Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 5
membawa bekal kematian. Mereka menuju ke Lian
hoan koh untuk menyerahkan jiwa.
Pada tahun itu, ketiga partai perguruan Go bi-pay,
Ceng-shia-pay dan Kiam-bun-pay tiba tiba menerima
surat dari pemilik Ceng-te-kiong yang meminta tolong
pada ketiga ketua partai perguruan itu untuk
bersama-sama mencarikan barang, setahun kemudian
barang itu supaya diantarkan ke lembah Lian-hoankoh.
Barang yang dikehendaki pemilik Ceng te kiong Itu
adalah mutiara yang berbentuk seperti hou-lo (buli2
arak). Jumlahnya harus tujuh butir. Aduh, mutiara
berbentuk hou lo harus dicari di dasar lautan.
Jangankan 7 butir sedang untuk mencari sebutir saja,
sukarnya bukan kepalang.
338 Surat dari Ceng-te kiong seperti itu, memang sering
diterima oleh partay dan perguruan persilatan. Baik
partai persilatan maupun perguruan, menganggap
surat itu seperti amanat maut. Oleh karena itu sekali
menerima surat begitu, mereka tentu ketakutan sekali
dan akan berusaha. Mati matian untuk mencarikannya
sampai dapat. Kalau tidak mau mencarikan atau gagal
mencarikan, pada waktu batas waktunya habis,
tentulah seluruh anak buah partai persilatan dan
perguruan itu akan dibasmi habis-habisan.
Kali ini yang kejatuhan surat permintaan dari Ceng
te-kiong yalah ketiga partai persilatan Go bi-pay,
Ceng-shia-pay dan Kiam bun-pay. Ketua dari ketiga
partai persilatan itu bukan lain adalah Tiga pendekar
Jwan-se. Ketiga pendekar itu berunding dan menarik
kesimpulan bahwa tindakan Ceng te-kiong yang
sewenang-wenang itu sungguh menteror dunia
persilatan. Jika selalu diladeni, entah sampai kapan
hal itu akan berhenti.
JILID 8 Ketiga pendekar dari Jwanse tak puas akan
tindakan istana Ceng-te kiong yang dianggap terlalu
sewenang-wenang, sekehendaknya sendiri
memerintah pada orang. Kalau orang tidak mau
melaksanakan atau gagal memenuhi seluruh
permintaannya, juga dibunuh. Orang harus melakukan
perintahnya dengan sempurna, kurang sedikit saja tak
boleh. 339 Adalah karena mengandalkan ilmu kepandaiannya
yang sakti maka pemilik Ceng-te-kiong memberi
perintah seperti raja.
Melawan kelaliman adalah tugas utama dari kaum
persilatan. Oleh karena itu maka ketiga pendekar
Jwansepun berontak.
Mereka hendak mengundang seluruh kaum
persilatan membicarakan peristiwa itu. Mereka akan
mengajak seluruh tokoh-tokoh persilatan untuk
beramai-ramai ke lembah Lian-hoan-koh dan terangterangan
akan melawan Ceng te-kiong. Mereka tak
percaya dengan mengandalkan jumlah besar, masa
mereka tak mampu menghadapi Ceng te kiong.
Sebenarnya Ketiga pendekar Jwanse itu mempunyai
nama yang cemerlang. Pergaulan mereka dengan
orang-orang persilatan luas sekali. Tetapi ketika berita
bahwa ketiga pendekar itu akan menentang Ceng-tekiong
maka gemparlah mereka.
Selam setahun itu, ketiga pendekar berkelana
dalam dunia persilatan untuk mengajak tokoh
persilatan melawan Ceng te kiong tetapi hasilnya nihil.
Reaksi tokoh-tokoh persilatan, ada yang
menasehati agar ketiga pendekar Jwanse jangan
berbuat begitu. Ada yang menolak dengan macammacam
alasan mereka yang sungkan, cepat-cepat
mendahului untuk menyingkir jangan sampai bertemu
dengan ketiga pendekar itu.
Dengan begitu hampir setahun telah berlalu, tak
ada seorang tokoh pun yang dapat mereka ajak.
340 Perangai ketiga pendekar itu memang keras. Kalau
lain orang, tentu akan merobah keputusannya dan
melaksanakan perintah Ceng-te kiong. tetapi ternyata
ketiga pendekar Itu tetap pada pendiriannya. Tak mau
melakukan permintaan Ceng-te-kiong.
Waktu tinggal kurang dua bulan dari waktu yang
diminta Ceng-te kiong, mereka tetap tak mau
merencanakan untuk mencari mutiara berbentuk houlo.
Tindakan yang mereka ambil, pertama lebih dulu
membubarkan anak murid masing-masing agar jangan
sampai terembet bahaya. kedua dengan membekal
perasaan pasti mati, mereka menuju ke lembah Lianhoankoh. Soal itu sudah tentu Coh Hen Hong tak tahu.
Kebalikannya, karena melihat Coh Hen Hong menyelip
pedang Ceng leng-kiam yang dikenal sebagai salah
satu dari sepasang pedang pusaka Leng liong-songkiam
milik Ceng-te-kiong. Kemudian mendengar
jawaban dari Coh Hen Hong yang begitu berani mati
mengaku sebagai cucu pemilik Ceng-te-kiong, ketiga
pendekar itu pun percaya seratus persen.
Memang sejak bertahun-tahun lamanya, anak buah
Ceng-te-kiong itu kejam dan lalim sekali. Maka
keberangkatan ketiga pendekar ke lembah Lian-hoankoh
Itu sedikitpun tidak mengharap dapat hidup.
Dengan menemukan Coh Hen Hong di tengah jalan,
timbullah lagi harapan mereka.
Mereka mempunyai dua rencana. Pertama dengan
mengikat persahabatan dengan Coh Hen hong,
mereka mengharap anak buah Ceng-te-kiong yang
341 sudah bersiap menunggu di lembah Lian-hoan-koh itu
akan ketakutan dan takkan menindak mereka.
Kedua, apabila keadaan memang sudah berbahaya,
mereka dapat menjadikan Coh Hen Hong sebagai
sandera untuk menekan anak buah Ceng te-kiong.
Sudah tentu Coh Hen Hong tidak tahu akan rencana
ketiga pendekar itu. Anak itu hanya merasa bahwa
perbuatannya mengaku sebagai Kwan Beng Cu telah
berjalan begitu lancar. Malah ke tiga pendekar Jwanse
yang termasyhurpun memperlakukannya sangat
baik. Sudah tentu Coh Hen Hong gembira sekali.
beberapa waktu kemudian, mereka telah
menempuh jarak 5O-an li. Tampak disebelah muka
gunung yang perkasa dan merekapun terus melaju.
begitu memasuki gunung, mereka lambatkan kudanya
dan wajah ketiga pendekar itu mulai tampak tegang
sekali. Tak berapa lama setelah melintas ,sebuah jalan
panjang mereka tiba di mulut sebuah lembah. Lim In
yang berkuda di muka mengacungkan tangan
memberi isyarat supaya berhenti.
Jalan masuk ke lembah itu sempit sekali, hanya
cukup dimasuki seorang. Itupun harus dengan
miringkan tubuh. Sudah tentu kuda tak dapat masuk.
Karang di kedua sisi lembah yang begitu menjulang
tinggi menambah keseraman keadaan disitu.
Tiba di mulut lembah, Lim In berseru, "Apakah
dalam lembah ada orangnya?"
342 Dari dalam lembah terdengar suara parau seorang
perempuan tua, berseru, "Apakah para ketu Go-bi,
Ceng-shia dan Kiam-bun sudah datang semua" Aku
sudah lama menunggu disini."
Bahwa yang menyambut itu menilik suaranya hanya
seorang perempuan tua, ketiga pendekar jwanse
sungguh tak mengira sama sekali.
Lim In berputar tubuh dan memberi isyarat mereka
turun dari kuda. Ki Sam Nio memegang lengan Coh
Hen Hong, sepintas seperti orang yang menjaga
jangan sampai anak itu jatuh dari kuda tetapi
sebenarnya dia hendak menguasai jangan sampai
anak itu dapat melepaskan diri.
Mereka berempat lalu berjalan ke muka Pada saat
Lim In masuk kedalam lembah, sikap
mereka amat tegang. Saat itu Coh hen Hong baru
menyadari betapa gawat situasi saat itu. Tetapi karena
melihat wajah ketiga pendekar begitu tegang la pun
tak berani bertanya.
Lim In yang pertama masuk, mendapatkan bahwa
lembah itu tak berapa besar, penuh dengan batu2
kerucut yang aneh bentuknya. Disebelah kiri lembah,
terdapat lagi sebuah jalan-setapak yang
menghubungkan dengan lembah lain. Karena
beberapa lembah Itu saling berhubungan satu dengan
lain maka dinamakan lembah Lian-hoan-koh.
Waktu tak melihat barang seorangpun dalam
lembah, berserulah Lim in dengan nada berat,
"Dimana utusan Ceng-te-kiong?"
343 "tentu selama setahun ini anda bertiga susah payah
sekali. Mutiara berbentuk houlo itu memang sukar
dicari. Kelak pemilik istana Ceng te kiorg pasti akan
memberi penghargaan Harap anda letakkan mutiara
itu diatas batu besar saja," demikian kata 2 yang
terpantul dari seruan nenek itu.
Mendengar kata-kata itu diam 2 tiga pendekar
Jwanse tertawa dingin. Selama hampir satu tahun
lamanya, mereka berkeliling ke mana2 untuk
mengajak tokoh-tokoh persilatan bangkit melawan
Ceng te-kiong. Sudah tentu fihak Ceng-te kiong yang
mempunyai banyak anak buah, tentu mendengar hal
itu. Bahwa perempuan tua mengucapkan kata-kata
begitu tadi apakah bukan hanya barpura pura tidak
tahu saja"
Ketiga pendekar itu saling berpandangan kemudian
Lim in yang bersuara, "Apa apaan itu mutiara. Kami
tidak mencari, mana dapat memberikan?"
Terdengar perempuan tua itu mendesah. Memang
biasa saja suara desahannya itu. Tetapi secepat
gelombang desah itu tiba, secepat itu pula sesosok
tubuh sudah melesat,
Sesaat ketiga pendekar terkesiap melihat
melesatnya sesosok bayangan, mereka segera melihat
munculnya seorang sosok manusia yang bertubuh
pendek kecil. Sepintas tak menarik perhatian.
Tetapi yang aneh adalah tongkat yang dibawa orang
Itu, panjang sekali hampir tiga meter dan berkelukTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
344 keluk. Warnanya merah gelap. Tak Jelas dari bahan
apakah tongkat itu.
Setelah orang itu berdiri tegak di muka ke tiga
pendekar, barulah ketiga pendekar itu dapat melihat
jelas bahwa pendatang itu tak lain hanya seorang
nenek tua yang sudah berusia lanjut. Mukanya penuh
keriput, kulitnya berwarna lesi seperti besi, tulang
belulangnya kurus kering. Nenek itu menimbulkan
pandang yang tak enak.
Yang paling aneh lagi adalah sepasang matanya.
Kornea atau biji matanya, bagian hitam sedikit, yang
putih banyak. Matanya kecil seperti mata tikus.
Nenek itu mengangkat muka dan memandang
kepada ketiga pendekar. Karena tubuhnya pendek
kecil, tongkatnya tampak menonjol hampir dua kali
tingginya dari orangnya.
Ketiga pendekar jwanse terkesiap. Mereka berusaha
untuk mengingat ingat namun tetap tak dapat
mengetahui, siapakah perempuan tua itu.
Sebenarnya pergaulan mereka dengan tokoh-tokoh
persilatan aliran Putih dan aliran Sesat, cukup luas.
Walaupun belum pernah berhadapan muka, tetapi
tentu sudah mendengar namanya. Tetapi selama ini
belum pernah mereka mendengar tentang Wanita tua
yang aneh itu. Kalau menilik tongkat itu dibawanya, tentulah
merupakan senjatanya. Tetapi dengan tubuh nya yang
pendek kecil itu, bagaimana Ia mampu memainkan
tongkat sepanjang begitu"
345 Ketiga pendekar diam-diam bersiap-siap. Ki Sam
Nio menarik Coh Hen Hong dan bertanya dengan
berbisik, "Siapakah dia"
Sudah tentu Coh hen Hong tak kenal maka diapun
gelengkan kepala, "Aku juga belum pernah
melihatnya."
Sebenarnya waktu Coh Hen Hong berdiri disisi Ki
Sam Nio tadi, nenek itupun tidak menaruh perhatian.
Tetapi ketika Ki Sam Nio mengajak bicara pada Coh
Hen Hong, nenek itu pun berpaling dan memandang
Coh Hen Hong. Begitu melihat pedang pusaka ceng leng kiam
ditangan Coh Hen Hong, mata si nenek kecil tampak
berkeliaran dan mulut mendesah.
Tetapi hanya mendesah saja dia tak berkata apaapa,
lalu berseru dingin kepada Lim In, "Kalian telah
menentang perintah pemilik istana Ceng te-kiong.
Kenapa?" Lim In memberi kicupan mata. Ki Sam Nio dan Ho
Thian Ing dapat menangkap isyarat itu Mereka
memegang senjata masing-masing dan mulai tegang.
Dengan sepatah demi sepatah, berserulah Lim In,
"Bertahun-tahun lamanya, Ceng-te-kiong telah
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengacau dunia persilatan, menimbulkan rasa takut,
membangkitkan kegelisahan dan menaburkan
kematian. Setiap orang persilatan sudah muak dan
tidak sudi lagi menerima perlakuan yang lalim
sewenang wenang Kami memang sengaja tak mau
mencari mutiara karena ingin melihat, sampai di
manakah sebenarnya kekuatan Ceng te kiong itu!.
346 Wanita tua itu mengangukkan kepala. Sikapnya
serius dan tampaknya seperti menyetujui kata-kata
Lim in. Setelah Lim In selesai bicara, barulah berkata,
"Salah sih memang tidak salah. Tetapi imbalannya
agak terlalu berat. Anak buah kalian ketiga perguruan,
semua berjumlah 247 orang. Mereka termasuk kalian
bertiga, semua akan binasa Sayang, sayang!"
Mendengar itu Lim In, Ho Thian Jing dan Ki Sam Nio
terkejut. Karena sering bergaul, mereka tahu jumlah
anak murid masing-masing tetapi belum pernah
mereka menghitung dan menjumlah anak buah ketiga
perguruan itu seluruhnya. Mengapa wanita itu dapat
mengetahui persis jumlah anak murid mereka bertiga.
Dalam terkejut itu, diam-diam mereka merasa
bersyukur karena sebelumnya telah membubarkan
anak murid mereka lebih dulu. Maka sekalipun akan di
basmi, toh tak sampai akan merembet jiwa anak
murid mereka. Lim In, Ho Thian Jing dan Ki Sam Nio tak mau
banyak bicara dengan wanita tua itu. Tetapi diam 2
mereka heran mengapa Sampai saat itu pihak Ceng
te-kiong hanya memunculkan seorang perempuan tua
saja untuk menyambut. Apabila sampai bertempur,
andaikata menangpun mereka merasa tak enak dalam
hati karena tentu akan ditertawakan orang karena tiga
orang harus mengeroyok seorang perempuan tua.
Dengan pertimbangan Itu maka merekapun belum
mau bertindak dan melainkan berseru lagi, "Apakah
Ceng te-kiong hanya mengutus engkau seorang saja?"
347 Dengan dingin nenek itu menjawab, "Ah, itu sudah
lebih dari cukup!"
Sikap dan ucapan wanita tua yang begitu tak
memandang mata kepada ketiga pendekar Jwanse,
sudah tentu menimbulkan kemarahan mereka bertiga.
Ho Thlan Jing yang berwatak paling beranggasan
segera kibaskan tangannya, tring, Sebuah bo-thaukau
atau kait-berkepala-macan segera siap di
tangannya. Kembali nenek itu berseru dingin, "Apakah sekarang
mau turun tangan" Sebelum malam tiba batas waktu
pada kalian sebenarnya belum habis Kalian masih ada
kesempatan untuk mempertimbangkan dan berusaha
lagi, agar jangan sampai mati penasaran!"
Setelah Ho Thian Jing mengeluarkan senjata nya,
tentu saja sudah tak ada kelonggaran lagi Apalagi
tujuh butir mutiara berbentuk houlo dalam waktu
setahun saja sukar didapat apalagi pada saat itu yang
tinggal beberapa jam.
Kata-kata nenek itu benar-benar membangkitkan ke
marahan Ho Thian jing. Dia mengendapkan tubuh ke
bawah, sepasang tangan dirangkapkan dan ujung kait
yang tajam segera mengarah kebawah dan serempak
berseru, "Silahkan!"
Begitu mengucap kata terakhir, kedua tangan
dibalikan dan sret.... ujung kaitpun sudah mencuat ke
atas menyerang kearah nenek itu.
Gin-kau atau kait-perak Ho Thian jing dalam dunia
persilatan memang sudah mempunyai nama besar.
348 Kait perak itu bukan terbuat dari bahan perak biasa
karena kalau perak biasa tentu sukar dibentuk dan
sukar dapat menahan benturan senjata lawan. Ginkau
Itu dibuat dari bahan baja lemas yang berkwalitas
tinggi dan dibuat oleh Seorang ahli senjata yang
handal. Gin-kau itu mempunyai dua macam nama, satu,
dinamakan hou-thau kau atau kait-kepala macan. Dan
lain nama lagi disebut Kau-kiam atau pedang
kangkam (pedang bengkok seperti kait). Memang gin
kau tidak termasuk 18 jenis senjata yang biasa
digunakan dalam dunia persilatan. Jurus
permainannya juga pelik dan ruwet, sukar dilatih.
Walaupun hanya sebuah senjata tetapi dapat
digunakan dalam fungsi sebagai pedang golok, Kapak
dan kaitan. Dalam dunia persilatan jarang sekali orang
yang mengunakan senjata itu.
Berpuluh-puluh tahun Ho Thian jing menumpahkan
waktu dan perhatiannya untuk berlatih senjata itu.
Hebatnya bukan alang kepalang. Pada saat dia
balikkan tangan waktu meluncur ke muka tampaknya
gerak kaitan itu hanya biasa-biasa saja.
Tetapi pada saat tubuhnya bergerak berputar, kait
itu segera bergerak dalam jurus Liu-seng kan-gwat
atau Bintang jatuh mengejar bulan.
Kait-perak itu berputar putar dan tampaknya
seperti beratus ratus sinar perak mengelilingi tubuh
wanita tua. Yang lebih hebat lagi, hamburan kaitperak
Itu semua mengarah bagian yang berbahaya
dari tubuh lawan.
349 Begitu melihat Ho Thian Jing mulai turun tangan,
perempuan tua itu tetap tegak tak bergeming. Saat itu
dirinya sudah terkepung dalam lingkaran sinar gin
kau. Melihat itu Ho Than Jing memgira tentulah
perempuan tua itu tak berdaya dan bingung
menghadapi jurus permainan gin-kaunya.
Tetapi diluar dugaan, sekonyong-konyong
perempuan tua itu tertawa meringkik dan tahu-tahu
tubuhnya melambung ke udara. Waktu melambung itu
dia masih tetap memegang tongkat panjangnya dan
tongkat itu tetap terpancang di tempat semula
Pada saat perempuan tua mencapai puncak tongkat
diatas, terdengarlah bunyi yang keras tring, tring,
tring.... tujuh delapan kali terdengar tring senjata
beradu. Yang dihajar gin kau adalah tongkat
perempuan tua itu.
Tongkat panjang itu terbuat dari bahan baja murni
pilihan hajaran gin-kau menimbulkan dering yang
nyaring dan letikan bunga api.
Ho Thian Jing seorang jago kelas satu dan ketua
perguruan. Walaupun marah tetapi pikirannya masih
sadar. begitu gagal, dia cepat mundur. Sementara itu
perempuan itu tetap meluncur ke atas dan berdiri
diatas puncak tongkatnya.
Ketiga pendekar Jwanse serempak mundur sampal
3 - 4 meter dan tegak berjajar-jajar.
"Apakah anda ini tokoh yang dahulu berasal dari Se
gak (Tibet), mendadak muncul dan menggemparkan
350 dunia persilatan tetapi kemudian lenyap tiada
beritanya, yaitu yang digelari Sin-ciang Sian-kho
(Bidadari tongkat sakti)?"
Perempuan tua yang tegak diatas ujung tongkat
tertawa mengekeh, serunya, "Tak kira kalau dahulu
baru tiga kali muncul di dunia persilatan, orang masih
ingat padaku. Pada hal waktunya sudah lama sekali!"
Ketegangan hati ketiga pendekar itu benar-benar
sudah memuncak. Setelah gagal menyerang. Ho Thian
Jing tahu kalau kepandaian lawan jauh lebih sakti dari
dirinya. Dan kini mereka tahu siapa sebenarnya
perempuan tua itu.
Bagaimana asal usul Dewi tongkat sakti itu tiada
orang yang tahu. Dunia persilatan hanya tahu bahwa
tiba-tiba muncul seorang wanita yang bersenjata
tongkat panjang. Dan begitu muncul, dalam waktu
beberapa bulan saja, wanita itu sudah mengalahkan
beberapa tokoh persilatan ternama.
Peristiwa Itu terjadi ber puluh tahun yang lalu.
Sudah tentu ketiga pendekar Jwanse masih kecil
Tetapi menurut cerita di dunia persilatan, senjata Dewi
tongkat sakti itu sebatang tongkat panjang yang
terbuat dari baja hitam, beratnya tak kurang dari 300an kati. Dan wanita itu sendiri, seorang wanita cantik
jelita yang sukar dicari bandingannya.
itulah sebabnya tadi waktu perempuan tua itu
muncul dengan membawa tongkat panjang,
sebenarnya ketiga pendekar sudah ragu2. Tetapi
karena perempuan itu sudah tua dan bertubuh kecil
pendek, maka ketiga pendekar itupun tidak menduga
351 kalau yang dihadapinya adalah Dewi tongkat sakti
yang tersohor cantik.
Tetapi waktu diserang dan perempuan tua itu terus
melambung keatas tongkatnya, suatu hal yang sesuai
dengan cerita dunia persilatan tentang gaya
permainan Dewi Tongkat sakti, barulah Ki Sam Nio
tersadar dan segera bertanya. Ternyata perempuan
tua itu memang Dewi Tongkat sakti yang tersohor
cantik dan sakti dahulu.
Tetapi kejut pendekar itu bukan karena Dewi
tongkat-sakti itu dulu cantik sekarang menjadi
seorang perempuan tua yang penuh keriput. Hal itu
memang wajar bagi setiap orang yang dimakan usia.
Yang menyebabkan hati ketiga pendekar Itu
tergetar adalah karena dulu yang dikalahkan Dewi
tongkat sakti itu semua adalah ko jiu atau jago-jago
sakti kelas atas. Diantaranya terdapat beberapa ketua
perguruan silat. Mereka yang dikalahkan ada yang
terluka parah cacat seumur hidup, ada pula yang
mengasingkan diri tak mau muncul dalam dunia
persilatan lagi
Dari peristiwa itu dapat ditarik kesimpulan betapa
sakti kepandaian wanita itu. Dan kalau seorang tokoh
sesakti itu sampai mau bernaung dibawah kekuasaan
Ceng-te kiong, jelas dapat dibayangkan betapa
dahsyat kesaktian dari pemilik istana itu. Sudah tentu
dia lebih unggul dari Dewi tongkat sakti,
Timbul seketika bayangan ngeri dalam benak
mereka bertiga. kalau mereka hendak melawan Ceng
te-kiong tidakkah hal itu seperti ....
352 Merenungkan hal itu wajah ketiga pendekar itu
berobah. Sesaat mereka tak tahu bagaimana harus
bertindak. Pada saat itu tubuh si nenek tua melambung lebih
tinggi lalu tiba-tiba melayang turun bagai sehelai daun
kering yang gugur melayang-layang dari udara.
Selekas turun di bumi, ketiga pendekar itu pun saling
bertukar pandang satu sama lain. Mereka tak bicara
apa-apa. Selama hampir setahun berkeliling ke seluruh
penjuru dunia persilatan tetapi tak berhasil
memperoleh dukungan dari kawan, ketiga pendekar
itu sudah menderita keguncangan batin. Tetapi
keguncangan itu dapat ditindas oleh keangkuhan dan
harga diri mereka. Mereka makin memperteguh
keputusannya untuk mengadu jiwa dengan Ceng te
kiong. Namun kini setelah mengetahui betapa hebat
kepandaian lawan yang tak mungkin mampu di
hadapinya, keangkuhan dan harga diri merekapun
berantakan. Mereka tegang seperti patung.
Dewi Tongkat sakti tertawa dingin "Bagaimana,
masih ada waktu beberapa lama lagi apakah hendak
kalian pergunakan atau tidak?"
Perasaan ketiga pendekar itupun sudah tenggelam.
Seperti tenggelam dalam dasar air yang tak diketahui
dalamnya. Masih ada beberapa jam lagi yang dapat
mereka pergunakan. Oh, ucapan itu sungguh suatu
cemoohan yang tajam sekali.
353 Sebelum tengah malam nanti, jika hendak
menggunakan sisa beberapa jam, kecuali hanya untuk
memperpanjang pernapasan mereka, apa lagi yang
dapat dilakukannya" Siapakah yang mampu dalam
beberapa jam dapat mencari 7 butir mutiara houlo itu"
Lim In dan Ho Thian Jing, yang satu mencekal kimto
dan yang satu memegang gin-kau. wajah kedua
pendekar itu membesi lesi, tegak sepert patung.
Tampaknya mereka seperti tak mendengar kata-kata
Dewi Tongkat-sakti.
Sedang tubuh Ki Sam Nio tak henti-hentinya
gemetar. Namun dia lebih tenang dari kedua
rekannya. Dia menarik Coh Hen Hong yang berada di
sisinya, "Siau-moaymoay, dia adalah anak buah
engkongmu, mengapa engkau biarkan saja dia unjuk
kegarangan dihadapanmu?"
Semua peristiwa yang terjadi di tempat itu telah
dilihat Coh Hen Hong. Dia segera tahu bahwa
perempuan tua kecil pendek itu, kepandaian nya jauh
lebih tinggi dari ketiga pendekar Jwanse.
Tetapi Coh Hen Hong masih kecil dan wataknya
bandel. Jika nama Dewi Tongat sakti itu tentu
meruntuhkan setiap orang persilatan yang
mendengarnya tetapi tidak mampu membuatnya
takut. Karena dia tak tahu siapakah Dewi Tongkat
sakti itu. Menerima teguran Ki Sam Nio, walaupun
sebenarnya dalam hati takut, tetapi Coh Hen Hong
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tetap nekad dan berkata, "Hai, apakah engkau tak
354 tahu kalau aku disini" Apa apaan engkau berteriak
teriak begitu?"
Andaikata Dewi Tongkat-sakti saat itu membentak
atau menyambut kata-kata Coh Hen Hong dengan
tertawa dingin, tentulah dara kecil itu akan mengkeret
ketakutan dan tak berani buka suara lagi.
Tetapi saat itu Coh Hen Hong memegang pedang
Ceng leng kiam dan sambil menggertak tadi dia
menggerak-gerakkan pedang itu. Sudah tentu hal Itu
menimbulkan rasa gentar pada Dewi Tongkat sakti.
Memang Dewi Tongkat sakti tak kenal kepada Coh
Hen Hong. Tetapi dia tahu bahwa pedang Ceng lengkiam
itu milik Ceng te-kiong. Adalah karena
mempertimbangkan soal pedang Ceng leng kiam itu
maka tadi dia hanya menghindari serangan Ho Thian
Jing dan tak mau balas menyerang.
Sebenarnya Coh Hen Hong hanya nekad saja secara
ngawur menegur Dewi Tongkat-sakti Tetapi diluar
dugaan Dewi Tongkat sakti benar-benar terkejut dan
gentar. Dia berseru seraya tertawa "Siau-kounio,
engkau ini...."
Sungguh diluar dugaan Coh hen Hong bahwa Dewi
Tongkat-sakti bersikap begitu lunak dan ramah
kepadanya. Hal itu makin membesarkan nyali si dara
liar. Dia segera membentak, "siapa diriku ini apa
engkau tak tahu, Hm, apakah engkau tinggal di Cengtekiong" Mungkin di istana Ceng-te kiong engkau
hanya seorang kerucuk saja"
Dewi Tongkat-sakti tersingung dengan hinaan itu.
Dia hendak marah tetapi karena diluar dugaan kata
355 Coh Hen Hong itu memang tepat sekali dengan
keadaan di istana Ceng te-kiong, walaupun marah
tetapi Dewi Tongkat-sakti terkejut juga.
Ternyata istana Ceng-te kiong itu luas sekali Yang
dipertuan atau pemilik istana itu sangay misterius
gerak geriknya. Walaupun Ceng te-kiong mempunyai
sejumlah besar jago-jago ko-jiu tetapi tanpa
mendapat perintah tak boleh datang ke tempat
kediaman sang raja. Memang setiap tahun Sekali
diadakan rapat besar sehingga anak buah Ceng-tekiong
dapat melihat wajah sang raja di kala mereka
menghaturkan selamat. Tetapi siapa-apa yang tinggal
bersama raja Ceng-te-kiong Itu, tak seorangpun yang
tahu, Melihat Coh Hen Hong membawa pedang Cenglengkiam dan bicaranya berseru lantang kepadanya,
diam-diam Dewi Tongkat-sakti terkesiap dan cepat
menduga bahwa dara kecil itu tentulah orang yang
dekat sekali dengan pemilik Ceng te kiong.
Maka dengan menekan rasa kemarahannya karena
di hina tadi, Dewi Tongkat sakti paksakan diri tertawa,
"Engkau.... hi, hi.... tentulah dengan cu-jin...."
Melihat Dewi Tongkat sakti begitu menghormat
kepadanya, karena girang Coh Hen Hong sampai lupa
diri dengan cepat berseru, "Aku Yalah gwa-sun li dari
pemilik Ceng te kong, Apakah engkau belum pernah
melihat aku?"
Gwa sun-li artinya cucu luar perempuan. Dalam
adat istiadat Tionghoa, seorang yang punya anak
perempuan dan anak perempuan itu menikah lalu
mempunyai anak, maka anak itu adalah cucu-luar.
356 Tetapi kalau anak dari anak lelakinya, disebut cucudalam.
Karena Coh Hen Hong mengaku sebagai Kwan Beng
Cu dan Kwan Beng Cu itu anak dari Kwan hujin sedang
Kwan hujin Itu anak dari pemilik Ceng te-kiong maka
Kwan Beng Cu (Cob Hen Hong) adalahh gwa sun li
atau cucu-luar perempuan dari pemilik Ceng-te-kiong.
Waktu mengatakan kalau dirinya itu cucu luar dari
pemilik Ceng-te kiong, hati Coh hen Hong kebat kebit
tak karuan. Dia takut kalau Dewi Tongkat-sakti tak
percaya. Memang kalau Coh Hen Hong begitu saja mengaku
sebagai cucu pemilik Ceng te kiong, tentulah Dewi
Tongkat sakti tak mau percaya. Tetapi karena anak
perempuan itu membawa pedang Ceng leng kiam,
sudah tentu Dewi Tongkat sakti tak ragu2 lagi.
"Oh kiranya siau cujin (majikan kecil), kalau begitu
apakah cujin juga keluar istana?" gopoh Dewi
Tongkat-sakti bertanya.
Coh Hen Hong gelengkan kepala, "Tidak, hanya aku
sendiri." Diam-diam timbul Suatu pikiran dalam hati Dewi
Tongkat sakti, dia menganggap itulah suatu
kesempatan bagus. Kebanyakan dara kecil itu tentu
diam-diam menyelinap keluar dari istana. Kalau dia
dapat membawanya ke istana Ceng-te-kiong,
bukankah dia akan mendapat jasa dari pemilik istana.
357 Maka cepat-cepat dia berseru. "Aya, di dunia
persilatan penuh dengan bahaya. Engkau masih kecil,
mengapa seorang diri berani keluar?"
Coh Hen Hong mendesuh, "Hm, aku seorang diri
berkelana di luar, bukan hanya sehari dua hari, takut
apa?" Memang apa yang dikatakan Coh Hen Hong itu
sungguh seperti yang dialaminya. Tetapi Dewi
Tongkat-sakti benar-benar percaya kalau anak itu
cucu luar dari pemilik Ceng te-kiong. Maka waktu
mendengar pernyataan Coh Hen Hong, Dewi Tongkatsakti
mempunyai tanggapan lain.
"Tentu saja, tentu saja," katanya tertawa,
"dengan bekal kepandaian yang engkau miliki,
engkau tentu dapat berkelana di dunia persilatan
dengan leluasa. Tetapi kalau sudah terlalu lama
engkau meninggalkan istana, tentulah cu-jin meng
harap-harap. Bagaimana kalau ikut aku pulang ke
istana?" Ucapan Dewi Tongkat-sakti itu benar-benar sesuai
sekali dengan yang diharap Coh Hen Hong. girangnya
bukan kepalang. Pikirnya, Kwan Beng Cu juga belum
pernah bertemu dengan engkongnya. Maka kalau dia
mengaku sebagai Kwan Beng Cu tentulah pemilik
Ceng-te kiong akan percaya juga. Wah, ternyata
rencananya dapat berjalan lancar. Tentang bagaimana
nanti, ia dapat menyesuaikan diri apabila sudah
berada di istana Ceng-te-kiong.
Sejenak berpikir, Coh Hen Hong terus menyahut,
"Baiklah!"
358 Dewi Tongkat-sakti cepat melesat maju memegang
tangan Coh Hen Hong. Kalau saja saat itu dia
mempunyai keberanian untuk menguji kepandaian
Coh Hen Hong, tentulah dia akan tahu bahwa Coh Hen
Hong itu jelas bukan cucu dari pemilik Ceng te kiong.
Tetapi ternyata dia tak berani melakukan hal Itu.
"Sau moaycu!" seru Sam Nio.
Coh Hen Hong miringkan kepala dan berkata
kepada Dewi Tongkat-sakti, "Mereka bertiga adalah
kawanku, kalian jangan bertempur!"
"Ya, sudah tentu," jawab Dewi Tongkat sakti.
Mendengar ucapan Dewi Tongkat-sakti, barulah
ketiga pendekar Jwanse itu menghela napas longgar.
Diam-diam mereka merasa malu dalam hati sendiri.
Mereka yang selama ini merasa namanya termasyhur
di seluruh dunia persilatan, ternyata harus
mengandalkan bantuan seorang anak perempuan baru
nyawa mereka dapat selamat.
Cepat mereka mengangkat tangan menghaturkan
hormat kepada Dewi Tongkat-sakti dan tanpa bicara
sepatah kata, mereka berputar tubuh terus melesat ke
luar lembah. Setelah ketiga pendekar itu pergi, hati Coh hen
Hong mulai kebat kebit. Tetapi dia berusaha bersikap
seperti tak terjadi suatu apa.
"Bagaimana aku harus menyebutmu?" tanya Dewi
Tongkat-sakti. 359 "Aku bernama Kwan Beng Cu," sahut Coh Hen
Hong. "Nona Beng Cu, kata orang tadi karena mempunyai
hubungan maka engkau lepaskan. Nanti dihadapan
engkongmu, Harap engkau mengatakan hal itu," kata
Dewi Tongkat-sakti.
"Ah, tak apa, jangan kuatir," kata Coh Hen Hong.
Dewi Tongkat-sakti gembira sekali. Sambil menarik
tangan dara kecil itu, dia terus ayunkan langkah
tinggalkan lembah Lian-hoan-koh Beberapa hari
lamanya Dewi Tongkat-sakti menempuh perjalanan,
propinsi, karesidenan, desa dan gunung telah dilintasi.
Mereka menuju ke utara. Selama itu Dewi Tongkatsakti
memperlakukan Coh hen Hong dengan baik
sekali. Apa yang diinginkan dara kecil itu selalu
diusahakan sampai memenuhi keinginannya.
Bertahun-tahun lamanya Coh Hen Hong hidup
mengembara sebagai gelandangan. Tak pernah dia
merasakan kehidupan yang enak begitu. Dan selama
menikmati bidup seperti seorang puteri ini timbullah
keputusannya bahwa dia harus tetap mengaku
sebagai Kwan Beng Cu dan bahkan selama-lamanya
harus menjadi Kwan Beng Cu. jika dia melepaskan
etiket "Kwan Beng Cu tentu dia akan hidup sengsara
lagi. Begitu hampir sebulan lamanya, mereka telah tiba
di perbatasan Oupak. Pada hari itu sejak pagi mereka
mulai memasuki daerah gunung yang berhutan lebat.
Dan setengah hari kemudian, tiba di muka gunduk
karang yang menjulang tinggi.
360 Bentuk karang itu seperti pintu anglo. Dari atas
karang, mengalir banyak sekali air yang mencurah
kebawah. Ditingkah sinar matahari, air itu
memancarkan sinar pelangi yang kemilau.
Dibawah tebing karang Itu terbentang sebuah hutan
belantara. Begitu hampir tiba di hutan, segera
terdengar dari arah hutan, suara seorang perempuan
tua menegur, "Siapa?"
"Sin-ciang yang datang," sahut Dewi Tongkat sakti.
Coh Hen Hong yang cerdas segera tahu bahwa saat
itu dia sudah tiba di istana Ceng te kiong. Tetapi diamdiam
dia curiga. Yang dihadapinya hanyalah hutan
lebat, pegunungan dan karang2 yang curam. Tak ada
lainnya lagi. Masa disitu terdapat Ceng-te kiong yang
katanya seperti tempat kadewaan"
Pada saat itu sesosok tubuh melesat keluar dari
dalam hutan. Orang itu juga seorang perempuan tua.
Tangannya mencekal sebatang tongkat warna hijau.
Rambutnya putih keperak-perakan dan wajahnya
sangat ramah asih.
Melihat perempuan tua itu seketika jantung Coh
Hen Hong berdetak keras. Kalau bisa, ingin sekali dia
ambles saja ke dalam tanah. Mengapa" Karena
perempuan tua berambut putih itu tak lain adalah Ih
pohpoh. Memalsu sebagai Kwan Beng Cu, ia dapat
mengelabuhi seluruh manusia di dunia, bahkan pemilik
istana Ceng-te-kiong. Tetapi hanya terhadap tiga
orang yang dia tak mampu mengelabuhi. Mereka
yalah Kwan Beng Cu, Pui Tiok dan nenek Ih.
361 Tiba di hadapan Dewi Tongkat-sakti, nenek Ih
memandangnya sejenak lalu beralih memandang Coh
Hen Hong dan serentak mulutnya mendesis, "ihhhh".
Saat itu Coh Hen Hong mati kutu benar-benar. Dia
tak tahu bagaimana harus mencari akal. Terpaksa
dengan wajah pucat dia menantikan apa yang akan
terjadi saja. Nenek Ih kerutkan sepasang alis dan menegur Dewi
Tongkat sakti, "Sin-ciang, perlu apa engkau membawa
anak perempuan begitu?"
Dewi Tongkat-sakti tak memperhatikan perobahan
airmuka Coh Hen Hong. Dia serempak menyahut
gembira, "Ih pohpoh, engkau kira dia itu, orang luar"
Dia adalah cucu-luar dari cujin yaitu nona Beng Cu!"
"Huh dia itu siapa?" dengus Ih pohpoh.
Dewi Tongkat sakti cukup banyak makan asam
garam dunia. Sudah tentu dia tahu bahwa ucapan Ih
pohpoh itu bernada mengejeknya. Dia tertegun.
"Dia adalah nona Beng Cu, cucu luar dari cujin,
bagaimana.... engkau ..... Mengenalnya?" serunya
sesaat kemudian.
Dewi Tongkat sakti bicara setengah jalan, nenek Ih
sudah tertawa, "Apa alasanmu mengatakan dia itu
cucu luar dari cujin?"
"Dia membawa pedang pusaka Ceng-leng kiam,.
Apa engkau tak melihatnya?"
362 "Tentu saja melihat," sahut nenek Ih, sembari maju
dua langkah ke muka Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong menyurutkan kepala. lngin sekali dia
dapat memasukkan kepalanya kedalam rongga
dadanya agar tak kelihatan orang.
Tetapi Itu hanya keinginan. Andaikata dapat terjadi
pun sudah terlambat karena saat itu sebelah tangan
nenek Ih sudah dijulurkan dan diletakkan pada ubunubun
kepala Coh Hen Hong.
Dari telapak nenek Ih timbul suatu tenaga penyedot
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menarik kepala Coh Hen Hong dari lehernya.
Seumur hidup belum pernah Coh Hen Hong
menderita kelabakan seperti saat itu.
Rupanya Dewi Tongkat-sakti melihat juga tindakan
nenek Ih, serentak dia berseru, "Ih pohpoh. mengapa
engkau itu?"
Ih pohpoh tak menjawab teguran Dewi Tongkatsakti
melainkan bertanya kepada Coh Hen Hong,
"Bagaimana pedang Ceng-leng-kiam bisa jatuh ke
tanganmu" Dimana nona Beng Cu sekarang" Lekas
bilang!" perkataan nenek Ih dipancarkan dengan tenagadalam.
Telinga Coh Hen Hong seperti disambar petir.
Sesaat dia tegak telongong longong.
"Dia.... dia bukan nona Beng Cu?" Dewi Tongkat
sakti berseru kaget.
363 Nenek Ih dingin2 berkata, "Untung hari ini aku yang
menyambut, kalau lain orang, tentulah sama dengan
engkau, awur awuran saja menganggap dia nona Bing
Cu dan membawa masuk ke istana Ceng-te-kiong!"
Serentak marahlah Dewi Tongkat-sakti. Dia
memandang Coh Hen Hong dengan mata berapi api.
Saking takutnya Coh Hen Hong mau menangis tetapi
karena terlalu takut, dia sampai tak dapat menangis.
Dia hanya mendelik seperti orang dicekik setan.
Dewi Tongkat-sakti juga maju menghampiri dan
dengan jari tengah menuding pada kening Coh Hen
Hong, dia berseru, "Engkau berani menipu aku, hm,
hm, engkau setan kecil ini, memang sudah bosan
hidup. Heh, kalau engkau tak mau mengatakan
dimana nona Beng Cu berada segera akan kuhias
kepalamu dengan beberapa lubang angin!"
Coh Hen Hong rasanya kedua kakinya lunglai
katanya, "Aku.... aku....
Sampai beberapa jenak dia hanya tetap dapat
berkata "aku.... aku...." saja.
"Tak perlu engkau main kayu lagi," kata nenek Ih,
"hari ini engkau ketemu aku, memang sudah nasibmu.
Apakah engkau masih tak mau bilang" Lain orang
mungkin belum pernah melihat nona Beng Cu tetapi
akulah satu satunya orang yang pernah bertemu
dengan dia!"
Mendengar pernyataan itu tampak air muka Dewi
Tongkat-sakti berobah. Tetapi karena sedang
mencurahkan perhatiannya kepada Coh Hen Hong
364 maka nenek Ih tak sempat mengetahui Wajah Dewi
Tongkat sakti. Karena takutnya wajah Coh Hen Hong berobah
pucat dan tubuhnya gemetar keras. Mulutnya tetap
mengoceh "aku.... aku...." saja.
Pada saat itu Dewi Tongkat-sakti pelan2 maju
selangkah dan julurkan tangan ke leher Coh Hen hong
seraya membentaknya, "Setan kecil, ternyata engkau
menipu aku. Aku hendak suruh engkau menikmati
sesuatu yang bagus!"
Sambil tangan kiri menuding leher Coh Hen hong,
tangan kanan dewi Tongkat sakti bergerak
melintangkan tongkatnya. Tampaknya seperti hendak
mengayunkan tongkat membunuh Coh Hen hong.
Pada saat itu sepasang tangan nenek Ih di angkat
keatas untuk menyambut hantaman tongkat Dewi
Tongkat sakti seraya mencegahnya, "Jangan buruburu
membunuhnya. Aku masih perlu menanyainya.
Tapi sebelum nenek Ih menyelesaikan kata
katanya, tiba-tiba terjadilah peristiwa yang tak
terduga. Tongkat yang diayunkan Dewi Tongkat sakti,
walaupun telah dicegah dengan kedua tangan oleh
nenek Ih, bukan saja tidak mau berhenti malah
dengan kecepatan tinggi terus menghantam.
Tongkat besi dari Dewi Tongkat-sakti itu tak kurang
dan 3-5 ratus kati beratnya. Sudah tentu
hantamannya bukan kepalang dahsyatnya.
Nenek Ih sedikitpun tak pernah menduga bahwa
Dewi Tongkat-sakti akan berbuat begini terhadap
365 dirinya. Sebelum Ia sempat bergerak kedua lengannya
telah terhantam tongkat, krek, krek.... tulangnya
remuk seketika.
Nenek Ih menjerit kaget, "Engkau........
Nenek Ih menderita kesakitan yang tak terperikan
tetapi karena ilmu kepandaiannya sakti, sambil
berteriak, dia loncat mundur.
Tetapi tepat pada saat itu lengan kiri Dewi Tongkat
sakti menekuk, semua jarinya yang diarahkan ke
kening Coh Hen Hong, sekarang ber putar arah. Sekali
jarinya ditekuk dan diselentikkan, wut, wut, wut.... tiga
buah sinar perak meluncur kearah nenek Ih.
Nenek itu hanya mundur dua tiga langkah dan
luncuran benda bersinar perak itu bukan main
Cepatnya, nenek Ih tak berdaya menghindari lagi.
Tiga biji piau kecil, tepat menyusup ke dada nenek Ih.
Dia tak berkutik tetapi belum rubuh.
Sekali tekankan tongkat ke tanah, tubuh Dewi
Tongkat saktipun sudah melayang ke muka dan
plakkk.... dihantamnya ubun-ubun kepala nenek Ih.
Sekalipun ilmu kepandaian nenek Ih lebih tinggi lagi
tetapi karena kedua lengannya remuk, dada termakan
tiga butir senjata rahasia dan sekarang ubun-ubun
kepalanya dihantam tetap dia takkan kuat bertahan
lagi. Tampak tubuhnya terhuyung huyung tiga kali dan
bluk.... akhirnya rubuhlah dia ke tanah.
Pada saat itu Dewi Tongkat sakti sudah melayang
kembali ke tempatnya tadi.
366 Peristiwa itu berlangsung secepat mata mengejap.
Tetapi apa yang terjadi, benar-benar membuat orang
mendelik ternganga.
Coh Hen Hong juga ternganga. Apa yang telah
terjadi di depan matanya, ia melihat dengan jelas
tetapi dia masih tak percaya kalau peristiwa itu terjadi
sungguh-sungguh.
Baru setelah Dewi Tongkat sakti melayang balik dan
tertawa dingin, ia tergetar dan mengangkat muka
berseru, "ini.... ini......"
Kedua gerahamnya bergemerutuk namun mulutnya
hanya dapat mengatakan sepatah kata "ini, ini...."
saja. "ini apa?" seru Dewi Tongkat sakti dingin. "Ih
pohpoh mati ditanganku, engkau tahu tidak?"
Saat itu baru Coh Hen Hong agak tenang, sahutnya,
"Ya.... aku tahu."
Dewi Tongkat sakti memandang Coh Hen Hong
dengan tatap mata yang tajam penuh arti, kemudian
tertawa mengekeh, Heh, heh, sejak saat ini, hanya
aku seorang yang tahu kalau engkau memalsu Kwan
Beng Cu. Apa engkau mengerti?"
Bagaimanapun Coh Hen Hong itu masih belum
cukup umurnya. Dia tak mengerti apa arti di balik
kata-kata Dewi Tongkat sakti. Dia hanya mendengar
kalau Dewi Tongkat sakti menyatakan kalau dia
memalsu sebagai Kwan Beng Cu maka diapun
menggigil ketakutan.
367 "heh, heh," Dewi Tongkat sakti mengekeh pula, "Itu
artinya. kalau aku tak mau membuka rahasia maka
perbuatanmu memalsu Kwan Beng Cu itu, takkan ada
orang yang tahu, mengerti?"
Coh Hen Hong berotak cerdas. Saat itu dia mulai
merasakan sesuatu pada ucapan Dewi Tongkat sakti.
Sekarang dia tidak ketakutan lagi.
"Engkau maksudkan, engkau.... akan melindungi
pemalsuanku itu?" Ia menegas.
"Benar," sahut Dewi Tongkat sakti, "tetapi kesatu,.
engkau harus lebih dahulu menceritakan kisahnya.
Sejelas jelasnya bagaimana asal mula engkau berbuat
begitu. Kedua, setelah masuk ke istana Ceng te-kiong,
setiap bulan sekali engkau harus menemui aku. Apa
yang kusuruh engkau lakukan, engkau harus
melakukannya. Apakah engkau sanggup menerima
syaratku itu?"
Waktu mendengar kata-kata Dewi Tongkat sakti
Itu, girang Coh Hen Hong sukar dilukiskan. Tadi
setelah nenek Ih menelanjangi rahasianya, Coh Hen
hong mengira dirinya pasti mati. Tetapi ternyata telah
terjadi peristiwa yang tak disangka-sangka. Suatu
perobahan yang benar-benar tak pernah diduga sama
sekali. Coh Hen Hong tahu bahwa hanya Dewi Tongkat
sakti yang tahu rahasia dirinya. Sejak sekarang dia
harus mematuhi petunjuk Dewi itu Walaupun
memperkosa batinnya tetapi apa boleh buat. Dari
pada mati lebih baik menerima keadaan itu.
368 Dan pula bagaimana nanti yang akan terjadi setelah
dia masuk ke istana Ceng-te-kiong, dia masih belum
tahu. Oleh karena itu dia lebih baik menerima syarat
yang diajukan dewi itu.
"Baik, aku akan menurut perintahmu,"
Dewi Tongkat sakti tertawa girang, "Baik, sekarang
lebih dulu kasih tahu padaku bagai mana caramu
memalsu sebagai Kwan Beng Cu itu?"
Biji mata Coh hen Hong berkeliaran. Diam-diam dia
menilai bahwa nenek tua itu bukan seorang yang baik.
Tak seharusnya dia berkata dengan sejujurnya. Lebih
baik dia merangkai cerita untuk memenuhi
permintaannya. Memang Coh Hen Hong mempunyai bakat. Cerita
yang dikarangnya secara seketika, cukup baik
sehingga Dewi Tongkat sakti mau mempercayainya.
Masa anak perempuan sekecil itu dapat mengarang
cerita yang tak sungguh, pikirnya.
Selesai mendengarkan cerita Coh Hen Hong, Dewi
Tongkat sakti puas dan mengangguk gembira.
Coh Hen Hong mengangkat muka, pura-pura seperti
minta dikasihani, "Sian-koh, ku.... takut aku tak....
berani ke sana."
"Tak perlu takut," cepat Dewi Tongkat sakti
menukas "begitu bertemu engkongmu engkau harus
mengatakan asal usulmu seperti yang engkau
rencanakan itu."
"Tetapi bagaimana kalau sampai ketahuan...."
369 Dewi Tongkat-sakti tertawa dingin, "Sekarang
dalam soal ini, kecuali engkau dan aku, hanya langit
dan bumi yang tahu. mengapa bisa ketahuan" Asal
engkau ingat untuk mematuhi pesanku, kita berdua
tentu takkan kekurangan apa-apa lagi."
Sebenarnya Coh Hen Hong memang tak takut dan
Seratus persen mau melakukan. Tetapi dia memang
sengaja berpura-pura supaya Dewi Tongkat-sakti
berusaha untuk membujuknya. Setelah itu dengan
sikap seperti terpaksa, dia lalu menganggukkan
kepala. Berbicara soal kecerdikan dan keganasan, tindakan
Dewi Tongkat sakti yang tiba-tiba membunuh nenek
Ih, lalu menyuruh Coh Hen Hong supaya tetap
memainkan rol sebagai Kwan Beng Cu tetapi harus
menurut segala perintahnya, memang Dewi Tongkat
sakti harus mendapat nilai paling tinggi.
Tetapi dia sama sekali tak sadar bahwa dia pun
dipermainkan oleh Coh Hen Hong yang akan
memperalatnya. Dengan demikian menilik umur dan
pengalamannya jelas nilai tertinggi dalam hal kelicikan
dan keganasan, harus diberikan kepada Coh hen
Hong, bukan Dewi Tongkat sakti.
Dewi Tongkat sakti lalu mengubur mayat nenek Ih,
setelah itu dia terus mengajak Coh Hen Hong
melanjutkan perjalanan. Tak berapa lama mereka tiba
dibawah tebing karang yang menjulang tinggi itu. Dari
jauh, tebing karang tinggil itu tampak perkasa sekali.
Setelah dekat lebih mengejutkan lagi.
370 Saat Coh Hen Hong memandang keatas, dia merasa
tebing karang itu seolah akan rubuh menimpanya
sehingga dia mengucurkan keringat dingin.
"Sian-koh, rasanya di muka sudah tidak ada
jalannya lagi" katanya.
Dewi Tongkat sakti tertawa, "Rahasia istana Cengtekiong, mana engkau tahu" Engkau lihat! " Sambil
berkata dia gerakkan ujung kaki, Dewi Tongkat sakti
dengan menendang tiga biji batu sebesar kepalan
tangan. Memang hebat sekali kepandaiannya.
Tampaknya santai saja dia gerakkan kaki tetapi
ternyata gerakan itu telah menimbulkan angin yang
menderu deru, plak, plak plak.... tiga butir batu itu
mencelat membentur dinding tebing karang.
Yang mengherankan, benturan batu pada tebing
karang Itu berkumandang keras, seperti karang itu
kosong dalamnya.
Pada saat Coh Hen Hong tertegun dari dalam
karang terdengar suara orang yang bernada berat,
"Siapa?"
Mendengar dalam karang ada suara orang, Coh Hen
Hong melonjak kaget.
"Aku Sin-cang lekas buka pintu," sahut Dewi
Tongkat sakti. Kembali terdengar suara menyahut dan menyusul
segunduk batu besar pelahan-lahan mengisar ke
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam. 371 Batu besar yang terletak diatas karang itu,
tampaknya hanya batu yang secara alamiah
meggunduk disitu. Siapa tahu ternyata merupakan
sebuah mulut jalan.
setelah batu mengisar ke dalam, Dewi Tongkatsakti
segera menggandeng tangan Coh Hen Hong
memasuki lubang batu itu.
Saat itu Cuh Hen Hong kejut2 heran disamping
takut, Sambil memegang tangan Dewi Tongkat sakti,
dia tak berani bicara apa-apa. Ternyata didalam
lubang batu itu terdapat sebuah gua. Dan batu itu
diikat dengan rantai yang bergerak ke belakang.
Selekas mereka masuk maka batu besar itupun
menutup kembali.
Tetapi pada saat itu mereka melihat seorang
dengan membawa obor muncul keluar dari sekeping
pintu besi. Orang itu masih muda, matanya berkilatkilat
tajam memandang kearah Dewi Tongkat sakti
dan Coh Hen Hong.
Sebelum orang itu membuka mulut, Dewi Tongkatsakti
sudah mendahului, mengapa hari ini didalam
hutan tak ada yang jaga?"
Lelaki pertengahan umur itu terkesiap, sahutnya,
"Hari ini yang jaga di hutan adalah Ih pohpoh siapa
bilang tidak ada penjaganya"
Dewi Tongkat-sakti sengaja bertanya begitu untuk
membuang jejak, agar tidak dicurigai kalau dia yang
membunuh Ih pohpoh.
372 Dia gelengkan kepala, "Aneh, mengapa aku tak
melihatnya sama sekali!"
Lelaki pertengahan umur itu tidak menjawab tetapi
menunjuk pada Coh Hen Hong dan berseru. "Anak
perempuan ini...."
"Lekas suruh orang melapor pada cujin kalau aku
akan menghadap perlu melaporkan urusan penting,"
cepat Dewi Tongkat-sakti menukas.
Lelaki itu tertawa dingin, "Urusan penting apa"
Apakah akan membunyikan bedug Lian-hun-kou?"
Lian hun kou merupakan genderang raksasa dari
istana Ceng-leng kiong sebagai pertandaan apabila
ada urusan penting untuk mengundang pemilik Cengtekiong keluar. Sudah tentu tak boleh sembarangan
dibunyikan. Lelaki itu mengajukan pertanyaan itu bukan dengan
maksud sungguh 2 melainkan hanya untuk mengejek
saja. Dewi Tongkat sakti tertawa dingin dan jawabnyapun
diluar dugaan lelaki itu.
"Ya, memang demikian," sahut Dewi Tongkat sakti.
Wajah lelaki itu berobah seketika, "Sian-koh, kalau
engkau tidak membawa berita yang penting sekali
jangan berani sembarangan membunyikan Lian hunkou,
tahukah engkau bagaimana akibatnya?"
373 Dewi Tongkat-sakti berkata dingin, "Aku sudah
tinggal di Ceng te kiong lebih lama dari engkau,
mengapa tak tahu hal itu?"
"Kalau begitu, silahkan," sahut lelaki itu. Sambil
berkata dia sudah mendahului mundur selangkah,
berputar dan membuka pintu besi lalu melangkah
masuk. Dewi Tongkat sakti menggandeng Coh Hen Hong
mengikuti dibelakang orang itu. DidaLam pintu besi itu
merupakan sebuah terowongan yang panjang
berbiluk-biluk. Ada kalanya terowongan itu lebar tetapi
ada kalanya sempit. Menandakan kalau terowongan
alam, Hampir setengah jam kemudian setelah keluar dari
terowongan dan memandang ke muka hampir Coh
Hen Hong melongo dan tak percaya apa yang di lihat
nya saat itu, Disebelah muka merupakan sebuah lembah gunung
yang besar, penuh dengan pohon-pohonan, banyak
sekali bunga dan rumput yang tumbuh rimbun,
Di bagian dalam dari hutan tampak puncak sebuah
gedung istana. Puncak itu bertabur macam-macam
batu permata yang berkilau-kilauan menyilaukan
mata. Benar-benar sebuah puncak gedung yang
sangat mewah dan megah.
Sekeliling lembah itu terdapat banyak perumahan
yang bersih dan teratur, banyak margasatwa yang
berkeliaran bebas.
374 Ada lagi sebuah telaga kecil yang tepinya di
tumbuhi perpuluh pohon tinggi yang penuh dengan
bunganya yang mekar. Bunga-bunga Itu beraneka
warna. Permukaan telaga yang memantulkan langit
biru berhias puluhan bunga warna warni yang indah,
benar-benar merupakan suatu alam pemandangan
yang luar biasa mempersonakan.
Kalau tidak ditarik tangannya oleh Dewi Tongkatsakti
tentulah Coh Hen Hong akan berdiri kesima, tak
mau berjalan. Pada sebuah pohon tua, digantung sebuah bedug
(tambur) besar dan bertuliskan kata-kata Siapa tanpa
sebab membunyikan bedug ini pasti akan dihukum
mati." Tetapi begitu tiba di muka bedug. Dewi Tongkat
sakti terus memukul tiga kali, dung.... dung dung .
Suaranya benar-benar seperti menembus gumpalan
awan dilangit, sehingga Coh Hen Hong sampai
melonjak kaget.
Kumandang bedug itu tak henti-hentinya bergema
sampai jauh. Seperti gelombang angin puyuh tetapi
bukan angin puyuh, karena keadaan di sebelah muka
tenang, matahari bersinar, angin mendesis lembut.
Tengah Coh Hen Hong terkejut dan heran akan
suara gemuruh seperti angin puyuh itu, tiba tiba dari
hutan lebat itu bertebaran delapan gumpal awan
hitam. Sudah tentu Cohb Hen Hong melonjak kaget. Waktu
memandang dengan teliti baru dia dapat melihat jelas
375 bahwa yang terbang dari tengah hutan itu bukan awan
hitam melainkan delapan ekor elang raksasa yang
tengah merentang kedua sayapnya. Kedua sayap dari
setiap burung itu tak kurang dari dua tombak
lebarnya. Kedelapan elang raksasa Itu cepat sekali
terbangnya. Dan suara menderu seperti angin puyuh
itupun berasal dari kedelapan burung raksasa Itu.
Hampir hanya dalam beberapa kejab mata Saja
kedelapan elang raksasa yang terbang dengan formasi
yang rapi, serempak berhenti dimuka pohon tua tadi.
Saat itu Dewi Tongkat sakti sudah tak memukul
bedug lagi. Coh Hen Hong memandang dengan ngeri kepada
kedelapan elang raksasa yang gagah perkasa itu.
Kepalanya seperti manusia paruhnya seperti besi dan
bulunya mengkilap seperti tembaga.
Wajah Dewi Tongkat sakti agak berobah dan
hatinya tegang. Walaupun dia yakin bahwa
rencananya itu sama sekali tak mungkin akan bocor
tetapi menghadap kehadiran kedelapan elang raksasa
yang berarti kepala istana Ceng-te-kiong akan datang,
hati Dewi Tongkat-sakti berdetak keras. Dia berusaha
untuk menekan gejolak perasan itu namun tak urung
cahaya air mukanya juga masih kentara.
Dipegangnya tangan Coh Hen Hong erat2. Coh Hen
Hong dapat merasakan ketegangan hati wanita tua itu
dan Ikut berdebar-debar,
376 Setengah jam setelah kedelapan ekor elang raksasa
itu datang, terdengarlah suara berdetak-detak macam
kaki melangkah. Tampaknya suara itu pelahan-lahan
sekali dan berasal dari jauh tetapi entah bagaimana
dalam beberapa kejap saja tampak sesosok tubuh
melesat dan tahu-tahu munculah seorang.
Begitu orang itu muncul, Dewi Tongkat sakti segera
berlutut memberi hormat seraya berseru, "Hamba Sinciang
Sin-koh, mohon menghadap cujin."
Karena masih tetap dipegang Dew Tongkat-sakti
maka waktu dewi itu berlutut, Coh Hen Hong juga ikut
tertarik tetapi anak itu tidak ikut berlutut hanya
merentang kedua matanya memandang orang yang
datang itu. Ternyata pendatang itu seorang lelaki yang
jangkung kurus, tangannya memegang tongkat warna
merah tua. Bunyi berdetak-detak tadi berasal dari
tongkat yang dibuat jalan.
Wajahnya serius. sinar matanya berpengaruh
sehingga orang yang beradu pandang dengan dia
tentu akan menunduk, tak berani memandang.
Waktu Coh Hen Hong memandangnya, orang itu
pun tengah memandangnya. Coh Hen Hong seperti
kena stroom listrik, berjengit lalu cepat-cepat
tundukkan kepala.
Terdengar orang itu berkata, "Tak usah banyak
peradatan. Bukankah engkau sudah bertemu dengan
ketua dari ketiga perguruan silat di Jwanse itu"
Dewi Tongkat-saktt berbankit dan mengiakan, "Ya."
377 Saat itu Coh Hen Hong segera tahu bahwa lelaki
yang dihadapannya itu adalah kepala istana Ceng te
kiong sendiri atau "engkongnya".
Sudah tentu hati Coh Hen Hong makin tegang
sekali. "Ketua dari ketiga perguruan di Jwanse itu apakah
sudah melaksanakan pesananku setahun yang lalu?"
kata kepala Ceng-te-kiong pula.
"Tidak, mereka tidak melakukan," sahut Dewi
Tongkat-sakti. Dengan tenang sekali kepala Ceng-te-kiong
berkata, "Kalau begini, Go-bi, Ceng-shia dan kiambun,
apakah seluruh anak buahnya sudah dibasmi
semua?" "Belum," kembali Dewi Tongkat-sakti menjawab.
Wajah kepala Ceng te kiong berobah, serunya
sarat, "Kalau begitu...."
Dewi Tongkat-sakti cepat mendahului, "Mohon cujin
suka mengijinkan aku menghaturkan laporan. Karena
peristiwa itu berkembang secara tak terduga-duga.
Ketiga pendekar Jwanse itu datang bersama nona
Beng Cu. mereka adalah sahabat baik dari nona Beng
Cu" "Siapa nona Beng Cu itu?" seru ketua Ceng te kiong
dengan dingin. 378 Sambil menarik Coh Hen Hong, berserulah Dewi
Tongkat-sakti dengan nada yang ramah, "Nona Beng
Cu, ini adalah engkongmu, mengapa engkau tak lekas
memberi hormat?"
Rupanya Coh Hen Hong ketakutan. Walaupun
didorong kemuka oleh Dewi Tongkat-sakti tetapi Coh
Hen Hong menyurut mundur lagi. Tetapi pada saat itu
pemilik Ceng te kiong sudah berpaling dan
memandang Coh Hen Hong. Sudah tentu anak
perempuan itu makin ketakutan setengah mati.
"Sin-ciang, engkau bilang apa" seru pemilik Ceng-te
kiong dengan serius.
Dewi Tongkat-sakti kembali berlutut dan katanya,
"Mohon cujin berkenan mendengarkan laporan hamba.
kalau bukan karena soal ini tentulah aku tak berani
membuat kejut cujin. Nona Beng Cu ini adalah cuculuar
perempuan dari cujin."
"Bagaimana engkau tahu?" seru pemilik Ceng tekiong
dengan tajam. "Agar jelasnya, nona Beng Cu dapat memberi
keterangan sendiri, dia membawa pedang ceng leng
kiam. Tubuh pemilik Ceng-te kiong tergetar keras,
serunya, "Ceng leng kiam, dimana, dimana?"
Kembali Dewi Tongkat sakti mendorong Coh Hen
Hong dan anak itu segera menyingkap baju,
mengambil pedang Ceng-leng-kiam. Tetapi pada saat
Coh Hen Hong mencekal pedang, pemilik istana Ceng
te-kiong pun sudah melambaikan tangan nya. seketika
379 itu Coh Hen Hong rasakan suatu gelombang tenagapenyedot
yang kuat, menarik pedangnya sehinga dia
tak kuasa memegangnya lagi. Pedang Ceng-leng kiam
melayang kepada pemilik Ceng te-kiong.
Selekas mencekal pedang, sejenak memandang
pemilik Ceng-te-kiong terus memandang kepada Coh
Hen Hong lagi. Saat itu cahaya wajah pemilik Ceng-te-kiong sukar
dilukiskan. Beberapa saat kemudian baru dia berkata kepada
Coh Hen Hong, "Mama....mu?"
Waktu dipandang pemilik Ceng-te-kiong, Coh hen
Hong sudah gugup dan ketakutan tak karuan. Kalau
saja pemilik Ceng-te kiong menanyakan lain2 soal,
kemungkinan tentulah Coh Hen Hong akan ketahuan
belangnya. Tetapi justeru pemilik Ceng te kiong itu
menanyakan mamanya. Sesaat Coh Hen Hong lupa
bagaimana peran yang dia lakukan saat itu. Dia
serentak teringat akan mamanya sendiri yang telah
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mati secara mengenaskan. Maka diapun serentak
menjawab, "Sudah meninggal...."
Dan setelah itu karena teringat akan nasib
mamanya yang malang, airmatanyapun mengucur
deras. Melihat itu, pemilik Ceng te kiong segera menghela
napas dan berseru pelahan, "Jangan menangis sini,
kemarilah engkau."
380 Wajah pemilik Ceng-te kiong keren sekali. Tetapi
waktu mengucapkan kata-kata kepada Coh Hen Hong
nadanya penuh rasa iba dan ramah.
"Huahhh.... " pecahlah tangis Coh Hen Hong. lalu
serentak lari menghampiri ke tempat pemilik Ceng-tekiong.
Pemilik Ceng-te-kiong ulurkan kedua tangan nya
dan memeluk anak itu erat2.
Saat itu Dewi Tongkat-sakti masih berlutut di tanah.
Sebenarnya dia masih kuatir sekali. Tetapi setelah
melihat bagaimana pemilik Ceng-te kiong menyambut
mesra Coh Hen Hong hati Dewi tongkat sakti seperti
terlepas dari himpitan batu besar.
Setelah memeluk, pemilik Ceng te kiong terus
memondong Coh Hen Hong dan berputar tubuh
hendak berlalu.
"Cujin," Dewi Tongkat sakti cepat-cepat berseru.
Pemilik Ceng-te-kiong kebutkan lengan baju dan
berseru, "Bangunlah, untuk jasamu membawa Beng
Cu pulang kemari aku tentu akan memberi ganjaran."
Sudah tentu Dewi Tongkat-sakti girang bukan
kepalang. Serentak dia berbangkit dan menghaturkan
terima kasih. Hanya dalam beberapa kejap saja, kedelapan elang
raksasa itupun sudah terbang melayang lagi dan
dengan memondong Coh Hen Hong, pemilik Ceng-te
kiong Juga sudah masuk kedalam hutan lebat lagi.
381 Saat itu barulah Dewi Tongkat-sakti dapat
menghela napas longgar. Waktu pemilik Ceng-te kiong
hadir, sekeliling tempat itu tak tampak seorang
manusiapun juga. Tetapi setelah pemilik Ceng tekiong
Itu pergi maka dari empat penjuru segera
muncul orang-orang yang menghampiri ke tempat
Dewi Tongkat sakti.
dalam beberapa kejap Dewi Tongkat sakti telah
dikepung oleh belasan orang yang semuanya memberi
selamat. Dewi Tongkat sakti juga gembira sekali
menerima pemberian selamat mereka.
Sekarang mari kita ikuti perjalanan Coh Hen Hong
yang dibawa "engkong"nya itu. Anak perempuan itu
merasa telinganya menderu-deru dilintas angin.
Benda2 yang berada di kedua sampingnya seperti
dibabat jatuh ke belakang sehingga dia tak dapat
melihat jelas apakah benda2 itu.
Karena takutnya Coh Hen Hong memeluk kencangkencang
pada pemilik Ceng-te-kiong, namun telapak
tangannya tetap mengucurkan keringat. Beberapa
waktu kemudian, Ia merasa gerak laju dari
engkongnya itu mulai mengendor.
Coh Hen Hong menghela napas longgar ketika
mendapatkan dirinya berada di muka sebuah gedung
istana yang megah. Sebuah bangunan istana yang tak
pernah dapat dibayangkan keindahannya.
Saat itu Coh Hen Hong belum berada di muka pintu
melainkan masih di bawah tangga titian. Memandang
ke atas masih harus meniti tiga sampai empat puluh
titian baru tiba di muka pintu.
382 Pada setiap titian terdapat seorang busu (panglima
perang) berpakaian baju besi dan memegang tombak,
berdiri tegak seperti patung. mereka bertubuh tinggi
besar dan gagah perkasa sekali,
Dengan berbisik Coh Hen Hong bertanya, "Apa....
engkau tinggal di dalam sana?"
Ceng-te atau yang dipertuan dari istana Ceng-tekiong
mengangguk. Digandengnya tangan Coh Hen
Hong terus mendaki titian. Tiba di muka pintu gerbang
besar yang berwarna kuning emas, kedua daun
pintunya pelahan-lahan membuka Ceng-te dan Coh
Hen Hong melangkah masuk.
Begitu masuk, pigura, ukir ukiran dan lukisan yang
indah dan bermacam macam, memenuhi dinding
sehingga pandang mata Coh Hen Hong sampai kabur.
Dia merasa seperti berada dalam kepungan sebuah
barisan yang gaib.
Entah berapa banyak tempat yang dilalui yang jelas
Setiap kali melintas jalan yang terdapat orangnya
mereka tentu berdiri dengan kedua tangan menjulai,
pertanda menghormat.
Sampai lama baru mereka tiba di sebuah ruang.
Ceng-te duduk disebuah kursi dan suruh Coh hen
Hong berdiri di sebelahnya. Dipandangnya anak
perempuan itu beberapa saat.
Coh Hen Hong tahu bahwa penyamarannya sebagai
Kwan Beng Cu mungkin takkan diketahui lagi oleh
karena itu diapun tak takut.
383 Sesaat kemudian baru Ceng-te bertanya, "Engkau
bernama.... Beng Cu?"
Ceng-te berhenti sejenak tertawa getir, lalu
bertanya pula, "Engkau she (marga) apa?"
Diam-diam Coh Hen Hong heran dalam hati.
Pikirnya, apakah orang tua itu sudah pikun" Mengapa
anak perempuannya menikah dengan siapa saja tak
tahu" Sekalipun demikian tak berani dia mengutarakan
keheranannya dan dengan sikap menghormat
menjawab, "Aku marga Kwan, ayahku adalah Kwan
Pek Hong."
"Ooh," dengus Ceng tee, "kiranya dia. Dia juga
punya nama sedikit di dunia persilatan...."
Ia tertawa getir dan melanjutkan, "Sudah dapat
memperisteri Ah Hong, mengapa dalam dunia
persilatan namanya hanya begitu saja. Hitung2 dia itu
sungguh tak punya pambek besar. Lalu dia berada di
mana?" "Sudah meninggal," kata Coh Hen Hong.
Cengte terkesiap, "Ooo.... suami isteri meninggal
secara berbareng" Siapa musuh mereka?"
"Mereka saling bunuh sendiri!" sahut Coh Hen Hong.
Cengte serentak berbangkit dari tempat duduk
tetapi lalu duduk lagi, katanya, "Saling bunuh sendiri
mengapa?" 384 Coh Hen Hong tak dapat menjawab melainkan
berkata, "Entah, ku tak tahu, aku hanya tahu kalau....
mama meninggal.... dia sudah meninggal.... "
Teringat akan mamanya kembali Coh Hen Hong
menangis lagi. Cengte pelahan lahan membelai kepala
anak itu dan menghiburnya "Sudah, jangan menangis.
Meskipun mereka sudah meninggal, engkau toh sudah
kembali kepadaku, masa engkau masih menangis....
masih menangis?"
Kata-kata dari Cengte itu terdengar sember sekali
seketika Coh Hen Hong mengangkat muka
memandangnya, dilihatnya airmata Ceng-te
berlinang2. "Engkong, apakah engkau juga akan menangis?"
serunya heran. Kalau Coh Hen Hong tidak berkata begitu, mungkin
Cengte dapat menahan kesedihan hatinya tetapi
begitu Coh hen Hong bertanya, tak kuasa Cengte
menahan air matanya yang bercucuran ke pipinya.
Sambil bercucuran airmata, Cengte berkata, "Beng
Cu, engkau tak tahu. Mamamu Ah Hong itu sangat
kusayang sekali. Oleh karena itu aku pun mendidiknya
agak keras. Kukira dia tentu merasa bahagia hidup
dalam istana Ceng-te-kiong yang serba tak
kekurangan segala apa itu. Tak kira kalau dia
menganggap Ceng-te-kiong itu sebagai penjara bagi
dirinya. Pada waktu dia berusia 20 tahun, dia terus
melarikan diri. Selama 20 tahun ini aku telah berusaha
untuk mencarinya ke seluruh perjuru dunia tetapi
tetap tak dapat menemukan. Kalau sekarang tiba-tiba
dia sudah meninggal, bagaimana aku.... aku tak sedih.
385 Sambil berkata kata dia masih mengucurkan
airmata, hanya tidak menangis seperti Coh Hen Hong.
Anak perempuan itu juga ikut menangis.
Setelah kedua engkong dan cucu itu menumpahkan
kesedihannya beberapa saat, barulah Cengte berhenti
menangis. "Mamamu tentu mengira kalau aku ini seorang ayah
yang jahat sekali. Dan engkau pun jangan
menganggap aku ini seorang engkong jahat juga.
Kalau ada apa-2 bilanglah kepadaku, mengerti?"
Kata-kata Ceng-te itu diucapkan dengan kasih
sayang. Seumur hidup belum pernah Coh Hen Hong
menerima kata-kata sedemikian penuh kasih sayang
Seperti itu. Sudah tentu hatinya tergerak sekali.
Sesaat hampir saja dia hendak mengatakan tentang
perbuatannya memalsu sebagai Kwan Beng Cu. Tetapi
untung pikirannya masih sadar sehingga dia tak
sampai berkata begitu. Ia tahu kalau sampai
mengungkap rahasia itu, habislah riwayatnya.
Sejenak mengambil napas, Ceng-te berkata pula,
"Akan kuajarkan Ilmu kung-fu kepadamu. Engkau
suka berlatih boleh berlatih, kalau tidak suka boleh tak
usah berlatih. Akan kuberikan sepasang pedang
pusaka Ceng-leng-kiam dan Kim liong kiam kepadamu
dan akan kuajarkan juga ilmu pedang Leng-Long-kiam
yang tiada taranya di dunia. Aku akan menebus
kebencian mamamu terhadap diriku...."
Rupanya saat itu Ceng-te seperti kehilangan kontrol
atas dirinya. Dia terus menerus bicara menanyakan
segala sesuatu tentang Kwan hujin.
386 Coh Hen Hong hanya menjawab asal saja. Tetapi
karena sejak melarikan diri dari istana Ceng-te kiong,
Ceng-te tak tahu sama sekali bagaimana keadaan
puterinya (Ah Hong) maka dia menerima saja ocehan
Coh Hen Hong itu.
Memang pada waktu itu oleh karena hendak
menggembleng puterinya dengan sempurna maka
Cengte mengawasinya dengan ketat sekali. Walaupun
dalam hati sesungguhnya amat sayang kepada Ah
Hong tetapi dia tak mau memanjakan dan selalu
menunjukkan sikap yang keras.
Ah Hong atau mama dari Kwan Beng Cu salah duga.
Dia mengira ayahnya jahat dan keras maka diam-diam
dia nekad melarikan diri. Peristiwa itu telah
menghancurkan kesedihan hati Cengte entah sampai
berapa tahun. Maka tatkala Coh Hen Hong muncul
sebagai Kwan Beng Cu keadaan Ceng-te seperti
terhibur. Oleh karena menganggap bahwa tak mungkin Dewi
Tongkat sakti akan menipunya dan anak perempuan
sebesar Coh Hen Hong akan berani mengaku sebagai
cucunya maka Ceng-tepun tak mau menyelidiki lagi
apakah anak perempuan yang mengaku sebagai
cucunya Kwan Beng Cu itu benar orangnya atau palsu.
Yang menjadi pemikiran Ceng-te hanyalah
bagaimana dia harus memanjakan cucu
perempuannya itu dengan sebaik-baiknya untuk
menebus perlakuannya yang bengis terhadap
mamanya (Ah Hong) dulu.
387 Seperti mendapat durian runtuh, demikian sebuah
peribahasa yang mengungkapkan akan seseorang
yang mendapatkan keberuntungan besar tanpa
disangka-sangkanya.
Demikianlah keadaan nasib Coh Hen Hong.
JILID 9 Sejak tinggal di Istana Ceng-te Kiong, Coh hen
Hong seperti masuk ke nirwana. Kehidupan yang
dinikmati, benar-benar selama ini belum pernah
dibayangkan. Seperti langit dengan bumi bedanya ketika Ia
teringat beberapa hari yang lalu ketika menempuh
perjalanan dengan Dewi Tongkat sakti. Selama
beberapa hari Itu dia hidup seperti pengemis saja.
Tetapi sekarang, dia tak ubah seperti seorang puteri
raja. Entah berapa puluh bujang dan pelayan muda yang
senantiasa melayani keperluannya. ibarat dia ingin
minta angin atau hujan, pasti akan disediakan juga.
Pada sebulan yang pertama, praktis dia tak berbuat
apa-apa, baik bekerja maupun belajar silat. Awal
bulan kedua barulah Ceng-te mulai mengajarkan
sedikit tentang dasar2 ilmu tenaga dalam.
Dasar Coh Hen Hong memang berotak terang. Dia
cepat sekali dapat menerima dan mengerti pelajaran
yang diberikan engkongnya. Sudah tentu Cengte
gembira sekali.
388 Dahulu ketika masih menjadi gelandangan di dunia
persilatan, banyak kali Coh Hen Hong harus menelan
penasaran karena dihina orang, Dia tak dapat berbuat
apa-apa karena kepandaiannya masih rendah sekali.
Sekarang telah mendapat kesempatan untuk belajar
silat apalagi pengajarnya itu seorang raja silat yang
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihormati seluruh dunia persilatan, sudah tentu dia
menumpahkan segenap semangat dan perhatiannya.
Itulah sebabnya maka cepat sekali dia sudah
mencapai kemajuan yang pesat.
Karena sedang menumpahkan seluruh pikiran pada
ilmu silat, Coh Hen Hong sampai lupa akan
perjanjiannya dengan Dewi Tongkat sakti bahwa
setiap bulan sekali harus menemuinya.
Waktu berjalan cepat sekali. Tak terasa setahun
telah lewat. Selama setahun itu Coh Hen Hong telah
mencapai kemajuan yang mengagumkan dalam
dasar2 ilmu tenaga dalam (lwekang). Dan selama itu
Ceng-te benar-benar sangat memanjakannya dengan
segala kasih sayang yang berlimpah limpah.
Pada sore itu Coh Hen Hong tengah berlatih silat.
Kemudian dia pelahan lahan ayunkan langkah keluar
istana. Biasanya setiap tiba di pintu gerbang, dia tentu
berhenti. Tetapi pada saat itu, matahari senja sedang hendak
menyelam ke sebelah barat. Sinarnya yang kuning
kemerah merahan mashb membara bagai bara
menyala, pohon2 li dengan bunga-bunganya yang
tengah mekar, tambah indah sekali tampaknya.
389 Dia teruskan langkah menuju ke muka hutan pohon
li dan memandang bunga-bunga yang tengah mekar
dengan indahnya itu.
Sekonyong konyong terdengar suara berdetak
detak mendebur tanah. Mendengar suara itu seketika
menggigillah hatinya.
Sebelum ia sempat berputar tubuh, sudah
terdengar suara yang lantang dari Dewi Tongkat sakti,
"Nona Beng Cu, apa kabar, apakah selama ini engkau
baik-baik saja?"
Kejut Coh hen Hong bukan kepalang, jantungnya
berdetak keras. Cepat dia berputar tubuh dan
celinggukan dengan wajah cemas ke sekeliling tempat
itu. Dari jauh terdengar suara orang berjalan tetapi di
dekat situ tak ada orang lain. Coh hen Hong menghela
napas longgar. "Oo, kiranya Sian-koh" Aku baik-baik saja,"
katanya. Dewi Tongkat sakti tertawa mengekeh, "Engkau
sudah tak kenal aku, bukan?"
Pada saat itu tiba-tiba timbullah perasaan benci dan
muak Coh Hen Hong terhadap Dewi Tongkat sakti. Dia
merasa selama perempuan itu masih hidup di dunia,
tak mungkin dia dapat tenang hatinya.
Tetapi perasaan itu hanya terkandung dalam hati
dan tak berani Ia menyatakannya apa lagi dia
menyadari kalau rahasianya berada di tangan
perempuan tua itu. Apabila Dewi Tongkat sakti
membuka rahasianya, tentu habislah riwayatnya.
390 Maka dia buru-buru berkata, "Sudah tentu masih
kenal. beberapa kali aku hendak keluar menemui
engkau tetapi engkong menilik aku dengan ketat
sekali, suruh aku siang maLam belajar latih ilmu
kungfu, ku sungguh tak dapat keluar harap Sian-koh
jangan salah faham."
Memang Coh Hen Hong seorang anak perempuan
yang pintar bicara dan licin. Dengan Cemerlang sekali
dia telah mengungkap semua jawaban pada
pertanyaan yang masih tersimpan dalam hati Dewi
Tongkat-sakti sehingga Dewi Tongkat-sakti tak dapat
bicara lagi. Dia hanya mendengus.
"Hm, asal engkau ingat dengan baik-baik saja.
Lebih pula jangan engkau lupa pada keadaan dirimu
yang bukan tulen itu."
Kata-kata Dewi Tongkat sakti itu bagai ujung
pedang yang menusuk ruang hati Coh Hen Hong.
Diam-diam makin membaralah dendam kebenciannya
terhadap perempuan tua itu.
Namun dia tak menunjukkan sikap yang dapat
dilihat orang dia malah dengan mengunjuk wajah ceria
dia berseru, "Ah, tak mungkin aku lupa. Adanya hari
ini aku bisa begini semua adalah karena
mengandalkan bantuanmu."
Dewi Tongkat sakti gembira sekali katanya, "Baiklah
kalau begitu. Karena susah sekali hendak menemuimu
maka sekarang kuminta engkau melakukan sebuah
hal untukku."
391 "Hal apa saja, silahkan bilang," sahut Coh Hen
Hong. Sejenak Dewi Tongkat-sakti berkeliaran
memandang ke empat penjuru setelah itu baru
berkata dengan bisik2, "Dalam istana Ceng te-kiong
milik engkongmu itu terdapat sebuah kamar rahasia,
apa engkau sudah pernah melihat"
Coh Hen Hong gelengkan kepala, "Belum."
"Kalau begitu engkau boleh menyelidiki," kata Dewi
Tongkat sakti, "setelah dapat menemukan, engkau
boleh menemui aku, jangan sekali-kali engkau masuk
kedalam kamar rahasia itu, mengerti?"
Kembali terlintas sesuatu dalam hati Coh Hen Hong
tetapi dia tetap mengiakan, "Ya, tahu. Apa sukarnya
melakukan hal Itu. Aku bertanya pada engkong kan
sudah beres."
Dewi Tongkat-sakti tertawa, "Tetapi engkau harus
hati-hati. itu merupakan pantangan besar dari
engkongmu. Kalau terus langsung engkau bertanya,
dia tentu akan mencurigai engkau, mengerti?"
Kembali Coh Hen Hong mengangguk dan pada saat
itu tiba-tiba tubuh Dewi Tongkat-sakti melambung ke
udara. Sekali menekankan ujung tongkatnya ke tanah.
tubuhnya terus meluncur jauh ke muka dan beberapa
saat kemudian sudah tak tampak bayangannya lagi.
Setelah sesaat terlongong memandang baying
bayang Dewi Tongkat-sakti, barulah Coh Hen Hong
menggigit bibir dan berputar tubuh terus lari, kembali
kedalam Istana. Belum lama dia masuk kedalam
392 istana, tampak Cengte sambil menggendong kedua
tangannya berjalan pelahan-lahan kepadanya.
Baik wajah maupun perawakannya, sebenar nya
pemilik Ceng-te-kiong Itu seorang yang keren
sehingga orang tentu gentar berhadapan. Tetapi saat
itu, begitu melihat Coh Hen Hong dia terus mengunjuk
wajah riang. "Gwa-kong," seru Coh Hen Hong seraya lari
menyambut. Gwa-kong artinya engkong luar.
Cengte kerutkan alis, serunya, "Celaka, Cara
engkau memanggil aku, kurang enak."
Coh Hen Hong terkejut. Dia heran mengapa Ceng-te
berkata begitu. Apakah terjadi suatu peristiwa yang
tak menguntungkan" Hati Coh Hen Hong berdetak
keras. "Gwa-kong, gwa-kong," kata Ceng-te pula" sungguh
membuat aku merasa seperti berada di luar, seorang
asing. Jangan pakai sebutan gwa (Luar) lagi. Panggil
saja engkong. Mendengar Itu bukan main gembira Coh Hen hong.
Dia memang tajam sekali perasaannya. Mengambil
muka, memang adalah satu kepandaian nya yang
istimewa. Serentak dia berseru dengan mesra,
"Engkong!"
Sambil mengelus2 janggutnya, Ceng-te tertawa
bahagia Tangannya pelahan-lahan meraba ubun-ubun
kepala Coh Hen Hong.
393 Coh Hen Hong sudah tambah pengalaman Dia tahu
begitu gembira, Ceng-te tentu akan menyalurkan
tenaga dalamnya kedalam tubuh Coh hen Hong. Oleh
karena itu Coh Hen Hong cepat menghimpun cin-gi
dipusatkan pada ubun-ubun. aliran tenaga-dalam dari
Ceng-te itu disambut dan di salurkan ke seluruh 72
jalan darah di tubuhnya. Kini dia telah memiliki daya
tenaga dalam yang disalurkan oleh Ceng-te.
"Beng-Cu engkau rajin sekali belajar kungfu.
Tenaga-sakti yang kusalurkan tadi telah engkau
terima dan salurkan pada jalan darah di seluruh
tubuhmu. Apa yang engkau peroleh itu, sama dengan
engkau belajar silat beberapa tahun.
Sudah tentu Coh Hen Hong amat gembira, serunya,
"Gwa..... engkong, kalau begitu ilmu kepandaianku
dalam waktu yang singkat akan dapat mencapai
tingkat yang tinggi?"
Pemilik Ceng-te kiong mengangguk, "Mungkin dua
tahun lagi, engkau sudah mendapatkan separoh
kepandaianku."
Coh hen Hong cibirkan bibir, "Kalau hanya separoh
bagian saja. apa gunanya?"
Cengte tertawa meloroh, "Setan kecil, dalam belajar
silat, engkongmu ini telah mendapat rejeki luar biasa
yang jarang sekali terjadi pada orang lain. Waktu
berurnur 7 tahun, aku telah memakan 3 ikat leng-ci
tujuh warna sehingga hawa-murniku tak ada yang
dapat menandingi."
Berhenti sejenak Ceng-te melanjutkan lagi, "Selama
berpuluh tahun lamanya kepandaianku sukar
394 dilukiskan lagi. Jago-jago sakti dalam dunia persilatan
dimataku tidak lebih hanya seperti anak kecil berumur
3 tahun. Maka jika engkau dapat mewarisi separoh
dari kepandaianku, siapa berani mengatakan kalau
dalam dunia persilatan ko-jiu yang mampu
menandingi engkau. Heh, heh, pada waktu itu tidak
gampang engkau bisa mencari lawan yang sanggup
menghadapimu!"
Saking girangnya Coh Hen Hong menjulur julurkan
lidah "Engkong, kiranya kepandaianmu begitu
dahsyat." "Sudah tentu," kata Ceng-te, "tetapi menurut aku,
tak perlu engkau harus belajar silat begitu sakti
seperti aku. Kalau ilmu kepandaiannya tinggi, orang
lalu mengatakan kalau aku tak dapat di- dekati. Setiap
orang apabila bertemu aku tentu takut. Aku seolaholah
seperti diasingkan. Kalau aku ini kan pria, jadi
masih dapat bertahan diri Tetapi beda dengan engkau.
Engkau kan anak perempuan, bagaimana kalau
engkau sampai terasing dari orang?"
Coh Hen Hong tertawa, "Engkong bicara tak keruan.
Siapa bilang kalau engkong ini menakutkan dan tak
bisa didekati. Mengapa sedikitpun aku tak merasakan
hal itu?" Ceng-te tertawa. "Engkau sih cucu luarku sudah
tentu beda. Sekarang ini benar-benar memang hanya
engkau seorang saja yang intim dengan aku. Beng-cu,
engkaulah satu satunya keluargaku di dunia ini."
Ceng-te menutup kata-katanya dengan menghela
napas panjang. 395 Coh Hen Hong pun lalu menyimpangkan
pembicaraan pada lain2 soal. Beberapa saat
kemudian, dia baru membicarakan lagi, "Engkong, aku
hanya dikasih ajar tenaga-dalam tetapi tidak diberi
pelajaran ilmu silat, itu kan tidak ada gunanya."
"Engkau ingin belajar jurus apa?"
Biji mata Coh Hen Hong berkeliaran, "Umpama saja
ada seseorang yang kepandaiannya tinggi, hmm, lebih
tinggi dari aku. Kalau aku hendak menjatuhkan harus
pakai jurus ilmu silat apa?"
Ceng-te gelengkan kepala, "Wah, sukar dibilang.
harus, melihat bagaimana keadaannya saat itu. Dia
sedang menyerang engkau atau sedang berusaha
melarikan diri" Apakah hanya dengan tangan kosong
atau membawa senjatakah dia" Lalu posisinya
bagaimana disebelah kiri atau kananmu?"
"Andaikata dia berdiri di depanku dan aku jangan
sampai diketahuinya kalau mau menyerangnya?"
Waktu mendengar keterangan itu wajah Cengte
agak berobah, "Beng Cu mana boleh begitu" kalau
lawan tak tahu kalau engkau hendak menyerangnya
lalu engkau tiba-tiba turun tangan, itu mencuri
serangan namanya. Sifat begitu kita tak mau
melakukannya."
Coh Hen Hong leletkan lidah, "Engkong, mengapa
engkau menyalahkan orang semena-mena saja"
Bukankah sudah kukatakan kalau orang jauh lebih
sakti dari aku?"
396 "Kalau begitu engkau harus berlatih sampai engkau
dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dari dia, baru
engkau mencarinya lagi "Ceng-te tertawa.
"Tidak!" seru Coh Hen Hong " aku mau belajar, aku
mau terus belajar! "
Dihadapan Ceng-te berani berkata seenaknya,
rasanya dalam dunia ini hanya Coh Hen Hong seorang.
Karena didesak, akhirnya Ceng-te mengalah
serunya, "Baik baiklah. Akan kuberikan sebuah jurus
ilmu silat tetapi jurus itu tidak begitu sportif.
Bagaimanapun juga, jangan engkau gunakan jurus ini"
"Ya, kutahu."
"Jurus yang sebuah itu disebut Gan-te-jou-sin atau
Pangkal kapak mencabut pupus. Engkau perhatikan
saja, begitu cara orang menabaskan kedua tangannya
kepada lawan yang berada di sebelah kanan dan kiri.
Lawan tentu tak menduga dan tak mengangkat
tangannya untuk menangkis. Pada saat itu tariklah
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mundur kedua tanganmu dan lanjutkan untuk
menggempur dada orang Itu pasti berhasil,"
Sambil berkata, Ceng-te pun memberi contoh
dengan gerakan. Sebenarnya jurus yang diajarkan itu
bukan suatu jurus yang istimewa tetapi jurus biasabiasa
saja. Tetapi karena Ceng te memiliki tenagadalam
yang luar biasa maka jurus apapun yang
dimainkan tentu perbawanya luar biasa perkasanya
Coh Hen Hong memang berotak terang. Setelah
menirukan tiga kali saja dia sudah dapat
menggunakan jurus itu.
397 Tetapi tiba-tiba dia teringat sesuatu, serunya.
"Engkong, wah, cobalah engkong pikir. Kalau lawan
menggunakan senjata tongkat besi, waktu kita
menggempur dadanya bukanlah lawan akan dapat
memutar tongkatnya untuk menghalau"
Ceng-te terkesiap. Dipandangnya Coh Hen Hong
dengan tajam, ujarnya. "Beng Cu, sebenarnya engkau
ini hendak menghadapi siapa, kasih tahu padaku!"
Mendengar itu sudah tentu jantung Coh Hen Hong
berdetak keras. Buru-buru dia berkata, "Tidak
engkong, tidak. Aku hanya memikirkan kalau
andaikata harus berhadapan dengan orang yang
bersenjata tongkat tentulah jurus itu tak akan
mendapat hasil"
"Setan kecil," gumam Ceng-te,"jangan kira apa-apa
yang terkandung dalam batinmu dapat mengelabuhi
aku Bukankah engkau mempunyai rencana untuk
melakukan serangan secara tiba-tiba pada orang yang
memakai Tongkat?"
Hampir Coh Hen Hong pingsan mendengar tuduhan
Ceng-te itu. Diam-diam dia menimbang. Dia harus
dapat bermain sandiwara dengan tegas atau dia nanti
akan terbongkar rahasianya dan celaka.
Dia tertawa hambar, "Engkong kalau aku memang
hendak membunuh orang, bukankah cukup meminta
kepadamu untuk melakukannya Perlu apa aku harus
bersusah-susah hendak turun tangan sendiri?"
Ceng-te memandang anak perempuan itu beberapa
jenak baru berkata, "Hm, engkau dapat
398 membayangkan kalau berhadapan dengan orang yang
bertongkat tentu jurus itu akan gagal, itu menandakan
kalau engkau mempunyai pandangan yang tajam.
Kelak dalam dunia persilatan, engkau tentu akan
memperoleh kemajuan yang pesat sekali, dengarkan.
Jika lawan membawa tongkat, kedua tanganmu yang
hendak menggempur dadanya itu harus sebagai
gertakan saja. Selekas tongkatnya menyambut,
engkau harus ulurkan tangan menerkam tongkat lalu
tubuhmu berputar ke belakangnya.
"O, aku mengerti," seru Coh Hen Hong, "setelah
berada dibelakangnya lalu menghantamnya, tentu
berhasil,"
"Benar," Ceng-te mengangguk.
Coh Hen Hong tertawa, "Memang aku percaya
engkau pasti memberi jalan lagi, tak sampai jurus itu
gagal." Ceng-te tartawa dan keduanya dengan saling
bergandengan tangan lalu tinggalkan tempat itu.
Sejak itu Coh Hen Hong tak mau lagi membicarakan
soal itu. Dia terus berlatih jurus Gan te-ju-sin itu
seorang diri. Delapan hari kemudian setelah dapat
menguasai, baru dia keluar istana.
Dia menuju ke hutan pohon li yang penuh dengan
bunga. Tetapi dalam beberapa hari ini, bunga-bunga
Itu sudah layu dan berguguran di tanah. Tanah yang
tertutup salju putih tampak berselang seling dengan
warna2 merah. 399 Begitu tiba di muka hutan, Coh Hen Hong segera
mendengar orang berbatuk. Dan Coh Hen Hong pun
segera mengenali dan berseru, "Aku yang datang!"
"Engkau kemari" seru Dewi Tongkat-sakti dengan
nada berat. CohHen Hong segera melangkah masuk ke dalam
htan. Tampak ewi Tongkat-sakti sedang duduk pada
dahan pohon. Cepat-cepat ia berdiri.
Berhadapan dengan Dewi Tongkat-sakti, Coh Hen
Hong serentak membulatkan tekad. Kali ini harus
berhasil, tak boleh sampai gagal.
Karena tegang jantung Coh hen Hong berdetak
keras. Dia berhenti untuk menenangkan napas, baru
melanjutkan langkah lagi. Setiba di hadapan Dewi
Tongkat-sakti, dia berkata dengan baik-baik, "Siankoh,
aku sudah dapat menyelidiki tempat kamar
rahasia itu"
"Apa engkau sudah masuk juga?" seru Dewi
Tongkat-sakti girang.
Coh Hen Hong melangkah maju dua tindak lagi dan
berhadapan dengan Dewi Tongkat sakti. ia
mengangguk, "ya, aku memang sudah masuk, dan
lagi akupun tahu cara bagaimana untuk masuk, aku
...." Baru berkata sampai dl situ, dia mengangkat kedua
tangan dan ditebaskan pada iga sebelah kanan dan
kiri dari Dewi Tongkat-sakti.
400 Serangan itu benar-benar tak terduga sama sekali
Serentak Dewi Tongkat-sakti merentang kedua
lengannya untuk menangkis tetapi cepat Coh Hen
Hong menarik pulang kedua pukulannya dan
digenjotkan ke dada benar juga apa yang dilakukan
Dewi Tongkat sakti sesuai dengan perhitungan Coh
Hen Hong. Dewi itu menggerakkan tongkatnya untuk
menyambut. Selama delapan hari itu Coh Hen Hong benar-benar
berlatih keras sehingga dia sudah dapat menguasai
jurus permainan itu.
Jika Dewi Tongkat-sakti tidak menangkis dengan
tongkatnya, mungkin Coh Hen Hong akan kelabakan
bingung, Tetapi justru Dewi Tongkat sakti menggerakkan
tongkatnya untuk menangkis. Hal itu tepat Sekali
dengan perhitungan Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong cepat ulurkan tangan kanan untuk
mencengkeram tongkat dan secepat itu tubuhnya
berputar ke belakang Dewi Tongkat-sakti. terus
mengangkat tangan dan bluk.... dihantamkan ke
punggung Dewi Tongkat-sakti
Pukulan itu diarahkan pada jalan darah Leng tayhiat
di punggung. Sekalipun kepandaian Dewi Tongkat
sakti lebih tinggi lagi dari sekarang tetapi tetap tak
mungkin dapat menghindar.
Pukulan itu mendarat dengan tepat sekali dan cepat
sekali Coh Hen Hong segera menyalurkan tenagadalam
kearah pukulannya itu.
401 "Hmmm...." Dewi Tongkat-sakti mendesuh tertahan
dan tubuhnya terjungkal tengkurap di tanah, tak
berkutik. Serangannya berhasil, girang Coh Hen Hong bukan
kepalang. Dia cepat memburu maju untuk memeriksa
apakah Dewi Torgkat sakti benar-benar mati atau
belum. Tetapi baru dia ayunkan kaki selangkah, dari
belakang terdengar suara bentakan, "Beng Cu!"
Mendengar bentakan itu Coh Hen Hong terpaku
seperti patung. Dia mengenali suara orang yang
membentaknya. Itulah engkongnya atau Cengte.
Jika begitu, tentulah engkongnya itu tahu semua
yang dilakukan terhadap Dewi Tongkat sakti.
Bagaimana dia harus menjawab" Ya, bagaimana ia
harus menerangkan hal itu kepada engkongnya" Saat
itu Coh Hen Hong ingin sekali tanah amblong dan dia
terus dapat terjun kedalam bumi.
Pada saat dia sedang dalam kebimbangan, kembali
terjadi suatu hal yang tak pernah diduga duganya,.
Tampak Dewi Tongkat-sakti yang menggeletak Itu
tiba-tiba melenting bangun dan berseru, "Ah, tak tahu
kalau cujin datang, maaf tak menyambut dan harap
diampuni segala kesalahan kami"
Waktu mengatakan begitu tampak semangat Dewi
Tongkat sakti masih segar seperti orang yang tidak
menderita luka. Pada hal tadi Coh Hen Hong mengira
kalau pukulannya itu dapat membunuhnya.
402 "Hm, kalian sedang mengapa tadi?" dengus Cengte.
"Ah, harap cujin mendapat periksa," kata Dewi
Tongkat-sakti, "nona Beng Cu mengatakan bahwa
paling akhir dia telah mempelajari sebuah jurus yang
dapat menundukkan lawan yang bersenjata tongkat.
Oleh karena itu dia lalu mencari aku untuk
dipraktekkan."
"Beng Cu, apakah engkau sedang berlatih dengan
dia tadi?" tegur Ceng-te kepada Coh Hen Hong.
Sampai saat itu barulah semangat Coh Hen Hong
pulang kembali. Gopoh dia berseru, "Ya benar,"
Wajah Cen-te tenang lagi, katanya, "Tetapi
pukulanmu tadi pakai seluruh tenagamu!"
"Itu aku sendiri yang meminta kepada nona Beng
Cu," buru-buru Dewi Tongkat-sakti mendahului,
"berlatih kalau tidak menggunakan tenaga penuh tak
berguna. Untung tulang-tulang ku yang tua ini masih
dapat bertahan."
"Ah, engkau sungguh baik sekali kepadanya akan
kuberi kau sebutir pil Kiu thian siau hoa tan nanti."
Dewi Tongkat-Sakti gembira sekali dan gopoh
menghaturkan terima kasih. Dia segera berlutut dan
menganggukkan kepala sampai ke tanah.
"Bangunlah!" kata Cengte segera kebutkan lengan
bajunya, "pil Kiu thian siau hoa tan obat mujarab
buatan kaum pertapa. Khasiatnya bukan alang
403 kepalang. Adalah mengingat kebaikanmu terhadap
nona Beng Cu maka baru kuberimu, mengerti?"
"Ya," Sahut Dewi Tongkat-sakti sambil berdiri
dengan tegak dan tangan menjulai rapat.
"Nanti akan kusuruh Beng Cu mengantarkan pil itu
kepadamu," habis berkata Cengte terus berputar
tubuh dan tertawa kepada Coh Hen Hong.
"Jurusmu tadi engkau lakukan dengan bagus sekali.
Kalau saja tenaga dalamnya sudah cukup, jiwa Sinciang
tentu sudah melayang!"
Saat itu entah bagaimana perasaan hati Coh Hen
Hong. Tetapi dia diam saja dan hanya berkata, "Baik,
engkong." Cengte tersenyum dan pelahan-lahan berjalan
keluar dari hutan itu. Seketika Ceng te pergi Dewi
Tongkat sakti cepat berputar tubuh menghadap Coh
Hen Hong. Senyum yang merekah di bibirnya
membuat Coh Hen Hong menggigil keras.
"Bagus ya," Dewi Tongkat sakti tertawa
Coh Hen Hong mengapa tetapi tak dapat berkata
apa-apa. Dewi Tongkat sakti maju selangkah, berkata pula.
"Bagus, tak kira kalau engkau sudah memiliki
kepandaian yang begitu hebat"
Sambil berkata, Dewi Tongkat sakti tiba-tiba
mencengkeram dada Coh Hen Hong. Coh Hen Hong
404 meringis kesakitan sampai keringat dingin bercucuran
tetapi dia tak berani berteriak.
"Hayo, engkau mau bilang apa!" bentak Dewi
Tongkat-sakti dengan geram.
"Kapok, aku tak berani lagi!" kata Coh Hen Hong
walaupun hatinya memaki.
"Kalau engkau berani berbuat begitu lagi. engkau
harus menerima hukuman apa" Lekas angkat
sumpah!" "Kalau aku sampai mempunyai pikiran begitu lagi,
biarlah kepalaku dan tubuhku terpisah dan mayatnya
hancur menjadi abu"
Dewi Tongkat-sakti mendengus dan lepaskan
cengkeramannya. Sebelum dia mendorong tubuh Coh
Hen Hong kemuka lalu dengan gerakan yang cepat dia
sudah memburu dan berdiri dihadapan perempuan itu.
"Kalau hendak membunuh aku, paling tidak engkau
harus belajar 10 tahun lagi," Dewi Tongkat sakti
tertawa sinis, "kuberi tahu kepadamu Kalau engkau
sampai mempunyai pikiran jahat lagi, aku segera akan
membuka rahasia dirimu. Coba saja engkau
bayangkan, bagaimana ngeri kematian yang akan
engkau terima."
Sebagai seorang gadis yang cerdas, Coh Hen Hong
menyadari bahwa saat itu nasibnya memang sedang
didalam cengkeraman Dewi Tongkat sakti Dia harus
berani menekan segala perasaannya untuk bersikap
menurut. 405 Dia tak bilang apa-apa kecuali menghaturkan
terima kasih, terima kasih atas pertolongan Sian koh
yang telah menutupi diriku dihadapan Ceng-te
Mendengar itu kemarahan Dewi Tongkat saktipun
mereda. Dia tertawa mengekeh, "Kuberi mu Tempo
tiga hari untuk melaporkan kepadaku rahasia dari
kamar rahasia itu."
Pikir Coh Hen Hong, kalau tak menyanggupi, dia
tentu akan celaka. Maka diapun serentak mengiakan,
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik, baik, aku tentu akan berusaha Sampai berhasil"
Dalam saat Itu Dewi Tongkat sakti sudah melesat
keluar dari hutan. Setelah nenek itu pergi barulah
dengan gemas sekali Coh Hen Hong menghantam
sebuah pohon, bum....
Dia marah terhadap dirinya yang masih kurang
berhati-hati sehingga hampir saja rahasianya
diketahui Cengte.
Dan lagi diapun masih belum mampu menilai
kepandaian Dewi Tongkat-sakti. Dia kira pukulannya
itu tentu dapat membunuhnya tetapi ternyata nenek
itu tak apa-apa. Kalau kelak dia masih berbuat setolol
itu, dikuatirkan sebelum Dewi Tongkat-sakti sempat
membuka rahasia dirinya, dia sendiri sudah diketahui
belangnya oleh Ceng-te.
Sampai berapa saat dia termenung dalam hutan
baru kemudian dia kembali masuk kedalam istana dan
terus masuk kedalam kamarnya sendiri. Malamnya,
seperti biasa, dia makan malam berasama Ceng-te.
406 Selesai makan Ceng-te tak berkata apa-apa. Dia
memimpin tangan Coh Hen Hong dan berjalan di
sebuah lorong (gang) yang buntu. Disitu Ceng-te
memutar sebatang tiang, krek, krek, krek.... ter
dengar bunyi berdetak-detak dan tiba-tiba pada jalan
buntu itu terbuka sebuah pintu.
"Engkong, tempat apakah disitu?" serunya kejut2
gembira. "Itulah ruang rahasia yang kuciptakan Sendiri
selama bertahun-tahun. Terdiri dari 17 ruang kata
Cengte. "Tujuh belas ruang?" Coh Hen Hong terkejut.
"Ya," jawab Cengte," selama bertahun tahun ini aku
telah memberi perintah kepada setiap ketua
perguruan persilatan untuk mencarikan benda2
pusaka yang jarang terdapat. Mereka dengan matimatian
berusaha untuk mendapatkan benda yang
kuinginkan."
"Sebenarnya," Cengte melanjutkan, "tujuan ku
hanya ingin agar dunia persilatan yang tenang-tenang
itu menjadi gempar dan saling bunuh membunuh
untuk berebut. Maka setiap kali dalam permintaanku
itu tentu kusebutkan benda2 pusaka yang sukar
didapat. Dengan begitu dunia persilatan akan
Mempunyai obyek untuk dipertengkarkan dan
mengurangi per tengkaran yang tidak berguna. Tetapi
karena takut, tokoh-tokoh yang menerima suratku itu
berusaha mati matian untuk memenuhi sehingga
barang2 pusaka terus mengalir datang makin lama
makin banyak. Dan selerakupun makin timbul untuk
memiliki barang2 yang berharga."
407 Sebenarnya Coh Hen Hong kurang begitu jelas akan
arti kata-kata Cengte tetapi dia hanya mengiakan
saja. Dan saat itu keduanya sudah memasuki pintu
rahasia. Disebelah dalam pintu itu merupakan sebuah
terowongan yang cukup panjang.
Sambil berjalan, Coh Hen Hong berpikir dalam hati.
Dewi Tongkat-sakti mengatakan sebuah kamar rahasia
tetapi ternyata kamar rahasia itu terdiri dari 17 buah
banyaknya. Dengan begitu jelas Dewi Tongkat-sakti
sendiri juga tidak mengetahui dengan jelas.
Tak berapa lama mereka tiba di ujung terowongan
yang merupakan sebuah pintu bundar.
"Lihatlah ke muka," kata Ceng-te, "apa yang
engkau saksikan?"
Coh Hen Hong nenurut. Dalam pintu bun dar itu
ternyata terdapat sebuah terowongan pendek lagi.
Dikedua samping terowongan, terdapat beberapa
pintu yang seluruhnya berjumlah 20-an lebih. Laritai
terowongan itu terbuat dari batu ber warna putih
hitam, bentuknya persegi dan besar nya hanya seperti
telapak tangan.
Setelah melihat beberapa jenak, Coh Hen Hong
gelengkan kepala, "Aku tak dapat melihat sesuatu
yang istimewa."
Cengte tertawa, "Lorong didalam pintu ini penuh
dengan alat2 rahasia, dibuat oleh 19 ahli ternama dari
Se-gak. Begitu masuk ke terowongan kalau menginjak
408 batu yang putih, tentu akan selamat Tetapi
kalau.menginjak batu hitam sekalipun punya nyawa
rangkap sepuluh, juga pasti amblas!"
Waktu memandang dengan seksama, Coh Hen
Hong melihat bahwa batu putih dan batu hitam itu
disusun selang seling, setelah batu putih lalu batu
hitam lalu putih dan seterusnya. Tetapi batu bata itu
kecil sekali, tidak mungkin dapat memilih untuk
menginjak yang hitam atau yang putih kecuali
berjalan dengan tumit dan harus berhati hati.
Pun kalau sebelumnya tak tahu akan rahasia itu,
begitu masuk tentu akan berjalan saja seperti biasa
dan pasti akan celaka.
"Sungguh lihay," seru Coh Hen Hong seraya
leletkan lidah.
"Ikutlah di belakang dan harus berjalan dengan
tumit, kalau tidak tentu celaka," kata Cengte.
Coh Hen Hong takut, serunya, "Engkong, aku.... aku
tak masuk saja!"
Cengte tertawa, "Uh, biasanya tidak takut segala
apa, mengapa sekarang engkau begitu ketakutan"
Kalau tak masuk bagaimana engkau melihat segala
harta pusaka dari istana ini"
Apa boleh buat. Terpaksa Coh Hen Hong walaupun
berdebar debar. mengikuti di belakang Ceng-te Enam
belas buah kamar yang dilihatnya semua penuh
dengan intan, emas, permata dan benda2 berharga.
Mutiara yang bertumpuk sampai dua meter tingginya
batu giok yang besar2, Untaian mutiara Ya beng cu
409 yang memancarkan sinar terang dan lain2 barang
pusaka yang jarang terdapat di dunia.
Karena kesima, Coh Hen Hong tidak dapat bicara
apa-apa. Baru setelah tiba di kamar yang ke 17, tibatiba
Ceng-te berkata, "Beng Cu, engkau kira segala
rasa heran dan kejut sudah engkau tumpahkan pada
apa yang engkau lihat tadi bukan?"
"Ya," sahut Coh Hen Hong.
Pelahan lahan Ceng te membuka pintu dari kamar
terakhir atau kamar yang ke 17.
"Tetapi," katanya, "apa yang berada dalam karnar
ini, setiap jenisnya, tentu lebih berharga sekali dari
apa yang engkau lihat dalam keenam belas kamar
tadi!" mendengar itu Coh Hen Hong terkejut. Tepat pada
saat pintu terbuka, cepat dia memandang ke dalam
dan seketika dia terlongong-longong.
Tadi selama melihat ke 16 kamar, setiap kali
masuk, tentu dalam ruang terang benderang
menyilaukan mata. Tetapi kamar yana ke 17 itu
ternyata gelap gulita.
Pada saat Coh Hen Hong terlongong, Cengte sudah
menarik tangannya diajak masuk. Dan Cengte pun lalu
menyalakan korek, menyulut se buah lampu. Saat itu
baru Coh Hen Hong dapat mengetahui bahwa ruang
itu penuh dengan beratus kotak. Ada yang terbuat
daripada kayu, ada yang daripada bambu, dan emas,
dan batu giok dan beberapa macam jenis lagi yang
jumahnya seratus lebih.
410 "Apakah itu engkong?" tanya Coh Hen Hong.
Dengan wajah cerah, Ceng-te menjawab, "Dari
tujuh macam tay leng tan (obat sakti) buatan
perguruan agama Buddha, aku memiliki enam macam.
Pil lh kian tan buatan perguruan Siau Lim si yang
kabarnya di dunia hanya tinggal sisa satu setengah
butir, fihak vihara Siau Lim sendiri, hanya memiliki
yang setengah butir dan aku yang satu butir. Tiga
puluh enam macam leng-tan dari kaum agama Tao,
semua berada padaku. Lihatlah ini...."
"ini adalah Cian-lian-kui liong hwe tan," kata Cengte.
"Apa gunanya, engkong?"
Cengte tertawa meloroh, "Apa gunanya" Beng Cu,
kalau makan pil ini. Sama dengan memiliki tenaga
orang berlatih silat seribu tahun!"
Coh Hen Hong melongong. Tergerak hatinya.
"Engkong, kalau engkong punya pil yang begitu
mujijad, mengapa tidak diberikan kepadaku?" katanya
memprotes. Ceng-te tertawa, "Kalau takkan kuberikan
kepadamu, perlu apa kuperlihatkan kepadamu" Kalau
sudah kuperlihatkan kepadamu, masakan engkau tak
mau minta. Dulu tenagamu masih jauh dan kurang,
kalau saat itu makan pil ini. tentu, engkau tak tahan.
Tetapi kalau sekarang. sudah boleh. Tetapi lebih dulu
kuberi tahu kepadamu. Setelah minum pil ini, engkau
bakal menderita siksa selama tujuh hari tujuh malam!"
411 "Menderita siksa bagaimana?" tanya Coh Hen Hong,
"Selama tujuh hari tujuh malam, engkau seperti
baru dilahirkan kembali, seperti seorang manusia
baru." "Wah, kalau begitu aku lebih suka menderita tujuh
hari siksa itu," seru Coh Hen Hong.
Cengte menutup kotak Itu, disimpannya kedalam
baju lalu mengambill sebuah kotak lain. Kotak bambu.
Dia menjemput sebutir pil dari kotak bambu itu.,
"Inilah pil Kiu-thian siou hoan tan yang telah
kujanjikan untuk Sin-ciang Sian koh. Setelah minum
pil ini tenaga dalamnya akan bertambah lipat ganda"
katanya. Coh Hen Hong terkesiap, "kalau begitu.... kalau
begitu..... bukankah kepandaiannya makin dahsyat tak
ada yang dapat menandingi lagi?"
"Ingat, dalam dunia ini orang yang kepandaiannya
tak ada yang menandingi, hanyalah engkong mu
seorang saja!"
Mendengar itu agar Cengte tidak menaruh curiga,
Coh Hen Hongpun tak mau bicara lagi. Dan Ceng-te
pun lalu menyerahkan pil itu kepadanya, "Waktu
berlatih dengan dia, berikanlah kepadanya."
"Dan aku sendiri kapankah dapat minum Cian-liankuiliong-we-tan itu?" tanya Coh Hen Hong.
"Besok menjelang tengah malam," kata Cengte,
"setelah minum aku masih akan menyalurkan tenagaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
412 dalamku untuk menembus jalan darah di seluruh
tubuhmu. Paling tidak makan waktu satu jam. Sejak
saat itu engkau akan mengalami penderitaan selama
tujuh bari tujuh malam. Tetapi sebenarnya.... tak perlu
engkau harus tersiksa begitu, pelahan-lahan
kepandaianmu toh akan meningkat tinggi juga."
"Tidak engkong!" bantah Coh Hen Hong, "aku ingin
secara kilat, jangan pelahan-lahan. Engkong, engkau
tentu takkan menyesal apa yang telah engkau janjikan
kepadaku tadi, bukan?"
Sambil mengelus-elus kepala Coh Hen Hong Cengte
berkata, "Ah, jangan bicara setolol itu. Apa yang
engkong miliki, apakah tidak bakal menjadi milikmu?"
Pikir Coh Hen Hong dalam hati, "Dia kuatir pada
suatu hari tindakannya memalsu sebagai Kwan Beng
Cu itu tentu akan ketahuan. Pada waktu itu dia tentu
tak dapat membawa apa-apa dalam meloloskan diri.
Tetapi paling tidak dia tetap terlanjur sudah memiliki
ilmu kepandaian yang hebat. Bagaimanapun juga pil
Cian lian kui liong hwe tan itu, harus ia minum, tak
boleh tidak."
"Sudahlah, ke 17 buah kamar rahasia telah engkau
lihat Sekarang kita keluar" katanya sembari
melangkah keluar.
Coh Hen Hong mengikuti di belakang. Pada Waktu
tiba di ambang pintu, tiba-tiba Coh Hen Hong melihat
pada sebuah kotak kecil terdapat tulisan berbunyi Hukuttan pil tulang hancur.
Seketika hatinya berdebar keras. Cepat dia
menyambar kotak kecil itu. Karena berjalan di muka
413 maka Cengte tak melihat perbuatan Coh Hen Hong.
Sekalipun begitu jantung Coh Hen Hong berdetak
keras sekali, rasanya seperti mau loncat keluar dari
rongga dadanya.
Cepat dia memasukkan kotak kecil itu kedalam baju
dan mengikuti Cengte.
Setelah keluar dari pintu rahasia, baru Cengte
berkata, "Tadi engkau saksikan semua, seluruh
benda2 berharga itu kelak akan nenjadi milikmu."
Semangat Coh Hen Hong agak tenang namun masih
gelisah. Tetapi karena. dia tak bicara apa-apa maka
Cengte menganggap tentulah cucunya itu telah
mendengar maka diapun tak berpaling ke belakang
lagi. "Engkong, mengapa engkau begitu baik kepadaku?"
tanya Coh Hen Hong.
Mendengar itu Ceng-te menghela napas.
"Beng Cu, engkau adalah satu satunya keluargaku.
Coba engkau pikir. Betapapun sakti kepandaianku,
tetapi paling-paling hanya dapat menambah sedikit
panjang umur, mana takkan mati pada akhirnya"
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kalau aku mati, benda2 berharga yang kukumpulkan
selama bertahun-tahun ini kalau tidak kuberikan
kepadamu, lantas kukasihkan siapa?"
"Engkong," cepat Coh Hen Hong menanggapi,
"Engkong, kalau sekian banyak barang2 berharga ini
diberikan kepadaku, aku tak tahu bagaimana harus
kugunakan!"
414 Sebenarnya dia bicara sekenanya saja. Tetapi entah
bagaimana pada saat dia mengucapkan pernyataan
itu, tiba-tiba terlintas suatu dalam hatinya. Dia
membayangkan suatu rencana besar yang akan
mengguncangkan dunia tanpa harus menangung
resiko apa-apa Rencana itu yalah mengenai kedudukan dirinya.
Sekalipun dia dapat meracuni Dewi Tongkat sakti
dengan memberi pil Hu kut tan dan pil kiu thian-siauhoantan yang dipalsu. tetapi kedudukannya tetap
belum aman. Kwan Beng Cu yang asli masih hidup dan
masih ada lagi Pui Tiok. Jika mau aman betul-betul tak
ada lain jalan kecuali harus membunuh Cengte dengan
racun. Apabila Cengte mati, otomatis dia tentu akan
menjadi pewarisnya yang sah dan jadilah dia yang
dipertuan dari istana Ceng te kiong. Seluruh harta
kekayaan Ceng te kiong akan jadi miliknya. Lalu siapa
lagi yang dapat menggoyah kedudukannya itu"
Selama beberapa bulan di Ceng te-kiong, ia tahu
jelas bagaimana kesaktian Cengte. Maka teringat akan
hal itu hatinya berdebar keras dan nyalinyapun kuncup
lagi sebelum mekar, Dia terpaksa harus menindas
nafsu keinginannya itu.
Tetapi dia hanya menindas dan bukan membasmi
keinginan itu. Sesuatu yang ditindas bukan berarti
sudah lenyap melainkan hanya mengendap untuk
sementara saja. Sewaktu waktu ada kesempatan,
keinginan itu pasti akan timbul lagi.
Dia menyadari bahwa dengan kepandaian yang
dimiliki saat itu, untuk mencelakai Cengte jelas ibarat
415 capung hendak menumbangkan pohon besar. Suatu
hal yang tak mungkin. Ia harus menunggu Setelah
kekuatannya cukup kuat, baru dia nanti,
mempertimbangkan lagi. Sekarang kalau memikirkan
hal itu, hanya buang2 waktu saja. Maka diapun lalu
menghapus pemikiran itu dan untuk menutupi agar
jangan sampai ketahuan belangnya, dia gopoh
mengiakan, "Engkong kapankah engkau hendak
memberikan pil Cian lian kui liong we tan kepadaku?"
"Menjelang tengah malam nanti, datanglah ke
tempatku," sejenak berpikir, Ceng-te memberi
jawaban. Coh Hen Hong pura-pura girang, "Kalau begitu
biarlah kuberikan pil Kiu thian siau hoan tan ini kepada
Sin ciang Sankoh, ya?"
"Baik. pergilah!"
Seperti anjing melihat gebuk, Coh Hen Hong terus
loncat sampai tiga tombak jauhnya dan lari. Setelah
membiluk tiga buah tikungan baru dia berhenti dan
mengeluarkan peti kecil yang memakai tulisan Hu kut
tan tadi. Waktu mengambil peti kecil itu dia hanya
memperhatikan tiga buah huruf Hu kut tan. Tetapi
sekarang dia baru tahu kalau selain tiga huruf itu, di
sampingnya masih, terdapat sederet tulisan kecil2
yang berbunyi; Ketua Peh-tok-kau di daerah Biau
yang membuat. Sebutir pil khasiat nya dapat
menghancurkan tulang seribu orang. Racun yang
paling ganas dalam dunia.
416 Jantung Coh Hen Hong berdetak keras. pelahanlahan
dia membuka peti kecil itu. Ternyata isinya
hanya sebutir pil warna merah segar. Anehnya, begitu
kotak itu dibuka maka setiup hawa harum segera
berhamburan menampar hidung dan menyegarkan
dada. Sepintas orang tentu tak mengira kalau pil itu
sebuah racun ganas yang dapat meracuni seribu
orang. Sebenarnya Coh Hen Hong memang sudah
mengandung rencana untuk menipu Dewi Tongkatsakti
Tetapi dia kuatir permainannya akan diketahui.
Sekarang setelah mendapat pil hu-kut tan, Dia lega
sekali. Dia segera mengambil kotak kecil tempat pil
Siau hoan tan, pil itu dipindah ke dalam kotak pil Hu
kut tan dan pil Hu kut tan dipindah ke dalam kotak
kecil tempat pil Siau hoan tan semula. Setelah itu baru
dia lari keluar.
Setiba di tepi hutan pohon li. sebelum dia membuka
suara sudah terdengar dari dalam hutan suara Dewi
Tongkat-sakti berseru, "Apa engkau yang datang"
Mengapa kali ini begitu lancar sekali?"
Coh Hen Hong menggigit gigi kencang-kencang.
Pikirnya, "Uh, tunggu saja kalau engkau mampus,
baru engkau mengerti apa yang engkau maksudkan
lancar itu!"
"Siankoh," serunya lantang, "engkong suruh aku
mengantarkan pil Kiu thian siau hoan tan ke padamu!"
Sambil berseru diapun sudah bergerak masuk ke
dalam hutan. Tampak Dewi tongkat sakti
menyongsongnya.
417 Setelah keduanya tegak berhadapan, dengan wajah
berseri-seri Dewi Tongkat sakti berseru, "Mana"
Apakah benar-benar pil Kiu-thian siau hoan tan?"
"Engkong sendiri yang memberikan kepada ku,
masa bisa keliru?" kata Coh Hen Hong. Dia merogoh
ke dalam baju dan mengeluarkan kotak kecil dan
dalam hati berdoa, semoga Thian memberkahi dirinya
dan agar nenek tua itu belum pernah melihat pil Kiuthian
siau hoan tan dan pil Hu-kut-tan.
Setelah menyambuti kotak Dewi Tongkat-sakti terus
membuka dan menyedot napas dalam2, serunya,
"Wahai, pil dewa, sungguh tak kecewa dengan
namanya yang termasyhur. "
Mendengar pujian Itu hati Coh Hen Hong longgar
seka1i. Dia tertawa, "Sian-koh, engkong mengatakan
pil Kiu thian siau hoan tan itu khasiatnya buka main.
Sekejab minum, tenaga akan tertambah kuat. lekas
minumlah!"
Dewi Tongkat sakti gunakan dua buah jari untuk
menjemput pil itu terus hendak ditelannya. Tetapi
tiba-tiba dia keluarkan pandang dan berseru, "Barang
yang begini luar biasa, kalau kumakan sendiri,
sungguh tak enak hati. Bagaimana kalau kuberimu
separoh bagian?"
Ternyata ia masih belum percaya betul kepada Coh
Hen Hong. oleh karena itu dia sengaja berkata begitu
untuk menge-test bagaimana reaksi Coh Hen Hong.
Bagaimana kejut Coh hen Hong dapat dibayanghan.
Kalau bukan orang yang memang sudah terlatih dalam
418 soal siasat kelicikan, tentulah akan pucat saat itu dan
akan ketahuan boroknya.
Tetapi Coh Hen Hong memang berbakat sekali
dalam bidang kebohongan. Sejenak tertegun, dia
pura-pura gembira sekali dan berseru, "Sin-koh begitu
baik sekali engkau kepadaku, lebih dahulu aku
menghaturkan terima kasih."
dan untuk menyempurnakan jawabannya itu,
diapun terus berlutut dan menganggukkan kepala
sampai ketanah.
Dewi Tongkat-sakti benar-benar knock out. Lenyap
seketika kecurigaannya. Ia mendengus "Huh, apa
engkau kira aku benar-benar mau memberimu
separo" Aku hanya ingin menguji apakah engkau main
gila atau tidak dengan pil itu!"
"Sungguh berbahaya," diam-diam Coh Hen Hong
mengeluh dan bersyukur dalam hati.
Dia pura-pura masygul. Dipandangnya pil Hu-kut
tan itu, katanya, "Sankoh kalau memang tidak mau
membagi mengapa engkau memancing aku supaya
gembira?" Dewi Tongkat-sakti tertawa, "Lucu, sekarang
engkau kan jadi cucu-luar dari pemilik Ceng-te kiong.
Segala macam pil dewa obar mujijat, tentu engkau
bakal punya semua. Mengapa harus masih minta
bagian dari pil Siau-hoan-tan yang diberi kan
kepadaku ini?"
419 Coh Hen Hong menghela napas "Tetapi engkong
terlalu pelit jangankan memberi, sedang
memperlihatkan padaku saja tidak mau!"
Wajah Dewi Tongkat-saki berobah gelap, serunya,
"Kalau begitu, engkau belum berhasil mengetahui
dimana letak kamar rahasia itu?"
Coh Hen Hong gelengkan kepala, "Belum. Tetapi
jangan kuatir. Dalam lima hari nanti aku tentu akan
memberi laporan tentang hal itu.
Sin-koh.... apakah pil Siau-hoan tan itu benar-benar
hendak engkau kangkangi sendiri?"
"Ngaco!" bentak Dewi Tongkat sakti marah, siapa
bilang mengangkangi" Benda ini sebenarnya memang
milikku!" Diam-diam Coh Hen Hong bersorak gembira.
Pikiirnya, kalau engkau mau memberi separoh pil itu
kepadaku, aku pasti celaka.
Coh Hen Hong menghela napas dan tak mau bicara
lagi terus ayunkan langkah keluar dari hutan. Dia
percaya, kali ini Dewi Tongkat sakti pasti takkan lolos
dari kehancuran,
Setelah Dewi Tongkat sakti lenyap, kedudukannya
pasti jauh lebih kuat, walaupun belum menjamin kalau
dia bakal selamat selama lamanya.
Kalau mau selamat untuk selamanya, hanyalah
membasmi Ceng-te. Kalau Cengte sudah mati, baru
benar-benar dia aman untuk selama lamanya.
420 Sungguh dulu dia tak pernah memimpikan bahwa
pada hari Itu dia bakal mengalami rejeki begitu luar
biasa. Andaikata ia bermimpipun tak mungkin
impiannya Itu akan menjangkau sampai begitu rupa.
Sekarang hal itu bukan impian lagi dan bukan
lamunan kosong, khayalan muluk, melainkan suatu
kenyataan. Asal dia berhati-hati untuk mengatur
segala rencananya tentulah dia bakal mencapai apa
yang diidam-idamkan itu.
Pada hari Itu dia sedang mengharap agar tengah
malam segera tiba. Disamping itu dia pun mengharap
Dewi Tongkat-sakti jangan lekas-lekas menelan pil
Hu-kut-tan itu dulu. Karena apabila kematian Dewi
Tongkat-sakti itu sampai tersiar di Ceng te kiong,
Ceng te tentu akan mencurigainya, Siapa tahu
kemungkinan yang tak diinginkan dapat terjadi.
Tetapi kalau kematian Dewi Tongkat-sakti itu terjadi
pada waktu setelah ia minum pil Kun liong lwe tan, dia
tentu takkan keluar selama tujuh hari tujuh malam.
Setelah tujuh hari, sekalipun kematian Dewi Tongkatsakti
itu akan menimbulkan kecurigaan Ceng-te
kepadanya tetapi karena peristiwa itu sudah terjadi
tujuh hari yang lalu mudahlah dia nanti
menyangkalnya. Dia menunggu sampai hampir tengah
malam baru menuju ke tempat kediaman Ceng-te.
Tampak Ceng-te sedang duduk bersila di tanah. ubunubun
kepalanya mengeluarkan uap putih yang
berhamburan membubung keatas.
Asap putih itu mengumpal diatas kepala Cengte dan
tak mau buyar. Sepintas pandang dia seperti memakai
topi putih yang aneh.
421 Begitu Coh Hen Hong melangkah masuk, Cengte
sudah mengapaikan tangannya, memberi isyarat
supaya dia duduk. Coh Hen Hong menurut.,
Beberapa jenak kemudian tampak Ceng-te pelahan2
membalikkan tangan. Pil Kui-liong lwe tan
sudah berada di telapak tangannya. Dan dari telapak
tangan itu juga menghambur hawa panas sehingga
membuat pil itu tampak memancar sekali warna
merah segarnya.
Coh Hen Hong tegang sekali.
"Buka mulutmu," tiba-tiba Cengte memberi
perintah. Coh Hen Hong segera melakukan perintah. Begitu
membuka mulut, Ia melihat tangan Cengte pelahantahan
disodorkan dan akhirnya memakan pil itu
kedalam mulutnya. Dan tepat pada saat pil masuk ke
mulut, tangan kiri Cengte pun segera dilekatkan pada
punggung anak perempuan itu.
Saat itu Coh Hen Hong rasakan hawa sedingin es
meluncur masuk kedalam kerongkongannya tetapi
pada pungungnya dia merasa seperti dialiri hawa yang
panas. Dua jenis hawa yang berlainan, dengan cepat
mengalir kedalam tubuhnya.
Begitu aliran kedua hawa itu saling bentur lalu
meletus dan meliar kemana mana. Coh Hen Hong
rasakan tubuhnya seperti ditusuki seribu jarum.
Sakitnya tak dapat dilukiskan lagi. Tubuhnya
meregang dan pandang matanya pun gelap. Mulut
mendesuh dan orangnya pun tak ingat diri lagi.
Sumur Perut Setan 3 Dewa Arak 40 Gerombolan Singa Gurun Sepasang Pedang Iblis 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama