamana kalian harus menunggu lama harap suka dimaafkan." Si utusan pencabut nyawa Ma Ching-san dari perkumpulan Thong-thian-kauw segera tertawa. katanya, "Pertempuran yang terjadi antara Hoa kongcu melawan Cu Goan-khek dari perkumpulan Hong-im-hwie hari ini telah menggemparkan seluruh kota Cho Chiu, segenap anggota perkumpulan kami dari atas sampai bawah tak ada yang tidak merasa kagum, Untuk kehebatan kongcu sengaja Giok Teng Hujien telah menyiapkan perjamuan untuk merayakan kemenangan itu, harap Hoa kongcu sudi untuk menghadirinya." "Ngomong terus tiada hentinya, jadi dia ada maksud mengundang aku pergi makan" pikir Hoa Thian-hong dalam hati. Sambil tertawa segera tukasnya. "Harap Maheng tunggu sebentar, aku segera berangkat mengikuti dirimu!...." bicara sampai disini ia lantas berpaling ke samping. "Kedatangan Tang-heng kesini apakah membawa tugas dari perkumpulan?" Tang Hiong-sim tertawa terbahak-bahak, sekilas cahaya merah melintas di atas wajahnya, ia melangkah maju ke depan dan ambil keluar sepucuk surat dari sakunya lalu diangsurkan ke depan. "Hoa Thian-hong menerima surat itu dan membaca isinya, ternyata ditulisan tangan dari Pek Kun-gie. terbacalah isi surat itu berbunyi demikian, "Aku telah tiba di kota Cho-Chiu, harap datang untuk berjumpa" Terdengar Tang Hiong-sim berkata, "Nona kami mendengar bahwa setiap hari Hoa kongcu harus melakukan 'Lari Racun' dalam hati merasa amat kuatir. oleh sebab itu ia berharap bisa cepat-cepat berjumpa muka dengan kongcu." Diam-diam Hoa Thian-hong tertawa dingin, pikirnya, "Hmmm! Seandainya tempo dulu aku mati sekarat ditepi sungai Huang-hoo, masing-masing pihak tentu tidak akan saling kuatir dan saling mengagumi...." Berpikir demikian tanpa terasa ia terkenang kembali akan Chin Wan-hong, cinta kasihnya yang suci dan murni terasa amat merasuk ke dalam hatinya, ia berharap bisa cepat-cepat berjumpa lagi dengan gadis itu. Terkenang akan adiknya pemuda itu segera teringat pula akan kakaknya. ia berjalan menghampiri Chin Giokliong lalu menyapa dengan suara lembut, "Saudara Giok Liong, masih ingatkah dengan siauwte?" Chin Giok-liong angkat kepalanya dan menatap wajah pemuda itu beberapa saat lama tapi ia tetap bimbang dan kebingungan. jelas terhadap diri Hoa Thian-hong ia merasa tak pernah kenal. Ciong Lian-khek yang berada disisinya segera menimbrung, "Ia sudah dicekoki obat pemabok dari Jien Hian, kejadian yang lampau sudah terhapus sama sekali dari benaknya. untung selembar wajahnya masih bisa dipertahankan. lain kali kita bisa berusaha secara perlahan-lahan untuk menyembuhkan penyakitnya itu, aku percaya suatu saat dia akan pulih kembali seperti sedia kala." Hoa Thian-hong menghela napas panjang, kembali ia berpaling ke arah Tang Hiong-sim dan berkata, "Tang heng, merepotkan dirimu suka memberi kabar kepada nona Pek bahwa besok akan menyambut kedatangannya di rumah makan Kie Eng Leo!" Mendengar perkataan itu, Tang Hiong-sim melirik sekejap ke arah Utusan pencabut nyawa Ma Ching-san kemudian mohon diri dan berlalu. Ma Ching-san sendiri berdiri sambil tersenyum dikulum, rupanya ia merasa amat bangga dengan keputusan itu. Sementara itu Hoa Thian-hong telah menoleh ke arah Ciong Lian-khek sambil berkata, "Aku pikir mumpung tak ada urusan maka boanpwee ingin pergi mengunjungi kuil It Goan-Koan, aku ingin lihat manusia macam apa saja yang tergabung di dalam sekte agama Thong-thiankauw!" "Pergi berkunjung sih tak mengapa, cuma kau musti perhatikan permainan setan yang mereka siapkan" ujar si jago bercambang memperingatkan. Utusan pencabut nyawa Ma Ching-san yang mendengar ucapan itu, sepasang matanya kontan melotot. "Sahabat, kalau berbicara aku minta kau sedikitlah tahu diri....." "Siapa yang sudi jadi sahabatmu?" hardik Ciong Liankhek dengan mata mendelik, Kenapa musti tahu diri terhadap dirimu?" Air muka Utusan pencabut nyawa Ma Ching-san berubah hebat, tapi dengan cepat pulih kembali seperti sedia kala, ujarnya hambar, "Memandang di atas wajah Hoa kongcu aku orang she-Ma tak ingin ribut-ribut dengan dirimu." Habis berkata ia putar badan dan berlalu dari ruang kamar. Diam-diam Hoa Thian-hong merasa geli setelah berpamitan dengan jago bercambang ia keluar dari rumah penginapan, disitu tampaklah Ma Ching-san dengan menuntun dua ekor kuda jempolan sedang menunggu diluar pintu, Hoa Thian-hong sambut tali les dan berangkatlah mereka berdua menuju ke arah kuil Itgoankoan. Kantor cabang dari sekte agama Thong-thian-kauw ini terletak di sudut kota sebelah timur. banyak sekali jemaah yang bersembahyang disitu, tapi bagi mereka hanya boleh mengunjungi batas ruang depan saja, ruang berikutnya merupakan daerah terlarang bagi kaum awam. Mengikuti di belakang Ma Ching-san, secara beruntun Hoa Thian-hong melewati beberapa buah ruang besar dan tibalah di depan sebuah bangunan loteng yang tinggi. Suasana di depan loteng sunyi senyap. tak kedengaran sedikit suarapun, delapan orang bocah imam berbaju hijau dengan pedang pendek tersoren di punggung berjaga-jaga di depan pintu. Sambil menggandeng tangan Hoa Thian-hong berjalan masuk ke dalam loteng itu. Pikirnya, "Ditinjau dari sikap Ma Ching-san rupanya ia merasa agak tegang untuk memasuki tempat ini, dari wajahnya yang serius jelas loteng ini merupakan tempat penting disini. Diam-diam ia perhatikan suasana di sekitar sana tampaklah olehnya pada setiap saat bangunan loteng itu dijaga ketat oleh para penjaga pada tingkat yang paling bawah dijaga oleh delapan orang imam kecil berbaju hijau, pada tingkat kedua dijaga oleh delapan orang toosu muda sedang pada tingkat ketiga dijaga delapan orang pria berbaju hitam, berkerudung hitam dan berbadan kekar. Menanti ia sudah tiba di loteng tingkat keempat, tampaklah di bawah cahaya lampu yang berkilauan sebuah meja perjamuan telah disiapkan, Giok Teng Hujien dengan sanggul yang tinggi dan dandanan yang agung duduk di meja utama. Soat-jie si rase salju berada dalam bokongannya. Seorang gadis berbaju ungu yang cantik jelita berdiri di belakang tubuhnya, sementara dua orang toosu tua duduk pada kursi samping, delapan orang gadis cantik dan beberapa orang imam kecil berdiri disekeli1ing sana. Begitu melihat kehadiran Hoa Thian-hong di atas loteng, Giok Teng Hujien segera bangkit dari tempat duduknya dan maju menyambut dengan senyum dikulum. "Lama benar nih!" serunya, "Aku mengira kau sangat marahnya dan minta dijemput oleh aku sendiri!" Hoa Thian-hong tersenyum, sesudah menjura dia alihkan sorot matanya melirik sekejap ke arah dua orang toosu tua yang ikut bangkit dan tempat duduknya itu. "Siapakah sebutan dari tootiang berdua" Cici kau harus perkenalkan dulu kepadaku!" serunya. Giok Teng Hujien tersenyum. "Ayoh duduk dulu, soal Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo itu kita bicarakan nanti saja!" ia tarik tangan pemuda itu dan membimbingnya menuju ke meja perjamuan. Setelah ambil tempat duduk, Giok Teng Hujien baru menoleh ke arah kedua orang toosu tua itu sambil berkata, "Dialah Hoa kongcu! Kegemilangan serta kecemerlangan nama keluarganya tak perlu dibicarakan lagi kalian musti sudah kenal bukan" pemuda gagah semacam ini harus dihormati harap kalian berdua suka memberi hormat lebih dahulu." Kedua orang toosu tua itu tak berani membantah, mereka segera bangkit berdiri sambil memberi hormat. "Selamat bertemu!" serunya hampir berbareng, Giok Teng Hujien tuding seorang toosu tua di sudut paling muka, katanya, "Dia adalah Ngo Ing-Cinjin, sekarang menjabat sebagai ketua dari kuil It-goan-koan "Selamat berjumpa!" seru Hoa Thian-hong sambil menjura. Dia angkat kepala dan perhatikan toosu itu, tampaklah usia dari Ngo Ing Cinjin kurang lebih lima enam puluh tahunan, jenggot putih terurai sepanjang dada, jubah kuningnya yang lebar bersulamkan sebuah lukisan Patkwa dari benang emas, sebilah pedang berbentuk aneh tersoren di atas bahunya dilihat gerak-geriknya ia nampak gagah dan menyeramkan Sementara itu Giok Teng Hujien telah menuding toosu kedua, ujarnya kembali, "Yang itu adalah Cing-st-cu, jabatannya adalah ketua dari ruangan ini," ia merandek sejenak lalu sambil tertawa terusnya, "Perkumpulan kami semuanya dibagi jadi tiga sektor atas, tiga sektor tengah dan tiga sektor bawah, kekuasaan kesembilan sektor itu terletak pada sembilan buah kuil, yaitu Sang-goan-koan, Tiong-goan-koan serta He-goan-koan. Kuil It-goan-koan langsung dibawahi oleh ketua kami dan terlepas dari pengawasan sektor2 tersebut. Apabila kau memandang kedudukan Cing-Si-Cu seimbang dengan kedudukan ketua kantor cabang seperti pada perkumpulan lain, maka dugaanmu itu keliru besar" "Haah.... haaah...... haaaah..... aku mana berani" sahut Hoa Thian-hong sambil tertawa, "Terhadap orang yang bisa duduk sederajat dengan cici, tentu saja aku tak berani bersikap kurang ajar" Diluaran ia berkata begitu, sementara dalam hati pikirnya, "Entah selain sang ketua serta sembilan orang penjabat kuil apakah masih terdapat kekuasaan yang lain" Apa pula jabatan cici di dalam sekte agama Thongthiankauw ini" Mendadak terdengar Cing Si Cu berkata sambil tertawa, "Dalam pertempuran yang terjadi hari ini Cu Goan-khek kehilangan pamor dan namanya jatuh, pengaruh perkumpulan Hong-im-hwie pun terpukul hebat. sejak kini pandangan sahabat kangouw dalam dunia persilatan terhadap diri Hoa Kongcu tentu akan berubah seratus delapan puluh derajat" Ia angkat cawan araknya dan menambahkan sambil tertawa, "Aku sebagai tuan rumah tempat ini, dengan menyender di atas kecemerlangan hujien ingin menghormati Hoa kongcu dengan secawan arak, anggap saja penghormatan ini sebagai pengutaraan rasa kagum kami terhadap dirimu!...." Hoa Thian-hong tersenyum, "Tengah hari tadi kebetulan saja racun keji yang bersarang dalam tubuhku sedang kumat sehingga aku bertempur dalam keadaan setengah tak sadar, seandainya kejadian itu berlangsung di saat2 biasa, aku bukan tandingan dari Cu Goan-khek" Diapun angkat cawan araknya dan meneguk habis isinya Selama ini gadis berbaju hijau itu sambil membawa sebuah poci arak berdiam di belakang Hoa Thian-hong, melihat cawannya telah mengering buru-buru ia penuhi kembali cawan tersebut dengan arak. Merasa hanya dia seorang yang dilayani Hoa Thianhong curiga. ia segera angkat kepala dan memandang sekejap ke arah gadis itu. Rupanya Giok Teng Hujien mengerti apa yang sedang dipikirkan pemuda itu, sambil tertawa segera ujarnya, "Dia bernama Pui Che-giok seorang dayang kepercayaanku, ketika berada di tepi sungai Huang-ho malam itu, bukankah kau sudah pernah bertemu dengan dirinya!" Hoa Thian-hong mengangguk, sementara dalam hati pikirnya, "Perempuan yang membunuh mati Jin Bong juga mengaku bernama Pui Che-giok, entah saat ini bersembunyi dimana?" Berpikir sampai disitu segera ujarnya, "Kasus pembunuhan terhadap Jin Bong rupanya sudah buyar bagaikan awan di udara, apakah Jin Han telah berhasil menemukan pembunuhnya dan berhasil membunuh orang itu untuk membalas dendam atas sakit hatinya?" "Aaaah masa urusan bisa beres dengan begitu gampang?" sahut Giok Teng Hujien sambil tertawa, "Dewasa int memang keadaannya kendor diluar tegang di dalam sepintas lalu suasana terasa tenang tak berombak padahal sedari dulu Jin Hian telah meninggalkan propinsi San-Say dan melakukan penyelidikan secara diam-diam untuk membekuk gadis yang mengaku bernama Pui Che-giok itu." "Aku lihat nasib perkumpulan Hong-im-hwie di tahun ini kurang begitu mujur" tiba-tiba Ngo Ing Cinjin menyela, "Loo-toa kehilangan putra kesayangannya, Loosam terpenggal lengannya dan ini hari Siang Hauw modar secara konyol aku pikir makhluk2 ganas yang selama ini tak pernah mencampuri urusan dunia, sebentar lagi pasti akan bermunculan kembali" Hoa Thian-hong kerutkan sepasang alisnya ketika mendengar perkataan itu pikirnya, "Ngo Ing Cinjin adalah ketua sektor atas dari sekte agama Thong-thian-kauw, ia sebut orang-orang itu sebagai makhluk ganas, kemungkinan besar mereka memang merupakan manusia yang amat lihay!" "Aaah....! Itu sih belum tentu benar" ujar Giok Teng Hujien sambil tertawa, "aku rasa urusan yang berkembang dewasa ini masih belum sampai menyangkut pokok kekuatan dari perkumpulan Hong-imhwie seperti Yan-san It-koay, Liong-bun Siang-Sat sekalian hingga kini belum pernah munculkan diri, Tetapi, seandainya Jin Hian temui kesialan lagi maka pada saat itulah si nenek buta itu mungkin akan muncul kembali di dalam dunia persilatan" "Aku benar-benar sangat bodoh" pikir Hoa Thian-hong dalam hati," seandainya perkumpulan Hong-im-hwie tidak memiliki kekuatan besar yang menunjang di belakang mereka sedari dulu pihak Thong-thian-kauw serta Sin-kie-pang pasti sudah membagi wilayah utara jadi dua bagian!" Terdengar Ngo Ing Cinjin berkata lagi, "Selama tiga kekuasaan merajai dunia, aku pikir dunia persilatan tak akan aman dan tenteram. Terutama sekali kaum pedagang, pelancong serta rakyat jelata, beban hidup mereka kian lama kian bertambah berat. Hoa kongcu! Kau adalah seorang pendekar muda yang berjiwa besar, apa pendapatmu mengenai situasi tersebut?" "Aaah... Kiranya pihak Thong-thian-kauw memang ada maksud meluaskan daerah kekuasaannya, entah dengan cara apa mereka hendak mewujudkan ciia-citanya itu?" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati. Berpikir demikian sambil tersenyum ia lantas menjawab, "Aku masih muda, pengetahuanku amat cetek dan ilmu silatku amat rendah. Terhadap urusan dunia persilatan yang begitu meluas, aku tak berani sembarangan memberi komentar" Habis berkata dia alihkan sorot matanya ke arah Giok Teng Hujien. Tampak perempuan itu tertawa manis, kepada Ngo Ing Cinjin segera ujarnya, "Saudaraku ini memang masih amat muda, pengetahuannya cetek sekali sedang ilmu silat yang dimiliki tak bisa dikatakan rendah, namun kalau dibandingkan dengan puncak kesempurnaan memang masih terpaut jauh sekali, cuma saja, ia tak doyan yang keras ataupun yang lunak, perkataan siapapun tak sudi didengar, siapa berani menyatroni dirinya maka dia akan hadapi orang itu habis-habisan" Ngo Ing Cinjin segera tertawa lantang. "Haaah.... Haaah.... Haaah saudara Hoa!" serunya, "Sepanjang hidupnya Giok Teng Hujien selalu memandang tinggi dirinya, menurut apa yang kuketahui belum pernah ada orang yang peroleh perbatian serta kasih sayang dari dirinya" "Cinjin, jangan kau teruskan perkataan itu," tukas Giok Teng Hujien sambil goyangkan tangannya berulang kali, "Dia tak sudi menerima kebaikanku, akupun tak mau terlalu banyak tersiksa olehnya,' "Cici, kapan sih aku menyiksa diri cici?" ujar Hoa Thian-hong sambil tertawa. "Ayoh, kau harus dihukum dengan tiga cawan arak!" Selesai bicara dia angkat Cawan dan teguk isinya sampai ludas Mendadak ia merasakan sesuatu yang aneh, ketika arak tadi mengalir masuk lewat tenggorokannya segera timbullah rasa kaku dan pedas yang amat tak enak dirasakan, sepasang alisnya kontan berkerut. Pikirnya, "Kiu-tok Sianci pernah berkata kepadaku, teratai racun empedu api adalah raja dari segala macam racun, selama racun teratai masih mengeram dalam tubuhku maka aku tak akan mempan terhadap racun keji macam apapun juga seandainya bertemu dengan obat racun yang tak berwujud ataupun berwarna, dalam lidahku malah akan terasa suatu perasaan yang aneh jangan dalam arak tersebut mengandung racunnya"...." Dalam pada itu ketika Giok Teng Hujien menyaksikan air mukanya menunjukkan suatu perubahan yang sangat aneh, sambil tertawa segera tegurnya, "Kenapa" wajahmu tampak murung dan tidak senang hati, apakah kau salahkan perkataan cici yang kurang sedap didengar" oooOooo Hoa Thian-hong kontan tertawa dingin. "Ucapan cici indah didengar, siapa yang bilang kalau kau Sudan salah bicara" Cuma lambung siauwte rada tidak cocok dengan arak yang mengandung racun, harap cici suka memakluminya." Air muka Giok Teng seketika berubah jadi pucat pias, ia rebut cawan arak itu dari hadapan Hoa Thian-hong lalu diperiksa di bawah sorot cahaya lampu, sesaat kemudian perempuan itu menoleh ke arah Pui Che-giok dan melotot bulat-bulat. Pui Che-giok yang dipelototi jadi ketakutan setengah mati, ia segera jatuhkan diri berlutut di atas tanah sambil rengeknya, "Budak......." Nafsu membunuh berkelebat memenuhi biji mata Giok Teng Hujien yang indah, mendadak sambil gertak gigi dia ayun telapaknya menghajar ubun-ubun orang. Disaat yang kritis Hoa Thian-hong ayun tangannya mencengkeram pergelangan Giok Teng Hujien, katanya sambil tertawa, "Aduuuh.... cuma urusan kecil saja, masa cici benar-benar akan bunuh orang untuk melenyapkan bukti?" Giok Teng Hujien jadi semakin gusar. "Kurang ajar kau memang manusia yang tak berperasaan!" Melihat perempuan itu mengucurkan air matanya dengan badan gemetar keras saking jengkelnya, dalam hati Hoa Thian-hong segera berpikir, "Kalau dibilang dia ada maksud mencelakai diriku, kenapa ia menjadi mendongkol hingga menangis" Kalau dibilang tak sengaja, kejadian ini amat tak masuk diakal..." Ngo Ing Cinjin serta Cing Si-cu saling berpandangan dengan wajah kebingungan dan tak habis mengerti, agaknya kedua orang toosu itupun tak tahu duduknya perkara. Giok Teng Hujien meronta berusaha keras melepaskan diri dari cekalan orang, namun tak berhasil. Tiba serunya kepada Pui Che-giok dengan nada gemas, "Tak ada gunanya membicarakan soal ini kuampuni selembar jiwamu tapi kau harus kutungi sepasang lenganmu itu" "Budak tahu salah, terima kasih atas kebaikan nyonya tidak membinasakan diriku," sahut Pui Che-giok dengan air mata berlinang. Ia letakkan poci arak di atas meja, lalu dari sakunya cabut keluar sebilah pisau belati yang langsung ditebaskan ke arah pergelangan tangan kirinya. Dengan ketajaman mata Hoa Thian-hong sekilas memandang ia telah mengetahui bahwa pisau belati dalam cekalan Pui Che-giok adalah sebilah senjata mustika, bukan begitu saja bahkan senjata itu terasa sangat dikenal olehnya, seakan-akan ia pernah melihat benda itu disuatu waktu. Satu ingatan berkelebat dengan cepat di dalam benaknya ia segera menghardik, "Tahan!" Laksana kilat ia ulurkan tangannya merampas pisau belati itu dari tangan orang. Oleh peristiwa ini rupanya Giok Teng Hujien merasa kheki bercampur mendongkol dengan gemas teriaknya, "Eeei...,sebetulnya apa maumu" Apakah kau ingin melihat aku mati bunuh diri untuk membuktikan kesucianku?" Hoa Thian-hong segera tersenyum. "Aku tak pernah menyalahkan diri cici" Kenapa cici musti marah2?" Sorot matanya melirik kembali ke arah pisau belati itu, mendadak ia teringat kembali akan peristiwa yang terjadi dalam perkampungan Liok Soat Sanceng, di masa itu perempuan genit yang mengaku bernama Pui Che-giok pernah menggunakan pisau semacam ini untuk membunuh Jin Bong. Dalam hati segera pikirnya, "Kejadian ini benar-benar aneh, Pui Che-giok yang berada di depan mata saat ini Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo jelas bukanlah Pui Che-giok yang telah membunuh Jin Bong serta mencuri pedang emas, tetapi mengapa pisau belati tersebut bisa muncul dari sakunya"...." Ingatan tersebut dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, ia ada maksud menjajal kepandaian silat yang di miliki Pui Che-giok tetapi berada di hadapan orang banyak pemuda itu merasa tidak leluasa baginya untuk turun tangan. Mendadak terdengar Pui Che-giok merengek, "Nyonya pernah berkata bahwa kongcu-ya tidak mempan terhadap obat racun macam apapun, budak tidak percaya perkataan itu maka dalam sangsinya....." "Mau menjajal sih tak jadi soal" sambung Hoa Thianhong sambil tertawa nyaring. "Cuma rasanya berbeda jauh, kalau tidak setelah masuk ke dalam perutku bisa jadi aku akan muntah2" Berbicara sampai disitu ia kembalikan pisau belati tadi kepadanya. lalu sambil mengambil poci arak dan membuka tutupnya ia berkata lagi sambil tertawa, "Aku akan mohonkan ampun baginya, tentu cici suka mengabulkan bukan"...." Agaknya Giok Teng Hujien sangat menurut terhadap pemuda ini, mendengar ucapan tersebut segera ujarnya kepada Pui Che-giok dengan suara dingin, "Ayoh cepat ucapkan banyak terima kasih kepada Kongcu-ya, kalau sampai menggusarkan hatinya... Hmm! Jangan salahkan kalau aku bsnar2 akan membinasakan dirimu." Buru-buru Pui Che-giok jatuhkan diri berlutut di hadapan si anak muda itu, sambil angguk2kan kepalanya ia berseru, "Terima kasih buat kebaikan kongcu-ya!" "Sudah...sudahlah..." ujar Hoa Thian-hong sambil tertawa. Beberapa saat lamanya dia awasi cawan arak sendiri namun tiada pertanda apapun yang menunjukkan suatu keanehan. Sementara pelayannya telah hidangkan kembali arak baru, pemuda itu segera mencicipinya, terasa arak yang diteguk wangi dan enak dirasakan, sedikitpun tiada tanda kaku arau pedas lagi. Terdengar Giok Teng Hujien berseru manja, "Orang bodoh, penyakitnya tidak terletak di dalam poci arak itu" "Bagaimana sih caranya melepaskan serbuk racun tersebut" Apa aku boleh lihat?" Merah jengah selembar wajah Pui Che-giok, ia tuang kembali arak dalam poci itu ke dalam cawan Hoa Thianhong yang awasi terus sepasang tangannya segera menemukan bahwa jari tangan kiri gadis itu mengetuk di ujung cawan, tanpa terasa pemuda itu tertawa tergelak. "Haaah... haaah....haaah.... kiranya penyakit itu letaknya di ujung jari!" Sehabis berkata cawan arak tadi disambar dan segera dituang ke dalam mulutnya. Giok Teng Hujien yang melihat kejadian itu jadi kaget, ia rampas cawan itu dari tangan orang lalu ditumpah ke atas lantai, serunya, "Andaikata aku hendak mencelakai selembar jiwamu, buat apa kugunakan obat beracun?" "Yang budak gunakan bukan racun!" sola Pui Chegiok. Merah jengah selembar wajah gadis she-Pui itu, untuk sesaat ia jadi tergagap, "Anu....anu...." Cing Si-cu yang selama ini membungkam segera tertawa terbahak bahak. "Haah.... haaah.... haaaah... saudara Hoa tak usah banyak curiga, hujien sangat menyayangi dirimu bagaikan menyayangi diri sendiri, masa Che-giok berani mencelakai jiwamu?" Hoa Thian-hong segera tersenyum. "Aaaah, kalau begitu pastilah obat pemabok yang dipakai, eemh aku memang kepingin tidur pulas....." Ia bopong Soat-ji si rase salju itu, tambahnya sambil tertawa, "Sungguh lihay kepandaian yang dimiliki makhluk cilik ini, jago kangouw kelas menengah belum tentu bisa menandingi kelihayannya" "Sayang kau tak mampu untuk memelihara dirinya," kata Giok Teng Hujien sambil tersenyum, "Kalau tidak binatang tersebut pasti sudah kuhadiahkan kepadamu!" "Seorang lelaki sejati tak akan sudi merampas barang kesenangan orang sekalipun aku mampu untuk memeliharanya juga tak mau kuterima," sorot matanya dialihkan kepada Ngo Ing Cinjin, lalu tambahnya. "Cinjin adalah ketua dari sektor atas, jauh-jauh datang ke kota Cho Ciu, pasti ada urusan yang hendak diselesaikan bukan?" Sambil mengelus jenggot Ngo Ing Cinjin tertawa, "Dalam kolong langit dewasa ini hanya saudara Hoa seorang yang pernah menyaksikan sendiri wajah pembunuh dari Jin Bong, setelah tempo hari Saudara Hoa dipaksa bunuh diri dengan menelan teratai racun empedu api, Jin Hian mengira saudara Hoa pasti mati dan jejaknya akan putus, sekalipun sudah melakukan penyelidikan selama banyak hari hasilnya tetap nihil. Kini setelah ia mengetahui kalau saudara Hoa berhasil lolos dari kematian ia tentu akan datang ke kota Chu Ciu serta turun tangan terhadap dirimu....." Hoa Thian-hong mengangguk. "Dugaan Cinjin sangat tepat dan perkataanmu masuk diakat, tetapi numpang tanya, apakah kedatangan Cinjin kemari memang ada hubungannya dengan kejadian ini?" "Jin Hian cuma mempunyai seorang putera tunggal, kematiannya merupakan suatu kejadian yang amat iuar biasa, seandainya pembunuh Jin Bong bukan termasuk diantara anggota perkumpulan Sin-kie-pang, atau Thongthiankauw mungkin urusannya masih mendingan, tetapi kalau termasuk sebagai anggota salah satu diantara dua perkumpulan ini maka jelaslah sudah dunia persilatan bakal dilanda badai dahsyat yang mengerikan, pertarungan total antara dua perkumpulan besar atau mungkin juga melibatkan pertarungan diantara tiga perkumpulan besar jelas sudah pasti bakal terjadi!" "Bukan saja sekte agama Thong-thian-kauw telah menaruh perhatian terhadap kejadian ini, sekalipun perkumpulan Sin-kie-pang secara diam-diam juga pusatkan perhatiannya kemari," kata Giok Teng Hujien sambil tertawa. "Dewasa ini perhatian semua orang telah tertuju ke tubuhmu, setiap perkataan serta tindak tandukmu sangat mempengaruhi perkembangan dari peristiwa itu. " "Bicara tanpa bukti apa gunanya" Masa Jin Hian suka mempercayai setiap patah kata yang kuucapkan?" "Tentu saja," sahut Ngo Ing Cinjin. "Meskipun hanya sepatah kata namun hal itu harus dilihat du!u bagaimana caranya menyampaikan kata-kata tadi, saudara Hoa mempunyai peluang yang amat besar untuk memutar balikkan duduk perkara yang sebenarnya" "Kalau didengar dari ucapannya barusan, rupanya ia ingin aku putar balik dan kejadian dan menimpakan semua kesalahan pada tubuh perkumpulan Sin-kiepang...." pikir Hoa Thian-hong dalam hati, "Ehmmm...Pui Che-giok gadungan itu mempunyai raut wajah yang rada mirip dengan Pek Kun-gie. kejadian ini memang sangat mencurigakan." Sementara itu Cing Si-cu telah berkata, "Saudara Hoa, betulkah satu jurus ilmu pukulan yang kau miliki itu adalah warisan dari Ciu It-bong?" Sambil tertawa Hoa Thian-hong mengangguk. "Betul, saat ini Ciu It-bong masih terkurung di tengah markas besar perkumpulan Sin-kie-pang, ilmu pukulan 'Kun-Su-Ci Tau' tersebut memang berhasil kupinjam dari dirinya" "Pinjam" Bagaimana caranya meminjam?" tanya Giok Teng Hujien tercengang. "Dia ingin aku gunakan ilmu pukulan itu membinasakan Pek Kun-gie bila urusan telah selesai maka aku harus kutungi lengan kiriku sebagai tanda mengembalikan jurus pukulan itu kepadanya. Yaaah..... memang orang itu rada aneh, dalam hati kecilnya dia ingin sekali meminjam tenagaku untuk membunuh Pek Kun-gie, tapi ingin pula menggunakan kekuatanku untuk mencari jejak pedang emas dan membantu dirinya lolos dari kurungan. aku jadi tak habis mengerti apa yang musti kukerjakan baginya" "Heeeh,.... heeeh.... heeeeh.......sungguh gegabah dan omong kosong!" seru Giok Teng Hujien sambil tertawa dingin, "membunuh Pek Kun-gie masih boleh saja dilakukan, kutungi lengan kiri sendiri untuk mengembalikan ilmu pukulannya peraturan apakah itu?" "Aku pribadi memang ada maksud membantu usahanya untuk menemukan pedang emas itu dan membantu dirinya lolos dari kurungan, akan kuanggap perbuatan ini sebagai balas jasaku terhadap dirinya, sedangkan mengenai ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay pemilik pedang emas itu aku sama sekali tak ada niat untuk mempelajarinya "Oooh... kau sudah mengetahui cerita tentang Siang Tang Lay?" "Itupun aku dengar dari mulut Ciu In Bong." Ngo In Cinjin angkat cawan araknya dan berkata, "Saudara Hoa, mari kita teguk secawan arak aku masih ada beberapa patah perkataan hendak diucapkan kepadamu." Sejak menelan Teratat racun empedu api daya tahan Hoa Thian-hong jauh melebihi orang lain. Terhadap makanan ataupun minuman merangsang macam apapun tiada pengaruhnya sama sekali baginya, semua makanan itu segera lenyap tak berbekas setelah masuk ke dalam lambungnya bagaikan batu tenggelam di dasar samudra, karenanya walaupun sudah bercawan2 arak ia habiskan namun pemuda itu masih tetap segar. "Cinjin, apa yang hendak kau tanyakan?" tanyanya kemudian. "Selama pengaruh Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie masih menguasai kolong langit. anggota mereka tutap melakukan perbuatan-perbuatan bejat yang terkutuk. Mereka sering kali memeras rakyat, membegal pedagang, menodai hukum dan mencelakai orang baik, sungguh jauh berbeda dengan Thong-thian-kauw kami yang khusus melayani para jemaah yang hendak berdoa, kehidupan kami tergantung dari sokongan para penganut agama dan tak pernah melakukan kejahatan di dunia!" "Pinter amat orang ini berbicara," batin Hoa Thianhong, "Sudah terang perkumpulan Thong-thian-kauw adalah aliran sesat tapi ia berani bicara besar dengan membanggakan diri sebagai aliran suci!" Dalam hati berpikir demikian, diluar ia menjawab, "Perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie adalah organisasi yang amat besar dengan akar yang sudah merambat dimana-mana, untuk mengalahkan mereka mungkin saja masih bisa kita lakukan, kalau ingin membasmi mereka keakar2nya., aku pikir itu cuma suatu khayalan kosong belaka!" "Perkataan dari saudara Hoa memang betul Ngo Ing Cinjin mengangguk tanda membenarkan, "tetapi kita toh bisa bertindak dengan gunakan otak" Asal pemimpin2 mereka berhasil dibasmi, apa susahnya untuk membubarkan antek2 mereka?" "Itulah yang ku-idam2kan selama ini," kembali Hoa Thian-hong membatin, "Sayang ilmu silat yang kumiliki tak bisa terlalu dipaksakan, aku harus basmi pemimpin perkumpulan itu dengan cara apa?" Walaupun belum lama pemuda ini terjunkan diri ke dalam dunia persilatan, tapi pengalamannya sudah amat luas, pengetahuannya mengenai kehidupan manusia luas dan terlatih sekali. Saat itu tanpa ia sadari meluncurkan kata-kata dari bibirnya. "Perkumpulan Sin-kie-pang maupun Hong-im-hwie adalah serang naga harimau yang dipenuhi oleh jagojago lihay yang maha dahsyat, sebelum anak buah mereka berhasil dibasmi. mana mungkin kita bisa basmi para pemimpinnya?" "Saudara Hoa bisa mengupas setiap masalah dengan gamblang dan jelas, sungguh membuat aku merasa amat kagum" ia merandek sejenak, lalu sambil menyapu sekejap ke sekeliling perjamuan lanjutnya, "Bicara terus terang saja. selama di kolong langit masih terdapat perkumpulan Sin-kie-pang atau Hong-im-hwie yang pegang kekuasaan maka sekte agama Thong-thian-kauw sulit untuk merentangkan sayapnya memperluas daerah kekuasaannya di kolong langit." "Ooo... jadi kalau begitu kekuatan yang di miliki sekte agama Thong-thian-kauw saat ini lebih kalau digunakan untuk menandingi salah satu diantara dua kekuatan itu, dan lemah bila harus menandingi kedua kedua kekuatan itu sekaligus?" Sambil bertepuk tangan Ngo Ing Cinjin tertawa. "Tepat sekali dugaanmu itu, asalkan diantara Sin-kiepang serta Hong-im-hwie terjadi perselisihan sehingga kekuatan mereka saling bentrok satu sama lainnya maka Thong-thian-kauw akan peroleh kesempatan untuk berkembang dan menunggu saat yang baik untuk membasmi lawan-lawannya" "Tekebur amat ucapan itu!" batin, Hoa Thian-hong dalam hati, "Jago-jago lihay yang terdapat dalam tubuh Sin-kie-pang maupun Hong-im-hwie banyak laksana awan di angkasa, berapa besar sih kekuatan dalam tubuh Thong-thian-kauw sehingga berani punya angan-angan yang begitu muluk?" Tiba-tiba terdengar Cing Si-cu berkata, "Saudara Hoa, mumpung usiamu masih muda dan tenagamu masih segar, inilah kesempatan bagimu untuk muncul dalam dunia persilatan dan menjagoi kolong langit. asal kau sukses dan luar biasa maka tidak sulit bagimu untuk menggantikan kedudukan Hoa tayhiap tempo du!u, namamu tersohor dimana mana dan kehebatanmu Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo disegani setiap orang" Hoa Thian-hong tertawa hambar ia tidak menanggapi perkataan itu sebaliknya alihkan sorot matanya ke arah Giok Teng Hujien, seolah olah ia menghadapi suatu persoalan besar yang tak bisa diputusi sendiri dan kini mohon pendapatnya, Terdengar Giok Teng Hujien tertawa ringan dan berkata, "Sering kali aku dengar orang berkata bahwa Pek Kuan Gie berulang kali menghina serta mencerca dirimu Pek Siau-thian pun pernah menancapkan jarum beracun pengunci sukmanya di atas tubuhmu, sebagai seorang lelaki sejati, pria tulen. kalau sakit hati semacam Ini tidak dituntut balas, apa gunanya hidup lebih lanjut di kolong langit?" Ia merendek sejenak, dengan wajah serius terusnya, "Manusia-manusia yang tergabung di dalam perkumpulan Sin-kie-pang maupun Hong-im-hwie. bukanlah termasuk manusia baik-baik bila kau berhasil memancing perpecahan diantara mereka sehingga mengakibatkan terjadinya pertempuran diantara mereka sendiri, itu akan merupakan pahala besar bagimu Dan seandainya pihak Thong-thian-kauw hanya berpelukan tangan menyaksikan hari'mau bertarung kemudian jadi nelayan mujur yang menantikan hasil, apa pula ruginya terhadap dirimu?" Dalam hati kembali Hoa Thian-hong berpikir, "Mereka mengepung diriku dan selalu menasehati diriku untuk memusuhi pihak Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie, bila aku tetap bersikeras menolak kerja sama dengan mereka, orang-orang itu pasti akan berubah sikap dan malahan membenci diriku. Waktu itu musuh akan muncul dari tiga penjuru, sulit bagiku untuk menghadapinya. Bagaimanapun menyanggupi dulu persoalan ini tak ada salahnya, asal tindakanku selanjutnya benar dan tidak keluar dari pikiran sendiri" Setelah memutuskan demikian, ia pura-pura berlagak termenung dan berpikir sejenak kemudian sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya, "Haah.... haaah.... haaah.... rupanya sikap cici selama ini terhadap diriku adalah didasari tujuan ini, kalau siauwte tolak untuk bekerja sama dengan kalian maka tindakanku ini pasti akan dianggap sebagai tak tahu diri....." Sambil tertawa panjang ia memberi hormat kepada semua orang lalu putar badan dan berlalu. "Kau mau apa?" seru Giok Teng Hujien pura-pura marah, "Malam semakin larut dan perutku sudah kenyang oleh arak dan hidangan, siauwte ingin mohon pamit" "Huuh....tak usah mangkel dulu, persoalan pokok toh belum selesai dibicarakan" Hoa Thian-hong tetap menggelengkan kepalanya, dengan wajah serius ia menjawab, "Pembicaraan lebih baik diputus sampai disini dulu, toh masalah ini tidak terlalu penting dan kita tak usah pasang hio, angkat sumpah dan meneguk arak darah" ia menoleh dan menambahkan, "Tootiang berdua aku mobon pamit lebih dulu" Ngo Ing Cinjin serta Cing Si-cu segera bangkit berdiri dan coba menahan, tetapi karena melihat keputusan pemuda itu sudah bulat maka mereka pun mengantar tetamunya turun dari loteng. Setelah keluar dari kuil It-goan-koan, Giok Teng Hujien sambil membopong Soat-ji si rase salju itu jalan bersanding disisi Hoa Thian-hong, katanya sambil tertawa, "Bukankah kau sudah berjanji dengan Pek Kungie untuk berjumpa di rumah makan Kie Ing-Loe" dalam janjimu itu kau hendak berbicara dari hati kehati, ataukah hendak merundingkan soal penggunaau tentara?" "Semuanya bukan, aku cuma ingin mencari tahu kabar berita mengenai seseorang" "Siapa?" tanya Giok Teng Hujien cepat dengan alis berkerut. Sebenarnya Hoa Thian-hong sangat merindukan ibunya, dia hendak selidiki jejaknya dari mulut Pek Kungie, tetapi setelah didesak lebih jauh terpaksa ia berbohong, "Kesadaran Chin Giok-liong terganggu dan tidak waras, aku hendak mencari tahu kabar berita mengenai ayahnya Chin Pek-cuan" Dengan sorot matanya yang tajam Giok Teng Hujien menatap sekejap wajah si anak muda itu, kemudian sambil tertawa serunya, "Makin lama aku semakin merasa bahwa wajahmu yang jujur bukanlah watakmu yang sebenarnya, kau banyak akal dan licik sekali, mulutnya tajam dan pandai berbicara, kau seorang yang lihay" Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, segera ia berkata, "Sudah lama aku tak pernah bertemu dengan Pek Kun-gie, aku mau menyelinap sejenak ke dalam kantor cabang perkumpulan Sin-kie-pang di kota Cho-Ciu. Cici, kalau tak ada urusan bagaimana kalau jagakan keselamatanku diluar?" "Aaah, di tengah malam menyirepi kamar pribadi anak gadis orang, macam apakah perbuatanmu itu"'" "Apa sih salahnya, aku sendiripun sudah kenyang menerima penghinaan2 darinya" "Kalau kau sudah amat rindu kepadanya karena sudah lama tak bertemu, sehingga mau mengintip dirinya sejenak, tentu saja boleh tapi kalau suruh aku menjaga keselamatanmu diluar...... tak usah yaaah!" Hoa Thian-hong tertawa haha hihi, setengah merayu serunya lagi, "Baiklah, kalau begitu biar aku pergi seorang diri, seandainya jejakku ketahuan dan terbunuh, mengingat pada hubungan kita tolong cici suka balaskan dendam bagi kematianku itu." Giok Teng Hujien tertawa cekikikan, sambil berbicara dan melanjutkan perjalanan terasa sampailah mereka di sekitar bangunan kantor cabang perkumpulan Sin-kiepang. Hoa Thian-hong segera enjotkan badannya siap meloncat masuk ke dalam Pekarangan orang, tapi dengan cepat Giok Teng Hujien menarik tangannya sambil berseru, "Eeei....kau benar-benar mau cari garagara?" "Pek Kun-gie adalah gadis yang amat lihay, kalau berada di tengah siang hari bolong sulit bagiku untuk mengorek keterangan dari mulutnya, maka dari itu mumpung ia tak menduga akan kutangkap dulu dirinya, kalau suka mengaku tentu saja lebih baik, kalau ia menolak untuk menjawab.... Hmm Hmm.... sampai darah panasku naik ke otak, sekali tebas kucabut selembar jiwanya!" "Hmm! Masa kau tega?" "Kenapa tidak tega" diantara kami berdua toh tiada perhubungan persahabatan, malahan aku punya dendam terhadap dirinya?" Giok Teng Hujien tertawa cekikikan. "Baiklab aku akan tetap berjaga diluaran sedang kau boleh urusi pekerjaanmu. Tapi kau musti ingat, kalau sikapmu tidak sopan dan menangkap ikan di air keruh aku segera akan lepaskan api untuk membakar habis kantor cabang kota Cho-Ciu ini" Tertegun Hoa Thian-hong mendengar ancaman itu, dalam keadaan terburu ia tak sempat menangkap maksud yang lebih dalam dari ucapan itu, setelah mengepos tenaga tubuhnya segera meloncat masuk ke dalam pekarangan bangunan itu. Tenaga dalamnya sudah peroleh kemajuan yang amat pesat dengan enteng sekali dan tanpa menimbulkan sedikit suarapun tubuhnya sudah melayang turun dibalik tembok pekarangan Hoa Thian-hong sudah agak lama berdiam di kota Cho Ciu ini sekalipun dia belum pernah memasuki bangunan rumah ini tetapi garis besarnya ia sudah mengetahui. Pemuda itu tahu bahwa Pek Kun-gie pasti beristirahat di ruangan dalam, maka sambil merambat disisi tembok tubuhnya segera menyusup ke arah belakang, Penjagaan di dalam kantor Cabang sangat ketat, di bawah setiap lampu lentera tampaklah jago-jago lihay dengan senjata terhunus bersiap siaga dimana mana. Hoa Thian-hong bernyali besar dan berilmu tinggi, ditambah pula pengalamannya yang kian hari kian bertambah, dengan amat mudah sekali si anak muda itu berhasil masuk ke dalam ruang belakang. Pencarian dilakukan di sekitar kamar2 yang dikelilingi kedua bunga indah. sesudah menyelidiki dua buah kamar akhirnya dia berhasil menemukan kamar tidur dari Siau Leng si dayang cilik itu, Sesudah mengamati sejenak suasana di sekitar sana, ia tahu Pek Kun-gie pasti berdiam di dalam kamar serambi sebelah kanan, tubuhnya segara berkelebat mendekati pintu kamar disitu ia tak mendengar sedikit suarapun. Akhirnya setelah sangsi sejenak, ia dorong pintu kamar itu lalu menyelinap masuk ke dalam dan menutup kembali pintu kamar tadi. Di tengah kegelapan, tiba-tiba rasalah segulung desiran angin tajam meluncur datang mengancam pinggangnya. Ditinjau dari desiran angin yang mengancam tiba, Hoa Thian-hong segera kenali sebagai. gerakan tangan Pek Kun-gie, dalam hati ia mengagumi atas kesigapan gadis itu. Telapak kirinya segera diputar membentuk gerakan setengah lingkaran di depan dada, kemudian mengirim satu pukulan k emuka. "Aaah...." terdengar Pek Kun-gie menjerit tertahan. Rupanya dari desiran angin pukulan itu ia berhasil membedakan serangan itu sebagai pukulan tangan kiri, daa diapun segera teringat kembali akan diri Hoa Thianhong. Dalam gugupnya sang telapak segera diayun ke muka menyambut datangnya serangan tersebut. "Blaaam.....!" Pek Kun-gie menjerit tertahan tubuhnya segera terlempar hingga mencelat ke belakang. Ketika masih berada di kota Seng-Ciu tempo dulu, sebuah pukulannya telah merompalkan tiga biji gigi Hoa Thian-hong, peristiwa itu dianggap oleh pemuda tersebut sebagai penghinaan yang paling memalukan selama hidupnya. Karena itu walaupun dalam serangannya barusan ia tiada maksud menghabisi jiwa orang tapi tenaga murni yang digunakan telah mencapai lima bagian, rupanya ia sengaja hendak memberi pelajaran kepadanya. Seperti layang2 yang putus tali tubuh Pek Kun-gie mencelat ke arah belakang, bagaikan bayangan Hoa Thian-hong segera menyusul dari belakangnya, sepasang lengan digerakkan seketika ia berhasil menangkap pergelangan orang. "Bruuuk!" di tengah benturan nyaring tubuh Pek Kungie terbanting di atas pembaringan. Hoa Thian-hong yang takut gadis itu melancarkan serangan balasan segera cekal sepasang lengannya erat". dan ikut jatuhkan diri ke atas pembaringan. Dengan begitu tanpa sadar tubuhnya telah menindih di atas badan gadis itu. Suara langkah kaki yang ramai segera berkumandang diluar ruangan, terdengar seseorang membentak nyaring, "Siauw Leng!" Hoa Thian-hong semakin tak berani lepas tangan, sambil menindih tubuh Pek Kun-gie semakin rapat bisiknya, "Cepat usir pergi orang-orang yang berada diluar kamar, kalau tidak kupatahkan tengkukmu!" Pek Kun-gie berbaring di atas ranjang dengan napas tersengal-sengal, ia marah bercampur mendongkol, giginya saling beradu gemerutukan, saking gemasnya ingin sekali gadis itu menggigit tubuh Hoa Thian-hong. Mendadak.... ia tertegun.... Kiranya ia masih merupakan seorang gadis perawan, berhubung wataknya yang sombong dan tinggi hati, belum pernah ada seorang priapun yang mendapatkan perhatiannya. karena pandangannya yang hambar terhadap hubungan antara muda-mudi inilah selama, hidupnya ia tak pernah bergesekan kulit dengan lawan jenis. Hari ini adalah permulaan bulan enam, udara panas ditambah pula ia baru saja bangun dari tidurnya, karena itu tubuhnya hanya memakai selapis pakaian dalam yang amat tipis. Setelah tubuh Hoa Thian-hong menindih di atas tubuhnya, segulung bau khas lelaki yang amat tebal segera menyerang ke dalam hidungnya. hal ini membuat jantungnya berdebar keras dan pikirannya termangumangu. Dalam pada itu diluar kamar terdengar suara Siauw Leng menyahut, "Apakah Lie-Ngo" Suara apa barusan itu?" "Suara itu berasal dari kamar siocia, cepat kau tengok ke dalam apa yang telah terjadi," kata seorang pria dengan suara berat. Hoa Thian-hong segera mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan itu, bisiknya kesisi telinga Pek Kun-gie, "Cepat usir mereka pergi dari sini, kalau tidak kujagal dirimu terlebih dulu" Terdengar Siauw Leng berjalan mendekat pintu luar lalu menegur, "Nona, apakah kau sudah bangun?" "Usir semua penjaga dan sekitar tempat ini, jangan berbuat kegaduhan yang membisingkan!" teriak Pek Kungie gusar. Siauw Leng mengiakan, suara langkahnya makin menjauh dan sampaikan pesan nonanya tadi kepada para peronda. Sementara itu Pek Kun-gie tidak berbicara lagi, diapun tidak meronta seolah-olah hatinya sudah pasrah dan Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terserah Hoa Thian-hong mau berbuat apa saja terhadap dirinya. Siapa sangka si anak muda itu segera menyadari akan kesilafannya setelah berhasil menenangkan hatinya tibatiba ia merasa bau harum semerbak tersiar di lubang hidungnya tubuh di bawah tindihannya terasa lunak dan halus, begitu kencang tindihannya membuat napas Pek Kun-gie tersengal, dadanya naik turun bergelombang. suara detak jantungnya yang berdebar pun secara lapat lapat kedengaran, Sebagai seorang pemuda jujur yang berhati suci, ia segera menyadari akan perbuatannya itu, seketika cekalan pada tangan kanannya dikendorkan dan jari tanganpun berkelebat menotok jalan darah di atas bahu dara tersebut...... Tenaga lweekang yang dimiliki Pek Kun-gie jauh lebih cetek setingkat kalau dibandingkan dengan Hoa Thianhong, tetapi ilmu silatnya tidak berada di bawah pemuda itu. Di tengah kegelapan tangannya bergerak cepat tahutahu ia malah berhasil mencengkeram pergelangan kanan si anak muda she Hoa itu. Dengan begitu kedua belah pihakpun saling mencekal pergelangan tangan lawannya, diam-diam Hoa ThianTiraikasih Website http://kangzusi.com/ hong merasa jengah sendiri, bisiknya lirih, "Aku ada urusan hendak ditanyakan kepadamu, biarkanlah kutotok sebuah jalan darahmu agar akupun bisa bangun dan duduk" "Tiada perkataan lain yang akan kubicarakan dengan kau, bunuh saja diriku!" teriak Pek Kun-gie dengan gemas. Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Untuk membunuh dirimu sih gampang sekali, Hmm! Sekalipun kau Pek Kungie telah kubunuh, rasa benci dan dendam yang berkecamuk dalam dadaku juga belum bisa buyar" Sambil menggertak gigi Pek Kun-gie membungkam dalam seribu bahasa, ia tidak mengendorkan tangannyapun tidak meronta dengan tenang tubuhnya tetap berbaring di atas pembaringan. Lama kelamaan Hoa Thian-hong jadi serba salah sendiri, pikirnya, "Bagaimana jadinya ini" Kalau begini terus keadaannya hingga diketahui orang lain, bukan saja Pek Kun-gie akan jadi malu dibuatnya, akupun akan dianggap orang sebagai pemuda tengik...." Mendadak dari halaman belakang terdengar seseorang membentak keras, "Ada pencuri... .tangkap.... tangkap! Ada orang melepaskan api!" "Siapa" Berhenti!" seseorang yang lain membentak dengan suara nyaring. JILID 14 : Melawan Kok See Piauw lagi Hoa Thian-hong kenali suara itu sebagai suara dari Oh Sam, ia tahu pastilah Giok Teng Hujien sudah mengacau diluar, hatinya jadi amat gelisah. Pikirnya, "Orang itu tak bisa membedakan yang mana serius yang mana tidak, seharusnya aku tidak ajak dia datang kemari" Berpikir sampai disitu tubuhnya segera meloncat bangun dari atas pembaringan dan sekalian menyeret tubuh Pek Kun-Gie hingga terbangun pula dari atas ranjang, tangan kanannya berputar membetot kembali tangannya, sementara jari tangannya bagaikan tombak menotok ke atas tubuh lawan. Pek Kun-gie ayunkan tangan kirinya berulang kali, di tengah kegelapan kedua orang itu laksana kilat saling menyerang sebanyak tiga jurus. Mendadak terdengar Oh Sam lari menghampiri pintu kamar sambil teriaknya. "Nona, apakah kau berada di dalam kamar?" Hoa Thian-hong semakin gugup, tangan kanannya kembali kena dicengkeram oleh Pek Kun-gie keras-keras. "Aku tidak apa-apa," sahut gadis itu dengan napas tersengal, "Jangan lari kesana kemari bikin berisik saja!" "Nona ada musuh berhasil menyusup kedalam, orang itu melepaskan api dan membuat keonaran, hingga kini orangnya belum tertangkap." "Aku sudah tahu!" Oh Sam mengiakan berulang kali, lewat beberapa saat kemudian ia baru berlalu dari sana. Jelas perubahan yang terjadi di dalam kamar telah diketahui pihak luar, hanya saja sebelum mendapat perintah dari Pek Kun-gie mereka tak berani sembarangan masuk ke dalam untuk melakukan pemeriksaan. Sementara itu Hoa Thian-hong serta Pek Kun-gie masih berdiri saling berhadapan dengan masing-masing pihak mencekat pergelangan lawannya, kedua belah pihak dapat mendengar detak Jantung masing-masing dan saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Begini terus keadaannya bukanlah suatu tindakan yang benar" pikir Hoa Thian-hong dalam hati, "Lebih baik kuajukan pertanyaanku kemudian cepat-cepat tinggalkan tempat ini." Setelah mengambil keputusan, ia segera bertanya dengan suara mendalam, "Dimanakah Chin Pek-cuan?" "Kau toh tidak serahkan orang itu kepadaku, darimana aku bisa tahu"...." "Setengah tahun terakhir apakah ada orang datang ke gunung Tay-pa-san untuk mencari diriku?" "Ada," sahut Pek Kun-Gie setelah tertegun sejenak. Hoa Thian-hong jadi terperanjat, dengan berangasan segera serunya, "Siapa" pria atau perempuan?" "Heeeh... heeeh... tentu saja perempuan!" Hoa Thian semakin gelisah. kelima jarinya semakin kencang mencengkeram pergelangan orang, teriaknya dengan gusar, "Cepat jawab! Siapa yang telah mencari aku?" Seketika Pek Kun-Gie merasakan tulang pergelangannya jadi sakit seperti mau patah, ia menjerit tertahan dan tanpa terasa jatuh terkulai dalam pelukan si anak muda itu, jawabnya lirih, "Chin Wan-hong...." "Chin Wan-hong kenapa?" tanya Hoa Thian-hong tertegun. "Chin Wan-hong datang ke markas mencari dirimu, ia telah kubunuh!" "Kalau dia bilang ibuku mungkin aku masih percaya," batin pemuda tersebut, "kalau bilang cici Wan-hong, sudah terang ia cuma ngaco belo belaka!" Segera tanyanya lebih jauh, "Kecuali dia, apakah masih ada orang yang datang mencari diriku?" "Masih! tiga ekor harimau dari keluarga Tiong pun sudah kubunuh!" "Fuuh! omongan setan yang tak genah.." Pergelangannya segera dibalik melepaskan diri dari dari cekalan orang, kemudian putar badan dan coba menerjang keluar lewat pintu. Pek Kun-Gie jadi kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, tapi ia tak ingin melepaskan dirinya dengan begitu saja di tengah kegelapan tubuhnya segera menerjang ke depan menghadang di depan pintu. "Kau mau apa?" tegur Hoa Thian-hong. Pek Kun-Gie agak tertegun, kemudian jawabnya, "Aku ada perkataan hendak disampaikar, kepadamu!" "Besok tengah hari aku nantikan kedatanganmu di rumah makan Kie Ing Loo, kalau ada urusan kita bicarakan besok saja" Perasaan hati kaum gadis memang paling sukar diraba, Pek Kun-Gie sendiripun tak mengerti apa sebabnya ia jadi begitu, melihat Hoa Thian-hong hendak pergi ia semakin tak rela melepaskannya begitu saja, tapi gadis inipun merasa kehabisan daya untuk menahan dirinya. Dalam keadaan apa boleh buat, segera teriaknya lantang, "Siauw Leng, pasang lampu!" Terdengar dayang cilik itu mengiakan dari luar ruangan, cahaya lampu segera berkilat menerobos masuk lewat celah2 pintu. Dalam pada itu suara pencarian yang berlangsung di tempat luar belum berhenti, setelah Pek Kun-gie buka pintu Siauw Leng sambil membawa lampu lentera berjalan masuk kedalam, sinar matanya berputar menyapu sekejap sekeliling ruangan itu, ketika secara mendadak menjumpai Hoa Thian-hong berada di dalam kamar, sepasang matanya kontan berbelalak lebar, ia tatap pemuda itu tak berkedip. Hoa Thian-hong pada saat ini bukan Hong-po Seng tempo dulu. bukan saja wajahnya tampan dan tubuhnya keren, wajahnya tercemin cahaya yang amat gagah. Kegagahan semacam ini paling gampang melumerkan hati kaum gadis dan paling muda membuat lawan jenisnya jatuh hati kepadanya. Hoa Thian-hong yang diawasi terus, oleh Siauw Leng maupun Pek Kun-gie, lama kelamaan jadi jengah sendiri. Sengaja ia kerenkan wajahnya sambil menegur, "Apa sih yang kau lihat" Aku adalah Hong-po Seng yang tak bakal mati, diluar dugaan kalian semua bukan?" "Aduuuh....!" jerit Siauw Leng sambil menepuk dada sendiri, "Aku kira siapa yang telah bergebrak dengan nona di dalam kamar, rupanya kau...." "Ngaco belo! Ayoh enyah dari sini!" bentak Pek Kungie marah. Siauw Leng tertawa cekikikan, ia letakkan lampu lentera itu di atas meja kemudian putar badan dan mengeloyor pergi. Oh Sam yang ikut menyelinap masuk ke dalam kamar, saat itu ikut melayang keluar pula dari ruangan tersebut. Pek Kun-gie menutup pintu kembali, sambil bersandar di atas pintu ujarnya ketus, "Malam2 buta kau menyusup masuk ke dalam kamar tidurku, sebenarnya apa maksudmu?" Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Aku senang datang segera datang, kau mau apa?" Pek Kun-gie mendengus dingin, bibirnya bergerak seperti mau mengatakan sesuatu tapi akhirnya dibatalkan kembali. Hoa Thian-hong sendiripun merasa tiada perkataan lain yang bisa dibicarakan lagi, setelah berdiri saling berhadapan beberapa saat lamanya pemuda itu segera maju ke depan dengan langkah lebar, katanya, "Aku mau pergi, bila ada urusan kita bicarakan besok pagi saja!" "Siapa yang datang bersamamu?" tegur Pek Kun-Gie sambil tetap menghadang di depan pintu kamar. "Seandainya sekali hantam kulancarkan sebuah pukulan dahsyat, rasaaya tidak sulit untuk membinasakan dirinya, Cuma," pikir si anak muda itu ragu-ragu. Akhirnya ia tak tega dan menjawab dengan suara hambar, "Seorang sahabatku menunggu diluar ia tak enak ikut masuk kesini!" "Hrnmm! Manusia macam apapun kau gauli," sindir Pek Kun-Gie sambil mencibirkan bibirnya. "Makin hari kau semakin cabul, apakah tidak takut menjadi nama baik keluargamu!" Hoa Thian-hong tahu yang dimaksud gadis ini pasti Giok Teng Hujien, dengan alis berkerut ia segera tertawa dingin. "Aku lihat ada baiknya kau kurangi sindiranmu terhadap orang lain, aku orang she Hoa merasa bahwa setiap tindakanku adalah jujur dan terbuka, siapa cabul siapa tidak aku punya pandangan sendiri" "Oooh......! jadi kau anggap aku Pek Kun-Gie adalah seorang perempuan cabul..?" teriak gadis itu dengan wajah berubah. "Aku tak mau perduli perempuan apakah dirimu itu..." mendadak satu ingatan berkelebat pada benaknya, ia segera berpikir, "Buat apa aku bicarakan urusan yang tak berguna dengan dirinya"... Lebih baik membungkam saja...." Terdengar Pek Kun-gie berkata lagi dengan suara dingin, "Jangan kau anggap pihak Thong-thian-kauw benar-benar mampu untuk melindungi keselamatanmu. jika sungguh terjadi bentrokan, siapapun akan berusaha menghabisi jiwamu" "Haaah... haaah.... haaah.... tentang soal itu kau tak usah kuatir, nyawa toh milikku sendiri. Aku jauh lebih jelas menilai diriku sendiri daripada kau! " Mendadak terdengar suara bentakan-bentakan keras berkumandang datang dari tempat kejauhan, sepasang biji mata Hoa Thian-hong segera berputar, katanya sambil tertawa, "Aaaah... mereka sudah mulai bertempur! aku mau tengok kesana!" Dengan tenaga yang besar dia getarkan lengan kirinya sehingga membuat tubuh gadis itu terpental sejauh lima depa, buru-buru pemuda itu membuka pintu kamar dan kabur keluar. Pek Kun-gie merasa gusar bercampur mendongkol. sambil ikut mengejar keluar teriaknya gusar, "Biar siluman rase itu yang datang cari kemari!" Hoa Thian-hong pura-pura tidak mendengar, iapun tak menggubris bagaimana keadaan dari Giok Teng Hujien, bagaikan bintang yang jatuh dari langit tubuhnya segera melayang keluar dari pekarangan dan selalu dari situ. Ketika tiba di pusat kota tiba-tiba dari arah belakang ia dengar ada orang menyusul datang, dengan cepat pemuda itu menoleh. tampak Giok Teng Hujien sambil membopong rase saljunya dengan senyum dikulum sedang menguntil di belakang tubuhnya. Hoa Thian-hong tersenyum. "Cici, di dalam sekte agama Thong-thian-kauw, sebenarnya apa jabatanmu?" "Pengawas dari sepuluh sektor, tidak kecil bukan?" "Benar! pengawas dari sepuluh ketua sektor memang Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo suatu kedudukan yang sangat terhormat, dengan jabatanmu itu pergi mengacau kantor cabang orang, apakah kau tidak malu ditertawakan oleh sesama sahabat kangouw?" "Fuui! bocah kurangajar, kesemuanya ini bukankah gara-gara kau yang bikin onar!" Hoa Thian-hong tertawa nyaring, setibanya di perempatan jalan kedua orang itu berpisah, pemuda itu segera berangkat pulang ke rumah penginapannya. Setibanya di rumah penginapan, Hoa Thian-hong membuka kamar tidur Ciong Lian-khek. Ia lihat jago bercambang itu sedang duduk bersemedi sedang Chin Giok-liong sudah terlelap tidur, maka iapun kembali ke kamarnya sendiri untuk beristirahat. Semalam berlalu dengan secepatnya, hari kedua pagipagi sekali Hoa Thian-hong telah bangun, sebelum ia turun dari pembaringan tiba-tiba Ciong Lian-khek berjalan masuk ke dalam kamar diikuti penerima tamu she-Sun dari perkumpulan Hong-im-hwie serta Ciau Khong ketua kantor cabang kota Cho Ciu. Hoa Thian-hong tahu bahwa urusan pasti luar biasa, buru-buru ia turun dari pembaringan dan menyapa kedua orang itu. Selesai memberi hormat dari sakunya Ciau Khong ambil keluar sebuah kartu undangan merah yang besar dan diangsurkan ke tangan pemuda itu. Di atas kartu merah tadi tercantumlah beberapa huruf yang berbunyi demikian, "Hormat kami. Jin Hian ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie" Terdengar Ciau Khong berkata, "Sebetulnya ketua kami akan berkunjung sendiri kemari, tetapi berhubung masih banyak urusan yang harus diselesaikan maka sulit bagi beliau untuk berkunjung sendiri, karena itu aku sengaja diutus datang kemari untuk menyampaikan rasa kagum kami terhadap dirimu" "Jin Hian adalah pemimpin dari suatu perkumpulan besar" pikir Hoa Thian-hong dalam hati." Soal undangan walaupun enteng tapi gengsinya luar biasa, belum lama aku terjun ke dalam dunia persilatan. Kalau berbicara menurut peraturan dunia persilatan, sepantasnya kalau akulah yang melakukan kunjungan kepadanya" Berpikir sampai disitu dia segera menjura dan berkata, "Aku tiada berbudi dan berkemampuan, tidak berani kuharapkan kunjungan dari Jien Tang-kee, harap Ciauheng suka menyampaikan kepada ketua kalian, katakan saja besok sore aku pasti akan datang berkunjung ke kantor cabangmu untuk mengucapkan terima kasih kepada Jien Tang-kee!" Ciau Khong mengiakan beralang kali, setelah memberi hormat diapun mohon pamit dan berlalu. Dari sikap maupun nada ucapannya yang begitu menghormat seakan-akan memperlihatkan bahwa dalam semalaman saja nilai Hoa Thian-hong sudah meningkat berlipat li pat ganda. Selesai sampan pagi, seorang pelayan muncul menyampaikan sebilah pedang baja. Ciong Lian-khek terima pedang itu sambil ujarnya, "Pedang ini sengaja kusuruh orang untuk membuatnya semalam, mumpung sekarang tak ada urusan, mari kita berlatih diluar kota. Hoa Thian-hong merasa amat berterima kasih atas perhatian orang, sambil membawa serta Chin Giok-liong mereka tinggalkan rumah penginapan dan menuju keluar kota. Di suatu tempat yang sunyi, Hoa Thian-hong terima pedang baja itu dan menimang2nya sebentar, lalu berkata, "Pedang baja milikku itu terbuat dari baja yang dilapisi besi murni, berat keseluruhannya mencapai enam puluh dua kati, aku rasa pedang ini jauh lebih kecil, beratnya hanya mencapai tiga puluh tiga kati dan merupakan separuh dari senjataku itu, entah cocok tidak bila kugunakan nanti?" "Baja Hian-tiat adalah benda yang tak ternilai harganya, sekalipun ada uang juga belum tentu bisa dibeli. Senjata tajam keluaran dari kota Cho-Ciu sudah tersohor di seluruh kolong langit, bila kau mengatakan kurang bagus, yaah. apa boleh buat, tak mungkin mereka sanggup membuatkan yang lebih baik lagi." Ia berpikir sebentar, lalu tambahnya, "Sekarang coba kau mainkan dulu ilmu pedangmu, aku pingin tahu sampai dimanakah kehebatannya." Hoa Thian-hong tertawa, sambil memegang pedang baja itu dia maju ke tengah kalangan, setelah hening sejenak kaki kirinya melangkah maju setindak ke muka, pedang di tangan kiri mengayun ke atas dan laksana kilat lancarkan sebuah babatan maut. "Sreeeet....!" desiran angin pedang bergema memekik telinga, suara dengungan akibat getaran di tubuh pedang itu berbunyi nyaring dan tajam, seolah-olah pedang tersebut akan terpatah jadi beberapa bagian. "Usahakan sekuat tenaga untuk mengatur hawa murnimu!" seru Ciong Lian-khek dengan suara dalam. Hoa Thian-hong menyadari bahwa pedang baja itu tak kuat menahan getaran hawa murninya, sekuat tenaga ia berusaha membendung penggunaan hawa murninya yang hebat dengan sangat hati-hati setiap babatan dilancarkan. Jumlah jurus dalam ilmu pedangnya itu hanya enam gerakan belaka, walaupun Hoa Thian-hong mainkan dengan gerakan lambat namun dalam sekejap seluruh gerakan itu telah selesai dimainkan. Hoa Thian-hong pun tarik kembali pedangnya sambil berdiri keren, ujarnya, "Cianpwe adalah seorang ahli pedang kenamaan......" "Kau tak usah sangka-sangka terhadap diriku!" tukas Ciong Lian-khek sambil goyangkan tangannya, "Aku adalah Seorang manusia yang sudah mati separuh, selama kau ada niat untuk mengatur dunia persilatan maka aku akan menjadikan diri untuk membantu usahamu dalam dunia kangouw, tak ada perbedaan tingkat kaum enghiong tak ada perbedaan usia, kita tak usah gubris apakah itu cianpwee atau boanpwee, selama kau berani meneriakkan keadilan dalam dunia persilatan aku akan selalu mendukung cita-citamu tiap orang berusaha dan berjuang menurut kemampuan masingmasing, siapapun tidak mengurusi satu sama lainnya, bukankah begitu jauh lebih bagus?" Hoa Thian-hong merasa sangat terharu sehingga tanpa terasa air mala jatuh bercucuran membasahi pipinya, buru-buru ia berseru, "Baiklah, akan kulatih kembali degan seksama, mungkin karena sudah lama, ilmu itu tersia-sia kesaktiannya serta kemujijatan gerakan jurus ilmu pedang itu sendiri, asal kau suka berlatih giat hingga pedang yang enteng itu dapat kau gunakan untuk melawan musuh tanpa berhasil dipatahkan lawan, maka tenaga dalammu berarti telah memperoleh kemajuan satu tingkat" Mendengar perkataan Hoa Thian-hong jadi tertegun. "Selama ini belum pernah aku memikirkan soal itu, sedikitpun tidak salah! Seandainya sekarang aku berlatih dengan memakai pedang ini, kemudian ganti memakai pedang biasa, bukanlah selanjutnya aku berlatih dengan memakai pedang bambu atau pedang kayu" dasar belajar silat rupanya satu sama lain adalah sama dan tidak jauh bedanya" "Ucapan tepat sekali!" jago pertambangan sangat membenarkan. Tempo dulu Hoa Thian-hong sendiripun pernah merasakan, dengan hanya andalkan sebuah jurus pukulan 'Kun-siu-ci-tauw' saja tidak cukup baginya untuk menghadapi para jago lihay dengan ilmu silat yang beraneka ragam, tapi berhubung pedang bajanya telah ditahan oleh Ciu It-bong dan ia tidak berhasil menemukan senjata tajam yang cocok banyaknya, maka persoalan itu untuk sementara waktu terbengkalai. Sekarang setelah disadarkan kembali oleh Ciong Liankhek, ia baru sadar bahwa senjata tajam bukanlah masalah yang penting, asal dia melatih diri dengan giat maka akhirnya menggunakan senjata tajam macam apapun tak ada bedanya satu sama lain. Tanpa terasa semangat segera berkobar, niat untuk melatih diri pun semakin menebal. Sekali lagi ia pasang kuda2 dan mengulangi kembali permainan ilmu pedangnya, tapi berhubung penggunaan hawa murni yang tidak sesuai bisa mengakibatkan patahnya pedang baja itu' maka meskipun gerakannya dilakukan sangat lambat' pemuda itu justeru merasa semakin payah. baru berlatih beberapa saat sekujur badannya telah basah kuyup oleh keringat. Selama ini Chin Giok-liong hanya duduk disisi kalangan dengan pandangan mendelong dan bodoh, sedangkan Ciong Lian-khek pusatkan seluruh perhatiannya menyaksikan permainan pedang pemuda itu, sesaat kemudian tiba-tiba ia angkat kepala dan berpaling ke arah tembok kota. Kiranya diantara lekukan tembok kota duduklah seorang kakek tua yang gemuk pendek dan berwajah merah bercahaya sedang mengawasi Hoa Thian-hong berlatih pedang, tatkala Ciong Lian-khek menoleh ke arahnya, kakek gemuk itu segera menggerakkan bibirnya membisikkan sesuatu dengan ilmu menyampaikan suara, kemudian perhatiannya dicurahkan kembali ke arah permainan pedang si anak muda itu. Setelah berlatih kurang lebih satu jam kemudian, sekujur badan Hoa Thian-hong telah basah kuyup oleh air keringat, napasnya tersengkal2 bagaikan kerbau Ketika itulah mendadak kakek gemuk di atas tembok kota itu menyentilkan sebutir batu kerikil menghantam ujung pedang baja di tangan Hoa Thian-hong. Sementara itu seluruh perhatian yang dimiliki si anak muda itu sedang dicurahkan dalam permainan jurus pedangnya, begitu merasakan datangnya ancaman dari luar, hawa murninya segera disalurkan semakin hebat menelusuri tubuh pedang itu. "Criiing...!" diiringi suara dentingan nyaring, pedang baja yang besar dan kasar itu seketika putus jadi empat lima puluh potongan kecil dan berceceran di seluruh angkasa Hoa Thian-hong yang sedang pusatkan seluruh perbatiannya berlatih ilmu pedang hingga berada dalam keadaan lupa diri, sewaktu melihat pedang bajanya secara tiba-tiba tergetar patah jadi amat terperanjat, tubuhnya dengan tangkas berkelit ke samping meloloskan diri dari sambitan kutungan pedang itu, sedang matanya dengan tajam menyapu sekeliling tempat itu mencari asal datangnya serangan bokongan itu. Rupanya si kakek gemuk yang berada di atas tembok kota itu tiada maksud berjumpa dengan pemuda itu, badannya dengan cepat menyusup ke bawah dan menyembunyikan diri dibalik tembok kota. Dalam pada itu Ciong Lian-khek telah maju menghampiri dirinya sambil berkata, "Nanti aku akan suruh ahli besi buatkan sebilah pedang lagi untukmu, kini sudah mendekati tengah hari, bagaimana dengan racun teratai yang mengeram di dalam tubuhmu?" Sesudah bergaul agak lama dengan jago buntung isi, lama kelamaan Hoa Thian-hong sudah lupa dengan kebiasaannya, melihat wajahnya murung dan menguatirkan persoalan itu, buru-buru ia tertawa paksa. Racun teratai sudah akan mulai kambuh, biar kulatih dulu serangkaian ilmu pukulan tangan kosong" Sambil maju beberapa langkah ke depan, ia segera rentangkan telapaknya dan mulai berlatih Tiba-tiba Ciong Lian-khek meloloskan pedangnya yang tersoren d ipunggung, ia berseru, "Mari aku temani dirimu bermain beberapa gebrakan!" Pedang digetarkan dan segera terpisah mengancam beberapa bagian tubuh pemuda itu.Hoa Thian-hong melengos ke samping, telapaknya langsung ditadok kemuka.... suatu pertarungan serupun segera terjadi diantara dua orang jago lihay itu. Ilmu pedang yang dimiliki Ciong Lian-khek ganas, tajam dan telengas, setiap gerakannya cepat laksana sambaran kilat. Dengan susah payah Hoa Thian-hong masih sanggup mempertahankan diri, kurang lebih setelah lewat seratus gebrakan, mendadak racun teratai yang mengeram dalam tubuhnya mulai kambuh, sekujur tubuhnya terasa linu dan amat sakit. Dengan kambuhnya racun teratai, hawa murni yang bergolak dalam tubuhnya semakin berlipat ganas, cuma sayang pikirannya tak tenang. Menghadapi ilmu pedang Ciong Lian-khek yang cepat dan ganas benar-benar tidak sesuai Beberapa saat kemudian, sebuah tabasan pedang jago bercabang itu berhasil mampir di atas bahu Hoa Thianhong, ia segera melompat mundur ke belakang sambil berseru, "Cepatlah pergi lari racun, pertarungan ini kita lanjutkan besok pagi saja!" Dalam peristiwa yang terjadi kemarin siang, secara kebetulan saja aku berhasil lolos dari tangan Cu Goankhek" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati." Kejadian semacam ini setiap saat bisa jadi terulang kembali, mumpung sekarang ada kesempatan aku musti berusaha keras untuk menahan siksaan dan berlatih giat, dari pada sampai menghadapi keadaan seperti ini aku jadi bingung dan gelagapan" Berpikir sampai disitu ia segera ambil keputusan dengan menahan rasa sakit berlatih terus. "Ayoh kita lanjutkan bergebrak!" katanya sang badan meluruk ke muka dan telapaknya langsung diayun menghantam tubuh lawan. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ciong Lian-khek putar pedang menyambut datang serangan, melihat hawa pukulan yang dipancarkan dari telapaknya kian lama kian bertambah kuat, sehingga mengakibatkan pedang bajanya merasa gemetar yang sangat kuat, ia jadi terkejut bercampur girang, sambil mengepos tenaga pertarungan dilanjutkan semakin seru. Puluhan jurus setelah lewat, suatu kesempatan Ciong Lian-khek melancarkan tiga jurus serangan berantai, pedangnya bergetar kencang dan secara tiba-tiba menotok dada pemuda itu. Ketika pertarungan melawan Cu Goan-khek tempo hari, pertama. Ia bertarung dengan keras lawan keras, kedua. Jiwanya terancam bahaya. Karena itu perlawanan yang. diberikan sepuluh kali lipat lebih hebat dari pada sekarang, maka ia sanggup mempertahankan diri tidak kalah. Sebaliknya keadaan yang dihadapinya saat ini jauh berbeda pertarungan ini termasuk dalam bilangan latihan, setiap jurus harus dipatahkan dengan jurus, setiap gerakan harus dipecahkan dengan gerakan tentu saja lama kelamaan pemuda itu tak tahan dan keteter hebat. Mendadak Ciong Lian-khek berseru dengan nada dalam, "Rendahkan bahu ke bawah sambil lintangkan kaki ke samping, maju menyerobot sambil kirim serangan!" 0000O0000 Hoa Thian-hong tertegun mendengar seruan itu, tapi dengan cepat ia dapat memahami seruan tersebut, sekali lagi ia menubruk maju kemuka. Tidak lama setelah pertarungan berlangsung, Ciong Lian-khek dengan gerakan yang sama melancarkan tusukan kembali ke depan, Hoa Thian-hong tidak raguragu lagi, ia rendahkan bahunya ke bawah sambil geserkan kaki kanannya ke samping, sambil putar telapak ia kirim satu pukulan ke muka. Tusukan pedang Ciong Lian-khek segera mengenai sasaran kosong, dengan cepat ia melayang mundur ke belakang. Menggunakan kesempatan itu Hoa Thian-hong menerjang ke depan dan merebut posisi yang lebih baik, serangan bertubi-tubi segera dilancarkan. Pertarungan berlangsung kurang lebih satu jam lamanya dengan sebilah pedangnya Ciong Lian-khek pertunjukan pelbagai perubahan yang tiada taranya. berulang kali si anak muda itu menelan kekalahan ditangannya tapi setiap kali ia pasti peroleh pemecahan dari jurus ampun tadi, dengan demikian setelah bertarung sengit hampir satu jam lamanya manfaat yang ia dapatkan melebihi hasil latihan selama tiga bulan. Akhirnya kedua orang itu berhenti bertarung, dengan sekujur badan basah kuyup oleh air keringat mereka beristirahat dan mengatur pernapasan. Kemudian Sambil mengajak Chin Giok-liong mereka kembali ke rumah penginapan, selesai membersihkan badan dan pakaian Hoa Thian-hong masuk ke dalam kamarnya jago bercambang itu untuk berpamitan, Ketika itulah Ciong Lian-khek ambil keluar sebuah kartu undangan sambil berkata, "Janjimu dengan Pek Kun-gie lebih baik dipenuhi seorang diri, bisa bersahabat itu lebih baik, kau musti sedia jalan mundur untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan!" Ia termenung beberapa saat lamanya. kemudian melanjutkan, "Dalam pertemuanmu dengan Jin Hian nanti, bertindaklah menurut keadaan. bila kau sanggup menemukan jejak pembunuh tersebut hal ini jauh lebih bagus lagi." "Mengapa begitu?" tanya Hoa Thian-hong sambil menerima kartu undangan tersebut. Ciong Lian-khek tidak menjawab, ia berjalan keluar dari kamar dan periksa Sekejap keadaan di empat penjuru, lalu sambil bersandar di atas pintu bisiknya, "Berhasil mencari tahu jejak pembunuh Jin Bong berarti pula berita mengenai pedang emas ada harapan bisa kita temukan. Bila kita berhasil dapatkan pedang tersebut berarti pula ada harapan besar bagi kita untuk mendapatkan ilmu silat warisan dari Siang Tang Lay. Jika demikian keadaannya maka usaha kita membasmi kaum iblis serta menegakkan kembali keadilan dalam dunia persilatan pun ada harapan besar." Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong segera merasa darah panas bergelora dalam dadanya. "Cianpwee, kau juga percaya dengan rahasia pedang emas?" Meskipun Ciong Lian-khek berulang kali menyatakan bahwa dia tak mau dipanggil sebagai 'cianpwe', tapi kebiasaan sukar dihilangkan dan mulut pemuda itu. Dengan wajah serius Ciong Lian-khek mengangguk. "Pedang kecil berwarna emas itu ada hubungan yang erat sekali dengan ilmu silat peninggalan dari Siang Tang Lan, persoalan ini tak bakal salah lagi! Sekarang pusatkan saja seluruh perhatian dan tenagamu untuk mendapatkan pedang emas itu, mengenai masalah yang lain kita bicarakan kemudian hari saja. aku percaya suatu ketika persoalan ini pasti akan jadi terang!" "Mengenai pembunuh dari Jing Bong, sedikit banyak aku telah memperoleh suatu gambaran!" ujar Hoa Thianhong setengah berbisik. "Maksud perempuan yang mencatut nama Pui Chegiok serta raut wajahnya mirip dengan Pek Kun-gie itu?" "Bukan! bukan orang itu yang kumaksudkan"jawab pemuda itu sambil menggeleng, "jejak perempuan itu bagai kabut di pagi hari, detik ini entah dia sudah berada dimana" yang kumaksudkan adalah Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok Tong Hujie!" "Dengan alasan apa kau mencurigai orang itu?" tegur Ciong Lian-khek dengan suasa terkejut, "Nak, kau musti tahu persoalan ini bukanlah persoalan kecil yang boleh dibuat permainan, suatu tindakan yang keliru segera akan mendatangkan bencana kematian yang mempengaruhi mati hidup seseorang!" "Ketika pembunuh itu menyelesaikan jiwa Jin Bong, yang dipergunakan adalah sebilah badik mustika yang kecil mungil, kemarin sewaktu aku berada di kuil It-goankoan, dalam paniknya Pui Che-giok juga pernah unjukkan badik mustika yang bentuknya persis sekali dengan alat pembunuh tersebut, oleh karena itulah aku menduga antara mereka berdua tentulah terkait oleh suatu hubungan yang sangat erat" Ia berhenti sebentar dan berpikir, kemudian lanjutnya, "Tatkala peristiwa berdarah itu sedang terjadi, perahu peribadi milik Giok Teng Hujien kebetulan pula sedang berlabuh di sungai Huang-hoo, apakah cianpwee tidak merasa bahwa kejadian ini aneh sekali?" "Ehmm...! badik mustika adalah suatu benda yang kecil dan tidak menyolok mata, tak nyana bocah ini bekerja amat teliti dan seksama, sampai urusan sekecil itupun tidak terlepas dari pengamatannya. Aaai.... ia betul-betul bernyali besar dan berpikiran teliti, bocah ini termasuk seorang calon jago yang luar biasa. Mungkin Thian punya mata dan sengaja menurunkan bocah ini ke bumi untuk melenyapkan kaum durjana dan iblis dari kolong langit?" pikir Ciong Lian-khek dalam hati kecilnya. Berpikir sampai disitu ia lantas berkata, "Banyak peristiwa yang terjadi di kolong langit kadang kala berada diluar dugaan orang, adu kelicikan dan adu kekejian bukanlah sifat utama dari orang golongan kita. Kau harus bertindak dengan hati-hati, bekerja secara mantap dan seksama, utamakan perlindungan jiwa atas diri sendiri kemudian baru pikirkan usaha untuk maju ke titik sukses, jangan terlampau gegabah dan menuruti emosi hati sehingga sebaliknya malah kena dicurangi oleh pihak lawan" Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali, sesudah menepuk bahu Chin Giok-liong ia putar badan dan berlalu dari situ. Sambil menghantar pemuda itu keluar dari kamar, Ciong Lian-khek berpesan kembali, "Kunjunganmu ke perkumpulan Hong-im-hwie lakukanlah menurut peraturan dunia persilatan, dengan begitu mereka tak akan turun tangan menghadapi dirimu. Aku punya dendam sedalam lautan dengan Cia Kim, bila kita saling bertemu pertarungan sengit pasti akan terjadi, maka dari itu akupun tak akan menemui kepergianmu ini." Hoa Thian-hong mengiakan sertu mengangguk, sepeninggalnya dari rumah penginapan dia langsung menuju ke rumah makan Ki-Eng-Lo. Sebagai seorang jago muda yang mendapat sorotan paling tajam dari semua golongan di kota Cho-Ciu, pemuda ini dikenal oleh seluruh orang di rumah makan tersebut, ketika ia tiba dipintu depan. Pemilik rumah makan diiringi beberapa orang pelayan telah menyambut kedatangannya sambil berkata, "Hoa-ya, Pek toasiocia dari perkumpulan Sin-kie-pang telah siapkan perjamuan dalam gardu Cui-Wi-Teng, silahkan Hoa-ya menuju kesitu!" Hoa Thian-hong mengangguk dan segera mengikut di belakang orang itu, setelah melewati tanah lapang untuk bersilat mereka putar ke dalam sebuah jalan kecil yang rimbun. beberapa puluh tombak kemudian sampailah mereka di hadapan sebuah gardu persegi delapan yang rimbun dan sejuk, dalam gardu telah disiapkan meja perjamuan. Pek Kun-gie dengan mengenakan pakaian serba putih duduk disisi gardu, ketika Itu ia sedang memperhatikan sepasang capung di tengah kolam teratai, Siauw Leng sambil memegang sebuah kipas berdiri disisinya, dayang ini sedang celingukan kesana kemari seperti sedang mencari sesuatu. Ketika Hoa Thian-hong munculkan diri di tempat itu, Siauw Leng sambil tertawa cekikikan segera berseru, "Nona, tamu kita telah datang!" Pengurus rumah makan itu maju beberapa langkah kemuka dan berseru sambil memberi hormat, "Nona, Hoa-ya telah tiba!" Perlahan-lahan Pek Kun-gie berpaling dia ulapkan tangannya mengundurkan pengurus rumah makan itu, kemudian dengan sikap ogah-ogahan bangkit berdiri dan berjalan menuju kemeja perjamuan. "Agaknya pertemuan yang diadakan hari ini rada sedikit berlebihan" pikir Hoa Thian-hong dalam bati. Sementara ia berpikir begitu, langkahnya dilanjutkan menuju ke arah meja perjamuan sapanya sambil memberi hormat, "Nona, harap suka memberi maaf bila kedatanganku agak terlambat! "Untuk keterlambatanmu kau harus dihukum dengan tiga cawan arak" seru Siauw Leng dengan cepat sekali tertawa, "Kemarin malam secara gegabah dan kasar kau telah melukai pula nona kami, sebentar lagi hutang ini musti diselesaikan pula!" "Hmmm! Sedikit tak tahu aturan!" tegur Pek Kun-gie dengan wajah berubah, "Apa itu kau, kau, kau?" Sambil meleletkan lidahnya Siauw Leng segera membungkam, buru-buru dia penuhi cawan kedua orang itu dengan arak wangi. Diam-diam Hoa Thian-hong pun memperhatikan sikap Pek Kun-gie, dia lihat wajah gadis itu layu dan lemah bahkan nampak sedikit murung dalam hati segera pikirnya, "Serangan yang kulancarkan kemarin malam hanya menggunakan tenaga sebesar lima bagian, masa ia benar-benar terluka?" Bibirnya bergerak hendak mengucapkan beberapa patah kata yang menyatakan permintaan maaf, tapi setelah teringat kembali akan penghinaan yang pernah diterima pada masa lalu, pemuda itu segera keraskan hatinya dan membungkam dalam seribu bahasa. Kecantikan wajah Pek Kun-gie boleh dibilang nomor satu di kolong langit, kecuali kalah setengah tingkat dari gadis yang mencatut nama Pui Che-giok boleh dibilang gadis2 lain dalam dunia persilatan tak seorangpun yang dapat menandingi dirinya. Tampak ia angkat kepala memandang sekejap ke arah Hoa Thian-hong, lalu ujarnya, "Apa yang hendak kau katakan" Mengapa tidak jadi bicara" Apa takut didengar orang lain?" Hoa Thian-hong menggeleng, sambil angkat cawan arak ia menyahut, "Sanak keluarga dari Chin Pek-cuan Loenghiong masih tertinggal di kota Seng-ciu, asal kan tersedia melindungi jiwa mereka semua maka semua hutang piutang kita dimasa yang silam kuhapuskan sampai disini saja, sejak kini aku tak akan mencari garagara dengan dirimu lagi." "Hmmm, kesetia kawanmu terhadap keluarga Chin rupanya luar biasa sekali?" Hoa Thian-hong tertegun, dari nada ucapan itu dia dapat menangkap suatu perasaan lain yang aneh sekali, setelah merandek sejenak ia lantas berkata, "Chin Pekcuan pernah melepaskan budi terhadap keluarga Hoa kami, dan aku rasa semua orang pasti mengetahui akan kejadian tersebut. Setelah aku makan teratai racun empedu api, enci Chin Wan-hong pula yang mengusahakan obat mujarab sehingga aku dapat terhindar dari bahaya maut, bila tiada pengorbanan darinya, darimana aku Hoa Thian-hong bisa munculkan diri di kota Cho-Ciu pada saat ini?" Dari pembicaraan itu dapat terlihat betapa mesranya sikap pemuda ini terhadap diri Chin Wan-hong, perasaan tersebut sama sekali tidak disembunyikan barang sedikitpun jua. Pek Kun-gie segera tertawa dingin, selanya, "Bila aku tidak mengirim Oh Sam untuk menghantar kalian Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melakukan perjalanan sejauh ribuan li, masih kau bisa sampai di tempat tujuan....?" Mula2 Hoa Thian-hong tertegun, kemudian pikirnya dalam hati, "Seandainya bukan dikarenakan tiga batang jarum beracun 'So-Hun-Tok-Ciam' akupun tak akan menelan teratai racun untuk bunuh diri, andaikata aku mati keracunan itu masih mendingan, sekarang aku hidup segar bugar di kolong langit sedang Teratai racun empedu api yang seharusnya kuberikan kepada ibuku sebagai obat malah termakan olehnya, siapa yang harus menyembuhkan sakit yang diderita ibu?" Sebagai seorang anak yang berbukti kepada orang tuanya, Hoa Thian-hong lebih mementingkan soal kesehatan ibunya daripada soal lain. Teringat akan hal tersebut rasa bencinya terhadap pihak perkumpulan Sinkiepang kian bertambah tebal, sekalipun berhadapan kamu dengan seorang gadis cantik jelita bagaikan bidadari, perasaan itu sulit pula untuk disembunyikan.... Sementara itu ketika Pek Kun-gie tidak mendengar jawaban dari si pemuda itu, dan segera berpaling dan berkata lagi, "Kemarin malam aku telah pikirkan kembali pertanyaan yang kau ajukan kepadaku rasanya sekarang aku telah berhasil memahami maksud yang sebenarnya dari pertanyaanmu itu...." "Maksud apa?" tanya Hoa Thian-hong dengan alis berkerut. "Bukankah kemarin kau bertanya kepadaku, adakah seseorang datang ke markas mencari dirimu" Sekarang aku sudah tahu siapakah orang yang kau maksudkan itu" "Siapa?" "Ayahmu sudah meninggal, hanya ibumu merupakan satu2nya orang yang kau sayang Kalau kulihat dari sikapmu yang gelisah bercampur cemas maka dapat kusimpulkan bahwa kau tentulah merasa kuatir bila ibumu pergi ke markas Sin-kie-pang mencari dirimu. bukan begitu?" Tercekat juga hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, dengan suara dingin segera serunya, "Ilmu silat yang dimiliki ibuku sangat lihay, andaikata ia benarbenar berkunjung kebukit Tay-pa-san, maka aku peringatkan lebih baik kalian berhati-hati!" "Addduuuh mak! benarkah Hoa Hujien selihay itu?"teriak Siauw Leng tiba-tiba sambil tertawa merdu."Aku jadi pingin tahu sampai dimanakah kehebatannya" Dengan pandangan dingin Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah dayangnya lalu angkat cawan araknya dan diangsurkan kepada Hoa Thian-hong. Pikiran Hoa Thian-hong jadi kuatir, ia tak dapat membebaskan gadis cantik di hadapannya ini seorang teman atau lawan tanpa banyak bicara diapun angkat cawan arak sendiri dan meneguknya setegukan. Terdengar Pek Kun-gie berkata kembali, "Memang aku tahu bahwa kelihayan ilmu silatnya yang dimiliki orang tuamu dikenal oleh setiap orang, tapi kau musti ingat bahwa sepasang kepalan susah mengalahkan empat buah telapak Apalagi dalam markas perkumpulan Sin-kiepang terdapat jago lihay yang tak terhitung jumlahnya, bila ibumu benar-benar berani menempuh bahaya, aku takut sulit baginya untuk keluar dari situ dalam keadaan selamat" Tertegun bati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, hanya dia seorang yang tahu bahwa Hoa hujien menderita luka dalam yang amat parah sehingga ilmu silatnya tak dapat dipergunakan lagi, tapi rahasia semacam ini tentu saja tidak sampai diucapkan keluar, Sambil tertawa paksa segera katanya, "Kalau anggota perkumpulan Sin-kie-pang kalian berani berbuat kurang ajar terhadap ibuku dengan andalkan jumlah banyak, akupun tak usah susah2 pergi mencari satroni dengan orang lain, rasa dongkolku itu segera akan kulampiaskan di atas tubuhmu, dengan gigi aku balas gigi dengan cakar aku balas cakar, hutang baru hutang lama semuanya aku bereskan atas namamu seorang" Pek Kun-gie segera mendengus dingin."Hmm! Aku nasehati dirimu, lebih baik lepat21ah bunuh diriku, sebab kalau tidak, sekembaliku ke kota Seng-ciu maka seluruh keluarga dari Chin Pek-cuan akan kubunuh sampai habis" "Kau anggap aku tak berani mencabut jiwamu..." teriak Hoa Thian-hong dengan gusar Tiba-tiba ia merasa dibalik ucapan gadis itu seakan-akan terselip nada pedih yang menyedihkan hati, sikapnya yang lesu dan murung pada saat ini jauh berbeda dengan sikapnya yang angkuh dan sombong dimasa lampau, ia jadi heran dan untuk sesaat berdiri tertegun, Keadaan Pek Kun-gie nampak lesu, layu dan seperti orang aras2an, dengan kepala tertunduk dia awasi cawan araknya dengan pandangan mendelong. Lama sekali ia baru angkat kepala dan memandang wajah si anak muda itu, biji matanya yang bening secara lapat-lapat terselip kelesuan yang sangat aneh. Makin dipandang Hoa Thian-hong merasa semakin bingung, ia merasa sikap Pek Kun-gie pada saat ini jauh berbeda dengan sikapnya dimasa silam. sekarang bukan saja tidak nampak kesombongan jiwanya bahkan nampak jauh lebih halus dan lembut. Setelah berpikir sejenak, pemuda itu merasa semakin bingung. Akhirnya sambil angkat cawan araknya ia berkata setengah gelagapan, "Aku akan menemani nona untuk minum beberapa cawan lagi, bila kau tak ada urusan lain, akupun ingin mohon diri terlebih dulu" Mendengar perkataan itu, Pek Kun-gie angkat cawannya dan meneguk setegukan. kemudian dengan nada seenaknya ia berkata, "Aku dengar katanya ibumu sangat cantik, benarkah itu?" Hoa Thian-hong tidak menyangka kalau ia bakal mengajukan pertanyaan semacam itu, setelah melengak sejenak ia mengangguk "Benar, ibuku memang sangat cantik" "Bagaimana kalau kecantikannya dibandingkan dengan Chin Wan-hong"...." Hoa Thian-hong segera tersenyum. "Lucu amat pertanyaanmu ini, yang satu adalah orang dewasa sedang yang lain baru seorang bocah, bagai mana aku musti membandingkannya"...." Haruslah diketahui Hoa Hujien adalah seorang perempuan yang amat cantik, meskipun usianya telah mencapai empat puluh tahun namun kecantikan wajahnya masih belum hilang lenyap. Sedangkan Chin Wan-hong hanya halus lemah lembut dan menyenangkan orang, gadis ini tidak termasuk dalam golongan gadis cantik. Bila hendak dibandingkan tentu saja ia bukan tandingan dari kecantikan Hoa Hujien Sekalipun begitu Hoa Thian-hong tidak ingin merendahkan salah satu diantara mereka berdua, sebab yang satu adalah ibu kandungnya yang sangat disayang sedang yang lain adalah teman akrabnya, dalam keadaan begini pemuda tersebut segera ambil jalan tengah dengan tidak memberikan perbandingan Tiba-tiba terdengar Siauw Leng nyeletuk, "Bagaimana kalau Hoa Hujien dibandingkan dengan nona kami?" "Lancang amat kau ini, jangan banyak bicara,!" seru Pek Kun-gie dengan uring2an. Ia berpaling ke arah Hoa Thian-hong kemudian melanjutkan, "Tabiatku suka menyendiri dan jarang sekali mengikat tali persahabatan dengan orang lain, di hari2 biasa teman,ku hanya budak ini saja, bila ia kurang ajar kepadamu harap kau suka memaafkan" "Omongan bocah cilik kenapa musti dipikirkan?" sahut Hoa Thian-hong sambil tersenyum. ketika dilihatnya sepasang biji mata gadis itu sedang mengawasi dirinya seolah-olah sedang menantikan perkataan selanjutnya, terpaksa sambil tersenyum ia menambahkan, "Harap nona jangan marah, ibuku ibarat rembulan di angkasa sedang nona bagaikan sekuntum bunga, meskipun kedua2nya indah namun sulit bagiku untuk membandingkannya" Bila di-hari2 biasa. perkataan itu pasti akan menggatalkan telinga Pek Kun-gie, tapi sekarang wajahnya tetap tersungging senyuman lirih, sedikitpun tidak nampak rasa tidak senang yang terlintas di atas wajahnya. "Aku toh seorang budak ingusan yang tiada berharga, mana bisa dibandingkan dengan Hoa Hujien" Mungkir. dengan enci Wan-hong mu itupun tak dapat mengimbangi" "Apanya sih yang bagus pada diri Chin Wan-hong" Kalau dibandingkan dengan nona kami, dia belum ada separuhnya!" sela Siauw Leng tidak puas. Sorot mata Pek Kun-gie berkilat ia sapu sekejap wajah Hoa Thian-hong lalu katanya sambil tertawa, "Perempuan yang telah dewasa toh gampang berubah, siapa tahu kalau kecantikan wajah Chin Wan-hong secara tiba-tiba berubah jadi lebih cantik dari pada diriku?" Hoa Thian-hong tersenyum, pikirnya, "Perempuan memang aneh sekali, baik dalam raut wajah maupun dalam ilmu silat, mereka selalu ingin kecantikannya melebihi orang lain." Ia bangkit dari tempat duduknya dan segera menjura, katanya, "Karena masih ada urusan lain, dilain hari saja aku datang kembali untuk menyambangi nona!" Wajah Pek Kun Ge yang baru saja dihiasi senyuman kegembiraan seketika berubah jadi sedih kembali setelah mendengar pemuda itu mohon diri. Hoa Thian-hong adalah pemuda yang cerdik. meskipun usianya masih muda tapi dia pandai melihat gelagat orang. menyaksikan gadis itu menunjukkan rasa sedih setelah ia mohon pamit, tanpa terasa dalam hati pikirnya, "meskipun gadis ini sombong dan agak mau menang sendiri dalam menghadapi tiap persoalan, namun bila keadaannya bisa begini halus terus menerus, dia patut diajak berteman" Berpikir sampai disitu. timbullah rasa kasihan dalam hatinya, ia segera berkata, "Pagi ini Jin Hian telah mengutus orang untuk mengampaikan sebuah kartu undangan kepadaku, karena akupun membutuhkan sejenis obat darinya maka undangan tersebut telah kuterima. Bila nona tak keberatan, aku ingin mohon diri lebih dahulu agar bisa bikin sedikit persiapan" "Itu toh urusan nanti malam" Atau mungkin hendak pergi ke kuil It-goan-koan?" Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang tinggi hati, sebelum berkenalan dengan Hoa Thian-hong belum pernah hatinya tertarik siapapun, tapi setelah berjumpa dengan pemuda itu, sedikit demi sedikit ia mulai tertarik hatinya oleh kegagahan serta ketampanannya, dalam hati kecilnya timbullah rasa cinta yang mendalam, cinta itu bersemi sedikit demi sedikit. akibatnya rasa senang gadis ini terhadap pemuda itu boleh dikata jauh lebih mendalam dari pada cinta dalam pandangan pertama. Rasa cinta itu mulai bersemi sejak perkenalan mereka, ketika terjadi peristiwa Hoa Thian-hong bunuh diri dengan menelan teratai racun empedu api di tepi sungai Huang-hoo, gadis itu baru menyadari bahwa hati kecilnya telah terisi oleh bayangan Seorang pria, dan pria itu bukan lain adalah Hoa Thian-hong. Tapi sayang semuanya terlambat, pemuda pujaannya telah bunuh diri dan kabar beritanya sejak itu ikut lenyap bersama lenyapnya Chin Wan-hong serta Tiong-si Sam Houw. Ketika berita tentang munculnya kembali Hoa Thianhong dalam dunia persilatan tersiar sampai gunung TayPa-San, Pek Kun-gie merasakan hatinya senang bercampur murung, ia merasa ingin sekali cepat-cepat bertemu dengan pemuda itu, tapi diapuu tahu antara mereka berdua pernah terikat oleh suatu permusuhan dimasa yang silam, sengketa tadi seolah-olah sebuah jurang yang dalam telah memisahkan mereka berdua pada tepian yang berbeda, hal mi membuat hatinya jadi murung dan sedih. tapi akhirnya ia nekad berangkat juga ke kota Cho-Chiu untuk bertemu dengan dirinya. Hoa Thian-hong sendiri meskipun tidak dapat memahami perasaan hati si gadis, tapi ia dapat metihat perubahan sikap Pek Kun-gie yang amat besar serta sikap persahabatannya terhadap dia, hal iti membuat Sepasang Arwah Bisu 1 Mas Rara Seri Arya Manggada 2 Karya S H Mintardja Bara Dendam Menuntut Balas 2